Pengaruh Brand Association Terhadap Consumer Response (Studi

advertisement
Pengaruh Brand Association Terhadap Consumer Response
(Studi Kasus Apple iPhone)
Fahriza Syah Azzi
Department of Management, Faculty of Economy, University of Indonesia, Depok, 16424, Indonesia
E-mail: [email protected]
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis bagaimana pengaruh brand associations terhadap consumer
response produk Apple iPhone. Pendekatan ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif
menggunakan sampel sebanyak 100 pengguna Apple iPhone di wilayah Jakarta dan Yogyakarta dengan
nonprobability sampling serta teknik convenience sampling. Instrumen penelitian kuantitatif menggunakan
kuesioner yang dianalisis menggunakan Structural Equation Modelling (SEM). Hasil penelitian kuantitatif
menunjukkan bahwa brand association atribut guarantee dan personal identification memiliki pengaruh yang
signifikan dan positif terhadap consumer response atribut brand extension, recommendation, serta price premium.
Sedangkan, brand associations atribut social identification dan status berpengaruh signifikan dan positif terhadap
consumer response, atribut brand extension, serta price premium, namun tidak memiliki pengaruh signifikan
terhadap recommendation.
The Influence of Brand Association towards Consumer Response
(Case Study Apple iPhone)
Abstrak
The objective of this research is to analyze how the influence of brand associations towards consumer response of
Apple iPhone. This research applied quantitativeapproach. Quantitative approach used 100 users of Apple iPhone in
Jakarta and Yogyakarta, collected using nonprobability sampling and convenience sampling technique. Quantitative
research instrument used questionnaire and analyzed using Structural Equation Modelling (SEM). The result of
quantitaive research shows that guarantee and personal identification from brand associations attributes has a
significant and positive influence towards all consumer response attributes, which is brand extension,
recommendation, and the price premium. Meanwhile, social identification and status from brand associations
attributes has significant and positive influence on brand extension as well as a premium price, but does not have a
significant influence on recommendation.
Keywords:
Brand Associations, Consumer Response, Guarantee, Personal Identification, Social Identification, Status, Brand
Extension, Recommendation, Price Premium
pengaruh Brand..., Fahriza Syah Azzi, FE UI, 2013
Pendahuluan
Perkembangan teknologi yang sedemikian cepat telah merubah tata pergaulan dan kehidupan
manusia, terutama dalam bidang telekomunikasi dan informasi. Produk telepon genggam sudah
menjadi tren dan bisa dikatakan telah menjadi kebutuhan primer bagi masyarakat. Dengan segala
kemajuan teknologi yang ada, saat ini fungsi telepon genggam tidak lagi sebatas sebagai alat
komunikasi saja, melainkan juga sebagai alat multi fungsi dan bagian dari gaya hidup yang dapat
meningkatkan prestige penggunanya.
Jumlah ponsel yang beredar di dunia saat ini telah mencapai 5 milyar lebih dimana
Indonesia adalah negara dengan penyumbang pengguna ponsel terbanyak urutan keempat di
dunia. Di Indonesia, penggunaan telepon genggam sudah menjadi bagian kehidupan sehari-hari
masyarakatnya, khususnya bagi masyarakat kota-kota besar. Berdasarkan data dari beberapa
lembaga riset, pada 2013 pengguna smartphone di Indonesia mencapai 160 juta, pengguna
ponsel fitur (feature phone) mencapai 125 juta, angka tersebut diyakini masih akan terus
meningkat seiring dengan semakin tingginya minat dan kebutuhan masyarakat Indonesia akan
alat yang dapat memenuhi kebutuhan informasi (Nariswari, 2013).
Keadaan inilah yang dianggap sebagai kesempatan dalam meraih profit dan menjaring
konsumen sebanyak-banyaknya oleh para vendor produsen telepon genggam. Berbagai merek
ternama hingga pemain baru yang terus bermunculan saling bersaing menawarkan berbagai
keunggulan yang dibawakan oleh masing-masing produknya. Beberapa merek yang bersaing:
Nokia, Samsung, Apple, Blackberry, LG, Motorola, dll.
Tabel 1.1
Tabel Penjualan Telepon Genggam Seluruh Dunia
Kuartal Pertama Tahun 2013
(dalam ribuan unit)
Company
Samsung
Nokia
Apple
LG Electronics
ZTE
Huawei Technologies
TCL Communication
Sony Mobile
Communications
Lenovo
Yulong
Others
Total
1Q13
(Units)
1Q13
Market
Share (%)
1Q12
(Units)
1Q12
Market
Share (%)
100,657.70
63,215.20
38,331.80
15,615.80
14,606.60
11,114.80
8,515.90
23.6
14.8
9
3.7
3.4
2.6
2
89,284.60
83,162.50
33,120.50
14,720.40
17,379.70
10,796.10
7,396.60
21.1
19.7
7.8
3.5
4.1
2.6
1.7
7,955.50
1.9
7,898.40
1.9
7,778.90
7,478.80
150,550.60
425,821.60
1.8
1.8
35.4
100
5,820.60
3,146.60
150,229.40
422,955.40
1.4
0.7
35.5
100
pengaruh Brand..., Fahriza Syah Azzi, FE UI, 2013
Sumber: Gartner Says Asia/Pacific Led Worldwide Mobile Phone Sales to Growth in First Quarter of 2013, 2013
Dari tabel di atas dapat terlihat bahwa saat ini terdapat dua nama besar yang sedang
mengalami tren positif dalam peta persaingan industri penghasil telepon genggam, yaitu
Samsung dan Apple. Yang menarik dari Apple adalah, produsen yang baru memasuki persaingan
telepon genggam pada tahun 2007 ini hanya menjual varian produk yang jauh lebih sedikit
dibandingkan kompetitornya. Apple terkenal hanya mengeluarkan satu hingga dua varian produk
ponsel per tahunnya, dan semuanya adalah produk yang berada di kelas atas. Sangat berbeda
dengan kompetitornya seperti Samsung yang memiliki barisan produk yang jauh lebih banyak,
mulai dari kelas bawah (low class), kelas menengah (mid class), hingga kelas atas (high class).
Namun demikian, Apple dengan produk iPhone-nya dapat bertahan di persaingan yang begitu
keras, hal ini diyakini dikarenakan Apple memiliki pelanggan yang loyal terhadap produk
keluarannya. Keyakinan tersebut semakin diperkuat oleh hasil survey yang berbagai perusahaan
riset pasar terkemuka di dunia seperti GfK Group serta J.D. Power and Associates, dimana hasil
riset dari GfK menyebutkan bahwa 84% pengguna iPhone menyatakan akan kembali membeli
produk iPhone di masa yang akan datang. Sedangkan untuk ponsel berbasis Android hanya
memiliki tingkat loyalitas rata-rata sebesar 60%, disusul oleh Blackberry yang hanya memiliki
tingkat loyalitas konsumen sebesar 48% (Apple ahead in mobile loyalty, 2012). Di lain pihak,
melalui survey yang dilakukan J.D.Power and Associates, Apple juga menempati posisi paling
atas untuk tingkat kepuasan pengguna smartphone. Dengan menggunakan nilai poin tertinggi
1000, Apple dengan produk iPhone-nya memperoleh poin sebesar 855, sedangkan diurutan
kedua terdapat Nokia dengan 795 poin, menyusul Samsung dengan 793 poin, dan jauh di urutan
terbawah terdapat LG dan BlackBerry dengan masing-masing 744 dan 732 poin (Customer
Satisfaction with Feature-Rich Smartphones Increases as the Segment's Popularity Continues to
Rise, 2013).
