Pekerjaan ”Tangan” Perempuan: Studi Sosiologis Tentang Profesi Terapis di Sebuah Spa Randy Rudiananda & Iqbal Djajadi Program Studi Sosiologi, FISIP UI Along the times, some service industries began to change the service into something that contains elements of sex. Some service industries involve women who want to change the fate of an instant way. The purpose of this study was to determine how a woman with limited education can have access to a better life materially. This study used qualitative methods with the key informants and some additional informants to strengthen data. The results showed that a female therapist can earn two aspects that are considered important by society that is power and wealth. With these two aspects, a female therapist may experience upward vertical mobility that brings him up from the lower class to the upper middle layer in social stratification in urban communities. Keywords: therapist, vertical mobility, women’s hand-job Pendahuluan Industri jasa terus mengalami perkembangan secara pesat di Indonesia, seperti bidang perhotelan, parawisata, hingga jasa kemasyarakatan dan menempati urutan terbesar keempat antara tahun 2007-2009 dibandingkan lapangan kerja utama lainnya, yaitu pertanian, perdagangan, dan industri pengolahan (Sakernas, 2009). Jika dilihat berdasarkan komposisi jenis kelamin, dari jumlah tersebut jumlah angkatan kerja perempuan dari tahun ke tahun semakin bertambah, walaupun jumlah angkatan kerja laki-laki tetap menduduki jumlah yang lebih tinggi dibanding perempuan. Akan tetapi, jumlah bukan angkatan kerja lebih banyak perempuan dibanding laki-laki, contohnya dalam mengurus rumah tangga (Sakernas, 2009). Hal itu menunjukkan bahwa perempuan lebih banyak bekerja di ranah domestik dibanding ranah publik, sehingga penulis mengasumsikan bahwa jumlah lapangan kerja yang tidak seimbang dengan jumlah laju penduduk mengakibatkan munculnya pengangguran. Isu mengenai pekerjaan perempuan sangat sering diperbincangkan guna mencapai kesetaraan antara perempuan dan pria. Salah satu masalah yang diperbincangkan adalah berpindahnya seorang perempuan dari ranah domestik dan ranah publik. Di dalam ranah domestik pekerjaan yang biasa dilakukan adalah pekerjaan internal dan lokal seperti, ibu rumah tangga. Namun apabila seorang perempuan ingin memiliki pekerjaan di ranah publik, mereka 1 Pekerjaan tangan perempuan..., Randy Rudinanda, FISIP UI, 2013 harus memiliki sumber daya yang memadai untuk bersaing dengan kaum laki-laki demi mendapatkan hidup yang lebih baik begitu pula sebaliknya. Pada kenyataannya seorang perempuan memiliki sumber daya yang terbatas dalam fisik. Sebagai implikasinya, seorang perempuan yang bekerja di ranah publik seakan-akan tidak bisa lepas dari unsur seks yang seharusnya steril dari unsur seks sehingga pekerjaan seperti prostitusi masih bisa bertahan. Seiring perkembangan zaman, industri-industri jasa mulai bertransformasi menjadi beragam bentuk, salah satunya industri jasa yang bernuansa seks.1. Industri semacam itu umumnya melibatkan para perempuan yang ingin mengubah nasibnya dengan cara instan karena kalah bersaing dengan laki-laki tidak memiliki jalan lain selain bekerja ke industri jasa yang akses nya mudah dan tidak perlu memiliki keterampilan tertentu. Salah satu buku berjudul Jakarta Undercover: Sex n' the city, mengungkapkan beberapa industri jasa berunsur seks yang berkembang di Jakarta pada saat ini. Pertama, prostitusi jalanan yang mempekerjakan perempuan-perempuan yang biasa disebut PSK.2 Kedua, salon ‘plus-plus’ yang cukup marak di daerah Jakarta pusat sekitar tahun 90an. Salon semacam itu menawarkan jasa seks dengan berkedok seperti salon pada umumnya.3 Ketiga, pijat plus-plus yang ‘berkedok panti pijat agar tidak diketahui oleh masyarakat luas.4 Transformasi-transformasi yang dianggap kurang efektif5 mendorong pijat plus-plus bertransformasi menjadi jasa pelayanan spa6 yang memiliki unsur seks dan pelanggannya adalah laki-laki. Sebagai implikasinya muncul pekerjaan baru bernama terapis7 yang cenderung ditekuni oleh perempuan. Salah satu tempat pelayanan spa yang akan dibahas adalah XX Spa8. Berangkat dari latar belatang tersebut, maka muncul pertanyaan, bagaimana seorang perempuan dengan pendidikan yang terbatas dapat memiliki akses ke kehidupan yang lebih baik? Pendekatan kualitatif penulis pilih untuk mengumpulkan informasi dengan mendalami fenomena yang diteliti serta memfokuskan pada beberapa informan sebagai potret realita pekerja berunsur seks. Proses pengumpulan data yang dilakukan oleh penulis terbagi kedalam dua Industri jasa bernuasa seks yang dimaksud penulis adalah pekerjaan-pekerjaan jasa yang berhubungan dengan unsur seks di dalamnya, seperti PSK. 2 Jakarta Undercover: Sex n' the city, hal.xxv 3 Ibid., hal. 319. 4 Ibid., hal. 21. 5 Yang dimaksud kurang efektif dikarenakan banyaknya tempat-tempat yang dirazia oleh pihak kepolisian atau bahkan tidak dirazia karena memberi sebagian uang tanda keamanan. 6 Spa adalah tempat untuk merawat tubuh, memanjakan diri dan dikhususkan untuk perempuan. 7 Ibid., hal. 21. 8 XX Spa adalah nama samaran sebuah tempat spa di daerah Arteri, Pondok Indah. 