BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kitin Kitin merupakan biopolimer alami yang melimpah pada kulit luar kepiting, udang, dan juga dinding sel jamur dan serangga. Pada saat ini, hanya sedikit jumlah limbah cangkang yang dimanfaatkan sebagai pakan ternak dan bahan sumber kitin, sehingga pengolahan cangkang menimbulkan pencemaran lingkungan. Akhir-akhir ini, nilai komersial dari kitin melonjak karena sifat-sifat yang menguntungkan dari turunannya yang larut dalam air sehingga cocok digunakan dalam industri kimia, bioteknologi, bidang pertanian, pengolahan pangan, kosmetik, peternakan, kedokteran, proteksi lingkungan, industri pembuatan kertas dan tekstil. Produksi kitin masih terbatas pada musim panen Crustaceae, yaitu terbatasnya jumlah limbah cangkang di beberapa negara. Karena kitin dan turunannya yang larut dalam air, merupakan komponen utama dari dinding sel beberapa Zygomycetes, perhatian telah dialihkan ke jamur untuk digunakan sebagai sumber alternatif kitin dengan menggunakan mikroorganisme pada media yang sederhana dan tersedia dalam jumlah yang dibutuhkan (Kumar, 2000; Synowiecki and Al-Kateeb, 2003). Kitin mempunyai rumus umum (C8H13O5)n dimana kadar C = 47,29%, H = 6,45%, N = 6,89% dan O = 39,37%. Kitin adalah polisakarida yang memiliki cabang pada β(1-4)-2-asetamida-2-deoksi-D-glukosa (juga dinamakan sebagai N-asetil-Dglukosamin) (Windholz, 1976). Universitas Sumatera Utara 2.1.1. Struktur Kitin Kitin merupakan polisakarida yang menyerupai selulosa. Residu monosakarida pada selulosa adalah β-D-glukosa sedangkan pada kitin adalah N-asetil-β-D-glukosa dimana gugus hidroksil (-OH) pada posisi C-2 digantikan oleh gugus asetamido (NHCOCH3), dimana monosakaridanya dihubungkan melalui ikatan β(1,4) (Tharanathan dan Kittur, 2003). CH3 HOH2C H OH H C-2 O O HO C-2 H NH H O C O H O NH H HOH2C H O O H HOH2C H O HO H H C-2 O NH C C O CH3 H CH3 n Gambar 1. Struktur Polimer Kitin HOH2C H C-2 H OH H H C-2 O O HO OH H O OH H O H HOH2C H HOH2C H H O HO O H C-2 O OH H n Gambar 2. Struktur Polimer Selulosa 2.1.2. Sifat-sifat Fisika dan Kimia 2.1.2.1. Sifat Fisika Kitin merupakan bahan yang mirip dengan selulosa yang sama-sama mempunyai sifat-sifat dalam kelarutannya dan reaktivitasnya yang rendah. Kitin berwarna putih, keras, tidak elastis, polisakarida yang mengandung nitrogen. Kitin dapat larut di dalam Universitas Sumatera Utara HCl, H2SO4, H3PO4, dikloroasetat, trikloroasetat, dan asam formiat. Kitin juga larut di dalam larutan pekat garam netral yang panas (Synowiecki dan Al-Kateeb, 2003). 2.1.2.2. Sifat Kimia Karena keberadaan gugus nitrogen, molekul kitin cendrung bergabung dengan makro molekul lain dan menyebabkan jenis struktur dan sifat fisikokimia baru. Misalnya, ikatan kovalen antara kitin dan protein yang terbentuk antara N-asetil dari kitin bereaksi dengan α-asam amino (terutama tirosin), dan protein kutikular akan membentuk kompleks stabil namun, mudah terdisosiasi setelah pH berubah. Kitin dapat dianggap sebagai basa lemah, oleh karena itu dapat mengalami reaksi netralisasi sebagai senyawa yang bersifat alkali. (Tharanathan dan Kittur, 2003). 