6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Remaja 1. Defenisi

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Remaja
1. Defenisi Remaja
Defenisi remaja tidak dapat dijelaskan secara pasti ,karena banyak sekali versi
yang menerangkan apa dan siapa remaja. Namun masa remaja dapat dibedakan
dengan masa-masa perkembangan manusia yang lain dengan melihat rentang
usianya. Menurut Hurlock (2011) masa remaja dimulai dengan pada saat
seorang anak mengalami kematangan seksual dan berakhir saat ia menjadi
dewasa secara hukum. Menurut hukum di Indonesia dikatakan dewasa bila
mencapai usia 20 tahun.
Secara psikologis masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan
masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa dibawah tingkat orangorang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama dengan orang
dewasa sekurang-kurangnya sama dalam masalah hak (Piaget, 1969 dalam
Hurlock, 2011). Hurlock juga membagi masa remaja menjadi 2 fase yaitu fase
awal (13-17 tahun) dan fase remaja akhir (17-21 tahun).
Remaja juga didefenisikan sebagai manusia yang sedang mengalami peralihan
dari masa kanak-kanak menuju dewasa yang kemudian pada masa ini akan
terjadi percepatan pertumbuhan baik dalam segi fisik maupun psikologis
termasuk perubahan sikap, cara berpikir dan bertindak ( Al Ghifari, 2011).
Sarwono (2012) mendefenisikan remaja sebagai individu yang tengah
mengalami perkembangan fisik dan mental. Beliau membatasi usia remaja
antara 11 - 24 tahun. Sementara itu WHO mendefenisikan remaja sebagai
sebuah fase dimana terjadi hal-hal sebagai berikut:
6
7
a. Individu berkembang dari saat pertama kali menunjukkan tanda-tanda
seksual
sekunder
sampai
ia
mencapai
kematangan
organ-organ
reproduksinya.
b. Individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari
kanak-kanak menuju dewasa.
c. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada
keadaan yang relatife lebih mandiri.
Dari berbagai defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa remaja adalah suatu masa
dalam rentang hidup manusia dimana manusia tersebut banyak mengalami
perubahan (pancaroba) yaitu masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju
dewasa dengan rentang usia 11 - 24 tahun.
2. Ciri-ciri Masa Remaja
Menurut Hurlock (1980) dalam (Al-Mighwar, 2012) menyebutkan bahwa masa
remaja, seperti semua periode rentang kehidupan manusia, memiliki ciri-ciri
tertentu yang membedakannya dengan periode sebelum dan sesudahnya. Ciriciri tersebut adalah
a. Masa remaja merupakan periode yang penting. Hurlock mengatakan bahwa
usia remaja merupakan usia dimana terjadi banyak hal yang menyangkut
pertumbuhan dan perkembangan. Perkembangan fisik yang cepat dan
penting disertai dengan cepatnya perkembangan mental yang cepat terjadi
pada masa remaja. Semua perkembangan itu menimbulkan perlunya
penyesuaian mental dan perlunya membentuk sikap, nilai dan minat baru.
b. Masa remaja sebagai proses peralihan. Pada masa ini remaja bukan lagi
seorang kanak-kanak namun bukan pula seorang dewasa. Bila remaja
berperilaku seperti anak-anak ia akan diajari bertindak sesuai dengan
umurnya, namun dilain pihak remaja itu dianggap belum pantas berperilaku
seperti orang dewasa. Status remaja yang tidak jelas ini dapat
menguntungkan karena hal ini akan memberikan waktu kepada mereka
8
mencoba gaya hidup yang berbeda dari orang sekitarnya dan menentukan
pola perilaku, nilai dan sifat yang paling sesuai bagi dirinya.
c. Masa remaja sebagai periode perubahan. Tingkat perubahan dalam sikap dan
perilaku selama masa remaja berbanding lurus dengan tingkat perubahan
fisik. Ketika perubahan fisik terjadi dengan pesat maka perubahan sikap pun
akan berlangsung pesat pula. Bila perubahan fisik remaja menurun maka
perubahan sikap dan perilaku remaja tersebut juga menurun.
