pengaruh pendidikan karakter dengan pendekatan paradigma

advertisement
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGARUH PENDIDIKAN KARAKTER DENGAN
PENDEKATAN PARADIGMA PEDAGOGI REFLEKTIF DAN
MOTIVASI BELAJAR TERHADAP KEPRIBADIAN SISWA
DALAM PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
DI SMP KATOLIK SE- KOTA MADIUN
TESIS
Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister
Program Studi Teknologi Pendidikan
Oleh
St. Andri Widiyanti
S811108039
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
commit
to user
i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah atas bimbingan dan limpahan
rahmatnya sehingga tesis ini dapat terselesaikan.
Temuan dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan
khususnya bagi guru Pendidikan Agama Katolik dan umumnya kepada para
pemerhati serta praktisi pendidikan. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan
tesis ini tidak akan selesai tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan terima
kasih sebesar-besarnya kepada :
1.
Rektor Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan kesempatan kepada
penulis untuk menggunakan fasilitas yang ada dilingkungan universitas.
2.
Direktorat Jendral Bimas Katolik Kementerian Agama RI melalui Program
Beasiswa Pendidikan Pascasarjana.
3.
Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, MS selaku Direktur Program Pascasarjana
Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan kesempatan mengikuti
pendidikan pada Program Pascasarjana.
4.
Prof. Dr. Mulyoto, M.Pd selaku Ketua Program Studi Teknologi Pendidikan
yang telah membimbing dan memotivasi dalam menyelesaikan program
pembelajaran.
5.
Prof. Dr. Sunardi, M.Sc selaku pembimbing pertama yang telah berkenan
memberikan bimbingan dengan penuh kesabaran dan ketelitian sehingga tesis
ini dapat penulis selesaikan. commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
6.
digilib.uns.ac.id
Prof. Dr. Sri Anitah W, M.Pd selaku pembimbing kedua yang telah berkenan
memberikan bimbingan dengan penuh kesabaran dan ketelitian sehingga tesis
ini dapat penulis selesaikan.
7.
Tim Penguji Tesis, yang telah berkenan menguji, memberikan saran dan
bimbingan untuk penyempurnaan tesis.
8.
Drs. Paulus Suban M, selaku Kepala SMPK St. Yusuf Madiun yang telah
berkenan memberikan ijin penelitian dan segala fasilitas yang diperlukan
dalam penelitian.
9.
Albertus Sumarwoto, S.Pd, selaku Kepala SMPK St. Thomas yang telah
berkenan memberikan ijin uji coba instrument penelitian .
10. Ch. Nurnaningsih, S.Pd
selaku Guru Mata Pelajaran Pendidikan Agama
Katolik di SMPK St. Yusuf Madiun yang telah berkenan membantu dalam
melaksanakan penelitian eksperimen.
11. Dr. (Cand) Andreas Kosasih, M.Pd yang senantiasa memberikan motivasi
dan dukungan dalam penyusunan tesis.
12. Segenap staf guru dan karyawan SMPK St. Thomas Ngawi yang karena
pengertiannya telah membantu peneliti untuk menyelesaikan tesis ini.
13. Terkhusus saya tujukan untuk suami terkasih Agustinus Marji dan anak
tersayang Leonnyndra yang telah memberikan dukungan penuh atas
terselesaikannya tesis ini.
Semoga kebaikan-kebaikan beliau senantiasa mendapat imbalan berkat
berlimpah dari Allah.
commit to user
vi
Madiun, 13 September 2012
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
St. Andri Widiyanti. 2012. Pengaruh Pendidikan Karakter Dengan Pendekatan
Paradigma Pedagogi Reflektif Dan Motivasi Belajar Terhadap Kepribadian
Siswa Dalam Pendidikan Agama Katolik di SMP Katolik Se-Kota Madiun.
TESIS. Pembimbing I : Prof. Dr. Sunardi, M.Sc, II : Prof. Dr. Sri Anitah W,
M.Pd. Program Studi Teknologi Pendidikan, Program Pascasarjana, Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
ABSTRAK
Pendidikan saat ini dihadapkan pada sebuah realita akan rusaknya
keadaban publik dan merebaknya penyakit sosial seperti korupsi, tindak
kekerasan dan perusakan lingkungan hidup. Permasalahan utama bukan terletak
pada kecerdasan namun kepada hati nurani yang terkait langsung dengan jati diri
dan karakternya. Pendidikan yang seharusnya menjadi sarana untuk menanamkan
nilai dan pembentukan karakter mengalami kegagalan karena masih sebatas teks.
Pendekatan Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR), sebuah pola pikir dan proses
pendampingan pendidik kepada siswa yang terkait dengan nilai-nilai yang
menjadi dasar dalam perubahan terhadap masyarakat kiranya dapat dijadikan
pilihan dalam kegiatan belajar mengajar. Namun disamping pendekatan yang
diterapkan guru, faktor psikologis siswa berupa motivasi untuk berprestasi juga
sangat menentukan dalam keefektifan proses pembelajaran. Salah satu teori
tentang motivasi yang dapat diterapkan adalah ARCES Model. Penelitian ini
bertujuan untuk menemukan (1) Pengaruh pendidikan karakter dengan
Pendekatan Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) dan pendekatan konvensional
terhadap kepribadian siswa dalam Pendidikan Agama Katolik, (2) Perbedaan
kepribadian siswa dalam Pendidikan Agama Katolik antara siswa yang memiliki
motivasi tinggi dan motivasi rendah dalam belajar, (3) Interaksi pengaruh antara
pendidikan karakter dengan pendekatan Paradigma Pedagogi Reflektif dan dan
motivasi belajar terhadap kepribadian siswa dalam Pendidikan Agama Katolik.
Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimen. Penelitian lapangan
dilakukan di SMPK St. Yusuf Kota Madiun Propinsi Jawa Timur. Penelitian
dilakukan dengan memberikan materi pelajaran yang sama terhadap kelas
eksperimen dan kontrol namun pendekatan yang digunakan berbeda. Kelas
eksperimen dengan pendekatan PPR dan kelas control dengan pendekatan
konvensional.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Terdapat perbedaan pengaruh
pendidikan karakter dengan pendekatan Paradigma Pedagogi Reflektif dan
pendekatan konvensional terhadap kepribadian siswa dalam Pendidikan Agama
Katolik, (2) Terdapat perbedaan kepribadian dalam Pendidikan Agama Katolik
commit to user
antara siswa yang memiliki motivasi tinggi dan motivasi rendah dalam belajar,
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
(3) Tidak terdapat interaksi pengaruh antara pendidikan karakter dengan
pendekatan paradigma pedagogi refleksi
dan motivasi belajar terhadap
kepribadian siswa dalam Pendidikan Agama Katolik.
Kata kunci : Pendidikan Karakter, Pendekatan Paradigma Pedagogi Reflektif,
Motivasi Belajar, Kepribadian Siswa, Pendidikan Agama Katolik.
commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
St. Andri Widiyanti. 2012. The Effectiveness of Character Building in Reflective
Pedagogical Paradigm to Teach Catholic Religion Subject Viewed from
Students’ Motivation in SMP Katolik at Madiun . THESIS. 1st Consultant : Prof.
Dr. Sunardi, M.Sc, 2nd : Prof. Dr. Sri Anitah W, M.Pd. Department of Education
Technology, Graduate School Program, Sebelas Maret University of Surakarta.
ABSTRACT
Nowadays, education must meet a reality of public politeness degradation
and environmental breakdown. The main problem is not placed in the intelligence
but in identity and character. Education which should be the media to put and
develop values and character building has become failure due to the fact that the
implementation is only as the form of text not the real one. Reflective Pedagogical
Paradigm (PPR), a paradigm and a process of mentoring in educating students
emphasizes on values or norms which become the base of society changing, may
be chosen in teaching learning process. Besides teacher’s mentoring the students’
psychology such as motivation to be success also important item in effective
teaching learning process. One of the theories of motivation which is suitable to
be applied is ARCES Model. The aims of the research are to find out (1) the
effectiveness of character building in Reflective Pedagogical Paradigm (PPR) to
conventional approach in students’ personality in Catholic Religion Subject, (2)
the difference of students’ personality between students who have high motivation
and students who have low motivation, (3) the interaction of character building in
Reflective Pedagogical Paradigm (PPR) and motivation to students’ personality in
Catholic Religion Subject.
The research done in this thesis is experimental research. The field
research was done in SMPK St. Yusuf Madiun, East of Java. The research was
done through giving the same material to both experiment and control class. The
difference was on the approaches used in those classes, PPR was taught in
experiment class, while conventional approach was taught in control class.
The research results of this thesis are (1) there is different influence in
character building of Reflective Pedagogical Paradigm (PPR) and conventional
approach to students’ personality in Catholic Religion Subject, (2) there is
difference personality in Catholic Religion Subject between students who have
high motivation than those who have low motivation in studying, (3) there is not
an interaction between character building in Reflective Pedagogical Paradigm
(PPR) and motivation to study to students’ personality in Catholic Religion
Subject.
The Keywords: Character Building, Reflective Pedagogical Paradigm (PPR),
commitPersonality,
to user Catholic Religion Subject.
Motivation, Students’
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ………………………………………………………..
i
PENGESAHAN PEMBIMBING……………………………………...........
ii
PENGESAHAN PENGUJI …………………………………………………
iii
PERNYATAAN ORISINALITAS DAN PUBLIKASI ISI TESIS ………..
iv
KATA PENGANTAR ………………………………………………………
v
ABSTRAK…………………………………………………………………..
vii
ABSTRACT ………………………………………………………………...
ix
DAFTAR ISI …………………………………………………………..........
x
DAFTAR TABEL ……………………………………………………….….
xvi
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………….
xviii
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………….…..
xx
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN……………………………………………….
1
A. Latar Belakang Masalah……………………………………...
1
B. Perumusan Masalah ………………………………………….
8
C. Tujuan Penelitian…………………………………………….
8
D. Manfaat Penelitian …………………………………………..
9
KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN
PENGAJUAN HIPOTESIS ……………………………………...
11
A. Kajian Teori ………………………………………………..
11
1.
Pendidikan Karakter …………………………………..
11
a. Pengertian Karakter ………………………………...
11
b. Pengertian Pendidikan Karakter …………………...
commit to user
13
x
perpustakaan.uns.ac.id
2.
3.
digilib.uns.ac.id
c. Nilai – nilai Karakter untuk SMP …………………..
15
Pendekatan Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) ……
19
a. Pengertian Pendekatan PPR ………………………..
19
b. Ciri Khas Pendekatan PPR ………………………...
22
c. Roh dalam Pendekatan PPR ………………………..
23
d. Dinamika dalam Pendekatan PPR …………………
24
e. Keunggulan Pendekatan PPR ……………………..
28
Pendekatan Konvensional …………………………….
29
a. Pengertian Pendekatan Konvensional ……………...
29
b. Penerapan Pendekatan Konvensional dalam
32
Pembelajaran.............................................................
c. Kelebihan dan Kelemahan Pendekatan
33
Konvensional ………………………………………
4.
Motivasi Belajar ………………………………………
34
a. Pengertian Motivasi ………………………………..
34
b. Fungsi Motivasi dalam Pembelajaran ……………..
36
c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi
37
Pembelajaran.............................................................
5.
d. Motivasi Model ARCES (ARCES Model) ………….
40
e. Motivasi dalam Proses Pembelajaran ………………
51
Kepribadian sebagai Hasil Belajar ……………………
55
a. Pengertian Kepribadian …………………………….
55
b. Faktor yang Mempengaruhi Kepribadian ………….
commit to user
58
xi
perpustakaan.uns.ac.id
6.
digilib.uns.ac.id
c. Aspek-aspek Kepribadian ………………………….
59
d. Gambaran Pribadi yang Integrated ………………...
60
Pendidikan Agama Katolik …………………………...
62
a. Pengertian Pendidikan Agama Katolik …………….
62
b. Tujuan dan Fungsi Pendidikan Agama Katolik ……
63
c. Ruang Lingkup Pendidikan Agama Katolik ……….
64
d. Standar Kompetensi Lulusan Mata Pelajaran
65
Pendidikan Agama Katolik …………………………
BAB III
e. Hasil Belajar Pendidikan Agama Katolik …………
65
B.
Hasil Penelitian Yang Relevan ..…………………………..
78
C.
Kerangka Berpikir ..………………………………………..
78
D.
Pengajuan Hipotesis .………………………………………
83
METODOLOGI PENELITIAN ………………………………...
84
A. Waktu dan Tempat Penelitian ……………………………...
84
B. Metode Penelitian ………………………………………….
84
C.
1.
Rancangan Penelitian ………………………………..
85
2.
Definisi Operasional ………………………………….
86
3.
Prosedur Penelitian …………………………………...
88
a. Persiapan Pembelajaran ……………………………
88
b. Pelaksanaan Pembelajaran ………………………...
89
c. Pasca Pembelajaran ……………………………….
91
Populasi dan Penarikan Sampel …………………………
91
1.
91
Populasi ………………………………………………
commit to user
xii
perpustakaan.uns.ac.id
2.
D.
digilib.uns.ac.id
Teknik Pengambilan Sampel …………………………
92
Teknik Pengumpulan Data ………………………………
93
1.
Instrumen Penelitian ………………………………….
93
a. Angket Kepribadian ………………………………..
93
b. Angket Motivasi belajar …………………………...
94
Uji Coba Instumen ……………………………………
94
a. Uji Validitas dan Reliabilitas Angket Kepribadian ..
95
b. Uji Validitas dan Reliabilitas
97
2.
Angket Motivasi
Belajar ……………………………………………..
E.
Teknik Analisa Data ………………………………………
100
1.
Uji Persyaratan Analisis ……………………………...
100
a. Uji Normalitas ……………………………………..
100
b. Uji Homogenitas …………………………………...
100
Pengujian Hipotesis …………………………………..
100
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………………..
102
A.
102
2.
BAB IV
Deskripsi Data …………………………………………….
1.
Kepribadian
Siswa
dalam
Pendidikan
Karakter
Dengan Pendekatan PPR pada Pendidikan Agama
Katolik secara Keseluruhan …………………………
2.
Kepribadian
Siswa
dalam
Pendidikan
104
Karakter
Dengan Pendekatan Konvensional pada Pendidikan
Agama Katolik secara Keseluruhan …………………
3.
Motivasi Belajar Siswa dalam Pendidikan Karakter
commit to user
xiii
106
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dengan Pendekatan PPR pada Pendidikan Agama
Katolik………………………………........................
4.
108
Motivasi Belajar Siswa dalam Pendidikan Karakter
dengan Pendekatan Konvensional pada Pendidikan
Agama Katolik………………………………...............
110
5. Kepribadian Siswa yang Mempunyai Motivasi Tinggi
dalam Pendidikan Karakter dengan Pendekatan PPR
pada Pendidikan Agama Katolik ..................................
6.
Kepribadian
Rendah
Siswa
dalam
yang
Mempunyai
Pendidikan
Karakter
112
Motivasi
dengan
Pendekatan PPR pada Pendidikan Agama Katolik ......
114
7. Kepribadian Siswa yang Mempunyai Motivasi Tinggi
dalam
Pendidikan
Karakter
dengan
Pendekatan
Konvensional pada Pendidikan Agama Katolik .........
8. Kepribadian
Rendah
Siswa yang Mempunyai Motivasi
dalam
Pendidikan
Pendekatan Konvensional
B.
116
Karakter
dengan
pada Pendidikan Agama
Katolik ……………………………………………….
118
Pengujian Persyaratan Analisis ……………………….......
120
1.
120
Pengujian Normalitas Data …………………...............
a. Uji Normalitas Data Kepribadian Siswa dengan
Pendekatan PPR …………………...........................
b. Uji Normalitas Data Kepribadian Siswa dengan
commit to user
xiv
121
perpustakaan.uns.ac.id
Pendekatan Konvensional ………………………....
121
Pengujian Homogenitas …………………………........
122
Pengujian Hipotesis Penelitian ………………....................
124
2.
C.
digilib.uns.ac.id
1.
Pengaruh Pendidikan Karakter dengan Pendekatan
Paradigma Pedagogi Reflektif dan Konvensional
Terhadap Kepribadian Siswa dalam Pendidikan
Agama Katolik …………………………………..….
2.
126
Perbedaan Kepribadian Siswa dalam Pendidikan
Agama Katolik Antara Siswa yang Memiliki Motivasi
Tinggi dengan Siswa yang Memiliki Motivasi rendah
dalam Belajar………………………………………….
3.
127
Interaksi Pengaruh Antara Pendidikan Karakter
Dengan Pendekatan Paradigma Pedagogi Reflektif dan
Motivasi Belajar Terhadap Kepribadian Siswa dalam
Pendidikan Agama Katolik …………………………...
128
D.
Pembahasan Hasil Penelitian ………………………...........
131
E.
Keterbatasan Penelitian …………………………...............
136
SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN …………….............
138
A.
Simpulan ………………………………………..................
138
B.
Implikasi Hasil Penelitian …………………………..........
141
C.
Saran …………………………………………………........
142
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………...............
144
LAMPIRAN – LAMPIRAN ………………………………………..............
commit to user
148
BAB V
xv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Tabel 1
Rancangan Analisis Hipotesa……………………………….
Tabel 2
Rangkuman Data Kepribadian Siswa Pada
Pendidikan
Agama Katolik ………………………………………………
Tabel 3
Distribusi
frekuensi
pendidikan
karakter
skor
kepribadian
dengan
pendekatan
siswa
PPR
Distribusi
frekuensi
skor
kepribadian
siswa
104
dalam
pada
Pendidikan Agama Katolik secara keseluruhan ...................
Tabel 4
85
105
dalam
pendidikan karakter dengan pendekatan konvensional pada
Pendidikan Agama Katolik secara keseluruhan .....................
Tabel 5
Distribusi frekuensi skor motivasi belajar siswa dalam
pendidikan karakter dengan pendekatan PPR
pada
Pendidikan Agama Katolik secara keseluruhan ....................
Tabel 6
107
109
Distribusi frekuensi skor motivasi belajar siswa dalam
pendidikan karakter dengan pendekatan Konvensional pada
Pendidikan Agama Katolik secara keseluruhan ....................
Tabel 7
111
Distribusi frekuensi Kepribadian siswa yang mempunyai
motivasi belajar tinggi dalam pendidikan karakter dengan
pendekatan PPR pada Pendidikan Agama Katolik ………….
Tabel 8
Distribusi
frekuensi
skor
kepribadian
mempunyai motivasi belajar rendah
siswa
113
yang
dalam pendidikan
karakter dengan pendekatan PPR pada Pendidikan Agama
Katolik ……………………………………………………...
commit to user
xvi
115
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 9
Distribusi
digilib.uns.ac.id
frekuensi
skor
kepribadian
siswa
yang
mempunyai motivasi belajar tinggi dalam pendidikan
karakter dengan pendekatan konvensional pada Pendidikan
Agama Katolik ……………………………………………...
Tabel 10
Distribusi
frekuensi
skor
kepribadian
siswa
117
yang
mempunyai motivasi belajar rendah dalam pendidikan
karakter dengan pendekatan konvensional pada Pendidikan
Agama Katolik ……………………………………………..
Tabel 11
Rangkuman Hasil Perhitungan Teknik Analisis Variansi
Dua Jalan ................................................................................
Tabel 12
119
125
Rangkuman Perbedaan Rerata Kelompok Motivasi dalam
Pendidikan
Konvensional
Karakter
dengan
Terhadap
Pendekatan
Kepribadian
PPR
Siswa
dan
dalam
Pendidikan Agama Katolik ....................................................
commit to user
xvii
128
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1
Histogram Sebaran Frekuensi Skor Kepribadian Siswa
dalam pendidikan karakter dengan pendekatan PPR pada
Pendidikan Agama Katolik secara Keseluruhan..................
Gambar 2
106
Histogram Sebaran Frekuensi Skor Kepribadian Siswa
dalam pendidikan karakter dengan pendekatan konvensional
pada Pendidikan Agama Katolik secara keseluruhan............
Gambar 3
108
Histogram Sebaran Frekuensi Skor Motivasi Belajar Siswa
dalam Pendidikan Karakter dengan Pendekatan PPR pada
Pendidikan Agama Katolik secara keseluruhan ....................
Gambar 4
110
Histogram Sebaran Frekuensi Skor Motivasi Siswa dalam
pendidikan karakter dengan pendekatan Konvensional pada
Pendidikan Agama Katolik secara keseluruhan ...................
Gambar 5
112
Histogram Sebaran Frekuensi Skor Kepribadian siswa yang
mempunyai motivasi belajar tinggi dalam pendidikan
karakter dengan pendekatan PPR pada Pendidikan Agama
Katolik ………………………………………………………
Gambar 6
114
Histogram Sebaran Frekuensi Skor Kepribadian siswa yang
mempunyai motivasi belajar rendah
dalam pendidikan
karakter dengan pendekatan PPR pada Pendidikan Agama
Katolik ………………………………………………………
commit to user
xviii
116
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 7
digilib.uns.ac.id
Histogram Sebaran Frekuensi Skor Distribusi frekuensi skor
kepribadian siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi
dalam pendidikan karakter dengan pendekatan konvensional
pada Pendidikan Agama Katolik……………………………
Gambar 8
118
Histogram Sebaran Frekuensi Skor Distribusi frekuensi
skor kepribadian siswa yang mempunyai motivasi belajar
rendah dalam pendidikan karakter dengan pendekatan
konvensional pada Pendidikan Agama Katolik…………….
commit to user
xix
120
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ......................................
148
Lampiran 2
Kisi-kisi Angket Kepribadian Siswa…………………………
215
Lampiran 3
Angket Kepribadian Siswa ………………………………….
217
Lampiran 4
Kisi-kisi Angket Motivasi ......................................................
223
Lampiran 5
Angket Motivasi .....................................................................
224
Lampiran 6
Uji Validitas Instrumen angket Kepribadian …………….
235
Lampiran 7
Uji Reliabilitas Instrumen angket Kepribadian …………….
236
Lampiran 8
Uji Validitas Instrumen angket Motivasi………………….
238
Lampiran 9
Uji Reliabilitas Instrumen angket Motivasi… …………….
240
Lampiran 10
Rangkuman Data Kepribadian dan Motivasi ………………
241
Lampiran 11
Rangkuman Perhitungan Anava …………………………….
253
Lampiran 11
Jadwal Kegiatan Penelitian .....................................................
257
Lampiran 12
Surat Keterangan .....................................................................
258
commit to user
xx
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Pendidikan saat ini dihadapkan pada sebuah realita bahwa negara dan bangsa
Indonesia sedang menderita sakit berat yakni rusaknya keadaban yang berdampak
pada rusaknya keadaban publik dan merebaknya penyakit sosial seperti tindak
kekerasan, korupsi dan perusakan lingkungan hidup. Rusaknya keadaban publik
ini tentu saja sangat mengkhawatirkan karena melibatkan milik kita yang paling
berharga yakni anak-anak. Hal ini secara nyata dapat dilihat pada meningkatnya
kebebasan seks, maraknya angka kekerasan anak-anak dan remaja, kejahatan
terhadap teman, tawuran dan masih banyak lagi yang semuanya menjurus pada
tindak kriminal.
Mengapa hal itu bisa terjadi? Permasalahan ternyata bukan terletak pada
kecerdasan, IQ atau otaknya, tetapi justru kepada hati nurani dan secara eksplisit
berkaitan langsung dengan jati diri dan karakternya (Soemarno Soedarsono, 2008:
vii). Mata Pelajaran Pendidikan Budi Pekerti dan Agama yang seharusnya bisa
menjadi
sarana untuk menanamkan nilai dan pembentukan karakter siswa
mengalami kegagalan karena masih sebatas teks, kurang mempersiapkan siswa
dalam menyikapi dan menghadapi kehidupan yang kontradiktif. Kegagalan
pendidikan secara kognitif akan menghasilkan orang yang tidak berkembang daya
penalarannya, terbatas pengetahuannya dan berwawasan sempit. Secara afektif
kegagalan pendidikan akan menghasilkan manusia yang sulit berkembang dalam
imannya meskipun orang menganggap dirinya beragama dan pada akhirnya
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2
muncul kecenderungan bersikap tidak bijak dalam menghadapi sebuah
permasalahan yang komplek, tidak mampu menganalisa permasalahan yang
dihadapinya, tidak mampu merefleksikan kehidupannya
serta tidak mampu
mencari alternatif pemecahan masalah yang dihadapinya.
Untuk menjawab persoalan di atas, dibutuhkan perubahan ke arah tumbuhnya
budaya alternatif
yang mampu membangun keadaban publik dan mengatasi
permasalahan yang muncul yakni dengan penanaman nilai dan pembentukan
karakter. Dunia pendidikan merupakan sarana yang sangat strategis dalam
melestarikan sistem nilai. Karena proses pendidikan tidak hanya sebatas
pengetahuan dan pemahaman peserta didik yang perlu dibentuk (Drost, 2001 :
11), namun sikap, perilaku dan kepribadian siswa juga harus mendapatkan
perhatian serius. Pembentukan sikap, perilaku dan kepribadian siswa ini menjadi
sangat penting pada jaman sekarang, mengingat perkembangan IPTEK yang
memberi kemudahan bagi peserta didik dalam mengakses berbagai informasi
melalui dunia maya yang tentu saja tidak selalu berdampak positif. Seorang Filsuf
Indonesia Driyarkara (1980:127) mengungkapkan bahwa pendidikan bertujuan
untuk memanusiakan manusia, atau membantu proses hominisasi dan humanisasi,
maksudnya pelaksanaan dan proses pendidikan harus mampu membantu siswa
menjadi manusia yang berbudaya tinggi dan bernilai tinggi (bermoral, berwatak,
bertanggung jawab dan mampu bersosialisasi), dengan demikian manusia akan
terangkat status dan derajatnya (Zubaedi,2011:6).Siswa perlu dibantu untuk
hidup berdasarkan pada nilai moral yang benar, berwatak baik dan bertanggung
jawab terhadap aktifitas-aktifitas yang mereka lakukan. Atau dengan kata lain
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3
siswa dibentuk menjadi orang-orang yang berkarakter positif. Dalam konteks
inilah pendidikan keagamaan sangat diperlukan para siswa.
Sejalan dengan kondisi tersebut, Pendekatan Paradigma Pedagogi Reflektif
(PPR), sebuah pola pikir dan proses pendampingan pendidik kepada siswa yang
terkait dengan nilai-nilai yang menjadi dasar dalam melakukan perubahan
terhadap masyarakat, kiranya bisa menjadi pilihan dalam proses kegiatan belajar
mengajar. Hal ini juga ditegaskan oleh
Para Uskup dalam Nota Pastoral
Konferensi Wali Gereja Indonesia Tahun 2008 dalam butir 8.2 :”
Untuk mencapai kualitas pendidikan, pendekatan yang kiranya cocok
digunakan antara lain Paradigma Pedagogi Refleksi (PPR), yaitu pola
pembelajaran yang mengintegrasikan pemahaman masalah dunia dan
kehidupan serta pengembangan nilai-nilai kemanusiaan dalam proses yang
terpadu, sehingga nilai-nilai itu muncul dari kesadaran dan kehendak peserta
didik melalui refleksinya. Hasil refleksi itu tercermin dalam perubahan
perilaku sehari-hari.”(Educare, Oktober 2010 :3)
Dalam proses pembelajaran Pendekatan Paradigma Pedagogi Reflektif(PPR)
mencoba menjawab kebutuhan siswa dengan menekankan 3 hal penting yang
harus dikembangkan dalam diri siswa untuk menjadi pribadi yang utuh yakni
competence (kompetensi), conscience (suara hati), dan compassion (kepedulian)
(Yanu, 2010 : 9).Kekuatan utama dari Pendekatan PPR adalah proses dalam
membangun motivasi siswa yang merupakan salah satu faktor penentu dalam
keberhasilan pembelajaran. Motivasi belajar ini dibangun dengan mengangkat
konteks permasalahan yang relevan dan berguna sehingga siswa tertarik dan pada
akhirnya apa yang dipelajari akan bermakna dalam
kehidupannya. Dengan
demikian, selama berproses siswa tidak hanya disuapi pengetahuan dan informasi
tetapi juga berusaha untuk menemukan sendiri sehingga hasil yang dicapai
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4
optimal, bahkan tidak mustahil apabila pada akhirnya siswa menjadi lebih pandai
dari gurunya dalam banyak hal. Apabila ini terjadi, tentu saja dunia pendidikan
akan mencapai suatu keberhasilan yang luar biasa.
Pendekatan PPR dalam proses kegiatan pembelajaran digambarkan secara
singkat sebagai berikut :
1.
Konteks
Memperhatikan konteks untuk menumbuhkembangkan pendidikan antara
lain: wacana tentang nilai-nilai yang ingin dikembangkan, contoh
penghayatan mengenai nilai yang hendak diperjuangkan, dan menciptakan
suasana pembelajaran yang kondusif dengan menumbuhkan sikap saling
percaya, akrab dan terbuka.
2.
Pengalaman
Mengajak peserta didik untuk masuk dalam pengalaman belajar baik
langsung maupun tidak langsung dengan menumbuhkan persaudaraan,
solidaritas dan saling memuji sehingga terjadi interaksi dan komunikasi yang
intensif, ramah, sopan, tenggang rasa dan akrab.
3.
Refleksi
Mengajak peserta didik berefleksi untuk menemukan maksud, tujuan, nilai,
makna, dan manfaat dari pengalaman belajar.
4.
