KAJIAN KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA DALAM ORGANISASI BIROKRASI DI INDONESIA Oleh : Kidi,S.Sos Widyaiswara Madya A. PENDAHUUAN LATAR BELAKANG MASALAH Pada zaman Yunani dahulu ada sebuah akademi yang memberikan kuliah selama tiga tahun. Mahasiswa tingkat pertama disebut orang-orang bijak. Mahasiswa tingkat dua dipanggil filosof. Artinya orang yang ingin menjadi orang bijak. Pada tahun ketiga mereka disebut Mahasiswa saja, artinya orang yang sudah cukup lama belajar sehingga mengetahui betapa perlunya mereka harus belajar lagi. Barangkali seperti inilah kita ingin mempelajari komunikasi antarbudaya. Mengapa demikian karena pada awalnya, kita merasa cukup bijak, tetapi makin banyak kita belajar makin kita dapatkan bahwa kita perlu belajar lagi. Hanya saja saya khawatir kurikulum seperti itu tidak akan popular di sekolahsekolah kita sekarang ini. Begitu kata Wilbur Schramm Perihal Membangun Jembatan pada Buku komunikasi antarbudaya (Panduan berkomunikasi dengan orang-orang berbeda budaya) yang diedit oleh Dr.Deddy Mulyana, M.A dan Drs. Jalaluddin Rakhmat,M.Sc. Ada dua garis tanggung jawab yang berkaitan dengan komunikasi antarbudaya. Yang satu personal yang lainnya governmental (berkaitan dengan pemerintah). Keduanya tidak seluruhnya terpisah, tidak juga sejajar. Benjamin Whorf, mengatakan dengarkan bahasa seseorang, maka anda akan mendengar sejarah dan budayanya. Julius Caesar ketika berkuasa pada zaman Romawi kuno mendapat gelar Pontifex karena pada zaman Julius Caesar berkuasa telah membangun jembatan untuk Roma sehingga Roma dengan begitu cepat dapat dikendalikan, siapa dan apa yang lewat di atas jembatan itu. Tiga pandangan bagaimana dan mengapa komunikasi merupakan kunci dalam memahami etika organisasi: Pertama, komunikasi sebagai dasar untuk praktik etika. Komunikasi dalam organisasi adalah konstitutif dari suasana etika terbesar dan sebuah praktik etika (Seeger, 1977, 2004). Standar dan tradisi yang spesifik untuk apa yang dianggap baik, diinginkan, dan kesesuaian komunikasi yang telah dikembangkan dan sopan. Standar-standar seperti ketulusan dan kejujuran misalnya, memiliki fondasi yang panjang dalam alasan filsafat dan moral, dan 1 juga mengembangkan fondasi moral yang memiliki dasar untuk praktik yang komunikatif. Praktek komunikasi sejalan dengan tradisi etika Nichomacean dan menitik beratkan pada tindakan yang berbudi. Kedua, komunikasi dan pengambilan keputusan organisasi. Stanley Deetz (1992,1995) yang karyakaryanya menunjukkan pengambilan keputusan menjadi proses yang kompleks dan melekat dengan politik, mengkontribusikan sebuah argumen bahwa pengambilan keputusan dalam sebuah organisasi yang kontemporer dipengaruhi oleh banyaknya wacana di sekekliling formasi organisasi: yang secara budaya merupakan cara-cara spesifik dalam berpikir bahwa mengartikulasikan hubungan antara suatu hal, “kealamian” orang, dan tujuan yang “baik” untuk aktivitas. Bagaimanapun, diskursif formasi menentukan pengetahuan yang tepat dan autoritatif, sama seperti: siapa yang dianggap ahli dalam setiap suasana yang terjadi. Formasi diskursif, bagaimanpun telah mengembangkan nilai-nilai yang mempengaruhi aksi yang dilakukan oleh anggota organisasi dalam pembuatan keputusan. Deetz menyarankan semua ucapan dalam interaksi dapat diinterogasikan dengan hormat untuk memenuhi empat validitas klaim etika, yang berkenaan dengan kepercayaan, legitimasi normative, ketulusan, dan ketelitian (Forester, 1993). Dalam organisasi, biasanya dalam bentuk perusahaan, interaksi seringkali diubah secara sistematis karena gagal memenuhi klaim validitas tersebut karena diasosiasikan dengan strategi, daripada aksi yang komunikatif. Ketiga, komunikasi dan akuntabilitas. Akuntabilitas mengacu kepada kemampuan dan obligasi untuk mengembangkan sebuah penjelasan – untuk menyediakan sebuah perhitungan dari sebuah laporan perilaku seseorang (Seeger, 1999). Akuntabilitas