BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pendengaran Pendengaran merupakan indra mekanoreseptor karena memberikan respon terhadap getaran mekanik gelombang suara (Sayfudin, 2013). 2.1.1 Anatomi Telinga Manusia Telinga manusia adalah sebagai penerima suara. Secara garis besar, struktur anatomi telinga terdiri atas tiga bagian yaitu telinga bagian luar, telinga bagian tengah, dan telinga bagian dalam. Gambar 2.1 Anatomi Telinga a. Telinga luar Panjang lubang telinga sekitar 3 cm. Telinga luar berfungsi sebagai pendeteksi suara dan menyetarakan tekanan. Telinga luar terdiri atas Aurikulata dan lubang telinga yang berakhir di membrane timpani. 7 8 1) Aurikulata (Pinna) Seluruh permukaan diliputi kulit tipis dengan lapisan subkutis pada permukaan anteriolateral, ditemukan rambut kelenjar sebasea dan kelenjar keringat. Berfungsi untuk mengumpulkan gelompang suara dan menyalurkan ke saluran telinga berperan dalam lokalisasi suara. 2) Meatus Akustikus eksternal Tabung berkelok- kelok yang terbentang antara aurikula dan membran timpani, berfungsi menghantarkan gelombang suara dari aurikula ke membran timpani, panjangnya kira-kira 2,5 cm. Mengandung rambut rambut penyaring dan menyekresikan kotoran telinga untuk menangkap benda-benda asing (Syaifudin, 2013). b. Telinga tengah (Kavum Timpani) Telinga tengah adalah rongga kecil, agak memanjang didalam pars petrosa os tempotal. Berisi udara dalam pars peterosa ossis temporalis yang dilapisi oleh membran mucosa didalamnya, merupakan rumah bagi osikuil terdapat tulangtulang pendengar yang memisahkan kavum timpani dari meningen dan lobus temporalis dalam fosa karnii media (Sayfudin, 2013). Telinga tengah terdiri atas: 1) Membran timpani (Gendang telinga) Membran timpani adalah membran fibrosa.Membran tipis yang memisahkan telinga luar dan telinga tengah, diameternya sekitar 1 cm. Berfungsi dengan bergerak secara sinkron dengan gelombang suara yang mengenainya, menyebabkan tulang-tulang telinga tengah bergetar (Sayfudin, 2013). 9 2) Osikuil Auditus Suara dalam bentuk mekanik melewati telinga tengah yang terdiri atas tiga tulang yang disebut malleus, incus, dan stapes secara berurutan. Malelleus melekat pada membran timpani dan stapes melekat pada jendela oval. Rangkaian ketiga tulang ini bergerak berjalan melewati telinga tengah. Stapes berfungsi sebagai piston hidrolik yang mengubah gerak mekanik suara menjadi gerak fluida. Tiga tulang kecil yang terdapat dalam stapes dan tulang oval akan bekerja sama dalam menyetarakan tekanan dan merintangi udara di telinga luar dan fluida di telinga dalam. 3) Tuba Eustachii Tuba Eustachii adalah pipa panjang sekitar 35 mm dan lebarnya 1 mm menghubungkan telinga tengah dengan nasofaring. Normalnya, tuba eustachii selalu tertutup, namum dapat terbuka akibat kontrasi otot palatum ketika melakukan manuver valsalva atau menguap atau menelan. Tuba bertindak sebagai saluran drainase untuk sekresi normal dan abnormal telinga tengah dan menyeimbangkan tekanan dalam telinga tengah dengan tekanan atmosfer. (Bruner & Sudarth, 2002) c. Telinga dalam (Labirinitus) Merupakan suatu sistem saluran dan rongga di dalam pars petrosum tulang temolaris. Bagian yang paling penting di telinga tengah adalah koklea. Bentuk koklea seperti tulang siput 2,5 lingkaran dan di tengahnya terdapat serabut saraf yang berhubungan dengan otak. Sekitar setengah dari jalur spiral dalam koklea yang merupakan bagian terpenting adalah organ korti. Organ korti terdiri dari 10 beribu-ribu sel rambut yang berfungsi menghantarkan rangsangan suara ke otak. Organ Corti mempunyai sekitar 24.000 sel rambut yag terletak pada membrane basilar. Sel rambut organ Corti adalah sel sensorik yang bertanggung jawab dalam proses pendengaran. Jika sel rambut ini selalu menghantarkan suara dengan frekuensi yang tinggi maka sel rambut akan kelelahan dan kemudian mati. Kerusakan seperti ini adalah ireversibel. 