Aksi
Memfasilitasi siswa untuk membangun niat dan bertindak sesuai dengan apa
yang disadari dalam pengalaman refleksi sebagai hal yang baik, benar, dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5
bermanfaat dalam perbuatan nyata. Dalam hal ini siswa dibentuk untuk
menjadi pribadi pejuang bagi nilai yang direfleksikannya.
5.
Evaluasi
Melaksanakan evaluasi untuk mengukur keberhasilan akademis dan
perkembangan peserta didik. (Tim Redaksi Kanisius, 2011 : 41-44)
Disamping pendekatan pembelajaran yang diterapkan guru, faktor psikologis
siswa berupa motivasi untuk berprestasi juga menentukan keefektifan proses
pembelajaran. Menurut Gagne (1985:22) kondisi pembelajaran yang diperlukan
untuk mencapai hasil belajar yang maksimal secara garis besar dikelompokkan
menjadi kondisi internal dan kondisi eksternal. Kondisi internal adalah faktorfaktor yang berasal dari dalam diri siswa meliputi : kesiapan, kemampuan,
pengetahuan prasyarat yang telah dimiliki siswa, motivasi, aspirasi, bakat dan
kemampuan. Kondisi eksternal adalah segala sesuatu yang berada diluar diri siswa
meliputi : sarana prasarana, cuaca, iklim belajar, bangunan sekolah, ruang belajar
dan sebagainya.
Motivasi dalam diri siswa memegang peranan penting yakni sebagai jantung
proses pembelajaran (Kosasih, 2010 : 67). Maka motivasi yang menjadi salah satu
penentu keberhasilan dalam pembelajaran perlu dibangkitkan terlebih dahulu
sebelum proses pembelajaran berlangsung. Motivasi ini, tidak hanya sekedar
menggerakkan tingkah laku namun juga memperkuat tingkah laku (Kosasih,
2010: 68). Siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi akan merasa senang
dan penuh tanggung jawab dalam menyelesaikan tugas-tugas belajarnya yang
ditunjukkan dengan minat, semangat serta ketekunan yang tinggi dalam belajar
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6
tanpa tergantung pada teman, guru, sarana dan lingkungan. Dengan demikian,
motivasi belajar siswa dalam Pendidikan Agama Katolik akan berpengaruh
langsung terhadap pencapaian hasil belajar yang optimal.
Salah satu teori penerapan dan pengembangan sistem motivasi yang dapat
digunakan dalam pembelajaran adalah model Attention (perhatian), Relevance
(hubungan), Confidance (percaya diri), Enjoyment (kesenangan atau kegembiraan)
dan Satisfaction (kepuasan) yang disingkat model ARCES (ARCES Models)
(Kosasih, 2010 : 78). Motivasi model ARCES ini merupakan penyempurnaan dari
teori Model ARCS yang dikembangkan oleh John M. Keller. Dalam model ini
dikemukakan lima kategori motivasional yang perlu mendapatkan perhatian guru
dalam rangka menghasilkan pembelajaran yang menarik dan bermakna serta
memberikan tantangan bagi pembentukan sikap, perilaku dan kepribadian siswa
yaitu :
1.
Attention: perhatian siswa akan muncul didorong oleh rasa ingin tahu. Oleh
karena itu rasa ingin tahu siswa harus dirangsang dengan sesuatu yang baru
dan berbeda dari yang telah ada sebelumnya.
2.
Relevance :adanya relevansi antara apa yang dipelajari dengan kebutuhan
siswa sehingga mampu meningkatkan motivasi siswa untuk berprestasi.
3.
Confidence : rasa percaya diri berupa harapan untuk berhasil akan
meningkatkan motivasi berprestasi.
4.
Enjoyment : rasa senang dalam kegiatan pembelajaran. Banyak ditentukan
oleh keberhasilan belajar pada waktu-waktu sebelumnya dan hasil analisis
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7
cost-benefit perbuatan belajar, serta rasa butuh belajar dan keyakinan bahwa
ia akan mampu mencapai tujuan belajar.
5.
Satisfaction : kepuasan karena keberhasilan dalam mencapai tujuan akan terus
memacu siswa mencapai tujuan-tujuan serupa. Rasa kepuasan yang dirasakan
siswa secara umum akan memotivasi siswa untuk terlibat secara aktif dalam
proses pembelajaran.
Dari uraian di atas menarik perhatian penulis, sehingga dalam penelitian ini
akan dikaji secara mendalam mengenai Pengaruh Pendidikan Karakter Dengan
Pendekatan Paradigma Pedagogi Reflektif dan Motivasi Belajar Terhadap
Kepribadian Siswa Dalam Pendidikan Agama Katolik. Penelitian ini lebih
menitikberatkan kepribadian siswa
pada Pendidikan Agama Katolik sebagai
materi yang diteliti. Pendidikan Agama Katolik merupakan bidang studi yang
dipilih, dengan asumsi bahwa Pendidikan Agama Katolik merupakan bidang studi
yang dirasa paling efektif dan efisien dalam rangka penanaman nilai dan
pembentukan kepribadian siswa dan ditunjang pula dengan budaya katolisitas
yang telah ada di sekolah.
Bertitik tolak dari kondisi tersebut, maka perlu dilakukan penelitian mengenai
Pengaruh Pendidikan Karakter Dengan Pendekatan Paradigma Pedagogi Reflektif
dan Motivasi Belajar Terhadap Kepribadian Siswa Dalam Pendidikan Agama
Katolik (PAK).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
8
B.
Perumusan Masalah
Dari identifikasi dan pembatasan masalah di atas, dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut :
1.
Apakah terdapat perbedaan pengaruh antara pendidikan karakter dengan
pendekatan paradigma pedagogi reflektif dan pendekatan konvensional
terhadap kepribadian siswa dalam Pendidikan Agama Katolik?
2.
Apakah terdapat perbedaan kepribadian siswa dalam Pendidikan Agama
Katolik antara siswa yang memiliki motivasi tinggi dengan siswa yang
memiliki motivasi rendah dalam belajar?
3.
Apakah terdapat interaksi pengaruh antara pendidikan karakter dengan
pendekatan paradigma pedagogi reflektif dan motivasi belajar terhadap
kepribadian siswa dalam Pendidikan Agama Katolik?
C. Tujuan Penelitian
Dalam penelitian ini memiliki tujuan umum dan tujuan khusus.
1.
Tujuan umum dari penelitian ini adalah agar dapat memahami pengaruh
pendidikan karakter dengan pendekatan paradigma pedagogi reflektif dan
motivasi belajar terhadap kepribadian siswa dalam Pendidikan Agama
Katolik.
2.
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk mengetahui :
a. Perbedaan pengaruh antara pendidikan karakter dengan pendekatan
paradigma pedagogi reflektif dan pendekatan konvensional terhadap
kepribadian siswa dalam Pendidikan Agama Katolik
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
9
b. Perbedaan kepribadian siswa dalam Pendidikan Agama Katolik antara
siswa yang memiliki motivasi tinggi dengan siswa yang memiliki motivasi
rendah dalam belajar
c. Interaksi pengaruh antara pendidikan karakter dengan pendekatan
paradigma pedagogi reflektif dan motivasi belajar terhadap kepribadian
siswa dalam Pendidikan Agama Katolik?
D.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat sebagai berikut :
1.
Manfaat praktis
a. Hasil penelitian dapat dipergunakan sebagai salah satu bahan
pertimbangan para pengajar untuk memilih pendekatan yang cocok
dalam Pendidikan Agama Katolik.
b. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu bahan
pertimbangan guru untuk memilih model motivasi pembelajaran yang
cocok dalam Pendidikan Agama Katolik.
c. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu bahan
pertimbangan pimpinan sekolah dan yayasan dalam memilih salah satu
pendekatan pembelajaran terutama dalam kaitannya dengan penanaman
nilai dan pembentukan karakter bagi peserta didik.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
2.
digilib.uns.ac.id
10
Manfaat teoritis
a. Dapat memberikan motivasi kepada para peneliti lain, agar melakukan
penelitian dengan kajian yang sama berdasarkan populasi dan sampel
yang lebih besar serta aspek-aspek kajian yang lebih rinci.
b. Dapat menambah kasanah ilmu, khususnya dalam bidang teknologi
pendidikan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
11
BAB II
KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR
DAN PENGAJUAN HIPOTESIS
A. Kajian Teori
1. Pendidikan Karakter
a. Pengertian Karakter
When wealth is lost, nothing is lost
When health is lost, something is lost, but
When character is lost, everything is lost
(Bila harta kita hilang, sebenarnya tidak ada yang hilang,
Bila kesehatan kita hilang, ada sesuatu yang hilang,
Tetapi bila karakter kita hilang, kita akan kehilangan segala-galanya)
(Soemarno Soedarsono, 2008 : 2).
Lirik ketiga dalam kata bijak di atas dapat diilustrasikan dengan
rusaknya keadaban bangsa saat ini yang terjadi karena hilangnya karakter
bangsa Indonesia. Contoh nyata dapat kita lihat dalam beberapa kasus
korupsi yang terjadi, pelaku bukanlah orang yang tidak berpendidikan,
mereka mempunyai kedudukan dan mengaku beragama. Dalam dunia
pendidikan misalnya hilangnya karakter para pendidik yang membocorkan
bahan ujian, memberikan nilai tidak sesuai prestasi dan masih banyak hal
yang mencoreng harkat dan martabat pendidik. Orang melupakan bahwa
karakter adalah mustika hidup yang membedakan manusia dengan binatang
karena manusia tanpa karakter adalah manusia yang sudah “membinatang”
(Zubaedi, 2011 : 1).
Karena begitu pentingnya karakter dalam kehidupan seseorang, maka
berkembang berbagai asumsi tentang Karakter. Pusat Bahasa Depdiknas
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
12
merumuskan bahwa karakter adalah “bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi
pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak”. Maka
manusia yang berkarakter adalah manusia yang berkepribadian, berperilaku,
bersifat, bertabiat, dan berwatak”. Menurut Ekowarni dalam Zubaedi (2011:
9), pada tatanan micro,karakter diartikan (a) kualitas dan kuantitas reaksi
terhadap diri sendiri, orang lain maupun situasi tertentu; atau (b) watak,
akhlak, ciri psikologis. Dari definisi di atas, kita bisa melihat bahwa ciri-ciri
individu secara evolutif berkembang menjadi ciri kelompok dan lebih luas
lagi akan menjadi ciri sosial sehingga seorang pribadi secara tidak langsung
akan memberi warna dan corak identitas pada suatu kelompok dan pada
tatanan macro akan menjadi ciri psikologis atau karakter suatu bangsa.
Zubaedi (2011 : 9) berasumsi bahwa karakter adalah jati diri, kepribadian
dan watak yang melekat dalam diri seseorang. Dari beberapa pengertian di
atas dapat disimpulkan bahwa seorang individu dapat dikatakan berkarakter
baik atau unggul apabila ia berusaha melakukan hal-hal yang terbaik
terhadap Tuhan YME, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan negara serta
dunia internasional pada umumnya dengan mengoptimalkan potensi
(pengetahuan) dirinya dan disertai dengan kesadaran, emosi dan
motivasinya (perasaannya).
Karakter tersusun atas 3 bagian yang saling berhubungan yakni: moral
knowing (pengetahuan moral), moral feeling (pengetahuan rasa) dan moral
behavior (perilaku moral). Sedangkan karakter yang baik terdiri dari
pengetahuan tentang kebaikan (knowing the good), keinginan terhadap
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
13
kebaikan (desiring the good), dan berbuat kebaikan (doing the good). Untuk
dapat melakukan itu semua dibutuhkan suatu pembiasaan baik dalam
pemikiran (habits of the mind), pembiasaan dalam hati (habits of the heart)
dan pembiasaan dalam tindakan (habits of the action)(Zubaedi, 2010: 13).
Proses pembentukan karakter ini dapat dilakukan melalui pendidikan
yakni proses penyadaran akan jati diri kemanusiaannya dan pada akhirnya
akan dihasilkan kualitas manusia yang memiliki kehalusan budi dan jiwa,
kecemerlangan berpikir, kecekatan raga dan kesadaran akan penciptaan
dirinya.
b. Pengertian Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter sebenarnya merupakan bagian esensial yang
menjadi tugas sekolah. Selain pencapaian dari sisi akademis yang
memuaskan,
seharusnya
sekolah
tetap
bertanggung
jawab
dalam
pembentukan karakter siswa. Namun dalam kenyataannya 2 hal ini belum
bisa berjalan secara selaras, karena pencapaian akademis mengalahkan
idealitas peran sekolah dalam pembentukan karakter. Terkait dengan
pendidikan karakter ini, berkembang berbagai definisi dari banyak ahli.
David Elkind & Sweet dalam Zubaedi (2011 : 15) memaknai pendidikan
karakter sebagai berikut:
“character education is the deliberate effort to help people
understand, care about, and act upon core ethical values. When we
think about the kind of character we want for our children, it is
clear that we want them to be able to judge what is right, care
deeply about what is right, and then do what they believe to be
right, even in the face of pressure from without and temptation
from within”.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
14
(Ketika kita berpikir tentang jenis karakter yang kita inginkan
bagi anak-anak, amat jelas bahwa mereka mampu menilai apakah
kebenaran, peduli secara sungguh-sungguh terhadap kebenaran,
dan kemudian meyakini apa yang disebut dengan kebenaran,
bahkan saat menghadapi tekanan dari luar dan upaya dari dalam).
Dari definisi di atas, pendidikan karakter dikaitkan dengan sikap
seseorang terhadap suatu kebenaran.Raharjo (2010) mengasumsikan
pendidikan karakter secara lebih luas lagi yakni suatu proses pendidikan
secara holistis yang menghubungkan dimensi moral dengan ranah sosial
dalam kehidupan peserta didik sebagai fondasi bagi terbentuknya generasi
yang berkualitas, mampu hidup mandiri dan memiliki prinsip suatu
kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan. Atau dapat dikatakan bahwa
pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan
pendidikan moral dan pendidikan akhlak yang bertujuan untuk membentuk
pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan
warga negara yang baik dengan kriteria secara umum adalah nilai-nilai
sosial tertentu, yang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan
bangsanya. Dari pendapat diatas, apabila dikaitkan dengan konteks
pendidikan di Indonesia, pendidikan
karakter
adalah pendidikan nilai,
yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa
Indonesia sendiri, dalam rangka membina kepribadian generasi muda.
Grand design pendidikan karakter yang dikembangkan Kemendiknas
(2010) dalam Panduan Pendidikan Karakter untuk Satuan Pendidikan,
merumuskan pendidikan karakter adalah suatu konfigurasi karakter dalam
konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural yang dikelompokkan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
15
dalam: olah hati (spiritual and emotional development), olah pikir
(intellectual development), olah raga dan kinestetik (physical and kinestetic
development), dan olah rasa dan karsa (affective and creativity
development).
Berdasarkan beberapa pembahasan di atas dapat ditegaskan bahwa
pendidikan karakter pada dasarnya adalah upaya-upaya yang dirancang dan
dilaksanakan secara sistematis untuk menanamkan nilai-nilai perilaku
peserta didik yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri,
sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran,
sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama,
hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.
c. Nilai-nilai Karakter untuk SMP
Berdasarkan Grand design pendidikan karakter yang dikembangkan
Kemendiknas (2010 : 16-19) dalam Panduan Pendidikan Karakter di
Sekolah Menengah Pertama (2010: 16 -19), nilai-nilai Karakter untuk SMP
berdasarkan kajian nilai-nilai agama, norma-norma sosial, peraturan/hukum,
etika akademik, dan prinsip-prinsip HAM, telah teridentifikasi 80 butir nilai
karakter yang dikelompokkan menjadi lima yaitu nilai-nilai perilaku
manusia dalam hubungannya dengan (1) Tuhan Yang Maha Esa, (2) diri
sendiri, (3) sesama manusia, dan (4) lingkungan, serta (5) kebangsaan.
Namun demikian, penanaman kedelapan puluh nilai tersebut merupakan hal
yang sangat sulit. Oleh karena itu, pada tingkat SMP dipilih 20 nilai
karakter utama yang disarikan dari butir-butir SKL SMP (Permen Diknas
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
16
nomor 23 tahun 2006) dan SK/KD (Permen Diknas nomor 22 tahun 2006).
Berikut adalah daftar 20 nilai utama yang dimaksud dan diskripsi
ringkasnya.
1) Nilai karakter dalam hubungannya dengan Tuhan (Religius)
Pikiran, perkataan, dan tindakan seseorang yang diupayakan selalu
berdasarkan pada nilai-nilai Ketuhanan dan/atau ajaran agamanya.
2) Nilai karakter dalam hubungannya dengan diri sendiri
(a) Jujur
Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai
orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan
pekerjaan, baik terhadap diri dan pihak lain.
(b) Bertanggung jawab
Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan
kewajibannya sebagaimana yang seharusnya dia lakukan, terhadap
diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya),
negara dan Tuhan YME.
(c) Bergaya hidup sehat
Segala upaya untuk menerapkan kebiasaan yang baik dalam
menciptakan hidup yang sehat dan menghindarkan kebiasaan buruk
yang dapat mengganggu kesehatan.
(d) Disiplin
Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai
ketentuan dan peraturan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
17
(e) Kerja keras
Perilaku
yang
mengatasi
menunjukkan
berbagai
upaya
hambatan
sungguh-sungguh
dalam
menyelesaikan
tugas
guna
(belajar/pekerjaan) dengan sebaik-baiknya.
(f) Percaya diri
Sikap yakin akan kemampuan diri sendiri terhadap pemenuhan
tercapainya setiap keinginan dan harapannya.
(g) Berjiwa wirausaha
Sikap dan perilaku yang mandiri dan pandai atau berbakat mengenali
produk baru, menentukan cara produksi baru, menyusun operasi
untuk pengadaan produk baru, memasarkannya, serta mengatur
permodalan operasinya.
(h) Berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif
Berpikir dan melakukan sesuatu secara kenyataan atau logika untuk
menghasilkan cara atau hasil baru dan termutakhir dari apa yang
telah dimiliki.
(i) Mandiri
Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain
dalam menyelesaikan tugas-tugas.
(j) Ingin tahu
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih
mendalam dan meluas dari apa yang dipelajarinya, dilihat, dan
didengar.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
18
(k) Cinta ilmu
Cara berpikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan,
kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap pengetahuan.
3) Nilai karakter dalam hubungannya dengan sesama
(a) Sadar akan hak dan kewajiban diri dan orang lain
Sikap tahu dan mengerti serta melaksanakan apa yang menjadi
milik/hak diri sendiri dan orang lain serta tugas/kewajiban diri
sendiri serta orang lain.
(b) Patuh pada aturan-aturan sosial
Sikap menurut dan taat terhadap aturan-aturan berkenaan dengan
masyarakat dan kepentingan umum.
(c) Menghargai karya dan prestasi orang lain
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan
sesuatu yang berguna bagi masyarakat, mengakui dan menghormati
keberhasilan orang lain.
(d) Santun
Sifat yang halus dan baik dari sudut pandang tata bahasa maupun
tata perilakunya ke semua orang.
(e) Demokratis
Cara berfikir, bersikap dan bertindak yang menilai sama hak dan
kewajiban dirinya dan orang lain.
4) Nilai karakter dalam hubungannya dengan lingkungan
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
19
lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk
memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi dan selalu ingin
memberi bantuan bagi orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
5) Nilai kebangsaan
Cara berpikir, bertindak, dan wawasan yang menempatkan kepentingan
bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
(a) Nasionalis
Cara berfikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan,
kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa,
lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsanya.
(b) Menghargai keberagaman
Sikap memberikan respek/hormat terhadap berbagai macam hal baik
yang berbentuk fisik, sifat, adat, budaya, suku, dan agama.
2. Pendekatan Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR)
a. Pengertian Pendekatan PPR
Pendekatan PPR diinspirasikan oleh keberhasilan sekolah-sekolah
Jesuit dalam pendidikan kaum muda menjadi pribadi yang unggul dalam
iman dan sekaligus kaum muda yang berkarakter. Fondasi dari sekolahsekolah Jesuit ini adalah latihan rohani yang diajarkan oleh St. Ignatius,
pendiri Serikat Yesus. Latihan rohani ini menekankan proses dengan
mengolah pengalaman, refleksi dan aksi. Refleksi merupakan tuntutan
kegiatan yang harus terus menerus dilakukan karena tanpa refleksi yang
sungguh-sungguh memadaicommit
pengalaman
to useryang berharga mudah diabaikan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
20
atau bahkan dianggap remeh. Refleksi secara mendalam atas setiap
pengalaman juga sekaligus membawa orang untuk mendalami arti serta
implikasi banyak hal yang mereka pelajari. Hal ini tentu saja sangat
menunjang pengembangan diri seseorang. Maka refleksi merupakan
tindakan yang sangat menentukan untuk bergerak dari pengalaman ke
perbuatan (Subagya,2011: 34).
Dari uraian di atas, kiranya sangat tepat apabila
Pendekatan PPR
dijadikan sebagai pilihan pada proses pembelajaran terutama dalam
pendidikan karakter dan penanaman nilai yang dalam proses pembelajaran
memadukan pendekatan proses dan kontekstual. Paradigma atau pola pikir
yang dikembangkan dalam PPR adalah menumbuhkembangkan pribadi
siswa menjadi pribadi yang menjunjung tinggi nilai kemanusiaan (Tim
Redaksi
Kanisius,
2011:39)
yakni
kemanusiaan, memfasilitasi dengan
dengan
memberi
pengalaman
pertanyaan refleksi atas pengalaman
tersebut dan selanjutnya memotivasi untuk membuat niat dan berbuat sesuai
nilai yang ditemukan. Maka Pedagogi Reflektif dapat diartikan usaha
pemberian pendidikan : arahan, tuntunan, bimbingan kepada “anak didik’
agar memiliki kemauan diri (otomatis) melakukan tindakan-tindakan
kemanusiaan setelah melakukan refleksi atau instrospeksi atau mawas diri
(Samuel,2010:31). Peran seorang pendidik disini bukan sekedar ‘mengajar’
atau ‘menggurui’
melainkan sebagai fasilitator, model dan motivator.
Fasilitator artinya menyediakan sarana dan prasarana belajar dan bahan
pengajaran, bertindak sebagai pendamping dan pembimbing dalam
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
21
membantu siswa mendalami suatu pengalaman. Sebagai model artinya
menjadi contoh/panutan dalam bersikap dan bertingkah laku. Sebagai
motivator artinya memberikan dorongan dan semangat agar siswa
melakukan tindakan-tindakan yang secara moral dikatakan baik. Dari
penjelasan di atas kiranya semakin jelas bahwa Paradigma Pedagogi
Reflektif bukan sekedar cara atau metode, namun memiliki visi dan misi
menuju pembentukan peserta didik yang ideal dengan menyatukan
pendidikan nilai dan pembentukan pribadi. Refleksi merupakan kegiatan
pokok yang harus dilakukan secara terus menerus karena dengan berefleksi
siswa diajak untuk berusaha memunculkan arti dan nilai-nilai asasi dalam
pengalaman manusiawi siswa dengan melihat kembali tindakan yang telah
dilakukan sehingga siswa mampu menemukan dan memahami implikasiimplikasinya dalam usaha terus menerus untuk mencari sebuah kebenaran
(Subagya, 2011: 37).
Pengertian Pendekatan PPR secara utuh dirumuskan oleh para uskup
dalam Nota Pastoral KWI Tahun 2008 :
” PPR yaitu pola pembelajaran yang mengintegrasikan pemahaman
masalah dunia dan kehidupan serta pengembangan nilai-nilai
kemanusiaan dalam proses yang terpadu, sehingga nilai-nilai yang
muncul itu dari kesadaran dan kehendak peserta didik melalui
refleksinya. Hasil refleksi itu tercermin dalam perubahan perilaku
sehari-hari” (Nota Pastoral Konferensi Waligereja Indonesia tahun
2008, dalam majalah Educare edisi Oktober 2010 no 7: 3).
Apabila disimak kembali pandangan gereja dalam Nota Pastoral tentang
Pendidikan di atas, bisa dikatakan bahwa PPR pada dasarnya bukan hanya
sebuah pendekatan pembelajaran untuk sekedar mentransfer pengetahuan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
22
dari pendidik kepada peserta didik, tetapi merupakan proses interaksi antara
pendidik dan peserta didik dimana interaksi tersebut memungkinkan
terjadinya penanaman nilai-nilai kemanusiaan kepada peserta didik dan
didalamnya terdapat proses refleksi yakni sebuah ajakan kepada peserta
didik untuk menyadari dampak positif terhadap masyarakat yang timbul
dari proses pembelajaran, mengasah hati nurani dan meningkatkan
kepedulian sosial. Diharapkan melalui pendekatan PPR ini, proses
pembelajaran mampu mengarahkan peserta didik untuk berefleksi agar
dapat menemukan nilai-nilai kehidupan dalam suatu proses pembelajaran,
sehingga bisa merencanakan tindakan yang berguna, tindakan yang
kemudian dilakukan, bukan karena kepatuhan dan tradisi, namun lebih pada
karena kesadaran akan nilai-nilai kemanusiaan. Tentu saja tindakan yang
dilakukan tidak bisa meninggalkan aspek kognitif sebagai tuntutan utama
hasil belajar di jenjang sekolah.
b. Ciri Khas Pendekatan PPR
Ciri khas Pendekatan PPR menurut Yanu (2010 : 9) terletak dalam 3
aspek penting yang hendak dikembangkan yakni :
1) Competence (kompetensi)
Competence
(kompetensi)
merupakan
kemampuan
penguasaan
kompetensi secara utuh yang disebut juga dengan kemampuan kognitif.
Kemampuan kognitif dalam hal ini adalah kemampuan peserta didik
untuk memecahkan soal sehingga mampu mendapatkan nilai yang tinggi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
23
2) Conscience (suara hati)
Conscience (suara hati) merupakan kemampuan afektif yang secara
khusus mengasah kepekaan dan ketajaman hati nurani. Ketajaman hati
nurani dapat berupa kesadaran diri untuk bertindak sesuai dengan aturan
yang berlaku, seperti : bersikap disiplin, teliti, atau jujur.
3) Compassion (kepedulian)
Compassion (kepedulian) merupakan aspek psikomotor yang berupa
tindakan konkret maupun batin disertai bela rasa bagi sesama.Tindakan
yang berupa bela rasa bagi sesama memuat rasa kepedulian, yang
membuat peserta didik menyadari bahwa hubungan dengan sesama
merupakan suatu hal yang penting. Oleh karena itu, aspek ini dapat
diwujudkan dalam proses kerjasama antar peserta didik.
Competence, conscience, dan compassion dalam penelitian ini merupakan
tujuan yang akan dicapai dalam proses pembelajaran.
c. Roh Dalam Pendekatan PPR
Poerwadarminta (1984:830) mengartikan roh adalah sesuatu yang hidup.
Roh dalam PPR mempunyai pengertian semangat yang menghidupkan dan
berfungsi untuk memberi kekuatan serta
arah dalam mencapai tujuan
sekaligus dorongan batin untuk bertindak. Roh dalam PPR adalah semangat
magis yang mengandung dua unsur dan tidak bisa dipisahkan satu sama
lain, yakni peningkatan diri dan cinta kepada Tuhan” (Triyono, 2010: 43).
Semangat magis ini, tidak mengarah pada kuantitas, tetapi lebih terarah pada
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
24
kualitas hubungan personal dan cinta kepada Tuhan yang dapat diwujudkan
dengan meningkatkan segala aspek kehidupan secara optimal.
Butir-butir refleksi semangat magis apabila diuraikan secara rinci
mencakup beberapa hal sebagai berikut: kemampuan menghidupkan rasa
syukur atas bakat yang dimiliki, mengembangkan bakat seoptimal mungkin,
mempersembahkan diri demi besarnya kemuliaan Tuhan. Bakat yang
dimiliki seseorang merupakan anugerah dari Tuhan, oleh karena itu harus
disyukuri dan dimanfaatkan dengan baik. Wujud syukur atas bakat
dilakukan dengan mengembangkannya secara optimal yang didasari oleh
hasrat untuk menyerahkan diri kepada Tuhan, demi kemuliaan Tuhan.
d. Dinamika Dalam Pendekatan PPR
Subagya
(2010:42-63)
mengemukakan
dinamika
pelaksanaan
Pendekatan PPR meliputi lima langkah yang berkesinambungandan
digambarkan sebagai berikut:
1. Konteks
5. Evaluasi
4. Aksi
2. Pengalaman
3. Refleksi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
25
1) Konteks
Konteks merupakan segala kemungkinan yang dapat membantu atau
menghalangi proses pembelajaran. Hal-hal yang hendak dikembangkan
dalam pendidikan adalah :
(a) Wacana tentang nilai-nilai yang ingin dikembangkan agar tumbuh
sebuah kesadaran bahwa yang menjadi landasan pengembangan
bukan aturan, perintah atau sanksi-sanksi melainkan nilai-nilai
kemanusiaan.
(b) Contoh-contoh penghayatan terhadap nilai-nilai yang diperjuangkan
(c) Hubungan akrab, saling percaya, agar bisa terjalin dialog yang saling
percaya dan
terbuka. Setiap orang dihargai, ditunjukkan
kebaikkannya, ditantang untuk melakukan hal yang baik, benar dan
indah. Idealnya semua tindakan dinyatakan secara konkret melalui
perkataan dan perbuatan yang didasarkan pada idealisme bersama.