1 2 Pekerjaan tangan perempuan..., Randy Rudinanda, FISIP UI, 2013 macam yakni melalui data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan dengan cara seperti observasi atau pengamatan langsung di lokasi penelitian, yaitu XX Spa dan wawancara mendalam terhadap informan utama, yaitu terapis perempuan terpilih maupun informan pendukung. Antara Seks dan Mobilitas Sosial Beberapa studi telah membahas mengenai industri jasa bernuansa seks di Indonesia. Studi yang dilakukan oleh Suyatmo (2000), misalnya, menunjukkan bahwa para pemijat umumnya adalah perempuan-perempuan dari daerah luar Jakarta yang memilih jalan hidupnya sebagai pemijat plus-plus karena kondisi ekonomi yang kurang dan terbatasnya pendidikan yang dimiliki. Setelah bekerja sebagai pemijat, mereka dapat mengalami mobilitas vertikal ke atas9. Studi lain oleh Benedicta (2011) dan Prasiwi (2011) tentang sexy dancer menunjukkan bahwa seorang sexy dancer merupakan perempuan yang memiliki keterbatasan pendidikan sehingga mendorong mengkomersialisasikan tubuhnya untuk mencari nafkah. Pekerjaan ini memiliki unsur seks yang minimal sama dengan terapis yang menjadi subjek penelitian penulis. Terdapat persamaan antara studi Suyatmo dan penulis yaitu subjek yang diangkat adalah perempuan yang memiliki keterbatasan pendidikan tetapi bisa mengalami mobilitas vertikal ke atas. Namun, unsur seks menjadi perbedaan, karena seorang PSK sudah jelas menjual seks yang dikategorikan seks yang sebenarnya10, sedangkan terapis yang penulis teliti hanya memiliki unsur seks yang minimal. Sementara terhadap studi Benedicta (2011) dan Prasiwi (2011), perbedaan yang cukup signifikan adalah terletak pada subjek penelitian. Penulis memilih subjek penelitian yaitu seorang terapis, sedangkan kajian-kajian tersebut mengambil subjek sexy dancer, walaupun keduanya bekerja dengan unsur seks minimal. Dengan demikian, penelitian ini diharapkan mampu mengisi ruang kosong kajian tentang pekerjaan sektor jasa yang bernuansa seks minimal.11 Dalam menganalisis masalah yang diangkat, penulis menggunakan konsep-konsep sosiologis yang mencakup konsep pekerjaan secara sosiologis, mobilitas sosial dan stratifikasi 9 Mobilitas vertikal ke atas adalah perpindahan individu atau objek dari suatu kedudukan sosial tertentu ke kedudukan sosial lainnya yang tidak sederajat. Contohnya ketika seorang petani menjadi mentri pertanian. 10 Seks yang sebenarnya adalah terjadi nya pertukaran kepuasan biologis antara laki-laki dan perempuan seperti hubungan seksual antara suami dan istri. 11 Yang dimaksud seks minimal menurut penulis adalah seks yang tidak mengalami pertukaran kepuasan antara laki-laki dan perempuan. Tidak seperti hubungan seksual pada umumnya, namun seks minimal ini hanya sebatas melakukan handjob. 3 Pekerjaan tangan perempuan..., Randy Rudinanda, FISIP UI, 2013 sosial. Pekerjaan menurut Giddens adalah pekerjaan yang dikerjakan dalam suatu pertukaran untuk upah atau gaji12. Menurut Vollmer & Mills (1991:4) profesi adalah sebuah pekerjaan atau jabatan yang memerlukan kemampuan intelektual khusus, yang diperoleh melalui kegiatan belajar dan pelatihan untuk menguasai keahlian dalam melayani orang lain dengan memperoleh upah atau gaji dalam jumlah tertentu. Dalam semua kebudayaan, pekerjaan merupakan dasar dari kegiatan ekonomi. Sistem ekonomi terdiri dari institusi ekonomi yang menyediakan produksi dan distribusi barang dan jasa13. Artinya, pekerjaan merupakan hal penting untuk kelangsungan hidup manusia, termasuk perempuan. Di Indonesia, lapangan pekerjaan yang tersedia untuk perempuan sangatlah beragam. Akan tetapi karena untuk kepentingan analitik, penulis hanya membatasi lima pekerjaan yang bisa ditekuni oleh kaum perempuan yaitu ibu rumah tangga, profesional, TKW, terapis dan PSK. Sudah sewajarnya seorang perempuan ingin naik kelas di dalam ekonomi. Dari kelima pekerjaan ini, penulis mencoba menjelaskan pekerjaan yang memiliki potensi untuk mengalami mobilitas vertikal di dalam sebuah stratifikasi sosial. Max Weber mengungkapkan bahwa stratifikasi sosial dapat dilihat dari 3 aspek yaitu kekayaan, kekuasaan, dan prestise. Kelas dalam pandangan Weber merupakan sekelompok orang yang menempati kedudukan yang sama dalam proses produksi, distribusi maupun perdagangan. Menurut Giddens, pandangan Weber melengkapi pandangan Marx yang menyatakan kelas hanya didasarkan pada penguasaan modal saja atau kekayaan, namun juga meliputi kesempatan meraih keuntungan dalam pasar komoditas dan tenaga kerja. Mereka berdua menyatakan kelas sebagai kedudukan seseorang dalam ekonomi. Sedangkan status oleh Weber lebih ditekankan pada gaya hidup atau pola konsumsi. Namun demikian, status juga dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti ras, usia dan agama.14 Menurut Weber, kelas sosial ditandai oleh beberapa hal. Pertama, kelas merupakan sejumlah orang yang mempunyai persamaan dalam hal peluang untuk hidup atau nasib (life chances), peluang untuk hidup orang tersebut ditentukan oleh kepentingan ekonomi berupa penguasaan atas barang serta kesempatan untuk memperoleh penghasilan dalam pasaran kerja. Sebagai akibat dari dipunyainya persamaan peluang untuk menguasai barang dan jasa sehingga diperoleh pengahasilan tertentu, maka orang yang berada di kelas yang sama mempunyai persamaan apa yang oleh Weber dinamakan situasi kelas (class situation) yaitu 12 13 14 Anthony Giddens, Sociology 5th Edition, UK: Polity Press, 2006, hal. 741 Anthony Giddens, Sociology 5th Edition, UK: Polity Press, 2006, hal. 741. Ibid., hal. 301. 