naskah strategi belajar

advertisement
1
Problematika
Pendidikan
Pendidikan merupakan hal yang sangat strategis dalam
menentukan arah kemajuan suatu bangsa. Dengan pendidikan yang
bermutu, penyiapan sumber daya manusia akan menjadi terarah sesuai
dengan kualitas yang dikehendaki untuk mendorong kemajuan suatu
bangsa.
Usaha-usaha dalam meningkatkan mutu pendidikan pada
hakekatnya adalah merupakan realisasi dari seluruh manusia,
masyarakat dan bangsa Indoesia secara Universal menginginkan agar
dapat menciptakan kondisi atau iklim pendidikan yang lebih kondusif,
baik pada saat sekarang maupun pada era yang akan datang. Hal ini
sebagaimana yang telah dituangkan di dalam tujuan pendidikan
Nasional kita, yang terdapat pada Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 4 yang
berbunyi :
Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan
bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya,
yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan
Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, meliputi
pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani,
kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung
jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. (Undang-undang RI
No. 2 Tahun 1989 Pasal 4 : 6)
Untuk
mencapai
tujuan
pendidikan
yang
sedemikian
kompleksnya, maka harus ada kerja sama yang lebih antara lain orang
tua, masyarakat luas, pemerintah dan berbagai kelompok organisasi
lainnya. Semua itu mempunyai hak dan kewajiban untuk menciptakan
2
citra pendidikan supaya berkualitas. Sekolah hanya sebagai lembaga
pelaksana pendidikan secara formal.
Perbedaan
penekanan
pendidikan
pendidikan
dengan
terhadap
pengajar
pembentukan
terletak
pada
kesadaran
dan
kepribadian anak didik di samping transfer ilmu dan keahlian. Dengan
proses semacam ini suatu bangsa atau negara dapat mewariskan nilainilai keagamaan, kebudayaan, pemikiran dan keahlian kepada generasi
mudanya, sehingga mereka betul-betul siap menyongsong kehidupan di
era mendatang.
Ki Hajar Dewantara, tokoh pendidikan nasional Indonesia
menyatakan bahwa Pendidikan pada umumnya berarti daya upaya
untuk memajukan budi pekerti (kekuatan batin), pikiran (intelek), dan
jasmani anak-anak, selaras dengan alam dan masyarakat. (Azyumardi
Azra, 2001 :4).
Jadi tujuan pendidikan Islam tidak lepas dari tujuan hidup
manusia dalam Islam : yaitu untuk menciptakan pribadi-pribadi hamba
Allah yang selalu bertaqwa kepada-Nya, dan dapat mencapai
kehidupan yang berbahagia di dunia dan akherat. Dalam konteks sosial
masyarakat, bangsa dan negara, maka apabila yang bertaqwa ini
menjadi “Rahmatan Lil „Alamin”, baik dalam skala kecil maupun besar.
Tujuan hidup manusia dalam Islam inilah yang disebut juga sebagai
tujuan akhir pendidikan Islam.
Berkaitan dengan perkembangan IPTEK lembaga dalam Islam
harus ditingkatkan baik dalam sistem maupun muatan pendidikan yang
harus dapat memenuhi kebutuhan dunia modern antara lain dalam
bentuk kurikulum yang berbobot dan menarik serta metodologi yang
tepat.
3
Salah satu faktor yang menentukan kualitas pendidikan adalah
diselenggarakannya pembelajaran yang dirancang secara sistematis
sesuai kaidah-kaidah pembelajaran yang efektif. Guru memegang peran
penting yang menentukan dalam penyelenggaraan pembelajaran
berkualitas. Guru harus mampu bertindak sebagai perancang (desainer)
sekaligus
pelaksana
proses
pembelajaran.
Sebagai
perancang
pembelajaran, guru perlu memiliki penguasaan yang baik atas prinsipprinsip
perancang
pembelajaran.
Karena
pembelajaran
adalah
merupakan sistem, maka perancang pembelajaran seharusnya dilakukan
secara sistemik (menggunakan pendekatan sistem). Dalam kerangka
merancang pembelajaran inilah, maka pemilih strategi pembelajaran
harus mendapatkan perhatian secara seksama untuk menciptakan
pengelolaan proses belajar mengajar yang efektif.
Maka dalam proses belajar-mengajar, guru harus memiliki
strategi, agar siswa dapat belajar secara efektif dan efisien, mengenai
pada tujuan yang diharapkan. Salah satu lagkah untuk memiliki strategi
itu ialah harus menguasai teknik-teknik pengajaran, atau biasanya
disebut metode mengajar.
Model Hackbarth (1996 : 20) menampilkan 18 langkah. Empat
yang pertama adalah : (1) Menggambarkan apa yang ingin diketahui
siswa atau menetapkan tujuan pembelajaran, (2) Menaksir hal-hal yang
sudah dikuasai siswa, (3) merancang tes prestasi belajar, dan (4)
Mengidentifikasikan strategi pembelajaran yang efektif.
Dasar-dasar konseptual pengembangan strategi pembelajaran
harus dikuasai secara baik oleh para guru agar setiap pilihan yang
dijatuhkan mempunyai pijakan yang kuat yang berorientasi pada
pencapaian hasil pembelajaran yang berkualitas. Berdasarkan modal
perancang pembelajaran tersebut, pengembangan strategi pembelajaran
4
harus
mengacu
pada
tujuan
pembelajaran
sekaligus
juga
mempertimbangkan kondisi peserta didik. Dengan pemahaman seperti
itu, berarti keefektifan setiap strategi pembelajaran sangat ditentukan
oleh ketepatan pemilihan strategi dikaitkan dengan keunikan dari
masing-masing tujuan pembelajaran dan kondisi siswa. Ini berarti
bahwa tidak ada metode atau strategi yang efektif untuk semua jenis
tujuan pembelajaran dan semua kondisi siswa. Di samping kedua hal
tersebut, pemilihan strategi pembelajaran juga tergantung pada teori
belajar dan pembelajaran yang dijadikan dasar pijakan dalam
melakulan pilihan strategi. Berhubung teori belajar dan pembelajaran
secara terus menerus mengalami perkembangan, maka pengembangan
atau pemilihan strategi pembelajaran harus pula mengikuti perubahanperubahan menyangkut teori-teori belajar dan pembelajaran yang terus
berkembang tersebut.
Dalam memilih strategi pembelajaran, seorang guru harus
mampu memberikan bantuan kepada siswa dalam belajar. Pemahaman
bahwa mengajar adalah membantu siswa dalam belajar berarti
memandang mengajar merupakan kegiatan yang bertumpu pada peserta
didik. Merekalah yang mempunyai tanggung jawab atas kegiatan
belajarnya termasuk materi yang dipelajari. Tujuan guru adalah sebagai
motivator tumbuhnya minat peserta didik. Tugas pengajar adalah
membantu proses belajar pada diri peserta didik baik dengan
menyediakan materi maupun dalam memberikan bimbingan mengenai
hal-hal yang bersifat konseptual.
Mengelola pembelajaran secara efektif merupakan tantangan
profesi yang cukup berat. Baik guru maupun siswa memiliki perbedaan
minat, latar belakang, kemampuan, maupun harapan-harapan. Banyak
ahli
pendidikan
berusaha
mengidentifikasi
perbedaan-perbedaan
5
tersebut, kemudian menciptakan strategi-strategi pembelajaran yang
memungkinkan untuk membantu peserta didik belajar mulai dari
tahapan yang mudah hingga yang kompleks, mulai dari menghapal
fakta-fakta sampai tingkatan keterampilan intelektual yang lebih tinggi
misalnya berpikir kritis. Usaha untuk memahami dan meningkatkan
keefektifan pembelajaran haruslah diawali dengan upaya untuk
memahami bagaimana peserta didik belajar.
Teknik penyajian pembelajaran adalah suatu pengetahuan
tentang cara-cara mengajar yang dipergunakan oleh guru atau
instruktur (Roestiyah NK, 1991 : 1).
Agar pelajaran tersebut dapat ditangkap, dipahami dan
digunakan oleh siswa dengan baik. Di dalam kenyataan cara atau
metode mengajar, teknik penyajian yang digunakan guru untuk
menyampaikan pesan kepada siswa berbeda dengan cara yang
ditempuh untuk memantapkan siswa dalam menguasai pengetahuan,
keterampilan serta sikap.
Rumusan tujuan instruksional yang dibuat guru tidak selalu
hanya satu tujuan, bahkan beberapa tujuan. Untuk mencapai tujuan
yang berbeda itu, maka guru memerlukan beberapa teknik penyajian
pula yang digunakan agar ada variasi, lebih-lebih lagi dalam mencapai
tujuan pendidikan secara universal, sekaligus kualitasnya.
Guru dalam dunia pendidikan atau dalam proses belajar
mengajar keberadaan dituntut semaksimal mungkin dapat menciptakan
supaya bagaimana siswa dapat belajar dengan mudah dan terdorong
oleh kemauannya sendiri untuk mempelajari apa yang teraktualisasikan
dalam kurikulum sebagai kebutuhan peserta didik.
Proses pembelajaran berupaya menjabarkan nilai-nilai yang
terkandung
di
dalam
kurikulum
dengan
menganalisis
tujuan
6
pembelajaran dan karakteristik isi bidang studi Qur’an Hadits yang
selanjutnya guru dapat melakukan kegiatan untuk memilih, menetapkan
dan mengembangkan cara-cara atau strategi pembelajaran yang tepat
untuk mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan sesuai dengan
kondisi yang ada, agar materi bidang studi Qur’an Hadits dapat
diaktualisasikan dalam proses pembelajaran dan siswa termotivasi,
sehingga hasil belajar terwujud dalam diri peserta didik.
Untuk itu, maka strategi, metode, dan teknik pembelajaran
yang digunakan harus disesuaikan dengan karakteristik materi ajaran,
karakteristik siswa, karakteristik guru, dan kondisi nyata sumber daya
yang tersedia di sekolah serta lingkungan sekitarnya.
Pembelajaran menurut Muhaimin, terdapat tiga komponen
utama yang saling berpengaruh dalam proses pendidikan agama, yaitu
(1) Kondisi pembelajaran pendidikan agama, (2) Metode pembelajaran
pendidikan agama, (3) Hasil pembelajaran pendidikan agama.
(Muhaimin, et.al, 2001 : 145).
Untuk mencapai tujuan pendidikan, guru selaku fasilisator
dalam proses belajar mengajar perlu menerapkan metode yang
bervariasi gunanya adalah untuk mengatasi kebosanan murid dalam
menerima materi pelajaran dan diharapkan situasi belajar mengajar,
murid senantiasa menunjukan ketekunan, antusiasme, serta penuh
partisipasi.
Menerapkan metode yang bervariasi memiliki tujuan dan
manfaat, sebagai mana yang dijelaskan oleh Moh. Uzer Usman sebagai
berikut :
1. Untuk menimbulkan dan meningkatkan perhatian siswa kepada
aspek-aspek belajar mengajar yang relevan
7
2. Untuk memberi kesempatan bagi perkembangan bakat ingin
mengetahui dan menyelidiki pada siswa tentang hal-hal yang baru.
3. Untuk memupuk tingkah laku positif terhadap guru dan sekolah
dengan berbagai cara mengajar yang lebih hidup dan lingkungan
belajar yang lebih baik.
4. Guna memberi kesempatan kepada siswa untuk memperoleh cara
menerima pelajaran yang disenanginya. (Moh. Uzer Usman, 2001 :
84)
Prinsip-prinsip penggunaan variasi dalam proses belajar
mengajar menurut Moh. Uzer Usman adalah :
1. Variasi hendaknya digunakan dengan suatu maksud tertentu yang
relevan dengan tujuan yang hendak dicapai.
2. Variasi harus digunakan secara lancar dan berkesinambungan
sehingga tidak akan merusak perhatian siswa dan tidak mengganggu
pelajaran.
3. Direncanakan secara baik, dan secara eksplisit dicantumkan dalam
rencana pelajaran atau satuan pelajaran. (Moh. Uzer Usaman, 2001 :
85)
Berdasarkan observasi sementara dari peneliti terhadap
gambaran proses pembelajaran Qur’an Hadits di MAN Model Jambi
masih rendah dalam menerapkan suatu strategi atau metode yang
bervariatif, serta selalu monoton yang diterapkan pada proses
pembelajaran Qur’an Hadits dengan hanya menggunakan metode
ceramah dan hafalan saja oleh guru-guru mata pelajaran Qur’an Hadits
di MAN Model Jambi.
Madrasah Aliyah Negeri Model Jambi adalah suatu lembaga
Pendidikan Tingkat Menengah Atas yang berada di bawah naungan
Departemen Agama Republik Indonesia.
8
Madrasah Aliyah Negeri Model Jambi terletak di Jalan
Aditiawarman The Hok Kota Jambi. Didirikan pada tahun 1991/1992
sebagai alih fungsi dari Pendidikan Guru Agama Negeri (PGAN). Dan
pada tahun pembelajaran 1998/1999 melalui surat keputusan Dirjen
Bimbingan
Islam
Departemen
IV/PP.00.6/KEP/17A/1998
tertanggal
RI
20
Nomor
Februari
1998
:
F.
status
Madrasah Aliyah Negeri Jambi berfungsi menjadi Madrasah Aliyah
Negeri Model jambi. (Dokumentasi MAN Model jambi, 2-11-2002).
Dengan permasalahan di atas itulah sebagai dasar peneliti
mengangkat judul tesis ini. Peneliti tesis ini pada intinya adalah apakah
strategi guru dalam proses pembelajaran dapat meningkatkan motivasi
belajar siswa pada pembelajaran Qur’an Hadits di MAN Model Jambi.
9
Strategi
Belajar Mengajar
A. Konsep Strategi Belajar Mengajar
1. Pengertian Strategi Belajar Mengajar
Secara umum strategi mempunyai pengertian sebagai suatu
garis besar haluan dalam bertindak untuk mencapai sasaran yang
telah ditentukan. Dihubungkan dalam belajar mengajar, strategi bisa
diartikan
sebagai
pola
umum
kegiatan
guru-murid
dalam
perwujudan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang
telah digariskan.
Istilah strategi mula-mula dipakai di kalangan militer dan
diartikan sebagai seni dalam merancang (operasi) peperangan,
terutama yang erat kaitannya dengan gerakan pasukan dan navigasi
ke dalam posisi perang yang dipandang paling menguntungkan
untuk memperoleh kemenangan. Penetapan strategi tersebut harus
didahului oleh analisis kekuatan musuh yang meliputi jumlah
personal, kekuatan persenjataan, kondisi lapangan, posisi musuh,
dan
sebagainya.
Dalam
perwujudannya,
strategi
itu
akan
dikembangkan dan dijabarkan lebih lanjut menjadi tindakantindakan nyata dalam medan pertempuran.
Dewasa ini istilah strategi banyak dipinjam oleh bidangbidang ilmu lain, termasuk bidang ilmu pendidikan. Dalam
kaitannya dengan belajar mengajar, pemakaian istilah strategi
dimaksudkan sebagai daya upaya guru dalam menciptakan suatu
sistem lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses mengajar.
Maksudnya agar tujuan pengajaran yang telah dirumuskan dapat
10
tercapai secara berdaya guna dan berhasil guna, guru dituntut
memiliki kemampuan mengatur cara umum komponen-komponen
pengajaran sedemikian rupa sehingga terjalin ketertarikan fungsi
antara komponen pengajar dimaksud. Dengan rumus lain, dapat juga
dikemukakan bahwa strategi berarti pilihan pola kegiatan belajar
mengajar yang diambil untuk mencapai tujuan secara efektif. Untuk
melaksanakan tugas secara profesional, guru memerlukan wawasan
yang mantap tentang kemungkinan-kemungkinan strategi belajar
mengajar yang sesuai dengan tujuan belajar yang telah dirumuskan,
baik dalam arti efek instruksional (Tujuan belajar yang dirumuskan
secara eksplisit dalam proses belajar mengajar), maupun dalam arti
efek pengiring (Hasil ikatan yang didapat dalam proses belajar,
misalnya kemampuan berfikir kritis, kreatif, sikap terbuka setelah
siswa mengikuti diskusi kelompok kecil dalam proses belajarnya.
(Abu Ahmadi, Joko Tri prasetya, 1997 : 11).
Strategi belajar mengajar bukanlah berarti strategi belajar
bagaimana cara mengajar, melainkan strategi belajar dan strategi
mengajar dengan meletakkan ke dua aktivitas subyek-didik dan
pendidik dalam suatu konteks dimana tekanan lebih diletakkan pada
aktivitas belajar subyek-didik. Strategi sebagai istilah banyak
digunakan orang. Dalam arti umum strategi adalah suatu penataan
potensi dan sumber daya agar dapat efisien memperoleh hasil sesuai
rancangan. Dekat dengan istilah tersebut adalah taktik atau siasat.
Siasat merupakan pemanfaatan optimal situasi dan kondisi untuk
menjangkau sasaran. Dalam militer strategi digunakan untuk
memenangkan suatu peperangan, sedangkan taktik digunakan untuk
memenangkan pertempuran.
11
Strategi belajar-mengajar berarti bagaimana menata potensi
(subyek-didik, pendidik) dan sumber daya (sarana, biaya, prasarana)
agar suatu program dapat dimanfaatkan secara optimal, atau sesuatu
matapelajaran/matakuliah dapat mencapai tujuanya; sedangkan
taktik belajar-mengajar adalah suatu penataan atau pengelolaan
kondisi dan situasi instruksional dan non-instruksional agar tujuan
belajar-mengajar tercapai secara efisien. (Noeng Muhajir, 2000 : 138
: 139).
Menurut Syaiful Bahri Djamarah (2002 : 5) strategi belajar
mengajar mempunyai pengertian suatu garis-garis besar haluan
untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah
ditentukan. Dihubungkan dengan belajar megajar, strategi bisa
diartikan sebagai “Pola-pola umum kegiatan guru anak didik dalam
perwujudan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang
telah digariskan”.
Adapun empat strategi dasar dalam belajar mengajar yang
meliputi hal-hal berikut :
a. Mengidentifikasi serta menetapkan spesifikasi dan kualifikasi
perubahan tingkah laku dan kepribadian anak didik sebagaimana
yang diharapkan.
b. Memilih sistem pendekatan belajar mengajar berdasarkan aspirasi
dan pandangan hidup masyarakat.
c. Memilih dan menetapkan prosedur, metode, dan teknik belajar
mengajar yang dianggap paling tepat dan efektif sehingga dapat
dijadikan pegangan oleh guru dalam menunaikan kegiatan
mengajar.
d. Menetapkan norma-norma dan batas minimal keberhasilan atau
kriteria serta standar keberhasilan sehingga dapat dijadikan
12
pedoman oleh guru dalam melakukan evaluasi hasil kegiatan
belajar mengajar yang selanjutnya akan dijadikan umpanbalik
buat penyempurnaan sistem instruksional yang bersangkutan
secara keseluruhan.
Dari uraian di atas tergambar bahwa ada empat masalah pokok
yang sangat penting yang dapat dan harus dijadikan pedoman buat
pelaksanaan kegiatan belajar mengajar agar berhasil sesuai dengan
yang diharapkan.
13
Klasifikasi Strategi
Belajar Mengajar
Klasifikasi Strategi Belajar Mengajar
Menurut Tabrani Rusyan dkk, terdapat berbagai masalah
sehubungan
dengan
strategi
belajar
mengajar
yang
secara
keseluruhan diklasifikasi sebagai berikut :
a. Konsep Dasar Strategi Belajar Mengajar
Konsep dasar strategi belajar mengajar ini meliputi hal-hal :
1) menetapkan spesifikasi dan kualifikasi perubahan tingkah laku,
2) menetapkan pilihan berkenaan dengan pendekatan terhadap
masalah belajar mengajar, 3) memilih prosedur, metode dan
teknik belajar mengajar, dan 4) menerapkan norma dan kriteria
keberhasilan kegiatan belajar mengajar.
b. Sasaran Kegiatan Belajar Mengajar
Setiap kegiatan belajar mengajar mempunyai sasaran dan
tujuan. Tujuan itu bertahap dan berjenjang mulai dari yang sangat
operasional dan konkret, yakni Tujuan Instruksional Khusus dan
Tujuan Instruksional Umum, tujuan nasional, sampai kepada
tujuan yang bersifat universal.
Persepsi guru atau persepsi anak didik mengenai sasaran
akhir kegiatan belajar mengajar akan mempengaruhi persepsi
mereka terhadap sasaran-antara serta sasaran-kegiatan. Sasaran
itu harus diterjemahkan ke dalam ciri-ciri perilaku kepribadian
yang didambakan. Pada tingkat sasaran atau tujuan yang
universal, manusia yang diidamkan tersebut harus memiliki
14
kualifikasi ; 1) pengembangan bakat secara optimal, 2) hubungan
antar manusia, 3) efisiensi ekonomi, dan 4) tanggung jawab
selaku warga negara.
Pandangan hidup para guru maupun anak didik akan turut
mewarnai berkenaan dengan gambar karakteristik sasaran
manusia idaman. Konsekuensinya akan mempengaruhi juga
kebijakan tentang perencanaan pengorganisasian, serta penilaian
terhadap kegiatan belajar mengajar.
c. Belajar Mengajar Sebagai Suatu Sistem
Belajar
mengajar
selaku
suatu
sistem
instruksional
mengacu kepada pengertian sebagai seperangkat komponen yang
saling bergantung satu sama lain untuk mencapai tujuan. Selaku
suatu sistem, belajar mengajar meiputi suatu komponen, antara
lain tujuan, bahan, siswa, guru, metode, situasi dan evaluasi. Agar
tujuan
itu
tercapai,
semua
komponen
yang
ada
harus
diorganisasikan sehingga antar sesama komponen terjadi kerja
sama. Karena itu guru tidak boleh hanya memperhatikan
komponen-komponen tertentu saja misalnya metode, bahan dan
evaluasi saja, tetapi ia harus mempertimbangkan komponen
secara keseluruhan.
