1 Problematika Pendidikan Pendidikan merupakan hal yang sangat strategis dalam menentukan arah kemajuan suatu bangsa. Dengan pendidikan yang bermutu, penyiapan sumber daya manusia akan menjadi terarah sesuai dengan kualitas yang dikehendaki untuk mendorong kemajuan suatu bangsa. Usaha-usaha dalam meningkatkan mutu pendidikan pada hakekatnya adalah merupakan realisasi dari seluruh manusia, masyarakat dan bangsa Indoesia secara Universal menginginkan agar dapat menciptakan kondisi atau iklim pendidikan yang lebih kondusif, baik pada saat sekarang maupun pada era yang akan datang. Hal ini sebagaimana yang telah dituangkan di dalam tujuan pendidikan Nasional kita, yang terdapat pada Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 4 yang berbunyi : Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, meliputi pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. (Undang-undang RI No. 2 Tahun 1989 Pasal 4 : 6) Untuk mencapai tujuan pendidikan yang sedemikian kompleksnya, maka harus ada kerja sama yang lebih antara lain orang tua, masyarakat luas, pemerintah dan berbagai kelompok organisasi lainnya. Semua itu mempunyai hak dan kewajiban untuk menciptakan 2 citra pendidikan supaya berkualitas. Sekolah hanya sebagai lembaga pelaksana pendidikan secara formal. Perbedaan penekanan pendidikan pendidikan dengan terhadap pengajar pembentukan terletak pada kesadaran dan kepribadian anak didik di samping transfer ilmu dan keahlian. Dengan proses semacam ini suatu bangsa atau negara dapat mewariskan nilainilai keagamaan, kebudayaan, pemikiran dan keahlian kepada generasi mudanya, sehingga mereka betul-betul siap menyongsong kehidupan di era mendatang. Ki Hajar Dewantara, tokoh pendidikan nasional Indonesia menyatakan bahwa Pendidikan pada umumnya berarti daya upaya untuk memajukan budi pekerti (kekuatan batin), pikiran (intelek), dan jasmani anak-anak, selaras dengan alam dan masyarakat. (Azyumardi Azra, 2001 :4). Jadi tujuan pendidikan Islam tidak lepas dari tujuan hidup manusia dalam Islam : yaitu untuk menciptakan pribadi-pribadi hamba Allah yang selalu bertaqwa kepada-Nya, dan dapat mencapai kehidupan yang berbahagia di dunia dan akherat. Dalam konteks sosial masyarakat, bangsa dan negara, maka apabila yang bertaqwa ini menjadi “Rahmatan Lil „Alamin”, baik dalam skala kecil maupun besar. Tujuan hidup manusia dalam Islam inilah yang disebut juga sebagai tujuan akhir pendidikan Islam. Berkaitan dengan perkembangan IPTEK lembaga dalam Islam harus ditingkatkan baik dalam sistem maupun muatan pendidikan yang harus dapat memenuhi kebutuhan dunia modern antara lain dalam bentuk kurikulum yang berbobot dan menarik serta metodologi yang tepat. 3 Salah satu faktor yang menentukan kualitas pendidikan adalah diselenggarakannya pembelajaran yang dirancang secara sistematis sesuai kaidah-kaidah pembelajaran yang efektif. Guru memegang peran penting yang menentukan dalam penyelenggaraan pembelajaran berkualitas. Guru harus mampu bertindak sebagai perancang (desainer) sekaligus pelaksana proses pembelajaran. Sebagai perancang pembelajaran, guru perlu memiliki penguasaan yang baik atas prinsipprinsip perancang pembelajaran. Karena pembelajaran adalah merupakan sistem, maka perancang pembelajaran seharusnya dilakukan secara sistemik (menggunakan pendekatan sistem). Dalam kerangka merancang pembelajaran inilah, maka pemilih strategi pembelajaran harus mendapatkan perhatian secara seksama untuk menciptakan pengelolaan proses belajar mengajar yang efektif. Maka dalam proses belajar-mengajar, guru harus memiliki strategi, agar siswa dapat belajar secara efektif dan efisien, mengenai pada tujuan yang diharapkan. Salah satu lagkah untuk memiliki strategi itu ialah harus menguasai teknik-teknik pengajaran, atau biasanya disebut metode mengajar. Model Hackbarth (1996 : 20) menampilkan 18 langkah. Empat yang pertama adalah : (1) Menggambarkan apa yang ingin diketahui siswa atau menetapkan tujuan pembelajaran, (2) Menaksir hal-hal yang sudah dikuasai siswa, (3) merancang tes prestasi belajar, dan (4) Mengidentifikasikan strategi pembelajaran yang efektif. Dasar-dasar konseptual pengembangan strategi pembelajaran harus dikuasai secara baik oleh para guru agar setiap pilihan yang dijatuhkan mempunyai pijakan yang kuat yang berorientasi pada pencapaian hasil pembelajaran yang berkualitas. Berdasarkan modal perancang pembelajaran tersebut, pengembangan strategi pembelajaran 4 harus mengacu pada tujuan pembelajaran sekaligus juga mempertimbangkan kondisi peserta didik. Dengan pemahaman seperti itu, berarti keefektifan setiap strategi pembelajaran sangat ditentukan oleh ketepatan pemilihan strategi dikaitkan dengan keunikan dari masing-masing tujuan pembelajaran dan kondisi siswa. Ini berarti bahwa tidak ada metode atau strategi yang efektif untuk semua jenis tujuan pembelajaran dan semua kondisi siswa. Di samping kedua hal tersebut, pemilihan strategi pembelajaran juga tergantung pada teori belajar dan pembelajaran yang dijadikan dasar pijakan dalam melakulan pilihan strategi. Berhubung teori belajar dan pembelajaran secara terus menerus mengalami perkembangan, maka pengembangan atau pemilihan strategi pembelajaran harus pula mengikuti perubahanperubahan menyangkut teori-teori belajar dan pembelajaran yang terus berkembang tersebut. Dalam memilih strategi pembelajaran, seorang guru harus mampu memberikan bantuan kepada siswa dalam belajar. Pemahaman bahwa mengajar adalah membantu siswa dalam belajar berarti memandang mengajar merupakan kegiatan yang bertumpu pada peserta didik. Merekalah yang mempunyai tanggung jawab atas kegiatan belajarnya termasuk materi yang dipelajari. Tujuan guru adalah sebagai motivator tumbuhnya minat peserta didik. Tugas pengajar adalah membantu proses belajar pada diri peserta didik baik dengan menyediakan materi maupun dalam memberikan bimbingan mengenai hal-hal yang bersifat konseptual. Mengelola pembelajaran secara efektif merupakan tantangan profesi yang cukup berat. Baik guru maupun siswa memiliki perbedaan minat, latar belakang, kemampuan, maupun harapan-harapan. Banyak ahli pendidikan berusaha mengidentifikasi perbedaan-perbedaan 5 tersebut, kemudian menciptakan strategi-strategi pembelajaran yang memungkinkan untuk membantu peserta didik belajar mulai dari tahapan yang mudah hingga yang kompleks, mulai dari menghapal fakta-fakta sampai tingkatan keterampilan intelektual yang lebih tinggi misalnya berpikir kritis. Usaha untuk memahami dan meningkatkan keefektifan pembelajaran haruslah diawali dengan upaya untuk memahami bagaimana peserta didik belajar. Teknik penyajian pembelajaran adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar yang dipergunakan oleh guru atau instruktur (Roestiyah NK, 1991 : 1). Agar pelajaran tersebut dapat ditangkap, dipahami dan digunakan oleh siswa dengan baik. Di dalam kenyataan cara atau metode mengajar, teknik penyajian yang digunakan guru untuk menyampaikan pesan kepada siswa berbeda dengan cara yang ditempuh untuk memantapkan siswa dalam menguasai pengetahuan, keterampilan serta sikap. Rumusan tujuan instruksional yang dibuat guru tidak selalu hanya satu tujuan, bahkan beberapa tujuan. Untuk mencapai tujuan yang berbeda itu, maka guru memerlukan beberapa teknik penyajian pula yang digunakan agar ada variasi, lebih-lebih lagi dalam mencapai tujuan pendidikan secara universal, sekaligus kualitasnya. Guru dalam dunia pendidikan atau dalam proses belajar mengajar keberadaan dituntut semaksimal mungkin dapat menciptakan supaya bagaimana siswa dapat belajar dengan mudah dan terdorong oleh kemauannya sendiri untuk mempelajari apa yang teraktualisasikan dalam kurikulum sebagai kebutuhan peserta didik. Proses pembelajaran berupaya menjabarkan nilai-nilai yang terkandung di dalam kurikulum dengan menganalisis tujuan 6 pembelajaran dan karakteristik isi bidang studi Qur’an Hadits yang selanjutnya guru dapat melakukan kegiatan untuk memilih, menetapkan dan mengembangkan cara-cara atau strategi pembelajaran yang tepat untuk mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan sesuai dengan kondisi yang ada, agar materi bidang studi Qur’an Hadits dapat diaktualisasikan dalam proses pembelajaran dan siswa termotivasi, sehingga hasil belajar terwujud dalam diri peserta didik. Untuk itu, maka strategi, metode, dan teknik pembelajaran yang digunakan harus disesuaikan dengan karakteristik materi ajaran, karakteristik siswa, karakteristik guru, dan kondisi nyata sumber daya yang tersedia di sekolah serta lingkungan sekitarnya. Pembelajaran menurut Muhaimin, terdapat tiga komponen utama yang saling berpengaruh dalam proses pendidikan agama, yaitu (1) Kondisi pembelajaran pendidikan agama, (2) Metode pembelajaran pendidikan agama, (3) Hasil pembelajaran pendidikan agama. (Muhaimin, et.al, 2001 : 145). Untuk mencapai tujuan pendidikan, guru selaku fasilisator dalam proses belajar mengajar perlu menerapkan metode yang bervariasi gunanya adalah untuk mengatasi kebosanan murid dalam menerima materi pelajaran dan diharapkan situasi belajar mengajar, murid senantiasa menunjukan ketekunan, antusiasme, serta penuh partisipasi. Menerapkan metode yang bervariasi memiliki tujuan dan manfaat, sebagai mana yang dijelaskan oleh Moh. Uzer Usman sebagai berikut : 1. Untuk menimbulkan dan meningkatkan perhatian siswa kepada aspek-aspek belajar mengajar yang relevan 7 2. Untuk memberi kesempatan bagi perkembangan bakat ingin mengetahui dan menyelidiki pada siswa tentang hal-hal yang baru. 3. Untuk memupuk tingkah laku positif terhadap guru dan sekolah dengan berbagai cara mengajar yang lebih hidup dan lingkungan belajar yang lebih baik. 4. Guna memberi kesempatan kepada siswa untuk memperoleh cara menerima pelajaran yang disenanginya. (Moh. Uzer Usman, 2001 : 84) Prinsip-prinsip penggunaan variasi dalam proses belajar mengajar menurut Moh. Uzer Usman adalah : 1. Variasi hendaknya digunakan dengan suatu maksud tertentu yang relevan dengan tujuan yang hendak dicapai. 2. Variasi harus digunakan secara lancar dan berkesinambungan sehingga tidak akan merusak perhatian siswa dan tidak mengganggu pelajaran. 3. Direncanakan secara baik, dan secara eksplisit dicantumkan dalam rencana pelajaran atau satuan pelajaran. (Moh. Uzer Usaman, 2001 : 85) Berdasarkan observasi sementara dari peneliti terhadap gambaran proses pembelajaran Qur’an Hadits di MAN Model Jambi masih rendah dalam menerapkan suatu strategi atau metode yang bervariatif, serta selalu monoton yang diterapkan pada proses pembelajaran Qur’an Hadits dengan hanya menggunakan metode ceramah dan hafalan saja oleh guru-guru mata pelajaran Qur’an Hadits di MAN Model Jambi. Madrasah Aliyah Negeri Model Jambi adalah suatu lembaga Pendidikan Tingkat Menengah Atas yang berada di bawah naungan Departemen Agama Republik Indonesia. 8 Madrasah Aliyah Negeri Model Jambi terletak di Jalan Aditiawarman The Hok Kota Jambi. Didirikan pada tahun 1991/1992 sebagai alih fungsi dari Pendidikan Guru Agama Negeri (PGAN). Dan pada tahun pembelajaran 1998/1999 melalui surat keputusan Dirjen Bimbingan Islam Departemen IV/PP.00.6/KEP/17A/1998 tertanggal RI 20 Nomor Februari 1998 : F. status Madrasah Aliyah Negeri Jambi berfungsi menjadi Madrasah Aliyah Negeri Model jambi. (Dokumentasi MAN Model jambi, 2-11-2002). Dengan permasalahan di atas itulah sebagai dasar peneliti mengangkat judul tesis ini. Peneliti tesis ini pada intinya adalah apakah strategi guru dalam proses pembelajaran dapat meningkatkan motivasi belajar siswa pada pembelajaran Qur’an Hadits di MAN Model Jambi. 9 Strategi Belajar Mengajar A. Konsep Strategi Belajar Mengajar 1. Pengertian Strategi Belajar Mengajar Secara umum strategi mempunyai pengertian sebagai suatu garis besar haluan dalam bertindak untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan. Dihubungkan dalam belajar mengajar, strategi bisa diartikan sebagai pola umum kegiatan guru-murid dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah digariskan. Istilah strategi mula-mula dipakai di kalangan militer dan diartikan sebagai seni dalam merancang (operasi) peperangan, terutama yang erat kaitannya dengan gerakan pasukan dan navigasi ke dalam posisi perang yang dipandang paling menguntungkan untuk memperoleh kemenangan. Penetapan strategi tersebut harus didahului oleh analisis kekuatan musuh yang meliputi jumlah personal, kekuatan persenjataan, kondisi lapangan, posisi musuh, dan sebagainya. Dalam perwujudannya, strategi itu akan dikembangkan dan dijabarkan lebih lanjut menjadi tindakantindakan nyata dalam medan pertempuran. Dewasa ini istilah strategi banyak dipinjam oleh bidangbidang ilmu lain, termasuk bidang ilmu pendidikan. Dalam kaitannya dengan belajar mengajar, pemakaian istilah strategi dimaksudkan sebagai daya upaya guru dalam menciptakan suatu sistem lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses mengajar. Maksudnya agar tujuan pengajaran yang telah dirumuskan dapat 10 tercapai secara berdaya guna dan berhasil guna, guru dituntut memiliki kemampuan mengatur cara umum komponen-komponen pengajaran sedemikian rupa sehingga terjalin ketertarikan fungsi antara komponen pengajar dimaksud. Dengan rumus lain, dapat juga dikemukakan bahwa strategi berarti pilihan pola kegiatan belajar mengajar yang diambil untuk mencapai tujuan secara efektif. Untuk melaksanakan tugas secara profesional, guru memerlukan wawasan yang mantap tentang kemungkinan-kemungkinan strategi belajar mengajar yang sesuai dengan tujuan belajar yang telah dirumuskan, baik dalam arti efek instruksional (Tujuan belajar yang dirumuskan secara eksplisit dalam proses belajar mengajar), maupun dalam arti efek pengiring (Hasil ikatan yang didapat dalam proses belajar, misalnya kemampuan berfikir kritis, kreatif, sikap terbuka setelah siswa mengikuti diskusi kelompok kecil dalam proses belajarnya. (Abu Ahmadi, Joko Tri prasetya, 1997 : 11). Strategi belajar mengajar bukanlah berarti strategi belajar bagaimana cara mengajar, melainkan strategi belajar dan strategi mengajar dengan meletakkan ke dua aktivitas subyek-didik dan pendidik dalam suatu konteks dimana tekanan lebih diletakkan pada aktivitas belajar subyek-didik. Strategi sebagai istilah banyak digunakan orang. Dalam arti umum strategi adalah suatu penataan potensi dan sumber daya agar dapat efisien memperoleh hasil sesuai rancangan. Dekat dengan istilah tersebut adalah taktik atau siasat. Siasat merupakan pemanfaatan optimal situasi dan kondisi untuk menjangkau sasaran. Dalam militer strategi digunakan untuk memenangkan suatu peperangan, sedangkan taktik digunakan untuk memenangkan pertempuran. 11 Strategi belajar-mengajar berarti bagaimana menata potensi (subyek-didik, pendidik) dan sumber daya (sarana, biaya, prasarana) agar suatu program dapat dimanfaatkan secara optimal, atau sesuatu matapelajaran/matakuliah dapat mencapai tujuanya; sedangkan taktik belajar-mengajar adalah suatu penataan atau pengelolaan kondisi dan situasi instruksional dan non-instruksional agar tujuan belajar-mengajar tercapai secara efisien. (Noeng Muhajir, 2000 : 138 : 139). Menurut Syaiful Bahri Djamarah (2002 : 5) strategi belajar mengajar mempunyai pengertian suatu garis-garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah ditentukan. Dihubungkan dengan belajar megajar, strategi bisa diartikan sebagai “Pola-pola umum kegiatan guru anak didik dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah digariskan”. Adapun empat strategi dasar dalam belajar mengajar yang meliputi hal-hal berikut : a. Mengidentifikasi serta menetapkan spesifikasi dan kualifikasi perubahan tingkah laku dan kepribadian anak didik sebagaimana yang diharapkan. b. Memilih sistem pendekatan belajar mengajar berdasarkan aspirasi dan pandangan hidup masyarakat. c. Memilih dan menetapkan prosedur, metode, dan teknik belajar mengajar yang dianggap paling tepat dan efektif sehingga dapat dijadikan pegangan oleh guru dalam menunaikan kegiatan mengajar. d. Menetapkan norma-norma dan batas minimal keberhasilan atau kriteria serta standar keberhasilan sehingga dapat dijadikan 12 pedoman oleh guru dalam melakukan evaluasi hasil kegiatan belajar mengajar yang selanjutnya akan dijadikan umpanbalik buat penyempurnaan sistem instruksional yang bersangkutan secara keseluruhan. Dari uraian di atas tergambar bahwa ada empat masalah pokok yang sangat penting yang dapat dan harus dijadikan pedoman buat pelaksanaan kegiatan belajar mengajar agar berhasil sesuai dengan yang diharapkan. 