BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Inggris

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bahasa Inggris merupakan bahasa asing utama yang dikenal, menarik,
dan sangat penting untuk dipelajari. Sebagai bahasa internasional, bahasa
Inggris umumnya diajarkan sebagai bahasa asing atau bahasa kedua (B2). Hal
ini
menyebabkan meningkatnya tuntutan pembelajaran bahasa Inggris di
Indonesia dari tahun ke tahun.
Bagi orang-orang Indonesia, baik yang hendak belajar atau bekerja di
dalam maupun di luar negeri, bahasa Inggris menjadi salah satu persyaratan
yang mutlak harus dipenuhi. Meningkatnya jumlah penutur bahasa Inggris,
menurut Wijana (1995: 1), dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu:
1. Penyebaran penggunaan bahasa Inggris yang luas di negara-negara
berbahasa Inggris atau bekas jajahan Inggris yang bahkan sampai sekarang
terus menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa utama atau B2 utama
setelah kemerdekaan.
2. Imigrasi sejumlah besar penduduk yang berbahasa Inggris ke berbagai
belahan dunia, seperti Amerika Utara, Australia, Selandia Baru, dan
sebagainya.
3. Meningkatnya kesadaran di beberapa negara di mana bahasa Inggris
memainkan peran yang semakin penting sebagai bahasa bisnis dan
perdagangan, bahasa komunikasi internasional, dan bahasa untuk tujuantujuan lain.
Bagi para mahasiswa yang ingin belajar maupun yang ingin lulus dari
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), bahasa Inggris merupakan
salah satu persyaratan yang wajib dipenuhi dan diikuti di setiap semesternya.
Setelah mengikuti mata kuliah bahasa Inggris tersebut, mahasiswa juga
1
diwajibkan untuk mengikuti serangkaian tes kompetensi bahasa Inggris yang
telah disediakan.
Terdapat empat kemampuan berbahasa yang harus dikuasai, yaitu
kemampuan mendengarkan (Listening), berbicara (Speaking), membaca
(Reading), dan menulis (Writing). Dalam proses pengajaran dan pembelajaran
bahasa Inggris, kemampuan menulis (Writing) dapat dikatakan sebagai
kemampuan yang paling sulit dan paling rumit untuk dipelajari.
Kemampuan menulis (Writing) tersebut membutuhkan pengetahuan dan
pemikiran yang baik dalam memproduksi kata, kalimat, dan paragraf dalam
waktu yang bersamaan dengan menggunakan kaidah bahasa Inggris yang baik
dan benar. Sedangkan sebagaimana diketahui, kaidah tata bahasa (grammar)1
bahasa Inggris berbeda dengan kaidah gramatika bahasa Indonesia. Hal itulah
yang menimbulkan terjadinya kesalahan oleh pembelajar yang tidak
sepenuhnya memahami kaidah tersebut.
Dalam usaha menguasai B2 (bahasa asing)—dalam penelitian ini yaitu
bahasa Inggris, seorang pembelajar akan melakukan kekeliruan (mistake) dan
kesalahan (error). Kekeliruan adalah suatu kesalahan yang disebabkan oleh
kekhilafan semata. Oleh karenanya, kesalahan ini kecil kemungkinannya akan
terulang lagi sebab sebenarnya yang bersangkutan telah mengetahuinya,
misalnya salah ucap.
1
Grammar merupakan deskripsi dari struktur bahasa dan cara bagaimana unit linguistik, seperti
kata-kata dan frasa, dikombinasikan untuk menghasilkan kalimat. Grammar biasanya
memperhitungkan makna dan fungsi yang dimiliki oleh kalimat-kalimat tersebut dalam sistem
bahasa secara menyeluruh. Grammar tersebut mungkin atau mungkin juga tidak membahas
mengenai deskripsi bunyi bahasa (Richard dan Shmidt, 2002: 7)
2
Berbeda dengan kekeliruan, kesalahan muncul karena kurangnya
kemampuan (competence) dari pemakai bahasa. Oleh karenanya, kesalahan ini
sering terjadi berulang-ulang. Jadi dapat disimpulkan bahwa kekeliruan
(mistake) merupakan kesalahan yang terjadi karena kekhilafan sehingga
bersifat sementara, sedangkan kesalahan (error) merupakan kesalahan yang
terjadi karena kurangnya kompetensi pembelajar sehingga bersifat konsisten.
Sebagaimana diungkapkan oleh Carl James, bahwa:
Jika pembelajar cenderung mampu untuk memperbaiki kesalahan dalam
outputnya, maka dapat diasumsikan bahwa bentuk yang ia pilih bukanlah
bentuk yang dimaksudkan, dan kita bisa mengatakan bahwa kesalahan
tersebut merupakan kekeliruan. Jika, di sisi lain, pembelajar dengan cara
apapun tidak mampu untuk melakukan koreksi, kita mengasumsikan
bahwa bentuk yang digunakan oleh pembelajar merupakan bentuk yang
dimaksudkan, dan itu adalah kesalahan (1998: 78).
Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini berfokus pada kesalahan (error)
gramatikal yang dibuat oleh mahasiswa tahun pertama di UMY dalam
menuliskan karangan berbahasa Inggris. Kesalahan-kesalahan gramatikal yang
terdapat dalam karangan-karangan para mahasiswa tersebut akan dianalisis
dengan menggunakan analisis kesalahan.
Analisis kesalahan mempelajari kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh
para pembelajar, yang dapat diamati, dianalisis, diklasifikasikan untuk
mengungkapkan suatu sistem yang sedang beroperasi pada pembelajar (Corder,
1981: 10). Para pembelajar yang menjadi subjek dalam penelitian ini yaitu para
mahasiswa Ekonomi Perbankan Islam (EPI) UMY. Kesalahan gramatikal yang
dibahas dalam penelitian ini mencakup kesalahan dalam ranah morfologi dan
3
sintaksis; serta menjelaskan faktor-faktor penyebab terjadinya kesalahan
tersebut.