Berbagai persoalan yang biasa dihadapi oleh guru antara
lain adalah :
1. Tujuan-tujuan apa yang mau dicapai;
2. Materi pelajaran apa yang diperlukan;
3. Metode, alat mana yang harus dipakai;
4. Proses apa yang akan ditempuh untuk melakukan evaluasi.
Secara khusus dalam proses belajar mengajar guru berperan
sebagai pengajar, pembimbing, perantara sekolah dengan
15
masyarakat, administrator. Dan lain-lain. Untuk itu wajar bila
guru memahami dengan segenap aspek pribadi anak didik, seperti
:
1) Kecerdasan dan bakat khusus;
2) Prestasi sejak permulaan sekolah;
3) Perkembangan jasmani dan kesehatannya;
4) Kecenderungan emosi dan karakternya;
5) Sikap dan minat belajar;
6) Cita-cita;
7) Kebiasaan belajar dan bekerja;
8) Hobi dan penggunaan waktu senggang;
9) Hubungan sosial di sekolah dan di rumah;
10) Latar belakang keluarga;
11) Lingkungan tempat tinggal;
12) Sifat-sifat khusus dan kesulitan anak didik
Usaha untuk memahami anak didik ini bisa dilakukan
melalui evaluasi. Selain itu guru mempunyai keharusan
melaporkan perkembangan hasil belajar para siswa kepada kepala
sekolah, orang tua, dan instansi yang terkait.
d. Hakikat Proses Belajar
Belajar
adalah
proses
perubahan
perilaku
berkat
pengalaman dan latihan. Artinya, tujuan kegiatan adalah
perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut pengetahuan,
keterampilan maupun sikap; bahkan meliputi segenap aspek
organisasi atau pribadi. Kegiatan belajar mengajar seperti
mengorganisasi pengalaman belajar, mengolah kegiatan belajar
megajar, menilai proses dan hasil belajar, kesemuanya termasuk
16
dalam cakupan tanggung jawab guru. Jadi, hakikat belajar adalah
perubahan.
e. Entering Behavior Siswa
Hasil kegiatan belajar mengajar tercermin dalam perbuatan
perilaku, baik secara material-subtansial, struktural-fungsional,
maupun secara behavior. Yang dipersoalkan adalah kepastian
bahwa tingkat prestasi yang dicapai siswa itu apakah benar
merupakan hasil kegiatan belajar mengajar yang bersangkutan.
Untuk kepastiannya seharusnya guru mengetahui tentang
karakteristik perilaku anak didik saat mereka mau masuk sekolah
dan mulai dengan kegiatan belajar mengajar dilangsungkan,
tingkat dan jenis karakteristik perilaku anak didik yang telah
dimilikinya ketika mau mengikuti kegiatan belajar mengajar.
Itulah yang dimaksudkan dengan Entering Behavior Siswa.
Menurut Abin Syamsuddin, sebagaimana yang dikutip oleh
Syaiful Bahri Djamarah (2002:12) entering behavior akan dapat
diidentifikasikan dengan cara :
1) Secara tradisional, telah lazim para guru mulai dengan
pertanyaan mengenai bahan yang pernah diberikan sebelum
menyajikan bahan baru.
2) Secara inovatif, guru tertentu di berbagai lembaga pendidikan
yang memiliki atau mampu mengembangkan instrumen
pengukur
prestasi
belajar
dengan
memenuhi
syarat,
mengadakan pre-test sebelum mereka mulai mengikuti
program belajar mengajar.
Gambaran tentang entering behavior, ialah siswa banyak
menolong guru yang antara lain :
17
a) Untuk mengetahui seberapa jauh kesamaan individual
siswa dalam taraf kesiapannya, kematangan, serta tingkat
penguasaan pengetahuan dan keterampilan dasar bagi
penyajian bahan baku.
b) Diketahuinya disposisi perilaku siswa tersebut akan dapat
dipertimbangkan dan dipilih bahan, prosedur, metode,
teknik serta alat bantu belajar mengajar yang sesuai.
c) Dengan membandingkan nilai proses dengan nilai hasil
pasca-tes, atau setelah menjalani program kegiatan belajar
mengajar, guru akan mendapat petunjuk seberapa jauh dan
seberapa banyak perubahan perilaku itu telah menjadi
dalam diri siswa. Perbedaan antara nilai pasca-tes dengan
pre-tes,
baik
secara
kelompok
maupun
individual,
merupakan indikator seperti atau hasil pencapaian yang
nyata sebagai pengaruh dari proses belajar mengajar.
Ada tiga dimensi dari entering behavior yang perlu
diketahui oleh guru :
1) Batas-batas ruang lingkup materi pengetahuan yang telah
dimiliki dan dikuasai oleh siswa.
2) Tingkat tahap materi pengetahuan, terutama kawasan polapola sambutan atau kemampuan yang telah dimiliki siswa.
3) Kesiapan dan kematangan fungsi-fungsi psikofisik.
Sebelum
merencanakan
dan
melaksanakan
kegiatan
mengajar, guru harus dapat menjawab pertanyaan :
1) Sejauh mana batasan-batasan materi pengetahuan yang telah
dikuasai dan diketahui oleh siswa yang akan diajar.
2) Tingkat dan tahapan serta jenis kemampuan manakah yang
telah dicapai dan dikuasai oleh siswa yang bersangkutan.
18
3) Apakah siswa sudah cukup siap dan matang untuk menerima
bahan dan pola-pola perilaku yang akan diajarkan.
4) Berapa jauh motivasi dan minat belajar yang dimiliki oleh
siswa sebelum belajar dimulai.
f. Pola-pola Belajar Siswa
Menurut Robert M. Gagne yang dikutip oleh Syaiful bahri
Djamarah, (2002 : 13-14) membedakan pola-pola belajar siswa
ke dalam delapan tipe, di mana yang satu merupakan persyaratan
bagi lainnya yang lebih tinggi hierarkinya. Delapan tipe belajar
dimaksudkan adalah : 1) Signal learning (belajar isyarat), 2)
Stimulus-response
learning
(belajar
stimulus-respons),
3)
Shaining (rantai atau rangkaian), 4) Verbal association (asosiasi
verbal), 5) Discrimination learning (belajar kriminasi), 6)
Concept learning (belajar konsep), 7) Rule learning (belajar
aturan), dan 8) Problem solving (memecahkan masalah).
g. Memilih Sistem Belajar Mengajar
Para ahli teori belajar telah mencoba mengembangkan
berbagai cara pendekatan atau sistem pengajaran atau proses
belajar mengajar. Berbagai sistem pengajaran yang menarik
perhatian akhir-akhir ini adalah: enquiry-discovery approach,
expositiory approach, mastery learning, dan hummanistic
education.
1) Enquiry-Discovery Learning
Enquiry-Discovery Learning adalah belajar mencari dan
menemukan sendiri. Dalam sistem belajar mengajar ini guru
menjadikan bahan pelajaran tidak dalam bentuk yang final,
tetapi anak didik diberi peluang untuk mencari dan
menemukannya
sendiri
dengan
mempergunakan
teknik
19
pendekatan
pemecahan
masalah.
Secara
garis
besar
produsennya adalah demikian :
a) Simulation. Guru mulai bertanya dengan mengajarkan
persoalan, atau menyuruh anak didik membaca atau
mendengarkan uraian yang memuat permasalahan.
b) Problem
statement.
Anak
didik
diberi
kesempatan
mengidentifikasi berbagai permasalahan. Sebagian besar
memilihnya yang dipandang paling menarik dan fleksibel
untuk
dipecahkan.
Permasalahan
yang
dipilih
itu
selanjutnya harus dirumuskan dalam bentuk pertanyaan,
atau hipotesis, yakni pernyataan (Statement) sebagai
jawaban sementara atas pertanyaan yang diajukan.
c) Data Collection.
Untuk menjawab
pertanyaan atau
membuktikan benar tidaknya hipotesis ini, anak didik diberi
kesempatan untuk mengumpulkan berbagai informasi yang
relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara
dengan nara sumber, melakukan uji coba sendiri dan
sebagainya.
d) Data
processing.
Semua
informasi
hasil
bacaan,
wawancara, observasi, dan sebagainya, semuanya diolah,
diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bia perlu
dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat
kepercayaan tertentu.
e) Verification,
atau
pembuktian.
Berdasarkan
hasil
pegelolaan dan tafsir, atau informasi yang ada, pernyataan
atau hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu itu
kemudian dicek, apakah terjawab atau tidak, apakah
terbukti atau tidak.
20
f) Generalization.
Tahap
selanjutnya
berdasarkan
hasil
verifikasi tadi, anak didik belajar menarik kesimpulan atau
generalisasi tertentu.
Sistem belajar yang dikembangkan ini menggunakan
landasan pemikiran pendekatan belajar mengajar. Hasil belajar
dengan cara ini lebih mudah dihapal dan diingat, mudah
ditransfer untuk memecahkan masalah. Pengetahuan dan
kecakapan anak didik bersangkutan lebih jauh dapat
menumbuhkan motivasi instrinsik, karena anak didik merasa
puas atas penggunaannya sendiri.
Pendekatan belajar mengajar ini sangat cocok untuk
materi pelajaran yang bersifat kongnitif. Kelemahannya adalah
memakan waktu yang cukup banyak, dan kalau kurang
terpimpin atau kurang terarah dapat menjurus kepada
kekacauan dan kekaburan atas materi yang dipelajari. (Syaiful
Bahri Djamarah, 2002 : 21-23).
2) Ekspository Learning
Dalam sistem ini guru menyajikan dalam bentuk yang
telah dipersiapkan secara rapi, sistematis, dan lengkap
sehingga anak didik tinggal menyimak dan mencernanya saja
secara tertib dan teratur. Secara garis besar prosedur ini adalah
:
a) Preparasi.
Guru
mempersiapkan
(preparasi)
bahan
selengkapnya secara sistematis dan rapi.
b) Apersepsi. Guru bertanya atau memberikan uraian singkat
untuk mengarah perhatian anak didik kepada materi yang
akan diajarkan.
21
c) Presentase.
Guru
menyajikan
bahan
degan
cara
memberikan ceramah atau menyuruh anak didik membaca
bahan yang telah disiapkan dari buku teks tertentu atau
yang ditulis guru sendiri.
d) Resitasi. Guru bertanya dan anak didik menjawab sesuai
dengan bahan yang dipelajari, atau anak didik disuruh
menyatakan kembali dengan kata-kata sendiri (resitasi)
tentang pokok-pokok masalah yang telah dipelajari, baik
yang dipelajari secara lisan maupun tulisan (Syaiful Bahri,
2002 : 21-23).
3) Mastery Learning
Dari hasil berbagai studi menunjukkan bahwa hanya
sebagian keci anak didik yang mampu menguasai bahan, yakin
90%-100% dari penyajian guru. Sebagian besar anak didik
bervariasi antara 50%-80%, malah sebagian lagi ada yang
lebih kecil dari penguasaannya terhadap bahan yang disajikan
guru. Adanya variasi penguasaan bahan ini mencerminkan
adanya variasi kemampuan para anak didik.
Setiap anak didik akan mampu menguasi bahan kalau
diberikan waktu
atau
kesempatan
yang cukup untuk
mempelajarinya, sesuai dengan kapasitas masing-masing anak
didik. Dengan demikian, taraf atau tingkatan belajar itu pada
dasarnya merupakakn fungsi dari proporsisi waktu yang
disediakan untuk belajar dengan waktu yang diperlukan untuk
belajar oleh setiap anak didik.
Tidak menyangkal bahwa ada faktor dominan lain yang
berpengaruh terhadap taraf penguasaan belajar itu, yaitu antara
kualitas pengajar dengan taraf kemampuan anak didik untuk
22
memahami pelajaran itu. Selain itu faktor motivasi juga amat
berpengaruh.
Karena itu, kalau guru menghendaki anak didik
mencapai penguasaan bahan pelajaran tertentu, maka bahan
harus disusun secara sempurna, begitu juga isntrumen evaluasi
atau pengukuran hasil belajarnya. Bahan pelajaran harus
diperinci dan diorganisasikan ke dalam satuan-satuan tertentu
sampai kepada satuan-satuan kecil yang bermakna dan
merupakan bagian yang tak terpisahkan dari satuan yang lebih
besar. Satuan bahan yang terkecil inilah yang disebut modul.
Dalam kegiatan Mastery Learning ini guru harus
mengusahakan
upaya-upaya
yang
dapat
mengantarkan
kegiatan anak didik ke arah tercapaiannya penguasaan penuh
terhadap bahan pelajaran yang diberikan. Dalam hal ini
Suharsismi Arikunto (1988 : 35) mengemukakan dua buah
kegiatan, yaitu kegiatan pengayaan dan kegiatan perbaikan.
Kegiatan pengayaan adalah kegiatan yang diberikan kepada
siswa-siswa tersebut menjadi lebih kaya pengetahuan dan
keterampilan atau lebih mendalami bahan pelajaran yang
sedang mereka pelajari. Sedangkan kegiatan perbaikan adalah
kegiatan yang diberikan kepada siswa-siswa yang belum
menguasai bahan pelajaran yang diberikan oleh guru, dengan
maksud mempertinggi tingkat penguasaan terhadap bahan
pelajaran tersebut.
Menurut Suharsimi Arikunto (1988 : 35) secara garis
besar kegiatan pengayaan dapat dibedakan menjadi dua
macam, yaitu :
23
a) Kegiatan pengayaan yang berhubungan dengan topik
modul pokok
Kegiatan pengayaan yang dimaksud di sini adalah
pemberian-pemberian kegiatan berupa apa saja (membaca
buku, mengarang, kliping, diskusi dan sebagainya), tetapi
masalahnya masih sama degan topik modul pokok.
Misalnya, topik yang baru saja dipelajari adalah “Tabung
Berhubungan”, maka kegiatan pengayaan berjudul “Air
Mancur”.
b) Kegiatan pengayaan yang tidak berhubungan dengan topik
modul pokok.
Mungkin suatu pokok modul bersifat sangat
sempit, sehingga sukar bagi guru menciptakan kegiatan
yang sesuai dengan topik tersebut. Sehubungan dengan
keadaan ini maka guru dapat mengambil langkah-langkah
berikut :
(1) Memberikan kegiatan yang tidak berhubungan dengan
topik modul tetapi masih dalam ruang lingkup bidang
studi yang sama.
Contoh 1 : Topik yang baru saja diberikan ialah
menjumlahkan dua pecahan desimal. Maka pengayaan
yang dapat diberikan adalah mengerjakan.
(2) Memberikan kegiatan lain yang tidak berhubungan
dengan topik modul dan juga tidak dalam bidang studi
yang sama.
Contoh 1 : Anak yang sudah selesai mengerjakan
hitungan disuruh menggambar sesuka hatinya, atau
mengarang dengan topik yang ditentukan.
24
Contoh 2 : anak yang sudah selesai mengerjakan tes
bahasa Indonesia dan mendapatkan angka yang tinggi
disuruh
membantu
guru
memberikan
penjelasan
kepada siswa lain yang masih memerlukan penjelasan.
Melihat luasnya daerah yang boleh dijangkau
dalam pemberian kegiatan pengayaan, akan tidak terlampau
sulit bagi guru untuk menciptakan. Namun demikian, suatu
hal yang harus diperhatikan dalam menciptakan kegiatan
pengayaan adalah : Kegiatan pengayaan bukan merupakan
kegiatan untuk memberikan konsep baru yang akan
diberikan pada waktu mendatang.
Dengan
pengertian
ini
dimaksudkan
bahwa
kegiatan yang dilakukan oleh guru tidak dibenarkan untuk
memberikan kegiatan pengayaan dengan konsep baru,
sehingga siswa tersebut sudah lebih dahulu menguasai
konsep, baru dibandingkan kawan-kawannya. Apabila
demikian keadaannya, maka pemberian kegiatan ini bukan
pengayaan, tetapi percepatan dan apabila guru melakukan
percepatan, maka yang terjadi di kelas adalah kejarmengejar mempelajari topik atau pokok bahasan. Siapakah
yang akan mendapat kerepotan jika terjadi situasi seperti ini
? jangan menyalahkan orang lain ! diri sendirilah yang akan
menemukan kesulitan untuk mengatasinya.
Dalam upaya pelaksanaan kegiatan perbaikan,
Suharsimi
Arikunto
juga
menggemukan
konsepnya.
Keampuhan peranan sebagai metode diusulkan dalam hal
ini. Menurutnya, jika ditinjau dari jenis metode, banyaknya
25
metode yang sudah di kenal dapat digunakan untuk
mengajar. Metode tersebut antara lain :
(a) Metode
pemberian
tugas
dan
realitasi,
yaitu
melaksanakan tugas yang diberikan oleh guru dan
melaporkan hasilnya.
(b) Metode diskusi
(c) Metode pendekatan proses.
(d) Metode penemuan.
(e) Metode kerja kelompok.
(f) Metode eksperimen.
(g) Metode tanya jawab, dan metode lain serta gabungan
dari metode tertentu.
Dengan
demikian
maka
sebagai
pelaksana
program perbaikan guru seyogyanya memilih metode
mengajar yang lebih sesuai bagi siswa.
4) Humanistic education
Karena kemampuan dasar kecerdasan para siswa sangat
bervariasi secara individual, maka muncul teori belajar yang
menitikberatkan upaya untuk membantu siswa agar sanggup
mencapai perwujudan dirinya sesuai dengan kemampuan,
keunikan yang dimilikinya.
Karakteristik pokok metoda ini antara lain bahwa guru
hendaknya jangan membuat jarak terlalu tajam dengan
siswanya. Ia harus menempatkan dirinya berdampingan
dengan siswa sebagai siswa senior yang selalu siap menjadi
sumber atau konsultan yang berbicara. Tarap akhir dari proses
belajar mengajar menurut pandangan ini adalah “self
26
Actualization” seoptimal mungkin dari setiap anak didik
(Syaiful Bahri Djamrah, 2002 : 21-23).
27
Dasar- dasar Strategi
Belajar Mengajar
Dasar-dasar Strategi Belajar Mengajar
Dasar-dasar yang dipergunakan untuk mengklasifikasikan
strategi belajar mengajar tersebut antara lain :
a. Pengaturan Guru-Siswa
Pengaturan guru-siswa dapat dibedakan sebagai berikut :
1) Dari segi pengaturan guru, dapat dibedakan pengajaran oleh
seorang guru atau oleh suatu tim. Yang dimaksud dengan
“team teaching” adalah suatu sistem mengajar yang dilakukan
oleh dua orang guru atau lebih dalam satu kelas atau lebih.
Para
guru
melaksanakan,
tersebut
dan
bersama-sama
mengevaluasi
hasil
mempersiapkan,
belajar
siswa.
Pelaksanaan belajarnya dapat secara bergiliran dengan cara
metode ceramah atau bersama-sama dengan metode diskusi
panel.
2) Dari segi pengaturan siswa, dapat dibedakan menjadi tiga
bentuk pengajaran :
a) Pengajaran klasikal,
bila seorang guru menghadapi
kelompok besar siswa di dalam kelas dan memberi
pelajaran dengan satu jenis metode mengajar.
b) Pengajar kelompok kecil, bila siswa dalam satu kelas dibagi
kedalam beberapa kelompok (5-7 siswa/kelompok) dan
masing-masing kelompok diberi tugas untuk menyelesaikan
tugas.
28
c) Pengajaran perseorangan, bila masing-masing siswa secara
pribadi diberi beban belajar secara mandiri, misalnya dalam
bentuk pengajaran modul.
3) Dari segi hubungan guru-siswa, dapat dibedakan menjadi
sebagai berikut :
a) Hubungan langsung guru-siswa melalui bentuk tatap muka
b) Hubungan langsung guru-siswa dalam bentuk tatap muka
dengan bentuk media pengajaran sebagai alat bantu
mengajar, baik media cetak (modul) maupun media
elektronik.
c) Hubungan
tak
langsung,
bila
penyampaian
pesan
disampaikan dengan perantara media baik melalui media
cetak (modul) maupun elektronik (radio kaset, suara, atau
video).
b. Struktur Media Belajar Mengajar
Struktur belajar mengajar dapat dibedakan menjadi dua :
1) Struktur pristiwa belajar mengajar yang bersifat tertutup, ialah
belajar mengajar yang segala sesuatunya telah ditentukan
secara relatif ketat dimana guru tidak berani menyimpang dari
persiapan mengajar yang telah dibuat.
2) Struktur belajar mengajar yang bersifat tersebuka, ialah proses
belajar mengajar dimana tujuan, materi dan prosedur yang
akan ditempuh ditentukan pada saat kegiatan belajar mengajar
berlangsung. Contoh pengajaran yang bersifat terbuka adalah
pengajaran unit, yaitu suatu sistem mengajar yang berpusat
pada suatu masalah dan dipecahkan secara keseluruhan yang
mempunyai arti. (Abu Ahmadi, Joko Tri Prasetya, 1997 : 2627).
29
c. Peranan Guru-Siswa dalam Pengelolaan Pesan
Pesan adalah materi pengajaran yang dipakai sebagai
masukan pencapaian suatu tujuan belajar, dapat berupa
pengetahuan, wawasan, keterampilan atau isi pengajaran lainnya,
maka pesan juga diartikan semua informasi yang perlu diketahui
oleh siswa.
Berdasarkan peran guru-siswa dalam pengolahan pesan,
peristiwa belajar mengajar dapat dibedakan menjadi dua :
1) Pengajaran bersifat ekspositorik, apabila pesan disajikan
dalam keadaan siap diolah oleh guru sebelum disampaikan
kepada siswa, dengan ataupun tanpa bimbingan guru (sifat
sama dengan struktur peristiwa belajar mengajar tertutup.
