BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kitin Kitin merupakan - USU-IR

advertisement
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kitin
Kitin merupakan biopolimer alami yang melimpah pada kulit luar kepiting, udang,
dan juga dinding sel jamur dan serangga. Pada saat ini, hanya sedikit jumlah limbah
cangkang yang dimanfaatkan sebagai pakan ternak dan bahan sumber kitin, sehingga
pengolahan cangkang menimbulkan pencemaran lingkungan. Akhir-akhir ini, nilai
komersial dari kitin melonjak karena sifat-sifat yang menguntungkan dari turunannya
yang larut dalam air sehingga cocok digunakan dalam industri kimia, bioteknologi,
bidang pertanian, pengolahan pangan, kosmetik, peternakan, kedokteran, proteksi
lingkungan, industri pembuatan kertas dan tekstil. Produksi kitin masih terbatas pada
musim panen Crustaceae, yaitu terbatasnya jumlah limbah cangkang di beberapa
negara. Karena kitin dan turunannya yang larut dalam air, merupakan komponen
utama dari dinding sel beberapa Zygomycetes, perhatian telah dialihkan ke jamur
untuk
digunakan
sebagai
sumber
alternatif
kitin
dengan
menggunakan
mikroorganisme pada media yang sederhana dan tersedia dalam jumlah yang
dibutuhkan (Kumar, 2000; Synowiecki and Al-Kateeb, 2003).
Kitin mempunyai rumus umum (C8H13O5)n dimana kadar C = 47,29%, H =
6,45%, N = 6,89% dan O = 39,37%. Kitin adalah polisakarida yang memiliki cabang
pada β(1-4)-2-asetamida-2-deoksi-D-glukosa (juga dinamakan sebagai N-asetil-Dglukosamin) (Windholz, 1976).
Universitas Sumatera Utara
2.1.1. Struktur Kitin
Kitin merupakan polisakarida yang menyerupai selulosa. Residu monosakarida pada
selulosa adalah β-D-glukosa sedangkan pada kitin adalah N-asetil-β-D-glukosa
dimana gugus hidroksil (-OH) pada posisi C-2 digantikan oleh gugus asetamido (NHCOCH3),
dimana
monosakaridanya
dihubungkan
melalui
ikatan
β(1,4)
(Tharanathan dan Kittur, 2003).
CH3
HOH2C
H
OH
H
C-2
O
O
HO
C-2
H
NH H
O
C
O
H
O
NH H
HOH2C
H
O
O
H
HOH2C
H
O
HO
H
H
C-2
O
NH
C
C
O
CH3
H
CH3
n
Gambar 1. Struktur Polimer Kitin
HOH2C
H
C-2
H
OH H
H
C-2
O
O
HO
OH
H
O
OH H
O
H
HOH2C
H
HOH2C
H
H
O
HO
O
H
C-2
O
OH
H
n
Gambar 2. Struktur Polimer Selulosa
2.1.2. Sifat-sifat Fisika dan Kimia
2.1.2.1. Sifat Fisika
Kitin merupakan bahan yang mirip dengan selulosa yang sama-sama mempunyai
sifat-sifat dalam kelarutannya dan reaktivitasnya yang rendah. Kitin berwarna putih,
keras, tidak elastis, polisakarida yang mengandung nitrogen. Kitin dapat larut di dalam
Universitas Sumatera Utara
HCl, H2SO4, H3PO4, dikloroasetat, trikloroasetat, dan asam formiat. Kitin juga larut di
dalam larutan pekat garam netral yang panas (Synowiecki dan Al-Kateeb, 2003).
2.1.2.2. Sifat Kimia
Karena keberadaan gugus nitrogen, molekul kitin cendrung bergabung dengan makro
molekul lain dan menyebabkan jenis struktur dan sifat fisikokimia baru. Misalnya,
ikatan kovalen antara kitin dan protein yang terbentuk antara N-asetil dari kitin
bereaksi dengan α-asam amino (terutama tirosin), dan protein kutikular akan
membentuk kompleks stabil namun, mudah terdisosiasi setelah pH berubah. Kitin
dapat dianggap sebagai basa lemah, oleh karena itu dapat mengalami reaksi netralisasi
sebagai senyawa yang bersifat alkali. (Tharanathan dan Kittur, 2003).
