ANALISIS DAYA SAING USAHATANI JAGUNG HIBRIDA DI DESA SUKADAMAI KECAMATAN NATAR KABUPATEN LAMPUNG SELATAN Skripsi Oleh Robi Kurnia Adriansyah PROGRAM STUDI AGRIBISNIS STIPER DHARMA WACANA METRO 2016 ANALISIS DAYA SAING USAHATANI JAGUNG HIBRIDA DI DESA SUKADAMAI KECAMATAN NATAR KABUPATEN LAMPUNG SELATAN Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN Oleh Robi Kurnia Adriansyah PROGRAM STUDI AGRIBISNIS STIPER DHARMA WACANA METRO 2016 ABSTRAK ANALISIS DAYA SAING USAHATANI JAGUNG HIBRIDA DI DESA SUKADAMAI KECAMATAN NATAR KABUPATEN LAMPUNG SELATAN Oleh Robi Kurnia Adriansyah Jagung sebagai komoditas penting bahan pangan pokok, bahan baku industri dan pakan ternak. Produktivitas jagung di Desa Sukadamai Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan pada saat ini masih tergolong rendah (5,01 ton per hektar) dibandingkan produksi jagung yang bisa mencapai 8 – 12 ton per hektar. Kondisi tersebut disebabkan oleh penurunan luas areal tanam jagung, terbatasnya modal para petani, dan mahalnya harga pupuk. Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui pendapatan petani jagung hibrida dan menganalisis daya saing usahatani jagung hibrida di desa Sukadamai Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode kulitatif dan kuntitatif. Data yang diperlukan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder, data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan petani menggunakan teknik : (1) Kuisioner / daftar pertanyaan, (2) wawancara langsung, (3) Observasi / pengamataan pada area penelitian. Sedangkan data sekunder adalah data yang didapat dari Dinas/Instansi yang berkaitan dengan penelitian. Populasi adalah seluruh petani jagung hibrida di desa Sukadamai Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan, yang berjumlah 240 petani. Dengan rumus Sugiarto, maka didapat jumlah sample sebanyak 44 petani. Untuk mengetahui pengukuran analisis daya saing yaitu dengan menggunakan Policy Analysis Matrix (PAM). Hasil penelitian menujukan bahwa PCR (0,49) < 1, berarti sistem komoditi yang diteliti memiliki keunggulan kompetitif dan sebaliknya jika PCR > 1, berarti sistem komoditi tidak memiliki keunggulan kompetitif. Sedangkan DRC (0,17) < 1, berarti sistem komoditi mempunyai keunggulan komparatif dan sebaliknya jika DRC > 1, tidak memiliki keunggulan komparatif. Berdasarkan hasil analisis komoditi jagung di Desa Sukadamai Kecamatan Natar Kabupetan Lampung Selatan layak untuk diusahakan baik secara finansial maupun ekonomi. Kata Kunci : Jagung Hibrida, Daya Saing Usahatani Judul Skripsi : ANALISIS DAYA SAING USAHATANI JAGUNG HIBRIDA DI DESA SUKADAMAI KECAMATAN NATAR KABUPATEN LAMPUNG SELATAN Nama Mahasiswa : Robi Kurnia Adriansyah Nomor Pokok Mahasiswa : 12210002.P Jurusan : Agribisnis Program Studi : Agribisnis Menyetujui, 1. Komisi Pembimbing Pembimbing I, Pembimbing II, Supriyadi, SE., M.T.A NIP. 196204271992031001 Dayang Berliana, SP., M.Si NIP. 0222078601 2. Ketua Jurusan Ismalia Afriani, SP., M.Si NIP. 197504172005012001 MENGESAHKAN 1. 2. Tim Penguji Ketua : Supriyadi, SE., M.T.A. Penguji Utama : Ainul Mardliyah, SP. M.Si Anggota : Dayang Berliana, SP. M.Si Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Dharma Wacana Kota Metro Ir. Rakhmiati, M.T.A NIP. 196302161990031003 Tanggal Lulus Ujian Skripsi : RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Metro, pada tanggal 27 November 1989. Penulis merupakan anak bungsu dari dua bersaudara, Putra dari Bapak R. Masjhursyah dan Ibu Suyati. Pendidikan Sekolah Dasar (SD) penulis diselesaikan di SD N 1 Rajabasa lama Lampung Timur (lulus tahun 2003), Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP N 1 Labuhan Ratu (lulus tahun 2006), dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA TUNAS BANGSA Metro (Lulus tahun 2009). Pada tahun 2012 melanjutkan pendidikan pada Sekolah Tinggi Pertanian (STIPER) Dharma Wacana Metro, Jurusan Agribisnis. Kuliah Kerja Nyata (KKN) dilaksanakan di kecamatan Metro Barat, Metro Timur dan Metro Selatan pada tahun 2013. PERSEMBAHAN Dengan mengucap rasa syukur Alhamdulilah, kupersembahkan karya kecilku ini untuk orang – orang yang kusayangi : Ayah Ibu tercinta, terimakasih atas segala kasih sayang, semangat dan doa yang kau berikan. Kakak, Istri dan Anakku, Shaka Ibadil Kiram yang setia mendampingi dan mendoakan demi keberhasilanku. Almamater Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian (STIPER) Dharma Wacana Metro yang telah memberikan saran, kritik yang membantu kepada penyusun. MOTTO Sebuah tantangan akan selalu menjadi beban, Jika itu hanya dipikirkan. Sebuah cita – cita juga adalah beban, Jika itu hanya angan – angan. Sesuatu akan menjadi kebanggaan, Jika sesuatu itu dikerjakan, Dan bukan hanya di pikirkan. Sebuah cita – cita akan menjadi kesuksesan, Jika kita awali dengan bekerja untuk mencapainya. Bukan hanya menjadi impian. Ingatlah bahwa kesuksesan selalu disertai dengan kegagalan, Kita akan sukses jika belajar dari kesalahan. KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya. Sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini sebagai salah satu sayarat untuk mencapai gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Fakultas Agribisnis Universitas Dharma Wacana Metro Kota Metro. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Ibu Ir. Rakhmiati, M.TA. selaku Ketua Sekolah Tinggi Pertanian Dharma Wacana Metro. 2. Ibu Ismalia Afriani, S.P., M.Si., selaku Ketua Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Stiper Dharma Wacana Metro 3. Bapak Supriyadi, SE. M.T.A. selaku Pembimbing I, atas saran dan bimbingan yang selama ini diberikan kepada penulis. 4. Ibu Dayang Berliana, SP., M.Si. selaku Pembimbing II, atas segala saran, bimbingan, dan kesempatan yang diberikan kepada penulis. 5. Ibu Ainul Mardliyah, SP. M.Si. selaku penelaah yang telah memberikan saran, dukungan, masukkan, serta arahan sampai terselesaikan penyusunan skripsi ini. 6. Bapak dan Ibu dosen di lingkungan Stiper Dharma Wacana Metro atas dorongan dan kebersamaan yang telah diberikan. 7. Semua pihak yang telah membantu demi terselesainya skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu-per satu. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat kekurangan, baik teknik penulisan ataupun materi penulisan, untuk itu penulis berharap saran san masukkan dari pemerhati semua demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan dunia ilmu pengetahuan terutama di bidang pertanian. Metro, Februari 2016 Penulis DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ….………………………………………………. i ABSTRAK .............................................................................................. ii PERSETUJUAN ..................................................................................... iii PENGESAHAN ..................................................................................... iv RIWAYAT HIDUP ............................................................................... v PERSEMBAHAN ................................................................................. vi MOTTO ................................................................................................. vii KATA PENGANTAR .......................................................................... viii DAFTAR ISI ........................................................................................ ix DAFTAR TABEL …………………………………………………… xii DAFTAR GAMBAR ………………………………………………… xiv I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ........................................................................ 1 B. Perumusan Masalah ................................................................. 9 C. Tujuan Penelitian ..................................................................... 10 D. Kegunaan Penelitian ................................................................ 10 II. III. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS A. Tinjauan Pustaka ..................................................................... 12 1. Tinjauan Agronomis Jagung ............................................... 12 2. Konsep Usahatani Dan Pendapatan ...................................... 16 3. Konsep Daya Saing Usahatani Jagung.................................. 18 4. Model Analisis PAM (Policy Analysis Matrix) .................. 20 a. Metode penentuan harga bayangan ................................. b. Harga bayangan output dan input .................................... c. Keunggulan kompetitif .................................................... d. Keunggulan komparatif ................................................... e. Kebijakan pemerintah terhadap input, output, dan inputoutput ................................................................................ 25 26 28 29 B. Hasil Penelitian Terdahulu ...................................................... 33 C. Kerangka Pemikiran ................................................................ 35 D. Hipotesis .................................................................................. 39 30 METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional .................................. 40 B. Lokasi Penelitian, Responden, dan Waktu Penelitian ............. 45 C. Metode Pengambilan Data ....................................................... 47 D. Alat Analisis dan Pengujian Hipotesis .................................... 47 1. Analisis Pendapatan ............................................................ 48 2. Analisis Daya Saing ............................................................ 49 a. Identifikasi input dan output ............................................. b. Penentuan alokasi biaya .................................................. c. Penentuan harga sosial .................................................... d. Efisiensi finansial dan efisiensi ekonomi ........................ e. Dampak kebijakan pemerintah ........................................ 51 51 52 55 57 3. Analisis sensitivitas ............................................................. IV. 59 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Wilayah .................................................................... 61 1. Letak Geografis ..................................................................... 61 2. Luas Wilayah Dan Tipe Vegetasi ....................................... 61 3. Topografi dan Iklim ............................................................ 62 4. Demografi/Kependudukan .................................................. 62 5. Jumlah Penduduk Berdasarkan Pendidikan........................... 63 6. Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian .......................... 64 7. Penduduk Berdasarkan Agama ........................................... 65 B. Pemerintahan Desa .................................................................. 66 C. Keadaan Umum Petani Responden 1. Identitas Responden ............................................................ 68 2. Umur petani jagung ............................................................. 68 3. Pendidikan petani jagung .................................................... 69 4. Mata Pencaharian Petani ..................................................... 70 5. Luas lahan usahatani ........................................................... 70 6. Pengalaman Petani .............................................................. 71 7. Jumlah tanggungan keluarga petani responden .................... 72 8. Pekerjaan sampingan petani responden ............................... 73 9. Permodalan petani ............................................................... 74 B. Keragaan Usahatani ................................................................ 75 1. Pola tanam ........................................................................... 75 V. 2. Budidaya jagung di daerah penelitian ................................. 76 C. Penggunaan Sarana Produksi ................................................... 78 1. Penggunaan benih ............................................................... 78 2. Penggunaan pupuk urea, TSP, NPK dan Kandang ............. 80 3. Penggunaan obat-obatan ..................................................... 81 4. Penggunaan tenaga kerja ..................................................... 82 D. Produksi dan Penerimaan ........................................................ 84 E. Analisis Kebijakan PAM ......................................................... 86 1. Analisis input tradeable dan non tradeable ........................ 86 2. Penentuan harga privat dan harga sosial ............................. 89 3. Analisis keuntungan privat dan sosial ................................. 94 a. Analisis pendapatan privat .............................................. b. Analisis pendapatan sosial .............................................. 94 97 4. Analisis kebijakan ............................................................... 98 a. Analisis keuntungan finansial dan ekonomi .................... 98 KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ......................................................................... 102 B. Saran ................................................................................... 103 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN - LAMPIRAN DAFTAR TABEL Tabel Halaman 1. Produksi, luas panen, dan produktivitas jagung di sentra produksi jagung di indonesia tahun 2013 ....................................................................................................... 4 2. Produksi jagung menurut provinsi di Pulau Sumatra, tahun 2009 – 2013 5 3. Perkembangan luas areal, produksi, dan produktivitas jagung di Provinsi Lampung tahun 2009 – 2013 ...................................................................... 6 4. Produksi dan luas panen jagung di Provinsi Lampung Kabupaten/Kota, tahun 2013 .................................................................................. menurut 7 5. Luas areal panen, produksi, dan produktivitas tanaman jagung di masing -masing kecamatan di Kabupaten Lampung Selatan tahun 2014 ... 8 6. Format dasar Matrik Analisis Kebijakan (Policy Analysis Matriks) .... 21 7. Matrik Analisis Kebijakan (Policy Analysis Matriks) .............. 50 8. Penentuan alokasi biaya produksi ke dalam komponen domestik dan asing 52 9. Penentuan harga paritas ekspor output ..................................... 53 10. Penentuan harga paritas impor input .......................................... 54 11. Luas wilayah dan Tipe Vegetasi ............................................... 61 12. Jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur di Desa Sukadamai Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan.................................... 63 13. Jumlah penduduk berdasarkan pendidikan di Desa Sukadamai Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan........................................... 64 14. Jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian di Desa Sukadamai Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan ....................................... 64 15. Jumlah penduduk berdasarkan agama di Desa Sukadamai Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan ............................................. 65 16. Klasifikasi umur petani responden di Desa Sukadamai Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan……........................................ 68 17. Klasifikasi pendidikan petani responden di Desa Sukadamai Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan ....................................... 69 18. Sebaran mata pencaharian petani responden di Desa Sukadamai Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan ................. 70 19. Sebaran luas lahan petani responden di Desa Sukadamai Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan .................................. 71 20. Klasifikasi pengalaman usahatani petani responden di Desa Sukadamai Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan ................ 72 21. Klasifikasi jumlah tanggungan keluarga petani responden di Desa Sukadamai Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan..... 73 22. Jumlah petani responden yang memiliki pekerjaan sampingan di Desa Sukadamai Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan..... 74 23. Jenis jagung hibrida yang digunakan oleh petani responden di Desa Sukadamai Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan..... 79 24. Rata – rata penggunaan pupuk per usahatani dan per hektar oleh petani responden di Desa Sukadamai Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan .............................................................. 80 25. Jenis – jenis pestisida yang banyak digunakan petani dalam usahatani jagung di Desa Sukadamai Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan ……........................................................... 82 26. Penggunaan tenaga kerja rata – rata per usahatani dan per hektar untuk usahatani jagung hibrida di Desa Sukadamai Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan dalam satuan Hari Orang Kerja (HOK)........ 83 27. Analisis keuntungan usahatani jagung hibrida per hektar di Desa Sukadamai Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan ..................... 85 28. Penggunaan input tradeable pada usahatani jagung hibrida per hektar di Desa Sukadamai Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan 87 29. Penggunaan input non tradeable pada usahatani jagung hibrida per hektar di Desa Sukadamai Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan 88 30. Komponen biaya privat usahatani jagung hibrida per hektar di Desa Sukadamai Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan ...... 95 31. Pendapatan privat per hektar usahatani jagung hibrida di Desa Sukadamai Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan............... 96 32. Komponen biaya sosial usahatani jagung hibrida per hektar di Desa Sukadamai Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan.... 33. Pendapatan sosial usahatani jagung hibrida per hektar di Desa Sukadamai Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan ... 34. Matrik Analisis Kebijakan usahatani jagung hibrida di Desa Sukadamai Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan (per hektar) 99 97 98 DAFTAR GAMBAR 1. Kerangaka pemikiran Analisis Daya Saing Usahatani Jagung Hibrida di Desa Sukadamai Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan .... 