2) Pengalaman
Pengalaman dalam PPR memuat pemahaman tentang competence
(kompetensi), conscience (suara hati), dan compassion (kepedulian) yang
diperoleh secara seimbang.
Pengalaman dibedakan menjadi dua yaitu:
(a) Pengalaman langsung
Pengalaman langsung merupakan pengalaman yang benar-benar
dialami oleh peserta didik. Dalam proses pembelajaran pengalaman
langsung dapat berupa pengalaman-pengalaman interpersonal seperti
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
26
pembicaraan atau diskusi, penelitian dalam laboratorium, kegiatan
lintas alam, kegiatan olah raga dan partisipasi dalam proyek-proyek
pelayanan.
(b) Pengalaman tidak langsung
Pengalaman
tidak
langsung dalam
proses
pembelajaran
digunakan sebagai pengalaman pengganti apabila pengalaman secara
langsung tidak dimungkinkan. Agar siswa betul-betul terlibat dalam
proses pembelajaran maka pengajar perlu ditantang untuk mencari
metode-metode yang merangsang
berimajinasi dan pemakaian
indera sehingga siswa sungguh-sungguh memasuki kenyataan yang
sedang dipelajari. Pengalaman tidak langsung ini bisa berupa
kegiatan melihat, membaca atau mendengarkan.
3) Refleksi
Istilah refleksi dipakai dalam arti menyimak kembali, penuh
perhatian terhadap materi pelajaran, pengalaman, ide-ide, usul-usul atau
reaksi spontan supaya dapat menangkap maknanya lebih mendalam.
Dalam berefleksi ini siswa diajak untuk dapat memunculkan makna
dalam pengalaman manusiawi dengan cara :
(a) memahami kebenaran yang dipelajari secara lebih baik
(b) mengerti sumber-sumber perasaan dan reaksi yang dialami dalam
menelaah sesuatu
(c) memperdalam pemahaman tentang implikasi-implikasi yang telah
dimengerti bagi diri sendiri dan orang lain
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
27
(d) berusaha menemukan makna bagi diri pribadi tentang kejadian kejadian, ide-ide, kebenaran/pemutarbalikan kebenaran
(e) memahami siapa dirinya dan bagaimana seharusnya sikapnya
terhadap agama lain.
4) Aksi
Aksi dalam PPR merupakan komitmen pada kebaikan yang akan
diwujudkan berdasar hasil refleksi. Subagya (2010:61) menyatakan
bahwa aksi merupakan pertumbuhan batin seseorang berdasarkan
pengalaman yang telah direfleksikan. Aksi meliputi dua hal yaitu:
(a) Pilihan batin
Pilihan ini didasari oleh keyakinan bahwa keputusan yang diambil
adalah benar dan dapat membawa pada pribadi yang lebih baik. Aksi
dalam pilihan batin berupa kemauan, perasaan, dan niat-niat yang
telah dimatangkan dalam pikiran.
(b) Pilihan lahir
Pilihan lahir merupakan tindak lanjut setelah niat-niat yang
dirumuskan diolah dalam pikiran dan mendorong siswa untuk
berbuat secara konsisten sesuai dengan prioritas yang telah
dibuatnya. Jika menemukan makna yang positif, maka perbuatan
akan menjadi kebiasaan yang menguntungkan.
5) Evaluasi
Evaluasi merupakan kegiatan penting yang harus dilakukan untuk
meninjau kemajuan akademik yang dicapai dalam proses pembelajaran
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
28
dalam bentuk penilaian. Hasil penilaian dapat dijadikan sebagai umpan
balik bagi pengajar dalam mendesain mata pelajaran yang diampunya.
Selain kemampuan akademik sebagai focus penilaian, dalam pendekatan
PPR juga memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan peserta didik
secara menyeluruh sebagai makhluk pribadi maupun sosial. Oleh karena
itu, penilaian dalam PPR tidak hanya berupa soal, tetapi juga meliputi
skala pengukuran untuk mengukur kepekaan hati nurani dan jiwa sosial
peserta didik secara berkala agar semakin efektif.
e. Keunggulan Pendekatan Paradigma Pedagogi Reflektif
Pendekatan PPR secara konsisten menekankan penting dan tak
terpisahkannya hubungan antara pendidik, peserta didik, dan materi ajar
dalam lingkungan yang nyata (Subagya,2010:67). Selain itu PPR juga dapat
dijadikan sebagai perangkat yang efektif dalam meningkatkan cara pendidik
mendidik dan peserta didik belajar (Subagya, 2010:39). Pola pengalaman,
refleksi, dan aksi merupakan suatu rancangan untuk berproses menjadi
manusia yang berkompeten, bertanggung jawab, dan berbelas kasih. Dengan
refleksi, pendidik dan peserta didik dapat merancang tindakan yang lebih
baik dan lebih bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain.
Secara lebih rinci, kelebihan PPR diungkapkan oleh Subagya (2010:68)
sebagai berikut:
1) Pendekatan PPR dapat diterapkan pada semua kurikulum karena PPR
tidak menuntut tambahan apapun dalam rancangan kurikulum yang telah
ditentukan oleh pemerintah, selain pendekatan dan cara mengajar.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
29
2) PPR fundamental untuk proses belajar mengajar. Jika PPR dilakukan
secara konsisten, maka dapat membantu peserta didik menemukan
hubungan dalam seluruh perjalanan proses pembelajaran.
3) PPR menjamin pendidik menjadi pendidik yang lebih baik. PPR
memungkinkan pendidik untuk memperkaya materi dan susunan proses
pembelajaran, sehingga dapat mendorong inisiatif peserta didik. PPR
juga membantu pendidik untuk memotivasi peserta didik dengan
menghubungkan materi ajar dengan pengalaman sehari-hari mereka.
4) PPR dapat mendorong peserta didik untuk merefleksikan makna materi
yang mereka pelajari. Dengan refleksi, peserta didik akan lebih dapat
mendalami pembelajaran, sehingga dapat menemukan maknanya. Oleh
karena itu proses pembelajaran dapat membuat pengalaman bersifat
pribadi.
5) PPR menekankan matra sosial belajar maupun mengajar. Proses
pembelajaran menggunakan PPR mendorong kerjasama dan berbagi
pengalaman serta dialog reflektif antar peserta didik. Mendorong untuk
terus bergerak ke arah perkembangan yang berdampak positif bagi orang
lain.
3. Pendekatan Konvensional
a. Pengertian Pendekatan Konvensional
“Hampir satu jam pelajaran seorang guru menghabiskan waktunya untuk
menyampaikan materi pelajaran kepada anak didiknya. Tentu saja materi
yang disampaikannya adalah materi yang dipelajarinya semalam.
Sebagian besar siswa sama sekali tidak tertarik dengan materi yang
disampaikannya, karena merasa apa yang disampaikan Sang Guru sama
commit
to user
persis dengan yang ada dalam
buku
yang telah mereka pelajari di rumah.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
30
Oleh karena itulah mereka merasa gelisah selama mendengarkan
penjelasan guru. Diantara mereka ada yang asyik membaca buku,
mengobrol dan juga yang mengantuk. Melihat gejala yang tidak
mengenakkan itu guru segera bereaksi. Sambil memukul-mukul mistar ia
berkata :”Anak-anak tolong perhatikan…! Materi ini sangat penting.
Nanti soal-soal ulangan tidak jauh dari apa yang Bapak sampaikan. Oleh
karena itu, tolong perhatikan apa yang Bapak sampaikan…! (Wina
Sanjaya, 2008 : 91)
Ilustrasi di atas merupakan contoh pendekatan konvensional yang biasa
terjadi di kelas. Dalam pendekatan konvensional ini, seorang guru
menerapkan konsep mengajar sebagai proses menyampaikan materi
pelajaran. Wina Sanjaya (2008) mengemukan beberapa karakteristik terkait
dengan konsep mengajar sebagai proses menyampaikan materi pelajaran
sebagai berikut :
1) Proses pengajaran berorientasi pada guru (teacher centered)
Dalam kegiatan belajar, guru memegang peran yang sangat penting
yakni sebagai perencana, penyampai informasi dan sekaligus evaluator.
Sebagai perencana guru harus menyiapkan berbagai hal yang diperlukan
dalam proses pembelajaran seperti materi , media, dan lain-lain. Sebagai
penyampai informasi guru menggunakan metode yang dianggap paling
ampuh yakni metode ceramah. Sedangkan sebagai evaluator guru
berperan dalam menentukan alat evaluasi keberhasilan pengajaran yang
diukur dari seberapa jauh siswa menguasai materi pelajaran yang
disampaikan guru.
2) Siswa sebagai obyek belajar
Konsep mengajar sebagai proses menyampaikan materi pelajaran
commit obyek
to user yang harus menguasai materi
menempatkan siswa sebagai
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
31
pelajaran. Siswa dianggap sebagai organisme yang pasif yang hanya
berperan sebagai penerima informasi dari guru. Konsep mengajar ini
tidak memberikan kesempatan pada siswa untuk mengembangkan diri
sesuai minat dan bakatnya sebab dalam proses pembelajaran semua
sudah diatur oleh guru.
3) Kegiatan pengajaran terjadi pada tempat dan waktu tertentu.
Proses pembelajaran biasanya berlangsung di dalam kelas dengan
penjadwalan yang ketat. Tempat duduk diatur berjejer dan guru di depan
kelas. Segera setelah bel berbunyi ganti pelajaran lainnya yang tidak ada
kaitannya.
4) Tujuan utama pengajaran adalah penguasaan materi pelajaran.
Keberhasilan dari sebuah proses pembelajaran diukur dari sejauh
mana penguasaan siswa pada materi yang telah disampaikan. Alat
evaluasi adalah tes hasil belajar tertulis (paper and pencil test) yang
dilaksanakan secara periodik. Materi pelajaran adalah pengalaman
manusia masa lampau yang disusun secara sistematis dan logis yang
disusun dalam buku pelajaran. Buku-buku tersebut harus dikuasai siswa.
Dan yang paling parah siswa kadang tidak tahu untuk apa mempelajari
buku tersebut.
Dari 4 karakteristik konsep mengajar sebagai proses menyampaikan
materi pelajaran diatas, maka dapat dirumuskan bahwa pendekatan
konvensional adalah pendekatan pembelajaran yang digunakan seorang guru
dengan lebih banyak menerapkan modus telling (pemberian informasi)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
daripada
digilib.uns.ac.id
32
modus demonstrating (memperagakan) dan doing direct
performance (memberikan kesempatan untuk menampilkan unjuk kerja
secara langsung). Metode yang digunakan dalam penyampaian materi
adalah ceramah dan/atau drill
dengan mengikuti urutan materi sesuai
kurikulum secara ketat. Guru berasumsi bahwa keberhasilan dalam program
pembelajaran dilihat dari ketuntasannya menyampaikan seluruh materi yang
ada dalam kurikulum. Pendekatan konvensional ini dalam pembelajaran
kurang menekankan pada pemberian keterampilan proses (hands-on
activities).
b. Penerapan Pendekatan Konvensional dalam Pembelajaran
Berdasarkan pengertian pendekatan konvensional di atas, maka
penerapan pembelajaran konvensional merupakan sebuah praktik yang
mekanistik dan diredusir menjadi pemberian informasi. Peran guru sangat
penting
karena
mengajar
dianggap
sebagai
proses
memindahkan
pengetahuan ke orang yang belajar (siswa). Prosedur pembelajaran
konvensional yang diimplementasikan dalam penelitian ini disusun
mengikuti urutan-urutan sebagai berikut:
(1) mengidentifikasi indikator keberhasilan, yang selanjutnya dituangkan
menjadi tujuan pembelajaran,
(2) merancang dan menyusun isi bahan ajar konvensional (teks ajar)
(3) merancang dan menyusun instrumen tes untuk mengukur hasil belajar
(pemahaman konsep dan ketrampilan berpikir kritis),
(4) merancang dan menyusun skenario pembelajaran,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
33
(5) mengimplementasikan program pembelajaran,
Langkah-langkah implementasi program pembelajaran terdiri dari :
(a) apersepsi,
(b) penjelasan konsep, dengan metode ceramah dan/atau demonstrasi,
(c) latihan terbimbing,
(d) memberikan balikan (feed back).
(6) melaksanakan evaluasi.
c. Kelebihan dan Kelemahan Pendekatan Konvensional
Wina Sanjaya (2008) mengemukan beberapa kelebihan dan kelemahan dari
pendekatan konvensional sebagai berikut :
1) Kelebihan Pendekatan Konvensional
(a) Berbagi informasi yang tidak mudah ditemukan di tempat lain.
(b) Menyampaikan informasi dengan cepat.
(c) Membangkitkan minat akan informasi.
(d) Mengajari siswa yang cara belajar terbaiknya dengan mendengarkan.
2) Kelemahan Pendekatan Konvensional :
(a) Tidak
semua siswa
memiliki cara
belajar terbaik dengan
mendengarkan.
(b) Sering terjadi kesulitan untuk menjaga agar siswa tetap tertarik
dengan apa yang dipelajari.
(c) Pendekatan tersebut cenderung tidak memerlukan pemikiran yang
kritis.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
34
(d) Pendekatan tersebut mengasumsikan bahwa cara belajar siswa itu
sama dan tidak bersifat pribadi.
4. Motivasi Belajar
a. Pengertian Motivasi
Dengan “motif” dimaksudkan segala daya yang mendorong seseorang
untuk melakukan sesuatu (Nasution, 2000: 73). Dalam proses pembelajaran
sering kali ditemukan seorang siswa yang tidak melakukan sesuatu hal
seperti yang seharusnya dilakukan oleh teman-temannya. Dalam hal ini
perlu diselidiki penyebabnya yang tentu saja sangat beragam. Ada
kemungkinan siswa tidak mampu, malas, sakit, malu, sibuk mengerjakan
tugas yang lain, bermasalah dalam keluarga atau dengan temannya, dan lain
sebagainya. Melalui motivasi diharapkan siswa memiliki usaha dan mampu
membangun kondisi, sehingga muncul keinginan dan minat serta ada
kesediaan untuk melakukan sesuatu.
Dari ilustrasi di atas, istilah motivasi seringkali dikaitkan dengan
kegiatan pembelajaran. Namun pada umumnya motivasi dikaitkan dengan
psikologi pendidikan. Terkait dengan motivasi ini, dalam psikologi
pendidikan dikenal beberapa teori, konsep atau model yang didasarkan pada
cara berpikir dan sudut pandang serta latar belakang dari para ahli.
Penelitian ini difokuskan pada motivasi belajar di sekolah yang
pengkajiannya dimaksudkan untuk mengetahui dan memahami tentang
motivasi khususnya model ARCES yang merupakan pengembangan Model
commit to user
ARCS oleh Andreas Kosasih.
perpustakaan.uns.ac.id
Ada berbagai pendapat tentang motivasi.
digilib.uns.ac.id
35
David
Mc. Clelland,
Abraham Maslow, Wand dan Brown yang dikutip oleh Wahjosumidjo
(1983), mengemukakan bahwa motivasi merupakan suatu proses psikologis
yang mencerminkan interaksi antara sikap, kebutuhan, persepsi dan
keputusan yang terjadi pada diri seseorang. Motivasi sebagai proses
psikologis timbul sebagai akibat faktor dari dalam diri seseorang itu sendiri
disebut sebagai faktor intrinsik, sedangkan faktor ekstrinsik sebagai akibat
dari luar diri seseorang. Selanjutnya Berelson dan Steiner mengemukakan :
”a motive is an inner that energizer, activities or move (hence motivation),
and that direct channels behavior to ward goals”, (Motif pada hakekatnya
merupakan terminology umum yang memberikan makna, daya dorong,
keinginan, kebutuhan serta kemauan) (Wahjosumidjo,1983:177-178).
Duncan mengemukan bahwa: “From a managerial perspective, motivation
refers to any conciuos attempt to influence behavior toward the
accomplishment of organization goal” (Motivasi adalah suatu usaha
sadar untuk mempengaruhi perilaku seseorang agar mengarah pada
tercapainya tujuan organisasi). (Wahjosumidjo, 1983: 177-178).
Di tinjau dari asal katanya, motivasi berasal dari bahasa latin movere
yang berarti menggerakkan. Wlodkowsky (1985) menjelaskan motivasi
sebagai suatu kondisi yang menyebabkan atau menimbulkan perilaku
tertentu, dan yang memberi arah dan ketahanan (persistence) pada tingkah
laku tersebut. Pengertian ini jelas bernafaskan behaviorisme (Suciati dan
Udin Syarifuddin Winatasaputra, 1997: 52).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
36
Sardiman A.M (2001 : 71) mengutip pendapat McDonald yang
mengatakan bahwa motivasi adalah perubahan energy dalam diri seseorang
yang ditandai dengan munculnya “felling” dan didahului dengan adanya
tanggapan terhadap adanya tujuan Martin Handoko (2002 : 9) mengartikan
motivasi itu suatu tenaga atau faktor yang terdapat dalam diri manusia, yang
menimbulkan, mengarahkan dan mengorganisasikan tingkah lakunya. Maka
dapat dikatakan bahwa motivasi merupakan salah satu komponen yang amat
penting dalam pembelajaran dan sekaligus merupakan sesuatu yang sulit
diukur.
b. Fungsi Motivasi Dalam Pembelajaran
Siswa sangat memerlukan adanya motivasi dalam proses pembelajaran,
“Motivation is en essential condition of learning” yang pada akhirnya akan
berpengaruh pada hasil belajar siswa itu sendiri (Kosasih, 2010 : 71).
Semakin besar motivasi yang ada dalam diri siswa, hasil belajar akan
semakin baik. Demikian pula semakin tepat motivasi yang diberikan oleh
guru, hasil dari proses pembelajaran akan semakin baik. Sebab motivasi
akan menentukan intensitas usaha siswa untuk melakukan sesuatu, termasuk
di dalamnya melakukan belajar. Nasution (2000 : 76) menjelaskan tiga
fungsi motivasi sebagai berikut :
1) Mendorong manusia untuk berbuat, sehingga motivasi berfungsi sebagai
penggerak atau motor yang melepaskan energi.
2) Menentukan arah perbuatan, yakni ke arah tujuan yang hendak dicapai.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
37
3) Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan yang
harus dijalankan yang serasi guna mencapai tujuan yang dimaksud,
dengan mengesampingkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat.
Dalam kehidupan sehari-hari, motivasi sering diartikan dengan:
keinginan, hasrat, tekad, maksud, dorongan, kemauan, kebutuhan,
kehendak, keharusan, cita-cita, kesediaan dan sebagainya yang berfungsi
sebagai pendorong usaha dan pencapaian prestasi (Sardiman, A.M, 2001:
83). Seseorang melakukan suatu usaha karena adanya motivasi.Motivasi
yang kuat dalam belajar akan menunjukkan prestasi belajar yang baik
karena motivasi ini pulalah yang membuat orang mempunyai usaha yang
tekun, telaten, serta rajin. Intensitas motivasi siswa akan sangat menentukan
tingkat pencapaian hasil belajarnya.
c. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar
Motivasi belajar siswa sangat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor.
Mulyasa (2002 : 92) berpendapat bahwa motivasi belajar siswa dipengaruhi
oleh 4 faktor yakni tingkat intelegensi, tingkat kebutuhan belajar, minat dan
sifat pribadi. Keempat faktor tersebut saling mendukung sehingga tercipta
semangat belajar untuk melakukan aktivitas guna mencapai tujuan
pemenuhan kebutuhan.
Kartini Kartono (1998 : 56) berpendapat bahwa motivasi berkaitan erat
dengan kepribadian dan selalu mengandung unsur-unsur perasaan, kognitif
dan kemampuan. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa motivasi
berkaitan
erat
dengan kepribadian yang mengandung unsur-unsur
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
38
pengetahuan, kemampuan dan perasaan, sehingga individu menjadi wajar
dan sesuai dengan norma-norma yang berlaku. Faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap motivasi adalah sebagai berikut:
1) Faktor Intelektual
Faktor intelektual merupakan salah satu faktor penting yang ikut
menentukan tingkat motivasi yang dimiliki oleh seseorang untuk
memiliki pengetahuan, serta mempelajari sesuatu.
2) Faktor Psikologis
Faktor psikologis adalah faktor yang timbul dalam diri individu yang
berhubungan dengan psikis. Faktor ini dapat mempengaruhi keadaan
belajar individu ketika seseorang memiliki psikis yang berbeda dengan
orang lain.
3) Faktor Sosisologis
Faktor sosiologis artinya faktor yang timbul dari luar diri individu, terdiri
dari lingkungan hidup dan lingkungan tak hidup. Contohnya: seseorang
yang memiliki motivasi belajar memecahkan soal statistik membutuhkan
konsentrasi belajar tinggi. Orang tersebut akan terganggu jika ada orang
lain bersendau gurau atau bercakap-cakap dengan suara yang keras dekat
dengan tempat belajar orang tersebut. Ini termasuk lingkungan hidup
karena berasal dari manusia (makhluk hidup).
4) Faktor Fisiologis
Faktor fisiologis artinya yang berhubungan dengan jasmani individu.
Apabila jasmani seseorang terganggu atau pada diri seseorang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
39
kekurangan zat makan maka akan menyebabkan terganggunya kegiatan
orang tersebut. Contohnya: pada orang yang kurang gizi, orang tersebut
ternyata kemampuan belajarnya berada di bawah orang lain yang tidak
kekurangan gizi, biasanya cepat lelah dan mudah mengantuk sehingga
kesulitan dalam belajarnya.
Winkel (1986: 135) berpendapat bahwa faktor-faktor motivasi belajar
dapat disebut faktor situasional. Faktor situasional ini terkait dengan
beberapa hal yaitu: 1) pribadi siswa, 2) pribadi guru, 3) struktur jaringan
hubungan sosial di sekolah, 4) sekolah sebagai institusi pendidikan.
Faktor pribadi siswa mencakup hal-hal seperti taraf intelegensi, daya
motivasi belajar, kemampuan berbahasa, kecepatan belajar, kadar motivasi
belajar, sikap terhadap tugas belajar, motivasi dalam belajar, perasaan dalam
belajar, kondisi mental dan fisik. Kondisi setiap siswa mempunyai kualitas
sendiri-sendiri sehingga hasil yang diperolehpun tentu saja berbeda-beda.
Pribadi guru mencakup hal-hal seperti kepribadian, penghayatan nilai-nilai
kehidupan, daya motivasi belajar, motivasi bekerja, keahlian dalam
penguasaan materi dan penggunaan prosedur-prosedur didaktik, gaya
memimpin, kemampuan untuk bekerja sama dengan tenaga kependidikan
yang lain. Struktur jaringan sosial sekolah mencakup hal-hal seperti sistem
sosial, status sosial siswa, interaksi sosial antar siswa dan antara guru
dengan siswa, suasana dalam kelas. Sekolah sebagai institusi pendidikan
mencakup hal-hal seperti disiplin sekolah, pembentukan satuan-satuan
kelas, pembagian tugas di antara para guru, penyusunan jadwal pelajaran,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
penyusunan
digilib.uns.ac.id
40
kurikulum
pengajaran
dan
pengawasan
terhadap
pelaksanaannya, serta hubungan dengan orang tua.
d. Motivasi Model ARCES (ARCES Models)
Motivasi Model ARCES ini, merupakan pengembangan dari motivasi
model ARCS yang ditulis oleh John M. Keller dalam Reigeluth (1983).
Andreas Kosasih dalam Optimalisasi Belajar dan Pembelajaran (2010)
menuliskan bahwa keempat prinsip dalam model ARCS (Attention,
Relevance, Confidence, Satisfaction) lebih cenderung dan dominan
menggarap ranah kognitif dan psikomotor dan perlu penggarapan ranah
afektif siswa secara lebih tajam. Pengembangan model ARCS menjadi
ARCES (Attention, Relevance, Confidence, Enjoyment, Satisfaction) di
Indonesia diharapkan bisa menggarap ketiga ranah secara lebih integral dan
holistik. Masih Andreas Kosasih (2010: 88), guru perlu mengaplikasikan
strategi pembelajaran yang mampu merangsang dan mengembangkan
motivasi yang berorientasi pada aktifitas siswa. Atau dalam kata lain,
munculnya motivasi belajar dalam diri siswa bukan hanya menjadi tanggung
jawab siswa itu sendiri, tetapi juga merupakan tanggung jawab guru. Oleh
sebab itu, prinsip-prinsip motivasional model ARCES perlu diterapkan dan
dikembangkan dalam proses pembelajaran.
Motivasi model ARCES ini dapat diuraikan sebagai berikut:
1) A = attention (perhatian), artinya belajar harus mempunyai atensi dan
keinginan tentang suatu materi. Maka perlu ditumbuhkan pertanyaan
reflektif : “Mengapa saya harus belajar tentang ini?”. Perhatian siswa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
41
dapat dimunculkan salah satunya dengan dorongan ingin tahu. Oleh
sebab itu siswa perlu mendapatkan rangsangan sehingga memberikan
perhatian dan perhatian tersebut akan terpelihara selama proses
pembelajaran berlangsung, atau bahkan lebih lama lagi. Rasa ingin tahu
tersebut dapat dirangsang melalui cara-cara baru, cara aneh, cara lain
yang belum pernah ada. Cara-cara tersebut dapat menstimulir rasa ingin
tahu pada diri siswa. Suciati dan Udin Syarifuddin Winatasaputra (1997:
44) mengemukakan strategi untuk merangsang minat dan perhatian siswa
dengan cara sebagai berikut:
a) Gunakan metode pembelajaran yang bervariasi (ceramah, diskusi,
bermain peran, simulasi, curah pendapat, demonstrasi, studi kasus
dan lain sebagainya)
b) Gunakan media untuk melengkapi penyampaian bahan kajian
(transparansi, film, videotape, dan sebagainya)
c) Bila dirasa tepat gunakan humor dalam proses pembelajaran.
d) Gunakan peristiwa nyata (anekdot dan contoh-contoh) untuk
menperjelas konsep yang diutarakan.
2) R = relevance (Relevansi = kegunaan) artinya motivasi belajar akan
tumbuh dan berkembang apabila siswa mengakui bahwa materi belajar
mempunyai manfaat langsung secara pribadi . Relevansi menunjukkan
adanya hubungan antara materi pelajaran dengan kebutuhan dan kondisi
siswa. (Suciati dan Udin Syarifuddin Winatasaputra, 1997: 45). Motivasi
siswa akan terpelihara, terbangkitkan, terkembangkan apabila siswa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
42
merasakan apa yang dipelajari memenuhi kebutuhan pribadi, bermanfaat
serta sesuai dengan nilai yang diyakini, diperjuangkan atau dipegangnya.
Kebutuhan pribadi (basic needs) dikelompokkkan ke dalam 3 (tiga)
kategori yaitu motif pribadi, motif instrumental dan motif kultural.
a) Nilai motif pribadi (personal motive value) menurut Mc Clelland
dalam Suciati dan Udin Syarifuddin Winatasaputra (1997: 45)
mencakup 3 (tiga) hal yaitu:
(1) Kebutuhan untuk berprestasi (needs for achievement)
(2) Kebutuhan untuk memiliki kuasa (needs for power)
(3) Kebutuhan untuk berafiliasi (needs for affiliation)
b) Nilai yang bersifat instrumental, artinya bahwa keberhasilan atau
kesuksesan dalam mengerjakan tugas dianggap sebagai indikasi atau
sebagai langkah untuk mencapai keberhasilan atau kesuksesan
berikutnya.
c) Nilai kultural, artinya apabila tujuan yang ingin dicapai itu sesuai
dengan nilai yang diyakini, diperjuangkan dan dipegang oleh
kelompok yang menjadi acuan siswa sebagai contoh: nabi, guru, orang
tua, tokoh tertentu dan sebagainya.
Suciati dan Udin Syarifuddin Winatasaputra (1997: 45) mengemukakan
beberapa strategi yang dapat digunakan untuk menunjukkan relevansi
sebagai berikut:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
43
a) Sampaikan kepada siswa apa yang akan dapat mereka lakukan setelah
mempelajari materi pembelajaran. Ini berarti guru harus menjelaskan
tujuan instruksional.
b) Jelaskan manfaat pengetahuan atau keterampilan atau sikap serta nilai
yang akan dipelajari, dan bagaimana hal tersebut dapat diaplikasikan
dalam pekerjaan dan kehidupan nanti.
c) Berikan contoh, latihan atau tes yang langsung berhubungan dengan
kondisi siswa atau profesi tertentu.
3) C = confidence (kepercayaan diri) artinya perlu dihilangkan kekuatiran
dalam diri siswa bahwa suatu materi tertentu tidak mampu ia pelajari
secara efektif. Siswa perlu percaya diri bahwa ia mampu dan bisa
berhasil dengan mempelajari sesuatu yang baru. Oleh sebab itu siswa
perlu didorong dan ditumbuhkan harapan positif untuk berhasil. Merasa
diri kompeten atau mampu, merupakan potensi untuk dapat berinteraksi
secara positif dan proaktif dengan lingkungan. Bandura dalam Suciati
dan Udin Syarifuddin Winatasaputra (1997: 46) mengembangkan lebih
lanjut dengan mengembangkan konsep “self-efficacy”yakni konsep yang
berhubungan dengan keyakinan pribadi bahwa dalam diri siswa memiliki
kemampuan untuk melakukan suatu pekerjaan atau tugas yang menjadi
syarat keberhasilan mereka. Prinsip yang perlu dikembangkan bahwa
motivasi akan tumbuh, berkembang, meningkat sejalan dengan tumbuh,
berkembang dan meningkatnya harapan atau cita-cita untuk berhasil.