2.1.2 Fisiologi Pendengaran Gambar: 2.2 Fisologi Pendengaran Bunyi memasuki telinga melalui kanalis auditorius eksternus dan menyebabkan membran timpani bergetar. Getaran menghantarkan suara dan membentuk energi mekanis, melalui gerakan pengungkit osikulus jendela oval. Energi mekanis ini kemudian dihantarkan melalui cairan telinga dalam koklea, dimana akan dikonversi menjadi energi elektrik. Gelombang bunyi yang dihantarkan oleh membran timpani ke osikulus telinga tengah yang akan dipindahkan ke koklea, organ pendengaran, yang terletak didalam labirin telinga dalam. Osikel yang penting, stapes yang menggoyang dan memulai getaran (gelombang) dalam cairan yang berada di telinga dalam. Gelombang cairan ini, pada gilirannya, 11 mengakibatkan terjadinya gerakan membran basolalis yang akan merangsang selsel rambut organ korti dalam koklea, bergerak seperti gelombang. Gerakan membran akan menimbulkan arus listrik yang akan merangsang berbagai daerah koklea. Nervus koklearis membawa informasi sensorik dari sel rambut organ corti ke otak. Sel rambut akan memulai implus saraf yang telah dikode dan kemudian dihantarkan ke korteks auditorius dalam otak, dimana kemudian dikodekan menjadi pesan bunyi (Bruner & Sudarth, 2002). Batas frekuensi bunyi yang dapat didengar oleh telinga manusia kira-kira dari 20 Hz sampai 20.000 Hz pada amplitudo umum dengan berbagai variasi dalam kurva responsnya. Suara yang sangat keras menyebabkan kerusakan pada sel rambut, karena sel rambut yang rusak tidak dapat tumbuh lagi maka bisa terjadi kerusakan sel rambut progresif dan berkurangnya pendengaran. 2.1.3 Tes Fungsi Pendengaran Ada 4 cara yang dapat kita lakukan untuk mengetes fungsi pendengaran penderita, yaitu : a. Tes bisik. b. Tes bisik modifikasi. c. Tes garputala. d. Pemeriksaan audiometri. 2.2 Konsep Ambang Pendengaran Ambang pendengaran adalah suara terendah yang masih dapat didengar. Makin rendah tingkat suara yang terlepas yang dapat didengar berarti makin rendah nilai 12 ambang pendengaran (NAP). Hal ini berarti semakin baik pula telinganya. Kebisingan dapat mempengaruhi ambang pendengaran, pengaruh ini bersifat sementara ataupun bersifat menetap (Soertito, 2001). 2.2.1 Ganguguan Pendengaran Gangguan pendengaran adalah perubahan pada tingkat pendengaran yang berakibat kesulitan dalam melaksanakan kehidupan normal, biasanya dalam hal memahami pembicaraan. Secara kasar, gradasi gangguan pendengaran karena bising itu sendiri dapat ditentukan menggunakan parameter percakapan sehari-hari sebagai berikut: Gradasi Parameter: a. Normal : Tidak mengalami kesulitan dalam percakapan biasa (6 m) b. Sedang : Kesulitan dalam percakapan sehari-hari mulai jarak >1,5 m c. Menengah : Kesulitan dalam percakapan keras sehari-hari mulai jarak > 1,5 m d. Berat : Kesulitan dalam percakapan keras/berteriak pada jarak >1,5 m e. Sangat berat : Kesulitan dalam percakapan keras/berteriak pada jarak <1,5 m f. Tuli total : Kehilangan kemampuan pendengaran dalam berkomunikas (Buchari, 2007). 13 Tabel. 2.1 Standar WHO Tentang Gangguan Pendengaran Tahun 2004 2.2.2 Rata-rata pengukuran (dB) Kategori < 25 Normal 26-40 Gangguan ringan 41-60 Gangguan sedang 61-80 Gangguan berat >81 Gangguan sanggat berat Faktor Faktor yang Mempengaruhi Gangguan Pendengaran Daya dengar seseorang di dalam menangkap suara dipengaruhi oleh faktor internal maupun eksterna (Tarwaka dkk, 2004). Faktor internal meliputi umur, kondisi kesehatan, maupun riwayat penyakit yang pernah diderita. Faktor eksternal meliputi tingkat intensitas suara disekitarnya, lama terpajan dengan kebisingan, karakteristik kebisingan serta frekuensi suara yang ditimbulkan. Dari berbagai faktor yang mempengaruhi ambang dengar tersebut, yang paling menonjol adalah faktor umur dan lamanya pemajanan terhadap kebisingan. Dengan bertambahnya umur, sebagian dari sel-sel rambut yang terdapat di telinga bagian dalam ini akan mati karena. Daya dengar subjek pada kelompok umur 20-40 tahun lebih baik. Orang yang berusia lebih dari 40 tahun akan lebih mudah tuli akibat bising (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1990). Lamannya terpapar dengan bising 8 jam per hari dengan intensitas >85 desibel berisiko terkena NIHL. Faktor-faktor yang mempengaruhi risiko kehilangan pendengaran berhubungan dengan terpaparnya kebisingan (Tarwaka dkk, 2004): a. Intensitas kebisingan (tingkat tekanan suara) b. Jenis kebisingan c. Lamanya terpapar per hari 14 d. Jumlahnya lamanya terpapar (dalam tahun) e. Usia yang terpapar f. Masalah pendengaran yang telah diterima sebelumnya. g. Lingkungan yang bising h. Jarak pendengar dengan sumber bising. 