BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini kita

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Saat ini kita telah memasuki era masyarakat informasi dimana kebutuhan
dan tuntutan akan informasi menjadi sangat tinggi untuk diakses, dikelola dan
didayagunakan dalam volume yang besar secara cepat dan akurat. Perkembangan
tekhnologi informasi dan komunikasi (TIK) tersebut telah mendorong pemerintah
untuk memberikan pelayanan yang lebih baik dan mengutamakan keterbukaan
informasi bagi masyarakat. Sebagai inovasi dan solusi dalam meningkatkan
pelayanan dengan penggunaan tekhnologi informasi dan komunikasi tersebut,
pemerintah melaksanakan proses transformasi menuju e-government.
Berdasarkan World Bank, e-government merupakan pemanfaatan teknologi
informasi oleh lembaga pemerintah dengan menggunakan WAN, internet, mobile
computing yang memiliki kemampuan untuk mentransformasi hubungan dengan
masyarakat, bisnis, dan lembaga pemerintah yang lainnya. Melalui proses
transformasi tersebut, pemerintah dapat mengoptimasikan pemanfaatan kemajuan
teknologi informasi untuk mengeliminasi sekat-sekat organisasi birokrasi, serta
membentuk jaringan sistem manajemen dan proses kerja yang memungkinkan
instansi-instansi pemerintah bekerja secara terpadu.
Salah satu bentuk implementasi dari pelaksanaan e-government diantaranya
melalui pembuatan website oleh pemerintah. Dalam beberapa survey ataupun
penelitian terdahulu menganai perkembangan e-government di Indonesia, egovernment belum berjalan secara optimal. Berdasar data Kementerian Komunikasi
dan Informatika pada tahun 2009, secara keseluruhan jumlah website pemerintah
daerah di Indonesia berumlah 470 untuk provisi, kota, dan kabupaten. Dari jumlah
tersebut, hanya 361 (77%) website yang dapat dibuka atau aktif. Sebagian besar
website tersebut hanya berada pada level informasi satu arah dari pemerintah dan
tidak menyediakan fasilitas pelayanan secara on line dan link website belum
populer (Utomo, 2009). Dapat dikatakan bahwa sebagian besar website tersebut
hanya berada pada tahap awal yaitu menyajikan informasi. Isi dari website sebagain
besar hanya berupa informasi dasar seperti sejarah kota, struktur pemerintahan,
letak geografis, hingga peraturan kebijakan pemerintah. Informasi dalam website
masih belum update secara rutin. Sejalan dengan penelitian Kementerian
Komunikasi
dan
Informatika,
berdasarkan
survei
internasional
Waseda
e-government ranking 2012, ternyata Indonesia jauh tertinggal dan berada pada
peringkat 33 dari 55 negara pengadopsi e-government. Bahkan di tahun 2013,
Indonesia turun ke peringkat 40 dari 55 negara yang disurvei.
Melihat fakta dari beberapa survey tersebut di atas, implementasi
e-government di Indonesia hanya terbatas pada pemenuhan kebijakan implementasi
e-government tanpa adanya keberlanjutan peningkatan kualitas pengelolaan
e-government oleh masing-masing lembaga pemerintah. Keadaan seperti ini akan
menghambat tujuan e-government sebagai bentuk pelayanan masyarakat secara
efektif dan efisien. Manfaat yang diharapkan melalui implementasi e-government
pada akhirnya tidak dapat dirasakan oleh masyarakat.
Berdasarkan dari kondisi yang dikemukakan, e-government secara
keseluruhan di Indonesia belum optimal, akan tetapi tidak dapat dipungkiri masih
terdapat beberapa daerah yang memiliki inisiatif dan berhasil menerapkan egovernment. Dari sekian lembaga ataupun pemerintah daerah yang menerapkan egovernment. Pemerintah Kota Yogyakarta merupakan salah satu pemerintah yang
berhasil mengimpelemntasikan e-government khususnya dalam bentuk pelayanan
dari pemerintah kepada masyarakat (Government to Citizen).
Keberhasilan Pemerintah Kota Yogyakarta tersebut, terbukti dengan
penghargaan e-government oleh majalah warta ekonomi pada tahun 2009 dan 2011.
Lalu pada tahun 2013 dan 2014, berdasar hasil survey Markplus Insight bersama
Kementerian Komunikasi dan Informasi, Pemerintah Kota Yogyakarta meraih
penghargaan Indonesia Digital Society Award. Pemerintah Kota Yogyakarta
memenangi ajang tersebut sebagai kota terdigital. Penghargaan tersebut diadakan
dalam rangka upaya digitalisasi di Indonesia dan peningkatan daya saing Kota dan
Kabupaten (http://the-marketeers.com/archives/inilah-daftar-pemenang-indonesiadigital-society-award-2013.html). Lalu pada tahun 2014 Pemerintah Kota
Yogyakarta masuk dalam babak final dalam ajang United Nation Public Service
Award (UNPSA) 2014 yang diselenggarakan oleh PBB untuk area Asia Pasifik
(Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Birokrasi, 2014). Pada tahun
sebelumnya wakil dari Indonesia hanya masuk babak penyisihan.
Berbagai penghargaan yang didapatkan oleh Pemerintah Kota Yogyakarta
menunjukan keberhasilan dalam penerapan tekhnologi informasi dalam pelayanan
pemerintah kepada masyarakat. Dalam penghargaan Indonesia Digital Society
Award dan United Nation Public Service Award, layanan Unit Pelayanan Informasi
dan Keluhan atau UPIK menjadi produk unggulan yang mampu mendapatkan
berbagai penghargaan tersebut.