Harapan atau cita-cita ini kadang juga dipengaruhi oleh pengalaman
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
44
sukses masa sebelumnya. Dengan demikian ada korelasi antara
pengalaman sukses dan motivasi. Motivasi dapat memacu dan
menghasilkan
ketekunan
yang
membawa
serta
mengarahkan
keberhasilan (prestasi), dan selanjutnya pengalaman sukses tersebut akan
memotivasi untuk melaksanakan tugas berikutnya. Strategi yang dapat
dikembangkan untuk meningkatkan kepercayan diri antara lain adalah
sebagai berikut:
a) Meningkatkan harapan siswa untuk berhasil dengan memperbanyak
pengalaman berhasilnya siswa, misalnya:
(1) Mempersiapkan pembelajaran agar dengan mudah dipahami
siswa
(2) Diurutkan dari materi yang mudah ke yang sukar
b) Menyusun pembelajaran ke dalam bagian-bagian yang lebih kecil,
sehingga siswa tidak dituntut mempelajari terlalu banyak konsep baru
sekaligus.
c) Meningkatkan
harapan
untuk
berhasil
dengan
menggunakan
persyaratan untuk berhasil. Hal itu dapat dilaksanakan dengan
menyampaikan tujuan pembelajaran dan kriteria tes atau ujian pada
awal proses pembelajaran. Hal ini dilakukan agar membantu siswa
mempunyai gambaran yang jelas mengenai apa yang diharapkan.
d) Meningkatkan harapan untuk sukses dengan menggunakan strategi
kontrol keberhasilan terletak pada diri siswa sendiri. Contoh dengan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
45
mencantumkan strategi pembelajaran dan kriteria untuk menentukan
berhasil atau tidaknya siswa dalam silabus dan kontrak pembelajaran.
e) Menumbuhkembangkan kepercayaan diri siswa dengan mengatakan
“nampaknya kalian telah memahami konsep yang saya ajarkan dengan
baik”, serta menyebutkan kelemahan siswa sebagai “hal yang masih
perlu diperbaiki”.
f) Memberikan
umpan
balik
yang
konstruktif
selama
proses
pembelajaran agar siswa mengetahui serta memahami kepribadian
siswa pada pendidikan mereka saat ini.
4) E = enjoyment (kesenangan/kegembiraan), artinya rasa senang dalam
pembelajaran banyak ditentukan oleh keberhasilan belajar pada waktuwaktu sebelumnya. Selain itu rasa senang juga ditentukan oleh hasil
analisis cost-benefit perbuatan belajar, serta rasa butuh belajar dan
keyakinan bahwa ia mampu mencapai tujuan belajar. (Haris Mudjiman,
2008 : 91).
Pembelajaran yang menyenangkan merupakan suatu usaha untuk
membangun pengalaman belajar siswa dengan berbagai proses untuk
mendapatkan pengalaman baru, melalui penciptaan kegiatan belajar
yang beragam dan mengkondisikan suasana belajar, sehingga mampu
memberikan pelayanan pada berbagai tingkat kemampuan dan gaya
belajar siswa, serta siswa lebih terpusat perhatiannya secara penuh.
Pelaksanaan
pembelajaran
yang
menyenangkan
memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
commit to user
ini
hendaknya
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
46
a) Memahami sifat siswa
Pada dasarnya siswa mempunyai sifat : rasa ingin tahu dan kebebasan
berimaginasi. Kedua sifat ini merupakan modal dasar bagi
berkembangnya sikap dan pola pikir kritis dan kreatif. Maka kegiatan
pembelajaran harus dikelola secara baik demi berkembangnya kedua
sifat tersebut.
b) Mengenal siswa secara perorangan
Para siswa berasal dari lingkungan keluarga yang bervariasi dan
memiliki kemampuan yang berbeda. Dalam pembelajaran yang
menyenangkan perbedaan individu perlu diperhatikan dan perlu
tercermin dalam kegiatan pembelajaran. Kegiatan dalam kelas tidak
harus selalu sama, melainkan disesuaikan dengan kecepatan
belajarnya. Siswa dengan kemampuan lebih dapat dimanfaatkan untuk
membantu temannya yang lemah (tutor sebaya). Dengan mengenali
kemampuan siswa, kesulitan belajar dapat teratasi dan hasil yang
diperoleh lebih maksimal.
Andreas Kosasih (2010) mengemukakan beberapa ketrampilan
mengajar yang sangat berperan dan menentukan kualitas pembelajaran
menyenangkan meliputi:
a) Ketrampilan bertanya
Ketrampilan bertanya sangat penting bagi guru untuk menciptakan
pembelajara yang menyenangkan sebab hampir dalam setiap tahap
pembelajaran guru dituntut untuk mengajukan pertanyaan, dan kualitas
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
47
pertanyaan yang diajukan oleh guru akan menentukan kualitas jawaban
siswa.
b) Penguatan merupakan respons terhadap suatu perilaku yang dapat
meningkatkan kemungkinan terulangnya kembali perilaku tersebut.
Penguatan bertujuan untuk meningkatkan perhatian siswa terhadap
pembelajaran, merangsang dan meningkatkan motivasi
belajar,
meningkatkan kegiatan pembelajaran dan membina perlaku yang
produktif.
c) Adanya variasi
Mengadakan variasi pembelajaran merupakan ketrampilan khusus yang
harus dikuasai oleh guru yang bertujuan untuk meningkatkan perhatian
peserta didik terhadap materi standar yang relevan. Variasi dapat
dilakukan pada gaya mengajar, metode mengajar, penggunaan media
dan sumber belajar, pola interaksi dan variasi dalam kegiatan
pembelajaran.
d) Kemampuan menjelaskan
Menjelaskan adalah mendeskripsikan secara lesan tentang benda,
keadaan, dan fakta sesuai dengan waktu dan hukum-hukum yang
berlaku. Penjelasan dapat dilakukan selama pembelajaran, baik di awal,
pertengahan maupun akhir pembelajaran. Penjelasan harus bermakna
dan menarik perhatian siswa dan sesuai dengan standar materi dan
kompetensi dasar. Selain itu dapat diberikan untuk menjawab
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
48
pertanyaan siswa dan harus sesuai dengan latar belakang dan tingkat
kemampuan siswa.
e) Kemampuan membuka dan menutup pelajaran
Membuka dan menutup pembelajaran merupakan 2 kegiatan rutin yang
biasa dilakukan guru untuk memulai dan mengakhiri pelajaran. Apabila
kegiatan ini dilakukan secara profesional akan memberikan pengaruh
yang positif
terhadap siswa yakni : (1) membangkitkan motivasi
belajar, (2) siswa memiliki kejelasan mengenai tugas-tugas yang harus
dikerjakan, (3) siswa memperoleh gambaran yang jelas mengenai
pelajaran yang akan berlangsung, (4) siswa memahami hubungan antara
pengalaman belajar yang dimiliki sebelumnya dengan hal-hal yang
baru, (5) siswa dapat menghubungkan konsep-konsep atau generalisasi
dalam suatu peristiwa pembelajaran, (6) siswa mengetahui tingkat
keberhasilannya terhadap materi yang dipelajari, (7) guru dapat
mengetahui tingkat keberhasilan dan efektifitas kegiatan pembelajaran
yang telah dilaksanakan.
f) Kemampuan membimbing diskusi
Diskusi dalam kelompok kecil bertujuan agar siswa : (1) berbagi
informasi
dan pengalaman dalam pemecahan suatu masalah, (2)
meningkatkan pemahaman terhadap masalah yang penting dalam
pembelajaran, (3) meningkatkan ketrampilan dalam merencanakan dan
pengambilan
keputusan,
(4)
mengembangkan
commit to user
berpikir
dan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
49
berkomunikasi, (5) membina kerjasama yang kuat
sehat dalam
kelompok yang kohesif dan bertanggung jawab.
g) Kemampuan mengelola kelas
Mengelola kelas merupakan ketrampilan guru untuk menciptakan iklim
pembelajaran yang kondusif dan mengendalikannya jika terjadi
gangguan dalam pembelajaran. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
pengelolaan kelas adalah : (1) kehangatan dan keantusiasan, (2) variasi,
(3) fleksibel, (4) penekanan pada hal-hal positif, (5) penanaman disiplin
diri
h) Kemampuan mengajar kelompok kecil dan perorangan
Mengajar kelompok kecil dan perorangan merupakan suatu bentuk
pembelajaran yang memungkinkan guru memberikan perhatian
terhadap setiap individu. Juga dalam rangka menjalin hubungan yang
akrab antara guru dengan siswa maupun antara siswa dengan siswa.
Khusus untuk pembelajaran individual perlu diperhatikan kemampuan
dan kematangan berpikir siswa, agar apa yang disampaikan bisa diserap
dan diterima oleh siswa dengan baik.
Rasa senang
terhadap pelajaran dapat ditumbuhkan dengan
menyadarkan siswa akan beberapa hal yakni :
a) T = Pengetahuan
Apakah siswa memiliki pengetahuan yang cukup tentang detail
perbuatan belajar yang sedang dikembangkan?
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
50
b) B = Kebutuhan
Apakah siswa merasa butuh melakukan kegiatan belajar yang sedang
dipertimbangkan, karena kegiatan itu menjanjikan pemenuhan suatu
kebutuhan.
c) M = Kemampuan
Apakah peserta didik merasa mampu melakukan perbuatan belajar yang
sedang dipertimbangkan
d) S = Kesenangan
Apakah siswa merasa senang dengan ide belajar?
5) S = Satisfaction (kepuasan), artinya belajar harus menghasilkan rasa puas
untuk menyokong atau mendorong tumbuhnya keinginan untuk tetap
belajar. Joyfull learning akan mengakibatkan succesfull learning, atau
sebaliknya succsesfull learning akan mengakibatkan joyfull learning.
Keberhasilan dalam mencapai tujuan akan mengakibatkan kepuasan dan
siswa akan termotivasi untuk terus berusaha mencapai tujuan yang
serupa. Untuk meningkatkan dan memelihara motivasi siswa, guru dapat
memberikan penguatan (reinforcement) berupa pujian, pemberian
kesempatan atau bahkan kalau mungkin pemberian hadiah. Strategi untuk
meningkatkan kepuasan antara lain dengan :
a) Menggunakan pujian secara verbal
b) Memberikan umpan balik yang informatif bukan intimidasi
c) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menggunakan atau
mempraktekkan pengetahuan yang baru dipelajari.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
51
d) Meminta kepada siswa yang sudah menguasai pengetahuan atau
keterampilan untuk membantu temannya yang belum menguasai.
e) Bandingkan prestasi siswa dengan prestasi guru sendiri di masa lalu
atau dengan suatu standar tertentu bukan dengan siswa yang lain.
Oleh sebab itu, dalam proses pembelajaran guru perlu memasukkan
aspek motivasional, sebab tidak adanya motivasi akan mengakibatkan
buruknya hasil belajar. Perlu diketahui bahwa sumber munculnya
motivasi belajar adalah: pertama rasa ingin tahu (couriosity) atas stimulus
(rangsangan) yang baru, kompleks dan tidak biasa. Kedua untuk
berprestasi (need achievement) untuk mencapai sesuatu, menguasai
sesuatu dan menghasilkan sesuatu. Ketiga rasa percaya diri (self afficafy)
= (confidence), yaitu keyakinan tentang kemampuan mencapai sukses
atau menghindari kegagalan.
Maka dengan menerapkan dan mengembangkan motivasi model
ARCES tersebut diharapkan guru mampu menyusun rencana pembelajaran
yang dapat memberikan, menumbuhkan, mengembangkan serta menjaga
motivasi para siswa, sehingga proses pembelajaran dapat mencapai hasil
yang optimal, efektif dan efisien sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
e. Motivasi dalam Proses Pembelajaran
Siswa mempunyai kecenderungan untuk belajar apa yang ingin
dipelajari dan akan mengalami kesulitan untuk mempelajari materi yang
tidak menarik dan tidak diminatinya. Persoalannya adalah bagaimana guru
mampu memotivasi siswa untuk
mencapai
commit
to user tujuan pembelajaran. Oleh sebab
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
52
itu, menurut Salisbury (1996: 4) guru dapat memberikan motivasi belajar
melalui dua cara yaitu:
(1) Meningkatkan mutu pembelajaran untuk mencapai tujuan dan
meningkatkan mutu pembelajaran dengan lima macam teknologi
mendasar yaitu berpikir sistematik, desain sistem, ilmu pengetahuan
yang bermutu, managemen perubahan dan teknologi pembelajaran.
(2) Mempengaruhi harapan siswa sehingga mereka percaya bahwa
keterlibatan mereka dalam proses pembelajaran mengantarkan pada
keberhasilan dalam mencapai tujuan pendidikan serta sistem nilai
mereka sebagai pribadi.
Motivasi siswa untuk melakukan kegiatan belajar dapat timbul dari
dalam maupun luar dirinya. Sumadi Suryabrata (2002) membedakan
motivasi menjadi motivasi intrinsik yaitu motivasi yang timbul dari dalam
diri orang yang bersangkutan tanpa rangsangan maupun bantuan orang lain
dan motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang timbul oleh rangsangan dari
luar diri seseorang dan biasanya oleh orang lain. Dari kedua motivasi
tersebut, motivasi intrinsik umumnya lebih efektif dalam mendorong
seseorang untuk belajar daripada motivasi ekstrinsik.
Motivasi intrinsik dalam diri siswa memegang peranan penting maka
harus ditumbuhkan karena apabila keinginan dan usaha belajar itu datang
dari diri sendiri maka harapan untuk mencapai hasil yang mencerminkan
kemampuannya dapat dioptimalkan. Sebaliknya apabila motivasi belajar
timbul karena hal-hal lain seperti
dimarahi guru atau orang tua, takut
committakut
to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
53
dihukum, malu pada teman dan sebagainya yang berdasarkan atas dasar
keterpaksaan maka hasil yang dicapaipun tidak optimal.
Sejalan dengan itu Sardiman A.M. (2001: 84) mengemukakan
beberapa fungsi motivasi dalam proses pembelajaran yaitu:
(1) Mendorong manusia untuk berbuat.
Motivasi dalam konteks ini
sebagai motor penggerak dari setiap kegiatan yang akan dilakukan.
(2) Menentukan arah perbuatan yakni kearah mana tujuan yang akan
dicapai.
(3) Setiap orang ingin sukses sehingga siswa perlu menyadari dan mampu
mencari strategi untuk mencapai sukses tersebut.
(4) Jangan memberi kesimpulan terlebih dahulu bila tujuan guru sama
dengan tujuan siswa.
(5) Tumbuhkan suasana humor, kelas yang menggembirakan akan
menyebabkan siswa berani berpartisipasi untuk ikut berproses.
(6) Membuat papan bulletin dan pusat bakat dan minat untuk memberikan
rangsangan hasrat ingin tahu.
(7) Motivasi merupakan sarana bukan tujuan dan dengan motivasi siswa
menjadi sempurna perhatiannya serta efektif untuk masing-masing
individu.
Motivasi dalam proses pembelajaran sangat diperlukan sebab siswa
yang tidak mempunyai motivasi ada kemungkinan tidak melakukan
aktivitas belajar. Segala sesuatu yang menarik minat siswa tertentu belum
commit to user
tentu menarik minat siswa yang lain. Dan yang perlu disadari bahwa dalam
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
54
proses pembelajaran, guru tidak hanya berfungsi sebagai pengelola kelas,
fasilitator, mediator, sebagai administrator, demonstrator dan supervisor,
tetapi juga sebagai motivator yang memberikan dorongan dan rangsangan
agar siswa tekun dalam belajar. Motivasi belajar merupakan pendorong bagi
siswa untuk berbuat sebaik-baiknya dengan tujuan memiliki kepribadian
yang sebaik-baiknya.
Dari berbagai uraian pendapat di atas, untuk mengetahui motivasi
belajar siswa peneliti menggunakan indikator sebagai berikut:
1. Keinginan untuk mencapai hasil yang optimal yaitu:
a) Dorongan untuk selalu maju dalam menekuni pelajaran Pendidikan
Agama Katolik
b) Dorongan untuk selalu mendapatkan nilai baik
c) Dorongan untuk menyelesaikan tugas-tugas pelajaran Pendidikan
Agama Katolik
d) Kesungguhan siswa dalam merespon pelajaran Pendidikan Agama
Katolik
2) Keinginan untuk meningkatkan pengetahuan yaitu:
a) Dorongan untuk membaca hal-hal yang terkait dengan pelajaran
Pendidikan Agama Katolik
b) Dorongan untuk mengajukan pertanyaan tentang hal-hal yang belum
jelas
c) Dorongan untuk membaca buku baru
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
55
3) Rasa percaya diri dan kepuasan yaitu:
a) Dorongan untuk menguasai materi pelajaran secara mandiri
b) Memiliki kepuasan dalam mengikuti proses pembelajaran
c) Adanya keinginan umpan balik dalam pembelajaran
5. Kepribadian sebagai Hasil Belajar
a. Pengertian kepribadian
Allport dalam Abdul Aziz Ahyani (1995:67) mengemukakan bahwa
pengertian kepribadian sebagai berikut: “personality is the organization
within the individual of those psychopsysical system that determinants
unigue adjustment to his environment” (kepribadian ialah sistem jiwa raga
yang dinamis dalam diri individu yang menentukan penyesuaian dirinya
yang unik terhadap lingkungannya). Kepribadian mengungkapkan bahwa
kecakapan hanya mewujudkan kualitas intelegensi manusia dari perilaku
individu, sedangkan kepribadian menunjuk kepada kualitas total perilaku
individu yang tampak dalam melakukan penyesuaian dirinya terhadap
lingkungan secara unik (Abin Syamsuddin Makmun, 2009 : 56-57).
Keunikannya itu didukung oleh struktur organisasi ciri-ciri jiwa raganya
yang terbentuk secara dinamik.
Keunikan jiwa dan raga itu dapat dilihat dari ciri-ciri konstitusi dan
kondisi fisik, tampang dan penampilan , proporsi dan kondisi hormon, darah
dan cairan tubuh lainnya. Berbagai segi
kognitif, afektif dan konatif
tersebut saling interdependensi satu sama lain, sehingga mewujudkan suatu
sistem yang mewarnai dan menentukan kualitas tindakan atau perilaku
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
56
individu yang bersangkutan. Misalnya : nampak dalam interaksinya dengan
lingkungan, antara lain: (1) karakter yakni konsekuen tindakannya dalam
mematuhi aturan etika perilaku, atau teguh tidaknya dalam memegang
pendirian atau pendapat, konsisten tidaknya tindakannya dalam menghadapi
situasi lingkungan yang serupa atau berbeda-beda, (2) temperamen yakni
cepat atau lambatnya mereaksi terhadap rangsangan yang datang dari
lingkungannya, (3) sikap yakni positif atau negatif atau ambivalensi
sambutannya terhadap objek-objek orang, benda, peristiwa, norma atau
nilai, etis, estetika dan sebagainya yang lazim dikenal, (4) stabilitas
emosional yakni mudah tidaknya tersinggung, marah, menangis atau putus
asa, (5) tanggung jawab yakni menerima atau cuci tangan atau melarikan
diri dari resiko atau tindakan atas perbuatannya yang dikenal, (6) sosiabilitas
yakni
keterbukaan
atau
ketertutupan
dirinya
serta
kemampuan
berkomunikasi dengan orang lain yang dikenal dan sebagainya.
Muhibbin Syah (2001) mengartikan kepribadian secara sederhana
sebagai sifat hakiki individu yang tercermin pada sikap dan perbuatannya
yang membedakan dirinya dengan orang lain. Menurut tinjauan psikologis,
kepribadian pada prinsipnya adalah susunan atau kesatuan antara aspek
perilaku mental dengan aspek perilaku atau perbuatan nyata.Aspek-aspek ini
berkaitan secara fungsional dalam diri seseorang individu, sehingga
membuatnya bertingkah laku secara khas dan tetap (Reber dalam Muhibbin
Syah, 2001:225). Hall dan Lindzey dalam Supratiktya (2001: 28)
mengungkapkan bahwa kepribadian
bagian dari individu yang
commit tomerupakan
user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
57
paling mencerminkan atau mewakili pribadi, bukan hanya dalam arti bahwa
ia membedakan individu tersebut dari orang lain, tetapi yang lebih penting
bahwa itulah ia yang sebenarnya. Maka kepribadian dipandang sebagai
kesatuan sifat yang khas menandai pribadi tertentu itu, tetapi pemakaian
istilah kepribadian menimbulkan permasalahan baru yaitu karena teori
mengenai kepribadian ada bermacam-macam. Hal ini menunjukkan bahwa
kepribadian merupakan suatu pengertian yang dapat diartikan bermacammacam pula. Kepribadian merupakan suatu konstruk yang tidak memiliki
definisi yang jelas, dari gejala-gejala yang nampak dan melekat pada diri
seseorang.
Allport
dalam
Supratiktya
(2001:
24)
mendefinisikan
kepribadian adalah organisasi dinamis dalam individu atas sistem-sistem
psikofisik yang menentukan dirinya yang khas terhadap lingkungan.
Dari beberapa pengertian di atas, maka perlu diuraikan beberapa kata
kunci yang ada dalam pengertian kepribadian, agar lebih jelas makna dari
pengertian yang ada yaitu:
a) Organisasi
dinamis,
maksudnya
bahwa
kepribadian
itu
selalu
berkembang dan berubah, meskipun ada suatu sistem organisasi yang
mengikat dan menghubungkan berbagai komponen dari kepribadian.
b) Psikofisik, maksudnya organisasi kepribadian melingkupi atau mencakup
kerja tubuh dan jiwa. Tubuh dan jiwa merupakan dua hal yang tak
terpisahkan atau dalam satu kesatuan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
58
c) Menentukan, maksudnya menunjukkan bahwa kepribadian mengandung
kecenderungan-kecenderungan determinasi yang memainkan peranan
yang aktif dalam tingkah laku individu.
d) Karakteristik (khas,unik), maksudnya menunjukkan sifat individualis.
Artinya tidak ada dua orang yang benar-benar sama dalam caranya
menyesuaikan diri dengan lingkungan, yang berarti tidak ada dua orang
yang mempunyai kepribadian yang sama.
e) Menyesuaikan diri dengan lingkungan, maksudnya kepribadian itu
mengantarkan individu dengan lingkungan fisiologisnya yang kadangkadang menguasainya. Dalam konteks inilah kepribadian mempunyai
fungsi adaptasi dan menentukan.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kepribadian adalah sifat
khas/hakiki manusia
yang mencakup tubuh dan jiwa sehingga
membedakan dirinya dengan orang lain. Kepribadian ini selalu berubah
dan berkembang meskipun diikat oleh suatu sistem organisasi.
b. Faktor yang mempengaruhi kepribadian
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kepribadian manusia secara
implisit yaitu aspek-aspek yang dimiliki individu yang dibawanya sejak
kelahirannya dan ada yang karena pengalaman melalui interaksi dengan
lingkungannya antara lain melalui proses pembelajaran (Abin Syamsuddin
Makmun, 2009 : 61-62) dan sebagian lain karena dasar khusus (bakat) yang
sangat bergantung kepada perkembangan umur individu. Menurut Abdul
Aziz Ahyani (1993 : 67) kepribadian dipengaruhi oleh faktor pembawaan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
59
dan faktor lingkungan. Faktor pembawaan maksudnya kepribadian
seseorang yang dimiliki sejak lahir. Sifat-sifat yang dimiliki telah diwarisi
sejak lahir di dunia. Faktor lingkungan maksudnya kepribadian seseorang
terbentuk sebagai hasil dari pergaulan dan persinggungan dengan
lingkungan sekitarnya, misalnya lingkungan sekolah, keluarga, masyarakat.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan
bahwa kepribadian
seseorang dipengaruhi oleh faktor pembawaan dan lingkungan.
c. Aspek –aspek kepribadian
Yoesoef
Noesyirwan
dalam
Abdul
Aziz
Ahyani
(1995:
69)
menganalisis kepribadian ke dalam empat bagian yaitu : 1) vitalitas sebagai
konstanta dari semangat hidup pribadi, 2) temperamen sebagai konstanta
dari warna dan corak pengalaman pribadi serta cara berinteraksi dan
bergerak, 3) watak, konstanta dari hasrat, perasaan, dan kehendak pribadi
dalam mengenali nilai-nilai, 4) kecerdasan, bakat, daya nalar sebagai
konstanta
kemampuan pribadi.
Klages mengemukakan
tiga aspek
kepribadian (Sumadi Suryabrata, 2002: 96) yaitu: (1) materi atau bahan,
(2) struktur, (3) kualitas atau sifat.
(1) Materi kepribadian
Materi atau bahan merupakan salah satu aspek kepribadian yang
berisikan semua kemampuan, pembawaan
beserta talenta-talenta.
Materi ini merupakan modal pertama yang disediakan oleh kodrat untuk
dipergunakan dan diperkembangkan oleh manusia.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
60
(2) Struktur kepribadian
Dalam uraian mengenai struktur ini Klages mengawalinya dengan
memberikan pengertian tentang struktur. Struktur dipandang sebagai
sifat-sifat bentuknya atau sifat-sifat formalnya (Sumadi Suryabrata,
2002: 106)
(3) Kualitas kepribadian
Antara kemauan dan perasaan terjadilah perlawanan atau kebalikan
yang sedalam-dalamnya. Perlawanan (antagonisme)
inilah yang
menjadi dasar dari sistem dorongan-dorongan Klages. Jadi di dalam
kepribadian terdapatlah dua prinsip pokok. Apabila ditinjau secara teori
murni, ada dua bentuk kepribadian yaitu: (1) kepribadian yang dikuasai
oleh roh dan (2) kepribadian yang dikuasai oleh jiwa.
d. Gambaran pribadi yang integrated
Keseluruhan dimensi yang dimiliki manusia merupakan bagian integral
yang menjadikan seseorang sebagai pribadi yang utuh. Namun apabila
perhatian yang diberikan kurang tepat dan tidak proporsional pada masingmasing dimensi, dimensi-dimensi itu dapat saja terbangun dan terbentuk
secara tidak seimbang. Akibatnya seseorang berkembang secara tidak
seimbang. Untuk memiliki pribadi yang utuh, seseorang harus memadukan
segala dimensi tadi dalam suatu keseimbangan yang harmonis.Mengenai
gambaran yang terintegrasi ini, Antonius Atosokhi Gea, Antonina Panca
Yuni Wulandari dan Yohanes Babari (Sumadi Suryabrata, 2002: 141- 142)
memaparkan ciri-ciri sebagai berikut:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
61
(1) Kadar konflik dirinya rendah. Ia tidak berperang melawan dirinya
sendiri (pribadi menyatu) . Dengan demikian berarti memiliki lebih
banyak energi untuk tujuan-tujuan yang produktif.
(2) Memiliki kemampuan dalam menata batin sampai mencapai tahap
kebebasan batin dalam arti tidak mudah diombang-ambingkan atau
dipengaruhi oleh gejolak emosi dan perasaan sendiri.
(3) Semakin memiliki cinta yang personal atau kedekatan hidup dengan
Tuhannya sehingga mampu menanggung resiko dan konsekuensi diri
dari pilihan hidup religiusnya.
(4) Seseorang yang mudah bingung tentang mana yang benar atau salah,
baik atau buruk, juga persepsinya tentang tingkah laku yang benar tidak
banyak mengalami keraguan
(5) Seseorang yang memiliki kemampuan melihat hidupnya secara jernih,
melihat hidup apa adanya menurut keinginannya. Seseorang tidak lagi
bersikap emosional, tetapi bersikap lebih objektif terhadap hasil-hasil
pengamatannya. Sebab kebanyakan orang hanya mau mendengarkan
yang ingin didengar dari orang lain sekalipun pendengaran mereka itu
sama sekali tidak benar atau tidak jujur.
(6) Orang ini juga dapat memberikan tugas, kewajiban atau panggilan
tertentu yang ia pandang penting. Seseorang yang berminat pada
pekerjaannya, maka ia bekerja keras. Baginya bekerja akan memberikan
kegembiraan dan kenikmatan. Rupanya rasa bertanggung jawab atas
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
62
suatu tugas penting merupakan syarat utama bagi pertumbuhan,
perkembangan, aktualisasi diri serta kebahagiaan.
Dalam paparan mengenai gambaran pribadi yang terintegrasi, Antonius
Gea dkk, membuat kesimpulan sebagai berikut: orang yang sudah
terintegrasi dirinya tidak akan membiarkan harapan-harapan dan hasrathasrat pribadi menyesatkan pengamatannya.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kepribadian
siswa yang dimaksud dalam penelitian ini memiliki indikator sebagai
berikut:
1) Neurotisme, meliputi; a) kecemasan, b) permusuhan (marah), c)depresi,
d) kesadaran diri, e) sifat impulsif, f) kerentanan;
2) Ekstraversi, meliputi; a) kehangatan, b) suka berteman, c) sifat asertif,
d) aktivitas, e) mencari kesenangan, f) emosi positif,
3) Keterbukaan terhadap
pengalaman meliputi; a) fantasi, b) estetika,
c)perasaan, d) tindakan, e) gagasan, f) nilai;
4) Kecocokan; a) kepercayaan, b) sikap terus terang, c) altruisme (harus
selalu benar), d) kerelaan, e) kesederhanaan, f) hati yang lembut,
5) Sikap hati-hati meliputi; a) kompetensi, b) tatanan, c) sikap memenuhi,
d) tugas, e) pencapaian, f) disiplin diri, g) pertimbangan.
