LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 Daftar Isi Kata Pengantar Ringkasan Eksekutif Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2011 BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang B. Tugas, Fungsi, dan Struktur Organisasi C. Mandat dan Peran Strategis Kementerian Keuangan D. Sistematika Laporan BAB II Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian kinerja A. Rencana Strategis B. Road Map Kementerian Keuangan 2010-2014 C. Penetapan/Perjanjian Kinerja D. Pengukuran Kinerja BAB III Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan A. Capaian Indikator Kinerja Utama (IKU) B. Evaluasi dan Analisis Kinerja 1 Sasaran Strategis 1: pendapatan negara yang optimal (KK-1). 2 Sasaran Strategis 2: pelaksanaan belanja negara yang optimal (KK-2). 3 Sasaran Strategis 3: Pembiayaan dalam jumlah yang cukup efisien dan aman bagi kesinambungan fiskal i ii iv v 1 2 3 5 6 9 10 17 17 20 23 24 25 25 37 40 (KK-3). 4 Sasaran Strategis 4: Utilisasi Kekayaan Negara yang optimal (KK-4). 5 Sasaran Strategis 5: Hubungan keuangan pusat - daerah yang optimal (KK-5). 6 Sasaran Strategis 6: Pengelolaan keuangan negara yang akuntabel (KK-6). 7 Sasaran Strategis 7: Industri pasar modal dan jasa keuangan non bank yang stabil, tahan uji dan likuid 8 Sasaran Strategis 8 adalah Tingkat Kepuasan pengguna layanan yang tinggi (KK-8). 9 Sasaran Strategis 9: Kajian dan rumusan kebijakan yang berkualitas (KK-9). 10 Sasaran Strategis 10: Pengelolaan keuangan dan kekayaan negara yang efektif dan efisien (KK-10) 12 Sasaran Strategis 12: Pengawasan dan penegakan hukum yang efektif (KK-12). 13 Sasaran Strategis 13: Pembentukan SDM yang berkompetensi tinggi (KK-13). 14 Sasaran Strategis 14: Penataan organisasi yang andal (KK-14) 15 Sasaran Strategis 15: Perwujudan TIK yang terintegrasi (KK-15). 16 Sasaran Strategis 16: Pengelolaan anggaran yang optimal (KK-16). C. Kinerja Lainnya D. Akuntabilitas Keuangan. BAB IV Penutup 55 57 68 71 76 79 82 103 115 118 121 121 123 138 141 NILAINILAI KEMENTERIAN KEUANGAN integritas Berpikir, berkata, berperilaku dan bertindak dengan baik dan benar serta memegang teguh kode etik dan prinsip-prinsip moral. profesionalisme sinergi Bekerja tuntas dan akurat atas dasar kompetensi terbaik dengan penuh tanggung jawab dan komitmen yang tinggi. Membangun dan memastikan hubungan kerjasama internal yang produktif serta kemitraan yang harmonis dengan para pemangku kepentingan, untuk menghasilkan karya pelayanan yang bermanfaat dan berkualitas. Memberikan layanan yang memenuhi kepuasan pemangku kepentingan yang dilakukan dengan sepenuh hati, transparan, cepat, akurat dan aman. kesempurnaan Senantiasa melakukan upaya perbaikan di segala bidang untuk menjadi dan memberikan yang terbaik. LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 i Kata Pengantar Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Kementerian Keuangan ini merupakan perwujudan pertanggungjawaban atas kinerja pencapaian visi dan misi Kementerian Keuangan pada Tahun Anggaran 2011. LAKIP Kementerian Keuangan Tahun 2011 merupakan LAKIP tahun kedua pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010-2014. Penyusunan LAKIP Kementerian Keuangan mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah, Instruksi Presiden Nomor 7 tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, dan Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi, serta Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2010-2014 sebagaimana telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.01/2010. LAKIP mempunyai beberapa fungsi, antara lain merupakan alat penilai kinerja secara kuantitatif, sebagai wujud akuntabilitas pelaksanaan tugas dan fungsi Kementerian Keuangan menuju terwujudnya good governance, dan sebagai wujud transparansi serta pertanggungjawaban kepada masyarakat di satu sisi, dan di sisi lain, LAKIP merupakan alat kendali dan alat pemacu peningkatan kinerja setiap unit organisasi di lingkungan Kementerian Keuangan. Selanjutnya sejalan dengan pelaksanaan reformasi birokrasi, Kementerian Keuangan telah menerapkan metode Balanced Scorecard (BSC) sebagai alat manajemen kinerja. Performance Kementerian Keuangan diukur atas dasar penilaian indikator kinerja utama (IKU) yang merupakan indikator keberhasilan pencapaian sasaran-sasaran strategis (SS) sebagaimana telah ditetapkan pada Peta Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2011 sebagai kontrak kinerja Kementerian Keuangan Tahun 2011. Kementerian Keuangan sebagai unsur pelaksana pemerintah sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2010, mempunyai tugas membantu Presiden dalam menyelenggarakan sebagian urusan pemerintahan di bidang keuangan dan kekayaan negara. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Kementerian Keuangan menetapkan visi: “Menjadi Pengelola Keuangan dan Kekayaan Negara yang Dipercaya dan Akuntabel untuk Mewujudkan Indonesia yang Sejahtera, Demokratis, dan Berkeadilan.” Selanjutnya dalam rangka mencapai visi di atas, Kementerian Keuangan menetapkan 4 (empat) misi, yaitu (1) misi fiskal, (2) misi kekayaan negara, (3) misi pasar modal dan lembaga keuangan, dan (4) misi penguatan kelembagaan. Pelaksanaan dari keempat misi tersebut berpedoman pada RPJMN Tahun 2010- 2014, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2010 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2011, dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2011 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan Tahun Anggaran 2011 yang didalamnya memuat Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2011. ii KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI KEUANGAN AGUS D.W. MARTOWARDOJO Misi tersebut selanjutnya dirinci dalam Rencana Strategi (Renstra) Kementerian Keuangan Tahun 2010-2014 yang digunakan sebagai landasan penyusunan Rencana Kinerja Tahunan (RKT). RKT berfungsi sebagai rencana kerja operasional secara kuantitatif, yang pada intinya merupakan implementasi pelaksanaan tugas yang sangat strategis dalam bidang pengelolaan keuangan dan kekayaan negara, mulai dari penyusunan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN), melaksanakan APBN dengan menghimpun penerimaan dan menyalurkan dana APBN, dan akhirnya mempertanggungjawabkan melalui Perhitungan Anggaran Negara (PAN). Dalam situasi dan kondisi perekonomian yang sangat fluktuatif, serta tuntutan masyarakat yang sangat dinamis, tugas pengelolaan keuangan dan kekayaan negara dirasakan semakin berat dan penuh tantangan. Walaupun demikian, dengan dimotivasi oleh visi dan misi yang telah ditetapkan, secara umum aparatur Kementerian Keuangan telah berhasil mengatasinya, sehingga tugas yang diemban dapat diselesaikan sesuai dengan harapan. Meskipun demikian, terdapat beberapa hal yang masih harus ditingkatkan yang dalam LAKIP Tahun 2011 ini kami nyatakan sebagai tidak tercapainya target-target tertentu yang dapat dikatakan sebagai “masih dalam batas kewajaran”. Penyusunan LAKIP Tahun 2011 ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran yang jelas dan transparan serta sekaligus sebagai pertanggungjawaban atas pencapaian visi dan misi yang diamanatkan kepada Kementerian Keuangan. MENTERI KEUANGAN AGUS D.W. MARTOWARDOJO LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 iii Ringkasan Eksekutif Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Kementerian Keuangan Tahun 2011, merupakan wujud dari pertanggungjawaban atas kinerja yang dilaksanakan, juga sebagai alat kendali dan alat penilai kinerja secara kuantitatif dan perwujudan akuntabilitas pelaksanaan tugas dan fungsi Kementerian menuju terwujudnya good governance yang didasarkan pada peraturan perundangundangan yang berlaku, kebijakan yang transparan dan dapat dipertanggung jawabkan. LAKIP juga merupakan alat untuk memacu peningkatan kinerja dan pelayanan kepada stakeholders pada setiap unit di lingkungan Kementerian Keuangan. LAKIP Kementerian Keuangan merupakan wujud dari pertanggungjawaban atas kinerja pencapaian visi dan misi yang dijabarkan dalam tujuan/sasaran strategis. Tujuan/sasaran strategis dalam LAKIP tersebut mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2011. Visi Kementerian Keuangan adalah Menjadi Pengelola Keuangan dan Kekayaan Negara yang Dipercaya dan Akuntabel untuk Mewujudkan Indonesia yang Sejahtera, Demokratis, dan Berkeadilan. Dalam mencapai visi tersebut Kementerian Keuangan sebagai lembaga/institusi yang mempunyai tugas menghimpun dan mengalokasikan keuangan negara serta mengelola kekayaan negara dilakukan secara transparan dan dapat dipertanggungjawabkan, yang berlandaskan asas profesionalitas, proporsionalitas, dan keterbukaan. Untuk mewujudkan visi tersebut, Kementerian Keuangan mempunyai empat misi yaitu (1) Misi Fiskal yaitu mengembangkan kebijakan fiskal yang sehat, berkelanjutan, hati-hati dan bertanggungjawab (2) Misi Keka¬yaan Negara yaitu mewujudkan pengelolaan kekayaan negara yang optimal sesuai dengan asas fungsional, kepastian hukum, transparan, efisien, dan bertanggung jawab; (3) Misi Pasar Modal dan Lembaga Keuangan yaitu mewujudkan industri pasar modal dan lembaga keuangan non bank sebagai penggerak dan penguat perekonomian nasional yang tangguh dan berdaya saing global; dan (4) Misi Penguatan Kelembagaan yang meliputi (i) membangun dan mengembangkan organisasi berlandaskan administrasi publik sesuai dengan tuntutan masyarakat; (ii) membangun dan mengembangkan SDM yang amanah, profesional, berintegritas tinggi dan bertanggung jawab; (iii) membangun dan mengembangkan teknologi informasi keuangan yang modern dan terintegrasi serta sarana dan prasarana strategis lainnya. Dalam mencapai misi dan visi, Kementerian Keuangan menetapkan 6 tujuan strategis yang akan dicapai dalam Tahun 2010-2014 yaitu: (i) meningkatkan dan mengamankan pendapatan negara dengan mempertimbangkan perkembangan ekonomi dan keadilan masyarakat; (ii) meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengelolaan belanja negara untuk mendukung penyelenggaraan tugas K/L dan pelaksanaan desentralisasi fiskal; (iii) mewujudkan kapasitas pembiayaan yang mampu memberikan daya dukung bagi kesinambungan fiskal; (iv) pengelolaan perbendaharaan negara yang profesional dan akuntabel serta mengedepankan kepuasan stakeholders iv KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 KEMENTERIAN KEUANGAN Gedung Djuanda I Jl. Dr. Wahidin Raya No. 1 Jakarta Pusat 10710 Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2011 www.depkeu.go.id atas kinerja perbendaharaan negara; (v) mewujudkan pengelolaan kekayaan negara yang optimal serta menjadikan nilai kekayaan negara sebagai acuan dalam berbagai keperluan; dan (vi) membangun otoritas pasar modal dan lembaga keuangan yang amanah dan profesional, yang mampu mewujudkan industri pasar modal dan lembaga keuangan non bank sebagai penggerak perekonomian nasional yang tangguh dan berdaya saing global. Untuk menunjang pencapaian tujuan strategis tersebut disusunlah sasaran strategis Kementerian Keuangan yang pada hakekatnya merupakan pilar-pilar reformasi birokrasi Kementerian Keuangan yang menyangkut penataan organisasi, penyempurnaan proses bisnis, peningkatan disiplin dan manajemen SDM. Sasaran strategis tersebut diemplementasikan dalam enam belas sasaran strategis, 7 sasaran diantaranya merupakan bagian dari stakeholder perspective, yaitu 1) Pendapatan negara yang optimal; (2) Pelaksanaan belanja negara yang optimal; (3) Pembiayaan dalam jumlah yang cukup efisien dan aman bagi kesinambungan fiskal; (4) Utilisasi kekayaan negara yang optimal; (5) Hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah yang optimal; (6) Pengelolaan keuangan negara yang akuntabel; (7) Industri pasar modal dan jasa keuangan non bank yang stabil, tahan uji, dan likuid. Penilaian terhadap keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan pencapaian sasaran yang ditetapkan, diukur dengan Indikator Kinerja Utama (IKU). Dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir, bangsa Indonesia telah melakukan perubahan mendasar pada tata kelola pemerintahan. Reformasi birokrasi yang dilandasi oleh prinsip-prinsip good and clean governance untuk melahirkan aparatur pemerintahan yang bersih, transparan, dan akuntabel, terus bergulir reformasi gelombang pertama, utamanya dalam lima tahun terakhir telah memajukan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Indonesia pada ranah ekonomi telah tampil sebagai salah satu kekuatan ekonomi, bahkan ikut serta memberikan alternatif solusi bagi berbagai krisis dunia. Di tengah-tengah situasi dan kondisi ekonomi global yang mulai membaik sejalan dengan proses pemulihan ekonomi yang semakin menguat, masih terdapat kekhawatiran akan terjadinya krisis keuangan di Eropa. Semua negara masih mencemaskan krisis utang dan keuangan di Yunani. Sejalan dengan perkembangan positif ekonomi global. Kinerja perekonomian domestik juga menunjukkan perbaikan yang signifikan, perekonomian nasional mampu tumbuh 6,5%, nilai tukar rata-rata sebesar Rp8.988/ US$ dan IHSG mencapai 3.752,24. Dengan kondisi tersebut, nilai capaian sasaran strategis utama Kementerian Keuangan sudah sesuai dengan yang direncanakan. LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 v Pencapaian ketujuh sasaran strategis dalam stakeholder perspective adalah sebagai berikut: (1) Pendapatan negara yang optimal nilai capaiannya sebesar Rp1.194.940,08 Miliar atau sebesar 102,55% lebih tinggi dari target yang ditetapkan, (2) Pelaksanaan belanja negara yang optimal nilai capaiannya sebesar 108,76%, (3) Pembiayaan dalam jumlah yang cukup efisien dan aman bagi kesinambungan fiskal nilai capaiannya sebesar 116,35%, (4) Utilisasi Kekayaan Negara yang optimal nilai capaiannya sebesar Rp102,45 Triliun atau sebesar 100,06% dari target yang ditetapkan, (5) Hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah yang optimal nilai capaiannya sebesar 111,41%, (6) Pengelolaan keuangan negara yang akuntabel nilai capaiannya sebesar 99,62%, (7) Industri pasar modal dan lembaga keuangan non bank yang stabil, tahan uji dan likuid nilai capaiannya sebesar 106,71%. Sedangkan untuk customer perspective, sasaran strategis tingkat kepuasan pelanggan yang tinggi memiliki nilai capaian sebesar 98,72%. Di samping sasaran strategis tersebut di atas, terdapat sasaran strategis lainnya yang merupakan bagian dari internal process perspective dan learning and growth perspective. Untuk sasaran strategis dalam internal process perspective terdiri atas (1) Kajian dan rumusan kebijakan yang berkualitas, (2) Pengelolaan keuangan dan kekayaan negara yang efektif dan efisien, (3) Peningkatan edukasi masyarakat dan pelaku ekonomi, dan (4) Pengawasan dan penegakan hukum yang efektif. Sedangkan untuk learning and growth perspective terdapat sasaran strategis sebagai berikut: (1) Pembentukan SDM yang berkompetensi tinggi, (2) Penataan organisasi yang handal, dan (3) Perwujudan Teknologi Informasi Keuangan (TIK) yang terintegrasi, dan (4) Pengelolaan anggaran yang optimal. Nilai capaian sasaran strategis Pendapatan negara yang optimal sebesar 102,55% bersumber dari Penerimaan Pajak sebesar 97,25%, Penerimaan Bea dan Cukai sebesar 113,99%, dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar 112,09%. Tingginya nilai capaian penerimaan Bea dan Cukai didukung oleh menguatnya nilai tukar Rupiah sehingga mendorong kegiatan ekonomi dalam negeri, kenaikan tarif Cukai Hasil Tembakau, dan meningkatnya harga Crude Premium Oil (CPO) di pasar global. Di sisi lain, belum tercapainya nilai sasaran optimalisasi penerimaan perpajakan antara lain dipengaruhi oleh belum optimalnya capaian PPN dan PPNBM dimana masih terdapat WP sektor retail yang belum memenuhi kewajiban penyetoran PPN. Namun demikian, dari sisi pertumbuhan, kinerja PPN dan PPNBM mengalami pertumbuhan sebesar 20,45% dan relatif cukup baik. - Sasaran Strategis Pelaksanaan belanja negara yang optimal dengan nilai capaian sebesar 108,76% diidentifikasikan pada IKU Persentase penyerapan belanja negara dalam DIPA K/L dengan nilai capaian sebesar 97,51% dan Persentase ketepatan pola penarikan dana DIPA K/L dengan nilai capaian sebesar 120%. Untuk mengoptimalkan target penyerapan belanja negara dalam DIPA K/L dan memperbaiki pola penarikan dana DIPA K/L, Kementerian Keuangan melakukan upaya (1) optimalisasi pelayanan dalam proses penelaahan dan penyelesaian DIPA/Revisi DIPA secara tepat waktu, (2) optimalisasi sosialisasi segala ketentuan dan prosedur pelaksanaan anggaran kepada Kementerian Negara/Lembaga atau satker, (3) optimalisasi penyerapan anggaran, (4) menerbitkan ketentuan-ketentuan terkait percepatan penyerapan anggaran, (5) Melakukan penyusunan proyeksi penyerapan anggaran berdasarkan rencana pencairan dana pada Halaman III DIPA (Disbursement), (6) Pemantauan dan penyesuaian rencana pencairan dana, (7) Evaluasi pola penarikan dana DIPA K/L secara berkala (triwulanan). vi KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - Sasaran strategis Pembiayaan dalam jumlah yang cukup efisien dan aman bagi kesinambungan fiskal dengan nilai capaian 116,35%, diidentifikasikan pada tiga (3) IKU yaitu (1) Persentase pemenuhan target pembiayaan melalui utang yang cukup, efisien, dan aman dengan capaian sebesar 118,34%, (2) Persentase pencapaian target effective cost dengan capaian sebesar 116,5%, dan (3) Persentase pemenuhan struktur portofolio utang sesuai dengan strategi dengan capaian sebesar 113,6%. Pembiayaan defisit APBN melalui utang harus disediakan dalam jumlah yang cukup, tepat waktu, dan dengan biaya yang efisien serta pengelolaan berbagai risiko, sehingga berhasil menurunkan risiko refinancing. - Sasaran Strategis Utilisasi Kekayaan Negara yang optimal, diidentifikasikan dengan IKU Nilai kekayaan negara yang diutilisasi. Nilai capaian IKU tersebut mencapai sebesar Rp102,45 Triliun atau sebesar 100,06% lebih tinggi dari target yang ditetapkan sebesar Rp102,39 Triliun. Tujuan dari pelaksanaan utilisasi kekayaan negara adalah mengoptimalkan pengelolaan kekayaan negara dalam rangka pengelolaan APBN yang efisien, efektif dan optimal melalui (1) penghematan anggaran untuk belanja modal dan anggaran untuk pemeliharaan aset melalui pemanfaatan aset, (2) peningkatan PNBP melalui optimalisasi aset negara, dan (3) peningkatan pembiayaan dalam negeri melalui instrumen Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dengan aset negara sebagai underlying asset. - Sasaran Strategis Hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah yang optimal dengan nilai capaian 111,41% diidentifikasikan pada dua (2) IKU, yaitu (1) Persentase ketepatan jumlah penyaluran dana transfer ke daerah dengan nilai capaian 100,18%, dan (2) Persentase Perda PDRD yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan dengan nilai capaian 120%. Pada tahun 2011, Perda PDRD yang sudah dievaluasi sebanyak 1.531 Perda. Dari evaluasi yang dilakukan, Perda yang sesuai peraturan perundangan, yaitu Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, sebanyak 1.501 atau 98,04% sedangkan Perda PDRD yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan sebesar 1,96% atau sebanyak 30 Perda. - Sasaran Strategis pengelolaan keuangan negara yang akuntabel dengan nilai capaian 99,62% diidentifikasikan pada dua (2) IKU yaitu (1) Indeks jumlah LK K/L dan LK BUN yang andal dengan opini audit yang baik dengan persentase capaian sebesar 100,75%, dan (2) Indeks opini BPK atas LK BA 15, LK BUN, dan LK BA 999 dengan persentase capaian sebesar 98,15%. Untuk target Indeks opini BPK atas LK BA 15, LK BUN, dan LK BA 999 yang tidak tercapai disebabkan oleh opini BPK atas Laporan Keuangan Belanja Subsidi (BA 999.07) adalah WDP, sedangkan target yang ditetapkan adalah WTP-DPP. Hal ini dikarenakan adanya kebijakan pemerintah dengan persetujuan DPR dalam Undang-Undang APBN/APBN-P Tahun Anggaran 2010 berupa pengakuan belanja subsidi PPN DTP sejumlah Rp11,28 Triliun yang tidak diakui oleh BPK. Dengan demikian, tidak tercapainya indikator kinerja tersebut bukan karena kualitas Laporan Keuangan. - Sasaran Strategis Industri pasar modal dan jasa keuangan non bank yang stabil, tahan uji dan likuid, diidentifikasikan pada lima (5) Indikator Kinerja Utama (IKU) sebagai berikut: (1) Perusahaan efek yang memenuhi persyaratan minimum Modal Kerja Bersih Disesuaikan (MKBD) dengan nilai capaian 110,88%, (2) Persentase nilai transaksi perusahaan efek yang tidak memenuhi persyaratan minimum MKBD yang berpotensi mengganggu perdagangan saham di Bursa dengan nilai capaian 120%, (3) Perusahaan asuransi dan reasuransi yang memenuhi persyaratan minimum RBC (Risk Based Capital) dengan nilai capaian 103,15%, (4) Tingkat Penetrasi Asuransi dengan nilai capaian 100% (5) Perusahaan Pembiayaan yang Memenuhi Rasio LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 vii Permodalan dengan nilai capaian 101,6%. Sasaran strategis ini bertujuan untuk mendukung terciptanya industri pasar modal dan jasa keuangan non bank yang mampu menjaga kestabilan pertumbuhan industri terhadap fluktuasi perkembangan ekonomi serta mampu menghasilkan keuntungan/manfaat tertentu dengan biaya minimal. Untuk mewujudkan hal tersebut, langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut: (i) meningkatkan kualitas pelaku industri, (ii) meningkatkan basis investor domestik, (iii) meningkatkan kemampuan industri dalam mengelola risiko, (iv) mendorong peningkatan kualitas tata kelola perusahaan yang baik, dan (v) meningkatkan kapasitas pengawasan terhadap pelaku industri. - Sasaran Strategis Tingkat Kepuasan pengguna layanan yang tinggi, diidentifikasikan dengan IKU Indeks Kepuasan Pengguna Layanan dengan nilai capaian 98,72%. Kepuasan stakeholders merupakan salah satu indikator dari kinerja pelayanan dan pencapaian program peningkatan kinerja Kementerian Keuangan. Secara umum, skor kepuasan stakeholders terhadap kinerja layanan pada tahun 2011 adalah sebesar 3,86, tidak jauh berbeda dengan tahun 2010 (3,87) dan sedikit lebih rendah dari sasaran yang ditetapkan yaitu 3,92. Namun demikian, capaian tersebut masih menunjukkan tingkat kepuasan stakeholders yang cukup tinggi. Adapun capaian sasaran strategis lainnya yang merupakan bagian dari internal process perspective adalah sebagai berikut: (1) Kajian dan rumusan kebijakan yang berkualitas dengan nilai capaian sebesar 117,08%, (2) Pengelolaan keuangan dan kekayaan negara yang efektif dan efisien dengan nilai capaian sebesar 106,50%, (3) Peningkatan edukasi masyarakat dan pelaku ekonomi dengan nilai capaian sebesar 107,84%, dan (4) Pengawasan dan penegakan hukum yang efektif dengan nilai capaian sebesar 116,10%. - Sasaran Strategis Kajian dan rumusan kebijakan yang berkualitas mempunyai IKU sebagai berikut: Deviasi proyeksi indikator ekonomi makro, (2) Deviasi proyeksi APBN, (3) Tingkat akurasi exercise I-account, dan (4) Penyelesaian LKPP dan Rancangan UU PPAPBN secara tepat waktu. Nilai capaian seluruh IKU tersebut sudah sesuai dengan sasaran yang ditetapkan. Masing-masing indikator kinerja tersebut nilai capaiannya berturutturut sebesar 120%, sebesar 120%, sebesar 106%, dan sebesar 120%. - Sasaran Strategis Pengelolaan keuangan dan kekayaan negara yang efektif dan efisien, dengan nilai capaian 106,5%, diidentifikasikan pada lima (5) IKU sebagai berikut: (1) Rata-rata persentase realisasi janji layanan unggulan, (2) Persentase tingkat akurasi perencanaan kas, (3) Rasio beban bunga terhadap rata-rata outstanding utang, (4) Akurasi Penetapan yield/imbalan SBN dan biaya pinjaman terhadap benchmark, dan (5) Persentase pemenuhan target pembiayaan melalui utang yang bersumber dari dalam negeri. Pada umunya nilai capaian IKU pada sasaran strategis ini sudah sesuai dengan sasaran yang ditetapkan. - Sasaran Strategis Peningkatan edukasi masyarakat dan pelaku ekonomi diidentifikasikan pada IKU yaitu Tingkat efektivitas edukasi dan komunikasi, dengan nilai capaian sebesar 107,84%. IKU ini ditetapkan dalam rangka untuk mengetahui tingkat pemahaman stakeholders akan fungsi Kementerian Keuangan sebagai pengelola keuangan dan kekayaan negara. viii KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - Sasaran Strategis Pengawasan dan penegakan hukum yang efektif diidentifikasikan dalam beberapa IKU yaitu Rata-rata persentase kepatuhan dan penegakan hukum, dan Jumlah policy recommendation hasil pengawasan. Kedua IKU tersebut memiliki nilai capaian sesuai dengan sasaran yang ditetapkan, dengan nilai capaian masingmasing sebesar 112,80%, dan sebesar 120%. Untuk learning and growth perspective, tiga (3) sasaran strategis yang telah ditetapkan memperoleh nilai capaian sebagai berikut: (1) Pembentukan SDM yang berkompetensi tinggi, dengan nilai capaian sebesar 113,34% (2) Penataan organisasi yang andal, nilai capaiannya sebesar 109,17% (3) Perwujudan TIK yang terintegrasi, dengan nilai capaian sebesar 100% dan (4) Pengelolaan anggaran yang optimal dengan nilai capaian sebesar 98,08%. - Sasaran Strategis Pembentukan SDM yang berkompetensi tinggi diidentifikasikan pada tiga (3) Indikator Kinerja Utama (IKU) sebagai berikut: (1) Persentase pejabat yang telah memenuhi standar kompetensi jabatannya, (2) Rasio jam pelatihan pegawai dibandingkan jam kerja, dan (3) Persentase diklat yang berkontribusi terhadap peningkatan kompetensi. Nilai capaian IKU masing-masing sebesar 102,08%, sebesar 120%, dan sebesar 120%. - Sasaran Strategis Penataan organisasi yang andal diidentifikasikan pada Indikator Kinerja Utama (IKU) Persentase Penyelesaian penataan/modernisasi organisasi, dan Persentase UPR yang menerapkan manajemen risiko, dengan nilai capaian IKU masing-masing sebesar 100%, dan sebesar 120%. - Sasaran Strategis Perwujudan TIK yang terintegrasi diidentifikasikan pada Indikator Kinerja Utama (IKU) yaitu Persentase integrasi TIK Kementerian Keuangan dengan nilai capaian sebesar 100%. - Sasaran Strategis Pengelolaan anggaran yang optimal diidentifikasikan pada Indikator Kinerja Utama (IKU) yaitu Persentase Penyerapan DIPA Kementerian Keuangan (non belanja pegawai). Penyerapan DIPA Kementerian Keuangan (non-belanja pegawai) yang semula ditergetkan terserap sebesar 80% pada Tahun Anggaran 2011 telah terserap 78,80%. Penyerapan yang belum memenuhi target ini antara lain disebabkan oleh (i) efisiensi pengadaan barang dan jasa (belanja barang/modal) karena pelelangan dilaksanakan melalui pengadaan secara elektronik, dimana sasaran sudah tercapai dengan harga di bawah pagu, (ii) terjadinya gagal lelang pada pengadaan barang dan jasa, dan (iii) proses penghapusan BMN memakan waktu yang lama dan menyebabkan pembangunan fisik yang telah ditetapkan di tahun 2011 tidak dapat dilaksanakan proses pengerjaannya. Secara umum pencapaian sasaran strategis yang telah ditetapkan dalam tahun 2011 telah sesuai dengan yang ditargetkan, bahkan diantara sasaran strategis tersebut memperoleh nilai capaian lebih dari 100 persen. Namun demikian, masih terdapat beberapa IKU yang masih belum mencapai target yang ditentukan. Untuk itu, Kementerian Keuangan akan senantiasa berupaya dan bekerja lebih keras lagi, serta menyempurnakan kebijakan yang ada untuk lebih mengoptimalkan pencapaian sasaran strategis, sehingga diharapkan di masa yang akan datang capaian semua sasaran strategis dapat lebih optimal. LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 ix 1 Bab PENDAHULUAN “Pelaksanaan APBN 2011 harus bisa menjadi momentum positif bagi tercapainya akselerasi ekonomi di tanah air” LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 1 A. Latar Belakang Di dalam setiap aspek kehidupan, apalagi kehidupan bernegara yang salah satu tujuannya adalah meningkatkan kesejahteraan rakyat, diperlukan berbagai sumber daya. Salah satu sumber daya yang menjadi darah setiap organisasi adalah keuangan. Namun disadari bahwa sumber daya keuangan ini, sebagaimana sumber daya yang lain yang bersifat ekonomis, ketersediannya sangat terbatas. Oleh karena itu, sumber daya yang terbatas ini perlu dikelola dengan sebaikbaiknya agar perolehan maupun penggunaannya dapat dilakukan dengan cara yang baik dan dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat. Kementerian Keuangan berdasarkan Perpres Nomor 24 Tahun 2010 Tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta tugas dan fungsi Eselon I Kementerian Negara sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2010, mempunyai tugas yang sangat strategis, yaitu melaksanakan tugas pengelolaan keuangan dan kekayaan negara. Dalam melaksanakan tugas pengelolaan keuangan dan kekayaan negara tersebut, Kementerian Keuangan dituntut untuk melaksanakannya dengan prudent, transparan, akuntabel, efektif, dan efisien. Dalam rangka melaksanakan tugas yang sangat strategis dan dengan cara-cara yang baik tersebut, Kementerian Keuangan menetapkan visi: “Menjadi Pengelola Keuangan dan Kekayaan Negara yang Dipercaya dan Akuntabel untuk Mewujudkan Indonesia yang Sejahtera, Demokratis, dan Berkeadilan.” Untuk mencapai visi tersebut, Kementerian Keuangan menetapkan misi, rencana strategis, tujuan, sasaran, program serta rencana kerja yang terukur dan dilaksanakan setiap tahun. Selanjutnya, sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah, Instruksi Presiden Nomor 7 tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, pelaksanaan rencana kerja tersebut harus dipertanggungjawabkan setiap tahun dalam bentuk Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP). LAKIP Tahun 2011 ini disusun sebagai salah satu bentuk pertanggungjawaban Kementerian Keuangan dalam melaksanakan tugas dan fungsi selama Tahun 2011, dalam rangka melaksanakan misi dan mencapai visi tersebut. Di samping itu, LAKIP ini juga dimaksudkan sebagai wujud akuntabilitas pelaksanaan tugas dan fungsi Kementerian Keuangan menuju terwujudnya good governance, wujud transparansi dan akuntabilitas kepada masyarakat, dan sekaligus sebagai alat kendali dan pemacu peningkatan kinerja setiap unit organisasi di lingkungan Kementerian Keuangan, serta sebagai salah satu alat untuk mendapatkan masukan bagi stakeholders demi perbaikan kinerja Kementerian Keuangan. 2 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Bab 1. Pendahuluan Bab 2. Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Bab 3. Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Bab 4. Penutup B. Tugas, Fungsi dan Struktur Organisasi Dalam melaksanakan peran strategis seperti diuraikan di atas, sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.01/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan, Kementerian Keuangan mempunyai tugas membantu Presiden dalam menyelenggarakan sebagian tugas pemerintahan di bidang keuangan dan kekayaan negara. Dalam melaksanakan tugasnya, Kementerian Keuangan mempunyai fungsi: (a) perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang keuangan dan kekayaan negara; (b) pengelolaan Barang Milik/ Kekayaan Negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian Keuangan; (c) pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Keuangan; (d) pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian Keuangan di daerah; (e) pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional; dan (f ) pelaksanaan kegiatan teknis dari pusat sampai ke daerah. Dalam menjalankan tugas dan fungsi Kementerian Keuangan, Menteri Keuangan dibantu oleh unit–unit sebagai berikut: 1. Wakil Menteri Keuangan; 2. Sekretariat Jenderal; 3. Direktorat Jenderal Anggaran; 4. Direktorat Jenderal Pajak; 5. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; 6. Direktorat Jenderal Perbendaharaan; 7. Direktorat Jenderal Kekayaan Negara; 8. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan; 9. Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang; 10. Inspektorat Jenderal; 11. Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan; 12. Badan Kebijakan Fiskal; 13. Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan; 14. Staf Ahli Bidang Penerimaan Negara; 15. Staf Ahli Bidang Pengeluaran Negara; 16. Staf Ahli Bidang Makro Ekonomi dan Keuangan Internasional; 17. Staf Ahli Bidang Kebijakan dan Regulasi Jasa Keuangan dan Pasar Modal; 18. Staf Ahli Bidang Organisasi, Birokrasi, dan Teknologi Informasi; 19. Pusat Analisis dan Harmonisasi Kebijakan; 20. Pusat Sistem Informasi dan Teknologi Keuangan; 21. Pusat Investasi Pemerintah; 22. Pusat Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai; 23. Sekretariat Pengadilan Pajak; 24. Sekretariat Komisi Pengawas Perpajakan; 25. Pusat Layanan Pengadaan Secara Elektronik; dan 26. Pusat Kepatuhan Internal Kepabeanan dan Cukai. LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 3 Dalam menjalankan tugasnya, Kementerian Keuangan didukung oleh 63.281 orang pegawai dari berbagai bidang keahlian seperti ekonomi, keuangan, bisnis, hukum, teknis, administrasi, dan sebagainya. Komposisi pegawai Kementerian Keuangan dapat dilihat pada tabel 1.1 berikut ini: Tabel 1.1 Statistik Pegawai Kementerian Keuangan Berdasarkan Pendidikan Unit Eselon I Wakil Menteri Setjen SD SMP SMA D1 D2 D3 D4 S1 S2 S3 Total - - - - - - - - - 2 2 34 35 508 139 1 412 31 897 211 7 2.275 DJA 15 36 204 65 - 190 21 427 156 - 1.113 DJP 26 52 4.700 4.506 30 7.099 973 10.684 4.252 38 32.360 DJBC 98 452 3.395 2.348 21 1.475 35 2.296 602 6 10.728 DJPB 99 264 3.345 1.017 1 1.489 76 2.538 273 2 9.104 DJKN 19 42 852 371 - 793 32 1.354 156 3 3.622 DJPK 3 2 27 15 - 106 22 179 88 3 445 DJPU 1 1 11 6 - 92 7 144 64 3 329 Itjen 3 5 81 28 - 198 8 191 70 1 585 10 9 129 29 - 132 27 564 156 1 1.057 BKF 3 5 37 31 - 74 21 145 126 11 453 BPPK 12 35 178 87 1 368 49 345 124 5 1.204 - - - - - - - - - 1 1 Bapepam LK Staf Ahli Bid.Makro Ekonomi Keuangan Internasional Staf Ahli Bid.Penerimaan Negara - - - - - - - - - 1 1 Staf Ahli Bid.Pengeluaran Negara - - - - - - - - - 1 1 Staf Ahli Bid.Organisasi Birokrasi dan TI - - - - - - - - - 1 1 323 938 13.467 8.642 54 12.428 1.302 19.764 6.279 84 63.281 Total 4 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Bab 1. Pendahuluan Bab 2. Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Bab 3. Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Bab 4. Penutup C. Mandat dan Peran Strategis Kementerian Keuangan Kementerian Keuangan mempunyai peran yang strategis yaitu pengelola keuangan dan kekayaan negara. Sebagaimana diamatkan dalam UU nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Presiden sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara memberi kuasa kepada Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal dan wakil pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan, serta kepada Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang kementerian yang dipimpinnya. Menteri Keuangan sebagai pembantu Presiden dalam bidang keuangan pada hakekatnya adalah Chief Financial Officer (CFO), sementara setiap menteri/pimpinan lembaga pada hakekatnya adalah Chief Operational Officer (COO) untuk suatu bidang tertentu pemerintahan. Dengan demikian Menteri Keuangan adalah CFO sekaligus sebagai COO. Prinsip ini harus dilaksanakan secara konsisten agar terdapat kejelasan dalam pembagian wewenang dan tanggung jawab, terlaksananya mekanisme checks and balances serta untuk mendorong upaya peningkatan profesionalisme dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan. Gambar 1.1 Alur Mandat dan Peran Strategis Kementerian Keuangan Presiden Chief Financial Officer (CFO) Bendahara Umum Negara Chief Operational Officer (COO) Pengguna Anggaran/Barang Menteri Keuangan Menteri Teknis (termasuk Menteri Keuangan) Dalam rangka melaksanakan kekuasaan sebagai pengelola fiskal, Menteri Keuangan mempunyai tugas sebagai berikut: 1. menyusun kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro; 2. menyusun rancangan APBN dan rancangan Perubahan APBN; 3. mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran; 4. melakukan perjanjian internasional di bidang keuangan; 5. melaksanakan pemungutan pendapatan negara yang telah ditetapkan dengan Undang-Undang; 6. melaksanakan fungsi bendahara umum negara; 7. menyusun laporan keuangan yang merupakan pertanggungjawaban APBN; 8. melaksanakan tugas-tugas lain di bidang pengelolaan fiskal berdasarkan ketentuan Undang-Undang. LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 5 Dalam rangka melaksanakan kekuasaan sebagai pengelola kekayaan negara, Menteri Keuangan mempunyai tugas sebagai berikut: 1. Merumuskan kebijakan di bidang kekayaan negara, piutang negara, dan lelang; 2. Melaksanakan kebijakan di bidang kekayaan negara, piutang negara, dan lelang; 3. Menyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang kekayaan negara, piutang negara, dan lelang; D. Sistematika Laporan Sistematika penyajian LAKIP Kementerian Keuangan Tahun 2011 adalah sebagai berikut: 1. Ikhtisar Eksekutif. Bagian ini menguraikan secara singkat tentang tujuan dan sasaran yang akan dicapai beserta hasil capaian, kendala-kendala yang dihadapi dalam mencapai tujuan dan sasaran, langkah-langkah yang diambil, serta langkah antisipatifnya. 2. Bab I. Pendahuluan. Bagian ini menguraikan tentang tugas, fungsi dan struktur organisasi, mandat dan peran srategis Kementerian Keuangan, serta sistematika laporan. 3. Bab II. Bagian ini menguraikan tentang rencana strategis dan penetapan/perjanjian kinerja Kementerian Keuangan Tahun 2011. 4. Bab III. Bagian ini menguraikan tentang pengukuran, sasaran dan akuntabilitas pencapaian sasaran strategis Kementerian Keuangan tahun 2011. 5. Bab IV. Bagian ini menguraikan tentang keberhasilan dan kegagalan pencapaian sasaran yang telah ditetapkan, permasalahan dan kendala, serta strategi pemecahannya untuk tahun mendatang. 6 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Bab 1. Pendahuluan Bab 2. Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Bab 3. Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Bab 4. Penutup Penyusunan LAKIP Kementerian Keuangan Tahun 2011 dengan sistematika tersebut menggunakan alur pikir yang dapat digambarkan sebagaimana tampak pada Gambar 1.2 pada halaman berikut ini. Gambar 1.2 Alur Pikir Penyusunan LAKIP Kementerian Keuangan Tahun 2011 LANDASAN _____________________________ Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 Paket Undang-Undang Bidang Keuangan Negara (UU No.17 Tahun 2003, UU No.1 Tahun 2004, UU No.15 Tahun 2004) RPJM Nasional 2010-2014 APBN Tahun Anggaran 2011 TUGAS KEMENTERIAN KEUANGAN _____________________________ Membantu Presiden dalam menyelenggarakan sebagian tugas pemerintahan di bidang keuangan dan kekayaan negara VISI MISI Faktor Kunci Penentu Keberhasilan TUJUAN SASARAN KEBIJAKAN Umpan Balik LAKIP Umpan Balik LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 7 Bab2 Bab 2 RENCANA STRATEGIS DAN PENETAPAN/PERJANJIAN KINERJA LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 9 A. Rencana Strategis Perencanaan strategis (Renstra) merupakan serangkaian rencana tindakan dan kegiatan yang bersifat mendasar dan dibuat secara integral, efisien dan koordinatif serta disusun mengikuti alur pikir sebagaimana tampak pada Gambar 1.2, dalam hal ini Kementerian Keuangan bertugas membantu Presiden dalam menyelenggarakan sebagian urusan pemerintahan di bidang keuangan dan kekayaan negara. Dalam kurun waktu 2010-1014 dengan berorientasi kepada hasil yang ingin dicapai selama 5 (lima) tahun dan memperhitungkan potensi, peluang, serta kendala yang ada maupun tantangan yang mungkin terjadi, Kementerian Keuangan dituntut berpandangan jauh ke depan, serta berupaya meningkatkan kualitas agar lebih profesional dan mampu mencapai tingkat kesetaraan di pasar global. Berkaitan dengan itu, setiap aparatur Kementerian Keuangan didorong untuk lebih meningkatkan integritas dan kredibilitasnya sehingga dipercaya dan dibanggakan masyarakat serta bekerja secara profesional dan efisien untuk mendukung tercapainya masyarakat adil dan makmur. Pengertian pengelola keuangan dan kekayaan negara dalam visi tersebut bermakna bahwa Kementerian Keuangan adalah lembaga/institusi yang mempunyai tugas menghimpun dan mengalokasikan keuangan negara dan sekaligus mengelola kekayaan negara. Dipercaya berarti Kementerian Keuangan adalah institusi yang kredibel karena pengelolaan keuangan dan kekayaan negara dilakukan secara transparan, yaitu semua penerimaan negara, belanja negara dan pembiayaan defisit anggaran dilakukan melalui mekanisme APBN. Akuntabel artinya pengelolaan keuangan dan kekayaan negara yang mengacu pada praktik terbaik internasional yang berlandaskan asas profesionalitas, proporsionalitas, dan keterbukaan. Untuk mencapai visi tersebut Kementerian Keuangan menetapkan misi, rencana strategis, tujuan, dan sasaran serta rencana kerja yang terukur dan dilaksanakan setiap tahun. Selanjutnya, sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah, Instruksi Presiden Nomor 7 tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, pelaksanaan rencana kerja tersebut harus dipertanggungjawabkan setiap tahun dalam bentuk Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP). LAKIP ini disusun sebagai salah satu bentuk pertanggungjawaban Kementerian Keuangan dalam melaksanakan tugas dan fungsi selama Tahun 2011, dalam rangka melaksanakan misi dan mencapai visi tersebut. Di samping itu, LAKIP ini juga dimaksudkan sebagai wujud akuntabilitas pelaksanaan tugas dan fungsi Kementerian Keuangan menuju terwujudnya good governance, wujud transparansi dan akuntabilitas kepada masyarakat, dan sekaligus sebagai alat kendali dan pemacu peningkatan kinerja setiap unit organisasi di lingkungan Kementerian Keuangan, serta sebagai salah satu alat untuk mendapatkan masukan bagi stakeholders demi perbaikan kinerja Kementerian Keuangan. 10 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Bab 1. Pendahuluan Bab 2. Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Bab 3. Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Bab 4. Penutup Dalam rangka pencapaian visi, Kementerian Keuangan menetapkan 4 (empat) misi sebagai berikut: 1. Misi Fiskal, yaitu mengembangkan kebijakan fiskal yang sehat, berkelanjutan, hati-hati (prudent), dan bertanggung jawab. 2. Misi Kekayaan Negara, yaitu mewujudkan pengelolaan kekayaan negara yang optimal sesuai dengan asas fungsional, kepastian hukum, transparan, efisien, dan bertanggungjawab. 3. Misi Pasar Modal dan Lembaga Keuangan, yaitu mewujudkan industri pasar modal dan lembaga keuangan non bank sebagai penggerak dan penguat perekonomian nasional yang tangguh dan berdaya saing global. 4. Misi Penguatan Kelembagaan, yang meliputi tiga hal sebagai berikut: a. Membangun dan mengembangkan organisasi berlandaskan administrasi publik sesuai dengan tuntutan masyarakat. b. Membangun dan mengembangkan SDM yang amanah, profesional, berintegritas tinggi, dan bertanggungjawab. c. Membangun dan mengembangkan teknologi informasi keuangan yang modern dan terintegrasi serta sarana dan prasarana strategis lainnya. Dalam rangka implementasi atau penjabaran dari misi, ditetapkan tujuan yang merupakan sesuatu yang akan dicapai atau dihasilkan pada kurun waktu tertentu, yaitu satu sampai dengan lima tahun ke depan dalam tahun 2010-2014, serta menggambarkan arah strategik organisasi, perbaikan-perbaikan yang ingin diciptakan sesuai dengan tugas dan fungsi, serta meletakkan kerangka prioritas untuk memfokuskan program dan kegiatan yang akan dilaksanakan. Tujuan Kementerian Keuangan untuk periode 2010-2014 dikelompokkan ke dalam 6 tema pokok sebagai berikut: 1. Tujuan dalam tema pendapatan negara adalah meningkatkan dan mengamankan pendapatan negara dengan mempertimbangkan perkembangan ekonomi dan keadilan masyarakat. 2. Tujuan dalam tema belanja negara adalah meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengelolaan belanja negara untuk mendukung penyelenggaraan tugas K/L dan pelaksanaan desentralisasi fiskal. 3. Tujuan dalam tema pembiayaan APBN adalah mewujudkan kapasitas pembiayaan yang mampu memberikan daya dukung bagi kesinambungan fiskal. 4. Tujuan dalam tema perbendaharaan negara adalah pengelolaan perbendaharaan negara yang profesional dan akuntabel serta mengedepankan kepuasan stakeholders atas kinerja perbendaharaan negara. 5. Tujuan dalam tema kekayaan negara adalah mewujudkan pengelolaan kekayaan negara yang optimal serta menjadikan nilai kekayaan negara sebagai acuan dalam berbagai keperluan. 6. Tujuan dalam tema pasar modal dan lembaga keuangan non bank adalah membangun otoritas pasar modal dan lembaga keuangan yang amanah dan profesional, yang mampu mewujudkan industri pasar modal dan lembaga keuangan non bank sebagai penggerak perekonomian nasional yang tangguh dan berdaya saing global. LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 11 Untuk menjabarkan tujuan agar terukur dan dapat dicapai secara nyata, Kementerian Keuangan menyusun sasaran strategis. Sasaran strategis Kementerian Keuangan untuk tahun 2010-2014 adalah sebagai berikut: 1. Sasaran strategis untuk Tema Pendapatan Negara: a. Tingkat pendapatan yang optimal. Tingkat pendapatan yang optimal adalah tingkat pencapaian penerimaan dalam negeri yang sesuai dengan target sebagaimana tercantum dalam APBN atau APBN-P. b. Tingkat kepercayaan stakeholders yang tinggi dan citra yang meningkat yang didukung oleh tingkat pelayanan yang handal. Tingkat kepercayaan stakeholders yang tinggi diukur berdasarkan hasil survei kepuasan stakeholder oleh lembaga independen. Hasil survei yang positif akan meningkatkan citra Kementerian Keuangan di mata stakeholder. c. Tingkat kepatuhan wajib pajak, kepabeanan, dan cukai yang tinggi. Tingkat kepatuhan wajib pajak, kepabeanan, dan cukai terhadap peraturan perundang-undangan pada akhirnya menentukan potensi dan realisasi pendapatan pajak, kepabeanan dan cukai. 2. Sasaran strategis dalam Tema Belanja Negara: a. Alokasi belanja negara yang tepat sasaran, tepat waktu, efektif, efisien dan akuntabel. Sasaran strategis ini mencakup empat hal sebagai berikut: i. Alokasi belanja negara yang tepat sasaran, yaitu alokasi anggaran yang dapat mencapai kinerja program dan kegiatan kementerian negara/lembaga yang telah ditetapkan dalam APBN. ii. Alokasi belanja negara yang tepat waktu, yaitu pengesahan DIPA yang dapat diselesaikan sesuai jadwal yang ditetapkan. iii. Alokasi belanja negara yang efisien, yaitu penuangan anggaran pada DIPA yang dapat digunakan untuk mendukung pencapaian sasaran yang ditetapkan. iv. Alokasi belanja negara yang akuntabel, yaitu alokasi belanja negara yang proporsional sesuai dengan prioritas rencana kerja pemerintah dan dapat dipertanggungjawabkan pelaksanaannya. b. Tata kelola yang yang tertib, transparan, dan akuntabel dalam pelaksanaan belanja negara. Sasaran strategis ini mencakup hal-hal sebagai berikut: i. Tata kelola yang tertib, yaitu pengelolaan belanja negara sesuai dengan sistem dan prosedur yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. ii. Tata kelola yang transparan dan akuntabel, yaitu pengelolaan belanja negara yang dilakukan secara terbuka sehingga proses pengelolaannya dapat diketahui oleh stakeholder dan dapat dipertanggungjawabkan. c. Peningkatan efektivitas dan efisiensi pengelolaan hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Sasaran strategis ini mencakup pelaksanaan kebijakan hubungan keuangan pusat dan daerah yang dapat menjamin keseimbangan keuangan terkait dengan besarnya beban, tanggung jawab, dan kewenangan yang dimiliki oleh pusat maupun daerah sesuai dengan norma dan standar yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. 12 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Bab 1. Pendahuluan Bab 2. Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Bab 3. Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Bab 4. Penutup d. Terciptanya tata kelola yang tertib sesuai peraturan perundang-undangan, transparan, kredibel, akuntabel, dan profesional dalam pelaksanaan hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Sasaran strategis ini mencakup tiga hal sebagai berikut: i. Tata kelola yang tertib, yaitu pengelolaan transfer ke daerah sesuai dengan peraturan perundangundangan. ii. Transparan, artinya pelaksanaan kebijakan transfer ke daerah dapat diakses oleh seluruh stakeholder. iii. Akuntabel, artinya pelaksanaan kebijakan transfer ke daerah dapat dipertanggungjawabkan. 3. Sasaran strategis dalam Tema Pembiayaan APBN adalah sebagai berikut: a. Terpenuhinya pembiayaan APBN melalui utang secara tepat waktu, cukup, dan efisien. Target pembiayaan APBN dapat dipenuhi melalui utang yang bersumber dari dalam negeri dan luar negeri, dalam bentuk Surat Berharga Negara (SBN) dan Pinjaman, dengan mempertimbangkan biaya dan risiko untuk mendukung kesinambungan fiskal. b. Terciptanya kepercayaan para pemangku kepentingan (investor, kreditor, dan pelaku pasar lainnya) terhadap pengelolaan utang yang transparan, akuntabel, dan kredibel. Sasaran strategis ini mencakup tersedianya informasi yang terkait pengelolaan utang kepada publik secara transparan dan akurat, dan terjaganya kredibilitas pengelolaan utang dengan melakukan pembayaran kewajiban secara tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat sasaran. c. Terciptanya struktur portofolio utang yang optimal. Sasaran strategis ini mencakup optimalisasi struktur SBN yang jatuh tempo dengan memperhatikan jenis, tingkat bunga, tenor, serta kondisi pasar keuangan. d. Terciptanya pasar SBN yang dalam, aktif, dan likuid. Sasaran strategis ini mencakup pengembangan pasar SBN dengan menyediakan alternatif instrumen SBN yang variatif serta meningkatkan sebaran investor. 4. Sasaran strategis dalam Tema Perbendaharaan Negara: a. Efisiensi dan akurasi pelaksanaan belanja negara. Sasaran strategis ini berupa penyaluran belanja negara untuk mendukung pencapaian sasaran yang ditetapkan secara akurat dan tepat waktu, yang berarti pelaksanaan penyaluran belanja dilakukan sesuai dengan norma waktu yang ditetapkan. b. Optimalisasi pengelolaan kas. Sasaran strategis ini berupa optimalisasi pengelolaan kas negara meliputi dalam hal perencanaan kas, pengendalian kas dan pemanfaatan idle cash, yang dilaksanakan untuk menjamin ketersediaan kas dalam jumlah yang cukup. Optimalisasi pengelolaan kas negara dilakukan dalam rangka mewujudkan efisiensi pengelolaan kas dengan mengedepankan prinsip “meminimumkan biaya” dan “memaksimalkan manfaat” bila terjadi kekurangan kas (cash mismatch) atau kelebihan kas (idle cash). LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 13 c. Optimalisasi tingkat pengembalian dana di bidang investasi dan pembiayaan lainnya. Salah satu bagian dari pengembalian dana di bidang investasi dan pembiayaan lainnya adalah pengembalian penerusan pinjaman. Dana penerusan pinjaman tersebut harus dioptimalkan pengembalian dan penyetorannya kembali ke APBN sesuai dengan target yang telah ditetapkan. Hal ini dikarenakan pengembalian dana tersebut mempunyai kontribusi dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri dan penerimaan defisit APBN. d. Peningkatan pelayanan masyarakat melalui penyempurnaan pengelolaan BLU. Sasaran strategis ini dilakukan melalui penyempurnaan regulasi terkait dengan pengelolaan BLU, peningkatan penilaian kinerja satker BLU serta pembinaan yang berkelanjutan, sehingga diharapkan satker yang menerapkan Pengelolaan Keuangan BLU akan dapat melaksanakan fungsinya secara lebih efektif dan efisien. Hal tersebut dapat dilihat dari kinerja keuangan pada satker BLU, yang pada akhirnya akan dapat mendorong peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat. e. Peningkatan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara. Salah satu kebijakan untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara adalah melalui penerapan akuntansi pemerintah modern sebagai dasar penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP). Sampai dengan saat ini LKPP yang telah disusun masih berdasarkan basis Kas Menuju Akrual. Selanjutnya secara bertahap LKPP akan disusun berdasarkan basis akrual, sehingga diharapkan akan terwujud peningkatan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara serta peningkatan opini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menjadi Wajar Tanpa Pengecualian dapat segera terealisasikan. f. Terciptanya sistem perbendaharaan negara yang modern, handal dan terpadu. Untuk menciptakan sistem perbendaharaan negara yang modern, handal dan terpadu, mulai tahun anggaran 2009 telah dilaksanakan proyek penyempurnaan sistem perbendaharaan dan anggaran negara yang dikenal dengan nama Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN). Proyek SPAN merupakan langkah awal untuk mewujudkan sistem perbendaharaan yang modern, didukung oleh sistem informasi keuangan yang terpadu (Integrated Financial Management and Information System) dengan karakteristik antara lain sebagai berikut: i. terintegrasi/terotomasi, yang sangat mendukung proses pelaksanaan anggaran, optimalisasi manajemen kas, serta pencatatan, pelaporan dan pertanggungjawaban keuangan negara; ii. database yang terpusat dan memungkinkan perekaman data hanya dilakukan satu kali saja (single entry); iii. memungkinkan dilakukannya ‘what if analysis’; iv. penerapan proses bisnis yang mengacu pada best practice; serta v. menghubungkan secara on-line baik melalui satelit, dial-up dan sistem jaringan lainnya unit-unit di lingkungan Kementerian Keuangan khususnya Ditjen Anggaran, Ditjen Perbendaharaan, 30 Kanwil Ditjen Perbendaharaan, serta 178 KPPN dengan seluruh Kementerian Negara/Lembaga. 