BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini kita telah memasuki era masyarakat informasi dimana kebutuhan dan tuntutan akan informasi menjadi sangat tinggi untuk diakses, dikelola dan didayagunakan dalam volume yang besar secara cepat dan akurat. Perkembangan tekhnologi informasi dan komunikasi (TIK) tersebut telah mendorong pemerintah untuk memberikan pelayanan yang lebih baik dan mengutamakan keterbukaan informasi bagi masyarakat. Sebagai inovasi dan solusi dalam meningkatkan pelayanan dengan penggunaan tekhnologi informasi dan komunikasi tersebut, pemerintah melaksanakan proses transformasi menuju e-government. Berdasarkan World Bank, e-government merupakan pemanfaatan teknologi informasi oleh lembaga pemerintah dengan menggunakan WAN, internet, mobile computing yang memiliki kemampuan untuk mentransformasi hubungan dengan masyarakat, bisnis, dan lembaga pemerintah yang lainnya. Melalui proses transformasi tersebut, pemerintah dapat mengoptimasikan pemanfaatan kemajuan teknologi informasi untuk mengeliminasi sekat-sekat organisasi birokrasi, serta membentuk jaringan sistem manajemen dan proses kerja yang memungkinkan instansi-instansi pemerintah bekerja secara terpadu. Salah satu bentuk implementasi dari pelaksanaan e-government diantaranya melalui pembuatan website oleh pemerintah. Dalam beberapa survey ataupun penelitian terdahulu menganai perkembangan e-government di Indonesia, egovernment belum berjalan secara optimal. Berdasar data Kementerian Komunikasi dan Informatika pada tahun 2009, secara keseluruhan jumlah website pemerintah daerah di Indonesia berumlah 470 untuk provisi, kota, dan kabupaten. Dari jumlah tersebut, hanya 361 (77%) website yang dapat dibuka atau aktif. Sebagian besar website tersebut hanya berada pada level informasi satu arah dari pemerintah dan tidak menyediakan fasilitas pelayanan secara on line dan link website belum populer (Utomo, 2009). Dapat dikatakan bahwa sebagian besar website tersebut hanya berada pada tahap awal yaitu menyajikan informasi. Isi dari website sebagain besar hanya berupa informasi dasar seperti sejarah kota, struktur pemerintahan, letak geografis, hingga peraturan kebijakan pemerintah. Informasi dalam website masih belum update secara rutin. Sejalan dengan penelitian Kementerian Komunikasi dan Informatika, berdasarkan survei internasional Waseda e-government ranking 2012, ternyata Indonesia jauh tertinggal dan berada pada peringkat 33 dari 55 negara pengadopsi e-government. Bahkan di tahun 2013, Indonesia turun ke peringkat 40 dari 55 negara yang disurvei. Melihat fakta dari beberapa survey tersebut di atas, implementasi e-government di Indonesia hanya terbatas pada pemenuhan kebijakan implementasi e-government tanpa adanya keberlanjutan peningkatan kualitas pengelolaan e-government oleh masing-masing lembaga pemerintah. Keadaan seperti ini akan menghambat tujuan e-government sebagai bentuk pelayanan masyarakat secara efektif dan efisien. Manfaat yang diharapkan melalui implementasi e-government pada akhirnya tidak dapat dirasakan oleh masyarakat. Berdasarkan dari kondisi yang dikemukakan, e-government secara keseluruhan di Indonesia belum optimal, akan tetapi tidak dapat dipungkiri masih terdapat beberapa daerah yang memiliki inisiatif dan berhasil menerapkan egovernment. Dari sekian lembaga ataupun pemerintah daerah yang menerapkan egovernment. Pemerintah Kota Yogyakarta merupakan salah satu pemerintah yang berhasil mengimpelemntasikan e-government khususnya dalam bentuk pelayanan dari pemerintah kepada masyarakat (Government to Citizen). Keberhasilan Pemerintah Kota Yogyakarta tersebut, terbukti dengan penghargaan e-government oleh majalah warta ekonomi pada tahun 2009 dan 2011. Lalu pada tahun 2013 dan 2014, berdasar hasil survey Markplus Insight bersama Kementerian Komunikasi dan Informasi, Pemerintah Kota Yogyakarta meraih penghargaan Indonesia Digital Society Award. Pemerintah Kota Yogyakarta memenangi ajang tersebut sebagai kota terdigital. Penghargaan tersebut diadakan dalam rangka upaya digitalisasi di Indonesia dan peningkatan daya saing Kota dan Kabupaten (http://the-marketeers.com/archives/inilah-daftar-pemenang-indonesiadigital-society-award-2013.html). Lalu pada tahun 2014 Pemerintah Kota Yogyakarta masuk dalam babak final dalam ajang United Nation Public Service Award (UNPSA) 2014 yang diselenggarakan oleh PBB untuk area Asia Pasifik (Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Birokrasi, 2014). Pada tahun sebelumnya wakil dari Indonesia hanya masuk babak penyisihan. Berbagai penghargaan yang didapatkan oleh Pemerintah Kota Yogyakarta menunjukan keberhasilan dalam penerapan tekhnologi informasi dalam pelayanan pemerintah kepada masyarakat. Dalam penghargaan Indonesia Digital Society Award dan United Nation Public Service Award, layanan Unit Pelayanan Informasi dan Keluhan atau UPIK menjadi produk unggulan yang mampu mendapatkan berbagai