TINJAUAN PUSTAKA Komunikasi Massa Pengertian Komunikasi massa adalah jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen dan anonim melalui media cetak atau elektronik sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat (Effendy, 2003). Seperti dikatakan Severin dan Tankard, Jr komunikasi massa itu adalah keterampilan, seni dan ilmu. Bila dikaitkan dengan pendapat Devito bahwa komunikasi massa itu ditujukan kepada massa dengan melalui media massa dibandingkan dengan jenis-jenis komunikasi lainnya, maka komunikasi massa mempunyai ciri-ciri khusus yang disebabkan oleh sifat-sifat komponennya. Ciriciri tersebut adalah sebagai berikut (Effendy, 2003): a. Komunikasi berlangsung satu arah. Berbeda dengan komunikasi antarpesona yang berlangsung dua arah, maka komunikasi massa berlangsung satu arah. Ini berarti bahwa tidak terdapat arus balik secara langsung dari komunikan kepada komunikator. Dengan kata lain, wartawan sebagai komunikator tidak mengetahui tanggapan para pembacanya terhadap pesan yang disiarkannya itu, sehingga arus balik dari komunikan ke komunikator disebut dengan arus tertunda. Sebagai konsukuensi dari situasi komunikasi seperti itu, komunikator pada komunikasi massa harus melakukan perencanaan dan persiapan sedemikian rupa sehingga pesan yang disampaikannya kepada komunikan harus komunikatif dalam arti dapat diterima secara inderawi (received) dan secara rohani (accepted ) pada satu kali penyiaran. b. Komunikator pada komunikasi massa melembaga. Media massa sebagai saluran komunikasi massa merupakan lembaga, yakni suatu institusi atau organisasi. Komunikator pada komunikasi massa, misalnya wartawan surat kabar atau penyiar televisi yang menyebarluaskan pasannya bertindak atas nama lembaga. Berdasarkan kenyataan tersebut maka komunikator pada komunikasi massa dinamakan juga sebagai komunikator kolektif, karena tersebarnya pesan komunikasi merupakan hasil kerjasama sejumlah kerabat kerja. 8 c. Pesan pada komunikasi massa bersifat umum. Pesan yang diseba rkan melalui media massa bersifat umum karena ditujukan kepada umum dan mengenai kepentingan umum. Jadi, tidak ditujukan kepada perorangan atau kepada kelompok tertentu. Dari keterangan diatas jelas bahwa semua media massa cetak dan elektronik adalah media massa yang ditujukan kepada masyarakat umum, dan pesan–pesan yang disebarkan mengenai kepentingan umum. d. Media komunikasi massa menimbulkan keserempakan. Ciri lain dari media massa adalah kemampuannya untuk menimbulkan keserempakan (stimultanelty) pada pihak khalayak dalam menerima pesan–pesan yang disebarkan. Hal inilah yang merupakan ciri paling hakiki dibandingkan dengan media komunikasi lainnya. Karena radio dan televisi merupakan media massa elektronik yang tidak diragukan lagi keserempakannya. e. Komunikan pada komunikasi massa bersifat heterogen. Komunikan atau khalayak yang merupakan kumpulan anggota masyarakat yang terlibat dalam proses komunikasi massa sebagai sasaran yang dituju komunikator bersifat heterogen. Dalam keberadaannya secara terpencar–pencar, dimana satu nama lainnya tidak saling mengenal dan tidak memiliki kontak pribadi, masing–masing pun berbeda dalam berbagai hal: jenis kelamin, usia, agama, pekerjaan, pendidikan, pengalaman, kebudayaan, pengalaman hidup, citacita dan sebagainya. Heterogenitas khalayak seperti itulah yang menjadi kesulitan seorang komunikator dalam menyebarkan pesannya melalui media massa. Para ahli komunikasi mengatakan, media massa sangat berpengaruh terhadap pembentukan realitas sosial. Dampak kognitif berhubungan dengan pemikiran, dampak emosional berhubungan dengan perasaan (senang, sedih, marah, sinis dan sebagainya). Dampak kognitif juga mencakup niat, tekad, upaya, dan usaha yang berkecenderungan diwujudkan menjadi suatu kegiatan. Media massa tidak hanya memiliki dampak langsung terhadap individu, tetapi juga mempengaruhi kebudayaan dan pengetahuan kolektif serta nilai- nilai di dalam masyarakat. Media massa menghadirkan perangkat citra, gagasan dan evaluasi yang menjadi sumber bagi audiencenya untuk memilih dan menjadikan acuan bagi pelakunya (Herdiyani, 2004). 9 Fungsi Komunikasi Massa Berikut ini adalah fungsi–fungsi komunikasi massa menurut Harold D. Lasswell (Susanto, 1995): 1. Pengawasan Fungsi pengawasan terbagi menjadi dua, yaitu : a. Pengawasan peringatan ( warning or beware surveillance ) Pengawasan jenis ini terjadi jika media menyampaikan informasi kepada kita mengenai ancaman bahaya bencana alam, kondisi ekonomi yang depresi, dan keadaan negara yang sedang gawat darurat terancam perang dan lain-lain. Peringatan ini dapat diinformasikan segera dan serentak. b. Pengawasan instrumental ( instrumental surveillance ) Jenis kedua ini berkaitan dengan penyebaran informasi yang berguna bagi kehidupan sehari–hari, misalnya tentang film yang dipertunjukkan di bioskop, harga barang di pasar, memperkenalkan produk–produk baru. Perlu dicatat adalah bahwa tidak semua contoh pengawasan instrumental seperti disebutkan diatas kemudian dijadikan berita. Bahkan fungsi pengawasan dapat dijumpai pula pada isi media yang dimaksud untuk menghibur. 2. Interpretasi ( interpretation ) Media massa tidak hanya menyajikan fakta dan data, tetapi juga informasi beserta interpretasi mengenai suatu peristiwa tertentu. Pada kenyataannya fungsi interpretasi ini tidak selalu berbentuk tulisan, adakalanya juga berbentuk kartun atau gambar lucu yang bersifat sindiran. 3. Hubungan ( linkage ) Fungsi hubungan yang memiliki media itu sedemikian berpengaruhnya kepada masyarakat sehingga dijuluki “ public making ability of the mass media “ atau kemampuan untuk membuat sesuatu menjadi umum dari media massa. Media massa mampu menghubungkan unsur– unsur yang terdapat di masyarakat yang tidak bisa dilakukan secara langsung oleh perorangan. Contohnya kegiatan periklanan yang menghubungkan kebutuhan dengan pr oduk–produk penjual. 10 4. Sosialisasi (socialization) Fungsi komunikasi dilihat secara sosiologis ialah saling mengakrabkan, bahkan meningkatkan integrasi sosial masing–masing melalui peningkatan berbagai ketrampilan sosial (social skills). Menurut Joseph R. Dominick sosialisasi sebagai fungsi komunikasi massa. Sosialisasi merupakan transmisi–transmisi nilai (transmision of value) yang mengacu kepada cara–cara dimana seseorang mengadopsi perilaku dan nilai–nilai dari suatu kelompok. Media massa menjanjikan penggambaran masyarakat, dan dengan membaca, mendengarkan, dan menonton maka seseorang mempelajari bagaimana khalayak berperilaku dan nilai– nilai apa yang penting. 