STUDI BIOLOGI SERANGGA PENYERBUK

advertisement
STUDI BIOLOGI SERANGGA PENYERBUK KELAPA SAWIT
Elaeidobius kamerunicus Faust (Coleoptera : Curculionidae) Elaeis
guineensis Jacq. DI LABORATORIUM
SKRIPSI
OLEH :
ROMI ARFIANTO S MELIALA
020302006
HPT
DEPARTEMEN ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2008
Romi Arfianto S Meliala : Studi Biologi Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit Elaeidobius kamerunicus Faust
(Coleoptera : Curculionidae) Elaeis guineensis Jacq. Di Laboratorium, 2008
USU Repository © 2008
STUDI BIOLOGI SERANGGA PENYERBUK KELAPA SAWIT
Elaeidobius kamerunicus Faust (Coleoptera : Curculionidae) Elaeis
guineensis Jacq. DI LABORATORIUM
SKRIPSI
OLEH :
ROMI ARFIANTO S MELIALA
020302006
HPT
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana
Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara Medan
Disetujui Oleh :
Komisi Pembimbing
Ir. Amansyah Siregar
Ir. Suzana F. Sitepu
Ketua
Anggota
DEPARTEMEN ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2008
Romi Arfianto S Meliala : Studi Biologi Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit Elaeidobius kamerunicus Faust
(Coleoptera : Curculionidae) Elaeis guineensis Jacq. Di Laboratorium, 2008
USU Repository © 2008
RINGKASAN
Romi
Arifianto
Meliala,
“PENELITIAN
PERKEMBANGAN
SERANGGA PENYERBUK KELAPA SAWIT Elaeidobius kamerunicus
Faust. (Coleoptera : Curculionidae) Elaeis guineensis Jacq. DI
LABORATORIUM “. Dibawah komisi pembimbing Ir. Amansyah Siregar
sebagai ketua dan Ir. Suzana F. Sitepu selaku anggota.
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui biologi dari serangga
penyerbuk kelapa sawit E.
kamerunicus Faust. Pada tanaman kelapa
sawit di Laboratorium.
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Hama dan Penyakit
Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan pada
ketinggian + 25 m dpl, mulai bulan April sampai Mei 2007 dengan suhu
ruangan antara 28.70 oC - 28.83 oC, dan kelembaban antara 1,011 –
1,872 %
Metode Penelitian yang digunakan adalah Metode Observasi,
dengan mengamati secara kasat mata setiap stadia E. kamerunicus yang
dipelihara di dalam stoples plastik yang berdiameter 20 cm dengan tinggi
25 cm, pelaksanaannya dilakukan dengan dua tahap yaitu :
1. Pengambilan serangga dewasa di lapangan sebagai bahan utama
dilakukannya perbanyakan keturunan sebagai bahan penelitian
biologi.
2. Penelitian ; untuk mengetahui perkembangan E. kamerunicus yaitu
siklus hidup, masa inkubasi telur, lama stadium larva, pupa dan
Romi Arfianto S Meliala : Studi Biologi Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit Elaeidobius kamerunicus Faust
(Coleoptera : Curculionidae) Elaeis guineensis Jacq. Di Laboratorium, 2008
USU Repository © 2008
imago, fertilitas telur, mortalitas larva, mortalitas pupa, ciri – ciri
dan perilaku serta ukuran masing – masing stadium.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa daur hidup E. kamerunicus
(masa perkembangan telur sampai menjadi imago) berkisar antara 20 –
25 hari (rata – rata 22.3 + 1,56 hari), masa inkubasi telur berkisar antara 2
– 3 hari (rata – rata 2.4 + 0,5 hari), larva terdiri dari 3 instar, lama stadium
seluruhnya berkisar antara 9 – 13 hari (rata – rata 10.95 + 1,28 hari).
Lama stadium pupa berkisar antara 5 – 6 hari (rata – rata 5.5 + 0,51 hari).
Lama hidup imago jantan dan betina berturut – turut berkisar antara 35 –
43 hari (rata – rata 41 + 2,5 hari) dan 58 – 63 hari (rata – rata 60.90 + 1,7
hari). Dengan rata – rata periode prapeneluran (rata - rata 2.5 + 0,5 hari).
Periode peneluran sekitar 16 – 19 hari (rata – rata 17.3 + 1,05 hari).
Periode pasca peneluran selama 3 – 5 hari (rata – rata 3.8 + 0,7 hari).
Rata – rata fertilitas telur yaitu 97.8 + 1,19 %. Rata – rata panjang dan
lebar telur berturut – turut 0.65 + 0,05 mm dan 0.39 + 0,06 mm. Rata –
rata panjang dan lebar larva berturut – turut mulai dari instar I yaitu 2.45 +
0,39 mm dan 1.16 + 0,13 mm, larva instar II yaitu 4.5 + 0,5 mm dan 1.75 +
0,25 mm, dan larva instar III yaitu 6.45 + 0,51 mm dan 2.27 + 0,25 mm.
Mortalitas larva sebesar 0.6 %. Rata – rata panjang dan lebar pupa
berturut – turut sebesar 6.35 + 0,74 mm dan 2.65 + 0,46 mm, dengan
mortalitas pupa sebesar 0.3 %.
Romi Arfianto S Meliala : Studi Biologi Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit Elaeidobius kamerunicus Faust
(Coleoptera : Curculionidae) Elaeis guineensis Jacq. Di Laboratorium, 2008
USU Repository © 2008
RIWAYAT HIDUP
ROMI ARIFIANTO MELIALA, Lahir 02 April 1983 di Tiga binanga,
Kab. Karo, anak ke – 3 dari 4 bersaudara, putra dari Ayah A.R Meliala dan
Ibu H. br Sebayang.
Pendidikan yang telah di tempuh :
-
Tahun 1995 lulus dari SD Swasta Free Methodist Indonesia.
Kecamatan Medan Sunggal.
-
Tahun 1998 lulus dari SLTP Swasta Free Methodist II di Medan
Helvetia.
-
Tahun 2002 lulus dari MAS Darul Arafah di Medan.
-
Tahun 2002 diterima di Fakultas Pertanian Jurusan Ilmu Hama dan
Penyakit Tumbuhan Universitas Sumatera Utara Medan, melalui
jalur UMPTN.
Aktifitas dan Kegiatan selama Perkuliahan yang diikuti :
-
Melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Balai Karantina
Polonia Medan, periode Juni sampai Juli 2006.
-
Melaksanakan Praktek Skripsi di Laboratorium Ilmu Hama dan
Penyakit Tumbuhan, Universitas Sumatera Utara Medan, yang
dilaksanakan mulai bulan April sampai Mei 2007.
Romi Arfianto S Meliala : Studi Biologi Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit Elaeidobius kamerunicus Faust
(Coleoptera : Curculionidae) Elaeis guineensis Jacq. Di Laboratorium, 2008
USU Repository © 2008
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang
telah memberikan rahmat dan hidayah-NYA, sehingga penulis dapat
menyelesaikan Skripsi ini sesuai dengan waktu yang telah direncanakan.
Adapun judul dari skripsi ini adalah “STUDI BIOLOGI SERANGGA
PENYERBUK KELAPA SAWIT (Elaeidobius kamerunicus Faust).
(Coleoptera : Curculionidae) DI LABORATORIUM”. Yang merupakan
salah satu syarat untuk dapat melakukan Ujian Sarjana di Departemen
Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas
Sumatera Utara Medan.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih
kepada komisi pembimbing yaitu Ir. Amansyah Siregar selaku ketua dan
Ir. Suzana F Sitepu selaku anggota, yang bersedia meluangkan waktunya
untuk memberikan masukan agar penelitian ini dapat berjalan dengan
baik.
Akhir kata penulis juga mengucapkan terimakasih kepada seluruh
pihak yang telah membantu menyelesaikan penelitian ini dan penulis
sadar bahwasanya Skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena
itu penulis mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan Skripsi ini.
