BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada mulanya

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada mulanya pornografi merupakan sebuah tulisan atau gambar
yang dimaksudkan untuk membangkitkan nafsu seksual orang yang
melihat atau membacanya. Akan tetapi kemudian hal ini berkembang
bukan hanya dalam bentuk tulisan dan gambar saja tapi lewat berbagai
media lain seperti film, tarian, lagu dan sebagainya.
Keberadaan pornografi di media internet tidak hanya menampilkan
artikel-artikel, gambar-gambar, dan film-film porno saja tetapi telah
mengubah gaya hidup seks manusia. Sebelum pornografi merebak di
berbagai media, manusia mengenal seks sebatas hubungan intim yang
nyata, yaitu melakukan penetrasi alat kelamin. Namun setelah munculnya
pornografi di media internet, para penggunanya dapat berhubungan intim
melalui media komputer. Dengan bantuan webcam pengguna dapat saling
berinteraksi dengan lawan jenisnya. Proses penyebaran pornografi pun
kian berkembang sesuai dengan kemajuan teknologi
Penyebaran pornografi menjadi sangat terfasilitasi dengan adanya
internet. Dengan munculnya Internet, pornografi pun semakin mudah
didapat. Dengan menggunakan media internet, berbagai materi porno baik
berupa cerita, gambar, film, atau chatting. Bahkan dalam berbagai bentuk
lainnya dengan sangat mudah di dapat. Pornografi di internet kini telah
1
2
menjadi komoditi yang diperjualbelikan secara komersil dan dilakukan
secara profesional.
Di sisi lain, keberadaan internet kini telah sangat dibutuhkan,
karena berbagai macam informasi baik yang berkaitan dengan bisnis, hobi,
pendidikan, pertemanan, bahkan transaksi bisa melalui media internet.
Pentingnya keberadaan internet mendorong sebagian orang untuk meilliki
internet.
Situasi inipun dimanfaatkan oleh sebagian orang untuk mendirikan
warung internet (warnet), sehingga masyarakat sangat mudah untuk
mengkases layanan internet. Kini warnet bisa ditemui di tiap daerah
bahkan ke tiap desa termasuk Desa Cisetu Kecamatan Rajagaluh
kabupaten Majalengka yang menjadi lokasi penelitian ini.
Kenyataan seperti ini membuat semua kalangan masyarakat bisa
mengakses internet, mulai dari kalangan masyarakat kelas sosial atas
hingga masyarakat kelas bawah, termasuk kalangan pelajar atau dalam hal
ini adalah remaja.
Mudahnya dan murahnya mendapatkan layanan internet serta tidak
adanya pengawasan dalam mengkases internet, membuat sebagian
orang—termasuk remaja menggunakan layanan internet untuk mengkases
materi pornografi. Bahkan google trends melansir bahwa Indonesia
menempati posisi ke empat dunia dalam mengklik “Seks” di internet.
Seperti yang diberitakan oleh era muslim.com :
Menurut google-trends per awal November 2009, sekarang ini,
Indonesia menduduki peringkat keempat, naik dua tingkat dari asalnya
3
peringkat keenam pada Oktober 2009. Sedangkan peringkat pertama
diduduki oleh Viet Nam. Negara ini menggeser posisi Pakistan yang bulan
sebelumnya menduduki peringkat pertama pada bulan lalu—dan
sebaliknya, Viet Nam berada di posisi kedua. Di atas Indonesia, ada Mesir,
dan di bawahnya ada Maroko, Turki, Malyasia, Polandia, Hungaria, dan
Rumania 1 .
KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) membuka posko
pengaduan untuk korban pornografi, menyusul adanya kasus merebaknya
film porno yang dilakukan oleh salah satu personel grup band yang
terkenal di Indonesia. Posko pengaduan yang digelar
pada tanggal
14-23
Juni 2010 ini menerima 33 laporan kasus pemerkosaan dengan korban
anak-anak.
"Dari tanggal 14 Juni-23 Juni KPAI terima laporan 33 anak
diperkosa umur antara 4-12 tahun," ujar Ketua KPAI Hadi Supeno kepada
wartawan di Mabes Polri, Jl Trunojoyo, Jaksel, Kamis (24/6/2010).
Menurut Hadi, video porno Ariel benar-benar sangat berdampak buruk
bagi anak-anak. Sebab, kalangan muda, pelajar begitu mengidolakan artis
tersebut. "Sesuatu yang dikagumi akan daya tarik," imbuhnya. Hadi
menjelaskan, jumlah korban perkosaan terhadap anak-anak pasca
keluarnya video porno Ariel begitu memprihatinkan. Para pelaku mengaku
sebelum memperkosa, mereka menonton video Ariel. "Yang melakukan
16-18 tahun. Seluruh pelaku yang tertangkap polisi mengaku terangsang
setelah menyaksikan tayangan seks Ariel," 2
Sementara itu, KPAI dan BKKBN merilis hasil penelitiannya
tentang perilaku seksual remaja di Indonesia. KPAI menyebutkan 32 %
remaja di kota-kota besar pernah melakukan hubungan seksual dan 97%
perilaku seksual itu diilhami oleh pornografi.
Menurut data hasil survey KPAI, sebanyak 32 % remaja usia 14 –
18 tahun di kota-kota besar di Indonesia pernah berhubungan seks. Kotakota besar yang dimaksud tersebut antara lain Jakarta, Surabaya, dan
1
http://www.eramuslim.com/berita/nasional/indonesia-naik-2-peringkat-pengklikterbanyak-pornografi-di-internet.htm diakses tanggal 22 Juni 2010.
2
http://www.kpai.go.id/publikasi-mainmenu-33/beritakpai/144-kpai-33-anak-diperkosagara-gara-video-porno-ariel.html diakses tanggal 26 Juni 2010
4
Bandung. Dari survei KPAI diketahui bahwa salah satu pemicu utama dari
perilaku remaja tersebut adalah muatan pornografi yang diakses via
internet. Fakta lainnya yang juga mencengangkan adalah sekitar 21,2 %
remaja putri di Indonesia pernah melakukan aborsi. Selebihnya, separuh
remaja wanita mengaku pernah bercumbu ataupun melakukan oral seks.
Survei yang dilakukan KPAI tersebut juga menyebutkan, 97 % perilaku
seks remaja diilhami pornografi di internet 3 .
Sedangkan BKKBN mendapatkan data bahwa 10,2 % remaja laki-laki
pernah berhubungan seksual.
Dalam Survei Kesehatan Reproduksi Indonesia yang dilakukan
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dan BPS
beberapa waktu lalu dengan responden 1.833 laki-laki dan 9.340
perempuan usia 15-19 tahun, menunjukkan 72 persen laki-laki dan 77
persen perempuan sudah pacaran. Perilaku pacaran 92 persen pegangpegang tangan, 82,6 persen ciuman, 63 persen meraba-raba dan 10,2
persen anak laki-laki dan 6,3 persen anak perempuan pernah berhubungan
seks 4 .
Dengan melihat kenyataan ini, apakah pornografi pada media
internet benar-benar membawa pengaruh terhadap perilaku seksual
remaja? Lalu apa pengaruhnya?
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dijelaskan di
atas, maka penulis merasa terdorong untuk membuat penelitian dalam
bentuk narasi tentang pengaruh pornografi terhadap perilaku seksual
remaja. Dan penelitian skripsi ini penulis beri judul “Pengaruh Pornografi
Media Internet Terhadap Perilaku Seksual Remaja (Studi Kasus Remaja
Desa Cisetu Kecamatan Rajagaluh Kabupaten Majalengka)”
3
http://www.kpai.go.id/publikasi-mainmenu-33/beritakpai/119-32-persen-remajaindonesia-pernah-berhubungan-seks.html diakses tanggal 30 Juni 2010
4
http://www.bkkbn.go.id/Webs/DetailBerita.php?MyID=1756 diakses tanggal 30 Juni
2010
5
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Agar penelitian tidak mengalami perluasan masalah, maka
penulis membatasi permasalahan-permasalahan sebagai berikut :
a. Pornografi media internet dalam penelitian ini adalah hanya
sebatas :
1) Gambar porno. Gambar porno yang dimaksud dalam penelitian
ini adalah foto, gambar kartun, gambar sketsa, gambar ilustrasi,
atau gambar rekayasa yang menggambarkan seksualitas atau
erotika yang dibuat untuk tujuan merangsang hasrat seksual.
2) Artikel porno. Artikel porno dalam penelitian ini adalah segala
tulisan, cerita atau artikel yang dibuat dengan tujuan untuk
merangsang nafsu birahi bagi pembacanya.
3) Film porno. Film porno dalam penelitian ini adalah adalah film
yang dikategorikan mengandung unsur yang mengeksploitasi
hubungan seksual dan aurat manusia.
b. Media internet dalam penelitian ini adalah layanan internet yang
digunakan oleh para remaja, diantaranya : warung internet
(Warnet), fasilitas Handphone, dan internet PC home.
c. Perilaku seksual dalam penelitian ini adalah hanya sebatas :
1) Masturbasi atau onani, adalah menyentuh, menggosok, meraba
bagian tubuh sendiri yang peka sehingga menimbulkan rasa
6
menyenangkan untuk mendapatkan kepuasan seksual atau
orgasme, baik menggunakan alat atau tidak.
2) Pelukan. Pelukan adalah sebuah bentuk keintiman fisik yang
biasanya dilakukan dengan menyentuh atau memegang erat
seputar bagian badan seseorang, beberapa orang sekaligus,
ataupun hewan peliharaan 5 . Dalam penelitian ini pelukan
hanya terbatas pada pasangan kekasih.
3) Ciuman. Ciuman adalah perbuatan menekankan bibir seseorang
terhadap salah satu anggota tubuh diri sendiri atau orang lain 6 .
Dalam hal ini bisa antar bibir, cium pipi, kening, tangan,
payudara, bahkan alat kelamin dan lain sebagainya.
4) Percumbuan. Percumbuan adalah seperangkat tindakan (fisik
maupun nonfisik) yang dilakukan oleh dua atau lebih
orang/individu dengan maksud untuk membangkitkan birahi
pada pihak-pihak yang terlibat 7 .
5) Hubungan seksual. hubungan seksual adalah melakukan
persetubuhan dengan melakukan penetrasi kelamin, atau
masuknya penis ke dalam vagina.
2. Perumusan Masalah
Dari pembatasan masalah di atas, maka penulis mengambil
perumusan masalah sebagai berikut :
5
http://id.wikipedia.org/wiki/Pelukan diakses tanggal 22 Juni 2010.
6
http://id.wikipedia.org/wiki/Ciuman diakses tanggal 22 Juni 2010.
7
http://id.wikipedia.org/wiki/Percumbuan diakses tanggal 22 Juni 2010.
7
a. Apakah gambar porno pada internet berpengaruh terhadap perilaku
masturbasi, berpelukan, berciuman, bercumbu, dan bersenggama ?
b. Apakah artikel porno pada internet berpengaruh terhadap perilaku
masturbasi, berpelukan, berciuman, bercumbu, dan bersenggama?
c. Apakah film porno pada internet berpengaruh terhadap perilaku
masturbasi, berpelukan, berciuman, bercumbu, dan bersenggama?
d. Materi pornografi manakah yang paling berpengaruh terhadap
perilaku seksual remaja di Desa Cisetu ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah, Tujuan dari penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui apakah gambar porno pada internet berpengaruh
terhadap perilaku masturbasi, berpelukan, berciuman, bercumbu,
dan bersenggama ?
b. Untuk mengetahui apakah artikel porno pada internet berpengaruh
terhadap perilaku masturbasi, berpelukan, berciuman, bercumbu,
dan bersenggama?
c. Untuk mengetahui apakah film porno pada internet berpengaruh
terhadap perilaku masturbasi, berpelukan, berciuman, bercumbu,
dan bersenggama?
d. Untuk mengetahui materi pornografi manakah yang paling
berpengaruh terhadap perilaku seksual remaja?
8
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
Diharapkan dapat memberikan manfaat bagi penelitianpenelitian selanjutnya dalam bidang patologi sosial khususnya
mengenai pengaruh pornografi pada media internet terhadap
perilaku seksual remaja.
b. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pemerintahan Desa
Cisetu
dan
pembimbing/penyuluh
agama
setempat
dalam
pembinaan masyarakat khususnya para remaja.
D. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan pendekatan kualitatif.
Bertitik tolak dari paradigma
fenomenologis yang objektifitasnya dibangun atas rumusan tentang
situasi tertentu sebagaimana yang dihayati oleh individu atau
kelompok sosial tertentu dan relevan dengan tujuan dari penelitian itu.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi
kasus, yaitu suatu cara yang bertujuan untuk mendeskripsikan suatu
satuan analisis secara utuh, sebagai suatu kesatuan yang terintegrasi.
Teknik pendekatan studi kasus merupakan bentuk penelitian
yang mendalam tentang aspek lingkungan social termasuk manusia di
dalamnya. Bentuk studi kasus dapat diperoleh dari laporan hasil
9
pengamatan, catatan pribadi, biografi orang yang diteliti dan
keterangan dari orang banyak mengetahui tentang hal itu. 8
2. Lokasi Penelitian
Desa Cisetu Kecamatan Rajagaluh Kabupaten Majalengka
adalah suatu desa yang dijadikan lokasi penelitian ini.