1.2 Batasan Masalah
Penelitian ini berfokus pada kesalahan gramatikal bahasa Inggris, baik
kesalahan morfologi maupun sintaksis yang terdapat pada karangan sederhana
mahasiswa EPI UMY selama satu semester. Masing-masing mahasiswa
mengumpulkan tiga buah karangan yang menjadi data primer penelitian ini.
Hasil temuan dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan
gambaran yang jelas tentang jenis dan frekuensi terjadinya kesalahan
gramatikal yang dilakukan oleh para mahasiswa tersebut. Selain itu, penyebab
terjadinya kesalahan juga akan diuraikan. Kesalahan-kesalahan tersebut akan
dideskripsikan sesuai dengan jenis-jenis kesalahan tertentu dan koreksi yang
disertakan dalam analisis merupakan koreksi secara gramatikal, termasuk
sampai pada keberterimaan (naturalness) dari penggunaan bahasa Inggris itu
sendiri.
1.3 Rumusan Masalah
Untuk mengarahkan perhatian, permasalahan yang akan dibahas dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
(1) Bagaimanakah bentuk-bentuk kesalahan morfologi dalam karangan
berbahasa Inggris mahasiswa tahun pertama di UMY?
(2) Bagaimanakah bentuk-bentuk kesalahan sintaksis dalam karangan
berbahasa Inggris mahasiswa tahun pertama UMY?
(3) Mengapa kesalahan-kesalahan tersebut terjadi?
4
1.4 Tujuan Penelitian
(1) Mendeskripsikan bentuk-bentuk kesalahan morfologi dalam karangan
berbahasa Inggris mahasiswa tahun pertama di UMY;
(2) Mendeskripsikan bentuk-bentuk kesalahan sintaksis dalam karangan
berbahasa Inggris mahasiswa tahun pertama di UMY; dan
(3) Menjelaskan faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya kesalahankesalahan tersebut.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini dapat dilihat baik secara teoretis maupun secara
praktis sebagai berikut:
(1) Secara teoretis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
dalam bidang pengajaran B2 atau bahasa asing, terutama dalam
pembelajaran mengenai kaidah pembentukan kata (morfologi) dan kalimat
(sintaksis) bahasa Inggris.
(2) Penelitian ini juga dapat menjadi dasar atau acuan bagi peneliti-peneliti
selanjutnya untuk melakukan penelitian yang sama mengenai analisis
kesalahan dalam B2 atau bahasa asing lainnya selain bahasa Inggris,
misalnya analisis kesalahan pada pembelajaran bahasa Mandarin.
(3) Secara praktis, penelitian ini dapat menjadi pertimbangan bagi para
pengajar dalam mengaplikasikan penggunaan B2 atau bahasa asing dalam
menyusun strategi pembelajaran sehingga dapat meminimalisir kesalahan.
5
(4) Untuk institusi tempat melakukan penelitian, hasil penelitian ini dapat
menjadi masukan dan umpan balik (feedback) bagi para instruktur maupun
dosen UMY mengenai perkembangan bahasa Inggris para mahasiswanya.
1.6 Tinjauan Pustaka
Beberapa
penelitian
yang telah dilakukan
menyangkut
analisis
kesalahan, di antaranya yaitu penelitian analisis kesalahan oleh dua ahli
linguistik Universitas Gadjah Mada: Dr. F.X. Nadar (1994) dan Prof. Dr. I
Dewa Putu Wijana (1995). Dr. F.X. Nadar menuliskan sebuah laporan
penelitian berjudul Foreign Students Errors in Elementary Written Indonesian.
Penelitian tersebut menganalisis kesalahan-kesalahan gramatikal pada hasil
karangan mahasiswa asing level dasar (level 1) di Pusat Studi Bahasa
Indonesia. Kesalahan-kesalahan gramatikal hasil karya mahasiswa asing
tersebut antara lain berkaitan dengan struktur kalimat, pemilihan diksi
(kosakata), penggunaan ekspresi idiomatis, dan penggunaan grammar bahasa
Indonesia.
Berbeda dengan penelitian dari Dr. F.X. Nadar tersebut, Prof. Dr. I Dewa
Putu Wijana menulis sebuah laporan penelitian berjudul Error Analysis of
Monash University Post Graduate Students’ Essay Writing yang mana yang
menjadi objek penelitiannya yaitu karangan berbahasa Inggris karya para
mahasiswa Indonesia yang tengah menempuh pendidikan di luar negeri.
Dalam penelitian tersebut, terdapat sepuluh tipe kesalahan yang dibuat
oleh para mahasiswa Indonesia tersebut. Kesepuluh tipe kesalahan tersebut
yaitu kesalahan-kesalahan yang berhubungan dengan konjugasi (conjugation),
6
verba kata bantu (auxiliary verbs), predikat non-verbal (non-verbal predicate),
jumlah/bilangan (numbers), objek preposisi (prepositional objects), preposisi
(preposistions), artikel (articles), urutan kata (word order), kelas kata (parts of
speech), dan pengejaan (spelling).
Penelitian yang mengkaji permasalahan dalam mempelajari bahasa
Inggris lainnya dilakukan oleh Dwi Santoso (2004) dalam tesisnya yang
berjudul ―Interferensi Gramatikal Bahasa Indonesia ke dalam Bahasa Inggris‖.
Penelitian tersebut berfokus pada pembentukan frasa nominal endosentrik
atributif dalam bidang morfosintaksis dan sintaksis yang dilakukan oleh para
mahasiswa Program Studi Bahasa Inggris UAD.
