PERBEDAAN KADAR SERUM 8-HIDROKSI-2-DEOKSIGUANOSIN PADA BLIGHTED OVUM DAN KEHAMILAN NORMAL Prof. Dr. dr. I Gede Putu Surya, Sp.OG(K) BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA/RS SANGLAH DENPASAR 2013 RINGKASAN Abortus merupakan komplikasi yang sering terjadi pada trimester pertama kehamilan, dimana salah satunya adalah kehamilan anembrionik (blighted ovum). Penyebab pasti blighted ovum hingga saat ini belum diketahui dengan pasti. Diduga salah satu penyebab terjadinya blighted ovum adalah kelainan kromosom. Beberapa ahli telah berpendapat bahwa radikal bebas berperan dalam terjadinya komplikasi pada kehamilan muda, yaitu gangguan keseimbangan antara oksidan dan antioksidan yang disebabkan oleh reactive oxygen species (ROS). Salah satunya adalah radikal hidroksil, yang dapat merusak DNA, tetapi tidak dapat dinilai secara langsung karena sangat reaktif. Senyawa 8-hidroksi-2-deoksiguanosin (8-OHdG) merupakan salah satu pertanda kerusakan DNA yang dapat diperiksa di dalam serum dengan metode ELISA. Sejauh ini dari penelitianpenelitian yang ada, belum ada yang menunjukkan kadar 8-OHdG pada blighted ovum, sehingga peneliti mencoba melakukan penelitian dalam upaya menemukan perbedaan kadar serum 8-OHdG pada blighted ovum dan kehamilan normal. Kerangka konsep penelitian ini adalah terjadinya ketidakseimbangan ROS dan antioksidan sehingga menyebabkan terjadinya stres oksidatif yang berlebihan, yang merusak DNA embrio (oksidasi DNA) yang berakhir pada blighted ovum. Dari penelitian ini muncul hipotesis penelitian bahwa terdapat perbedaan kadar serum 8OHdG pada blighted ovum dan kehamilan normal. Telah dilakukan penelitian cross sectional analitik, dilaksanakan di poliklinik dan ruang bersalin IRD Kebidanan dan Kandungan RS Sanglah Denpasar dari bulan Juni 2012 sampai dengan bulan Desember 2012, diperoleh 82 sampel dimana 31 pasien dengan blighted ovum dan 51 pasien dengan kehamilan normal pada umur kehamilan 712 minggu. Dari hasil penelitian didapatkan hasil rerata kadar serum 8-OHdG pada blighted ovum 0,177 (SD 0,06) ng/mL lebih tinggi dari rerata kadar serum 8-OHdG pada kehamilan normal 0,111 (SD 0,01) ng/mL, dengan perbedaan rerata kadar serum 8OHdG pada blighted ovum dan kehamilan normal sebesar 0,066 ng/mL (p<0,05). Pada penelitian ini disimpulkan didapatkan perbedaan bermakna kadar rerata serum 8-OHdG pada blighted ovum dan kehamilan normal. Nilai cut off point kadar serum 8-OHdG berdasarkan kurva ROC adalah 0,138 ng/ml dengan nilai sensitivitas 96,1 % dan nilai spesifisitas sebesar 80,6 %. ABSTRAK Tujuan Penelitian : Untuk mengetahui perbedaan kadar serum 8-hidroksi-2deoksiguanosin (8-OHdG) pada blighted ovum dan kehamilan normal. Metode penelitian : Penelitian ini merupakan desain cross sectional analitik. Jumlah sampel adalah sebesar 82 sampel, dimana 31 kasus dengan blighted ovum dan 51 kasus kehamilan normal, dengan umur kehamilan 7-12 minggu. Pengambilan darah pada vena cubiti sebanyak 3 cc kemudian dimasukkan ke dalam tabung pemeriksaan, lalu diperiksa kadar serum 8-OHdG pada Laboratorium Patologi Klinik RS Sanglah Denpasar. Dari data yang terkumpul dilakukan pengujian normalitas data dengan Shapiro-Wilk Test, kemudian dilakukan analisa data dengan t-independent sample test dengan tingkat kemaknaan ά = 0,05. Hasil : Rerata kadar serum 8-OHdG pada blighted ovum 0,177 (SD 0,06) ng/mL, sedangkan pada kehamilan normal sebesar 0,111 (SD 0,01) ng/mL dengan perbedaan rerata kadar serum 8-OHdG pada blighted ovum dan kehamilan normal 0,066 ng/mL, dimana hasil pada dua kelompok ini berbeda bermakna (p<0,05). Nilai cut off point kadar serum 8-OHdG berdasarkan kurva ROC adalah 0,138 ng/ml dengan nilai sensitivitas 96,1 % dan nilai spesifisitas sebesar 80,6 %. Simpulan : Rerata kadar serum 8-OHdG pada blighted ovum lebih tinggi dari kehamilan normal. Kata kunci : Kadar serum 8-OHdG, blighted ovum, dan kehamilan normal. ABSTRACT Objective : To determine the difference of 8-hydroxy-2-deoxyguanosine (8-OHdG) serum in blighted ovum and normal pregnancy. Method : This is an analytic cross sectional with 82 samples divided into two groups. 31 cases of blighted ovum and 51 cases of normal pregnancies, with 7-12 weeks gestational age. We took 3 cc of blood samples from the cubiti veins, and its 8-OHdG serum quantities were than examined at the Pathology Lab at Sanglah General Hospital. Data was analyzed with the Shapiro-Wilk Test and the t independent test with alpha 0.05. Result : The average 8-OHdG serum for blighted ovum and normal pregnancies were 0,177 (SD 0,06) ng/mL and 0,111 (SD 0,01) ng/mL, respectively with the difference between the both group 0,066 ng/mL (p<0,05). The cut off value of 8-OHdG serum level is 0,138 ng/ml with sensitivity 96,1% and specificity 80,6%. Conclusion : The level of 8-OHdG serum in blighted ovum is higher than normal pregnancies. Keywords : 8-OHdG serum level, blighted ovum, and normal pregnancy. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Abortus merupakan komplikasi yang paling sering terjadi pada trimester pertama kehamilan(Cunningham et al., 2010). Diperkirakan 10-15% hasil konsepsi secara klinis akan mengalami abortus dan 3% diantaranya adalah kehamilan anembryonic (blighted ovum) (Nyobo Andersen, 2000). Blighted ovum terdiagnosa berdasarkan tidak adanya embrio di dalam kantung gestasi melalui pemeriksaan ultrasonografi (Asim Kurjak, 2003). Penyebab blighted ovum hingga saat ini belum diketahui secara pasti. Diduga penyebabnya adalah kelainan hormonal, kelainan genetik, kelainan imunologis, penyakit sistemik pada ibu dan faktor lain seperti radiasi, obat-obatan antineoplastik, obat-obatan anestesi, alkohol dan nikotin (Jauniaux et al., 2010). Penyebab terjadinya abortus tidak selalu jelas. Salah satu penyebabnya adalah adanya kelainan kromosom. Faktor kromosom menyumbang sekitar 75% dari penyebab abortus. (Griebel et al., 2005; Cunningham et al., 2010). Salah satu faktor yang berperan terhadap kelainan kromosom adalah reactive oxidative species (ROS) yang mampu menyebabkan kerusakan seluler. Radikal hidroksil adalah salah satu ROS yang dapat merusak DNA, tetapi tidak bisa dinilai secara langsung karena sangat reaktif (Seino et al., 2002). Senyawa 8-hidroksi-2-deoksiguanosin (8-OHdG) yang merupakan salah satu ekspresi utama kerusakan DNA dapat diperiksa di dalam serum dengan metode ELISA. Kadar 8-hidroksi-2-deoksiguanosin yang tinggi berhubungan dengan tingginya agresi radikal hidroksil dan atau rendahnya kecukupan antioksidan (Ledo et al., 2009 dikutip dari Brand et al., 2004). Sampai saat ini belum ditemukan adanya penelitian tentang perbedaan rerata kadar 8-hidroksi-2-deoksiguanosin pada blighted ovum dan kehamilan normal. Dengan mengetahui perbedaan rerata kadar 8-hidroksi-2-deoksiguanosin ini dapat dipikirkan agresi dari radikal bebas khususnya radikal hidroksil, pada pasien dengan blighted ovum, sehingga nantinya dapat dilakukan pencegahan secara lebih dini. 1.2. Rumusan Masalah Apakah terdapat perbedaan rerata kadar 8-hidroksi-2-deoksiguanosin pada blighted ovum dan kehamilan normal ? 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Mengetahui perbedaan rerata kadar 8-hidroksi-2-deoksiguanosin pada blighted ovum dan kehamilan normal. 1.3..2. Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui rerata kadar 8-hidroksi-2-deoksiguanosin pada blighted ovum. 2. Untuk mengetahui rerata kadar 8-hidroksi-2-deoksiguanosin pada kehamilan normal. 3. Untuk mengetahui cut off point kadar 8-hidroksi-2-deoksiguanosin pada blighted ovum dan kehamilan normal. 1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Manfaat Keilmuan 1. Menambah pengetahuan dan pemahaman ROS terhadap kejadian blighted ovum. 2. Sebagai data awal untuk penelitian selanjutnya. 