menciptakan keunggulan bersaing dengan membangun customer

advertisement
MENCIPTAKAN KEUNGGULAN BERSAING DENGAN MEMBANGUN
CUSTOMER LOYALTY
Firda Nosita
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Pancasetia Banjarmasin
Jl. A Yani Km 5,5 Banjarmasin, Kalimantan Selatan
e-mail: [email protected]
Abstract: Consumer’s loyalty is very important for a company because selling to
existing customer are easier and cheaper than selling to new consumers. This
happen because selling to new consumers need time and new resource to create
consumer;s loyalty. The company must concern about consumer;s satisfaction and
create a good brand image. The company must care to what a consumer’s need
from it’s product, create a good relationship by providing a good facility to
connect both sides. Other than that, a more important issue is aiming to create a
better product quality so the consumer will always feel satisfied. In the end,
consumer’s loyalty is very needed by a company to gain competitive advantage
against it’s competitors.
Keywords: consumer’s loyalty, consumer’s satisfaction, competitive advantage
Abstrak: Loyalitas konsumen sangat penting bagi perusahaan karena menjual
kepada existing customer lebih mudah dan murah dibandingkan menjual kepada
konsumen baru. Hal ini dikarenakan untuk menjual kepada konsumen baru
dibutuhkan waktu dan sumber daya baru. Untuk menciptakan loyalitas konsumen,
perusahaan harus memperhatikan kepuasan konsumen dan membangun brand
image yang baik. Perusahaan harus lebih perhatian terhadap keinginan dan
kebutuhan konsumen akan produknya dan membangun hubungan yang baik
dengan menyediakan fasilitas untuk menjembatan kedua belah pihak. Disamping
itu, yang lebih penting adalah perbaikan kualitas produk agar konsumen merasa
cocok dan selalu puas. Pada akhirnya, loyalitas konsumen sangat dibutuhkan bagi
perusahaan agar mendapatkan keunggulan bersaing dibandingkan perusahaan
pesaing.
Kata Kunci: loyalitas konsumen, kepuasan konsumen, keunggulan bersaing
Latar Belakang
Biaya untuk membawa brand baru ke
pasar kira-kira $100 juta (Ourusoff dalam
Cobb-Walgren,
1995),
dimana
50%
kemungkinannya adalah gagal (Crawford,
1993). Untuk itu, tidak mengherankan bahwa
perusahaan mencari peluang pertumbuhan
dengan mempertahankan brand yang ada
(Cobb-Walgren et al, 1995). Banyak
perusahaan yang melakukan merger dan
akuisisi hanya untuk mempertahankan brand
dan sebagai strategi untuk mempertahankan
konsumen yang sudah loyal dengan brand
atau perusahaan tersebut.
Nilai perusahaan bergantung pada nilai
yang
diberikan
oleh
konsumennya.
Konsumen tidak tergantung pada perusahaan,
tetapi perusahaan bergantung kepada
konsumen dan mereka datang kepada
perusahaan dengan kebutuhan dan keinginan
mereka. Konsumen sebagai profit centre
menjadi sangat krusial agar perusahaan dapat
bersaing dengan perusahaan lain dan
memperhatikan keuntungan jangka panjang
dibandingkan keuntungan jangka pendek.
Agar perusahaan tidak kehilangan pasarnya,
maka
perusahaan
perlu
membangun
hubungan yang lebih intens dengan
konsumennya sehingga akan menciptakan
353
354 Jurnal Ilmiah Ekonomi Bisnis, Vol 1, No 3, November 2015, hal 353-361
loyalitas.
Membangun
loyalitas
membutuhkan strategi bisnis, bukan hanya
program pemasaran (Duffy, 1998). Untuk
menciptakan loyalitas, perusahaan harus
memberikan nilai yang tinggi bagi
konsumen. Loyalitas terhadap suatu produk
dapat diciptakan dengan memberikan nilai
dan kepuasan bagi konsumen. Value bagi
konsumen adalah estimasi konsumen tentang
kapasitas produk total untuk memuaskan
kebutuhan dan keinginan. Jadi, secara
singkat, nilai adalah perbandingan manfaat
yang didapatkan dari sebuah produk dengan
pengorbanan yang dikeluarkan untuk
mendapatkannya (Kottler dan Keller, 2009).
Value mencerminkan sejumlah manfaat nyata
dan tidak nyata serta biaya bagi konsumen.
Kepuasan
mencerminkan
pendapat
konsumen terhadap kinerja (atau hasil) suatu
produk terhadap harapan konsumen.
Customer value dibuat dalam content –
kemampuan produk atau servis yang
ditawarkan dan dalam prasarananya –
channel delivery, dan dalam context – cara
produk dan servis disampaikan kepada
konsumen (Rayport dan Sviokla dalam
Methlie dan Nysveen, 1999).