5. Hiburan (entertainment ) Hiburan merupakan fungsi media massa, dalam hal ini memang tampak jelas pada televisi, film, dan rekaman suara. Media massa lainnya, seperti bentuk surat kabar, meskipun fungsi utamanya adalah informasi dalam bentuk pemberitaan, rubrik–rubrik hiburan selalu ada. Pendapat bahwa hiburan merupakan fungsi media massa juga dikatakan oleh Charles R.Wright dalam bukunya Mass Comunication A Sociological Perspektive. Televisi sebagai Media Komunikasi Massa Televisi sebagai media massa baru lahir pada tahun 1946, ketika khalayak dapat menonton siaran rapat Dewan Keamanan PBB New York (Amir, 1999). Menurut Effendy (2003), televisi adalah paduan radio (broadcast) dan film (moving picture). Menurut Mar’at (Effendy, 2002), acara televisi pada umumnya mempengaruhi sikap, pandangan, persepsi dan perasaan penonton, sebab salah satu pengaruh psikologis dari televisi seakan-akan menghipnotis penonton sehingga mereka seolah-olah hanyut dalam keterlibatan kisah atau peristiwa yang dihidangkan televisi. Menurut Lyle (Effendy, 2003), televisi bertindak sebagai agent of displacement. Dijelaskannya bahwa di Amerika Serikat televisi menggantikan 11 kebiasaan menonton bioskop. Persoalan displacement tersebut meliputi tiga asas yaitu: Asas yang pertama ialah bahwa kesamaan fungsional terjadi apabila suatu kebutuhan terpuaskan, baik oleh televisi maupun kegiatan yang lain, maka yang terakhir ini akan diganti oleh televisi. Asas kedua adalah kegiatan yang diubah (transformed activity) yaitu jika televisi tidak memuaskan suatu kebutuhan, akan diganti oleh kegiatan lain. Asas yang ketiga adalah kegiatan yang marjinal, berdasarkan asas ini, kegiatan yang terorganisasi akan lebih buruk dipengaruhinya (Effendy, 2003). Televisi mempunyai daya tarik yang kuat disebabkan unsur-unsur katakata, musik dan sound effect serta memiliki unsur visual berupa gambar. Gambar ini bukan gambar mati, melainkan gambar hidup yang mampu menimbulkan kesan yang mendalam pada penonton (Effendy, 2003). Pesan yang akan disampaikan melalui media televisi memerlukan pertimbangan-pertimbangan agar pesan tersebut dapat diterima oleh khalayak sasaran (Ardianto dan Erdinaya, 2004). Faktor -faktor tersebut adalah khalayak/pemirsa, waktu, durasi dan metode penyajian. 1. Khalayak/pemirsa. Untuk komunikasi melalui media elektronik khususnya televisi faktor pemirsa perlu mendapat perhatian lebih. Dalam ha l ini komunikator harus memahami kebiasaan dan minat pemirsa baik yang termasuk kategori anak-anak, remaja, dan dewasa. Hal ini perlu karena berkaitan dengan materi pesan dan jam penayangan. 2. Waktu. Faktor waktu menjadi bahan pertimbangan agar setiap acara ditayangkan secara proporsional dan dan dapat diterima oleh khalayak sasaran atau khalayak yang dituju. 3. Durasi. Berkaitan dengan waktu, yakni jumlah menit dalam setiap penayangan acara. Durasi masing-masing acara disesuaikan dengan jenis acara dan tuntutan skrip atau naskah. Suatu acara tidak akan mencapai sasaran karena durasi terlalu singkat atau terlalu lama. 4. Metode penyajian. Fungsi mendidik dan membujuk tidak dapat diabaikan selain dari fungsi utama televisi yaitu untuk menghibur dan memberi informasi. Sehingga perlu untuk mengemas pesan sedemikian rupa yaitu 12 menggunakan metode penyajian tertentu dimana pesan non hiburan dapat mengandung unsur hiburan. Apa sebenarnya yang menyebabkan televisi mampu menjadi primadona dalam menayangkan iklan atau menjadi pilihan banyak perusahaan dalam mengkomunikasikan produknya. Setidaknya secara kontekstual adalah karena televisi memiliki tiga kekuatan (Sumartono, 2002): 1. Efisiensi biaya Televisi selain mampu menjangkau khalayak sasaran yang dapat dicapai oleh media la innya, juga dapat menjangkau khalayak yang tidak terjangkau oleh media cetak. Jangkauan massal ini menimbulkan efisiensi biaya untuk menjangkau setiap kepala . 2. Dampak yang kuat Menekankan pada sekaligus dua indera: penglihatan dan pendengaran. Televisi juga mampu menciptakan kelenturan bagi pekerjaan-pekerjaan kreatif dengan mengkombinasikan gerakan, kecantikan, suara, warna, drama dan humor . 3. Pengaruh yang kuat Televisi mempunyai kemampuan yang kuat untuk mempengaruhi persepsi khalayak sasaran. Kebanyakan masyarakat meluangkan waktunya di televisi sebagai sumber berita, hiburan dan sarana pendidikan. Kebanyakan calon pembeli lebih ”percaya” pada perusahaan yang mengiklankan produknya di televisi daripada yang tidak sama sekali. Iklan pada Televisi Iklan merupakan salah satu bagian penting untuk membangun dan menciptakan merek. Kreativitas menjadi kredo bagi setiap biro iklan yang baik, tetapi kreativitas bukan satu-satunya yang dikejar pengiklan, diperlukan paduan strategi pemasaran dan kreativitas iklannya . Ada empat hal yang membuat merek jadi tangguh: diferensiasi, relevansi, esteem, dan knowledge. Melalui iklan, kepribadian merek dapat dibentuk dan menjadi jaminan kualitas bagi konsumen untuk membeli merek tersebut. Dalam periklanan konvensional, manfaat emosional menjadi lebih penting daripada manfaat fungsional, dan komunikasi 13 periklanan bukan sekedar persuasi tetapi merupakan landasan bagi upaya pemasaran pada pelanggan (Prayudha, 2004). Kotler (Prayudha, 2004) mengatakan bahwa promosi merupakan bagian dari bauran pemasaran yang terdiri atas lima variabel, yaitu advertising, sales promotion, personal selling, publishing dan direct marketing. Dari kelima variabel tersebut periklanan merupakan alat promosi yang paling umum digunakan khususnya untuk produk konsumsi. Bagi konsumen, adversiting mempunyai manfaat sebagai berikut: 1. Memperluas alternatif, artinya dengan adversiting konsumen dapat mengetahui adanya berbagai produk yang pada gilirannya akan menimbulkan pilihan. 2. Membantu produsen menumbuhkan kepercayaan kepada konsumen. Iklan yang tampil secara mantap dihadapan masyarakat dengan ukuran yang besar dan logo yang menarik akan menimbulkan kepercayaan yang tinggi bahwa perusahaan tersebut bonafid dan produknya bermutu. 3. Membuat orang kenal dan percaya pada produk yang ditawarkan 4. Memuaskan keinginan konsumen dalam pembelian produk Secara tradisional iklan didefinisikan sebagai pesan yang menawarkan suatu produk yang ditujukan kepada masyarakat lewat suatu media dan lebih diarahkan untuk membujuk orang supaya membeli (Ardianto, Elvinaro, 2004). Ada dua jenis iklan yaitu iklan layanan masyarakat dan iklan komersial. Iklan komersial bersifat menciptakan dan mendorong daya beli publik terhadap produkproduk tertentu. Jika iklan komersial menjual kualitas, citra pengguna dan pelayanan maka iklan layanan masyarakat menyajikan keadaan sosial, solusi dan harapan (Masduki, 2001). Kleppner (Nurrahmawati, 2002) juga memberikan definisi periklanan sebagai suatu metode penyampaian pesan dari suatu sponsor melalui sebuah medium impersonal (bukan tatap muka terhadap orang banyak). Secara umum dari berbagai definisi periklanan, dapat disimpulkan bahwa periklanan memiliki sejumlah ciri-ciri yaitu komunikasi yang berlangsung satu arah, non pribadi, membayar ruang dan waktu, dan menyajikan informasi tentang barang, jasa atau gagasan (Nurrahmawati, 2002). 