Alasan penulis mengambil lokasi penelitian di daerah pedesaan
karena layanan media internet tidak hanya menjadi konsumsi
masyarakat perkotaan, tapi juga telah menjadi kebutuhan masyarakat
daerah pedesaan termasuk remaja desa Cisetu sehingga mereka kerap
mendatangi warnet-warnet terdekat.
3. Subjek dan Objek Penelitian
a. Subjek Penelitian
Dalam penelitian ini penulis mendapatkan delapan orang
untuk jadi subjek penelitian atau informan. Walau dalam penelitian
kualitatif tidak ada ketentuan yang baku berkaitan dengan minimal
jumlah subjek yang harus dipenuhi, namun ada kriteria tertentu
dalam menentukan subjek penelitian. Dalam penelitian ini, penulis
mendapatkan delapan orang remaja Desa Cisetu yang memiliki
kriteria :
1) Tercatat sebagai warga desa Cisetu
2) Berusia 15-18 tahun
8
Robert K yi, Studi Kasus Desain & Metode. Penerjemah: M Djauzi Mudzakir, (Jakarta :
PT. Raja Grafindo Persada, 2004), ed. Revisi Cet. Ke 5, h. 4.
10
3) Pernah mengakses atau melihat bentuk pornografi pada
internet.
4) Berjenis kelamin laki-laki (yang bersedia menjadi informan)
Delapan informan didapat dari salah satu kelompok remaja
Desa Cisetu yang bersedia menjadi informan. Semua informan
adalah berjenis kelamin laki-laki karena dari perempuan tidak
bersedia menjadi informan walaupun dalam pengakuannya, mereka
juga mengakses pornografi internet.
b. Objek Penelitian
Objek dari penelitian ini adalah pengaruh pornografi pada
media terhadap perilaku seksual remaja di desa Cisetu.
4. Teknik Pengumpulan Data
Adapun metode pengumpulan data yang digunakan penulis
dalam rangka mengumpulkan data yang kemudian akan dianalisis dan
diuji kebenarannya adalah dengan menggunkana metode Field
Reasearch dan Library Research. Sebagai data tambahan informasi
data, yaitu:
a. Observasi
Dalam teknik observasi, penulis mengamati langsung
dengan sistematis terhadap fenomena yang ada, dalam hal ini
penulis juga mengobservasi warnet-warnet yang sering dikunjungi
oleh remaja Desa Cisetu.
11
b. Wawancara
Penulis melakukan wawancara kepada delapan orang
remaja di Desa Cisetu yang bersedia menjadi informan. Dalam
melakukan wawancara, penulis terlebih dahulu mendiskusikan
tentang waktu dan tempat untuk melakukan wawancara kepada
delapan informan tersebut. Wawancara juga menggunakan alat
bantu, yaitu alat perekam dengan tujuan untuk memudahkan dalam
penulisan data dan sebagai bukti wawancara.
c. Dokumentasi
Selain dari observasi dan wawancara, sumber data dapat
diperoleh
dengan cara mengumpulkan data-data tertulis yang
berhubungan dengan masalah penelitian, baik dari buku-buku ,
majalah, artikel, koran, atau internet.
5. Pengolahan dan Analisa Data
a. Pengolahan Data
Data yang diperoleh dari hasil wawancara kemudian dipilih
dan disusun sehingga data yang tidak berguna dapat ditinggalkan.
Kemudian
penulis
menggolongkan
data
melakukan
klasifikasi
berdasarkan
kategori
data,
yaitu
tertentu,
untuk
kemudian dianalisis.
b. Analisa Data
Untuk menganalisis, data dilakukanlah lngkah-langkah
yang meliputi bagian-bagian sebagai berikut :
12
1) Mengklasifikasikan data atau mengkelompokan data menurut
jenis data tertentu (kategori);
2) Setelah diklasifikasikan menurut jenisnya, data tersebut
dihubungkan antara pendapat satu dengan pendapat lain atau
dicarikan hubungan antara data yang satu dengan data yang
lain;
3) Langkah
selanjutnya
data
tersebbut
ditafsirkan
atau
diinterpretasikan;
4) Langkah terakhir disimpulkan secara induktif – deduktif
(gabungan);
6. Teknik Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini, penulis berpedoman pada buku
Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) yang
diterbitkan oleh CEQDA Tahun 2007.
E. Tinjauan Pustaka
Sebelum mengadakan penelitian, tentunya penulis mengadakan
tinjauan pustakan terlebih dahulu, guna melihat apakah penelitian ini
sudah dilakukan atau belum dan supaya menghindari penjiplakan.
Dalam
tinjauan pustaka ini, penulis menemukan skripsi yang
berjudul: Hubungan Intensitas Mengakses Situs Cybersex Dengan
Perilaku Seksual Remaja Di Smun 1 Ciputat yang dibuat oleh Berkha Nia
Fabriani, Mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah pada tahun 2009.
13
Yang membedakan skripsi ini dengan skripsi yang telah disebutkan
diatas adalah bahwa, penelitian yang dilakukan Berkha adalah mencari
tahu hubungan intensitas mengakses situs cyber sex dengan perilaku
seksual, pertannyaan penelitian tersebut apakah ada hubungannya antara
intensitas mengakses cyber seks dengan perilaku seksual remaja dan
penelitiannya pun dilakukan di SMUN 1 Ciputat.
Sedangkan penelitian yang akan dilaksanakan oleh penulis adalah
mencari tahu pengaruhnya pornografi pada media internet terhadap
perilaku seksual remaja dan penelitiannya dilaksanakan di Desa Cisetu
Kecamatan Rajagaluh kabupaten Majalengka.
F. Sistematika Penulisan
BAB I : Bab ini merupakan Pendahuluan yang terdiri dari : latar belakang
masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat
Penelitian, Metodologi Penelitian, dan Sistematika Penulisan
BAB II : bab ini menjelaskan tentang Tinjauan Teoritis yang terdiri dari :
Pengaruh Pornografi; Pengertian Pengaruh, Pengertian Pornografi,
Macam-macam pornografi,dan Pengaruh Pornografi. Media Internet :
Pengertian Media, Pengertian Internet, Media Internet. Perilaku Seksual
Remaja : Pengertian Perilaku Seksual, Pengertian Remaja, Perilaku
Seksual Remaja.
BAB III : Bab ini merupakan Gambaran Umum Desa Cisetu : Gambaran
Geografis Desa Cisetu, Gambaran Keadaan Ekonomi, Pendidikan, Dan
Agama Masyarakat Desa Cisetu, Gambaran Umum Remaja Desa Cisetu.
14
BAB IV : Bab ini merupakan Temuan Lapangan dan analisa penelitian :
deskripsi informan,
BAB V : Bab terakhir ini berisikan tentang Kesimpulan dan Saran.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Pengaruh Pornografi
1. Pengertian Pengaruh
Pengaruh menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah daya
yang ada atau timbul dari sesuatu atau benda (orang, benda) yang
membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang. 1
Pengaruh
tersebut
dapat
dirasakan
oleh
seseorang
ketika
mengalami suatu peristiwa yang dialaminya secara berulang-ulang, jika
orang tersebut sangat menyukainya bahkan bersikap fanatik terhadap apa
yang dialaminya bukan tidak mungkin akan menimbulkan pengaruh positif
atau bahkan negatif pada dirinya baik perilaku maupun kepercayaan.
Dari pengertian di atas, diketahui bahwa pengaruh adalah suatu
daya yang dapat membentuk atau mengubah sesuatu yang lain. Sehingga
dalam penelitian ini, penulis meneliti mengenai seberapa besar daya yang
ada
atau yang ditimbulkan oleh pornografi internet terhadap perilaku
seksual.
2. Pengertian Pornografi
Menurut “Ensiklopedi Hukum Islam”, pornografi berasal dari
bahasa Yunani, yaitu porne yang artinya perempuan jalang, sedangkan
graphein artinya tulisan atau gambaran. Pornografi adalah bahan yang
1
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
edisi ketiga, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), h. 849.
15
16
dirancang dengan sengaja dan semata-mata untuk membangkitkan nafsu
birahi (seksual atau syahwat) 2 .
Prof. Dadang Hawari dalam bukunya Konsep Agama (Islam)
Menanggulangi HIV/AIDS menerangkan lebih luas lagi tentang
pornografi:
Pornografi mengandung arti :
a. Penggambaran tingkah laku secara erotis dengan perbuatan atau usaha
untuk membangkitkan nafsu birahi (seksual), misalkan dengan
pakaian merangsang.
b. Perbuatan atau sikap merangsang atau dengan melakukan perbuatan
seksual (cabul). Porenografi dapat dilakukan secara langsung sepertti
hubungan seksual, ataupun melalui media cetak dan elektronik, seperti
gambar atau bacaan porno yang dengan sengaja dan dirancang untuk
membangkitkan nafsu birahi. 3
Sedangkan menurut undang-undang tentang pornografi dalam bab
I pasal 1 yang dimaksud dengan “pornografi” adalah;
“materi seksualitas yang dibuat oleh manusia dalam bentuk
gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak,
animasi, kartun, syair, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan
komunikasi lain melalui berbagai bentuk media komunikasi dan atau
pertunjukan di muka umum, yang dapat membangkitkan hasrat seksual
dan atau melanggar nilai-nilai kesusilaan dalam masyarakat”. 4
Undang-undang pornografi ini menjadi kontroversial, namun
setelah mengalami proses sidang yang panjang dan beberapa kali
penundaan, akhirnya pada tanggal 30 Oktober 2008 dalam Rapat
Paripurna DPR, RUU Pornografi ini disahkan.
2
Dadang Hawari. Konsep Agama (Islam) Menanggulangi HIV / AIDS (Jakarta: Dana
Bhakti Prima Yasa, 2002), h. 24.
3
Ibid., h. 24
4
http://www.detiknews.com/read/2008/09/16/080110/1006768/10/inilah-isi-ruupornografi di akses pada tanggal 29 Maret 2010
17
3. Macam-macam pornografi
Menurut Dadang Hawari dalam bukunya yang berjudul “Konsep
Agama (Islam) Menanggulangi HIV/AIDS”, menyebutkan beberapa hal
yang terkait dengan kategori pornografi antara lain:
a. Pakaian merangsang, misalnya pakaian mini yang menampakan tubuh
bagian atas (dada dan payudara) dan tubuh bagian bawah (paha dan
bokong), pakaian yang tipis menembus pandangan (transparan), atau
pakaian yang ketat melekat pada lekuk-lekuk tubuh sehingga
membangkitkan nafsu birahi bagi yang memandangnya.
b. Perbuatan atau sikap merangsang, misalnya pose “menantang” disertai
ekspose bagian-bagian tubuh yang sensual (payudara, paha, dan
bokong), begitu pula sorotan mata dan ekspresi bibir. Termasuk dalam
kategori ini gerak-gerik atau tarian erotis.
c. Perbuatan seksual, termasuk perbuatan yang mendekatkan ke arah
perbuatan perzinaan. Misalnya gambar baik di media cetak atau
elektronik (majalah, tabloid, VCD/BF) yang menampilkan adeganadegan perbuatan hubungan seksual.5
Jika merujuk pada pengertian pornografi dalam undang-undang
pornografi, maka yang termasuk ke dalam kategori pornografi adalah
segala materi seksualitas yang berupa gambar, sketsa, ilustrasi, foto,
tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, syair, percakapan,
gerak tubuh, atau bentuk pesan komunikasi lain melalui berbagai bentuk
media komunikasi dan atau pertunjukan di muka umum, yang dapat
membangkitkan hasrat seksual dan atau melanggar nilai-nilai kesusilaan
dalam masyarakat.
5
Hawari. Konsep agama (islam) menanggulangi HIV / AIDS, h. 24-25
18
4. Pengaruh Pornografi
Jika dilihat dari segi psikologis pornografi dapat berakibat pada
melemahnya fungsi pengendalian diri terutama terhadap naluri agresivitas
fisik maupun seksual.
Pornografi dapat memicu dan merupakan provokator tindakantindakan agresivitas seksual sebagai akibat lepasnya kontrol diri. Oleh
karena itu, pornografi yang terbuka dan terus-menerus akan berdampak
pada meningkatnya :
a. Perzinaan
b. Pergaulan bebas
c. Perselingkuhan
d. Kehamilan diluar nikah
e. Aborsi
f. Anak yang dilahirkan diluar nikah
g. Kekerasan seksual (perkosaan)
h. Perilaku seksual menyimpang (homoseksual, lesbianism, pedophilia,
sadism, masochisme, fetishisme, voyeurism)
i. Penyakit Kelamin termasuk HIV/AIDS. 6
Hal senada disampaikan oleh Neng Djubaedah, dalam bukunya
yang berjudul pornografi & pornoaksi ditinjau dari hukum islam,
menyebutkan bahwasanya
“tindak pidana pornografi dan pornoaksi tidak hanya sekedar
mencemarkan dan menodai nama baik serta merugikan kehormatan orang
lain, akan tetapi lebih dari itu, yaitu mendorong dirii pelaku maupun
orang lain untuk melakukan perbuatan-perbuatan haram lainnya, perbuatan
yang mencemarkan dan atau menodai diri sendiri dan atau orang lain
dalam masyarakat, diantaranya pembunuhan, perzinaan, pemerkosaan, dan
aborsi. 7
Masih dalam Bukunya Neng Djubaidah yang mengutip pernyataan
dari mantan Rektor Institut Ilmu Alquran, menyebutkan bahwa
Menurut M. Ali Yafie, Rektor Institut Ilmu Alquran dan Dewan
Syari’ah Nasional menyatakan bahwa Amerika menyerang Irak
6
Hawari. Konsep agama (islam) menanggulangi HIV / AIDS, h. 25-26
Neng Djubaedah. Pornografi & Pornoaksi Ditinjau dari Hukum Islam. (Jakarta:
Prenada Media, 2003), h. 121
7
19
merupakan kezaliman dengan senjata (modern terlengkap), sedangkan
tindak pidana pornografi dan tindak pidana pornoaksi merupakan
kezaliman tanpa senjata. Kandungan makna dari ungkapan kata-kata M.
