BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Remaja 1. Defenisi Remaja Defenisi remaja tidak dapat dijelaskan secara pasti ,karena banyak sekali versi yang menerangkan apa dan siapa remaja. Namun masa remaja dapat dibedakan dengan masa-masa perkembangan manusia yang lain dengan melihat rentang usianya. Menurut Hurlock (2011) masa remaja dimulai dengan pada saat seorang anak mengalami kematangan seksual dan berakhir saat ia menjadi dewasa secara hukum. Menurut hukum di Indonesia dikatakan dewasa bila mencapai usia 20 tahun. Secara psikologis masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa dibawah tingkat orangorang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama dengan orang dewasa sekurang-kurangnya sama dalam masalah hak (Piaget, 1969 dalam Hurlock, 2011). Hurlock juga membagi masa remaja menjadi 2 fase yaitu fase awal (13-17 tahun) dan fase remaja akhir (17-21 tahun). Remaja juga didefenisikan sebagai manusia yang sedang mengalami peralihan dari masa kanak-kanak menuju dewasa yang kemudian pada masa ini akan terjadi percepatan pertumbuhan baik dalam segi fisik maupun psikologis termasuk perubahan sikap, cara berpikir dan bertindak ( Al Ghifari, 2011). Sarwono (2012) mendefenisikan remaja sebagai individu yang tengah mengalami perkembangan fisik dan mental. Beliau membatasi usia remaja antara 11 - 24 tahun. Sementara itu WHO mendefenisikan remaja sebagai sebuah fase dimana terjadi hal-hal sebagai berikut: 6 7 a. Individu berkembang dari saat pertama kali menunjukkan tanda-tanda seksual sekunder sampai ia mencapai kematangan organ-organ reproduksinya. b. Individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak menuju dewasa. c. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatife lebih mandiri. Dari berbagai defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa remaja adalah suatu masa dalam rentang hidup manusia dimana manusia tersebut banyak mengalami perubahan (pancaroba) yaitu masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju dewasa dengan rentang usia 11 - 24 tahun. 2. Ciri-ciri Masa Remaja Menurut Hurlock (1980) dalam (Al-Mighwar, 2012) menyebutkan bahwa masa remaja, seperti semua periode rentang kehidupan manusia, memiliki ciri-ciri tertentu yang membedakannya dengan periode sebelum dan sesudahnya. Ciriciri tersebut adalah a. Masa remaja merupakan periode yang penting. Hurlock mengatakan bahwa usia remaja merupakan usia dimana terjadi banyak hal yang menyangkut pertumbuhan dan perkembangan. Perkembangan fisik yang cepat dan penting disertai dengan cepatnya perkembangan mental yang cepat terjadi pada masa remaja. Semua perkembangan itu menimbulkan perlunya penyesuaian mental dan perlunya membentuk sikap, nilai dan minat baru. b. Masa remaja sebagai proses peralihan. Pada masa ini remaja bukan lagi seorang kanak-kanak namun bukan pula seorang dewasa. Bila remaja berperilaku seperti anak-anak ia akan diajari bertindak sesuai dengan umurnya, namun dilain pihak remaja itu dianggap belum pantas berperilaku seperti orang dewasa. Status remaja yang tidak jelas ini dapat menguntungkan karena hal ini akan memberikan waktu kepada mereka 8 mencoba gaya hidup yang berbeda dari orang sekitarnya dan menentukan pola perilaku, nilai dan sifat yang paling sesuai bagi dirinya. c. Masa remaja sebagai periode perubahan. Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku selama masa remaja berbanding lurus dengan tingkat perubahan fisik. Ketika perubahan fisik terjadi dengan pesat maka perubahan sikap pun akan berlangsung pesat pula. Bila perubahan fisik remaja menurun maka perubahan sikap dan perilaku remaja tersebut juga menurun. d. Masa remaja sebagai usia bermasalah. Remaja sering menghadapi masalah namun mereka tidak mampu mengatasi masalahnya sendiri menurut cara yang mereka yakini sehingga pada akhirnya penyelesaian masalah tersebut tidak selalu sesuai dengan harapan mereka. e. Masa remaja sebagai mencari identitas. Pada tahun-tahun awal masa remaja penyesuaian diri dengan kelompok sebaya masih mendambakan identitas diri dan tidak puas lagi dengan menjadi sama dengan teman-temannya dalam segala hal. Erikson (1964) dalam Hurlock (2011) menjelaskan bahwa identitas diri yang dicari remaja berupa usaha untuk menjelaskan siapa dirinya dan apa perannya dalam masyarakat. Identifikasi yang terjadi terhadap identitas diri tersebut terintegrasi dalam bentuk identitas ego adalah lebih dari sekedar penjumlahan identifikasi pada masa kanak-kanak. f. Masa remaja sebagai usia ketakutan. Anggapan stereotip budaya bahwa remaja adalah anak-anak yang tidak rapuh, yang tidak dapat dipercaya dan cenderung berperilaku ke arah merusak. Sehingga menyebabkan orang dewasa harus membimbing dan mengawasi kehidupan remaja muda takut bertanggung jawab dan bersikap tidak simpatik terhadap perilaku remaja yang normal. g. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik. Remaja cenderung memandang kehidupan melalui kacamata yang berbeda dengan orang dewasa. Ia melihat diri nya sendiri dan orang lain sebagaimana yang ia inginkan dan bukan sebagaimana adanya, terlebih cita-cita. Cita-cita yang tidak realistik ini, tidak hanya bagi dirinya sendiri tetapi juga bagi keluarga dan lingkungan sekitarnya, menyebabkan meningginya emosi sebagai ciri 9 awal masa remaja. Semakin tidak realistik cita-citanya semakin ia menjadi marah. Remaja akan kecewa apabila orang lain mengecewakannya atau bila ia tidak berhasil mencapai tujuan yang ia tetapkan sendiri. h. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa. Dengan semakin mendekatnya usia dewasa, remaja menjadi gelisah untuk meninggalkan stereotip belasan tahun dan untuk memberikan kesan bahwa mereka sudah hampir dewasa. Berpakaian dan bertindak seperti orang dewasa dirasa belum cukup. Oleh karena itu, remaja mulai memusatkan diri pada perilaku yang dihubungkan dengan status dewasa, seperti merokok, minum minuman yang mengandung alcohol, menggunakan obat-obatan terlarang dan terlibat dalam hubungan seksual. Mereka beranggapan bahwa perilaku tersebut akan memberikan citra yang mereka inginkan. 3. Tugas Perkembangan Remaja Adapun tugas-tugas perkembangan remaja yang harus dilalui remaja pada usianya menurut Hurlock (2011) yaitu : a. Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita b. Mencapai peran sosial pria dan wanita c. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuh secara efektif d. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertangggung-jawab e. Mencapai kemandirian emosional dari orangtua dan orang-orang dewasa lainnya f. Mempersiapkan karier ekonomi g. Mempersiapkan pernikahan dan keluarga h. Memperoleh perangkat dan nilai etis sebagai pegangan untuk berperilaku mengembangkan ideologi. 10 B. Konsep Perilaku Seksual Remaja 1. Defenisi Perilaku Perilaku adalah segala tindakan manusia yang disebabkan karena dorongan serta hasrat psikologinya maupun karena pengaruh masyarakat dan budaya. Menurut Skinner (1938) dalam Bachtiar (2011) mengatakan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi terhadap stimulus. Perilaku dikatakan wajar apabila ada penyesuaian diri yang harus diselaraskan dengan peran manusia sebagai makhluk individu, sosial dan berke-Tuhanan. Perilaku tidak terjadi secara kebetulan tetapi selalu ada kelanjutan antara satu perbuatan dengan perbuatan lainnya dan tidak dapat berhenti suatu saat. Lebih lanjut menurut Purwanto (2010), perilaku berasal dari dorongan yang ada dalam diri manusia, sedangkan dorongan merupakan usaha untuk memenuhi kebutuhan yang ada dalam diri manusia. Perilaku merupakan perwujudan dari adanya kebutuhan. Perilaku dikatakan wajar apabila ada penyesuaian diri yang harus diselaraskan. 