4 Pekerjaan tangan perempuan..., Randy Rudinanda, FISIP UI, 2013 persamaan dalam hal peluang untuk menguasai persediaan barang, pengalaman hidup pribadi, atau cara hidup. Menurut Weber kategori dasar untuk membedakan kelas ialah kekayaan yang dimiliki dan faktor yang menciptakan kelas ialah kepentingan ekonomi15. Menurut penulis, kekayaan itu adalah hasil dari kerja keras seseorang dalam pekerjaannya yang digeluti setiap hari. Kekayaan yang dimaksud penulis adalah berupa materi seperti uang, barang elektronik, rumah, alat transportasi pribadi, dll. Berbeda pekerjaan tentu memiliki kekayaan materi yang berbeda-beda pula, misalkan gaji. Gaji buruh pabrik sudah pasti berbeda dengan gaji manajer suatu perusahaan yang menunjukan kekayaan yang dimilikinya. Menurut Weber, kekuasaan merupakan suatu kesempatan bagi seseorang untuk mewujudkan keinginannya dalam kerangka suatu tindakan komunal atau bahkan menjadi alat untuk melawan pihak lain yang bertolak belakang dalam tindakan tersebut. Kekuasaan yang dikondisikan secara ekonomi tidak identik dengan kekuasaan itu sendiri. Sebaliknya, kekuasaan ekonomi mungkin muncul sebagai konsekuensi dari kekuasaan yang sudah ada dari hal-hal lainnya, misal kekuasaan formal berupa suatu jabatan publik. Seseorang tidak memperjuangkan kekuasaan hanya untuk memperkaya dirinya sendiri. Kekuasaan, termasuk kekuasaan ekonomi, mungkin saja dinilai dari ‘demi kepentingan yang dimilikinya16. Karena untuk kepentingan analitik dan makna kekuasaan menurut Weber yang cukup luas, oleh karena itu penulis memaknai kekuasaan dari pengaruhnya saja. Pengaruh yang dimaksud adalah bagaimana seseorang dapat mempengaruhi orang lain dengan menggunakan kekuasaannya dalam konteks pekerjaan yang dimilikinya. Manusia dikelompokkan dalam kelompok status, yang menurutnya bagaikan komunitas yang tak terbentuk. Kelompok status merupakan orang yang berada dalam situasi status yang sama, yaitu orang yang peluang hidup atau nasibnya ditentukan oleh ukuran prestise tertentu. Dalam berbagai suku bangsa di masyarakat misalnya, kita mengenal pembedaan antara bangsawan dengan rakyat jelata17. Prestise atau prestise yang dimaksud Weber, biasanya terjadi di masyarakat tradisional dan masih menganut sistem kerajaan, contohnya di Yogyakarta yang kental akan sistem kesultanan. Akan tetapi di zaman modern seperti sekarang ini, prestise biasanya dimiliki oleh orang yang memiliki jabatan tinggi, misalnya seorang presiden, jenderal, S. N. Eisenstadt, Max Weber on Charisma and Institution Building, The University of Chicago, 1968, hal. 169. Ibid., hal. 177 17 Ibid., hal 179 15 16 5 Pekerjaan tangan perempuan..., Randy Rudinanda, FISIP UI, 2013 direktur perusahaan, dll. Selain tiga unsur yang dijelaskan oleh Weber di atas, penulis ingin menambahkan satu unsur lagi yang tidak dibahas olehnya yaitu unsur penerimaan masyarakat. Unsur penerimaan masyarakat ini yang dianggap penting khususnya di masyarakat Indonesia. Karena masih menjunjung tinggi nilai-nilai kebudayaan yang berpengaruh pada penerimaan masyarakat terhadap suatu pekerjaan tertentu. Konsep-konsep tersebut saling berkaitan dan tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lainnya di dalam penelitian ini. Sedangkan mobilitas sosial adalah suatu perubahan atau perpindahan kelas-kelas sosial baik ke atas maupun ke bawah. Industri Spa Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa pekerjaan dan profesi adalah dua pengertian yang berbeda. Pada bagian ini, penulis akan menjabarkan lebih dalam mengenai kriteria profesi. Apabila suatu pekerjaan ingin dikatakan sebagai profesi maka harus memenuhi kriteria Glenn Langford18, antara lain: (1) upah; (2) memiliki pengetahuan dan keterampilan; (3) memiliki rasa tanggung jawab dan tujuan; (4) mengutamakan layanan; (5) memiliki kesatuan atau organisasi; (6) mendapat pengakuan dari orang lain atas pekerjaan yang digelutinya. Suatu jabatan (pekerjaan) adalah pekerjaan yang dikerjakan dalam suatu pertukaran untuk upah atau gaji. Dalam semua kebudayaan, pekerjaan merupakan dasar dari kegiatan ekonomi. Sistem ekonomi terdiri dari institusi ekonomi yang menyediakan produksi dan distribusi barang dan jasa. Akan tetapi makna pekerjaan secara umum seharusnya tidak mengandung unsur seksual sedikit pun. Namun seiring perkembangan zaman hal ini mengundang kontroversi terdapat beberapa pekerjan yang melibatkan unsur seks, yakni ibu rumah tangga dan PSK. Di dalam seorang ibu rumah tangga terdapat hal yang kompleks termasuk unsur seks yang ada di dalamnya. Sedangkan PSK hanya mengandung unsur pelayanan seks saja dan itu menjadi modal utama baginya. Dalam pekerja profesional yang tidak sama sekali mengandung unsur seks. Tidak bisa dipungkiri atau seolah tutup mata melihat kenyataan bahwa di tengah perkembangan zaman, ada beberapa pekerjaan melibatkan unsur seks walaupun hanya sedikit hingga batas tertentu. Meski seks bukan bagian yang sangat penting, tetapi seks bagaikan katalisator untuk situasi dan kondisi 18 Glenn Langford, Teaching as a profession An essay in the philosophy of education, Manchester, Manchester University Press, 1978. 6 Pekerjaan tangan perempuan..., Randy Rudinanda, FISIP UI, 2013 tertentu. Dalam pengertian ilmiah, katalisator adalah zat yang ditambahkan ke dalam suatu reaksi dengan maksud memperbesar kecepatan reaksi. Dalam arti katalisator ini adalah seks sebagai zat yang ditambahkan untuk mempercepat suatu reaksi (karir) agar cepat di dalam meningkatkannya. Konsep katalisator itulah cara yang paling ampuh untuk mempercepat atau mempermudah meningkatkan jenjang karir ke tingkat yang lebih tinggi dengan seks sebagai sarananya. Terdapat dua jenis pekerjaan yaitu pekerjaan yang mengandung unsur seks dan pekerjaan tanpa unsur seks. Pada bagian ini penulis ingin menjabarkan bagaimana seorang perempuan yang memiliki pekerjaan dengan melibatkan unsur seks demi kehidupan yang lebih baik. Sebagaimana yang diketahui, seks terbagi menjadi dua yaitu seks institusi dan seks noninstitusi. Seks berinstitusi adalah seks yang sudah dianggap legal oleh negara dan halal di mata agama serta sudah melewati proses pernikahan, seperti ibu rumah tangga. Sedangkan seks noninstitusi adalah seks yang dianggap ilegal oleh negara dan haram dalam agama, tidak melewati proses pernikahan atau lebih sering disebut seks bebas. Berikut adalah bagan penjelasannya. Seiring perkembangan zaman, makna terapis telah mengalami pergeseran makna. Hal yang menarik perhatian penulis