2.2. Kitosan
Kitosan merupakan jenis polimer alam yang mempunyai bentuk rantai linier, sebagai
produk deasetilasi kitin melalui proses reaksi kimia menggunakan basa kuat
(Muzarelli, 1988). Kitosan adalah poly-D-glukosamine (tersusun lebih dari 5000 unit
glukosamin dan asetilglukosamin) dengan berat molekul lebih dari satu juta dalton,
merupakan dietary fiber (serat yang bisa dimakan) kedua setelah selulosa (Simunek et
al.,2006).
2.2.1. Struktur Kitosan
Kitosan adalah polisakarida alam yang diperoleh dari deasetilasi kitin. Jika sebagian
besar gugus asetil pada kitin disubstitusikan oleh atom hidrogen menjadi gugus amino
dengan penambahan larutan basa kuat berkonsentrasi tinggi, hasilnya dinamakan
kitosan atau kitin terdeasetilasi. Kitosan mempunyai rumus-rumus umum (C6H9NO3)n
atau disebut sebagai poli (β-(1-4)-2-amino-2-deoksi-D-glukopiranosa). Kitosan bukan
merupakan senyawa tunggal, tetapi merupakan kelompok yang terdeasetilasi sebagian
Universitas Sumatera Utara
dengan derajat polimerisasi yang berbeda. Kitin dan kitosan adalah nama untuk dua
kelompok senyawa yang dibatasi dengan stoikiometri, kitin adalah poli Nasetilglukosamin yang terdeasetilasi sedikit. Derajat deasetilasi biasanya bervariasi
diantara 8-15%, tetapi tergantung pada sumber yang digunakan untuk memperoleh
kitin, dan metode yang digunakan untuk isolasi dan pemurnian. Sedangkan kitosan
adalah kitin yang terdeasetilasi sebanyak mungkin dengan derajat deasetilasi antara
50-70% (Bastaman, 1989).
CH3
HOH2C
H
OH
H
C-2
O
O
HO
C-2
H
NH2 H
O
H
O
C
NH H
O
H
HOH2C
H
HOH2C
H
H
O
HO
O
H
C-2
O
NH2
H
n
Gambar 3. Struktur Polimer Kitosan
Pada proses deasetilasi kitin yang diperoleh dari kulit udang dan cangkang
kepiting menjadi kitosan, kitin ditambah NaOH 60 % , lalu campuran diaduk dan
dipanaskan pada suhu 120oC selama 4 jam. Campuran disaring melalui kertas saring
wollfram, selanjutnya larutan dititrasi menggunakan HCl untuk mengendapkan
kembali kitosan yang masih ada dalam larutan. Campuran yang menghasilkan
endapan disentrifuge untuk memisahkan kitosan. Padatan yang diproleh dicuci dengan
akuades, padatan yang didapat berupa serbuk kitosan berwarna putih krem, lalu
dikeringkan pada 80oC selama 24 jam,maka diperoleh hasil sebanyak 55% (Puspawati
dan Simpen, 2010).
2.2.2. Sifat-sifat Fisika dan Kimia
2.2.2.1. Sifat Fisika
Pada umumnya polisakarida alami seperti selulosa, dekstran, pektin, alginat, agaragar, karagenan bersifat netral atau sedikit asam, sedangkan kitin dan kitosan bersifat
Universitas Sumatera Utara
basa (Kumar, 2000). Kitosan merupakan padatan amorf yang berwarna putih
o
kekuningan dengan rotasi spesifik [𝛼𝛼]11
𝐷𝐷 -3 hingga -10 (pada konsentrasi asam asetat
2%). Kitosan larut pada kebanyakan larutan asam organik seperti asam asetat, asam
format, dan asam piruvat pada pH sekitar 4,0 tetapi tidak larut pada pH lebih besar
dari 6,5, juga tidak larut dalam pelarut air, alkohol, dan aseton. Dalam asam mineral
pekat seperti HCl dan HNO3, kitosan larut pada konsentrasi 0,15 – 1,1%, tetapi tidak
larut pada konsentrasi 10%. Kitosan tidak larut dalam H2SO4 pada berbagai
konsentrasi, sedangkan di dalam H3PO4 tidak larut pada konsentrasi 1% sementara
pada konsentrasi 0,1% sedikit larut. Kelarutan kitosan dipengaruhi oleh bobot
molekul, derajat deasetilasi, dan rotasi spesifiknya yang beragam bergantung pada
sumber dan metode isolasi serta transformasinya (Sugita dkk, 2009).