Persaingan pasar global menjadi
semakin ketat saat ini (Sivadas dan BakerPrewit, 2000). Rata-rata perusahaan di U. S.
kehilangan 50% konsumennya dalam waktu lima
tahun (Seybold dalam Methalie dan Nysveen,
1999). Anderson dan Narus (dalam Gee et al,
2008) percaya bahwa customer retention
merupakan strategi bisnis yang lebih efektif
daripada terus-menerus mencoba untuk
memperoleh konsumen baru, “membutuhkan
biaya lima kali lebih banyak untuk
memperoleh konsumen baru daripada
mempertahankan konsumen yang telah ada”
(Pfeifer dalam Gee et al, 2008).
Loyalitas konsumen terhadap suatu
produk
perusahaan
dapat
membantu
perusahaan
menciptakan
keunggulan
kompetitif karena konsumen yang loyal
cenderung membeli, mengkonsumsi dan
menghabiskan produk perusahaan secara
rutin dan sering. Selain itu, mereka juga
dapat menjadi “tenaga pemasar gratis” bagi
perusahaan akibat dari “positive word of
mouth”. Jika mereka merasa puas dengan
mengkonsumsi suatu produk, maka mereka
cenderung
akan
menceritakan
pengalamannya
kepada
teman-teman,
keluarga dan orang-orang yang mereka
kenal. Akan tetapi, perusahaan harus berhatihati jika konsumen mengalami pengalaman
yang tidak menyenangkan terhadap suatu
produk, karena
mereka juga
akan
menceritakannya kepada orang lain. Untuk
itu, perusahaan harus memperhatikan
kepuasan konsumen agar mereka menjadi
loyal kepada produk atau perusahaan
sehingga akan menjadi suatu keunggulan
kompetitif dibandingkan dengan pesaing
perusahaan.
Saat
ini
banyak
perusahaan
memberikan
layanan
konsumen
dan
menyediakan berbagai media dalam rangka
menciptakan komunikasi antara perusahaan
dengan konsumennya, mulai dari layanan
telepon 24 jam (beberapa bebas pulsa)
sampai dengan Website yang dapat
memudahkan
konsumen
untuk
menyampaikan saran, pengalaman maupun
keluhan terhadap kualitas produk, kualitas
layanan penjualan hingga tempat penjualan.
Beberapa perusahaan memberikan reward
bagi konsumen yang dianggap loyal atau
telah banyak memberikan kontribusi profit
bagi perusahaan, memberikan layanan
tambahan seperti free shipping, free delivery,
free installation dan disamping itu, program
membership juga sudah banyak diterapkan
dengan memberikan membercard yang
menyediakan berbagai keuntungan bagi
pemegangnya.
Transaksi
dengan
menggunakan credit card atau debit card juga
memberikan nilai tambah bagi konsumen.
Loyalitas Konsumen
Loyalitas adalah komitmen yang kuat
untuk membeli kembali atau berlangganan
dengan produk atau jasa yang disukai pada
masa mendatang meskipun pengaruh
situasional dan usaha pemasaran mempunyai
kemungkinan untuk menyebabkan perilaku
beralih pada produk lain (Oliver dalam
Chaudhuri dan Holbrook, 2008).
Menurut Bowen dan Chen (2001),
loyalitas sulit untuk didefinisikan. Pada
umumnya terdapat tiga pendekatan yang
berbeda untuk mengukur loyalitas, yaitu: (1)
Behavioral Measurement, loyalitas diukur
Nosita, Menciptakan Keunggulan Bersaing …. 355
dari perilaku konsistensi dan pembelian yang
berulang-ulang, (2) Attitudinal Measurement,
menyangkut sense dari loyalitas, engagement
dan kesetiaan dari konsumen terhadap suatu
produk, (3) Composite Measurement,
merupakan kombinasi dimensi pertama dan
mengukur loyalitas dengan customer’s
product preferences, kecenderungan beralih
kepada produk merek lain, frekuensi
pembelian dan jumlah pembelian (Pritchard
dan Howard; Hunter; Wong et al., dalam
Bowen dan Chen, 2001).
Loyalitas
konsumen
nampaknya
didasarkan oleh berbagai faktor, antara lain
kepercayaan (trust), transaksi atau hubungan
positif yang diterima oleh konsumen harus
lebih besar daripada yang mereka terima dari
pesaing (value), dan jika pemasar ingin
membentuk dua faktor diatas, mereka harus
mampu membangun hubungan emosional
yang positif dengan konsumen. Tanggapan
hubungan emosional merupakan komitmen
kepada brand perusahaan yang kuat (Pitta et
al, 2006). Selain itu, faktor yang juga
menentukan loyalitas konsumen adalah
satisfaction dengan brand, reputasi brand,
switching cost dan search cost (Methlie dan
Nysveen, 1999)
Trust, penting dalam situasi dimana
informasi tidak lengkap. Dalam dunia nyata,
trust membantu mengurangi risiko yang
dirasakan dengan kemungkinan bahwa
seorang konsumen akan menderita kerugian.