adalah dalam penyebutan beberapa istilah di XX Spa tetap mempertahankan menggunakan bahasa Inggris, misalnya therapist dan massage. Setelah penulis menganalisa hal ini dikarenakan adanya alih kode yang dilakukan sebagian orang untuk tujuan tertentu. Dalam keseharian di XX Spa menggunakan kata therapist untuk mengganti kata terapis dan massage untuk mengganti kata pijat, hal ini digunakan seolah untuk memberikan kesan lebih eksklusif atau ingin mengubah situasi menjadi lebih modern. Alih kode yang dilakukan XX Spa dalam penggunaan istilah therapist yang terkesan kalau pekerjaan itu sama saja dengan seorang terapis yang bermakna aslinya. Tidak bisa dipungkiri juga memang ada beberapa fasilitas dan jenis-jenis pelayanan XX Spa yang bersifat penyembuhan terhadap suatu penyakit.. Y selaku informan penulis bekerja di XX Spa Arteri. Pekerjaan ini masih belum jelas apakah diterima atau dicampakkan oleh masyarakat karena di XX Spa sendiri hanya melibatkan unsur seks artifisial. Terapis di XX Spa merupakan pekerjaan yang masih berada di zona abuabu. Berbeda dengan seorang PSK. Dari sejumlah pekerjaan yang ada di tabel di atas, pekerjaan ini adalah pekerjaan paling tidak diterima oleh masyarakat. Tentu, pekerjaan ini melanggar norma asusila yang masih dipegang kuat oleh kebanyakan masyarakat Indonesia. Dari segi materi, seorang PSK hanya mendapatkan bayaran dari pelanggan sesuai kesepakatan awal. Kemudian dari segi pengaruh dan pretise, PSK tidak memilikinya karena dari segi pengaruh 7 Pekerjaan tangan perempuan..., Randy Rudinanda, FISIP UI, 2013 seorang PSK diatur oleh seorang germo. Kemudian dari segi prestise tidak ada yang dapat dibanggakan dari pekerjaan yang melanggar hukum ini. Dari data-data yang dimiliki penulis, Sistem gaji terapis masih berupa komisi per hari. Harga satu sesi atau satu jam adalah sekitar Rp. 220.000. Pembayaran komisi seorang terapis adalah 20% per sesi. Tetapi tip dari konsumen untuk terapis itu sangat besar. Menurut beberapa terapis yang saya wawancara, mereka biasanya mendapatkan minimum tip sebesar Rp. 200.000 dan bahkan ada yang memberikan hingga Rp. 1.000.000. Informan Y mengakui kepada penulis bahwa dia bisa mendapatkan Rp. 8.000.000-15.000.000 setiap bulannya hanya dari uang tip saja. Sistem kerja terapis XX adalah kontrak selama 3 tahun. Menurut beberapa terapis yang penulis wawancara, mereka mengaku bahwa sistem ini sangat mencekik mereka apabila mereka hanya mendapatkan uang dari persenan per sesi saja. Mereka merasa tercekik karena berbagai potongan per bulan seperti membayar sewa mess sebesar Rp. 200.000 per bulan selama kontrak 3 tahun. Lalu ada potongan 10% untuk membayar tabungan atau deposito agar tidak bisa keluar XX Spa seenaknya. Bahkan yang lebih mencekik lagi mereka harus membayar Rp. 300.000 per bulan untuk membayar supplyer. Maka dari itu para terapis XX Spa akan selalu memberikan yang terbaik untuk konsumennya agar selalu diberikan tip yang banyak untuk membantu membayar potongan-potongan dari XX Spa. dapat disimpulkan bahwa Y bisa mendapatkan kekayaan materi yang bersumber dari pelanggannya yakni MR. Berdasarkan temuan data, Y merupakan pacar simpanan MR yang ditanggung semua kebutuhannya mulai dari uang bulanan, biaya sewa kost, belanja bulanan atau shopping dan alat-alat elektronik. Y mendapatkan materi tidak hanya dari MR, melainkan dari PC. Mengacu pada temuan data, PC terkadang memberikan voucher belanja dan pulsa setiap bulan. Ditambah lagi PC selalu memberikan uang tip yang terbesar diantara yang lain. Dari tabel 4.1.6 bisa terlihat berapa pemasukan total gaji yang setara dengan manajer (menurut lembaga survey Kelly Service), tip dan uang bulanan dari MR setiap bulannya. Karena itu, Y tidak perlu memiliki status perkawinan dengan siapapun sehingga Y memiliki ruang gerak bebas kemana saja sesuai yang dia inginkan. Apabila dilihat dari segi pengaruh, Y memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap para pelanggannya. Mengacu pada temuan data yang mengatakan bahwa Y bisa mempengaruhi HO yang berstatus sebagai perwira tengah dan komisaris besar di kepolisian. HO juga tidak ragu menggunakan kekuasaannya dalam membantu seperti mengirim anak buah untuk menyelesaikan masalahnya pada Y menghadapi masalah di club. Tidak hanya itu saja, HO juga membantu atas 8 Pekerjaan tangan perempuan..., Randy Rudinanda, FISIP UI, 2013 permintaan Y untuk pembuatan SIM dengan menggunakan orang kepercayaannya di Ditlantas yang terletak di jalan Daan Mogot dan juga meloloskan pak Yanto selaku ojek langganan yang seharusnya terkena penilangan dikarenakan SIM nya sudah tidak berlaku. Dapat disimpulkan bahwa Y memang memiliki pengaruh besar terhadap HO. Hal ini terbukti saat HO menyalahgunakan kekuasaan dan jabatannya hanya untuk membantu Y yang sebenarnya tidak memiliki hubungan darah atau bahkan institusi legal seperti perkawinan. Y tidak mempengaruhi HO tetapi juga mempengaruhi MR. Mengacu pada temuan data, Y terkadang memberikan saran atau masukan kepada MR pada saat dia bercerita tentang masalah keluarga atau pekerjaan. Tidak jarang MR mengikuti saran Y untuk menyelesaikan masalahnya. Apabila dilihat dari segi prestise, Y memiliki prestise hanya di dalam XX Spa Arteri saja. Mengacu pada data, Y memiliki prestise tersendiri dikarenakan para terapis ingin menjadi bintang sepertinya yang sudah dijelaskan di bagian 4.1.8. Terbukti kembali bahwa seorang perempuan dengan sumber daya yang terbatas dapat memiliki prestise tersendiri walaupun itu hanya di dalam XX Spa Arteri. Bagan 1.1 Seks Intitusi dan Seks Non-Institusi SEKS NON INSTITUSI PSK ‘TERAPIS’ INFORMAN Y INSTITUSI PROFESIONAL IBU RUMAH TANGGA Dalam hidup bersosialisasi manusia butuh pengakuan dari orang lain akan