Medan,
Februari 2008
Penulis
Romi Arfianto S Meliala : Studi Biologi Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit Elaeidobius kamerunicus Faust
(Coleoptera : Curculionidae) Elaeis guineensis Jacq. Di Laboratorium, 2008
USU Repository © 2008
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ……………………………………………………
i
RIWAYAT HIDUP ………………………………………………
iii
KATA PENGANTAR …………………………………………..
iv
DAFTAR ISI …………………………………………………….
v
DAFTAR TABEL ……………………………………………….
vii
DAFTAR GAMBAR …………………………………………….
viii
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………..
ix
I. PENDAHULUAN
1. Latar belakang ………………………………………..
2. Tujuan penelitian ……………………………………..
3. Kegunaan penelitian …………………………………
1
3
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
1. Tanaman Kelapa Sawit (E. guineensis Jacq.) …..
2. Biologi Bunga Kelapa Sawit ……………………….
3. Serangga E. kamerunicus Faust ..........................
4. Proses Penyebaran Tepung Sari …………………
5
8
9
12
III. BAHAN DAN METODA
1. Tempat dan Waktu Penelitian …………………….
2. Bahan dan Alat ……………………………………..
3. Metode Penelitian ………………………………….
4. Pelaksanaan Penelitian ……………………………
a. Pengambilan serangga ……………………
b. Penelitian biologi …………………………..
5. Pengamatan Parameter …………………………..
a. Stadium telur ……………………………….
b. Stadium larva ……………………………….
c. Stadium pupa ……………………………….
d. Stadium imago ……………………………..
e. Daur hidup E. kamerunicus ………………
6. Data pendukung …………………………………..
16
16
16
17
17
17
18
18
19
19
19
20
20
Romi Arfianto S Meliala : Studi Biologi Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit Elaeidobius kamerunicus Faust
(Coleoptera : Curculionidae) Elaeis guineensis Jacq. Di Laboratorium, 2008
USU Repository © 2008
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Stadium telur ………………………………………
2. Stadium larva ……………………………………...
3. Stadium pupa ………………………………………
4. Stadium imago …………………………………….
5. Daur hidup E. kamerunicus ……………………..
21
21
25
26
28
V. KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan …………………………………………
2. Saran ………………………………………………..
30
31
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Romi Arfianto S Meliala : Studi Biologi Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit Elaeidobius kamerunicus Faust
(Coleoptera : Curculionidae) Elaeis guineensis Jacq. Di Laboratorium, 2008
USU Repository © 2008
DAFTAR TABEL
No
1.
2.
Judul
Halaman
Rata – rata Ukuran Tiap Stadium
Elaeidobius kamerunicus (mm) ……………………
22
Masa inkubasi telur, lama stadium larva, pupa,
imago, periode prapeneluran, peneluran, pasca
peneluran dan daur hidup E. kamerunicus pada
tanaman Kelapa sawit (hari) ……………………….
29
Romi Arfianto S Meliala : Studi Biologi Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit Elaeidobius kamerunicus Faust
(Coleoptera : Curculionidae) Elaeis guineensis Jacq. Di Laboratorium, 2008
USU Repository © 2008
DAFTAR GAMBAR
No
Judul
Halaman
1. Bunga Jantan kelapa sawit …………………………..
13
2. Bunga Betina kelapa sawit ……………………………
14
3. Telur E. kamerunicus (30x) ……………………………
21
4. Larva E. kamerunicus instar I …………………………
23
5. Larva E. kamerunicus instar III ……………………….
24
6. Pupa E. kamerunicus (1.5 x) …………………….......
25
7. Imago E. kamerunicus …………………………………
26
Romi Arfianto S Meliala : Studi Biologi Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit Elaeidobius kamerunicus Faust
(Coleoptera : Curculionidae) Elaeis guineensis Jacq. Di Laboratorium, 2008
USU Repository © 2008
DAFTAR LAMPIRAN
No
Judul
Halaman
1. Data Ukuran Telur, Larva dan Pupa
E. kamerunicus (mm) …….............................................
34
2. Data Ukuran Imago Jantan dan Betina
E. kamerunicus (mm) ……………………………………..
36
3. Data Masa Inkubasi Telur E. kamerunicus (hari) ………
38
4. Data Lama Hidup Imago, Periode Prapeneluran,
Peneluran, Pasca Peneluran dan Daur Hidup
E. kamerunicus (hari) …………………………………….
35
5. Data Lama Stadium Larva, Pupa (hari) …………………
39
6. Data Fertilitas Telur (%) …………………………………..
40
7. Data Suhu (o C) dan Kelembaban Relatif (%)
Ruangan per Bulan ……………………………………….
41
Romi Arfianto S Meliala : Studi Biologi Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit Elaeidobius kamerunicus Faust
(Coleoptera : Curculionidae) Elaeis guineensis Jacq. Di Laboratorium, 2008
USU Repository © 2008
I. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan tanaman yang
mampu menghasilkan minyak tertinggi persatuan luasnya dibanding jenis
tanaman lainnya. Tanaman kelapa sawit memiliki potensi minyak sekitar 6
– 7 ton/ha/tahun dan merupakan komoditi perkebunan yang begitu akrab
dengan kehidupan petani, bahkan dianggap sebagai salah satu sumber
mata pencaharian yang mampu mensejahterakan kehidupan pemiliknya.
(Buana dan Siahaan, 2003)
Peningkatan konsumsi minyak sawit dunia yang begitu cepat
disebabkan oleh beberapa faktor yaitu, selain karena pertumbuhan
populasi penduduk dunia, permintaan akan biodiesel dan biofuel, juga
karena peningkatan trend penggunaan minyak sawit untuk menggantikan
minyak kedelai. ( Wahyono dkk, 2006 )
Selain itu minyak sawit memiliki kandungan karoten, vitamin E yang
tinggi, antioksidan, dan yang terpenting bebas dari asam lemak trans.
Dengan beberapa keunggulan tersebut maka terjadi peningkatan
konsumsi minyak sawit yang pesat terutama di Eropa.
( Wahyono dkk, 2006 )
Untuk lebih mengintensifkan penyerbukan di kelapa sawit, maka
mulai 1983 diperkenalkan serangga penyerbukan kelapa sawit yang
diimport
dari
Kamerun,
Afrika.
Nama
serangga
tersebut
adalah
Elaeidobius kamerunicus Faust. Kumbang ini termasuk ordo Coleoptera
Romi Arfianto S Meliala : Studi Biologi Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit Elaeidobius kamerunicus Faust
(Coleoptera : Curculionidae) Elaeis guineensis Jacq. Di Laboratorium, 2008
USU Repository © 2008
dengan panjang tubuh 4 mm, dan lebar 1,5 mm dan berwarna cokelat
kehitaman.
(Satyawibawa dan Widyastuti, 1992)
E. kamerunicus adalah serangga penyerbuk kelapa sawit (SPKS).
Pemasukan E. kamerunicus dari Malaysia ke Indonesia pada tahun 1982
dilakukan atas prakarsa PT PP London Sumatera bekerja sama dengan
Pusat Penelitian Marihat. SPKS dimasukkan melalui Bandara Polonia
Medan. (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2003)
Dari hasil pengamatan Taniputra dan Muluk (1987), di Bukit Sentang
4 tahun setelah pelepasan kumbang E. kamerunicus menunjukkan
adanya peningkatan berat tandan yang nyata dibanding sebelum
pelepasan. Produksi tandan naik 1,9 % tetapi jumlah tandan merosot
tajam mencapai 44,4 %. Dengan adanya peningkatan bobot tandan akibat
keberhasilan penyerbukan yang mengakibatkan penekanan jumlah tandan
dapat dimengerti bila dikaji dari segi energi dengan pengertian dengan
adanya ekstra penyerbukan berarti memerlukan energi yang ekstra pula.
