BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pemaafan 1. Pengertian Pemaafan Pemaafan sebagai kesediaan seseorang untuk meninggalkan kemarahan, penilaian negatif, dan perilaku acuh tidak acuh terhadap orang lain yang telah menyakitinya dengan tidak adil. Di sisi lain dengan tidak menyangkal rasa sakit itu sendiri tetapi dengan menimbulkan rasa kasihan, iba dan cinta pada pihak yang menyakiti (Enright, 2001). Pemaafan sebagai upaya untuk menempatkan peristiwa pelanggaran yang dirasakan sedemikian rupa hingga respon seseorang terhadap perilaku, peristiwa, dan akibat pelanggaran tersebut diubah dari negatif menjadi netral atau positif (Thompson, Laura, Lesa, Scott, Michael, Heather, Rasmussen, Laura, Billings, Laura, Jason, Neufeld, Shorey, Roberts, dan Roberts, 2005). McCullough dkk, (1998) mengemukakan bahwa pemaafan adalah seperangkat motivasi untuk mengubah seseorang untuk tidak membalas dendam dan meredakan dorongan untuk konsiliasi dengan pihak yang menyakiti. Pemaafan merupakan perubahan serangkaian perilaku dengan jalan menurunkan motivasi untuk membalas dendam, menjauhkan diri atau menghindar dari perilaku kekerasan dan meningkatkan motivasi ataupun keinginan untuk berdamai dengan perilaku. Menurut Gani (2011), pemaafan merupakan proses melepaskan rasa nyeri, kemarahan, dan dendam yang 14 15 disebabkan oleh pelaku. Lebih lanjut, memaafkan diartikan sebagai sebuah tindakan melepaskan belenggu dari pikiran dan perasaan yang mengikat seorang pelaku yang telah melanggar hak individu tersebut. Memaafkan merupakan pengalaman perpindahan dari suatu momen ke momen lain. Maafkan juga dapat diartikan sebagai keputusan untuk mengalirkan rasa dendam dan hasrat melakukan pembalasan. Worthington (2005) menyatakan bahwa memaafkan mengurangi atau membatasi kebencian serta dendam yang mengarah pada pembalasan. Kegiatan memaafkan tersebut tidak hanya membuang emosi negatif, tetapi juga menggerakkan individu pada perasaan positif. Nashori (2014) mendefinisikan pemaafan dengan kesediaan untuk meninggalkan hal-hal tidak menyenangkan yang bersumber dari hubungan interpersonal dengan menumbuhkan dan mengembangkan perasaan, pikiran, dan hubungan yang lebih positif dengan orang yang telah melakukan perbuatan tidak menyenangkan. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa pemaafan merupakan kemampuan seseorang untuk mengubah perasaan negatif atau tidak menyenangkan yang dirasakan akbiat perilaku, tindakan, peristiwa dan stuasi yang dialaminya menjadi perasaan positif dengan menerima dan mengambangkan menjadi rasa kasih, iba dan cinta. 16 2. Aspek-aspek Pemaafan Menurut Nashori (2014) pemaafan dibagi atas tiga dimensi yaitu: a. Dimensi Emosi Beberapa indikator pemaafan dari dimensi emosi adalah (i) meninggalkan perasaan marah, benci, sakit hati. (ii) Mampu mengontrol emosi saat diperlakukan tak menyenangkan. (iii) Merasa iba dan kasih sayang terhadap pelaku. (iv) Merasa nyaman ketika berinteraksi dengan pelaku. b. Dimensi Kognisi Beberapa indikator pemaafan dari dimensi kognisi adalah (i) meninggalkan penilaian negatif terhadap pelaku. (ii) Punya penjelasan nalar atas perlakuan yang menyakitkan. (iii) Memiliki pandangan yang berimbang terhadap pelaku. c. Dimensi Interpersonal Beberapa indikator pemaafan dari dimensi Interpersonal adalah (i) meninggalakan perilaku atau perkataan yang menyakitkan. (ii) Meninggalkan keinginan balas dendam. (iii) Meninggalkan perilaku acuh tak acuh. (iv) Meninggalkan perilaku menghindar. (v) Meningkatkan upaya konsiliasi/rekonsiliasi hubungan. (vi) Motivasi kebaikan atau kemurahan hati. (vii) Musyawarah dengan pihak yang pernah menjadi pelaku. 