2. Domain Perilaku Perilaku merupakan perwujudan dari adanya kebutuhan (Notoatmodjo, 2013). Perilaku dapat dianalisis menjadi rangkaian antara perangsang dan reaksi. Reaksi yang diberikan tiap individu berbeda meskipun stimulasinya sama. Perbedaan ini karena faktor determinan internal dan eksternal. Internal berarti mencakup kepada karakteristik orang yang bersangkutan yang juga dipengaruhi oleh tingkat kecerdasan, emosional dan jenis kelamin. Determinan eksternal meliputi faktor lingkungan baik social, fisik, budaya, ekonomi, politik dan sebagainya. Faktor lingkungan merupakan faktor yang lebih dominan mempengaruhi perilaku individu (Notoatmodjo, 2013). Domain perilaku terdiri dari tiga bagian yaitu, kognitif, afektif dan psikomotor Bloom (1908) dalam Notoatmodjo (2013). Kognitif diukur dari pengetahuan, afektif diukur dengan sikap dan psikomotor diukur dengan tindakan atau praktik. a. Kognitif atau Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu yang terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia. Perilaku merupakan domain yang sangat penting 11 untuk terbentuknya suatu tindakan karena perilaku yang didasari pengetahuan akan lebih baik dibanding perilaku yang tidak didasarkan pengetahuan (Notoatmodjo, 2013). Pengetahuan remaja tentang seksual dapat diperoleh dari informasi yang diterima melalui pendidikan seks di sekolah, di keluarga melaui orang tua atau dari informasi melaui media massa (Saparie, 2004). Pendidikan seksual adalah informasi mengenai persoalan seksualitas manusia yang jelas dan benar yang meliputi anatomi dan fisiologi, proses terjadinya pembuahan, kehamilan sampai kelahiran, tingkah seksual, hubungan seksual dan aspekaspek kesehatan, kejiwaan dan kemasyarakatan (Sarwono, 2012). Kenyataannya informasi seksual yang paling banyak diterima remaja adalah dalam bentuk pornografi (Al Ghifari, 2010). b. Afektif atau Sikap Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap belum merupakan suatu tindakan akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap merupakan kesiapan untuk reaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai penghayatan terhadap objek (Notoatmodjo, 2013). Sikap tidak langsung dilihat tetapi sikap menunjukkan adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang merupakan reaksi yang bersifat emosional. Sikap meliputi kemauan dan motivasi untuk mengintegrasikan pengetahuannya dalam kehidupan. Sikap remaja terhadap seksualitas meliputi tanggungjawab seksual, sikap terhadap kontrasepsi, opini tentang pasangan seksual yang lebih dari satu, penggunaan kondom dan kontoversi mengenai penyakit menular seksual di masyarakat (Sarwono, 2012). c. Psikomotor atau Tindakan Untuk mewujudkan sikap menjadi sutau perbuatan yang nyata diperlukan faktor pendukung atau kondisi yang memungkinkan. Tindakan merupakan praktik dari penilaian individu terhadap apa yang disikapi dan dinilai baik (Notoatmodjo, 2013). Tindakan merupakan respon atau reaksi konkrit seseorang terhadap stimulus atau objek dan dapat diamati langsung atau praktik dari apa yang diketahui 12 dan disikapi. Tindakan atau praktik seksual remaja dapat diidentifkasi dengan berganti-ganti pacar, pernah atau tidak melakukan hubungan seksual, menonton film porno, ciuman atau berpelukan dengan pacar, berkhayal melakukan hubungan seksual dengan lawan jenis (Santrock, 2010) 3. Perilaku Seksual Remaja Perilaku seksual adalah perilaku yang didasari oleh dorongan seksual atau kegiatan untuk