1.4.2. Manfaat Praktis Bila rerata kadar 8-hidroksi-2-deoksiguanosin lebih tinggi pada pasien dengan blighted ovum dibandingkan dengan kehamilan normal maka sangat besar kemungkinannya menjadi salah satu faktor risiko terjadinya blighted ovum sehingga dapat dilakukan upaya pencegahan dan pengobatan dengan antioksidan guna mencegah kejadian abortus. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Blighted Ovum Blighted ovum atau kehamilan anembrionik adalah suatu kehamilan yang di dalam kantungnya tidak ditemukan adanya embrio. Secara ultrasonografi diameter kantung kehamilan lebih dari 17 mm, dan embrio seharusnya sudah terlihat saat usia kehamilan 43 hari (Vern et al., 2007). Kelainan ini dapat pula ditemukan pada pemeriksaan sonografi transvaginal dengan diameter kantung kehamilan 1,5 cm, dan jika volume kantung kehamilan kurang dari 2,5 ml serta tidak didapatkan pertumbuhan dalam waktu 1 minggu sebanyak 75% dari volume awal, maka kondisi ini disebut blighted ovum(Asim Kurjak, 2003; Gracia et al., 2005). Dari ultrasonografi transabdominal, apabila didapatkan kantung kehamilan dengan diameter lebih dari 20 mm tanpa yolk sac atau 25 mm tanpa embrio, dapat merupakan blighted ovum.(Morin et al, 2005) 2.2. Insiden Blighted Ovum Sepertiga kejadian abortus yang terjadi pada usia kehamilan kurang dari 9 minggu adalah blighted ovum (Peter Uzelac, 2008). Kejadian kegagalan kehamilan trimester awal sebanyak 2,8% pada studi yang melibatkan 17.810 wanita pada usia kehamilan 1013 minggu, dan blighted ovum didapatkan sebesar 37,5% (Huang et al., 2010). 2.3. Etiologi dan Faktor Risiko Blighted Ovum Sebuah studi meta-analisis menemukan bahwa kelainan kromosom terjadi 49% dari abortus spontan. Kelainan trisomi autosom adalah yang tersering sekitar 52%, diikuti oleh kelainan poliploid 21% dan monosomi X 13% (Gracia et al., 2005; Griebel et al., 2005). Gracia dkk (2005) menemukan bahwa risiko aneuploid pada fetus meningkat sesuai dengan jumlah kejadian abortus. Selain itu, kelainan poliploid akan berkembang menjadi kehamilan dengan kantung gestasi yang kosong, atau blighted ovum. Beberapa faktor risiko untuk terjadinya blighted ovum (Griebel et al., 2005) : 1. Umur ibu Peningkatan usia maternal dan paternal tidak menaikkan insiden triploid. Kejadian abortus euploid meningkat dengan tajam setelah umur ibu lebih dari 35 tahun, 2. Pemakaian obat dan lingkungan, seperti : konsumsi alkohol, kokain, perokok, gas anestesi (NO), 3. Penyakit kronis ibu antara lain : diabetes yang kurang terkontrol, dan penyakit autoimun (terutama sindrom antibodi antifosfolipid), 4. Konsepsi yang terjadi setelah tiga sampai enam bulan pasca melahirkan, 5. Kelainan hormon atau endokrin : hipotiroidisme, diabetes melitus, dan defisiensi progesteron, 6. Penggunaan IUD, 7. Infeksi ibu : vaginosis bakterial, mikoplasmosis, virus herpes simpleks, toksoplasmosis, listeriosis, klamidia, HIV, sifilis, parvovirus, malaria, gonorrhea, rubella, cytomegalovirus, 8. Obat-obatan : misoprostol, retinoid, methotrexat, dan obat-obat anti-inflamasi nonsteroid, 9. Riwayat abortus sebelumnya, 10. Toksin : arsenik, poliurethane, karbon disulfida, timbal, etilen glikol, logam berat, dan pelarut organik, 11. Kelainan uterus : kelainan kongenital, adhesi, dan leiomioma, 12. Kelainan kromosom fetal, dan perkembangan zigot abnormal. Radikal bebas ditemukan pada proses respirasi aerobik dan metabolik lainnya. Oksigen yang digunakan dalam proses oksidasi molekul organik yang dikonversikan dalam air, namun secara signifikan dikonversikan dalam reactive oxygen species (ROS). Menurut Jauniaux dkk (2010), tekanan oksigen pada sirkulasi intervilus yang awalnya 20 mmHg pada usia kehamilan 7-10 minggu, meningkat menjadi lebih dari 50 mmHg saat usia kehamilan 11-14 minggu saat sirkulasi plasenta terbentuk. Hal ini menyebabkan terjadinya stres oksidatif dan peningkatan produksi ROS. 2.4. Stres Oksidatif Spesies oksigen reaktif merupakan produk normal yang dihasilkan pada metabolisme seluler. Organisme aerobik memerlukan energi sebagai bahan bakar biologis. ROS mampu menyebabkan kerusakan seluler, seperti merusak DNA/RNA, protein dan lipid. Dalam sel aerobik, ROS seperti superoksid (O2- ), hidrogen peroksida (H2O2), oksigen tunggal, radikal hidroksil(OH), nitrit oksid (NO). Sumber ROS dapat dibagi dua yaitu sumber endogen misalnya dari sel (netrofil), enzim yang langsung menghasilkan ROS (NO synthase), enzim yang secara tidak langsung menghasilkan ROS (xanthin oksidase), metabolisme sel (mitokondria), serta penyakit (kelainan metal,proses iskemia). Sumber eksogen misalnya radiasi sinar gamma, radiasi sinar ultraviolet, makanan, obat-obatan, polutan, xenobiotik, dan toksin (Kohen dan Nyska, 2002). Beberapa persen (1-5%) dari oksigen yang diperlukan sel, dapat membentuk ROS. Tabel 2.1 Metabolit Radikal dan Non Radikal Oksigen (Kohen dan Nyska, 2002) Nama Radikal oksigen Simbol Oksigen (bi-radical) Ion Superoksid Hidroksil Peroksil Alkoksil Nitrit oksida O2-. O2. OH. ROO. RO. NO. Turunan nonradikal oksigen Hidrogen peroksida (Peroksida Organik) Asam Hipoklorus Ozone Aldehid Oksigen tunggal Peroksinitrit H2O2 ROOH HOCL O3 HCOR 1 O2 ONOOH Berlanjutnya paparan ROS baik dari dalam maupun dari luar mengakibatkan berlanjutnya kerusakan oksidatif terhadap komponen sel dan mengubah beberapa fungsi sel. Di antara target biologi yang paling peka adalah protein-protein enzim,membran lipid dan DNA (Kohen dan Nyska, 2002). Spesies oksigen reaktif merupakan promoter penting dalam proses ovulasi. Perkembangan proses meiosis I diinduksi oleh peningkatan ROS dan dihambat oleh antioksidan (Takami et al., 2000; Behrman et al., 2001). Sel granulosa dan sel teka berperan negatif terhadap ROS dan adanya ROS akan menghambat perkembangan meiosis II, yang dapat menyebabkan berkurangnya aktivitas gonadotropin dan steroidogenik, kerusakan DNA dan hambatan produksi ATP (Behrman et al., 2001). Disebutkan bahwa paparan stres oksidatif sebelum fertilisasi dapat mengganggu proses meiosis dan meningkatkan terbentuknya zigot yang abnormal (Zuelke et al., 1997). Aktivitas ROS yang dihasilkan selama fusi gamet dihambat oleh peningkatan produksi antioksidan. Radikal hidroksil merupakan salah satu ROS yang sangat agresif, diproduksi di mitokondria dan bertanggung jawab terhadap kerusakan yang terjadi pada mitokondria. DNA Mitokondria merupakan target utama radikal oksigen oleh karena lokasinya yang dekat dengan DNA membran inti tempat oksidan terbentuk dan aktivitas perbaikan DNA berkurang (Tamura et al., 2008). Radikal hidroksil sangatlah reaktif dan mempunyai jangka waktu hidup sangat pendek sehingga tidak bisa dinilai secara langsung, tetapi oksidasi produk DNA atau turunannya dapat dideteksi dalam urin, serum, dan saliva. Walaupun DNA stabil, ROS dapat berinteraksi dan menyebabkan beberapa macam kerusakan seperti : modifikasi basa DNA, merusak rantai tunggal dan ganda DNA, hilangnya purin, kerusakan pada gula deoksiribosa, protein hasil reaksi silang DNA, dan kerusakan pada sistem perbaikan (usaha memperbaiki diri) DNA. Tidak semua ROS menyebabkan kerusakan ini. Radikal hidroksil adalah salah satu ROS yang berperan menyebabkan kerusakan ini. Radikal hidroksil dapat dihasilkan dari reaksi superoksid yang dikatalisis oleh Fe2+ atau oleh transisi metal sebaik efek yang ditimbulkan oleh radiasi ion dioksigen. Sketsa di bawah ini mengilustrasikan hubungan antara masing-masing metabolit ROS serta peranannya terhadap kerusakan seluler. Bagan 2.1 Hubungan Metabolit ROS (Kohen dan Nyska, 2002) 2.5. 