Ketika tidak ada word of mouth dan
pengalaman sebelumnya, pada dasarnya
hubungan konsumen dengan suatu produk
atau perusahaan berdasarkan kepercayaan.
Setelah interaksi yang sukses, konsumen
akan mempunyai bukti bahwa perusahaan
memberikan performance seperti yang
dijanjikan. Tetapi merek atau nama
perusahaan
juga
merupakan
dasar
kepercayaan bagi konsumen.
Value. Bagi beberapa konsumen,
mendapatkan gift dari pembelian merupakan
sebuah value, tetapi bagi konsumen yang
lain, penggunaan credit card dan/atau home
delivery akan lebih memberikan value.
Disamping itu, waktu juga merupakan
elemen
penting,
mekanisme
yang
membutuhkan waktu yang singkat untuk
mencari informasi tentang produk dan
perusahaan untuk mempercepat pembayaran
dan pengantaran serta waktu yang
dibutuhkan dalam pelayanan konsumen
(customer services) akan lebih mempunyai
value. Dasar penghitungan value adalah
dengan melihat manfaat dibandingkan
dengan biaya yang dikeluarkan. Biaya
tersebut meliputi monetary cost yaitu harga
produk dan atau jasa dan juga meliputi biaya
waktu,
usaha,
kekhawatiran
dan
ketidakpastian. Loyalitas dapat dipelihara
dengan menyediakan informasi yang
terpercaya.
Emotional. Meskipun brand loyalty
dapat dinilai dengan mengamati pembelian
tetap terhadap sebuah merek selama beberapa
periode waktu, tetapi lebih kepada transaksi
yang berulang-ulang antara konsumen
dengan brand tersebut. Ini tidak hanya
perilaku pembelian yang berulang-ulang,
tetapi juga motif yang mendasari perilaku.
Motif
ini
dapat
membantu
untuk
membedakan spurious loyalty yang dapat
digambarkan sebagai inertia dan true loyalty
yang berarti sebuah komitmen kepada brand
dan atau perusahaan. Perbedaan ini dapat
membantu memahami apakah konsumen
yang mengulangi pembelian akan berlanjut
(true loyalty) atau akan berhenti ketika
perubahan toko atau terjadi perubahan
kondisi penjualan (inertia) (Pitta et al, 2006).
Customer satisfaction sangat penting
untuk menciptakan loyalitas konsumen. Jika
konsumen merasa puas dengan performance
produk dan/atau jasa yang dibeli, mereka
cenderung akan mengulangi pembeliannya.
Switching cost merupakan biaya
mengganti dari satu produk ke produk yang
lain (Porter dalam Methlie dan Nysveen,
1999). Fornel (1992) memasukan search
cost, biaya transaksi, learning cost, kebiasaan
konsumen, biaya emosional dan usaha
kognitif sebagai switching cost.
Ndubisi (2007) melakukan penelitian
terhadap loyalitas konsumen bank di
Malaysia dan menemukan bahwa untuk
mempertahankan
dan
mengembangkan
loyalitas nasabah, bank harus dapat dipercaya
dan mematuhi kode etik, harus melakukan
komunikasi secara akurat dan tepat waktu
dan harus dapat menyelesaikan konflik yang
mungkin akan menyebabkan kerugian bagi
356 Jurnal Ilmiah Ekonomi Bisnis, Vol 1, No 3, November 2015, hal 353-361
nasabah. Hasil penelitian juga menunjukkan
bahwa nasabah melakukan positive word-ofmouth dan berhasil menarik nasabah baru
bagi konsumen yang akhirnya meningkatkan
penjualan, pendapatan dan laba bagi bank.
Selain itu, nasabah yang loyal juga
merupakan sumber ide-ide produk baru.
Singkatnya,
untuk
menciptakan
dan
memelihara loyalitas, bank harus dapat
dipercaya, mempunyai komitmen, melakukan
komunikasi yang efektif dengan nasabah
serta menyediakan wadah untuk komplain
nasabah yang menghadapi konflik dan
ketidakpuasan.
Menurut Duffy (1998), perusahaan
dapat membangun loyalitas konsumen
dengan memberikan reward bagi konsumen
dan penjual (retailer dan/atau wholeseller),
membuat
program
membership
dan
memberikan membercard yang memberikan
kemudahan
dan
keuntungan
bagi
pemegangnya, memberikan pelayanan seperti
free shipping & delivery, free gift dan
memberikan fasilitas bagi konsumen untuk
mengajukan complaint. Dengan program
tersebut, perusahaan mendapatkan tiga
keuntungan, yaitu: konsumen akan menjadi
loyal, konsumen akan membeli lebih banyak
dan karyawan akan bertahan lama karena
usaha mereka dalam memuaskan konsumen
disambut positif oleh konsumen.