penghargaan tersebut. UPIK merupakan bentuk realisasi pelayanan dalam bentuk e-government Pemerintah Daerah Kota Yogyakarta. UPIK memiliki berbagai jenis media layanan. Layanan tersebut diantarannya tatap muka langsung dengan admin, surat, faximile, telepon, short message service (sms), email, dan website yang beralamat di http://upik.jogjakota.go.id/. UPIK merupakan salah satu role model penerapan egovernment. UPIK memiliki ciri khas sebagai website komunikasi antara masyarakat dan pemerintah secara interaktif. Website UPIK sebagai media penghubung antara masyarakat dan pemerintah memiliki potensi dalam pemenuhan kebutuhan informasi dan komunikasi interaktif partisipatif. Pertama, dengan adanya berita dan informasi seputar pemerintah Kota Yogyakarta berupa kegiatan dan pelayanan, diharapkan mampu memberikan akses informasi kepada masyarakat seputar pemerintah. Kedua, menu masukan keluhan, pertanyaan, ataupun saran, memiliki potensi untuk memberikan akses komunikasi interaktif dan responsif antara pemerintah dan masyarakat. Ketiga, menu forum dan diskusi memiliki potensi untuk memberikan akses masyarakat berpartisipasi dalam proses kebijakan pemerintah. Sehingga melalui ketiga hal dalam pembentukan komunikasi masyarakat dan pemerintah, dapat menciptakan kesinambungan hubungan dan pemahaman antara pemerintah dan masyarakat. UPIK merupakan sebuah produk kebijakan pemerintah yang digunakan untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat. Kategori aktifitas e-government UPIK merupakan aktifitas Government to Citizen (G2C) dengan tujuan mepercapat dan mendekatkan proses akses komunikasi masyarakat kepada pemerintah. Keberhasilan UPIK meraih penghargaan dari berbagai ajang menunjukan potensi perbaikan kemampuan implementasi e-government di Indonesia. 1.2.Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang sudah dijelaskan di atas. Maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana pengelolaan dan pemanfaatan website Unit Pelayanan Informasi dan Keluhan sebagai media komunikasi masyarakat dan pemerintah di Kota Yogyakarta? 1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk memahami praktik pelaksanaan dan pengelolaan e-government di Pemerintah Kota Yogyakarta dengan studi kasus Unit Pelayanan Informasi dan Keluhan. 1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat terhadap tiga pihak yaitu: 1. Akademisi : Penelitian ini secara umum akan berkontribusi pada studi egovernment sebagai media komunikasi masyarakat dan pemerintah. 2. Pemerintah Kota Yogyakarta: Penelitian ini dapat digunakan untuk menjadi bahan masukan dalam memaksimalkan potensi UPIK. 3. Masyarakat : Penelitian ini dapat memberikan pemahaman manfaat UPIK bagi masyarakat. 1.5.Kerangka Pemikiran Peneliti akan membuat alur kerangka pemikiran sebagai alat untuk mempermudah mengenali, mengidentifkasi, dan menjawab penelitian. Terdapat tiga kerangka yang menjadi sitematika berpikir untuk menjawab penelitian. Pertama peneliti memasukkan pemahaman penelitian pada konsep e-government dalam kategori aktifitas pelayanan pemerintah pada masyarakat atau Government to Citizen. Hal ini terkait dengan kekhususan UPIK untuk memediasi pelayanan informasi kepada masyarakat. Pada bagian kedua, berhubungan dengan komunikasi masyarakat dan pemerintah termasuk penggunaan e-government di dalamnya. Ketiga, melihat manfaat e-government untuk masyarakat. Berdasar ketiga kerangka tersebut, untuk lebih memperjelas maka akan kita bahas sebagai berikut : 1.5.1. Layanan E-Government Government to Citizen (G to C) Potensi besar dari pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi dalam mempermudah komunikasi dan memproses data secara perlahan mulai mempengaruhi pemerintah dalam berkomunikasi ataupun memberikan layanan terhadap publik dalam bentuk e-government. World Bank (n.d), mendefinisikan e-government sebagai berikut : “e-government refers to the use by government agencies of information technologies (such as Wide Area Networks, the Internet, and mobile computing) that have the ability to transform relations with citizens, businesses, and other arms of government”. Definisi tersebut memberikan pemahaman mengenai e-government. Pertama, e-government adalah pemanfaatan aplikasi teknologi informasi dan komunikasi atau perangkat digital. Kedua, berfungsi untuk menghubungkan antara beberapa subjek yang berkepentingan utamanya masyarakat sebagai bagian yang dilayani. Ketiga, adanya transaksi yang terjadi secara interaktif. Pada sisi ini dapat dilihat bahwa e-government memiliki kaitan erat dengan permasalahan komunikasi. Pengembangan media komunikasi yang terintegrasi dan mampu melakukan interaktifitas antara pihak yang saling memiliki keterkaitan dalam pembangunan menjadi hal yang penting. United Nation Public Administration Programe (n.d) memetakan beberapa kategori penerapan aktifitas dengan beberapa elemen yang terkait dengan pemerintah yaitu government to citizen (G to