MENCIPTAKAN KEUNGGULAN BERSAING DENGAN MEMBANGUN CUSTOMER LOYALTY Firda Nosita Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Pancasetia Banjarmasin Jl. A Yani Km 5,5 Banjarmasin, Kalimantan Selatan e-mail: [email protected] Abstract: Consumer’s loyalty is very important for a company because selling to existing customer are easier and cheaper than selling to new consumers. This happen because selling to new consumers need time and new resource to create consumer;s loyalty. The company must concern about consumer;s satisfaction and create a good brand image. The company must care to what a consumer’s need from it’s product, create a good relationship by providing a good facility to connect both sides. Other than that, a more important issue is aiming to create a better product quality so the consumer will always feel satisfied. In the end, consumer’s loyalty is very needed by a company to gain competitive advantage against it’s competitors. Keywords: consumer’s loyalty, consumer’s satisfaction, competitive advantage Abstrak: Loyalitas konsumen sangat penting bagi perusahaan karena menjual kepada existing customer lebih mudah dan murah dibandingkan menjual kepada konsumen baru. Hal ini dikarenakan untuk menjual kepada konsumen baru dibutuhkan waktu dan sumber daya baru. Untuk menciptakan loyalitas konsumen, perusahaan harus memperhatikan kepuasan konsumen dan membangun brand image yang baik. Perusahaan harus lebih perhatian terhadap keinginan dan kebutuhan konsumen akan produknya dan membangun hubungan yang baik dengan menyediakan fasilitas untuk menjembatan kedua belah pihak. Disamping itu, yang lebih penting adalah perbaikan kualitas produk agar konsumen merasa cocok dan selalu puas. Pada akhirnya, loyalitas konsumen sangat dibutuhkan bagi perusahaan agar mendapatkan keunggulan bersaing dibandingkan perusahaan pesaing. Kata Kunci: loyalitas konsumen, kepuasan konsumen, keunggulan bersaing Latar Belakang Biaya untuk membawa brand baru ke pasar kira-kira $100 juta (Ourusoff dalam Cobb-Walgren, 1995), dimana 50% kemungkinannya adalah gagal (Crawford, 1993). Untuk itu, tidak mengherankan bahwa perusahaan mencari peluang pertumbuhan dengan mempertahankan brand yang ada (Cobb-Walgren et al, 1995). Banyak perusahaan yang melakukan merger dan akuisisi hanya untuk mempertahankan brand dan sebagai strategi untuk mempertahankan konsumen yang sudah loyal dengan brand atau perusahaan tersebut. Nilai perusahaan bergantung pada nilai yang diberikan oleh konsumennya. Konsumen tidak tergantung pada perusahaan, tetapi perusahaan bergantung kepada konsumen dan mereka datang kepada perusahaan dengan kebutuhan dan keinginan mereka. Konsumen sebagai profit centre menjadi sangat krusial agar perusahaan dapat bersaing dengan perusahaan lain dan memperhatikan keuntungan jangka panjang dibandingkan keuntungan jangka pendek. Agar perusahaan tidak kehilangan pasarnya, maka perusahaan perlu membangun hubungan yang lebih intens dengan konsumennya sehingga akan menciptakan 353 354 Jurnal Ilmiah Ekonomi Bisnis, Vol 1, No 3, November 2015, hal 353-361 loyalitas. Membangun loyalitas membutuhkan strategi bisnis, bukan hanya program pemasaran (Duffy, 1998). Untuk menciptakan loyalitas, perusahaan harus memberikan nilai yang tinggi bagi konsumen. Loyalitas terhadap suatu produk dapat diciptakan dengan memberikan nilai dan kepuasan bagi konsumen. Value bagi konsumen adalah estimasi konsumen tentang kapasitas produk total untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan. Jadi, secara singkat, nilai adalah perbandingan manfaat yang didapatkan dari sebuah produk dengan pengorbanan yang dikeluarkan untuk mendapatkannya (Kottler dan Keller, 2009). Value mencerminkan sejumlah manfaat nyata dan tidak nyata serta biaya bagi konsumen. Kepuasan mencerminkan pendapat konsumen terhadap kinerja (atau hasil) suatu produk terhadap harapan konsumen. Customer value dibuat dalam content – kemampuan