BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Inggris merupakan bahasa asing utama yang dikenal, menarik, dan sangat penting untuk dipelajari. Sebagai bahasa internasional, bahasa Inggris umumnya diajarkan sebagai bahasa asing atau bahasa kedua (B2). Hal ini menyebabkan meningkatnya tuntutan pembelajaran bahasa Inggris di Indonesia dari tahun ke tahun. Bagi orang-orang Indonesia, baik yang hendak belajar atau bekerja di dalam maupun di luar negeri, bahasa Inggris menjadi salah satu persyaratan yang mutlak harus dipenuhi. Meningkatnya jumlah penutur bahasa Inggris, menurut Wijana (1995: 1), dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu: 1. Penyebaran penggunaan bahasa Inggris yang luas di negara-negara berbahasa Inggris atau bekas jajahan Inggris yang bahkan sampai sekarang terus menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa utama atau B2 utama setelah kemerdekaan. 2. Imigrasi sejumlah besar penduduk yang berbahasa Inggris ke berbagai belahan dunia, seperti Amerika Utara, Australia, Selandia Baru, dan sebagainya. 3. Meningkatnya kesadaran di beberapa negara di mana bahasa Inggris memainkan peran yang semakin penting sebagai bahasa bisnis dan perdagangan, bahasa komunikasi internasional, dan bahasa untuk tujuantujuan lain. Bagi para mahasiswa yang ingin belajar maupun yang ingin lulus dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), bahasa Inggris merupakan salah satu persyaratan yang wajib dipenuhi dan diikuti di setiap semesternya. Setelah mengikuti mata kuliah bahasa Inggris tersebut, mahasiswa juga 1 diwajibkan untuk mengikuti serangkaian tes kompetensi bahasa Inggris yang telah disediakan. Terdapat empat kemampuan berbahasa yang harus dikuasai, yaitu kemampuan mendengarkan (Listening), berbicara (Speaking), membaca (Reading), dan menulis (Writing). Dalam proses pengajaran dan pembelajaran bahasa Inggris, kemampuan menulis (Writing) dapat dikatakan sebagai kemampuan yang paling sulit dan paling rumit untuk dipelajari. Kemampuan menulis (Writing) tersebut membutuhkan pengetahuan dan pemikiran yang baik dalam memproduksi kata, kalimat, dan paragraf dalam waktu yang bersamaan dengan menggunakan kaidah bahasa Inggris yang baik dan benar. Sedangkan sebagaimana diketahui, kaidah tata bahasa (grammar)1 bahasa Inggris berbeda dengan kaidah gramatika bahasa Indonesia. Hal itulah yang menimbulkan terjadinya kesalahan oleh pembelajar yang tidak sepenuhnya memahami kaidah tersebut. Dalam usaha menguasai B2 (bahasa asing)—dalam penelitian ini yaitu bahasa Inggris, seorang pembelajar akan melakukan kekeliruan (mistake) dan kesalahan (error). Kekeliruan adalah suatu kesalahan yang disebabkan oleh kekhilafan semata. Oleh karenanya, kesalahan ini kecil kemungkinannya akan terulang lagi sebab sebenarnya yang bersangkutan telah mengetahuinya, misalnya salah ucap. 1 Grammar merupakan deskripsi dari struktur bahasa dan cara bagaimana unit linguistik, seperti kata-kata dan frasa, dikombinasikan untuk menghasilkan kalimat. Grammar biasanya memperhitungkan makna dan fungsi yang dimiliki oleh kalimat-kalimat tersebut dalam sistem bahasa secara menyeluruh. Grammar tersebut mungkin atau mungkin juga tidak membahas mengenai deskripsi bunyi bahasa (Richard dan Shmidt, 2002: 7) 2 Berbeda dengan kekeliruan, kesalahan muncul karena kurangnya kemampuan (competence) dari pemakai bahasa. Oleh karenanya, kesalahan ini sering terjadi berulang-ulang. Jadi dapat disimpulkan bahwa kekeliruan (mistake) merupakan kesalahan yang terjadi karena kekhilafan sehingga bersifat sementara, sedangkan kesalahan (error) merupakan kesalahan yang terjadi karena kurangnya kompetensi pembelajar sehingga bersifat konsisten. Sebagaimana diungkapkan oleh Carl James, bahwa: Jika pembelajar cenderung mampu untuk memperbaiki kesalahan dalam outputnya, maka dapat diasumsikan bahwa bentuk yang ia pilih bukanlah bentuk yang dimaksudkan, dan kita bisa mengatakan bahwa kesalahan tersebut merupakan kekeliruan. Jika, di sisi lain, pembelajar dengan cara apapun tidak mampu untuk melakukan koreksi, kita mengasumsikan bahwa bentuk yang digunakan oleh pembelajar merupakan bentuk yang dimaksudkan, dan itu adalah kesalahan (1998: 78). Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini berfokus pada kesalahan (error) gramatikal yang dibuat oleh mahasiswa tahun pertama di UMY dalam menuliskan karangan berbahasa Inggris. Kesalahan-kesalahan gramatikal yang terdapat dalam karangan-karangan para mahasiswa tersebut akan dianalisis dengan menggunakan analisis kesalahan. Analisis kesalahan mempelajari kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh para pembelajar, yang dapat diamati, dianalisis, diklasifikasikan untuk mengungkapkan suatu sistem yang sedang beroperasi pada pembelajar (Corder, 1981: 10). Para pembelajar yang menjadi subjek dalam penelitian ini yaitu para mahasiswa Ekonomi Perbankan Islam (EPI) UMY. Kesalahan gramatikal yang dibahas dalam penelitian ini mencakup kesalahan dalam ranah morfologi dan 3 sintaksis; serta menjelaskan faktor-faktor penyebab terjadinya kesalahan tersebut. 