analisis keuntungan, daya saing usahatani jagung

advertisement
ANALISIS DAYA SAING USAHATANI JAGUNG HIBRIDA DI DESA
SUKADAMAI KECAMATAN NATAR KABUPATEN LAMPUNG
SELATAN
Skripsi
Oleh
Robi Kurnia Adriansyah
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
STIPER DHARMA WACANA METRO
2016
ANALISIS DAYA SAING USAHATANI JAGUNG HIBRIDA DI DESA
SUKADAMAI KECAMATAN NATAR KABUPATEN LAMPUNG
SELATAN
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar
SARJANA PERTANIAN
Oleh
Robi Kurnia Adriansyah
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
STIPER DHARMA WACANA METRO
2016
ABSTRAK
ANALISIS DAYA SAING USAHATANI JAGUNG HIBRIDA DI DESA
SUKADAMAI KECAMATAN NATAR KABUPATEN LAMPUNG
SELATAN
Oleh
Robi Kurnia Adriansyah
Jagung sebagai komoditas penting bahan pangan pokok, bahan baku industri dan
pakan ternak.
Produktivitas jagung di Desa Sukadamai Kecamatan Natar
Kabupaten Lampung Selatan pada saat ini masih tergolong rendah (5,01 ton per
hektar) dibandingkan produksi jagung yang bisa mencapai
8 – 12 ton per
hektar. Kondisi tersebut disebabkan oleh penurunan luas areal tanam jagung,
terbatasnya modal para petani, dan mahalnya harga pupuk.
Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui pendapatan petani jagung hibrida
dan menganalisis daya saing usahatani jagung hibrida di desa Sukadamai
Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan.
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode kulitatif dan kuntitatif.
Data yang diperlukan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder,
data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan petani menggunakan
teknik : (1) Kuisioner / daftar pertanyaan, (2) wawancara langsung, (3) Observasi
/ pengamataan pada area penelitian. Sedangkan data sekunder adalah data yang
didapat dari Dinas/Instansi yang berkaitan dengan penelitian. Populasi adalah
seluruh petani jagung hibrida di desa Sukadamai Kecamatan Natar Kabupaten
Lampung Selatan, yang berjumlah 240 petani. Dengan rumus Sugiarto, maka
didapat jumlah sample sebanyak 44 petani. Untuk mengetahui pengukuran
analisis daya saing yaitu dengan menggunakan Policy Analysis Matrix (PAM).
Hasil penelitian menujukan bahwa PCR (0,49) < 1, berarti sistem komoditi yang
diteliti memiliki keunggulan kompetitif dan sebaliknya jika PCR > 1, berarti
sistem komoditi tidak memiliki keunggulan kompetitif. Sedangkan DRC (0,17) <
1, berarti sistem komoditi mempunyai keunggulan komparatif dan sebaliknya jika
DRC > 1, tidak memiliki keunggulan komparatif. Berdasarkan hasil analisis
komoditi jagung di Desa Sukadamai Kecamatan Natar Kabupetan Lampung
Selatan layak untuk diusahakan baik secara finansial maupun ekonomi.
Kata Kunci : Jagung Hibrida, Daya Saing Usahatani
Judul Skripsi
: ANALISIS DAYA SAING USAHATANI
JAGUNG HIBRIDA DI DESA SUKADAMAI
KECAMATAN NATAR KABUPATEN
LAMPUNG SELATAN
Nama Mahasiswa
: Robi Kurnia Adriansyah
Nomor Pokok Mahasiswa
: 12210002.P
Jurusan
: Agribisnis
Program Studi
: Agribisnis
Menyetujui,
1. Komisi Pembimbing
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Supriyadi, SE., M.T.A
NIP. 196204271992031001
Dayang Berliana, SP., M.Si
NIP. 0222078601
2. Ketua Jurusan
Ismalia Afriani, SP., M.Si
NIP. 197504172005012001
MENGESAHKAN
1.
2.
Tim Penguji
Ketua
: Supriyadi, SE., M.T.A.
Penguji Utama
: Ainul Mardliyah, SP. M.Si
Anggota
: Dayang Berliana, SP. M.Si
Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Dharma Wacana
Kota Metro
Ir. Rakhmiati, M.T.A
NIP. 196302161990031003
Tanggal Lulus Ujian Skripsi :
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Metro, pada tanggal 27 November 1989. Penulis merupakan
anak bungsu dari dua bersaudara, Putra dari Bapak R. Masjhursyah dan Ibu
Suyati.
Pendidikan Sekolah Dasar (SD) penulis diselesaikan di SD N 1 Rajabasa lama
Lampung Timur (lulus tahun 2003), Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP N
1 Labuhan Ratu (lulus tahun 2006), dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA
TUNAS BANGSA Metro (Lulus tahun 2009).
Pada tahun 2012 melanjutkan pendidikan pada Sekolah Tinggi Pertanian
(STIPER) Dharma Wacana Metro, Jurusan Agribisnis.
Kuliah Kerja Nyata (KKN) dilaksanakan di kecamatan Metro Barat, Metro Timur
dan Metro Selatan pada tahun 2013.
PERSEMBAHAN
Dengan mengucap rasa syukur
Alhamdulilah, kupersembahkan karya kecilku ini
untuk orang – orang yang kusayangi :

Ayah Ibu tercinta, terimakasih atas segala kasih sayang, semangat dan doa
yang kau berikan.

Kakak, Istri dan Anakku, Shaka Ibadil Kiram yang setia mendampingi dan
mendoakan demi keberhasilanku.

Almamater Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian (STIPER) Dharma Wacana
Metro yang telah memberikan saran, kritik yang membantu kepada
penyusun.
MOTTO
Sebuah tantangan akan selalu menjadi beban,
Jika itu hanya dipikirkan.
Sebuah cita – cita juga adalah beban,
Jika itu hanya angan – angan.
Sesuatu akan menjadi kebanggaan,
Jika sesuatu itu dikerjakan,
Dan bukan hanya di pikirkan.
Sebuah cita – cita akan menjadi kesuksesan,
Jika kita awali dengan bekerja untuk mencapainya.
Bukan hanya menjadi impian.
Ingatlah bahwa kesuksesan selalu disertai dengan kegagalan,
Kita akan sukses jika belajar dari kesalahan.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya. Sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi
ini sebagai salah satu sayarat untuk mencapai gelar Sarjana Pertanian pada
Program Studi Fakultas Agribisnis Universitas Dharma Wacana Metro Kota
Metro.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1.
Ibu Ir. Rakhmiati, M.TA. selaku Ketua Sekolah Tinggi Pertanian Dharma
Wacana Metro.
2.
Ibu Ismalia Afriani, S.P., M.Si., selaku Ketua Jurusan Agribisnis Fakultas
Pertanian Stiper Dharma Wacana Metro
3.
Bapak Supriyadi, SE. M.T.A. selaku Pembimbing I, atas saran dan bimbingan
yang selama ini diberikan kepada penulis.
4.
Ibu Dayang Berliana, SP., M.Si. selaku Pembimbing II, atas segala saran,
bimbingan, dan kesempatan yang diberikan kepada penulis.
5.
Ibu Ainul Mardliyah, SP. M.Si. selaku penelaah yang telah memberikan
saran, dukungan, masukkan, serta arahan sampai terselesaikan penyusunan
skripsi ini.
6.
Bapak dan Ibu dosen di lingkungan Stiper Dharma Wacana Metro atas
dorongan dan kebersamaan yang telah diberikan.
7.
Semua pihak yang telah membantu demi terselesainya skripsi ini yang tidak
dapat disebutkan satu-per satu.
Penulis
menyadari
bahwa
dalam
penyusunan
skripsi
ini
masih
terdapat
kekurangan, baik teknik penulisan ataupun materi penulisan, untuk itu penulis
berharap saran san masukkan dari pemerhati semua demi kesempurnaan skripsi
ini.
Akhir
kata
penulis
berharap
semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi
pengembangan dunia ilmu pengetahuan terutama di bidang pertanian.
Metro, Februari 2016
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ….……………………………………………….
i
ABSTRAK ..............................................................................................
ii
PERSETUJUAN .....................................................................................
iii
PENGESAHAN .....................................................................................
iv
RIWAYAT HIDUP ...............................................................................
v
PERSEMBAHAN .................................................................................
vi
MOTTO .................................................................................................
vii
KATA PENGANTAR ..........................................................................
viii
DAFTAR ISI ........................................................................................
ix
DAFTAR TABEL ……………………………………………………
xii
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………
xiv
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................
1
B. Perumusan Masalah .................................................................
9
C. Tujuan Penelitian .....................................................................
10
D. Kegunaan Penelitian ................................................................
10
II.
III.
TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN
HIPOTESIS
A. Tinjauan Pustaka .....................................................................
12
1. Tinjauan Agronomis Jagung ...............................................
12
2. Konsep Usahatani Dan Pendapatan ......................................
16
3. Konsep Daya Saing Usahatani Jagung..................................
18
4. Model Analisis PAM (Policy Analysis Matrix) ..................
20
a. Metode penentuan harga bayangan .................................
b. Harga bayangan output dan input ....................................
c. Keunggulan kompetitif ....................................................
d. Keunggulan komparatif ...................................................
e. Kebijakan pemerintah terhadap input, output, dan inputoutput ................................................................................
25
26
28
29
B. Hasil Penelitian Terdahulu ......................................................
33
C. Kerangka Pemikiran ................................................................
35
D. Hipotesis ..................................................................................
39
30
METODE PENELITIAN
A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional ..................................
40
B. Lokasi Penelitian, Responden, dan Waktu Penelitian .............
45
C. Metode Pengambilan Data .......................................................
47
D. Alat Analisis dan Pengujian Hipotesis ....................................
47
1. Analisis Pendapatan ............................................................
48
2. Analisis Daya Saing ............................................................
49
a. Identifikasi input dan output .............................................
b. Penentuan alokasi biaya ..................................................
c. Penentuan harga sosial ....................................................
d. Efisiensi finansial dan efisiensi ekonomi ........................
e. Dampak kebijakan pemerintah ........................................
51
51
52
55
57
3. Analisis sensitivitas .............................................................
IV.
59
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Keadaan Wilayah ....................................................................
61
1. Letak Geografis .....................................................................
61
2. Luas Wilayah Dan Tipe Vegetasi .......................................
61
3. Topografi dan Iklim ............................................................
62
4. Demografi/Kependudukan ..................................................
62
5. Jumlah Penduduk Berdasarkan Pendidikan...........................
63
6. Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian ..........................
64
7. Penduduk Berdasarkan Agama ...........................................
65
B. Pemerintahan Desa ..................................................................
66
C. Keadaan Umum Petani Responden
1. Identitas Responden ............................................................
68
2. Umur petani jagung .............................................................
68
3. Pendidikan petani jagung ....................................................
69
4. Mata Pencaharian Petani .....................................................
70
5. Luas lahan usahatani ...........................................................
70
6. Pengalaman Petani ..............................................................
71
7. Jumlah tanggungan keluarga petani responden ....................
72
8. Pekerjaan sampingan petani responden ...............................
73
9. Permodalan petani ...............................................................
74
B. Keragaan Usahatani ................................................................
75
1. Pola tanam ...........................................................................
75
V.
2. Budidaya jagung di daerah penelitian .................................
76
C. Penggunaan Sarana Produksi ...................................................
78
1. Penggunaan benih ...............................................................
78
2. Penggunaan pupuk urea, TSP, NPK dan Kandang .............
80
3. Penggunaan obat-obatan .....................................................
81
4. Penggunaan tenaga kerja .....................................................
82
D. Produksi dan Penerimaan ........................................................
84
E. Analisis Kebijakan PAM .........................................................
86
1. Analisis input tradeable dan non tradeable ........................
86
2. Penentuan harga privat dan harga sosial .............................
89
3. Analisis keuntungan privat dan sosial .................................
94
a. Analisis pendapatan privat ..............................................
b. Analisis pendapatan sosial ..............................................
94
97
4. Analisis kebijakan ...............................................................
98
a. Analisis keuntungan finansial dan ekonomi ....................
98
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan .........................................................................
102
B. Saran ...................................................................................
103
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN - LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1. Produksi, luas panen, dan produktivitas jagung di sentra produksi jagung di
indonesia tahun 2013
.......................................................................................................
4
2. Produksi jagung menurut provinsi di Pulau Sumatra, tahun 2009 – 2013 5
3. Perkembangan luas areal, produksi, dan produktivitas jagung di Provinsi
Lampung
tahun 2009 – 2013 ......................................................................
6
4. Produksi dan luas panen jagung di Provinsi Lampung
Kabupaten/Kota,
tahun 2013 ..................................................................................
menurut
7
5. Luas areal panen, produksi, dan produktivitas tanaman jagung di masing
-masing kecamatan di Kabupaten Lampung Selatan tahun 2014 ...
8
6. Format dasar Matrik Analisis Kebijakan (Policy Analysis Matriks) .... 21
7. Matrik Analisis Kebijakan (Policy Analysis Matriks) ..............
50
8. Penentuan alokasi biaya produksi ke dalam komponen domestik dan asing
52
9. Penentuan harga paritas ekspor output .....................................
53
10. Penentuan harga paritas impor input ..........................................
54
11. Luas wilayah dan Tipe Vegetasi ...............................................
61
12. Jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur di Desa Sukadamai Kecamatan
Natar Kabupaten Lampung Selatan....................................
63
13. Jumlah penduduk berdasarkan pendidikan di Desa Sukadamai Kecamatan
Natar Kabupaten Lampung Selatan...........................................
64
14. Jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian di Desa Sukadamai
Kecamatan
Natar Kabupaten Lampung Selatan .......................................
64
15. Jumlah penduduk berdasarkan agama di Desa Sukadamai Kecamatan Natar
Kabupaten Lampung Selatan .............................................
65
16. Klasifikasi umur petani responden di Desa Sukadamai Kecamatan Natar
Kabupaten Lampung Selatan……........................................
68
17. Klasifikasi pendidikan petani responden di Desa Sukadamai Kecamatan
Natar Kabupaten Lampung Selatan .......................................
69
18. Sebaran mata pencaharian petani responden di Desa Sukadamai
Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan .................
70
19. Sebaran luas lahan petani responden di Desa Sukadamai Kecamatan
Natar Kabupaten Lampung Selatan ..................................
71
20. Klasifikasi pengalaman usahatani petani responden di Desa Sukadamai
Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan ................
72
21. Klasifikasi jumlah tanggungan keluarga petani responden di Desa
Sukadamai Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan.....
73
22. Jumlah petani responden yang memiliki pekerjaan sampingan di Desa
Sukadamai Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan.....
74
23. Jenis jagung hibrida yang digunakan oleh petani responden di Desa
Sukadamai Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan.....
79
24. Rata – rata penggunaan pupuk per usahatani dan per hektar oleh petani
responden di Desa Sukadamai Kecamatan Natar Kabupaten
Lampung Selatan ..............................................................
80
25. Jenis – jenis pestisida yang banyak digunakan petani dalam usahatani
jagung di Desa Sukadamai Kecamatan Natar Kabupaten
Lampung Selatan ……...........................................................
82
26. Penggunaan tenaga kerja rata – rata per usahatani dan per hektar untuk
usahatani jagung hibrida di Desa Sukadamai Kecamatan Natar Kabupaten
Lampung Selatan dalam satuan Hari Orang Kerja (HOK)........
83
27. Analisis keuntungan usahatani jagung hibrida per hektar di Desa Sukadamai
Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan .....................
85
28. Penggunaan input tradeable pada usahatani jagung hibrida per hektar di
Desa Sukadamai Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan
87
29. Penggunaan input non tradeable pada usahatani jagung hibrida per hektar di
Desa Sukadamai Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan
88
30. Komponen biaya privat usahatani jagung hibrida per hektar di Desa
Sukadamai Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan ......
95
31. Pendapatan privat per hektar usahatani jagung hibrida di Desa Sukadamai
Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan...............
96
32. Komponen biaya sosial usahatani jagung hibrida per hektar di Desa
Sukadamai Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan....
33. Pendapatan sosial usahatani jagung hibrida per hektar di Desa
Sukadamai Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan ...
34. Matrik Analisis Kebijakan usahatani jagung hibrida di Desa
Sukadamai Kecamatan Natar Kabupaten
Lampung Selatan (per hektar)
99
97
98
DAFTAR GAMBAR
1. Kerangaka pemikiran Analisis Daya Saing Usahatani Jagung Hibrida di Desa
Sukadamai Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan ....
38
2. Struktur Pemerintahan Desa Sukadamai Kecamatan Natar Kabupaten
Lampung Selatan ..............................................................
66
Pola tanam jagung di Desa Sukadamai Kecamatan Natar Kabupaten Lampung
Selatan .......................................................................................
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan pertanian dilaksanakan dalam rangka memenuhi kebutuhan
rakyat
akan
pangan,
dan
meningkatkan
pendapatan,
serta
membantu
memantapkan swasembada pangan. Peningkatan produksi tanaman pangan
antara lain dilaksanakan melalui peningkatan produktivitas usahatani yang
didukung dengan pemanfaatan teknologi.
Pembangunan di bidang ketahanan pangan merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari pembangunan nasional. Pangan mempengaruhi kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dalam rangka menjamin stabilitas
yang diperlukan bagi pertumbuhan ekonomi nasional, serta terwujudnya
ketahanan pangan yang berbasis pada keragaman sumber daya bahan pangan
dalam jumlah dan mutu yang dibutuhkan pada tingkat harga yang terjangkau
dengan memperhatikan peningkatan pendapatan petani serta peningkatan
produksi.
Komoditas jagung merupakan salah satu komoditas yang strategis dalam
rangka swasembada pangan nasional. Permintaan terhadap komoditas jagung
akhir-akhir ini menunjukkan adanya peningkatan.
Peningkatan ini tidak
terlepas dari semakin tingginya permintaan jagung untuk kebutuhan bahan
pangan
pokok,
menunjukkan
bahan
adanya
baku
industri maupun pakan ternak.
implikasi bahwa
komoditas
Hal ini
jagung kini memiliki
peranan yang sangat penting.
Tingginya permintaan akan komoditas jagung akhir-akhir ini disebabkan oleh
adanya permintaan jagung di pasar internasional, dimana sejumlah negara saat
ini mengembangkan bahan bakar nabati (BBN) yang menggunakan jagung
sebagai bahan baku pembuatan ethanol yang berfungsi sebagai bahan
pengganti bensin.
sebagai
upaya
Pengembangan bahan bakar nabati (BBN) dilakukan
mengurangi
ketergantungan
pada
minyak
bumi
yang
cadangannya semakin menipis, dan harganya pun terus melonjak naik.
Menurut Alimuso (2006), seiring dengan trend penggunaan bahan bakar
nabati (BBN), para produsen utama jagung dunia (Cina dan Amerika) telah
menyatakan
akan
mengurangi ekspor
jagungnya.
Selama tahun 2005,
pemakaian jagung untuk ethanol di Amerika telah mencapai 50 juta ton atau
sekitar 20 persen dari kebutuhan jagung di sana. Pada tahun 2006, bahkan
menjadi 55 juta ton atau sekitar 22 persen, dan pada tahun 2008 saat ini
diperkirakan akan mengalami peningkatan menjadi 82 juta ton (30 persen).
Indonesia memiliki peluang untuk merebut peran yang ditinggalkan oleh
Amerika dan Cina sebagai pemasok utama jagung dunia. Namun negeri ini
ternyata baru mampu mengekspor jagung rata-rata sekitar 40.000 hingga
150.000 ton per tahun. Skala ini berbanding terbalik dengan angka impor
jagung yang mencapai 400.000 sampai 1,8 juta ton per tahun. Oleh sebab itu,
Indonesia masih merupakan negara net importer jagung (Alimuso, 2006).
Berbagai usaha telah dilakukan oleh pemerintah dalam rangka memenuhi
kebutuhan jagung nasional baik secara intensifikasi maupun ekstensifikasi
seperti program INMAS, GEMA PALAGUNG 2001 dan lain-lain. Namun,
masih saja kebutuhan jagung secara nasional belum terpenuhi.
Pengembangan
jagung
yang
dicanangkan
pemerintah
dalam
rangka
peningkatan produktivitasnya, dilakukan dengan dua cara yaitu ekstensifikasi
dan
intensifikasi.
Penerapan ekstensifikasi yang membutuhkan tambahan
lahan sepertinya lebih sulit. Hal ini disebabkan lahan produktif yang ada saat
ini sudah berkurang akibat konversi atau pengalihan fungsi seperti untuk
fasilitas umum. Kalaupun bisa, ekstensifikasi lebih memungkinkan dilakukan
di luar Pulau Jawa dengan pembukaan hutan. Namun, hal ini mengandung
resiko yang tidak sedikit karena jika hutan-hutan dikonversi menjadi lahan
pertanian maka kawasan perhutanan akan berkurang dan merusak ekologi.
Oleh karenanya intensifikasi merupakan pilihan utama yang sangat tepat
dalam upaya peningkatan produksi terutama untuk pengembangan jagung.
Intensifikasi akan dapat meningkatkan produksi jagung secara signifikan,
sehingga dapat mencapai swasembada jagung sekaligus memenuhi permintaan
pasar dalam negeri yang akhir-akhir ini terus meningkat seiring dengan
meningkatnya laju pertumbuhan jumlah penduduk dan kebutuhan industri
pakan ternak. Upaya intensifikasi ini bisa dilakukan dengan menekankan pada
peningkatan kualitas produk melalui perbaikan teknik budidaya dengan
menggunakan benih hibrida. (Tjionger’s, 2001).