produk atau servis yang ditawarkan dan dalam prasarananya – channel delivery, dan dalam context – cara produk dan servis disampaikan kepada konsumen (Rayport dan Sviokla dalam Methlie dan Nysveen, 1999). Persaingan pasar global menjadi semakin ketat saat ini (Sivadas dan BakerPrewit, 2000). Rata-rata perusahaan di U. S. kehilangan 50% konsumennya dalam waktu lima tahun (Seybold dalam Methalie dan Nysveen, 1999). Anderson dan Narus (dalam Gee et al, 2008) percaya bahwa customer retention merupakan strategi bisnis yang lebih efektif daripada terus-menerus mencoba untuk memperoleh konsumen baru, “membutuhkan biaya lima kali lebih banyak untuk memperoleh konsumen baru daripada mempertahankan konsumen yang telah ada” (Pfeifer dalam Gee et al, 2008). Loyalitas konsumen terhadap suatu produk perusahaan dapat membantu perusahaan menciptakan keunggulan kompetitif karena konsumen yang loyal cenderung membeli, mengkonsumsi dan menghabiskan produk perusahaan secara rutin dan sering. Selain itu, mereka juga dapat menjadi “tenaga pemasar gratis” bagi perusahaan akibat dari “positive word of mouth”. Jika mereka merasa puas dengan mengkonsumsi suatu produk, maka mereka cenderung akan menceritakan pengalamannya kepada teman-teman, keluarga dan orang-orang yang mereka kenal. Akan tetapi, perusahaan harus berhatihati jika konsumen mengalami pengalaman yang tidak menyenangkan terhadap suatu produk, karena mereka juga akan menceritakannya kepada orang lain. Untuk itu, perusahaan harus memperhatikan kepuasan konsumen agar mereka menjadi loyal kepada produk atau perusahaan sehingga akan menjadi suatu keunggulan kompetitif dibandingkan dengan pesaing perusahaan. Saat ini banyak perusahaan memberikan layanan konsumen dan menyediakan berbagai media dalam rangka menciptakan komunikasi antara perusahaan dengan konsumennya, mulai dari layanan telepon 24 jam (beberapa bebas pulsa) sampai dengan Website yang dapat memudahkan konsumen untuk menyampaikan saran, pengalaman maupun keluhan terhadap kualitas produk, kualitas layanan penjualan hingga tempat penjualan. Beberapa perusahaan memberikan reward bagi konsumen yang dianggap loyal atau telah banyak memberikan kontribusi profit bagi perusahaan, memberikan layanan tambahan seperti free shipping, free delivery, free installation dan disamping itu, program membership juga sudah banyak diterapkan dengan memberikan membercard yang menyediakan berbagai keuntungan bagi pemegangnya. Transaksi dengan menggunakan credit card atau debit card juga memberikan nilai tambah bagi konsumen. Loyalitas Konsumen Loyalitas adalah komitmen yang kuat untuk membeli kembali atau berlangganan dengan produk atau jasa yang disukai pada masa mendatang meskipun pengaruh situasional dan usaha pemasaran mempunyai kemungkinan untuk menyebabkan perilaku beralih pada produk lain (Oliver dalam Chaudhuri dan Holbrook, 2008). Menurut Bowen dan Chen (2001), loyalitas sulit untuk didefinisikan. Pada umumnya terdapat tiga pendekatan yang berbeda untuk mengukur loyalitas, yaitu: (1) Behavioral Measurement, loyalitas diukur Nosita, Menciptakan Keunggulan Bersaing …. 355 dari perilaku konsistensi dan pembelian yang berulang-ulang, (2) Attitudinal Measurement, menyangkut sense dari loyalitas, engagement dan kesetiaan dari konsumen terhadap suatu produk, (3) Composite Measurement, merupakan kombinasi dimensi pertama dan mengukur loyalitas dengan customer’s product preferences, kecenderungan beralih kepada produk merek lain, frekuensi pembelian dan jumlah pembelian (Pritchard dan Howard; Hunter; Wong et al., dalam Bowen dan Chen, 2001). Loyalitas konsumen nampaknya didasarkan oleh berbagai faktor, antara lain kepercayaan (trust), transaksi atau hubungan positif yang diterima oleh konsumen harus lebih besar daripada yang mereka terima dari pesaing (value), dan jika pemasar ingin membentuk dua faktor diatas, mereka harus mampu membangun hubungan emosional yang positif dengan konsumen. Tanggapan