keberadaannya. Sebuah pengakuan biasanya didapat dari pekerjaan yang digeluti seseorang. Di 9 Pekerjaan tangan perempuan..., Randy Rudinanda, FISIP UI, 2013 suatu lingkungan tertentu ada berbagai lapisan masyarakat dan tentunya mempunyai pekerjaan yang berbeda-beda pula. Menurut penulis, ada satu pekerjaan yang abu-abu atau belum jelas keberadaannya di masyarakat. Oleh karena itu penulis ingin menganalisa di mana keberadaan terapis jika dibandingkan dengan pekerja perempuan lainnya. Di bawah ini merupakan diagram yang menunjukan posisi Y sebagai terapis dibandingkan dengan PSK dan ibu rumah tangga. Bagan 1.2 Posisi Y Sebagai Terapis PSK Y Terapis Ibu Rumah Tangga Dari sudut pandang masyarakat, Y yakni terapis XX Spa masih berada di tengah-tengah antara PSK dan ibu rumah tangga. Penerimaan masyarakat terhadap PSK sudah jelas tidak diterima sedangkan ibu rumah tangga yang berbanding terbalik dengan PSK sangat diterima oleh masyarakat. Apabila berbicara tentang penerimaan masyarakat terhadap terapis, pekerjaan itu masih dianggap abu-abu. Berdasarkan pernyataan ini, penulis mencoba menganalisa perbedaan penerimaan masyarakat terhadap tiga pekerjaan tersebut. PSK atau Pekerja Seks Komersial adalah pekerjaan yang dipastikan menyuguhkan seks semata. Sedangkan Y sebagai terapis hanya memberikan sedikit unsur seks yakni handjob. Perbandingan antara ibu rumah tangga dan terapis yaitu sama-sama memiliki struktur organisasi yang jelas dan terorganisir demi mencapai kepentingan masing-masing. Pada bagian ini penulis mencoba menjabarkan bagaimana seorang perempuan yang hanya memiliki sumber daya terbatas bisa mendapatkan akses ke kehidupan yang lebih baik dengan hanya menggunakan seksualitas artifisial. Menurut Desmita (2005) mengemukakan berbagai bentuk tingkah laku seksual, seperti berkencan intim, bercumbu hingga melakukan kontak seksual. Bentuk-bentuk perilaku seks bebas yaitu: Petting adalah upaya untuk membangkitkan dorongan seksual antara jenis kelamin dengan tanpa melakukan tindakan intercourse. Oral–genital seks adalah aktivitas menikmati organ seksual melalui mulut. Tipe 10 Pekerjaan tangan perempuan..., Randy Rudinanda, FISIP UI, 2013 hubungan seksual model oral-genital ini merupakan alternative aktifitas yang biasa dilakukan oleh pasangan suami istri. Sedangkan sexual intercourse adalah aktivitas melakukan senggama. Apabila ditelaah lebih dalam lagi, praktik seks bebas bisa berupa bentuk komersialisasi seks. Komersialisasi pelayanan seks yang pada umumnya dijajakkan oleh perempuan untuk memenuhi kebutuhan biologis laki-laki dengan menerima imbalan materi berupa uang. Segala sesuatu yang menjadikan seksualitas manusia menjadi komoditas ekonomi diistilahkan sebagai komersialisasi seksual. Orang yang melakukan kegiatan ini disebut PSK (Pekerja Seks Komersial). PSK akan melakukan aktivitas pelayanan seks yang diminta oleh pelanggannya yang bertujuan untuk mendapatkan uang. Biasanya perempuan penghibur ini ‘melayani’ laki-laki hidung belang hingga bersetubuh melakukan hubungan seks. Seorang PSK apabila ingin mendapatkan upah atau uang harus melakukan hubungan seks (intercourse) dengan para pelanggannya. Walaupun dibayar, tidak menutup kemungkinan bahwa seorang PSK juga menikmati pekerjaannya. Konteks dari menikmati tersebut adalah dari faktor biologis dimana seorang pria dan perempuan saling menikmati pertemuan kelamin mereka. Apabila kita melihat dari faktor sosiologis, seorang PSK harus melakukan intercourse agar mencapai kebutuhan sosialnya. Berbeda dengan Ibu rumah tangga. Ibu rumah tangga adalah pekerjaan legal di mata hukum negara dan hukum perkawinan. Tugas seorang istri adalah untuk membahagiakan suami dan memenuhi segala kebutuhan dan keinginannya. Hubungan intim yang terjalin meliputi kontak seluruh tubuh dan tidak ada batasannya. Tidak terdapat komersialisasi seksual di antara keduanya, melainkan hanya untuk memenuhi kebutuhan biologis. Seorang istri bertugas untuk memberikan kepuasan seksual kepada suami begitu pula seorang suami juga harus memberi kepuasan kepada istrinya. Hal itu adalah hak suami dan istri untuk mendapatkannya. Tidak hanya kepuasan biologis saja yang didapatkan oleh istri dan suami tapi juga kebutuhan sosial seperti makna suami-istri sebagai teman hidup, status sosial dan prestise. Semua hal itu didapatkan oleh seorang istri karena memang itulah kewajiban suami pada umumnya. Pekerjaan terakhir adalah seorang ‘terapis’ di XX Spa. Pekerjaan ini berbeda dengan PSK dan Ibu rumah tangga. Seorang terapis yang memberikan pelayanan dengan memijat, Y tidak jarang menjumpai pelanggan yang meminta untuk mendapatkan pelayanan khusus. Permintaan tersebut dilakukan setelah terapi pijat selesai. Perbedaan Y dengan PSK atau ibu rumah tangga adalah bahwa Y bisa mendapatkan semua yang bisa dimiliki oleh PSK dan ibu rumah tangga 11 Pekerjaan tangan perempuan..., Randy Rudinanda, FISIP UI, 2013 tanpa melakukan hubungan seks karena kebutuhan biologis seperti layaknya seorang istri atau PSK. Dengan hanya melakukan sebuah Petting sampai klimaks (handjob), Y bisa mendapatkan hampir semua yang dimiliki seorang ibu rumah tangga seperti kekayaan, pengaruh dan prestisenya tersendiri. Berbeda dengan PSK dan ibu rumah tangga yang melakukan hubungan seks karena merupakan suatu kewajiban demi mendapatkan kebutuhan sosial. Y adalah seseorang yang mampu mendapatkan kebutuhan sosial tanpa melakukan hubungan seks (intercourse) melainkan hanya menggunakan seks artifisial (handjob), terkecuali dengan MR. Y pun sendiri tidak mendapatkan kepuasan biologis dari para pelanggannya karena yang dilakukan hanyalah sebuah Petting (handjob). Menurut penulis, Y mendapatkan sesuatu yang lebih berharga dibandingkan hanya sekedar