14 Penayangan iklan tentang suatu produk tidak pernah lepas dari tujuan iklan itu dibuat. Suatu iklan senantiasa bertujuan untuk mengenalkan atau mengenalkan kembali pada khalayak mengenai produk-produk tertentu (kognitif ), menciptakan kondisi agar khalayak tertarik pada produk itu (afektif) dan kemudian menggunakannya (konatif) (Cahyana dan Suyanto, 1996). Pesan-pesan iklan ini disusun secara mantap baik dalam kata -kata, kalimat, memilih gambar dan warna, tempat pemasangan atau media yang cocok, menjangkau jenis khalayak sasaran tertentu, menyebarkannya pada waktu yang pas yang seluruhnya berada dalam penanganan orang-orang profesional (Sumartono, 2002). Ahli yang telah melakukan riset tentang iklan, yakni menurut John S. Coulson (Prayudha, 2004), ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yakni: 1. Tidak ada satu alat pengukuran apapun yang mampu memberikan evaluasi yang komplit mengenai iklan. Sebab iklan merupakan sesuatu yang rumit serta memiliki tujuan dan sandaran yang beragam. 2. Elemen kunci yang mempengaruhi sukses iklan adalah khalayak sasaran. Sebab ada khalayak yang mudah dan ada yang sulit menerima pesan iklan. Umumnya wanita termasuk khalayak sasaran yang lebih mudah menerima pesan dibanding dengan pria, golongan usia dewasa lebih mudah menerima pesan daripada kaum remaja dan golongan anak-anak lebih mudah menerima daripada remaja. 3. Aturan dasar yang mendukung kesuksesan iklan yaitu sejauh mana suatu produk akrab dimata atau telinga khalayak sasaran. Kadang-kadang sebuah produk yang diluncurkan ke ajang kompetisi belum dikenal sama-sekali oleh khalayak sasaran. Oleh karena itu, sebuah produk sebaiknya bukan saja berlaku sebagai tambahan pada iklan tetapi merupakan bagian organik darinya. 4. Kemampuan produsen mengingatkan khalayak sasarannya akan produk yang diiklankan lebih baik nilainya daripada angka penjualan yang diraihnya. 15 5. Bentuk iklan yang efektif harus memberikan informasi yang relevan dan baru bagi khalayak sasarannya. Seba b bila diremehkan oleh khalayak secara otomatis iklan tersebut sudah gagal. 6. Iklan hendaknya mudah dan jelas bagi khalayak sasarannya. 7. Jangan melakukan kesalahan dengan mencoba memunculkan terlalu banyak ide. 8. Iklan yang dapat dipercaya tidak terlalu penting bagi khalayak sasaran. Bagi mereka, yang penting harga murah. Meskipun begitu, kemungkinan tuntutan akan standar mutu produk tetap ada. 9. Model iklan yang menarik dan popular bisa menambah kepercayaan akan produk, yang pada akhirnya mampu”memaksa” khalayak sasaran untuk membeli. 10. Model iklan yang dipakai harus sesuai dengan produk yang diiklankan. 11. Penambahan tema lagu atau musik pada iklan dapat membuat iklan mudah diingat oleh khalayak sasaran. Menurut Liliweri (1992) setiap iklan harus ditata sedemikian rupa sehingga isinya dapat membangkitkan dan menggugah kesadaran khalayak bahwa suatu produk yang diperlukan selama ini ternyata disediakan oleh orang lain. Untuk mendapatkan kelompok orang yang menggunakan produk secara tetap harus dilakukan tekhnik penyampaian pesan yang disebut A-T-R (awareness, trial, reinforcement). Aplikasi teori A-T-R begitu kental dilakukan oleh hampir sebagian besar perusahaan dalam mengiklankan produknya. Upaya untuk menarik perhatian khalayaknya dengan berbagai cara mulai dari kemasan produk, tekhnik presentasi, penggunaan model hingga iming-iming hadiah adalah suguhan yang benar-benar atraktif. Hasil yang diharapkan pihak perusahaan tentulah meningkatnya omzet penjualan. Menurut Lucas and Britt (Sumartono, 2002) bahwa dalam komunikasi periklanan, terdapat unsur– unsur yang menekankan bahwa proses komunikasi periklanan ini lazim dikenal sebagai proses AIDCA dengan melalui tahap yang dinamakan tahap AIDCDA. Kon gkritnya, pesan yang dibuat melalui iklan harus lah mendapat perhatian (attention), menarik (interest), membangkitkan keinginan (desire), dan menimbulkan keyakinan komunikan (conviction) sehingga 16 ia mau mengambil keputusan (decision) untuk melakukan suatu tindakan (action) sesuai dengan apa yang diinginkan oleh komunikator. Oleh karena itu, terpengaruh tidaknya khalayak sangat ditentukan sejauhmana iklan televisi mampu mengaplikasikan komunikasi persuasif dalam mengugah minat dan keinginan khalayak sasaran. Isi pesan yang disampaikan adalah meliputi informasi yang disampaikan, kesimpulan yang ditarik dan pertimbangan yang diusulkan (Berlo, 1960). Dalam menyajikan pesan untuk menyatakan maksudnya, sumber dapat memilih informasi tertentu, serangkaian pandangan tertentu, serangkaian bukti tertentu. Secara umum pengolahan pesan menunjuk kepada keputusan-keputusan yang diambil oleh sumber sehubungan dengan cara bagaimana ia harus menyampaikan pesannya, pilihan yang harus dibuatnya mengenai kode dan isi dan mengenai cara atu metode penyampaian kode pesan tersebut. Penggunaan model iklan mer upakan cara yang efektif dalam mempengaruhi khalayak televisi yang menonton iklan tersebut. Menurut Sudjono (Sumartono, 2002) salah satu iklan perusahaan yang paling berhasil adalah iklan yang menggunakan para tokoh sebagai model. Pernyataan ini sejalan de ngan pendapat Bandura dan Walters (Sumartono, 2002) ya ng menyatakan bahwa kalau seseorang melihat suatu rangsang dan ia melihat model bereaksi secara tertentu terhadap rangsang maka dalam khalayan (imagination ) orang tersebut terjadi serangkaian simbol-simbol yang menggambarkan rangsang dari tingkah laku batas tersebut. Tidak dapat dipungkiri bahwa penggunaan model peraga yang mendemonstrasikan suatu produk di televisi mampu merangsang atau menjadi stimulus sehingga hal tersebut menimbulkan kecenderungan khalayak menirukan tingkah laku model yakni munculnya keinginan untuk menggunakan produk seperti yang dipakai model peraga tersebut. Dengan demikian proses meniru tingkah pola public figure tersebut sejalan dengan teori hasil belajar (Sumartono, 2002). Bandura (Sumartono, 2002) menyebutkan bahwa respons belajar sosial meliputi, proses perhatian, proses retensi, proses reproduksi motorik dan proses motivasional. Pertama, proses perhatian, yaitu proses dimana individu tertarik 17 untuk untuk memperhatikan atau mengamati tingkah laku model. Proses perhatian ini dipengaruhi oleh frekuensi kehadiran model dan karakteristik-karakteristik yang dimilikinya. Model yang sering tampil dan memiliki karakteristik yang menarik di mata individu pengamat, lebih mudah mengundang perhatian individu dibandingkan dengan model yang jarang tampil, tidak menarik atau tidak memiliki pengaruh. Kedua, proses retensi, yakni proses dimana individu menyimpan tingkah laku model yang telah diamatinya dalam ingatannya, baik melalui kode verbal maupun imaginal atau pembayangan gerak. Kedua penyimpan itu memainkan peranan penting dalam proses berikutnya, yakni proses reproduksi motoris. Ketiga, proses reproduksi motoris, yaitu proses dimana individu mencoba mengungkap ulang tingkah laku model yang telah diamatinya. Keempat, prosess motivasional yaitu tingkah laku yang telah diamati tidak akan diungkapkan oleh individu apabila individu tersebut kurang termotivasi. Kebanyakan periklanan secara umum langsung mengarahkan kepada pendengar yang dibagi menjadi segmen pasar yang lebih khusus, atau pendengar yang sudah ditargetkan. Pembagian kelompok ini dapat dikategorikan dalam beberapa