d. Masa remaja sebagai usia bermasalah. Remaja sering menghadapi masalah
namun mereka tidak mampu mengatasi masalahnya sendiri menurut cara
yang mereka yakini sehingga pada akhirnya penyelesaian masalah tersebut
tidak selalu sesuai dengan harapan mereka.
e. Masa remaja sebagai mencari identitas. Pada tahun-tahun awal masa remaja
penyesuaian diri dengan kelompok sebaya masih mendambakan identitas diri
dan tidak puas lagi dengan menjadi sama dengan teman-temannya dalam
segala hal. Erikson (1964) dalam Hurlock (2011) menjelaskan bahwa
identitas diri yang dicari remaja berupa usaha untuk menjelaskan siapa
dirinya dan apa perannya dalam masyarakat. Identifikasi yang terjadi
terhadap identitas diri tersebut terintegrasi dalam bentuk identitas ego adalah
lebih dari sekedar penjumlahan identifikasi pada masa kanak-kanak.
f. Masa remaja sebagai usia ketakutan. Anggapan stereotip budaya bahwa
remaja adalah anak-anak yang tidak rapuh, yang tidak dapat dipercaya dan
cenderung berperilaku ke arah merusak. Sehingga menyebabkan orang
dewasa harus membimbing dan mengawasi kehidupan remaja muda takut
bertanggung jawab dan bersikap tidak simpatik terhadap perilaku remaja
yang normal.
g. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik. Remaja cenderung
memandang kehidupan melalui kacamata yang berbeda dengan orang
dewasa. Ia melihat diri nya sendiri dan orang lain sebagaimana yang ia
inginkan dan bukan sebagaimana adanya, terlebih cita-cita. Cita-cita yang
tidak realistik ini, tidak hanya bagi dirinya sendiri tetapi juga bagi keluarga
dan lingkungan sekitarnya, menyebabkan meningginya emosi sebagai ciri
9
awal masa remaja. Semakin tidak realistik cita-citanya semakin ia menjadi
marah. Remaja akan kecewa apabila orang lain mengecewakannya atau bila
ia tidak berhasil mencapai tujuan yang ia tetapkan sendiri.
h. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa. Dengan semakin mendekatnya
usia dewasa, remaja menjadi gelisah untuk meninggalkan stereotip belasan
tahun dan untuk memberikan kesan bahwa mereka sudah hampir dewasa.
Berpakaian dan bertindak seperti orang dewasa dirasa belum cukup. Oleh
karena itu, remaja mulai memusatkan diri pada perilaku yang dihubungkan
dengan status dewasa, seperti merokok, minum minuman yang mengandung
alcohol, menggunakan obat-obatan terlarang dan terlibat dalam hubungan
seksual. Mereka beranggapan bahwa perilaku tersebut akan memberikan
citra yang mereka inginkan.
3. Tugas Perkembangan Remaja
Adapun tugas-tugas perkembangan remaja yang harus dilalui remaja pada
usianya menurut Hurlock (2011) yaitu :
a. Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya baik
pria maupun wanita
b. Mencapai peran sosial pria dan wanita
c. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuh secara efektif
d. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertangggung-jawab
e. Mencapai kemandirian emosional dari orangtua dan orang-orang dewasa
lainnya
f. Mempersiapkan karier ekonomi
g. Mempersiapkan pernikahan dan keluarga
h. Memperoleh perangkat dan nilai etis sebagai pegangan untuk berperilaku
mengembangkan ideologi.
10
B. Konsep Perilaku Seksual Remaja
1. Defenisi Perilaku
Perilaku adalah segala tindakan manusia yang disebabkan karena dorongan serta
hasrat psikologinya maupun karena pengaruh masyarakat dan budaya. Menurut
Skinner (1938) dalam Bachtiar (2011) mengatakan bahwa perilaku merupakan
respon atau reaksi terhadap stimulus. Perilaku dikatakan wajar apabila ada
penyesuaian diri yang harus diselaraskan dengan peran manusia sebagai
makhluk individu, sosial dan berke-Tuhanan. Perilaku tidak terjadi secara
kebetulan tetapi selalu ada kelanjutan antara satu perbuatan dengan perbuatan
lainnya dan tidak dapat berhenti suatu saat.