2.2. Kitosan Kitosan merupakan jenis polimer alam yang mempunyai bentuk rantai linier, sebagai produk deasetilasi kitin melalui proses reaksi kimia menggunakan basa kuat (Muzarelli, 1988). Kitosan adalah poly-D-glukosamine (tersusun lebih dari 5000 unit glukosamin dan asetilglukosamin) dengan berat molekul lebih dari satu juta dalton, merupakan dietary fiber (serat yang bisa dimakan) kedua setelah selulosa (Simunek et al.,2006). 2.2.1. Struktur Kitosan Kitosan adalah polisakarida alam yang diperoleh dari deasetilasi kitin. Jika sebagian besar gugus asetil pada kitin disubstitusikan oleh atom hidrogen menjadi gugus amino dengan penambahan larutan basa kuat berkonsentrasi tinggi, hasilnya dinamakan kitosan atau kitin terdeasetilasi. Kitosan mempunyai rumus-rumus umum (C6H9NO3)n atau disebut sebagai poli (β-(1-4)-2-amino-2-deoksi-D-glukopiranosa). Kitosan bukan merupakan senyawa tunggal, tetapi merupakan kelompok yang terdeasetilasi sebagian Universitas Sumatera Utara dengan derajat polimerisasi yang berbeda. Kitin dan kitosan adalah nama untuk dua kelompok senyawa yang dibatasi dengan stoikiometri, kitin adalah poli Nasetilglukosamin yang terdeasetilasi sedikit. Derajat deasetilasi biasanya bervariasi diantara 8-15%, tetapi tergantung pada sumber yang digunakan untuk memperoleh kitin, dan metode yang digunakan untuk isolasi dan pemurnian. Sedangkan kitosan adalah kitin yang terdeasetilasi sebanyak mungkin dengan derajat deasetilasi antara 50-70% (Bastaman, 1989). CH3 HOH2C H OH H C-2 O O HO C-2 H NH2 H O H O C NH H O H HOH2C H HOH2C H H O HO O H C-2 O NH2 H n Gambar 3. Struktur Polimer Kitosan Pada proses deasetilasi kitin yang diperoleh dari kulit udang dan cangkang kepiting menjadi kitosan, kitin ditambah NaOH 60 % , lalu campuran diaduk dan dipanaskan pada suhu 120oC selama 4 jam. Campuran disaring melalui kertas saring wollfram, selanjutnya larutan dititrasi menggunakan HCl untuk mengendapkan kembali kitosan yang masih ada dalam larutan. Campuran yang menghasilkan endapan disentrifuge untuk memisahkan kitosan. Padatan yang diproleh dicuci dengan akuades, padatan yang didapat berupa serbuk kitosan berwarna putih krem, lalu dikeringkan pada 80oC selama 24 jam,maka diperoleh hasil sebanyak 55% (Puspawati dan Simpen, 2010). 2.2.2. Sifat-sifat Fisika dan Kimia 2.2.2.1. Sifat Fisika Pada umumnya polisakarida alami seperti selulosa, dekstran, pektin, alginat, agaragar, karagenan bersifat netral atau sedikit asam, sedangkan kitin dan kitosan bersifat Universitas Sumatera Utara basa (Kumar, 2000). Kitosan merupakan padatan amorf yang berwarna putih o kekuningan dengan rotasi spesifik [πΌπΌ]11 π·π· -3 hingga -10 (pada konsentrasi asam asetat 2%). Kitosan larut pada kebanyakan larutan asam organik seperti asam asetat, asam format, dan asam piruvat pada pH sekitar 4,0 tetapi tidak larut pada pH lebih besar dari 6,5, juga tidak larut dalam pelarut air, alkohol, dan aseton. Dalam asam mineral pekat seperti HCl dan HNO3, kitosan larut pada konsentrasi 0,15 – 1,1%, tetapi tidak larut pada konsentrasi 10%. Kitosan tidak larut dalam H2SO4 pada berbagai konsentrasi, sedangkan di dalam H3PO4 tidak larut pada konsentrasi 1% sementara pada konsentrasi 0,1% sedikit larut. Kelarutan kitosan dipengaruhi oleh bobot molekul, derajat deasetilasi, dan rotasi spesifiknya yang beragam bergantung pada sumber dan metode isolasi serta transformasinya (Sugita dkk, 2009). 