langkah yang paling umum diantaranya, penggunaan produk, demografi (masyarakat atau perorangan), sifat-sifat khusus, gaya hidup (berdasarkan pada sikap, kepentingan dan pendapat mereka) dan daerah geografi (pembagian secara geodemografi) (Prayudha, 2004). Dampak Iklan terhadap Khalayak Menurut Sumartono (2002) dalam konteks budaya dampak periklanan dapat dirumuskan dalam beberapa kategori, pertama, dalam jangka pendek periklanan hanya menerpa konsumen dalam proses sosialisasi. Akibat suatu informasi tentang suatu produk pada tahap pertama pada tahap pertama menurut tinjauan sosiologis memasuki tahap sosialisasi pesan. Kedua, adalah dampak jangka panjang berupa berupa internalisasi terhadap sesuatu hal karena kekuatan menanam dari iklan demikian besar sehingga konsumen baik perorangan maupun kelompok bergantung pada produk akibat iklan dari media tertentu. Ketiga, 18 dampak pada proses asimilasi, dimaksudkan seorang konsumen/sekelompok konsumen mengubah sama sekali sikapnya terhadap unsur-unsur budaya yang selama ini telah mereka lakukan. Keempat, dampak akulturasi berupa campuran budaya (akibat pesan iklan) antara budaya lama dengan budaya yang ditawarkan oleh iklan. Dampak iklan yang luas ini didukung oleh beberapa penelitian seperti hasil penelitian Nurrahmawati (2002) menyatakan bahwa secara keseluruhan faktor pesan komunikasi verbal dan nonverbal dalam musik iklan teh botol sosro menimbulkan perhatian pemirsa remaja terhadap iklan. Sejalan dengan hasil penelitian Jamilah (2003), yang menyatakan bahwa pesan-pesan yang disampaikan (klaim-klaim kesehatan) pada iklan televisi ternyata mempengaruhi pengambilan keputusan konsumen dalam membeli produk pangan. Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.368/Men.Kes/SK/1994 tentang pedoman periklanan obat bebas, obat tradisional, alat kesehatan kosmetika, perbekalan kesehatan rumah tangga, dan makanan minuman tentang informasi informasi dan klaim iklan: 1. Informasi tentang Obat Bebas / Obat Bebas Terbatas, Obat Tradisional dan Suplemen Makanan harus berdasarkan kebenaran ilmiah yang bentuk pragmatisnya disebut "informasi produk". 2. Suplemen pelengkap hanya boleh memberikan functional/organ claim, bukan disease claim. 3. Label iklan harus sepenuhnya jujur (label must be truthful). 4. Beriklan hanya dapat dilakukan oleh produk-produk yang sudah terdaftar di Indonesia. Persepsi Khalayak terhadap Iklan Televisi Kotler (2005) mengatakan seseorang yang termotivasi siap bertindak Bagaimana tindakan sebenarnya seseorang yang termotivasi dipengaruhi oleh persepsinya terhadap situasi tertentu. Persepsi adalah proses yang digunakan oleh individu untuk memilih, mengorganisasi, dan menginterpretasi masukan informasi guna menciptakan gambaran dunia yang memiliki arti. Persepsi adalah 19 pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan (Rakhmat 2001). Menurut Cangara (2004) pengaruh adalah salah satu elemen dalam komunikasi yang sangat penting untuk mengetahui berhasil atau tidaknya komunikasi yang kita inginkan. Pengaruh terhadap khalayak ini bisa terjadi dalam bentuk perubahan pengetahuan (knowledge), sikap (attitude) dan perilaku (behavior). Pada tingkat pengetahuan pengaruh bisa terjadi dalam bentuk perubahan persepsi dan perubahan pendapat. Perubahan pendapat terjadi bilamana terdapat perubahan penilaian terhadap sesuatu objek karena adanya informasi yang lebih baru. Antara perubahan persepsi dan perubahan pendapat terdapat hubungan yang sangat erat, sebab persepsi dilakukan dengan interpretasi yang dapat diorganisir menjadi pendapat. Secara mudah, persepsi dapat dikatakan sebagai proses individu dalam melakukan kontak/hubungan dengan dunia sekelilingnya. Orang dapat mengenal dan sadar mengenai apa yang terjadi diluar diri kita. Apa yang terjadi sebenarnya ialah bahwa seseorang menciptakan bayangan–bayangan internal tentang objek– objek fisik dan sosial serta peristiwa–peristiwa yang dihadapi dalam lingkungan pengembangan ini, yang pada dasarnya mencangkup kegiatan–kegiatan internal yaitu melalui system syaraf ke otak, serta mengubahnya lagi kedalam pengalaman–pengalaman bermakna. Efek (dalam hal ini persepsi) yang diharapkan oleh pengiklan akan berbeda– beda didalam penerimaannya, karena komunikan mempunyai pola pilihan tertentu dalam menerima pesan–pesan komunikasi (Rakhmat 2001). Menurut Lavidge dan Steiner (Effendy, 2004), persepsi masih berada dalam tahap kognitif yaitu tahap dimana respon terhadap stimuli belum terwujud dalam sikap atau tindakan. Disini stimuli akan menimbulkan perhatian yang menyebabkan seseorang mempunyai kesadaran (awareness) dan pengetahuan (knowledge) terhadap stimuli tersebut. Efek kognitif berhubungan dengan pikiran atau penalaran, sehingga khalayak yang semula tidak tahu, yang tadinya tidak mengerti, dan yang tadinya bingung menjadi merasa lebih jelas. Suatu tindakan persepsi mensyaratkan kehadiran objek eksternal untuk dapat ditangkap oleh indera kita. 20 Melalui bertindak dan belajar orang mendapatkan keyakinan dan sikap. Kemudian keduanya mempengaruhi perilaku pembelian mereka. Keyakinan (belief) adalah gambaran pemikiran yang dianut seseorang tentang gambaran sesuatu. Keyakinan orang tentang produk atau merek mempengaruhi keputusan pembelian mereka (Kotler, 2003). Efek merupakan unsur paling penting karena merupakan tujuan dari keseluruhan proses. Penelitian tentang efek ini telah menjadi pusat perhatian berbagai pihak baik para praktisi maupun para teoritisi. Selanjutnya Ardianto dan Erdinaya (2004) mengatakan bahwa pada umunya kita lebih tertarik kepada apa yang dilakukan media kepada kita daripada apa yang kita lakukan pada media massa. Efek yang ditimbulkannya adalah sebagai berikut: 1. Efek kognitif Adalah akibat yang timbul pada diri komunikan yang sifatnya informatif bagi dirinya. Disini pesan yang disampaikan oleh komunikator ditujukan kepada pikiran komunikan, dengan kata lain tujuan komunikator hanya berkisar pa da upaya untuk memberitahu saja. Dampak yang ditimbulkan pada komunikan yang menyebabkan dia menjadi tahu atau meningkat intelektualitasnya. 2. Efek afektif Efek ini kadarnya lebih tinggi daripada efek kognitif. Tujuan dari komunikasi massa bukan sekedar memberi tahu khalayak tentang sesuatu tetapi lebih dari itu, khalayak diharapkan dapat turut merasakan perassan iba, terharu, sedih, gembira, marah dan sebagainya. 3. Efek behavioral Efek behavioral merupakan akibat yang timbul dalam diri khalayak dalam bentuk perilaku, tindakan atau kegia tan. Terkait dengan “Model Hirarkhi Efek” dari Lavidge dan Steiner, persepsi masih berada di dalam tahap kognitif yaitu suatu tahap dimana respon terhadap stimuli belum terwujud dalam sikap dan tindakan. Disini stimuli yang menimbulkan perhatian menyebabka n seseorang mempunyai kesadaran (awareness) dan pengetahuan (knowledge) terhadap stimuli tertentu (Effendy, 2003). 