1.2 Batasan Masalah Penelitian ini berfokus pada kesalahan gramatikal bahasa Inggris, baik kesalahan morfologi maupun sintaksis yang terdapat pada karangan sederhana mahasiswa EPI UMY selama satu semester. Masing-masing mahasiswa mengumpulkan tiga buah karangan yang menjadi data primer penelitian ini. Hasil temuan dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang jelas tentang jenis dan frekuensi terjadinya kesalahan gramatikal yang dilakukan oleh para mahasiswa tersebut. Selain itu, penyebab terjadinya kesalahan juga akan diuraikan. Kesalahan-kesalahan tersebut akan dideskripsikan sesuai dengan jenis-jenis kesalahan tertentu dan koreksi yang disertakan dalam analisis merupakan koreksi secara gramatikal, termasuk sampai pada keberterimaan (naturalness) dari penggunaan bahasa Inggris itu sendiri. 1.3 Rumusan Masalah Untuk mengarahkan perhatian, permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Bagaimanakah bentuk-bentuk kesalahan morfologi dalam karangan berbahasa Inggris mahasiswa tahun pertama di UMY? (2) Bagaimanakah bentuk-bentuk kesalahan sintaksis dalam karangan berbahasa Inggris mahasiswa tahun pertama UMY? (3) Mengapa kesalahan-kesalahan tersebut terjadi? 4 1.4 Tujuan Penelitian (1) Mendeskripsikan bentuk-bentuk kesalahan morfologi dalam karangan berbahasa Inggris mahasiswa tahun pertama di UMY; (2) Mendeskripsikan bentuk-bentuk kesalahan sintaksis dalam karangan berbahasa Inggris mahasiswa tahun pertama di UMY; dan (3) Menjelaskan faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya kesalahankesalahan tersebut. 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini dapat dilihat baik secara teoretis maupun secara praktis sebagai berikut: (1) Secara teoretis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam bidang pengajaran B2 atau bahasa asing, terutama dalam pembelajaran mengenai kaidah pembentukan kata (morfologi) dan kalimat (sintaksis) bahasa Inggris. (2) Penelitian ini juga dapat menjadi dasar atau acuan bagi peneliti-peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian yang sama mengenai analisis kesalahan dalam B2 atau bahasa asing lainnya selain bahasa Inggris, misalnya analisis kesalahan pada pembelajaran bahasa Mandarin. (3) Secara praktis, penelitian ini dapat menjadi pertimbangan bagi para pengajar dalam mengaplikasikan penggunaan B2 atau bahasa asing dalam menyusun strategi pembelajaran sehingga dapat meminimalisir kesalahan. 5 (4) Untuk institusi tempat melakukan penelitian, hasil penelitian ini dapat menjadi masukan dan umpan balik (feedback) bagi para instruktur maupun dosen UMY mengenai perkembangan bahasa Inggris para mahasiswanya. 1.6 Tinjauan Pustaka Beberapa penelitian yang telah dilakukan menyangkut analisis kesalahan, di antaranya yaitu penelitian analisis kesalahan oleh dua ahli linguistik Universitas Gadjah Mada: Dr. F.X. Nadar (1994) dan Prof. Dr. I Dewa Putu Wijana (1995). Dr. F.X. Nadar menuliskan sebuah laporan penelitian berjudul Foreign Students Errors in Elementary Written Indonesian. Penelitian tersebut menganalisis kesalahan-kesalahan gramatikal pada hasil karangan mahasiswa asing level dasar (level 1) di Pusat Studi Bahasa Indonesia. Kesalahan-kesalahan gramatikal hasil karya mahasiswa asing tersebut antara lain berkaitan dengan struktur kalimat, pemilihan diksi (kosakata), penggunaan ekspresi idiomatis, dan penggunaan grammar bahasa Indonesia. Berbeda dengan penelitian dari Dr. F.X. Nadar tersebut, Prof. Dr. I Dewa Putu Wijana menulis sebuah laporan penelitian berjudul Error Analysis of Monash University Post Graduate Students’ Essay Writing yang mana yang menjadi objek penelitiannya yaitu karangan berbahasa Inggris karya para mahasiswa Indonesia yang tengah menempuh pendidikan di luar negeri. Dalam penelitian tersebut, terdapat sepuluh tipe kesalahan yang dibuat oleh para mahasiswa Indonesia tersebut. Kesepuluh tipe kesalahan tersebut yaitu kesalahan-kesalahan yang berhubungan dengan konjugasi (conjugation), 6 verba kata bantu (auxiliary verbs), predikat non-verbal (non-verbal predicate), jumlah/bilangan (numbers), objek preposisi (prepositional objects), preposisi (preposistions), artikel (articles), urutan kata (word order), kelas kata (parts of speech), dan pengejaan (spelling). Penelitian yang mengkaji permasalahan dalam mempelajari bahasa Inggris lainnya dilakukan oleh Dwi Santoso (2004) dalam tesisnya yang berjudul ―Interferensi Gramatikal Bahasa Indonesia ke dalam Bahasa Inggris‖. Penelitian tersebut berfokus pada