Ali adalah, dapat ditafsirkan bahwa dalam tindak pidana pornografi
maupun pornoaksi terkandung unsur berbahaya yang labih berbahaya
dibandingkan rudal-rudal yang ditembakan dan dijatuhkan Amerika
Serikat ke Negara Irak. Karena, senjata yang dibawa dan digunakan
pornografi dan pornoaksi adalah merupakan senjata berbahaya yang
tersamar dalam kenikmatan duniawi yang merasuk dan merusak jiwa,
kalbu, dan akal, serta menodai, merusak dan dapat membunuh akidah,
syari’ah, dan akhlak. 8
Jika dilihat dari segi finansial, maka orang-orang yang mengakses
pornografi atau melakukan cabul lainnya akan menghabiskan banyak uang
untuk mendapatkan kesenangannya itu. Mereka juga bisa menghabiskan
banyak waktu untuk mengakses pornografi
B. Media Internet
1. Pengertian Media
Media berasal dari bahasa Latin, yaitu medius yang secara
harfiahnya berarti ‘tengah’, ‘pengantar’ atau ‘perantara’. Dalam bahasa
Arab, media disebut ‘wasail’ bentuk jamak dari ‘wasilah’ yakni sinonim
al wasth yang artinya juga ‘tengah’. Kata tengah itu sendiri berarti berada
diantara dua sisi, maka disebut juga sebagai ‘perantara’ (wasilah) atau
yang mengantarai kedua sisi tersebut. Karena posisinya berada di tengah ia
juga bisa
disebut sebagai pengantar atau penghubung, yakni yang
menghantarkan atau menghubungkan atau menyalurkan sesuatu hal dari
satu sisi lainnya. 9
8
Ibid., h. 120
Yudhi Munadi, Media Pembelajaran: Sebuah Pendekatan Baru. (Jakarta: Gaung
Persada Press, 2008), h. 6.
9
20
Dalam
perkembangannya,
media
mengikuti
perkembangan
teknologi. Dimulai dengan sistem percetakan, kemudian lahir teknologi
audio-visual dan sekarang muncul teknologi mikro-prosesor yang
melahirkan pemakaian komputer dan layanan interaktif.
Berdasarkan perkembangan teknologi tersebut, media dapat
dikelompokan ke dalam empat kelompok 10 , yaitu (1) Media hasil
teknologi cetak, (2) teknologi hasil audio-visual (3) media hasil teknologi
komputer, dan (4) media hasil gabungan teknoligi cetak dan komputer.
Teknologi
cetak
adalah
cara
untuk
menghasilkan
atau
menyampaikan materi, seperti buku dan materi visual statis terutama
melaliui proses percetakan mekanis atau fotografis. Kelompok media hasil
teknologi cetak meliputi teks, grafik, foto, atau representasi fotografik.
Teknologi cetak memiliki ciri-ciri berikut:
a. Teks dibaca secara linear, sedangkan visual diamati berdasarkan ruang;
b. Baik teks maupun visual menampilkan komunikasi satu arah;
c. Taks dan visual ditampilkan statis. 11
Teknologi audio-visual cara menyampaikan materi dengan
menggunakan mesin-mesin mekanis dan elektronik untuk menyajikan
pesan-pesan audio dan visual.
Ciri-ciri utama teknologi media audio-visual adalah sebagai berikut:
a. Biasanya bersifat linear;
b. Biasanya menyajikan visual yang dinamis;
10
11
Azhar Arsyad. Media Pengajaran, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1997), h. 29.
Ibid., h. 29.
21
c. Merupakan representasi fisik dari gagasan real. 12
Teknologi berbasis komputer merupakan cara menghasilkan atau
menyampaikan materi dengan menggunakan sumber-sumber yang
berbasis mikro prosesor.
Beberapa ciri media yang dihasilkan teknologi berbasis komputer
adalah sebagai berikut:
a. Mereka dapat digunakan secara acak;
b. Dapat
digunakan
berdasarkan
keinginan
sebagaimana
direncanakannya;
c. Biasanya gagasan-gagasan disajikan dalam gaya abstrak dengan kata,
simbol, dan grafik. 13
Teknologi gabungan adalah cara untuk menghasilkan dan
menyampaikan materi yang menggabungkan pemakaian beberapa bentuk
media yang dikendalikan oleh komputer.
Beberapa ciri utama teknologi berbasis komputer adalah sebagai berikut:
a. Dapat digunakan secara acak;
b. Dapat digunakan sesuai dengan keinginan, bukan saja dengan cara
yang direncanakan dan diinginkan oleh perancangnya;
c. Gagasan sering disajikan secara realistik. 14
Sedangkan
menurut
Leshin,
Pollock
dan
mengklasifikasikan media ke dalam lima kelompok, yaitu:
a. media berbasis manusia (guru, instruktur, tutor);
12
Ibid., h. 29.
Ibid.h.31-32.
14
Ibid.h.31-32.
13
Reigeluth
22
b. media berbasis cetak (buku, penuntun, buku latihan);
c. media berbasis visual (buku, alat bantu kerja, charts, grafik, peta,
gambar);
d. media berbasis audio visual (video, film, tape, televisi);
e. media berbasis komputer (interaktive video, hypertext).15
2. Pengertian Internet
Internet adalah kumpulan komputer pribadi yang terkait satu
dengan lainnya dalam bentuk jaringan. Jaringan tercipta melaui saluran
telekomuniasi, sepertti telepon 16 .
Internet merupakan media komunikasi antarkomputer seluruh
dunia yang berkecepatan tinggi dan berkapasitas besar. Seluruh server ini
terhubung melalui jaringan kabell serat optik bawah laut (Backbone)
antarbenua. 17 Setiap regional terhubung dengan regional lain melalui
jaringan yang disediakan oleh ISP atau penyedia akses internet
berlangganan global.
Internet diibaratkan sebagai suatu kota elektronik berukuran besar,
dimana setiap penduduk memiliki alamat atau Internet address yang dapat
digunakan untuk berkirim surat atau sekedar berkunjung. Jika penduduk
itu ingin pegi keliling kota, cukup dengan mnggunakan komputernya
sebagai kendaraan.
Pengoperasian
jaringan
internet
bertumpu
di
atas
sarana
telekomunikasi bisa melalui saluran telpon dan satelit. Jalur lambatnya
menggunakan
15
16
modem
dan
saluran
telepon;
sedangkan
cepatnya
Ibid., h. 37
Michael R. Wijela. Kursus Kilat 24 Jurus Internet dan Intranet. (Jakarta : Dinastindo,
1997) h. 2.
17
Tri Hardian Satiawardana dan Zuhaidi el-Qudsy. Exploring The Cyber world Panduan
Lengkap Berinternet. (Jawa Timur: MasMedia Buana Pustaka, 2008), h. 5.
23
menggunakan ISDN (integrated servis digital network—Cara untuk
memindahkan data melalui saluran telepon yang ada)
Pengguna internet di seluruh Dunia dapat berbagi informasi dalam
berbagai bentuk, ukuran, jangkauan, dan desain internet memungkinkan
penggunanya untuk :
a. Bertukar e-mail dan file antar pengguna internet di seluruh dunia
b. Mengirimkan informasi yang bisa diakses oranng lain dan meng
update-nya dengan mudah, baik berupa informasi personal maupun
bisnis.
c. Mengakses informasi multimedia yang terdiri dari suara, gambar, dan
video.
d. Mengakses berbagai perspektif dari belahan dunia mana pun dengan
mengikuti forum dan berinteraksi di dalamnya, chatting, dan
seterusnya. 18
Layanan yang diberikan internet saat ini sangat beragam, dan terus
diinovasi sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Seperti e-mail, file transfer
protocol (FTP), world wide web, e-commerce, e-government, e-fax, eoffice, e-cash, e-banking, SMS, MMS, dan sebagainya. 19
3. Media Internet
Pengertian tentang media dan internet telah dijelaskan di atas,
maka dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian media internet adalah
cara untuk menghasilkan dan menyampaikan materi yang menggabungkan
pemakaian beberapa bentuk media (visual, audio, dan audiovisual) yang
dikendalikan oleh komputer dengan menggunakan sistem saluran jaringan
telekomunikasi sehingga setiap komputer pribadi yang terhubung dalam
18
Tri Hardian, Exploring The Cyber world Panduan Lengkap Berinternet, h. 5.
Burhan Bungin. Pornomedia: Sosiologi Media, Konstruksi Sosial, Teknologi
Telematika, & Perayaan Seks di Media Massa. (Jakarta: Kencana, 2005), h.10.
19
24
jaringan tersebut dapat berkomunikasi dalam bentuk pertukaran data
lateral, citra, dan suara.
C. Perilaku Seksual Remaja
1. Pengertian Perilaku Seksual
Perilaku adalah akhir dari produk sistem interaksi yang selalu
berubah setiap saat. Sistem ini bersifat bio-psikososial. Perkembangannya
sangat bergantung pada faktor konstutisional, pengaruh lingkungan, dan
kejadian eksidential, termasuk pengalaman-pengalaman traumatik. 20
Seksual memiliki asal kata “seks”. Dalam pengertian sempit, seks
berarti kelamin. 21 Dalam masayarakat kita, seks memiliki dua makna, seks
sebagai identitas jennies kelamin (pria atau wanita) dan seks sebagai
hubungan intim (senggama). Menurut J. S. Tukan, seks itu terdiri dari
aspek mental, fisik, emosional, dan psikologis dalam bentuk badaniah.
Dengan kata lain, apa saja yang kita lakukan sepanjang hari memiliki
corak seksual. 22
Sedangkan menurut Mugi Kasim, seks merupakan sumber
rangsangan baik dari dalam maupun dari luar yang mempengaruhi tingkah
laku syahwat, yang bersifat kodrati. 23 Berdasarkan definisi tersebut, yang
termasuk dalam pengertian seks mencakup alat kelamin, anggota tubuh,
20
Sawitri Supardi Sadarjoen, Bunga Rampai Kasus Gangguan Psikoseksual. (Bandung:
PT. Refika Aditama,2005), h. 108.
21
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka), Cet. Ke-11 h.
796.
22
Johan Suban Tukan, Pendidikan Seksualitas (Bunga Rampai), (Jakarta: PKK-KAJ,
1984), h. 2.
23
M. Kasim Mugi Amin, Kiat Selamatkan Cinta, (Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1997),
h. 38.
25
dan ciri-ciri badaniah lainnya yang membedakan antara laki-laki dan
perempuan, kelenjar-kelenjar, dan hormon-hormon dalam tubuh yang
mempengaruhi bekerjanya alat kelamin, proses pembuahan, kehamilan,
dan kelahiran. 24
Sementara itu, seksual atau seksualitas adalah topik yang lebih luas
dari seks. Tidak hanya masalah identitas atau hubungan intim saja, akan
tetapi juga mencakup segala aspek kehidupannya yang berkaitan dengan
gendernya. Menurut Wahyuni Kristinawaty Psi., Msi, seorang pemerhati
perkembangan anak yang juga Dosen Fakultas Psikologi UKSW dalam
harian Seputar Indonesia mengatakan bahwa
“seksualitas mencakup identitas seksual (menjadi pria atau wanita),
peran seksual (bagaimana membangun relasi dengan orang lain, menjadi
feminism atau maskulin), orientasi seksual (pada siapa kita tertarik),
perilaku seksual (bagaimana mengekspresikan seksualitas dalam hubungan
dengan orang lain, baik sesama maupun lawan jenis), serta nilai seksual
(apa yang kita percayai benar atau salah, dapat diterima atau tidak dapat
diterima, apa yang boleh dan tidak boleh)”. 25
Sedangkan pengertian perilaku seksual menurut Sarlito W.
Sarwono adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual,
baik dengan lawan jenisnya maupun dengan sesama jenis. Bentuk-bentuk
tingkah laku ini bermacam-macam, mulai dari perasaan tertarik sampai
dengan tingkah laku berkencan, bercumbu, dan bersenggama. Objek
24
Suraji dan Sofia Rahmawatie, Pendidikan Seks Bagi Anak: Panduan Keluarga Muslim.
(Yogyakarta: Pustaka Fahima, 2008), h. 56.
25
Kristinawaty , “Pendidikan Seks bagi anak,” Harian Seputar Indonesia. 6 November
2007, h. 34.