2) Pengajaran bersifat heuristik atau hipotetik, apabila pesan yang
disajikan tidak diolah tuntas oleh guru dengan maksud agar
diolah sendiri oleh para siswa dengan ataupun tanpa
bimbingan guru (sifatnya sama dengan struktur peristiwa
belajar mengajar terbuka).
d. Proses Pengelolaan Pesan
Proses berpikir siswa di dalam menjalani pengalaman
belajar tidak selalu sama bergantung pada strategi belajar
mengajar yang diprogramkan oleh guru. Atas dasar proses
pengolahan pesan, strategi belajar mengajar dapat dibedakan
sebagai berikut :
1) Strategi pengajaran induktif adalah di mana proses pengolahan
pesan
bertolak
dari
contoh-contoh
kongkrit
kepada
generalisasi atau prinsip yang bersifat umum, dari fakta-fakta
yang nyata kepada konsep yang bersifat abstrak.
30
Strategi induktif berkembang dari suatu dasar
konseptual bahwa cara belajar seorang siswa akan mantap jika
dimulai dari data empirik menuju konsep sampai pada
generalisasi.
Agar lebih memahami strategi induktif, siswa perlu
menguasai pengertian fakta, data konsep dan generalisasi,
serta kaitan antara istilah-istilah tersebut.
2) Strategi pengajaran dedukatif merupakan kebalikan dari proses
pengajaran
induktif.
Para
siswa
pertama-tama
siswa
diperkenalkan pada generalisasi (konsep-konsep) yang bersifat
abstrak kepada proses pembuktian dalam bentuk data empirik
yang mendukung hubungan antara konsep-konsep tadi.
e. Tujuan-tujuan Belajar
Telah disebutkan dimuka bahwa masing-masing tujuan
belajar mempersyaratkan sistem lingkungan belajar tertentu pula.
Menurut Robert M. Gagne sebagaimana yang dikutip oleh Abu
Ahmadi dan Joko Tri Prasetya (1997 : 30) dilihat dari tujuan
belajar, ada lima tipe hasil belajar yaitu sebagai berikut :
1) Kemampuan intelektual, ialah sejumlah kemampuan mulai
dari
membaca,
menulis,
menghitung
sampai
dengan
kemampuan memperhitungkan kekuatan sebuah jembatan atau
akibat devaluasi.
2) Strategi kongnitif ialah kemampuan mengatur “cara belajar
dan berpikir” seseorang, dalam arti yang seluas-luasnya,
termasuk kemampuan memecahkan masalah. Salah satu nama
yang diberikan kelompok kemampuan ini adalah prilaku
pengaturan diri.
31
3) Informasi verbal ialah kemampuan menerap pengetahuan
dalam arti informasi dan fakta termasuk kemampuan untuk
mencari dan mengolah informasi sendiri.
4) Keterampilan motorik ialah kemampuan yang erat dengan
keterampilah fisik seperti keterampilan menulis, mengetik,
menggunakan jangka, busur derajat, dan lain-lain.
5) Sikap dan nilai ialah kemampuan yang erat hubungannya
dengan arah serta intensitas emosional yang dimiliki
seseorang,
bagaimana
dapat
disimpulkan
dari
kecendrungannya untuk bertingkah laku terhadap orang,
barang atau kejadian. Sekolah diharapkan berperan dalam
pembentukan sikap dan nilai, seperti sikap menghormati orang
lain, kesediaan bekerja sama, tanggung jawab atau keinginan
untuk terus menerus belajar dan sebagainya.
f. Pengklasifikasian yang Lebih Konprehensif
Dasar pengklasifikasian strategi belajar mengajar yang
lebih komprehensif dalam arti meninjau beberapa faktor
sekaligus, seperti wawasan tentang manusia dan dunianya
maupun tujuan seperti lingkungan belajar, dikemukakan oleh
Bruce Joyce dan Masha Weil sebagai berikut :
1) Kelompok model-model interaksi sosial
Kelompok model interaksi sosial didasarkan kepada dua
asumsi pokok, yaitu :
a) Masalah-masalah sosial diidentifikasikan dan dipecahkan
atas dasar kesempatan-kesempatan yang diperoleh dari
dalam dan dengan menggunakan proses-proses sosial.
32
b) Proses sosial yang demokratis perlu dikembangkan untuk
melakukan perbaikan di masyarakat dalam arti seluasluasnya secara “building” dan terus menerus.
2) Kelompok model pengolahan informasi
Model-model mengajar di dalam kelompok ini bertolak
dari prinsip-prinsip pengolahan informasi oleh manusia:
bagaimana manusia menangani rangsangan dari lingkungan,
mengolah data, mendeteksi masalah, menyusun konsep,
memecahkan masalah, dan menggunakan simbolik-simbolik.
3) Kelompok model personal humanistik
Model-model yang termasuk kelompok ini meletakkan
nilai
tertinggi
pada
perkembangan
pribadi
di
dalam
memandang dan membangun realitas, yang melibat manusia
terutama sebagai pembuat makna. Dengan perkataan lain,
kelompok ini mengutamakan proses pengorganisasian internal
yang dilakukan individu tersebut dengan lingkungannya
maupun dengan dirinya sendiri. Model-model mengajar di
dalam kelompok ini sangat mementingkan efek pengiringan
sistem lingkungan belajar.
4) Kelompok mode modifikasi tingkah laku
Bertolak dari tingkah laku behavioristrik, model-model
mengajar kelompok ini mementingkan penciptaan sistem
lingkungan
yang
memungkinkan
manipulasi
penguatan
tingkah laku (reinforcement) secara efektif sehingga terbentuk
pola tingkah laku yang dikehendaki. Istilah teknik yang
dipergunakan untuk proses ini adalah “shaping”. (Abu
Ahmadi, Joko Tri Prasetya, 1997: 26-32).
33
Unsur- unsur Strategi
Belajar Mengajar
Unsur-unsur Strategi Belajar Mengajar
1. Komponen Strategi Belajar Mengajar
Pola umum perubahan guru siswa tersebut adalah merupakan
suatu sistem lingkungan yang komponen-komponennya meliputi :
a. Pengaturan guru siswa
Di dalam proses belajar mengajar, strategi yang dapat
diterapkan terhadap pengaturan guru ialah: guru dapat diatur
sendiri (individual) mengajar, dapat pula diatur mengajar secara
tim. Demikian pula siswa dalam menerima pelajaran dapat diatur
secara perorangan atau individual, dapat diatur secara kelompok
kecil (5-7 orang), atau dapat juga diatur secara kelompok besar
klasikal.
b. Struktur peristiwa belajar mengajar
Di dalam peristiwa belajar mengajar segala sesuatunya
seperti tujuan, materi
pelajaran, metode mengajar
yang
digunakan, media yang dipakai, dan evaluasinya telah ditetapkan
sebelumnya, maka hal yang demikian disebut struktur yang
tertutup. Dapat juga segala sesuatunya dalam pristiwa balajar
mengajar akan di tentukan oleh siswa bersama guru pada saat
pristiwa belajar mengajar terjadi di kelas, hal demikian disebut
struktur yang terbuka.
c. Peranan guru siswa dalam mengolah pesan
Apabila
guru
sendiri
yang
mengolah
pesan
dan
menyampaikan di dalam kelas, maka peranan tersebut adalah
34
bersifat ekspositorik. Tetapi bila pesan tersebut diolah oleh siswa
dan dibantu oleh guru, maka proses tersebut bersifat heuristik.
d. Proses mengolah pesan
Apabila
dalam
menyampaikan
pesan
dimulai
dari
pemberian fakta atau peristiwa yang diambil dari masyarakat,
kemudian dengan melalui pembentukan konsep disusunlah suatu
generalisasi, maka proses penyampaian pesan tersebut dapat
dikatakan menggunakan metode dedukatif, yaitu mulai dari yang
bersifat umum menuju yang bersifat khusus.
e. Tujuan belajar
Semua komponen di atas ditetapkan oleh guru dengan
maksud untuk mencapai suatu tujuan tertentu, atau dengan kata
lain pada setiap tujuan yang berbeda akan mempersaratkan
strategi belajar mengajar yang berbeda pula. Ada beberapa jenis
tujuan yang dapat dicapai dalam proses belajar mengajar.
Kemampuan manusia yang merupakan hasil belajar mengajar
dapat dikelompokkan menjadi 5 jenis :
1) Keterampilan intelektual
Menulis suatu konsep, menggambarkan suatu peristiwa,
menganalisis suatu proses, semuanya dapat membantu
meningkatkan keterampilan intelektual yang sangat kompleks
itu. Apabila tujuannya seperti itu, maka seorang guru
seharusnya dapat memilih jenis strategi belajar mengajar yang
dapat dipakai untuk mencapai tujuan tersebut.
2) Strategi Kongnitif
Mengumpulkan data, kemudian menyusun konsep dan
terus disusun suatu generalisasi atau teori, adalah suatu contoh
tujuan strategi kongnitif dengan menggunakan metode
35
induktif. Proses seperti itu, mengontrol prilaku siswa dalam
belajar dan berpikir. Dalam hal ini siswa tidak diberi ceramah
atau pengajaran tertentu untuk dapat mengenal konsep,
melainkan dilatih untuk mempelajari dan berpikir sendiri.
3) Informasi ferbal
Siswa ilmu pengetahuan sosial belajar banyak tentang
informasi ferbal ini karena memang bidangnya, misalnya
mempelajari tentang ciri-ciri suatu peristiwa, sifat-sifat suatu
obyek atau suatu benda. Semuanya itu adalah suatu bagian
yang penting dari pelajaran ilmu pengetahuan sosial. Tanpa
informasi, mempelajari sesuatu pada setiap bidang tidak akan
dapat dilanjutkan.
4) Keterampilan motorik
Keterampilan ini adalah salah satu bagian yang tampak
jelas dari kemampuan manusia. Mengoperasikan overhead
projector, mengetik, menggunakan komputer, membuat media,
semuanya adalah contoh dari keterampilan motorik. Fungsi
keterampilan ini sebagai suatu kemampuan adalah sederhana
yaitu untuk memungkimkan penampilan motorik.
5) Sikap
Seorang siswa belajar untuk dapat memilih terhadap
beberapa jenis kegiatan, memilih terhadap orang tertentu dari
pada orang lain, menunjukkan adanya perhatian terhadap suatu
peristiwa dari pada peristiwa yang lain, adalah contoh sikap
dari seorang siswa terhadap jenis kegiatan, orang, dan
peristiwa. Fungsi tujuan ini adalah untuk dapat merubah sikap
pilihannya, karena banyak faktor yang mempengaruhinya.
(Sunaryo, 1989 : 1-4).
36
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi strategi belajar mengajar
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar siswa,
dapat digolongkan sebagai berikut :
a. Faktor internal,
Faktor yang timbul dari dalam anak itu sendiri. Seperti
kesehatan, rasa aman, kemampuan. Minat, dan sebagainya.
Faktor ini berwujud juga sebagai kebutuhan dari anak itu
b. Faktor exsternal,
Faktor yang datang dari luar diri siswa anak. Seperti
kebersihan rumah, udara yang panas, lingkungan dan sebagainya.
Faktor exsternal dapat dijelaskan lebih luas. Ternyata
banyak faktor yang dapat mempengaruhi anak belajar. Di
samping exsternal yang bersifat fisik tersebut di atas banyak
macamnya yang lain, yang dapat dikelompokkan sebagai berikut
:
1) Yang datang dari sekolah
a) Interaksi guru dan murid
Guru yang kurang berinteraksi dengan murid secara
intim, menyebabkan proses belajar-mengajar itu kurang
lancar. Juga siswa merasa jauh dari guru, maka segan
berpartisipasi secara aktif dalam belajar.
b) Cara penyajian
Guru yang lama bisa mengajar dengan metode
ceramah saja. Siswa menjadi bosan, mengantuk, pasif, dan
hanya mencatat saja. Guru yang progresif berani mencoba
metode-metode
yang
baru,
meningkatkan
kegiatan
yang
belajar
dapat
membantu
mengajar,
meningkatkan motivasi siswa untuk belajar.
dan
37
c) Hubungan antar murid
Guru yang kurang mendekati siswa dan kurang
bijaksana, maka tidak akan melihat bahwa di dalam kelas
ada group yang saling bersaing secara tidak sehat. Jiwa
kelas tidak terbina, bahkan hubungan masing-masing
individu tidak tampak. Hal mana suasana kelas semacam itu
tidak diharapkan guru harus mampu membina jiwa kelas
supaya dapat hidup bergotong-royong dalam belajar
bersama.
d) Standart pelajaran di atas ukuran
Guru berpendirian untuk memperhatikan wibawanya,
perlu memberi pelajaran di atas ukuran standard. Akibatnya
anak merasa kurang mampu dan takut kepada guru. Bila
banyak siswa yang tidak berhasil dalam mempelajari mata
kuliahnya, guru semacam itu merasa senang. Tetapi
berdasarkan teori belajar, yang mengingat perkembangan
psikis dan kepribadian anak yang berbeda-beda, hal
tersebut tidak boleh terjadi. Guru dalam menuntut
penguasaan materi harus sesuai dengan kemampuan siswa
masing-masing.
Yang
penting
tujuan
yang
telah
dirumuskan dapat tercapai.
e) Media pendidikan
Kenyataan saat ini dengan banyaknya jumlah anak
yang masuk sekolah, maka memerlukan alat-alat yang
membantu lancarnya belajar anak dalam jumlah yang besar
pula, seperti buku-buku di perpustakaan, laboratorium atau
media-media lain. Kebanyakan sekolah masih kurang
dalam memiliki media jumlah maupun kualitasnya.
38
f) Kurikulum
Sistem instruksional sekarang menghendaki proses
belajar- mengajar yang mementingkan kebutuhan anak.
Guru
perlu
mendalami
siswa
dengan
baik,
harus
mempunyai perencanaan yang mendetail, agar dapat
melayani anak belajar secara individual. Kurikulum
sekarang belum dapat memberikan pedoman perencanaan
yang demikian.
g) Keadaan gedung
Dengan jumlah siswa yang luar biasa jumlahnya,
keadaan gedung dewasa ini terpaksa kurang, mereka duduk
berjejal-jejal di dalam setiap kelas, bagaimana mungkin
mereka dapat belajar dengan anak, kalau kelas itu terpaksa
berisi 50 orang siswa ?
h) Waktu sekolah
Akibat meledaknya jumlah anak masuk sekolah, dan
penambahan gedung sekolah belum seimbang dengan
jumlah siswa.
Akibat selanjutnya banyak siswa yang terpaksa
masuk sekolah di sore hari. Hal mana sebenarnya kurang
dapat di pertanggung jawabkan. Dimana anak harus
beristirahat, tetapi terpaksa masuk sekolah, mereka
mendengar pelajaran sambil mengantuk dan sebagainya.
Sebaiknya anak belajar di pagi hari, di mana pikiran masih
segar, jasmani dalam kondisi baik.
i) Pelaksanaan disiplin
Banyak sekolah yang dalam pelaksanaan disiplin
kurang, sehingga mempengaruhi sikap anak dalam belajar.
39
Kurang bertanggung jawab, karena bila tidak melaksanakan
tugas, toh tidak ada sangsi. Hal mana dalam proses belajar
siswa perlu disiplin, untuk mengembangkan motivasi yang
kuat.
j) Metode belajar
Banyak siswa melaksanakan cara belajar yang salah.
Dalam hal ini perlu pembinaan dari guru. Dengan cara
belajar yang tepat akan efektif pula hasil belajar siswa itu.
Juga dalam pembagian waktu untuk belajar, kadang-kadang
siswa belajar tidak teratur, atau terus menerus, karena besok
akan ujian. Dengan belajar demikian siswa akan kurang
beristirahat, bahkan mungkin dapat jatuh sakit. Maka perlu
belajar secara teratur setiap hari, dengan pembagian waktu
yang baik, memilih cara belajar yang tepat dan cukup
istirahat akan meningkatkan hasil belajar.
k) Tugas rumah
Waktu belajar adalah di sekolah, waktu di rumah
biarlah digunakan untuk kegiatan-kegiatan lain. Maka
diharapkan guru jangan terlalu banyak memberi tugas yang
harus dikerjakan di rumah, sehingga anak tidak mempunyai
waktu lagi untuk kegiatan yang lain.
2) Yang datang dari dalam masyarakat
a) Mass media
Banyak bacaan berupa buku-buku, novel, majalah,
koran, yang kurang dapat dipertanggung jawabkan secara
pendidikan. Kadang-kadang anak asik membaca buku yang
bukan pelajaran, sehingga lupa akan tugas belajar. Maka
bacaan anak perlu diawasi dan di seleksi.
40
b) Teman bergaul
Anak perlu bergaul dengan anak lain, untuk
mengembangkan sosialisasinya. Tetapi perlu dijaga jangan
sampai mendapat teman bargaul yang buruk perangainya.
Perbuatan yang tidak baik mudah menular pada orang lain.
Maka perlu dikontrol dengan siapa mereka bergaul.
c) Kegiatan lain
Disamping
belajar
anak
mempunyai
kegiatan-
kegiatan lain di luar sekolah, seperti olah raga, berenang,
kesenian, main drams dan sebagainya. Hal itu perlu diawasi
agar jangan sampai mendesak anak untuk melupakan
belajarnya.
d) Cara hidup lingkungan
Cara hidup tetangga di sekitar rumah di mana anak
tinggal, besar pengaruhnya pada pertumbuhan anak. Di
lingkungan yang rajin belajar, otomatis anak terpengaruh
akan rajin belajar juga tanpa disuruh.
3) Yang datang dari keluarga
a) Cara mendidik
Orang tua yang memanjakan anaknya, maka setelah
anak sekolah akan menjadi siswa yang kurang bertanggung
jawab, dan takut menghadapi tantangan kesulitan. Juga
orang tua yang mendidik anak secara keras, anak itu akan
menjadi penakut. Bagaimana cara mendidik yang baik.
b) Suasana keluarga
Hubungan antar anggota keluarga yang kurang intim,
menimbulkan suasana kaku, tegang di dalam keluarga.
Menyebabkan anak kurang semangat untuk belajar.
41
Suasana yang menyenangkan, akrab dan penuh kasih
sayang, memberi motivasi yang mendalam pada anak.
c) Penegrtian orang tua
Anak belajar perlu dorongan dan pengertian orang
tua. Bila anak sedang belajar jangan digangu dengan tugastugas di rumah. Kadang-kadang anak mengalami lemah
semangat,
orangtua
wajib
memberi
pengertian
dan
mendorongnya, membantu sedapat mungkin kesulitan yang
dialami anak di sekolah. Kalau perlu menghubungi guru
anaknya untuk mengetahui perkembangan.
d) Keadaan sosial ekonomi keluarga
Anak belajar memerlukan saran-saran yang kadangkadang mahal. Bila keadaan ekonomi keluarga tidak
memungkinkan, kadang kala menjadi penghambat anak
belajar. Maka perlu diberi pengertian kepada anak. Namun
bila keadaan memungkinkan cukupkanlah sarana yang
diperlukan
anak,
(sehingga
merekalah
sarana
yang
diperlukan anak), sehingga mereka dapat belajar dengan
senang.
e) Latar belakang kebudayaan
Tingkat pendidikan atau kebiasaan di dalam keluarga
mempengaruhi sikap anak dalam belajar. Perlu kepada anak
ditanamkan
kebiasaan-kebiasaan
yang
baik,
agar
mendorong semangat anak untuk belajar.
Masih banyak lagi faktor-faktor lain yang dapat
berpengaruh pada proses belajar siswa. Tugas calon guru
untuk meneliti selanjutnya, agar dapat memiliki pengetahuan
tentang siswa secara mendalam, sehingga dapat membina
42
siswa secara indiviual dan efektif. (Roestiyah N.K, 1982 : 159164).
43
Pola-pola Strategi
Belajar Mengajar
Pola-pola Strategi Belajar Mengajar
1. Fungsi Metode dalam Strategi Belajar Mengajar
Tentang fungsi metode secara umum dapat dikemukakan
sebagai pemberi jalan atau cara yang sebaik mungkin bagi
pelaksanaan operasional dari ilmu pendidikan tersebut. Sedangkan
dalam konteks lain metode dapat merupakan sarana untuk
menemukan, menguji, dan menyusun data yang diperlukan bagi
pengembangan disiplin suatu ilmu. Dari dua pendekatan ini segera
dapat dilihat bahwa pada intinya metode berfungsi mengantarkan
suatu tujuan kepada objek sasaran dengan cara yang sesuai dengan
perkembangan obyek sasaran tersebut. Dalam Qur’an sebagaimana
nanti akan dijelaskan di bawah ini, metode dikenal sebagai sarana
yang menyampaikan seseorang kepada tujuan penciptaannya sebagai
khalifah di muka bumi dengan melaksanakan pendekatan di mana
manusia ditempatkan sebagai makhluk yang memiliki potensi
rohaniah dan jasmaniah yang keduanya dapat digunakan sebagai
saluran penyampaian materi pelajaran. Karenanya terdapat suatu
prinsip yang umum dalam memfungsikan metode, yaitu prinsip agar
pengajaran dapat disampaikan dalam suasana menyenangkan,
menggembirakan, penuh dorongan, dan motivasi, sehingga pelajaran
atau materi didikan itu dapat dengan mudah diberikan. Banyaknya
metode yang ditawarkan para ahli sebagaimana dijumpai dalam
buku-buku kependidikan lebih merupakan usaha mempermudah atau
44
mencari jalan paling sesuai dengan perkembanagn jiwa si anak
dalam menerima pelajaran. (Abuddin Nata, 1997 : 93-94).
