indikasi perubahan iklim dari pergeseran bulan basah, kering, dan

advertisement
ISBN : 978-979-17490-0-8
INDIKASI PERUBAHAN IKLIM DARI PERGESERAN BULAN BASAH,
KERING, DAN LEMBAB
Lilik Slamet S., Sinta Berliana S.
Pusat Pemanfaatan Sains Atmosfer dan Iklim LAPAN, [email protected], [email protected]
ABSTRACT
Was carried out by classification of the monthly rainfall to 11 locations in Indonesia to the wet month,
humid, and dry. This criterion of month kinds was based on classification from Schmidth-Fergusson. The monthly
rainfall data that was used the period of the varying time that was divided in three periods, that is the one period
(before reversal happening fasa the number sunspot; before 1976), the period II (after reversal happening fasa the
number sunspot; after 1975), and the period III (the extension of time of the period II to see the pattern in the future
time). Data processing and the analysis used the statistical method take the form of mean and the mode. Results
showed the shift in the wet season and the dry season in Solok, Padang, Kotaraja, Palembang, Pontianak, Semarang,
Surabaya, and Jakarta happened. While the Telukbetung, Maros, and Banyuwangi did not happen the shift in the wet
season and the dry season. So reversal fasa the number sunspot changed and shifted the wet season and the dry
season to some locations of the research.
Keyword : changes, climate, shifting, wet, dry
ABSTRAK
Telah dilakukan penggolongan curah hujan bulanan pada 11 lokasi di Indonesia menjadi bulan basah,
lembab, dan kering. Kriteria jenis-jenis bulan tersebut berdasarkan penggolongan dari Schmidth-Fergusson. Data
curah hujan bulanan yang digunakan periode waktunya bervariasi yang terbagi ke dalam tiga periode, yaitu periode I
(sebelum terjadi pembalikan fasa bilangan sunspot; sebelum tahun 1976), periode II (setelah terjadi pembalikan fasa
bilangan sunspot;setelah tahun 1975), dan periode III (perpanjangan waktu dari periode II untuk melihat pola ke
depan). Pengolahan data dan analisis menggunakan metode statistik berupa mean dan modus. Hasil menunjukkan
telah terjadi pergeseran waktu kejadian bulan basah dan bulan kering untuk lokasi Solok, Padang, Kotaraja,
Palembang, Pontianak, Semarang, Surabaya, dan Jakarta. Sementara lokasi Telukbetung, Maros, dan Banyuwangi
tidak terjadi pergeseran waktu kejadian bulan basah maupun bulan kering.
Kata kunci : perubahan, iklim, pergeseran, basah, kering
1.
PENDAHULUAN
Sampai saat ini masyarakat kita masih menyebut bulan-bulan basah atau musim basah
adalah Desember, Januari, Februari (DJF). Sedangkan bulan-bulan kering identik dengan Juni,
Juli, Agustus (JJA). Bulan lainnya dalam setahun masuk ke dalam bulan-bulan peralihan.
Peralihan dari musim penghujan ke musim kemarau terjadi pada Maret, April, dan Mei.
Sedangkan musim peralihan sebaliknya adalah September, Oktober, dan Nopember.
Seringkali orang menyebutkan kalau bulan basah dan bulan kering selalu sama untuk
setiap lokasi/tempat di Indonesia. Indonesia sendiri memiliki tiga tipe curah hujan yaitu tipe
monsunal, equatorial, dan lokal. Adalah tidak benar menggeneralisasi bahwa musim penghujan
di Indonesia adalah pada bulan Nopember sampai April dan musim kemarau adalah bulan Mei
sampai dengan Oktober. Hal ini dikarenakan iklim atau musim yang berbeda-beda untuk setiap
daerah Indonesia. Perbedaan iklim dipengaruhi oleh faktor pengendali iklim yang mencakup
radiasi surya, letak geografis, ketinggian, posisi lokasi terhadap laut, pusat tekanan tinggi (high)
dan rendah (low), aliran massa udara, halangan oleh pegunungan, dan arus laut.