Interferensi pada bidang morfosintaksis tersebut meliputi konkordansi
atribut dengan nominal unsur pusat, sedangkan interferensi sintaksis meliputi
pola urutan atribut dengan nominal unsur pusat. Faktor-faktor yang
melatarbelakangi terjadinya interferensi tersebut adalah faktor linguistik dan
faktor sosiolinguistik. Faktor linguistik terjadi karena pengaruh kaidah frasa
nominal endosentrik atributif bahasa Indonesia yang berbeda dengan kaidah
dalam bahasa Inggris, sedangkan faktor sosiolinguistik terjadi karena para
mahasiswa kurang terbiasa dan merasa malu untuk menggunakan bahasa
Inggris dalam kehidupan sehari-hari.
Selain Dwi Santoso, Hidayati (2005) menulis tesis yang berjudul
―Persesuaian Subjek-Verba dalam Bahasa Inggris (Studi Kasus Mahasiswa
Jurusan Bahasa Inggris UAD). Dalam penelitian tersebut, disimpulkan bahwa
7
persesuaian Subjek-Verba dalam bahasa Inggris dipengaruhi oleh dua faktor,
yaitu (1) jumlah dalam subjek, dan (2) faktor kala.
Dalam persesuaian Subjek-Verba, terdapat prinsip bahwa subjek tunggal
menuntut verba tunggal dan subjek jamak menuntut verba jamak. Prinsip ini
berlaku pada Simple Present, Present Continuous, Present Perfect, dan Past
Continuous. Persesuaian Subjek-Verba jika ditinjau dari aspek kala tanpa
memperhitungkan bentuk subjeknya terjadi pada kala Past Tense, Past Perfect,
Past Perfect Continuous, dan Future Perfect.
Pada tahun 2009, Wa Ode Fatmawati menulis sebuah tesis berjudul
―Verba dan Permasalahannya dalam Kalimat Bahasa Inggris‖. Dalam
penelitian tersebut, ditemukan bahwa verba bahasa Inggris memiliki bentuk
yang berbeda-beda. Hampir sama dengan penelitian Hidayati, Fatmawati juga
menyimpulkan bahwa kala yang berbeda memiliki bentuk verba yang berbeda.
Tesis ini secara keseluruhan mendeskripsikan ragam dan jenis verba dengan
kala dalam bahasa Inggris.
Meskipun telah banyak dilakukan penelitian analisis kesalahan bahasa
Inggris, kebanyakan berfokus pada tataran sintaksis. Penelitian ―Analisis
Kesalahan Gramatikal pada karangan Bahasa Inggris Mahasiswa Tahun
Pertama‖ ini menganalisis kesalahan-kesalahan gramatikal, khususnya dalam
ranah morfologi dan sintaksis, yang secara keseluruhan masih sering dibuat
oleh para pembelajar.
8
Jika kebanyakan subjek pada penelitian-penelitian sebelumnya yaitu
mahasiswa yang berlatar belakang jurusan Bahasa Inggris, subjek pada
penelitian ini merupakan mahasiswa yang berlatar belakang bukan dari jurusan
bahasa Inggris, melainkan dari jurusan EPI. Berbeda dengan subjek dalam
penelitian Wijana (1995) yang notabene merupakan mahasiswa Indonesia yang
sedang menempuh studi di luar negeri sehingga bahasa Inggrisnya sudah jauh
lebih terasah, subjek dalam penelitian ini merupakan mahasiswa Indonesia
yang sejak awal menempuh pendidikan di Indonesia dari mulai tingkat
pendidikan dasar hingga tingkat pendidikan tinggi saat penelitian ini
dilaksanakan.
Oleh karena itu, pengetahuan dasar mereka mengenai bahasa Inggris jauh
lebih terbatas, sehingga kesalahan yang mereka buat juga lebih kompleks.
Selain untuk mengetahui bentuk-bentuk kesalahan morfologi dan sintaksis
dalam karangan berbahasa Inggris mahasiswa EPI UMY, penelitian ini juga
berusaha untuk mengetahui kesalahan-kesalahan umum yang dibuat oleh para
pembelajar berdasarkan hasil dari analisis data.
Di samping itu, penelitian ini dilaksanakan dalam rangka melengkapi dan
memperkaya penelitian yang berkaitan dengan analisis kesalahan. Penelitian
ini diharapkan dapat memperkaya kajian linguistik pada umumnya, dan kajian
linguistik terapan pada khususnya.
9
1.7 Landasan Teori
1.7.1 Analisis Kesalahan
Teori Analisis kesalahan, sebagai salah satu cabang dari linguistik
terapan, dilahirkan di tengah kritik terhadap analisis kontrastif pada awal
tahun 1970-an. Analisis kontrastif membandingkan antara bahasa ibu
(bahasa pertama—B1) pembelajar dengan bahasa target, sehingga
kemungkinan kesalahan yang dibuat oleh pembelajar dapat diprediksi
sehingga langkah-langkah tertentu dapat diambil untuk mencegah atau
mengurangi terjadinya kesalahan (Brown, 1980: 149).
Namun, seiring berkembangnya pengajaran bahasa asing, analisis
kontrastif yang hanya
berfokus
pada
situasi
pembelajaran tanpa
memperhatikan bahasa pembelajar itu sendiri, terkesan membatasi diri pada
prediksi-prediksi yang telah ditetapkan sebelumnya (Ellis, 1986: 23). Oleh
karena itu, untuk menganalisis kesalahan pembelajar secara sistematis,
memastikan penyebab kesalahan, dan memberikan masukan-masukan untuk
meminimalisir bahkan menghilangkan kesalahan, muncullah sebuah teori
baru yang disebut sebagai teori analisis kesalahan.