2. Pola dan Sasaran Strategi belajar mengajar
a. Pola Strategi Belajar Mengajar
Dalam proses pembelajaran yang terdapat tiga pola strategi:
1) Pembelajaran yang terpusat pada guru (teacher center)
2) Pembelajaran yang terpusat pada siswa (student center)
3) Pembelajaran yang melibatkan keaktifan terpadu antara guru
dengan siswa (join center)
Sebagaimana dikemukakan dalam GBPP Qur’an Hadits
Madrasah Aliyah bahwa dalam pelaksanaan Kegiatan Belajar
Mengajar (KBM), guru hendaknya memilih dan menggunakan
strategi yang melibatkan secara aktif baik mental, fisik maupun
sosial siswa dalam belajar. Untuk itu, dalam proses pembelajaran
Qur’an Hadits, pola pembelajaran yang melibatkan keaktifan
terpadu antara guru dengan peserta didiklah yang paling tepat
digunakan.
Dengan
pola
ini
siswa
dimungkinkan
mengembangkan kreatifitas belajarnya sehingga materi pelajaran
dapat dikuasai dengan baik.
b. Sasaran Strategi Belajar Mengajar
Target atau sasaran yang hendak dicapai dari pengajaran
Qur’an Hadist bagi siswa Madrasah Aliyah adalah agar siswa
selalu berpedoman kepada Al-Qur’an dan Hadist Nabi dalam
menjalankan kehidupannya baik untuk kepentingan dunia
maupun Akhirat. Agar target tersebut dapat tercapai, maka dalam
proses pembelajarannya ditujukan untuk :
45
1) Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman siswa terhadap
pokok-pokok ilmu Al-Qur’an dan ilmu Hadits, sehingga
peserta didik mempunyai wawasan yang lebih luas tentang AlQur’an dan Hadits.
2) Meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan keyakinan
peserta didik terhadap kandungan ayat-ayat Al-Qur’an dan
Hadits Nabi serta kemurnian dan kesempurnaan Al-Qur’an
sebagai pedoman dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan target yang telah ditetapkan tersebut diharapkan
guru dapat mengatur program kegiatan sebaik mungkin. Hal ini
disebabkan karena menurut kurikulum 1994, untuk pembelajaran
Qur’an-Hadits disediakan hanya dua jam pelajaran dalam satu
minggu di setiap kelas. Karenanya pemberian motivasi dan
pendekatan pribadi antara guru dengan peserta didik sangat
diperlukan. Sehingga dengan cara tersebut diharapkan peserta
didik mau belajar secara aktif baik di sekolah maupun rumah.
(Departemen Agama RI 1998/1999 : 39-40).
46
Tahapan-tahapan
Strategi Belajar Mengajar
Tahapan-tahapan Strategi Belajar Mengajar
Tahapan-tahapan pada Strategi Belajar Mengajar dapat
diperincikan sebagai berikut :
1. Perencanaan, meliputi :
a. Menetapkan apa yang mau dilakukan kapan dan bagaimana cara
melakukannya.
b. Membatasi sasaran dan menetapkan pelaksanaan kerja untuk
mencapai hasil yang maksimal melalui proses penentuan target.
c. Mengembangkan alternatif-alternatif.
d. Mengumpulkan dan menganalisis informasi.
e. Mempersiapkan dan mengkomunikasikan rencana-rencana dan
keputusan-keputusan.
2. Pengorganisasian
a. Menyediakan fasilitas, perlengkapan, dan tentang kerja yang
diperlukan untuk penyusunan kerangka yang efisien dalam
melaksanakan rencana-rencana melalui suatu proses penetapan
kerja yang diperlukan untuk menyelesaikannya.
b. Pengelompokan kerja ke dalam struktur organisasi secara teratur.
c. Membentuk struktur wewenang dan mekanisme koordinasi.
d. Merumuskan dan menetapkan metode dan prosedur.
e. Memilih, mengadakan pelatihan dan pendidikan tenaga kerja
serta mencari sumber-sumber lain yang diperlukan.
3. Pengarahan
a. Menyusun kerangka waktu dan biaya secara terperinci
47
b. Memprakarsai
dan
menampilkan
kepemimpinan
dalam
melaksanakan rencana dan pengambilan keputusan
c. Mengeluarkan intruksi-interuksi yang spesifik
d. Membimbing, memotivasi dan melakukan supervisi
4. Pengawasan
a. Mengevaluasi
pelaksanaan
kegiatan
penyimpangan
untuk
dibandingkan
dengan
rencana
b. Melaporkan
tindakan
koreksi
dan
merumuskan tindakan koreksi, menyusun standar-standar dan
sarana-sarana
c. Menilai pekerjaan dan melakukan tindakan koreksi terhadap
penyimpangan-penyimpangan. (Abu Ahmadi, Joko Tri prasetya,
1997 : 32-33).
Menurut Nana Sudjana (1988 : 147-161) menyatakan ada tiga
pokok yang harus diperhatikan guru dalam melaksanakan strategi
mengajar, antara lain adalah :
1. Tahapan Mengajar
Secara umum ada tiga tahapan pokok dalam strategi mengajar,
yakni tahapan pemula (prainstruksional), tahapan pengajaran
(instruksional) dan tahap penilaian dan tindak lanjut.
1
2
3
Tahap
Prainstruksional
Tahap
Instruksional
Tahap
Penilai dan
Tindak Lanjut
Ketiga tahapan ini harus ditempuh pada setiap saat
melaksanakan pengajaran. Satu tahap ditinggalkan, sebenarnya tidak
dapat dikatakan proses pengajaran.
48
a. Tahap Prainstruksional
Tahap prainstruksional adalah tahap yang ditempuh guru
pada saat ia memulai proses belajar mengajar.
Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan oleh guru atau
oleh siswa pada tahap ini :
1) Guru menanyakan kehadiran siswa, dan mencatat siapa yang
tidak hadir, kiranya tidak perlu diabsensi satu persatu, cukup
ditanyakan yang tidak hadir saja, dengan alasannya. Kehadiran
siswa dalam pengajaran, dapat dijadikan salah satu tolak ukur
kemampuan guru mengajar. Tidak selalu ketidak hadiran
siswa, disebabkan oleh kondisi siswa yang bersangkutan
(sakit, malas, bolos, dan lain-lain), tetapi bisa juga terjadi
karena pengajaran dari guru tidak menyenangkan, sikapnya
tidak disukai oleh siswa atau karena tindakan guru pada waktu
mengajar sebelumnya dianggap merugikan siswa (penilaian
tidak adil, memberi hukuman yang menyebabkan frustasi dan
rendah diri dan lain-lain).
2) Bertanya kepada siswa, sampai dimana pembahasan pelajaran
sebelumnya. Hal ini bukan soal guru lupa, tetapi menguji atau
mengecek kembali ingatan siswa terhadap bahan yang telah
dipelajarinya. Dengan demikian guru akan mengetahui ada
tidaknya kebiasaan belajar siswa dirumahnya sendiri, setidaktidaknya kesiapan siswa menghadapi pelajaran hari itu.
3) Mengajukan pertanyaan kepada siswa kelas, atau siswa
tertentu bahan pelajaran yang sudah diberikan sebelumnya.
Hal
ini
dilakukan
untuk
mengetahui
sampai
dimana
pemahaman materi yang telah diberikan, apakah tahan lama
diingat, atau tidak, data dan informasi ini bukan hanya berguna
49
bagi siswa tapi juga bagi guru. Jika ternyata siswa dapat
menjawabnya, sangat bijaksana bila guru memberikan pujian
dan penghargaan.
4) Memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya mengenai
bahan pelajaran yang belum dikuasainya dari pengajaran yang
telah dilaksanakan sebelumnya.
5) Mengulangi kembali bahan pelajaran yang lalu (bahan
pelajaran sebelumnya) secara singkat tapi mencakup semua
aspek bahan yang telah dibahas sebelumnya. Hal ini dilakukan
sebagai dasar bagi pelajaran yang akan dibahas hari itu, dan
sebagai usaha dalam menciptakan kondisi belajar siswa.
Tujuan tahap ini, pada hakikatnya adalah mengungkapkan
kembali tanggapan siswa terhadap bahan yang telah diterimanya,
dan menumbuhkan kondisi belajar dalam hubungannya dengan
pelajaran hari itu. Tahap prainstruksional dalam strategi mengajar
mirip dengan kegiatan pemanasan dalam olah raga. Kegiatan ini
akan mempengaruhi keberhasilan siswa. Seperti seorang pemain
bulu tangkis, melakukan pukulan pemanasan, sebelum ia bermain
yang sebenarnya. Oleh sebab itu tak pernah terjadi seorang
pemain
langsung
bertanding
tanpa
melakukan
pukulan
pemanasan.
b. Tahap instruksional
Tahap kedua adalah tahap pengajaran atau tahap inti. Yakni
tahapan memberikan bahan pelajaran yang telah disusun guru
sebelumnya. Secara umum dapat diidentifikasi beberapa kegiatan
sebagai berikut :
1) Menjelaskan kepada siswa tujuan pengajaran yang harus
dicapai siswa. Informasi tujuan penting diberikan kepada
50
siswa, sebab tujuan tersebut untuk siswa dan harus dicapai
setelah pengajaran selesai. Berdasarkan pengamatan, masih
banyak guru yang tidak melaksanakan ini. Sebaiknya tujuan
tersebut ditulis secara ringkas di papan tulis, sehingga dapat
dibaca dan dipahami oleh semua siswa.
2) Menulis pokok materi yang akan dibahas hari itu. Pokok
materi tersebut dapat diambil dari buku sumber yang telah
disiapkan sebelumnya. Sudah barang tentu pokok materi
tersebut sesuai dengan silabus dan tujuan pengajaran, sebab
materi bersumber dari tujuan.
3) Membahas pokok materi yang telah dituliskan tadi. Dalam
pembahasan materi itu dapat ditempuh dua cara yakni :
pertama, pembahasan semula dari gambaran umum materi
pengajaran menuju kepada topik secara lebih khusus. Cara
kedua dimulai dari topik khusus menuju topik umum. Cara
mana yang paling baik bergantung pada guru masing-masing.
Namun demikian, cara pertama diduga akan lebih sehingga
siswa tahu arah bahan pengajaran yang akan dibahas
selanjutnya. Pembahasan tidak harus oleh guru tapi lebih baik
lagi dibahas oleh siswa.
4) Pada setiap pokok materi yang dibahas sebaiknya diberikan
contoh-contoh konkret. Demikian pula siswa harus diberikan
pertanyaan atau tugas, untuk mengetahui tingkat pemahaman
dari setiap pokok materi yang telah dibahas. Dengan demikian
penilaian tidak hanya pada akhir pelajaran saja, tetapi juga
pada saat pengajaran berlangsung. Jika ternyata siswa belum
memahaminya, maka guru mengulang kembali pokok materi
tadi, sebelum melanjutkan pada pokok materi berikutnya.
51
Demikian seterusnya sampai semua pokok materi yang telah
ditulis tadi selesai dibahas. Harus diperhatikan bahwa siswa
harus banyak terlibat dalam membahas pokok materi.
5) Penggunaan alat bantu pengajaran untuk memperjelas
pembahasan setiap pokok materi sangat diperlukan. Alat bantu
seperti alat peraga grafik, model, atau alat peraga yang
diproyeksikan (kalau ada) sudah barang tentu harus sudah
disiapkan sebelumnya. Alat ini digunakan dalam empat fase
kegiatan yakni a) pada waktu guru menjelaskan bahan kepada
siswa, b) pada waktu guru menjawab pertanyaan siswa,
sehingga jawaban lebih jelas, c) pada waktu guru mengajukan
pertanyaan kepada siswa atau pada waktu ia memberi tugas
kepada siswa, d) digunakan siswa pada waktu ia mengerjakan
tugas yang diberikan guru dan pada waktu siswa melakukan
kegiatan belajar. Dengan demikian alat peraga tersebut dapat
digunakan oleh guru dan oleh siswa.
6) Menyimpulkan hasil pembahasan dari semua pokok materi.
Kesimpulan ini dibuat oleh guru dan sebaiknya pokokpokoknya
ditulis
dipapan
tulis
untuk
dicatat
siswa.
Kesimpulan dapat pula dibuat guru bersama-sama siswa,
bahkan kalau mungkin diserahkan sepenuhnya kepada siswa.
Pada kegiatan ini siswa diberi waktu untuk mencatat
kesimpulan pelajaran bertanya kepada teman-temannya, atau
mendiskusikannya dalam kelompok. Harus diperhatikan
bahwa kegiatan yang ditempuh dalam tahapan instruksional,
sebaiknya dititik beratkan kepada siswa yang harus lebih aktif
melakukan kegiatan belajar. Untuk itu maka haruslah dipilih
52
pendekatan mengajar yang berorientasi kepada cara belajar
siswa aktif.
c. Tahap evaluasi dan tindak lanjut
Tahapan yang ketiga atau yang terakhir dari strategi
mengajar adalah tahap evaluasi atau penilaian dan tindak lanjut.
Tujuan tahapan ini, ialah untuk mengetahui tingkat keberhasilan
dari tahapan kedua (instruksional). Kegiatan yang dilakukan pada
tahapan ini antara lain :
1) Mengajukan pertanyaan kepada kelas, atau kepada beberapa
siswa, mengenai semua pokok materi yang telah dibahas pada
tahapan kedua. Pertanyaan yang diajukan bersumber dari
bahan pengajaran. Pertanyaan dapat diajukan kepada siswa
secara lisan maupun secara tulisan. Pertanyaan ini disebut post
test. Berhasil tidaknya tahapan kedua, dapat dilihat dari
dapat/tidaknya siswa menjawab pertanyaan yang diajukan
guru, salah satu patokan yang dapat digunakan ialah, apabila
kira-kira 70% dari jumlah siswa di kelas tersebut dapat
menjawab setiap pertanyaan yang diajukan, maka proses
pengajaran (tahap kedua) dikatakan berhasil.
2) Apabila pertanyaan yang diajukan belum dapat dijawab oleh
siswa kurang dari 70%, maka guru harus mengulang kembali
materi yang belum dikuasai siswa. Teknik pembahasan biasa
ditempuh dengan berbagai cara. Pertama dijelaskan oleh guru
sendiri atau menyuruh siswa yang sudah dianggap menguasai
untuk menjelaskannya pada kegiatan terjadwal. Kedua
diadakan diskusi kelompok membahas pokok materi yang
belum dikuasai. Ketiga memberikan tugas pekerjaan rumah,
yang berhubungan dengan pokok materi yang belum dikuasai
53
melalui kegiatan mandiri. Cara mana yang dipilih diserahkan
sepenuhnya kepada guru.
3) Untuk memperkaya pengetahuan siswa, materi yang dibahas,
guru dapat memberikan tugas/pekerjaan rumah yang ada
hubungannya dengan topik atau pokok materi yang telah
dibahas. Misalnya tugas memecahkan masalah, menulis
karangan/makalah, membuat kliping dari koran dan lain-lain,
yang erat hubungannya dengan bahan yang telah dibahas.
4) Akhiri pelajaran dengan menjelaskan atau memberi tahu
pokok materi yang akan dibahas pada pelajaran berikutnya.
Informasi ini perlu agar siswa dapat mempelajari bahan
tersebut dari sumber-sumber yang dimilikinya. Ketiga tahap
yang telah dibahas di atas, merupakan satu rangkaian kegiatan
yang terpadu, tidak terpisahkan satu sama lain. Guru dituntut
untuk dapat mengatur waktu dan kegiatan secara fleksibel,
sehingga ketiga rangkaian tersebut diterima oleh siswa secara
utuh. Di sinilah letak keterampilan profesional dari seorang
guru khususnya dalam melaksanakan strategi mengajar.
Kemampuan mengajar seperti dilukiskan dalam uraian di atas
secara teoritis mudah dikuasai, namun dalam prakteknya tidak
semudah seperti digambarkan. Hanya dengan latihan dan
kebiasaan yang terencana, kemampuan itu dapat diperoleh.
2. Pendekatan mengajar
Dalam uraian mengenai tahap instruksional telah dijelaskan
bahwa dalam proses pengajaran, intinya adalah kegiatan belajar para
siswa. Tinggi rendahnya kadar kegiatan belajar banyak dipengaruhi
oleh pendekatan mengajar yang digunakan guru. Ada beberapa
54
pendapat mengenai pendekatan mengajar. Richard Anderson
mengajukan empat pendekatan ;
a. Pendekatan ekspositeri model informasi
Pendekatan ini bertolak dari pandangan, bahwa tingkah
laku kelas dan penyebaran pengetahuan dikontrol dan ditentukan
oleh guru/pengajar. Hakikat mengajar menurut pandangan ini
adalah menyampaikan ilmu pengetahuan kepada siswa. Siswa
dipandang sebagai objek yang menerima apa yang diberikan
guru. Biasanya guru menyampaikan informasi mengenai bahan
pengajaran dalam bentuk penjelasan dan penuturan secara lisan,
yang dikenal dengan istilah, kuliah/ceramah/lecture. Dalam
pendekatan ini siswa
mengingat
informasi
diharapkan dapat
yang
telah
menangkap dan
diberikan
guru,
serta
mengungkapkan kembali apa yang telah dimilikinya melalui
respon yang ia berikan pada saat diberikan pertanyaan oleh guru.
Komunikasi yang digunakan guru dalam interaksinya dengan
siswa menggunakan komunikasi satu arah atau komunikasi
sebagai aksi. Oleh sebab itu kegiatan belajar siswa kurang
optimal, sebab terbatas kepada mendengarkan uraian guru,
mencatat, dan sekali-kali bertanya kepada guru. Guru yang kreatif
biasanya dalam memberikan informasi dan penjelasan kepada
siswa menggunakan alat bantu seperti gambar, bagan, grafik dan
lain-lain, di samping memberi kesempatan kepada siswa untuk
mengajukan pertanyaan.
b. Pendekatan inquiry/discovery
Pendekatan ini bertolak dari pandangan bahwa siswa
sebagai subjek dan objek dalam belajar, mempunyai kemampuan
dasar
untuk
berkembang
secara
optimal
sesuai
dengan
55
kemampuan yang dimilikinya. Proses pembelajaran harus
dipandang sebagai stimulus yang dapat menantang siswa untuk
melakukan kegiatan belajar. Peranan guru lebih banyak
menempatkan diri sebagai pembimbing atau pemimpin belajar
dan fasilisator belajar. Dengan demikian, siswa lebih banyak
melakukan kegiatan sendiri atau dalam bentuk kelompok
memecahkan permasalahan dengan bimbingan guru.
c. Pendekatan interaksi sosial
Pendekatan interaksi sosial hampir memiliki persamaan
dengan pendekatan inquiry terutama social inquiry. Pendekatan
ini menentukan terbentuknya hubungan antara individu/siswa
yang satu dengan siswa yang lainnya sehigga dalam konteks yang
lebih luas terjadi hubungan sosial individu dengan masyarakat.
Oleh
sebab
itu
proses
belajar-mengajar
hendaknya
mengembangkan kemampuan dan kesanggupan siswa untuk
mengadakan
hubungan
dengan
orang
lain/siswa
lain,
mengembangkan sikap dan prilaku yang demokratis, serta
menumbuhkan produktivitas kegiatan belajar siswa. Metodemetode mengajar yang paling diutamakan dalam pendekatan ini
antara lain diskusi, problem solving, metode stimulus, bekerja
kelompok, dan metode lain yang menunjang berkembang
hubungan sosial siswa. Pendekatan interaksi sosial pada
hakikatnya bertolak dari pemikiran pentingnya hubungan pribadi
dan hubungan sosial atau hubungan individu dengan lingkungan
sosialnya. Proses belajar pada hakikatnya adalah mengadakan
hubungan sosial dalam pengertian siswa berinteraksi dengan
lingkungan, berinteraksi dengan siswa lain dan berinteraksi
56
secara
kelompok.
Langkah
yang
ditempuh
guru
dalam
pendekatan ini adalah :
1) Guru melemparkan masalah dalam bentuk situasi kepada para
siswa.
2) Siswa dengan bimbingan guru menelusuri berbagai jawaban
masalah yang terdapat dalam situasi tersebut.
3) Siswa diberi tugas atau permasalahan untuk dipecahkan,
dianalisis, dikerjakan yang berkenaan dengan situasi tersebut.
4) Dalam memecahkan masalah tersebut siswa diminta untuk
mendiskusikannya.
5) Siswa membuat kesimpulan dari hasil diskusinya.
6) Pembahasan kembali hasil-hasil kegiatan.
Keterlibatan Sosiodrama atau role playing merupakan
contoh pendekatan ini. Siswa dalam melakukan kegiatan belajar
cukup
tinggi
terutama
dalam
bentuk
partisipasi
dalam
kelompoknya. Oleh sebab itu pendekatan ini boleh dikatakan
berorientasi kepada siswa.
d. Pendekatan tingkah laku (Behavioral models)
Beberapa istilah yang digunakan untuk pendekatan ini
antara lain behavior modification, behavior therapy, social
learning theory. Pendekatan ini menekankan kepada teori tingkah
laku, sebagai aplikasi dari teori belajar behaviorisme. Tingkah
laku individu pada dasarnya dikontrol oleh stimulus dan respon
yang diberikan individu. Penguatan hubungan stimulus dengan
respon merupakan proses belajar yang menyebabkan perubahan
tingkah laku.
Dalam pendekatan ini langkah-langkah guru mengajar
adalah sebagai berikut :
57
1) Guru menyajikan stimulus belajar kepada siswa
2) Mengamati tingkah laku siswa dalam menanggapi stimulus
yang diberikan guru (respon siswa) menyediakan atau
memberikan latihan-latihan kepada siswa dalam memberikan
respon terhadap stimulus
3) Memperkuat respon yang dipandang paling tepat sebagai
jawaban terhadap stimulus
Memperhatikan langkah di atas maka aspek penting dari
pendekatan ini ialah melatih siswa dan memperkuat respon siswa
yang paling tepat terhadap stimulus.