Brand atau merek telah menjadi sesuatu yang sangat penting dalam dunia pemasaran saat
ini. Menurut Kotler (2003) “Branding is the art and cornerstone of marketing”. Penanaman
merek adalah dasar dan seni bagi pemasaran, hal ini menunjukkan betapa merek merupakan
suatu hal yang sangat bernilai sehingga ia dijadikan sebagai penjuru, mengarah kemana
suatu produk itu akan dibawa nantinya. Sedangkan Schultz (2004) menyatakan “So that’s what
we mean by a brand: something that is identifiable by the buyer and the seller and creates values
for both” yang artinya merek adalah sesuatu yang dapat diidentifikasi oleh pembeli dan penjual
sehingga menciptakan nilai bagi keduanya. Oleh karena itu para pemasar berusaha untuk
membuat merk yang mereka usung dapat memiliki nilai dan tertanam dengan kuat di benak
konsumen. Dan bukan tidak mungkin bahwa hasil survey yang menyatakan Apple sebagai
produk telepon genggam. Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti ingin mengkaji dan
meneliti tentang Brand Associations yang dimiliki oleh produk Apple iPhone serta pengaruhnya
terhadap Consumer Response. Adapun pertanyaan dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana pengaruh brand associations terhadap consumer response dalam hal
membayar harga premium untuk produk Apple iPhone?
2. Bagaimana pengaruh brand associations terhadap consumer response dalam hal
menerima brand extension dari produk Apple iPhone?
3. Bagaimana pengaruh brand associations terhadap consumer response dalam hal
merekomendasikan produk Apple iPhone ke pihak lain?
pengaruh Brand..., Fahriza Syah Azzi, FE UI, 2013
Landasan Teori
2.1
Brand (Merek)
Brand merupakan atrbut produk yang dianggap penting terutama dalam menumbuhkan
persepsi yang positif dan konsumen akan percaya setelah menilai atribut yang dimiliki suatu
merek. Persepsi positif dan kepercayaan konsumen terhadap suatu merek tersebut akan
menciptakan citra merek dan pada akhirnya merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
minat untuk membeli. Agar lebih dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai pengertian
brand ini, maka ada beberapa pengertian menurut para ahli. Menurut Kotler (2009):
“A brand is a name, term, sign, symbol, or design, or combination of them intended to
identify the goods of service of one seller or group of sellers and to differentiate them
from these of competitors”
Kemudian Schultz (2004) mendefinisikan brand sebagai sesuatu yang dapat diidentifikasi
oleh pembeli dan penjual sehingga menciptakan nilai bagi keduanya. Brand juga merupakan
suatu perpaduan dari atribut, nyata dan abstrak, yang disimbolkan melalui nama dagang, yang
apabila dikelola dengan tepat dapat menghasilkan nilai dan pengaruh (Interbrand Group, 2003).
Aaker (1997) menyebutkan brand sebagai nama dan atau symbol yang bersifat
membedakan dengan maksud mengidentifikasi barang atau jasa dari seorang penjual atau sebuah
produk tertentu, dengan demikian membedakannya dari produk pesaing.
Sedangkan menurut Tjiptono (2005) brand adalah nama, istilah, tanda, symbol, desain,
warna, gerak, atau kombinasi atribut-atribut produk lainnya yang diharapkan dapat memberikan
identitas dan diferensiasi terhadap produk pesaing.
Dari beberapa pendapat mengenai brand di atas terlihat ada kesamaan dari tiap pendapat
yaitu brand adalah pembeda bagi konsumen dan memberikan nilai jual, sehingga dapat
disimpulkan bahwa brand merupakan ciri khas sebuah perusahaan atau produsen yang
memudahkan konsumen mengingat produk serta dapat memberikan nilai tambah bagi produk
perusahaan tersebut.
2.1.1
Brand Association
Brand Association didefinisikan sebagai segala sesuatu yang terhubung dalam memori
untuk sebuah merek dan merupakan komponen utama dari ekuitas merek (Aaker, 1997).
Menurut pendapat Yoo, Donthu dan Lee (2000), brand association adalah sejauh mana beberapa
karakteristik dari brand tersebut terpikirkan dengan cepat. Semakin positif dan kuat asosiasi dari
pengaruh Brand..., Fahriza Syah Azzi, FE UI, 2013
konsumen terhadap sebuah merek menunjukkan bahwa merek tersebut memiliki brand equity
yang tinggi. Hal ini akan membantu konsumen untuk mempertimbangkan merek yang akan
mereka beli.
Brand association menurut Pettis (1995) adalah: “Attributes linked to the brand by
consumers”. Berarti bahwa brand association adalah atribut (jamak) yang dihubungkan dengan
merek oleh pelanggan, dengan kata lain brand association adalah gabungan dari berbagai atribut
yang melekat pada pelanggan yang dihubungkan oleh merek. Mempunyai brand association
yang kuat merupakan suatu keuntungan bagi perusahaan,
Kemudian Keller (1993) mengklasifikasikan brand association ke dalam tiga kategori:
attributes, benefits, dan attitudes. Attributes adalah fitur atau tampilan fisik yang melekat pada
sebuah produk tersebut. Benefits adalah manfaat yang didapatkan konsumen dari sebuah produk
sedangkan brand attitudes adalah keseluruhan penilaian konsumen terhadap suatu brand.
Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa brand association adalah
segala hal yang berkaitan dengan ingatan mengenai merek. Asosiasi itu sendiri tidak hanya eksis,
namun juga memiliki suatu tingkat kekuatan. Keterkaitan pada suatu merek akan lebih kuat
apabila
dilandasi
pada
jumlah
pengalaman
penggunaan
atau
penampakan
untuk
mengkomunikasikannya. Berbagai asosiasi yang diingat konsumen dapat dirangkai sehingga
membentuk citra tentang merek atau brand image di dalam benak konsumen
Menurut Simamora (2001) asosiasi merek yang menciptakan nilai bagi perusahaan dan
para pelanggannya dapat digunakan untuk membantu memproses atau menyusun informasi.