Lebih lanjut menurut Purwanto (2010), perilaku berasal dari dorongan yang ada
dalam diri manusia, sedangkan dorongan merupakan usaha untuk memenuhi
kebutuhan yang ada dalam diri manusia. Perilaku merupakan perwujudan dari
adanya kebutuhan. Perilaku dikatakan wajar apabila ada penyesuaian diri yang
harus diselaraskan.
2. Domain Perilaku
Perilaku merupakan perwujudan dari adanya kebutuhan (Notoatmodjo, 2013).
Perilaku dapat dianalisis menjadi rangkaian antara perangsang dan reaksi.
Reaksi yang diberikan tiap individu berbeda meskipun stimulasinya sama.
Perbedaan ini karena faktor determinan internal dan eksternal. Internal berarti
mencakup kepada karakteristik orang yang bersangkutan yang juga dipengaruhi
oleh tingkat kecerdasan, emosional dan jenis kelamin. Determinan eksternal
meliputi faktor lingkungan baik social, fisik, budaya, ekonomi, politik dan
sebagainya. Faktor lingkungan merupakan faktor yang lebih dominan
mempengaruhi perilaku individu (Notoatmodjo, 2013). Domain perilaku terdiri
dari tiga bagian yaitu, kognitif, afektif dan psikomotor Bloom (1908) dalam
Notoatmodjo (2013). Kognitif diukur dari pengetahuan, afektif diukur dengan
sikap dan psikomotor diukur dengan tindakan atau praktik.
a. Kognitif atau Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu yang terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui
pancaindera manusia. Perilaku merupakan domain yang sangat penting
11
untuk terbentuknya suatu tindakan karena perilaku yang didasari
pengetahuan akan lebih baik dibanding perilaku yang tidak didasarkan
pengetahuan (Notoatmodjo, 2013).
Pengetahuan remaja tentang seksual dapat diperoleh dari informasi yang
diterima melalui pendidikan seks di sekolah, di keluarga melaui orang tua
atau dari informasi melaui media massa (Saparie, 2004). Pendidikan seksual
adalah informasi mengenai persoalan seksualitas manusia yang jelas dan
benar yang meliputi anatomi dan fisiologi, proses terjadinya pembuahan,
kehamilan sampai kelahiran, tingkah seksual, hubungan seksual dan aspekaspek kesehatan, kejiwaan dan kemasyarakatan (Sarwono, 2012).
Kenyataannya informasi seksual yang paling banyak diterima remaja adalah
dalam bentuk pornografi (Al Ghifari, 2010).
b. Afektif atau Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup terhadap suatu
stimulus atau objek. Sikap belum merupakan suatu tindakan akan tetapi
merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap merupakan kesiapan
untuk reaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai penghayatan
terhadap objek (Notoatmodjo, 2013). Sikap tidak langsung dilihat tetapi
sikap menunjukkan adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang
merupakan reaksi yang bersifat emosional.
Sikap meliputi kemauan dan motivasi untuk mengintegrasikan
pengetahuannya dalam kehidupan. Sikap remaja terhadap seksualitas
meliputi tanggungjawab seksual, sikap terhadap kontrasepsi, opini tentang
pasangan seksual yang lebih dari satu, penggunaan kondom dan kontoversi
mengenai penyakit menular seksual di masyarakat (Sarwono, 2012).
c. Psikomotor atau Tindakan
Untuk mewujudkan sikap menjadi sutau perbuatan yang nyata diperlukan
faktor pendukung atau kondisi yang memungkinkan. Tindakan merupakan
praktik dari penilaian individu terhadap apa yang disikapi dan dinilai baik
(Notoatmodjo, 2013).
