TERAPI PEMAAFAN MELALUI PLAYBACK THEATER UNTUK MENGURANGI SAKIT HATI Emmanuela Hadriami dan Servasius Samuel Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata Semarang Abstrak Tujuan penelitian ini untuk membuktikan apakah terapi pemaafan playback theatre dapat mengurangi sakit hati. Hipotesisnya adalah terapi pemaafan playback theatre dapat mengurangi sakit hati. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yakni single-case design yakni ABA Design, dengan subjek penelitiannya adalah tiga orang dewasa yang sedang sakit hati atau tidak memaafkan pelaku. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini yakni Enright Forgiveness Inventory (EFI) dan Transgression-Related Interpersonal Motivation Scale-12 (TRIM-12). Analisis data yang digunakan adalah analisis kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif menerangkan grafik hasil skala, sedangkan analisis kualitatif mendeskripsikan hasil observasi dan wawancara selama penelitian. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa hipotesis diterima, dengan adanya dampak positif terapi yakni berkurangnya intensitas aspek-aspek sakit hati dalam diri subjek. Kata kunci: Pemaafan, playback theatre, sakit hati adalah bagian integral dari rekonstruksi PENDAHULUAN Pemaafan berawal dari adanya dan reduksi sakit hati. Pada umumnya, sakit hati. Berbicara tentang pemaafan orang yang tidak memaafkan ialah berarti dan mereka yang masih memendam sakit mengelola sakit hati, karena pemaafan hati, sehubungan dengan pengalaman juga mengeksplorasi 1 buruk yang menimbulkan luka. Esensi diri, sehingga mendorong orang untuk dari adalah melakukan tindakan balas dendam dan untuk melampiaskan sakit hati terhadap pihak dalam yang memicu terjadinya luka. Hal ini relasi dengan orang lain (McCullough, merupakan reaksi dari proses alamiah Pargament, akibat pemaafan, menurunnya menghindar tidak lain motif-motif atau dan menyerang Thoresen, 2001). kegagalan seseorang Pemaafan hanya mungkin terjadi, ketika mendapatkan cinta, pujian, penerimaan, sakit hati mulai tereduksi. Sakit hati keadilan, dan segala hal sejenis dalam yang dimaksud adalah bagian dari hidup sehari-hari di rumah, sekolah, perasaan marah yang tersimpan dalam komunitas, atau tempat kerja. Kondisi kurun ini sering menimbulkan dampak yang waktu yang lama, bahkan mungkin seumur hidup dan bisa muncul buruk bagi seseorang, setiap kali, saat seseorang berpikir dimensi fisik, psikis, spiritual, maupun tentang peristiwa atau orang yang relasional. Orang demikian biasanya menyebabkan mengalami situasi penuh tekanan dan sakit hati (Ekman, baik dalam 2007/2010). Situasi demikian muncul berada setelah seseorang merasa terluka dan terhadap dikecewakan dalam demikian lantas memicu sakit hati yang tingkat kesedihan tertentu (Fitzgibbons kuat dan depresif, yang membuat hidup dalam Enright dan North, 1998). seseorang jauh dari perasaan bahagia sampai berada Perasaan subjektif dari mereka yang sakit hati, dapat dalam pihak suasana permusuhan tertentu. Suasana (Worthington, 2005). meliputi Ekspresi psikologis sakit hati kesedihan, ketakutan, hilangnya harga terungkap dalam perilaku defensif untuk 2 melindungi diri terhadap ancaman atau jumlahnya, terkait dengan aneka stresor perilaku agresif untuk mengancam dan yang dihadapi (Pinel, 2009). Dengan mencelakai pihak lain (Pinel, 2009). kata lain, melalui kerja sistem saraf Ketika sakit hati tidak terungkap, maka simpatik, emosi negatif dari pengalaman akan tersimpan dalam ketidaksadaran distres dan secara refleks timbul dalam aneka kondisi fisik seseorang. Hal ini antara penyimpangan yang berpengaruh buruk terhadap sulit dikenali. lain disebabkan oleh karena adanya cemas, gelisah, hubungan timbal balik antara tubuh pusing-pusing, atau gangguan fisik lain, dengan entitas-entitas penyebab emosi merupakan bagian dari indikasi tendensi (Damasio, 2009). Sakit hati yang terus stres dan sakit hati yang tersembunyi terpendam, lebih mudah merusak relasi (Meninger, hasil di antara sesama, kesehatan fisik dan penelitian menunjukkan bahwa emosi mental, serta dimensi yang berhubungan negatif