2.2.3 Tanda dan Gejala Gangguan Pendegaran a. Kesulitan dalam mendengarkan percakapan, terutama jika di sekelilingnya berisik b. Terdengar gemuruh atau suara berdenging di telinga (tinnitus) c. Tidak dapat mendengarkan suara televisi atau radio dengan volume yang normal d. Kelelahan dan iritasi karena penderita berusaha keras untuk bisa mendengar. e. Pusing atau gangguan keseimbangan. 2.2.4 Pengukuran Ambang Dengar Mengunakan Audiometer Audiometer adalah alat elektronik pembangkit bunyi dalam intensitas dan frekuensi tertentu, yang dipergunakan untuk mengukur tingkat ambang pendengaran seseorang. Ambang pendengaran ialah bunyi terlemah. Audiometer merupakan suatu peralatan elektronik yang digunakan untuk menguji pendengaran, dimana audiometer mampu menghasilkan suara yang memenuhi syarat sebagai bahan pemeriksaan yaitu frekuensi (125-8000 Hz) dan intensitas suara yang dapat diukur (-10 s/d 110 dB). Pemeriksaan audiometri memerlukan audiometri ruang kedap suara, audiologis, dan pasien yang kooperatif. Prinsip 15 dasar pemeriksaan audiometri ini adalah pemeriksaan pada bermacam-macam frekunsi dan intensitas suara. Pada audiometer sistem manual, proses pemeriksaan dilakukan dengan cara memilih berbagai intensitas dan frekuensi melalui penekanan tombol untuk diperdengarkan terhadap pasien menggunakan sepasang earphone, kemudian pasien akan mengacungkan tangan sebagai tanggapan mendengar bunyi. Ketika pasien mengacungkan tangan sebagai tanggapan mendengar bunyi maka operator memberi tanda pemeriksaan pada sebuah kartu hasil pemeriksaan yang disebut audiogram. Prosedur pengunaan audio meter pada lampiran sembilan. 2.3 Konsep Kebisingan 2.3.1 a. Kebisingan Definisi Bising Bising menurut Kepemenaker (2011) adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran. b. Kebisingan Pabrik atau Industri Industri modern yang telah menggunakan peralatan-peralatan bermesin merupakan sumber kebisingan diam yang sangat potensial. Kebisingan yang dihasilkan oleh mesin-mesin di dalam pabrik juga dapat merambat ke luar bangunan pabrik, sehingga selain dirasakan secara langsung oleh pekerja pabrik, kebisingan itu juga dirasakan oleh masyarakat yang tinggal di sekitar pabrik. Mesin-mesin pabrik umumnya menghasilkan bunyi berfrekuensi rendah, sehingga selain menghasilkan bunyi bising mesin-mesin tersebut juga menghasilkan 16 getaran. Oleh karena itu idealnya bangunan pabrik dirancang sebagai bangunan yang mampu meredam getaran agar tidak merambat keluar, sehingga bangunan disekitar pabrik cukup didesain untuk menahan kebisingan saja. Sementara itu, para pekerja pabrik yang selalu berdekatan dengan mesin-mesin berbunyi keras, sebaiknya menggunakan ear protection (ear plug dan ear muff) saat bekerja (Rambe. A, 2003). 2.3.2 Kategori Kebisingan Kategori kebisingan derdasarkan frekuensi tingkat tekanan bunyi, tingkat bunyi dan tekanan bunyi maka bising dibagi dalam tiga yaitu audible noise, occupational noise, dan impuls noise (Bahar, 2014 ) a. Audible noise (bising pendengaran), bising ini disebabkan oleh frekuensi bunyi atau 31,5–8.000 Hz b. Occupational noise (bising berhubungan dengan pekerjaan), bising yang disebabkan oleh bunyi mesin ditempat kerja c. Impuls Noise (bising impulsive), bising yang terjadi akibat adanya bunyi yang menyentak. Misalnya pukulan palu, ledakan, mriam, tambakan bedil dan lain– lain. 2.3.3 Jenis-jenis Kebisingan Jenis-jenis Berdasarkan sifat dan spektrum frekuensi bunyi, bising dapat dibagi atas: a. Bising yang kontinyu dengan spektrum frekuensi yang luas Bising ini relatif tetap dalam batas kurang lebih 5 dB untuk periode 0,5 detik berturut–turut. Misalnya mesin, kipas angin, dan dapur pijar 17 b. Bising yang kontinyu dengan spektrum frekuensi yang sempit Bising ini juga relatif tetap, akan tetapi ia hanya mempunyai frekuensi tertentu saja (Pada frekuensi 500 Hz, 1000 Hz, dan 4000 Hz). Misalnya gergaji serkuler, katup gas, mesin, c. Bising terputus–putus (Intermitten) Bising ini tidak terjadi secara terus–menerus, melainkan ada periode relatif tenang. Misalnya suara lalu lintas, kebisingan di lapangan terbang d. Bising Impulsif Jenis ini memiliki perubahan tekanan suara melebihi 40 dB dalam waktu sangat cepat dan biasanya mengejutkan pendengarnya. Misalnya tembakan, suara ledakan mercon, dan meriam e. Bising Impulsif Berulang Sama dengan bising impulsif, hanya saja disini terjadi secara berulang–ulang. Misalnya mesin tempa Berdasarkan pengaruhnya terhadap manusia, bising dapat dibagi atas: a. Bising yang mengganggu (Irritating noise) yaitu bising dengan intensitas tidak terlalu keras. Misalnya mendengkur b. Bising yang menutupi (Masking Noise) yaitu bising yang menutupi pendengarn yang jelas. Secara tidak langsung bunyi ini akan membahayakan kesehatan dan keselamatan tenaga kerja, karena teriakan atau isyarat tanda bahaya tenggelam dalam bising dari sumber lain 18 c. Bising yang merusak (Damaging/ injurious noise) yaitu bising yang intensitasnya melampaui NAB. Bunyi jenis ini akan merusak atau menurunkan fungsi pendengaran. 