2.2.2.2 Sifat Kimia
Adanya gugus amino dan hidroksil dari kitosan menyebabkan kitosan mudah
dimodifikasi secara kimia antara lain dalam reaksi pembentukan:
a. N-Asilasi
Metode yang paling sederhana adalah dengan mereaksikan asam karboksilat dengan
kitosan, pemanasan larutan kitosan dalam asam formiat 100% pada suhu 90oC dengan
penambahan piridin sedikit demi sedikit untuk menghasilkan N-formilkitosan, serta
N-asetil dalam asam asetat 20% (Kaban, 2007).
Pereaksi yang paling umum digunakan untuk N-asilasi kitosan adalah asil
anhidrida dan telah digunakan dalam kondisi heterogen dan homogen. Tiga sistem
yang telah diuji adalah : (a) anhidrida asetat- asam asetat glacial-HClO4; (b) anhidrida
asetat pada temperatur ruangan selama 120 jam yang diikuti proses refluks anhidrida
asetat selama 2 jam; (c) anhidrida asetat-metanol pada temperatur ruangan. Dari
ketiganya, metode yang paling baik digunakan adalah metode yang terakhir (Roberts,
1992).
Universitas Sumatera Utara
b. O-Asilasi
Gugus amino kitosan lebih reaktif daripada gugus hidroksilnya. Karenanya gugus
amino perlu diproteksi selama proses asilasi untuk menghasilkan O-Asil kitosan.
Metode proteksi yang dilakukan antara lain melalui pembuatan basa Schiff disusul OAsetilasi menggunakan larutan asetat anhidrida-piridin untuk mencegah hidrolisis
asam dari basa schiff. Pembuatan O-Asetil kitosan dapat juga dilakukan dengan
melarutkan kitosan dalam asam formiat 90% yang mengandung asetat anhidrida dan
HClO4, dengan asumsi protonasi gugus amino akan mencegah terjadinya N-Asetilasi.
N- dan O-Asilasi kitosan juga dapat diperoleh bersamaan dengan menggunakan asil
klorida. Caranya dengan merefluks kitosan dalam campur dodekanoil klorida
berlebih-piridin-kloroform dan ditambah asam klorida sesudah direfluks 5 jam.
Produk yang diperoleh sesudah 9 jam larut dalam kloroform, benzen, dietil eter dan
piridin (Kaban, 2007).
c. Eter Kitosan
Pembuatan derivat O-alkil kitosan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu O-alkilasi
kitin diikuti pengurangan N-asetilasi dan O-alkilasi derivat kitosan, dimana gugus
amino diproteksi selama reaksi alkilasi. Karboksimetil kitosan yang diperoleh melalui
prosedur pertama menghasilkan garam natrium dengan gugus amin bebas dalam
bentuk basa maupun garam hidroklorida dari amino dengan gugus karboksimetil
dalam bentuk asam. Sensitifitas terhadap penambahan elektrolit meningkat dengan
bertambahnya karboksimetilasi. Perlakuan alkali kitin dengan epiklorohidirin pada 015oC diikuti deasetilasi menghasilkan O-hidroksialkil kitosan (Kaban, 2007).