Berbeda dengan analisis kontrastif, analisis kesalahan berfokus pada
bahasa pembelajar (Corder, 1981: 10). Secara ringkas, dapat dikatakan
bahwa analisis kesalahan merupakan suatu kegiatan untuk mengungkapkan
kesalahan yang ditemukan dalam writing dan speaking. Richard dan Weber
(1985: 96) menyatakan bahwa analisis kesalahan merupakan studi tentang
kesalahan yang dilakukan oleh pembelajar B2 atau bahasa asing. Analisis
10
kesalahan dilakukan dalam rangka (a) mengetahui seberapa baik bahasa
seseorang, (b) mengetahui bagaimana seseorang mempelajari bahasa, dan
(c) memperoleh informasi tentang kesulitan umum dalam pembelajaran
bahasa, sebagai bantuan dalam mengajar atau dalam penyusunan bahan ajar.
Menurut Corder (1981: 11), ada tiga alasan mengapa analisis
kesalahan penting untuk dilakukan. Ketiga alasan tersebut yaitu pertama,
hasil analisis kesalahan berperan penting bagi pembelajar karena ia dapat
mengetahui sejauh mana tujuan pembelajaran dapat tercapai dan hal-hal apa
saja yang harus dikerjakan untuk meningkatkan kualitas hasil pembelajaran.
Kedua, sebagai aspek terpenting, analisis kesalahan perlu dilakukan
karena dapat membantu pembelajar dalam mempelajari dan memahami
bahasa melalui kesalahan dan memperbaikinya. Ketiga, dengan hasil
analisis kesalahan, pengajar dapat mengetahui bagaimana pembelajar
mempelajari atau memperoleh bahasa dan strategi atau proses yang
digunakan oleh pembelajar dalam mempelajari bahasa.
Tidak hanya bagi pembelajar, analisis kesalahan juga sangat penting
bagi guru dalam: (1) menentukan urutan bahan pengajaran, (2) memutuskan
pemberian penekanan, penjelasan, dan praktek yang diperlukan, (3)
memberikan remidi dan latihan-latihan, dan (4) memilih butir-butir B2
untuk keperluan tes profisiensi pembelajar (Sridhar, 1980: 103). Dengan
demikian, kegiatan analisis kesalahan ini lebih bersifat pedagogis daripada
bersifat psikologis.
11
1.7.2 Klasifikasi Tipe Kesalahan
Berikut adalah taksonomi atau sistem klasifikasi yang digunakan
untuk memprediksi kesalahan berbahasa menurut Dulay (1982: 146-189):
(1) Taksonomi kategori linguistik
Taksonomi kategori linguistik mengklasifikasikan kesalahan atas
komponen bahasa dan konstituen bahasa. Berdasarkan komponen bahasa,
kesalahan diklasifikasikan menjadi:
(a) Kesalahan pada tataran fonologi;
(b) Kesalahan pada tataran morfologi dan sintaksis;
(c) Kesalahan pada tataran semantik dan kata; dan
(d) Kesalahan pada tataran wacana.
Berdasarkan konstituen bahasa, bahasa memprediksi unsur-unsur
bahasa yang terdapat dalam komponen bahasa, misalnya frasa dan klausa
dalam tataran sintaksis atau morfem-morfem gramatikal dalam tataran
morfologi.
Sebagaimana telah disebutkan pada sub bab 1.2, fokus kesalahan
yang akan diteliti dalam penelitian ini yaitu kesalahan pada tataran
morfologi dan sintaksis.
(2) Taksonomi kategori strategi lahir
Taksonomi kategori strategi lahir digunakan untuk memprediksi
strategi pemerolehan dan pembelajaran B2 atau bahasa asing yang
dilakukan oleh pembelajar. Taksonomi ini menuntut peneliti untuk
memperhatikan pengidentifikasian proses kognitif pada saat pembelajar
12
merekonstruksi bahasa barunya. Dalam taksonomi strategi lahir tersebut,
terdapat empat macam kesalahan, yaitu:
(a) Penghilangan (omission); yang berarti penghilangan satu atau lebih
unsur-unsur bahasa yang diperlukan dalam suatu frasa atau kalimat.
Penghilangan tersebut menyebabkan konstruksi frasa atau kalimat
tersebut menjadi kurang tepat.
(b) Penambahan (addition); yang berarti penambahan satu atau lebih
unsur-unsur bahasa yang tidak diperlukan dalam suatu konstruksi
frasa atau kalimat.
(c) Kesalahbentukan
(misformation);
yang
berarti
kesalahan
membentuk suatu konstruksi frasa atau kalimat dalam suatu tuturan.
(d) Kesalahurutan (misordering); yang berarti pengurutan atau
penyusunan unsur-unsur bahasa dalam suatu konstruksi frasa atau
kalimat secara tidak benar atau tidak sesuai dengan kaidah gramatika
bahasa target.
1.7.3 Penyebab Terjadinya Kesalahan Berbahasa
Menurut Brown (1981: 113), terdapat empat sumber kesalahan
bahasa,
yaitu
transfer
interlingual,
transfer
intralingual,
Konteks
Pembelajaran dan Strategi Komunikasi.
(1) Transfer Interlingual (Interlanguage Transfer)
Transfer interlingual disebabkan oleh interferensi B1. Kesalahan ini
biasanya terjadi pada tahap awal pembelajaran bahasa dimana para
pembelajar belum familiar dengan tata bahasa yang baru. Tata bahasa B1
13
adalah satu-satunya yang dimiliki oleh para pembelajar sehingga tata
bahasa tersebut terkadang digunakan untuk menyusun kalimat dalam B2
atau bahasa asing yang dipelajari.
(2) Transfer Intralingual (Intralanguage Transfer)
Transfer intralingual disebabkan oleh bahasa target yang sedang
dipelajari oleh para pembelajar. Kesalahan ini biasanya juga terjadi pada
tahap awal pembelajaran. Kesalahan ini menunjukkan bahwa para
pembelajar mengalami perkembangan dalam proses pembelajarannya.