2.3.4 Sumber Kebisingan Sumber bising adalah sumber bunyi yang kehadirannya dianggap mengganggu pendengaran baik dari sumber bergerak maupun tidak bergerak. Umumnya sumber kebisingan dapat berasal dari kegiatan industri, perdagangan, pembangunan, alat pembangkit tenaga,alat pengangkut dan kegiatan rumah tangga noise (Bahar dkk, 2014). Di industri, sumber kebisingan dapat diklasifikasikan menjadi 3 macam, yaitu : a. Mesin Kebisingan yang ditimbulkan oleh aktivitas mesin b. Vibrasi Kebisingan yang di timbulkan oleh akibat getaran yang ditimbulkan akibat gesekan, benturan, atau ketidakseimbangan gerakan bagian mesin. Terjadi pada roda gigi, roda gila, batang torsi, piston, fan, bearing, dan lain–lain c. Pergerakan udara, gas dan cairan Kebisingan ini ditimbulkan akibat pergerakan udara, gas, dan cairan dalam kegiatan proses kerja industri misalnya pada pipa penyalur cairan gas, outlet pipa, gas buang, jet Flare boom, dan lain–lain. 19 2.3.5 Intensitas dan waktu paparan bising yang diperkenankan. Nilai Ambang Batas (NAB) kebisingan di tempat kerja berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per.13/MEN/X/2011 besarnya ratarata adalah 85 dB untuk waktu kerja terus-menerus tidak lebih dari 8 jam/hari atau 40 jam seminggu. Selanjutnya apabila tenaga kerja menerima pemaparan kebisingan lebih dari ketetapan tersebut, maka harus dilakukan pengurangan waktu pemaparan seperti pada tabel di bawah. Tabel 2.2 Batas waktu pemaparan kebisingan per hari kerja berdasarkan intensitas kebisingan yang diterima tenaga kerja menurut Permenaker No.13/Men/X/2011 Waktu Pemaparan per hari 8 4 2 1 30 15 7,5 3,75 1,88 0,94 28,12 14,06 7,03 3,52 1,75 0,88 0,44 0,22 0,11 Jam Menit Detik Intensitas (dB A) 85 88 91 94 97 100 103 106 109 112 115 118 121 124 127 13 133 136 139 20 Faktor yang berhubungan dengan bahaya kebisingan yaitu: a. Intensitas Intensitas bunyi yang ditangkap oleh telinga berbanding langsung dengan logaritma kuadrat tekanan akustik yang dihasilkan getaran dalam rentang yang dapat didengar. Jadi, tingkat tekanan bunyi diukur dengan skala logaritma dalam desibel (dB). b. Frekuensi Frekuensi bunyi yang dapat didengar telinga manusia terletak antara 20 hingga 20.000 Hz. Frekuensi bicara terdapat dalam rentang 250–4.000 Hz. Bunyi frekuensi tinggi adalah yang paling berbahaya. c. Durasi Efek bising yang merugikan sebanding dengan lamanya paparan, dan kelihatannya berhubungan dengan jumlah total energi yang mencapai telinga dalam. Jadi perlu untuk mengukur semua elemen lingkungan akustik. Untuk tujuan ini digunakan pengukur bising yang dapat merekam dan memadukan bunyi. d. Sifat Mengacu pada distribusi energi bunyi terhadap waktu (stabil, berfluktuasi, intermiten). Bising impulsif (satu atau lebih lonjakan energi bunyi dengan durasi kurang 1 detik) sangat berbahaya. 21 2.3.6 Efek Kebisingan Terhadap Manusia a. Efek pada pendengaran Pengaruh utama dari bising pada kesehatan adalah kerusakan pada indera pendengaran, yang menyebabkan tuli progresif dan efek ini telah diketahui dan diterima secara umum dari zaman dulu. Mula-mula efek bising pada pendengaran adalah sementara dan pemulihan terjadi secara cepat sesudah pekerjaan di area bising dihentikan. Akan tetapi apabila bekerja terus-menerus di area bising maka akan terjadi tuli menetap dan tidak dapat normal kembali, biasanya dimulai pada frekuensi 4000 Hz dan kemudian makin meluas ke frekuensi sekitarnya dan akhirnya mengenai frekuensi yang biasanya digunakan untuk percakapan (Soetirto, 2001). Efek kebisingan pada pendengaran manusia atas: 1) Tuli sementara atau Noise Induced Temporaryt Treshold Shift (NITTS) Diakibatkan pemaparan terhadap bising dengan intensitas tinggi. Seseorang akan mengalami penurunan daya dengar yang sifatnya sementara dan biasanya waktu pemaparan terlalu singkat. Seseorang yang pertama sekali terpapar suara bising akan mengalami berbagai perubahan, yang mula-mula tampak adalah ambang pendengaran bertambah tinggi pada frekuensi tinggi. Pada gambaran audiometri tampak sebagai “ notch “ yang curam pada frekuensi 4000 Hz, yang disebut juga acoustic notch. Pada tingkat awal terjadi pergeseran ambang pendengaran yang bersifat sementara, yang disebut juga NITTS. Apabila beristirahat di luar lingkungan bising biasanya pendengaran dapat kembali normal (Rambe. A, 2003). 