Asosiasi-asosiasi dapat membantu mengikhtisarkan sekumpulan fakta dan spesifikasi yang
mungkin sulit untuk diproses dan diakses para pelanggan. Sebuah asosiasi bisa menciptakan
informasi padat bagi pelanggan dan bisa mempengaruhi pengingatan kembali atas informasi
tersebut, terutama saat mengambil keputusan. Asosiasi juga bisa mempengaruhi interpretasi
mengenai fakta-fakta.
Suatu asosiasi bisa memberikan landasan yang penting bagi usaha untuk membedakan
dan memisahkan suatu merek dengan merek yang lain. Asosiasi-asosiasi pembeda bisa menjadi
keuntungan kompetitif yang penting. Jika sebuah merek sudah dalam kondisi yang mapan
(dalam kaitanya dengan para competitor) untuk suatu atribut utama dalam kelas produk tertentu
atau untuk suatu aplikasi tertentu, para competitor akan kesulitan untuk menyerang (Simamora
2001).
pengaruh Brand..., Fahriza Syah Azzi, FE UI, 2013
Banyak asosiasi merek, membutuhkan berbagai atribut produk atau manfaat yang bisa
menyodorkan suatu alasan spesifik untuk membeli dan menggunakan merek tersebut. Asosiasiasosiasi ini merupakan landasan dari keputusan pembelian dan loyalitas merek. Beberapa
asosiasi juga mempengaruhi keputusan pembelian dengan cara memberikan kredibilitas dan rasa
percaya diri atas merek tersebut (Simamora 2001).
Asosiasi merek merupakan bagian dari brand image, yaitu persepsi yang bertahan lama,
yang dibentuk melalui pengalaman dan sifat yang relative konsisten (Schifman and Kanuk,
2004). Sedangkan menurut Keller (2003), ekuitas merek yang kuat akan tercapai jika konsumen
memiliki tingkat awareness dan familiarity yang tinggi dari suatu merek, dan juga memiliki
asosiasi yang kuat, unik serta memiliki arti positif bagi konsumen.
Menurut del Rio (2001) brand association dapat diukur dari empat dimensi fungsi merek,
antara lain (1) The guarantee function, yaitu fungsi yang berkaitan dengan persepsi terhadap
kualitas serta kehandalan kinerja produk yang dijanjikan, (2) The personal identification
function, yaitu fungsi yang berkaitan dengan persepsi konsumen dalam mengidentifikasikan
suatu produk atau merek dan mengembangkan rasa tertarik terhadap produk atau merek tersebut,
(3) The social identification function, yaitu fungsi yang berkaitan dengan persepsi konsumen
terhadap kemampuan merek untuk menjalin komunikasi antar konsumen sehingga dapat
mendekatkan konsumen dalam suatu kelompok di kelas sosial yang sama, (4). Status, yaitu
fungsi yang berkaitan dengan persepsi konsumen terhadap kemampuan merek tersebut dalam
membangun perasaan konsumen menerima rasa prestige tersendiri apabila menggunakan produk
tersebut.
2.1.2
Brand Image
Brand Image merupakan seperangkat dari brand association di mana dalam konsep ini
brand image didefinisikan sebagai persepsi terhadap suatu merek, yang dicerminkan melalui
asosiasi merek yang ada dalam benak dan pikiran konsumen. Brand Image dapat diciptakan
melalui berbagai macam cara diantaranya melalui penambahan fitur dalam produk yang dapat
menambah image produk, membangun hubungan emosional dengan pembeli dengan cara
mengasosiasikan merek dengan tipe-tipe tertentu. Bahkan dapat juga dilakukan melalui
pembuatan iklan yang cerdas. Image dapat dibuat untuk produk atau jasa yang ditujukan bagi
business to business atau pun bagi konsumen. Untuk membangun image suatu produk
diperlukan waktu dan sumber daya yang banyak dan harus diusakan tertanam dalam benak
pengaruh Brand..., Fahriza Syah Azzi, FE UI, 2013
konsumen.
Image yang positif dari suatu merek diciptakan melalui sejumlah program pemasaran
secara lengkap. Sejumlah program yang telah dibuat secara lengkap akan mempengaruhi ekuitas
merek suatu produk bahkan di level perusahaan sekalipun. Kuatnya ekuitas merek juga
dipengaruhi oleh kekuatan dari suatu produk dikomunikasikan oleh perusahaan (Keller, 1998).
Komunikasi ini dapat ditempuh melalui sejumlah program seperti misalnya jalur distribusi yang
lengkap dan terjangkau, event atau program marketing seperti trade show atau public relation,
dan sejumlah program marketing lainnya. Beberapa kasus, efek word of mouth juga memberikan
pengaruh yang cukup besar pagi kuatnya suatu ekuitas merek.
2.2
Consumer Response
Karena belum ditemukannya definisi atau konsep consumer response maka untuk
mendapatkan pengertian tentang consumer response didekati dari konsep consumer dan
response. Menurut Keegan (1995), “consumer is the user of a product”, maka consumer dapat
dideskripsikan sebagai orang yang menggunakan produk. Berdasarkan pengertian dari
Dictionary of Marketing and Business Terms (www.marketing.org.au diakses tanggal 7 Mei
2013 ) “Response is an effort to satisfy a drive. Reaction evoked by a stimulus.” Maka response
dapat dideskripsikan sebagai usaha konsumen yang tercermin dalam sikap dan perilakunya untuk
memuaskan dorongan yang ada. Reaksi tersebut disebabkan oleh adanya rangsangan. Dari
pengertian consumer dan response di atas maka dapat diambil menjadi suatu pengertian
consumer response yakni merupakan pencerminan dari sikap dan perilaku pengguna produk
dalam memuaskan dorongan yang ada sebagai reaksi terhadap usaha-usaha pemasaran yang
dilaksanakan perusahaan.
Studi perilaku konsumen mempelajari bagaimana seseorang membuat keputusan untuk
mengeluarkan uang, waktu, dan usaha dalam mengkonsumsi kebutuhannya. Studi ini juga
mempelajari apa yang dibeli konsumen, mengapa, kapan, dimana konsumen melakukan
pembelian, berapa kali konsumen membeli produk, dan juga berapa kali konsumen
menggunakan produk tersebut (Schiffman and Kanuk, 2004). Proses keputusan pembelian
konsumen dimulai dari adanya keinginan konsumen untuk memenuhi kebutuhannya. Pada tahap
ini konsumen aware akan kebutuhannya. Kebutuhan ini dipengaruhi oleh dua faktor: Pertama,
faktor internal, misalnya kebutuhan seseorang akan makanan dipengaruhi oleh rasa lapar. Kedua,
pengaruh Brand..., Fahriza Syah Azzi, FE UI, 2013
faktor eksternal, misalnya seseorang baru sadar terhadap kebutuhannya karena pengaruh iklaniklan di media massa ataupun pesan dari direct mail (Kotler and Armstrong, 2004).