Hal ini dapat menimbulkan stres fisiologis akibat adanya “Boom” produksi
pada waktu masa panen berikutnya. (Sianturi, 2001)
Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit hanya dapat makan dan
berkembangbiak dengan sempurna pada bunga jantan tanaman keplapa
sawit dan telah terbukti bahwasanya serangga tersebut tidak berbahaya
pada tanaman lainnya. (Hutauruk dkk, 1982)
Di Sumatera Utara dan Malaysia sebelum diintroduksikan serangga
E. kamerunicus, terdapat serangga yang membantu terselenggaranya
Romi Arfianto S Meliala : Studi Biologi Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit Elaeidobius kamerunicus Faust
(Coleoptera : Curculionidae) Elaeis guineensis Jacq. Di Laboratorium, 2008
USU Repository © 2008
penyerbukan yaitu Thrips hawaiiensis Morgan, namun besarnya tandan
hanya mencapai 48,41 %. Sedangkan di Afrika Barat dapat mencapai 80
%, dikarenakan adanya serangga penyerbuk E. kamerunicus, sehinggga
diupayakanlah mendatangkan serangga tersebut tahun 1982 dan di
ijinkan penggunaanya pada tahun 1983. (Sianturi, 2001)
E. kamerunicus tidak berfungsi sebagai hama ataupun vektor
penyakit, dan tetap berperilaku monofag. Dampak positif yang dapat
diperoleh dari penyebaran E. kamerunicus adalah, dapat berfungsi
sebagai SPKS yang efektif, dapat berkembang biak dengan baik sehingga
tidak memerlukan penyebaran ulang, daya sebarnya cukup besar, dan
pembuahan dapat mencapai bunga betina yang terletak pada tandan
sebelah
dalam
sehingga
lebih
sempurna.
(Mangoensoekarjo
dan
Semangun, 2003)
Berdasarkan uraian di atas sehingga perlu diadakan penelitian
mengenai kajian biologi untuk mengetahui lamanya masa aktif E.
kamerunicus tersebut dalam menyerbuk bunga kelapa sawit.
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui biologi serangga penyerbuk kelapa sawit E.
kamerunicus Faust pada tanaman kelapa sawit E. guineensis Jacq di
Laboratorium.
Kegunaan Penelitian
Romi Arfianto S Meliala : Studi Biologi Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit Elaeidobius kamerunicus Faust
(Coleoptera : Curculionidae) Elaeis guineensis Jacq. Di Laboratorium, 2008
USU Repository © 2008
1. Sebagai salah satu syarat untuk dapat mengikuti ujian tingkat sarjana
di Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas
Pertanian USU Medan.
2. Sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Romi Arfianto S Meliala : Studi Biologi Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit Elaeidobius kamerunicus Faust
(Coleoptera : Curculionidae) Elaeis guineensis Jacq. Di Laboratorium, 2008
USU Repository © 2008
Tanaman Kelapa Sawit (E. guineensis Jacq.)
Kelapa sawit (E. guineensis Jacq.) termasuk tanaman monokotil.
Batangnya tumbuh lurus, umumnya tidak bercabang dan tidak mempunyai
kambium. Tanaman ini berumah satu atau monoecious, bunga jantan dan
betina terdapat pada satu pohon. Kedua jenis bunga yang keluar dari
ketiak pelepah daun berkembang terpisah. Bunga dapat menyerbuk
bersilang atau menyerbuk sendiri. Tanaman kelapa sawit dapat dibagi
menjadi bagian vegetatif dan generatif. Bagian vegetatif terdiri atas akar,
batang dan daun. Sedangakn bagian generatif yang berfungsi sebagai
alat
perkembangbiakan
adalah
bunga
dan
buah.
Kelapa
sawit
diperbanyak secara generatif dengan biji yang dikecambahkan. Cara ini
telah dilakukan sejak tanaman mulai dibudidayakan (cara konvensional).
Cara lain adalah memperbanyak tanaman secara vegetatif atau cara
klonal, dengan mengambil bagian vegetatif tanaman (bagian daun atau
akar yang masih muda) yang ditumbuhkan diatas alas makanan (media
buatan). Cara ini dikenal dengan cara kultur jaringan yang dikembangkan
pada tahun 1970, dan hasilnya mulai di tanam di lapangan di Indonesia
pada tahun 1987. (Semangun 2003)
Tanaman kelapa sawit merupakan komoditi tanaman yang sangat
menjanjikan untuk masa yang akan datang, hal tersebut dapat dilihat dari
perkembangan luas areal pertanaman kelapa sawit yaitu mulai tahun 1980
luas areal sekitar 294,560 ha, hingga saat ini sekitar lebih dari 5 jutaan ha,
dengan hasil produksi lebih dari 12 jutaan ton setiap sekali masa panen.
(Anonim, 2005)
Romi Arfianto S Meliala : Studi Biologi Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit Elaeidobius kamerunicus Faust
(Coleoptera : Curculionidae) Elaeis guineensis Jacq. Di Laboratorium, 2008
USU Repository © 2008
Menurut perkiraan, kurang lebih 90 % dari produksi minyak sawit
dunia di pergunakan sebagai bahan pangan, kenyataan menunjukkan
saat ini banyak industrialis dan konsumen menyukai jenis minyak nabati.
(Satyawibawa dan Widyastuti, 1992)
Harga minyak sawit dunia akan bergerak naik sampai pada puncak,
kemudian akan turun kembali dalam jangka waktu 10 tahunan hal ini
disebut dengan siklus. Berdasarkan pergerakan harga dari siklus, tahun
2005 dan seterusnya seharusnya menurun, tetapi karena masuknya
beberapa
faktor baru yang mempengaruhi permintaan minyak nabati
dunia khususnya kelapa sawit, tahun 2006 akan terjadi peningkatan
harga. Faktor baru yang sangat berperan saat ini adalah tingginya
permintaan biofuel dan faktor asam lemak trans. ( Wahyono dkk, 2006 )
Permintaan biofuel yang tinggi disebabkan semakin tingginya harga
minyak bumi, sehingga banyak negara mensubstitusi kebutuhan bahan
bakar minyak dari minyak bumi ke biofuel yang berasal dari minyak hayati.
Minyak sawit banyak diminati sebagai biofuel karena harganya relatif lebih
murah dibanding minyak hayati lain. ( Wahyono dkk, 2006 )
Faktor
asam
lemak
trans
juga
berpengaruh
terhadap
perkembangan permintaan sawit. Mulai tahun 2006, Amerika melalui Food
and Drug Administration ( FDA ) mengeluarkan peraturan pencantuman
asam lemak trans ( trans fatty acid ) pada pelabelan bahan makanan hal
ini akan mempengaruhi permintaan minyak sawit di Amerika. ( Wahyono
dkk, 2006 )
Romi Arfianto S Meliala : Studi Biologi Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit Elaeidobius kamerunicus Faust
(Coleoptera : Curculionidae) Elaeis guineensis Jacq. Di Laboratorium, 2008
USU Repository © 2008
Pada tanaman kelapa sawit lamanya proses pembentukan buah
(dari saat penyerbukan sampai matang), tergantung pada keadaan iklim
dan faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan lamanya proses
pemasakan buah di beberapa kawasan berbeda, di Malaysia sekitar 5,5
bulan, di Sumatera sekitar 3 – 6 bulan dan di Afrika sekitar 6 – 9 bulan.
Selama buah kelapa sawit masih muda yaitu sampai berumur 4,5 – 5
bulan, kelapa sawit berwarna ungu. Setelah itu kulit buah (exocarp)
berangsur berubah dari ungu menjadi merah kekuningan. Pada saat ini
terjadilah pembentukan minyak yang intensif pada daging
buah
(mesocarp) dan Butir-butir tersebut mengandung zat warna karotin yang
berwarna jingga. (Semangun, 2003)
Proses pembentukan minyak dalam daging buah berlangsung
selama 24 hari, yaitu sampai buah mencapai tingkat masak. Masaknya
buah dalam satu tandan tidak sekaligus, tetapi berangsur-angsur mulai
bagian atas dan bagian samping yang terkena sinar matahari menuju
kearah bawah (pangkal). Satu tandan buah telah siap di panen apabila
beberapa buah dari tandan tersebut telah terlepas dan jatuh ke tanah.