6. Pendidikan Agama Katolik
a. Pengertian Pendidikan Agama Katolik
Pendidikan Agama Katolik adalah usaha yang dilakukan secara
terencana
dan
berkesinambungan dalam
commit to user
rangka
mengembangkan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
63
kemampuan siswa untuk memperteguh iman dan ketaqwaan terhadap
TuhanYang Maha Esa sesuai dengan agama Katolik
dengan tetap
memperhatikan penghormatan terhadap agama lain dalam hubungan
kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan
persatuan nasional. (Komkat KWI, 2011 : 9)
Secara lebih tegas dapat dikatakan bahwa Pendidikan Agama Katolik
disekolah merupakan salah satu usaha untuk memampukan siswa menjalani
proses pemahaman, pergumulan dan penghayatan imannya dalam konteks
kehidupannya. Diharapkan pula dengan berproses bersama, iman siswa
diperteguh dan menjadi semakin dewasa.
b. Tujuan Dan Fungsi Pendidikan Agama Katolik
1) Tujuan Pendidikan Agama Katolik
Pendidikan Agama Katolik pada dasarnya bertujuan agar siswa memiliki
kemampuan
untuk
membangun
hidup
yang
semakin
beriman.
Membangun hidup beriman Kristiani berarti membangun kesetiaan pada
Injil Yesus Kristus yang memiliki keprihatinan tunggal yakni Kerajaan
Allah. Kerajaan Allah merupakan situasi dan peristiwa penyelamatan:
situasi dan perjuangan untuk perdamaian dan keadilan, kebahagiaan dan
kesejahteraan, persaudaraan dan kesetiaan, kelestarian lingkungan hidup,
yang dirindukan oleh setiap orang dari pelbagai agama dan kepercayaan
(Komkat KWI, 2011: 9).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
64
2) Fungsi Pendidikan Agama Katolik
Fungsi Pendidikan Agama Katolik antara lain:
(a) Memampukan siswa untuk memahami ajaran iman agama Katolik
(b) Menolong siswa untuk hidup secara benar dan baik dalam Gereja dan
masyarakat
(c) Memberi jawaban terhadap persoalan siswa dan kaum muda pada
umumnya
(d) Mengajak siswa untuk semakin terbuka terhadap dunia yang semakin
majemuk.
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa fungsi PAK pada dasarnya adalah
membantu siswa untuk mampu mengenal, menyadari dan menghayati
hidupnya dalam terang iman Kristiani seperti yang diwartakan oleh
Yesus Kristus (Komkat KWI, 2011 : 9).
c. Ruang Lingkup Pendidikan Agama Katolik
Bahan-bahan yang dibahas dalam Pendidikan Agama Katolik di Sekolah
Menengah Pertama merupakan kelanjutan bahan Pendidikan Agama Katolik
di Sekolah Dasar. Keempat aspek yang telah dibahas di Sekolah Dasar
yaitu: Pribadi siswa, Yesus Kristus, Gereja dan Kemasyarakatan dan
dibahas secara lebih mendalam sesuai tingkat kemampuan pemahaman
siswa. Dalam aspek pribadi siswa dibahas tentang pemahaman diri sebagai
pria dan wanita yang memiliki kemampuan dan keterbatasan, kelebihan dan
kekurangan dalam berelasi dengan sesama serta lingkungan sekitarnya.
Dalam aspek Yesus Kristus dibahas tentang bagaimana meneladani pribadi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
65
Yesus Kristus yang mewartakan Allah Bapa dan Kerajaan Allah. Dalam
aspek Gereja dibahas tentang makna Gereja, bagaimana mewujudkan
kehidupan menggereja dalam realitas hidup sehari-hari. Dalam aspek
kemasyarakatan dibahas secara mendalam tentang hidup bersama dalam
masyarakat sesuai firman/sabda Tuhan, ajaran Yesus dan ajaran Gereja
(Komkat KWI, 2011 : 9)
d. Standar Kompetensi Lulusan Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik
1) Peserta didik dapat menguraikan pemahaman tentang pribadinya sebagai
pria dan wanita yang memiliki rupa-rupa kemampuan dan keterbatasan
untuk berelasi dengan sesama dan lingkungannya.
2) Peserta didik dapat menguraikan pemahamannya tentang Yesus Kristus
dan bagaimana meneladani Yesus yang mewartakan Bapa dan Kerajaan
Allah
3) Peserta didik dapat menguraikan makna Gereja sebagai sakramen keselamatan dan bagaimana mewujudkannya dalam hidup nyata.
4) Peserta didik dapat menguraikan pamahaman tentang hidup bermasyarakat dan bagaimana melaksanakan kehidupan bermasyarakat sesuai
ajaran Firman Allah dan pengajaran Yesus Kristus. (Komkat KWI,
2011: 9)
e. Hasil Belajar Pendidikan Agama Katolik
1)Pengertian Belajar
Dalam masyarakat berkembang beberapa asumsi tentang belajar.Ada
yang berpendapat bahwa belajar adalah semata-mata mengumpulkan atau
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
66
menghafalkan fakta-fakta yang tersaji dalam bentuk informasi dari materi
pembelajaran. Ada pula yang berangggapan bahwa belajar sebagai
latihan belaka seperti nampak dalam latihan membaca dan menulis.
Skinner dalam Muhibbin Syah (2001: 90) mengatakan bahwa belajar
adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang
berlangsung secara progresif. Gredler (1986 : 1) mendefinisikan belajar
sebagai proses untuk memperoleh berbagai kemampuan dan ketrampilan,
tentang strategi untuk menjalankan peran di dunia, serta tentang sikap
dan nilai yang memandu tindakan seseorang. Belajar merupakan tahapan
perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai
hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan
proses kognitif (Muhibbin Syah, 2001: 92).
Menurut teori kognitivisme, belajar adalah perubahan persepsi dan
pemahaman. Perubahan persepsi dan pemahaman
ini tidak selalu
berbentuk perubahan tingkah laku yang dapat diamati (Suciati dan Udin
Syarifuddin Winatasaputra, 1997: 32). Kleden menegaskan bahwa belajar
pada dasarnya berarti mempraktekkan sesuatu, sedangkan belajar tentang
sesuatu berarti mengetahui sesuatu (Andrias Harefa, 2000: 24) Winkel
mendefinisikan belajar sebagai suatu aktivitas mental/psikis, yang
berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan
perubahan-perubahan dalam pengetahuan – pemahaman, ketrampilan dan
nilai sikap (Winkel, 1986 : 36). Berdasarkan definisi yang dirumuskan
oleh Winkel dapat dijelaskan bahwa belajar itu senantiasa merupakan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
67
perubahan tingkah laku atau penampilan dengan serangkaian kegiatan
misalnya membaca, mengamati, mendengarkan atau meniru.Belajar akan
lebih efektif apabila si pembelajar tersebut melakukannya dalam suasana
yang menyenangkan dan dapat menghayati objek pembelajaran secara
langsung sehingga belajar bukan merupakan kegiatan verbalistik. Belajar
sebagai penambahan pengetahuan dan belajar disamakan dengan
menghafal (Nasution, 2000 : 34). Dia juga menganggap bahwa belajar
sebagai perubahan kelakuan berkat pengalaman dan latihan. Belajar akan
membawa suatu perubahan pada individu yang belajar. Perubahan itu
tidak hanya mengenai jumlah pengetahuan, melainkan juga dalam bentuk
kecakapan,
kebiasaan,
sikap,
pengertian,
penghargaan,
minat,
penyesuaian diri dan sebagainya. Hilgard dalam Nasution (2000 : 35)
mengatakan: ”Learning is the process by which an activity originates or
is changed through training procedures” yang artinya: belajar adalah
proses yang melahirkan atau mengubah suatu kegiatan melalui jalan
latihan. Menurut kaum konstruktivis, belajar merupakan suatu proses
mengkontruksi arti, entah itu teks, dialog, pengalaman fisis dan lain-lain
(Paul Suparno, 2002 : 61) membuat kesimpulan tentang belajar itu
merupakan suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam
interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahanperubahan dalam pengetahuan, keterampilan dan nilai sikap. Perubahan
itu bersifat relatif konstan dan berbekas.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
68
Dari berbagai pendapat mengenai pengertian belajar di atas,
pendapat Winkel menjadi perhatian penulis sebab penulis mempunyai
suatu keyakinan bahwa perubahan sikap nilai perlu mendapatkan
perhatian serius dalam proses pembelajaran di zaman sekarang ini selain
pengetahuan dan keterampilan siswa.
2) Tujuan Belajar
Proses pembelajaran akan efektif jika dilakukan dengan suasana
menyenangkan (“fun and enjoy”) menurut Peter Kline dalam (Gordon
Dryden & Jeannete Vos, 2000 : 22) maka perlu diciptakan suasana dan
sistem belajar yang kondusif meskipun tidak dapat dipungkiri masih ada
berbagai faktor lain yang akan menentukan hasil belajar siswa. Salah satu
faktor yang mempengaruhi adalah cara guru mengajar. Oleh sebab itu
mengajar yang diartikan sebagai suatu usaha menciptakan sistem
lingkungan, harus memungkinkan terciptanya proses pembelajaran yang
fun and enjoy. Tetapi perlu diketahui pula bahwa sistem lingkungan ini
pun dipengaruhi oleh berbagai komponen yang saling berinteraksi yakni
tujuan pembelajaran, bahan kajian yang disampaikan, guru, siswa, jenis
kegiatan yang dikembangkan, metode, serta media pembelajaran yang
dipilih.
Pembelajaran dalam hal ini hendaknya mampu menjawab kebutuhan
siswa, untuk merencanakan hidup dan tujuan hidup, bagaimana memilih
nilai-nilai,
bagaimana
membangun
commit to user
identitas
diri,
membentuk
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
69
ketangguhan diri, dan mengupayakan relasi dan komunikasi pribadi yang
efektif dengan sesama dan lingkungannya.
Dari berbagai uraian tujuan di atas, apabila ditinjau secara umum,
tujuan pembelajaran ada tiga macam (Sardiman A.M., 2001 : 26 ) yaitu:
(1) Untuk mendapatkan pengetahuan
(2) Menanamkan konsep dan pengetahuan
(3) Pembentukan sikap
Dalam proses pembentukan sikap mental, perilaku dan pribadi siswa,
seorang guru perlu bijaksana dan berhati-hati dalam pendekatannya.
Untuk itu dibutuhkan kecakapan guru dalam memberikan, mengarahkan
serta memelihara motivasi siswa. Pembentukan sikap dan perilaku siswa
ini, tidak akan terlepas dari persoalan penanaman nilai-nilai (transfer of
value). Sebab dengan dilandasi nilai-nilai positif diharapkan mampu
menumbuhkan kesadaran dan kemauan siswa untuk mengoptimalkan
segala sesuatu yang telah dipelajarinya.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran
adalah untuk mendapatkan, menambah atau meningkatkan pengetahuan,
keterampilan dan sikap mental serta nilai-nilai dalam rangka mencapai
tujuan hidup yang lebih sempurna.
3) Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama
yakni faktor dari dalam diri siswa dan faktor yang datang dari luar diri
siswa (Nana Sudjana, 2001: 39) atau faktor lingkungan yang dimilikinya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
70
Faktor dari dalam diri ini besar sekali pengaruhnya terhadap hasil belajar
yang dicapai. Clark dalam Nana Sudjana (2001: 39) mengungkapkan
bahwa hasil belajar di sekolah 70 % dipengaruhi oleh kemampuan siswa
dan 30 % dipengaruhi oleh lingkungan. Tetapi, selain faktor kemampuan,
juga ada faktor lain yaitu motivasi, minat, perhatian, sikap dan kebiasaan
belajar, ketekunan, kondisi sosial ekonomi, kondisi fisik dan kondisi
psikis. Selain faktor di atas ada faktor lain yaitu: faktor pendekatan
belajar (approach to learning) yakni jenis upaya belajar siswa yang
meliputi strategi dan metode yang dipergunakan siswa untuk melakukan
kegiatan pembelajaran (Muhibbin Syah, 2001: 132). Ketiga faktor di
atas dalam banyak hal saling berkaitan dan saling mempengaruhi.
Di samping ketiga faktor di atas, hasil belajar yang dicapai siswa
masih juga tergantung dari faktor di luar diri siswa yaitu lingkungan.
Salah satu faktor lingkungan yang paling dominan mempengaruhi hasil
belajar adalah kualitas pengajaran. Yang dimaksud dengan kualitas
pengajaran adalah tinggi rendahnya atau efektif tidaknya proses
pembelajaran dalam mencapai tujuan instruksional. Pendapat ini sejalan
dengan teori belajar di sekolah (Theory of school learning) dari Bloom
seperti dikemas oleh Nana Sudjana (1989: 40) bahwa ada tiga variabel
utama dalam belajar di sekolah yaitu:
(1) Karakteristik individu
(2) Kualitas pengajaran
(3) Hasil belajar siswa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
71
Caroll dalam Nana Sudjana (2001: 41) berpendapat bahwa hasil
belajar siswa dipengaruhi oleh lima faktor yaitu: bakat belajar, waktu
yang tersedia untuk belajar, kemampuan individu dan kualitas
pengajaran. Keempat faktor awal adalah berkaitan dengan kemampuan
individu, sedangkan faktor terakhir merupakan faktor yang datang dari
luar diri siswa yaitu faktor lingkungan.
4) Bentuk dan Tipe Hasil Belajar
Dalam proses pembelajaran, tipe hasil belajar yang diharapkan dapat
dicapai siswa harus diketahui oleh guru. Tujuannya agar guru dapat
mendesain pembelajaran secara tepat dan penuh makna. Setiap proses
dalam pembelajaran hendaknya dapat diukur tingkat keberhasilannya dari
pencapaian hasil. Disamping dapat diukur dari segi prosesnya, tipe hasil
belajar yang dimaksud perlu nampak dalam perumusan indikator, sebab
indikator itulah yang akan dicapai dalam proses pembelajaran. Ada
beberapa pendapat yang melihat peristiwa atau proses belajar (Nana
Sudjana, 2001:45). Dari berbagai pendapat yang ada dapat diklasifikasikan menjadi tiga sudut pandang yakni:
(1) Melihat belajar sebagai proses
(2) Melihat belajar sebagai hasil
(3) Melihat belajar sebagai fungsi
Ketiga cara pandang ini harus dipahami oleh guru sebab guru adalah
pembina, pembimbing dan pengarah kegiatan belajar siswa, agar dalam
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
72
pribadi siswa memperoleh hasil yang telah didesain sebelumnya. Dari
uraian berikut ini belajar akan dipandang sebagai hasil.
Kingsley (1989 : 45) membagi tiga macam hasil belajar yakni (a)
keterampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengertian, (c) sikap
dan cita-cita, yang masing-masing dapat diisi dengan bahan yang
ditetapkan dalam kurikulum sekolah. Gagne (1985: 82) mengemukakan
lima kategori tipe hasil belajar yakni (a) verbal information, (b)
intelektual skill, (c) cognitive strategy, (d) attitude, (e) motor skill.
Berbeda dengan pendapat di atas Bloom dalam Januszewski (2008 : 51)
mengemukakan bahwa tujuan pendidikan yang hendak
dicapai
diklasifikasikan menjadi tiga bidang yakni (a) ranah kognitif, (b) ranah
efektif, dan (c) ranah psikomotorik. Bahkan baru-baru ini muncul sebuah
revisi untuk ranah kognitif dengan memberi ulang nama kategori.
(1) Ranah kognitif (cognitive domain) : (a) mengingat (remember), (b)
memahami (understand), (c) menerapkan(apply), (d) menganalisa
(analyze), (e) mengevaluasi (evaluate) dan (f) menciptakan (create).
Kategori-kategori ini disusun secara hirarkis sehingga menjadi taraftaraf yang semakin bersifat kompleks mulai dari taraf bawah ke
atas.
(2) Ranah afektif (affective domain) menurut Bloom, Kratwohl dan
Masia dalam Januszewski (2008 : 51) : (a) merespon (responding),
(b) menilai
(valuing), (c) mengorganisasi (organization), (d)
pembentukan pola hidup/karakter
commit to user(characterization).
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
73
(3) Ranah psikomotorik (psychomotoric domain) menurut Simpson : (a)
persepsi (perception), (b) kesiapan (set), (c) gerakan terbimbing
(guided response), (d) gerakan yang terbiasa (mechanical response),
(e) gerakan yang kompleks (complex response), (f) penyesuaian pola
gerakan (adjusment), (g) motivasi belajar (creativity).
Dalam tulisan ini, penulis hanya membatasi pembahasan bentuk dan
tipe hasil belajar menurut Gagne dan Bloom, walaupun dalam sistem
pendidikan lebih banyak mengacu teori yang dikemukakan oleh Bloom
yang ditulis dalam Januszewski (2008). Namun, ada baiknya kalau
dikemukan juga pendapat Gagne (1985) sebagai bahan pembanding atau
penyeimbang. Dengan harapan akan dapat memperkaya sebab antara
keduanya ada kesamaan. Untuk belajar yang berkenaan dengan hasil,
Gagne mengemukakan lima jenis atau tipe yakni :
(1) Kemahiran Intelektual (cognitive)
Dalam tipe ini termasuk belajar diskriminasi, belajar konsep dan
belajar kaidah. Belajar diskriminasi yaitu kesanggupan membedakan
beberapa objek berdasarkan ciri-ciri tertentu. Untuk itu diperlukan
pengamatan yang cermat dari ciri-ciri objek tersebut seperti bentuk,
ukuran, warna, dll.
(2) Belajar informasi verbal
Pada umumnya belajar berlangsung melalui informasi verbal apalagi
belajar di sekolah seperti membaca, menulis, mengarang, bercerita,
mendengarkan penjelasan guru. Kesanggupan menyatakan pendapat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
74
dalam bahasa lisan atau tulisan, berkomunikasi, kesanggupan
memberi arti pada setiap kata/ kalimat, dll.
(3) Belajar mengatur kegiatan intelektual
Kalau dalam belajar kemahiran intelektual menekankan pada belajar
deskriminasi, belajar konsep dan kaidah, maka dalam belajar
mengatur kegiatan intelektual yang ditekankan adalah kesanggupan
memecahkan masalah melalui konsep atau kaidah yang telah
dimlikinya. Hal ini lebih menekankan pada aplikasi kognitif dalam
pemecahan masalah. Dua aspek penting dalam tipe belajar ini yakni
prinsip pemecahan masalah dan langkah berpikir dalam pemecahan
masalah (problem solving)
(4) Belajar keterampilan motorik
Belajar keterampilan motorik banyak berkaitan dengan kesanggupan
memanfaatkan gerakan badan sehinga memiliki rangkaian urutan
gerakan yang teratur, luwes, tepat, cepat dan lancar.
Misalnya
belajar bersepeda, komputer, menjahit, dll. Belajar motorik
memerlukan kemahiran dan keunggulan intelektual serta sikap.
Sebab dalam belajar motorik tidak semata-mata hanya gerakan
anggota badan melainkan memerlukan pemahaman dan penguasaan
akan prosedur gerakan yang harus dilakukan. Konsep mengenai cara
melakukan gerakan dan lain-lain. Aspek urutan belajar motorik
adalah tercapainya otomatisme melakukan gerakan. Gerakan yang
otomatis merupakan puncak belajar motorik.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
75
(5) Belajar sikap
Sikap merupakan kesiapan dan kesediaaan seseorang untuk
menerima atau menolak suatu objek berdasarkan penilaian terhadap
objek itu. Apakah berarti atau tidak bagi dirinya? Itulah sebabnya,
bahwa sikap itu berhubungan dengan pengetahuan, dan perasaan
seseorang terhadap objek.
Sikap juga dipandang sebagai
kecenderungan seseorang untuk berperilaku (predisposisi).
Hasil
belajar sikap nampak dalam bentuk kemauan, minat, motivasi,
perhatian, perubahan perasaan, dll.
Sikap dapat dipelajari dan
diubah melalui proses belajar.
Tipe belajar kemahiran intelektual, informasi verbal dan pengaturan
kegiatan intelektual merupakan hasil belajar koginitif. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa pendapat Gagne hampir sejalan dengan
pendapat Bloom yaitu adanya tiga aspek hasil belajar yaitu koginitif,
keterampilan dan sikap.
Proses pendidikan mempunyai tujuan yang akan dicapai. Tujuan ini
dikelompokkan dalam 3 kategori yakni bidang kognitif
(penguasaan
intelektual), bidang afektif (berhubungan dengan sikap dan nilai) serta
bidang
psikomotorik
(kemampuan/keterampilan
untuk
bertindak/
berperilaku). Ketiganya tidak dapat berdiri sendiri-sendiri melainkan satu
kesatuan yang tidak terpisahkan, bahkan membentuk hubungan hirarki.
Sebagai tujuan yang akan dicapai melalui proses pembelajaran, ketiganya
commit to user
harus nampak sebagai hasil belajar siswa di sekolah. Hasil proses
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
76
pembelajaran perlu nampak dalam perubahan berperilaku/bertindak,
dalam perubahan dan perkembangan intelektual, dalam bersikap dan
dalam keteguhan mempertahankan nilai-nilai. Dalam rangka mencapai
hasil maksimal, maka dibutuhkan teknik-teknik, pendekatan dan metodemetode pengajaran untuk mengubah sikap secara menyenangkan
(Andrias Harefa, 2000 : 87) serta media-media perlu dikembangkan
oleh guru.
(1) Tipe hasil belajar bidang kognitif
(a) Tipe hasil belajar pengetahuan hafalan (knowledge)
(b) Tipe hasil belajar pemahaman (comprehention)
(c) Tipe hasil belajar penerapan (aplikasi)
(d) Tipe hasil belajar analisis
(e) Tipe hasil belajar sintesis
(f) Tipe hasil belajar evaluasi
(2) Tipe hasil belajar bidang afektif
Bidang afektif berkaitan
dengan sikap dan nilai. Beberapa ahli
mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya,
bila seseorang telah menguasai bidang kognitif tingkat tinggi. Hasil
belajar bidang afektif ini nampaknya kurang mendapat perhatian dari
para guru, sebab guru lebih banyak memberi perhatian bidang
kognitif semata-mata (Nana Sudjana, 1989 : 53). Tipe belajar afektif
biasanya nampak dari diri siswa dalam berbagai tingkah laku seperti:
perhatian (attention) terhadap proses pembelajaran, displin, motivasi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
77
belajar, menghargai guru dan teman-temannya. Beberapa tingkatan
dalam bidang afektif adalah sebagai berikut:
(a) Receive attending
(b) Responding atau jawaban
(c) Valuing (penilaian)
(d) Organisasi
(e) Karakteristik nilai dan internalisasi nilai
(3) Tipe hasil belajar bidang psikomotorik
Hasil
belajar
bidang
psikomotorik
tampak
dalam
bentuk
keterampilan (skill), kemampuan bertindak individu (perseorangan).
Ada 6 tingkatan keterampilan yaitu :
(a) Gerakan refleks (keterampilan pada gerakan yang tidak sadar)
(b) Keterampilan pada gerakan-gerakan dasar
(c) Kemampuan perseptual termasuk di dalamnya membedakan
visual, membedakan auditif, dll.
(d) Kemampuan di bidang fisik, misalnya kekuatan, keharmonisan
dan ketepatan
(e) Gerakan-gerakan skill, mulai dari keterampilan sederhana
sampai pada keterampilan yang kompleks.
(f) Kemampuan yang berkenaan dengan non decursive komunikasi
seperti gerakan ekspresif dan gerakan interpretatif.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
78
B. Hasil Penelitian Yang Relevan
Andreas Kosasih (2003: 110) dalam penelitiannya pada kelas II di SMU St.
Bonaventura Kota Madiun Propinsi Jawa Timur
menyimpulkan bahwa ada
perbedaan kepribadian pada pendidikan budi pekerti antara siswa yang memiliki
motivasi belajar tinggi dan motivasi belajar rendah. Tidak ada interaksi pengaruh
antara media pembelajaran (media gambar dan media audio) dan motivasi belajar
siswa terhadap kepribadian siswa pada pendidikan budi pekerti.
Hasil penelitian Nugroho (2009 : 85) pada siswa kelas VIII di SMP Negeri
Kecamatan Tirtomoyo menyimpulkan bahwa ada perbedaan pengaruh antara
pendekatan pembelajaran konsep dengan pembelajaran konvensional. Ada
interaksi antara pendekatan pembelajaran dan kecerdasan emosional terhadap
prestasi bahasa Inggris.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang mempunyai relevansi
dengan penelitian sebelumnya yaitu menguji perbedaan keefektifan pembelajaran
untuk meningkatkan hasil belajar. Adapun yang membedakan penelitian ini
dengan sebelumnya adalah variabel bebas pertama Pendidikan Karakter dengan
pendekatan PPR, materi pembelajaran dan subyek penelitian.
C. Kerangka Berpikir
1. Perbedaan
Pengaruh
Pendidikan
Karakter
Dengan
Pendekatan
Paradigma Pedagogi Reflektif dan Pendekatan Konvensional Terhadap
Kepribadian Siswa Dalam Pendidikan Agama Katolik
Proses pembelajaran melibatkan berbagai komponen seperti: siswa, guru,
yang
saling berinteraksi dalam mencapai
media dan berbagai pendekatan
commit
to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
79
tujuan pendidikan. Pendekatan pembelajaran merupakan salah satu aktivitas
guru dalam memilih kegiatan pembelajaran. Penggunaan pendekatan
konvensional dalam pembelajaran tidak menguntungkan siswa karena dalam
proses pembelajaran lebih banyak didominasi guru sedangkan siswa tidak
terlibat aktif dalam pencarian konsep, prinsip, serta nilai-nilai yang sedang
mereka pelajari.
Pengalaman materi pembelajaran banyak ditentukan oleh
guru, sehingga kurang tersimpan
kuat
dalam ingatan, siswa lebih
mengandalkan pada ingatan, sehingga kemampuan mentalnya untuk berproses
secara analistis sangat minim. Kondisi seperti ini sering menimbulkan
kebosanan, masa bodoh bahkan malas mengikuti pelajaran sehingga
kepribadian siswa kurang terbentuk.
Pendekatan
Paradigma
Pedagogi
Reflektif
mencoba
menjawab
permasalahan di atas dengan memadukan pendekatan proses dan kontekstual,
mengintegrasikan
pemahaman
masalah
dunia
dan
kehidupan
serta
pengembangan nilai-nilai kemanusiaan dalam proses yang terpadu, sehingga
nilai-nilai itu muncul dari kesadaran dan kehendak peserta didik melalui
refleksinya. Hasil refleksi itu tercermin dalam perubahan perilaku sehari-hari.
”Penekanan dalam pendekatan PPR adalah mengembangkan siswa menjadi
pribadi yg utuh yakni competence (kompetensi), conscience (suara hati), dan
compassion (kepedulian). Dengan pendekatan PPR diharapkan
terbentuk
pribadi siswa yang manusiawi dan berkarakter karena pengaruh nilai-nilai yang
sudah tertanam kuat dalam dirinya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
80
Dari uraian diatas dapat diduga bahwa terdapat perbedaan pengaruh
pendidikan karakter dengan menggunakan pendekatan PPR dan pendekatan
konvensinal terhadap kepribadian siswa dalam Pendidikan Agama Katolik.
2. Perbedaan Pengaruh Kepribadian Siswa pada Pendidikan Agama Katolik
antara Siswa yang Memiliki Motivasi Belajar Tinggi dengan Siswa yang
Memiliki Motivasi Belajar Rendah
Motivasi merupakan suatu kekuatan atau faktor yang terdapat dalam diri
siswa
yang
mampu
menumbuhkan,
mengarahkan,
menjaga
dan
mengorganisasikan tingkah laku manusia. Dari teori motivasi yang
berkembang. Siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi cenderung memiliki:
a) keinginan mencapai hasil yang optimal, yaitu : 1) dorongan untuk selalu
maju dalam menekuni pelajaran Pendidikan Agama Katolik, 2) dorongan untuk
selalu mendapat nilai baik, 3) dorongan untuk menyelesaikan tugas-tugas
Pendidikan Agama Katolik, 4) kesungguhan siswa dalam merespon pendidikan
Pendidikan Agama Katolik. b) keinginan untuk meningkatkan pengetahuan: 1)
dorongan untuk membaca dan mengerjakan soal-soal Pendidikan Agama
Katolik, 2) dorongan untuk mengajukan pertanyaan tentang hal-hal yang belum
jelas, 3) dorongan untuk membaca buku . c) rasa percaya diri dan kepuasan
yaitu: 1) dorongan untuk menguasai materi pembelajaran secara mandiri, 2)
memilikikepuasan dalam mengikuti proses pembelajaran, 3) adanya keinginan
umpan balik dalam pembelajaran.
Siswa yang memiliki motivasi belajar rendah cenderung tidak dapat
melihat masalah dengan jelas,
cenderung
commit
to user menerima apa adanya, mudah
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
81
menyerah, tidak percaya diri dan tidak memiliki pendirian dan keyakinan yang
kuat, tidak berani mengambil resiko dan tidak bisa mengambil keputusan.