26
seksualnya bisa berupa orang lain,
orang dalam khayalan atau diri
sendiri. 26
2. Pengertian Remaja
Remaja atau dalam istilah lainya adalah adolescence berasal dari
kata Latin adolescere (kata bendanya, adolescentia yang berarti remaja)
yang berarti ”tumbuh” atau “tumbuh menjadi dewasa”. 27 Masa remaja
berada diantara masa anak-anak dan dewasa, periode remaja adalah
periode transisi secara biologis, psikologis, sosiologis dan ekonomi pada
individu.
Pada tahun 1974, WHO memberikan definisi tentang remaja yang
lebih bersifat konseptual. Dalam definisi tersebut dikemukakan tiga
kriteria, yaitu biologis, psikologis, dan sosial ekonomi. Maka lengkap
definisi tersebut berbunyi sebagai berikut :
a. Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukan tandatanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan
seksual.
b. Individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi
dari kanak-kanak menjadi dewasa.
c. Terjadi peralihan dari ketergantungan social-ekonomi yang penuh
kepada keadaan yang relative lebih mandiri. 28
Pengertian adolescence atau remaja dalam arti lebih luas mencakup
kematangan mental, emosional, social, dan fisik yang oleh Piaget
dijelaskan: “secara psikologis, masa remaja adalah usia saat individu
26
Sarlito Wirawan Sarwono. Psikologi Remaja. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2007), h. 142.
27
Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan, (Jakarta: Erlangga, 1996), edisi Lima, h. 206
28
Sarlito, Psikologi Remaja, h. 9
27
berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi
merasa dirinya di bawah orang-orang yang lebih tua melainkan berada
dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak”.29
Batasan Usia Remaja ;
Secara umum masa remaja dibagi menjadi tiga bagian, yaitu
sebagai berikut :
1) Masa Remaja Awal (12-15 tahun)
Pada masa ini individu mulai meninggalkan peran sebagai anak-anak
dan berusaha mengembangkan diri sebagai individu yang unik dan
tidak bergantung pada orang lain. Fokus dari tahapan ini adalah
penerimaan terhadap bentuk dan kondisi fisik serta adanya
konformitas yang kuat dengan teman sebaya.
2) Masa Remaja Pertengahan (15-18 tahun)
Masa ini ditandai dengan berkembangnya kemampuan berfikir yang
baru. Teman sebaya masih memiliki peran yang sangat penting.
Namun individu sudah mampu mengarahkan diri sendiri. Pada masa
ini, remaja mulai mengembangkan kematangan tingkah laku, belajar
mengendalikan impulsif, dan membuat keputusan-keputusan awal
yang berkaitan dengan tujuan vokasional yang ingin dicapai. Selain
itu, penerimaan dari lawan jenis menjadi sangat penting.
3) Masa Remaja Akhir (19-22 tahun)
29
Zahrotun Nihayah, Fadhilah Suralaga, dan Natris Idriyani, Psikologi Perkembangan
Tinjauan Psikologi Barat dan Islam, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), h.106.
28
Masa ini ditandai oleh persiapan akhir untuk memasuki peran-peran
orang dewasa. Selama periode ini remaja berusaha memantapkan
tujuan vokasional. Keinginan yang kuat untuk menjadi matang dan
diterima dalam kelompok teman sebaya dan orang dewasa, juga
menjadi cirri dari tahap ini. 30
Sedangkan WHO menetapkan batasan usia remaja adalah 10-20
tahun. Walaupun penetapan tersebut berdasarkan pada usia kesuburan
(fertilitas) wanita, batasan tersebut berlaku juga pada remaja laki-laki.
WHO membagi kurun usia tersebut dalam dua bagian, yaitu remaja awal.
3. Perilaku Seksual Remaja
Perilaku seksual manusia termasuk pada masa remaja bukan hanya
cerminan rangsangan hormon semata, melainkan menggambarkan juga
hasil saling pengaruh antara hormon dan pikiran. Pikiran itu sendiri
dipengaruhi oleh pengalaman, pendidikan, dan budaya. Sehingga
walaupun dorongan seksual itu bersifat biologis, namun pola perilaku
seksual seseorang dipengaruhi oleh tata nilai dan adat istiadat yang
berbeda-beda sesuai dengan etnis, agama, dan status sosio ekonominya.
Perilaku seksual pada manusia bukanlah hal yang sederhana dan
hanya dipengaruhi oleh hormon semata. Erikson mengungkapkan bahwa
perilaku seksual merupakan faktor penentu terhadap sekresi hormon dan
sekaligus juga merupakan motor utamanya, yang kemudian diikuti oleh
30
Hendriati Agustiani. Psikologi Perkembangan: Pendekatan Ekologi kaitannya dengan
konsep diri dan penyesuaian pada remaja. (Bandung: Refika Aditama, 2006) h.29
29
efek-efek hormon tersebut terhadap tubuh. 31 Dengan kata lain, perilaku itu
sendiri mempengaruhi produksi dan kegiatan hormon.
Berbagai perilaku seksual pada remaja yang belum saatnya untuk
melakukan hubungan seksual secara wajar antara lain dikenal sebagai :
a. Masturbasi atau onani yaitu suatu kebiasaan buruk berupa manipulasi
terhadap alat genital dalam rangka menyalurkan hasrat seksual untuk
pemenuhan kenikmatan yang seringkali menimbulkan goncangan
pribadi dan emosi.
b. Berpacaran dengan berbagai perilaku seksual yang ringan seperti
sentuhan, pegangan tangan sampai pada ciuman dan sentuhansentuhan seks yang pada dasarnya adalah keinginan untuk menikmati
dan memuaskan dorongan seksual.
c. Berbagai kegiatan yang mengarah pada pemuasan dorongan seksual
yang pada dasarnya menunjukan tidak berhasilnya seseorang dalam
mengendalikannya atau kegagalan untuk mengalihkan dorongan
tersebut ke kegiatan lain yang sebenarnya masih dapat dikerjakan.
Dorongan atau hasrat untuk melakukan hubungan seksual selalu
muncul pada remaja, oleh karena itu bila tidak ada penyaluran yang sesuai
(menikah) maka harus dilakukan usaha untuk memberi pengertian dan
pengetahuan mengenai hal tersebut.
31
Kartono Mohamad, Kontradiksi dalam kesehatan reproduksi, (Jakarta : Pustaka Sinar
Harapan, 1998), h. 17.
BAB III
GAMBARAN UMUM DESA CISETU
A. Gambaran Geografis Desa Cisetu
Desa Cisetu adalah salah satu desa di Kecamatan Rajagaluh
Kabupaten Majalengka Provinsi Jawa Barat yang mempunyai luas wilayah
132.003 Hektar.
Berdasarkan
data
kependudukan
Desa
Cisetu,
batas-batas
administratif pemerintahan Desa Cisetu Kecamatan Rajagaluh sebagai
berikut :
a. Sebelah Utara
Rajagaluh.
b. Sebelah Timur
c. Sebelah Selatan
d. Sebelah Barat
: Desa Parakan dan Desa
Trajaya Kecamatan
: Desa Cipinang.
: Desa Rajagaluh.
: Desa Tanjungsari Kecamatan Sukahaji 1 .
Dilihat dari topografi dan kontur tanah, Desa Cisetu Kecamatan
Rajagaluh secara umum berupa tanah daratan dan persawahan.
Berdasarkan data kependudukan desa Cisetu, kondisi geografis desa
Cisetu adalah sebagai berikut :
Desa Cisetu Kecamatan Rajagaluh secara umum berupa tanah
daratan dan persawahan.yang berada pada ketinggian antara 500 M s/d 600
M di atas permukaan air laut dengan suhu rata-rata berkisar antara 200 s/d
300 Celcius. Desa Cisetu terdiri dari lima RW dan Dua Puluh Tiga RT.
Orbitasi dan waktu tempuh dari ibukota kecamatan 1 km2 dengan waktu
tempuh 5 menit dan dari ibukota kabupaten 14 km2 dengan waktu tempuh
40 menit. 2
1
Pemerintah Kabupaten Majalengka Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil. Profil
Kependudukan Desa Cisetu Kecamatan Rajagaluh, 2009.
2
Ibid.,
30
31
B. Gambaran Ekonomi, Pendidikan, dan Keagamaan Desa Cisetu
Berdasarkan Profil Kependudukan Desa Cisetu tahun 2009, jumlah
seluruh penduduk Desa Cisetu adalah 3914 orang. Berdasarkan jenis
kelamin, penduduk laki-laki berjumlah 1925 orang dan penduduk
perempuan
berjumlah
1989
orang
yang
kesemuanya
berstatus
kewarganegaraan Indonesia.
Berikut adalah data penduduk Desa Cisetu berdasarkan Profil
Kependudukan Desa Cisetu Kecamatan Rajagaluh, 2009 tentang jenis
pekerjaan, status pendidikan, dan agama atau penganut kepercayaan:
Tabel 1
Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis/status Pekerjaan
Jumlah dalam
Jenis Pekerjaan
Jumlah penduduk
persentasi
Belum/tidak bekerja
641 orang
16,38%
pelajar/mahasiswa
421 orang
10,76%
Pegawai Negeri Sipil
31 orang
0,79%
Petani/perkebunan
398 orang
10,17%
wira usaha lainnya
2423 orang
61,13%
Jumlah
3914
100%
Sumber : Profil Kependudukan Desa Cisetu Kecamatan Rajagaluh, 2009
Dari data tersebut diketahui bahwa jumlah pelajar dan mahasiswa
di Desa Cisetu hanya sekitar sepuluh persennya saja atau sekitar empat
ratus dua puluh satu orang dari dari tiga ribu Sembilan ratus empat belas
orang.
32
Sedangkan komposisi penduduk remaja berdasarkan status
pendidikan yang sesuai dengan kriteria subjek penelitian ini adalah sebagai
berikut:
Tabel 2
Komposisi Penduduk Berdasarkan Status Pendidikan
Jumlah dalam
Status pendidikan
Jumlah penduduk
SLTP/sederajat
301 orang
7,69%
SLTA/sederajat
231 orang
5,9%
Diploma I/II
53 orang
1,35%
Jumlah
585 orang
14,94%
persentasi
Sumber : Profil Kependudukan Desa Cisetu Kecamatan Rajagaluh, 2009
Dari tabel di atas, diketahui bahwa remaja yang berstatus
pendidikan SLTP dan atau sederajat lebih banyak dibandingkan dengan
berstatus SLTA dan Diploma I/II.
Sedangkan untuk komposisi penduduk berdasarkan agama atau
penganut kepercayaan, warga Cisetu seluruhnya atau seratus persen
beragama Islam 3 .
C. Sarana Pendidikan dan Tempat Ibadah
Di Desa Cisetu terdapat Taman Kanak-kanak dan beberapa Tempat
Pengajian Alquran (TPA), tiga sekolah dasar dan satu sekolah menengah
pertama yaitu TK Budi Asih, SDN Cisetu I, SDN Cisetu II, SDN Cisetu
III, dan SMP 3 Rajagaluh. Sarana pendidikan formal lainnya yaitu
3
Ibid.,
33
madrasah ibtidaiah, pesantren yang di isi oleh santri-santri dari desa Cisetu
dan dari luar desa atau bahkan luar kecamatan. serta terdapat surau di tiap
RT. Mesjid raya Desa Cisetu yang terdapat bersebelahan dengan kantor
kepala desa menjadi pusat kegiatan peribadatan di desa Cisetu 4 .
D. Gambaran Umum Remaja Desa Cisetu
Seperti yang tertera dalam keterangan di atas, remaja Desa Cisetu
seluruhnya beragama Islam. Sebagian besarnya beraktifitas sebagai pelajar
dan sebagian kecil memilih untuk bekerja. Bagi remaja pria yang tidak
meneruskan sekolah ke tingkat lanjutan atas atau setara SMA, mereka
bekerja pada orang lain sebagai buruh pedagang kredit di kota-kota atau ke
daerah lain. Sebagaian yang telah sukses dalam pekerjaannya itu, mereka
telah memiliki modal sendiri dan memiliki beberapa anak buah sedangkan
yang lainnya bekerja di bidang usaha bibit-bibitan tanaman. Sedangkan
bagi remaja wanita, mayoritas meneruskan sekolah ke tingkat lanjutan
atas, hanya sebagian kecil saja yang tidak sanggup meneruskannya dan
bekerja membuat anyaman bakul atau bekerja di toko-toko/toserba
terdekat atau memutuskan untuk segera menikah dan menjadi ibu rumah
tangga.
Jumlah remaja atau kelompok usia strata pendidikan SMP – SMA
– Perguruan Tinggi adalah berjumlah 771. Dengan uraian sebagai berikut: 5
4
Pemerintah Kabupaten Majalengka Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil. Profil
Kependudukan Desa Cisetu Kecamatan Rajagaluh, 2009
5
Ibid.,
34
Tabel 3
Kelompok Penduduk Berdasarkan Usia Strata Pendidikan
No.
Kelompok umur strata
pendidikan
Jumlah penduduk
1
13-15 tahun
268 orang
2
16-18 tahun
221 orang
3
19-23 tahun
282 orang
Jumlah
771 orang
Sumber : Profil Kependudukan Desa Cisetu Kecamatan Rajagaluh, 2009
Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa kelompok usia antara 19
sampai 23 tahun atau strata pendidikan Diploma I/II menempati jumlah
terbanyak dibandingkan dengan kelompok usia strata SMP dan SMA.