Tindakan merupakan respon atau reaksi konkrit seseorang terhadap stimulus
atau objek dan dapat diamati langsung atau praktik dari apa yang diketahui
12
dan disikapi. Tindakan atau praktik seksual remaja dapat diidentifkasi
dengan berganti-ganti pacar, pernah atau tidak melakukan hubungan seksual,
menonton film porno, ciuman atau berpelukan dengan pacar, berkhayal
melakukan hubungan seksual dengan lawan jenis (Santrock, 2010)
3. Perilaku Seksual Remaja
Perilaku seksual adalah perilaku yang didasari oleh dorongan seksual atau
kegiatan untuk mendapatkan kesenangan organ seksual melalui berbagai
perilaku. Contohnya dengan berfantasi, masturbasi, berpegangan tangan, cium
pipi, berpelukan dan sebagainya. Perubahan dan perkembangan yang terjadi
pada masa remaja dipengaruhi oleh berfungsinya hormon-hormon seksual yaitu
testosteron pada laki-laki dan progesteron pada perempuan, hormon-hormon
inilah yang berpengaruh terhadap dorongan seksual manusia. Pada remaja,
dorongan seksual bisa muncul dalam bentuk ketertarikan terhadap lawan jenis,
keinginan untuk mendapatkan kepuasan seksual dan sebagainya. Perilaku
seksual merupakan hasil interaksi kepribadian dengan lingkungan sekitarnya
(Bachtiar, 2011).
Dorongan seksual bisa diekspresikan dalam berbagai perilaku, namun tidak
semua perilaku merupakan ekspresi dorongan seksual seseorang (dalam hal ini
remaja). Ekspresi dorongan seksual atau perilaku seksual ada yang aman dan ada
yang tidak aman, baik secara fisik, psikis maupun sosial (Tito, 2009).
Permasalah seksualitas yang umum dialami remaja adalah doroangan seksual
yang meningkat padahal belum menikah. Usia kematangan fisik pada remaja
belum diimbangi dengan kematangan psikososial. Kemampuan memahami dan
kesiapan menerima resiko perilaku seksualnya, kemampuan mengelola dorongan
dan kemampuan mengambil keputusan secara matang. Hal ini mengakibatkan
rasa ingin tahu remaja yang sangat kuat, keinginan bereksplorasi dan memenuhi
dorongan seksual mengalahkan pemahaman terhadap norma, kontrol diri dan
pemikiran rasional mereka sendiri sehingga timbul perilaku coba-coba
berhubungan seks yang akhirnya mereka ketagihan (Bachtiar, 2010).
13
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seksual Remaja
Ada beberapa faktor yang dikemukakan oleh Bachtiar (2011) yang
mempengaruhi perilaku seksual remaja yaitu:
a. Biologis yaitu perubahan biologis yang terjadi pada masa remaja dan
aktifnya hormon-hormon yang dapat menimbulkan perilaku seksual.
b. Pengaruh orangtua. Kurangnya komunikasi secara terbuka antara orangtua
dengan remaja dalam masalah seksual dapat memperkuat munculnya
penyimpangan perilaku seksual.
c. Akademik. Secara teoritis, remaja yang prestasi dan aspirasinya rendah
cenderung lebih sering memunculkan aktivitas seksual dibandingkan remaja
dengan prestasi yang baik di sekolah.
d. Pemahaman kehidupan sosial. Hal ini diasosiasikan dengan pengambilan
keputusan yang memberikan pemahaman perilaku seksual dikalangan
remaja. Orang mampu mengambil keputusan secara tepat berdasarkan nilainilai yang dianutnya, dapat lebih menampilkan perilaku seksual yang lebih
sehat.
Beberapa faktor yang mempengaruhi remaja dalam menyalurkan dorongan
seksual yang berbeda-beda antara lain :
a. Pengalaman seksual. Semakin banyak pengalaman mendengar, meilhat dan
mengalami stimulus seksual, maka semakin kuat pula stimulasi yang dapat
mendorong perilaku seksual. Misalnya media massa ( film, internet, gambar
atau majalah) obrolan dari teman atau pacar tentang pengalaman seksual,
melihat orang-orang yang tengah berpacaran atau melakukan hubungan
seksual.
b. Faktor kepribadian seperti harga diri, kontrol diri, tanggung jawab,
kemampuan membuat keputusan dan nilai-nilai yang dimiliki.
c. Pemahaman dan penghayatan nilai-nilai keagamaan. Bila remaja memiliki
penghayatan yang kuat terhadap nilai-nilai ini, maka integritas yang baik
juga cenderung mampu menampilkan perilaku seksual yang selaras dengan
nilai yang diyakininya serta mencari kepuasan dari perilaku yang produktif.