hubungan emosional merupakan komitmen kepada brand perusahaan yang kuat (Pitta et al, 2006). Selain itu, faktor yang juga menentukan loyalitas konsumen adalah satisfaction dengan brand, reputasi brand, switching cost dan search cost (Methlie dan Nysveen, 1999) Trust, penting dalam situasi dimana informasi tidak lengkap. Dalam dunia nyata, trust membantu mengurangi risiko yang dirasakan dengan kemungkinan bahwa seorang konsumen akan menderita kerugian. Ketika tidak ada word of mouth dan pengalaman sebelumnya, pada dasarnya hubungan konsumen dengan suatu produk atau perusahaan berdasarkan kepercayaan. Setelah interaksi yang sukses, konsumen akan mempunyai bukti bahwa perusahaan memberikan performance seperti yang dijanjikan. Tetapi merek atau nama perusahaan juga merupakan dasar kepercayaan bagi konsumen. Value. Bagi beberapa konsumen, mendapatkan gift dari pembelian merupakan sebuah value, tetapi bagi konsumen yang lain, penggunaan credit card dan/atau home delivery akan lebih memberikan value. Disamping itu, waktu juga merupakan elemen penting, mekanisme yang membutuhkan waktu yang singkat untuk mencari informasi tentang produk dan perusahaan untuk mempercepat pembayaran dan pengantaran serta waktu yang dibutuhkan dalam pelayanan konsumen (customer services) akan lebih mempunyai value. Dasar penghitungan value adalah dengan melihat manfaat dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan. Biaya tersebut meliputi monetary cost yaitu harga produk dan atau jasa dan juga meliputi biaya waktu, usaha, kekhawatiran dan ketidakpastian. Loyalitas dapat dipelihara dengan menyediakan informasi yang terpercaya. Emotional. Meskipun brand loyalty dapat dinilai dengan mengamati pembelian tetap terhadap sebuah merek selama beberapa periode waktu, tetapi lebih kepada transaksi yang berulang-ulang antara konsumen dengan brand tersebut. Ini tidak hanya perilaku pembelian yang berulang-ulang, tetapi juga motif yang mendasari perilaku. Motif ini dapat membantu untuk membedakan spurious loyalty yang dapat digambarkan sebagai inertia dan true loyalty yang berarti sebuah komitmen kepada brand dan atau perusahaan. Perbedaan ini dapat membantu memahami apakah konsumen yang mengulangi pembelian akan berlanjut (true loyalty) atau akan berhenti ketika perubahan toko atau terjadi perubahan kondisi penjualan (inertia) (Pitta et al, 2006). Customer satisfaction sangat penting untuk menciptakan loyalitas konsumen. Jika konsumen merasa puas dengan performance produk dan/atau jasa yang dibeli, mereka cenderung akan mengulangi pembeliannya. Switching cost merupakan biaya mengganti dari satu produk ke produk yang lain (Porter dalam Methlie dan Nysveen, 1999). Fornel (1992) memasukan search cost, biaya transaksi, learning cost, kebiasaan konsumen, biaya emosional dan usaha kognitif sebagai switching cost. Ndubisi (2007) melakukan penelitian terhadap loyalitas konsumen bank di Malaysia dan menemukan bahwa untuk mempertahankan dan mengembangkan loyalitas nasabah, bank harus dapat dipercaya dan mematuhi kode etik, harus melakukan komunikasi secara akurat dan tepat waktu dan harus dapat menyelesaikan konflik yang mungkin akan menyebabkan kerugian bagi 356 Jurnal Ilmiah Ekonomi Bisnis, Vol 1, No 3, November 2015, hal 353-361 nasabah. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa nasabah melakukan positive word-ofmouth dan berhasil menarik nasabah baru bagi konsumen yang akhirnya meningkatkan penjualan, pendapatan dan laba bagi bank. Selain itu, nasabah yang loyal juga merupakan sumber ide-ide produk baru. Singkatnya, untuk menciptakan dan memelihara loyalitas, bank harus dapat dipercaya, mempunyai komitmen, melakukan komunikasi yang efektif dengan nasabah serta menyediakan wadah untuk komplain nasabah yang menghadapi konflik dan ketidakpuasan. Menurut Duffy (1998), perusahaan dapat membangun loyalitas konsumen dengan memberikan reward bagi konsumen dan penjual (retailer dan/atau