17 Sementara itu menurut Baumeister, Exline, dan Somer (1998), mengemukakan pemaafan terbagi atas dua aspek, yaitu: a. Intrapsikis Dimensi intrapsikis melibatkan keadaan dan proses yang terjadi di dalam diri orang yang disakiti secara emosional maupun pikiran dan perilaku yang menyakitinya. b. Interpersonal Dimensi interpersonal lebih melihat bahwa memaafkan orang lain merupakan tindakan sosial antara sesama manusia. McCullough, Rachal, Steven, Sandage, Everett, Wortington, Brown, dan Hight (1998) menyatakan aspek penentu pemaafan dapat dikelompokan menjadi tiga kategori konseptual, antara lain (i) avoidance motivation, yaitu semakin menurun motivasi untuk menghindari pelaku, membuang keinginan untuk menjaga kerenggangan (jarak) dengan orang yang telah menyakitinya. (ii) Revenge Motivation, yaitu semakin menurun motivasi untuk membalas dendam terhadap suatu hubungan mitra, membuang keinginan untuk membalas dendam terhadap orang yang telah menyakiti. (iii) Benevolence Motivation, semakin termotivasi oleh niat baik dan keinginan untuk berdamai dengan pelaku meskipun pelanggarannya termasuk tindakan berbahaya, keinginan untuk berdamai atau melihat well being orang yang menyakitinya. 18 3. Faktor-faktor Pemaafan Menurut McCullough, dkk (1998) faktor penentu (determinan) pemaafan dapat dikelompokan menjadi empat kategori konseptual, antara lain: a. Sosial Kognitif Merupakan suatu proses yang melibatkan persepsi, evaluasi, dan mengkategorikan orang lain. Variasi dari variabel sosial-kognitif dengan hubungan spesifik pemaafan. Perasaan empati terhadap orang yang bersalah menjadi penting sekali pada aspek sosial-kognitif. Empati merupakan kemampuan seseorang untuk ikut merasakan perasaan atau pengalaman orang lain, kemampuan empati erat kaitannya dengan pengambilan peran. b. Tingkat kelukaan atau serangan Persepsi tentang keparahan luka (serangan) dan akibat dari luka itu sendiri pada sebuah hubungan akan sangat mempengaruhi pemaafan, luka (serangan) yang lebih dalam akan menjadi lebih sulit dimaafkan. Di sisi lain, jika pelaku meminta maaf atas kesalahannya maka ini akan menjadi pertimbangan tersendiri bagi sang korban. c. Hubungan interpersonal Hubungan antar individu yang berinteraksi satu sama lain, dalam hal ini terdapat kedekatan, kepuasan, dan komitmen. Menurut Rusbult dan Lange (2003) terdapat empat hubungan analisis keadaan saling tergantung dari pertolongan dan kesediaan untuk berkorban. Pertama, 19 pasangan dalam sebuah hubungan akan lebih bersedia memaafkan karena mereka memiliki motivasi lebih tinggi untuk memelihara hubungan yang telah mereka jalin dengan sungguh-sungguh. Kedua, pasangan dengan kualitas hubungan tinggi memiliki orientasi jangka panjang pada kekuatan motivasi mereka untuk melupakan luka agar memaksimalkan kemungkinan menjaga hubungan. Ketiga, hubungan kualitas tinggi tertarik pada diri sendiri dan pasangan yang mungkin akan bergabung. Keempat, kualitas hubungan barang kali akan menghasilkan sebuah orientasi bersama bahwa mempertimbangkan sebuah kesediaan bertindak berdasarkan cara tertentu agar dapat bermanfaat bagi pasangan, tetap jika mereka melibatkan beberapa kerugian untuk dirinya. d. Kepribadian Sifat dan tingkah laku khas seseorang yang membedakannya dengan orang lain. Kepribadian ekstrovert menunjukkan karakter seperti berjiwa sosial, terbuka, asertif, hangat kooperatif, tidak mementingkan diri sendiri, jujur, sopan, fleksibel, empatik, dan bersahabat. Sedangkan kepribadian introvert menunjukkan kecenderungan seseorang bersikap tertutup, tidak asertif, suka menyembunyikan perasaan, cenderung terbenam dalam sensasi jiwanya sendiri, serta memandang dunia sebagai sesuatu yang tidak menarik (Alwisol, 2009). Kepribadian ekstrovert dan introvert akan cenderung mempengengaruhi seseorang untuk melakukan pemaafan. 20 Pendapat lain tentang faktor pemaafan juga diungkapakan oleh Nashori (2014). Menurut Nashori (2014), pemaafan dipengaruhi oleh dua kelompok besar. a. Faktor internal yang terdiri dari (karakteristik kepribadian, religiositas, jenis kelamin dan usia). Faktor internal sangat kuat kaitannya didalamnya terdapat empat sub faktor: 1) Seperti pendapat McCullough sebelumnya kepribadian sangat menentukan pemaafan. 2) Religiositas, individu yang religiositasnya tinggi akan mudah memaafkan hal ini terkait nilai dan ajaran agama yang dianutnya. 