(3) Konteks Pembelajaran (Context of Learning)
Kesalahan ini diakibatkan oleh tidak adanya tutor atau pengajar
dalam suatu proses pembelajaran. Jadi para pembelajar menafsirkan
sendiri apa yang telah mereka pelajari sendiri. Hal ini berbahaya dan
sering mengakibatkan salah penafsiran dan terjadinya kesalahankesalahan.
(4) Strategi Komunikasi (Communicative Strategy)
Dalam menyampaikan gagasannya, terkadang para pembelajar
menggunakan cara yang berbeda-beda. Cara-cara ini terkadang bisa
diterima, tapi juga terkadang tidak bisa diterima oleh penerima pesan.
Hal ini akan menyebabkan miskomunikasi.
14
1.7.4 Tata Bahasa (Grammar)
1.7.4.1 Definisi Tata Bahasa (Grammar)
Menurut Lyons (1968:54) dalam belajar bahasa Inggris, salah satu
masalah terbesar yang dihadapi oleh pembelajar yaitu tata bahasa
(grammar). Lebih lanjut Lyons menjelaskan bahwa ―tata bahasa adalah
bentuk kata-kata dari bahasa itu sendiri dan kombinasi mereka dalam
frasa, klausa dan kalimat‖.
Ahli lain seperti Richard dan Schmidt (2002: 7) mendefinisikan
tata bahasa sebagai suatu deskripsi dari struktur bahasa dan suatu cara di
mana unit-unit linguistik, seperti kata-kata dan frasa, dikombinasikan
untuk menghasilkan kalimat dalam suatu bahasa. Tata bahasa tersebut
biasanya memperhitungkan makna dan fungsi yang dimiliki oleh kalimatkalimat dalam sistem bahasa secara menyeluruh.
Selain itu, Penny Ur (1996: 75) juga menyatakan bahwa tata bahasa
merupakan suatu cara untuk menempatkan kata-kata secara bersamaan
sehingga tercipta satu kalimat yang gramatikal dan berterima. Oleh karena
itu, dalam bahasa Inggris, I am a student dikatakan gramatikal; sedangkan
I a student atau I is a student dikatakan tidak gramatikal.
Dari ketiga definisi dari para ahli di atas, dapat dikatakan bahwa
tata bahasa memberikan aturan tentang bagaimana mengkombinasikan
kata-kata menjadi kalimat. Dalam proses pembelajaran B2 atau bahasa
asing, seorang pembelajar bahasa tidak lepas dari kesalahan–kesalahan
berbahasa. Hal itu merupakan hal yang mendasar karena pembelajar B2
15
atau bahasa asing bukan merupakan penutur asli dari bahasa tersebut. Oleh
karena itu, perlu adanya proses pembelajaran untuk memperbaiki
kesalahan berbahasa agar dapat meningkatkan kemampuan berbahasanya.
1.7.4.2 Kesalahan-kesalahan Gramatikal
Kesalahan-kesalahan
gramatikal
yang
terdapat
dalam
data
penelitian meliputi kesalahan pada tataran morfologi dan tataran sintaksis.
Kesalahan pada tataran morfologi meliputi kesalahan infleksi yang
berkaitan dengan masalah tunggal-jamak, dan kesalahan pembentukan
kata; sedangkan kesalahan pada tataran sintaksis
meliputi kesalahan
dalam pembentukan frasa, klausa, dan kalimat.
(1) Morfologi
Morfologi merupakan salah satu studi linguistik yang mengkaji
leksikon atau kata dalam suatu bahasa. Dalam morfologi, kata dipandang
sebagai satuan-satuan padu bentuk dan makna yang memperlihatkan aspek
valensi sintaksis, yakni kemungkinan-kemungkinan yang dimiliki kata
untuk berkombinasi dengan kata lain dalam suatu kelompok (Uhlenbeck
dalam Ekowardono, 1982: 54). Dari pengertian tersebut, dapat dipahami
bahwa kajian morfologi memiliki kaitan dengan kajian sintaksis secara
gramatikal.
Dalam linguistik, studi morfologi akan mengkaji struktur internal
kata dalam kaitannya dengan kata lain dalam suatu paradigma; sedangkan
sintaksis berkaitan dengan fungsi-fungsi eksternal kata dan kaitannya
dengan kata lain dalam kalimat (Matthews, 1974: 154). Secara gramatikal,
16
kata dipahami sebagai unsur terkecil bahasa yang akan diidentifikasikan
tentang asal dan bentuknya dalam paradigma.
Morfologi pada umumnya dibagi ke dalam dua dua bidang, yaitu
morfologi infleksional (inflexional morphology) dan pembentukan kata
(derivational morphology). Morfologi infleksional membahas berbagai
bentuk leksem2, sedangkan morfologi derivasional (pembentukan kata)
membahas leksem-leksem baru dari basis tertentu (Ba‘dulu dan Herman,
2010: 2).
a. Infleksi dan Derivasi
Infleksi berkaitan dengan kaidah-kaidah sintaktik yang dapat
diramalkan (predictable), otomatis, sistematik, bersifat tetap atau
konsisten, dan tidak mengubah identitas leksikal; sedangkan derivasi
lebih bersifat tidak bisa diramalkan (berdasarkan kaidah sintaktik),
tidak otomatis, tidak sistematik, bersifat sporadis (optional), serta
mengubah identitas leksikal (Katamba, 1994: 92-100).
Sehubungan dengan infleksi dan derivasi, Booij (1988: 39)
menyatakan bahwa afiks-afiks derivasional merupakan morfem terikat
yang digabungkan dengan base untuk mengubah kelas katanya.