Padahal mungkin saja sepanjang sejarah bumi, variabilitas iklim dapat saja telah berubah.
Perubahan tataguna lahan adalah langkah pertama manusia dari serangkaian proses dalam
mengubah iklim secara tidak disengaja. Iklim di suatu kawasan merupakan hasil interaksi dari
lingkungan luar bumi dan dari dalam bumi sendiri (Rozari, 1993). Lingkungan luar bumi berasal
Prosiding Seminar Nasional Pemanasan Global dan Perubahan Global – Fakta, Mitigasi, dan Adaptasi
116
ISBN : 978-979-17490-0-8
dari atmosfer (lingkungan udara) dan matahari. Lingkungan dalam bumi sendiri mencakup
hidrosfer (lingkungan air), lithosfer (lapisan batuan), cryosfer (salju), dan biosfer (lapisan
makhluk hidup).
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan tujuan penelitian ini adalah
mengetahui apakah telah terjadi pergeseran waktu kejadian bulan basah dan bulan kering di
Indonesia.
2.
DATA DAN PENGOLAHANNYA
Data yang dibutuhkan adalah data curah hujan bulanan untuk 11 lokasi di Indonesia
seperti tersaji pada tabel 1. Pada tabel 1 terlihat, pertama bahwa periode pengamatan untuk
setiap lokasi yang tidak sama. Kedua, antara periode I dan II memiliki waktu lamanya tahun
pengamatan yang sama satu sama lain. Hal ini menyesuaikan dengan kaidah statistika, bahwa
untuk mendapatkan nilai rataan yang sama harus memiliki ulangan yang sama pula. Ketiga,
periode III memiliki waktu lamanya tahun pengamatan yang tidak sama dengan periode I atau
periode II. Hal ini untuk menunjukkan apakah jika diperpanjang waktu tahun pengamatan
akankah terjadi dan berpengaruh pada jumlah dan pergeseran bulan basah, kering, atau lembab.
Begitu pula dengan awal tahun pengamatan periode I antara satu lokasi dengan lokasi penelitian
lain tidak sama. Hal ini dikarenakan keterbatasan data dari penelitian ini.
Tabel 1. Data Dan Pembagian Periode Curah Hujan Yang Digunakan
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
Lokasi
Solok (Sumatera Barat)
Padang (Sumatera Barat)
Kotaraja (Nangroe Aceh Darusalam)
Telukbetung (Lampung)
Palembang (Sumatera Selatan)
Pontianak (Kalimantan Barat)
Maros (Sulawesi Selatan)
Semarang (Jawa Tengah)
Banyuwangi (Jawa Timur)
Surabaya (Jawa Timur)
Jakarta (DKI Jakarta)
Periode I
1951-1975
1950-1975
1951-1975
1951-1975
1950-1975
1950-1975
1953-1975
1950-1975
1950-1975
1950-1975
1950-1975
Periode II
1976-2000
1976-2001
1976-2000
1976-2000
1976-2000
1976-1998
1976-2001
1976-2001
1976-2001
Periode III
1976-2003
1976-2002
1976-2003
1976-2003
1976-2003
1976-1994
1976-2003
1976-2005
1976-2003
1976-2005
1976-1997
Pengambilan data dan periode curah hujan dari 1950-1975 karena berdasarkan penelitian
dari The Houw Liong et al (2006) yang menyatakan bahwa telah terjadi pembalikan fasa
terhadap siklus bilangan sunspot dari periode waktu 1950-1975 (periode I) ke periode 1976
sampai dengan sekarang (periode II). Pembalikan fasa ini mengakibatkan terjadinya perubahan
iklim ekstrim di Indonesia. Dan melalui penelitian ini akan diuji apakah perubahan iklim ekstrim
ini juga berdampak pada jumlah dan waktu kejadian bulan basah, lembab, dan kering.