3. Prinsip mengajar
Prinsip megajar atau dasar mengajar merupakan usaha guru
dalam menciptakan dan mengkondisikan situasi belajar-mengajar
agar siswa melakukan kegiatan belajar secara optimal. Usaha
tersebut dilakukan guru pada saat berlangsungnya proses belajarmengajar. Penggunaan prinsip mengajar bisa direncanakan guru
sebelumnya, bisa pula secara spontan dilaksanakan pada saat
berlangsungnya proses belajar-mengajar, terutama bila kondisi
belajar siswa sudah menurun. Beberapa prinsip mengajar yang
paling utama harus digunakan guru antara lain, prinsip motivasi,
kooperasi dan kompetensi, korelasi dan integrasi, aplikasi dan
transformasi, individualitas.
Menurut Slameto, (1991 : 125-126). Tahapan-tahapan
persiapan pengajaran itu adalah sebagai berikut :
a. Perumusan tujuan pengajaran
Rumusan tujuan pengajaran merupakan pernyataan tentang
apa yang diharapkan untuk diketahui, dilakukan dan dinyatakan
oleh siswa setelah menyelesaikan suatu kegiatan belajar.
58
Kemampuan yang diperoleh sebagai hasil mengikuti pengalaman
belajar, pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku yang
dapat diukur atau sekurang-kurangnya ada sesuatu yang dapat
dijadikan indikator terjadinya perubahan.
b. Pengembangan alat evaluasi
Untuk
mengukur
keberhasilan
pencapaian
tujuan
pengajaran, disusun alat evaluasi yang sesuai dengan perubahan
tingkah laku. Pada tahap ini dirancang jenis alat evaluasi yang
akan digunakan : tes lisan, tertulis, perbuatan. Jika tertulis
berbentuk apa : essei, obyektif, melengkapi angket, studi kasus,
dan kriteria keberhasilan atau indikator apa yang digunakan.
c. Analisis tugas belajar dan identifikasi kemampuan siswa
Kemampuan yang ingin dicapai sebagai tujuan pengajaran,
diurai (analisis) atas unsur-unsur tingkah laku yang membentuk
kemampuan tersebut. Unsur-unsur yang telah diidentifikasi
tersebut diseleksi sehingga unsur-unsur yang belum dikuasai
sejarah yang dipilih sebagai bahan pelajaran.
Pada tahap ini juga diidentifikasi karakteristik individual
siswa seperti : kecerdasan/bakat, kebiasaan belajar, motivasi
belajar, kemampuan awal dan kebutuhan belajar siswa, terutama
yang menyangkut kesulitan belajar.
d. Penyusunan strategi belajar mengajar
Strategi belajar mengajar pada hakikatnya adalah rencana
kegiatan belajar mengajar yang dipilih guru untuk dilaksanakan
baik oleh siswa maupun oleh guru dalam rangka usaha
pencapaian tujuan pengajaran yang telah ditetapkan. Kriteria
yang biasa dipakai dalam memilih strategi adalah : efisiensi,
efektivitas dan keterlibatan siswa. Berdasarkan kriteria tersebut
59
dipilih dan dirancanglah delapan unsur strategi disebut pada
bagian Pengertian Strategi Belajar Mengajar di muka. (Slameto,
1991 : 125-126).
Sejauh pengetahuan penulis memang sudah banyak bukubuku yang menjelaskan tentang strategi belajar mengajar antara
lain sebagaimana buku yang di karang oleh Syaiful Bahri
Djamarah yang berjudul “Strategi Belajar Mengajar” tahun 2002.
Begitu juga tentang motivasi belajar yang dikarang oleh
Sardiman A.M, yang berjudul “Interaksi dan Motivasi Belajar
Mengajar” tahun 2001. Akan tetapi kedua buku tersebut menurut
penulis masih terlalu universal dan masih terkesan berbentuk
teoritis dan pembahasannya masih terpisah-pisah.
Berdasarkan dua judul buku tersebut, maka penulis ingin
mengangkat dua pola judul tersebut dalam satu konsep penelitian,
sebab antara strategi dan motivasi menempati posisi yang sangat
vital dalam suatu proses pembelajaran dan supaya lebih
menyentuh aplikasinya terhadap proses pembelajaran pada
bidang studi Qur’an Hadits di MAN Model Jambi.
Jadi penelitian tentang strategi guru untuk meningkatkan
motivasi belajar siswa pada pembelajaran Qur’an Hadits belum
ada, maka oleh sebab itu perlu rasanya melakukan penelitian
tentang permasalahan tersebut, dengan harapan kiranya dapat
membantu agar dalam pelaksanaan proses pembelajaran qur’an
hadits di MAN Model Jambi berjalan lebih baik dan mendapat
prestasi yang memuaskan di masa mendatang.
60
Konsep Motivasi
Pembelajaran
Konsep Motivasi Pembelajaran
1. Pengertian Motivasi pembelajaran
Banyak sekali, bahkan sudah umum orang menyebut dengan
“motif” untuk menunjukan mengapa seseorang itu berbuat sesuatu.
Apa motif si Budi itu membuat kekacauan, apa motif Aman itu rajin
membaca, apa motif Pak jalu itu memberikan insentif kepada para
pembantunya, dan begitu seterusnya. Kalau demikian apa yang
dimaksud dengan motif itu.
Kata “motif”, diartikan sebagai daya upaya yang mendorong
seseorang untuk melakukan sesuatu. Motif dapat dikatakan sebagai
daya penggerak dari dalam dan di dalam subjek untuk melakukan
aktivitas-aktivitas tertentu demi mencapai suatu tujuan. Bahkan
motif dapat diartikan sebagai suatu kondisi intern (kesiapsiagaan).
Berawal dari kata “motif” itu, maka motivasi
dapat diartikan
sebagai daya penggerak yang telah menjadi aktif. Motif menjadi
aktif pada saat-saat tertentu, terutama bila kebutuhan untuk
mencapai tujuan sangat dirasakan/mendesak.
Menurut Mc. Donald sebagaimana yang dikutip oleh A.M.
sardiman (2001, 71-72), motivasi adalah perubahan energi dalam
diri seseorang yang ditandai dengan munculnya “feeling” dan
didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan.
Dari pengertian yang dikemukakan diatas mengandung tiga
elemen penting.
61
a. Bahwa motivasi itu mengawali terjadinya perubahan energi pada
diri setiap individu manusia. Perkembangan motivasi akan
membawa beberapa perubahan energi di dalam sistem “neurophysiological” yang ada pada organisme manusia. Karena
menyangkut perubahan energi manusia (walaupun motivasi itu
muncul dari dalam diri manusia), penampakannya akan
menyangkut kegiatan fisik manusia.
b. Motivasi ditandai dengan munculnya, rasa “feeling”, afeksi
seseorang dalam hal ini motivasi relevan dengan persoalanpersoalan kejiwaan, afeksi dan emosi yang dapat menentukan
tingkah-laku manusia.
c. Motivasi akan dirangsang karena adanya tujuan. Jadi motivasi
dalam hal ini sebenarnya merupakan respon dari suatu aksi, yakni
tujuan. Motivasi memang muncul dari dalam diri manusia, tetapi
kemunculannya karena terangsang/terdorong oleh adanya unsur
lain, dalam hal ini adalah tujuan. Tujuan ini akan menyangkut
soal kebutuhan. (A.M.Sardiman, 2001 : 71-72).
Secara harfiah “motivasi” berarti sesuatu yang menggerakan
seseorang individu untuk melakukan suatu tingkah laku atau
tindakan. Motivasi menunjukan kepada kekuatan atau daya
pendorongnya. Jadi tingkah laku atau tindakan adalah sebagian
akibat atau operasional dari adanya motivasi. Motivasi mendorong
seorang individu untuk bertindak atau berbuat sesuatu. (Masnur,
1987 : 41).
Derajat usaha atau perjuangan di dalam melakukan usaha atau
tindakan itu menunjukan tinggi rendahnya derajat motivasi. Bila
motivasi tinggi maka untuk merealisasikan motivasi tersebut dalam
bentuk tindakan atau perbuatan akan dilaksanakan dengan usaha
62
yang tinggi pula, atau penuh semangat. Sebaliknya, suatu tindakan
yang dilaksanakan dengan sangat santai-santai saja merupakan
gejala dari motivasi yang rendah. Dengan kata lain, motivasi adalah
kekuatan pendorong yang ada dalam diri seorang individu untuk
melakukan aktivitas-aktivitas tertentu dalam rangka mencapai suatu
tujuan.
63
Teori-teori Motivasi
Pembelajaran
Teori-teori Motivasi Pembelajaran
a. Teori Motivasi (Higgiene)
Teori
ini
dikembangkan
oleh
Frederich
Herberg
sebagaimana dikutip oleh Sondang P. Siagian (1995 : 164) dalam
usaha membuktikan kebenarannya, melakukan penelitian yang
bertujuan untuk menemukan jawaban terhadap pertanyaan?
“Timbulnya keinginan menemukan jawaban terhadap pertanyaan
ini didasarkan pada keyakinan bahwa hubungan seseorang
dengan pekerjaannya sangat mendasar dan karena itu sikap
seseorang terhadap pekerjaannya itu sangat mungkin menentukan
keberhasilan dan kegagalannya.
Yang sangat menarik dari hasil penelitian yang dilakukan
ini ialah bahwa apabila para pekerja merasa puas dengan
pekerjaannya, kepuasan itu didasarkan pada faktor-faktor yang
sifatnya intrinsik seperti yang dilakukan, rasa tanggung jawab,
kemajuan dalam karier dan pertumbuhan profesional dan
intelektual, yang dialami oleh seseorang. Sebaliknya apabila para
pekerja merasa tidak puas dengan pekerjaannya, ketidak puasan
itu pada umumnya dikaitkan dengan faktor-faktor yang sifatnya
ekstrinsik artinya bersumber dari luar diri pekerja yang
bersangkutan seperti kebijaksanaan organisasi, pelaksanaan
kebijaksanaan yang telah ditetapkan, supervisi oleh para manajer,
hubungan interpersonal dan kondisi kerja. (Sondang P. Siagian,
1995 : 164).
64
b. Teori Motivasi (Kebutuhan dan Keberhasilan)
Menurut Maslow sebagaimana yang dikutip oleh Sahlan
Asnawi, (2002 : 91-92) teori pemenuhan kebutuhan yang
berjenjang yang telah mempelajari hirarki kebutuhan manusia
menyatakan bahwa :
1) Manusia adalah binatang yang berkeinginan.
2) Segera setelah keinginan yang satu terpenuhi, maka timbul
keinginan yang lain.
3) Kebutuhan manusia nampaknya merupakan kebutuhan yang
berjenjang,
atau
bertingkat.
Tingkat-tingkat
tersebut
memperlihatkan urutan kebutuhan yang harus dipenuhi dalam
suatu waktu tertentu. Satu daya dorong atau motif tidak akan
dapat mempengaruhi tindakan seseorang, bilamana kebutuhan
dasar belum terpenuhi. Setelah kebutuhan dasar terpenuhi baru
maka kebutuhan yang lainnya akan segara menyusul sesuai
urutannya, karena kebutuhan yang satu dengan yang lain
saling berpengaruh.
4) Kebutuhan yang satu dengan kebutuhan yang lainnya saling
kait mengkait, namun tidak terlalu dominan keterkaitan
tersebut (Sahlan Asnawi, 2002 : 91-91).
c. Teori Motivasi (Mc. Cleelland)
Dalam diri manusia ada dua macam motif yaitu : (1) motif
yang tidak dipelajari, atau sering disebut motif primer, dan (2)
motif yang dipelajari melalui pengalaman serta interaksi dengan
orang lain atau sering disebut dengan motif sekunder. Motif ini
disebut pula sebagai motif sosial. Ada tiga macam motif sosial,
yaitu :
65
1) Motif Berprestasi
2) Motif Berafiliasi
3) Motif Berkuasa
Menurut Mc. Clelland sebagaimana yang dikutip Sahlan
Asnawi (2002 : 93) motif yang ada dalam diri manusia dapat
dipelajari dari lingkungan sosial. Banyak ahli yang berpendapat
sama bahwa pada hakekatnya manusia dalam memuaskan
kebutuhannya adalah kebutuhan sosial dalam membahas motivasi
manusia menitikberatkan kepada pemuasan kebutuhan skunder
yang bersifat sosial, sehingga disebut sebagai “Teori Motivasi
Sosial”. Lebih lanjut mengemukakan bahwa semua orang dalam
kehidupan sehari-hari mempunyai ketiga motif tersebut diatas,
hanya saja kebutuhan dan interaksi tidak sama orang satu dengan
orang lainnya. (Sahlan Asnawi, 2002 : 93).
66
Unsur-unsur Motivasi
Pembelajaran
Unsur-unsur Motivasi Pembelajaran
1. Hal-hal yang Mempengaruhi Motivasi Pembelajaran
Secara global, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar
siswa dapat kita bedakan menjadi tiga macam, yakni :
a) Faktor internal (faktor dari dalam siswa), yakni keadaan/kondisi
jasmani dan rohani siswa.
b) Faktor eksternal (faktor dari luar siswa), yakni kondisi
lingkungan disekitar siswa.
c) Faktor pendekatan belajar (approach to learning), yakni jenis
upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang
digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran materimateri pelajaran. (Muhibbin Syah, 2001 : 130-131).
Faktor-faktor di atas dalam banyak hal sering saling
berkaitan dan mempengaruhi satu sama lain. Seorang siswa yang
bersikap conserving terhadap ilmu pengetahuan atau bermotif
ekstrinsik (faktor eksternal) umpamanya, biasanya cenderung
mengambil pendekatan belajar yang sederhana dan tidak mendalam.
Sebaliknya, seorang siswa yang berinteligensi tinggi (faktor internal)
dan mendapat dorongan positif dari orang tuanya (faktor eksternal),
mungkin akan memilih pendekatan belajar pengaruh faktor-faktor
tersebut di atas, muncul siswa-siswa yang berprestasi tinggi dan
berprestasi rendah atau gagal sama sekali. Dalam hal ini, seorang
guru
yang
kompeten
dan
profesional
diharapkan
mampu
mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan munculnya kelompok
67
siswa yang menunjukkan gejala kegagalan dengan berusaha
mengetahui dan mengatasi faktor yang menghambat proses belajar
mereka.
Kemudian ada pula yang berpendapat lain seperti pendapat
Mudjiono
Dimyati
(1999 :
97-100) tentang hal-hal
yang
mempengaruhi motivasi tersebut adalah :
1) Aspirasi Siswa
Motivasi belajar tampak pada keinginan anak sejak kecil
seperti keinginan belajar berjalan, makan makanan yang lezat,
berebut permainan, dapat membaca, dapat menyanyi, dan lainlain selanjutnya. Keberhasilan mencapai keinginan tersebut
menumbuhkan kemauan bergiat, bahkan dikemudian hari
menimbulkan cita-cita dalam kehidupan. Timbulnya cita-cita
diberbagai oleh perkembangan akal, moral, kemauan, bahas dan
nilai-nilai kehidupan. Timbulnya cita-cita juga dibarengi oleh
perkembangan kepribadian.
Dari
segi
emansipasi
kepribadian,
keinginan
yang
terpuaskan dapat memperbesar kemauan dan semangat belajar.
Dari segi pembelajaran, penguatan dengan hadiah atau juga
hukuman akan dapat mengubah keinginan menjadi kemauan, dan
kemudian kemauan menjadi cita-cita. Keinginan berlangsung
sesaat atau dalam rangka waktu yang lama. Kemauan telah
disertai
dengan
perhitungan
akal
sehat.
Cita-cita
dapat
berlangsung dalam waktu sangat lama, bahkan sepanjang hayat.
Cita-cita siswa untuk “menjadi seseorang ....”(gambaran ideal
seperti pemain bulu tangkis dunia, misalnya) akan memperkuat
semangat belajar dan mengarahkan perilaku belajar. Misalnya
siswa tersebut akan rajin berolahraga melatih nafas, berlari,
68
meloncat, disamping tekun berlatih bulu tangkis. Cita-cita akan
memperkuat motivasi belajar intrinsik maupun ekstrinsik. Sebab
tercapainya suatu cita-cita akan mewujudkan aktualisasi diri.
2) Kemampuan siswa
Keinginan
seorang
anak
perlu
dibarengi
dengan
kemampuan atau kecakapan mencapainya. Keinginan membaca
perlu dibarengi dengan kemampuan mengenal dan mengucapkan
bunyi huruf-huruf. Kesukaan mengucapkan huru “r” misalnya,
dapat diatasi dengan drill/ melatih ucapan “r” yang benar. Latihan
berulang
kali
menyebabkan
terbentuknya
kemampuan
mengucapkan “r”. Dengan didukung kemampuan mengucapkan
“r”, atau kemampuan mengucapkan huruf-huruf yang lain, maka
keinginan anak untuk membaca akan terpenuhi. Keberhasilan
membaca suatu buku bacaan akan menambah kekayaan
pengalaman hidup. Keberhasilan tersebut memuaskan dan
menyenangkan
hatinya.
Secara
perlahan-lahan
terjadilah
kegemaran membaca pada anak yang semula sukar mengucapkan
huruf “r” yang benar. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa
kemampuan
akan
memperkuat
motivasi
anak
untuk
melaksanakan tugas-tugas perkembangan.
3) Kondisi Siswa
Kondisi siswa yang meliputi kondisi jasmani dan rohani
mempengaruhi motivasi belajar. Seorang siswa yang sedang
sakit, lapar, atau marah-marah akan mengganggu perhatian
belajar. Sebaliknya, seseorang siswa yang sehat, kenyang, dan
gembira akan mudah memusatkan perhatian. Anak yang sakit
akan enggan belajar. Anak yang marah-marah akan sukar
memusatkan perhatian pada penjelasan pelajaran. Sebaliknya,
69
setelah siswa tersebut sehat ia akan mengejar ketinggalan
pelajaran. Siswa tersebut dengan senang hati membca buku-buku
pelajaran agar ia memperoleh nilai rapor baik, seperti sebelum
sakit. Dengan kata lain, kondisi jasmani dan rohani siswa
berpengaruh pada motivasi belajar.
4) Kondisi Lingkungan Siswa
Lingkungan siswa dapat berupa keadaan alam, lingkungan
tempat
tinggal,
pergaulan
sebaya,
dan
kehidupan
kemasyarakatan. Sebagai anggota masyarakat maka siswa dapat
terpengaruh oleh lingkungan sekitar. Bencana alam, tempat
tinggal yang kumuh, ancaman rekan yang nakal, perkelahian
antar siswa, akan mengganggu kesungguhan belajar. Sebaliknya
kampus sekolah yang indah, pergaulan siswa yang rukun, akan
memperkuat motivasi belajar. Oleh karena itu kondisi lingkungan
sekolah yang sehat, kerukunan hidup, ketertiban pergaulan perlu
dipertinggi mutunya. Dengan lingkungan yang aman, tenteram,
tertib dan indah, maka semangat dan motivasi belajar mudah
diperkuat.
5) Unsur-unsur Dinamis dalam Belajar dan Pembelajaran.
Siswa memliki perasaan, perhatian, kemauan, ingatan, dan
pikiran yang mengalami perubahan berkat pengalaman hidup.
Pengalaman dengan teman sebayanya berpengaruh pada motivasi
dan prilaku belajar. Lingkungan siswa yang berupa lingkungan
alam, lingkungan tempat tinggal, dan pergaulan juga mengalami
perubahan. Lingkungan budaya siswa yang berupa surat kabar,
majalah, radio, televisi, dan film semakin menjangkau siswa.
Kesemua lingkungan tersebut mendinamiskan motivasi belajar.
Dengan melihat tayangan televisi tentang pembangunan bidang
70
perikanan di Indonesia Timur misalnya, lingkungan yang
semakin bertambah baik berkat dibangun, merupakan kondisi
dinamis yang bagus bagi pembelajaran. Guru profesional
diharapkan mampu memanfaatkan surat kabar, majalah, siaran
radio, televisi dan sumber belajar disekitar sekolah untuk
memotivasi belajar.
6) Upaya Guru dalam Membelajarkan Siswa
Guru adalah seorang pendidik profesional. Ia bergaul setiap
hari dengan puluhan atau ratusan siswa. Interaksi efektif
pergaulannya sekitar lima jam sehari. Rata-rata pergaulan guru
dengan siswa di SD misalnya, berkisar antara 10-20 menit
persiswa,
intensitas
pergaulan
tersebut
mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan jiwa siswa. Dengan kata-kata
yang arif seperti “suaramu membaca sangat merdu” saat siswa
kelas satu SD, maka pujian guru tersebut dapat menimbulkan
kegemaran membaca.
Guru adalah pendidik yang berkembang. Tugas profesionalnya
mengharuskan dia belajar sepanjang hayat. Belajar sepanjang hayat
tersebut sejalan dengan masyarakat dan lingkungan sekitar sekolah
yang juga dibangun. Guru tidak sendirian dalam belajar sepanjang
hayat, lingkungan sosial guru, lingkungan budaya guru, dan
kehidupan guru perlu diperhatikan oleh guru. Sebagai pendidik, guru
dapat memilih dan memilih yang baik. Partisipasi dan teladan
memilih perilaku yang baik tersebut sudah merupakan upaya
membelajarkan siswa.
Upaya guru membelajarkan siswa terjadi di sekolah dan di luar
sekolah. Upaya membelajarkan siswa terjadi di sekolah dan di luar
sekolah. Upaya pembelajaran di sekolah meliputi hal-hal berikut a)
71
menyelenggarakan tertib belajar di sekolah, b) membina disiplin
belajar dalam tiap kesempatan, c) membina belajar tertib pergaulan,
dan d) membina belajar tertib lingkungan sekolah. Di samping
penyelenggaraan tertib yang umum tersebut, maka secara individual
tiap guru menghadapi anak didiknya. Upaya pembelajaran tersebut
meliputi (1) pemahaman tentang diri siswa dalam rangka kewajiban
tertib belajar, (2) pemanfaatan penguatan berupa hadiah, kritik,
hukum secara tepat guna, dan (3) mendidik cinta belajar. (Mujiono
Dimyati, 1999 : 97-100).