21 Efek (dalam hal ini persepsi) yang diharapkan oleh pengiklan, belum tentu tercapai karena komunikan mempunyai pola selektivitas tertentu dala m menerima pesan – pesan komunikasi (Effendy, 2003). Persepsi itu sendiri berakar dari beberapa faktor yaitu (Rosady, 1998): 1. Latar belakang budaya, kebahasaan, dan adat istiadat yang dianut masyarakat. 2. Pengalaman masa lalu seseorang atau kelompok tertentu menjadi landasan atas pandangannya. 3. Nilai–nilai yang dianut (moral, etika, dan keagamaan yang dianut, atau nilai– nilai yang berlaku dalam masyarakat). 4. Berita dan pendapat–pendapat yang berkembang dan kemudian mempunyai pengaruh terhadap pandangan seseorang. Perilaku Khalayak Tayangan Iklan di Televisi Konsumen ketika sebagai suatu mesin pengolahan informasi, pengambil keputusan yang nyata, hal ini adalah penting untuk memahami bagaimana kebutuhan informasi sampai padanya. Dengan kata lain bagaimana membuat agar informasi sampai kepada konsumen. Perilaku menurut Laing sebagaimana dikutip Littlejohn (1978) merupakan suatu tindakan terhadap orang lain yang bisa diamati, karena itu perilaku bersifat umum. Menurut Winardi (1991) perilaku manusia secara keselur uhan merupakan sebuah fungsi dari interaksi dari seseorang dalam lingkungannya. Akan tetapi, perilaku seringkali dicetuskan oleh aspek tertentu atau kejadian tertentu di dalam lingkungan, dan bukan oleh lingkungan secara kolektif. Engel, et al., (1994), mendefinisikan perilaku konsumen sebagai tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli tindakan ini. Para konsumen bertindak atau bereaksi secara psikologikal terhadap sesuatu kejadian, obyek, atau orang tertentu yang menimbulkan pengaruh tertentu atas mereka dengan cara tertentu dan yang menyebabkan timbulnya reaksi tertentu pada periode berikutnya (Sumartono, 2002) . Selanjutnya, tindakan-tindakan manusia hampir selalu merupakan reaksi-reaksi terhadap stimulus. Dalam bidang 22 pemasaran stimulus seperti: 1) kemasan, 2) kata-kata yang terdapat pada sebuah pesan promosional, 3) atau pendapat seorang teman tentang produk tertentu jarang sekali demikian jela s bagi mereka yang bereaksi terhadapnya. Tapi terlepas dari apakah hal tersebut bersifat kurang jelas ataupun jelas keterangan psikologikal tentang perilaku manusia adalah bahwa stimulus (S) mempengaruhi konsumen untuk menimbulkan suatu reaksi (response = R). Malik (1994) mengatakan persuasi melalui periklanan merupakan proses yang dilakukan oleh pemasang iklan guna membujuk calon pembeli agar memutuskan membeli produk yang ditawarkan. Menurutnya , ada dua hal yang harus diperhatikan dalam melakukan persuasi melalui periklanan: Penciptaan pengenalan produk, dapat dilakukan melalui: 1. Kemasan dan slogan. Kemasan merupakan sarana efektif untuk mengenalkan suatu produk. Sedangkan slogan menggambarkanproduk dan alasan-alasan orang membutuhkan produk. 2. Diferensiasi, adalah upaya menciptakan ucapan “proposisi penjualan yang unik” sehingga menjadi klaim perusahaan guna membedakan dengan perusahaan lainnya. 3. Asosiasi, merupakan usaha pemasang iklan menghubungkan mereka dengan slogan, merek dagang atau karakter dan kemasan, serta pengalaman-pengalaman positif. 4. Repetisi/terpaan berulang-ulang 5. Iklan harus disiarkan berulang-ulang dengan harapan bahwa kelak khalayak akan membaca mendengarkan atau mengamati ketika iklan itu muncul. Kemungkinan bahwa khalayak akan mengingat sebagian iklan iklan bertambah sebagaimana terpaan iklan akan mencapai konsumen dengan suatu pesan yang menciptakan pengenalan produk, membedakan produk dari para pesaingnya, menghubungkan produk dengan pengalaman yang menyenangkan dalam pencipaan makna iklan. Bandura (Sumartono, 2002) mengatakan bahwa sebagian besar perilaku manusia dipelajari melalui hasil pengamatannya tersebut, seseorang dapat memperoleh suatu ide, informasi dan petunjuk bagaimana berperilaku. Menurut 23 Effendy (2003) mempelajari tentang perilaku manusia setidaknya kita dihadapkan pada tiga asumsi pokok yakni : 1. Asumsi yang menyatakan bahwa perilaku manusia dianggap seperti suatu mesin yang terdiri dari bagian-bagian yang saling bergantung satu sama lain sehingga stimulus dari satu bagian aka n menimbulkan respon pada bagian lainnya. 2. Asumsi yang menyatakan bahwa manusia pada dasarnya bersifat hedonistik, berupaya mencari kesenangan dan mengindari kesulitan, sehingga manusia selalu berusaha untuk memperbanyak pendapatannya dan mengurangi kekurangannya. 3. Asumsi yang menyatakan bahwa perilaku manusia ditentukan oleh lingkungan. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa perilaku itu dapat dipelajari dan dapat dihasilkan, maka ia dapat dikendalikan. Tiga asumsi pokok tentang perilaku manusia tersebut memberikan pengertian yang distributif bahwa iklan televisi sebagai suatu kreasi inovatif telah berfungsi sebagai stimuli. Artinya, iklan televisi telah menjadi suatu kekuatan yang memiliki daya rangsang (stimuli) yang tinggi dengan menawarkan aneka ragam kebutuhan. Dengan kata lain, iklan televisi mampu mengarahkan membentuk respon yang voluntary. Akibatnya, iklan televisi akhirnya memiliki andil yang kuat dalam membentuk lingkungan atau perilaku ma nusia untuk bersikap hedonis (Sumartono, 2002). Engel, et a l., (1995), menjelaskan tahap-tahap pengambilan keputusan itu meliputi; tahap menerima stimulus, mengenal dan sadar terhadap masalah (problem awareness), pencarian informasi, penilaian alternatif, pembelian dan tahap perilaku setelah membeli. Kotler (2003), mengemukakan lima tahap proses pengambilan keputusan pembelian oleh konsumen yaitu tahap pengenalan masalah, tahap pencarian informasi, tahap evaluasi, tahap keputusan dan tahap perilaku pasca pembelian. 1. Tahap pengenalan masalah Proses pembelian dimulai saat pembeli mengenali sebuah masalah atau kebutuhan. Suatu masalah harus diselesaikan atau dicari solusinya. Kebutuhan itu dapat dapat disebabkan oleh rangsangan atau eksternal. Rangsangan yang berupa 24 dorongan fisik (internal) terjadi ketika indera seseorang dipengaruhi seperti rasa haus, dingin, panas, lapar dan sebagainya mencapai titik tertentu dan menjadi sebuah dorongan. Sedangkan rangsangan eksternal diperoleh karena berhubungan dengan teman, rekan kerja atau orang lain yang tidak berhubungan dengan isyarat komersial. 