dari pengalaman stres memiliki dengan korelasi ketimbang Simptom-simptom 1999). yang kekebalan kuat tubuh Beberapa dengan dan sistem kerentanan negatif seseorang yang mampu secara kreatif. dimiliki Individu yang sakit hati, tidak sering menimbulkan perubahan pada dapat menghayati hidup sebagai pribadi tubuh melalui sistem korteks adrenal yang pituitaria-anterior dan sistem medulla- terkungkung adrenal simpatik. Hal ini terjadi melalui perilaku, dan motivasi negatif. Apabila mekanisme kognisi, afeksi, perilaku, dan motivasi yang yang mereka hidup menghadapi dan mengelola sakit hatinya terhadap penyakit infeksi. Emosi aktivitas tak terhitung 3 utuh dan bebas, karena dalam kognisi, afeksi, negatif semakin tereduksi, maka Sebagai alternatif untuk individu sudah memiliki keterarahan menghadapi kepada pemaafan. pada memungkinkan seseorang dapat hidup tidak dengan utuh dan sehat, yang bekerja (unforgiveness). pada perasaan sakit hati terkait dendam, Worthington (2005) menegaskan bahwa permusuhan atau kebencian dengan memaafkan berarti meredakan afeksi, mengurangi intensitasnya, baik dalam perilaku, kognisi, dan motivasi dari sakit otak maupun dalam hati. Hal ini hati. Mekanisme dasar yang sering teraplikasi dalam pengalaman hidup digunakan individu dalam menghadapi yang tidak menyenangkan atau trauma sakit hati yakni; pertama, penyangkalan dengan pihak tertentu dan menghapus dengan segala sakit hati menuju kondisi hidup yang pikiran,perasaan, perilaku, dan motivasi lebih baik (Fitzgibbons dalam Enright negatif yang dimiliki; kedua, ekspresi dan North, 1998). Harris dan Thoresen agresi yakni dengan melawan secara (dalam Worthington, 2005), melalui pasif maupun aktif terhadap penyebab hasil penelitiannya, menegaskan bahwa luka atau sakit; ketiga, pemaafan yaitu orang yang sakit hati, sering rentan dengan mengelola sakit hati secara mengalami gangguan kesehatan baik positif melalui tahap-tahap pereduksian fisik maupun emosi yang tergolong afeksi, kognisi, perilaku, dan motivasi kronik. Sebaliknya, Themosok dan Wald negatif (Fitzgibbons dalam Enright dan (dalam North, 1998). mengungkapkan individu identik memaafkan Sakit hati dengan menutupi sakit hati, Worthington, dari pemaafan 2005), penelitiannya, bahwa pemaafan turut membantu secara 4 signifikan, agar tercapai kualitas hidup yang makin baik dari Terapi penderita individu HIV/AIDS. pemaafan untuk membantu menerima dan menghadirkan kembali pengalaman luka Sebagai salah satu intervensi dan penderitaan, psikologis, pemaafan menjadi salah satu penanggung pilihan mengidentifikasi terapeutik yang dapat menemukan jawab utama, korban, memulihkan konflik, baik secara pribadi mengekspresikan perasaan sakit hati maupun atau secara tepat, serta masuk ke dalam komunitas (Murray, 2002). Intervensi keutuhan diri, setelah menerima kembali psikologis pemaafan memiliki dampak diri sendiri maupun orang lain secara yang positif, tidak hanya pada aspek bertanggung jawab (Meninger, 1999). hidup psikologis, melainkan juga aspek Individu biologis meredakan dalam dan kelompok sosiologis. Terapi dibantu mengurangi gejala-gejala atau ketegangan pemaafan juga dapat dilakukan sebagai psikologis serta membangkitkan empati strategi antisipasi terhadap munculnya untuk gangguan sekaligus proses pemulihan penyebab luka atau penderitaan (Wade, emosi, pikiran, perilaku, dan motivasi Worthtington, dan yang Worthington, 2005), terganggu. memaafkan membuat dan individu Pengalaman merasa dimaafkan bertumbuh menerima dan memaafkan Meyer dalam selanjutnya memulai suatu konstruksi psikologis dan yang mengarah pada pelepasan berkembang dalam hidup, baik secara pengalaman sakit hati, serta pemulihan kualitas maupun kuantitas. emosi, dan perbaharuan relasi. 