UPIK merupakan bentuk realisasi pelayanan dalam bentuk e-government
Pemerintah Daerah Kota Yogyakarta. UPIK memiliki berbagai jenis media
layanan. Layanan tersebut diantarannya tatap muka langsung dengan admin, surat,
faximile, telepon, short message service (sms), email, dan website yang beralamat
di http://upik.jogjakota.go.id/. UPIK merupakan salah satu role model penerapan egovernment. UPIK memiliki ciri khas sebagai website komunikasi antara
masyarakat dan pemerintah secara interaktif.
Website UPIK sebagai media penghubung antara masyarakat dan
pemerintah memiliki potensi dalam pemenuhan kebutuhan informasi dan
komunikasi interaktif partisipatif. Pertama, dengan adanya berita dan informasi
seputar pemerintah Kota Yogyakarta berupa kegiatan dan pelayanan, diharapkan
mampu memberikan akses informasi kepada masyarakat seputar pemerintah.
Kedua, menu masukan keluhan, pertanyaan, ataupun saran, memiliki potensi untuk
memberikan akses komunikasi interaktif dan responsif antara pemerintah dan
masyarakat. Ketiga, menu forum dan diskusi memiliki potensi untuk memberikan
akses masyarakat berpartisipasi dalam proses kebijakan pemerintah. Sehingga
melalui ketiga hal dalam pembentukan komunikasi masyarakat dan pemerintah,
dapat menciptakan kesinambungan hubungan dan pemahaman antara pemerintah
dan masyarakat.
UPIK merupakan sebuah produk kebijakan pemerintah yang digunakan
untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat. Kategori aktifitas e-government UPIK
merupakan aktifitas Government to Citizen (G2C) dengan tujuan mepercapat dan
mendekatkan
proses
akses
komunikasi
masyarakat
kepada
pemerintah.
Keberhasilan UPIK meraih penghargaan dari berbagai ajang menunjukan potensi
perbaikan kemampuan implementasi e-government di Indonesia.
1.2.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang sudah dijelaskan di atas. Maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana pengelolaan dan pemanfaatan
website Unit Pelayanan Informasi dan Keluhan sebagai media komunikasi
masyarakat dan pemerintah di Kota Yogyakarta?
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memahami praktik pelaksanaan dan
pengelolaan e-government di Pemerintah Kota Yogyakarta dengan studi kasus Unit
Pelayanan Informasi dan Keluhan.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat terhadap tiga pihak yaitu:
1. Akademisi : Penelitian ini secara umum akan berkontribusi pada studi egovernment sebagai media komunikasi masyarakat dan pemerintah.
2. Pemerintah Kota Yogyakarta: Penelitian ini dapat digunakan untuk
menjadi bahan masukan dalam memaksimalkan potensi UPIK.
3. Masyarakat : Penelitian ini dapat memberikan pemahaman manfaat UPIK
bagi masyarakat.
1.5.Kerangka Pemikiran
Peneliti akan membuat alur kerangka pemikiran sebagai alat untuk
mempermudah mengenali, mengidentifkasi, dan menjawab penelitian. Terdapat
tiga kerangka yang menjadi sitematika berpikir untuk menjawab penelitian.
Pertama peneliti memasukkan pemahaman penelitian pada konsep e-government
dalam kategori aktifitas pelayanan pemerintah pada masyarakat atau Government
to Citizen. Hal ini terkait dengan kekhususan UPIK untuk memediasi pelayanan
informasi kepada masyarakat. Pada bagian kedua, berhubungan dengan komunikasi
masyarakat dan pemerintah termasuk penggunaan e-government di dalamnya.
Ketiga, melihat manfaat e-government untuk masyarakat. Berdasar ketiga kerangka
tersebut, untuk lebih memperjelas maka akan kita bahas sebagai berikut :
1.5.1. Layanan E-Government Government to Citizen (G to C)
Potensi besar dari pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi dalam
mempermudah komunikasi dan memproses data secara perlahan mulai
mempengaruhi pemerintah dalam berkomunikasi ataupun memberikan layanan
terhadap publik dalam bentuk e-government.
World Bank (n.d), mendefinisikan e-government sebagai berikut :
“e-government refers to the use by government agencies of information
technologies (such as Wide Area Networks, the Internet, and mobile
computing) that have the ability to transform relations with citizens,
businesses, and other arms of government”.
Definisi tersebut memberikan pemahaman mengenai e-government.
Pertama, e-government adalah pemanfaatan aplikasi teknologi informasi dan
komunikasi atau perangkat digital. Kedua, berfungsi untuk menghubungkan antara
beberapa subjek yang berkepentingan utamanya masyarakat sebagai bagian yang
dilayani. Ketiga, adanya transaksi yang terjadi secara interaktif. Pada sisi ini dapat
dilihat bahwa e-government memiliki kaitan erat dengan permasalahan komunikasi.
Pengembangan media komunikasi yang terintegrasi dan mampu melakukan
interaktifitas antara pihak yang saling memiliki keterkaitan dalam pembangunan
menjadi hal yang penting.
United Nation Public Administration Programe (n.d) memetakan beberapa
kategori penerapan aktifitas dengan beberapa elemen yang terkait dengan
pemerintah yaitu government to citizen (G to C), governmment to government (G
to G), dan government to business (G to B). Aplikasi e-government ini memberikan
tujuan adanya penyediaan saluran yang bervariasi dari pemerintah untuk
menghubungkan pemerintah dengan berbagai bagian penting dalam jalannya roda
pemerintahan. Mulai dari masyarakat, institusi bisnis, dan antar institusi
pemerintahan dapat berinteraksi dan berkomunikasi secara terintegrasi dan efektif.