13 Klasifikasi Strategi Belajar Mengajar Klasifikasi Strategi Belajar Mengajar Menurut Tabrani Rusyan dkk, terdapat berbagai masalah sehubungan dengan strategi belajar mengajar yang secara keseluruhan diklasifikasi sebagai berikut : a. Konsep Dasar Strategi Belajar Mengajar Konsep dasar strategi belajar mengajar ini meliputi hal-hal : 1) menetapkan spesifikasi dan kualifikasi perubahan tingkah laku, 2) menetapkan pilihan berkenaan dengan pendekatan terhadap masalah belajar mengajar, 3) memilih prosedur, metode dan teknik belajar mengajar, dan 4) menerapkan norma dan kriteria keberhasilan kegiatan belajar mengajar. b. Sasaran Kegiatan Belajar Mengajar Setiap kegiatan belajar mengajar mempunyai sasaran dan tujuan. Tujuan itu bertahap dan berjenjang mulai dari yang sangat operasional dan konkret, yakni Tujuan Instruksional Khusus dan Tujuan Instruksional Umum, tujuan nasional, sampai kepada tujuan yang bersifat universal. Persepsi guru atau persepsi anak didik mengenai sasaran akhir kegiatan belajar mengajar akan mempengaruhi persepsi mereka terhadap sasaran-antara serta sasaran-kegiatan. Sasaran itu harus diterjemahkan ke dalam ciri-ciri perilaku kepribadian yang didambakan. Pada tingkat sasaran atau tujuan yang universal, manusia yang diidamkan tersebut harus memiliki 14 kualifikasi ; 1) pengembangan bakat secara optimal, 2) hubungan antar manusia, 3) efisiensi ekonomi, dan 4) tanggung jawab selaku warga negara. Pandangan hidup para guru maupun anak didik akan turut mewarnai berkenaan dengan gambar karakteristik sasaran manusia idaman. Konsekuensinya akan mempengaruhi juga kebijakan tentang perencanaan pengorganisasian, serta penilaian terhadap kegiatan belajar mengajar. c. Belajar Mengajar Sebagai Suatu Sistem Belajar mengajar selaku suatu sistem instruksional mengacu kepada pengertian sebagai seperangkat komponen yang saling bergantung satu sama lain untuk mencapai tujuan. Selaku suatu sistem, belajar mengajar meiputi suatu komponen, antara lain tujuan, bahan, siswa, guru, metode, situasi dan evaluasi. Agar tujuan itu tercapai, semua komponen yang ada harus diorganisasikan sehingga antar sesama komponen terjadi kerja sama. Karena itu guru tidak boleh hanya memperhatikan komponen-komponen tertentu saja misalnya metode, bahan dan evaluasi saja, tetapi ia harus mempertimbangkan komponen secara keseluruhan. Berbagai persoalan yang biasa dihadapi oleh guru antara lain adalah : 1. Tujuan-tujuan apa yang mau dicapai; 2. Materi pelajaran apa yang diperlukan; 3. Metode, alat mana yang harus dipakai; 4. Proses apa yang akan ditempuh untuk melakukan evaluasi. Secara khusus dalam proses belajar mengajar guru berperan sebagai pengajar, pembimbing, perantara sekolah dengan 15 masyarakat, administrator. Dan lain-lain. Untuk itu wajar bila guru memahami dengan segenap aspek pribadi anak didik, seperti : 1) Kecerdasan dan bakat khusus; 2) Prestasi sejak permulaan sekolah; 3) Perkembangan jasmani dan kesehatannya; 4) Kecenderungan emosi dan karakternya; 5) Sikap dan minat belajar; 6) Cita-cita; 7) Kebiasaan belajar dan bekerja; 8) Hobi dan penggunaan waktu senggang; 9) Hubungan sosial di sekolah dan di rumah; 10) Latar belakang keluarga; 11) Lingkungan tempat tinggal; 12) Sifat-sifat khusus dan kesulitan anak didik Usaha untuk memahami anak didik ini bisa dilakukan melalui evaluasi. Selain itu guru mempunyai keharusan melaporkan perkembangan hasil belajar para siswa kepada kepala sekolah, orang tua, dan instansi yang terkait. d. Hakikat Proses Belajar Belajar adalah proses perubahan perilaku berkat pengalaman dan latihan. Artinya, tujuan kegiatan adalah perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut pengetahuan, keterampilan maupun sikap; bahkan meliputi segenap aspek organisasi atau pribadi. Kegiatan belajar mengajar seperti mengorganisasi pengalaman belajar, mengolah kegiatan belajar megajar, menilai proses dan hasil belajar, kesemuanya termasuk 16 dalam cakupan tanggung jawab guru. Jadi, hakikat belajar adalah perubahan. e. Entering Behavior Siswa Hasil kegiatan belajar mengajar tercermin dalam perbuatan perilaku, baik secara material-subtansial, struktural-fungsional, maupun secara behavior. Yang dipersoalkan adalah kepastian bahwa tingkat prestasi yang dicapai siswa itu apakah benar merupakan hasil kegiatan belajar mengajar yang bersangkutan. Untuk kepastiannya seharusnya guru mengetahui tentang karakteristik perilaku anak didik saat mereka mau masuk sekolah dan mulai dengan kegiatan belajar mengajar dilangsungkan, tingkat dan jenis karakteristik perilaku anak didik yang telah dimilikinya ketika mau mengikuti kegiatan belajar mengajar. Itulah yang dimaksudkan dengan Entering Behavior Siswa. Menurut Abin Syamsuddin, sebagaimana yang dikutip oleh Syaiful Bahri Djamarah (2002:12) entering behavior akan dapat diidentifikasikan dengan cara : 1) Secara tradisional, telah lazim para guru mulai dengan pertanyaan mengenai bahan yang pernah diberikan sebelum menyajikan bahan baru. 2) Secara inovatif, guru tertentu di berbagai lembaga pendidikan yang memiliki atau mampu mengembangkan instrumen pengukur prestasi belajar dengan memenuhi syarat, mengadakan pre-test sebelum mereka mulai mengikuti program belajar mengajar. Gambaran tentang entering behavior, ialah siswa banyak menolong guru yang antara lain : 17 a) Untuk mengetahui seberapa jauh kesamaan individual siswa dalam taraf kesiapannya, kematangan, serta tingkat penguasaan pengetahuan dan keterampilan dasar bagi penyajian bahan baku. b) Diketahuinya disposisi perilaku siswa tersebut akan dapat dipertimbangkan dan dipilih bahan, prosedur, metode, teknik serta alat bantu belajar mengajar yang sesuai. c) Dengan membandingkan nilai proses dengan nilai hasil pasca-tes, atau setelah menjalani program kegiatan belajar mengajar, guru akan mendapat petunjuk seberapa jauh dan seberapa banyak perubahan perilaku itu telah menjadi dalam diri siswa. Perbedaan antara nilai pasca-tes dengan pre-tes, baik secara kelompok maupun individual, merupakan indikator seperti atau hasil pencapaian yang nyata sebagai pengaruh dari proses belajar mengajar. Ada tiga dimensi dari entering behavior yang perlu diketahui oleh guru : 1) Batas-batas ruang lingkup materi pengetahuan yang telah dimiliki dan dikuasai oleh siswa. 2) Tingkat tahap materi pengetahuan, terutama kawasan polapola sambutan atau kemampuan yang telah dimiliki siswa. 3) Kesiapan dan kematangan fungsi-fungsi psikofisik. Sebelum merencanakan dan melaksanakan kegiatan mengajar, guru harus dapat menjawab pertanyaan : 1) Sejauh mana batasan-batasan materi pengetahuan yang telah dikuasai dan diketahui oleh siswa yang akan diajar. 2) Tingkat dan tahapan serta jenis kemampuan manakah yang telah dicapai dan dikuasai oleh siswa yang bersangkutan. 18 3) Apakah siswa sudah cukup siap dan matang untuk menerima bahan dan pola-pola perilaku yang akan diajarkan. 4) Berapa jauh motivasi dan minat belajar yang dimiliki oleh siswa sebelum belajar dimulai. f. Pola-pola Belajar Siswa Menurut Robert M. Gagne yang dikutip oleh Syaiful bahri Djamarah, (2002 : 13-14) membedakan pola-pola belajar siswa ke dalam delapan tipe, di mana yang satu merupakan persyaratan bagi lainnya yang lebih tinggi hierarkinya. Delapan tipe belajar dimaksudkan adalah : 1) Signal learning (belajar isyarat), 2) Stimulus-response learning (belajar stimulus-respons), 3) Shaining (rantai atau rangkaian), 4) Verbal association (asosiasi verbal), 5) Discrimination learning (belajar kriminasi), 6) Concept learning (belajar konsep), 7) Rule learning (belajar aturan), dan 8) Problem solving (memecahkan masalah). g. Memilih Sistem Belajar Mengajar Para ahli teori belajar telah mencoba mengembangkan berbagai cara pendekatan atau sistem pengajaran atau proses belajar mengajar. Berbagai sistem pengajaran yang menarik perhatian akhir-akhir ini adalah: enquiry-discovery approach, expositiory approach, mastery learning, dan hummanistic education. 1) Enquiry-Discovery Learning Enquiry-Discovery Learning adalah belajar mencari dan menemukan sendiri. Dalam sistem belajar mengajar ini guru menjadikan bahan pelajaran tidak dalam bentuk yang final, tetapi anak didik diberi peluang untuk mencari dan menemukannya sendiri dengan mempergunakan teknik 19 pendekatan pemecahan masalah. Secara garis besar produsennya adalah demikian : a) Simulation. Guru mulai bertanya dengan mengajarkan persoalan, atau menyuruh anak didik membaca atau mendengarkan uraian yang memuat permasalahan. b) Problem statement. Anak didik diberi kesempatan mengidentifikasi berbagai permasalahan. Sebagian besar memilihnya yang dipandang paling menarik dan fleksibel untuk dipecahkan. Permasalahan yang dipilih itu selanjutnya harus dirumuskan dalam bentuk pertanyaan, atau hipotesis, yakni pernyataan (Statement) sebagai jawaban sementara atas pertanyaan yang diajukan. c) Data Collection. Untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya hipotesis ini, anak didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan berbagai informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan nara sumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya. d) Data processing. Semua informasi hasil bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya, semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bia perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu. e) Verification, atau pembuktian. Berdasarkan hasil pegelolaan dan tafsir, atau informasi yang ada, pernyataan atau hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu itu kemudian dicek, apakah terjawab atau tidak, apakah terbukti atau tidak. 20 f) Generalization. Tahap selanjutnya berdasarkan hasil verifikasi tadi, anak didik belajar menarik kesimpulan atau generalisasi tertentu. Sistem belajar yang dikembangkan ini menggunakan landasan pemikiran pendekatan belajar mengajar. Hasil belajar dengan cara ini lebih mudah dihapal dan diingat, mudah ditransfer untuk memecahkan masalah. Pengetahuan dan kecakapan anak didik bersangkutan lebih jauh dapat menumbuhkan motivasi instrinsik, karena anak didik merasa puas atas penggunaannya sendiri. Pendekatan belajar mengajar ini sangat cocok untuk materi pelajaran yang bersifat kongnitif. Kelemahannya adalah memakan waktu yang cukup banyak, dan kalau kurang terpimpin atau kurang terarah dapat menjurus kepada kekacauan dan kekaburan atas materi yang dipelajari. (Syaiful Bahri Djamarah, 2002 : 21-23). 2) Ekspository Learning Dalam sistem ini guru menyajikan dalam bentuk yang telah dipersiapkan secara rapi, sistematis, dan lengkap sehingga anak didik tinggal menyimak dan mencernanya saja secara tertib dan teratur. Secara garis besar prosedur ini adalah : a) Preparasi. Guru mempersiapkan (preparasi) bahan selengkapnya secara sistematis dan rapi. b) Apersepsi. Guru bertanya atau memberikan uraian singkat untuk mengarah perhatian anak didik kepada materi yang akan diajarkan. 21 c) Presentase. Guru menyajikan bahan degan cara memberikan ceramah atau menyuruh anak didik membaca bahan yang telah disiapkan dari buku teks tertentu atau yang ditulis guru sendiri. d) Resitasi. Guru bertanya dan anak didik menjawab sesuai dengan bahan yang dipelajari, atau anak didik disuruh menyatakan kembali dengan kata-kata sendiri (resitasi) tentang pokok-pokok masalah yang telah dipelajari, baik yang dipelajari secara lisan maupun tulisan (Syaiful Bahri, 2002 : 21-23). 3) Mastery Learning Dari hasil berbagai studi menunjukkan bahwa hanya sebagian keci anak didik yang mampu menguasai bahan, yakin 90%-100% dari penyajian guru. Sebagian besar anak didik bervariasi antara 50%-80%, malah sebagian lagi ada yang lebih kecil dari penguasaannya terhadap bahan yang disajikan guru. Adanya variasi penguasaan bahan ini mencerminkan adanya variasi kemampuan para anak didik. Setiap anak didik akan mampu menguasi bahan kalau diberikan waktu atau kesempatan yang cukup untuk mempelajarinya, sesuai dengan kapasitas masing-masing anak didik. Dengan demikian, taraf atau tingkatan belajar itu pada dasarnya merupakakn fungsi dari proporsisi waktu yang disediakan untuk belajar dengan waktu yang diperlukan untuk belajar oleh setiap anak didik. Tidak menyangkal bahwa ada faktor dominan lain yang berpengaruh terhadap taraf penguasaan belajar itu, yaitu antara kualitas pengajar dengan taraf kemampuan anak didik untuk 22 memahami pelajaran itu. Selain itu faktor motivasi juga amat berpengaruh. Karena itu, kalau guru menghendaki anak didik mencapai penguasaan bahan pelajaran tertentu, maka bahan harus disusun secara sempurna, begitu juga isntrumen evaluasi atau pengukuran hasil belajarnya. Bahan pelajaran harus diperinci dan diorganisasikan ke dalam satuan-satuan tertentu sampai kepada satuan-satuan kecil yang bermakna dan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari satuan yang lebih besar. Satuan bahan yang terkecil inilah yang disebut modul. Dalam kegiatan Mastery Learning ini guru harus mengusahakan upaya-upaya yang dapat mengantarkan kegiatan anak didik ke arah tercapaiannya penguasaan penuh terhadap bahan pelajaran yang diberikan. Dalam hal ini Suharsismi Arikunto (1988 : 35) mengemukakan dua buah kegiatan, yaitu kegiatan pengayaan dan kegiatan perbaikan. Kegiatan pengayaan adalah kegiatan yang diberikan kepada siswa-siswa tersebut menjadi lebih kaya pengetahuan dan keterampilan atau lebih mendalami bahan pelajaran yang sedang mereka pelajari. Sedangkan kegiatan perbaikan adalah kegiatan yang diberikan kepada siswa-siswa yang belum menguasai bahan pelajaran yang diberikan oleh guru, dengan maksud mempertinggi tingkat penguasaan terhadap bahan pelajaran tersebut. Menurut Suharsimi Arikunto (1988 : 35) secara garis besar kegiatan pengayaan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu : 23 a) Kegiatan pengayaan yang berhubungan dengan topik modul pokok Kegiatan pengayaan yang dimaksud di sini adalah pemberian-pemberian kegiatan berupa apa saja (membaca buku, mengarang, kliping, diskusi dan sebagainya), tetapi masalahnya masih sama degan topik modul pokok. Misalnya, topik yang baru saja dipelajari adalah “Tabung Berhubungan”, maka kegiatan pengayaan berjudul “Air Mancur”. b) Kegiatan pengayaan yang tidak berhubungan dengan topik modul pokok. Mungkin suatu pokok modul bersifat sangat sempit, sehingga sukar bagi guru menciptakan kegiatan yang sesuai dengan topik tersebut. Sehubungan dengan keadaan ini maka guru dapat mengambil langkah-langkah berikut : (1) Memberikan kegiatan yang tidak berhubungan dengan topik modul tetapi masih dalam ruang lingkup bidang studi yang sama. Contoh 1 : Topik yang baru saja diberikan ialah menjumlahkan dua pecahan desimal. Maka pengayaan yang dapat diberikan adalah mengerjakan. (2) Memberikan kegiatan lain yang tidak berhubungan dengan topik modul dan juga tidak dalam bidang studi yang sama. Contoh 1 : Anak yang sudah selesai mengerjakan hitungan disuruh menggambar sesuka hatinya, atau mengarang dengan topik yang ditentukan. 24 Contoh 2 : anak yang sudah selesai mengerjakan tes bahasa Indonesia dan mendapatkan angka yang tinggi disuruh membantu guru memberikan penjelasan kepada siswa lain yang masih memerlukan penjelasan. Melihat luasnya daerah yang boleh dijangkau dalam pemberian kegiatan pengayaan, akan tidak terlampau sulit bagi guru untuk menciptakan. Namun demikian, suatu hal yang harus diperhatikan dalam menciptakan kegiatan pengayaan adalah : Kegiatan pengayaan bukan merupakan kegiatan untuk memberikan konsep baru yang akan diberikan pada waktu mendatang. Dengan pengertian ini dimaksudkan bahwa kegiatan yang dilakukan oleh guru tidak dibenarkan untuk memberikan kegiatan pengayaan dengan konsep baru, sehingga siswa tersebut sudah lebih dahulu menguasai konsep, baru dibandingkan kawan-kawannya. Apabila demikian keadaannya, maka pemberian kegiatan ini bukan pengayaan, tetapi percepatan dan apabila guru melakukan percepatan, maka yang terjadi di kelas adalah kejarmengejar mempelajari topik atau pokok bahasan. Siapakah yang akan mendapat kerepotan jika terjadi situasi seperti ini ? jangan menyalahkan orang lain ! diri sendirilah yang akan menemukan kesulitan untuk mengatasinya. Dalam upaya pelaksanaan kegiatan perbaikan, Suharsimi Arikunto juga menggemukan konsepnya. Keampuhan peranan sebagai metode diusulkan dalam hal ini. Menurutnya, jika ditinjau dari jenis metode, banyaknya 25 metode yang sudah di kenal dapat digunakan untuk mengajar. Metode tersebut antara lain : (a) Metode pemberian tugas dan realitasi, yaitu melaksanakan tugas yang diberikan oleh guru dan melaporkan hasilnya. (b) Metode diskusi (c) Metode pendekatan proses. (d) Metode penemuan. (e) Metode kerja kelompok. (f) Metode eksperimen. (g) Metode tanya jawab, dan metode lain serta gabungan dari metode tertentu. Dengan demikian maka sebagai pelaksana program perbaikan guru seyogyanya memilih metode mengajar yang lebih sesuai bagi siswa. 4) Humanistic education Karena kemampuan dasar kecerdasan para siswa sangat bervariasi secara individual, maka muncul teori belajar yang menitikberatkan upaya untuk membantu siswa agar sanggup mencapai perwujudan dirinya sesuai dengan kemampuan, keunikan yang dimilikinya. Karakteristik pokok metoda ini antara lain bahwa guru hendaknya jangan membuat jarak terlalu tajam dengan siswanya. Ia harus menempatkan dirinya berdampingan dengan siswa sebagai siswa senior yang selalu siap menjadi sumber atau konsultan yang berbicara. Tarap akhir dari proses belajar mengajar menurut pandangan ini adalah “self 26 Actualization” seoptimal mungkin dari setiap anak didik (Syaiful Bahri Djamrah, 2002 : 21-23). 27 Dasar- dasar Strategi Belajar Mengajar Dasar-dasar Strategi Belajar Mengajar Dasar-dasar yang dipergunakan untuk mengklasifikasikan strategi belajar mengajar tersebut antara lain : a. Pengaturan Guru-Siswa Pengaturan guru-siswa dapat dibedakan sebagai berikut : 1) Dari segi pengaturan guru, dapat dibedakan pengajaran oleh seorang guru atau oleh suatu tim. Yang dimaksud dengan “team teaching” adalah suatu sistem mengajar yang dilakukan oleh dua orang guru atau lebih dalam satu kelas atau lebih. Para guru melaksanakan, tersebut dan bersama-sama mengevaluasi hasil mempersiapkan, belajar siswa. Pelaksanaan belajarnya dapat secara bergiliran dengan cara metode ceramah atau bersama-sama dengan metode diskusi panel. 2) Dari segi pengaturan siswa, dapat dibedakan menjadi tiga bentuk pengajaran : a) Pengajaran klasikal, bila seorang guru menghadapi kelompok besar siswa di dalam kelas dan memberi pelajaran dengan satu jenis metode mengajar. b) Pengajar kelompok kecil, bila siswa dalam satu kelas dibagi kedalam beberapa kelompok (5-7 siswa/kelompok) dan masing-masing kelompok diberi tugas untuk menyelesaikan tugas. 28 c) Pengajaran perseorangan, bila masing-masing siswa secara pribadi diberi beban belajar secara mandiri, misalnya dalam bentuk pengajaran modul. 3) Dari segi hubungan guru-siswa, dapat dibedakan menjadi sebagai berikut : a) Hubungan langsung guru-siswa melalui bentuk tatap muka b) Hubungan langsung guru-siswa dalam bentuk tatap muka dengan bentuk media pengajaran sebagai alat bantu mengajar, baik media cetak (modul) maupun media elektronik. c) Hubungan tak langsung, bila penyampaian pesan disampaikan dengan perantara media baik melalui media cetak (modul) maupun elektronik (radio kaset, suara, atau video). b. Struktur Media Belajar Mengajar Struktur belajar mengajar dapat dibedakan menjadi dua : 1) Struktur pristiwa belajar mengajar yang bersifat tertutup, ialah belajar mengajar yang segala sesuatunya telah ditentukan secara relatif ketat dimana guru tidak berani menyimpang dari persiapan mengajar yang telah dibuat. 2) Struktur belajar mengajar yang bersifat tersebuka, ialah proses belajar mengajar dimana tujuan, materi dan prosedur yang akan ditempuh ditentukan pada saat kegiatan belajar mengajar berlangsung. Contoh pengajaran yang bersifat terbuka adalah pengajaran unit, yaitu suatu sistem mengajar yang berpusat pada suatu masalah dan dipecahkan secara keseluruhan yang mempunyai arti. (Abu Ahmadi, Joko Tri Prasetya, 1997 : 2627). 