C), governmment to government (G to G), dan government to business (G to B). Aplikasi e-government ini memberikan tujuan adanya penyediaan saluran yang bervariasi dari pemerintah untuk menghubungkan pemerintah dengan berbagai bagian penting dalam jalannya roda pemerintahan. Mulai dari masyarakat, institusi bisnis, dan antar institusi pemerintahan dapat berinteraksi dan berkomunikasi secara terintegrasi dan efektif. Kategori aktifitas Government to Citizen (G to C) adalah interaksi pemerintah dengan masyarakat dengan menggunakan TIK. Pemerintah memproduksi isi informasi dan dipublikasikan melalui website pemerintah. Masyarakat dapat mengakses informasi melalui website tersebut. Masyarakat mendapat ruang untuk berkomunikasi dengan pemerintah secara online. Kategori ini mengantarkan e-government pada tujuan untuk menciptakan pelayanan jasa pada sekitar masyarakat bukan hanya berada pada sekitar pemerintah (Hartono, 2003). Artinya, pelayanan menjadi semakin dekat tanpa harus terhalang dengan aspek jarak. Dalam penelitian ini, UPIK merupakan media yang memberikan fokus pelayanan pada masyarakat. UPIK masuk dalam kategori Government to Citizen. Kategori ini fokus pada kemampuan pemerintah dan warganegaranya untuk bertukar informasi satu sama lain bersama dengan warga negaranya. Tipe G to C ini merupakan aplikasi e-government yang paling umum, yaitu pemerintah membangun dan menerapkan berbagai portofolio teknologi informasi dengan tujuan utama untuk memperbaiki hubungan interaksi dengan masyarakat. Dengan kata lain, tujuan dari dibangun aplikasi e-government; bertipe G to C adalah untuk mendekatkan pemerintah dengan rakyatnya melalui kanal-kanal akses yang beragam agar masyarakat dapat dengan mudah menjangkau pemerintahannya untuk pemenuhan berbagai kebutuhan pelayanan sehari-hari. E-government merupakan bentuk pelayanan kepada beberapa pihak yang berkepentingan dan berhubungan erat dengan jalannya pemerintahan. Diantaranya yaitu masyarakat dan bisnis. Dalam penelititian ini, peneliti memfokuskan penelitian UPIK sehubungan dengan tujuan UPIK untuk memberikan pelayananan pemerintah kepada masyarakat. Penggunaan TIK dalam pelayanan maupun proses berjalannya institusi pemerintah dalam menjalankan perannya dilatarbelakangi oleh beberapa hal. Indrajit (2006) menjelaskan setidaknya terdapat tiga pemicu utama yang menjadikan e-government berkembang. Pertama, karena era globalisasi membuat semacam isu mengenai demokratisasi, hak asasi manusia, hukum, transparansi, korupsi, civil society, good corporate governance, perdagangan bebas, pasar terbuka dan lain sebagainya. Pada titik ini masyarakat menuntut kinerja pemerintah yang lebih baik dengan mampu memahami kebutuhan masyarakat dan melakukan pembenahan untuk efektifitas kinerja. Kedua, kemajuan dan perkembangan teknologi informasi komunikasi terjadi secara pesat. Sehingga data, informasi, dan pengetahuan dapat diciptakan atau dipublikasikan secara mudah dan cepat pada seluruh lapisan masyarakat. Ketiga, meningkatnya kualitas kehidupan masyarakat dunia segaris lurus dengan membaiknya kinerja industri maupun swasta dalam melakukan kegiatan ekonomi. Sejalan dengan perbaikan ini, maka tuntutan masyarakat terhadap pemerintah untuk meningkatkan kinerjanya menjadi semakin tinggi. Ketiga aspek tersebut memberikan tekanan terhadap pemerintah untuk memperbaiki kinerja dengan cara memanfaatkan berbagai teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan pelayanan masyarakat. Penggunaan TIK menjadi salah satu inovasi dalam pelayanan pemerintah. Terdapat mekanisme baru dimana pemerintah menggunakan TIK untuk menghubungkan dirinya dengan stakeholder berupa masyarakat umum, kalangan bisnis, ataupun sektor publik lainnya. Arah perubahan pada bentuk lama birokrasi menuju pada bentuk model baru menunjukan model yang berbeda. Perubahan ini menjadi salah satu dasar penerapan e-government dalam rangka mencapai pelayanan yang maksimal terhadap masyarakat. Berbagai dimensi dalam model baru birokrasi memberikan pemahaman tentang nilai profesionalitas dalam bekerja, dan menjadikan masyarakat sebagai mitra dalam bekerja. Jarak antara birokrat dan masyarakat justru diminimalisir. Orientasi pemerintah adalah pelayanan publik secara maksimal sehingga tercipta pengelolaan tujuan pengelolaan pemerintah yang baik. Beberapa 1.5.1.1.Tahapan E-government Dalam bentuk hubungannya dengan eksternal pemerintah, level e-government dapat dibagi menjadi empat fase. Menurut Instruksi Presiden nomor 3 tahun 2003 terdapat empat tahapan secara sistematik yang pada kenaikan tingkat semakin membutuhkan proses yang lebih kompleks yaitu tahap persiapan, pematangan, pemantapan, pemanfaatan. Gambar 1. Tahapan E-government Pemantapan Pemanfaatan Pematangan Persiapan Tahapan persiapan lebih dominan pada fase persiapan SDM dan sarana akses. Pemerintah membuat situs informasi dan melakukan sosialisasi tentang keberadaan situs pemerintah tersebut. Tahapan