Misalnya, kata teach yang merupakan verba, jika ditambahkan afiks
derivasional –er maka akan menjadi nomina teacher. Ajektiva happy
jika ditambahkan dengan akhiran –ly maka akan menjadi adverbia
happily. Namun, ada pula jenis kata yang tidak berubah karena adanya
2
Satuan kosakata yang didaftarkan dalam kamus (Ba’dulu dan Herman, 2010: 5)
17
afiks derivasional ini, misalnya pada kata like dan dislike yang
merupakan verba, serta true dan untrue yang merupakan ajektiva.
Untuk mengetahui apakah sebuah afiks bersifat infleksional atau
derivasional, ada sejumlah cara yang dikemukakan oleh Bauer ( 1988:
12-13), antara lain yaitu:
(1) Jika sebuah afiks mengubah bentuk kata dasarnya, afiks itu bersifat
derivasional; sedangkan yang tidak mengubah kelas kata bentuk
dasarnya biasanya merupakan afiks infleksional. Misalnya:
Dirt (N) – dirty (Adj) → afiks derivasional
Agree (V) – disagree (V) → afiks derivasional
Indicate (V) – indicates (V) – indicated (V) → afiks infleksional
(2) Afiks-afiks infleksional selalu menampakkan makna yang teratur
(predictable),
sedangkan
makna-makna
dari
afiks-afiks
derivasional tidak dapat diramalkan. Misalnya:
Table (meja) – tables (meja-meja) → afiks infleksional
Walk (berjalan) – walks (berjalan) – walking (berjalan) → afiks
infleksional
Short (pendek) – shortage (kekurangan) → afiks derivasional
Boil (merebus) – boiler (dandang) → afiks derivasional
(3) Apabila afiks infleksional dapat ditambahkan pada salah satu
anggota dari sebuah kelas kata, maka afiks infleksional tersebut
juga dapat ditambahkan pada semua anggota kelas yang lain;
sedangkan afiks derivasional tidak dapat ditambahkan pada setiap
anggota kelas. Dengan demikian, dapat ditentukan bahwa afiksafiks
infleksional
itu
bersifat
produktif,
sedangkan
afiks
derivasional bersifat tidak produtif.
18
(4) Derivasi dapat diganti dengan bentuk monomorfemik. Secara
sintaktis, kata bentukan derivasional pada sebuah kalimat (misalnya
pada posisi subjek) dapat diganti dengan morfem tunggal yang
dapat mengisi fungsi yang sama. Misalnya:
Patriotism is important for a nation.
Oil is important for a nation.
Selain Bauer, ahli lain seperti Subroto (1985: 269) juga
mengemukakan perbedaan antara pembentukan kata secara infleksional
dan derivasional, yaitu:
(5) Afiks derivasional lebih beragam, misalnya dalam bahasa Inggris
terdapat afiks-afiks pembentuk nomina: -er, -ment, -ion, -ation, ness, sedangkan afiks infleksional dalam bahasa Inggris kurang
beragam, yaitu –s/-es, -ed, dan -ing.
(6) Afiks-afiks derivasional dapat mengubah kelas kata, sedangkan
afiks infleksional tidak.
(7) Afiks-afiks derivasional mempunyai distribusi yang lebih terbatas,
sedangkan afiks infleksional mempunyai distribusi yang lebih luas.
(8) Pembentukan derivasional dapat menjadi dasar bagi pembentukan
berikutnya, sedangkan pembentukan infleksional tidak.
Teach (V) – teacher (N) – teachers (N-plural)
(2) Sintaksis
Crystal mendefinisikan sintaksis sebagai telaah tentang kaidahkaidah yang mengatur cara kata-kata dikombinasikan untuk membentuk
kalimat dalam suatu bahasa (1980: 346). Pakar lain, Rusmadji (1993: 2),
19
memberi definisi sintaksis sebagai subsistem tata bahasa yang mencakup
kelas kata dan satuan-satuan yang lebih besar, yaitu frasa, klausa, kalimat,
dan hubungan-hubungan di antara satuan-satuan sintaksis tersebut.
Sedangkan menurut Ramlan (1987: 29), kesalahan sintaksis adalah
kesalahan yang menyangkut kalimat, klausa, dan frasa. Pendapat yang
serupa juga dikemukakan oleh James (1998: 96) yang mengatakan bahwa
―syntax errors are errors that affect phrase, clause, sentence, and
paragraphs”.
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, dapat disimpulkan
bahwa terdapat tiga hal utama yang dibahas dalam sintaksis, yaitu
mengenai unit-unit bahasa dalam kalimat, klausa, dan frasa. Berikut adalah
penjelasan mengenai ketiga struktur tersebut.
a. Kalimat
Kalimat merupakan suatu bentuk ketatabahasaan yang maksimal
yang bukan merupakan bagian dari bentuk ketatabahasaan lain yang
lebih besar dan mempunyai ciri kesenyapan final yang menunjukkan
berakhirnya bentuk tersebut (Parera, 1982: 14). Secara lebih rinci, Cook
(dalam Ba‘dulu dan Herman, 2010: 49) menguraikan ciri-ciri kalimat
sebagai berikut:
a. Kalimat secara relatif dapat dipisahkan, dan korpus apa saja dapat
direduksi menjadi kalimat;
b. Kalimat mempunyai pola intonasi final, yang dapat membantu
memisahkan kalimat;
20
c. Kalimat terbentuk dari klausa. Klausa berkombinasi dalam suatu
jenis ketergantungan terpola yang mencakup kombinasi klausa yang
tidak mempunyai struktur menyeluruh dari suatu klausa tunggal.
Secara garis besar, kalimat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu
kalimat inti dan kalimat turunan. Kalimat inti adalah kalimat yang
menjadi dasar bagi pembentukan kalimat-kalimat lainnya, sedangkan
kalimat turunan adalah kalimat yang diturunkan dari kalimat inti.