29 c. Peranan Guru-Siswa dalam Pengelolaan Pesan Pesan adalah materi pengajaran yang dipakai sebagai masukan pencapaian suatu tujuan belajar, dapat berupa pengetahuan, wawasan, keterampilan atau isi pengajaran lainnya, maka pesan juga diartikan semua informasi yang perlu diketahui oleh siswa. Berdasarkan peran guru-siswa dalam pengolahan pesan, peristiwa belajar mengajar dapat dibedakan menjadi dua : 1) Pengajaran bersifat ekspositorik, apabila pesan disajikan dalam keadaan siap diolah oleh guru sebelum disampaikan kepada siswa, dengan ataupun tanpa bimbingan guru (sifat sama dengan struktur peristiwa belajar mengajar tertutup. 2) Pengajaran bersifat heuristik atau hipotetik, apabila pesan yang disajikan tidak diolah tuntas oleh guru dengan maksud agar diolah sendiri oleh para siswa dengan ataupun tanpa bimbingan guru (sifatnya sama dengan struktur peristiwa belajar mengajar terbuka). d. Proses Pengelolaan Pesan Proses berpikir siswa di dalam menjalani pengalaman belajar tidak selalu sama bergantung pada strategi belajar mengajar yang diprogramkan oleh guru. Atas dasar proses pengolahan pesan, strategi belajar mengajar dapat dibedakan sebagai berikut : 1) Strategi pengajaran induktif adalah di mana proses pengolahan pesan bertolak dari contoh-contoh kongkrit kepada generalisasi atau prinsip yang bersifat umum, dari fakta-fakta yang nyata kepada konsep yang bersifat abstrak. 30 Strategi induktif berkembang dari suatu dasar konseptual bahwa cara belajar seorang siswa akan mantap jika dimulai dari data empirik menuju konsep sampai pada generalisasi. Agar lebih memahami strategi induktif, siswa perlu menguasai pengertian fakta, data konsep dan generalisasi, serta kaitan antara istilah-istilah tersebut. 2) Strategi pengajaran dedukatif merupakan kebalikan dari proses pengajaran induktif. Para siswa pertama-tama siswa diperkenalkan pada generalisasi (konsep-konsep) yang bersifat abstrak kepada proses pembuktian dalam bentuk data empirik yang mendukung hubungan antara konsep-konsep tadi. e. Tujuan-tujuan Belajar Telah disebutkan dimuka bahwa masing-masing tujuan belajar mempersyaratkan sistem lingkungan belajar tertentu pula. Menurut Robert M. Gagne sebagaimana yang dikutip oleh Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya (1997 : 30) dilihat dari tujuan belajar, ada lima tipe hasil belajar yaitu sebagai berikut : 1) Kemampuan intelektual, ialah sejumlah kemampuan mulai dari membaca, menulis, menghitung sampai dengan kemampuan memperhitungkan kekuatan sebuah jembatan atau akibat devaluasi. 2) Strategi kongnitif ialah kemampuan mengatur “cara belajar dan berpikir” seseorang, dalam arti yang seluas-luasnya, termasuk kemampuan memecahkan masalah. Salah satu nama yang diberikan kelompok kemampuan ini adalah prilaku pengaturan diri. 31 3) Informasi verbal ialah kemampuan menerap pengetahuan dalam arti informasi dan fakta termasuk kemampuan untuk mencari dan mengolah informasi sendiri. 4) Keterampilan motorik ialah kemampuan yang erat dengan keterampilah fisik seperti keterampilan menulis, mengetik, menggunakan jangka, busur derajat, dan lain-lain. 5) Sikap dan nilai ialah kemampuan yang erat hubungannya dengan arah serta intensitas emosional yang dimiliki seseorang, bagaimana dapat disimpulkan dari kecendrungannya untuk bertingkah laku terhadap orang, barang atau kejadian. Sekolah diharapkan berperan dalam pembentukan sikap dan nilai, seperti sikap menghormati orang lain, kesediaan bekerja sama, tanggung jawab atau keinginan untuk terus menerus belajar dan sebagainya. f. Pengklasifikasian yang Lebih Konprehensif Dasar pengklasifikasian strategi belajar mengajar yang lebih komprehensif dalam arti meninjau beberapa faktor sekaligus, seperti wawasan tentang manusia dan dunianya maupun tujuan seperti lingkungan belajar, dikemukakan oleh Bruce Joyce dan Masha Weil sebagai berikut : 1) Kelompok model-model interaksi sosial Kelompok model interaksi sosial didasarkan kepada dua asumsi pokok, yaitu : a) Masalah-masalah sosial diidentifikasikan dan dipecahkan atas dasar kesempatan-kesempatan yang diperoleh dari dalam dan dengan menggunakan proses-proses sosial. 32 b) Proses sosial yang demokratis perlu dikembangkan untuk melakukan perbaikan di masyarakat dalam arti seluasluasnya secara “building” dan terus menerus. 2) Kelompok model pengolahan informasi Model-model mengajar di dalam kelompok ini bertolak dari prinsip-prinsip pengolahan informasi oleh manusia: bagaimana manusia menangani rangsangan dari lingkungan, mengolah data, mendeteksi masalah, menyusun konsep, memecahkan masalah, dan menggunakan simbolik-simbolik. 3) Kelompok model personal humanistik Model-model yang termasuk kelompok ini meletakkan nilai tertinggi pada perkembangan pribadi di dalam memandang dan membangun realitas, yang melibat manusia terutama sebagai pembuat makna. Dengan perkataan lain, kelompok ini mengutamakan proses pengorganisasian internal yang dilakukan individu tersebut dengan lingkungannya maupun dengan dirinya sendiri. Model-model mengajar di dalam kelompok ini sangat mementingkan efek pengiringan sistem lingkungan belajar. 4) Kelompok mode modifikasi tingkah laku Bertolak dari tingkah laku behavioristrik, model-model mengajar kelompok ini mementingkan penciptaan sistem lingkungan yang memungkinkan manipulasi penguatan tingkah laku (reinforcement) secara efektif sehingga terbentuk pola tingkah laku yang dikehendaki. Istilah teknik yang dipergunakan untuk proses ini adalah “shaping”. (Abu Ahmadi, Joko Tri Prasetya, 1997: 26-32). 33 Unsur- unsur Strategi Belajar Mengajar Unsur-unsur Strategi Belajar Mengajar 1. Komponen Strategi Belajar Mengajar Pola umum perubahan guru siswa tersebut adalah merupakan suatu sistem lingkungan yang komponen-komponennya meliputi : a. Pengaturan guru siswa Di dalam proses belajar mengajar, strategi yang dapat diterapkan terhadap pengaturan guru ialah: guru dapat diatur sendiri (individual) mengajar, dapat pula diatur mengajar secara tim. Demikian pula siswa dalam menerima pelajaran dapat diatur secara perorangan atau individual, dapat diatur secara kelompok kecil (5-7 orang), atau dapat juga diatur secara kelompok besar klasikal. b. Struktur peristiwa belajar mengajar Di dalam peristiwa belajar mengajar segala sesuatunya seperti tujuan, materi pelajaran, metode mengajar yang digunakan, media yang dipakai, dan evaluasinya telah ditetapkan sebelumnya, maka hal yang demikian disebut struktur yang tertutup. Dapat juga segala sesuatunya dalam pristiwa balajar mengajar akan di tentukan oleh siswa bersama guru pada saat pristiwa belajar mengajar terjadi di kelas, hal demikian disebut struktur yang terbuka. c. Peranan guru siswa dalam mengolah pesan Apabila guru sendiri yang mengolah pesan dan menyampaikan di dalam kelas, maka peranan tersebut adalah 34 bersifat ekspositorik. Tetapi bila pesan tersebut diolah oleh siswa dan dibantu oleh guru, maka proses tersebut bersifat heuristik. d. Proses mengolah pesan Apabila dalam menyampaikan pesan dimulai dari pemberian fakta atau peristiwa yang diambil dari masyarakat, kemudian dengan melalui pembentukan konsep disusunlah suatu generalisasi, maka proses penyampaian pesan tersebut dapat dikatakan menggunakan metode dedukatif, yaitu mulai dari yang bersifat umum menuju yang bersifat khusus. e. Tujuan belajar Semua komponen di atas ditetapkan oleh guru dengan maksud untuk mencapai suatu tujuan tertentu, atau dengan kata lain pada setiap tujuan yang berbeda akan mempersaratkan strategi belajar mengajar yang berbeda pula. Ada beberapa jenis tujuan yang dapat dicapai dalam proses belajar mengajar. Kemampuan manusia yang merupakan hasil belajar mengajar dapat dikelompokkan menjadi 5 jenis : 1) Keterampilan intelektual Menulis suatu konsep, menggambarkan suatu peristiwa, menganalisis suatu proses, semuanya dapat membantu meningkatkan keterampilan intelektual yang sangat kompleks itu. Apabila tujuannya seperti itu, maka seorang guru seharusnya dapat memilih jenis strategi belajar mengajar yang dapat dipakai untuk mencapai tujuan tersebut. 2) Strategi Kongnitif Mengumpulkan data, kemudian menyusun konsep dan terus disusun suatu generalisasi atau teori, adalah suatu contoh tujuan strategi kongnitif dengan menggunakan metode 35 induktif. Proses seperti itu, mengontrol prilaku siswa dalam belajar dan berpikir. Dalam hal ini siswa tidak diberi ceramah atau pengajaran tertentu untuk dapat mengenal konsep, melainkan dilatih untuk mempelajari dan berpikir sendiri. 3) Informasi ferbal Siswa ilmu pengetahuan sosial belajar banyak tentang informasi ferbal ini karena memang bidangnya, misalnya mempelajari tentang ciri-ciri suatu peristiwa, sifat-sifat suatu obyek atau suatu benda. Semuanya itu adalah suatu bagian yang penting dari pelajaran ilmu pengetahuan sosial. Tanpa informasi, mempelajari sesuatu pada setiap bidang tidak akan dapat dilanjutkan. 4) Keterampilan motorik Keterampilan ini adalah salah satu bagian yang tampak jelas dari kemampuan manusia. Mengoperasikan overhead projector, mengetik, menggunakan komputer, membuat media, semuanya adalah contoh dari keterampilan motorik. Fungsi keterampilan ini sebagai suatu kemampuan adalah sederhana yaitu untuk memungkimkan penampilan motorik. 5) Sikap Seorang siswa belajar untuk dapat memilih terhadap beberapa jenis kegiatan, memilih terhadap orang tertentu dari pada orang lain, menunjukkan adanya perhatian terhadap suatu peristiwa dari pada peristiwa yang lain, adalah contoh sikap dari seorang siswa terhadap jenis kegiatan, orang, dan peristiwa. Fungsi tujuan ini adalah untuk dapat merubah sikap pilihannya, karena banyak faktor yang mempengaruhinya. (Sunaryo, 1989 : 1-4). 36 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi strategi belajar mengajar Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar siswa, dapat digolongkan sebagai berikut : a. Faktor internal, Faktor yang timbul dari dalam anak itu sendiri. Seperti kesehatan, rasa aman, kemampuan. Minat, dan sebagainya. Faktor ini berwujud juga sebagai kebutuhan dari anak itu b. Faktor exsternal, Faktor yang datang dari luar diri siswa anak. Seperti kebersihan rumah, udara yang panas, lingkungan dan sebagainya. Faktor exsternal dapat dijelaskan lebih luas. Ternyata banyak faktor yang dapat mempengaruhi anak belajar. Di samping exsternal yang bersifat fisik tersebut di atas banyak macamnya yang lain, yang dapat dikelompokkan sebagai berikut : 1) Yang datang dari sekolah a) Interaksi guru dan murid Guru yang kurang berinteraksi dengan murid secara intim, menyebabkan proses belajar-mengajar itu kurang lancar. Juga siswa merasa jauh dari guru, maka segan berpartisipasi secara aktif dalam belajar. b) Cara penyajian Guru yang lama bisa mengajar dengan metode ceramah saja. Siswa menjadi bosan, mengantuk, pasif, dan hanya mencatat saja. Guru yang progresif berani mencoba metode-metode yang baru, meningkatkan kegiatan yang belajar dapat membantu mengajar, meningkatkan motivasi siswa untuk belajar. dan 37 c) Hubungan antar murid Guru yang kurang mendekati siswa dan kurang bijaksana, maka tidak akan melihat bahwa di dalam kelas ada group yang saling bersaing secara tidak sehat. Jiwa kelas tidak terbina, bahkan hubungan masing-masing individu tidak tampak. Hal mana suasana kelas semacam itu tidak diharapkan guru harus mampu membina jiwa kelas supaya dapat hidup bergotong-royong dalam belajar bersama. d) Standart pelajaran di atas ukuran Guru berpendirian untuk memperhatikan wibawanya, perlu memberi pelajaran di atas ukuran standard. Akibatnya anak merasa kurang mampu dan takut kepada guru. Bila banyak siswa yang tidak berhasil dalam mempelajari mata kuliahnya, guru semacam itu merasa senang. Tetapi berdasarkan teori belajar, yang mengingat perkembangan psikis dan kepribadian anak yang berbeda-beda, hal tersebut tidak boleh terjadi. Guru dalam menuntut penguasaan materi harus sesuai dengan kemampuan siswa masing-masing. Yang penting tujuan yang telah dirumuskan dapat tercapai. e) Media pendidikan Kenyataan saat ini dengan banyaknya jumlah anak yang masuk sekolah, maka memerlukan alat-alat yang membantu lancarnya belajar anak dalam jumlah yang besar pula, seperti buku-buku di perpustakaan, laboratorium atau media-media lain. Kebanyakan sekolah masih kurang dalam memiliki media jumlah maupun kualitasnya. 38 f) Kurikulum Sistem instruksional sekarang menghendaki proses belajar- mengajar yang mementingkan kebutuhan anak. Guru perlu mendalami siswa dengan baik, harus mempunyai perencanaan yang mendetail, agar dapat melayani anak belajar secara individual. Kurikulum sekarang belum dapat memberikan pedoman perencanaan yang demikian. g) Keadaan gedung Dengan jumlah siswa yang luar biasa jumlahnya, keadaan gedung dewasa ini terpaksa kurang, mereka duduk berjejal-jejal di dalam setiap kelas, bagaimana mungkin mereka dapat belajar dengan anak, kalau kelas itu terpaksa berisi 50 orang siswa ? h) Waktu sekolah Akibat meledaknya jumlah anak masuk sekolah, dan penambahan gedung sekolah belum seimbang dengan jumlah siswa. Akibat selanjutnya banyak siswa yang terpaksa masuk sekolah di sore hari. Hal mana sebenarnya kurang dapat di pertanggung jawabkan. Dimana anak harus beristirahat, tetapi terpaksa masuk sekolah, mereka mendengar pelajaran sambil mengantuk dan sebagainya. Sebaiknya anak belajar di pagi hari, di mana pikiran masih segar, jasmani dalam kondisi baik. i) Pelaksanaan disiplin Banyak sekolah yang dalam pelaksanaan disiplin kurang, sehingga mempengaruhi sikap anak dalam belajar. 39 Kurang bertanggung jawab, karena bila tidak melaksanakan tugas, toh tidak ada sangsi. Hal mana dalam proses belajar siswa perlu disiplin, untuk mengembangkan motivasi yang kuat. j) Metode belajar Banyak siswa melaksanakan cara belajar yang salah. Dalam hal ini perlu pembinaan dari guru. Dengan cara belajar yang tepat akan efektif pula hasil belajar siswa itu. Juga dalam pembagian waktu untuk belajar, kadang-kadang siswa belajar tidak teratur, atau terus menerus, karena besok akan ujian. Dengan belajar demikian siswa akan kurang beristirahat, bahkan mungkin dapat jatuh sakit. Maka perlu belajar secara teratur setiap hari, dengan pembagian waktu yang baik, memilih cara belajar yang tepat dan cukup istirahat akan meningkatkan hasil belajar. k) Tugas rumah Waktu belajar adalah di sekolah, waktu di rumah biarlah digunakan untuk kegiatan-kegiatan lain. Maka diharapkan guru jangan terlalu banyak memberi tugas yang harus dikerjakan di rumah, sehingga anak tidak mempunyai waktu lagi untuk kegiatan yang lain. 2) Yang datang dari dalam masyarakat a) Mass media Banyak bacaan berupa buku-buku, novel, majalah, koran, yang kurang dapat dipertanggung jawabkan secara pendidikan. Kadang-kadang anak asik membaca buku yang bukan pelajaran, sehingga lupa akan tugas belajar. Maka bacaan anak perlu diawasi dan di seleksi. 40 b) Teman bergaul Anak perlu bergaul dengan anak lain, untuk mengembangkan sosialisasinya. Tetapi perlu dijaga jangan sampai mendapat teman bargaul yang buruk perangainya. Perbuatan yang tidak baik mudah menular pada orang lain. Maka perlu dikontrol dengan siapa mereka bergaul. c) Kegiatan lain Disamping belajar anak mempunyai kegiatan- kegiatan lain di luar sekolah, seperti olah raga, berenang, kesenian, main drams dan sebagainya. Hal itu perlu diawasi agar jangan sampai mendesak anak untuk melupakan belajarnya. d) Cara hidup lingkungan Cara hidup tetangga di sekitar rumah di mana anak tinggal, besar pengaruhnya pada pertumbuhan anak. Di lingkungan yang rajin belajar, otomatis anak terpengaruh akan rajin belajar juga tanpa disuruh. 3) Yang datang dari keluarga a) Cara mendidik Orang tua yang memanjakan anaknya, maka setelah anak sekolah akan menjadi siswa yang kurang bertanggung jawab, dan takut menghadapi tantangan kesulitan. Juga orang tua yang mendidik anak secara keras, anak itu akan menjadi penakut. Bagaimana cara mendidik yang baik. b) Suasana keluarga Hubungan antar anggota keluarga yang kurang intim, menimbulkan suasana kaku, tegang di dalam keluarga. Menyebabkan anak kurang semangat untuk belajar. 41 Suasana yang menyenangkan, akrab dan penuh kasih sayang, memberi motivasi yang mendalam pada anak. c) Penegrtian orang tua Anak belajar perlu dorongan dan pengertian orang tua. Bila anak sedang belajar jangan digangu dengan tugastugas di rumah. Kadang-kadang anak mengalami lemah semangat, orangtua wajib memberi pengertian dan mendorongnya, membantu sedapat mungkin kesulitan yang dialami anak di sekolah. Kalau perlu menghubungi guru anaknya untuk mengetahui perkembangan. d) Keadaan sosial ekonomi keluarga Anak belajar memerlukan saran-saran yang kadangkadang mahal. Bila keadaan ekonomi keluarga tidak memungkinkan, kadang kala menjadi penghambat anak belajar. Maka perlu diberi pengertian kepada anak. Namun bila keadaan memungkinkan cukupkanlah sarana yang diperlukan anak, (sehingga merekalah sarana yang diperlukan anak), sehingga mereka dapat belajar dengan senang. e) Latar belakang kebudayaan Tingkat pendidikan atau kebiasaan di dalam keluarga mempengaruhi sikap anak dalam belajar. Perlu kepada anak ditanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik, agar mendorong semangat anak untuk belajar. Masih banyak lagi faktor-faktor lain yang dapat berpengaruh pada proses belajar siswa. Tugas calon guru untuk meneliti selanjutnya, agar dapat memiliki pengetahuan tentang siswa secara mendalam, sehingga dapat membina 42 siswa secara indiviual dan efektif. (Roestiyah N.K, 1982 : 159164). 