wholeseller), membuat program membership dan memberikan membercard yang memberikan kemudahan dan keuntungan bagi pemegangnya, memberikan pelayanan seperti free shipping & delivery, free gift dan memberikan fasilitas bagi konsumen untuk mengajukan complaint. Dengan program tersebut, perusahaan mendapatkan tiga keuntungan, yaitu: konsumen akan menjadi loyal, konsumen akan membeli lebih banyak dan karyawan akan bertahan lama karena usaha mereka dalam memuaskan konsumen disambut positif oleh konsumen. Faktor relevan yang lain dalam loyalitas konsumen adalah interactivity yang melekat dalam hubungan antara pembeli dengan penjual (Schlosser, 2000). Lingkungan transaksi tatap muka (Face to Face/F2F) menyediakan banyak informasi, arena komunikasi multimedia seperti video informasi (cara pemakaian dan lain-lain), fitur produk, harga dan informasi garansi serta tenaga penjual. Loyalitas dapat berupa loyalitas terhadap suatu merek maupun loyalitas terhadap suatu perusahaan. Misalnya, konsumen yang loyal terhadap sabun mandi merek “Lux”, belum tentu ia juga loyal terhadap perusahaan PT. Unilever yang memproduksinya, mungkin ia menggunakan pasta gigi merek “Enzim” yang bukan merupakan produk dari PT. Unilever. Tetapi ada pula konsumen yang selain menggunakan sabun mandi merek “Lux”, ia juga menggunakan pasta gigi merek “Pepsodent”, shampoo “Clear”, sabun cuci “Rinso”, teh celup “Sari Wangi” dan produkproduk lain kebutuhan sehari-hari hasil produksi PT. Unilever. Keuntungan Loyalitas Konsumen Menurut Duffy (2003), ada beberapa keuntungan memiliki konsumen yang loyal, yaitu: 1. Cost Savings. Konsumen yang loyal sudah familiar dengan merek suatu produk perusahaan. Mereka telah mengetahui bagaimana cara melakukan transaksi dengan perusahaan. Mereka mendapatkan efisiensi dengan melakukan transaksi dengan perusahaan yang familiar dengan mereka. 2. Referral. Konsumen yang loyal dengan merek produk dari suatu perusahaan akan menceritakan pengalaman mereka terhadap produk tersebut kepada teman dan keluarga mereka. Hal ini sangat menguntungkan bagi perusahaan karena secara tidak langsung, konsumen yang loyal menjadi salesman gratis dan mungkin akan mengurangi anggaran iklan. 3. Konsumen yang loyal cenderung akan mengajukan complaint (keluhan) kepada perusahaan jika terjadi ketidakpuasan, karena mereka percaya bahwa perusahaan akan berusaha memperbaiki dan memuaskan mereka kembali. 4. Channel Migration. Konsumen yang loyal cenderung akan membeli melalui alternatif-alternatif saluran pembelian yang disediakan oleh perusahaan, misalnya melalui internet. Hal ini akan membantu mengurangi biaya bagi perusahaan. 5. Unaided Awareness. Konsumen yang loyal akan mengingat produk perusahaan. Ketika mereka menginginkan suatu kategori produk, maka yang ada dalam pikiran mereka adalah merek produk yang mereka percaya dapat memuaskan mereka. 6. Greater Awareness of Brand Assets. Konsumen yang loyal akan lebih aware terhadap benefit yang ditawarkan oleh perusahaan. Nosita, Menciptakan Keunggulan Bersaing …. 357 7. Turn left rather than Turn Right? Ketika dihadapkan pada dua pilihan merek produk dari perusahaan yang berbeda, secara psikologis konsumen yang loyal tetap akan memilih produk yang mereka percaya. Sedangkan menurut Rowley, 2005 keuntungan mempunyai konsumen yang loyal bagi perusahaan baik barang maupun jasa meliputi: 1. Sensitivitas terhadap harga adalah rendah; 2. Mengurangi pengeluaran untuk mencari konsumen baru; dan 3. Meningkatkan profitabilitas organisasi. Dua tujuan utama perusahaan membuat customer loyalty program adalah meningkatkan pendapatan penjualan dengan peningkatan penggunaan dan tingkat penggunaan dan/atau meningkatkan frekuensi pembelian dari supplier. Kedua adalah mempertahankan konsumen agar tidak berpindah ke produk dari perusahaan lain (competitive advantage) (Uncles et al, 2003). Sedangkan menurut Reichheld dan Sasser dalam O’Malley (1998) terdapat hubungan positif