2.2.2.2 Sifat Kimia Adanya gugus amino dan hidroksil dari kitosan menyebabkan kitosan mudah dimodifikasi secara kimia antara lain dalam reaksi pembentukan: a. N-Asilasi Metode yang paling sederhana adalah dengan mereaksikan asam karboksilat dengan kitosan, pemanasan larutan kitosan dalam asam formiat 100% pada suhu 90oC dengan penambahan piridin sedikit demi sedikit untuk menghasilkan N-formilkitosan, serta N-asetil dalam asam asetat 20% (Kaban, 2007). Pereaksi yang paling umum digunakan untuk N-asilasi kitosan adalah asil anhidrida dan telah digunakan dalam kondisi heterogen dan homogen. Tiga sistem yang telah diuji adalah : (a) anhidrida asetat- asam asetat glacial-HClO4; (b) anhidrida asetat pada temperatur ruangan selama 120 jam yang diikuti proses refluks anhidrida asetat selama 2 jam; (c) anhidrida asetat-metanol pada temperatur ruangan. Dari ketiganya, metode yang paling baik digunakan adalah metode yang terakhir (Roberts, 1992). Universitas Sumatera Utara b. O-Asilasi Gugus amino kitosan lebih reaktif daripada gugus hidroksilnya. Karenanya gugus amino perlu diproteksi selama proses asilasi untuk menghasilkan O-Asil kitosan. Metode proteksi yang dilakukan antara lain melalui pembuatan basa Schiff disusul OAsetilasi menggunakan larutan asetat anhidrida-piridin untuk mencegah hidrolisis asam dari basa schiff. Pembuatan O-Asetil kitosan dapat juga dilakukan dengan melarutkan kitosan dalam asam formiat 90% yang mengandung asetat anhidrida dan HClO4, dengan asumsi protonasi gugus amino akan mencegah terjadinya N-Asetilasi. N- dan O-Asilasi kitosan juga dapat diperoleh bersamaan dengan menggunakan asil klorida. Caranya dengan merefluks kitosan dalam campur dodekanoil klorida berlebih-piridin-kloroform dan ditambah asam klorida sesudah direfluks 5 jam. Produk yang diperoleh sesudah 9 jam larut dalam kloroform, benzen, dietil eter dan piridin (Kaban, 2007). c. Eter Kitosan Pembuatan derivat O-alkil kitosan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu O-alkilasi kitin diikuti pengurangan N-asetilasi dan O-alkilasi derivat kitosan, dimana gugus amino diproteksi selama reaksi alkilasi. Karboksimetil kitosan yang diperoleh melalui prosedur pertama menghasilkan garam natrium dengan gugus amin bebas dalam bentuk basa maupun garam hidroklorida dari amino dengan gugus karboksimetil dalam bentuk asam. Sensitifitas terhadap penambahan elektrolit meningkat dengan bertambahnya karboksimetilasi. Perlakuan alkali kitin dengan epiklorohidirin pada 015oC diikuti deasetilasi menghasilkan O-hidroksialkil kitosan (Kaban, 2007). 2.3. Kegunaan Kitin dan Kitosan Dewasa ini, aplikasi kitin dan kitosan sangat banyak dan meluas. Di bidang industri, kitin dan kitosan berperan sebagai koagulan polielektrolit pengolahan limbah cair, pengikat dan penjerap ion logam, mikroorganisme, mikroalga, pewarna, residu pestisida, lemak, tanin, PCB (poliklorinasi bifenil), mineral dan asam organik, media Universitas Sumatera Utara kromatografi affinitas, gel dan pertukaran ion, penyalut berbagai serat alami dan sintetik, pembentuk film dan membran mudah