43 Pola-pola Strategi Belajar Mengajar Pola-pola Strategi Belajar Mengajar 1. Fungsi Metode dalam Strategi Belajar Mengajar Tentang fungsi metode secara umum dapat dikemukakan sebagai pemberi jalan atau cara yang sebaik mungkin bagi pelaksanaan operasional dari ilmu pendidikan tersebut. Sedangkan dalam konteks lain metode dapat merupakan sarana untuk menemukan, menguji, dan menyusun data yang diperlukan bagi pengembangan disiplin suatu ilmu. Dari dua pendekatan ini segera dapat dilihat bahwa pada intinya metode berfungsi mengantarkan suatu tujuan kepada objek sasaran dengan cara yang sesuai dengan perkembangan obyek sasaran tersebut. Dalam Qur’an sebagaimana nanti akan dijelaskan di bawah ini, metode dikenal sebagai sarana yang menyampaikan seseorang kepada tujuan penciptaannya sebagai khalifah di muka bumi dengan melaksanakan pendekatan di mana manusia ditempatkan sebagai makhluk yang memiliki potensi rohaniah dan jasmaniah yang keduanya dapat digunakan sebagai saluran penyampaian materi pelajaran. Karenanya terdapat suatu prinsip yang umum dalam memfungsikan metode, yaitu prinsip agar pengajaran dapat disampaikan dalam suasana menyenangkan, menggembirakan, penuh dorongan, dan motivasi, sehingga pelajaran atau materi didikan itu dapat dengan mudah diberikan. Banyaknya metode yang ditawarkan para ahli sebagaimana dijumpai dalam buku-buku kependidikan lebih merupakan usaha mempermudah atau 44 mencari jalan paling sesuai dengan perkembanagn jiwa si anak dalam menerima pelajaran. (Abuddin Nata, 1997 : 93-94). 2. Pola dan Sasaran Strategi belajar mengajar a. Pola Strategi Belajar Mengajar Dalam proses pembelajaran yang terdapat tiga pola strategi: 1) Pembelajaran yang terpusat pada guru (teacher center) 2) Pembelajaran yang terpusat pada siswa (student center) 3) Pembelajaran yang melibatkan keaktifan terpadu antara guru dengan siswa (join center) Sebagaimana dikemukakan dalam GBPP Qur’an Hadits Madrasah Aliyah bahwa dalam pelaksanaan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi yang melibatkan secara aktif baik mental, fisik maupun sosial siswa dalam belajar. Untuk itu, dalam proses pembelajaran Qur’an Hadits, pola pembelajaran yang melibatkan keaktifan terpadu antara guru dengan peserta didiklah yang paling tepat digunakan. Dengan pola ini siswa dimungkinkan mengembangkan kreatifitas belajarnya sehingga materi pelajaran dapat dikuasai dengan baik. b. Sasaran Strategi Belajar Mengajar Target atau sasaran yang hendak dicapai dari pengajaran Qur’an Hadist bagi siswa Madrasah Aliyah adalah agar siswa selalu berpedoman kepada Al-Qur’an dan Hadist Nabi dalam menjalankan kehidupannya baik untuk kepentingan dunia maupun Akhirat. Agar target tersebut dapat tercapai, maka dalam proses pembelajarannya ditujukan untuk : 45 1) Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman siswa terhadap pokok-pokok ilmu Al-Qur’an dan ilmu Hadits, sehingga peserta didik mempunyai wawasan yang lebih luas tentang AlQur’an dan Hadits. 2) Meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan keyakinan peserta didik terhadap kandungan ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits Nabi serta kemurnian dan kesempurnaan Al-Qur’an sebagai pedoman dalam kehidupan sehari-hari. Dengan target yang telah ditetapkan tersebut diharapkan guru dapat mengatur program kegiatan sebaik mungkin. Hal ini disebabkan karena menurut kurikulum 1994, untuk pembelajaran Qur’an-Hadits disediakan hanya dua jam pelajaran dalam satu minggu di setiap kelas. Karenanya pemberian motivasi dan pendekatan pribadi antara guru dengan peserta didik sangat diperlukan. Sehingga dengan cara tersebut diharapkan peserta didik mau belajar secara aktif baik di sekolah maupun rumah. (Departemen Agama RI 1998/1999 : 39-40). 46 Tahapan-tahapan Strategi Belajar Mengajar Tahapan-tahapan Strategi Belajar Mengajar Tahapan-tahapan pada Strategi Belajar Mengajar dapat diperincikan sebagai berikut : 1. Perencanaan, meliputi : a. Menetapkan apa yang mau dilakukan kapan dan bagaimana cara melakukannya. b. Membatasi sasaran dan menetapkan pelaksanaan kerja untuk mencapai hasil yang maksimal melalui proses penentuan target. c. Mengembangkan alternatif-alternatif. d. Mengumpulkan dan menganalisis informasi. e. Mempersiapkan dan mengkomunikasikan rencana-rencana dan keputusan-keputusan. 2. Pengorganisasian a. Menyediakan fasilitas, perlengkapan, dan tentang kerja yang diperlukan untuk penyusunan kerangka yang efisien dalam melaksanakan rencana-rencana melalui suatu proses penetapan kerja yang diperlukan untuk menyelesaikannya. b. Pengelompokan kerja ke dalam struktur organisasi secara teratur. c. Membentuk struktur wewenang dan mekanisme koordinasi. d. Merumuskan dan menetapkan metode dan prosedur. e. Memilih, mengadakan pelatihan dan pendidikan tenaga kerja serta mencari sumber-sumber lain yang diperlukan. 3. Pengarahan a. Menyusun kerangka waktu dan biaya secara terperinci 47 b. Memprakarsai dan menampilkan kepemimpinan dalam melaksanakan rencana dan pengambilan keputusan c. Mengeluarkan intruksi-interuksi yang spesifik d. Membimbing, memotivasi dan melakukan supervisi 4. Pengawasan a. Mengevaluasi pelaksanaan kegiatan penyimpangan untuk dibandingkan dengan rencana b. Melaporkan tindakan koreksi dan merumuskan tindakan koreksi, menyusun standar-standar dan sarana-sarana c. Menilai pekerjaan dan melakukan tindakan koreksi terhadap penyimpangan-penyimpangan. (Abu Ahmadi, Joko Tri prasetya, 1997 : 32-33). Menurut Nana Sudjana (1988 : 147-161) menyatakan ada tiga pokok yang harus diperhatikan guru dalam melaksanakan strategi mengajar, antara lain adalah : 1. Tahapan Mengajar Secara umum ada tiga tahapan pokok dalam strategi mengajar, yakni tahapan pemula (prainstruksional), tahapan pengajaran (instruksional) dan tahap penilaian dan tindak lanjut. 1 2 3 Tahap Prainstruksional Tahap Instruksional Tahap Penilai dan Tindak Lanjut Ketiga tahapan ini harus ditempuh pada setiap saat melaksanakan pengajaran. Satu tahap ditinggalkan, sebenarnya tidak dapat dikatakan proses pengajaran. 48 a. Tahap Prainstruksional Tahap prainstruksional adalah tahap yang ditempuh guru pada saat ia memulai proses belajar mengajar. Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan oleh guru atau oleh siswa pada tahap ini : 1) Guru menanyakan kehadiran siswa, dan mencatat siapa yang tidak hadir, kiranya tidak perlu diabsensi satu persatu, cukup ditanyakan yang tidak hadir saja, dengan alasannya. Kehadiran siswa dalam pengajaran, dapat dijadikan salah satu tolak ukur kemampuan guru mengajar. Tidak selalu ketidak hadiran siswa, disebabkan oleh kondisi siswa yang bersangkutan (sakit, malas, bolos, dan lain-lain), tetapi bisa juga terjadi karena pengajaran dari guru tidak menyenangkan, sikapnya tidak disukai oleh siswa atau karena tindakan guru pada waktu mengajar sebelumnya dianggap merugikan siswa (penilaian tidak adil, memberi hukuman yang menyebabkan frustasi dan rendah diri dan lain-lain). 2) Bertanya kepada siswa, sampai dimana pembahasan pelajaran sebelumnya. Hal ini bukan soal guru lupa, tetapi menguji atau mengecek kembali ingatan siswa terhadap bahan yang telah dipelajarinya. Dengan demikian guru akan mengetahui ada tidaknya kebiasaan belajar siswa dirumahnya sendiri, setidaktidaknya kesiapan siswa menghadapi pelajaran hari itu. 3) Mengajukan pertanyaan kepada siswa kelas, atau siswa tertentu bahan pelajaran yang sudah diberikan sebelumnya. Hal ini dilakukan untuk mengetahui sampai dimana pemahaman materi yang telah diberikan, apakah tahan lama diingat, atau tidak, data dan informasi ini bukan hanya berguna 49 bagi siswa tapi juga bagi guru. Jika ternyata siswa dapat menjawabnya, sangat bijaksana bila guru memberikan pujian dan penghargaan. 4) Memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya mengenai bahan pelajaran yang belum dikuasainya dari pengajaran yang telah dilaksanakan sebelumnya. 5) Mengulangi kembali bahan pelajaran yang lalu (bahan pelajaran sebelumnya) secara singkat tapi mencakup semua aspek bahan yang telah dibahas sebelumnya. Hal ini dilakukan sebagai dasar bagi pelajaran yang akan dibahas hari itu, dan sebagai usaha dalam menciptakan kondisi belajar siswa. Tujuan tahap ini, pada hakikatnya adalah mengungkapkan kembali tanggapan siswa terhadap bahan yang telah diterimanya, dan menumbuhkan kondisi belajar dalam hubungannya dengan pelajaran hari itu. Tahap prainstruksional dalam strategi mengajar mirip dengan kegiatan pemanasan dalam olah raga. Kegiatan ini akan mempengaruhi keberhasilan siswa. Seperti seorang pemain bulu tangkis, melakukan pukulan pemanasan, sebelum ia bermain yang sebenarnya. Oleh sebab itu tak pernah terjadi seorang pemain langsung bertanding tanpa melakukan pukulan pemanasan. b. Tahap instruksional Tahap kedua adalah tahap pengajaran atau tahap inti. Yakni tahapan memberikan bahan pelajaran yang telah disusun guru sebelumnya. Secara umum dapat diidentifikasi beberapa kegiatan sebagai berikut : 1) Menjelaskan kepada siswa tujuan pengajaran yang harus dicapai siswa. Informasi tujuan penting diberikan kepada 50 siswa, sebab tujuan tersebut untuk siswa dan harus dicapai setelah pengajaran selesai. Berdasarkan pengamatan, masih banyak guru yang tidak melaksanakan ini. Sebaiknya tujuan tersebut ditulis secara ringkas di papan tulis, sehingga dapat dibaca dan dipahami oleh semua siswa. 2) Menulis pokok materi yang akan dibahas hari itu. Pokok materi tersebut dapat diambil dari buku sumber yang telah disiapkan sebelumnya. Sudah barang tentu pokok materi tersebut sesuai dengan silabus dan tujuan pengajaran, sebab materi bersumber dari tujuan. 3) Membahas pokok materi yang telah dituliskan tadi. Dalam pembahasan materi itu dapat ditempuh dua cara yakni : pertama, pembahasan semula dari gambaran umum materi pengajaran menuju kepada topik secara lebih khusus. Cara kedua dimulai dari topik khusus menuju topik umum. Cara mana yang paling baik bergantung pada guru masing-masing. Namun demikian, cara pertama diduga akan lebih sehingga siswa tahu arah bahan pengajaran yang akan dibahas selanjutnya. Pembahasan tidak harus oleh guru tapi lebih baik lagi dibahas oleh siswa. 4) Pada setiap pokok materi yang dibahas sebaiknya diberikan contoh-contoh konkret. Demikian pula siswa harus diberikan pertanyaan atau tugas, untuk mengetahui tingkat pemahaman dari setiap pokok materi yang telah dibahas. Dengan demikian penilaian tidak hanya pada akhir pelajaran saja, tetapi juga pada saat pengajaran berlangsung. Jika ternyata siswa belum memahaminya, maka guru mengulang kembali pokok materi tadi, sebelum melanjutkan pada pokok materi berikutnya. 51 Demikian seterusnya sampai semua pokok materi yang telah ditulis tadi selesai dibahas. Harus diperhatikan bahwa siswa harus banyak terlibat dalam membahas pokok materi. 5) Penggunaan alat bantu pengajaran untuk memperjelas pembahasan setiap pokok materi sangat diperlukan. Alat bantu seperti alat peraga grafik, model, atau alat peraga yang diproyeksikan (kalau ada) sudah barang tentu harus sudah disiapkan sebelumnya. Alat ini digunakan dalam empat fase kegiatan yakni a) pada waktu guru menjelaskan bahan kepada siswa, b) pada waktu guru menjawab pertanyaan siswa, sehingga jawaban lebih jelas, c) pada waktu guru mengajukan pertanyaan kepada siswa atau pada waktu ia memberi tugas kepada siswa, d) digunakan siswa pada waktu ia mengerjakan tugas yang diberikan guru dan pada waktu siswa melakukan kegiatan belajar. Dengan demikian alat peraga tersebut dapat digunakan oleh guru dan oleh siswa. 6) Menyimpulkan hasil pembahasan dari semua pokok materi. Kesimpulan ini dibuat oleh guru dan sebaiknya pokokpokoknya ditulis dipapan tulis untuk dicatat siswa. Kesimpulan dapat pula dibuat guru bersama-sama siswa, bahkan kalau mungkin diserahkan sepenuhnya kepada siswa. Pada kegiatan ini siswa diberi waktu untuk mencatat kesimpulan pelajaran bertanya kepada teman-temannya, atau mendiskusikannya dalam kelompok. Harus diperhatikan bahwa kegiatan yang ditempuh dalam tahapan instruksional, sebaiknya dititik beratkan kepada siswa yang harus lebih aktif melakukan kegiatan belajar. Untuk itu maka haruslah dipilih 52 pendekatan mengajar yang berorientasi kepada cara belajar siswa aktif. c. Tahap evaluasi dan tindak lanjut Tahapan yang ketiga atau yang terakhir dari strategi mengajar adalah tahap evaluasi atau penilaian dan tindak lanjut. Tujuan tahapan ini, ialah untuk mengetahui tingkat keberhasilan dari tahapan kedua (instruksional). Kegiatan yang dilakukan pada tahapan ini antara lain : 1) Mengajukan pertanyaan kepada kelas, atau kepada beberapa siswa, mengenai semua pokok materi yang telah dibahas pada tahapan kedua. Pertanyaan yang diajukan bersumber dari bahan pengajaran. Pertanyaan dapat diajukan kepada siswa secara lisan maupun secara tulisan. Pertanyaan ini disebut post test. Berhasil tidaknya tahapan kedua, dapat dilihat dari dapat/tidaknya siswa menjawab pertanyaan yang diajukan guru, salah satu patokan yang dapat digunakan ialah, apabila kira-kira 70% dari jumlah siswa di kelas tersebut dapat menjawab setiap pertanyaan yang diajukan, maka proses pengajaran (tahap kedua) dikatakan berhasil. 2) Apabila pertanyaan yang diajukan belum dapat dijawab oleh siswa kurang dari 70%, maka guru harus mengulang kembali materi yang belum dikuasai siswa. Teknik pembahasan biasa ditempuh dengan berbagai cara. Pertama dijelaskan oleh guru sendiri atau menyuruh siswa yang sudah dianggap menguasai untuk menjelaskannya pada kegiatan terjadwal. Kedua diadakan diskusi kelompok membahas pokok materi yang belum dikuasai. Ketiga memberikan tugas pekerjaan rumah, yang berhubungan dengan pokok materi yang belum dikuasai 53 melalui kegiatan mandiri. Cara mana yang dipilih diserahkan sepenuhnya kepada guru. 3) Untuk memperkaya pengetahuan siswa, materi yang dibahas, guru dapat memberikan tugas/pekerjaan rumah yang ada hubungannya dengan topik atau pokok materi yang telah dibahas. Misalnya tugas memecahkan masalah, menulis karangan/makalah, membuat kliping dari koran dan lain-lain, yang erat hubungannya dengan bahan yang telah dibahas. 4) Akhiri pelajaran dengan menjelaskan atau memberi tahu pokok materi yang akan dibahas pada pelajaran berikutnya. Informasi ini perlu agar siswa dapat mempelajari bahan tersebut dari sumber-sumber yang dimilikinya. Ketiga tahap yang telah dibahas di atas, merupakan satu rangkaian kegiatan yang terpadu, tidak terpisahkan satu sama lain. Guru dituntut untuk dapat mengatur waktu dan kegiatan secara fleksibel, sehingga ketiga rangkaian tersebut diterima oleh siswa secara utuh. Di sinilah letak keterampilan profesional dari seorang guru khususnya dalam melaksanakan strategi mengajar. Kemampuan mengajar seperti dilukiskan dalam uraian di atas secara teoritis mudah dikuasai, namun dalam prakteknya tidak semudah seperti digambarkan. Hanya dengan latihan dan kebiasaan yang terencana, kemampuan itu dapat diperoleh. 2. Pendekatan mengajar Dalam uraian mengenai tahap instruksional telah dijelaskan bahwa dalam proses pengajaran, intinya adalah kegiatan belajar para siswa. Tinggi rendahnya kadar kegiatan belajar banyak dipengaruhi oleh pendekatan mengajar yang digunakan guru. Ada beberapa 54 pendapat mengenai pendekatan mengajar. Richard Anderson mengajukan empat pendekatan ; a. Pendekatan ekspositeri model informasi Pendekatan ini bertolak dari pandangan, bahwa tingkah laku kelas dan penyebaran pengetahuan dikontrol dan ditentukan oleh guru/pengajar. Hakikat mengajar menurut pandangan ini adalah menyampaikan ilmu pengetahuan kepada siswa. Siswa dipandang sebagai objek yang menerima apa yang diberikan guru. Biasanya guru menyampaikan informasi mengenai bahan pengajaran dalam bentuk penjelasan dan penuturan secara lisan, yang dikenal dengan istilah, kuliah/ceramah/lecture. Dalam pendekatan ini siswa mengingat informasi diharapkan dapat yang telah menangkap dan diberikan guru, serta mengungkapkan kembali apa yang telah dimilikinya melalui respon yang ia berikan pada saat diberikan pertanyaan oleh guru. Komunikasi yang digunakan guru dalam interaksinya dengan siswa menggunakan komunikasi satu arah atau komunikasi sebagai aksi. Oleh sebab itu kegiatan belajar siswa kurang optimal, sebab terbatas kepada mendengarkan uraian guru, mencatat, dan sekali-kali bertanya kepada guru. Guru yang kreatif biasanya dalam memberikan informasi dan penjelasan kepada siswa menggunakan alat bantu seperti gambar, bagan, grafik dan lain-lain, di samping memberi kesempatan kepada siswa untuk mengajukan pertanyaan. b. Pendekatan inquiry/discovery Pendekatan ini bertolak dari pandangan bahwa siswa sebagai subjek dan objek dalam belajar, mempunyai kemampuan dasar untuk berkembang secara optimal sesuai dengan 55 kemampuan yang dimilikinya. Proses pembelajaran harus dipandang sebagai stimulus yang dapat menantang siswa untuk melakukan kegiatan belajar. Peranan guru lebih banyak menempatkan diri sebagai pembimbing atau pemimpin belajar dan fasilisator belajar. Dengan demikian, siswa lebih banyak melakukan kegiatan sendiri atau dalam bentuk kelompok memecahkan permasalahan dengan bimbingan guru. c. Pendekatan interaksi sosial Pendekatan interaksi sosial hampir memiliki persamaan dengan pendekatan inquiry terutama social inquiry. Pendekatan ini menentukan terbentuknya hubungan antara individu/siswa yang satu dengan siswa yang lainnya sehigga dalam konteks yang lebih luas terjadi hubungan sosial individu dengan masyarakat. Oleh sebab itu proses belajar-mengajar hendaknya mengembangkan kemampuan dan kesanggupan siswa untuk mengadakan hubungan dengan orang lain/siswa lain, mengembangkan sikap dan prilaku yang demokratis, serta menumbuhkan produktivitas kegiatan belajar siswa. Metodemetode mengajar yang paling diutamakan dalam pendekatan ini antara lain diskusi, problem solving, metode stimulus, bekerja kelompok, dan metode lain yang menunjang berkembang hubungan sosial siswa. Pendekatan interaksi sosial pada hakikatnya bertolak dari pemikiran pentingnya hubungan pribadi dan hubungan sosial atau hubungan individu dengan lingkungan sosialnya. Proses belajar pada hakikatnya adalah mengadakan hubungan sosial dalam pengertian siswa berinteraksi dengan lingkungan, berinteraksi dengan siswa lain dan berinteraksi 56 secara kelompok. Langkah yang ditempuh guru dalam pendekatan ini adalah : 1) Guru melemparkan masalah dalam bentuk situasi kepada para siswa. 2) Siswa dengan bimbingan guru menelusuri berbagai jawaban masalah yang terdapat dalam situasi tersebut. 3) Siswa diberi tugas atau permasalahan untuk dipecahkan, dianalisis, dikerjakan yang berkenaan dengan situasi tersebut. 4) Dalam memecahkan masalah tersebut siswa diminta untuk mendiskusikannya. 5) Siswa membuat kesimpulan dari hasil diskusinya. 