perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENGARUH PENDIDIKAN KARAKTER DENGAN PENDEKATAN PARADIGMA PEDAGOGI REFLEKTIF DAN MOTIVASI BELAJAR TERHADAP KEPRIBADIAN SISWA DALAM PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DI SMP KATOLIK SE- KOTA MADIUN TESIS Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Teknologi Pendidikan Oleh St. Andri Widiyanti S811108039 PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012 commit to user i perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iv perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KATA PENGANTAR Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah atas bimbingan dan limpahan rahmatnya sehingga tesis ini dapat terselesaikan. Temuan dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan khususnya bagi guru Pendidikan Agama Katolik dan umumnya kepada para pemerhati serta praktisi pendidikan. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tesis ini tidak akan selesai tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih sebesar-besarnya kepada : 1. Rektor Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menggunakan fasilitas yang ada dilingkungan universitas. 2. Direktorat Jendral Bimas Katolik Kementerian Agama RI melalui Program Beasiswa Pendidikan Pascasarjana. 3. Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, MS selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan kesempatan mengikuti pendidikan pada Program Pascasarjana. 4. Prof. Dr. Mulyoto, M.Pd selaku Ketua Program Studi Teknologi Pendidikan yang telah membimbing dan memotivasi dalam menyelesaikan program pembelajaran. 5. Prof. Dr. Sunardi, M.Sc selaku pembimbing pertama yang telah berkenan memberikan bimbingan dengan penuh kesabaran dan ketelitian sehingga tesis ini dapat penulis selesaikan. commit to user v perpustakaan.uns.ac.id 6. digilib.uns.ac.id Prof. Dr. Sri Anitah W, M.Pd selaku pembimbing kedua yang telah berkenan memberikan bimbingan dengan penuh kesabaran dan ketelitian sehingga tesis ini dapat penulis selesaikan. 7. Tim Penguji Tesis, yang telah berkenan menguji, memberikan saran dan bimbingan untuk penyempurnaan tesis. 8. Drs. Paulus Suban M, selaku Kepala SMPK St. Yusuf Madiun yang telah berkenan memberikan ijin penelitian dan segala fasilitas yang diperlukan dalam penelitian. 9. Albertus Sumarwoto, S.Pd, selaku Kepala SMPK St. Thomas yang telah berkenan memberikan ijin uji coba instrument penelitian . 10. Ch. Nurnaningsih, S.Pd selaku Guru Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik di SMPK St. Yusuf Madiun yang telah berkenan membantu dalam melaksanakan penelitian eksperimen. 11. Dr. (Cand) Andreas Kosasih, M.Pd yang senantiasa memberikan motivasi dan dukungan dalam penyusunan tesis. 12. Segenap staf guru dan karyawan SMPK St. Thomas Ngawi yang karena pengertiannya telah membantu peneliti untuk menyelesaikan tesis ini. 13. Terkhusus saya tujukan untuk suami terkasih Agustinus Marji dan anak tersayang Leonnyndra yang telah memberikan dukungan penuh atas terselesaikannya tesis ini. Semoga kebaikan-kebaikan beliau senantiasa mendapat imbalan berkat berlimpah dari Allah. commit to user vi Madiun, 13 September 2012 Penulis perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id St. Andri Widiyanti. 2012. Pengaruh Pendidikan Karakter Dengan Pendekatan Paradigma Pedagogi Reflektif Dan Motivasi Belajar Terhadap Kepribadian Siswa Dalam Pendidikan Agama Katolik di SMP Katolik Se-Kota Madiun. TESIS. Pembimbing I : Prof. Dr. Sunardi, M.Sc, II : Prof. Dr. Sri Anitah W, M.Pd. Program Studi Teknologi Pendidikan, Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret Surakarta. ABSTRAK Pendidikan saat ini dihadapkan pada sebuah realita akan rusaknya keadaban publik dan merebaknya penyakit sosial seperti korupsi, tindak kekerasan dan perusakan lingkungan hidup. Permasalahan utama bukan terletak pada kecerdasan namun kepada hati nurani yang terkait langsung dengan jati diri dan karakternya. Pendidikan yang seharusnya menjadi sarana untuk menanamkan nilai dan pembentukan karakter mengalami kegagalan karena masih sebatas teks. Pendekatan Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR), sebuah pola pikir dan proses pendampingan pendidik kepada siswa yang terkait dengan nilai-nilai yang menjadi dasar dalam perubahan terhadap masyarakat kiranya dapat dijadikan pilihan dalam kegiatan belajar mengajar. Namun disamping pendekatan yang diterapkan guru, faktor psikologis siswa berupa motivasi untuk berprestasi juga sangat menentukan dalam keefektifan proses pembelajaran. Salah satu teori tentang motivasi yang dapat diterapkan adalah ARCES Model. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan (1) Pengaruh pendidikan karakter dengan Pendekatan Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) dan pendekatan konvensional terhadap kepribadian siswa dalam Pendidikan Agama Katolik, (2) Perbedaan kepribadian siswa dalam Pendidikan Agama Katolik antara siswa yang memiliki motivasi tinggi dan motivasi rendah dalam belajar, (3) Interaksi pengaruh antara pendidikan karakter dengan pendekatan Paradigma Pedagogi Reflektif dan dan motivasi belajar terhadap kepribadian siswa dalam Pendidikan Agama Katolik. Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimen. Penelitian lapangan dilakukan di SMPK St. Yusuf Kota Madiun Propinsi Jawa Timur. Penelitian dilakukan dengan memberikan materi pelajaran yang sama terhadap kelas eksperimen dan kontrol namun pendekatan yang digunakan berbeda. Kelas eksperimen dengan pendekatan PPR dan kelas control dengan pendekatan konvensional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Terdapat perbedaan pengaruh pendidikan karakter dengan pendekatan Paradigma Pedagogi Reflektif dan pendekatan konvensional terhadap kepribadian siswa dalam Pendidikan Agama Katolik, (2) Terdapat perbedaan kepribadian dalam Pendidikan Agama Katolik commit to user antara siswa yang memiliki motivasi tinggi dan motivasi rendah dalam belajar, vii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (3) Tidak terdapat interaksi pengaruh antara pendidikan karakter dengan pendekatan paradigma pedagogi refleksi dan motivasi belajar terhadap kepribadian siswa dalam Pendidikan Agama Katolik. Kata kunci : Pendidikan Karakter, Pendekatan Paradigma Pedagogi Reflektif, Motivasi Belajar, Kepribadian Siswa, Pendidikan Agama Katolik. commit to user viii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id St. Andri Widiyanti. 2012. The Effectiveness of Character Building in Reflective Pedagogical Paradigm to Teach Catholic Religion Subject Viewed from Students’ Motivation in SMP Katolik at Madiun . THESIS. 1st Consultant : Prof. Dr. Sunardi, M.Sc, 2nd : Prof. Dr. Sri Anitah W, M.Pd. Department of Education Technology, Graduate School Program, Sebelas Maret University of Surakarta. ABSTRACT Nowadays, education must meet a reality of public politeness degradation and environmental breakdown. The main problem is not placed in the intelligence but in identity and character. Education which should be the media to put and develop values and character building has become failure due to the fact that the implementation is only as the form of text not the real one. Reflective Pedagogical Paradigm (PPR), a paradigm and a process of mentoring in educating students emphasizes on values or norms which become the base of society changing, may be chosen in teaching learning process. Besides teacher’s mentoring the students’ psychology such as motivation to be success also important item in effective teaching learning process. One of the theories of motivation which is suitable to be applied is ARCES Model. The aims of the research are to find out (1) the effectiveness of character building in Reflective Pedagogical Paradigm (PPR) to conventional approach in students’ personality in Catholic Religion Subject, (2) the difference of students’ personality between students who have high motivation and students who have low motivation, (3) the interaction of character building in Reflective Pedagogical Paradigm (PPR) and motivation to students’ personality in Catholic Religion Subject. The research done in this thesis is experimental research. The field research was done in SMPK St. Yusuf Madiun, East of Java. The research was done through giving the same material to both experiment and control class. The difference was on the approaches used in those classes, PPR was taught in experiment class, while conventional approach was taught in control class. The research results of this thesis are (1) there is different influence in character building of Reflective Pedagogical Paradigm (PPR) and conventional approach to students’ personality in Catholic Religion Subject, (2) there is difference personality in Catholic Religion Subject between students who have high motivation than those who have low motivation in studying, (3) there is not an interaction between character building in Reflective Pedagogical Paradigm (PPR) and motivation to study to students’ personality in Catholic Religion Subject. The Keywords: Character Building, Reflective Pedagogical Paradigm (PPR), commitPersonality, to user Catholic Religion Subject. Motivation, Students’ ix perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ……………………………………………………….. i PENGESAHAN PEMBIMBING……………………………………........... ii PENGESAHAN PENGUJI ………………………………………………… iii PERNYATAAN ORISINALITAS DAN PUBLIKASI ISI TESIS ……….. iv KATA PENGANTAR ……………………………………………………… v ABSTRAK………………………………………………………………….. vii ABSTRACT ………………………………………………………………... ix DAFTAR ISI ………………………………………………………….......... x DAFTAR TABEL ……………………………………………………….…. xvi DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………. xviii DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………….….. xx BAB I BAB II PENDAHULUAN………………………………………………. 1 A. Latar Belakang Masalah……………………………………... 1 B. Perumusan Masalah …………………………………………. 8 C. Tujuan Penelitian……………………………………………. 8 D. Manfaat Penelitian ………………………………………….. 9 KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS ……………………………………... 11 A. Kajian Teori ……………………………………………….. 11 1. Pendidikan Karakter ………………………………….. 11 a. Pengertian Karakter ………………………………... 11 b. Pengertian Pendidikan Karakter …………………... commit to user 13 x perpustakaan.uns.ac.id 2. 3. digilib.uns.ac.id c. Nilai – nilai Karakter untuk SMP ………………….. 15 Pendekatan Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) …… 19 a. Pengertian Pendekatan PPR ……………………….. 19 b. Ciri Khas Pendekatan PPR ………………………... 22 c. Roh dalam Pendekatan PPR ……………………….. 23 d. Dinamika dalam Pendekatan PPR ………………… 24 e. Keunggulan Pendekatan PPR …………………….. 28 Pendekatan Konvensional ……………………………. 29 a. Pengertian Pendekatan Konvensional ……………... 29 b. Penerapan Pendekatan Konvensional dalam 32 Pembelajaran............................................................. c. Kelebihan dan Kelemahan Pendekatan 33 Konvensional ……………………………………… 4. Motivasi Belajar ……………………………………… 34 a. Pengertian Motivasi ……………………………….. 34 b. Fungsi Motivasi dalam Pembelajaran …………….. 36 c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi 37 Pembelajaran............................................................. 5. d. Motivasi Model ARCES (ARCES Model) …………. 40 e. Motivasi dalam Proses Pembelajaran ……………… 51 Kepribadian sebagai Hasil Belajar …………………… 55 a. Pengertian Kepribadian ……………………………. 55 b. Faktor yang Mempengaruhi Kepribadian …………. commit to user 58 xi perpustakaan.uns.ac.id 6. digilib.uns.ac.id c. Aspek-aspek Kepribadian …………………………. 59 d. Gambaran Pribadi yang Integrated ………………... 60 Pendidikan Agama Katolik …………………………... 62 a. Pengertian Pendidikan Agama Katolik ……………. 62 b. Tujuan dan Fungsi Pendidikan Agama Katolik …… 63 c. Ruang Lingkup Pendidikan Agama Katolik ………. 64 d. Standar Kompetensi Lulusan Mata Pelajaran 65 Pendidikan Agama Katolik ………………………… BAB III e. Hasil Belajar Pendidikan Agama Katolik ………… 65 B. Hasil Penelitian Yang Relevan ..………………………….. 78 C. Kerangka Berpikir ..……………………………………….. 78 D. Pengajuan Hipotesis .……………………………………… 83 METODOLOGI PENELITIAN ………………………………... 84 A. Waktu dan Tempat Penelitian ……………………………... 84 B. Metode Penelitian …………………………………………. 84 C. 1. Rancangan Penelitian ……………………………….. 85 2. Definisi Operasional …………………………………. 86 3. Prosedur Penelitian …………………………………... 88 a. Persiapan Pembelajaran …………………………… 88 b. Pelaksanaan Pembelajaran ………………………... 89 c. Pasca Pembelajaran ………………………………. 91 Populasi dan Penarikan Sampel ………………………… 91 1. 91 Populasi ……………………………………………… commit to user xii perpustakaan.uns.ac.id 2. D. digilib.uns.ac.id Teknik Pengambilan Sampel ………………………… 92 Teknik Pengumpulan Data ……………………………… 93 1. Instrumen Penelitian …………………………………. 93 a. Angket Kepribadian ……………………………….. 93 b. Angket Motivasi belajar …………………………... 94 Uji Coba Instumen …………………………………… 94 a. Uji Validitas dan Reliabilitas Angket Kepribadian .. 95 b. Uji Validitas dan Reliabilitas 97 2. Angket Motivasi Belajar …………………………………………….. E. Teknik Analisa Data ……………………………………… 100 1. Uji Persyaratan Analisis ……………………………... 100 a. Uji Normalitas …………………………………….. 100 b. Uji Homogenitas …………………………………... 100 Pengujian Hipotesis ………………………………….. 100 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ……………….. 102 A. 102 2. BAB IV Deskripsi Data ……………………………………………. 1. Kepribadian Siswa dalam Pendidikan Karakter Dengan Pendekatan PPR pada Pendidikan Agama Katolik secara Keseluruhan ………………………… 2. Kepribadian Siswa dalam Pendidikan 104 Karakter Dengan Pendekatan Konvensional pada Pendidikan Agama Katolik secara Keseluruhan ………………… 3. Motivasi Belajar Siswa dalam Pendidikan Karakter commit to user xiii 106 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id dengan Pendekatan PPR pada Pendidikan Agama Katolik………………………………........................ 4. 108 Motivasi Belajar Siswa dalam Pendidikan Karakter dengan Pendekatan Konvensional pada Pendidikan Agama Katolik………………………………............... 110 5. Kepribadian Siswa yang Mempunyai Motivasi Tinggi dalam Pendidikan Karakter dengan Pendekatan PPR pada Pendidikan Agama Katolik .................................. 6. Kepribadian Rendah Siswa dalam yang Mempunyai Pendidikan Karakter 112 Motivasi dengan Pendekatan PPR pada Pendidikan Agama Katolik ...... 114 7. Kepribadian Siswa yang Mempunyai Motivasi Tinggi dalam Pendidikan Karakter dengan Pendekatan Konvensional pada Pendidikan Agama Katolik ......... 8. Kepribadian Rendah Siswa yang Mempunyai Motivasi dalam Pendidikan Pendekatan Konvensional B. 116 Karakter dengan pada Pendidikan Agama Katolik ………………………………………………. 118 Pengujian Persyaratan Analisis ………………………....... 120 1. 120 Pengujian Normalitas Data …………………............... a. Uji Normalitas Data Kepribadian Siswa dengan Pendekatan PPR …………………........................... b. Uji Normalitas Data Kepribadian Siswa dengan commit to user xiv 121 perpustakaan.uns.ac.id Pendekatan Konvensional ……………………….... 121 Pengujian Homogenitas …………………………........ 122 Pengujian Hipotesis Penelitian ……………….................... 124 2. C. digilib.uns.ac.id 1. Pengaruh Pendidikan Karakter dengan Pendekatan Paradigma Pedagogi Reflektif dan Konvensional Terhadap Kepribadian Siswa dalam Pendidikan Agama Katolik …………………………………..…. 2. 126 Perbedaan Kepribadian Siswa dalam Pendidikan Agama Katolik Antara Siswa yang Memiliki Motivasi Tinggi dengan Siswa yang Memiliki Motivasi rendah dalam Belajar…………………………………………. 3. 127 Interaksi Pengaruh Antara Pendidikan Karakter Dengan Pendekatan Paradigma Pedagogi Reflektif dan Motivasi Belajar Terhadap Kepribadian Siswa dalam Pendidikan Agama Katolik …………………………... 128 D. Pembahasan Hasil Penelitian ………………………........... 131 E. Keterbatasan Penelitian …………………………............... 136 SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ……………............. 138 A. Simpulan ……………………………………….................. 138 B. Implikasi Hasil Penelitian ………………………….......... 141 C. Saran …………………………………………………........ 142 DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………............... 144 LAMPIRAN – LAMPIRAN ……………………………………….............. commit to user 148 BAB V xv perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id DAFTAR TABEL Tabel 1 Rancangan Analisis Hipotesa………………………………. Tabel 2 Rangkuman Data Kepribadian Siswa Pada Pendidikan Agama Katolik ……………………………………………… Tabel 3 Distribusi frekuensi pendidikan karakter skor kepribadian dengan pendekatan siswa PPR Distribusi frekuensi skor kepribadian siswa 104 dalam pada Pendidikan Agama Katolik secara keseluruhan ................... Tabel 4 85 105 dalam pendidikan karakter dengan pendekatan konvensional pada Pendidikan Agama Katolik secara keseluruhan ..................... Tabel 5 Distribusi frekuensi skor motivasi belajar siswa dalam pendidikan karakter dengan pendekatan PPR pada Pendidikan Agama Katolik secara keseluruhan .................... Tabel 6 107 109 Distribusi frekuensi skor motivasi belajar siswa dalam pendidikan karakter dengan pendekatan Konvensional pada Pendidikan Agama Katolik secara keseluruhan .................... Tabel 7 111 Distribusi frekuensi Kepribadian siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi dalam pendidikan karakter dengan pendekatan PPR pada Pendidikan Agama Katolik …………. Tabel 8 Distribusi frekuensi skor kepribadian mempunyai motivasi belajar rendah siswa 113 yang dalam pendidikan karakter dengan pendekatan PPR pada Pendidikan Agama Katolik ……………………………………………………... commit to user xvi 115 perpustakaan.uns.ac.id Tabel 9 Distribusi digilib.uns.ac.id frekuensi skor kepribadian siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi dalam pendidikan karakter dengan pendekatan konvensional pada Pendidikan Agama Katolik ……………………………………………... Tabel 10 Distribusi frekuensi skor kepribadian siswa 117 yang mempunyai motivasi belajar rendah dalam pendidikan karakter dengan pendekatan konvensional pada Pendidikan Agama Katolik …………………………………………….. Tabel 11 Rangkuman Hasil Perhitungan Teknik Analisis Variansi Dua Jalan ................................................................................ Tabel 12 119 125 Rangkuman Perbedaan Rerata Kelompok Motivasi dalam Pendidikan Konvensional Karakter dengan Terhadap Pendekatan Kepribadian PPR Siswa dan dalam Pendidikan Agama Katolik .................................................... commit to user xvii 128 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Histogram Sebaran Frekuensi Skor Kepribadian Siswa dalam pendidikan karakter dengan pendekatan PPR pada Pendidikan Agama Katolik secara Keseluruhan.................. Gambar 2 106 Histogram Sebaran Frekuensi Skor Kepribadian Siswa dalam pendidikan karakter dengan pendekatan konvensional pada Pendidikan Agama Katolik secara keseluruhan............ Gambar 3 108 Histogram Sebaran Frekuensi Skor Motivasi Belajar Siswa dalam Pendidikan Karakter dengan Pendekatan PPR pada Pendidikan Agama Katolik secara keseluruhan .................... Gambar 4 110 Histogram Sebaran Frekuensi Skor Motivasi Siswa dalam pendidikan karakter dengan pendekatan Konvensional pada Pendidikan Agama Katolik secara keseluruhan ................... Gambar 5 112 Histogram Sebaran Frekuensi Skor Kepribadian siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi dalam pendidikan karakter dengan pendekatan PPR pada Pendidikan Agama Katolik ……………………………………………………… Gambar 6 114 Histogram Sebaran Frekuensi Skor Kepribadian siswa yang mempunyai motivasi belajar rendah dalam pendidikan karakter dengan pendekatan PPR pada Pendidikan Agama Katolik ……………………………………………………… commit to user xviii 116 perpustakaan.uns.ac.id Gambar 7 digilib.uns.ac.id Histogram Sebaran Frekuensi Skor Distribusi frekuensi skor kepribadian siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi dalam pendidikan karakter dengan pendekatan konvensional pada Pendidikan Agama Katolik…………………………… Gambar 8 118 Histogram Sebaran Frekuensi Skor Distribusi frekuensi skor kepribadian siswa yang mempunyai motivasi belajar rendah dalam pendidikan karakter dengan pendekatan konvensional pada Pendidikan Agama Katolik……………. commit to user xix 120 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ...................................... 148 Lampiran 2 Kisi-kisi Angket Kepribadian Siswa………………………… 215 Lampiran 3 Angket Kepribadian Siswa …………………………………. 217 Lampiran 4 Kisi-kisi Angket Motivasi ...................................................... 223 Lampiran 5 Angket Motivasi ..................................................................... 224 Lampiran 6 Uji Validitas Instrumen angket Kepribadian ……………. 235 Lampiran 7 Uji Reliabilitas Instrumen angket Kepribadian ……………. 236 Lampiran 8 Uji Validitas Instrumen angket Motivasi…………………. 238 Lampiran 9 Uji Reliabilitas Instrumen angket Motivasi… ……………. 240 Lampiran 10 Rangkuman Data Kepribadian dan Motivasi ……………… 241 Lampiran 11 Rangkuman Perhitungan Anava ……………………………. 253 Lampiran 11 Jadwal Kegiatan Penelitian ..................................................... 257 Lampiran 12 Surat Keterangan ..................................................................... 258 commit to user xx perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan saat ini dihadapkan pada sebuah realita bahwa negara dan bangsa Indonesia sedang menderita sakit berat yakni rusaknya keadaban yang berdampak pada rusaknya keadaban publik dan merebaknya penyakit sosial seperti tindak kekerasan, korupsi dan perusakan lingkungan hidup. Rusaknya keadaban publik ini tentu saja sangat mengkhawatirkan karena melibatkan milik kita yang paling berharga yakni anak-anak. Hal ini secara nyata dapat dilihat pada meningkatnya kebebasan seks, maraknya angka kekerasan anak-anak dan remaja, kejahatan terhadap teman, tawuran dan masih banyak lagi yang semuanya menjurus pada tindak kriminal. Mengapa hal itu bisa terjadi? Permasalahan ternyata bukan terletak pada kecerdasan, IQ atau otaknya, tetapi justru kepada hati nurani dan secara eksplisit berkaitan langsung dengan jati diri dan karakternya (Soemarno Soedarsono, 2008: vii). Mata Pelajaran Pendidikan Budi Pekerti dan Agama yang seharusnya bisa menjadi sarana untuk menanamkan nilai dan pembentukan karakter siswa mengalami kegagalan karena masih sebatas teks, kurang mempersiapkan siswa dalam menyikapi dan menghadapi kehidupan yang kontradiktif. Kegagalan pendidikan secara kognitif akan menghasilkan orang yang tidak berkembang daya penalarannya, terbatas pengetahuannya dan berwawasan sempit. Secara afektif kegagalan pendidikan akan menghasilkan manusia yang sulit berkembang dalam imannya meskipun orang menganggap dirinya beragama dan pada akhirnya commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 2 muncul kecenderungan bersikap tidak bijak dalam menghadapi sebuah permasalahan yang komplek, tidak mampu menganalisa permasalahan yang dihadapinya, tidak mampu merefleksikan kehidupannya serta tidak mampu mencari alternatif pemecahan masalah yang dihadapinya. Untuk menjawab persoalan di atas, dibutuhkan perubahan ke arah tumbuhnya budaya alternatif yang mampu membangun keadaban publik dan mengatasi permasalahan yang muncul yakni dengan penanaman nilai dan pembentukan karakter. Dunia pendidikan merupakan sarana yang sangat strategis dalam melestarikan sistem nilai. Karena proses pendidikan tidak hanya sebatas pengetahuan dan pemahaman peserta didik yang perlu dibentuk (Drost, 2001 : 11), namun sikap, perilaku dan kepribadian siswa juga harus mendapatkan perhatian serius. Pembentukan sikap, perilaku dan kepribadian siswa ini menjadi sangat penting pada jaman sekarang, mengingat perkembangan IPTEK yang memberi kemudahan bagi peserta didik dalam mengakses berbagai informasi melalui dunia maya yang tentu saja tidak selalu berdampak positif. Seorang Filsuf Indonesia Driyarkara (1980:127) mengungkapkan bahwa pendidikan bertujuan untuk memanusiakan manusia, atau membantu proses hominisasi dan humanisasi, maksudnya pelaksanaan dan proses pendidikan harus mampu membantu siswa menjadi manusia yang berbudaya tinggi dan bernilai tinggi (bermoral, berwatak, bertanggung jawab dan mampu bersosialisasi), dengan demikian manusia akan terangkat status dan derajatnya (Zubaedi,2011:6).Siswa perlu dibantu untuk hidup berdasarkan pada nilai moral yang benar, berwatak baik dan bertanggung jawab terhadap aktifitas-aktifitas yang mereka lakukan. Atau dengan kata lain commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 3 siswa dibentuk menjadi orang-orang yang berkarakter positif. Dalam konteks inilah pendidikan keagamaan sangat diperlukan para siswa. Sejalan dengan kondisi tersebut, Pendekatan Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR), sebuah pola pikir dan proses pendampingan pendidik kepada siswa yang terkait dengan nilai-nilai yang menjadi dasar dalam melakukan perubahan terhadap masyarakat, kiranya bisa menjadi pilihan dalam proses kegiatan belajar mengajar. Hal ini juga ditegaskan oleh Para Uskup dalam Nota Pastoral Konferensi Wali Gereja Indonesia Tahun 2008 dalam butir 8.2 :” Untuk mencapai kualitas pendidikan, pendekatan yang kiranya cocok digunakan antara lain Paradigma Pedagogi Refleksi (PPR), yaitu pola pembelajaran yang mengintegrasikan pemahaman masalah dunia dan kehidupan serta pengembangan nilai-nilai kemanusiaan dalam proses yang terpadu, sehingga nilai-nilai itu muncul dari kesadaran dan kehendak peserta didik melalui refleksinya. Hasil refleksi itu tercermin dalam perubahan perilaku sehari-hari.”(Educare, Oktober 2010 :3) Dalam proses pembelajaran Pendekatan Paradigma Pedagogi Reflektif(PPR) mencoba menjawab kebutuhan siswa dengan menekankan 3 hal penting yang harus dikembangkan dalam diri siswa untuk menjadi pribadi yang utuh yakni competence (kompetensi), conscience (suara hati), dan compassion (kepedulian) (Yanu, 2010 : 9).Kekuatan utama dari Pendekatan PPR adalah proses dalam membangun motivasi siswa yang merupakan salah satu faktor penentu dalam keberhasilan pembelajaran. Motivasi belajar ini dibangun dengan mengangkat konteks permasalahan yang relevan dan berguna sehingga siswa tertarik dan pada akhirnya apa yang dipelajari akan bermakna dalam kehidupannya. Dengan demikian, selama berproses siswa tidak hanya disuapi pengetahuan dan informasi tetapi juga berusaha untuk menemukan sendiri sehingga hasil yang dicapai commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 4 optimal, bahkan tidak mustahil apabila pada akhirnya siswa menjadi lebih pandai dari gurunya dalam banyak hal. Apabila ini terjadi, tentu saja dunia pendidikan akan mencapai suatu keberhasilan yang luar biasa. Pendekatan PPR dalam proses kegiatan pembelajaran digambarkan secara singkat sebagai berikut : 1. Konteks Memperhatikan konteks untuk menumbuhkembangkan pendidikan antara lain: wacana tentang nilai-nilai yang ingin dikembangkan, contoh penghayatan mengenai nilai yang hendak diperjuangkan, dan menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif dengan menumbuhkan sikap saling percaya, akrab dan terbuka. 