14
d. Fungsi keluarga. Keluarga yang mampu berfungsi secara optimal membantu
remaja untuk menyalurkan dorongan seksualnya dengan cara yang selaras
dengan norma dan nilai yang berlaku serta dapat menyalurkan energi psikis
secara produktif.
e. Pengetahuan tentang kesehatan reproduksi. Remaja yang memiliki
pemahaman yang benar dan proporsional tentang kesehatan reproduksi
cenderung memahami resiko perilaku serta alternatif cara yang dapat
digunakan untuk menyalurkan dorongan seksual secara sehat dan
bertanggungjawab.
5. Perilaku Seksual Normal
Maramis (2009), menyatakan bahwa perilaku seksual yang normal dapat
menyesuaikan diri, bukan saja dengan tuntutan masyarakat tetapi juga dengan
kebutuhan individu mengenai kebahagiaan, perwujudan diri sendiri atau
peningkatan kemampuan individu untuk mengembangkan kepribadiannya
menjadi lebih baik. Yang dimaksud dengan perilaku seksual yang normal
mengandung pengertian sebagai berikut :
a. Hubungan seksual yang tidak menimbulkan efek-efek merugikan, baik bagi
diri maupun bagi partnernya.
b. Tidak menimbulkan konflik psikis, tidak bersifat paksaan atau perkosaan.
6. Penyimpangan Perilaku Seksual
Penyimpangan perilaku seksual sering diartikan sebagai tingkah laku yang
mengarah ke kenakalan seks Weiner (1980). Kenakalan seks adalah tindakan
yang dilakukan oleh seseorang yang sengaja melanggar hukum dan diketahui
oleh pelaku itu sendiri bahwa jika perbuatannya itu melanggar hukum.
Secara keseluruhan, semua tingkah laku yang menyimpang dari ketentuan yang
berlaku dalam masyarakat norma agama, etika, peraturan sekolah, keluarga dan
lain-lain dapat disebut sebagai perilaku menyimpang (deviation). Namun jika
penyimpangan itu terjadi terhadap norma-norma hukum pidana barulah disebut
kenakalan (delinquent). Dengan demikian kenakalan yang dimaksudkan adalah
tingkah laku yang jika dilakukan oleh orang dewasa disebut sebagai kejahatan
15
dan jika tingkah laku tersebut dilakukan oleh remaja yang masih dibawah umur
maka disebut perilaku menyimpang saja (Sarwono, 2012)
Menurut Dianawati (2008) ada beberapa penyimpangan perilaku yang
berhubungan dengan seksual diantaranya sebagai berikut :
a. Masturbasi
Masturbasi adalah tindakan menyentuh, menggosok dan meraba bagian
tubuh sendiri yang peka sehingga menimbulkan rasa menyenangkan untuk
mendapatkan kepuasaan seksual (orgasme) baik tanpa menggunakan alat
maupun menggunakan alat. Biasanya masturbasi dilakukan pada bagian
tubuh yang sensitif, namun tidak sama pada setiap orang. Misalnya : puting
payudara, paha bagian dalam dan alat kelamin.
Secara medis masturbasi tidak akan mengganggu kesehatan. Orang yang
melakukan tidak akan mengalami kerusakan pada otak atau bagian tubuh
lainnya. Masturbasi juga tidak menimbulkan resiko fisik seperti mandul,
impotensim dan cacat asal dilakukan secara aman, steril, tidak menimbulkan
luka atau infeksi. Resiko fisik biasanya berupa kelelahan.
Pengaruh masturbasi biasanya bersifat psikologis seperti rasa bersalah,
berdosa dan rendah diri karena melakukan hal-hal yang tidak disetujui oleh
agama dan nilai-nilai budaya sehingga jika sering dilakukan akan
menyebabkan terganggunya konsentrasi pada remaja.
b. Onani
Onani mempunyai arti yang sama dengan masturbasi. Namun ada yang
berpendapat bahwa onani hanya diperuntukkan bagi laki-laki sedangkan
istilah masturbasi dapat berlaku bagi perempuan maupun laki-laki Istilah
onani diambil dari seseorang bernama Onan yang sejak kecil sering merasa
kesepian. Untuk mengatasi rasa sepinya ia mencari hiburan dengan
membayangkan hal-hal erotis sambil mengeksplorasi bagian-bagian
tubuhnya yang sensitif sehingga mendatangkan suatu kenikmatan. Nama
Onan berkembang menjadi onani (Wikipedia, 2005).