Karena kalimat inti merupakan dasar bagi pembentukan kalimatkalimat lain, maka analisis kalimat didasarkan pada pola dasar kalimat
inti (PDKI) tersebut. Di dalam bahasa Inggris, terdapat lima bentuk
PDKI yang dikemukakan oleh Parera (2009: 28) sebagai berikut.
(1)
(2)
(3)
(4)
S: NP +
VP
Birds
sing
S: NP +
VP
+
NP
John
bought
a book
S: NP +
VP + NP + NP
John
gave Mary a book
S: NP +
John
The rose
(5)
S: NP
Paul
Mary
Jim
VP
+
became
smells
+
VbP
is
is
is
NP
Adj.
a doctor
sweet
+
NP
Adj.
Adv.
a student
pretty
here
21
PDKI di atas dapat diperluas pada tataran frasa dan klausanya.
Perluasan frasa pada PDKI misalnya yaitu:
(6)
S: NP
+
The brave soldier
(7) NP
+
The man in the gray coat
VP
ran quickly.
VP
drove
+
NP
the car.
Sedangkan untuk perluasan klausa pada PDKI, akan terdapat PDKI
baru yang masih menggantung pada salah satu unsur pokok PDKI.
Misalnya yaitu:
(8)
np
+
before he
vp
+ np
+ NP
+
finished the lesson, the bell
VP
rang.
Karena ada kata before, maka PDKI he finished the lesson merupakan
klausa yang tergantung (dependent clause) dari PDKI the bell rang.
Selain pada kalimat inti, PDKI tersebut dapat diturunkan pada
kalimat turunan. Kalimat turunan yang terdapat dalam data penelitian
yaitu kalimat negatif dan kalimat pasif. Tipe pernyataan positif pada
PDKI yang dibahas sebelumnya secara sistematik dapat dihubungkan
dengan bentuk pernyataan ingkar (negatif) dengan rumus sebagai
berikut.
(9) S: NP + VP → S: NP + do (dalam segala bentuk morfologi dan
morfofonemiknya) + not + Vinf + (NP)
They buy a new car → They do not buy a new car.
He buys a new car → We does not buy a new car.
We bought a new car → We did not buy a new car.
22
Selain kalimat negatif, PDKI aktif dapat dinyatakan pula pada bentuk
kalimat derivasi pasif sebagai berikut.
(10) S: N1 + V + NP
→
N2
+ Aux + V3 + by +
They buy a new car. → A new car is
bought by
N1
them.
b. Klausa
Klausa merupakan satuan gramatikal yang terdiri atas subjek dan
predikat tanpa adanya intonasi final (Ba‘dulu dan Herman, 2010: 55).
Sebagai unsur kalimat, klausa tidak selalu berdiri sendiri tetapi dapat
berkombinasi dengan klausa lain. Dengan demikian, dapat dikatakan
bahwa satu kalimat dapat terdiri atas satu atau lebih klausa.
Yang dimaksud dengan subjek yaitu bagian dari klausa yang
berwujud nomina atau frasa nomina yang menandai apa yang dinyatakan
oleh pembicara, sedangkan yang dimaksud dengan predikat yaitu bagian
dari klausa yang menandai apa yang dikerjakan oleh subjek. Dalam bahasa
Inggris, predikat tersebut berbentuk verba. Verba tersebut dapat berupa
verba transitif dan verba intransitif. Klausa yang mengandung verba
transitif dapat diubah menjadi bentuk klausa pasif.
Berdasarkan potensinya untuk menjadi kalimat, klausa dibedakan
menjadi klausa bebas dan klausa terikat. Klausa bebas adalah klausa yang
berpotensi untuk menjadi kalimat inti, sedangkan klausa terikat adalah
klausa yang tidak berpotensi untuk menjadi kalimat inti.
Selain potensi, klausa juga dibedakan berdasarkan tatarannya
dalam kalimat. Berdasarkan tatarannya dalam kalimat, klausa dibedakan
menjadi klausa atasan (main clause) dan klausa bawahan (subordinate
23
clause). Klausa atasan merupakan klausa yang tidak menjadi unsur dari
klausa lain dalam suatu kalimat, sedangkan klausa bawahan merupakan
klausa yang menjadi unsur dari klausa lain dalam suatu kalimat.
c. Frasa
Sebagai suatu fungsi, frasa merupakan satuan sintaksis terkecil
yang merupakan pemandu kalimat (Samsuri, 1985: 93), sedangkan sebagai
suatu bentuk, frasa merupakan satuan gramatikal yang berupa gabungan
kata yang tidak memiliki predikat (Kridalaksana, 1984: 162). Secara
sederhana, dapat dikatakan pula bahwa frasa merupakan satuan gramatikal
yang terdiri atas dua kata atau lebih, dan frasa tersebut terdapat dalam satu
fungsi, yaitu sebagai subjek saja, predikat saja, objek saja, dan sebagainya.
Berdasarkan jenis kata yang menjadi unsur intinya, frasa dibedakan
menjadi frasa nomina, frasa verba, frasa ajektiva, frasa adverbia, frasa
preposisi, frasa numeralia, dan frasa pronomina (Ba‘dulu dan Herman,
2010: 59). Dalam bahasa Inggris, sebagaimana terlihat pada PDKI yang
telah dibahas sebelumnya, terlihat bahwa perluasan frasa, terutama frasa
nomina, dalam bahasa Inggris bergerak ke kiri, atau dengan kata lain,
unsur pusat dalam suatu frasa digeser ke belakang. Bandingkan frasa
nomina dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris berikut ini.
―Gadisku yang cantik‖
UP
Atr.
My beautiful girl
Atr.
UP
24
1.8 Metodologi Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif, yaitu dengan
mendeskripsikan secara faktual kesalahan-kesalahan gramatikal yang
ditemukan dalam
karangan berbahasa Inggris mahasiswa Ekonomi
Perbankan Islam (EPI) UMY. Penelitian ini juga didukung oleh data
kuantitatif yang diperoleh melalui perhitungan sederhana dari hasil analisis
data.