kebutuhan biologis. Sesuatu yang lebih berharga itu adalah kebutuhan sosial berupa materi dan non materi. Tabel 1.3 Pelayanan Seks FULL BODY PETTING CONTACT (Handjob) EMOSI (Intercourse) PSK ü ü Ibu Rumah ü ü ü Tangga “Terapis” ü Analisis Mobilitas Sosial di Dalam Pekerjaan Mobilitas sosial merupakan suatu mobilitas dalam struktur sosial, yaitu pola-pola tertentu yang mengatur organisasi dalam suatu kelompok sosial. Jadi, mobilitas sosial ialah suatu perubahan atau perpindahan kelas-kelas sosial, baik keatas ataupun ke bawah, yang dialami oleh seorang individu atau kelompok sosial, sehingga memberikan dampak berupa perubahan kelas baru yang diperoleh individu atau kelompok tersebut.19 Mobilitas sosial vertikal merupakan perpindahan individu atau objek dari suatu kedudukan sosial tertentu ke kedudukan sosial 19 Anthony Giddens, Sociology 5th Edition, UK: Polity Press, 2006. 12 Pekerjaan tangan perempuan..., Randy Rudinanda, FISIP UI, 2013 lainnya yang tidak sederajat.20 Pergerakannya itu bersifat vertikal yaitu dari kedudukan sosial atas ke kedudukan sosial bawah atau sebaliknya dari bawah ke atas21. Mobilitas ini dibedakan menjadi dua macam yaitu mobilitas vertikal naik dan mobilitas vertikal turun22. Menurut penulis dari kasus ini yang terjadi hanyalah mobilitas vertikal naik dari bawah ke atas atau berubah dari lapisan bawah ke lapisan tengah. Dari teori diatas, penulis mencoba untuk menganalisa lima pekerjaan yang bisa mengalami mobilitas vertikal atas. Pertama penulis akan menganalisa ibu rumah tangga. Seorang ibu rumah tangga dengan contoh istri seorang pengusaha, bisa mengalami mobilitas vertikal atas dengan catatan bahwa suaminya memiliki kekayaan, pengaruh dan prestise yang lebih tinggi daripada istrinya. Itu semua disebabkan karena seorang ibu rumah tangga mendapatkan hak penuh dari apa yang dimiliki oleh suaminya berupa materil dan non materil. Berbeda halnya dengan istri seorang petani. Karena seorang petani tidak memiliki kekayaan, pengaruh dan prestise, maka seorang istri petani tidak dapat mengalami mobilitas vertikal atas. Walaupun ibu rumah tangga dari lapisan manapun tetap diterima di mata masyarakat. Sehingga menurut penulis seorang ibu rumah tangga dapat mengalami mobilitas vertikal atas apabila sang suami memiliki kekayaan, pengaruh dan prestise. Sehingga ibu rumah tangga menempati posisi kedua di dalam pekerjaan untuk perempuan yang bisa mengalami mobilitas vertikal atas. Kedua adalah seorang profesional. Contoh dari seorang profesional adalah sekertaris eksekutif. Seorang sekertaris eksekutif disebut-sebut sebagai jabatan yang cukup tinggi di suatu perusahaan dan memiliki anak buah di dalamnya untuk mengerjakan tugas-tugas yang harus dikerjakan. Menurut analisa penulis sebelumnya seorang sekertaris eksekutif memiliki pendapatan per bulan setara dengan seorang chief manajer di suatu perusahaan. Sedangkan untuk pengaruh, seorang sekertaris eksekutif dapat mempengaruhi atasan karena jabatan yang cukup tinggi. Sedangkan untuk prestise sudah pasti disandangnya karena jabatan ini cukup tinggi di dalam suatu perusahaan serta mendapatkan penerimaan masyarakat. Sehingga menurut penulis, seorang perempuan yang bekerja sebagai sekertaris eksekutif dapat mengalami mobilitas vertikal atas dengan mudah karena kekayaan, pengaruh dan prestise yang disandangnya. Kemudian penulis menganggap bahwa pekerjaan untuk perempuan sebagai sekertaris eksekutif menempati posisi pertama dalam mengalami mobilitas vertikal atas. Ibid., hal. 327. Ibid., hal. 328. 22 Ibid., hal. 328. 20 21 13 Pekerjaan tangan perempuan..., Randy Rudinanda, FISIP UI, 2013 Ketiga adalah terapis. Sebelumnya penulis ingin menceritakan sedikit kehidupan lamanya informan Y pada saat masih tinggal di kuningan. Mengacu pada temuan data Y dulu tinggal bersama paman yang bekerja sebagai pemilik toko material. Sedangkan tetangga-tetangga nya bekerja menjadi TKW atau menikah dengan seorang petani di daerahnya. Apabila penulis melihat dari faktor kekayaan, seorang terapis sudah jelas mengalami mobilitas vertikal atas terlihat dari pendapatannya yang setara dengan seorang manajer di sebuah perusahaan. Yang menarik adalah dia tidak perlu mengikuti pendidikan di perguruan tinggi selama ± 4 tahun dengan biaya yang cukup tinggi. Apabila penulis melihat dari faktor pengaruh memang seorang terapis dapat mempengaruhi seseorang dengan jabatan yang tinggi tetapi hanya dalam batas tertentu saja. Kemudian apabila penulis melihat dari faktor prestise, seorang terapis memiliki prestise tetapi hanya di dalam lingkungannya saja atau di dalam tempat bekerjanya. Sedangkan diluar seorang terapis masih di pertanyakan karena tidak melibatkan banyak unsur seks. Kegiatan seksual, seperti PM dan Hand Job, yang sejatinya merupakan kegiatan yang bersifat intim dan termasuk kegiatan privat ternyata dimanfaatkan oleh Y menjadi suatu kegiatan pelayanan yang bersifat publik dan bernilai ekonomi tinggi atau memberikan penghasilan berupa uang dengan jumlah yang cukup tinggi seperti yang dikemukakan di atas. Tidak hanya itu, pelayanan seksual itu mampu menjadikan Y sebagai primadona di XX Spa yang memiliki daya tarik dan mengikat pelanggannya tidak beralih pada terapis lainnya. Bahkan daya tarik itu memberikan Y kemampuan untuk mendapatkan sumber daya ekonomi, berupa uang bulanan, voucher belanja, dan pelayanan administrasi, dari para pelanggannya. Dengan demikian, pelayanan seksual menjadi sumber daya dan evelasi sosial bagi Y untuk mobilitas vertikalnya sehingga Y mampu menempati posisi sosial dalam kelas menengah yang dapat dilihat berdasarkan kekayaan atau sumber daya ekonomi, pengaruh yang dimilikinya dalam lingkungan sosialnya, serta prestisenya sebagai pekerja di XX