16
Perilaku onani bisa timbul kareana ketegangan seks pada saat pubertas. Pada
umumnya keadaan itu timbul pada pria yang belum menikah karena
dorongan seksual yang begitu besar.
c. Petting
Petting adalah melakukan hubungan seksual dengan atau tanpa pakaian
tetapi tanpa melakukan penetrasi penis kedalam vagina hanya sebatas
digesekkan saja ke alat kelamin perempuan. Ada pula yang mengatakan
petting sebagai bercumbu berat. Biasanya dilakukan sebagai pemanasan
sebelum melakukan coitus.
Walaupun tanpa melepaskan pakaian, petting tetap dapat menimbulkan
kehamilan tidak diinginkan karena sperma tetap bisa masuk kedalam rahim
karena ketika terangsang perempuan akan mengeluarkan cairan yang
mempermudah masuknya sperma kedalam rahim. Sedangkan sperma itu
sendiri memiliki kemampuan untuk berenang masuk kedalam rahim jika
tertumpah pada pakaian dalam yang dikenakan perempuan terutama jika
langsung mengenai bibir kemaluan (Miol, 2005).
d. Hubungan Seksual (Coitus)
Coitus yaitu masuknya (penetrasi) keliang vagina. Bila terjadi ejakulasi
dengan posisi alat kelamin pria berada dalam vagina, dapat memudahkan
pertemuan sperma dan sel telur yang menyebabkan terjadinya pembuahan
dan kehamilan (Pangkahila, 2005).
C. Konsep Paparan Pornografi
1. Defenisi Paparan Pornografi
Arti paparan dalam kamus bahasa Indonesia adalah uraian, keterangan atau
penjelasan tentang sesuatu, menguraikan sesuatu dengan panjang lebar.
Sedangkan yang dimaksud dengan pornografi yang diambil dari bahasa Yunani
pornographia diartikan secara harafiah sebagai tulisan tentang atau gambar
tentang pelacur dan kadang kala juga disingkat menjadi “porn,” “pron,” atau
“porno” adalah penggambaran tubuh manusia dengan tujuan rangsangan
seksual dan materi yang dirancang untuk membangkitkan gairah (Asti, 2008).
17
Ada beberapa definisi pornografi, menurut Kamus Bahasa Indonesia
mendefinisikan pornografi sebagai penggambaran tingkah laku secara erotis,
baik lewat tulisan maupun lukisan untuk membangkitkan nafsu seks. Sedangkan
menurut H.B Yassin yang dikutip oleh (Lesmana, 2009) pornografi adalah setiap
tulisan yang ditulis atau digambar dengan maksud sengaja merangsang seksual.
Sedangkan UU Pornografi mendefinisikannya sebagai gambar, sketsa, ilustrasi,
foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak
tubuh atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi
pertunjukan di muka umum yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual
yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat. (UU Pornografi no 38
Pasal 1 ayat(1).
Dari defenisi diatas, dapat disimpulkan bahwa paparan pornografi adalah uraian,
keterangan atau penjelasan, yang menjelaskan, menguraikan, tentang tulisan
atau gambar yang berisi hal-hal yang berhubungan dengan persoalan-persoalan
seksual baik yang tidak semestinya diungkapkan secara terbuka kepada umum
dengan maksud untuk menstimulasi libido (Al Ghifari, 2010).
2. Media Pornografi
Secara umum remaja belajar dan memperoleh pengetahuan tentang seksualitas
dari banyak sumber seperti orangtua, sekolah, teman, saudara dan media.