dalam perusahaan mengacu kepada sebuah obligasi, moral, legal, atau institusional, yang membutuhkan pertukaran informasi antar bagian dan menunjukkan beberapa level akses ke informasi, keterbukaan, dan transparansi system. B. PEMBAHASAN 1. PANDANGAN TENTANG JEMBATAN a. Telah tumbuh rasa saling bergantung di seluruh dunia, orang mulai menyadari bahwa tidak ada manfaatnya mengatakan pada orang lain “Perahumu itu sedang tenggelam”, karena kita semua berada pada perahu yang sama. Hal ini memberikan gambaran kepada kita bahwa kita harus berbicara satu sama lain. Bila dahulu jembatan itu dipandang sebagai perahu, sekarang justru jembatan itu sangat esensial. Boleh jadi tidak cukup esensial untuk menghilangkan kecurigaan dan rasa takut yang menghalangi komunikasi bebas dan tak terbatas, tetapi cukup esensial untuk mengarahkan perhatian kita pada jembatan di antara kita. b. Ketakutan akan satelit komunikasi yang menyebar ke Negara-negara Dunia ketiga pada permulaan tahun 1970-an, menyebarkan siaran televisi langsung keseluruh Dunia dan saat itu telah membawa kekhawatiran, sehingga perlu perencanaan kerjasama agar instrument itu digunakan untuk kebaikan semua orang. Tetapi waktu itu dapat dimaklumi jika Negara-negata Dunia ketiga mencemaskan efek hiburan murah dan iklan yang merayu akan dicurahkan kepada bangsa mereka oleh kapitalis besar pemilik satelit. Inilah saatnya yang idial untuk membuat isu politik dan mencubit ekor kekuasaan-kekuasaan itu, terutama kekuasaan yang paling besar. Karena itu, masuklah konfrontasi ke dalam PBB, masing-masing dengan sikap yang kaku: pihak yang satu menentang masuknya siaran televisi ke suatu negeri tanpa sensor dan persetujuan (izin) pihak lain berpegang teguh pada konsep abstrak kebebasan berbicara, arus bebas, dan penyiaran tak terbatas. Tidak diragukan lagi siapakah yang bakal memenangkan suara. Konfrontasi ini tidak mendatangkan manfaat kepada siapa pun, kecuali secara emosional, tetapi konfrontasi ini telah mebayang-bayangi pemikiran dan perencanaan komunikasi intercultural. Misalnya, seluruh konsep arus informasi yang bebas dipertanyakan lagi? Apakah arus informasi bebas ini hanya untuk bangsa-bangsa yang memiliki media internasional? Yang lebih penting lagi, konfrontasi ini memfokuskan perhatian seperti Prof.Hall menggambarkan hubungan ini dengan mengatakan, “Budaya adalah komunikasi, komunikasi adalah budaya”. Namun para pemimpin Negara Dunia Ketiga melihatnya dari segi sebab akibat: kononikasi mempertahankan dan mengubah budaya. Karena itu, mengendalikan komunikasi berarti mengendalikan apa yang bakal terjadi pada budaya mereka. 2. PENDEKATAN KOMUNIKASI ANTARBUDAYA 3 Richard E.Porter dan Larry A. Samovar, mengatakan bahwa dalam dekade 1960an dan 1970-an berbagai peristiwa telah menimbulkan pengaruh besar di dunia. Pembangunan yang cepat dan luas dalam bidang transportasi dan komunikasi menyebabkan dunia “susut”; kita memasuki era dunia. Mobilitas kita telah meningkat sehingga jarak tidak lagi merupakan masalah. Pesawat-pesawat terbang dapat membawa kita ke mana saja dengan waktu yang singkat; orangorang di seluruh dunia bergerak. Para pedagang internasional, mahasiswamahasiswa asing, diplomat-diplomat, dan terutama turis-turis masuk dan keluar dari aneka ragam budaya yang sering tampak asing dan kadang-kadang misterius. Kini kita mempunyai banyak kesempatan untuk melakukan hubunganhubungan antar budaya dalam hidup sehari-hari. Dalam berkomunikasi antarbudaya akan terjadi bila pengirim pesan adalah anggota dari suatu budaya dan penerima pesannya adalah anggota dari suatu budaya lain. Oleh karena dalam artikel ini akan dibahas hubungan antara komunikasi, budaya, dan komunikasi antarbudaya. Untuk memahami interaksi antarbudaya, kita harus memahami komunikasI manusia. komunikasi manusia berarti memahami apa yang terjadi selama komunikasi berlangsung, mengapa itu terjadi, apa yang dapat terjadi, akibatakibat dari apa yang terjadi, dan akhirnya apa yang dapat kita perbuat untuk mempengaruhi dan memaksimalkan hasil-hasil dari kejadian-kejadin tersebut. 