BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Medis 1. Kehamilan Normal a

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Teori Medis
1.
Kehamilan Normal
a. Pengertian
Masa kehamilan terjadi mulai dari konsepsi sampai janin
lahir. Perkembangan janin kehamilan normal membutuhkan waktu
280 hari (40 minggu jika dinyatakan dengan bulan 9 bulan 7 hari)
mulai dihitung dari hari pertama haid terakhir (HPHT) (Saifuddin,
2010).
b. Tanda Pasti Kehamilan
Tanda pasti kehamilan meliputi : terdapat gerakan janin di
dalam rahim, teraba bagian dan gerakan-gerakan janin, terdengar
denyut jantung janin menggunakan leanex, alat kardiotokografi
dan
menggunakan doppler, pemeriksaan menggunakan rontgen
ditemukan kerangka janin (Manuaba,2010).
c. Diagnosis Kehamilan
1) Uji hormonal kehamilan
Produksi chorionic gonadotropin (hCG) oleh sel-sel
sinsisiotrofoblas terjadi masa awal kehamilan, kemudian
disekresi melalui urin ibu hamil, hCG dapat terdeteksi sekitar
26 hari setelah konsepsi dan meningkat pada hari ke 30-60 usia
6
7
kehamilan. Puncak hCG terjadi sekitar 60-70 hari usia
kehamilan (Prawirohardjo, 2011).
2) Perubahan anatomik dan fisiologik kehamilan
Masa awal kehamilan terdapat peningkatan hormon
estrogen dan progesteron, menyebabkan hipertrofi miometrium
diikuti peningkatan jaringan elastin dan akumulasi dari
jaringan fibrosa, menyebabkan uterus kuat terhadap regangan
dan distensi saat proses kehamilan. Vaskularisasi dan
pembuluh limfatik meningkat, menyebabkan perubahan pada
wanita hamil seperti ; tanda chadwick, goodell dan hegar
(Prawirohardjo, 2011).
d. Diagnosis Banding Kehamilan
Tidak semua pembesaran perut wanita merupakan kehamilan,
perlu didiagnosis banding : Pseudosiesis atau kehamilan palsu,
tumor kandungan atau mioma uteri ditemukan pembesaran uterus,
kista ovarium terjadi pembesaran perut, hematometra merupakan
pembesaran perut akibat penumpukan darah haid diakibatkan oleh
hymen in perforata dan kandung kemih penuh (Manuaba, 2010).
e. Pemeriksaan Ante natal
1) Pengertian
Ante natal care merupakan perawatan untuk ibu selama
masa kehamilan sampai dengan melahirkan (Siswosudarmo,
2008).
8
Melakukan ante natal care sesuai jadwal berfungsi untuk
mengetahui
data
kesehatan
meliputi
ibu
hamil
dan
perkembangan janin di dalam rahim. (Manuaba, 2010).
2) Program ante natal
Kunjungan antenal dilakukan minimal 4 kali selama
kehamilan meliputi :
a) 1 kali kunjungan saat trimester pertama
b) 1 kali kunjungan saat trimester kedua
c) 2 kali kunjungan saat trimester ketiga (Saifuddin, 2010).
Kehamilan dibagi menjadi 3 trimester meliputi ; trimester
pertama usia kehamilan sampai 12 minggu, trimester kedua
usia kehamilan 13-27 minggu, dan trimester 3 usia kehamilan
28-40 minggu (Prawirohardjo, 2011).
Tujuan ante natal care memantau kehamilan dapat
membantu memastikan ibu dan janin dalam kandungan
keadaan baik dan mendeteksi dini terjadi komplikasi pada ibu
selama hamil (Saifuddin, 2010).
3) Klasifikasi Komplikasi kehamilan
a) Trimester pertama
Perdarahan
kehamilan
muda
mengakibatkan
kehamilan berhenti atau keguguran, seperti terjadi abortus,
blighted ovum, kehamilan ektopik dan mola hidatidosa
(Prawirohardjo,
2011).