mendapatkan kesenangan organ seksual melalui berbagai perilaku. Contohnya dengan berfantasi, masturbasi, berpegangan tangan, cium pipi, berpelukan dan sebagainya. Perubahan dan perkembangan yang terjadi pada masa remaja dipengaruhi oleh berfungsinya hormon-hormon seksual yaitu testosteron pada laki-laki dan progesteron pada perempuan, hormon-hormon inilah yang berpengaruh terhadap dorongan seksual manusia. Pada remaja, dorongan seksual bisa muncul dalam bentuk ketertarikan terhadap lawan jenis, keinginan untuk mendapatkan kepuasan seksual dan sebagainya. Perilaku seksual merupakan hasil interaksi kepribadian dengan lingkungan sekitarnya (Bachtiar, 2011). Dorongan seksual bisa diekspresikan dalam berbagai perilaku, namun tidak semua perilaku merupakan ekspresi dorongan seksual seseorang (dalam hal ini remaja). Ekspresi dorongan seksual atau perilaku seksual ada yang aman dan ada yang tidak aman, baik secara fisik, psikis maupun sosial (Tito, 2009). Permasalah seksualitas yang umum dialami remaja adalah doroangan seksual yang meningkat padahal belum menikah. Usia kematangan fisik pada remaja belum diimbangi dengan kematangan psikososial. Kemampuan memahami dan kesiapan menerima resiko perilaku seksualnya, kemampuan mengelola dorongan dan kemampuan mengambil keputusan secara matang. Hal ini mengakibatkan rasa ingin tahu remaja yang sangat kuat, keinginan bereksplorasi dan memenuhi dorongan seksual mengalahkan pemahaman terhadap norma, kontrol diri dan pemikiran rasional mereka sendiri sehingga timbul perilaku coba-coba berhubungan seks yang akhirnya mereka ketagihan (Bachtiar, 2010). 13 4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seksual Remaja Ada beberapa faktor yang dikemukakan oleh Bachtiar (2011) yang mempengaruhi perilaku seksual remaja yaitu: a. Biologis yaitu perubahan biologis yang terjadi pada masa remaja dan aktifnya hormon-hormon yang dapat menimbulkan perilaku seksual. b. Pengaruh orangtua. Kurangnya komunikasi secara terbuka antara orangtua dengan remaja dalam masalah seksual dapat memperkuat munculnya penyimpangan perilaku seksual. c. Akademik. Secara teoritis, remaja yang prestasi dan aspirasinya rendah cenderung lebih sering memunculkan aktivitas seksual dibandingkan remaja dengan prestasi yang baik di sekolah. d. Pemahaman kehidupan sosial. Hal ini diasosiasikan dengan pengambilan keputusan yang memberikan pemahaman perilaku seksual dikalangan remaja. Orang mampu mengambil keputusan secara tepat berdasarkan nilainilai yang dianutnya, dapat lebih menampilkan perilaku seksual yang lebih sehat. Beberapa faktor yang mempengaruhi remaja dalam menyalurkan dorongan seksual yang berbeda-beda antara lain : a. Pengalaman seksual. Semakin banyak pengalaman mendengar, meilhat dan mengalami stimulus seksual, maka semakin kuat pula stimulasi yang dapat mendorong perilaku seksual. Misalnya media massa ( film, internet, gambar atau majalah) obrolan dari teman atau pacar tentang pengalaman seksual, melihat orang-orang yang tengah berpacaran atau melakukan hubungan seksual. b. Faktor kepribadian seperti harga diri, kontrol diri, tanggung jawab, kemampuan membuat keputusan dan nilai-nilai yang dimiliki. c. Pemahaman dan penghayatan nilai-nilai keagamaan. Bila remaja memiliki penghayatan yang kuat terhadap nilai-nilai ini, maka integritas yang baik juga cenderung mampu menampilkan perilaku seksual yang selaras dengan nilai yang diyakininya serta mencari kepuasan dari perilaku yang produktif. 