2.1. Hubungan antara komunikasi, Perlu diingat bahwa organisasi adalah sekelompok masyarakat yang saling bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan tertentu, dan komunikasi adalah perekat yang memungkinkan kelompok masyarakat tersebut secara bersama-sama melakukan fungsinya dengan baik (Purwanto, 2006). Menurut Rakhmat (2004), komunikasi adalah peristiwa sosial, yaitu peristiwa yang terjadi ketika manusia berinteraksi dengan manusia lainnya. Sebagai akibatnya, proses komunikasi akan mempengaruhi kondisi psikologis orangorang yang terlibat dalam proses komunikasi tersebut. komunikasi berhubungan dengan perilaku manusia dan kepuasan terpenuhinya kebutuhan berinteraksi dengan manusia-manusia lainnya. Hampir setiap orang membutuhkan hubungan sosial dengan orang-orang lainnya, dan kebutuhan ini terpenuhi melalui interaksi atau pertukaran pertukaran pesan yang berfungsi sebagai jembatan untuk mempersatukan manusia-manusia yang tanpa berkomunikasi akan ter-isolasi. Pesan-pesan itu mengemuka lewat prilaku manusia. Ketika anda melambaikan tangan, tersenyum, bermuka masam dan terkadang cemberut, menganggukkan kepala, atau memberikan suatu isyarat, kita juga tidak sadar bahwa kita sedang berprilaku. Sering prilaku-prilaku ini merupakan pesan-pesan; pesanpesan itu digunakan untuk mengkomunikasikan sesuatu kepada seseorang. Sebelum prilaku tersebut dapat disebut pesan, perilaku itu harus memenuhi dua syarat. Pertama, perilaku harus diobservasi oleh seseorang, dan kedua, prilaku harus mengandung makna. Dengan kata lain, setiap prilaku yang dapat diartikan sebagi suatu pesan. Bila kita memaknai pernyataan akhir tersebut, kita dapat menemukan beberapa implikasi: a. Setiap perilaku yang ditunjukkan kepada kita, baik perilaku verbal ataupun perilaku nonverbal dapat berfungsi sebagai pesan. Pesan verbal terdiri dari kata-kata terucap atau tertulis (berbicara dan menulis adalah perilaku yang dapat menghasilkan kata-kata), sementara pesan nonverbal adalah seluruh perbendaharaan perilaku lainnya. b. Perilaku mungkin disadari ataupun tidak disadari. Kadang-kadang kita melakukan sesuatu tanpa menyadarinya, terutama kalau perilaku kita itu bersifat nonverbal. Kebiasaan-kebiasaan seperti menggigit kuku jari tangan, menganggukkan kepala, menatap dan tersenyum, misalnya, seringkali berlangsung tanpa disadari. Bahkan perilaku-perilaku seperti duduk membungkuk di kursi, mengunyah permen karet, atau menyesuaikan letak kacamata, seringkali merupakan perilaku-perilaku tak disadari. Oleh karena suatu pesan terdiri dari perilaku-perilaku yang dapat diartikan, kita harus mengakui kemungkinan memberikan pesan yang tidak kita ketahui. c. Dari pesan perilaku ini adalah bahwa kita sering berperilaku tanpa disengaja. Misalnya, bila kita malu kita mungkin menampilkan muka yang bersemu merah atau berbicara tidak lancer/gagap. Kita tidak bermaksud untuk menampilkan muka yang merah atau suara yang gagap, tetapi toh kita berprilaku demikian. Perilaku yang tidak disengaja 5 ini menjadi pesan bila seseorang melihatnya dan menangkap suatu makna dari perilaku itu. Jadi dengan mengenal konsep hubungan-hubungan perilaku sadar tak sadar dan sengaja tak disengaja ini, dapat merumuskan suatu defenisi tentang komunikasi. dan komunikasi didefinisikan sebagai apa yang terjadi bila makna diberikan kepada suatu perilaku. Bila seseorang memperhatikan perilaku kita dan memberinya makna, komunikasi telah terjadi terlepas dari apakah kita menyadari perilaku kita atau tidak dan menyengajanya atau tidak. Bila memikirkan hal ini, kita harus menyadari bahwa tidak mungkin bagi kita untuk tidak berperilaku. Setiap perilaku memiliki potensi komunikasi. Maka tidaklah mungkin bagi kita untuk tidak berkomunikasi; dengan kata lain, kita tak dapat tidak