(Semangun, 2003)
Biologi Bunga Kelapa Sawit
Romi Arfianto S Meliala : Studi Biologi Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit Elaeidobius kamerunicus Faust
(Coleoptera : Curculionidae) Elaeis guineensis Jacq. Di Laboratorium, 2008
USU Repository © 2008
Kelapa sawit termasuk kelompok pohon berumah satu yang artinya
dalam satu pohon terdapat tandan bunga jantan dan bunga betina. Pada
umumnya dalam satu pohon, tidak ditemukan tandan bunga jantan yang
mekar bersamaan dengan tandan bunga betina. Tiap tandan bunga
mempunyai tangkai sepanjang 30 – 45 cm, yang mendukung spikelet
tersusun spiral. Tandan bunga sawit awalnya tertutup oleh dua lapis
seludang berserat. Enam minggu sebelum anthesis seludang bagian luar
akan pecah dan 2 atau 3 minggu kemudian seludang bagian dalam akan
pecah dan tandan bunga akan terbuka. Tandan bunga betina berukuran
panjang 24 – 45 cm, mengandung ribuan bunga yang terletak pada
pembungaan betina. (Agus dkk, 2007)
Pada waktu bunga – bunga mekar, suhu didalam pembungaan
meningkat 5 – 10 oC dan bunga megeluarkan bau seperti adas
(Foeniculum vulgare) yang kuat. Ujung putik reseptif memilki 3 cuping
berambut seperti sabit. Bunga pertama yang membuka adalah bunga
yang terletak didasar spikelet, setelah bunga mekar cupingnya akan
berubah menjadi keunguan karena adanya anthosianin dan tepung sari
tidak dapat berkecambah pada putik ini. (Agus dkk, 2007)
Bunga jantan yang sedang anthesis memiliki bau yang lebih kuat
dibandingkan dengan bunga betina, itu disebabkan oleh senyawa volatil
yang dikeluarkan oleh bunga jantan lebih banyak. Senyawa volatil
umumnya diketahui sebagai kairomon yaitu senyawa yang diproduksi dan
dilepaskan oleh bunga kelapa sawit berfungsi untuk menarik serangga
yang menguntungkan untuk reproduksi kelapa sawit. Hasil penelitian
Romi Arfianto S Meliala : Studi Biologi Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit Elaeidobius kamerunicus Faust
(Coleoptera : Curculionidae) Elaeis guineensis Jacq. Di Laboratorium, 2008
USU Repository © 2008
menyatakan bahwa serbuk sari pada bunga jantan mekar mengandung
senyawa kimia p-metoksialilbenzena (estragole) yang berbau sangat kuat,
dan bau tersebut mempunyai peranan yang penting dalam menarik reaksi
serangga tersebut. (Agus dkk, 2007)
Serangga E. kamerunicus Faust
Di daerah pedalaman Afrika Barat terdapat perkebunan kelapa
sawit yang produksi jumlah tandan buah kelapa sawit di daerah tersebut
tidak memuaskan karena keberadaan serangga penyerbuk yang ada di
daerah tersebut bukan serangga penyerbuk khusus untuk tanaman kelapa
sawit melainkan dapat menyerbuk tanaman yang lain juga sehingga
dengan hal tersebut diatas dapat menyebabkan kehilangan hasil yang
cukup signifikan. Jadi untuk memaksimalkan proses penyerbukan
dilakukan pelepasan serangga E. kamerunicus. Angin diketahui juga
dapat membantu proses penyerbukan tetapi hanya efektif pada saat
musim kemarau begitu juga dengan serangga asli Malaysia, Indonesia
dan Amerika tidak begitu sempurna dalam hal penyerbukan, lain halnya
dengan kumbang yang berasal dari Kamerun ini E. kamerunicus dapat
menyerbuk dengan baik dan sangat efektif sebagai serangga penyerbuk
kelapa sawit. Kebanyakan areal perkebunan saat ini telah melakukan
pelepasan E. kamerunicus untuk membantu proses penyerbukan.
(Mayfield, 2001).
Sebelum ditemukannya E. kamerunicus sebagai penyerbuk yang
paling efektif untuk tanaman kelapa sawit terdapat serangga yang juga
Romi Arfianto S Meliala : Studi Biologi Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit Elaeidobius kamerunicus Faust
(Coleoptera : Curculionidae) Elaeis guineensis Jacq. Di Laboratorium, 2008
USU Repository © 2008
berfungsi sebagai penyerbuk yaitu Thrips hawaiiensis namun serangga
tersebut
diduga
kurang
efektif
karena
populasinya
yang
sangat
dipengaruhi oleh cuaca bahkan di daerah Kalimantan, Sulawesi dan Irian
jaya tidak ada ditemukan. ( Lubis, 1992 )
Di Malaysia biaya penyerbukan buatan sangat meningkat tajam,
karena itu dicarilah suatu solusi untuk menekan biaya tersebut dengan
melakukan penelitian terhadap serangga yang dapat menyerbuk tanaman
kelapa sawit, di daerah asalnya Amerika Barat dilakukan penelitian
terdapat kumbang penyerbuk Elaeidobius spp dan hubungannya terhadap
bunga jantan dan bungan betina tanaman kelapa sawit. (Kevan, 1998)
Setelah masa uji coba dan proses karantina, E. kamerunicus
dilepas di Malaysia dan dapat berkembang dengan baik, dengan
pelepasan serangga penyerbuk Negara tersebut dapat mengurangi biaya
produksi hingga jutaan dolar per tahun dibandingan dengan penyerbukan
buatan atau assisted pollination. (Kevan, 1998)
Di Malaysia kumbang E. kamerunicus telah dilepaskan diperoleh
bukti-bukti yang menunjukkan bahwa serangga ini dapat berperan dalam
penyerbukan kelapa sawit, yaitu berdasarkan pengamatan “fruit set”
kelapa sawit di Sumatera Utara, maka pelepasan serangga ini di
Indonesia diperhitungkan akan dapat memberikan kenaikan produksi
minyak dan inti yang serta dengan 400 juta rupiah pertahun. Adanya segi
positif yang memberikan keuntungan terhadap usaha perkelapa – sawitan
sehingga diharapkan E. kamerunicus dapat dikembangkan di Indonesia.
(Syed, 1982)
Romi Arfianto S Meliala : Studi Biologi Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit Elaeidobius kamerunicus Faust
(Coleoptera : Curculionidae) Elaeis guineensis Jacq. Di Laboratorium, 2008
USU Repository © 2008
Tingkat adaptasi E. kamerunicus pada tanaman kelapa sawit
adalah lebih baik dibandingkan dengan thrips, dan memiliki kemampuan
yang jauh lebih baik untuk menyebarkan tepung sari, dan mengenal dan
mencari bunga betina dibandingkan dengan manusia. Disamping itu E.
kamerunicus juga memiliki kemampuan untuk membantu penyebaran
tepung sari dan kualitas yang sama baik tanaman muda maupun pada
tanaman tua (tinggi). Sejalan dengan ini maka pelaksanaan penyerbukan
oleh serangga ini akan jauh lebih baik daari pada penyerbukan alamiah
maupun
ddengan
bantuan
(assisted
pollination)
sebagaimana
berlangsung sekarang. (Syed, 1982)
Serangga penyerbuk kelapa sawit E. kamerunicus ini termasuk
dalam ordo Coleoptera yang juga disebut dengan kumbang. Kumbang ini
memiliki panjang tubuh sekitar 4 mm, dan dengan lebar tubuh sekitar 1,5
mm, adapun warna tubuh serangga tersebut berwarna coklat kehitamhitaman (Satyawibawa dan Widyastuti, 1992).
Tubuh serangga E. kamerunicus memiliki bulu-bulu halus pada
bagian punggung membentuk seperti jamur, pada bulu tersebut biji serbuk
sari dapat melekat dan ketika kumbang berpindah ke bunga betina maka
proses penyerbukan dapat terjadi, ukuran tubuh jantan lebih besar
daripada betina, moncong pada jantan lebih pendek dari betina, dan
serangga tersebut aktif antara jam 09.00 sampai jam 11.00 pagi, kelihatan
seperti nyamuk yang beterbangan. (Lubis dkk, 1989)
Serangga penyerbuk kelapa sawit E. kamerunicus merupakan tipe
serangga yang memiliki metamorfosis sempurna, pada tipe ini serangga
Romi Arfianto S Meliala : Studi Biologi Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit Elaeidobius kamerunicus Faust
(Coleoptera : Curculionidae) Elaeis guineensis Jacq. Di Laboratorium, 2008
USU Repository © 2008
pra-dewasa (larva dan pupa) biasanya memiliki bentuk yang sangat
berbeda dengan serangga dewasa (imago). Larva merupakan fase yang
sangat aktif makan, sedangkan pupa merupakan tempat peralihan yang
dicirikan dengan terjadinya perombakan dan penyusunan kembali alat-alat
tubuh baik bagian dalam dan luar tubuh. Berbeda dengan perkembangan
paurometabola dan hemitabola. Pada perkembangan holometabola sayap
berkembang secara internal dari kelompok sel dorman yang disebut tunas
sayap. (Jumar, 1997)
Proses penyebaran tepung sari
Mekanisme proses penyebaran tepung sari oleh serangga dari satu
bunga ke bunga lain secara ringkas dapat diuraikan sebagai berikut :
Bunga yang sedang mekar mengeluarkan bau spesifik dan sangat
disukai oleh serangga. Bunga jantan (Gambar 1) dan bunga betina
(Gambar 2) keduanya mengeluarkan bau yang sama namun bunga jantan
terasa lebih kuat. Periode pengeluarannya berlangsung lebih lama pada
bunga betina yakni ± 5 hari, sedang pada bunga jantan berlangsung 2 – 3
hari.