2.3. Kegunaan Kitin dan Kitosan
Dewasa ini, aplikasi kitin dan kitosan sangat banyak dan meluas. Di bidang industri,
kitin dan kitosan berperan sebagai koagulan polielektrolit pengolahan limbah cair,
pengikat dan penjerap ion logam, mikroorganisme, mikroalga, pewarna, residu
pestisida, lemak, tanin, PCB (poliklorinasi bifenil), mineral dan asam organik, media
Universitas Sumatera Utara
kromatografi affinitas, gel dan pertukaran ion, penyalut berbagai serat alami dan
sintetik, pembentuk film dan membran mudah terurai, meningkatkan kualitas kertas,
pulp, dan produk tekstil. Sementara dibidang pertanian dan pangan, kitin dan kitosan
digunakan antara lain untuk pencampur ransum pakan ternak, antimikroba, antijamur,
serat bahan pangan, penstabil pembentuk gel, pembentuk tekstur, pengental, dan
pengemulsi produk olahan pangan, pembawa zat aditif makanan, flavor, zat gizi,
pestisida, herbisida, virusida tanaman dan penjernih sari buah. Biopolimer ini juga
berguna sebagai antikoagulan, antitumor, antivirus, pembuluh darah-kulit dan ginjal
sintetik, bahan pembuat lensa kontak, aditif kosmetik, membrane dialisis, bahan
shampoo dan kondisioner rambut, zat hemostatik, penstabil liposom, bahan ortopedik,
pembalut luka dan benang bedah yang mudah diserap, serta mempertinggi daya
kekebalan (Sugita dkk, 2009).
2.4. Reaksi Transformasi Kitosan.
Kitosan mempunyai reaktifitas kimia yang baik karena mempunyai sejumlah gugus
hidroksil (-OH) dan gugus amina (-NH2) pada rantainya, merupakan polisakarida
bersifat basa. Kebanyakan polisakarida yang terdapat di alam bersifat netral dan asam
seperti selulosa, dekstran, peptin, asam alginat, agar, dan agarose (Kumar, 2000).
Kitosan memiliki gugus hidroksil dan amin yang dapat memberi jembatan
hidrogen secara intermolekuler atau intramolekuler. Dengan demikian terbentuk
jaringan hidrogen yang kuat, membuat kitosan tidak larut dalam air. Terdapatnya
gugus fungsi dari kitosan (gugus hidroksil primer pada C-6, gugus hidroksil sekunder
pada C-3 dan gugus amino pada posisi C-2) membuatnya mudah dimodifikasi secara
kimia, dan ditransformasi menjadi turunannya. Karena adanya gugus amino, kitosan
merupakan polielektrolit kationik (pKa 6,5) dan bersifat sebagai basa, hal yang sangat
jarang terjadi secara alami (Kaban, 2007).
Universitas Sumatera Utara
2.4.1. Reaksi N-Asilasi Kitosan dengan Anhidrida Suksinat menghasilkan NSuksinil Kitosan
N-asilasi menggunakan anhidrida suksinat dapat dilakukan dengan mereaksikan
kitosan dengan anhidrida suksinat dalam asam asetat 2 % dan metanol 1 : 1 (v/v).
Diaduk selama 3 jam dan kemudian dibiarkan selama 20 jam.
H OH
HO
H
*
O
O
H
H
NH2
O
HO
H
O
+
O
O
HO
O
O
H
H
H
NH2
*
n
H
H
kitosan
anhidrida suksinat
H OH
H
*
HO
O
H
O
H
O
HO
H
H
NH2
O
O
HO
H
H
NH
H
O
OH
*
H
O
n
N-suksinil kitosan
Gambar 4. Reaksi antara Kitosan dan Anhidrida Suksinat
Kelarutan dari kitosan suksinat yang dihasilkan secara signifikan ditingkatkan.
Maksimum kelarutannya dalam air dicapai pada konsentrasi 50 g/L. Kitosan suksinat
yang dihasilkan digunakan sebagai anti bakteri dan penahan lipatan pada kapas
(Noerati dkk., 2007).
2.4.2. Reaksi N-Asilasi Kitosan dengan Anhidrida Ftalat menghasilkan N-Ftaloyl
Kitosan
Dapat diperoleh dari reaksi amidasi antara kitosan dengan anhidrida ftalat dalam
pelarut DMF dan kondisi refluks. Reaksi dapat dilihat pada gambar 5 (Bangun, 2006).
Universitas Sumatera Utara
H OH
H OH
O
DMF *
130oC
H O
*
O
O
HO
H O
O
H
NH2
H
*
O
H
kitosan
NH
H
H
O
n
H
*
O
HO
O C
anhidrida ftalat
O
C
OH
n
N-Ftaloyl kitosan
Gambar 5. Reaksi antara Kitosan dengan Anhidrida Ftalat
2.4.3. Reaksi antara Kitosan Asetat Dengan Metil Laurat Menghasilkan Senyawa
Ester Kitosan Laurat
Reaksi antara kitosan dengan anhidrida asetat menghasilkan senyawa ester yang
merupakan kitosan asetat. Dalam hal ini kitosan terlebih dahulu direaksikan dengan
asetaldehida membentuk aldimin untuk melindungi gugus amina. Kitosan laurat
diperoleh dari reaksi transesterifikasi antara metil laurat dengan kitosan asetat.