Siswa tidak terbiasa berpikir untuk menemukan banyak alternatif dalam
memahami setiap persoalan yang dihadapi, rasa ingin tahu rendah, sehingga
jika satu alternatif yang dianggap benar diterapkan dalam memahami suatu
permasalahan dan cara memecahkannya ternyata tidak berhasil maka siswa
putus asa. Kondisi demikian akan menurunkan motivasi siswa yang pada
akhirnya kepribadian yang dicapai siswa rendah.
Dari uraian di atas dapat diduga bahwa siswa yang memiliki motivasi
belajar tingi memiliki kepribadian yang lebih baik daripada siswa yang
memiliki motivasi belajar rendah.
3. Interaksi Pengaruh antara Pendidikan Karakter dengan Pendekatan
Paradigma
Pedagogi
Reflektif
dan
Motivasi
Belajar
Terhadap
Kepribadian Siswa Dalam PAK
Pendidikan karakter dengan pendekatan PPR dalam pembelajaran
Pendidikan Agama Katolik menekankan pada keterlibatan siswa secara aktif
baik sikap maupun mentalnya dengan bimbingan guru. Bimbingan tersebut
secara bertahap dan berurutan sesuai dengan silabus pembelajaran. Motivasi
belajar siswa dalam menemukan fakta, konsep Pendidikan Agama Katolik
dalam pembelajaran sangat mempengaruhi tingkat pencapaian hasil belajarnya
sehingga siswa dapat memahami konsep tersebut dengan baik dan dapat
menetapkannya dalam pemecahan masalah. Pendidikan karakter dengan
pendekatan reflektif sangat cocok bagi siswa baik yang memiliki tingkat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
82
motivasi belajar tinggi maupun rendah dalam memecahkan permasalahan yang
dihadapi, karena dengan menggunakan pendekatan PPR dalam pembelajaran
Pendidikan Agama Katolik, siswa tertarik dan merasa tertantang
untuk
menemukan fakta dan konsep Pendidikan Agama Katolik yang baru dengan
ide-ide baru, kemampuan berpikir kreatif dan kemampuan memilih berbagai
alternatif yang ada. Keberhasilan penemuan konsep baru merupakan salah
satu kebanggaan bagi siswa sehingga dapat diduga siswa memiliki kepribadian
yang lebih baik.
Dari uraian di atas dapat diduga bahwa ada interaksi pengaruh pendidikan
karakter dengan pendekatan PPR
dan motivasi belajar terhadap kepribadian
siswa pada Pendidikan Agama Katolik
Kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat digambarkan dengan diagram
berikut :
Pendekatan
PPR
Pendekatan
Konvensional
PBM
Motivasi
Tinggi
Motivasi
Rendah
commit to user
Kepribadian
Siswa
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
83
D. Pengajuan Hipotesis
Berdasarkan landasan teori dan kerangka pemikiran di atas, maka dapat
diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut:
4. Terdapat pengaruh antara pendidikan karakter dengan pendekatan paradigma
pedagogi reflektif dan pendekatan konvensional terhadap kepribadian siswa
dalam Pendidikan Agama Katolik
5. Terdapat perbedaan
kepribadian siswa dalam Pendidikan Agama Katolik
antara siswa yang memiliki motivasi tinggi dengan siswa yang memiliki
motivasi rendah dalam belajar
6. Terdapat interaksi pengaruh antara pendidikan karakter dengan pendekatan
paradigma pedagogi reflektif dan motivasi belajar terhadap kepribadian siswa
dalam Pendidikan Agama Katolik
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
84
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di SMPK St. Yusuf Kota Madiun yang beralamatkan
di Jl. Diponegoro No. 80 Madiun, Propinsi Jawa Timur, pada bulan April – Juni
semester II tahun pelajaran 2011/2012. Adapun pelaksanan penelitian ini terdiri
dari tiga tahap:
1. Tahap persiapan, meliputi: penentuan judul, penyusunan proposal, seminar
proposal, revisi proposal, studi pustaka, kualifikasi, pembuatan instrumen
mulai bulan Januari sampai Maret 2012
2. Tahap pelaksanaan eksperimen, try out dan pengumpulan data. Eksperimen
dilakukan selama 12x pertemuan yang terdiri dari 11x proses pembelajaran
dengan menggunakan pendekatan konvensional dan pendekatan PPR ditambah
1x pertemuan untuk tes pelaksanaan eksperimen dilaksanakan mulai bulan
April sampai dengan bulan Juni 2012
3. Tahap analisis data dan penulisan laporan penelitian. Kegiatan ini dilaksanakan
bulan Juli sampai dengan Agustus 2012
B. Metode Penelitian
Sesuai dengan masalah yang dikemukakan di depan, dalam penelitian ini
menggunakan metode eksperimen, yaitu metode sistematis guna membangun
hubungan yang mengandung fenomena sebab akibat (Causal-effect relationship)
(Sukardi, 2011 : 179) antara variabel yang sengaja ditentukan terhadap variabel
yang diteliti. Metode eksperimen terdiri dari dua yaitu: (1) eksperimen
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
85
eksplorative (eksperimen yang dilakukan untuk menemukan kebenaran ilmu
pengetahuan) dan (2) eksperimen developmental (eksperimen yang dilakukan
untuk mengembangkan kebenaran ilmu pengetahuan), sebab penelitian bertujuan
untuk mengetes, mengecek atau membuktikan suatu hipotesis atau hipotesishipotesis tentang suatu hubungan sebab akibat (Sutrisno Hadi, 2000 : 427)
1. Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan faktorial 2 X 2 dengan teknik
analisis variansi (ANAVA) yaitu suatu rancangan penelitian yang bertujuan
untuk menguji ada atau tidaknya perbedaan efek beberapa perlakuan (faktor)
terhadap variabel terikat (Budiono, 2009 : 183). Dalam penelitian ini,
rancangan penelitian digunakan untuk meneliti pengaruh dari penggunaan
pendekatan pembelajaran yang berbeda dari dua kelompok dihubungkan
dengan tingkat motivasi belajar siswa. Motivasi belajar siswa terhadap
kepribadian siswa pada pendidikan Agama Katolik
dikelompokkan tinggi
rendah. Siswa yang memiliki skor motivasi belajar di atas rata-rata
dikelompokkan ke dalam kelompok motivasi belajar tinggi, sedangkan yang di
bawah rata-rata dimasukkan pada kelompok motivasi belajar rendah. Gambar
berikut merupakan rancangan analisis hipotesis penelitian ini:
Tabel 1. Rancangan Analisis Hipotesa
Faktor B
Faktor A
Motivasi Belajar
Tinggi (B1)
Rendah (B2)
Pendekatan PPR (A1)
A1B1
A1B2
Pendekatan Konvensional (A2)
A2B1
A2B2
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
86
Rancangan penelitian tersebut berbentuk matrik yang terdiri atas 4 sel.
Secara umum setiap selnya dapat dijelaskan sebagai berikut: Pendekatan
Pembelajaran (A)
dan Motivasi balajar (B). Indeks A1 menunjukkan
pendekatan PPR dan A2 menunjukkan pembelajaran dengan pendekatan
konvensional, sedangkan B1 dan B2 menunjukkan motivasi belajar tinggi dan
rendah. A1B1 menunjukkan kelompok siswa yang memiliki motivasi belajar
tinggi yang diberi perlakuan pembelajaran dengan pendekatan PPR. A1B2
menunjukkan kelompok siswa yang memiliki motivasi belajar rendah yang
diberi perlakuan dengan menggunakan pendekatan PPR. A2B1 menunjukkan
kelompok siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi yang diberi perlakuan
pembelajaran
dengan
menggunakan
pendekatan
konvensional.
A2B2
menunjukkan kelompok siswa yang memiliki motivasi belajar rendah yang
diberi perlakuan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konvensional.
2. Definisi Operasional
a.
Pendekatan PPR
Pendekatan Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) adalah pendekatan
pembelajaran yang memadukan pendekatan proses dan kontekstual dengan
menumbuhkembangkan pribadi siswa menjadi pribadi yang menjunjung
tinggi nilai kemanusiaan yakni dengan memberi pengalaman kemanusiaan,
memfasilitasi dengan
pertanyaan refleksi atas pengalaman tersebut dan
selanjutnya memotivasi untuk membuat niat dan berbuat sesuai nilai yang
ditemukan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
87
b. Pendekatan
Pendekatan konvensional adalah pendekatan pembelajaran yang
digunakan seorang guru dengan lebih banyak menerapkan modus telling
(pemberian informasi) daripada modus demonstrating (memperagakan)
dan
doing
direct
performance
(memberikan
kesempatan
untuk
menampilkan unjuk kerja secara langsung).
c.
Motivasi Belajar
Motivasi belajar adalah dorongan / keinginan seseorang untuk
mencapai hasil yang sebaik-baiknya dalam mencapai tujuan belajar yang
diinginkannya. Beberapa indikator motivasi belajar ialah rasa ingin tahu,
menghargai waktu, belajar dan bekerja dengan percaya diri, tekun dalam
mengerjakan tugas-tugas, memiliki harapan sukses yang diukur dengan
angket.
d.
Kepribadian Siswa
Kepribadian ialah sistem jiwa raga yang dinamis dalam diri individu
yang menentukan penyesuaian dirinya yang unik terhadap lingkungannya
yang ditunjukkan dengan indikator, neurotisme, ekstraversi, keterbukaan
terhadap pengalaman, kecocokan, sikap hati-hati dalam mengambil
keputusan.
e.
Pendidikan Agama Katolik
Pendidikan Agama Katolik ialah usaha yang dilakukan secara
commit to user
terencana dan berkesinambungan dalam rangka mengembangkan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
88
kemampuan siswa untuk memperteguh iman dan ketaqwaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama Katolik, dengan tetap
memperhatikan penghormatan terhadap agama lain dalam hubungan
kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan
persatuan nasional.
3. Prosedur Penelitian
a. Persiapan pembelajaran
Pada tahapan ini, peneliti mempersiapkan hal-hal yang diperlukan dalam
proses pembelajaran, kemudian guru menjelaskan langkah-langkah kegiatan
pembelajaran pada siswa.
Rencana kegiatan pembelajaran dengan pendekatan PPR disusun
berdasarkan pendapat para ahli yang digunakan dalam kajian teori kemudian
dikembangkan oleh peneliti dalam bentuk Rencana Program Pembelajaran
(RPP) yang formatnya terdiri dari 1) Identitas 2) SK 3) KD, 4) Materi, 5)
penjelasan prosedur pembelajaran, 6) penyajian masalah dan verifikasi data,
7) pengumpulan data dan eksperimentasi, 8) memformulasikan penjelasan
dengan menggunakan pendekatan PPR pada siswa, 9) analisis proses
pendekatan PPR dan 10) melaksanakan tes.
Untuk
rencana
kegiatan
belajar
mengajar
dengan
pendekatan
konvensional peneliti menggunakan format yang sudah ada / berlaku di
sekolah selama ini, yang meliputi 1) Identitas, 2) SK, 3) KD, 4) Indikator,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
89
5) Tujuan, 6) Materi pembelajaran, 7) Metode dan pendekatan belajar –
mengajar 8)Kegiatan Pembelajaran, 9 ) Penilaian, 10) Sumber belajar.
Selanjutnya penyusunan RPP didasarkan pada Silabus Pendidikan
Agama Katolik.
b. Pelaksanaan Pembelajaran
Langkah-langkah kegiatan pembelajaran dengan pendekatan PPR dan
pendekatan konvensional:
1) Pendekatan PPR
Sekolah
:
…………………………
Mata Pelajaran
:
…………………………
Kelas/Semester
:
…………………………
Materi Pokok
:
…………………………
Alokasi Waktu
:
…………………………
1. Standar Kompetensi (disesuaikan dengan konteks siswa)
2. Kompetensi Dasar (disesuaikan dengan konteks siswa)
3. Materi Pembelajaran
:
………………………………………
Nilai Kemanusiaan
:
………………………………………
4. Strategi Pembelajaran/Skenario :
a. Introduksi :
1) Siswa mengerti bahan pelajaran
2) Siswa mau berpartisipasi dalam menunbuhkan persaudaraan
b. Kegiatan Inti
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
90
1) Mengolah materi pembelajaran
2) Latihan soal : kerjasama sekaligus
Pengalaman dan persaudaraan :
1) Evaluasi dan pembahasannya
2) Refleksi
3) Aksi
c. Penutup
5. Media Pembelajaran
: ……………………………………………
6. Life Skill
: ……………………………………………
7. Penilaian
a. Tagihan
: ……………………………………………
b. Tindak lanjut
: ……………………………………………
8. Sumber bahan
: ……………………………………………
9. Evaluasi PPR
: dampak pada siswa, guru, orang tua
2) Pendekatan Konvensional
1. Identitas mata pelajaran
a. Satuan Pendidikan
: ...........................................................
b. Kelas / semester
: ...........................................................
c. Mata Pelajaran
: ...........................................................
d. Jumlah Pertemuan
: ...........................................................
2. Standar Kompetensi (sesuai silabus)
3. Kompetensi Dasar (sesuai
silabus)
commit
to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
91
4. Indikator Pencapaian Kompetensi : .....................................................
5. Tujuan Pembelajaran
: .....................................................
6. Materi Ajar
: .....................................................
7. Alokasi Waktu
: .....................................................
8. Metode Pembelajaran
: .....................................................
9. Kegiatan Pembelajaran
: ......................................................
10. Penilaian Hasil Belajar
: ......................................................
11. Sumber Belajar
: ......................................................
c. Pasca Pembelajaran
Tahapan ini merupakan langkah akhir dari kegiatan eksperimen. Setelah
kedua kelompok siswa diberikan perlakuan/ treatment, selanjutnya diberi tes
akhir atau pasca tes. Tes bertujuan untuk membandingkan pengaruh
perlakuan pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol akibat dari
penguasaan materi yang dipelajari.
Dalam penelitian ini diharapkan memilki kesamaan dalam hal :
1) Materi Pembelajaran
2) Materi disampaikan oleh guru yang berhak mengampu/mengajar
Pendidikan Agama Katolik dengan tingkat pendidikan yang sama, tingkat
pengalaman mengajar yang sama, sehingga diasumsikan memiliki
kemampuan yang sebanding.
3) Penyampaian materi disampaikan oleh satu/dua orang guru untuk
masing-masing dalam waktu yang sama.
commit to user
4) Tes dilakukan bersamaan dengan soal yang sama.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
92
C. Populasi dan Penarikan Sampel
1. Populasi
Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa SMP Katolik se-Kota Madiun
Propinsi Jawa Timur yang berjumlah sekitar 400 siswa.
2. Teknik Pengambilan Sampel
Cara pengambilan sampel dilakukan dengan multi-stage sampling
(bertahap). Purposive sampling digunakan untuk memilih kelas VIII dengan
pertimbangan bahwa untuk kelas VII siswa baru saja memasuki jenjang
pendidikan SMP dan masih memerlukan penyesuaian, sedangkan untuk kelas
IX akan segera menghadapi UNAS. Agar tidak mengganggu jalannya proses
belajar mengajar dari sekolah yang diteliti maka dipilih sampel kelas VIII.
Teknik Cluster random sampling digunakan untuk memilih secara acak
sekolah
dan kelas yang akan dipilih menjadi subjek. Pemilihan sampel
dilakukan dengan cara undian. Dalam memilih rombongan belajar digunakan
cluster sampling. Ada pun sampel ditetapkan sebanyak 2 rombongan belajar.
Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik random/acak dengan cara
undian. Ada pun langkah-langkah pengambilan sampel kelas dilakukan dalam
tiga tahapan yaitu:
a) Untuk menentukan sekolah, dipilih 1 dari 2 sekolah Katolik yang ada di
kota Madiun. Pada tahapan ini terpilih SMPK St. Yusuf Madiun.
b) Untuk menentukan kelas, dipilih 2 dari 3 rombongan belajar. Pada tahapan
ini terpilih kelompok belajar di kelas VIII A dan VIII B
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
93
c) Untuk menentukan penerapan pendekatan dipilih secara undian dari dua
kelas yang akan diteliti. Hasilnya kelompok VIII A dengan perlakuan
pendekatan PPR dan kelompok VIII B dengan pendekatan konvensional.
Atas dasar cara tersebut, jumlah siswa yang ditetapkan sebagai sampel
sebanyak 50 siswa yang terdiri dari 25 siswa untuk kelompok eksperimen
(pendekatan PPR) dan 25 siswa untuk kelompok kontrol (pendekatan
konvensional) untuk dianalisis.
D. Teknik Pengumpulan Data
1. Instrumen Penelitian
a. Angket kepribadian
Pengumpulan data tentang kepribadian siswa menggunakan teknik
angket yaitu metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden
untuk diberikan respon sesuai dengan permintaan pengguna (Eko Putro,
2012 : 33), berupa skala kepribadian siswa dalam Pendidikan Agama
Katolik. Instrumen angket berbentuk skala, karena skala merupakan
seperangkat nilai angka yang telah ditetapkan kepada tingkah laku untuk
mengukur kepribadian siswa sebagai hasil belajar Agama Katolik.
Penggunaan instrumen ini menurut Ary , Lucy & Razaviech (1982: 180)
bahwa skala adalah seperangkat nilai angka yang ditetapkan pada subjek,
objek atau tingkah laku yang bertujuan mengukur sifat. Kepribadian siswa
dalam pendidikan Agama Katolik merupakan skor yang diperoleh siswa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
94
setelah menjawab angket kepribadian pendidikan agama Katolik yang
berbentuk skala dengan rentangan angka 1 sampai 4 sebanyak 30 butir.
Untuk kisi-kisi angket kepribadian siswa pada Pendidikan Agama katolik
dapat dilihat dalam lampiran 2.
b. Angket Motivasi Belajar
Pengumpulan data tentang motivasi belajar siswa digunakan teknik
angket yaitu angket motivasi belajar siswa. Instrumen angket berbentuk
skala, karena skala merupakan seperangkat nilai angka yang ditetapkan
kepada tingkah laku untuk mengukur motivasi belajar siswa. Penggunaan
instrumen ini menurut Ary, Lucy & Razaviech (1982: 180) bahwa skala
adalah seperangkat nilai angka yang ditetapkan pada subjek, objek atau
tingkah laku yang bertujuan mengukur sifat. Skala digunakan untuk
mengukur sikap nilai dan karakteristik siswa. Motivasi belajar siswa pada
pendidikan agama katolik merupakan skor yang diperoleh siswa setelah
menjawab angket motivasi belajar Pendidikan Agama Katolik
yang
berbentuk skala dengan rentangan angka 1 sampai 4 sebanyak 40 butir.
Untuk kisi-kisi angket kepribadian siswa pada Pendidikan Agama katolik
dapat dilihat dalam lampiran 5.
2. Uji Coba Instrumen Penelitian
Setelah menyusun instrumen selanjutnya melakukan uji coba. Uji coba ini
dilakukan untuk mengetahui apakah instrumen atau alat ukur yang telah
disusun benar-benar merupakan instrumen yang baik dan memadai, baik dan
commit to user
buruknya instrumen akan berpengaruh terhadap data yang akan diperoleh
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
95
sehingga sangat menentukan kualitas hasil penelitian. Uji coba instrumen
dilakukan di Kelas VIII SMPK St. Thomas Ngawi dengan siswa sebanyak 19
siswa. SMPK St. Thomas Ngawi menjadi pilihan karena sebagai sekolah yang
mengajarkan Pendidikan Agama Katolik dengan kurikulum yang sama dengan
sekolah yang digunakan untuk penelitian.
a.
Uji Validitas dan Reliabilitas Angket Kepribadian
1) Uji Validitas Instrumen
Sutrisno Hadi (1993: 138) mengungkapkan bahwa suatu instrumen
penelitian dikatakan valid apabila instrumen tersebut dapat mengukur
apa yang hendak diukur, derajat ketepatan mengukur merupakan derajat
ketinggian validitas instrumen. Juga memiliki spesifikasi tidak berlaku
umum (Nana Syaodih, 2010 : 229). Samsi Haryanto (1994: 41)
mengatakan masalah validitas adalah mempersoalkan ketepatan suatu
alat ukur yang dipakai untuk mengukur suatu aspek yang ingin diukur.
Sebagaimana dijelaskan di atas, instrumen yang digunakan dalam
penelitian ini adalah butir-butir soal tes kepribadian siswa pada
Pendidikan Agama Katolik, maka validitas yang digunakan adalah
validitas isi dan validitas butir soal.Validitas ini digunakan untuk
menguji setiap butir-butir pada soal-soal yang telah dibuat. Untuk
menguji validitas butir maka skor-skor yang ada pada butir yang
dimaksud dikorelasikan dengan skor total.
Skor butir dipandang
sebagai nilai X skor total dipandang sebagai nilai Y.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
96
Sejalan dengan itu, Suharsimi Arikunto (1999: 74) menyatakan
bahwa suatu instrumen dapat dinyatakan sahih (valid) apabila instrumen
tersebut dapat mengukur apa yang hendak diukur. Suatu item
mempunyai validitas yang tinggi jika skor pada item mempunyai
kesejajaran dengan skor total. Kesejajaran dapat diartikan dengan
korelasi, sehingga untuk mengetahui validitas item digunakan rumus
korelasi.
Untuk menguji korelasi antara skor baris butir dengan skor total
digunakan korelasi Product moment dari Pearson yang dikutip oleh
Suharsimi Arikunto (1999: 72) dengan rumus sebagai berikut:
=
Keterangan :
{ ∑
∑
(∑ .∑ )
(∑ )²}{ ∑
(∑ )²}
Rxy : korelasi product moment
N
: banyak siswa
X
: skor butir soal
Y
: skor total
Æ©
: jumlah (X)(Y)
Angka hasil perhitungan Rxy kemudian dikonsultasikan dengan tabel
korelasi product moment pada taraf signifikansi 5 % . Butir soal dikatakan
valid jika r hitung > r tabel.
Berdasarkan hasil perhitungan dengan program aplikasi SPSS
diperoleh hasil bahwa dari 35 butir instrumen yang telah diuji cobakan
terdapat 30 butir instrumen yang valid karena r hitung > r tabel. Nilai r
tabel dari 17 sampel adalah 0,456. Jumlah butir instrumen yang tidak
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
97
valid ada 5 yakni nomor 17, 22, 26, 30, dan 34. Dari perhitungan dan
analisis tersebut, maka jumlah soal yang dapat digunakan untuk
mengumpulkan data penelitian sebanyak 30 butir soal. (Selengkapnya lihat
pada lampiran 6)
2) Reliabilitas instrumen
Reliabilitas instrumen menunjuk pada keajegan instrumen dalam
mengukur apa yang hendak diukur (Suharsimi Arikunto, 1999: 87).
Reliabilitas menunjuk pada satu pengertian bahwa instrumen dapat
dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena
instrumen tersebut sudah baik.
Untuk mengetahui instrumen reliabel atau tidak, maka harus dapat
diketahui koefisien reliabilitasnya. Reliabilitas instrumen diuji dengan
teknik belah diri dari Spearman Brown:
r
=
Keterangan :
½½
(
½½)
r½½
= Korelasi antara skor-skor setiap belahan
r11
= Koefisien reliabilitas yang sudah disesuaikan.
Berdasarkan hasil perhitungan dengan program aplikasi SPSS dari
30 butir soal yang telah dinyatakan valid, memiliki tingkat reliabilitas
sebesar 0.772. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa butir soal
reliabel karena r hitung lebih besar dari r tabel yakni 0,456.
(Selengkapnya lihat pada
lampiran
7)
commit
to user
perpustakaan.uns.ac.id
b.
digilib.uns.ac.id
98
Uji Validitas dan Reliabilitas Angket Motivasi Belajar
1) Validitas Instrumen
Suharsimi Arikunto (1999 : 74) menyatakan bahwa suatu instrumen
dapat dinyatakan sahih apabila instrumen tersebut dapat mengukur apa
yang hendak diukur. Suatu item mempunyai validitas tinggi jika skor
pada item mempunyai kesejajaran dengan skor total. Kesejajaran dapat
diartikan dengan korelasi, sehingga untuk mengetahui validitas item
digunakan rumus korelasi.
Angket motivasi belajar menggunakan validitas isi yang isinya
diturunkan dari teori-teori yang ada. Menurut Saifuddin Azwar (2002:
59) skala-skala yang setiap itemnya diberi skor pada level interval dapat
digunakan formula koefisien korelasi product moment. Pemberian skor
pada angket motivasi belajar dilakukan dalam bentuk skala interval.
Sejalan dengan hal tersebut, maka untuk pemeriksaan validitas butir
angket motivasi belajar ini digunakan rumus korelasi product moment
dari Pearson sebagai berikut:
=
Keterangan :
{ ∑
∑
(∑ .∑ )
(∑ )²}{ ∑
Rxy : korelasi product moment
N
: banyak siswa
X
: skor butir soal
Y
: skor total
Æ©
: jumlah (X)(Y) commit to user
(∑ )²}
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
99
Berdasarkan hasil perhitungan dengan bantuan program aplikasi
SPSS diperoleh hasil bahwa dari 45 butir instrumen yang telah
diujicobakan terdapat 40 butir instrumen yang valid karena r hitung >
r tabel.
Nilai r tabel dari 17 sampel adalah 0,456. Jumlah butir
instrumen yang tidak valid ada 5 butir yakni nomor 8, 24, 27, 39, dan
40. Dari perhitungan dan analisis tersebut, maka jumlah soal yang dapat
digunakan untuk mengumpulkan data penelitian sebanyak 40 butir soal.
(Selengkapnya lihat pada lampiran 8 )
2) Reliabilitas Instrumen
Reliabilitas instrumen menunjuk pada keajegan instrumen dalam
mengukur apa yang hendak diukur (Suharsimi Arikunto, 1999: 87).
Reliabilitas menunjuk pada satu pengertian bahwa instrumen dapat
dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena
instrumen tersebut sudah baik.
Untuk pemeriksaan reliabilitas angket motivasi belajar siswa diuji
dengan menggunakan rumus Alpha Cronbach, sebagai berikut:
r11 =
Keterangan:
r11
−
∑
²
²
= Reliabilitas yang dicari
∑ 1 = Jumlah varians skor masing-masing item
1
= Varians Total
Berdasarkan hasil perhitungan alpha dari 40 butir soal yang telah
commit to user
dinyatakan valid, memiliki tingkat reliabilitas sebesar 0.917. Dengan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
100
demikian dapat disimpulkan bahwa butir soal reliabel karena nilai alpha
hitung
0.917
lebih
besar
dari
alpha
cronbach
yakni
0,60.
(Selengkapnya lihat pada lampiran 9)
E. Teknik Analisis Data
1. Uji Persyaratan Analisis
a. Uji Normalitas
Ubahan yang akan diuji sebaran datanya adalah skor kepribadian siswa.
Uji normalitas digunakan untuk menguji data tersebut normal atau tidak.
Untuk pengujian ini Liliefors (Lo) pada taraf signifikansi a = 0.05 (Sudjana,
1996: 446-448). Kriteria pengujian yang digunakan adalah jika Lo< Lt,
maka data memiliki distribusi normal.
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas digunakan untuk menguji kesamaan varian antara dua
kelompok yang dibandingkan. Untuk menguji homogenitas varians populasi
digunakan uji Barlett pada taraf signifikansi
= 0.05 (Sudjana, 1996: 261-
263). Kriteria pengujian yang digunakan apabila harga X²hitung lebih kecil
X²pada tabel pada taraf signifikansi = 0.05 yang berarti data bersifat
homogen.
Setelah dilakukan pengujian persyaratan hipotesis maka dilakukan
dengan uji hipotesis untuk mengetahui perbedaan pengaruh penggunaan
commit
tosiswa
user terhadap kepribadian siswa pada
pendekatan PPR dan motivasi
belajar
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
101
pendidikan Agama Katolik , selanjutnya digunakan analisis varian
(ANAVA).
2. Pengujian Hipotesis
Uji hipotesis digunakan untuk mengolah data hasil penelitian yang berupa
angka, sehingga dapat menghasilkan kesimpulan yang dapat memberikan
jawaban rumusan masalah yang diajukan secara logis dan sistematis. Pengujian
hipotesis dilakukan dengan menggunakan teknik Analisis Varian (ANAVA)
dua jalur pada taraf signifikansi a= 0.05. Hipotesis statistik yang diajukan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Hipotesis 1 → Ho :
A1 =
H1 : A1≠
2. Hipotesis 2→ Ho :
A2
A2
B1 =
H1 : B1≠
B2
B2
3. Hipotesis 3→ Ho : A x B = 0
0
H1 : A x B
Keterangan :
A1 = pendekatan PPR
A2 = pendekatan konsep
B1 = motivasi belajar tinggi
B2 = motivasi belajar rendah
= pendekatan pembelajaran
= motivasi belajar
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
102
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data
Penelitian ini dilakukan di SMPK St. Yusuf Madiun pada bulan Maret
sampai dengan Juni, semester II Tahun Ajaran 2011/2012. Data yang diambil
dalam penelitian ini adalah berupa skor dari kuesioner tentang kepribadian siswa
dan motivasi belajar siswa dalam Pendidikan Karakter dengan pendekatan
Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) dan pendekatan konvensional pada
Pendidikan Agama Katolik. Adapun deskripsi data yang telah diolah dengan
program SPSS adalah sebagai berikut :
1. Kepribadian siswa dalam pendidikan karakter dengan pendekatan PPR pada
Pendidikan Agama Katolik diperoleh skor tertinggi 119 dan skor terendah 94,
skor rata-rata ( X ) 108,04 dan simpangan baku (SD) sebesar 10,00.