Kriteria yang digunakan untuk menentukan bulan kering, bulan lembab, dan bulan basah
adalah dari Schmidth-Fergusson dengan katagori sebagai berikut :
- bulan kering (BK) : bulan dengan curah hujan < 60 mm
- bulan lembab (BL) : bulan dengan curah hujan antara 60 sampai dengan 100 mm
- bulan basah (BB) : bulan dengan curah hujan > 100 mm.
Metode yang digunakan dalam pengolahan data curah hujan ini adalah metoda statistik
berupa ukuran gejala pemusatan yang mencakup mean dan modus. Data curah hujan setiap bulan
dalam satu tahun untuk satu periode akan dikatagorikan termasuk ke dalam bulan basah, lembab,
atau kering berdasarkan kriteria dari Schmidth-Fergusson. Lalu akan dihitung untuk satu tahun
berapa jumlah bulan basah, lembab, dan kering. Jumlah bulan basah, lembab, atau kering dalam
periode yang sama akan dirata-ratakan untuk mengetahui jumlah bulan basah, lembab, atau
kering selama satu periode. Untuk menentukan bulan apa saja yang termasuk ke dalam bulan
basah, lembab, atau kering akan digunakan modus (frekuensi jenis bulan terbanyak dalam satu
Prosiding Seminar Nasional Pemanasan Global dan Perubahan Global – Fakta, Mitigasi, dan Adaptasi
117
ISBN : 978-979-17490-0-8
periode pengamatan). Untuk menganalisis pergerakan ke tiga jenis bulan tersebut akan
digambarkan ke tiga jenis bulan selama tiga periode waktu pengamatan.
3.
HASIL DAN ANALISIS
Solok
4
P
e
rio
d
e
3
2
1
0
J
F
M
A
M
J
J
A
S
O
N
D
J
F
M
A
Bulan
Lembab
Kering
M
J
J
A
S
O
N
D
Basah
Gambar 3.1 Perbandingan Bulan Basah, Lembab, Dan Kering Untuk Tiga Periode Lokasi Solok
Dari gambar 3.1 dapat dilihat bahwa untuk periode I, awal musim basah adalah
September dan berakhir di April. Untuk periode II, awal bulan basah adalah Oktober sampai
dengan Mei. Jika dibandingkan antara periode I dengan periode II, maka awal dan akhir musim
basah telah bergeser, walaupun lamanya musim basah dalam setahun masih tetap sama untuk
tiap periode. Bila diperpanjang tahun pengamatan periode II menjadi periode III, bulan basahnya
tidak teratur. Pada periode III sepertinya lokasi Solok memiliki dua musim basah yaitu musim
basah panjang dari April ke Oktober dan musim basah pendek yang hanya dua bulan saja
(Januari-Pebruari).
Padang
4
Periode
3
2
1
0
J
F
M
A
M
J
J
A
S
O
N
D
J
F
M
A
M
J
J
A
S
O
N
D
Bulan
Basah
Lembab
Kering
Gambar 3.2 Perbandingan Bulan Basah, Lembab, Dan Kering Untuk Tiga Periode Lokasi Padang
Dari gambar 3.2 dapat ditunjukkan bahwa musim basah di Padang hampir setahun penuh,
hanya satu bulan lembab. Pada periode I, musim basah dari Agustus sampai dengan Juni. Juli
sebagai bulan lembab. Periode II, musim basah telah bergeser menjadi April sampai dengan
Pebruari dengan satu bulan lembab yaitu Maret. Sementara pada periode III, terdapat tiga kali
musim basah, yaitu musim basah panjang dari Oktober sampai dengan Pebruari dan musim
basah pendek I dari April-Maret dan ke dua dari Juli ke Agustus. Pada periode III terdapat satu
bulan kering yaitu September dan dua bulan lembab (Juni dan Maret).