pembentukan frasa nominal endosentrik atributif dalam bidang morfosintaksis dan sintaksis yang dilakukan oleh para mahasiswa Program Studi Bahasa Inggris UAD. Interferensi pada bidang morfosintaksis tersebut meliputi konkordansi atribut dengan nominal unsur pusat, sedangkan interferensi sintaksis meliputi pola urutan atribut dengan nominal unsur pusat. Faktor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya interferensi tersebut adalah faktor linguistik dan faktor sosiolinguistik. Faktor linguistik terjadi karena pengaruh kaidah frasa nominal endosentrik atributif bahasa Indonesia yang berbeda dengan kaidah dalam bahasa Inggris, sedangkan faktor sosiolinguistik terjadi karena para mahasiswa kurang terbiasa dan merasa malu untuk menggunakan bahasa Inggris dalam kehidupan sehari-hari. Selain Dwi Santoso, Hidayati (2005) menulis tesis yang berjudul ―Persesuaian Subjek-Verba dalam Bahasa Inggris (Studi Kasus Mahasiswa Jurusan Bahasa Inggris UAD). Dalam penelitian tersebut, disimpulkan bahwa 7 persesuaian Subjek-Verba dalam bahasa Inggris dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu (1) jumlah dalam subjek, dan (2) faktor kala. Dalam persesuaian Subjek-Verba, terdapat prinsip bahwa subjek tunggal menuntut verba tunggal dan subjek jamak menuntut verba jamak. Prinsip ini berlaku pada Simple Present, Present Continuous, Present Perfect, dan Past Continuous. Persesuaian Subjek-Verba jika ditinjau dari aspek kala tanpa memperhitungkan bentuk subjeknya terjadi pada kala Past Tense, Past Perfect, Past Perfect Continuous, dan Future Perfect. Pada tahun 2009, Wa Ode Fatmawati menulis sebuah tesis berjudul ―Verba dan Permasalahannya dalam Kalimat Bahasa Inggris‖. Dalam penelitian tersebut, ditemukan bahwa verba bahasa Inggris memiliki bentuk yang berbeda-beda. Hampir sama dengan penelitian Hidayati, Fatmawati juga menyimpulkan bahwa kala yang berbeda memiliki bentuk verba yang berbeda. Tesis ini secara keseluruhan mendeskripsikan ragam dan jenis verba dengan kala dalam bahasa Inggris. Meskipun telah banyak dilakukan penelitian analisis kesalahan bahasa Inggris, kebanyakan berfokus pada tataran sintaksis. Penelitian ―Analisis Kesalahan Gramatikal pada karangan Bahasa Inggris Mahasiswa Tahun Pertama‖ ini menganalisis kesalahan-kesalahan gramatikal, khususnya dalam ranah morfologi dan sintaksis, yang secara keseluruhan masih sering dibuat oleh para pembelajar. 8 Jika kebanyakan subjek pada penelitian-penelitian sebelumnya yaitu mahasiswa yang berlatar belakang jurusan Bahasa Inggris, subjek pada penelitian ini merupakan mahasiswa yang berlatar belakang bukan dari jurusan bahasa Inggris, melainkan dari jurusan EPI. Berbeda dengan subjek dalam penelitian Wijana (1995) yang notabene merupakan mahasiswa Indonesia yang sedang menempuh studi di luar negeri sehingga bahasa Inggrisnya sudah jauh lebih terasah, subjek dalam penelitian ini merupakan mahasiswa Indonesia yang sejak awal menempuh pendidikan di Indonesia dari mulai tingkat pendidikan dasar hingga tingkat pendidikan tinggi saat penelitian ini dilaksanakan. Oleh karena itu, pengetahuan dasar mereka mengenai bahasa Inggris jauh lebih terbatas, sehingga kesalahan yang mereka buat juga lebih kompleks. Selain untuk mengetahui bentuk-bentuk kesalahan morfologi dan sintaksis dalam karangan berbahasa Inggris mahasiswa EPI UMY, penelitian ini juga berusaha untuk mengetahui kesalahan-kesalahan umum yang dibuat oleh para pembelajar berdasarkan hasil dari analisis data. Di samping itu, penelitian ini dilaksanakan dalam rangka melengkapi dan memperkaya penelitian yang berkaitan dengan analisis kesalahan. Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya kajian linguistik pada umumnya, dan kajian linguistik terapan pada khususnya. 9 1.7 Landasan Teori 1.7.1 Analisis Kesalahan Teori Analisis kesalahan, sebagai salah satu cabang dari linguistik terapan, dilahirkan di tengah kritik terhadap analisis kontrastif pada awal tahun 1970-an. Analisis kontrastif membandingkan antara bahasa ibu (bahasa pertama—B1) pembelajar dengan bahasa target, sehingga kemungkinan kesalahan yang dibuat oleh pembelajar dapat diprediksi sehingga langkah-langkah tertentu dapat diambil untuk mencegah atau mengurangi terjadinya kesalahan (Brown, 1980: 149). Namun, seiring berkembangnya pengajaran bahasa asing, analisis kontrastif yang hanya berfokus pada situasi pembelajaran tanpa memperhatikan bahasa pembelajar itu sendiri, terkesan membatasi diri pada prediksi-prediksi yang telah ditetapkan sebelumnya (Ellis, 1986: 23). Oleh karena itu, untuk menganalisis kesalahan pembelajar secara sistematis, memastikan penyebab kesalahan, dan memberikan masukan-masukan untuk meminimalisir bahkan menghilangkan kesalahan, muncullah sebuah teori baru yang disebut sebagai teori analisis