BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hemodialisis (HD) Adalah pengobatan dengan alat yaitu Dialyzer, tujuan utama yaitu menyaring dan membuang sisa produk metabolisme toksik yang seharusnya ditangani oleh ginjal dan di buang atau di saring oleh ginjal (Rahman, 2013). Markum (2006) juga menjelaskan tujuan Hemodialisis yaitu untuk menurunkan kadar ureum, kreatinin dan zat toksik yang lainnya dalam darah, dan sampai saat ini, hemodialisis masih menjadi alternatif untuk pasien penderita gagal ginjal karena dari segi biaya lebih murah dibandingkan dengan dialis peritoneal. Terapi pengganti ginjal di Indonesia di mulai pada tahun 1972 di Jakarta (RSPUPN Dr. Cipto Mangunkusumo/FKUI), di Bandung tahun 1976 (RSUP Hasan Sadikin/FK UNPAD). Pasien gagal ginjal kronik harus menjalani terapi hemodialisis sepanjang hidupnya. Proses hemodialisis dapat dilakukan 2 hingga 3 kali dalam seminggu dalam 3 hingga 5 jam setiap kali hemodialisis untuk dapat mempertahankan kadar urea, kreatinin, asam urat dan fosfat dalam kadar normal walaupun masih terlihat kelainan klinis berupa gangguan metabolisme akibat toksis uremik (Smeltzer, et al, 2008). Sekitar 2.622.000 di dunia, orang telah menjalani pengobatan End – Stage Renal Disease (ESRD), pada akhir tahun 2010 sebanyak 2.029.000 orang (77%) 1 Hubungan Kejadian Komplikasi..., Usep Munawar, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017 2 diantaranya menjalani pengobatan dialisis dan 593.000 orang (23%) menjalani transplantasi ginjal. Kasus gagal ginjal di Indonesia, setiap tahunnya masih terbilang tinggi karena masih banyak masyarakat Indonesia tidak menjaga pola makan dan kesehatan tubuhnya. Survey yang dilakukan Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) pada tahun 2009, prevalensi gagal ginjal kronik di Indonesia sekitar 12,5 % berarti sekitar 18 juta orang dewasa di Indonesia menderita penyakit gagal ginjal kronik (Neliya, 2012). Tahun 2011 di Indonesia terdapat 15.353 pasien yang baru menjalani Hemodialisis (HD) dan pada tahun 2012 terjadi peningkatan pasien yang menjalani HD sebanyak 4.268 orang sehingga secara keseluruhan terdapat 19.621 pasien yang baru menjalani HD. Sampai akhir tahun 2012 terdapat 244 unit Hemodialisis di Indonesia (Indonesia Repositing Renal, 2013). Penderita gagal ginjal yang menjalani HD regular tahun 2016 meningkat sekitar empat kali lipat dalam 5 tahun terakhir. Saat ini diperkirakan gagal ginjal terminal di Indonesia yang membutuhkan cuci darah atau dialisis mencapai 150.000 orang, namun penderita yang sudah mendapatkan terapi dialisis baru sekitar 100.000 orang. (Pernefri dalam Kemenkes Indonesi 2016). Menurut Dinkes pemerintahan Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2004 kasus fungsi ginjal di Jawa Tengah dilaporkan sebanyak 170 kasus (Dalam Nurchayati, 2010). Saat ini di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Prof. dr. Margono Soekarjo Purwokerto dilengkapi dengan 24 mesin hemodialisis, jumlah Hubungan Kejadian Komplikasi..., Usep Munawar, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017 3 pasien yang menjalani terapi HD totalnya adalah 150 pasien rutin. Pelayanan mencakup penduduk Jawa Tengah bagian barat dengan jumlah prosedur hingga diatas 14.500 tindakan pertahun. Berdasarkan identifikasi data langsung yang melakukan cuci darah 2 kali seminggu totalnya dalah 100 pasien dengan 69 pasien terpasang AV shunt dan akses femoral 32 orang (Rekam medis Rsud Prof. Dr. Margono Soekarjo). Terapi HD mempunyai banyak manfaat untuk memungkinkan kehidupan yang dijalani pasien, meskipun hemodialisis aman dan bermanfaat bagi pasien namun bukan tanpa efek samping. Berbagai permasalahan dan komplikasi yang sering terjadi pada saat pasien yang menjalani Hemodialisis. Komplikasi intradialisis tersebut seperti Hipotensi, Hipertensi, kram otot, pusing, sesak nafas, mual muntah, demam, dan nyeri dada akan terjadi sejak hemodialisis di mulai sampai diakhiri, mulai jam pertama sampai jam terakhir, Shahgholin, et al (2008). Studi pendahuluan yang dilakukan pada jalannya hemodialisis yang berlangsung pada periode kedua sekitar jam 14.00 diruang hemodialisis Rumah Sakit Umum Daerah (Rsud) Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto kami menemui pasien dan mewawancarai