Kelainan
tempat
implantasi
9
(kehamilan ektopik) merupakan kehamilan dengan hasil
konsepsi tidak menempel pada endometrium (Mochtar,
2013). Hiperemesis gravidarum merupakan keadaan mual
muntah berat (Mochtar, 2013). Kehamilan dengan
hiperemesis akan mengakibatkan ibu menjadi dehidrasi,
hipokalemia, alkalosis, dan penurunan berat badan (Tanto,
2014).
b) Trimester kedua
Diabetes melitus kehamilan, peningkatan berlebih
kadar glukosa, peningkatan baru terdeteksi saat hamil
(Tanto, 2014). Hipertensi kehamilan, hipertensi tanpa
disertai protein urine, tekanan darah akan kembali normal
setelah 3 bulan melahirkan (Prawirohardjo, 2011).
c) Trimester ketiga
Perdarahan usia kehamilan lanjut terjadi saat usia
kehamilan lebih dari 20 minggu (Tanto, 2014), seperti
kasus : plasenta previa, solusio placenta, dan rupture
uteri (Prawirohardjo, 2011).
2.
Perdarahan Kehamilan Muda
a. Pengertian
Setiap
kehamilan
memungkinkan
terjadi
perdarahan.
Abortus, misscarriage, early pregnancy loss dikaitkan dengan
kehamilan muda. Perdarahan di kehamilan muda diidentifikasi
10
menggunakan istilah sesuai dengan pertimbangan masing-masing
(Prawirohadjo, 2011).
b. Klasifikasi Perdarahan Kehamilan Muda
1) Abortus
Pengeluaran atau ancaman hasil konsepsi keluar dari
dalam rahim sebelum dapat bertahan hidup di luar rahim.
Disebut abortus jika berat janin kurang 500 gram dan usia
kehamilan kurang dari 20 minggu (Prawirohardjo, 2011).
2) Blighted ovum (Kehamilan anembrionik)
Blighted ovum (anembryonic pregnancy) merupakan hasil
fertilisasi ovum tidak berkembang ditahap awal (6-7 minggu
usia
kehamilan)
(Arora,
2014).
Blighted
ovum
dapat
mengalami abortus spontan (Prawirohardjo, 2011).
Blighted ovum merupakan kegagalan perkembangan
embrio, hasil pemeriksaan penunjang ditemukan kantung
kehamilan tanpa ada embrio dalam kantung kehamilan
(DeCharney, 2007).
3) Kehamilan ektopik
Kehamilan ektopik terjadi karena hasil dari pembuahan sel
telur dan sel sperma tidak menempel di endometrium.
Kehamilan ektopik lebih dari 95% terjadi di tuba falopii
(Prawirohardjo,
2011).
Abortus
atau
pecahnya
tempat
11
implantasi dapat terjadi pada kehamilan ektopik terganggu
(Mochtar, 2013).
4) Mola Hidatidosa
Kehamilan mola ditandai dengan proliferasi trofoblastis
dengan derajat yang berbeda-beda. Kehamilan mola dapat
terjadi di ovarium, tuba falopii atau di rongga uterus. Untuk
mengklasifikasi kehamilan mola perlu dilihat ada tidaknya
janin
di
dalam
mudigah
(Cunningham,
2009).
Pada
pemeriksaan ditemukan perdarahan pervaginam pada usia
kehamilan 6-16 minggu (Mochtar, 2013).
3.
Blighted Ovum
a. Pengertian
Blighted ovum (anembryonic pregnancy) adalah kehamilan
tanpa ditemukan embrio di dalam kantung kehamilan (Plavsic,
2011).
Kantung kehamilan pada kasus blighted ovum terbentuk dan
embrio mengalami kegagalan berkembang masa awal kehamilan
(Kurjak, 2006). Blighted ovum terjadi 6-7 minggu usia kehamilan
(Arora, 2014).
b. Etiologi
Blighted ovum
belum diketahui penyebab secara pasti,
blighted ovum terjadi masa awal kehamilan. Beberapa faktor dapat
mengakibatkan terjadi blighted ovum ;
12
1) Blighted ovum terjadi karena kelainan pada sel telur dan sel
sperma.
2) Kelainan
kromosom dapat mengakibatkan pertumbuhan
embrio pada masa awal kehamilan berhenti.
3) Blighted ovum terjadi karena kebiasaan merokok atau minum
alkohol
4) Faktor usia dan paritas pasangan suami istri. Usia semakin tua
pada pasangan suami istri dan semakin banyak seorang istri
pernah hamil memperbesar kemungkinan dari terjadinya
blighted ovum.
5) Blighted ovum terjadi karena infeksi TORCH, kelainan
imunologi, serta penyakit diabetes
(Arora, 2014 dan Manuaba, 2010).