22 2) Tuli Menetap atau Noise Induced Permanent Treshold Shift (NIPTS) Dikatakan bahwa untuk merubah NITTS menjadi NIPTS diperlukan waktu bekerja di lingkungan bising selama 3,5-20 tahun, tetapi hal ini bergantung juga kepada faktor-faktor sebagai berikut: tingginya level suara, lama paparan, spektrum suara, temporal pattern, kebisingan kontinyu, dan pengaruh obatobatan. Beberapa obat-obatan dapat memperberat (pengaruh sinergistik) ketulian apabila diberikan bersamaan dengan kontak suara, misalnya: quinine, aspirin, dan beberapa obat lainnya serta keadaan kesehatan. NIPTS biasanya terjadi disekitar frekuensi 4000 Hz dan perlahan-lahan meningkat dan menyebar ke frekwensi sekitarnya. NIPTS mula-mula tanpa keluhan, tetapi apabila sudah menyebar sampai ke frekwensi yang lebih rendah (2000 Hz dan 3000 Hz) keluhan akan timbul. Pada mulanya seseorang akan mengalami kesulitan untuk mengadakan pembicaraan di tempat yang ramai, tetapi bila sudah menyebar ke frekwensi yang lebih rendah maka akan timbul kesulitan untuk mendengar suara yang sangat lemah. Notch bermula pada frekwensi 3000–6000 Hz, dan setelah beberapa waktu gambaran audiogram menjadi datar pada frekwensi yang lebih tinggi. Kehilangan pendengaran pada frekwensi 4000 Hz akan terus bertambah dan menetap setelah 10 tahun dan kemudian perkembangannya menjadi lebih lambat (Rambe. A, 2003). b. Gangguan Fisiologis Pada umumnya, bising bernada tinggi sangat mengganggu (bising yang terputusputus atau yang datangnya tiba-tiba) kondisi fisiologis. Gangguan dapat berupa peningkatan tekanan darah (±10 mmHg), peningkatan nadi, konstriksi pembuluh 23 darah perifer terutama pada tangan dan kaki, serta dapat menyebabkan pucat dan gangguan sensoris. Bising dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan pusing/sakit kepala. Hal ini disebabkan bising dapat merangsang situasi reseptor vestibular dalam telinga dalam yang akan menimbulkan efek pusing/vertigo. Perasaan mual, susah tidur dan sesak nafas disbabkan oleh rangsangan bising terhadap sistem saraf, keseimbangan organ, kelenjar endokrin, tekanan darah, sistem pencernaan dan keseimbangan elektrolit (Prabu, 2009). c. Gangguan Psikologis Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi, susah tidur, dan cepat marah. Bila kebisingan diterima dalam waktu lama dapat menyebabkan penyakit psikosomatik berupa gastritis, jantung, stres, kelelahan dan lain-lain. d. Gangguan Komunikasi Gangguan komunikasi biasanya disebabkan masking effect (bunyi yang menutupi pendengaran yang kurang jelas) atau gangguan kejelasan suara. Komunikasi pembicaraan harus dilakukan dengan cara berteriak. Gangguan ini menyebabkan terganggunya pekerjaan, sampai pada kemungkinan terjadinya kesalahan karena tidak mendengar isyarat atau tanda bahaya. Gangguan komunikasi ini secara tidak langsung membahayakan keselamatan seseorang. e. Gangguan Keseimbangan Bising yang sangat tinggi dapat menyebabkan kesan berjalan di ruang angkasa atau melayang, yang dapat menimbulkan gangguan fisiologis berupa kepala pusing (vertigo) atau mual-mual. 24 f. Trauma Akustik Trauma akustik adalah setiap perlukaan yamg merusak sebagian atau seluruh alat pendengaran yang disebabkan oleh pengaruh pajanan tunggal atau beberapa pajanan dari bising dengan intensitas yang sangat tinggi, ledakan-ledakan atau suara yang sangat keras, seperti suara ledakan meriam yang dapat memecahkan gendang telinga, merusakkan tulang pendengaran atau saraf sensoris pendengaran. g. Presbycusis Penurunan daya dengar sebagai akibat pertambahan usia merupakan gejala yang dialami hampir semua orang dan dikenal dengan prebycusis (menurunnya daya dengar pada nada tinggi). Gejala ini harus diperhitungkan jika menilai penurunan daya dengar akibat pajanan bising ditempat kerja. h. Tinitus Tinitus merupakan suatu tanda gejala awal terjadinya gangguan pendengaran . Gejala yang ditimbulkan yaitu telinga berdenging. Orang yang dapat merasakan tinitus dapat merasakan gejala tersebut pada saat keadaan hening seperti saat tidur malam hari atau saat berada diruang pemeriksaan audiometri (Prabu, 2009). 