Proses keputusan pembelian merupakan serangkaian proses yang bersifat sequential,
extensive, complex. Pada saat konsumen menentukan keputusan pembelian terhadap produk yang
dinilai penting baginya, konsumen akan mengalami tahapan-tahapan proses keputusan
pembelian. Proses pembelian ini disebut high involvement purchase process. Proses pembelian
high involvement terjadi pada saat produk yang dibutuhkan konsumen relatif mahal, jarang
dibeli, berisiko, dan bernilai tinggi, contohnya rumah, mobil, komputer, rekreasi, dan produkproduk keuangan seperti asuransi jiwa (Kotler, 2005).
Respon konsumen memiliki tiga komponen yaitu cognitive, affective, conative. Cognitive
response dinyatakan dalam knowledge dan perception konsumen terhadap suatu produk.
Knowledge dan perception terbentuk karena awareness dan information. Konsumen yang sadar
akan kebutuhannya akan mencari informasi mengenai produk kebutuhannya (Schiffman and
Kanuk, 2004). Proses yang terjadi dalam cognitive response ini memiliki kesamaan dengan
proses keputusan pembelian dalam tahap need recognition dan tahap information search menurut
Kotler dan Armstrong, atau tahap awareness dan tahap knowledge menurut Schiffman dan
Kanuk. Awareness atau kesadaran konsumen terjadi pada tahap needs recognition (Kotler dan
Armstrong) atau pada tahap awareness (Schiffman dan Kanuk, 2004). Knowledge konsumen
yang terbentuk karena informasi dapat terjadi pada tahap information search (Kotler dan
Armstrong) atau pada tahap knowledge (Schiffman dan Kanuk).
Affective response dinyatakan dalam perasaan atau emosi konsumen melalui sikap suka
atau tidaknya ataupun penilaian bagus tidaknya terhadap suatu produk. Sikap ini merupakan
hasil dari evaluasi konsumen terhadap suatu produk (Schiffman dan Kanuk, 2004). Jika pada
tahap cognitive response, konsumen memiliki knowledge dan perception yang positif terhadap
suatu merek produk tertentu, maka pada tahap affective response, konsumen akan membentuk
suatu sikap yang positif pula.
Proses dalam affective response ini memiliki kesamaan dengan proses keputusan
pembelian pada tahap evaluation. Pada tahap evaluation dalam buying decision process,
konsumen melakukan evaluasi terhadap berbagai merek, membentuk sikap yang berbeda-beda
terhadap masing-masing merek. Salah satu merek yang dianggapnya bagus dan disukai itulah
yang akan dipilih dan dibeli.
pengaruh Brand..., Fahriza Syah Azzi, FE UI, 2013
Conative response menyangkut tindakan atau perilaku konsumen yang dinyatakan
dengan intention to buy dan purchase (Schiffman dan Kanuk, 2004). Proses yang terjadi dalam
conative response memiliki kesamaan dengan tahap purchase pada proses keputusan pembelian.
Menurut del Rio (2001) Consumer response dapat diukur dengan (1). Willingness to pay
a price premium for the brand, yaitu kesediaan konsumen dalam membayar harga premium, (2).
Willingness to accept brand extensions, yaitu kesediaan menerima produk hasil perluasan
merek. Menurut Aaker (1991) dalam del Rio (2001), “Brand extensions are a natural strategy
for the firm looking to grow by exploiting his asset.” Dengan kata lain perluasan merek adalah
strategi alami untuk menumbuhkan perusahaan dengan mengeksploitasi aset yang dimiliki.
Brand extension dapat dibagi menjadi 7 pendekatan yaitu: same product in different form,
distinctive taste / ingredient / component, companion product, customer franchise, expertise,
benefit / attribute / feature, dan designer or ethnic image (Aaker 1991 dalam del Rio 2001), dan
(3). Willingness to recommend the brand to others yaitu kesediaan merekomendasikan produk
ke orang lain.
Pada penelitian ini, konsep consumer response menggunakan pendekatan dari konsep
consumer menurut Keegan dan response menurut Dictionary Of Marketing and Business Terms
serta konsep elemen pengukuran menurut del Rio (2001).
Metode Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif.
Penelitian deskriptif adalah suatu tipe dari penelitian pasti yang mempunyai tujuan utama
menjelaskan sesuatu-biasanya karakteristik atau fungsi pasar (Malhotra, 2010).
Tujuan utama dari penelitian deskriptif adalah untuk menggambarkan sesuatu (Malhotra,
2010). Dalam penelitian ini, penelitian deskriptif digunakan untuk memperoleh jawaban atas
pertanyaan penelitian yang dirumuskan pada tujuan penelitian yang tercantum pada bab
pendahuluan. Untuk itu dikumpulkan informasi melalui survey kepada target responden.
Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, dikumpulkan dua jenis data, yaitu data primer dan sekunder.
pengaruh Brand..., Fahriza Syah Azzi, FE UI, 2013
Data primer
Primary data adalah data yang dihasilkan secara langsung oleh peneliti untuk tujuan tertentu
untuk menjawab permasalahan penelitian. Pengumpulan data tersebut dilakukan secara khusus
untuk mengatasi masalah penelitian yang diteliti (Malhotra, 2010). Data primer yang digunakan adalah
data kuantitatif yaitu data yang bersifat terstruktur atau berpola sehingga ragam data yang diperoleh dari
sumbernya cenderung memiliki pola yang lebih mudah dibaca. Data kuantitatif diperoleh melalui
penyebaran kuesioner kepada responden yang menggunakan Apple iPhone baik secara langsung maupun
melalui online.
Selanjutnya data primer yang didapatkan dari hasil melakukan penyebaran kuesioner yang
dilakukan oleh peneliti akan diolah dengan menggunakan software SPSS 11.5 dan software AMOS 6.0.
Data sekunder
Data sekunder adalah data yang dikumpulkan untuk tujuan lain selain untuk tujuan
menyelesaikan masalah yang sedang ditangani saat ini (Malhotra, 2010). Data yang dimaksud merupakan
data penunjang yang diperoleh dari studi literatur, buku, jurnal akademik, artikel terkait dari majalah,
surat kabar, situs internet, dan studi kepustakaan lainnya. Data sekunder yang digunakan sebagai
penunjang penelitian ini terutama berbagai artikel terkait mengenai pasar smartphone dan penjualan
smartphone di Indonesia khusunya terkait produk Apple iPhone yang saat ini cukup menjadi tren di pasar
smartphone Indonesia.
Metode Penarikan Sampel
Metode penarikan sampel yang digunakan yaitu nonprobability sampling yaitu teknik pemilihan
sampel yang tidak menggunakan prosedur peluang pemilihan akan tetapi pemilihan didasarkan pada
penilaian pribadi peneliti (Malhotra, 2010).
T eknik dari nonprobability sampling yang digunakan dalam penelitian ini yaitu convenience
sampling untuk mendapatkan sampel atas kemudahan bagi peneliti (Malhotra, 2010). Teknik ini dipilih
karena convenience sampling memungkinkan pengumpulan data dari responden dalam jumlah yang
relatif besar dalam waktu yang relatif singkat (Malhotra, 2010).