antara loyalitas konsumen dengan profitabilitas perusahaan. Peningkatan profit dari konsumen yang loyal berasal dari pengurangan biaya pemasaran, peningkatan penjualan dan pengurangan biaya operasional. Konsumen yang loyal cenderung tidak ingin berpindah pada produk lain karena manfaat efisiensi (harga, waktu untuk mencari informasi dan lain-lain). Bowen dan Shoemaker dalam Bowen dan Chen (2001) menemukan bahwa konsumen yang loyal lebih banyak melakukan pembelian makanan dan minuman daripada konsumen yang tidak loyal. Untuk itu, membangun customer loyalty merupakan salah satu tantangan terbesar bagi perusahaan saat ini (industry hotel) (Yesawich, 1997). Konsumen yang loyal mempunyai preference yang kuat terhadap brand akan memilih brand yang mereka suka tanpa memperhatikan harga produk tersebut. Sebaliknya, konsumen yang non-loyal biasanya lebih sensitif terhadap harga dalam pembuatan keputusan pembelian karena mereka tidak mempunyai kebutuhan mendesak untuk membeli produk dengan brand tersebut, mereka akan lebih memilih untuk membeli produk brand tersebut jika harganya cukup murah. Karena brand tersebut bukan merupakan brand favorit dan mereka menetapkan pilihan brand berdasarkan pada harga (Krishnamurthi dan S. P. Raj, 1991). Kepuasan Konsumen Satisfaction adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang dihasilkan dari membandingkan performance produk yang diterima (outcome) dengan ekspektasi mereka. Jika performance produk dibawah ekspektasi, maka konsumen dikatakan tidak puas, ketika performance produk sama dengan harapan mereka, maka konsumen puas, dan ketika performance produk melebihi ekspektasi mereka, maka konsumen sangat puas. Penilaian konsumen terhadap performance sebuah produk tergantung dari berbagai faktor, diantaranya adalah tipe loyalitas konsumen dengan brand dan/atau perusahaan (Kottler dan Keller, 2009). Menurut Yi (dalam Methlie dan Nysveen, 1999), customer satisfaction adalah sebuah fungsi dari persepsi konsumen terhadap performance sebuah produk dibandingkan dengan sekumpulan standar (yaitu ekspektasi, value dan norma) – confirmation/disconfirmation paradigm. Loyal customer tidak selalu merupakan konsumen puas, tetapi konsumen yang puas cenderung akan menjadi loyal customer (Fornel dalam Methlie dan Nysveen, 1999). Saat ini banyak perusahaan yang sukses meningkatkan kesesuaian antara performance dengan ekspektasi konsumen dengan harapan meningkatkan kepuasan konsumen dan akhirnya mereka loyal kepada produk perusahaan. Konsumen yang sangat puas pada umumnya akan bertahan lebih lama dengan produk, membeli lebih banyak pada saat perusahaan memperkenalkan produk baru ataupun meningkatkan mutu produk yang ada, tidak terlalu mempedulikan produk dari perusahaan pesaing dan sensitivitas harga yang kecil, cenderung melakukan positive word-of-mouth tentang produk maupun perusahaan, memberikan ide-ide kepada perusahaan dengan saran dan 358 Jurnal Ilmiah Ekonomi Bisnis, Vol 1, No 3, November 2015, hal 353-361 keluhan agar perusahaan dapat memperbaiki performance nya. Bowen dan Chen (2001) melakukan penelitian hubungan antara kepuasan konsumen dengan loyalitas pada konsumen hotel Lenox yang berada di Boston (Saunders Hotel Group). Lenox menganggap penting bahwa mempertahankan konsumen yang loyal dan jika mereka ingin mendapatkan konsumen yang loyal, mereka membutuhkan informasi. Manajemen Lenox Group diharapkan untuk melakukan percakapan dengan konsumen dengan harapan untuk mengetahui fitur-fitur hotel yang penting bagi konsumen dan ekspektasi akan customer service. Tetapi keterbatasan penelitian Lenox Group adalah hanya menggambarkan sedikit sampel. Dalam penelitiannya, Bowen dan Chen mengukur kepuasan konsumen dengan skala Likert, angka 7 untuk konsumen hotel yang sangat puas, angka 4 untuk konsumen yang puas dan angka 1 untuk konsumen yang sangat tidak puas. Mereka menemukan bahwa ketika manajemen hotel meningkatkan kepuasan konsumen sedikit saja, loyalitas menjadi meningkat secara dramatis. Sebaliknya, ketika kepuasan konsumen menurun, maka loyalitas juga menurun. Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Oliva et al (1992). Manajer hotel harus menyadari bahwa memiliki konsumen yang puas saja tidak cukup, manajer harus selalu berusaha memuaskan konsumen. Hotel dapat menyimpan pengeluaran pemasaran karena extreme satisfied customer’ marketing power. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa konsumen hotel yang loyal cenderung mempromosikan hotel kepada rekan-rekan mereka. 96,9% konsumen yang loyal menyebarkan positive word of mouth kepada rata-rata 8,29 orang. Sedangkan 87,7% konsumen dengan skor 6 menceritakan pengalaman mereka kepada rata-rata 6,29 orang. Hal ini membuktikan bahwa konsumen yang loyal cenderung akan menyebarkan pengalaman positif (positive word of mouth) dan memberikan rekomendasi kepada orang lain. Methlie dan Nysveen (1999) melakukan penelitian pada 3 bank yang memberikan layanan jasa melalui internet dan menemukan bahwa satisfaction dan reputasi bank merupakan faktor yang sangat menentukan loyalitas konsumen online bank. Hasil penelitian ini memberikan implikasi bahwa bank yang memberikan jasa melalui internet harus berusaha memberikan kepuasan kepada konsumennya dan membangun brand yang kuat. Ketika konsumen sudah loyal dengan suatu brand atau perusahaan, maka ini merupakan barrier to entry bagi perusahaan pesaing (Bain dalam Villas-Boas, 2004) seperti yang dikemukakan oleh Wernerfelt dalam Villas-Boas, 2004 “you know the quality of your brand, so why take a risk on changing?. Ketika seorang konsumen mencoba sebuah produk, ia mungkin juga menemukan nilai yang buruk dan untuk itu kemudian ia mungkin memilih untuk membeli produk pesaing, meskipun nilainya mungkin tidak pasti atau tidak diketahuinya. Artinya, ia menghadapi switching cost dari ketidakpastian akan kualitas barang yang belum teruji (Klemperer dalam Villas-Boas, 2004). Menyampaikan produk dan jasa dengan kualitas yang tinggi dapat memberikan kepuasan bagi konsumen dan pada akhirnya akan menciptakan laba yang lebih tinggi (Matzler et al., 2005). Dalam rangka meningkatkan posisi kompetitif, beberapa perusahaan menggunakan beberapa bentuk program customer satisfaction dalam mengembangkan, memonitor dan mengevaluasi produk dan jasanya, merumuskan strategi untuk meningkatkan kepuasan dan memberikan kompensasi karyawan berdasarkan tingkat kepuasan (Matzler et al; Matzler dan Pechlaner dalam Matzler et al, 2005). Perusahaan akan mengalokasikan sumber daya untuk meningkatkan kepuasan konsumen hanya jika mempunyai dampak financial perusahaan. Customer satisfaction mempunyai peranan penting untuk: (Matzler et al, 2005): (1) Repurchase, (2) Cross Selling, (3) Reduced Price Sensitivity, (4) Positive Word-of-Mouth. Matzler et al (2005) melakukan penelitian pengaruh customer satisfaction terhadap shareholder value dan Nosita, Menciptakan Keunggulan Bersaing …. 359 hasilnya menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara customer satisfaction dengan shareholder value. Hal ini menunjukkan bahwa customer satisfaction yang akan menciptakan loyalitas mempunyai pengaruh pada profitabilitas perusahaan dan posisi kompetitifnya dengan pesaing. Keunggulan Bersaing Competitive advantage atau keunggulan bersaing adalah situasi dimana perusahaan mengelola kegiatannya untuk menghasilkan uang (laba) dan bertahan terhadap pesaingnya. Competitive advantage terjadi ketika sebuah perusahaan memperoleh atau mengembangkan sebuah atribut atau kombinasi atribut-atribut yang menjadikan perusahaan mempunyai kinerja diatas pesaingnya. Atribut-atribut ini antara lain akses sumber daya alam, seperti tenaga yang murah, atau akses sumber daya manusia yang terlatih dan mempunyai skill tinggi. Secara singkat, competitive advantage adalah kemampuan untuk menjadi yang pertama atau kemampuan bersaing, sehingga superior performance