Penelitian ini mengamati kesalahan-kesalahan gramatikal (morfologi dan
sintaksis) yang dibuat oleh pembelajar B2 pada satu kelas bahasa Inggris
yang terdiri atas 15 orang mahasiswa semester II yang berusia ± 18 tahun.
Jadi, subjek penelitian dalam penelitian ini adalah 15 orang mahasiswa
jurusan EPI UMY. Semua mahasiwa telah mempelajari bahasa Inggris selama
kurang lebih sembilan tahun lewat pendidikan formal dari mulai tingkat
Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas. Ketika penelitian ini
dilaksanakan, para mahasiswa tersebut berada pada level dasar (beginner).
Penentuan level tersebut didasarkan pada hasil pre-test baik secara lisan
maupun tertulis yang diselenggarakan oleh pihak universitas.
Karangan-karangan hasil karya mahasiswa yang menjadi sumber data
primer dalam penelitian ini merupakan karangan-karangan selama proses
pembelajaran 6 bulan (1 semester), yaitu dari bulan Januari 2013 hingga
bulan Juni 2013. Kesalahan yang dibuat oleh pembelajar bahasa Inggris yang
bukan dari jurusan Bahasa Inggris menunjukkan tingkat kesalahan yang lebih
kompleks.
25
Adapun sumber data sekunder atau penunjang diambil dari kamus dan
dari buku-buku grammar bahasa Inggris, antara lain yaitu: Oxford Advanced
Learner’s Dictionary of Current English (Hornby, 1995), Modern English: A
Practical Reference Guide (Frank, 1972), Golden’s Concise English
Grammar (Strumpf dan Douglas, 2000), dan English Verbs and Essentials of
Grammar for ESL Laerners (Swick, 2010).
1.8.1 Prosedur Pengumpulan Data
Data primer dalam penelitian ini merupakan kata, frasa, dan kalimatkalimat yang diambil dari karangan mahasiswa yang mengandung kesalahan
gramatikal. Ada sejumlah 45 karangan yang masing-masing terdiri atas 100
– 300 kata. Data sekunder berupa informasi dari berbagai sumber tertulis
tentang bagaimana pembelajar membuat kesalahan.
Data dikumpulkan lewat tugas mengarang berdasarkan topik yang
telah ditentukan untuk menjaring kesalahan. Observasi kelas juga dilakukan
guna menjaring informasi tentang proses pengajaran dan pembelajaran
bahasa Inggris (bagaimana pembelajar membuat kesalahan dan bagaimana
mereka memperoleh pengetahuan mengenai aspek-aspek gramatikal).
Kumpulan karangan tersebut merupakan hasil tugas menulis dan ujian
selama mengikuti perkuliahan yang terdiri atas tiga topik utama, yaitu parts
of my house, traditional ceremony, dan my past experience.
26
1.8.2 Prosedur Analisis Data
Pada tahap analisis data ini, peneliti secara kualitatif berupaya
menangani langsung masalah yang terkandung dalam data. Penanganan itu
tampak dari adanya tindakan mengamati yang segera diikuti dengan
‗membedah‘ atau menguraikan masalah yang bersangkutan dengan cara
tertentu (Sudaryanto, 1993: 6). Karena penelitian ini merupakan penelitian
mengenai analisis kesalahan, maka prosedur yang digunakan juga mengacu
pada prosedur penelitian analisis kesalahan.
Tahap penelitian analisis kesalahan menurut Gass dan Selinker
(2001:79)
yaitu
terdiri
dari
(1)
mengidentifikasi
kesalahan;
(2)
mengklasifikasikan kesalahan; (3) menghitung kesalahan; (4) manganalisis
sumber atau penyebab kesalahan; dan (5) perbaikan (remedi). Oleh peneliti,
tahapan tersebut dimodifikasi sebagai berikut:
(1)Mencatat kesalahan beserta konteksnya (jika diperlukan);
(2)Mengidentifikasi kesalahan;
(3)Mengklasifikasikan kesalahan;
(4)Menghitung kesalahan;
(5)Mendeskripsikan kesalahan;
(6)Menganalisis sumber atau penyebab kesalahan;
(7)Perbaikan (remedi)—berupa saran atau masukan.
27
1.9 Sistematika Penyajian Penulisan
Bahasan mengenai analisis kesalahan B2 atau bahasa asing pada
penelitian ini dibahas dalam lima bab. Adapun penyajian laporannya adalah
sebagai berikut.
Bab I merupakan bagian pendahuluan yang terdiri atas latar belakang,
batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
tinjauan pustaka dari penelitian-penelitian mengenai analisis kesalahan
bahasa yang pernah dilakukan, landasan teori yang mendukung dalam
menjawab rumusan masalah, metode penelitian, prosedur pengambilan data,
prosedur analisis data, deskripsi pembelajar yang diteliti, dan sistematika
penyajian.
Bab II berisi uraian deskripsi kesalahan gramatikal bahasa kedua atau
bahasa asing pembelajar yang meliputi kesalahan-kesalahan yang berkenaan
dengan ranah morfologi, dan kesalahan-kesalahan yang berkenaan dengan
ranah sintaksis diuraikan pada bab III. Berdasarkan uraian mengenai
kesalahan-kesalahan yang ada pada bab II dan bab III tersebut, maka faktorfaktor yang menjadi penyebab terjadinya kesalahan-kesalahan gramatikal
tersebut akan dijelaskan pada bab IV.
Akhirnya, bab V berisi kesimpulan dan saran. Setelah itu diikuti dengan
daftar pustaka dan lampiran data-data penelitian yang berupa klasifikasi data
yang menjadi acuan dalam melakukan analisis.
28
Download