8-Hidroksi-2-Deoksiguanosin Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa peningkatan stres oksidatif dapat menyebabkan radikal bebas menyerang molekul-molekul yang secara fisiologis sangat penting seperti lipid, protein termasuk enzim dan DNA. Sebagai akibat kerusakan terhadap purin dan pirimidin akan terjadi modifikasi DNA yang teroksidasi. Guanin dapat diserang oleh OH. pada posisi C8 menghasilkan 8hidroksi-2-deoksiguanosin (8-OHdG) sebagai produk oksidasinya. Posisi lain juga dapat diserang dan produk-produk lainnya mungkin saja terbentuk. Di antara basa-basa yang teroksidasi itu, 8-hidroksi-2-deoksiguanosin yang terbanyak jumlahnya (Helbock et al., 1999; Zhang et al., 2000; Wiktor et al, 2004). Gambar 2.1. Mekanisme pembentukan produk oksidasi guanin oleh radikal hidroksil pada rantai C8 (Dizdaroglu et al., 2002) Produk oksidasi oleh radikal hidroksil adalah 8-hidroksiguanin, bersama dengan ekivalennya 8-hidroksi-2-deoksiguanosin (8-OHdG) yang sangat mutagenik. Komponen ini menyebabkan transversi A:T menjadi C:C atau G:C menjadi T:A oleh karena pasangan basanya dengan adenin sebaik sitosin (Kohen dan Nyska, 2002). Radikal hidroksil juga dapat menyerang basa yang lain seperti adenin untuk membentuk 8 (atau 4-,5-) hidroksiadenin. Produk-produk lain hasil interaksi antara pirimidin dengan radikal hidroksil yaitu tiamin peroksida, tiamin glikol, 5 (hidroksimetil) urasil dan produkproduk lainnya. Interaksi langsung lain antara ROS yang kurang reaktif seperti O.2- dan H2O2 tidak menimbulkan kerusakan fisiologis, namun produk ini adalah sumber-sumber intermediat reaktif yang mudah diserang dan menyebabkan kerusakan. Seperti contoh H2O2 dan superoksid dapat menurunkan OH. melalui reaksi Haber-Weiss, NO dan O.2dapat menurunkan formasi ONOO- dan mudah menyebabkan kerusakan DNA yang serupa dengan kerusakan yang melibatkan radikal hidroksil. Transisi logam seperti besi, yang berikatan kuat terhadap lokasi DNA yang dapat mengkatalisis produksi OH. dan memastikan serangan berulang atas DNA selain oleh karena radikal hidroksil sendiri. Delapan-hidroksi-2-deoksiguanosin yang dibentuk oleh ROS pertama kali dilaporkan Kasai dan Nishimura pada tahun 1984. Senyawa ini dapat terbentuk dari beberapa agen yang menghasilkan ROS. Delapan-hidroksi-2-deoksiguanosin (8-OHdG) adalah indikator kerusakan DNA yang sensitif sebagai akibat stres oksidatif. Disebutkan bahwa komponen yang dihasilkan melalui DNA yang rusak diakibatkan oleh radiasi, radikal hidroksil, superoksid atau peroksinitrit. Delapan-hidroksi-2-deoksiguanosin itu sendiri mempunyai peran biologi yang mampu menginduksi konversi G:C ke T:A selama replikasi DNA. Juga digunakan sebagai biomarker pada karsinogenesis ginjal, diabetes melitus, kanker dan proses penuaan (Seino et al., 2002 ). Kadar 8-OHdG normal pada urin berada dalam kisaran 2,7-13 ng/mg kreatinin, sedangkan kadar 8-OHdG normal pada serum dilaporkan berada dalam kisaran 0,004-0,021 ng/ml (DNA damage ELISA kit). Adanya pemeriksaan yang sensitif untuk 8-hidroksi-2-deoksiguanosin menyebabkan 8-hidroksi-2-deoksiguanosin ini dipakai di banyak laboratorium sebagai biomarker kerusakan oksidasi DNA. Faktor-faktor lain yang mendukung adalah (Halliwell, 2000) : 1. Formasinya di DNA oleh beberapa spesies oksigen reaktif seperti singlet oksigen dan radikal hidroksil, 2. Kemampuan mutagenisitasnya dalam menginduksi transversi G:CT:A, 3. Mekanisme yang terlibat dalam transfer 8-OHdG dari DNA atau mencegah penyatuan 8-OHdG ke dalam sel DNA, dengan asumsi bahwa sel menganggap 8-OHdG adalah sebuah ancaman yang segera harus dimusnahkan. 4. Karena prevalensi dan kemudahan dalam mendeteksi senyawa ini pada sampelsampel biologik (Zhang et al., 2000). Pada sistem reproduksi wanita, ROS dan antioksidan mempunyai peran fisiologi selama proses folikulogenesis, maturasi oosit, regresi luteal dan fertilisasi (Agarwal et al., 2005). Contohnya adalah peningkatan marker kerusakan oksidatif DNA, 8-hidroksi2-deoksiguanosin pada sel granulosa dan sel kumulus ooforus (COCs) (Seino et al., 2002.), berhubungan dengan rendahnya kemampuan fertilisasi oosit, kualitas embrio yang rendah dan mengurangi kesuksesan implantasi. Disebutkan juga bahwa 8-hidroksi-2-deoksiguanosin ini tidak hanya sebagai marker stres oksidatif pada sel granulosa selama proses ovulasi sehingga mempengaruhi fertilisasi tetapi juga mempengaruhi pertumbuhan embrio (Seino et al., 2002). Beberapa penelitian telah menguji pengaruh stres oksidatif terhadap kualitas oosit in vitro. Persentase oosit matur (tahap meiosis II oosit dengan polar body pertama) secara signifikans menurun dengan pemberian radikal H2O2 dosis tertentu tetapi dengan menginkubasi oosit dengan antioksidan (melatonin) dosis tertentu maka pengaruh radikal terhadap pematangan oosit dapat dihambat. Paparan radikal hidroksil yang lama dapat memicu terjadinya ovum yang patologis (oosit yang berkualitas rendah). (Tamura et al., 2008). Gambar 2.2 Skema proses pembelahan dan kematian sel pada embrio(Hardy et al., 2000) Kelainan kromosom sangat menonjol dalam penilaian dampak penyakit genetik yaitu sekitar 50% kematian mudigah, 5-7% kematian janin, 6-11% lahir mati dan kematian neonatus sebanyak 0,9% dari bayi lahir hidup. Gamet-gamet abnormal kecil kemungkinannya menghasilkan konsepsi yang baik dibandingkan dengan gamet normal. Apabila tetap terjadi pembuahan maka seleksi menyebabkan sebagian besar hasil konsepsi aneuploid (kelainan kromosom) akan lenyap sebelum implantasi (Cunningham, 2010). Dari penelitian terbaru tentang stres oksidatif dan kualitas oosit yang rendah, pada wanita yang menjalani IVF dan embrio transfer (ET), didapatkan konsentrasi 8hidroksi-2’-deoksiguanosin yang meningkat secara bermakna pada cairan intrafolikel dengan tingkat degenerasi oosit yang tinggi (>30%) (Tamura et al., 2008). Pada sekelompok wanita yang gagal hamil saat siklus IVF-ET sebelumnya, dengan pemberian salah satu dari tiga pengobatan antioksidan (melatonin 3 mg/hari, α-tokoferol (vitamin E) 600 mg/hari, atau kombinasi keduanya) dari hari kelima siklus haid sebelumnya sampai dengan hari pemilihan oosit, dibandingkan dengan siklus IVF-ET sebelumnya, berhubungan dengan berkurangnya konsentrasi 8-OHdG pada cairan intrafolikel secara bermakna (p<0,05) (Ruder et al., 2009). Oksigenasi intrafolikel yang rendah berhubungan dengan potensi gangguan perkembangan oosit melalui peningkatan frekuensi kerusakan sitoplasma oosit, yang menyebabkan lemahnya pembelahan dan kelainan segregasi kromosom oosit yang berasal dari folikel yang miskin vaskularisasi. Spesies oksigen reaktif (ROS) bertanggung jawab terhadap terjadinya fragmentasi embrio sebagai akibat dari peningkatan proses apoptosis. Dengan meningkatnya level ROS tidak memungkinkan terjadinya pertumbuhan dan perkembangan embrio. Penelitian terkini lebih memfokuskan diri kepada kemampuan growth factors untuk melindungi keadaan embrio in vitro dari pengaruh ROS yang merugikan seperti apoptosis. Plasentasi yang abnormal mengarah kepada stres oksidatif plasenta yang merugikan sinsitiotrofoblast dan diduga terlibat dalam mekanisme terjadinya abortus. Puncak ekspresi dari marker stres oksidatif pada trofoblast terdeteksi pada kehamilan normal dan jika berlebihan akan menyebabkan abortus dini (Agarwal et al., 2005). Perkembangan embrio awal pada mamalia terjadi melalui diferensiasi sistem organ dasar dalam lingkungan rendah oksigen. Konsentrasi oksigen yang rendah pada lingkungan in vitro akan menurunkan level H2O2 yang selanjutnya dapat mengurangi fragmentasi DNA sehingga akan memperbaiki kemampuan berkembangnya embrio. Konsentrasi oksigen yang tinggi (sampai 20%) berhubungan dengan turunnya kemampuan berkembang dan sebaliknya perkembangan yang cepat terjadi saat konsentrasi oksigen di bawah 5%. Spesies oksigen reaktif (ROS) bisa didapatkan endogen atau eksogen dimana keduanya dapat mempengaruhi oosit dan embrio. Kultur media IVF bisa merupakan sumber ROS eksogenous yang mempengaruhi oosit dan embrio preimplantasi. Pada hari pertama, level ROS yang tinggi pada media kultur berhubungan dengan perkembangan embrio yang terlambat, fragmentasi yang tinggi, dan berkembangnya morfologi blastokis yang abnormal. Terdapat hubungan yang bermakna antara peningkatan level ROS pada hari pertama media kultur dengan tingkat fertilisasi yang rendah pada pasien yang menjalani intracytoplasmic sperm injection(ICSI). Fertilisasi dan perkembangan embrio in vivo terjadi dalam lingkungan rendah tekanan oksigen. Selama kultur, tekanan oksigen yang rendah lebih efektif memperbaiki proses implantasi dan tingkat kehamilan dibandingkan dengan tekanan oksigen yang tinggi. Vaskularisasi folikel menentukan kandungan oksigen intrafolikuler serta kemampuan berkembangnya oosit. Hipoksia intrafolikuler menyebabkan kelainan segregasi kromosom dan gangguan struktur embrio. Hal tersebut menjelaskan kembali bagaimana ROS dapat merusak oosit (Agarwal et al., 2005). 