terurai, meningkatkan kualitas kertas, pulp, dan produk tekstil. Sementara dibidang pertanian dan pangan, kitin dan kitosan digunakan antara lain untuk pencampur ransum pakan ternak, antimikroba, antijamur, serat bahan pangan, penstabil pembentuk gel, pembentuk tekstur, pengental, dan pengemulsi produk olahan pangan, pembawa zat aditif makanan, flavor, zat gizi, pestisida, herbisida, virusida tanaman dan penjernih sari buah. Biopolimer ini juga berguna sebagai antikoagulan, antitumor, antivirus, pembuluh darah-kulit dan ginjal sintetik, bahan pembuat lensa kontak, aditif kosmetik, membrane dialisis, bahan shampoo dan kondisioner rambut, zat hemostatik, penstabil liposom, bahan ortopedik, pembalut luka dan benang bedah yang mudah diserap, serta mempertinggi daya kekebalan (Sugita dkk, 2009). 2.4. Reaksi Transformasi Kitosan. Kitosan mempunyai reaktifitas kimia yang baik karena mempunyai sejumlah gugus hidroksil (-OH) dan gugus amina (-NH2) pada rantainya, merupakan polisakarida bersifat basa. Kebanyakan polisakarida yang terdapat di alam bersifat netral dan asam seperti selulosa, dekstran, peptin, asam alginat, agar, dan agarose (Kumar, 2000). Kitosan memiliki gugus hidroksil dan amin yang dapat memberi jembatan hidrogen secara intermolekuler atau intramolekuler. Dengan demikian terbentuk jaringan hidrogen yang kuat, membuat kitosan tidak larut dalam air. Terdapatnya gugus fungsi dari kitosan (gugus hidroksil primer pada C-6, gugus hidroksil sekunder pada C-3 dan gugus amino pada posisi C-2) membuatnya mudah dimodifikasi secara kimia, dan ditransformasi menjadi turunannya. Karena adanya gugus amino, kitosan merupakan polielektrolit kationik (pKa 6,5) dan bersifat sebagai basa, hal yang sangat jarang terjadi secara alami (Kaban, 2007). Universitas Sumatera Utara 2.4.1. Reaksi N-Asilasi Kitosan dengan Anhidrida Suksinat menghasilkan NSuksinil Kitosan N-asilasi menggunakan anhidrida suksinat dapat dilakukan dengan mereaksikan kitosan dengan anhidrida suksinat dalam asam asetat 2 % dan metanol 1 : 1 (v/v). Diaduk selama 3 jam dan kemudian dibiarkan selama 20 jam. H OH HO H * O O H H NH2 O HO H O + O O HO O O H H H NH2 * n H H kitosan anhidrida suksinat H OH H * HO O H O H O HO H H NH2 O O HO H H NH H O OH * H O n N-suksinil kitosan Gambar 4. Reaksi antara Kitosan dan Anhidrida Suksinat Kelarutan dari kitosan suksinat yang dihasilkan secara signifikan ditingkatkan. Maksimum kelarutannya dalam air dicapai pada konsentrasi 50 g/L. Kitosan suksinat yang dihasilkan digunakan sebagai anti bakteri dan penahan lipatan pada kapas (Noerati dkk., 2007). 2.4.2. Reaksi N-Asilasi Kitosan dengan Anhidrida Ftalat menghasilkan N-Ftaloyl Kitosan Dapat diperoleh dari reaksi amidasi antara kitosan dengan anhidrida ftalat dalam pelarut DMF dan kondisi refluks. Reaksi dapat dilihat pada gambar 5 (Bangun, 2006). Universitas Sumatera Utara H OH H OH O DMF * 130oC H O * O O HO H O O H NH2 H * O H kitosan NH H H O n H * O HO O C anhidrida ftalat O C OH n N-Ftaloyl kitosan Gambar 5. Reaksi antara Kitosan dengan Anhidrida Ftalat 2.4.3. Reaksi antara Kitosan Asetat Dengan Metil Laurat Menghasilkan Senyawa Ester Kitosan Laurat Reaksi antara kitosan dengan anhidrida asetat