14 d. Fungsi keluarga. Keluarga yang mampu berfungsi secara optimal membantu remaja untuk menyalurkan dorongan seksualnya dengan cara yang selaras dengan norma dan nilai yang berlaku serta dapat menyalurkan energi psikis secara produktif. e. Pengetahuan tentang kesehatan reproduksi. Remaja yang memiliki pemahaman yang benar dan proporsional tentang kesehatan reproduksi cenderung memahami resiko perilaku serta alternatif cara yang dapat digunakan untuk menyalurkan dorongan seksual secara sehat dan bertanggungjawab. 5. Perilaku Seksual Normal Maramis (2009), menyatakan bahwa perilaku seksual yang normal dapat menyesuaikan diri, bukan saja dengan tuntutan masyarakat tetapi juga dengan kebutuhan individu mengenai kebahagiaan, perwujudan diri sendiri atau peningkatan kemampuan individu untuk mengembangkan kepribadiannya menjadi lebih baik. Yang dimaksud dengan perilaku seksual yang normal mengandung pengertian sebagai berikut : a. Hubungan seksual yang tidak menimbulkan efek-efek merugikan, baik bagi diri maupun bagi partnernya. b. Tidak menimbulkan konflik psikis, tidak bersifat paksaan atau perkosaan. 6. Penyimpangan Perilaku Seksual Penyimpangan perilaku seksual sering diartikan sebagai tingkah laku yang mengarah ke kenakalan seks Weiner (1980). Kenakalan seks adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang yang sengaja melanggar hukum dan diketahui oleh pelaku itu sendiri bahwa jika perbuatannya itu melanggar hukum. Secara keseluruhan, semua tingkah laku yang menyimpang dari ketentuan yang berlaku dalam masyarakat norma agama, etika, peraturan sekolah, keluarga dan lain-lain dapat disebut sebagai perilaku menyimpang (deviation). Namun jika penyimpangan itu terjadi terhadap norma-norma hukum pidana barulah disebut kenakalan (delinquent). Dengan demikian kenakalan yang dimaksudkan adalah tingkah laku yang jika dilakukan oleh orang dewasa disebut sebagai kejahatan 15 dan jika tingkah laku tersebut dilakukan oleh remaja yang masih dibawah umur maka disebut perilaku menyimpang saja (Sarwono, 2012) Menurut Dianawati (2008) ada beberapa penyimpangan perilaku yang berhubungan dengan seksual diantaranya sebagai berikut : a. Masturbasi Masturbasi adalah tindakan menyentuh, menggosok dan meraba bagian tubuh sendiri yang peka sehingga menimbulkan rasa menyenangkan untuk mendapatkan kepuasaan seksual (orgasme) baik tanpa menggunakan alat maupun menggunakan alat. Biasanya masturbasi dilakukan pada bagian tubuh yang sensitif, namun tidak sama pada setiap orang. Misalnya : puting payudara, paha bagian dalam dan alat kelamin. Secara medis masturbasi tidak akan mengganggu kesehatan. Orang yang melakukan tidak akan mengalami kerusakan pada otak atau bagian tubuh lainnya. Masturbasi juga tidak menimbulkan resiko fisik seperti mandul, impotensim dan cacat asal dilakukan secara aman, steril, tidak menimbulkan luka atau infeksi. Resiko fisik biasanya berupa kelelahan. Pengaruh masturbasi biasanya bersifat psikologis seperti rasa bersalah, berdosa dan rendah diri karena melakukan hal-hal yang tidak disetujui oleh agama dan nilai-nilai budaya sehingga jika sering dilakukan akan menyebabkan terganggunya konsentrasi pada remaja. b. Onani Onani mempunyai arti yang sama dengan masturbasi. Namun ada yang berpendapat bahwa onani hanya diperuntukkan bagi laki-laki sedangkan istilah masturbasi dapat berlaku bagi perempuan maupun laki-laki Istilah onani diambil dari seseorang bernama Onan yang sejak kecil sering merasa kesepian. Untuk mengatasi rasa sepinya ia mencari hiburan dengan membayangkan hal-hal erotis sambil mengeksplorasi bagian-bagian tubuhnya yang sensitif sehingga mendatangkan suatu kenikmatan. Nama Onan berkembang menjadi onani (Wikipedia, 2005). 