2.3.7 Pengendalian Kebisingan a. Pengendalian kebisingan secara teknik (Engineering Control) Pengendalian suara pada sumber yaitu dengan menutup sumber (mengisolir sumber kebisingan), mengubah desain peredam suara pada sumber, menurunkan tingkat kebisingan pada sumber, pemilihan dan pemasangan mesin dengan tingkat kebisingan rendah, pemeliharaan dan pelumasan mesin-mesin dengan teratur, penggunaan bahan-bahan peredam suara, menyekat sumber bising, membuat 25 perubahan pada peralatan yang sudah ada, mengganti proses sehingga peralatan dengan suara yang lebih kecil dapat digunakan. b. Pengendalian kebisingan secara administrasi (Administrative Control) Dengan mengatur jam kerja, memberlakukan standar prosedur operasinal, melakukan komonikasi hazard dengan memberikan pelatihan kepada pekerja mengenai bising dan dampaknya bagi kesehatan, pengawasan pemakaian alat pelindung telinga, mengatur jarak antara pekerja dan sumber bising, serta pemasanagan peta bising diarea dengan tingkat kebisingan yang tinggi. c. Pengendalian kebisingan dengan terhadap pekerja (Personal Control) Antara lain dengan melakukan pemeriksaan kesehatan sebelum menempatkan pekerja dan melakukan surveilens kesehatan bagi pekerja beresiko terpajan bising, mewajibkan pelaksanaan pekerjaan sesuai standar operasional prosedur serta mewajibkan mengunakan alat pelindung telinga sesuai dengan tingkat bising setempat (Kurniawidjaja, 2012), seperti: 1) Sumbat telinga (Ear Plug) Ukuran dan bentuk saluran telinga tiap-tipa individu dan bahkan untuk kedua telinga dari orang yang sama adalah berbeda. Untuk itu ear plug harus dipilih sedemikian rupa sehingga sesuai dengan ukuran dan bentuk saluran telinga pemakainya. Pada umumnya diameter saluran antara 5-11 mm dan liang telinga pada umumnya berbentuk lonjong dan tidak lurus. Ear plug dapat terbuat dari plastik, karet alami dan bahan sintetis. Untuk ear plug yang terbuat dari spon dan malam (wax) hanya dapat digunakan untuk sekali pemakaian (disposable). Sedangkan yang terbuat dari bahan karet dan plastik yang dicetak (molded 26 rubber/plastic) dapat digunakan berulang kali (non disposable). Alat ini dapat mengurangi suara sampai 20 dB. 2) Tutup telinga (Ear Muff) Alat pelindung telinga jenis ini terdiri dari 2 buah tutup telinga dan sebuah headband. Isi dari tutup telinga dapat berupa cairan atau busa yang berfungsi untuk menyerap suara frekuensi tinggi. Pada pemakaian untuk waktu yang cukup lama, efektivitas ear muff dapat menurun karena bantalannya menjadi mengeras dan mengerut sebagai akibat reaksi dari bantalan dengan minyak dan keringat pada permukaan kulit. Alat ini dapat mengurangi intensitas suara sampai 30 dB dan juga dapat melindungi bagian luar telinga dari benturan benda keras atau percikan bahan kimia (Kurniawidjaja, 2012). 2.3.8 Mengukur Tingkat Kebisingan Untuk mengetahui intensitas bising di lingkungan kerja, digunakan Sound level meter. Sound Level Meter merupalan alat yang digunakan untuk mengukur seberapa besar suara bising mempengaruhi pekerja dalam melaksanakan tugasnya. Alat ini digunakan untuk mengukur intensitas kebisingan antara 30-130 dBA dan dari frekuensi 20 Hz. 2.4 Konsep Tekanan Darah 2.4.1 Pengertian Tekanan Darah Tekanan darah adalah daya yang dihasilkan oleh darah terhadap setiap satuan luas dinding pembuluh. Tekanan darah dinyatakan dalam satuan milimeter air raksa (mmHg) karena manometer air raksa. Bila seeorang mengatakan bahwa 27 tekanan dalam pembuluh darah adalah 50 mmHg, hal itu berarti bahwa ada daya yang dihasilkan cukup untuk mendorong kolam air raksa untuk melawan gravitasi samapi setinggi 50 mm (Gayton & Hall, 2007). 2.4.2 Jenis Tekanan darah Siklus Jantung terdiri atas satu priode relaksasi yang di sebut diastolik, yaitu priode pengisian jantung dengan darah, yang diikuti oleh priode kontraksi yang disebut sistolik (Gayton & Hall, 2007). a. Sistolik adalah menyatakan puncak tekanan yang dicapai selama jantung menguncup. Tekanan yang terjadi bila otot jantung berdenyut memompa untuk mendorong darah keluar melalui arteri,dimana tekanan ini berkisar antara 95140 mmHg. b. Diastolik adalah tekanan yang terjadi ketika jantung rileks di antara tiap denyutan.Tekanan diastolik menyatakan tekanan terendah selama jantung mengembang. Dimana tekanan ini berkisar antara 60-95 mmHg. 2.4.3 Penyebab Peningkatan Tekanan Darah Faktor yang mempengaruhi tekanan darah yaitu: a. Obesitas (Kegemukan) Merupakan ciri khas penderita hipertensi. Walaupun belum diketahui secara pasti hubungan antara hipertensi dan obesitas, namun terbukti daya pompa jantung dan sirkulasi volume darah penderita obesitas dengan hipertensi lebih tinggi daripada penderita hipertensi dengan berat badan normal. 