5 Worthington (1998) menawarkan tindakan yang lima tahap dalam pemaafan, sebagai Keempat, berkomitmen berikut; Pertama, mengarahkan subjek mendorong subjek untuk membangun untuk niat menerima pengalaman sakit dan mengakui hati, ketika bersifat altruistik. memaafkan memaafkan dengan dia memvisualisasikan sikap dan perilaku terluka, diserang secara tidak adil, atau yang positif. Kelima, mempertahankan ditolak, berusaha komitmen pemaafan, memotivasi dan dan meneguhkan subjek untuk memiliki kemudian menghadirkan mengalaminya kembali secara riel. Kedua, konsistensi dalam mengusahakan berempati dengan pelaku mengajak pemaafan lewat tindakan konkret yang subjek untuk berspekulasi tentang latar telah direncanakan. Lima tahap ini belakang, kondisi, dan pikiran pelaku dikenal terkait luka, menemukan pengalaman- (Recall the hurt, Empathize with the one pengalaman baik dengan pelaku, dan who membayangkan sedang forgiveness, Commitment to forgive, dengan pada pelaku menyenangkan. altruistik berinteraksi waktu Ketiga, menuntun yang hurt you, akronim REACH Altruistic gift of and Hold onto the forgiveness). bertindak subjek dengan Tahap-tahap pemaafan dalam untuk intervensi ini akan difasilitasi melalui menyadari bahwa siapa pun berpeluang playback theatre. Psikoterapis akan melakukan kesalahan, bergantung pada memfasilitasi kondisi dan latar belakang seseorang. menceritakan Oleh karena itu, tidak menjadi hambatan menimbulkan bagi subjek untuk melakukan tindakan- membaginya dalam beberapa adegan 6 subjek kasus sakit untuk yang hati, telah kemudian atau bagian pengalaman. Selanjutnya dengan adanya jarak emosi yang ada, subjek diminta untuk memilih salah satu subjek melihat diri dan penderitaannya bagian yang paling menyakitkan dan pada pemain dan dengan demikian sakit ingin dihapus. Bagian inilah yang akan dan ketegangan yang dialami dapat dimainkan dalam playback theatre oleh direduksi. Playback theatre mencakup teman-teman dalam kelompok. Dengan seluruh dimensi kepribadian subjek demikian, (kognisi, afeksi, perilaku dan motivasi) tidak semua pengalaman hidup yang buruk dimainkan dalam yang proses terapi ini, tetapi hanya satu pementasan. Dengan cara demikian, adegan cerita atau bagian pengalaman subjek tidak hanya diberi ruang bebas yang paling melukai dan menyakitkan. untuk terwujud secara utuh mengekspresikan dalam pengalaman Playback theatre merupakan salah penting dan bermakna, melainkan juga satu bentuk terapi seni. Hal ini dapat dimampukan untuk memberikan makna menciptakan jarak emosi yang baik baru atas pengalaman antara pemain dengan subjek, sehingga dimiliki (Stern, 2008). dapat menolong subjek untuk Sebagai salah satu bentuk terapi mengurangi intensitas pengalaman luka kelompok, atau mampu sakit hati yang buruk yang mendalam. playback mendorong theatre subjek juga untuk Spontanitas yang disertai dengan rasa berbagi pengalaman buruk yang sering humor dalam pementasan juga turut disembunyikan ke tataran publik untuk meringankan luka atau rasa sakit yang dialami dan dimaknai bersama. Subjek dialami oleh subjek. Landy (dalam tidak hanya membagi beban kepada Rogers, orang lain yang dipercaya, tetapi juga 2005) mengatakan bahwa 7 mengalami empati dan dukungan yang yang kuat dari kelompok. Hal ini terjadi playback theratre. karena dalam playback theatre, ada METODE ikatan yang kuat di antara anggota PENELITIAN komunitas (Salas dalam Klosterman, dilaksanakan dengan DAN Penelitian metode PROSEDUR terap pemaafan 2008). Kondisi tersebut dapat terjadi playback theatre untuk mengurangi sakit karena playback theatre memberikan hati menggunakan Single-Case Design penekanan saling yakni ABA Design (Christensen, 2004). mendengarkan dan memahami antar Pengukuran sakit hati dilakukan pada anggota komunitas atas pengalaman awal atau baseline measure (I) dan akhir konflik, lalu menghayati hidup bersama atau baseline measure (II), namun yang konstruktif serta mengutamakan selama proses intervensi juga dilakukan toleransi, rasa hormat, dan berkeadilan. pengukuran Rowe dinamika perubahan dalam diri subjek. pada (2007) sikap memaparkan bahwa playback theatre memiliki kekuatan mengungkapkan tersembunyi individu mendapatkan Variabel tergantung penelitian ini permasalahan dari untuk adalah sakit hati, sedangkan variabel yang bebas adalah terapi pemaafan. Sakit hati bergangguan mental, untuk disadari dan didefinisikan sebagai ekspresi nyata dari dipahami bersama. pikiran, perasaan, perilaku, dan motivasi Penelitian ini bertujuan