Faktor relevan yang lain dalam
loyalitas konsumen adalah interactivity yang
melekat dalam hubungan antara pembeli
dengan
penjual
(Schlosser,
2000).
Lingkungan transaksi tatap muka (Face to
Face/F2F) menyediakan banyak informasi,
arena komunikasi multimedia seperti video
informasi (cara pemakaian dan lain-lain),
fitur produk, harga dan informasi garansi
serta tenaga penjual.
Loyalitas dapat berupa loyalitas
terhadap suatu merek maupun loyalitas
terhadap suatu perusahaan. Misalnya,
konsumen yang loyal terhadap sabun mandi
merek “Lux”, belum tentu ia juga loyal
terhadap perusahaan PT. Unilever yang
memproduksinya, mungkin ia menggunakan
pasta gigi merek “Enzim” yang bukan
merupakan produk dari PT. Unilever. Tetapi
ada
pula
konsumen
yang
selain
menggunakan sabun mandi merek “Lux”, ia
juga menggunakan pasta gigi merek
“Pepsodent”, shampoo “Clear”, sabun cuci
“Rinso”, teh celup “Sari Wangi” dan produkproduk lain kebutuhan sehari-hari hasil
produksi PT. Unilever.
Keuntungan Loyalitas Konsumen
Menurut Duffy (2003), ada beberapa
keuntungan memiliki konsumen yang loyal,
yaitu:
1. Cost Savings. Konsumen yang loyal sudah
familiar dengan merek suatu produk
perusahaan. Mereka telah mengetahui
bagaimana cara melakukan transaksi
dengan perusahaan. Mereka mendapatkan
efisiensi dengan melakukan transaksi
dengan perusahaan yang familiar dengan
mereka.
2. Referral. Konsumen yang loyal dengan
merek produk dari suatu perusahaan akan
menceritakan
pengalaman
mereka
terhadap produk tersebut kepada teman
dan keluarga mereka. Hal ini sangat
menguntungkan bagi perusahaan karena
secara tidak langsung, konsumen yang
loyal menjadi salesman gratis dan
mungkin akan mengurangi anggaran
iklan.
3. Konsumen yang loyal cenderung akan
mengajukan complaint (keluhan) kepada
perusahaan jika terjadi ketidakpuasan,
karena mereka percaya bahwa perusahaan
akan
berusaha
memperbaiki
dan
memuaskan mereka kembali.
4. Channel Migration. Konsumen yang loyal
cenderung
akan
membeli
melalui
alternatif-alternatif saluran pembelian
yang disediakan oleh perusahaan,
misalnya melalui internet. Hal ini akan
membantu mengurangi biaya bagi
perusahaan.
5. Unaided Awareness. Konsumen yang
loyal akan mengingat produk perusahaan.
Ketika mereka menginginkan suatu
kategori produk, maka yang ada dalam
pikiran mereka adalah merek produk yang
mereka percaya dapat memuaskan
mereka.
6. Greater Awareness of Brand Assets.
Konsumen yang loyal akan lebih aware
terhadap benefit yang ditawarkan oleh
perusahaan.
Nosita, Menciptakan Keunggulan Bersaing …. 357
7. Turn left rather than Turn Right? Ketika
dihadapkan pada dua pilihan merek
produk dari perusahaan yang berbeda,
secara psikologis konsumen yang loyal
tetap akan memilih produk yang mereka
percaya.
Sedangkan menurut Rowley, 2005
keuntungan mempunyai konsumen yang
loyal bagi perusahaan baik barang maupun
jasa meliputi:
1. Sensitivitas terhadap harga adalah rendah;
2. Mengurangi pengeluaran untuk mencari
konsumen baru; dan
3. Meningkatkan profitabilitas organisasi.
Dua tujuan utama perusahaan membuat
customer
loyalty
program
adalah
meningkatkan pendapatan penjualan dengan
peningkatan penggunaan dan tingkat
penggunaan
dan/atau
meningkatkan
frekuensi pembelian dari supplier. Kedua
adalah mempertahankan konsumen agar
tidak berpindah ke produk dari perusahaan
lain (competitive advantage) (Uncles et al,
2003). Sedangkan menurut Reichheld dan
Sasser dalam O’Malley (1998) terdapat
hubungan positif antara loyalitas konsumen
dengan
profitabilitas
perusahaan.
Peningkatan profit dari konsumen yang loyal
berasal dari pengurangan biaya pemasaran,
peningkatan penjualan dan pengurangan
biaya operasional. Konsumen yang loyal
cenderung tidak ingin berpindah pada produk
lain karena manfaat efisiensi (harga, waktu
untuk mencari informasi dan lain-lain).