berkomunikasi. Konsep perilaku yang disinggung dalam artikel ini juga meliputi segala sesuatu sebagai rekaman atau akibat dari tindakan-tindakan kita. Tulisan adalah suatu akibat perilaku dari perilaku-perilaku tertentu karena pada saat menulis atau mengetik saya harus berfikir. Pendekatan kita terhadap komunikasi berfokus pada pemberian makna kepada perilaku. Pemberian di sini berarti bahwa kita memberikan makna yang telah kita miliki kepada perilaku yang kita observasi di lingkungan kita. Kita boleh membayangkan bahwa ada suatu perbendaharaan makna yang kita miliki di suatu tempat dalam otak kita. Berbagai makna ini telah telah tumbuh sepanjang hidup kita sebagai akibat dari pengaruh budaya kita terhadap kita dan sebagai hasil dari pengalaman-pengalaman pribadi dalam budaya tersebut. Makna adalah relative bagi kita masing-masing, oleh karena kita masing-masing adalah seorang manusia yang unik dengan suatu latar belakang dan pengalaman-pengalaman yang unik pula. Ketika kita mengamati suatu perilaku dalam lingkungan kita, kita masing-masing menukik ke perbendaharaan makna kita yang unik dan memilih makna yang kita yakini sebagai makna paling pantas bagi perilaku yang kita amati dan konteks social di mana perilaku itu terjadi. Biasanya proses ini berlangsung lancar, tetapi kadang-kadang macet dan kita salah menafsirkan suatu pesan kita memberi makna yang salah kepada perilaku yang telah kita amati. 2.2. Unsur-unsur komunikasi Tujuan kita mempelajari komunikasi antarbudaya adalah untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan yang kita terapkan dengan sengaja, definisi kerja komunikasi di sini akan menekankan komunikasi yang dilakukan dengan sengaja. komunikasi diartiakn sebagai suatu proses dinamika transaksional yang mempengaruhi perilaku mereka untuk menghasilkan pesan yang mereka salurkan lewat suatu saluran (channel) guna merangsang atau memperoleh sikap atau perilaku tertentu. komunikasi akan lengkap hanya bila penerima pesan yang dimaksud mempersepsi atau menyerap perilaku yang disandi, memberi makna kepadanya dan terpengaruh olehnya. Dalam transaksi ini harus dimasukkan semua stimuli sadar tak sadar, sengaja tak sengaja, verbal nonverbal dan kontekstual yang berperan sebagai isyarat-isyarat ke pada sumber dan penerima tentang kwalitas dan kredibilitas pesan. Ada delapan unsur khusus komunikasi dakam konteks komunikasi sengaja. 1. Sumber (source). Suatu sumber adalah orang yang mempunyai suatu kebutuhan untuk berkomunikasi. Kebutuhan ini mungkin berkisar dari kebutuhan sosial untuk diakui sebagai individu hingga kebutuhan berbagai informasi dengan orang lain atau mempengaruhi sikap atau perilaku seseorang atau sekelompok orang lainnya. Keinginan sumber untuk berkomunikasi adalah keinginan untuk berbagai internal states dengan orang lain dengan derajat kesenjangan yang berbeda-beda untuk mempengaruhi pengetahuan, sikap dan perilaku orang lain tersebut. 2. Penyandian (encoding) yakni nsuatu kegiatan internal seseorang untuk memilih dan merancang perilaku verbal dan nonverbalnya yang sesuai dengan aturan-aturan tata bahasa dan sintaksis guna menciptakan suatu pesan. 3. Pesan (Message) merupakan hasil dari perilaku menyandi. Pesan terdiri dari lambing-lambang verbal atau nonverbal yang mewakili perasaan dan pikiran sumber pada suatu saat dan tempat tertentu. Meskipun encoding merupakan suatu kegiatan internal yang menghasilkan suatu pesan, pesannya itu sendiri bersifat eksternal bagi sumber; pesan 7 adalah apa yang harus sampai dari sumber ke penerima bila sumber bermaksud mempengaruhi penerima. 4. Saluran (Channerl) yang menjadi penghubung antara sumber dan penerima. Suatu saluran adalah alat fisik yang memindahkan pesan dari sumber ke penerima bila sumber bermaksud mempengaruhi penerima. 5. Penerima (Receiver) dimana merupakan penerima pesan dan sebagai akibatnya menjadi terhubungkan dengan sumber pesan. Penerima mungkin dikehendaki oleh sumber atau orang lain yang dalam keadaan apapun menerima pesan sekali pesan itu telah memasuki saluran. 