Propinsi Lampung merupakan salah satu sentra produksi jagung di Indonesia
dengan
urutan
ketiga.
Hingga
tahun
2013,
propinsi Lampung
telah
menghasilkan 1.723.853 ton jagung, atau sekitar 12,30 persen dari total
produksi jagung Indonesia. Besarnya produksi jagung di Propinsi Lampung
dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Produksi, luas panen, dan produktivitas jagung di sentra produksi
jagung di Indonesia tahun 2013
No
Propinsi
%
Jawa Timur
Jawa Tengah
Lampung
Sumatera Utara
Sulawesi Selatan
Luas panen
(ha)
1.230.360
560.656
361.869
254.857
321.385
1
2
3
4
5
%
45,08
20,54
13,25
9,33
11,77
Produksi
(ton)
6.511.900
2.890.562
1.723.853
1.331.876
1.555.020
46,46
20,62
12,30
9,50
11,09
Produktivitas
(ton/ha)
52,93
51,56
47,64
52,26
48,38
Indonesia
2.729.127
100
14.013.211
100
50,55
Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung, 2014
Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa propinsi Lampung merupakan propinsi
sentra produksi jagung ketiga di Indonesia setelah propinsi Jawa Timur dan
propinsi Jawa Tengah. Produksi jagung Lampung mencapai 1.723.853 ton
dengan luas areal panen seluas 361.869 ha atau sekitar 13,25 persen dari luas
areal panen jagung nasional. Produktivitas jagung Propinsi Lampung juga
masih rendah apabila dibandingkan dengan produktivitas jagung nasional
yaitu hanya mencapai 47,64 ton/ha sehingga masih memiliki potensi untuk
ditingkatkan.
Propinsi Lampung merupakan penghasil jagung terbesar di Sumatera. Propinsi
Lampung merupakan produsen jagung terbesar dengan tingkat produksi
mencapai 1.725.727 ton. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Produksi jagung menurut propinsi di Pulau Sumatera, tahun 20092013
No
Propinsi
Tahun
2009
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
NAD
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Kepulauan Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Kep. BaBel
Bengkulu
Lampung
2010
2011
2012
2013
137.753
51.232
60.105
67.386
77.747
1.166.548
634.162 640.593
687.360
712.560
404.795
48.820
67.241
85.410
118.170
56.521
39.915
38.588
31.635
42.122
1.064
961
923
849
1.061
38.169
23.975
26.722
27.077
27.540
113.167
68.769
53.436
59.261
65.234
1.403
1.055
850
967
1.061
93.798
74.331
87.362
103.771
90.769
2.067.710 2.126.571 1.817.906 1.760.275 1.725.727
Sumatera
4.080.928
Persentase Lampung
Terhadap Sumatera (%)
50,66
4.300.337
4.026.802
4.045.689
3.718.516
49,45
45,15
43,50
46,40
Sumber : Badan Pusat Statistik Propinsi Lampung, 2014
Pada Tabel 2. terlihat bahwa produksi jagung di Pulau Sumatera didominasi
oleh Propinsi Lampung, dimana setiap tahunnya produksi jagung Propinsi
Lampung mencapai 50 persen dari produksi jagung Pulau Sumatera. Produksi
ini dapat terus ditingkatkan, mengingat semakin meningkatnya konsumsi
jagung,
serta
banyaknya
industri-industri berbahan
baku
jagung
yang
berkembang di Propinsi Lampung. Usaha peningkatan produksi jagung
tersebut
dapat
penggunaan
dilakukan
varietas
dengan
berbagai
cara
diantaranya
hibrida dalam usahatani jagung,
dengan
pemupukan yang
seimbang, cara budidaya yang baik dan benar, adanya sarana transportasi, dan
pemberian kredit, serta adanya jaminan harga dasar jagung di tingkat petani.
Produksi jagung di Propinsi Lampung secara umum disebabkan karena adanya
peningkatan atau penurunan luas panen.
Sehingga hal ini juga akan
mempengaruhi produktivitas jagung di Propinsi Lampung. Perkembangan luas
areal panen, produksi dan produktivitas jagung di Propinsi Lampung dapat
dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Perkembangan luas areal, produksi, dan produktivitas jagung di
Propinsi Lampung tahun 2009-2013
Tahun
2009
2010
2011
2012
2013
Rata-rata
Luas Areal
(ha)
434.542
447.509
380.917
360.264
346.315
393.909
Produksi
(ton)
2.067.710
2.126.571
1.817.906
1.760.275
1.760.278
1.906548
Produktivitas
(ton/ha)
47,58
47,52
47,72
48,86
50,83
48,50
Sumber : Badan Pusat Statistik Propinsi Lampung, 2014
Pada Tabel 3 bahwa luas perkembangan luas areal panen jagung Propinsi
Lampung mulai tahun 2009 hingga tahun 2010 mengalami peningkatan dari
434.542 ha menjadi 447.509 ha, namun jika dilihat dari tiga tahun terakhir,
luas areal panen jagung di Propinsi Lampung mengalami penurunan, yaitu
pada tahun 2011 mencapai 380.917 ha, pada tahun 2012 menjadi 360.264 ha
dan pada tahun 2013 menjadi 346.315 ha. Penurunan ini disebabkan karena
adanya rasio harga antara jagung dengan komoditas lainnya, sehingga banyak
petani yang mengganti tanaman jagungnya dengan tanaman yang lainnya,
seperti ubi kayu.
Penurunan luas areal tersebut tentunya berkorelasi dengan produksi yang
dihasilkan, dimana pada tahun 2012 produksi jagung Propinsi Lampung
sebesar 1.760.275 ton, namun pada tahun 2013 produksi jagung hanya
mencapai 1.760.278 ton.
Kalau dilihat dari tingkat produktivitas, pada tahun 2013 produktivitas jagung
Propinsi Lampung mengalami peningkatan, dimana pada tahun 2012 hanya
48,86 ton/ha, dan pada tahun 2013 menjadi 50,83 ton/ha. Apabila dilihat dari
lima
tahun terakhir,
rata-rata tingkat produktivitas jagung di Propinsi
Lampung masih rendah, yaitu hanya mencapai 48,50 ton per hektar, tentunya
keadaan ini masih dibawah produktivitas jagung nasional yaitu sebesar 3,67
ton per hektar.
Tabel 4. Produksi dan luas panen jagung di Provinsi Lampung menurut
Kabupaten/Kota, tahun 2013
No
Kabupaten/ Kota
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Lampung Barat
Tanggamus
Lampung Selatan
Lampung Timur
Lampung Tengah
Lampung Utara
Way Kanan
Tulang Bawang
Pesawaran
Pringsewu
Mesuji
Tulang Bwg Barat
Bandar Lampung
Metro
Lampung
Produksi
(ton)
16.488
31.340
529.028
481.637
373.276
122.103
70.972
7.114
90.555
28.102
2.202
5.749
985
719
Luas
Panen(ha)
4.151
6.228
105.252
96.220
74.134
29.467
17.025
1.702
18.204
5.667
461
1.407
193
152
1.760.275
360.264
Sumber : Badan Pusat Statistik Propinsi Lampung, 2014
Pada Tabel 4 menunjukkan bahwa pada tahun 2013 produksi jagung di
Kabupaten Lampung Selatan sebesar 529.028 ton dan merupakan sentra
produksi jagung tertinggi di Provinsi Lampung. Dengan demikian, Kabupaten
Lampung Selatan berpotensi besar untuk menjadi daerah penghasil jagung
utama di tingkat provinsi,sehingga produksi jagung di daerah ini perlu terus
ditingkatkan seiring dengan peningkatan laju pertumbuhan penduduk serta
laju permintaan jagung.
Tabel 5. Luas areal panen, produksi, dan produktivitas tanaman jagung di
masing- masing kecamatan di Kabupaten Lampung Selatan tahun
2014
No Kecamatan
Luas Areal Panen
Produksi
(ha)
(ton)
1 Natar
11.190
56.141,2
2 Jati Agung
9.900
49.823,6
3 Tanjung Bintang
4.331
22.559,6
4 Tanjung Sari
2.170
11.294,9
5 Katibung
4.500
23.682,2
6 Merbau Mataram
5.391
28.265,9
7 Way Sulan
3.118
16.313,4
8 Sidomulyo
6.309
33.119,0
9 Candipuro
5.405
28.340,1
10 Way Panji
4.192
22.114,0
11 Kalianda
7.860
41.015,5
12 Rajabasa
223
1.148,7
13 Palas
7.367
37.191,1
14 Sragi
6.187
31.224,0
15 Penengahan
15.896
82.169,1
16 Ketapang
16.425
83.197,4
17 Bakauheni
6.168
32.000,0
Jumlah
116.632
599.599,7
Sumber : Badan Pusat Statistik Propinsi Lampung, 2014.
Produktivitas
(ton/ha)
5,01
5,03
5,20
5,20
5,26
5,24
5,23
5,24
5,24
5,27
5,21
5,15
5,04
5,04
5,16
5,06
5,18
5,14
Pada Tabel di atas terlihat bahwa Kecamatan Natar mempunyai produktivitas
sebesar 5,01 ton per hektar. Rendahnya produktivitas tersebut disebabkan oleh
penurunan luas areal tanam jagung, usahatani jagung mempunyai potensi
produksi jagung 8-12 ton per hektar dengan menggunakan benih hibrida.
Rendahnya penggunaan pupuk disebabkan karena mahalnya harga pupuk,
terbatasnya permodalan petani, dan terkadang juga disebabkan karena
terlambatnya suplai pupuk sehingga sebagian besar petani menggunakan
pupuk kandang dalam usahatani mereka.
Penggunaan
satu macam pupuk akan mengakibatkan pendapatan petani
menjadi rendah karena rendahnya hasil produksi. Rendahnya pendapatan
petani juga sangat dipengaruhi oleh harga jagung yang cenderung rendah dan
tidak stabil. Hal ini disebabkan karena pasar yang terbatas sehingga perlu
adanya penetrasi pasar yang lebih luas.
B. Perumusan Masalah
Desa
sukadamai
merupakan
sentra
penghasil
jagung
di
kecamatan
Natar,kabupaten Lampung Selatan. Sebagian lahan pertaniannya merupakan
lahan kering yang sangat potensial untuk budidaya tanaman jagung. Petani di
desa sukadamai tergolong petani maju, karena petani jagung di wilayah
tersebut telah menerapkan teknologi dasar yang meliputi penggunaan varietas
hibrida. Penggunaan bibit hibrida yang bermutu dan sehat serta populasi
tanaman sesuai anjuran, pemupukan berimbang dan saluran drainase yang
baik.
Peranan
benih
hibrida
diharapkan
dapat
membantu
petani
dalam
meningkatkan produksi jagung. Namun pada saat ini, harga benih jagung
meningkat dengan tidak diiringi oleh peningkatan harga jagung di tingkat
petani, harga pestisida dan obat-obatan yang meningkat, yang mengakibatkan
pendapatan
menyebabkan
total
petani
petani
tidak
dalam
menentu.
menentukan
Keadaan
benih
yang
tersebut
akan
tentunya
digunakan
dipengaruhi oleh berbagai segi sosial ekonomi.
Rendahnya produktivitas komoditas jagung tersebut, secara tidak langsung
berkorelasi dengan rendahnya pendapatan petani. Selain produksi yang
rendah, rendahnya harga jagung dan cenderung tidak stabil yang diakibatkan
kualitas hasil yang kurang memuaskan. Sehingga diperlukan suatu perubahan
pola usahatani khususnya dalam hal penggunaan benih varietas hibrida, dan
pupuk. Berdasarkan hal tersebut diatas, maka dapat diidentifikasi masalah
sebagai berikut :
(1) Bagaimanakah pendapatan petani jagung hibrida di desa sukadamai,
kecamatan Natar, kabupaten Lampung Selatan.
(2) Bagaimanakah daya saing usahatani jagung hibrida di kecamatan Natar,
kabupaten Lampung Selatan
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
(1) Mengetahui pendapatan petani jagung hibrida di desa sukadamai
kecamatan Natar, kabupaten Lampung Selatan
(2) Menganalisis daya saing usahatani jagung hibrida di desa sukadamai
kecamatan Natar, kabupaten Lampung Selatan
D. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi :
(1) Petani, sebagai informasi dan bahan pertimbangan dalam perencanaan
pengelolaan usahatani yang efisien.
(2) Peneliti lain, sebagai bahan referensi bagi penelitian sejenis terutama
untuk memperluas khasanah penelitian selanjutnya.
(3) Pemerintah, sebagai bahan masukan dalam penentuan kebijakan dan
keputusan dalam pengembangan komoditas jagung di Propinsi Lampung.
II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS
A. Tinjauan Pustaka
1. Tinjauan Agronomis Jagung
Jagung (Zea mays) termasuk keluarga (family) Gramineae (rumputrumputan), tetapi tanaman yang memiliki spesies tunggal seperti pada
rumput-rumputan yang lain, akar tanaman jagung dapat tumbuh dengan
baik pada kondisi tanah yang memungkinkan untuk pertumbuhan tanaman
(Anonymos, 1993).
Sistem perakaran jagung terdiri atas akar-akar primer, akar lateral, akar
horizontal, dan akar udara. Akar primer adalah akar yang pertama kali
muncul pada saat benih berkecambah dan tumbuh ke bawah. Akar lateral
adalah akar yang tumbuh dari bulu-bulu di atas permukaan tanah (Danarti
dan Najiyati, 1995). Sistem perakaran jagung yang didukung dengan
pengolahan tanah yang kedalamannya 10 cm, jumlah akarnya 68 akar,
kedalaman 50 cm, jumlah akarnya 23 akar, dan kedalaman 70 cm, jumlah
akarnya 6 akar, sehingga batang tidak mudah rebah (Anonymos, 1993).
Batang jagung tidak berlubang, tidak seperti batang padi, tetapi padat dan
berisi
oleh
berkas-berkas
pembuluh
sehingga
semakin
memperkuat
tegaknya tanaman. Hal ini juga didukung oleh jaringan kulit yang keras
dan tipis yang terdapat pada bagian batang sebelah luar. Batang jagung
beruas dan pada bagian pangkal batang mempunyai ruas yang pendek
dengan jumlah ruas berkisar antara 8-21 ruas. Jumlah ruas tersebut
tergantung pada varietas yang mempunyai panjang batang antara 50-60
cm, namun rata-rata panjang batang pada umumnya 150-300 cm. Jumlah
daun yang menempel pada tanaman yaitu antara 8-48 helai, tetapi biasanya
berkisar antara 12-18 helai. Danarti dan Najiyati (1995) dalam Agustina
(2001), menyatakan bahwa daun jagung tumbuh disetiap ruas batang.
Daun ini mempunyai lebar 4-15 cm dan panjang 30-150 cm, serta
didukung dengan pelepah daun yang menyelubungi batang.
Tanaman jagung menghendaki daerah-daerah yang beriklim sedang hingga
beriklim subtropis atau tropis yang basah. Jagung dapat tumbuh di daerah
yang terletak antara 1-50o LU hingga 0-40o LS. Temperatur yang
dikehendaki tanaman jagung antara 21-30o C, sedangkan temperatur
optimum adalah antara 23-27 o C. Jagung dapat ditanam di Indonesia mulai
dataran rendah sampai dataran tinggi yang memiliki ketinggian antara
1000-1500 m dpl, dengan kemiringan tanah kurang dari 8 % (Anonymos,
1993).
Menurut
Anonymos
(1993),
dalam usahatani jagung,
benih
harus
disiapkan terlebih dahulu, karena benih merupakan modal pokok dalam
budidaya
jagung.
tergantung pada :
(a) Kesehatan benih
Pada
umumnya
benih
jagung
yang
dibutuhkan
Faktor kesehatan benih berasal dari dalam benih meliputi keadaan
embrio yang baik, normal, dan sehat, sehingga memungkinkan biji
tumbuh dengan baik, keadaan cadangan makanan dalam benih cukup
sebagai persediaan selama proses pertumbuhan benih, dan benih tidak
terinfeksi oleh hama dan penyakit.
(b) Kemurnian benih
Benih murni tidak tercampur oleh kotoran dan benih lain.
(c) Daya tumbuh benih
Daya tumbuh benih yang baik mencapai 90 %.
Peranan benih dalam usaha peningkatan produksi sangat besar, sehingga
penyediaan benih dalam pembangunan pertanian merupakan faktor yang
menentukan berhasil tidaknya usaha pertanian. Benih merupakan sarana
produksi yang sangat penting dalam meningkatkan produktivitas suatu
tanaman, sedangkan sarana produksi lainnya seperti pupuk dan pestisida
hanya akan memberikan dukungan yang positif, apabila disertai dengan
penggunaan benih bermutu.
Menurut Tjandramukti (1999), secara umum untuk menilai mutu benih
yang baik yaitu : (a) Benih bersih dari biji lain, debu, dan tidak tercampur
kotoran lain, (b) Warna benih yang baik, terang dan mengkilat (tidak
kusam), (c) Besar benih cukup normal, (d) Tidak terserang cendawan
(bercak-bercak hitam), (e) Benih bernas/berisi, (f) Benih cukup kering
(kadar air maksimum 12 %).
Keuntungan menggunakan benih bermutu dibandingkan dengan benih
lokal adalah (a) Benih bermutu (berlabel) telah memenuhi syarat dan
dijamin oleh pemerintah. (b) Benih bermutu mempunyai kemurnian tinggi,
sehingga memberikan kepuasan tersendiri bagi petani (c) Pertanaman yang
dihasilkan tumbuh serempak, merata serta masaknya juga serempak,
sehingga akan memudahkan pemanenan (Majalah Abdi Tani, Januari
1999)
Arsyad (1988), menyatakan bahwa lokasi penanaman jagung sebaiknya di
daerah terbuka seperti persawahan, sebab tanaman jagung adalah tanaman
yang memerlukan cahaya yang banyak. Selain itu bebas dari genangan air,
tidak terendam dan dapat diairi jika diperlukan. Suhu yang dibutuhkan
selama pertumbuhan tanaman jagung adalah berkisar antara 33 o C-35o C.
Curah hujan yang baik bagi tanaman jagung adalah berkisar antara 100
mm – 123 mm setiap bulan dengan penyebaran merata. Tanaman jagung
baik ditanam pada tanah lempung berdebu, lempung, dan lempung
berpasir, pada pH tanah sekitar 5,5-7,5 dengan kemiringan tanah tidak
lebih dari 8 %.
Menurut Suprapto (1995), waktu tanam jagung yang baik adalah pada
musim hujan sekitar bulan September – November, sedangkan pada
musim kemarau sekitar bulan Februari – April. Pada saat tanam, tanah
harus lembab tetapi tidak becek. Untuk pemupukan, pupuk yang diberikan
berupa pupuk organik dan anorganik. Pupuk organik yang diberikan
berupa pupuk kandang yang diberikan sebagai pupuk dasar dan diberikan
pada saat pengolahan tanah, sedangkan pupuk anorganik yang diberikan
berupa pupuk dasar dan pupuk susulan.
Pemeliharaan tanaman yang dilakukan meliputi : penjarangan tanaman
pada umur 2-3 hari setelah tanam, penyulaman (dilakukan pada umur 1
minggu setelah tanam), penyiangan (dilakukan pada saat tanaman berumur
15
hari setelah
tanam)
penyiangan kedua dilakukan pada waktu
pemupukan kedua yaitu dengan pembubunan. Pembubunan dilakukan
untuk memperkokoh batang dan untuk memperbaiki drainase.
Tanaman jagung yang sudah tua dan siap dipanen berumur 7 minggu
setelah berbunga. Produksi jagung dengan penggunaan benih jagung
hibrida yang diikuti dengan dosis pemupukan yang optimum dan dengan
bercocok tanam yang baik, dapat menghasilkan 4-5 ton/ha. (Anonymos,
1993).
2. Konsep Usahatani Dan Pendapatan
Usahatani dan pendapatan didefinisikan sebagai kemampuan usahatani
untuk
tetap
layak
secara finansial (privat) pada kondisi teknologi
usahatani, lingkungan ekonomi, dan kebijakan pemerintah yang ada. Pada
sistem perekonomian
terbuka, daya saing berarti kemampuan usahatani
jagung domestik untuk tetap layak secara finansial pada kondisi harga
masukan maupun keluaran treadeable sesuai dengan paritas impornya.
Suatu usahatani dapat dilihat pada keuntungan yang benar-benar diperoleh
petani atau keuntungan aktual, sedangkan efisiensi keuntungan suatu
usahatani dilihat pada keuntungan sosial. Keuntungan sosial merupakan
keuntungan yang dihasilkan dari alokasi penggunaan sumberdaya terbaik.
Suatu daerah (negara) akan mencapai pertumbuhan ekonomi yang cepat
dengan mengedepankan kegiatan yang menghasilkan keuntungan sosial
yang tinggi.