2. Pencarian informasi Konsumen yang tergugah akan mengurangi pencarian informasi. Pencarian informasi dibagai kedalam dua tingkat yaitu situasi pencarian informasi yang lebih ringan disebut perhatian menguat yakni pada level itu orang hanya sekedar lebih peka terhadap informasi produk. Pada level selanjutnya orang itu mungkin masuk ke pencarian informasi secara aktif. Perhatian utama pemasar adalah sumber-sumber informasi utama yang menjadi acuan konsumen dan pengaruh relatif tiap sumber tersebut terhadap keputusan pembelian selanjutnya. Sumber informasi konsumen digolongkan kedalam empat kelompok: • Sumber pribadi; keluarga, teman, tetangga, kenalan • Sumber komersial; iklan, wiraniaga, penyalur, kemasan, pajangan di toko • Sumber publik; media massa, organisasi penentu peringkat konsumen • Sumber pengalaman; penanganan, pengkajian dan pemakaian produk 3. Tahap evaluasi alternatif Ada tiga konsep dasar memahami proses evaluasi konsumen: Pertama, konsumen berusaha memenuhi kebutuhan. Kedua, konsumen mencari manfaat tertentu dari solusi produk. Ketiga, konsumen memandang masing-masing produk sebagai sekumpulan atribut dengan kemampuan yang berbeda-beda dalam memberikan manfaat yang digunakan untuk memuaskan kebutuhan itu (Kotler, 2003). Pada tahap ini konsumen harus menetapkan berbagai kriteria yang sesuai dengan keinginannya untuk dapat membuat suatu keputusan yang dirasakan paling bermanfaat untuk memecahkan masalah. Meskipun dalam tahap ini konsumen telah mempuyai cukup informasi untuk menyeleksi alter natif -alternatif produk atau komoditi dari data-data yang sudah terpilih sebelumnya, akan tetapi konsumen harus hati-hati mengevaluasi alternatif -alternatif tersebut berdasarkan kualitas, warna, gaya, daya tahan, keamanan, status, garansi dan harganya (Eva ns dan Berman dalam Jamilah, 2003). 25 4. Tahap keputusan pembelian Dalam tahap evaluasi konsumen membentuk preferensi atas merek-merek dalam kumpulan pilihan. Menurut Kotler ada dua faktor yang dapat berada diantara niat pembelian dan keputusan pembelian. Faktor pertama adalah pendirian orang lain. Sejauhmana pendirian orang lain mengurangi alternatif yang disukai seseorang akan bergantung pada dua hal; (1) intensitas pendirian negatif orang lain terhadap alternatif yang disukai konsumen dan (2) motivasi konsume n untuk menuruti keinginan orang lain. Sedangkan faktor kedua adalah faktor situasi yang tidak diantisipasi yang dapat muncul dan mengubah niat pembelian. 5. Tahap perilaku pasca pembelian Setelah membeli produk konsumen akan mengalami tingkat kepuasan atau ketidak puasan tertentu. Pemasar harus memantau keputusan pasca pembelian, pemakaian atau pembuangan pasca pembelian. Menurut Kotler (Jamilah, 2003), kepuasan pembeli adalah fungsi seberapa dekat harapan pembeli atas suatu produk dengan kinerja yang dirasakan pembeli atas produk tersebut. Kepuasan atau ketidakpuasan konsumen terhadap suatu produk akan mempengaruhi perilaku selanjutnya, yaitu jika konsumen puas, ia akan menunjukkan kemungkinan yang lebih tinggi untuk membeli produk tersebut. Sedangkan pelanggan yang tidak puas akan bertindak sebaliknya. Mereka mungkin membuang atau mengembalikan produk tersebut (Kotler dalam Jamilah, 2003). Menurut Assael (1992) ada tiga faktor yang mempengaruhi pilihan konsumen; pertama adalah dari diri konsumen itu sendiri. Pemilihan pembelian dipengaruhi oleh kebutuhan konsumen, persepsi terhadap karakteristik produk dan merek dan sikap terhadap alternatif. Pemilihan merek juga dipengaruhi oleh demografi konsumen, gaya hidup dan karakteristik personal. Faktor kedua adalah pengaruh lingkungan dan strategi pemasaran yang juga mempengaruhi pengambilan keputusan konsumen. Pembelian konsumen dipengaruhi oleh budaya (norma sosial, pengaruh masyarakart atau etnis budaya), kelas sosial, kelompok tatap muka (teman, keluarga dan kelompok acuan) dan kesesuaian kondisi (situasi dimana produk tersebut dibeli apakah untuk bisnis dan keperluan. Strategi 26 pemasaran adalah bagaimana menemukan peluang-peluang pasar yang terkontrol dengan potensi konsumen yang besar. Beberapa Pendekatan tentan g Teori Perilaku Konsumen Perilaku konsumsi berkembang dari suatu teori perilaku konsumen (costumer behavior) yang berkaitan erat dengan kegiatan pemasaran (marketing action). 1. Pendekatan Psikologis Winardi (Sutisna, 2000) mengatakan bahwa sebelum memutuskan untuk membeli suatu produk barang, biasanya seseorang punya keinginan dan kebutuhan tertentu untuk memenuhi kepuasannya. Keinginan dan kebutuhan tersebut ada urutan hirarkinya. Maslow (1954) membuat diagram hirarki tersebut seperti yang disajikan pada gambar berikut : Self actualization Esteem needs (self esteem, recognition states Social needs (sense of belonging, love) Safety needs (security, protection) Phisiological needs (hunger, thirst) Gambar 1. Hirarkhi Kebutuhan Maslow (Maslow, 1954) Pada gambar diatas terlihat bahwa oleh karena adanya hirarki maka seseorang mengantisipasikan keinginan dan kebutuhannya kedalam imajinasi, yaitu sejauh mana diperkirakan akan memberi kepuasan. Apabila pembelian telah dilakukan dan terjadi ketidakpuasan, berarti kepuasan yang diantisipasikan tidak 27 terealisasikan. Winardi (Sutisna, 2000) kemudian mengemukakan bahwa antisipasi konsumen biasanya berdasarkan; (1) kemampuan inheren produk yang bersangkutan untuk melaksanakan tugas seperti yang diantisipasi, (2) janji-janji yang tertulis di dalam iklan, (3) janji-janji para penjual, dan (4) penggunaan atau penyalahgunaan produk seperti yang dipublikasikan oleh pihak produsen. 2. Pendekatan Ekonomis (Maslow,1954) Pendekatan ini menekankan pada motivasi konsumen dan hubungan faktor -faktor ekonomi tertentu, misalnya; pendapatan, distribusi, dan karakteristik personal konsumen. Pendekatan ekonomis biasanya dilakukan dengan menggunakan teori Ekonomi Mikro yang dikembangkan oleh ahli-ahli ekonomi klasik seperti Adam Smith, Jeremy Bentham, dan lain-lain. Teori ini mengatakan bahwa keputusan untuk membeli merupakan hasil perhitungan ekonomis rasional yang sadar. Setiap konsumen be rusaha membeli suatu produk barang yang akan memberikan kegunaan (kepuasan) yang paling banyak, sesuai dengan selera dan harga-harga relatif. Hal ini dikarenakan tindakan setiap tindakan yang dilakukan oleh seseorang selalu didorong oleh kepentingan diri sendiri atau sesuai dengan perhitungan dan pertimbangan untung rugi yang akan didapat dari segala tingkah laku yang akan dilakukan. Pendekatan ekonomis juga menggunakan teori kepuasan modern untuk menjelaskan perilaku konsumen. Teori ini adalah hasil penyempurnaan dari Teori Ekonomi Mikro Klasik yaitu; setiap konsumen akan berusaha mendapatkan kepuasan maksimal dan akan meneruskan pembeliannya terhadap suatu produk barang untuk jangka waktu yang lama apabila ia mendapat kepuasan dari produk yang sama yang telah dikonsumsi. Perilaku Konsumsi Kamus-kamus mengartikannya sebagai suatu kegiatan yang mempunyai arti negatif: ’menggunakan’ yaitu upaya menghabiskan sesuatu, pemakaian sesuatu (Hastuti, 2003). Raymond Williams menegaskan bahwa seiring dengan proses kapitalisme suatu tindakan konsumsi diartikan sebagai posisi yang berseberangan dengan tindakan produksi (produsen). Jika produsen adalah pelaku 28 yang memproduksi segala macam produk maka konsumen adalah mereka yang mengkonsumsi kebutuhannya untuk menghabiskan. Dalam perkembangan cultural studies, makna konsumsi ini diberi pengertian yang lebih positif. Konsumsi dilihat sebagai suatu proses aktif dan dalam banyak hal menyenangkan, dan status konsumen dinaikkan menjadi pihak yang juga ingin ikut diperhitungkan dalam kebijakan media (Juliastuti, 2003). Studi terakhir dalam bidang ini lebih banyak ditujukan untuk menunjukkan bagaimana teks-teks atau artefak kebudayaan termasuk didalamnya aneka bentuk media massa, koran, televisi, radio, dan sebagainya