6. Penyandian balik (decoding), decoding adalah proses internal penerima dan pemberian makna kepada perilaku sumber yang mewakili perasaan dan pikiran sumber. Dalam hal ini bisa saja mempunyai masalah ketika menerima pesan. Pesan biasanya sampai pada penerima dalam bentuk gelombang cahaya atau gelombang suara meskipun pesan tersebut mungkin juga dalam bentuk yang merangsang alat indera. Apapun bentuk perangsangan inderanya, penerima harus mengubah energienergi ini menjadi pengalaman-pengalaman yang bermakna. 7. Respon Penerima (receiver response). Ini menyangkut apa yang penerima lakukan setelah ia menerima pesan. Respons ini bisa beraneka ragam, mulai dari tingkat minimum hingga tingkat maksimum. Respon minimum adalah keputusan penerima untuk mengabaikan pesan atau tidak berbuat apapun setelah ia menerima pesan. Sebaliknya, respon maksimum bisa merupakan suatu tindakan penerima yang segera, terbuka dan mungkin mengandung kekerasan. komunikasi dianggap berhasil, bila respons penerima mendekati apa yang dikehendaki oleh sumber yang menciptakan pesan. 8. Umpan balik (feedback). Umpan balik adalah informasi yang tersedia bagi sumber yang memungkinkannya menilai keefektifan komunikasi yang dilakukannya untuk mengadakan penyesuaian-penyesuaian atau perbaikan-perbaikan dalam komunikasi selanjutnya. Meskipun umpan balik dan respon bukan hal yang sama, keduanya jelas sangat berkaitan. Respon adalah apa yang penerima putuskan atau lakukan setelah ia menerima pesan, sedangkan umpan balik adalah informasi tentang keefektifan komunikasi. Keduanya berhubungan oleh karena respons penerima merupakan sumber umpan balik yang normal. Kedelapan unsur yang telah disampaikan hanya sebagian saja dari faktor-faktor yang berperan selama suatu peristiwa komunikasi. Disamping unsurunsur ini, bila kita memikirkan komunikasi sebagai suatu proses, ada beberapa karakteristik lainnya yang membantu kita memahami bagaimana sebenaranya komunikasi berlangsung. komunikasi sebagai suatu proses, ada beberapa karakteristik lainnya yang membantu kita memahami bagaimana sebenarnya komunikasi berlangsung. 1. komunikasi itu dinamik, artinya bahwa komunikasi itu merupakan aktivitas yang terus berlangsung dan selalu berubah. Dalam melakukan komunikasi secara konstan kita dipengaruhi oleh pesan orang lain dan sebagai konsekwensinya, kita mengalami perubahan yang terus menerus. Setiap orang dalam kehidupan kita sehari-hari bertemu dan berinteraksi dengan orang-orang dan orang-orang ini mempengaruhi kita. Setiap kali kita terpengaruh, kita pasti berubah, seberapa kecil perubahan itu, itu berarti bahwa kita menjalani hidup ini sesbagai orang-orang yang terus menerus berubah (dinamis) 2. komunikasi itu interaktif, artinya bahwa komunikasi terjadi antara sumber dan penerima. Ini mengimplikasikan dua orang atau lebih yang membawa latar belakang dan pengalaman unik mereka masing-masing ke peristiwa komunikasi. Latar belakang dan pengalaman mereka tersebut mempengaruhi interaksi mereka, Interaksi juga menandakan situasi timbal balik yang memungkinkan setiap pihak mempengaruhi pihak lainnya. Setiap pihak secara serentak menciptakan pesan yang dimaksudkan untuk memperoleh respon-respon tertentu dari pihak lainnya. 3. komunikasi itu tak dapat dibalik (irreversible) dalam arti bahwa sekali kita mengatakan sesuatu dan seseorang telah menerima dan men-decode pesan, kita tak dapat menarik kembali pesan itu dan sama sekali meniadakan pengaruhnya. Sekali penerima telah dipengaruhi oleh suatu pesan, pengaruh tersebut tidak dapat ditarik kembali sepenuhnya. Sumber bisa menjadi mengirimkan lagi pesan-pesan lainnya untuk mengubah efek pesan, tetapi efek pertama tak dapat ditiadakan. Ini sering merupakan masalah ketika kita secara tak sadar atau tak sengaja mengirimkan suatu pesan kepada 9 seseorang. Pesan