Kelayakan finansial didefinisikan sebagai kemampuan menghasilkan laba
atau hasil untuk manajemen (return to management) minimum sebesar
tingkat ―normal‖. Tingkat laba normal ditetapkan sebesar 20 % dari total
biaya atau, khusus untuk biaya usahatani, rata-rata setara dengan upah
buruh tani di pedesaan (Simatupang, 2003)
Laba finansial usahatani dapat dihitung sebagai selisih antara penerimaan
dan biaya total, yaitu :
RMF = TR – TC
TR
= PQ
TC
= TCT + TCN + TAX
TCT
= S RiXi
TCN
= S WjZj
B/C
= TR/TC
dimana :
RMF
Ri
Xi
Wj
Zj
TCT
TCN
TC
TAX
TR
= Laba atau penerimaan manajemen finansial (Rp/ha)
= Harga masukan treadeable (Rp/unit)
= Kuantitas masukan treadeable (unit/ha)
= Harga masukan non-treadeable (unit/ha)
= Kuantitas masukan non-treadeable (unit/ha)
= Biaya masukan treadeable (Rp/ha)
= Biaya masukan non-treadeable (Rp/ha)
= Biaya total (Rp/ha)
= Pajak (Rp/ha)
= Penerimaan usahatani (Rp/ha)
P
Q
= Harga jagung (Rp/kg)
= Volume produksi jagung (Kg/ha)
Menurut Simatupang (2003), usahatani jagung dikatakan layak secara
finansial apabila profitabilitasnya paling kecil mencapai 20 persen, yang
berarti B/C ratio nya sebesar 1,20. atau nilai laba per hektar setara dengan
upah buruh tani di daerah penelitian. Waktu yang dicurahkan untuk
mengelola usahatani jagung diasumsikan 90 hari tiap siklus produksi.
Dengan demikian, agar layak secara finansial penerimaan manajemen per
hari dari usahatani jagung minimum sebesar laba atau penerimaan
manajemen / 90 hari atau Rp. 20.000 / hari
3. Konsep Daya Saing Usahatani Jagung
Pada
hakekatnya
suatu
komoditas
dikatakan
memiliki daya
saing
manakala memiliki harga jual yang bersaing dan bermutu baik.
Bahwa daya saing merupakan suatu konsep yang menyatakan kemampuan
suatu produsen untuk memproduksi suatu komoditi dengan mutu yang
cukup baik. ( Simanjuntak, 1992)
Pada era perdagangan terbuka, harga barang dagangan (tradeable) di pasar
domestik ditentukan oleh harga pasar di pasar internasional. Menurut
Ward (1993) dalam Kasryno et al. (2003), untuk menghitung titik impas
finansial usahatani jagung untuk berbagai alternatif produktivitas, harga
jagung internasional, dan nilai tukar sebagai berikut :
QB
= TC/P
PIB
= (ATC + MQF)/(1 + TQ + HQ) * EX
ATCN + MQF + S MFXi * AX
EXB
=
(1 + TQ + HQ) – S (1 + TXi + HXi) RIi * AXi
dimana :
QB
PIB
ATC
MQF
= Titik impas produktivitas (kg/ha)
= Titik impas harga internasional (US$/Kg)
= Biaya pokok produksi (Rp/Kg)
= Margin pemasaran jagung dari tingkat petani ke pabrik pakan
(Rp/Kg)
TQ
= Pajak impor (rasio)
HQ
= Rasio biaya penanganan dan pemasaran jagung impor hingga
tingkat pabrik pakan
EX
= Nilai tukar rupiah (Rp/US$)
EXB = Titik impas nilai rupiah (Rp/US$)
MFX = Margin pemasaran masukan tradeable hingga tingkat petani
(Rp/Kg)
AX
= Koefisien masukan-keluaran tradeable
ATCN = Biaya rata-rata masukan non-tradeable (Rp/Kg)
RI
= Harga masukan tradeable di pelabuhan (US$/Kg)
Profitabilitas sosial (ekonomi) dapat dihitung dengan prinsip yang sama
dengan
profitabilitas
finansial,
yaitu
penerimaan
ekonomi
dikurangi
dengan biaya ekonomi. Kalau pada analisis finansial semua harga sesuai
dengan tingkat aktual, pada analisis sosial semua harga ditetapkan pada
tingkat sosialnya yang dihitung dengan asumsi tidak ada pajak maupun
distorsi pasar.
Titik
impas
laba
sosial untuk
produktivitas,
harga
internasional, dan nilai tukar dapat dihitung dengan konsep yang sama
dengan titik impas laba finansial dengan menghilangkan komponen pajak
dan distorsi pasar. Hasil perhitungan biaya dan penerimaan privat maupun
sosial dirinci menurut barang tradeable dan non-tradeable dan selanjutnya
disusun dalam satu Matrik Analisis Kebijakan (MAK) atau Policy Analysis
Matrix (PAM).
4. Model Analisis PAM (Policy Analysis Matrix)
Policy Analysis Matrix (PAM) digunakan untuk menganalisis secara
menyeluruh dan konsisten terhadap kebijakan mengenai penerimaan, biaya
usahatani, tingkat perbedaan pasar, sistem pertanian, investasi pertanian,
dan efisiensi ekonomi. Ada 3 pokok bahasan yang dapat dijelaskan melalui
pendekatan PAM yaitu :
(1) PAM dapat digunakan untuk mengukur dampak kebijakan terhadap
tingkat persaingan pada berbagai tingkat keuntungan (finansial dan
ekonomis), pengaruh efisiensi ekonomi dan keunggulan kompetitif
dalam kebijakan investasi dan efek perubahan teknologi terhadap
pengembangan pertanian.
(2) Efisiensi
ekonomi
atau
keunggulan
komparatif
dalam
investasi
pertanian berdasarkan kesesuaian atau keunggulan teknologi dan
kondisi alam (agroklimat). Berdasarkan keunggulan tersebut kebijakan
penggunaan sumberdaya alam layak atau tidak dikembangkan melalui
investasi dalam negeri atau luar negeri. Daya tarik investasi akan
berdampak kepada peningkatan efisiensi dan percepatan pertumbuhan
pendapatan nasional.
(3) PAM erat kaitannya dengan rangkaian persoalan atau masalah dalam
pengalokasian dana penelitian atau riset dibidang pertanian. Dengan
PAM seorang peneliti dapat menentukan kebijakan utama terhadap
peningkatan produksi pertanian dan mengurangi biaya sosial atau
peningkatan keuntungan sosial (Monke dan Pearson, 1995).
Perhitungan model PAM dapat dilakukan melalui matrik PAM yang terdapat
pada Tabel 6. Baris pertama adalah perhitungan berdasarkan harga finansial
(privat) atau harga setelah ada kebijakan. Baris kedua merupakan perhitungan
berdasarkan harga sosial dan baris ketiga merupakan selisih antara harga
privat dan harga sosial yang menunjukkan adanya kebijakan terhadap input
dan output.
Berdasarkan analisis PAM secara empiris, pendapatan dan biaya privat
(simbol A, B, dan C) didasarkan pada data yang diperoleh dari usahatani
maupun pengolahan hasil. Simbol D (keuntungan privat), diperoleh dengan
menerapkan identitas keuntungan. Menurut kaidah identitas tersebut, D
identik dengan A – (B+C). oleh karena itu, keuntungan privat pada PAM
adalah selisih dari pendapatan privat dengan biaya privat. Menurut Pearson
et.al (2005), untuk mengukur daya saing, dilakukan perhitungan keuntungan
privat, yaitu dari data bujet usahatani dan pengolahan hasil. Oleh karena itu,
salah satu dampak penting dari kebijakan pertanian dapat ditunjukkan oleh
baris pertama tabel PAM.
Tabel 6. Format Dasar Matrik Analisis Kebijakan (Policy Analysis Matriks)
No Uraian
Penerimaan
Biaya
Tradeable
1
2
3
Harga privat
Harga sosial
Efek divergensi
A
E
I
Sumber : Monke dan Pearson, 1995
B
F
J
Keuntungan
Non-tradeable
C
G
K
D
H
L
Keterangan :
Keuntungan Finansial
Keuntungan Ekonomi
Transfer Output (OT)
Transfer Input Tradeable/Input (IT)
Transfer Input Non-tradeable/Faktor (FT)
Transfer Bersih (NT)
Rasio Biaya Privat (PCR)
Rasio BSD (DRC)
Koefisien Proteksi Output Nominal (NCPO)
Koefisien Proteksi Input Nominal (NCPI)
Koefisien Proteksi Efektif (EPC)
Koefisen Keuntungan (PC)
Rasio Subsidi Bagi Produsen (SRP)
(D)
(H)
(I)
(J)
(K)
(L)
= A-(B+C)
= E-(F+G)
= A-E
= B-F
= C-G
= I-(K+J)
= C/(A-B)
= G/(E-F)
= A/E
= B/F
= (A-B)/(E-F)
= D/H
= L/E
Pada baris kedua tabel PAM, menyajikan angka-angka yang dinilai dengan
harga sosial (harga yang akan menghasilkan alokasi terbaik dari sumberdaya,
dan dengan sendirinya menghasilkan pendapatan tertinggi). Huruf E adalah
simbol pendapatan yang dihitung dengan harga sosial (pendapatan sosial),
huruf F adalah simbol biaya input tradeable sosial. Huruf G adalah simbol
biaya domestik sosial, dan huruf H adalah simbol keuntungan sosial. Sebuah
negara
akan
mencapai
pertumbuhan
ekonomi
yang
tinggi
dengan
mengedepankan aktivitas-aktivitas yang menghasilkan keuntungan sosial yang
tinggi (H positif yang besar). digunakan. Estimasi harga sosial ini kemudian
dikalikan dengan jumlah output maupun input yang Pendapatan dan biaya
pada tingkat harga sosial (simbol E, F, dan G) didasarkan pada estimasi the
social opportunity costs dari komoditas yang diproduksi dan input yang
digunakan (yang juga digunakan untuk menghitung biaya maupun keuntungan
privat pada baris pertama tabel PAM).
Estimasi harga sosial yang dilakukan yaitu untuk input dan output yang dapat
diperdagangkan secara internasional, harga sosial dapat dihitung berdasarkan
harga bayangan (shadow price) yang dalam hal ini didekati dengan harga
batas (border price). Untuk komoditi yang diimpor dipakai harga CIF (Cost
Insurance and Freight), sedangkan komoditi yang diekspor digunakan harga
FOB (Free on Board).
Untuk input non tradable digunakan biaya
imbangannya (opportunity cost), yang digali dari penelitian empirik di lapang.
Simbol H (keuntungan sosial) diperoleh dengan menggunakan identitas
keuntungan yaitu H = E – (F + G). Dengan demikian keuntungan sosial adalah
selisih antara penerimaan social (social revenues) dengan biaya sosial
(Pearson et.al, 2005)
Pada baris ketiga tabel PAM, disebut juga dengan baris effect of divergences.
Divergence timbul karena adanya distorsi kebijakan atau kegagalan pasar.
Kedua hal tersebut menyebabkan harga aktual berbeda dengan harga
efisiensinya. Sel dengan simbol huruf I mengukur tingkat divergensi revenue
atau pendapatan (yang disebabkan oleh distorsi pada harga output), simbol J
mengukur tingkat divergensi biaya input tradeable (yang disebabkan oleh
distorsi pada harga input tradeable), symbol K mengukur divergensi biaya
faktor domestik), dan simbol L mengukur net transfer effects (mengukur
dampak total dari seluruh divergensi)
Efek
divergensi
dihitung
dengan
menggunakan
identitas
divergensi
(divergences identity). Menurut Pearson et.al (2005), semua nilai yang ada
dibaris ketiga merupakan selisih antara baris pertama (usahatani yang diukur
dengan harga aktual atau harga privat) dengan baris kedua (usahatani yang
diukur dengan harga sosial).
Menurut Pearson et.al (2005), salah satu penyebab terjadinya divergensi
adalah kegagalan pasar (market failure). Pasar dikatakan gagal apabila tidak
mampu menciptakan harga yang kompetitif, yang mencerminkan social
opportunity cost, yang menciptakan alokasi sumberdaya maupun produk yang
efisien. Penyebab kedua terjadinya divergensi adalah kebijakan pemerintah
yang distorsif. Kebijakan yang distorsif -diterapkan untuk mencapai tujuan
yang bersifat ―non-efisiensi‖ (yaitu pemerataan atau ketahanan pangan)- akan
menghambat
terjadinya
alokasi
sumberdaya
yang
efisien
dan
dengan
sendirinya akan menimbulkan divergensi.
Secara teori, kebijakan yang paling efisien dapat dicapai apabila pemerintah
mampu menciptakan kebijakan yang mampu menghapuskan kegagalan pasar,
dan apabila pemerintah mampu mengesampingkan tujuan non-efisien dan
menghapuskan kebijakan yang distorsif, maka divergensi dapat dihilangkan
dan efek divergensi akan menjadi nol. Pada saat itu, entry yang ada pada baris
pertama akan sama dengan yang ada pada baris kedua, yakni pendapatan,
biaya, dan keuntungan privat akan sama dengan pendapatan, biaya, dan
keuntungan sosial (A = E, B = F, C = G, dan D = H)
Tahapan yang digunakan dalam perhitungan analisis PAM yang disarikan oleh
Monke dan Pearson (1995) adalah :
(1) Mengidentifikasi seluruh input yang digunakan dan output yang dihasilkan
dalam kegiatan yang akan dianalisis (Evaluations of Input and Output)
(2) Memisahkan
seluruh
biaya
kegiatan
tersebut
ke dalam komponen
domestik dan asing atau tradeable dan non-tradeable (disaggregating
input cost into domestic factor and tradeable input component)
(3) Menentukan harga pasar dan menaksir harga bayangan input dan output
a. Metode penentuan harga bayangan
Gittinger (1993) mendifinisikan harga bayangan sebagai harga yang akan
terjadi dalam suatu perekonomian apabila pasar dalam keadaan persaingan
sempurna
dan
dalam
kondisi
seimbang.
Pada
kenyataannya
sulit
menjumpai pasar dalam keadaan bersaing sempurna karena adanya
berbagai gangguan akibat kebijaksanaan pemerintah seperti subsidi, pajak,
dan penentuan harga upah.
Latar belakang digunakannya harga bayangan dalam analisis ekonomi
adalah bahwa harga yang berlaku di pasar tidak mencerminkan harga yang
sebenarnya diperoleh masyarakat melalui produksi yang dihasilkan dari
aktivitas tersebut dan harga pasar juga tidak mencerminkan apa yang
sebenarnya dikorbankan seandainya sejumlah sumberdaya yang dipilih
dan digunakan dalam aktivitas tertentu, tetapi tidak digunakan dalam
aktivitas lain yang masih tersedia di dalam masyarakat (Gray et.al, 1995).
Menurut Gittinger (1993), dalam proyek pertanian umumnya terdapat tiga
macam dalam analisis ekonomis dimana lebih tepat digunakan harga
bayangan daripada harga pasar. Ketiga hal tersebut adalah :
(1) Nilai valuta asing
Nilai valuta asing yang sebenarnya mungkin terletak diantara nilai
pasaran resmi dan nilai pasar gelap. Untuk menentukan harga
bayangan valuta asing lebih baik didekati berdasarkan nilai resmi yang
berlaku di negara tersebut.
(2) Harga pasar internasional
Harga pasar dunia lebih mencerminkan nilai sebenarnya. Harga
bayangan dapat didekati melalui pasaran dunia. Kegiatan ekspor dan
impor dapat digunakan sebagai penaksir harga bayangan.
(3) Tenaga kerja
Tenaga kerja tidak terlatih biasanya dinilai dengan harga bayangan di
bawah tingkat upah yang berlaku dan tenaga kerja yang terlatih jarang
didapat (langka), sehingga harga bayangannya dinilai di atas tingkat
upah yang diterimanya untuk mencerminkan kelangkaannya.
b. Harga bayangan output dan input
(a) Harga bayangan output
Harga bayangan output dengan orientasi perdagangan antar daerah adalah
harga di pedagang besar ditambah biaya tata niaganya.
(b) Harga bayangan sarana produksi dan peralatan
Menurut Gray et al. (1995), harga bayangan input ditentukan berdasarkan
border price atau harga perbatasan. Untuk input tradeable ditentukan
berdasarkan harga FOB dan harga CIF, sedangkan input non-tradeable
dan indirectly traded ditentukan berdasarkan harga aktualnya atau harga
pasar.
(c) Harga bayangan tenaga kerja
Menurut Gray et al. (1995), pasar tenaga kerja di Indonesia terutama
tenaga kerja tak terlatih, tingkat upah yang diberikan seringkali melebihi
biaya imbalannya,
karena adanya campur tangan pemerintah dalam
ketenagakerjaan. Harga bayangan tenaga kerja digunakan perhitungan
seperti Gittinger (1993) yaitu harga tenaga kerja dinilai tiap tahun pada
tingkat harga yang ditentukan dengan cara mengalikan upah yang diterima
pada saat kelangkaan tenaga kerja dengan jumlah hari dalam satu tahun,
dimana tenaga kerja benar-benar bekerja secara produktif.
(d) Harga bayangan lahan
Menurut Gittinger (1986), penilaian harga bayangan lahan dapat berupa
nilai sewa aktual, harga beli maupun berupa pendapatan dari tanah untuk
tanaman alternatif terbaik.
(e) Harga bayangan bunga modal
Harga bayangan modal adalah tingkat bunga tertentu atau tingkat
pengembalian riil atas proyek-proyek pemerintah. Tingkat bunga modal ini
diperlukan dalam menghitung biaya tunai yang dikeluarkan dalam proses
produksi. Dalam perhitungan analisis finansial, besarnya bunga modal
dihitung berdasarkan tingkat suku bunga yang berlaku didaerah penelitian.
(f) Harga bayangan nilai tukar
Harga bayangan nilai tukar adalah harga uang domestik dalam kaitannya
dengan mata uang asing yang terjadi pada pasar nilai tukar uang yang
bersaing sempurna. Menurut Gittinger (1986), hubungan antara nilai tukar
resmi (Official Exchange Rate atau OER), nilai tukar bayangan (Shadow
Exchange Rate (SER) dan faktor konversi baku (Standard Convertion
Factor (SCF) adalah :
OER
SER =
SCF
M+X
SCF =
(M + Tm) + (X –Xt)
Keterangan :
M
Tx
SCF
X
Tm
= Nilai impor (Rp)
= Pajak ekspor (Rp)
= Faktor Konversi Baku
= Nilai ekspor (Rp)
= Pajak impor (Rp)
c. Keunggulan kompetitif
Konsep
keunggulan kompetitif digunakan untuk mengukur kebijakan
suatu aktivitas keuntungan privat yang dihitung berdasarkan harga pasar
dan
nilai
Keunggulan
uang
yang
kompetitif
berlaku
timbul
atau
berdasarkan
didasarkan
pada
analisis
kenyataan
finansial.
bahwa
perekonomian yang tidak mengalami distorsi sulit sekali ditemui di dunia
nyata, yang menyebabkan keunggulan komparatif tidak dapat digunakan
untuk
mengukur daya saing suatu kegiatan ekonomi pada kondisi
perekonomian
aktual.
Dalam
matrik
PAM,
keunggulan
kompetitif
diterangkan melalui PCR atau Private Cost Ratio, yaitu merupakan rasio
antara biaya input domestik dengan nilai tambah output atau selisih antara
penerimaan finansial dan input asing finansial.
d. Keunggulan komparatif
Keunggulan komparatif merupakan ukuran daya saing potensial yang akan
dicapai apabila perekonomian tidak mengalami distorsi sama sekali.
Keunggulan komparatif dapat digunakan untuk membandingkan beragam
kegiatan ekonomi (produksi) di dalam negeri terhadap perdagangan dunia
(Gray et al. 1986) Keunggulan komparatif suatu komoditas diukur
berdasarkan harga bayangan (shadow price) atau berdasarkan analisis
ekonomi yang akan menggambarkan nilai sosial atau nilai ekonomi
sesungguhnya dari unsur harga maupun hasil.
Dalam matrik PAM, keunggulan komparatif diterangkan melalui Domestic
Resources Cost (DRC), yaitu merupakan rasio antara biaya input domestik
dengan nilai tambah output atau selisih antara penerimaan ekonomi
dengan input asing ekonomi.
Kriteria untuk menilai investasi khususnya dibidang produksi barang dan
jasa yang bersifat dapat diperdagangkan (tradeable) adalah :
(1)
Sekarang diimpor atau diekspor
(2)
Bersifat pengganti yang erat hubungannya dengan jenis lain yang
diimpor atau diekspor
(3)
Jenis barang atau jasa yang tidak termasuk kedalam kriteria (1) dan
(2), karena adanya kebijaksanaan dari pihak pemerintah yang
menghindari diimpor atau diekspornya jenis barang dan jasa tersebut.
e. Kebijakan pemerintah terhadap input, output, dan input-output
Beberapa kebijakan yang dapat dijelaskan berdasarkan Matrik PAM yang
disajikan dari Monke dan Pearson (1995) adalah sebagai berikut :
(1) Kebijakan terhadap input
Kebijakan terhadap input tradeable dapat berupa pajak, subsidi, dan
hambatan perdagangan. Dampak kebijakan tersebut dapat dijelaskan
melalui IT (Input Transfer), NPCI (Nominal Protection On Input) dan
TF (Transfer Faktor). Nilai IT merupakan selisih antara biaya input
tradeable privat dengan biaya input tradeable ekonomi. Koefisen
proteksi input nominal (NPCI) adalah rasio biaya input tradeable
berdasarkan harga privat dan biaya input tradeable berdasarkan harga
bayangan. Perbedaan antara kedua biaya tersebut menunjukka adanya
proteksi pemerintah yang mengakibatkan harga privat input tradeable
berbeda dengan harga bayangan input tradeable. Kebijakan terhadap
input non-tradeable dapat dilihat dari nilai transfer faktor (FT) adalah
nilai perbedaan harga input non-tradeable finansial dengan harga input
non-tradeable bayangan yang diterima oleh produsen.