Bowen dan Shoemaker dalam Bowen dan
Chen (2001) menemukan bahwa konsumen
yang loyal lebih banyak melakukan
pembelian makanan dan minuman daripada
konsumen yang tidak loyal. Untuk itu,
membangun customer loyalty merupakan
salah satu tantangan terbesar bagi perusahaan
saat ini (industry hotel) (Yesawich, 1997).
Konsumen yang loyal mempunyai
preference yang kuat terhadap brand akan
memilih brand yang mereka suka tanpa
memperhatikan harga produk tersebut.
Sebaliknya, konsumen yang non-loyal
biasanya lebih sensitif terhadap harga dalam
pembuatan keputusan pembelian karena
mereka tidak mempunyai
kebutuhan
mendesak untuk membeli produk dengan
brand tersebut, mereka akan lebih memilih
untuk membeli produk brand tersebut jika
harganya cukup murah. Karena brand
tersebut bukan merupakan brand favorit dan
mereka
menetapkan
pilihan
brand
berdasarkan pada harga (Krishnamurthi dan
S. P. Raj, 1991).
Kepuasan Konsumen
Satisfaction adalah perasaan senang
atau kecewa seseorang yang dihasilkan dari
membandingkan performance produk yang
diterima (outcome) dengan ekspektasi
mereka. Jika performance produk dibawah
ekspektasi, maka konsumen dikatakan tidak
puas, ketika performance produk sama
dengan harapan mereka, maka konsumen
puas, dan ketika performance produk
melebihi ekspektasi mereka, maka konsumen
sangat puas. Penilaian konsumen terhadap
performance sebuah produk tergantung dari
berbagai faktor, diantaranya adalah tipe
loyalitas konsumen dengan brand dan/atau
perusahaan (Kottler dan Keller, 2009).
Menurut Yi (dalam Methlie dan
Nysveen, 1999), customer satisfaction adalah
sebuah fungsi dari persepsi konsumen
terhadap performance sebuah produk
dibandingkan dengan sekumpulan standar
(yaitu ekspektasi, value dan norma) –
confirmation/disconfirmation
paradigm.
Loyal customer tidak selalu merupakan
konsumen puas, tetapi konsumen yang puas
cenderung akan menjadi loyal customer
(Fornel dalam Methlie dan Nysveen, 1999).
Saat ini banyak perusahaan yang
sukses meningkatkan kesesuaian antara
performance dengan ekspektasi konsumen
dengan harapan meningkatkan kepuasan
konsumen dan akhirnya mereka loyal kepada
produk perusahaan. Konsumen yang sangat
puas pada umumnya akan bertahan lebih
lama dengan produk, membeli lebih banyak
pada saat perusahaan memperkenalkan
produk baru ataupun meningkatkan mutu
produk yang ada, tidak terlalu mempedulikan
produk dari perusahaan pesaing dan
sensitivitas harga yang kecil, cenderung
melakukan positive word-of-mouth tentang
produk maupun perusahaan, memberikan
ide-ide kepada perusahaan dengan saran dan
358 Jurnal Ilmiah Ekonomi Bisnis, Vol 1, No 3, November 2015, hal 353-361
keluhan agar perusahaan dapat memperbaiki
performance nya.
Bowen dan Chen (2001) melakukan
penelitian hubungan antara kepuasan
konsumen dengan loyalitas pada konsumen
hotel Lenox yang berada di Boston (Saunders
Hotel Group). Lenox menganggap penting
bahwa mempertahankan konsumen yang
loyal dan jika mereka ingin mendapatkan
konsumen yang loyal, mereka membutuhkan
informasi. Manajemen Lenox Group
diharapkan untuk melakukan percakapan
dengan konsumen dengan harapan untuk
mengetahui fitur-fitur hotel yang penting
bagi konsumen dan ekspektasi akan customer
service. Tetapi keterbatasan penelitian Lenox
Group adalah hanya menggambarkan sedikit
sampel. Dalam penelitiannya, Bowen dan
Chen mengukur kepuasan konsumen dengan
skala Likert, angka 7 untuk konsumen hotel
yang sangat puas, angka 4 untuk konsumen
yang puas dan angka 1 untuk konsumen yang
sangat tidak puas. Mereka menemukan
bahwa
ketika
manajemen
hotel
meningkatkan kepuasan konsumen sedikit
saja, loyalitas menjadi meningkat secara
dramatis. Sebaliknya, ketika kepuasan
konsumen menurun, maka loyalitas juga
menurun. Hasil penelitian ini konsisten
dengan hasil penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Oliva et al (1992). Manajer
hotel harus menyadari bahwa memiliki
konsumen yang puas saja tidak cukup,
manajer harus selalu berusaha memuaskan
konsumen.