2. Pengalaman Mengajak peserta didik untuk masuk dalam pengalaman belajar baik langsung maupun tidak langsung dengan menumbuhkan persaudaraan, solidaritas dan saling memuji sehingga terjadi interaksi dan komunikasi yang intensif, ramah, sopan, tenggang rasa dan akrab. 3. Refleksi Mengajak peserta didik berefleksi untuk menemukan maksud, tujuan, nilai, makna, dan manfaat dari pengalaman belajar. 4. Aksi Memfasilitasi siswa untuk membangun niat dan bertindak sesuai dengan apa yang disadari dalam pengalaman refleksi sebagai hal yang baik, benar, dan commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 5 bermanfaat dalam perbuatan nyata. Dalam hal ini siswa dibentuk untuk menjadi pribadi pejuang bagi nilai yang direfleksikannya. 5. Evaluasi Melaksanakan evaluasi untuk mengukur keberhasilan akademis dan perkembangan peserta didik. (Tim Redaksi Kanisius, 2011 : 41-44) Disamping pendekatan pembelajaran yang diterapkan guru, faktor psikologis siswa berupa motivasi untuk berprestasi juga menentukan keefektifan proses pembelajaran. Menurut Gagne (1985:22) kondisi pembelajaran yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar yang maksimal secara garis besar dikelompokkan menjadi kondisi internal dan kondisi eksternal. Kondisi internal adalah faktorfaktor yang berasal dari dalam diri siswa meliputi : kesiapan, kemampuan, pengetahuan prasyarat yang telah dimiliki siswa, motivasi, aspirasi, bakat dan kemampuan. Kondisi eksternal adalah segala sesuatu yang berada diluar diri siswa meliputi : sarana prasarana, cuaca, iklim belajar, bangunan sekolah, ruang belajar dan sebagainya. Motivasi dalam diri siswa memegang peranan penting yakni sebagai jantung proses pembelajaran (Kosasih, 2010 : 67). Maka motivasi yang menjadi salah satu penentu keberhasilan dalam pembelajaran perlu dibangkitkan terlebih dahulu sebelum proses pembelajaran berlangsung. Motivasi ini, tidak hanya sekedar menggerakkan tingkah laku namun juga memperkuat tingkah laku (Kosasih, 2010: 68). Siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi akan merasa senang dan penuh tanggung jawab dalam menyelesaikan tugas-tugas belajarnya yang ditunjukkan dengan minat, semangat serta ketekunan yang tinggi dalam belajar commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 6 tanpa tergantung pada teman, guru, sarana dan lingkungan. Dengan demikian, motivasi belajar siswa dalam Pendidikan Agama Katolik akan berpengaruh langsung terhadap pencapaian hasil belajar yang optimal. Salah satu teori penerapan dan pengembangan sistem motivasi yang dapat digunakan dalam pembelajaran adalah model Attention (perhatian), Relevance (hubungan), Confidance (percaya diri), Enjoyment (kesenangan atau kegembiraan) dan Satisfaction (kepuasan) yang disingkat model ARCES (ARCES Models) (Kosasih, 2010 : 78). Motivasi model ARCES ini merupakan penyempurnaan dari teori Model ARCS yang dikembangkan oleh John M. Keller. Dalam model ini dikemukakan lima kategori motivasional yang perlu mendapatkan perhatian guru dalam rangka menghasilkan pembelajaran yang menarik dan bermakna serta memberikan tantangan bagi pembentukan sikap, perilaku dan kepribadian siswa yaitu : 1. Attention: perhatian siswa akan muncul didorong oleh rasa ingin tahu. Oleh karena itu rasa ingin tahu siswa harus dirangsang dengan sesuatu yang baru dan berbeda dari yang telah ada sebelumnya. 2. Relevance :adanya relevansi antara apa yang dipelajari dengan kebutuhan siswa sehingga mampu meningkatkan motivasi siswa untuk berprestasi. 3. Confidence : rasa percaya diri berupa harapan untuk berhasil akan meningkatkan motivasi berprestasi. 4. Enjoyment : rasa senang dalam kegiatan pembelajaran. Banyak ditentukan oleh keberhasilan belajar pada waktu-waktu sebelumnya dan hasil analisis commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 7 cost-benefit perbuatan belajar, serta rasa butuh belajar dan keyakinan bahwa ia akan mampu mencapai tujuan belajar. 5. Satisfaction : kepuasan karena keberhasilan dalam mencapai tujuan akan terus memacu siswa mencapai tujuan-tujuan serupa. Rasa kepuasan yang dirasakan siswa secara umum akan memotivasi siswa untuk terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran. Dari uraian di atas menarik perhatian penulis, sehingga dalam penelitian ini akan dikaji secara mendalam mengenai Pengaruh Pendidikan Karakter Dengan Pendekatan Paradigma Pedagogi Reflektif dan Motivasi Belajar Terhadap Kepribadian Siswa Dalam Pendidikan Agama Katolik. Penelitian ini lebih menitikberatkan kepribadian siswa pada Pendidikan Agama Katolik sebagai materi yang diteliti. Pendidikan Agama Katolik merupakan bidang studi yang dipilih, dengan asumsi bahwa Pendidikan Agama Katolik merupakan bidang studi yang dirasa paling efektif dan efisien dalam rangka penanaman nilai dan pembentukan kepribadian siswa dan ditunjang pula dengan budaya katolisitas yang telah ada di sekolah. Bertitik tolak dari kondisi tersebut, maka perlu dilakukan penelitian mengenai Pengaruh Pendidikan Karakter Dengan Pendekatan Paradigma Pedagogi Reflektif dan Motivasi Belajar Terhadap Kepribadian Siswa Dalam Pendidikan Agama Katolik (PAK). commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 8 B. Perumusan Masalah Dari identifikasi dan pembatasan masalah di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Apakah terdapat perbedaan pengaruh antara pendidikan karakter dengan pendekatan paradigma pedagogi reflektif dan pendekatan konvensional terhadap kepribadian siswa dalam Pendidikan Agama Katolik? 2. Apakah terdapat perbedaan kepribadian siswa dalam Pendidikan Agama Katolik antara siswa yang memiliki motivasi tinggi dengan siswa yang memiliki motivasi rendah dalam belajar? 3. Apakah terdapat interaksi pengaruh antara pendidikan karakter dengan pendekatan paradigma pedagogi reflektif dan motivasi belajar terhadap kepribadian siswa dalam Pendidikan Agama Katolik? C. Tujuan Penelitian Dalam penelitian ini memiliki tujuan umum dan tujuan khusus. 1. Tujuan umum dari penelitian ini adalah agar dapat memahami pengaruh pendidikan karakter dengan pendekatan paradigma pedagogi reflektif dan motivasi belajar terhadap kepribadian siswa dalam Pendidikan Agama Katolik. 2. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk mengetahui : a. Perbedaan pengaruh antara pendidikan karakter dengan pendekatan paradigma pedagogi reflektif dan pendekatan konvensional terhadap kepribadian siswa dalam Pendidikan Agama Katolik commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 9 b. Perbedaan kepribadian siswa dalam Pendidikan Agama Katolik antara siswa yang memiliki motivasi tinggi dengan siswa yang memiliki motivasi rendah dalam belajar c. Interaksi pengaruh antara pendidikan karakter dengan pendekatan paradigma pedagogi reflektif dan motivasi belajar terhadap kepribadian siswa dalam Pendidikan Agama Katolik? D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat sebagai berikut : 1. Manfaat praktis a. Hasil penelitian dapat dipergunakan sebagai salah satu bahan pertimbangan para pengajar untuk memilih pendekatan yang cocok dalam Pendidikan Agama Katolik. b. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu bahan pertimbangan guru untuk memilih model motivasi pembelajaran yang cocok dalam Pendidikan Agama Katolik. c. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu bahan pertimbangan pimpinan sekolah dan yayasan dalam memilih salah satu pendekatan pembelajaran terutama dalam kaitannya dengan penanaman nilai dan pembentukan karakter bagi peserta didik. commit to user perpustakaan.uns.ac.id 2. digilib.uns.ac.id 10 Manfaat teoritis a. Dapat memberikan motivasi kepada para peneliti lain, agar melakukan penelitian dengan kajian yang sama berdasarkan populasi dan sampel yang lebih besar serta aspek-aspek kajian yang lebih rinci. b. Dapat menambah kasanah ilmu, khususnya dalam bidang teknologi pendidikan. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 11 BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS A. Kajian Teori 1. Pendidikan Karakter a. Pengertian Karakter When wealth is lost, nothing is lost When health is lost, something is lost, but When character is lost, everything is lost (Bila harta kita hilang, sebenarnya tidak ada yang hilang, Bila kesehatan kita hilang, ada sesuatu yang hilang, Tetapi bila karakter kita hilang, kita akan kehilangan segala-galanya) (Soemarno Soedarsono, 2008 : 2). Lirik ketiga dalam kata bijak di atas dapat diilustrasikan dengan rusaknya keadaban bangsa saat ini yang terjadi karena hilangnya karakter bangsa Indonesia. Contoh nyata dapat kita lihat dalam beberapa kasus korupsi yang terjadi, pelaku bukanlah orang yang tidak berpendidikan, mereka mempunyai kedudukan dan mengaku beragama. Dalam dunia pendidikan misalnya hilangnya karakter para pendidik yang membocorkan bahan ujian, memberikan nilai tidak sesuai prestasi dan masih banyak hal yang mencoreng harkat dan martabat pendidik. Orang melupakan bahwa karakter adalah mustika hidup yang membedakan manusia dengan binatang karena manusia tanpa karakter adalah manusia yang sudah “membinatang” (Zubaedi, 2011 : 1). Karena begitu pentingnya karakter dalam kehidupan seseorang, maka berkembang berbagai asumsi tentang Karakter. Pusat Bahasa Depdiknas commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 12 merumuskan bahwa karakter adalah “bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak”. Maka manusia yang berkarakter adalah manusia yang berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan berwatak”. Menurut Ekowarni dalam Zubaedi (2011: 9), pada tatanan micro,karakter diartikan (a) kualitas dan kuantitas reaksi terhadap diri sendiri, orang lain maupun situasi tertentu; atau (b) watak, akhlak, ciri psikologis. Dari definisi di atas, kita bisa melihat bahwa ciri-ciri individu secara evolutif berkembang menjadi ciri kelompok dan lebih luas lagi akan menjadi ciri sosial sehingga seorang pribadi secara tidak langsung akan memberi warna dan corak identitas pada suatu kelompok dan pada tatanan macro akan menjadi ciri psikologis atau karakter suatu bangsa. Zubaedi (2011 : 9) berasumsi bahwa karakter adalah jati diri, kepribadian dan watak yang melekat dalam diri seseorang. Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa seorang individu dapat dikatakan berkarakter baik atau unggul apabila ia berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan YME, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan negara serta dunia internasional pada umumnya dengan mengoptimalkan potensi (pengetahuan) dirinya dan disertai dengan kesadaran, emosi dan motivasinya (perasaannya). Karakter tersusun atas 3 bagian yang saling berhubungan yakni: moral knowing (pengetahuan moral), moral feeling (pengetahuan rasa) dan moral behavior (perilaku moral). Sedangkan karakter yang baik terdiri dari pengetahuan tentang kebaikan (knowing the good), keinginan terhadap commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 13 kebaikan (desiring the good), dan berbuat kebaikan (doing the good). Untuk dapat melakukan itu semua dibutuhkan suatu pembiasaan baik dalam pemikiran (habits of the mind), pembiasaan dalam hati (habits of the heart) dan pembiasaan dalam tindakan (habits of the action)(Zubaedi, 2010: 13). Proses pembentukan karakter ini dapat dilakukan melalui pendidikan yakni proses penyadaran akan jati diri kemanusiaannya dan pada akhirnya akan dihasilkan kualitas manusia yang memiliki kehalusan budi dan jiwa, kecemerlangan berpikir, kecekatan raga dan kesadaran akan penciptaan dirinya. b. Pengertian Pendidikan Karakter Pendidikan karakter sebenarnya merupakan bagian esensial yang menjadi tugas sekolah. Selain pencapaian dari sisi akademis yang memuaskan, seharusnya sekolah tetap bertanggung jawab dalam pembentukan karakter siswa. Namun dalam kenyataannya 2 hal ini belum bisa berjalan secara selaras, karena pencapaian akademis mengalahkan idealitas peran sekolah dalam pembentukan karakter. Terkait dengan pendidikan karakter ini, berkembang berbagai definisi dari banyak ahli. David Elkind & Sweet dalam Zubaedi (2011 : 15) memaknai pendidikan karakter sebagai berikut: “character education is the deliberate effort to help people understand, care about, and act upon core ethical values. When we think about the kind of character we want for our children, it is clear that we want them to be able to judge what is right, care deeply about what is right, and then do what they believe to be right, even in the face of pressure from without and temptation from within”. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 14 (Ketika kita berpikir tentang jenis karakter yang kita inginkan bagi anak-anak, amat jelas bahwa mereka mampu menilai apakah kebenaran, peduli secara sungguh-sungguh terhadap kebenaran, dan kemudian meyakini apa yang disebut dengan kebenaran, bahkan saat menghadapi tekanan dari luar dan upaya dari dalam). Dari definisi di atas, pendidikan karakter dikaitkan dengan sikap seseorang terhadap suatu kebenaran.Raharjo (2010) mengasumsikan pendidikan karakter secara lebih luas lagi yakni suatu proses pendidikan secara holistis yang menghubungkan dimensi moral dengan ranah sosial dalam kehidupan peserta didik sebagai fondasi bagi terbentuknya generasi yang berkualitas, mampu hidup mandiri dan memiliki prinsip suatu kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan. Atau dapat dikatakan bahwa pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak yang bertujuan untuk membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik dengan kriteria secara umum adalah nilai-nilai sosial tertentu, yang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Dari pendapat diatas, apabila dikaitkan dengan konteks pendidikan di Indonesia, pendidikan karakter adalah pendidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka membina kepribadian generasi muda. Grand design pendidikan karakter yang dikembangkan Kemendiknas (2010) dalam Panduan Pendidikan Karakter untuk Satuan Pendidikan, merumuskan pendidikan karakter adalah suatu konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural yang dikelompokkan commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 15 dalam: olah hati (spiritual and emotional development), olah pikir (intellectual development), olah raga dan kinestetik (physical and kinestetic development), dan olah rasa dan karsa (affective and creativity development). Berdasarkan beberapa pembahasan di atas dapat ditegaskan bahwa pendidikan karakter pada dasarnya adalah upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk menanamkan nilai-nilai perilaku peserta didik yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat. c. Nilai-nilai Karakter untuk SMP Berdasarkan Grand design pendidikan karakter yang dikembangkan Kemendiknas (2010 : 16-19) dalam Panduan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama (2010: 16 -19), nilai-nilai Karakter untuk SMP berdasarkan kajian nilai-nilai agama, norma-norma sosial, peraturan/hukum, etika akademik, dan prinsip-prinsip HAM, telah teridentifikasi 80 butir nilai karakter yang dikelompokkan menjadi lima yaitu nilai-nilai perilaku manusia dalam hubungannya dengan (1) Tuhan Yang Maha Esa, (2) diri sendiri, (3) sesama manusia, dan (4) lingkungan, serta (5) kebangsaan. Namun demikian, penanaman kedelapan puluh nilai tersebut merupakan hal yang sangat sulit. Oleh karena itu, pada tingkat SMP dipilih 20 nilai karakter utama yang disarikan dari butir-butir SKL SMP (Permen Diknas commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 16 nomor 23 tahun 2006) dan SK/KD (Permen Diknas nomor 22 tahun 2006). Berikut adalah daftar 20 nilai utama yang dimaksud dan diskripsi ringkasnya. 1) Nilai karakter dalam hubungannya dengan Tuhan (Religius) Pikiran, perkataan, dan tindakan seseorang yang diupayakan selalu berdasarkan pada nilai-nilai Ketuhanan dan/atau ajaran agamanya. 2) Nilai karakter dalam hubungannya dengan diri sendiri (a) Jujur Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan, baik terhadap diri dan pihak lain. (b) Bertanggung jawab Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagaimana yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan YME. (c) Bergaya hidup sehat Segala upaya untuk menerapkan kebiasaan yang baik dalam menciptakan hidup yang sehat dan menghindarkan kebiasaan buruk yang dapat mengganggu kesehatan. (d) Disiplin Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 17 (e) Kerja keras Perilaku yang mengatasi menunjukkan berbagai upaya hambatan sungguh-sungguh dalam menyelesaikan tugas guna (belajar/pekerjaan) dengan sebaik-baiknya. (f) Percaya diri Sikap yakin akan kemampuan diri sendiri terhadap pemenuhan tercapainya setiap keinginan dan harapannya. (g) Berjiwa wirausaha Sikap dan perilaku yang mandiri dan pandai atau berbakat mengenali produk baru, menentukan cara produksi baru, menyusun operasi untuk pengadaan produk baru, memasarkannya, serta mengatur permodalan operasinya. (h) Berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif Berpikir dan melakukan sesuatu secara kenyataan atau logika untuk menghasilkan cara atau hasil baru dan termutakhir dari apa yang telah dimiliki. (i) Mandiri Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas. (j) Ingin tahu Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari apa yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 18 (k) Cinta ilmu Cara berpikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap pengetahuan. 3) Nilai karakter dalam hubungannya dengan sesama (a) Sadar akan hak dan kewajiban diri dan orang lain Sikap tahu dan mengerti serta melaksanakan apa yang menjadi milik/hak diri sendiri dan orang lain serta tugas/kewajiban diri sendiri serta orang lain. (b) Patuh pada aturan-aturan sosial Sikap menurut dan taat terhadap aturan-aturan berkenaan dengan masyarakat dan kepentingan umum. (c) Menghargai karya dan prestasi orang lain Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, mengakui dan menghormati keberhasilan orang lain. (d) Santun Sifat yang halus dan baik dari sudut pandang tata bahasa maupun tata perilakunya ke semua orang. (e) Demokratis Cara berfikir, bersikap dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain. 4) Nilai karakter dalam hubungannya dengan lingkungan Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 19 lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi dan selalu ingin memberi bantuan bagi orang lain dan masyarakat yang membutuhkan. 5) Nilai kebangsaan Cara berpikir, bertindak, dan wawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya. (a) Nasionalis Cara berfikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsanya. (b) Menghargai keberagaman Sikap memberikan respek/hormat terhadap berbagai macam hal baik yang berbentuk fisik, sifat, adat, budaya, suku, dan agama. 2. Pendekatan Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) a. Pengertian Pendekatan PPR Pendekatan PPR diinspirasikan oleh keberhasilan sekolah-sekolah Jesuit dalam pendidikan kaum muda menjadi pribadi yang unggul dalam iman dan sekaligus kaum muda yang berkarakter. Fondasi dari sekolahsekolah Jesuit ini adalah latihan rohani yang diajarkan oleh St. Ignatius, pendiri Serikat Yesus. Latihan rohani ini menekankan proses dengan mengolah pengalaman, refleksi dan aksi. Refleksi merupakan tuntutan kegiatan yang harus terus menerus dilakukan karena tanpa refleksi yang sungguh-sungguh memadaicommit pengalaman to useryang berharga mudah diabaikan perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 20 atau bahkan dianggap remeh. Refleksi secara mendalam atas setiap pengalaman juga sekaligus membawa orang untuk mendalami arti serta implikasi banyak hal yang mereka pelajari. Hal ini tentu saja sangat menunjang pengembangan diri seseorang. Maka refleksi merupakan tindakan yang sangat menentukan untuk bergerak dari pengalaman ke perbuatan (Subagya,2011: 34). Dari uraian di atas, kiranya sangat tepat apabila Pendekatan PPR dijadikan sebagai pilihan pada proses pembelajaran terutama dalam pendidikan karakter dan penanaman nilai yang dalam proses pembelajaran memadukan pendekatan proses dan kontekstual. Paradigma atau pola pikir yang dikembangkan dalam PPR adalah menumbuhkembangkan pribadi siswa menjadi pribadi yang menjunjung tinggi nilai kemanusiaan (Tim Redaksi Kanisius, 2011:39) yakni kemanusiaan, memfasilitasi dengan dengan memberi pengalaman pertanyaan refleksi atas pengalaman tersebut dan selanjutnya memotivasi untuk membuat niat dan berbuat sesuai nilai yang ditemukan. Maka Pedagogi Reflektif dapat diartikan usaha pemberian pendidikan : arahan, tuntunan, bimbingan kepada “anak didik’ agar memiliki kemauan diri (otomatis) melakukan tindakan-tindakan kemanusiaan setelah melakukan refleksi atau instrospeksi atau mawas diri (Samuel,2010:31). Peran seorang pendidik disini bukan sekedar ‘mengajar’ atau ‘menggurui’ melainkan sebagai fasilitator, model dan motivator. Fasilitator artinya menyediakan sarana dan prasarana belajar dan bahan pengajaran, bertindak sebagai pendamping dan pembimbing dalam commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 21 membantu siswa mendalami suatu pengalaman. Sebagai model artinya menjadi contoh/panutan dalam bersikap dan bertingkah laku. Sebagai motivator artinya memberikan dorongan dan semangat agar siswa melakukan tindakan-tindakan yang secara moral dikatakan baik. Dari penjelasan di atas kiranya semakin jelas bahwa Paradigma Pedagogi Reflektif bukan sekedar cara atau metode, namun memiliki visi dan misi menuju pembentukan peserta didik yang ideal dengan menyatukan pendidikan nilai dan pembentukan pribadi. Refleksi merupakan kegiatan pokok yang harus dilakukan secara terus menerus karena dengan berefleksi siswa diajak untuk berusaha memunculkan arti dan nilai-nilai asasi dalam pengalaman manusiawi siswa dengan melihat kembali tindakan yang telah dilakukan sehingga siswa mampu menemukan dan memahami implikasiimplikasinya dalam usaha terus menerus untuk mencari sebuah kebenaran (Subagya, 2011: 37). Pengertian Pendekatan PPR secara utuh dirumuskan oleh para uskup dalam Nota Pastoral KWI Tahun 2008 : ” PPR yaitu pola pembelajaran yang mengintegrasikan pemahaman masalah dunia dan kehidupan serta pengembangan nilai-nilai kemanusiaan dalam proses yang terpadu, sehingga nilai-nilai yang muncul itu dari kesadaran dan kehendak peserta didik melalui refleksinya. Hasil refleksi itu tercermin dalam perubahan perilaku sehari-hari” (Nota Pastoral Konferensi Waligereja Indonesia tahun 2008, dalam majalah Educare edisi Oktober 2010 no 7: 3). Apabila disimak kembali pandangan gereja dalam Nota Pastoral tentang Pendidikan di atas, bisa dikatakan bahwa PPR pada dasarnya bukan hanya sebuah pendekatan pembelajaran untuk sekedar mentransfer pengetahuan commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 22 dari pendidik kepada peserta didik, tetapi merupakan proses interaksi antara pendidik dan peserta didik dimana interaksi tersebut memungkinkan terjadinya penanaman nilai-nilai kemanusiaan kepada peserta didik dan didalamnya terdapat proses refleksi yakni sebuah ajakan kepada peserta didik untuk menyadari dampak positif terhadap masyarakat yang timbul dari proses pembelajaran, mengasah hati nurani dan meningkatkan kepedulian sosial. Diharapkan melalui pendekatan PPR ini, proses pembelajaran mampu mengarahkan peserta didik untuk berefleksi agar dapat menemukan nilai-nilai kehidupan dalam suatu proses pembelajaran, sehingga bisa merencanakan tindakan yang berguna, tindakan yang kemudian dilakukan, bukan karena kepatuhan dan tradisi, namun lebih pada karena kesadaran akan nilai-nilai kemanusiaan. Tentu saja tindakan yang dilakukan tidak bisa meninggalkan aspek kognitif sebagai tuntutan utama hasil belajar di jenjang sekolah. b. Ciri Khas Pendekatan PPR Ciri khas Pendekatan PPR menurut Yanu (2010 : 9) terletak dalam 3 aspek penting yang hendak dikembangkan yakni : 1) Competence (kompetensi) Competence (kompetensi) merupakan kemampuan penguasaan kompetensi secara utuh yang disebut juga dengan kemampuan kognitif. Kemampuan kognitif dalam hal ini adalah kemampuan peserta didik untuk memecahkan soal sehingga mampu mendapatkan nilai yang tinggi. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 23 2) Conscience (suara hati) Conscience (suara hati) merupakan kemampuan afektif yang secara khusus mengasah kepekaan dan ketajaman hati nurani. Ketajaman hati nurani dapat berupa kesadaran diri untuk bertindak sesuai dengan aturan yang berlaku, seperti : bersikap disiplin, teliti, atau jujur. 3) Compassion (kepedulian) Compassion (kepedulian) merupakan aspek psikomotor yang berupa tindakan konkret maupun batin disertai bela rasa bagi sesama.Tindakan yang berupa bela rasa bagi sesama memuat rasa kepedulian, yang membuat peserta didik menyadari bahwa hubungan dengan sesama merupakan suatu hal yang penting. Oleh karena itu, aspek ini dapat diwujudkan dalam proses kerjasama antar peserta didik. Competence, conscience, dan compassion dalam penelitian ini merupakan tujuan yang akan dicapai dalam proses pembelajaran. c. Roh Dalam Pendekatan PPR Poerwadarminta (1984:830) mengartikan roh adalah sesuatu yang hidup. Roh dalam PPR mempunyai pengertian semangat yang menghidupkan dan berfungsi untuk memberi kekuatan serta arah dalam mencapai tujuan sekaligus dorongan batin untuk bertindak. Roh dalam PPR adalah semangat magis yang mengandung dua unsur dan tidak bisa dipisahkan satu sama lain, yakni peningkatan diri dan cinta kepada Tuhan” (Triyono, 2010: 43). Semangat magis ini, tidak mengarah pada kuantitas, tetapi lebih terarah pada commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 24 kualitas hubungan personal dan cinta kepada Tuhan yang dapat diwujudkan dengan meningkatkan segala aspek kehidupan secara optimal. Butir-butir refleksi semangat magis apabila diuraikan secara rinci mencakup beberapa hal sebagai berikut: kemampuan menghidupkan rasa syukur atas bakat yang dimiliki, mengembangkan bakat seoptimal mungkin, mempersembahkan diri demi besarnya kemuliaan Tuhan. Bakat yang dimiliki seseorang merupakan anugerah dari Tuhan, oleh karena itu harus disyukuri dan dimanfaatkan dengan baik. Wujud syukur atas bakat dilakukan dengan mengembangkannya secara optimal yang didasari oleh hasrat untuk menyerahkan diri kepada Tuhan, demi kemuliaan Tuhan. d. Dinamika Dalam Pendekatan PPR Subagya (2010:42-63) mengemukakan dinamika pelaksanaan Pendekatan PPR meliputi lima langkah yang berkesinambungandan digambarkan sebagai berikut: 1. Konteks 5. Evaluasi 4. Aksi 2. Pengalaman 3. Refleksi commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 25 1) Konteks Konteks merupakan segala kemungkinan yang dapat membantu atau menghalangi proses pembelajaran. Hal-hal yang hendak dikembangkan dalam pendidikan adalah : (a) Wacana tentang nilai-nilai yang ingin dikembangkan agar tumbuh sebuah kesadaran bahwa yang menjadi landasan pengembangan bukan aturan, perintah atau sanksi-sanksi melainkan nilai-nilai kemanusiaan. (b) Contoh-contoh penghayatan terhadap nilai-nilai yang diperjuangkan (c) Hubungan akrab, saling percaya, agar bisa terjalin dialog yang saling percaya dan terbuka. Setiap orang dihargai, ditunjukkan kebaikkannya, ditantang untuk melakukan hal yang baik, benar dan indah. Idealnya semua tindakan dinyatakan secara konkret melalui perkataan dan perbuatan yang didasarkan pada idealisme bersama. 