Model Penelitian dan Turunan Hipotesis
Model penelitian yang digunakan dalam penelitian ini merupakan adaptasi dari penelitian sebelumnya
yang dilakukan oleh A. Belen del Rio, Rodolfo Vắzquez, Victor Iglesias (2001) dalam jurnalnya yang
berjudul “The Effect of Brand Association on Consumer Response”. Model Penelitian ini terdiri dari 2
variabel (bivariate). Variabel yang menjadi variabel bebas (independent variabel) adalah brand
pengaruh Brand..., Fahriza Syah Azzi, FE UI, 2013
association, sedangkan variabel yang menjadi variabel tidak bebas (dependent variabel) adalah consumer
response.
Gambar 3.1 Model Penelitian
Sumber: Hasil modifikasi peneliti berdasarkan jurnal The Effect of Brand Association on Consumer Response, A.
Belen del Rio, Journal of Consumer Marketing (2001).
1.6
Uji Validitas dan Reliabilitas Pre-test
1.6.1
Uji Validitas Pre-test
Uji validitas bertujuan untuk mengetahui akurasi dan presisi dari alat ukur dalam mengukur
variabel. Dalam tes ini setiap item akan diuji terkait hubungan dengan variabel.
Untuk uji validitas pre-test digunakan KMO & Bartlett’s test. Uji Bartlett yaitu uji tingkat
independen dari variable-variabel. Hasil test Bartlett dengan melihat tingkat signifikansi kesalahan untuk
mengindikasikan sejauh mana antar variable tersebut berkorelasi. Sedangkan uji KMO untuk mengetahui
ketepatan dari analisis faktor. Nilai KMO MSA antara 0,5 hingga 1,0 dan nilai Bartlett Test of Sphericity
kurang dari 0.05 dianggap mempunyai ketepatan maka variabel dan sampel yang ada secara keseluruhan
dapat dianalisis lebih lanjut dan sampel yang ada dianggap telah cukup untuk penelitian selanjutnya
(Malhotra, 2010).
pengaruh Brand..., Fahriza Syah Azzi, FE UI, 2013
1.6.2
Uji Reliabilitas Pre-test
Instrumen penelitian disamping harus valid, juga dapat dipercaya (reliable). Malhotra (2010)
mengemukakan bahwa reliabilitas adalah sejauh mana skala mampu menciptakan hasil yang konsisten
jika pengukuran berulang dilakukan terhadap karakteristik tertentu.
Jika suatu instrument dapat dipercaya maka data yang dihasilkan oleh instrument tersebut dapat
dipercaya. Pengujian reliabilitas pada pre-test kuesioner menggunakan koefisien Cronbach Alpha, bila
nilai sebesar 0,6 atau lebih maka pertanyaan-pertanyaan pada kuesioner dapat dipercaya (Malhotra,
2010).
1.6.3
Analisis Structural Equation Modelling (SEM)
Structural Equation Modeling (SEM) merupakan teknik analisis multivariat yang dikembangkan
guna menutupi keterbatasan yang dimiliki oleh model-model analisis sebelumnya yang telah digunakan
secara luas dalam penelitian statistik. Model-model yang dimaksud diantaranya adalah regression
analysis (analisis regresi), path analysis (analisis jalur), dan Confirmatory Factor Analysis (analisis faktor
konfirmatori) (Hox dan Bechger, 1998)
“The Structural Equation Modeling (SEM) is a family of statistical models that seek to explain
the relationships among multiple variables” (Arbuckle, 1999). Jadi dengan menggunakan SEM, peneliti
dapat mempelajari hubungan struktural yang diekspresikan oleh seperangkat persamaan, yang serupa
dengan seperangkat persamaan regresi berganda. Persamaan ini akan menggambarkan hubungan diantara
konstruk (terdiri dari variabel dependen dan independen) yang terlibat dalam sebuah analisis. Hingga saat
ini, teknik multivariabel diklasifikasikan sebagai teknik interdependensi atau dependensi. SEM dapat
dikategorikan sebagai kombinasi yang unik dari kedua hal tersebut karena dasar dari SEM berada pada
dua teknik multivariabel yang utama, yaitu analisis faktor dan analisis regresi berganda.
Dalam studi ini, data diolah dengan menggunakan sofware Analysis of Moment Structure atau
AMOS versi 6. Ada beberapa asumsi yang harus dipenuhi sebelum melakukan pengujian dengan
pendekatan Structural Equation Model. Asumsi-asumsi SEM tersebut meliputi asumsi kecukupan sampel,
normalitas, dan outliers (Ferdinand, 2002). Berikutnya dilakukan pembahasan mengenai asumsi-asumsi
SEM:
1.
Jumlah kecukupan sampel
Jumlah sampel data dalam penelitian ini yaitu sebanyak 120 orang.
2. Asumsi Normalitas
Untuk mengaplikasikan SEM, data harus terdistribusi normal. Jika data terdistribusi tidak normal,
hasil analisis dikhawatirkan bias. Normalitas data bisa dilihat dengan membandingkan nilai z (z
pengaruh Brand..., Fahriza Syah Azzi, FE UI, 2013
score) dengan nilai critical ratio (c.r) dari data yang diperoleh. Z-score merupakan hasil pengurangan
nilai rata-rata dari data mentah yang selanjutnya dibagi oleh standar deviasinya. Besar tingkat
kepercayaan yang sering digunakan pada analisis SEM adalah 99% (tingkat signifikansi = 0,1). Pada
tingkat signifikansi ini, nilai z yang diperoleh dari tabel z adalah ± 2,58. Data terdistribusi normal
apabila nilai c.r. dari data tersebut berada di antara -2,58 sampai + 2,58.
3. Asumsi Outliers
Outliers adalah observasi yang muncul dengan nilai ekstrim dengan karakteristik yang berbeda dari
pengamatan lain dan hal tersebut muncul pada nilai ekstrim apakah pada satu variabel atau variabel
kombinasi (Hair et al dalam Ferdinand, 2002). Outlier dapat digunakan dengan menghilangkan satu
atau beberapa data yang jauh dari kriteria. Dalam penelitian ini menggunakan versi AMOS 6. Outlier
multivariat dapat dianalisis dengan kriteria Mahalanobis Distance pada tingkat p1 dan p2 <0,050 dan
nilai Mahalanobis d-squared akan dievaluasi menggunakan χ² pada derajat bebas sebanyak. jumlah
variabel yang digunakan dalam penelitian. Jika hasil nilai pengamatan di bawah kriteria, pengamatan
harus dihilangkan secukupnya (Ferdinand, 2002).
4. Evaluasi goodness of fit
Setelah sebuah model pengukuran terbukti valid, proses dilanjutkan dengan melakukan analisis
hubungan indikator dengan peubah latennya. Untuk dapat memilih model yang lebih baik, diperlukan
suatu ukuran yang dapat membedakan baik buruknya suatu model ketika dibandingkan dengan model
lainnya. Uji kecocokan model digunakan untuk menguji hubungan antar dimensi atau variabel.