membantu negatif, sebagai akibat dari pengalaman mengurangi sakit hati melalui 5 tahapan buruk pemaafan terluka pada subjek. Terapi ini memakai yang yang dikemukakan Worthington (1998) yaitu REACH, metode 8 yang menimbulkan yang ditawarkan perasaan oleh Worthington (1998) dalam lima tahap Pengumpulan data dilakukan pemaafan (REACH) yakni: mengalami melalui skala pemaafan, observasi dan rasa sakit, berempati terhadap pelaku, wawancara. bertindak berkomitmen dipakai yakni TRIM-12 dan EFI. TRIM- memaafkan, dan konsistensi tindakan 12 memiliki 12 item dengan skor 0—5. pemaafan. Hasil pengukuran kondisi sakit hati altruistik, Subjek penelitian berjumlah tiga subjek Skala pemaafan melalui yang TRIM-12, orang dewasa, dengan rentang usia 30— dikelompokkan dalam empat kategori 45 tahun, dan sedang mengalami sakit yakni: rendah (= 12), sedang (13—24), hati. Proses seleksi diawali wawancara tinggi (25—36), sangat tinggi (=37). dan observasi singkat. Kriteria yang Sementara itu, EFI memiliki 15 item digunakan yakni memiliki sakit hati dengan skor 0—5. Hasil pengukuran terhadap orang tertentu dengan tanda- intensitas sakit hati subjek pada skala tanda: pikiran yang buruk, perasaan EFI, dikelompokkan ke dalam empat kurang dan kategori yakni; rendah (= 15), sedang keinginan terjadinya sesuatu yang buruk (16—30), tinggi (31—45), sangat tinggi pada orang yang memicu sakit hati. (= 46). Kedua alat ini sudah diadakan uji Setelah terpenuhi kriteria ini serta ada coba terlebih dahulu sebelum dilakukan kesediaan untuk nyaman, untuk penghindaran, mengikuti terapi, subjek penelitian. Observasi subjek akan diseleksi lagi intensitas meliputi sakit hatinya melalui TRIM-12 dengan respon, mimik, dan ekspresi tubuh syarat memenuhi total skor: = 37 dan selama terapi. Sementara itu, wawancara EFI dengan total skor: = 46. difokuskan 9 penampilan pada fisik identitas subjek, subjek, riwayat hidup subjek, riwayat sakit hati yang terjadi pascaterapi. Penelitian ini subjek, serta kondisi psikologis sebelum, menggunakan analisis data kuantitatif selama, dan sesudah terapi. dan Prosedur penelitian akan dimulai kualitatif; grafik yakni intensitas sakit menggunakan hati subjek dengan pengambilan data baseline I sebelum terapi, saat terapi, dan sesudah sebelum terapi untuk menentukan status terapi; gangguan subjek. Selanjutnya proses deskriptif secara logis, sistematis, dan terapi akan dilakukan dalam lima sesi metodis selama penelitiannya (Moleong, 2008). satu hari. Kegiatan ini dilaksanakan di sebuah rumah retret di Bandungan, Ambarawa, serta menyusun sesuai data-data dengan konteks Pada sesi pertama dalam playback untuk theatre, subjek dikuatkan untuk memberikan kondisi yang nyaman bagi mengakui dan menerima pengalaman subjek terapi. buruk, terapi, mengekspresikannya, selama Pengukuran mengikuti selama proses lalu didorong sehingga untuk dapat dilakukan sebanyak dua kali, untuk meredahkan ketegangan yang dimiliki. memperoleh gambaran dinamika sakit Pementasan selanjutnya mengarahkan hati subjek yang diterapi (T1 setelah sesi subjek untuk melihat latar belakang kedua dan T2 setelah sesi kelima). peristiwa Baseline II dilaksanakan pada hari berdampak negatif pada sikap dan hidup pertama dan ketiga setelah subjek pelaku. Di sini, subjek dimampukan pulang untuk membangun empati bagi pelaku. ke rumah masing-masing. dan hidup pelaku yang Pengukuran ini dilakukan dua kali, Pada untuk melihat konsistensi perubahan difasilitasi untuk melakukan visualisasi 10 pementasan berikut, subjek harapan akan tindakan-tindakan Berdasarkan hasil skala TRIM-12 altruistik atas dasar sikap empati yang dan EFI, subjek 1 tampak mengalami dimiliki. Subjek terus difasilitasi untuk penurunan menyatakan niatnya berbuat baik dalam sekalipun kurang begitu kuat, dimana satu komitmen positif untuk pemaafan. baseline II kurang dari baseline I. Komitmen tetap Dengan kata lain, subjek mengalami pertemuan penurunan pikiran, perasaan, perilaku, pemaafan diungkapkan lagi tersebut dalam intensitas sakit hati, kelompok dan mendapatkan dukungan dan dan peneguhan dari rekan-rekan asisten setelah terapi