2. Jenis-jenis Motivasi Pembelajaran
Berbicara tentang macam-macam atau jenis motivasi ini dapat
dilihat dari berbagai sudut pandang. Dengan demikian motivasi atau
motif-motif yang aktif itu sangat bervariasi.
a. Motivasi dilihat dari dasar pembentukannya
1) Motif-motif bawaan
Yang dimaksud dengan motif bawaan adalah yang
dibawa sejak lahir, jadi motivasi itu ada tanpa dipelajari.
Sebagai contoh misalnya: dorongan untuk makan, dorongan
untuk minum, dorongan untuk bekerja, untuk beristirahat,
dorongan seksual. Motif-motif ini seringkali disebut motifmotif yang disyaratkan secara biologis.
2) Motif-motif yang dipelajari
Maksud motif-motif yang timbul karena dipelajari.
Sebagai contoh: dorongan untuk belajar suatu cabang ilmu
pengetahuan dorongan untuk mengajar sesuatu di dalam
masyarakat. Motif-motif yang disyaratkan secara sosial. Sebab
manusia hidup dalam lingkungan sosial dengan sesama
manusia yang lain, sehingga motivasi itu terbentuk. Frandsen
72
mengistilahkan dengan afflictive needs. Sebab justru dengan
kemampuan berhubungan, kerja sama di dalam masyarakat
tercapailah suatu kepuasan diri. Sehingga manusia perlu
mengembangkan sifat-sifat ramah, kooperatif, membina
hubungan baik dengan sesama, apalagi orang tua dan guru.
Dalam kegiatan belajar mengajar, hal ini dapat membantu
dalam usaha mencapai prestasi.
b. Jenis motivasi menurut pembagian dari Woodworth dan
Marquis
1) Motif atau kebutuhan organis
Meliputi misalnya : kebutuhan untuk minum, makan,
bernafas, seksual, berbuat dan kebutuhan untuk beristirahat.
2) Motif-motif darurat
Yang termasuk dalam jenis motif ini antara lain:
dorongan
untuk
menyelamatkan
diri,
dorongan
untuk
membalas, untuk berusaha, untuk memburu. Jelasnya motivasi
jenis ini timbul karena rangsangan dari luar.
3) Motif-motif objektif
Dalam hal ini menyangkut kebutuhan untuk melakukan
eksplorasi, melakukan manipulasi, untuk menaruh minat.
Motif-motif ini muncul karena dorongan untuk dapat
menghadapi dunia luar secara relatif.
c. Motivasi jasmaniah dan rohaniah
Ada beberapa ahli yang menggolongkan jenis motivasi itu
menjadi dua jenis yakni motivasi jasmaniah dan motivasi
rohaniah. Yang termasuk motivasi jasmani seperti misalnya:
refleks, instink otomatis, nafsu. Sedangkan yang termasuk
motivasi rohaniah, yaitu kemauan.
73
Soal kemauan itu pada setiap diri manusia terbentuk
melalui empat momen.
1) Momen timbulnya alasan
Sebagai contoh seorang pemuda yang sedang giat
berlatih olah raga untuk menghadapi sesuatu porseni di
sekolahnya,
tetapi
tiba-tiba
disuruh
ibunya
untuk
mengantarkan seseorang tamu membeli tiket karena tamu itu
mau
kembali
ke
Jakarta.
Si
pemuda
itu
kemudian
mengantarkan tamu tersebut. Dalam hal ini si pemuda tadi
timbul alasan baru untuk melakukan sesuatu kegiatan
(kegiatan mengantar). Alasan baru itu bisa karena untuk
menghormati tamu atau mungkin keinginan untuk tidak
mengecewakan ibunya.
2) Momen pilihan
Momen pilihan, maksudnya dalam keadaan pada waktu
ada alternatif-alternatif yang mengakibatkan persaingan di
antara alternatif atau alasan-alasan itu. Kemudian seseorang
menimbang-nimbang dari berbagai alternatif untuk kemudian
menentukan pilihan alternatif yang akan dikerjakan.
3) Momen putusan
Dalam persaingan antara berbagai alasan, sudah barang
tentu akan berakar dengan dipilihnya satu alternatif. Satu
alternatif yang dipilih inilah yang menjadi putusan untuk
dikerjakan.
4) Momen terbentuknya kemauan
Kalau seorang sudah menetapkan satu putusan untuk
dikerjakan maka timbullah dorongan pada diri seseorang untuk
bertindak, melaksanakan putusan itu.
74
d. Motivasi intrinsik dan ekstrinsik
1) Motivasi intrinsik
Yang dimaksud motivasi intrinsik adalah motif-motif
yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang
dari luar, karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan
untuk melakukan sesuatu. Sebagai contoh seseorang yang
senang membaca, tidak usah ada yang menyuruh atau
mendorongnya, ia sudah rajin mencari buku-buku untuk
dibacanya. Kemudian kalau dilihat dari segi tujuan kegiatan
yang dilakukannya (misalnya kegiatan belajar), maka yang
dimaksud dengan motivasi intrinsik ini adalah ingin mencapai
tujuan yang terkandung di dalam perbuatan belajar itu sendiri.
2) Motivasi ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan
berfungsinya karena adanya perangsang dari luar.
Perlu
ditegaskan,
bukan
berarti
bahwa
motivasi
ekstrinsik ini tidak baik dan tidak penting. Dalam kegiatan
belajar-mengajar tetap penting. Sebab kemungkinan besar
keadaan siswa itu dinamis, berubah-ubah dan juga mungkin
komponen-komponen lain dalam proses belajar-mengajar ada
yang kurang menarik bagi siswa, sehingga diperlukan motivasi
ekstrinsik. (A.M. Sardiman, 2001 : 84-89).
75
Bentuk-bentuk Motivasi
Pembelajaran
Bentuk-bentuk Motivasi Pembelajaran
1. Teknik-teknik Motivasi Pembelajaran
a. Pemberian Penghargaan atau Ganjaran
Teknik ini dianggap berhasil bila menumbuh kembangkan
minat siswa. Minat adalah perasaan seseorang bahwa apa yang
dipelajari atau dilakukannya bermakna bagi dirinya.
Pemberian penghargaan dapat membangkitkan minat anak
untuk mempelajari atau mengerjakan sesuatu. Tujuan pemberian
penghargaan adalah membangkitkan dan mengembangkan minat.
Jadi, penghargaan berperan untuk membuat pendahuluan saja.
Penghargaan adalah alat, bukan tujuan. Hendaknya diperhatikan
jangan sampai penghargaan ini menjadi tujuan. Tujuan pemberian
penghargaan dalam belajar adalah bahwa setelah seseorang
menerima penghargaan karena telah melakukan kegiatan belajar
dengan baik, ia akan terus melakukan kegiatan belajarnya sendiri
diluar kelas.
b. Pemberian Angka
Apabila pemberian angka atau grade didasarkan atas
perbandingan interpersonal dalam prestasi akademis, hal ini akan
menimbulkan dua hal : anak yang mendapat angka baik dan anak
yang mendapat angka jelek. Pada anak yang mendapat angka
jelek mungkin akan berkembang rasa rendah diri dan tak ada
semangat terhadap pekerjaan-pekerjaan sekolah.
Dalam hubungan ini, “Karena grade atau angka itu lebih
banyak menekankan kegagalan dari pada keberhasilan, dan
76
karena kegagalan itu merupakan dasar bagi timbulnya masalahmasalah, maka saya menyarankan sistem pelaporan kemajuan
siswa yang keseluruhannya menghilangkan kegagalan. Saya
menyarankan jangan ada siswa yang tergolong gagal atau hal-hal
yang menyebabkan ia merasa gagal dengan adanya sistem
angka”.
c. Keberhasilan dan Tingkat Aspirasi
Istilah
“tingkat
aspirasi”
menunjuk
kepada
tingkat
pekerjaan yang diharapkan pada masa depan berdasarkan
keberhasilan
atau
kegagalan
dalam
tugas-tugas
yang
mendahuluinya. Konsep ini berkaitan erat dengan konsep
seseorang tentang dirinya dan kekuatan-kekuatannya.
Dalam hubungan ini guru dapat menggunakan prinsip
bahwa tujuan-tujuan harus dapat dicapai dan para siswa merasa
bahwa mereka akan mampu mencapainya.
d. Pemberian Pujian
Teknik lain untuk memberikan motivasi adalah pujian.
Namun, harus diingat bahwa efek pujian itu bergantung pada
siapa yang memberi pujian dan siapa yang menerima pujian itu.
Para siswa yang sangat membutuhkan keselamatan dan harga
diri, mengalami kecemasan, dan merasa bergantung pada orang
lain akan responsif terhadap pujian. Pujian dapat ditunjukkan
baik secara verbal maupun secara nonverbal. Dalam bentuk
nonverbal misalnya anggukan kepala, senyuman, atau tepukan
bahu.
e. Kompetisi dan Kooperasi
Persaingan
merupakan
insentif
pada
kondisi-kondisi
tertentu, tetapi dapat merusak pada kondisi yang lain. Dalam
77
kompetisi harus terdapat kesepakatan yang sama untuk menang.
Kompetisi harus mengandung suatu tingkat kesamaan dalam
sifat-sifat para peserta.
Ada tiga jenis persaingan yang efektif :
1. Kompetisi interpersonal antara teman-teman sebaya sering
menimbulkan semangat persaingan.
2. Kompetisi
kelompok
di
mana
setiap
anggota
dapat
memberikan sumbangan dan terlibat di dalam keberhasilan
kelompok merupakan motivasi yang sangat kuat.
3. Kompetisi dengan diri sendiri, yaitu dengan catatan tentang
prestasi terdahulu, dapat merupakan motivasi yang efektif.
f. Pemberian Harapan
Harapan selalu mengacu ke depan. Artinya, jika seseorang
berhasil dalam kegiatan belajarnya, dia dapat memperoleh dan
mencapai harapan-harapan yang telah diberikan kepadanya
sebelumnya. Itu sebabnya pemberian harapan kepada siswa dapat
menggugah minat dan motifasi belajar asalkan siswa yakin bahwa
harapannya bakal terpenuhi kelak. Harapan itu dapat merupakan
hadiah, kedudukan, nama baik, atau sejenisnya. Sebaliknya, cara
ini tidak menghasilakan apa-apa jika guru tidak memenuhi
harapan yang pernah diberikan kepada para siswa.
2. Prinsip-prinsip Motivasi Pembelajaran
Prinsip-prinsip ini disusun atas dasar penelitian yang seksama
dalam rangka mendorong motivasi belajar murid-murid di sekolah
yang mengundang pandangan demokratis dan dalam rangka
menciptakan self motivation dan self discipline. Prinsip-prinsip
motivasi tersebut adalah :
78
a. Pujian lebih efektif daripada hukuman. Hukuman bersifat
menghentikan sesuatu perbuatan, sedangkan pujian bersifat
menghargai apa yang telah dilakukan. Karena itu pujian lebih
besar nilainya bagi motivasi belajar murid.
b. Semua murid mempunyai kebutuhan-kebutuhan psikologis (yang
bersifat
dasar) tertentu
yang harus mendapat
kepuasan.
Kebutuhan-kebutuhan itu menyatakan diri dalam berbagai bentuk
yang berbeda. Murid-murid yang dapat memenuhi kebutuhannya
secara
efektif
melalui
kegiatan-kegiatan
belajar
hanya
memerlukan sedikit bantuan di dalam motivasi dan disiplin.
c. Motivasi yang berasal dari dalam individu lebih efektif daripada
motivasi yang dipaksakan dari luar. Sebabnya ialah karena
kepuasan yang diperoleh oleh individu itu sesuai dengan ukuran
yang ada dalam diri murid sendiri.
d. Terhadap jawaban (perbuatan) yang serasi (sesuai dengan
keinginan) perlu dilakukan usaha pemantauan (reinforcement).
Apabila sesuatu perbuatan belajar mencapai tujuan maka
terhadap perbuatan itu perlu segera diulang kembali setelah
beberapa menit kemudian, sehingga hasilnya lebih mantap.
Pemantapan itu perlu dilakukan dalam
setiap tingkatan
pengalaman belajar.
e. Motivasi itu mudah menjalar atau tersebar terhadap orang lain.
Guru yang berminat tinggi dan antusias akan menghasilkan
murid-murid yang juga berminat tinggi antusias pula. Demikian
murid yang antusias akan mendorong motivasi murid-murid
lainnya.
f. Pemahaman yang jelas terhadap tujuan-tujuan akan merangsang
motivasi. Apabila seseorang telah menyadari tujuan yang hendak
79
dicapainya maka perbuatannya ke arah itu akan lebih besar daya
dorongnya.
g. Tugas-tugas yang dibebankan oleh diri sendiri akan menimbulkan
minat yang lebih besar untuk mengerjakannya daripada apabila
tugas-tugas itu dipaksakan oleh guru.
h. Pujian-pujian yang datangnya dari lauar (external reward)
kadang-kadang diperlukan dan cukup efektif untuk merangsang
minat yang sebenarnya. Berkat dorongan orang lain, misalnya
untuk memperoleh angka yang tinggi maka murid akan berusaha
lebih giat karena minatnya menjadi lebih besar.
i. Teknik dan proses mengajar yang bermacam-macam adalah
efektif untuk memelihara minat murid. Cara mengajar yang
bervariasi ini akan menimbulkan situasi belajar yang menantang,
dan menyenangkan seperti halnya bermain dengan alat permainan
yang berlainan.
j. Manfaat minat yang telah dimiliki oleh murid adalah bersifat
ekonomis. Minat khusus yang telah dimiliki oleh murid, minatnya
bermain bola basket, akan mudah ditransferkan kepada minat
dalam bidang studi atau dihubungkan dengan masalah tertentu
dalam bidang studi.
k. Kegiatan-kegiatan yang akan dapat merangsang minat muridmurid yang kurang mungkin tidak ada artinya (kurang berharga)
bagi para siswa yang tergolong pandai. Hal ini disebabkan karena
bedanya tingkat kualitas di kalangan siswa. Karena itu, guru yang
hendak
membangkitkan
minat
murid-muridnya
supaya
menyesuaikan usahanya dengan kondisi-kondisi yang ada pada
mereka.
80
l. Kecemasan yang besar akan menimbulkan kesulitan belajar.
Kecemasan ini akan mengganggu perbuatan belajar siswa, sebab
akan mengakibatkan pindahnya perhatiannya kepada hal lain,
sehingga kegiatan belajarnya menjadi tidak efektif.
m. Kecemasan dan frustasi yang lemah dapat membantu belajar,
dapat juga lebih baik. Keadaan emosi yang lebih dapat
menimbulkan perbedaan yang lebih energik, kelakuan yang lebih
hebat.
n. Apabila tugas tidak terlalu sukar dan apabila tidak ada maka
frustasi secara cepat menuju ke demoralisasi. Karena terlalu
sulitnya tugas itu maka akan menyebabkan murid-murid
melakukan hal-hal yang tidak wajar sebagai manifestasi dari
frustasi yang terkandung di dalam dirinya.
o. Setiap murid mempunyai tingkat-tingkat frustasi toleransi yang
berlainan.
Ada
murid
yang karena
kegagalannya
justru
menimbulkan incentive tetapi ada siswa yang selalu berhasil
malahan menjadi cemas terhadap kemungkinan timbulnya
kegagalan, misalnya tergantung pada stabilitas emosinya masingmasing.
p. Tekanan kelompok murid kebanyakan lebih efektif dalam
motivasi daripada tekanan/paksaan dari orang dewasa. Para siswa
(terutama para adolesent) sedang mencari kebebasan dari orang
dewasa, ia menempatkan hubungan per lebih tinggi. Ia bersedia
melakukan apa yang akan dilakukan oleh per grupnya dan
demikian sebaliknya. Karena itu kalau guru hendak membimbing
murid-murid belajar maka arahkanlah anggota-anggota kelompok
itu pada nilai-nilai belajar, baru murid tersebut akan belajar
dengan baik.
81
q. Motivasi yang besar erat hubungannya dengan kreativitas murid.
Dengan teknik mengajar yang tertentu motivasi murid-murid
dapat ditunjukkan kepada kegiatan-kegiatan kreatif. Motivasi
yang dimiliki oleh murid apabila diberi semacam penghalang
seperti adanya ujian yang mendadak, peraturan-peraturan
sekolah, dan lain-lain maka kegiatan kreatifnya akan timbul
sehingga ia lolos dari penghalang tadi. (Oemar Hamalik, 2001 :
163-166).
Demikian beberapa prinsip yang dapat digunakan sebagai
petunjuk dalam rangka membangkitkan dan memelihara motivasi
murid dalam belajar.
3. Bentuk-bentuk Motivasi Pembelajaran.
Ada beberapa bentuk dan cara untuk menumbuhkan motivasi
dalam kegiatan belajar di sekolah.
a. Memberi angka
Angka dalam hal ini sebagai simbol dari nilai kegiatan
belajarnya. Banyak siswa belajar, yang utama justru untuk
mencapai angka/nilai yang baik. Sehingga siswa biasanya yang
dikejar adalah nilai ulangan atau nilai-nilai pada raport angkanya
baik-baik.
Angka-angka yang baik itu bagi para siswa merupakan
motivasi yang sangat kuat. Tetapi ada juga, bahkan banyak siswa
bekerja atau balajar hanya ingin mengejar pokoknya naik kelas
saja. Ini menunjukkan motivasi yang dimilikinya kurang berbobot
bila dibandingkan dengan siswa-siswa yang menginginkan angka
baik. Namun demikian semua itu harus diingat oleh guru bahwa
pencapaian angka-angka seperti itu belum merupakan hasil
belajar yang sejati, hasil belajar yang bermakna. Oleh karena itu
82
langkah selanjutnya yang ditempuh oleh guru adalah bagaimana
cara memberikan angka-angka dapat dikaitkan dengan value yang
terkandung di dalam setiap pengetahuan yang diajarkan kepada
para siswa sehingga tidak sekedar kognitif saja tetapi juga
keterampilan dan afeksinya.
b. Hadiah
Hadiah dapat juga dikatakan sebagai motivasi, tetapi
tidaklah selalu demikian. Karena hadiah untuk suatu pekerjaan,
mungkin tidak akan menarik bagi seseorang yang tidak senang
dan tidak berbakat untuk suatu pekerjaan tersebut. Sebagai
contoh hadiah yang diberikan untuk gambar yang terbaik
mungkin tidak akan menarik bagi seseorang siswa yang tidak
memiliki bakat menggambar.
c. Saingan/kompetisi
Saingan atau kompetisi dapat digunakan sebagai alat
motivasi untuk mendorong belajar siswa. Persaingan, baik
persaingan
individu
maupun
persaingan
kelompok
dapat
meningkatkan prestasi belajar siswa. Memang unsur persaingan
ini banyak dimanfaatkan di dalam dunia industri atau
perdagangan,
tetapi
juga
sangat
baik
digunakan
untuk
meningkatkan kegiatan belajar siswa.
d. Ego-involvement
Menumbuhkan kesadaran kepada siswa agar merasakan
pentingnya tugas dan menerimanya sebagai tantangan sehingga
bekerja keras dengan mempertaruhkan harga diri, adalah sebagai
salah satu bentuk motivasi yang cukup penting. Seseorang akan
berusaha dengan segenap tenaga untuk mencapai prestasi yang
baik dengan menjaga harga dirinya. Penyelesaian tugas dengan
83
baik adalah simbol kebanggaan dan harga diri, begitu juga untuk
siswa si subjek belajar. Para siswa akan belajar dengan keras bisa
jadi karena harga dirinya.
e. Memberi ulangan
Para siswa akan menjadi lebih giat belajar kalau
mengetahui akan ada ulangan. Oleh karena itu memberi ulangan
ini juga merupakan sarana motivasi. Tetapi yang harus diingat
oleh guru, adalah jangan terlalu sering (misalnya setiap hari)
karena bisa membosankan dan bersifat rutinitas. Dalam hal ini
guru harus juga terbuka maksudnya, kalau akan ulangan harus
diberitahukan kepada siswanya.
f. Mengetahui hasil
Dengan mengetahui hasil pekerjaan, apalagi kalau terjadi
kemajuan, akan mendorong siswa untuk lebih giat belajar.
Semakin mengetahui bahwa grafik hasil belajar meningkat, maka
ada motivasi pada diri siswa untuk terus belajar, dengan suatu
harapan hasilnya terus meningkat.
g. Pujian
Apabila
ada
siswa
yang
sukses
yang
berhasil
menyelesaikan tugas dengan baik, perlu diberikan pujian. Pujian
ini adalah bentuk reinforcement yang positif dan sekaligus
merupakan motivasi yang baik. Oleh karena itu supaya pujian ini
merupakan motivasi, pemberiannya harus tepat. Dengan pujian
yang tepat akan memupuk suasana yang menyenangkan dan
mempertinggi gairah belajar serta sekaligus akan membangkitkan
harga diri.