Romi Arfianto S Meliala : Studi Biologi Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit Elaeidobius kamerunicus Faust
(Coleoptera : Curculionidae) Elaeis guineensis Jacq. Di Laboratorium, 2008
USU Repository © 2008
Gambar 1 : Bunga jantan (PJ)
Tertarik oleh bau tersebut serangga-serangga akan hinggap dan
bergerak mengitari bagian-bagian bunga yang mengakibatkan tepung sari
melekat dipermukaan badannya. Kemudian serangga tersebut terbang
dan hinggap pada bunga lain (bunga jantan atau bunga betina yang
mekar). Dengan cara demikian tepung sari disebarkan dari satu bunga ke
bunga lain pada saat yang tepat. Ketepatan waktu penyebaran tepung sari
adalah sangat penting, karena periode saat mana bunga betina sesuai
untuk proses pembuahan sangat singkat. Dalam hal kemampuan
serangga jauh lebik baik dibandingkan dengan kemampuan manusia.
Selain daripada itu penyebaran tepung sari keatas bakal buah juga jauh
lebih sempurna, karena serangga tersebut sangat aktif serta memiliki
kecenderungan untuk mengunjungi semua bakal bunga. Dengan demikian
bunga terbentuk sempurna (fertilized fruit) kelak akan bertambah banyak.
(Lubis dkk, 1989).
Romi Arfianto S Meliala : Studi Biologi Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit Elaeidobius kamerunicus Faust
(Coleoptera : Curculionidae) Elaeis guineensis Jacq. Di Laboratorium, 2008
USU Repository © 2008
Bunga
kelapa
sawit
adalah
tipe
yang
beradaptasi
pada
penyerbukan dengan angin. Bunga jantan terbuka dan menghasilkan
banyak serbuk sari, dan bunga betina tidak mempunyai daun mahkota
yang biasanya menjadi perhiasan untuk menari serangga. Bunga betina
mempunyai kepala putik yang terbuka dan menonjol keluar. ( Pardede,
1990 )
Gambar 2 : Bunga Betina (PB)
Serangga penyerbuk E. kamerunicus sangat tertarik pada bau
bunga jantan, serangga dilepas pada saat bunga betina sedang represif,
keunggulan cara ini adalah tandan buah lebih besar, bentuk buah lebih
sempurna, produksi minyak meningkat lebih besar 15 % dan produksi inti
meningkat sampai 30 %, kekurangan cara ini buah sulit rontok dan tandan
harus dibelah dua dalam mengolahnya. (Anonim, 2001)
Romi Arfianto S Meliala : Studi Biologi Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit Elaeidobius kamerunicus Faust
(Coleoptera : Curculionidae) Elaeis guineensis Jacq. Di Laboratorium, 2008
USU Repository © 2008
Syed 1979, mengemukakan bahwa perkembangan populasi
kumbang E. kamerunicus dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :
1. Predator terutama tikus
Dari hasil analisa isi lambung tikus sebelum periode E kamerunicus di
jumpai banyak sisa-sisa serangga antara lain yang dominan yaitu adalah
cocopet Chelisoches morris, siput Parmorian pupillaris dan semut
angkrang Oecophylla smaragdina. Setelah periode SPKS, larva dan
kepompong E kamerunicus menduduki tempat kedua setelah cocopet.
Hasil pengamatan dilapangan menunjukkan hampir semua tandan
bunga jantan yang telah melewati masa anthesis, dimana larva dan
kepompong E kamerunicus banyak dijumpai tidak terlepas dari cakaran
tikus. Kenyataan ini menunjukkan bahwa pengendalian tikus ini perlu
untuk mempertahankan tingkat kepadatan populasi SPKS yang optimal.
2. Banyak bunga jantan mekar
Lebih jauh dijelaskan bahwa terdapat hubungan yang linier antara
rata-rata kepadatan populasi dan kepadatan rata-rata tandan bunga
jantan yang sedang mekar. Apabila jumlah bunga jantan yang mekar
sedikit maka populasi akan turun dengan cepat. Dari kenyataan ini dapat
diketahui bahwa faktor makanan merupakan faktor penting dalam kendali
populasi dilapangan.
Romi Arfianto S Meliala : Studi Biologi Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit Elaeidobius kamerunicus Faust
(Coleoptera : Curculionidae) Elaeis guineensis Jacq. Di Laboratorium, 2008
USU Repository © 2008
III. BAHAN DAN METODA
1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Hama dan Penyakit
Tumbuhan , Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan,
dengan ketinggian + 25 m diatas permukaan laut. Penelitian ini
berlangsung mulai bulan Agustus – September 2007.
2. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah imago serangga
Elaeidobius kamerunicus, bunga jantan yang baru mekar.
Alat – alat yang digunakan adalah mikroskop, stoples, gunting,
pinset, kain kasa, tissue, kertas millimeter, jarum dan yang lainnya yang
diperlukan.
3. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah Metode Observasi,
dengan mengamati secara kasat mata setiap stadia E. kamerunicus yang
dipelihara dalam stoples ( berdiameter 20 cm, tinggi25 cm ) sebanyak 20
buah stoples dan masing – masing stoples dimasukkan 10 pasang
serangga E.kamerunicus.
Romi Arfianto S Meliala : Studi Biologi Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit Elaeidobius kamerunicus Faust
(Coleoptera : Curculionidae) Elaeis guineensis Jacq. Di Laboratorium, 2008
USU Repository © 2008
4. Pelaksanaan Penelitian
a. Pengambilan serangga
Serangga yang akan digunakan dalam percobaan ini diperoleh dari
Balai Penelitian Kelapa Sawit Marihat Pematang Siantar, dengan
pengambilan serangga dilapangan secara teknis sebagai berikut :
-
Pada areal pertanaman kelapa sawit tersebut dilakukan pencarian
bunga jantan kelapa sawit yang sedang mekar yang mengeluarkan
aroma yang khas dan dilakukan pengecekan keberadaan serangga
E. kamerunicus, lalu bunga jantan diambil dengan menggunakan
pisau potong.
-
Bunga jantan tersebut dibawa ke Laboratorium Hama di Fakultas
Pertanian lalu dipotong bagian spikelet satu persatu hingga
keseluruhan spikelet.
-
Disiapkan 2 stoples sebagai tempat serangga jantan dan betina
yang
akan
dipisahkan
agar
pengambilan
serangga
untuk
percobaan menjadi seragam.
b. Penelitian
-
Diambil sebanyak 10 pasang kumbang E. kamerunicus,
dimasukkan kedalam stoples yang berdiameter 20 cm dengan
tinggi 25 cm dengan terlebih dahulu memasukkan potongan
spikelet bunga jantan yang sedang mekar dan bebas dari populasi
serangga E. kamerunicus sebagai sumber bahan makanan dan
tempat berkembang biak.
Romi Arfianto S Meliala : Studi Biologi Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit Elaeidobius kamerunicus Faust
(Coleoptera : Curculionidae) Elaeis guineensis Jacq. Di Laboratorium, 2008
USU Repository © 2008
- Serangga dipelihara hingga beberapa hari, hingga diperkirakan
serangga sudah meletakkan telur pada spikelet.