Menurut Nusantari (2010), bentuk-bentuk pornografi di media sangat banyak,
setidaknya ada empat jenis media yang telah dikenal masyarakat secara luas
yaitu media cetak, media gambar (visual), media massa (audio) dan media suara
gambar (audiovisual). Produk-produk dari media pornografi yang biasa
digunakan dan beredar dikalangan remaja adalah :
a. Poster. Dapat dijumpai dalam bentuk iklan, pengumuman, propaganda atau
memberi ilustrasi tentang acara-acara tertentu. Contohnya poster film, iklan
sabun atau kosmetik, pengumuman konser musik dan lain-lain.
b. Kartu dan stiker. Materi pornografi ini dapat dijumpai dalam berbagai
bentuk dan ukuran. Tidak hanya menampilkan gambar yang senonoh
(biasanya wanita) tapi juga disertai tulisan-tulisan yang bernada mesum.
18
c. Merchandise. Misalnya topi, mug, t-shirt, bros, syal, jam tangan, ballpoint
dan lain-lain. Produsen merchandise ini sengaja memuat materi pornografi
dalam bentuk foto-foto atau gambar-gambar sensual.
d. Kalender. Banyak beredar di masyarakat kalender yang memuat gambargambar wanita berbusana minim bahkan hanya memakai bikini. Harganya
cenderung terjangkau oleh masyarakat namun ada juga yang eksklusif
dengan harga mahal.
e. Majalah dan tabloid. Bentuk media ini ada yang sangat vulgar seperti
majalah terbitan luar negeri tetapi ada juga yang semi vulgar. Media seperti
ini dicirikan dengan cover seorang wanita yang berbusana minim. Cover
seperti ini memang disengaja sehingga hanya dengan sekali melihat
konsumen terutama laki-laki diharapkan menjadi tertarik dan langsung
membeli produk tersebut. Adapun isi media sebagian besarnya bernuansa
porno.
f. Surat kabar. Banyak surat kabar menggunakan materi-materi pornografi
untuk memikat minat pembaca. Mereka menampilkan foto-foto selebritis di
halaman depan, memuat berita-berita seputar pelacuran, pemerkosaan
selingkuh dan sejenisnya. Media ini juga memuat cerita-cerita cabul dan
liputan khusus berisi berita-berita yang tidak pantas disebarluaskan ke
tengah-tengah masyarakat.
g. Cerita fiksi. Ada sebagian media yang hanya memuat cerita-cerita fiktif
tentang praktik seks bebas, selingkuh, pemerkosaan yang dibuat sedemikian
rupa agar pembacanya betah. Penulis cerita tersebut menuangkan fantasi
mereka tentang kejahatan aktivitas seksual.
h. Novel. Ada beberapa novel yang berisi cerita yang dapat merangsang
pembacanya dengan cerita yang mengarah kearah pornografi.
i. Komik. Identik dengan kartun. Proses kreatifnya hampir sama hanya
medianya berbeda. Akan tetapi, dunia gambar animasi ini disalahgunakan
untuk membuat komik-komik porno. Di Indonesia kini telah banyak beredar
komik porno di kalangan remaja.
19
j. Lukisan. Biasanya lebih kepada lukisan yang menggambarkan seorang
wanita, pelukisnya berdalih bahwa lukisan itu ia buat adalah semata-mata
hanya karya seni yang indah.
k. Fotografi. Di dunia fotografi, tubuh wanita banyak dijadikan objek untuk
membuat foto-foto porno yang kemudian disebarluaskan kemasyarakat luas.
l. Billboard (baliho). Billboard adalah papan iklan berupa gambar besar atau
tulisan yang panjang di depan toko, halte bis, jembatan layang dan lain-lain.
Biasanya baliho menampilkan iklan yang menampilkan wanita berbusana
minim seperti iklan sabun, shampoo, obat kuat, minuman berenergi atau
produk rokok.
m. Kaset dan CD musik. Contoh produk ini adalah kaset yang penyanyinya
megeluarkan suara yang mendesah-desah atau lirik lagu yang vulgar.
n. Film. Industry film saat ini menjadi media yang sarat dengan pornografi.