14 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Bab 1. Pendahuluan Bab 2. Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Bab 3. Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Bab 4. Penutup 5. Sasaran strategis dalam Tema Kekayaan Negara adalah sebagai berikut: a. Terlaksananya perencanaan kebutuhan barang milik negara yang optimal. Sasaran strategis ini dilakukan dengan mengkoordinasikan pemberian data dan informasi keberadaan aset idle Kementerian/Lembaga dalam rangka perencanaan pengadaan belanja modal dari Kementerian/ Lembaga serta penghematan penggunaan anggaran dengan mengoptimalkan BMN idle yang ada di Kementerian/Lembaga. b. Terlaksananya penatausahaan kekayaan negara yang handal dan akuntabel. Sasaran strategis ini berarti bahwa penatausahaan kekayaan negara yang handal dan akuntabel, yaitu dengan tercatatnya seluruh kekayaan negara/BMN dalam daftar barang baik di Kementerian/Lembaga sebagai pengguna maupun di Kementerian Keuangan sebagai pengelola. c. Terwujudnya pemanfaatan BMN berdasarkan prinsip the highest and best use. Pemanfaatan BMN adalah upaya penggunaan secara maksimal seluruh BMN untuk mendukung penyelenggaraan tugas dan fungsi penyelenggaraan negara. d. Tercapainya peningkatan kualitas pelayanan pengelolaan kekayaan negara. Sasaran strategis ini berupa pelayanan pengelolaan kekayaan negara, yang meliputi pelayanan permohonan penetapan status pemanfaatan, penggunaan, penghapusan dan pemindahtanganan barang milik negara. e. Terwujudnya database nilai kekayaan negara yang kredibel. Sasaran strategis ini berupa perolehan, pengumpulan dan pengolahan data kekayaan negara sehingga menjadi informasi eksekutif yang utuh, tepat waktu, akurat, dan dapat digunakan untuk proses pengambilan keputusan bagi pimpinan Kementerian Keuangan. 6. Sasaran strategis dalam Tema Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Non Bank: a. Terwujudnya regulator bidang pasar modal dan lembaga keuangan yang amanah dan profesional. b. Terwujudnya pasar modal dan lembaga keuangan non bank sebagai sumber pendanaan yang mudah diakses, efisien dan kompetitif. c. Terwujudnya pasar modal dan lembaga keuangan non bank sebagai sarana investasi yang menarik dan kondusif dan sarana pengelolaan risiko yang handal. d. Terwujudnya industri pasar modal dan lembaga keuangan non bank yang stabil, resilience dan likuid. e. Tersedianya kerangka regulasi yang menjamin adanya kepastian hukum, keadilan dan keterbukaan (fairness and transparency). f. Tersedianya infrastruktur pasar modal dan lembaga keuangan non bank yang kredibel, dapat diandalkan dan berstandar internasional. Sasaran strategis untuk menunjang pencapaian tujuan strategis 6 (enam) tema pokok sebagaimana disebutkan sebelumnya dikelompokkan ke dalam perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan, yang mencakup hal-hal sebagai berikut: 1. Terwujudnya SDM yang berintegritas dan berkompetensi tinggi. Sasaran strategis ini mencakup sistem rekrutmen yang kredibel dan pengembangan SDM yang tertata dan berkelanjutan, yang dengan itu diharapkan dapat menghasilkan SDM yang memiliki integritas dan kompetensi tinggi dalam mengelola Keuangan Negara. LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 15 2. Terwujudnya organisasi yang handal dan modern. Pengembangan organisasi dilakukan berdasarkan fungsi masing-masing unit organisasi dan Standard Operating Procedures (SOP)/Prosedur Operasi Standar yang dimiliki. Fungsi unit organisasi dalam hal ini berarti fungsi yang telah disusun berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan, sedangkan SOP adalah standar yang dijadikan panduan bagaimana suatu kegiatan dilaksanakan, dengan tujuan untuk memberikan kepastian mengenai apa yang harus dilaksanakan, waktu penyelesaian, dan biaya (bila ada) yang menjadi beban pengguna jasa Kementerian Keuangan. SOP yang disusun harus memenuhi prinsip efisiensi, dan dalam beberapa hal satu SOP dibuat untuk beberapa unit yang disebut SOP link. 3. Terwujudnya good governance. Good Governance dalam hal ini berarti terciptanya tata kelola pemerintahan dalam menerapkan prinsipprinsip transparansi, akuntabilitas, responsiveness, responsibilitas, efektifitas, dan efisien. 4. Terwujudnya dan termanfaatkannya TIK yang terintegrasi. Sistem informasi/aplikasi yang ada di seluruh lingkungan Kementerian Keuangan diupayakan terintegrasi dengan didukung kualitas layanan infrastruktur yang prima. 5. Tercapainya akuntabilitas laporan keuangan. Sasaran strategis ini terkait dengan product/service yang dihasilkan oleh Inspektorat Jenderal yang difokuskan pada hasil pengawasan yang dapat memberikan nilai tambah bagi kinerja Kementerian Keuangan melalui asistensi, monitoring dan review penyusunan Laporan Keuangan pada unit-unit di lingkungan Kementerian Keuangan dan Laporan Keuangan Bagian Anggaran Pembiayaan dan Perhitungan (BAPP). Untuk mencapai visinya, Kementerian Keuangan menetapkan misi, rencana strategis, tujuan, sasaran, program serta rencana kerja yang terukur dan dilaksanakan setiap tahun. Program adalah kumpulan kegiatan nyata, sistematis dan terpadu yang dilaksanakan oleh Kementerian Keuangan untuk mendapatkan suatu hasil. Program-program yang telah ditetapkan dalam Tahun 2011 adalah sebagai berikut: 1. Program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya. 2. Program pengawasan dan peningkatan akuntabilitas aparatur Kementerian Keuangan. 3. Program pengelolaan anggaran negara. 4. Program peningkatan dan pengamanan penerimaan pajak. 5. Program pengawasan, pelayanan, dan penerimaan di bidang kepabeanan dan cukai. 6. Program peningkatan pengelolaan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. 7. Program pengelolaan dan pembiayaan utang. 8. Program pengelolaan perbendaharaan negara. 9. Program pengelolaan kekayaan negara, penyelesaian pengurusan piutang negara, dan pelayanan lelang. 10. Program pengaturan, pembinaan, dan pengawasan pasar modal dan lembaga keuangan non bank. 11. Program pendidikan dan pelatihan aparatur Kementerian Keuangan. 12. Program perumusan kebijakan fiskal. 16 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Bab 1. Pendahuluan Bab 2. Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Bab 3. Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Bab 4. Penutup B. Road Map Kementerian Keuangan 2010-2014 Road Map Kementerian Keuangan Tahun 2010-2014 merupakan penjabaran lebih lanjut dari Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Keuangan Tahun 2010-2014, sebagaimana telah ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 40/KMK.01/2010 tanggal 29 Januari 2010 merupakan dokumen yang menjadi acuan dalam penyusunan Road Map. Road Map dan Renstra merupakan dokumen perencanaan yang digunakan Kementerian Keuangan untuk periode 2010-2014. Antara Road Map dan Renstra terdapat perbedaan, dimana Road Map lebih menjelaskan secara detail mengenai pelaksanaan program/kegiatan sampai level sub kegiatan (yang merupakan pelaksanaan tugas dan fungsi untuk unit setingkat Eselon III) yang dilengkapi dengan informasi mengenai milestone tahunan mulai dari tahun 2010 sampai dengan 2014, dan merupakan ukuran untuk melihat tingkat keberhasilan kinerja suatu unit selama kurun waktu 5 (lima) tahun. Penjabaran sasaran strategis dalam Renstra ke dalam dokumen perencanaan tahunan, Road Map, dapat ditabulasikan dalam bentuk matriks sebagaimana tampak pada lampiran 1. C. Penetapan/Perjanjian Kinerja Penetapan/perjanjian kinerja merupakan pelaksanaan Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi, dan sesuai dengan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 29 Tahun 2010. Sementara itu dokumen Penetapan Kinerja/perjanjian kinerja merupakan suatu dokumen pernyataan kinerja/kesepakatan kinerja/perjanjian kinerja antara atasan dan bawahan untuk mewujudkan target kinerja tertentu berdasarkan pada sumber daya yang dimiliki oleh instansi. Untuk menjamin tercapainya sasaran dan target secara optimal dan tepat waktu, visi dan misi Kementerian Keuangan harus menjadi acuan sekaligus landasan penyusunan strategi. Dari visi dan misi tersebut kemudian dirumuskan sasaran strategis Kementerian Keuangan (KK). Sasaran Strategis (SS/KK) Kementerian Keuangan tahun 2011 telah ditetapkan dan dikelompokkan sebagaimana tertuang dalam Peta Strategi Kementerian Keuangan. Peta Strategi Kementerian Keuangan 2011 memuat 16 Sasaran Strategis. Sasaran-sasaran strategis tersebut adalah sebagai berikut: (1) Pendapatan negara yang optimal; (2) Pelaksanaan belanja negara yang optimal; (3) Pembiayaan dalam jumlah yang cukup efisien dan aman bagi kesinambungan fiskal; (4) Utilisasi kekayaan negara yang optimal; (5) Hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah yang optimal; (6) Pengelolaan keuangan negara yang akuntabel; (7) Industri pasar modal dan jasa keuangan non bank yang stabil, tahan uji, dan likuid; (8) Tingkat Kepuasan pengguna layanan yang tinggi; (9) Kajian dan rumusan kebijakan yang berkualitas; (10) Pengelolaan keuangan dan kekayaan negara yang efektif dan efisien; (11) Peningkatan edukasi masyarakat dan pelaku ekonomi; (12) Pengawasan dan penegakan hukum yang efektif; (13) Pembentukan SDM yang berkompetensi tinggi; (14) Penataan organisasi yang andal; (15) Perwujudan TIK yang terintegrasi; dan (16) Pengelolaan anggaran yang optimal. LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 17 Peta Strategi Visi Menjadi Pengelola Keuangan dan Kekayaan Negara yang Dipercaya dan Akuntabel KK-2 KK1 Pelaksanaan Pendapatan negara belanja negara yang KK-3 Pembiayaan dalam jumlah yang cukup, aman, dan efisien bagi kesinambungan fiskal KK-4 negara yang KK-5 Hubungan keuangan pusat - daerah yang KK-6 Pengelolaan keuangan negara yang akuntabel KK-7 Indusri pasar modal dan jasa keuangan non bank yang stabil, tahan uji dan likuid KK-8 Tingkat kepuasan pengguna Perumusan KK-9 Kajian dan rumusan kebijakan yang berkualitas Pengelolaan dan Pengembangan KK-10 Pengelolaan keuangan dan kekayaan negara efisien KK-11 Peningkatan edukasi masyarakat dan pelaku ekonomi SDM Perumusan Perumusan KK-13 Pembentukan SDM yang berkompetensi KK-14 Penataan organisasi yang andal KK-15 Perwujudan TIK yang terintegrasi Pengawasan dan penegakan hukum KK-12 Pengawasan dan penegakan hukum Perumusan KK-16 Pengelolaan anggaran yang Peta strategi Kementerian Keuangan di atas menerapkan 4 perspektif, yaitu: stakeholders perspective, customers perspective, internal process perspective dan learning and growth perspective. Dari Peta Strategi Kementerian Keuangan Tahun 2011 tersebut diketahui bahwa jumlah sasaran strategis yang dikembangkan oleh Kementerian Keuangan mencapai 16 (enam belas) sasaran strategis (SS/KK) dan Indikator Kinerja Utama (IKU) yang diidentifikasi sebanyak 36 IKU. Selanjutnya keterkaitan antara sasaran strategis dan IKU dapat disajikan dalam tabel berikut. 18 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Bab 1. Pendahuluan Bab 2. Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Sasaran Strategis Bab 3. Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Bab 4. Penutup Indikator Kinerja Satuan Target Sasaran Strategis 1: Pendapatan negara yang optimal 1 Jumlah pendapatan negara Sasaran Strategis 2: Pelaksanaan belanja negara yang optimal 2 Persentase penyerapan belanja negara dalam DIPA K/L % 90 3 Persentase ketepatan pola penarikan dana DIPA K/L % 50 4 Persentase pemenuhan target pembiayaan melalui utang yang cukup, efisien, dan aman % 100 5 Persentase pencapaian target effective cost % 100 6 Persentase pemenuhan struktur portofolio utang sesuai dengan strategi % 100 Sasaran Strategis 4: Utilisasi kekayaan negara yang optimal 7 Nilai kekayaan negara yang diutilisasi Sasaran Strategis 5: Hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah yang optimal 8 Persentase ketepatan jumlah penyaluran dana transfer ke daerah % 100 9 Persentase Perda PDRD yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan % 70 Sasaran Strategis 6: Pengelolaan keuangan negara yang akuntabel 10 Indeks jumlah LK K/L dan LK BUN yang andal dengan opini audit yang baik WTP 53 11 Indeks opini BPK dengan LK BA 15, LK BUN, dan LK BA 999 - 3,25 Sasaran Strategis 7: Industri pasar modal dan jasa keuangan non bank yang stabil, tahan uji, dan likuid 12 Perusahaan efek yang memenuhi persyaratan minimum MKBD % 90% 13 Persentase nilai transaksi efek yang tidak memenuhi persyaratan minimum MKBD yang berpotensi mengganggu perdagangan saham di bursa % 10% 14 Perusahaan asuransi dan reasuransi yang memenuhi persyaratan minimum RBC % 93% 15 Tingkat penetrasi asuransi % 1,8% 16 Perusahaan pembiayaan yang memenuhi rasio permodalan % 95% 17 Indeks kepuasan pengguna layanan - 3,92 18 Deviasi proyeksi indikator ekonomi makro % 8,75 19 Deviasi proyeksi APBN % 8,17 Sasaran Strategis 3: Pembiayaan dalam jumlah yang cukup efisien dan aman bagi kesinambungan fiskal Sasaran Strategis 8: Tingkat kepuasan pengguna layanan yang tinggi Sasaran Strategis 9: Kajian dan rumusan kebijakan yang berkualitas Sasaran Strategis 10: Pengelolaan keuangan dan kekayaan negara yang efektif dan efisien Miliar 1.165.252,53 Triliun WDP 102,39 27 20 Tingkat akurasi exercise I-account % 92 21 Penyelesaian LKPP dan Rancangan UU PPAPBN secara tepat waktu - 3 22 Rata-rata persentase realisasi janji layanan unggulan % 100 23 Persentase tingkat akurasi perencanaan kas % 85 24 Rasio beban bunga terhadap rata-rata outstanding utang % 6,6 25 Akurasi penetapan yield/imbalan SBN dan biaya pinjaman terhadap benchmark % 100 26 Persentase pemenuhan target pembiayaan melalui utang yang bersumber dari dalam negeri % 100 LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 19 Indikator Kinerja Satuan Sasaran Strategis 11: Peningkatan edukasi masyarakat dan pelaku ekonomi Sasaran Strategis 27 Tingkat efektivitas edukasi dan komunikasi - 72 Sasaran Strategis 12: Pengawasan dan penegakan hukum yang efektif 28 Rata-rata persentase kepatuhan dan penegakan hukum % 65,1 29 Jumlah policy recommendation hasil pengawasan buah 32 30 Persentase pejabat yang telah memenuhi standar kompetensi jabatannya % 80 31 Rasio jam pelatihan pegawai dibandingkan jam kerja % 2 32 Persentase diklat yang berkontribusi terhadap peningkatan kompetensi % 80 33 Persentase penyelesaian penataan/ modernisasi organisasi % 100 34 Persentase UPR yang menerapkan manajemen risiko % 60 Sasaran Strategis 15: Perwujudan TIK yang terintegrasi 35 Persentase integrasi TIK Kementerian Keuangan % 40 Sasaran Strategis 16: Pengelolaan anggaran yang optimal 36 Persentase penyerapan DIPA Kementerian Keuangan (non belanja pegawai) % 80 Sasaran Strategis 13: Pembentukan SDM yang berkompetensi tinggi Sasaran Strategis 14: Penataan organisasi yang andal Target D. Pengukuran Kinerja Dalam rangka mengukur capaian indikator kinerja Kementerian Keuangan Tahun 2011, Kementerian Keuangan berpedoman kepada Keputusan Menteri Keuangan Nomor 454/KMK.01/2011 tentang Pengelolaan Kinerja di Lingkungan Kementerian Keuangan. Pengukuran capaian Indikator Kinerja Utama (IKU) ditetapkan berdasarkan ketentuan sebagai berikut: 1. Angka maksimum indeks capaian setiap IKU ditetapkan sebesar 120%; 2. Indeks capaian IKU dikonversikan menjadi maximize semua agar sebanding dengan yang lainnya; 3. Status capaian IKU yang ditunjukkan dengan warna merah/kuning/hijau, ditentukan oleh Indeks Capaian IKU; 4. IKU yang ditetapkan diupayakan realisasi pencapaiannya memungkinkan melebihi target; 5. Untuk IKU yang capaiannya tidak memungkinkan melebihi target, maka capaiannya ditetapkan sebagai berikut: a. Apabila realisasi pecapaiannya sama dengan target, maka indeks capaian IKU tersebut dikonversi menjadi 120%; b. Apabila realisasi pencapaiannya tidak memenuhi target, maka indeks capaian IKU tersebut tidak dilakukan konversi Adapun rumus yang digunakan untuk menghitung persentase pencapaian target indikator kinerja terdiri dari tiga (3) jenis, yaitu: 1. Perhitungan untuk Indikator Kinerja Utama (IKU) yang memiliki polarisasi Maximize Indeks Capaian = Realisasi/Target X 100% IKU polarisasi maximize 20 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Bab 1. Pendahuluan Bab 2. Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Bab 3. Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Bab 4. Penutup IKU yang memiliki polarisasi maximize , merupakan indikator kinerja yang menunjukkan ekspektasi arah pencapaian indikator kinerja lebih tinggi dari nilai target yang ditetapkan. 2. Perhitungan untuk Indikator Kinerja Utama (IKU) yang memiliki polarisasi Minimize Indeks Capaian = [1 + (1 – Realisasi/Target)] X 100% IKU polarisasi minimize IKU yang memiliki polarisasi minimize , merupakan indikator kinerja yang menunjukkan ekspektasi arah pencapaian indikator kinerja lebih kecil dari nilai target yang ditetapkan. 3. Perhitungan untuk Indikator Kinerja Utama (IKU) yang memiliki polarisasi Stabilize I = Ia + (In+1 - In) / (Ca+1 - Cn) (C - Cn) IKU polarisasi stabilize I = Indeks capaian In = Indeks capaian di bawahnya In+1 = Indeks capaian di atasnya Ca = Capaian awal Ca = Realisasi/Target X 100% Cn = Capaian, dengan ketentuan: Apabila Realisasi > Target, maka: Cn = 100 – (Ca – 100), dimana Ca maksimum adalah 200% Apabila Realisasi < Target, maka Cn = Ca Cn-1 = Capaian di bawahnya Cn+1 = Capaian di atasnya Capaian Grafik: Indeks Capaian 100 120 90 100 67,5 75 45 50 22,5 25 0 0 IKU yang memiliki polarisasi stabilize, merupakan indikator kinerja yang menunjukkan ekspektasi arah pencapaian indikator kinerja diharapkan berada dalam suatu rentang target tertentu. Apabila hasil perhitungan nilai capaian IKU melampaui target, akan menghasilkan nilai maksimal 120%. Karena IKU stabilize mengharapkan capaian dalam rentang tertentu di sekitar target, maka capaian yang dianggap paling baik adalah capaian yang tepat sesuai dengan target. LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 21 Bab 3 AKUNTABILITAS KINERJA DAN AKUNTABILITAS KEUANGAN LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 23 A. Capaian Indikator Kinerja Utama (IKU) Pada tahun 2011, Kementerian Keuangan menetapkan 16 (enam belas) Sasaran Strategis (SS) dimana 7 (tujuh) diantaranya merupakan sasaran dalam stakeholder perspective yang menjadi fokus penyajian dalam LAKIP Kementerian Keuangan Tahun 2011. Setiap SS memuat IKU, yang pencapaian dari ketujuh sasaran dalam stakeholder perspective tersebut dapat ditabulasikan menjadi sebagai berikut: Sasaran Strategis (SS) Kode IKU IKU Target Realisasi % Kategori IKU 1.165.252,53M 1.194.940,08M 102,55 maximize 90,00% 87,76% 97,51 maximize Pendapatan negara KK-1.1 yang optimal Jumlah pendapatan negara Pelaksanaan belanja negara yang optimal KK-2.1 Persentase penyerapan negara dalam DIPA K/L KK-2.2 Persentase ketepatan pola penarikan dana DIPA K/L 50,00% 89,58% 120,00 maximize Persentase pemenuhan target pembiayaan melalui utang yang cukup, efisien, dan aman 100,00% 99,17% 118,34 stabilize Persentase pencapaian effective cost 100,00% 83,50% 116,50 minimize 100,00% 96,80% 113,60 stabilize Rp102,39 T Rp102,45 T 100,06 maximize Pembiayaan dalam jumlah KK-3.1 yang cukup efisien dan aman bagi k e s i n a m b u n g a n KK-3.2 fiskal KK-3.3 Utilisasi Negara optimal Kekayaan yang KK-4.1 belanja target Persentase pemenuhan struktur portofolio utang sesuai dengan strategi Nilai kekayaan diutilisasi negara yang H u b u n g a n KK-5.1 keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintahan KK-5.2 daerah yang optimal Persentase ketepatan jumlah penyaluran dana transfer ke daerah 100,00% 100,18% 100,18 maximize Persentase Perda PDRD yang sesuai dengan peraturan perundangundangan 70,00% 95,92% 120,00 maximize Pengelolaan keuangan negara yang akuntabel KK-6.1 Indeks jumlah LK K/L dan LK BUN yang andal dengan opini audit yang baik 53 WTP 27 WDP (indeks 83,13) 53 WTP 28 WDP (indeks 83,75) 100,75 maximize KK-6.2 Indeks opini BPK atas LK BA 15, LK BUN, dan LK BA 999 3,25 3,19 98,15 maximize Perusahaan efek yang memenuhi persyaratan minimum MKBD 90,00% 99,79% 110,88 maximize Persentase nilai transaksi perusahaan efek yang tidak memenuhi persyaratan minimum MKBD yang berpotensi mengganggu perdagangan saham di bursa 10,00% 0,03% 120,00 minimize KK-7.3 Perusahaan asuransi dan reasuransi yang memenuhi persyaratan minimum RBC 93,00% 95,93% 103,15 maximize KK-7.4 Tingkat penetrasi asuransi 1,80% 1,80% 100,00 maximize KK-7.5 Perusahaan pembiayaan memenuhi rasio permodalan 95,00% 96,52% 101,60 maximize Industri pasar modal KK-7.1 dan jasa keuangan non bank yang stabil, tahan uji dan likuid KK-7.2 24 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA yang Bab 1. Pendahuluan Bab 2. Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Bab 3. Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Bab 4. Penutup B. Evaluasi dan Analisis Kinerja Pelaksanaan evaluasi dan analisis kinerja dilakukan melalui pengukuran kinerja dengan menggunakan formulir pengukuran kinerja sesuai Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi nomor 29 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Penetapan Kinerja dan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Pengukuran kinerja digunakan sebagai dasar untuk menilai keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan kegiatan program sesuai dengan sasaran yang telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan visi dan misi Kementerian Keuangan. Pengukuran kinerja dimaksud merupakan hasil dari suatu penilaian yang didasarkan pada IKU yang telah diidentifikasi agar sasaran-sasaran strategis dan tujuan strategis sebagaimana telah ditetapkan dalam Peta Strategi Kementerian Keuangan yang menjadi kontrak kinerja pada Tahun 2011 dapat tercapai. 1. Sasaran Strategis 1: pendapatan negara yang optimal (KK-1). Dalam pencapaian sasaran strategis ini, Kementerian Keuangan mengidentifikasikan 1 (satu) IKU, yaitu IKU pendapatan negara yang optimal. IKU ini dijabarkan ke dalam 3 (tiga) sub IKU yang masing-masing pencapaiannya ditabulasikan sebagai berikut: KK 1. Pendapatan negara yang optimal (dalam Miliar Rupiah) Indikator Kinerja Jumlah pendapatan negara Target 1.165.252,53 Realisasi 1.194.940,08 % 102,55 a. Jumlah penerimaan pajak 763.670,01 742.631,12 97,25 b. Jumlah penerimaan Bea dan Cukai 115.015,20 131.103,88 113,99 c. Jumlah PNBP nasional 286.567,32 321.205,08 112,09 Dilihat dari sumbernya, pendapatan negara dapat diperoleh dari dua sumber, yaitu penerimaan dalam negeri dan hibah. Dari kedua sumber tersebut, pendapatan negara yang dikelola oleh Kementerian Keuangan adalah penerimaan perpajakan dan penerimaan negara bukan pajak. Unit yang bertugas mengelola penerimaan di bidang perpajakan adalah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). Sedangkan unit yang mengelola Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) adalah Direktorat Jenderal Anggaran (DJA) Uraian sub IKU pendapatan negara yang dilaksanakan oleh masing-masing unit tampak berikut ini. 1. Jumlah penerimaan pajak. Yang dimaksud sebagai target penerimaan pajak dalam IKU ini adalah penerimaan pajak pusat, tidak termasuk pajak daerah. Target penerimaan pajak untuk tahun 2011 adalah Rp763,67 Triliun (naik 21,70% dari realisasi penerimaan pajak pada APBN-P Tahun 2010 sebesar Rp627,46 Triliun). Kinerja penerimaan pajak per jenis pajak sebagaimana tampak pada tabel 3.1. LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 25 Tabel 3.1. Kinerja Penerimaan Pajak per Jenis Pajak Tahun 2011 (Miliar rupiah) No. Jenis Pajak (1) A. B. C. (2) Realisasi 2011 2010 (4) % Perencanaan 2011 Growth (%) (5) (8)=(5):(3) 366.746,35 357.986,46 297.859,84 20,19 97,61 1. PPh Ps. 21 62.679,50 66.725,78 55.177,94 20,93 107,48 2. PPh Ps. 22 4.884,14 4.942,02 4.737,72 4,31 101,19 3. PPh Ps. 22 Impor 31.158,10 28.295,19 23.599,84 19,90 90,81 4. PPh Ps. 23 19.072,29 18.700,22 16.315,31 14,62 98,05 5. PPh Ps. 25/29 OP 6. PPh Ps. 25/29 Badan 7. 8. 9. PPh Fiskal Luar Negeri 10. PPh Non Lainnya 3.575,57 3.292,27 2.943.58 12,19 92,08 165.588,41 155.502,57 131.951,08 17,85 93,91 PPh Ps. 26 32.159,92 29.679,00 22.984,84 29,12 92,29 PPh Final 48.199,48 50.804,77 40.115,52 26,65 105,41 0,00 4,06 11,47 (64,59) - 28,94 40,59 31,54 28,72 140,28 PPN & PPNBM 298.441,39 277.733,04 230.581,04 20,45 93,06 1. PPN Dalam Negeri 191.065,58 157.094,41 133.845,59 17,37 82,22 2. PPN Impor 95.551,94 107.016,02 84.164,28 27,15 112,00 Migas 3. PPNBM Dalam Negeri 7.893,63 8.040,56 7.609,49 5,66 101,86 4. PPNBM Impor 3.563,58 5.374,48 4.790,57 12,19 150,82 5. PPN/PPNBM Lainnya PBB 2. 26 (3) PPh Non Migas 1. D. APBN-P 2011 PBB 366,66 207,59 171.11 21,31 56,61 29.057,78 29.889,71 28.580,61 4,58 102,86 29.057,78 29.889,71 28.580,61 4,58 102,86 PBB Perdesaan 788,40 1.174,11 1.231,69 (1,06) 148,92 PBB Perkotaan 6.028,50 6.604,18 6.396,79 3,24 109,55 PBB Perkebunan 1.015,80 986,10 905,43 8,91 97,08 PBB Kehutanan 409,80 250,66 203,92 22,92 61,17 PBB Pertambangan Non Migas 479,00 497,30 506,28 (1,77) 103,82 PBB Pertambangan Migas 20.336,30 20.378,09 19.336,50 5,39 100,21 PBB Lainnya 0,00 0,00 0,00 - - BPHTB 0,00 (0,73) - - - Pajak Lainnya 4.193,82 3.926,34 3.968,34 (1,06) 93,63 1. Bea Meterai 1.279,84 1.061,00 952,37 11,41 82,90 2. Penjualan Meterai 2.805,42 2.546,71 2.387,87 6,65 90,78 3. PTLL 2,03 1,92 0,91 110,13 94,50 4. Bunga Penagihan PPh 43,54 84,73 365,67 (76,83) 194,61 5. Bunga Penagihan PPN 60,61 224,21 260,98 (14,09) 369,95 6. Bunga PPNBM Penagihan 0,01 0,20 0,44 - 2.313,19 7. Bunga PTLL Penagihan 2,38 7,57 0,09 7.973,21 317,78 Benda KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Bab 1. Pendahuluan Bab 2. Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja No. Jenis Pajak APBN-P 2011 (1) (2) (3) Penerimaan DJP Tanpa Migas E. Bab 4. Penutup Realisasi 2011 2010 (4) (5) Growth (%) % Perencanaan 2011 (8)=(5):(3) 698.439,82 669.535,54 560.989,84 19,35 95,86 65.230,67 73.095,58 58.872,74 24,16 112,06 763.670,01 742.631,13 619.862,58 19,81 97,25 PPh Migas Penerimaan DJP Termasuk Migas Bab 3. Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Sumber: Laporan Realisasi Perpajakan Tahun 2011 DJPB dan UU APBN Realisasi penerimaan pajak termasuk PPh Migas periode Januari s.d. Desember 2011 sebesar Rp742,63 Triliun atau sebesar 97,25%. Jika dibandingkan dengan realiasi penerimaan periode yang sama tahun 2010 sebesar Rp627,46 Triliun, maka terdapat pertumbuhan sebesar 18,35%. Rincian penerimaan pajak sepanjang tahun 2011 per periode bulan tampak pada tabel 3.2. Tabel 3.2 Realisasi Penerimaan Pajak Tahun 2011 per Periode Bulan Penerimaan Neto Bulan (1) PPh Non Migas Migas PPN dan PPNBM PBB PL Total Non Migas Total Penerimaan (2) (3) (4) (5) (6) (7)=(2)+(4) +(5)+(6) (8)=(3)+(7) Januari 25.145,63 4.310,73 14.709,59 120,47 258,70 40.234,29 44.545,02 Februari 22.058,53 0,33 18.934,85 134,37 281,33 41.409,07 41.409,40 Maret 25.823,40 8.465,23 19.029,76 265,90 331,09 45.450,16 53.915,38 April 53.628,28 5.760,29 21.849,67 460,88 318,53 76.257,36 82.017,65 Mei 23.119,90 10.329,49 17.725,13 560,57 352,29 41.836,89 52.116,38 Juni 23.656,88 5.465,55 20.250,61 684,32 322,31 44.914,11 50.379,66 Juli 31.322,75 0,97 21.131,90 1,065,99 383,13 53.903,76 53.904,73 Agustus 27.519,61 6.576,57 23.682,13 12.553,33 363,44 64.118,51 70,695,08 September 28.985,55 10.067,20 23.367,72 1.617,18 292,77 54.263,23 64.330,43 Oktober 25.539,14 3.465,42 23.091,66 1.021,84 316,49 49.969,12 52.434,54 November 29.633,55 10.492,45 22.450,23 5.220,39 338,54 57.642,71 68.135,16 Desember 41.473,25 8.161,35 51.510,80 6.184,59 367,71 99.536,34 107.697,70 357.986,46 73.095,58 277.733,04 29.889,71 3.926,34 669.535,54 742.631,13 Realisasi Tahun 2011 33.746,35 65.230,67 298.441,39 29.057,78 4.193,82 698.439,34 763.670,01 % Realisasi 2011 thd Rencana 2011 APBN 2011 97,61 112,06 93,06 102,86 93,62 95,56 97,25 Realisasi s.d 31 Desember 2010 297.859,84 58.872,74 230.581,04 28.580,61 4.968,34 560.989,84 619.862,58 APBN-P 2010 306.836,64 55.382,38 262.962,99 25.319,15 3.841,93 598.960,71 654.343,09 % Realisasi 2010 thd Rencana APBN-P 2010 97,07 106,30 87,69 112,88 103,29 93,66 94,73 Pe r t u m b u h a n 2010 - 2011 20,19% 24,16% 20,45% 4,58% -1,06% 19,35% 19,81% Sumber: Laporan Realisasi Pajak Tahun Anggaran 2011 - DJPb Catatan: Di dalam pen. PBB 2011 termasuk pen. Neto BPHTB sebesar (Rp730,15juta) LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 27 Tidak tercapainya target Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPNBM), yaitu Rp277,733 Triliun, kurang Rp21 Triliun dari target sebesar Rp298,44 Triliun. Rendahnya capaian PPN ini disebabkan karena seharusnya PPN dikenakan pada semua transaksi keuangan. Tetapi pada kenyataannya, banyak transaksi yang tidak tercatat atau yang dikenal dengan istilah ekonomi bawah tanah (underground economy) seperti transaksi oleh pedagang kaki lima. Meskipun demikian, dari sisi pertumbuhan, kinerja PPN dan PPNBM mengalami pertumbuhan sebesar 20,45%. Ke depan, Kementerian Keuangan akan lebih fokus pada usaha perbaikan administrasi perpajakan dan pengawasan, termasuk mendata Wajib Pajak seperti dalam Sensus Pajak, sehingga tidak ada lagi potensi PPN yang luput dari pengenaan pajak ini. Rencana penerimaan perpajakan tahun 2012 adalah sebesar Rp1.032,57 Triliun atau memberikan kontribusi sebesar 78,74% dari rencana penerimaan negara tahun 2012 sebesar Rp1.311,38 Triliun. Untuk mengamankan rencana penerimaan perpajakan Tahun 2012 tersebut, maka telah disusun langkah-langkah strategis sebagai berikut: 1) Penyempurnaan sistem administrasi pajak Sektor Pajak Pertambahan Nilai (PPN), yang dilakukan melalui beberapa hal sebagai berikut. a) Reviu ulang kebijakan pemberian Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (NPPKP). b) Penelitian ulang efektivitas Pengusaha Kena Pajak (PKP) dimana PKP yang sudah tidak efektif lagi c) akan dicabut NPPKP-nya. Penyempurnaan sistem Teknologi Informasi yang berkaitan dengan konfirmasi Pajak Keluaran – 2) Pajak Masukan (PK-PM). Pengawasan secara lebih intensif pada sektor usaha tertentu yang memberikan kontribusi signifikan 3) 4) terhadap penerimaan perpajakan. Pembinaan dan pemberian fasilitas perpajakan untuk sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Peningkatan Penegakan Hukum di Bidang Perpajakan dan Penyempurnaan Sistem Piutang Pajak Secara 5) 6) 7) On-line. Pelaksanaan program Sensus Pajak Nasional yang lebih terencana, terarah, dan terukur. Peningkatan kualitas SDM khususnya Account Representative, Pemeriksa Pajak, dan Juru Sita. Penyempurnaan sistem pengendalian internal melalui peningkatan fungsi kepatuhan internal, implementasi nilai-nilai Kementerian Keuangan dan Peningkatan Efektifitas Whistle Blowing System. Selain dari langkah strategis tersebut, penggalian potensi pajak juga dilakukan dengan cara ekstensifikasi dan intensifikasi. Ekstensifikasi merupakan penggalian potensi pajak dengan menambah jumlah Wajib Pajak, sedangkan intensifikasi adalah penggalian potensi pajak dengan mengoptimalkan penerimaan pajak dari Wajib Pajak yang terdaftar. Mapping, profiling, dan benchmarking merupakan kegiatan intesifikasi penggalian potensi penerimaan pajak yang telah dituangkan dalam Nota Keuangan APBN 2011, yang menyebutkan: “...Program intensifikasi atau penggalian potensi perpajakan dari Wajib Pajak yang telah terdaftar dilaksanakan melalui: 1) Kegiatan mapping dan benchmarking. 2) Pemantapan profil seluruh Wajib Pajak”. 28 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Bab 1. Pendahuluan Bab 2. Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Bab 3. Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Bab 4. Penutup Mapping adalah kegiatan pemetaan yang menggambarkan potensi perpajakan dan keunggulan fiskal yang terdapat di wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak (KPP)/Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal Pajak. Pembuatan mapping bertujuan untuk memperoleh informasi berupa gambaran umum potensi perpajakan dan keunggulan fiskal masing-masing wilayah kerja KPP/Kanwil. Profiling merupakan kegiatan penyusunan profil Wajib Pajak yang berisi rangkaian data dan informasi fiskal Wajib Pajak, yang antara lain memuat identitas, kegiatan usaha, serta riwayat perpajakan Wajib Pajak secara berkesinambungan. Profiling menjadi dasar bagi pihak KPP untuk melakukan analisis sehingga dapat memperkirakan besarnya potensi pajak dari masing-masing Wajib Pajak. Selain itu, profiling juga berfungsi untuk perbaikan sistem administrasi perpajakan dalam melakukan pengawasan kepatuhan formal maupun material Wajib Pajak serta sebagai alat pengawasan kinerja KPP. Adapun benchmarking adalah proses pembuatan acuan (benchmark) dengan membandingkan performa rasio-rasio keuangan suatu Wajib Pajak dengan performa keuangan Wajib Pajak-Wajib Pajak lainnya. Performa keuangan tersebut terkait antara lain dengan tingkat omset, laba perusahaan, berbagai input dalam kegiatan usaha, serta biaya-biaya untuk melihat kewajaran performa keuangan tersebut dengan rasio-rasio yang dilaporkan oleh Wajib Pajak-Wajib Pajak lain yang dianggap setara/sekelompok. Proses ini juga dapat digunakan untuk menilai risiko kewajaran laporan kinerja perusahaan serta pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak. Pada tahun 2009, Kementerian Keuangan telah mulai menggunakan metode total benchmarking. Sampai dengan akhir 2010 dihasilkan benchmark untuk 115 Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU) dan sejak awal 2011 mulai dilaksanakan penyempurnaan metodologi pembuatan benchmark, yaitu benchmark behavior model. Saat ini pengembangan benchmark behavior model telah menghasilkan benchmark yang sedang diuji coba kegunaannya oleh KPP. Metode mapping, profiling, dan benchmarking sebenarnya telah dilaksanakan sejak tahun 2007, seiring dengan reformasi di bidang perpajakan yang meliputi pengawasan dan penggalian potensi penerimaan pajak yang dilakukan dengan cara yang terstruktur, terukur, sistematis, standar, dan dapat dipertanggungjawabkan. Saat ini program tersebut terus diperbaiki dan diperdalam, antara lain dengan penggunaan aplikasi teknologi informasi seperti Approweb (Aplikasi Profile Wajib Pajak berbasis Web) dan program feeding (pertukaran data). Kegiatan mapping, profiling dan benchmarking merupakan kegiatan yang dilakukan secara simultan dan merupakan suatu rangkaian dalam alur penggalian potensi pajak. LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 29 2. Jumlah penerimaan Bea dan Cukai. Tabel 3.3. Realisasi Penerimaan Bea dan Cukai Per 31 Desember 2011 (Juta Rupiah) No. Jenis Penerimaan 1 1. Target APBN-P 2 4 % Nominal % 7(6/3) 5(4/3) 6(4-3) BEA MASUK 21.500.792,21 25.238.844,47 117,39% 3.738.052,27 Bea masuk Rill 21.000.792,21 25.191.492,93 119,95% 4.190.700,72 19,95% 500.000,00 47.351,54 9,47% (452.648,46) -90,53% Bea masuk DTP 3 Realisasi Surplus (Defisit) Per 30 Desember 17,39% 2. CUKAI 68.075.339,10 77.009.461,32 113,12% 8.934.122,22 13,12% 3. BEA KELUAR 25.439.075,95 28.855.579,54 113,43% 3.416.503,62 13,43% 115.015.207,23 131.103.885,33 113,99% 16.088.678,11 13,99% Total Keterangan: 1. Data Bea Masuk dan Cukai termasuk pendapatan DA dan sudah dikurangi restitusi 2. Sumber data :Direktorat Pengelolaan Kas Negara- Ditjen Perbendaharaan Total realisasi penerimaan Bea Masuk, Cukai dan Bea keluar (termasuk Bea Masuk Ditanggung Pemerintah-BM DTP) sampai dengan 31 Desember 2011 adalah sebesar Rp131.103,89Miliar (lihat tabel 3.3.), yang terdiri atas: 1) Bea Masuk. Penerimaan Bea Masuk terdiri dari Bea Masuk Riil dan BM-DTP. Realisasi penerimaan Bea Masuk sampai dengan 31 Desember 2011 sebesar Rp25.238,84 Miliar (117,39% dari target), yaitu Bea Masuk Riil Rp25.191,49 Miliar (119,95% dari target) dan BM-DTP Rp47,3 Miliar (9,47% dari target). 2) Cukai. Realisasi penerimaan Cukai sampai dengan 31 Desember 2011 sebesar Rp77.009,46 Miliar atau (113,12% dari target APBN-P), yang terdiri atas Cukai Hasil Tembakau, Cukai Mengandung Etil Alkohol, dan Cukai Etil Alkohol. 3) Bea Keluar. Realisasi penerimaan Bea Keluar sampai dengan 31 Desember 2011 sebesar Rp28.855,58 Miliar atau (113,43% dari target APBN-P). Jika tidak memasukkan unsur BM-DTP, jumlah penerimaan Bea dan Cukai sampai dengan akhir Desember 2011 sebesar Rp131.056,53 Miliar atau sebesar 114,44% dibandingkan target APBN-P 2011 (Non BM DTP). Realisasi penerimaan Bea dan Cukai pada tahun 2011 mengalami peningkatan dibandingkan dengan realisasi penerimaan Bea dan Cukai tahun 2010, terdiri dari kenaikan jenis penerimaan Bea Masuk sebesar Rp5.431,06 Miliar (naik 27,48%), Cukai sebesar Rp10.844,17 Miliar (naik 16,39%), dan Bea Keluar sebesar Rp19.957,80 Miliar (naik 224,30%). Perbandingan realisasi penerimaan Bea Masuk, Cukai, dan Bea Keluar tahun 2010 dan 2011 adalah sebagaimana tampak pada tabel 3.4. 30 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Bab 1. Pendahuluan Bab 2. Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Bab 3. Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Bab 4. Penutup Tabel 3.4 Perbandingan Capaian Penerimaan DJBC Non BM-DTP Tahun 2010 dan 2011 (Miliar rupiah) 2010 Jenis Penerimaan APBN-P Bea Masuk 15.106,81 Bea Keluar 2011 Realiasai 19.760,43 % APBN-P 130,80 21.000,79 Growth Realiasai 25.191,49 % Nominal 119,95 % 5.431,06 27,48 5.545,56 8.897,78 164,13 25.439,08 28.855,58 113,43 19.957,80 224,30 Cukai 59.256,92 66.165,29 111,64 68.075,34 77.009,46 113,12 10.844,17 16,39 Total 79.827,29 94.823,50 118,79 114.515,21 131.056,53 114,44 36.233,03 38,21 Ket: Target dan realisasi BM tidak termasuk BM DTP Secara keseluruhan penerimaan Bea dan Cukai pada tahun 2011 mengalami peningkatan 38,2% dibandingkan periode yang sama tahun 2010. Penerimaan Bea Keluar merupakan sektor yang meningkat sangat signifikan yaitu sebesar 224,30%. Di samping melaksanakan pemungutan terhadap pungutan negara di bidang Kepabeanan dan Cukai, Kementerian Keuangan juga melaksanakan pemungutan di bidang perpajakan lainnya yaitu pemungutan terhadap Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI) yang meliputi PPN Impor, PPNBM Impor dan PPh pasal 22 Impor serta pemungutan terhadap PPN Hasil Tembakau. Selama tahun 2011 berhasil dicapai penerimaan dari PDRI dan PPN Hasil Tembakau sebesar Rp153.542,47 Miliar atau naik 25,26% dibandingkan tahun 2010 (lihat tabel 3.5.). Tabel 3.5 Realisasi Penerimaan PDRI dan PPN HT Tahun 2010 dan 2011 (Miliar rupiah) Jenis Penerimaan 2010 PPN Impor 82.706,29 PPh BM Impor Growth 2011 Nominal 107.016,02 % 24.309,73 29,39 4.791,58 5.374,48 583,90 12,19 24.598,53 28.295,19 4.696,66 19,90 Sub total PDRI 111.095,40 140.685,69 29.590.29 26,64 PPN Cukai HT 11.485,30 12.856,78 1.371,48 11,94 122.580,70 153.542,47 30.961,77 25,26 PPh psl 22 Impor Total Pajak Baik kenaikan bea cukai maupun penerimaan yang terkait impor disebabkan oleh beberapa faktor sebagai berikut: 1) Bea Masuk. Tercapainya target penerimaan bea masuk per 31 Desember 2011 antara lain disebabkan oleh beberapa faktor sebagai berikut: a) Nilai tukar Rupiah yang mengalami penguatan, mendorong tingkat importasi sehingga meningkatkan dutiable import. LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 31 Nilai Kurs Rata-rata sampai dengan Desember 2011 sebesar Rp8.775,21 menguat sebesar Rp324,64 (3,6%) dibanding periode yang sama tahun 2010 dan berada di bawah Kurs asumsi makro APBN-P 2011 sebesar Rp8.700. Devisa impor Bayar sampai dengan Desember sebesar US$ 141,04 Miliar, meningkat 27,8% dibandingkan periode yang sama tahun 2010 sebesar US$ 110,4 Miliar. b) Tarif efektif rata-rata yang berada di atas tarif yang diasumsikan. Tarif efektif rata-rata, sampai dengan periode Desember 2011 sebesar 2,04%, naik 3,57% dari periode yang sama tahun 2010 sebesar 1,97% meskipun masih berada di atas tarif yang diasumsikan dalam APBN-P pada tahun 2011 sebesar 1,93%. c) Internal effort dalam peningkatan pelayanan dan pengawasan di bidang kepabeanan seperti intensifikasi pemeriksaan dokumen dan fisik barang, pemberantasan penyelundupan, temuan hasil audit dan lain-lain. 2) Cukai. Dapat terlampauinya penerimaan Cukai sampai dengan 31 Desember 2011, antara lain disebabkan oleh -faktorfaktor sebagai berikut: a) Dampak kenaikan tarif Cukai Hasil Tembakau mulai Januari 2011. Sebagai antisipasi kenaikan Tarif Cukai pada Januari 2011 terjadi peningkatan pesanan pita cukai di akhir tahun 2010 yang pelunasannya dilakukan Bulan Januari dan Februari 2011. Penurunan penerimaan cukai pada bulan Maret dikarenakan nilai pesanan pita cukai bulan Januari dan Februari yang pembayarannya jatuh tempo bulan maret relatif sedikit/menurun karena dampak kenaikan tarif cukai di 2011. Namun demikian untuk bulan April, penerimaan cukai kembali normal. b) Internal effort dalam pemberantasan rokok ilegal, mengintensifkan kegiatan pemantauan kepatuhan pengusaha antara lain dalam hal: produksi, pelekatan, maupun pencatatan, memaksimalkan penagihan cukai, dan optimalisasi sosialisasi di bidang Cukai. Dari sisi produksi Hasil Tembakau s.d. Desember 2011 dihasilkan produksi Hasil Tembakau sebesar 319,6 Miliar batang atau mengalami kenaikan sebesar 7,98% dibandingkan dengan produksi Hasil Tembakau pada periode yang sama tahun 2010 sebanyak 295,9 Miliar batang. Kenaikan produksi Hasil Tembakau tersebut, lebih disebabkan adanya effort internal dalam pemberantasan peredaran rokok ilegal. 3) Bea Keluar. Tercapainya penerimaan Bea Keluar sampai dengan 31 Desember 2011 disebabkan antara lain oleh faktor-faktor sebagai berikut: a) Tingginya Tarif Bea Keluar dan Harga Patokan Ekspor Crude Palm Oil (CPO). Pengenaan Bea Keluar atas ekspor beberapa komoditi seperti CPO, Rotan, Kayu, Kulit, dan Kakao sangat tergantung pada kebijakan pemerintah terkait dengan penetapan Harga Referensi yang menentukan tarif dan Harga Patokan Ekspor. 32 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Bab 1. Pendahuluan Bab 2. Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Bab 3. Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Bab 4. Penutup Sejak bulan September 2010 harga Referensi CPO meningkat seiring naiknya harga minyak mentah dunia. Memasuki awal tahun 2011, tarif Bea Keluar CPO bulan Januari menjadi 20%, bulan Februari dan Maret kembali meningkat menjadi 25% karena harga referensi yang sudah berada di atas US$ 1.250/ton, sedangkan untuk tarif Bea Keluar Kakao masih 10%. Penerimaan Bea Keluar Bulan Agustus 2011 kembali meningkat dibanding bulan sebelumnya karena volume ekspor CPO yang tinggi dan tarif Bea Keluar Bulan Agustus menjadi 15%. b) Internal effort. Dengan meningkatnya harga minyak dunia, harga CPO dan turunannya yang menjadi komoditi substitusi minyak menjadi naik. Tingginya harga CPO dipasaran internasional mendorong tingginya tingkat eksportasi sehingga menghasilkan Bea Keluar yang cukup tinggi untuk mencegah penyelundupan ke luar negeri, Kementerian Keuangan meningkatkan pengawasan yang lebih efektif terhadap lalu lintas komoditi CPO dan turunannya. Berkaitan hal tersebut telah dikeluarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor SE-2/BC/2011 tanggal 21 Maret 2011 tentang optimalisasi pengawasan pengangkutan ekspor dan/atau antar pulau, kelapa sawit, CPO, dan Produk turunannya. Meskipun terjadi peningkatan penerimaan bea masuk dan cukai serta penerimaan dari aktivitas ekspor dan impor, Kementerian Keuangan masih menghadapi beberapa kendala dan risiko fiskal dalam pencapaian target penerimaan tahun 2011. Uraian tentang kendala dan risiko fiskal tersebut tampak berikut ini. 1) Sektor Bea Masuk, yaitu antara lain: a) Konsekuensi Kerjasama Perdagangan Internasional melalui skema FTA (IJ-EPA, China, Korea, India, AANZ). b) Fasilitas Pembebasan dan Keringanan Bea Masuk. c) Tarif umum Bea Masuk/Most Favourable Nations (MFN) cenderung menurunkan tarif efektif ratarata Bea Masuk. d) Kebijakan non tarif yang berorientasi pada pengendalian barang impor dan penggunaan produksi dalam negeri. 2) 3) Sektor Cukai, yaitu antara lain: a) Konsisten dengan Road Map Hasil Tembakau. b) Larangan merokok di tempat umum. Sektor Bea Keluar, yaitu antara lain: a) Bea Keluar bukan merupakan instrumen penerimaan negara, karena tujuan penerapan Bea Keluar adalah untuk mengantisipasi lonjakan harga yang tinggi, ketersediaan bahan baku dalam negeri, kelestarian SDA, dan menjaga kestabilan harga komoditas dalam negeri (Pasal 2A UU Kepabeanan). b) Harga internasional CPO cenderung fluktuatif, yang berpengaruh pada penerimaan Bea Keluar. LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 33 Strategi yang dilakukan Kementerian Keuangan dalam pencapaian target penerimaan tahun 2011 antara lain adalah sebagai berikut: 1) Optimalisasi di bidang Kepabeanan, yang meliputi hal-hal sebagai berikut: a) Peningkatan akurasi penelitian nilai pabean dan klasifikasi barang impor dan peningkatan efektivitas pemeriksaan fisik barang. b) Optimalisasi fungsi unit pengawasan melalui peningkatan patroli darat dan laut dan peningkatan pengawasan di daerah perbatasan terutama jalur rawan penyelundupan dan post audit. 2) 3) Optimalisasi di bidang Cukai, yang meliputi hal-hal sebagai berikut: a) Kenaikan tarif cukai Hasil Tembakau. b) Optimalisasi Pengawasan peredaran Barang Kena Cukai (BKC). c) Pembinaan kepatuhan pengguna jasa terhadap ketentuan di bidang cukai. d) Penerapan manajemen risiko dalam pelayanan dan pengawasan di bidang cukai. Peningkatan sektor Pelayanan, yang meliputi hal-hal sebagai berikut: a) Penyempurnaan implementasi Indonesia National Single Windows (INSW) dalam rangka menyongsong ASEAN Single Windows (ASW). b) Pelayanan Kepabeanan 24 Jam sehari 7 hari seminggu di pelabuhan-pelabuhan utama. c) Pengembangan otomatisasi pelayanan di bidang kepabeanan dan cukai. d) Transformasi Kelembagaan dalam bentuk penetapan Kantor Modern Bea dan Cukai (2009/2010: 28 Kantor, 2011: 11 Kantor, dan 2012 direncanakan 76 kantor). 3. Jumlah penerimaan PNBP. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) adalah seluruh penerimaan Pemerintah pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan, jumlah PNBP secara nasional sebagaimana tercantum dalam APBN atau APBN-P. Sementara itu, pencapaian penerimaan PNBP adalah realisasi penerimaan PNBP sesuai dengan Modul Penerimaan Negara. Jumlah penerimaan negara yang termasuk dalam kelompok PNBP meliputi: 1) penerimaan yang bersumber dari pengelolaan dana Pemerintah. 2) penerimaan dari pemanfaatan sumber daya alam. 3) penerimaan dari hasil-hasil pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan. 4) penerimaan dari kegiatan pelayanan yang dilaksanakan Pemerintah. 5) penerimaan berdasarkan putusan pengadilan dan yang berasal dari pengenaan denda administrasi. 6) penerimaan berupa hibah yang merupakan hak Pemerintah. 7) penerimaan lainnya yang diatur dalam Undang-undang tersendiri. Total realisasi PNBP pada tahun 2011 berdasarkan MPN adalah sebesar Rp321,28 Triliun atau 112,09% dari target PNBP dalam APBN-P sebesar Rp286,57 Triliun. Realisasi tersebut antara lain berasal dari: 34 1) Penerimaan Sumber Daya Alam sebesar Rp214,11 Triliun; 2) Penerimaan PNBP dari Bagian Pemerintah atas Laba BUMN yang sebesar Rp28,18 Triliun; 3) PNBP Lainnya sebesar Rp68,59 Triliun; 4) Pendapatan BLU sebesar Rp10,39 Triliun. KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Bab 1. Pendahuluan Bab 2. Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Bab 3. Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Bab 4. Penutup Visualisasi realisasi PNBP secara nasional dari 4 (empat) komponen tersebut tampak pada gambar 3.1. Gambar 3.1 Realisasi PNBP Nasional ㌀─ ㈀─ 匀䐀䄀 䰀愀戀愀 䈀唀䴀一 倀一䈀倀 䰀愀椀渀渀礀愀 㤀─ 䈀䰀唀 㘀㜀─ Capaian tahun 2011 mengalami peningkatan dari capaian tahun 2010 sebesar Rp51,91 Triliun atau 108,98% dari target APBN-P 2010 yaitu sebesar Rp247,18 Triliun. Terlampauinya target PNBP yang ditetapkan dalam APBN-P terutama disebabkan oleh realisasi harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price - ICP) yang rata-ratanya mencapai U$D 109,94 per barrel. Hal ini berarti realisasi ICP tersebut jauh di atas asumsi ekonomi makro dalam APBN yang ditetapkan sebesar U$D 95 per barrel. Perkembangan realisasi PNBP dari tahun 2010 ke 2011 tersebut tampak pada tabel 3.6. Tabel 3.6 Perkembangan Penerimaan Negara Bukan Pajak dan Penerimaan Migas Tahun Anggaran 2011 (Miliar rupiah) MAP Keterangan APBN-P 2011 Buku Merah 2) % Realisasi Buku Merah thd APBN % Realisasi Buku Merah thd APBN-P APBN 2012 268.941,86 250.906,99 286.567,32 321.804,29 127,97 122,04 277.991,38 Penerimaan Sumber Daya Alam (SDA) 168.825,44 163.119,23 191.976,02 214.026,24 131,21 111,49 177.263,35 1 152.733,24 149.339,80 173.167,27 193.426,21 129,52 111,49 159.471,89 111.814,92 107.540,68 123.051,03 141.239,12 131,34 114,78 113.681,49 40.918,31 41.799,12 50.116,24 52.187,09 124,85 104,13 45.790,40 16.092,20 13.779,43 18.808,75 20.600,03 149,50 109,52 17.791,46 12.646,75 10.365,17 15.394,50 16.651,47 160,65 108,17 14.453,95 160,83 168,48 273,16 287,33 170,55 105,19 158,90 12.485,92 10.196,70 15.121,34 16.364,14 160,48 108,22 14.295,05 SDA Migas 4211 a. Minyak Bumi 4212 b. Gas Alam 2 SDA Non Migas a. Pertambangan Umum 421211 - Iuran Tetap 421312 - Royalti 4214 APBN 2011 I. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) 421 A 4213 Realisasi LKPP 2010 Kehutanan 3.009,67 2.908,14 2.908,14 3.202,02 110,11 110,11 2.954,45 421411 b. - Dana Reboisasi 1.764,96 1.279,18 1.279,18 1.795,35 140,35 140,35 1.409,73 421421 - Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) 797,33 1.359,05 1.359,05 855,04 62,91 62,91 1.304,89 LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 35 % Realisasi Buku Merah thd APBN % Realisasi Buku Merah thd APBN-P 321.804,29 127,97 122,04 277.991,38 94,89 119,08 125,48 125,48 12,55 175,02 175,02 432,55 247,15 247,15 227,29 92,00 150,00 150,00 183,84 122,56 122,56 150,00 343,79 356,11 356,11 562,70 158,01 158,01 233,06 Keterangan Realisasi LKPP 2010 APBN 2011 APBN-P 2011 I. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) 268.941,86 250.906,99 286.567,32 271,54 94,89 175,85 MAP 421431 - Iuran Pengusaha (HPH) 421441 - Pendapatan Penggunaan Kawasan Hutan 4215 4216 c. Perikanan d. Pertambangan Bumi Hak Hutan Panas Buku Merah 2) APBN 2012 422 B Bagian Laba BUMN 30.096,93 27.590,40 28.835,82 28.173,44 102,11 97,70 28.001,29 423 C PNPB Lainnya 59.428,64 45.166,55 50.339,44 68.493,26 151,65 136,06 53.492,30 Pendapatan Penjualan dan Sewa 16.498,91 16.745,37 17.499,49 21.374,76 127,65 122,15 24.446,25 Pendapatan Penjualan Hasil Produksi/Sitaan 6.304,68 6.190,04 6.190,04 9.241,80 149,30 149,30 13.579,22 Pendapatan Penjualan Hasil Tambang 5.905,30 6.134,95 6.134,95 7.590,32 123,72 123,72 13.449,73 - Pendapatan Penjualan Aset 263,88 28,18 28,18 134,29 476,55 476,55 5,19 - Pendapatan Sewa 147,50 84,61 84,61 195,10 230,58 230,58 142,81 - Pendapatan Bersih Hasil Penjualan BBM 401,66 - Pendapatan mentah DMO 112,59 105,01 10.719,03 - Pendapatan Lainnya dari Keg. Hulu Migas 4231 1 - - 2 Pendapatan Jasa 3 Pendapatan Bunga 4 Pendapatan Kejaksaan dan Peradilan 5 Pendapatan Pendidikan 6 Pendapatan Gratifikasi dan Uang Sitaan Hasil Korupsi 7 Pendapatan Denda 8 9.225,10 10.442,54 11.196,66 156,10 11.757,36 46,19 25.416,55 22.179,87 22.536,63 27.330,70 123,22 121,28 23.983,02 7.352,41 2.000,00 2.000,00 4.661,83 233,09 233,09 1.736,31 166,61 36,54 36,54 240,81 659,08 659,08 98,72 2.983,45 3.671,10 3.669,84 2.918,05 79,49 78,87 2.660,47 213,77 47,80 47,80 92,86 194,26 194,26 62,25 704,80 467,53 467,53 1.316,34 281,55 281,55 474,35 Pendapatan Lain-lain 6.092,15 18,35 4.052,61 10.557,92 57.549,03 260,52 30,93 Pendapatan Penerimaan TAYL 5.763,38 11,51 4.045,77 7.954,16 69.127,41 196,60 6,35 10.590,84 15.030,81 15.416,04 10.391,36 69,13 67,41 19.234,45 424 D Minyak 0,02 Iuran dan dari Kembali Pendapatan BLU II. Penerimaan Migas (SDA + PPh) 220.987,17 215.335,95 249.594,60 278.325,33 129,25 111,51 231.106,49 1 SDA Migas 152.733,24 149.339,80 173.167,27 193.426,21 129,52 111,70 159.471,89 41111 2 PPh Migas 58.872,73 55.553,61 65.230,67 73.095,58 131,58 112,06 60.915,57 423132 3 Pen. Minyak mentah DMO 9.225,10 10.442,54 11.196,66 11.757,36 112,59 105,01 10.719,03 4 Pendapatan Lainnya dari Keg. Hulu Migas 156,10 0,00 0,00 46,19 423139 Sumber: Direktorat Penerimaan Negara Bukan Pajak 1) Data Realisasi Sementara per 30 Desember 2011 berdasarkan pencatatan Dit. PNBP 2) Data Realisasi Sementara per 30 Desember 2011 berdasarkan Buku Merah 36 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 0,00 Bab 1. Pendahuluan Bab 2. Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Bab 3. Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Bab 4. Penutup Pencapaian target PNBP pada tahun 2011 tersebut sekaligus memecahkan rekor pencapaian PNBP yang sebelumnya dicetak pada tahun 2008 yakni Rp320,60 Triliun dengan ICP sebesar USD101,31 per barrel. Perkembangan realisasi PNBP dan ICP dalam lima tahun terakhir tersaji dalam grafik 3.1 berikut. Grafik 3.1 Perkembangan Realisasi PNBP dan ICP Tahun 2007 - 2011 ㌀㔀 ㌀㈀⸀㈀㠀 ㌀㈀ ⸀㘀 ㌀ ㈀㔀 ㈀㘀㠀⸀㘀㠀 ㈀㈀㜀⸀㜀 ㈀㔀⸀㈀ ㈀ 㔀 㤀⸀㤀㐀 ⸀㌀ 㘀㤀⸀㘀㤀 㔀㠀⸀㔀㔀 㜀㠀⸀ 㜀 㔀 ㈀ 㜀 ㈀ 㠀 刀倀 吀爀椀氀椀礀甀渀 ㈀ 㤀 ㈀ ㈀ 唀匀䐀⼀戀愀爀爀攀氀 Di samping oleh variabel ekonomi makro, tercapainya target PNBP juga disebabkan oleh upaya ekstensifikasi dan intensifikasi yang dilakukan. Ekstensifikasi PNBP dilakukan dengan mempercepat penyelesaian Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Jenis dan Tarif PNBP. Hal ini ditempuh dalam rangka menginventarisasi berbagai jenis PNBP baru yang potensial untuk dipungut oleh Kementerian/Lembaga. Adapun intensifikasi dilakukan antara lain dengan melakukan penagihan secara intensif atas piutang PNBP, terutama yang berasal dari piutang migas. Strategi Pengelolaan PNBP dilakukan dengan melakukan revisi atas Undang-undang Nomor 20 tahun 1997 tentang PNBP, melakukan evaluasi ijin penggunaan PNBP secara menyeluruh, dan pembangunan aplikasi on-line billing system dalam rangka menatausahakan penyetoran PNBP. 2. Sasaran Strategis 2: pelaksanaan belanja negara yang optimal (KK-2). Dalam pencapaian sasaran strategis ini, Kementerian Keuangan mengidentifikasikan 2 (dua) Indikator Kinerja Utama (IKU) sebagai berikut: KK 2. Pelaksanaan belanja negara yang optimal Indikator Kinerja Target Realisasi % 1. Persentase penyerapan belanja negara dalam DIPA K/L 90% 87,76% 97,51 2. Persentase ketepatan pola penarikan dana DIPA K/L 50% 89,58% 120,00 LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 37 Uraian mengenai kedua IKU tersebut tampak berikut ini. a. Persentase penyerapan belanja negara dalam DIPA K/L (KK-2.1). Realisasi penyerapan anggaran K/L sampai dengan triwulan IV tahun anggaran 2011 adalah sebesar Rp414,35 Triliun (87,76%) dari pagu dalam tahun anggaran 2011 sebesar Rp472,13 Triliun (data per tanggal 20 Januari 2012). Jika di bandingkan dengan rata-rata penyerapan anggaran K/L pada triwulan IV tahun anggaran 2009 dan 2010 yang mencapai 88,91%, maka persentase penyerapan belanja negara dalam DIPA K/L di tahun 2011 tidak mencapai target. Secara lengkap penyerapan dana dalam DIPA K/L dapat ditabulasikan dalam tabel 3.7 pada halaman berikut ini: Tabel 3.7 Realisasi penyerapan belanja negara dalam DIPA Kementerian/Lembaga Tahun 2011 (Triliun) No Pagu (Rp) Realisasi % 1. Triwulan I Periode 433,24 47,29 10,93 2. Triwulan II 434,90 60,28 13,81 3. Triwulan III 438,72 100,25 22,85 4. Triwulan IV 472,13 414,35 87,76 Target tersebut tidak tercapai dikarenakan beberapa hal, antara lain terdapatnya pemblokiran dana belanja modal dan belanja barang dalam DIPA Kementerian/Lembaga serta terlambatnya pengajuan proses penyelesaian blokir dalam DIPA yang dilakukan oleh Kementerian/Lembaga. Hal lain yang mengakibatkan tidak tercapainya target adalah lambatnya penyelesaian APBN-P sehingga Kementerian/Lembaga tidak mempunyai waktu yang cukup untuk melaksanakan kegiatan yang dananya tersedia dalam APBN-P. Selain itu beberapa Kementerian/Lembaga tidak dapat memenuhi persyaratan yang diperlukan dalam memperoleh persetujuan Menteri Keuangan dan dokumen clearance (persetujuan prinsip) dari Kementerian Pekerjaan Umum sebagai persyaratan pelaksanaan kontrak tahun jamak (multiyears) dan nilainya di atas Rp10 Miliar. Lambatnya pertanggungjawaban satuan kerja terhadap Uang Persediaan dan Tambahan Uang Persediaan pada seluruh Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan juga merupakan faktor yang menyebabkan realisasi penyerapan belanja negara dalam DIPA tidak mencapai target yang ditetapkan. Penyebab lain rendahnya penyerapan belanja Kementerian/Lembaga adalah sebagai berikut: 1) Terlambatnya pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pada K/L, yang antara lain disebabkan oleh: a) Kurangnya SDM/panitia pengadaan yang memiliki sertifikat pengadaan barang dan jasa; b) Terlalu berhati-hatinya SDM K/L dalam pengadaan barang dan jasa; c) Keengganan SDM K/L untuk ditunjuk sebagai panitia lelang, mengingat tidak seimbangnya antara risiko dengan imbalan yang diterima. 38 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Bab 1. Pendahuluan 2) Bab 2. Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Bab 3. Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Bab 4. Penutup Kurangnya koordinasi antara bagian perencanaan dengan bagian pelaksanaan anggaran pada K/L. 3) Terlambatnya penunjukkan pengelola keuangan (KPA, PPK, Bendahara Pengeluaran) pada K/L. 4) Pengelola keuangan pada K/L kurang memahami sepenuhnya proses pengelolaan keuangan (pencairan APBN). Dalam rangka melakukan perbaikan atas penyerapan belanja negara dalam DIPA K/L, pada tahun 2012 direncanakan akan dilakukan langkah-langkah sebagai berikut: 1) Percepatan penyelesaian peraturan mengenai ketentuan revisi DIPA, 2) Percepatan penerbitan peraturan tentang pembayaran dan pencairan dana, 3) Monitoring dan evaluasi penyerapan anggaran, 4) Perumusan langkah-langkah percepatan penyerapan anggaran. Di sisi pelaksanaan anggaran belanja, Kementerian Keuangan telah menyelesaikan pembayaran subsidi energi sesuai dengan kebutuhan. Berbeda dengan jenis belanja lain yang realisasinya tidak boleh melebih pagu, anggaran untuk pembayaran subsidi energi lebih fleksibel. Artinya, sesuai dengan Undang-Undang APBN-P 2011, belanja subsidi BBM, LPG tabung 3 kg, dan subsidi listrik tersebut dapat disesuaikan dengan kebutuhan realisasi pada tahun anggaran berjalan untuk mengantisipasi deviasi realisasi asumsi ekonomi makro dan perubahan parameter subsidi, berdasarkan kemampuan keuangan negara. Selama tahun 2011, nilai subsidi energi yang berhasil dikucurkan adalah Rp255,61 Triliun. Angka tersebut berasal dari pembayaran subsidi BBM dan LPG tabung 3 kg sebesar Rp165,16 Triliun (127,32% dari pagu APBN-P) dan subsidi listrik Rp90,45 Triliun (137,95% dari pagu APBN-P). b. Persentase ketepatan pola penarikan dana DIPA K/L (KK-2.2). IKU ini diukur secara semesteran, berdasarkan trend pola penarikan dana DIPA K/L dua tahun yang lalu. Target capaian IKU pada tahun 2011 sebesar 50% adalah dikarenakan IKU ini merupakan IKU baru pada tahun 2011. Pada triwulan IV tahun 2011, realisasi capaian ketepatan pola penarikan dana DIPA K/L sebesar 96,17% berdasarkan persentase realisasi triwulan IV tahun anggaran 2011 sebesar 85,51% dibanding dengan realisasi triwulan IV periode tahun 2009-2010 sebesar 88,91% sehingga pada tahun 2011 realisasi capaian IKU ini adalah 89,58% yang merupakan rata-rata realisasi triwulan II dan triwulan IV. Persentase ketepatan pola penarikan dana DIPA K/L selain merupakan IKU baru di tahun 2011, IKU ini juga menggambarkan tingkat kedisiplinan K/L dalam melakukan penarikan dana yang merupakan salah satu faktor strategis dalam kaitannya dengan fungsi APBN sebagai penggerak pembangunan nasional, sehingga walaupun sudah melampaui target, akan tetapi masih perlu dilakukan peningkatan. LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 39 Persentase penyerapan anggaran untuk masing-masing triwulan dalam tabulasi pada halaman 36 juga menunjukkan bahwa pola penarikan dana DIPA umumnya kecil pada triwulan I dan II, dan semakin membesar pada triwulan terakhir tahun anggaran. Untuk meningkatkan penyerapan anggaran yang sekaligus memperbaiki pola penarikan dana DIPA K/L, berbagai upaya yang telah dilakukan untuk mengoptimalkan tingkat penyerapan DIPA K/L adalah sebagai berikut: 1) Melakukan optimalisasi pelayanan dalam proses penelaahan dan penyelesaian DIPA/revisi DIPA secara tepat waktu. 2) Melakukan optimalisasi sosialisasi segala ketentuan dan prosedur pelaksanaan anggaran kepada K/L atau satker. 3) Melakukan optimalisasi monitoring penyerapan anggaran. 4) Menerbitkan ketentuan-ketentuan terkait percepatan penyerapan anggaran. 5) Melakukan penyusunan proyeksi penyerapan anggaran berdasarkan rencana pencairan dana pada Halaman III DIPA (Disbursement). 6) Melakukan pemantauan dan penyesuaian rencana pencairan dana. 7) Evaluasi pola penarikan dana DIPA K/L secara berkala (triwulanan). 3. Sasaran Strategis 3: Pembiayaan dalam jumlah yang cukup efisien dan aman bagi kesinambungan fiskal (KK-3). Dalam pencapaian sasaran strategis ini, Kementerian Keuangan mengidentifikasi 3 (tiga) Indikator Kinerja Utama (IKU) sebagai berikut: KK 3. Pembiayaan dalam jumlah yang cukup efisien dan aman bagi kesinambungan fiskal Indikator Kinerja 1. Target Realisasi % Persentase pemenuhan target pembiayaan melalui utang yang cukup, efisien, dan aman 100,00% 99,17% 118,34 2. Persentase pencapaian target effective cost 100,00% 83,50% 116,50 3. Persentase pemenuhan struktur portofolio utang sesuai dengan strategi 100,00% 96,80% 113,60 Uraian mengenai ketiga IKU tersebut tampak berikut ini. a. Persentase pemenuhan target pembiayaan melalui utang yang cukup, efisien, dan aman (KK-3.1) Pembiayaan APBN harus dapat disediakan dalam jumlah yang cukup, dan tersedia pada saat diperlukan dengan biaya yang efisien dan tingkat risiko terkendali. Pembiayaan meliputi pembiayaan defisit (deficit financing), dan pembayaran kembali utang jatuh tempo (debt refinancing). Sebagaimana tampak pada IKU 1 di atas, target pencapaian indikator persentase pemenuhan target pembiayaan melalui utang yang cukup, efisien, dan aman pada tahun 2011 dapat tercapai dengan baik. Sumber pembiayaan dari utang meliputi penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) yaitu Surat Utang Negara (SUN), Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), dan pengadaan Pinjaman Luar Negeri (Pinjaman Program, Pinjaman Proyek), serta Pinjaman Dalam Negeri. 40 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Bab 1. Pendahuluan Bab 2. Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Bab 3. Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Bab 4. Penutup Debt refinancing terutama dilakukan melalui penerbitan utang baru dengan terms and conditions (biaya dan tingkat risiko) yang lebih baik. Penerbitan SUN dan SBSN serta pengadaan pinjaman dilakukan di pasar keuangan domestik maupun internasional dari investor individu dan institusi, kreditor multilateral, kreditor bilateral, dan kreditor komersial. Penerbitan SUN dan SBSN harus didukung terutama oleh upaya pengembangan pasar domestik SBN yang dalam (deep), likuid, dan aktif melalui diversifikasi instrumen SBN, dan penggunaan metode penerbitan/penjualan SBN yang transparan dan efektif (private placement, book building, dan lelang), serta pembangunan infrastruktur pasar sekunder (primary dealership, pengembangan benchmark yield curve, dan mekanisme pembentukan harga yang efisien). Sedangkan pengadaan pinjaman harus didukung oleh penerapan readiness criteria yang ketat dan aktivitas monitoring dan evaluasi pinjaman proyek yang efektif. Pembiayaan APBN melalui utang harus didukung dengan pengelolaan berbagai risiko (risiko mata uang, risiko suku bunga, dan risiko refinancing) dengan upaya mitigasi risiko. Hal tersebut bisa dilakukan dengan misalnya, debt securities buyback, loan prepayment, debt-switch/reprofiling, debt swap, restrukturisasi pinjaman, dan hedging. Persentase pemenuhan target pembiayaan melalui utang yang cukup, efisien, dan aman yang menjadi IKU unit pengelola utang dihitung dari realisasi penerbitan SBN dan pengadaan pinjaman program. Pemenuhan pembiayaan dari pinjaman yang digunakan sebagai komponen IKU hanya yang berasal dari pinjaman program dan tidak termasuk pinjaman proyek karena sifat pinjaman program yang relatif sama dengan SBN dalam hal pola penarikannya. Pinjaman proyek tidak dimasukkan ke dalam komponen IKU karena penyerapan pinjaman proyek sangat dipengaruhi Kementerian/Lembaga sebagai Executing Agency. Dalam memenuhi target pembiayaan melalui utang, realisasi penerbitan SBN/pengadaan pinjaman program dilakukan dengan menggunakan konsep gross agar lebih mencerminkan upaya/kinerja Pemerintah dalam memenuhi total kebutuhan pembiayaan APBN yang berasal dari utang. Terdapat perubahan target pembiayaan melalui utang dari semula Rp220,46 Triliun (dalam strategi pembiayaan tahunan melalui utang tahun 2011) menjadi Rp219,96 Triliun. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor sebagai berikut: 1) Perubahan strategi pembiayaan tahunan melalui utang pada bulan November 2011 yang disebabkan terdapat perubahan pada APBN-P berupa penambahan target utang sebesar Rp9,92 Triliun (bruto). 2) Pengurangan target utang sebesar Rp10,42 Triliun dengan rincian sebagai berikut: a) sesuai arahan Presiden untuk tidak meneruskan/membatalkan pinjaman program Climate Change Program Loan sebesar Rp3,87 Triliun equivalen USD400 juta; b) Penerbitan SBN sebesar Rp6,55 Triliun pada bulan Desember 2011 tidak dilaksanakan (penghentian penerbitan SBN), karena proyeksi saldo kas Pemerintah s.d. akhir tahun 2011 dan awal Januari 2012 masih cukup besar untuk membiayai belanja Pemerintah. LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 41 IKU ini menggunakan polarisasi stabilize, dimana capaian yang diharapkan adalah sesuai atau mendekati target yang ditetapkan. Pada tahun 2011, persentase pemenuhan target pembiayaan melalui utang yang cukup, efisien, dan aman ditargetkan sebesar 100% (Rp219,96 Triliun), dengan realisasi sebesar 99,17% (Rp218,13 Triliun), sehingga terdapat kekurangan pembiayaan sebesar 0,83% (Rp1,83 Triliun), dengan rincian sebagai berikut: 1) kekurangan realisasi penerbitan SBN sebesar Rp0,03 Triliun. 2) kekurangan penarikan pinjaman program Bantuan Operasional Sekolah-Knowledge Improvement Transparency and Accountability (BOS-KITA) Refinancing 2 dan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Refinancing-World Bank sebesar Rp1,80 Triliun equivalen USD230,74 juta, dengan rincian: a) sebesar USD218,5 juta, karena Withdrawal Application yang telah diajukan masih diproses oleh lender, dan b) sebesar USD12,24 juta karena Executing Agency belum mengajukan Withdrawal Application kepada lender untuk penarikan pinjaman. Persentase pemenuhan target pembiayaan melalui utang yang cukup, efisien, dan aman ditargetkan sebesar 100% (Rp219,96 Triliun) dengan realisasi sebesar 99,17% (Rp218,13 Triliun), yang terdiri dari: 1) Pinjaman Program. Dalam rangka memenuhi pembiayaan APBN, pada tahun 2011 dilakukan perjanjian Pinjaman Program dengan pemberi pinjaman multilateral dan bilateral yaitu World Bank, Asian Development Bank dan JICA. Selama tahun 2011 telah ditandatangani tiga perjanjian Pinjaman Program (LGFGR, PNPM Rural IV, dan DPL 8) dengan target penarikan (APBN-P 2011) sebesar USD2.141,9 juta (lihat tabel 3.8). Realisasi penarikan Pinjaman Program tahun 2011 adalah sebesar USD1.511,16 juta (sekitar Rp13.532,47 Miliar) atau 88,28% dari target sebesar USD1.741,9 (setelah disesuaikan dengan adanya pembatalan pinjaman program CCPL sesuai dengan instruksi Presiden). Target Pinjaman Program yang tidak direalisasikan adalah sebesar USD230,74 juta antara lain disebabkan karena Withdrawal Application (WA) atas pinjaman dengan refinancing modality (PNPM dan BOSKITA) yang masih diproses Lender dan belum di-reimburse sampai dengan akhir tahun 2011. Selain itu terdapat sejumlah pinjaman program dengan refinancing modality yang belum diajukan WA-nya oleh Executing Agency (PNPM Urban dan Rural). 42 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Bab 1. Pendahuluan Bab 2. Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Bab 3. Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Bab 4. Penutup Tabel 3.8 Sumber, Target, dan Realisasi Pinjaman Program Tahun 2011 (dalam USD) 2011 No. 1 Lender WB Nama Program 1. Development Policy Loan (DPL) 8 2. Local Government Decentralization Project (LGDP) - DAK Reimbursement 3. BOS-KITA Refinancing 2 ADB JICA 200 14,200,000 15,105,732 106.38 328,700,000 215,208,529 65.47 PNPM Refinancing 499,000,000 380,613,015 76.28 200,000,000 0 0 1,241,900,000 1,010,927,276 1. Development Policy Support Program (DPSP) 6 200,000,000 200,000,000 100 2. Low Carbon and Resilient Development Program (LCRDP) 100,000,000 0 0 3. Local Government Finance Reform dan Governance Reform (LGFGR) 2 200,000,000 200,000,000 100 500,000,000 400,000,000 1. Infrastructure Reform Sector Development Program 3 100,000,000 100,229,661 100.23 2. Climate Change Program Loan III 200,000,000 0 0 300,000,000 100,229,661 100,000,000 0 Climate Change Program Loan 3 France 400,000,000 Climate Change 2 Sub Total JICA 4 200,000,000 4. Sub Total ADB 3 % 5. Sub Total WB 2 Realisasi s.d. 30 Des. 2011 APBN-P (USD) Sub Total France 0 100,000,000 0 TOTAL 2,141,900,000 1,511,156,938 70.55 TOTAL setelah disesuaikan dengan Cancellation 1,741,900,000 1,511,156,938 88.28 2) Surat Berharga Negara (SBN). Dalam APBN Tahun 2011 telah ditetapkan bahwa target pembiayaan dari Surat Berharga Negara (SBN) Neto yang terdiri atas Surat Utang Negara (SUN) dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) adalah sebesar Rp126,6 Triliun (lihat tabel 3.9) dengan realisasi sebesar Rp119,86 Triliun (memperhitungkan accrued interest). Tabel 3.9 Target dan Realisasi SBN Tahun 2011 (dalam jutaan rupiah) Target APBN SBN jatuh tempo 2011 Realisasi % realisasi (Target APBN) 81.025.976 81.025.976 SBN Netto (APBN) 126.653.900 119.864.829 94,64 Rencana Buyback 3.499.986 3.449.986 100,00 211.179.862 204.598.910 96,88 Kebutuhan Penerbitan 2011 LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 100,00 43 Target APBN Realisasi SUN 178.108.452 171.292.500 SUN Domestik 156.665.952 149.850.000 - ON 102.565.952 98.850.000 - SPN 43.100.000 40.000.000 - ORI 11.000.000 11.000.000 SUN Valas 21.442.500 21.442.500 SBSN 33.071.410 33.306.410 SBSN Domestik 24.271.410 24.271.410 - IFR 4.610.000 4.610.000 - SBSN Ritel 7.341.410 7.341.410 - SDHI 11.000.000 11.000.000 - SPN-S 1.320.000 1.320.000 SBSN Valas 8.800.000 9.035.000 % realisasi (Target APBN) 96,17 100,71% Uraian mengenai penerbitan SUN dan SBSN tampak berikut ini. a) Penerbitan SUN. Pada awal tahun 2011 ditetapkan target penerbitan SUN bruto sebesar Rp173,154 Triliun. Seiring dengan perkembangan realisasi APBN, maka target penerbitan SUN bruto diubah sesuai dengan revisi strategi pembiayaan tahunan menjadi Rp178,1 Triliun (Tabel 3.9). Penerbitan SBN bulan Desember 2011 dihentikan mengingat saldo kas Pemerintah dalam kondisi aman untuk pembiayaan APBN pada awal tahun 2012, sehingga target penerbitan SUN bruto menjadi Rp171,56 Triliun. Realisasi penerbitan SUN bruto pada tahun 2011 adalah sebesar Rp171,29 Triliun di bawah target. Kekurangan tersebut disebabkan antara lain karena adanya kehilangan potensi upsize lelang SUN yang diberhentikan. Selain itu dalam Undang-Undang tentang SUN disebutkan bahwa target penerbitan SUN Neto merupakan jumlah maksimal, yang realisasinya bisa saja lebih kecil sesuai kebutuhan pembiayaan APBN dan kondisi pasar keuangan. Pencapaian indikator Persentase pemenuhan target pembiayaan melalui SUN yang cukup, efisien dan aman didukung dengan kegiatan-kegiatan sebagai berikut: (1) Penerbitan SUN dalam mata uang rupiah. Tahun 2011, target penerbitan SUN dalam mata uang rupiah adalah sebesar Rp148,05 Triliun (belum memperhitungkan rencana penerbitan Surat Perbendaharaan Negara-SPN 3 bulan) sedangkan realisasinya sampai dengan 31 Desember 2011 adalah sebesar Rp149,85 Triliun dengan jumlah penawaran yang masuk sebesar Rp405,7 Triliun. Jumlah penerbitan tersebut terdiri dari: 44 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Bab 1. Pendahuluan Bab 2. Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja (a) Bab 3. Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Bab 4. Penutup Penerbitan Obligasi Negara (ON) dalam denominasi Rupiah (tidak termasuk ORI) sebesar Rp393,4 Triliun. Penerbitan Obligasi Negara secara reguler dilakukan dengan cara lelang di pasar perdana. Pada setiap penerbitan, jumlah penawaran yang masuk lebih besar dibandingkan dengan penawaran yang dimenangkan dengan bid to cover ratio berkisar dari 1,02 kali sampai 56,63 kali. Hal ini mencerminkan permintaan pasar atas SUN yang cukup baik meskipun fluktuatif, dan dalam setiap penerbitan SUN, Pemerintah selalu memperhatikan cost and risk of borrowing (tidak serta merta memenangkan seluruh bid yang masuk). Pada lelang SUN di pasar perdana tanggal 9 Agustus 2011, Pemerintah tidak memenangkan semua penawaran yang masuk, dikarenakan beban yang harus ditanggung Pemerintah terlalu tinggi. Selama tahun 2011, Pemerintah menerbitkan Obligasi Negara (ON) dengan jenis Fixed Rate yang mempunyai struktur jatuh tempo berjangka pendek, menengah dan panjang, yaitu antara tahun 2016 dan 2041. Penerbitan ON dalam denominasi Rupiah mempertimbangkan berbagai aspek, antara lain: (i) struktur jatuh tempo utang yang sudah ada, (ii) pengembangan pasar sekunder SUN, (iii) usulan seri SUN yang akan menjadi seri benchmark pada tahun 2012, dan (iv) analisis cost and risk. (b) Penerbitan Surat Perbendaharaan Negara (SPN) selama tahun 2011 adalah sebesar Rp40 Triliun. Selama tahun 2011, Pemerintah melakukan lelang penerbitan SPN bersamaan dengan penerbitan ON secara reguler sebanyak 22 kali dari target sebanyak 23 frekuensi dengan menerbitkan seri-seri baru sekaligus juga reopening atas seri SPN tersebut. Pada tahun 2011 ini Pemerintah untuk pertama kalinya melakukan lelang penerbitan SPN tenor 3 bulan. (c) Penjualan Obligasi Negara Ritel (ORI) tahun 2011 yaitu seri ORI008 sebesar Rp11 Triliun. Penjualan ORI dalam tahun 2011 ditargetkan sebanyak 1 frekuensi dengan target awal nominal penerbitan sebesar Rp7 Triliun. Penjualan ORI merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh Pemerintah untuk memperluas basis investor SUN, karena penjualan ORI ditujukan untuk investor individu/perorangan dan berstatus sebagai Warga Negara Indonesia. ORI008 diterbitkan pada tanggal 26 Oktober 2011 dengan nilai nominal Rp11 Triliun dan kupon sebesar 7,3% per tahun yang dibayar secara bulanan. ORI008 memiliki tenor selama 3 tahun dengan jatuh tempo pada tanggal 15 Oktober 2014. Penerbitan ORI ini dilaksanakan dengan cara bookbuilding melalui Agen Penjual. Dalam rangka mendukung program pelestarian lingkungan hidup, pada penerbitan ORI008 mengangkat tema ”ORI008 Investasi Hijau Untuk Negeri”, dimana beberapa Agen Penjual akan mendonasikan sebagian keuntungan penjualan ORI008 untuk mendukung program pelestarian lingkungan hidup. LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 45 (2) Penerbitan Surat Utang Negara dalam Valuta Asing di Pasar Perdana Internasional (Global Bonds). Penerbitan Global Bonds dalam tahun 2011 ditargetkan sebanyak 2 (dua) frekuensi dengan realisasi penerbitan sampai dengan 31 Desember 2011 sebanyak 1 (satu) frekuensi. (a) Dokumentasi penerbitan tidak banyak berbeda dengan program stand alone yang selama ini telah digunakan Pemerintah. (b) Waktu pelaksanaan transaksi lebih singkat, sehingga Pemerintah dapat menerbitkan SUN valas secara cepat dengan memanfaatkan peluang yang ada. (c) Pemerintah mempunyai fleksibilitas yang tinggi dalam penerbitan SUN valas, antara lain dalam penentuan waktu pelaksanaan transaksi serta dalam merespon minat beli investor individual (private placement). (d) Biaya dan dokumentasi penerbitan yang cenderung lebih ringan dibandingkan dengan format SEC Shelf Registration. (e) Distribusi penjualan yang mencakup seluruh dunia (termasuk Qualified Institutional Buyers [QIBs] di Amerika Serikat). (f ) Dapat digunakan untuk penerbitan dengan metode private placement dengan jumlah investor terbatas. Penerbitan SUN dalam denominasi US Dollar melalui program GMTN terlaksana pada bulan April 2011 dan setelmen pada bulan Mei 2011, dengan nominal penerbitan sebesar USD 2,5 Miliar. Sebagaimana penerbitan sebelumnya, penerbitan pada tahun 2011 ini juga mendapatkan sambutan yang baik di pasar internasional. Total volume pemesanan yang masuk mencapai USD6,9 Miliar, dimana ± USD3,3 Miliar dari wilayah Amerika Serikat, ± USD1,5 Miliar dari wilayah Eropa dan ± USD2 Miliar dari wilayah Asia. Hasil penerbitan Global Bonds ini menunjukkan kepercayaan yang tinggi dari para investor internasional terhadap manajemen fiskal dan prospek ekonomi Indonesia jangka panjang. Pada penerbitan SUN dalam denominasi US Dollar tahun 2011, Pemerintah terlebih dahulu melakukan upsizing GMTN Program dari yang semula USD4 Miliar menjadi USD9 Miliar. Upsizing dilakukan mengingat terhadap jumlah program awal sebesar USD4 Miliar, Pemerintah telah menerbitkan SUN valas dengan program GMTN sebesar USD3 Miliar pada tahun 2009, sehingga tersisa USD1 Miliar. Untuk mengakomodasi penerbitan SUN valas tahun 2010 dan tahun-tahun selanjutnya, perlu dilakukan upsizing GMTN Program, dalam hal ini upsizing dilakukan hingga keseluruhan program menjadi sebesar USD9 Miliar (naik USD5 Miliar). Pada tahun 2011, Pemerintah membatalkan penerbitan SUN dalam denominasi Yen atau lebih dikenal dengan nama Samurai Bonds/Shibosai. Hal ini dikarenakan kurang kondusifnya Jepang setelah bencana gempa bumi dan tsunami. b) 46 Penerbitan SBSN. KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Bab 1. Pendahuluan Bab 2. Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Bab 3. Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Bab 4. Penutup Target penerbitan SBSN sesuai dengan strategi utang tahunan tahun 2011 sebesar Rp33,071 Triliun, sedangkan realisasi penerbitan SBSN sampai dengan akhir tahun 2011 sebesar Rp33,306 Triliun atau mencapai 100,71%. Kelebihan realisasi penerbitan SBSN sebesar Rp235 Miliar disebabkan oleh perbedaan kurs pada saat penerbitan SBSN dalam valuta asing. Adapun rincian realisasi penerbitan SBSN tersebut adalah sebagai berikut: (1) Penerbitan SBSN dalam mata uang rupiah sebesar Rp24,271 Triliun yang terdiri atas: (a) Penerbitan SBSN melalui metode lelang di pasar perdana dalam negeri. Realisasi penerbitan SBSN seri IFR dengan metode lelang di pasar perdana dalam negeri yang dilakukan secara reguler selama tahun 2011 sebesar Rp4,61 Triliun dengan frekuensi pelaksanaan lelang sebanyak 8 kali. Jumlah penawaran pembelian yang disampaikan oleh investor melalui lelang SBSN tahun 2011 cukup besar, yaitu mencapai Rp33,706 Triliun dengan rata-rata mencapai 480,31% di atas target indikatif setiap penerbitan. Jumlah penawaran yang masuk lebih besar dibandingkan dengan penawaran yang dimenangkan dengan bid to cover ratio berkisar antara 1,25 kali sampai 15,82 kali, di samping terdapat 4 (empat) seri yang tidak diambil oleh Pemerintah. Hal ini mencerminkan permintaan pasar atas SBSN yang cukup baik meskipun fluktuatif, dan dalam setiap penerbitan SBSN, Pemerintah selalu memperhatikan cost and risk of borrowing, sehingga tidak selalu memenangkan seluruh bid yang masuk. Sebagian besar penawaran pembelian disampaikan oleh Bank dan Dana Pensiun, masing-masing mencapai 58,62% dan 15,88%. Sementara itu, penawaran pembelian oleh investor syariah masih relatif terbatas, yaitu hanya mencapai 2,88%. Meskipun belum merefleksikan harga wajar, penawaran yield yang disampaikan oleh investor semakin rasional, cenderung menurun mendekati owner estimate yang ditetapkan Pemerintah, yaitu dari rata-rata 49,91 basis points di atas yield SUN seri benchmark pada tahun 2010, menjadi rata-rata 45,71 basis points di atas yield SUN seri benchmark pada tahun 2011. (b) Penerbitan SBSN melalui metode Private Placement. Penerbitan SBSN melalui metode Private Placement selama tahun 2011 dilakukan dengan seri Sukuk Dana Haji Indonesia (SDHI) yang merupakan bentuk kerjasama antara Kementerian Keuangan Republik Indonesia dengan Kementerian Agama Republik Indonesia. Realisasi penerbitan SBSN seri SDHI selama tahun 2011 sebesar Rp11 Triliun dengan frekuensi penerbitan sebanyak 3 kali. Penerbitan SBSN seri SDHI tersebut menggunakan akad Ijarah Al-Khadamat, dengan tingkat imbal hasil tetap yang mempunyai struktur jatuh tempo berjangka pendek dan jangka menengah. Penerbitan SDHI dimaksud merupakan tindak lanjut dari nota kesepahaman yang dilakukan pada tahun 2009 antara Menteri Keuangan dengan Menteri Agama mengenai sinergi kebijakan pengelolaan SBSN oleh Kementerian Keuangan dan pengelolaan dana haji dan dana abadi umat oleh Kementerian Agama. LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 47 Prinsip-prinsip dalam penempatan dana haji dan dana abadi umat dalam SBSN adalah sebagai berikut: (i) Semaksimal mungkin memberikan manfaat bagi pengelolaan Dana Haji dan Dana Abadi Umat (DAU), melalui penyediaan instrumen investasi yang aman dengan imbal-hasil yang kompetitif serta proses penempatan yang hati-hati, transparan, dan akuntabel. (ii) Semaksimal mungkin memberikan manfaat bagi pembiayaan APBN, melalui penyediaan sumber pembiayaan pembangunan yang aman dan berkelanjutan. Sampai dengan saat ini, total penerbitan SDHI mencapai Rp26,469 Triliun. Namun sudah terbit 3 (tiga) seri SDHI yang jatuh tempo pada tahun 2010 dengan nilai nominal mencapai Rp2,686 Triliun. Dengan demikian total outstanding SDHI per akhir tahun 2011 mencapai Rp23,783 Triliun (lihat grafik 3.2). Grafik 3.2 Perkembangan Penerbitan SDHI Tahun 2009 - 2011 ㈀ ㈀ ㈀㜀㠀㌀ ㈀ 㤀 ㈀㘀㠀㘀 ㈀ 㐀 㘀 㠀 ㈀ 㐀 䨀甀洀氀愀栀 一漀洀椀渀愀氀 Jumlah Nominal 48 Jumlah Seri 2009 2.686 3 2010 12.783 5 2011 11.000 3 Total Penerbitan 26.469 11 Total Outsanding 23.783 8 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Bab 1. Pendahuluan Bab 2. Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja (c) Bab 3. Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Bab 4. Penutup Penerbitan SBSN/Sukuk Negara Ritel melalui metode bookbuilding di pasar perdana dalam negeri. Sukuk Negara Ritel ini adalah salah satu jenis Sukuk Negara yang didesain khusus untuk investor individu Warga Negara Indonesia di pasar perdana. Sampai dengan tahun 2011, Pemerintah telah melakukan penerbitan Sukuk Negara Ritel sebanyak tiga kali, yaitu Sukuk Negara Ritel seri SR-001 dan SR-002 yang diterbitkan masing-masing pada tahun 2009 dan 2010, serta SR-003 pada tahun 2011. Realisasi penjualan Sukuk Negara Ritel seri SR003 di pasar perdana dalam negeri melalui metode bookbuilding pada tahun 2011 sebesar Rp7,341 Triliun. Adapun manfaat dari penerbitan Sukuk Ritel ini, selain untuk pemenuhan kebutuhan pembiayaan APBN, juga antara lain sebagai berikut: (i) Diversifikasi sumber pembiayaan APBN. (ii) Memperluas basis investor Surat Berharga Negara di pasar domestik. (iii) Memberikan alternatif instrumen ritel yang berbasis syariah bagi investor. (iv) Mendukung pengembangan pasar keuangan syariah. (v) Memberikan kesempatan kepada investor kecil untuk berinvestasi dalam instrumen pasar modal yang amanah dan menguntungkan. (vi) Memperkuat pasar modal Indonesia dengan mendorong transformasi dari savings-oriented society menjadi investment-oriented society. Dari pengalaman penerbitan dan penjualan Sukuk Negara Ritel tersebut, terlihat bahwa Sukuk Negara Ritel sangat diminati oleh masyarakat khususnya investor individu yang tercermin dari: (i) Permintaan tambahan kuota penjualan hampir dari seluruh Agen Penjual pada setiap kali penerbitan Sukuk Negara Ritel, sehingga terdapat pemesanan pembelian dari beberapa Agen Penjual yang tidak disetujui oleh Pemerintah karena jumlah pemesanan telah melampaui kuota penjualan. (ii) Total pemesanan pembelian pada setiap kali penerbitan Sukuk Negara Ritel jauh lebih tinggi dibandingkan indikasi awal dari seluruh Agen Penjual, masingmasing mencapai SR-001 = 213,9%, SR-002 = 184,69% dan SR-003 = 103,84%. (iii) Besarnya jumlah investor yang menyampaikan pemesanan pembelian Sukuk Ritel masing-masing 14.295 investor pada penerbitan SR-001 meningkat menjadi 17.231 investor pada penerbitan SR-002, serta 15.487 investor pada SR-003. LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 49 Tabel 3.10 dan 3.11 menggambarkan perbandingan persentase volume pembelian dan persentase jumlah investor untuk sukuk ritelseri SR-001, SR-002, dan SR-003. Terkait penerbitan Sukuk Ritel, Pemerintah menetapkan kebijakan penerbitan hanya 1 kali untuk setiap tahun, yaitu mempertimbangkan daya serap investor ritel yang masih terbatas dan untuk memberikan ruang waktu bagi penerbitan intrumen ritel lainnya (ORI). Tabel 3.10 Perbandingan Distribusi Investor Sukuk Ritel Berdasarkan Wilayah No Deskripsi Volume Pembelian (%) SR-001 SR-002 Jumlah Investor (%) sR-003 SR-001 SR-002 SR-003 1 DKI 53,41 52,32 55,4 41,53 41,58 41,17 2 Indonesia Barat Selain DKI 42,84 44,19 40,33 51,65 52,41 52,32 3 Indonesia Tengah 2,55 2,43 2,97 4,41 4,40 4,62 4 Indonesia Timur 1,11 1,06 1,30 2,41 1,61 1,89 100 100 100 100 100 100 Total Tabel 3.11 Perbandingan Distribusi Investor Sukuk Ritel Berdasarkan Profesi No Deskripsi Volume Pembelian (%) SR-001 SR-002 Jumlah Investor (%) SR-003 SR-001 SR-002 SR-003 1 PNS 24,61 11,81 12,77 11,33 22,06 22,94 2 Pegawai Swasta 21,54 34,07 31,05 39,02 23,79 23,74 3 Ibu Rumah Tangga 17,01 15,46 15,24 10,91 19,89 18,38 4 Wiraswasta 13,88 23,69 22,91 16,93 19,00 19,09 5 TNI/Polri 0,42 0,22 0,33 0,28 0,46 0,41 6 Lainnya 22,54 14,76 17,70 21,53 14,8 15,44 100 100 100 100 100 100 Total (d) Penerbitan Surat Perbendaharaan Negara – Syariah (SPN-S) melalui metode lelang. Pada tahun 2011 dilakukan penerbitan instrumen SBSN baru berupa Surat Perbendaharaan Negara – Syariah (SPN-S) tenor 6 (enam) bulan yang dilaksanakan dengan metode lelang. Instrumen SBSN baru tersebut selain berfungsi sebagai instrumen dalam rangka pengelolaan cash mismatch, juga dapat digunakan untuk mendukung pelaksanaan operasi moneter oleh Bank Indonesia (market-based monetary policy). 50 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Bab 1. Pendahuluan Bab 2. Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Bab 3. Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Bab 4. Penutup Selain itu, penerbitan SPN-S akan mendorong pengembangan pasar keuangan, khususnya pasar uang syariah, optimalisasi operasional pengelolaan kas Negara dan penyediaan instrumen untuk mendukung pengelolaan likuiditas bagi perbankan syariah. Realisasi penerbitan SPN-S melalui metode lelang selama tahun 2011 sebesar Rp1,32 Triliun. (2) Penerbitan SBSN dalam valuta asing di pasar internasional melalui metode bookbuilding2. Pada tahun 2011 dilakukan penerbitan SBSN dalam valuta asing sebesar USD1 Miliar atau ekuivalen Rp9,035 Triliun. Penerbitan SBSN dalam valuta asing seri SNI melalui metode bookbuilding di pasar perdana internasional yang dilakukan pada tahun 2011, dengan pertimbangan sebagai berikut: (a) Menciptakan benchmark di pasar keuangan syariah internasional. (b) Perluasan basis investor, khususnya Islamic Investors dari pasar internasional. (c) Menjaga kontinuitas eksistensi dan kehadiran Indonesia di pasar keuangan syariah internasional. (d) Menghindari terjadinya crowding out di pasar dalam negeri. (e) Mengurangi tekanan terhadap kondisi pasar Surat Berharga Negara (SBN) di dalam negeri. (f ) Memanfaatkan momentum potensi permintaan investor internasional yang cukup besar terhadap Sukuk Global Indonesia, mengingat pada tahun 2010 Indonesia tidak melakukan penerbitan Sukuk Global. Meskipun IKU ini berhasil dicapai, ada beberapa tantangan dalam pemenuhan pembiayaan melalui utang yaitu sebagai berikut: 1) Pembiayaan melalui utang khususnya SBN perlu memperhatikan keseimbangan antara realisasi penyerapan/belanja pada APBN dan kondisi saldo kas pemerintah dengan keteraturan penerbitan SBN di pasar keuangan. 2) Proyeksi realisasi defisit APBN tidak dapat diketahui secara akurat lebih awal sehingga berdampak pada operasi penerbitan dan buyback SBN. 3) Potensi daya serap pasar SBN domestik relatif masih terbatas, yang disebabkan antara lain tingginya tingkat imbal hasil/return yang diharapkan oleh institusi keuangan domestik, termasuk masih rendahnya partisipasi investor terhadap instrumen yang berbasis syariah. 4) Risiko nilai tukar cukup tinggi mengingat penerbitan SBN valas masih diperlukan akibat pasar SBN domestik yang masih terbatas, serta untuk menghindari crowding out effect. 5) Tingginya kepemilikan asing pada portofolio SBN mengakibatkan terjadinya peningkatan volatilitas pasar SBN domestik sehingga menghambat upaya Pemerintah untuk menyediakan pembiayaan APBN melalui penerbitan SBN dengan tingkat biaya yang wajar. 6) Terbatasnya dana yang tersedia untuk melakukan upaya stabilisasi pasar SBN saat terjadi krisis. 7) Terbatasnya sumber pembiayaan dalam bentuk pinjaman lunak seiring dengan membaiknya kondisi perekonomian Indonesia yang ditunjukkan oleh meningkatnya GDP per Kapita. LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 51 8) Krisis keuangan yang dialami negara-negara zona eropa turut memberikan ketidakpastian antar pelaku pasar. Situasi yang serba sulit akibat beban utang yang tinggi di negara-negara zona eropa tersebut berpotensi mempengaruhi arus dana masuk dan keluar dari dan ke Indonesia yang berdampak pada pasar keuangan di Indonesia. 9) Keterbatasan jumlah dan jenis underlying assets yang siap digunakan untuk penerbitan SBSN. 10) Belum tersedianya Islamic-benchmark yang reliable di pasar sehingga mendorong investor dan pelaku pasar menerapkan tambahan premium pada instrumen syariah dibanding instrumen konvensional. Langkah-langkah yang diambil dalam rangka menghadapi tantangan tersebut adalah sebagai berikut: 1) Meningkatkan koordinasi antara Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan. 2) Meningkatkan akurasi proyeksi kas pemerintah oleh tim Cash Planning Information Network (CPIN). 3) Bekerjasama dengan lembaga terkait (antara lain SRO, Bank Indonesia, Kementerian Keuangan) dalam mengupayakan pengembangan pasar SBN domestik antara lain melalui deregulasi aturan terkait investasi oleh lembaga keuangan domestik, memperluas basis investor SBN domestik, dan mengembangkan instrumen SBN. 4) Mengembangkan strategi pengelolaan risiko nilai tukar melalui instrumen derivatif (hedging) dan penerapan konsep asset liability management antara Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia (natural hedging). 5) Meningkatkan koordinasi dengan lembaga keuangan baik domestik maupun internasional dalam rangka mendapatkan sumber pembiayaan utang alternatif. 6) Mempersiapkan infrastruktur dalam rangka menjaga stabilitas pasar SBN dari potensi sudden reversal, melalui penyiapan bond stabilization fund dan mengefektifkan pelaksanaan transaksi langsung SBN dalam kerangka CMP (Crisis Management Protocol). 7) Mengoptimalkan penggunaan pinjaman secara efektif yang didukung pemanfaatan pemberi pinjaman sesuai dengan expertise dan spesialisasinya. Dengan fokus kegiatan yang sesuai dengan spesialisasinya, pemberi pinjaman menurunkan kebutuhan untuk tambahan biaya pendampingan dan supervisi kegiatan yang pada akhirnya akan ditransmisikan ke biaya pinjaman. Selain itu, pemberi pinjaman juga dapat dipastikan telah memiliki pengalaman untuk mengerjakan sebuah kegiatan tertentu sehingga kemampuan menganalisa pada saat perencanaan lebih terjamin kualitasnya dan kemungkinan gagal dalam pelaksanaan relatif kecil. Dua hal ini akan mengurangi beban biaya baik bagi pemberi pinjaman (overhead cost) maupun bagi Pemerintah (cost of capital). 8) Mengingat pasar SBSN domestik baru mulai terbentuk dan masih dalam tahap pengembangan, maka secara konsisten akan terus melakukan berbagai aktivitas meliputi, Penyempurnaan mekanisme penerbitan SBSN, Penguatan infrastruktur dalam rangka peningkatan kinerja pasar sekunder SBSN dan transparansi harga SBSN. 9) Menjamin ketersediaan Underlying Asset sesuai dengan jumlah kebutuhan penerbitan, dengan terus melakukan kajian diversifikasi Aset SBSN dan mengembangkan instrumen SBSN baru menggunakan underlying selain Barang Milik Negara seperti proyek-proyek pada APBN. 52 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Bab 1. Pendahuluan b. Bab 2. Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Bab 3. Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Bab 4. Penutup Persentase pencapaian target effective cost (KK-3.2). Effective cost merefleksikan biaya riil yang harus dikeluarkan oleh Pemerintah dalam menerbitkan/ menarik utang. IKU ini bertujuan supaya Pemerintah dalam menerbitkan/menarik utang mengeluarkan biaya utang yang wajar sesuai target yang ditetapkan. Pencapaian target effective cost berarti kombinasi tingkat biaya utang yang diterbitkan dalam satu tahun sama dengan atau di bawah target effective cost yang ditetapkan. Pencapaian IKU ini menuju kepada capaian yang lebih rendah dari target (minimize), dimana capaian yang makin rendah dari target adalah capaian yang diharapkan. Pada tahun 2011, pencapaian target effective cost ditargetkan sebesar 100% dengan realisasi sebesar 83,50%. Adapun rincian pencapaian effective cost berdasarkan mata uang sampai dengan kuartal lV tahun 2011 tampak pada tabel 3.12 sebagai berikut: Tabel 3.12 Rincian Pencapaian Effective Cost Berdasarkan Mata Uang Tahun 2011 Jenis mata uang Target Realisasi % Rupiah (IDR) 9,27 7,48 80,68 Dolar Amerika (USD) 6,13 4,82 79,18 Yen Jepang (JPY) 3,21 2,91 90,65 Keberhasilan penurunan biaya utang (target effective cost) disebabkan oleh beberapa faktor sebagai berikut: 1) Pemilihan instrumen pembiayaan melalui SBN yang tepat dengan adanya kombinasi penerbitan SPN yang memiliki biaya yang rendah serta kombinasi pengelolaan risiko yang optimal melalui penerbitan SBN jangka panjang. 2) Strategi komunikasi yang efektif dengan pelaku pasar saat lelang SBN dan kreditor dalam melakukan negosiasi sehingga mendapatkan biaya pinjaman yang lebih rendah. 3) Kondisi fundamental Ekonomi Indonesia yang baik, yang ditunjukkan dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan mencapai 6,5%, tingkat inflasi yang berada pada tingkat 3,79% (yang kedua terendah dalam dekade terakhir), serta penurunan BI rate sebesar 75 basis points menjadi 6% dalam 3 bulan terakhir di tahun 2011. Kondisi tersebut mendorong turunnya tingkat bunga dan menambah kepercayaan dari investor domestik dan asing. 4) Likuiditas Pasar SBN yang meningkat di Pasar Perdana (lelang) maupun Pasar Sekunder mendorong turunnya yield penerbitan SBN. Meningkatnya likuiditas disebabkan semakin tingginya appetite investor asing masuk ke pasar SBN Domestik dan pertumbuhan investor domestik yang semakin tinggi. Tingginya capital inflow mendorong turunnya yield SBN domestik dan kepemilikan asing pun meningkat dari Rp196,76T (30,53%) di awal Desember 2011 menjadi Rp222,86T (30,8%) pada akhir Desember 2011. LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 53 5) Penerbitan SBN Valas dengan yield yang lebih rendah dari sebelumnya yang mencerminkan baiknya persepsi investor internasional terhadap risiko kredit indonesia di tengah adanya krisis utang di zona Euro. Membaiknya kondisi risiko kredit Indonesia dibuktikan dengan naiknya credit rating Indonesia menjadi Investment Grade (BBB- dari Fitch) dan outlook positif dari lembaga rating lainnya. Meskipun IKU ini berhasil dicapai, ada dua tantangan yang dihadapi dalam mencapai target effective cost tersebut, yaitu: 1) Kondisi pasar keuangan yang fluktuatif yang berpotensi dapat meningkatkan yield SBN, sehingga biaya utang yang ditanggung pemerintah bisa meningkat. 2) Tingginya biaya utang melalui pinjaman komersial yang disebabkan adanya tambahan biayabiaya terkait penarikan utang. Upaya yang dilakukan dalam menghadapi tantangan tersebut adalah sebagai berikut: 1) Memperhatikan kondisi pasar keuangan untuk menentukan waktu penerbitan SBN yang optimal sehingga dapat menurunkan yield penerbitan SBN. 2) Meningkatkan usaha negosiasi terms and conditions pinjaman untuk menekan/mengurangi biayabiaya terkait penarikan pinjaman komersial. Dengan demikian, target pencapaian indikator persentase pencapaian target effective cost pada tahun 2011 dapat tercapai dengan baik. c. Persentase pemenuhan struktur portofolio utang sesuai dengan strategi (KK-3.3). Pencapaian IKU ini merefleksikan komposisi instrumen utang yang memiliki tingkat risiko yang terkendali dan diarahkan kepada ketepatan atas target (stabilize), dimana capaian yang makin mendekati target adalah capaian yang diharapkan. Pada tahun 2011, persentase pemenuhan struktur portofolio utang sesuai dengan strategi pada tahun 2011 direncanakan sebesar 100%, dengan realisasi sebesar 96,80%. Realisasi tersebut disebabkan karena pengelolaan portofolio utang telah mengikuti strategi pengelolaan utang, dengan perincian seperti terlihat pada tabel 3.13. Tabel 3.13 Realisasi Pangsa Portofolio Utang Tahun 2011 Realisasi pangsa portofolio Realisasi % Utang valas 45,90 45,43 117,96 Utang VR 18,62 17,23 105,06 7,20 6,97 113,62 STD 54 Target KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Bab 1. Pendahuluan Bab 2. Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Bab 3. Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Bab 4. Penutup Struktur portofolio utang relatif mendekati target strategi, dimana pencapaian struktur tersebut dilakukan melalui penerbitan/pengadaan utang baru serta transaksi pasar sekunder seperti buyback & debt switch. Secara keseluruhan risiko utang yang dicapai lebih rendah dari yang ditargetkan tanpa meningkatkan biaya utang secara signifikan. Keberhasilan indikator ini didukung dengan kegiatan: 1) Restrukturisasi utang melalui pembelian kembali sebelum jatuh tempo (buyback); dan 2) Pengurangan utang melalui skema debt switching. Tantangan yang dihadapi dalam rangka pencapaian target indikator persentase pemenuhan struktur portofolio utang sesuai dengan strategi antara lain: 1) Penerbitan SPN meskipun menguntungkan sehingga membuat target sasaran strategis dapat tercapai, tetapi karena besarnya jumlah utang yang jatuh tempo dalam jangka pendek yang disebabkan penerbitan SPN 3 bulan untuk acuan bunga obligasi variable rate, hal ini ternyata menyebabkan risiko refinancing. 2) Melemahnya rupiah terhadap USD pada akhir tahun yang disebabkan krisis keuangan di Eropa. Upaya yang dilakukan menghadapi tantangan tersebut adalah sebagai berikut: 1) Melakukan debt switching dengan menukar utang yang jatuh tempo dalam 5 tahun dengan utang yang memiliki jangka waktu pelunasan lebih panjang. 2) Menjaga penerbitan SBN valas dalam jumlah yang terkendali. Dengan demikian, target pencapaian persentase pemenuhan struktur portofolio utang hampir sesuai dengan strategi pada tahun 2011 yaitu 96,80%. Jika pola penarikan dana Kementerian/Lembaga sudah lebih baik, diharapkan tantangan yang dihadapi sebagaimana disebutkan sebelumnya tidak menjadi sulit untuk di atasi. 4. Sasaran Strategis 4: Utilisasi Kekayaan Negara yang optimal (KK-4). Dalam pencapaian sasaran strategis ini, Kementerian Keuangan mengidentifikasikan 1 (satu) Indikator Kinerja Utama (IKU), yaitu: KK 4. Utilisasi Kekayaan Negara yang optimal Indikator Kinerja Nilai kekayaan negara yang diutilisasi Target Rp102,39 T Realisasi % Rp102,45 T 100,06 Utilisasi kekayaan negara adalah optimalisasi pendayagunaan kekayaan negara melalui pemanfaatan, penetapan status penggunaan, tukar-menukar dan penyertaan modal pemerintah. Nilai kekayaan negara yang diutilisasi diperoleh dari nilai aset yang ditetapkan utilisasinya melalui: a. pemanfaatan kekayaan negara melalui sewa, kerja sama pemanfaatan, bangun serah guna, bangun guna serah, dan pinjam pakai; LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 55 b. penetapan status penggunaan BMN, penetapan status penggunaan BMN untuk dioperasikan oleh pihak lain dalam rangka menjalankan pelayanan umum sesuai tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga yang bersangkutan, penetapan status BMN karena hibah masuk, dan penetapan status yang berasal dari aset KKKS, aset eks kelolaan PT. PPA, dan aset eks BPPN; penetapan BMN sebagai underlying asset dalam rangka penerbitan Surat Berharga Syariah Negara c. (SBSN); d. tukar menukar yang diperoleh dari nilai aset baru hasil tukar-menukar; dan e. penyertaan modal pemerintah yang diperoleh dari konversi aset. Utilisasi kekayaan negara merupakan bagian dari siklus pengelolaan BMN yang meliputi perencanaan, penganggaran, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, pemeliharaan, penilaian, penghapusan, pemindahtanganan, penatausahaan dan pengawasan/pengendalian. Pada dasarnya semua barang yang telah dibeli atau diperoleh secara sah wajib untuk ditetapkan status penggunaannya dan digunakan untuk menyelenggarakan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga. Setelah ditetapkan statusnya, BMN tersebut dapat digunakan, dimanfaatkan, dipindahtangankan atau dihapuskan sesuai prosedur yang telah ditetapkan. Tujuan dari pelaksanaan utilisasi kekayaan negara adalah untuk mengetahui optimalisasi pengelolaan kekayaan negara dalam rangka pengelolaan APBN yang efisien, efektif dan optimal melalui: a. penghematan anggaran untuk belanja modal dan anggaran untuk pemeliharaan aset melalui pemanfaatan aset. b. peningkatan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) melalui optimalisasi aset negara. c. peningkatan pembiayaan dalam negeri melalui instrumen Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dengan aset negara sebagai underlying assets. Kekayaan negara yang dapat diutilisasi meliputi BMN, aset eks kelolaan PT. PPA, aset eks BPPN, aset eks KKKS dan aset eks Pertamina. Salah satu persyaratan agar suatu aset dapat diutilisasi adalah aset tersebut berstatus free and clear, dalam arti memiliki dokumen kepemilikan, tidak dalam sengketa, dan tidak dikuasai pihak lain. Dengan demikian proses utilisasi kekayaan negara perlu didukung dengan kesadaran K/L untuk mengelola kekayaan negara sesuai ketentuan dengan prinsip 3 T (tertib hukum, tertib administasi dan tertib fisik). Meskipun demikian, dalam proses penyelesaian permohonan utilisasi kekayaan negara tersebut ditemukan masih adanya BMN yang belum berstatus free and clear, hal tersebut secara otomatis menghambat proses penetapan utilisasi kekayaan negara. Untuk itu diperlukan kerjasama dari pihak-pihak terkait seperti Badan Pertanahan Nasional (BPN), Pengadilan, dan Kementerian/Lembaga lainnya untuk menyelesaikan aset-aset yang bermasalah tersebut. 56 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Bab 1. Pendahuluan Bab 2. Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Bab 3. Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Bab 4. Penutup Dari hasil pelaksanaan penertiban BMN, upaya jemput bola untuk menggali potensi utilisasi kekayaan negara dan penyelesaian permohonan pengelolaan kekayaan negara, diperoleh nilai kekayaan negara yang diutilisasi tahun 2011 sebesar Rp102,45 Triliun atau sebesar 100,05% dari target tahun 2011 sebesar Rp102,39 Triliun, yang menunjukkan trend yang meningkat dari tahun-tahun sebelumnya (lihat grafik 3.3). Target dapat tercapai karena: a. Dari hasil pelaksanaan penggalian potensi utilisasi dan penyelesaian permohonan utlisasi kekayaan negara, terdapat penetapan utilisasi kekayaan negara dengan nilai yang cukup signifikan. b. Adanya dukungan pencapaian utilisasi kekayaan negara dari hasil pelaksanaan penertiban BMN dan upaya tindak lanjut hasil penertiban BMN yang telah dilakukan oleh K/L dengan berpedoman pada KMK nomor 271/KMK.06/2011. Grafik 3.3 Utilisasi Kekayaan Negara ㈀⸀㐀㔀 ㈀ ㈀⸀㌀㤀 㔀㈀⸀㘀㠀 ㈀ ㌀⸀㌀㐀 ⸀㈀ ㈀ 㤀 ㈀ 㐀 㘀 㠀 ㈀ 5. Sasaran Strategis 5: Hubungan keuangan pusat - daerah yang optimal (KK-5). Dalam pencapaian sasaran strategis ini, Kementerian Keuangan mengidentifikasikan 2 (dua) Indikator Kinerja Utama (IKU) sebagai berikut: KK 5. Hubungan keuangan pusat - daerah yang optimal Indikator Kinerja Target 1. Persentase ketepatan jumlah penyaluran dana transfer daerah ke 2. Persentase Perda PDRD yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan Realisasi % 100,00% 100,18% 100,18 70,00% 95,92% 120,00 LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 57 Uraian mengenai kedua IKU tersebut tampak berikut ini. a. Persentase ketepatan jumlah penyaluran dana transfer ke daerah (KK-5.1). Transfer ke Daerah merupakan dana desentralisasi yang bersumber dari APBN dan dialokasikan kepada daerah dalam bentuk Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Bagi Hasil (Dana Perimbangan), Dana Otonomi Khusus, Dana Penyesuaian, dan Hibah ke Daerah. Pelaksanaan Belanja Transfer ke Daerah terkait dengan penyaluran dana-dana tersebut dari rekening Bendahara Umum Negara (BUN) ke rekening Bendahara Umum Daerah yang dilakukan sesuai dengan ketentuan perundangundangan yang mengaturnya. Tanggung jawab DJPK dalam hal ini hanya terbatas pada penerbitan Surat Perintah Membayar (SPM) Transfer ke Daerah. Pelaksanaan penyaluran anggaran Transfer ke Daerah selama tahun anggaran 2011 dilakukan berdasarkan PMK No. 126/PMK.07/2010 tentang Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Anggaran Transfer ke Daerah. Secara singkat mekanisme penyaluran dana diuraikan dalam tabel 3.14. Tabel 3.14 Mekanisme Pola Penyaluran Anggaran Transfer ke Daerah No 1. Uraian Transfer a. Dana Bagi Hasil Pajak 1) DBH PBB 2) b. 2. 58 Pola Penyaluran a) DBH PBB Bagian Pusat (10%) Tahap I : 25%; Tahap II : 50%; Tahap III : selisih alokasi definitif dengan yang telah disalurkan b) DBH PBB Bagian Daerah (81%) Setiap minggu yaitu sebesar 81% (64,8 % untuk Kabupaten/ Kota; 16,2% untuk Provinsi) dari realisasi penerimaan secara mingguan c) DBH Biaya Pemungutan PBB Bagian Setiap minggu, yaitu sebesar 9 % dari realisasi penerimaan Daerah (9%) secara mingguan DBH PPh a) DBH PPh Pasal 21 Triwulan I : 20%; Triwulan II : 20%; Triwulan III : 20%; Triwulan IV : selisih definitif dengan yang telah disalurkan b) DBH PPh Pasal 25/29 Triwulan I : 20%; Triwulan II : 20%; Triwulan III : 20%; Triwulan IV : selisih definitif dengan yang telah disalurkan DBH Cukai Hasil Tembakau Triwulan I : 15%; Triwulan II : 15%; Triwulan III dan Triwulan IV : selisih alokasi definitif dengan yang telah disalurkan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam a. Minyak dan Gas Bumi b. Pertambangan Umum c. Kehutanan d. Perikanan e. Panas Bumi f. Alokasi kurang bayar DBH Pertambangan MIGAS TA 2008 3. Dana Alokasi Umum 4. Dana Alokasi Khusus KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Migas dan Pabum Triwulan I : 20%; Triwulan II : 20%Perikanan dan Kehutanan Tw I : 15 %; Tw II : 15 % Pertambangan Umum Tw I : 20% ; Tw II : 15% Triwulan III &IV : selisih masing-masing dengan realisasi penyaluran triwulan-triwulan sebelumnya. SDA Diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku Tiap bulan sebesar 1/12 dari alokasi Bab 1. Pendahuluan No 5. Bab 2. Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Bab 3. Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Uraian Transfer Bab 4. Penutup Pola Penyaluran 1. Penyaluran tahap I (30% dari total DAK) Dilaksanakan setelah daerah-daerah menyampaikan Perda APBD tahun 2011, Laporan Penyerapan Penggunaan DAK tahun sebelumnya dan Surat Pernyataan Dana Pendamping DAK TA 2011. 2. Penyaluran Tahap II (45%) dan Tahap III (25%) Dilaksanakan setelah menyampaikan Laporan Penyerapan Penggunaan DAK tahap sebelumnya yang secara kumulatif telah mencapai 90% Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian a. Dana Otonomi Khusus Tambahan Infrastruktur b. Dana Tambahan Penghasilan Guru PNSD c. Tunjangan Profesi Guru d. Dana Insentif Daerah e. Dana Percepatan Infrastruktur Daerah Penyaluran tahap I (45%) dari total pagu) (DPID) Dilaksanakan setelah daerah-daerah menyampaikan Surat Pernyataan telah/akan memasukkan kegiatan yang Dana Penguatan Infrastruktur dan didanai dalam Perda APBD /APBD-Perubahan tahun 2011 Prasarana Daerah (DPIPD) dan Time schedule pelaksanaan kegiatan Penyaluran tahap II sebesar 45% dan/atau tahap III sebesar 10%, setelah daerah menyampaikan laporan realisasi penyerapan tahap sebelumnya f. dan Dana Penyaluran dilaksanakan setelah mendapat pertimbangan dari Mendagri - Tahap I (Maret) : 15%; Tahap II (Juni) : 30%; Tahap III (September) : 40%; Tahap IV (November) : 15% Penyaluran dilakukan per triwulan, masing-masing sebesar 25%; tahap/triwulan IIsyarat menyampaikan laporan realisasi Smt II tahun sebelumnya, tahap/ triwulan IV syarat laporan realisasi tahun berjalan Penyaluran dalam 2 tahap per semester Penyaluran dilaksanakan jika daerah sudah menyampaikan perda APBD 2011 dan surat pernyataan, disalurkan sekaligus Perkembangan alokasi Dana Transfer ke Daerah selama lima tahun terakhir telah mencapai sasaran sesuai Renstra tahun 2010-2014 dan mengalami kemajuan yang signifikan (lihat tabel 3.15). Perumusan kebijakan, perhitungan, penetapan alokasi, dan penyaluran telah dilaksanakan dengan baik. Norma dan standarisasi kebijakan telah diselaraskan dengan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004, Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005, Undang-undang APBN Tahun 2011 dan Undang-undang APBN-P Tahun 2011, serta Kesepakatan Panitia Anggaran DPR-RI dengan Pemerintah sebagai bagian tak terpisahkan dari Undang-undang APBN. Perhitungan dan pengalokasian diberlakukan secara keseluruhan daerah berdasarkan perhitungan tertentu. DBH dengan persentase tertentu, DAU dengan formula, DAK dengan kriteria, Dana Otsus dan Penyesuiaan berdasarkan undang-undang terkait. Di sisi lain, perkembangan jumlah daerah penerima Dana Transfer ke Daerah dari tahun 2006 sebanyak 467 menjadi 524 pada tahun 2011, atau meningkat 58 daerah selama 6 tahun, sebagaimana pada tabel 3.15. LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 59 Tabel 3.15 Perkembangan Jumlah Daerah dan Besaran Transfer Tahun 2006 s/d 2011 No Daerah 1 Provinsi 2 Kabupaten/Kota 3 Jumlah 4 Realisasi rupiah) 5 % Kenaikan Transfer 2006 (Triliun 2007 2008 2009 2010 2011 33 33 33 33 33 33 434 434 451 477 491 491 467 467 484 510 524 524 226,2 253,3 292,6 303,1 344,6 411,2 50,30 11,98 15,51 3,59 13.69 19.33 Sebagaimana tampak pada tabel 3.14, penyaluran dana ke daerah meliputi 5 (lima) komponen. Uraian tentang kelima komponen tersebut tampak berikut ini. 1) Dana Bagi Hasil. DBH telah mencapai sasaran sesuai dengan Renstra tahun 2010-2014 dan dalam pelaksanaannya mengacu pada kebijakan yang ditetapkan dalam UU Nomor 33 Tahun 2004 yang mengatur bagian Pemerintah Pusat dan bagian Pemerintah Daerah dengan persentase tertentu dari realisasi penyetoran ke kas negara dari Penerimaan Negara Pajak (PNP) dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Jenis DBH dalam undang-undang tersebut sebanyak 8 (delapan) jenis yang dalam tahun 2005 s/d 2008 telah dilaksanakan 7 jenis sedangkan satu jenis DBH, yaitu Panas Bumi dilaksanakan mulai tahun 2009. Untuk pertama kalinya DBH Panas Bumi pada tahun 2009 dibagikan kepada daerah di wilayah Provinsi Jawa Barat, yaitu DBH dari PNBP tahun 2006 s/d 2009. Adapun perkembangan alokasi DBH SDA dan Pajak selama kurun waktu 2006-2011 sebagaimana tabel 3.16. Tabel 3.16 Perkembangan Alokasi DBH per Komponen Tahun 2006 s/d 2011 (Triliun rupiah) No A 1 2 3 4 B 1 2 3 4 5 C Komponen Pajak PBB BPHTB PPh Cukai HT Sub jumlah (A) % kenaikan Sumber Daya Alam Pertambangan Umum Kehutanan Minyak & Gas Perikanan Panas Bumi Sub jumlah (B) % kenaikan Total (A+B) % Kenaikan 2006 2007 2008 60 2011 34,02 22,02% 22,8 7,65 10,09 0,96 41,5 4,01% 27,12 7,69 10,93 1,2 46,94 13.11% 27,59 13,16 1,35 42,10 - 2,85 1,52 24,46 0,20 29,03 -6,39% 63,05 7,06% 4,24 1,71 23,44 0,16 29,55 1,79% 69,45 10,15% 6,98 1,51 17,6 0,12 0,26 26,82 68,32 - 7,79 1,75 35,196 0,12 0,305 45,165 68,4% 92.1 34,81% 15,14 1,75 37,306 0,12 0,351 54,673 21,05% 96,77 4,98% 21,79 4,29 7,94 27,88 19,30% 2,39 1,16 27,13 0,33 31,01 167,56% 58,89 68,45% DBH SDA TA 2010 mengacu pada APBN Perubahan 2010 DBH SDA TA 2011 mengacu pada APBN Perubahan 2011 DBH Pajak TA 2008, 2009 dan 2010 belum termasuk Biaya Pemungutan PBB bagian Daerah KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 2010 22,37 7,35 9,98 0,2 39,9 17,28% 18,73 3,08 6,07 Catatan : - 2009 Bab 1. Pendahuluan Bab 2. Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Bab 3. Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Bab 4. Penutup Dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 35 UU No 33 Tahun 2004, DBH SDA Migas dibagikan kepada daerah dengan porsi 15,5% dari PNBP Minyak Bumi dan 30,5% dari PNBP Gas Bumi. Porsi tambahan 0,5% tersebut sebagai specific grant yang harus dimanfaatkan untuk menambah anggaran pendidikan dasar di daerah dengan pembagian untuk provinsi/daerah penghasil/daerah lainnya masing-masing sebesar 0,1%, 0,2% dan 0,2%. Perkembangan alokasi DBH Pajak dan DBH SDA tampak pada tabel 3.13. Mengingat ketentuan mengenai perhitungan DBH dan penetapan alokasinya kepada daerah telah diatur secara jelas dalam Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 dan PP Nomor 55 Tahun 2005, maka kebijakan pengalokasian dari tahun ke tahun adalah menyempurnakan proses perhitungan, penetapan alokasi dan ketepatan waktu penyaluran melalui peningkatan koordinasi dengan institusi pengelola PNBP seperti Kementerian Kehutanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian ESDM, Kementerian Dalam Negeri, dan unit-unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan (DJA, DJP, dan DJPB) dalam rangka menyediaan data yang lebih akurat. Koordinasi tersebut dilakukan melalui: a) Konsultasi regional untuk semua komponen DBH-SDA yang dihadiri pengelola DBH-SDA Kementerian/Lembaga dengan daerah penghasil dengan tujuan antara lain agar daerah turut berperan dalam optimalisasi penyetoran PNBP dan menghimpun data setoran supaya daerah dapat berperan aktif dalam acara rekonsiliasi PPNBP/DBH, agar setoran PNBP per daerah dapat dibagikan secara optimal. b) Rekonsiliasi data PNBP dan perhitungan DBH yang dilakukan bersama institusi pengelola PNBP/DBH SDA dengan daerah penghasil dalam rangka transparansi dan akuntabilitas penyaluran DBH SDA. c) Rapat kerja antara unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang mengelola penerimaan pajak dan cukai hasil tembakau dengan daerah penghasil. Sementara itu pola penyaluran DBH SDA berdasarkan pola penggabungan antara penetapan persentase dengan realisasi penyetoran PNBP dilakukan melalui rekonsiliasi. Realisasi DBH Pajak yang terdiri DBH PPh, DBH PBB, dan DBH BPHTB mencapai Rp42.758.153.326.139,atau 103,65% dari pagu alokasi Rp41.250.847.859.373,- sedangkan Realisasi DBH CHT pada tahun 2011 mencapai Rp1.415.973.003.052,- atau 99,47% dari alokasi DBH CHT sebesar Rp1.408.448.764.184,-. Rincian atas realisasi DBH Pajak tersebut adalah sebagaimana tampak pada tabel 3.17. LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 61 Tabel 3.17 Penyaluran DBH Pajak Tahun 2011 Jenis dana Pagu Realisasi % DBH PPh 13.237.326.489.261 13.237.326.489.261 100,00 % DBH PBB 26.597.548.367.060 28.112.378.072.694 105.70% DBH CHT 1.415.973.003.052 1.408.448.764.184 99.47% 41.250.847.859.373 42.758.153.326.139 103,65% Total Realisasi untuk semua jenis DBH SDA baik DBH SDA Migas, Pertambangan Umum, Kehutanan, Perikanan, maupun Panas Bumi mencapai 100% atau sama dengan pagu alokasi sebesar Rp53.974.986.297.954,-, rincian selengkapnya tampak pada tabel 3.18. Tabel 3.18 Penyaluran DBH SDA Tahun 2011 Jenis dana Pagu % 37.306.330.494.277 37.306.330.494.277 100,00 % DBH Pertambangan Umum 14.498.126.522.475 14.498.126.522.475 100,00 % 1.512.465.063.891 1.512.465.063.891 100,00 % DBH Kehutanan DBH Perikanan 138.077.102.117 138.077.102.117 100,00 % DBH Panas Bumi 519.987.115.194 519.987.115.194 100,00 % 53.974.986.297.954 53.974.986.297.954 100,00 % Total 2) Realisasi DBH Migas Dana Alokasi Umum. Capaian sasaran selama 2006-2011 antara lain dengan diterbitkannya beberapa peraturan baik Peraturan Presiden maupun Peraturan Menteri Keuangan, dimana dengan peraturan-peraturan tersebut dana berhasil dialokasikan ke Pemerintah Daerah sebagaimana tampak pada tabel 3.19 berikut ini. Tabel 3.19 Perpres Alokasi DAU dan Permenkeu Dana Penyeimbang Yang Diterbitkan Tahun Anggaran 2006 – 2011 Alokasi Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 62 Perpres (Miliar Rp) 145.664,20 Perpres 74 Tahun 2005 164.787,40 Perpres 104 Tahun 2006 179.507,14 Perpres 110 Tahun 2007 186.414,1 Perpres 74 Tahun 2008 192.490,34 Perpres 53 Tahun 2009 225.532,83 Perpres Nomor 6 Tahun 2011 273.814,4 Perpres Nomor 96 Tahun 2011 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Peraturan Menteri Keuangan (Miliar Rp) 300.65 PMK No. 123 Tahun 2005 842,91 PMK No. 129 Tahun 2006 242,84 PMK No. 172 Tahun 2007 187,35 PMK No. 225 Tahun 2009 0,89 PMK No.73 Tahun 2011 - Jumlah Daerah 33 Provinsi 434 Kab/Kota 33 Provinsi 434 Kab/Kota 33 Provinsi 451 Kab/Kota 33 Provinsi 477 Kab/Kota 33 Provinsi 477 Kab/Kota 33 Provinsi 491 Kab/Kota 33 Provinsi 491 Kab/Kota Bab 1. Pendahuluan Bab 2. Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Bab 3. Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Bab 4. Penutup Tahun anggaran 2011 Total alokasi DAU adalah sebesar Rp225.533.712.048.000, yang terdiri dari DAU (murni) sebesar Rp225.532.824.825.000,- dan koreksi posistif DAU sebesar Rp887.223.000,-. Dari alokasi pagu tersebut telah diterbitkan sebanyak SPM dengan nilai sebesar Rp225.533.712.048.000,- atau 100%, dan DAU Murni juga telah disalurkan seluruhnya atau 100% dan koreksi positif DAU juga telah disalurkan sebesar 100% (lihat tabel 3.20). Tabel 3.20 Penyaluran DAU Tahun 2011 Jenis dana Pagu DAU Propinsi (murni) DAU Kabupaten/Kota (murni) 3) % 2,255,328,248,250 2,255,328,248,250 100,00% 223,277,496,576,750 223,277,496,576,750 100,00% Koreksi positif DAU Total Realisasi 887,223,000 887,223,000 100,00% 225,533,712,048,000 225,533,712,048,000 100.00% Dana Alokasi Khusus. Sejak tahun 2007 s.d 2011 telah terjadi perkembangan jumlah bidang dalam DAK dari mulai sebanyak 10 bidang menjadi 19 bidang pada tahun 2011 sebagaimana pada tabel 3.21. Tabel 3.21 Perkembangan Jumlah bidang-bidang DAK 2008 s.d 2012 2008 APBN A. Dana Alokasi Khusus (DAK) 2009 LKPP 21.202,1 APBN 2010 APBN-P LKPP APBN APBN-P 2011 LKPP 20.787,3 24.819,6 24.819,6 24.707,4 21.133,3 21.133,3 20.956,3 APBN 2012 APBN-P 25.232,8 RAPBN APBN 25.232,8 26.115,90 26.115,90 10.041,30 1 Pendidikan 7.015,4 9.334,9 10.041,3 10.041,3 10.041,30 2 Kesehatan 3.817,40 - 4.017,40 4.017,40 - 2.829,80 2.829,80 3.000,80 3.000,80 3.005,90 3.005,90 3 Jalan 4.044,70 - 4.500,90 4.500,90 - 2.810,20 2.810,20 3.900,00 3.900,00 4.012,80 4.012,80 4 Irigasi 1.497,20 - 1.549,00 1.549,00 - 968,40 968,40 1.311,80 1.311,80 1.348,50 1.348,50 Air Minum dan Sanitasi 1.142,30 - 1.142,30 1.142,30 - - *) - - - - - - 357,20 357,20 419,60 419,60 502,50 502,50 463,70 5 Air Minum - - 9.334,9 - 9.334,9 - - 9.334,9 6 Sanitasi - - - - - 357,20 357,20 419,60 419,60 463,70 7 Prasarana Pemerintahan 362,00 - 562,00 562,00 - 386,30 386,30 400,00 400,00 444,50 444,50 8 Kelautan dan Perikanan 1.100,40 - 1.100,40 1.100,40 - 1.207,80 1.207,80 1.500,00 1.500,00 1.547,10 1.547,10 9 Pertanian 1.492,20 - 1.492,20 1.492,20 - 1.543,60 1.543,60 1.806,10 1.806,10 1.879,60 1.879,60 10 Lingkungan Hidup 351,60 - 351,60 351,60 - 351,60 351,60 400,00 400,00 479,70 479,70 11 Kehutanan 100,00 - 100,00 100,00 - 250,00 250,00 400,00 400,00 489,80 489,80 12 Keluarga Berencana 279,00 - 329,00 329,00 - 329,00 329,00 368,10 368,10 392,30 392,30 13 Sarana dan Prasarana Pedesaan - - 190,00 190,00 - 300,00 300,00 315,50 315,50 345,10 345,10 14 Perdagangan - - 150,00 150,00 - 107,30 107,30 300,00 300,00 356,90 356,90 15 Listrik Pedesaan - 150,00 150,00 190,60 190,60 16 Perumahan dan Permukiman - 150,00 150,00 191,20 191,20 17 Keselamatan Transportasi Darat - 100,00 100,00 131,60 131,60 18 Tranportasi Pedesaan - 100,00 100,00 171,40 171,40 19 Sarana dan Prasarana Kawasan Perbatasan - 150,00 150,00 121,40 121,40 - 0,00 0,00 0,00 25.232,80 25.232,80 26.115,90 26.115,90 B. Koreksi Alokasi Kabupaten Indramayu Total 21.202,2 - 50 20.787,3 24.819,7 24.819,7 24.707,4 21.133,3 21.138,3 20.956,3 LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 63 Pada tahun 2008 hingga 2011 penambahan bidang DAK dikaitkan dengan pelaksaan Pasal 108 UU Nomor 33 Tahun 2008 bahwa kegiatan Kementerian/Lembaga yang sebenarnya merupakan kegiatan kewenangan daerah dialihkan secara bertahap ke DAK. Penambahan bidang DAK pada tahun 2008 ditandai dengan pengalihan anggaran K/L dari Badan Koordinasi Keluarga Berencana (BKKBN) dan Departemen Kehutanan, sedangkan pada tahun 2009 dialihkan anggaran K/L dari Departemen Perdagangan dan Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT), dan pada tahun 2010 dialihkan anggaran K/L dari Kementerian Pekerjaan Umum (PU). Sejak tahun 2006 pola perhitungan DAK per daerah dilakukan dengan menggunakan Kriteria Umum, Kriteria Khusus, dan Kriteria Teknis yang dari tahun ke tahun diupayakan untuk disempurnakan dalam rangka memperbaiki aspek keadilan pengalokasian sesuai dengan kondisi daerah. Kriteria Umum mencerminkan kondisi keuangan daerah, kriteria khusus menggambarkan kondisi kekhususan wilayah yang diasumsikan menjadi beban daerah dalam pengelolaan wilayah, dan kriteria teknis menunjukkan kondisi sarana prasarana dasar di daerah. Dari tahun 2006 s.d 2008 perhitungan DAK per daerah lebih banyak ditentukan oleh Kriteria Umum dan Kriteria Khusus. Kriteria Teknis lebih banyak digunakan untuk mengukur alokasi bagi daerahdaerah yang dinyatakan layak mendapatkan DAK berdasarkan Kriteria Umum dan Kriteria Khusus. Perkembangan pola perhitungan terjadi pada DAK Tahun 2011, dengan menggunakan secara bersama-sama ketiga kriteria tersebut, baik dalam menentukan kelayakan daerah penerima DAK, maupun besaran alokasinya. Pola ini memungkinkan daerah yang tidak layak dari kriteria umum dan kriteria khusus mendapatkan DAK sepanjang indeks teknisnya cukup tinggi untuk dapat menjadi layak mendapatkan DAK pada bidang tertentu. Selanjutnya pencapaian yang cukup penting dari pengelolaan DAK adalah sebagai berikut a) Menggunakan kebijakan penyaluran DAK Tahap I untuk mendorong percepatan penyelesaian Perda tentang APBD. Strategi tersebut dituangkan dalam ketentuan bahwa bagi daerah yang belum menyampaikan Perda APBD kepada Kementerian Keuangan maka DAK Tahap I sebesar 30% belum dapat disalurkan. b) Menggunakan kebijakan laporan penyerapan DAK untuk mendorong percepatan penyerapan dan pelaksanaan kegiatan fisik DAK. Bagi daerah yang cepat menyerap DAK Tahap I dengan menyampaikan laporan penyerapan hingga 90% maka Tahap II sebesar 45% akan disalurkan, demikian seterusnya sampai tahap akhir pernyaluran, yaitu sebesar 25% pada Tahap III. c) Menggunakan kebijakan laporan pelaksanaan DAK dalam satu tahun (tahunan) untuk mendorong kelengkapan sistem informasi keuangan daerah (SIKD) di Kementerian Keuangan dari mulai alokasi, penyaluran, sampai realisasi penyerapan DAK per bidang. Alokasi DAK untuk tahun anggaran 2011 adalah sebesar Rp25.232.800.900.000,- yang terdiri atas DAK Murni sebesar Rp25.232.800.000.000,- dan Koreksi positif DAK sebesar Rp900.000,-. 64 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Bab 1. Pendahuluan Bab 2. Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Bab 3. Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Bab 4. Penutup Total alokasi DAK ini jika dibandingkan dengan alokasi tahun 2010 sebesar Rp21.138.385.200.000,berarti mengalami kenaikan sebesar Rp 4.094.415.700.000,- atau naik sebesar 19,40% persen dari tahun anggaran sebelumnya. Penyaluran DAK dilakukan dalam 3 (tiga) tahap yaitu masing-masing sebesar 30%, 45% dan 25%. Dari alokasi pagu tersebut telah diterbitkan SPM dengan nilai sebesar Rp24.803.509.925.000,- atau 98,30% (lihat tabel 3.22). Tabel 3.22 Penyaluran DAK Tahun 2011 Tahap Pagu Realisasi (RP) % Jml daerah DAK I (30%) 7.569.840.270.000 7.569.840.270.000 100,00% 520 DAK II (45%) 11.354.760.405.000 11.354.760.405.000 100,00% 520 486 DAK III (25%) Total 6.308.200.000.000 5.878.909.925.000 93,19% 25.232.800.900.000 24.803.509.925.000 98,30% Dalam rangka percepatan penyerapan alokasi DAK oleh daerah-daerah penerima DAK, dilakukan upaya inisiatif strategis antara lain dengan menerbitkan Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 160/PMK.07/2011 tentang Pelaksanaan Penyaluran Dana Alokasi Khusus Bidang Pendidikan Tahun 2011. PMK ini dimaksudkan untuk memberikan kepastian kepada daerah bahwa dana DAK Pendidikan yang telah dialokasikan akan tersalur lebih cepat dengan mempertimbangkan kinerja laporan realisasi penyerapan DAK dari bidang-bidang lainnya. 4) Penyaluran Dana Otsus dan Penyesuaian tahun 2011. Pada tahun 2011, total pagu Dana Otsus dan Penyesuaian sebesar Rp64.465.576.668.602,- telah dapat diterbitkan SPM dengan nilai sebesar Rp64.130.329.118.822,- atau 99,48%, dengan rincian sebagaimana tampak pada tabel 3.23. Tabel 3.23 Penyaluran Dana Otsus dan Penyesuaian Jenis Dana Pagu Realisasi % Dana Otonomi Khusus u/ PAPUA 3.157.459.547.550 3.157.459.547.550 100,00% Dana Otonomi Khusus u/ PAPUA BARAT 1.353.196.948.950 1.353.196.948.950 100,00% Dana Otonomi Khusus u/ NAD 4.510.656.496.500 4.510.656.496.500 100,00% 800.000.000.000 800.000.000.000 100,00% Dana Otonomi Khusus T. Infras u/ Papua Transfer Dana Tamb. Infras. Papua Barat 600.000.000.000 600.000.000.000 100,00% Tunjangan Profesi Guru 18.537.689.880.200 18.537.689.880.200 100,00% Bantuan Operasional Sekolah 16.329.888.218.250 16.329.888.218.250 100,00% Tambahan Penghasilan Guru PNSD 3.696.177.700.000 3.681.410.389.000 99,60% Dana Insentif Daerah 1.387.800.000.000 1.387.800.000.000 100,00% Dana Penyesuaian Insentif Daerah 7.700.800.000.000 7.535.043.988.000 97,85% 78.907.877.152 78.907.877.152 100,00% 6.313.000.000.000 6.158.606.372.500 97,55% 64.465.576.668.602 64.130.329.118.822 99,48% Kurang Bayar Sarpras Infra.Papua Barat Dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (DPPID) Total LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 65 Uraian tentang jenis-jenis dana yang termasuk dalam kategori Dana Otsus tersebut tampak berikut ini. a) Dana Tunjangan Profesi Guru. Tunjangan Profesi Guru Tahun 2011 ditetapkan alokasinya sebesar Rp16.329.888.218.250,dan telah diterbitkan SPM dengan total nilai sebesar Rp16.329.888.218.250,- atau mencapai 100% dari yang direncanakan. b) Dana Tambahan Penghasilan Guru PNSD. Dari pagu alokasi Dana Tambahan Penghasilan Guru PNSD Tahun 2011 sebesar Rp3.696.177.700.000,- telah diterbitkan SPM dengan total nilai sebesar Rp3.681.410.389.000,atau mencapai 99,60% dari yang direncanakan. Realisasi capaian Dana Tambahan Penghasilan Guru PNSD dipengaruhi oleh kinerja daerah dalam menyampaikan laporan realisasi semester II TA 2010 untuk penyaluran Triwulan I, dan Triwulan IV disalurkan setelah daerah menyampaikan laporan realisasi semester I Tambahan Penghasilan Guru PNSD tahun anggaran berjalan (TA 2011). c) Dana Insentif Daerah (DID). Dari pagu alokasi Dana Insentif Daerah Tahun 2011 sebesar Rp1.387.800.000.000,- telah diterbitkan SPM dengan total nilai sebesar Rp1.387.800.000.000,- atau 100%. Capaian tersebut terkait dengan persyaratan administrasi yang harus dipenuhi oleh masingmasing daerah penerima DID terkait pelaksanaan anggaran Transfer ke Daerah yaitu kewajiban daerah untuk menyampaikan Perda APBD TA 2011, Surat Pernyataan Kesediaan Pencantuman DID dalam APBD/APBD-P 2011, dan Rencana Penggunaan Dana Insentif Daerah. d) Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Dari pagu alokasi BOS sebesar Rp16.329.888.218.250,- telah diterbitkan SPM dengan total nilai sebesar Rp16.329.888.218.250,- atau telah tercapai sebesar 100%. e) Dana Percepatan Infrastruktur Daerah (DPID). Dari pagu alokasi DPID sebesar Rp7.700.800.000.000,- telah diterbitkan SPM dengan total nilai sebesar Rp7.535.043.988.000,- atau realisasinya mencapai 97,85%. Pencapaian yang mendekati 100% tersebut terkait dengan kinerja daerah yang menyampaikan persyaratan administrasi penyaluran yaitu pada Tahap I dapat disalurkan apabila Kementerian Keuangan menerima Perda APBD TA 2011 dan Surat Pernyataan Kesediaan Pencantuman DPID dalam APBD/APBD-P 2011, sedangkan penyaluran Tahap III dilakukan setelah Kementerian Keuangan menerima laporan DPID tahap sebelumnya yang secara kumulatif telah mencapai 90% dan daftar Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) yang diterbitkan untuk program/kegiatan yang didanai DPID. f) Dana Penguatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (DPPID). Dari pagu alokasi DPIPD sebesar Rp6.313.000.000.000,- telah diterbitkan SPM dengan total nilai sebesar Rp6.158.606.372.500,- atau 97.55%. 66 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Bab 1. Pendahuluan Bab 2. Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Bab 3. Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Bab 4. Penutup Pencapaian tersebut dipegaruhi oleh kinerja daerah yang menyampaikan persyaratan administrasi penyaluran yaitu Tahap I disalurkan 50% dengan syarat daerah telah menyampaikan Surat Pernyataan Kesediaan Pencantuman DPPID dalam APBD-P 2011, sedangkan penyaluran Tahap II sebesar 50% dilakukan setelah Kementerian Keuangan menerima laporan realisasi DPPID tahap sebelumnya yang telah mencapai 30% dari Tahap I yang diterima RKUD dan daftar Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) yang diterbitkan untuk program/kegiatan yang didanai DPPID. g) Kurang Bayar Dana Sarana dan Prasarana Infrastruktur Daerah. Dari pagu alokasi Kurang Bayar Dana Sarana dan Prasarana Infrastruktur Daerah sebesar Rp78.907.877.152,- telah diterbitkan sebanyak SPM dengan total nilai sebesar Rp78.907.877.152,- atau tercapai secara keseluruhan sebesar 100%. Berdasarkan tabel 3.23 serta uraian tersebut tampak bahwa realisasi pencapaian sasaran berdasarkan IKU sebesar 100,18% terhadap pagu alokasi dalam Peraturan Presiden untuk alokasi DAU dan Peraturan Menteri Keuangan untuk DBH, DAK, Dana Otsus, dan Dana Penyesuaian. Realisasi Transfer ke Daerah dapat dilihat pada tabel 3.24. Tabel 3.24 menjelaskan mengenai capaian masing-masing jenis anggaran untuk seluruh transfer daerah. Tabel 3.24 Realisasi Transfer ke Daerah s.d. 31 Desember 2011 No 1 Jenis Anggaran Realisasi Penyaluran s.d. 31 Desember 2011 % thd Alokasi Dana Bagi Hasil (DBH) 95.225.834.157.327 96.733.139.624.093 101,58% a. DBH Pajak 41.250.847.859.373 42.758.153.326.139 103,65% 1.415.973.003.052 1.408.448.764.184 99,47% 53.974.986.297.954 53.974.986.297.954 100,00% b. DBH Cukai Hasil Tembakau c. DBH SDA 2 Dana Alokasi Umum (DAU) 225,533,712,048,000 225,533,712,048,000 100,00% 3 Dana Alokasi Khusus (DAK) 25.232.800.900.000 25.232.800.900.000 100,00% 4 Dana Otonomi Khusus 10.421.312.993.000 10.421.312.993.000 100,00% 5 Dana Penyesuaian 54.044.263.675.602 53.709.016.125.822 99,38% 345.727.873.133.763 344.655.564.618.315 100,18% Total d. Alokasi Perpres/PMK Persentase Perda PDRD yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan (KK-5.2). Penetapan perubahan UU Nomor 34 Tahun 2000 menjadi UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah menuntut Pemerintah Pusat untuk segera menyelesaikan evaluasi Perda tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD). Perda PDRD yang dibuat berdasarkan UU Nomor 34 Tahun 2000 hanya berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 2011 dan jumlah Perda PDRD berdasarkan UU Nomor 34 tahun 2000 yang telah diterima oleh Pemerintah Pusat namun belum dievaluasi masih cukup besar sehingga diperlukan percepatan evaluasi. LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 67 Pada tahun 2009, Kementerian Keuangan telah melakukan percepatan evaluasi melalui task force yang telah berhasil menyelesaikan evaluasi Perda sebanyak 1984 Perda melebihi target yang telah ditetapkan sebanyak 1600 Perda. Dan pada tahun 2010, Perda yang belum dievaluasi hanya sebanyak 545 Perda karena dengan diberlakukannya UU 28 Tahun 2009 telah memberikan dampak yang cukup signifikan terkait dengan kebijakan PDRD yang mengharuskan Pemerintah Daerah untuk melakukan penggantian Peraturan Daerah tentang PDRD yang masih menggunakan dasar hukum UU Nomor 34 Tahun 2000 dengan Peraturan Daerah yang sesuai dengan UU Nomor 28 Tahun 2009. Tabel 3.25 Jumlah Perda yang dievaluasi tahun 2009–2011 Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun 2011 Target Realisasi Target Realisasi Target Realisasi 1.600 1.984 545 545 1000 1.531 Pada tahun 2011 penetapan target IKU Persentase evaluasi Perda sesuai peraturan perundangan sebesar 70% dengan dasar bahwa sebelum diterapkannya UU No. 28 Tahun 2009 (masih menggunakan Undangundang No. 34 Tahun 2000) terdapat 33% Perda yang direkomendasikan oleh Menteri Keuangan untuk dibatalkan/direvisi kepada Menteri Dalam Negeri sehingga target IKU persentase perda PDRD sesuai dengan UU No. 28 Tahun 2009 pada tahun 2011 ditetapkan sebesar 70%. Dengan memperhatikan perkembangan setiap triwulan, Perda PDRD yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan atau sesuai hasil evaluasi Raperda PDRD mengalami kecenderungan meningkat. Jumlah Perda PDRD yang sudah dievaluasi pada tahun 2011 sebanyak 1.531 Perda. Dari evaluasi yang dilakukan, Perda yang sesuai peraturan perundangan sebanyak 1.501 atau 98,04% sedangkan Perda PDRD yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan sebesar 1,96% atau sebanyak 30 Perda. 6. Sasaran Strategis 6: Pengelolaan keuangan negara yang akuntabel (KK-6). Dalam pencapaian sasaran strategis ini, Kementerian Keuangan mengidentifikasikan 2 (dua) Indikator Kinerja Utama (IKU), yaitu: KK 6. Pengelolaan keuangan negara yang akuntabel Indikator Kinerja 68 1. Indeks jumlah LK K/L dan LK BUN yang andal dengan opini audit yang baik 2. Indeks opini BPK atas LK BA 15, LK BUN, dan LK BA 999 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Target Realisasi % WTP=53 WDP=27 Index=83,13 WTP=53 WDP=28 Index=83,75 100,75 3,25 3,19 98,15 Bab 1. Pendahuluan Bab 2. Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Bab 3. Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Bab 4. Penutup Uraian mengenai kedua IKU tersebut tampak berikut ini. a. Indeks jumlah LK K/L dan LK BUN yang andal dengan opini audit yang baik (KK-6.1). Transparansi pengelolaan keuangan negara terwujud dalam penyusunan laporan keuangan yang memiliki opini audit yang baik, dimana Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) adalah kompilasi data Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga (LK KL) dan Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LK BUN) serta data perbendaharaan lainnya dari seluruh Kementerian/Lembaga dan Unit Akuntansi Pembantu (UAP) BUN. Sesuai UU Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, LK KL disampaikan oleh Menteri/ Pimpinan Lembaga kepada Menteri Keuangan paling lambat 2 (dua) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran yang bersangkutan (akhir bulan Februari). Setelah itu tahap berikutnya adalah pengkonsolidasian seluruh data dari LK KL dan LK BUN menjadi LKPP yang terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas dan Catatan atas Laporan Keuangan. Pada semester I tahun 2011, IKU ini telah terealisasi melebihi target yang ditentukan yaitu jumlah Kementerian/Lembaga yang mendapatkan opini WTP sebanyak 53, WDP sebanyak 28, disclaimer sebanyak 2 Kementerian/Lembaga dan Index=83,75 yang menunjukkan peningkatan. Indeks tersebut diperhitungkan dari nilai Index WTP sebesar 100 dan WDP sebesar 50. Rincian opini BPK atas Laporan Keuangan Kementerian Lembaga dapat ditabulasikan menjadi sebagaimana tampak pada tabel 3.26. Tabel 3.26 Hasil Opini BPK terhadap LK K/L dan LK BUN 2011 No Opini KL BUN Jumlah 1. WTP 50 3 53 2. WDP 24 4 28 3. Disclaimer Jumlah KL dan BUN 2 - 2 76 7 83 Index 83,75 Meskipun capaian target tersebut melebihi 100%, masih terdapat 3 (tiga) Kementerian/Lembaga yang opini BPK menurun dari WTP ke WDP, dan 1 (satu) Kementerian/Lembaga yang menurun dari WDP ke disclaimer. Dalam rangka perbaikan di tahun 2012, langkah-langkah yang akan diambil adalah peningkatan kualitas penyusunan LKPP terutama pada 4 (empat) Kementerian/Lembaga yang mengalami penurunan opini BPK tersebut, dan melakukan koordinasi serta konsolidasi pengelolaan pertanggungjawaban dan pelaporan keuangan. LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 69 b. Indeks opini BPK atas LK BA 15, LK BUN, dan LK BA 999 (KK-6.2). Melanjutkan upaya sebagaimana telah dilaksanakan pada tahun-tahun sebelumnya, dalam rangka peningkatan kualitas Laporan Keuangan BA 15, LK BUN, dan LK BA 999, telah direalisasikan berbagai kegiatan monitoring, reviu, kajian, pembahasan, dan pendampingan audit BPK selama tahun 2011 atas LK BA 15, LK BUN, dan LK BA 999 tahun 2010. Terkait hal ini telah diperoleh hasil opini BPK terhadap Laporan Keuangan BA 15, LK BUN, dan LK BA 999 tahun 2010 tersebut, dengan nilai indeks opini senilai 3,19 dari 3,25 yang ditargetkan dengan rincian sebagaimana tampak pada tabel 3.27. Tabel 3.27 Daftar Opini BPK atas LK Kementerian/Lembaga Kode Nama Laporan Keuangan Opini LK 2010 target realisasi Opini LK 2009 Opini LK 2008 Kementerian Keuangan WDP WDP WDP WDP BUN WDP WDP N/A N/A BA 999.01 Pembiayaan Biaya Pinjaman dan Bunga serta Cicilan Pokok Utang WTP WTP WTP WTP BA 999.02 Penerimaan Hibah WDP WDP WDP TMP BA 999.03 Penanaman Modal Negara WTP WTP-DPP WTP WTP BA 999.04 Penerusan Pinjaman WDP WDP TMP TMP BA 15 BA 999.05 Transfer Dana Daerah BA 999.06* Belanja Subsidi dan Belanja LainLain BA 999.07 Belanja Subsidi BA 999.08 Belanja Lain-Lain WTP-DPP WTP-DPP WTP-DPP WDP untuk Dana Perimbangan dan WTP untuk Otonomi Khusus N/A N/A WDP TMP untuk Belanja Lain-Lain; WTP-DPP untuk Belanja Subsidi WTP-DPP WDP N/A N/A WDP WDP N/A N/A Sesuai dengan pembobotan yang dilakukan untuk LK TA 2010 (50% untuk BA 15 dan 50% untuk LK BUN dan BA 999), maka didapatkan indeks dengan skor 3,19. * Untuk LK BA 999.06 pada TA 2010 dipecah menjadi BA 999.07 dan BA.999.08 Realisasi IKU indeks opini BPK di atas tidak mencapai target disebabkan opini BPK atas Laporan Keuangan Belanja Subsidi (BA 999.07) adalah WDP, sedangkan targetnya adalah WTP-DPP. Target tidak tercapai disebabkan adanya kebijakan pemerintah dengan persetujuan DPR dalam Undang-Undang APBN/ APBNP Tahun Anggaran 2010 berupa pengakuan belanja subsidi PPN DTP sejumlah Rp11,28 Triliun yang tidak diakui oleh BPK, bukan karena kualitas Laporan Keuangan. Jika dilihat dari opini BPK atas LK BA 15, LK BUN, dan LK BA 999 sejak tahun 2008, tampak bahwa secara umum telah terjadi peningkatan opini BPK yang cukup signifikan atas LK BA 15, LK BUN, dan LK BA 999 tersebut. Untuk Tahun Anggaran 2010, keseluruhan LK BA 15, LK BUN, dan LK 999 telah dilakukan audit oleh BPK dengan opini minimal Wajar Dengan Pengecualian (WDP). Kegiatan monitoring, reviu, kajian, dan pendampingan audit BPK atas LK BA 15, LK BUN, dan LK 999 oleh Itjen selaku Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) di lingkungan Kementerian Keuangan, ikut mendorong peningkatan kualitas Laporan Keuangan sebagaimana tergambar dalam peningkatan opini BPK-RI tersebut. 70 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Bab 1. Pendahuluan Bab 2. Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Bab 3. Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Bab 4. Penutup Untuk Laporan Keuangan Kementerian Keuangan (BA 15), reviu dilakukan mulai Tahun Anggaran 2008 yang dilaksanakan secara paralel dengan pelaksanaan anggaran dan penyusunan Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga. Peningkatan kualitas LK BA 15 antara lain dikarenakan perubahan pendekatan reviu dari hanya menunggu LK Kementerian di akhir tahun menjadi pengawalan atau pendampingan proses LK dari tahap penyusunan sampai dengan pemeriksaan oleh BPK RI. Kegiatan monitoring, reviu, kajian, pembahasan, dan pendampingan audit BPK atas LK BA 15, LK BUN, dan LK BA 999 ini masih akan terus dilanjutkan dalam rangka perbaikan dan peningkatan kualitas laporan keuangan sebagai salah satu instrumen perwujudan public trust dalam pengelolaan Keuangan Negara yang akuntabel. Adapun, rencana untuk meningkatkan kualitas LK BA 15 telah dibahas dalam rapat teknis dan telah dituangkan dalam matriks rencana kegiatan pemantauan tindak lanjut temuan BPK RI atas LK BA 15. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk mencapai opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK atas LK BA 15 dalam rangka memenuhi kontrak kinerja Menteri Keuangan kepada Presiden RI. 7. Sasaran Strategis 7: Industri pasar modal dan jasa keuangan non bank yang stabil, tahan uji dan likuid (KK-7). Industri pasar modal dan jasa keuangan nonbank yang stabil, tahan uji, dan likuid adalah industri pasar modal dan jasa keuangan nonbank yang mampu menjaga kestabilan pertumbuhan industrinya terhadap fluktuasi perkembangan ekonomi serta mampu menghasilkan keuntungan/manfaat tertentu dengan biaya minimal. Untuk mewujudkan kebijakan dimaksud, strategi yang ditetapkan adalah sebagai berikut: a. Meningkatkan kualitas pelaku industri. b. Meningkatkan basis investor domestik. c. Meningkatkan kemampuan industri dalam mengelola risiko. d. Mendorong peningkatan kualitas tata kelola perusahaan yang baik. e. Meningkatkan kapasitas pengawasan terhadap pelaku industri. Dalam pencapaian sasaran strategis ini, Kementerian Keuangan mengidentifikasikan 5 (lima) Indikator Kinerja Utama (IKU), yaitu: KK 7. Industri pasar modal dan jasa keuangan non bank yang stabil, tahan uji dan likuid Indikator Kinerja Target Realisasi % 1. Perusahaan efek yang memenuhi persyaratan minimum Modal Kerja Bersih Disesuaikan (MKBD) 90,00% 99,79% 110,88 2. Persentase nilai transaksi perusahaan efek yang tidak memenuhi persyaratan minimum MKBD yang berpotensi mengganggu perdagangan saham di Bursa 10,00% 0,03% 120,00 3. Perusahaan asuransi dan reasuransi yang memenuhi persyaratan minimum RBC (Risk Based Capital) 93,00% 95,93% 103,15 4. Tingkat Penetrasi Asuransi 1,80% 1,80% 100,00 5. Perusahaan Pembiayaan yang Memenuhi Rasio Permodalan 95,00% 96,52% 101,60 LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 71 Uraian atas kelima IKU tersebut tampak berikut ini. a. Perusahaan efek yang memenuhi persyaratan minimum Modal Kerja Bersih Disesuaikan (MKBD) (KK-7.1). Modal Kerja Bersih Disesuaikan (MKBD) adalah jumlah kas dan bank, portofolio efek, dan aktiva lancar lainnya yang dimiliki oleh perusahaan efek dikurangi dengan seluruh utang perusahaan efek serta penyesuaian-penyesuaian lainnya sehingga mencerminkan kondisi likuiditas perusahaan efek. Ketentuan mengenai MKBD tersebut telah diatur dalam Peraturan Bapepam dan LK Nomor V.D.5, yang diantaranya yaitu: 1) Perusahaan efek yang menjalankan kegiatan sebagai Perantara Pedagang Efek (PPE) wajib memiliki MKBD paling sedikit Rp25 Miliar. 2) Perusahaan efek yang menjalankan kegiatan sebagai PPE dan Manajer Investasi wajib memiliki MKBD paling sedikit Rp25,2 Miliar. Selain itu, nilai MKBD tersebut juga dilaporkan setiap hari kerja. Di samping itu, untuk menghitung capaian indikatir sasaran tersebut di atas, nilai MKBD juga diukur dalam periode triwulanan sebagaimana tampak pada tabel 3.28. Tabel 3.28 Jumlah Perusahaan Efek yang Memenuhi MKBD Tahun 2011 Kuartal I Jumlah Perusahaan Efek Perusahaan Efek Yang Memenuhi MKBD Realisasi 115 Kuartal II Kuartal III 115 117 Kuartal IV 117 115 115 117 116 100% 100% 100% 99,15% Rata-rata Capaian 99,79% Pada tahun 2011, Kementerian Keuangan telah menetapkan target untuk jumlah perusahaan efek yang memenuhi MKBD adalah sebesar 90%. Berdasarkan capaian kinerja untuk indikator sasaran dari triwulan 1 s.d triwulan 4 pada tabel di atas, target 90% tersebut telah terpenuhi walaupun pada triwulan 4, dari 117 Perusahaan Efek Anggota Bursa terdapat 1 (satu) perusahaan yang tidak memenuhi ketentuan kecukupan MKBD. Meskipun demikian, penurunan capaian pada akhir triwulan 4 tersebut tidak mempengaruhi penurunan capaian secara signifikan, dan pada akhir tahun 2011 indikator ini memperoleh nilai capaian sebesar 111%. Pencapaian IKU ini menggambarkan hasil kerja keras Kementerian Keuangan dalam mensosialisasikan investasi di pasar modal dan edukasi kepada calon investor yang mencakup ketentuan mengenai pemenuhan MKBD oleh Perusahaan Efek. b. Persentase nilai transaksi perusahaan efek yang tidak memenuhi persyaratan minimum MKBD yang berpotensi mengganggu perdagangan saham di Bursa (KK-7.2). Sepanjang triwulan I sampai dengan triwulan III tahun 2011, tidak terdapat nilai transaksi Perusahaan Efek yang tidak memenuhi persyaratan minimum MKBD yang berpotensi mengganggu perdagangan 72 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Bab 1. Pendahuluan Bab 2. Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Bab 3. Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Bab 4. Penutup saham di Bursa. Namun demikian, pada triwulan IV terdapat transaksi perusahaan efek yang tidak memenuhi MKBD dan berpotensi mengganggu perdagangan Bursa dengan nilai sebesar Rp4,7 Miliar atau sebesar 0,13% dari total nilai transaksi Bursa yang mencapai Rp3.614 Miliar. Hal ini karena terdapat 1 (satu) perusahaan efek anggota bursa yang tidak memenuhi MKBD. Namun demikian, nilai capaian indikator ini pada akhir triwulan 4 tahun 2011 yaitu sebesar 0,03%. Dengan mempertimbangkan target nilai transaksi perusahaan efek yang tidak memenuhi persyaratan minimum MKBD yang berpotensi mengganggu perdagangan saham di Bursa sebesar 10%, maka dapat disimpulkan bahwa untuk tahun 2011 pencapaiannya telah melampaui target, dengan nilai pencapaian sebesar 120%. Pencapaian IKU ini juga menggambarkan hasil kerja keras Kementerian Keuangan dalam mensosialisasikan investasi di pasar modal dan edukasi kepada calon investor yang mencakup ketentuan mengenai pemenuhan MKBD oleh perusahaan efek. c. Perusahaan asuransi dan reasuransi yang memenuhi persyaratan minimum RBC (Risk Based Capital) (KK-7.3). Berdasarkan ketentuan Pasal 43 ayat (2) huruf c KMK No.424/KMK.06/2003 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi, persyaratan minimum RBC (Risk Based Capital) perusahaan asuransi dan reasuransi ditetapkan sebesar 120% dari batas tingkat solvabilitas minimum yaitu sebesar jumlah dana yang dibutuhkan untuk menutup risiko kerugian yang mungkin timbul sebagai akibat dari deviasi dalam pengelolaan kekayaan dan kewajiban. Jumlah perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi yang memenuhi persyaratan minimum RBC selama tahun 2011 tampak pada tabel 3.29. Tabel 3.29 Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi yang Memenuhi Persyaratan Minimum RBC Tahun 2011 Kuartal I Kuartal II Kuartal III Kuartal IV Jumlah Perusahaan Perasuransian 137 136 134 134 Perusahaan yang memenuhi persyaratan minimum RBC 130 132 127 128 94,89% 97,06% 94,78% 95,52% Rasio Rata-rata sampai dengan triwulan IV 2011 95,93% Pada tahun 2011, Kementerian Keuangan telah menetapkan target untuk jumlah perusahaan perasuransian yang memenuhi persyaratan minimum RBC di tahun 2011 adalah sebesar 93%, sehingga dapat disimpulkan bahwa untuk tahun 2011 pencapaiannya telah melampaui target, dengan nilai pencapaian sebesar 103%. LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 73 Pencapaian IKU ini tidak terlepas dari upaya Kementerian Keuangan dalam melaksanakan: 1) Penelaahan atau pelaksanaan analisis atas laporan berkala perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi. d. 2) Pemeriksaan langsung terhadap perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi. 3) Penegakan hukum atas pelanggaran yang ditemukan dengan pemberian/pengenaan sanksi. Tingkat Penetrasi Asuransi (KK-7.4). Tingkat penetrasi asuransi merupakan rasio jumlah premi terhadap Gross Domestic Product (GDP) dalam kurun waktu tertentu. Pada triwulan I tahun 2011, tingkat penetrasi asuransi mencapai 2,11%, meningkat sebesar 29% dibandingkan periode triwulan IV tahun 2010 sebesar 1,63% (lihat tabel 3.30). Hal ini dikarenakan kenaikan premi bruto mencapai 21% pada triwulan I tahun 2011, sementara GDP mengalami penurunan sebesar 6%. Namun, di saat terjadi kenaikan GDP sebesar 12% pada triwulan II tahun 2011, tingkat premi bruto mengalami penurunan sebesar 7% menjadi sebesar 1,75%. Pada triwulan ini, tingkat penetrasi asuransi mulai mengalami penurunan hingga triwulan IV tahun 2011, sehingga tingkat penetrasi asuransi pada triwulan III dan IV tahun 2011 mengalami penurunan dibandingkan tingkat penetrasi asuransi triwulan sebelumnya karena pertumbuhan GDP pada periode yang sama masih lebih besar dari pada pertumbuhan jumlah premi bruto. Jumlah premi bruto perusahaan perasuransian diantaranya dipengaruhi oleh kebijakan penurunan target penjualan produk investasi oleh perusahaan dan penurunan premi unit link. Tabel 3.30 Tingkat Penetrasi Asuransi Per Kuartal IV-2010 I-2011 II-2011 III-2011 IV-2011 Premi Bruto (dalam Triliun rupiah) 26,96 32,62 30,29 31,12 31,64 GDP (dalam Triliun rupiah) 1.654,50 1.549,23 1.732,30 1.811,10 1.923,60 1,63 % 2,11% 1,75% 1,72% 1,64% Rasio (Premi Bruto/GDP) Rata-rata sampai dengan triwulan IV 2011 1,80% Target tingkat penetrasi asuransi di tahun 2011 adalah sebesar 1,8%. Dengan mempertimbangkan pencapaian pada akhir triwulan 4 tersebut maka dapat disimpulkan bahwa untuk tahun 2011 pencapaiannya telah melampaui target, dengan nilai pencapaian sebesar 101%. Pencapaian IKU ini tidak terlepas dari upaya sebagai berikut: 1) Melakukan penyusunan regulasi di bidang asuransi yang menjamin kepastian hukum dan keadilan. Untuk meningkatkan efektivitas pemeriksaan, pada tahun 2011 mulai diberlakukan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168/PMK.010/2010 tentang Pemeriksaan Perusahaan Perasuransian untuk menggantikan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 423/KMK.06/2003 tentang Pemeriksaan Perusahaan Perasuransian. 74 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Bab 1. Pendahuluan Bab 2. Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Bab 3. Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Bab 4. Penutup Adapun penyempurnaan yang dilakukan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168/ PMK.010/2010 adalah: a) Menambah frekuensi pemeriksaan terhadap perusahaan asuransi dari sekurang-kurangnya sekali dalam lima tahun menjadi sekali dalam setahun. Terhadap pemeriksaan terhadap perusahaan penunjang usaha perasuransian ditambah dari sekurang-kurangnya sekali dalam lima tahun menjadi sekurang-kurangnya sekali dalam tiga tahun. b) Menambah jenis pemeriksaan, yaitu pemeriksaan di Kementerian Keuangan untuk melengkapi jenis pemeriksaan yang dilakukan pada tahun-tahun sebelumnya, yaitu hanya pemeriksaan di kantor perusahaan. c) Menyempurnakan tujuan pemeriksaan menjadi: i. Memperoleh keyakinan mengenai kondisi perusahaan perasuransian yang sebenarnya. ii. Meneliti kesesuaian kondisi perusahaan perasuransian dengan peraturan perundangundangan serta standar, prinsip, dan praktik penyelenggaraan usaha perasuransian yang sehat. iii. Memastikan bahwa perusahaan perasuransian telah menerapkan manajemen risiko dengan baik yang meliputi risiko tata kelola dan kepengurusan, risiko strategi dan perencanaan, risiko kepatuhan, risiko operasional, risiko asuransi, risiko likuiditas, risiko pasar dan investasi, serta risiko modal. iv. Memastikan bahwa perusahaan perasuransian telah melakukan upaya untuk dapat memenuhi kewajiban kepada tertanggung atau pemegang polis. 2) Melaksanakan program sosialisasi dan edukasi masyarakat tentang asuransi. 3) Mendukung setiap upaya industri dalam rangka meningkatkan pemahaman masyarakat tentang asuransi. e Perusahaan Pembiayaan yang Memenuhi Rasio Permodalan (KK-7-5 ). Perusahaan pembiayaan yang memenuhi rasio permodalan merupakan jumlah perusahaan pembiayaan yang memiliki ekuitas dibanding dengan modal disetornya minimal 50% dalam upaya untuk meningkatkan kestabilan industri pembiayaan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan. Hingga Triwulan IV tahun 2011, jumlah perusahaan yang telah memenuhi kriteria ini mencapai 190 atau rata-rata 96,52% dari seluruh perusahaan pembiayaan sebagaimana tampak pada tabel 3.31. Tabel 3.31 Perusahaan Pembiayaan yang Memenuhi Rasio Permodalan Jumlah Perusahaan Pembiayaan Perusahaan yang memenuhi rasio permodalan Rasio Rata-rata sampai dengan triwulan IV 2011 I-2011 II-2011 III-2011 IV-2011 192 194 195 195 186 187 186 190 96,88% 96,39% 95,38% 97,44% 96,52% LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 75 Target jumlah Perusahaan Pembiayaan yang memenuhi rasio permodalan di tahun 2011 adalah sebesar 95%, sedangkan sampai dengan triwulan IV 2011 Perusahaan Pembiayaan yang memenuhi rasio permodalan rata-rata mencapai 96,52%. Mempertimbangkan pencapaian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa untuk tahun 2011 pencapaiannya telah melampaui target, dengan nilai pencapaian sebesar 101,6%. Pencapaian IKU ini tidak terlepas dari ketegasan dalam menetapkan sanksi kepada perusahaan pembiayaan yang belum memenuhi ketentuan permodalan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan. Adapun indikator yang digunakan dalam menilai kepatuhan perusahaan pembiayaan sebagaimana dimaksud pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 adalah sebagai berikut: 1) Perusahaan pembiayaan wajib memiliki piutang pembiayaan sekurang-kurangnya sebesar 40% dari total Aktiva. 2) Bagi pemegang saham yang berbentuk badan hukum, jumlah penyertaan modal pada perusahaan pembiayaan ditetapkan setinggi-tingginya sebesar 50% dari modal sendiri. 3) Jumlah pinjaman bagi setiap perusahaan pembiayaan dibandingkan jumlah modal sendiri (networth) dan pinjaman subordinasi dikurangi penyertaan (gearing ratio) ditetapkan setinggitingginya sebesar 10 kali. 4) Pinjaman subordinasi yang dapat diperhitungkan dalam perhitungan gearing ratio sebanyakbanyaknya sebesar 50 % (lima puluh per seratus) dari modal disetor. Penelaahan tersebut dilakukan terhadap penyampaian laporan bulanan perusahaan pembiayaan. Selanjutnya atas penelaahan tersebut, Kementerian Keuangan dapat melaksanakan pemeriksaan terhadap Perusahaan Pembiayaan. Pemeriksaan secara langsung dilakukan terhadap Perusahaan Pembiayaan yang melanggar ketentuan rasio permodalan. Sebagai tindak lanjut atas pemeriksaan yang telah dilakukan selama tahun 2011, telah diberikan sanksi berupa Surat Peringatan Pertama sampai dengan Ketiga, Pembekuan Kegiatan Usaha, dan/atau Pencabutan Izin Usaha. 8. Sasaran Strategis 8 adalah Tingkat Kepuasan pengguna layanan yang tinggi (KK-8). Dalam pencapaian sasaran strategis ini, Kementerian Keuangan mengidentifikasikan 1 (satu) Indikator Kinerja Utama (IKU), yaitu: KK 8. Tingkat kepuasan pelanggan yang tinggi Indikator Kinerja Indeks Kepuasan Pengguna Layanan 76 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Target Realisasi % 3,92 3,87 98,72 Bab 1. Pendahuluan Bab 2. Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Bab 3. Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Bab 4. Penutup Kepuasan stakeholder merupakan salah satu indikator dari kinerja pelayanan dan pencapaian program peningkatan kinerja Kementerian Keuangan. Kepuasan masyarakat terhadap layanan yang diberikan merupakan suatu keadaan dimana keinginan, harapan, dan keperluan pengguna jasa dapat dipenuhi dengan baik. Suatu pelayanan dinilai memuaskan apabila dapat memenuhi kebutuhan dan harapan pengguna jasa. Dengan diketahuinya tingkat kepuasan stakeholder, maka hal tersebut dapat dijadikan umpan balik (feedback) bagi unit-unit layanan dalam lingkup Kementerian Keuangan dalam rangka perbaikan pelayanan secara terusmenerus ke arah yang lebih baik (continuous improvement) jika hal tersebut masih di bawah target, atau untuk tetap menjaga kualitas pelayanan jika hal tersebut telah memenuhi target, atau bahkan untuk meningkatkan target di masa-masa yang akan datang. Unsur/dimensi layanan yang dinilai adalah sebagai berikut: a. Waktu penyelesaian. b. Keterbukaan. c. Informasi persyaratan. d. Kemampuan. e. Kesesuaian prosedur. f. Sikap petugas/pegawai. g. Akses terhadap Kantor Layanan. h. Lingkungan pendukung. i. Pengenaan sanksi. j. Kesesuaian pembayaran. Adapun indeks tingkat kepuasan pengguna layanan adalah sebagai berikut: a. 0 < x ≤ 1 berarti tidak puas; b. 1 < x ≤ 2 berarti kurang puas; c. 2 < x ≤ 3 berarti cukup puas; d. 3 < x ≤ 4 berarti puas; e. 4 < x ≤ 5 berarti sangat puas; Meskipun IKU untuk sasaran strategis ini hanya satu, karena Kementerian Keuangan memiliki 12 (dua belas) unit eselon I maka pada dasarnya IKU ini merupakan rata-rata dari capaian 12 (dua belas) unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan, dan Indeks Kepuasan Pengguna Layanan diukur melalui survei opini stakeholder terhadap layanan unggulan pada dua belas (12) unit Eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan tersebut yang dilakukan oleh peneliti independen. Pada tahun 2007 hingga 2009 dilakukan oleh Universitas Indonesia, sedangkan pada tahun 2010 dan 2011 dilakukan oleh Institut Pertanian Bogor (IPB). Populasi dalam survei opini ini adalah seluruh Kementerian/Lembaga, perusahaan (BUMN maupun Swasta), individu (WNI maupun non WNI) yang pernah menerima pelayanan dari 12 (dua belas) unit layanan Eselon I Kementerian Keuangan yang dianalisis dalam satu tahun terakhir (2010/2011). Sebaran responden dalam survei ini adalah meliputi enam kota di Indonesia yang disesuaikan dengan wilayah layanan Eselon I masingmasing yaitu Jakarta, Surabaya, Medan, Batam, Balikpapan, dan Makassar. LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 77 Untuk menjamin keterwakilan responden terhadap keseluruhan populasi digunakan teknik probability sampling di mana pelaksanaannya menggunakan multi-stage random sampling. Data primer diperoleh melalui survei lapangan untuk memotret persepsi stakeholder Kementerian Keuangan. Data dikumpulkan melalui kuesioner, in depth interview, dan Focus Group Discussion (FGD) dengan perwakilan stakeholder (akademisi, DPR, wartawan, pengusaha) Kementerian Keuangan. FGD dilakukan sebagai bentuk klarifikasi dan crosscheck atas informasi yang diperoleh dari proses wawancara maupun menangkap opini yang berkembang di masyarakat dari berbagai kalangan. Perencanaan survei opini stakeholders telah dilakukan sejak Agustus 2011 dan pelaksanaan surveynya dilakukan sejak tanggal 1 hingga 30 November 2011. Berdasarkan hasil survei diperoleh nilai indeks kepuasan pengguna layanan Kementerian Keuangan tahun 2011 adalah sebesar 3,86 dengan rincian nilai indeks untuk masing-masing unit Eselon I tampak pada tabel 3.32 sebagai berikut: Tabel 3.32 Nilai Indeks Kepuasan Pengguna Layanan Kementerian Keuangan Tahun 2011 No. Satuan Kerja Nilai 1. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) 3.79 2. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) 3.65 3. Direktorat Jenderal Anggaran (DJA) 3.81 4. Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) 4.02 5. Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) 3.94 6. Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam LK) 3.80 7. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) 4.00 8. Sekretariat Jenderal (SETJEN) 3.79 9. Inspektorat Jenderal (ITJEN) 4.10 10. Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang (DJPU) 4.02 11. Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK) 3.78 12. Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Rata-rata 3.60 3.86 Secara umum skor kepuasan stakeholder Kementerian Keuangan terhadap kinerja layanan pada tahun 2011 ini tidak jauh berbeda dengan kondisi tahun 2010, yaitu sebesar 3,87. Capaian ini meskipun lebih rendah dari target yang ditetapkan, namun masih menunjukkan tingkat kepuasan stakeholder yang cukup tinggi yaitu masih di atas 3,5 dari skala 1-5 atau berarti pengguna merasa puas dengan layanan yang diberikan oleh Kementerian Keuangan (3 < x ≤ 4 berarti puas). Bila dilihat antar unit eselon I, ada sebagian unit eselon I yang mengalami peningkatan dan ada yang mengalami penurunan. Skor kepuasan stakeholder terhadap kinerja layanan antar unit Eselon I pada tahun 2011 berkisar antara 3,6 di BKF dan 4,10 di Itjen. Peningkatan skor kepuasan antara lain terjadi di DJA, Bapepam-LK, dan DJPK. Namun demikian, penurunan skor kepuasan stakeholder ini tidak serta merta menunjukkan penurunan kinerja layanan. Penurunan skor kepuasan dapat terjadi karena tuntutan peningkatan layanan dan harapan masyarakat terhadap kinerja yang terus meningkat, sementara perbaikan kinerja yang dilakukan dinilai belum mampu memenuhi tuntutan masyarakat. Hal ini akan dijadikan sebagai umpan balik untuk perbaikan kinerja di tahun-tahun mendatang. 78 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Bab 1. Pendahuluan Bab 2. Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Bab 3. Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Bab 4. Penutup Variasi skor kepuasan stakeholder terhadap layanan pada unit kerja eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan, di samping dipengaruhi oleh kinerja layanan masing-masing unit eselon I, juga sangat dipengaruhi oleh karakteristik layanan unggulan yang diberikan, termasuk di dalamnya proses bisnisnya dan karakteristik stakeholder yang dilayaninya. Dengan demikian, nilai skor kepuasan terhadap kinerja layanan antar unit kerja eselon I sebenarnya tidak bisa diperbandingkan begitu saja satu dengan lainnya karena masing-masing unit memiliki karakteristik yang berbeda. Berdasarkan hasil survei tahun 2010 dan 2011, diperkirakan nilai skor kinerja tidak akan beranjak jauh melebihi nilai 4,00. Hal ini disebabkan karena tuntutan layanan masyarakat yang terus meningkat, sehingga meskipun sebagian besar responden menyatakan ada perbaikan kinerja layanan, penilaian terhadap kinerja tidak meningkat. Faktor psikologis responden juga turut berpengaruh, yaitu agak berat untuk memberikan nilai maksimum (5) dari suatu kinerja. Tidak banyak responden yang memberikan skor maksimum untuk suatu kinerja layanan, meskipun dalam survei tersebut responden banyak yang menyatakan sangat puas. 9. Sasaran Strategis 9: Kajian dan rumusan kebijakan yang berkualitas (KK-9). Dalam pencapaian sasaran strategis ini, Kementerian Keuangan mengidentifikasikan 4 (empat) Indikator Kinerja Utama (IKU), yaitu: KK 9. Kajian dan perumusan kebijakan yang berkualitas Indikator Kinerja 1. Deviasi proyeksi indikator ekonomi makro 2. Deviasi proyeksi APBN 3. Tingkat akurasi exercise I-account 4. Penyelesaian LKPP dan Rancangan UU PPAPBN secara tepat waktu Target 8,75% Realisasi % 3,48% 120,00 8,17% 4,75% 120,00 92,00% 98,20% 106,74 3 (Tepat Waktu) 4 (Lebih Awal) 120,00 Uraian mengenai keempat IKU tersebut tampak berikut ini. a. Deviasi proyeksi indikator ekonomi makro (KK-9.1). Indikator ekonomi makro yang akurat sangat penting karena merupakan dasar bagi penyusunan Nota Keuangan dan RAPBN dan merupakan gambaran kinerja perekonomian domestik selama tahun 2011. Indikator ini terdiri dari empat variable, yaitu pertumbuhan ekonomi, nilai tukar rupiah terhadap US Dollar, tingkat inflasi, dan suku bunga. Indikator ekonomi makro tersebut merupakan proyeksi yang disampaikan pada paparan pemantauan dini perekonomian Indonesia dalam Rapat Pimpinan Kementerian Keuangan. LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 79 Berdasarkan empat variabel ekonomi tersebut, IKU Deviasi proyeksi indikator ekonomi makro diuraikan menjadi empat sub IKU sebagai berikut: 1) Deviasi Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi. 2) Deviasi Proyeksi Inflasi. 3) Deviasi proyeksi nilai tukar. 4) Deviasi proyeksi suku bunga SBI 3 bulan. Penyusunan proyeksi asumsi dasar makro pada tahun 2011 mempertimbangkan berbagai faktor baik eksternal maupun internal, antara lain (i) seberapa dalam dan lama krisis perekonomian global akan berlangsung; (ii) efektivitas kerja sama global dalam mengatasi krisis dunia; dan (iii) efektivitas langkahlangkah kebijakan yang ditempuh Pemerintah untuk mengatasi dan memulihkan perekonomian nasional, dan (iv) perkembangan harga minyak dunia. Sementara itu perhitungan asumsi makro dilakukan dengan menggunakan ModeI Auto Regressive Integrated Moving Average (ARIMA). Capaian deviasi proyeksi indikator ekonomi makro pada tahun 2011 adalah sebesar 3,48% (dari target sebesar 8,75%). Capaian ini sedikit mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun 2010 yaitu sebesar 2,13% (dari target sebesar target 11%) meskipun masih di atas target yang telah ditetapkan. Capaian atas sub indikator kinerja utama pada kuartal IV 2011 adalah sebagaimana tampak pada Tabel 3.33. Tabel 3.33 Capaian Sub Indikator Kinerja Utama Kuartal IV Tahun 2011 No Proyeksi Target Realisasi Deviasi Keterangan 1. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi 6.6% 6.5% 1.5% Perhitungan [(6.6-6.5)/6.6] Pertumbuhan ekonomi sesuai dengan harapan seiring dengan membaiknya kondisi makro ekonomi Indonesia 2. Proyeksi Inflasi 4.00% 3.79% 5.25% Perhitungan :[(4.00 – 3.79)/4.00] Stabilnya harga beras mendorong penurunan laju inflasi tahunan sehingga realisasi inflasi lebih rendah dibandingkan proyeksi 3. Proyeksi nilai tukar 9011 8988 0.26% Perhitungan : [9011 - 8988)/9011] Arus modal masuk (capital inflow) yang lebih besar daripada perkiraan dan pemulihan ekonomi AS yang tidak pasti menyebabkan realisasi nilai tukar lebih rendah dari proyeksi 4. Proyeksi suku bunga SPN 5% 4.8% 4% Deviasi proyeksi indikator ekonomi makro 80 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 2.76% Perhitungan :( 5-4.8)/5 Perhitungan: [(1.5% + 5.25% + 0.26% + 4%)/4] Bab 1. Pendahuluan b. Bab 2. Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Bab 3. Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Bab 4. Penutup Deviasi proyeksi APBN (KK-9.2). Ketepatan proyeksi APBN tampak pada Tabel 3.34. Sebagaimana tampak pada Tabel 3.34, realisasi deviasi defisit APBN sebesar 10,7% terjadi karena realisasi belanja lebih rendah dari perkiraan, sedangkan realisasi penerimaan lebih tinggi dari yang diperkirakan. Adapun realiasi proyeksi penerimaan perpajakan dan proyeksi belanja K/L masih sesuai dengan targetnya. Meskipun demikian, secara total realisasi deviasi proyeksi APBN masih sesuai dengan targetnya yaitu sebesar 4,7 % (lebih rendah dari target sebesar 8,3%). Tabel 3.34 Ketepatan Proyeksi APBN No 1. Proyeksi Proyeksi Defisit APBN (Miliar rupiah) Target 8.934,3 Realisasi Deviasi 7.975,4 10,7% Keterangan Perhitungan: (7.975,4 - 8.934,3) / 8.934,3 Realisasi defisit lebih rendah dari proyeksi karena: 1. Realisasi belanja negara lebih rendah dari yang diproyeksikan 2. Realisasi penerimaan lebih tinggi dari yang diproyeksikan, terutama disebabkan oleh kinerja penerimaan pajakyang lebih baik dari tahun sebelumnya pada kuartal III ini. 2. Proyeksi Penerimaan Perpajakan (juta rupiah) 216.832,8 223.583,2 3,1% Perhitungan: (223.583,2 - 216.832,8)/ 216.832,8 Realisai penerimaan perpajakan lebih tinggi dari proyeksinya disebabkan oleh peningkatan kinerja dari penerimaan pajak perdagangan internasional, PPh Non Migas, dan PPN Impor 3. Proyeksi Belanja K/L (Miliar rupiah) 100.187,1 99.883,5 0,3% Perhitungan: (99.883,5 - 100.187,1) / 8.934,3 Proyeksi belanja K/L didasarkan pola realisasi beberapa tahun sebelumnya dengan mempertimbangkan perubahan mekanisme penganggaran dan upaya optimalisasi penyerapan anggaran dari K/L Deviasi proyeksi APBN 4,7% Tingkat akurasi exercise I-account (KK-9.3). c. Exercise I-account adalah perhitungan perkiraan besaran APBN yang tertuang dalam tabel I-account (pagu indikatif, pagu sementara/RAPBN, RAPBN-P, dan perkiraan realisasi) yang disusun berdasarkan asumsi dasar ekonomi makro dan arah kebijakan fiskal yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Akurat maksudnya kesesuaian dan ketepatan antara angka dalam RUU APBN yang disusun berdasarkan formula yang berlaku dan masukan-masukan dari stakeholders terkait, dengan angka dalam Undang-undang APBN hasil keputusan rapat pimpinan Kementerian Keuangan dengan DPR tentang penyusunan APBN. Pencapaian target IKU tingkat akurasi exercise I-account adalah sebesar 99,93% yang berasal dari capaian realisasi akurasi exercise resource envelope Pagu Indikatif dan Pagu Anggaran/ RAPBN terhadap target, dengan rinci sebagai berikut: 1) Akurasi exercise pendapatan negara dan hibah tercapai akurasi sebesar 100 %. 2) Akurasi exercise belanja negara tercapai akurasi sebesar 100%. 3) Akurasi exercise pembiayaan anggaran tercapai akurasi sebesar 99,8%. Pencapaian IKU tingkat exercise I-Account tahun 2011 sebesar 99,93% lebih baik daripada pencapaian tahun 2010 yang sebesar 99,7 %. LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 81 d. Penyelesaian LKPP dan Rancangan UU PPAPBN secara tepat waktu (KK-9.4). Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) adalah bentuk pertanggungjawaban pemerintah atas pelaksanaan anggaran yang terdiri dari LRA, Neraca, LAK, dan Catatan atas Laporan Keuangan. Sampai dengan triwulan IV, penyelesaian LKPP (unaudited) dan penyelesaian Rancangan Undang-Undang PP APBN direalisasikan 7 hari lebih awal dari waktu yang telah ditetapkan yaitu pada tanggal 30 Juni 2011 (indeks = 4). Pada semester I tahun 2011, LKPP semester I tahun 2011 telah diselesaikan dan ditandatangani oleh Menteri Keuangan pada tanggal 25 Agustus 2011 sesuai dengan Pernyataan Tanggung Jawab LKPP semester I Tahun 2011 tertanggal 25 Agustus 2011. Penyampaian RUU tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN TA 2010 oleh Presiden kepada DPR telah dilakukan pada tanggal 23 Juni 2011 sesuai surat Presiden Republik Indonesia nomor R-30/ Pres/06/2011 tanggal 23 Juni 2011. Pada tahun 2012, dalam rangka penyusunan LKPP dan Rancangan Undang-undang Pelaksanaan Pertanggungjawaban APBN secara tepat waktu, beberapa kegiatan telah direncanakan untuk dilaksanakan, yaitu: 1) Konsolidasi laporan Keuangan Kementerian/Lembaga dan Bendahara Umum Negara (BUN) termasuk laporan keuangan Transaksi Khusus. 2) Melakukan pengumpulan atas Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga dan Bendahara Umum Negara. 3) Penyusunan LKPP dan LK BUN Semester I Tahun Anggaran 2012. 4) Pembahasan RUU PP APBN bersama DPR. 5) Penyelesaian RUU PP APBN. 10. Sasaran Strategis 10: Pengelolaan keuangan dan kekayaan negara yang efektif dan efisien (KK-10) Dalam pencapaian sasaran strategis ini, Kementerian Keuangan mengidentifikasikan 5 (lima) Indikator Kinerja Utama (IKU) sebagai berikut: KK 10. Pengelolaan keuangan dan kekayaan negara yang efektif dan efisien Indikator Kinerja 82 Realisasi % 100,00% 97,40% 97,40 85,00% 86,55% 101,82 6,60% 5,30% 119,70 Akurasi Penetapan yield/imbalan SBN dan biaya pinjaman terhadap benchmark 100,00% 95,56% 111,12 Persentase pemenuhan target pembiayaan melalui utang yang bersumber dari dalam negeri 100,00% 101,08% 101,08 1. Rata-rata persentase realisasi janji layanan unggulan 2. Persentase tingkat akurasi perencanaan kas 3. Rasio beban bunga terhadap rata-rata outstanding utang 4. 5. KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Target Bab 1. Pendahuluan Bab 2. Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Bab 3. Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Bab 4. Penutup Uraian mengenai kelima IKU tersebut tampak berikut ini. a. Rata-rata persentase realisasi janji layanan unggulan (KK-10.1). IKU rata-rata persentase realisasi janji layanan unggulan mengukur layanan unggulan yang disampaikan ke pihak eksternal Kementerian Keuangan sebagai pengguna jasa telah sesuai dengan Quick Win Standard Operating Procedures (SOP). IKU ini dilaksanakan oleh delapan unit Eselon I yang memiliki SOP pelayanan kepada masyarakat. Uraian mengenai realisasi janji layanan unggulan setiap unit tersebut tampak berikut ini. 1) Direktorat Jenderal Anggaran (DJA). Rata-rata persentase realisasi janji layanan unggulan DJA adalah 95,08% dengan target pencapaian sebesar 100%. Capaian masing-masing layanan unggulan DJA tampak pada tabel 3.35 berikut ini. Tabel 3.35 Layanan Unggulan Direktorat Jenderal Anggaran No. Layanan Unggulan Target 1. Realisasi persentase penyelesaian SBK tepat waktu Bulan Agustus 2. Realisasi persentase penyelesaian SP RKA-KL tepat waktu Bulan November 3. Realisasi persentase penyelesaian RPP tentang Jenis dan tarif atas Jenis PNBP atau Revisi yang berlaku pada K/L 4. Realisasi persentase ketepatan waktu penyusunan target dan pagu PNBP 5. Realisasi persentase penyelesaian Revisi RKA-KL tepat waktu N/A 71 K/L tepat waktu 5 hari kerja Capaian % Ditetapkan melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 120/PMK.02/2011 tanggal 1 Agustus 2011 (Tepat waktu) 100 Tepat waktu 100% bulan November 2011 100 Ditetapkan RPP Jenis dan Tarif PNBP pada 3 K/L, yaitu pada Setneg, BMKG, dan BKN 100 Dari total 71 KL, 20 KL terlambat menyampaikan (Juni) 71.83 Dari total 1228 revisi terdapat 60 revisi yang melebihi 5 hari kerja 95.11 Dari 5 (lima) layanan unggulan DJA, 2 (dua) layanan belum dapat diselesaikan tepat waktu yaitu ketepatan waktu penyusunan target dan pagu PNBP serta penyelesaian revisi RKA-KL tepat waktu. Hal ini disebabkan oleh: a) Berita Acara Pembahasan dari Kementerian/Lembaga terlambat disampaikan, yaitu yang seharusnya pada bulan Mei disampaikan bulan Juni. b) Revisi yang melebihi 5 (lima) hari kerja disebabkan oleh proses administrasi, yaitu penyampaian data dukung dari Kementerian/Lembaga yang belum disertai surat pengantar sehingga harus diminta kembali. LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 83 2) Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Untuk kinerja pelayanan, pelayanan tepat waktu ditargetkan sebesar 100% dari seluruh pelayanan unggulan. Selama tahun 2011, tercatat sebanyak 2.099.770 permohonan WP atas 16 layanan unggulan, sejumlah 2.073.778 (95,29%) permohonan WP layanan unggulan yang diproses memenuhi jangka waktu yang telah ditetapkan. Nilai capaian yang berada di bawah target ini disebabkan pengukuran kinerja masih didasarkan pada produk dan bukan didasarkan pada kecepatan, sehingga dengan banyaknya unit vertikal di lingkungan DJP, maka capaian 100% tidak dapat terpenuhi. Action plan yang akan dilakukan pada tahun 2012 atas capaian tahun 2011 adalah sebagai berikut: a) Melakukan evaluasi dan monitoring terhadap 16 layanan unggulan, termasuk menyusun rapor kinerja layanan unggulan secara nasional. b) Melakukan evaluasi dan monitoring terhadap layanan perpajakan lainnya yang mencakup pengamatan langsung (site visit) untuk memperoleh informasi tentang hambatan yang dihadapi dalam pemberian layanan prima. c) Melakukan pemantauan atas pengisian laporan melalui aplikasi pengukuran kinerja atas layanan unggulan, termasuk pemberian teguran bagi unit yang terlambat/tidak memasukkan laporan. d) Menyusun panduan pengisian aplikasi pengukuran kinerja layanan unggulan untuk menyeragamkan pemahaman tentang sumber data pengukuran kinerja. 3) Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). Pada tahun 2011, capaian IKU Janji Layanan Unggulan DJBC diukur dari 6 (enam) jenis layanan yaitu Pelayanan Permohonan Penyediaan Pita Cukai MMEA Asal Impor (P3C MMEA), Pelayanan Penyelesaian Barang Impor untuk Dipakai Jalur MITA Prioritas, Pelayanan Penyelesaian Barang Impor untuk Dipakai Jalur Hijau, Pelayanan Permohonan Penyediaan Pita Cukai Hasil Tembakau (P3C) Pengajuan Awal Secara Elektronik, Pelayanan Permohonan Penyediaan Pita Cukai Hasil Tembakau (P3C) Pengajuan Tambahan Secara Elektronik, serta Pelayanan Pemesanan Pita Cukai Hasil Tembakau (CK-1) Secara Elektronik. Data capaian kinerja janji layanan unggulan untuk tahun 2011 sebagaimana Tabel 3.36. 84 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Bab 1. Pendahuluan Bab 2. Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Bab 3. Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Bab 4. Penutup Tabel 3.36 Data Realisasi Janji Layanan Unggulan DJBC Tahun 2011 S.d. Bulan Desember No Janji layanan unggulan PIC 1 Pelayanan Permohonan Penyediaan Pita Cukai MMEA Asal Impor (P3C MMEA) [11 (sebelas) hari kerja] 2 Pelayanan Penyelesaian Barang Impor untuk Dipakai Jalur MITA Prioritas [20 (dua puluh) menit] 3 Pelayanan Penyelesaian Barang Impor untuk Dipakai Jalur Hijau [30 (tiga puluh) menit] 4 Pelayanan Permohonan Penyediaan Pita Cukai Hasil Tembakau (P3C) Pengajuan Awal Secara Elektronik Dokumen 203 203 100,00% 109593 109589 99,996% 242116 242099 99,993% 1342 1341 99,925% 849 849 100,00% 7217 7188 99,598% 361.320 361.269 99,92% Dit. Cukai KPU Priok Memenuhi Target Jumlah Dokumen % [1 (satu) jam] 5 Pelayanan Permohonan Penyediaan Pita Cukai Hasil Tembakau (P3C) KPPBC Kudus Pengajuan Tambahan Secara Elektronik [1 (satu) jam] 6 Pelayanan Pemesanan Pita Cukai Hasil Tembakau (CK-1) Secara Elektronik [20 (dua puluh) menit] Total Sampai dengan bulan Desember 2011, capaian untuk janji layanan unggulan secara keseluruhan adalah sebesar 99,92% dari target yang ditetapkan sebesar 100%. Dari data capaian tersebut, jumlah dokumen yang tidak mencapai target waktu janji layanan adalah 51 dari total 361.320 dokumen (0,01%). Faktor penyebab tidak tercapainya beberapa dokumen sesuai janji layanan antara lain adalah sebagai berikut: a) Faktor yang di luar kontrol DJBC, yaitu diperlukannya waktu untuk menunggu konfirmasi dari pihak bank pada saat verifikasi dokumen di mana hal tersebut di luar jangkauan sistem Bea dan Cukai. b) Pemeliharaan server yang dilakukan secara rutin yang mengharuskan server untuk dimatikan. c) Adanya perbaikan/pergantian hardware sistem yang rutin maupun dalam hal force majeure. Langkah-langkah yang sudah dilakukan untuk mengoptimalkan capaian kinerja layanan unggulan yaitu: a) Berkoordinasi dengan Direktorat Informasi Kepabeanan dan Cukai khususnya untuk masalah yang terkait dengan terjadinya kesalahan pada sistem pelayanan. b) Melakukan pembinaan secara personal kepada para pegawai untuk mencegah terhambatnya pelayanan terhadap dokumen. LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 85 4) Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb). IKU rata-rata persentase realisasi janji layanan unggulan DJPB terdiri dari 4 Sub IKU, yaitu: a) Persentase jumlah Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) yang diselesaikan secara tepat waktu dari target sebesar 100% terealisasi 98,66%. Pada tahun 2011, Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara seluruh Indonesia menerbitkan sebanyak 3.265.591 SP2D. Dari jumlah tersebut, sebanyak 3.222.726 SP2D diterbitkan secara tepat waktu atau dapat diterbitkan sesuai batas waktu yang ditetapkan yaitu satu jam. Realisasi sebesar 98,66% tersebut dicapai dikarenakan adanya Surat Perintah Membayar (SPM) belanja pegawai yang dimasukkan dalam perhitungan, dimana SP2D Belanja Pegawai tidak termasuk kategori SP2D yang wajib diselesaikan dalam waktu satu jam. Selain itu masih ada pula SPM yang memerlukan penelitian secara lebih mendalam sehingga penerbitan SP2D melebihi batas waktu yang ditetapkan. b) Pada tahun 2011, untuk sub IKU berupa persentase jumlah satuan kerja yang dokumen pelaksanaan anggarannya diselesaikan secara tepat waktu dari target sebesar 100% dapat direalisasikan sebesar 100%. Target dapat tercapai karena dari sebanyak 18.881 dokumen pelaksanaan anggaran yang diverifikasi, keseluruhannya dapat diselesaikan secara tepat waktu. c) Dokumen pelaksanaan anggaran yang perlu dilakukan revisi pada tahun 2011 berjumlah 25.625 dokumen. Dari jumlah tersebut seluruhnya dapat diselesaikan tepat waktu (100%). d) Hambatan jarak dan sarana transportasi khususnya untuk satuan kerja yang berlokasi di daerah terpencil, menyebabkan realisasi sebesar 97,58% dari target sebesar 100% untuk sub IKU berupa persentase rekonsiliasi realisasi APBN yang handal dan tepat waktu. Dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan kepada stakeholder, untuk tahun 2012 akan dilakukan langkah-langkah sebagai berikut: a) Melibatkan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan untuk melakukan pembinaan dan pemantauan kepada KPPN terhadap ketepatan waktu penerbitan SP2D. b) Menjamin kebenaran dan kelengkapan dokumen atau persyaratan lainnya dalam pengajuan SPM. c) Melakukan sosialisasi aplikasi revisi DIPA kepada satuan kerja. d) Mengefektifkan pelaksanaan rekonsiliasi melalui media elektronik (e-mail) seperti yang telah diterapkan oleh Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan. 5) Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN). SOP layanan unggulan di lingkungan DJKN mengatur kesesuaian prosedur dan batas waktu penyelesaian yang sesuai dengan janji layanan dalam SOP layanan unggulan. Penyelesaian permohonan dihitung sejak dokumen permohonan dinyatakan lengkap. Selama tahun 2011, persentase realisasi yang sesuai dengan SOP layanan unggulan tercapai sebesar 97,47% atau 2,53% lebih rendah dari target 86 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Bab 1. Pendahuluan Bab 2. Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Bab 3. Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Bab 4. Penutup SOP atas janji layanan unggulan tersebut belum dapat tercapai sebesar target karena terdapat berbagai kendala dalam pelaksanaan layanan. Kendala tersebut diantaranya karena terdapat aktivitas yang bukan merupakan otoritas internal DJKN c.q KPKNL misalnya di bidang lelang, yaitu aktivitas penetapan nilai limit dan pengumuman lelang. Hal ini membuat DJKN tidak bisa menetapkan patokan waktu penyelesaian. Untuk mengatasi kendala tersebut, telah dilakukan evaluasi dan pembahasan bersama. Salah satu solusinya adalah dengan melakukan perubahan SOP layanan unggulan, yaitu SOP layanan unggulan bidang lelang dipecah menjadi 7 (tujuh) SOP sebagai berikut (SOP Link): 6) a) SOP Penetapan Jadwal Lelang. b) SOP Pelaksanaan Lelang. c) SOP Pelayanan Kuitansi Pembayaran Harga Lelang. d) SOP Pelayanan Dokumen Kepemilikan Barang. e) SOP Pelayanan Kutipan Risalah Lelang. f) SOP Pelayanan Salinan Risalah Lelang. g) SOP Pengembalian Uang Jaminan Lelang. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK). SOP dari Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan untuk kinerja utamanya mencakup hal-hal sebagai berikut: a) Pengalokasian DAU, target tahunan diselesaikan pada Akhir Oktober setiap tahunnya. b) Pengalokasian DAK , target tahunan diselesaikan pada Akhir Oktober setiap tahunnya. c) Pengalokasian DBH Pajak, target tahunan diselesaikan pada Akhir Oktober setiap tahunnya. d) Pengalokasian DBH Sumber Daya Alam, target tahunan diselesaikan pada Akhir Oktober setiap tahunnya. e) Penyaluran Dana Transfer ke Daerah, penerbitan SPP dan SPM paling lama 4 hari setelah syarat administrasi dipenuhi. f) Evaluasi Perda/Raperda PDRD, pelaksanaan evaluasi maksimal 15 hari kerja. Pengalokasian DAU, DAK, dan DBH telah memenuhi norma waktu yang telah ditentukan dalam SOP yaitu setelah diterimanya data dari instansi teknis terkait dan mengikuti proses siklus pembahasan APBN dengan DPR-RI (lihat uraiannya pada Tabel 3.37). Hasilnya ditindaklanjuti dengan penerbitan UU APBN, Perpres, dan PMK/KMK. Sementara ada 2 (dua) SOP quick win terkait penyaluran transfer ke daerah telah menyelesaikan proses penerbitan dokumen transfer mulai dari DIPA, SKTRD, sampai dengan SPM, sesuai dengan norma waktu dalam SOP, yaitu maksimal 4 hari setelah dokumen diterima lengkap di DJPK. LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 87 Tabel 3.37 Capaian Kinerja Layanan Unggulan DJPK No. Layanan Unggulan Target Capaian % 1. Pengalokasian DAU Akhir Oktober telah memenuhi norma waktu yang telah ditentukan dalam SOP yaitu setelah diterimanya data dari instansi teknis terkait dan mengikuti proses siklus pembahasan APBN dengan DPR-RI. 100 % 2. Pengalokasian DAK Akhir Oktober telah memenuhi norma waktu yang telah ditentukan dalam SOP yaitu setelah diterimanya data dari instansi teknis terkait dan mengikuti proses siklus pembahasan APBN dengan DPR-RI. 100 % 3. Pengalokasian DBH Pajak Akhir Oktober telah memenuhi norma waktu yang telah ditentukan dalam SOP yaitu setelah diterimanya data dari instansi teknis terkait dan mengikuti proses siklus pembahasan APBN dengan DPR-RI. 100 % 4. Pengalokasian DBH Sumber Daya Alam Akhir Oktober telah memenuhi norma waktu yang telah ditentukan dalam SOP yaitu setelah diterimanya data dari instansi teknis terkait dan mengikuti proses siklus pembahasan APBN dengan DPR-RI 100% 5. Penyaluran Dana Transfer ke Daerah paling lama 4 hari telah menyelesaikan proses penerbitan setelah syarat dokument transfer mulai dari DIPA, SKTRD, administrasi dipenuhi sampai dengan SPM, sesuai dengan norma waktu dalam SOP, yaitu maksimal 4 hari setelah dokumen diterima lengkap 100 % Penyaluran dana transfer ke 524 daerah dilaksanakan tepat waktu 6 Evaluasi Perda/ Raperda PDRD maksimal 15 hari kerja. Dari 3297 Raperda, 2770 Raperda diselesaikan tepat waktu sedangkan 527 Raperda tidak tepat waktu 84,02% Janji layanan unggulan Evaluasi Raperda PDRD adalah paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak diterimanya surat koordinasi dari Gubernur atas evaluasi Raperda Kabupaten/ Kota atau Menteri Dalam Negeri atas evaluasi Raperda provinsi. Apabila melewati jangka waktu 15 (lima belas) hari tersebut, maka dianggap tidak memenuhi kriteria janji layanan unggulan. Sampai dengan tanggal 12 Desember 2011 telah tercapai sebesar 81% evaluasi Raperda PDRD yang tepat waktu atau di bawah target yang mengharuskan 100% tepat waktu. Hal ini dikarenakan telah terjadi perubahan pola perhitungan dari rata-rata evaluasi Raperda menjadi pelayanan evaluasi untuk setiap Raperda yaitu 15 hari. Jumlah Raperda yang telah direkomendasikan sebanyak 2.578 Raperda, yang tepat waktu sebanyak 2.090 Raperda dan yang tidak tepat waktu sebanyak 488 Raperda. Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan evaluasi Raperda selama tahun berjalan adalah sebagai berikut: a) Daerah sering menyampaikan Raperda secara bersamaan dalam jumlah yang cukup banyak dari satu atau beberapa Kabupaten/Kota. Banyaknya volume Raperda yang perlu dievaluasi dalam jangka waktu yang sama yaitu 15 (lima belas) hari akhirnya menyebabkan keterlambatan. b) Daerah seringkali menyampaikan Raperda tanpa dilengkapi lampiran-lampiran pendukung sehingga tidak bisa dilakukan proses evaluasi. 88 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Bab 1. Pendahuluan Bab 2. Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Bab 3. Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Bab 4. Penutup Langkah yang dilakukan dalam mengatasi kendala-kendala selama tahun 2011: a) Menghubungi pejabat/staf daerah yang bersangkutan agar ke depannya tidak mengirimkan Raperda dalam jumlah banyak sekaligus pada waktu yang bersamaan. b) Menghubungi dan menyurati daerah yang bersangkutan agar melengkapi lampiranlampiran dengan mengirimkan secara pos atau elektronik sehingga proses evaluasi raperda dapat segera dilaksanakan. c) Realokasi pegawai untuk membantu mengevaluasi Raperda PDRD agar tercapai target waktu penyelesaian yang telah ditetapkan 7) Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang (DJPU). Rata-rata persentase realisasi janji layanan unggulan merupakan ukuran untuk mengetahui apakah pelayanan yang diberikan di bidang pengelolaan utang kepada para pengguna jasa sudah sesuai dengan Quick Win Standard Operating Procedures (SOP). IKU ini mengukur ketepatan waktu janji layanan untuk setiap tahapan dalam SOP. Pada tahun 2011, rata-rata persentase realisasi janji layanan unggulan ditargetkan sebesar 100% dengan realisasi sebesar 100% (lihat Tabel 3.38). Monitoring terhadap pelaksanaan SOP Layanan Unggulan dilaksanakan pada Direktorat Pinjaman dan Hibah, Direktorat Surat Utang Negara, Direktorat Pembiayaan Syariah, serta Direktorat Evaluasi, Akuntansi, dan Setelmen. Tabel 3.38 Hasil Pengukuran Rata-rata Persentase Realisasi Janji Layanan Unggulan Tahun 2011 Standar waktu Frek SOP tepat waktu Pengadaan Pinjaman Dalam Negeri 78 hari kerja 1 1 100% 2 Pelayanan Lelang Surat Utang Negara di Pasar Perdana dan Penyelesaian Transaksinya 10 hari kerja 21 21 100% 3 Lelang Surat Berharga Syariah Negara di Pasar Perdana 10 hari kerja 7 7 100% No SOP 1 Rata-rata % Ket Pengadaaan PDN dipengaruhi oleh pihak lain, sehingga masa tunggu tidak dihitung 100% Tantangan yang dihadapi dalam rangka pencapaian target indikator rata-rata persentase realisasi janji layanan unggulan antara lain: LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 89 a) Terdapat kesulitan dalam perhitungan rentang waktu efektif pelaksanaan layanan unggulan Pengadaan Pinjaman Dalam Negeri, karena banyak proses yang tergantung pada pihak lain yang dianggap sebagai masa tunggu. Di samping itu disebabkan pula oleh proses yang harus dilakukan secara berulang akibat adanya perubahan ketentuan maupun kondisi lainnya. Sebagai contoh misalnya pada penyusunan Surat Keputusan KPA-DJPU tentang Penunjukan PPK dan Pembentukan Panitia Pengadaan Calon Pemberi PDN, terdapat proses yang dianggap sebagai masa tunggu yaitu pada saat proses legal drafting di Sekretariat Direktorat Jenderal. Dalam proses tersebut terdapat beberapa kali perubahan/revisi, salah satunya disebabkan oleh perubahan anggota panitia. b) Rencana pelaksanaan transaksi lelang SBN yang telah dijadwalkan sesuai dengan Calendar of Issuance yang dipublikasikan berpotensi tidak dapat dilaksanakan (ditunda atau dibatalkan), antara lain karena: (1) kondisi pasar keuangan global yang tidak kondusif; (2) perubahan strategi dan kebijakan pengelolaan utang dan/atau pengelolaan kas yang terkait dengan penurunan/pengurangan jumlah target atau penundaan pelaksanaan penerbitan SBN; (3) underlying asset yang akan digunakan sebagai dasar penerbitan SBSN tidak tersedia; (4) Adanya gangguan pada infrastruktur pendukung pelaksanaan lelang SBN. Upaya yang dilakukan menghadapi tantangan tersebut antara lain adalah sebagai berikut: a) Menentukan mekanisme yang lebih efektif dalam menilai realisasi janji layanan unggulan Pengadaan Pinjaman Dalam Negeri, yaitu dengan mengikuti proses penyelesaian tiap output kegiatan di dalamnya. b) Meningkatkan koordinasi dengan pihak-pihak terkait dan komunikasi secara efektif dengan pimpinan terkait dengan antisipasi terhadap penundaan/pembatalan jadwal lelang SBN, baik karena adanya perubahan strategi/kebijakan maupun kondisi pasar. c) Meningkatkan koordinasi dengan pihak-pihak terkait dalam rangka penyiapan ketersediaan underlying asset penerbitan SBSN sesuai dengan target jumlah nominal penerbitan SBSN yang membutuhkan underlying asset secara lebih awal. d) Melakukan penyiapan dan uji coba sistem pendukung/infrastruktur transaksi secara berkala, terutama menjelang pelaksanaan lelang SBN. Dengan demikian, target pencapaian indikator rata-rata persentase realisasi janji layanan unggulan pada tahun 2011 dapat tercapai dengan baik. 90 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Bab 1. Pendahuluan 8) Bab 2. Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Bab 3. Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Bab 4. Penutup Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK). Layanan yang memenuhi target SOP adalah layanan yang diproses sesuai dengan waktu yang ditetapkan dalam SOP, dengan rata-rata persentase merupakan nilai rata-rata capaian IKU yang terkait dengan pelayanan quick win Bapepam-LK. Tabel 3.39 mentabulasikan capaian realisasi janji layanan unggulan selama 2011 adalah sebagai berikut: Tabel 3.39 Realisasi Janji Layanan Unggulan Tahun 2011 Triwulan I Target SOP Uraian 1. P e r m o honan S esuai Target Triwulan II % Permohonan S esuai Target Triwulan III % Permohonan S esuai Target 152 152 12 Triwulan IV Permohonan S esuai Target 100 220 220 100 12 100 10 10 100 % % Pelayanan Perizinan: a. Wakil Perantara Pedagang Efek (WPPE) 21 Hari Ker-ja 215 215 100 175 175 b. Wakil Penjamin Emisi Efek (WPEE) 1 Hari Ker-ja 21 21 100 11 11 100 2. Pelayanan perizinan Wakil Agen Penjual Efek Reksa Dana (WAPERD) 21 Hari 873 870 99,7 847 827 98 1237 1237 100 1157 1149 99,3 3. Pelayanan Pendaftaran Reksa Dana Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif atau Perseroan 35 Hari 31 31 100 36 36 100 31 31 100 41 41 100 4. Pelayanan Pengesahan Pembentuk-an Dana Pensiun 7 Hari Ker-ja 3 3 100 N/A N/A N/A 1 1 100 N/A N/A N/A 5. Pelayanan Permohonan Pendaftaran Akuntan Sebagai Profesi Penunjang Pasar Modal 21 Hari Ker-ja 20 20 100 10 10 100 6 6 100 13 13 100 6. Pelayanan Pemberian Izin Usaha Perusahaan Pembiayaan. 21 Hari Kerja 3 3 100 3 3 100 2 2 100 N/A N/A N/A 7. Pelayanan Pemberian Izin Pembukaan Kantor Cabang Perusahaan Pembiayaan. 21 Hari Kerja 147 147 100 109 109 100 257 257 100 84 84 100 8. Layanan Biro Perasuransian yang memenuhi target SOP (Perusahaan asuransi & kantor cabang) 35 Hari N/A N/A N/A 1 1 100 N/A N/A N/A N/A N/A N/A 9. Pelayanan Pengajuan Pernyataan Pendaftaran Emiten/Perusahaan Publik Sektor Jasa 35 Hari 9 9 100 18 18 100 5 5 100 15 15 100 10. Pelayanan Pengajuan Pernyataan Pendaftaran Emiten/Perusahaan Publik Sektor Riil 35 Hari N/A N/A N/A 1 1 100 N/A N/A N/A 5 5 100 Pada triwulan I dan II tahun 2011, dari 10 janji layanan unggulan terdapat 1 (satu) janji layanan unggulan yang tidak tercapai akibat adanya kesalahan dalam pengelolaan administrasi perizinan WAPERD. LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 91 b. Persentase tingkat akurasi perencanaan kas (KK-10.2). Data untuk IKU berupa persentase tingkat akurasi perencanaan kas diperoleh dari tim Cash Planning Information Network (CPIN). Dari data tersebut didapat fakta bahwa realisasi IKU berupa persentase tingkat akurasi perencanaan kas pada triwulan IV tahun 2011 sebesar 87,93% yang melebihi target sebesar 85%, yang diperoleh dari rata-rata penjumlahan realisasi persentase tingkat akurasi perencanaan penerimaan kas sebesar 89,48% dan persentase tingkat akurasi perencanaan pengeluaran kas sebesar 86,37%. Rincian atas masing-masing tingkat akurasi pada Triwulan IV tahun 2011 adalah sebagaimana tampak pada Tabel 3.40 dan Tabel 3.41 Tabel 3.40 Akurasi Pengeluaran Kas dari Pengeluaran Belanja Negara dan Pengeluaran Pembiayaan Negara (Miliar rupiah) Bulan Perkiraan Realisasi Deviasi Akurasi Oktober 130.878,19 127.959,22 2,23% 97,77% November 141.900,52 115.215,48 18,81% 81,19% Desember 310.708,46 301.190,76 Rata-rata tingkat akurasi 3,06% 96,94% 8,03% 91,97% Tabel 3.41 Akurasi Penerimaan Kas dari Penerimaan Pendapatan Negara dan Penerimaan Pembiayaan Negara (Miliar rupiah) Bulan Perkiraan Realisasi Deviasi Akurasi Oktober 121.888,03 99.748,91 18,16% 81,84% November 137.213,26 149.688,51 9,09% 90,91% Desember 238.845,81 228.725,91 Rata-rata tingkat akurasi 4,24% 95,76% 10,50% 89,50% Dalam rangka meningkatkan capaian atas IKU berupa persentase tingkat akurasi perencanaan kas, pada tahun 2012 akan dilakukan langkah-langkah berupa: 1) Pengembangan sistem dan strategi peningkatan akurasi perencanaan kas. 2) Penyiapan regulasi dan proses bisnis perencanaan kas yang selaras dengan SPAN. c. Rasio beban bunga terhadap rata-rata outstanding utang (KK-10.3). Rasio beban bunga terhadap rata-rata outstanding utang menggambarkan beban utang yang harus ditanggung pemerintah dalam bentuk pembayaran beban bunga, biaya, dan imbal hasil dalam tahun berjalan dibandingkan dengan rata-rata outstanding utang pada tahun tersebut. IKU ini merupakan salah satu alat untuk mengukur efisiensi beban bunga yang harus ditanggung oleh Pemerintah dalam memenuhi target pembiayaan utang dalam satu tahun anggaran. Efisiensi dilakukan agar realisasi pembayaran bunga utang lebih rendah dari alokasi bunga utang yang ditetapkan dalam APBN, dengan tetap mempertimbangkan risiko dan pemenuhan target pembiayaan melalui utang. Hal ini berdampak pada rasio beban bunga terhadap rata-rata outstanding utang yang semakin rendah dan menunjukkan bahwa pengelolaan utang pada tahun anggaran tersebut telah efisien. 92 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Bab 1. Pendahuluan Bab 2. Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Bab 3. Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Bab 4. Penutup Pada tahun 2011, rasio beban bunga terhadap rata-rata outstanding utang ditargetkan sebesar 6,11% sesuai dengan perubahan target dalam APBN-P dengan realisasi sebesar 5,30%. Sampai dengan akhir tahun, realisasi bunga utang sebesar Rp92,08 Triliun, sedangkan rata-rata outstanding utang akhir tahun 2011 adalah sebesar Rp1.738,76 Triliun (lihat Tabel 3.42). Tabel 3.42 Target dan realisasi pembayaran bunga dan rata-rata outstanding (Triliun rupiah) Uraian Target Pembayaran bunga Rata-rata outstanding Rasio Realisasi Rp105,87 Rp92,08 Rp1.733,55 Rp1.738,76 6,11% 5,30% Realisasi rasio beban bunga yang lebih rendah dari target tersebut terutama disebabkan oeh beberapa faktor sebagai berikut: 1) Pengelolaan portofolio utang yang optimal sehingga menurunkan tingkat risiko dan biaya utang. 2) Nilai tukar rupiah rata-rata lebih kuat terhadap kurs APBN. 3) Pembatalan lelang SBN pada bulan Desember 2011 karena terpenuhinya kebutuhan kas. 4) Kondisi pasar keuangan yang lebih baik dari asumsi sehingga menurunkan tingkat bunga penerbitan dan tingkat bunga utang dengan bunga mengambang. Pada periode 2008–2011, perkembangan realisasi rasio beban bunga terhadap rata-rata outstanding utang menunjukkan indikator yang semakin baik, dalam artian cenderung menurun. Perkembangan rasio beban bunga terhadap rata-rata outstanding utang selama periode 2006–2011 tampak pada Tabel 3.43. Tabel 3.43 Outstanding Utang, 2006-2011 (Triliun rupiah) 2006 No 2007 Uraian 1 Pembayaran bunga utang 2 Rata-rata oustanding utang Rasio (1/2) 2008 2009 2010 2011 Realisasi Sementara LKPP 79,1 79,6 87,5 92,7 88,4 92,0 1.307,7 1.345,8 1.513,1 1.613,4 1.633,8 1.739,1 4,99% 6,05% 5,91% 5,78% 5,41% 5,30% Beberapa tantangan dalam penurunan rasio beban bunga terhadap rata-rata outstanding utang, antara lain adalah sebagai berikut: a) Kondisi pasar keuangan yang dinamis, sehingga mempengaruhi antara lain hal-hal sebagai berikut: - Fluktuasi yield SBN yang berdampak pada pembayaran bunga SBN baru yang diterbitkan. - Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing terutama mata uang yen dan US dollar yang sangat volatile. Pergerakan nilai tukar berdampak signifikan, baik pada pembayaran bunga utang valas maupun outstanding utang valas. LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 93 - Perubahan risk appetite investor yang berpengaruh pada pemilihan jenis instrumen SBN yang diterbitkan. Pemilihan jenis instrumen yang diterbitkan berdampak pada pembayaran bunga utang dan komposisi outstanding utang. b) Realisasi penarikan pinjaman proyek tidak ditentukan oleh Kementerian Keuangan, tetapi ditentukan oleh pelaksana kegiatan yaitu Kementerian/Lembaga. Besaran realisasi penarikan pinjaman proyek berdampak pada pembayaran bunga dan posisi outstanding pinjaman. Langkah-langkah yang diambil dalam rangka menghadapi tantangan tersebut antara lain adalah sebagai berikut: 1) Mengakomodasi perkiraan fluktuasi dan pergerakan nilai tukar dan yield/tingkat bunga dalam perhitungan pembayaran bunga utang. 2) Meningkatkan koordinasi dengan pihak terkait dalam penerapan readiness criteria dan penyusunan proyeksi penarikan pinjaman proyek. Dengan demikian target pencapaian indikator rasio beban bunga terhadap rata-rata outstanding utang pada tahun 2011 dapat tercapai dengan baik. d. Akurasi penetapan yield/imbalan SBN dan biaya pinjaman terhadap benchmark (KK-10.4). Indikator ini untuk mengukur tingkat ketepatan penentuan benchmark yang menjadi acuan dalam operasional penerbitan utang, sehingga dapat diperoleh suatu benchmark yang wajar, yang pada akhirnya akan meningkatkan efisiensi pengelolaan utang. Untuk tahun 2011, akurasi penetapan yield/ imbalan SBN dan biaya pinjaman terhadap benchmark ditargetkan sebesar 100%, dengan realisasi sebesar 95,56%. Capaian tersebut diperoleh dari rata-rata capaian akurasi antara benchmark yang ditetapkan dengan yield SBN dan biaya pinjaman, dengan rincian sebagai berikut: 1) Perhitungan nilai rata-rata selisih antara benchmark yield SUN terhadap yield SUN (awarded) dilakukan atas 21 frekuensi transaksi lelang penerbitan SUN (89 seri) dan diperoleh hasil sebesar 4,38 basis points dari target 23 basis points. 2) Perhitungan nilai rata-rata selisih antara benchmark yield SBSN terhadap yield SBSN (awarded) dilakukan atas 7 frekuensi transaksi lelang penerbitan SBSN (15 seri), dan diperoleh hasil sebesar 13,66 basis points dari target 24 basis points. 3) Perhitungan nilai rata-rata selisih antara benchmark biaya pinjaman terhadap biaya pinjaman efektif dilakukan atas 7 pinjaman komersial diperoleh hasil, dan diperoleh hasil sebesar 35,2 basis points dari target 50 basis points. Capaian tersebut mendekati target disebabkan karena hal-hal sebagai berikut: 1) Penetapan benchmark telah mempertimbangkan kondisi pasar SBN menjelang berakhirnya lelang dan proyeksi demand pada saat lelang. 94 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Bab 1. Pendahuluan 2) Bab 2. Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Bab 3. Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Bab 4. Penutup Minat investor yang tinggi dalam pelaksanaan lelang SBN mendorong kompetisi dan kualitas harga/yield yang semakin baik (tail yang rendah). 3) Khusus pinjaman yang berasal dari Vnesconombank Rusia untuk pengadaan alutsista amunisi Shukoi, biaya pinjaman melebihi benchmark karena Vnesconombank Rusia ini adalah satusatunya bank yang bersedia membiayai alutsista amunisi Shukoi. Pinjaman ini dinegosiasikan pada bulan Januari tahun 2010 dimana benchmark pinjaman pada saat itu belum ditetapkan. Akan tetapi DJPU telah berusaha untuk melakukan negosiasi dari semula effective cost yang ditawarkan oleh Vnesconombank Rusia sebesar 13,71% menjadi sebesar 8,14%. Hambatan dan/atau tantangan yang dihadapi dalam rangka pencapaian target indikator akurasi penetapan yield/imbalan SBN dan biaya pinjaman terhadap benchmark yang antara lain minat dan penawaran investor yang masuk untuk membeli SBN dengan tenor pendek melalui lelang sangat besar sehingga penetapan yield-nya sulit diprediksi. Upaya yang dilakukan untuk menghadapi hambatan dan/atau tantangan tersebut adalah sebagai berikut: 1) Melakukan pemantauan dan analisis terhadap hasil lelang SBN dengan tenor pendek dalam rangka konsistensi penentuan yield/harga. 2) Mengembangkan metode pricing SBN dalam rangka standarisasi metode pricing dan melakukan capacity building. Dengan demikian, target pencapaian indikator akurasi penetapan yield/imbalan SBN dan biaya pinjaman terhadap benchmark pada tahun 2011 dapat tercapai dengan baik. e. Persentase pemenuhan target pembiayaan melalui utang yang bersumber dari dalam negeri (KK-10.5). Persentase pemenuhan target pembiayaan melalui utang yang bersumber dari dalam negeri adalah rasio realisasi penerbitan SBN dengan denominasi rupiah di pasar dalam negeri terhadap target pembiayaan melalui utang yang bersumber dari dalam negeri. Indikator ini bertujuan untuk meningkatkan proporsi pembiayaan APBN melalui utang yang bersumber dari dalam negeri dalam rangka meningkatkan kemandirian dalam pembiayaan APBN dan mengurangi ketergantungan pada sumber pembiayaan luar negeri. Terdapat perubahan target pembiayaan melalui utang yang bersumber dari dalam negeri berupa penambahan target SBN bruto sebesar Rp5,77 Triliun dari semula Rp168,55 Triliun menjadi Rp174,33 Triliun karena adanya dua hal sebagai berikut: 1) Perubahan strategi pembiayaan tahunan melalui utang bulan November 2011 sebagai akibat perubahan pada APBN-P dengan adanya penambahan target SBN dari dalam negeri Rp12,32 Triliun. LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 95 2) Penghentian penerbitan SBN sebesar Rp6,55 Triliun pada bulan Desember 2011 karena proyeksi saldo kas Pemerintah s.d. akhir tahun 2011 dan awal Januari 2012 masih cukup besar untuk membiayai belanja Pemerintah. Pada tahun 2011, persentase pemenuhan target pembiayaan melalui utang yang bersumber dari dalam negeri ditargetkan sebesar Rp174,33 Triliun dan realisasinya sebesar Rp174,12Triliun (99,88%), sehingga terdapat kekurangan pembiayaan sebesar Rp0,21 Triliun dengan rincian sebagai berikut: 1) Kekurangan realisasi penerbitan SUN sebesar Rp0,34 Triliun. 2) Kelebihan realisasi penerbitan SBSN sebesar Rp0,13 Triliun, dengan rincian: a) Kelebihan penerbitan SBSN ritel Rp0,34 Triliun untuk menampung minat beli investor terhadap sukuk ritel dalam rangka memperluas basis investor ritel, serta membangun kemandirian pembiayaan dalam negeri. b) Kekurangan realisasi penerbitan SBSN dengan cara lelang sebesar Rp0,21 Triliun. Hambatan dan/atau tantangan yang dihadapi dalam rangka pencapaian target indikator persentase pemenuhan target pembiayaan melalui utang yang bersumber dari dalam negeri antara lain adalah sebagai berikut: 1) Potensi pasar SBSN domestik relatif masih terbatas, yang disebabkan masih terbatasnya perkembangan industri pasar keuangan domestik, khususnya keuangan syariah. 2) Target penerbitan SBSN yang besar dan tidak diimbangi dengan pertumbuhan pasar domestik, khususnya pasar keuangan syariah, dapat mendorong naiknya imbal hasil yang diminta investor. 3) Meningkatnya volatilitas pasar SBSN domestik sebagai akibat tingginya kepemilikan asing pada portofolio SBSN, dapat menghambat upaya Pemerintah untuk menyediakan pembiayaan APBN melalui penerbitan SBSN dengan tingkat biaya yang wajar. Upaya yang dilakukan untuk menghadapi hambatan dan/atau tantangan tersebut antara lain adalah sebagai berikut: 1) Penyempurnaan mekanisme penerbitan SBSN, khususnya dengan mengimplementasikan Green Shoe Option dalam lelang SBSN. 2) Penguatan infrastruktur pasar dalam rangka peningkatan kinerja pasar sekunder SBSN dan mendukung transparansi harga serta mekanisme price discovery. 3) Melakukan koordinasi dengan Bank Indonesia dalam rangka harmonisasi terhadap berbagai ketentuan yang dapat membatasi aktivitas kepemilikan dan perdagangan SBSN oleh perbankan syariah. 4) Menjamin ketersediaan underlying assets sesuai dengan jumlah kebutuhan penerbitan, dengan terus melakukan kajian diversifikasi aset SBSN dan mengembangkan instrumen SBSN baru menggunakan underlying selain Barang Milik Negara seperti proyek-proyek pada APBN. 96 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Bab 1. Pendahuluan Bab 2. Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Bab 3. Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Bab 4. Penutup Dengan cara-cara yang demikian maka target pencapaian indikator Persentase pemenuhan target pembiayaan melalui utang yang bersumber dari dalam negeri pada tahun 2011 relatif dapat tercapai dengan baik karena mendekati 100%, yaitu 99,88%. 11. Sasaran Strategis 11: Peningkatan edukasi masyarakat dan pelaku ekonomi (KK-11) Dalam pencapaian sasaran strategis ini, Kementerian Keuangan mengidentifikasikan 1 (satu) Indikator Kinerja Utama (IKU) sebagai berikut: KK 11. Peningkatan edukasi masyarakat dan pelaku ekonomi Indikator Kinerja Target Tingkat efektivitas edukasi dan komunikasi 72 Realisasi 77,64 % 107,84 Dalam upaya memperkuat implementasi kebijakan di bidang keuangan dan kekayaan negara, maka perlu ada upaya peningkatan pemahaman stakeholders akan fungsi Kementerian Keuangan sebagai pengelola keuangan dan kekayaan negara. Bentuk peningkatan pemahaman stakeholders dapat dilakukan melalui komunikasi dan edukasi yang dilakukan secara kontinyu dan komprehensif. Efektivitas edukasi dan komunikasi merupakan bentuk pengukuran tingkat keberhasilan peserta pelatihan/sosialisasi/workshop dari pihak eksternal Kementerian Keuangan dalam hal pemahaman substansi/materi. Sebagaimana dengan Sasaran Strategis 8, IKU ini merupakan gabungan dari 9 (sembilan) unit Eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang memiliki tugas memberikan pelatihan/ sosialisasi/workshop kepada pihak eksternal. Uraian mengenai capaian masing-masing dari 9 (sembilan) unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang terkait dengan IKU ini tampak berikut ini. a. Direktorat Jenderal Anggaran (DJA). Penilaian efektivitas edukasi dan komunikasi di lingkungan DJA terdiri atas 4 (empat) variabel sebagai berikut: 1) Tingkat pemahaman peserta (bobot=70%). 2) Kualitas materi (bobot=15%). 3) Kualitas narasumber (bobot=10%). 4) Kualitas sarana dan prasarana (bobot=5%). Penilaian efektivitas edukasi dan komunikasi didasarkan pada sebaran kuesioner terhadap peserta sosialisasi. Objek penilaian dalam kuesioner meliputi 6 (enam) objek yaitu: 1) Materi yang disampaikan lengkap dan komprehensif. 2) Materi yang diberikan sesuai dengan kebutuhan. 3) Penyaji menguasai materi yang disampaikan. 4) Penyaji dapat menyampaikan materi dengan baik. 5) Tempat, sarana, dan prasarana memadai. 6) Secara umum sosialisasi ini sudah efektif. LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 97 Berdasarkan 4 (empat) variabel tersebut diperoleh realisasi capaian kinerja IKU sebesar 78,30 dari target 80,00 sehingga persentase capaiannya sebesar 97,88%. Tingkat efektivitas edukasi dan komunikasi per jenis sosialisasi sebagaimana tampak pada Tabel 3.44. Tabel 3.44 Penilaian Efektivitas Edukasi dan Komunikasi Jenis Sosialisasi Responden Target Realisasi % Sosialisasi PMK No 49/PMK.02/2011 tentang Tata Cara Revisi Anggaran 2011 245 80,00 73,65 92,06 Sosialisasi PMK No 93/PMK.02/2011 Petunjuk Penyusunan RKA-KL (gel 1) tentang 223 80,00 78.75 98,44 Sosialisasi PMK No 93/PMK.02/2011 Petunjuk Penyusunan RKA-KL (gel 2) tentang 169 80,00 82.50 103,13 78,3 97,88 Nilai Rata-rata b. Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Realisasi kegiatan sosialisasi dan kehumasan Direktorat Jenderal Pajak pada tahun 2011 berjumlah 16.078 kegiatan, di atas target sebanyak 16.000 kegiatan yang direncanakan sehingga capaian kinerja atas kegiatan sosialisasi adalah sebesar 100,49%. Action plan yang perlu dilakukan atas capaian tahun 2011 adalah dengan melaksanakan penyuluhan kepada instansi pemerintah, swasta, pelaku usaha, asosiasi pelajar dan mahasiswa, baik langsung maupun melalui radio dan televisi. c. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). Penilaian efektivitas edukasi dan komunikasi di DJBC didasarkan pada sebaran kuesioner terhadap peserta sosialisasi. Objek penilaian dalam kuesioner tersebut meliputi 6 (enam) hal sebagai berikut: 1) Materi yang disampaikan lengkap dan komprehensif. 2) Materi yang diberikan sesuai dengan kebutuhan. 3) Penyaji menguasai materi yang disampaikan. 4) Penyaji dapat menyampaikan materi dengan baik. 5) Tempat, sarana, dan prasarana memadai. 6) Secara umum sosialisasi ini sudah efektif. Survei tersebut dilakukan untuk mengukur Indeks Efektivitas Edukasi dan Komunikasi dalam skala 1-100, dengan keterangan sebagai berikut : • 0 ≤ x ≤ 20 = tidak efektif • 20 < x ≤ 40 = kurang efektif • 40 < x ≤ 60 = cukup efektif • 60 < x ≤ 80 = efektif • 80 < x ≤ 100 = sangat efektif 98 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Bab 1. Pendahuluan Bab 2. Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Bab 3. Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Bab 4. Penutup Hasil edukasi dan komunikasi selama tahun 2011 dapat ditabulasikan menjadi sebagaimana tampak pada Tabel 3.45. Tabel 3.45 Jumlah Kegiatan dan Efektivitas Edukasi dan Komunikasi DJBC Tahun 2011 No Periode Pelaporan Jumlah Kegiatan 1 Januari 2 Februari 3 Maret 4 April 5 Mei 6 Juni 7 Juli 8 Agustus 9 September 10 Oktober 11 November 12 Desember Total s.d. Desember 7 9 4 3 1 12 2 1 9 7 1 56 Rata2 Indeks Efektivitas Edukasi dan Komunikasi (skala 1-100) 76,74 76,79 77.98 81,82 87,41 80,78 84,25 81,39 81,57 80,71 79,98 80,86 Indeks Efektivitas Edukasi dan Komunikasi pada tahun 2011 sebesar 80,86 telah melebihi target yang ditetapkan sebesar 70. Namun jika dibandingkan dengan capaian pada tahun 2010 sebesar 82,85 (dari target sebesar 60) mengalami penurunan. Walaupun demikian, persepsi kumulatif (rata-rata) stakeholder terhadap efektivitas edukasi dan komunikasi yang dilaksanakan oleh DJBC untuk sosialisasi pada tahun 2011 menunjukkan bahwa secara umum sosialisasi yang dilaksanakan sangat efektif karena capaiannya di atas 80. d. Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPB). Penyampaian informasi tugas bidang perbendaharaan adalah strategi Direktorat Jenderal Perbendaharaan dalam memberikan pemahaman kepada stakeholders terhadap pelaksanaan tugas DJPB secara komprehensif dan kontinyu sehingga stakeholders memiliki informasi sekaligus pengetahuan yang cukup mengenai bidang perbendaharaan. Usaha ini dilakukan antara lain melalui penyebaran pamflet yang berisi kebijakan maupun terobosan baru serta kegiatan yang telah ada sebelumnya di bidang perbendaharaan, penyelenggaraan pameran dan pemberitahuan yang berisi pencapaian kinerja di bidang perbendaharaan, pelaksanaan seminar yang membahas berbagai permasalahan yang dihadapi dalam bidang perbendaharaan dengan mengundang narasumber yang kompeten, pelaksanaan bimbingan teknis kepada stakeholders terkait fungsi perbendaharaan, serta pemanfaatan situs perbendaharaan sebagai media penyampaian berbagai informasi terkait bidang perbendaharaan. Realisasi IKU pada triwulan IV rata-rata sebesar 82,51 melebihi target sebesar 80. Secara keseluruhan pada tahun 2011, realisasi IKU berupa tingkat efektivitas edukasi dan komunikasi adalah sebesar 100,81%%. LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 99 e. Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN). Capaian tingkat efektivitas atas kegiatan edukasi dan komunikasi yang dilakukan oleh DJKN berdasarkan hasil kuesioner yang diperoleh dari para stakeholders diperoleh tingkat efektivitas atas kegiatan edukasi dan komunikasi yang dilakukan oleh DJKN sebesar 83,01% melebihi target yang ditetapkan sebesar 70%, dengan rincian sebagai berikut: 1) Tingkat efektivitas dan edukasi komukasi di bidang pengelolaan BMN sebesar 88,8. 2) Tingkat efektivitas dan edukasi komukasi di bidang pengelolaan KND sebesar 74,54. 3) Tingkat efektivitas dan edukasi komukasi di bidang Pengurusan Piutang Negara sebesar 80. 4) Tingkat efektivitas dan edukasi komukasi di bidang lelang sebesar 82,2. 5) Tingkat efektivitas dan edukasi komukasi di bidang penilaian sebesar 82,38. Pencapaian yang melebihi target tersebut antara lain disebabkan karena adanya upaya yang optimal dari Direktorat terkait untuk menyelenggarakan workshop/kegiatan sejenis lainnya sesuai dengan materi yang dibutuhkan stakeholders untuk meningkatkan kinerja mereka. Materi yang disampaikan juga merupakan current issue. Selain itu, dalam upaya memberikan kegiatan edukasi dan komunikasi yang efektif dan optimal, Direktorat yang terkait juga menghadirkan para narasumber yang kompeten di bidang masing-masing sehingga dapat memberikan materi pada workshop/kegiatan yang diadakan. f. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK). Pelaksanaan sosialisasi/workshop/pelatihan dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan Pemerintah Daerah dengan mengutamakan kualitas pelayanan informasi yang optimal, menjawab berbagai persoalan dan permasalahan yang terjadi di daerah sehingga Pemda dapat merasakan dampak positif dari penyelenggaraan sosialisasi/workshop/pelatihan yang dilaksanakan oleh DJPK. Secara keseluruhan rata-rata tingkat pencapaian efektivitas edukasi dan komunikasi telah melebihi target yaitu 77,16% dari target yang ditetapkan sebesar 70 yang berarti Efektif. Adapun kegiatan sosialisasi/bimbingan teknis/workshop yang diukur tingkat efektivitas dan komunikasinya terkait kebijakan hubungan keuangan antara pusat dan daerah adalah sebagai berikut: 1) Sosialisasi Undang-Undang tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. 2) Bimbingan teknis. 3) Tata cara evaluasi Raperda tentang pajak daerah dan retribusi daerah. 4) Pembinaan dan monitoring peraturan peraturan daerah kabupaten/kota tentang pajak daerah dan retribusi daerah melalui kegiatan bimbingan teknis. 5) Sosialisasi Kebijakan DAU TA 2012. 6) Sosialisasi Kebijakan DAK TA 2012. 7) Sosialisasi Pelaksanaan DBH Pajak dan DBH Cukai Hasil Tembakau TA 2011. 8) Sosialisasi Kebijakan Penyaluran Anggaran Transfer ke Daerah. 9) Bimbingan Teknis Mekanisme Tranfer DAK. 10) Sosialisasi Kebijakan pinjaman daerah Tahun 2011. 11) Sosialisasi kebijakan pembiayaan dan kapasitas daerah Tahun 2011. 12) Sosialisasi Pengelolaan Dana Urusan Bersama. 13) Sosialisasi Pengelolaan Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan. 100 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Bab 1. Pendahuluan g. Bab 2. Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Bab 3. Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Bab 4. Penutup Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang (DJPU). Dalam rangka memberikan informasi seluas-luasnya kepada masyarakat dan pelaku ekonomi akan fungsi SBN, dilakukanlah edukasi dan komunikasi kepada para stakeholders SBN. Pada tahun 2011, tingkat efektivitas edukasi dan komunikasi DJPU ditargetkan sebesar 70% (efektif ), dengan realisasi sebesar 76,32%. Tabel 3.46 dan 3.47 masing-masing menjelaskan mengenai capaian hasil edukasi dan komunikasi untuk Sosialisasi SUN dan Sosialisasi SBSN. Tabel 3.46 Efektivitas Edukasi dan Komunikasi dalam Sosialisasi Surat Utang Negara Tahun 2011 No. (1) Tanggal 9 Maret Lokasi Universitas Syahkuala, Aceh Peserta Hasil 120 orang 79,90% (efektif ) (2) 8 April Universitas Mulawarman, Samarinda 200 orang 77,65% (efektif ) (3) 15 April Universitas Tanjung Pura, Pontianak 275 orang 75,28% (efektif ) (4) 29 April Universitas Bengkulu, Bengkulu 115 orang 78,04% (efektif ) (5) 6 Mei Universitas Lampung, Lampung 213 orang 70,40% (efektif ) (6) 1 Juli Universitas Semarang, Semarang 217 orang 77,17% (efektif ) (7) 25 November UII- Yogyakarta 252 orang 74,20% (efektif ) (8) 3 Desember Universitas Indonesia,Depok 600 orang 75,40% (efektif ) Tabel 3.47 Efektivitas edukasi dan komunikasi dalam Sosialisasi Surat Utang Negara Tahun 2011 No. Peserta Hasil (1) 24 Maret Tanggal Bengkulu Lokasi 105 orang 79,15% (efektif ) (2) 29 Maret Samarinda 77 orang 76,20% (efektif ) (3) 7 April Malang 74 orang 77,46% (efektif ) (4) 29 April Institut Pertanian Bogor, Bogor 154 orang 75,52% (efektif ) (5) 3 Mei Palu 74 orang 76,37% (efektif ) (6) 12 Mei Ternate 60 orang 75,54% (efektif ) (7) 19 Mei Bukittinggi 58 orang 75,98% (efektif ) (8) 23 Juni Universitas Trunojoyo, Bangkalan 167 orang 75,98% (efektif ) 75,77% (efektif ) (9) 1 Juli Pematang Siantar 74 orang (10) 7 Juli Banten 76 orang 74,49% (efektif ) (11) 17 November Aceh 150 orang 74,18% (efektif ) (12) 29 November Palembang 199 orang 75,10% (efektif ) (13) 6 Desember Makassar 157 orang 75,28% (efektif ) Hambatan dan/atau tantangan yang dihadapi dalam rangka pencapaian target efektivitas edukasi dan komunikasi antara lain adalah sebagai berikut: 1) Penyebarluasan informasi terkait pengelolaan utang kepada masyarakat luas belum optimal dalam menjangkau investor di luar ibukota propinsi terutama di wilayah timur Indonesia. 2) Belum optimalnya penggunaan sarana informasi baik melalui media cetak maupun elektronik untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang pengelolaan utang. 3) Kondisi dan perkembangan pasar keuangan baik secara regional dan internasional yang dinamis menuntut keahlian dalam merespon informasi dan dinamika pasar tersebut. LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 101 Upaya yang dilakukan menghadapi hambatan dan/atau tantangan tersebut adalah: 1) Terus berupaya meningkatkan kerjasama dengan berbagai pihak dalam penyelenggaraan sosialisasi terkait pengelolaan utang, antara lain dengan perguruan tinggi dan kelompokkelompok masyarakat, khususnya wilayah yang belum dijangkau pelaksanaan sosialisasi. 2) Mengoptimalkan penggunaan sarana informasi baik melalui media cetak maupun elektronik terutama untuk menjangkau wilayah-wilayah yang secara geografis sulit dijangkau untuk melakukan sosialisasi tentang pengelolaan utang. 3) Meningkatkan kerjasama dan partisipasi secara aktif dalam kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan baik dalam forum regional maupun internasional. Dengan demikian, target pencapaian indikator tingkat efektivitas edukasi dan komunikasi, pada tahun 2011 dapat tercapai dengan baik. h. Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK). Edukasi di bidang pasar modal dan jasa keuangan nonbank adalah kegiatan yang meliputi sosialisasi, seminar, workshop, lokakarya, pelatihan dan kegiatan sejenis lainnya dalam rangka meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat dan pelaku industri di bidang Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nonbank. Tingkat efektivitas diukur berdasarkan umpan balik atas kuesioner yang dibagikan kepada peserta yang mencakup: 1) Tingkat pemahaman peserta, dengan bobot 70%. 2) Kualitas materi yang disampaikan, dengan bobot 15%. 3) Kualitas fasilitator kegiatan, dengan bobot 10%. 4) Fasilitas kegiatan, dengan bobot 5%. Target efektivitas edukasi dan komunikasi yang ditetapkan pada tahun 2011 adalah sebesar 70%, dan sampai dengan triwulan IV tingkat efektivitas edukasi dan komunikasi yang dilaksanakan mencapai 83,59%. i. Badan Kebijakan Fiskal (BKF). Capaian kinerja efektivitas edukasi dan komunikasi BKF pada tahun 2011 adalah sebesar 79,79% dari target sebesar 70. Bidang kebijakan yang dikomunikasikan kepada pihak ekstern meliputi kebijakan bidang pendapatan Negara, bidang ekonomi makro, pengelolaan risiko fiskal, dan kerja sama keuangan internasional. Kegiatan sosialisasi ini dilaksanakan di berbagai kota di Indonesia dan melibatkan narasumber dari berbagai instansi dan asosiasi, diantaranya Kementerian Perindustrian, IKPI, KADIN, Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian dan lain-lain. 102 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Bab 1. Pendahuluan Bab 2. Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Bab 3. Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Bab 4. Penutup 12. Sasaran Strategis 12: Pengawasan dan penegakan hukum yang efektif (KK-12). Dalam pencapaian sasaran strategis ini Kementerian Keuangan mengidentifikasikan 2 (dua) Indikator Kinerja Utama (IKU) sebagai berikut: KK 12. Pengawasan dan penegakan hukum yang efektif Indikator Kinerja Target 1. Rata-rata persentase kepatuhan dan penegakan hukum 2. Jumlah policy recommendation hasil pengawasan Realisasi % 65,10% 73,43% 112,80 32 41 120,00 Uraian mengenai kedua IKU tersebut tampak berikut ini. a. Rata-rata persentase kepatuhan dan penegakan hukum (KK-12.1). Kepatuhan adalah kesesuaian tindakan stakeholder dengan ketentuan peraturan yang berlaku. Penegakan hukum adalah segala upaya hukum yang dilakukan agar segala tindakan yang diambil dalam rangka pengelolaan keuangan dan kekayaan negara sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku. IKU ini bertujuan untuk menilai kepatuhan stakeholder dalam rangka pengelolaan keuangan dan kekayaan negara serta penegakan hukum yang dilakukan oleh pegawai Kementerian Keuangan sehubungannya. IKU ini dilaksanakan oleh beberapa unit Eselon I yang pelayanannya kepada masyarakat memiliki keterkaitan yang erat dengan tindakan hukum. Uraian tentang realisasi kepatuhan dan penegakan hukum pada unit-unit tersebut tampak berikut ini. 1) Direktorat Jenderal Pajak (DJP). DJP menjabarkan IKU ini ke dalam 4 (empat) sub IKU sebagai berikut: a) Persentase jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi terdaftar terhadap jumlah Kepala Keluarga. Meskipun DJP melakukan Clean up data Wajib Pajak yang dilakukan mulai bulan Oktober 2011 menyebabkan terjadinya pengurangan persentase pencapaian sebesar +0,5%, secara keseluruhan realisasi IKU persentase jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi terdaftar terhadap jumlah kepala keluarga tahun 2011 adalah sebesar 32,39%, melebihi target yang ditetapkan sebesar 31% sehingga persentase capaiannya adalah sebesar 104,48%. Keberhasilan pencapaian tersebut dikarenakan antara lain oleh faktor-faktor sebagai berikut: (1) Pelaksanaan ekstensifikasi di masing-masing Kantor Wilayah (Kanwil) DJP dan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) telah berjalan dengan baik sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ./2007 tentang Pemberian NPWP Orang Pribadi Yang Berstatus Sebagai Pengurus, Komisaris, Pemegang Saham/Pemilik dan Pegawai Melalui Pemberi Kerja/ Bendaharawan Pemerintah, dan PER-116/PJ./2007 tentang Ekstensifikasi Wajib Pajak Orang Pribadi Melalui Pendataan Objek Pajak Bumi dan Bangunan. LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 103 (2) Meningkatnya kesadaran masyarakat untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) melalui e-registration atau datang langsung ke KPP sehubungan dengan telah diberlakukannya amandemen Undang-Undang PPh terkait dengan penerapan tarif PPh lebih tinggi bagi WP yang tidak memiliki NPWP. (3) Adanya kewajiban pemilikan NPWP dalam rangka pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 35/PJ/2008. (4) Terdapat pendaftaran WP lebih dari satu dalam satu Kepala Keluarga sehingga menambah persentase jumlah WP Orang Pribadi terhadap jumlah Kepala Keluarga. (5) Kegiatan Sensus Pajak Nasional yang dimulai pada bulan Oktober 2011 sehingga menambah jumlah NPWP baru. Action plan yang akan dilakukan pada tahun 2012 adalah dengan lebih mengoptimalkan kinerja Kanwil DJP dan KPP Pratama dalam pelaksanaan kegiatan ekstensifikasi Wajib Pajak Orang Pribadi khususnya atas kegiatan ekstensifikasi WP Orang Pribadi Non Karyawan berdasarkan PER-116/PJ./2007 serta, mendorong penambahan jumlah Wajib Pajak dari koperasi, usaha mikro, kecil, dan menengah. b) Persentase realisasi penyelesaian pemeriksaan. Realisasi penyelesaian pemeriksaan pada tahun 2011 sebesar 78,68% di atas target sebesar 75%, sehingga persentase capaiannya adalah sebesar 104,91%. Selama tahun 2011 DJP telah menyelesaikan 31.789 Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dengan capaian kinerja pemeriksaan sebagaimana tampak pada Tabel 3.48. Tabel 3.48 Kinerja Pemeriksaan Pajak Tahun 2011 No Kinerja 1 Penyelesaian LHP 2 Penerimaan 3 Target Realisasi Persentase Realisasi Target IKU 39.644 31.789 78,68% 75% Rp9 Triliun Rp11,078 Triliun 123,08% 90% Persentase jumlah Refund 1% dari Discrepancy dan penerimaan penerimaan pajakdari pemeriksaan terhadap pajak nasional realisasi penerimaan pajak Rp29,016 Triliun Rp742,631 Triliun 3,91% 1% Sumber: Laporan Akhir Tahun Direktorat Jenderal Pajak Action plan yang akan dilakukan pada tahun 2012 antara lain adalah sebagai berikut: (1) Penyempurnaan peraturan di bidang pemeriksaan. Dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82/PMK.03/2011 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak diharapkan dapat lebih meningkatkan kualitas pemeriksaan yang selanjutnya dapat menurunkan tingkat sengketa antara Pemeriksa dengan Wajib Pajak serta dapat lebih memberikan keadilan kepada Wajib Pajak. 104 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Bab 1. Pendahuluan Bab 2. Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Bab 3. Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Bab 4. Penutup Beberapa pokok perubahan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan 82 Tahun 2011 tersebut meliputi: (a) Adanya hak bagi Wajib Pajak untuk mengajukan dan menghadiri pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan dalam hal terdapat perbedaan pendapat antara Pemeriksa dengan Wajib Pajak. (b) Adanya kewajiban bagi Pemeriksa untuk memberitahukan kepada Wajib Pajak apabila: (1) dilakukan perpanjangan jangka waktu pemeriksaan dan (2) pemeriksaan ditingkatkan menjadi Pemeriksaan Bukti Permulaan. (c) Memberikan hak kepada Wajib Pajak untuk melakukan perpanjangan jangka waktu penyampaian tanggapan atas hasil pemeriksaan. (d) Memberikan hak kepada Wajib Pajak untuk tetap mengahadiri pembahasan akhir hasil pemeriksaan meskipun tidak menyampaikan tanggapan secara tertulis. (e) Menegaskan bahwa dalam hal jangka waktu pemeriksaan/perpanjangan terlampaui, maka pemeriksaan harus diselesaikan. (f ) Penyempurnaan kebijakan juga dilakukan terhadap peraturan di bidang pemeriksaan terkait Transfer Pricing dan Transaksi Grup. Adapun peraturan yang direncanakan akan dibuat adalah peraturan mengenai: (1) Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Transfer Pricing dan (2) Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Simultan. (2) Peningkatan mutu pemeriksaan. Peningkatan mutu pemeriksaan dilakukan dengan pelaksanaan beberapa program, yaitu: (a) Peningkatan kapasitas Pemeriksa melalui berbagai diklat penjenjangan, diklat keahlian, dan berbagai In-House Training. (b) Pelaksanaan Reviu terhadap konsep Laporan Hasil Pemeriksaan. (c) Pelaksanaan Peer Review. (d) Pengendalian Mutu Pemeriksaan Transfer Pricing dan Mutual Agreement Procedure (MAP) . (e) (3) Monitoring Pemeriksaan Transfer Pricing dan Transaksi Grup. Peningkatan efektivitas pemeriksaan. Peningkatan efektivitas pemeriksaan dilakukan dengan pelaksanaan beberapa program, yaitu: (a) Keharusan penyusunan Audit Plan. (b) Penyusunan proses bisnis per sektor. (c) Penyusunan modul pemeriksaan. (d) Kerjasama dengan IAPI dengan memberikan fasilitas di bidang pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang diaudit oleh Kantor Akuntan Publik dengan opini Wajar Tanpa Pengecualian. Hal ini dilakukan dalam rangka mengurangi beban pemeriksaan rutin yang tinggi. (e) Kerjasama dengan beberapa instansi terkait termasuk dengan instansi penegak hukum. LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 105 c) Persentase pencairan piutang pajak. Untuk pencairan piutang pajak pada tahun 2011, DJP berhasil melakukan pencairan piutang pajak sebesar Rp9,08 Triliun dari piutang pajak awal tahun sebesar Rp36,78 Triliun, sehingga pencairan piutang pajak sebesar 24,70% melampaui target sebesar 20%. Capaian tahun 2011 yang melebihi target ini disebabkan karena beberapa effort telah dimaksimalkan seperti penyanderaan kepada penanggung pajak, peningkatan pemblokiran rekening Wajib Pajak, dan peningkatan penagihan terhadap penanggung pajak. Kinerja pencairan piutang tahun 2011 tampak pada Tabel 3.49. Tabel 3.49 Kinerja Pencairan Piutang Tahun 2011 KU Persentase Pencairan Piutang Pajak Formula Target Jumlah Pencairan Piutang Pajak Rp7,355 Triliun Jumlah Piutang Pajak Awal Tahun Rp36,777 Triliun Target (%) 20 Realisasi Realisasi (%) Rp9,084 Triliun Rp36,777 Triliun 24,7 Sumber: Laporan Akhir Tahun Direktorat Jenderal Pajak Action plan yang akan dilakukan pada tahun 2012 atas capaian tahun 2011 adalah sebagai berikut: (1) Tertib administrasi/berkas piutang pajak, yang mencakup hal-hal sebagai berikut: (a) Penyediaan ruangan khusus untuk penyimpanan berkas piutang. (b) Pembuatan rumah berkas penagihan per Wajib Pajak. (c) Scanning berkas fisik kohir dan produk hukum lainnya. (2) Penyusunan laporan piutang pajak yang akurat. (3) Prioritas tindakan penagihan adalah terhadap piutang dengan kriteria sebagai berikut: (a) Termasuk dalam 200 penunggak pajak terbesar baik yang ada di setiap Kanwil/KPP maupun secara nasional. (b) Nilainya melebihi Rp10 Miliar. (c) Piutang pada seluruh KPP di wilayah Kanwil DJP Wajib Pajak Besar, Kanwil DJP Jakarta Khusus dan seluruh KPP Madya. (4) Strategi kegiatan penagihan yang dilakukan antara lain adalah sebagai berikut: (a) Analisis bedah piutang terhadap 100 penunggak pajak terbesar, yang meliputi pembuatan profil Wajib Pajak/Penanggung Pajak tersebut Iengkap dengan upaya hukum yang telah dan tengah dilakukan serta daftar harta kekayaan yang masih dimiliki yang dilengkapi dengan pohon kepemilikan dalam hal perusahaan yang bersangkutan dimiliki oleh grup perusahaan. (b) Pemblokiran dan penyitaan atas harta kekayaan Wajib Pajak/Penanggung Pajak yang tersimpan pada bank. (c) Pencegahan bepergian ke luar negeri yang dilakukan secara selektif dengan memperhatikan prinsip kehati-hatian. (d) Penyanderaan yang dilakukan secara selektif dengan memperhatikan prinsip kehati-hatian. 106 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Bab 1. Pendahuluan Bab 2. Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja (4) Bab 3. Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Bab 4. Penutup Pengawasan dan pemantauan ketetapan mulai tahun pajak 2008 dan seterusnya oleh KPP dan Kanwil. (5) d) Membangun aplikasi yang mengintegrasikan data piutang pajak dengan data: (a) MPN; (b) keberatan/banding; (c) daluwarsa piutang pajak; dan (d) pemindahbukuan. Persentase hasil penyidikan yang dinyatakan lengkap oleh kejaksaan. Persentase hasil penyidikan yang diserahkan ke kejaksaan tercapai sebesar 48% dari target sebesar 40%. Secara total terdapat 24 berkas yang dinyatakan lengkap (P-21) dari target sebanyak 20 berkas, sehingga capaiannya adalah sebesar 120%. Action plan yang akan dilakukan pada tahun 2012 adalah sebagai berikut: 2) (1) Peningkatan kerjasama dengan instansi Kejaksaan. (2) Pemberdayaan kegiatan penyidikan di unit vertikal. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). DJBC menjabarkan IKU ini ke dalam 2 (dua) sub IKU sebagai berikut: (a) Persentase hasil penyidikan yang dinyatakan lengkap oleh kejaksaan. Pada tahun 2011 indikator pengukuran akurasi penyidikan kasus tindak pidana kepabeanan dan cukai mengalami perubahan jika dibandingkan dengan indikator pada tahun 2009 dan 2010 yang mengukur sampai dengan tahap penyerahan berkas ke Kejaksaan (P-19 dan P-21). Capaian kinerja untuk tahun 2011 diperoleh dengan membandingkan jumlah Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang merupakan bukti telah dimulainya penyidikan oleh PPNS DJBC dengan jumlah berkas perkara yang telah P-21 (P21 adalah dokumen instansi kejaksaan sebagai penilaian kelengkapan penyidikan yang dilakukan penyidik DJBC). Perbandingan capaian dari tahun 2009 s.d 2011 tampak pada Tabel 3.50. Tabel 3.50 Perbandingan Kinerja Penyidikan DJBC Tahun 2009 s.d. 2011 Tahun ∑ SPDP P-21 & P-19 % Target 2009 222 162 72.97% 40% 2010 184 138 75% 50% 2011 121 96 79,34% 50% Pada tahun 2011, penyidikan tindak pidana di bidang kepabeanan dan cukai yang dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan ditargetkan sebesar 50%. Sampai dengan bulan Desember 2011 realisasinya melebihi target yang ditetapkan yaitu sebesar 79,34%. LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 107 Kegiatan penyidikan pada tahun 2011 mencapai 121 kasus. Dari 121 kasus yang dilakukan penyidikan, 96 kasus yang telah diserahkan ke Kejaksaan berstatus P-21. Rincian dari 121 kasus tersebut adalah sebagai berikut: (1) (2) Penyidikan tindak pidana kepabeanan sebanyak 69 kasus, dengan rincian: (a) 54 kasus telah dinyatakan lengkap oleh JPU (P-21). (b) 1 kasus penghentian penyidikan (SP3). (c) 4 kasus dinyatakan belum lengkap (P-19). (d) 2 kasus pengiriman berkas perkara (Tahap I). (e) 8 kasus dalam proses pemeriksaan. Penyidikan tindak pidana cukai sebanyak 52 kasus, dengan rincian : (a) 42 kasus telah dinyatakan lengkap oleh JPU (P-21). (b) 1 kasus dinyatakan belum lengkap (P-19). (c) 2 kasus pengiriman berkas perkara (Tahap I). (d) 7 kasus dalam proses pemeriksaan. Walaupun pada tahun 2011 capaian IKU ini dapat melampaui target yang ditetapkan, akan tetapi dalam pelaksanaan penyidikan terdapat beberapa kendala yang dihadapi yang sangat berpotensi menghambat kinerja proses penyidikan pada tahun-tahun mendatang yaitu: (1) Kurangnya tenaga PPNS DJBC yang terampil, yang antara lain disebabkan karena adanya perubahan persyaratan administrasi untuk mengikuit pendidikan PPNS yang dikeluarkan oleh Kementerian Hukum dan HAM, yang mempersyaratkan calon peserta diklat PPNS dengan pangkat minimal III/a dan telah memiliki ijazah S1. (2) Jumlah penyidik yang relatif sedikit, khususnya untuk kualifikasi Pelaksana. Selain itu, banyak juga Penyidik yang telah menduduki jabatan Struktural serta telah tersebar ke seluruh Indonesia serta penyebaran tenaga PPNS yang tidak merata dan proporsional dengan beban penyidikan pada masing-masing kantor DJBC. (3) Belum adanya kesepahaman dengan instansi penegak hukum lain di beberapa daerah berkaitan dengan pelaksanaan penegakan hukum Kepabeanan dan Cukai b) Persentase penyelesaian piutang. Piutang adalah piutang yang timbul atas kegiatan di bidang kepabeanan dan cukai yang dapat berupa Bea Masuk, Bea Keluar, Cukai, Denda Administrasi, Bunga, PPN, PPNBM, dan PPh Pasal 22. Mekanisme penyelesaian piutang dapat berupa: (1) pembayaran/pelunasan; (2) pengalihan piutang pajak ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP); (3) penggunaan kompensasi cukai; (4) penggunaan kompensasi PPN; (5) pengajuan banding ke Pengadilan Pajak; (6) pembatalan surat penetapan tagihan karena adanya persetujuan Direktur Jenderal untuk menambah, mengurangi dan menghapus tagihan dalam surat penetapan; atau (7) pembatalan surat penetapan tagihan karena adanya persetujuan Direktur Jenderal untuk mengurangi atau menghapus sanksi administrasi berupa denda. 108 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Bab 1. Pendahuluan Bab 2. Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Bab 3. Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Bab 4. Penutup Untuk tahun 2011, capaian IKU dihitung dengan membandingkan antara jumlah piutang yang diselesaikan dengan jumlah piutang outstanding (piutang yang belum dilunasi sampai dengan tanggal Laporan Keuangan) dengan umur kurang atau sama dengan 3 tahun. Piutang yang belum dilunasi sampai dengan tanggal Laporan Keuangan dengan umur lebih dari 3 tahun akan dikeluarkan dari akun piutang dan dimasukan sebagai akun penyisihan piutang tidak tertagih dengan kategori piutang macet dengan nilai piutang yang disisihkan sebesar 100% dari total piutang setelah dikurangi dengan nilai agunan atau nilai barang sitaan. Pada tahun 2011 telah diselesaikan piutang sebanyak Rp79.380,66 Miliar dari jumlah piutang yang berumur kurang dari 3 tahun sebanyak Rp99.944,87 Miliar sehingga capaian tahun 2011 sebesar 79,42%, melebihi target yang ditetapkan sebesar 60% (lihat Tabel 3.51). Tabel 3.51 Data Realisasi Penyelesaian Piutang DJBC Tahun 2011 No S.d. Bulan Σ Piutang < 3 Tahun Σ Penyelesaian Piutang Target % Capaian 1 Januari 17.985.398.714.804 5.001.017.043.030 10% 27,81% 2 Februari 23.335.967.451.968 13.099.623.131.568 15% 56,13% 3 Maret 30.035.543.967.124 16.475.185.302.550 17% 54,85% 4 April 35.019.621.892.574 21.151.072.509.623 20% 60,40% 5 Mei 41.894.701.850.866 27.879.594.833.623 24% 66,55% 6 Juni 48.888.021.091.969 33.411.645.623.825 28% 68,34% 7 Juli 56.881.653.717.562 40.921.050.824.735 33% 71,94% 8 Agustus 63.366.438.821.361 48.294.909.704.946 38% 76,22% 9 September 73.419.632.393.041 58.604.759.513.983 44% 79,82% 10 Oktober 80.567.958.991.797 64.911.709.329.438 48% 80,57% 11 November 87.860.935.666.104 70.903.231.059.279 53% 80,70% 12 Desember 99.944.876.935.694 79.380.661.587.021 60% 79,42% Perbandingan capaian IKU dari tahun 2009 sampai dengan 2011 adalah sebagaimana tampak pada Tabel 3.52 Tabel 3.52 Perbandingan Realisasi Penyelesaian Piutang DJBC Tahun 2009 – 2011 Tahun 2009 Σ Tagihan yang diterbitkan Σ Tagihan yang diselesaikan 4.035.511.252.611,59 % Capaian Target 2.534.476.223.806,16 62,80% 50% 2010 4.519.763.584.690,28 2.656.096.185.537,49 50,70% 55% 2011* 99.944.876.935.694,00 79.380.661.587.021,00 79,42% 60% * Ket : Jumlah piutang dan penyelesaian tahun 2011 meliputi piutang cukai LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 109 Meskipun pada tahun 2011 penyelesaian piutang melebihi target yang telah ditetapkan, ada beberapa faktor penghambat yang dapat mempengaruhi kinerja penyelesaian piutang, antara lain: (1) Terkait dengan penatausahaan piutang di tingkat Kantor Pelayanan maupun Kantor Wilayah, belum dilaksanakan rekonsiliasi baik internal maupun eksternal secara optimal guna memperoleh data piutang yang valid dan reliable. (2) Terkait proses penagihan aktif terdapat alamat perusahaan dan penanggung bea cukai yang tidak ditemukan. (3) Terkait dengan piutang yang tidak dapat ditagih, hingga saat ini belum diatur mekanisme penghapusan piutang dalam hal pailit atau penguasaan aset yang tidak dapat memenuhi piutang yang harus diselesaikan oleh penanggung bea cukai. (4) Terkait dengan sumber daya manusia dalam pelaksanan pelaporan data piutang baik di Kantor Pelayanan maupun Kantor Wilayah perlu dilakukan pelatihan guna meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam penatausahaan piutang. (5) Terkait dengan penerapan Sistim Aplikasi Piutang dan Pengembalian (SAPP) untuk pelaksanaan pelaporan data piutang belum dapat diterapkan ke seluruh Kantor Pelayanan dan Kantor Wilayah, hingga saat ini masih dalam tahap uji coba pada Kantor Pelayanan Utama Tanjung Priok. Langkah-langkah yang dilakukan dalam rangka mengoptimalkan kinerja penyelesaian piutang antara lain adalah sebagai berikut: (1) Diberlakukannya Peraturan Direktur Jenderal Nomor P-47/BC/2011 tentang Pedoman Penatausahaan Piutang di DJBC dan Surat Edaran Direktur Jenderal Nomor SE-01/BC/2011 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penatausahaan Piutang. (2) Dalam rangka pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud butir (1) di atas telah dibentuk Tim Piutang berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor KEP-37/ BC/2011 yang memiliki tugas utama untuk melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan penatausahaan piutang di DJBC guna memperoleh kualitas data piutang yang valid dan reliable. (3) Bahwa salah satu fungsi Tim Piutang sebagaimana dimaksud butir (2) di atas adalah melakukan evaluasi atas penggunaan aplikasi dalam rangka otomasi prosedur penatausahaan piutang. 3) Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 56 Tahun 2005 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah menyatakan bahwa batas waktu penyampaian APBD adalah 31 Januari. Apabila Pemerintah Daerah tidak menyampaikannya hingga 1 (satu) bulan setelah batas waktu yang ditetapkan maka diberikan peringatan tertulis oleh Menteri Keuangan, dan apabila hingga 2 (dua) bulan setelah diterbitkannya peringatan tertulis masih belum menyampaikan APBD-nya maka Menteri Keuangan menetapkan sanksi berupa penundaan penyaluran Dana Alokasi Umum (DAU). Dengan diterbitkannya PP Nomor 65 Tahun 110 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Bab 1. Pendahuluan Bab 2. Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Bab 3. Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Bab 4. Penutup 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 56 tahun 2005 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah, terdapat beberapa perubahan sebagai berikut: a) Apabila Pemerintah Daerah belum menyampaikan APDB-nya hingga batas waktu yang telah ditetapkan, maka diberikan peringatan tertulis oleh Menteri Keuangan. b) Peringatan tertulis tersebut diterbitkan paling lama 15 (lima belas) hari setelah batas waktu. c) Dalam hal Pemerintah Daerah dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari setelah diterbitkannya peringatan tertulis masih belum menyampaikan APBD-nya, Menteri Keuangan menetapkan sanksi berupa penundaan DAU. Selama kurun waktu 2007 hingga 2010, Pemerintah Daerah semakin baik dalam menyampaikan Perda APBD mereka kepada Pemerintah. Tahun 2007 hanya 5 (lima) daerah saja yang dikenakan sanksi penundaan DAU, tahun 2008 menurun menjadi hanya 3 (tiga) daerah yang dikenakan sanksi, tahun 2009 juga sebanyak 3 (tiga) daerah, dan tahun 2010 menurun lagi menjadi hanya 2 (dua) daerah saja. Akan tetapi dengan berlakunya PP Nomor 65 Tahun 2010 maka pada tahun 2011 pengenaan sanksi dilakukan lebih cepat daripada tahun sebelumnya, dan sebanyak 19 daerah dikenakan sanksi penundaan DAU. Apabila pada tahun-tahun mendatang jumlah yang dikenakan sanksi ini sama banyak atau masih banyak, mungkin dapat disimpulkan bahwa batas waktu 31 Januari untuk menyampaikan APBD sebagaimana yang disyaratkan dalam PP Nomor 65 Tahun 2010 tersebut cukup memberatkan bagi sebagian Pemerintah Daerah. Target yang ditetapkan bahwa Daerah yang tidak dikenakan sanksi penundaan penyaluran DAU untuk IKU adalah 90%, dengan capaian IKU sebesar 96,37%. Artinya, terdapat 505 Daerah yang tidak terkena sanksi dan hanya 19 (sembilan belas) Daerah saja yang belum menyampaikan APBD-nya sehingga dikenakan sanksi penundaan penyaluran DAU sebesar 25% dari jumlah yang ditransfer setiap bulan. Adapun penundaan tersebut dilakukan sampai dengan disampaikannya APBD kepada Kementerian Keuangan. 4) Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) DJKN menjabarkan IKU ini ke dalam 2 (dua) sub IKU sebagai berikut: a) Persentase kepatuhan pelaporan BMN oleh K/L. Pengguna Barang mempunyai kewajiban untuk menyampaikan Laporan Barang Pengguna (LBP) Semesteran dan Tahunan kepada Menteri Keuangan. DJKN melakukan evaluasi terhadap kepatuhan penyampaian LBP Semesteran dan Tahunan dengan melakukan monitoring terhadap ketepatan waktu penyampaian Laporan dari Pengguna Barang. Adapun hasil monitoring untuk tahun 2011 adalah sebagai berikut: LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 111 (1) Penyampaian Laporan Barang Pengguna Tahunan 2010 (Unaudited). Pada Tahun Anggaran 2010, jumlah Kementerian/Lembaga yang wajib menyampaikan LBP kepada Menteri Keuangan sebanyak 77 K/L. Untuk penyampaian LBP Tahunan TA 2010 (Unaudited), batas waktu penyampaian Laporan berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 120/PMK.06/ 2007 tentang Penatausahaan Barang Milik Negara, serta Peraturan Dirjen Kekayaan Negara Nomor: PER-07/KN/2009 tentang Tata Cara Pelaksanaan Rekonsiliasi Data BMN dalam Rangka Penyusunan Laporan Barang Milik Negara dan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat adalah tanggal 25 Februari 2011. Kementerian/ Lembaga yang terlambat menyampaikan LBP Tahunan TA 2010 (unaudited) sebanyak 5 K/L, sehingga persentase kepatuhan penyampaian LBP Tahunan TA 2010 (unaudited) adalah sebesar 93,5%. (2) Penyampaian Laporan Barang Pengguna Tahunan 2010 (Audited). Pada Tahun Anggaran 2010, jumlah Kementerian/Lembaga yang wajib menyampaikan LBP kepada Menteri Keuangan sebanyak 77 K/L. Batas waktu penyampaian LBP Tahunan (Audited) ditentukan tanggal 13 Mei 2011 berdasarkan kesepakatan antara BPK, Kementerian/Lembaga, dan Kementerian. Kementerian/Lembaga yang terlambat menyampaikan LBP Tahunan 2010 (Audited) sebanyak 6 K/L, sehingga persentase kepatuhan penyampaian LBP Tahunan TA 2010 (audited) sebesar 92%. (3) Penyampaian Laporan Barang Pengguna Semester I tahun anggaran 2011. Pada Tahun Anggaran 2010, jumlah Kementerian/Lembaga yang wajib menyampaikan LBP kepada Menteri Keuangan sebanyak 83 K/L. Untuk penyampaian LBP Semester I TA 2011, batas waktu penyampaian Laporan berdasarkan ketentuan peraturan Menteri Keuangan Nomor 120/PMK.06/2007 tentang Penatausahaan Barang Milik Negara, serta Peraturan Dirjen Kekayaan Negara Nomor: PER-07/KN/2009 tentang Tata Cara Pelaksanaan Rekonsiliasi Data BMN dalam Rangka Penyusunan Laporan Barang Milik Negara dan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat adalah tanggal 26 Juli 2011. Pada Tahun Anggaran 2011 jumlah persentase kepatuhan penyampaian LBP Semester I TA 2011 adalah sebesar 100%, yaitu 83 K/L seluruhnya telah menyampaikan LBP tepat waktu. Pada Tahun Anggaran 2011 terdapat 3 (tiga) Lembaga yang baru terbentuk dan memiliki bagian anggaran tersendiri. Ketiga lembaga ini diperlakukan khusus karena baru terbentuk dan baru mengetahui kewajiban menyampaikan LBP kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara setelah batas waktu penyampaian laporan. Berdasarkan monitoring terhadap penyampaian LBP Tahunan TA 2010 (Unaudited), LBP Tahunan TA 2010 (Audited), dan LBP Semester I TA 2011, Persentase Kepatuhan Pelaporan BMN oleh K/L adalah 95%, sedangkan target tahun 2011 adalah sebesar 94,8%, sehingga persentase capaian IKU tersebut adalah 111,53%. 112 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Bab 1. Pendahuluan Bab 2. Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Bab 3. Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Bab 4. Penutup Dalam rangka mencapai IKU persentase kepatuhan pelaporan BMN oleh K/L, DJKN telah melakukan beberpa upaya, antara lain dengan mengingatkan K/L baik secara tertulis melalui surat resmi maupun melalui komunikasi informal. b) Persentase satker yang telah melakukan koreksi neraca. DJKN bersama dengan seluruh Kementerian/Lembaga dari tahun 2007 s.d. 2011 telah melaksanakan Penertiban BMN berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 17 tahun 2007 tentang Tim Penertiban Barang Milik Negara. Tugas Tim Penertiban Barang Milik Negara diperpanjang tugasnya dengan Keputusan Presiden Nomor 13 Tahun 2009 tentang Tim Penertiban Barang Milik Negara. Penertiban BMN dilaksanakan melalui inventarisasi, penilaian, dan sertifikasi seluruh BMN pada K/L sehingga diharapkan terwujud penertiban dan pengamanan BMN secara tertib, efektif, efisien, dan akuntabel baik secara administrasi, fisik, dan hukum. Lingkup objek penertiban meliputi seluruh aset tetap/BMN yang perolehannya berasal dari APBN dan perolehan lainnya yang sah, serta kekayaan negara lain-lain. Inventarisasi dan penilaian BMN telah dilakukan mulai dari tahun 2007 hingga 2011. Selanjutnya hasil inventarisasi dan penilaian BMN tersebut dijadikan sebagai dasar koreksi atas nilai BMN yang telah disajikan pada Neraca Awal Pemerintah per 31 Desember 2004. Satuan Kerja yang telah selesai dilakukan inventarisasi dan penilaian BMN harus melakukan koreksi nilai hasil inventarisasi dan penilaian BMN dimaksud ke dalam neraca melalui aplikasi SIMAK BMN. Jumlah satker yang telah selesai dilakukan inventarisasi dan penilaian BMN per 31 Desember 2010 sebanyak 22.724 satker, dan jumlah ini ditetapkan sebagai target jumlah satker yang harus melakukan koreksi neraca sampai dengan tahun 2011. Sampai dengan 31 Desember 2011, jumlah satker yang telah melakukan koreksi hasil inventarisasi dan penilaian ke dalam neraca sebanyak 22.781 satker dari 22.781 satker (Capaian IKU Persentase Satker yang telah melakukan koreksi neraca sebesar 100%) yang telah selesai dilakukan inventarisasi dan penilaian BMN dengan nilai hasil inventarisasi dan penilaian BMN yang telah dilakukan koreksi ke dalam neraca Kementerian/Lembaga sebesar Rp422.001.243.861.344,00. Dalam rangka mencapai target IKU Persentase Satker yang telah melakukan koreksi neraca, DJKN secara berkesinambungan melakukan upaya sebagai berikut: (1) Melakukan pembinaan serta pendampingan secara terus-menerus kepada Kementerian/ Lembaga agar melakukan koreksi hasil inventarisasi dan penilaian BMN ke dalam neraca melalui aplikasi SIMAK BMN. (2) Melakukan rekonsiliasi/pemutakhiran data BMN secara rutin per semester untuk memastikan bahwa hasil inventarisasi dan penilaian BMN tersebut telah dikoreksi di neraca Satker dan telah dilaporkan dalam Laporan Barang Pengguna maupun dalam Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga. LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 113 (3) Melakukan verifikasi dan validasi data hasil inventarisasi dan penilaian BMN bersama dengan Kementerian/Lembaga guna memastikan bahwa seluruh hasil inventarisasi dan penilaian BMN sudah dilakukan koreksi di neraca. 5) Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb). Sesuai Peraturan Menteri Keuangan nomor 116/PMK.05/2007, penyampaian rencana tindak pemerintah terhadap temuan pemeriksaan BPK atas LKPP dilaksanakan pada triwulan I, triwulan II dan triwulan IV. Pada semester I realisasi capaian sebesar 33,33%. Faktor penyumbang realisasi ini disebabkan oleh keterlambatan 2 (dua) Kementerian/Lembaga (K/L) dalam menyampiakan rencana tindak lanjut temuan pemeriksaan BPK di dalam laporan keuangan K/L yang audited pada triwulan II. Pada triwulan III sebanyak 76 K/L dan BA-BUN (Bagaian Anggaran 999) telah menyampaikan laporan monitoring penyelesaian tindak lanjut terhadap pemeriksaan BPK atas LKKL dan LKBUN. Jumlah K/L yang menyampaikan laporan monitoring penyelesaian tindak lanjut terhadap pemeriksaan BPK pada triwulan IV sama dengan jumlah K/L pada triwulan III yaitu sebanyak 76 K/L. Dari data tersebut dapat diperoleh realisasi capaian atas IKU Persentase monitoring dan evaluasi rekomendasi BPK atas LKPP yang telah ditindaklanjuti sampai dengan triwulan IV tahun 2011 yaitu sebesar 100% yang berasal dari realisasi semester I sebesar 33,33%, triwulan III sebesar 33,335 dan triwulan IV sebesar 33,34%. Untuk mempertahankan realisasi capaian atas IKU ini, pada tahun 2012 DJPb akan melakukan langkahlangkah berupa: a) Melakukan pembahasan hasil pemeriksaan BPK atas LKPP terkait BUN dan K/L. b) Melakukan kegiatan berupa penyusunan tanggapan pemerintah terhadap LHP atas LKPP 2011. c) Monitoring dan evaluasi progress pelaksanaan kegiatan atas temuan dan rekomendasi BPK terhadap LKPP 2011. b. Jumlah policy recommendation hasil pengawasan (KK-12.2) Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 130/KMK.09/2011, Kebijakan pengawasan intern Kementerian Keuangan ditetapkan untuk mewujudkan sistem pengendalian intern yang kuat di lingkungan Kementerian Keuangan, yang pelaksanaannya dilakukan oleh Inspektorat Jenderal (Itjen). Kebijakan pengawasan intern Kementerian Keuangan tersebut dilaksanakan melalui: 1) pembangunan dan penguatan fungsi pengendalian intern yang berkelanjutan (sustainable); 2) pelaksanaan audit kinerja, audit kepatuhan (compliance), dan audit investigasi yang fokus pada program dan kegiatan yang memiliki risiko tinggi; 3) pemberian konsultasi untuk memperbaiki dan meningkatkan efektivitas operasi, governance, dan manajemen risiko; 4) pelaksanaan reviu dalam rangka menjamin kualitas Laporan Keuangan Kementerian Keuangan (Bagian Anggaran 015), Bagian Anggaran 999, dan Bendahara Umum Negara; dan 5) 114 peningkatan kapabilitas dan kapasitas sumber daya Itjen. KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Bab 1. Pendahuluan Bab 2. Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Bab 3. Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Bab 4. Penutup Program dan kegiatan dalam rangka pelaksanaan kebijakan pengawasan intern Kementerian Keuangan ditetapkan setiap tahun dalam bentuk Tema Pengawasan Unggulan (TPU), yaitu berupa kegiatan tertentu pada unit eselon I, yang berdasarkan hasil identifikasi dan penilaian bersama Itjen dan auditee memerlukan perhatian dan harus segera diperbaiki dan/atau ditingkatkan kinerjanya. Output akhir dari setiap penugasan TPU lebih diutamakan berupa sejumlah policy recommendation yang dapat mengatasi permasalahan utama di Unit Eselon I. Dalam rangka menjalankan peran Strategic Business Partner bagi Eselon I, sejak tahun 2009 Itjen melakukan pengawasan tematik yang bersifat konsultatif dalam bentuk TPU. Output akhir dari setiap penugasan pengawasan bukan lagi sekedar jumlah temuan. Dengan pengawasan tersebut diharapkan memberikan sejumlah policy recommendation. Dari berbagai kegiatan TPU terhadap unit-unit Eselon I selama tahun 2011, Itjen telah menghasilkan 41 (empat puluh satu) policy recommendation, meningkat dari tahun lalu sebesar 39 (tiga puluh sembilan) yang juga melebihi target sebesar 32 (lihat Tabel 3.53). Policy recommendation ini dapat berupa usulan draf revisi PMK, usulan draf revisi KMK, Rancangan PMK, Rancangan KMK, usulan draft SOP, usulan Surat Edaran, usulan Kebijakan, serta usulan perbaikan lainnya. Tabel 3.53 Capaian Kinerja Jumlah Policy Recommendation Hasil Pengawasan Tahun 2010 Jumlah Policy Recommendation yang dihasilkan 39 policy recommendation Tahun 2011 Realisasi 41 policy recommendation Target 32 policy recommendation Sejak 2009 tampak jelas terjadi peningkatan jumlah policy recommendation hasil pengawasan. Hal ini menunjukkan upaya Itjen untuk dapat lebih memberikan nilai tambah (value added) bagi kinerja Kementerian Keuangan sebagai bentuk peran Strategic Business Partner Itjen bagi Eselon I dalam rangka sama-sama mewujudkan pengendalian intern yang kuat di lingkungan Kementerian Keuangan. Pengawasan yang dilakukan oleh Itjen lebih mengutamakan pengawasan yang memberikan solusi alternatif/usulan kebijakan untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh masing-masing unit eselon I terkait dengan pelaksanaan tugas dan fungsi. 13. Sasaran Strategis 13: Pembentukan SDM yang berkompetensi tinggi (KK-13). Dalam pencapaian sasaran strategis ini, Kementerian Keuangan mengidentifikasikan 3 (tiga) Indikator Kinerja Utama (IKU) sebagai berikut: KK 13. Pembentukan SDM yang berkompetensi tinggi Indikator Kinerja Target 1. Persentase pejabat yang telah memenuhi standar kompetensi jabatannya 2. Rasio jam pelatihan pegawai dibandingkan jam kerja 3. Persentase diklat yang berkontribusi terhadap peningkatan kompetensi 80,00% Realisasi % 81,66% 102,08 2,00% 2,78% 120,00 80,00% 96,88% 120,00 LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 115 Uraian mengenai ketiga IKU tersebut tampak berikut ini. a. Persentase pejabat yang telah memenuhi standar kompetensi jabatannya (KK-13.1). SDM yang berintegritas dan berkompetensi tinggi adalah SDM yang memiliki sikap (attitude) dan kapasitas (skill) yang memadai dalam meningkatkan kualitas pengelolaan perbendaharaan. Untuk mencapai hal tersebut, diperlukan SDM yang memiliki komitmen yang tercermin pada integritasnya. Penempatan pejabat dalam jabatan sesuai dengan kompetensinya dilaksanakan melalui sistem penempatan yang sesuai dengan Standar Kompetensi Jabatan (SKJ) yang merupakan jenis dan level kompetensi yang menjadi syarat keberhasilan pelaksanaan tugas suatu jabatan. Sementara itu, Job Person Match (JPM) merupakan kesesuaian antara level kompetensi pejabat dengan SKJ sebagaimana ditetapkan dalam SE-109/MK.1/2010. JPM seorang pejabat diketahui dengan menghitung persentase perbandingan level kompetensi pejabat yang bersangkutan dengan SKJ target. Nilai minimum JPM yang disyaratkan adalah sebesar 72%. Pada tahun 2011, persentase pejabat yang telah memenuhi standar kompetensi jabatannya ditargetkan sebesar 80% dengan realisasi sebesar 81,66%. Upaya-upaya yang telah dilakukan dalam pencapaian target, antara lain adalah sebagai berikut: 1) melakukan pendataan terhadap pejabat yang masih memiliki JPM di bawah 72%; 2) menyampaikan data pejabat (JPM < 72%) kepada Unit Eselon I untuk diberikan program pengembangan kapasitas dan prioritas mengikuti re-assessment center; 3) melakukan seleksi kriteria peserta Assessment Center dan re-assessment center terhadap pejabat/ pegawai dengan ketentuan: belum pernah mengikuti Assessment Center untuk profiling kompetensi di jabatannya saat ini, menduduki jabatan setingkat lebih tinggi atau mendapatkan penugasan yang lebih tinggi selama minimal 6 bulan, serta memiliki nilai JPM di bawah ketentuan standar minimal (72%) pada SKJ jabatannya saat ini; 4) melakukan penjadualan Assessment Center dan Assessor yang ketat sehingga kebutuhan Assessment Center Pusat dan Unit Eselon I terpenu b. Rasio jam pelatihan pegawai dibandingkan jam kerja (KK-13.2). IKU ini diukur dari realisasi kegiatan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan (diklat) di BPPK yang ditujukan bagi para pegawai Kementerian Keuangan, dengan tujuan untuk mengukur tingkat komitmen Kementerian Keuangan dalam mengembangkan kompetensi SDM-nya melalui diklat. IKU ini bermanfaat dalam memberikan feedback dalam memperbaiki proses perencanaan kegiatan pendidikan dan pelatihan. Formula penghitungan capaian IKU ini adalah sebagai berikut: Total Jam Pelatihan yang Diikuti SDM Kementerian Keuangan Potential Trainees x 1.507 jam 116 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA X 100 Bab 1. Pendahuluan Bab 2. Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Bab 3. Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Bab 4. Penutup Target rasio jam pelatihan terhadap jam kerja yang harus dipenuhi adalah sebesar 2% dengan realisasi 2,7%. Capaian sebesar 139,04% ini antara lain disebabkan oleh penyelenggaraan diklat-diklat yang dihasilkan dari efisiensi penyelenggaraan diklat-diklat yang telah dilakukan pada triwulan-triwulan sebelumnya. Selama tahun 2011, BPPK telah menyelenggarakan diklat sebanyak 2.515.154 jamlat x peserta (lihat Tabel 3.54). Tabel 3.54 Jumlah Jam Pelatihan Masing-masing Unit Pengelola Diklat Tahun 2011 No Unit Jamlat 1 Pusdiklat PSDM 2 Pusdiklat AP 3 Pusdiklat Pajak 4 Pusdiklat BC 5 Pusdiklat KNPK 6 Pusdiklat KU 7 BDK Medan 8 BDK Pekanbaru 9 BDK Palembang 10 BDK Cimahi 11 BDK Yogyakarta 12 BDK Malang 13 BDK Denpasar 14 BDK Pontianak 15 BDK Balikpapan 16 BDK Makassar 17 BDK Manado Total 669.420 113.844 451.732 262.028 116.765 212.045 71.506 79.506 74.471 69.580 65.085 90.368 26.596 32.198 67.533 71.966 40.511 2.515.154 Rasio 0,7401% 0,1259% 0,4994% 0,2897% 0,1291% 0,2344% 0,0791% 0,0879% 0,0823% 0,0769% 0,0720% 0,1000% 0,0294% 0,0356% 0,0747% 0,0796% 0,0448% 2,7808% Faktor pendukung tercapainya target IKU ini antara lain adalah sebagai berikut: 1) Pelaksanaan kalender diklat yang sesuai dengan rencana dan kebutuhan unit pengguna diklat. 2) Adanya optimalisasi anggaran dengan penambahan program diklat yang baru. 3) Program diklat yang tidak dapat dilaksanakan di atasi dengan penggantian peserta atau penggantian progam diklat. 4) BPPK secara rutin melakukan evaluasi terhadap unit-unit yang tidak mencapai target, yang kemudian ditindaklanjuti dengan perbaikan yang signifikan. 5) Melakukan proses remapping sebaran potential trainees dan distribusi program diklat di wilayah kerja Balai Diklat Keuangan (BDK). 6) Melakukan koordinasi yang intensif dengan unit-unit di Kementerian Keuangan c.q. unit pengelola SDM, terkait rekonfirmasi keikutsertaan peserta. LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 117 c. Persentase diklat yang berkontribusi terhadap peningkatan kompetensi (KK-13.3). IKU ini bertujuan untuk mengukur tingkat efektivitas pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan oleh BPPK dalam meningkatkan kompetensi SDM Kementerian Keuangan. IKU ini bermanfaat dalam memberikan umpan balik kepada BPPK dalam memperbaiki proses pembelajaran pada setiap lini. Formula penghitungan capaian IKU ini adalah sebagai berikut: Jumlah program diklat yang berkontribusi pada Peningkatan Kompetensi Jumlah Program Pendidikan dan Pelatihan yang Dievaluasipascadiklatkan X 100 Hasil evaluasi pascadiklat terhadap 32 program diklat yang dijadikan sampel, menunjukkan bahwa 31 program diklat diantaranya berkontribusi terhadap peningkatan kompetensi alumni diklat. IKU persentase diklat yang berkontribusi terhadap peningkatan kompetensi tersebut menggambarkan arah kebijakan terselenggaranya program diklat yang sesuai kebutuhan. Untuk tahun 2011, target IKU persentase diklat yang berkontribusi terhadap peningkatan kompetensi sebesar 80% telah dapat dicapai karena realisasinya mencapai 96,88%. Faktor pendukung tercapainya target IKU tersebut antara lain adalah sebagai berikut: 1) Program diklat yang disusun telah sesuai dengan kebutuhan stakeholders. 2) Peserta diklat yang mengikuti diklat telah tepat sasaran. 3) Bahan dan materi ajar yang disusun dapat digunakan di lingkungan Kementerian Keuangan tempat peserta diklat berasal. 4) Metode diklat yang diterapkan telah sesuai dengan program diklat. 5) Evaluasi pascadiklat telah menggunakan metode yang tepat. 6) Peningkatan teaching skills dan knowledge update pengajar yang intensif. 7) Pengembangan suasana belajar yang kondusif. 14. Sasaran Strategis 14: Penataan organisasi yang andal (KK-14) Dalam pencapaian sasaran strategis ini, Kementerian Keuangan mengidentifikasikan 2 (dua) Indikator Kinerja Utama (IKU) sebagai berikut: DK 14. Pengembangan organisasi yang handal dan modern Indikator Kinerja 118 1. Persentase Penyelesaian penataan/ modernisasi organisasi 2. Persentase UPR yang menerapkan manajemen risiko KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Target Realisasi % 100,00% 100,00% 100,00 60,00% 90,56% 120,00 Bab 1. Pendahuluan Bab 2. Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Bab 3. Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Bab 4. Penutup Uraian mengenai kedua IKU tersebut tampak berikut ini. a. Persentase penyelesaian penataan/modernisasi organisasi (KK-14.1). Sebagai learning organization, kegiatan penataan organisasi di lingkungan Kementerian Keuangan selalu dilakukan secara berkesinambungan. Hal ini dimaksudkan agar struktur dan kultur organisasi pada setiap unit organisasi di lingkungan Kementerian Keuangan dapat senantiasa mendukung terwujudnya tata kelola keuangan dan kekayaan negara yang efektif, efisien, profesional, produktif, transformatif, serta sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat. Kegiatan penataan organisasi tersebut memerlukan suatu komitmen, koordinasi, dan konsolidasi yang solid, intensif, dan efektif antar unit organisasi terkait baik internal maupun eksternal Kementerian Keuangan. Persentase penyelesaian penataan/modernisasi organisasi di lingkungan Kementerian Keuangan adalah penyelesaian proses penataan/modernisasi organisasi Kementerian Keuangan sesuai dengan usulan dari Unit Eselon I mulai dari pengumpulan data, analisis/telaahan, pembahasan internal Kementerian Keuangan, usulan Menkeu kepada Kementerian PAN dan RB/Presiden sampai dengan penetapan oleh Menteri Keuangan. Sepanjang Tahun 2011, Program Penataan/Modernisasi Organisasi Kementerian Keuangan telah menetapkan 9 (sembilan) PMK oleh Menteri Keuangan, dengan rincian sebagai berikut: 1) PMK Nomor 50/PMK.01/2011 tentang Tenaga Pengkaji Bidang Penerimaan Negara Bukan Pajak 2) Direktorat Jenderal Anggaran. PMK Nomor 51/PMK.01/2011 tentang Tenaga Pengkaji bidang Perbendaharaan Direktorat 3) 4) Jenderal Perbendaharaan. PMK Nomor 52/PMK.01/2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Diklat Kepemimpinan. PMK Nomor 53/PMK.01/2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Pengelolaan Teknologi 5) Informasi dan Komunikasi dan Barang Milik Negara. PMK Nomor 131/PMK.01/2011 tentang Perubahan Kedua atas PMK No.74/PMK.01/2009 tentang 6) Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. PMK Nomor 132/PMK.01/2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/ 7) PMK.01/2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pusat Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan. PMK Nomor 133/PMK.01/2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Pengolahan Data dan 8) Dokumen Perpajakan. PMK Nomor 134/PMK.01/2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Pengolahan Data 9) Eksternal. PMK Nomor 135/PMK.01/2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pusat Investasi Pemerintah Selain program penataan/modernisasi organisasi Kementerian Keuangan yang telah ditargetkan dalam kontrak kinerja awal tahun 2011, dalam perkembangannya sebagai pelaksanaan amanat UndangUndang Nomor 10 Tahun 2010 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2011 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2011, terdapat tugas tambahan yang harus segera diselesaikan yaitu pembentukan Satuan Kerja (satker) Badan Layanan Umum (BLU) pengelola dana pengembangan pendidikan nasional (DPPN) dengan nomenklatur Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP). LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 119 Pembentukan LPDP telah disepakati bersama antara Menteri Keuangan dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, disetujui oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dan telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan pada tanggal 30 Desember 2011. Apabila pembentukan LPDP tersebut ditambahkan dalam target 2011, maka tingkat capaian IKU ini akan menjadi 111,11%. Akan tetapi karena tidak ditargetkan sejak awal, capaian ini tetap dilaporkan 100%, yaitu atas target sebanyak 9 PMK. b. Persentase UPR yang menerapkan manajemen risiko (KK-14.2). Kementerian Keuangan tengah melaksanakan pembangunan dan penguatan fungsi pengendalian intern yang berkelanjutan (sustainable) melalui pembentukan Unit Kontrol Internal (UKI) di setiap Unit Eselon I yang akan memperluas jangkauan dan lingkup pengawasan intern di lingkungan Kementerian Keuangan. Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. Selama tahun 2011, Itjen selaku PIC telah melaksanakan kegiatan Asistensi Pengembangan Pelaksanaan Fungsi Pemantauan Pengendalian Intern di setiap Unit Eselon I dengan menunjuk unit kerja sebagai pelaksana pemantauan pengendalian intern di setiap Unit Eselon I serta mengembangkan metodologi, perangkat, dan mekanisme kerja pemantauan. Persentase Unit Pemilik Risiko (UPR) yang telah melaksanakan manajemen risiko adalah perbandingan antara unit Eselon II yang telah melaksanakan manajemen risiko dibandingkan dengan jumlah seluruh UPR. UPR yang telah melaksanakan manajemen risiko adalah UPR yang telah menyelesaikan seluruh tahapan manajemen risiko secara lengkap berupa 7 (tujuh) tahapan sesuai dengan PMK 191 Tahun 2008 tentang Penerapan Manajemen Risiko di Lingkungan Departemen Keuangan, yaitu penetapan konteks, identifikasi risiko, analisis risiko, evaluasi risiko, rencana penanganan risiko, monitoring, dan pelaporan. IKU persentase UPR yang menerapkan manajemen risiko dari target 60,00% terealisasi sebesar 90,56%, sehingga persentase capaiannya adalah 120,00%. IKU ini bertujuan untuk mengetahui pemanfaatan aplikasi sebagai sarana pelaporan pencapaian kinerja, dimana yang diperhitungkan adalah IKU yang terdapat pada level Depkeu-Wide dan Depkeu-One. Batasan ketepatan waktu adalah setiap tanggal 21 bulan April, Juli, Oktober, dan Januari. Penyelesaian action plan Unit Kontrol Internal (UKI) selama tahun 2011 oleh Itjen telah selesai 100% dari tahapan yang direncanakan. Tahapan selanjutnya untuk jangka panjang, akan dilaksanakan sampai dengan tahun 2015, dengan sasaran berupa terbentuknya struktur unit kontrol intern yang permanen pada tiap unit eselon I dan terlaksananya penerapan sistem pengendalian intern secara luas dan memadai di lingkungan Kementerian Keuangan. 120 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Bab 1. Pendahuluan Bab 2. Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Bab 3. Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Bab 4. Penutup 15. Sasaran Strategis 15: Perwujudan TIK yang terintegrasi (KK-15). Dalam pencapaian sasaran strategis ini, Kementerian Keuangan mengidentifikasikan 1 (satu) Indikator Kinerja Utama (IKU) sebagai berikut: KK 15. Perwujudan TIK yang terintegrasi Indikator Kinerja Persentase integrasi TIK Kementerian Keuangan Target Realisasi % 40,00% 40,00% 100,00 Kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka pencapaian IKU yang terkait dengan Integrasi TIK Kementerian Keuangan adalah sebagai berikut: 1) Proses Pengadaan Pembangunan DC-DRC (tercapai 2,5%). 2) Pembangunan DC-DRC (Tercapai 10%). 3) Proses Pengadaan Perangkat Keras dan Jaringan Lunak, serta TIK Tahap I dapat terealisasi 2,5%. 4) Deployment perangkat keras dan lunak, serta Jaringan Tahap I dapat terealisasi 10%. 5) Proses Pengadaan Konsultan Pembangunan Integrasi TIK Tahap I dapat terealisasi 5%. 6) Pelaksanaan Konsultansi Pembangunan Integrasi TIK Tahap I dapat terealisasi 10%. 16. Sasaran Strategis 16: Pengelolaan anggaran yang optimal (KK-16). Dalam pencapaian sasaran strategis ini Kementerian Keuangan mengidentifikasikan 1 (satu) Indikator Kinerja Utama (IKU) sebagai berikut: KK 16. Pengelolaan anggaran yang optimal Indikator Kinerja Persentase Penyerapan DIPA Kementerian Keuangan (non belanja pegawai) Target Realisasi 80,00% 78,80% % 98,50 Dengan selesainya proses rekonsiliasi antara Sistem Akuntansi Instansi (SAI) dan Sistem Akuntansi Umum (SAU), maka berdasarkan data tanggal 22 Pebruari 2011, penyerapan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Kementerian Keuangan Tahun 2011 untuk belanja modal dan belanja barang adalah sebesar 78,80% dari target sebesar 80%. Apabila digabungkan dengan belanja pegawai, maka capaian kinerja penyerapan DIPA Kementerian Keuangan menjadi sebesar 85,75%. Perbandingan realisasi penyerapan DIPA per jenis belanja tahun 2010 dan 2011 tersaji pada tabel 3.55 berikut ini. LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 121 Tabel 3.55 Perbandingan Realisasi Penyerapan DIPA Tahun 2010 dan Tahun 2011 (ribuan Rupiah) Jenis Belanja Tahun 2010 Pagu Tahun 2011 Realisasi % Pagu Realisasi % Belanja Modal 2.603.302.791 1.849.952.898 71,06 2.869.827.086 2.084.798.700 72,65 Belanja Barang 5.161.993.559 3.927.556.074 76,09 6.476.524.751 5.280.136.807 81,53 Belanja Pegawai Total 7.626.567.848 7.177.469.494 94,11 8.000.424.222 7.510.446.134 93,88 15.391.864.198 12.954.978.466 84,17 17.346.776.059 14.875.381.641 85,75 Sumber: Laporan Keuangan Kementerian Keuangan Tabel 3.55 memperlihatkan realisasi Kementerian Keuangan menurut jenis belanja secara bruto, tanpa memperhitungkan pengembalian belanja. Apabila dikurangi pengembalian belanja sebesar Rp25.651.975.603, realisasi belanja netto adalah sebesar Rp14.849.729.665.089 atau 85,61% dari pagu. Dari jumlah tersebut, apabila ditambah dengan belanja pembayaran imbalan bunga sebesar Rp1.247.399.871.387, maka total realisasi belanja Kementerian Keuangan TA 2011 adalah sebesar Rp16.097.129.536.476 atau mencapai 92,80% dari anggarannya. Berdasarkan data yang diperoleh dari Pusat Layanan Pengadaan Secara Elektronik Kementerian Keuangan, dari pagu anggaran pengadaan barang/jasa (Belanja Barang dan Belanja Modal) sebesar Rp2,353 Miliar dapat dilakukan penghematan sebesar Rp375,7 Miliar atau 15,96% sebagaimana tampak pada tabel 3.56. Penghematan tersebut cukup signifikan dalam mempengaruhi capaian kinerja IKU ini, karena penghematan yang dilakukan ternyata sebesar 4,01% dari total Belanja Barang dan Belanja Modal di Kementerian Keuangan yaitu sebesar Rp9,373,205 Miliar. Tabel 3.56 Laporan Hasil Pengadaan Barang/Jasa Secara Elektronik (e-Procurement) Kementerian Keuangan s.d 31 Desember 2011 No Unit Total Pagu Pengadaan Selesai (Rp) Nilai Hasil Lelang (Rp) Jumlah Jumlah Pengehematan Rp % 1 BKF 16 18.626.481.250 14.732.680.978 3.893.800.272 20,90 2 BPPK 89 105.556.950.840 85.965.740.585 19.091.210.355 18,56 3 Bapepam LK 20 42.855.984.047 32.764.676.739 10.091.307.308 23,55 4 DJA 18 23.245.917.397 19.520.236.903 3.725.680.494 16,03 5 DJBC 82 965.521.181.707 854.644.818.313 110.876.363.394 11,48 6 DJKN 7 DJP 8 80 64.283.098.710 52.926.256.122 11.356.842.588 17,67 177 485.089.762.683 373.414.612.419 111.675.150.264 23,02 DJPBt 75 202.549.697.000 182.033.691.524 20.516.005.465 10,13 9 DJPK 29 41.036.108.283 16.665.910.795 3.329.747.421 16,65 10 DJPU 6 41.036.108.283 37.875.017.923 3.160.090.360 7,70 11 Itjen 14,07 12 Setjen Jumlah 122 Paket 15 9.282.000.000 7.975.699.793 1.306.300 104 375.730.211.665 299.489.155.417 76.241.056.248 20,29 711 2.353.773.051.798 1.978.009.497.411 375.763.554.387 15,96 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Bab 1. Pendahuluan Bab 2. Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Bab 3. Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Bab 4. Penutup Capaian IKU Persentase penyerapan DIPA Kementerian Keuangan (non Belanja Pegawai) sebesar 78,80% tersebut belum mencapai target yang telah ditetapkan, yaitu sebesar 80%. Beberapa kendala yang menyebabkan masih rendahnya capaian Indikator Kinerja Utama Presentase Penyerapan DIPA antara lain adalah sebagai berikut: a. Pengelola keuangan pada Satuan kerja (Satker) belum mempunyai sertifikat Pengadaan Barang dan Jasa sehingga kesulitan dalam proses Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ). b. Proses penghapusan BMN yang belum diselesaikan sehingga menyebabkan pembangunan fisik yang telah ditetapkan di tahun 2011 tidak dapat dilaksanakan proses pengerjaannya. c. Perencanaan kas yang kurang baik dari masing-masing Satker sehingga penyerapan anggaran sebagian besar direncanakan dan dilaksanakan pada akhir tahun 2011. d. RKAKL/DIPA yang tidak sesuai dengan kondisi riil pelaksanaan kegiatan pada tahun 2011 sehingga diperlukan revisi RKAKL/DIPA yang membutuhkan waktu sehingga menghambat penyerapan anggaran. e. Terjadinya gagal lelang pada Pengadaan Barang dan Jasa karena hambatan dari pihak ekstern pemerintah, baik dari LSM maupun kontraktor yang tidak tertarik dengan paket pelelangan karena nilainya tidak menguntungkan, atau dari sanggahan peserta lelang yang dapat menyebabkan proses lelang menjadi berlarut-larut ataupun gagal. f. Efisiensi pengadaan barang dan jasa (belanja barang/modal) karena pelelangan dilaksanakan melalui Pengadaan Secara Elektronik, dimana sasaran sudah tercapai dengan harga di bawah pagu. Hal-hal yang telah dilakukan untuk pencapaian IKU Indeks Persentase Penyerapan DIPA, antara lain adalah sebagai berikut: a. Melakukan percepatan diklat Pengadaan Barang dan Jasa termasuk penempatan pegawai yang bersertifikat dan mengurangi intervensi terhadap pejabat pengadaan. b. Menyempurnakan dan mengevaluasi perencanaan penyerapan anggaran. c. Optimalisasi penggunaan anggaran melalui mekanisme revisi dari sisa dana kegiatan-kegiatan yang telah tercapai outputnya. d. Mempercepat proses buka blokir dengan melengkapi data pendukung yang dibutuhkan. C. Kinerja Lainnya Selain dari 16 (enam belas) Sasaran Strategis (SS) yang ditetapkan oleh Kementerian Keuangan dengan capaian sebagaimana diuraikan pada butir A dan B di atas, Kementerian Keuangan juga telah melakukan beberapa hal berikut ini yang merupakan kegiatan-kegiatan yang bersifat adhoc dan terkait dengan tugas fungsi Kementerian Keuangan. Kinerja lain tersebut adalah sebagai berikut: 1. Pelaksanaan Rencana Aksi Sesuai Instruksi dan Arahan Presiden. LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 123 Terkait Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2011, Kementerian Keuangan sangat serius melakukan upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi serta pencucian uang. Dalam memenuhi 6 (enam) Rencana Aksi terkait Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2011 tersebut, Kementerian Keuangan telah melaksanakan beberapa hal sebagai berikut: Penandatanganan Memory of Understanding (MoU) antara Kementerian Keuangan (dalam hal ini a. Inspektorat Jenderal serta Direktorat Jenderal Pajak) dengan PPATK dalam bentuk korespondensi, pertukaran data untuk meningkatkan kualitas analisis risiko, bahkan pemeriksaan gabungan (task force). b. Memperluas jumlah pejabat/pegawai yang wajib menyampaikan LHKPN dari sekitar 7.000 pejabat/ pegawai menjadi 24.000 pejabat/pegawai melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor 38/ KMK.01/2011 tentang Penyelenggara Negara di Lingkungan Kementerian Keuangan yang wajib menyampaikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara. Berdasarkan data dari website KPK, penyampaian LHKPN Kementerian Keuangan per 14 Desember 2011 adalah sebesar 95,87%. Di samping itu, Kementerian Keuangan telah menugaskan Inspektorat Jenderal untuk melaksanakan eksaminasi harta kekayaan pejabat/pegawai Kementerian Keuangan dalam Laporan Pajak-Pajak Pribadi (LP2P) dan Daftar Harta Kekayaan (DHK). Sesuai dengan konferensi pers dari KPK pada 28 November 2011 tentang Hasil Survei Integritas Sektor Publik Indonesia tahun 2011, Kementerian Keuangan merupakan satu-satunya instansi vertikal dari 7 (tujuh) instansi vertikal yang dinilai, yang mendapatkan nilai integritas sebesar 7,56 di atas rata-rata 6,4. Selain itu, 4 (empat) unit layanan di Kementerian Keuangan mendapatkan posisi 1 s.d. 4 dari 15 (lima belas) unit layanan vertikal yang dinilai. Unit layanan tersebut, adalah: pelayanan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) di KPPN, pelayanan penyelesaian permohonan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Pelayanan Lelang di Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang, serta pelayanan pengurusan impor barang (bea masuk) di DJBC. penerapan whistleblowing system di DJP dan di Inspektorat Jenderal yang disebut WISE. Whistleblowing c. System (WISE) adalah aplikasi pengelolaan dan tindak lanjut pengaduan serta pelaporan hasil pengelolaan pengaduan yang disediakan oleh Kementerian Keuangan sebagai salah satu sarana bagi setiap pegawai Kementerian Keuangan maupun masyarakat luas pengguna layanan Kementerian Keuangan untuk melaporkan dugaan adanya pelanggaran dan/atau ketidakpuasan terhadap pelayanan yang dilakukan/diberikan oleh pejabat/pegawai Kementerian Keuangan. Pengaduan melalui aplikasi WISE dilakukan dengan mengunjungi www.wise.depkeu.go.id. d. Dalam rangka menindaklanjuti Instruksi Presiden Nomor 1 tahun 2011 sehubungan dengan terjadinya beberapa kasus hukum dan penyimpangan pajak, selama tahun 2011, Kementerian Keuangan telah melaksanakan berbagai kegiatan dengan penekanan pada 3 (tiga) bidang, sebagai berikut: 1) Bidang pengelolaan SDM, yang antara lain mencakup hal-hal sebagai berikut: a) Menonaktifkan dan menjatuhkan hukuman disiplin kepada beberapa pejabat/pegawai Kementerian Keuangan yang terkait dengan kasus Gayus. b) Memperluas cakupan kewajiban LHKPN bagi pegawai Kementerian Keuangan yang semula berjumlah 7.442 orang menjadi 24.808 orang (kenaikan 333,35%, per 7 Juli 2011) 124 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Bab 1. Pendahuluan 2) Bab 2. Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Bab 3. Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Bab 4. Penutup Bidang penelitian dan investigasi kasus, yang antara lain mencakup hal-hal sebagai berikut: a) Menyerahkan dokumen salinan Putusan Pengadilan Pajak atas 151 Wajib Pajak yang proses banding pajaknya pernah ditangani oleh Gayus, kepada POLRI untuk penyelidikan. b) Menyerahkan laporan hasil audit investigasi Inspektorat Jenderal kepada KPK, POLRI, dan Kejaksaan Agung. c) Membentuk Tim Gabungan yang terdiri dari Inspektorat Jenderal dan BPKP dengan Keputusan Menteri Keuangan; 3) Bidang perbaikan kinerja, yang antara lain mencakup hal-hal sebagai berikut: a) Membangun governance di lingkungan DJP, antara lain meliputi pembangunan sistem nilai organisasi, memperkuat Unit Kontrol Internal DJP, dan membangun sistem eksaminasi internal dan quality assurance pemeriksaan pajak. b) Melakukan perbaikan di lingkungan Pengadilan Pajak, yang antara lain meliputi inisiatif perubahan UU Pengadilan Pajak, pembuatan Nota Kesepahaman dengan MA dan Komisi Yudisial terkait pembinaan dan pengawasan hakim pajak, dan perbaikan sistem adminstrasi perkara. c) Membentuk Tim Audit Kinerja dengan Keputusan Menteri Keuangan yang melaksanakan audit kinerja atas pemeriksaan pajak, penagihan pajak, dan banding untuk memperbaiki proses bisnis dan governance di bidang pemeriksaan pajak, penagihan pajak, dan banding. 2. Penyelesaian Undang-undang. Pada tahun 2011 telah diselesaikan pembahasan 7 (tujuh) RUU, dengan catatan dalam pembahasan RUU tersebut Menteri Keuangan berkedudukan selaku Koordinator Pemerintah. Ketujuh RUU dimaksud telah ditetapkan oleh Presiden menjadi undang-undang, yaitu: a. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2011 Tentang Akuntan Publik pada tanggal 3 Mei 2011. b. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang pada tanggal 28 Juni 2011. c. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 10 Tahun 2010 Tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2011 pada tanggal 10 Agustus 2011. d. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2011 Tentang Pertanggungjawaban Atas Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2010 pada tanggal 19 September 2011. e. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan pada tanggal 22 November 2011. f. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2011 Tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2012 pada tanggal 24 November 2011. g. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial pada tanggal 25 November 2011. 3. Pencapaian debottlenecking regulasi yang menjadi tanggung jawab Kementerian Keuangan dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 125 Kementerian Keuangan dalam rangka penyelesaian 11 (sebelas) debottlenecking regulasi telah menerbitkan 5 (lima) Peraturan Menteri Keuangan untuk mengatasi masalah-masalah yang terdapat dalam regulasi sebelumnya. 4. Persiapan untuk defisit APBN sebesar 0 (nol) atau sesedikit mungkin pada tahun 2014. Terkait Arahan Presiden untuk defisit APBN sebesar 0 (nol) atau sesedikit mungkin pada tahun 2014, Kementerian Keuangan telah melaksanakan penyusunan dan strategi rencana kerja Anggaran Berimbang (balanced budget) untuk mendorong tidak adanya defisit anggaran APBN pada tahun 2014. 5. Sensus Pajak Nasional (SPN). Target penerimaan perpajakan pada TA 2011 mencapai lebih dari Rp800 Triliun. Bila dibandingkan dengan potensi pajak yang ada, masih perlu dilakukan langkah-langkah terobosan lain di bidang ekstensifikasi dan intensifikasi pemungutan pajak. Rendahnya tingkat kepatuhan wajib pajak menjadi salah satu penyebab rendahnya pencapaian tax ratio yang saat ini berkisar 11%-12%, padahal negara-negara tetangga telah mencapai di atas 14%. Sebagaimana diamanatkan dalam Pidato Presiden tanggal 16 Agustus 2011 pada saat penyampaian Nota Keuangan dan Rancangan Undang-Undang tentang APBN Tahun Anggaran 2012, bahwa dalam mengoptimalkan penggalian potensi perpajakan sebagai upaya mengamankan sasaran penerimaan pajak, Pemerintah akan melakukan Sensus Pajak Nasional. Melalui kegiatan Sensus Pajak Nasional ini diharapkan cakupan potensi pajak terus meningkat, baik dalam rangka ekstensifikasi maupun intensifikasi perpajakan. Sensus Perpajakan Nasional pada dasarnya merupakan kegiatan pengumpulan data mengenai kewajiban perpajakan dalam rangka memperluas basis pajak dengan mendatangi subjek pajak secara langsung di lokasi tempat usaha dan/atau tempat tinggal mereka. Kegiatan sensus ini juga diikuti dengan kegiatan penyuluhan dan himbauan kepada Wajib Pajak untuk membayar dan melaporkan pajaknya sesuai keadaan yang sebenarnya. Hasil yang diharapkan dari kegiatan Sensus Perpajakan Nasional ini adalah (1) tersedianya data yang akurat atas potensi pajak dalam rangka meningkatkan penerimaan pajak; (2) meningkatnya pelayanan yang berkeadilan bagi masyarakat dalam pemenuhan hak dan kewajiban perpajakan; serta (3) meningkatnya peran serta masyarakat dalam mendukung kelangsungan pembangunan sehingga bangga menjadi warga negara. 6. Pencapaian Reformasi Birokrasi Kementerian Keuangan tahun 2011. Pencapaian Reformasi Birokrasi Kementerian Keuangan tahun 2011 dijabarkan sesuai hasil penjaminan kualitas (Quality Assurance atau QA) atas pelaksanaan reformasi birokrasi pada Kementerian Keuangan dengan uji petik di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang dilakukan oleh Tim Quality Assurance (QA) Reformasi Birokrasi Nasional berdasarkan surat Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor B/1252/M.PAN-RB/05/2011 tanggal 11 Mei 2011 tentang Piloting Monev dan QA Pelaksanaan Reformasi Birokrasi Kementerian Keuangan Republik Indonesia. 126 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Bab 1. Pendahuluan Bab 2. Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Bab 3. Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Bab 4. Penutup Hasil piloting QA yang mencakup 8 (delapan) area perubahan reformasi birokrasi (tingkat mikro), 24 (dua puluh empat) sasaran, dengan menggunakan 42 (empat puluh dua) indikator dan 76 (tujuh puluh enam) parameter menunjukkan capaian aktual dengan nilai 91,21 dari skor maksimal 100 atau dengan kategori “sangat baik”. Skor tersebut berasal dari pencapaian aktual pengujian 8 (delapan) area perubahan sebagaimana tampak pada Tabel 3.57. Tabel 3.57 Hasil QA Pelaksanaan Reformasi Birokrasi DJBC Tahun 2011 No Area Perubahan/Program Bobot Skor Nilai Akhir 1 Pola Pikir dan Budaya Kerja 10 94,86 9,49 2 Penataan Peraturan Perundang-undangan 10 88,75 8,88 3 Penataan dan Penguatan Organisasi 10 90,00 9,00 4 Penataan Tata Laksana 10 90,50 9,05 5 Penataan Sistem Manajemen SDM Aparatur 20 96,88 19,38 6 Penguatan Pengawasan 10 87,98 8,80 7 Penguatan Akuntabilitas Kinerja 10 86,25 8,63 8 Peningkatan Kualitas Layanan Publik 20 90,00 18,00 Total 100 91,21 Tabel di atas menunjukkan pelaksanaan 8 (delapan) area perubahan pada Kementerian Keuangan berada pada kategori sangat baik dan baik, meskipun masih terdapat area of improvement sebesar 8,79% yang menjadi rencana perbaikan di Kementerian Keuangan untuk tahun 2012. 7. Penyerahan DIPA tahun anggaran 2012 pada bulan Desember 2011. Penyerahan DIPA tahun anggaran 2012 menjadi momen yang fenomenal karena dapat dilakukan pada tanggal 20 Desember 2011. Hal ini menunjukkan peningkatan jika dibanding dengan tahun sebelumnya yang baru diserahkan pada tanggal 28 Desember 2010. Percepatan penyerahan DIPA kali ini sangat erat kaitannya dengan upaya percepatan penyerapan DIPA oleh K/L, dengan asumsi semakin cepat DIPA diserahkan, maka K/L diharapkan akan segera melakukan penyerapan DIPA terkait dengan pendanaan berbagai kegiatan yang akan dilakukan. Penyerahan DIPA tahun anggaran 2012 dilakukan langsung oleh Presiden RI di Istana Negara secara simbolis kepada enam Kementerian/Lembaga dengan nilai penyerapan terbesar di tahun 2011, yaitu Kementerian PU, Kementerian Perhubungan, Kejaksaan Agung, Kementerian Perdagangan, serta Kementerian Riset dan Teknologi. Selain itu Presiden juga menyerahkan DIPA kepada para Gubernur se-Indonesia. 8. Kinerja pembiayaan APBN melalui utang Tahun 2007-2011. Dalam periode 2007-2011 terdapat pola yang konsisten dimana pembiayaan yang bersumber dari utang neto meningkat secara signifikan. Realisasi pembiayaan utang neto meningkat dari sebesar Rp33,3 Triliun pada tahun 2007 menjadi sebesar Rp125,3 Triliun pada tahun 2011. Dari sisi instrumen utang terdapat suatu kecenderungan pergeseran pola pembiayaan yang mengarah pada market based financing melalui penerbitan SBN. LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 127 Penerbitan SBN neto yang semakin meningkat, selain berperan sebagai instrumen pembiayaan juga digunakan antara lain untuk pembayaran utang jatuh tempo, penerusan pinjaman, investasi pemerintah, dan penyertaan modal negara. Secara bertahap penerbitan SBN neto dari tahun 2007-2011 cenderung mengalami peningkatan dengan rata-rata penerbitan sekitar Rp92,08 Triliun pertahun. Sementara penarikan pinjaman neto menunjukkan besaran negatif yang semakin mengecil. Realisasi penarikan pinjaman neto bersifat negatif, karena jumlah pinjaman baru yang ditarik lebih kecil dibandingkan dengan jumlah pembayaran cicilan pokok. Data perkembangan pembiayaan melalui utang periode 2007-2012 tampak pada Tabel 3.58. Tabel 3.58 Perkembangan Pembiayaan melalui Utang 2007-2012 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Surat Berharga Nagara (neto) 57,2 85,9 99,5 91,1 126,7 Penerbitan, bruto 100 126,2 148,5 167,6 211,2 Domestik 86,4 86,9 101,7 142,6 Valas 13,6 39,3 46,8 25 (42,8) (40,3) (49,1) (76,5) (84,5) (23,9) (18,4) (15,5) (4,2) (1,3) (1,0) 34,1 45,0 52,5 46,1 44,5 45,4 Pembayaran Kembalian Pokok dan Pembelian Pembiayaan Pinjaman (neto) Pinjaman PLN, bruto 134,6 Pinjaman Program 19,6 30,1 28,9 29,0 19,2 15,3 Pinjaman Proyek 14,5 20,1 29,7 25,8 37,0 39,0 Penerusan PLN Pembayaran Cicilan Pokok PLN - 5,2 6,2 8,7 11,7 8,9 (57,9) (63,4) (68,0) (50,6) (47,2) (47,3) Penarikan Pinjaman Dalam Negeri, neto Total Pembiayaan Utang - - - 0,4 1,5 0,9 33,3 67,5 83,9 86,9 125,3 133,6 Catatan: APBN 2007-2010 PAN/LKPP - Audited *) APBN-P 2011 **) APBN 2012 Pembiayaan utang pemerintah juga dilakukan dengan mengoptimalkan potensi pendanaan utang dari sumber domestik melalui penerbitan SBN Rupiah maupun penarikan pinjaman dalam negeri. Porsi Pinjaman Luar Negeri terus diupayakan untuk diturunkan dengan kebijakan net negative flow Pinjaman Luar Negeri. Dengan upaya ini diharapkan ketergantungan terhadap pembiayaan dari Pinjaman Luar Negeri dapat semakin ditekan. Selain itu pengembangan instrumen utang terus dilakukan untuk meningkatkan fleksibillitas sumber pembiayaan sehingga utang dapat diperoleh dengan biaya dan risiko yang rendah. Hasilnya antara lain adalah dengan semakin menurunnya Debt to GDP ratio yaitu tingkat utang pemerintah terhadap output perekonomian nasional (Pendapatan Domestik Bruto) sebagaimana terlihat dalam grafik 3.4 Dari grafik tersebut tampak bahwa Debt to GDP ratio terus menurun dari 35,1% pada tahun 2007 menjadi sekitar 25% terhadap GDP pada tahun 2011. 128 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Bab 1. Pendahuluan Bab 2. Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Bab 3. Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Bab 4. Penutup Hal tersebut mencerminkan meningkatnya kemampuan Pemerintah dalam menjaga kesinambungan fiskal. Rasio ini juga mengindikasikan bahwa jumlah utang yang ditarik oleh pemerintah setiap tahun telah dilakukan secara hati-hati, terencana, dan tepat sasaran sehingga kontribusinya terhadap perekonomian nasional telah mendorong peningkatan ekonomi dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan peningkatan utang itu sendiri. Grafik 3.4 Rasio Utang terhadap PDB 2007-2012 Ⰰ㌀㈀㈀ 㐀 Ⰰ㠀㠀 ㈀ 㠀 ㌀ 㠀 㜀㌀ 㘀 㔀㠀㘀 㘀 Ⰰ 㘀㐀 㤀㜀㤀 㤀 㘀 㘀㘀 㘀㈀ 㘀㔀 㐀 ㈀ ㈀ 㜀 ㈀ 㠀 倀椀渀樀愀洀愀渀 ㈀ 㤀 ㈀ 匀甀爀愀琀 䈀攀爀栀愀爀最愀 一攀最愀爀愀 ㈀ ㈀ ㈀ 刀愀猀椀漀 唀琀愀渀最 琀栀搀⸀ 倀䐀䈀 ⠀刀䠀匀⤀ Catatan: Angka Realisasi PAN/LKPP - Audited *) Angka sangat sangat sementara, menggunakan asumsi APBN-P 2011 **) APBN 2012 RHS = Right Hand Side (sisi sumbu X sebelah kanan), LHS = Left Hand Side (sisi sumbu X sebelah kiri) Grafik 3.5 berikut ini juga menunjukkan bahwa rasio utang terhadap PDB Indonesia termasuk yang paling rendah bila dibandingkan dengan negara-negara lainnya. Indonesia termasuk negara yang berhasil mengurangi rasio utang terhadap PDB secara signifikan. Grafik 3.5 Rasio Utang terhadap PDB di berbagai Negara 2011 dan Perubahannya 2007-2011 㘀㤀⸀㐀 㘀㈀⸀㤀 㔀㌀⸀㔀 ㌀㜀⸀㔀 㘀 ⸀㠀 㜀㤀⸀㔀 㜀㘀⸀ 㘀㠀⸀㈀ 㔀⸀㠀 㐀㌀⸀㘀 唀渀椀琀攀搀 匀琀愀琀攀猀 唀渀椀琀攀搀 䬀椀渀最搀漀洀 唀渀椀琀攀搀 匀琀愀琀攀猀 ⴀ㜀⸀㌀ ⴀ㈀㌀⸀㌀ 㐀㈀⸀㐀 㐀㌀⸀ 㐀㘀⸀㌀ 㐀 ⸀ ㌀㠀⸀㤀 吀甀爀欀攀礀 唀渀椀琀攀搀 䬀椀渀最搀漀洀 䨀愀瀀愀渀 䤀琀愀氀礀 ㈀㐀⸀㔀 ㈀㔀⸀㜀 ㈀㜀⸀㐀 ㈀㤀⸀㌀ ㌀㐀⸀ 㔀⸀㘀 㔀 ⸀㘀 㔀㜀⸀㌀ 㔀㘀⸀㐀 㔀㠀⸀㈀ 䤀渀搀漀渀攀猀椀愀 䤀渀搀椀愀 ㈀ ⸀ 㤀⸀ 㔀⸀㠀 㔀⸀㠀 㐀⸀ ㈀ 㠀⸀㈀ 㤀㤀⸀㜀 㤀㈀⸀㤀 㜀㈀⸀ 㜀 ⸀ 䈀爀愀稀椀氀 䄀爀最攀渀琀椀渀愀 ⸀ 㔀 ⸀ ㈀ ㈀ ⸀ ㈀ 㤀 ㌀㔀⸀㤀 ㌀㈀⸀㔀 ㈀㐀⸀㘀 㠀⸀㈀ ㌀⸀㔀 㐀⸀ 㜀⸀㐀 ⸀ 吀甀爀欀攀礀 䨀愀瀀愀渀 ㈀⸀ ㌀㠀⸀㈀ ㈀㤀⸀㜀 ㈀㈀⸀㤀 㘀⸀ 㔀⸀ ⸀㠀 ⸀㠀 䤀琀愀氀礀 ⴀ㤀⸀㔀 ⴀ㠀⸀㌀ 䤀渀搀漀渀攀猀椀愀 ⴀ㘀⸀㘀 ⴀ㐀⸀㜀 ⴀ㘀⸀㘀 ⴀ㜀⸀㘀 䤀渀搀椀愀 ⴀ ⸀㤀 ⴀ⸀㠀 㠀⸀㔀 㠀㌀⸀㐀 㜀㌀⸀㈀ 㘀㘀⸀ 㘀㐀⸀㤀 㔀㐀⸀㐀 㔀㐀⸀㜀 㔀㤀⸀㔀 ㌀㠀⸀㠀 㐀㔀⸀ 㐀㈀⸀㤀 㐀㔀⸀ 㐀㠀⸀㘀 㐀㠀⸀㘀 㔀㘀⸀ 䜀攀爀洀愀渀礀 㠀⸀㘀 ㈀⸀ 䜀攀爀洀愀渀礀 䈀爀愀稀椀氀 ⴀ㘀⸀㌀ ⴀ㌀⸀㈀ ⴀ⸀ 䄀爀最攀渀琀椀渀愀 ⴀ㜀⸀㔀 ⴀ㜀⸀㔀 㔀 ⸀ ㈀ 㠀 ㈀ ⸀ ㈀ 㜀 ㈀㔀 ⸀ ⴀ㌀ ⸀ ⴀ㈀ ⸀ ⴀ ⸀ 㘀⸀㘀 㠀⸀㔀 㠀⸀㌀ ⸀ 㤀⸀㌀ 㤀⸀㘀 㐀⸀㐀 ⸀ ㈀ ⸀ ㈀ ㈀ ⸀ ㈀ 㤀 ㌀ ⸀ 㐀 ⸀ 㔀 ⸀ ㈀ 㠀 Sumber: DJPU *data sesuai APBN-P 2011 LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 129 Turunnya Debt to GDP ratio juga tidak terlepas dari kebijakan pengelolaan APBN yang membatasi defisit anggaran pada kisaran yang aman. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17/2003 tentang Keuangan Negara dinyatakan bahwa defisit nasional maksimum ditetapkan di bawah 3% dari Produk Domestik Bruto. Pada tahun 2011 realisasi sementara defisit APBN terhadap PDB adalah 1,27% dan lebih rendah dari target APBN/P 2011 sebesar 2,1%. Selain itu, posisi pinjaman luar negeri Pemerintah dalam mata uang asli (original currency) terutama dalam JPY dan EUR sejak tahun 2008 mengalami penurunan, sedangkan dalam USD relatif terkendali. Sebagai contoh sejak tahun 2008 – 2010 posisi outstanding pinjaman luar negeri berdenominasi JPY masing-masing sebesar JPY2.820Miliar, JPY2,678.8Miliar, dan JPY2,594.8Miliar. Pada akhir Desember 2011, jumlah ini menurun kembali menjadi JPY2,525.6Miliar. 9. Perkembangan peringkat kredit (investment grade). Pengelolaan fiskal dan utang yang semakin baik juga ditunjukkan dengan semakin membaiknya credit rating Indonesia. Selain membaiknya rating, CRC (country risk classification) dari OECD juga mengalami perbaikan. Hal ini menunjukkan bahwa persepsi risiko Indonesia telah menurun, yang antara lain berdampak pada biaya utang dari kredit ekspor menjadi lebih rendah. Perkembangan peringkat kredit Indonesia tahun 20062011 tampak pada Tabel 3.59. Tabel 3.59 Perkembangan Credit Rating Indonesia (2006-2011) Tahun Rating S&P Fitch Moody’s CRC R&I JCRA BB+ BBB- Ba1 4 BB+ BBB- 2010 BB BB+ Ba2 4 BB+ BBB- 2009 BB- BB Ba2 5 BB+ BB+ 2011 2008 BB- BB Ba3 5 BB+ BB- 2007 BB- BB- Ba3 5 BB+ BB- 2006 BB- BB- B1 5 BB- BB- Sumber: diolah dari Buku Perkembangan Utang Negara: Edisi Januari 2012 10. Penurunan biaya utang. Seiring dengan membaiknya kondisi fundamental perekonomian Indonesia, pasar keuangan Indonesia juga turut berkembang semakin baik. Untuk pasar SBN, hal ini ditunjukkan dengan penurunan yield curve (downward shift) selama periode 2005–2011. Biaya utang mengalami penurunan yang signifikan disebabkan selain faktor eksternal yaitu inflasi, juga disebabkan oleh upaya pengembangan pasar yang telah berhasil menciptakan pasar Surat Berharga Negara yang deep, liquid, active dan stabil. 130 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Bab 1. Pendahuluan Bab 2. Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Bab 3. Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Bab 4. Penutup Tabel 3.60 Penurunan biaya utang (2009-2011) Tenor 30 Desember 2011 Desember 2010 Desember 2009 Desember 2008 1Y 4,35 5,36 6,72 10,36 2Y 4,92 5,82 7,61 11,22 3Y 5,22 6,27 8,23 11,45 4Y 5,24 6,34 8,75 11,67 5Y 5,35 6,78 8,80 11,70 6Y 5,45 6,96 9,06 11,77 7Y 5,83 7,16 9,24 11,82 10Y 5,96 7,57 10,04 11,86 15Y 6,56 8,78 10,64 11,92 20Y 7,02 9,24 10,72 11,91 30Y 7,26 9,68 10,97 12,17 Grafik 3.6 Penurunan biaya utang (2009-2011) 㐀 ㈀ 㠀 㘀 㐀 ㈀ 夀 11. ㈀夀 ㌀夀 㐀夀 㔀夀 㘀夀 㜀夀 夀 ㌀ 䐀攀猀攀洀戀攀爀 ㈀ 䐀攀猀攀洀戀攀爀 ㈀ 䐀攀猀攀洀戀攀爀 ㈀ 㤀 䐀攀猀攀洀戀攀爀 ㈀ 㠀 㔀夀 ㈀ 夀 ㌀ 夀 Volume Perdagangan Surat Berharga Negara. Kinerja Surat Berharga Negara di pasar sekunder terus meningkat. Hal ini terlihat dari volume perdagangan SBN yang cenderung mengalami peningkatan sejak krisis subprime morgage pada akhir tahun 2008. Dibandingkan dengan tahun 2009, volume perdagangan SBN pada tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar 124% dengan frekuensi perdagangan yang meningkat sebesar 89%. Hal ini menunjukkan pasar SBN yang semakin liquid dan aktif. Hal tersebut antara lain didorong oleh prospek ekonomi dan persepsi risiko eksternal yang masih positif. Di samping itu, kinerja SBN juga ditopang oleh relatif terbatasnya risiko fiskal serta kesinambungan fiskal yang masih terjaga. Faktor-faktor positif tersebut mendorong yield jangka pendek dan panjang terus menurun. LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 131 12. Debt Maturity Profile. Pembiayaan defisit APBN melalui utang harus dapat disediakan dalam jumlah yang cukup, tersedia pada saat diperlukan, dengan biaya yang efisien dan tingkat risiko yang terkendali. Pembiayaan meliputi pembiayaan defisit (deficit financing), dan pembayaran kembali utang jatuh tempo (debt refinancing). Debt refinancing, terutama dilakukan melalui penerbitan utang baru dengan terms and conditions (biaya dan tingkat risiko) yang lebih baik. Pengelolaan utang yang efisien telah berhasil menurunkan refinancing risk Pemerintah Indonesia. 13. Pengelolaan kewajiban kontinjensi. Dalam mendukung pengelolaan kewajiban kontinjensi, Kementerian Keuangan telah menyusun kajian terhadap jaminan Pemerintah berdasarkan peraturan Perundang-undangan dan perjanjian, baik jaminan yang dilakukan oleh Badan Usaha Penjamin Infrastruktur (BUPI) maupun jaminan Pemerintah secara langsung. Selain itu, kajian yang difokuskan pada jaminan Pemerintah mempertimbangkan banyaknya surat jaminan yang telah dikeluarkan oleh Pemerintah dan semakin beragamnya perjanjian yang telah atau akan dilakukan oleh Pemerintah. Kajian tersebut sangat diperlukan dalam memperkecil risiko fiskal. Di samping itu, dalam rangka pengendalian risiko kewajiban kontinjensi, perlu dilakukan langkah-langkah identifikasi, penilaian, dan perubahan terms and conditions terhadap permintaan penerbitan jaminan Pemerintah oleh pihak lain, baik untuk kebijakan yang baru maupun penerbitan jaminan untuk tiap-tiap proyek yang telah mempunyai payung hukum jaminan Pemerintahnya. Output dari kegiatan ini adalah penyusunan rekomendasi penerbitan jaminan Pemerintah (letter of guarantee). Dalam upaya untuk menjamin ketersediaan dana jaminan Pemerintah, perhitungan dan usulan alokasi dana dalam APBN dilakukan dengan mempertimbangkan potensi default dari pihak yang dijamin Pemerintah. Namun demikian, mengingat kebutuhan dana yang semakin besar untuk tahun-tahun mendatang seiring dengan meningkatnya kewajiban pembayaran kepada kreditur, akan dilakukan pengelolaan dana kewajiban kontinjensi dalam suatu rekening khusus yang dikelola dan diakumulasikan dari tahun ke tahun. Saat ini, substansi RPMK tentang tata cara pengelolaan dana cadangan penjaminan telah sampai pada tahap finalisasi. Alokasi anggaran penjaminan Pemerintah untuk PT PLN (Persero) terkait proyek 10.000 MW tahap I dalam APBN tahun anggaran 2011 adalah sebesar Rp889 Miliar (Delapan ratus delapan puluh sembilan Miliar rupiah). Angka ini diperoleh dengan menggunakan rumus yang mencakup ha-hal seperti Exposure, probability default, recovery rate untuk memperkirakan expected loss. Sementara itu alokasi anggaran penjaminan Pemerintah yang mungkin timbul di tahun 2011 untuk program percepatan penyediaan air minum adalah sebesar Rp4,75 Miliar. Namun, untuk meningkatkan kepercayaan perbankan atas penjaminan Pemerintah untuk PDAM, maka alokasi anggaran penjaminan Pemerintah dalam APBN tahun anggaran 2011 ditetapkan menjadi sebesar Rp10 Miliar (sepuluh Miliar rupiah). Sampai dengan Desember 2011, alokasi anggaran penjaminan Pemerintah dalam APBN tidak dicairkan, yang berarti tidak terjadi gagal bayar dari pihak yang dijamin (PT PLN (Persero) dan PDAM). 132 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Bab 1. Pendahuluan Bab 2. Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Bab 3. Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Bab 4. Penutup Dalam rangka mitigasi risiko atas pelaksanaan penjaminan, telah dilakukan monitoring atas proyekproyek yang mendapatkan jaminan Pemerintah untuk mengukur dan mengetahui secara dini potensi default. Monitoring dimaksud sekaligus dapat mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya default sekaligus mampu memberikan mitigasi risikonya. 14. Asset-Liability Management (ALM). Pengelolaan keuangan negara pada saat ini dan di masa yang akan datang menghadapi tantangan yang luar biasa dari adanya perubahan kondisi global dan tantangan ekonomi domestik yang cukup besar. Pemerintah dituntut semakin meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan keuangan negara agar dapat mencapai tujuan pembangunan nasional yang diharapkan. Untuk meningkatkan kinerja pengelolaan keuangan negara yang didalamnya termasuk pengelolaan risiko keuangan, Pemerintah perlu menerapkan ALM. Pada tahun 2011 telah dilaksanakan pengadaan IT ALM. Pelaksanaan pengadaan IT ALM dibagi menjadi 2 (dua) tahap, tahap I telah dilaksanakan pada tahun 2011 yang telah dimulai pada bulan Juni dengan melakukan kegiatan perancangan sistem, pengadaan hardware dan software serta uji coba pada bulan Desember 2011. Untuk Tahap II akan dilaksanakan pada tahun 2012 dengan membuat integrasi otomatis serta validasi data dengan berbagai sistem yang diimplementasikan di Kementerian Keuangan, misalnya data yang berasal dari proyek SPAN. Dalam rangka pelaksanaan Asset Liability Management (ALM), pada tahun 2011 Kementerian Keuangan telah melaksanakan pembahasan secara intensif dengan Bank Indonesia dan DPR terkait Revisi SKB tahun 2003 tentang penyelesaian BLBI serta restrukturisasi dan konversi Surat Utang Pemerintah. Kegiatan ini masih perlu dilanjutkan pada tahun 2012 dengan tujuan mempertimbangkan beban pada APBN tahun anggaran selanjutnya serta dampaknya bagi neraca BI. 15. Penyempurnaan dan implementasi Crisis Management Protocol (CMP). Sejak tahun 2008 Kementerian Keuangan telah memiliki Standard Operating Procedures (SOP) terkait penanganan dan pemeliharaan stabilitas pasar SBN sebagai pedoman pelaksanaan koordinasi dalam rangka mengantisipasi kondisi pasar keuangan dengan menentukan indikator-indikator yang berpengaruh terhadap kondisi pasar SBN. Sesuai dengan Nota Kesepahaman antara Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan tentang Koordinasi Dalam Rangka Pemeliharaan Stabilitas Sistem Keuangan tanggal 30 Juli 2010, maka Kementerian Keuangan menindaklanjutinya dengan menyusun level dan indikator CMP yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 316/KMK.08/ 2011 tentang Penetapan Level dan Indikator Kondisi Pasar SBN Dalam Melaksanakan Protokol Manajemen Krisis Pasar SBN. Sesuai dengan sifat dan kondisi pasar SBN yang dinamis, Kementerian Keuangan telah menyempurnakan ketentuan dalam SOP CMP tersebut sehingga dapat diterapkan dalam penanganan krisis pasar SBN tahun 2011. LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 133 Untuk memudahkan upaya monitoring atas kondisi pasar SBN, pada tahun 2011 telah disusun dan dikembangkan suatu indeks gabungan yang selanjutnya disebut sebagai Indeks CMP yang dapat digunakan sebagai rekomendasi awal penetapan level krisis. 16. Penyiapan Bond Stabilization Framework. Bond Stabilization Framework merupakan langkah-langkah (strategi) yang dipersiapkan oleh Pemerintah dalam mengantisipasi terjadinya krisis keuangan, terutama krisis pasar SBN yang antara lain dapat dipicu oleh faktor eksternal yang berakibat pada pembalikan modal asing (sudden reversal). Berdasarkan Nota Kesepahaman antara Menteri Keuangan dan Menteri Negara BUMN Nomor S-715/MK.08/2010 dan Nomor MOU-09/MBU/2010 tanggal 30 Desember 2010 tentang Koordinasi Dalam Rangka Pemeliharaan Stabilitas Pasar SBN, unit eselon I terkait di masing-masing Kementerian menindaklanjuti dengan penetapan mekanisme koordinasi yang dituangkan dalam Keputusan Bersama Nomor KEP-06/PU/2011 dan Nomor KEP-01/D4.MBU/2011 tanggal 18 Januari 2011 tentang Mekanisme Kerja Pelaksanaan Koordinasi Dalam Rangka Pemeliharaan Stabilitas Pasar SBN. Kebijakan ini dimaksudkan untuk memberikan confidence bagi pelaku pasar bahwa Pemerintah bersama dengan BUMN-BUMN terkait sewaktu-waktu dapat melaksanakan pembelian SBN di pasar sekunder dalam rangka stabilisasi pasar SBN. Selanjutnya, Kementerian Keuangan juga telah menyusun SOP Pelaksanaan Koordinasi Dalam Rangka Penanganan Krisis Pasar SBN. Di internal Kementerian Keuangan, upaya untuk menjaga stabilitas pasar SBN dilakukan dengan suatu mekanisme koordinasi untuk melakukan pembelian SBN dalam rangka stabilisasi pasar SBN dengan menggunakan dana yang bersumber dari dana yang dikelola Pusat Investasi Pemerintah (PIP), dana yang berasal dari Kas Umum Negara dan dana Saldo Anggaran Lebih (SAL). Hal ini tertuang dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 175/KMK.08/2011 tanggal 13 Juni 2011 tentang Mekanisme Koordinasi Pembelian Surat Berharga Negara Dalam Rangka Stabilisasi Pasar Surat Berharga Negara di Lingkungan Kementerian Keuangan. 17. Global Market Repo Agreement (GMRA). Dalam rangka pengembangan pasar keuangan yang dalam dan likuid diperlukan adanya diversifikasi yang dapat menambah variasi transaksi pasar keuangan di Indonesia. Pengembangan Repo (Repurchase Agreement) market di Indonesia banyak diusulkan oleh para pelaku pasar terutama untuk meningkatkan likuiditas pasar keuangan di Indonesia. Pada dasarnya transaksi Repo di Indonesia bukan hal yang baru karena di sisi perdagangan obligasi negara kegiatan ini sudah dilakukan. Namun demikian perlu disusun kerangka hukum yang pasti agar transaksi Repo dapat dilaksanakan dengan aman dan sesuai dengan international best practice. Kementerian Keuangan beserta Bank Indonesia menyusun konsep Global Market Repo Agreement (GMRA) Indonesian Annexes. Penyusunan GMRA Indonesian Annexes ini menampung praktik yang diselenggarakan di dunia internasional dan menyesuaikan dengan kondisi mekanisme transaksi instrumen keuangan di dalam negeri. 134 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Bab 1. Pendahuluan Bab 2. Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Bab 3. Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Bab 4. Penutup Workshop tentang GMRA di tahun 2011 yang mengundang market participant telah dilaksanakan dua kali, yaitu pada bulan November 2011 dan Desember 2011 dengan topik khusus terkait legal drafting GMRA Indonesian Annexes yang pada intinya membahas pasal-pasal GMRA yang telah disesuaikan dengan international best practice. Tahap selanjutnya setelah ini adalah tahap sosialisasi bagi para pelaku pasar dan tahap implementasi yang di harapkan dapat diselesaikan pada pertengahan tahun 2012. 18. Pertumbuhan Pasar Modal Indonesia Pertumbuhan Pasar Modal Indonesia hingga akhir tahun 2011 ini cukup menggembirakan terlihat dari beberapa indikator per 20 Desember 2011 sebagai berikut: a. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) berada pada level 3.752,24, atau mengalami kenaikan sebesar 1,32% dibandingkan dengan penutupan tahun 2010 pada level 3.703,51. Apabila dibandingkan sejak akhir tahun 2008, dimana saat perekonomian global mengalami goncangan dan indeks ditutup pada level 1.355,41, maka kenaikan telah mencapai 176,84%. b. Kapitalisasi pasar mengalami kenaikan sebesar 6,86%, dari penutupan tahun 2010 sebesar Rp3.247,10 Triliun menjadi Rp3.469,72 Triliun di akhir tahun 2011 ini. Apabila dibandingkan dari saat terjadinya goncangan perekonomian global di tahun 2008 lalu sebesar Rp1.076,50 Triliun, maka kenaikan telah mencapai 222,32%. c IHSG di BEI ini merupakan indeks yang mengalami kenaikan positif sebesar 1,32%, menempati peringkat kedua setelah Dow Jones Indeks yang mengalami kenaikan sebesar 4,54%, dan diikuti oleh Bursa Thailand sebesar 0,05% dan menjadi salah satu bursa utama di dunia yang mengalami peningkatan indeks yang positif selama tahun 2011. d. Indeks dari beberapa Bursa Utama di dunia menunjukkan perkembangan yang negatif hingga akhir Desember 2011 apabila dibandingkan dengan kondisi di akhir tahun 2010 lalu. Indeks Malaysia mengalami penurunan sebesar 3,54%, dan Singapura sebesar 18,04%. Sementara itu, penurunan terbesar dialami oleh India sebesar 26,01%, Shanghai 21,09%, dan Hong Kong 21,51%. Adapun Jepang juga mengalami penurunan sebesar 18,50%, begitupun halnya dengan Korea Selatan sebesar 12,58%. e. Jumlah perusahaan yang melakukan Initial Public Offering (IPO) pada tahun 2011 adalah sebanyak 23 perusahaan dengan total dana sebesar Rp19,16 Triliun untuk IPO Saham, dan 35 perusahaan untuk penerbitan Obligasi dengan total dana sebesar Rp44,21 Triliun. Adapun secara total saat ini tercatat telah terdapat 438 Emiten dan 120 Anggota Bursa di BEI. f. Pada tahun 2011, Net Asset Value (NAV) Reksadana telah mencapai Rp165,5 Triliun, mengalami kenaikan sebesar 10,9% dari akhir tahun 2010 sebesar Rp149,10 Triliun. Apabila dibandingkan sejak akhir tahun 2008, saat perekonomian global mengalami goncangan, maka kenaikan telah mencapai 123,43% dari sebesar Rp74,07 Triliun. Dari sisi Unit Kepemilikan Reksadana juga telah mencapai angka 472.899 atau mengalami kenaikan sebesar 33,70% dari akhir tahun 2010 sejumlah 353.704. LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 135 Komposisi kepemilikan asing dari jumlah sebesar 472.899 tersebut hanya sekitar 8.370 atau sebesar 1,77% dari total Unit Kepemilikan Reksadana. Hal ini menggambarkan bahwa kepemilikan domestik sangat dominan pada industri Reksadana, sejalan dengan kebijakan pemerintah dalam rangka meningkatkan komposisi kepemilikan investor domestik. Trend Unit Kepemilikan Reksadana asing ini juga menurun jika dibandingkan dengan akhir tahun 2010 yang sebesar 8.421 atau penurunan sebesar 0,61%. 19. Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Terjadinya proses globalisasi dalam sistem keuangan dan pesatnya kemajuan di bidang teknologi informasi serta inovasi finansial telah menciptakan sistem keuangan yang sangat kompleks, dinamis, dan saling terkait antar-subsektor keuangan baik dalam hal produk maupun kelembagaan. Di samping itu, adanya lembaga jasa keuangan yang memiliki hubungan kepemilikan di berbagai subsektor keuangan (konglomerasi) telah menambah kompleksitas transaksi dan interaksi antarlembaga jasa keuangan di dalam sistem keuangan. Banyaknya permasalahan lintas sektoral di sektor jasa keuangan, yang meliputi tindakan moral hazard, belum optimalnya perlindungan konsumen jasa keuangan, dan terganggunya stabilitas sistem keuangan semakin mendorong diperlukannya pembentukan lembaga pengawasan di sektor jasa keuangan yang terintegrasi. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, perlu dilakukan penataan kembali struktur pengorganisasian dari lembaga-lembaga yang melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan di sektor jasa keuangan yang mencakup sektor perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya. Penataan dimaksud dilakukan agar dapat dicapai mekanisme koordinasi yang lebih efektif di dalam menangani permasalahan yang timbul dalam sistem keuangan sehingga dapat lebih menjamin tercapainya stabilitas sistem keuangan. Pengaturan dan pengawasan terhadap keseluruhan kegiatan jasa keuangan tersebut harus dilakukan secara terintegrasi. Selain pertimbangan-pertimbangan terdahulu, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia Menjadi UndangUndang, juga mengamanatkan pembentukan lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang mencakup perbankan, asuransi, dana pensiun, sekuritas, modal ventura dan perusahaan pembiayaan, serta badanbadan lain yang menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat. Lembaga pengawasan sektor jasa keuangan tersebut di atas pada hakikatnya merupakan lembaga bersifat independen dalam menjalankan tugasnya dan kedudukannya berada di luar pemerintah. Lembaga ini berkewajiban menyampaikan laporan kepada Badan Pemeriksa Keuangan dan Dewan Perwakilan Rakyat. 136 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Bab 1. Pendahuluan Bab 2. Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Bab 3. Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Bab 4. Penutup Otoritas Jasa Keuangan dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan jasa keuangan di dalam sektor jasa keuangan terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel, serta mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, dan mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.Melalui Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan dibentuklah suatu lembaga pengawas sektor jasa keuangan yang disebut Otoritas Jasa Keuangan. UndangUndang tentang Otoritas Jasa Keuangan pada dasarnya memuat ketentuan tentang organisasi dan tata kelola (governance) dari lembaga yang memiliki otoritas pengaturan dan pengawasan terhadap sektor jasa keuangan. Sedangkan ketentuan mengenai jenis-jenis produk jasa keuangan, cakupan dan batas-batas kegiatan lembaga jasa keuangan, kualifikasi dan kriteria lembaga jasa keuangan, tingkat kesehatan dan pengaturan prudensial serta ketentuan tentang jasa penunjang sektor jasa keuangan dan lain sebagainya yang menyangkut transaksi jasa keuangan diatur dalam undang-undang sektoral tersendiri, yaitu UndangUndang tentang Perbankan, Pasar Modal, Usaha Perasuransian, Dana Pensiun, dan peraturan perundangundangan lain yang terkait dengan sektor jasa keuangan lainnya. Secara kelembagaan, Otoritas Jasa Keuangan berada di luar Pemerintah, yang dimaknai bahwa Otoritas Jasa Keuangan tidak menjadi bagian dari kekuasaan Pemerintah. Namun, tidak menutup kemungkinan adanya unsur-unsur perwakilan Pemerintah karena pada hakikatnya Otoritas Jasa Keuangan merupakan otoritas di sektor jasa keuangan yang memiliki relasi dan keterkaitan yang kuat dengan otoritas lain, dalam hal ini otoritas fiskal dan moneter. Oleh karena itu, lembaga ini melibatkan keterwakilan unsurunsur dari kedua otoritas tersebut secara Ex-officio. Keberadaan Ex-officio ini dimaksudkan dalam rangka koordinasi, kerja sama, dan harmonisasi kebijakan di bidang fiskal, moneter, dan sektor jasa keuangan. Keberadaan Ex-officio juga diperlukan guna memastikan terpeliharanya kepentingan nasional dalam rangka persaingan global dan kesepakatan internasional, kebutuhan koordinasi, dan pertukaran informasi dalam rangka menjaga dan memelihara stabilitas sistem keuangan. Untuk mewujudkan koordinasi, kerja sama, dan harmonisasi kebijakan yang baik, Otoritas Jasa Keuangan harus merupakan bagian dari sistem penyelenggaraan urusan pemerintahan yang berinteraksi secara baik dengan lembaga-lembaga negara dan pemerintahan lainnya dalam mencapai tujuan dan cita-cita kemerdekaan Indonesia yang tercantum dalam konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Independensi Otoritas Jasa Keuangan tercermin dalam kepemimpinan Otoritas Jasa Keuangan. Secara orang perseorangan, pimpinan Otoritas Jasa Keuangan memiliki kepastian masa jabatan dan tidak dapat diberhentikan, kecuali memenuhi alasan yang secara tegas diatur dalam Undang-Undang ini. LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 137 Sejalan dengan prinsip-prinsip tata kelola dan asas-asas di atas, Otoritas Jasa Keuangan harus memiliki struktur dengan prinsip “checks and balances”. Hal ini diwujudkan dengan melakukan pemisahan yang jelas antara fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan. Fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan serta pengawasan dilakukan oleh Dewan Komisioner melalui pembagian tugas yang jelas demi pencapaian tujuan Otoritas Jasa Keuangan. Tugas anggota Dewan Komisioner meliputi bidang tugas terkait kode etik, pengawasan internal melalui mekanisme dewan audit, edukasi dan perlindungan konsumen, serta fungsi, tugas, dan wewenang pengawasan untuk sektor Perbankan, Pasar Modal, Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya. Berdasarkan latar belakang pemikiran dan aspek tersebut maka dibentuk Undang-Undang tentang Otoritas Jasa Keuangan. D. Akuntabilitas Keuangan. Realisasi Belanja Kementerian Keuangan pada TA 2011 adalah sebesar Rp16.097.129.536.476,00 (termasuk didalamnya realisasi belanja imbalan bunga yang tidak tersedia pagu anggarannya dalam DIPA sebesar Rp1.247.399.871.387,00) atau 92,80 persen dari pagu belanja dalam DIPA sebesar Rp17.346.776.059.000,00. Berbeda dengan IKU Persentase Penyerapan DIPA Kementerian Keuangan, realisasi belanja ini memuat juga belanja pegawai. Secara umum, realisasi anggaran per program Kementerian Keuangan adalah sebagaimana tampak pada Tabel 3.60. Tabel 3.61 Realisasi Anggaran Kementerian Keuangan Tahun 2011 Program 1. Program Dukungan dan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kementerian Keuangan 6.910.441.708.000 5.944.612.293.873 86,02 2. Program Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Kementerian Keuangan 102.690.573.000 93.378.485.326 90,93 3. Program Pendidikan dan Kementerian Keuangan Apataratur 440.143.341.000 395.611.883.212 89,88 4. Program Pengaturan Pembinaan dan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Non Bank 199.236.145.000 140.965.147.578 70,75 5. Program Pengelolaan Anggaran Negara 123.126.257.000 114.440.377.131 92,95 6. Program Peningkatan Pengelolaan Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah 139.950.000.000 114.841.707.160 82,06 7. Program Pengelolaan Perbendaharaan Negara 1.484.566.434.000 1.384.608.667.754 93,27 8. Program Pengelolaan Kekayaan Negara Pengurusan Piutang Negara dan Pelayanan Lelang 653.051.390.000 543.435.806.872 83,21 9. Program Perumusan Kebijakan Fiskal 185.396.997.000 137.324.066.313 74,07 10. Program Pengamanan dan Pengamanan Penerimaan Pajak 4.921.494.700.000 5.395.460.524.887 109,63 11. Program Pengawasan Pelayanan dan Penerimaan di Bidang Kepabean dan Cukai 2.074.536.058.000 1.725.455.209.752 83,17 12. Program Pengelolaan dan Pembiayaan Utang 112.142.456.000 106.995.366.618 95,41 17.346.776.059.000 6.097.129.536.476 92,80 Pelatihan Anggaran (Rp) Dana yang diserap (Rp) Kode Total 138 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA % Bab 1. Pendahuluan Bab 2. Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Bab 3. Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Bab 4. Penutup Penyebab tidak tercapainya target penyerapan anggaran antara lain adalah sebagai berikut: 1. Keterlambatan penunjukkan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), yang baru dilaksanakan pada bulan Mei 2011, sehingga beberapa kegiatan tidak dapat dilaksanakan tepat waktu. 2. Terjadinya gagal lelang pengadaan barang dan jasa pada beberapa satuan kerja. 3. Kurangnya peminat peserta lelang, peserta tidak memenuhi syarat administrasi, atau peserta tidak lulus evaluasi dokumen. 4. Adanya efisiensi dalam pelaksanaan lelang yang lebih rendah dari Harga Perkiraan Sendiri (HPS). 5. Adanya pagu anggaran belanja barang dan modal yang diblokir untuk Rupiah Murni Pendamping (RMP) dan Perjalanan Dinas Sensus Pajak Nasional. 6. Pembangunan gedung Kantor Pusat yang dianggarkan sebesar Rp70 Miliar pada tahun 2011 masih belum terealisasi sepenuhnya LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 139 Bab 4 PENUTUP LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 141 LAKIP Kementerian Keuangan ini merupakan laporan pertanggungjawaban atas pencapaian pelaksanaan visi dan misi Kementerian Keuangan menuju good governance dengan mengacu pada Rencana Strategis Tahun 2010-2014. Penyusunan LAKIP ini mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah, Inpres Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP), dan Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi. LAKIP ini merupakan LAKIP tahun kedua pelaksanaan RPJMN Tahun 2010-2014. Sebagai pengelola keuangan dan kekayaan negara, Kementerian Keuangan telah mampu menjalankan tugasnya dengan baik. Dalam tahun 2011 kondisi perekonomian dunia mulai membaik, namun masih terdapat risiko yang menghadang seperti belum pulihnya sektor keuangan beberapa negara di kawasan Eropa, serta meningkatnya harga minyak dan komoditi pangan di pasar global. Kondisi ini akan mempengaruhi perekonomian domestik, yang pada gilirannya akan mempengaruhi pencapaian kinerja yang telah ditetapkan. Meskipun demikian perekonomian nasional mampu tumbuh 6,5 persen, nilai tukar rupiah rata-rata sebesar Rp8.988/US$, dan IHSG mencapai 3.752,24. Secara umum pencapaian sasaran strategis yang telah ditetapkan dalam tahun 2011 telah sesuai dengan yang ditargetkan, bahkan diantara sasaran strategis tersebut memperoleh nilai capaian lebih dari 100 persen. Namun, masih terdapat beberapa IKU yang masih belum mencapai target yang ditentukan. Tantangan yang menghambat pencapaian sasaran yang telah ditetapkan antara lain belum pulihnya krisis global. Langkah-langkah ke depan yang harus dilakukan oleh Kementerian Keuangan dalam upaya memperbaiki kinerja dan menghadapi tantangan ke depan, antara lain: 1. Peningkatan realisasi Pendapatan Negara, dengan melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi Wajib Pajak, peningkatan pelayanan dan pengawasan di bidang kepabeanan seperti intensifikasi pemeriksaan dokumen dan fisik barang, pemberantasan penyelundupan, temuan hasil audit serta penyempurnaan sistem administrasi pengelolaan PNBP. 2. Peningkatan koordinasi dengan institusi pengelola PNBP dan mengoptimalkan tingkat penyerapan DIPA dengan melakukan optimalisasi pelayanan dalam proses pengesahan dan penyelesaian DIPA/revisi DIPA secara tepat waktu, sosialisasi ketentuan dan prosedur pelaksanaan yang baik, monitoring penyerapan anggaran serta penerbitan kebijakan dan peraturan yang mendukung penyerapan anggaran. 3. Mengupayakan pengembangan pasar SBN domestik, memperluas basis investor SBN domestik, dan mengembangkan instrumen SBN, mengembangkan strategi pengelolaan risiko nilai tukar melalui instrumen derivatif (hedging) dan penerapan konsep asset liability management. 4. Melakukan penertiban Barang Milik Negara melalui kegiatan inventariasi dan penilaian BMN, penyelesaian permohonan penilaian atas kekayaan negara yang akan diutilisasi, peningkatan kesadaran Pengguna Barang agar melaksanakan pengelolaan BMN sesuai dengan ketentuan dengan melakukan bimbingan dan sosialisasi peraturan terkait dengan pengelolaan BMN. 142 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Bab 1. Pendahuluan 5. Bab 2. Rencana Strategis dan Penetapan/Perjanjian Kinerja Bab 3. Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan Bab 4. Penutup Penyempurnaan kebijakan pengalokasian DBH dalam proses perhitungan, penetapan alokasi dan ketepatan waktu penyaluran, menerapkan prinsip keadilan dalam proses pengalokasian DAU, serta mengembangkan pola perhitungan yang tepat dalam menentukan kelayakan daerah penerima DAK maupun besaran alokasinya dalam rangka penyaluran dana transfer ke daerah. 6. Meningkatkan transparansi pengelolaan keuangan negara melalui peningkatan kualitas penyusunan LKPP dengan melakukan koordinasi dan konsolidasi laporan keuangan Kementerian/Lembaga dan Bendahara Umum Negara, dan melaksanakan koordinasi dengan DPR dalam rangka penyelesaiaan RUU PP APBN secara tepat waktu. 7. Peningkatan kualitas laporan keuangan, yaitu LK BA 15, LK BUN, dan LK BA 999, sebagai perwujudan pengelolaan Keuangan Negara yang akuntabel melalui upaya yang berkesinambungan dalam mengawal dan mendampingi proses penyusunan laporan keuangan sampai dengan pemeriksaan laporan keuangan. 8. Melakukan pembenahan organisasi, sistem dan prosedur serta sumber daya manusia di bidang industri Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Non Bank, peningkatan pengawasan terhadap pelaku industri Pasar Modal dan Lembaga Keuangan, melakukan optimalisasi pemenuhan standar internasional dalam produk regulasi baik untuk industri Pasar Modal maupun untuk Lembaga Keuangan non bank. Akhirnya dengan disusunnya LAKIP ini, diharapkan dapat memberikan informasi secara transparan kepada seluruh pihak yang terkait mengenai tugas fungsi Kementerian Keuangan, sehingga dapat memberikan umpan balik guna peningkatan kinerja pada periode berikutnya. Secara internal LAKIP tersebut harus dijadikan motivator untuk lebih meningkatkan kinerja organisasi dengan jalan selalu menyesuaikan indikator-indikator kinerja yang telah ada dengan perkembangan tuntutan stakeholders, sehingga Kementerian Keuangan dapat semakin dirasakan keberadaannya oleh masyarakat dengan pelayanan yang profesional. MENTERI KEUANGAN AGUS D.W. MARTOWARDOJO LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 143 Halaman sengaja di kosongkan 144 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 i ii KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Terwujudnya pengelolaan anggaran negara yang tepat waktu, transparan dan akuntabel 100% 100% 5 6 Pengelolaan Anggaran Negara 1 4 2014 PROGRAM/ KEGIATAN Pengelolaan Anggaran Negara 3 2010 TARGET PROGRAM 2 INDIKATOR PROGRAM 1 I PROGRAM/ KEGIATAN No RENSTRA MATRIKS PERBANDINGAN RENCANA STRATEGIS DAN ROADMAP KEMENTERIAN KEUANGAN UNTUK MENDUKUNG KEGIATAN PRIORITAS NASIONAL Terwujudnya pengelolaan anggaran negara yang tepat waktu, transparan dan akuntabel Terlaksananya dukungan manajamen dalam pelaksanaan tugas DJA Tersusunnya draft NK, RAPBN dan RUU APBN/ APBN-P dengan besaran yang akurat dan tepat waktu Pengalokasian belanja pemerintah pusat yang tepat waktu dan efisien Tingkat ketepatan waktu penyampaian pelaporan/ pertanggungjawaban laporan keuangan BA BUN BSBL Persentase Jumlah PNBP Nasional 1 2 3 4 5 6 7 INDIKATOR 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 9 2014 100% 8 2010 TARGET LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 iii 2 100% 100% 5 2014 6 Pengelolaan Anggaran Belanja Pemerintah Pusat (ABPP) Pengalokasian belanja pemerintah pusat yang tepat waktu dan efisien 4 2010 PROGRAM/ KEGIATAN Pengelolaan Anggaran Belanja Pemerintah Pusat (ABPP) 1 3 TARGET Kegiatan 2 1 INDIKATOR Kegiatan PROGRAM/ KEGIATAN No RENSTRA Persentase jumlah piutang PNBP khusus BUN yang tertagih Persentase jumlah sosialisasi yang 9 10 Pengalokasian belanja pemerintah pusat yang tepat waktu dan efisien Jumlah rekomendasi hasil monitoring dan evaluasi yang digunakan pimpinan Jumlah sosialisasi sesuai rencana 2 3 Tersedianya norma penganggaran berbasis kinerja dan penerapan MTEF yang kredibel dan tepat waktu 1 11 Persentase penyelesaian target dan pagu PNBP tepat waktu 8 dilakukan oleh DJA sesuai rencana Persentase penyelesaian RPP tentang Jenis dan Tarif PNBP tepat waktu 7 7 INDIKATOR 100% 90% 100% 75% 100% 85% 80% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 80% 80% 100% 9 2014 8 2010 TARGET iv KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Peningkatan dan Pengamanan Penerimaan Pajak 100% 100% 100% 100% Persentase realisasi penerimaan pajak terhadap target penerimaan pajak Persentase realisasi waktu pelayanan terhadap janji waktu pelayanan (QuickWin) 1 2 6 Penyusunan dan penyampaian laporan keuangan Belanja Subsidi dan Belanja Lainlain (BSBL) PROGRAM 5 100% Peningkatan dan Pengamanan Penerimaan Pajak 4 100% PROGRAM 3 Laporan Keuangan Belanja Subsidi dan Lain-lain (BSBL) yang lengkap dan tepat waktu II 1 2 2014 PROGRAM/ KEGIATAN Penyusunan dan penyampaian laporan keuangan Belanja Subsidi dan Belanja Lain-lain (BSBL) 2010 TARGET 3 INDIKATOR 1 PROGRAM/ KEGIATAN No RENSTRA MATRIKS PERBANDINGAN RENCANA STRATEGIS DAN ROADMAP KEMENTERIAN KEUANGAN UNTUK MENDUKUNG KEGIATAN PRIORITAS NASIONAL Persentase penyelesaian pembuatan dan penyempurnaan PER Dirjen Indeks kepuasan WP atas pelayanan perpajakan dari hasil survei: 2 3 - KPP WP Besar Persentase penyelesaian usulan pembuatan dan penyempurnaan PP dan PMK Tingkat ketepatan waktu penyampaian pelaporan/ pertanggungjawaban laporan keuangan BA BUN BSBL 2 1 Tingkat ketepatan waktu penyampaian pelaporan/ pertanggungjawaban laporan keuangan BA BUN BSBL Belanja Lain-lain (BSBL) yang lengkap dan tepat waktu 1 7 INDIKATOR 78 poin 100% 100% 78 poin 100% 100%t 100% 100% 100% 9 2014 100% 8 2010 TARGET LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 v PROGRAM/ KEGIATAN 2 No 1 3 INDIKATOR RENSTRA 4 2010 TARGET 5 2014 6 PROGRAM/ KEGIATAN Indeks kepuasan masyarakat atas 5 Persentase realisasi sosialisasi Persentase pembuatan mapping Persentase pembuatan profil Wajib Pajak Persentase pembuatan benchmark per sektor/sub sektor Persentase realisasi penyelesaian pemeriksaan Efisiensi pemeriksaan Persentase pencairan piutang pajak 6 7 8 9 10 11 12 sosialisasi perpajakan dan kegiatan kehumasan Persentase realisasi pelayanan tepat waktu 20% 1 : 10,61 20% 1 : 10,61 75% 100% 100% 75% 100% 100% 100% 76 poin 100% 70 poin 75 poin 9 2014 TARGET 100% 100% 100% 70 poin 95% 70 poin - KPP Pratama 4 75 poin 8 2010 - KPP Madya 7 INDIKATOR vi KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PROGRAM/ KEGIATAN 2 No 1 3 INDIKATOR RENSTRA MATRIKS PERBANDINGAN RENCANA STRATEGIS DAN ROADMAP KEMENTERIAN KEUANGAN UNTUK MENDUKUNG KEGIATAN PRIORITAS NASIONAL 4 2010 TARGET 5 2014 6 PROGRAM/ KEGIATAN Persentase Wajib Pajak yang menggunakan Pasal 44 B UU No. 28/2007 tentang KUP Persentase hasil penyidikan yangdiserahkan ke Kejaksaan Persentase penyelesaian penyempurnaan organisasi Persentase penyelesaian SOP terhadap SOP yang harus diperbaharui / dibuat Persentase penyelesaian pembangunan dan pengembangan modul sistem informasi yang dapat dikaitkan dengan rencana strategi DJP Persentase penyerapan DIPA Persentase kesesuaian kompetensi pegawai terhadap kompetensi jabatan Persentase jam pelatihan pegawai terhadap jam kerja Persentase jumlah pegawai yang dijatuhi hukuman disiplin berat atau sedang 13 14 15 16 17 18 19 20 21 7 INDIKATOR 3% 0,3% 3% 0,3% 80% 80% 100% 100% 85% 100% 100% 85% 100% 30% 30% 100% 9 5% 8 2014 5% 2010 TARGET LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 vii 1 2 1 Perumusan kebijakan di bidang PPN, PBB, BPHTB, KUP, PPSP, dan Bea Materai1 Kegiatan PROGRAM/ KEGIATAN No 1 Persentase penyelesaian usulan pembuatan / Revisi peraturan perundangan terhadap peraturan perundangan yang harus dibuat / direvisi 3 INDIKATOR RENSTRA 100% 4 2010 TARGET 100% 5 2014 Perumusan kebijakan di bidang PPN, PBB, BPHTB, KUP, PPSP, dan Bea Materai Kegiatan 6 PROGRAM/ KEGIATAN Indeks kepuasan Stakeholder atas Peraturan Perpajakan Persentase penyelesaian usulan pembuatan dan penyempurnaan PP dan PMK di bidang Peraturan Perpajakan I Persentase penyelesaian pembuatan dan penyempurnaan Peraturan Dirjen di bidang Peraturan Perpajakan I Persentase pegawai yang mengikuti pelatihan sesuai kebutuhan pelaksanaan tugas Persentase realisasi usulan SOP baru dan SOP revisi Persentase penyerapan DIPA 1 2 3 4 5 6 7 INDIKATOR 85% 85% 100% 100% 100% 100% 100% 9 2014 100% 8 2010 TARGET viii KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 2 Perumusan kebijakan di bidang PPh dan perjanjian kerjasama internasional 1 2 PROGRAM/ KEGIATAN No 1 Persentase penyelesaian usulan pembuatan/ Revisi peraturan perundangan terhadap peraturan perundangan yang harus dibuat / direvisi 3 INDIKATOR RENSTRA MATRIKS PERBANDINGAN RENCANA STRATEGIS DAN ROADMAP KEMENTERIAN KEUANGAN UNTUK MENDUKUNG KEGIATAN PRIORITAS NASIONAL 100% 4 2010 TARGET 100% 5 2014 Perumusan kebijakan di bidang PPh dan perjanjian kerjasama internasional 6 PROGRAM/ KEGIATAN Indeks kepuasan Stakeholder Peraturan Perpajakan Indeks kepuasan Stakeholder atas Pelayanan Bantuan Hukum Persentase penyelesaian pembuatan dan penyempurnaan PP dan PMK di bidang Peraturan Perpajakan II Persentase penyelesaian pembuatan dan penyempurnaan Peraturan Dirjen di bidang Peraturan Perpajakan II Persentase penyelesaian konsep baru dan revisi perjanjian kerjasama terhadap rencana 1 2 3 4 5 7 INDIKATOR 100% 100% 100% 100% 100% 9 2014 100% 8 2010 TARGET LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 ix 100% 6 Pengawasan, pelayanan, dan Penerimaan di bidang kepabeanan dan cukai 100% 5 2014 PROGRAM/ KEGIATAN PROGRAM Jumlah Penerimaan Bea dan Cukai 4 2010 TARGET Pengawasan, pelayanan, dan Penerimaan di bidang kepabeanan dan cukai 1 3 INDIKATOR PROGRAM 2 1 III PROGRAM/ KEGIATAN No RENSTRA Persentase pegawai yang mengikuti pelatihan sesuai kebutuhan pelaksanaan tugas Persentase realisasi usulan SOP baru dan SOP revisi Persentase penyerapan DIPA 8 9 10 Persentase pencapaian target penerimaan bea dan cukai Persentase penanganan perkara di luar pengadilan pajak terhadap gugatan/ perkara yang ditujukan kepada DJP 7 1 Persentase pemberian bantuan hukum terhadap kasus hukum yang diminta bantuan 6 7 INDIKATOR 100% 100% 100% 85% 100% 85% 100% 100% 100% 100% 9 2014 8 2010 TARGET x KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PROGRAM/ KEGIATAN 2 No 1 Indeks kepuasan pelayanan bea dan cukai Persentase berita negatif yang diberitakan oleh media nasional yang terpercaya Persentase cukai yang dibayar tepat waktu dibandingkan dengan jumlah cukai secara keseluruhan Persentase pengguna jasa kepabeanan dan cukai yang diblokir kegiatannya dibandingkan dengan jumlah perijinan Persentase Jumlah Kajian/ Telaahan yang dibuat Persentase penyelesaian rancangan dan legalisasi peraturan pelaksanaan Undang-undang Kepabeanan dan Undangundang Cukai 3 4 5 6 7 8 50% 40% Persentase jumlah kasus tindak pidana di bidang kepabeanan dan cukai yang diserahkan ke Kejaksaan 3 7 Rasio realisasi dari janji pelayanan quick win ke pihak eksternal 2 6 5 85% 4 INDIKATOR 80% 3 2014 PROGRAM/ KEGIATAN Rasio realisasi dari janji pelayanan quick win ke pihak eksternal 2010 TARGET 2 INDIKATOR RENSTRA MATRIKS PERBANDINGAN RENCANA STRATEGIS DAN ROADMAP KEMENTERIAN KEUANGAN UNTUK MENDUKUNG KEGIATAN PRIORITAS NASIONAL 80% 9% 10% 75% 99% 98% 85% 15% 25% 80% 67% 62% 9 85% 8 2014 80% 2010 TARGET LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 xi PROGRAM/ KEGIATAN 2 No 1 3 INDIKATOR RENSTRA 4 2010 TARGET 5 2014 6 PROGRAM/ KEGIATAN Persentase penyelesaian rancangan PMK dan aturan pelaksanaan lainnya terkait sistem pelayanan kepabeanan yang mendukung sistem logistik nasional (Customs Advanced Trade System) Persentase penyelesaian rancangan peraturan terkait sistem pelayanan kepabeanan dan cukai di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Persentase rumusan kebijakan kerjasama internasional dibidang kepabeanan dan cukai Persentase Realisasi dari Janji Pelayanan yang tepat waktu Persentase keputusan registrasi kepabeanan yang tepat waktu Rata-rata waktu pelayanan pengambilan pita cukai 9 10 11 12 13 14 7 INDIKATOR 100% 80% 4 jam 90% 85% 4 jam 95% 9 2014 90% 40% 75% 8 2010 TARGET xii KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PROGRAM/ KEGIATAN 2 No 1 3 INDIKATOR RENSTRA MATRIKS PERBANDINGAN RENCANA STRATEGIS DAN ROADMAP KEMENTERIAN KEUANGAN UNTUK MENDUKUNG KEGIATAN PRIORITAS NASIONAL 4 2010 TARGET 5 2014 6 PROGRAM/ KEGIATAN Realisasi audit dibandingkan dengan rencana Persentase Penyelesaian tagihan Persentase tindak lanjut temuan 17 18 19 22 21 20 Efektifitas edukasi dan komunikasi 16 Persentase jam pelatihan pegawai DJBC terhadap jam kerja sarana pengawasan Gamma Ray Persentase pemanfaatan kepabeanan dan cukai yang diserahkan ke Kejaksaan Persentase tindak pidana di bidang pelanggaran kepabeanan dan cukai Jumlah peserta sosialisasi / penyuluhan DJBC 15 7 INDIKATOR 3% 60% 50% 50% 3,5% 80% 60% 70% 60% 95% 90% 55% 60 10.000 org 9 2014 60 10.000 org 8 2010 TARGET LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 xiii PROGRAM/ KEGIATAN 2 No 1 3 INDIKATOR RENSTRA 4 2010 TARGET 5 2014 6 PROGRAM/ KEGIATAN Jumlah pegawai yang dijatuhi hukuman disiplin sedang atau berat Persentase penyelesaian / modernisasi organisasi Persentase penyelesaiaan SOP Persentase kelengkapan laporan 25 26 27 28 30 29 Jumlah pegawai yang diberikan penghargaan 24 Downtime sistem informasi proses bisnis DJBC infrastruktur TI yang sesuai dengan Persentase sistem aplikasi dan manajemen risiko Persentase Pejabat yang telah memenuhi standar kompetensi jabatannya 23 7 INDIKATOR 1% 100% 80% 100% 1% 100% 100% 100% 100% 31 orang 31 orang 100% 100 orang 80% 80% 50 orang 9 2014 8 2010 TARGET xiv KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 2 2 1 Perumusan Kebijakan dan Bimbingan Teknis Fasilitas Kepabeanan Kegiatan PROGRAM/ KEGIATAN No Persentase realisasi janji layanan publik terkait pemberian fasilitas pembebasan dan keringanan bea masuk Persentase realisasi janji layanan publik terkait pemberian fasilitas pertambangan 1 2 3 INDIKATOR RENSTRA MATRIKS PERBANDINGAN RENCANA STRATEGIS DAN ROADMAP KEMENTERIAN KEUANGAN UNTUK MENDUKUNG KEGIATAN PRIORITAS NASIONAL 80% 80% 70% 5 2014 70% 4 2010 TARGET Perumusan Kebijakan dan Bimbingan Teknis Fasilitas Kepabeanan Kegiatan 6 PROGRAM/ KEGIATAN Persentase belanja dibanding dengan penerimaan 33 2 Persentase penyelesaian peraturan terkait sistem pelayanan kepabeanan dan cukai di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Persentase penyelesaian rancangan PMK dan aturan pelaksanaan lainnya terkait sistem pelayanan kepabeanan yang mendukung Sistem Logistik Nasional (Customs Advance Trade Systems) Persentase Penyerapan DIPA 32 1 Persentase penerapan aplikasi sistem komputer pelayanan (SKP) kepabeanan yang terintegrasi dengan portal INSW 31 7 INDIKATOR 100% 2,05% 100% 2,05% 40% 100% 9 100% 8 2014 100% 2010 TARGET LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 xv PROGRAM/ KEGIATAN 2 No 1 Persentase penyelesaian rancangan PMK dan aturan pelaksanaan lainnya terkait sistem pelayanan kepabeanan yang mendukung Sistem Logistik Nasional (Customs Advance TradeSystem) Persentase realisasi janji layanan pemberian 4 5 Persentase realisasi janji layanan publik terkait pemberian Tempat Penimbunan Berikat (TPB) 3 3 INDIKATOR RENSTRA - 100% 80% 80% 70% 70% 5 2014 4 2010 TARGET 6 PROGRAM/ KEGIATAN PMK untuk memadukan Kawasan Pelayanan Pabean Terpadu (KPPT) dengan Kawasan Ekonomi Khusus di 5 lokasi (di Jawa dan Sumatera) PMK-PMK ttg Pemberian Fasilitas Fiskal sesuai Peraturan Per-UU-an dan skema Pembiayaan Infrastruktur ke & di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) 5 6 PMK tentang Authorized Economic Operator (AEO) dan dukungan terkait dengan Sistem Logistik Nasional fasilitas Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BMDTP) melalui modernisasi sistem dan prosedur PMK untuk pengembangan sistem 4 3 7 INDIKATOR 40% 40% 100% 100% 8 2010 9 2014 TARGET xvi KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PROGRAM/ KEGIATAN 2 No 1 PMK untuk pengembangan sistem elektronik terkait dengan perijinan investasi di bidang kepabeanan dan perpajakan PMK ttg Authorized Economic Operator (AEO) dan dukungan terkait dengan Sistem Logistik Nasional PMK-PMK ttg Pemberian Fasilitas Fiskal sesuai Peraturan Per-UU-an dan skema Pembiayaan Infrastruktur ke & di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) 6 7 8 3 INDIKATOR RENSTRA MATRIKS PERBANDINGAN RENCANA STRATEGIS DAN ROADMAP KEMENTERIAN KEUANGAN UNTUK MENDUKUNG KEGIATAN PRIORITAS NASIONAL 11 Persentase realisasi janji layanan publik terkait pemberian fasilitas pembebasan dan/atau keringanan bea masuk 9 Persentase realisasi janji layanan publik terkait pemberian fasilitas Tempat Penimbunan Berikat (TPB) Persentase realisasi janji layanan publik terkait pemberian fasilitas pertambangan Persentase penyelesaian rancangan peraturan di bidang fasilitas kepabeanan PMK tentang Kawasan Pelayanan Pabean Terpadu (KPPT) dalam rangka pengembangan Sistem Logistik 7 INDIKATOR 8 7 Desember 2011 6 10 Oktober 2014 5 2014 PROGRAM/ KEGIATAN Oktober 2014 4 2010 TARGET 100% 90% 90% 90% 85% 85% 85% 9 2014 75% 100% 8 2010 TARGET LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 xvii PROGRAM/ KEGIATAN 2 Perumusan Kebijakan dan Pengembangan Teknologi Informasi Kepabeanan dan Cukai No 1 5 Persentase sistem aplikasi dan infrastruktur TI yang sesuai dengan proses bisnis DJBC Persentase downtime sistem informasi Rata-rata persentase penyelesaian pengembangan aplikasi sesuai rencana 2 3 PMK untuk memadukan Kawasan Pelayanan Pabean Terpadu (KPPT) dengan Kawasan Ekonomi Khusus di 5 lokasi (di Jawa & Sumatera) 1 9 3 INDIKATOR RENSTRA 5 2014 1% 75% 70% 100% 1% 100% Desember 2011 4 2010 TARGET Perumusan Kebijakan dan Pengembangan Teknologi Informasi Kepabeanan dan Cukai 6 PROGRAM/ KEGIATAN 3 2 1 12 PMK tentang Kawasan Pelayanan Pabean Terpadu (KPPT) dalam rangka pengembangan Sistem Logistik PMK tentang Authorized Economic Operator (AEO) dan dukungan terkait dengan Sistem Logistik Nasional PMK untuk pengembangan sistem elektronik terkait dengan perijinan investasi di bidang kepabeanan dan perpajakan Realisasi janji layanan pemberian fasilitas Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BMDTP) melalui modernisasi sistem dan prosedur 7 INDIKATOR 90% 85% 100% 100% 100% 9 2014 8 2010 TARGET xviii KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PROGRAM/ KEGIATAN 2 No 1 Persentase penyelesaian aplikasi sistem kepabeanan yang terintegrasi dengan portal NSW PMK-PMK ttg Pemberian Fasilitas Fiskal sesuai Peraturan Per-UU-an dan skema Pembiayaan Infrastruktur ke & di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) PMK tentang Authorized Economic Operator (AEO) dan dukungan terkait dengan Sistem Logistik Nasional 4 5 6 3 INDIKATOR RENSTRA MATRIKS PERBANDINGAN RENCANA STRATEGIS DAN ROADMAP KEMENTERIAN KEUANGAN UNTUK MENDUKUNG KEGIATAN PRIORITAS NASIONAL 5 2014 Oktober 2014 40% Desember 2010 4 2010 TARGET 6 PROGRAM/ KEGIATAN 7 Percepatan operasionalisasi NSW. Untuk 5 pelabuhan, NSW untuk import siap dilaksanakan akhir Desember 2009. Untuk pelabuhan yang lain, tergantung kebijakan dan kesiapan K/L lainnya. PMK untuk memadukan Kawasan Pelayanan Pabean Terpadu (KPPT) dengan Kawasan Ekonomi Khusus di 5 lokasi (di Jawa dan Sumatera) PMK untuk pengembangan sistem elektronik terkait dengan perijinan investasi di bidang kepabeanan dan perpajakan Oktober 2011 5 6 Mandatory NSW impor dan ekspor di 5 pelabuhan utama 4 7 INDIKATOR 100% 40% 40% 100% 8 2010 100% 9 2014 TARGET LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 xix PROGRAM 2 1 IV PROGRAM/ KEGIATAN No PMK tentang Kawasan Pelayanan Pabean Terpadu (KPPT) dalam rangka pengembangan Sistem Logistik PMK tentang mandatory NSW impor dan ekspor di 5 pelabuhan utama PMK-PMK ttg Pemberian Fasilitas Fiskal sesuai Peraturan Per-UU-an dan skema Pembiayaan Infrastruktur ke & di kawasan Ekonomi Khusus (KEK) PMK untuk memadukan Kawasan Pelayanan Pabean Terpadu (KPPT) dengan Kawasan Ekonomi Khusus di 5 lokasi (di Jawa & Sumatera) Percepatan operasionalisasi NSW. Untuk 5 pelabuhan, NSW untuk import siap dilaksanakan akhir Desember 2009. Untuk pelabuhan yang lain, tergantung kebijakan dan kesiapan K/L lainnya. 7 8 9 10 11 3 INDIKATOR RENSTRA Oktober 2014 Oktober 2014 5 2014 Desember 2010 Desember 2011 Desember 2011 4 2010 TARGET PROGRAM 6 PROGRAM/ KEGIATAN Persentase penyelesaian aplikasi sistem kepabeanan yang terintegrasi dengan portal NSW pengembangan aplikasi sesuai rencana 11 12 Persentase downtime sistem informasi Persentase sistem aplikasi dan infrastruktur TI yang sesuai dengan proses bisnis DJBC 9 10 Persentase kelengkapan laporan Manajemen Risiko 8 7 INDIKATOR 75% 100% 70% 100% 1% 100% 100% 1% 100% 9 2014 80% 8 2010 TARGET xx KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 2 1 3 hari 4 hari Ketepatan waktu penyelesaian dokumen pelaksanaan penyaluran dana transfer ke daerah 100% 100% 4 12 hari 15 hari Realisasi janji pelayanan evaluasi Perda/Raperda PDRD ke pihak eksternal Persentase ketepatan jumlah penyaluran dana transfer ke daerah 100% 5 2014 100% 4 2010 TARGET Rasio realisasi dari janji pelayanan pengalokasian dana transfer ke daerah ke pihak eksternal 3 INDIKATOR 3 1 Peningkatan pengelolaan Perimbangan keuangan antara Pemerintah pusat dan 2 pemerintahan Daerah PROGRAM/ KEGIATAN No RENSTRA MATRIKS PERBANDINGAN RENCANA STRATEGIS DAN ROADMAP KEMENTERIAN KEUANGAN UNTUK MENDUKUNG KEGIATAN PRIORITAS NASIONAL Peningkatan pengelolaan Perimbangan keuangan antara Pemerintah pusat dan pemerintahan Daerah 6 PROGRAM/ KEGIATAN 7 Ketepatan waktu penyelesaian dokumen pelaksanaan penyaluran dana transfer ke daerah Persentase kepatuhan dan penegakan etentuan/ peraturan 5. Persentase ketepatan jumlah penyaluran dana transfer ke daerah Realisasi janji pelayanan evaluasi Perda/Raperda PDRD ke pihak eksternal Rasio realisasi dari janji pelayanan pengalokasian dana transfer ke daerah ke pihak eksternal 4. 3. 2. 1. INDIKATOR 100% 12 hari 100% 3 hari 85% 15 hari 100% 4 hari 80% 9 2014 100% 8 2010 TARGET LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 xxi 2 1 KEGIATAN PROGRAM/ KEGIATAN No Persentase penyelesaian kasus KKN yang terjadi di lingkungan Ditjen PK sesuai dengan kewenangannya 7 Kajian revisi UU 33/ 2004 dan PP 54/2005 Persentase kepatuhan dan penegakan ketentuan/ peraturan 6 8. Indeks kepuasan Pemda terhadap norma, standar, dan pengelolaan belanja transfer ke daerah ke pihak eksternal 5 3 INDIKATOR RENSTRA 3 85% 100% 3 80% 100% Desember 2010 5 2014 4 2010 TARGET KEGIATAN 6 PROGRAM/ KEGIATAN Kajian revisi UU 33/2004 dan PP 54/2005 Indeks kepuasan Pemda terhadap norma, standar, dan pengelolaan belanja transfer ke daerah ke pihak eksternal Persentase jumlah kebijakan yang direalisasikan Persentase sosialisasi sesuai rencana Persentase ketersediaan informasi Indeks Opini BPK atas BA 999.05 9 10 11 12 13 Persentase penyelesaian kajian sinkronisasi peraturan pusat dan daerah Persentase penyelesaian kasus KKN yang terjadi di lingkungan Ditjen PK sesuai dengan Kewenangannya 8. 7. 6. 7 INDIKATOR 4 WTP 100% 95% 100% 4 WTP 100% 100% 100% 3 3 100% 100% - 100% 100% 100% 9 2014 8 2010 TARGET xxii KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PROGRAM/ KEGIATAN 2 Perumusan kebijakan, bimbingan teknis, dan pengelolaan transfer ke daerah No 1 1 Persentase ketepatan jumlah penyaluran jumlah dana transfer ke daerah Ketepatan waktu penyelesaian dokumen pelaksanaan penyaluran dana transfer ke daerah Persentase jumlah kebijakan dana Transfer ke Daerah sesuai rencana Indeks kepuasan Pemda terhadap kebijakan formulasi dana Transfer ke Daerah sesuai kewenangan dan urusan 1 2 3 4 3 INDIKATOR RENSTRA MATRIKS PERBANDINGAN RENCANA STRATEGIS DAN ROADMAP KEMENTERIAN KEUANGAN UNTUK MENDUKUNG KEGIATAN PRIORITAS NASIONAL 100% 3 hari 100% 3 4 hari 100% 3 5 2014 100% 4 2010 TARGET Perumusan kebijakan, bimbingan teknis, dan pengelolaan transfer ke daerah 6 PROGRAM/ KEGIATAN 7 Indeks kepuasan Pemda terhadap norma dan standar transfer ke daerah Indeks kepuasan Pemda terhadap kebijakan formulasi dana Transfer ke Daerah sesuai kewenangan dan urusan 5 6 Indeks Kepatuhan dan Penegakan Hukum Persentase jumlah kebijakan dana Transfer ke Daerah sesuai rencana 3 4 Ketepatan waktu penyelesaian dokumen pelaksanaan penyaluran dana transfer ke daerah Persentase ketepatan jumlah penyaluran jumlah dana transfer ke daerah 2 1 INDIKATOR 3 hari 3 hari 3 hari 3 hari 100% 100% 85% 4 hari 4 hari 80% 100% 9 2014 100% 8 2010 TARGET LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 xxiii Perumusan kebijakan, bimbingan teknis, dan monitoring dan evaluasi di bidang PDRD 2 1 2 PROGRAM/ KEGIATAN No Indeks Kepatuhan dan Penegakan Hukum 7 Persentase jumlah kebijakan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang dapat diimplementasikan Rasio realisasi dari janji pelayanan pengalokasian dana transfer ke daerah ke pihak eksternal 6 1 Indeks kepuasan Pemda terhadap norma dan standar transfer ke daerah 5 3 INDIKATOR RENSTRA 100% 100% 80% 85% 85% 3 3 80% 5 2014 4 2010 TARGET Perumusan kebijakan, bimbingan teknis, dan monitoring dan evaluasi di bidang PDRD 6 PROGRAM/ KEGIATAN Persentase jumlah kebijakan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang dapat diimplementasikan Jumlah Konsep Kebijakan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang dapat diimplementasikan 2 Dokumen hasil evaluasi, kajian dan rekomendasi untuk meningkatkan efektifitas penggunaan dana perimbangan daerah. Rasio realisasi dari janji pelayananpengalokasian dana transfer ke daerah ke pihak eksternal 1 8 7 7 INDIKATOR 100% 100% - 100% 85% 100% 100% 80% 9 2014 8 2010 TARGET xxiv KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PROGRAM/ KEGIATAN 2 No 1 Jumlah konsep kebijakan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sesuai dengan rencana Realisasi janji pelayanan evaluasi Perda/Raperda PDRD ke pihak eksternal dalam bentuk rekomendasi Menteri Keuangan Persentase tingkat penyelesaian evaluasi Perda tentang PDRD terhadap rencana evaluasi Percepatan Evaluasi dan rekomendasi Perda dan Raperda PDRD yang bermasalah Penyusunan Program transisi / pengalihan PBB menjadi Pajak Daerah 2 3 4 5 6 3 INDIKATOR RENSTRA MATRIKS PERBANDINGAN RENCANA STRATEGIS DAN ROADMAP KEMENTERIAN KEUANGAN UNTUK MENDUKUNG KEGIATAN PRIORITAS NASIONAL 12 hari 100% 15 hari 100% Desember 2013 Desember 2011 5 100% 4 2014 100% 2010 TARGET 6 PROGRAM/ KEGIATAN Pengalihan BPHTB menjadi Pajak Daerah Penerapan Pajak Rokok menjadi Pajak Daerah 9 Program transisi/ pengalihan PBB menjadi Pajak Daerah 7 8 Evaluasi dan rekomendasi Perda dan Raperda PDRD bermasalah 6 Realisasi janji pelayanan evaluasi Raperda PDRD ke pihak eksternal dalam bentuk rekomendasi Menteri Keuangan Realisasi janji pelayanan evaluasi Perda PDRD ke pihak eksternal dalam bentuk rekomendasi Menteri Keuangan 4 5 Persentase tingkat penyelesaian evaluasi Perda tentang PDRD terhadap rencana evaluasi 3 7 INDIKATOR 12 hari 100% 15 hari 75% - - - 30 hari 30 hari - 100% 9 2014 100% 8 2010 TARGET LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 xxv PROGRAM/ KEGIATAN 2 No 1 Pengalihan BPHTB menjadi Pajak Daerah Penerapan Pajak Rokok menjadi Pajak Daerah RPP tentang sistem pemungutan pajak daerah RPMK pemberian sanksi terhadap daerah yang melanggar ketentuan PDRD Mengkaji penerapan PBBKB di daerah berkaitan dengan harga dan subsidi BBM 7 8 9 10 11 3 INDIKATOR RENSTRA 2010-2011 5 2014 RPMK tentang badan atau perwakilan internasional yang dikecualikan sebagai subjek PBB perdesaan dan perkotaan RPMK tentang badan atau perwakilan internasional yang dikecualikan sebagai subjek BPHTB Mengkaji penerapan PBBKB di daerah berkaitan dengan harga dan subsidi BBM Rekomendasi Kebijakan Menkeu ke Mendagri Penetapan NJKB 14 15 16 17 Juni 2010 Juni 2010 RPP tentang penetapan retribusi tambahan 12 RPMK tentang pemberian sanksi terhadap daerah yang melanggar ketentuan PDRD RPP tentang tata cara pemberian insentif pemungutan PDRD RPP tentang sistem pemungutan pajak daerah 11 10 7 INDIKATOR 13 6 PROGRAM/ KEGIATAN Juni 2010 Desember 2013 4 2010 TARGET 100% 100% 100% - 100% - 9 2014 100% 100% 100% 100% 100% 100% 8 2010 TARGET xxvi KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KK.1 KK-2 1. 2. Persentase ketepatan pola penarikan dana DIPA K/L KK-2.2 Jumlah pendapatan negara Persentase penyerapan Belanja Negara dalam DIPA K/L KK-1.1 INDIKATOR KINERJA Pelaksanaan belanja KK-2.1 negara yang optimal Pendapatan negara yang optimal SASARAN STRATEGIS : 2011 Tahun Anggaran NO. : Kementerian Keuangan Kementerian/Lembaga MATRIKS PERBANDINGAN RENCANA STRATEGIS DAN ROADMAP KEMENTERIAN KEUANGAN UNTUK MENDUKUNG KEGIATAN PRIORITAS NASIONAL Rp1.194.940,08M 87,76% 89,58% 90,00% 50,00% REALISASI Rp1.165.252,53M TARGET % PROGRAM 120% Pengelolaan Anggaran Negara 97,51% Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Kementerian Keuangan 102,55% Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kementerian Keuangan FORMULIR PENGUKURAN KINERJA 114.440.377 93.378.485 102.690.573 123.126.257 5.944.612.294 REALISASI 6.910.441.708 PAGU 92,95% 90,93% 86,02% % ANGGARAN (dalam ribuan rupiah) LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 xxvii 4. 3. NO. KK-4 KK-3 Utilisasi kekayaan KK-4.1 negara yang optimal KK-3.3 KK-3.2 Nilai kekayaan negara yang diutilisasi Persentase pemenuhan struktur portofolio utang sesuai dengan strategi Persentase pencapaian target effective cost Persentase pemenuhan target pembiayaan melalui utang yang cukup, efisien, dan aman INDIKATOR KINERJA KK- 3.1 Pembiayaan dalam jumlah yang cukup, efisien, dan aman bagi kesinambungan fiskal SASARAN STRATEGIS 83,50% 100,00% Rp102,39 T Rp102,45T 96,80% 99,17% 100,00% 100,00% REALISASI TARGET PROGRAM 100,06% Pengelolaan dan Pembiayaan Utang 113,60% Peningkatan Pengelolaan Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah 116,50% Pengawasan, Pelayanan, dan Penerimaan di Bidang Kepabeanan dan Cukai 118,34% Peningkatan dan Pengamanan Penerimaan Pajak % 112.142.456 139.950.000 106.995.367 114.841.707 95,41 % 82,06% 83,17% 1.725.455.210 2.074.536.058 % 5.395.460.525 109,63 % REALISASI 4.921.494.700 PAGU ANGGARAN (dalam ribuan rupiah) xxviii KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KK-5 KK-6 6. Pengelolaan keuangan negara yang akuntabel 28 WDP (indeks 83,75) 3,19 27 WDP (indeks 83,13) 3,25 Indeks opini BPK atas LK BA 15, LK BUN, dan LK BA 999 53 WTP 53 WTP KK-6.2 95,92% 70,00% Persentase Perda PDRD yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan Indeks jumlah LK K/L dan LK BUN yang andal dengan opini audit yang baik 100,18% 100,00% Persentase ketepatan jumlah penyaluran dana transfer ke daerah KK-6.1 REALISASI TARGET INDIKATOR KINERJA KK-5.1 Hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah yang optimal KK-5.2 SASARAN STRATEGIS 5. NO. MATRIKS PERBANDINGAN RENCANA STRATEGIS DAN ROADMAP KEMENTERIAN KEUANGAN UNTUK MENDUKUNG KEGIATAN PRIORITAS NASIONAL PROGRAM Pengelolaan Kekayaan Negara, Penyelesaian Pengurusan Piutang Negara dan Pelayanan Lelang 98,15% Pendidikan dan Pelatihan Aparatur Kementerian Keuangan 100,75% Pengaturan, Pembinaan dan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Non Bank 120% 100,18% Pengelolaan Perbendahara-an Negara % 140.965.148 199.236.145 395.611.883 543.435.807 653.051.390 440.143.341 1.384.608.668 REALISASI 1.484.566.434 PAGU 89,88% 70,75% 83,21% 93,27% % ANGGARAN (dalam ribuan rupiah) LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 xxix 7. NO. KK-7 Tingkat Penetrasi Asuransi Perusahaan Pembiayaan yang Memenuhi Rasio Permodalan KK-7.4 KK-7.5 1,80% 96,52% 95,00% 95,93% 1,80% 93,00% 0,03% 10,00% Persentase nilai transaksi perusahaan efek yang tidak memenuhi persyaratan minimum MKBD yang berpotensi mengganggu perdagangan saham di Bursa Perusahaan asuransi dan reasuransi yang memenuhi persyaratan minimum RBC 99,79% 90,00% Perusahaan efek yang memenuhi persyaratan minimum MKBD KK-7.3 REALISASI TARGET INDIKATOR KINERJA Industri pasar modal KK-7.1 dan jasa keuangan non bank yang stabil, tahan uji dan likuid KK-7.2 SASARAN STRATEGIS PROGRAM 101,60% 100,00% 103,15% 120% 110,88% Perumusan Kebijakan Fiskal % 185.396.997 PAGU 137.324.066 REALISASI 74,07% % ANGGARAN (dalam ribuan rupiah) xxx KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KK-8 KK-9 KK-10 9. 10. Pengelolaan keuangan dan kekayaan negara yang efektif dan efisien Kajian dan rumusan kebijakan yang berkualitas Tingkat Kepuasan pengguna layanan yang tinggi SASARAN STRATEGIS 8. NO. 97,40% 86,55% 5,30% 100,00% 85,00% 6,60% KK-10.1 Rata-rata persentase realisasi janji layanan unggulan KK-10.2 Persentase tingkat akurasi perencanaan kas KK-10.3 Rasio beban bunga terhadap rata-rata outstanding utang Penyelesaian LKPP dan Rancangan UU PPAPBN secara tepat waktu KK-9.4 4,75% 4 (lebih awal) Tingkat akurasi exercise I-account KK-9.3 8,17% 3 (tepat waktu) Deviasi proyeksi APBN KK-9.2 3,48% 8,75% 98,20% Deviasi proyeksi indikator ekonomi makro KK-9.1 3,87 REALISASI 3,92 TARGET 92,00% Indeks Kepuasan Pengguna Layanan KK-8.1 INDIKATOR KINERJA MATRIKS PERBANDINGAN RENCANA STRATEGIS DAN ROADMAP KEMENTERIAN KEUANGAN UNTUK MENDUKUNG KEGIATAN PRIORITAS NASIONAL 119,70% 101,82% 97,40% 120% 106,74% 120% 120% 98,72% % PROGRAM PAGU REALISASI % ANGGARAN (dalam ribuan rupiah) LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 xxxi KK-12 KK- 13 13. KK-11 Pembentukan SDM yang berkompetensi tinggi Pengawasan dan penegakan hukum yang efektif KK-13.1 Persentase pejabat yang telah memenuhi standar kompetensi jabatannya KK-12.2 Jumlah policy recommendation hasil pengawasan KK-12.1 Rata-rata persentase kepatuhan dan penegakan hukum 41 81,66% 80,00% 77,64 72 32 101,08% 100,00% KK-10.5 Persentase pemenuhan target pembiayaan melalui utang yang bersumber dari dalam negeri 73,43% 95,56% 100,00% KK-10.4 Akurasi Penetapan yield/imbalan SBN dan biaya pinjaman terhadap benchmark 65,10% REALISASI TARGET INDIKATOR KINERJA Peningkatan edukasi KK-11.1 Tingkat efektivitas edukasi dan masyarakat dan komunikasi pelaku ekonomi SASARAN STRATEGIS 12. 11. NO. 102,08% 120% 112,80% 107,84% 101,08% 111,12% % PROGRAM PAGU REALISASI % ANGGARAN (dalam ribuan rupiah) xxxii KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KK-15 KK-16 15. 16. 2,78% 96,88% 100,00% 90,56% 40,00% 78,80% 2,00% 80,00% 100,00% 60,00% 40,00% 80,00% KK-13.2 Rasio jam pelatihan pegawai dibandingkan jam kerja KK-13.3 Persentase diklat yang berkontribusi terhadap peningkatan kompetensi KK-14.1 Persentase Penyelesaian penataan/modernisasi organisasi KK-14.2 Persentase UPR yang menerapkan manajemen risiko Pengelolaan anggaran yang optimal KK-16.1 Persentase Penyerapan DIPA Kementerian Keuangan (non belanja pegawai) Jumlah Realisasi Anggaran Program Tahun 2011 : Rp16.097.129.536.476,- : Rp17.346.776.059.000,- Perwujudan TIK yang KK-15.1 Persentase integrasi terintegrasi TIK Kementerian Keuangan Penataan organisasi yang andal REALISASI TARGET INDIKATOR KINERJA Jumlah Anggaran Program Tahun 2011 KK-14 SASARAN STRATEGIS 14. NO. MATRIKS PERBANDINGAN RENCANA STRATEGIS DAN ROADMAP KEMENTERIAN KEUANGAN UNTUK MENDUKUNG KEGIATAN PRIORITAS NASIONAL 98,50% 100,00% 120% 100,00% 120% 120% % PROGRAM PAGU REALISASI % ANGGARAN (dalam ribuan rupiah) Daftar Tabel, Grafik dan Gambar Tabel 1.1 4 Statistik Pegawai Kementerian Keuangan Berdasarkan Pendidikan Gambar 1.1 5 Alur Mandat dan Peran Strategis Kementerian Keuangan Gambar 1.2 7 Alur Pikir Penyusunan LAKIP Kementerian Keuangan Tahun 2011 Tabel 3.1. 26 Kinerja Penerimaan Pajak per Jenis Pajak Tahun 2011 Tabel 3.2 27 Realisasi Penerimaan Pajak Tahun 2011 per Periode Bulan Tabel 3.3. 30 Realisasi Penerimaan Bea dan Cukai Per 31 Desember 2011 Tabel 3.4 31 Perbandingan Capaian Penerimaan DJBC Non BM-DTP Tahun 2010 dan 2011 Tabel 3.5 31 Realisasi Penerimaan PDRI dan PPN HT Tahun 2010 dan 2011 Gambar 3.1 35 Realisasi PNBP Nasional Tabel 3.6 Perkembangan Penerimaan Negara Bukan Pajak dan Penerimaan Migas 35 Tahun Anggaran 2011 Grafik 3.1 37 Perkembangan Realisasi PNBP dan ICP Tahun 2007 - 2011 Tabel 3.7 38 Realisasi penyerapan belanja negara dalam DIPA Kementerian/Lembaga Tahun 2011 Tabel 3.8 43 Sumber, Target, dan Realisasi Pinjaman Program Tahun 2011 Tabel 3.9 43 Target dan Realisasi SBN Tahun 2011 Grafik 3.2 48 Perkembangan Penerbitan SDHI Tahun 2009 - 2011 Tabel 3.10 50 Perbandingan Distribusi Investor Sukuk Ritel Berdasarkan Wilayah Tabel 3.11 50 Perbandingan Distribusi Investor Sukuk Ritel Berdasarkan Profesi Tabel 3.12 53 Rincian Pencapaian Effective Cost Berdasarkan Mata Uang Tahun 2011 Tabel 3.13 54 Realisasi Pangsa Portofolio Utang Tahun 2011 Grafik 3.3 57 Utilisasi Kekayaan Negara Tabel 3.14 58 Mekanisme Pola Penyaluran Anggaran Transfer ke Daerah Tabel 3.15 60 Perkembangan Jumlah Daerah dan Besaran Transfer Tahun 2006 s/d 2011 Tabel 3.16 60 Perkembangan Alokasi DBH per Komponen Tahun 2006 s/d 2011 Tabel 3.17 62 Penyaluran DBH Pajak Tahun 2011 Tabel 3.18 62 Penyaluran DBH SDA Tahun 2011 LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 xxxiii Tabel 3.19 62 Perpres Alokasi DAU dan Permenkeu Dana Penyeimbang Yang Diterbitkan Tahun Anggaran 2006 – 2011 Tabel 3.20 63 Penyaluran DAU Tahun 2011 Tabel 3.21 63 Perkembangan Jumlah bidang-bidang DAK 2008 s.d 2012 Tabel 3.22 65 Penyaluran DAK Tahun 2011 Tabel 3.23 65 Penyaluran Dana Otsus dan Penyesuaian Tabel 3.24 67 Realisasi Transfer ke Daerah s.d. 31 Desember 2011 Tabel 3.25 68 Jumlah Perda yang dievaluasi tahun 2009–2011 Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun Tabel 3.26 69 Hasil Opini BPK terhadap LK K/L dan LK BUN 2011 Tabel 3.27 70 Daftar Opini BPK atas LK Kementerian/Lembaga Tabel 3.28. 72 Jumlah Perusahaan Efek yang Memenuhi MKBD Tahun 2011 Tabel 3.29 73 Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi yang Memenuhi Persyaratan Minimum RBC Tahun 2011 Tabel 3.30 74 Tingkat Penetrasi Asuransi Per Kuartal Tabel 3.31 75 Perusahaan Pembiayaan yang Memenuhi Rasio Permodalan Tabel 3.32 78 Nilai Indeks Kepuasan Pengguna Layanan Kementerian Keuangan Tahun 2011 Tabel 3.33 80 Capaian Sub Indikator Kinerja Utama Kuartal IV Tahun 2011 Tabel 3.34 81 Ketepatan Proyeksi APBN Tabel 3.35 83 Layanan Unggulan Direktorat Jenderal Anggaran Tabel 3.36 85 Data Realisasi Janji Layanan Unggulan DJBC Tahun 2011 Tabel 3.37 88 Capaian Kinerja Layanan Unggulan DJPK Tabel 3.38 89 Hasil Pengukuran Rata-rata Persentase Realisasi Janji Layanan Unggulan Tahun 2011 Tabel 3.39 91 Realisasi Janji Layanan Unggulan Tahun 2011 Tabel 3.40 92 Akurasi Pengeluaran Kas dari Pengeluaran Belanja Negara dan Pengeluaran Pembiayaan Negara Tabel 3.41 Akurasi Penerimaan Kas dari Penerimaan Pendapatan Negara dan Penerimaan Pembiayaan Negara 92 Tabel 3.42 93 Target dan realisasi pembayaran bunga dan rata-rata outstanding Tabel 3.43 93 Outstanding Utang, 2006-2011 Tabel 3.44 98 Penilaian Efektivitas Edukasi dan Komunikasi Tabel 3.45 99 Jumlah Kegiatan dan Efektivitas Edukasi dan Komunikasi DJBC Tahun 2011 Tabel 3.46 101 Efektivitas Edukasi dan Komunikasi dalam Sosialisasi Surat Utang Negara Tahun 2011 Tabel 3.47 101 Efektivitas edukasi dan komunikasi dalam Sosialisasi Surat Utang Negara Tahun 2011 Tabel 3.48 104 Kinerja Pemeriksaan Pajak Tahun 2011 Tabel 3.49 106 Kinerja Pencairan Piutang Tahun 2011 Tabel 3.50 107 Perbandingan Kinerja Penyidikan DJBC Tahun 2009 s.d. 2011 Tabel 3.51 109 Data Realisasi Penyelesaian Piutang DJBC Tahun 2011 Tabel 3.52 109 Perbandingan Realisasi Penyelesaian Piutang DJBC Tahun 2009 – 2011 Tabel 3.53 115 Capaian Kinerja Jumlah Policy Recommendation Hasil Pengawasan Tabel 3.54 117 Jumlah Jam Pelatihan Masing-masing Unit Pengelola Diklat Tahun 2011 Tabel 3.55 122 Perbandingan Realisasi Penyerapan DIPA Tahun 2010 dan Tahun 2011 Tabel 3.56 122 Laporan Hasil Pengadaan Barang/Jasa Secara Elektronik (e-Procurement) Kementerian Keuangan s.d 31 Desember 2011 Tabel 3.57 127 Hasil QA Pelaksanaan Reformasi Birokrasi DJBC Tahun 2011 Tabel 3.58 128 Perkembangan Pembiayaan melalui Utang 2007-2012 Grafik 3.4 129 Rasio Utang terhadap PDB 2007-2012 Grafik 3.5 129 Rasio Utang terhadap PDB di berbagai Negara 2011 dan Perubahannya 2007-2011 Tabel 3.59 130 Perkembangan Credit Rating Indonesia (2006-2011) Tabel 3.60 131 Penurunan biaya utang (2009-2011) Grafik 3.6 131 Penurunan biaya utang (2009-2011) Tabel 3.60 Realisasi Anggaran Kementerian Keuangan Tahun 2011 138 Halaman sengaja di kosongkan KEMENTERIAN KEUANGAN Gedung Djuanda I Jl. Dr. Wahidin Raya No. 1 Jakarta Pusat 10710 www.depkeu.go.id PK dan RKT Tahun 2012 Penetapan Kinerja (PK) dan Rencana Kinerja Tahunan (RKT) Kementerian Keuangan PENETAPAN KINERJA RENCANA KINERJA TAHUNAN PK Tahun 2012 Penetapan Kinerja (PK) Kementerian Keuangan 1 Halaman sengaja di kosongkan 2 PENETAPAN KINERJA RENCANA KINERJA TAHUNAN 3 A. Peta Strategi 4 PENETAPAN KINERJA RENCANA KINERJA TAHUNAN B. Target Capaian No. Uraian IKU Realisasi 2011 Target 2012 Perspektif dan Bobot 1.194,94 T 1.310,56 T Stakeholder Perspective (30%) N/A 3% 1 KK-1.1 Jumlah pendapatan negara 2 KK-2.1 Persentase dana blokir (tanda bintang) 3 KK-2.2 Persentase penyerapan Belanja Negara dalam DIPA K/L 88,20% 90% 4 KK- 3.1 Persentase pemenuhan target pembiayaan melalui utang yang cukup 99,17% 100% 5 KK-3.2 Persentase pencapaian target effective cost 83,5% 100% 6 KK-4.1 Nilai kekayaan negara yang diutilisasi Rp 102,45T Rp 102,56T 7 KK-5.1 Indeks pemerataan keuangan antar daerah N/A 0,8 8 KK-5.2 Persentase ketepatan jumlah penyaluran dana transfer ke daerah 100,18% 100% 9 KK-5.3 Persentase Perda PDRD yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan 95,92% 90% 10 KK-6.1 Indeks jumlah LK K/L dan LK BUN yang andal dengan opini audit yang baik 53 WTP 28 WDP Indeks= 83,75 WTP=80 WDP=4 Index= 97,62 11 KK-6.2 Rata-rata indeks opini BPK RI atas LK BA 15, LK BUN, dan LK BA 999 3,19 4 (WTP) 12 KK-7.1 Rata-rata tingkat kesehatan perusahaan efek, asuransi, dan pembiayaan 97,27% 87,67% 13 KK-7.2 Persentase nilai transaksi perusahaan efek yang tidak memenuhi persyaratan minimum MKBD yang berpotensi mengganggu perdagangan saham di Bursa 0,03% 15% 14 KK-8.1 Indeks Kepuasan Pengguna Layanan 3,87 3,92 Customer Perspective (20%) 5 No. 6 Uraian IKU Realisasi 2011 Target 2012 Perspektif dan Bobot Internal Process Perspective (20%) 15 KK-9.1 Deviasi proyeksi indikator ekonomi makro 3,48% 5% 16 KK-9.2 Deviasi proyeksi APBN 4,75% 5% 17 KK-9.3 Deviasi proyeksi exercise I-account N/A 5% 18 KK-9.4 Deviasi penetapan dana transfer ke daerah N/A 5% 19 KK-9.5 Jumlah kebijakan tentang peningkatan penerimaan negara N/A 5 20 KK-10.1 Rata-rata persentase realisasi janji layanan unggulan 97,47% 100% 21 KK-10.2 Persentase tingkat akurasi perencanaan kas 86,55% 90% 22 KK-10.3 Persentase pemenuhan target risiko portofolio utang 96,80% 100% 23 KK-10.4 Penyelesaian LKPP dan Rancangan UU PPAPBN secara tepat waktu 4 (sangat tepat waktu) 3 (tepat waktu) 24 KK-10.5 Persentase penyelesaian BMN Kemenkeu yang bermasalah dengan kategori rusak berat N/A 50% 25 KK-11.1 Tingkat efektivitas edukasi dan komunikasi 77,64 (efektif ) 75,56 (efektif ) 26 KK-12.1 Rata-rata persentase kepatuhan dan penegakan hukum 70,80% 60,79% 27 KK-12.2 Indeks ketepatan waktu penyelesaian tindak lanjut Instruksi Presiden N/A 80 (tepat waktu) 28 KK-12.3 Persentase ketepatan pola penarikan dana DIPA K/L 89,58% 80% PENETAPAN KINERJA No. RENCANA KINERJA TAHUNAN Uraian IKU Realisasi 2011 Target 2012 Perspektif dan Bobot 81,66% 82,50% Learning & Growth Perspective (30%) N/A 85% 2,78% 2,5% N/A 70% 29 KK13.1 Persentase pejabat yang telah memenuhi standar kompetensi jabatannya 30 KK-13.2 Persentase diklat yang berkontribusi terhadap peningkatan kompetensi 31 KK-13.3 Rasio jam pelatihan dibandingkan jam kerja 32 KK-14.1 Persentase mitigasi risiko yang selesai dijalankan 33 KK-14.2 Indeks reformasi birokrasi 91,21 92 34 KK-14.3 Indeks kepuasan pegawai N/A 3,04 35 KK-14.4 Persentase policy recommendation hasil pengawasan yang ditindaklanjuti N/A 85% 36 KK-15.1 Persentase integrasi TIK Kemenkeu 40% 60% 37 KK-15.2 Persentase akurasi data SIMPEG N/A 100% 38 KK-16.1 Persentase penyerapan DIPA Kementerian Keuangan 78,46% 95% 7 PAGU ANGGARAN TAHUN 2012 PROGRAM 015.01.01 Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kementerian Keuangan 015.02.03 Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Kementerian Keuangan 100.165.522 015.03.07 Pengelolaan Anggaran Negara 132.743.308 015.04.12 Peningkatan dan Pengamanan Penerimaan Pajak 5.383.947.507 015.05.13 Pengawasan, Pelayanan, dan Penerimaan di Bidang Kepabeanan dan Cukai 2.108.339.202 015.06.08 Peningkatan Pengelolaan Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah 015.07.14 Pengelolaan dan Pembiayaan Utang 015.08.09 Pengelolaan Perbendaharaan Negara 015.09.10 Pengelolaan Kekayaan Negara, Penyelesaian Pengurusan Piutang Negara dan Pelayanan Lelang 672.794.553 015.10.06 Pengaturan, Pembinaan dan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Non Bank 194.020.936 015.11.04 Pendidikan dan Pelatihan Aparatur Kementerian Keuangan 447.612.515 015.12.11 Perumusan Kebijakan Fiskal 171.143.975 TOTAL 8 PAGU 6.807.234.343 143.003.308 87.560.000 1.531.412.798 17.779.977.967 9 Rencana Kinerja Tahunan (RKT) Kementerian Keuangan RKT Tahun 2012 Halaman sengaja di kosongkan Pendapatan negara yang optimal Perencanaan dan Pelaksanaan Belanja Negara yang Optimal Pembiayaan dalam Jumlah yang Cukup, Aman, dan Efisien Bagi Kesinambungan Fiskal Utilisasi Kekayaan Negara yang Optimal Perimbangan Keuangan yang Adil dan Transparan Pengelolaan Keuangan Negara yang Akuntabel KK-1 KK-2 KK-3 KK-4 KK-5 KK-6 Sasaran Strategis Kementerian/Lembaga : Kementerian Keuangan Tahun : 2012 Rata-rata Indeks Opini BPK RI atas LK BA 15, LK BUN, dan LK BA 999 KK-6.2 Persentase Perda PDRD yang Sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan KK-5.3 Indeks jumlah LK K/L dan LK BUN yang Andal dengan Opini Audit yang Baik Persentase Ketepatan Jumlah Penyaluran Dana Transfer ke Daerah KK-5.2 KK-6.1 Indeks Pemerataan Keuangan antar Daerah KK-5.1 Nilai Kekayaan Negara yang Diutilisasi 4 (WTP) Index= 97,62 4 WDP 80 WTP 90% 100% 0,8 102,56 T 100% Persentase Pencapaian Target Effective Cost KK-3.2 KK-4.1 100% 90% Persentase Pemenuhan Target Pembiayaan melalui Utang yang Cukup Persentase Penyerapan Belanja Negara dalam DIPA K/L KK-2.2 3% Rp. 1.310,56T Target KK-3.1 Persentase Dana Blokir (tanda bintang) Jumlah Pendapatan Negara KK-2.1 KK-1.1 Indikator Kinerja RENCANA KINERJA TAHUNAN PENETAPAN KINERJA RENCANA KINERJA TAHUNAN 11 Halaman sengaja di kosongkan Industri Pasar Modal dan Jasa Keuangan non Bank yang Stabil, Tahan Uji dan Likuid Tingkat Kepuasan Pengguna Layanan yang Tinggi Kajian dan Rumusan Kebijakan yang Berkualitas Pelaksanaan Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Negara yang Efisien dan Efektif Peningkatan Edukasi Masyarakat dan Pelaku Ekonomi KK-7 KK-8 KK-9 KK-10 KK-11 Sasaran Strategis Penyelesaian LKPP dan Rancangan UU PPAPBN Secara Tepat Waktu Persentase Penyelesaian BMN Kemenkeu yang Bermasalah dengan Kategori Rusak Berat KK-10.4 KK-10.5 Tingkat Efektivitas Edukasi dan Komunikasi Persentase Pemenuhan Target Risiko Portofolio Utang KK-10.3 KK-11.1 Persentase Tingkat Akurasi Perencanaan Kas KK-10.2 Jumlah Kebijakan tentang Peningkatan Penerimaan Negara KK-9.5 Rata-rata Persentase Realisasi Janji Layanan Unggulan Deviasi Penetapan Dana Transfer ke Daerah KK-9.4 KK-10.1 5% Deviasi Proyeksi Exercise I-account KK-9.3 (efektif ) 75,56 50% (tepat waktu) 3 100% 90% 100% 5 5% 5% Deviasi Proyeksi APBN KK-9.2 5% Deviasi Proyeksi Indikator Ekonomi Makro 3,92 15% 87,67% Target KK-9.1 Indeks Kepuasan Pengguna Layanan Persentase Nilai Transaksi Perusahaan Efek yang Tidak Memenuhi Persyaratan Minimum MKBD yang Berpotensi Mengganggu Perdagangan Saham di Bursa KK-7.2 KK-8.1 Rata-rata Tingkat Kesehatan Perusahaan Efek, Asuransi, dan Pembiayaan KK-7.1 Indikator Kinerja PENETAPAN KINERJA RENCANA KINERJA TAHUNAN 12 Halaman sengaja di kosongkan Pengawasan dan Penegakan Hukum yang Efektif Pembentukan SDM yang Berkompetensi Tinggi Penataan Organisasi yang Adaptif Perwujudan TIK yang terintegrasi Pelaksanaan Anggaran yang Optimal KK-12 KK-13 KK-14 KK-15 KK-16 Sasaran Strategis Persentase penyerapan DIPA Kementerian Keuangan Persentase akurasi data SIMPEG KK-15.2 KK-16.1 Persentase Integrasi TIK Kemenkeu 85% Persentase Policy Recommendation Hasil Pengawasan yang Ditindaklanjuti KK-14.4 KK-15.1 3,04 Indeks Kepuasan Pegawai KK-14.3 95% 100% 60% 92% Indeks Reformasi Birokrasi KK-14.2 70% 2,5% Persentase Mitigasi Risiko yang Selesai Dijalankan Rasio Jam Pelatihan Dibandingkan Jam Kerja KK-13.3 85% 82,50% 80% (tepat waktu) 80 60,79% Target KK-14.1 Persentase Diklat yang Berkontribusi Terhadap Peningkatan Kompetensi KK-13.2 Persentase Ketepatan Pola Penarikan Dana DIPA K/L KK-12.3 Persentase Pejabat yang Telah Memenuhi Standar Kompetensi Jabatannya Indeks Ketepatan Waktu Penyelesaian Tindak Lanjut Instruksi Presiden KK-12.2 KK-13.1 Rata-rata Persentase Kepatuhan dan Penegakan Hukum KK-12.1 Indikator Kinerja PENETAPAN KINERJA RENCANA KINERJA TAHUNAN 13 KEMENTERIAN KEUANGAN Gedung Djuanda I Jl. Dr. Wahidin Raya No. 1 Jakarta Pusat 10710 www.depkeu.go.id