2) Pengalaman Pengalaman dalam PPR memuat pemahaman tentang competence (kompetensi), conscience (suara hati), dan compassion (kepedulian) yang diperoleh secara seimbang. Pengalaman dibedakan menjadi dua yaitu: (a) Pengalaman langsung Pengalaman langsung merupakan pengalaman yang benar-benar dialami oleh peserta didik. Dalam proses pembelajaran pengalaman langsung dapat berupa pengalaman-pengalaman interpersonal seperti commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 26 pembicaraan atau diskusi, penelitian dalam laboratorium, kegiatan lintas alam, kegiatan olah raga dan partisipasi dalam proyek-proyek pelayanan. (b) Pengalaman tidak langsung Pengalaman tidak langsung dalam proses pembelajaran digunakan sebagai pengalaman pengganti apabila pengalaman secara langsung tidak dimungkinkan. Agar siswa betul-betul terlibat dalam proses pembelajaran maka pengajar perlu ditantang untuk mencari metode-metode yang merangsang berimajinasi dan pemakaian indera sehingga siswa sungguh-sungguh memasuki kenyataan yang sedang dipelajari. Pengalaman tidak langsung ini bisa berupa kegiatan melihat, membaca atau mendengarkan. 3) Refleksi Istilah refleksi dipakai dalam arti menyimak kembali, penuh perhatian terhadap materi pelajaran, pengalaman, ide-ide, usul-usul atau reaksi spontan supaya dapat menangkap maknanya lebih mendalam. Dalam berefleksi ini siswa diajak untuk dapat memunculkan makna dalam pengalaman manusiawi dengan cara : (a) memahami kebenaran yang dipelajari secara lebih baik (b) mengerti sumber-sumber perasaan dan reaksi yang dialami dalam menelaah sesuatu (c) memperdalam pemahaman tentang implikasi-implikasi yang telah dimengerti bagi diri sendiri dan orang lain commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 27 (d) berusaha menemukan makna bagi diri pribadi tentang kejadian kejadian, ide-ide, kebenaran/pemutarbalikan kebenaran (e) memahami siapa dirinya dan bagaimana seharusnya sikapnya terhadap agama lain. 4) Aksi Aksi dalam PPR merupakan komitmen pada kebaikan yang akan diwujudkan berdasar hasil refleksi. Subagya (2010:61) menyatakan bahwa aksi merupakan pertumbuhan batin seseorang berdasarkan pengalaman yang telah direfleksikan. Aksi meliputi dua hal yaitu: (a) Pilihan batin Pilihan ini didasari oleh keyakinan bahwa keputusan yang diambil adalah benar dan dapat membawa pada pribadi yang lebih baik. Aksi dalam pilihan batin berupa kemauan, perasaan, dan niat-niat yang telah dimatangkan dalam pikiran. (b) Pilihan lahir Pilihan lahir merupakan tindak lanjut setelah niat-niat yang dirumuskan diolah dalam pikiran dan mendorong siswa untuk berbuat secara konsisten sesuai dengan prioritas yang telah dibuatnya. Jika menemukan makna yang positif, maka perbuatan akan menjadi kebiasaan yang menguntungkan. 5) Evaluasi Evaluasi merupakan kegiatan penting yang harus dilakukan untuk meninjau kemajuan akademik yang dicapai dalam proses pembelajaran commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 28 dalam bentuk penilaian. Hasil penilaian dapat dijadikan sebagai umpan balik bagi pengajar dalam mendesain mata pelajaran yang diampunya. Selain kemampuan akademik sebagai focus penilaian, dalam pendekatan PPR juga memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan peserta didik secara menyeluruh sebagai makhluk pribadi maupun sosial. Oleh karena itu, penilaian dalam PPR tidak hanya berupa soal, tetapi juga meliputi skala pengukuran untuk mengukur kepekaan hati nurani dan jiwa sosial peserta didik secara berkala agar semakin efektif. e. Keunggulan Pendekatan Paradigma Pedagogi Reflektif Pendekatan PPR secara konsisten menekankan penting dan tak terpisahkannya hubungan antara pendidik, peserta didik, dan materi ajar dalam lingkungan yang nyata (Subagya,2010:67). Selain itu PPR juga dapat dijadikan sebagai perangkat yang efektif dalam meningkatkan cara pendidik mendidik dan peserta didik belajar (Subagya, 2010:39). Pola pengalaman, refleksi, dan aksi merupakan suatu rancangan untuk berproses menjadi manusia yang berkompeten, bertanggung jawab, dan berbelas kasih. Dengan refleksi, pendidik dan peserta didik dapat merancang tindakan yang lebih baik dan lebih bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain. Secara lebih rinci, kelebihan PPR diungkapkan oleh Subagya (2010:68) sebagai berikut: 1) Pendekatan PPR dapat diterapkan pada semua kurikulum karena PPR tidak menuntut tambahan apapun dalam rancangan kurikulum yang telah ditentukan oleh pemerintah, selain pendekatan dan cara mengajar. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 29 2) PPR fundamental untuk proses belajar mengajar. Jika PPR dilakukan secara konsisten, maka dapat membantu peserta didik menemukan hubungan dalam seluruh perjalanan proses pembelajaran. 3) PPR menjamin pendidik menjadi pendidik yang lebih baik. PPR memungkinkan pendidik untuk memperkaya materi dan susunan proses pembelajaran, sehingga dapat mendorong inisiatif peserta didik. PPR juga membantu pendidik untuk memotivasi peserta didik dengan menghubungkan materi ajar dengan pengalaman sehari-hari mereka. 4) PPR dapat mendorong peserta didik untuk merefleksikan makna materi yang mereka pelajari. Dengan refleksi, peserta didik akan lebih dapat mendalami pembelajaran, sehingga dapat menemukan maknanya. Oleh karena itu proses pembelajaran dapat membuat pengalaman bersifat pribadi. 5) PPR menekankan matra sosial belajar maupun mengajar. Proses pembelajaran menggunakan PPR mendorong kerjasama dan berbagi pengalaman serta dialog reflektif antar peserta didik. Mendorong untuk terus bergerak ke arah perkembangan yang berdampak positif bagi orang lain. 3. Pendekatan Konvensional a. Pengertian Pendekatan Konvensional “Hampir satu jam pelajaran seorang guru menghabiskan waktunya untuk menyampaikan materi pelajaran kepada anak didiknya. Tentu saja materi yang disampaikannya adalah materi yang dipelajarinya semalam. Sebagian besar siswa sama sekali tidak tertarik dengan materi yang disampaikannya, karena merasa apa yang disampaikan Sang Guru sama commit to user persis dengan yang ada dalam buku yang telah mereka pelajari di rumah. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 30 Oleh karena itulah mereka merasa gelisah selama mendengarkan penjelasan guru. Diantara mereka ada yang asyik membaca buku, mengobrol dan juga yang mengantuk. Melihat gejala yang tidak mengenakkan itu guru segera bereaksi. Sambil memukul-mukul mistar ia berkata :”Anak-anak tolong perhatikan…! Materi ini sangat penting. Nanti soal-soal ulangan tidak jauh dari apa yang Bapak sampaikan. Oleh karena itu, tolong perhatikan apa yang Bapak sampaikan…! (Wina Sanjaya, 2008 : 91) Ilustrasi di atas merupakan contoh pendekatan konvensional yang biasa terjadi di kelas. Dalam pendekatan konvensional ini, seorang guru menerapkan konsep mengajar sebagai proses menyampaikan materi pelajaran. Wina Sanjaya (2008) mengemukan beberapa karakteristik terkait dengan konsep mengajar sebagai proses menyampaikan materi pelajaran sebagai berikut : 1) Proses pengajaran berorientasi pada guru (teacher centered) Dalam kegiatan belajar, guru memegang peran yang sangat penting yakni sebagai perencana, penyampai informasi dan sekaligus evaluator. Sebagai perencana guru harus menyiapkan berbagai hal yang diperlukan dalam proses pembelajaran seperti materi , media, dan lain-lain. Sebagai penyampai informasi guru menggunakan metode yang dianggap paling ampuh yakni metode ceramah. Sedangkan sebagai evaluator guru berperan dalam menentukan alat evaluasi keberhasilan pengajaran yang diukur dari seberapa jauh siswa menguasai materi pelajaran yang disampaikan guru. 2) Siswa sebagai obyek belajar Konsep mengajar sebagai proses menyampaikan materi pelajaran commit obyek to user yang harus menguasai materi menempatkan siswa sebagai perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 31 pelajaran. Siswa dianggap sebagai organisme yang pasif yang hanya berperan sebagai penerima informasi dari guru. Konsep mengajar ini tidak memberikan kesempatan pada siswa untuk mengembangkan diri sesuai minat dan bakatnya sebab dalam proses pembelajaran semua sudah diatur oleh guru. 3) Kegiatan pengajaran terjadi pada tempat dan waktu tertentu. Proses pembelajaran biasanya berlangsung di dalam kelas dengan penjadwalan yang ketat. Tempat duduk diatur berjejer dan guru di depan kelas. Segera setelah bel berbunyi ganti pelajaran lainnya yang tidak ada kaitannya. 4) Tujuan utama pengajaran adalah penguasaan materi pelajaran. Keberhasilan dari sebuah proses pembelajaran diukur dari sejauh mana penguasaan siswa pada materi yang telah disampaikan. Alat evaluasi adalah tes hasil belajar tertulis (paper and pencil test) yang dilaksanakan secara periodik. Materi pelajaran adalah pengalaman manusia masa lampau yang disusun secara sistematis dan logis yang disusun dalam buku pelajaran. Buku-buku tersebut harus dikuasai siswa. Dan yang paling parah siswa kadang tidak tahu untuk apa mempelajari buku tersebut. Dari 4 karakteristik konsep mengajar sebagai proses menyampaikan materi pelajaran diatas, maka dapat dirumuskan bahwa pendekatan konvensional adalah pendekatan pembelajaran yang digunakan seorang guru dengan lebih banyak menerapkan modus telling (pemberian informasi) commit to user perpustakaan.uns.ac.id daripada digilib.uns.ac.id 32 modus demonstrating (memperagakan) dan doing direct performance (memberikan kesempatan untuk menampilkan unjuk kerja secara langsung). Metode yang digunakan dalam penyampaian materi adalah ceramah dan/atau drill dengan mengikuti urutan materi sesuai kurikulum secara ketat. Guru berasumsi bahwa keberhasilan dalam program pembelajaran dilihat dari ketuntasannya menyampaikan seluruh materi yang ada dalam kurikulum. Pendekatan konvensional ini dalam pembelajaran kurang menekankan pada pemberian keterampilan proses (hands-on activities). b. Penerapan Pendekatan Konvensional dalam Pembelajaran Berdasarkan pengertian pendekatan konvensional di atas, maka penerapan pembelajaran konvensional merupakan sebuah praktik yang mekanistik dan diredusir menjadi pemberian informasi. Peran guru sangat penting karena mengajar dianggap sebagai proses memindahkan pengetahuan ke orang yang belajar (siswa). Prosedur pembelajaran konvensional yang diimplementasikan dalam penelitian ini disusun mengikuti urutan-urutan sebagai berikut: (1) mengidentifikasi indikator keberhasilan, yang selanjutnya dituangkan menjadi tujuan pembelajaran, (2) merancang dan menyusun isi bahan ajar konvensional (teks ajar) (3) merancang dan menyusun instrumen tes untuk mengukur hasil belajar (pemahaman konsep dan ketrampilan berpikir kritis), (4) merancang dan menyusun skenario pembelajaran, commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 33 (5) mengimplementasikan program pembelajaran, Langkah-langkah implementasi program pembelajaran terdiri dari : (a) apersepsi, (b) penjelasan konsep, dengan metode ceramah dan/atau demonstrasi, (c) latihan terbimbing, (d) memberikan balikan (feed back). (6) melaksanakan evaluasi. c. Kelebihan dan Kelemahan Pendekatan Konvensional Wina Sanjaya (2008) mengemukan beberapa kelebihan dan kelemahan dari pendekatan konvensional sebagai berikut : 1) Kelebihan Pendekatan Konvensional (a) Berbagi informasi yang tidak mudah ditemukan di tempat lain. (b) Menyampaikan informasi dengan cepat. (c) Membangkitkan minat akan informasi. (d) Mengajari siswa yang cara belajar terbaiknya dengan mendengarkan. 2) Kelemahan Pendekatan Konvensional : (a) Tidak semua siswa memiliki cara belajar terbaik dengan mendengarkan. (b) Sering terjadi kesulitan untuk menjaga agar siswa tetap tertarik dengan apa yang dipelajari. (c) Pendekatan tersebut cenderung tidak memerlukan pemikiran yang kritis. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 34 (d) Pendekatan tersebut mengasumsikan bahwa cara belajar siswa itu sama dan tidak bersifat pribadi. 4. Motivasi Belajar a. Pengertian Motivasi Dengan “motif” dimaksudkan segala daya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu (Nasution, 2000: 73). Dalam proses pembelajaran sering kali ditemukan seorang siswa yang tidak melakukan sesuatu hal seperti yang seharusnya dilakukan oleh teman-temannya. Dalam hal ini perlu diselidiki penyebabnya yang tentu saja sangat beragam. Ada kemungkinan siswa tidak mampu, malas, sakit, malu, sibuk mengerjakan tugas yang lain, bermasalah dalam keluarga atau dengan temannya, dan lain sebagainya. Melalui motivasi diharapkan siswa memiliki usaha dan mampu membangun kondisi, sehingga muncul keinginan dan minat serta ada kesediaan untuk melakukan sesuatu. Dari ilustrasi di atas, istilah motivasi seringkali dikaitkan dengan kegiatan pembelajaran. Namun pada umumnya motivasi dikaitkan dengan psikologi pendidikan. Terkait dengan motivasi ini, dalam psikologi pendidikan dikenal beberapa teori, konsep atau model yang didasarkan pada cara berpikir dan sudut pandang serta latar belakang dari para ahli. Penelitian ini difokuskan pada motivasi belajar di sekolah yang pengkajiannya dimaksudkan untuk mengetahui dan memahami tentang motivasi khususnya model ARCES yang merupakan pengembangan Model commit to user ARCS oleh Andreas Kosasih. perpustakaan.uns.ac.id Ada berbagai pendapat tentang motivasi. digilib.uns.ac.id 35 David Mc. Clelland, Abraham Maslow, Wand dan Brown yang dikutip oleh Wahjosumidjo (1983), mengemukakan bahwa motivasi merupakan suatu proses psikologis yang mencerminkan interaksi antara sikap, kebutuhan, persepsi dan keputusan yang terjadi pada diri seseorang. Motivasi sebagai proses psikologis timbul sebagai akibat faktor dari dalam diri seseorang itu sendiri disebut sebagai faktor intrinsik, sedangkan faktor ekstrinsik sebagai akibat dari luar diri seseorang. Selanjutnya Berelson dan Steiner mengemukakan : ”a motive is an inner that energizer, activities or move (hence motivation), and that direct channels behavior to ward goals”, (Motif pada hakekatnya merupakan terminology umum yang memberikan makna, daya dorong, keinginan, kebutuhan serta kemauan) (Wahjosumidjo,1983:177-178). Duncan mengemukan bahwa: “From a managerial perspective, motivation refers to any conciuos attempt to influence behavior toward the accomplishment of organization goal” (Motivasi adalah suatu usaha sadar untuk mempengaruhi perilaku seseorang agar mengarah pada tercapainya tujuan organisasi). (Wahjosumidjo, 1983: 177-178). Di tinjau dari asal katanya, motivasi berasal dari bahasa latin movere yang berarti menggerakkan. Wlodkowsky (1985) menjelaskan motivasi sebagai suatu kondisi yang menyebabkan atau menimbulkan perilaku tertentu, dan yang memberi arah dan ketahanan (persistence) pada tingkah laku tersebut. Pengertian ini jelas bernafaskan behaviorisme (Suciati dan Udin Syarifuddin Winatasaputra, 1997: 52). commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 36 Sardiman A.M (2001 : 71) mengutip pendapat McDonald yang mengatakan bahwa motivasi adalah perubahan energy dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya “felling” dan didahului dengan adanya tanggapan terhadap adanya tujuan Martin Handoko (2002 : 9) mengartikan motivasi itu suatu tenaga atau faktor yang terdapat dalam diri manusia, yang menimbulkan, mengarahkan dan mengorganisasikan tingkah lakunya. Maka dapat dikatakan bahwa motivasi merupakan salah satu komponen yang amat penting dalam pembelajaran dan sekaligus merupakan sesuatu yang sulit diukur. b. Fungsi Motivasi Dalam Pembelajaran Siswa sangat memerlukan adanya motivasi dalam proses pembelajaran, “Motivation is en essential condition of learning” yang pada akhirnya akan berpengaruh pada hasil belajar siswa itu sendiri (Kosasih, 2010 : 71). Semakin besar motivasi yang ada dalam diri siswa, hasil belajar akan semakin baik. Demikian pula semakin tepat motivasi yang diberikan oleh guru, hasil dari proses pembelajaran akan semakin baik. Sebab motivasi akan menentukan intensitas usaha siswa untuk melakukan sesuatu, termasuk di dalamnya melakukan belajar. Nasution (2000 : 76) menjelaskan tiga fungsi motivasi sebagai berikut : 1) Mendorong manusia untuk berbuat, sehingga motivasi berfungsi sebagai penggerak atau motor yang melepaskan energi. 2) Menentukan arah perbuatan, yakni ke arah tujuan yang hendak dicapai. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 37 3) Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan yang harus dijalankan yang serasi guna mencapai tujuan yang dimaksud, dengan mengesampingkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat. Dalam kehidupan sehari-hari, motivasi sering diartikan dengan: keinginan, hasrat, tekad, maksud, dorongan, kemauan, kebutuhan, kehendak, keharusan, cita-cita, kesediaan dan sebagainya yang berfungsi sebagai pendorong usaha dan pencapaian prestasi (Sardiman, A.M, 2001: 83). Seseorang melakukan suatu usaha karena adanya motivasi.Motivasi yang kuat dalam belajar akan menunjukkan prestasi belajar yang baik karena motivasi ini pulalah yang membuat orang mempunyai usaha yang tekun, telaten, serta rajin. Intensitas motivasi siswa akan sangat menentukan tingkat pencapaian hasil belajarnya. c. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar Motivasi belajar siswa sangat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Mulyasa (2002 : 92) berpendapat bahwa motivasi belajar siswa dipengaruhi oleh 4 faktor yakni tingkat intelegensi, tingkat kebutuhan belajar, minat dan sifat pribadi. Keempat faktor tersebut saling mendukung sehingga tercipta semangat belajar untuk melakukan aktivitas guna mencapai tujuan pemenuhan kebutuhan. Kartini Kartono (1998 : 56) berpendapat bahwa motivasi berkaitan erat dengan kepribadian dan selalu mengandung unsur-unsur perasaan, kognitif dan kemampuan. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa motivasi berkaitan erat dengan kepribadian yang mengandung unsur-unsur commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 38 pengetahuan, kemampuan dan perasaan, sehingga individu menjadi wajar dan sesuai dengan norma-norma yang berlaku. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap motivasi adalah sebagai berikut: 1) Faktor Intelektual Faktor intelektual merupakan salah satu faktor penting yang ikut menentukan tingkat motivasi yang dimiliki oleh seseorang untuk memiliki pengetahuan, serta mempelajari sesuatu. 2) Faktor Psikologis Faktor psikologis adalah faktor yang timbul dalam diri individu yang berhubungan dengan psikis. Faktor ini dapat mempengaruhi keadaan belajar individu ketika seseorang memiliki psikis yang berbeda dengan orang lain. 3) Faktor Sosisologis Faktor sosiologis artinya faktor yang timbul dari luar diri individu, terdiri dari lingkungan hidup dan lingkungan tak hidup. Contohnya: seseorang yang memiliki motivasi belajar memecahkan soal statistik membutuhkan konsentrasi belajar tinggi. Orang tersebut akan terganggu jika ada orang lain bersendau gurau atau bercakap-cakap dengan suara yang keras dekat dengan tempat belajar orang tersebut. Ini termasuk lingkungan hidup karena berasal dari manusia (makhluk hidup). 4) Faktor Fisiologis Faktor fisiologis artinya yang berhubungan dengan jasmani individu. Apabila jasmani seseorang terganggu atau pada diri seseorang commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 39 kekurangan zat makan maka akan menyebabkan terganggunya kegiatan orang tersebut. Contohnya: pada orang yang kurang gizi, orang tersebut ternyata kemampuan belajarnya berada di bawah orang lain yang tidak kekurangan gizi, biasanya cepat lelah dan mudah mengantuk sehingga kesulitan dalam belajarnya. Winkel (1986: 135) berpendapat bahwa faktor-faktor motivasi belajar dapat disebut faktor situasional. Faktor situasional ini terkait dengan beberapa hal yaitu: 1) pribadi siswa, 2) pribadi guru, 3) struktur jaringan hubungan sosial di sekolah, 4) sekolah sebagai institusi pendidikan. Faktor pribadi siswa mencakup hal-hal seperti taraf intelegensi, daya motivasi belajar, kemampuan berbahasa, kecepatan belajar, kadar motivasi belajar, sikap terhadap tugas belajar, motivasi dalam belajar, perasaan dalam belajar, kondisi mental dan fisik. Kondisi setiap siswa mempunyai kualitas sendiri-sendiri sehingga hasil yang diperolehpun tentu saja berbeda-beda. Pribadi guru mencakup hal-hal seperti kepribadian, penghayatan nilai-nilai kehidupan, daya motivasi belajar, motivasi bekerja, keahlian dalam penguasaan materi dan penggunaan prosedur-prosedur didaktik, gaya memimpin, kemampuan untuk bekerja sama dengan tenaga kependidikan yang lain. Struktur jaringan sosial sekolah mencakup hal-hal seperti sistem sosial, status sosial siswa, interaksi sosial antar siswa dan antara guru dengan siswa, suasana dalam kelas. Sekolah sebagai institusi pendidikan mencakup hal-hal seperti disiplin sekolah, pembentukan satuan-satuan kelas, pembagian tugas di antara para guru, penyusunan jadwal pelajaran, commit to user perpustakaan.uns.ac.id penyusunan digilib.uns.ac.id 40 kurikulum pengajaran dan pengawasan terhadap pelaksanaannya, serta hubungan dengan orang tua. d. Motivasi Model ARCES (ARCES Models) Motivasi Model ARCES ini, merupakan pengembangan dari motivasi model ARCS yang ditulis oleh John M. Keller dalam Reigeluth (1983). Andreas Kosasih dalam Optimalisasi Belajar dan Pembelajaran (2010) menuliskan bahwa keempat prinsip dalam model ARCS (Attention, Relevance, Confidence, Satisfaction) lebih cenderung dan dominan menggarap ranah kognitif dan psikomotor dan perlu penggarapan ranah afektif siswa secara lebih tajam. Pengembangan model ARCS menjadi ARCES (Attention, Relevance, Confidence, Enjoyment, Satisfaction) di Indonesia diharapkan bisa menggarap ketiga ranah secara lebih integral dan holistik. Masih Andreas Kosasih (2010: 88), guru perlu mengaplikasikan strategi pembelajaran yang mampu merangsang dan mengembangkan motivasi yang berorientasi pada aktifitas siswa. Atau dalam kata lain, munculnya motivasi belajar dalam diri siswa bukan hanya menjadi tanggung jawab siswa itu sendiri, tetapi juga merupakan tanggung jawab guru. Oleh sebab itu, prinsip-prinsip motivasional model ARCES perlu diterapkan dan dikembangkan dalam proses pembelajaran. Motivasi model ARCES ini dapat diuraikan sebagai berikut: 1) A = attention (perhatian), artinya belajar harus mempunyai atensi dan keinginan tentang suatu materi. Maka perlu ditumbuhkan pertanyaan reflektif : “Mengapa saya harus belajar tentang ini?”. Perhatian siswa commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 41 dapat dimunculkan salah satunya dengan dorongan ingin tahu. Oleh sebab itu siswa perlu mendapatkan rangsangan sehingga memberikan perhatian dan perhatian tersebut akan terpelihara selama proses pembelajaran berlangsung, atau bahkan lebih lama lagi. Rasa ingin tahu tersebut dapat dirangsang melalui cara-cara baru, cara aneh, cara lain yang belum pernah ada. Cara-cara tersebut dapat menstimulir rasa ingin tahu pada diri siswa. Suciati dan Udin Syarifuddin Winatasaputra (1997: 44) mengemukakan strategi untuk merangsang minat dan perhatian siswa dengan cara sebagai berikut: a) Gunakan metode pembelajaran yang bervariasi (ceramah, diskusi, bermain peran, simulasi, curah pendapat, demonstrasi, studi kasus dan lain sebagainya) b) Gunakan media untuk melengkapi penyampaian bahan kajian (transparansi, film, videotape, dan sebagainya) c) Bila dirasa tepat gunakan humor dalam proses pembelajaran. d) Gunakan peristiwa nyata (anekdot dan contoh-contoh) untuk menperjelas konsep yang diutarakan. 2) R = relevance (Relevansi = kegunaan) artinya motivasi belajar akan tumbuh dan berkembang apabila siswa mengakui bahwa materi belajar mempunyai manfaat langsung secara pribadi . Relevansi menunjukkan adanya hubungan antara materi pelajaran dengan kebutuhan dan kondisi siswa. (Suciati dan Udin Syarifuddin Winatasaputra, 1997: 45). Motivasi siswa akan terpelihara, terbangkitkan, terkembangkan apabila siswa commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 42 merasakan apa yang dipelajari memenuhi kebutuhan pribadi, bermanfaat serta sesuai dengan nilai yang diyakini, diperjuangkan atau dipegangnya. Kebutuhan pribadi (basic needs) dikelompokkkan ke dalam 3 (tiga) kategori yaitu motif pribadi, motif instrumental dan motif kultural. a) Nilai motif pribadi (personal motive value) menurut Mc Clelland dalam Suciati dan Udin Syarifuddin Winatasaputra (1997: 45) mencakup 3 (tiga) hal yaitu: (1) Kebutuhan untuk berprestasi (needs for achievement) (2) Kebutuhan untuk memiliki kuasa (needs for power) (3) Kebutuhan untuk berafiliasi (needs for affiliation) b) Nilai yang bersifat instrumental, artinya bahwa keberhasilan atau kesuksesan dalam mengerjakan tugas dianggap sebagai indikasi atau sebagai langkah untuk mencapai keberhasilan atau kesuksesan berikutnya. c) Nilai kultural, artinya apabila tujuan yang ingin dicapai itu sesuai dengan nilai yang diyakini, diperjuangkan dan dipegang oleh kelompok yang menjadi acuan siswa sebagai contoh: nabi, guru, orang tua, tokoh tertentu dan sebagainya. Suciati dan Udin Syarifuddin Winatasaputra (1997: 45) mengemukakan beberapa strategi yang dapat digunakan untuk menunjukkan relevansi sebagai berikut: commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 43 a) Sampaikan kepada siswa apa yang akan dapat mereka lakukan setelah mempelajari materi pembelajaran. Ini berarti guru harus menjelaskan tujuan instruksional. b) Jelaskan manfaat pengetahuan atau keterampilan atau sikap serta nilai yang akan dipelajari, dan bagaimana hal tersebut dapat diaplikasikan dalam pekerjaan dan kehidupan nanti. c) Berikan contoh, latihan atau tes yang langsung berhubungan dengan kondisi siswa atau profesi tertentu. 