digunakan dalam kehidupan sehari-hari oleh seorang konsumen, pembaca dan penonton (Juliastuti, 2003). Proses konsumsi bukan lagi dianggap sebagai proses nomor dua (proses nomor satunya adalah produksinya) tetapi suatu aktivitas yang mempunyai tempo dan nilai pentingnya sendiri. Karakteristik Demografi Karakteristik demografi merupakan salah satu bagian dari perbedaan individu yang akan mempengaruhi perilaku konsumen dalam memilih produk yang telah diiklankan. Karakteristik ini sangat diperlukan dalam menentukan sifat umum khalayak dalam analisis demografis seperti umur, latar belakang geografis, pekerjaan, tingkat sosial ekonomi, pendidikan, agama dan sebagainya. Sifat-sifat yang diketahui ini menyarankan dugaan-dugaan mengenai keyakinan khalayak, sikap, dan nilai-nilai yang mereka anut. Oleh karena itu demografi ini sering digunakan sebagai dasar segmentasi pasar karena sekelompok orang yang memiliki karakteristik demografi yang sama kemungkinan mempunyai perilaku pembelian yang sama pula (Jamilah, 2003). Menurut Lionberger (Jamilah, 2003), karakteristik individu merupakan aspek personal seseorang yang meliputi: umur, tingkat pendidikan dan ciri psikologisnya. Sedangkan McLeod dan O'Keefe (Sutisna , 2000) mengemukakan bahwa variabel demografi seperti jenis kelamin, umur dan status sosial merupakan indikator yang digunakan untuk menerangkan perilaku komunikasi. 29 Sejalan dengan pendapat Kotler (2005) bahwa keputusan pembeli juga dipengaruhi oleh karakteristik individu. Karakteristik tersebut meliputi usia dan tahap siklus hidup, pekerjaan, keadaan ekonomi, gaya hidup, serta kepribadian dan konsep diri pembeli. Usia merupakan salah satu karakteristik individu yang mempengaruhi persepsi seseorang dalam membuat keputusan menerima segala sesuatu sebagai hal yang baru dan dapat mempengaruhi selera seseorang terhadap beberapa barang dan jasa (Kotler, 1995). Biasanya diyakini bahwa khalayak yang lebih muda cenderung lebih reseptif terhadap perubahan dan khalayak yang lebih tua lebih konservatif (Tubbs and Moss, 2001). Umumnya, remaja lebih peka terhadap reaksi-reaksi lingkungan yang ada dis ekitarnya daripada sebelumnya, baik itu dari media massa, televisi, film atau orang-orang disekitarnya. Informasi-informasi baru selalu menarik perhatiannya. Kecenderungan bereksperimen (coba-coba) juga cukup tinggi, karena memang remaja belum mempunyai pola atau konsep yang mantap tentang masa depannya. Semua yang baru ingin dicobanya. Kecenderungan ini lebih kuat lagi karena keadaan emosinya yang masih labil. Oleh karena itu, tidak heran kalau banyak remaja yang menurutkan emosinya (Herdiyani, 2004). Remaja adalah suatu fase dalam kehidupan manusia, dimana ia tengah mencari jati dirinya, dan biasanya dalam upaya pencarian jati diri tersebut, ia mudah untuk terikut atau terimbas hal-hal yang tengah terjadi disekitarnya, sehingga turut membentuk sikap dan pribadi mereka (Haris, 2005). Pola rumah tangga dapat mempengaruhi proses pengambilan keputusan seseorang. Rogers (1985) menyatakan bahwa keluarga merupakan kelompok terkecil yang paling kuat dan lama pengaruhnya terhadap persepsi dan perilaku. Seperti dicontohkan oleh Kotler (2005) bahwa orang dalam kelompok SSWD (single, separated, widowed, melajang, bercerai) membutuhkan apartemen yang lebih kecil, peralatan rumah tangga, perabot dan peralatan yang lebih kecil dan makanan yang dikemas dalam ukuran yang lebih kecil. Contoh diatas dapat menunjukkan bahwa perlunya mempertimbangkan jumlah dan pola rumah tangga konsumen dalam proses perilaku pengambilan keputusan pembelian. 30 Menurut Tubbs and Moss (2001), dengan latar belakang pendidikan lebih tinggi atau khalayak yang lebih pandai akan lebih siap merespons bentuk penyampaian pesan dua-sisi (two-sided ) daripada penyampaian pesan satu-sisi (one-sided ). Oleh karena itu pendidikan dianggap merupakan salah satu faktor dalam diri seseorang yang mempengaruhi perilaku. Keterbatasan pengetahuan karena rendahnya tingkat pendidikan diduga berpengaruh terhadap tingkah laku konsumen dalam memenuhi kebutuhannya (Jamilah, 2003). Berlo (1960) berpendapat bahwa orang dari kelas sosial yang berbeda akan berkomunikasi secara berbeda pula. Menurut Rogers (Jamilah, 2003) terdapat hubungan antara karakteristik personal anggota sistem sosial seperti keinovatifan dan kekosmopolitan dan karakteristik individu lainnya seperti norma sistem dan sifat-sifat inovasi dengan penggunaan saluran komunikasi. Beberapa penelitian yang ada juga memperlihatkan bahwa karakteristik individu mempengaruhi penggunaan saluran komunikasi yang dipilih sebagai sumber informasi. Hasil dari beberapa penelitian lain menunjukkan bahwa tingkat pendidikan seseorang akan sangat mempengaruhi tingkat pemahaman, perubahan sikap, dan perubahan perilaku mereka terhadap informasi-informasi yang diperoleh baik secara langsung maupun melalui media massa (Witjaksono, 1990). Pekerjaan seseorang juga akan mempengaruhi pola konsumsinya (Kotler, 2003). Disini dijelaskan bahwa pilihan produk sangat dipengaruhi oleh keadaan ekonomi seseorang dan dari penghasilan yang dapat dibelanjakan. Berkaitan dengan status sosial yang dimiliki oleh seseorang akan mempengaruhi dimana dan bagaimana orang merasa mereka harus berbelanja. Dalam pengambilan keputusan pembelian konsumsi mereka konsumen mempunyai suatu citra tentang kelas sosial apa yang dipikat oleh mereka (Engel et al., 1994). Menurut Kotler, pilihan produk akan dipengaruhi oleh pendapatan atau keadaan ekonomi seseorang. Semakin tinggi tingkat pendapatan, semakin leluasa dalam pemilihan produk yang diinginkannya, walaupun perlu memperhitungkan sumber daya waktu dan tenaga yang dimilikinya (Jamilah, 2003). Artinya dengan melihat seperti ini maka semakin tinggi pendapatan maka diduga berpengaruh terhadap daya beli dan pola konsumtif terhadap produk yang digunakannya. 31 Menurut Abunain, informasi yang dimiliki seseorang tentang kebutuhan pemeliharaan kesehatan dengan mengkonsumsi makanan bergizi dapat menentukan jumlah dan jenis produk yang digunakan. Konsumen bisa memperolehnya dari media massa (cetak dan elektronik), teman, maupun lembaga pendidikan (Jamilah, 2003). Kelompok ac uan terdiri dari semua kelompok yang mempengaruhi secara langsung (tatap muka) atau tidak langsung terhadap sikap ataupun perilaku seseorang. Kelompok yang berpengaruh langsung terdiri dari kelompok primer (keluarga, teman, tetangga dan rekan kerja) dan ke lompok sekunder (kelompok keagamaan, kelompok profesi, dan lain -lain) (Kotler, 2003). Selanjutnya bahwa seseorang akan dipengaruhi oleh kelompok acuan mereka minimal dalam tiga hal yaitu; perilaku dan gaya hidup baru, perilaku dan konsep pribadi, dan dalam pemilihan merek dan aktual seseorang. Gaya hidup yang dianut oleh masyarakat pada saat ini cenderung hanya mengikuti trend yang berlaku, sehingga bisa dikatakan gaya hidup yang dianut bersifat homogen dan tidak variatif. Dalam konteks ini tindakan yang dilakukan seorang individu bukanlah murni tindakan