Kategori aktifitas Government to Citizen (G to C) adalah interaksi
pemerintah
dengan
masyarakat
dengan
menggunakan
TIK.
Pemerintah
memproduksi isi informasi dan dipublikasikan melalui website pemerintah.
Masyarakat dapat mengakses informasi melalui website tersebut. Masyarakat
mendapat ruang untuk berkomunikasi dengan pemerintah secara online. Kategori
ini mengantarkan e-government pada tujuan untuk menciptakan pelayanan jasa
pada sekitar masyarakat bukan hanya berada pada sekitar pemerintah (Hartono,
2003). Artinya, pelayanan menjadi semakin dekat tanpa harus terhalang dengan
aspek jarak.
Dalam penelitian ini, UPIK merupakan media yang memberikan fokus
pelayanan pada masyarakat. UPIK masuk dalam kategori Government to Citizen.
Kategori ini fokus pada kemampuan pemerintah dan warganegaranya untuk
bertukar informasi satu sama lain bersama dengan warga negaranya. Tipe G to C
ini merupakan aplikasi e-government yang paling umum, yaitu pemerintah
membangun dan menerapkan berbagai portofolio teknologi informasi dengan
tujuan utama untuk memperbaiki hubungan interaksi dengan masyarakat. Dengan
kata lain, tujuan dari dibangun aplikasi e-government; bertipe G to C adalah untuk
mendekatkan pemerintah dengan rakyatnya melalui kanal-kanal akses yang
beragam agar masyarakat dapat dengan mudah menjangkau pemerintahannya untuk
pemenuhan berbagai kebutuhan pelayanan sehari-hari.
E-government merupakan bentuk pelayanan kepada beberapa pihak yang
berkepentingan dan berhubungan erat dengan jalannya pemerintahan. Diantaranya
yaitu masyarakat dan bisnis. Dalam penelititian ini, peneliti memfokuskan
penelitian UPIK sehubungan dengan tujuan UPIK untuk memberikan pelayananan
pemerintah kepada masyarakat.
Penggunaan TIK dalam pelayanan maupun proses berjalannya institusi
pemerintah dalam menjalankan perannya dilatarbelakangi oleh beberapa hal.
Indrajit (2006) menjelaskan setidaknya terdapat tiga pemicu utama yang
menjadikan e-government berkembang. Pertama, karena era globalisasi membuat
semacam isu mengenai demokratisasi, hak asasi manusia, hukum, transparansi,
korupsi, civil society, good corporate governance, perdagangan bebas, pasar
terbuka dan lain sebagainya. Pada titik ini masyarakat menuntut kinerja pemerintah
yang lebih baik dengan mampu memahami kebutuhan masyarakat dan melakukan
pembenahan untuk efektifitas kinerja. Kedua, kemajuan dan perkembangan
teknologi informasi komunikasi terjadi secara pesat. Sehingga data, informasi, dan
pengetahuan dapat diciptakan atau dipublikasikan secara mudah dan cepat pada
seluruh lapisan masyarakat. Ketiga, meningkatnya kualitas kehidupan masyarakat
dunia segaris lurus dengan membaiknya kinerja industri maupun swasta dalam
melakukan kegiatan ekonomi. Sejalan dengan perbaikan ini, maka tuntutan
masyarakat terhadap pemerintah untuk meningkatkan kinerjanya menjadi semakin
tinggi.
Ketiga aspek tersebut memberikan tekanan terhadap pemerintah untuk
memperbaiki kinerja dengan cara memanfaatkan berbagai teknologi informasi dan
komunikasi untuk kepentingan pelayanan masyarakat. Penggunaan TIK menjadi
salah satu inovasi dalam pelayanan pemerintah. Terdapat mekanisme baru dimana
pemerintah menggunakan TIK untuk menghubungkan dirinya dengan stakeholder
berupa masyarakat umum, kalangan bisnis, ataupun sektor publik lainnya.
Arah perubahan pada bentuk lama birokrasi menuju pada bentuk model baru
menunjukan model yang berbeda. Perubahan ini menjadi salah satu dasar
penerapan e-government dalam rangka mencapai pelayanan yang maksimal
terhadap masyarakat. Berbagai dimensi dalam model baru birokrasi memberikan
pemahaman tentang nilai profesionalitas dalam bekerja, dan menjadikan
masyarakat sebagai mitra dalam bekerja. Jarak antara birokrat dan masyarakat
justru diminimalisir. Orientasi pemerintah adalah pelayanan publik secara
maksimal sehingga tercipta pengelolaan tujuan pengelolaan pemerintah yang baik.
Beberapa
1.5.1.1.Tahapan E-government
Dalam
bentuk
hubungannya
dengan
eksternal
pemerintah,
level
e-government dapat dibagi menjadi empat fase. Menurut Instruksi Presiden nomor
3 tahun 2003 terdapat empat tahapan secara sistematik yang pada kenaikan tingkat
semakin membutuhkan proses yang lebih kompleks yaitu tahap persiapan,
pematangan, pemantapan, pemanfaatan.
Gambar 1. Tahapan E-government
Pemantapan Pemanfaatan
Pematangan
Persiapan
Tahapan persiapan lebih dominan pada fase persiapan SDM dan sarana
akses. Pemerintah membuat situs informasi dan melakukan sosialisasi tentang
keberadaan situs pemerintah tersebut. Tahapan ini biasanya belum terintegrasi
dengan lintas departemen yang lain. Komunikasi pada tahapan ini satu arah dan
pengakses berada pada posisi pasif.
Tahapan pematangan telah masuk pada pembuatan situs yang interaktif dan
terintegrasi dengan departemen lain dalam pemerintahan. Komunikasi telah terjalin
dua arah dan pengakses berada pada posisi aktif. Pengakses dapat berkomunikasi
dengan pemerintah. Penyediaan menu dalam situs bertambah untuk mengakomodir
perbincangan dan kebutuhan informasi pengakses.