Selanjutnya dilakukan deproteksi dengan menambahkan natrium bikarbonat untuk
memperoleh kitosan laurat (Manalu, 2008).
Reaksinya sebagai berikut :
HOH2C
H
O
HO
HOH2C
H
CH3CHO
O
H
kitosan
NH2
O
H
n
H
O
HO
O
H
H3C C O C CH3
O
H
N
HC
CH3
O
CH3COOH
O
H
n
aldimin kitosan
Universitas Sumatera Utara
O
C CH3
H2C O
H
H
O
HO
O
refluks
metil laurat
O
N
H
HC
CH3
H
NaOCH3
C11H23COOCH3
n
kitosan asetat
O
H
HO
O
CH2 O C C11H23
HO
H
N
HO
NaHCO3
O
HO
CH2 O C C11H23
H
HO
HO
H
H
NH2 H
O
CH
n
CH3
n
kitosan laurat
2.5. Anhidrida Asam
Anhidrida asam berasal dari dua asam karboksilat yang melepaskan satu molekul air.
Gugus Fungsi Anhidrida
O
O
C
R
O
O
C
OH
HO
Dua molekul asam
karboksilat
R
R
C
O
C
R
H2O
Anhidrida asam
2.5.1. Tatanama Anhidrida
Anhidrida dinamai dengan menambahkan kata anhidrida di depan nama asamnya.
Salah satu anhidrida asam ialah anhidrida asetat :
Universitas Sumatera Utara
O
H3C
C
O
O
C
CH3
Anhidrida asetat (td 139,5oC)
(Wilbraham dan Matta, 1992).
2.5.2. Pembuatan Anhidrida
Dengan sedikit kekecualian, anhidrida asam tidak dapat dibentuk langsung dari asam
karboksilat induknya, tetapi harus dibuat dari derivat asam karboksilat yang lebih
reaktif. Satu jalur ke anhidrida ialah dari klorida asam dan suatu karboskilat.
O
O
R-C-Cl
+
-
O-C-R'
suatu klorida asam suatu ion karboksilat
O
O
R-C-O-C-R'
+
Cl-
suatu anhidrida
Jalur lain pembuatan anhidrida ialah dengan mereaksikan asam karboskilat dan
anhidrida asetat. Suatu reaksi reversible terjadi antara suatu asam karboskilat dan
suatu anhidrida. Letak kesetimbangan dapat digeser ke kanan dengan menyuling asam
asetat segera setelah asam ini terbentuk (Fessenden dan Fessenden, 1986).
Salah satu contoh pembuatan anhidrida asam ialah pembuatan anhidrida maleat
dari asam maleat dimana 100 gram asam maleat dicampurkan dengan 1,1,2,2,tetrakloroetan sebanyak 100 ml dalam sebuah labu destilat, termometer dan kondensor
dirangkai membentuk rangkaian alat destilasi. Campuran dipanaskan dalam suhu
kamar ketika suhu mencapai 150oC, sebanyak 75 ml 1,1,2,2,-tetrakloroetan dan antara
15-15,5 ml air dihasilkan pada labu destilat. Destilasi dilanjutkan dengan
menggunakan kondensor udara dan labu destilat sebelumnya diganti dengan labu
detilat lain ketika suhu mencapai 150oC. Anhidrida maleat dihasilkan pada suhu 195197oC. Kemudian anhidrida maleat yang dihasilkan, direkristalisasi dengan kloroform.
Anhidrida maelat murni yang dihasilkan memiliki titik lebur sebesar 54oC sebanyak
70 gram (83%) (Furniss et al, 1989).