3) C = confidence (kepercayaan diri) artinya perlu dihilangkan kekuatiran dalam diri siswa bahwa suatu materi tertentu tidak mampu ia pelajari secara efektif. Siswa perlu percaya diri bahwa ia mampu dan bisa berhasil dengan mempelajari sesuatu yang baru. Oleh sebab itu siswa perlu didorong dan ditumbuhkan harapan positif untuk berhasil. Merasa diri kompeten atau mampu, merupakan potensi untuk dapat berinteraksi secara positif dan proaktif dengan lingkungan. Bandura dalam Suciati dan Udin Syarifuddin Winatasaputra (1997: 46) mengembangkan lebih lanjut dengan mengembangkan konsep “self-efficacy”yakni konsep yang berhubungan dengan keyakinan pribadi bahwa dalam diri siswa memiliki kemampuan untuk melakukan suatu pekerjaan atau tugas yang menjadi syarat keberhasilan mereka. Prinsip yang perlu dikembangkan bahwa motivasi akan tumbuh, berkembang, meningkat sejalan dengan tumbuh, berkembang dan meningkatnya harapan atau cita-cita untuk berhasil. Harapan atau cita-cita ini kadang juga dipengaruhi oleh pengalaman commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 44 sukses masa sebelumnya. Dengan demikian ada korelasi antara pengalaman sukses dan motivasi. Motivasi dapat memacu dan menghasilkan ketekunan yang membawa serta mengarahkan keberhasilan (prestasi), dan selanjutnya pengalaman sukses tersebut akan memotivasi untuk melaksanakan tugas berikutnya. Strategi yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan kepercayan diri antara lain adalah sebagai berikut: a) Meningkatkan harapan siswa untuk berhasil dengan memperbanyak pengalaman berhasilnya siswa, misalnya: (1) Mempersiapkan pembelajaran agar dengan mudah dipahami siswa (2) Diurutkan dari materi yang mudah ke yang sukar b) Menyusun pembelajaran ke dalam bagian-bagian yang lebih kecil, sehingga siswa tidak dituntut mempelajari terlalu banyak konsep baru sekaligus. c) Meningkatkan harapan untuk berhasil dengan menggunakan persyaratan untuk berhasil. Hal itu dapat dilaksanakan dengan menyampaikan tujuan pembelajaran dan kriteria tes atau ujian pada awal proses pembelajaran. Hal ini dilakukan agar membantu siswa mempunyai gambaran yang jelas mengenai apa yang diharapkan. d) Meningkatkan harapan untuk sukses dengan menggunakan strategi kontrol keberhasilan terletak pada diri siswa sendiri. Contoh dengan commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 45 mencantumkan strategi pembelajaran dan kriteria untuk menentukan berhasil atau tidaknya siswa dalam silabus dan kontrak pembelajaran. e) Menumbuhkembangkan kepercayaan diri siswa dengan mengatakan “nampaknya kalian telah memahami konsep yang saya ajarkan dengan baik”, serta menyebutkan kelemahan siswa sebagai “hal yang masih perlu diperbaiki”. f) Memberikan umpan balik yang konstruktif selama proses pembelajaran agar siswa mengetahui serta memahami kepribadian siswa pada pendidikan mereka saat ini. 4) E = enjoyment (kesenangan/kegembiraan), artinya rasa senang dalam pembelajaran banyak ditentukan oleh keberhasilan belajar pada waktuwaktu sebelumnya. Selain itu rasa senang juga ditentukan oleh hasil analisis cost-benefit perbuatan belajar, serta rasa butuh belajar dan keyakinan bahwa ia mampu mencapai tujuan belajar. (Haris Mudjiman, 2008 : 91). Pembelajaran yang menyenangkan merupakan suatu usaha untuk membangun pengalaman belajar siswa dengan berbagai proses untuk mendapatkan pengalaman baru, melalui penciptaan kegiatan belajar yang beragam dan mengkondisikan suasana belajar, sehingga mampu memberikan pelayanan pada berbagai tingkat kemampuan dan gaya belajar siswa, serta siswa lebih terpusat perhatiannya secara penuh. Pelaksanaan pembelajaran yang menyenangkan memperhatikan hal-hal sebagai berikut : commit to user ini hendaknya perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 46 a) Memahami sifat siswa Pada dasarnya siswa mempunyai sifat : rasa ingin tahu dan kebebasan berimaginasi. Kedua sifat ini merupakan modal dasar bagi berkembangnya sikap dan pola pikir kritis dan kreatif. Maka kegiatan pembelajaran harus dikelola secara baik demi berkembangnya kedua sifat tersebut. b) Mengenal siswa secara perorangan Para siswa berasal dari lingkungan keluarga yang bervariasi dan memiliki kemampuan yang berbeda. Dalam pembelajaran yang menyenangkan perbedaan individu perlu diperhatikan dan perlu tercermin dalam kegiatan pembelajaran. Kegiatan dalam kelas tidak harus selalu sama, melainkan disesuaikan dengan kecepatan belajarnya. Siswa dengan kemampuan lebih dapat dimanfaatkan untuk membantu temannya yang lemah (tutor sebaya). Dengan mengenali kemampuan siswa, kesulitan belajar dapat teratasi dan hasil yang diperoleh lebih maksimal. Andreas Kosasih (2010) mengemukakan beberapa ketrampilan mengajar yang sangat berperan dan menentukan kualitas pembelajaran menyenangkan meliputi: a) Ketrampilan bertanya Ketrampilan bertanya sangat penting bagi guru untuk menciptakan pembelajara yang menyenangkan sebab hampir dalam setiap tahap pembelajaran guru dituntut untuk mengajukan pertanyaan, dan kualitas commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 47 pertanyaan yang diajukan oleh guru akan menentukan kualitas jawaban siswa. b) Penguatan merupakan respons terhadap suatu perilaku yang dapat meningkatkan kemungkinan terulangnya kembali perilaku tersebut. Penguatan bertujuan untuk meningkatkan perhatian siswa terhadap pembelajaran, merangsang dan meningkatkan motivasi belajar, meningkatkan kegiatan pembelajaran dan membina perlaku yang produktif. c) Adanya variasi Mengadakan variasi pembelajaran merupakan ketrampilan khusus yang harus dikuasai oleh guru yang bertujuan untuk meningkatkan perhatian peserta didik terhadap materi standar yang relevan. Variasi dapat dilakukan pada gaya mengajar, metode mengajar, penggunaan media dan sumber belajar, pola interaksi dan variasi dalam kegiatan pembelajaran. d) Kemampuan menjelaskan Menjelaskan adalah mendeskripsikan secara lesan tentang benda, keadaan, dan fakta sesuai dengan waktu dan hukum-hukum yang berlaku. Penjelasan dapat dilakukan selama pembelajaran, baik di awal, pertengahan maupun akhir pembelajaran. Penjelasan harus bermakna dan menarik perhatian siswa dan sesuai dengan standar materi dan kompetensi dasar. Selain itu dapat diberikan untuk menjawab commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 48 pertanyaan siswa dan harus sesuai dengan latar belakang dan tingkat kemampuan siswa. e) Kemampuan membuka dan menutup pelajaran Membuka dan menutup pembelajaran merupakan 2 kegiatan rutin yang biasa dilakukan guru untuk memulai dan mengakhiri pelajaran. Apabila kegiatan ini dilakukan secara profesional akan memberikan pengaruh yang positif terhadap siswa yakni : (1) membangkitkan motivasi belajar, (2) siswa memiliki kejelasan mengenai tugas-tugas yang harus dikerjakan, (3) siswa memperoleh gambaran yang jelas mengenai pelajaran yang akan berlangsung, (4) siswa memahami hubungan antara pengalaman belajar yang dimiliki sebelumnya dengan hal-hal yang baru, (5) siswa dapat menghubungkan konsep-konsep atau generalisasi dalam suatu peristiwa pembelajaran, (6) siswa mengetahui tingkat keberhasilannya terhadap materi yang dipelajari, (7) guru dapat mengetahui tingkat keberhasilan dan efektifitas kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan. f) Kemampuan membimbing diskusi Diskusi dalam kelompok kecil bertujuan agar siswa : (1) berbagi informasi dan pengalaman dalam pemecahan suatu masalah, (2) meningkatkan pemahaman terhadap masalah yang penting dalam pembelajaran, (3) meningkatkan ketrampilan dalam merencanakan dan pengambilan keputusan, (4) mengembangkan commit to user berpikir dan perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 49 berkomunikasi, (5) membina kerjasama yang kuat sehat dalam kelompok yang kohesif dan bertanggung jawab. g) Kemampuan mengelola kelas Mengelola kelas merupakan ketrampilan guru untuk menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif dan mengendalikannya jika terjadi gangguan dalam pembelajaran. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan kelas adalah : (1) kehangatan dan keantusiasan, (2) variasi, (3) fleksibel, (4) penekanan pada hal-hal positif, (5) penanaman disiplin diri h) Kemampuan mengajar kelompok kecil dan perorangan Mengajar kelompok kecil dan perorangan merupakan suatu bentuk pembelajaran yang memungkinkan guru memberikan perhatian terhadap setiap individu. Juga dalam rangka menjalin hubungan yang akrab antara guru dengan siswa maupun antara siswa dengan siswa. Khusus untuk pembelajaran individual perlu diperhatikan kemampuan dan kematangan berpikir siswa, agar apa yang disampaikan bisa diserap dan diterima oleh siswa dengan baik. Rasa senang terhadap pelajaran dapat ditumbuhkan dengan menyadarkan siswa akan beberapa hal yakni : a) T = Pengetahuan Apakah siswa memiliki pengetahuan yang cukup tentang detail perbuatan belajar yang sedang dikembangkan? commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 50 b) B = Kebutuhan Apakah siswa merasa butuh melakukan kegiatan belajar yang sedang dipertimbangkan, karena kegiatan itu menjanjikan pemenuhan suatu kebutuhan. c) M = Kemampuan Apakah peserta didik merasa mampu melakukan perbuatan belajar yang sedang dipertimbangkan d) S = Kesenangan Apakah siswa merasa senang dengan ide belajar? 5) S = Satisfaction (kepuasan), artinya belajar harus menghasilkan rasa puas untuk menyokong atau mendorong tumbuhnya keinginan untuk tetap belajar. Joyfull learning akan mengakibatkan succesfull learning, atau sebaliknya succsesfull learning akan mengakibatkan joyfull learning. Keberhasilan dalam mencapai tujuan akan mengakibatkan kepuasan dan siswa akan termotivasi untuk terus berusaha mencapai tujuan yang serupa. Untuk meningkatkan dan memelihara motivasi siswa, guru dapat memberikan penguatan (reinforcement) berupa pujian, pemberian kesempatan atau bahkan kalau mungkin pemberian hadiah. Strategi untuk meningkatkan kepuasan antara lain dengan : a) Menggunakan pujian secara verbal b) Memberikan umpan balik yang informatif bukan intimidasi c) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menggunakan atau mempraktekkan pengetahuan yang baru dipelajari. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 51 d) Meminta kepada siswa yang sudah menguasai pengetahuan atau keterampilan untuk membantu temannya yang belum menguasai. e) Bandingkan prestasi siswa dengan prestasi guru sendiri di masa lalu atau dengan suatu standar tertentu bukan dengan siswa yang lain. Oleh sebab itu, dalam proses pembelajaran guru perlu memasukkan aspek motivasional, sebab tidak adanya motivasi akan mengakibatkan buruknya hasil belajar. Perlu diketahui bahwa sumber munculnya motivasi belajar adalah: pertama rasa ingin tahu (couriosity) atas stimulus (rangsangan) yang baru, kompleks dan tidak biasa. Kedua untuk berprestasi (need achievement) untuk mencapai sesuatu, menguasai sesuatu dan menghasilkan sesuatu. Ketiga rasa percaya diri (self afficafy) = (confidence), yaitu keyakinan tentang kemampuan mencapai sukses atau menghindari kegagalan. Maka dengan menerapkan dan mengembangkan motivasi model ARCES tersebut diharapkan guru mampu menyusun rencana pembelajaran yang dapat memberikan, menumbuhkan, mengembangkan serta menjaga motivasi para siswa, sehingga proses pembelajaran dapat mencapai hasil yang optimal, efektif dan efisien sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. e. Motivasi dalam Proses Pembelajaran Siswa mempunyai kecenderungan untuk belajar apa yang ingin dipelajari dan akan mengalami kesulitan untuk mempelajari materi yang tidak menarik dan tidak diminatinya. Persoalannya adalah bagaimana guru mampu memotivasi siswa untuk mencapai commit to user tujuan pembelajaran. Oleh sebab perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 52 itu, menurut Salisbury (1996: 4) guru dapat memberikan motivasi belajar melalui dua cara yaitu: (1) Meningkatkan mutu pembelajaran untuk mencapai tujuan dan meningkatkan mutu pembelajaran dengan lima macam teknologi mendasar yaitu berpikir sistematik, desain sistem, ilmu pengetahuan yang bermutu, managemen perubahan dan teknologi pembelajaran. (2) Mempengaruhi harapan siswa sehingga mereka percaya bahwa keterlibatan mereka dalam proses pembelajaran mengantarkan pada keberhasilan dalam mencapai tujuan pendidikan serta sistem nilai mereka sebagai pribadi. Motivasi siswa untuk melakukan kegiatan belajar dapat timbul dari dalam maupun luar dirinya. Sumadi Suryabrata (2002) membedakan motivasi menjadi motivasi intrinsik yaitu motivasi yang timbul dari dalam diri orang yang bersangkutan tanpa rangsangan maupun bantuan orang lain dan motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang timbul oleh rangsangan dari luar diri seseorang dan biasanya oleh orang lain. Dari kedua motivasi tersebut, motivasi intrinsik umumnya lebih efektif dalam mendorong seseorang untuk belajar daripada motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik dalam diri siswa memegang peranan penting maka harus ditumbuhkan karena apabila keinginan dan usaha belajar itu datang dari diri sendiri maka harapan untuk mencapai hasil yang mencerminkan kemampuannya dapat dioptimalkan. Sebaliknya apabila motivasi belajar timbul karena hal-hal lain seperti dimarahi guru atau orang tua, takut committakut to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 53 dihukum, malu pada teman dan sebagainya yang berdasarkan atas dasar keterpaksaan maka hasil yang dicapaipun tidak optimal. Sejalan dengan itu Sardiman A.M. (2001: 84) mengemukakan beberapa fungsi motivasi dalam proses pembelajaran yaitu: (1) Mendorong manusia untuk berbuat. Motivasi dalam konteks ini sebagai motor penggerak dari setiap kegiatan yang akan dilakukan. (2) Menentukan arah perbuatan yakni kearah mana tujuan yang akan dicapai. (3) Setiap orang ingin sukses sehingga siswa perlu menyadari dan mampu mencari strategi untuk mencapai sukses tersebut. (4) Jangan memberi kesimpulan terlebih dahulu bila tujuan guru sama dengan tujuan siswa. (5) Tumbuhkan suasana humor, kelas yang menggembirakan akan menyebabkan siswa berani berpartisipasi untuk ikut berproses. (6) Membuat papan bulletin dan pusat bakat dan minat untuk memberikan rangsangan hasrat ingin tahu. (7) Motivasi merupakan sarana bukan tujuan dan dengan motivasi siswa menjadi sempurna perhatiannya serta efektif untuk masing-masing individu. Motivasi dalam proses pembelajaran sangat diperlukan sebab siswa yang tidak mempunyai motivasi ada kemungkinan tidak melakukan aktivitas belajar. Segala sesuatu yang menarik minat siswa tertentu belum commit to user tentu menarik minat siswa yang lain. Dan yang perlu disadari bahwa dalam perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 54 proses pembelajaran, guru tidak hanya berfungsi sebagai pengelola kelas, fasilitator, mediator, sebagai administrator, demonstrator dan supervisor, tetapi juga sebagai motivator yang memberikan dorongan dan rangsangan agar siswa tekun dalam belajar. Motivasi belajar merupakan pendorong bagi siswa untuk berbuat sebaik-baiknya dengan tujuan memiliki kepribadian yang sebaik-baiknya. Dari berbagai uraian pendapat di atas, untuk mengetahui motivasi belajar siswa peneliti menggunakan indikator sebagai berikut: 1. Keinginan untuk mencapai hasil yang optimal yaitu: a) Dorongan untuk selalu maju dalam menekuni pelajaran Pendidikan Agama Katolik b) Dorongan untuk selalu mendapatkan nilai baik c) Dorongan untuk menyelesaikan tugas-tugas pelajaran Pendidikan Agama Katolik d) Kesungguhan siswa dalam merespon pelajaran Pendidikan Agama Katolik 2) Keinginan untuk meningkatkan pengetahuan yaitu: a) Dorongan untuk membaca hal-hal yang terkait dengan pelajaran Pendidikan Agama Katolik b) Dorongan untuk mengajukan pertanyaan tentang hal-hal yang belum jelas c) Dorongan untuk membaca buku baru commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 55 3) Rasa percaya diri dan kepuasan yaitu: a) Dorongan untuk menguasai materi pelajaran secara mandiri b) Memiliki kepuasan dalam mengikuti proses pembelajaran c) Adanya keinginan umpan balik dalam pembelajaran 5. Kepribadian sebagai Hasil Belajar a. Pengertian kepribadian Allport dalam Abdul Aziz Ahyani (1995:67) mengemukakan bahwa pengertian kepribadian sebagai berikut: “personality is the organization within the individual of those psychopsysical system that determinants unigue adjustment to his environment” (kepribadian ialah sistem jiwa raga yang dinamis dalam diri individu yang menentukan penyesuaian dirinya yang unik terhadap lingkungannya). Kepribadian mengungkapkan bahwa kecakapan hanya mewujudkan kualitas intelegensi manusia dari perilaku individu, sedangkan kepribadian menunjuk kepada kualitas total perilaku individu yang tampak dalam melakukan penyesuaian dirinya terhadap lingkungan secara unik (Abin Syamsuddin Makmun, 2009 : 56-57). Keunikannya itu didukung oleh struktur organisasi ciri-ciri jiwa raganya yang terbentuk secara dinamik. Keunikan jiwa dan raga itu dapat dilihat dari ciri-ciri konstitusi dan kondisi fisik, tampang dan penampilan , proporsi dan kondisi hormon, darah dan cairan tubuh lainnya. Berbagai segi kognitif, afektif dan konatif tersebut saling interdependensi satu sama lain, sehingga mewujudkan suatu sistem yang mewarnai dan menentukan kualitas tindakan atau perilaku commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 56 individu yang bersangkutan. Misalnya : nampak dalam interaksinya dengan lingkungan, antara lain: (1) karakter yakni konsekuen tindakannya dalam mematuhi aturan etika perilaku, atau teguh tidaknya dalam memegang pendirian atau pendapat, konsisten tidaknya tindakannya dalam menghadapi situasi lingkungan yang serupa atau berbeda-beda, (2) temperamen yakni cepat atau lambatnya mereaksi terhadap rangsangan yang datang dari lingkungannya, (3) sikap yakni positif atau negatif atau ambivalensi sambutannya terhadap objek-objek orang, benda, peristiwa, norma atau nilai, etis, estetika dan sebagainya yang lazim dikenal, (4) stabilitas emosional yakni mudah tidaknya tersinggung, marah, menangis atau putus asa, (5) tanggung jawab yakni menerima atau cuci tangan atau melarikan diri dari resiko atau tindakan atas perbuatannya yang dikenal, (6) sosiabilitas yakni keterbukaan atau ketertutupan dirinya serta kemampuan berkomunikasi dengan orang lain yang dikenal dan sebagainya. Muhibbin Syah (2001) mengartikan kepribadian secara sederhana sebagai sifat hakiki individu yang tercermin pada sikap dan perbuatannya yang membedakan dirinya dengan orang lain. Menurut tinjauan psikologis, kepribadian pada prinsipnya adalah susunan atau kesatuan antara aspek perilaku mental dengan aspek perilaku atau perbuatan nyata.Aspek-aspek ini berkaitan secara fungsional dalam diri seseorang individu, sehingga membuatnya bertingkah laku secara khas dan tetap (Reber dalam Muhibbin Syah, 2001:225). Hall dan Lindzey dalam Supratiktya (2001: 28) mengungkapkan bahwa kepribadian bagian dari individu yang commit tomerupakan user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 57 paling mencerminkan atau mewakili pribadi, bukan hanya dalam arti bahwa ia membedakan individu tersebut dari orang lain, tetapi yang lebih penting bahwa itulah ia yang sebenarnya. Maka kepribadian dipandang sebagai kesatuan sifat yang khas menandai pribadi tertentu itu, tetapi pemakaian istilah kepribadian menimbulkan permasalahan baru yaitu karena teori mengenai kepribadian ada bermacam-macam. Hal ini menunjukkan bahwa kepribadian merupakan suatu pengertian yang dapat diartikan bermacammacam pula. Kepribadian merupakan suatu konstruk yang tidak memiliki definisi yang jelas, dari gejala-gejala yang nampak dan melekat pada diri seseorang. Allport dalam Supratiktya (2001: 24) mendefinisikan kepribadian adalah organisasi dinamis dalam individu atas sistem-sistem psikofisik yang menentukan dirinya yang khas terhadap lingkungan. Dari beberapa pengertian di atas, maka perlu diuraikan beberapa kata kunci yang ada dalam pengertian kepribadian, agar lebih jelas makna dari pengertian yang ada yaitu: a) Organisasi dinamis, maksudnya bahwa kepribadian itu selalu berkembang dan berubah, meskipun ada suatu sistem organisasi yang mengikat dan menghubungkan berbagai komponen dari kepribadian. b) Psikofisik, maksudnya organisasi kepribadian melingkupi atau mencakup kerja tubuh dan jiwa. Tubuh dan jiwa merupakan dua hal yang tak terpisahkan atau dalam satu kesatuan. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 58 c) Menentukan, maksudnya menunjukkan bahwa kepribadian mengandung kecenderungan-kecenderungan determinasi yang memainkan peranan yang aktif dalam tingkah laku individu. d) Karakteristik (khas,unik), maksudnya menunjukkan sifat individualis. Artinya tidak ada dua orang yang benar-benar sama dalam caranya menyesuaikan diri dengan lingkungan, yang berarti tidak ada dua orang yang mempunyai kepribadian yang sama. e) Menyesuaikan diri dengan lingkungan, maksudnya kepribadian itu mengantarkan individu dengan lingkungan fisiologisnya yang kadangkadang menguasainya. Dalam konteks inilah kepribadian mempunyai fungsi adaptasi dan menentukan. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kepribadian adalah sifat khas/hakiki manusia yang mencakup tubuh dan jiwa sehingga membedakan dirinya dengan orang lain. Kepribadian ini selalu berubah dan berkembang meskipun diikat oleh suatu sistem organisasi. b. Faktor yang mempengaruhi kepribadian Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kepribadian manusia secara implisit yaitu aspek-aspek yang dimiliki individu yang dibawanya sejak kelahirannya dan ada yang karena pengalaman melalui interaksi dengan lingkungannya antara lain melalui proses pembelajaran (Abin Syamsuddin Makmun, 2009 : 61-62) dan sebagian lain karena dasar khusus (bakat) yang sangat bergantung kepada perkembangan umur individu. Menurut Abdul Aziz Ahyani (1993 : 67) kepribadian dipengaruhi oleh faktor pembawaan commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 59 dan faktor lingkungan. Faktor pembawaan maksudnya kepribadian seseorang yang dimiliki sejak lahir. Sifat-sifat yang dimiliki telah diwarisi sejak lahir di dunia. Faktor lingkungan maksudnya kepribadian seseorang terbentuk sebagai hasil dari pergaulan dan persinggungan dengan lingkungan sekitarnya, misalnya lingkungan sekolah, keluarga, masyarakat. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kepribadian seseorang dipengaruhi oleh faktor pembawaan dan lingkungan. c. Aspek –aspek kepribadian Yoesoef Noesyirwan dalam Abdul Aziz Ahyani (1995: 69) menganalisis kepribadian ke dalam empat bagian yaitu : 1) vitalitas sebagai konstanta dari semangat hidup pribadi, 2) temperamen sebagai konstanta dari warna dan corak pengalaman pribadi serta cara berinteraksi dan bergerak, 3) watak, konstanta dari hasrat, perasaan, dan kehendak pribadi dalam mengenali nilai-nilai, 4) kecerdasan, bakat, daya nalar sebagai konstanta kemampuan pribadi. Klages mengemukakan tiga aspek kepribadian (Sumadi Suryabrata, 2002: 96) yaitu: (1) materi atau bahan, (2) struktur, (3) kualitas atau sifat. (1) Materi kepribadian Materi atau bahan merupakan salah satu aspek kepribadian yang berisikan semua kemampuan, pembawaan beserta talenta-talenta. Materi ini merupakan modal pertama yang disediakan oleh kodrat untuk dipergunakan dan diperkembangkan oleh manusia. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 60 (2) Struktur kepribadian Dalam uraian mengenai struktur ini Klages mengawalinya dengan memberikan pengertian tentang struktur. Struktur dipandang sebagai sifat-sifat bentuknya atau sifat-sifat formalnya (Sumadi Suryabrata, 2002: 106) (3) Kualitas kepribadian Antara kemauan dan perasaan terjadilah perlawanan atau kebalikan yang sedalam-dalamnya. Perlawanan (antagonisme) inilah yang menjadi dasar dari sistem dorongan-dorongan Klages. Jadi di dalam kepribadian terdapatlah dua prinsip pokok. Apabila ditinjau secara teori murni, ada dua bentuk kepribadian yaitu: (1) kepribadian yang dikuasai oleh roh dan (2) kepribadian yang dikuasai oleh jiwa. d. Gambaran pribadi yang integrated Keseluruhan dimensi yang dimiliki manusia merupakan bagian integral yang menjadikan seseorang sebagai pribadi yang utuh. Namun apabila perhatian yang diberikan kurang tepat dan tidak proporsional pada masingmasing dimensi, dimensi-dimensi itu dapat saja terbangun dan terbentuk secara tidak seimbang. Akibatnya seseorang berkembang secara tidak seimbang. Untuk memiliki pribadi yang utuh, seseorang harus memadukan segala dimensi tadi dalam suatu keseimbangan yang harmonis.Mengenai gambaran yang terintegrasi ini, Antonius Atosokhi Gea, Antonina Panca Yuni Wulandari dan Yohanes Babari (Sumadi Suryabrata, 2002: 141- 142) memaparkan ciri-ciri sebagai berikut: commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 61 (1) Kadar konflik dirinya rendah. Ia tidak berperang melawan dirinya sendiri (pribadi menyatu) . Dengan demikian berarti memiliki lebih banyak energi untuk tujuan-tujuan yang produktif. (2) Memiliki kemampuan dalam menata batin sampai mencapai tahap kebebasan batin dalam arti tidak mudah diombang-ambingkan atau dipengaruhi oleh gejolak emosi dan perasaan sendiri. (3) Semakin memiliki cinta yang personal atau kedekatan hidup dengan Tuhannya sehingga mampu menanggung resiko dan konsekuensi diri dari pilihan hidup religiusnya. (4) Seseorang yang mudah bingung tentang mana yang benar atau salah, baik atau buruk, juga persepsinya tentang tingkah laku yang benar tidak banyak mengalami keraguan (5) Seseorang yang memiliki kemampuan melihat hidupnya secara jernih, melihat hidup apa adanya menurut keinginannya. Seseorang tidak lagi bersikap emosional, tetapi bersikap lebih objektif terhadap hasil-hasil pengamatannya. Sebab kebanyakan orang hanya mau mendengarkan yang ingin didengar dari orang lain sekalipun pendengaran mereka itu sama sekali tidak benar atau tidak jujur. (6) Orang ini juga dapat memberikan tugas, kewajiban atau panggilan tertentu yang ia pandang penting. Seseorang yang berminat pada pekerjaannya, maka ia bekerja keras. Baginya bekerja akan memberikan kegembiraan dan kenikmatan. Rupanya rasa bertanggung jawab atas commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 62 suatu tugas penting merupakan syarat utama bagi pertumbuhan, perkembangan, aktualisasi diri serta kebahagiaan. Dalam paparan mengenai gambaran pribadi yang terintegrasi, Antonius Gea dkk, membuat kesimpulan sebagai berikut: orang yang sudah terintegrasi dirinya tidak akan membiarkan harapan-harapan dan hasrathasrat pribadi menyesatkan pengamatannya. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kepribadian siswa yang dimaksud dalam penelitian ini memiliki indikator sebagai berikut: 1) Neurotisme, meliputi; a) kecemasan, b) permusuhan (marah), c)depresi, d) kesadaran diri, e) sifat impulsif, f) kerentanan; 2) Ekstraversi, meliputi; a) kehangatan, b) suka berteman, c) sifat asertif, d) aktivitas, e) mencari kesenangan, f) emosi positif, 3) Keterbukaan terhadap pengalaman meliputi; a) fantasi, b) estetika, c)perasaan, d) tindakan, e) gagasan, f) nilai; 4) Kecocokan; a) kepercayaan, b) sikap terus terang, c) altruisme (harus selalu benar), d) kerelaan, e) kesederhanaan, f) hati yang lembut, 5) Sikap hati-hati meliputi; a) kompetensi, b) tatanan, c) sikap memenuhi, d) tugas, e) pencapaian, f) disiplin diri, g) pertimbangan. 6. Pendidikan Agama Katolik a. Pengertian Pendidikan Agama Katolik Pendidikan Agama Katolik adalah usaha yang dilakukan secara terencana dan berkesinambungan dalam commit to user rangka mengembangkan perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 63 kemampuan siswa untuk memperteguh iman dan ketaqwaan terhadap TuhanYang Maha Esa sesuai dengan agama Katolik dengan tetap memperhatikan penghormatan terhadap agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional. (Komkat KWI, 2011 : 9) Secara lebih tegas dapat dikatakan bahwa Pendidikan Agama Katolik disekolah merupakan salah satu usaha untuk memampukan siswa menjalani proses pemahaman, pergumulan dan penghayatan imannya dalam konteks kehidupannya. Diharapkan pula dengan berproses bersama, iman siswa diperteguh dan menjadi semakin dewasa. b. Tujuan Dan Fungsi Pendidikan Agama Katolik 1) Tujuan Pendidikan Agama Katolik Pendidikan Agama Katolik pada dasarnya bertujuan agar siswa memiliki kemampuan untuk membangun hidup yang semakin beriman. Membangun hidup beriman Kristiani berarti membangun kesetiaan pada Injil Yesus Kristus yang memiliki keprihatinan tunggal yakni Kerajaan Allah. Kerajaan Allah merupakan situasi dan peristiwa penyelamatan: situasi dan perjuangan untuk perdamaian dan keadilan, kebahagiaan dan kesejahteraan, persaudaraan dan kesetiaan, kelestarian lingkungan hidup, yang dirindukan oleh setiap orang dari pelbagai agama dan kepercayaan (Komkat KWI, 2011: 9). commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 64 2) Fungsi Pendidikan Agama Katolik Fungsi Pendidikan Agama Katolik antara lain: (a) Memampukan siswa untuk memahami ajaran iman agama Katolik (b) Menolong siswa untuk hidup secara benar dan baik dalam Gereja dan masyarakat (c) Memberi jawaban terhadap persoalan siswa dan kaum muda pada umumnya (d) Mengajak siswa untuk semakin terbuka terhadap dunia yang semakin majemuk. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa fungsi PAK pada dasarnya adalah membantu siswa untuk mampu mengenal, menyadari dan menghayati hidupnya dalam terang iman Kristiani seperti yang diwartakan oleh Yesus Kristus (Komkat KWI, 2011 : 9). c. Ruang Lingkup Pendidikan Agama Katolik Bahan-bahan yang dibahas dalam Pendidikan Agama Katolik di Sekolah Menengah Pertama merupakan kelanjutan bahan Pendidikan Agama Katolik di Sekolah Dasar. Keempat aspek yang telah dibahas di Sekolah Dasar yaitu: Pribadi siswa, Yesus Kristus, Gereja dan Kemasyarakatan dan dibahas secara lebih mendalam sesuai tingkat kemampuan pemahaman siswa. Dalam aspek pribadi siswa dibahas tentang pemahaman diri sebagai pria dan wanita yang memiliki kemampuan dan keterbatasan, kelebihan dan kekurangan dalam berelasi dengan sesama serta lingkungan sekitarnya. Dalam aspek Yesus Kristus dibahas tentang bagaimana meneladani pribadi commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 65 Yesus Kristus yang mewartakan Allah Bapa dan Kerajaan Allah. Dalam aspek Gereja dibahas tentang makna Gereja, bagaimana mewujudkan kehidupan menggereja dalam realitas hidup sehari-hari. Dalam aspek kemasyarakatan dibahas secara mendalam tentang hidup bersama dalam masyarakat sesuai firman/sabda Tuhan, ajaran Yesus dan ajaran Gereja (Komkat KWI, 2011 : 9) d. Standar Kompetensi Lulusan Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik 1) Peserta didik dapat menguraikan pemahaman tentang pribadinya sebagai pria dan wanita yang memiliki rupa-rupa kemampuan dan keterbatasan untuk berelasi dengan sesama dan lingkungannya. 2) Peserta didik dapat menguraikan pemahamannya tentang Yesus Kristus dan bagaimana meneladani Yesus yang mewartakan Bapa dan Kerajaan Allah 3) Peserta didik dapat menguraikan makna Gereja sebagai sakramen keselamatan dan bagaimana mewujudkannya dalam hidup nyata. 4) Peserta didik dapat menguraikan pamahaman tentang hidup bermasyarakat dan bagaimana melaksanakan kehidupan bermasyarakat sesuai ajaran Firman Allah dan pengajaran Yesus Kristus. (Komkat KWI, 2011: 9) e. Hasil Belajar Pendidikan Agama Katolik 1)Pengertian Belajar Dalam masyarakat berkembang beberapa asumsi tentang belajar.Ada yang berpendapat bahwa belajar adalah semata-mata mengumpulkan atau commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 66 menghafalkan fakta-fakta yang tersaji dalam bentuk informasi dari materi pembelajaran. Ada pula yang berangggapan bahwa belajar sebagai latihan belaka seperti nampak dalam latihan membaca dan menulis. Skinner dalam Muhibbin Syah (2001: 90) mengatakan bahwa belajar adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif. Gredler (1986 : 1) mendefinisikan belajar sebagai proses untuk memperoleh berbagai kemampuan dan ketrampilan, tentang strategi untuk menjalankan peran di dunia, serta tentang sikap dan nilai yang memandu tindakan seseorang. Belajar merupakan tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif (Muhibbin Syah, 2001: 92). Menurut teori kognitivisme, belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman. Perubahan persepsi dan pemahaman ini tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang dapat diamati (Suciati dan Udin Syarifuddin Winatasaputra, 1997: 32). Kleden menegaskan bahwa belajar pada dasarnya berarti mempraktekkan sesuatu, sedangkan belajar tentang sesuatu berarti mengetahui sesuatu (Andrias Harefa, 2000: 24) Winkel mendefinisikan belajar sebagai suatu aktivitas mental/psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan – pemahaman, ketrampilan dan nilai sikap (Winkel, 1986 : 36). Berdasarkan definisi yang dirumuskan oleh Winkel dapat dijelaskan bahwa belajar itu senantiasa merupakan commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 67 perubahan tingkah laku atau penampilan dengan serangkaian kegiatan misalnya membaca, mengamati, mendengarkan atau meniru.Belajar akan lebih efektif apabila si pembelajar tersebut melakukannya dalam suasana yang menyenangkan dan dapat menghayati objek pembelajaran secara langsung sehingga belajar bukan merupakan kegiatan verbalistik. Belajar sebagai penambahan pengetahuan dan belajar disamakan dengan menghafal (Nasution, 2000 : 34). Dia juga menganggap bahwa belajar sebagai perubahan kelakuan berkat pengalaman dan latihan. Belajar akan membawa suatu perubahan pada individu yang belajar. Perubahan itu tidak hanya mengenai jumlah pengetahuan, melainkan juga dalam bentuk kecakapan, kebiasaan, sikap, pengertian, penghargaan, minat, penyesuaian diri dan sebagainya. Hilgard dalam Nasution (2000 : 35) mengatakan: ”Learning is the process by which an activity originates or is changed through training procedures” yang artinya: belajar adalah proses yang melahirkan atau mengubah suatu kegiatan melalui jalan latihan. Menurut kaum konstruktivis, belajar merupakan suatu proses mengkontruksi arti, entah itu teks, dialog, pengalaman fisis dan lain-lain (Paul Suparno, 2002 : 61) membuat kesimpulan tentang belajar itu merupakan suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahanperubahan dalam pengetahuan, keterampilan dan nilai sikap. Perubahan itu bersifat relatif konstan dan berbekas. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 68 Dari berbagai pendapat mengenai pengertian belajar di atas, pendapat Winkel menjadi perhatian penulis sebab penulis mempunyai suatu keyakinan bahwa perubahan sikap nilai perlu mendapatkan perhatian serius dalam proses pembelajaran di zaman sekarang ini selain pengetahuan dan keterampilan siswa. 2) Tujuan Belajar Proses pembelajaran akan efektif jika dilakukan dengan suasana menyenangkan (“fun and enjoy”) menurut Peter Kline dalam (Gordon Dryden & Jeannete Vos, 2000 : 22) maka perlu diciptakan suasana dan sistem belajar yang kondusif meskipun tidak dapat dipungkiri masih ada berbagai faktor lain yang akan menentukan hasil belajar siswa. Salah satu faktor yang mempengaruhi adalah cara guru mengajar. Oleh sebab itu mengajar yang diartikan sebagai suatu usaha menciptakan sistem lingkungan, harus memungkinkan terciptanya proses pembelajaran yang fun and enjoy. Tetapi perlu diketahui pula bahwa sistem lingkungan ini pun dipengaruhi oleh berbagai komponen yang saling berinteraksi yakni tujuan pembelajaran, bahan kajian yang disampaikan, guru, siswa, jenis kegiatan yang dikembangkan, metode, serta media pembelajaran yang dipilih. Pembelajaran dalam hal ini hendaknya mampu menjawab kebutuhan siswa, untuk merencanakan hidup dan tujuan hidup, bagaimana memilih nilai-nilai, bagaimana membangun commit to user identitas diri, membentuk perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 69 ketangguhan diri, dan mengupayakan relasi dan komunikasi pribadi yang efektif dengan sesama dan lingkungannya. Dari berbagai uraian tujuan di atas, apabila ditinjau secara umum, tujuan pembelajaran ada tiga macam (Sardiman A.M., 2001 : 26 ) yaitu: (1) Untuk mendapatkan pengetahuan (2) Menanamkan konsep dan pengetahuan (3) Pembentukan sikap Dalam proses pembentukan sikap mental, perilaku dan pribadi siswa, seorang guru perlu bijaksana dan berhati-hati dalam pendekatannya. Untuk itu dibutuhkan kecakapan guru dalam memberikan, mengarahkan serta memelihara motivasi siswa. Pembentukan sikap dan perilaku siswa ini, tidak akan terlepas dari persoalan penanaman nilai-nilai (transfer of value). Sebab dengan dilandasi nilai-nilai positif diharapkan mampu menumbuhkan kesadaran dan kemauan siswa untuk mengoptimalkan segala sesuatu yang telah dipelajarinya. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran adalah untuk mendapatkan, menambah atau meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap mental serta nilai-nilai dalam rangka mencapai tujuan hidup yang lebih sempurna. 3) Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yakni faktor dari dalam diri siswa dan faktor yang datang dari luar diri siswa (Nana Sudjana, 2001: 39) atau faktor lingkungan yang dimilikinya. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 70 Faktor dari dalam diri ini besar sekali pengaruhnya terhadap hasil belajar yang dicapai. Clark dalam Nana Sudjana (2001: 39) mengungkapkan bahwa hasil belajar di sekolah 70 % dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan 30 % dipengaruhi oleh lingkungan. Tetapi, selain faktor kemampuan, juga ada faktor lain yaitu motivasi, minat, perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan, kondisi sosial ekonomi, kondisi fisik dan kondisi psikis. Selain faktor di atas ada faktor lain yaitu: faktor pendekatan belajar (approach to learning) yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang dipergunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran (Muhibbin Syah, 2001: 132). Ketiga faktor di atas dalam banyak hal saling berkaitan dan saling mempengaruhi. Di samping ketiga faktor di atas, hasil belajar yang dicapai siswa masih juga tergantung dari faktor di luar diri siswa yaitu lingkungan. Salah satu faktor lingkungan yang paling dominan mempengaruhi hasil belajar adalah kualitas pengajaran. Yang dimaksud dengan kualitas pengajaran adalah tinggi rendahnya atau efektif tidaknya proses pembelajaran dalam mencapai tujuan instruksional. Pendapat ini sejalan dengan teori belajar di sekolah (Theory of school learning) dari Bloom seperti dikemas oleh Nana Sudjana (1989: 40) bahwa ada tiga variabel utama dalam belajar di sekolah yaitu: (1) Karakteristik individu (2) Kualitas pengajaran (3) Hasil belajar siswa commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 71 Caroll dalam Nana Sudjana (2001: 41) berpendapat bahwa hasil belajar siswa dipengaruhi oleh lima faktor yaitu: bakat belajar, waktu yang tersedia untuk belajar, kemampuan individu dan kualitas pengajaran. Keempat faktor awal adalah berkaitan dengan kemampuan individu, sedangkan faktor terakhir merupakan faktor yang datang dari luar diri siswa yaitu faktor lingkungan. 4) Bentuk dan Tipe Hasil Belajar Dalam proses pembelajaran, tipe hasil belajar yang diharapkan dapat dicapai siswa harus diketahui oleh guru. Tujuannya agar guru dapat mendesain pembelajaran secara tepat dan penuh makna. Setiap proses dalam pembelajaran hendaknya dapat diukur tingkat keberhasilannya dari pencapaian hasil. Disamping dapat diukur dari segi prosesnya, tipe hasil belajar yang dimaksud perlu nampak dalam perumusan indikator, sebab indikator itulah yang akan dicapai dalam proses pembelajaran. Ada beberapa pendapat yang melihat peristiwa atau proses belajar (Nana Sudjana, 2001:45). Dari berbagai pendapat yang ada dapat diklasifikasikan menjadi tiga sudut pandang yakni: (1) Melihat belajar sebagai proses (2) Melihat belajar sebagai hasil (3) Melihat belajar sebagai fungsi Ketiga cara pandang ini harus dipahami oleh guru sebab guru adalah pembina, pembimbing dan pengarah kegiatan belajar siswa, agar dalam commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 72 pribadi siswa memperoleh hasil yang telah didesain sebelumnya. Dari uraian berikut ini belajar akan dipandang sebagai hasil. Kingsley (1989 : 45) membagi tiga macam hasil belajar yakni (a) keterampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengertian, (c) sikap dan cita-cita, yang masing-masing dapat diisi dengan bahan yang ditetapkan dalam kurikulum sekolah. Gagne (1985: 82) mengemukakan lima kategori tipe hasil belajar yakni (a) verbal information, (b) intelektual skill, (c) cognitive strategy, (d) attitude, (e) motor skill. Berbeda dengan pendapat di atas Bloom dalam Januszewski (2008 : 51) mengemukakan bahwa tujuan pendidikan yang hendak dicapai diklasifikasikan menjadi tiga bidang yakni (a) ranah kognitif, (b) ranah efektif, dan (c) ranah psikomotorik. Bahkan baru-baru ini muncul sebuah revisi untuk ranah kognitif dengan memberi ulang nama kategori. (1) Ranah kognitif (cognitive domain) : (a) mengingat (remember), (b) memahami (understand), (c) menerapkan(apply), (d) menganalisa (analyze), (e) mengevaluasi (evaluate) dan (f) menciptakan (create). Kategori-kategori ini disusun secara hirarkis sehingga menjadi taraftaraf yang semakin bersifat kompleks mulai dari taraf bawah ke atas. (2) Ranah afektif (affective domain) menurut Bloom, Kratwohl dan Masia dalam Januszewski (2008 : 51) : (a) merespon (responding), (b) menilai (valuing), (c) mengorganisasi (organization), (d) pembentukan pola hidup/karakter commit to user(characterization). perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 73 (3) Ranah psikomotorik (psychomotoric domain) menurut Simpson : (a) persepsi (perception), (b) kesiapan (set), (c) gerakan terbimbing (guided response), (d) gerakan yang terbiasa (mechanical response), (e) gerakan yang kompleks (complex response), (f) penyesuaian pola gerakan (adjusment), (g) motivasi belajar (creativity). Dalam tulisan ini, penulis hanya membatasi pembahasan bentuk dan tipe hasil belajar menurut Gagne dan Bloom, walaupun dalam sistem pendidikan lebih banyak mengacu teori yang dikemukakan oleh Bloom yang ditulis dalam Januszewski (2008). Namun, ada baiknya kalau dikemukan juga pendapat Gagne (1985) sebagai bahan pembanding atau penyeimbang. Dengan harapan akan dapat memperkaya sebab antara keduanya ada kesamaan. Untuk belajar yang berkenaan dengan hasil, Gagne mengemukakan lima jenis atau tipe yakni : (1) Kemahiran Intelektual (cognitive) Dalam tipe ini termasuk belajar diskriminasi, belajar konsep dan belajar kaidah. Belajar diskriminasi yaitu kesanggupan membedakan beberapa objek berdasarkan ciri-ciri tertentu. Untuk itu diperlukan pengamatan yang cermat dari ciri-ciri objek tersebut seperti bentuk, ukuran, warna, dll. (2) Belajar informasi verbal Pada umumnya belajar berlangsung melalui informasi verbal apalagi belajar di sekolah seperti membaca, menulis, mengarang, bercerita, mendengarkan penjelasan guru. Kesanggupan menyatakan pendapat commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 74 dalam bahasa lisan atau tulisan, berkomunikasi, kesanggupan memberi arti pada setiap kata/ kalimat, dll. (3) Belajar mengatur kegiatan intelektual Kalau dalam belajar kemahiran intelektual menekankan pada belajar deskriminasi, belajar konsep dan kaidah, maka dalam belajar mengatur kegiatan intelektual yang ditekankan adalah kesanggupan memecahkan masalah melalui konsep atau kaidah yang telah dimlikinya. Hal ini lebih menekankan pada aplikasi kognitif dalam pemecahan masalah. Dua aspek penting dalam tipe belajar ini yakni prinsip pemecahan masalah dan langkah berpikir dalam pemecahan masalah (problem solving) (4) Belajar keterampilan motorik Belajar keterampilan motorik banyak berkaitan dengan kesanggupan memanfaatkan gerakan badan sehinga memiliki rangkaian urutan gerakan yang teratur, luwes, tepat, cepat dan lancar. Misalnya belajar bersepeda, komputer, menjahit, dll. Belajar motorik memerlukan kemahiran dan keunggulan intelektual serta sikap. Sebab dalam belajar motorik tidak semata-mata hanya gerakan anggota badan melainkan memerlukan pemahaman dan penguasaan akan prosedur gerakan yang harus dilakukan. Konsep mengenai cara melakukan gerakan dan lain-lain. Aspek urutan belajar motorik adalah tercapainya otomatisme melakukan gerakan. Gerakan yang otomatis merupakan puncak belajar motorik. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 75 (5) Belajar sikap Sikap merupakan kesiapan dan kesediaaan seseorang untuk menerima atau menolak suatu objek berdasarkan penilaian terhadap objek itu. Apakah berarti atau tidak bagi dirinya? Itulah sebabnya, bahwa sikap itu berhubungan dengan pengetahuan, dan perasaan seseorang terhadap objek. Sikap juga dipandang sebagai kecenderungan seseorang untuk berperilaku (predisposisi). Hasil belajar sikap nampak dalam bentuk kemauan, minat, motivasi, perhatian, perubahan perasaan, dll. Sikap dapat dipelajari dan diubah melalui proses belajar. Tipe belajar kemahiran intelektual, informasi verbal dan pengaturan kegiatan intelektual merupakan hasil belajar koginitif. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pendapat Gagne hampir sejalan dengan pendapat Bloom yaitu adanya tiga aspek hasil belajar yaitu koginitif, keterampilan dan sikap. Proses pendidikan mempunyai tujuan yang akan dicapai. Tujuan ini dikelompokkan dalam 3 kategori yakni bidang kognitif (penguasaan intelektual), bidang afektif (berhubungan dengan sikap dan nilai) serta bidang psikomotorik (kemampuan/keterampilan untuk bertindak/ berperilaku). Ketiganya tidak dapat berdiri sendiri-sendiri melainkan satu kesatuan yang tidak terpisahkan, bahkan membentuk hubungan hirarki. Sebagai tujuan yang akan dicapai melalui proses pembelajaran, ketiganya commit to user harus nampak sebagai hasil belajar siswa di sekolah. Hasil proses perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 76 pembelajaran perlu nampak dalam perubahan berperilaku/bertindak, dalam perubahan dan perkembangan intelektual, dalam bersikap dan dalam keteguhan mempertahankan nilai-nilai. Dalam rangka mencapai hasil maksimal, maka dibutuhkan teknik-teknik, pendekatan dan metodemetode pengajaran untuk mengubah sikap secara menyenangkan (Andrias Harefa, 2000 : 87) serta media-media perlu dikembangkan oleh guru. (1) Tipe hasil belajar bidang kognitif (a) Tipe hasil belajar pengetahuan hafalan (knowledge) (b) Tipe hasil belajar pemahaman (comprehention) (c) Tipe hasil belajar penerapan (aplikasi) (d) Tipe hasil belajar analisis (e) Tipe hasil belajar sintesis (f) Tipe hasil belajar evaluasi (2) Tipe hasil belajar bidang afektif Bidang afektif berkaitan dengan sikap dan nilai. Beberapa ahli mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya, bila seseorang telah menguasai bidang kognitif tingkat tinggi. Hasil belajar bidang afektif ini nampaknya kurang mendapat perhatian dari para guru, sebab guru lebih banyak memberi perhatian bidang kognitif semata-mata (Nana Sudjana, 1989 : 53). Tipe belajar afektif biasanya nampak dari diri siswa dalam berbagai tingkah laku seperti: perhatian (attention) terhadap proses pembelajaran, displin, motivasi commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 77 belajar, menghargai guru dan teman-temannya. Beberapa tingkatan dalam bidang afektif adalah sebagai berikut: (a) Receive attending (b) Responding atau jawaban (c) Valuing (penilaian) (d) Organisasi (e) Karakteristik nilai dan internalisasi nilai (3) Tipe hasil belajar bidang psikomotorik Hasil belajar bidang psikomotorik tampak dalam bentuk keterampilan (skill), kemampuan bertindak individu (perseorangan). Ada 6 tingkatan keterampilan yaitu : (a) Gerakan refleks (keterampilan pada gerakan yang tidak sadar) (b) Keterampilan pada gerakan-gerakan dasar (c) Kemampuan perseptual termasuk di dalamnya membedakan visual, membedakan auditif, dll. (d) Kemampuan di bidang fisik, misalnya kekuatan, keharmonisan dan ketepatan (e) Gerakan-gerakan skill, mulai dari keterampilan sederhana sampai pada keterampilan yang kompleks. (f) Kemampuan yang berkenaan dengan non decursive komunikasi seperti gerakan ekspresif dan gerakan interpretatif. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 78 B. Hasil Penelitian Yang Relevan Andreas Kosasih (2003: 110) dalam penelitiannya pada kelas II di SMU St. Bonaventura Kota Madiun Propinsi Jawa Timur menyimpulkan bahwa ada perbedaan kepribadian pada pendidikan budi pekerti antara siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi dan motivasi belajar rendah. Tidak ada interaksi pengaruh antara media pembelajaran (media gambar dan media audio) dan motivasi belajar siswa terhadap kepribadian siswa pada pendidikan budi pekerti. Hasil penelitian Nugroho (2009 : 85) pada siswa kelas VIII di SMP Negeri Kecamatan Tirtomoyo menyimpulkan bahwa ada perbedaan pengaruh antara pendekatan pembelajaran konsep dengan pembelajaran konvensional. Ada interaksi antara pendekatan pembelajaran dan kecerdasan emosional terhadap prestasi bahasa Inggris. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang mempunyai relevansi dengan penelitian sebelumnya yaitu menguji perbedaan keefektifan pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar. Adapun yang membedakan penelitian ini dengan sebelumnya adalah variabel bebas pertama Pendidikan Karakter dengan pendekatan PPR, materi pembelajaran dan subyek penelitian. C. Kerangka Berpikir 1. Perbedaan Pengaruh Pendidikan Karakter Dengan Pendekatan Paradigma Pedagogi Reflektif dan Pendekatan Konvensional Terhadap Kepribadian Siswa Dalam Pendidikan Agama Katolik Proses pembelajaran melibatkan berbagai komponen seperti: siswa, guru, yang saling berinteraksi dalam mencapai media dan berbagai pendekatan commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 79 tujuan pendidikan. Pendekatan pembelajaran merupakan salah satu aktivitas guru dalam memilih kegiatan pembelajaran. Penggunaan pendekatan konvensional dalam pembelajaran tidak menguntungkan siswa karena dalam proses pembelajaran lebih banyak didominasi guru sedangkan siswa tidak terlibat aktif dalam pencarian konsep, prinsip, serta nilai-nilai yang sedang mereka pelajari. Pengalaman materi pembelajaran banyak ditentukan oleh guru, sehingga kurang tersimpan kuat dalam ingatan, siswa lebih mengandalkan pada ingatan, sehingga kemampuan mentalnya untuk berproses secara analistis sangat minim. Kondisi seperti ini sering menimbulkan kebosanan, masa bodoh bahkan malas mengikuti pelajaran sehingga kepribadian siswa kurang terbentuk. Pendekatan Paradigma Pedagogi Reflektif mencoba menjawab permasalahan di atas dengan memadukan pendekatan proses dan kontekstual, mengintegrasikan pemahaman masalah dunia dan kehidupan serta pengembangan nilai-nilai kemanusiaan dalam proses yang terpadu, sehingga nilai-nilai itu muncul dari kesadaran dan kehendak peserta didik melalui refleksinya. Hasil refleksi itu tercermin dalam perubahan perilaku sehari-hari. ”Penekanan dalam pendekatan PPR adalah mengembangkan siswa menjadi pribadi yg utuh yakni competence (kompetensi), conscience (suara hati), dan compassion (kepedulian). Dengan pendekatan PPR diharapkan terbentuk pribadi siswa yang manusiawi dan berkarakter karena pengaruh nilai-nilai yang sudah tertanam kuat dalam dirinya. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 80 Dari uraian diatas dapat diduga bahwa terdapat perbedaan pengaruh pendidikan karakter dengan menggunakan pendekatan PPR dan pendekatan konvensinal terhadap kepribadian siswa dalam Pendidikan Agama Katolik. 2. Perbedaan Pengaruh Kepribadian Siswa pada Pendidikan Agama Katolik antara Siswa yang Memiliki Motivasi Belajar Tinggi dengan Siswa yang Memiliki Motivasi Belajar Rendah Motivasi merupakan suatu kekuatan atau faktor yang terdapat dalam diri siswa yang mampu menumbuhkan, mengarahkan, menjaga dan mengorganisasikan tingkah laku manusia. Dari teori motivasi yang berkembang. Siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi cenderung memiliki: a) keinginan mencapai hasil yang optimal, yaitu : 1) dorongan untuk selalu maju dalam menekuni pelajaran Pendidikan Agama Katolik, 2) dorongan untuk selalu mendapat nilai baik, 3) dorongan untuk menyelesaikan tugas-tugas Pendidikan Agama Katolik, 4) kesungguhan siswa dalam merespon pendidikan Pendidikan Agama Katolik. b) keinginan untuk meningkatkan pengetahuan: 1) dorongan untuk membaca dan mengerjakan soal-soal Pendidikan Agama Katolik, 2) dorongan untuk mengajukan pertanyaan tentang hal-hal yang belum jelas, 3) dorongan untuk membaca buku . c) rasa percaya diri dan kepuasan yaitu: 1) dorongan untuk menguasai materi pembelajaran secara mandiri, 2) memilikikepuasan dalam mengikuti proses pembelajaran, 3) adanya keinginan umpan balik dalam pembelajaran. Siswa yang memiliki motivasi belajar rendah cenderung tidak dapat melihat masalah dengan jelas, cenderung commit to user menerima apa adanya, mudah perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 81 menyerah, tidak percaya diri dan tidak memiliki pendirian dan keyakinan yang kuat, tidak berani mengambil resiko dan tidak bisa mengambil keputusan. Siswa tidak terbiasa berpikir untuk menemukan banyak alternatif dalam memahami setiap persoalan yang dihadapi, rasa ingin tahu rendah, sehingga jika satu alternatif yang dianggap benar diterapkan dalam memahami suatu permasalahan dan cara memecahkannya ternyata tidak berhasil maka siswa putus asa. Kondisi demikian akan menurunkan motivasi siswa yang pada akhirnya kepribadian yang dicapai siswa rendah. Dari uraian di atas dapat diduga bahwa siswa yang memiliki motivasi belajar tingi memiliki kepribadian yang lebih baik daripada siswa yang memiliki motivasi belajar rendah. 