6) Pembahasan kembali hasil-hasil kegiatan. Keterlibatan Sosiodrama atau role playing merupakan contoh pendekatan ini. Siswa dalam melakukan kegiatan belajar cukup tinggi terutama dalam bentuk partisipasi dalam kelompoknya. Oleh sebab itu pendekatan ini boleh dikatakan berorientasi kepada siswa. d. Pendekatan tingkah laku (Behavioral models) Beberapa istilah yang digunakan untuk pendekatan ini antara lain behavior modification, behavior therapy, social learning theory. Pendekatan ini menekankan kepada teori tingkah laku, sebagai aplikasi dari teori belajar behaviorisme. Tingkah laku individu pada dasarnya dikontrol oleh stimulus dan respon yang diberikan individu. Penguatan hubungan stimulus dengan respon merupakan proses belajar yang menyebabkan perubahan tingkah laku. Dalam pendekatan ini langkah-langkah guru mengajar adalah sebagai berikut : 57 1) Guru menyajikan stimulus belajar kepada siswa 2) Mengamati tingkah laku siswa dalam menanggapi stimulus yang diberikan guru (respon siswa) menyediakan atau memberikan latihan-latihan kepada siswa dalam memberikan respon terhadap stimulus 3) Memperkuat respon yang dipandang paling tepat sebagai jawaban terhadap stimulus Memperhatikan langkah di atas maka aspek penting dari pendekatan ini ialah melatih siswa dan memperkuat respon siswa yang paling tepat terhadap stimulus. 3. Prinsip mengajar Prinsip megajar atau dasar mengajar merupakan usaha guru dalam menciptakan dan mengkondisikan situasi belajar-mengajar agar siswa melakukan kegiatan belajar secara optimal. Usaha tersebut dilakukan guru pada saat berlangsungnya proses belajarmengajar. Penggunaan prinsip mengajar bisa direncanakan guru sebelumnya, bisa pula secara spontan dilaksanakan pada saat berlangsungnya proses belajar-mengajar, terutama bila kondisi belajar siswa sudah menurun. Beberapa prinsip mengajar yang paling utama harus digunakan guru antara lain, prinsip motivasi, kooperasi dan kompetensi, korelasi dan integrasi, aplikasi dan transformasi, individualitas. Menurut Slameto, (1991 : 125-126). Tahapan-tahapan persiapan pengajaran itu adalah sebagai berikut : a. Perumusan tujuan pengajaran Rumusan tujuan pengajaran merupakan pernyataan tentang apa yang diharapkan untuk diketahui, dilakukan dan dinyatakan oleh siswa setelah menyelesaikan suatu kegiatan belajar. 58 Kemampuan yang diperoleh sebagai hasil mengikuti pengalaman belajar, pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku yang dapat diukur atau sekurang-kurangnya ada sesuatu yang dapat dijadikan indikator terjadinya perubahan. b. Pengembangan alat evaluasi Untuk mengukur keberhasilan pencapaian tujuan pengajaran, disusun alat evaluasi yang sesuai dengan perubahan tingkah laku. Pada tahap ini dirancang jenis alat evaluasi yang akan digunakan : tes lisan, tertulis, perbuatan. Jika tertulis berbentuk apa : essei, obyektif, melengkapi angket, studi kasus, dan kriteria keberhasilan atau indikator apa yang digunakan. c. Analisis tugas belajar dan identifikasi kemampuan siswa Kemampuan yang ingin dicapai sebagai tujuan pengajaran, diurai (analisis) atas unsur-unsur tingkah laku yang membentuk kemampuan tersebut. Unsur-unsur yang telah diidentifikasi tersebut diseleksi sehingga unsur-unsur yang belum dikuasai sejarah yang dipilih sebagai bahan pelajaran. Pada tahap ini juga diidentifikasi karakteristik individual siswa seperti : kecerdasan/bakat, kebiasaan belajar, motivasi belajar, kemampuan awal dan kebutuhan belajar siswa, terutama yang menyangkut kesulitan belajar. d. Penyusunan strategi belajar mengajar Strategi belajar mengajar pada hakikatnya adalah rencana kegiatan belajar mengajar yang dipilih guru untuk dilaksanakan baik oleh siswa maupun oleh guru dalam rangka usaha pencapaian tujuan pengajaran yang telah ditetapkan. Kriteria yang biasa dipakai dalam memilih strategi adalah : efisiensi, efektivitas dan keterlibatan siswa. Berdasarkan kriteria tersebut 59 dipilih dan dirancanglah delapan unsur strategi disebut pada bagian Pengertian Strategi Belajar Mengajar di muka. (Slameto, 1991 : 125-126). Sejauh pengetahuan penulis memang sudah banyak bukubuku yang menjelaskan tentang strategi belajar mengajar antara lain sebagaimana buku yang di karang oleh Syaiful Bahri Djamarah yang berjudul “Strategi Belajar Mengajar” tahun 2002. Begitu juga tentang motivasi belajar yang dikarang oleh Sardiman A.M, yang berjudul “Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar” tahun 2001. Akan tetapi kedua buku tersebut menurut penulis masih terlalu universal dan masih terkesan berbentuk teoritis dan pembahasannya masih terpisah-pisah. Berdasarkan dua judul buku tersebut, maka penulis ingin mengangkat dua pola judul tersebut dalam satu konsep penelitian, sebab antara strategi dan motivasi menempati posisi yang sangat vital dalam suatu proses pembelajaran dan supaya lebih menyentuh aplikasinya terhadap proses pembelajaran pada bidang studi Qur’an Hadits di MAN Model Jambi. Jadi penelitian tentang strategi guru untuk meningkatkan motivasi belajar siswa pada pembelajaran Qur’an Hadits belum ada, maka oleh sebab itu perlu rasanya melakukan penelitian tentang permasalahan tersebut, dengan harapan kiranya dapat membantu agar dalam pelaksanaan proses pembelajaran qur’an hadits di MAN Model Jambi berjalan lebih baik dan mendapat prestasi yang memuaskan di masa mendatang. 60 Konsep Motivasi Pembelajaran Konsep Motivasi Pembelajaran 1. Pengertian Motivasi pembelajaran Banyak sekali, bahkan sudah umum orang menyebut dengan “motif” untuk menunjukan mengapa seseorang itu berbuat sesuatu. Apa motif si Budi itu membuat kekacauan, apa motif Aman itu rajin membaca, apa motif Pak jalu itu memberikan insentif kepada para pembantunya, dan begitu seterusnya. Kalau demikian apa yang dimaksud dengan motif itu. Kata “motif”, diartikan sebagai daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Motif dapat dikatakan sebagai daya penggerak dari dalam dan di dalam subjek untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi mencapai suatu tujuan. Bahkan motif dapat diartikan sebagai suatu kondisi intern (kesiapsiagaan). Berawal dari kata “motif” itu, maka motivasi dapat diartikan sebagai daya penggerak yang telah menjadi aktif. Motif menjadi aktif pada saat-saat tertentu, terutama bila kebutuhan untuk mencapai tujuan sangat dirasakan/mendesak. Menurut Mc. Donald sebagaimana yang dikutip oleh A.M. sardiman (2001, 71-72), motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya “feeling” dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Dari pengertian yang dikemukakan diatas mengandung tiga elemen penting. 61 a. Bahwa motivasi itu mengawali terjadinya perubahan energi pada diri setiap individu manusia. Perkembangan motivasi akan membawa beberapa perubahan energi di dalam sistem “neurophysiological” yang ada pada organisme manusia. Karena menyangkut perubahan energi manusia (walaupun motivasi itu muncul dari dalam diri manusia), penampakannya akan menyangkut kegiatan fisik manusia. b. Motivasi ditandai dengan munculnya, rasa “feeling”, afeksi seseorang dalam hal ini motivasi relevan dengan persoalanpersoalan kejiwaan, afeksi dan emosi yang dapat menentukan tingkah-laku manusia. c. Motivasi akan dirangsang karena adanya tujuan. Jadi motivasi dalam hal ini sebenarnya merupakan respon dari suatu aksi, yakni tujuan. Motivasi memang muncul dari dalam diri manusia, tetapi kemunculannya karena terangsang/terdorong oleh adanya unsur lain, dalam hal ini adalah tujuan. Tujuan ini akan menyangkut soal kebutuhan. (A.M.Sardiman, 2001 : 71-72). Secara harfiah “motivasi” berarti sesuatu yang menggerakan seseorang individu untuk melakukan suatu tingkah laku atau tindakan. Motivasi menunjukan kepada kekuatan atau daya pendorongnya. Jadi tingkah laku atau tindakan adalah sebagian akibat atau operasional dari adanya motivasi. Motivasi mendorong seorang individu untuk bertindak atau berbuat sesuatu. (Masnur, 1987 : 41). Derajat usaha atau perjuangan di dalam melakukan usaha atau tindakan itu menunjukan tinggi rendahnya derajat motivasi. Bila motivasi tinggi maka untuk merealisasikan motivasi tersebut dalam bentuk tindakan atau perbuatan akan dilaksanakan dengan usaha 62 yang tinggi pula, atau penuh semangat. Sebaliknya, suatu tindakan yang dilaksanakan dengan sangat santai-santai saja merupakan gejala dari motivasi yang rendah. Dengan kata lain, motivasi adalah kekuatan pendorong yang ada dalam diri seorang individu untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu dalam rangka mencapai suatu tujuan. 63 Teori-teori Motivasi Pembelajaran Teori-teori Motivasi Pembelajaran a. Teori Motivasi (Higgiene) Teori ini dikembangkan oleh Frederich Herberg sebagaimana dikutip oleh Sondang P. Siagian (1995 : 164) dalam usaha membuktikan kebenarannya, melakukan penelitian yang bertujuan untuk menemukan jawaban terhadap pertanyaan? “Timbulnya keinginan menemukan jawaban terhadap pertanyaan ini didasarkan pada keyakinan bahwa hubungan seseorang dengan pekerjaannya sangat mendasar dan karena itu sikap seseorang terhadap pekerjaannya itu sangat mungkin menentukan keberhasilan dan kegagalannya. Yang sangat menarik dari hasil penelitian yang dilakukan ini ialah bahwa apabila para pekerja merasa puas dengan pekerjaannya, kepuasan itu didasarkan pada faktor-faktor yang sifatnya intrinsik seperti yang dilakukan, rasa tanggung jawab, kemajuan dalam karier dan pertumbuhan profesional dan intelektual, yang dialami oleh seseorang. Sebaliknya apabila para pekerja merasa tidak puas dengan pekerjaannya, ketidak puasan itu pada umumnya dikaitkan dengan faktor-faktor yang sifatnya ekstrinsik artinya bersumber dari luar diri pekerja yang bersangkutan seperti kebijaksanaan organisasi, pelaksanaan kebijaksanaan yang telah ditetapkan, supervisi oleh para manajer, hubungan interpersonal dan kondisi kerja. (Sondang P. Siagian, 1995 : 164). 64 b. Teori Motivasi (Kebutuhan dan Keberhasilan) Menurut Maslow sebagaimana yang dikutip oleh Sahlan Asnawi, (2002 : 91-92) teori pemenuhan kebutuhan yang berjenjang yang telah mempelajari hirarki kebutuhan manusia menyatakan bahwa : 1) Manusia adalah binatang yang berkeinginan. 2) Segera setelah keinginan yang satu terpenuhi, maka timbul keinginan yang lain. 3) Kebutuhan manusia nampaknya merupakan kebutuhan yang berjenjang, atau bertingkat. Tingkat-tingkat tersebut memperlihatkan urutan kebutuhan yang harus dipenuhi dalam suatu waktu tertentu. Satu daya dorong atau motif tidak akan dapat mempengaruhi tindakan seseorang, bilamana kebutuhan dasar belum terpenuhi. Setelah kebutuhan dasar terpenuhi baru maka kebutuhan yang lainnya akan segara menyusul sesuai urutannya, karena kebutuhan yang satu dengan yang lain saling berpengaruh. 4) Kebutuhan yang satu dengan kebutuhan yang lainnya saling kait mengkait, namun tidak terlalu dominan keterkaitan tersebut (Sahlan Asnawi, 2002 : 91-91). c. Teori Motivasi (Mc. Cleelland) Dalam diri manusia ada dua macam motif yaitu : (1) motif yang tidak dipelajari, atau sering disebut motif primer, dan (2) motif yang dipelajari melalui pengalaman serta interaksi dengan orang lain atau sering disebut dengan motif sekunder. Motif ini disebut pula sebagai motif sosial. Ada tiga macam motif sosial, yaitu : 65 1) Motif Berprestasi 2) Motif Berafiliasi 3) Motif Berkuasa Menurut Mc. Clelland sebagaimana yang dikutip Sahlan Asnawi (2002 : 93) motif yang ada dalam diri manusia dapat dipelajari dari lingkungan sosial. Banyak ahli yang berpendapat sama bahwa pada hakekatnya manusia dalam memuaskan kebutuhannya adalah kebutuhan sosial dalam membahas motivasi manusia menitikberatkan kepada pemuasan kebutuhan skunder yang bersifat sosial, sehingga disebut sebagai “Teori Motivasi Sosial”. Lebih lanjut mengemukakan bahwa semua orang dalam kehidupan sehari-hari mempunyai ketiga motif tersebut diatas, hanya saja kebutuhan dan interaksi tidak sama orang satu dengan orang lainnya. (Sahlan Asnawi, 2002 : 93). 66 Unsur-unsur Motivasi Pembelajaran Unsur-unsur Motivasi Pembelajaran 1. Hal-hal yang Mempengaruhi Motivasi Pembelajaran Secara global, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa dapat kita bedakan menjadi tiga macam, yakni : a) Faktor internal (faktor dari dalam siswa), yakni keadaan/kondisi jasmani dan rohani siswa. b) Faktor eksternal (faktor dari luar siswa), yakni kondisi lingkungan disekitar siswa. c) Faktor pendekatan belajar (approach to learning), yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran materimateri pelajaran. (Muhibbin Syah, 2001 : 130-131). Faktor-faktor di atas dalam banyak hal sering saling berkaitan dan mempengaruhi satu sama lain. Seorang siswa yang bersikap conserving terhadap ilmu pengetahuan atau bermotif ekstrinsik (faktor eksternal) umpamanya, biasanya cenderung mengambil pendekatan belajar yang sederhana dan tidak mendalam. Sebaliknya, seorang siswa yang berinteligensi tinggi (faktor internal) dan mendapat dorongan positif dari orang tuanya (faktor eksternal), mungkin akan memilih pendekatan belajar pengaruh faktor-faktor tersebut di atas, muncul siswa-siswa yang berprestasi tinggi dan berprestasi rendah atau gagal sama sekali. Dalam hal ini, seorang guru yang kompeten dan profesional diharapkan mampu mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan munculnya kelompok 67 siswa yang menunjukkan gejala kegagalan dengan berusaha mengetahui dan mengatasi faktor yang menghambat proses belajar mereka. Kemudian ada pula yang berpendapat lain seperti pendapat Mudjiono Dimyati (1999 : 97-100) tentang hal-hal yang mempengaruhi motivasi tersebut adalah : 1) Aspirasi Siswa Motivasi belajar tampak pada keinginan anak sejak kecil seperti keinginan belajar berjalan, makan makanan yang lezat, berebut permainan, dapat membaca, dapat menyanyi, dan lainlain selanjutnya. Keberhasilan mencapai keinginan tersebut menumbuhkan kemauan bergiat, bahkan dikemudian hari menimbulkan cita-cita dalam kehidupan. Timbulnya cita-cita diberbagai oleh perkembangan akal, moral, kemauan, bahas dan nilai-nilai kehidupan. Timbulnya cita-cita juga dibarengi oleh perkembangan kepribadian. Dari segi emansipasi kepribadian, keinginan yang terpuaskan dapat memperbesar kemauan dan semangat belajar. Dari segi pembelajaran, penguatan dengan hadiah atau juga hukuman akan dapat mengubah keinginan menjadi kemauan, dan kemudian kemauan menjadi cita-cita. Keinginan berlangsung sesaat atau dalam rangka waktu yang lama. Kemauan telah disertai dengan perhitungan akal sehat. Cita-cita dapat berlangsung dalam waktu sangat lama, bahkan sepanjang hayat. Cita-cita siswa untuk “menjadi seseorang ....”(gambaran ideal seperti pemain bulu tangkis dunia, misalnya) akan memperkuat semangat belajar dan mengarahkan perilaku belajar. Misalnya siswa tersebut akan rajin berolahraga melatih nafas, berlari, 68 meloncat, disamping tekun berlatih bulu tangkis. Cita-cita akan memperkuat motivasi belajar intrinsik maupun ekstrinsik. Sebab tercapainya suatu cita-cita akan mewujudkan aktualisasi diri. 2) Kemampuan siswa Keinginan seorang anak perlu dibarengi dengan kemampuan atau kecakapan mencapainya. Keinginan membaca perlu dibarengi dengan kemampuan mengenal dan mengucapkan bunyi huruf-huruf. Kesukaan mengucapkan huru “r” misalnya, dapat diatasi dengan drill/ melatih ucapan “r” yang benar. Latihan berulang kali menyebabkan terbentuknya kemampuan mengucapkan “r”. Dengan didukung kemampuan mengucapkan “r”, atau kemampuan mengucapkan huruf-huruf yang lain, maka keinginan anak untuk membaca akan terpenuhi. Keberhasilan membaca suatu buku bacaan akan menambah kekayaan pengalaman hidup. Keberhasilan tersebut memuaskan dan menyenangkan hatinya. Secara perlahan-lahan terjadilah kegemaran membaca pada anak yang semula sukar mengucapkan huruf “r” yang benar. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa kemampuan akan memperkuat motivasi anak untuk melaksanakan tugas-tugas perkembangan. 3) Kondisi Siswa Kondisi siswa yang meliputi kondisi jasmani dan rohani mempengaruhi motivasi belajar. Seorang siswa yang sedang sakit, lapar, atau marah-marah akan mengganggu perhatian belajar. Sebaliknya, seseorang siswa yang sehat, kenyang, dan gembira akan mudah memusatkan perhatian. Anak yang sakit akan enggan belajar. Anak yang marah-marah akan sukar memusatkan perhatian pada penjelasan pelajaran. Sebaliknya, 69 setelah siswa tersebut sehat ia akan mengejar ketinggalan pelajaran. Siswa tersebut dengan senang hati membca buku-buku pelajaran agar ia memperoleh nilai rapor baik, seperti sebelum sakit. Dengan kata lain, kondisi jasmani dan rohani siswa berpengaruh pada motivasi belajar. 4) Kondisi Lingkungan Siswa Lingkungan siswa dapat berupa keadaan alam, lingkungan tempat tinggal, pergaulan sebaya, dan kehidupan kemasyarakatan. Sebagai anggota masyarakat maka siswa dapat terpengaruh oleh lingkungan sekitar. Bencana alam, tempat tinggal yang kumuh, ancaman rekan yang nakal, perkelahian antar siswa, akan mengganggu kesungguhan belajar. Sebaliknya kampus sekolah yang indah, pergaulan siswa yang rukun, akan memperkuat motivasi belajar. Oleh karena itu kondisi lingkungan sekolah yang sehat, kerukunan hidup, ketertiban pergaulan perlu dipertinggi mutunya. Dengan lingkungan yang aman, tenteram, tertib dan indah, maka semangat dan motivasi belajar mudah diperkuat. 5) Unsur-unsur Dinamis dalam Belajar dan Pembelajaran. Siswa memliki perasaan, perhatian, kemauan, ingatan, dan pikiran yang mengalami perubahan berkat pengalaman hidup. Pengalaman dengan teman sebayanya berpengaruh pada motivasi dan prilaku belajar. Lingkungan siswa yang berupa lingkungan alam, lingkungan tempat tinggal, dan pergaulan juga mengalami perubahan. Lingkungan budaya siswa yang berupa surat kabar, majalah, radio, televisi, dan film semakin menjangkau siswa. Kesemua lingkungan tersebut mendinamiskan motivasi belajar. Dengan melihat tayangan televisi tentang pembangunan bidang 70 perikanan di Indonesia Timur misalnya, lingkungan yang semakin bertambah baik berkat dibangun, merupakan kondisi dinamis yang bagus bagi pembelajaran. Guru profesional diharapkan mampu memanfaatkan surat kabar, majalah, siaran radio, televisi dan sumber belajar disekitar sekolah untuk memotivasi belajar. 