Kriteria-kriteria yang dapat digunakan untuk uji kecocokan model antara lain (Hair et al, 2006):
Tabel 3.1
Cut-off untuk Goodness of Fit Overall Structural Model
Fit Indices
X 2 chi square
X 2 significance
probability
GFI
RMSEA
AGFI
TLI
CFI
NFI
CMIN/DF
Cut Off Value
Mendekati 0
≥ 0,05
≥ 0,90
≤ 0,08
≥ 0,90
≥ 0,90
≥ 0,90
≥ 0,90
≤2
Sumber: Ferdinand (2002), Ghozali (2008)
pengaruh Brand..., Fahriza Syah Azzi, FE UI, 2013
Confirmatory Factor Analysis (Model Pengukuran)
Pengujian validitas dan reliabilitas menggunakan software Amos 6.0. Hasil pengujian validitas
dan reliabilitas yang terekstrak sempurna disajikan pada Tabel 4.1:
Tabel 4.1
Confirmatory Factor Analysis
Konstruk & Indikator
Standardized
Factors Loading
(SLF)
Cronbach's Composite
Alpha
Reliability
AVE
Guarantee
g1
0,69
g2
0,79
g3
0,70
g4
0,77
0,82
0,83
0,72
0,70
0,71
0,57
0,78
0,78
0,63
0,81
0,81
0,75
Personal Identification
pi1
0,79
pi2
0,68
Social Identification
si1
0,60
si2
0,70
si3
0,72
si4
0,73
Status
s1
0,85
s2
0,81
Sumber : output AMOS olahan peneliti
Asumsi Goodness of Fit
Sebelum melakukan pengujian hipotesis, langkah pertama adalah menilai kesesuaian goodness of
fit. Hasil evaluasi nilai goodness of fit dari model penelitian yang dilakukan menunjukkan hasil yang baik
dapat dilihat pada tabel 4.2:
pengaruh Brand..., Fahriza Syah Azzi, FE UI, 2013
Tabel 4.2
Hasil Pengujian Goodness-of-Fit Model
Fit Indices
Cut Off Value
Hasil
Mendekati 0
82,252*
X 2 significance probability
≥ 0,05
0,265*
GFI
≥ 0,90
0,902*
RMSEA
≤ 0,08
0,031*
AGFI
≥ 0,90
0,843**
TLI
≥ 0,90
0,981*
CFI
≥ 0,90
0,986*
NFI
≥ 0,90
0,869**
≤2
1,097*
X 2 chi square
CMIN/DF
Sumber: hasil output AMOS olahan peneliti
Keterangan:
*Baik
**Kurang baik
Analisis Uji Hipotesis dan Pembahasan Hasil Penelitian
Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis dilakukan dengan menganalisis tingkat signifikansi hubungan kausalitas antar
konstruk dalam model yang didasarkan pada C.R (z-hitung) lebih besar dari z-tabel. Pada model ini
adalah one tail, maka tingkat signifikansi = 1,645.
Pengujian hipotesis dilakukan dengan membandingkan nilai C.R. pada tabel 4.13 dengan nilai
kritisnya yang identik dengan nilai t hitung, yakni 1,645 pada tingkat signifikansi 5%. Jika nilai C.R.
lebih besar daripada nilai kritisnya dengan tingkat signifikansi p < 0,05, maka hipotesis yang diajukan
diterima. Namun, apabila nilai C.R. belum dapat mencapai nilai kritisnya pada tingkat signifikansi p>
0,05, maka hipotesis yang diajukan ditolak.
pengaruh Brand..., Fahriza Syah Azzi, FE UI, 2013
Tabel 4.13
Regression of Weights
Regression of weights
Estimate S.E.
C.R.
P
Ext
<--- Guarantee
0,397
0,171
2,316
0,021
Recomm <--- Guarantee
0,755
0,221
3,413
0,000
Price
0,306
0,120
2,547
0,011
0,486
0,155
3,134
0,002
0,393
0,178
2,215
0,027
0,315
0,110
2,849
0,004
0,341
0,166
2,051
0,040
0,090
0,201
-0,447
0,655
Ext
recomm
<--- Guarantee
Personal
<--- Identification
Personal
<--- Identification
recomm
Personal
<--- Identification
Social
<--- Identification
Social
<--- Identification
Price
Social
<--- Identification
0,263
0,113
2,322
0,020
Ext
<--- Status
0,228
0,111
2,052
0,040
recomm
<--- Status
0,134
0,137
-0,978
0,328
Price
<--- Status
0,162
0,077
2,093
0,036
Price
Ext
Berdasarkan tabel 4.14 di atas mengenai hasil dari penelitian, maka implikasi yang dapat
dijelaskan pada penelitian ini adalah:
1.
Pengaruh brand association (asosiasi merek ) dengan fungsi guarantee (garansi) terhadap consumer
response (respon konsumen):
a. Hipotesis H1a menyatakan bahwa guarantee (garansi) berpengaruh positif terhadap brand
extension (perluasan merek). Hasil pengujian SEM yang terlihat pada tabel 4.13 dan 4.14,
diketahui nilai C.R. yang melebihi nilai kritisnya (1,645) yaitu sebesar 2,316 dan nilai P < 0,05 yaitu
0,021. Hal ini berarti
hipotesis H1a didukung, dimana variable guarantee (garansi) memiliki
pengaruh signifikan dan berdampak positif terhadap variabel brand extension (perluasan merek).
Hasil penelitian ini mendukung regularitas fenomena pada studi terdahulu (del Rio, 2001).
pengaruh Brand..., Fahriza Syah Azzi, FE UI, 2013
b. Hipotesis H1b menyatakan bahwa guarantee (garansi) berpengaruh positif terhadap
recommendation (rekomendasi merek). Hasil pengujian SEM yang terlihat pada tabel 4.13 dan
4.14, diketahui nilai C.R. yang melebihi nilai kritisnya (1,645) yaitu sebesar 3,413 dan nilai P < 0,05
sebesar 0,000. Hal ini berarti
hipotesis H1b didukung, dimana variable guarantee (garansi)
memiliki pengaruh signifikan dan berdampak positif terhadap variabel recommendation
(rekomendasi merek). Hasil penelitian ini mendukung regularitas fenomena pada studi terdahulu (del
Rio, 2001).
c. Hipotesis H1c menyatakan bahwa guarantee (garansi) berpengaruh positifterhadap price
premium (harga premium). Hasil pengujian SEM yang terlihat pada tabel 4.13 dan 4.14, diketahui
nilai C.R. yang melebihi nilai kritisnya (1,645) yaitu sebesar 2,547 dan nilai P < 0,05 yaitu 0,011.