(2) Kebijakan terhadap output
Kebijakan terhadap output akan menyebabkan harga barang, jumlah
barang, surplus konsumen dan surplus produsen berubah, hal ini dapat
dijelaskan dengan menggunakan Transfer Output (OT) dan Nominal
Protection Coefficient on Output (NPCO). OT merupakan selisih
antara
penerimaan
privat
(finansial)
dengan
penerimaan
sosial
(ekonomi). Nilai OT menunjukkan kebijakan yang diterapkan pada
output, yang mengakibatkan harga output privat dan harga output
sosial berbeda. Sedangkan NPCO adalah harga privat dibagi dengan
harga sosial yang dapat dibandingkan. NPCO dapat digunakan untuk
mengukur dampak insentif kebijakan pemerintah yang menyebabkan
terjadinya perbedaan nilai output yang diukur dengan harga privat dan
harga sosial.
(3) Kebijakan terhadap input-output
Dampak kebijakan secara keseluruhan terhadap input-output dilihat
dari nilai koefisien proteksi efektif (EPC), Transfer Bersih (NT),
Koefisien Keuntungan (PC), dan Rasio Subsidi Bagi Konsumen (SRP).
Analisis
EPC
tidak
memperhitungkan
dampak
kebijakan
yang
mempengaruhi harga input non-tradeable, sedangkan NT, PC, dan
SRP
memperhitungkan
dampak
kebijakan
terhadap
harga input
tradeable dan non-tradeable.
Nilai EPC menggambarkan arah kebijakan pemerintah terhadap input
tradeable apakah bersifat melindungi atau menghambat produksi
secara
efektif.
Nilai
EPC
merupakan
rasio
perbedaan
antara
penerimaan dan biaya tradeable dalam harga privat dengan harga
sosial. Rasio ini merupakan indikator pengaruh insentif dan disinsentif
dari kebijakan secara keseluruhan terhadap harga input dan output
tradeable.
Nilai
transfer
bersih
(NT)
dapat
digunakan
untuk
melihat
ketidakefesiensinan dalam sistem pertanian. NT adalah selisih antara
keuntungan
bersih
yang
benar-benar
diterima
produsen
dengan
keuntungan bersih sosial. Nilai NT juga menggambarkan selisih antara
transfer output dengan transfer input dan transfer faktor. Jika nilai NT
lebih besar dari nol, maka nilai tersebut menunjukkan tambahan
surplus produsen yang disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang
dilakukan pada input dan output. Jika nilai NT lebih kecil dari nol,
maka yang terjadi adalah yang sebaliknya.
Koefisien keuntungan (PC) adalah perbandingan antara keuntungan
bersih privat dengan keuntungan bersih sosial. Rasio subsidi produsen
(SRP) menunjukkan persentase subsidi atau insentif bersih atas
penerimaan yang dihitung dengan harga bayangan.
B. Hasil Penelitian Terdahulu
Setiyowati (1996),
meneliti tentang
analisis
keunggulan kompetitif dan
komparatif serta dampak kebijakan komoditas pisang di Propinsi Lampung
dengan menggunakan metode PAM. Hasil analisis menunjukkan bahwa
Propinsi Lampung memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif pada
usahatani rakyat.
Kebijakan yang diterapkan pemerintah ternyata lebih
menguntungkan bagi pelaku usaha tingkat perusahaan, dan hasil sensivitas
memberikan
gambaran
bahwa
keunggulan
komparatif
dan
kompetitif
produsen pisang di Propinsi Lampung peka terhadap perubahan harga sosial
dan finansial output dibandingkan perubahan harga sosial dan privat tenaga
kerja dan sewa lahan.
Rachman dan Sudaryanto (2002), meneliti tentang kemampuan daya saing
sistem usahatani padi, penelitian dilakukan di Kabupaten Majalengka (Jawa
Barat), Kabupaten Klaten (Jawa Tengah), Kabupaten Kediri (Jawa Timur),
Kabupaten Agam (Sumatera Barat) dan Kabupaten Sidrup (Sulawesi Selatan).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara finansial, usahatani padi masih
tetap memberikan keuntungan yang memadai, dengan kisaran keuntungan
sebesar 12,1 % - 31,7 % dari total nilai produksi.
Desliana (2005), meneliti tentang daya saing dan efisiensi usahatani padi
organik di Propinsi Lampung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dampak
kebijakan pada output usahatani padi organik bernilai negatif. Transfer Input
pada daerah penelitian adalah nol, hal ini disebabkan oleh harga sosial input
tradeable digunakan harga aktual. Transfer bersih pada daerah penelitian
bernilai negatif, hal ini menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah dalam
pajak dan infrastruktur tidak memberikan insentif ekonomi bagi produsen.
Dampak kebijakan yang diterapkan pada usahatani padi organik menyebabkan
timbulnya pajak,
tingginya biaya input,
dan tidak memberikan insentif
ekonomi bagi produsen. Hasil analisis sensitivitas menunjukkan bahwa daya
saing dan efisiensi tidak peka terhadap perubahan harga output, biaya pupuk
kandang, biaya tenaga kerja, dan biaya sewa lahan.
Agustina
(2001),
meneliti tentang analisis pendapatan usahatani jagung
hibrida dan non hibrida serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa rata-rata pendapatan petani jagung hibrida
adalah Rp. 1.648.014,00 dan Rp. 396.289,29 untuk jagung non hibrida. Hal ini
berarti penggunaan benih jagung hibrida telah memberikan dampak yang
besar terhadap pendapatan petani. Berdasarkan analisis regresi linier berganda,
faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan petani adalah luas lahan, biaya
produksi, hasil produksi, penggunaan benih unggul, dan frekuensi mengikuti
penyuluhan mempunyai pengaruh sangat nyata terhadap pendapatan usahatani
jagung hibrida.
Marti (2003), melakukan kajian tentang permintaan benih jagung hibrida di
tingkat petani. Analisis secara tunggal menunjukkan hanya luas lahan garapan
dan harga pupuk yang berpengaruh nyata terhadap permintaan benih jagung
hibrida di tingkat petani.
Desmon (1992), melakukan kajian tentang permintaan benih jagung hibrida di
tingkat petani. Analisis secara tunggal menunjukkan hanya luas lahan garapan
dan penerimaan usahatani jagung hibrida yang berpengaruh sangat nyata
terhadap permintaan benih jagung hibrida di tingkat petani.
C. Kerangka Pemikiran
Lingkungan ekonomi dunia dan domestik mempengaruhi ketersediaan dan
harga pasar input dan output usahatani jagung hibrida. Apabila ketersediaan
input pasar terbatas atau tidak ada sama sekali, maka input dapat diperoleh
dari impor atau perdagangan antar daerah, walaupun harga yang terbentuk
lebih mahal. Pasar input dan output tidak terlepas dari berbagai macam
fragmentasi. Semua pasar faktor domestik terfragmentasi sampai tingkat
tertentu, menurut wilayah geografis ataupun jenis pelaku pasar. Beberapa
fragmentasi bersifat permanen atau tetap, seperti pasar lahan di suatu wilayah
akan berbeda berdasarkan jarak dari pusat kota atau pelabuhan, agroklimat,
produktivitas, dan kemiringan lahan.
Fragmentasi lainnya disebabkan oleh kegagalan pasar. Kegagalan pasar yang
sering terjadi di pedesaan negara berkembang adalah tidak cukup tersedianya
lembaga-lembaga yang diharapkan dapat membantu terpenuhinya permintaan
atas faktor domestik, misalnya kredit yang tidak sempurna dan tidak
tersedianya jaringan informasi yang baik.
Usahatani jagung hibrida memerlukan input tetap dan input variabel. Lahan
merupakan faktor produksi atau asset tak bergerak (fixed factor) dalam proses
produksi pertanian. Input variabel yang digunakan dalam usahatani jagung
hibrida adalah tenaga kerja, benih, pupuk, dan obat-obatan.
Faktor produksi yang sangat penting dalam usahatani jagung adalah benih.
Namun penggunaan benih varietas unggul pada saat ini masih sangat kecil,
rendahnya penggunaan benih varietas unggul terutama disebabkan oleh masih
rendahnya daya beli petani jagung. Rendahnya daya beli disebabkan oleh
beberapa hal antara lain : (a) Infrastruktur yang kurang baik disentra produksi
jagung
menyebabkan
tingginya
biaya
transportasi yang
pada
akhirnya
mengurangi pendapatan petani, (b) rendahnya luas kepemilikan lahan,
(c) fluktuasi harga jagung yang sangat tinggi karena petani tidak mampu untuk
mengolah jagung yang dihasilkannya dan menjual pada saat yang bersamaan.
Penggunaan benih di tingkat petani jagung terbagi menjadi dua kelompok,
yaitu
pengunaan
benih
hibrida
dan
penggunaan
benih
non
hibrida.
Penggunaan benih hibrida di tingkat petani pada umumnya dipengaruhi oleh
beberapa faktor, salah satunya adalah harga benih jagung hibrida tersebut.
Penggunaan benih jagung hibrida akan menyebabkan biaya produksi yang
harus dikeluarkan oleh petani menjadi lebih besar, akan tetapi dapat
menghasilkan
produktivitas yang lebih tinggi.
Penggunaan benih jagung
hibrida dapat meningkatkan produksi yang dihasilkan. Produksi yang tinggi
dan harga jual yang baik akan meningkatkan pendapatan petani. Adanya
peningkatan pendapatan petani akan mempengaruhi jumlah faktor produksi
yang diminta untuk musim tanam berikutnya.
Kegiatan usahatani pada akhirnya memiliki tujuan akhir untuk memperoleh
keuntungan atau pendapatan yang maksimal dengan cara meningkatkan
produksi.
Salah satu cara untuk meningkatkan produksi yakni dengan
penggunaan benih unggul serta pengalokasian faktor-faktor produksi secara
optimal.
Sehingga
dengan
peningkatan
produksi
tersebut,
diharapkan
pendapatan petani juga akan meningkat.
Daya saing suatu usahatani dapat dilihat pada keuntungan yang benar-benar
diperoleh
petani
(keuntungan
aktual).
Daya
saing
usahatani
jagung
didefinisikan sebagai kemampuan suatu usahatani untuk tetap layak secara
finansial (privat) pada kondisi teknologi usahatani, lingkungan ekonomi, dan
kebijakan
pemerintah
yang
ada.
Alat
analisis
yang
digunakan
untuk
mengetahui daya saing usahatani jagung hibrida dalam penelitian ini adalah
Policy Analysis Matrix (PAM). PAM digunakan untuk menghitung tingkat
keuntungan privat (yang merupakan sebuah daya saing usahatani pada tingkat
harga aktual), menghitung keuntungan sosial (yang merupakan ukuran tingkat
efisiensi sistem usahatani),
usahatani jagung hibrida.
dan dampak kebijakan pemerintah terhadap
Alur kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.
Konsumsi Langsung
Industri Pangan
Industri Pakan Ternak
Lain-lain
Permintaan
Jagung
Input
Usahatani Jagung
Output
Harga input
Hasil Produksi
Harga
Output
Total Biaya
Penerimaan
Daya Saing
PAM
Gambar 1.
Kerangka pemikiran analisis daya saing usahatani jagung hibrida di
Desa sukadamai Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan
D. Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka hipotesis yang akan diuji
adalah : Diduga usahatani jagung hibrida di Desa Sukadamai Kecamatan
Natar
Kabupaten
menguntungkan.
Lampung
Selatan
berdaya
saing
tinggi
dan
III. METODE PENELITIAN
A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional
Konsep
dasar dan batasan operasional ini mencakup pengertian yang
digunakan untuk mendapatkan data yang akan dianalisis sehubungan dengan
tujuan penelitian, didefinisikan sebagai berikut :
Benih adalah biji tanaman yang digunakan untuk tujuan pertanaman dan
memperoleh simbol dari suatu permulaan.
Benih hibrida adalah benih yang memiliki keunggulan produksi dan mutu
hasil, tanggap terhadap pemupukan, toleran terhadap hama dan penyakit
utama, umur genjah, tahan terhadap kerebahan, dan tahan terhadap pengaruh
lingkungan.
Produksi total adalah hasil panen berupa jagung hibrida pipilan kering, yang
diperoleh dari lahan garapan selama setahun, sebelum dikurangi untuk
konsumsi, dan disimpan untuk keperluan lain, diukur dalam satuan kilogram
(Kg).
Biaya total adalah jumlah seluruh biaya yang dikeluarkan untuk usahatani
jagung hibrida selama satu periode, yang meliputi biaya tenaga kerja, benih,
pupuk, obat-obatan, sewa tanah, nilai penyusutan alat, biaya panen, iuran,
bunga kredit, dan pajak diukur dalam satuan rupiah (Rp).
Biaya tunai adalah biaya yang dikeluarkan oleh petani secara langsung dalam
proses produksi atau usahatani. Contohnya : biaya pembelian benih, pupuk,
pestisida, upah tenaga kerja dari luar keluarga, diukur dalam satuan rupiah
(Rp)
Biaya diperhitungkan adalah biaya yang dikeluarkan oleh petani yang tidak
dalam bentuk modal tunai, tetapi dalam penggunaan faktor produksi dari
dalam keluarga seperti lahan sendiri, dan tenaga kerja dalam keluarga, diukur
dalam satuan rupiah (Rp).
Penerimaan total adalah nilai hasil yang diterima oleh petani yang dihitung
dengan mengalikan jumlah produksi dengan harga jual jagung hibrida, diukur
dalam satuan rupiah (Rp).
Pendapatan usahatani adalah total penerimaan dari hasil penjualan hasil
produksi dikurangi dengan total biaya selama proses produksi dalam satu kali
periode produksi, diukur dalam satuan rupiah (Rp).
Jumlah jagung hibrida yang diminta adalah banyaknya benih jagung hibrida
yang benar-benar digunakan petani dalam usahataninya selama satu periode
produksi, diukur dalam satuan kilogram (Kg).
Harga benih jagung hibrida adalah besarnya jumlah uang yang harus
dikeluarkan petani untuk membeli benih jagung hibrida, diukur dalam satuan
rupiah per kilogram (Rp/Kg).
Harga pupuk adalah jumlah uang yang harus dibayarkan petani untuk membeli
jenis pupuk urea, NPK, TSP dan Kandang diukur dalam satuan rupiah per kilo
gram(Rp/Kg).
Harga jagung adalah besarnya jumlah uang yang diterima petani pada saat
menjual hasil produksi jagung diukur dalam satuan rupiah per kilogram
(Rp/Kg).
Benih bantuan adalah benih hibrida yang dalam mendapatkannya, petani
mendapatkan pinjaman atau bantuan dari pihak lain baik perorangan, swasta,
maupun pemerintah.
Kemitraan
adalah
kerjasama
antara
petani dengan
pihak
lain
dalam
usahataninya, seperti kerjasama pinjaman modal atau benih, yang biasanya
bersifat saling menguntungkan dengan sistem dan mekanisme yang telah
disepakati bersama.
Kemudahan mendapatkan benih adalah kemudahan petani untuk mendapatkan
benih hibrida pada waktu yang tepat dan jumlah yang sesuai dengan
usahataninya.
Daya saing usahatani jagung didefinisikan sebagai kemampuan usahatani
untuk tetap layak secara finansial (privat) pada kondisi teknologi usahatani,
lingkugan ekonomi, dan kebijakan pemerintah yang ada.
Policy Analysis Matrix adalah suatu alat analisis yang digunakan untuk
mengetahui dampak
kebijakan pemerintah dan kegagalan pasar dalam
keuntungan privat dari sistem usahatani dan dalam efisiensi dari penggunaan
sumber daya.
Harga pasar, harga privat atau harga finansial adalah tingkat harga riil yang
diterima petani dalam penjualan hasil produknya atau tingkat harga yang
dibayar dalam pembelian faktor produksi, diukur dalam rupiah (Rp).
Harga bayangan atau harga ekonomi adalah harga yang terdapat dalam suatu
perekonomian apabila terjadi keseimbangan pada pasar persaingan sempurna,
diukur dalam rupiah (Rp).
Keunggulan komparatif adalah keunggulan suatu wilayah atau negara dalam
memproduksi suatu komoditas dengan biaya alternatif yang dikeluarkan lebih
rendah dari biaya untuk komoditas yang sama di daerah yang lain dan diukur
berdasarkan harga ekonomi.
Keunggulan kompetitif adalah keunggulan suatu komoditas yang dihasilkan
dalam kegiatan produksi yang efesien sehingga memiliki daya saing di pasar
lokal maupun internasional dan diukur berdasarkan harga privat atau harga
finansial.
Rasio biaya sumberdaya domestik (DRC) merupakan rasio antara biaya input
domestik dengan nilai tambah output atau selisih antara penerimaan ekonomi
dengan input asing ekonomi.
Rasio biaya privat (PCR) adalah rasio antara biaya input domestik dengan
nilai tambah output atau selisih antara penerimaan ekonomi dengan input
asing ekonomi.
Transfer
output
(OT)
merupakan
selisih
antara
penerimaan
finansial
(private)dengan penerimaan yang dihitung berdasarkan harga bayangan atau
sosial (social).
Transfer input (IT) merupakan selisih antara biaya yang dapat diperdagangkan
pada harga privat dengan biaya yang dapat diperdagangkan pada harga sosial.
Transfer faktor (FT) merupakan nilai yang menunjukkan perbedaan harga
privat dengan harga sosialnya yang diterima produsen untuk pembayaran
faktor-faktor produksi yang tidak diperdagangkan.
Transfer bersih (NT) menunjukkan selisih antara keuntungan bersih yang
benar-benar diterima produsen berdasarkan harga finansial dengan keuntungan
bersih sosialnya.
Koefisien proteksi efektif (EPC) yaitu indikator yang menunjukkan tingkat
proteksi simultan terhadap output dan input tradeable. Semakin besar nilai
EPC maka semakin tinggi tingkat proteksi pemerintah terhadap komoditi
pertanian domestik.
Koefisien keuntungan (PC) menunjukkan rasio antara keuntungan finansial
dengan keuntungan ekonomi.
Rasio
subsidi bagi produsen (SRP) menunjukkan rasio
antara selisih
keuntungan finansial dan keuntungan ekonomi dengan penerimaan ekonomi.
Nominal Protection Coefficient on Input (NPCI) yaitu indikator yang
menunjukkan tingkat proteksi pemerintah terhadap harga input pertanian
domestik. Kebijakan bersifat protektif terhadap input jika nilai NPCI < 1,
berarti ada kebijakan subsidi terhadap input tradeable.
Nominal Protection Coefficient on Output (NPCO) yaitu indikator yang
menunjukkan
tingkat
proteksi
pemerintah
terhadap
output
domestik.
Kebijakan bersifat protektif terhadap output jika nilai NPCO > 1, berarti ada
kebijakan protektif terhadap output.
B. Lokasi Penelitian, Responden, dan Waktu Penelitian
Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan secara sengaja (purposive), yaitu di
desa Sukadamai Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan, dengan
pertimbangan bahwa Desa Sukadamai merupakan daerah produsen jagung
terbesar di Kecamatan Natar yang merupakan sentra produksi jagung terbesar
di Kabupaten Lampung Selatan, akan tetapi Kecamatan Natar belum bisa
menghasilkan produktivitas yang tinggi serta masih memiliki lahan yang
cukup luas yang dapat diusahakan sebagai usahatani khususnya usahatani
jagung.
Penelitian ini dilakukan dengan metode survey dan wawancara kepada petani
dengan menggunakan kuisioner (daftar pertanyaan) yang telah dipersiapkan.
Responden dalam penelitian ini terdiri dari petani jagung yang menggunakan
benih jagung hibrida di Kabupaten Lampung Selatan.
Teknik pengambilan
sampel dilakukan dengan metode acak sederhana (simple random sampling),
dengan
pertimbangan
keseragaman
bahwa
responden
di daerah
penelitian
(homogenitas) pada masing-masing lahan baik
terdapat
dari segi
penggunaan input yang meliputi lahan, peralatan, pupuk, tenaga kerja, maupun
output yang dihasilkannya. Penelitian dilakukan pada bulan agustus 2014.
Penentuan jumlah sampel responden menggunakan rumus Sugiarto, Siagian,
Sunarto, dan Oetomo (2003), yaitu:
NZ2 S2
n=
Nd2 + Z2 S2
dimana :
n
N
Z
S2
d
= Jumlah sampel
= Jumlah populasi
= Tingkat kepercayaan (90% = 1,64)
= Varian sampel (5%)
= Derajat penyimpangan (5%)
Setelah melakukan survei dapat diketahui jumlah petani jagung di Desa
Sukadamai sebanyak 240 orang petani, sehingga jumlah responden yang
didapat menurut rumus di atas sebanyak 44 orang petani.
n
240x(1,64 2 ) x0,05
 44 orang
240(0,052 )  (1,64 2 ) x0,05
C. Metode Pengambilan Data
Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan petani
responden
yang
pertanyaan)
yang
sudah
telah
terpilih
dengan
disiapkan
menggunakan
sebelumnya.
kuisioner
Adapun
data
(daftar
sekunder
diperoleh dari lembaga atau instansi pemerintah yang berhubungan dengan
penelitian ini. Data sekunder diperlukan sebagai informasi tambahan yang
diharapkan dapat menunjang penelitian ini.
Data yang dikumpulkan adalah data harga maupun kuantitas output dan input
yang berhubungan dengan usahatani jagung hibrida dan faktor-faktor yang
mempengaruhi penggunaan benih jagung hibrida, serta data yang berhubungan
dengan data pemasaran pasca usahatani. Harga dunia digunakan untuk
menghitung
harga
paritas
impor
maupun
ekspor
untuk
barang-barang
tradeable.