2.6. Peranan ROS dan Antioksidan pada Kehamilan Normal Pada kehamilan sendiri metabolisme akan meningkat sehingga memerlukan energi dan oksigen yang lebih banyak, sehingga semakin meningkat pula radikal bebas yang dihasilkan. Stres oksidatif yang terjadi dapat mengganggu kehamilan jika antioksidan tidak dapat mengimbanginya. Secara umum, kelainan kromosom pada fetus merupakan penyebab pada paling sedikit separuh dari abortus dini (Hasegawa et al., 1996; Griebel et al., 2005; Cunningham et al., 2010). Mekanisme terjadinya abortus tidak selalu jelas, tetapi pada bulan-bulan awal kehamilan, ekspulsi spontan hampir selalu didahului oleh kematian mudigah atau janin, dan kelainan kromosom pada mudigah dan janin ini menyebabkan sebagian besar kejadian abortus pada awal kehamilan. Dengan mengetahui kadar 8-hidroksi-2-deoksiguanosin, secara tidak langsung dapat diketahui agresi dari radikal bebas atau antioksidan yang bekerja melawan radikal bebas itu dalam hal ini pasien yang mengalami abortus spontan. Sehingga jika memang kadarnya signifikan berbeda dengan kehamilan normal kita dapat melakukan pencegahan abortus dan bahkan abortus berulang salah satunya dengan pemberian antioksidan secara dini. Metabolic processed (+) Unknown factors(±) Infections (+) (+)Alcohol + Smoking Reactive Oxygen Species Ionizing,radiation &other environmental exposures (+) (- )Antioxidant nutrients,antioxidants enzymes,otherantioxidant,phylachemica ls Free Radical Lipid Peroxide Physical activity (+) Increased oxidative stress MALE + DNA & Tissue Damage,Mutagenesis,Cell Death Biomarker of oxidative stress ..+ FEMALE ↓Delayed conception, ↓fertilization, ↓oocyte penetration, ↓oocyte function, ↓viability, ↓implantation or ↑ loss of implanted embryo ↓Sperm count, ↓sperm motility, ↑abnormal sperm Pregnancy outcome Gambar 2.3 Peran stres oksidatif pada fertilisasi (Ruder et al., 2008) BAB 3 KERANGKA PIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1. Kerangka Pikir Terjadinya blighted ovum diakibatkan oleh multifaktorial. Salah satunya adalah ROS. Salah satu ROS adalah radikal hidroksil yang dapat dinilai secara tidak langsung dengan pemeriksaan kadar 8-hidroksi-2-deoksiguanosin. Kadar 8-hidroksi-2-deoksiguanosin yang tinggi sangat mungkin memberikan peran besar akan terjadinya blighted ovum, demikian juga faktor-faktor lainnya seperti umur ibu yang meningkat, anomali uterus, anomali plasenta, penyakit maternal, ketidakseimbangan hormon, pengaruh lingkungan, dan ovum patologik dapat meningkatkan kejadian abortus, sehingga 8-hidroksi-2-deoksiguanosin ini memberikan kedudukan yang sejajar terhadap kejadian blighted ovum. Seseorang yang terpapar radikal hidroksil, jika antioksidan tidak adekuat menetralisirnya akan menyebabkan stres oksidatif yang mampu merusak DNA sehingga apabila kemudian hamil akan berpengaruh terhadap janinnya. Namun demikian, faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian blighted ovum seperti yang telah disebutkan sebelumnya pada bab 2, dapat memperberat terjadinya blighted ovum apabila terjadi atau ditemukan bersama-sama termasuk jumlah 8hidroksi-2-deoksiguanosin yang tinggi. 3.2. Kerangka Konsep Penelitian KEHAMILAN ANTI OKSIDAN AGRESI RADIKAL HIDROKSIL TIDAK STRES OKSIDATIF SEL NORMAL STRES OKSIDATIF KERUSAKAN DNA MUTASI GEN KEHAMILAN NORMAL KERUSAKAN SEL APOPTOSIS NEKROSIS 8-HIDROKSI-2-DEOKSIGUANOSIN BLIGHTED OVUM Bagan 3.2 Kerangka Konsep Penelitian 3.3. Hipotesis Penelitian Terdapat perbedaan rerata kadar serum 8-hidroksi-2-deoksiguanosin pada blighted ovum dan kehamilan normal. BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah cross-sectional analytic. 4.2. Tempat dan Waktu Penelitian 4.2.1. Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik dan IRD Kebidanan dan Penyakit Kandungan RS Sanglah Denpasar. 4.2.2. Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Juni 2012 sampai dengan bulan Desember 2012. 4.3. Populasi, Pemilihan dan Besar Sampel 4.3.1. Populasi Penelitian Pada penelitian ini yang menjadi populasi adalah semua ibu hamil yang datang ke Ruang Bersalin IRD dan Poliklinik Kebidanan dan Penyakit Kandungan RS Sanglah Denpasar. 4.3.2. Sampel Penelitian Sampel penelitian adalah semua ibu hamil yang datang ke Ruang Bersalin IRD dan Poliklinik Kebidanan dan Penyakit Kandungan RS Sanglah Denpasar dengan diagnosis blighted ovum dan hamil muda normal dengan usia kehamilan 7 sampai dengan 12 minggu yang memenuhi kriteria inklusi. 4.3.2.1. Kriteria Inklusi 1. Ibu hamil dengan usia kehamilan 7 sampai dengan 12 minggu yang didiagnosis blighted ovum dan hamil normal dari USG, yang datang ke Ruang IRD dan Poliklinik Kebidanan dan Penyakit Kandungan RS Sanglah Denpasar. 2. Bersedia ikut penelitian. 4.3.2.2. Kriteria Eksklusi 1. Ibu hamil muda dengan kelainan uterus. 2. Ibu hamil muda dengan mioma uterus. 3. Kehamilan mola hidatidosa. 4.3.3. Pemilihan Sampel Sampel ditentukan dengan cara concecutive sampling dari ibu hamil yang datang ke Ruang Bersalin IRD dan Poliklinik Kebidanan dan Penyakit Kandungan RS Sanglah Denpasar dengan diagnosis blighted ovum dan hamil muda normal dari USG dengan usia kehamilan 7 sampai dengan 12 minggu, sampai jumlah sampel terpenuhi. 4.3.4 Penghitungan Besar Sampel Jumlah sampel (Sastroasmoro, 2010) ditentukan berdasarkan asumsi : 1. Tingkat kesalahan tipe I (α) dipergunakan 0,05 Zα = 1,960 2. Power penelitian sebesar 90% 3. Tingkat kesalahan tipe II (β) adalah 20% Zβ = 1,282 4. S = simpang baku = 80,58 (Wiktor et al., 2004) 5. X1-X2 = selisih rerata yang bermakna [clinical judgment] = 30% Rumus yang digunakan adalah (dikutip dari Sastroasmoro, 2010) : (Zα + Zβ).S n1=n2=2 2 (X1-X2) (1,960+1,282).80,58 n1=n2= 2 n1=n2= 2 2 (179,97-240) 68246,5 2 3603,6 n1=n2= 37,87 Untuk menghindari drop out, maka jumlah sampel yang didapatkan dari rumus ini ditambahkan 10%, sehingga jumlah sampel per kelompok adalah 40,56 ~ 41 sampel. Berdasarkan perhitungan dengan rumus di atas didapatkan total jumlah sampel yang diperlukan adalah 82. 4.4. Variabel Penelitian 4.4.1. Variabel bebas Variabel bebas adalah kadar 8-hidroksi-2-deoksiguanosin 4.4.2. Variabel tergantung Variabel tergantung adalah blighted ovum 4.4.3. Variabel terkontrol Variabel terkontrol adalah umur ibu, umur kehamilan, paritas 4.5. Definisi Operasional Variabel 1. Kadar serum 8-hidroksi-2-deoksiguanosin adalah nilai satuan 8-hidroksi-2deoksiguanosin serum yang diperiksa dengan metoda ELISA dan dikerjakan di Laboratorium Patologi Klinik RS Sanglah. 2. Blighted Ovum adalah kehamilan antara 7 sampai dengan 12 minggu, dengan diameter kantung gestasi lebih dari 20 mm tanpa yolk sac atau lebih dari 25 mm tanpa embryo di dalam kantung gestasi, pada pemeriksaan USG Transabdominal 2 dimensi oleh Supervisor. 3. Umur ibu merupakan umur ibu hamil yang dihitung dari tanggal lahir atau yang tercantum dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP). 