Hotel
dapat
menyimpan
pengeluaran pemasaran karena extreme
satisfied customer’ marketing power.
Penelitian ini juga menunjukkan bahwa
konsumen hotel yang loyal cenderung
mempromosikan hotel kepada rekan-rekan
mereka. 96,9% konsumen yang loyal
menyebarkan positive word of mouth kepada
rata-rata 8,29 orang. Sedangkan 87,7%
konsumen dengan skor 6 menceritakan
pengalaman mereka kepada rata-rata 6,29
orang. Hal ini membuktikan bahwa
konsumen yang loyal cenderung akan
menyebarkan pengalaman positif (positive
word
of
mouth)
dan
memberikan
rekomendasi kepada orang lain.
Methlie
dan
Nysveen
(1999)
melakukan penelitian pada 3 bank yang
memberikan layanan jasa melalui internet
dan menemukan bahwa satisfaction dan
reputasi bank merupakan faktor yang sangat
menentukan loyalitas konsumen online bank.
Hasil penelitian ini memberikan implikasi
bahwa bank yang memberikan jasa melalui
internet
harus
berusaha
memberikan
kepuasan
kepada
konsumennya
dan
membangun brand yang kuat.
Ketika konsumen sudah loyal dengan
suatu brand atau perusahaan, maka ini
merupakan barrier to entry bagi perusahaan
pesaing (Bain dalam Villas-Boas, 2004)
seperti yang dikemukakan oleh Wernerfelt
dalam Villas-Boas, 2004 “you know the
quality of your brand, so why take a risk on
changing?. Ketika seorang konsumen
mencoba sebuah produk, ia mungkin juga
menemukan nilai yang buruk dan untuk itu
kemudian ia mungkin memilih untuk
membeli produk pesaing, meskipun nilainya
mungkin tidak pasti atau tidak diketahuinya.
Artinya, ia menghadapi switching cost dari
ketidakpastian akan kualitas barang yang
belum teruji (Klemperer dalam Villas-Boas,
2004).
Menyampaikan produk dan jasa dengan
kualitas yang tinggi dapat memberikan
kepuasan bagi konsumen dan pada akhirnya
akan menciptakan laba yang lebih tinggi
(Matzler et al., 2005). Dalam rangka
meningkatkan posisi kompetitif, beberapa
perusahaan menggunakan beberapa bentuk
program customer satisfaction dalam
mengembangkan,
memonitor
dan
mengevaluasi
produk
dan
jasanya,
merumuskan strategi untuk meningkatkan
kepuasan dan memberikan kompensasi
karyawan berdasarkan tingkat kepuasan
(Matzler et al; Matzler dan Pechlaner dalam
Matzler et al, 2005). Perusahaan akan
mengalokasikan
sumber
daya
untuk
meningkatkan kepuasan konsumen hanya
jika
mempunyai
dampak
financial
perusahaan.
Customer satisfaction mempunyai
peranan penting untuk: (Matzler et al, 2005):
(1) Repurchase, (2) Cross Selling, (3)
Reduced Price Sensitivity, (4) Positive
Word-of-Mouth. Matzler et al (2005)
melakukan penelitian pengaruh customer
satisfaction terhadap shareholder value dan
Nosita, Menciptakan Keunggulan Bersaing …. 359
hasilnya menunjukkan bahwa ada hubungan
positif antara customer satisfaction dengan
shareholder value. Hal ini menunjukkan
bahwa customer satisfaction yang akan
menciptakan loyalitas mempunyai pengaruh
pada profitabilitas perusahaan dan posisi
kompetitifnya dengan pesaing.
Keunggulan Bersaing
Competitive
advantage
atau
keunggulan bersaing adalah situasi dimana
perusahaan mengelola kegiatannya untuk
menghasilkan uang (laba) dan bertahan
terhadap pesaingnya. Competitive advantage
terjadi ketika sebuah perusahaan memperoleh
atau mengembangkan sebuah atribut atau
kombinasi atribut-atribut yang menjadikan
perusahaan mempunyai kinerja diatas
pesaingnya. Atribut-atribut ini antara lain
akses sumber daya alam, seperti tenaga yang
murah, atau akses sumber daya manusia yang
terlatih dan mempunyai skill tinggi. Secara
singkat, competitive advantage adalah
kemampuan untuk menjadi yang pertama
atau kemampuan bersaing, sehingga superior
performance dicapai melalui competitive
advantage akan menjamin market leadership.