pasien, hasil wawancara mengeluh 2 orang mengalami pusing, 2 orang mual dan 3 orang merasakan sedikit pusing dan 1 mengalami kram ditangan, dilain kesempatan kami juga mendapat informasi dari perawat ruangan tentang beberapa pasien yang mengalami komplikasi intradialisis. Perawat ruangan mengatakan komplikasi intradialisis yang sering terjadi pada Hubungan Kejadian Komplikasi..., Usep Munawar, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017 4 pasien yang menjalani terapi hemodialisis antara lain pusing, mual, kram otot, demam, hipertensi, dan hipotensi. Menurut perawat ruangan pasien yang biasa mengalami komplikasi intradialisis adalah pasien yang baru menjalani terapi kurang dari satu tahun karena tubuh pasien belum terbiasa penuh dengan terapi tersebut. Perawat ruangan saat mengobservasi pasien yang menjalani hemodialisis hanya menggunakan pengukuran tekanan darah (Tensimeter) dan Termometer. Komplikasi intradialisis merupakan kondisi abnormal yang terjadi selama menjalani terapi Hemodialisis, Komplikasi Hemodialisis dapat diklasifikasikan sebagai berikut, komplikasi kardiaovaskuler; Hipotensi, Hipertensi, Aritmia, Pericardial effusion dan sakit dada. Komplikasi Neurologis; Sindrom disquilibrum, accident serebrovaskular, perubahan kesadaran dan sakit kepala. Komplikasi yang terkait dengan penggunaan terapi antikoagulan; Heparin terkait trombositopenia, perdarahan diathesis, kelainan elektrolit dan yang lainnya yaitu mual muntah dan gatal. (Gulsum dan Sukru, 2011). Kejadian komplikasi intradialisis saat ini berkisar antara 2% sampai 70%. Penelitian yang di lakukan oleh Armiyati (2009) tentang Komplikasi intradialisis yang dialami pasien CKD saat menjalani Hemodialisis di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta, dengan melibatkan lima puluh pasien diunit hemodialisis RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Hasil penelitian menunjukkan 96% pasien mengalami komplikasi intradialisis berupa Hipertensi (70% pasien), Sakit kepala (40%), Hipotensi (26%), Kram otot (18%), Aritmia (12%), Mual dan Hubungan Kejadian Komplikasi..., Usep Munawar, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017 5 muntah (10%), Sesak nafas (10%) serta Demam dan menggigil (2%). Nyeri dada, sindrom disequilibrium, hemolisis dan emboli udara tidak dialami pasien. Frekuensi Hipertensi Intradialisis adalah 55% dari keseluruhan prosedur Hemodialisis yang diamati dan paling banyak dialami pasien pada jam ke empat. Frekuensi Hipotensi intadialisis adalah 12% dari keseluruhan prosedur Hemodialisis yang diamati, dan paling banyak dialami pada jam pertama. Ratarata tekanan darah mengalami penurunan pada jam pertama dan mengalami peningkatan pada jam ke empat. Sesak nafas saat hemodialisis dialami pasien dengan frekuensi 4% dari keseluruhan Hemodialisis. Ada beberapa faktor yang di prediksi menjadi penyebab terjadinya komplikasi intradialisis, penurunan curah jantung menjadi penyebab terjadinya hipotensi intradialisis (Barkan, et al, 2006), faktor idiopatik dan kontraksi akut yang dituju volume ekstra seluler juga berkontribusi terhadap kejadian kram otot selama HD, Lebih lanjut Parkkari et al. (2001) penyebab kram adalah otot yang terlalu lelah, kurangnya pemanasan serta peregangan, adanya gangguan sirkulasi darah yang menuju ke otot sehingga menimbulkan kejang, selanjutnya pusing pada saat HD yang di sebebkan oleh beberapa hal yaitu lamanya waktu proses HD, banyaknya ureum yang dikeluarkan dan besarnya ultrafiltrasi (Holey, et al, 2007). Demam juga termasuk salah satu dari komplikasi intradialisis, demam saat HD diduga berhubungan dengan jenis dialisat yang digunakan dan reaksi hiperstensifitas (Holley, et al, 2007), selanjutnya (Daugirdas, et al, 2007) Hubungan Kejadian Komplikasi..., Usep Munawar, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017 6 menyampaikan hemotokrit dan perubahan volume darah karena penarikan cairan adalah penyebab nyeri dada pada saat HD. Dilain waktu, penelitian yang dilakukan oleh Landry, et al, (2006) yaitu peningkatan resistensi vaskuler dapat dipicu oleh kelebihan cairan pradialisis, akibatnya curah jantung meningkat, lalu menyebabkan peningkatan tekanan darah selama HD. Observasi terhadap pasien yang melakukan terapi Hemodialisis sangat penting, agar