kesalahan. Berbeda dengan analisis kontrastif, analisis kesalahan berfokus pada bahasa pembelajar (Corder, 1981: 10). Secara ringkas, dapat dikatakan bahwa analisis kesalahan merupakan suatu kegiatan untuk mengungkapkan kesalahan yang ditemukan dalam writing dan speaking. Richard dan Weber (1985: 96) menyatakan bahwa analisis kesalahan merupakan studi tentang kesalahan yang dilakukan oleh pembelajar B2 atau bahasa asing. Analisis 10 kesalahan dilakukan dalam rangka (a) mengetahui seberapa baik bahasa seseorang, (b) mengetahui bagaimana seseorang mempelajari bahasa, dan (c) memperoleh informasi tentang kesulitan umum dalam pembelajaran bahasa, sebagai bantuan dalam mengajar atau dalam penyusunan bahan ajar. Menurut Corder (1981: 11), ada tiga alasan mengapa analisis kesalahan penting untuk dilakukan. Ketiga alasan tersebut yaitu pertama, hasil analisis kesalahan berperan penting bagi pembelajar karena ia dapat mengetahui sejauh mana tujuan pembelajaran dapat tercapai dan hal-hal apa saja yang harus dikerjakan untuk meningkatkan kualitas hasil pembelajaran. Kedua, sebagai aspek terpenting, analisis kesalahan perlu dilakukan karena dapat membantu pembelajar dalam mempelajari dan memahami bahasa melalui kesalahan dan memperbaikinya. Ketiga, dengan hasil analisis kesalahan, pengajar dapat mengetahui bagaimana pembelajar mempelajari atau memperoleh bahasa dan strategi atau proses yang digunakan oleh pembelajar dalam mempelajari bahasa. Tidak hanya bagi pembelajar, analisis kesalahan juga sangat penting bagi guru dalam: (1) menentukan urutan bahan pengajaran, (2) memutuskan pemberian penekanan, penjelasan, dan praktek yang diperlukan, (3) memberikan remidi dan latihan-latihan, dan (4) memilih butir-butir B2 untuk keperluan tes profisiensi pembelajar (Sridhar, 1980: 103). Dengan demikian, kegiatan analisis kesalahan ini lebih bersifat pedagogis daripada bersifat psikologis. 11 1.7.2 Klasifikasi Tipe Kesalahan Berikut adalah taksonomi atau sistem klasifikasi yang digunakan untuk memprediksi kesalahan berbahasa menurut Dulay (1982: 146-189): (1) Taksonomi kategori linguistik Taksonomi kategori linguistik mengklasifikasikan kesalahan atas komponen bahasa dan konstituen bahasa. Berdasarkan komponen bahasa, kesalahan diklasifikasikan menjadi: (a) Kesalahan pada tataran fonologi; (b) Kesalahan pada tataran morfologi dan sintaksis; (c) Kesalahan pada tataran semantik dan kata; dan (d) Kesalahan pada tataran wacana. Berdasarkan konstituen bahasa, bahasa memprediksi unsur-unsur bahasa yang terdapat dalam komponen bahasa, misalnya frasa dan klausa dalam tataran sintaksis atau morfem-morfem gramatikal dalam tataran morfologi. Sebagaimana telah disebutkan pada sub bab 1.2, fokus kesalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini yaitu kesalahan pada tataran morfologi dan sintaksis. (2) Taksonomi kategori strategi lahir Taksonomi kategori strategi lahir digunakan untuk memprediksi strategi pemerolehan dan pembelajaran B2 atau bahasa asing yang dilakukan oleh pembelajar. Taksonomi ini menuntut peneliti untuk memperhatikan pengidentifikasian proses kognitif pada saat pembelajar 12 merekonstruksi bahasa barunya. Dalam taksonomi strategi lahir tersebut, terdapat empat macam kesalahan, yaitu: (a) Penghilangan (omission); yang berarti penghilangan satu atau lebih unsur-unsur bahasa yang diperlukan dalam suatu frasa atau kalimat. Penghilangan tersebut menyebabkan konstruksi frasa atau kalimat tersebut menjadi kurang tepat. (b) Penambahan (addition); yang berarti penambahan satu atau lebih unsur-unsur bahasa yang tidak diperlukan dalam suatu konstruksi frasa atau kalimat. (c) Kesalahbentukan (misformation); yang berarti kesalahan membentuk suatu konstruksi frasa atau kalimat dalam suatu tuturan. (d) Kesalahurutan (misordering); yang berarti pengurutan atau penyusunan unsur-unsur bahasa dalam suatu konstruksi frasa atau kalimat secara tidak benar atau tidak sesuai dengan kaidah gramatika bahasa target. 1.7.3 Penyebab Terjadinya Kesalahan Berbahasa Menurut Brown (1981: 113), terdapat empat sumber kesalahan bahasa, yaitu transfer interlingual, transfer intralingual, Konteks Pembelajaran dan Strategi Komunikasi. (1) Transfer Interlingual (Interlanguage Transfer) Transfer interlingual disebabkan oleh interferensi B1. Kesalahan ini biasanya terjadi pada tahap awal pembelajaran bahasa dimana para pembelajar belum familiar dengan tata bahasa yang baru. Tata bahasa B1 13 adalah satu-satunya yang dimiliki oleh para pembelajar sehingga tata bahasa tersebut terkadang digunakan untuk menyusun kalimat dalam B2 atau bahasa asing yang dipelajari. (2) Transfer Intralingual (Intralanguage Transfer) Transfer intralingual disebabkan oleh bahasa target yang sedang dipelajari oleh para pembelajar. Kesalahan ini biasanya