Sumber competitive advantage ada
empat (Rindova, 1999), yaitu: (1) Pasar,
dalam
structure-conduct-performance
paradigm lebih memberikan perhatian pada
kondisi pasar eksternal, seperti jumlah
pembeli dan penjual, entry barriers, skala
ekonomi dan struktur biaya lainnya, dan juga
tingkat diversifikasi perusahaan, integrasi
vertical dan diferensiasi produk sebagai
faktor yang menentukan kekuatan pasar
(Bain; Mason; Porter dalam Rindova, 1999),
dalam paradigma ini, competitive advantage
dihasilkan dari perbedaan kekuatan pasar
yang memungkinkan perusahaan yang
dominan untuk mengontrol harga dan
menghasilkan monopoli, (2) Sumber daya,
dalam teori resource-based view, atribut
advantage perusahaan dalam sebuah industri
adalah ketika perusahaan mempunyai
material, manusia, organisasi, lokasi dan skill
yang unik dan menghasilkan unique value
strategies (Barney dalam Rindova, 1999),
menurut Conner (1991) sumber daya
mengacu pada material dan sumber daya
kognitif seperti pengetahuan, budaya dan
reputasi. (3) Microeconomic, mengacu pada
pengetahuan, nilai dan ciri-ciri identitas
dalam sebuah perusahaan konsisten dengan
definisi para board (eksekutif) tentang
budaya sebagai pola kepercayaan dan nilainilai yang memberikan arti dan menyediakan
aturan perilaku bagi anggota organisasi
(Davis, 1984 dalam Rindova, 1999), (4)
Macroenomic, para peneliti juga memberikan
perhatian pada interpretasi eksternal kepada
perusahaan, industrinya dan jaringan
transaksi dari mana perusahaan berasal
(Huff; Spender; Abrahamson dan Fombrun
dalam Rindova, 1999). Macroculture terjadi
akibat interaksi antara perusahaan dan
konstituante, dimediasi oleh perantara
institusional, seperti media dan organisasi
khusus (Hill dan Jones; Fombrun dalam
Rindova, 1999). Macroculture yaitu reputasi,
kategori kognitif dan ukuran kesuksesan.
Memiliki konsumen yang loyal akan
memberikan
keuntungan
laba
bagi
perusahaan karena mereka melakukan
repurchase atau membeli kembali produk
dari perusahaan dan hal ini akan
meningkatkan pendapatan perusahaan. Selain
itu, konsumen yang loyal juga cenderung
memberikan efek word-of-mouth yang positif
dan dibagikan secara sukarela kepada calon
atau konsumen potensial lainnya. Hal ini
berarti bahwa mereka dapat menjadi tenaga
pemasar sukarela yang tidak perlu dibayar
oleh perusahaan (menghemat biaya iklan dan
pemasaran).
Menurut Porter (1979), persaingan
dalam sebuah industri tidak hanya
ditunjukkan pada pesaing atau perusahaan
lain, tetapi juga bersumber pada pokok
ekonomisnya dan kekuatan kompetitifnya
dalam menghadapi pesaing. Disamping itu,
kekuatan yang menentukan persaingan dalam
sebuah industri juga datang dari pendatang
baru, bargaining power dari konsumen,
bargaining power dari supplier, produk
dan/atau jasa substitusi dan perebutan posisi
dengan pesaing (perang iklan, pengenalan
produk baru, persaingan harga diferensiasi
produk dan lain-lain). Ternyata perusahaan
tidak hanya berusaha menciptakan end users
loyalty tetapi juga menciptakan supplier
loyalty.
360 Jurnal Ilmiah Ekonomi Bisnis, Vol 1, No 3, November 2015, hal 353-361
Jika biaya untuk memasuki pasar bagi
pemain baru (new entrants) adalah kecil dan
perusahaan
incumbent
hanya
dapat
membangun segmen loyalitas yang rendah
ataupun sedang, maka new entrants akan
mempunyai peluang untuk mendapatkan
keuntungan sama atau bahkan dapat
melampaui incumbent (Chen dan Xie, 2007).
Konsumen loyal merupakan entry
barrier bagi perusahaan pesaing yang
menawarkan produk dan/atau jasa yang
sama. Oleh karena itu, sangat penting untuk
membangun loyalitas konsumen agar
perusahaan
mempunyai
competitive
advantage dibandingkan pesaingnya.
Kesimpulan
Saat ini perusahaan menyadari bahwa
persaingan semakin ketat. Perusahaan
berusaha untuk mempertahankan konsumen
yang ada dan menciptakan strategi agar
konsumen
menjadi
loyal
dan
mempertahankan loyalitas tersebut.
Loyalitas
sangat
penting
bagi
perusahaan karena konsumen yang loyal
memberikan
berbagai
keuntungan.
Diantaranya adalah pembelian yang terusmenerus dan rutin, positive word-of-mouth,
dan akhirnya mengurangi biaya perusahaan.