ini biasanya belum terintegrasi dengan lintas departemen yang lain. Komunikasi pada tahapan ini satu arah dan pengakses berada pada posisi pasif. Tahapan pematangan telah masuk pada pembuatan situs yang interaktif dan terintegrasi dengan departemen lain dalam pemerintahan. Komunikasi telah terjalin dua arah dan pengakses berada pada posisi aktif. Pengakses dapat berkomunikasi dengan pemerintah. Penyediaan menu dalam situs bertambah untuk mengakomodir perbincangan dan kebutuhan informasi pengakses. Tahapan pemantapan berupa pembuatan situs yang mampu melayani transaksi pelayanan publik dan integrasi data dengan departemen lain. Tahap ini telah memasuki penerapan aplikasi/formulir secara online. Sehingga kebutuhan pengakses dapat dilakukan pada satu website. Tahapan pemanfaatan tidak hanya menghubungkan pemerintah dengan masyarakat tetapi juga dengan organisasi lain yang terkait (pemerintah ke antar pemerintah, sektor non-pemerintah, serta sektor swasta). Pembuatan aplikasi untuk pelayanan yang bersifat antar instansi pemerintah, bisnis dan masyarakat yang terintegrasi. Pada tahapan ini perpindahan uang dari satu pihak dan pihak lain sangat dimungkinkan. Maka dalam tahapan ini e-government semakin rumit dan perlu keamanan yang lebih tinggi . 1.5.2. Manajemen Komunikasi Masyarakat dan Pemerintah Komunikasi dalam konteks masyarakat dan pemerintah memiliki keterkaitan dengan aspek pemerintah sebagai pihak yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan melayani. Masyarakat sebagai pihak yang diatur dan dilayani. Dalam konteks tersebut, pemerintah memiliki aspek sifat yang lebih aktif daripada masyarakat. Tetapi, perlu kita tekankan bahwa dalam menjalankan berbagai macam aturan ataupun kebijakan. Pemerintah juga bertindak sebagai pelayan. Hal ini menjadikan pemerintah perlu menciptakan komunikasi yang kondusif untuk melayani masyarakat. Pemerintah memiliki berbagai stakeholder dalam ruang lingkupnya. Stakeholder merupakan pihak yang dipengaruhi oleh keputusan yang diambil organisasi, atau keputusan yang diambil pihak luar organisasi mempengaruhi organisasi (Grunig & Repper dalam Putra, 2008 : 513). Maka berdasar pemahaman tersebut, masyarakat merupakan salah satu stakeholder penting pemerintah karena memiliki implikasi terhadap keputusan yang diambil oleh pemerintah. Pemerintah memiliki kewenangan untuk memutuskan berbagai program yang memenuhi kebutuhan masyarakat. Setiap keputusan yang dilakukan memberikan konsekuensi terhadap masyarakat sebagai stakeholder. Konsekuensi sebuah keputusan pemerintah dapat ditanggapai masyarakat secara baik atau buruk. Sebagai institusi yang berkaitan memiliki dampak terhadap masyarakat, maka pemerintah perlu mengelola komunikasi antara masyarakat dan pemerintah. Dalam komunikasi antara masyarakat dan pemerintah. Ada empat peran stratejik (Baker , 1997 : 456- 457) yaitu : komunikasi politik yang bertujuan untuk mempersuasi dan mendapatkan legitimasi didalam ataupun diluar negeri. Kedua pelayanan informasi kepada publik agar masyarakat mendapatkan informasi strategis pemerintahan dan menyediakan agar masyarakat dapat mengakses informasi stategis. Ketiga membangun dan mempertahankan citra positif institusi. Tujuannya untuk menginformasikan dan mempengaruhi publik agar memberikan dukungan positif baik jangka panjang ataupun jangka pendek. Keempat menghasilkan umpan balik dari masyarakat. Tujuannya untuk memastikan pemerintah mendapatka informasi terbaru dan meminta masukan dalam proses pembuatan kebijakan pemerintah. Berdasar peran stratejik tersebut, pemerintah tidak hanya berperan sebagai komunikator dalam proses komunikasi. Dalam bentuk komunikasi yang simetris dua arah Grunig & Hunt (1984) praktek komunikasi organisasi efektif dalam hal ini pemerintah, pemerintah perlu memahami dan melibatkan publik dalam proses pembuatan kebijakan. Masyarakat perlu dimediasi dalam komunikasi antara masyarakat dan pemerintah sehingga terjadi penyesuaian dan pemahaman kedua belah pihak. Model ini menuntut pemerintah dan masyarakat menciptakan komunikasi dua arah yang fokus pada pertukaran informasi. Lingkungan saat ini berubah sangat dinamis sehingga berdampak pada perlunya perubahan pendekatan dan tidak menciptakan batas antara pihak yang berkepentinga. Menciptakan konsistensi komunikasi antara masyarakat dan pemerintah perlu tersu dilakukan. Saat ini lingkungan sangat dinamis, perubahan datang sangat cepat. Perubahan tersebut telah menuntut organisasi baik itu swasta dan pemerintah untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan. Organisasi yang tidak mengerti lingkungan di mana dia berada akan senantiasa mengalami ketertinggalan. Perubahan ini berlaku terhadap kebijakan organisasi. D’aveni menyebutkan bahwa adaptabilitas organisasi (penyesuaian diri) dapat dicapai dengan menggunakan informasi sebagai basis strategis yang diintegrasikan melalui aktivitas yang disebut knowing organization mulai dari