Harga sosial sumberdaya domestik (upah dan tingkat bunga)
diestimasi dengan cara mengoreksi harga privat dengan potensi divergensinya.
D. Alat Analisis dan Pengujian Hipotesis
Metode pengolahan data dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif
kualitatif
dan
kuantitatif.
mengetahui masalah-masalah
Analisis
deskriptif
kualitatif
dalam sistem produksi.
digunakan
Analisis
untuk
kuantitatif
digunakan untuk menganalisis pendapatan dan daya saing usahatani jagung
hibrida.
Analisis data dan pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan Policy
Analysis Matrix (PAM). Untuk mengukur tingkat daya saing usahatani jagung
hibrida. PAM mengukur keuntungan baik privat (harga aktual) maupun sosial
(harga efisiensi). Metode ini menunjukkan pendapatan, biaya, dan keuntungan
aktual yang diperoleh, dan membandingkannya dengan nilai-nilai tersebut
seandainya
komoditas
dan
sumberdaya
dihitung
pada
tingkat
harga
internasional atau Domestic Opportunity Costs.
1. Analisis Pendapatan
Untuk mengetahui keuntungan dari suatu model usahatani jagung dapat
dilakukan analisis akuntansi dengan model analisis rugi laba (Cost and
Revenue). Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut :
n
  Y .Py   Xi.Pxi  BTT
i 1
Keterangan :

Y
Py
Xi
Pxi
BTT
= Pendapatan bersih/keuntungan
= Jumlah produksi yang dari usahatani
= Harga per satuan produksi
= Faktor produksi
= Harga per satuan faktor produksi
= Biaya Tetap Total
Untuk mengetahui sejauh mana penerapan teknologi memberikan manfaat
atau keuntungan bagi petani analisis di atas diteruskan dengan mencari
ratio antara tambahan penerimaan dengan tambahan biaya yang dikenal
dengan ratio benefit cost (R/C) secara matematis dapat dituliskan sebagai
berikut :
R/C
= ΔPNT
ΔBT
Keterangan :
ΔPNT = Tambahan penerimaan total
ΔBT = Tambahan biaya total
Terdapat dua kemungkinan hasil yang akan diperoleh dengan perhitungan
tersebut, yaitu :
1. Jika R/C < 1, maka usahatani jagung hibrida tidak menguntungkan.
2. Jika R/C = 1, maka usahatani jagung hibrida berada pada keadaan
BEP (Break Event Point).
3. Jika R/C > 1, maka usahatani jagung hibrida tidak menguntungkan.
2. Analisis Daya Saing
Analisis yang digunakan untuk mengukur daya saing adalah analisis PAM.
PAM (Policy Analysis Matrix) digunakan untuk menganalisis secara
menyeluruh dan konsisten terhadap kebijakan mengenai penerimaan, biaya
usahatani, tingkat perbedaan pasar, sistem pertanian, investasi pertanian,
dan efisiensi ekonomi. Keterbatasan utama dalam PAM adalah bahwa
hasil analisis adalah untuk tahun dasar, sehingga apabila parameter
utamanya (seperti harga dunia, nilai tukar, tingkat bunga dan pajak)
berubah, hasil tersebut akan berubah pula. Meskipun demikian metode
PAM dapat mengakomodir perubahan tersebut. Untuk itu, sebuah analisis
sensitivitas (sebuah simulasi) harus digunakan untuk mengukur dampak
perubahan
tersebut.
Perhitungan
model
PAM
dilakukan
dengan
menggunakan matrik PAM yang dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Matrik Analisis Kebijakan (Policy Analysis Matriks)
No Uraian
Penerimaan
Biaya
Tradeable
1
2
3
Harga privat
Harga sosial
Efek divergensi
A
E
I
B
F
J
Keuntungan
Non-tradeable
C
G
K
D
H
L
Sumber : Monke dan Pearson, 1995
Keterangan :
Keuntungan Finansial
Keuntungan Ekonomi
Transfer Output (OT)
Transfer Input Tradeable/Input (IT)
Transfer Input Non-tradeable/Faktor (FT)
Transfer Bersih (NT)
Rasio Biaya Privat (PCR)
Rasio BSD (DRC)
Koefisien Proteksi Output Nominal (NCPO)
Koefisien Proteksi Input Nominal (NCPI)
Koefisien Proteksi Efektif (EPC)
Koefisen Keuntungan (PC)
Rasio Subsidi Bagi Produsen (SRP)
(D)
(H)
(I)
(J)
(K)
(L)
= A-(B+C)
= E-(F+G)
= A-E
= B-F
= C-G
= I-(K+J)
= C/(A-B)
= G/(E-F)
= A/E
= B/F
= (A-B)/(E-F)
= D/H
= L/E
Baris pertama dari Matriks PAM adalah perhitungan dengan harga privat
atau harga finansial, yaitu harga yang betul-betul diterima atau dibayarkan
oleh pelaku ekonomi.
didasarkan
pada
harga
Baris kedua merupakan perhitungan yang
sosial (shadow
price),
yaitu
harga yang
menggambarkan nilai sosial atau nilai ekonomi yang sesungguhnya bagi
unsur-unsur biaya maupun hasil.
Baris ketiga merupakan perbedaan
perhitungan dari harga privat dengan harga sosial sebagai akibat dari
dampak kebijaksanaan pemerintah atau distorsi pasar yang ada.
a. Identifikasi input dan output
Usahatani jagung hibrida menggunakan input yang meliputi lahan (ha),
benih (kg), pupuk (kg), alat pertanian (unit), tenaga kerja (HKP), dan
input pendukung lainnya.
Output yang dihasilkan adalah jagung
hibrida. Output tidak dibeda-bedakan karena untuk setiap usahatani
dalam satu wilayah biasanya menggunakan benih yang tidak jauh
berbeda seperti Bisi, Pioneer, dan lain-lain.
b. Penentuan alokasi biaya
Komponen biaya domestik dan asing dapat ditentukan melalui dua
pendekatan. Menurut Pearson (1976 dalam Haryono, 1991), dua
pendekatan tersebut adalah :
-
Pendekatan langsung (direct approach)
Pendekatan langsung diasumsikan bahwa seluruh biaya input
tradeable baik impor maupun produksi domestik dinilai sebagai
komponen
biaya
asing.
Pendekatan
ini
digunakan
apabila
kebutuhan permintaan input tradeable baik barang impor maupun
produksi domestik dapat dipenuhi dari perdagangan antar negara
atau penawaran di pasaran internasional.
-
Pendekatan total (total approach)
Pada pendekatan ini setiap input tradeable produksi domestik
dibagi ke dalam komponen biaya domestik dan biaya asing.
Pendekatan ini lebih tepat apabila produsen lokal dilindungi
sehingga tawaran penawaran input tradeable datang dari produsen
lokal.
Pengalokasian seluruh biaya tradeable dilakukan dengan pendekatan
langsung, karena pendekatan langsung sesuai digunakan dalam analisis
keunggulan kompetitif dan komperatif. Penentuan alokasi biaya input
tradeable pada penelitian ini dilakukan pendekatan langsung. Semua
input tradeable digolongkan ke dalam komponen biaya asing 100
persen dan input non tradeable dimasukkan ke dalam biaya domestik
100 persen, seperti tampak pada Tabel 8.
Tabel 8. Penentuan alokasi biaya produksi ke dalam komponen
domestik dan asing
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Komponen
Benih
Pupuk
Pestisida
Tenaga kerja
Penyusutan alat
Bunga modal
Sewa lahan
Pajak
Biaya lainnya
Domestik
%
0
0
0
100
100
100
100
100
100
Asing
100
100
100
0
0
0
0
0
0
c. Penentuan harga sosial
Untuk input dan output yang dapat diperdagangkan secara internasional,
harga sosial dapat dihitung berdasarkan harga bayangan (shadow price)
yang dalam hal ini didekati dengan harga batas (border price). Untuk
komoditi yang diimpor dipakai harga CIF (Cost Insurance and Freight),
sedangkan komoditi yang diekspor digunakan harga FOB (Free on
Board).
Tentunya dilakukan berbagai penyesuaian pada titik mana
analisis akan dilakukan. Sedangkan untuk input non tradeable digunakan
biaya imbangannya (opportunity cost), yang digali dari penelitian empiris
di lapang.
(1) Harga sosial output
Harga sosial output yang digunakan dalam penelitian ini adalah harga
perbatasan (border price). Oleh karena jagung merupakan komoditi
yang diimpor, maka harga sosial yang digunakan adalah harga CIF.
Penentuan harga sosial output dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Penentuan harga paritas ekspor output
No Uraian
1
Harga FOB jagung (US$/ton)
2
Pengapalan dan asuransi (US$/ton)
3
Harga CIF (US$/ton)
4
Nilai tukar (Rp/US$)
5
CIF dalam mata uang domestic (Rp/kg)
6
Bongkar/muat, gedung, susut (Rp/kg)
7
Biaya transportasi ke propinsi (Rp/kg)
8
Harga paritas impor di pedagang besar (Rp/kg)
9
Distribusi ke tingkat petani (Rp/kg)
10 Harga paritas impor di tingkat petani (Rp/kg)
Sumber : Diadaptasi dari Pearson dkk, 2005
Rincian
a
b
c = a+b
X
d = cxX/1000
e
f
g = d+e+f
h
i = g-h
(2) Harga sosial sarana produksi dan peralatan (input)
Penentuan harga sosial input yang digunakan berdasarkan harga
perbatasan input yaitu harga FOB, CIF atau sama dengan harga pasar,
jika input tersebut diperdagangkan pada kondisi pasar persaingan
sempurna,
sedangkan
harga
sosial untuk
input
non
tradeable
ditentukan berdasarkan harga pada pasar domestik. Penentuan harga
sosial paritas impor sarana dan prasarana dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Penentuan harga paritas impor input
No
Uraian
1
Harga CIF (US$/ton)
2
Nilai tukar (Rp/US$)
3
CIF dalam mata uang domestik (Rp/Kg)
4
Bongkar/muat, gudang, susut
5
Biaya transportasi ke propinsi (Rp/Kg)
6
Nilai sebelum pengolahan (Rp/Kg)
7
Faktor konversi proses (%)
8
Harga paritas ekspor di pedagang besar (Rp/Kg)
9
Distribusi ke tingkat petani (Rp/kg)
10 Harga paritas impor di tingkat petani (Rp/kg)
Sumber : Diadaptasi dari Pearson dkk, 2005
Rincian
a
X
b = a.X/1000
c
d
e = b+c+d
Y
f = e.Y
g
h = f+g
(3) Harga sosial tenaga kerja
Tenaga kerja yang dipakai dalam usahatani yang akan diteliti adalah
tenaga kerja tidak terampil dan peneliti berpendapat tidak ada
divergensi di pasar tenaga kerja tidak terampil di pedesaan. Dengan
demikian tingkat upah privat dapat digunakan sebagai penduga bagi
tingkat upah sosial.
(4) Harga sosial lahan
Lahan merupakan faktor biaya tetap dalam proses produksi pertanian.
Opportunity cost lahan pertanian yang ditanami suatu komoditi
tergantung nilai komoditi alternatif terbaiknya. Perhitungan nilai sosial
lahan
dilakukan
dengan menerapkan prinsip
SOC.
Nilai sosial
diperoleh dengan mengestimasi keuntungan sosial lahan tersebut yang
diperoleh dari komoditi alternatif terbaiknya.
(5) Harga sosial bunga modal
Suryana (1980) mengemukakan bahwa harga sosial modal adalah
tingkat bunga tertentu atau pengembalian riil atas proyek-proyek
pemerintah, sedangkan tingkat bunga itu sendiri diperlukan untuk
menghitung biaya tunai yang dikeluarkan dalam proses produksi
usahatani.
Estimasi tingkat bunga sosial harus dilakukan melalui
pendekatan kira-kira (Arbitary rule of thumb) yaitu pengalaman
peneliti lain untuk negara berkembang dengan tahap pembangunan
yang sama dengan Indonesia. Didasarkan pada pendekatan itu diduga
tingkat bunga sosial diperoleh dari tingkat bunga finansial (aktual)
ditambah dengan rata-rata tingkat inflasi.
d. Efisiensi Finansial dan Efisiensi Ekonomi
(1) Private Profitability
Keuntungan privat merupakan indikator daya saing (competitivness)
dari sistem komoditi berdasarkan teknologi, nilai output, biaya input
dan transfer kebijaksanaan yang ada.
Apabila D > 0, berarti sistem
komoditi memperoleh profit atas biaya normal yang mempunyai
implikasi bahwa
komoditi itu
mampu
ekpansi,
kecuali apabila
sumberdaya terbatas atau adanya komoditi alternatif yang lebih
menguntungkan.
(2) Social Profitability
Keuntungan
sosial
merupakan
indikator
keunggulan
komparatif
(comparative advantage) dari sistem komoditi pada kondisi tidak ada
divergensi baik akibat kebijakan pemerintah maupun distorsi pasar.
Apabila H > 0, berarti sistem komoditi memperoleh profit atas biaya
normal
dalam
harga
sosial
dan
dapat
diprioritaskan
dalam
pengembangan.
(3) Private Cost Ratio (PCR)
Yaitu indikator profitabilitas privat yang menunjukkan kemampuan
sistem komoditi untuk membayar biaya sumberdaya domestic dan
tetap kompetitif. Jika PCR < 1, berarti sistem komoditi yang diteliti
memiliki keunggulan kompetitif dan sebaliknya jika PCR > 1, berarti
sistem komoditi tidak memiliki keunggulan kompetitif.
(4) Domestic Resource Cost Ratio (DRCR)
Yaitu indikator keunggulan komparatif, yang menunjukkan jumlah
sumberdaya domestik yang dapat dihemat untuk menghasilkan satu
unit devisa. Sistem mempunyai keunggulan komparatif jika DRC < 1,
dan sebaliknya jika DRC >1 tidak mempunyai keunggulan komparatif.
e. Dampak Kebijakan Pemerintah
(1) Kebijakan Output
(a) Output Transfer (OT), Transfer output merupakan selisih antara
penerimaan yang dihitung atas harga finansial (private) dengan
penerimaan yang dihitung berdasarkan harga bayangan atau sosial
(social).
Jika nilai OT>0
menunjukkan adanya transfer dari
masyarakat (konsumen) terhadap produsen, demikian juga sebaliknya.
(b) Nominal Protection Coefficient on Output (NPCO), yaitu indikator
yang menunjukkan tingkat proteksi pemerintah terhadap output jagung
domestik.
Kebijakan bersifat protektif terhadap output jika nilai
NPCO>1, dan sebaliknya kebijakan bersifat disinsentif jika NPCO < 1.
(2) Kebijakan Input
(a) Transfer Input : IT = B – F : Transfer input adalah selisih antara biaya
input yang dapat diperdagangkan pada harga private dengan biaya
yang dapat diperdagangkan pada harga sosial.
Jika nilai IT > 0,
menunjukkan adanya transfer dari petani produsen kepada produsen
input tradable, demikian juga sebaliknya.
(b) Nominal Protection Coefficient on Input (NPCI), yaitu indikator yang
menunjukkan
tingkat
pertanian domestik.
proteksi
pemerintah
terhadap
harga
input
Kebijakan bersifat protektif terhadap input jika
nilai NPCI < 1, berarti ada kebijakan subsidi terhadap input tradable,
demikian juga sebaliknya.
(c) Transfer Factor (FT), merupakan nilai yang menunjukkan perbedaan
harga privat dengan harga sosialnya yang diterima produsen untuk
pembayaran faktor-faktor produksi yang tidak diperdagangkan.
Nilai
FT>0, mengandung arti bahwa ada transfer dari petani produsen
kepada produsen input non tradeable, demikian juga sebaliknya.
(3) Kebijakan Input-Output
(a)
Effective Protection
Coefficient
(EPC),
yaitu indikator yang
menunjukkan tingkat proteksi simultan terhadap output dan input
tradeable. Kebijakan masih bersifat protektif jika nilai EPC > 1.
Semakin besar nilai EPC, maka semakin tinggi tingkat proteksi
pemerintah terhadap komoditi pertanian domestik.
(b) Net Transfer (NT), merupakan selisih antara keuntungan bersih yang
benar-benar diterima produsen dengan keuntungan bersih sosialnya.
Nilai NT >
0, menunjukkan tambahan surplus produsen yang
disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang diterapkan pada input dan
output, demikian juga sebaliknya.
(c) Profitability Coefficient (PC), adalah perbandingan antara keuntungan
bersih yang benar-benar diterima produsen dengan keuntungan bersifat
sosialnya.
Jika PC > 0, berarti secara keseluruhan kebijakan
pemerintah memberikan insentif kepada produsen, demikian juga
sebaliknya.
(d) Subsidy Ratio to Producer (SRP), yaitu indikator yang menunjukkan
proporsi penerimaan pada harga sosial yang diperlukan apabila subsidi
atau pajak digunakan sebagai pengganti kebijakan.
3. Analisis Sensitivitas
Analisis keunggulan kompetitif dan komparatif merupakan suatu analisis yang
bersifat statis. Analisis sensitivitas digunakan untuk mengurangi kelemahan
tersebut. Analisis sensitivitas bertujuan untuk melihat bagaimana perubahan
hasil analisis suatu kegiatan ekonomi,
bila terdapat suatu perubahan-
perubahan yang tidak terantisipasi yang mempengaruhi perhitungan biaya atau
manfaat. Analisis sensitivitas merupakan suatu teknik analisis untuk menguji
perubahan-perubahan kelayakan suatu kegiatan ekonomi secara sistematis,
bila terjadi kejadian-kejadian yang berbeda dengan perkiraan yang telah dibuat
dalam perencanaan. Menurut Kadariah, dkk. (1978), analisis sensitivitas
dilakukan dengan cara sebagai berikut :
a. Mengubah
besarnya
variabel-variabel
yang
penting,
masing-
masing terpisah atau beberapa dalam kombinasi dengan suatu
persentase dan menentukan beberapa pekanya hasil perhitungan
terhadap perubahan-perubahan tersebut.
b. Menentukan sampai berapa suatu variabel harus berubah sampai ke
hasil perhitungan yang membuat proyek tidak dapat diterima.
Untuk mengukur tingkat sensitivitas dalam penelitian ini digunakan analisis
elastisitas. Elastisitas yang digunakan adalah dengan mengunakan tingkat
elastisitas PCR dan elastisitas DRC yaitu analisis yang digunakan untuk
menilai tingkat
keunggulan
kompetitif dan komparatif usahatani jagung
hibrida, sehingga diperoleh seberapa besarkah persentase perubahan nilai PCR
dan DRC akibat perubahan sebesar satu persen dari parameter yang diuji.
Nilai PCR dan DRC yang semakin kecil (<1) menunjukkan sistem semakin
memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif.
Untuk mengukur elastisitas nilai PCR dan nilai DRC terhadap perubahan
harga input dan output digunakan perhitungan sebagai berikut :
Elastisitas PCR =
PCR / PCR
Xi / Xi
Elastisitas DRC =
DCR / DCR
Xi / Xi
dimana :
i = 1,2,3,…., n
X1 = Harga jagung
X2 = Harga benih
X3 = Harga pupuk
Keterangan : Elastisitas PCR dan DRC < 1 berarti tidak peka (inelastis)
Elastisitas PCR dan DRC > 1 berarti peka (elastis)
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Gambaran umum daerah penelitian
A. Keadaan wilayah
1. Letak Geografis
Desa Sukadamai merupakan bagian wilayah kecamatan Natar Kabupaten
Lampung Selatan yang mempunyai batas – batas wilayah sebagai berikut :
a. Sebelah utara berbatasan dengan perkebunan Trikora
b. Sebelah timur berbatasan dengan wilayah Desa Margajaya dan Kali
Kandis
c. Sebelah barat berbatasan dengan wilayah Desa Sumbersari
d. Sebelah selatan berbatasan dengan Kali Sekampung
2. Luas Wilayah dan Tipe Vegetasi
Desa Sukadamai mempunyai luas wilayah 1557 hektar,yang secara rinci dapat
dilihat pada tabel 11berikut :
Tabel 11. Luas Wilayah dan Tipe Vegetasi
No
1
2
3
4
5
Uraian
Perladangan
Pekarangan
Kebun Rakyat
Luas pengairan
Lain – lain
Luas Wilayah
624 Ha
165 Ha
401 Ha
342 Ha
25 Ha
Persentase
40,07
10,59
25,75
20,80
1,60
1557
100,00
Sumber : Monografi Desa Sukadamai, 2014
Berdasarkan
tabel 11
dapat diketahui bahwa luas keseluruhan Desa
Sukadamai adalah 1557
hektar,
yang diperuntukan antara lain untuk
perladangan 624 hektar, pekarangan 165 hektar, kebun rakyat 401 hektar,
pengairan 342 hektar, dan untuk lain – lain 25 hektar. Dengan demikian dapat
disimpulkan
bahwa
sebagian
besar
luas
lahan
di
Desa
Sukadamai
dipergunakan untuk perladangan.
3. Topografi dan Iklim
Desa Sukadamai berada di kemiringan 10 – 25 derajat, topografi lahan
termasuk lahan datar sampai bergelombang yaitu antara 1 s/d 5 m. Jenis
tanahnya adalah Podsolid Merah Kuning (PMK) dengan tekstur lempung
berpasir dengan pH kisaran 5,5 – 6.