35
BAB IV
TEMUAN PENELITIAN DAN ANALISA DATA
A. Deskripsi Informan
Setelah pengambilan data melalui metode wawancara, maka
selanjutnya data yang diperoleh harus dianalisis sehingga dapat ditarik
kesimpulan dari penelitian ini. Proses analisis data ini dilakukan dengan
menjelaskan gambaran umum subjek penelitian yang kemudian dilanjutkan
dengan analisis data.
Dalam penelitian ini, ada 8 orang yang menjadi informan atau subjek
penelitian yaitu remaja Desa Cisetu dengan batasan usia 15-19 tahun dan
berjenis kelamin laki-laki. Nama-nama subjek penelitian ini menggunakan
inisial, dikarenakan untuk menjaga kerahasiaan subjek.
Untuk waktu dan tempat wawancara, penulis bersepakat dengan para
informan, bahwa seluruh informan bersedia diwawancara pada tanggal 25
April 2010, pada sore hari di sebuah pos ronda dekat tempat biasa mereka
berkumpul.
Seluruh subjek adalah berjenis kelamin laki-laki, penulis memilih
salah satu kelompok remaja di Desa Cisetu kemudian mengadakan
pendekatan dan menjelaskan kepada mereka tentang penelitian ini. Setelah
melakukan hal tersebut, didapat delapan remaja pria yang bersedia menjadi
informan, sedangkan dari pihak perempuannya, penulis tidak mendapatkan
35
36
informan dari pihak perempuannya, dengan alasan bahwa mereka tidak
bersedia menjadi informan. Karena untuk menjadi informan harus tidak
adanya keterpaksaan, maka penulis tidak mendapatkan informan perempuan.
Tabel 4
Data singkat informan
No.
Nama
1
EK
2
RR
3
AZ
4
I
5
RN
6
AS
7
RH
8
HP
Usia
18
tahun
15
tahun
18
tahun
16
tahun
15
tahun
17
tahun
18
tahun
18
tahun
Agama
Pendidikan
Aktifitas
terakhir
Jenis
Kelamin
Islam
SMK
Pelajar
Laki-laki
Islam
SMP
Pelajar
Laki-laki
Islam
SMA
Pelajar
Laki-laki
Islam
SMP
Pelajar
Laki-laki
Islam
SMP
Pelajar
Laki-laki
Islam
SMP
Bekerja
Laki-laki
Islam
SMP
Bekerja
Laki-laki
Islam
SMA
Bekerja
Laki-laki
1. E K (18 tahun)
Remaja pria ini yang baru saja menyelesaikan pendidikan SMA
mengaku sering mengakses situs pornografi terutama film porno.
“..ya, handphone saya suka dipakai buat mengakses porno,
terutama mengakses gambar porno dan menyimpan koleksi film porno
dari internet atau lewat Bluetooth..”. 1
1
Wawancara Pribadi dengan E K, Cisetu, tanggal 25 April 2010
37
E K mengenal pornografi di internet sejak kelas 3 SMP dan
menghabiskan waktu sekitar 2 jam di internet dengan intensitas waktu 2-4
kali dalam seminggu.
“…ya kalau mengakses internet bisa sampai dua jam juga dan
dalam seminggu bisa dua sampai tiga kali, tapi tidak semuanya saya akses
untuk melihat porno…”. 2
E K mengaku sering berfantasi erotis, hampir setiap malam
sebelum tidur, namun jarang melakukan onani hanya sekitar satu kali
dalam seminggu.
“…Kalau melakukan onani, jarang paling ya sekitar seminggu
sekali, kadang lebih dan kadang tidak, tapi ya, sekitar seminggu sekali lah
saya melakukannya. Kalau melakukan fantasi erotis, ya sering sekali,
hampir tiap malam, sebelum tidur..” 3
Jika sedang berduaan dengan pasangannya mereka sering
melakukan ciuman dan pelukan,. Namun diantara perilaku lainnya, E K
lebih sering melakukan ciuman.
“…Melakukan pelukan dan ciuman dengan pasangan pun sering.
Bercumbu dan bersetubuh saya tidak pernah melakukannya. Namun
seringnya ciuman…”
Pemuasan nafsu seksual setelah mengakses pornografi adalah
menghubungi atau menemui pasangannya. E K merasa lebih terpengaruh
oleh film porno dibandingkan dengan gambar atau artikel porno.
2. R R (15 tahun)
2
3
Wawancara Pribadi dengan E K, Cisetu, tanggal 25 April 2010
Wawancara pribadi dengan E K, Cisetu, 25 April 2010
38
Remaja berusia lima belas tahun ini telah mengenal pornografi
sejak kelas dua SMP dari teman-temannya.
“…Saya mengenal pornografi internet sejak kelas dua SMP dari
teman-teman saya…” 4
R R menghabiskan waktu 1-2 jam di warnet dan sekitar setengah
jam untuk mengakses pornografi.
“…Pengertian pornografi saya tidak tahu, tapi pornografi internet
adalah pornografi yang ditayangkan oleh media internet. Bentuk-bentuk
pornografi yang ada di internet yang saya tahu adalah gambar porno dan
film porno sedangkan bahayanya saya tidak tahu…” 5
Sedangkan tentang dampak dari pornografi ia tidak bisa
menyebutkannya. Bentuk pornografi yang sering diakses adalah gambar
porno. Artikel porno tidak pernah ia akses.
“…Pornografi yang sering saya akses di internet adalah gambar
porno dan film porno dan yang lebih sering saya akses adalah gambar
porno…” 6
R R memilliki koleksi gambar dan film porno, namun koleksi
gambar porno lebih banyak dibandingkan dengan koleksi film porno.
Ketika ditanya tentang bentuk perilaku seksual, R R hanya
menyebutkan bahwa bentuk perilaku seksual adalah ciuman saja. R R
mengaku jarang melakukan onani dan hanya melakukan sekitar 2 kali
dalam seminggu. R R belum pernah melakukan ciuman, pelukan, rabaan,
apalagi bercumbu, ia hanya pernah bergandengan tangan dengan
4
Wawancara pribadi dengan R R, Cisetu, 25 April 2010
Wawancara pribadi dengan RR, Cisetu, 25 April 2010
6
Wawancara pribadi dengan RR, Cisetu, 25 April 2010
5
39
pasangannya. Setelah melihat pornografi R R sering berfantasi erotis dan
terkadang melakukan onani. Walaupun ia R R lebih sering mengakses
gambar porno, tapi ia merasa lebih terpengaruh oleh film porno.
3. A Z (18 tahun)
A Z yang tercatat sebagai pelajar kelas 3 SMA ini belum pernah
mengakses artikel porno dan bentuk pornografi lainnya, ia hanya
mengakses gambar dan film porno saja. Namun ia lebih suka film porno
karena lebih detail dan lebih nyata.
“…Pornografi yang pernah saya akses di internet adalah gambar
dan film porno dan yang lebih sering saya akses di internet adalah film
porno, karena film porno lebih jelas dan lebih nyata, lagipula untuk
mendownloadnya tidak susah …” 7
A Z tidak memiliki komputer pribadi namun memiliki laptop
keluarga dengan layanan internetnya, A Z pernah memakainya untuk
mengakses pornografi. A Z mengenal pornografi internet sejak kelas 1
SMA. ia mencari sendiri namun mengetahui alamat situs porno dari
teman-temannya. Ia bisa menghabiskan waktu untuk internetan di warnet
sekitar 1-2 jam.
A Z pun mengetahui tentang perilaku seksual. Dalam menyalurkan
hasrat seksualnya setelah mengakses pornografi, ia kerap berfantasi erotis,
namun
lebih
sering
menghubungi
pasangannya
atau
menemui
pasangannya. Saat berdua dengan pasangannya, mereka kerap melakukan
7
Wawancara pribadi dengan A Z, Cisetu, 25 April 2010.
40
rabaan dan ciuman. AZ pun mengaku telah melakukan beberapa kali
persetubuhan dalam melepas hasrat seksualnya.
“…Semuanya itu sudah pernah saya lakukan semua. melakukan
onani sekitar 2-3 kali seminggu namun lebih seringnya hanya
membayangkan melakukan seksual saja, tidak sampai melakukan
masturbasi. Saya juga pernah melakukan pelukan, rabaan, bercumbu,
bahkan pernah juga beberapa kali melakukan ML…” 8
4. I (16 tahun)
Remaja yang berusia 16 tahun ini tidak mengetahui pengertian
pornografi dan mengetahui bentuk-bentuk pornografi sebatas gambar
porno dan film porno saja. Sedangkan menurutnya, bahaya pornografi
adalah bisa menimbulkan penyakit menular seksual. I yang juga masih
tercatat sebagai murid kelas 3 SMP ini sering mengakses film porno dan
memiliki koleksinya di handphone. I mengaku sering mengakses
pornografi di warnet terutama di warnet yang tertutup. Ia telah mengenal
pornografi internet sejak kelas 2 SMP dari teman-temanya. I bisa
menghabiskan waktu 1-2 jam di warnet dengan intensitas waktu 3 kali
dalam seminggu.
Dalam pengakuannya ia menuturkan bahwa ia jarang melakukan
onani hanya 1 kali dalam seminggu, berfantasi erotis pun jarang, hanya
jika ketika mengakses pornografi saja. Dalam memuaskan hasrat
seksualnya setelah mengakses pornografi, ia kerap berfantasi erotis
kemudian menghubungi atau menemui pasangannya. jika berpacaran, I
8
Wawancara pribadi dengan A Z, Cisetu, 25 April 2010.
41
sering melakukan pelukan dan rabaan, namun lebih sering melakukan
ciuman. Bercumbu dan bersetubuh dilakukan tergantung kondisi yang ia
anggap memungkinkan. Karena kerap mengakses film-film porno, I
mengaku meniru gaya-gaya dari film-film porno yang telah ia lihat dalam
melakukan relasi seksual dengan pasangannya.
5. R N (15 tahun)
RN yang masih tercatat sebagai murid kelas tiga SMP ini tidak
mengetahui pengertian pornografi namun mengetahui bentuk-bentuknya,
hanya saja ia menyebutkan dua macam, yaitu gambar porno dan film
porno. Yang sering ia akses adalah film karena ia menganggap film porno
gampang untuk ditiru.
”... Pornografi di internet yang pernah saya akses atau ditonton
adalah gambar dan film porno saja. Yang lainnya saya tidak pernah
mengakses. Yang lebih sering di akses adalah film porno. Karena film
porno gampang ditiru, lebih nyata, lebih jelas, dan lebih membangkitkan
hasrat seksual saya…” 9
R N telah mengenal pornografi sejak SD, namun mengenal
pornografi di internet sejak kelas 2 SMP. R N telah mengetahui bentukbentuk perilaku seksual.
“…Kalau pelukan sih pernah, pegangan tangan sering. Kalau
ciuman dan rabaan, tidak pernah apalagi bercumbu atau bersetubuh.
Namun yang lebih sering saya lakukan dengan pasangan saya adalah
pelukan…” 10
9
Wawancara pribadi dengan R N, Cisetu, 25 April 2010.
Wawancara pribadi dengan R N, Cisetu, 25 April 2010.
10
42
Dalam
menyalurkan
hasrat
seksualnya
setelah
mengakses
pornografi, R N kerap melakukan fantasi erotis dan terkadang melakukan
onani. Dalam pengakuannya, ia melakukan onani sekitar 1-2 kali dalam
seminggu.
6. A S (17 tahun)
A S tidak mengerti tentang pengertian pornografi namun ia
menyebutkan bentuk-bentuk pornografi adalah film porno dan gambar
porno. Yang sering diakses oleh A S adalah film porno karena film
menurut dia bisa langsung dilihat secara nyata dan lebih jelas.
”… Yang saya akses di internet hanya gambar porno dan film
porno dan yang paling sering diakses adalah film porno. Karena film
porno bisa langsung dilihat, sangat menyenangkan, lebih nyata, dan lebih
detail jadi hasrat seksual saya jadi bangkit…” 11
A S adalah penjaga warung internet (warnet) sehingga ia memiliki
komputer khusus untuk dirinya dengan memiliki layanan internet. Pemilik
warnet tidak memeriksa isi komputer A S, sehingga A S bebas mengakses
pornografi. Ia telah mengenal pornografi internet sejak kelas 2 SMP dari
teman-temannya.
Ia
tidak
mengetahui
pengertian
perilaku
seksual
namun
mengetahui bentuk-bentuk perilaku seksual. Menurut pengakuannya, ia
melakukan persetubuhan hingga 2-3 kali dalam seminggu.
“…Saya tidak melakukan masturbasi, memang sih saya sering
berkhayal melakukan hubungan seksual, tapi tidak pernah sampai
melakukan onani. Kalau pelukan ciuman, bercumbu, bahkan sampai
11
Wawancara pribadi dengan A S, Cisetu, 25 April 2010.