Hal ini berarti hipotesis H1c didukung, dimana variable guarantee (garansi) memiliki pengaruh
signifikan dan berdampak positif terhadap variabel recommendation (rekomendasi merek). Hasil
penelitian ini mendukung regularitas fenomena pada studi terdahulu (del Rio, 2001).
d. Hipotesis H2a menyatakan bahwa personal identification (identifikasi personal) berpengaruh
positifterhadap brand extension (perluasan merek). Hasil pengujian SEM yang terlihat pada tabel
tabel 4.13 dan 4.14, diketahui nilai C.R. yang melebihi nilai kritisnya (1,645) yaitu sebesar 3,134 dan
nilai P < 0,05 yaitu 0,002. Hal ini berarti hipotesis H2a didukung, dimana variable personal
identification (identifikasi personal) memiliki pengaruh signifikan dan berdampak positif terhadap
variabel brand extension (perluasan merek). Hasil penelitian ini tidak mendukung regularitas
fenomena pada studi terdahulu (del Rio, 2001), hal ini bisa disebabkan karena produk yang berbeda
dengan studi terdahulu yaitu sepatu, sedangkan produk yang diteliti sekarang adalah produk telepon
genggam (handphone)dan juga perbedaan kharakteristik penduduk.
e. Hipotesis H2b menyatakan bahwa personal identification (identifikasi personal) berpengaruh
positif terhadap recommendation (rekomendasi merek). Hasil pengujian SEM yang terlihat pada
tabel tabel 4.13 dan 4.14, diketahui nilai C.R. yang melebihi nilai kritisnya (1,645) yaitu sebesar
2,215 dan nilai P < 0,05 yaitu 0,027. Hal ini berarti hipotesis H2b didukung, dimana variable
personal identification (identifikasi personal) memiliki pengaruh signifikan dan berdampak positif
terhadap variabel recommendation (rekomendasi merek). Hasil penelitian ini mendukung regularitas
fenomena pada studi terdahulu (del Rio, 2001).
f.
Hipotesis H2c menyatakan bahwa personal identification (identifikasi personal) berpengaruh
positifterhadap premium price (harga yang premium). Hasil pengujian SEM yang terlihat pada
tabel 4.13 dan 4.14, diketahui nilai C.R. yang melebihi nilai kritisnya (1,645) yaitu sebesar 2,849 dan
pengaruh Brand..., Fahriza Syah Azzi, FE UI, 2013
nilai P < 0,05 yaitu 0,004. Hal ini berarti hipotesis H2c didukung, dimana variable personal
identification (identifikasi personal) memiliki pengaruh signifikan dan berdampak positif terhadap
variabel premium price (harga yang premium). Hasil penelitian ini tidak mendukung regularitas
fenomena pada studi terdahulu (del Rio, 2001), hal ini juga bisa disebabkan oleh perbedaan produk
penelitian yang dilakukan oleh penelitian sebelumnya dan juga kharakteristik konsumen Indonesia
yang rata-rata konsumennya mempunyai sifat konsumerisme yang cukup tinggi. Terbukti dengan
harga Apple iPhone yang dirilis di Indonesia dengan harga yang tidak murah, konsumen yang fanatik
tetap membelinya.
g. Hipotesis H3a menyatakan bahwa social identification (identifikasi social) berpengaruh
positifterhadap brand extension (perluasan merek). Hasil pengujian SEM yang terlihat pada tabel
tabel 4.13 dan 4.14, diketahui nilai C.R. yang melebihi nilai kritisnya (1,645) yaitu sebesar 2,051 dan
nilai P < 0,05 yaitu 0,040. Hal ini berarti
hipotesis H3a didukung, dimana variable social
identification (identifikasi social) memiliki pengaruh signifikan dan berdampak positif terhadap
variabel brand extension (perluasan merek). Hasil penelitian ini mendukung regularitas fenomena
pada studi terdahulu (del Rio, 2001.
h. Hipotesis H3b menyatakan bahwa social identification (identifikasi social) berpengaruh positif
terhadap recommendation (rekomendasi merek). Hasil pengujian SEM yang terlihat pada tabel
4.13 dan 4.14, diketahui nilai C.R. yang melebihi nilai kritisnya (1,645) yaitu sebesar -0,411 dan
nilai P > 0,05 yaitu 0,655 . Hal ini berarti
identification
(identifikasi
sosial)
tidak
hipotesis H3b ditolak, dimana variable social
memiliki
pengaruh
signifikan
terhadap
variabel
recommendation (rekomendasi merek). Hal ini disebabkan pada produk yang premium (high end),
ketika sebuah produk menjadi tren di lingkungan pergaulan, pengguna enggan untuk
merekomendasikan produk tersebut, sebuah produk menjadi tren karena konsumen merasa produk
tersebut cocok dengan mereka bukan karena rekomendasi. Hasil penelitian ini mendukung
regularitas fenomena pada studi terdahulu (del Rio, 2001).
i.
Hipotesis H3c menyatakan bahwa social identification (identifikasi sosial) berpengaruh
positifterhadap premium price (harga yang premium). Hasil pengujian SEM yang terlihat pada
tabel 4.13 dan 4.14, diketahui nilai C.R. yang melebihi nilai kritisnya (1,645) yaitu sebesar 2,322 dan
nilai P < 0,05 yaitu 0,020. Hal ini berarti
hipotesis H3c didukung, dimana variable social
identification (identifikasi sosial) memiliki pengaruh signifikan dan berdampak positif terhadap
variabel premium price (harga yang premium). Hasil penelitian ini mendukung regularitas fenomena
pada studi terdahulu (del Rio, 2001).
pengaruh Brand..., Fahriza Syah Azzi, FE UI, 2013
j.
Hipotesis H4a menyatakan bahwa status berpengaruh positifterhadap brand extension
(perluasan merek). Hasil pengujian SEM yang terlihat pada tabel 4.13 dan 4.14, diketahui nilai C.R.
yang melebihi nilai kritisnya (1,645) yaitu sebesar 2,052 dan nilai P < 0,05 yaitu 0,040. Hal ini
berarti
hipotesis H3a didukung, dimana variable status memiliki pengaruh signifikan dan
berdampak positif terhadap variabel brand extension (perluasan merek).Hasil penelitian ini
mendukung regularitas fenomena pada studi terdahulu (del Rio, 2001).
k. Hipotesis H4b menyatakan bahwa status berpengaruh positifterhadap recommendation
(rekomendasi merek). Hasil pengujian SEM yang terlihat pada tabel 4.13 dan 4.14, diketahui nilai
C.R. yang melebihi nilai kritisnya (1,645) yaitu sebesar -0,978 dan nilai P > 0,05 yaitu 0,328. Hal ini
berarti hipotesis H4b ditolak, dimana variable status tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap
variabel recommendation (rekomendasi merek). Hal ini dikarenakan sifat psikologis manusia di
mana barang yang memberikan nilai prestige yang tinggi justru tidak direkomendasikan secara
langsung oleh penggunanya, demikian yang terjadi pada produk Apple iPhone. Hasil penelitian ini
mendukung regularitas fenomena pada studi terdahulu (del Rio, 2001).
l.