untuk subjek ini dilakukan maupun subjek sampai tiga kali karena ada indikasi mengungkapkannya pada sesi terakhir perubahan yang kurang konsisten dari terapi. skala setelah terapi. terapis, setelah motivasi negatif. HASIL PENELITIAN Tabel 1: Hasil pengukuran subjek 1 Baseline/trimen Tanggal TRIM-12 EFI 2013 BI-1 24/4 42 54 BI-2 25/4 42 36 BI-3 26/4 43 59 BI-4 2/5 43 57 T-1 2/5 44 61 T-2 3/5 36 53 BII-1 4/5 43 59 BII-2 5/5 27 38 BII-3 27/6 41 42 11 Pengukuran Sementara itu, hasil pengukuran penurunan dari perbandingan antara skor intensitas sakit hati pada subjek 2 juga baseline I (Bs I- ) dengan skor baseline dengan TRIM-12 dan EFI, terlihat ada II (Bs II- ), dapat dilihat sebagai berikut: 1 2 Tabel2: Hasil pengukuran subjek 2 Baseline/trimen Tanggal TRIM-12 EFI 2013 BI-1 24/4 34 45 BI-2 25/4 33 46 BI-3 26/4 39 46 BI-4 2/5 38 47 T-1 2/5 38 44 T-2 3/5 40 41 BII-1 4/5 31 34 BII-2 5/5 30 33 Data intensitas sakit hati pada Perubahan tersebut terlihat cukup subjek 3 berdasarkan skala TRIM-12 dan konsisten sejak terapi tahap kedua EFI hingga pengukuran kedua baseline II- juga menunjukkan skor yang menurun dari baseline I ke baseline II. seperti yang terlihat berikut ini. 12 2 Tabel 3: Hasil pengkuran subjek 3 Baseline/trimen Tanggal TRIM-12 EFI 2013 BI-1 24/4 46 58 BI-2 25/4 46 57 BI-3 26/4 46 58 BI-4 2/5 46 52 T-1 2/5 46 58 T-2 3/5 46 32 BII-1 4/5 30 32 BII-2 5/5 28 35 Dari hasil ketiga subjek di atas dapat dikatakan terjadi pendulum namun selalu kembali pada penurunan hasrat untuk memaafkan. intensitas sakit hati. Selain itu kelihatan adanya dinamika proses pemaafan yang PEMBAHASAN seperti pendulum (angka yang naik Pemaafan sesungguhnya tidak turun). Pertama-tama terapi pemaafan sesederhana menerima atau menoleransi adalah membangkitkan hasrat untuk ketidakadilan, memaafkan dan selanjutnya subjek akan atau menghentikan sakit hati terhadap menjalani proses dengan batu pijakan pelaku adanya kesadaran mendalam bahwa mendatanginya pemaafan itu diusahakan bukan terjadi Sekalipun tiba-tiba dan selanjutnya keikhlasan keterarahan untuk menjalani proses yang seperti namun pengolahan proses pemaafan 13 melupakan kesalahan, dan secara kepada kesalahan, sehingga mudah berdamai interpersonal orang lagi. ada tertentu, selalu berfokus pada permasalahan yang menghindar dengan alasan bahwa dia telah melukai dan menimbulkan sakit bingung hati. Kembali kepada persoalan dan karena suaminya tidak dapat dihadirkan, mengalami kembali sakit merupakan hal sebaliknya subjek tidak mau kalau orang mutlak; untuk mengungkapkannya karena dengan demikian, lain dijadikan korban. Subjek kedua seseorang akan mudah berempati beralasan terhadap orang lain. Meskipun meninggal, maka tidak mungkin diajak demikian, tahap ini merupakan tahap bicara dan diperlakukan seperti orang yang tersulit dalam proses pemaafan. hidup. Subjek juga menyaksikan bahwa Meninger (1999) mengatakan bahwa mertuanya menunjukkan sikap menyesal kadang-kadang tahap ini dikenal sering menjelang ajal. Sementara subjek ketiga dikenal dengan tahap penolakan, karena beralasan bahwa permasalahannya lebih individu yang terluka umumnya lebih ringan dari dua subjek terdahulu. Oleh mudah menipu diri atau melupakan sakit karena itu, tidak perlu diceritakan dan hatinya, dialami lagi (hasil rekaman terapi tiga daripada dengan sukarela menerimanya. bahwa mertuanya sudah subjek, 3 Mei 2013). Penolakan pengalaman Orang yang tidak memaafkan, terluka juga dialami ketiga subjek saat umumnya memiliki pergumulan sakit memasuki tahap pertama hati pemaafan. Setiap subjek menghindari akan tahap ini, proses berusaha agar yang mirip satu sama lain, meskipun dengan berbagai alasan yang tidak unik. Mereka berekspresi dingin dengan kembali kepada pengalaman buruk yang pengalamannya, telah melukai mereka. Subjek pertama berusaha 14 merasa menghindar, tertekan, melakukan pembalasan, dan akhirnya menunjukkan dapat menemukan makna yang relevan sikap ketidakberdayaan serta berharap dari mendapatkan pertolongan. Individu juga dipentaskan dalam playback theatre, biasa mereduksi perasaan takut, hingga misalnya menemukan latar