bisa memonitor dan mengurangi kejadian komplikasi Intradialisis. Ada beberapa alat yang digunakan untuk mengobservasi kejadian komplikasi intradialisis salah satunya tensi, Heat Reat, termometer dan lainnya, hasil penelitian (Vincent, Lawrence dan Daniel, 2015) tentang prediksi terjadinya Hipotensi intradialisis menggunakan Variasi saturasi Oksigen dan Heart Rate dengan hasil 68 pasien HD dengan End Stage Renal Disease (ESRD). Variasi dari SaO2 dan Heart Rate yang ditemukan terkait dengan hipotensi intradialisis, dan bisa menentukan pra-terjadinya komplikasi hipotensi intradialisis dalam waktu 30 menit pertama. Kesimpulannya ada hubungan antara memonitoring kejadian Komplikasi Hipotensi Intradialisis dengan menggunakan Pulse oksimetri dan Heart Rate. Saturasi oksigen (SpO2) merupakan persentase hemoglobin yang berikatan dengan oksigen dalam Arteri, Saturasi oksigen normal adalah antara 95– 100 %. Sebagian besar Hemoglobin terdeoksigenasi, maksudnya adalah proses pendistribusian darah beroksigen dari arteri ke jaringan tubuh (Hidayat, 2007). Hubungan Kejadian Komplikasi..., Usep Munawar, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017 7 Tarwoto (2006) mengatakan Pulse oksimetri adalah metode pemantauan non invasif secara kontinu terhadap saturasi oksigen hemoglobin (SpO2). Pulse Oksimetri oksigen merupakan salah satu cara efektif untuk memantau pasien terhadap perubahan saturasi oksigen yang kecil dan mendadak. Penelitian tentang Komplikasi Intradialisis sangat perlu di lakukan, mengingat prevalensinya cukup besar presentasenya. Berdasarkan literatur diproleh beberapa komplikasi yang berhubungan terhadap nilai saturasi oksigen yaitu; hipotensi, kram otot, pusing, demam, nyeri dada dan hipertensi, melalui pemantauan non invasive salah satunya menggunakan tensimeter untuk mengukur tekanan darah dan pulse oksimeter untuk mengukur Saturasi oksigen dapat memprediksi terjadinya hiptensi intradialisis dengan menggunakan Variasi saturasi oksigen dan Heart Rate (Vincent, Lawrence dan Daniel, 2015) Penelitian sebelumnya lebih spesifik terhadap kejadian hipotensi intradialisis, sedangkan penelitian ini akan melihat komplikasi secara umum yang diprediksi ada hubungan terhadap nilai saturasi oksigen, penelitian tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubugan kejadian komplikasi intradialisis dengan nilai saturasi oksigen (SpO2). Berdasarkan uraian diatas dan urgensi permasalahan peneliti tertarik untuk melakukan apakah ada hubugan kejadian komplikasi intradialisis dengan nilai saturasi oksigen (SpO2). pada pasien yang menjalani terapi hemodialisis di RSUD Prof. dr. Margono Soekarjo Purwokerto. Hubungan Kejadian Komplikasi..., Usep Munawar, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017 8 B. RUMUSAN MASALAH Hemodialisis merupakan terapi paling umum untuk penderita penyakit ginjal, dari banyaknya manfaat hemodialisis yang terbukti bukan tanpa resiko atau efek samping, komplikasi intradialisis dapat terjadi saat menjalani hemodialisis seperti hipotensi, kram, pusing, nyeri dada, demam, dan hipertensi. Berdasarkan latar belakang dan kejadian yang muncul, maka apakah ada hubugan kejadian komplikasi intradialisis terhadap nilai saturasi oksigen (SpO2) pada pasien yang menjalani hemodialisis. C. TUJUAN PENELITIAN 1. Tujuan Umum Tujuan umum ini adalah untuk mengidentifikasi hubugan kejadian komplikasi intradialisis dengan nilai saturasi oksigen (SpO2) pada pasien yang menjalani hemodialisis. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui karakteristik pasien yang mengalami Komplikasi intradialisis. b. Mengidentifikasi nilai Saturasi oksigen pada pasien yang menjalani hemodialisis. c. Mengidentifikasi komplikasi intradialisis pada pasien yang menjalani hemodialisis. d. Mengidentifikasi hubugan kejadian komplikasi intradialisis dengan nilai saturasi oksigen (SpO2). . Hubungan Kejadian Komplikasi..., Usep Munawar, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017 9 D. MANFAAT PENELITIAN 1. Bagi Peneliti a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi peneliti untuk menambah wawasan dan pengetahuan mengenai hubugan kejadian komplikasi intradialisis dengan nilai saturasi oksigen (SpO2) yang menjalani Hemodialisis. b. Bagi responden hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan responden mengenai kejadian komplikasi intradialisis. 