mengerti, memahami dan penciptaan sebuah pengetahuan organisasi untuk membuat keputusan (sangkala, 2006 : 13). Dengan adaptasi organisasi kita tetap dapat berkompetisi dengan organisasi serta menjadi lebih unggul. Kepemilikan informasi dan pengetahuan membuat organisasi menjadi lebih unggul. Informasi dan pengetahuan yang dimiliki oleh organisasi merupakan sebuah modal berharga untuk melakukan kreasi dalam bentuk insiatif dalam pola tindakan real. Artinya dalam hal ini, informasi merupakan hal penting yang dibutuhkan oleh organisasi untuk beradaptasi dengan lingkungan sehingga organisasi tetap unggul. Organisasi harus melakukan transaksi dengan berbagai pihak terutama eksternal untuk mendapat informasi. Sehingga komunikasi dengan pihak eksternal menjadi semakin dibutuhkan. Karena organisasi perlu melakukan adaptasi terhadap perkembangan lingkungan eksternal organisasi. Dalam kerangka adaptasi lingkungan pemerintah, hal ini dapat dilakukan melalui penciptaan media atau melalui saluran komunikasi eksternal untuk masyarakat, lalu informasi yang dikumpulkan tersebut menjadi data untuk disesuaikan dan menjadi dasar tindakan/kebijakan pemerintah. Dalam dunia modern saat ini, pemangku kepentingan meminta agar organisasi terbuka dalam memberikan informasi secara jujur dan akurat, tidak hanya mengungkapkan tapi juga komitmen untuk mencapainya. Dalam transparansi yang dibutuhkan adalah kepercayaan dan bermanfaat. Dalam tranparansi tersebut memberikan arahan agar terjadinya partisipasi masyarakat. Partisipasi masyarakat sangat penting dalam proses pembangunan dan demokratisasi masyarakat. Partisipasi adalah keikutsertaan masyarakat dalam proses pengidentifikasian masalah dan potensi aktual di masyarakat, pemilihan dan pengambilan keputusan tentang alternatif solusi untuk menangani masalah, pelaksanaan upaya menangani masalah dan keterlibatan masyarakat dalam evaluasi terhadap apa yang terjadi (Isbandi dalam Indarto;2012). Dalam pengelolaan komunikasi secara dua arah tersebut. Diperlukan adanya pengelolaan komunikasi secara terorganisir. Pengelolaan tersebut diperlukan sehingga tujuan komunikasi dua arah antara pemerintah dan masyarakat dapat tercapai. Dalam pengelolaan komunikasi tersebut terdapat pembagian tugas, wewenang dan tanggung jawab. Pembagian tugas terbagi dalam klasifikasi level kepemimpinan. Gambar 2. Aktivitas Komunikasi Pada Tingkatan Manajemen (Ruslan, 1999 :7) 1. Substansi Komunikasi 1. Aktivitas Komunikasi - - Antara lain : Penyampaian informasi Pelaksanaan Penyampaian Pelaksanaan Penyampaian Pelaksanaan Melakukan Tugas TOP MIDLE KARYAWANA/BAWAHAN Berisikan : Kebijakan umum Instruksi penugasan Keputusan/peraturan - Motivasi Pembinaan Pengendalian Perubahan - Pembinaan Pengendalian Pengawasan Pelaksanaan sebuah manajemen ditujukan untuk mencapai tujuan organisasi. Dalam pembagian level kepemimpinan terdapat tugas dan kewenangan. Top level pimpinan berhubungan dengan kebijakan umum dan memberikan keputusan secara tertulis untuk dapat dilaksanakan pada pimpinan level berikutnya. Pimpinan Middle memberikan motivasi pembinaan dan pengendalian. Level tekhnis melaksanakan perintah berdasarkan instruksi dan bertugas melasanakan program tekhnis. 1.5.3. E-government Sebagai Media Komunikasi Interaktif Dalam era komunikasi interaktif saat ini, kita dapat melakukan komunikasi jarak jauh dalam waktu singkat. Ciri komunikasi interaktif diantaranya adalah : 1. Orang beriteraksi secara leluasa 2. Umpan balik, yang bersifat baik dan negatif dapat cepat diketahui 3. Penyampaian pesan dilakukan secara verbal maupun gambar 4. Menggunakan media interaktif (Abrar, 2003 : 19) Media interaktif adalah media yang ciri utamanya memberi peluang untuk saling bertukar informasi. Maka internet termasuk kategori media interaktif. Egovernment yang berbasiskan pada internet menjadi salah satu media interaktif yang digunakan pemerintah dalam berkomunikasi dengan pihak masyarakat. Dengan penggunaan media interaktif dan banyaknya organisasi termasuk pemerintah membuka akses komunikasi terhadap media interaktif seperti website. Maka terlihat jelas bahwa terdapat keinginan sebuah organisasi pemerintah untuk tidak memberi jarak batas antara lingkungan eksternal (masyarakat) dan internal (pemerintah). Semua orang dapat mengakses informasi yang disediakan organisasi dan dapat melakukan komunikasi secara lebih interaktif dan personal dengan organisasi pemerintah. Khalayak dapat menyampaikan hal negatif atau posisitif melalui media interaktif. Media ini juga dapat dijadikan proses komunikasi dalam organisasi untuk membuat keputusan dan mempertimbangkan informasi dari pihak eksternal organisasi walaupun dalam taraf yang relatif. Komunikasi yang semakin intensif dalam batasan ini memiliki manfaat untuk melihat secara lebih jauh permasalahan dan melakukan respon cepat karena informasi yang disampaikan pihak eksternal sebagai penerima kebijakan ikut berpartisipasi. Sehingga