belakang merasa menjadi biasa dengan perasaan pelaku untuk membangkitkan sikap tersebut dan tidak lagi menjadi suatu empati serta visualisasi harapan yang ancaman, dengan menghadirkan dan memungkinkan subjek melihat tindakan mengalami kembali (Worthington, 1998). pengalaman buruk yang rasa sakit altruistik dan komitmen memaafkan. Situasi yang Kellermann (2007) menuturkan bahwa memiliki kemiripan ini, menolong setiap baru subjek menemukan buruk yang ditolak seseorang tersebut makna dan relevansi yang identik dari terkuras dan terekspresikan, subjek akan setiap mulai untuk mampu pengalaman buruk melalui playback theatre, karena mendapatkan mempelajari perilaku-perilaku Worthington (1998) menegaskan yang kuat satu dengan lain. pementasan pengalaman-pengalaman baru dalam setting terapi. keterikatan antaranggota dan dukungan Melalui ketika lagi secara singkat, bahwa memasuki playback pengalaman sakit dan terluka merupakan theatre, ketiga subjek mengeksplorasi awal proses pemaafan. Melalui ekspresi dan mengidentifikasi sumber sakit hati emosi dan mengekspresikannya, baik melalui pengalaman buruk subjek, playback kontak mata, gerak-gerik tubuh, maupun theatre tekanan saat mengakui dan mengalami kembali sakit mengalami kembali sakit. Ketiga subjek yang tersembunyi, untuk selanjutnya suara, khususnya 15 dan pementasan mendorong setiap bagian subjek membuka diri dan memaafkan pelaku. pemaafan ini dimiliki oleh tiga subjek Dengan sakit, penelitian yakni; suami (subjek 1), seseorang tidak hanya menyetujui dan mertua (subjek 2), dan teman (subjek 3). mengakui pengalaman tersebut sebagai Figur riel ini menjadi alasan bagi subjek, miliknya, melainkan juga dapat melihat untuk bergerak tahap demi tahap sampai secara lebih dekat dan nyata perihal tahap orang yang melukai, pengaruh luka komitmen pemaafan. Hal ini terungkap tersebut dalam menerima dalam kerinduannya akan kembali hidupnya, serta keutuhan dan tertinggi komitmen disampaikan kebahagiaan hidup. yakni dalam konsistensi subjek yang kelompok dan mendapat peneguhan dari rekan-rekan Proses pemaafan sesungguhnya asisten dan terapis. adalah suatu gerak maju menuju tujuan Tahap mempertahankan terakhir yakni memaafkan orang tertentu konsistensi komitmen pemaafan dikenal (Meninger, 1999). Hal ini berarti bahwa sebagai memaafkan orang tertentu adalah dasar demikian, yang menggerakkan seseorang, untuk dianggap sudah mampu secara utuh dan memulai menyeluruh perjalanannya dengan tahap puncak. tidak Meskipun serta-merta memaafkan subjek pelaku. mengalami kembali sakit, berempati, Pemaafan sebagai terapi memang telah bertindak altruistik, berkomitmen dan berakhir dan berpuncak pada tahap ini, mempertahankannya. Pemaafan ibarat namun perjalanan menuju puncak, yang sasaran konsistensi akhirnya yakni memaafkan orang yang sepanjang hidup subjek, untuk menjadi menimbulkan sakit hati. Dasar sasaran utuh dan tidak lagi terganggu saat 16 tugas komitmen mempertahankan adalah usaha menghadapi peristiwa, pelaku, dan hal- motivasi negatif ke dalam karya-karya terkait kreatif, untuk menolong banyak orang. pemicu 1996/1999) luka. (Meninger, mengungkapkan bahwa Ketika membiarkan pengalaman ketika berada pada tahap puncak, subjek buruknya berlalu, subjek menjadi lebih semakin menyadari bahwa hidup yang kreatif utuh dan bahagia, tidaklah sepenuhnya mempertahankannya. Dalam proses ini, ditentukan individu oleh kesalahan atau dan berjuang mengubah kesedihan dan pengalaman buruk di masa lampau. Pada penyesalan, cara hidup yang negatif tahap terakhir ini, tiga subjek berada (represif ataupun agresif), serta pelaku pada puncak kebebasan, ketika mereka dan hal-hal terkait dalam terang baru memilih melaksanakan perilaku-perilaku (Griswold, 2007). Ketiga subjek mampu baru dan positif, untuk mewujudkan hal melewati situasi sulit yang selama ini yang menjadi komitmen mereka yakni membelenggu memaafkan pelaku yang telah melukai perilaku dan motivasi dari sakit hati atau mereka. tidak memaafkan. Mereka tidak sekedar Melalui penelitiannya, Mary pikiran, perasaan, melewati pengalaman buruk, tetapi juga Baure (dalam Ransley dan