kita mungkin menimbulkan pengaruh yang merugikan dan kita tidak mengetahuinya. Maka dalam interaksi berikutnya kita mungkin heran mengapa orang itu bereaksi kepada kita dengan cara yang aneh. 4. komunikasi berlangsung dalam konteks fisik dan kontaks social. Ketika kita berinteraksi dengan seseorang, interaksi tidaklah terisolasi, tetapi ada dalam fisik tertentu dan dinamika sosial tertentu. Lingkungan fisik meliputi objek-objek fisik tertentu seperti mebel, gorden, jendela, karpet, cahaya, keheningan atau kebisingan, tumbuh-tumbuhan, ada atau tak ada kesemrawutan, pesan-pesan lain yang menyaingi dan sebagainya. Aspek lingkungan fisik yang dapat dan memang mempengaruhi komunikasi; kenyamanan, atau ketidaknyamanan, kursi, warna dinding, atau suasana ruangan keseluruhan, adalah sebagian kecil saja dari lingkungan ini. Arti simbulik lingkungan fisik juga mempengaruhi komunikasi. Sebagai contoh, ingatlah pembicaraan perdamaian di Paris yang menghabiskan waktu banyak untuk memutuskan bentuk meja yang dapat diterima semua pihak. Meskipun tampaknya tidak penting hal itu justru penting sekali bagi para perunding, oleh karena suatu meja dengan sisi yang sama secara simbolik menunjukkan kesederajatan semua pihak yang mengitari meja itu. Bagaimana konteks sosial tersebut, akan mempengaruhi komunikasi. Bentuk bahasa yang digunakan, penghormatan atau kurangnya penghormatan yang ditunjukkan kepada seseorang, waktu, suasana hati, siapa berbicara dengan siapa, dan derajat kegugupan atau kepercayaan diri yang diperlihatkan orang, semua itu adalah sebagian saja dari aspek-aspek komunikasi yang dipengaruhi oleh konteks sosial. Kita harus paham sekarang bahwa komunikasi manusia tidak terjadi dalam “ruang hampa” sosial. Alih-alih, komunikasi merupakan suatu matriks tindakan-tindakan sosial yang rumit dan saling berinteraksi, serta terjadi dalam suatu lingkungan sosial yang kompleks. Lingkungan sosial ini merefleksikan bagaimana orang hidup, bagaimana ia berinteraksi dengan orang lainnya. Lingkungan sosial ini adalah budaya, dan bila kita ingin benarbenar memahami komunikasi kita pun harus memahami budaya. 3. BUDAYA Budaya adalah suatu konsep yang membangkitkan minat. Secara formal didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai sikap, makna, hirarki, agama, waktu, peranan, hubungan ruang, konsep alam semesta, obyek-obyek materi dan milik yang diperoleh sekelompok besar orang dari generasi ke generasi melalui usaha individu dan kelompok. Budaya menampakkan diri dalam pola-pola bahasa dan dalam bentuk-bentuk kegiatan dan perilaku yang berfungsi sebagai model-model bagi tindakan-tindakan penyesuaian diri dan gaya komunikasi yang memungkinkan orang tinggal dalam suatu masyarakat di suatu lingkungan giografis tertentu pada suatu tingkat perkembangan teknis tertentu dan pada suatu saat tertentu. Budaya juga berkenaan dengan sifat-sifat dari obyek-obyek materi yang memainkan peranan penting dalam kehidupan sehari-hari. Obyek-obyek seperti rumah, alat dan mesin yang digunakan dalam industri dan pertanian, jenis-jenis transportasi, dan mesin yang digunakan dalam industri dan pertanian, jenis-jenis transportasi, dan alatalat perang, menyediakan suatu landasan utama bagi kehidupan social. Budaya berkesinambungan dan hadir di mana-mana; budaya meliputi semua peneguhan perilaku yang diterima selama suatu periode kehidupan. Budaya juga berkenaan dengan bentuk dan struktur fisik serta lingkungan sosial yang mempengaruhi hidup kita. Sebagaian besar pengaruh budaya terhadap kehidupan kita tidak kita sadari. Mungkin cara untuk memahami pengaruh budaya adalah dengan membandingkannya dengan computer elektrinik: kita memogram computer agar melakukan sesuatu, budaya kita pun memogram kita agar melakukan sesuatu dan menjadikan kita apa adanya. Badaya kita secara pasti mempengaruhi kita sejak dalam kandungan hingga mati dan bahkan setelah matipun kita dikuburkan dengan cara-cara yang sesuai dengan budaya kita. Budaya dan komunikasi tak dapat dipisahkan oleh karena budaya tidak hanya menentukan siapa bicara dengan siapa, tentang apa, dan bagaimana orang menyadari pesan, makna yang ia miliki untuk pesan, dan kondisi-kondisinya untuk mengirim, memperhatikan dan menafsirkan pesan, Sebenarnya seluruh perbendaharaan perilaku kita sangat bergantung pada budaya tempat kita dibesarkan. Konsekwensinya, budaya merupakan landasan komunikasi. Bila budaya beraneka ragam, maka beraneka ragam pula praktek-praktek komunikasi. 