Tipe iklim Desa Sukadamai adalah tipe iklim A dengan rata – rata curah hujan
pertahun 147,83 mm.
4. Demografi / Kependudukan
Jumlah Penduduk Desa Sukadamai kecamatan Natar Kabupaten Lampung
Selatan adalah 905 582 jiwa.
Untuk mendapatkan gambaran yang terperinci tentang
penduduk Desa
Sukadamai maka berikut ini akan disajikan data mengenai penduduk yang
meliputi :
Tabel 12. Jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur di Desa Sukadamai
Natar Kabupaten Lampung Selatan
Umur (tahun)
0 –4
5-9
10 - 14
15 – 19
20 – 24
25 – 29
30 – 34
35 – 39
40 – 44
45 – 49
50 – 54
55 – 59
> 60
Total
Jumlah Penduduk (jiwa)
99 763
93 456
89 088
84 809
78 188
81 192
79 566
74 811
64 819
54 900
46 129
34 399
24 462
905 582
Persentase (%)
11,01
10,31
9,83
9,36
8,63
8,96
8,78
8,26
7,15
6,06
5,09
3,79
2,70
100,00
Sumber : BPS Lampung Selatan,2014
Berdasarkan tabel 12 dapat diketahui jumlah penduduk pada umur 0 – 4 tahun ada
99.763 jiwa atau (11,01%), 5 – 9 tahun ada 99.456 jiwa atau (10,31%), 10 – 14
ada 89.088 jiwa atau (9,83%), 15 – 19 tahun ada 84.809 jiwa atau (9,36%), 20 –
24 tahun ada 78.188 jiwa atau (8,63%), 25 – 29 tahun 81.192 jiwa atau (8,96%),
30 -34 tahun ada 79.566 jiwa atau (8,76%), 35 – 39 tahun ada 74.811 jiwa atau
(8,26%), 40 – 44 tahun ada 64.819 jiwa atau (7,15%), 45 – 49 tahun ada 54.900
jiwa atau (6,06%), 55 – 59 tahun ada 34.399 jiwa atau (3,79%),dan umur > 61
tahun ada 24.462 jiwa atau (2,70%).
5.
Jumlah Penduduk Berdasarkan Pendidikan
Jumlah penduduk berdasarkan pendidikan di Desa Sukadamai Kecamatan Natar
Kabupaten Lampung Selatan, secara terperinci dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 13. Jumlah penduduk berdasarkan pendidikan di Desa Sukadamai Tahun
2014.
No
Pendidikan
Jumlah Penduduk
Persentase (%)
1
2
3
4
5
TK
SD / Sederajat
SLTP / Sederajat
SLTA / SMU
Perguruan Tinggi
80
400
286
250
17
1.033
7,74
38,72
27,68
24,20
1,64
100,00
Sumber : Monografi Desa Sukadamai, 2014
Berdasarkan tabel 13 dapat diketahui bahwa jumlah penduduk berdasarkan
pendidikan di Desa Sukadamai adalah TK ada 80 jiwa atau (7,74%), SD /
Sederajat ada 400 jiwa atau (38,72%), SLTP / Sederajat ada 286 jiwa atau
(27,68%), SLTA / Sederajat ada 250 jiwa atau (24,20%), dan Perguruan Tinggi
ada 17 jiwa atau (1,64%). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penduduk
Desa Sukadamai sebgian besar adalah berpendidikan SD.
6. Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Jumlah
Jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian di Desa Sukadamai Kecamatan
Natar Kabupaten Lampung Selatan, secara terperinci dapat dilihat pada tabel 4
berikut :
Tabel 14. Jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian di Desa Sukadamai
Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan.
No
1
2
3
4
5
6
7
8
Jenis Mata Pencaharian
Petani
Pekebun
Peternak
Tukang
Jasa Angkutan
Pedagang
PNS / TNI / POLRI
Pensiunan
Jumlah
Jumlah Penduduk
980
70
30
25
10
50
40
8
1.213
Sumber : Monografi Desa Sukadamai, 2014
Persentase (%)
80,79
5,77
2,47
2,06
0,82
4,12
3,29
0,65
100,00
Berdasarkan tabel 14 diatas dapat diketahui jumlah penduduk berdasarkan mata
pencaharian di Desa Sukadamai Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan
adalah Petani 980 jiwa atau (80,79%), Pekebun 70 jiwa atau (5,77%), Peternak 30
jiwa atau (2,47%), Tukang 25 jiwa atau (2,06%), Jasa Angkutan 10 jiwa atau
(0,82%), Pedagang 50 jiwa atau (4,12%), PNS / TNI / POLRI 40 jiwa atau
(3,29%), dan pensiunan 8 jiwa atau (0,65%). Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa sebagian besar penduduk Desa Sukadamai adalah Petani.
7.
Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama
Jumlah penduduk berdasarkan agama di Desa Sukadamai Kecamatan Natar
Kabupaten Lampung Selatan, secara terperinci dapat dilihat pada tabel 15 berikut
ini :
Tabel 15. Jumlah penduduk berdasarkan agama di Desa Sukadamai Kecamatan
Natar Kabupaten Lampung Selatan.
No
1
2
3
4
5
Agama
Islam
Kristen
Katholik
Hindu
Budha
Jumlah
Jumlah Penduduk
3.450
50
3.500
Persentase (%)
98,57
1,42
100,00
Sumber : Monografi Desa Sukadamai, 2014
Berdasarkan tabel 15 dapat diketahui bahwa jumlah penduduk berdasarkan agama
di
Desa Sukadamai berjumlah. Islam berjumlah 3.450 jiwa atau (98,57%),
Kristen 50 jiwa atau (1,42%) dan tidak satupun penduduk yang beragama
Katholik, Hindu dan Budha. Dengan demkian dapat disimpulkan bahwa penduduk
Desa Sukadamai mayoritas beragama Islam.
B. Pemerintahan Desa
Dalam menjalankan roda pemerintahan Desa Sukadamai dipimpin oleh seorang
kepala desa yang dibantu oleh seorang sekertaris desa dan 5 (lima) orang kepala
urusan (Kaur), 2 (dua) orang kepala seksi (Kasi), serta 3 (tiga) orang staf.
Organisasi pendukung berjalannya Desa Sukadamai antara lain adalah sebagai
berikut :
1. Sebuah Lembaga Pemberdayaan Masyarakat
2. Ibu – ibu PKK
3. Karang Taruna
4. Sebuah Koperasi Unit Desa (KUD)
Desa Sukadamai terdiri dari (9) dusun, yang masing – masing dipimpin oleh
Kepala Dusun, dalam pelaksanaan tugasnya dibantu oleh
RW dan RT yang
seluruhnya berjumlah 25 orang. Adapun struktur organisasi Desa Sukadamai
Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan dapat dilihat pada gambar 2 :
KEPALA
DESA
SEKERTARIS
DESA
LPMD
KASI
KEAMANAN
KASI
PERTANIAN
BPD
KAUR
PEM
KAUR
PEM B
KAUR
UM UM
KAUR
KEUANGAN
KEPALA
DESA
Gambar 2.
Struktur Pemerintahan Desa
Kabupaten Lampung Selatan
Sukadamai
Kecamatan
Natar
KAUR
KESEJAHT ERA
AN
C. Keadaan Umum Petani Responden
1) Identitas Responden
Untuk mendapatkan gambaran yang nyata tentang responden yang dijadikan
objek penelitian ini, maka berikut ini disajikan data identitas yang meliputi
umur responden, pendidikan responden, mata pencaharian responden dan luas
lahan usahatani.
2) Umur petani responden
Berdasarkan hasil penelitian, rata-rata umur petani responden di daerah
penelitian yaitu 46 tahun. Usia tersebut merupakan usia yang produktif
dimana petani masih dapat melakukan usahataninya mulai dari pengolahan
tanah sampai panen. Klasifikasi umur petani responden di Desa Sukadamai
Kecamatan Natar dapat dilihat pada Tabel 16
Tabel 16. Klasifikasi umur petani responden di Desa Sukadamai
Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan
No
1
2
3
4
5
6
7
8
Tingkat Umur (tahun)
Orang
15 - 20
21 – 26
27 – 32
1
33 – 38
5
39 – 44
10
45 – 50
17
51 – 56
7
57 - 62
4
Jumlah
44
Sumber : Lampung Selatan Dalam Angka,2014
Persentase
0
0
2,27
11,36
22,72
38,63
15,90
9,09
100,00
Pada Tabel 16 terlihat bahwa sebagian besar responden petani jagung di Desa
Sukadamai berada pada selang umur 15 - 62 tahun, sehingga usia tersebut
sangat produktif terutama dalam usahatani jagung. Petani responden tersebut
biasanya meneruskan usahatani milik orang tuanya sehingga petani responden
yang ada di Desa Sukadamai rata-rata masih berusia muda.
3) Pendidikan petani responden
Tingkat pendidikan responden petani jagung di daerah penelitian beragam
mulai tidak tamat SD sampai lulus SMA. Namun tingkat pendidikan yang
paling banyak ditempuh responden petani jagung adalah tamatan SMP,
sebagaimana tampak dalam Tabel 17.
Tabel 17. Klasifikasi pendidikan petani responden di Desa Sukadamai
Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan
No
1
2
3
4
5
Tingkat Pendidikan
Orang
Tidak tamat SD
0
Tamat SD
11
Tamat SMP
17
Tamat SMA
16
Tamat PT
0
Total
44
Sumber : Data primer diolah, 2015
Persentase
0,00
25
38,63
36,36
0,00
100
Pada Tabel 17 terlihat bahwa mayoritas petani menyelesaikan pendidikan
formalnya hanya pada tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau sekitar
38,63 persen. Hal ini dikarenakan sebagian besar responden petani enggan
meneruskan pendidikan formalnya sampai tingkat Perguruan Tinggi (PT)
karena faktor biaya yang tidak mendukung serta mereka terbiasa bertani sejak
kecil sehingga pendidikan formalnya sering dilupakan.
4) Mata Pencaharian Petani Responden
Sebaran mata pencaharian responden sangat bervariasi, dimana selain petani
jagung yang merupakan mata pencaharian pokok. Petani juga memiliki mata
pencaharian sambilan atau sampingan dalam memenuhi kebutuhan. Berikut
secara rinci disajikan pada tabel 18.
Tabel 18. Sebaran mata pencaharian responden
No
Mata Pencaharian
Orang
Persentase
1
2
3
4
Petani
Buruh
Buruh Bangunan
Jasa Angkutan
Jumlah
24
17
1
2
44
54,54
38,63
2,27
4,54
100
Sumber : Data primer diolah, 2015
Tabel 18 menunjukkan bahwa dari 44 responden ada 24 responden yang
mempunyai mata pencaharian sebagai petani atau 54,54 persen, 17
responden sebagai buruh atau 38,63 persen, 1 responden sebagai buruh
bangunan atau 2,27 persen, dan 2 responden sebagai jasa angkutan atau 4,54
persen.
Dengan
demikian
dapat
disimpulkan
bahwa sebagian besar
responden memiliki mata pencaharian sebagai petani.
5) Luas Lahan Usahatani Responden
Sebaran luas lahan usahatani responden berkisar antara 0,25 s/d 5 Ha,
dengan perincian seperti pada tabel 19 berikut ini :
Tabel 19. Sebaran luas lahan usahatani responden.
No
Luas Lahan (ha)
Orang
Persentase (%)
1
2
3
0,25 – 1,83
1,84 – 3,41
3,42 – 4,99
Jumlah
22
15
7
44
50
34,09
15,90
100
Sumber : Data primer diolah, 2015
Berdasarkan tabel 19 dapat diketahui bahwa luas lahan responden. Terdapat
22 responden yang memiliki luas lahan 0,25 – 1,83 ha atau (50%),
15 responden yang memiliki luas lahan 1,84 – 3,41 ha atau (34,09%), dan 7
responden yang memiliki luas lahan 3,42 – 4,99 ha atau (15,90%). Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden memiliki luas
lahan 0,25 – 1,83 ha.
6) Pengalaman petani responden
Salah satu faktor yang mempengaruhi keterampilan petani dalam melakukan
usahatani
adalah
pengalaman
yang
dimilikinya.
Semakin
banyak
pengalaman yang dimiliki petani dalam berusahatani, maka petani akan
semakin terampil dalam melakukan usahataninya dan dapat diajarkan pada
generasi berikutnya. Rata-rata pengalaman petani responden jagung di Desa
Sukadamai dalam berusahatani yaitu 15,2 tahun. Klasifikasi pengalaman
petani jagung di Desa Sukadamai dapat dilihat pada Tabel 20.
Tabel 20. Klasifikasi pengalaman usahatani petani responden di
Desa Sukadamai Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan.
No
Tingkat
Pengalaman Orang
Persentase
(tahun)
1-6
7 - 13
14 - 20
21 - 27
28 - 34
Total
Sumber : Data primer diolah, 2015
1
2
3
4
5
3
5
7
10
19
44
6,81
11,36
15,90
22,72
43,18
100
Pada Tabel 20 terlihat bahwa tingkat pengalaman usahatani responden
petani jagung paling banyak berada pada selang 28 – 34 tahun, yaitu 19
orang atau 43,18 persen. Tingkat pengalaman ini sudah cukup untuk
menunjang keberhasilan dalam berusahatani jagung, terkait dengan umur
responden petani yang rata-rata di atas 30 tahun.
7) Jumlah tanggungan keluarga petani responden
Jumlah
tanggungan
keluarga
merupakan
salah
satu
faktor
yang
menentukan besar kecilnya pengeluaran rumah tangga petani. Semakin
banyak
jumlah keluarga yang harus ditanggung oleh petani, maka
pengeluarannya juga semakin besar dan secara tidak langsung berpengaruh
terhadap kegiatan usahataninya. Seharusnya sebagian pendapatan yang
diterima
petani
dialokasikan
untuk
membiayai
keluarganya.
Jumlah
tanggungan keluarga responden petani jagung dapat dilihat pada Tabel 21.
Tabel 21. Klasifikasi jumlah tanggungan keluarga petani responden di
Desa Sukadamai Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan.
No
Jumlah Tanggungan
(Orang)
Orang
Persentase
1
2
3-4
5-6
Total
38
6
44
86,36
13,63
100,00
Sumber : Data primer diolah, 2015
Pada Tabel 21 terlihat bahwa jumlah keluarga yang ditanggung oleh
responden petani jagung mayoritas 3 - 4 orang. Jumlah ini cukup banyak
dan yang paling banyak ditanggung adalah anak. Petani responden kurang
memikirkan betapa pentingnya pembatasan jumlah anak. Mereka hanya
berpikir bahwa dengan banyaknya anak, maka kelak anak-anak mereka
tersebut akan dapat meneruskan usahatani yang dilakukannya.
8) Pekerjaan sampingan petani responden
Untuk
mencukupi
usahataninya
sampingan
kebutuhan
panen,
selain
biasanya
keluarga,
petani
berusahatani.
dan
responden
Pekerjaan
sambil
menunggu
mencari pekerjaan
sampingan
yang
sering
dilakukan responden yaitu tukang ojek dan buruh bangunan. Adapun
persentase dari responden yang mempunyai pekerjaan sampingan dapat
dilihat pada Tabel 22.
Tabel 22. Jumlah petani responden yang memiliki pekerjaan sampingan di
Desa Sukadamai Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan
No
1
Pekerjaan Sampingan
Ada
Orang
20
Persentase
45,45
2
Tidak ada
24
Total
44
Sumber : Data primer diolah, 2015
54,54
100,00
Pada Tabel 22 terlihat bahwa petani responden di Desa Sukadamai yang
mempunyai pekerjaan sampingan hanya 20 orang atau 45,45
persen. Pekerjaan sampingan tersebut diantaranya sebagai Buruh, Jasa
angkutan dan Buruh bangunan.
9) Permodalan petani
Modal adalah faktor penting dalam produksi pertanian dalam arti
sumbangannya pada nilai produksi. Pada suatu usahatani, kebutuhan
modal untuk pembiayaan tidak hanya di bidang produksi tetapi juga pada
bidang pemasaran hasil-hasil produksi. Modal dapat dibagi dua yaitu
modal sendiri (equity capital) dan modal pinjaman (credit).
Usahatani jagung di daerah penelitian sebagian besar diusahakan dengan
modal sendiri, walaupun ada beberapa responden yang menggunakan
modal pinjaman dalam usahatani jagung, namun pinjaman tersebut tidak
seluruhnya. Keadaan ini menurut petani responden dikarenakan bunga
pinjaman di daerah penelitian sebesar 4 persen, sehingga petani responden
enggan untuk meminjam modal.
Modal yang dimiliki petani responden pada umumnya dialokasikan untuk
membiayai
kegiatan
usahatani
yang
dilakukan,
sedangkan
untuk
membiayai pemasaran hasil produksi jagung, sebagian besar petani tidak
mengeluarkan
biaya
pemasaran,
hal
ini
karena
biaya
pemasaran
ditanggung oleh pembeli,
mulai dari biaya pemipilan sampai biaya
transportasi.
B. Keragaan Usahatani
1. Pola tanam
Pada umumnya jagung di Desa Sukadamai Kecamatan Natar Kabupaten
Lampung Selatan ditanam secara monokultur (satu jenis tanaman). Pola
tanam jagung biasanya tergantung pada musim atau curah hujan yang ada.
Penanaman jagung biasanya dilakukan pada awal bulan Desember atau
Januari.
Secara umum pola tanam jagung yang dilakukan oleh responden petani
jagung di Desa Sukadamai selama 1 tahun yaitu :
a.
Pada lahan kering, responden petani menanam jagung setahun dua kali,
kemudian diselingi atau digilir dengan tanaman lain yang mempunyai
waktu sama atau tidak diusahakan atau dibiarkan begitu saja.
b. Pada lahan sawah tadah hujan, pola tanamnya yaitu setelah tanam padi.
Dari gambaran diatas, maka pola tanam jagung yang banyak diusahakan
oleh petani responden dapat dilihat pada Gambar 3.
Pola tanam jagung pada lahan kering
Jagung
Des Jan Feb Mar Apr
Jagung
Mei
Jun Jul Agt
Tidak diusahakan
Sep
Okt
Nop
Pola tanam jagung pada lahan tadah hujan
Padi
Tidak diusahakan
Jagung
Des Jan Feb Mar Apr
Mei
Jun Jul Agt
Sep
Okt
Nop
Gambar 3. Pola tanam jagung di Desa Sukadamai Kecamatan Natar
Kabupaten Lampung Selatan.
2. Budidaya jagung di daerah penelitian
Budidaya jagung yang dilakukan didahului dengan kegiatan pengolahan
tanah. Pengolahan tanah yang dilakukan biasanya berbeda antara musim
tanam jagung pertama dan musim tanam jagung kedua, untuk musim
tanam pertama pengolahan tanah yang dilakukan adalah pembersihan
lahan, pembentukan drainase, dan persiapan lahan, untuk musim tanam
kedua sebagian besar petani responden mempersiapkan lahannya TOT
(tanpa olah tanah). Persiapan lahan biasanya dilakukan dengan cara ditajuk
untuk membuat alur tanam jagung sehingga proses penanaman akan lebih
cepat dan jarak tanam akan seragam.
Setelah persiapan lahan selesai dilakukan, kegiatan selanjutnya adalah
penanaman. Saat penanaman ditentukan terlebih dahulu jarak tanamnya.
Pada umumnya jarak tanam yang digunakan petani responden yaitu 70 cm
x 30 cm atau 65 cm x 15 cm.
Kegiatan
selanjutnya
adalah
kegiatan
penyiangan
agar pertumbuhan
jagung tanaman terhambat dengan adanya gulma. Kegiatan penyiangan
dapat dilakukan dengan cara manual atau dengan cara kimiawi. Cara
manual dilakukan dengan menggunakan cangkul atau garuk, sedangkan
cara kimiawi dilakukan dengan menggunakan herbisida untuk membasmi
gulma.
Setelah
penyiangan
dilakukan
kegiatan
selanjutnya
adalah
pemupukan. Dosis pupuk yang dibutuhkan tanaman sangat tergantung
kepada kesuburan tanah dan varietas yang ditanam. Dosis anjuran
pemupukan per hektar untuk benih jagung hibrida yaitu 300 kg urea, 200
kg TSP, 100 kg NPK dan 100 kg Kandang.
Pemberian pupuk dilakukan dua kali secara bertahap, yaitu :
a.
Pemupukan dasar dilakukan pada saat tanam dengan dosis 1/3 dari
dosis pupuk urea dan semua dosis pupuk TSP, NPK dan pupuk
Kandang.
a. Pemupukan susulan atau pemupukan kedua dilakukan pada saat
tanaman berumur 21 hari setelah tanam dengan dosis 2/3 dari dosis
pupuk urea.
Selain pemberian pupuk urea, TSP, dan NPK, sebagian besar petani
responden menggunakan pupuk kandang sebagai pupuk dasar. Biasanya
pupuk kandang diberikan untuk menutupi lubang tanam jagung, agar
kelembabannya tetap terjaga sehingga dengan adanya pupuk kandang di
sekitar lubang tanam jagung, pertumbuhan jagung akan baik dan seragam.