38 2. Struktur Pemerintahan Desa Sukadamai Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan .............................................................. 66 Pola tanam jagung di Desa Sukadamai Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan ....................................................................................... I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian dilaksanakan dalam rangka memenuhi kebutuhan rakyat akan pangan, dan meningkatkan pendapatan, serta membantu memantapkan swasembada pangan. Peningkatan produksi tanaman pangan antara lain dilaksanakan melalui peningkatan produktivitas usahatani yang didukung dengan pemanfaatan teknologi. Pembangunan di bidang ketahanan pangan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional. Pangan mempengaruhi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dalam rangka menjamin stabilitas yang diperlukan bagi pertumbuhan ekonomi nasional, serta terwujudnya ketahanan pangan yang berbasis pada keragaman sumber daya bahan pangan dalam jumlah dan mutu yang dibutuhkan pada tingkat harga yang terjangkau dengan memperhatikan peningkatan pendapatan petani serta peningkatan produksi. Komoditas jagung merupakan salah satu komoditas yang strategis dalam rangka swasembada pangan nasional. Permintaan terhadap komoditas jagung akhir-akhir ini menunjukkan adanya peningkatan. Peningkatan ini tidak terlepas dari semakin tingginya permintaan jagung untuk kebutuhan bahan pangan pokok, menunjukkan bahan adanya baku industri maupun pakan ternak. implikasi bahwa komoditas Hal ini jagung kini memiliki peranan yang sangat penting. Tingginya permintaan akan komoditas jagung akhir-akhir ini disebabkan oleh adanya permintaan jagung di pasar internasional, dimana sejumlah negara saat ini mengembangkan bahan bakar nabati (BBN) yang menggunakan jagung sebagai bahan baku pembuatan ethanol yang berfungsi sebagai bahan pengganti bensin. sebagai upaya Pengembangan bahan bakar nabati (BBN) dilakukan mengurangi ketergantungan pada minyak bumi yang cadangannya semakin menipis, dan harganya pun terus melonjak naik. Menurut Alimuso (2006), seiring dengan trend penggunaan bahan bakar nabati (BBN), para produsen utama jagung dunia (Cina dan Amerika) telah menyatakan akan mengurangi ekspor jagungnya. Selama tahun 2005, pemakaian jagung untuk ethanol di Amerika telah mencapai 50 juta ton atau sekitar 20 persen dari kebutuhan jagung di sana. Pada tahun 2006, bahkan menjadi 55 juta ton atau sekitar 22 persen, dan pada tahun 2008 saat ini diperkirakan akan mengalami peningkatan menjadi 82 juta ton (30 persen). Indonesia memiliki peluang untuk merebut peran yang ditinggalkan oleh Amerika dan Cina sebagai pemasok utama jagung dunia. Namun negeri ini ternyata baru mampu mengekspor jagung rata-rata sekitar 40.000 hingga 150.000 ton per tahun. Skala ini berbanding terbalik dengan angka impor jagung yang mencapai 400.000 sampai 1,8 juta ton per tahun. Oleh sebab itu, Indonesia masih merupakan negara net importer jagung (Alimuso, 2006). Berbagai usaha telah dilakukan oleh pemerintah dalam rangka memenuhi kebutuhan jagung nasional baik secara intensifikasi maupun ekstensifikasi seperti program INMAS, GEMA PALAGUNG 2001 dan lain-lain. Namun, masih saja kebutuhan jagung secara nasional belum terpenuhi. Pengembangan jagung yang dicanangkan pemerintah dalam rangka peningkatan produktivitasnya, dilakukan dengan dua cara yaitu ekstensifikasi dan intensifikasi. Penerapan ekstensifikasi yang membutuhkan tambahan lahan sepertinya lebih sulit. Hal ini disebabkan lahan produktif yang ada saat ini sudah berkurang akibat konversi atau pengalihan fungsi seperti untuk fasilitas umum. Kalaupun bisa, ekstensifikasi lebih memungkinkan dilakukan di luar Pulau Jawa dengan pembukaan hutan. Namun, hal ini mengandung resiko yang tidak sedikit karena jika hutan-hutan dikonversi menjadi lahan pertanian maka kawasan perhutanan akan berkurang dan merusak ekologi. Oleh karenanya intensifikasi merupakan pilihan utama yang sangat tepat dalam upaya peningkatan produksi terutama untuk pengembangan jagung. Intensifikasi akan dapat meningkatkan produksi jagung secara signifikan, sehingga dapat mencapai swasembada jagung sekaligus memenuhi permintaan pasar dalam negeri yang akhir-akhir ini terus meningkat seiring dengan meningkatnya laju pertumbuhan jumlah penduduk dan kebutuhan industri pakan ternak. Upaya intensifikasi ini bisa dilakukan dengan menekankan pada peningkatan kualitas produk melalui perbaikan teknik budidaya dengan menggunakan benih hibrida. (Tjionger’s, 2001). Propinsi Lampung merupakan salah satu sentra produksi jagung di Indonesia dengan urutan ketiga. Hingga tahun 2013, propinsi Lampung telah menghasilkan 1.723.853 ton jagung, atau sekitar 12,30 persen dari total produksi jagung Indonesia. Besarnya produksi jagung di Propinsi Lampung dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Produksi, luas panen, dan produktivitas jagung di sentra produksi jagung di Indonesia tahun 2013 No Propinsi % Jawa Timur Jawa Tengah Lampung Sumatera Utara Sulawesi Selatan Luas panen (ha) 1.230.360 560.656 361.869 254.857 321.385 1 2 3 4 5 % 45,08 20,54 13,25 9,33 11,77 Produksi (ton) 6.511.900 2.890.562 1.723.853 1.331.876 1.555.020 46,46 20,62 12,30 9,50 11,09 Produktivitas (ton/ha) 52,93 51,56 47,64 52,26 48,38 Indonesia 2.729.127 100 14.013.211 100 50,55 Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung, 2014 Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa propinsi Lampung merupakan propinsi sentra produksi jagung ketiga di Indonesia setelah propinsi Jawa Timur dan propinsi Jawa Tengah. Produksi jagung Lampung mencapai 1.723.853 ton dengan luas areal panen seluas 361.869 ha atau sekitar 13,25 persen dari luas areal panen jagung nasional. Produktivitas jagung Propinsi Lampung juga masih rendah apabila dibandingkan dengan produktivitas jagung nasional yaitu hanya mencapai 47,64 ton/ha sehingga masih memiliki potensi untuk ditingkatkan. Propinsi Lampung merupakan penghasil jagung terbesar di Sumatera. Propinsi Lampung merupakan produsen jagung terbesar dengan tingkat produksi mencapai 1.725.727 ton. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Produksi jagung menurut propinsi di Pulau Sumatera, tahun 20092013 No Propinsi Tahun 2009 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 NAD Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kepulauan Riau Jambi Sumatera Selatan Kep. BaBel Bengkulu Lampung 2010 2011 2012 2013 137.753 51.232 60.105 67.386 77.747 1.166.548 634.162 640.593 687.360 712.560 404.795 48.820 67.241 85.410 118.170 56.521 39.915 38.588 31.635 42.122 1.064 961 923 849 1.061 38.169 23.975 26.722 27.077 27.540 113.167 68.769 53.436 59.261 65.234 1.403 1.055 850 967 1.061 93.798 74.331 87.362 103.771 90.769 2.067.710 2.126.571 1.817.906 1.760.275 1.725.727 Sumatera 4.080.928 Persentase Lampung Terhadap Sumatera (%) 50,66 4.300.337 4.026.802 4.045.689 3.718.516 49,45 45,15 43,50 46,40 Sumber : Badan Pusat Statistik Propinsi Lampung, 2014 Pada Tabel 2. terlihat bahwa produksi jagung di Pulau Sumatera didominasi oleh Propinsi Lampung, dimana setiap tahunnya produksi jagung Propinsi Lampung mencapai 50 persen dari produksi jagung Pulau Sumatera. Produksi ini dapat terus ditingkatkan, mengingat semakin meningkatnya konsumsi jagung, serta banyaknya industri-industri berbahan baku jagung yang berkembang di Propinsi Lampung. Usaha peningkatan produksi jagung tersebut dapat penggunaan dilakukan varietas dengan berbagai cara diantaranya hibrida dalam usahatani jagung, dengan pemupukan yang seimbang, cara budidaya yang baik dan benar, adanya sarana transportasi, dan pemberian kredit, serta adanya jaminan harga dasar jagung di tingkat petani. Produksi jagung di Propinsi Lampung secara umum disebabkan karena adanya peningkatan atau penurunan luas panen. Sehingga hal ini juga akan mempengaruhi produktivitas jagung di Propinsi Lampung. Perkembangan luas areal panen, produksi dan produktivitas jagung di Propinsi Lampung dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Perkembangan luas areal, produksi, dan produktivitas jagung di Propinsi Lampung tahun 2009-2013 Tahun 2009 2010 2011 2012 2013 Rata-rata Luas Areal (ha) 434.542 447.509 380.917 360.264 346.315 393.909 Produksi (ton) 2.067.710 2.126.571 1.817.906 1.760.275 1.760.278 1.906548 Produktivitas (ton/ha) 47,58 47,52 47,72 48,86 50,83 48,50 Sumber : Badan Pusat Statistik Propinsi Lampung, 2014 Pada Tabel 3 bahwa luas perkembangan luas areal panen jagung Propinsi Lampung mulai tahun 2009 hingga tahun 2010 mengalami peningkatan dari 434.542 ha menjadi 447.509 ha, namun jika dilihat dari tiga tahun terakhir, luas areal panen jagung di Propinsi Lampung mengalami penurunan, yaitu pada tahun 2011 mencapai 380.917 ha, pada tahun 2012 menjadi 360.264 ha dan pada tahun 2013 menjadi 346.315 ha. Penurunan ini disebabkan karena adanya rasio harga antara jagung dengan komoditas lainnya, sehingga banyak petani yang mengganti tanaman jagungnya dengan tanaman yang lainnya, seperti ubi kayu. Penurunan luas areal tersebut tentunya berkorelasi dengan produksi yang dihasilkan, dimana pada tahun 2012 produksi jagung Propinsi Lampung sebesar 1.760.275 ton, namun pada tahun 2013 produksi jagung hanya mencapai 1.760.278 ton. Kalau dilihat dari tingkat produktivitas, pada tahun 2013 produktivitas jagung Propinsi Lampung mengalami peningkatan, dimana pada tahun 2012 hanya 48,86 ton/ha, dan pada tahun 2013 menjadi 50,83 ton/ha. Apabila dilihat dari lima tahun terakhir, rata-rata tingkat produktivitas jagung di Propinsi Lampung masih rendah, yaitu hanya mencapai 48,50 ton per hektar, tentunya keadaan ini masih dibawah produktivitas jagung nasional yaitu sebesar 3,67 ton per hektar. Tabel 4. Produksi dan luas panen jagung di Provinsi Lampung menurut Kabupaten/Kota, tahun 2013 No Kabupaten/ Kota 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Lampung Barat Tanggamus Lampung Selatan Lampung Timur Lampung Tengah Lampung Utara Way Kanan Tulang Bawang Pesawaran Pringsewu Mesuji Tulang Bwg Barat Bandar Lampung Metro Lampung Produksi (ton) 16.488 31.340 529.028 481.637 373.276 122.103 70.972 7.114 90.555 28.102 2.202 5.749 985 719 Luas Panen(ha) 4.151 6.228 105.252 96.220 74.134 29.467 17.025 1.702 18.204 5.667 461 1.407 193 152 1.760.275 360.264 Sumber : Badan Pusat Statistik Propinsi Lampung, 2014 Pada Tabel 4 menunjukkan bahwa pada tahun 2013 produksi jagung di Kabupaten Lampung Selatan sebesar 529.028 ton dan merupakan sentra produksi jagung tertinggi di Provinsi Lampung. Dengan demikian, Kabupaten Lampung Selatan berpotensi besar untuk menjadi daerah penghasil jagung utama di tingkat provinsi,sehingga produksi jagung di daerah ini perlu terus ditingkatkan seiring dengan peningkatan laju pertumbuhan penduduk serta laju permintaan jagung. Tabel 5. Luas areal panen, produksi, dan produktivitas tanaman jagung di masing- masing kecamatan di Kabupaten Lampung Selatan tahun 2014 No Kecamatan Luas Areal Panen Produksi (ha) (ton) 1 Natar 11.190 56.141,2 2 Jati Agung 9.900 49.823,6 3 Tanjung Bintang 4.331 22.559,6 4 Tanjung Sari 2.170 11.294,9 5 Katibung 4.500 23.682,2 6 Merbau Mataram 5.391 28.265,9 7 Way Sulan 3.118 16.313,4 8 Sidomulyo 6.309 33.119,0 9 Candipuro 5.405 28.340,1 10 Way Panji 4.192 22.114,0 11 Kalianda 7.860 41.015,5 12 Rajabasa 223 1.148,7 13 Palas 7.367 37.191,1 14 Sragi 6.187 31.224,0 15 Penengahan 15.896 82.169,1 16 Ketapang 16.425 83.197,4 17 Bakauheni 6.168 32.000,0 Jumlah 116.632 599.599,7 Sumber : Badan Pusat Statistik Propinsi Lampung, 2014. Produktivitas (ton/ha) 5,01 5,03 5,20 5,20 5,26 5,24 5,23 5,24 5,24 5,27 5,21 5,15 5,04 5,04 5,16 5,06 5,18 5,14 Pada Tabel di atas terlihat bahwa Kecamatan Natar mempunyai produktivitas sebesar 5,01 ton per hektar. Rendahnya produktivitas tersebut disebabkan oleh penurunan luas areal tanam jagung, usahatani jagung mempunyai potensi produksi jagung 8-12 ton per hektar dengan menggunakan benih hibrida. Rendahnya penggunaan pupuk disebabkan karena mahalnya harga pupuk, terbatasnya permodalan petani, dan terkadang juga disebabkan karena terlambatnya suplai pupuk sehingga sebagian besar petani menggunakan pupuk kandang dalam usahatani mereka. Penggunaan satu macam pupuk akan mengakibatkan pendapatan petani menjadi rendah karena rendahnya hasil produksi. Rendahnya pendapatan petani juga sangat dipengaruhi oleh harga jagung yang cenderung rendah dan tidak stabil. Hal ini disebabkan karena pasar yang terbatas sehingga perlu adanya penetrasi pasar yang lebih luas. B. Perumusan Masalah Desa sukadamai merupakan sentra penghasil jagung di kecamatan Natar,kabupaten Lampung Selatan. Sebagian lahan pertaniannya merupakan lahan kering yang sangat potensial untuk budidaya tanaman jagung. Petani di desa sukadamai tergolong petani maju, karena petani jagung di wilayah tersebut telah menerapkan teknologi dasar yang meliputi penggunaan varietas hibrida. Penggunaan bibit hibrida yang bermutu dan sehat serta populasi tanaman sesuai anjuran, pemupukan berimbang dan saluran drainase yang baik. Peranan benih hibrida diharapkan dapat membantu petani dalam meningkatkan produksi jagung. Namun pada saat ini, harga benih jagung meningkat dengan tidak diiringi oleh peningkatan harga jagung di tingkat petani, harga pestisida dan obat-obatan yang meningkat, yang mengakibatkan pendapatan menyebabkan total petani petani tidak dalam menentu. menentukan Keadaan benih yang tersebut akan tentunya digunakan dipengaruhi oleh berbagai segi sosial ekonomi. Rendahnya produktivitas komoditas jagung tersebut, secara tidak langsung berkorelasi dengan rendahnya pendapatan petani. Selain produksi yang rendah, rendahnya harga jagung dan cenderung tidak stabil yang diakibatkan kualitas hasil yang kurang memuaskan. Sehingga diperlukan suatu perubahan pola usahatani khususnya dalam hal penggunaan benih varietas hibrida, dan pupuk. Berdasarkan hal tersebut diatas, maka dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut : (1) Bagaimanakah pendapatan petani jagung hibrida di desa sukadamai, kecamatan Natar, kabupaten Lampung Selatan. (2) Bagaimanakah daya saing usahatani jagung hibrida di kecamatan Natar, kabupaten Lampung Selatan C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : (1) Mengetahui pendapatan petani jagung hibrida di desa sukadamai kecamatan Natar, kabupaten Lampung Selatan (2) Menganalisis daya saing usahatani jagung hibrida di desa sukadamai kecamatan Natar, kabupaten Lampung Selatan D. Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi : (1) Petani, sebagai informasi dan bahan pertimbangan dalam perencanaan pengelolaan usahatani yang efisien. (2) Peneliti lain, sebagai bahan referensi bagi penelitian sejenis terutama untuk memperluas khasanah penelitian selanjutnya. (3) Pemerintah, sebagai bahan masukan dalam penentuan kebijakan dan keputusan dalam pengembangan komoditas jagung di Propinsi Lampung. II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS A. Tinjauan Pustaka 1. Tinjauan Agronomis Jagung Jagung (Zea mays) termasuk keluarga (family) Gramineae (rumputrumputan), tetapi tanaman yang memiliki spesies tunggal seperti pada rumput-rumputan yang lain, akar tanaman jagung dapat tumbuh dengan baik pada kondisi tanah yang memungkinkan untuk pertumbuhan tanaman (Anonymos, 1993). Sistem perakaran jagung terdiri atas akar-akar primer, akar lateral, akar horizontal, dan akar udara. Akar primer adalah akar yang pertama kali muncul pada saat benih berkecambah dan tumbuh ke bawah. Akar lateral adalah akar yang tumbuh dari bulu-bulu di atas permukaan tanah (Danarti dan Najiyati, 1995). Sistem perakaran jagung yang didukung dengan pengolahan tanah yang kedalamannya 10 cm, jumlah akarnya 68 akar, kedalaman 50 cm, jumlah akarnya 23 akar, dan kedalaman 70 cm, jumlah akarnya 6 akar, sehingga batang tidak mudah rebah (Anonymos, 1993). Batang jagung tidak berlubang, tidak seperti batang padi, tetapi padat dan berisi oleh berkas-berkas pembuluh sehingga semakin memperkuat tegaknya tanaman. Hal ini juga didukung oleh jaringan kulit yang keras dan tipis yang terdapat pada bagian batang sebelah luar. Batang jagung beruas dan pada bagian pangkal batang mempunyai ruas yang pendek dengan jumlah ruas berkisar antara 8-21 ruas. Jumlah ruas tersebut tergantung pada varietas yang mempunyai panjang batang antara 50-60 cm, namun rata-rata panjang batang pada umumnya 150-300 cm. Jumlah daun yang menempel pada tanaman yaitu antara 8-48 helai, tetapi biasanya berkisar antara 12-18 helai. Danarti dan Najiyati (1995) dalam Agustina (2001), menyatakan bahwa daun jagung tumbuh disetiap ruas batang. Daun ini mempunyai lebar 4-15 cm dan panjang 30-150 cm, serta didukung dengan pelepah daun yang menyelubungi batang. Tanaman jagung menghendaki daerah-daerah yang beriklim sedang hingga beriklim subtropis atau tropis yang basah. Jagung dapat tumbuh di daerah yang terletak antara 1-50o LU hingga 0-40o LS. Temperatur yang dikehendaki tanaman jagung antara 21-30o C, sedangkan temperatur optimum adalah antara 23-27 o C. Jagung dapat ditanam di Indonesia mulai dataran rendah sampai dataran tinggi yang memiliki ketinggian antara 1000-1500 m dpl, dengan kemiringan tanah kurang dari 8 % (Anonymos, 1993). Menurut Anonymos (1993), dalam usahatani jagung, benih harus disiapkan terlebih dahulu, karena benih merupakan modal pokok dalam budidaya jagung. tergantung pada : (a) Kesehatan benih Pada umumnya benih jagung yang dibutuhkan Faktor kesehatan benih berasal dari dalam benih meliputi keadaan embrio yang baik, normal, dan sehat, sehingga memungkinkan biji tumbuh dengan baik, keadaan cadangan makanan dalam benih cukup sebagai persediaan selama proses pertumbuhan benih, dan benih tidak terinfeksi oleh hama dan penyakit. (b) Kemurnian benih Benih murni tidak tercampur oleh kotoran dan benih lain. (c) Daya tumbuh benih Daya tumbuh benih yang baik mencapai 90 %. Peranan benih dalam usaha peningkatan produksi sangat besar, sehingga penyediaan benih dalam pembangunan pertanian merupakan faktor yang menentukan berhasil tidaknya usaha pertanian. Benih merupakan sarana produksi yang sangat penting dalam meningkatkan produktivitas suatu tanaman, sedangkan sarana produksi lainnya seperti pupuk dan pestisida hanya akan memberikan dukungan yang positif, apabila disertai dengan penggunaan benih bermutu. Menurut Tjandramukti (1999), secara umum untuk menilai mutu benih yang baik yaitu : (a) Benih bersih dari biji lain, debu, dan tidak tercampur kotoran lain, (b) Warna benih yang baik, terang dan mengkilat (tidak kusam), (c) Besar benih cukup normal, (d) Tidak terserang cendawan (bercak-bercak hitam), (e) Benih bernas/berisi, (f) Benih cukup kering (kadar air maksimum 12 %). Keuntungan menggunakan benih bermutu dibandingkan dengan benih lokal adalah (a) Benih bermutu (berlabel) telah memenuhi syarat dan dijamin oleh pemerintah. (b) Benih bermutu mempunyai kemurnian tinggi, sehingga memberikan kepuasan tersendiri bagi petani (c) Pertanaman yang dihasilkan tumbuh serempak, merata serta masaknya juga serempak, sehingga akan memudahkan pemanenan (Majalah Abdi Tani, Januari 1999) Arsyad (1988), menyatakan bahwa lokasi penanaman jagung sebaiknya di daerah terbuka seperti persawahan, sebab tanaman jagung adalah tanaman yang memerlukan cahaya yang banyak. Selain itu bebas dari genangan air, tidak terendam dan dapat diairi jika diperlukan. Suhu yang dibutuhkan selama pertumbuhan tanaman jagung adalah berkisar antara 33 o C-35o C. Curah hujan yang baik bagi tanaman jagung adalah berkisar antara 100 mm – 123 mm setiap bulan dengan penyebaran merata. Tanaman jagung baik ditanam pada tanah lempung berdebu, lempung, dan lempung berpasir, pada pH tanah sekitar 5,5-7,5 dengan kemiringan tanah tidak lebih dari 8 %. Menurut Suprapto (1995), waktu tanam jagung yang baik adalah pada musim hujan sekitar bulan September – November, sedangkan pada musim kemarau sekitar bulan Februari – April. Pada saat tanam, tanah harus lembab tetapi tidak becek. Untuk pemupukan, pupuk yang diberikan berupa pupuk organik dan anorganik. Pupuk organik yang diberikan berupa pupuk kandang yang diberikan sebagai pupuk dasar dan diberikan pada saat pengolahan tanah, sedangkan pupuk anorganik yang diberikan berupa pupuk dasar dan pupuk susulan. Pemeliharaan tanaman yang dilakukan meliputi : penjarangan tanaman pada umur 2-3 hari setelah tanam, penyulaman (dilakukan pada umur 1 minggu setelah tanam), penyiangan (dilakukan pada saat tanaman berumur 15 hari setelah tanam) penyiangan kedua dilakukan pada waktu pemupukan kedua yaitu dengan pembubunan. Pembubunan dilakukan untuk memperkokoh batang dan untuk memperbaiki drainase. Tanaman jagung yang sudah tua dan siap dipanen berumur 7 minggu setelah berbunga. Produksi jagung dengan penggunaan benih jagung hibrida yang diikuti dengan dosis pemupukan yang optimum dan dengan bercocok tanam yang baik, dapat menghasilkan 4-5 ton/ha. (Anonymos, 1993). 