juga terjadi pada tahap awal pembelajaran. Kesalahan ini menunjukkan bahwa para pembelajar mengalami perkembangan dalam proses pembelajarannya. (3) Konteks Pembelajaran (Context of Learning) Kesalahan ini diakibatkan oleh tidak adanya tutor atau pengajar dalam suatu proses pembelajaran. Jadi para pembelajar menafsirkan sendiri apa yang telah mereka pelajari sendiri. Hal ini berbahaya dan sering mengakibatkan salah penafsiran dan terjadinya kesalahankesalahan. (4) Strategi Komunikasi (Communicative Strategy) Dalam menyampaikan gagasannya, terkadang para pembelajar menggunakan cara yang berbeda-beda. Cara-cara ini terkadang bisa diterima, tapi juga terkadang tidak bisa diterima oleh penerima pesan. Hal ini akan menyebabkan miskomunikasi. 14 1.7.4 Tata Bahasa (Grammar) 1.7.4.1 Definisi Tata Bahasa (Grammar) Menurut Lyons (1968:54) dalam belajar bahasa Inggris, salah satu masalah terbesar yang dihadapi oleh pembelajar yaitu tata bahasa (grammar). Lebih lanjut Lyons menjelaskan bahwa ―tata bahasa adalah bentuk kata-kata dari bahasa itu sendiri dan kombinasi mereka dalam frasa, klausa dan kalimat‖. Ahli lain seperti Richard dan Schmidt (2002: 7) mendefinisikan tata bahasa sebagai suatu deskripsi dari struktur bahasa dan suatu cara di mana unit-unit linguistik, seperti kata-kata dan frasa, dikombinasikan untuk menghasilkan kalimat dalam suatu bahasa. Tata bahasa tersebut biasanya memperhitungkan makna dan fungsi yang dimiliki oleh kalimatkalimat dalam sistem bahasa secara menyeluruh. Selain itu, Penny Ur (1996: 75) juga menyatakan bahwa tata bahasa merupakan suatu cara untuk menempatkan kata-kata secara bersamaan sehingga tercipta satu kalimat yang gramatikal dan berterima. Oleh karena itu, dalam bahasa Inggris, I am a student dikatakan gramatikal; sedangkan I a student atau I is a student dikatakan tidak gramatikal. Dari ketiga definisi dari para ahli di atas, dapat dikatakan bahwa tata bahasa memberikan aturan tentang bagaimana mengkombinasikan kata-kata menjadi kalimat. Dalam proses pembelajaran B2 atau bahasa asing, seorang pembelajar bahasa tidak lepas dari kesalahan–kesalahan berbahasa. Hal itu merupakan hal yang mendasar karena pembelajar B2 15 atau bahasa asing bukan merupakan penutur asli dari bahasa tersebut. Oleh karena itu, perlu adanya proses pembelajaran untuk memperbaiki kesalahan berbahasa agar dapat meningkatkan kemampuan berbahasanya. 1.7.4.2 Kesalahan-kesalahan Gramatikal Kesalahan-kesalahan gramatikal yang terdapat dalam data penelitian meliputi kesalahan pada tataran morfologi dan tataran sintaksis. Kesalahan pada tataran morfologi meliputi kesalahan infleksi yang berkaitan dengan masalah tunggal-jamak, dan kesalahan pembentukan kata; sedangkan kesalahan pada tataran sintaksis meliputi kesalahan dalam pembentukan frasa, klausa, dan kalimat. (1) Morfologi Morfologi merupakan salah satu studi linguistik yang mengkaji leksikon atau kata dalam suatu bahasa. Dalam morfologi, kata dipandang sebagai satuan-satuan padu bentuk dan makna yang memperlihatkan aspek valensi sintaksis, yakni kemungkinan-kemungkinan yang dimiliki kata untuk berkombinasi dengan kata lain dalam suatu kelompok (Uhlenbeck dalam Ekowardono, 1982: 54). Dari pengertian tersebut, dapat dipahami bahwa kajian morfologi memiliki kaitan dengan kajian sintaksis secara gramatikal. Dalam linguistik, studi morfologi akan mengkaji struktur internal kata dalam kaitannya dengan kata lain dalam suatu paradigma; sedangkan sintaksis berkaitan dengan fungsi-fungsi eksternal kata dan kaitannya dengan kata lain dalam kalimat (Matthews, 1974: 154). Secara gramatikal, 16 kata dipahami sebagai unsur terkecil bahasa yang akan diidentifikasikan tentang asal dan bentuknya dalam paradigma. Morfologi pada umumnya dibagi ke dalam dua dua bidang, yaitu morfologi infleksional (inflexional morphology) dan pembentukan kata (derivational morphology). Morfologi infleksional membahas berbagai bentuk leksem2, sedangkan morfologi derivasional (pembentukan kata) membahas leksem-leksem baru dari basis tertentu (Ba‘dulu dan Herman, 2010: 2). a. Infleksi dan Derivasi Infleksi berkaitan dengan kaidah-kaidah sintaktik yang dapat diramalkan (predictable), otomatis, sistematik, bersifat tetap atau konsisten, dan tidak mengubah identitas leksikal; sedangkan derivasi lebih bersifat tidak bisa diramalkan (berdasarkan kaidah sintaktik), tidak otomatis, tidak sistematik, bersifat sporadis (optional), serta mengubah identitas leksikal (Katamba, 1994: 92-100). Sehubungan dengan infleksi dan derivasi, Booij (1988: 39) menyatakan bahwa afiks-afiks derivasional merupakan morfem terikat yang digabungkan dengan base untuk mengubah kelas katanya. Misalnya, kata teach yang merupakan verba, jika ditambahkan afiks derivasional –er maka akan menjadi nomina teacher. Ajektiva