Universitas Sumatera Utara
2.5.3. Reaksi Anhidrida
Beberapa asam dikarboksilat tertentu mudah melepas air dalam pemanasan apabila
dapat membentuk cincin beranggota lima atau enam. Misalnya :
O
O
C
OH
H2C
H2C
kalor
H2C
C
H2O
O
H2C
OH
C
C
O
O
Asam suksinat
anhidrida suksinat
O
air
O
C
OH
C
kalor
O
OH
C
C
O
O
Asam ftalat
anhidrida ftalat
H2O
air
Anhidrida asam dari asam monokarboksilat berwujud cair, sedangkan asam
dikarboksilat dan asam karboksilat aromatik berwujud padat (Wilbraham dan Matta,
1992).
Reaksi pembuatan anhidrida asam umumnya berlangsung antara asil klorida
dengan garam dari asam karboksilat. Sifat kimia anhidrida asam sama dengan klorida
asam, namun anhidrida bereaksi sedikit lebih lambat daripada klorida asam. Anhidrida
bereaksi dengan air menghasilkan asam, dengan amina menjadi amida, dengan
alkohol membentuk ester, dan dengan LiAlH4 menghasilkan alkohol primer.
Universitas Sumatera Utara
O
O
C
R
C
O
R
anhidrida asam
H2O
R'OH
NH3
LiAlH4
O
O
O
O
C
C
C
C
R
OH
asam
R
NH2
R
amida
OR'
R
ester
OH
LiAlH4
C
H
R
H
H
aldehida
Gambar 6. Reaksi-reaksi Anhidrida Asam (Riswiyanto, 2009)
2.5.4. Anhidrida Maleat
Anhidrida asam maleat memiliki rumus molekul C4H2O3 dengan berat molekul 98,06
g/mol dan densitas 1,48. Senyawa ini larut dalam air membentuk asam maleat dan
sedikit larut dalam beberapa pelarut seperti aseton, etil asetat, toluena dan karbon
tetraklorida (Windholz, 1976).
O
O
O
Gambar 7. Struktur Anhidrida Maleat
2.6. Amida
Amida adalah turunan ammonia atau amina dari asam organik. Senyawanya mungkin
sederhana, bersubstituen satu atau dua, misalnya :
Universitas Sumatera Utara
O
O
C
C
R
OH
NH2
R
amida sederhana
asam karboksilat
O
O
R
H
C
C
N
R
R
N
R
amida bersubstituen satu
R
amida bersubstituen dua
Keelektronegatifan oksigen dalam ikatan amida menarik pasangan elektron pada
nitrogen amida ke arah oksigen. Karena elektron demikian itu tak tersedia untuk
menerima proton, maka nitrogen amida sangat kurang sifat basanya dibanding
nitrogen amina. Amida biasanya tidak menerima proton dalam larutan asam. Tetapi
amida berikatan hidrogen dengan sesamanya dan dengan air (Wilbraham dan Matta,
1992) :
R
O
δ+ O
H
C
R
C
H
N
N
H
ikatan hidrogen pada amida
H
O
H
δ+
H
C
R
O
δ-
H
N
H
ikatan hidrogen dengan air
2.6.1. Tatanama Amida
Amida umumnya dibuat dengan jalan mereaksikan suatu klorida asam dengan amina,
ammonia, amina monosubstitusi, atau amina disubstitusi. Pemberian nama senyawa
amida, yaitu dengan mengganti akhiran –oat (IUPAC) atau –at (trivial) dari asam
karboksilat dengan –amida. Jika atom nitrogen suatu amida berikatan dengan gugus
alkil atau aril,maka gugus yang berikatan pada nitrogen amida ditunjukkan dengan N-.
Universitas Sumatera Utara
Berikut ini contoh beberapa senyawa amida.
O
O
C
C
O
NH2
NH2
H3C
O
C
C
NHCH3
H3C
benzamida
(amida 1o)
asetamida
(amida 1o)
N-metilasetamida
(amida 2o)
N(CH3)2
H
N,N-dimetilformamida
(amida 3o)
Amida siklik mempunyai nama khusus, yaitu diberi akhiran –laktam sebagai
pengganti dari gugus lakton yang di dalam cincinnya mengandung atom nitrogen
(Riswiyanto, 2009).