- Lalu serangga diambil dan dipindahkan ke stoples yang lain
sedangkan spikelet tetap berada di stoples.
- Lalu dilakukan pengamatan terhadap terbentuknya telur yang di
hasilkan, jumlah telur yang menetas, dan periode bertelur pada
spikelet yang sudah terpisah dengan serangga.
- Pengamatan dilakukan setiap hari.
5. Pengamatan Parameter
Untuk mengetahui beberapa aspek biologi serangga penyerbuk
kelapa sawit E. kamerunicus, dilakukan percobaan selama 1 generasi,
peubah yang diamati dalam percobaan ini adalah stadium telur, larva,
pupa, imago, siklus hidup dan mortalitasnya.
a. Stadium Telur
Pengamatan pada stadium telur dilakukan terhadap ukuran,
bentuk, warna, fertilitas telur, jumlah telur yang dihasilkan oleh tiap imago
betina sampai mati.
Untuk pengukuran telur dilakukan dengan mikroskop. Sedangkan
untuk pengamatan fertilitas telur dilakukan terhadap jumlah seluruh telur
yang dapat dihasilkan oleh tiap imago, dengan mengunakan rumus :
Fertilitas Telur =
Banyaknya Telur yg Menetas
X 100%
Banyaknya Telur yg Diletakkan
Romi Arfianto S Meliala : Studi Biologi Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit Elaeidobius kamerunicus Faust
(Coleoptera : Curculionidae) Elaeis guineensis Jacq. Di Laboratorium, 2008
USU Repository © 2008
b. Stadium Larva
Pada stadium larva yang diamati adalah lama masing – masing
instar, panjang tubuh, tipe dan mortalitas larva, dengan menggunakan
rumus :
Mortalitas Larva =
Jumlah Larva yang Mati
Jumlah Larva seluruhnya
X 100%
c. Stadium Pupa
Pada stadium pupa, yang diamati adalah lama stadium, panjang
pupa, warna, tipe pupa dan mortalitas pupa, dengan menggunakan rumus
Mortalitas Pupa =
Jumlah Pupa yang Mati
Jumlah Pupa Selurunya
X 100 %
d. Stadium Imago
Pada stadium imago, yang diamati adalah lama stadium, panjang
tubuh, warna, ciri – ciri tubuh, jenis kelamin, dan kemampuan bertelur dari
imago.
e. Daur Hidup
Lamanya daur hidup ( masa perkembangan telur sampai imago
dan masa pra peneluran ) dari hama ini dapat diketahui dengan
menghitung lamanya stadium telur, larva, pupa dan imagodan lamanya
masa prapeneluran imago betina.
Romi Arfianto S Meliala : Studi Biologi Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit Elaeidobius kamerunicus Faust
(Coleoptera : Curculionidae) Elaeis guineensis Jacq. Di Laboratorium, 2008
USU Repository © 2008
6. Data Pendukung
Data pendukung yang diamati dalam penelitian ini adalah
pengukuran suhu ( oC ) dengan menggunakan Thermometer. Pengamatan
dilakukan setiap pukul 09.00 dan 15.00 WIB.
Romi Arfianto S Meliala : Studi Biologi Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit Elaeidobius kamerunicus Faust
(Coleoptera : Curculionidae) Elaeis guineensis Jacq. Di Laboratorium, 2008
USU Repository © 2008
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Serangga penyerbuk kelapa sawit
Elaeidobius
kamerunicus
mengalami tipe metamorfosis holometabola yaitu dimulai dari stadia telur,
larva, pupa dan imago. Ukuran stadium telur, larva, pupa dan imago
disajikan pada Tabel 1. Masa inkubasi telur, lama stadia larva, pupa
(kepompong), imago, periode pra peneluran, peneluran, pasca peneluran
dan daur hidup serangga E. kamerunicus disajikan pada Tabel 2.
1. Stadium Telur
Telur berbentuk lonjong dan berwarna keputih – putihan (Gambar
3), ukuran panjang telur berkisar antara 0,60 – 0,68 mm (0,65 + 0,05 mm)
dan lebar berkisar antara 0,3 – 0,5 mm (0,39 + 0,06 mm).
Gambar 3 : Telur E. kamerunicus (30 X)
Telur diletakkan dengan alat peletak telur (ovipositor) ke dalam
lubang bagian luar tangkai sari bunga jantan yang mekar, lubang tersebut
terjadi karena jaringan tangkai sari sebelumnya dimakan oleh kumbang.
Romi Arfianto S Meliala : Studi Biologi Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit Elaeidobius kamerunicus Faust
(Coleoptera : Curculionidae) Elaeis guineensis Jacq. Di Laboratorium, 2008
USU Repository © 2008
Jaringan yang membatasi lubang gigitan kumbang tersebut mulai
mengeras dan mengerut sehingga memberikan perlindungan terhadap
telur yang terdapat didalamnya. Telur yang akan menetas akan berwarna
lebih gelap, masa inkubasi telur berkisar antara 2 – 3 hari (2,4 + 0,5 hari).
Tabel 1. Rata - rata Ukuran Tiap Stadium E. kamerunicus (mm)
Stadium
n
Panjang
Lebar
0.39
1.16
1.75
2.27
2.65
-
Telur
Larva Instar I
Larva Instar II
Larva Instar III
Pupa
Imago Jantan
Imago Betina
20
20
20
20
20
10
10
0.65
2.45
4.50
6.45
6.35
4.06
2.97
Hasil
tersebut
sesuai
dengan
Ukuran Tubuh (mm)
Lebar
Lebar
abdomen toraks
1.27
1.17
1.00
0.76
pernyataan
Lebar
kepala
0.37
0.46
Syed
Rentang
sayap
2.35
1.66
(1982),
bahwasanya telur menetas 2 hari setelah peletakan telur dan dari hasil
pengamatan ini juga diperoleh fertilitas telur E. kamerunicus berkisar
antara 95.21 – 99.10 % (97,58 + 1,19 %).
2. Stadium Larva
Stadium larva berkembang melalui tiga (3) instar. Larva instar
pertama berada disekitar tempat menetasnya telur hingga terjadinya
pergantian kulit. Larva instar pertama ini berwarna keputihan dengan
bagian kepala yang memiliki bintik hitam dengan ukuran panjang 2 – 3
mm (2,45 + 0,39 mm) dan lebar tubuh 1 – 1.3 mm (1,16 + 0,13 mm)
dengan lama stadium larva berkisar antara 2 – 3 hari (2,25 + 0,8 hari).
Sumber makanan larva ini yaitu cairan yang terdapat pada bagian dalam
telur yang menetas.
Romi Arfianto S Meliala : Studi Biologi Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit Elaeidobius kamerunicus Faust
(Coleoptera : Curculionidae) Elaeis guineensis Jacq. Di Laboratorium, 2008
USU Repository © 2008
Setelah dua (2) hari larva mengalami perubahan yang lebih jelas
yaitu larva instar kedua mulai bergerak dan pindah ke pangkal bunga
jantan yang sama. Larva instar kedua ini memiliki ukuran panjang tubuh 4
– 5 mm (4,5 + 0,5 mm) dengan lebar 1.5 – 2 mm (1,75 + 0,25 mm),
berwarna kekuning – kuningan dengan bagian dalam tubuh yang sedikit
transparan dan bagian kepala yang berwarna kecoklatan, adapun lama
stadium dari larva instar kedua ini berkisar antara 2 – 3 hari (2,3 + 0,47
hari). Larva pada tahap ini memakan bagian jaringan – jaringan bagian
pangkal bunga tersebut. Sebelum semua bagian dari bunga habis
dimakan oleh larva tersebut larva kedua akan berganti kulit lagi menjadi
larva instar ketiga.