Spa. Mobilitas vertikal yang dialami Y pun dapat dianggap sebagai mobilitas vertikal antar generasi dengan membandingkannya terhadap posisi sosial orang tuanya berdasarkan aspek kekayaan, kekuasaan, dan prestise. Ayahnya yang bekerja sebagai petani dan pamannya yang bekerja sebagai pedagang sekaligus pemilik toko bahan bangungan di sebuah kota kecil dengan penghasilan yang lebih kecil dibandingkan dengan penghasilan yang didapatkan oleh Y saat ini sebagai terapis di XX Spa yang berlokasi di Jakarta sebagai kota metropolitan. Kekuasaan atau pengaruh yang dimiliki oleh Y pun jauh lebih besar 14 Pekerjaan tangan perempuan..., Randy Rudinanda, FISIP UI, 2013 daripada yang dimiliki oleh orang tuanya, di mana Y mampu mengakses berbagai fasilitas dan pelayanan administrasi dengan lebih mudah melalui relasi personal yang dimillikinya. Kemudian penulis mencoba melihat kemungkinan-kemungkinan apa saja yang bisa terjadi di dalam riwayat pekerjaan Y. Kemungkinan pertama adalah ketika Y tetap tinggal di kuningan bersama pamannya. Berikut adalah diagram pertama untuk kemungkinan pertama: Bagan 1.4 Riwayat Pertama Y PRO “TERAPIS” PSK “PEKERJA” IBU RUMAH TANGGA Pada diagram ini menunjukkan bahwa Y memiliki kemungkinan bahwa dia akan menjadi pekerja di toko pamannya seperti yang dilakukan oleh kakaknya sekarang serta memiliki kemungkinan menjadi ibu rumah tangga yang menikah dengan seorang petani dan besar kemungkinannya dia menjadi seorang pekerja di luar negeri TKW yang pergi ke negeri orang lain dikarenakan banyak teman-temannya yang cenderung menjadi TKW di negeri orang lain. Walaupun gaji menjadi TKW di luar negeri cukup besar akan tetapi resikonya juga cukup tinggi. Kemudian ada satu pekerjaan yang mungkin akan dijalani oleh Y yaitu menjadi PSK dengan resiko yang sangat tinggi. Akan tetapi ada satu pekerjaan yang menurut penulis sangat sulit untuk Y berada di tingkat itu. Pekerjaan itu adalah profesional. Seorang profesional dituntut untuk memiliki pendidikan tinggi seperti perguruan tinggi atau diatasnya. Sehingga penulis menganggap bahwa apabila Y tetap berada di kuningan maka dia tidak akan mengalami 15 Pekerjaan tangan perempuan..., Randy Rudinanda, FISIP UI, 2013 mobilitas vertikal atas atau bisa mengalami mobilitas vertikal atas tetapi tidak cukup signifikan karena kemungkinan hanya menjadi pekerja seperti penjaga toko atau TKW. Kemungkinan kedua atau bisa dikatakan yang terjadi sekarang kepada Y adalah menjadi terapis dengan pergi ke jakarta. Karena Y telah memilih ke jakarta sehingga kemungkinan untuk menjadi TKW dan bekerja di toko pamannya menjadi pudar. Dengan menjadi terapis Y bisa mendapatkan kekayaan, pengaruh dalam batas tertentu dan tentu saja prestise di dalam tempat dia bekerja. Sudah terlihat jelas bahwa Y mengalami mobilitas vertikal atas karena terlihat dari masa lalu Y yang tinggal di kuningan dan tidak bisa semudah sekarang dalam membeli barang atau mempengaruhi orang sekitarnya untuk kepentingannya. Walaupun Y memilih pergi ke jakarta akan tetapi tetap saja Y tidak bisa berada di tingkat profesional karena kurangnya latar belakang pendidikan yang hanya sampai SMA. Kemudian untuk kemungkinan bekerja sebagai ibu rumah tangga Y memiliki peluang kecil karena pekerjaannya tersebut yang masih ada di bagian abu-abu dalam penerimaan masyarakat. Bisa terlihat dari diagram kedua dibawah ini untuk kemungkinan kedua: Bagan 1.5 Riwayat Kedua Y PRO IBU RUMAH TANGGA “TERAPIS” “PEKERJA” PSK Keterangan: posisi Y = 16 Pekerjaan tangan perempuan..., Randy Rudinanda, FISIP UI, 2013 Pekerjaan keempat yang mengalami mobilitas vertikal ditempati oleh TKW. Secara umum, TKW ada dua jenis yaitu TKW yang bekerja di dalam negeri dan dalam negeri. Setelah penulis menganalisa pekerjaan yang mengalami mobilitas vertikal atas adalah TKW yang bekerja di luar negeri saja. Tentunya hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, namun hanya faktor tertentu saja yang paling terlihat adalah dari segi kekayaan materi dan prestise sehingga menjadikan TKW mengalami mobilitas vertikal atas. Setelah mereka bekerja di negeri orang, kemudian pulang ke tanah air menghasilkan lebih banyak uang dibanding TKW dalam negeri. Gaji yang didapat tentunya sebanding dengan resiko yang mungkin mereka dapatkan. Seperti yang marak diperbincangkan, TKW sering mendapatkan perilaku yang tidak manusiawi oleh majikannya. Dalam kondisi tertentu, di saat TKW tidak kembali ke tanah air, mereka masih bisa mengirim uang untuk keluarga di kampung halamannya. Mobiltas vertikal yang terjadi tersebut didukung oleh faktor prestise yang didapat TKW sepulang dari luar negeri. Bagaimana tidak, saat tiba di kampung halaman mereka disambut oleh keluarga dan para tetangganya karena pulang membawa uang banyak, pernah pergi ke luar negeri dan melayani orang asing menggunakan bahasa yang asing pula. Mengenai faktor penerimaan masyarakat TKW sangat diterima keberadaannya. Terlebih lagi terdapat UU penempatan dan perlindungan TKW di luar negeri. Dengan kata lain, pekerja sebagai TKW mengalami mobilitas vertikal atas dan menempati posisi keempat namun tidak signifikan. Yang kelima adalah pekerjaan PSK. Sekilas pekerja tuna susila ini mudah mendapatkan uang, namun hal itu tidak sepadan dengan resiko tinggi yang harus mereka hadapi khususnya penyakit menular yang terus menerus mengancam kesehatan. Belum lagi ditambah potonganpotongan yang harus mereka keluarkan untuk kepentingan golongan tertentu misalnya germo atau pun polisi. Hal ini digunakan sebagai 'pelicin' agar praktik prostitusi tetap berlanjut. Seiring berjalannya waktu, meski praktik tersebut terus berjalan namun tidak menjadikan keberadaan PSK di terima di tengah-tengah masyarakat. Norma-norma asusila telah dilanggar. Kini apa lagi yang dapat dibanggakan oleh kupu-kupu malam ini, sedang unsur pengaruh juga sulit ditemukan. Oleh karena itu setelah mengalami analisa yang panjang, penulis menyimpulkan bahwa PSK tergolong sulit mengalami mobilitas vertikal atas dan berada pada posisi kelima di dalam pekerjaan untuk perempuan. 