3) Jenis kelamin pada dasarnya hampir sama namun berdasarkan hasil penelitian ditemukan jika laki-laki lebih mudah memaafkan daripada perempuan. Hal ini dikarenakan perempuan memiliki ekspektasi atau pengharapan yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki pada suatu hal. 4) Usia, usia mempengaruhi pemaafan berdasarkan pengalaman dan kematangan emosi seseorang. b. Pemaafan dipengaruhi faktor eksternal (keterikatan interpersonal, dan pendidikan), 1) Keterikatan interpersonal bisa diartikan juga kedekatan interpersonal, semakin dekat dan semakin lekat tingkat hubungan maka semakin mudah memaafkan, karena kedua pihak lebih mementingkan kedekatan yang sudah terjalin. 21 2) Pendidikan, tingkat pendidikan ternyata berpengaruh terhadap pemaafan. Pada dasarnya individu dengan pendidikan tinggi lebih mudah memaafkan karena banyaknya ilmu dan pelajaran serta pengalaman yang mengajarinya manfaat dan dampak memaafkan. B. Kerendahhatian 1. Pengertian Kerendahhatian Khalid (2006) mengatakan kerendahhatian mempunyai dua makna, yaitu menerima kebenaran yang datangnya dari siapa saja dan mampu menjalin interaksi dengan semua manusia. Makna pertama artinya adalah orang yang rendah hati mampu dan mau menerima kebenran dari siapapun, baik orang miskin atau kaya, terhormat maupun sederhana, baik teman sendiri atau bahkan msuuhnya. Sedangkan makna kedua berarti orang yang rendah hati mampu bersikap lemah lembut, kasih sayang dan menghormati siapapun orangnya tanpa memandang kedudukan dan status sosialnya. Tidak membedakan orang miskin dan kaya, terhormat atau sederhana, orang yang rendah hati mampu berlaku adil dalam bersikap lemah lembut kepada semua golongan. Templeton (1997) menyampaikan bahwa kerendahhatian merupakan kebalikan dari arogansi. Kerendahan hati yang sejati mempromosikan keterbukaan untuk belajar dari orang lain dan membangun komunitas. Sedangkan Elliot (2010) menyatakan humility (kerendahhatian) adalah kemampuan untuk mengakui kesalahan diri, ketidaksempurnaan, 22 kesenjangan/keterbatasan diri dan keterbukaan untuk menerima ide-ide baru, informasi, dan saran. Dapat juga dikatakan sebagai penilaian yang akurat dari kemampuan seseorang dan prestasi dirinya. Selain itu menurut Elliot (2010) dalam hubungan interpersonal, kerendahan hati dan empati menyediakan cara untuk menyelesaikan konflik dengan membuat masalah lebih mudah dipahami untuk mendapatkan pengampunan dan rekonsiliasi. Menurut Chittister (1991) kerendahhatian adalah karakteristik kematangan secara rohani. Kebalikan dari kebanggaan (sombong) dan keegoisan sifat yang tidak dianjurkan dalam berbagai agama, sementara kerendahan hati adalah atribut yang dianggap sangat berharga. Kerendahhatian mengatur individu tentang bagaimana berhubungan dengan Tuhan, serta bagaimana berhubungan dengan manusia, rendah hati memberikan kerangka pemahaman diri dan kontrol diri yang dapat memberikan kerangka kerja untuk kehidupan yang lebih baik. Jadi dapat disimpulkan kerendahhatian merupakan karakterisitik kepribadian yang matang secara rohani, dimana seseorang mampu mengakui keterbatasan dan kekurangannya, menerima kebenaran yang datangnya dari siapapun, mampu menghargai setiap orang, dan memberikan kerangka kerja hubungan yang baik dengan Tuhan dan manusia. 2. Aspek-aspek Kerendahhatian Elliot (2010) menyatakan kerendahahatian terbagi atas empat aspek, aspek tersebut adalah : (1) Openness, yaitu membuka diri pada segala hal yang bersifat positif tanpa mempertimbangkan siapa dan di mana diperoleh. 23 (2) Self forgetfulness, yaitu memahami kekurangan dan intropeksi diri. (3) Modest self-assessment, yaitu penilaian diri yang sederhana tidak melebihlebihkan tidak sombong dan berbesar diri. (4) Focus on others, yaitu memperhatikan orang lain memahami orang lain serta menghargai orang lain. Tangney (2000) mendefinisikan kerendahhatian dalam beberapa aspek sebagai berikut: (1) Sebuah penilaian yang akurat tentang kemampuan dan prestasi diri dan orang lain. (2) Kemampuan untuk mengakui kesalahan diri dan orang lain, kemampuan untuk mengakui ketidaksempurnaan, kesenjangan dalam pengetahuan, dan keterbatasan. (3) Sebuah keterbukaan terhadap ideide baru, informasi, dan saran. (4) Kemampuan menjaga presepsi pada seseorang dan tempat dalam perspektif umum. (5) A self-focus yang relatif rendah, "melupakan kebesaran diri", mengakui bahwa