Kotaraja
4
P
eriode
3
2
1
0
J
F
M
A
M
J
J
A
S
O
N
D
J
F
M
A
M
J
J
A
S
O
N
D
Bulan
Kering
Basah
Lembab
Gambar 3.3 Perbandingan Bulan Basah, Lembab, Dan Kering Untuk Tiga Periode Lokasi Kotaraja
Prosiding Seminar Nasional Pemanasan Global dan Perubahan Global – Fakta, Mitigasi, dan Adaptasi
118
ISBN : 978-979-17490-0-8
Hal yang sama juga diungkapkan pada gambar 3.3, untuk periode I musim basah di
Kotaraja terjadi dua kali dalam setahun. Musim basah panjang antara September-Pebruari dan
musim basah pendek dari April-Mei. Musim kering juga terjadi dua kali, musim kering agak
panjang dari Juli-Agustus dan musim kering pendek yang hanya satu bulan di Maret. Bulan
lembab hanya satu bulan (Juni). Periode II lebih banyak bulan lembabnya daripada periode I.
Terdapat tiga musim basah yaitu musim basah panjang selama tiga bulan (Oktober-Desember).
Musim basah agak panjang dari Mei-Juni dan musim basah pendek di Maret. Periode III, musim
basahnya sama dengan periode II, hanya bulan kering lebih banyak daripada periode II. Dari
gambar 3 menunjukkan bahwa telah terjadi pergeseran bulan basah, lembab, dan kering di
Kotaraja.
Teluk Betung
4
P
erio
d
a
3
2
1
0
J
F
M
A
M
J
J
A
S
O
N
D
J
F
M
A
M
J
J
A
S
O
N
D
Bulan
Kering
Lembab
Basah
Gambar 3.4 Perbandingan Bulan Basah, Lembab, Dan Kering Untuk Tiga Periode Lokasi Teluk Betung
Dari gambar 3.4 dapat ditunjukkan bahwa periode I memiliki musim basah dari
Nopember-Juni dan musim kering selama dua bulan (September dan Oktober). Periode II hampir
mirip dengan periode I begitu pula dengan periode III, hanya pada periode III tidak terdapat
bulan lembab. Tidak terdapat pergeseran bulan basah dan bulan kering di Teluk betung.
Palembang
4
Perioda
3
2
1
0
J
F
M
A
M
J
J
A
S
O
N
D
J
F
M
A
M
J
J
A
S
O
N
D
Bulan
Kering
Lembab
Basah
Gambar 3.5 Perbandingan Bulan Basah, Lembab, Dan Kering Untuk Tiga Periode Lokasi Palembang
Berdasarkan gambar 3.5 dapat diketahui bahwa musim basah periode I dari Oktober ke
Mei dengan bulan kering sebanyak satu bulan yang terpisah oleh bulan lembab. Sementara
periode II memiliki dua kali musim basah. Musim basah panjang dari Oktober sampai Pebruari
dan musim basah pendek dari April ke Juni. Musim kering hanya selama dua bulan (JuliAgustus) dengan dua bulan lembab (September dan Maret). Periode III mirip dengan periode II
sehingga yang terjadi pergeseran bulan basah antara periode I dan II.
Dari gambar 3.6 dapat ditunjukkan bahwa telah terjadi sedikit pergeseran dari bulan
basah (periode I) ke bulan lembab (periode III). Lokasi Pontianak untuk periode I sebanyak 10
bulan adalah bulan basah (Oktober-Juli), satu bulan kering (Agustus), dan satu bulan lembab
(September). Sementara periode III memiliki dua musim basah yang terpisah oleh satu bulan
lembab. Musim basah I (Oktober – Pebruari) dan musim basah II (April – Juli).
Dari gambar 3.7 dapat ditunjukkan bahwa tidak terjadi pergeseran jenis-jenis bulan antara
periode I ke II. Untuk periode III karena data tidak bagus sehingga hasilnya pada gambar 3.7
tidak menyambung serta tidak dapat direkomendasikan musim tanamnya. Periode I dan II
Prosiding Seminar Nasional Pemanasan Global dan Perubahan Global – Fakta, Mitigasi, dan Adaptasi
119
ISBN : 978-979-17490-0-8
memiliki satu musim basah yang terjadi dari Nopember ke Mei dengan dua bulan kering yang
diselingi oleh bulan lembab.