2. Konsep Usahatani Dan Pendapatan Usahatani dan pendapatan didefinisikan sebagai kemampuan usahatani untuk tetap layak secara finansial (privat) pada kondisi teknologi usahatani, lingkungan ekonomi, dan kebijakan pemerintah yang ada. Pada sistem perekonomian terbuka, daya saing berarti kemampuan usahatani jagung domestik untuk tetap layak secara finansial pada kondisi harga masukan maupun keluaran treadeable sesuai dengan paritas impornya. Suatu usahatani dapat dilihat pada keuntungan yang benar-benar diperoleh petani atau keuntungan aktual, sedangkan efisiensi keuntungan suatu usahatani dilihat pada keuntungan sosial. Keuntungan sosial merupakan keuntungan yang dihasilkan dari alokasi penggunaan sumberdaya terbaik. Suatu daerah (negara) akan mencapai pertumbuhan ekonomi yang cepat dengan mengedepankan kegiatan yang menghasilkan keuntungan sosial yang tinggi. Kelayakan finansial didefinisikan sebagai kemampuan menghasilkan laba atau hasil untuk manajemen (return to management) minimum sebesar tingkat ―normal‖. Tingkat laba normal ditetapkan sebesar 20 % dari total biaya atau, khusus untuk biaya usahatani, rata-rata setara dengan upah buruh tani di pedesaan (Simatupang, 2003) Laba finansial usahatani dapat dihitung sebagai selisih antara penerimaan dan biaya total, yaitu : RMF = TR – TC TR = PQ TC = TCT + TCN + TAX TCT = S RiXi TCN = S WjZj B/C = TR/TC dimana : RMF Ri Xi Wj Zj TCT TCN TC TAX TR = Laba atau penerimaan manajemen finansial (Rp/ha) = Harga masukan treadeable (Rp/unit) = Kuantitas masukan treadeable (unit/ha) = Harga masukan non-treadeable (unit/ha) = Kuantitas masukan non-treadeable (unit/ha) = Biaya masukan treadeable (Rp/ha) = Biaya masukan non-treadeable (Rp/ha) = Biaya total (Rp/ha) = Pajak (Rp/ha) = Penerimaan usahatani (Rp/ha) P Q = Harga jagung (Rp/kg) = Volume produksi jagung (Kg/ha) Menurut Simatupang (2003), usahatani jagung dikatakan layak secara finansial apabila profitabilitasnya paling kecil mencapai 20 persen, yang berarti B/C ratio nya sebesar 1,20. atau nilai laba per hektar setara dengan upah buruh tani di daerah penelitian. Waktu yang dicurahkan untuk mengelola usahatani jagung diasumsikan 90 hari tiap siklus produksi. Dengan demikian, agar layak secara finansial penerimaan manajemen per hari dari usahatani jagung minimum sebesar laba atau penerimaan manajemen / 90 hari atau Rp. 20.000 / hari 3. Konsep Daya Saing Usahatani Jagung Pada hakekatnya suatu komoditas dikatakan memiliki daya saing manakala memiliki harga jual yang bersaing dan bermutu baik. Bahwa daya saing merupakan suatu konsep yang menyatakan kemampuan suatu produsen untuk memproduksi suatu komoditi dengan mutu yang cukup baik. ( Simanjuntak, 1992) Pada era perdagangan terbuka, harga barang dagangan (tradeable) di pasar domestik ditentukan oleh harga pasar di pasar internasional. Menurut Ward (1993) dalam Kasryno et al. (2003), untuk menghitung titik impas finansial usahatani jagung untuk berbagai alternatif produktivitas, harga jagung internasional, dan nilai tukar sebagai berikut : QB = TC/P PIB = (ATC + MQF)/(1 + TQ + HQ) * EX ATCN + MQF + S MFXi * AX EXB = (1 + TQ + HQ) – S (1 + TXi + HXi) RIi * AXi dimana : QB PIB ATC MQF = Titik impas produktivitas (kg/ha) = Titik impas harga internasional (US$/Kg) = Biaya pokok produksi (Rp/Kg) = Margin pemasaran jagung dari tingkat petani ke pabrik pakan (Rp/Kg) TQ = Pajak impor (rasio) HQ = Rasio biaya penanganan dan pemasaran jagung impor hingga tingkat pabrik pakan EX = Nilai tukar rupiah (Rp/US$) EXB = Titik impas nilai rupiah (Rp/US$) MFX = Margin pemasaran masukan tradeable hingga tingkat petani (Rp/Kg) AX = Koefisien masukan-keluaran tradeable ATCN = Biaya rata-rata masukan non-tradeable (Rp/Kg) RI = Harga masukan tradeable di pelabuhan (US$/Kg) Profitabilitas sosial (ekonomi) dapat dihitung dengan prinsip yang sama dengan profitabilitas finansial, yaitu penerimaan ekonomi dikurangi dengan biaya ekonomi. Kalau pada analisis finansial semua harga sesuai dengan tingkat aktual, pada analisis sosial semua harga ditetapkan pada tingkat sosialnya yang dihitung dengan asumsi tidak ada pajak maupun distorsi pasar. Titik impas laba sosial untuk produktivitas, harga internasional, dan nilai tukar dapat dihitung dengan konsep yang sama dengan titik impas laba finansial dengan menghilangkan komponen pajak dan distorsi pasar. Hasil perhitungan biaya dan penerimaan privat maupun sosial dirinci menurut barang tradeable dan non-tradeable dan selanjutnya disusun dalam satu Matrik Analisis Kebijakan (MAK) atau Policy Analysis Matrix (PAM). 4. Model Analisis PAM (Policy Analysis Matrix) Policy Analysis Matrix (PAM) digunakan untuk menganalisis secara menyeluruh dan konsisten terhadap kebijakan mengenai penerimaan, biaya usahatani, tingkat perbedaan pasar, sistem pertanian, investasi pertanian, dan efisiensi ekonomi. Ada 3 pokok bahasan yang dapat dijelaskan melalui pendekatan PAM yaitu : (1) PAM dapat digunakan untuk mengukur dampak kebijakan terhadap tingkat persaingan pada berbagai tingkat keuntungan (finansial dan ekonomis), pengaruh efisiensi ekonomi dan keunggulan kompetitif dalam kebijakan investasi dan efek perubahan teknologi terhadap pengembangan pertanian. (2) Efisiensi ekonomi atau keunggulan komparatif dalam investasi pertanian berdasarkan kesesuaian atau keunggulan teknologi dan kondisi alam (agroklimat). Berdasarkan keunggulan tersebut kebijakan penggunaan sumberdaya alam layak atau tidak dikembangkan melalui investasi dalam negeri atau luar negeri. Daya tarik investasi akan berdampak kepada peningkatan efisiensi dan percepatan pertumbuhan pendapatan nasional. (3) PAM erat kaitannya dengan rangkaian persoalan atau masalah dalam pengalokasian dana penelitian atau riset dibidang pertanian. Dengan PAM seorang peneliti dapat menentukan kebijakan utama terhadap peningkatan produksi pertanian dan mengurangi biaya sosial atau peningkatan keuntungan sosial (Monke dan Pearson, 1995). Perhitungan model PAM dapat dilakukan melalui matrik PAM yang terdapat pada Tabel 6. Baris pertama adalah perhitungan berdasarkan harga finansial (privat) atau harga setelah ada kebijakan. Baris kedua merupakan perhitungan berdasarkan harga sosial dan baris ketiga merupakan selisih antara harga privat dan harga sosial yang menunjukkan adanya kebijakan terhadap input dan output. Berdasarkan analisis PAM secara empiris, pendapatan dan biaya privat (simbol A, B, dan C) didasarkan pada data yang diperoleh dari usahatani maupun pengolahan hasil. Simbol D (keuntungan privat), diperoleh dengan menerapkan identitas keuntungan. Menurut kaidah identitas tersebut, D identik dengan A – (B+C). oleh karena itu, keuntungan privat pada PAM adalah selisih dari pendapatan privat dengan biaya privat. Menurut Pearson et.al (2005), untuk mengukur daya saing, dilakukan perhitungan keuntungan privat, yaitu dari data bujet usahatani dan pengolahan hasil. Oleh karena itu, salah satu dampak penting dari kebijakan pertanian dapat ditunjukkan oleh baris pertama tabel PAM. Tabel 6. Format Dasar Matrik Analisis Kebijakan (Policy Analysis Matriks) No Uraian Penerimaan Biaya Tradeable 1 2 3 Harga privat Harga sosial Efek divergensi A E I Sumber : Monke dan Pearson, 1995 B F J Keuntungan Non-tradeable C G K D H L Keterangan : Keuntungan Finansial Keuntungan Ekonomi Transfer Output (OT) Transfer Input Tradeable/Input (IT) Transfer Input Non-tradeable/Faktor (FT) Transfer Bersih (NT) Rasio Biaya Privat (PCR) Rasio BSD (DRC) Koefisien Proteksi Output Nominal (NCPO) Koefisien Proteksi Input Nominal (NCPI) Koefisien Proteksi Efektif (EPC) Koefisen Keuntungan (PC) Rasio Subsidi Bagi Produsen (SRP) (D) (H) (I) (J) (K) (L) = A-(B+C) = E-(F+G) = A-E = B-F = C-G = I-(K+J) = C/(A-B) = G/(E-F) = A/E = B/F = (A-B)/(E-F) = D/H = L/E Pada baris kedua tabel PAM, menyajikan angka-angka yang dinilai dengan harga sosial (harga yang akan menghasilkan alokasi terbaik dari sumberdaya, dan dengan sendirinya menghasilkan pendapatan tertinggi). Huruf E adalah simbol pendapatan yang dihitung dengan harga sosial (pendapatan sosial), huruf F adalah simbol biaya input tradeable sosial. Huruf G adalah simbol biaya domestik sosial, dan huruf H adalah simbol keuntungan sosial. Sebuah negara akan mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi dengan mengedepankan aktivitas-aktivitas yang menghasilkan keuntungan sosial yang tinggi (H positif yang besar). digunakan. Estimasi harga sosial ini kemudian dikalikan dengan jumlah output maupun input yang Pendapatan dan biaya pada tingkat harga sosial (simbol E, F, dan G) didasarkan pada estimasi the social opportunity costs dari komoditas yang diproduksi dan input yang digunakan (yang juga digunakan untuk menghitung biaya maupun keuntungan privat pada baris pertama tabel PAM). Estimasi harga sosial yang dilakukan yaitu untuk input dan output yang dapat diperdagangkan secara internasional, harga sosial dapat dihitung berdasarkan harga bayangan (shadow price) yang dalam hal ini didekati dengan harga batas (border price). Untuk komoditi yang diimpor dipakai harga CIF (Cost Insurance and Freight), sedangkan komoditi yang diekspor digunakan harga FOB (Free on Board). Untuk input non tradable digunakan biaya imbangannya (opportunity cost), yang digali dari penelitian empirik di lapang. Simbol H (keuntungan sosial) diperoleh dengan menggunakan identitas keuntungan yaitu H = E – (F + G). Dengan demikian keuntungan sosial adalah selisih antara penerimaan social (social revenues) dengan biaya sosial (Pearson et.al, 2005) Pada baris ketiga tabel PAM, disebut juga dengan baris effect of divergences. Divergence timbul karena adanya distorsi kebijakan atau kegagalan pasar. Kedua hal tersebut menyebabkan harga aktual berbeda dengan harga efisiensinya. Sel dengan simbol huruf I mengukur tingkat divergensi revenue atau pendapatan (yang disebabkan oleh distorsi pada harga output), simbol J mengukur tingkat divergensi biaya input tradeable (yang disebabkan oleh distorsi pada harga input tradeable), symbol K mengukur divergensi biaya faktor domestik), dan simbol L mengukur net transfer effects (mengukur dampak total dari seluruh divergensi) Efek divergensi dihitung dengan menggunakan identitas divergensi (divergences identity). Menurut Pearson et.al (2005), semua nilai yang ada dibaris ketiga merupakan selisih antara baris pertama (usahatani yang diukur dengan harga aktual atau harga privat) dengan baris kedua (usahatani yang diukur dengan harga sosial). Menurut Pearson et.al (2005), salah satu penyebab terjadinya divergensi adalah kegagalan pasar (market failure). Pasar dikatakan gagal apabila tidak mampu menciptakan harga yang kompetitif, yang mencerminkan social opportunity cost, yang menciptakan alokasi sumberdaya maupun produk yang efisien. Penyebab kedua terjadinya divergensi adalah kebijakan pemerintah yang distorsif. Kebijakan yang distorsif -diterapkan untuk mencapai tujuan yang bersifat ―non-efisiensi‖ (yaitu pemerataan atau ketahanan pangan)- akan menghambat terjadinya alokasi sumberdaya yang efisien dan dengan sendirinya akan menimbulkan divergensi. Secara teori, kebijakan yang paling efisien dapat dicapai apabila pemerintah mampu menciptakan kebijakan yang mampu menghapuskan kegagalan pasar, dan apabila pemerintah mampu mengesampingkan tujuan non-efisien dan menghapuskan kebijakan yang distorsif, maka divergensi dapat dihilangkan dan efek divergensi akan menjadi nol. Pada saat itu, entry yang ada pada baris pertama akan sama dengan yang ada pada baris kedua, yakni pendapatan, biaya, dan keuntungan privat akan sama dengan pendapatan, biaya, dan keuntungan sosial (A = E, B = F, C = G, dan D = H) Tahapan yang digunakan dalam perhitungan analisis PAM yang disarikan oleh Monke dan Pearson (1995) adalah : (1) Mengidentifikasi seluruh input yang digunakan dan output yang dihasilkan dalam kegiatan yang akan dianalisis (Evaluations of Input and Output) (2) Memisahkan seluruh biaya kegiatan tersebut ke dalam komponen domestik dan asing atau tradeable dan non-tradeable (disaggregating input cost into domestic factor and tradeable input component) (3) Menentukan harga pasar dan menaksir harga bayangan input dan output a. Metode penentuan harga bayangan Gittinger (1993) mendifinisikan harga bayangan sebagai harga yang akan terjadi dalam suatu perekonomian apabila pasar dalam keadaan persaingan sempurna dan dalam kondisi seimbang. Pada kenyataannya sulit menjumpai pasar dalam keadaan bersaing sempurna karena adanya berbagai gangguan akibat kebijaksanaan pemerintah seperti subsidi, pajak, dan penentuan harga upah. Latar belakang digunakannya harga bayangan dalam analisis ekonomi adalah bahwa harga yang berlaku di pasar tidak mencerminkan harga yang sebenarnya diperoleh masyarakat melalui produksi yang dihasilkan dari aktivitas tersebut dan harga pasar juga tidak mencerminkan apa yang sebenarnya dikorbankan seandainya sejumlah sumberdaya yang dipilih dan digunakan dalam aktivitas tertentu, tetapi tidak digunakan dalam aktivitas lain yang masih tersedia di dalam masyarakat (Gray et.al, 1995). Menurut Gittinger (1993), dalam proyek pertanian umumnya terdapat tiga macam dalam analisis ekonomis dimana lebih tepat digunakan harga bayangan daripada harga pasar. Ketiga hal tersebut adalah : (1) Nilai valuta asing Nilai valuta asing yang sebenarnya mungkin terletak diantara nilai pasaran resmi dan nilai pasar gelap. Untuk menentukan harga bayangan valuta asing lebih baik didekati berdasarkan nilai resmi yang berlaku di negara tersebut. (2) Harga pasar internasional Harga pasar dunia lebih mencerminkan nilai sebenarnya. Harga bayangan dapat didekati melalui pasaran dunia. Kegiatan ekspor dan impor dapat digunakan sebagai penaksir harga bayangan. (3) Tenaga kerja Tenaga kerja tidak terlatih biasanya dinilai dengan harga bayangan di bawah tingkat upah yang berlaku dan tenaga kerja yang terlatih jarang didapat (langka), sehingga harga bayangannya dinilai di atas tingkat upah yang diterimanya untuk mencerminkan kelangkaannya. b. Harga bayangan output dan input (a) Harga bayangan output Harga bayangan output dengan orientasi perdagangan antar daerah adalah harga di pedagang besar ditambah biaya tata niaganya. (b) Harga bayangan sarana produksi dan peralatan Menurut Gray et al. (1995), harga bayangan input ditentukan berdasarkan border price atau harga perbatasan. Untuk input tradeable ditentukan berdasarkan harga FOB dan harga CIF, sedangkan input non-tradeable dan indirectly traded ditentukan berdasarkan harga aktualnya atau harga pasar. (c) Harga bayangan tenaga kerja Menurut Gray et al. (1995), pasar tenaga kerja di Indonesia terutama tenaga kerja tak terlatih, tingkat upah yang diberikan seringkali melebihi biaya imbalannya, karena adanya campur tangan pemerintah dalam ketenagakerjaan. Harga bayangan tenaga kerja digunakan perhitungan seperti Gittinger (1993) yaitu harga tenaga kerja dinilai tiap tahun pada tingkat harga yang ditentukan dengan cara mengalikan upah yang diterima pada saat kelangkaan tenaga kerja dengan jumlah hari dalam satu tahun, dimana tenaga kerja benar-benar bekerja secara produktif. (d) Harga bayangan lahan Menurut Gittinger (1986), penilaian harga bayangan lahan dapat berupa nilai sewa aktual, harga beli maupun berupa pendapatan dari tanah untuk tanaman alternatif terbaik. (e) Harga bayangan bunga modal Harga bayangan modal adalah tingkat bunga tertentu atau tingkat pengembalian riil atas proyek-proyek pemerintah. Tingkat bunga modal ini diperlukan dalam menghitung biaya tunai yang dikeluarkan dalam proses produksi. Dalam perhitungan analisis finansial, besarnya bunga modal dihitung berdasarkan tingkat suku bunga yang berlaku didaerah penelitian. (f) Harga bayangan nilai tukar Harga bayangan nilai tukar adalah harga uang domestik dalam kaitannya dengan mata uang asing yang terjadi pada pasar nilai tukar uang yang bersaing sempurna. Menurut Gittinger (1986), hubungan antara nilai tukar resmi (Official Exchange Rate atau OER), nilai tukar bayangan (Shadow Exchange Rate (SER) dan