sesuatu hanyalah salah satu bagian dari alam semesta yang lebih besar. (6) Sebuah apresiasi atau cara yang dapat dilakukan dalam berkontribusi untuk kehidupan. C. Hubungan Antara Kerendahhatian dan Pemaafan pada Mahasiswa Penelitian ini merujuk kepada pandangan Elliot (2010) dengan pertimbangan Nashori (2014). Aspek pertama dari pemaafan adalah dimensi emosi yang indikatornya (a) meninggalkan perasaan marah, benci, sakit hati, (b) mampu mengontrol emosi saat diperlakukan tak menyenangkan, (c) merasa iba dan kasih sayang terhadap pelaku, (d) merasa nyaman ketika berinteraksi dengan pelaku. Seseorang yang mudah memafkan akan mudah nyaman, merasa iba dan menumbuhkan kasih sayang saat berinteraksi dengan orang yang pernah berbuat 24 menyakitan padanya. Hal ini terjadi karena orang yang mudah memaafkan mampu mengontrol emosi saat menghadapi peristiwa tidak menyenangkan yang dialami, aspek pemaafan ini sejalan dengan aspek kerendahahatian, berfokus pada orang lain dan terbuka untuk menerima berbagai hal yang positif dari orang lain (Elliot, 2010). Orang yang rendah hati tidak akan mudah menyalahkan orang lain. Kerendahhatiannya akan membuatnya introspeksi diri dan mempertimbangkan kejadian yang menimpanya dengan matang. Selain itu, orang yang rendah hati mampu mengakui kesalahan diri, kemampuan untuk mengakui ketidaksempurnaan, kesenjangan dalam pengetahuan, keterbatasan, dan menilai orang lain secara positif (Tangney, 2000). Aspek yang kedua adalah dimensi kognisi dengan indikator (a) meninggalkan penilaian negatif terhadap pelaku, (b) punya penjelasan nalar atas perlakuan yang menyakitkan dan (c) memiliki pandangan yang berimbang terhadap pelaku. Seseorang yang memiliki rendah hati memiliki sifat terbuka dan peduli serta mampu berfokus atau mengeanailisis kelebihan orang lain, hal ini sesuai dengan aspek pemaafan di mana individu mampu menganalisis kelebihan dan alasan orang tersebut melakukan kejahatan atau hal yang menyakitkan, dan mampu dijelaskan secara nalar. Orang yang rendah hati memiliki modest selfassessment, penilaian diri yang sederhana tidak melebih-lebihkan tidak sombong dan berbesar diri sehingga mampu memberikan pandangan berimbang pada orang lain. Selain itu orang yang rendah hati juga memiliki self-forgetfulness yaitu merasa diri memiliki kekurangan, sadar akan kekurangan diri, sadar jika semua 25 orang termasuk dirinya memiliki kemungkinan untuk melakukan kesalahan, sehingga akan mudah memandang segala sesuatu secara berimbang (Elliot, 2010). Aspek yang ketiga adalah dimensi interpersonal dengan indikator (a) meninggalkan perilaku atau perkataan yang menyakitkan, (b) Meninggalkan keinginan balas dendam, (c) Meninggalkan perilaku acuh tak acuh, (d) Meninggalkan perilaku menghindar, (e) Meningkatkan upaya konsiliasi/rekonsiliasi hubungan, (f) Motivasi kebaikan atau kemurahan hati, dan (g) Musyawarah dengan pihak yang pernah menjadi pelaku. Seseorang yang memiliki kerendahhatian mampu peduli terhadap orang lain, tidak menghindar dan acuh tak acuh pada orang lain. Seseorang yang rendah hati memberikan kepedulian dan kasih sayang pada orang lain tanpa memilih-milih teman atau lawan, miskin atau kaya, terhormat atau sederhana (Khalid, 2006). Selain itu Elliot (2010) menerangkan bahwa seseorang yang yang rendah hati memiliki karakter peduli, empati, dan menghargai orang lain, hal ini sesuai dengan dimensi interpersonal pemaafan dimana seseorang akan tetap peduli dan beriteraksi dengan orang lain, sekalipun dengan orang yang berbuat tidak adil padanya (focus on other). Penjelasan di atas dapat disimpulkan dengan pendapat Elliot (2010) menyatakan dalam hubungan interpersonal, kerendahan hati dan empati menyediakan cara yang baik untuk menyelesaikan konflik. Dengan cara membuat masalah lebih mudah untuk difahami. Ketika masalah dapat dipahami maka selanjutnya akan mudah mendapatkan pengampunan (pemaaafan) dan rekonsiliasi (perbaikan hubungan). 26 D. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah adanya korelasi positif antara kerendahhatian dan pemaafan. Semakin tinggi kerendahhatian maka semakin tinggi pula pemaafan seseorang.