dicapai melalui competitive advantage akan menjamin market leadership. Sumber competitive advantage ada empat (Rindova, 1999), yaitu: (1) Pasar, dalam structure-conduct-performance paradigm lebih memberikan perhatian pada kondisi pasar eksternal, seperti jumlah pembeli dan penjual, entry barriers, skala ekonomi dan struktur biaya lainnya, dan juga tingkat diversifikasi perusahaan, integrasi vertical dan diferensiasi produk sebagai faktor yang menentukan kekuatan pasar (Bain; Mason; Porter dalam Rindova, 1999), dalam paradigma ini, competitive advantage dihasilkan dari perbedaan kekuatan pasar yang memungkinkan perusahaan yang dominan untuk mengontrol harga dan menghasilkan monopoli, (2) Sumber daya, dalam teori resource-based view, atribut advantage perusahaan dalam sebuah industri adalah ketika perusahaan mempunyai material, manusia, organisasi, lokasi dan skill yang unik dan menghasilkan unique value strategies (Barney dalam Rindova, 1999), menurut Conner (1991) sumber daya mengacu pada material dan sumber daya kognitif seperti pengetahuan, budaya dan reputasi. (3) Microeconomic, mengacu pada pengetahuan, nilai dan ciri-ciri identitas dalam sebuah perusahaan konsisten dengan definisi para board (eksekutif) tentang budaya sebagai pola kepercayaan dan nilainilai yang memberikan arti dan menyediakan aturan perilaku bagi anggota organisasi (Davis, 1984 dalam Rindova, 1999), (4) Macroenomic, para peneliti juga memberikan perhatian pada interpretasi eksternal kepada perusahaan, industrinya dan jaringan transaksi dari mana perusahaan berasal (Huff; Spender; Abrahamson dan Fombrun dalam Rindova, 1999). Macroculture terjadi akibat interaksi antara perusahaan dan konstituante, dimediasi oleh perantara institusional, seperti media dan organisasi khusus (Hill dan Jones; Fombrun dalam Rindova, 1999). Macroculture yaitu reputasi, kategori kognitif dan ukuran kesuksesan. Memiliki konsumen yang loyal akan memberikan keuntungan laba bagi perusahaan karena mereka melakukan repurchase atau membeli kembali produk dari perusahaan dan hal ini akan meningkatkan pendapatan perusahaan. Selain itu, konsumen yang loyal juga cenderung memberikan efek word-of-mouth yang positif dan dibagikan secara sukarela kepada calon atau konsumen potensial lainnya. Hal ini berarti bahwa mereka dapat menjadi tenaga pemasar sukarela yang tidak perlu dibayar oleh perusahaan (menghemat biaya iklan dan pemasaran). Menurut Porter (1979), persaingan dalam sebuah industri tidak hanya ditunjukkan pada pesaing atau perusahaan lain, tetapi juga bersumber pada pokok ekonomisnya dan kekuatan kompetitifnya dalam menghadapi pesaing. Disamping itu, kekuatan yang menentukan persaingan dalam sebuah industri juga datang dari pendatang baru, bargaining power dari konsumen, bargaining power dari supplier, produk dan/atau jasa substitusi dan perebutan posisi dengan pesaing (perang iklan, pengenalan produk baru, persaingan harga diferensiasi produk dan lain-lain). Ternyata perusahaan tidak hanya berusaha menciptakan end users loyalty tetapi juga menciptakan supplier loyalty. 360 Jurnal Ilmiah Ekonomi Bisnis, Vol 1, No 3, November 2015, hal 353-361 Jika biaya untuk memasuki pasar bagi pemain baru (new entrants) adalah kecil dan perusahaan incumbent hanya dapat membangun segmen loyalitas yang rendah ataupun sedang, maka new entrants akan mempunyai peluang untuk mendapatkan keuntungan sama atau bahkan dapat melampaui incumbent (Chen dan Xie, 2007). Konsumen loyal merupakan entry barrier bagi perusahaan pesaing yang menawarkan produk dan/atau jasa yang sama. Oleh karena itu, sangat penting untuk membangun loyalitas konsumen agar perusahaan mempunyai competitive advantage dibandingkan pesaingnya. Kesimpulan Saat ini perusahaan menyadari bahwa persaingan semakin ketat. Perusahaan berusaha untuk mempertahankan konsumen yang ada dan menciptakan strategi agar konsumen menjadi loyal dan mempertahankan loyalitas tersebut. Loyalitas