faktor konversi baku (Standard Convertion Factor (SCF) adalah : OER SER = SCF M+X SCF = (M + Tm) + (X –Xt) Keterangan : M Tx SCF X Tm = Nilai impor (Rp) = Pajak ekspor (Rp) = Faktor Konversi Baku = Nilai ekspor (Rp) = Pajak impor (Rp) c. Keunggulan kompetitif Konsep keunggulan kompetitif digunakan untuk mengukur kebijakan suatu aktivitas keuntungan privat yang dihitung berdasarkan harga pasar dan nilai Keunggulan uang yang kompetitif berlaku timbul atau berdasarkan didasarkan pada analisis kenyataan finansial. bahwa perekonomian yang tidak mengalami distorsi sulit sekali ditemui di dunia nyata, yang menyebabkan keunggulan komparatif tidak dapat digunakan untuk mengukur daya saing suatu kegiatan ekonomi pada kondisi perekonomian aktual. Dalam matrik PAM, keunggulan kompetitif diterangkan melalui PCR atau Private Cost Ratio, yaitu merupakan rasio antara biaya input domestik dengan nilai tambah output atau selisih antara penerimaan finansial dan input asing finansial. d. Keunggulan komparatif Keunggulan komparatif merupakan ukuran daya saing potensial yang akan dicapai apabila perekonomian tidak mengalami distorsi sama sekali. Keunggulan komparatif dapat digunakan untuk membandingkan beragam kegiatan ekonomi (produksi) di dalam negeri terhadap perdagangan dunia (Gray et al. 1986) Keunggulan komparatif suatu komoditas diukur berdasarkan harga bayangan (shadow price) atau berdasarkan analisis ekonomi yang akan menggambarkan nilai sosial atau nilai ekonomi sesungguhnya dari unsur harga maupun hasil. Dalam matrik PAM, keunggulan komparatif diterangkan melalui Domestic Resources Cost (DRC), yaitu merupakan rasio antara biaya input domestik dengan nilai tambah output atau selisih antara penerimaan ekonomi dengan input asing ekonomi. Kriteria untuk menilai investasi khususnya dibidang produksi barang dan jasa yang bersifat dapat diperdagangkan (tradeable) adalah : (1) Sekarang diimpor atau diekspor (2) Bersifat pengganti yang erat hubungannya dengan jenis lain yang diimpor atau diekspor (3) Jenis barang atau jasa yang tidak termasuk kedalam kriteria (1) dan (2), karena adanya kebijaksanaan dari pihak pemerintah yang menghindari diimpor atau diekspornya jenis barang dan jasa tersebut. e. Kebijakan pemerintah terhadap input, output, dan input-output Beberapa kebijakan yang dapat dijelaskan berdasarkan Matrik PAM yang disajikan dari Monke dan Pearson (1995) adalah sebagai berikut : (1) Kebijakan terhadap input Kebijakan terhadap input tradeable dapat berupa pajak, subsidi, dan hambatan perdagangan. Dampak kebijakan tersebut dapat dijelaskan melalui IT (Input Transfer), NPCI (Nominal Protection On Input) dan TF (Transfer Faktor). Nilai IT merupakan selisih antara biaya input tradeable privat dengan biaya input tradeable ekonomi. Koefisen proteksi input nominal (NPCI) adalah rasio biaya input tradeable berdasarkan harga privat dan biaya input tradeable berdasarkan harga bayangan. Perbedaan antara kedua biaya tersebut menunjukka adanya proteksi pemerintah yang mengakibatkan harga privat input tradeable berbeda dengan harga bayangan input tradeable. Kebijakan terhadap input non-tradeable dapat dilihat dari nilai transfer faktor (FT) adalah nilai perbedaan harga input non-tradeable finansial dengan harga input non-tradeable bayangan yang diterima oleh produsen. (2) Kebijakan terhadap output Kebijakan terhadap output akan menyebabkan harga barang, jumlah barang, surplus konsumen dan surplus produsen berubah, hal ini dapat dijelaskan dengan menggunakan Transfer Output (OT) dan Nominal Protection Coefficient on Output (NPCO). OT merupakan selisih antara penerimaan privat (finansial) dengan penerimaan sosial (ekonomi). Nilai OT menunjukkan kebijakan yang diterapkan pada output, yang mengakibatkan harga output privat dan harga output sosial berbeda. Sedangkan NPCO adalah harga privat dibagi dengan harga sosial yang dapat dibandingkan. NPCO dapat digunakan untuk mengukur dampak insentif kebijakan pemerintah yang menyebabkan terjadinya perbedaan nilai output yang diukur dengan harga privat dan harga sosial. (3) Kebijakan terhadap input-output Dampak kebijakan secara keseluruhan terhadap input-output dilihat dari nilai koefisien proteksi efektif (EPC), Transfer Bersih (NT), Koefisien Keuntungan (PC), dan Rasio Subsidi Bagi Konsumen (SRP). Analisis EPC tidak memperhitungkan dampak kebijakan yang mempengaruhi harga input non-tradeable, sedangkan NT, PC, dan SRP memperhitungkan dampak kebijakan terhadap harga input tradeable dan non-tradeable. Nilai EPC menggambarkan arah kebijakan pemerintah terhadap input tradeable apakah bersifat melindungi atau menghambat produksi secara efektif. Nilai EPC merupakan rasio perbedaan antara penerimaan dan biaya tradeable dalam harga privat dengan harga sosial. Rasio ini merupakan indikator pengaruh insentif dan disinsentif dari kebijakan secara keseluruhan terhadap harga input dan output tradeable. Nilai transfer bersih (NT) dapat digunakan untuk melihat ketidakefesiensinan dalam sistem pertanian. NT adalah selisih antara keuntungan bersih yang benar-benar diterima produsen dengan keuntungan bersih sosial. Nilai NT juga menggambarkan selisih antara transfer output dengan transfer input dan transfer faktor. Jika nilai NT lebih besar dari nol, maka nilai tersebut menunjukkan tambahan surplus produsen yang disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang dilakukan pada input dan output. Jika nilai NT lebih kecil dari nol, maka yang terjadi adalah yang sebaliknya. Koefisien keuntungan (PC) adalah perbandingan antara keuntungan bersih privat dengan keuntungan bersih sosial. Rasio subsidi produsen (SRP) menunjukkan persentase subsidi atau insentif bersih atas penerimaan yang dihitung dengan harga bayangan. B. Hasil Penelitian Terdahulu Setiyowati (1996), meneliti tentang analisis keunggulan kompetitif dan komparatif serta dampak kebijakan komoditas pisang di Propinsi Lampung dengan menggunakan metode PAM. Hasil analisis menunjukkan bahwa Propinsi Lampung memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif pada usahatani rakyat. Kebijakan yang diterapkan pemerintah ternyata lebih menguntungkan bagi pelaku usaha tingkat perusahaan, dan hasil sensivitas memberikan gambaran bahwa keunggulan komparatif dan kompetitif produsen pisang di Propinsi Lampung peka terhadap perubahan harga sosial dan finansial output dibandingkan perubahan harga sosial dan privat tenaga kerja dan sewa lahan. Rachman dan Sudaryanto (2002), meneliti tentang kemampuan daya saing sistem usahatani padi, penelitian dilakukan di Kabupaten Majalengka (Jawa Barat), Kabupaten Klaten (Jawa Tengah), Kabupaten Kediri (Jawa Timur), Kabupaten Agam (Sumatera Barat) dan Kabupaten Sidrup (Sulawesi Selatan). Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara finansial, usahatani padi masih tetap memberikan keuntungan yang memadai, dengan kisaran keuntungan sebesar 12,1 % - 31,7 % dari total nilai produksi. Desliana (2005), meneliti tentang daya saing dan efisiensi usahatani padi organik di Propinsi Lampung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dampak kebijakan pada output usahatani padi organik bernilai negatif. Transfer Input pada daerah penelitian adalah nol, hal ini disebabkan oleh harga sosial input tradeable digunakan harga aktual. Transfer bersih pada daerah penelitian bernilai negatif, hal ini menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah dalam pajak dan infrastruktur tidak memberikan insentif ekonomi bagi produsen. Dampak kebijakan yang diterapkan pada usahatani padi organik menyebabkan timbulnya pajak, tingginya biaya input, dan tidak memberikan insentif ekonomi bagi produsen. Hasil analisis sensitivitas menunjukkan bahwa daya saing dan efisiensi tidak peka terhadap perubahan harga output, biaya pupuk kandang, biaya tenaga kerja, dan biaya sewa lahan. Agustina (2001), meneliti tentang analisis pendapatan usahatani jagung hibrida dan non hibrida serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata pendapatan petani jagung hibrida adalah Rp. 1.648.014,00 dan Rp. 396.289,29 untuk jagung non hibrida. Hal ini berarti penggunaan benih jagung hibrida telah memberikan dampak yang besar terhadap pendapatan petani. Berdasarkan analisis regresi linier berganda, faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan petani adalah luas lahan, biaya produksi, hasil produksi, penggunaan benih unggul, dan frekuensi mengikuti penyuluhan mempunyai pengaruh sangat nyata terhadap pendapatan usahatani jagung hibrida. Marti (2003), melakukan kajian tentang permintaan benih jagung hibrida di tingkat petani. Analisis secara tunggal menunjukkan hanya luas lahan garapan dan harga pupuk yang berpengaruh nyata terhadap permintaan benih jagung hibrida di tingkat petani. Desmon (1992), melakukan kajian tentang permintaan benih jagung hibrida di tingkat petani. Analisis secara tunggal menunjukkan hanya luas lahan garapan dan penerimaan usahatani jagung hibrida yang berpengaruh sangat nyata terhadap permintaan benih jagung hibrida di tingkat petani. C. Kerangka Pemikiran Lingkungan ekonomi dunia dan domestik mempengaruhi ketersediaan dan harga pasar input dan output usahatani jagung hibrida. Apabila ketersediaan input pasar terbatas atau tidak ada sama sekali, maka input dapat diperoleh dari impor atau perdagangan antar daerah, walaupun harga yang terbentuk lebih mahal. Pasar input dan output tidak terlepas dari berbagai macam fragmentasi. Semua pasar faktor domestik terfragmentasi sampai tingkat tertentu, menurut wilayah geografis ataupun jenis pelaku pasar. Beberapa fragmentasi bersifat permanen atau tetap, seperti pasar lahan di suatu wilayah akan berbeda berdasarkan jarak dari pusat kota atau pelabuhan, agroklimat, produktivitas, dan kemiringan lahan. Fragmentasi lainnya disebabkan oleh kegagalan pasar. Kegagalan pasar yang sering terjadi di pedesaan negara berkembang adalah tidak cukup tersedianya lembaga-lembaga yang diharapkan dapat membantu terpenuhinya permintaan atas faktor domestik, misalnya kredit yang tidak sempurna dan tidak tersedianya jaringan informasi yang baik. Usahatani jagung hibrida memerlukan input tetap dan input variabel. Lahan merupakan faktor produksi atau asset tak bergerak (fixed factor) dalam proses produksi pertanian. Input variabel yang digunakan dalam usahatani jagung hibrida adalah tenaga kerja, benih, pupuk, dan obat-obatan. Faktor produksi yang sangat penting dalam usahatani jagung adalah benih. Namun penggunaan benih varietas unggul pada saat ini masih sangat kecil, rendahnya penggunaan benih varietas unggul terutama disebabkan oleh masih rendahnya daya beli petani jagung. Rendahnya daya beli disebabkan oleh beberapa hal antara lain : (a) Infrastruktur yang kurang baik disentra produksi jagung menyebabkan tingginya biaya transportasi yang pada akhirnya mengurangi pendapatan petani, (b) rendahnya luas kepemilikan lahan, (c) fluktuasi harga jagung yang sangat tinggi karena petani tidak mampu untuk mengolah jagung yang dihasilkannya dan menjual pada saat yang bersamaan. Penggunaan benih di tingkat petani jagung terbagi menjadi dua kelompok, yaitu pengunaan benih hibrida dan penggunaan benih non hibrida. Penggunaan benih hibrida di tingkat petani pada umumnya dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah harga benih jagung hibrida tersebut. Penggunaan benih jagung hibrida akan menyebabkan biaya produksi yang harus dikeluarkan oleh petani menjadi lebih besar, akan tetapi dapat menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi. Penggunaan benih jagung hibrida dapat meningkatkan produksi yang dihasilkan. Produksi yang tinggi dan harga jual yang baik akan meningkatkan pendapatan petani. Adanya peningkatan pendapatan petani akan mempengaruhi jumlah faktor produksi yang diminta untuk musim tanam berikutnya. Kegiatan usahatani pada akhirnya memiliki tujuan akhir untuk memperoleh keuntungan atau pendapatan yang maksimal dengan cara meningkatkan produksi. Salah satu cara untuk meningkatkan produksi yakni dengan penggunaan benih unggul serta pengalokasian faktor-faktor produksi secara optimal. Sehingga dengan peningkatan produksi tersebut, diharapkan pendapatan petani juga akan meningkat. Daya saing suatu usahatani dapat dilihat pada keuntungan yang benar-benar diperoleh petani (keuntungan aktual). Daya saing usahatani jagung didefinisikan sebagai kemampuan suatu usahatani untuk tetap layak secara finansial (privat) pada kondisi teknologi usahatani, lingkungan ekonomi, dan kebijakan pemerintah yang ada. Alat analisis yang digunakan untuk mengetahui daya saing usahatani jagung hibrida dalam penelitian ini adalah Policy Analysis Matrix (PAM). PAM digunakan untuk menghitung tingkat keuntungan privat (yang merupakan sebuah daya saing usahatani pada tingkat harga aktual), menghitung keuntungan sosial (yang merupakan ukuran tingkat efisiensi sistem usahatani), usahatani jagung hibrida. dan dampak kebijakan pemerintah terhadap Alur kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1. Konsumsi Langsung Industri Pangan Industri Pakan Ternak Lain-lain Permintaan Jagung Input Usahatani Jagung Output Harga input Hasil Produksi Harga Output Total Biaya Penerimaan Daya Saing PAM Gambar 1. Kerangka pemikiran analisis daya saing usahatani jagung hibrida di Desa sukadamai Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan D. Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka hipotesis yang akan diuji adalah : Diduga usahatani jagung hibrida di Desa Sukadamai Kecamatan Natar Kabupaten menguntungkan. Lampung Selatan berdaya saing tinggi dan III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan batasan operasional ini mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data yang akan dianalisis sehubungan dengan tujuan penelitian, didefinisikan sebagai berikut : Benih adalah biji tanaman yang digunakan untuk tujuan pertanaman dan memperoleh simbol dari suatu permulaan. Benih hibrida adalah benih yang memiliki keunggulan produksi dan mutu hasil, tanggap terhadap pemupukan, toleran terhadap hama dan penyakit utama, umur genjah, tahan terhadap kerebahan, dan tahan terhadap pengaruh lingkungan. Produksi total adalah hasil panen berupa jagung hibrida pipilan kering, yang diperoleh dari lahan garapan selama setahun, sebelum dikurangi untuk konsumsi, dan disimpan untuk keperluan lain, diukur dalam satuan kilogram (Kg). Biaya total adalah jumlah seluruh biaya yang dikeluarkan untuk usahatani jagung hibrida selama satu periode, yang meliputi biaya tenaga kerja, benih, pupuk, obat-obatan, sewa tanah, nilai penyusutan alat, biaya panen, iuran, bunga kredit, dan pajak diukur dalam satuan rupiah (Rp). Biaya tunai adalah biaya yang dikeluarkan oleh petani secara langsung dalam proses produksi atau usahatani. Contohnya : biaya pembelian benih, pupuk, pestisida, upah tenaga kerja dari luar keluarga, diukur dalam satuan rupiah (Rp) Biaya diperhitungkan adalah biaya yang dikeluarkan oleh petani yang tidak dalam bentuk modal tunai, tetapi dalam penggunaan faktor produksi dari dalam keluarga seperti lahan sendiri, dan tenaga kerja dalam keluarga, diukur dalam satuan rupiah (Rp). Penerimaan total adalah nilai hasil yang diterima oleh petani yang dihitung dengan mengalikan jumlah produksi dengan harga jual jagung hibrida, diukur dalam satuan rupiah (Rp). Pendapatan usahatani adalah total penerimaan dari hasil penjualan hasil produksi dikurangi dengan total biaya selama proses produksi dalam satu kali periode produksi, diukur dalam satuan rupiah (Rp). Jumlah jagung hibrida yang diminta adalah banyaknya benih jagung hibrida yang benar-benar digunakan petani dalam usahataninya selama satu periode produksi, diukur dalam satuan kilogram (Kg). Harga benih jagung hibrida adalah besarnya jumlah uang yang harus dikeluarkan petani untuk membeli benih jagung hibrida, diukur dalam satuan rupiah per kilogram (Rp/Kg). Harga pupuk adalah jumlah uang yang harus dibayarkan petani untuk membeli jenis pupuk urea, NPK, TSP dan Kandang diukur dalam satuan rupiah per kilo gram(Rp/Kg). Harga jagung adalah besarnya jumlah uang yang diterima petani pada saat menjual hasil produksi jagung diukur dalam satuan rupiah per kilogram (Rp/Kg). Benih bantuan adalah benih hibrida yang dalam mendapatkannya, petani mendapatkan pinjaman atau bantuan dari pihak lain baik perorangan, swasta, maupun pemerintah. Kemitraan adalah kerjasama antara petani dengan pihak lain dalam usahataninya, seperti kerjasama pinjaman modal atau benih, yang biasanya bersifat saling menguntungkan dengan sistem dan mekanisme yang telah disepakati bersama. Kemudahan mendapatkan benih adalah kemudahan petani untuk mendapatkan benih hibrida pada waktu yang tepat dan jumlah yang sesuai dengan usahataninya. Daya saing usahatani jagung didefinisikan sebagai kemampuan usahatani untuk tetap layak secara finansial (privat) pada kondisi teknologi usahatani, lingkugan ekonomi, dan kebijakan pemerintah yang ada. Policy Analysis Matrix adalah suatu alat analisis yang digunakan untuk mengetahui dampak kebijakan pemerintah dan kegagalan pasar dalam keuntungan privat dari sistem usahatani dan dalam efisiensi dari penggunaan sumber daya. Harga pasar, harga privat atau harga finansial adalah tingkat harga riil yang diterima petani dalam penjualan hasil produknya atau tingkat harga yang dibayar dalam pembelian faktor produksi, diukur dalam rupiah (Rp). Harga bayangan atau harga ekonomi adalah harga yang terdapat dalam suatu perekonomian apabila terjadi keseimbangan pada pasar persaingan sempurna, diukur dalam rupiah (Rp). Keunggulan komparatif adalah keunggulan suatu wilayah atau negara dalam memproduksi suatu komoditas dengan biaya alternatif yang dikeluarkan lebih rendah dari biaya untuk komoditas yang sama di daerah yang lain dan diukur berdasarkan harga ekonomi. Keunggulan kompetitif adalah keunggulan suatu komoditas yang dihasilkan dalam kegiatan produksi yang efesien sehingga memiliki daya saing di pasar lokal maupun internasional dan diukur berdasarkan harga privat atau harga finansial. Rasio biaya sumberdaya domestik (DRC) merupakan rasio antara biaya input domestik dengan nilai tambah output atau selisih antara penerimaan ekonomi dengan input asing ekonomi. Rasio biaya privat (PCR) adalah rasio antara biaya input domestik dengan nilai tambah output atau selisih antara penerimaan ekonomi dengan input asing ekonomi. Transfer output (OT) merupakan selisih antara penerimaan finansial (private)dengan penerimaan yang dihitung berdasarkan harga bayangan atau sosial (social). Transfer input (IT) merupakan selisih antara biaya yang dapat diperdagangkan pada harga privat dengan biaya yang dapat diperdagangkan pada harga sosial. Transfer faktor (FT) merupakan nilai yang menunjukkan perbedaan harga privat dengan harga sosialnya yang diterima produsen untuk pembayaran faktor-faktor produksi yang tidak diperdagangkan. Transfer bersih (NT) menunjukkan selisih antara keuntungan bersih yang benar-benar diterima produsen berdasarkan harga finansial dengan keuntungan bersih sosialnya. Koefisien proteksi efektif (EPC) yaitu indikator yang menunjukkan tingkat proteksi simultan terhadap output dan input tradeable. Semakin besar nilai EPC maka semakin tinggi tingkat proteksi pemerintah terhadap komoditi pertanian domestik. Koefisien keuntungan (PC) menunjukkan rasio antara keuntungan finansial dengan keuntungan ekonomi. Rasio subsidi bagi produsen (SRP) menunjukkan rasio antara selisih keuntungan finansial dan keuntungan ekonomi dengan penerimaan ekonomi. Nominal Protection Coefficient on Input (NPCI) yaitu indikator yang menunjukkan tingkat proteksi pemerintah terhadap harga input pertanian domestik. Kebijakan bersifat protektif terhadap input jika nilai NPCI < 1, berarti ada kebijakan subsidi terhadap input tradeable. Nominal Protection Coefficient on Output (NPCO) yaitu indikator yang menunjukkan tingkat proteksi pemerintah terhadap output domestik. Kebijakan bersifat protektif terhadap output jika nilai NPCO > 1, berarti ada kebijakan protektif terhadap output. B. Lokasi Penelitian, Responden, dan Waktu Penelitian Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan secara sengaja (purposive), yaitu di desa Sukadamai Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan, dengan pertimbangan bahwa Desa Sukadamai merupakan daerah produsen jagung terbesar di Kecamatan Natar yang merupakan sentra produksi jagung terbesar di Kabupaten Lampung Selatan, akan tetapi Kecamatan Natar belum bisa menghasilkan produktivitas yang tinggi serta masih memiliki lahan yang cukup luas yang dapat diusahakan sebagai usahatani khususnya usahatani jagung. Penelitian ini dilakukan dengan metode survey dan wawancara kepada petani dengan menggunakan kuisioner (daftar pertanyaan) yang telah dipersiapkan. Responden dalam penelitian ini terdiri dari petani jagung yang menggunakan benih jagung hibrida di Kabupaten Lampung Selatan. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan metode acak sederhana (simple random sampling), dengan pertimbangan keseragaman bahwa responden di daerah penelitian (homogenitas) pada masing-masing lahan baik terdapat dari segi penggunaan input yang meliputi lahan, peralatan, pupuk, tenaga kerja, maupun output yang dihasilkannya. Penelitian dilakukan pada bulan agustus 2014. Penentuan jumlah sampel responden menggunakan rumus Sugiarto, Siagian, Sunarto, dan Oetomo (2003), yaitu: NZ2 S2 n= Nd2 + Z2 S2 dimana : n N Z S2 d = Jumlah sampel = Jumlah populasi = Tingkat kepercayaan (90% = 1,64) = Varian sampel (5%) = Derajat penyimpangan (5%) Setelah melakukan survei dapat diketahui jumlah petani jagung di Desa Sukadamai sebanyak 240 orang petani, sehingga jumlah responden yang didapat menurut rumus di atas sebanyak 44 orang petani. n 240x(1,64 2 ) x0,05 44 orang 240(0,052 ) (1,64 2 ) x0,05 C. Metode Pengambilan Data Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan petani responden yang pertanyaan) yang sudah telah terpilih dengan disiapkan menggunakan sebelumnya. kuisioner Adapun data (daftar sekunder diperoleh dari lembaga atau instansi pemerintah yang berhubungan dengan penelitian ini. Data sekunder diperlukan sebagai informasi tambahan yang diharapkan dapat menunjang penelitian ini. Data yang dikumpulkan adalah data harga maupun kuantitas output dan input yang berhubungan dengan usahatani jagung hibrida dan faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan benih jagung hibrida, serta data yang berhubungan dengan data pemasaran pasca usahatani. Harga dunia digunakan untuk menghitung harga paritas impor maupun ekspor untuk barang-barang tradeable. Harga sosial sumberdaya domestik (upah dan tingkat bunga) diestimasi dengan cara mengoreksi harga privat dengan potensi divergensinya. D. Alat Analisis dan Pengujian Hipotesis Metode pengolahan data dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif. mengetahui masalah-masalah Analisis deskriptif kualitatif dalam sistem produksi. digunakan Analisis untuk kuantitatif digunakan untuk menganalisis pendapatan dan daya saing usahatani jagung hibrida. Analisis data dan pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan Policy Analysis Matrix (PAM). Untuk mengukur tingkat daya saing usahatani jagung hibrida. PAM mengukur keuntungan baik privat (harga aktual) maupun sosial (harga efisiensi). Metode ini menunjukkan pendapatan, biaya, dan keuntungan aktual yang diperoleh, dan membandingkannya dengan nilai-nilai tersebut seandainya komoditas dan sumberdaya dihitung pada tingkat harga internasional atau Domestic Opportunity Costs. 1. Analisis Pendapatan Untuk mengetahui keuntungan dari suatu model usahatani jagung dapat dilakukan analisis akuntansi dengan model analisis rugi laba (Cost and Revenue). Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut : n Y .Py Xi.Pxi BTT i 1 Keterangan : Y Py Xi Pxi BTT = Pendapatan bersih/keuntungan = Jumlah produksi yang dari usahatani = Harga per satuan produksi = Faktor produksi = Harga per satuan faktor produksi = Biaya Tetap Total Untuk mengetahui sejauh mana penerapan teknologi memberikan manfaat atau keuntungan bagi petani analisis di atas diteruskan dengan mencari ratio antara tambahan penerimaan dengan tambahan biaya yang dikenal dengan ratio benefit cost (R/C) secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut : R/C = ΔPNT ΔBT Keterangan : ΔPNT = Tambahan penerimaan total ΔBT = Tambahan biaya total Terdapat dua kemungkinan hasil yang akan diperoleh dengan perhitungan tersebut, yaitu : 1. Jika R/C < 1, maka usahatani jagung hibrida tidak menguntungkan. 2. Jika R/C = 1, maka usahatani jagung hibrida berada pada keadaan BEP (Break Event Point). 3. Jika R/C > 1, maka usahatani jagung hibrida tidak menguntungkan. 2. Analisis Daya Saing Analisis yang digunakan untuk mengukur daya saing adalah analisis PAM. PAM (Policy Analysis Matrix) digunakan untuk menganalisis secara menyeluruh dan konsisten terhadap kebijakan mengenai penerimaan, biaya usahatani, tingkat perbedaan pasar, sistem pertanian, investasi pertanian, dan efisiensi ekonomi. Keterbatasan utama dalam PAM adalah bahwa hasil analisis adalah untuk tahun dasar, sehingga apabila parameter utamanya (seperti harga dunia, nilai tukar, tingkat bunga dan pajak) berubah, hasil tersebut akan berubah pula. Meskipun demikian metode PAM dapat mengakomodir perubahan tersebut. Untuk itu, sebuah analisis sensitivitas (sebuah simulasi) harus digunakan untuk mengukur dampak perubahan tersebut. Perhitungan model PAM dilakukan dengan menggunakan matrik PAM yang dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Matrik Analisis Kebijakan (Policy Analysis Matriks) No Uraian Penerimaan Biaya Tradeable 1 2 3 Harga privat Harga sosial Efek divergensi A E I B F J Keuntungan Non-tradeable C G K D H L Sumber : Monke dan Pearson, 1995 Keterangan : Keuntungan Finansial Keuntungan Ekonomi Transfer Output (OT) Transfer Input Tradeable/Input (IT) Transfer Input Non-tradeable/Faktor (FT) Transfer Bersih (NT) Rasio Biaya Privat (PCR) Rasio BSD (DRC) Koefisien Proteksi Output Nominal (NCPO) Koefisien Proteksi Input Nominal (NCPI) Koefisien Proteksi Efektif (EPC) Koefisen Keuntungan (PC) Rasio Subsidi Bagi Produsen (SRP) (D) (H) (I) (J) (K) (L) = A-(B+C) = E-(F+G) = A-E = B-F = C-G = I-(K+J) = C/(A-B) = G/(E-F) = A/E = B/F = (A-B)/(E-F) = D/H = L/E Baris pertama dari Matriks PAM adalah perhitungan dengan harga privat atau harga finansial, yaitu harga yang betul-betul diterima atau dibayarkan oleh pelaku ekonomi. didasarkan pada harga Baris kedua merupakan perhitungan yang sosial (shadow price), yaitu harga yang menggambarkan nilai sosial atau nilai ekonomi yang sesungguhnya bagi unsur-unsur biaya maupun hasil. Baris ketiga merupakan perbedaan perhitungan dari harga privat dengan harga sosial sebagai akibat dari dampak kebijaksanaan pemerintah atau distorsi pasar yang ada. a. Identifikasi input dan output Usahatani jagung hibrida menggunakan input yang meliputi lahan (ha), benih (kg), pupuk (kg), alat pertanian (unit), tenaga kerja (HKP), dan input pendukung lainnya. Output yang dihasilkan adalah jagung hibrida. Output tidak dibeda-bedakan karena untuk setiap usahatani dalam satu wilayah biasanya menggunakan benih yang tidak jauh berbeda seperti Bisi, Pioneer, dan lain-lain. b. Penentuan alokasi biaya Komponen biaya domestik dan asing dapat ditentukan melalui dua pendekatan. Menurut Pearson (1976 dalam Haryono, 1991), dua pendekatan tersebut adalah : - Pendekatan langsung (direct approach) Pendekatan langsung diasumsikan bahwa seluruh biaya input tradeable baik impor maupun produksi domestik dinilai sebagai komponen biaya asing. Pendekatan ini digunakan apabila kebutuhan permintaan input tradeable baik barang impor maupun produksi domestik dapat dipenuhi dari perdagangan antar negara atau penawaran di pasaran internasional. - Pendekatan total (total approach) Pada pendekatan ini setiap input tradeable produksi domestik dibagi ke dalam komponen biaya domestik dan biaya asing. Pendekatan ini lebih tepat apabila produsen lokal dilindungi sehingga tawaran penawaran input tradeable datang dari produsen lokal. Pengalokasian seluruh biaya tradeable dilakukan dengan pendekatan langsung, karena pendekatan langsung sesuai digunakan dalam analisis keunggulan kompetitif dan komperatif. Penentuan alokasi biaya input tradeable pada penelitian ini dilakukan pendekatan langsung. Semua input tradeable digolongkan ke dalam komponen biaya asing 100 persen dan input non tradeable dimasukkan ke dalam biaya domestik 100 persen, seperti tampak pada Tabel 8. Tabel 8. Penentuan alokasi biaya produksi ke dalam komponen domestik dan asing No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Komponen Benih Pupuk Pestisida Tenaga kerja Penyusutan alat Bunga modal Sewa lahan Pajak Biaya lainnya Domestik % 0 0 0 100 100 100 100 100 100 Asing 100 100 100 0 0 0 0 0 0 c. Penentuan harga sosial Untuk input dan output yang dapat diperdagangkan secara internasional, harga sosial dapat dihitung berdasarkan harga bayangan (shadow price) yang dalam hal ini didekati dengan harga batas (border price). Untuk komoditi yang diimpor dipakai harga CIF (Cost Insurance and Freight), sedangkan komoditi yang diekspor digunakan harga FOB (Free on Board). Tentunya dilakukan berbagai penyesuaian pada titik mana analisis akan dilakukan. Sedangkan untuk input non tradeable digunakan biaya imbangannya (opportunity cost), yang digali dari penelitian empiris di lapang. (1) Harga sosial output Harga sosial output yang digunakan dalam penelitian ini adalah harga perbatasan (border price). Oleh karena jagung merupakan komoditi yang diimpor, maka harga sosial yang digunakan adalah harga CIF. Penentuan harga sosial output dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Penentuan harga paritas ekspor output No Uraian 1 Harga FOB jagung (US$/ton) 2 Pengapalan dan asuransi (US$/ton) 3 Harga CIF (US$/ton) 4 Nilai tukar (Rp/US$) 5 CIF dalam mata uang domestic (Rp/kg) 6 Bongkar/muat, gedung, susut (Rp/kg) 7 Biaya transportasi ke propinsi (Rp/kg) 8 Harga paritas impor di pedagang besar (Rp/kg) 9 Distribusi ke tingkat petani (Rp/kg) 10 Harga paritas impor di tingkat petani (Rp/kg) Sumber : Diadaptasi dari Pearson dkk, 2005 Rincian a b c = a+b X d = cxX/1000 e f g = d+e+f h i = g-h (2) Harga sosial sarana produksi dan peralatan (input) Penentuan harga sosial input yang digunakan berdasarkan harga perbatasan input yaitu harga FOB, CIF atau sama dengan harga pasar, jika input tersebut diperdagangkan pada kondisi pasar persaingan sempurna, sedangkan harga sosial untuk input non tradeable ditentukan berdasarkan harga pada pasar domestik. Penentuan harga sosial paritas impor sarana dan prasarana dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Penentuan harga paritas impor input No Uraian 1 Harga CIF (US$/ton) 2 Nilai tukar (Rp/US$) 3 CIF dalam mata uang domestik (Rp/Kg) 4 Bongkar/muat, gudang, susut 5 Biaya transportasi ke propinsi (Rp/Kg) 6 Nilai sebelum pengolahan (Rp/Kg) 7 Faktor konversi proses (%) 8 Harga paritas ekspor di pedagang besar (Rp/Kg) 9 Distribusi ke tingkat petani (Rp/kg) 10 Harga paritas impor di tingkat petani (Rp/kg) Sumber : Diadaptasi dari Pearson dkk, 2005 Rincian a X b = a.X/1000 c d e = b+c+d Y f = e.Y g h = f+g (3) Harga sosial tenaga kerja Tenaga kerja yang dipakai dalam usahatani yang akan diteliti adalah tenaga kerja tidak terampil dan peneliti berpendapat tidak ada divergensi di pasar tenaga kerja tidak terampil di pedesaan. Dengan demikian tingkat upah privat dapat digunakan sebagai penduga bagi tingkat upah sosial. (4) Harga sosial lahan Lahan merupakan faktor biaya tetap dalam proses produksi pertanian. Opportunity cost lahan pertanian yang ditanami suatu komoditi tergantung nilai komoditi alternatif terbaiknya. Perhitungan nilai sosial lahan dilakukan dengan menerapkan prinsip SOC. Nilai sosial diperoleh dengan mengestimasi keuntungan sosial lahan tersebut yang diperoleh dari komoditi alternatif terbaiknya. (5) Harga sosial bunga modal Suryana (1980) mengemukakan bahwa harga sosial modal adalah tingkat bunga tertentu atau pengembalian riil atas proyek-proyek pemerintah, sedangkan tingkat bunga itu sendiri diperlukan untuk menghitung biaya tunai yang dikeluarkan dalam proses produksi usahatani. Estimasi tingkat bunga sosial harus dilakukan melalui pendekatan kira-kira (Arbitary rule of thumb) yaitu pengalaman peneliti lain untuk negara berkembang dengan tahap pembangunan yang sama dengan Indonesia. Didasarkan pada pendekatan itu diduga tingkat bunga sosial diperoleh dari tingkat bunga finansial (aktual) ditambah dengan rata-rata tingkat inflasi. d. Efisiensi Finansial dan Efisiensi Ekonomi (1) Private Profitability Keuntungan privat merupakan indikator daya saing (competitivness) dari sistem komoditi berdasarkan teknologi, nilai output, biaya input dan transfer kebijaksanaan yang ada. Apabila D > 0, berarti sistem komoditi memperoleh profit atas biaya normal yang mempunyai implikasi bahwa komoditi itu mampu ekpansi, kecuali apabila sumberdaya terbatas atau adanya komoditi alternatif yang lebih menguntungkan. (2) Social Profitability Keuntungan sosial merupakan indikator keunggulan komparatif (comparative advantage) dari sistem komoditi pada kondisi tidak ada divergensi baik akibat kebijakan pemerintah maupun distorsi pasar. Apabila H > 0, berarti sistem komoditi memperoleh profit atas biaya normal dalam harga sosial dan dapat diprioritaskan dalam pengembangan. (3) Private Cost Ratio (PCR) Yaitu indikator profitabilitas privat yang menunjukkan kemampuan sistem komoditi untuk membayar biaya sumberdaya domestic dan tetap kompetitif. Jika PCR < 1, berarti sistem komoditi yang diteliti memiliki keunggulan kompetitif dan sebaliknya jika PCR > 1, berarti sistem komoditi tidak memiliki keunggulan kompetitif. (4) Domestic Resource Cost Ratio (DRCR) Yaitu indikator keunggulan komparatif, yang menunjukkan jumlah sumberdaya domestik yang dapat dihemat untuk menghasilkan satu unit devisa. Sistem mempunyai keunggulan komparatif jika DRC < 1, dan sebaliknya jika DRC >1 tidak mempunyai keunggulan komparatif. e. Dampak Kebijakan Pemerintah (1) Kebijakan Output (a) Output Transfer (OT), Transfer output merupakan selisih antara penerimaan yang dihitung atas harga finansial (private) dengan penerimaan yang dihitung berdasarkan harga bayangan atau sosial (social). Jika nilai OT>0 menunjukkan adanya transfer dari masyarakat (konsumen) terhadap produsen, demikian juga sebaliknya. (b) Nominal Protection Coefficient on Output (NPCO), yaitu indikator yang menunjukkan tingkat proteksi pemerintah terhadap output jagung domestik. Kebijakan bersifat protektif terhadap output jika nilai NPCO>1, dan sebaliknya kebijakan bersifat disinsentif jika NPCO < 1. (2) Kebijakan Input (a) Transfer Input : IT = B – F : Transfer input adalah selisih antara biaya input yang dapat diperdagangkan pada harga private dengan biaya yang dapat diperdagangkan pada harga sosial. Jika nilai IT > 0, menunjukkan adanya transfer dari petani produsen kepada produsen input tradable, demikian juga sebaliknya. (b) Nominal Protection Coefficient on Input (NPCI), yaitu indikator yang menunjukkan tingkat pertanian domestik. proteksi pemerintah terhadap harga input Kebijakan bersifat protektif terhadap input jika nilai NPCI < 1, berarti ada kebijakan subsidi terhadap input tradable, demikian juga sebaliknya. (c) Transfer Factor (FT), merupakan nilai yang menunjukkan perbedaan harga privat dengan harga sosialnya yang diterima produsen untuk pembayaran faktor-faktor produksi yang tidak diperdagangkan. Nilai FT>0, mengandung arti bahwa ada transfer dari petani produsen kepada produsen input non tradeable, demikian juga sebaliknya. (3) Kebijakan Input-Output (a) Effective Protection Coefficient (EPC), yaitu indikator yang menunjukkan tingkat proteksi simultan terhadap output dan input tradeable. Kebijakan masih bersifat protektif jika nilai EPC > 1. Semakin besar nilai EPC, maka semakin tinggi tingkat proteksi pemerintah terhadap komoditi pertanian domestik. (b) Net Transfer (NT), merupakan selisih antara keuntungan bersih yang benar-benar diterima produsen dengan keuntungan bersih sosialnya. Nilai NT > 0, menunjukkan tambahan surplus produsen yang disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang diterapkan pada input dan output, demikian juga sebaliknya. (c) Profitability Coefficient (PC), adalah perbandingan antara keuntungan bersih yang benar-benar diterima produsen dengan keuntungan bersifat sosialnya. Jika PC > 0, berarti secara keseluruhan kebijakan pemerintah memberikan insentif kepada produsen, demikian juga sebaliknya. (d) Subsidy Ratio to Producer (SRP), yaitu indikator yang menunjukkan proporsi penerimaan pada harga sosial yang diperlukan apabila subsidi atau pajak digunakan sebagai pengganti kebijakan. 