17 Pekerjaan tangan perempuan..., Randy Rudinanda, FISIP UI, 2013 Kesimpulan Pada dasarnya penelitian ini mencoba menjabarkan bagaimana seorang perempuan dengan sumber daya terbatas dapat memiliki akses ke kehidupan yang lebih baik dengan unsur seks yang minimal. Tidak bisa dipungkiri bahwa sebuah pekerjaan itu sangat penting untuk semua manusia yang ingin bertahan hidup. Sehingga terjadi lah sebuah persaingan dalam mencari pekerjaan yang spektakuler antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Laki-laki maupun perempuan ingin memenuhi kebutuhannya atau mengalami mobilitas vertikal atas. Namun sungguh disayangkan bahwa seorang perempuan memiliki kekurangan di aspek kultural. Sehingga seorang perempuan dikesampingkan dan dipandang sebelah mata oleh para laki-laki. Namun seiring perkembangan zaman, perempuan akhirnya melakukan emansipasi dan akhirnya terjadi persaingan diantara mereka juga dalam mencari pekerjaan. Pada akhirnya seorang perempuan yang memiliki sumber daya terbatas seakan-akan tersingkir atau kalah dalam persaingan dengan perempuan lain yang memiliki pendidikan tinggi. Implikasinya adalah mereka berkerja di ranah publik dengan bernuansa seks demi memenuhi kebutuhannya. Pada saat penulis ingin membandingkan dengan beberapa literatur yang tersedia, penulis menemukan kelangkaan di dalam tersedianya literatur tersebut khususnya dalam kajian sosiologis. Sehingga penulis bermaksud untuk menambah dan menyumbang di dalam kajian sosiologis. Dalam penelitian penulis sengaja memilih penelitian kualitatif untuk mendapatkan data yang lebih akurat dengan cara terjun langsung untuk melakukan observasi partisipatif agar benar-benar mengetahui realita apa yang terjadi. Dengan penelitian kualitatif, penulis mendapatkan data yang lebih kaya dan berharga untuk kelanjutan penelitian ini. Penulis menentukan subyek penelitiannya hanya satu orang karena ingin mendapatkan data yang mendalam dimana penulis melihat dengan semakin banyaknya orang yang dijadikan subyek penelitian maka data yang didapat menjadi sedikit dan kurang mendalam, sehingga penulis pada akhirnya memutuskan untuk meneliti satu orang saja yaitu informan berinisial Y. 18 Pekerjaan tangan perempuan..., Randy Rudinanda, FISIP UI, 2013 Daftar Pustaka Buku Borrowdale, Anne. 1997. Tugas Rangkap Wanita: Mengubah Sikap Orang Kristen. Jakarta: Penerbit Gunung Mulia Burke, Peter. 2003. Sejarah dan Teori Sosial. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia Darmaningtyas. 2002. Pulung Gantung: Menyingkap Tragedi Bunuh Diri di Gunung Kidul. Yogyakarta: Salwa Press Education. Manchester: Manchester University Press. Giddens, Anthony. 2006. Sociology 5th Edition. UK: Polity Press. Henslin, James H. 2006. Sosiologi Dengan Pendekatan Membumi. Penerjemah: Kamanto Sunarto. Jakarta: Penerbit Erlangga Robbins, Stephen P. dan Timothy A. Judge. 2008. Perilaku Organisasi. Jakarta: Penerbit Salemba Empat S. N. Eisenstadt. 1968. Max Weber on Charisma and Institution Building. The University of Chicago. Soekanto, Soeryono. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Sunarto. 2009. Televisi, Kekerasan, dan Perempuan. Jakarta: Penerbit Kompas Wiyata, A. Latif. 2002. Carok: Konflik Kekerasan dan Harga Diri Orang Madura. Yogyakarta: LKIS Skripsi Wulan, Lucky. 2011. Analisis pengaruh motivasi kerja dan lingkungan kerja terhadap kinerja karyawan (Studi pada dinas perindustrian dan perdagangan kota Semarang). Skripsi ekonomi Universitas Dipenogoro. (eprints.undip.ac.id/26826/1/skripsi_MSDM_- _Lucky(r).pdf, diakses tanggal 2 Desember 2012). 19 Pekerjaan tangan perempuan..., Randy Rudinanda, FISIP UI, 2013 Angga, Anandhika. 2011. Pengaruh Motivasi kerja dan komitmen organisasi terhadap kinerja pegawai bidang keuangan pada pemerintah kabupaten Demak. Skripsi ekonomi Universitas Dipenogoro. (eprints.undip.ac.id/29311/1/Skripsi013.pdf, diakses pada tanggal 2 Desember 2012). Efendi, Khoirul. 2011. Pengaruh motivasi dan pengalaman kerja terhadap poduktivitas karyawan bagian sumber daya pada kantor direksi PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) Medan. Skripsi ekonomi Universitas Sumatra Utara. (repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/32697/7/.pdf, diakses pada tanggal 2 Desember 2012). Sulistiawan, Didit. 2008. Studi kasus tentang jaringan sosial mucikari pelacur dan pelanggan dalam praktek prostitusi mahasiswa di Malang. Skripsi kesejahteraan sosial Universitas Muhammadiyah Malang. (skripsi.umm.ac.id/.../jiptummpp-gdl-s1-2009-diditsulis-pdf, diakses pada tanggal 2 Desember 2012). Benedicta, Gabriella Devi. 2011. Dinamika otonomi tubuh perempuan: antara kuasa dan negosiasi atas tubuh. Jurnal sosiologi masyarakat edisi ke 16. (isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/16211141156_0852-8489.pdf, diakses pada tanggal 2 Desember 2012). Prasiwi, Nila Kandy. 2011. Komodifikasi Tubuh Perempuan dalam Industri Hiburan. Studi Kasus Pada Sexy Dancer Di Hugos Cafe Semarang. (lib.unnes.ac.id/12988/1/3501407079a.pdf, diakses pada tanggal 5 Desember 2012). Suyatmo. 2000. Kehidupan para wanita pemijat di panti pijat Kartika Mangga Besar Jakarta. Tesis Ilmu kepolisian. Internet BPS (Badan Pusat Statistik) Sakernas (Survei Angkatan Kerja Nasional) Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Media Center KPU Suaramerdeka.com XXspa.com Jakarta100bars.com 20 Pekerjaan tangan perempuan..., Randy Rudinanda, FISIP UI, 2013