Tahapan pemantapan berupa pembuatan situs yang mampu melayani
transaksi pelayanan publik dan integrasi data dengan departemen lain. Tahap ini
telah memasuki penerapan aplikasi/formulir secara online. Sehingga kebutuhan
pengakses dapat dilakukan pada satu website.
Tahapan pemanfaatan tidak hanya menghubungkan pemerintah dengan
masyarakat tetapi juga dengan organisasi lain yang terkait (pemerintah ke antar
pemerintah, sektor non-pemerintah, serta sektor swasta). Pembuatan aplikasi untuk
pelayanan yang bersifat antar instansi pemerintah, bisnis dan masyarakat yang
terintegrasi. Pada tahapan ini perpindahan uang dari satu pihak dan pihak lain
sangat dimungkinkan. Maka dalam tahapan ini e-government semakin rumit dan
perlu keamanan yang lebih tinggi .
1.5.2. Manajemen Komunikasi Masyarakat dan Pemerintah
Komunikasi dalam konteks masyarakat dan pemerintah memiliki
keterkaitan dengan aspek pemerintah sebagai pihak yang memiliki kewenangan
untuk mengatur dan melayani. Masyarakat sebagai pihak yang diatur dan dilayani.
Dalam konteks tersebut, pemerintah memiliki aspek sifat yang lebih aktif daripada
masyarakat. Tetapi, perlu kita tekankan bahwa dalam menjalankan berbagai macam
aturan ataupun kebijakan. Pemerintah juga bertindak sebagai pelayan. Hal ini
menjadikan pemerintah perlu menciptakan komunikasi yang kondusif untuk
melayani masyarakat.
Pemerintah memiliki berbagai stakeholder dalam ruang lingkupnya.
Stakeholder merupakan pihak yang dipengaruhi oleh keputusan yang diambil
organisasi, atau keputusan yang diambil pihak luar organisasi mempengaruhi
organisasi (Grunig & Repper dalam Putra, 2008 : 513). Maka berdasar pemahaman
tersebut, masyarakat merupakan salah satu stakeholder penting pemerintah karena
memiliki implikasi terhadap keputusan yang diambil oleh pemerintah.
Pemerintah memiliki kewenangan untuk memutuskan berbagai program
yang memenuhi kebutuhan masyarakat. Setiap keputusan yang dilakukan
memberikan konsekuensi terhadap masyarakat sebagai stakeholder. Konsekuensi
sebuah keputusan pemerintah dapat ditanggapai masyarakat secara baik atau buruk.
Sebagai institusi yang berkaitan memiliki dampak terhadap masyarakat, maka
pemerintah perlu mengelola komunikasi antara masyarakat dan pemerintah.
Dalam komunikasi antara masyarakat dan pemerintah. Ada empat peran
stratejik (Baker , 1997 : 456- 457) yaitu : komunikasi politik yang bertujuan untuk
mempersuasi dan mendapatkan legitimasi didalam ataupun diluar negeri. Kedua
pelayanan informasi kepada publik agar masyarakat mendapatkan informasi
strategis pemerintahan dan menyediakan agar masyarakat dapat mengakses
informasi stategis. Ketiga membangun dan mempertahankan citra positif institusi.
Tujuannya untuk menginformasikan dan mempengaruhi publik agar memberikan
dukungan positif baik jangka panjang ataupun jangka pendek. Keempat
menghasilkan umpan balik dari masyarakat. Tujuannya untuk memastikan
pemerintah mendapatka informasi terbaru dan meminta masukan dalam proses
pembuatan kebijakan pemerintah.
Berdasar peran stratejik tersebut, pemerintah tidak hanya berperan sebagai
komunikator dalam proses komunikasi. Dalam bentuk komunikasi yang simetris
dua arah Grunig & Hunt (1984) praktek komunikasi organisasi efektif dalam hal ini
pemerintah, pemerintah perlu memahami dan melibatkan publik dalam proses
pembuatan kebijakan. Masyarakat perlu dimediasi dalam komunikasi antara
masyarakat dan pemerintah sehingga terjadi penyesuaian dan pemahaman kedua
belah pihak. Model ini menuntut pemerintah dan masyarakat menciptakan
komunikasi dua arah yang fokus pada pertukaran informasi.
Lingkungan saat ini berubah sangat dinamis sehingga berdampak pada
perlunya perubahan pendekatan dan tidak menciptakan batas antara pihak yang
berkepentinga. Menciptakan konsistensi komunikasi antara masyarakat dan
pemerintah perlu tersu dilakukan. Saat ini lingkungan sangat dinamis, perubahan
datang sangat cepat. Perubahan tersebut telah menuntut organisasi baik itu swasta
dan pemerintah untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan.
Organisasi yang tidak mengerti lingkungan di mana dia berada akan senantiasa
mengalami ketertinggalan. Perubahan ini berlaku terhadap kebijakan organisasi.
D’aveni menyebutkan bahwa adaptabilitas organisasi (penyesuaian diri)
dapat dicapai dengan menggunakan informasi sebagai basis strategis yang
diintegrasikan melalui aktivitas yang disebut knowing organization mulai dari
mengerti, memahami dan penciptaan sebuah pengetahuan organisasi untuk
membuat keputusan (sangkala, 2006 : 13). Dengan adaptasi organisasi kita tetap
dapat berkompetisi dengan organisasi serta menjadi lebih unggul.