4. komunikasi dalam Birokrasi Arti penting komunikasi bagi Birokrasi Pemerintahan seperti yang ditulis oleh Suhaimi Saputra 27 Maret 2013 dalam situs http://www.riaupos.co bahwa 11 didalam kehidupan tak terlepas dari yang namanya komunikasi. Mengapa demikian..? karena sejatinya manusia merupakan makhluk yang diciptakan oleh Tuhan sebagai makhluk sosial, makhluk yang tidak bisa hidup sendiri membutuhkan manusia-manusia lainnya untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Sama halnya dengan birokrasi pemerintahan, karena didalam birokrasi pemerintahan terdapat manusia-manusia sosial. Manusia-manusia tersebutlah yang menjalankan birokrasi, tentunya dengan cara berkomunikasi antar sesama pegawai, atasan ke bahawan sebaliknya juga, komunikasi antara pegawai birokrasi dengan masyarakat serta komunikasi antar birokrasi. Maka tepatlah seperti yang disampaikan pada awal pembahasan tulisan ini bahwa komunikasi diibaratkan sebuah jembatan, dengan jembatan kita dapat melewati suatu proses dalam berinteraksi, siapapun dia dan dimanapun dia terlebih dalam komunikasi birokrasi bahwa komunikasi harus dibangun karena komunikasi merupakan sarana mengwujudkan mimpi berupa Visi dan komunikasi juga sebagai sarana dalam proses dalam bentuk misi dalam perwujudan sebuah Visi. Ada beberapa manajer/atasan karakteristik harus dalam menyadari birokrasi arti pemerintahan pentingnya yaitu; para komunikasi, para manajer/atasan memadamkan tindakan dan upaya artinya setelah memahami arti penting komunikasi ada hal tindakan dan upaya yang dilakukan, komitmen komunikasi dua arah, penekanan komunikasi tatap muka, tanggungjawab bersama untuk komunikasi karyawan, menangani berita buruk, pesan dibentuk untuk audien yang dimaksudkan, dan perlakuan komunikasi sabagai suatu proses berkelanjutan. Selain itu secara umum fungsi komunikasi yaitu untuk; mencapai pengertian satu sama lain, membina kepercayaan, mengkoordinir tindakan, merencanakan strategi, melakukan pembagian kerja, melakukan aktivitas kelompok, serta berbagi rasa. Kalau dilihat dari 2 perspektif proses komunikasi, yang pertama; proses komunikasi dalam perspektif psikologis adalah proses komunikasi yang terjadi dalam diri sendiri. Ada dua aspek dalam perspektif ini isi pesan dan lambang pada umumnya dalam bentuk bahasa. Kemudian yang kedua; ialah proses komunikasi dalam perspektif mekanistis yaitu proses yang bergantung pada situasi komunikasi itu langsung. Proses ini cukup rumit karena pengoprasian komunikasi melalui bibir/ lisan/ tangan. Jika tulisan tangannya bisa ditangkap oleh komunikan, penangkapan pesan dari komunikator oleh komunikan itu dapat dilakukan dengan indra telingga atau mata. Proses ini sering menimbulkan permasalahan. Seperti proses komunikasi antara orang buta dan orang bisu, dan begitupula komunikasi yang dipengaruhi oleh karakteristik seseorang yang berbeda dalam satu rangkaian birokrasi yang sama. Dari karakteristik, fungsi, serta perspektif komunikasi seperti telah disampaikan merupakan suatu hal yang tetap ada dalam birokrasi pemerintahan, karena kemajemukan dalam lingkup kebersamaan. Kebersamaan sebagai pengemban Pelayanan Karena birokrasi pemerintahan mengemban tugas pelayanan, pengaturan, pengawasan serta hubungan antara pemerintah dan masyarakat. Bayangkan saja ketika birokrasi pemerintahan tak memaknai arti penting komunikasi tentunya proses