4. Umur kehamilan merupakan umur kehamilan yang dihitung dari hari pertama haid terakhir (HPHT) atau berdasarkan hasil pemeriksaan USG yang dilakukan sebelum umur kehamilan 12 minggu. 5. Paritas adalah jumlah anak lahir hidup yang dialami oleh ibu hamil sebelum kehamilan yang sekarang. 6. Kehamilan normal adalah kehamilan dengan umur kehamilan 7-12 minggu, dimana telah dijumpai adanya kantung gestasi pada umur kehamilan 5 minggu, dengan fetal pole setelah 6 minggu, fetal movement dan fetal heart beat setelah umur kehamilan 7 minggu dengan USG Transabdominal oleh Supervisor. 7. Ibu hamil muda dengan kelainan uterus adalah kehamilan mulai umur kehamilan 7 sampai dengan 12 minggu, dengan kelainan bawaan pada uterus berupa uterus didelphys yaitu dua buah uterus terpisah sama sekali disertai dua serviks uteri dengan sebuah septum vertikal pada bagian atas vagina, yang ditemukan pada pemeriksaan inspekulo dan dibuktikan dengan USG Transabdominal oleh Supervisor dimana tampak 2 buah uterus yang terpisah. 8. Ibu hamil muda dengan mioma uteri adalah ibu hamil muda mulai umur kehamilan 7 sampai dengan 12 minggu ditandai dengan tinggi fundus uteri lebih besar dari umur kehamilan dan dijumpai kantong kehamilan dengan fetal pole, dan fetal heart beat dengan gambaran whorled like appearrance pada pemeriksaan USG Transabdominal oleh Supervisor. 9. Kehamilan mola hidatidosa adalah tumor jinak trofoblas oleh karena kegagalan plasentasi yang mengakibatkan vili menggelembung menyerupai buah anggur yang ditandai dengan adanya gejala klinis umur kehamilan 7 sampai dengan 12 minggu berupa riwayat amenore, perdarahan pervaginam atau tidak, disertai keluarnya gelembung mola atau tidak, dengan besar uterus lebih besar dari umur kehamilan, tidak ditemukan adanya ballotement dan detak jantung, dan dengan pemeriksaan USG Transabdominal oleh Supervisor, ditemukan adanya vesikel di dalam rongga uterus. 4.6. Alat Pengumpul Data Alat-alat pengumpul data meliputi : 1) Lembar status pasien 2) Timbangan berat badan 3) Alat pengukur tinggi badan 4) Tensimeter 5) Spuit disposibel 3 cc 6) Lembar pengumpul data 4.7. Alur Penelitian Ibu-ibu hamil yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi seperti yang disebutkan di atas dimasukkan dalam sampel blighted ovum dan sampel kehamilan normal kemudian diminta untuk membaca dan menandatangani formulir yang telah disediakan. Selanjutnya semua sampel penelitian dikelola sesuai dengan Pedoman Terapi Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RS Sanglah Denpasar. Langkah-langkah yang akan dilakukan pada penelitian ini adalah : 1. Anamnesis meliputi nama, umur, paritas, hari pertama haid terakhir, berat badan sebelum hamil, pertambahan berat badan selama kehamilan, riwayat kehamilan sebelumnya, dan riwayat penyakit sebelumnya. 2. Pemeriksaan fisik meliputi kesadaran, tinggi badan dan berat badan, tekanan darah dan pemeriksaan tes kehamilan, dan USG sesuai Prosedur Tetap. 3. Ibu hamil yang memenuhi kriteria sebagai blighted ovum dan hamil normal diambil darah vena sebanyak 3 cc untuk pemeriksaan serum 8-hidroksi-2-deoksiguanosin. Sampel darah kemudian diberi label identitas sesuai nomor urut kelompok sampel tanpa menulis diagnosis pasien. Selanjutnya sampel akan dikirim ke Laboratorium Patologi Klinik RS Sanglah Denpasar untuk dilakukan pemeriksaan kadar 8hidroksi-2-deoksiguanosin serum. Hasil pemeriksaan akan dikumpulkan oleh peneliti untuk selanjutnya dilakukan analisa. Ibu Hamil yang Datang ke Poliklinik dan VK IRD RS Sanglah Denpasar Kriteria Inklusi Kriteria Eksklusi Informed Consent Ultrasonografi(USG) Blighted Ovum Hamil normal UK 7-12 minggu UK 7-12 minggu Serum 8 OHDG ANALISIS DATA Bagan 4.1. Alur Penelitian 4.8. Teknik Analisis Data Hipotesis statistik : Ho : µκ = µp Ha : µκ ≠ µp Keterangan : µκ : rerata kadar serum 8-hidroksi-2-deoksiguanosin pada kehamilan normal dengan umur kehamilan 7-12 minggu. µp : rerata kadar serum 8-hidroksi-2-deoksiguanosin pada blighted ovum dengan umur kehamilan 7-12 minggu. Data dalam penelitian ini diolah dengan menggunakan program Statistical Package for The Social Sciences (SPSS) for Windows 16.0. Analisa dalam penelitian ini meliputi : Analisa Deskriptif Uji Normalitas Data dengan Shapiro-Wilk Test Komparabilitas karakteristik blighted ovum dan kehamilan normal diuji dengan t-independent untuk variabel umur ibu, umur kehamilan, dan paritas. Perbedaan rerata kadar 8-hidroksi-2-deoksiguanosin dan kehamilan normal diuji dengan uji t-independent. BAB 5 HASIL PENELITIAN Selama periode penelitian, telah dikumpulkan 85 sampel, dengan 4 sampel rusak, dan kerusakan kit sebesar 14 tabung, dari total 1 kit sebanyak 96 tabung. Total sampel yang diperoleh 82 sampel darah terdiri atas 31 orang sampel blighted ovum dan 51 orang sampel kehamilan normal. 5.1 Karakteristik Sampel Pada studi cross sectional ini dilakukan uji beda rerata dengan menggunakan uji tindependent untuk variabel umur ibu, umur kehamilan, paritas, dan kadar serum 8hidroksi-2-deoksiguanosin (8-OHdG). Hasil analisis disajikan pada tabel 5.1 berikut. Tabel 5.1 Rerata umur ibu, umur kehamilan, dan paritas pada kelompok blighted ovum dan kelompok kehamilan normal Karakteristik Blighted ovum Kehamilan normal n=31 n=51 Umur ibu (tahun) 30,42 (SD 5,36) 30,06(SD 6,36) 0,793 Paritas 1, 58 (SD 0,80) 1,31 (SD 1,09) 0,240 Umur Kehamilan 8,45 (SD 1,06) 8,63 (SD 1,99) 0,651 (minggu) p Pada tabel 5.1 menunjukkan bahwa meskipun terdapat perbedaan jumlah sampel antara kelompok blighted ovum(n=31) dan kelompok kehamilan normal(n=51), umur ibu pada kelompok blighted ovum dan kelompok kehamilan normal tidak berbeda bermakna(p>0,05). Demikian juga untuk kelompok paritas dan umur kehamilan tidak berbeda bermakna (p>0,05). 5.2. Perbedaan Kadar Serum 8-Hidroksi-2’- Deoksiguanosin Pada Kelompok Blighted Ovum Dan Kelompok Kehamilan Normal Untuk mengetahui perbedaan rerata kadar serum 8-OHdG pada penelitian ini dilakukan uji t-independent. Hasil analisis disajikan pada tabel 5.2. Tabel 5.2 Perbedaan rerata kadar serum 8-OHdG pada kelompok blighted ovum dan kelompok kehamilan normal Kadar Serum 8-OHdG (ng/ml) Kelompok p Rerata SD Blighted ovum 0,177 0,06 Kehamilan normal 0,111 0,02 0,001 Pada tabel 5.2 ditunjukkan bahwa rerata kadar serum 8-OHdG kelompok blighted ovum sebesar 0,177 ng/ml (SD 0,06). Sedangkan rerata kadar serum 8- OHdG kelompok kehamilan normal sebesar 0,111 ng/ml (SD 0,02). Di mana hasil kedua kelompok ini berbeda secara bermakna (p<0,05). Nilai cut off point kadar 8-OHdG berdasarkan kurva ROC adalah 0,138 ng/ml dengan nilai sensitivitas 96,1 % dan nilai spesifisitas sebesar 80,6 %. BAB 6 PEMBAHASAN Pada tubuh yang sehat, golongan oksigen reaktif (ROS) dan antioksidan berada dalam posisi berimbang. Saat keseimbangan tersebut terganggu, terjadilah stres oksidatif. Golongan oksigen reaktif adalah pisau bermata dua, di satu sisi mereka berperan sebagai molekul pemberi sinyal pada proses fisiologis dan juga berperan dalam proses patologis pada saluran reproduksi wanita. Golongan oksigen reaktif mempengaruhi berbagai proses fisiologis mulai dari proses maturasi oosit sampai dengan proses fertilisasi,perkembangan embrio dan kehamilan.