Kepemilikan informasi dan pengetahuan membuat organisasi menjadi lebih
unggul. Informasi dan pengetahuan yang dimiliki oleh organisasi merupakan
sebuah modal berharga untuk melakukan kreasi dalam bentuk insiatif dalam pola
tindakan real. Artinya dalam hal ini, informasi merupakan hal penting yang
dibutuhkan oleh organisasi untuk beradaptasi dengan lingkungan sehingga
organisasi tetap unggul. Organisasi harus melakukan transaksi dengan berbagai
pihak terutama eksternal untuk mendapat informasi. Sehingga komunikasi dengan
pihak eksternal menjadi semakin dibutuhkan. Karena organisasi perlu melakukan
adaptasi terhadap perkembangan lingkungan eksternal organisasi. Dalam kerangka
adaptasi lingkungan pemerintah, hal ini dapat dilakukan melalui penciptaan media
atau melalui saluran komunikasi eksternal untuk masyarakat, lalu informasi yang
dikumpulkan tersebut menjadi data untuk disesuaikan dan menjadi dasar
tindakan/kebijakan pemerintah.
Dalam dunia modern saat ini, pemangku kepentingan meminta agar
organisasi terbuka dalam memberikan informasi secara jujur dan akurat, tidak
hanya mengungkapkan tapi juga komitmen untuk mencapainya. Dalam
transparansi yang dibutuhkan adalah kepercayaan dan bermanfaat. Dalam
tranparansi tersebut memberikan arahan agar terjadinya partisipasi masyarakat.
Partisipasi masyarakat sangat penting dalam proses pembangunan dan
demokratisasi masyarakat. Partisipasi adalah keikutsertaan masyarakat dalam
proses pengidentifikasian masalah dan potensi aktual di masyarakat, pemilihan dan
pengambilan keputusan tentang alternatif solusi untuk menangani masalah,
pelaksanaan upaya menangani masalah dan keterlibatan masyarakat dalam evaluasi
terhadap apa yang terjadi (Isbandi dalam Indarto;2012).
Dalam pengelolaan komunikasi secara dua arah tersebut. Diperlukan
adanya pengelolaan komunikasi secara terorganisir. Pengelolaan tersebut
diperlukan sehingga tujuan komunikasi dua arah antara pemerintah dan masyarakat
dapat tercapai. Dalam pengelolaan komunikasi tersebut terdapat pembagian tugas,
wewenang dan tanggung jawab. Pembagian tugas terbagi dalam klasifikasi level
kepemimpinan.
Gambar 2. Aktivitas Komunikasi Pada Tingkatan Manajemen (Ruslan, 1999 :7)
1. Substansi Komunikasi
1. Aktivitas Komunikasi
-
-
Antara lain :
Penyampaian informasi
Pelaksanaan
Penyampaian
Pelaksanaan
Penyampaian
Pelaksanaan
Melakukan Tugas
TOP
MIDLE
KARYAWANA/BAWAHAN
Berisikan :
Kebijakan umum
Instruksi penugasan
Keputusan/peraturan
-
Motivasi
Pembinaan
Pengendalian
Perubahan
-
Pembinaan
Pengendalian
Pengawasan
Pelaksanaan sebuah manajemen ditujukan untuk mencapai tujuan organisasi.
Dalam pembagian level kepemimpinan terdapat tugas dan kewenangan. Top level
pimpinan berhubungan dengan kebijakan umum dan memberikan keputusan secara
tertulis untuk dapat dilaksanakan pada pimpinan level berikutnya. Pimpinan Middle
memberikan motivasi pembinaan dan pengendalian. Level tekhnis melaksanakan
perintah berdasarkan instruksi dan bertugas melasanakan program tekhnis.
1.5.3. E-government Sebagai Media Komunikasi Interaktif
Dalam era komunikasi interaktif saat ini, kita dapat melakukan komunikasi
jarak jauh dalam waktu singkat. Ciri komunikasi interaktif diantaranya adalah :
1. Orang beriteraksi secara leluasa
2. Umpan balik, yang bersifat baik dan negatif dapat cepat diketahui
3. Penyampaian pesan dilakukan secara verbal maupun gambar
4. Menggunakan media interaktif
(Abrar, 2003 : 19)
Media interaktif adalah media yang ciri utamanya memberi peluang untuk
saling bertukar informasi. Maka internet termasuk kategori media interaktif. Egovernment yang berbasiskan pada internet menjadi salah satu media interaktif
yang digunakan pemerintah dalam berkomunikasi dengan pihak masyarakat.
Dengan penggunaan media interaktif dan banyaknya organisasi termasuk
pemerintah membuka akses komunikasi terhadap media interaktif seperti website.
Maka terlihat jelas bahwa terdapat keinginan sebuah organisasi pemerintah untuk
tidak memberi jarak batas antara lingkungan eksternal (masyarakat) dan internal
(pemerintah). Semua orang dapat mengakses informasi yang disediakan organisasi
dan dapat melakukan komunikasi secara lebih interaktif dan personal dengan
organisasi pemerintah. Khalayak dapat menyampaikan hal negatif atau posisitif
melalui media interaktif. Media ini juga dapat dijadikan proses komunikasi dalam
organisasi untuk membuat keputusan dan mempertimbangkan informasi dari pihak
eksternal organisasi walaupun dalam taraf yang relatif. Komunikasi yang semakin
intensif dalam batasan ini memiliki manfaat untuk melihat secara lebih jauh
permasalahan dan melakukan respon cepat karena informasi yang disampaikan
pihak eksternal sebagai penerima kebijakan ikut berpartisipasi. Sehingga evaluasi
organisasi terjadi secara continue menciptakan keunggulan organisasi dalam
hubungan dengan pihak eksternal.