happy jika ditambahkan dengan akhiran –ly maka akan menjadi adverbia happily. Namun, ada pula jenis kata yang tidak berubah karena adanya 2 Satuan kosakata yang didaftarkan dalam kamus (Ba’dulu dan Herman, 2010: 5) 17 afiks derivasional ini, misalnya pada kata like dan dislike yang merupakan verba, serta true dan untrue yang merupakan ajektiva. Untuk mengetahui apakah sebuah afiks bersifat infleksional atau derivasional, ada sejumlah cara yang dikemukakan oleh Bauer ( 1988: 12-13), antara lain yaitu: (1) Jika sebuah afiks mengubah bentuk kata dasarnya, afiks itu bersifat derivasional; sedangkan yang tidak mengubah kelas kata bentuk dasarnya biasanya merupakan afiks infleksional. Misalnya: Dirt (N) – dirty (Adj) → afiks derivasional Agree (V) – disagree (V) → afiks derivasional Indicate (V) – indicates (V) – indicated (V) → afiks infleksional (2) Afiks-afiks infleksional selalu menampakkan makna yang teratur (predictable), sedangkan makna-makna dari afiks-afiks derivasional tidak dapat diramalkan. Misalnya: Table (meja) – tables (meja-meja) → afiks infleksional Walk (berjalan) – walks (berjalan) – walking (berjalan) → afiks infleksional Short (pendek) – shortage (kekurangan) → afiks derivasional Boil (merebus) – boiler (dandang) → afiks derivasional (3) Apabila afiks infleksional dapat ditambahkan pada salah satu anggota dari sebuah kelas kata, maka afiks infleksional tersebut juga dapat ditambahkan pada semua anggota kelas yang lain; sedangkan afiks derivasional tidak dapat ditambahkan pada setiap anggota kelas. Dengan demikian, dapat ditentukan bahwa afiksafiks infleksional itu bersifat produktif, sedangkan afiks derivasional bersifat tidak produtif. 18 (4) Derivasi dapat diganti dengan bentuk monomorfemik. Secara sintaktis, kata bentukan derivasional pada sebuah kalimat (misalnya pada posisi subjek) dapat diganti dengan morfem tunggal yang dapat mengisi fungsi yang sama. Misalnya: Patriotism is important for a nation. Oil is important for a nation. Selain Bauer, ahli lain seperti Subroto (1985: 269) juga mengemukakan perbedaan antara pembentukan kata secara infleksional dan derivasional, yaitu: (5) Afiks derivasional lebih beragam, misalnya dalam bahasa Inggris terdapat afiks-afiks pembentuk nomina: -er, -ment, -ion, -ation, ness, sedangkan afiks infleksional dalam bahasa Inggris kurang beragam, yaitu –s/-es, -ed, dan -ing. (6) Afiks-afiks derivasional dapat mengubah kelas kata, sedangkan afiks infleksional tidak. (7) Afiks-afiks derivasional mempunyai distribusi yang lebih terbatas, sedangkan afiks infleksional mempunyai distribusi yang lebih luas. (8) Pembentukan derivasional dapat menjadi dasar bagi pembentukan berikutnya, sedangkan pembentukan infleksional tidak. Teach (V) – teacher (N) – teachers (N-plural) (2) Sintaksis Crystal mendefinisikan sintaksis sebagai telaah tentang kaidahkaidah yang mengatur cara kata-kata dikombinasikan untuk membentuk kalimat dalam suatu bahasa (1980: 346). Pakar lain, Rusmadji (1993: 2), 19 memberi definisi sintaksis sebagai subsistem tata bahasa yang mencakup kelas kata dan satuan-satuan yang lebih besar, yaitu frasa, klausa, kalimat, dan hubungan-hubungan di antara satuan-satuan sintaksis tersebut. Sedangkan menurut Ramlan (1987: 29), kesalahan sintaksis adalah kesalahan yang menyangkut kalimat, klausa, dan frasa. Pendapat yang serupa juga dikemukakan oleh James (1998: 96) yang mengatakan bahwa ―syntax errors are errors that affect phrase, clause, sentence, and paragraphs”. Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga hal utama yang dibahas dalam sintaksis, yaitu mengenai unit-unit bahasa dalam kalimat, klausa, dan frasa. Berikut adalah penjelasan mengenai ketiga struktur tersebut. a. Kalimat Kalimat merupakan suatu bentuk ketatabahasaan yang maksimal yang bukan merupakan bagian dari bentuk ketatabahasaan lain yang lebih besar dan mempunyai ciri kesenyapan final yang menunjukkan berakhirnya bentuk tersebut (Parera, 1982: 14). Secara lebih rinci, Cook (dalam Ba‘dulu dan Herman, 2010: 49) menguraikan ciri-ciri kalimat sebagai berikut: a. Kalimat secara relatif dapat dipisahkan, dan korpus apa saja dapat direduksi menjadi kalimat; b. Kalimat mempunyai pola intonasi final, yang dapat membantu memisahkan kalimat; 20 c. Kalimat terbentuk dari klausa. Klausa berkombinasi dalam suatu jenis ketergantungan terpola yang mencakup kombinasi klausa yang tidak mempunyai struktur menyeluruh dari suatu klausa tunggal. Secara garis besar, kalimat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu kalimat inti dan kalimat turunan. Kalimat inti adalah kalimat yang menjadi dasar bagi pembentukan kalimat-kalimat lainnya, sedangkan kalimat turunan adalah kalimat yang diturunkan dari kalimat inti. Karena kalimat inti merupakan dasar bagi pembentukan