3. Interaksi Pengaruh antara Pendidikan Karakter dengan Pendekatan Paradigma Pedagogi Reflektif dan Motivasi Belajar Terhadap Kepribadian Siswa Dalam PAK Pendidikan karakter dengan pendekatan PPR dalam pembelajaran Pendidikan Agama Katolik menekankan pada keterlibatan siswa secara aktif baik sikap maupun mentalnya dengan bimbingan guru. Bimbingan tersebut secara bertahap dan berurutan sesuai dengan silabus pembelajaran. Motivasi belajar siswa dalam menemukan fakta, konsep Pendidikan Agama Katolik dalam pembelajaran sangat mempengaruhi tingkat pencapaian hasil belajarnya sehingga siswa dapat memahami konsep tersebut dengan baik dan dapat menetapkannya dalam pemecahan masalah. Pendidikan karakter dengan pendekatan reflektif sangat cocok bagi siswa baik yang memiliki tingkat commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 82 motivasi belajar tinggi maupun rendah dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi, karena dengan menggunakan pendekatan PPR dalam pembelajaran Pendidikan Agama Katolik, siswa tertarik dan merasa tertantang untuk menemukan fakta dan konsep Pendidikan Agama Katolik yang baru dengan ide-ide baru, kemampuan berpikir kreatif dan kemampuan memilih berbagai alternatif yang ada. Keberhasilan penemuan konsep baru merupakan salah satu kebanggaan bagi siswa sehingga dapat diduga siswa memiliki kepribadian yang lebih baik. Dari uraian di atas dapat diduga bahwa ada interaksi pengaruh pendidikan karakter dengan pendekatan PPR dan motivasi belajar terhadap kepribadian siswa pada Pendidikan Agama Katolik Kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat digambarkan dengan diagram berikut : Pendekatan PPR Pendekatan Konvensional PBM Motivasi Tinggi Motivasi Rendah commit to user Kepribadian Siswa perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 83 D. Pengajuan Hipotesis Berdasarkan landasan teori dan kerangka pemikiran di atas, maka dapat diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut: 4. Terdapat pengaruh antara pendidikan karakter dengan pendekatan paradigma pedagogi reflektif dan pendekatan konvensional terhadap kepribadian siswa dalam Pendidikan Agama Katolik 5. Terdapat perbedaan kepribadian siswa dalam Pendidikan Agama Katolik antara siswa yang memiliki motivasi tinggi dengan siswa yang memiliki motivasi rendah dalam belajar 6. Terdapat interaksi pengaruh antara pendidikan karakter dengan pendekatan paradigma pedagogi reflektif dan motivasi belajar terhadap kepribadian siswa dalam Pendidikan Agama Katolik commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 84 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di SMPK St. Yusuf Kota Madiun yang beralamatkan di Jl. Diponegoro No. 80 Madiun, Propinsi Jawa Timur, pada bulan April – Juni semester II tahun pelajaran 2011/2012. Adapun pelaksanan penelitian ini terdiri dari tiga tahap: 1. Tahap persiapan, meliputi: penentuan judul, penyusunan proposal, seminar proposal, revisi proposal, studi pustaka, kualifikasi, pembuatan instrumen mulai bulan Januari sampai Maret 2012 2. Tahap pelaksanaan eksperimen, try out dan pengumpulan data. Eksperimen dilakukan selama 12x pertemuan yang terdiri dari 11x proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konvensional dan pendekatan PPR ditambah 1x pertemuan untuk tes pelaksanaan eksperimen dilaksanakan mulai bulan April sampai dengan bulan Juni 2012 3. Tahap analisis data dan penulisan laporan penelitian. Kegiatan ini dilaksanakan bulan Juli sampai dengan Agustus 2012 B. Metode Penelitian Sesuai dengan masalah yang dikemukakan di depan, dalam penelitian ini menggunakan metode eksperimen, yaitu metode sistematis guna membangun hubungan yang mengandung fenomena sebab akibat (Causal-effect relationship) (Sukardi, 2011 : 179) antara variabel yang sengaja ditentukan terhadap variabel yang diteliti. Metode eksperimen terdiri dari dua yaitu: (1) eksperimen commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 85 eksplorative (eksperimen yang dilakukan untuk menemukan kebenaran ilmu pengetahuan) dan (2) eksperimen developmental (eksperimen yang dilakukan untuk mengembangkan kebenaran ilmu pengetahuan), sebab penelitian bertujuan untuk mengetes, mengecek atau membuktikan suatu hipotesis atau hipotesishipotesis tentang suatu hubungan sebab akibat (Sutrisno Hadi, 2000 : 427) 1. Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan faktorial 2 X 2 dengan teknik analisis variansi (ANAVA) yaitu suatu rancangan penelitian yang bertujuan untuk menguji ada atau tidaknya perbedaan efek beberapa perlakuan (faktor) terhadap variabel terikat (Budiono, 2009 : 183). Dalam penelitian ini, rancangan penelitian digunakan untuk meneliti pengaruh dari penggunaan pendekatan pembelajaran yang berbeda dari dua kelompok dihubungkan dengan tingkat motivasi belajar siswa. Motivasi belajar siswa terhadap kepribadian siswa pada pendidikan Agama Katolik dikelompokkan tinggi rendah. Siswa yang memiliki skor motivasi belajar di atas rata-rata dikelompokkan ke dalam kelompok motivasi belajar tinggi, sedangkan yang di bawah rata-rata dimasukkan pada kelompok motivasi belajar rendah. Gambar berikut merupakan rancangan analisis hipotesis penelitian ini: Tabel 1. Rancangan Analisis Hipotesa Faktor B Faktor A Motivasi Belajar Tinggi (B1) Rendah (B2) Pendekatan PPR (A1) A1B1 A1B2 Pendekatan Konvensional (A2) A2B1 A2B2 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 86 Rancangan penelitian tersebut berbentuk matrik yang terdiri atas 4 sel. Secara umum setiap selnya dapat dijelaskan sebagai berikut: Pendekatan Pembelajaran (A) dan Motivasi balajar (B). Indeks A1 menunjukkan pendekatan PPR dan A2 menunjukkan pembelajaran dengan pendekatan konvensional, sedangkan B1 dan B2 menunjukkan motivasi belajar tinggi dan rendah. A1B1 menunjukkan kelompok siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi yang diberi perlakuan pembelajaran dengan pendekatan PPR. A1B2 menunjukkan kelompok siswa yang memiliki motivasi belajar rendah yang diberi perlakuan dengan menggunakan pendekatan PPR. A2B1 menunjukkan kelompok siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi yang diberi perlakuan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konvensional. A2B2 menunjukkan kelompok siswa yang memiliki motivasi belajar rendah yang diberi perlakuan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konvensional. 2. Definisi Operasional a. Pendekatan PPR Pendekatan Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) adalah pendekatan pembelajaran yang memadukan pendekatan proses dan kontekstual dengan menumbuhkembangkan pribadi siswa menjadi pribadi yang menjunjung tinggi nilai kemanusiaan yakni dengan memberi pengalaman kemanusiaan, memfasilitasi dengan pertanyaan refleksi atas pengalaman tersebut dan selanjutnya memotivasi untuk membuat niat dan berbuat sesuai nilai yang ditemukan. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 87 b. Pendekatan Pendekatan konvensional adalah pendekatan pembelajaran yang digunakan seorang guru dengan lebih banyak menerapkan modus telling (pemberian informasi) daripada modus demonstrating (memperagakan) dan doing direct performance (memberikan kesempatan untuk menampilkan unjuk kerja secara langsung). c. Motivasi Belajar Motivasi belajar adalah dorongan / keinginan seseorang untuk mencapai hasil yang sebaik-baiknya dalam mencapai tujuan belajar yang diinginkannya. Beberapa indikator motivasi belajar ialah rasa ingin tahu, menghargai waktu, belajar dan bekerja dengan percaya diri, tekun dalam mengerjakan tugas-tugas, memiliki harapan sukses yang diukur dengan angket. d. Kepribadian Siswa Kepribadian ialah sistem jiwa raga yang dinamis dalam diri individu yang menentukan penyesuaian dirinya yang unik terhadap lingkungannya yang ditunjukkan dengan indikator, neurotisme, ekstraversi, keterbukaan terhadap pengalaman, kecocokan, sikap hati-hati dalam mengambil keputusan. e. Pendidikan Agama Katolik Pendidikan Agama Katolik ialah usaha yang dilakukan secara commit to user terencana dan berkesinambungan dalam rangka mengembangkan perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 88 kemampuan siswa untuk memperteguh iman dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama Katolik, dengan tetap memperhatikan penghormatan terhadap agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional. 3. Prosedur Penelitian a. Persiapan pembelajaran Pada tahapan ini, peneliti mempersiapkan hal-hal yang diperlukan dalam proses pembelajaran, kemudian guru menjelaskan langkah-langkah kegiatan pembelajaran pada siswa. Rencana kegiatan pembelajaran dengan pendekatan PPR disusun berdasarkan pendapat para ahli yang digunakan dalam kajian teori kemudian dikembangkan oleh peneliti dalam bentuk Rencana Program Pembelajaran (RPP) yang formatnya terdiri dari 1) Identitas 2) SK 3) KD, 4) Materi, 5) penjelasan prosedur pembelajaran, 6) penyajian masalah dan verifikasi data, 7) pengumpulan data dan eksperimentasi, 8) memformulasikan penjelasan dengan menggunakan pendekatan PPR pada siswa, 9) analisis proses pendekatan PPR dan 10) melaksanakan tes. Untuk rencana kegiatan belajar mengajar dengan pendekatan konvensional peneliti menggunakan format yang sudah ada / berlaku di sekolah selama ini, yang meliputi 1) Identitas, 2) SK, 3) KD, 4) Indikator, commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 89 5) Tujuan, 6) Materi pembelajaran, 7) Metode dan pendekatan belajar – mengajar 8)Kegiatan Pembelajaran, 9 ) Penilaian, 10) Sumber belajar. Selanjutnya penyusunan RPP didasarkan pada Silabus Pendidikan Agama Katolik. b. Pelaksanaan Pembelajaran Langkah-langkah kegiatan pembelajaran dengan pendekatan PPR dan pendekatan konvensional: 1) Pendekatan PPR Sekolah : ………………………… Mata Pelajaran : ………………………… Kelas/Semester : ………………………… Materi Pokok : ………………………… Alokasi Waktu : ………………………… 1. Standar Kompetensi (disesuaikan dengan konteks siswa) 2. Kompetensi Dasar (disesuaikan dengan konteks siswa) 3. Materi Pembelajaran : ……………………………………… Nilai Kemanusiaan : ……………………………………… 4. Strategi Pembelajaran/Skenario : a. Introduksi : 1) Siswa mengerti bahan pelajaran 2) Siswa mau berpartisipasi dalam menunbuhkan persaudaraan b. Kegiatan Inti commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 90 1) Mengolah materi pembelajaran 2) Latihan soal : kerjasama sekaligus Pengalaman dan persaudaraan : 1) Evaluasi dan pembahasannya 2) Refleksi 3) Aksi c. Penutup 5. Media Pembelajaran : …………………………………………… 6. Life Skill : …………………………………………… 7. Penilaian a. Tagihan : …………………………………………… b. Tindak lanjut : …………………………………………… 8. Sumber bahan : …………………………………………… 9. Evaluasi PPR : dampak pada siswa, guru, orang tua 2) Pendekatan Konvensional 1. Identitas mata pelajaran a. Satuan Pendidikan : ........................................................... b. Kelas / semester : ........................................................... c. Mata Pelajaran : ........................................................... d. Jumlah Pertemuan : ........................................................... 2. Standar Kompetensi (sesuai silabus) 3. Kompetensi Dasar (sesuai silabus) commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 91 4. Indikator Pencapaian Kompetensi : ..................................................... 5. Tujuan Pembelajaran : ..................................................... 6. Materi Ajar : ..................................................... 7. Alokasi Waktu : ..................................................... 8. Metode Pembelajaran : ..................................................... 9. Kegiatan Pembelajaran : ...................................................... 10. Penilaian Hasil Belajar : ...................................................... 11. Sumber Belajar : ...................................................... c. Pasca Pembelajaran Tahapan ini merupakan langkah akhir dari kegiatan eksperimen. Setelah kedua kelompok siswa diberikan perlakuan/ treatment, selanjutnya diberi tes akhir atau pasca tes. Tes bertujuan untuk membandingkan pengaruh perlakuan pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol akibat dari penguasaan materi yang dipelajari. Dalam penelitian ini diharapkan memilki kesamaan dalam hal : 1) Materi Pembelajaran 2) Materi disampaikan oleh guru yang berhak mengampu/mengajar Pendidikan Agama Katolik dengan tingkat pendidikan yang sama, tingkat pengalaman mengajar yang sama, sehingga diasumsikan memiliki kemampuan yang sebanding. 3) Penyampaian materi disampaikan oleh satu/dua orang guru untuk masing-masing dalam waktu yang sama. commit to user 4) Tes dilakukan bersamaan dengan soal yang sama. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 92 C. Populasi dan Penarikan Sampel 1. Populasi Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa SMP Katolik se-Kota Madiun Propinsi Jawa Timur yang berjumlah sekitar 400 siswa. 2. Teknik Pengambilan Sampel Cara pengambilan sampel dilakukan dengan multi-stage sampling (bertahap). Purposive sampling digunakan untuk memilih kelas VIII dengan pertimbangan bahwa untuk kelas VII siswa baru saja memasuki jenjang pendidikan SMP dan masih memerlukan penyesuaian, sedangkan untuk kelas IX akan segera menghadapi UNAS. Agar tidak mengganggu jalannya proses belajar mengajar dari sekolah yang diteliti maka dipilih sampel kelas VIII. Teknik Cluster random sampling digunakan untuk memilih secara acak sekolah dan kelas yang akan dipilih menjadi subjek. Pemilihan sampel dilakukan dengan cara undian. Dalam memilih rombongan belajar digunakan cluster sampling. Ada pun sampel ditetapkan sebanyak 2 rombongan belajar. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik random/acak dengan cara undian. Ada pun langkah-langkah pengambilan sampel kelas dilakukan dalam tiga tahapan yaitu: a) Untuk menentukan sekolah, dipilih 1 dari 2 sekolah Katolik yang ada di kota Madiun. Pada tahapan ini terpilih SMPK St. Yusuf Madiun. b) Untuk menentukan kelas, dipilih 2 dari 3 rombongan belajar. Pada tahapan ini terpilih kelompok belajar di kelas VIII A dan VIII B commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 93 c) Untuk menentukan penerapan pendekatan dipilih secara undian dari dua kelas yang akan diteliti. Hasilnya kelompok VIII A dengan perlakuan pendekatan PPR dan kelompok VIII B dengan pendekatan konvensional. Atas dasar cara tersebut, jumlah siswa yang ditetapkan sebagai sampel sebanyak 50 siswa yang terdiri dari 25 siswa untuk kelompok eksperimen (pendekatan PPR) dan 25 siswa untuk kelompok kontrol (pendekatan konvensional) untuk dianalisis. D. Teknik Pengumpulan Data 1. Instrumen Penelitian a. Angket kepribadian Pengumpulan data tentang kepribadian siswa menggunakan teknik angket yaitu metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk diberikan respon sesuai dengan permintaan pengguna (Eko Putro, 2012 : 33), berupa skala kepribadian siswa dalam Pendidikan Agama Katolik. Instrumen angket berbentuk skala, karena skala merupakan seperangkat nilai angka yang telah ditetapkan kepada tingkah laku untuk mengukur kepribadian siswa sebagai hasil belajar Agama Katolik. Penggunaan instrumen ini menurut Ary , Lucy & Razaviech (1982: 180) bahwa skala adalah seperangkat nilai angka yang ditetapkan pada subjek, objek atau tingkah laku yang bertujuan mengukur sifat. Kepribadian siswa dalam pendidikan Agama Katolik merupakan skor yang diperoleh siswa commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 94 setelah menjawab angket kepribadian pendidikan agama Katolik yang berbentuk skala dengan rentangan angka 1 sampai 4 sebanyak 30 butir. Untuk kisi-kisi angket kepribadian siswa pada Pendidikan Agama katolik dapat dilihat dalam lampiran 2. b. Angket Motivasi Belajar Pengumpulan data tentang motivasi belajar siswa digunakan teknik angket yaitu angket motivasi belajar siswa. Instrumen angket berbentuk skala, karena skala merupakan seperangkat nilai angka yang ditetapkan kepada tingkah laku untuk mengukur motivasi belajar siswa. Penggunaan instrumen ini menurut Ary, Lucy & Razaviech (1982: 180) bahwa skala adalah seperangkat nilai angka yang ditetapkan pada subjek, objek atau tingkah laku yang bertujuan mengukur sifat. Skala digunakan untuk mengukur sikap nilai dan karakteristik siswa. Motivasi belajar siswa pada pendidikan agama katolik merupakan skor yang diperoleh siswa setelah menjawab angket motivasi belajar Pendidikan Agama Katolik yang berbentuk skala dengan rentangan angka 1 sampai 4 sebanyak 40 butir. Untuk kisi-kisi angket kepribadian siswa pada Pendidikan Agama katolik dapat dilihat dalam lampiran 5. 2. Uji Coba Instrumen Penelitian Setelah menyusun instrumen selanjutnya melakukan uji coba. Uji coba ini dilakukan untuk mengetahui apakah instrumen atau alat ukur yang telah disusun benar-benar merupakan instrumen yang baik dan memadai, baik dan commit to user buruknya instrumen akan berpengaruh terhadap data yang akan diperoleh perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 95 sehingga sangat menentukan kualitas hasil penelitian. Uji coba instrumen dilakukan di Kelas VIII SMPK St. Thomas Ngawi dengan siswa sebanyak 19 siswa. SMPK St. Thomas Ngawi menjadi pilihan karena sebagai sekolah yang mengajarkan Pendidikan Agama Katolik dengan kurikulum yang sama dengan sekolah yang digunakan untuk penelitian. a. Uji Validitas dan Reliabilitas Angket Kepribadian 1) Uji Validitas Instrumen Sutrisno Hadi (1993: 138) mengungkapkan bahwa suatu instrumen penelitian dikatakan valid apabila instrumen tersebut dapat mengukur apa yang hendak diukur, derajat ketepatan mengukur merupakan derajat ketinggian validitas instrumen. Juga memiliki spesifikasi tidak berlaku umum (Nana Syaodih, 2010 : 229). Samsi Haryanto (1994: 41) mengatakan masalah validitas adalah mempersoalkan ketepatan suatu alat ukur yang dipakai untuk mengukur suatu aspek yang ingin diukur. Sebagaimana dijelaskan di atas, instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah butir-butir soal tes kepribadian siswa pada Pendidikan Agama Katolik, maka validitas yang digunakan adalah validitas isi dan validitas butir soal.Validitas ini digunakan untuk menguji setiap butir-butir pada soal-soal yang telah dibuat. Untuk menguji validitas butir maka skor-skor yang ada pada butir yang dimaksud dikorelasikan dengan skor total. Skor butir dipandang sebagai nilai X skor total dipandang sebagai nilai Y. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 96 Sejalan dengan itu, Suharsimi Arikunto (1999: 74) menyatakan bahwa suatu instrumen dapat dinyatakan sahih (valid) apabila instrumen tersebut dapat mengukur apa yang hendak diukur. Suatu item mempunyai validitas yang tinggi jika skor pada item mempunyai kesejajaran dengan skor total. Kesejajaran dapat diartikan dengan korelasi, sehingga untuk mengetahui validitas item digunakan rumus korelasi. Untuk menguji korelasi antara skor baris butir dengan skor total digunakan korelasi Product moment dari Pearson yang dikutip oleh Suharsimi Arikunto (1999: 72) dengan rumus sebagai berikut: = Keterangan : { ∑ ∑ (∑ .∑ ) (∑ )²}{ ∑ (∑ )²} Rxy : korelasi product moment N : banyak siswa X : skor butir soal Y : skor total Æ© : jumlah (X)(Y) Angka hasil perhitungan Rxy kemudian dikonsultasikan dengan tabel korelasi product moment pada taraf signifikansi 5 % . Butir soal dikatakan valid jika r hitung > r tabel. Berdasarkan hasil perhitungan dengan program aplikasi SPSS diperoleh hasil bahwa dari 35 butir instrumen yang telah diuji cobakan terdapat 30 butir instrumen yang valid karena r hitung > r tabel. Nilai r tabel dari 17 sampel adalah 0,456. Jumlah butir instrumen yang tidak commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 97 valid ada 5 yakni nomor 17, 22, 26, 30, dan 34. Dari perhitungan dan analisis tersebut, maka jumlah soal yang dapat digunakan untuk mengumpulkan data penelitian sebanyak 30 butir soal. (Selengkapnya lihat pada lampiran 6) 2) Reliabilitas instrumen Reliabilitas instrumen menunjuk pada keajegan instrumen dalam mengukur apa yang hendak diukur (Suharsimi Arikunto, 1999: 87). Reliabilitas menunjuk pada satu pengertian bahwa instrumen dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik. Untuk mengetahui instrumen reliabel atau tidak, maka harus dapat diketahui koefisien reliabilitasnya. Reliabilitas instrumen diuji dengan teknik belah diri dari Spearman Brown: r = Keterangan : ½½ ( ½½) r½½ = Korelasi antara skor-skor setiap belahan r11 = Koefisien reliabilitas yang sudah disesuaikan. Berdasarkan hasil perhitungan dengan program aplikasi SPSS dari 30 butir soal yang telah dinyatakan valid, memiliki tingkat reliabilitas sebesar 0.772. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa butir soal reliabel karena r hitung lebih besar dari r tabel yakni 0,456. (Selengkapnya lihat pada lampiran 7) commit to user perpustakaan.uns.ac.id b. digilib.uns.ac.id 98 Uji Validitas dan Reliabilitas Angket Motivasi Belajar 1) Validitas Instrumen Suharsimi Arikunto (1999 : 74) menyatakan bahwa suatu instrumen dapat dinyatakan sahih apabila instrumen tersebut dapat mengukur apa yang hendak diukur. Suatu item mempunyai validitas tinggi jika skor pada item mempunyai kesejajaran dengan skor total. Kesejajaran dapat diartikan dengan korelasi, sehingga untuk mengetahui validitas item digunakan rumus korelasi. Angket motivasi belajar menggunakan validitas isi yang isinya diturunkan dari teori-teori yang ada. Menurut Saifuddin Azwar (2002: 59) skala-skala yang setiap itemnya diberi skor pada level interval dapat digunakan formula koefisien korelasi product moment. Pemberian skor pada angket motivasi belajar dilakukan dalam bentuk skala interval. Sejalan dengan hal tersebut, maka untuk pemeriksaan validitas butir angket motivasi belajar ini digunakan rumus korelasi product moment dari Pearson sebagai berikut: = Keterangan : { ∑ ∑ (∑ .∑ ) (∑ )²}{ ∑ Rxy : korelasi product moment N : banyak siswa X : skor butir soal Y : skor total Æ© : jumlah (X)(Y) commit to user (∑ )²} perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 99 Berdasarkan hasil perhitungan dengan bantuan program aplikasi SPSS diperoleh hasil bahwa dari 45 butir instrumen yang telah diujicobakan terdapat 40 butir instrumen yang valid karena r hitung > r tabel. Nilai r tabel dari 17 sampel adalah 0,456. Jumlah butir instrumen yang tidak valid ada 5 butir yakni nomor 8, 24, 27, 39, dan 40. Dari perhitungan dan analisis tersebut, maka jumlah soal yang dapat digunakan untuk mengumpulkan data penelitian sebanyak 40 butir soal. (Selengkapnya lihat pada lampiran 8 ) 2) Reliabilitas Instrumen Reliabilitas instrumen menunjuk pada keajegan instrumen dalam mengukur apa yang hendak diukur (Suharsimi Arikunto, 1999: 87). Reliabilitas menunjuk pada satu pengertian bahwa instrumen dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik. Untuk pemeriksaan reliabilitas angket motivasi belajar siswa diuji dengan menggunakan rumus Alpha Cronbach, sebagai berikut: r11 = Keterangan: r11 − ∑ ² ² = Reliabilitas yang dicari ∑ 1 = Jumlah varians skor masing-masing item 1 = Varians Total Berdasarkan hasil perhitungan alpha dari 40 butir soal yang telah commit to user dinyatakan valid, memiliki tingkat reliabilitas sebesar 0.917. Dengan perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 100 demikian dapat disimpulkan bahwa butir soal reliabel karena nilai alpha hitung 0.917 lebih besar dari alpha cronbach yakni 0,60. (Selengkapnya lihat pada lampiran 9) E. Teknik Analisis Data 1. Uji Persyaratan Analisis a. Uji Normalitas Ubahan yang akan diuji sebaran datanya adalah skor kepribadian siswa. Uji normalitas digunakan untuk menguji data tersebut normal atau tidak. Untuk pengujian ini Liliefors (Lo) pada taraf signifikansi a = 0.05 (Sudjana, 1996: 446-448). Kriteria pengujian yang digunakan adalah jika Lo< Lt, maka data memiliki distribusi normal. b. Uji Homogenitas Uji homogenitas digunakan untuk menguji kesamaan varian antara dua kelompok yang dibandingkan. Untuk menguji homogenitas varians populasi digunakan uji Barlett pada taraf signifikansi = 0.05 (Sudjana, 1996: 261- 263). Kriteria pengujian yang digunakan apabila harga X²hitung lebih kecil X²pada tabel pada taraf signifikansi = 0.05 yang berarti data bersifat homogen. Setelah dilakukan pengujian persyaratan hipotesis maka dilakukan dengan uji hipotesis untuk mengetahui perbedaan pengaruh penggunaan commit tosiswa user terhadap kepribadian siswa pada pendekatan PPR dan motivasi belajar perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 101 pendidikan Agama Katolik , selanjutnya digunakan analisis varian (ANAVA). 2. Pengujian Hipotesis Uji hipotesis digunakan untuk mengolah data hasil penelitian yang berupa angka, sehingga dapat menghasilkan kesimpulan yang dapat memberikan jawaban rumusan masalah yang diajukan secara logis dan sistematis. Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan teknik Analisis Varian (ANAVA) dua jalur pada taraf signifikansi a= 0.05. Hipotesis statistik yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Hipotesis 1 → Ho : A1 = H1 : A1≠ 2. Hipotesis 2→ Ho : A2 A2 B1 = H1 : B1≠ B2 B2 3. Hipotesis 3→ Ho : A x B = 0 0 H1 : A x B Keterangan : A1 = pendekatan PPR A2 = pendekatan konsep B1 = motivasi belajar tinggi B2 = motivasi belajar rendah = pendekatan pembelajaran = motivasi belajar commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 102 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data Penelitian ini dilakukan di SMPK St. Yusuf Madiun pada bulan Maret sampai dengan Juni, semester II Tahun Ajaran 2011/2012. Data yang diambil dalam penelitian ini adalah berupa skor dari kuesioner tentang kepribadian siswa dan motivasi belajar siswa dalam Pendidikan Karakter dengan pendekatan Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) dan pendekatan konvensional pada Pendidikan Agama Katolik. Adapun deskripsi data yang telah diolah dengan program SPSS adalah sebagai berikut : 1. Kepribadian siswa dalam pendidikan karakter dengan pendekatan PPR pada Pendidikan Agama Katolik diperoleh skor tertinggi 119 dan skor terendah 94, skor rata-rata ( X ) 108,04 dan simpangan baku (SD) sebesar 10,00. 