13
c. Patofisiologi
Fertilisasi
Blastocyst bernidasi di endometrium, (blastocyst
terbentuk 3-5 hari setelah fertilisasi)
Blastocyst terlapisi oleh trofoblas
Setelah trofoblas terbentuk, terdapat peningkatan
hormon hCG
Tes kehamilan positif
Respon tubuh terhadap kehamilan abnormal
Terjadi perdarahan pervaginam
Pemeriksaan USG
Penurunan hormon hCG,
proses plasentasi berhenti
Nyeri pada perut
1. Tidak ditemukan embrio
2. Terdapat kantung kehamilan
Blighted ovum
Gambar 2.1
Patofisiologi blighted ovum
Sumber : (Kurjak, 2006; Prawirohardjo, 2011 dan Arora, 2014)
Proses awal kehamilan blighted ovum terjadi sama pada
kehamilan umumnya. Sel telur dibuahi oleh sel sperma, kemudian
terjadi penggabungan pronukleus. Hari ke 4 setelah fertilisasi
terbentuk menjadi blastosit yang dilapisi trofoblas. Trofoblas akan
memicu produksi hormon-hormon kehamilan termasuk hormon
14
hCG. Pemeriksaan tes kehamilan positif dan kehamilan klinis akan
terjadi (Prawirohardjo, 2011). Kehamilan blighted ovum terjadi
penurunan hormon kehamilan (progesteron, estrogen, dan hCG)
(Kurjak, 2006). Penurunan tersebut dapat terjadi karena beberapa
faktor penyebab. Kasus blighted ovum dilakukan pemeriksaan
menggunakan USG ditemukan gestational sac, yolk sac dan tidak
ditemukan embrio di dalam gestational sac. Hal ini disebabkan
kegagalan perkembangan embrio pada 6-7 minggu pasca fertilisasi
(Arora, 2014). Blighted ovum dapat terjadi pengeluaran darah dari
vagina (Prawirohardjo,2011).
c. Keluhan Subjektif
Kehamilan dengan blighted ovum ditemukan perdarahan
melalui vagina dan terkadang disertai nyeri dibagian perut
(Norwitz, 2007).
d. Diagnosa Blighted Ovum
Blighted
ovum
dapat
didiagnosa
dengan
melakukan
pemeriksaan ultrasonografi (USG). Pemeriksaan menggunakan
ultrasonografi (USG) pada kasus blighted ovum ditemukan kantung
kehamilan dan tidak ditemukan embrio di dalam rahim. Bila hasil
USG tidak disertai keluhan perdarahan dari vagina, untuk
menghindarkan
keraguan saat
mendiagnosa
blighted
dilakukan USG ulang 10 hari kemudian (Pribadi, 2011).
ovum
15
Pemeriksaan untuk menunjang diagnosa dilakukan dengan
pemeriksaan laboratorium, ditemukan penurunan level plasma βhuman
chorionic
gonadotropin
(hCG)
yang
menunjukkan
kehamilan tidak normal seperti blighted ovum (DeCharney, 2007).
e. Penatalaksanaan Blighted Ovum
Perdarahan per
vaginam
Pemeriksaan USG
Diagnosis blighted ovum
Terminasi kehamilan dengan dilatasi dan kuretase
berhasil
Penatalaksanaan
kuretase
Tidak berhasil
post
Terdapat sisa hasil konsepsi
Observasi perdarahan
Kuretase ulang
Komplikasi
Robekan serviks
Perforasi uterus
Penjahitan serviks
Hentikan
kuretase
Infeksi
Perdarahan akibat
atonia uteri
Tatalaksana
atonia uteri
Antibiotik
Rencanakan program
laparatomi
Gambar 2.2
Penatalaksanaan blighted ovum
Sumber : (Prawirohardjo, 2011; Mochtar, 2013; Saifuddin, 2014)
16
1) Terminasi kehamilan blighted ovum
Penatalaksanaan kasus blighted ovum dilakukan dengan
metode
terminasi
dilatasi
dan kuretase
secara
elektif
(Prawirohardjo, 2011). Dilatasi dilakukan menggunakan
dilatator terkecil sampai kanalis servikalis dapat dilalui oleh
sendok kuret. Pemeriksaan kedalaman dan lengkung rahim
menggunakan penera kavum uteri, kemudian melakukan
pembersihan isi kavum uteri dengan sistematis melakukan
kerokan pada dinding rahim (Saifuddin, 2014).