menghasilkan senyawa ester yang merupakan kitosan asetat. Dalam hal ini kitosan terlebih dahulu direaksikan dengan asetaldehida membentuk aldimin untuk melindungi gugus amina. Kitosan laurat diperoleh dari reaksi transesterifikasi antara metil laurat dengan kitosan asetat. Selanjutnya dilakukan deproteksi dengan menambahkan natrium bikarbonat untuk memperoleh kitosan laurat (Manalu, 2008). Reaksinya sebagai berikut : HOH2C H O HO HOH2C H CH3CHO O H kitosan NH2 O H n H O HO O H H3C C O C CH3 O H N HC CH3 O CH3COOH O H n aldimin kitosan Universitas Sumatera Utara O C CH3 H2C O H H O HO O refluks metil laurat O N H HC CH3 H NaOCH3 C11H23COOCH3 n kitosan asetat O H HO O CH2 O C C11H23 HO H N HO NaHCO3 O HO CH2 O C C11H23 H HO HO H H NH2 H O CH n CH3 n kitosan laurat 2.5. Anhidrida Asam Anhidrida asam berasal dari dua asam karboksilat yang melepaskan satu molekul air. Gugus Fungsi Anhidrida O O C R O O C OH HO Dua molekul asam karboksilat R R C O C R H2O Anhidrida asam 2.5.1. Tatanama Anhidrida Anhidrida dinamai dengan menambahkan kata anhidrida di depan nama asamnya. Salah satu anhidrida asam ialah anhidrida asetat : Universitas Sumatera Utara O H3C C O O C CH3 Anhidrida asetat (td 139,5oC) (Wilbraham dan Matta, 1992). 2.5.2. Pembuatan Anhidrida Dengan sedikit kekecualian, anhidrida asam tidak dapat dibentuk langsung dari asam karboksilat induknya, tetapi harus dibuat dari derivat asam karboksilat yang lebih reaktif. Satu jalur ke anhidrida ialah dari klorida asam dan suatu karboskilat. O O R-C-Cl + - O-C-R' suatu klorida asam suatu ion karboksilat O O R-C-O-C-R' + Cl- suatu anhidrida Jalur lain pembuatan anhidrida ialah dengan mereaksikan asam karboskilat dan anhidrida asetat. Suatu reaksi reversible terjadi antara suatu asam karboskilat dan suatu anhidrida. Letak kesetimbangan dapat digeser ke kanan dengan menyuling asam asetat segera setelah asam ini terbentuk (Fessenden dan Fessenden, 1986). Salah satu contoh pembuatan anhidrida asam ialah pembuatan anhidrida maleat dari asam maleat dimana 100 gram asam maleat dicampurkan dengan 1,1,2,2,tetrakloroetan sebanyak 100 ml dalam sebuah labu destilat, termometer dan kondensor dirangkai membentuk rangkaian alat destilasi. Campuran dipanaskan dalam suhu kamar ketika suhu mencapai 150oC, sebanyak 75 ml 1,1,2,2,-tetrakloroetan dan antara 15-15,5 ml air dihasilkan pada labu destilat. Destilasi dilanjutkan dengan menggunakan kondensor udara dan labu destilat sebelumnya diganti dengan labu detilat lain ketika suhu mencapai 150oC. Anhidrida maleat dihasilkan pada suhu 195197oC. Kemudian anhidrida maleat yang dihasilkan, direkristalisasi dengan kloroform. Anhidrida maelat murni yang dihasilkan memiliki titik lebur sebesar 54oC sebanyak 70 gram (83%) (Furniss et al, 1989). Universitas Sumatera Utara 2.5.3. Reaksi Anhidrida Beberapa asam dikarboksilat tertentu mudah melepas air dalam pemanasan apabila dapat membentuk cincin beranggota lima atau enam. Misalnya : O O C OH H2C H2C kalor H2C C H2O O H2C OH C C O O Asam suksinat anhidrida suksinat O air O C OH C kalor O OH C C O O Asam ftalat anhidrida ftalat H2O air Anhidrida asam dari asam monokarboksilat berwujud cair, sedangkan asam dikarboksilat dan asam karboksilat