Salah satu upaya untuk mengatasi serangan hama dan penyakit, dilakukan
penyemprotan dengan obat-obatan. Hama yang sering menyerang tanaman
jagung adalah ulat pemotong dan hama penggerek batang, sedangkan
penyakit yang sering menyerang adalah penyakit bulai. Upaya untuk
mengatasi hama yaitu sebelum ditanam, benih dicampur terlebih dahulu
dengan fungisida seperti Amistartop,
sedangkan untuk mengurangi
serangan penyakit bulai yaitu dengan melakukan pemupukan bersamaan
dengan waktu tanam, hal ini untuk membantu meningkatkan pertumbuhan
dan ketahanan tanaman terhadap penyakit bulai.
Pemanenan dilakukan saat umur jagung berkisar 110-120 hari setelah
tanam. Panen jagung dilakukan dengan cara memotong atau memutar
tongkol berikut kelobotnya atau dengan cara mematahkan tangkai buah
jagung.
C. Penggunaan Sarana Produksi
1. Penggunaan benih
Benih merupakan salah satu faktor yang penting dalam usahatani jagung,
dimana benih akan mempengaruhi produksi jagung yang dihasilkan. Benih
yang digunakan oleh petani responden di daerah penelitian bermacammacam, namun sebagian besar menggunakan benih hibrida DK 85,DK 99
varietas ini digunakan karena selain produksinya tinggi juga tahan
terhadap serangan penyakit bulai, tahan karat daun dan hawar daun.
Adapun jenis benih jagung hibrida yang digunakan petani responden dapat
dilihat pada Tabel 23.
Tabel 23. Jenis benih jagung hibrida yang digunakan oleh petani di Desa
Sukadamai Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan
No
1
2
Jenis Benih
DK 99
Bisi-12
Orang
14
2
Persentase
31,82
4,55
3
4
5
DK 85
19
Pioneer C-12
3
Pioneer C-21
6
Total
44
Sumber : Data primer diolah, 2015
43,18
6,82
13,63
100
Pada Tabel 23 diatas terlihat bahwa sebanyak 43,18 persen petani responden
menggunakan benih jagung hibrida varietas DK 85 dan sisanya menggunakan
varietas lain dengan alasan ingin mencoba, dan ada beberapa responden yang
menanam dua jenis varietas yang berbeda pada satu lahan dengan alasan ingin
membandingkan
dua
jenis
varietas
tersebut,
sehingga
benih jagung yang
mempunyai keunggulan dari benih jagung yang lainnya akan digunakan untuk
musim tanam selanjutnya.
Penggunaan benih oleh petani responden di Desa Sukadamai rata – rata adalah 20
kg/Ha. Sedangkan anjuran penggunaan benih adalah 20 kg/Ha,
penggunaan rata-rata benih jagung yang digunakan sudah sesuai anjuran atau
sesuai kebutuhan, dan bahkan melebihi dari anjuran baik per usahatani maupun
per hektar. Kelebihan penggunaan benih jagung tersebut dikarekan beberapa
responden menanam jagung dengan jarak tanam yang agak rapat, sehingga
kebutuhan benih juga akan lebih banyak. Petani responden berpikir bahwa
semakin banyak benih yang ditanam, maka produksi yang dihasilkan juga akan
banyak, namun kenyataan yang terjadi sebaliknya dengan jarak tanam yang
semakin rapat, produksi jagung bahkan semakin menurun hal ini dikarenakan
tanaman kurang terkena sinar matahari dan pertumbuhannya tidak maksimal
karena terlalu
Pupuk yang paling banyak dan sering digunakan oleh petani dalam
berusahatani jagung hibrida di daerah penelitian adalah pupuk urea, pupuk
kandang dan pupuk TSP, sedangkan rapat.
2. Penggunaan pupuk urea, TSP, NPK dan Kandang
Pupuk NPK hanya beberapa petani saja yang menggunakannya. Hal ini
dikarenakan harga pupuk NPK yang relatif mahal dan langka di pasaran.
Harga pupuk yang berlaku di daerah penelitian yaitu pupuk urea berkisar
antara Rp 1.200/kg—Rp 2.000/kg, pupuk TSP berkisar antara Rp
1.400/kg—Rp 2.100/Kg, pupuk kandang berkisar antara Rp 1.000/kg –
1.200/kg dan pupuk NPK berkisar antara Rp 1.830 /Kg—Rp 2.300/Kg.
Tabel 24. Rata-rata penggunaan pupuk per usahatani dan per hektar oleh
petani responden hibrida di Desa Sukadamai Kecamatan Natar
Kabupaten Lampung Selatan
No
1
Jenis Pupuk
Luas (ha)
Per hektar
1
- Urea (Kg)
- TSP (Kg)
- NPK (Kg)
- Kandang (Kg)
Jumlah
Sumber : Data primer diolah, 2015
Penggunaan
Anjuran
Persentase
400
250
400
200
1250
300
200
100
100
700
32
20
32
16
100
Pada Tabel 24 dapat dilihat bahwa penggunaan pupuk urea, NPK, TSP dan
Kandang per hektar untuk
tanaman jagung melebihi anjuran yang
seharusnya. Pemakaian pupuk urea mencapai 32 persen dari dosis anjuran,
pupuk TSP sebesar 20 persen dari dosis anjuran, pupuk NPK sebesar 32
persen dari dosis anjuran, sedangkan pupuk Kandang mencapai 16 persen
dari dosis anjuran. Kelebihan pupuk ini dikarenakan oleh keadaan tanah
yang kurang subur, sehingga petani menggunakan pupuk melebihi dosis
yang dianjurkan agar tingkat kesuburan tanah meningkat. Namun petani
tidak berpikir dampak dari penggunaan pupuk yang melebihi dosis secara
terus menerus akan mengakibatkan kesuburan tanah berkurang dan tanah
menjadi bertekstur keras.
3. Penggunaan obat-obatan
Pestisida atau obat-obatan dalam usahatani jagung digunakan untuk
memberantas serangan hama dan penyakit tanaman, penggunaan pestisida
di daerah penelitian bervariasi tergantung jenis hama dan penyakit yang
menyerang. Jenis-jenis pestisida yang banyak digunakan petani seperti
pada Tabel 25.
Tabel 25. Jenis-jenis pestisida yang banyak digunakan petani dalam
usahatani jagung di Desa Sukadamai Kecamatan Natar
Kabupaten Lampung Selatan
No
1
Penggolongan
Pestisida
Insektisida
Jenis
Bahan Aktif
Formulasi
Alika
Cruiser
Lamda sihalotrin
Tiametoksam
ZC(kontak
lambung)
FS(sistemik)
SC(kontak
2
Fungisida
Amistartop
Azoksistrobin
lambung)
3
Herbisida
Gramoxone
Parakuat diklorida
SL
Round up
Kalium glifosat
AS
Sumber : Data primer diolah, 2015
Pada dasarnya penggunaan pestisida dimaksudkan untuk mempermudah
pekerjaan petani, khususnya dalam kegiatan pemberantasan gulma. Pada
saat ini pemberantasan gulma sudah menggunakan herbisida, khususnya
pada pembukaan lahan atau pada sistem tanam TOT (Tanpa Olah Tanah),
sehingga waktu yang digunakan lebih cepat dibandingkan dengan cara
manual,
namun
saat
ini
banyak
petani
yang
mengurangi
jumlah
penggunaan pestisida karena harganya yang relatif mahal.
4. Penggunaan tenaga kerja
Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi yang sangat penting
dalam kegiatan usahatani. Penggunaan tenaga kerja berasal dari dalam
keluarga dan dari luar keluarga. Tenaga kerja tersebut terdiri dari tenaga
kerja pria dan tenaga kerja wanita yang kemudian dikonversikan dalam
Hari Orang Kerja (HOK) berdasarkan tingkat upah yang berlaku.
Pemakaian tenaga kerja digunakan untuk kegiatan pembukaan lahan,
pembersihan lahan,
penanaman
benih,
pengolahan tanah/pembajakan,
penyulaman,
pemupukan,
pembuatan lubang,
pengendalian
HPT,
penyiangan.
Petani jagung di daerah penelitian mayoritas hanya menggunakan tenaga
kerja pria dan tenaga kerja wanita dimana upah tenaga kerja pria yang
berlaku adalah sekitar Rp. 50.000/hari (selama 8 jam kerja), sedangkan
upah tenaga kerja wanita yang berlaku adalah Rp. 40.000/hari (selama 8
jam kerja). Perbedaan upah ini mengakibatkan berbedanya satuan yang
digunakan tenaga kerja pria dan wanita, sehingga tenaga kerja wanita
harus dikonversi ke tenaga kerja pria berdasarkan tingkat upah yang
berlaku. Jumlah penggunaan tenaga kerja usahatani jagung hibrida dapat
dilihat pada Tabel 26.
Tabel 26. Penggunaan tenaga kerja rata-rata per usahatani dan per hektar
untuk usahatani jagung hibrida di Desa Sukadamai Kecamatan
Natar Kabupaten Lampung Selatan dalam satuan Hari Orang
Kerja (HOK)
No
1
Jenis Kegiatan
TKDK
Per hektar
a. Pembukaan lahan
2
b. Pembersihan lahan
2
c. Pembajakan
d. Pembuatan lubang
2
e. Penanaman benih
2
f. Penyulaman
2,22
g. Pemupukan I
2
h. Pemupukan II
1,47
i. Pengendalian HPT
2
j. Penyiangan I
2
k. Penyiangan II
2
l. Pemanenan
2,02
Jumlah
21,71
Total TKDK +TKLK
Sumber : Data primer diolah, 2015
Pada Tabel 26
usahatani
TKLK
Total
3,31
3
5,31
5
3
3
3,20
3
3
3
3
3
3,5
31,01
5
5
5,42
5
4,7
5
5
5
5,52
52,72
terlihat bahwa rata-rata penggunaan tenaga kerja dalam
jagung
hibrida
terbanyak
adalah
pembukaan
lahan
dan
pembersihan lahan. Kegiatan pembukaan lahan dan pembersihan lahan
membutuhkan
tenaga
kerja
paling
banyak.
Hal ini karena dalam
pembukaan lahan dan pembersihan lahan terdapat beberapa kegiatan yaitu
mengolah lahan (membajak atau mencangkul), membuat tajuk tanam, dan
membersihkan gulma.
D. Produksi dan Penerimaan
Keuntungan adalah penerimaan yang diperoleh petani dikurangi dengan
biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi, baik berupa biaya tunai
maupun biaya yang diperhitungkan. Hasil panen jagung yang dijual petani
sesuai dengan harga yang berlaku dipasaran saat itu (tentunya dengan
mempertimbangkan
kualitas
jagung)
merupakan
penerimaan
yang
diperoleh petani.
Penerimaan petani dalam usahatani jagung hibrida dengan luasan 1 hektar
sebesar Rp. 14.300.000 dengan produksi rata-rata per hektar sebesar 6.500
kg. Penerimaan tersebut diperoleh dari hasil produksi dengan harga jual
jagung yaitu Rp. 2.200 per kg. Biaya-biaya yang digunakan dalam
usahatani jagung hibrida dibagi atas biaya tunai dan biaya yang tak
diperhitungkan. Biaya tunai sebesar Rp. 5.773.500 dan biaya yang
diperhitungkan
sebesar
Rp.
1.815.004
sehingga
total
biaya
yang
dikeluarkan sebesar Rp. 7.588.504.
Perhitungan analisis keuntungan usahatani jagung hibrida dapat dilihat
pada Tabel 27.
Tabel 27. Analisis keuntungan usahatani jagung hibrida per hektar di Desa
Sukadamai Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan.
No
1
2
Uraian
S atuan
Jumlah
Harga
(Rp)
Nilai (Rp)
Penerimaan
Produksi
Kg
6.500
2.200
14.300.000
Biaya Produksi
I. Biaya Tunai
Benih
Pupuk Urea
Pupuk TSP
Pupuk NPK
Pupuk Kandang
Kg
Kg
Kg
Kg
Kg
20
400
250
400
200
62.000
2000
1.900
2.300
1.000
1.240.000
800.000
475.000
920.000
200.000
Insektisida
Herbisida
Fungisida
TK Luar Keluarga
Pajak
Biaya Traktor
Total Biaya Tunai
100 ml
100 ml
100 ml
HOK
800
400
500
31,01
1,00
550
250
750
50.000
18.000
400.000
440.000
100.000
375.000
1.550.500
18.000
400.000
6.518.500
21,71
50.000
206.750
1.503.569
1.085.500
206.750
1.503.569
2.795.819
9.314.319
4.985.681
Per ha
II. Biaya diperhitungkan
TK Keluarga
Penyusutan Alat
Bunga M odal
Total Biaya diperhitungkan
Total biaya
III. Pendapatan
HOK
14,25
Sumber : Data primer diolah, 2015
Pada Tabel 27 di atas dapat dilihat bahwa keuntungan usahatani atas total
biaya tunai dan biaya total diperhitungkan sebesar Rp 6.518.500 dan Rp.
9.314.319. Biaya yang diterima oleh petani lebih kecil daripada biaya yang
dikeluarkan.
E. Analisis Kebijakan PAM
Policy Analysis Matrix (PAM) yang dikemukakan oleh Monke dan Pearson
(1995)
mencakup
analisis
keuntungan
finansial dan
ekonomis,
analisis
keunggulan kompetitif dan komparatif serta analisis rasio untuk kebijakan
pemerintah terhadap input, output serta input dan output.
Untuk mengkaji beberapa analisis yang tercakup dalam Policy Analysis Matrix
(PAM) di atas, maka dilakukan terlebih dahulu beberapa analisis yang
mencakup analisis input tradeable dan non tradeable, analisis harga privat
(private price) dan harga sosial (social price), analisis penerimaan (revenue)
dan analisis keuntungan (profit).
1. Analisis input tradeable dan non tradeable
Input yang digunakan dalam usahatani jagung hibrida di Desa Sukadamai
Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan dibagi menjadi dua yaitu
input tradeable dan input non tradeable.
(a) Input tradeable
Input tradeable adalah sejumlah input yang diperdagangkan seperti benih,
pupuk, dan obat-obatan. Penggunaan input tradeable pada usahatani
jagung hibrida di Desa Sukadamai Kecamatan Natar Kabupaten Lampung
Selatan dapat dilihat pada Tabel 28.
Tabel 28. Penggunaan input tradeable pada usahatani jagung hibrida
per hektar di Desa Sukadamai Kecamatan Natar Kabupaten
Lampung Selatan
No
1
2
Input tradeable
Benih (kg/ha)
Pupuk (kg/ha)
a. Urea
b. TSP
c. NPK
3
d. Kandang
Obat-obatan
a. Insektisida (ml/ha)
b. Herbisida (ml/ha)
Sumber : Data primer diolah, 2015
Keterangan (kg)
20
400
250
400
200
800
400
Berdasarkan Tabel 28 di atas bahwa penggunaan input tradeable untuk
usahatani jagung hibrida di Desa Sukadamai Kecamatan Natar Kabupaten
Lampung Selatan sudah sesuai dengan anjuran yang ditetapkan dan
bahkan lebih besar dari anjuran, seperti penggunaan benih, dimana dalam
satu hektar lahan anjuran pemakaian benih yaitu 20 kg per hektar. Begitu
juga dengan pemakaian pupuk.
Pemakaian pupuk urea mencapai 32
persen dari dosis anjuran atau 400 kg per hektar, sedangkan pupuk TSP
mencapai 20 persen dari dosis anjuran atau 250 kg per hektar, sedangkan
pupuk NPK mencapai 32 persen dari dosis anjuran atau 400 kg per hektar.
Dan pupuk kandang mencapai 16 persen dari dosis anjuran atau 200 kg per
hektar.
(b) Input non tradeable
Input non tradeable adalah sejumlah input yang tidak diperdagangkan
sehingga tidak memiliki harga pasar internasional. Input non tradeable
meliputi lahan, modal, tenaga kerja dan biaya-biaya lainnya. Penggunaan
input non tradeable pada usahatani jagung hibrida dapat dilihat pada Tabel
29.
Tabel 29. Penggunaan input non tradeable pada usahatani jagung
hibrida per hektar di Desa Sukadamai Kecamatan Natar
Kabupaten Lampung Selatan.
No Input non tradeable
Keterangan
TKDK
TKLK
Jumlah
1
Tenaga kerja (HOK)
a. Pembukaan lahan
b. Pembersihan lahan
c. Pembuatan lubang
d. Penanaman
e. Penyulaman
f. Pemupukan I
g. Pemupukan II
h. Pengendalian HPT
i. Penyiangan I
j. Penyiangan II
k. Pemanenan
Total HOK
2
Modal kerja (Rp)
3
Pajak (Rp)
4
Biaya penyusutan (Rp)
Sumber : Data primer diolah, 2015
2
2
2
2
2,22
2
1,47
2
2
2
2,02
21,71
8.747.882
18.000
206,750
3,31
3
3
3
3,20
3
3
3
3
3
3,5
31,01
5,31
5
5
5
5,42
5
4,7
5
5
5
5,52
50,95
Berdasarkan Tabel 29 bahwa penggunaan input non tradeable pada
usahatani jagung hibrida per hektar adalah tenaga kerja yang dihitung
dengan Hari Orang Kerja (HOK) dengan upah rata-rata sebesar Rp. 50.000
per HOK, dimana tenaga kerja dibedakan tenaga kerja dalam keluarga
(TKDK) dan tenaga kerja luar keluarga (TKLK). Total tenaga kerja
(HOK) sebesar 50,95 HOK.
Modal kerja adalah total modal yang dikeluarkan petani dalam usahatani
jagung hibrida per hektar selama satu musim tanam yaitu sebesar Rp
9.314.319. Modal kerja yang digunakan untuk usahatani jagung hibrida
sebagian besar adalah modal sendiri dan sisanya berasal dari modal
pinjaman. Adapun untuk input berupa lahan, petani membayar pajak
selama satu tahun. Besarnya pajak yang berlaku bermacam-macam
tergantung dengan keadaan dan luas tanah. Biaya penyusutan merupakan
biaya yang harus dikeluarkan petani terhadap
penyusutan sejumlah
peralatan seperti cangkul, arit, golok, sprayer, dan lain-lain.
2. Penentuan harga privat dan harga sosial
Dalam analisis PAM, suatu kegiatan ekonomi dapat dipandang dari dua
sudut, yaitu (a) sudut privat (private perspective) dan (b) sudut sosial
(social perspective). Dalam analisis finansial, keuntungan ditinjau dari
pihak yang turut serta melaksanakan aktvitas suatu komoditi sedangkan
analisis ekonomi ditinjau dari masyarakat secara keseluruhan (produsen,
pelaku tataniaga, konsumen, dan pemerintah) tanpa melihat siapa yang
menyumbangkan dan menerima manfaat dari aktivitas tersebut.
Perbedaan sudut pandang tersebut membawa konsekuensi pada perbedaan
perlakuan terhadap input dan output dari suatu kegiatan usaha, serta hargaharganya. Dalam analisis finansial digunakan harga privat (private price)
sedangkan dalam analisis ekonomi digunakan harga sosial (social price).
(a) Harga privat (private price) dan harga sosial (social price) output
Harga privat adalah harga yang benar-benar dihadapi oleh petani atau
harga yang terjadi dalam transaksi yang diterima setelah ada kebijakan
pemerintah. Harga output rata-rata yang diterima petani yaitu sebesar Rp
2.200/kg. Harga tersebut merupakan harga rata-rata tertimbang. Hal ini
dikarenakan harga dipengaruhi oleh kekuatan penawaran dan permintaan
terhadap output. Harga rata-rata tertimbang output diperoleh dengan
menjumlahkan perkalian antara harga output yang diterima petani dengan
output yang dihasilkan petani kemudian dibagi dengan output keseluruhan
yang dihasilkan petani..
Menurut Dinas Pertanian (2005) harga sosial output jagung sebesar Rp
4.979,72/kg. Harga tersebut didapat dari FOB jagung Amerika Serikat
sebesar
258
US
$/ton (Dinas Pertanian) ditambah dengan biaya
pengapalan dan asuransi sebesar 145 US $/ton kemudian dikalikan dengan
harga sosial nilai tukar rupiah Mei - Agustus tahun 2014 sebesar Rp
11.874,57/US $ (Bank Indonesia, 2014). Berdasarkan perhitungan tersebut
didapatkan harga jagung CIF dalam mata uang domestik sebesar Rp
4.785,45/kg, kemudian ditambahkan dengan biaya bongkar muat, susut
dan lain-lain sebesar 5 % dari CIF (Dinas Pertanian) dan biaya transportasi
ke propinsi sebesar Rp 10/kg, sehingga didapatkan harga paritas ekspor di
pedagang besar Rp 5.034,72/kg, untuk mendapatkan harga paritas ekspor
di tingkat petani, maka harga paritas ekspor pedagang besar dikurangi
biaya distribusi ke tingkat petani sebesar Rp 55/kg (Desliana,2005),
(b) Harga privat (private price) dan harga sosial (social price) input
a. Benih.
Harga privat benih yaitu sama dengan harga aktualnya, hal ini karena
pengadaannya berasal dari dalam negeri serta tidak adanya distorsi
baik karena distorsi kebijakan pemerintah maupun distorsi pasar, maka
penentuan harga sosialnya didekati dari harga aktualnya. Harga privat
benih sebesar Rp 62.000/5kg.
b. Pupuk urea, TSP dan NPK.
Harga privat pupuk urea, TSP, dan NPK yang digunakan adalah harga
rata-rata tertimbang yaitu Rp 2.000/kg, Rp 1.900/kg, dan Rp 2.300/kg.