2) Persiapan tindakan terminasi
a) Persiapan pasien
Persiapan tindakan dilakukan dengan melakukan konseling
dan persetujuan tindakan medis
(Saifuddin, 2014).
Melakukan pemeriksaan umum meliputi : tekanan darah,
nadi
serta
melakukan
pemeriksaan
darah
lengkap,
pemasangan infus (Mochtar, 2013).
b) Persiapan alat
Persiapan alat menurut Saifuddin (2010) dan Mochtar
(2013) meliputi : 2 spekulum sim’s, sonde uterus, dilatator
berbagai ukuran, sendok kuret berbagai ukuran, cunam
abortus, pinset, klem, kain steril dan 2 sarung tangan steril.
Alat-alat tersebut dalam keadaan yang steril dan diletakkan
dalam bak alat steril. Instrumen lain yang dibutuhkan
17
meliputi : lampu, mangkok kecil logam serta penampung
darah dan jaringan.
c) Persiapan alat pelindung diri (APD) penolong
Persiapan APD bagi penolong dan asisten meliputi :
menggunakan baju tindakan, pelindung kaki (alas kaki
terbuat dari karet), kaca mata pelindung, masker, dan
sarung tangan steril (Saifuddin, 2010).
d) Persiapan obat yang akan di gunakan untuk tindakan
kuretase
Persiapan obat yang digunakan meliputi :
(1) Misoprostol. Penggunaan misoprostol 100 mg efektif
digunakan untuk dilatasi serviks. Umumnya pada kasus
blighted ovum dilatasi akan berhasil setelah pemberian
dosis ke-2 (Saimin, 2010). Jika pemberian misoprostol
tidak berhasil dilatasi serviks dilakukan dengan hegar
(Chunningham, 2010).
(2) Pra anastetik. Berfungsi mengurangi rasa cemas
sebelum tindakan dan memperlancar induksi anastesi,
tindakan pra anastetik dapat dilakukan menggunakan
golongan benzodiazepin (diazepam, lorazepam dan
midazolam) (Gunawan, 2012). Menurut Saifuddin
(2014)
pada
kuretase
diazepam 10 mg secara IM.
dilakukan
menggunakan
18
(3) Anastetika yang digunakan menggunakan ketamin
dengan
dosis
0,5
mg/kgBB
(Saifuddin,
2014).
Pemilihan ketamin memiliki sifat anastetik dan
analgetik serta memiliki batas keamanan yang luas,
cara pemberian dilakukan induksi per IV. Pada
penggunaan
ketamin
akan
menimbulkan
efek
emergence phenomenon (Gunawan, 2012).
(4) Uterotonika metergin 0,2 mg per IM atau oksitosin 10
IU per IV untuk meningkatkan kontraksi uterus
(Saifuddin, 2014).
3) Tindakan kuretase
a) Pasien dibaringkan dengan posisi litotomi. Bagian bawah
perut dan lipatan paha dibersihkan menggunakan air dan
sabun.
b) Pemberian anastesi
c) Pasang
spekulum
sim’s
sampai
serviks
terlihat.
Memberikan cairan antiseptik pada vagina dan serviks.
d) Memberikan oksitosin 10 IU IV atau metergin 0,2 mg
secara
IM
untuk
mencegah
perforasi
uterus
dan
meningkatkan kontraksi uterus.
e) Melakukan pemeriksaan bimanual bertujuan mengetahui
bukaan serviks, besar, arah, dan resiko terjadi perforasi.
19
f) Serviks dilakukan penjepitan diarah jam 11.00 dan 13.00
menggunakan tenakulum. Setelah terpasang dengan baik
keluarkan spekulum atas.
g) Dilatasi dilakukan dengan menggunakan dilatator sampai
dapat dilalui oleh sendok kuret. Sendok kuret dimasukkan
melalui kanalis servikalis.
h) Kedalaman
uterus
diketahui
dengan
melakukan
pemeriksaan menggunakan sonde uterus.
i) Dinding uterus dibersihkan dengan pengerokan secara
sistematis searah jarum jam sampai bersih dengan tanda
seperti menyentuh bagian bersabut. Pemeriksaan bimanual
dilakukan kembali untuk mengetahui besar dan konsistensi
uterus. Jaringan di keluarkan dan membersihkan darah
mengenai lumen vagina. Kemudian melepaskan tenakulum
dan spekulum bawah
(Mochtar, 2013 dan Saifuddin, 2014)
4) Penatalaksannaan post kuretase
a) Pemberian
analgetik
(Paracetamol
500 mg)
untuk
mengurangi nyeri jika diperlukan (Saifuddin, 2014).