evaluasi organisasi terjadi secara continue menciptakan keunggulan organisasi dalam hubungan dengan pihak eksternal. Untuk memperjelas pemahaman mengenai penelitian ini. Peneliti akan memberikan gambaran model penelitian dengan gambar di bawah ini : Gambar 3. Model Penelitian Latar Belakang Fasilitas Organisasi & Mekanisme Egovernment Pemerintah Kota Yogyakarta (UPIK) Profil Pemanfaatan Hambatan Pihak pengelola UPIK dalam hal ini adalah pemerintah Kota Yogyakarta. Pengelola merupapakan back office yang melakukan pengelolaan terhadap potensi kemampuan yang dimiliki untuk pelayanan masyarakat. Pengelolaan memiliki kesamaan makna dengan manajemen yang artinya mengatur atau mengawasi (Usman, 2004 :3). Dalam pengelolaan terdapat beberapa elemen mengenai apa yang dikelola, siapa yang mengelola, mengapa dikelola, dan bagaimana pengelolaan yang dilakukan sehingga tujuan dapat tercapai. 1.6.Kerangka Konsep Berdasarkan buku panduan peneyelenggaraan situs pemerintah daerah Depkominfo, kerangka arsitektur e-government terdiri dari empat lapis struktur, yakni : 1. Akses berupa jaringan telekomunikasi, jaringan internet, dan media komunikasi lainnya yang dapat digunakan oleh masyarakat untuk mengakses situs pelayanan publik. 2. Portal Pelayanan Publik. Situs web Pemerintah pada internet penyedia layanan publik tertentu yang mengintegrasikan proses pengolahan dan pengelolaan informasi dan dokumen elektronik di sejumlah instansi yang terkait. 3. Organisasi Pengelolaan dan Pengolahan Informasi. Organisasi pendukung (back office) yang mengelola, menyediakan dan mengolah transaksi informasi dan dokumen elektronik. 4. Infrastruktur dan Aplikasi Dasar. Semua prasarana, baik berbentuk perangkat keras dan lunak yang diperlukan untuk mendukung pengelolaan, pengolahan, transaksi, dan penyaluran informasi (antar back office, antar portal pelayanan publik dengan back office), maupun antar portal pelayanan publik dengan jaringan internet secara handal, aman, dan terpercaya Dalam implementasi e-government, Pemerintah tidak dapat hanya mengandalkan dari aspek tekhnis infrastruktur semata untuk mengoptimalkan egovernment. E-governmnet tidak lepas dari pengelolaan yang dilakukan oleh berbagai pihak dalam pemerintahan untuk mendukung optimalisasi e-government. Heeks (2006) menyatakan bahwa e-government adalah sebuah sistem informasi, yang dapat digambarkan sebagai sistem sosio-teknis karena merupakan kombinasi antara aspek sosial dan teknologi. E-government adalah sebuah sistem informasi, yang dapat digambarkan sebagai sistem sosio-teknis karena merupakan kombinasi antara aspek sosial dan teknologi. E-government merupakan sistem informasi dimana aspek sosial dan teknologi (sosio-teknologi) harus dikelola dengan baik agar terhindar dari kegagalan. Secara faktual, hambatan utama dari pelaksanaan e-government adalah pada tata kelola atau manajemen struktur pengelolaannya. Pada saat ini, pengelola situs web pemerintah daerah (sebagai embrio pengelola e-government) dilakukan oleh berbagai unit kerja yang terdapat dalam pemerintah daerah. Salah satu faktor dominan dari hambatan dalam implementasi e-government dalam operasionalnya bermuara pada segi manajemen yang dilakukan oleh struktur dan lembaga yang ditunjuk oleh pihak pemerintah daerah. Oleh karenanya, berangkat dari paparan di atas, maka penelitian ini akan melihat model manajemen komunikasi dari segi back office (aparatur atau badan pengelola serta pengelolaan informasi). Secara definitif yang dimaksud dengan manajemen back office adalah adalah perangkat dan personalia yang bebenah melengkapi semua yang harus dilaksanakan sesudah layanan front office. Front office yang dimaksud dalam hal ini adalah website yang telah disediakan pemerintah. bisa juga dimaknai sebagai proses pengolahan informasi yang dilakukan oleh instansi dalam back officenya baik bersifat off-line atau tradisional, melalui rapat koordinasi, forum investasi maupun dengan sistem jemput bola langsung kepada sumbernya (Sosiawan dan Pujiastuti, 2009). Pada dasarnya pilar-pilar mekanisme dalam back office e-government diantaranta adalah : 1. Menggunakan sistem kerja desentralisasi. Setiap menu memiliki penanggung jawab tersendiri. Dengan demikian maka selain akan mudah terlihat tingkat kontribusi staff personalia pengelola, juga aspek informasi yang disajikan cenderung lebih spesifik 2. Pada kurun tertentu secara rutin dan intensif dilakukan pertemuan pengelola, dengan orientasi utama pada koordinasi, konsolidasi dan komunikasi dalam rangka menuju pada optimalisasi peran dan fungsi website itu sendiri. 3. Menjaga stabilitas kinerja para tim pengelola web site secara umum, maupun para personel tim pengelola pada Sub domain, dilakukan penyegaran (refreshing) pengelola. Hal ini dimaksudkan selain untuk mencermati kinerja yang dilakukan oleh setiap personalia, juga diharapkan dapat menjadi ajang komunikasi pada topik yang lebih terfokus (yaitu mengenai sub domain yang tengah dibahas). 