Tidak hanya film-film yang beredar di layar lebar tetapi juga sinema-sinema
elektronik yang ditayangkan hampir semua stasiun televisi yang dikemas
untuk remaja. Film-film tersebut menonjolkan remaja dari sisi kehidupan
psikoseksualnya saja seperti pacaran, perkosaan, kekerasan seksual yang
secara vulgar ditayangkan.
o. Klip musik. Dari segi durasi, klip musik mirip dengan iklan atau siaran
pendek. Tapi dari segi materi media, klip masih satu paket dengan kaset atau
CD musik. Klip musik biasanya menampilkan penari-penari latar atau
figuran yang sarat dengan adegan-adegan vulgar.
p. Video dan VCD. Biasa dikenal dengan istilah blue film (BF). Beberapa
tahun terakhir marak beredar rekaman VCD porno yang murah harganya dan
mudah didapat dipinggir jalan.
q. Situs internet. Dunia internet adalah dunia yang bebas nilai, bebas sensor,
bebas aturan. Di internet seseorang bisa memuat dan mengakses informasi
apa saja tanpa ada batasan dan tanpa ada tekanan.
r. Game interaktif. Saat ini muncul produk kreativitas yang tidak seharusnya
terjadi. Sebagian game memuat simulasi aktivitas seksual orang dewasa,
bahkan bersifat agresif.
20
Inilah sebagian dari produk-produk media pornografi yang tersebar luas di
tengah-tengah masyarakat. Besar kemungkinan produk-produk tersebut akan
bertambah seiring dengan semakin pesatnya kemajuan teknologi informasi.
media-media pornografi tersebut mudah sekali didapatkan masyarakat dan tidak
menutup kemungkinan remaja juga mudah sekali terpapar dengan media-media
tersebut (Nusantari, 2010).
D. Dampak Paparan Pornografi Terhadap Perilaku Seksual
Harris dan Scott (2002) dalam FanggidaE (2008) mengindentifikasi tiga jenis
dampak utama dari paparan pornografi di media yang pertama, Arousal
(rangsangan) adalah dampak langsung yang bisa langsung terdeteksi sebagai hasil
dari konsumsi media yang bertema seksual dan merupakan sebuah keadaan
psikologis yang membangkitkan atau meningkatkan perilaku seksual. Kedua yaitu,
dampak sikap yang berfokus pada pengkomunikasian sikap dan nilai, dimana
terdapat perubahan-perubahan pada remaja pria dan wanita yang mengkonsumsi
materi bermuatan seks melalui media. Yang terjadi adalah penurunan kepuasan
terhadap kasih sayang dan penampilan fisik. Penerimaan atas seks pra-nikah dan
diluar nikah menjadi lebih tinggi. Hal ini memberi resiko buruk terhadap kesehatan
reproduksi remaja. Ketiga, dampak perilaku yang terbagi atas tiga hal yaitu :
a. Mengajarkan perilaku baru, terutama perilaku-perilaku yang mengarah kepada
perilaku seksual yang tidak sehat bahkan cenderung melakukan kekerasan.
b. Sikap permisif atas perilaku yang telah dikenal.
c. Hubunganya dengan pemerkosaan dan kejahatan seksual lainnya.
Paparan terus menerus akan materi-materi pornografi mempunyai dampak yang
serius terhadap beberapa hal. Antara lain keyakinan mengenai seksualitas pada
umumnya dan sikap terhadap wanita (dalam ini remaja putri) pada khususnya.
Pornografi menghilangkan sensitifitas masyarakat bahwa tindakan pemerkosaan
adalah tindakan kriminal. Paparan dalam jumlah yang besar akan semakin
meningkatkan keinginan atas materi-materi yang mengandung unsur perilaku
seksual yang negatif. Remaja yang mengkonsumsi materi-materi pornografi paling
banyak akan menganggap perilaku seksual yang buruk sebagai suatu perilaku yang
normal (Zillman dan Bryant, 2002 dalam FanggidaE, 2008).
21
E. Kerangka Konsep
Skema 2.1 Kerangka Konsep
Variabel Independen
Variabel Dependen
Paparan Pornografi
Perilaku Seksual
Remaja
F. Hipotesa
Ada hubungan antara paparan pornografi dengan perilaku seksual remaja di Kelas
XI SMA Negeri 1 Hutabayuraja Kabupaten Simalungun.
Download