3. Analisis Sensitivitas Analisis keunggulan kompetitif dan komparatif merupakan suatu analisis yang bersifat statis. Analisis sensitivitas digunakan untuk mengurangi kelemahan tersebut. Analisis sensitivitas bertujuan untuk melihat bagaimana perubahan hasil analisis suatu kegiatan ekonomi, bila terdapat suatu perubahan- perubahan yang tidak terantisipasi yang mempengaruhi perhitungan biaya atau manfaat. Analisis sensitivitas merupakan suatu teknik analisis untuk menguji perubahan-perubahan kelayakan suatu kegiatan ekonomi secara sistematis, bila terjadi kejadian-kejadian yang berbeda dengan perkiraan yang telah dibuat dalam perencanaan. Menurut Kadariah, dkk. (1978), analisis sensitivitas dilakukan dengan cara sebagai berikut : a. Mengubah besarnya variabel-variabel yang penting, masing- masing terpisah atau beberapa dalam kombinasi dengan suatu persentase dan menentukan beberapa pekanya hasil perhitungan terhadap perubahan-perubahan tersebut. b. Menentukan sampai berapa suatu variabel harus berubah sampai ke hasil perhitungan yang membuat proyek tidak dapat diterima. Untuk mengukur tingkat sensitivitas dalam penelitian ini digunakan analisis elastisitas. Elastisitas yang digunakan adalah dengan mengunakan tingkat elastisitas PCR dan elastisitas DRC yaitu analisis yang digunakan untuk menilai tingkat keunggulan kompetitif dan komparatif usahatani jagung hibrida, sehingga diperoleh seberapa besarkah persentase perubahan nilai PCR dan DRC akibat perubahan sebesar satu persen dari parameter yang diuji. Nilai PCR dan DRC yang semakin kecil (<1) menunjukkan sistem semakin memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif. Untuk mengukur elastisitas nilai PCR dan nilai DRC terhadap perubahan harga input dan output digunakan perhitungan sebagai berikut : Elastisitas PCR = PCR / PCR Xi / Xi Elastisitas DRC = DCR / DCR Xi / Xi dimana : i = 1,2,3,…., n X1 = Harga jagung X2 = Harga benih X3 = Harga pupuk Keterangan : Elastisitas PCR dan DRC < 1 berarti tidak peka (inelastis) Elastisitas PCR dan DRC > 1 berarti peka (elastis) IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran umum daerah penelitian A. Keadaan wilayah 1. Letak Geografis Desa Sukadamai merupakan bagian wilayah kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan yang mempunyai batas – batas wilayah sebagai berikut : a. Sebelah utara berbatasan dengan perkebunan Trikora b. Sebelah timur berbatasan dengan wilayah Desa Margajaya dan Kali Kandis c. Sebelah barat berbatasan dengan wilayah Desa Sumbersari d. Sebelah selatan berbatasan dengan Kali Sekampung 2. Luas Wilayah dan Tipe Vegetasi Desa Sukadamai mempunyai luas wilayah 1557 hektar,yang secara rinci dapat dilihat pada tabel 11berikut : Tabel 11. Luas Wilayah dan Tipe Vegetasi No 1 2 3 4 5 Uraian Perladangan Pekarangan Kebun Rakyat Luas pengairan Lain – lain Luas Wilayah 624 Ha 165 Ha 401 Ha 342 Ha 25 Ha Persentase 40,07 10,59 25,75 20,80 1,60 1557 100,00 Sumber : Monografi Desa Sukadamai, 2014 Berdasarkan tabel 11 dapat diketahui bahwa luas keseluruhan Desa Sukadamai adalah 1557 hektar, yang diperuntukan antara lain untuk perladangan 624 hektar, pekarangan 165 hektar, kebun rakyat 401 hektar, pengairan 342 hektar, dan untuk lain – lain 25 hektar. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sebagian besar luas lahan di Desa Sukadamai dipergunakan untuk perladangan. 3. Topografi dan Iklim Desa Sukadamai berada di kemiringan 10 – 25 derajat, topografi lahan termasuk lahan datar sampai bergelombang yaitu antara 1 s/d 5 m. Jenis tanahnya adalah Podsolid Merah Kuning (PMK) dengan tekstur lempung berpasir dengan pH kisaran 5,5 – 6. Tipe iklim Desa Sukadamai adalah tipe iklim A dengan rata – rata curah hujan pertahun 147,83 mm. 4. Demografi / Kependudukan Jumlah Penduduk Desa Sukadamai kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan adalah 905 582 jiwa. Untuk mendapatkan gambaran yang terperinci tentang penduduk Desa Sukadamai maka berikut ini akan disajikan data mengenai penduduk yang meliputi : Tabel 12. Jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur di Desa Sukadamai Natar Kabupaten Lampung Selatan Umur (tahun) 0 –4 5-9 10 - 14 15 – 19 20 – 24 25 – 29 30 – 34 35 – 39 40 – 44 45 – 49 50 – 54 55 – 59 > 60 Total Jumlah Penduduk (jiwa) 99 763 93 456 89 088 84 809 78 188 81 192 79 566 74 811 64 819 54 900 46 129 34 399 24 462 905 582 Persentase (%) 11,01 10,31 9,83 9,36 8,63 8,96 8,78 8,26 7,15 6,06 5,09 3,79 2,70 100,00 Sumber : BPS Lampung Selatan,2014 Berdasarkan tabel 12 dapat diketahui jumlah penduduk pada umur 0 – 4 tahun ada 99.763 jiwa atau (11,01%), 5 – 9 tahun ada 99.456 jiwa atau (10,31%), 10 – 14 ada 89.088 jiwa atau (9,83%), 15 – 19 tahun ada 84.809 jiwa atau (9,36%), 20 – 24 tahun ada 78.188 jiwa atau (8,63%), 25 – 29 tahun 81.192 jiwa atau (8,96%), 30 -34 tahun ada 79.566 jiwa atau (8,76%), 35 – 39 tahun ada 74.811 jiwa atau (8,26%), 40 – 44 tahun ada 64.819 jiwa atau (7,15%), 45 – 49 tahun ada 54.900 jiwa atau (6,06%), 55 – 59 tahun ada 34.399 jiwa atau (3,79%),dan umur > 61 tahun ada 24.462 jiwa atau (2,70%). 5. Jumlah Penduduk Berdasarkan Pendidikan Jumlah penduduk berdasarkan pendidikan di Desa Sukadamai Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan, secara terperinci dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 13. Jumlah penduduk berdasarkan pendidikan di Desa Sukadamai Tahun 2014. No Pendidikan Jumlah Penduduk Persentase (%) 1 2 3 4 5 TK SD / Sederajat SLTP / Sederajat SLTA / SMU Perguruan Tinggi 80 400 286 250 17 1.033 7,74 38,72 27,68 24,20 1,64 100,00 Sumber : Monografi Desa Sukadamai, 2014 Berdasarkan tabel 13 dapat diketahui bahwa jumlah penduduk berdasarkan pendidikan di Desa Sukadamai adalah TK ada 80 jiwa atau (7,74%), SD / Sederajat ada 400 jiwa atau (38,72%), SLTP / Sederajat ada 286 jiwa atau (27,68%), SLTA / Sederajat ada 250 jiwa atau (24,20%), dan Perguruan Tinggi ada 17 jiwa atau (1,64%). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penduduk Desa Sukadamai sebgian besar adalah berpendidikan SD. 6. Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Jumlah Jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian di Desa Sukadamai Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan, secara terperinci dapat dilihat pada tabel 4 berikut : Tabel 14. Jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian di Desa Sukadamai Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan. No 1 2 3 4 5 6 7 8 Jenis Mata Pencaharian Petani Pekebun Peternak Tukang Jasa Angkutan Pedagang PNS / TNI / POLRI Pensiunan Jumlah Jumlah Penduduk 980 70 30 25 10 50 40 8 1.213 Sumber : Monografi Desa Sukadamai, 2014 Persentase (%) 80,79 5,77 2,47 2,06 0,82 4,12 3,29 0,65 100,00 Berdasarkan tabel 14 diatas dapat diketahui jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian di Desa Sukadamai Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan adalah Petani 980 jiwa atau (80,79%), Pekebun 70 jiwa atau (5,77%), Peternak 30 jiwa atau (2,47%), Tukang 25 jiwa atau (2,06%), Jasa Angkutan 10 jiwa atau (0,82%), Pedagang 50 jiwa atau (4,12%), PNS / TNI / POLRI 40 jiwa atau (3,29%), dan pensiunan 8 jiwa atau (0,65%). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sebagian besar penduduk Desa Sukadamai adalah Petani. 7. Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama Jumlah penduduk berdasarkan agama di Desa Sukadamai Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan, secara terperinci dapat dilihat pada tabel 15 berikut ini : Tabel 15. Jumlah penduduk berdasarkan agama di Desa Sukadamai Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan. No 1 2 3 4 5 Agama Islam Kristen Katholik Hindu Budha Jumlah Jumlah Penduduk 3.450 50 3.500 Persentase (%) 98,57 1,42 100,00 Sumber : Monografi Desa Sukadamai, 2014 Berdasarkan tabel 15 dapat diketahui bahwa jumlah penduduk berdasarkan agama di Desa Sukadamai berjumlah. Islam berjumlah 3.450 jiwa atau (98,57%), Kristen 50 jiwa atau (1,42%) dan tidak satupun penduduk yang beragama Katholik, Hindu dan Budha. Dengan demkian dapat disimpulkan bahwa penduduk Desa Sukadamai mayoritas beragama Islam. B. Pemerintahan Desa Dalam menjalankan roda pemerintahan Desa Sukadamai dipimpin oleh seorang kepala desa yang dibantu oleh seorang sekertaris desa dan 5 (lima) orang kepala urusan (Kaur), 2 (dua) orang kepala seksi (Kasi), serta 3 (tiga) orang staf. Organisasi pendukung berjalannya Desa Sukadamai antara lain adalah sebagai berikut : 1. Sebuah Lembaga Pemberdayaan Masyarakat 2. Ibu – ibu PKK 3. Karang Taruna 4. Sebuah Koperasi Unit Desa (KUD) Desa Sukadamai terdiri dari (9) dusun, yang masing – masing dipimpin oleh Kepala Dusun, dalam pelaksanaan tugasnya dibantu oleh RW dan RT yang seluruhnya berjumlah 25 orang. Adapun struktur organisasi Desa Sukadamai Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan dapat dilihat pada gambar 2 : KEPALA DESA SEKERTARIS DESA LPMD KASI KEAMANAN KASI PERTANIAN BPD KAUR PEM KAUR PEM B KAUR UM UM KAUR KEUANGAN KEPALA DESA Gambar 2. Struktur Pemerintahan Desa Kabupaten Lampung Selatan Sukadamai Kecamatan Natar KAUR KESEJAHT ERA AN C. Keadaan Umum Petani Responden 1) Identitas Responden Untuk mendapatkan gambaran yang nyata tentang responden yang dijadikan objek penelitian ini, maka berikut ini disajikan data identitas yang meliputi umur responden, pendidikan responden, mata pencaharian responden dan luas lahan usahatani. 2) Umur petani responden Berdasarkan hasil penelitian, rata-rata umur petani responden di daerah penelitian yaitu 46 tahun. Usia tersebut merupakan usia yang produktif dimana petani masih dapat melakukan usahataninya mulai dari pengolahan tanah sampai panen. Klasifikasi umur petani responden di Desa Sukadamai Kecamatan Natar dapat dilihat pada Tabel 16 Tabel 16. Klasifikasi umur petani responden di Desa Sukadamai Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan No 1 2 3 4 5 6 7 8 Tingkat Umur (tahun) Orang 15 - 20 21 – 26 27 – 32 1 33 – 38 5 39 – 44 10 45 – 50 17 51 – 56 7 57 - 62 4 Jumlah 44 Sumber : Lampung Selatan Dalam Angka,2014 Persentase 0 0 2,27 11,36 22,72 38,63 15,90 9,09 100,00 Pada Tabel 16 terlihat bahwa sebagian besar responden petani jagung di Desa Sukadamai berada pada selang umur 15 - 62 tahun, sehingga usia tersebut sangat produktif terutama dalam usahatani jagung. Petani responden tersebut biasanya meneruskan usahatani milik orang tuanya sehingga petani responden yang ada di Desa Sukadamai rata-rata masih berusia muda. 3) Pendidikan petani responden Tingkat pendidikan responden petani jagung di daerah penelitian beragam mulai tidak tamat SD sampai lulus SMA. Namun tingkat pendidikan yang paling banyak ditempuh responden petani jagung adalah tamatan SMP, sebagaimana tampak dalam Tabel 17. Tabel 17. Klasifikasi pendidikan petani responden di Desa Sukadamai Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan No 1 2 3 4 5 Tingkat Pendidikan Orang Tidak tamat SD 0 Tamat SD 11 Tamat SMP 17 Tamat SMA 16 Tamat PT 0 Total 44 Sumber : Data primer diolah, 2015 Persentase 0,00 25 38,63 36,36 0,00 100 Pada Tabel 17 terlihat bahwa mayoritas petani menyelesaikan pendidikan formalnya hanya pada tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau sekitar 38,63 persen. Hal ini dikarenakan sebagian besar responden petani enggan meneruskan pendidikan formalnya sampai tingkat Perguruan Tinggi (PT) karena faktor biaya yang tidak mendukung serta mereka terbiasa bertani sejak kecil sehingga pendidikan formalnya sering dilupakan. 4) Mata Pencaharian Petani Responden Sebaran mata pencaharian responden sangat bervariasi, dimana selain petani jagung yang merupakan mata pencaharian pokok. Petani juga memiliki mata pencaharian sambilan atau sampingan dalam memenuhi kebutuhan. Berikut secara rinci disajikan pada tabel 18. Tabel 18. Sebaran mata pencaharian responden No Mata Pencaharian Orang Persentase 1 2 3 4 Petani Buruh Buruh Bangunan Jasa Angkutan Jumlah 24 17 1 2 44 54,54 38,63 2,27 4,54 100 Sumber : Data primer diolah, 2015 Tabel 18 menunjukkan bahwa dari 44 responden ada 24 responden yang mempunyai mata pencaharian sebagai petani atau 54,54 persen, 17 responden sebagai buruh atau 38,63 persen, 1 responden sebagai buruh bangunan atau 2,27 persen, dan 2 responden sebagai jasa angkutan atau 4,54 persen. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden memiliki mata pencaharian sebagai petani. 5) Luas Lahan Usahatani Responden Sebaran luas lahan usahatani responden berkisar antara 0,25 s/d 5 Ha, dengan perincian seperti pada tabel 19 berikut ini : Tabel 19. Sebaran luas lahan usahatani responden. No Luas Lahan (ha) Orang Persentase (%) 1 2 3 0,25 – 1,83 1,84 – 3,41 3,42 – 4,99 Jumlah 22 15 7 44 50 34,09 15,90 100 Sumber : Data primer diolah, 2015 Berdasarkan tabel 19 dapat diketahui bahwa luas lahan responden. Terdapat 22 responden yang memiliki luas lahan 0,25 – 1,83 ha atau (50%), 15 responden yang memiliki luas lahan 1,84 – 3,41 ha atau (34,09%), dan 7 responden yang memiliki luas lahan 3,42 – 4,99 ha atau (15,90%). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden memiliki luas lahan 0,25 – 1,83 ha. 6) Pengalaman petani responden Salah satu faktor yang mempengaruhi keterampilan petani dalam melakukan usahatani adalah pengalaman yang dimilikinya. Semakin banyak pengalaman yang dimiliki petani dalam berusahatani, maka petani akan semakin terampil dalam melakukan usahataninya dan dapat diajarkan pada generasi berikutnya. Rata-rata pengalaman petani responden jagung di Desa Sukadamai dalam berusahatani yaitu 15,2 tahun. Klasifikasi pengalaman petani jagung di Desa Sukadamai dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20. Klasifikasi pengalaman usahatani petani responden di Desa Sukadamai Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan. No Tingkat Pengalaman Orang Persentase (tahun) 1-6 7 - 13 14 - 20 21 - 27 28 - 34 Total Sumber : Data primer diolah, 2015 1 2 3 4 5 3 5 7 10 19 44 6,81 11,36 15,90 22,72 43,18 100 Pada Tabel 20 terlihat bahwa tingkat pengalaman usahatani responden petani jagung paling banyak berada pada selang 28 – 34 tahun, yaitu 19 orang atau 43,18 persen. Tingkat pengalaman ini sudah cukup untuk menunjang keberhasilan dalam berusahatani jagung, terkait dengan umur responden petani yang rata-rata di atas 30 tahun. 7) Jumlah tanggungan keluarga petani responden Jumlah tanggungan keluarga merupakan salah satu faktor yang menentukan besar kecilnya pengeluaran rumah tangga petani. Semakin banyak jumlah keluarga yang harus ditanggung oleh petani, maka pengeluarannya juga semakin besar dan secara tidak langsung berpengaruh terhadap kegiatan usahataninya. Seharusnya sebagian pendapatan yang diterima petani dialokasikan untuk membiayai keluarganya. Jumlah tanggungan keluarga responden petani jagung dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21. Klasifikasi jumlah tanggungan keluarga petani responden di Desa Sukadamai Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan. No Jumlah Tanggungan (Orang) Orang Persentase 1 2 3-4 5-6 Total 38 6 44 86,36 13,63 100,00 Sumber : Data primer diolah, 2015 Pada Tabel 21 terlihat bahwa jumlah keluarga yang ditanggung oleh responden petani jagung mayoritas 3 - 4 orang. Jumlah ini cukup banyak dan yang paling banyak ditanggung adalah anak. Petani responden kurang memikirkan betapa pentingnya pembatasan jumlah anak. Mereka hanya berpikir bahwa dengan banyaknya anak, maka kelak anak-anak mereka tersebut akan dapat meneruskan usahatani yang dilakukannya. 8) Pekerjaan sampingan petani responden Untuk mencukupi usahataninya sampingan kebutuhan panen, selain biasanya keluarga, petani berusahatani. dan responden Pekerjaan sambil menunggu mencari pekerjaan sampingan yang sering dilakukan responden yaitu tukang ojek dan buruh bangunan. Adapun persentase dari responden yang mempunyai pekerjaan sampingan dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22. Jumlah petani responden yang memiliki pekerjaan sampingan di Desa Sukadamai Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan No 1 Pekerjaan Sampingan Ada Orang 20 Persentase 45,45 2 Tidak ada 24 Total 44 Sumber : Data primer diolah, 2015 54,54 100,00 Pada Tabel 22 terlihat bahwa petani responden di Desa Sukadamai yang mempunyai pekerjaan sampingan hanya 20 orang atau 45,45 persen. Pekerjaan sampingan tersebut diantaranya sebagai Buruh, Jasa angkutan dan Buruh bangunan. 