Untuk memperjelas pemahaman mengenai penelitian ini. Peneliti akan
memberikan gambaran model penelitian dengan gambar di bawah ini :
Gambar 3. Model Penelitian
Latar
Belakang
Fasilitas
Organisasi &
Mekanisme
Egovernment
Pemerintah
Kota
Yogyakarta
(UPIK)
Profil
Pemanfaatan
Hambatan
Pihak pengelola UPIK dalam hal ini adalah pemerintah Kota Yogyakarta.
Pengelola merupapakan back office yang melakukan pengelolaan terhadap potensi
kemampuan yang dimiliki untuk pelayanan masyarakat. Pengelolaan memiliki
kesamaan makna dengan manajemen yang artinya mengatur atau mengawasi
(Usman, 2004 :3). Dalam pengelolaan terdapat beberapa elemen mengenai apa
yang dikelola, siapa yang mengelola, mengapa dikelola, dan bagaimana
pengelolaan yang dilakukan sehingga tujuan dapat tercapai.
1.6.Kerangka Konsep
Berdasarkan buku panduan peneyelenggaraan situs pemerintah daerah
Depkominfo, kerangka arsitektur e-government terdiri dari empat lapis struktur,
yakni :
1. Akses berupa jaringan telekomunikasi, jaringan internet, dan media komunikasi
lainnya yang dapat digunakan oleh masyarakat untuk mengakses situs pelayanan
publik.
2. Portal Pelayanan Publik. Situs web Pemerintah pada internet penyedia layanan
publik tertentu yang mengintegrasikan proses pengolahan dan pengelolaan
informasi dan dokumen elektronik di sejumlah instansi yang terkait.
3. Organisasi Pengelolaan dan Pengolahan Informasi. Organisasi pendukung (back
office) yang mengelola, menyediakan dan mengolah transaksi informasi dan
dokumen elektronik.
4. Infrastruktur dan Aplikasi Dasar. Semua prasarana, baik berbentuk perangkat
keras dan lunak yang diperlukan untuk mendukung pengelolaan, pengolahan,
transaksi, dan penyaluran informasi (antar back office, antar portal pelayanan
publik dengan back office), maupun antar portal pelayanan publik dengan
jaringan internet secara handal, aman, dan terpercaya
Dalam implementasi e-government, Pemerintah tidak dapat hanya
mengandalkan dari aspek tekhnis infrastruktur semata untuk mengoptimalkan egovernment. E-governmnet tidak lepas dari pengelolaan yang dilakukan oleh
berbagai pihak dalam pemerintahan untuk mendukung optimalisasi e-government.
Heeks (2006) menyatakan bahwa e-government adalah sebuah sistem informasi,
yang dapat digambarkan sebagai sistem sosio-teknis karena merupakan kombinasi
antara aspek sosial dan teknologi. E-government adalah sebuah sistem informasi,
yang dapat digambarkan sebagai sistem sosio-teknis karena merupakan kombinasi
antara aspek sosial dan teknologi. E-government merupakan sistem informasi
dimana aspek sosial dan teknologi (sosio-teknologi) harus dikelola dengan baik
agar terhindar dari kegagalan.
Secara faktual, hambatan utama dari pelaksanaan e-government adalah pada
tata kelola atau manajemen struktur pengelolaannya. Pada saat ini, pengelola situs
web pemerintah daerah (sebagai embrio pengelola e-government) dilakukan oleh
berbagai unit kerja yang terdapat dalam pemerintah daerah. Salah satu faktor
dominan dari hambatan dalam implementasi e-government dalam operasionalnya
bermuara pada segi manajemen yang dilakukan oleh struktur dan lembaga yang
ditunjuk oleh pihak pemerintah daerah. Oleh karenanya, berangkat dari paparan di
atas, maka penelitian ini akan melihat model manajemen komunikasi dari segi back
office (aparatur atau badan pengelola serta pengelolaan informasi).
Secara definitif yang dimaksud dengan manajemen back office adalah
adalah perangkat dan personalia yang bebenah melengkapi semua yang harus
dilaksanakan sesudah layanan front office. Front office yang dimaksud dalam hal
ini adalah website yang telah disediakan pemerintah. bisa juga dimaknai sebagai
proses pengolahan informasi yang dilakukan oleh instansi dalam back officenya
baik bersifat off-line atau tradisional, melalui rapat koordinasi, forum investasi
maupun dengan sistem jemput bola langsung kepada sumbernya (Sosiawan dan
Pujiastuti, 2009).
Pada dasarnya pilar-pilar mekanisme dalam back office e-government
diantaranta adalah :
1. Menggunakan sistem kerja desentralisasi.
Setiap menu memiliki penanggung jawab tersendiri. Dengan demikian
maka selain akan mudah terlihat tingkat kontribusi staff personalia
pengelola, juga aspek informasi yang disajikan cenderung lebih spesifik
2. Pada kurun tertentu secara rutin dan intensif dilakukan pertemuan
pengelola, dengan orientasi utama pada koordinasi, konsolidasi dan
komunikasi dalam rangka menuju pada optimalisasi peran dan fungsi
website itu sendiri.
3. Menjaga stabilitas kinerja para tim pengelola web site secara umum,
maupun para personel tim pengelola pada Sub domain, dilakukan
penyegaran (refreshing) pengelola.
Hal ini dimaksudkan selain untuk mencermati kinerja yang dilakukan oleh
setiap personalia, juga diharapkan dapat menjadi ajang komunikasi pada
topik yang lebih terfokus (yaitu mengenai sub domain yang tengah dibahas).
4. Adanya monitoring yang intens pada tubuh pengelola inti.
Hal ini untuk menjaga bila sewaktu waktu terjadi keanehan ataupun hal lain
pada rangkaianwebsite dan subdomainnya. Untuk itulah kerjasama antara
webmaster, petugas materi serta desainer dan programmer harus dilakukan
dengan sebaik-baiknya.