pelayanan, pengaturan, pengawasan serta hubungan antara pemerintah dan masyarakat tidak akan berjalan. Dan pada akhirnya muncul lah permasalahan-permasalahan baik itu ringan maupun sedikit berat namun terukur didalam birokrasi pemerintahan. Dengan bergulirnya reformasi birokrasi yang dilatarbelakangi tuntutan terhadap terbentuknya sistem kepemerintahan yang bersih, transparan, dan mampu menjawab tuntutan perubahan secara lebih efektif, melahirkan inspirasi penyediaan data informasi dan media komunikasi yang transparan melalui EGovernment. E-Government merupakan arah perubahan budaya kerja sekaligus tuntutan dari perubahan itu sendiri, termasuk dengan apa kita melakukan komunikasi dan bagaimana kita memperlakukan komunikasi itu sebagai salah satu tujuan dari E-Government. E-Goverment adalah penggunaan teknologi informasi oleh pemerintah untuk memberikan informasi dan pelayanan bagi warganya, urusan pemerintahan. teknologi bisnis, hal-hal E-government (e-gov) informasi pemerintahan serta secara sebagai alat lebih efisien. lain intinya yang adalah untuk membantu Karena itu, berkenaan proses pemanfaatan menjalankan ada dua dengan hal sistem utama dalam pengertian E-Government di atas, yang pertama adalah penggunaan teknologi informasi (salah satunya adalah internet) sebagai alat bantu, dan yang kedua adalah tujuan pemanfaatannya, sehingga pemerintahan dapat berjalan lebih efisien. Ketersediaan informasi yang transparan dan setiap saat dapat diakses oleh masyarakat adalah bentuk komunikasi yang efektif dalam 13 perwujudan sebuah tujuan dikemudian hari, bagaimana tidak pemerintah telah terbukti meneglauarkan Instruksi Presiden No.3 tahun 2003 tentang kebijakan dan strategi nasional pengembangan E-Government Indonesia. Penyelenggaraan E-Government dalam pemerintahan telah melahirkan 4 model hubungan, yaitu : 1. G2C (Government to Citizen/Government to Customer) 2. G2B (Government to Business) 3. G2G (Government to Government) 4. G2E (Government to Employees) Setiap model hubungan diatas seluruhnya bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, kenyamanan, serta aksesibilitas yang lebih baik dari pelayanan publik yang diberikan oleh pemerintah kepada setiap elemen masyarakat. Keseriusan pemerintah dalam mewujudkan E-Government juga jelas tercantum dalam lampiran Inpres Nomor 3 Tahun 2003, dimana pemerintah telah menyiapkan strategi nasional pengembangan E-Government. Harus diakui bahwa belum semua masyarakat kita mampu menerapkan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, tetapi dengan adanya tantangan global, pemerintah harus menganggarkan dana yang cukup untuk menerapkan tahapan-tahapan EGovernment ini. Apabila kita tidak segera menyesuaikan dengan tuntutan global, maka pemerintah kita akan tertinggal dan terisolasi dalam dunia pembedaan digital. Masing-masing daerah di Indonesia memiliki visi dan misi yang belum tentu sama, sehingga perlu formula dan strategi jelas penerapan E-Government terutama atau dengan kata lain, penerapan E-Government harus memiliki tujuan dan agenda yang jelas bagi kalangan birokrasi sebagai jembatan menuju pembaharuan atau modernesasi pelayanan yang efektif dan efesien bagi pemenuhan kepuasan masyarakat yang menerima pelayanan sebagaimana diamanatkan oleh Undang-undang pelayanan publik nomor 25 tahun 2009. REFERENSI ( DAFTAR PUSTAKA ) 1. Alfedro Putut Prahoro, S.Psi.,M.Si Penelitian mandiri Hubungan antara komunikasi efektif dengan intensi turnover pada karyawan bank jatim “ studi kasus kantor cabang malang” 2. Fenty Effendy / 1101003013 dalam http://www.komunikasi Institut komunikasi Indonesia baru (Media Kajian komunikasi Masa Depan) 3. I Made Gde Partha Kesuma S, SSTP, M.Si dalam http://www.biropem.baliprov.go.id tentang E-Government Dalam Transparansi Sistem Pemerintahan Modern 4. Suhaimi Saputra 27 Maret 2013 dalam http://www.riaupos.co tentang Arti Penting Komunikasi Bagi Birokrasi Pemerintahan oleh: 15