43
melakukan penetrasi pun saya sering. Namun saya tidak melakukan
masturbasi atau onani. Tapi yang lebih sering saya lakukan adalah ciuman,
tiap ketemu pasti disempetkan untuk berciuman. Berhubungan badan pun
sering, bisa sampai 2 atau bahkan 3 kali dalam seminggu…” 12
Menurut A S, dalam menyalurkan hasrat seksualnya setelah
mengakses film porno, ia menelpon pacar untuk sekedar ngobrol mesra
atau pergi menemuinya dan melakukan relasi seksual.
7. R H (18 tahun)
R H yang hanya berpendidikan SLTP tidak mengetahui pengertian
pornografi dan tahu bentuk-bentuknya sebatas gambar porno dan dan film
porno. Yang sering diakses oleh remaja yang telah bekerja sebagai buruh
dagang kredit ini adalah film porno karena ia menganggap lebih jelas,
lebih nyata, dan gampang ditiru.
“…Ya artikel porno, gambar porno, dan film porno semuanya
sudah pernah saya akses. Dan yang lebih sering saya tonton adalah film
porno, dengan mengakses film porno, bisa lebih membangkitkan hasrat
seksual, karena lebih jelas dan lebih nyata serta gampang ditirunya…” 13
R H pun menyimpan koleksi film di handphone dan sering dipakai
untuk melihat film porno. R H mengenal pornografi sejak SD dari temanteman. R H lebih sering menonton film porno lewat handphone yang ia
simpan hasil downloadan dari internet dan lewat kaset DVD dibandingkan
dengan mengakses pornografi diwarnet. Jika menonton film porno lewat
12
13
Wawancara pribadi dengan A S, Cisetu, 25 April 2010
Wawancara pribadi dengan R H, Cisetu 25 April 2010
44
DVD, R H bisa menghabiskan waktu berjam-jam bahkan menurutnya bisa
sampai lima jam.
R H mengaku sering melakukan onani, pelukan, ciuman, rabaan,
bahkan pernah sampai bersetubuh.
“…Iya, saya pernah melakukan semua itu, kalau onani jelas sering
pelukan, ciuman, bercumbu, bahkan sampai ML pun saya pernah…” 14
Saat berdua dengan pasangannya, R H lebih sering melakukan
ciuman. Ia mengaku melakukan persetubuhan 2 kali dalam sebulan
terakhir ini. Ia pernah mengakses artikel porno di internet namun
membaca buku porno sering karena ia memiliki koleksi artikel atau buku
porno. Ketika mengakses pornografi, baik itu gambar porno, artikel, R H
terkadang melakukan onani. namun setelah melihat film porno, segera
menghubungi pasangannya untuk melakukan obrolan mesra atau bertemu
untuk melakukan relasi seksual. Namun jika hal itu tidak terlaksana, maka
ia langsung melakukan onani.
8. H P (18 tahun)
Remaja berusia 18 tahun ini berstatus sebagai pelajar SMA. H P
suka mengakses film porno namun tidak suka gambar porno dan artikel
porno, Ia tidak merasa tertarik dengan gambar dan artikel porno
menurutnya gambar dan artikel pornno tidak menimbulkan rangsangan
atau nafsu birahi.
14
Wawancara pribadi dengan R H, Cisetu, 25 April 2010.
45
“…Kalau saya tidak mengakses gambar porno atau yang lainnya.
Pornografi di intenet yang saya akses hanya film porno saja karena bagi
saya gambar porno sama sekali tidak menarik dan tidak menimbulkan
gairah seksual saya…” 15
H P memiliki banyak koleksi film porno. Orang tua tidak pernah
memeriksa handphonenya. Ia mengenal pornografi sejak kelas 1 SMA.
Untuk mengakses internet, ia bisa menghabiskan waktu
1-2 jam di
warnet.
Menurut pengakuannya, ia kerap melakukan persetubuhan,
tergantung pada kondisi yang mereka anggap memungkinkan untuk
melakukannya.
”… Iya, saya pernah melakukan semua itu, kalau onani jelas
sering, pelukan, ciuman, bercumbu, bahkan sampai ML pun saya pernah.
Bahkan bisa dikatakan sering, karena saya bercumbu dengan wanita bisa
sekitar dua sampai tiga kali dalam seminggu. Dan kalau kondisinya
memungkinkan, maka tidak hanya melakukan cumbuan, tapi juga
melakukan penetrasi..” 16
Untuk menyalurkan nafsu birahi setelah melihat film porno, ia
selalu berkhayal dan melakukan onani, namun jika ia merasa tidak kuat
menahan nafsu ia menemui pacarnya untuk melakukan rabaan, ciuman
dan sebagainya. Yang sering ia lakukan dalam pacaran adalah ciuman. H
P mengaku bahwa semua gaya berpacaran atau berperilaku seksual
mengikuti gaya-gaya yang ada di film porno yang ia lihat.
15
16
Wawancara pribadi dengan H P, Cisetu, 25 April 2010.
Wawancara pribadi dengan H P, Cisetu, 25 April 2010.
46
B. Analisis Pengaruh Pornografi Media internet terhadap Perilaku Seksual
Remaja.
1. Pengaruh Artikel Porno Terhadap Perilaku Masturbasi, Berpelukan,
Berciuman, Bercumbu, Bersenggama.
Menurut pengakuan E K dan RR, mereka hanya mengakses
gambar dan film porno saja dan tidak mengakses artikel porno. Maka dari
itu, tidak dapat dilihat pengaruh artikel porno dari E K dan R R karena ia
pun mengakses artikel porno. Pengakuan yang dinyataka oleh R R :
“…Bentuk-bentuk pornografi yang ada di internet yang saya tahu
adalah gambar porno dan film porno…” 17
Sedangkan AZ mengetahui tentang adanya artikel porno,
“…Bentuk-bentuknya adalah gambar porno, artikel porno, film
porno, dan game porno…” 18
Namun ia tidak pernah mengakses artikel porno di internet.
Begitula dengan I, ia pun tidak mengakses artikel porno, yang ia akses
adalah gambar dan film porno. RN serupa dengan informan lainnya, ia
hanya mengakses film porno. A S pun demikian, ia tidak mengakses
artikel porno, ia hanya mengakses gambar dan film porno saja.
Pengetahuannya terhadap bentuk-bentuk pornografi juga sama seperti
informan lainnya yaitu sebatas gambar dan film porno sehingga ia tidak
17
18
Wawancara Pribadi dengan R R, Cisetu, 25 April 2010.
Wawancara Pribadi dengan A Z, Cisetu, 25 April 2010.
47
mengakses artikel porno lebih-lebih mengoleksinya. H P yang hanya
mengakses film porno menyatakan dengan tegasnya bahwa ia tidak
mengakses gambar porno.
“…Pornografi di intenet yang saya akses hanya film porno saja
karena bagi saya gambar porno sama sekali tidak menarik dan tidak
menimbulkan gairah seksual saya…”. 19
Berbeda dengan informan lainnya R H mengetahui tentang artikel
porno,
“…Ya artikel porno, gambar porno, dan film porno semuanya
sudah pernah saya akses. Dan yang lebih sering saya tonton adalah film
porno, dengan mengakses film porno, bisa lebih membangkitkan hasrat
seksual, karena lebih jelas dan lebih nyata serta gampang ditirunya..” 20
Namun terkadang ia pun mengakses artikel porno bahkan ia
memiliki beberapa buku dan majalah yang memuat artikel-artikel porno.
Menurut pengakuannya, ketika ia mengakses artikel porno atau membaca
artikel porno ia sering berfantasi erotis sesuai dengan yang diceritakan
dalam artikel tersebut, setelah membacanya ia selalu berkhayal atau
berfantasi erotis namun juga terkadang melakukan onani. Hanya saja
pengaruhnya terhadap perilaku masturbasi tidak begitu kuat karena ia
tidak selalu melakukannya setelah membaca artikel porno, namun selalu
berfantasi erotis. Untuk perilaku berpelukan, ciuman, bercumbu, dan
bersetubuh tidak terpengaruh oleh artikel porno yang ia akses atau baca.
19
20
Wawancara Pribadi dengan H P, Cisetu, 25 April 2010.
Wawancara Pribadi dengan R H, Cisetu, 25 April 2010.
48
Artikel porno di internet ternyata tidak begitu di gemari oleh para
subjek penelitian. Bentuknya yang hanya tulisan saja dan harus membaca
tulisan tersebut membuat para informan tidak merasa tertarik terhadap
artikel porno dan menghabiskan banyak waktu untuk membacanya
sedangkan biaya berinternetan terus berjalan.
2. Pengaruh
Gambar
Porno
Terhadap
Perilaku
Masturbasi,
Berpelukan, Berciuman, Bercumbu, Bersenggama.
E K jarang mengakses gambar porno di internet yang sering ia
akses adalah film porno.
“…Pornografi yang saya akses di internet hanya gambar porno dan
film porno saja. Saya tidak mengakses artikel porno. Dan yang lebih
sering saya tonton adalah film porno…”. 21
Namun ketika ia mengakses gambar porno ia suka berfantasi erotis
dan terkadang melakukan masturbasi. Untuk pemuasan nafsu birahinya
setelah mengakses gambar porno, ia berhasrat menemui pasangannya
untuk melakukan pelukan dan ciuman. Namun, menurut pengakuannya
gambar porno tidak begitu membuat hasrat seksualnya memuncak, hanya
membuat ia berfantasi erotis dan terkadang melakukan masturbasi.
Senada dengan informan lainnya, A Z jarang mengakses gambar
porno, ia lebih sering mengakses film porno, karena menurutnya lebih
nyata dan lebih jelas sehingga lebih membuat ia puas. Namun ketika
21
Wawancara Pribadi dengan E K, Cisetu, 25 April 2010.
49
melihat gambar porno, ia sering berfantasi erotis, bahkan ia sering
melakukannya hingga melakukan masturbasi.
I pula tidak begitu menggemari gambar porno, ia lebih sering
mengakses film porno. Oleh karena itu, I tidak memiliki koleksi gambar
porno. Namun ketika mengakses gambar porno, I sering melakukan
fantasi erotis namun tidak sampai melakukan masturbasi.
“…Nah kalau sedang mengakses gambar porno, ya sambil
melakukan fantasi seksual atau berkhayal melakukan hubungan seksual
dengan wanita yang ada di gambar tersebut. Namun tidak sampai
melakukan onani…”. 22
R N lebih menyukai film porno dibandingkan dengan gambar
porno, oleh karena itu ia tidak memiliki koleksi gambar porno dan hanya
memiliki koleksi film porno. namun ia pun pernah mengakses gambar
porno, ketika mengakses gambar porno ia berfantasi erotis dan terkadang
hingga melakukan masturbasi. Untuk melepaskan nafsu birahinya setelah
mengakses pornografi, R N lebih sering befantasi dan masturbasi. Seperti
yang dikatakannya :
“…Kalau pelukan sih pernah, pegangan tangan sering. Kalau
ciuman dan rabaan, tidak pernah apalagi bercumbu atau bersetubuh.
Namun yang lebih sering saya lakukan dengan pasangan saya adalah
pelukan…” 23
A S mengaku tidak mengakses gambar porno, yang ia akses di
internet adalah film porno, karena ia merasa tidak tertarik dan tidak
terangsang dengan gambar porno.
22
23
Wawancara Pribadi dengan I, Cisetu, 25 April 2010.
Wawancara Pribadi dengan R N, Cisetu, 25 April 2010.
50
R H mengaku tidak begitu menggemari gambar porno, ia pun
seperti informan lainnya, lebih sering mengakses film porno. Menurutnya,
gambar porno tidak menarik dan tidak membuatnya puas. Namun ia pun
pernah mengakses gambar porno. Ketika mengaksesnya ia hanya
berfantasi erotis saja tidak sampai melakukan masturbasi. Namun jika
dibarengi dengan mengakses film porno, ia langsung melakukan
masturbasi dan kerap menghubungi pasangannya untuk melakukan
pelukan, ciuman, rabaan, cumbuan, hingga berhubungan badan jika
memang situasinya mereka anggap memungkinkan.
H P mengaku tidak mengakses gambar porno. HP merasa bahwa
gambar porno tidak menarik, tidak membangkitkan hasrat seksualnya.
Oleh karena itu, ia tidak mengakses gambar porno, hanya film porno.
R R berbeda dengan informan yang lain, RR lebih sering
mengakses gambar porno dibandingkan dengan film porno apalagi artikel
porno. RR mempunyai koleksi gambar porno lebih banyak dibandingkan
dengan koleksi film pornonya. Menurutnya, gambar porno lebih mudah di
download sehingga ia lebih sering mengakses gambar porno. Ketika
mengakses gambar porno ia sering berfantasi erotis dan terkadang
melakukan masturbasi. RR belum pernah melakukan ciuman, bercumbu,
lebih-lebih bersenggama. Namun RR telah terbiasa bergandengan tangan
dan terkadang berpelukan.
51
3. Pengaruh Film Porno Terhadap Perilaku Masturbasi, Berpelukan,
Berciuman, Bercumbu, Bersenggama.
E K yang sejak kelas 3 SMP telah mengenal pornografi di internet,
lebih tertarik mengakses film porno dibadingkan dengan gambar porno.