5. secara rutin dilakukan koordinasi untuk melakukan analisa dan
perbandingan dengan web site lain dan atau jenis aplikasi berbasiskan web
lainnya.
Berdasarkan pilar-pilar yang telah dijelaskan di atas, dalam penelitian ini
akan meneliti salah satu aspek kategori kegiatan yaitu government to citizen yang
fokus pada pengelolaan. Selanjutnya akan dijelaskan lebih lanjut sesuai dengan
model penelitian yang sudah dibuat penulis. Adapun kerangka konsep sebagai
penjelasan model penelitian ini diantaranya adalah
1. Latar Belakang :
a. Dasar pembentukan UPIK.
b. Tujuan merupakan hal yang ingin dicapai melalui UPIK.
c. Manfaat merupakan fungsi atau kegunaan pembentukan UPIK
2. Fasilitas :
a. Fasilitas atau menu yang disediakan dan digunakan oleh pengelola
untuk dapat digunakan oleh pengguna UPIK.
b. Kemampuan UPIK berdasar fasilitas yang disediakan.
3. Organisasi :
a. Struktur merupakan bagian yang memiliki fungsi dan tugas untuk
mengelola UPIK.
b. Kebijakan merupakan produk hukum dan dokumentasi resmi yang
mendorong dan memberi arah pengembangan UPIK.
c. Mekanisme kerja merupakan proses pelayanan dan koordinasi antar
instansi.
4. Hambatan merupakan permasalahan yang muncul dalam mengelola UPIK.
Hambatan terdiri dari :
a. Teknis berhubungan dengan infrastruktur peralatan dan sumber daya
manusia.
b. Non-teknis berhubungan dengan manajemen pengelolaan.
5. Profil Pemanfaatan UPIK
Pemanfaatan merupakan gambaran penggunaan UPIK dilihat dari jumlah
sebaran penggunaan fitur dan media UPIK serta beberapa kajian dalam
penelitian terdahulu.
1.7. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi
kasus. Studi kasus memungkinkan penulis mengumpulkan informasi secara detil,
kaya dan mencakup kasus tertentu. Suatu kasus harus bersifat spesifik dan memiliki
batasan (bounded system)(Yin,1989).
Studi Kasus mengandung makna suatu jenis pendekatan deskriptif dimana
penelitian dilakukan secara intensif, terperinci dan mendalam terhadap suatu
organisasi, kelompok keluarga atau pada gejala tertentu. Dalam studi kasus, peneliti
menggali suatu fenomena tertentu (kasus) dalam suatu waktu dan kegiatan
(program, even, proses, institusi atau kelompok sosial) serta mengumpulkan
informasi secara terinci dan mendalam dengan menggunakan berbagai prosesdur
pengumpulan data selama periode tertentu.
Untuk dapat disebut sebagai penelitian studi kasus, Yin (1989)
mengemukakan sejumlah kriteria yakni :
1. Studi Kasus harus memusatkan perhatian pada kasus secara intensif dan
mendetail.
2. Studi kasus merupakan pemeriksaan yang empiris yang melakukan investigasi
terhadap suatu fenomena kontemporer didalam konteks kehidupan nyata
dimana fenomena dan konteks tak tampak dengan tegas dan dalam
pelaksanaannya memanfaatkan beragam sumber bukti yang mendukung
pengungkapan kasus.
3. Studi kasus memilki tujuan untuk memberi gambaran secara mendetail tentang
latarbelakang, serta karakter-karakter yang khas dari suatu kasus, dimana sifatsifat yang khas tersebut akan dijadikan suatu hal yang bersifat umum.
Studi kasus merupakan metode yang sering digunakan untuk memberikan
penekanan pada spesifikasi dari unit-unit atau kasus yang diteliti. Metode ini
berorientasi pada sifat yang khusus dan unik. Penggunaan studi kasus dalam
penelitian ini didasari oleh beberapa hal. Diantaranya adalah :
1. Bentuk sebagian besar website pemerintah masih bersifat pemberian informasi
dan kurang interaksi. Sedangkan website UPIK menitikberatkan pada pelayanan
komunikasi interaktif dan responsif dengan menampung pendapat, aspirasi, atau
keluhan masyarakat.
2. UPIK membuka forum dialog sebagai partisipasi masyarakat.
3. UPIK menampilkan berbagai keluhan, saran, informasi, kritik dan jawaban dari
pemerintah secara terbuka. Statistik mengenai keluhan, pertanyaan, dan saran
dapat dilihat oleh pengakses situs UPIK.
4. UPIK spesifik pada komunikasi dan bukan pada level administrasi ataupun
procurement.
5. UPIK merupakan salah satu bentuk role model peningkatan pelayanan publik
dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
Berdasarkan tiga hal tersebut, maka penelitian mengenai UPIK menjadi
layak dengan menggunakan studi kasus. Sifat penelitian berangkat dari fakta yang
ada di lapangan dan diinvestigasi oleh peneliti dari berbagai sumber yang beragam
berupa pengumpulan data dan pengamatan langsung, sehingga memungkinkan
munculnya hasil akhir yang deskriptif. Studi kasus menjadi metode yang cukup pas
untuk mengupas fenomena ini. Dengan studi kasus, maka peneliti dapat
mempelajari, memahami, menginterpretasi, dan mengumpulkan data mengenai
UPIK dalam konteks yang lebih alamiah.
1.7.1. Obyek Penelitian
Obyek penelitian ini adalah pengelolaan dan pemanfaatan website Unit
Pelayanan Informasi dan Keluhan Pemerintah Kota Yogyakarta atau UPIK. Alamat
website UPIK http://upik.jogjakota.go.id.