2. Kepribadian siswa dalam pendidikan karakter dengan pendekatan konvensional pada Pendidikan Agama Katolik diperoleh skor tertinggi 110 dan skor terendah 92, skor rata-rata ( X ) 99,92 dan simpangan baku (SD) sebesar 9,30. 3. Motivasi belajar siswa dalam pendidikan karakter dengan pendekatan PPR pada Pendidikan Agama Katolik diperoleh skor tertinggi 160 dan skor terendah 109, skor rata-rata ( X ) 134,72 dan simpangan baku (SD) sebesar 19,291. 4. Motivasi belajar siswa dalam pendidikan karakter dengan pendekatan Konvensional pada Pendidikan Agama Katolik diperoleh skor tertinggi 167 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 103 dan skor terendah 112, skor rata-rata ( X ) 147,52 dan simpangan baku (SD) sebesar 20,31. 5. Kepribadian siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi dalam pendidikan karakter dengan pendekatan PPR pada Pendidikan Agama Katolik diperoleh skor tertinggi 160 dan skor terendah 133, skor rata-rata ( X ) 142,40 dan simpangan baku (SD) sebesar 8,227. 6. Kepribadian siswa yang memiliki motivasi belajar rendah dalam pendidikan karakter dengan pendekatan PPR pada Pendidikan Agama Katolik diperoleh skor tertinggi 104 dan skor terendah 94, skor rata-rata ( X ) 113,60 dan simpangan baku (SD) sebesar 4,551. 7. Kepribadian siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi dalam pendidikan karakter dengan pendekatan konvensional pada Pendidikan Agama Katolik diperoleh skor tertinggi 110 dan skor terendah 100, skor rata-rata ( X ) 104,55 dan simpangan baku (SD) sebesar 3,045. 8. Kepribadian siswa yang memiliki motivasi belajar rendah dalam pendidikan karakter dengan pendekatan konvensional pada Pendidikan Agama Katolik diperoleh skor tertinggi 96 dan skor terendah 92, skor rata-rata ( X ) 93,79 dan simpangan baku (SD) sebesar 1,369. Adapun rangkuman data motivasi belajar siswa dalam pendidikan karakter dengan pendekatan paradigma pedagogi reflektif dan pendekatan konvensional adalah sebagai berikut: commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 104 Tabel 2. Rangkuman Data Kepribadian Siswa Pada Pendidikan Agama Katolik Pendekatan Pembelajaran Motivasi Belajar Tinggi Rendah Jumlah Jumlah PPR N ∑X X SD N ∑X X SD N ∑X X SD Konvensional 15 2136 142,40 8,227 10 1136 113,60 4,551 25 3272 108,04 8,638 11 1150 104,55 3,045 14 1313 93,79 1,369 25 2463 98,52 5,882 26 3286 126,38 20,134 24 2449 102,04 10,428 50 5735 114,70 20,218 Dari data tersebut dapat disusun distribusi frekuensi, prosentase, dan histogram, sebagai berikut: 1. Kepribadian siswa dalam pendidikan karakter dengan pendekatan PPR pada Pendidikan Agama Katolik secara keseluruhan Dari data kepribadian siswa dalam pendidikan karakter dengan pendekatan PPR pada Pendidikan Agama Katolik secara keseluruhan menunjukkan bahwa skor tertinggi yang dicapai sebesar 119 dan skor terendah 94. Dengan demikian memiliki rentangan nilai sebesar 119 - 94 = 25, dari jumlah (N) = 25 diperoleh banyaknya kelas = 1 + (3,3) log 25 = 5,61 (dibulatkan 5) dan panjang kelas intervalnya adalah 25/5 = 5. Berdasarkan perhitungan tersebut dapat dibuat distribusi frekuensi skor kepribadian siswa dalam pendidikan karakter dengan pendekatan PPR pada Pendidikan Agama Katolik secara keseluruhan user dan penyebarannya seperti padacommit tabel 3toberikut: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 105 Tabel 3. Distribusi frekuensi skor kepribadian siswa dalam pendidikan karakter dengan pendekatan PPR pada Pendidikan Agama Katolik secara keseluruhan Interval Frekuensi Absolut Prosentase 119 – 123 1 4% 114 – 118 9 36 % 99 – 113 11 44 % 94 - 98 4 16 % 25 100 % Tabel distribusi frekuensi di atas menunjukkan bahwa skor kepribadian siswa dalam pendidikan karakter dengan pendekatan PPR pada Pendidikan Agama Katolik secara keseluruhan terbanyak pada interval 99 – 113 sebanyak 11 siswa (44%) dan skor kepribadian paling sedikit pada interval 119 – 123 sebanyak 1 siswa (4%) serta nilai modus sebesar 118 dan median sebesar 112. Dari tabel distribusi frekuensi di atas dapat dibuat grafik histogram sebagai berikut : commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 106 frekuensi skor 12 10 8 frekuensi skor 6 4 2 0 119-123 114-118 99-113 94-98 Gambar 1. Histogram Sebaran Frekuensi Skor Kepribadian Siswa dalam pendidikan karakter dengan pendekatan PPR pada Pendidikan Agama Katolik secara Keseluruhan 2. Kepribadian siswa dalam pendidikan karakter dengan pendekatan konvensional pada Pendidikan Agama Katolik secara keseluruhan. Dari data kepribadian siswa dalam pendidikan karakter dengan pendekatan konvensional pada Pendidikan Agama Katolik secara keseluruhan menunjukkan bahwa skor tertinggi 110 dan skor terendah 92, skor rata-rata ( X ) 99,92 dan simpangan baku (SD) sebesar 9,30, memiliki rentangan nilai (11092) sebesar 18, dari jumlah (N) 25 diperoleh banyaknya kelas = 1 + (3,3) log 25 = 5,61 (dibulatkan 5) dan panjang kelas intervalnya adalah 18/5 = 3,6 (dibulatkan 4). Berdasarkan perhitungan tersebut dapat dibuat distribusi frekuensi skor kepribadian siswa dalam pendidikan karakter dengan commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 107 pendekatan konvensional pada Pendidikan Agama Katolik secara keseluruhan dan penyebarannya seperti pada tabel 4 berikut: Tabel 4. Distribusi frekuensi skor kepribadian siswa dalam pendidikan karakter dengan pendekatan konvensional pada Pendidikan Agama Katolik secara keseluruhan Interval Frekuensi Absolut Persentase 108 – 111 2 8% 104 – 107 5 20 % 100 – 103 4 16 % 96 – 99 2 8% 92 - 95 12 48 % 25 100 % Dari tabel distribusi frekuensi di atas menunjukkan bahwa skor kepribadian siswa dalam pendidikan karakter dengan pendekatan konvensional pada Pendidikan Agama Katolik secara keseluruhan terbanyak pada interval 92 – 95 sebanyak 12 siswa (48%) dan skor kepribadian paling sedikit pada interval 96 – 99 dan interval 108 – 111 sebanyak masing-masing 2 siswa (8%) serta nilai modus sebesar 95 dan median sebesar 95. Dari tabel distribusi frekuensi di atas dapat dibuat grafik histogram, seperti pada gambar 2 berikut: commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 108 frekuensi skor 12 10 8 frekuensi skor 6 4 2 0 108-111 Gambar 2. 104-107 100-103 96-99 92-95 Histogram Sebaran Frekuensi Skor Kepribadian Siswa dalam pendidikan karakter dengan pendekatan konvensional pada Pendidikan Agama Katolik secara keseluruhan 3. Motivasi belajar siswa dalam pendidikan karakter dengan pendekatan PPR pada Pendidikan Agama Katolik Dari data motivasi belajar siswa dalam pendidikan karakter dengan pendekatan PPR pada Pendidikan Agama Katolik secara keseluruhan menunjukkan bahwa skor tertinggi 160 dan skor terendah 109, skor rata-rata ( X ) 134,72 dan simpangan baku (SD) sebesar 19,291, memiliki rentangan nilai (160-109) sebesar 51, dari jumlah (N) 25 diperoleh banyaknya kelas = 1 + (3,3) log 25 = 5,61 (dibulatkan 5) dan panjang kelas intervalnya adalah 51/5 = 10,2 (dibulatkan 10). Berdasarkan perhitungan tersebut dapat dibuat distribusi frekuensi skor motivasi siswa dalam pendidikan karakter dengan pendekatan PPR pada Pendidikan Agama Katolik secara keseluruhan dan penyebarannya seperti pada tabel 5 berikut: commit to user perpustakaan.uns.ac.id Tabel 5. digilib.uns.ac.id 109 Distribusi frekuensi skor motivasi belajar siswa dalam pendidikan karakter dengan pendekatan PPR pada Pendidikan Agama Katolik secara keseluruhan Interval Frekuensi Absolut Persentase 149 – 160 3 12 % 139 – 148 6 24 % 129 – 138 6 24 % 119 – 128 0 0% 109 - 118 10 40 % 25 100 % Dari tabel distribusi frekuensi di atas menunjukkan bahwa skor motivasi siswa dalam pendidikan karakter dengan pendekatan PPR pada Pendidikan Agama Katolik secara keseluruhan terbanyak pada interval 109 – 118 sebanyak 10 siswa (40%) dan skor motivasi paling sedikit pada interval 119 – 128 sebanyak 0 siswa (0%) serta nilai modus sebesar 114 dan median sebesar 118. Dari tabel distribusi frekuensi di atas dapat dibuat grafik histogram, seperti pada gambar 3 berikut: commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 110 frekuensi skor 10 8 6 frekuensi skor 4 2 0 149-160 139-148 129-138 119-128 109-118 Gambar 3. Histogram Sebaran Frekuensi Skor Motivasi Belajar Siswa dalam Pendidikan Karakter dengan Pendekatan PPR pada Pendidikan Agama Katolik secara keseluruhan 4. Motivasi belajar siswa dalam pendidikan karakter dengan pendekatan konvensional pada Pendidikan Agama Katolik Dari data motivasi belajar siswa dalam pendidikan karakter dengan pendekatan konvensional pada Pendidikan Agama Katolik secara keseluruhan menunjukkan bahwa skor tertinggi 167 dan skor terendah 112, skor rata-rata ( X ) 147,52 dan simpangan baku (SD) sebesar 20,31, memiliki rentangan nilai (167-112) sebesar 55, dari jumlah (N) 25 diperoleh banyaknya kelas = 1 + (3,3) log 25 = 5,61 (dibulatkan 5) dan panjang kelas intervalnya adalah 55/5 = 11. Berdasarkan perhitungan tersebut dapat dibuat distribusi frekuensi skor motivasi belajar siswa dalam pendidikan karakter dengan pendekatan konvensional pada Pendidikan Agama Katolik secara keseluruhan dan commit to user penyebarannya seperti pada tabel 6 berikut: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 111 Tabel 6. Distribusi frekuensi skor motivasi belajar siswa dalam pendidikan karakter dengan pendekatan Konvensional pada Pendidikan Agama Katolik secara keseluruhan Interval Frekuensi Absolut Persentase 156 – 167 8 32 % 145 – 155 4 16 % 134 – 144 5 20 % 123 – 133 4 16 % 112 - 122 4 16 % 25 100 % Dari tabel distribusi frekuensi di atas menunjukkan bahwa skor motivasi belajar siswa dalam pendidikan karakter dengan pendekatan konvensional pada Pendidikan Agama Katolik secara keseluruhan terbanyak pada interval 156 – 167 sebanyak 8 siswa (32%) dan skor motivasi yang lain memiliki standart hampir sama sebanyak 4-5 siswa (16% dan 20%) serta nilai modus sebesar 156 dan median sebesar 160. Dari tabel distribusi frekuensi di atas dapat dibuat grafik histogram, seperti pada gambar 4 berikut : commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 112 frekuensi skor 8 7 6 5 4 frekuensi skor 3 2 1 0 156-167 145-155 134-144 123-133 112-122 Gambar 4. Histogram Sebaran Frekuensi Skor Motivasi Belajar Siswa dalam pendidikan karakter dengan pendekatan Konvensional pada Pendidikan Agama Katolik secara keseluruhan 5. Kepribadian siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi dalam pendidikan karakter dengan pendekatan PPR pada Pendidikan Agama Katolik Dari data kepribadian siswa dalam pendidikan karakter dengan pendekatan PPR pada Pendidikan Agama Katolik yang memiliki motivasi belajar tinggi menunjukkan bahwa skor tertinggi 160 dan skor terendah 133, skor rata-rata ( X ) 142,20 serta simpangan baku (SD) sebesar 8,227, memiliki rentang nilai (160-133) sebesar 27, dari jumlah (N) 25 diperoleh banyaknya kelas = 1 + (3,3) log 25 = 5,61 (dibulatkan 5) dan panjang kelas intervalnya adalah 27/5 = 5,4 (dibulatkan 5). Berdasarkan perhitungan tersebut dapat dibuat distribusi frekuensi skor motivasi siswa dalam pendidikan karakter dengan pendekatan PPR pada Pendidikan Agama Katolik yang memiliki commit to user motivasi belajar tinggi dan penyebarannya seperti pada tabel 7 berikut: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 113 Tabel 7. Distribusi frekuensi Kepribadian siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi dalam pendidikan karakter dengan pendekatan PPR pada Pendidikan Agama Katolik Interval Frekuensi Absolut Persentase 153 – 160 2 13,34 % 148 – 152 2 13,34 % 143 – 147 1 6,67 % 138 – 142 5 33,35 % 133 - 137 5 33,35 % 15 100 % Dari tabel distribusi frekuensi skor kepribadian siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi dalam pendidikan karakter dengan pendekatan PPR pada Pendidikan Agama Katolik di atas menunjukkan bahwa skor terbanyak pada interval 133 – 142 dan 138 – 142 sebanyak 5 siswa (33,35%) dan skor paling sedikit pada interval 143 – 147 sebanyak 1 siswa (6,67%) serta dengan nilai modus sebesar 140 dan median sebesar 142. Dari tabel distribusi frekuensi di atas dapat dibuat grafik histogram sebagai berikut: commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 114 frekuensi skor 5 4 3 frekuensi skor 2 1 0 153-160 148-152 143-147 138-142 133-137 Gambar 5. Histogram Sebaran Frekuensi Skor Kepribadian siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi dalam pendidikan karakter dengan pendekatan PPR pada Pendidikan Agama Katolik 6. Kepribadian siswa yang mempunyai motivasi belajar rendah dalam pendidikan karakter dengan pendekatan PPR pada Pendidikan Agama Katolik Dari data kepribadian siswa dalam pendidikan karakter dengan pendekatan PPR pada Pendidikan Agama Katolik yang memiliki motivasi motivasi belajar rendah menunjukkan bahwa skor tertinggi 118 dan skor terendah 104, skor rata-rata ( X ) 113,60 dan simpangan baku (SD) sebesar 4,551, memiliki rentang nilai sebesar 118 – 104 = 14, dari jumlah (N) 10 diperoleh banyaknya kelas = 1 + (3,3) log 10 = 4,30 (dibulatkan 4) dan panjang kelas intervalnya adalah 14/4 = 3,5 (dibulatkan 4). Berdasarkan perhitungan tersebut dapat dibuat distribusi frekuensi skor Kepribadian siswa yang mempunyai motivasi belajar rendah dalam pendidikan karakter dengan commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 115 pendekatan PPR pada Pendidikan Agama Katolik dan penyebarannya seperti pada tabel 8 berikut: Tabel 8. Distribusi frekuensi skor kepribadian siswa yang mempunyai motivasi belajar rendah dalam pendidikan karakter dengan pendekatan PPR pada Pendidikan Agama Katolik Interval Frekuensi Absolut Persentase 116 – 119 4 40 % 112 – 115 3 30 % 108 – 111 2 20 % 104 - 107 1 10 % 10 100 % Dari tabel distribusi frekuensi di atas menunjukkan bahwa skor motivasi siswa dalam pendidikan karakter dengan pendekatan PPR pada Pendidikan Agama Katolik yang memiliki motivasi belajar rendah terbanyak pada interval 116 – 119 sebanyak 4 siswa (40%) dan skor paling sedikit pada interval 104 – 107 sebanyak 1 siswa (10%) serta nilai modus sebesar 118 dan median sebesar 119. Dari tabel distribusi frekuensi di atas dapat dibuat grafik histogram sebagai berikut: commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 116 frekuensi skor 4 3.5 3 2.5 frekuensi skor 2 1.5 1 0.5 0 116-119 Gambar 6. 112-115 108-111 104-107 Histogram Sebaran Frekuensi Skor Kepribadian siswa yang mempunyai motivasi belajar rendah dalam pendidikan karakter dengan pendekatan PPR pada Pendidikan Agama Katolik 7. Kepribadian siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi dalam pendidikan karakter dengan pendekatan konvensional pada Pendidikan Agama Katolik Dari data kepribadian siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi dalam pendidikan karakter dengan pendekatan konvensional pada Pendidikan Agama Katolik menunjukkan bahwa skor tertinggi 110 dan skor terendah 100, skor rata-rata ( X ) 104,55 dan simpangan baku (SD) sebesar 3,045, memiliki rentang nilai sebesar 110 – 100= 10, dari jumlah (N) 11 diperoleh banyaknya kelas = 1 + (3,3) log 11 = 4,44 (dibulatkan 4) dan panjang kelas intervalnya adalah 10/4 = 2,25 (dibulatkan 3). Berdasarkan perhitungan tersebut dapat dibuat distribusi frekuensi skor kepribadian siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi dalam pendidikan karakter dengan pendekatan konvensional commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 117 pada Pendidikan Agama Katolik dan penyebarannya seperti pada tabel 9 berikut: Tabel 9. Distribusi frekuensi skor kepribadian siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi dalam pendidikan karakter dengan pendekatan konvensional pada Pendidikan Agama Katolik Interval Frekuensi Absolut Persentase 106 – 110 3 27,28 % 103 – 105 4 36,36 % 100 - 102 4 36,36 % 11 100 % Dari tabel distribusi frekuensi di atas menunjukkan bahwa skor motivasi siswa dalam pendidikan karakter dengan pendekatan konvensional pada Pendidikan Agama Katolik yang memiliki motivasi belajar tinggi terbanyak pada interval 100 – 102 dan 103 - 105 sebanyak 4 siswa (36,36%) dan skor paling sedikit pada interval 106 – 110 sebanyak 3 siswa (27,28%) serta nilai modus sebesar 104 dan median sebesar 106. Dari tabel distribusi frekuensi di atas dapat dibuat grafik histogram, sebagai berikut: commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 118 frekuensi skor 4 3.5 3 2.5 frekuensi skor 2 1.5 1 0.5 0 106-110 103-105 100-102 Gambar 7. Histogram Sebaran Frekuensi Skor Distribusi frekuensi skor kepribadian siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi dalam pendidikan karakter dengan pendekatan konvensional pada Pendidikan Agama Katolik 8. Kepribadian siswa yang mempunyai motivasi belajar rendah dalam pendidikan karakter dengan pendekatan konvensional pada Pendidikan Agama Katolik Dari data motivasi siswa dalam pendidikan karakter dengan pendekatan konvensional pada Pendidikan Agama Katolik yang memiliki motivasi belajar rendah menunjukkan bahwa skor tertinggi 96 dan skor terendah 92, skor ratarata ( X ) 93,79 dan simpangan baku (SD) sebesar 1,36, memiliki rentang nilai sebesar 96 – 92= 4, dari jumlah (N) 14 diperoleh banyaknya kelas = 1 + (3,3) log 14 = 4,78 (dibulatkan 5) dan panjang kelas intervalnya adalah 14/5 = 2,8 (dibulatkan 3). Berdasarkan perhitungan tersebut dapat dibuat distribusi frekuensi skor motivasi siswa dalam pendidikan karakter dengan pendekatan commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 119 konvensional pada Pendidikan Agama Katolik yang memiliki motivasi belajar rendah dan penyebarannya seperti pada tabel 10 berikut: Tabel 10. Distribusi frekuensi skor kepribadian siswa yang mempunyai motivasi belajar rendah dalam pendidikan karakter dengan pendekatan konvensional pada Pendidikan Agama Katolik Interval Frekuensi Absolut Persentase 95 – 97 4 28,58 % 92 - 94 10 71,42 % 14 100 % Dari tabel distribusi frekuensi di atas menunjukkan bahwa skor motivasi siswa dalam pendidikan karakter dengan pendekatan konvensional pada Pendidikan Agama Katolik yang memiliki motivasi belajar rendah terbanyak pada interval 92 – 94 sebanyak 10 siswa (71,42 %) dan skor paling sedikit pada interval 95 – 94 sebanyak 4 siswa (28,58%) dan dengan nilai modus sebesar 93 dan median sebesar 94. Dari tabel distribusi frekuensi di atas dapat dibuat grafik histogram sebagai berikut: commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 120 frekuensi skor 10 8 6 frekuensi skor 4 2 0 95-97 92-94 Gambar 8. Histogram Sebaran Frekuensi Skor Distribusi frekuensi skor kepribadian siswa yang mempunyai motivasi belajar rendah dalam pendidikan karakter dengan pendekatan konvensional pada Pendidikan Agama Katolik B. Pengujian Persyaratan Analisis Sebelum pengujian hipotesis dengan menggunakan analisis varians dilakukan, terlebih dahulu dilakukan uji persyaratan untuk mengetahui apakah persyaratan dalam analisis varians telah terpenuhi. Uji persyaratan meliputi uji normalitas dengan menggunakan uji Lilliefors (Lo) dan uji homogenitas varians dari populasi dengan uji Bartllet. 1. Pengujian Normalitas Data Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data penelitian berdistribusi normal atau tidak. Untuk menguji normalitas peneliti menggunakan uji Lilliefors dengan menggunakan taraf signifikansi 0,05. Data yang akan diuji commit to user normalitas adalah data kepribadian siswa dengan pendekatan PPR dan data perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 121 kepribadian siswa dengan pendekatan konvensional. Kriteria untuk menyatakan bahwa data terdistribusi normal adalah jika nilai hasil perhitungan Lilliefors (Lo) lebih kecil dari nilai kritis (Lt). a. Uji Normalitas Data Kepribadian Siswa dengan Pendekatan PPR Perhitungan uji normalitas data kepribadian siswa dengan pendekatan paradigma pedagogi reflektif adalah sebagai berikut : One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Pendekatan PPR N 25 Normal Parametersa,,b Most Extreme Differences Mean 108.04 Std. Deviation 8.638 Absolute .197 Positive .120 Negative -.197 Kolmogorov-Smirnov Z .983 Asymp. Sig. (2-tailed) .288 a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. Berdasarkan hasil perhitungan SPSS di atas, tes distribusi normal kolmogorov-smirnov diperoleh nilai signifikansi atau nilai probabilitasnya lebih besar daripada 0,05 yaitu 0,288. Maka dapat dikatakan distribusi sampel untuk kepribadian siswa dengan pendekatan PPR adalah normal. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 122 b. Uji Normalitas Data Kepribadian Siswa dengan Pendekatan Konvensional Perhitungan uji normalitas data kepribadian siswa dengan pendekatan konvensional adalah sebagai berikut: One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Pendekatan Konvensional N 25 Normal Parametersa,,b Most Extreme Differences Mean 98.52 Std. Deviation 5.882 Absolute .226 Positive .226 Negative -134 Kolmogorov-Smirnov Z 1.129 Asymp. Sig. (2-tailed) .156 a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. Berdasarkan hasil perhitungan SPSS di atas, tes distribusi normal kolmogorovsmirnov diperoleh nilai signifikansi atau nilai probabilitasnya lebih besar daripada 0,05 yaitu 0,156. Maka dapat dikatakan distribusi sampel untuk kepribadian siswa dengan pendekatan konvensional adalah normal. 2. Pengujian Homogenitas Data Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah data variabel kelompok eksperimen dan kelompok kontrol mempunyai varian yang sama. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 123 Untuk mengetahui ada tidaknya varian kedua kelompok digunakan uji Barlett. Formulasi hipotesis uji homogenitas dalam penelitian ini, adalah: Ho : varian kedua kelompok adalah sama H1 : varian kedua kelompok adalah berbeda Kriteria pengujiannya adalah: Tolak Ho jika hitung > tabel Terima H1 jika hitung < tabel Dimana besarnya nilai tabel pada taraf signifikansi 0,05 dengan dk = 2 diperoleh nilai sebesar 5,99. Berdasarkan analisis deskriptif terhadap data kepribadian siswa diperoleh nilai standar deviasi pada kelompok data eksperimen dan kelompok kontrol, sebagai berikut: N Minimum Maximum Mean Std. Deviation Pendekatan PPR 25 94 119 108,04 8.638 Pendekatan Konvensional 25 92 110 98,52 5.882 dk =(n-1) 1/dk Si Si2 log Si2 dk log Si2 24 0,042 8,638 74,615 1,872 44,928 24 0,042 5,882 34,598 1,539 36,936 48 0,048 commit to user Sampel Kelompok eksperimen Kelompok kontrol Total 81,864 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 124 Setelah dilakukan perhitungan seperti pada tabel di atas selanjutnya dihitung varian gabungan kedua sampel, sebagai berikut: S2 = ( ∑ (ni-1)S² / (ni-1) S2 = 24(74,9615) + 24(34,598) = 1790,76 + 830,352 / 48 24 +24 = 54,611 Selanjutnya dihitung log S2 = log 54,611 = 1,7372 B = (log S2 ) (ni-1) = 1,7372. (42) = 83,38 X2 = (ln10) {B - B - (ni – 1) log Si2} = (2,3026) X (83,38 – 81,864) = 3,49074 Dari perhitungan tersebut diketahui bahwa nilai X 2 hitung (3,490) ternyata lebih kecil dari X2 tabel (5,99), sehingga dinyatakan Ho diterima, yang artinya varian data kepribadian siswa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol adalah sama/homogen. Dengan memperhatikan hasil uji homogenitas maka dapat disimpulkan bahwa persyaratan untuk menetapkan pengujian analisis varians dapat diterima. C. Pengujian Hipotesis Penelitian Setelah dilakukan pengujian data dan telah dinyatakan memenuhi persyaratan pengujian analisis varians, langkah selanjutnya adalah pengujian dengan teknik analisis varians dua jalur dengan desain faktorial 2 x 2. Pengujian ini digunakan untuk membuktikan kebenaran hipotesis yang diajukan, yaitu: 1) Terdapat commit to user pendekatan paradigma pedagogi perbedaan pengaruh pendidikan karakter dengan perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 125 reflektif dan pendekatan konvensional terhadap kepribadian siswa dalam Pendidikan Agama Katolik, 2) Terdapat perbedaan kepribadian siswa dalam Pendidikan Agama Katolik antara siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi dengan siswa yang memiliki motivasi belajar rendah, dan 3) Terdapat interaksi pengaruh antara pendidikan karakter dengan pendekatan paradigma pedagogi reflektif, pendekatan konvensional dan motivasi belajar terhadap kepribadian siswa dalam Pendidikan Agama Katolik. Pengujian hipotesis dilakukan dengan menganalisis data hasil angket kepribadian dan motivasi belajar siswa dengan hasil sebagai berikut : Tabel 11. Rangkuman Hasil Perhitungan Teknik Analisis Variansi Dua Jalan pada Taraf Signifikansi 0.05. ANAVA DUA JALAN Sumber JK Dk RK Fobs Fα P Kepribadian 4.759 1 4.759 12.733 4,04 > 0,05 Motivasi 10.107 1 10.107 27.042 4,04 > 0,05 Interaksi 984 1 984 2.634 4,04 < 0,05 Galat 17 46 0,37374 Total 10.584 49 - Keterangan : JK : Jumlah Kuadarat Fobs : Harga Varians Hasil Hitung Dk : Daerah Kritis Fα : Harga Varians pada Tabel P : Probabilitas Amatan RK : Rerata Kuadrat commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 126 Keputusan Uji : 1. Hoa = ditolak 2. Hob = ditolak 3. Hoab = diterima Berdasarkan hasil pengolahan data diperoleh hasil sebagai berikut: 1. Perbedaan pengaruh pendidikan karakter dengan pendekatan paradigma pedagogi reflektif dan konvensional terhadap kepribadian siswa dalam Pendidikan Agama Katolik. Dari hasil pengolahan data di atas menunjukkan bahwa harga Fhitung = 12.733 > Ftabel = 4,04 pada derajat kebebasan 1: 46 dan taraf signifikansi α = 0,05. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa Ho ditolak dan H1diterima. Ini berarti terdapat perbedaan pengaruh pendidikan karakter dengan pendekatan PPR dan pendekatan konvensional terhadap kepribadian siswa dalam Pendidikan Agama Katolik. Dalam kasus ini karena variabel pendekatan pembelajaran hanya 2 yakni pendekatan PPR dan konvensional maka tidak perlu dilakukan komparasi pasca anava. Jika dilakukan komparasi ganda antar rerata pendekatan PPR dan konvensional maka dapat dipastikan bahwa hipotesis nolnya juga akan ditolak. Dari rata-rata hitung kepribadian siswa yang menggunakan pendekatan PPR dalam Pendidikan Agama Katolik diperoleh skor rata-rata 108,04 lebih tinggi daripada pendekatan konvensional dengan skor rata-rata sebesar 99,92. Maka dapat disimpulkan bahwa commit to user pendekatan PPR lebih efektif dari pada pendekatan konvensional. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 127 Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara penggunaan pendekatan PPR dengan pendekatan konvensional terhadap kepribadian siswa dalam Pendidikan Agama Katolik. 2. Perbedaan kepribadian siswa dalam Pendidikan Agama Katolik antara siswa yang memiliki motivasi tinggi dengan siswa yang memiliki motivasi rendah dalam belajar. Dari hasil pengolahan data menunjukkan bahwa harga Fhitung = 27.042 > Ftabel = 4,04 pada derajat kebebasan 1: 46 dan taraf signifikansi α = 0,05. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa Ho ditolak dan H1diterima. Ini berarti terdapat perbedaan pengaruh pendidikan karakter pada siswa yang mempunyai motivasi tinggi dan rendah dalam belajar. Dalam kasus ini karena variabel motivasi belajar hanya 2 yakni motivasi tinggi dan motivasi rendah maka tidak perlu dilakukan komparasi pasca anava. Jika dilakukan komparasi ganda antar rerata motivasi tinggi dan motivasi rendah dapat dipastikan bahwa hipotesis nolnya juga akan ditolak. Melihat rata-rata hitung siswa yang dengan motivasi belajar tinggi memiliki nilai rata-rata sebesar 126,38 lebih besar daripada nilai regresi rata-rata kelompok siswa yang memiliki motivasi belajar yang rendah yakni sebesar 102,04 dapat disimpulkan bahwa kepribadian siswa dalam Pendidikan Agama Katolik yang dicapai oleh siswa dengan motivasi tinggi lebih baik dibandingkan dengan siswa yang memiliki motivasi rendah dalam belajar. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa terdapat perbedaan yang commit to user signifikan dalam kepribadian siswa dalam Pendidikan Agama Katolik antara perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 128 siswa yang memiliki motivasi tinggi dengan siswa yang memiliki motivasi rendah dalam belajar. 3. Interaksi pengaruh antara pendidikan karakter dengan pendekatan paradigma pedagogi reflektif dan motivasi belajar terhadap kepribadian siswa dalam Pendidikan Agama Katolik. Dari hasil pengolahan data menunjukkan bahwa harga Fhitung = 2.634 < Ftabel = 4,04 pada derajat kebebasan 1:46 dan taraf signifikansi α = 0,05. Hal ini dapat dinyatakan bahwa Ho diterima dan H1 ditolak. Ini berarti tidak terdapat interaksi pengaruh yang signifikan antara pendidikan karakter dengan pendekatan paradigma pedagogi reflektif dan motivasi belajar terhadap kepribadian siswa dalam Pendidikan Agama Katolik. Hipotesis penelitian yang menyatakan terdapat interaksi pengaruh pendidikan karakter dengan pendekatan paradigma pedagogi reflektif dan motivasi belajar terhadap kepribadian siswa dalam Pendidikan Agama Katolik tidak terbukti kebenarannya dan tidak perlu dilakukan uji lanjut pasca anava. Kesimpulan perbandingan rerata antar sel mengacu pada kesimpulan pembandingan rerata marginalnya. Selanjutnya untuk mengetahui perbedaan mean dari masing-masing kelompok dilakukan uji beda mean yang dapat dilihat pada tabel 12 sebagai berikut : commit to user perpustakaan.uns.ac.id Tabel 12. Rangkuman digilib.uns.ac.id 129 Perbedaan Rerata Kelompok Motivasi dalam pendidikan karakter dengan pendekatan PPR dan konvensional terhadap kepribadian siswa dalam Pendidikan Agama Katolik. Pendekatan Pembelajaran Motivasi Belajar PPR Konvensional Tinggi X 1 = 142,40 X 2 = 104,55 Rendah X 3 = 113,60 X 4 = 93,79 Dari tabel tersebut dapat dijelaskan bahwa : a. Kelompok siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi dengan pendekatan paradigma pedagogi reflektif berbeda secara signifikan dengan kelompok siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi pada pendekatan konvensional. Hal ini dapat dilihat pada rata-rata hitung siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi dengan pendekatan paradigma pedagogi reflektif sebesar 142,40 lebih besar daripada skor rata-rata hitung kelompok siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi dengan pendekatan konvensional yakni sebesar 104,55. b. Kelompok siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi dengan pendekatan paradigma pedagogi reflektif berbeda secara signifikan dengan kelompok siswa yang memiliki motivasi belajar rendah pada pendekatan konvensional. Hal ini dapat dilihat pada rata-rata hitung siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi dengan pendekatan paradigma pedagogi reflektif sebesar 142,40 lebih besar daripada skor rata-rata hitung kelompok siswa yang commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 130 memiliki motivasi belajar rendah pada pendekatan konvensional yakni sebesar 93,79. c. Kelompok siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi dengan pendekatan paradigma pedagogi reflektif berbeda secara signifikan dengan kelompok siswa yang memiliki motivasi belajar rendah pada pendekatan paradigma pedagogi reflektif. Hal ini dapat dilihat pada rata-rata hitung siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi dengan pendekatan paradigma pedagogi reflektif sebesar 142,40 lebih besar daripada skor rata-rata hitung kelompok siswa yang memiliki motivasi belajar rendah pada pendekatan paradigma pedagogi reflektif yakni sebesar 113,60. d. Kelompok siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi dengan pendekatan konvensional berbeda secara signifikan dengan kelompok siswa yang memiliki motivasi belajar rendah pada pendekatan paradigma pedagogi reflektif. Hal ini dapat dilihat pada rata-rata hitung siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi dengan pendekatan konvensional sebesar 104,55 lebih besar daripada skor rata-rata hitung kelompok siswa yang memiliki motivasi belajar rendah pada pendekatan paradigma pedagogi reflektif yakni sebesar 113,60. e. Kelompok siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi dengan pendekatan konvensional berbeda secara signifikan dengan kelompok siswa yang memiliki motivasi belajar rendah pada pendekatan konvensional. Hal ini dapat dilihat pada rata-rata hitung siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi dengan konvensionalcommit sebesarto104,55 user lebih besar daripada skor rata- perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 131 rata hitung kelompok siswa yang memiliki motivasi belajar rendah pada pendekatan konvensional yakni sebesar 93,79. f. Kelompok siswa yang memiliki motivasi belajar rendah dengan pendekatan paradigma pedagogi reflektif berbeda secara signifikan dengan kelompok siswa yang memiliki motivasi belajar rendah pada pendekatan konvensional. Hal ini dapat dilihat pada rata-rata hitung siswa yang mempunyai motivasi belajar rendah dengan pendekatan paradigma pedagogi reflektif sebesar 113,60 lebih besar daripada skor rata-rata hitung kelompok siswa yang memiliki motivasi belajar rendah pada pendekatan paradigma pedagogi reflektif yakni sebesar 93,79. D. Pembahasan Hasil Penelitian Berdasarkan hasil penelitian seperti pada pengujian hipotesis di atas, berikut ini dikemukakan pembahasan hasil penelitian: 1. Perbedaan pengaruh pendidikan karakter dengan pendekatan paradigma pedagogi reflektif dan konvensional terhadap kepribadian siswa dalam Pendidikan Agama Katolik. Hasil pengujian hipotesis di atas menunjukkan bahwa ada perbedaan pengaruh yang signifikan antara pendidikan karakter dengan pendekatan PPR dan pendekatan konvensional terhadap kepribadian siswa dalam Pendidikan Agama Katolik. Pendidikan karakter dengan pendekatan PPR memberikan pengaruh yang lebih baik dari pada pendekatan konvensional terhadap kepribadian siswa dalam Pendidikan Agama Katolik. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 132 Hasil analisis data dari angket kepribadian siswa menunjukkan bahwa siswa yang belajar Pendidikan Karakter dengan pendekatan PPR dalam Pendidikan Agama Katolik memperoleh skor rata-rata hitung 108,04 dan pendidikan karakter dengan pendekatan konvensional dalam Pendidikan Agama Katolik memperoleh skor rata-rata hitung sebesar 99,92. Hal ini berarti pendekatan PPR terbukti mempunyai pengaruh lebih baik terhadap kepribadian siswa dibandingkan dengan pendekatan konvensional. Hal ini sesuai dengan tujuan Pendidikan Agama Katolik di Sekolah Menengah Pertama yakni agar siswa memiliki kemampuan untuk membangun hidup yang semakin beriman. Membangun hidup beriman Kristiani berarti membangun kesetiaan pada Injil Yesus Kristus, yang memiliki keprihatinan tunggal, yakni Kerajaan Allah yang merupakan situasi dan peristiwa penyelamatan : situasi dan perjuangan untuk perdamaian dan keadilan, kebahagiaan dan kesejahteraan, persaudaraan dan kesetiaan, kelestarian lingkungan hidup, yang dirindukan oleh setiap orang dari pelbagai agama dan kepercayaan. Selain tujuan di atas, dalam pembelajaran Pendidikan Agama Katolik di Sekolah Menengah Pertama juga ditanamkan nilai-nilai karakter utama yang disarikan dalam butir-butir SKL SMP (Permen Diknas nomor 22 tahun 2006), yaitu: a) nilai karakter yang berhubungannnya dengan Tuhan, yang meliputi: pikiran, perkataan, dan tindakan yang diupayakan selalu berdasarkan nilai-nilai Ketuhanan dan/atau ajaran agamanya. b) nilai karakter dalam hubungannya dengan diri sendiri, yang meliputi: 1) nilai kejujuran, 2) bertanggungjawab, 3) bergaya hidup sehat, 4) disiplin, 5) kerja keras, 6) percaya diri 7) berjiwa wirausaha, 8) berpikir logis, kritis, kreatif, dan commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 133 enovatif, 9) mandiri, 10) ingin tahu, 11) cinta ilmu. c) nilai karakter dalam hubungannya dengan sesama, yang meliputi: 1) sadar akan hak dan kewajiban diri dan orang lain, 2) patuh pada aturan-aturan sosial, 3) menghargai karya dan prestasi orang lain, 4) santun, 5) demokratis. d) nilai karakter dalam hubungannya dengan lingkungan, e) nilai kebangsaan yang meliputi: 1) rasa nasionalisme, 2) menghargai keberagaman. Nilai-nilai karakter tersebut dapat dikembangkan dengan pendekatan PPR yakni sebuah pendekatan yang diinspirasikan oleh keberhasilan sekolah- sekolah Jesuit dalam pendidikan kaum muda menjadi pribadi yang unggul dalam iman dan sekaligus berkarakter. Pendekatan PPR ini dapat dijadikan sebagai pilihan pada proses pembelajaran terutama dalam pendidikan karakter dan penanaman nilai-nilai yang dalam prosesnya memadukan pendekatan proses dan konseptual melalui dinamika pelaksanaan yang meliputi lima langkah, yaitu: konteks, pengalaman, refleksi, aksi, dan evaluasi. Seperti yang diungkapkan oleh Subagya (2010:39) bahwa melalui PPR yang secara konsisten, maka dapat dijadikan sebagai perangkat yang efektif dalam meningkatkan cara pendidik mendidik dan peserta didik belajar. Pola pengalaman, refleksi, dan aksi merupakan suatu rancangan untuk berproses menjadi manusia yang berkompeten, bertanggungjawab, dan berbelas kasih sehingga dapat membentuk kepribadian siswa. Dengan demikian dapat diketahui bahwa siswa yang berkepribadian baik maka siswa tersebut akan memiliki sifat hakiki sebagai individu yang tercermin dari sikap dan commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 134 perilakunya sehari-hari baik dalam kehidupan di sekolah maupun di lingkungan masyarakat dan keluarga. 2. Perbedaan pengaruh kepribadian siswa dalam Pendidikan Agama Katolik antara siswa yang memiliki motivasi tinggi dengan siswa yang memiliki motivasi rendah dalam belajar. Pada pengujian hipotesis mengenai perbedaan kepribadian siswa dalam Pendidikan Agama Katolik antara siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi dan rendah menunjukkan bahwa siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi memiliki kepribadian yang lebih baik dari kelompok siswa yang memiliki motivasi belajar rendah. Hal ini dibuktikan dari hasil analisis data pada angket yang menunjukkan bahwa kelompok siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi memiliki skor rata-rata sebesar 126,38 dan kelompok siswa yang memiliki motivasi belajar rendah diperoleh skor rata-rata sebesar 102,04. Ini berarti faktor motivasi belajar terbukti mempunyai pengaruh yang signifikan dalam membantu meningkatkan kepribadian siswa dalam Pendidikan Agama Katolik. Siswa yang memiliki motivasi belajar yang tinggi cenderung memiliki keinginan untuk mencapai hasil yang optimal, sikap ingin tahu yang tinggi, bertanggungjawab terhadap tugas-tugas, keinginan untuk meningkatkan pengetahuan, dan rasa percaya diri serta kepuasan. Hal ini sejalan dengan pendapat dari Keller dalam Reigeluth (1983:400) yang mengungkapkan bahwa konsep interest sangat terkait dengan teori Curiosity atau rasa ingin tahu commit to user (perceptual, apistemic, trait and state) dan penumbuhannya. Curior person perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 135 mempunyai ciri-ciri mudah beraksi dengan lingkungan, rasa ingin tahu yang tinggi, cepat dalam membaca atau mencari pengalaman baru dari lingkungan, melakukan pengujian dan penelitian stimulus untuk dapat tahu lebih banyak. Norman dalam Muhibbin (1995:165) juga mengemukakan bahwa baik motivasi belajar maupun sikap mudah mempengaruhi manusia untuk beraksi atau bertindak dalam cara-cara tertentu, yang dapat melalui pembelajaran dan mungkin dengan perasaan dan emosi, namun motivasi belajar biasanya mengarah lebih aktif. Sikap percaya diri yang tinggi akan memberikan bekal pada diri siswa untuk meraih kepribadian siswa yang lebih baik. Dengan demikian hasil temuan ini dapat menginformasikan kepada para pengajar di sekolah khususnya guru Pendidikan Agama Katolik kelas VIII bahwa motivasi sangat berperanan dalam proses keberhasilan siswa maka guru perlu mengidentifikasi dan menumbuhkan dengan mengelola pembelajaran Pendidikan Agama Katolik seoptimal mungkin. Pengelolaan pembelajaran dapat dilakukan dengan pendekatan teknologi pendidikan, memperhatikan karakteristik siswa agar materi pembelajaran sesuai dengan kebutuhan siswa, mengembangkan berbagai pendekatan, strategi dan model-model pembelajaran yang mendukung. 3. Interaksi pengaruh antara pendidikan karakter dengan pendekatan paradigma pedagogi reflektif dan motivasi belajar terhadap kepribadian siswa dalam Pendidikan Agama Katolik. Pada pengujian hipotesis ketiga menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi pengaruh antara pendidikan commit tokarakter user dengan pendekatan PPR dan perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 136 motivasi belajar terhadap kepribadian siswa dalam Pendidikan Agama Katolik. Hal ini dapat dilihat dari hasil analisis angket yang menunjukkan bahwa kepribadian siswa tidak hanya dipengaruhi oleh pendekatan pembelajaran dan motivasi belajar namun juga faktor lain seperti minat belajar, lingkungan, fasilitas, beban belajar, kondisi sosial keluarga dan lain-lain. Secara akademis, kepribadian siswa lebih berhubungan dengan kemampuan siswa dari segi kognitif. Bahkan bila dilihat dari interaksi mean masing-masing sel dari data pengujian hasil tes diperoleh : X 1 = 142,40 dan X 2 = 104,55, sedangkan X 3 = 113,60 dan X 4 = 93,79. Ini berarti X 1 > X 2 dan X 3 > X 4. Ini berarti tidak ada pengaruh yang signifikan antara pendekatan pembelajaran dan motivasi belajar terhadap kepribadian siswa dalam Pendidikan Agama Katolik. Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui : 1) Pembelajaran dengan pendekatan Paradigma Pedagogi Reflektif lebih baik dibandingkan dengan menggunakan pendekatan konvensional jika siswa memiliki motivasi tinggi, 2) Pembelajaran dengan pendekatan konvensional lebih baik dibandingkan dengan menggunakan pendekatan Paradigma Pedagogi Reflektif jika siswa memiliki motivasi rendah. Pembelajaran Pendidikan Agama Katolik dengan pendekatan Paradigma Pedagogi Reflektif menekankan siswa pada keterlibatan secara aktif, baik sikap maupun mentalnya dengan bimbingan guru secara bertahap dalam menemukan fakta dan konsep-konsep baru. Motivasi siswa yang tinggi dalam belajar sangat berpengaruh dalam pencapaian hasil belajar. Dengan pendekatan Paradigma commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 137 Pedagogi Reflektif siswa semakin termotivasi untuk menemukan konsep, fakta, ide-ide baru dan kemampuan berpikir secara lebih kreatif. Pembelajaran Pendidikan Agama Katolik dengan pendekatan konvensional menempatkan siswa pada kecenderungan 3 D (duduk, dengar dan diam). Siswa kurang berpartisipasi dalam proses pembelajaran. Pemahaman konsep diperoleh dengan mendengar informasi dari guru. Dalam hal ini, siswa dengan motivasi rendah lebih cocok karena ia hanya mengikuti pola pembelajaran guru dan tidak perlu banyak berpikir. E. Keterbatasan Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti sudah berusaha seoptimal mungkin, namun demikian masih ada beberapa kelemahan dan keterbatasan yang meliputi : 1. Sampel penelitian ini hanya dilakukan di kelas VIII SMPK St. Yusuf Madiun tahun pelajaran 2011/2012. Peneliti berasumsi jika eksperimen sejenis dilakukan pada subyek lain diluar kota Madiun maka kemungkinan akan memiliki hasil yang berbeda. Hal ini karena dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti karakteristik siswa, kondisi sekolah, kesiapan guru dan faktor-faktor pendukung lain dari masing-masing sampel yang akan digunakan. Maka penelitian ini tidak dapat digeneralisasikan untuk umum dan hanya berlaku di kelas VIII SMPK St. Yusuf Madiun saja. 2. Peneliti sudah berusaha untuk seoptimal mungkin dalam melakukan eksperimen terutama dalam memantau dan meneliti perlakukan atau kondisi- commit to user kondisi eksperimental untuk mendapatkan pengaruh yang benar-benar bersih perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 138 dari berbagai faktor. Namun peneliti tidak bisa mencegah masuknya faktor X yang lain, misalnya kondisi psikologis siswa seperti kesehatan, emosi, perasaan, minat, perhatian maupun konsentrasi belajar. Faktor-faktor X inilah yang kadang menyebabkan kekaburan pengaruh atau perbedaan pendekatan pembelajaran diluar perlakuan-perlakuan yang dicobakan. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 139 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN Pada bagian akhir laporan penelitian ini dikemukakan tiga hal yaitu : (a) simpulan, (b) implikasi hasil penelitian, dan (c) saran A. Simpulan 1. Terdapat perbedaan pengaruh yang signifikan pendidikan karakter dengan pendekatan paradigma pedagogi reflektif dan pendekatan konvensional terhadap kepribadian siswa dalam Pendidikan Agama Katolik. Implementasi pembelajaran Pendidikan Agama Katolik saat ini masih sangat beragam. Keragaman tersebut disebabkan oleh beberapa hal, antara lain: latar belakang pendidikan guru, pengalaman guru yang berbeda-beda terutama dalam pemilihan berbagai macam pendekatan, pemilihan bahan, penyajian bahan, pengembangan motivasi, pengembangan metode, pemanfaatan media dan penyusunan RPP, pemahaman silabus, cara-cara dalam melaksanakan evaluasi serta cara-cara untuk mencapai tujuan pembelajaran. Fakta yang berkembang di lapangan, belum semua guru mengembangkan berbagai pendekatan yang berpusat pada siswa (student center). Pendekatan konvensional yang merupakan pendekatan yang berpusat pada guru (teacher center) dengan metode ceramah sebagai senjata andalan dalam penyampaian materi masih banyak diterapkan. Alasan yang sering mereka ungkapkan karena mereka tidak mau repot dengan berbagai persiapan. Maka pelajaran Agama Katolik akan menjadi pelajaran yang tidak menarik bagi siswa. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 140 Pendekatan PPR yang menekankan proses dalam membangun motivasi siswa sebagai salah satu faktor penentu dalam keberhasilan pembelajaran dengan mengangkat konteks permasalahan yang relevan dan berguna dalam menarik siswa untuk mempelajari hal-hal yang akan bermakna dalam kehidupannya kiranya bisa dijadikan sebagai salah satu solusi untuk memecahkan persoalan. Selain itu selama berproses dalam pendekatan PPR siswa tidak hanya disuapi pengetahuan dan informasi tetapi juga berusaha untuk menemukan sendiri nilai-nilai yang hendak ditanamkan sehingga hasil yang dicapai optimal. Keefektifan pendekatan paradigma pedagogi reflektif dibandingkan pendekatan konvensional sudah dibuktikan dalam hasil penelitian. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata prestasi belajar siswa yang menunjukkan bahwa pembelajaran dengan pendekatan PPR lebih tinggi daripada pendekatan konvensional. 2. Terdapat perbedaan kepribadian siswa dalam Pendidikan Agama Katolik antara siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi dengan siswa yang memiliki motivasi belajar rendah. Siswa sangat memerlukan adanya motivasi dalam proses pembelajaran. Semakin besar motivasi yang ada dalam diri siswa maka hasil yang dicapai akan semakin baik, demikian pula semakin tepat motivasi yang diberikan oleh guru maka proses pembelajaran akan semakin baik pula. Salah satu teori motivasi yang dapat diterapkan dalam pembelajaran adalah motivasi ARCES Model yang merupakan penyempurnaan dari ARCS model. Motivasi ARCES model ini menekankan bahwacommit dalamtopembelajaran perlu ditumbuhkan rasa user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 141 senang (enjoy) pada diri siswa. Rasa senang (enjoy) dalam belajar lebih efektif dalam memacu siswa untuk belajar. Hal ini dapat dilihat dari hasil uji yang menunjukkan bahwa nilai rata-rata kepribadian siswa pada Pendidikan Agama Katolik untuk siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi lebih besar dari pada rata-rata hitung siswa yang memiliki motivasi belajar rendah. 3. Tidak terdapat interaksi pengaruh antara pendidikan karakter dengan pendekatan paradigma pedagogi reflektif dan pendekatan konvensional serta motivasi belajar terhadap kepribadian siswa dalam Pendidikan Agama Katolik. Pendekatan pembelajaran akan mencapai hasil yang maksimal apabila diterapkan secara tepat. Pendekatan PPR yang diterapkan dalam pembelajaran mampu membantu anak mencapai hasil yang maksimal karena anak akan merasa senang(enjoy) dalam belajar dan terlibat secara aktif dalam proses sehingga sungguh-sungguh mampu menemukan nilai-nilai dalam berproses. Sedangkan pendekatan konvensional akan sangat tidak menarik karena dengan prinsip 3 D (duduk, dengar dan diam) yang diterapkan guru, anak tidak banyak terlibat dalam proses. Hal ini dapat dilihat dari hasil uji yang menunjukkan bahwa nilai rata-rata kepribadian siswa dalam Pendidikan Agama Katolik yang diperoleh siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi dengan pendekatan paradigma pedagogi reflektif lebih besar daripada siswa yang memiliki motivasi tinggi dengan pendekatan konvensional. Dan nilai rata-rata kepribadian siswa dalam Pendidikan Agama Katolik yang diperoleh siswa yang memiliki motivasi belajar rendah dengan commit to user pendekatan paradigma perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 142 pedagogi reflektif lebih besar daripada siswa yang memiliki motivasi rendah dengan pendekatan konvensional. B. Implikasi Hasil Penelitian Dalam pembahasan dan kesimpulan hasil penelitian di atas dapat disebutkan beberapa implikasi penting yaitu: 1. Pendekatan PPR yang ditawarkan dalam penelitian ini adalah pendekatan yang memerlukan perencanaan yang paripurna, terutama dalam penyusunan RPP. Apabila pembelajaran tidak dipersiapkan secara maksimal maka nilai-nilai yang hendak ditemukan siswa dengan berproses bersama dalam lima langkah yang berkesinambungan yakni (1) konteks, (2) pengalaman, (3) refleksi, (4) aksi dan (5) evaluasi tidak akan tercapai sehingga pembelajaran menjadi tidak bermakna. Harapan yang hendak dicapai dengan penerapan pendekatan PPR ini adalah siswa mampu menemukan sendiri nilai-nilai yang hendak ditanamkan sehingga bisa bertumbuh menjadi pribadi yang kompeten, bertanggung jawab dan berbelas kasih terhadap sesamanya.. 2. Pendekatan paradigma pedagogi reflektif berbasis ARCES Model dapat menjadi alternatif pilihan dalam mengembangkan motivasi belajar siswa dalam mempelajari materi Pendidikan Agama Katolik karena pada umumnya guru miskin pengembangan pendekatan dan motivasi sehingga pelajaran menjadi tidak menarik dan tidak menyenangkan. Dampak dari situasi ini, siswa menyepelekan pelajaran dan hasil yang dicapai tidak maksimal. Diharapkan dengan mengembangkan pembelajaran dengan pendekatan PPR berbasis commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 143 motivasi ARCES mampu menarik minat siswa sehingga muncul kerinduan dalam diri siswa untuk terus bertemu dalam pergumulan menemukan nilai-nilai kehidupan dan nilai-nilai tersebut dapat terus tertanam serta dilaksanakan dalam kehidupan nyata 3. Tidak semua pendekatan pembelajaran cocok diterapkan dalam semua kondisi. Maka guru hendaknya pandai dalam memilih pendekatan pembelajaran yang sesuai sehingga hasil yang dicapai siswa semakin maksimal. C. Saran Dengan mempertimbangkan simpulan dan implikasi penelitian yang telah dikemukan sebelumnya untuk mengakhiri laporan penelitian ini disampaikan sejumlah saran sebagai berikut : 1. Guru-guru mata pelajaran Pendidikan Agama Katolik di SMP perlu menggunakan pendekatan paradigma pedagogi reflektif terutama dalam penanaman nilai-nilai karakter pada siswa. Agar pembelajaran dengan pendekatan paradigma pedagogi reflektif ini berhasil, perlu dilaksanakan halhal sebagai berikut : a. Merancang pembelajaran secara terprogram dengan memperhatikan kondisi dan lingkungan siswa sehingga bisa ditemukan konteks yang tepat untuk diangkat sebagai bahan pembelajaran. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 144 b. Memberikan kesempatan kepada setiap siswa untuk betul-betul terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran yang meliputi 5 langkah yakni konteks, pengalaman, refleksi, aksi, dan evaluasi. c. Peran seorang guru dalam proses pembelajaran adalah sebagai mediator siswa dalam menemukan nilai dan mengaplikasikan nilai-nilai yang sudah mereka temukan dalam kehidupan sehari-hari. d. Gunakan media yang mendukung baik media secara langsung maupun tidak langsung. e. Ciptakan suasana kelas yang kondusif dengan mengendalikan suasana dan menuntun kearah proses. f. Bersikap terbuka dalam membantu kesulitan siswa tanpa membedakana kepribadian, karakteristik dan kemampuan 2. Guru hendaknya mampu membangkitkan motivasi belajar siswa agar secara sadar siswa mampu menemukan dan menanamkan konsep dalam dirinya sesuai tujuan yang diharapkan. 3. Dapat dilakukan penelitian sejenis selanjutnya dengan skala yang lebih luas. commit to user