84
h. Hukuman
Hukuman sebagai reinforcement yang negatif tetapi kalau
diberikan secara tepat dan bijak bisa menjadi alat motivasi. Oleh
karena itu guru harus memahami prinsip-prinsip pemberian
hukuman.
i. Hasrat untuk belajar
Hasrat untuk belajar, berarti ada unsur kesengajaan, ada
maksud untuk belajar. Hal ini akan lebih baik, bila dibandigkan
segala sesuatu kegiatan yang tanpa maksud. Hasrat untuk belajar
berarti pada diri anak didik itu memang ada motivasi untuk
belajar, sehingga sudah barang tentu hasilnya akan lebih baik.
j. Minat
Di depan sudah diuraikan bahwa soal motivasi sangat erat
hubungannya dengan unsur minat. Motivasi muncul karena ada
kebutuhan, begitu juga minat sehingga tepatlah kalau minat
merupakan alat motivasi yang pokok. Proses belajar itu akan
berjalan lancar kalau disertai dengan minat. Mengenai minat ini
antara lain dapat dibangkitkan dengan cara-cara sebagai berikut :
1) Membangkitkan adanya suatu kebutuhan
2) Menghubungkan dengan persoalan pengalaman yang lampau
3) Memberi kesempatan untuk mendapatkan hasil yang baik
4) Menggunakan berbagai macam bentuk mengajar
k. Tujuan yang diakui
Rumusan tujuan yang diakui dan diterima baik oleh siswa,
akan merupakan alat motivasi yang sangat penting. Sebab dengan
memahami tujuan yang harus dicapai, karena dirasa sangat
berguna dan menguntungkan, maka akan timbul gairah untuk
terus belajar. (A.M. Sardiman, 2001 : 90-93).
85
Di samping bentuk-bentuk motivasi sebagaimana diuraikan
di atas, sudah barang tentu masih banyak bentuk dan cara yang
bisa dimanfaatkan. Hanya yang penting bagi guru adanya
bermacam-macam
motivasi
itu
dapat
dikembangkan
dan
diarahkan untuk dapat melahirkan hasil belajar yang bermakna.
Mungkin pada mulanya, karena ada sesuatu (bentuk motivasi)
siswa itu rajin belajar, tetapi guru harus mampu melanjutkan dari
tahap rajin belajar itu bisa diarahkan menjadi kegiatan belajar
yang bermakna, sehingga hasilnya pun akan bermakna bagi
kehidupan si subjek belajar.
86
Fungsi Motivasi
Pembelajaran
Fungsi Motivasi Pembelajaran
Motivasi adalah untuk mendorong tumbuhnya kelakuan dan
mempengaruhi serta mengubah kelakuan. Jadi, fungsi motivasi itu
meliputi berikut ini.
1. Mendorong timbulnya kelakuan atau suatu perbuatan. Tanpa
motivasi maka tidak akan timbul sesuatu perbuatan seperti belajar.
2. Motivasi berfungsi sebagai pengarah. Artinya mengarahkan
perbuatan kepencapaian tujuan yang diinginkan.
3. Motivasi berfungsi sebagai penggerak. Ia berfungsi sebagai mesin
bagi mobil. Besar kecilnya motivasi akan menentukan cepat atau
lambatnya suatu pekerjaan. (Oemar Hamalik, 2001 : 161).
Menurut pendapat S. Nasution (t.t : 60-61). Setiap motivasi
bertalian erat dengan suatu tujuan. Tensing dan Hillary mungkin ingin
membuktikan kesanggupan manusia untuk menaklukan puncak
tertinggi itu. Tukang becak bekerja panas dan hujan untuk mencari
nafkah bagi anak istrinya. Motivasi mempunyai tiga fungsi yaitu :
1. Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau
motor yang melepaskan energi
2. Menentukan arah perbuatan, yakni ke arah tujuan yang hendak
dicapai
3. Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa
yang harus dijalankan yang serasi guna mencapai tujuan itu, dengan
menyampingkan perbuatan-perbuatan yang tak bermanfaat bagi
tujuan itu. Seorang yang betul-betul bertekad menang dalam
87
pertandingan, tak akan menghabiskan waktunya bermain kartu,
sebab tidak serasi dengan tujuan.
Dalam bahasa sehari-hari motivasi dinyatakan dengan : hasrat,
keinginan, maksud, tekad, kemauan, dorongan, kebutuhan, kehendak,
cita-cita kehausan, kesedihan dan sebagainya. Pemberian motivasi pada
anak didik tidak selalu didasarkan pada sesuatu yang bersifat formal,
seperti memberi piagam maupun hadiah. Dalam upaya memotivasi
anak didik guru perlu memperhatikan hal-hal berikut : a) memberikan
perhatian yang merata pada anak didik, b) memperhatikan rasa harga
diri, c) memahami kebutuhan rohani dan batiniah, d) memahami
kebutuhan untuk berpartisipasi, e) menempatkan anak didik pada
kelompok belajar yang tepat, f) menimbulkan rasa aman dalam belajar,
g) memahami fasilitas belajar yang memadai, h) memberikan
kesempatan setiap anak didik untuk berkembang dengan wajar dan
optimal, i) menciptakan kreativitas dan kompetisi belajar.
Motivasi menurut Al-Qur’an dimaknai sebagai ikhtiar dalam
menyentuh kesadaran manusia untuk melakukan berbagai tindakan
yang memiliki dimensi formalitas dan substansial, berdasarkan
kesadaran diri akan kebutuhan asasi dalam kehidupan dunia dan
akhirat. Dengan kesadaran setiap anak didik diharapkan dapat
mengarahkan seluruh potensi anak, untuk melakukan tindakan belajar
yang bermakna bagi pengembangan kualitas diri yang unggul sebagai
rasa syukur kehadirat Allah SWT. Al-Qur’an banyak memberikan
isyarat pentingnya menumbuhkan motivasi, sebagaimana dalam
firman-nya :
1) Optimalisasi motivasi dalam proses belajar diarahkan untuk
menumbuhkan potensi anak didik. Setiap anak didik perlu memiliki
kesadaran yang kuat bahwa Allah akan memberikan kemampuan
88
bagi orang yang konsisten dalam melakukan amal sholeh :
“Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertaqwa dan
orang-orang yang berbuat kebaikan”. (Q.S, An Nahl; 128)
2) Pembinaan motivasi dalam proses pembelajaran dilakukan untuk
meningkatkan keyakinan akan kebenaran dan tanggungjawab dalam
melahirkan karya dan prestasi pada setiap waktu dan keadaan. Setiap
anak didik harus memiliki pemahaman yang utuh terhadap
keyakinan dan tanggungjawab untuk berkarya atau beramal sholeh :
“Sesungguhnya kalau mereka beriman dan bertaqwa, (niscaya
mereka akan mendapat pahala), dan sesungguhnya pahala dari sisi
Allah adalah lebih baik, kalau mereka mengetahui. (Q.S. Al
Baqarah;103)
3) Motivasi dalam proses pembelajaran harus dapat memacu anak didik
untuk mengoptimalkan potensi belajar yang dimiliki, agar dapat
mewujudkan
prestasi
terbaik
(ihsan)
dalam
mengikuti
pembelajaran.; “Hai jama‟ah jin dan manusia, jika kamu sanggup
menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah,
kamu tidak dapat menembusnya melainkan dengan kekuatan”. (Q.S,
Ar Rahman;33)
4) Motivasi harus dapat menumbuhkan kesadaran diri anak didik
sebagai generasi pilihan, yang diberikan amanat untuk dapat
mewujudkan cita-cita yang bermanfaat bagi masa depan kehidupan:
      
        
89
       

“ kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia,
menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar,
dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu
lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan
kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. (Q.S.Ali Imron :
110)
5) Motivasi
yang
diberikan
kepada
anak
didik
harus
dapat
mengembangkan kesadaran dan sikap bersyukur terhadap berbagai
nikmat yang dikaruniakan Allah. Setiap keberhasilan yang dicapai
menjadi pendorong terwujudnya keberhasilan baru yang lebih
berkualitas. Kemudian setiap keberhasilan anak didik dalam
menyelesaikan tugas, dapat mendorong untuk menyelesaikan tugas
dan kewajiban berikutnya dengan kualitas hasil yang tinggi; “Dan
(ingatlah juga), tatkala Tuhanmu mema‟lumkan: “Sesungguhnya
jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni‟mat)
kepadamu, dan jika kamu mengingkari (ni‟mat-Ku), maka
sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”. (Q.S, Ibrahim;7)
6) Motivasi dalam proses pembelajaran diarahkan untuk membawa
anak didik agar dapat meneguhkan keyakinan (optimisme) dalam
menjalani proses pembelajaran.; “Sesungguhnya orang-orang yang
beriman dan beramal saleh, bagi mereka adalah surga Firdaus
menjadi tempat tinggal, mereka kekal di dalamnya, mereka tidak
ingin berpindah daripadanya. (Q.S, Al Kahfi;107-108)
7) Motivasi
dalam
proses
pembelajaran
diarahkan
untuk
mengoptimalkan keunggulan potensi anak didik dalam mencapai
90
tujuan pembelajaran; Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal saleh mereka itu adalah sebaik-baik makhluk.
(Q.S, Al Bayyinah;7)
8) Motivasi
dalam
proses
pembelajaran
diarahkan
untuk
membangkitkan kesadaran dan peran aktif anak didik dalam
menghadapi berbagai problema dan tantangan belajar, sehingga akan
menciptakan efektifitas dan efisiensi pembelajaran; “Dan kami
tinggikan bagimu sebutan (nama)mu. Karena sesungguhnya sesudah
kesulitan itu ada kemudahan, (Q.S, Insyirah; 4-5)
Menurut pandangan Al-Qur’an, membina motivasi anak didik
harus dapat memberikan arti penting untuk mewujudkan tujuan
pembelajaran. Sedangkan untuk menjalankan fungsi motivasi dalam
proses pembelajaran, pendidik perlu mengembangkan langkah-langkah
strategis sebagai berikut :
a. Setiap pendidik harus menjadi teladan bagi anak didik dalam
menjalankan tugas dan kewajiban dalam urusan pribadi ataupun
sosial.
b. Menentukan
target
bersama
untuk
mewujudkan
tujuan
pembelajaran, baik yang mencakup target individual ataupun
klasikal.
c. Pendidik mendorong setiap anak didik untuk dapat mengembangkan
pola belajar yang sistematis dan kreatif.
d. Seorang pendidik perlu memberikan respon positif dan insentif
untuk membangkitkan motivasi belajar anak didik.
e. Setiap pendidik perlu mengarahkan anak didik untuk mempertegas
tujuan dan cita-cita yang ingin dicapai dalam menjalankan proses
pembelajaran.
91
f. Pendidik senantiasa mengarahkan agar setiap anak didik dapat
mengoptimalkan motivasi individual (intrinsik) untuk mewujudkan
tujuan
dan
cita-citanya.
Karena
motivasi
individual
akan
menentukan kualitas proses dan prestasi belajar.
g. Pendidik memberikan kesempatan yang luas bagi setiap anak didik
untuk melakukan interaksi dan mengembangkan kerjasama yang
baik dengan teman belajar (cooperativ learning).
h. Pendidik perlu mengusahakan tersedianya sarana dan prasarana
penunjang
yang
kondusip
yang
menunjang
pelaksanaan
pembelajaran.
i. Pendidik perlu mengembangkan pendekatan spiritual dengan cara
mendorong anak didik, untuk dapat bersama-sama melakukan sholat
jamaah; sholat dhuha; puasa sunnah; tadarus al Qur’an; dzikir
bersama dan memberikan taushiyah secara individual atau kolektif.
92
Strategi Pembelajaran Qur’an
Hadits Di MAN Model Jambi
LAPORAN HASIL PENELITIAN
Berdasarkan data yang dikumpulkan, maka ditemukan beberapa
hasil penelitian sesuai dengan rumusan masalah yang dikemukakan, maka
berikut ini disajikan hasil-hasil penelitian.
A. Strategi Pembelajaran Qur’an Hadits Di MAN Model Jambi
Untuk mencapai sasaran hasil proses belajar mengajar di MAN
Model Jambi pada mata pelajaran Qur’an Hadits, guru-guru mata
pelajaran Qur’an Hadits melakukan upaya-upaya yaitu, bahwa sebelum
melakukan
proses
belajar
mengajar,
menyiapkan
administrasi
mengajarnya dengan tahap-tahap sebagai berikut :
1. Tahap Persiapan
Pada tahap ini guru mata pelajaran Qur’an Hadits membuat
program tahunan, program semester, program satuan pelajaran,
menyusun rencana pengajaran, analisis materi pelajaran. Semua
administrasi tersebut harus diketahui oleh Kepala Sekolah.
2. Tahap Pelaksanaan
Kegiatan yang dilakukan oleh guru mata pelajaran Qur’an
Hadits tahap pelaksanaan ini, bahwa sebelum memulai pengajaran
dengan siswa, antara lain adalah melakukan hal-hal sebagai berikut :
a. Tahap Pertama
(1) Guru menanyakan tentang kehadiran siswa, mencatat siapa
yang tidak hadir dan alasannya di dalam buku absen yang
sudah disiapkan.
93
(2) Menanyakan kepada siswa, sampai dimana batas materi
pelajaran sebelumnya.
(3) Mengajukan pertanyaan kepada siswa (pre test) terhadap
bahan atau materi yang telah disampaikan sebelumnya.
(4) Memberikan waktu kepada siswa untuk bertanya mengenai
materi yang belum dipahami.
(5) Mengulangi kembali bahan pelajaran yang lalu secara
singkat.
b. Tahap Kedua
(1) Guru mata pelajaran Qur’an Hadits menjelaskan kepada
siswa tujuan pengajaran yang harus dicapai sesuai dengan
apa yang sudah dirumuskan di dalam Program Satuan
Pelajaran (PSP).
(2) Guru mata pelajaran Qur’an Hadits menulis materi pokok
yang akan dibahas di papan tulis.
(3) Guru mata pelajaran Qur’an Hadits menjelaskan (membahas)
pokok-pokok materi yang telah ditulis di papan tulis tersebut.
(4) Guru mata pelajaran Qur’an Hadits menunjukan contoh
kongkrit dari materi yang disampaikan, jika materi tersebut
memerlukan.
(5) Menggunakan alat bantu pengajaran berupa tulisan ayat alQur’an / Hadits Nabi pada kertas karton.
(6) Guru mata pelajaran Qur’an Hadits menyimpulkan hasil
pembahasan materi yang telah disampaikan.
Untuk lebih jelasnya dapat peneliti ungkapkan lebih
sistematis struktur pembelajaran mata pelajaran Qur’an Hadits di
bawah ini :
94
Tabel 1
Pelaksanaan Pembelajaran Qur’an Hadits
NO
01
WAKTU
10 Menit
URAIAN PROSES PEMBELAJARAN
PENDAHULUAN
- Appersepsi (Pengenalan materi)
- Pre Test (Penjajakan Kemampuan)
02
25 Menit
KEGIATAN PENGAJARAN
- Mengenalkan tujuan pengajaran yang akan
dicapai
- Membacakan ayat al-Qur’an/Hadits
- Menterjemahkan ayat al-Qur’an/Hadits
- Menjelaskan isi kandungan ayat alQur’an/Hadits
- Melatih, menulis, membaca, menjelaskan
ayat al-Qur’an/Hadits
- Tanya jawab
03
10 Menit
PENUTUP
- Menyimpulkan materi
- Mengadakan post test hasil belajar
- Memberikan tugas (PR)
Sumber : Data Penelitian Penulis
c. Tahap Ketiga
Sebagai tahap ketiga atau tahap akhir dari strategi
pembelajaran mata pelajaran Qur’an Hadits adalah dengan
melakukan penilaian atau evaluasi dan tindak lanjut.
Pada tahap ini guru mata pelajaran Qur’an Hadits bertujuan
untuk megetahui tingkat keberhasilan siswa. Kegiatan yang
dilakukan oleh guru mata pelajaran Qur’an Hadits pada tahap ini
adalah :
(1) Mengajukan pertanyaan kepada beberapa orang siswa
tentang pokok materi yag telah dipelajari.
95
(2) Bila pertanyaan yang diajukan tersebut belum dapat dijawab
oleh siswa di bawah 70%, maka guru mata pelajaran Qur’an
Hadits mengulangi kembali materi yang belum dikuasai
siswa. Teknik pembahasan yang dilakukan oleh guru mata
pelajaran Qur’an Hadits adalah mengulang penjelasan,
diskusi kelompok dan memberi tugas pekerjaan rumah (PR).
(3) Guru mata pelajaran Qur’an Hadits memberikan tugas yang
berhubungan dengan topik atau pokok materi, seperti
mencari ayat, arti ayat, dan maksud ayat al-Qur’an / Hadits
dan topik-topik tertentu hanya yang berhubungan dengan
materi.
(4) Jika mengakhiri pelajaran, maka guru mata pelajaran Qur’an
Hadits menginformasikan pokok materi baru yang akan
dibahas pada pelajaran berikutnya.
3. Tahap Pendekatan Mengajar
Pada tahap pendekatan proses belajar mengajar ini guru mata
pelajaran Qur’an Hadits menggunakan beberapa metode dalam
melaksanakan proses belajar, karena fungsinya sangat dominan
sekali. Metode suatu kegiatan belajar yang dapat melahirkan
interaksi antara guru dengan murid dalam usaha mencapai tujuan
pengajaran.
Metode juga dapat dipastikan sangat besar pengaruhnya dan
sangat menentukan tinggi rendahnya kadar kegiatan belajar
mengajar metode yang di terapkan oleh guru. Bahkan tidak ada satu
pun kegiatan belajar mengajar yang tidak menggunakan metode.
Guru-guru mata pelajaran Qur’an Hadits di MAN Model
Jambi dalam melakukan proses belajar mengajar menggunakan
beberapa motode antara lain :
96
a. Metode Ceramah
Metode ini digunakan untuk menyampaikan materi
pembelajaran, uraian tentang suatu pokok materi tentang ayat AlQur’an / Hadits serta menyimpulkan materi yang telah
disampaikan atau dipelajari. Agar lebih jelasnya dapat dilihat
tabel-tabel di bawah ini.
Tabel 2
Penggunaan Metode Ceramah
No
1
Ceramah
Metode
Jumlah
28
%
51,85
2
Diskusi
15
27,77
3
Penugasan
11
20,37
54
100%
Jumlah
Sumber : Data Penelitian Penulis
Dilihat dari skor jawaban siswa, jumlah penggunaan metode
ceramah mencapai 51,85%, diskusi 27,77% dan penugasan
20,37%. Jadi jumlah total 100%.
Metode yang digunakan guru Qur’an Hadits dalam proses
belajar mengajar yang paling dominan adalah metode ceramah,
metode diskusi dan penugasan sangat minim.
b. Metode Tanya Jawab
Metode tanya jawab ini dapat menciptakan kehidupan
interaksi belajar mengajar. Untuk memberikan motivasi agar
siswa bangkit pemikirannya untuk bertanya. Pertanyaan itu baik
dari guru maupun murid guna untuk memperdalam dari materi
97
yang telah disampaikan dan dari hal-hal yang belum dipahami.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat tabel di bawah ini.
Tabel 3
Memberikan Waktu Tanya Jawab
No
Metode Guru Mengajar
1 Memberikan waktu
Jumlah
37
%
68,51
2
Tidak memberikan waktu
10
18,51
3
Tidak pernah
7
12,96
54
100%
Jumlah
Sumber : Data Penelitian Penulis
Berdasarkan skor jawaban siswa diatas, guru memberikan waktu
untuk tanya jawab mencapai 68,51%, tidak memberikan waktu
18,51% tidak pernah 12,96%. Jadi jumlahnya 100%.
Guru Qur’an Hadits dalam proses belajar memberikan
waktu kepada siswa untuk bertanya pada akhir penyampaian
materi dan sangat sedikit sekali guru tidak memberikan waktu
kepada siswa untuk bertanya.
c. Metode Penugasan
Metode ini dalam usaha meningkatkan mutu dan frekuensi
isi pelajaran. Tugas yang dilakukan oleh guru mata pelajaran
Qur’an Hadits adalah dalam bentuk menulis, mengartikan ayat alQur’an / Hadits, dan mencari ayat / hadits yang berhubungan
dengan materi pelajaran serta membuat rangkuman. Agar lebih
jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
98
Tabel 4
Keaktifan Siswa Mengerjakan Tugas
No
Mengerjakan Tugas
Jumlah
%
1
Senang
32
59,25
2
Kurang Senang
13
24,07
3
Tidak Senang
9
16,66
Jumlah
54
100%
Sumber : Data Penelitian Penulis
Dilihat dari hasil jawaban diatas, bahwa siswa senang
mengerjakan tugas 59,25% kurang senang 24,07% tidak senang
16,66%. Jadi jumlah totalnya 100%.
Jika ada tugas dari guru dalam mata pelajaran Qur’an
Hadits siswa senang mengerjakannya, baik di sekolah maupun di
rumah dan sedikit yang tidak mengerjakannya.
d. Metode Hafalan
Pada metode ini diterapkan kepada siswa untuk menghafal
ayat/hadits, kemudian dipanggil satu persatu ke depan kelas atau
di kantor guru dan guru memberikan penilaian atau angka.
Karena metode hafalan ini sangat berguna bagi siswa untuk
menambah perbendaharaan ayat / hadits dan dapat dibacakan
pada waktu sholat. Hal ini cukup tinggi ditanggapi oleh siswa
MAN Model Jambi. Agar lebih jelasnya dapat dilihat tabel di
bawah ini.
99
Table 5
Keaktifan Siswa Menghafal ayat
No
1
Mengerjakan Tugas
Senang
Jumlah
40
%
74,07
2
Kurang Senang
8
14,81
3
Tidak Senang
Jumlah
6
54
11,11
100%
Sumber : Data Penelitian Penulis
Berdasarkan hasil jawaban diatas, siswa senang menghafal ayat
al-Qur’an / Hadits 74,07% kurang senang 14,81% tidak senang
11,11%. Jadi jumlah totalnya 100%.