1.7.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kantor Pemerintah Kota Yogyakarta Jl. Kenari
56 Yogyakarta 55165. Peneliti mengajukan waktu penelitian untuk wawancara dan
observasi pada bulan September s.d Desember 2013.
1.7.3. Sumber Data
Data primer yang digunakan oleh peneliti adalah informan. Informan adalah
pihak yang dipilih untuk diwawancara atau diobservasi sesuai tujuan riset.
Berdasarkan sistematika, latar belakang, dan kerangka pemikiran yang telah dibuat
oleh peneliti. Maka pihak yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Penggagas UPIK, mantan Walikota Kota Yogyakarta (2001-2011) Bapak Herry
Zudianto.
2. Kepala Bagian Tekhnologi Informasi dan Telematika
3. Koordinator UPIK
4. Admin UPIK.
Untuk data sekunder pada penelitian ini, peneliti menggunakan berapa
sumber. Sumber tersebut yaitu arsip, buku, dokumentasi, jurnal, artikel di media
massa dan internet.
1.7.4. Teknik Pengumpulan Data
Kelebihan utama penelitian studi kasus terletak pada penggunaan multi
sumber bukti. Menurut Yin (1998), beberapa teknik yang dapat digunakan agar
menghasilkan data yang valid dan reliabel yaitu wawancara, observasi, analisis
dokumentasi, rekaman arsip. Data penelitian ini dikumpulkan melalui beragam
sumber yaitu pemerintah, dokumentasi, pengamatan langsung, dan masyarakat.
Dengan memeriksa bukti yang berasal dari berbagai sumber tersebut, dapat
digunakan untuk menjustifikasi tema secara koheren. Sumber data yang beragam
berasal dari wawancara, observasi, dan dokumentasi dapat dianalisis seutuhnya.
Berikut sumber bukti yang digunakan dalam pengumpulan data penelitian ini.
1.7.4.1. Observasi (pengamatan)
Dalam melakukan observasi, peneliti akan mengamati secara langsung dan
mencatat perilaku kegiatan aktivitas pelayanan UPIK Kota Yogyakarta oleh
Petugas untuk memperoleh informasi yang mendalam dan faktual. Peneliti akan
mencatat proses kerja pelayanan website UPIK. Peneliti melakukan observasi di
lokasi penelitian, Kantor Walikota Kota Yogyakarta.
1.7.4.2. Wawancara
Wawancara merupakan teknik pengumpulan data dengan cara melakukan
tanya jawab antara peneliti dengan para informan. Wawancara akan dilakukan
secara mendalam untuk mendapatkan data secara komprehensif mengenai
perkembangan, implementasi, dan target. Dalam hal ini, informan penelitian yaitu
mantan Walikota sebagai pengagas UPIK, dan pemimpin pengelola UPIK, admin
UPIK, dan masyarakat pengguna TIK.
Peneliti akan mewancarai mantan Walikota Yogyakarta dimaksudkan untuk
mendapatkan informasi mengenai latar belakang kebijakan UPIK dan tantangan
dalam pengembangan UPIK. Pemimipin/Koordinator pengelola UPIK dan Admin
UPIK diminta untuk memberikan informasi mengenai mekanisme kerja, struktur
kerja, dan pengelolaan website UPIK.
1.7.4.3. Teknik Dokumentasi
Dalam pengumpulan data melalui dokumentasi. Peneliti akan menggali
laporan yang dibuat oleh pengelola UPIK, catatan kasus dan statistik dalam UPIK,
serta kebijakan pemerintah mengenai UPIK, peraturan UPIK. Termasuk penelitian
sebelumnya mengenai UPIK. Dokumentasi menjadi data penting dalam menambah
data mengenai UPIK.
1.7.5. Metode Analisis Data
Analisis data merupakan proses mencermati, menata secara sistematis, dan
menginterpretasi data-data yang dikumpulkan dari penelitian sehingga diperoleh
pemahaman terhadap objek yang diteliti.Pertama, peneliti akan melakukan reduksi
dan memilah mana saja yang akan digunakan untuk penelitian. Kedua, peneliti
menyusun informasi berdasarkan ketentuan yang sudah ditentukan. Ketiga,
penarikan kesimpulan berdasar informasi yang dipilah dan disusun kemudian
menjadi pola yang akan menghubungkan sebagai kesimpulan
Data yang diperoleh bersifat kualitatif, yakni merupakan fakta yang didapat
selama penelitian berlangsung. Data diperoleh sebagai hasil pengamatan
pengelolaan UPIK, wawancara maupun studi pustaka dan dokumentasi UPIK.
Peneliti melakukan identifikasi dan mendeskripsikan pola-pola dan tema dari sudut
pandang partisipan, kemudian menjelaskan pola-pola dan tema penelitian.
1.7.6. Validitas Data
Validitas merupakan derajat ketepatan antara data yang terjadi pada obyek
penelitian dengan data yang dilaporkan oleh peneliti. Penelitian ini menggunakan
triangulasi sumber sebagai sebagai uji validitas. Triangulasi dengan sumber berarti
berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi
yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda (Moleong, 2005 : 330).
Teknik triangulasi sumber dalam penelitian ini sendiri dilakukan dengan
membandingkan serta mengecek balik derajat kepercayaan atas informasi yang
didapat dari pihak pengelola atau pemerintah dengan informan dari masyarakat.
Peneliti juga menggunakan data dokumen dan jurnal. Ketiga data tersebut akan
dibandingkan dan didapatkan data secara komprehensif untuk menjawab
pertanyaan penelitian.
Download