aromatik berwujud padat (Wilbraham dan Matta, 1992). Reaksi pembuatan anhidrida asam umumnya berlangsung antara asil klorida dengan garam dari asam karboksilat. Sifat kimia anhidrida asam sama dengan klorida asam, namun anhidrida bereaksi sedikit lebih lambat daripada klorida asam. Anhidrida bereaksi dengan air menghasilkan asam, dengan amina menjadi amida, dengan alkohol membentuk ester, dan dengan LiAlH4 menghasilkan alkohol primer. Universitas Sumatera Utara O O C R C O R anhidrida asam H2O R'OH NH3 LiAlH4 O O O O C C C C R OH asam R NH2 R amida OR' R ester OH LiAlH4 C H R H H aldehida Gambar 6. Reaksi-reaksi Anhidrida Asam (Riswiyanto, 2009) 2.5.4. Anhidrida Maleat Anhidrida asam maleat memiliki rumus molekul C4H2O3 dengan berat molekul 98,06 g/mol dan densitas 1,48. Senyawa ini larut dalam air membentuk asam maleat dan sedikit larut dalam beberapa pelarut seperti aseton, etil asetat, toluena dan karbon tetraklorida (Windholz, 1976). O O O Gambar 7. Struktur Anhidrida Maleat 2.6. Amida Amida adalah turunan ammonia atau amina dari asam organik. Senyawanya mungkin sederhana, bersubstituen satu atau dua, misalnya : Universitas Sumatera Utara O O C C R OH NH2 R amida sederhana asam karboksilat O O R H C C N R R N R amida bersubstituen satu R amida bersubstituen dua Keelektronegatifan oksigen dalam ikatan amida menarik pasangan elektron pada nitrogen amida ke arah oksigen. Karena elektron demikian itu tak tersedia untuk menerima proton, maka nitrogen amida sangat kurang sifat basanya dibanding nitrogen amina. Amida biasanya tidak menerima proton dalam larutan asam. Tetapi amida berikatan hidrogen dengan sesamanya dan dengan air (Wilbraham dan Matta, 1992) : R O δ+ O H C R C H N N H ikatan hidrogen pada amida H O H δ+ H C R O δ- H N H ikatan hidrogen dengan air 2.6.1. Tatanama Amida Amida umumnya dibuat dengan jalan mereaksikan suatu klorida asam dengan amina, ammonia, amina monosubstitusi, atau amina disubstitusi. Pemberian nama senyawa amida, yaitu dengan mengganti akhiran –oat (IUPAC) atau –at (trivial) dari asam karboksilat dengan –amida. Jika atom nitrogen suatu amida berikatan dengan gugus alkil atau aril,maka gugus yang berikatan pada nitrogen amida ditunjukkan dengan N-. Universitas Sumatera Utara Berikut ini contoh beberapa senyawa amida. O O C C O NH2 NH2 H3C O C C NHCH3 H3C benzamida (amida 1o) asetamida (amida 1o) N-metilasetamida (amida 2o) N(CH3)2 H N,N-dimetilformamida (amida 3o) Amida siklik mempunyai nama khusus, yaitu diberi akhiran –laktam sebagai pengganti dari gugus lakton yang di dalam cincinnya mengandung atom nitrogen (Riswiyanto, 2009). O α α β NH O γ NH ε H3C β−butirolaktam ε−kaprolaktam 2.6.3. Pembuatan Amida Ada beberapa cara membuat amida. Salah satu metodenya ialah dehidrasi garam ammonium dari asam karboksilat dimana jika asam karboksilat dicampur dengan amina akan diperoleh garam, karena asam adalah pemberi proton dan amina adalah penerima proton. Molekul air dari garam ammonium kering dapat dihilangkan dengan memanaskannya. Reaksi ini disebut dehidrasi dan produk organiknya ialah amida. Amida juga dapat dibuat dari reaksi ammonia atau amina dengan turunan asam karboksilat. Ester, terutama metal ester, dan