O
α
α
β
NH
O
γ
NH
ε
H3C
β−butirolaktam
ε−kaprolaktam
2.6.3. Pembuatan Amida
Ada beberapa cara membuat amida. Salah satu metodenya ialah dehidrasi garam
ammonium dari asam karboksilat dimana jika asam karboksilat dicampur dengan
amina akan diperoleh garam, karena asam adalah pemberi proton dan amina adalah
penerima proton. Molekul air dari garam ammonium kering dapat dihilangkan dengan
memanaskannya. Reaksi ini disebut dehidrasi dan produk organiknya ialah amida.
Amida juga dapat dibuat dari reaksi ammonia atau amina dengan turunan asam
karboksilat. Ester, terutama metal ester, dan anhidrida asam adalah turunan asam
karboksilat yang sering digunakan. Jika ester digunakan sebagai bahan baku,
terbentuk alkohol sebagai hasil samping reaksi. Jika yang digunakan anhidrida, hasil
sampingnya asam karboksilat (Wilbraham dan Matta, 1992).
Universitas Sumatera Utara
2.7. Polaritas Ikatan dan Gaya Intermolekul
Polaritas ikatan adalah konsep yang berguna untuk menggambarkan pembagian
elektron antara atom. Pasangan elektron bersama antara dua atom tidak selalu dibagi
rata dan hal ini menyebabkan polaritas ikatan. Atom, seperti nitrogen, oksigen dan
halogen, yang lebih elektronegatif dari karbon memiliki kecenderungan untuk
memiliki muatan negatif parsial. Atom seperti karbon dan hidrogen memiliki
kecenderungan untuk menjadi lebih netral atau memiliki muatan positif parsial.
Dengan demikian, polaritas ikatan timbul dari perbedaan elektronegativitas dari dua
atom yang berpartisipasi dalam pembentukan ikatan. Hal ini juga tergantung pada
kekuatan tarik antara molekul, dan interaksi ini disebut interaksi antar molekul atau
gaya intermolekul. Sifat fisik, misalnya titik didih, titik leleh dan kelarutan dari
molekul sebagian besar ditentukan oleh interaksi elektron bebas antarmolekul. Ada
tiga jenis interaksi intermolekul elektron bebas yaitu interaksi dipol-dipol, gaya van
der Waals dan ikatan hidrogen. Interaksi ini meningkat secara signifikan sebanding
dengan meningkatnya berat molekul dan juga meningkatnya polaritas molekul.
Interaksi antara ujung positif dari salah satu dipol dan ujung negatif dipol lain
disebut interaksi dipol-dipol. Sebagai hasil dari interaksi dipol-dipol, molekul polar
yang dihubungkan secara bersama lebih kuat dari molekul nonpolar. Interaksi dipoldipol muncul ketika elektron tidak dipakai bersama dalam ikatan kovalen karena
adanya poerbedaan elektronegatifitas.
Kekuatan relatif lemah tarik-menarik yang ada antara molekul nonpolar
disebut van der Waals maupun gaya dispersi London. Gaya dispersi antara molekul
jauh lebih lemah daripada ikatan kovalen dalam molekul. Elektron bergerak terus
dalam obligasi dan molekul, sehingga setiap saat satu sisi molekul dapat memiliki
kepadatan lebih elektron dari sisi lain, yang menimbulkan dipol sementara. Karena
dipol dalam molekul diinduksi, interaksi antara molekul juga disebut interaksi dipoldipol terinduksi. Gaya van der Waals adalah yang paling lemah dari semua interaksi
antar molekul.
Universitas Sumatera Utara
Ikatan hidrogen adalah gaya tarik-menarik antara hidrogen yang terikat pada
atom elektronegatif dari satu molekul dan atom elektronegatif yang sama
(intramolekul) atau molekul yang berbeda (intermolekul). Ikatan hidrogen ini
menyebabkan kekuatan yang luar biasa kuat tarik-menarik antara molekul yang sangat
polar dimana hidrogen kovalen terikat pada nitrogen, oksigen atau fluor. Oleh karena
itu, ikatan hidrogen adalah tipe khusus dari interaksi antara atom. Sebuah ikatan
hidrogen terbentuk setiap kali ikatan kovalen polar melibatkan atom hidrogen di dekat
atom elektronegatif seperti O atau N yang menarik elektron dari ikatan hidrogen yang
biasanya ditunjukkan dengan garis putus-putus daripada garis padat. Sebagai contoh,
molekul air membentuk ikatan hidrogen intermolekul (Sarke dan Nahar, 2007).