kalimatkalimat lain, maka analisis kalimat didasarkan pada pola dasar kalimat inti (PDKI) tersebut. Di dalam bahasa Inggris, terdapat lima bentuk PDKI yang dikemukakan oleh Parera (2009: 28) sebagai berikut. (1) (2) (3) (4) S: NP + VP Birds sing S: NP + VP + NP John bought a book S: NP + VP + NP + NP John gave Mary a book S: NP + John The rose (5) S: NP Paul Mary Jim VP + became smells + VbP is is is NP Adj. a doctor sweet + NP Adj. Adv. a student pretty here 21 PDKI di atas dapat diperluas pada tataran frasa dan klausanya. Perluasan frasa pada PDKI misalnya yaitu: (6) S: NP + The brave soldier (7) NP + The man in the gray coat VP ran quickly. VP drove + NP the car. Sedangkan untuk perluasan klausa pada PDKI, akan terdapat PDKI baru yang masih menggantung pada salah satu unsur pokok PDKI. Misalnya yaitu: (8) np + before he vp + np + NP + finished the lesson, the bell VP rang. Karena ada kata before, maka PDKI he finished the lesson merupakan klausa yang tergantung (dependent clause) dari PDKI the bell rang. Selain pada kalimat inti, PDKI tersebut dapat diturunkan pada kalimat turunan. Kalimat turunan yang terdapat dalam data penelitian yaitu kalimat negatif dan kalimat pasif. Tipe pernyataan positif pada PDKI yang dibahas sebelumnya secara sistematik dapat dihubungkan dengan bentuk pernyataan ingkar (negatif) dengan rumus sebagai berikut. (9) S: NP + VP → S: NP + do (dalam segala bentuk morfologi dan morfofonemiknya) + not + Vinf + (NP) They buy a new car → They do not buy a new car. He buys a new car → We does not buy a new car. We bought a new car → We did not buy a new car. 22 Selain kalimat negatif, PDKI aktif dapat dinyatakan pula pada bentuk kalimat derivasi pasif sebagai berikut. (10) S: N1 + V + NP → N2 + Aux + V3 + by + They buy a new car. → A new car is bought by N1 them. b. Klausa Klausa merupakan satuan gramatikal yang terdiri atas subjek dan predikat tanpa adanya intonasi final (Ba‘dulu dan Herman, 2010: 55). Sebagai unsur kalimat, klausa tidak selalu berdiri sendiri tetapi dapat berkombinasi dengan klausa lain. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa satu kalimat dapat terdiri atas satu atau lebih klausa. Yang dimaksud dengan subjek yaitu bagian dari klausa yang berwujud nomina atau frasa nomina yang menandai apa yang dinyatakan oleh pembicara, sedangkan yang dimaksud dengan predikat yaitu bagian dari klausa yang menandai apa yang dikerjakan oleh subjek. Dalam bahasa Inggris, predikat tersebut berbentuk verba. Verba tersebut dapat berupa verba transitif dan verba intransitif. Klausa yang mengandung verba transitif dapat diubah menjadi bentuk klausa pasif. Berdasarkan potensinya untuk menjadi kalimat, klausa dibedakan menjadi klausa bebas dan klausa terikat. Klausa bebas adalah klausa yang berpotensi untuk menjadi kalimat inti, sedangkan klausa terikat adalah klausa yang tidak berpotensi untuk menjadi kalimat inti. Selain potensi, klausa juga dibedakan berdasarkan tatarannya dalam kalimat. Berdasarkan tatarannya dalam kalimat, klausa dibedakan menjadi klausa atasan (main clause) dan klausa bawahan (subordinate 23 clause). Klausa atasan merupakan klausa yang tidak menjadi unsur dari klausa lain dalam suatu kalimat, sedangkan klausa bawahan merupakan klausa yang menjadi unsur dari klausa lain dalam suatu kalimat. c. Frasa Sebagai suatu fungsi, frasa merupakan satuan sintaksis terkecil yang merupakan pemandu kalimat (Samsuri, 1985: 93), sedangkan sebagai suatu bentuk, frasa merupakan satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang tidak memiliki predikat (Kridalaksana, 1984: 162). Secara sederhana, dapat dikatakan pula bahwa frasa merupakan satuan gramatikal yang terdiri atas dua kata atau lebih, dan frasa tersebut terdapat dalam satu fungsi, yaitu sebagai subjek saja, predikat saja, objek saja, dan sebagainya. Berdasarkan jenis kata yang menjadi unsur intinya, frasa dibedakan menjadi frasa nomina, frasa verba, frasa ajektiva, frasa adverbia, frasa preposisi, frasa numeralia, dan frasa pronomina (Ba‘dulu dan Herman, 2010: 59). Dalam bahasa Inggris, sebagaimana terlihat pada PDKI yang telah dibahas sebelumnya, terlihat bahwa perluasan frasa, terutama frasa nomina, dalam bahasa Inggris bergerak ke kiri, atau dengan kata lain, unsur pusat dalam suatu frasa digeser ke belakang. Bandingkan frasa nomina dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris berikut ini. ―Gadisku yang cantik‖ UP Atr. My beautiful girl Atr. UP 24 1.8 Metodologi Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif, yaitu dengan mendeskripsikan secara faktual kesalahan-kesalahan gramatikal yang ditemukan dalam karangan berbahasa Inggris mahasiswa Ekonomi Perbankan Islam (EPI) UMY. Penelitian ini juga didukung oleh data kuantitatif yang diperoleh melalui perhitungan