Pemberian Paracetamol bertujuan untuk mengurangi kadar
nyeri (ringan-sedang) pasca tindakan (Gunawan, 2012).
b) Anjurkan untuk mobilisasi bertujuan untuk mengurangi
nyeri.
20
c) Memberikan antibiotik terapeutik (Saifuddin, 2014).
Diberikan untuk mencegah terjadinya
infeksi pasca
tindakan, dapat dilakukan menggunakan 2 kombinasi
antibiotik. (Prawirohadjo, 2011).
Pemberiaan antibiotik Metronidazole berfungsi untuk
mencegah infeksi bakteri gram negatif (–) dan anaerob
pasca kuretase (Prawirohardjo, 2011) dengan dosis 500 mg
dan waktu paruh 8-10 jam (Gunawan, 2012). Pemberian
Metronidazole dapat diberikan bersama Amoksisilin yang
merupakan antibiotik spektrum luas untuk mencegah infeksi
pasca tindakan (Prawirohardjo, 2012).
d) Melakukan
observasi
meliputi
:
jumlah
perdarahan
pervaginam untuk mengetahui terjadinya perdarahan dan
tanda-tanda infeksi (Saifuddin, 2014).
5) Komplikasi terminasi kehamilan buatan
a) Perforasi uterus, terjadi karena penggunaan sonde uterus
(Wiknjosastro,
2010).
Penanganan
dilakukan
dengan
menghentikan tindakan kuretase dan melakukan kolaborasi
dengan
dokter
bedah
untuk
dilakukan
laparatomi
penggunaan
tenakulum
(Prawirohardjo, 2011).
b) Robekan
serviks, disebabkan
(Wiknjosastro, 2010). Penanganan serviks yang robek
dilakukan penjahitan untuk menghentikan perdarahan.
21
c) Perdarahan, timbul karena atonia atau sisa hasil konsepsi di
dalam uterus. Pencegahan atonia dilakukan dengan
pemberian metergin 0,2 mg IM atau 10 IU oksitosin secara
IV sebelum dilakukan kuretase untuk meningkatkan
kontraksi uterus (Saifuddin, 2014).
d) Penanganan
sisa
hasil
konsepsi
dengan
pemberian
profilaksis dan uterotonika untuk dilakukan kuretase ulang
(Prawirohardjo, 2011).
e) Infeksi, pencegahan infeksi dilakukan pemberian antibiotik
(Wiknjosastro, 2010).
22
B.
Teori Manajemen Kebidanan
1.
Langkah I : Pengumpulan data dasar secara lengkap
1) Anamnesa
a) Identitas
Mengidentifikasi informasi pasien. Informasi diperlukan
meliputi : nama, usia, ras, alamat, agama, dan status
pernikahan (Varney, 2007). Kasus blighted ovum perlu dikaji
bagian usia. Peluang blighted ovum akan meningkat jika usia
pasangan suami istri semakin tua (Sukarni, 2014).
b) Keluhan utama
Alasan bagi seorang pasien untuk datang ke petugas
kesehatan/tempat pelayanan kesehatan (Varney, 2007). Kasus
blighted ovum terjadi pengeluaran darah dari vagina terkadang
disertai nyeri di bagian perut (Norwitz, 2007).
c) Riwayat kesehatan
1) Riwayat penyakit sekarang, untuk mengetahui penyakit
yang diderita oleh ibu saat hamil ini.
2) Riwayat penyakit terdahulu, pada kasus blighted ovum
perlu dikaji pada penyakit diabetes mellitus, diabetes
mellitus merupakan salah faktor dari blighted ovum
(Sukarni, 2014).
23
d) Riwayat kebidanan
1) Riwayat menstruasi meliputi : umur menarche, frekuensi,
siklus haid, jumlah darah yang keluar, karakteristik darah,
lama haid, rasa nyeri saat haid (Hani, 2010).