9) Permodalan petani Modal adalah faktor penting dalam produksi pertanian dalam arti sumbangannya pada nilai produksi. Pada suatu usahatani, kebutuhan modal untuk pembiayaan tidak hanya di bidang produksi tetapi juga pada bidang pemasaran hasil-hasil produksi. Modal dapat dibagi dua yaitu modal sendiri (equity capital) dan modal pinjaman (credit). Usahatani jagung di daerah penelitian sebagian besar diusahakan dengan modal sendiri, walaupun ada beberapa responden yang menggunakan modal pinjaman dalam usahatani jagung, namun pinjaman tersebut tidak seluruhnya. Keadaan ini menurut petani responden dikarenakan bunga pinjaman di daerah penelitian sebesar 4 persen, sehingga petani responden enggan untuk meminjam modal. Modal yang dimiliki petani responden pada umumnya dialokasikan untuk membiayai kegiatan usahatani yang dilakukan, sedangkan untuk membiayai pemasaran hasil produksi jagung, sebagian besar petani tidak mengeluarkan biaya pemasaran, hal ini karena biaya pemasaran ditanggung oleh pembeli, mulai dari biaya pemipilan sampai biaya transportasi. B. Keragaan Usahatani 1. Pola tanam Pada umumnya jagung di Desa Sukadamai Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan ditanam secara monokultur (satu jenis tanaman). Pola tanam jagung biasanya tergantung pada musim atau curah hujan yang ada. Penanaman jagung biasanya dilakukan pada awal bulan Desember atau Januari. Secara umum pola tanam jagung yang dilakukan oleh responden petani jagung di Desa Sukadamai selama 1 tahun yaitu : a. Pada lahan kering, responden petani menanam jagung setahun dua kali, kemudian diselingi atau digilir dengan tanaman lain yang mempunyai waktu sama atau tidak diusahakan atau dibiarkan begitu saja. b. Pada lahan sawah tadah hujan, pola tanamnya yaitu setelah tanam padi. Dari gambaran diatas, maka pola tanam jagung yang banyak diusahakan oleh petani responden dapat dilihat pada Gambar 3. Pola tanam jagung pada lahan kering Jagung Des Jan Feb Mar Apr Jagung Mei Jun Jul Agt Tidak diusahakan Sep Okt Nop Pola tanam jagung pada lahan tadah hujan Padi Tidak diusahakan Jagung Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Gambar 3. Pola tanam jagung di Desa Sukadamai Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan. 2. Budidaya jagung di daerah penelitian Budidaya jagung yang dilakukan didahului dengan kegiatan pengolahan tanah. Pengolahan tanah yang dilakukan biasanya berbeda antara musim tanam jagung pertama dan musim tanam jagung kedua, untuk musim tanam pertama pengolahan tanah yang dilakukan adalah pembersihan lahan, pembentukan drainase, dan persiapan lahan, untuk musim tanam kedua sebagian besar petani responden mempersiapkan lahannya TOT (tanpa olah tanah). Persiapan lahan biasanya dilakukan dengan cara ditajuk untuk membuat alur tanam jagung sehingga proses penanaman akan lebih cepat dan jarak tanam akan seragam. Setelah persiapan lahan selesai dilakukan, kegiatan selanjutnya adalah penanaman. Saat penanaman ditentukan terlebih dahulu jarak tanamnya. Pada umumnya jarak tanam yang digunakan petani responden yaitu 70 cm x 30 cm atau 65 cm x 15 cm. Kegiatan selanjutnya adalah kegiatan penyiangan agar pertumbuhan jagung tanaman terhambat dengan adanya gulma. Kegiatan penyiangan dapat dilakukan dengan cara manual atau dengan cara kimiawi. Cara manual dilakukan dengan menggunakan cangkul atau garuk, sedangkan cara kimiawi dilakukan dengan menggunakan herbisida untuk membasmi gulma. Setelah penyiangan dilakukan kegiatan selanjutnya adalah pemupukan. Dosis pupuk yang dibutuhkan tanaman sangat tergantung kepada kesuburan tanah dan varietas yang ditanam. Dosis anjuran pemupukan per hektar untuk benih jagung hibrida yaitu 300 kg urea, 200 kg TSP, 100 kg NPK dan 100 kg Kandang. Pemberian pupuk dilakukan dua kali secara bertahap, yaitu : a. Pemupukan dasar dilakukan pada saat tanam dengan dosis 1/3 dari dosis pupuk urea dan semua dosis pupuk TSP, NPK dan pupuk Kandang. a. Pemupukan susulan atau pemupukan kedua dilakukan pada saat tanaman berumur 21 hari setelah tanam dengan dosis 2/3 dari dosis pupuk urea. Selain pemberian pupuk urea, TSP, dan NPK, sebagian besar petani responden menggunakan pupuk kandang sebagai pupuk dasar. Biasanya pupuk kandang diberikan untuk menutupi lubang tanam jagung, agar kelembabannya tetap terjaga sehingga dengan adanya pupuk kandang di sekitar lubang tanam jagung, pertumbuhan jagung akan baik dan seragam. Salah satu upaya untuk mengatasi serangan hama dan penyakit, dilakukan penyemprotan dengan obat-obatan. Hama yang sering menyerang tanaman jagung adalah ulat pemotong dan hama penggerek batang, sedangkan penyakit yang sering menyerang adalah penyakit bulai. Upaya untuk mengatasi hama yaitu sebelum ditanam, benih dicampur terlebih dahulu dengan fungisida seperti Amistartop, sedangkan untuk mengurangi serangan penyakit bulai yaitu dengan melakukan pemupukan bersamaan dengan waktu tanam, hal ini untuk membantu meningkatkan pertumbuhan dan ketahanan tanaman terhadap penyakit bulai. Pemanenan dilakukan saat umur jagung berkisar 110-120 hari setelah tanam. Panen jagung dilakukan dengan cara memotong atau memutar tongkol berikut kelobotnya atau dengan cara mematahkan tangkai buah jagung. C. Penggunaan Sarana Produksi 1. Penggunaan benih Benih merupakan salah satu faktor yang penting dalam usahatani jagung, dimana benih akan mempengaruhi produksi jagung yang dihasilkan. Benih yang digunakan oleh petani responden di daerah penelitian bermacammacam, namun sebagian besar menggunakan benih hibrida DK 85,DK 99 varietas ini digunakan karena selain produksinya tinggi juga tahan terhadap serangan penyakit bulai, tahan karat daun dan hawar daun. Adapun jenis benih jagung hibrida yang digunakan petani responden dapat dilihat pada Tabel 23. Tabel 23. Jenis benih jagung hibrida yang digunakan oleh petani di Desa Sukadamai Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan No 1 2 Jenis Benih DK 99 Bisi-12 Orang 14 2 Persentase 31,82 4,55 3 4 5 DK 85 19 Pioneer C-12 3 Pioneer C-21 6 Total 44 Sumber : Data primer diolah, 2015 43,18 6,82 13,63 100 Pada Tabel 23 diatas terlihat bahwa sebanyak 43,18 persen petani responden menggunakan benih jagung hibrida varietas DK 85 dan sisanya menggunakan varietas lain dengan alasan ingin mencoba, dan ada beberapa responden yang menanam dua jenis varietas yang berbeda pada satu lahan dengan alasan ingin membandingkan dua jenis varietas tersebut, sehingga benih jagung yang mempunyai keunggulan dari benih jagung yang lainnya akan digunakan untuk musim tanam selanjutnya. Penggunaan benih oleh petani responden di Desa Sukadamai rata – rata adalah 20 kg/Ha. Sedangkan anjuran penggunaan benih adalah 20 kg/Ha, penggunaan rata-rata benih jagung yang digunakan sudah sesuai anjuran atau sesuai kebutuhan, dan bahkan melebihi dari anjuran baik per usahatani maupun per hektar. Kelebihan penggunaan benih jagung tersebut dikarekan beberapa responden menanam jagung dengan jarak tanam yang agak rapat, sehingga kebutuhan benih juga akan lebih banyak. Petani responden berpikir bahwa semakin banyak benih yang ditanam, maka produksi yang dihasilkan juga akan banyak, namun kenyataan yang terjadi sebaliknya dengan jarak tanam yang semakin rapat, produksi jagung bahkan semakin menurun hal ini dikarenakan tanaman kurang terkena sinar matahari dan pertumbuhannya tidak maksimal karena terlalu Pupuk yang paling banyak dan sering digunakan oleh petani dalam berusahatani jagung hibrida di daerah penelitian adalah pupuk urea, pupuk kandang dan pupuk TSP, sedangkan rapat. 2. Penggunaan pupuk urea, TSP, NPK dan Kandang Pupuk NPK hanya beberapa petani saja yang menggunakannya. Hal ini dikarenakan harga pupuk NPK yang relatif mahal dan langka di pasaran. Harga pupuk yang berlaku di daerah penelitian yaitu pupuk urea berkisar antara Rp 1.200/kg—Rp 2.000/kg, pupuk TSP berkisar antara Rp 1.400/kg—Rp 2.100/Kg, pupuk kandang berkisar antara Rp 1.000/kg – 1.200/kg dan pupuk NPK berkisar antara Rp 1.830 /Kg—Rp 2.300/Kg. Tabel 24. Rata-rata penggunaan pupuk per usahatani dan per hektar oleh petani responden hibrida di Desa Sukadamai Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan No 1 Jenis Pupuk Luas (ha) Per hektar 1 - Urea (Kg) - TSP (Kg) - NPK (Kg) - Kandang (Kg) Jumlah Sumber : Data primer diolah, 2015 Penggunaan Anjuran Persentase 400 250 400 200 1250 300 200 100 100 700 32 20 32 16 100 Pada Tabel 24 dapat dilihat bahwa penggunaan pupuk urea, NPK, TSP dan Kandang per hektar untuk tanaman jagung melebihi anjuran yang seharusnya. Pemakaian pupuk urea mencapai 32 persen dari dosis anjuran, pupuk TSP sebesar 20 persen dari dosis anjuran, pupuk NPK sebesar 32 persen dari dosis anjuran, sedangkan pupuk Kandang mencapai 16 persen dari dosis anjuran. Kelebihan pupuk ini dikarenakan oleh keadaan tanah yang kurang subur, sehingga petani menggunakan pupuk melebihi dosis yang dianjurkan agar tingkat kesuburan tanah meningkat. Namun petani tidak berpikir dampak dari penggunaan pupuk yang melebihi dosis secara terus menerus akan mengakibatkan kesuburan tanah berkurang dan tanah menjadi bertekstur keras. 3. Penggunaan obat-obatan Pestisida atau obat-obatan dalam usahatani jagung digunakan untuk memberantas serangan hama dan penyakit tanaman, penggunaan pestisida di daerah penelitian bervariasi tergantung jenis hama dan penyakit yang menyerang. Jenis-jenis pestisida yang banyak digunakan petani seperti pada Tabel 25. Tabel 25. Jenis-jenis pestisida yang banyak digunakan petani dalam usahatani jagung di Desa Sukadamai Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan No 1 Penggolongan Pestisida Insektisida Jenis Bahan Aktif Formulasi Alika Cruiser Lamda sihalotrin Tiametoksam ZC(kontak lambung) FS(sistemik) SC(kontak 2 Fungisida Amistartop Azoksistrobin lambung) 3 Herbisida Gramoxone Parakuat diklorida SL Round up Kalium glifosat AS Sumber : Data primer diolah, 2015 Pada dasarnya penggunaan pestisida dimaksudkan untuk mempermudah pekerjaan petani, khususnya dalam kegiatan pemberantasan gulma. Pada saat ini pemberantasan gulma sudah menggunakan herbisida, khususnya pada pembukaan lahan atau pada sistem tanam TOT (Tanpa Olah Tanah), sehingga waktu yang digunakan lebih cepat dibandingkan dengan cara manual, namun saat ini banyak petani yang mengurangi jumlah penggunaan pestisida karena harganya yang relatif mahal. 4. Penggunaan tenaga kerja Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi yang sangat penting dalam kegiatan usahatani. Penggunaan tenaga kerja berasal dari dalam keluarga dan dari luar keluarga. Tenaga kerja tersebut terdiri dari tenaga kerja pria dan tenaga kerja wanita yang kemudian dikonversikan dalam Hari Orang Kerja (HOK) berdasarkan tingkat upah yang berlaku. Pemakaian tenaga kerja digunakan untuk kegiatan pembukaan lahan, pembersihan lahan, penanaman benih, pengolahan tanah/pembajakan, penyulaman, pemupukan, pembuatan lubang, pengendalian HPT, penyiangan. Petani jagung di daerah penelitian mayoritas hanya menggunakan tenaga kerja pria dan tenaga kerja wanita dimana upah tenaga kerja pria yang berlaku adalah sekitar Rp. 50.000/hari (selama 8 jam kerja), sedangkan upah tenaga kerja wanita yang berlaku adalah Rp. 40.000/hari (selama 8 jam kerja). Perbedaan upah ini mengakibatkan berbedanya satuan yang digunakan tenaga kerja pria dan wanita, sehingga tenaga kerja wanita harus dikonversi ke tenaga kerja pria berdasarkan tingkat upah yang berlaku. Jumlah penggunaan tenaga kerja usahatani jagung hibrida dapat dilihat pada Tabel 26. Tabel 26. Penggunaan tenaga kerja rata-rata per usahatani dan per hektar untuk usahatani jagung hibrida di Desa Sukadamai Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan dalam satuan Hari Orang Kerja (HOK) No 1 Jenis Kegiatan TKDK Per hektar a. Pembukaan lahan 2 b. Pembersihan lahan 2 c. Pembajakan d. Pembuatan lubang 2 e. Penanaman benih 2 f. Penyulaman 2,22 g. Pemupukan I 2 h. Pemupukan II 1,47 i. Pengendalian HPT 2 j. Penyiangan I 2 k. Penyiangan II 2 l. Pemanenan 2,02 Jumlah 21,71 Total TKDK +TKLK Sumber : Data primer diolah, 2015 Pada Tabel 26 usahatani TKLK Total 3,31 3 5,31 5 3 3 3,20 3 3 3 3 3 3,5 31,01 5 5 5,42 5 4,7 5 5 5 5,52 52,72 terlihat bahwa rata-rata penggunaan tenaga kerja dalam jagung hibrida terbanyak adalah pembukaan lahan dan pembersihan lahan. Kegiatan pembukaan lahan dan pembersihan lahan membutuhkan tenaga kerja paling banyak. Hal ini karena dalam pembukaan lahan dan pembersihan lahan terdapat beberapa kegiatan yaitu mengolah lahan (membajak atau mencangkul), membuat tajuk tanam, dan membersihkan gulma. D. Produksi dan Penerimaan Keuntungan adalah penerimaan yang diperoleh petani dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi, baik berupa biaya tunai maupun biaya yang diperhitungkan. Hasil panen jagung yang dijual petani sesuai dengan harga yang berlaku dipasaran saat itu (tentunya dengan mempertimbangkan kualitas jagung) merupakan penerimaan yang diperoleh petani. Penerimaan petani dalam usahatani jagung hibrida dengan luasan 1 hektar sebesar Rp. 14.300.000 dengan produksi rata-rata per hektar sebesar 6.500 kg. Penerimaan tersebut diperoleh dari hasil produksi dengan harga jual jagung yaitu Rp. 2.200 per kg. Biaya-biaya yang digunakan dalam usahatani jagung hibrida dibagi atas biaya tunai dan biaya yang tak diperhitungkan. Biaya tunai sebesar Rp. 5.773.500 dan biaya yang diperhitungkan sebesar Rp. 1.815.004 sehingga total biaya yang dikeluarkan sebesar Rp. 7.588.504. Perhitungan analisis keuntungan usahatani jagung hibrida dapat dilihat pada Tabel 27. Tabel 27. Analisis keuntungan usahatani jagung hibrida per hektar di Desa Sukadamai Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan. No 1 2 Uraian S atuan Jumlah Harga (Rp) Nilai (Rp) Penerimaan Produksi Kg 6.500 2.200 14.300.000 Biaya Produksi I. Biaya Tunai Benih Pupuk Urea Pupuk TSP Pupuk NPK Pupuk Kandang Kg Kg Kg Kg Kg 20 400 250 400 200 62.000 2000 1.900 2.300 1.000 1.240.000 800.000 475.000 920.000 200.000 Insektisida Herbisida Fungisida TK Luar Keluarga Pajak Biaya Traktor Total Biaya Tunai 100 ml 100 ml 100 ml HOK 800 400 500 31,01 1,00 550 250 750 50.000 18.000 400.000 440.000 100.000 375.000 1.550.500 18.000 400.000 6.518.500 21,71 50.000 206.750 1.503.569 1.085.500 206.750 1.503.569 2.795.819 9.314.319 4.985.681 Per ha II. Biaya diperhitungkan TK Keluarga Penyusutan Alat Bunga M odal Total Biaya diperhitungkan Total biaya III. Pendapatan HOK 14,25 Sumber : Data primer diolah, 2015 Pada Tabel 27 di atas dapat dilihat bahwa keuntungan usahatani atas total biaya tunai dan biaya total diperhitungkan sebesar Rp 6.518.500 dan Rp. 9.314.319. Biaya yang diterima oleh petani lebih kecil daripada biaya yang dikeluarkan. E. Analisis Kebijakan PAM Policy Analysis Matrix (PAM) yang dikemukakan oleh Monke dan Pearson (1995) mencakup analisis keuntungan finansial dan ekonomis, analisis keunggulan kompetitif dan komparatif serta analisis rasio untuk kebijakan pemerintah terhadap input, output serta input dan output. Untuk mengkaji beberapa analisis yang tercakup dalam Policy Analysis Matrix (PAM) di atas, maka dilakukan terlebih dahulu beberapa analisis yang mencakup analisis input tradeable dan non tradeable, analisis harga privat (private price) dan harga sosial (social price), analisis penerimaan (revenue) dan analisis keuntungan (profit). 1. Analisis input tradeable dan non tradeable Input yang digunakan dalam usahatani jagung hibrida di Desa Sukadamai Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan dibagi menjadi dua yaitu input tradeable dan input non tradeable. (a) Input tradeable Input tradeable adalah sejumlah input yang diperdagangkan seperti benih, pupuk, dan obat-obatan. Penggunaan input tradeable pada usahatani jagung hibrida di Desa Sukadamai Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan dapat dilihat pada Tabel 28. Tabel 28. Penggunaan input tradeable pada usahatani jagung hibrida per hektar di Desa Sukadamai Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan No 1 2 Input tradeable Benih (kg/ha) Pupuk (kg/ha) a. Urea b. TSP c. NPK 3 d. Kandang Obat-obatan a. Insektisida (ml/ha) b. Herbisida (ml/ha) Sumber : Data primer diolah, 2015 Keterangan (kg) 20 400 250 400 200 800 400 Berdasarkan Tabel 28 di atas bahwa penggunaan input tradeable untuk usahatani jagung hibrida di Desa Sukadamai Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan sudah sesuai dengan anjuran yang ditetapkan dan bahkan lebih besar dari anjuran, seperti penggunaan benih, dimana dalam satu hektar lahan anjuran pemakaian benih yaitu 20 kg per hektar. Begitu juga dengan pemakaian pupuk. Pemakaian pupuk urea mencapai 32 persen dari dosis anjuran atau 400 kg per hektar, sedangkan pupuk TSP mencapai 20 persen dari dosis anjuran atau 250 kg per hektar, sedangkan pupuk NPK mencapai 32 persen dari dosis anjuran atau 400 kg per hektar. Dan pupuk kandang mencapai 16 persen dari dosis anjuran atau 200 kg per hektar. (b) Input non tradeable Input non tradeable adalah sejumlah input yang tidak diperdagangkan sehingga tidak memiliki harga pasar internasional. Input non tradeable meliputi lahan, modal, tenaga kerja dan biaya-biaya lainnya. Penggunaan input non tradeable pada usahatani jagung hibrida dapat dilihat pada Tabel 29. Tabel 29. Penggunaan input non tradeable pada usahatani jagung hibrida per hektar di Desa Sukadamai Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan. No Input non tradeable Keterangan TKDK TKLK Jumlah 1 Tenaga kerja (HOK) a. Pembukaan lahan b. Pembersihan lahan c. Pembuatan lubang d. Penanaman e. Penyulaman f. Pemupukan I g. Pemupukan II h. Pengendalian HPT i. Penyiangan I j. Penyiangan II k. Pemanenan Total HOK 2 Modal kerja (Rp) 3 Pajak (Rp) 4 Biaya penyusutan (Rp) Sumber : Data primer diolah, 2015 2 2 2 2 2,22 2 1,47 2 2 2 2,02 21,71 8.747.882 18.000 206,750 3,31 3 3 3 3,20 3 3 3 3 3 3,5 31,01 5,31 5 5 5 5,42 5 4,7 5 5 5 5,52 50,95 Berdasarkan Tabel 29 bahwa penggunaan input non tradeable pada usahatani jagung hibrida per hektar adalah tenaga kerja yang dihitung dengan Hari Orang Kerja (HOK) dengan upah rata-rata sebesar Rp. 50.000 per HOK, dimana tenaga kerja dibedakan tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) dan tenaga kerja luar keluarga (TKLK). Total tenaga kerja (HOK) sebesar 50,95 HOK. Modal kerja adalah total modal yang dikeluarkan petani dalam usahatani jagung hibrida per hektar selama satu musim tanam yaitu sebesar Rp 9.314.319. Modal kerja yang digunakan untuk usahatani jagung hibrida sebagian besar adalah modal sendiri dan sisanya berasal dari modal pinjaman. Adapun untuk input berupa lahan, petani membayar pajak selama satu tahun. Besarnya pajak yang berlaku bermacam-macam tergantung dengan keadaan dan luas tanah. Biaya penyusutan merupakan biaya yang harus dikeluarkan petani terhadap penyusutan sejumlah peralatan seperti cangkul, arit, golok, sprayer, dan lain-lain. 2. Penentuan harga privat dan harga sosial Dalam analisis PAM, suatu kegiatan ekonomi dapat dipandang dari dua sudut, yaitu (a) sudut privat (private perspective) dan (b) sudut sosial (social perspective). Dalam analisis finansial, keuntungan ditinjau dari pihak yang turut serta melaksanakan aktvitas suatu komoditi sedangkan analisis ekonomi ditinjau dari masyarakat secara keseluruhan (produsen, pelaku tataniaga, konsumen, dan pemerintah) tanpa melihat siapa yang menyumbangkan dan menerima manfaat dari aktivitas tersebut. Perbedaan sudut pandang tersebut membawa konsekuensi pada perbedaan perlakuan terhadap input dan output dari suatu kegiatan usaha, serta hargaharganya. Dalam analisis finansial digunakan harga privat (private price) sedangkan dalam analisis ekonomi digunakan harga sosial (social price). (a) Harga privat (private price) dan harga sosial (social price) output Harga privat adalah harga yang benar-benar dihadapi oleh petani atau harga yang terjadi dalam transaksi yang diterima setelah ada kebijakan pemerintah. Harga output rata-rata yang diterima petani yaitu sebesar Rp 2.200/kg. Harga tersebut merupakan harga rata-rata tertimbang. Hal ini dikarenakan harga dipengaruhi oleh kekuatan penawaran dan permintaan terhadap output. Harga rata-rata tertimbang output diperoleh dengan menjumlahkan perkalian antara harga output yang diterima petani dengan output yang dihasilkan petani kemudian dibagi dengan output keseluruhan yang dihasilkan petani.. Menurut Dinas Pertanian (2005) harga sosial output jagung sebesar Rp 4.979,72/kg. Harga tersebut didapat dari FOB jagung Amerika Serikat sebesar 258 US $/ton (Dinas Pertanian) ditambah dengan biaya pengapalan dan asuransi sebesar 145 US $/ton kemudian dikalikan dengan harga sosial nilai tukar rupiah Mei - Agustus tahun 2014 sebesar Rp 11.874,57/US $ (Bank Indonesia, 2014). Berdasarkan perhitungan