2. Kepribadian siswa dalam pendidikan karakter dengan pendekatan konvensional
pada Pendidikan Agama Katolik diperoleh skor tertinggi 110 dan skor terendah
92, skor rata-rata ( X ) 99,92 dan simpangan baku (SD) sebesar 9,30.
3. Motivasi belajar siswa dalam pendidikan karakter dengan pendekatan PPR
pada Pendidikan Agama Katolik
diperoleh skor tertinggi 160 dan skor
terendah 109, skor rata-rata ( X ) 134,72 dan simpangan baku (SD) sebesar
19,291.
4. Motivasi belajar
siswa dalam pendidikan karakter dengan pendekatan
Konvensional pada Pendidikan Agama Katolik diperoleh skor tertinggi 167
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
103
dan skor terendah 112, skor rata-rata ( X ) 147,52 dan simpangan baku (SD)
sebesar 20,31.
5. Kepribadian siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi dalam pendidikan
karakter dengan pendekatan PPR pada Pendidikan Agama Katolik diperoleh
skor tertinggi 160 dan skor terendah 133, skor rata-rata ( X ) 142,40 dan
simpangan baku (SD) sebesar 8,227.
6. Kepribadian siswa yang memiliki motivasi belajar rendah dalam pendidikan
karakter dengan pendekatan PPR pada Pendidikan Agama Katolik diperoleh
skor tertinggi 104 dan skor terendah 94, skor rata-rata ( X ) 113,60 dan
simpangan baku (SD) sebesar 4,551.
7. Kepribadian siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi dalam pendidikan
karakter dengan pendekatan konvensional pada Pendidikan Agama Katolik
diperoleh skor tertinggi 110 dan skor terendah 100, skor rata-rata ( X ) 104,55
dan simpangan baku (SD) sebesar 3,045.
8. Kepribadian siswa yang memiliki motivasi belajar rendah dalam pendidikan
karakter dengan pendekatan konvensional pada Pendidikan Agama Katolik
diperoleh skor tertinggi 96 dan skor terendah 92, skor rata-rata ( X ) 93,79 dan
simpangan baku (SD) sebesar 1,369.
Adapun rangkuman data motivasi belajar siswa dalam pendidikan karakter
dengan pendekatan paradigma pedagogi reflektif dan pendekatan konvensional
adalah sebagai berikut:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
104
Tabel 2. Rangkuman Data Kepribadian Siswa Pada Pendidikan Agama Katolik
Pendekatan Pembelajaran
Motivasi
Belajar
Tinggi
Rendah
Jumlah
Jumlah
PPR
N
∑X
X
SD
N
∑X
X
SD
N
∑X
X
SD
Konvensional
15
2136
142,40
8,227
10
1136
113,60
4,551
25
3272
108,04
8,638
11
1150
104,55
3,045
14
1313
93,79
1,369
25
2463
98,52
5,882
26
3286
126,38
20,134
24
2449
102,04
10,428
50
5735
114,70
20,218
Dari data tersebut dapat disusun distribusi frekuensi, prosentase, dan
histogram, sebagai berikut:
1. Kepribadian siswa dalam pendidikan karakter dengan pendekatan PPR pada
Pendidikan Agama Katolik secara keseluruhan
Dari data kepribadian siswa dalam pendidikan karakter dengan pendekatan
PPR pada Pendidikan Agama Katolik
secara keseluruhan
menunjukkan
bahwa skor tertinggi yang dicapai sebesar 119 dan skor terendah 94. Dengan
demikian memiliki rentangan nilai sebesar 119 - 94 = 25, dari jumlah (N) = 25
diperoleh banyaknya kelas = 1 + (3,3) log 25 = 5,61 (dibulatkan 5) dan panjang
kelas intervalnya adalah 25/5 = 5. Berdasarkan perhitungan tersebut dapat
dibuat distribusi frekuensi skor kepribadian siswa dalam pendidikan karakter
dengan pendekatan PPR pada Pendidikan Agama Katolik secara keseluruhan
user
dan penyebarannya seperti padacommit
tabel 3toberikut:
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
105
Tabel 3. Distribusi frekuensi skor kepribadian siswa dalam pendidikan karakter
dengan pendekatan PPR pada Pendidikan Agama Katolik
secara
keseluruhan
Interval
Frekuensi Absolut
Prosentase
119 – 123
1
4%
114 – 118
9
36 %
99 – 113
11
44 %
94 - 98
4
16 %
25
100 %
Tabel distribusi frekuensi di atas menunjukkan bahwa skor kepribadian
siswa dalam pendidikan karakter dengan pendekatan PPR pada Pendidikan
Agama Katolik secara keseluruhan terbanyak pada interval 99 – 113 sebanyak
11 siswa (44%) dan skor kepribadian paling sedikit pada interval 119 – 123
sebanyak 1 siswa (4%) serta nilai modus sebesar 118 dan median sebesar 112.
Dari tabel distribusi frekuensi di atas dapat dibuat grafik histogram
sebagai berikut :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
106
frekuensi skor
12
10
8
frekuensi skor
6
4
2
0
119-123
114-118
99-113
94-98
Gambar 1. Histogram Sebaran Frekuensi Skor Kepribadian Siswa dalam
pendidikan karakter dengan pendekatan PPR pada Pendidikan
Agama Katolik secara Keseluruhan
2. Kepribadian siswa dalam pendidikan karakter dengan pendekatan konvensional
pada Pendidikan Agama Katolik secara keseluruhan.
Dari data kepribadian siswa dalam pendidikan karakter dengan pendekatan
konvensional
pada Pendidikan
Agama
Katolik
secara keseluruhan
menunjukkan bahwa skor tertinggi 110 dan skor terendah 92, skor rata-rata ( X
) 99,92 dan simpangan baku (SD) sebesar 9,30, memiliki rentangan nilai (11092) sebesar 18, dari jumlah (N) 25 diperoleh banyaknya kelas = 1 + (3,3) log
25 = 5,61 (dibulatkan 5) dan panjang kelas intervalnya adalah 18/5 = 3,6
(dibulatkan 4). Berdasarkan perhitungan tersebut dapat dibuat distribusi
frekuensi skor kepribadian siswa dalam pendidikan karakter dengan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
107
pendekatan konvensional pada Pendidikan Agama Katolik secara keseluruhan
dan penyebarannya seperti pada tabel 4 berikut:
Tabel 4. Distribusi frekuensi skor kepribadian siswa dalam pendidikan karakter
dengan pendekatan konvensional pada Pendidikan Agama Katolik
secara keseluruhan
Interval
Frekuensi Absolut
Persentase
108 – 111
2
8%
104 – 107
5
20 %
100 – 103
4
16 %
96 – 99
2
8%
92 - 95
12
48 %
25
100 %
Dari tabel distribusi frekuensi di atas menunjukkan bahwa skor kepribadian
siswa dalam pendidikan karakter dengan pendekatan konvensional
pada
Pendidikan Agama Katolik secara keseluruhan terbanyak pada interval 92 – 95
sebanyak 12 siswa (48%) dan skor kepribadian paling sedikit pada interval 96
– 99 dan interval 108 – 111 sebanyak masing-masing 2 siswa (8%) serta nilai
modus sebesar 95 dan median sebesar 95.
Dari tabel distribusi frekuensi di atas dapat dibuat grafik histogram,
seperti pada gambar 2 berikut:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
108
frekuensi skor
12
10
8
frekuensi skor
6
4
2
0
108-111
Gambar 2.
104-107
100-103
96-99
92-95
Histogram Sebaran Frekuensi Skor Kepribadian Siswa dalam
pendidikan karakter dengan pendekatan konvensional
pada
Pendidikan Agama Katolik secara keseluruhan
3. Motivasi belajar siswa dalam pendidikan karakter dengan pendekatan PPR
pada Pendidikan Agama Katolik
Dari data motivasi belajar siswa dalam pendidikan karakter dengan
pendekatan PPR
pada Pendidikan Agama Katolik secara keseluruhan
menunjukkan bahwa skor tertinggi 160 dan skor terendah 109, skor rata-rata (
X ) 134,72 dan simpangan baku (SD) sebesar 19,291, memiliki rentangan nilai
(160-109) sebesar 51, dari jumlah (N) 25 diperoleh banyaknya kelas = 1 + (3,3)
log 25 = 5,61 (dibulatkan 5) dan panjang kelas intervalnya adalah 51/5 = 10,2
(dibulatkan 10). Berdasarkan perhitungan tersebut dapat dibuat distribusi
frekuensi skor motivasi siswa dalam pendidikan karakter dengan pendekatan
PPR pada Pendidikan Agama Katolik secara keseluruhan dan penyebarannya
seperti pada tabel 5 berikut:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 5.
digilib.uns.ac.id
109
Distribusi frekuensi skor motivasi belajar siswa dalam pendidikan
karakter dengan pendekatan PPR pada Pendidikan Agama Katolik
secara keseluruhan
Interval
Frekuensi Absolut
Persentase
149 – 160
3
12 %
139 – 148
6
24 %
129 – 138
6
24 %
119 – 128
0
0%
109 - 118
10
40 %
25
100 %
Dari tabel distribusi frekuensi di atas menunjukkan bahwa skor motivasi
siswa dalam pendidikan karakter dengan pendekatan PPR pada Pendidikan
Agama Katolik secara keseluruhan terbanyak pada interval 109 – 118 sebanyak
10 siswa (40%) dan skor motivasi paling sedikit pada interval 119 – 128
sebanyak 0 siswa (0%) serta nilai modus sebesar 114 dan median sebesar 118.
Dari tabel distribusi frekuensi di atas dapat dibuat grafik histogram, seperti
pada gambar 3 berikut:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
110
frekuensi skor
10
8
6
frekuensi skor
4
2
0
149-160
139-148
129-138
119-128
109-118
Gambar 3. Histogram Sebaran Frekuensi Skor Motivasi Belajar Siswa dalam
Pendidikan Karakter dengan Pendekatan PPR pada Pendidikan
Agama Katolik secara keseluruhan
4. Motivasi belajar siswa dalam pendidikan karakter dengan pendekatan
konvensional pada Pendidikan Agama Katolik
Dari data motivasi belajar siswa dalam pendidikan karakter dengan
pendekatan konvensional pada Pendidikan Agama Katolik secara keseluruhan
menunjukkan bahwa skor tertinggi 167 dan skor terendah 112, skor rata-rata (
X ) 147,52 dan simpangan baku (SD) sebesar 20,31, memiliki rentangan nilai
(167-112) sebesar 55, dari jumlah (N) 25 diperoleh banyaknya kelas = 1 + (3,3)
log 25 = 5,61 (dibulatkan 5) dan panjang kelas intervalnya adalah 55/5 = 11.
Berdasarkan perhitungan tersebut dapat dibuat distribusi frekuensi skor
motivasi belajar siswa dalam pendidikan karakter dengan pendekatan
konvensional pada Pendidikan Agama Katolik secara keseluruhan dan
commit
to user
penyebarannya seperti pada tabel
6 berikut:
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
111
Tabel 6. Distribusi frekuensi skor motivasi belajar siswa dalam pendidikan
karakter dengan pendekatan Konvensional pada Pendidikan Agama
Katolik secara keseluruhan
Interval
Frekuensi Absolut
Persentase
156 – 167
8
32 %
145 – 155
4
16 %
134 – 144
5
20 %
123 – 133
4
16 %
112 - 122
4
16 %
25
100 %
Dari tabel distribusi frekuensi di atas menunjukkan bahwa skor motivasi
belajar siswa dalam pendidikan karakter dengan pendekatan konvensional
pada Pendidikan Agama Katolik secara keseluruhan terbanyak pada interval
156 – 167 sebanyak 8 siswa (32%) dan skor motivasi yang lain memiliki
standart hampir sama sebanyak 4-5 siswa (16% dan 20%) serta nilai modus
sebesar 156 dan median sebesar 160.
Dari tabel distribusi frekuensi di atas dapat dibuat grafik histogram, seperti
pada gambar 4 berikut :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
112
frekuensi skor
8
7
6
5
4
frekuensi skor
3
2
1
0
156-167
145-155
134-144
123-133
112-122
Gambar 4. Histogram Sebaran Frekuensi Skor Motivasi Belajar Siswa dalam
pendidikan karakter dengan pendekatan Konvensional
pada
Pendidikan Agama Katolik secara keseluruhan
5. Kepribadian siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi dalam pendidikan
karakter dengan pendekatan PPR pada Pendidikan Agama Katolik
Dari data kepribadian siswa dalam pendidikan karakter dengan
pendekatan PPR pada Pendidikan Agama Katolik yang memiliki motivasi
belajar tinggi menunjukkan bahwa skor tertinggi 160 dan skor terendah 133,
skor rata-rata ( X ) 142,20 serta simpangan baku (SD) sebesar 8,227, memiliki
rentang nilai (160-133) sebesar 27, dari jumlah (N) 25 diperoleh banyaknya
kelas = 1 + (3,3) log 25 = 5,61 (dibulatkan 5) dan panjang kelas intervalnya
adalah 27/5 = 5,4 (dibulatkan 5). Berdasarkan perhitungan tersebut dapat
dibuat distribusi frekuensi skor motivasi siswa dalam pendidikan karakter
dengan pendekatan PPR pada Pendidikan Agama Katolik yang memiliki
commit to user
motivasi belajar tinggi dan penyebarannya seperti pada tabel 7 berikut:
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
113
Tabel 7. Distribusi frekuensi Kepribadian siswa yang mempunyai motivasi
belajar tinggi dalam pendidikan karakter dengan pendekatan PPR
pada Pendidikan Agama Katolik
Interval
Frekuensi Absolut
Persentase
153 – 160
2
13,34 %
148 – 152
2
13,34 %
143 – 147
1
6,67 %
138 – 142
5
33,35 %
133 - 137
5
33,35 %
15
100 %
Dari tabel distribusi frekuensi skor kepribadian siswa yang mempunyai
motivasi belajar tinggi dalam pendidikan karakter dengan pendekatan PPR
pada Pendidikan Agama Katolik di atas menunjukkan bahwa skor terbanyak
pada interval 133 – 142 dan 138 – 142 sebanyak 5 siswa (33,35%) dan skor
paling sedikit pada interval 143 – 147 sebanyak 1 siswa (6,67%) serta dengan
nilai modus sebesar 140 dan median sebesar 142.
Dari tabel distribusi frekuensi di atas dapat dibuat grafik histogram sebagai
berikut:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
114
frekuensi skor
5
4
3
frekuensi skor
2
1
0
153-160
148-152
143-147
138-142
133-137
Gambar 5. Histogram Sebaran Frekuensi Skor Kepribadian siswa yang
mempunyai motivasi belajar tinggi dalam pendidikan karakter
dengan pendekatan PPR pada Pendidikan Agama Katolik
6. Kepribadian siswa yang mempunyai motivasi belajar rendah dalam pendidikan
karakter dengan pendekatan PPR pada Pendidikan Agama Katolik
Dari data kepribadian siswa dalam pendidikan karakter dengan
pendekatan PPR pada Pendidikan Agama Katolik yang memiliki motivasi
motivasi belajar rendah menunjukkan bahwa skor tertinggi 118 dan skor
terendah 104, skor rata-rata ( X ) 113,60 dan simpangan baku (SD) sebesar
4,551, memiliki rentang nilai sebesar 118 – 104 = 14, dari jumlah (N) 10
diperoleh banyaknya kelas = 1 + (3,3) log 10 = 4,30 (dibulatkan 4) dan panjang
kelas intervalnya adalah 14/4 = 3,5 (dibulatkan 4). Berdasarkan perhitungan
tersebut dapat dibuat distribusi frekuensi skor Kepribadian siswa yang
mempunyai motivasi belajar rendah
dalam pendidikan karakter dengan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
115
pendekatan PPR pada Pendidikan Agama Katolik dan penyebarannya seperti
pada tabel 8 berikut:
Tabel 8.
Distribusi
frekuensi skor kepribadian siswa yang mempunyai
motivasi belajar rendah
dalam pendidikan karakter dengan
pendekatan PPR pada Pendidikan Agama Katolik
Interval
Frekuensi Absolut
Persentase
116 – 119
4
40 %
112 – 115
3
30 %
108 – 111
2
20 %
104 - 107
1
10 %
10
100 %
Dari tabel distribusi frekuensi di atas menunjukkan bahwa skor motivasi
siswa dalam pendidikan karakter dengan pendekatan PPR pada Pendidikan
Agama Katolik yang memiliki motivasi belajar rendah terbanyak pada interval
116 – 119 sebanyak 4 siswa (40%) dan skor paling sedikit pada interval 104 –
107 sebanyak 1 siswa (10%) serta nilai modus sebesar 118 dan median sebesar
119.
Dari tabel distribusi frekuensi di atas dapat dibuat grafik histogram
sebagai berikut:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
116
frekuensi skor
4
3.5
3
2.5
frekuensi skor
2
1.5
1
0.5
0
116-119
Gambar 6.
112-115
108-111
104-107
Histogram Sebaran Frekuensi Skor Kepribadian siswa yang
mempunyai motivasi belajar rendah dalam pendidikan karakter
dengan pendekatan PPR pada Pendidikan Agama Katolik
7. Kepribadian siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi dalam pendidikan
karakter dengan pendekatan konvensional pada Pendidikan Agama Katolik
Dari data kepribadian siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi
dalam pendidikan karakter dengan pendekatan konvensional pada Pendidikan
Agama Katolik menunjukkan bahwa skor tertinggi 110 dan skor terendah 100,
skor rata-rata ( X ) 104,55 dan simpangan baku (SD) sebesar 3,045, memiliki
rentang nilai sebesar 110 – 100= 10, dari jumlah (N) 11 diperoleh banyaknya
kelas = 1 + (3,3) log 11 = 4,44 (dibulatkan 4) dan panjang kelas intervalnya
adalah 10/4 = 2,25 (dibulatkan 3). Berdasarkan perhitungan tersebut dapat
dibuat distribusi frekuensi skor kepribadian siswa yang mempunyai motivasi
belajar tinggi dalam pendidikan karakter dengan pendekatan konvensional
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
117
pada Pendidikan Agama Katolik dan penyebarannya seperti pada tabel 9
berikut:
Tabel 9. Distribusi frekuensi skor kepribadian siswa yang mempunyai motivasi
belajar tinggi dalam pendidikan karakter dengan pendekatan
konvensional pada Pendidikan Agama Katolik
Interval
Frekuensi Absolut
Persentase
106 – 110
3
27,28 %
103 – 105
4
36,36 %
100 - 102
4
36,36 %
11
100 %
Dari tabel distribusi frekuensi di atas menunjukkan bahwa skor motivasi
siswa dalam pendidikan karakter dengan pendekatan konvensional
pada
Pendidikan Agama Katolik yang memiliki motivasi belajar tinggi terbanyak
pada interval 100 – 102 dan 103 - 105 sebanyak 4 siswa (36,36%) dan skor
paling sedikit pada interval 106 – 110 sebanyak 3 siswa (27,28%) serta nilai
modus sebesar 104 dan median sebesar 106.
Dari tabel distribusi frekuensi di atas dapat dibuat grafik histogram,
sebagai berikut:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
118
frekuensi skor
4
3.5
3
2.5
frekuensi skor
2
1.5
1
0.5
0
106-110
103-105
100-102
Gambar 7. Histogram Sebaran Frekuensi Skor Distribusi frekuensi skor
kepribadian siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi dalam
pendidikan karakter dengan pendekatan konvensional
pada
Pendidikan Agama Katolik
8. Kepribadian siswa yang mempunyai motivasi belajar rendah dalam pendidikan
karakter dengan pendekatan konvensional pada Pendidikan Agama Katolik
Dari data motivasi siswa dalam pendidikan karakter dengan pendekatan
konvensional pada Pendidikan Agama Katolik yang memiliki motivasi belajar
rendah menunjukkan bahwa skor tertinggi 96 dan skor terendah 92, skor ratarata ( X ) 93,79 dan simpangan baku (SD) sebesar 1,36, memiliki rentang nilai
sebesar 96 – 92= 4, dari jumlah (N) 14 diperoleh banyaknya kelas = 1 + (3,3)
log 14 = 4,78 (dibulatkan 5) dan panjang kelas intervalnya adalah 14/5 = 2,8
(dibulatkan 3). Berdasarkan perhitungan tersebut dapat dibuat distribusi
frekuensi skor motivasi siswa dalam pendidikan karakter dengan pendekatan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
119
konvensional pada Pendidikan Agama Katolik yang memiliki motivasi belajar
rendah dan penyebarannya seperti pada tabel 10 berikut:
Tabel 10.
Distribusi frekuensi skor kepribadian siswa yang mempunyai
motivasi belajar rendah dalam pendidikan karakter dengan
pendekatan konvensional pada Pendidikan Agama Katolik
Interval
Frekuensi Absolut
Persentase
95 – 97
4
28,58 %
92 - 94
10
71,42 %
14
100 %
Dari tabel distribusi frekuensi di atas menunjukkan bahwa skor motivasi
siswa dalam pendidikan karakter dengan pendekatan konvensional
pada
Pendidikan Agama Katolik yang memiliki motivasi belajar rendah terbanyak
pada interval 92 – 94 sebanyak 10 siswa (71,42 %) dan skor paling sedikit pada
interval 95 – 94 sebanyak 4 siswa (28,58%) dan dengan nilai modus sebesar 93
dan median sebesar 94.
Dari tabel distribusi frekuensi di atas dapat dibuat grafik histogram sebagai
berikut:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
120
frekuensi skor
10
8
6
frekuensi skor
4
2
0
95-97
92-94
Gambar 8. Histogram Sebaran Frekuensi Skor Distribusi frekuensi skor
kepribadian siswa yang mempunyai motivasi belajar rendah
dalam pendidikan karakter dengan pendekatan konvensional pada
Pendidikan Agama Katolik
B. Pengujian Persyaratan Analisis
Sebelum pengujian hipotesis dengan menggunakan analisis varians dilakukan,
terlebih dahulu dilakukan uji persyaratan untuk mengetahui apakah persyaratan
dalam analisis varians telah terpenuhi. Uji persyaratan meliputi uji normalitas
dengan menggunakan uji Lilliefors (Lo) dan uji homogenitas varians dari populasi
dengan uji Bartllet.
1. Pengujian Normalitas Data
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data penelitian
berdistribusi normal atau tidak. Untuk menguji normalitas peneliti menggunakan
uji Lilliefors dengan menggunakan taraf signifikansi 0,05. Data yang akan diuji
commit
to user
normalitas adalah data kepribadian
siswa
dengan pendekatan
PPR dan data
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
121
kepribadian siswa dengan pendekatan konvensional. Kriteria untuk menyatakan
bahwa data terdistribusi normal adalah jika nilai hasil perhitungan Lilliefors (Lo)
lebih kecil dari nilai kritis (Lt).
a. Uji Normalitas Data Kepribadian Siswa dengan Pendekatan PPR
Perhitungan uji normalitas data kepribadian siswa dengan pendekatan
paradigma pedagogi reflektif adalah sebagai berikut :
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Pendekatan PPR
N
25
Normal Parametersa,,b
Most Extreme Differences
Mean
108.04
Std. Deviation
8.638
Absolute
.197
Positive
.120
Negative
-.197
Kolmogorov-Smirnov Z
.983
Asymp. Sig. (2-tailed)
.288
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Berdasarkan hasil perhitungan SPSS di atas, tes distribusi normal
kolmogorov-smirnov diperoleh nilai signifikansi atau nilai probabilitasnya
lebih besar daripada 0,05 yaitu 0,288. Maka dapat dikatakan distribusi sampel
untuk kepribadian siswa dengan pendekatan PPR adalah normal.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
122
b. Uji Normalitas Data Kepribadian Siswa dengan Pendekatan Konvensional
Perhitungan uji normalitas data kepribadian siswa dengan pendekatan
konvensional adalah sebagai berikut:
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Pendekatan Konvensional
N
25
Normal Parametersa,,b
Most Extreme Differences
Mean
98.52
Std. Deviation
5.882
Absolute
.226
Positive
.226
Negative
-134
Kolmogorov-Smirnov Z
1.129
Asymp. Sig. (2-tailed)
.156
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Berdasarkan hasil perhitungan SPSS di atas, tes distribusi normal kolmogorovsmirnov diperoleh nilai signifikansi atau nilai probabilitasnya lebih besar
daripada 0,05 yaitu 0,156. Maka dapat dikatakan distribusi sampel untuk
kepribadian siswa dengan pendekatan konvensional adalah normal.
2. Pengujian Homogenitas Data
Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah data variabel
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol mempunyai varian yang sama.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
123
Untuk mengetahui ada tidaknya varian kedua kelompok digunakan uji Barlett.
Formulasi hipotesis uji homogenitas dalam penelitian ini, adalah:
Ho
: varian kedua kelompok adalah sama
H1
: varian kedua kelompok adalah berbeda
Kriteria pengujiannya adalah:
Tolak Ho jika hitung > tabel
Terima H1 jika hitung < tabel
Dimana besarnya nilai tabel pada taraf signifikansi 0,05 dengan dk = 2
diperoleh nilai sebesar 5,99. Berdasarkan analisis deskriptif terhadap data
kepribadian siswa diperoleh nilai standar deviasi pada kelompok data
eksperimen dan kelompok kontrol, sebagai berikut:
N
Minimum Maximum
Mean
Std. Deviation
Pendekatan PPR
25
94
119
108,04
8.638
Pendekatan
Konvensional
25
92
110
98,52
5.882
dk =(n-1)
1/dk
Si
Si2
log Si2
dk log Si2
24
0,042
8,638
74,615
1,872
44,928
24
0,042
5,882
34,598
1,539
36,936
48
0,048
commit to user
Sampel
Kelompok
eksperimen
Kelompok
kontrol
Total
81,864
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
124
Setelah dilakukan perhitungan seperti pada tabel di atas selanjutnya dihitung
varian gabungan kedua sampel, sebagai berikut:
S2 = ( ∑ (ni-1)S² / (ni-1)
S2 = 24(74,9615) + 24(34,598) = 1790,76 + 830,352 / 48
24 +24
= 54,611
Selanjutnya dihitung log S2 = log 54,611 = 1,7372
B = (log S2 ) (ni-1)
= 1,7372. (42) = 83,38
X2 = (ln10) {B - B - (ni – 1) log Si2}
= (2,3026) X (83,38 – 81,864)
= 3,49074
Dari perhitungan tersebut diketahui bahwa nilai X 2 hitung (3,490) ternyata
lebih kecil dari X2 tabel (5,99), sehingga dinyatakan Ho diterima, yang artinya
varian data kepribadian siswa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
adalah sama/homogen. Dengan memperhatikan hasil uji homogenitas maka
dapat disimpulkan bahwa persyaratan untuk menetapkan pengujian analisis
varians dapat diterima.
C. Pengujian Hipotesis Penelitian
Setelah dilakukan pengujian data dan telah dinyatakan memenuhi persyaratan
pengujian analisis varians, langkah selanjutnya adalah pengujian dengan teknik
analisis varians dua jalur dengan desain faktorial 2 x 2. Pengujian ini digunakan
untuk membuktikan kebenaran hipotesis yang diajukan, yaitu: 1) Terdapat
commit to
user pendekatan paradigma pedagogi
perbedaan pengaruh pendidikan karakter
dengan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
125
reflektif dan pendekatan konvensional terhadap kepribadian siswa dalam
Pendidikan Agama Katolik, 2) Terdapat perbedaan kepribadian siswa dalam
Pendidikan Agama Katolik antara siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi
dengan siswa yang memiliki motivasi belajar rendah, dan 3) Terdapat interaksi
pengaruh antara pendidikan karakter dengan pendekatan paradigma pedagogi
reflektif, pendekatan konvensional dan motivasi belajar terhadap kepribadian
siswa dalam Pendidikan Agama Katolik.
Pengujian hipotesis dilakukan dengan menganalisis data hasil angket
kepribadian dan motivasi belajar siswa dengan hasil sebagai berikut :
Tabel 11. Rangkuman Hasil Perhitungan Teknik Analisis Variansi Dua Jalan
pada Taraf Signifikansi 0.05.
ANAVA DUA JALAN
Sumber
JK
Dk
RK
Fobs
Fα
P
Kepribadian
4.759
1
4.759
12.733
4,04
> 0,05
Motivasi
10.107
1
10.107
27.042
4,04
> 0,05
Interaksi
984
1
984
2.634
4,04
< 0,05
Galat
17
46
0,37374
Total
10.584
49
-
Keterangan :
JK
: Jumlah Kuadarat
Fobs : Harga Varians Hasil Hitung
Dk
: Daerah Kritis
Fα
: Harga Varians pada Tabel
P
: Probabilitas Amatan
RK : Rerata Kuadrat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
126
Keputusan Uji :
1. Hoa
= ditolak
2. Hob
= ditolak
3. Hoab
= diterima
Berdasarkan hasil pengolahan data diperoleh hasil sebagai berikut:
1. Perbedaan pengaruh pendidikan karakter dengan pendekatan paradigma
pedagogi reflektif dan konvensional terhadap kepribadian siswa dalam
Pendidikan Agama Katolik.
Dari hasil pengolahan data di atas menunjukkan bahwa harga Fhitung =
12.733 > Ftabel = 4,04 pada derajat kebebasan 1: 46 dan taraf signifikansi α =
0,05. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa Ho ditolak dan H1diterima.