2. Bagi ilmu pengetahuan a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi ilmu pengetahuan dan dapat dijadikan sebagai dasar dalam penelitian selanjutnya. 3. Instusi keperawatan / Rumah sakit a. Dapat intensif melakukan pemantauan dan monitor SpO2 untuk mencegah terjadinya komplikasi intradialisis. b. Dapat memberikan tambahan bagi teori yang sudah ada tentang sebab terjadinya komplikasi intradialisis, dan sekaligus menjadi masukan bagi penelitian lebih lanjut tentang aspek-aspek lain yang berhubungan dengan komplikasi intradialisis. Hubungan Kejadian Komplikasi..., Usep Munawar, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017 10 E. PENELITIAN TERKAIT 1. Yuni Armiyati (2009) Hipotensi dan Hipertensi Intradialisis pada pasien Chronic Kidney Diseas (CKD) Saat menjalani hemodialisis Di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Dengan hasil penelitian ini menunjukan 70% pasien mengalami hipertensi intradialisis, 26% mengalami hipotensi intradilisis. Frekwensi hipertensi intradialisis adalah 55% dari keseluruhan prosedur hemodialisis yang diamati dan paling banyak dialami pasien pada jam ke empat. Frekwensi hipotensi intadialisis adalah 12% dari keseluruhan prosedur hemodialisis yang diamati, dan paling banyak dialami pada jam pertama. Ratarata tekanan darah mengalami penurunan pada jam pertama dan mengalami peningkatan pada jam ke empat. 2. Yuni Permatasari Istanti (2013) Faktor-Faktor yang Berkontribusi terhadap Interdialytic Weight Gains pada Pasien Chronic Kidney Diseases yang menjalani Hemodialisis, jenis penelitian deskriptif analitik dengan desain cross sectional. Responden adalah 48 pasien dari 79 pasien yang menjalani hemodialisis (HD). Pengambilan data dengan menggunakan kuesioner. Analisis dengan regresi linear sederhana menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara masukan cairan dengan IDWG (r = 0,541, p-value = 0,000), dan tidak ada hubungan yang signifikan antara umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, rasa haus, dukungan keluarga dan sosial, self efficacy serta stres dengan IDWG. Hubungan Kejadian Komplikasi..., Usep Munawar, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017 11 Disimpulkan bahwa masukan cairan merupakan faktor yang berkontribusi secara signifikan terhadap IDWG. 3. Handayani, Ismonah dan Hendrajaya (2013), Analis Faktor yang mempengaruhi Hipotensi Intradialisis pada pasien Gagal Ginjal Kronik yang menjalani Hemodialisis, hasil penelitian menunjukan bahwaa sebanyak 23 (46%) pasien mengalami hipotensi intradialisis. Sebagian besar responden berada pada umur 56-65 tahun sebanyak 24 pasien (48%). Sebagian besar besar berjenis kelamin laki-laki sebanyak 34 pasien (68%). Sebagian besar tidak menggunakan obat antihipertensi sebelum Hemodialisis sebanyak 33 pasien (66%). Sebagian besar ultrafiltrasi (UFR) >13 ml/kg/jam sebanyak 23 (46%). Kesimpulan: Ada pengaruh usia dengan hipotensi intradialisis (p = 0,009). Ada pengaruh UFR dengan Hipotensi Intradialisis (p = 0,043). 4. Prabhakar, et al (2011), Dengan judul Spectrum of Intradialytic Complications during Hemodialysis and Its Management: A Single-Center Experience. Selama masa penelitian, total 2325 pasien gagal ginjal 790 gagal ginjal akut (ARF) dan 1535 gagal ginjal kronis (CRF) pasien menjalani konvensional HD. Pada pasien ARF, komplikasi intradialytic umum yang terjadi hipotensi (30,4%), mual dan muntah (26,4%), demam dan menggigil (19,2%) dan sakit kepala (15,6%). Sedangkan di kelompok CRF, komplikasi umum adalah hipotensi (26,1%), mual dan muntah (14,2%), demam dan menggigil (14,4%), dada rasa sakit dan nyeri punggung (13,0%), hipertensi (10,4%) dan sakit kepala (10,4%). Intra- Hubungan Kejadian Komplikasi..., Usep Munawar, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017 12 cerebral hemorrhage dan migrasi kateter dicatat dalam tiga pasien masingmasing. Dua pasien dari intra serebral perdarahan meninggal selama penyakit. Dalam ketiga kasus migrasi kateter rusak, bagian copot kateter telah dihapus oleh venotomy dan tidak ada konsekuensi bencana terjadi. Hubungan Kejadian Komplikasi..., Usep Munawar, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017