anhidrida asam adalah turunan asam karboksilat yang sering digunakan. Jika ester digunakan sebagai bahan baku, terbentuk alkohol sebagai hasil samping reaksi. Jika yang digunakan anhidrida, hasil sampingnya asam karboksilat (Wilbraham dan Matta, 1992). Universitas Sumatera Utara 2.7. Polaritas Ikatan dan Gaya Intermolekul Polaritas ikatan adalah konsep yang berguna untuk menggambarkan pembagian elektron antara atom. Pasangan elektron bersama antara dua atom tidak selalu dibagi rata dan hal ini menyebabkan polaritas ikatan. Atom, seperti nitrogen, oksigen dan halogen, yang lebih elektronegatif dari karbon memiliki kecenderungan untuk memiliki muatan negatif parsial. Atom seperti karbon dan hidrogen memiliki kecenderungan untuk menjadi lebih netral atau memiliki muatan positif parsial. Dengan demikian, polaritas ikatan timbul dari perbedaan elektronegativitas dari dua atom yang berpartisipasi dalam pembentukan ikatan. Hal ini juga tergantung pada kekuatan tarik antara molekul, dan interaksi ini disebut interaksi antar molekul atau gaya intermolekul. Sifat fisik, misalnya titik didih, titik leleh dan kelarutan dari molekul sebagian besar ditentukan oleh interaksi elektron bebas antarmolekul. Ada tiga jenis interaksi intermolekul elektron bebas yaitu interaksi dipol-dipol, gaya van der Waals dan ikatan hidrogen. Interaksi ini meningkat secara signifikan sebanding dengan meningkatnya berat molekul dan juga meningkatnya polaritas molekul. Interaksi antara ujung positif dari salah satu dipol dan ujung negatif dipol lain disebut interaksi dipol-dipol. Sebagai hasil dari interaksi dipol-dipol, molekul polar yang dihubungkan secara bersama lebih kuat dari molekul nonpolar. Interaksi dipoldipol muncul ketika elektron tidak dipakai bersama dalam ikatan kovalen karena adanya poerbedaan elektronegatifitas. Kekuatan relatif lemah tarik-menarik yang ada antara molekul nonpolar disebut van der Waals maupun gaya dispersi London. Gaya dispersi antara molekul jauh lebih lemah daripada ikatan kovalen dalam molekul. Elektron bergerak terus dalam obligasi dan molekul, sehingga setiap saat satu sisi molekul dapat memiliki kepadatan lebih elektron dari sisi lain, yang menimbulkan dipol sementara. Karena dipol dalam molekul diinduksi, interaksi antara molekul juga disebut interaksi dipoldipol terinduksi. Gaya van der Waals adalah yang paling lemah dari semua interaksi antar molekul. Universitas Sumatera Utara Ikatan hidrogen adalah gaya tarik-menarik antara hidrogen yang terikat pada atom elektronegatif dari satu molekul dan atom elektronegatif yang sama (intramolekul) atau molekul yang berbeda (intermolekul). Ikatan hidrogen ini menyebabkan kekuatan yang luar biasa kuat tarik-menarik antara molekul yang sangat polar dimana hidrogen kovalen terikat pada nitrogen, oksigen atau fluor. Oleh karena itu, ikatan hidrogen adalah tipe khusus dari interaksi antara atom. Sebuah ikatan hidrogen terbentuk setiap kali ikatan kovalen polar melibatkan atom hidrogen di dekat atom elektronegatif seperti O atau N yang menarik elektron dari ikatan hidrogen yang biasanya ditunjukkan dengan garis putus-putus daripada garis padat. Sebagai contoh, molekul air membentuk ikatan hidrogen intermolekul (Sarke dan Nahar, 2007). 