objektifnya akan tetapi termotivasi oleh unsur-unsur yang ada di luar individu sehingga apa yang yang sedang berlaku umum disekitarnya, itulah yang menjadi dasar tindakannya (Haris, 2005). KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS 32 Kerangka Berpikir Efektivitas iklan adalah sampai sejauhmana keterdedahan masyarakat terhadap tayangan yang diterimanya dapat mempengaruhi keputusan pembelian terhadap produk yang diiklankan. Efektivitas iklan ini dapat ditunjukkan oleh tiga indikator yaitu kognitif (pengetahuan), afektif (sikap) dan konatif (tindakan). Ketiga indikator ini menunjukkan sampai sejauhmana iklan dapat diterima oleh khalayaknya, dapat dipahami dengan baik pesannya, dan dapat mempengaruhi perilaku kons umsi khalayak terhadap produk yang diiklankan. Dalam penelitian ini menduga bahwa persepsi khalayak timbul dari keterdedahan tayangan iklan mie instant berdasarkan kemudahan dipahami, daya tarik dan dorongan untuk membeli berhubungan dengan perilaku khalayak tersebut terhadap produk yang diiklankan. Persepsi tidak timbul dengan sendirinya tetapi dari yang dilihat dan dipahami oleh khalayak yang disebut dengan keterdedahan. Dalam proses tersebut iklan yang ditayangkan harus dapat diterima dengan baik oleh masyarakat sehingga ketika terdedah tayangan tersebut khalayak akan mempunyai persepsi dari stimuli yang diterimanya. Keterdedahan ini dapat dilihat dari jumlah waktu khalayak menonton iklan dan frekuensi keterdedahan iklan mie instant tersebut. Diduga dengan jumlah waktu dan frekuensi pada variabel keterdedahan ini akan mempengaruhi persepsi yang ada pada khalayak. Keterdedahan khalayak pada tayangan iklan mie instant tersebut diduga bervariasi terkait dengan faktor karakteristik individu dan perilaku penggunaan televisi pada khalayak di masyarakat urban dan semi urban. Dewasa ini terlihat adanya kecenderungan acara-acara televisi yang menduduki rating tertinggi juga disertai dengan iklan yang banyak juga. Dalam hal ini diduga jika semakin banyak acara menarik yang ditonton oleh masyarakat maka kesempatan untuk terdedah oleh iklan akan semakin lama. Termasuk juga ketersediaan waktu khalayak untuk menonton tayangan televisi, sehingga secara umum diduga bahwa jika semakin banyak waktu yang tersedia untuk menonton televisi maka semakin besar peluang khalayak tersebut terdedah oleh iklan mie instant. Apalagi ditunjang ketika 33 menonton televisi pada waktu-waktu senggang yang biasanya dimanfaatkan oleh pihak pengiklan untuk lebih banyak menayangkan iklannya. Preferensi dari perilaku menonton televisi juga dapat dilihat melalui stasiun televisi yang ditonton dengan asumsi bahwa semua orang umumnya akan mencari dan berpindah-pindah stasiun televisi tergantung acara yang disukainya. Ketika ada tontonan yang disukai biasanya orang akan betah menonton dalam waktu yang lama dengan frekuensi yang tinggi untuk menonton televisi setiap hari. Kecenderungan tersebut umumnya membuat penonton akan mengganti channel televisinya beberapa kali dalam sehari. Dengan berganti-ganti stasiun televisi diduga beragam pula stimuli iklan yang diterima oleh khalayak tersebut sehingga peluang untuk terdedah oleh tayangan iklan mie instant pun akan semakin besar. Demikian juga halnya dengan karakteristik individu khalayak dalam penelitian ini. Pemahaman terhadap masalah ini timbul ketika seseorang menilai adanya perbedaan aktual dengan keadaan ideal. Perbedaan ini terjadi karena proses yang berbeda pada setiap orang tergantung dari karakteristik responden tersebut (usia, jumlah anggota keluarga, pendidikan, pekerjaan, tingkat konsumsi, pendapatan keluarga dan lain-lain). Tahap pemahaman masalah ini dapat terjadi karena adanya motif yang bersifat internal seperti penilaian tentang dirinya (konsep diri) atau oleh stimulus yang bersifat eksternal seperti komponen yang membentuk iklan itu sendiri (model, musik, slogan, pengemasan iklan) sebagai pemicu timbulnya persepsi pada diri khalayak. Melalui informasi yang diperoleh dari iklan, diharapkan khalayak mempunyai rasa tertarik, membutuhkan, dan rasa ingin membeli barang dan jasa yang diiklankan. Dapat disebutkan bahwa informasi tersebut kemudian menjadi seperangkat pengetahuan yang membimbing dan mengarahkan masyarakat pada keputusan untuk membeli. Keterdedahan terhadap tayangan iklan tersebut diduga menumbuhkan persepsi mereka terhadap materi tayangan iklan yang ditonton serta membangkitkan kesadaran dan pemahaman masyarakat terhadap masalah. Perilaku khalayak terhadap iklan berbeda -beda karena pengetahuan tentang mie instant tidak hanya didapat dari iklan tetapi lewat informasi lain sehingga walaupun khalayak terdedah oleh tayangan iklan belum tentu mereka mempunyai 34 perilaku dalam hal ini minat dan keputusan pembelian yang positif terhadap iklan mie instant tersebut. Oleh karena itu diduga ada hubungan terhadap pengetahuan tentang keunggulan dan kelemahan terhadap produk mie instant yang diiklankan. Berdasarkan uraian tersebut diatas maka dapat digambarkan kerangka pemikiran penelitian seperti tersaji pada Gambar 2: Karakteristik Individu (X1): X1.1. Umur X1.2. Jenis kelamin X1.3. Jumlah Anggota Keluarga X1.4. Status Perkawinan X1.5. Tingkat Pendidikan X1.6 .Jenis Pekerjaan X1.7. Tingkat Konsumsi X1.8.Jumlah Pendapatan keluarga X1.9. Status Sosial Keterdedahan Tayangan Iklan (Y1) Y1.1Frekuensi Keterdedahan Y1.2 Lama Keterdedahan Persepsi terhadap Iklan (Y2): Y2.1.Kemudahan dipahami Y2.2.Daya Tarik Y2.3.Dorongan Membeli Perilaku Penggunaan TV (X2): X2.1. Motivasi Menonton X2.2. Ketersediaan Waktu untuk Menonton X2.3. Preferensi Menonton Televisi X2.3.1. Jumlah Stasiun TV X2.3.2.Jumlah Acara Tontonan X2.3.3.Jumlah Tempat Menonton X2.3.4Jumlah Suasana Menonton X2.4. Frekuensi Menonton Televisi Gambar 2. Kerangka Berpikir Penelitian Keterdedahan dan Perilaku Khalayak Tayangan Iklan Mie Instant Hipotesis Perilaku Khalayak (Y3): Y3.1 Pengetahuan tentang produk Y3.2. Sikap terhadap produk Y3.3. Tindakan terhadap produk 35 Berdasarkan kerangka pemikiran hipotesis dalam penelitian ini bahwa: 1. Persepsi terhadap tayangan iklan (kemudahan dipahami, daya tarik, dorongan membeli) berhubungan nyata positif/negatif dengan perilaku khalayak (pengetahuan tentang produk, sikap terhadap produk, tindakan terhadap produk) 2. Keterdedahan menonton tayangan iklan mie instant berhubungan nyata positif/negatif dengan persepsi terhadap tayangan iklan (kemudahan dipahami, daya tarik, dorongan membeli) 3. Perilaku penggunaan televisi (motif menonton, ketersediaan waktu untuk menonton, preferensi stasiun televisi yang ditonton, frekuensi menonton televisi) berhubungan nyata positif/negatif dengan keterdedahan menonton tayangan iklan produk mie instant ditelevisi (frekuensi keterdedahan tayangan iklan, lama keterdedahan tayangan iklan). 4. Karakteristik individu berhubungan nyata positif/negatif dengan keterdedahan menonton tayangan ikla n produk mie instant di televisi (frekuensi keterdedahan tayangan iklan, lama keterdedahan tayangan iklan).