2) Riwayat obstetri, kasus blighted ovum perlu dikaji riwayat
kehamilan terdahulu. Blighted ovum kemungkinan akan
terjadi berulang pada kehamilan berikutnya (Kriebs, 2010).
e) Data psikosial dan budaya
Kasus blighted ovum perlu dikaji pada personal hygiene dan
kebersihan lingkungan meliputi kebiasaan cuci tangan,
mencuci sayuran, metode memasak serta dilingkungan tempat
tinggal terdapat hewan seperti : kucing dan anjing , salah satu
penyebab blighted ovum adalah infeksi TORCH (Sukarni,
2010).
f) Penggunaaan obat-obatan atau rokok
Kasus blighted ovum perlu dikaji pada konsumsi rokok dan
alkohol. Salah satu faktor blighted ovum adalah konsumsi
rokok dan alkohol (Sukarni, 2014).
2) Data Objektif
a) Pemeriksaan umum meliputi : pemeriksaan keadaan umum,
kesadaran dan pemeriksaan tanda-tanda vital (Hani, 2010).
b) Pemeriksaan ginekologi ditemukan perdarahan dari vagina
pada kasus blighted ovum (Sukarni, 2014).
24
c) Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan laboratorium,
rontgen, dan USG (Hani, 2010). Blighted ovum dapat
ditegakkan dengan pemeriksaan USG (Prawirohardjo, 2011).
2.
Langkah II : Interprestasi data dasar
1) Diagnosa yang dapat ditegakkan adalah Ny. S umur 31 tahun
G2P1A0 umur kehamilan 10+2 minggu dengan blighted ovum dengan
data dasar subyektif dan obyektif.
2) Masalah ibu hamil yang mengalami blighted ovum terkadang
disertai nyeri dibagian perut (Norwitz, 2007).
3) Kebutuhan pasien dalam kasus blighted ovum adalah dukungan
psikologis (Saifuddin, 2014).
3.
Langkah III : Mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial
dan antisipasi
Pada ibu hamil dengan blighted ovum diagnosa potensial yang
dapat terjadi adalah perdarahan dan infeksi (Chunningham, 2010).
Tindakan antisipasi dilakukan bidan dengan melakukan observasi
pada keadaan umum pasien, pemeriksaan tekanan darah, nadi, suhu
dan observasi perdarahan (Saifuddin, 2014).
4.
Langkah IV : Menetapkan kebutuhan terhadap tindakan segera
Kondisi
pasien
dievaluasi
bidan,
bertujuan
membantu
menentukan konsultasi atau kolaborasi dilakukan sesuai dengan
kebutuhan dari pasien (Soepardan, 2008).
25
Pada kehamilan dengan blighted ovum diperlukan tindakan
segera dilakukan kolaborasi dengan dokter spesialis obstetri dan
ginekologi untuk memperoleh terapi pemasangan infus (Mochtar,
2013), pemberian analgetik, dan rencana tindakan kuretase (Saifuddin,
2014)
5.
Langkah V : Perencanaan asuhan yang menyeluruh
Bertujuan setiap tindakan tersusun sistematis dan efisien, tidak
terjadi kesalahan (Tresnawati, 2013) meliputi :
1) Berikan informasi hasil pemeriksaan yang dilakukan. (Sukarni,
2014)
2) Berikan informasi kepada ibu dan keluarga tentang blighted ovum.
Dengan memberikan informasi tentang blighted ovum yang cukup
pada ibu dapat mengurangi rasa cemas (Sukarni, 2014).
3) Lakukan pemeriksaan meliputi ; keadaan umum dan vital sign
(Mochtar, 2013). Tekanan darah dilakukan dengan menggunakan
alat tensi dan ibu dalam posisi berbaring.
Kesalahan dalam
pengukuran diminimalisir dengan menggunakan tensi yang sesuai,
kondisi ibu dalam keadaan rileks, alat diposisikan dengan tepat dan
pengukuran dilakukan menggunakan stetoskop. Pengukuran nadi
dan pernafasan dilakukan secara manual dengan bantuan arloji
(Boyle, 2012). Menurut Kusmiyati (2010) pengukuran suhu
dilakukan menggunakan termometer yang diletakkan di axilla
(Susanti, 2015). Observasi yang dilakukan yaitu melakukan
26
observasi pada keadaan umum dan vital sign sebelum dan sesudah
dilakukan tindakan kuretase (Mochtar, 2013). Pengukuran vital
sign dapat digunakan untuk mendeteksi dini terjadinya infeksi,
salah satunya ditandai peningkatan suhu (Saifuddin, 2014).