Pontianak
4
Periode
3
2
1
0
J
F
M
A
M
J
J
A
S
O
N
D
J
F
M
A
M
J
J
A
S
O
N
D
Bulan
Kering
Lembab
Basah
Gambar 3.6 Perbandingan Bulan Basah, Lembab, Dan Kering Untuk Tiga Periode Lokasi Pontianak
Maros
4
P
e
rio
d
e
3
2
1
0
J
F
M
A
M
J
J
A
S
O
N
D
J
F
M
A
M
J
J
A
S
O
N
D
Bulan
Kering
Lembab
Basah
Gambar 3.7 Perbandingan Bulan Basah, Lembab, Dan Kering Untuk Tiga Periode Lokasi Maros
Dari gambar 3.8 dapat ditunjukkan bahwa Semarang untuk periode I memiliki musim
basah dari Nopember ke Mei, setelah itu adalah bulan kering dan bulan lembab yang berselingan.
Untuk periode II terjadi pergeseran awal musim basah yang lebih awal yaitu Oktober dengan
akhir musim basah yang sama, tetapi bulan keringnya lebih banyak daripada bulan lembab.
Bulan kering hanya tiga bulan yang diselingi oleh satu bulan lembab. Periode III, musim basah
di Semarang lebih pendek karena terjadi pergeseran akhir musim basah yang lebih maju jika
dibandingkan dengan periode I dan II. Bulan lembab sebanyak dua bulan dengan bulan kering
yang terpisah oleh bulan lembab.
Semarang
4
Periode
3
2
1
0
J
F
M
A
M
J
J
A
S
O
N
D
J
F
M
A
M
J
J
A
S
O
N
D
Bulan
Kering
Lembab
Basah
Gambar 3.8 Perbandingan Bulan Basah, Lembab, Dan Kering Untuk Tiga Periode Lokasi Semarang
Banyuwangi
4
Periode
3
2
1
0
J
F
M
A
M
J
J
A
S
O
N
D
J
F
M
A
M
J
J
A
S
O
N
D
Bulan
Kering
Lembab
Basah
Gambar 3.9 Perbandingan Bulan Basah, Lembab, Dan Kering Untuk Tiga Periode Lokasi Banyuwangi
Prosiding Seminar Nasional Pemanasan Global dan Perubahan Global – Fakta, Mitigasi, dan Adaptasi
120
ISBN : 978-979-17490-0-8
Dari gambar 3.9 dapat ditunjukkan bahwa tidak terjadi pergeseran baik bulan basah,
lembab, dan kering dari periode yang satu ke periode yang lain. Hanya untuk periode III data
kurang bagus sehingga pada gambar 3.9 tidak bersambung.
Surabaya
4
Periode
3
2
1
0
J
F
M
A
M
J
J
A
S
O
N
D
J
F
M
A
M
J
J
A
S
O
N
D
Bulan
Kering
Basah
Lembab
Gambar 3.10 Perbandingan Bulan Basah, Lembab, Dan Kering Untuk Tiga Periode Lokasi Surabaya
Dari gambar 3.10 dapat ditunjukkan bahwa musim basah periode I dari Nopember ke
April dan musim kering dari Juli ke Oktober. Terdapat dua musim kering, yaitu musim kering
panjang dari Juli ke Oktober dan musim kering pendek yang hanya satu bulan di Mei. Untuk
periode II terjadi pergeseran awal musim basah yang mundur, semula Nopember (periode I)
menjadi Desember (periode II). Bulan lembab periode II juga mengalami pergeseran menjadi
lebih banyak. Musim kering periode II hanya satu kali dari Juli ke September. Jika dibandingkan
antara periode I, II dengan III, periode III juga mengalami pergeseran awal dan akhir musim
basah sehingga menjadi lebih pendek (Desember-Maret). Musim keringnya menjadi lebih
panjang dari April ke Oktober dengan satu bulan lembab di Nopember.