6) Upaya Guru dalam Membelajarkan Siswa Guru adalah seorang pendidik profesional. Ia bergaul setiap hari dengan puluhan atau ratusan siswa. Interaksi efektif pergaulannya sekitar lima jam sehari. Rata-rata pergaulan guru dengan siswa di SD misalnya, berkisar antara 10-20 menit persiswa, intensitas pergaulan tersebut mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan jiwa siswa. Dengan kata-kata yang arif seperti “suaramu membaca sangat merdu” saat siswa kelas satu SD, maka pujian guru tersebut dapat menimbulkan kegemaran membaca. Guru adalah pendidik yang berkembang. Tugas profesionalnya mengharuskan dia belajar sepanjang hayat. Belajar sepanjang hayat tersebut sejalan dengan masyarakat dan lingkungan sekitar sekolah yang juga dibangun. Guru tidak sendirian dalam belajar sepanjang hayat, lingkungan sosial guru, lingkungan budaya guru, dan kehidupan guru perlu diperhatikan oleh guru. Sebagai pendidik, guru dapat memilih dan memilih yang baik. Partisipasi dan teladan memilih perilaku yang baik tersebut sudah merupakan upaya membelajarkan siswa. Upaya guru membelajarkan siswa terjadi di sekolah dan di luar sekolah. Upaya membelajarkan siswa terjadi di sekolah dan di luar sekolah. Upaya pembelajaran di sekolah meliputi hal-hal berikut a) 71 menyelenggarakan tertib belajar di sekolah, b) membina disiplin belajar dalam tiap kesempatan, c) membina belajar tertib pergaulan, dan d) membina belajar tertib lingkungan sekolah. Di samping penyelenggaraan tertib yang umum tersebut, maka secara individual tiap guru menghadapi anak didiknya. Upaya pembelajaran tersebut meliputi (1) pemahaman tentang diri siswa dalam rangka kewajiban tertib belajar, (2) pemanfaatan penguatan berupa hadiah, kritik, hukum secara tepat guna, dan (3) mendidik cinta belajar. (Mujiono Dimyati, 1999 : 97-100). 2. Jenis-jenis Motivasi Pembelajaran Berbicara tentang macam-macam atau jenis motivasi ini dapat dilihat dari berbagai sudut pandang. Dengan demikian motivasi atau motif-motif yang aktif itu sangat bervariasi. a. Motivasi dilihat dari dasar pembentukannya 1) Motif-motif bawaan Yang dimaksud dengan motif bawaan adalah yang dibawa sejak lahir, jadi motivasi itu ada tanpa dipelajari. Sebagai contoh misalnya: dorongan untuk makan, dorongan untuk minum, dorongan untuk bekerja, untuk beristirahat, dorongan seksual. Motif-motif ini seringkali disebut motifmotif yang disyaratkan secara biologis. 2) Motif-motif yang dipelajari Maksud motif-motif yang timbul karena dipelajari. Sebagai contoh: dorongan untuk belajar suatu cabang ilmu pengetahuan dorongan untuk mengajar sesuatu di dalam masyarakat. Motif-motif yang disyaratkan secara sosial. Sebab manusia hidup dalam lingkungan sosial dengan sesama manusia yang lain, sehingga motivasi itu terbentuk. Frandsen 72 mengistilahkan dengan afflictive needs. Sebab justru dengan kemampuan berhubungan, kerja sama di dalam masyarakat tercapailah suatu kepuasan diri. Sehingga manusia perlu mengembangkan sifat-sifat ramah, kooperatif, membina hubungan baik dengan sesama, apalagi orang tua dan guru. Dalam kegiatan belajar mengajar, hal ini dapat membantu dalam usaha mencapai prestasi. b. Jenis motivasi menurut pembagian dari Woodworth dan Marquis 1) Motif atau kebutuhan organis Meliputi misalnya : kebutuhan untuk minum, makan, bernafas, seksual, berbuat dan kebutuhan untuk beristirahat. 2) Motif-motif darurat Yang termasuk dalam jenis motif ini antara lain: dorongan untuk menyelamatkan diri, dorongan untuk membalas, untuk berusaha, untuk memburu. Jelasnya motivasi jenis ini timbul karena rangsangan dari luar. 3) Motif-motif objektif Dalam hal ini menyangkut kebutuhan untuk melakukan eksplorasi, melakukan manipulasi, untuk menaruh minat. Motif-motif ini muncul karena dorongan untuk dapat menghadapi dunia luar secara relatif. c. Motivasi jasmaniah dan rohaniah Ada beberapa ahli yang menggolongkan jenis motivasi itu menjadi dua jenis yakni motivasi jasmaniah dan motivasi rohaniah. Yang termasuk motivasi jasmani seperti misalnya: refleks, instink otomatis, nafsu. Sedangkan yang termasuk motivasi rohaniah, yaitu kemauan. 73 Soal kemauan itu pada setiap diri manusia terbentuk melalui empat momen. 1) Momen timbulnya alasan Sebagai contoh seorang pemuda yang sedang giat berlatih olah raga untuk menghadapi sesuatu porseni di sekolahnya, tetapi tiba-tiba disuruh ibunya untuk mengantarkan seseorang tamu membeli tiket karena tamu itu mau kembali ke Jakarta. Si pemuda itu kemudian mengantarkan tamu tersebut. Dalam hal ini si pemuda tadi timbul alasan baru untuk melakukan sesuatu kegiatan (kegiatan mengantar). Alasan baru itu bisa karena untuk menghormati tamu atau mungkin keinginan untuk tidak mengecewakan ibunya. 2) Momen pilihan Momen pilihan, maksudnya dalam keadaan pada waktu ada alternatif-alternatif yang mengakibatkan persaingan di antara alternatif atau alasan-alasan itu. Kemudian seseorang menimbang-nimbang dari berbagai alternatif untuk kemudian menentukan pilihan alternatif yang akan dikerjakan. 3) Momen putusan Dalam persaingan antara berbagai alasan, sudah barang tentu akan berakar dengan dipilihnya satu alternatif. Satu alternatif yang dipilih inilah yang menjadi putusan untuk dikerjakan. 4) Momen terbentuknya kemauan Kalau seorang sudah menetapkan satu putusan untuk dikerjakan maka timbullah dorongan pada diri seseorang untuk bertindak, melaksanakan putusan itu. 74 d. Motivasi intrinsik dan ekstrinsik 1) Motivasi intrinsik Yang dimaksud motivasi intrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Sebagai contoh seseorang yang senang membaca, tidak usah ada yang menyuruh atau mendorongnya, ia sudah rajin mencari buku-buku untuk dibacanya. Kemudian kalau dilihat dari segi tujuan kegiatan yang dilakukannya (misalnya kegiatan belajar), maka yang dimaksud dengan motivasi intrinsik ini adalah ingin mencapai tujuan yang terkandung di dalam perbuatan belajar itu sendiri. 2) Motivasi ekstrinsik Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsinya karena adanya perangsang dari luar. Perlu ditegaskan, bukan berarti bahwa motivasi ekstrinsik ini tidak baik dan tidak penting. Dalam kegiatan belajar-mengajar tetap penting. Sebab kemungkinan besar keadaan siswa itu dinamis, berubah-ubah dan juga mungkin komponen-komponen lain dalam proses belajar-mengajar ada yang kurang menarik bagi siswa, sehingga diperlukan motivasi ekstrinsik. (A.M. Sardiman, 2001 : 84-89). 75 Bentuk-bentuk Motivasi Pembelajaran Bentuk-bentuk Motivasi Pembelajaran 1. Teknik-teknik Motivasi Pembelajaran a. Pemberian Penghargaan atau Ganjaran Teknik ini dianggap berhasil bila menumbuh kembangkan minat siswa. Minat adalah perasaan seseorang bahwa apa yang dipelajari atau dilakukannya bermakna bagi dirinya. Pemberian penghargaan dapat membangkitkan minat anak untuk mempelajari atau mengerjakan sesuatu. Tujuan pemberian penghargaan adalah membangkitkan dan mengembangkan minat. Jadi, penghargaan berperan untuk membuat pendahuluan saja. Penghargaan adalah alat, bukan tujuan. Hendaknya diperhatikan jangan sampai penghargaan ini menjadi tujuan. Tujuan pemberian penghargaan dalam belajar adalah bahwa setelah seseorang menerima penghargaan karena telah melakukan kegiatan belajar dengan baik, ia akan terus melakukan kegiatan belajarnya sendiri diluar kelas. b. Pemberian Angka Apabila pemberian angka atau grade didasarkan atas perbandingan interpersonal dalam prestasi akademis, hal ini akan menimbulkan dua hal : anak yang mendapat angka baik dan anak yang mendapat angka jelek. Pada anak yang mendapat angka jelek mungkin akan berkembang rasa rendah diri dan tak ada semangat terhadap pekerjaan-pekerjaan sekolah. Dalam hubungan ini, “Karena grade atau angka itu lebih banyak menekankan kegagalan dari pada keberhasilan, dan 76 karena kegagalan itu merupakan dasar bagi timbulnya masalahmasalah, maka saya menyarankan sistem pelaporan kemajuan siswa yang keseluruhannya menghilangkan kegagalan. Saya menyarankan jangan ada siswa yang tergolong gagal atau hal-hal yang menyebabkan ia merasa gagal dengan adanya sistem angka”. c. Keberhasilan dan Tingkat Aspirasi Istilah “tingkat aspirasi” menunjuk kepada tingkat pekerjaan yang diharapkan pada masa depan berdasarkan keberhasilan atau kegagalan dalam tugas-tugas yang mendahuluinya. Konsep ini berkaitan erat dengan konsep seseorang tentang dirinya dan kekuatan-kekuatannya. Dalam hubungan ini guru dapat menggunakan prinsip bahwa tujuan-tujuan harus dapat dicapai dan para siswa merasa bahwa mereka akan mampu mencapainya. d. Pemberian Pujian Teknik lain untuk memberikan motivasi adalah pujian. Namun, harus diingat bahwa efek pujian itu bergantung pada siapa yang memberi pujian dan siapa yang menerima pujian itu. Para siswa yang sangat membutuhkan keselamatan dan harga diri, mengalami kecemasan, dan merasa bergantung pada orang lain akan responsif terhadap pujian. Pujian dapat ditunjukkan baik secara verbal maupun secara nonverbal. Dalam bentuk nonverbal misalnya anggukan kepala, senyuman, atau tepukan bahu. e. Kompetisi dan Kooperasi Persaingan merupakan insentif pada kondisi-kondisi tertentu, tetapi dapat merusak pada kondisi yang lain. Dalam 77 kompetisi harus terdapat kesepakatan yang sama untuk menang. Kompetisi harus mengandung suatu tingkat kesamaan dalam sifat-sifat para peserta. Ada tiga jenis persaingan yang efektif : 1. Kompetisi interpersonal antara teman-teman sebaya sering menimbulkan semangat persaingan. 2. Kompetisi kelompok di mana setiap anggota dapat memberikan sumbangan dan terlibat di dalam keberhasilan kelompok merupakan motivasi yang sangat kuat. 3. Kompetisi dengan diri sendiri, yaitu dengan catatan tentang prestasi terdahulu, dapat merupakan motivasi yang efektif. f. Pemberian Harapan Harapan selalu mengacu ke depan. Artinya, jika seseorang berhasil dalam kegiatan belajarnya, dia dapat memperoleh dan mencapai harapan-harapan yang telah diberikan kepadanya sebelumnya. Itu sebabnya pemberian harapan kepada siswa dapat menggugah minat dan motifasi belajar asalkan siswa yakin bahwa harapannya bakal terpenuhi kelak. Harapan itu dapat merupakan hadiah, kedudukan, nama baik, atau sejenisnya. Sebaliknya, cara ini tidak menghasilakan apa-apa jika guru tidak memenuhi harapan yang pernah diberikan kepada para siswa. 2. Prinsip-prinsip Motivasi Pembelajaran Prinsip-prinsip ini disusun atas dasar penelitian yang seksama dalam rangka mendorong motivasi belajar murid-murid di sekolah yang mengundang pandangan demokratis dan dalam rangka menciptakan self motivation dan self discipline. Prinsip-prinsip motivasi tersebut adalah : 78 a. Pujian lebih efektif daripada hukuman. Hukuman bersifat menghentikan sesuatu perbuatan, sedangkan pujian bersifat menghargai apa yang telah dilakukan. Karena itu pujian lebih besar nilainya bagi motivasi belajar murid. b. Semua murid mempunyai kebutuhan-kebutuhan psikologis (yang bersifat dasar) tertentu yang harus mendapat kepuasan. Kebutuhan-kebutuhan itu menyatakan diri dalam berbagai bentuk yang berbeda. Murid-murid yang dapat memenuhi kebutuhannya secara efektif melalui kegiatan-kegiatan belajar hanya memerlukan sedikit bantuan di dalam motivasi dan disiplin. c. Motivasi yang berasal dari dalam individu lebih efektif daripada motivasi yang dipaksakan dari luar. Sebabnya ialah karena kepuasan yang diperoleh oleh individu itu sesuai dengan ukuran yang ada dalam diri murid sendiri. d. Terhadap jawaban (perbuatan) yang serasi (sesuai dengan keinginan) perlu dilakukan usaha pemantauan (reinforcement). Apabila sesuatu perbuatan belajar mencapai tujuan maka terhadap perbuatan itu perlu segera diulang kembali setelah beberapa menit kemudian, sehingga hasilnya lebih mantap. Pemantapan itu perlu dilakukan dalam setiap tingkatan pengalaman belajar. e. Motivasi itu mudah menjalar atau tersebar terhadap orang lain. Guru yang berminat tinggi dan antusias akan menghasilkan murid-murid yang juga berminat tinggi antusias pula. Demikian murid yang antusias akan mendorong motivasi murid-murid lainnya. f. Pemahaman yang jelas terhadap tujuan-tujuan akan merangsang motivasi. Apabila seseorang telah menyadari tujuan yang hendak 79 dicapainya maka perbuatannya ke arah itu akan lebih besar daya dorongnya. g. Tugas-tugas yang dibebankan oleh diri sendiri akan menimbulkan minat yang lebih besar untuk mengerjakannya daripada apabila tugas-tugas itu dipaksakan oleh guru. h. Pujian-pujian yang datangnya dari lauar (external reward) kadang-kadang diperlukan dan cukup efektif untuk merangsang minat yang sebenarnya. Berkat dorongan orang lain, misalnya untuk memperoleh angka yang tinggi maka murid akan berusaha lebih giat karena minatnya menjadi lebih besar. i. Teknik dan proses mengajar yang bermacam-macam adalah efektif untuk memelihara minat murid. Cara mengajar yang bervariasi ini akan menimbulkan situasi belajar yang menantang, dan menyenangkan seperti halnya bermain dengan alat permainan yang berlainan. j. Manfaat minat yang telah dimiliki oleh murid adalah bersifat ekonomis. Minat khusus yang telah dimiliki oleh murid, minatnya bermain bola basket, akan mudah ditransferkan kepada minat dalam bidang studi atau dihubungkan dengan masalah tertentu dalam bidang studi. k. Kegiatan-kegiatan yang akan dapat merangsang minat muridmurid yang kurang mungkin tidak ada artinya (kurang berharga) bagi para siswa yang tergolong pandai. Hal ini disebabkan karena bedanya tingkat kualitas di kalangan siswa. Karena itu, guru yang hendak membangkitkan minat murid-muridnya supaya menyesuaikan usahanya dengan kondisi-kondisi yang ada pada mereka. 80 l. Kecemasan yang besar akan menimbulkan kesulitan belajar. Kecemasan ini akan mengganggu perbuatan belajar siswa, sebab akan mengakibatkan pindahnya perhatiannya kepada hal lain, sehingga kegiatan belajarnya menjadi tidak efektif. m. Kecemasan dan frustasi yang lemah dapat membantu belajar, dapat juga lebih baik. Keadaan emosi yang lebih dapat menimbulkan perbedaan yang lebih energik, kelakuan yang lebih hebat. n. Apabila tugas tidak terlalu sukar dan apabila tidak ada maka frustasi secara cepat menuju ke demoralisasi. Karena terlalu sulitnya tugas itu maka akan menyebabkan murid-murid melakukan hal-hal yang tidak wajar sebagai manifestasi dari frustasi yang terkandung di dalam dirinya. o. Setiap murid mempunyai tingkat-tingkat frustasi toleransi yang berlainan. Ada murid yang karena kegagalannya justru menimbulkan incentive tetapi ada siswa yang selalu berhasil malahan menjadi cemas terhadap kemungkinan timbulnya kegagalan, misalnya tergantung pada stabilitas emosinya masingmasing. p. Tekanan kelompok murid kebanyakan lebih efektif dalam motivasi daripada tekanan/paksaan dari orang dewasa. Para siswa (terutama para adolesent) sedang mencari kebebasan dari orang dewasa, ia menempatkan hubungan per lebih tinggi. Ia bersedia melakukan apa yang akan dilakukan oleh per grupnya dan demikian sebaliknya. Karena itu kalau guru hendak membimbing murid-murid belajar maka arahkanlah anggota-anggota kelompok itu pada nilai-nilai belajar, baru murid tersebut akan belajar dengan baik. 81 q. Motivasi yang besar erat hubungannya dengan kreativitas murid. Dengan teknik mengajar yang tertentu motivasi murid-murid dapat ditunjukkan kepada kegiatan-kegiatan kreatif. Motivasi yang dimiliki oleh murid apabila diberi semacam penghalang seperti adanya ujian yang mendadak, peraturan-peraturan sekolah, dan lain-lain maka kegiatan kreatifnya akan timbul sehingga ia lolos dari penghalang tadi. (Oemar Hamalik, 2001 : 163-166). Demikian beberapa prinsip yang dapat digunakan sebagai petunjuk dalam rangka membangkitkan dan memelihara motivasi murid dalam belajar. 3. Bentuk-bentuk Motivasi Pembelajaran. Ada beberapa bentuk dan cara untuk menumbuhkan motivasi dalam kegiatan belajar di sekolah. a. Memberi angka Angka dalam hal ini sebagai simbol dari nilai kegiatan belajarnya. Banyak siswa belajar, yang utama justru untuk mencapai angka/nilai yang baik. Sehingga siswa biasanya yang dikejar adalah nilai ulangan atau nilai-nilai pada raport angkanya baik-baik. Angka-angka yang baik itu bagi para siswa merupakan motivasi yang sangat kuat. Tetapi ada juga, bahkan banyak siswa bekerja atau balajar hanya ingin mengejar pokoknya naik kelas saja. Ini menunjukkan motivasi yang dimilikinya kurang berbobot bila dibandingkan dengan siswa-siswa yang menginginkan angka baik. Namun demikian semua itu harus diingat oleh guru bahwa pencapaian angka-angka seperti itu belum merupakan hasil belajar yang sejati, hasil belajar yang bermakna. Oleh karena itu 82 langkah selanjutnya yang ditempuh oleh guru adalah bagaimana cara memberikan angka-angka dapat dikaitkan dengan value yang terkandung di dalam setiap pengetahuan yang diajarkan kepada para siswa sehingga tidak sekedar kognitif saja tetapi juga keterampilan dan afeksinya. b. Hadiah Hadiah dapat juga dikatakan sebagai motivasi, tetapi tidaklah selalu demikian. Karena hadiah untuk suatu pekerjaan, mungkin tidak akan menarik bagi seseorang yang tidak senang dan tidak berbakat untuk suatu pekerjaan tersebut. Sebagai contoh hadiah yang diberikan untuk gambar yang terbaik mungkin tidak akan menarik bagi seseorang siswa yang tidak memiliki bakat menggambar. c. Saingan/kompetisi Saingan atau kompetisi dapat digunakan sebagai alat motivasi untuk mendorong belajar siswa. Persaingan, baik persaingan individu maupun persaingan kelompok dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Memang unsur persaingan ini banyak dimanfaatkan di dalam dunia industri atau perdagangan, tetapi juga sangat baik digunakan untuk meningkatkan kegiatan belajar siswa. d. Ego-involvement Menumbuhkan kesadaran kepada siswa agar merasakan pentingnya tugas dan menerimanya sebagai tantangan sehingga bekerja keras dengan mempertaruhkan harga diri, adalah sebagai salah satu bentuk motivasi yang cukup penting. Seseorang akan berusaha dengan segenap tenaga untuk mencapai prestasi yang baik dengan menjaga harga dirinya. Penyelesaian tugas dengan 83 baik adalah simbol kebanggaan dan harga diri, begitu juga untuk siswa si subjek belajar. Para siswa akan belajar dengan keras bisa jadi karena harga dirinya. e. Memberi ulangan Para siswa akan menjadi lebih giat belajar kalau mengetahui akan ada ulangan. Oleh karena itu memberi ulangan ini juga merupakan sarana motivasi. Tetapi yang harus diingat oleh guru, adalah jangan terlalu sering (misalnya setiap hari) karena bisa membosankan dan bersifat rutinitas. Dalam hal ini guru harus juga terbuka maksudnya, kalau akan ulangan harus diberitahukan kepada siswanya. f. Mengetahui hasil Dengan mengetahui hasil pekerjaan, apalagi kalau terjadi kemajuan, akan mendorong siswa untuk lebih giat belajar. Semakin mengetahui bahwa grafik hasil belajar meningkat, maka ada motivasi pada diri siswa untuk terus belajar, dengan suatu harapan hasilnya terus meningkat. g. Pujian Apabila ada siswa yang sukses yang berhasil menyelesaikan tugas dengan baik, perlu diberikan pujian. Pujian ini adalah bentuk reinforcement yang positif dan sekaligus merupakan motivasi yang baik. Oleh karena itu supaya pujian ini merupakan motivasi, pemberiannya harus tepat. Dengan pujian yang tepat akan memupuk suasana yang menyenangkan dan mempertinggi gairah belajar serta sekaligus akan membangkitkan harga diri. 84 h. Hukuman Hukuman sebagai reinforcement yang negatif tetapi kalau diberikan secara tepat dan bijak bisa menjadi alat motivasi. Oleh karena itu guru harus memahami prinsip-prinsip pemberian hukuman. i. Hasrat untuk belajar Hasrat untuk belajar, berarti ada unsur kesengajaan, ada maksud untuk belajar. Hal ini akan lebih baik, bila dibandigkan segala sesuatu kegiatan yang tanpa maksud. Hasrat untuk belajar berarti pada diri anak didik itu memang ada motivasi untuk belajar, sehingga sudah barang tentu hasilnya akan lebih baik. j. Minat Di depan sudah diuraikan bahwa soal motivasi sangat erat hubungannya dengan unsur minat. Motivasi muncul karena ada kebutuhan, begitu juga minat sehingga tepatlah kalau minat merupakan alat motivasi yang pokok. Proses belajar itu akan berjalan lancar kalau disertai dengan minat. Mengenai minat ini antara lain dapat dibangkitkan dengan cara-cara sebagai berikut : 1) Membangkitkan adanya suatu kebutuhan 2) Menghubungkan dengan persoalan pengalaman yang lampau 3) Memberi kesempatan untuk mendapatkan hasil yang baik 4) Menggunakan berbagai macam bentuk mengajar k. Tujuan yang diakui Rumusan tujuan yang diakui dan diterima baik oleh siswa, akan merupakan alat motivasi yang sangat penting. Sebab dengan memahami tujuan yang harus dicapai, karena dirasa sangat berguna dan menguntungkan, maka akan timbul gairah untuk terus belajar. (A.M. Sardiman, 2001 : 90-93). 