Hipotesis H4c menyatakan bahwa status berpengaruh positifterhadap premium price (harga
yang premium). Hasil pengujian SEM yang terlihat pada tabel 4.13 dan 4.14, diketahui nilai C.R.
yang melebihi nilai kritisnya (1,645) yaitu sebesar 2,093 dan nilai P < 0,05 yaitu 0,036. Hal ini
berarti hipotesis H4c didukung, dimana variable status memiliki pengaruh signifikan dan
berdampak positif terhadap variabel premium price (harga yang premium). Hasil penelitian ini
mendukung regularitas fenomena pada studi terdahulu (del Rio, 2001).
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data yang telah dibahas dalam bab 4, peneliti
mendapatkan beberapa hasil penelitian untuk menjawab permasalahan penelitian yang peneliti ajukan.
Adapun kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Jaminan mutu (guarantee) terbukti memiliki pengaruh positif terhadap perluasan merek (brand
extension). Hal ini menunjukkan nilai jaminan mutu yang dimiliki oleh suatu merek
mempengaruhi konsumen untuk membeli produk lain dari merek yang sama.
2. Jaminan mutu (guarantee) terbukti memiliki pengaruh positif terhadap rekomendasi merek
(brand recommendation). Hal ini menunjukkan bahwa nilai jaminan mutu yang tinggi yang
pengaruh Brand..., Fahriza Syah Azzi, FE UI, 2013
dimiliki suatu merek akan mempengaruhi konsumen untuk merekomendasikan merek tersebut ke
orang lain.
3. Jaminan mutu (guarantee) terbukti memiliki pengaruh positif terhadap kesediaan konsumen
untuk membayar lebih tinggi (price premium). Hal ini menunjukkan bahwa nilai jaminan mutu
yang tinggi dari suatu merek mempengaruhi konsumen untuk mau membayar produk tersebut
dengan harga yang lebih tinggi dibanding merek lain.
4. Identifikasi personal (personal identification) terbukti memiliki pengaruh positif terhadap
perluasan merek (brand extension). Hal ini menunjukkan bahwa identifikasi personal akan
mempengaruhi konsumen untuk membeli jenis produk lain dari merek yang sama.
5. Identifikasi personal (personal identification) terbukti memiliki pengaruh positif terhadap
rekomendasi merek (brand recommendation). Hal ini menunjukkan bahwa identifikasi personal
akan mempengaruhi konsumen untuk merekomendasikan merek tersebut ke orang lain.
6. Identifikasi personal (personal identification) terbukti memiliki pengaruh positif terhadap
kesediaan konsumen untuk membayar lebih tinggi (price premium). Hal ini menunjukkan bahwa
identifikasi personal akan mempengaruhi konsumen untuk mau membayar produk tersebut
dengan harga yang lebih tinggi dibanding merek lain.
7. Identifikasi sosial (social identification) terbukti memiliki pengaruh positif terhadap perluasan
merek (brand extension). Hal ini menunjukkan bahwa identifikasi sosial akan mempengaruhi
konsumen untuk membeli jenis produk lain dari merek yang sama.
8. Identifikasi sosial (social identification) tidak terbukti memiliki pengaruh positif terhadap
rekomendasi merek (brand recommendation). Hal ini menunjukkan bahwa identifikasi sosial
tidak mempengaruhi konsumen untuk merekomendasikan merek tersebut ke orang lain.
9. Identifikasi sosial (social identification) terbukti memiliki pengaruh positif terhadap kesediaan
konsumen untuk membayar lebih tinggi (price premium). Hal ini menunjukkan bahwa identifikasi
sosial akan mempengaruhi konsumen untuk mau membayar produk tersebut dengan harga yang
lebih tinggi dibanding merek lain.
10. Status terbukti memiliki pengaruh positif terhadap perluasan merek (brand extension). Hal ini
menunjukkan bahwa nilai status yang didapatkan saat menggunakan produk dari suatu merek
akan mempengaruhi konsumen untuk membeli jenis produk lain dari merek yang sama.
11. Status tidak terbukti memiliki pengaruh positif terhadap rekomendasi merek (brand
recommendation). Hal ini menunjukkan bahwa nilai status yang didapatkan saat menggunakan
produk dari suatu merek tidak mempengaruhi konsumen untuk merekomendasikan merek
tersebut ke orang lain.
pengaruh Brand..., Fahriza Syah Azzi, FE UI, 2013
12. Status terbukti memiliki pengaruh positif terhadap kesediaan konsumen untuk membayar lebih
tinggi (price premium). Hal ini menunjukkan bahwa nilai status yang didapatkan saat
menggunakan produk dari suatu merek akan mempengaruhi konsumen untuk mau membayar
produk tersebut dengan harga yang lebih tinggi dibanding merek lain.
Saran
Berdasarkan hasil akhir penelitian ini, peneliti memberikan saran kepada pihak yang dianggap
memerlukan, yakni kepada Apple Inc sebagai pemasar smartphone iPhone, dan peneliti selanjutnya.
5.2.1
1.
Saran Untuk Pemasar
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa jaminan mutu menjadi atribut yang positif
terhadap respon konsumen untuk menerima perluasan merek, merekomendasikan merek, dan
kemauan untuk membayar harga premium, maka disarankan kepada Apple Inc untuk segera
membuka Apple Store resmi di kota-kota besar di Indonesia. Karena dengan membuka Apple
Store yang resmi, Apple Inc dapat melengkapi jaminan mutu yang dimiliki produknya dengan
jaminan garansi produk secara langsung kepada konsumen. Hal ini juga dapat mempermudah
bagi Apple untuk melakukan perluasan merek dengan menjual produk lainnya di Apple Store
resmi tersebut.
2.
Apple Inc juga dapat mempertimbangkan untuk meningkatkan lama garansi yang diberikan
kepada konsumen. Dengan demikian Apple dapat memberikan image yang lebih kuat kepada
konsumen bahwa produk yang mereka luncurkan memiliki mutu yang handal dan terjamin.
3.
Merujuk kepada hasil penelitian yang menunjukkan bahwa identifikasi personal, identifikasi
sosial, dan status memiliki pengaruh positif terhadap kesediaan konsumen untuk membayar harga
premium pada produk iPhone, maka dapat disimpulkan bahwa konsumen menganggap produk
iPhone sebagai produk eksklusif dan menjadi daya tarik untuk memilikinya karena dapat
memberikan prestige tersendiri. Sehingga disarankan kepada Apple untuk tetap mempertahankan
image tersebut, dengan tetap bertarung pada pasar smartphone high end meskipun ada godaan
untuk ikut memasuki pasar smartphone low end dan mid end seperti yang dilakukan oleh para
kompetitornya.
pengaruh Brand..., Fahriza Syah Azzi, FE UI, 2013
Download