4. Adanya monitoring yang intens pada tubuh pengelola inti. Hal ini untuk menjaga bila sewaktu waktu terjadi keanehan ataupun hal lain pada rangkaianwebsite dan subdomainnya. Untuk itulah kerjasama antara webmaster, petugas materi serta desainer dan programmer harus dilakukan dengan sebaik-baiknya. 5. secara rutin dilakukan koordinasi untuk melakukan analisa dan perbandingan dengan web site lain dan atau jenis aplikasi berbasiskan web lainnya. Berdasarkan pilar-pilar yang telah dijelaskan di atas, dalam penelitian ini akan meneliti salah satu aspek kategori kegiatan yaitu government to citizen yang fokus pada pengelolaan. Selanjutnya akan dijelaskan lebih lanjut sesuai dengan model penelitian yang sudah dibuat penulis. Adapun kerangka konsep sebagai penjelasan model penelitian ini diantaranya adalah 1. Latar Belakang : a. Dasar pembentukan UPIK. b. Tujuan merupakan hal yang ingin dicapai melalui UPIK. c. Manfaat merupakan fungsi atau kegunaan pembentukan UPIK 2. Fasilitas : a. Fasilitas atau menu yang disediakan dan digunakan oleh pengelola untuk dapat digunakan oleh pengguna UPIK. b. Kemampuan UPIK berdasar fasilitas yang disediakan. 3. Organisasi : a. Struktur merupakan bagian yang memiliki fungsi dan tugas untuk mengelola UPIK. b. Kebijakan merupakan produk hukum dan dokumentasi resmi yang mendorong dan memberi arah pengembangan UPIK. c. Mekanisme kerja merupakan proses pelayanan dan koordinasi antar instansi. 4. Hambatan merupakan permasalahan yang muncul dalam mengelola UPIK. Hambatan terdiri dari : a. Teknis berhubungan dengan infrastruktur peralatan dan sumber daya manusia. b. Non-teknis berhubungan dengan manajemen pengelolaan. 5. Profil Pemanfaatan UPIK Pemanfaatan merupakan gambaran penggunaan UPIK dilihat dari jumlah sebaran penggunaan fitur dan media UPIK serta beberapa kajian dalam penelitian terdahulu. 1.7. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus. Studi kasus memungkinkan penulis mengumpulkan informasi secara detil, kaya dan mencakup kasus tertentu. Suatu kasus harus bersifat spesifik dan memiliki batasan (bounded system)(Yin,1989). Studi Kasus mengandung makna suatu jenis pendekatan deskriptif dimana penelitian dilakukan secara intensif, terperinci dan mendalam terhadap suatu organisasi, kelompok keluarga atau pada gejala tertentu. Dalam studi kasus, peneliti menggali suatu fenomena tertentu (kasus) dalam suatu waktu dan kegiatan (program, even, proses, institusi atau kelompok sosial) serta mengumpulkan informasi secara terinci dan mendalam dengan menggunakan berbagai prosesdur pengumpulan data selama periode tertentu. Untuk dapat disebut sebagai penelitian studi kasus, Yin (1989) mengemukakan sejumlah kriteria yakni : 1. Studi Kasus harus memusatkan perhatian pada kasus secara intensif dan mendetail. 2. Studi kasus merupakan pemeriksaan yang empiris yang melakukan investigasi terhadap suatu fenomena kontemporer didalam konteks kehidupan nyata dimana fenomena dan konteks tak tampak dengan tegas dan dalam pelaksanaannya memanfaatkan beragam sumber bukti yang mendukung pengungkapan kasus. 3. Studi kasus memilki tujuan untuk memberi gambaran secara mendetail tentang latarbelakang, serta karakter-karakter yang khas dari suatu kasus, dimana sifatsifat yang khas tersebut akan dijadikan suatu hal yang bersifat umum. Studi kasus merupakan metode yang sering digunakan untuk memberikan penekanan pada spesifikasi dari unit-unit atau kasus yang diteliti. Metode ini berorientasi pada sifat yang khusus dan unik. Penggunaan studi kasus dalam penelitian ini didasari oleh beberapa hal. Diantaranya adalah : 1. Bentuk sebagian besar website pemerintah masih bersifat pemberian informasi dan kurang interaksi. Sedangkan website UPIK menitikberatkan pada pelayanan komunikasi interaktif dan responsif dengan menampung pendapat, aspirasi, atau keluhan masyarakat. 2. UPIK membuka forum dialog sebagai partisipasi masyarakat. 3. UPIK menampilkan berbagai keluhan, saran, informasi, kritik dan jawaban dari pemerintah secara terbuka. Statistik mengenai keluhan, pertanyaan, dan saran dapat dilihat oleh pengakses situs UPIK. 4. UPIK spesifik pada komunikasi dan bukan pada level administrasi ataupun procurement. 5. UPIK merupakan salah satu bentuk role model peningkatan pelayanan publik dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Berdasarkan tiga hal tersebut, maka penelitian mengenai UPIK menjadi layak dengan menggunakan studi kasus. Sifat penelitian berangkat dari fakta yang ada di lapangan dan diinvestigasi oleh peneliti dari berbagai sumber yang beragam berupa pengumpulan data dan pengamatan langsung, sehingga memungkinkan munculnya hasil akhir yang deskriptif. Studi kasus menjadi metode yang cukup pas untuk mengupas fenomena ini. Dengan studi kasus, maka peneliti dapat mempelajari, memahami, menginterpretasi, dan mengumpulkan data mengenai UPIK dalam konteks yang lebih alamiah. 