Berdasarkan gambar 3.11 dapat diketahui musim basah di Jakarta periode I antara
Nopember-Mei dengan bulan kering dan lembab yang saling berselingan. Sementara periode III,
musim basahnya menjadi lebih pendek dengan awal dan akhir musim basah bergeser dari
periode I. Musim kering periode III menjadi dua kali yang lamanya sama yaitu Juni-Juli dan
September-Oktober. Telah terjadi pergeseran bulan basah, lembab, dan kering untuk Jakarta.
Jakarta
4
Periode
3
2
1
0
J
F
M
A
M
J
J
A
S
O
N
D
J
F
M
A
M
J
J
A
S
O
N
D
Bulan
Kering
Lembab
Basah
Gambar 3.11 Perbandingan Bulan Basah, Lembab, Dan Kering Untuk Tiga Periode Lokasi Jakarta
4.
KESIMPULAN
Penelitian ini menghasilkan beberapa kesimpulan :
1. Pengaruh pembalikan fase bilangan sunspot telah berakibat pada pergeseran bulan basah,
lembab, dan kering pada lokasi penelitian Solok, Padang, Kotaraja, Palembang, Pontianak,
Semarang, Surabaya, dan Jakarta. Lokasi penelitian yang tidak terpengaruh oleh pembalikan
fase bilangan sunspot adalah Telukbetung, Maros, dan Banyuwangi.
2. Sebagian besar lokasi penelitian (Solok, Padang, Kotaraja, dan Pontianak) yang terpengaruh
pembalikan fase sunspot adalah termasuk ke dalam tipe curah hujan equatorial. Hal ini
Prosiding Seminar Nasional Pemanasan Global dan Perubahan Global – Fakta, Mitigasi, dan Adaptasi
121
ISBN : 978-979-17490-0-8
menunjukkan pembalikan fase bilangan sunspot hanya berpengaruh pada pergeseran bulan
basah, lembab, dan kering pada lokasi penelitian yang bercurah hujan tipe equatorial.
3. Semarang, Surabaya, dan Jakarta adalah lokasi penelitian yang memiliki tipe curah hujan
monsunal tetapi mengalami pergeseran bulan basah, lembab, dan kering. Hal ini mungkin
pertama disebabkan oleh pengaruh dari laut yang begitu dominan. Semarang, Surabaya, dan
Jakarta adalah lokasi penelitian yang berada di tepi pantai dengan elevasi yang begitu dekat
dari permukaan laut. Ke dua, mungkin telah terjadi perubahan tipe curah hujan dari monsunal
ke equatorial pada lokasi Semarang, Surabaya, dan Jakarta. Untuk alasan yang kedua perlu
penelitian lebih lanjut.
4. Pergeseran musim baik basah maupun kering pada lokasi penelitian mencakup pergeseran
maju juga mundur dari periode sebelumnya serta musim menjadi lebih pendek atau lebih
panjang.
DAFTAR RUJUKAN
Dasanto, B. D, 1999, Klasifikasi Iklim, dalam Diktat Agroklimatologi Untuk Dosen Indonesia
Timur, IPB, Bogor.
Hans von Storch, Francis W. Z, 1999, Statistical Analysis in Climate Research, Cambridge
University Press, London.
Harjadi, S.S, 1984, Pengantar Agronomi, Gramedia, Jakarta.
The Houw Liong, P.M. Siregar, 2006, Sistem Peringatan Dini Di Indonesia Berdasarkan
Aktivitas Matahari dalam proseding Seminar Sains Antariksa III, Lapan, Bandung, dalam
proses publikasi.
Prosiding Seminar Nasional Pemanasan Global dan Perubahan Global – Fakta, Mitigasi, dan Adaptasi
122
Download