Spy, 2005) mampu memberikan menyimpulkan bahwa proses terapi melalui cara pemaafan yang diikuti subjek tidak pengalaman buruk yang dialami. Dari hanya berhenti dengan memulihkan pemaknaan baru atas pengalaman buruk trauma dan melepas pengalaman sakit, tersebut melainkan juga belajar mentransformasi altruistik proses kognisi, afeksi, perilaku, dan 17 pandang lahirlah sebagai makna baru baru dari beberapa kreativitas tindakan subjek untuk mendukung komitmennya memaafkan. Akhir tahap ini adalah memaafkan pelaku. suatu Enright dan Fitzgibbons (dalam perjalanan mempertahankan untuk terus empati, sikap Ransley dan Spy, 2005) menyebut fase altruistik, ini dengan pendalaman (deepening), saat melalui pikiran, perasaan, perilaku, dan subjek menemukan makna baru dari motivasi positif. pengalaman komitmen pemaafan sehingga Proses pemulihan ketiga subjek untuk merealisasikannya. penelitian tergolong bervariasi, terkait Konsistensi perealisasian itu menjadikan derajat perasaan sakit dan terluka, pemaafan tidak sekedar sebagai budaya perhatian yang dilatih dan dibiasakan, melainkan pengalaman terluka, objektivitas atau juga sebagai keutamaan yang dipilih subjektivitas secara bebas, dengan tujuan mengalami jumlah pengalaman terluka, serta tingkat hidup yang lebih utuh dan bahagia penerimaan berlandaskan cinta. (Worthington, 1998). Subjek pertama Setiap kali subjek mempertahankan tergolong orang yang sensitif, sehingga komitmen pemaafan, pada itu disadari mudah terpengaruh secara mendalam juga bahwa mereka telah memilih hidup atas pengalaman terluka yang dimiliki, yang lebih utuh dan bahagia. Pengakuan serta belum dapat menerima kenyataan dan penerimaan kembali pengalaman bahwa suaminya berselingkuh. Subjek terluka merupakan pintu masuk kepada ini juga tinggal serumah dengan suami cara pandang baru demi tumbuhnya sebagai penyebab sakit hati, sehingga empati, sikap altruistik, dan komitmen potensial termotivasi terluka, dan kemurahan dan 18 yang mendalam terhadap pengalaman pengalaman melahirkan konflik terluka, terluka yang berulang. Subjek kedua tergolong orang bahwa terapi pemaafan playback theatre yang taat pada norma masyarakat dan dapat menaruh hormat kepada orang yang Dampaknya dapat terwujud juga dalam berjasa. kesulitan penurunan intensitas aspek sakit hati kepada yakni; pikiran, perasaan, perilaku, dan mertua yang sudah meninggal. Pola motivasi negatif. Hal ini dapat juga hubungan subjek dengan mertua yang dilihat dari hasil pengukuran tiga subjek dekat kurang dalam terapi pemaafan dari TRIM-12 mampu berekspresi dengan total. Subjek dan EFI menunjukkan bahwa skor ketiga tergolong orang yang introvert, intensitas sakit hati pada pengukuran sehingga menggumuli sendiri setelah treatment atau baseline II (Bs II) pengalaman sakit hatinya. Kondisi- lebih rendah daripada kondisi sebelum menunjukkan keunikan treatment atau baseline I (Bs I). Dengan setiap subjek, sekaligus kemungkinan demikian, hipotesis penelitian ini dapat terjadinya bias dalam terapi, oleh karena diterima, itu playback theatre dapat menurunkan sakit Subjek mengekspresikan juga sakit menyebabkan kondisi ini peneliti hati subjek selanjutnya dapat mengontrolnya agar dapat diperoleh menurunkan bahwa sakit terapi hati. pemaafan hati. hasil penelitian yang lebih mendalam Kontribusi penelitian ini terletak dan spesifik. Dinamika proses pemaafan pada pemilihan teknik terapi yang cukup ketiga subjek adalah seperti berikut: relevan dengan kasus yang hendak PENUTUP ditangani. Sakit hati yang berdampak Berdasarkan hasil penelitian dan pada bagian-bagian aspek mental subjek pembahasan di atas, dapat disimpulkan seperti kognisi, afeksi, konasi dan 19 motivasi, tampak cukup ideal didekati up untuk melihat dampak terapi yang dengan playback theatre yang juga lebih jauh. mengedepankan sisi ekspresi emosi, penataan pikiran serta Beberapa visualisasi disampaikan saran di yang akhir dapat laporan ini perilaku dan motif-motif baru subjek. ditujukan Selain itu, teknik terapi dengan bermain psikoterapis dan psikolog, serta peneliti peran menciptakan jarak emosi yang selanjutnya. cukup dengan