Konsumen yang loyal cenderung menyukai
mengajukan complaint daripada berpindah ke
produk pesaing dan mereka memberikan ideide dan saran untuk perbaikan kualitas
maupun layanan sehingga akan memperkecil
biaya
yang
dikeluarkan
perusahaan
dibandingkan defect.
Kepuasan konsumen merupakan salah
satu faktor yang menentukan loyalitas. Jika
konsumen merasa puas, maka mereka
cenderung akan loyal dan ini merupakan
entry barrier bagi pesaing. Tetapi konsumen
yang loyal mungkin akan menjadi tidak loyal
ketika produk atau perusahaan tidak
melakukan perbaikan terus-menerus dan
pesaing menawarkan produk serta layanan
yang lebih memuaskan. Oleh karena itu,
loyalitas merupakan faktor penting yang
harus diperhatikan perusahaan saat ini jika
ingin tetap survive dalam persaingan global
saat ini.
DAFTAR PUSTAKA
Bowen, J.T. and S-L. Chen. (2001), “The
Relationship
between
Customer
Loyalty and Customer Satisfaction,”
International
Journal
of
Contemporary
Hospitality
Management, Vol 13, No. 5, pp. 213217.
Chaudhuri, A. and M.B. Holbrook. (2001),
“The Chain of Effects from Brand
Trust and Brand Affect to Brand
Performance,” Journal of Marketing,
Vol 65, No. 2, pp. 81-93.
Cobb-Walgren, C.J., C.A. Ruble and N.
Donthu. (1995), “Brand Equity,
Brand Preference, and Purchase
Intent,” Journal of Advertising, Vol
24, No. 3, pp. 25-40.
Directors’
Briefing (2009),
Building
Customer Loyalty. (April)
Duffy, D.L. (2003), “Internal and External
Factors Which Affect Customer
Loyalty,” Journal of Consumer
Marketing, Vol 20, No. 5, pp. 480485.
Duffy, D.L. (1998), “Customer Loyalty
Strategies,” Journal of Consumer
Marketing, Vol 15, No. 5, pp. 435448.
Gee, R., G. Coates and M. Nicholson.
(2008),
“Understanding
and
Profitably
Managing
Customer
Loyalty,” Marketing Intelligence &
Planning, Vol 26, No. 4, pp. 359-374.
Krishnamurthi, L and S.P. Raj. (1991), “An
Empirical
Analysis
of
the
Relationship between Brand Loyalty
and Consumer Price Elasticity,”
Marketing Science, Vol 10, No. 2, pp.
172-183.
Kotler, P. and K.L. Keller. (2009), Marketing
Management, 13th ed. Upper Saddle
River, N.J: Pearson Education, Inc.
Matzler, K., H.H. Hinterhuber., C. Daxer and
M. Huber. (2005), “The Relationship
between Customer Satisfaction and
Shareholder Value,” Total Quality
Management, Vol 16, No. 5, pp. 671680.
Nosita, Menciptakan Keunggulan Bersaing …. 361
Methlie, L.B. and H. Nysveen. (1999),
“Loyalty of On-line Bank Customer,”
Journal of Information Technology,
Vol 14, pp. 375-386.
Ndubisi,
N.O.
(2007),
“Relationship
Marketing and Customer Loyalty,”
Marketing Intelligence & Planning,
Vol 25, No.1, pp. 98-106.
O’Malley, L. (1998), “Can Loyalty Schemes
Really Build Loyalty?,” Marketing
Intelligence & Planning, Vol 16, No.
1, pp. 47-55.
Pitta, D., F. Franzak and D. Fowler. (2006),
“A Strategic Approach to Building
Online Customer Loyalty: Integrating
Customer
Profitability
Tiers,”
Journal of Consumer Marketing, Vol
23, No. 7, pp. 421-429.
Porter, M.E. (1979), “How Competitive
Forces Shape Strategy” in B.M. Enis.,
K.K. Cox. and M.P. Mokwa (Eds),
Marketing Classics: A Selection of
Influential Articles, 8th ed. N.J: Allyn
and Bacon, pp. 287-298.
Rindova, V.P. and C.J. Fombrun. (1999),
“Constructing
Competitive
advantage: The Role of FirmConstituente Interactions,” Strategic
Management Journal, Vol 20, No. 8,
pp. 691-710.
Rowley, J. (2005), “The Four Cs of
Customer
Loyalty,”
Marketing
Intelligence & Planning, Vol 23, No.
6, pp. 574-581.
Uncles, M.D., G.R. Dowling and K.
Hammond.
(2003),
“Customer
Loyalty and Customer Loyalty
Programs,” Journal of Consumer
Marketing, Vol 20, No. 4, pp. 294316.
Villas-Boas, J.M. (2004), “Consumer
Learning, Brand Loyalty, and
Competition” Marketing Science, Vol
23, No. 1, pp. 134-145.
Download