sederhana dari hasil analisis data. Penelitian ini mengamati kesalahan-kesalahan gramatikal (morfologi dan sintaksis) yang dibuat oleh pembelajar B2 pada satu kelas bahasa Inggris yang terdiri atas 15 orang mahasiswa semester II yang berusia ± 18 tahun. Jadi, subjek penelitian dalam penelitian ini adalah 15 orang mahasiswa jurusan EPI UMY. Semua mahasiwa telah mempelajari bahasa Inggris selama kurang lebih sembilan tahun lewat pendidikan formal dari mulai tingkat Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas. Ketika penelitian ini dilaksanakan, para mahasiswa tersebut berada pada level dasar (beginner). Penentuan level tersebut didasarkan pada hasil pre-test baik secara lisan maupun tertulis yang diselenggarakan oleh pihak universitas. Karangan-karangan hasil karya mahasiswa yang menjadi sumber data primer dalam penelitian ini merupakan karangan-karangan selama proses pembelajaran 6 bulan (1 semester), yaitu dari bulan Januari 2013 hingga bulan Juni 2013. Kesalahan yang dibuat oleh pembelajar bahasa Inggris yang bukan dari jurusan Bahasa Inggris menunjukkan tingkat kesalahan yang lebih kompleks. 25 Adapun sumber data sekunder atau penunjang diambil dari kamus dan dari buku-buku grammar bahasa Inggris, antara lain yaitu: Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English (Hornby, 1995), Modern English: A Practical Reference Guide (Frank, 1972), Golden’s Concise English Grammar (Strumpf dan Douglas, 2000), dan English Verbs and Essentials of Grammar for ESL Laerners (Swick, 2010). 1.8.1 Prosedur Pengumpulan Data Data primer dalam penelitian ini merupakan kata, frasa, dan kalimatkalimat yang diambil dari karangan mahasiswa yang mengandung kesalahan gramatikal. Ada sejumlah 45 karangan yang masing-masing terdiri atas 100 – 300 kata. Data sekunder berupa informasi dari berbagai sumber tertulis tentang bagaimana pembelajar membuat kesalahan. Data dikumpulkan lewat tugas mengarang berdasarkan topik yang telah ditentukan untuk menjaring kesalahan. Observasi kelas juga dilakukan guna menjaring informasi tentang proses pengajaran dan pembelajaran bahasa Inggris (bagaimana pembelajar membuat kesalahan dan bagaimana mereka memperoleh pengetahuan mengenai aspek-aspek gramatikal). Kumpulan karangan tersebut merupakan hasil tugas menulis dan ujian selama mengikuti perkuliahan yang terdiri atas tiga topik utama, yaitu parts of my house, traditional ceremony, dan my past experience. 26 1.8.2 Prosedur Analisis Data Pada tahap analisis data ini, peneliti secara kualitatif berupaya menangani langsung masalah yang terkandung dalam data. Penanganan itu tampak dari adanya tindakan mengamati yang segera diikuti dengan ‗membedah‘ atau menguraikan masalah yang bersangkutan dengan cara tertentu (Sudaryanto, 1993: 6). Karena penelitian ini merupakan penelitian mengenai analisis kesalahan, maka prosedur yang digunakan juga mengacu pada prosedur penelitian analisis kesalahan. Tahap penelitian analisis kesalahan menurut Gass dan Selinker (2001:79) yaitu terdiri dari (1) mengidentifikasi kesalahan; (2) mengklasifikasikan kesalahan; (3) menghitung kesalahan; (4) manganalisis sumber atau penyebab kesalahan; dan (5) perbaikan (remedi). Oleh peneliti, tahapan tersebut dimodifikasi sebagai berikut: (1)Mencatat kesalahan beserta konteksnya (jika diperlukan); (2)Mengidentifikasi kesalahan; (3)Mengklasifikasikan kesalahan; (4)Menghitung kesalahan; (5)Mendeskripsikan kesalahan; (6)Menganalisis sumber atau penyebab kesalahan; (7)Perbaikan (remedi)—berupa saran atau masukan. 27 1.9 Sistematika Penyajian Penulisan Bahasan mengenai analisis kesalahan B2 atau bahasa asing pada penelitian ini dibahas dalam lima bab. Adapun penyajian laporannya adalah sebagai berikut. Bab I merupakan bagian pendahuluan yang terdiri atas latar belakang, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka dari penelitian-penelitian mengenai analisis kesalahan bahasa yang pernah dilakukan, landasan teori yang mendukung dalam menjawab rumusan masalah, metode penelitian, prosedur pengambilan data, prosedur analisis data, deskripsi pembelajar yang diteliti, dan sistematika penyajian. Bab II berisi uraian deskripsi kesalahan gramatikal bahasa kedua atau bahasa asing pembelajar yang meliputi kesalahan-kesalahan yang berkenaan dengan ranah morfologi, dan kesalahan-kesalahan yang berkenaan dengan ranah sintaksis diuraikan pada bab III. Berdasarkan uraian mengenai kesalahan-kesalahan yang ada pada bab II dan bab III tersebut, maka faktorfaktor yang menjadi penyebab terjadinya kesalahan-kesalahan gramatikal tersebut akan dijelaskan pada bab IV. Akhirnya, bab V berisi kesimpulan dan saran. Setelah itu diikuti dengan daftar pustaka dan lampiran data-data penelitian yang berupa klasifikasi data yang menjadi acuan dalam melakukan analisis. 28