Menurutnya film porno lebih jelas dan lebih nyata serta lebih membuatnya
terangsang. Sehingga jika telah mengakses film porno, ia kerap berkhayal
dan terkadang bermasturbasi. Menurut pengakuannya, dalam menyalurkan
hasrat seksualnya setelah mengakses pornografi terutama film porno, E K
berhasrat menemui pasangannya untuk melakukan rangsangan seksual.
Saat bersama pasangannnya, E K lebih sering melakukan ciuman. Dan
kerap melakukan rabaan.
R R yang lebih sering mengakses gambar porno dibandingkan
dengan fim porno mengaku bahwa jika mengakses film porno, hasrat
seksualnya timbul dan kerap berfantasi erotis hingga terkadang melakukan
masturbasi. Namun R R jarang mengakses film porno karena menurutnya
cara mendownloadnya lebih rumit diibandingkan dengan mendownload
gambar porno. Ketika bersama pasangannya, R R tidak pernah melakukan
ciuman, pelukan, atau rabaan. R R hanya berani sampai berpegangan
tangan dengan pasangannya.
“…Kalau berkhayal melakukan hubungan seksual, saya sering
namun untuk melakukan onani, saya hanya melakukannya sekitar 1-2 kali
52
dalam seminggu. Saya belum pernah melakukan pelukan, ciuman, dan
cumbuan dengan pasangan, hanya melakukan pegangan tangan saja”. 24
A Z yang mengenal pornografi internet sejak kelas 1 SMA ini
mengaku bahwa ia lebih sering mengakses film porno dibandingkan
dengan bentuk pornografi lainnya. Ketika ia mengakses pornografi ia
selalu berfantasi erotis hingga masturbasi. Seperti informan lainnya, jika
setelah mengakses pornografi, terutama film porno AZ pun berhasrat
untuk melakukan rangsangan seksual dengan pasangannya. Ia kerap
melakukan ciuman, rabaan, bercumbu, dan terkadang melakukan
persetubuhan. Namun menurut pengakuannya, jika telah mengakses film
porno, AZ lebih sering ingin melakukan ciuman dengan pasangannya dan
masih menurut penjelasannya, AZ lebih sering melakukan ciuman dengan
pasngannya.
I lebih menyukai film porno dibandingkan dengan bemtuk
pornografi lainnya. Oleh karena itu, ia memiliki banyak koleksi film porno
di Hp pribadinya baik itu hasil downloadan dari internet maupun dari
teman-temannya melalui layanan bluetooth. ia pun kerap berfantasi erotis
saat mengakses film porno hingga melakukan masturbasi. dalam
memuaskan hasrat seksualnya setelah mengakses film porno, I kerap
berfantasi erotis hingga masturbasi, namun jika waktunya memungkinkan,
I akan menemui pasangannya untuk melakukan rangsangan seksual. Yang
24
Wawancara Pribadi dengan R R, Cisetu, 25 April 2010.
53
kerap ia lakukan bersama pasangannya adalah pelukan, ciuman, dan
rabaan. Namun menurutnya yang lebih sering dilakukan adalah ciuman.
Dalam memuaskan hasrat seksualnya, I pun pernah melakukan
persetubuhan dan ia mengaku terinspirasi oleh film-film yang telah ia
tonton atau diakses.
R N mengaku lebih sering mengakses film porno dibandingkan
dengan bentuk pornografi lainnya. Koleksi filmya pun ia simpan di hp.
Dengan mengakses film porno, ia menjadi berfantasi erotis dan melakukan
masturbasi. Dengan mengakses film porno ia pun terkadang berhasrat
menemui pasangannya, namun yang sering ia lakukan dengan
pasangannya adalah berpegangan tangan dan berpelukan sedangakan
perilaku seksual lainnya seperti berciuman, bercumbu, dan bersetubuh
tidak pernah ia lakukan.
A S mengaku bahwa film porno lebih jelas dan lebih nyata dan
gampang untuk ditiru. Ia tidak mengakses gambar dan artikel porno, ia
hanya mengakses film porno. Walaupun ia sering mengakses film porno,
AS mengaku tidak pernah melakukan onani, jika sedang mengakses film
porno, ia hanya berfantasi erotis dan untuk memuaskan nafsunya ia
langsung menelpon pasangannya atau segera menemui pasangannya :
“…Saya tidak melakukan masturbasi, memang sih saya sering
berkhayal melakukan hubungan seksual, tapi tidak pernah sampai
54
melakukan onani. Kalau pelukan ciuman, bercumbu, bahkan sampai
melakukan penetrasi pun saya sering…”. 25
Yang sering ia lakukan dengan pasangannya adalah berpelukan
dan berciuman. Diantara informan-informan lainnya AS adalah informan
yang lebih sering melakukan persetubuhan. Menurut AS, ia melakukan
persetubuhan hingga 2 kali seminggu dan AS mengaku meniru filfilm
yang telh ia tonton.
R H yang telah mengenal pornografi sejak SD ini mengaku sering
mengakses film porno. Hp yang ia miliki mempunyai layanan internet dan
ia gunakan untuk mengakses pornografi. Namun menurut pengakuannya,
R H lebih sering mengakses pornografi di Hp dan menonton film porno
lewat DVD dibandingkan dengan di warnet. Menurutnyanya, mengakses
di hp atau menonton lewat DVD lebih praktis dibandingkan dengan di
warnet, namun jika ia ingin mengakses film porno yang baru ia akan
mengaksesnya di warnet. Jika ia mengakses film porno, hasrat seksualnya
timbul dan kemudian ia melakukan fantasi seksual hingga melakukan
masturbasi. Dalam memuaskan hasrat seksualnya, selain melakukan
masturbasi, R H pun kerap menemui pasangannya untuk melakukan relasi
seksual. Perilaku seksual yang kerap ia lakukan bersama pasangannya
adalah berpelukan, berciuman, bercumbu, dan jika menurutnya kondisinya
memungkinkan, mereka melakukan persetubuhan.
25
Wawancara Pribadi dengan R N, Cisetu, tanggal 25 April 2010.
55
H P juga menyatakan bahwa ia tidak mengakses gambar atau
artikel porno, ia hanya mengakses film porno saja. Ia pun mengoleksi
banyak film porno di handphonenya. HP merasa tidak tertarik dan tidak
terangsang oleh gambar dan artikel porno. Namun jika telah mengakses
film porno, ia merasa terangsang sehingga ia berfantasi erotis sampai
melakukan onani, tak jarang ia pun menemui pasangannya dan melakukan
aktifitas seksual seperti berpelukan, berciuman, hingga rabaan. Dalam
pengakuannya, ia telah melakukan persetubuhan dalam memuaskan hasrat
seksualnya setelah seringnya mengakses pornografi.
4. Bentuk Pornografi Internet Yang Paling Berpengaruh Terhadap
Perilaku Seksual Remaja.
Untuk memudahkan pembaca dalam mengetahui materi pornografi
apa saja yang mereka akses dan apa pengaruhnya, penulis membuat tabel
analisis
tentang
pengaruh
pornografi
berdasarkan keterangan dari para informan.
terhadap
perilaku
seksual
56
Tabel 5
Tabel analisis pengaruh pornografi terhadap perilaku seksual
Informan
(inisial)
Jenis pornografi
yang
mempengaruhi
Jenis pengaruh
arti
kel
gam
bar
Film
Ona
ni
pelu
kan
Ciu
man
Bercum
bu
bersetu
buh
RR
-
√
√
√
-
-
-
-
RN
-
√
√
√
√
-
-
-
EK
-
√
√
√
√
√
-
-
AZ
-
√
√
√
√
√
√
√
AS
-
√
√
-
√
√
√
√
RH
√
√
√
√
√
√
√
√
I
-
√ √ √ √ √ √ √ HP
-
-
√ √ √ √ √ √ 1
7
8
7
7
6
5
5
Jum
lah
Dari data analisis tersebut diketahui bahwa pornografi internet yang
sering dan yang digemari oleh para informan adalah film porno. Dari kedelapan informan, semuanya mengakses dan menggemari film porno.
Peringkat kedua yaitu gambar porno. Dari kedelapan informan, hanya satu
informan yang tidak mengakses gambar porno. Peringkat ke-tiga yaitu
artikel porno, hanya satu dari delapan informan saja yang mengakses
artikel porno.
57
Alasan dari para informan yang lebih menggemari film porno
dibandingkan dengan gambar dan artikel porno adalah karena mereka
menganggap bahwa film porno lebih nyata, lebih jelas, sehingga mereka
lebih terpuaskan. Alasan lain adalah bahwa film porno lebih mudah untuk
mereka tiru dibandingkan dengan artikel dan gambar porno dan mereka
bisa mencari gaya-gaya baru dalam bercinta. Delapan informan mengaku
bahwa mereka lebih menyukai film porno dibandingkan dengan gambar
porno dan artikel porno. Walaupun diantara mereka ada yang lebih banyak
mengoleksi gambar porno, namun semuanya lebih menyukai mengakses
film porno dibandingkan dengan bentuk pornografi lainnya.
Peringkat kedua adalah gambar porno. Gambar porno lebih mudah
di akses dari pada film porno, hanya dengan meng-Klik saja gambar yang
ada di situs porno tersebut, gambar porno akan tampil dengan ukuran
penuh. Tidak seperti film porno yang harus menunggu unduhan file film
tersebut, belum lagi yang terkadang gagal dalam mengunduh file tersebut.
Terkadang dalam mengakses film porno, harus menjadi member terlebih
dahulu dan mengharuskan untuk membayar premium. Gambar porno lebih
mudah diakses bahkan bisa dengan mudahnya diunduh lewat telepon
genggam yang memiliki layanan internet. Beberapa dari informan
mengunduh gambar porno dari telepon genggamnya.
Selanjutnya adalah artikel porno yang hanya satu dari delapan
informan yang mengakses artikel porno. Artikel porno dianggap tidak
58
menarik oleh para informan karena mereka menganggap artikel porno
tidak membuat mereka terangsang karena itu merupakan tulisan-tiulisan
saja dan mengharuskan untuk membacanya, sedangkan gambar atau film
porno bisa langsung dilihat dan dinikmati.
Semua informan mengaku bahwa mereka lebih menyukai film
porno dibandingkan dengan bantuk pornografi lainnya. Mereka lebih
sering mengakses film porno, dari kedelapan informan, hanya satu yaitu R
R yang lebih sering mengakses gambar porno dibandingkan dengan film
porno. Pendapat mereka tentang film porno senada, yaitu menurut mereka
bahwa film porno lebih jelas, lebih nyata, lebih detail, dan gampang untuk
ditiru. Pengaruhnya pun lebih terasa dibandingkan dengan artikel dan
gambar porno, dengan melihat film porno, hasrat seksual mereka langsung
terbangkitkan dan dorongan untuk melakukan pemuasan dorongan seksual
sangat besar. Seperti yang diungkapkan oleh A S :
“…Ya tentu, kan gaya dalam berpacaran atau dalam merangsang
hasrat seksual pasangan saya, mengikuti dari film-film porno yang pernah
saya lihat di internet, baik itu film porno semi atau full. Dan memang saya
kalau setelah mengakses pornografi terutama film porno, cara
memuaskannya ya dengan melakukan rangsangan seksual dengan
pasangan saya…”. 26
Dari tabel analisis tersebut, diketahui bahwa jenis pengaruh yang
paling banyak adalah onani. Semua informan melakukan onani dengan
alasan menyalurkan hasrat seksual yang tak terbendung karena telah
26
Wawancara Pribadi dengan A S, Cisetu, 25 April 2010.
59
mengakses pornografi. onani menjadi penyaluran hasrat seksual yang
paling mudah mereka lakukan dibandingkan dengan melakukan relasi
seksual dengan pasangannya atau dengan wanita lain.
Pengaruh lain yang satu peringkat dibawah onani adalah pelukan.
Pelukan lebih dianggap lumrah oleh para remaja dalam berpacaran,
mereka bisa melakukannya didepan teman-temannya atau bahkan di
tempat umum. Jika mereka ingin melakukan relasi seksual dengan
pasangannya setelah mengakses pornografi, maka Perilaku sepertti ini
menjadi alternatif yang paling mudah dilakukan dalam menyalurkan
hasrat seksual setelah mengakses pornografi.
Satu
peringkat
lebih
rendah
pengaruhnya
adalah
perilaku
berciuman. Perilaku berciuman dalam berpacaran masih dianggap hal
yang agak tabu untuk dilakukan karena ciuman biasanya dilakukan oleh
pasangan yang sudah sangat dekat sekali. Berciuman tidak bisa dilakukan
para remaja disembarang tempat, karena masyarakat masih menganggap
tabu perilaku berciuman dalam berpacaran. Para informan harus mencari
tempat yang aman untuk melakukannya.
Dalam penelitian ini, Bercumbu dan bersenggama adalah peringkat
terakhir dalam pengaruh pornografi. Larangan agama, adat, hukum positif,
hamil diluar nikah, dan penularan penyakit seksual menjadi pertimbangan
para remaja untuk melakukannya. Mereka lebih memilih melakukan
pelukan dan ciuman dengan pasangannya atau yang lebih mudah lagi
60
adalah melakukan onani dibandingkan dengan harus melakukan bercumbu
dan bersetubuh, karena masa depan mereka adalah taruhannya.