sangat penting bagi perusahaan karena konsumen yang loyal memberikan berbagai keuntungan. Diantaranya adalah pembelian yang terusmenerus dan rutin, positive word-of-mouth, dan akhirnya mengurangi biaya perusahaan. Konsumen yang loyal cenderung menyukai mengajukan complaint daripada berpindah ke produk pesaing dan mereka memberikan ideide dan saran untuk perbaikan kualitas maupun layanan sehingga akan memperkecil biaya yang dikeluarkan perusahaan dibandingkan defect. Kepuasan konsumen merupakan salah satu faktor yang menentukan loyalitas. Jika konsumen merasa puas, maka mereka cenderung akan loyal dan ini merupakan entry barrier bagi pesaing. Tetapi konsumen yang loyal mungkin akan menjadi tidak loyal ketika produk atau perusahaan tidak melakukan perbaikan terus-menerus dan pesaing menawarkan produk serta layanan yang lebih memuaskan. Oleh karena itu, loyalitas merupakan faktor penting yang harus diperhatikan perusahaan saat ini jika ingin tetap survive dalam persaingan global saat ini. DAFTAR PUSTAKA Bowen, J.T. and S-L. Chen. (2001), “The Relationship between Customer Loyalty and Customer Satisfaction,” International Journal of Contemporary Hospitality Management, Vol 13, No. 5, pp. 213217. Chaudhuri, A. and M.B. Holbrook. (2001), “The Chain of Effects from Brand Trust and Brand Affect to Brand Performance,” Journal of Marketing, Vol 65, No. 2, pp. 81-93. Cobb-Walgren, C.J., C.A. Ruble and N. Donthu. (1995), “Brand Equity, Brand Preference, and Purchase Intent,” Journal of Advertising, Vol 24, No. 3, pp. 25-40. Directors’ Briefing (2009), Building Customer Loyalty. (April) Duffy, D.L. (2003), “Internal and External Factors Which Affect Customer Loyalty,” Journal of Consumer Marketing, Vol 20, No. 5, pp. 480485. Duffy, D.L. (1998), “Customer Loyalty Strategies,” Journal of Consumer Marketing, Vol 15, No. 5, pp. 435448. Gee, R., G. Coates and M. Nicholson. (2008), “Understanding and Profitably Managing Customer Loyalty,” Marketing Intelligence & Planning, Vol 26, No. 4, pp. 359-374. Krishnamurthi, L and S.P. Raj. (1991), “An Empirical Analysis of the Relationship between Brand Loyalty and Consumer Price Elasticity,” Marketing Science, Vol 10, No. 2, pp. 172-183. Kotler, P. and K.L. Keller. (2009), Marketing Management, 13th ed. Upper Saddle River, N.J: Pearson Education, Inc. Matzler, K., H.H. Hinterhuber., C. Daxer and M. Huber. (2005), “The Relationship between Customer Satisfaction and Shareholder Value,” Total Quality Management, Vol 16, No. 5, pp. 671680. Nosita, Menciptakan Keunggulan Bersaing …. 361 Methlie, L.B. and H. Nysveen. (1999), “Loyalty of On-line Bank Customer,” Journal of Information Technology, Vol 14, pp. 375-386. Ndubisi, N.O. (2007), “Relationship Marketing and Customer Loyalty,” Marketing Intelligence & Planning, Vol 25, No.1, pp. 98-106. O’Malley, L. (1998), “Can Loyalty Schemes Really Build Loyalty?,” Marketing Intelligence & Planning, Vol 16, No. 1, pp. 47-55. Pitta, D., F. Franzak and D. Fowler. (2006), “A Strategic Approach to Building Online Customer Loyalty: Integrating Customer Profitability Tiers,” Journal of Consumer Marketing, Vol 23, No. 7, pp. 421-429. Porter, M.E. (1979), “How Competitive Forces Shape Strategy” in B.M. Enis., K.K. Cox. and M.P. Mokwa (Eds), Marketing Classics: A Selection of Influential Articles, 8th ed. N.J: Allyn and Bacon, pp. 287-298. Rindova, V.P. and C.J. Fombrun. (1999), “Constructing Competitive advantage: The Role of FirmConstituente Interactions,” Strategic Management Journal, Vol 20, No. 8, pp. 691-710. Rowley, J. (2005), “The Four Cs of Customer Loyalty,” Marketing Intelligence & Planning, Vol 23, No. 6, pp. 574-581. Uncles, M.D., G.R. Dowling and K. Hammond. (2003), “Customer Loyalty and Customer Loyalty Programs,” Journal of Consumer Marketing, Vol 20, No. 4, pp. 294316. Villas-Boas, J.M. (2004), “Consumer Learning, Brand Loyalty, and Competition” Marketing Science, Vol 23, No. 1, pp. 134-145.