(Agarwal et al., 2005) Setelah proses implantasi, embrio manusia dikelilingi oleh sel-sel trofoblas proliferatif. Kemudian trofoblas ekstravili masuk ke dalam desidua dan lapisan miometrium yang mana akan mengelilingi dan menginvasi arteri spiralis ibu. Beberapa bukti ilmiah melaporkan bahwa aliran darah maternal yang signifikan belum terjadi sampai dengan akhir trimester satu. Dengan demikian, embrio berkembang di lingkungan oksigen yang relatif rendah dibandingkan dengan kehamilan lebih lanjut. Disebutkan dengan konsentrasi oksigen sebesar 20% berhubungan dengan kemampuan perkembangan embrio yang lebih rendah. Perkembangan yang cepat terlihat pada konsentrasi oksigen yang rendah (5%) (Agarwal et al., 2005). Radikal bebas adalah molekul-molekul reaktif dengan membawa elektron yang tidak berpasangan, yang dihasilkan di dalam sel atau karena akibat hasil dari suatu metabolisme.Reaksi-reaksi reduktasi oksidasi pada metabolisme protein, karbohidrat, dan lemak terjadi di dalam mitokondria. Kondisi ini disebut fosforilasi oksidasi, dengan hasil akhir oksigen dan turunannya seperti superoksida dan radikal hidroksil. Apabila stres oksidatif terjadi secara berlebihan akan mengganggu keseimbangan seluler dan dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan sel pada embrio atau terjadi apoptosis yang menyebabkan fragmentasi embrio. 8-hidroksi-2-deoksiguanosin (8OHdG) merupakan bentuk nukleosida DNA inti dan mitokondria yang teroksidasi, dan merupakan marker kerusakan DNA yang sering dipergunakan.(Hung et al., 2010). Blighted ovum sebagian besar disebabkan oleh kelainan kromosom, yaitu triploidi, dan dapat berkembang menjadi mola hidatidosa parsial (Peter Uzelac, 2008). Pada blighted ovum, hasil konsepsi berkembang menjadi blastokis, tetapi inner mass cell dan pole embrionik tidak pernah terbentuk (Asim Kurjak, 2003). Radikal bebas menjadi salah satu pemicu terjadinya kelainan kromosom ini. Radikal bebas merupakan senyawa tidak stabil dan sangat reaktif, sehingga mengakibatkan kerusakan sel. Plasentasi abnormal menyebabkan terjadinya stres oksidatif yang menghasilkan efek yang merugikan pada sinsitiotrofoblas dan telah disebutkan sebagai salah satu mekanisme terjadinya abortus.(Agarwal et al., 2005) 6.1 Karakteristik Sampel Rerata umur pada blighted ovum adalah 30,42 tahun dan 30,06 tahun pada kehamilan normal (p>0,05), secara statistik tidak berbeda bermakna. Pada penelitian Harma, dkk. (2003) di Turki, didapatkan rerata umur ibu dengan mola hidatidosa komplit sebesar 31,0 (SD 8,1) tahun dan rerata umur ibu dengan kehamilan normal sebesar 29,5 (SD 5,7) tahun . Rerata paritas pada penelitian ini adalah 1,58 untuk kelompok blighted ovum dan 1,31 untuk kelompok kehamilan normal. Di mana secara statistik tidak berbeda bermakna (p>0,05). Hasil ini mendekati dengan penelitian yang dilakukan Okan, dkk. (2008) di Turki sebesar 2,0 (SD 1,2) dan menurut Harma dkk (2003) rerata paritas sebesar 4,5 (SD 3,3). Apabila dikaitkan antara umur dengan jumlah paritas, maka semakin meningkatnya jumlah paritas akan diikuti dengan meningkatnya umur ibu. Dengan demikian, pengaruh stres oksidatif akan meningkat pada paritas yang lebih tinggi dikaitkan dengan peningkatan umur ibu. Rerata usia kehamilan pada penelitian ini adalah 8,45 (SD 1,06) minggu untuk kelompok blighted ovum, dan 8,63 (SD 1,99) untuk kelompok kehamilan normal. Secara statistik tidak berbeda bermakna (p>0,05). Pada penelitian oleh Harma dkk (2003) melaporkan rerata usia kehamilan pada kelompok mola hidatidosa komplit 12,9 (SD 4,8) minggu, dan kehamilan normal pada usia 13,2 (SD 4,4) minggu. Zachara dkk (2001) menemukan bahwa rerata usia kehamilan pada kelompok abortus 12,5 (SD 2,6) minggu, dan 11,8 (SD 3,5) minggu pada kelompok kehamilan normal. Pada penelitian ini rerata usia kehamilan pada kelompok blighted ovum lebih rendah dibandingkan dengan kehamilan normal. Namun, dari beberapa penelitian yang telah dilakukan, rerata umur kehamilan yang mengalami abortus lebih rendah. Setelah implantasi, embrio manusia dikelilingi oleh sel-sel trofoblas proliferatif. Kemudian trofoblas ekstravili berimplantasi ke dalam desidua dan lapisan miometrium dimana akan mengelilingi dan menginvasi arteri spiralis ibu. Hal ini mengakibatkan terjadinya transformasi arteri, dengan mengubah struktur dinding muskulo elastik, dan meningkatkan diameter pembuluh dengan resistansi yang rendah serta kapasitansi pembuluh darah yang tinggi. Sirkulasi uteroplasenta dimulai dalam dua minggu pertama setelah konsepsi, dengan vili korionik mulai berfungsi pada minggu ketiga. Bukti dari studi morfologi, histeroskopi, perfusi spesimen histerektomi dengan kehamilan di situ, dan studi USG Doppler dari awal terbentuknya plasenta menunjukkan, bahwa aliran darah maternal yang signifikan tidak terjadi sampai akhir trimester pertama, sebelum 10 minggu usia kehamilan (Jacobson et al., 2006). Dalam kasus kegagalan awal kehamilan, terjadinya sirkulasi intraplasental maternal lebih awal dan tidak teratur dibandingkan dengan kehamilan normal. Dimulai pada tahap awal, dan terjadi secara acak di seluruh plasenta. Ini mungkin dikarenakan 70% invasi ekstravili trofoblas yang dangkal, dan akibatnya penyumbatan arteri spiral tidak sempurna (Jauniaux et al., 2010). Bila terjadi stres oksidatif, maka kegagalan awal kehamilan baik blighted ovum atau abortus terjadi pada usia kehamilan lebih dini. Dari penelitian didapatkan hasil yang berbeda, sehingga masih diperlukan penelitian lanjutan untuk dapat menjawab masalah ini. 6.2 Kadar Rerata Serum 8-Hidroksi-2-Deoksiguanosin (8-OHdG) Pada Blighted Ovum dan Kehamilan Normal Pada penelitian ini diperoleh rerata kadar serum 8-OHdG pada kelompok blighted ovum sebesar 0,177 (SD 0,06) ng/ml, lebih tinggi dari kelompok kehamilan normal sebesar 0,111 (SD 0,01) ng/ml. Pada kedua kelompok didapatkan perbedaan bermakna secara statistik (p<0,05). Nilai cut off point kadar serum 8-OHdG berdasarkan kurva ROC adalah 0,138 ng/ml dengan nilai sensitivitas 96,1 % dan nilai spesifisitas 80,6 %. Dari beberapa temuan di atas, rerata kadar 8-OHdG pada awal kehamilan lebih tinggi dibandingkan dengan kehamilan normal. Ini terjadi oleh karena ketidak seimbangan antara golongan reaktif oksigen (ROS) dengan antioksidan yang ada. Dan antioksidan yang tersedia tidak mampu menetralisir stres oksidatif, sehingga terjadi kerusakan sel yang berakibat pada terjadinya kegagalan awal kehamilan ini. Pada blighted ovum sebagian besar disebabkan oleh kelainan kromosom. Apabila mekanisme pertahanan tubuh masih baik, maka terjadi perlindungan embrio terhadap ROS dengan tujuan memberi keseimbangan dan mencegah terjadinya stres oksidatif. Stres oksidatif berperan dalam terjadinya gangguan perkembangan embrio dan retardasi pertumbuhan embrio yang dikaitkan dengan kerusakan membran sel DNA dan apoptosis. Apoptosis menghasilkan embrio terfragmentasi, yang telah membatasi kemampuan untuk implantasi dan mengakibatkan rendahnya keberhasilan fertilisasi (Agarwal et al., 2005). Stres oksidatif timbul sebagai akibat dari produksi ROS yang berlebihan dan, atau mekanisme pertahanan antioksidan yang terganggu. Tinjauan literatur menunjukkan bahwa stres oksidatif memicu berbagai patologi fungsi reproduksi. Pada sistem reproduksi laki-laki, bukti jelas menunjukkan bahwa sperma manusia dapat menghasilkan ROS. Sayangnya, spermatozoa tidak dapat memperbaiki kerusakan yang disebabkan oleh ROS yang berlebihan, karena mereka tidak memiliki sistem enzim sitoplasma, yang diperlukan untuk mencapai perbaikan ini. Stres oksidatif menyerang fluiditas membran plasma sperma dan integritas DNA di dalam inti sperma. Oksigen spesies reaktif yang menyebabkan kerusakan DNA dapat mempercepat proses apoptosis sel, yang mengarah ke penurunan jumlah sperma yang berhubungan dengan infertilitas laki-laki. Oleh karena itu, ROS mungkin memainkan peran dalam pasien dengan infertilitas idiopatik. Dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa ROS yang terdapat pada cairan folikel dengan konsentrasi yang rendah, dapat menjadi penanda potensial untuk memprediksi keberhasilan pada pasien in vitro fertilization (IVF). Ada kecenderungan yang lebih tinggi perkembangan blastokista dengan tingkat rendah ROS dalam cairan hidrosalping. Dengan demikian, rendahnya ROS dapat menjadi penanda fungsi sekretorik yang normal tuba. Singkatnya, kecilnya jumlah fisiologis ROS memainkan peran penting dalam fungsi reproduksi normal, sedangkan tingkat tinggi akan menyebabkan berbagai kondisi patologis yang mempengaruhi fertilisasi manusia. Strategi pengobatan harus diarahkan untuk menurunkan tingkat ROS dalam menjaga jumlahnya sedikit, sehingga dapat diperlukan untuk mempertahankan fungsi sel normal (Agarwal et al., 2005) Delapan-hidroksi-2-deoksiguanosin (8-OHdG) adalah indikator kerusakan DNA yang sensitif sebagai akibat stres oksidatif. 