subjek, sehingga tidak merupakan suatu proses sikap dan hanya dapat mengurangi sakit akibat perilaku luka, tetapi juga memberi ruang yang menerus, maka disarankan agar subjek luas bagi subjek untuk memahami selalu masalah dalam cara pandang yang baru. berdasarkan belas kasih dan cinta, serta Sementara itu, untuk subjek penelitian, Mengingat yang pemaafan diperjuangkan menyadari pilihan terus- bebasnya kelemahan selalu melatih diri berperilaku positif penelitian ini terdapat pada pemilihan yang mendukung konsistensinya untuk rancangan penelitian ABA Design yang memaafkan. Psikoterapis dan psikolog mengabaikan dapat menggunakan metode ini untuk evaluasi atas perkembangan hasil terapi yang dialami kegiatan oleh subjek. Perihal pemaafan adalah disarankan sebuah proses panjang yang harus dengan latar belakang masalah yang dilalui dan diperjuangkan oleh subjek. sama. Hal ini berarti bahwa, subjek perlu perselingkuhan diberi kesempatan untuk membuktikan pencobaan komitmen dan dapat dilakukan follow masalah pengecapan anak bergangguan 20 terapi untuk kelompok, tetapi menangani kasus Misalnya, saja, masalah atau pemerkosaan masalah saja, atau tertentu saja. Peneliti selanjutnya dapat Meningkatkan Komunikasi dan menggunakan teknik terapi untuk kasus- Kehidupan kasus yang sama dengan penelitian ini, Revisi). dengan T.W., terj). Yogyakarta: Penerbit tujuan atau sasaran yang berbeda. Misalnya: terapi pemaafan Emosional. (Jamilla dan (Ed. Utomo, BACA. untuk rekonsiliasi atau perdamaian. Enright, R. D., Freedman, S. dan Rique, Selain itu, mengingat pemaafan adalah J., (1998). The Psychology of sebuah proses pergumulan yang panjang Interpersonal Forgiveness. Dalam maka R.D. Enright dan Morth, J. (Eds.). peneliti rancangan dapat penelitian menggunakan lain, misalnya Exploring Forgiveness. (h. 46- follow up study dengan subjek yang 62), sama University of Wisconsin Press. untuk dapat mengevaluasi perkembangan atau dampak terapi yang Madison (USA): The Griswold, C.L. (2007). Forgiveness: A dialami oleh subjek. Philosophical Exploration. New DAFTAR PUSTAKA York: Damasio, A., (2009), MEMAHAMI Press. KERJA OTAK Mengendalikan Kellermann, Cambridge P.F. (Ed.). University (2007). Emosi dan Mencerdaskan Nalar. Sociodrama and (Santoso, Y., terj). Yogyakarta: Trauma. London and Penerbit BACA. Philadelphia: Jessica Kingsley Ekman, P., (2010). MEMBACA EMOSI Mengenal Wajah dan Berbagai Perasaan Collective Publishers. Ekspresi Klosterman, L. (2008). The Healing untuk Power 21 of Improv Playback Theatre and Psychodrama. New April 2008. New York: Centre for York: Playback Theatre. The Hudson Valley Psychodrama Institute. Pinel, John P.J., (2009). Biopsychology. McCullough, M. E. Pargament, K. I. dan Thoresen, C. E., (Ed. Ke-7) (Soetjipto, P.H., dan (2001). Soetjipto, S.M., terj.). Forgiveness: Theory, Reseacrh, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. and Practice. New York: The Ransley, C dan Spy, C., (2005). Guilford Press. Meninger, W.A., Forgiveness (1999). and the Healing Menjadi Process: A Central Therapeutic Pribadi Utuh. (Suharyo, I., terj). Concern. New York: Brunner- Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Routledge. (Karya asli terbit 1996). Rogers, T., De Day We See Wind in Murray, R. J. (2002). Forgiveness as a Grenada. Community Dialogue & Therapeutic Option. Dalam The HealingThroughPlayback Family Journal: Counseling and Theatre. Trinidad: University of Therapy the West Indies. for Couples and Families. (Vol. 10. No. 3). (hlm. 315-321). California: Worthington, Jr., E.L. (ed). (2005). Sage Handbook of Forgiveness. New Publications. York: Stern, A. L., (2008). Palyback Theatre Routledge Taylor & Francis Group. as Art Form – From the Point of ______. (ed). (1998). Dimensions of View of Arts Education. Dalam Forgiveness. Centre for Playback Theatre. 30th 22 New York: Routledge Taylor & FrancisGroup. ______. (1999). The Psychology of Unforgiveness and Forgiveness and Implications for Clinical Practice. Dalam Journal of Social and Clinical Psychology. (Vol. 81). (hlm. 385-418) Virginia: Virginia Commonwealth University. 23