4) Lakukan observasi perdarahan pervaginam pada ibu. Bertujuan
untuk mengetahui terjadinya perdarahan pada ibu (Saifuddin,
2010).
5) Lakukan tindakan sesuai advice dokter untuk tindakan pra kuretase:
a) Lakukan informed consent tentang tindakan kuretase yang
akan dilakukan (Saifuddin, 2010).
b) Pasang infus sesuai dengan kebutuhan ibu (Rustam Mochtar,
2013). Pelaksanaan dalam pemasangan infus Pohan (2010)
bidan dengan memperhatikan hygiene meliputi : bidan
mencuci tangan dan menggunakan handschoon. Bidan
memberi informasi kepada ibu jika akan dipasang infus,
melakukan desinfeksi area, dan IV kateter (abocath) yang akan
digunakan dalam keadaan steril (James, 2012).
c) Pemberian analgetik untuk mengurangi rasa nyeri ibu.
Pemberian Asam Mafenamat untuk mengurangi rasa nyeri.
Dosis sediaan 500 mg, dapat diberikan 2-3 kali dalam sehari.
Menurut penelitian klinis, Asam Mafenamat dapat mengurangi
perdarahan (Gunawan, 2012).
d) Kosultasi bagian anastesi untuk tindakan kuretase
27
e) Lakukan skeren
f)
Anjurkan puasa minimal 6 jam sebelum tindakan kuretase
untuk menghindari terjadinya aspirasi ke jalan nafas saat
anastetik (Gunawan, 2012).
g) Berikan prostaglandin berfungsi untuk dilatasi serviks.
(Gunawan, 2012).
6.
Langkah VI : Pelaksanaan langsung asuhan dengan efisien dan
aman
Penatalaksanaan
asuhan
merupakan
pelaksanaan
rencana
asuhan, bertujuan agar tidak terjadi diagnosa potensial dan mengatasi
masalah dari blighted ovum (Wildan, 2008).
7.
Langkah VII : Evaluasi
Melakukan evaluasi merupakan cara untuk mendapatkan nilai
efektif dari rencana asuhan, sehingga dapat membantu menentukan
faktor menguntungkan atau menghambat asuhan pasien blighted ovum
(Soepardan, 2008).
C.
Follow Up Data Perkembangan
S
: Subyektif
Menggambarkan data pada langkah I varney. Data diperoleh dengan
melakukan anamnesis dan observasi berasal dari jawaban dan
pernyataan pasien blighted ovum seperti keluarnya darah dari vagina
normal dan rasa nyeri di bagian perut hilang (Norwitz, 2007).
28
O
: Obyektif
Menggambarkan data yang diperoleh dengan melakukan pemeriksaan
umum (didapatkan dengan melakukan inspeksi, palpasi, auskultasi,
dan
perkusi),
tes
diagnosis,
hasil
pemeriksaan
penunjang
(pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang lain). Data
yang diperoleh bersifat obyektif. Pada kasus blighted ovum diperoleh
KU baik, kesadaran composmentis, VS dalam batas normal,
pengeluaran darah dari vagina dalam batas normal, dan rasa nyeri
yang berkurang pasca kuretase.
A
: Assasment
Menggambarkan hasil analisis berdasarkan data subyektif dan
obyektif yang dikumpulkan yaitu Ny. S umur 31 tahun G 2P1A0 dengan
riwayat blighted ovum di RSUD Karanganyar.
P
: Planning
Menggambarkan perencanaan dan pelaksanaan asuhan yang meliputi :
penyuluhan, dukungan, kolaborasi, evaluasi dan rujukan (Wildan,
2008). Hal yang perlu direncanakan, dilakukan dan dievaluasi pada
catatan perkembangan meliputi : melakukan observasi pada vital sign
(tekanan darah, nadi, suhu, respirasi), melakukan observasi jumlah
perdarahan,
menganjurkan
ibu
untuk
mobilisasi, memberikan
analgetik paracetamol 500 mg/8 jam peroral atas advice dokter,
memberikan antibiotik terapeutik atas advice dokter (Saifuddin,
2014). Berdasarkan tahap pelaksanaan tersebut, evaluasi dan hasil
29
yang diharapkan diperoleh vital sign dan keadaan umum ibu baik,
perdarahan dalam batas normal, tidak timbul cemas pada ibu, dan ibu
mengikuti KB (Saifuddin, 2014)
Download