Jadi, dalam proses belajar mengajar mata pelajaran Qur’an
Hadits siswa sangat senang menghafal ayat al-Qur’an / Hadits
Nabi baik di sekolah maupun di rumah.
e. Metode Diskusi
Penerapan metode ini diharapkan timbul interaksi antara
dua atau lebih individu yang terlibat dapat saling tukar
pengalaman, informasi, memecahkan masalah seperti maksud
ayat / hadits. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada table 2 di
atas. Berdasarkan hasil jawaban penggunaan metode diskusi
dalam proses belajar mengajar Qur’an Hadits diskusi 27,77%
ceramah 51,85% metode tanya jawab 20,37%. Jadi jumlahnya
total 100%.
Jadi penggunaan metode diskusi oleh guru mata pelajaran
Qur’an Hadits di MAN Model Jambi tergolong sedang diterapkan
dibandingkan dengan metode ceramah dan tanya jawab.
100
4. Melakukan Evaluasi
Penilaian dilakukan sebagai suatu usaha atau kegiatan untuk
mengumpulkan informasi, menganalisa dan menafsirkan data
tentang proses dan hasil belajar siswa dengan secara sistematis dan
berkesinambungan. Hasil proses tersebut dapat dijadikan bahan
untuk menentukan langkah-langkah berikutnya.
Sebagai alat ukur aspek yang dinilai pada mata pelajaran
Qur’an Hadits di MAN Model Jambi ada beberapa aspek penilaian
antara lain adalah aspek kognitif, efektif dan psikomotorik.
a. Aspek Penilaian
Aspek kognitif terdiri dari beberapa jenjang pengetahuan,
pemahaman siswa tentang ayat al-Qur’an / Hadits Nabi,
penguasaan membaca, menulis, menterjemah ayat/hadits, dan
penguasaan dalam penghafalan ayat al-Qur’an dan Hadits Nabi
serta maksud suatu ayat al-Qur’an / Hadits.
Aspek afektif mencakup sikap ketaatan siswa dalam
menjalankan perintah agama, kepatuhan terhadap orang tua dan
guru serta teman-temanya di sekolah.
Aspek
psikomotorik
mencakup
penilaian
terhadap
keterampilan intelektual dan keterampilan sosialnya, kemampuan
siswa dalam membaca dan menulis ayat al-Qur’an dan Hadits
serta keterampilan siswa dalam menerapkan pokok-pokok ajaran
al-Qur’an / Hadits dalam kehidupan sehari-hari.
b. Bentuk Penilaian
Penilaian yang digunakan dalam mata pelajaran Qur’an
Hadits adalah :
1) Tes Lisan
101
Tes lisan ini dilakukan untuk mengukur kemampuan
siswa dalam beberapa hal :
a) Lancar atau tidak membaca ayat al-Qur’an / Hadits Nabi.
b) Fasih atau tidaknya menafsirkan ayat al-Qur’an / Hadits
Nabi.
c) Hafal atau tidaknya satu / beberapa ayat al-Qur’an / Hadits
nabi.
d) Paham atau tidaknya terhadap kandungan isi ayat al-Qur’an
/ Hadits Nabi.
e) Mampu atau tidaknya mengungkapkan rangkuman isi ayat
al-Qur’an / Hadist Nabi.
2) Tes Tertulis
Tes tertulis ini merupakan alat penilaian tertulis yang
jawabannya diisi oleh siswa yang meliputi :
a) Tes Uraian
Pada setiap test uraian diharapkan siswa dapat
menjawab dari pertanyaan yang telah ditentukan baik
uraian bebas maupun uraian terbatas (berupa struktur).
b) Tes Obyektif
Bentuk test ini siswa diharapkan dapat memilih
diantara kemungkinan-kemungkinan jawaban yang telah
disediakan, berupa pilihan ganda dengan alternatif pilihan
yang benar di antara a, b, c, d, dan e.
Pelaksanaan kedua bentuk test ini dilakukan pada waktu
ulangan harian, untuk ulangan semester dilaksanakan oleh semua
kelas yang berlangsung serentak. Hasil penilaian ujian semester
kelas satu dan dua dijadikan sebagai bahan pertimbangan kenaikan
kelas setelah siswa menerima buku rapor, tetapi untuk EBTA hanya
102
dilaksanakan oleh kelas tiga saja. Setelah itu akan memperoleh Surat
Tanda Tamat Belajar (STTB).
Sebagai rumusan penilaian yang diterapkan oleh guru mata
pelajaran Qur’an Hadits untuk dimasukan kedalam buku rapor siswa
sebagai hasil proses pembelajaran adalah dengan menggunakan
rumus sebagaimana di bawah ini :
NR = NH + 2 NU
3
NR = Nilai Rapor
NH = Nilai Rata-rata Ulangan Harian
NU = Nilai Ulangan Umum
Berdasarkan rumus itulah guru mata pelajaran Qur’an Hadits
dalam melakukan teknik penilaian untuk mengukur tingkat
keberhasilan siswa di MAN Model Jambi. Agar lebih jelasnya dapat
dilihat hasil evaluasi siswa pada tabel di bawah ini.
Tabel 6
Hasil Evaluasi Siswa
No
1
Prestasi Siswa
6
Jumlah
4
%
7,40
2
7
39
72,22
3
8
11
20,37
Jumlah
54
100%
Sumber : Data Penelitian Penulis
Dilihat dari skor pencapaian hasil evaluasi siswa yang
mendapat nilai 6 : 7,40% nilai 7 : 72,22% nilai 8 : 20,37%.
Jadi jumlah totalnya 100%.
103
Jadi, rata-rata hasil yang diperoleh siswa pada mata
pelajaran Qur’an Hadits menunjukan di atas rata-rata 7.
Sebagai alat ukur keberhasilan suatu proses belajar mengajar.
5. Analisis Hasil Ujian
Setelah dilakukan ujian atau ulangan, maka guru melakukan
analisis dari hasil ulangan harian, sebagai umpan balik tentang
tingkat daya serap peserta didik terhadap materi pelajaran yang telah
diajarkan.
Analisis
hasil
ulangan
sangat
penting
sekali,
karena
berdasarkan itu guru akan dapat mengklasifikasikan hal-hal yang
telah dicapai dan dipahami begitu pula sebaliknya, supaya guru
dapat menentukan langkah-langkah perbaikan dan pengayaan
selanjutnya terhadap siswa baik secara indiviual maupun secara
klasikal. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 7
Bimbingan Guru terhadap Siswa
No
Bimbingan Siswa
Jumlah
%
1
Pernah
27
50
2
Sering
19
35,18
3
Tidak Pernah
8
14,81
Jumlah
54
100%
Sumber : Data Penelitian Penulis
Berdasarkan skor jawaban terhadap bimbingan yang diberikan oleh
guru Qur’an Hadits pernah 50%, sering 19 : 35,18%, tidak pernah 8 :
14,81%.
Jadi, bimbingan yang diberikan oleh guru mata pelajaran
Qur’an Hadits dalam membahas hasil evaluasi siswa ada dilakukan
104
tetapi tidak sering dilaksanakan, hal itu dapat dilihat pada tabel
diatas.
B. Strategi Pembelajaran Kaitannya Dengan Motivasi Belajar Siswa
Strategi dalam pelaksanaan proses belajar mengajar sangat
signifikan sekali karena strategi merupakan pola-pola umum kegiatan
antara guru dan siswa dalam mengkondisikan kegiatan belajar
mengajar untuk mencapai tujuan.
Salah satu usaha yang tidak pernah guru tinggalkan dalam proses
pembelajaran Qur’an Hadits adalah metode, karena metode berperan
sebagai alat motivasi ekstrinsik dalam proses belajar mengajar di
sekolah. Maka dari itu strategi mempunyai hubungan yang erat dengan
motivasi belajar siswa.
Dalam rangka untuk meningkatkan gairah atau motivasi dalam
proses belajar mengajar mata pelajaran Qur’an Hadits yang dilakukan
di MAN
Model Jambi, sekaligus untuk mempertahankan motivasi
siswa dengan langkah-langkah sebagaimana di bawah ini.
1. Memberikan Nilai Angka
Pemberian angka adalah sebagai simbol atau nilai dari setiap
hasil aktivitas siswa yaitu dari hasil ulangan harian, ulangan
semester dan tugas-tugas lainnya yang telah diberikan.
Jadi dengan adanya nilai tersebut yang mendapat nilai bagus
cenderung untuk mempertahankan. Untuk nilai yang rendah
berusaha pula agar nilainya lebih baik dari apa yang sudah
diperoleh. Di bawah ini dapat dilihat pencapaian hasil evaluasi siswa
dalam mata pelajaran Qur’an Hadits pada semester I tahun
pembelajaran 2002 / 2003. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat table di
bawah ini.
105
Tabel 8
Tanggapan Siswa Terhadap Hasil Evaluasi
No
Tanggapan Siswa
Jumlah
%
1
Puas
39
72,22
2
Kurang Puas
9
16,66
3
Tidak Puas
6
11,11
54
100%
Jumlah
Sumber : Data Penelitian Penulis
Berdasarkan skor diatas menunjukan tanggapan siswa terhadap hasil
yang telah dicapainya, puas 72,22% kurang puas 16,66% tidak puas
11,11%. Jadi jumlah totalnya 100%.
Tanggapan siswa terhadap nilai yang telah diberikan guru dari
hasil evaluasi dalam menunjukkan motivasi siswa pada mata
pelajaran Qur’an Hadits dominasi merasa puas, dan hampir tidak ada
atau sedikit sekali yang menyatakan kurang puas dan tidak puas.
2. Pujian
Dalam bentuk pujian ini dilakukan pada siswa, apabila siswa
tersebut dapat menyelesaikan pertanyaan yang telah diberikan,
membaca, menulis, menterjemahkan dan menjelaskan maksud ayat /
hadits dengan baik dan benar, maka guru mata pelajaran Qur’an
Hadits mengucapkan kata-kata “jawaban bagus”, “bacaan ayat /
haditsmu bagus”, “selamat menjadi juara” dan “suaramu bagus”.
Dengan adanya ucapan seperti itu siswa akan lebih senang dan
giat belajar pada mata pelajaran Qur’an Hadits di masa-masa
berikutnya, sekaligus termotivasi untuk rajin belajar baik di sekolah
maupun di rumah.
106
3. Hadiah
Pemberian hadiah ini dilakukan oleh guru mata pelajaran
Qur’an Hadits terhadap siswanya adalah setelah anak menerima
buku rapor semester, berupa buku tulis, pensil, pena dan buku
bacaan lainnya, agar alat tersebut dapat dipergunakan oleh siswa
dalam belajar. Penyerahan hadiah itu dilakukan di dalam kelas.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat tebel di bawah ini.
Tabel 9
Mendapat Hadiah dari Guru
No
Menerima Hadiah
Jumlah
%
1
Pernah
13
24,07
2
Selalu
8
14,81
3
Tidak Pernah
33
61,11
Jumlah
54
100%
Sumber : Data Penelitian Penulis
Dilihat dari skor diatas menunjukan tentang pemberian hadiah dari
guru mata pelajaran Qur’an Hadits pernah 24,07%, selalu 14,81%,
tidak pernah 61,11%. Jadi jumlah totalnya 100%
Dengan demikian, pemberian hadiah dari guru mata pelajaran
Qur’an Hadits bagi siswa yang berprestasi, seperti buku tulis, pensil,
pena dan buku bacaan lainnya sangat rendah.
4. Hukuman
Dalam proses belajar mengajar, pemberian hukuman juga
diperlukan hal ini dilakukan, apabila siswa terlambat masuk, suka
ribut, tidak mengerjakan tugas. Supaya siswa tidak meremehkan
107
mata pelajaran Qur’an Hadits dalam proses belajar mengajar yang
sedang berlangsung.
Bentuk hukuman yang diberikan kepada siswa tersebut berupa
sanksi antara lain : menyapu, mencatat bahan pelajaran yang
ketinggalan, membuat perjanjian diatas kertas, berdiri di depan
kelas. Hal ini juga tergantung pada bentuk kesalahannya. Agar lebih
jelasnya dapat dilihat tabel di bawah ini.
Tabel 10
Mendapat Hukuman dari Guru
No
1
Mendapat Hukuman
Pernah
Jumlah
13
%
24,07
2
Sering
5
9,25
3
Tidak Pernah
36
66,66
Jumlah
54
100%
Sumber : Data Penelitian Penulis
Dilihat dari skor diatas yang menunjukan tentang hukuman yang
diberikan guru terhadap siswa pernah 24,07%, sering 9,25%, tidak
pernah 66,66%. Jadi jumlah totalnya 100%.
Hukuman yang diterima oleh siswa dalam mata pelajaran
Qur’an Hadits, berdasarkan data di atas sedikit sekali dilakukan
hukuman bila dibandingkan dengan pernah dan sering dilakukan
hukuman. Hal ini disebabkan karena rendahnya pelanggaran yang
dilakukan oleh siswa.
C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Motivasi Belajar Siswa
Pentingnya
menjaga motivasi belajar pada proses belajar
mengajar tidak dapat dipisahkan, karena dengan menggerakkan
motivasi yang terpendam dan menjaganya dalam kegiatan yang
dilakukan siswa akan menjadikan siswa itu lebih giat belajar.
108
Apabila siswa belajar berdasarkan motivasi yang kuat, maka ia
tidak akan malas, maka guru Qur’an Hadits perlu memelihara motivasi
siswa dan semua yang berhubungan dengan motivasi dalam proses
belajar mengajar.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi belajar
siswa adalah :
1. Faktor siswa, dimana tiap-tiap siswa memiliki kondisi yang berbeda
baik faktor intrinsik maupun ekstrinsik. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 11
Faktor Motivasi Belajar Siswa
No
Unsur Motivasi
Jumlah
%
1
Diri siswa sendiri
29
53,70
2
Teman siswa
11
20,37
3
Orang tua siswa
14
25,92
54
100%
Jumlah
Sumber : Data Penelitian Penulis
Dilihat dari skor hasil jawaban diatas faktor yang mempengaruhi
motivasi siswa dalam mengerjakan tugas diri sendiri 53,70%, teman
20,37%, orang tua 25,92%. Jadi jumlah totalnya 100%.
Ketiga faktor tersebut diatas yang paling tinggi tingkat
motivasi siswa dalam proses belajar Qur’an Hadits adalah faktor
internal siswa dan sangat sedikit faktor dari eksternal seperti teman
dan orang tua siswa.
2. Disiplin Guru
Kedisiplinan dari seorang guru sangat menentukan sekali
dalam proses belajar mengajar, karena guru adalah sebagai panutan,
109
contoh tauladan bagi siswa. Agar lebih jelasnya dapat dilihat tabel di
bawah ini.
Tabel 12
Kedisiplinan Guru Mengajar
No
Disiplin Guru
Jumlah
%
1
Pernah terlambat
10
16,66
2
Selalu terlambat
15
27,77
3
Tidak pernah terlambat
29
53,70
54
100%
Jumlah
Sumber : Data Penelitian Penulis
Dilihat dari skor jawaban disiplin guru dalam melaksanakan
tugasnya pernah 16,66%, selalu 27,77%, tidak pernah 53,70%. Jadi
jumlah totalnya 100%.
Jadi guru Qur’an Hadits dalam menjalankan tugas sehari-hari
selalu menjaga kedisiplinan, agar tidak terlambat masuk ke dalam
kelas. Guru pernah terlambat karena faktor transportasi dan selalu
terlambat jika cuaca kurang baik, namun guru tidak pernah terlambat
mengajar disebabkan unsur kesengajaan karena tingginya kesadaran
guru terhadap tugasnya.
3. Interaksi Guru dan Siswa
Interaksi dalam proses belajar mengajar sangat diperlukan.
Hubungan yang baik menyebabkan proses belajar mengajar tidak
lancar. Jika siswa merasa jauh dengan guru, maka siswa segan
berpartisipasi secara aktif. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat tabel di
bawah ini.
110
Tabel 13
Hubungan Guru dengan Siswa
No
Komunikasi dengan Siswa
Jumlah
%
1
Pernah
9
16,66
2
Sering
6
11,11
3
Tidak pernah
39
73,22
Jumlah
54
100%
Sumber : Data Penelitian Penulis
Berdasarkan skor hasil jawaban interaksi guru dengan siswa
menunjukan pernah 16,66%, sering 11,11%, tidak pernah 72,22%.
Jadi jumlah totalnya 100%.
Jadi hubungan guru dengan siswa pada mata pelajaran Qur’an
Hadits hampir tidak menemui masalah dan berjalan sesuai dengan
apa yang diharapkan, karena guru selalu memperhatikan keluhan
siswa di sekolah maupun di luar sekolah, dan sering menanyakan
siswanya sebab-sebab tidak belajar dan alasan tidak mengerjakan
tugas serta selalu menegur siswa seperti bertemu di jalan.
111
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu, Joko Tri Prasetya (1997), Strategi Belajar Mengajar,
Bandung : Pustaka Setia.
............., Widodo, Supriyono (1991), Psikologi Belajar, Cet.I, Jakarta :
Rineka Cipta.
Asnawi, Sahlan (2002), Teori Motivasi dalam Pendekatan Psikologi
Industri dan Organisasi, Jakarta : Studi Press.
Atwi, Suparman (1997), Desain Instruksional, Jakarta : PAV untuk PPAI
Ditjen Dikti Depdikbud.
Azra, Azyumardi (2001), Pendekatan Islam Tradisi dan Modernisasi
Menuju Milenium Baru, Jakarta : Kalimah.
Arikunto, Suharsimi (1998), Prosedur Penilaian Suatu Pendekatan
Praktek, Jakarta : Rineka cipta.
............... (1998), Pengelolaan Kelas dan Siswa Sebuah Pendekatan
Evaluatif, Cet.II, Jakarta : Rajawali Pers.
Djamarah, Syaiful Bahri (2002), Strategi Belajar Mengajar, Jakarta :
Rineka Cipta.
Dimyati, Mudjiono (1999), Belajar dan Pembelajaran, Jakarta.
Departemen Agama RI, Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan
Agama Islam (1998/1999), Pedoman Pelaksanaan Mata
Pelajaran Qur‟an Hadits, Jakarta.
Faisal, Sanapiah (1981), Dasar dan Tehnik Penyusunan Angket, Surabaya
: Usaha Nasional.
Hamalik, Oemar (2001), Pendekatan Baru Strategi Belajar Mengajar
Berdasarkan CBSA, Bandung : Sinar Baru Algesindo.
.............., (2001), Proses Belajar Mengajar, Jakarta : Bumi Aksara.
112
Hackbarth, Steven (1996), The Educational Technology Hand Book : A
Comprehensive Guide, Process and Products For Learning,
Englewood Cliffs, N.J. Educational Technology Publications.
Hadi, Sutrisno (1986), Metodologi Research 2, Yogyakarta : YPFP UGM.
Kamaruddin (1985), Kamus Istilah Skripsi dan Tesis, Bandung : Angkasa.
Muhajir, Noeng (2000), Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial Tiori
Pendekatan Pelaku Sosial Kreatif, Yogyakarta : Rake Sarasin.
Marimba, Ahmad, D (1980), Pengantar Filsafat Pendidikan Islam,
Bandung : Al-Ma’arif.
Muhaimin, et. al (2001), Paradigma Pendidikan Islam, Bandung : PT.
Remaja Rosda Karya.
Mansur, et. al (1987), Dasar-dasar Interaksi Belajar Mengajar Bahasa
Indonesia, Bandung : Jemmars.
Moleong, Lexy. J (2001), Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung :
PT. Remaja Rosdakarya.
Namsa, Yunus (2000), Metodologi Pengajaran Agama Islam, Ternate :
Pustaka Firdaus.
Nasution, S (1995), Didaktik Azas-azas Mengajar, Jakarta : Bumi Aksara.
------- (t.t.) Didaktik Azas-azas Mengajar, Jakarta : Jenmers.
Nata, Abuddin (1996), Falsafah Pendidikan Islam I, Jakarta : Logos
Wacana Ilmu.
Pasaribu, I.L, B. Simanjuntak
Bandung : Tarsito.
(1983),
Proses Belajar Mengajar,
Proyek Pengadaan Kitab Suci (1986), Al-Qur‟an dan Terjemahan, Jakarta
: PT. Serajaya Santria.
P. Siagian. Sondang (1995), Tiori Motivasi dan Aplikasinya, Jakarta :
Rineka Cipta.
Rooijakkers, Ad (1984), Mengajar dengan Sukses, Jakarta : PT. Gramedia.
113
Roestiyah, N. K (2001), Strategi Belajar Mengajar, Cet. VI, Jakarta :
Rineka Cipta.
------- (1982), Masalah-masalah Ilmu keguruan, Cet. III, Jakarta : Bina
Aksara.
Rusyan, A. Tabrani, Atang Kusdinar, Zainal Arifin (1994), Pendekatan
dalam Proses Belajar Mengajar, Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya.
Sudjana, Nana (1988), Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, Bandung :
Sinar Baru.
Sholeh, Abdul Rachman (2000), Pendidikan Agama dan Keagamaan,
Jakarta : PT. Grama Windu Panca Perkasa.
Sardiman. A.M (1986), Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta :
Rajawali Pers.
Sudirman. N,. Et. al (1991), Ilmu Pendidikan Remaja, Bandung :
Rosdakarya,.
Syah, Muhibbin (2001), Psikologi Belajar, Jakarta : Logos Wacana Ilmu.
Slameto (1991), Proses Belajar Mengajar Dalam Sistem Kredit Semester,
Jakarta : Bumi Aksara.
Sunaryo (1989), Strategi Belajar Mengajar Dalam Pengajaran Ilmu
Pengetahuan Sosial, Jakarta : Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi, Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga
Kependidikan.
Undang-undang RI. No. 2 Tahun (1989), Tentang Sistem Pendidikan
Nasional, Jakarta : Diperbanyak oleh Depdikbud.
Usman, Moh. Uzer (2001), Menjadi Guru Profesional, Bandung : Remaja
Rosdakarya.
Zuhairimi (1993), Metodologi Pendidikan Agama, Solo : Ramadhani.
114
Download