28 b. Stress Diduga melalui aktivitas saraf simpatis (saraf yang bekerja pada saat kita beraktivitas). Peningkatan aktivitas saraf simpatis mengakibatkan meningkatnya tekanan darah secara intermitten (tidak menentu). c. Faktor Keturunan (Genetik) Apabila riwayat hipertensi didapat pada kedua orangtua, maka dugaan hipertensi essensial akan sangat besar. Demikian pula pada kembar monozigot (satu sel telur) apabila salah satunya adalah penderita hipertensi. d. Jenis Kelamin (Gender) Pria lebih banyak mengalami kemungkinan menderita hipertensi daripada wanita. Hipertensi berdasarkan gender ini dapat pula dipengaruhi oleh faktor psikologis. Pada wanita sering kali dipicu oleh perilaku tidak sehat seperti merokok, kelebihan berat badan, depresi dan rendahnya status pekerjaan. Sedangkan pada pria lebih berhubungan dengan pekerjaan, seperti perasaan kurang nyaman terhadap pekerjaan dan pengangguran. e. Usia Peningkatan tekanan darah pada usia lanjut yang semula dianggap normal sebagai akibat perubahan fisiologi ternyata meningkatkan risiko morbiditas dan mortalitas serebro kardiovaskuler. f. Asupan Garam Melalui peningkatan volume plasma (cairan tubuh) dan tekanan sehingga kembali pada keadaan hemodinamik (sistem pendarahan) yang normal. Pada hipertensi essensial mekanisme inilah yang terganggu. 29 g. Gaya hidup Walaupun tidak terlalu jelas hubungannya dengan hipertensi namun kebiasaan seperti merokok, minum–minuman alkohol dan kurang berolahraga dapat pula mempengaruhi peningkatan tekanan darah. h. Faktor Lingkungan Adanya polusi udara, polusi suara, dan air lunak semuanya telah diindikasi sebagai faktor penyebab tekanan darah tinggi. Melindungi masyarakat dari polusi udara, polusi suara dan air lunak dapat mempengaruhi kesehatan, khususnya pada hipertensi. 2.4.3 Klasifikasi Tekanan Darah Tabel 2.3 Klasifikasi Tekanan Darah menurut Joint National Committe (JNC) Tahun 1997 No Kategori Sistolik Diastolik 1 Optimal < 120 <80 2 Normal <130 <85 3 Normal – tinggi 130-139 85-89 4 Hipertensi : Derajat I 140-159 90-99 Derajat II 160-179 100-109 ≥180 ≥110 Derajat III 2.4.4 Mekanisme Kebisingan Terhadap Tekanan Darah Tekanan darah diatur oleh dua faktor yaitu aliran darah dan tahanan pembuluh darah perifer. Aliran darah ditentukan oleh curah jantung yaitu tekanan kecepatan irama jantung karena daya pompa jantung dan volume darah. Tahanan pembuluh darah perifer dipengaruhi oleh diameter pembuluh darah dan kekenyalan 30 pembuluh darah. Peningkatan tahanan perifer dapat terjadi bila ada penyempitan arteriole yang merupakan ciri-ciri dari hipertensi. Dilatasi dan penyempitan arteriole perifer dikontrol oleh beberapa mekanisme khususnya sistem saraf simpatik dan sistem renin angiotensin. Pusat vasomotor di medula dapat dirangsang oleh baroreceptor atau oleh stress psikogenik. Impuls diteruskan melalui saraf simpatik yang mengakibatkan pelepasan katekolamin. Pelepasan norephinephrin oleh serabut-serabut saraf postganglion menyebabkan vasokonstriksi. Ephinephrin juga berefek meningkatkan kekuatan kontraksi ventrikel sehingga cardiak output pun meningkat. Hipertensi dapat ditimbulkan oleh berbagai faktor penyebab. Salah satu faktor lingkungan yang menimbulkan terjadinya risiko penyakit hipertensi adalah kebisingan. Tingkat kebisingan mencapai 60 dB dapat meningkatkan kadar hormon stress, seperti ephinephrin, non-epinephrin dan kortisol tubuh yang mengakibatkan terjadinya perubahan irama jantung dan tekanan darah. Bising yang terus–menerus sejak sesorang mulai terpapr dengan intensitas >85 dB selama 8 jam akan menimbulkan gangguan proses fisiologis jaringan otot dalam tubuh dan memicu emosi yang tidak stabil. Ketidakstabilan emosi tersebut dapat memacu jantung untuk bekerja lebih keras memompa darah ke seluruh tubuh dalam waktu yang lama tekanan darah akan naik sehingga menyebabkan hipertensi (Tambunan, 2005). Lama pajanan bising > 15 menit cenderung mengalami peningkatan tekanan darah lebih tinggi dibandingkan yang memiliki lama pajanan bising ≤ 15 menit. Lama pajanan yang dimaksud disini adalah lama pajanan yang melebihi NAB (Sinaga, 2013). 