8-OHdG itu sendiri mempunyai peran biologi yang mampu menginduksi konversi G:C ke T:A selama replikasi DNA. Juga digunakan sebagai biomarker pada karsinogenesis ginjal, diabetes melitus, kanker dan proses penuaan (Seino et al., 2002 dikutip dari Kasai dan Nishimura, 1984). Adanya pemeriksaan yang sensitif untuk 8-OHdG menyebabkan 8-OHdG ini dipakai di banyak laboratorium sebagai biomarker kerusakan oksidasi DNA. Pada sistem reproduksi wanita, ROS dan antioksidan mempunyai peran fisiologi selama proses folikulogenesis, maturasi oosit, regresi luteal dan fertilisasi (Agarwal et al., 2005). Disebutkan juga bahwa 8-OHdG tidak hanya sebagai marker stres oksidatif pada sel granulosa selama proses ovulasi sehingga mempengaruhi fertilisasi tetapi juga mempengaruhi pertumbuhan embrio (Seino et al., 2002). Embrio dapat tumbuh dan berkembang baik dalam keadaan rendah oksigen terutama masa implantasi. Apabila terjadi peningkatan konsentrasi oksigen dapat memicu terbentuknya radikal bebas yang bersifat toksik terhadap embrio terutama sinsitiotropoblas. Pada dua pertiga kasus abortus, terdapat bukti anatomis adanya defek pada plasentasi yang memiliki karakteristik lapisan pelindung trofoblas yang lebih tipis maupun berfragmentasi, invasi endometrium oleh trofoblas yang menurun dan sumbatan ujung arteri spiralis yang tidak sempurna. Hal ini berhubungan dengan tidak adanya perubahan fisiologis pada sebagian besar arteri spiralis dan menyebabkan onset prematus dari sirkulasi maternal pada seluruh plasenta. Karena ROS memiliki fungsi fisiologis dan patologis, maka tubuh manusia mengembangkan sistem pertahanan untuk memelihara konsentrasinya dalam kadar tertentu. Sistem reproduksi wanita kaya akan antioksidan enzimatik dan non-enzimatik. Katalase, SOD dan GPx adalah antioksidan enzimatik yang mencegah dan menjaga keseimbangan agar ROS tidak sampai merusak molekul selular. Antioksidan nonenzimatik terdapat di folikel dan cairan tuba, yang memberikan perlindungan eksterna pada gamet dan embrio. Antioksidan ini adalah vitamin C, vitamin E, glutathione, taurin hipotaurin. Bilamana terjadi peningkatan konsentrasi ROS patologis dan stres oksidatif (OS) timbul, antioksidan bekerja dengan cara mencegah formasi ROS yang dapat menyebabkan kerusakan sel dan memperbaikinya (Agarwal et al., 2005). 6.3. Kelemahan Penelitian Kelemahan penelitian ini adalah jumlah sampel yang terbatas dan waktu yang relatif singkat. Kadar 8-OHdG yang diperiksa berasal dari serum, dimana faktor-faktor perancu seperti merokok, dan diabetes melitus sangat mungkin berpengaruh dan tidak dimasukkan sebagai kriteria eksklusi. BAB 7 SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan Berdasarkan penelitian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan rerata kadar serum 8-hidroksi-2-deoksiguanosin (8-OHdG) pada blighted ovum dan kehamilan normal, dimana kadar serum 8-OHdG secara bermakna pada blighted ovum lebih tinggi daripada kehamilan normal, dengan nilai cut off point kadar serum 8-OHdG sebesar 0,138 ng/ml dengan sensitivitas 96,1% dan spesifisitas 80,6%. 7.2 Saran Hasil penelitian menunjukkan bahwa oksidasi DNA yang dinilai melalui kadar serum 8-OHdG mungkin terlibat dalam terjadinya blighted ovum. Namun diperlukan penelitian lebih lanjut dari populasi yang berbeda sehingga kadar serum 8-OHdG dapat digunakan sebagai skrining terhadap kemungkinan terjadinya blighted ovum dan menjadi salah satu dasar pertimbangan pemberian antioksidan. DAFTAR PUSTAKA Agarwal, A.; Gupta,S. and Sharma R.K. 2005. Role of oxidative stress in female reproduction. Reproductive Biology and Endocrinology 3 : 28. Behrman, H.R.; Kodaman, P.H.; Preston, S.L. and Gao, S. 2001. Oxidative stress and the ovary. J.Soc Gynecol Investig 8 (suppl.1):S40-S42. Brand, M.D.; Buckingham, A.J.; Esteves, T.C. et al. 2004. Mithochondrial superoxide and ageing: uncoupling protein activity and superoxide production. Biochem Soc Symp 71:203-213. Cunningham, F.G.; Gant, N.F.; Leveno, K.J.; Bloom,S.L.; Hauth, J.C.;Rouse, D.J. and Spong, C.Y. 2010. Williams Obstetric. Twenty third edition. The Mcgraw-Hill Companies. DNA damage ELISA kit : For the detection and quantification of 8-hydroxy-2’deoxiguanosine in urine,serum, and saliva samples. www.assaydesigns.com Toll free 1-800-833-8651 Fax 734-668-2793. Dizdaroglu, M.; Jaruga, P.; Birincioglu, M. and Rodriguez, H. 2002. Free radicalinduced damage to DNA : mechanisms and measurement. Free Radical Biology & Medicine 32(11): 1102-1115. Gracia, C.R.; Sammel, M.D.; Chittams, J.; Hummel, A.C.; Shaunik, A. and Barnhart, K.T. 2005. Risk factors for spontaneous abortion in early symptomatic first-trimester pregnancies. Americans College of Obstretrician and Gynecologists 106(5): 993-999. Griebel, C.P.; Halvorsen, J.; Golemon, T.B. and Day, A.A. 2005. Management of spontaneous abortion. Am Fam Physician 72 : 1243-1250. Hardy, K.; Spanos, S.; Becker, D.; Iannelli ,P.; Winston, R.M.L. and Stark, J. 2000. From cell death to embryo arrest : mathematical models of human preimplantation embryo development. PNAS 98 : 1655-1660. Harma, M.; Erel, O. 2003. Increased oxidative stress in patients with hydatidiform mole. Swiss Med Wkly 133: 563-566. Halliwell, B. 2000. Why and how should we measured oxidative DNA damage in nutritional studies? how far have we come?. Am J Clin Nutr 72 : 1082-1087. Hasegawa, I.; Takakuwa, K. and Tanaka, K. 1996. The role of oligomenorrhoea and fetal chromosomal abnormalities in spontaneous abortions. Human Reproduction 11:2304-2305. Helbock, H.J.; Beckman K.B. and Ames, B.N.1999. 8-hydroxydoxyguanosine and 8hydroxyguanine as biomarkers of oxidative DNA damage. Methods in Enzymology 300 (18): 156. Huang Y.T., Horng S.G., Lee F.K., Tseng Y.T. 2010. Management of Anembryonic Pregnancy Loss : An Observational Study. J Chin Med Assoc 73 : 150-155. Hung, T.H.; Lo, L.M.; Chiu, T.H.; Li , M.J.; Yeh, Y.L.; Chen, S.F. and Hsieh, T.T. 2010. A longitudinal study of oxidative stress and antioxidant status in women with uncomplicated pregnancies throughout gestation. Reproductive Sciences 17: 401-409. Jacobson, G.A., Narkowicz, C., Tong, Y.C., Peterson, G.M. 2006. Plasma Glutathione Peroxidase by ELISA and Relationship to Selenium Level. Clinica Chimica Acta, 369:100-103. Jauniaux, E., Poston, L., Burton, G.J. 2006. Placental-Related Diseases of Pregnancy : Involvement of Oxidative Stress and Implications in Human Evolution. Hum Reprod Update 12(6):747-55. Kohen, R. and Nyska, A. 2002. Oxidation of biological systems: oxidative stress phenomena, antioxidants, redox reactions,and methods for their quantification. The Society of Toxicologic Pathology 30:620-650. Kurjak, Asim. 2003. Donald School Textbook of Ultrasound in Obstetrics and Gynecology. Parthenon Publishing 13: 147-8. Ledo, A.; Arduini, A.; Asensi, M.A.; Sastre, J.; Escrig, R.; Brugada, M.; Aguar, M.; Saenz, P. and Vento, M. 2009. Human milk enhances antioxidant defences against hydroxyl radical aggression in preterm infants. The American Journal of Clinical Nutrition 89:210-215. Morin L., Van den Hof M. 2005. Ultrasound Evaluation of First Trimester Pregnancy Complications. SOGC Clinical Practice Guidelines 161:581-585. Nyobo Andersen A.M., Wohlfahrt J., Christens P., Olsen J., Melbye M. 2000. Maternal age and fetal loss: population based register linked study. Br Med J 320:1708-12 Okan, O., Mekin, S., Hakan, K. 2008. Serum Malondialdehyde, Erythrocyte Glutation Peroxidase, and Erythrocyte Superoxide Dismutase Levels in Woman With Early Spontaneous Abortion Accompanied by Vaginal Bleeding. Med Sci Monit, Vol.14, No.1, pp.47-51. Ruder, E.H.; Hartman, T.J. and Goldman, M.B. 2009. Impact of oxidative stress on female fertility. Curr Opin Obstet Gynecol 21(3):219-222. Ruder, E.H.; Hartman, T.J.; Blumberg, J. and Goldman, M.B. 2008. Oxidative stress and antioxidants : Impact on female fertility. Human Reproduction Update 14(4) : 345357. Sastroasmoro,S. dan Ismael, S. 2010. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Sagung Seto 16:302-330. Seino, T.; Saito, H.; Kaneko, T.; Takahashi, T.; Kawachiya, S. and Kurachi, H. 2002. Eight-hydroxy-2;-deoxyguanosine in granulose cells is correlated with the quality of oocyte and embryo in an in vitro fertilization-embryo transfer program. American Society for Reproductive Medicine 77(6): 1184-1190. Takami,M.;Preston,S.L. and Behrman,H.R. 2000. Eicosatetraynoic and eicosatriynoic acids, lipoxygenase inhibitors block meiosis via antioxidant action. Am J Physiol Cell Physiol 278:C646-C650. Tamura, H.; Takasaki, A.; Miwa, I.; Taniguchi, K.; Maekawa, R.; Asada, H.; Taketani, T.; Matsuoka, A.; Yamagata, Y.; Shimamura, K.; Morioka, H.; Ishikawa, H.; Reiter, R.J. and Sugino, N. 2008. Oxidative stress impairs oocyte quality and melatonin protects oocytes from free radical damage and improve fertilization rate. Journal of Pineal Research 44: 280-287. Uzelac, Peter S., Garmel, Sara H. 2008 Early Pregnancy Risks. 14:259-60. Vern, KL. 2007. Comprehensive Gynecology. Mosby Elsevier. 5th Edition. 16 : 309-11. Wiktor, H.; Kankofer, M.; Schmerold, I.; Dadak, A.; Lopucki, M. and Niedermuller, H. 2004. Oxidative DNA damage in placentas from normal and pre-eclamptic pregnancies.Virchows Arch 445: 74-78. Zachara, B.A., Dobrzynsksi, W., Trafikowska, U., Szymanski, W. 2001. Blood Selenium and Glutathione Peroxidase In Miscarriage. British Journal of Obstetrics and Gynaecology, 108:244-247. Zhang, H.; Xu, Y.; Kamendulis, L.M. and Klaunig, J.E. 2000. Morphological transformation by 8-hydroxy-2’-deoxyguanosine in syrian hamster embryo (SHE) cells. Toxicological Sciences 56:303-312. Zuelke.K.A;Jones, D.P. and Perreault, S.D.1997. Glutathion oxidation is associated with altered microtube function and disrupted fertilization in mature hamster oocytes. Mol Reprod 57: 1413-1419. DATA PENELITIAN Blighted Ovum No Nama 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 SS YS KS JS LA NS ST DS KM SP MJ KN HM LS NH PS SW DA NL BI AS MM YA SE LI LL IS WS SP RA WD Umur Paritas (tahun) 30 20 27 27 28 37 30 37 32 40 27 20 30 31 29 33 38 23 29 27 27 34 30 22 37 29 37 26 35 33 38 2 1 2 2 2 3 2 2 2 2 2 1 0 0 1 1 2 1 2 2 2 0 1 1 3 1 3 1 2 2 1 Diagnosis Hamil Muda 10-11 mg 8-9 mg 9-10 mg 8-9 mg 8-9 mg 7-8 mg 10-11 mg 9-10 mg 7-8 mg 11-12 mg 9-10 mg 8-9 mg 8-9 mg 9-10 mg 7-8 mg 9-10 mg 8-9 mg 10-11 mg 9-10 mg 8-9 mg 9-10 mg 8-9 mg 7-8 mg 8-9 mg 10-11 mg 7-8 mg 8-9 mg 9-10 mg 7-8 mg 8-9 mg 9-10 mg Kadar 8 OHdG (ng/mL) 0.364 0.203 0.136 0.151 0.167 0.171 0.138 0.136 0.171 0.156 0.149 0.139 0.143 0.132 0.389 0.165 0.269 0.183 0.278 0.144 0.159 0.152 0.194 0.154 0.144 0.176 0.138 0.148 0.162 0.133 0.147 Kehamilan Normal No Nama Umur (tahun) Paritas 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 NW WS NR MS SK AD IK AS SJ PP LT WY SU LW PE DA WE BU EN JU JA SN IL KA EK SC WA SS AN ST VA LM EH AY EA SN MU RT MA 25 22 25 35 35 22 24 28 35 34 31 27 27 29 20 22 30 21 36 40 23 25 24 36 26 22 38 38 29 28 29 31 42 41 23 36 39 37 23 0 0 0 1 1 0 0 1 1 1 1 2 2 1 1 0 0 1 1 3 2 0 0 1 1 0 3 2 1 1 1 2 3 3 3 2 2 2 0 Diagnosis Hamil Muda 8-9 mg 7-8 mg 7-8 mg 9-10 mg 9-10 mg 11-12 mg 10-11 mg 9-10 mg 10 mg 11-12 mg 11-12 mg 8-9 mg 8-9 mg 9 mg 10-11 mg 9-10 mg 8-9 mg 9-10 mg 8-9 mg 11-12 mg 10-11 mg 8-9 mg 8-9 mg 9 mg 10-11 mg 11-12 mg 10-11 mg 11-12 mg 11-12 mg 9-10 mg 9-10 mg 7-8 mg 7-8 mg 8 mg 7-8 mg 10-11 mg 10-11 mg 8 mg 8-9 mg Kadar 8 OHdG (ng/mL) 0.103 0.096 0.132 0.125 0.129 0.125 0.082 0.13 0.129 0.129 0.121 0.128 0.089 0.076 0.132 0.112 0.11 0.117 0.1 0.101 0.122 0.097 0.124 0.118 0.086 0.12 0.072 0.073 0.089 0.128 0.091 0.103 0.129 0.121 0.099 0.1 0.101 0.13 0.131 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 AN RU PA KR SW AA KS SN SI SD MR RD 32 24 38 42 31 32 40 25 30 30 24 27 2 0 2 4 4 0 2 1 2 2 1 1 11-12 mg 7-8 mg 8-9 mg 7-8 mg 8 mg 10-11 mg 11-12 mg 7-8 mg 8-9 mg 9-10 mg 11-12 mg 7-8 mg 0.119 0.128 0.116 0.118 0.119 0.129 0.11 0.125 0.12 0.11 0.098 0.089 HASIL PENELITIAN Uji Normalitas Data Group Statistics Kelompok Umur (Tahun) Paritas Umur Kehamilan(Minggu) Kadar 8 OHDG(ng/ml) N Mean Std. Deviation Std. Error Mean HAMIL NORMAL 51 30.0588 6.36054 .89065 BLIGHTED OVUM 31 30.4194 5.36516 .96361 HAMIL NORMAL 51 1.3137 1.08610 .15208 BLIGHTED OVUM 31 1.5806 .80723 .14498 HAMIL NORMAL 51 8.6275 1.98958 .27860 BLIGHTED OVUM 31 8.4516 1.05952 .19030 HAMIL NORMAL 51 .11139 .017220 .002411 BLIGHTED OVUM 31 .17713 .063347 .011377 Uji t-independent Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances t-test for Equality of Means Sig. (2F Umur Sig. T Df Mean tailed) Difference Std. 95% Confidence Error Interval of the Differen Difference ce Lower Upper Equal variances 2.283 .135 -.264 80 .793 -.36053 1.36796 -3.08285 2.36179 -.275 71.739 .784 -.36053 1.31218 -2.97647 2.25541 80 .240 -.26692 .22564 -.71595 .18211 -1.270 76.657 .208 -.26692 .21012 -.68535 .15151 assumed Equal variances not assumed Paritas Equal variances 2.892 .093 -1.183 assumed Equal variances not assumed Umur Equal Kehamilan variances 12.554 .001 .454 80 .651 .17584 .38749 -.59530 .94697 .521 78.911 .604 .17584 .33738 -.49572 .84740 assumed Equal variances not assumed Kadar Equal 8 OHDG variances 15.273 .000 -7.021 80 .000 -.065737 .009363 -.084369 -.047105 -5.652 32.716 .000 -.065737 .011630 -.089406 -.042067 assumed Equal variances not assumed Area Under the Curve Test Result Variable(s):Kadar 8 OHDG(ng/ml) Asymptotic 95% Confidence Interval Area Std. Error a Asymptotic Sig. b Lower Bound Upper Bound .999 .001 .000 .997 1.001 a. Under the nonparametric assumption b. Null hypothesis: true area = 0.5 Coordinates of the Curve Test Result Variable(s):Kadar 8 OHDG(ng/ml) Positive if Less Than or Equal To a 1 – Specificity Sensitivity .00000 .000 .000 .07250 .020 .000 .07450 .039 .000 .07900 .059 .000 .08400 .078 .000 .08750 .098 .000 .09000 .157 .000 .09350 .176 .000 .09650 .196 .000 .09750 .216 .000 .09850 .235 .000 .09950 .255 .000 .10050 .294 .000 .10200 .333 .000 .10650 .373 .000 .11100 .431 .000 .11400 .451 .000 .11650 .471 .000 .11750 .490 .000 .11850 .529 .000 .11950 .569 .000 .12050 .608 .000 .12150 .647 .000 .12300 .667 .000 .12450 .686 .000 .12650 .745 .000 .12850 .804 .000 .12950 .902 .000 .13050 .941 .000 .13150 .941 .000 .13250 .941 .032 .13450 .961 .065 .13700 .961 .129 .13850 .961 .194 .14100 .961 .226 .14350 1.000 .258 .14550 1.000 .323 .14750 1.000 .355 .14850 1.000 .387 .15000 1.000 .419 .15150 1.000 .452 .15300 1.000 .484 .15500 1.000 .516 .15750 1.000 .548 .16050 1.000 .581 .16350 1.000 .613 .16600 1.000 .645 .16900 1.000 .677 .17350 1.000 .742 .17950 1.000 .774 .18850 1.000 .806 .19850 1.000 .839 .23600 1.000 .871 .27350 1.000 .903 .32100 1.000 .935 .37650 1.000 .968 1.00000 1.000 1.000 a. The smallest cutoff value is the minimum observed test value minus 1, and the largest cutoff value is the maximum observed test value plus 1. All the other cutoff values are the averages of two consecutive ordered observed test values.