tersebut didapatkan harga jagung CIF dalam mata uang domestik sebesar Rp 4.785,45/kg, kemudian ditambahkan dengan biaya bongkar muat, susut dan lain-lain sebesar 5 % dari CIF (Dinas Pertanian) dan biaya transportasi ke propinsi sebesar Rp 10/kg, sehingga didapatkan harga paritas ekspor di pedagang besar Rp 5.034,72/kg, untuk mendapatkan harga paritas ekspor di tingkat petani, maka harga paritas ekspor pedagang besar dikurangi biaya distribusi ke tingkat petani sebesar Rp 55/kg (Desliana,2005), (b) Harga privat (private price) dan harga sosial (social price) input a. Benih. Harga privat benih yaitu sama dengan harga aktualnya, hal ini karena pengadaannya berasal dari dalam negeri serta tidak adanya distorsi baik karena distorsi kebijakan pemerintah maupun distorsi pasar, maka penentuan harga sosialnya didekati dari harga aktualnya. Harga privat benih sebesar Rp 62.000/5kg. b. Pupuk urea, TSP dan NPK. Harga privat pupuk urea, TSP, dan NPK yang digunakan adalah harga rata-rata tertimbang yaitu Rp 2.000/kg, Rp 1.900/kg, dan Rp 2.300/kg. Harga sosial pupuk urea diperoleh dari FOB pupuk urea yaitu sebesar 175,30 US$/ton (Distan) dikalikan dengan harga sosial nilai tukar mata uang menjadi Rp 2.081,61/kg kemudian ditambah dengan biaya bongkar muat, gudang, penyusutan, dan lain-lain sebesar 5 % dari FOB sebesar Rp 104,08/kg dan biaya transportasi Rp 10/kg. Hasil tersebut dikurangi dengan biaya distribusi ke tingkat petani sebesar Rp 55/kg. Berdasarkan perhitungan tersebut maka didapatkan harga sosial pupuk urea sebesar Rp 2.140,69/kg. Harga sosial TSP dan NPK diperoleh dari hasil perkalian antara harga CIF yaitu 185 US$/ton dan 267,00 US$/ton (Distan) dengan harga sosial nilai tukar rupiah ditambah dengan biaya bongkar muat, gudang, penyusutan sebesar 5 % dari nilai FOB kemudian ditambah dengan biaya distribusi ke tingkat petani masing-masing sebesar Rp 55/kg. Berdasarkan perhitungan tersebut maka diperoleh harga sosial pupuk TSP dan pupuk NPK yaitu sebesar Rp 2.371,64/kg dan Rp 3.394,04/kg. c. Obat-obatan Harga sosial obat-obatan sama dengan harga privat, hal ini didasarkan karena subsidi yang diberikan pemerintah untuk obat-obatan (pestisida) telah dicabut pada tahun 1986 (Keppres No. 2 tahun 1986) dan diasumsikan bahwa mekanisme pasar yang terjadi adalah pasar bebas. d. Lahan Harga sosial lahan didekati dengan nilai sewa lahan, hal ini dilandasi bahwa mekanisme pasar lahan berjalan dengan baik yang ditunjukkan berjalannya sistem bagi hasil, sewa-menyewa lahan, beberapa kasus ditemui sistem gadai dan transaksi jual beli lahan. Pada dasarnya harga sewa lahan berbeda-beda tergantung dari kondisi dan kesuburan tanah, namun besarnya tidak jauh berbeda. Harga privat sewa lahan yang berlaku di daerah penelitian adalah Rp 4.000.000/ha/tahun atau Rp 10.000.000/ha/musim. e. Peralatan Harga privat peralatan sama dengan harga sosial yaitu berdasarkan nilai penyusutan per musim. Hal tersebut dikarenakan tidak ada kebijakan pemerintah yang secara langsung mengatur harga peralatan. f. Tenaga kerja Harga privat tenaga kerja yang digunakan adalah upah tenaga kerja yang berlaku di daerah penelitian yaitu Rp 50.000/HOK. Harga sosial tenaga kerja sama dengan harga privatnya. Hal ini dilandasi bahwa mekanisme pasar tenaga kerja di sentra-sentra produksi jagung yang umumnya mempunyai aksessibilitas yang sangat baik mendorong berjalannya pasar tenaga kerja di pedesaan serta makin terintegrasinya pasar tenaga kerja baik antar wilayah maupun antar sektor. g. Nilai tukar rupiah Harga privat nilai tukar rupiah yaitu dengan menggunakan rumus (SER) Shadow Exchange Rate (Gittinger, 1986) sebagai berikut : OER SER = SCF M+X SCF = (M + Tm) + (X –Xt) Keterangan : M X Tx Tm SCF = Nilai impor (Rp) = Nilai ekspor (Rp) = Pajak ekspor (Rp) = Pajak impor (Rp) = Faktor Konversi Baku Nilai tukar resmi yang digunakan harga aktual nilai tukar adalah nilai tukar rata-rata pada Mei - Agustus tahun 2014 sebesar Rp 11.874,57/US $. Sampai kuartal pertama pada tahun 2014, penerimaan negara dari pajak ekspor adalah sebesar Rp 462.000.000, sedangkan nilai ekspor Indonesia sebesar Rp 29.727.571.165. Pajak impor dan bea masuk sebesar Rp 14.940.800.000, sedangkan nilai impor Indonesia sebesar Rp 33.746.007.788. Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh angka konversi baku (SCF) tahun 2014 sebesar 0,814, sehingga harga bayangan nilai tukar mata uang (SER) adalah Rp 11.874,57/US $. h. Tingkat suku bunga Tingkat suku bunga yang digunakan adalah tingkat suku bunga yang berlaku yaitu sebesar 19,25 %/tahun (Bank BRI,2015) ditambah dengan tingkat inflasi sebesar 3,99 %/tahun (Bank Indonesia,2014), sehingga diperoleh tingkat suku bunga sosial sebesar 23,24 %/tahun. 3. Analisis Keuntungan Privat dan Sosial a. Analisis pendapatan privat Pendapatan privat merupakan selisih penerimaan total dengan total biaya yang dihitung berdasarkan harga aktual yang berlaku di daerah penelitian. Penerimaan total merupakan hasil perkalian antara output yang dihasilkan dengan harga output yang diterima petani pada tingkat harga yang berlaku, sedangkan harga total adalah jumlah biaya yang dikeluarkan baik tunai maupun biaya yang diperhitungkan. Biaya yang dikeluarkan pada usahatani jagung hibrida terdiri dari biaya benih, pupuk, obat-obatan, sewa lahan, tenaga kerja, penyusutan, dan bunga modal, serta pajak. Tabel 30. No Komponen biaya privat usahatani jagung hibrida perhektar di Desa Sukadamai Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan. Komponen biaya Nilai (Rp) Persentase 1 Benih 1.240.000 2 Pupuk urea 800.000 3 Pupuk TSP 475.000 4 Pupuk NPK 920.000 5 Pupuk Kandang 200.000 6 Pestisida 915.000 7 Tenaga kerja 2.636.000 8 Penyusutan 206.750 9 Pajak 18.000 10 Biaya Traktor 400.000 11 Total biaya (A) 7.810.750 12 Bunga modal (B) 1.503.569 13 Total Biaya (A+B) 9.314.319 Sumber : Data primer diolah, 2015 13,31 8,58 5,09 9,87 2,14 9,82 28,30 2,21 0,19 4,29 83,85 16,14 100,00 Tabel 30 menunjukkan bahwa komponen biaya terbesar adalah biaya tenaga kerja, khususnya dalam hal penanaman dan pemanenan. Kegiatan penanaman membutuhkan tenaga paling banyak karena kegiatan yang dilakukan dalam penanaman dibagi dalam beberapa kegiatan yaitu membuat lubang tanam dengan tajuk, memasukkan benih kedalam lubang tanam, dan menutup lubang tanam dengan tanah atau dengan pupuk kandang agar benih terjaga kelembabannya dan tidak dimakan oleh binatang seperti burung dan semut, sehingga tenaga yang diperlukan paling banyak. Kegiatan pemanenan juga membutuhkan tenaga kerja yang banyak, hal ini dikarenakan kegiatan pemanenan juga dibagi dalam beberapa kegiatan yaitu mengupas kelobot jagung, memasukkan jagung ke dalam karung, dan membawa atau mengangkut jagung yang telah dimasukkan kedalam karung ke tepi jalan untuk diangkut atau dibawa pulang. Berdasarkan Tabel 30 di atas juga dapat dilihat total biaya privat yang benar-benar dikeluarkan atau dibayarkan petani pada usahatani jagung hibrida. Untuk mengetahui besarnya keuntungan, biaya-biaya tersebut dikurangkan dengan penerimaan usahatani, yaitu hasil perkalian antara produksi dan harga jual, seperti pada Tabel 31 berikut. Tabel 31. Pendapatan privat per hektar usahatani jagung hibrida di Desa Sukadamai Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan No Komponen 1 Produksi (kg) 2 Harga jual (Rp/kg) 3 Penerimaan (Rp) 4 Total Biaya (Rp) Keuntungan (Rp) Sumber : Data primer diolah, 2015 Keterangan 6.500 2.200 14.300.000 9.314.319 4.985.681 Berdasarkan Tabel 31 bahwa keuntungan privat usahatani jagung hibrida sebesar Rp pengurangan 4.985.681. Keuntungan privat ini didapatkan dari penerimaan dengan total biaya yang dikeluarkan. Keuntungan privat ini masih sangat kecil dan bahkan lebih besar dari total biaya yang dikeluarkan, kondisi ini terjadi karena harga jual jagung yang sangat rendah yaitu Rp 2.200/kg. b. Analisis pendapatan social Analisis pendapatan sosial dihitung berdasarkan harga sosial atau harga yang terjadi di pasar dunia bila dilakukan pasar bebas. Harga yang dipakai adalah harga perbatasan (border price) yaitu harga CIF ditambah biaya tataniaga sampai ke lokasi apabila input/output adalah barang impor, atau harga FOB dikurangi biaya tataniaga apabila input/output tersebut barang ekspor. Tabel 32. Komponen biaya sosial usahatani jagung hibrida per hektar di Desa Sukadamai Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan. No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Komponen biaya Benih Pupuk urea Pupuk TSP Pupuk NPK Pestisida Pupuk Kandang Tenaga kerja Penyusutan Pajak Sewa Traktor Total biaya (A) Bunga modal (B) Total Biaya (A+B) Nilai (Rp) 1.240.000 856.276 592.910 1.357.616 915.000 100.000 2.636.000 206.750 18.000 400.000 7.729.642 1.934.161 10.256.713 Persentase 12,08 8,34 5,78 13,23 8,92 0,97 25,70 2.01 0,17 3,89 75,36 18,85 100 Sumber : Data primer diolah, 2015 Tabel 32 menunjukkan bahwa biaya sosial usahatani jagung hibrida yang terbesar adalah biaya tenaga kerja, yaitu mencapai 25,70 persen. Total biaya sosial usahatani jagung hibrida berbeda dengan total biaya privat usahatani jagung hibrida, yaitu Rp 9.314.319 untuk biaya privat dan Rp 10.256.713 untuk biaya sosial. Penerimaan sosial lebih besar dari penerimaan privat karena harga output sosial lebih tinggi dibandingkan harga output privat. Pada harga output privat, harga yang berlaku yaitu Rp 2.200/kg, sedangkan pada harga output sosial, harga yang berlaku yaitu Rp 5.035/kg, sehingga mengakibatkan penerimaan sosial yang diterima semakin tinggi yaitu sebesar Rp 32.725.680 seperti tampak pada Tabel 34. Tabel 33. Pendapatan sosial per hektar usahatani jagung hibrida di Desa Sukadamai Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan. No 1 2 3 4 Komponen Keterangan Produksi (kg) 6.500 Harga jual (Rp/kg) 5.035 Penerimaan (Rp) 32.725.680 Total Biaya (Rp) 10.256.713 Keuntungan (Rp) 22.468.967 Sumber : Data primer diolah, 2015 4. Analisis Kebijakan a. Analisis Keuntungan Finansial dan Ekonomi Perhitungan analisis keuntungan finansial (privat), penerimaan dan biaya dihitung berdasarkan harga yang benar-benar diterima dan dibayarkan oleh petani/produsen suatu komoditi. Harga tersebut telah dipengaruhi oleh adanya kegagalan pasar atau adanya kebijakan pemerintah pada usahatani jagung baik yang berupa subsidi, proteksi, pembebasan bea masuk, pajak, maupun kebijakan lainnya. Perhitungan analisis keuntungan ekonomi (sosial), penerimaan dan biaya dihitung berdasarkan harga yang terjadi pada keadaan pasar persaingan sempurna dimana tidak ada kegagalan pasar/distorsi pasar dan intervensi kebijakan pemerintah. Alat analisis yang digunakan untuk menganalisis keuntungan ekonomi dan finansial adalah Matrik Analisis Kebijakan (Policy Analysis Matrix) yang disusun berdasarkan data penerimaan, biaya produksi dan biaya tataniaga yang dibagi dalam dua bagian yaitu harga privat dan harga sosial. Nilai penerimaan, biaya produksi dan biaya tataniaga kemudian dihitung ke dalam biaya privat dan sosial, selanjutnya dialokasikan ke dalam komponen tradeable dan non tradeable. Berdasarkan perhitungan, maka dapat disusun matrik PAM seperti pada tabel berikut. Tabel 34. Matrik Analisis Kebijakan usahatani jagung hibrida di Desa Sukadamai Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan (per hektar) Input Non Tradeable 4.703.931 Keuntungan 14.300.000 Biaya Input Tradeable 4.676.250 Harga sosial 32.725.680 5.379.586 4.635.768 22.710.326 Divergensi (18.425.680) (703.336) 68.163 (17.790.507) N o Uraian Penerimaan 1 Harga privat 2 3 4.919.819 Keterangan : (…) bernilai negatif Berdasarkan hasil perhitungan keuntungan finansial dan keuntungan ekonomi, pengembangan komoditi jagung di Kabupetan Lampung Selatan layak untuk diusahakan baik secara finansial maupun ekonomi. Hal ini dapat dilihat dari keuntungan yang diperoleh petani. Keuntungan finansial yang diperoleh petani sebesar Rp 4.919.819 dan keuntungan ekonomi sebesar Rp 22.710.326 dari lahan satu hektar. Hasil analisis menunjukkan bahwa keuntungan ekonomi yang diperoleh petani lebih tinggi dibandingkan keuntungan finansial. Hal ini disebabkan oleh harga output yang diterima oleh petani adalah sebesar Rp 2.200/kg sedangkan harga yang terjadi di pasaran internasional adalah sebesar Rp 5.035/kg. keunggulan finansial dengan keuntungan Perbedaan ekonomi antara menunjukkan adanya divergensi yang disebabkan oleh harga yang diterima petani lebih rendah dari harga sosial (harga yang seharusnya diterima oleh petani). Rendahnya harga privat jagung disebabkan oleh beberapa faktor seperti pajak ekspor yang ditetapkan pemerintah, adanya retribusiretribusi yang dialami pihak pabrik atau eksportir, serta pajak lain yang berakibat pada rendahnya harga yang diterima oleh petani dibandingkan dengan harga yang sesungguhnya. Begitupun dengan mobilitas input maupun output juga turut mempengaruhi terutama terhadap biaya pupuk, biaya pengangkutan, dan biaya lainnya yang tidak terduga. Faktor lain yang menyebabkan harga jagung yang diterima oleh petani disebabkan oleh pola tanam petani yang mengakibatkan terjadinya kelebihan penawaran (supply) pada waktu panen sehingga mengakibatkan terjadinya permainan harga oleh pihak pabrik, selain itu juga kualitas jagung yang masih rendah yang belum sesuai dengan kualitas yang diinginkan oleh pihak pabrik juga menyebabkan harga jual jagung masih rendah. V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa : 1. Berdasarkan hasil perhitungan keuntungan petani jagung hibrida di Desa Sukadamai Kecamatan Natar Kabupetan Lampung Selatan sebesar Rp. 4.985.681. Keuntungan ini didapat dari pengurangan penerimaan (Rp. 14.300.000) dengan total biaya yang dikeluarkan (Rp. 9.314.319). Sedangkan penerimaan didapat dari produksi petani per 1 ha (6.500/kg) dikali dengan harga jagung yang berlaku (2.200/kg) 2. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa PCR (0,49) < 1, berarti sistem komoditi yang diteliti memiliki keunggulan kompetitif dan sebaliknya jika PCR > 1, berarti sistem komoditi tidak memiliki keunggulan kompetitif. Sedangkan DRC (0,17) < 1, berarti sistem komoditi mempunyai keunggulan komparatif dan sebaliknya jika DRC > 1, tidak memiliki keunggulan komparatif. Berdasarkan hasil analisis komoditi jagung di Desa Sukadamai Kecamatan Natar Kabupetan Lampung Selatan layak untuk diusahakan baik secara finansial maupun ekonomi. B. Saran Saran yang dapat diberikan peneliti dari hasil penelitian ini adalah : 1. Petani sebagai produsen jagung, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa usahatani jagung memiliki keunggulan finansial dan keunggulan ekonomi sehingga layak dan menguntungkan untuk diusahakan. Petani diharapkan memiliki sistem pemeliharaan kebun yang baik untuk dapat meningkatkan produksi agar dapat memenuhi permintaan jagung. 2. Peneliti lain, sebaiknya melakukan penelitian sejenis pada berbagai tipe lahan yang berbeda, sehingga secara komprehensif dapat diketahui daya saing jagung hibrida pada berbagai tipe lahan. DAFTAR PUSTAKA Abdi Tani Vol. 6. No. 1/Edisi XXII Januari-Maret 2005. Jagung Andalan Pasti Pengembangan Agribisnis di Propinsi Sulsel. Surabaya. Agustina, R. 2001. Analisis Pendapatan Usahatani Jagung Hibrida dan Non Hibrida Serta Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya di Kecamatan Trimurjo Lampung Tengah. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 73 halaman. Alimuso, S. 2006. Peluang Emas dari Butiran Jagung. Kompas. Jakarta. Anonymos. 1993. Budidaya Jagung Hibrida. Sekretariat Pembina Harian Bimas Propinsi Lampung. Arsyad S. 1988. Konversi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor. Badan Pusat Statistik Propinsi Lampung. 2013. Lampung dalam Angka. BPS Propinsi Lampung. Badan Pusat Statistik Propinsi Lampung. 2013. Lampung dalam Angka. Kerjasama Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan dan Badan Pusat Statistik Propinsi Lampung. Bank Indonesia. 2014. Kurs Transaksi BI. nilai%20tukar/kurs/default%20%20Bank%20Sentral%20Republik%20Indonesia.htm. Diakses 27 November 2015. Desliana, M. 2005. Analisis Daya Saing dan Efesiensi Usahatani Padi Organik di Propinsi Lampung. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 73 halaman. Desmon. 1992. Analisis Permintaan Benih Jagung Hibrida di Tingkat Petani di Kecamatan Bangunrejo Lampung Tengah. Skripsi Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 94 halaman. Gittinger. J.P. 1993. Analisis Proyek-Proyek Pertanian; Edisi II. Diterjemahkan Oleh P. Sutomo dan K. Magin. Universitas Indonesia Press. Jakarta. 579 halaman. Gittinger, J.P. 1986. Analisis Proyek-Proyek Pertanian; Edisi II. Diterjemahkan oleh P. Sutomo dan K. Magin. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Gray, C., Kadariah, dan L. Karlina. 1995. Pengantar Evaluasi Proyek. FEUI. Jakarta. 104 halaman. Kadariah. 1994. Teori Ekonomi Mikro. FEUI. Jakarta. 207 halaman. Kasryno, F., E. Pasandaran, dan A.M. Fagi. 2003. Ekonomi Jagung Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta. Marti, V.V. 2003. Analisis Permintaan Benih Jagung Hibrida di Tingkat Petani di Kecamatan Kalirejo Kabupaten Lampung Tengah. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 62 halaman. Monke, E.A. dan S.R. Pearson. 1995. The Policy Analysis Matrix for Agricultural Development. Correll University Press. New York. 280 halaman. Pearson, S., C. Gorsch, dan S. Bachri . 2005. Aplikasi Policy Analysis Matrix Pada Pertanian Indonesia. Yayasan Obor Indonesia. 398 halaman. Rachman, B., dan T. Sudaryanto. 2002. Kemampuan Daya Saing Sistem Usahatani Padi. Jurnal Sosio Ekonomika. Edisi Juni 2002. Hal. 31-44. Setyowati, D. 1996. Analisis Keunggulan Kompetitif dan Komparatif Serta Dampak Kebijaksanaan Komoditas Pisang di Propinsi Lampung. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 108 halaman. Sugiarto, D. Siagian, L.S. Sunarto, dan D.S. Oetomo. 2003. Teknik Sampling. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Suprapto, H.S. 1995. Bercocok Tanam Jagung. Penebar Swadaya. Jakarta. 30 halaman. Simatupang, P. 2003. Daya Saing dan Efisiensi Usahatani Jagung Hibrida di Indonesia. Jurnal. Badan Litbang Pertanian. Tjandramukti. 1999. Strategi Menuju Swasembada Jagung Nasional. Abdi Tani Edisi 1 Januari 1999. Surabaya. Tjionger’s, M. 2001. Jagung Hibrida, Komoditas Andalan Sulawesi Selatan. Majalah Abdi Tani. Vol. 2. No. 5/Edisi VIII Juli – September 2001. Surabaya. Kadariah. 1978. Teori Ekonomi Mikro. Jakarta. Lembaga Penerbit FE UI Monografi Desa Sukadamai. 2014. Desa Sidorejo. Balai Desa Sukadamai.