Harga sosial pupuk urea diperoleh dari FOB pupuk urea yaitu sebesar
175,30 US$/ton (Distan) dikalikan dengan harga sosial nilai tukar mata
uang menjadi Rp 2.081,61/kg kemudian ditambah dengan biaya
bongkar muat, gudang, penyusutan, dan lain-lain sebesar 5 % dari FOB
sebesar Rp 104,08/kg dan biaya transportasi Rp 10/kg. Hasil tersebut
dikurangi dengan biaya distribusi ke tingkat petani sebesar Rp 55/kg.
Berdasarkan perhitungan tersebut maka didapatkan harga sosial pupuk
urea sebesar Rp 2.140,69/kg.
Harga sosial TSP dan NPK diperoleh dari hasil perkalian antara harga
CIF yaitu 185 US$/ton dan 267,00 US$/ton (Distan) dengan harga
sosial nilai tukar rupiah ditambah dengan biaya bongkar muat, gudang,
penyusutan sebesar 5 % dari nilai FOB kemudian ditambah dengan
biaya distribusi ke tingkat petani masing-masing sebesar Rp 55/kg.
Berdasarkan perhitungan tersebut maka diperoleh harga sosial pupuk
TSP dan pupuk NPK yaitu sebesar Rp 2.371,64/kg dan Rp
3.394,04/kg.
c. Obat-obatan
Harga sosial obat-obatan sama dengan harga privat, hal ini didasarkan
karena
subsidi
yang
diberikan
pemerintah
untuk
obat-obatan
(pestisida) telah dicabut pada tahun 1986 (Keppres No. 2 tahun 1986)
dan diasumsikan bahwa mekanisme pasar yang terjadi adalah pasar
bebas.
d. Lahan
Harga sosial lahan didekati dengan nilai sewa lahan, hal ini dilandasi
bahwa mekanisme pasar lahan berjalan dengan baik yang ditunjukkan
berjalannya sistem bagi hasil, sewa-menyewa lahan, beberapa kasus
ditemui sistem gadai dan transaksi jual beli lahan. Pada dasarnya harga
sewa lahan berbeda-beda tergantung dari kondisi dan kesuburan tanah,
namun besarnya tidak jauh berbeda. Harga privat sewa lahan yang
berlaku di daerah penelitian adalah Rp 4.000.000/ha/tahun atau Rp
10.000.000/ha/musim.
e. Peralatan
Harga privat peralatan sama dengan harga sosial yaitu berdasarkan
nilai penyusutan per musim. Hal tersebut dikarenakan tidak ada
kebijakan pemerintah yang secara langsung mengatur harga peralatan.
f.
Tenaga kerja
Harga privat tenaga kerja yang digunakan adalah upah tenaga kerja
yang berlaku di daerah penelitian yaitu Rp 50.000/HOK. Harga sosial
tenaga kerja sama dengan harga privatnya. Hal ini dilandasi bahwa
mekanisme pasar tenaga kerja di sentra-sentra produksi jagung yang
umumnya mempunyai aksessibilitas yang sangat baik mendorong
berjalannya pasar tenaga kerja di pedesaan serta makin terintegrasinya
pasar tenaga kerja baik antar wilayah maupun antar sektor.
g. Nilai tukar rupiah
Harga privat nilai tukar rupiah yaitu dengan menggunakan rumus
(SER) Shadow Exchange Rate (Gittinger, 1986) sebagai berikut :
OER
SER =
SCF
M+X
SCF =
(M + Tm) + (X –Xt)
Keterangan :
M
X
Tx
Tm
SCF
= Nilai impor (Rp)
= Nilai ekspor (Rp)
= Pajak ekspor (Rp)
= Pajak impor (Rp)
= Faktor Konversi Baku
Nilai tukar resmi yang digunakan harga aktual nilai tukar adalah nilai
tukar rata-rata pada
Mei - Agustus tahun 2014 sebesar Rp
11.874,57/US $. Sampai kuartal pertama pada tahun 2014, penerimaan
negara dari pajak ekspor adalah sebesar Rp 462.000.000, sedangkan
nilai ekspor Indonesia sebesar Rp 29.727.571.165. Pajak impor dan
bea masuk sebesar Rp 14.940.800.000, sedangkan nilai impor
Indonesia sebesar Rp 33.746.007.788. Berdasarkan hasil perhitungan,
diperoleh angka konversi baku (SCF) tahun 2014 sebesar 0,814,
sehingga harga bayangan nilai tukar mata uang (SER) adalah Rp
11.874,57/US $.
h. Tingkat suku bunga
Tingkat suku bunga yang digunakan adalah tingkat suku bunga yang
berlaku yaitu sebesar 19,25 %/tahun (Bank BRI,2015) ditambah
dengan tingkat inflasi sebesar 3,99 %/tahun (Bank Indonesia,2014),
sehingga diperoleh tingkat suku bunga sosial sebesar 23,24 %/tahun.
3. Analisis Keuntungan Privat dan Sosial
a. Analisis pendapatan privat
Pendapatan privat merupakan selisih penerimaan total dengan total
biaya yang dihitung berdasarkan harga aktual yang berlaku di daerah
penelitian. Penerimaan total merupakan hasil perkalian antara output
yang dihasilkan dengan harga output yang diterima petani pada tingkat
harga yang berlaku, sedangkan harga total adalah jumlah biaya yang
dikeluarkan baik tunai maupun biaya yang diperhitungkan.
Biaya yang dikeluarkan pada usahatani jagung hibrida terdiri dari
biaya benih, pupuk, obat-obatan, sewa lahan, tenaga kerja, penyusutan,
dan bunga modal, serta pajak.
Tabel 30.
No
Komponen biaya privat usahatani jagung hibrida perhektar
di Desa Sukadamai Kecamatan Natar Kabupaten Lampung
Selatan.
Komponen biaya
Nilai (Rp)
Persentase
1
Benih
1.240.000
2
Pupuk urea
800.000
3
Pupuk TSP
475.000
4
Pupuk NPK
920.000
5
Pupuk Kandang
200.000
6
Pestisida
915.000
7
Tenaga kerja
2.636.000
8
Penyusutan
206.750
9
Pajak
18.000
10
Biaya Traktor
400.000
11
Total biaya (A)
7.810.750
12
Bunga modal (B)
1.503.569
13
Total Biaya (A+B)
9.314.319
Sumber : Data primer diolah, 2015
13,31
8,58
5,09
9,87
2,14
9,82
28,30
2,21
0,19
4,29
83,85
16,14
100,00
Tabel 30 menunjukkan bahwa komponen biaya terbesar adalah biaya
tenaga kerja, khususnya dalam hal penanaman dan pemanenan.
Kegiatan penanaman membutuhkan tenaga paling banyak karena
kegiatan yang dilakukan dalam penanaman dibagi dalam beberapa
kegiatan yaitu membuat lubang tanam dengan tajuk, memasukkan
benih kedalam lubang tanam, dan menutup lubang tanam dengan tanah
atau dengan pupuk kandang agar benih terjaga kelembabannya dan
tidak dimakan oleh binatang seperti burung dan semut, sehingga
tenaga yang diperlukan paling banyak. Kegiatan pemanenan juga
membutuhkan tenaga kerja yang banyak, hal ini dikarenakan kegiatan
pemanenan juga dibagi dalam beberapa kegiatan yaitu mengupas
kelobot jagung, memasukkan jagung ke dalam karung, dan membawa
atau mengangkut jagung yang telah dimasukkan kedalam karung ke
tepi jalan untuk diangkut atau dibawa pulang.
Berdasarkan Tabel 30 di atas juga dapat dilihat total biaya privat yang
benar-benar dikeluarkan atau dibayarkan petani pada usahatani jagung
hibrida. Untuk mengetahui besarnya keuntungan, biaya-biaya tersebut
dikurangkan dengan penerimaan usahatani, yaitu hasil perkalian antara
produksi dan harga jual, seperti pada Tabel 31 berikut.
Tabel 31. Pendapatan privat per hektar usahatani jagung hibrida di
Desa Sukadamai Kecamatan Natar Kabupaten Lampung
Selatan
No Komponen
1
Produksi (kg)
2
Harga jual (Rp/kg)
3
Penerimaan (Rp)
4
Total Biaya (Rp)
Keuntungan (Rp)
Sumber : Data primer diolah, 2015
Keterangan
6.500
2.200
14.300.000
9.314.319
4.985.681
Berdasarkan Tabel 31 bahwa keuntungan privat usahatani jagung
hibrida sebesar Rp
pengurangan
4.985.681. Keuntungan privat ini didapatkan dari
penerimaan
dengan
total
biaya
yang
dikeluarkan.
Keuntungan privat ini masih sangat kecil dan bahkan lebih besar dari
total biaya yang dikeluarkan, kondisi ini terjadi karena harga jual
jagung yang sangat rendah yaitu Rp 2.200/kg.
b. Analisis pendapatan social
Analisis pendapatan sosial dihitung berdasarkan harga sosial atau
harga yang terjadi di pasar dunia bila dilakukan pasar bebas. Harga
yang dipakai adalah harga perbatasan (border price) yaitu harga CIF
ditambah biaya tataniaga sampai ke lokasi apabila input/output adalah
barang impor, atau harga FOB dikurangi biaya tataniaga apabila
input/output tersebut barang ekspor.
Tabel 32. Komponen biaya sosial usahatani jagung hibrida per hektar
di Desa Sukadamai Kecamatan Natar Kabupaten Lampung
Selatan.
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Komponen biaya
Benih
Pupuk urea
Pupuk TSP
Pupuk NPK
Pestisida
Pupuk Kandang
Tenaga kerja
Penyusutan
Pajak
Sewa Traktor
Total biaya (A)
Bunga modal (B)
Total Biaya (A+B)
Nilai (Rp)
1.240.000
856.276
592.910
1.357.616
915.000
100.000
2.636.000
206.750
18.000
400.000
7.729.642
1.934.161
10.256.713
Persentase
12,08
8,34
5,78
13,23
8,92
0,97
25,70
2.01
0,17
3,89
75,36
18,85
100
Sumber : Data primer diolah, 2015
Tabel 32 menunjukkan bahwa biaya sosial usahatani jagung hibrida
yang terbesar adalah biaya tenaga kerja, yaitu mencapai 25,70 persen.
Total biaya sosial usahatani jagung hibrida berbeda dengan total biaya
privat usahatani jagung hibrida, yaitu Rp 9.314.319 untuk biaya privat
dan Rp 10.256.713 untuk biaya sosial.
Penerimaan sosial lebih besar dari penerimaan privat karena harga
output sosial lebih tinggi dibandingkan harga output privat. Pada harga
output privat, harga yang berlaku yaitu Rp 2.200/kg, sedangkan pada
harga output sosial, harga yang berlaku yaitu Rp 5.035/kg, sehingga
mengakibatkan penerimaan sosial yang diterima semakin tinggi yaitu
sebesar Rp 32.725.680 seperti tampak pada Tabel 34.
Tabel 33. Pendapatan sosial per hektar usahatani jagung hibrida di
Desa Sukadamai Kecamatan Natar Kabupaten Lampung
Selatan.
No
1
2
3
4
Komponen
Keterangan
Produksi (kg)
6.500
Harga jual (Rp/kg)
5.035
Penerimaan (Rp)
32.725.680
Total Biaya (Rp)
10.256.713
Keuntungan (Rp)
22.468.967
Sumber : Data primer diolah, 2015
4. Analisis Kebijakan
a. Analisis Keuntungan Finansial dan Ekonomi
Perhitungan analisis keuntungan finansial (privat), penerimaan dan
biaya dihitung berdasarkan harga yang benar-benar diterima dan
dibayarkan oleh petani/produsen suatu komoditi. Harga tersebut telah
dipengaruhi oleh adanya kegagalan pasar atau adanya kebijakan
pemerintah pada usahatani jagung baik yang berupa subsidi, proteksi,
pembebasan bea masuk, pajak, maupun kebijakan lainnya. Perhitungan
analisis keuntungan ekonomi (sosial), penerimaan dan biaya dihitung
berdasarkan harga yang terjadi pada keadaan pasar persaingan
sempurna dimana tidak
ada kegagalan pasar/distorsi pasar dan
intervensi kebijakan pemerintah. Alat analisis yang digunakan untuk
menganalisis
keuntungan
ekonomi
dan
finansial
adalah
Matrik
Analisis Kebijakan (Policy Analysis Matrix) yang disusun berdasarkan
data penerimaan, biaya produksi dan biaya tataniaga yang dibagi
dalam dua bagian yaitu harga privat dan harga sosial.
Nilai penerimaan, biaya produksi dan biaya tataniaga kemudian
dihitung ke dalam biaya privat dan sosial, selanjutnya dialokasikan ke
dalam
komponen
tradeable
dan
non
tradeable.
Berdasarkan
perhitungan, maka dapat disusun matrik PAM seperti pada tabel
berikut.
Tabel 34. Matrik Analisis Kebijakan usahatani jagung hibrida di Desa
Sukadamai Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan
(per hektar)
Input
Non
Tradeable
4.703.931
Keuntungan
14.300.000
Biaya
Input
Tradeable
4.676.250
Harga sosial
32.725.680
5.379.586
4.635.768
22.710.326
Divergensi
(18.425.680)
(703.336)
68.163
(17.790.507)
N
o
Uraian
Penerimaan
1
Harga privat
2
3
4.919.819
Keterangan : (…) bernilai negatif
Berdasarkan hasil perhitungan keuntungan finansial dan keuntungan
ekonomi, pengembangan komoditi jagung di Kabupetan Lampung
Selatan layak untuk diusahakan baik secara finansial maupun ekonomi.
Hal
ini
dapat
dilihat
dari keuntungan
yang
diperoleh
petani.
Keuntungan finansial yang diperoleh petani sebesar Rp 4.919.819 dan
keuntungan ekonomi sebesar Rp 22.710.326 dari lahan satu hektar.
Hasil
analisis
menunjukkan
bahwa
keuntungan
ekonomi
yang
diperoleh petani lebih tinggi dibandingkan keuntungan finansial. Hal
ini disebabkan oleh harga output yang diterima oleh petani adalah
sebesar Rp 2.200/kg sedangkan harga yang terjadi di pasaran
internasional
adalah
sebesar
Rp
5.035/kg.
keunggulan
finansial
dengan
keuntungan
Perbedaan
ekonomi
antara
menunjukkan
adanya divergensi yang disebabkan oleh harga yang diterima petani
lebih rendah dari harga sosial (harga yang seharusnya diterima oleh
petani).
Rendahnya harga privat jagung disebabkan oleh beberapa faktor
seperti pajak ekspor yang ditetapkan pemerintah, adanya retribusiretribusi yang dialami pihak pabrik atau eksportir, serta pajak lain yang
berakibat
pada
rendahnya
harga
yang
diterima
oleh
petani
dibandingkan dengan harga yang sesungguhnya. Begitupun dengan
mobilitas input maupun output juga turut mempengaruhi terutama
terhadap biaya pupuk, biaya pengangkutan, dan biaya lainnya yang
tidak terduga.
Faktor lain yang menyebabkan harga jagung yang diterima oleh petani
disebabkan oleh pola tanam petani yang mengakibatkan terjadinya
kelebihan
penawaran
(supply)
pada
waktu
panen
sehingga
mengakibatkan terjadinya permainan harga oleh pihak pabrik, selain
itu juga kualitas jagung yang masih rendah yang belum sesuai dengan
kualitas yang diinginkan oleh pihak pabrik juga menyebabkan harga
jual jagung masih rendah.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa :
1. Berdasarkan hasil perhitungan keuntungan petani jagung hibrida di Desa
Sukadamai Kecamatan Natar Kabupetan Lampung Selatan sebesar Rp.
4.985.681. Keuntungan ini didapat dari pengurangan penerimaan (Rp.
14.300.000) dengan total biaya yang dikeluarkan (Rp. 9.314.319).
Sedangkan penerimaan didapat dari produksi petani per 1 ha (6.500/kg)
dikali dengan harga jagung yang berlaku (2.200/kg)
2. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa PCR (0,49) < 1, berarti sistem
komoditi yang diteliti memiliki keunggulan kompetitif dan sebaliknya jika
PCR > 1, berarti sistem komoditi tidak memiliki keunggulan kompetitif.
Sedangkan DRC
(0,17) <
1,
berarti sistem komoditi mempunyai
keunggulan komparatif dan sebaliknya jika DRC > 1, tidak memiliki
keunggulan komparatif. Berdasarkan hasil analisis komoditi jagung di
Desa Sukadamai Kecamatan Natar Kabupetan Lampung Selatan layak
untuk diusahakan baik secara finansial maupun ekonomi.
B. Saran
Saran yang dapat diberikan peneliti dari hasil penelitian ini adalah :
1. Petani sebagai produsen jagung, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
usahatani jagung memiliki keunggulan finansial dan keunggulan ekonomi
sehingga layak dan menguntungkan untuk diusahakan.
Petani diharapkan
memiliki sistem pemeliharaan kebun yang baik untuk dapat meningkatkan
produksi agar dapat memenuhi permintaan jagung.
2.
Peneliti lain, sebaiknya melakukan penelitian sejenis pada berbagai tipe
lahan yang berbeda, sehingga secara komprehensif dapat diketahui daya
saing jagung hibrida pada berbagai tipe lahan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdi Tani Vol. 6. No. 1/Edisi XXII Januari-Maret 2005. Jagung Andalan Pasti
Pengembangan Agribisnis di Propinsi Sulsel. Surabaya.
Agustina, R. 2001. Analisis Pendapatan Usahatani Jagung Hibrida dan Non
Hibrida Serta Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya di Kecamatan
Trimurjo Lampung Tengah. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar
Lampung. 73 halaman.
Alimuso, S. 2006. Peluang Emas dari Butiran Jagung. Kompas. Jakarta.
Anonymos. 1993. Budidaya Jagung Hibrida. Sekretariat Pembina Harian Bimas
Propinsi Lampung.
Arsyad S. 1988. Konversi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor.
Badan Pusat Statistik Propinsi Lampung. 2013. Lampung dalam Angka. BPS
Propinsi Lampung.
Badan Pusat Statistik Propinsi Lampung. 2013. Lampung dalam Angka.
Kerjasama Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan dan Badan Pusat
Statistik Propinsi Lampung.
Bank Indonesia. 2014. Kurs Transaksi BI. nilai%20tukar/kurs/default%20%20Bank%20Sentral%20Republik%20Indonesia.htm. Diakses 27
November 2015.
Desliana, M. 2005. Analisis Daya Saing dan Efesiensi Usahatani Padi Organik di
Propinsi Lampung. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 73
halaman.
Desmon. 1992. Analisis Permintaan Benih Jagung Hibrida di Tingkat Petani di
Kecamatan Bangunrejo Lampung Tengah. Skripsi Jurusan Sosial
Ekonomi Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 94
halaman.
Gittinger. J.P. 1993. Analisis Proyek-Proyek Pertanian; Edisi II. Diterjemahkan
Oleh P. Sutomo dan K. Magin. Universitas Indonesia Press. Jakarta. 579
halaman.
Gittinger, J.P. 1986. Analisis Proyek-Proyek Pertanian; Edisi II. Diterjemahkan
oleh P. Sutomo dan K. Magin. Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Gray, C., Kadariah, dan L. Karlina. 1995. Pengantar Evaluasi Proyek. FEUI.
Jakarta. 104 halaman.
Kadariah. 1994. Teori Ekonomi Mikro. FEUI. Jakarta. 207 halaman.
Kasryno, F., E. Pasandaran, dan A.M. Fagi. 2003. Ekonomi Jagung Indonesia.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.
Jakarta.
Marti, V.V. 2003. Analisis Permintaan Benih Jagung Hibrida di Tingkat Petani
di Kecamatan Kalirejo Kabupaten Lampung Tengah. Skripsi. Universitas
Lampung. Bandar Lampung. 62 halaman.
Monke, E.A. dan S.R. Pearson. 1995. The Policy Analysis Matrix for
Agricultural Development. Correll University Press. New York. 280
halaman.
Pearson, S., C. Gorsch, dan S. Bachri . 2005. Aplikasi Policy Analysis Matrix
Pada Pertanian Indonesia. Yayasan Obor Indonesia. 398 halaman.
Rachman, B., dan T. Sudaryanto. 2002. Kemampuan Daya Saing Sistem
Usahatani Padi. Jurnal Sosio Ekonomika. Edisi Juni 2002. Hal. 31-44.
Setyowati, D. 1996. Analisis Keunggulan Kompetitif dan Komparatif Serta
Dampak Kebijaksanaan Komoditas Pisang di Propinsi Lampung. Skripsi.
Universitas Lampung. Bandar Lampung. 108 halaman.
Sugiarto, D. Siagian, L.S. Sunarto, dan D.S. Oetomo. 2003. Teknik Sampling.
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Suprapto, H.S. 1995. Bercocok Tanam Jagung. Penebar Swadaya. Jakarta. 30
halaman.
Simatupang, P. 2003. Daya Saing dan Efisiensi Usahatani Jagung Hibrida di
Indonesia. Jurnal. Badan Litbang Pertanian.
Tjandramukti. 1999. Strategi Menuju Swasembada Jagung Nasional. Abdi Tani
Edisi 1 Januari 1999. Surabaya.
Tjionger’s, M. 2001. Jagung Hibrida, Komoditas Andalan Sulawesi Selatan.
Majalah Abdi Tani. Vol. 2. No. 5/Edisi VIII Juli – September 2001.
Surabaya.
Kadariah. 1978. Teori Ekonomi Mikro. Jakarta. Lembaga Penerbit FE UI
Monografi Desa Sukadamai. 2014. Desa Sidorejo. Balai Desa Sukadamai.
Download