1.7.1. Obyek Penelitian Obyek penelitian ini adalah pengelolaan dan pemanfaatan website Unit Pelayanan Informasi dan Keluhan Pemerintah Kota Yogyakarta atau UPIK. Alamat website UPIK http://upik.jogjakota.go.id. 1.7.2. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kantor Pemerintah Kota Yogyakarta Jl. Kenari 56 Yogyakarta 55165. Peneliti mengajukan waktu penelitian untuk wawancara dan observasi pada bulan September s.d Desember 2013. 1.7.3. Sumber Data Data primer yang digunakan oleh peneliti adalah informan. Informan adalah pihak yang dipilih untuk diwawancara atau diobservasi sesuai tujuan riset. Berdasarkan sistematika, latar belakang, dan kerangka pemikiran yang telah dibuat oleh peneliti. Maka pihak yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Penggagas UPIK, mantan Walikota Kota Yogyakarta (2001-2011) Bapak Herry Zudianto. 2. Kepala Bagian Tekhnologi Informasi dan Telematika 3. Koordinator UPIK 4. Admin UPIK. Untuk data sekunder pada penelitian ini, peneliti menggunakan berapa sumber. Sumber tersebut yaitu arsip, buku, dokumentasi, jurnal, artikel di media massa dan internet. 1.7.4. Teknik Pengumpulan Data Kelebihan utama penelitian studi kasus terletak pada penggunaan multi sumber bukti. Menurut Yin (1998), beberapa teknik yang dapat digunakan agar menghasilkan data yang valid dan reliabel yaitu wawancara, observasi, analisis dokumentasi, rekaman arsip. Data penelitian ini dikumpulkan melalui beragam sumber yaitu pemerintah, dokumentasi, pengamatan langsung, dan masyarakat. Dengan memeriksa bukti yang berasal dari berbagai sumber tersebut, dapat digunakan untuk menjustifikasi tema secara koheren. Sumber data yang beragam berasal dari wawancara, observasi, dan dokumentasi dapat dianalisis seutuhnya. Berikut sumber bukti yang digunakan dalam pengumpulan data penelitian ini. 1.7.4.1. Observasi (pengamatan) Dalam melakukan observasi, peneliti akan mengamati secara langsung dan mencatat perilaku kegiatan aktivitas pelayanan UPIK Kota Yogyakarta oleh Petugas untuk memperoleh informasi yang mendalam dan faktual. Peneliti akan mencatat proses kerja pelayanan website UPIK. Peneliti melakukan observasi di lokasi penelitian, Kantor Walikota Kota Yogyakarta. 1.7.4.2. Wawancara Wawancara merupakan teknik pengumpulan data dengan cara melakukan tanya jawab antara peneliti dengan para informan. Wawancara akan dilakukan secara mendalam untuk mendapatkan data secara komprehensif mengenai perkembangan, implementasi, dan target. Dalam hal ini, informan penelitian yaitu mantan Walikota sebagai pengagas UPIK, dan pemimpin pengelola UPIK, admin UPIK, dan masyarakat pengguna TIK. Peneliti akan mewancarai mantan Walikota Yogyakarta dimaksudkan untuk mendapatkan informasi mengenai latar belakang kebijakan UPIK dan tantangan dalam pengembangan UPIK. Pemimipin/Koordinator pengelola UPIK dan Admin UPIK diminta untuk memberikan informasi mengenai mekanisme kerja, struktur kerja, dan pengelolaan website UPIK. 1.7.4.3. Teknik Dokumentasi Dalam pengumpulan data melalui dokumentasi. Peneliti akan menggali laporan yang dibuat oleh pengelola UPIK, catatan kasus dan statistik dalam UPIK, serta kebijakan pemerintah mengenai UPIK, peraturan UPIK. Termasuk penelitian sebelumnya mengenai UPIK. Dokumentasi menjadi data penting dalam menambah data mengenai UPIK. 1.7.5. Metode Analisis Data Analisis data merupakan proses mencermati, menata secara sistematis, dan menginterpretasi data-data yang dikumpulkan dari penelitian sehingga diperoleh pemahaman terhadap objek yang diteliti.Pertama, peneliti akan melakukan reduksi dan memilah mana saja yang akan digunakan untuk penelitian. Kedua, peneliti menyusun informasi berdasarkan ketentuan yang sudah ditentukan. Ketiga, penarikan kesimpulan berdasar informasi yang dipilah dan disusun kemudian menjadi pola yang akan menghubungkan sebagai kesimpulan Data yang diperoleh bersifat kualitatif, yakni merupakan fakta yang didapat selama penelitian berlangsung. Data diperoleh sebagai hasil pengamatan pengelolaan UPIK, wawancara maupun studi pustaka dan dokumentasi UPIK. Peneliti melakukan identifikasi dan mendeskripsikan pola-pola dan tema dari sudut pandang partisipan, kemudian menjelaskan pola-pola dan tema penelitian. 1.7.6. Validitas Data Validitas merupakan derajat ketepatan antara data yang terjadi pada obyek penelitian dengan data yang dilaporkan oleh peneliti. Penelitian ini menggunakan triangulasi sumber sebagai sebagai uji validitas. Triangulasi dengan sumber berarti berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda (Moleong, 2005 : 330). Teknik triangulasi sumber dalam penelitian ini sendiri dilakukan dengan membandingkan serta mengecek balik derajat kepercayaan atas informasi yang didapat dari pihak pengelola atau pemerintah dengan informan dari masyarakat. Peneliti juga menggunakan data dokumen dan jurnal. Ketiga data tersebut akan dibandingkan dan didapatkan data secara komprehensif untuk menjawab pertanyaan penelitian.