85 Di samping bentuk-bentuk motivasi sebagaimana diuraikan di atas, sudah barang tentu masih banyak bentuk dan cara yang bisa dimanfaatkan. Hanya yang penting bagi guru adanya bermacam-macam motivasi itu dapat dikembangkan dan diarahkan untuk dapat melahirkan hasil belajar yang bermakna. Mungkin pada mulanya, karena ada sesuatu (bentuk motivasi) siswa itu rajin belajar, tetapi guru harus mampu melanjutkan dari tahap rajin belajar itu bisa diarahkan menjadi kegiatan belajar yang bermakna, sehingga hasilnya pun akan bermakna bagi kehidupan si subjek belajar. 86 Fungsi Motivasi Pembelajaran Fungsi Motivasi Pembelajaran Motivasi adalah untuk mendorong tumbuhnya kelakuan dan mempengaruhi serta mengubah kelakuan. Jadi, fungsi motivasi itu meliputi berikut ini. 1. Mendorong timbulnya kelakuan atau suatu perbuatan. Tanpa motivasi maka tidak akan timbul sesuatu perbuatan seperti belajar. 2. Motivasi berfungsi sebagai pengarah. Artinya mengarahkan perbuatan kepencapaian tujuan yang diinginkan. 3. Motivasi berfungsi sebagai penggerak. Ia berfungsi sebagai mesin bagi mobil. Besar kecilnya motivasi akan menentukan cepat atau lambatnya suatu pekerjaan. (Oemar Hamalik, 2001 : 161). Menurut pendapat S. Nasution (t.t : 60-61). Setiap motivasi bertalian erat dengan suatu tujuan. Tensing dan Hillary mungkin ingin membuktikan kesanggupan manusia untuk menaklukan puncak tertinggi itu. Tukang becak bekerja panas dan hujan untuk mencari nafkah bagi anak istrinya. Motivasi mempunyai tiga fungsi yaitu : 1. Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor yang melepaskan energi 2. Menentukan arah perbuatan, yakni ke arah tujuan yang hendak dicapai 3. Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus dijalankan yang serasi guna mencapai tujuan itu, dengan menyampingkan perbuatan-perbuatan yang tak bermanfaat bagi tujuan itu. Seorang yang betul-betul bertekad menang dalam 87 pertandingan, tak akan menghabiskan waktunya bermain kartu, sebab tidak serasi dengan tujuan. Dalam bahasa sehari-hari motivasi dinyatakan dengan : hasrat, keinginan, maksud, tekad, kemauan, dorongan, kebutuhan, kehendak, cita-cita kehausan, kesedihan dan sebagainya. Pemberian motivasi pada anak didik tidak selalu didasarkan pada sesuatu yang bersifat formal, seperti memberi piagam maupun hadiah. Dalam upaya memotivasi anak didik guru perlu memperhatikan hal-hal berikut : a) memberikan perhatian yang merata pada anak didik, b) memperhatikan rasa harga diri, c) memahami kebutuhan rohani dan batiniah, d) memahami kebutuhan untuk berpartisipasi, e) menempatkan anak didik pada kelompok belajar yang tepat, f) menimbulkan rasa aman dalam belajar, g) memahami fasilitas belajar yang memadai, h) memberikan kesempatan setiap anak didik untuk berkembang dengan wajar dan optimal, i) menciptakan kreativitas dan kompetisi belajar. Motivasi menurut Al-Qur’an dimaknai sebagai ikhtiar dalam menyentuh kesadaran manusia untuk melakukan berbagai tindakan yang memiliki dimensi formalitas dan substansial, berdasarkan kesadaran diri akan kebutuhan asasi dalam kehidupan dunia dan akhirat. Dengan kesadaran setiap anak didik diharapkan dapat mengarahkan seluruh potensi anak, untuk melakukan tindakan belajar yang bermakna bagi pengembangan kualitas diri yang unggul sebagai rasa syukur kehadirat Allah SWT. Al-Qur’an banyak memberikan isyarat pentingnya menumbuhkan motivasi, sebagaimana dalam firman-nya : 1) Optimalisasi motivasi dalam proses belajar diarahkan untuk menumbuhkan potensi anak didik. Setiap anak didik perlu memiliki kesadaran yang kuat bahwa Allah akan memberikan kemampuan 88 bagi orang yang konsisten dalam melakukan amal sholeh : “Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan”. (Q.S, An Nahl; 128) 2) Pembinaan motivasi dalam proses pembelajaran dilakukan untuk meningkatkan keyakinan akan kebenaran dan tanggungjawab dalam melahirkan karya dan prestasi pada setiap waktu dan keadaan. Setiap anak didik harus memiliki pemahaman yang utuh terhadap keyakinan dan tanggungjawab untuk berkarya atau beramal sholeh : “Sesungguhnya kalau mereka beriman dan bertaqwa, (niscaya mereka akan mendapat pahala), dan sesungguhnya pahala dari sisi Allah adalah lebih baik, kalau mereka mengetahui. (Q.S. Al Baqarah;103) 3) Motivasi dalam proses pembelajaran harus dapat memacu anak didik untuk mengoptimalkan potensi belajar yang dimiliki, agar dapat mewujudkan prestasi terbaik (ihsan) dalam mengikuti pembelajaran.; “Hai jama‟ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya melainkan dengan kekuatan”. (Q.S, Ar Rahman;33) 4) Motivasi harus dapat menumbuhkan kesadaran diri anak didik sebagai generasi pilihan, yang diberikan amanat untuk dapat mewujudkan cita-cita yang bermanfaat bagi masa depan kehidupan: 89 “ kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. (Q.S.Ali Imron : 110) 5) Motivasi yang diberikan kepada anak didik harus dapat mengembangkan kesadaran dan sikap bersyukur terhadap berbagai nikmat yang dikaruniakan Allah. Setiap keberhasilan yang dicapai menjadi pendorong terwujudnya keberhasilan baru yang lebih berkualitas. Kemudian setiap keberhasilan anak didik dalam menyelesaikan tugas, dapat mendorong untuk menyelesaikan tugas dan kewajiban berikutnya dengan kualitas hasil yang tinggi; “Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu mema‟lumkan: “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni‟mat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (ni‟mat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”. (Q.S, Ibrahim;7) 6) Motivasi dalam proses pembelajaran diarahkan untuk membawa anak didik agar dapat meneguhkan keyakinan (optimisme) dalam menjalani proses pembelajaran.; “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka adalah surga Firdaus menjadi tempat tinggal, mereka kekal di dalamnya, mereka tidak ingin berpindah daripadanya. (Q.S, Al Kahfi;107-108) 7) Motivasi dalam proses pembelajaran diarahkan untuk mengoptimalkan keunggulan potensi anak didik dalam mencapai 90 tujuan pembelajaran; Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh mereka itu adalah sebaik-baik makhluk. (Q.S, Al Bayyinah;7) 8) Motivasi dalam proses pembelajaran diarahkan untuk membangkitkan kesadaran dan peran aktif anak didik dalam menghadapi berbagai problema dan tantangan belajar, sehingga akan menciptakan efektifitas dan efisiensi pembelajaran; “Dan kami tinggikan bagimu sebutan (nama)mu. Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, (Q.S, Insyirah; 4-5) Menurut pandangan Al-Qur’an, membina motivasi anak didik harus dapat memberikan arti penting untuk mewujudkan tujuan pembelajaran. Sedangkan untuk menjalankan fungsi motivasi dalam proses pembelajaran, pendidik perlu mengembangkan langkah-langkah strategis sebagai berikut : a. Setiap pendidik harus menjadi teladan bagi anak didik dalam menjalankan tugas dan kewajiban dalam urusan pribadi ataupun sosial. b. Menentukan target bersama untuk mewujudkan tujuan pembelajaran, baik yang mencakup target individual ataupun klasikal. c. Pendidik mendorong setiap anak didik untuk dapat mengembangkan pola belajar yang sistematis dan kreatif. d. Seorang pendidik perlu memberikan respon positif dan insentif untuk membangkitkan motivasi belajar anak didik. e. Setiap pendidik perlu mengarahkan anak didik untuk mempertegas tujuan dan cita-cita yang ingin dicapai dalam menjalankan proses pembelajaran. 91 f. Pendidik senantiasa mengarahkan agar setiap anak didik dapat mengoptimalkan motivasi individual (intrinsik) untuk mewujudkan tujuan dan cita-citanya. Karena motivasi individual akan menentukan kualitas proses dan prestasi belajar. g. Pendidik memberikan kesempatan yang luas bagi setiap anak didik untuk melakukan interaksi dan mengembangkan kerjasama yang baik dengan teman belajar (cooperativ learning). h. Pendidik perlu mengusahakan tersedianya sarana dan prasarana penunjang yang kondusip yang menunjang pelaksanaan pembelajaran. i. Pendidik perlu mengembangkan pendekatan spiritual dengan cara mendorong anak didik, untuk dapat bersama-sama melakukan sholat jamaah; sholat dhuha; puasa sunnah; tadarus al Qur’an; dzikir bersama dan memberikan taushiyah secara individual atau kolektif. 92 Strategi Pembelajaran Qur’an Hadits Di MAN Model Jambi LAPORAN HASIL PENELITIAN Berdasarkan data yang dikumpulkan, maka ditemukan beberapa hasil penelitian sesuai dengan rumusan masalah yang dikemukakan, maka berikut ini disajikan hasil-hasil penelitian. A. Strategi Pembelajaran Qur’an Hadits Di MAN Model Jambi Untuk mencapai sasaran hasil proses belajar mengajar di MAN Model Jambi pada mata pelajaran Qur’an Hadits, guru-guru mata pelajaran Qur’an Hadits melakukan upaya-upaya yaitu, bahwa sebelum melakukan proses belajar mengajar, menyiapkan administrasi mengajarnya dengan tahap-tahap sebagai berikut : 1. Tahap Persiapan Pada tahap ini guru mata pelajaran Qur’an Hadits membuat program tahunan, program semester, program satuan pelajaran, menyusun rencana pengajaran, analisis materi pelajaran. Semua administrasi tersebut harus diketahui oleh Kepala Sekolah. 2. Tahap Pelaksanaan Kegiatan yang dilakukan oleh guru mata pelajaran Qur’an Hadits tahap pelaksanaan ini, bahwa sebelum memulai pengajaran dengan siswa, antara lain adalah melakukan hal-hal sebagai berikut : a. Tahap Pertama (1) Guru menanyakan tentang kehadiran siswa, mencatat siapa yang tidak hadir dan alasannya di dalam buku absen yang sudah disiapkan. 93 (2) Menanyakan kepada siswa, sampai dimana batas materi pelajaran sebelumnya. (3) Mengajukan pertanyaan kepada siswa (pre test) terhadap bahan atau materi yang telah disampaikan sebelumnya. (4) Memberikan waktu kepada siswa untuk bertanya mengenai materi yang belum dipahami. (5) Mengulangi kembali bahan pelajaran yang lalu secara singkat. b. Tahap Kedua (1) Guru mata pelajaran Qur’an Hadits menjelaskan kepada siswa tujuan pengajaran yang harus dicapai sesuai dengan apa yang sudah dirumuskan di dalam Program Satuan Pelajaran (PSP). (2) Guru mata pelajaran Qur’an Hadits menulis materi pokok yang akan dibahas di papan tulis. (3) Guru mata pelajaran Qur’an Hadits menjelaskan (membahas) pokok-pokok materi yang telah ditulis di papan tulis tersebut. (4) Guru mata pelajaran Qur’an Hadits menunjukan contoh kongkrit dari materi yang disampaikan, jika materi tersebut memerlukan. (5) Menggunakan alat bantu pengajaran berupa tulisan ayat alQur’an / Hadits Nabi pada kertas karton. (6) Guru mata pelajaran Qur’an Hadits menyimpulkan hasil pembahasan materi yang telah disampaikan. Untuk lebih jelasnya dapat peneliti ungkapkan lebih sistematis struktur pembelajaran mata pelajaran Qur’an Hadits di bawah ini : 94 Tabel 1 Pelaksanaan Pembelajaran Qur’an Hadits NO 01 WAKTU 10 Menit URAIAN PROSES PEMBELAJARAN PENDAHULUAN - Appersepsi (Pengenalan materi) - Pre Test (Penjajakan Kemampuan) 02 25 Menit KEGIATAN PENGAJARAN - Mengenalkan tujuan pengajaran yang akan dicapai - Membacakan ayat al-Qur’an/Hadits - Menterjemahkan ayat al-Qur’an/Hadits - Menjelaskan isi kandungan ayat alQur’an/Hadits - Melatih, menulis, membaca, menjelaskan ayat al-Qur’an/Hadits - Tanya jawab 03 10 Menit PENUTUP - Menyimpulkan materi - Mengadakan post test hasil belajar - Memberikan tugas (PR) Sumber : Data Penelitian Penulis c. Tahap Ketiga Sebagai tahap ketiga atau tahap akhir dari strategi pembelajaran mata pelajaran Qur’an Hadits adalah dengan melakukan penilaian atau evaluasi dan tindak lanjut. Pada tahap ini guru mata pelajaran Qur’an Hadits bertujuan untuk megetahui tingkat keberhasilan siswa. Kegiatan yang dilakukan oleh guru mata pelajaran Qur’an Hadits pada tahap ini adalah : (1) Mengajukan pertanyaan kepada beberapa orang siswa tentang pokok materi yag telah dipelajari. 95 (2) Bila pertanyaan yang diajukan tersebut belum dapat dijawab oleh siswa di bawah 70%, maka guru mata pelajaran Qur’an Hadits mengulangi kembali materi yang belum dikuasai siswa. Teknik pembahasan yang dilakukan oleh guru mata pelajaran Qur’an Hadits adalah mengulang penjelasan, diskusi kelompok dan memberi tugas pekerjaan rumah (PR). (3) Guru mata pelajaran Qur’an Hadits memberikan tugas yang berhubungan dengan topik atau pokok materi, seperti mencari ayat, arti ayat, dan maksud ayat al-Qur’an / Hadits dan topik-topik tertentu hanya yang berhubungan dengan materi. (4) Jika mengakhiri pelajaran, maka guru mata pelajaran Qur’an Hadits menginformasikan pokok materi baru yang akan dibahas pada pelajaran berikutnya. 3. Tahap Pendekatan Mengajar Pada tahap pendekatan proses belajar mengajar ini guru mata pelajaran Qur’an Hadits menggunakan beberapa metode dalam melaksanakan proses belajar, karena fungsinya sangat dominan sekali. Metode suatu kegiatan belajar yang dapat melahirkan interaksi antara guru dengan murid dalam usaha mencapai tujuan pengajaran. Metode juga dapat dipastikan sangat besar pengaruhnya dan sangat menentukan tinggi rendahnya kadar kegiatan belajar mengajar metode yang di terapkan oleh guru. Bahkan tidak ada satu pun kegiatan belajar mengajar yang tidak menggunakan metode. Guru-guru mata pelajaran Qur’an Hadits di MAN Model Jambi dalam melakukan proses belajar mengajar menggunakan beberapa motode antara lain : 96 a. Metode Ceramah Metode ini digunakan untuk menyampaikan materi pembelajaran, uraian tentang suatu pokok materi tentang ayat AlQur’an / Hadits serta menyimpulkan materi yang telah disampaikan atau dipelajari. Agar lebih jelasnya dapat dilihat tabel-tabel di bawah ini. Tabel 2 Penggunaan Metode Ceramah No 1 Ceramah Metode Jumlah 28 % 51,85 2 Diskusi 15 27,77 3 Penugasan 11 20,37 54 100% Jumlah Sumber : Data Penelitian Penulis Dilihat dari skor jawaban siswa, jumlah penggunaan metode ceramah mencapai 51,85%, diskusi 27,77% dan penugasan 20,37%. Jadi jumlah total 100%. Metode yang digunakan guru Qur’an Hadits dalam proses belajar mengajar yang paling dominan adalah metode ceramah, metode diskusi dan penugasan sangat minim. b. Metode Tanya Jawab Metode tanya jawab ini dapat menciptakan kehidupan interaksi belajar mengajar. Untuk memberikan motivasi agar siswa bangkit pemikirannya untuk bertanya. Pertanyaan itu baik dari guru maupun murid guna untuk memperdalam dari materi 97 yang telah disampaikan dan dari hal-hal yang belum dipahami. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat tabel di bawah ini. Tabel 3 Memberikan Waktu Tanya Jawab No Metode Guru Mengajar 1 Memberikan waktu Jumlah 37 % 68,51 2 Tidak memberikan waktu 10 18,51 3 Tidak pernah 7 12,96 54 100% Jumlah Sumber : Data Penelitian Penulis Berdasarkan skor jawaban siswa diatas, guru memberikan waktu untuk tanya jawab mencapai 68,51%, tidak memberikan waktu 18,51% tidak pernah 12,96%. Jadi jumlahnya 100%. Guru Qur’an Hadits dalam proses belajar memberikan waktu kepada siswa untuk bertanya pada akhir penyampaian materi dan sangat sedikit sekali guru tidak memberikan waktu kepada siswa untuk bertanya. c. Metode Penugasan Metode ini dalam usaha meningkatkan mutu dan frekuensi isi pelajaran. Tugas yang dilakukan oleh guru mata pelajaran Qur’an Hadits adalah dalam bentuk menulis, mengartikan ayat alQur’an / Hadits, dan mencari ayat / hadits yang berhubungan dengan materi pelajaran serta membuat rangkuman. Agar lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini. 98 Tabel 4 Keaktifan Siswa Mengerjakan Tugas No Mengerjakan Tugas Jumlah % 1 Senang 32 59,25 2 Kurang Senang 13 24,07 3 Tidak Senang 9 16,66 Jumlah 54 100% Sumber : Data Penelitian Penulis Dilihat dari hasil jawaban diatas, bahwa siswa senang mengerjakan tugas 59,25% kurang senang 24,07% tidak senang 16,66%. Jadi jumlah totalnya 100%. Jika ada tugas dari guru dalam mata pelajaran Qur’an Hadits siswa senang mengerjakannya, baik di sekolah maupun di rumah dan sedikit yang tidak mengerjakannya. d. Metode Hafalan Pada metode ini diterapkan kepada siswa untuk menghafal ayat/hadits, kemudian dipanggil satu persatu ke depan kelas atau di kantor guru dan guru memberikan penilaian atau angka. Karena metode hafalan ini sangat berguna bagi siswa untuk menambah perbendaharaan ayat / hadits dan dapat dibacakan pada waktu sholat. Hal ini cukup tinggi ditanggapi oleh siswa MAN Model Jambi. Agar lebih jelasnya dapat dilihat tabel di bawah ini. 99 Table 5 Keaktifan Siswa Menghafal ayat No 1 Mengerjakan Tugas Senang Jumlah 40 % 74,07 2 Kurang Senang 8 14,81 3 Tidak Senang Jumlah 6 54 11,11 100% Sumber : Data Penelitian Penulis Berdasarkan hasil jawaban diatas, siswa senang menghafal ayat al-Qur’an / Hadits 74,07% kurang senang 14,81% tidak senang 11,11%. Jadi jumlah totalnya 100%. Jadi, dalam proses belajar mengajar mata pelajaran Qur’an Hadits siswa sangat senang menghafal ayat al-Qur’an / Hadits Nabi baik di sekolah maupun di rumah. e. Metode Diskusi Penerapan metode ini diharapkan timbul interaksi antara dua atau lebih individu yang terlibat dapat saling tukar pengalaman, informasi, memecahkan masalah seperti maksud ayat / hadits. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada table 2 di atas. Berdasarkan hasil jawaban penggunaan metode diskusi dalam proses belajar mengajar Qur’an Hadits diskusi 27,77% ceramah 51,85% metode tanya jawab 20,37%. Jadi jumlahnya total 100%. Jadi penggunaan metode diskusi oleh guru mata pelajaran Qur’an Hadits di MAN Model Jambi tergolong sedang diterapkan dibandingkan dengan metode ceramah dan tanya jawab. 100 4. Melakukan Evaluasi Penilaian dilakukan sebagai suatu usaha atau kegiatan untuk mengumpulkan informasi, menganalisa dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar siswa dengan secara sistematis dan berkesinambungan. Hasil proses tersebut dapat dijadikan bahan untuk menentukan langkah-langkah berikutnya. Sebagai alat ukur aspek yang dinilai pada mata pelajaran Qur’an Hadits di MAN Model Jambi ada beberapa aspek penilaian antara lain adalah aspek kognitif, efektif dan psikomotorik. a. Aspek Penilaian Aspek kognitif terdiri dari beberapa jenjang pengetahuan, pemahaman siswa tentang ayat al-Qur’an / Hadits Nabi, penguasaan membaca, menulis, menterjemah ayat/hadits, dan penguasaan dalam penghafalan ayat al-Qur’an dan Hadits Nabi serta maksud suatu ayat al-Qur’an / Hadits. Aspek afektif mencakup sikap ketaatan siswa dalam menjalankan perintah agama, kepatuhan terhadap orang tua dan guru serta teman-temanya di sekolah. Aspek psikomotorik mencakup penilaian terhadap keterampilan intelektual dan keterampilan sosialnya, kemampuan siswa dalam membaca dan menulis ayat al-Qur’an dan Hadits serta keterampilan siswa dalam menerapkan pokok-pokok ajaran al-Qur’an / Hadits dalam kehidupan sehari-hari. b. Bentuk Penilaian Penilaian yang digunakan dalam mata pelajaran Qur’an Hadits adalah : 1) Tes Lisan 101 Tes lisan ini dilakukan untuk mengukur kemampuan siswa dalam beberapa hal : a) Lancar atau tidak membaca ayat al-Qur’an / Hadits Nabi. b) Fasih atau tidaknya menafsirkan ayat al-Qur’an / Hadits Nabi. c) Hafal atau tidaknya satu / beberapa ayat al-Qur’an / Hadits nabi. d) Paham atau tidaknya terhadap kandungan isi ayat al-Qur’an / Hadits Nabi. e) Mampu atau tidaknya mengungkapkan rangkuman isi ayat al-Qur’an / Hadist Nabi. 2) Tes Tertulis Tes tertulis ini merupakan alat penilaian tertulis yang jawabannya diisi oleh siswa yang meliputi : a) Tes Uraian Pada setiap test uraian diharapkan siswa dapat menjawab dari pertanyaan yang telah ditentukan baik uraian bebas maupun uraian terbatas (berupa struktur). b) Tes Obyektif Bentuk test ini siswa diharapkan dapat memilih diantara kemungkinan-kemungkinan jawaban yang telah disediakan, berupa pilihan ganda dengan alternatif pilihan yang benar di antara a, b, c, d, dan e. Pelaksanaan kedua bentuk test ini dilakukan pada waktu ulangan harian, untuk ulangan semester dilaksanakan oleh semua kelas yang berlangsung serentak. Hasil penilaian ujian semester kelas satu dan dua dijadikan sebagai bahan pertimbangan kenaikan kelas setelah siswa menerima buku rapor, tetapi untuk EBTA hanya 102 dilaksanakan oleh kelas tiga saja. Setelah itu akan memperoleh Surat Tanda Tamat Belajar (STTB). Sebagai rumusan penilaian yang diterapkan oleh guru mata pelajaran Qur’an Hadits untuk dimasukan kedalam buku rapor siswa sebagai hasil proses pembelajaran adalah dengan menggunakan rumus sebagaimana di bawah ini : NR = NH + 2 NU 3 NR = Nilai Rapor NH = Nilai Rata-rata Ulangan Harian NU = Nilai Ulangan Umum Berdasarkan rumus itulah guru mata pelajaran Qur’an Hadits dalam melakukan teknik penilaian untuk mengukur tingkat keberhasilan siswa di MAN Model Jambi. Agar lebih jelasnya dapat dilihat hasil evaluasi siswa pada tabel di bawah ini. Tabel 6 Hasil Evaluasi Siswa No 1 Prestasi Siswa 6 Jumlah 4 % 7,40 2 7 39 72,22 3 8 11 20,37 Jumlah 54 100% Sumber : Data Penelitian Penulis Dilihat dari skor pencapaian hasil evaluasi siswa yang mendapat nilai 6 : 7,40% nilai 7 : 72,22% nilai 8 : 20,37%. Jadi jumlah totalnya 100%. 103 Jadi, rata-rata hasil yang diperoleh siswa pada mata pelajaran Qur’an Hadits menunjukan di atas rata-rata 7. Sebagai alat ukur keberhasilan suatu proses belajar mengajar. 5. Analisis Hasil Ujian Setelah dilakukan ujian atau ulangan, maka guru melakukan analisis dari hasil ulangan harian, sebagai umpan balik tentang tingkat daya serap peserta didik terhadap materi pelajaran yang telah diajarkan. Analisis hasil ulangan sangat penting sekali, karena berdasarkan itu guru akan dapat mengklasifikasikan hal-hal yang telah dicapai dan dipahami begitu pula sebaliknya, supaya guru dapat menentukan langkah-langkah perbaikan dan pengayaan selanjutnya terhadap siswa baik secara indiviual maupun secara klasikal. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 7 Bimbingan Guru terhadap Siswa No Bimbingan Siswa Jumlah % 1 Pernah 27 50 2 Sering 19 35,18 3 Tidak Pernah 8 14,81 Jumlah 54 100% Sumber : Data Penelitian Penulis Berdasarkan skor jawaban terhadap bimbingan yang diberikan oleh guru Qur’an Hadits pernah 50%, sering 19 : 35,18%, tidak pernah 8 : 14,81%. Jadi, bimbingan yang diberikan oleh guru mata pelajaran Qur’an Hadits dalam membahas hasil evaluasi siswa ada dilakukan 104 tetapi tidak sering dilaksanakan, hal itu dapat dilihat pada tabel diatas. B. Strategi Pembelajaran Kaitannya Dengan Motivasi Belajar Siswa Strategi dalam pelaksanaan proses belajar mengajar sangat signifikan sekali karena strategi merupakan pola-pola umum kegiatan antara guru dan siswa dalam mengkondisikan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan. Salah satu usaha yang tidak pernah guru tinggalkan dalam proses pembelajaran Qur’an Hadits adalah metode, karena metode berperan sebagai alat motivasi ekstrinsik dalam proses belajar mengajar di sekolah. Maka dari itu strategi mempunyai hubungan yang erat dengan motivasi belajar siswa. Dalam rangka untuk meningkatkan gairah atau motivasi dalam proses belajar mengajar mata pelajaran Qur’an Hadits yang dilakukan di MAN Model Jambi, sekaligus untuk mempertahankan motivasi siswa dengan langkah-langkah sebagaimana di bawah ini. 1. Memberikan Nilai Angka Pemberian angka adalah sebagai simbol atau nilai dari setiap hasil aktivitas siswa yaitu dari hasil ulangan harian, ulangan semester dan tugas-tugas lainnya yang telah diberikan. Jadi dengan adanya nilai tersebut yang mendapat nilai bagus cenderung untuk mempertahankan. Untuk nilai yang rendah berusaha pula agar nilainya lebih baik dari apa yang sudah diperoleh. Di bawah ini dapat dilihat pencapaian hasil evaluasi siswa dalam mata pelajaran Qur’an Hadits pada semester I tahun pembelajaran 2002 / 2003. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat table di bawah ini. 105 Tabel 8 Tanggapan Siswa Terhadap Hasil Evaluasi No Tanggapan Siswa Jumlah % 1 Puas 39 72,22 2 Kurang Puas 9 16,66 3 Tidak Puas 6 11,11 54 100% Jumlah Sumber : Data Penelitian Penulis Berdasarkan skor diatas menunjukan tanggapan siswa terhadap hasil yang telah dicapainya, puas 72,22% kurang puas 16,66% tidak puas 11,11%. Jadi jumlah totalnya 100%. Tanggapan siswa terhadap nilai yang telah diberikan guru dari hasil evaluasi dalam menunjukkan motivasi siswa pada mata pelajaran Qur’an Hadits dominasi merasa puas, dan hampir tidak ada atau sedikit sekali yang menyatakan kurang puas dan tidak puas. 2. Pujian Dalam bentuk pujian ini dilakukan pada siswa, apabila siswa tersebut dapat menyelesaikan pertanyaan yang telah diberikan, membaca, menulis, menterjemahkan dan menjelaskan maksud ayat / hadits dengan baik dan benar, maka guru mata pelajaran Qur’an Hadits mengucapkan kata-kata “jawaban bagus”, “bacaan ayat / haditsmu bagus”, “selamat menjadi juara” dan “suaramu bagus”. Dengan adanya ucapan seperti itu siswa akan lebih senang dan giat belajar pada mata pelajaran Qur’an Hadits di masa-masa berikutnya, sekaligus termotivasi untuk rajin belajar baik di sekolah maupun di rumah. 106 3. Hadiah Pemberian hadiah ini dilakukan oleh guru mata pelajaran Qur’an Hadits terhadap siswanya adalah setelah anak menerima buku rapor semester, berupa buku tulis, pensil, pena dan buku bacaan lainnya, agar alat tersebut dapat dipergunakan oleh siswa dalam belajar. Penyerahan hadiah itu dilakukan di dalam kelas. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat tebel di bawah ini. Tabel 9 Mendapat Hadiah dari Guru No Menerima Hadiah Jumlah % 1 Pernah 13 24,07 2 Selalu 8 14,81 3 Tidak Pernah 33 61,11 Jumlah 54 100% Sumber : Data Penelitian Penulis Dilihat dari skor diatas menunjukan tentang pemberian hadiah dari guru mata pelajaran Qur’an Hadits pernah 24,07%, selalu 14,81%, tidak pernah 61,11%. Jadi jumlah totalnya 100% Dengan demikian, pemberian hadiah dari guru mata pelajaran Qur’an Hadits bagi siswa yang berprestasi, seperti buku tulis, pensil, pena dan buku bacaan lainnya sangat rendah. 4. Hukuman Dalam proses belajar mengajar, pemberian hukuman juga diperlukan hal ini dilakukan, apabila siswa terlambat masuk, suka ribut, tidak mengerjakan tugas. Supaya siswa tidak meremehkan 107 mata pelajaran Qur’an Hadits dalam proses belajar mengajar yang sedang berlangsung. Bentuk hukuman yang diberikan kepada siswa tersebut berupa sanksi antara lain : menyapu, mencatat bahan pelajaran yang ketinggalan, membuat perjanjian diatas kertas, berdiri di depan kelas. Hal ini juga tergantung pada bentuk kesalahannya. Agar lebih jelasnya dapat dilihat tabel di bawah ini. Tabel 10 Mendapat Hukuman dari Guru No 1 Mendapat Hukuman Pernah Jumlah 13 % 24,07 2 Sering 5 9,25 3 Tidak Pernah 36 66,66 Jumlah 54 100% Sumber : Data Penelitian Penulis Dilihat dari skor diatas yang menunjukan tentang hukuman yang diberikan guru terhadap siswa pernah 24,07%, sering 9,25%, tidak pernah 66,66%. Jadi jumlah totalnya 100%. Hukuman yang diterima oleh siswa dalam mata pelajaran Qur’an Hadits, berdasarkan data di atas sedikit sekali dilakukan hukuman bila dibandingkan dengan pernah dan sering dilakukan hukuman. Hal ini disebabkan karena rendahnya pelanggaran yang dilakukan oleh siswa. C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Motivasi Belajar Siswa Pentingnya menjaga motivasi belajar pada proses belajar mengajar tidak dapat dipisahkan, karena dengan menggerakkan motivasi yang terpendam dan menjaganya dalam kegiatan yang dilakukan siswa akan menjadikan siswa itu lebih giat belajar. 108 Apabila siswa belajar berdasarkan motivasi yang kuat, maka ia tidak akan malas, maka guru Qur’an Hadits perlu memelihara motivasi siswa dan semua yang berhubungan dengan motivasi dalam proses belajar mengajar. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi belajar siswa adalah : 1. Faktor siswa, dimana tiap-tiap siswa memiliki kondisi yang berbeda baik faktor intrinsik maupun ekstrinsik. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 11 Faktor Motivasi Belajar Siswa No Unsur Motivasi Jumlah % 1 Diri siswa sendiri 29 53,70 2 Teman siswa 11 20,37 3 Orang tua siswa 14 25,92 54 100% Jumlah Sumber : Data Penelitian Penulis Dilihat dari skor hasil jawaban diatas faktor yang mempengaruhi motivasi siswa dalam mengerjakan tugas diri sendiri 53,70%, teman 20,37%, orang tua 25,92%. Jadi jumlah totalnya 100%. Ketiga faktor tersebut diatas yang paling tinggi tingkat motivasi siswa dalam proses belajar Qur’an Hadits adalah faktor internal siswa dan sangat sedikit faktor dari eksternal seperti teman dan orang tua siswa. 2. Disiplin Guru Kedisiplinan dari seorang guru sangat menentukan sekali dalam proses belajar mengajar, karena guru adalah sebagai panutan, 109 contoh tauladan bagi siswa. Agar lebih jelasnya dapat dilihat tabel di bawah ini. Tabel 12 Kedisiplinan Guru Mengajar No Disiplin Guru Jumlah % 1 Pernah terlambat 10 16,66 2 Selalu terlambat 15 27,77 3 Tidak pernah terlambat 29 53,70 54 100% Jumlah Sumber : Data Penelitian Penulis Dilihat dari skor jawaban disiplin guru dalam melaksanakan tugasnya pernah 16,66%, selalu 27,77%, tidak pernah 53,70%. Jadi jumlah totalnya 100%. Jadi guru Qur’an Hadits dalam menjalankan tugas sehari-hari selalu menjaga kedisiplinan, agar tidak terlambat masuk ke dalam kelas. Guru pernah terlambat karena faktor transportasi dan selalu terlambat jika cuaca kurang baik, namun guru tidak pernah terlambat mengajar disebabkan unsur kesengajaan karena tingginya kesadaran guru terhadap tugasnya. 3. Interaksi Guru dan Siswa Interaksi dalam proses belajar mengajar sangat diperlukan. Hubungan yang baik menyebabkan proses belajar mengajar tidak lancar. Jika siswa merasa jauh dengan guru, maka siswa segan berpartisipasi secara aktif. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat tabel di bawah ini. 110 Tabel 13 Hubungan Guru dengan Siswa No Komunikasi dengan Siswa Jumlah % 1 Pernah 9 16,66 2 Sering 6 11,11 3 Tidak pernah 39 73,22 Jumlah 54 100% Sumber : Data Penelitian Penulis Berdasarkan skor hasil jawaban interaksi guru dengan siswa menunjukan pernah 16,66%, sering 11,11%, tidak pernah 72,22%. Jadi jumlah totalnya 100%. Jadi hubungan guru dengan siswa pada mata pelajaran Qur’an Hadits hampir tidak menemui masalah dan berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan, karena guru selalu memperhatikan keluhan siswa di sekolah maupun di luar sekolah, dan sering menanyakan siswanya sebab-sebab tidak belajar dan alasan tidak mengerjakan tugas serta selalu menegur siswa seperti bertemu di jalan. 111 DAFTAR PUSTAKA Ahmadi, Abu, Joko Tri Prasetya (1997), Strategi Belajar Mengajar, Bandung : Pustaka Setia. ............., Widodo, Supriyono (1991), Psikologi Belajar, Cet.I, Jakarta : Rineka Cipta. Asnawi, Sahlan (2002), Teori Motivasi dalam Pendekatan Psikologi Industri dan Organisasi, Jakarta : Studi Press. Atwi, Suparman (1997), Desain Instruksional, Jakarta : PAV untuk PPAI Ditjen Dikti Depdikbud. Azra, Azyumardi (2001), Pendekatan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, Jakarta : Kalimah. Arikunto, Suharsimi (1998), Prosedur Penilaian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta : Rineka cipta. ............... (1998), Pengelolaan Kelas dan Siswa Sebuah Pendekatan Evaluatif, Cet.II, Jakarta : Rajawali Pers. Djamarah, Syaiful Bahri (2002), Strategi Belajar Mengajar, Jakarta : Rineka Cipta. Dimyati, Mudjiono (1999), Belajar dan Pembelajaran, Jakarta. Departemen Agama RI, Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam (1998/1999), Pedoman Pelaksanaan Mata Pelajaran Qur‟an Hadits, Jakarta. Faisal, Sanapiah (1981), Dasar dan Tehnik Penyusunan Angket, Surabaya : Usaha Nasional. Hamalik, Oemar (2001), Pendekatan Baru Strategi Belajar Mengajar Berdasarkan CBSA, Bandung : Sinar Baru Algesindo. .............., (2001), Proses Belajar Mengajar, Jakarta : Bumi Aksara. 112 Hackbarth, Steven (1996), The Educational Technology Hand Book : A Comprehensive Guide, Process and Products For Learning, Englewood Cliffs, N.J. Educational Technology Publications. Hadi, Sutrisno (1986), Metodologi Research 2, Yogyakarta : YPFP UGM. Kamaruddin (1985), Kamus Istilah Skripsi dan Tesis, Bandung : Angkasa. Muhajir, Noeng (2000), Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial Tiori Pendekatan Pelaku Sosial Kreatif, Yogyakarta : Rake Sarasin. Marimba, Ahmad, D (1980), Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung : Al-Ma’arif. Muhaimin, et. al (2001), Paradigma Pendidikan Islam, Bandung : PT. Remaja Rosda Karya. Mansur, et. al (1987), Dasar-dasar Interaksi Belajar Mengajar Bahasa Indonesia, Bandung : Jemmars. Moleong, Lexy. J (2001), Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Namsa, Yunus (2000), Metodologi Pengajaran Agama Islam, Ternate : Pustaka Firdaus. Nasution, S (1995), Didaktik Azas-azas Mengajar, Jakarta : Bumi Aksara. ------- (t.t.) Didaktik Azas-azas Mengajar, Jakarta : Jenmers. Nata, Abuddin (1996), Falsafah Pendidikan Islam I, Jakarta : Logos Wacana Ilmu. Pasaribu, I.L, B. Simanjuntak Bandung : Tarsito. (1983), Proses Belajar Mengajar, Proyek Pengadaan Kitab Suci (1986), Al-Qur‟an dan Terjemahan, Jakarta : PT. Serajaya Santria. P. Siagian. Sondang (1995), Tiori Motivasi dan Aplikasinya, Jakarta : Rineka Cipta. Rooijakkers, Ad (1984), Mengajar dengan Sukses, Jakarta : PT. Gramedia. 113 Roestiyah, N. K (2001), Strategi Belajar Mengajar, Cet. VI, Jakarta : Rineka Cipta. ------- (1982), Masalah-masalah Ilmu keguruan, Cet. III, Jakarta : Bina Aksara. Rusyan, A. Tabrani, Atang Kusdinar, Zainal Arifin (1994), Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Sudjana, Nana (1988), Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, Bandung : Sinar Baru. Sholeh, Abdul Rachman (2000), Pendidikan Agama dan Keagamaan, Jakarta : PT. Grama Windu Panca Perkasa. Sardiman. A.M (1986), Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta : Rajawali Pers. Sudirman. N,. Et. al (1991), Ilmu Pendidikan Remaja, Bandung : Rosdakarya,. Syah, Muhibbin (2001), Psikologi Belajar, Jakarta : Logos Wacana Ilmu. Slameto (1991), Proses Belajar Mengajar Dalam Sistem Kredit Semester, Jakarta : Bumi Aksara. Sunaryo (1989), Strategi Belajar Mengajar Dalam Pengajaran Ilmu Pengetahuan Sosial, Jakarta : Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan. Undang-undang RI. No. 2 Tahun (1989), Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta : Diperbanyak oleh Depdikbud. Usman, Moh. Uzer (2001), Menjadi Guru Profesional, Bandung : Remaja Rosdakarya. Zuhairimi (1993), Metodologi Pendidikan Agama, Solo : Ramadhani. 114