2.8. Surfaktan Sabun, tanah liat dan beberapa permen mungkin telah digunakan sebagai zat pembasah detergen dan stabilisator disperse sejak zaman sejarah awal, namun surfaktan sintetis dikembangkan dan telah diterapkan secara luas hanya dalam beberapa dekade terakhir. Zat aktif permukaaan yang teradsorbsi pada antarmuka air-minyak adalah sebagai akibat gugus hidrofilik (menyukai air) atau gugus polar dan lipofilik (menyukai minyak) atau gugus nonpolar. Beberapa gugus hidrofilik yang diarahkan ke fase polar adalah gugus –OH, -COOH, dan –SO4H. Contoh gugus lipofilik (disebut juga hidrofobik) adalah hidrokarbon alifatik dan siklik. Melalui orientasi pada antarmuka air-minyak, molekul-molekul surfaktan membentuk semacam “jembatan” antara fase polar dan fase nonpolar. Zat aktif tersebut harus diimbangi dengan jumlah yang tepat antara gugus yang larut dalam air dan gugus yang larut dalam minyak sehingga dapat terorientasi pada antarmuka dan menurunkan tegangan. Jika molekul terlalu hidrofilik, itu berarti tetap dalam fase cairan dan tidak berpengaruh pada antarmuka. Jika terlalu lipofilik dapat larut sepenuhnya dalam fase minyak dan sedikit muncul di antarmuka. Zat aktif permukaan harus terdiri dari bagian hidrofilik dan lipofilik sehingga seimbang, bila Universitas Sumatera Utara awalnya tersebar dalam fase minyak atau air, akan bermigrasi ke antarmuka dan menjadi berorientasi dengan gugus hidrofilik dalam air dan gugus lipofilik dalam minyak. Menurut Winsor (1956), senyawa yang mengandung bagian hidrofilik dan lipofilik umumnya disebut sebagai zat amphiphilic. Winsor telah menunjukkan pentingnya keseimbangan hidrofil-lipofil dari zat amphiphilic dalam fenomena kelarutan dan emulsifikasi. Griffin (1949), merancang sebuah skala sembarang nilai sebagai ukuran keseimbangan hidrofilik-lipofilik (HLB = Hydrophilic-Lipophilic Balance) dari zat aktif permukaan. Dengan sistem nomor ini, kemungkinan untuk membuat berbagai rentang HLB yang optimal untuk setiap kelas surfaktan dapat dilihat pada Gambar 8 berikut: Hidrofilik 18 15 12 Zat pelarut Detergen Zat pengemulsi o/w 9 Zat penyebar dan pembasah Lipofilik 6 Zat pengemulsi w/o 3 Kebanyakan zat antibusa 0 Skala HLB Gambar 8. Skala Rentang Nilai HLB untuk Beberapa Zat Aktif Permukaan Universitas Sumatera Utara Nilai HLB dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : HLB = 20 1 S A Dimana S adalah bilangan penyabunan dan A adalah bilangan asam (Martin, 1960). 2.9. Derajat Substitusi Derajat N-asilasi dapat dievaluasi dengan metode FT-IR dari perbandingan absorbansi pada 1655 cm-1 (dianggap berasal dari pita amida I) dan absorbansi pada 3450 cm-1 (berasal dari pita hidroksil), dihitung menggunakan persamaan : DS (%) = A1655 A3450 0,12 x 100 Dimana DS adalah derajat substitusi dan nilai 0,12 mewakili gugus asetil yang spesifik dalam kitosan asli (Moore dan Roberts, 1980). Istilah log(P/Po) dinamakan absorbans dan diberi tanda A. Transmitans, T = P/Po adalah hanya fraksi tenaga jatuh yang ditransmisi oleh suatu contoh. Transmitans persen, %T = P/Po x 100 juga dijumpai. Jika A = log(P/Po) dan T = P/Po, maka A = log (1/T) (Day dan Underwood, 1981). Universitas Sumatera Utara