Gambar 4 : Larva E. kamerunicus instar I (30 X)
Pada tahap ini larva berwarna kuning jelas dengan bagian
kepala yang berwarna coklat kekuningan, dengan panjang tubuh 6 – 7
mm (6,45 + 0,51 mm) dan lebar tubuh berkisar antara 2 – 2.5 mm (2,27 +
0,25 mm) (Gambar 5) dengan lama stadium larva berkisar antara 5 – 8
hari (6,4 + 1,14 hari). Larva ini terus memakan bagian pangkal tangkai sari
Romi Arfianto S Meliala : Studi Biologi Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit Elaeidobius kamerunicus Faust
(Coleoptera : Curculionidae) Elaeis guineensis Jacq. Di Laboratorium, 2008
USU Repository © 2008
hingga yang tinggal hanya bagian atasnya saja, kemudian bagian yang
tertinggal tersebut mengering dan selanjutnya larva ini membuat sebuah
lubang melalui selubung bunga jantan (dekat dengan pangkal bunga)
dekat pada pangkal tangkai sari sebelahnya dan kemudian memakan
jaringan yang lunak hingga pangkalnya. Dengan cara seperti ini larva
instar ketiga ini dapat memakan 5 hingga 6 bunga jantan.
Tipe larva ini termasuk dalam kelompok Scarabeiform yaitu
dikenal dengan nama lundi. Bertubuh silinder bentuk melengkung
menyerupai huruf c. kepala berkembang sempurna dan memiliki tungkai
pada toraks, sedang tungkai palsu pada abdomen tidak ada.
Gambar 5 : Larva E. kamerunicus instar III (30 X)
3. Stadium Pupa
Pada saat pupa akan terbentuk, larva instar ketiga (3) terlebih
dahulu menggigit bagian ujung bunga jantan sehingga terlepas dengan
demikian terjadilah lubang yang kelak menjadi tempat keluarnya
kumbang, larva instar ketiga juga menjadi tidak aktif sekitar sehari
sebelum terbentuknya pupa (kepompong). Pupa berwarna kuning cerah
dan sudah tampak bagian – bagian tubuhnya seperti bakal tungkai,
Romi Arfianto S Meliala : Studi Biologi Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit Elaeidobius kamerunicus Faust
(Coleoptera : Curculionidae) Elaeis guineensis Jacq. Di Laboratorium, 2008
USU Repository © 2008
mandible dan bakal kepalanya. Pupa berukuran panjang sekitar 5 – 7 mm
(6,35 + 0,74 mm) dengan lebar tubuh sekitar 2 – 3 mm (2,65 + 0,46 mm),
periode pupa diselesaikan dalam waktu 5 – 6 hari (5,5 + 0,51 hari).
Tipe pupa tersebut termasuk dalam kelompok Eksarat yaitu pupa
tersebut dilengkapi dengan embelan bebas dan biasanya tidak melekat
pada tubuh serta tidak memiliki kokon.
Gambar 6 : Pupa E. kamerunicus (30 X)
4. Stadium Imago
Kumbang ini berwarna coklat kehitaman dengan bagian abdomen
yang beruas – ruas, pada bagian sayap sayap dan abdomen terdapat bulu
– bulu halus. Imago ini memiliki sayap dengan kemampuan terbang yang
tidak begitu baik, pada bagian tubuh atas terdapat bercak berwarna
kekuningan
Secara
makroskopis
umumnya
serangga
Elaeidobius
kamerunicus yang jantan memiliki tubuh yang lebih besar daripada
serangga betina. Selain dari ukuran tubuh, jantan dan betina dapat
Romi Arfianto S Meliala : Studi Biologi Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit Elaeidobius kamerunicus Faust
(Coleoptera : Curculionidae) Elaeis guineensis Jacq. Di Laboratorium, 2008
USU Repository © 2008
dibedakan berdasarkan ciri-ciri morfologi seperti pada bagian mulut
serangga pada serangga E. kamerunicus yang jantan memiliki mulut yang
lebih pendek daripada betina dan bagian tubuh serangga betina yang
terlihat lebih ramping dari serangga jantan. Pada pangkal elytra serangga
jantan terdapat lekukan tubuh yang lebih jelas dibanding serangga betina.
Betina
Jantan
Gambar 7 : Kumbang Dewasa E.Kamerunicus
(kiri :betina, kanan :jantan) (30 X)
Periode prapeneluran berkisar antara 2 – 3 hari (2,5 + 0,5 hari) dan
periode peneluran berkisar antara 16 – 19 hari (17,3 + 1,05 hari). Menurut
Lubis (1992), periode peneluran hingga menjadi imago berlangsung
selama 21 – 24 hari. Seekor imago betina E. kamerunicus selama
hidupnya dapat menghasilkan telur berkisar antara 196 – 230 butir
(218,85 + 13,04 butir). Sedangkan masa inkubasi telur berkisar antara 2 –
3 hari (2,4 + 0,5 hari) dan periode sejak imago betina tidak meletakkan
telur hingga mati disebut periode pasca peneluran berkisar antara 3 – 5
hari (3,8 + 0,7 hari).
Romi Arfianto S Meliala : Studi Biologi Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit Elaeidobius kamerunicus Faust
(Coleoptera : Curculionidae) Elaeis guineensis Jacq. Di Laboratorium, 2008
USU Repository © 2008
Serangga E. kamerunicus aktif pada pagi dan siang hari bila terjadi
sentuhan serangga akan bergerak cepat dan terbang, serangga dapat
bersembunyi pada bagian bagian dalam spikelet dan ada juga yang
menanam diri dengan serbuk bunga jantan hingga menutupi seluruh
tubuhnya.
Kumbang E. kamerunicus memakan tangkai sari bunga jantan yang
sampai 3 hari setelah kumbang menjadi imago namun ada juga yang
berkopulasi lebih awal. Kumbang E. kamerunicus tidak pernah ditemukan
pada bunga jantan yang belum mekar namun akan segera mengunjungi
perbungaan apabila sudah ada bunga jantan yang mulai mekar.
Jumlah kumbang E. kamerunicus pada bunga jantan tergantung
pada jumlah bunga mekar pada bulir (spikelet), populasi kumbang akan
ditemukan sedikit pada hari pertama mekarnya bunga, namun akan
segera meningkat jumlahnya pada hari kedua dan akan menapai
maksimum pada hari ketiga bertepatan dengan mekarnya semua bunga.
Kemudian jumlah kumbang akan menurun cepat pada hari
keempat dan kelima, pada hari keenam kumbang sudah terlihat sedikit
ditemukan pada perbungaan jantan.
Lama hidup imago betina lebih panjang (lama) dibanding dengan
imago jantan, pada serangga jantan berkisar antara 35 – 43 hari (41 + 2,5
hari) sedang betina berkisar antara 55 – 60 hari. (60,9 + 1,7 hari). Menurut
Pardede (1992), lama hidup kembang betina dapat mencapai 65 hari dan
kumbang jantan berkisar 46 hari.
Romi Arfianto S Meliala : Studi Biologi Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit Elaeidobius kamerunicus Faust
(Coleoptera : Curculionidae) Elaeis guineensis Jacq. Di Laboratorium, 2008
USU Repository © 2008
5. Daur Hidup Elaeidobius kamerunicus Faust.
Hasil percobaan ini menunjukkan (Tabel 2) bahwa daur hidup E.
kamerunicus (masa perkembangan telur sampai dengan imago) berkisar
antara 21 – 25 hari (22,3 + 1,56 hari). Lubis (1992) menyatakan bahwa
serangga
E.
kamerunicus
dalam
menyelesaikan
satu
generasi
membutuhkan waktu sekitar 21 – 24 hari, dan dalam menyelesaikan satu
generasi tergantung pada perkembangan musuh alami dan linkungan.
Pada penelitian ini suhu laboratorium pada bulan April berkisar antara
27.12 – 29.85 oC (28,70 + 0,66 oC), sedangkan pada bulan Mei berkisar
antara 27.12 – 31.12 oC (28,83 + 0,84 oC).