Bercumbu dan bersetubuh memiliki peringkat yang sama karena
perbedaan perilaku tersebut sangat tipis. Keduanya sama-sama saling
melakukan rangsangan seksual terhadap tubuh pasangannya, dengan
melakukannya dengan berbagai macam cara dan dilakukan di seluruh
bagian tubuh terutama di daerah yang paling sensitif. Hanya saja perilaku
bercumbu tidak sampai melakukan penetrasi alat kelamin atau masuknya
alat kelamin pria kepada alat kelamin wanita, dalam bercumbu penetrasi
dilakukan dengan menggunakan jari atau alat bantu lainnya. Sedangkan
dalam bersetubuh atau bersenggama, tidak hanya melakukan rabaan atau
rangsangan seksual saja, akan tetapi juga melakukan penetrasi kelamin.
Sehingga perbedaan antara perilaku bercumbu dan bersenggama sangat
tipis sekali, maka dari itu, dalam penelitian ini, perilaku bercumbu dan
bersenggama menempati peringkat yang sama.
Dari data tabel dan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa
pornografi yang paling berpengaruh adalah film porno sedangkan perilaku
seksual yang paling dipengaruhi pornografi adalah perilaku onani. Onani
lebih menjadi alternatif yang baik bagi mereka dalam menyalurkan hasrat
seksualnya.
Bagi
para
informan
yang
telah
biasa
melakukan
persetubuhanpun mengaku bahwa onani adalah penyalur hasrat seksual
yang paling mudah dilakukan, karena pasangan wanitanya tidak selalu
61
siap untuk melakukannya dan terkadang pula para informan tidak
memiliki cukup uang untuk memuaskan hasrat seksualnya kepada wanita
tuna susila. Maka dari itu, onani adalah cara mereka yang paling mudah
dan aman dalam menyalurkan hasrat seksualnya.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penyebaran pornografi di internet memudahkan masyarakat termasuk
para remaja untuk mengaksesnya. Penyebaran melalui internet lebih
bernahaya dan lebih mudah didapat oleh masyarakat dibandingkan melalui
buku porno atau kepingan CD/DVD. Dengan hanya mendatangi warnet atau
hanya membuka layanan internet di telepon genggam, kemudian menulis
kata-kata atau kalimat yang berbau porno lalu mengkliknya, maka keluarlah
berbagai macam materi pornografi.
Lemahnya pengawasan dari para orang tua, masyarakat, dan aparat
berwenang membuat mereka bebas mengakses pornografi. Seperti hasil
penelitian ini, para informan mengaku tidak pernah merasa diawasi oleh orang
tua. Mereka tidak pernah memeriksa komputer atau telepon genggamnya,
tidak begitu peduli kemana ia pergi dan bersama siapa mereka kerap
berkumpul.
Penanaman nilai-nilai keagamaan cenderung diserahkan kepada
sekolah dan tempat mereka belajar mengaji atau belajar agama. Pihak sekolah
dan pesantren tentunya hanyalah pendukung dan bersifat membantu para
orang tua dalam penanaman nilai-nilai keagamaan karena yang paling penting
adalah dari keluarganya sendiri. Pihak sekolah tentunya tidak mampu
62
63
sepenuhnya mengawasi atau member perhatian penuh kepada tiap murid
didiknya, karena perhatian mereka tersebar kepada banyak murid selain itu,
waktu yang paling banyak remaja habiskan adalah diluar sekolah, dalam hal
ini tentunya orang tualah yang paling bertanggung jawab dalam pengawasan
dan memberikan pendidikan. Jika para orang tua cenderung apatis, maka
anak-anak akan terbebas belajar kepada teman-teman sebayanya, kepada
lingkungannya. Ketika mereka bergaul dengan orang-orang yang berakhlak
atau berperilaku buruk maka penanaman nilai-nilai keagamaan yang lemah
akan terkalahkan oleh lingkungan remaja tersebut.
Lemahnya pengawasan dan penanaman nilai-nilai keagamaan serta
lingkungan mereka yang tidak baik akan membawa para remaja menjadi
remaja yang berperilaku buruk. Dalam hal ini, mereka kerap mengakses
pornografi di internet.
Para remaja yang jiwanya masih labil dan masih suka meniru-niru dan
mencoba-coba menjadi terpengaruh oleh pornografi di internetnet. Mereka
yang mengakses pornografi di internet seperti para informan dalam penelitian
ini, mengaku kerap terinspirasi oleh gaya-gaya dalam materi pornografi yang
mereka lihat dan mengaplikasikannya didalam melakukan relasi seksual
dengan pasangannya. Dalam menyalurkan hasrat seksualnya setelah
mengakses pornografi, mereka kerap berusaha menghubungi pasangannya dan
melakukan relasi seksual.
64
Dari hasil wawancara dengan para informan diketahui bahwa
pengetahuan para informan terhadap pornografi masih terbilang sempit. Dari
keterangan informan, mereka mengetahui bentuk-bentuk pornografi hanya
sekedar gambar porno dan film porno saja hanya A Z yang mengetahui
bahwa selain gambar dan film, ada juga chat sex dan game sex tapi ia pun
tidak pernah mengakses itu. Sedangkan tentang bahaya-bahayanya pornografi,
semua informan hanya mengetahui bahayanya secara tidak langsung. Mereka
semua menyebutkan bahaya pornografi adalah bisa mengakibatkan hamil
diluar nikah dan penyakit menular seksual seperti HIV/AIDS, sipilis dan
penyakit menular seksual lainnya.
Semua informan mengetahui bentuk-bentuk perilaku seksual. Mereka
menyebutkan bahwa bentuk-bentuk perilaku seksual adalah berpegangan
tangan, berpelukan, berciuman, rabaan, bercumbu, dan bersetubuh. Walaupun
mereka tidak mengerti pengertian atau definisi dari perilaku seksual, tetapi
mereka telah mengetahui bentuk-bentuk perilaku seksual dan sebagian dari
mereka telah melakukan perilaku seksual yang telah mereka sebutkan itu.
Dari keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa memang pornografi
media internet berpengaruh terhadap perilaku seksual mereka. Mereka
mengaku setelah mengakses pornografi, mereka berhasrat melakukan relasi
seksual dengan pasangannya, jika memang waktunya yang mereka anggap
tidak mungkin untuk menemui pasangannya, mereka melakukan fantasi
seksual hingga sampai melakukan onani. Namun upaya utama dalam melepas
65
hasrat seksual mereka setelah mengakses pornografi adalah menghubungi
pasangannya dan jika tidak terlaksana maka mereka berfantasi dan melakukan
onani.
B. Saran
Dalam permasalahan pornografi ini memang menjadi tanggung jawab
bersama. Tidak hanya tanggung jawab orang tua, tapi juga tokoh masyarakat,
aparat pemerintah, bahkan pemilik warnet dan masyarakat umum lainnya.
Atas dasar temuan penelitian ini, penulis memberikan saran-saran kebeberapa
pihak diantaranya adalah :
1. Kepada pemerintah setempat agar dapat mengadakan kegiatan rutin
kepemudaan, baik itu dalam kegiatan olah raga, keagamaan, dan sosial,
tujuannya agar para pemuda menjadi sibuk pada kegiatan-kegiatan yang
positif. Alangkah lebih baiknya pemerintah bekerja sama dengan dinas
kesehatan atau lembaga sosial lainnya untuk mengadakan penyuluhan
tentang bahaya pornografi atau pendidikan seksual kepada masyarakat
terutama para pemuda atau para remaja.
2. Kepada para orang tua agar lebih memperhatikan lagi dalam penanaman
nilai-nilai keagamaan kepada anak-anaknya. Orang tua tidak dapat
sepenuhnya mengawasi anak-anak, maka hal yang paling baik adalah
membentengi mereka dengan nilai-nilai keagamaan agar mereka dapat
secara mandiri menolak hal-hal yang bersifat buruk dan asusila. Selain
penanaman nilai-nilai keagamaan, maka hal penting lainnya adalah
66
pengawasan. Penanaman nilai-nilai keagamaan tanpa pengawasan orang
tua akan sangat riskan, tidak ada salahnya sekali-kali memeriksa secara
mendadak atas isi dari hp atau komputer pribadi anak-anaknya.
Penanaman nilai-nilai keagamaan kepada anak secara mendalam adalah
hal yang sangat penting, karena nilai-nilai agama adalah benteng diri
terhadap perilaku tidak baik, karena orang tua tidak mungkin setiap waktu
dapat mengawasi perbuatan anaknya.
3. Kepada para tokoh ulama masyarakat agar dapat mengadakan acara
keagamaan yang menarik bagi para remaja atau para pemuda. Acara
tersebut bisa berupa perlombaan ceramah, kaligrafi, dan kegiatan agama
lainnya. Bisa juga mengadakan kajian alquran dan alhadits untuk para
remaja atau para pemuda, tidak hanya diadakan untuk para ibu-ibu yang
kini biasa dilakukan di Desa Cisetu ini.
4. Kepada para peneliti selanjutnya yang akan mengadakan penelitian serupa
agar menggunakan metode lain dalam penelitiannya agar mendapat hasil
yang lebih beragam. Atau juga meneliti untuk mencari dampak lain dari
pornografi.
67
DAFTAR PUSTAKA
Agustiani, Hendriati. Psikologi Perkembangan: Pendekatan Ekologi kaitannya
dengan konsep diri dan penyesuaian pada remaja. (Bandung: Refika
Aditama, 2006).
Amin, M. Kasim Mugi. Kiat Selamatkan Cinta (Yogyakarta: Titian Ilahi Press,
1997).
Arsyad, Azhar. Media pengajaran. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997).
Bungin, Burhan. Pornomedia: Sosiologi Media, Konstruksi Sosial, Teknologi
Telematika, & Perayaan Seks Di Media Massa. (Jakarta: Kencana, 2005).
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Nasional, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, edisi ketiga, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002).
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka) Cet.ke-11.
Djubaedah, Neng. Pornografi & Pornoaksi Ditinjau dari Hukum Islam. (Jakarta:
Prenada Media, 2003).
Hawari, Dadang. Konsep agama (islam) menanggulangi HIV / AIDS (Jakarta:
Dana Bhakti Prima Yasa, 2002).
Kristinawaty, “Pendidikan Seks bagi anak,” Harian Seputar Indonesia, 6
November 2007.
Lesmana, Tjipta. Pornografi dalam media massa. (Jakarta : Puspa Suara, 1995).
Mohamad, Kartono. Kontradiksi dalam kesehatan reproduksi (Jakarta : Pustaka
Sinar Harapan, 1998).
68
Monks, F.J. dan Knoers, A.M.P.. Psikologi perkembangan: Pengantar dalam
berbagai bagiannya. Tenerjemah, Siti Rahayu Haditomo (Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press, 2002).
Munadi, Yudhi. Media Pembelajaran: sebuah Pendekatan Baru. (Jakarta: gaung
Persada Press, 2008).
Nihayah, Zahrotun. dkk. Psikologi Perkembangan Tinjauan Psikologi Barat dan
Islam. (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006).
Sadarjoen, Sawitri Supardi. Bunga Rampai Kasus Gangguan Psikoseksual.
(Bandung: PT Refika Aditama,2005).
Sarwono, Sarlito Wirawan. Psikologi Remaja. (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2007).
Satiawardana, Tri Hardian dan el-Qudsy, Zuhaidi. Exploring The Cyber world
Panduan Lengkap Berinternet. (Jawa Timur: MasMedia Buana Pustaka,
2008).
Singarimbun, Masri dan Efendi, Sofian. Metode Penelitian Survay (Jakarta:
LP3ES, 1995), Cet. Ke-2.
Suraji dan Rahmawatie, Sofia. Pendidikan Seks Bagi Anak: Panduan Keluarga
Muslim. (Yogyakarta: Pustaka Fahima, 2008).
Tukan, Johan Suban. Pendidikan Seksualitas (Bunga Rampai). (Jakarta: PKKKAJ, 1984).
Wijela, Michael R. Kursus Kilat 24 Jurus Internet dan Intranet. (Jakarta :
Dinastindo, 1997).
69
Yin, Robert K. Studi Kasus Desain & Metode. Penerjemah, M Djauzi Mudzakir
(Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2004), ed. Revisi Cet, ke-5.
http://www.bkkbn.go.id/Webs/DetailBerita.php?MyID=1756 diakses tanggal 30
Juni 2010
http://www.detiknews.com/read/2008/09/16/080110/1006768/10/inilah-isi-ruupornografi di akses pada tanggal 29 Maret 2010.
http://www.eramuslim.com/berita/nasional/indonesia-naik-2-peringkat-pengklikterbanyak-pornografi-di-internet.htm diakses tanggal 22 Juni 2010.
http://www.kpai.go.id/publikasi-mainmenu-33/beritakpai/144-kpai-33-anakdiperkosa-gara-gara-video-porno-ariel.html diakses tanggal 26 Juni 2010
http://www.seksehat.info/lifestyle/penyimpangan-seksual/makin-banyak-remajamelakukan-seks-pranikah.html diakses tanggal 22 Juni 2010.
http://id.wikipedia.org/wiki/Ciuman diakses tanggal 22 Juni 2010.
http://id.wikipedia.org/wiki/Pelukan diakses tanggal 22 Juni 2010.
http://id.wikipedia.org/wiki/Percumbuan diakses tanggal 22 Juni 2010.
Download