Ini berarti terdapat perbedaan pengaruh pendidikan karakter dengan
pendekatan PPR dan pendekatan konvensional terhadap kepribadian siswa
dalam Pendidikan Agama Katolik. Dalam kasus ini karena variabel pendekatan
pembelajaran hanya 2 yakni pendekatan PPR dan konvensional maka tidak
perlu dilakukan komparasi pasca anava. Jika dilakukan komparasi ganda antar
rerata pendekatan PPR dan konvensional maka dapat dipastikan bahwa
hipotesis nolnya juga akan ditolak. Dari rata-rata hitung kepribadian siswa
yang menggunakan pendekatan PPR dalam Pendidikan Agama Katolik
diperoleh skor rata-rata 108,04 lebih tinggi daripada pendekatan konvensional
dengan
skor rata-rata sebesar 99,92. Maka dapat disimpulkan bahwa
commit to user
pendekatan PPR lebih efektif dari pada pendekatan konvensional.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
127
Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa terdapat perbedaan yang
signifikan
antara
penggunaan
pendekatan
PPR
dengan
pendekatan
konvensional terhadap kepribadian siswa dalam Pendidikan Agama Katolik.
2. Perbedaan kepribadian siswa dalam Pendidikan Agama Katolik antara siswa
yang memiliki motivasi tinggi dengan siswa yang memiliki motivasi rendah
dalam belajar.
Dari hasil pengolahan data menunjukkan bahwa harga Fhitung = 27.042 >
Ftabel = 4,04 pada derajat kebebasan 1: 46 dan taraf signifikansi α = 0,05.
Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa Ho ditolak dan H1diterima. Ini
berarti terdapat perbedaan pengaruh pendidikan karakter pada siswa yang
mempunyai motivasi tinggi dan rendah dalam belajar. Dalam kasus ini karena
variabel motivasi belajar hanya 2 yakni motivasi tinggi dan motivasi rendah
maka tidak perlu dilakukan komparasi pasca anava. Jika dilakukan komparasi
ganda antar rerata motivasi tinggi dan motivasi rendah dapat dipastikan bahwa
hipotesis nolnya juga akan ditolak. Melihat rata-rata hitung siswa yang dengan
motivasi belajar tinggi memiliki nilai rata-rata sebesar 126,38 lebih besar
daripada nilai regresi rata-rata kelompok siswa yang memiliki motivasi belajar
yang rendah yakni sebesar 102,04 dapat disimpulkan bahwa kepribadian siswa
dalam Pendidikan Agama Katolik yang dicapai oleh siswa dengan motivasi
tinggi lebih baik dibandingkan dengan siswa yang memiliki motivasi rendah
dalam belajar.
Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa terdapat perbedaan yang
commit to user
signifikan dalam kepribadian siswa dalam Pendidikan Agama Katolik antara
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
128
siswa yang memiliki motivasi tinggi dengan siswa yang memiliki motivasi
rendah dalam belajar.
3. Interaksi pengaruh antara pendidikan karakter dengan pendekatan paradigma
pedagogi reflektif dan motivasi belajar terhadap kepribadian siswa dalam
Pendidikan Agama Katolik.
Dari hasil pengolahan data menunjukkan bahwa harga Fhitung = 2.634 <
Ftabel = 4,04 pada derajat kebebasan 1:46 dan taraf signifikansi α = 0,05. Hal ini
dapat dinyatakan bahwa Ho diterima dan H1 ditolak. Ini berarti tidak terdapat
interaksi pengaruh yang signifikan antara pendidikan karakter dengan
pendekatan paradigma pedagogi reflektif dan motivasi belajar terhadap
kepribadian siswa dalam Pendidikan Agama Katolik. Hipotesis penelitian yang
menyatakan terdapat interaksi
pengaruh pendidikan karakter dengan
pendekatan paradigma pedagogi reflektif dan motivasi belajar terhadap
kepribadian
siswa
dalam
Pendidikan Agama
Katolik tidak terbukti
kebenarannya dan tidak perlu dilakukan uji lanjut pasca anava. Kesimpulan
perbandingan rerata antar sel mengacu pada kesimpulan pembandingan rerata
marginalnya.
Selanjutnya untuk mengetahui
perbedaan mean dari masing-masing
kelompok dilakukan uji beda mean yang dapat dilihat pada tabel 12 sebagai
berikut :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel
12. Rangkuman
digilib.uns.ac.id
129
Perbedaan
Rerata Kelompok Motivasi
dalam
pendidikan karakter dengan pendekatan PPR dan konvensional
terhadap kepribadian siswa dalam Pendidikan Agama Katolik.
Pendekatan Pembelajaran
Motivasi Belajar
PPR
Konvensional
Tinggi
X 1 = 142,40
X 2 = 104,55
Rendah
X 3 = 113,60
X 4 = 93,79
Dari tabel tersebut dapat dijelaskan bahwa :
a. Kelompok siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi dengan pendekatan
paradigma pedagogi reflektif berbeda secara signifikan dengan kelompok
siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi pada pendekatan konvensional.
Hal ini dapat dilihat pada rata-rata hitung siswa yang mempunyai motivasi
belajar tinggi dengan pendekatan paradigma pedagogi reflektif sebesar
142,40 lebih besar daripada skor rata-rata hitung kelompok siswa yang
memiliki motivasi belajar tinggi dengan pendekatan konvensional yakni
sebesar 104,55.
b. Kelompok siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi dengan pendekatan
paradigma pedagogi reflektif berbeda secara signifikan dengan kelompok
siswa yang memiliki motivasi belajar rendah pada pendekatan konvensional.
Hal ini dapat dilihat pada rata-rata hitung siswa yang mempunyai motivasi
belajar tinggi dengan pendekatan paradigma pedagogi reflektif sebesar
142,40 lebih besar daripada skor rata-rata hitung kelompok siswa yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
130
memiliki motivasi belajar rendah pada pendekatan konvensional yakni
sebesar 93,79.
c. Kelompok siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi dengan pendekatan
paradigma pedagogi reflektif berbeda secara signifikan dengan kelompok
siswa yang memiliki motivasi belajar rendah pada pendekatan paradigma
pedagogi reflektif. Hal ini dapat dilihat pada rata-rata hitung siswa yang
mempunyai
motivasi belajar tinggi
dengan pendekatan paradigma
pedagogi reflektif sebesar 142,40 lebih besar daripada skor rata-rata hitung
kelompok siswa yang memiliki motivasi belajar rendah pada pendekatan
paradigma pedagogi reflektif yakni sebesar 113,60.
d. Kelompok siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi dengan pendekatan
konvensional berbeda secara signifikan dengan kelompok siswa yang
memiliki motivasi belajar rendah pada pendekatan paradigma pedagogi
reflektif. Hal ini dapat dilihat pada rata-rata hitung siswa yang mempunyai
motivasi belajar tinggi dengan pendekatan konvensional sebesar 104,55
lebih besar daripada skor rata-rata hitung kelompok siswa yang memiliki
motivasi belajar rendah pada pendekatan paradigma pedagogi reflektif
yakni sebesar 113,60.
e. Kelompok siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi dengan pendekatan
konvensional berbeda secara signifikan dengan kelompok siswa yang
memiliki motivasi belajar rendah pada pendekatan konvensional. Hal ini
dapat dilihat pada rata-rata hitung siswa yang mempunyai motivasi belajar
tinggi dengan konvensionalcommit
sebesarto104,55
user lebih besar daripada skor rata-
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
131
rata hitung kelompok siswa yang memiliki motivasi belajar rendah pada
pendekatan konvensional yakni sebesar 93,79.
f. Kelompok siswa yang memiliki motivasi belajar rendah dengan pendekatan
paradigma pedagogi reflektif berbeda secara signifikan dengan kelompok
siswa yang memiliki motivasi belajar rendah pada pendekatan konvensional.
Hal ini dapat dilihat pada rata-rata hitung siswa yang mempunyai motivasi
belajar rendah dengan pendekatan paradigma pedagogi reflektif sebesar
113,60 lebih besar daripada skor rata-rata hitung kelompok siswa yang
memiliki motivasi belajar rendah pada pendekatan paradigma pedagogi
reflektif yakni sebesar 93,79.
D. Pembahasan Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian seperti pada pengujian hipotesis di atas, berikut
ini dikemukakan pembahasan hasil penelitian:
1. Perbedaan pengaruh pendidikan karakter dengan pendekatan paradigma
pedagogi reflektif dan konvensional terhadap kepribadian siswa dalam
Pendidikan Agama Katolik.
Hasil pengujian hipotesis di atas menunjukkan bahwa ada perbedaan
pengaruh yang signifikan antara pendidikan karakter dengan pendekatan PPR
dan pendekatan konvensional terhadap kepribadian siswa dalam Pendidikan
Agama Katolik. Pendidikan karakter dengan pendekatan PPR memberikan
pengaruh yang lebih baik dari pada pendekatan konvensional terhadap
kepribadian siswa dalam Pendidikan Agama Katolik.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
132
Hasil analisis data dari angket kepribadian siswa menunjukkan bahwa
siswa yang belajar Pendidikan Karakter dengan pendekatan PPR dalam
Pendidikan Agama Katolik memperoleh skor rata-rata hitung 108,04 dan
pendidikan karakter dengan pendekatan konvensional dalam Pendidikan
Agama Katolik memperoleh skor rata-rata hitung sebesar 99,92. Hal ini berarti
pendekatan PPR terbukti mempunyai pengaruh lebih baik terhadap kepribadian
siswa dibandingkan dengan pendekatan konvensional. Hal ini sesuai dengan
tujuan Pendidikan Agama Katolik di Sekolah Menengah Pertama yakni agar
siswa memiliki kemampuan untuk membangun hidup yang semakin beriman.
Membangun hidup beriman Kristiani berarti membangun kesetiaan pada Injil
Yesus Kristus, yang memiliki keprihatinan tunggal, yakni Kerajaan Allah yang
merupakan situasi dan peristiwa penyelamatan : situasi dan perjuangan untuk
perdamaian dan keadilan, kebahagiaan dan kesejahteraan, persaudaraan dan
kesetiaan, kelestarian lingkungan hidup, yang dirindukan oleh setiap orang dari
pelbagai agama dan kepercayaan. Selain tujuan di atas, dalam pembelajaran
Pendidikan Agama Katolik di Sekolah Menengah Pertama juga ditanamkan
nilai-nilai karakter utama yang disarikan dalam butir-butir SKL SMP (Permen
Diknas nomor 22 tahun 2006), yaitu: a) nilai karakter yang berhubungannnya
dengan Tuhan, yang meliputi: pikiran, perkataan, dan tindakan yang
diupayakan selalu berdasarkan nilai-nilai Ketuhanan dan/atau ajaran agamanya.
b) nilai karakter dalam hubungannya dengan diri sendiri, yang meliputi: 1) nilai
kejujuran, 2) bertanggungjawab, 3) bergaya hidup sehat, 4) disiplin, 5) kerja
keras, 6) percaya diri 7) berjiwa wirausaha, 8) berpikir logis, kritis, kreatif, dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
133
enovatif, 9) mandiri, 10) ingin tahu, 11) cinta ilmu. c) nilai karakter dalam
hubungannya dengan sesama, yang meliputi: 1) sadar akan hak dan kewajiban
diri dan orang lain, 2) patuh pada aturan-aturan sosial, 3) menghargai karya dan
prestasi orang lain, 4) santun, 5) demokratis. d) nilai karakter dalam
hubungannya dengan lingkungan, e) nilai kebangsaan yang meliputi: 1) rasa
nasionalisme, 2) menghargai keberagaman.
Nilai-nilai karakter tersebut dapat dikembangkan dengan pendekatan PPR
yakni sebuah pendekatan yang diinspirasikan
oleh keberhasilan sekolah-
sekolah Jesuit dalam pendidikan kaum muda menjadi pribadi yang unggul
dalam iman dan sekaligus berkarakter. Pendekatan PPR ini dapat dijadikan
sebagai pilihan pada proses pembelajaran terutama dalam pendidikan karakter
dan penanaman nilai-nilai yang dalam prosesnya memadukan pendekatan
proses dan konseptual melalui dinamika pelaksanaan yang meliputi lima
langkah, yaitu: konteks, pengalaman, refleksi, aksi, dan evaluasi. Seperti yang
diungkapkan oleh Subagya (2010:39) bahwa melalui PPR yang secara
konsisten, maka dapat dijadikan sebagai perangkat yang efektif dalam
meningkatkan cara pendidik mendidik dan peserta didik belajar. Pola
pengalaman, refleksi, dan aksi merupakan suatu rancangan untuk berproses
menjadi manusia yang berkompeten, bertanggungjawab, dan berbelas kasih
sehingga dapat membentuk kepribadian siswa. Dengan demikian dapat
diketahui bahwa
siswa yang berkepribadian baik maka siswa tersebut akan
memiliki sifat hakiki sebagai individu yang tercermin dari sikap dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
134
perilakunya sehari-hari baik dalam kehidupan di sekolah maupun di
lingkungan masyarakat dan keluarga.
2. Perbedaan pengaruh kepribadian siswa dalam Pendidikan Agama Katolik
antara siswa yang memiliki motivasi tinggi dengan siswa yang memiliki
motivasi rendah dalam belajar.
Pada pengujian hipotesis mengenai perbedaan kepribadian siswa dalam
Pendidikan Agama Katolik antara siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi
dan rendah menunjukkan bahwa siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi
memiliki kepribadian yang lebih baik dari kelompok siswa yang memiliki
motivasi belajar rendah. Hal ini dibuktikan dari hasil analisis data pada angket
yang menunjukkan bahwa kelompok siswa yang memiliki motivasi belajar
tinggi memiliki skor rata-rata sebesar 126,38 dan kelompok siswa yang
memiliki motivasi belajar rendah diperoleh skor rata-rata sebesar 102,04. Ini
berarti faktor motivasi belajar terbukti mempunyai pengaruh yang signifikan
dalam membantu meningkatkan kepribadian siswa dalam Pendidikan Agama
Katolik.
Siswa yang memiliki motivasi belajar yang tinggi cenderung memiliki
keinginan untuk mencapai hasil yang optimal, sikap ingin tahu yang tinggi,
bertanggungjawab terhadap tugas-tugas, keinginan untuk meningkatkan
pengetahuan, dan rasa percaya diri serta kepuasan. Hal ini sejalan dengan
pendapat dari Keller dalam Reigeluth (1983:400) yang mengungkapkan bahwa
konsep interest sangat terkait dengan teori Curiosity atau rasa ingin tahu
commit to user
(perceptual, apistemic, trait and state) dan penumbuhannya. Curior person
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
135
mempunyai ciri-ciri mudah beraksi dengan lingkungan, rasa ingin tahu yang
tinggi, cepat dalam membaca atau mencari pengalaman baru dari lingkungan,
melakukan pengujian dan penelitian stimulus untuk dapat tahu lebih banyak.
Norman dalam Muhibbin (1995:165) juga mengemukakan bahwa baik
motivasi belajar maupun sikap mudah mempengaruhi manusia untuk beraksi
atau bertindak dalam cara-cara tertentu, yang dapat melalui pembelajaran dan
mungkin dengan perasaan dan emosi, namun motivasi belajar biasanya
mengarah lebih aktif. Sikap percaya diri yang tinggi akan memberikan bekal
pada diri siswa untuk meraih kepribadian siswa yang lebih baik. Dengan
demikian hasil temuan ini dapat menginformasikan kepada para pengajar di
sekolah khususnya guru Pendidikan Agama Katolik kelas VIII bahwa motivasi
sangat berperanan dalam proses keberhasilan siswa maka guru perlu
mengidentifikasi
dan
menumbuhkan
dengan
mengelola
pembelajaran
Pendidikan Agama Katolik seoptimal mungkin. Pengelolaan pembelajaran
dapat dilakukan dengan pendekatan teknologi pendidikan, memperhatikan
karakteristik siswa agar materi pembelajaran sesuai dengan kebutuhan siswa,
mengembangkan berbagai pendekatan, strategi dan model-model pembelajaran
yang mendukung.
3. Interaksi pengaruh antara pendidikan karakter dengan pendekatan
paradigma pedagogi reflektif dan motivasi belajar terhadap kepribadian
siswa dalam Pendidikan Agama Katolik.
Pada pengujian hipotesis ketiga menunjukkan bahwa tidak terdapat
interaksi pengaruh antara pendidikan
commit tokarakter
user dengan pendekatan PPR dan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
136
motivasi belajar terhadap kepribadian siswa dalam Pendidikan Agama Katolik.
Hal ini dapat dilihat dari hasil analisis angket yang menunjukkan bahwa
kepribadian siswa tidak hanya dipengaruhi oleh pendekatan pembelajaran dan
motivasi belajar namun juga faktor lain seperti minat belajar, lingkungan,
fasilitas, beban belajar, kondisi sosial keluarga dan lain-lain. Secara akademis,
kepribadian siswa lebih berhubungan dengan kemampuan siswa dari segi
kognitif. Bahkan bila dilihat dari interaksi mean masing-masing sel dari data
pengujian hasil tes diperoleh : X 1 = 142,40 dan X 2 = 104,55, sedangkan X 3
= 113,60 dan X 4 = 93,79. Ini berarti X 1 > X 2 dan X 3 > X 4. Ini berarti
tidak ada pengaruh yang signifikan antara pendekatan pembelajaran dan
motivasi belajar terhadap kepribadian siswa dalam Pendidikan Agama Katolik.
Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui : 1) Pembelajaran dengan
pendekatan Paradigma Pedagogi Reflektif lebih baik dibandingkan dengan
menggunakan pendekatan konvensional jika siswa memiliki motivasi tinggi, 2)
Pembelajaran dengan pendekatan konvensional lebih baik dibandingkan
dengan menggunakan pendekatan Paradigma Pedagogi Reflektif jika siswa
memiliki motivasi rendah.
Pembelajaran Pendidikan Agama Katolik dengan pendekatan Paradigma
Pedagogi Reflektif menekankan siswa pada keterlibatan secara aktif, baik sikap
maupun mentalnya dengan bimbingan guru secara bertahap dalam menemukan
fakta dan konsep-konsep baru. Motivasi siswa yang tinggi dalam belajar sangat
berpengaruh dalam pencapaian hasil belajar. Dengan pendekatan Paradigma
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
137
Pedagogi Reflektif siswa semakin
termotivasi untuk menemukan konsep,
fakta, ide-ide baru dan kemampuan berpikir secara lebih kreatif.
Pembelajaran
Pendidikan
Agama
Katolik
dengan
pendekatan
konvensional menempatkan siswa pada kecenderungan 3 D (duduk, dengar dan
diam). Siswa kurang berpartisipasi dalam proses pembelajaran. Pemahaman
konsep diperoleh dengan mendengar informasi dari guru. Dalam hal ini, siswa
dengan motivasi rendah lebih cocok karena ia hanya mengikuti pola
pembelajaran guru dan tidak perlu banyak berpikir.
E. Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti sudah berusaha seoptimal mungkin, namun
demikian masih ada beberapa kelemahan dan keterbatasan yang meliputi :
1. Sampel penelitian ini hanya dilakukan di kelas VIII SMPK St. Yusuf Madiun
tahun pelajaran 2011/2012. Peneliti berasumsi jika eksperimen sejenis
dilakukan pada subyek lain diluar kota Madiun maka kemungkinan akan
memiliki hasil yang berbeda. Hal ini karena dipengaruhi oleh beberapa faktor
seperti karakteristik siswa, kondisi sekolah, kesiapan guru dan faktor-faktor
pendukung lain dari masing-masing sampel
yang akan digunakan. Maka
penelitian ini tidak dapat digeneralisasikan untuk umum dan hanya berlaku di
kelas VIII SMPK St. Yusuf Madiun saja.
2. Peneliti sudah berusaha untuk seoptimal mungkin dalam melakukan
eksperimen terutama dalam memantau dan meneliti perlakukan atau kondisi-
commit to user
kondisi eksperimental untuk mendapatkan
pengaruh yang benar-benar bersih
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
138
dari berbagai faktor. Namun peneliti tidak bisa mencegah masuknya faktor X
yang lain, misalnya kondisi psikologis siswa seperti kesehatan, emosi,
perasaan, minat, perhatian maupun konsentrasi belajar. Faktor-faktor X inilah
yang kadang menyebabkan kekaburan pengaruh atau perbedaan pendekatan
pembelajaran diluar perlakuan-perlakuan yang dicobakan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
139
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
Pada
bagian akhir laporan penelitian ini dikemukakan tiga hal yaitu :
(a) simpulan, (b) implikasi hasil penelitian, dan (c) saran
A. Simpulan
1. Terdapat perbedaan pengaruh yang signifikan pendidikan karakter dengan
pendekatan paradigma pedagogi reflektif dan pendekatan konvensional
terhadap kepribadian siswa dalam Pendidikan Agama Katolik.
Implementasi pembelajaran Pendidikan Agama Katolik saat ini masih
sangat beragam. Keragaman tersebut disebabkan oleh beberapa hal, antara lain:
latar belakang pendidikan guru, pengalaman guru yang berbeda-beda terutama
dalam pemilihan berbagai macam pendekatan, pemilihan bahan, penyajian
bahan, pengembangan motivasi, pengembangan metode, pemanfaatan media
dan penyusunan RPP, pemahaman silabus, cara-cara dalam melaksanakan
evaluasi serta cara-cara untuk mencapai tujuan pembelajaran. Fakta yang
berkembang di lapangan, belum semua guru mengembangkan berbagai
pendekatan
yang berpusat
pada siswa (student center). Pendekatan
konvensional yang merupakan pendekatan yang berpusat pada guru (teacher
center) dengan metode ceramah sebagai senjata andalan dalam penyampaian
materi masih banyak diterapkan.
Alasan yang sering mereka ungkapkan
karena mereka tidak mau repot dengan berbagai persiapan. Maka pelajaran
Agama Katolik akan menjadi
pelajaran
yang tidak menarik bagi siswa.
commit
to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
140
Pendekatan PPR yang menekankan proses dalam membangun motivasi siswa
sebagai salah satu faktor penentu dalam keberhasilan pembelajaran dengan
mengangkat konteks permasalahan yang relevan dan berguna dalam menarik
siswa untuk mempelajari hal-hal yang akan bermakna dalam kehidupannya
kiranya bisa dijadikan sebagai salah satu solusi untuk memecahkan persoalan.
Selain itu selama berproses dalam pendekatan PPR siswa tidak hanya disuapi
pengetahuan dan informasi tetapi juga berusaha untuk menemukan sendiri
nilai-nilai yang hendak ditanamkan sehingga hasil yang dicapai optimal.
Keefektifan
pendekatan paradigma
pedagogi
reflektif
dibandingkan
pendekatan konvensional sudah dibuktikan dalam hasil penelitian. Hal ini
dapat dilihat dari rata-rata prestasi belajar siswa yang menunjukkan bahwa
pembelajaran dengan pendekatan PPR lebih tinggi daripada pendekatan
konvensional.
2. Terdapat perbedaan kepribadian siswa dalam Pendidikan Agama Katolik antara
siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi dengan siswa yang memiliki
motivasi belajar rendah.
Siswa sangat memerlukan adanya motivasi dalam proses pembelajaran.
Semakin besar motivasi yang ada dalam diri siswa maka hasil yang dicapai
akan semakin baik, demikian pula semakin tepat motivasi yang diberikan oleh
guru maka proses pembelajaran akan semakin baik pula. Salah satu teori
motivasi yang dapat diterapkan dalam pembelajaran adalah motivasi ARCES
Model yang merupakan penyempurnaan dari ARCS model. Motivasi ARCES
model ini menekankan bahwacommit
dalamtopembelajaran
perlu ditumbuhkan rasa
user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
141
senang (enjoy) pada diri siswa. Rasa senang (enjoy) dalam belajar lebih efektif
dalam memacu siswa untuk belajar. Hal ini dapat dilihat dari hasil uji yang
menunjukkan bahwa nilai rata-rata kepribadian siswa pada Pendidikan Agama
Katolik untuk siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi lebih besar dari
pada rata-rata hitung siswa yang memiliki motivasi belajar rendah.
3. Tidak terdapat interaksi pengaruh antara pendidikan karakter dengan
pendekatan paradigma pedagogi reflektif dan pendekatan konvensional serta
motivasi belajar terhadap kepribadian siswa dalam Pendidikan Agama Katolik.
Pendekatan pembelajaran akan mencapai hasil yang maksimal apabila
diterapkan secara tepat. Pendekatan PPR yang diterapkan dalam pembelajaran
mampu membantu anak mencapai hasil yang maksimal karena anak akan
merasa senang(enjoy) dalam belajar dan terlibat secara aktif dalam proses
sehingga sungguh-sungguh mampu menemukan nilai-nilai dalam berproses.
Sedangkan pendekatan konvensional akan sangat tidak menarik karena dengan
prinsip 3 D (duduk, dengar dan diam) yang diterapkan guru, anak tidak banyak
terlibat dalam proses. Hal ini dapat dilihat dari hasil uji yang menunjukkan
bahwa nilai rata-rata kepribadian siswa dalam Pendidikan Agama Katolik yang
diperoleh siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi dengan pendekatan
paradigma pedagogi reflektif lebih besar daripada siswa yang memiliki
motivasi tinggi dengan pendekatan konvensional. Dan nilai rata-rata
kepribadian siswa dalam Pendidikan Agama Katolik yang diperoleh siswa
yang memiliki motivasi belajar rendah dengan
commit to user
pendekatan paradigma
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
142
pedagogi reflektif lebih besar daripada siswa yang memiliki motivasi rendah
dengan pendekatan konvensional.
B. Implikasi Hasil Penelitian
Dalam pembahasan dan kesimpulan hasil penelitian di atas dapat disebutkan
beberapa implikasi penting yaitu:
1. Pendekatan PPR yang ditawarkan dalam penelitian ini adalah pendekatan yang
memerlukan perencanaan yang paripurna, terutama dalam penyusunan RPP.
Apabila pembelajaran tidak dipersiapkan secara maksimal maka nilai-nilai
yang hendak ditemukan siswa dengan berproses bersama dalam lima langkah
yang berkesinambungan yakni (1) konteks, (2) pengalaman, (3) refleksi, (4)
aksi dan (5) evaluasi tidak akan tercapai sehingga pembelajaran menjadi tidak
bermakna. Harapan yang hendak dicapai dengan penerapan pendekatan PPR
ini adalah siswa mampu
menemukan sendiri nilai-nilai yang hendak
ditanamkan sehingga bisa bertumbuh menjadi pribadi yang kompeten,
bertanggung jawab dan berbelas kasih terhadap sesamanya..
2. Pendekatan paradigma pedagogi reflektif berbasis ARCES Model dapat
menjadi alternatif pilihan dalam mengembangkan motivasi belajar siswa dalam
mempelajari materi Pendidikan Agama Katolik karena pada umumnya guru
miskin pengembangan pendekatan dan motivasi sehingga pelajaran menjadi
tidak menarik dan tidak menyenangkan.
Dampak dari situasi ini, siswa
menyepelekan pelajaran dan hasil yang dicapai tidak maksimal. Diharapkan
dengan mengembangkan pembelajaran
dengan pendekatan PPR berbasis
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
143
motivasi ARCES mampu menarik minat siswa sehingga muncul kerinduan
dalam diri siswa untuk terus bertemu dalam pergumulan menemukan nilai-nilai
kehidupan dan nilai-nilai tersebut dapat terus tertanam serta dilaksanakan
dalam kehidupan nyata
3. Tidak semua pendekatan pembelajaran cocok diterapkan dalam semua kondisi.
Maka guru hendaknya pandai dalam memilih pendekatan pembelajaran yang
sesuai sehingga hasil yang dicapai siswa semakin maksimal.
C. Saran
Dengan mempertimbangkan simpulan dan implikasi penelitian yang telah
dikemukan sebelumnya untuk mengakhiri laporan penelitian ini disampaikan
sejumlah saran sebagai berikut :
1. Guru-guru mata pelajaran Pendidikan Agama Katolik di SMP perlu
menggunakan pendekatan paradigma pedagogi reflektif
terutama dalam
penanaman nilai-nilai karakter pada siswa. Agar pembelajaran dengan
pendekatan paradigma pedagogi reflektif ini berhasil, perlu dilaksanakan halhal sebagai berikut :
a. Merancang pembelajaran secara terprogram dengan memperhatikan kondisi
dan lingkungan siswa sehingga bisa ditemukan konteks yang tepat untuk
diangkat sebagai bahan pembelajaran.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
144
b. Memberikan kesempatan kepada setiap siswa untuk betul-betul terlibat
secara aktif dalam proses pembelajaran yang meliputi 5 langkah yakni
konteks, pengalaman, refleksi, aksi, dan evaluasi.
c. Peran seorang guru dalam proses pembelajaran adalah sebagai mediator
siswa dalam menemukan nilai dan mengaplikasikan nilai-nilai yang sudah
mereka temukan dalam kehidupan sehari-hari.
d. Gunakan media yang mendukung baik media secara langsung maupun tidak
langsung.
e. Ciptakan suasana kelas yang kondusif dengan mengendalikan suasana dan
menuntun kearah proses.
f. Bersikap terbuka dalam membantu kesulitan siswa tanpa membedakana
kepribadian, karakteristik dan kemampuan
2. Guru hendaknya mampu membangkitkan motivasi belajar siswa agar secara
sadar siswa mampu menemukan dan menanamkan konsep dalam dirinya sesuai
tujuan yang diharapkan.
3. Dapat dilakukan penelitian sejenis selanjutnya dengan skala yang lebih luas.
commit to user
Download