2.8. Surfaktan
Sabun, tanah liat dan beberapa permen mungkin telah digunakan sebagai zat
pembasah detergen dan stabilisator disperse sejak zaman sejarah awal, namun
surfaktan sintetis dikembangkan dan telah diterapkan secara luas hanya dalam
beberapa dekade terakhir.
Zat aktif permukaaan yang teradsorbsi pada antarmuka air-minyak adalah
sebagai akibat gugus hidrofilik (menyukai air) atau gugus polar dan lipofilik
(menyukai minyak) atau gugus nonpolar. Beberapa gugus hidrofilik yang diarahkan
ke fase polar adalah gugus –OH, -COOH, dan –SO4H. Contoh gugus lipofilik (disebut
juga hidrofobik) adalah hidrokarbon alifatik dan siklik. Melalui orientasi pada
antarmuka air-minyak, molekul-molekul surfaktan membentuk semacam “jembatan”
antara fase polar dan fase nonpolar.
Zat aktif tersebut harus diimbangi dengan jumlah yang tepat antara gugus yang
larut dalam air dan gugus yang larut dalam minyak sehingga dapat terorientasi pada
antarmuka dan menurunkan tegangan. Jika molekul terlalu hidrofilik, itu berarti tetap
dalam fase cairan dan tidak berpengaruh pada antarmuka. Jika terlalu lipofilik dapat
larut sepenuhnya dalam fase minyak dan sedikit muncul di antarmuka. Zat aktif
permukaan harus terdiri dari bagian hidrofilik dan lipofilik sehingga seimbang, bila
Universitas Sumatera Utara
awalnya tersebar dalam fase minyak atau air, akan bermigrasi ke antarmuka dan
menjadi berorientasi dengan gugus hidrofilik dalam air dan gugus lipofilik dalam
minyak. Menurut Winsor (1956), senyawa yang mengandung bagian hidrofilik dan
lipofilik umumnya disebut sebagai zat amphiphilic. Winsor telah menunjukkan
pentingnya keseimbangan hidrofil-lipofil dari zat amphiphilic dalam fenomena
kelarutan dan emulsifikasi.
Griffin (1949), merancang sebuah skala sembarang nilai sebagai ukuran
keseimbangan hidrofilik-lipofilik (HLB = Hydrophilic-Lipophilic Balance) dari zat
aktif permukaan. Dengan sistem nomor ini, kemungkinan untuk membuat berbagai
rentang HLB yang optimal untuk setiap kelas surfaktan dapat dilihat pada Gambar 8
berikut:
Hidrofilik
18
15
12
Zat pelarut
Detergen
Zat pengemulsi o/w
9
Zat penyebar dan pembasah
Lipofilik
6
Zat pengemulsi w/o
3
Kebanyakan zat antibusa
0
Skala HLB
Gambar 8. Skala Rentang Nilai HLB untuk Beberapa Zat Aktif Permukaan
Universitas Sumatera Utara
Nilai HLB dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
HLB =
20 1
S
A
Dimana S adalah bilangan penyabunan dan A adalah bilangan asam (Martin, 1960).
2.9. Derajat Substitusi
Derajat N-asilasi dapat dievaluasi dengan metode FT-IR dari perbandingan absorbansi
pada 1655 cm-1 (dianggap berasal dari pita amida I) dan absorbansi pada 3450 cm-1
(berasal dari pita hidroksil), dihitung menggunakan persamaan :
DS (%) =
A1655
A3450
0,12
x 100
Dimana DS adalah derajat substitusi dan nilai 0,12 mewakili gugus asetil yang
spesifik dalam kitosan asli (Moore dan Roberts, 1980).
Istilah log(P/Po) dinamakan absorbans dan diberi tanda A. Transmitans, T =
P/Po adalah hanya fraksi tenaga jatuh yang ditransmisi oleh suatu contoh. Transmitans
persen, %T = P/Po x 100 juga dijumpai. Jika A = log(P/Po) dan T = P/Po, maka A =
log (1/T) (Day dan Underwood, 1981).
Universitas Sumatera Utara
Download