Tabel 2. Masa Inkubasi Telur, Lama Stadium Larva, Pupa, Imago, Periode
Prapeneluran, Peneluran, Pasca Peneluran dan Siklus Hidup E.
kamerunicus pada Tanaman Kelapa Sawit (/Hari)
Umur (hari)
Stadium
n
Kisaran
Rataan
Telur
20
2–3
2.4
Larva
20
9 – 13
10.98
Instar I
20
2–3
2.25
Instar II
20
2–3
2.30
Instar III
20
5–7
6.40
Pupa
20
5–6
5.5
Imago Jantan
10
35 – 43
41
Imago Betina
10
58 – 63
60.9
Periode Prapeneluran
10
2–3
2.5
Periode Peneluran
10
16 – 18
17.3
Periode Pasca Peneluran
10
3–5
3.8
Daur Hidup (telur – imago)
10
20 - 25
22.3
Romi Arfianto S Meliala : Studi Biologi Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit Elaeidobius kamerunicus Faust
(Coleoptera : Curculionidae) Elaeis guineensis Jacq. Di Laboratorium, 2008
USU Repository © 2008
Pada penelitian ini seluruh pengukuran dengan menggunakan
kertas milimeter yang dilihat
dibawah mikroskop, begitu juga dengan
pengukuran telur. Berbagai usaha telah dilakukan untuk mengurangi
mortalitas telur, larva, pupa dan imago namun mortalitas tersebut masih
dijumpai.
Romi Arfianto S Meliala : Studi Biologi Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit Elaeidobius kamerunicus Faust
(Coleoptera : Curculionidae) Elaeis guineensis Jacq. Di Laboratorium, 2008
USU Repository © 2008
V. KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
-
Masa inkubasi telur 2 – 3 hari (2,4 + 0,5 hari),
-
Lama stadium larva (instar I hingga instar III) berkisar antara 9 – 13
hari (10,95 + 1,28 hari)
-
Stadium pupa berkisar antara 5 – 6 hari (5,5 + 0,51 hari),
-
Lama hidup imago jantan 35 – 43 hari (41 + 2,5 hari),
-
Lama hidup imago betina 58 – 63 hari (60,90 + 1,7 hari),
-
Periode prapeneluran berkisar antara 2 – 3 hari (2,5 + 0, 5 hari),
-
Periode peneluran berkisar antara 16 – 18 hari (17,3 + 1,05 hari)
-
Periode pasca peneluran berkisar antara 3 – 5 hari (3,8 + 0,7 hari).
-
Periode daur hidup serangga E. kamerunicus berkisar antara 20 –
25 hari (22,30 + 1,56 hari).
-
Panjang telur berkisar antara 0,63 – 0,68 mm (0,65 + 0,05 mm) dan
lebar 0,3 – 0,5 mm (0,39 + 0,06 mm),
-
Panjang larva instar I yaitu 2 – 3 mm (2,45 + 0,39 mm) lebar 1 – 1,3
mm (1,16 + 0,13 mm)
-
Panjang larva instar II yaitu 4 – 5 mm (4,5 + 0,5 mm) dan lebar 1,5
– 2 mm (1,75 + 0,25 mm)
-
Panjang larva instar III dengan panjang 6 – 7 mm (6,45 + 0,51 mm)
antara 2 – 2,5 mm (2,27 + 0,25 mm). panjang pupa berkisar antara
5-7
mm (6,35 + 0,74 mm) lebar antara 2 – 3 (2,65 + 0,46 mm).
Romi Arfianto S Meliala : Studi Biologi Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit Elaeidobius kamerunicus Faust
(Coleoptera : Curculionidae) Elaeis guineensis Jacq. Di Laboratorium, 2008
USU Repository © 2008
-
Tubuh imago jantan lebih besar daripada betina, pada bagian mulut
pada betina lebih panjang dari imago jantan,
-
Bagian atas tubuh imago jantan terlihat lebih gelap dan imago
betina lebih cerah dan memiliki corak tubuh berwarna kekuning –
kuningan.
2. Saran
Masih banyak penelitian lanjutan yang penting terhadap serangga
Elaeidobius kamerunicus antara lain tentang kemampuan persaingan
kumbang dengan Thrips hawaiiensis dan predasi oleh tikus.
Romi Arfianto S Meliala : Studi Biologi Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit Elaeidobius kamerunicus Faust
(Coleoptera : Curculionidae) Elaeis guineensis Jacq. Di Laboratorium, 2008
USU Repository © 2008
DAFTAR PUSTAKA
Agus.S, Roletha.Y. Purba, Agus Eko.P. 2007. Elaeidobius kamerunicus,
Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit. Pusat Penelitian Kelapa Sawit
(RISPA)
Anonim, 2006. Statistik Perkebunan Indonesia (Tree Crop Estate Statistic
of Indonesia 2003 – 2005) Kelapa Sawit (Oil Palm). Departemen
Pertanian, Direktorat Jenderal Perkebunan, Jakarta.
, 2005. Pertemuan Teknis Kelapa Sawit. Pusat Penelitian Kelapa
Sawit (RISPA) Medan. http://www.iopri.org Email:[email protected]
, 2001. Budidaya Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq).
www.deptan.database.go.id (diakses tanggal 20 november 2006)
, 2005. Pedoman Teknis Kelapa Sawit.
http://www.agroindonesia.com (diakses tanggal 27 agustus 2006)
Buana L dan Siahaan D. 2003. Kultur Teknis Tanaman Kelapa Sawit.
Pusat Penelitian Kelapa Sawit, RISPA. Medan. Hal 1 – 6
Pardede. D.B. 1990. Bioekologi Elaeidobius kamerunicus dalam
hubungan dengan penyerbukan bunga kelapa sawit. IPB
Hutauruk CH, Sipayung A dan Ps Sudarto, 1982. Elaeidobius
kamerunicus Faust (Hasil Uji Kekhususan Inang dan Peranannya
Sebagai Penyerbuk Kelapa Sawit). Buletin Pusat Penelitian
Marihat. 3(2) Hal: 7 – 29
Jumar, 1997. Entomologi Pertanian. Penerbit Rineka Cipta Press, Jakarta.
Kevan.P.G, 1998. Insects Pollinator. Departement of Environmental
Biology. University of Guelph, Canada.
http://www.mindfully.org/farm/pollinator.htm
(diakses tanggal 20 november 2006)
Lubis.A.U, 1992. Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) di Indonesia.
Pusat Penelitian Perkebunan Marihat, Bandar Kuala. Pematang
Siantar, Sumatera Utara.
Lubis, A.U, Djamin.A, Wahyuni S, Harahap.I.R, 1989. Budidaya Kelapa
Sawit (Elaeis guineensis jacq) PTPN. V – VII Pusat Penelitian
Marihat. Pematang Siantar. Hal: 263 – 277
Romi Arfianto S Meliala : Studi Biologi Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit Elaeidobius kamerunicus Faust
(Coleoptera : Curculionidae) Elaeis guineensis Jacq. Di Laboratorium, 2008
USU Repository © 2008
Mayfield.M.M, 2001. The Importance Of Nearby Forest To Known and
Potential Pollinators Of Oil Palm in Southern Costa rica. Center For
Conservation Of Biological Science, Stanford University.
http://[email protected].
(diakses tanggal 21 november 2006)
Mangoensoekarjo.S dan Semangun H, 2003. Manajemen Agribisnis
Kelapa Sawit. UGM – Press. Yogyakarta.
Mexzon. R.G, !994. Biology Of Phyllotrox Pos Palmarum Champion
(Curculionodae:Coleoptera) In Costa rica. www.pejibaye.ucr.ac.
(diakses tanggal 2 september 2006)
Satyawibawa.I, dan Widyastuti Y.E, 1992. Kelapa sawit. Penebar
Swadaya, Jakarta. Hal 109 – 111
Semangun. H, 2003. Budidaya Tanaman Kelapa Sawit. UGM Press,
Yogyakarta.
Sianturi H.S.D, 2001. Budidaya Tanaman Kelapa Sawit. Fakultas
Pertanian, USU Press. Medan
Syed R.A, 1979. Insect Pollination Of Oil Palm (Feasibility Of Introducing
Elaeidobius spp In To Malaysia). Marihat Research Station. 20,
1 – 27
Syed R.A dan Hutauruk C.H, 1982. Report On Screening Test and other
Prerelease Studies On Elaeidobius kamerunicus. Pusat Penelitian
Marihat. Marihat Ulu. Pematang Siantar : 1 – 31
Wahyono.T, Agustira.A, Nurkhoiry.R, 2006. Kondisi Terkini Pasar Global
Minyak Sawit. Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS). Medan
Romi Arfianto S Meliala : Studi Biologi Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit Elaeidobius kamerunicus Faust
(Coleoptera : Curculionidae) Elaeis guineensis Jacq. Di Laboratorium, 2008
USU Repository © 2008
Download