31 2.4.5 Prosedur Pemeriksaan Tekanan Darah Mengukur tekanan darah, hasil curah jantung dan tahanan pembuluh perifer mengunakan spigmomanometer. Tujuannya untuk mgkaji hemodinamik dan keadaan umum pasien (Kusyanti, dkk. 2013). Prosedur pemeriksaan tekanan darah terlampir pada halaman sembilan. 2.5. Perseroan Terbatas Sarana Agra Gemilang (PT. SAG) Kupang PT. Semen Kupang merupakan perusahaan yang bergerak dalam industri processing antara lain industri semen. Di bangun pada tanggal 1 Maret 1982 dengan alamat di Jln. Yosudarso Teno Kupang, Nusa Tenggara Timur. Pada tahun 1997 dilakukan ekspansi dengan pembangunan satu unit pabrik baru (Semen Kupang II) dengan menggunakan teknologi system pembakaran Tungku Putar (Rotary Klin) dengan kapasitas 300.000 ton semen per tahun, dengan memakai teknologi dari RRC (China) dan Eropa (FLSmithd). Pada bulan Juni tahun 2008 PT. Semen Kupang berhenti beroperasi. Selanjutnya sejak 1 September 2009 melalui upaya Kementerian BUMN dan PT. Perusahaan Pengelola Aset mengadakan Kerja Sama Operasi (KSO) dengan PT. Sarana Agra Gemilang. PT. SAG memiliki beberapa depertemen yang terdiri dari: Departemen Sefty Security Health Environment (SSHE), Departemen Human Resource Development (HRD), Departemen Mekanik, Departemen Elektro, Departemen Produksi, Departemen Meaning dan Labolaterium. Pada Departemen Produksi terdiri dari beberapa bagian seperti Crusher, Raw Will, Kiln, Cement Mill, dan Peker yang mengatur tahap pengelolaan selama proses produksi semen. 32 2.5.1 Mesin-Mesin Produksi Pada PT. SAG Kupang a. Crusher Crusher merupakan peralatan yang digunakan untuk menghancurkan material menjadi ukuran yang lebih kecil. Di Industri Semen, Crusher berfungsi sebagai pregrinding raw material sebelum masuk ke area produksi. Untuk Jenis Crusher yang digunakan di Pabrik Semen PT. SAG Kupang ada dua macam yaitu Hammer Crusher dan Double Roller Crusher. Hammer Crusher digunakan untuk menggiling Limestone sedangkan Double Roller Crusher digunakan untuk menggiling Clay. . Gambar 2.3 Mesin Hammer Crusher Gambar 2.4 Mesin Double Roller Crusher 33 b. Raw Mill Raw Mill merupakan peralatan yang digunakan untuk menghaluskan raw material menjadi butiran halus hingga berukuran partikel (micron) yang disebut Raw Meal. Selain untuk menghaluskan, Raw Mill juga berfungsi untuk mengeringkan material sehingga proses pembakaran nanti di Kiln akan lebih baik. Dalam proses penggilingan melalui Raw Mill, kualitas produk yang dihasilkan juga harus sesuai dengan target kualitas yang di inginkan untuk proses produksi. Raw Mill pada umumnya terdiri dari dua jenis yaitu Horizontal Mill (Tube Mill) dan Vertical Raw Mill (VRM). Gambar 2.5 Mesin Vertical Raw Mill (VRM) c. Kiln Kiln atau tanur merupakan peralatan yang digunakan untuk proses pembakaran Raw Meal menjadi terak semen Portland (klinker). Namun sebelum material masuk ke Kiln, Material terlebih dahulu mengalami pemanasan awal di Preheater (Untuk Kiln jenis Rotary). Kiln di industri semen terdiri dari dua jenis yaitu Kiln Berdiri dan Kiln Berputar (Rotary Kiln). Dan saat ini yang paling banyak 34 digunakan adalah jenis Rotary Kiln. Di Pabrik Semen PT. SAG Kupang sudah menggunakan jenis Rotary Kiln. d. Cement Mill Cement Mill merupakan peralatan yang digunakan untuk menggiling Klinker (Terak Semen Portland) bersama dengan material lainnya seperti Gypsum, Trash, Ash, Pozzoland, Limestone dan sebagainya sehingga menjadi produk akhir dari Semen yang bisa kita gunakan sehari-hari. Untuk jenisnya sama seperti Raw Mill, ada jenis Horizontal Mill (Tube Mill) dan juga ada jenis Vertikal Roller Mill. Di Pabrik Semen PT SAG Kupang digunakan jenis Tube Mill. Gambar 2.6 Mesin Tube Mill e. Packer Packer adalah peralatan yang digunakan untuk packing produk semen sebelum dilepas ke pasaran. Pada umumnya mesin packer melakukan packing dalam bentuk Bag-bag semen yang dijual per Sak di pasaran. Pabrik Semen PT. SAG Kupang mempunyai dua buah mesin packer dengan pabrikan yang berbeda yaitu Mesin Packer Merk Haver dan Haver dan Ventomatic dari FLS. 35 . Gambar 2.7 Mesin Packer Merk Haver