16 Perilaku onani bisa timbul kareana ketegangan seks pada saat pubertas. Pada umumnya keadaan itu timbul pada pria yang belum menikah karena dorongan seksual yang begitu besar. c. Petting Petting adalah melakukan hubungan seksual dengan atau tanpa pakaian tetapi tanpa melakukan penetrasi penis kedalam vagina hanya sebatas digesekkan saja ke alat kelamin perempuan. Ada pula yang mengatakan petting sebagai bercumbu berat. Biasanya dilakukan sebagai pemanasan sebelum melakukan coitus. Walaupun tanpa melepaskan pakaian, petting tetap dapat menimbulkan kehamilan tidak diinginkan karena sperma tetap bisa masuk kedalam rahim karena ketika terangsang perempuan akan mengeluarkan cairan yang mempermudah masuknya sperma kedalam rahim. Sedangkan sperma itu sendiri memiliki kemampuan untuk berenang masuk kedalam rahim jika tertumpah pada pakaian dalam yang dikenakan perempuan terutama jika langsung mengenai bibir kemaluan (Miol, 2005). d. Hubungan Seksual (Coitus) Coitus yaitu masuknya (penetrasi) keliang vagina. Bila terjadi ejakulasi dengan posisi alat kelamin pria berada dalam vagina, dapat memudahkan pertemuan sperma dan sel telur yang menyebabkan terjadinya pembuahan dan kehamilan (Pangkahila, 2005). C. Konsep Paparan Pornografi 1. Defenisi Paparan Pornografi Arti paparan dalam kamus bahasa Indonesia adalah uraian, keterangan atau penjelasan tentang sesuatu, menguraikan sesuatu dengan panjang lebar. Sedangkan yang dimaksud dengan pornografi yang diambil dari bahasa Yunani pornographia diartikan secara harafiah sebagai tulisan tentang atau gambar tentang pelacur dan kadang kala juga disingkat menjadi “porn,” “pron,” atau “porno” adalah penggambaran tubuh manusia dengan tujuan rangsangan seksual dan materi yang dirancang untuk membangkitkan gairah (Asti, 2008). 17 Ada beberapa definisi pornografi, menurut Kamus Bahasa Indonesia mendefinisikan pornografi sebagai penggambaran tingkah laku secara erotis, baik lewat tulisan maupun lukisan untuk membangkitkan nafsu seks. Sedangkan menurut H.B Yassin yang dikutip oleh (Lesmana, 2009) pornografi adalah setiap tulisan yang ditulis atau digambar dengan maksud sengaja merangsang seksual. Sedangkan UU Pornografi mendefinisikannya sebagai gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi pertunjukan di muka umum yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat. (UU Pornografi no 38 Pasal 1 ayat(1). Dari defenisi diatas, dapat disimpulkan bahwa paparan pornografi adalah uraian, keterangan atau penjelasan, yang menjelaskan, menguraikan, tentang tulisan atau gambar yang berisi hal-hal yang berhubungan dengan persoalan-persoalan seksual baik yang tidak semestinya diungkapkan secara terbuka kepada umum dengan maksud untuk menstimulasi libido (Al Ghifari, 2010). 2. Media Pornografi Secara umum remaja belajar dan memperoleh pengetahuan tentang seksualitas dari banyak sumber seperti orangtua, sekolah, teman, saudara dan media. Menurut Nusantari (2010), bentuk-bentuk pornografi di media sangat banyak, setidaknya ada empat jenis media yang telah dikenal masyarakat secara luas yaitu media cetak, media gambar (visual), media massa (audio) dan media suara gambar (audiovisual). Produk-produk dari media pornografi yang biasa digunakan dan beredar dikalangan remaja adalah : a. Poster. Dapat dijumpai dalam bentuk iklan, pengumuman, propaganda atau memberi ilustrasi tentang acara-acara tertentu. Contohnya poster film, iklan sabun atau kosmetik, pengumuman konser musik dan lain-lain. b. Kartu dan stiker. Materi pornografi ini dapat dijumpai dalam berbagai bentuk dan ukuran. Tidak hanya menampilkan gambar yang senonoh (biasanya wanita) tapi juga disertai tulisan-tulisan yang bernada mesum. 18 c. Merchandise. Misalnya topi, mug, t-shirt, bros, syal, jam tangan, ballpoint dan lain-lain. Produsen merchandise ini sengaja memuat materi pornografi dalam bentuk foto-foto atau gambar-gambar sensual. d. Kalender. Banyak beredar di masyarakat kalender yang memuat gambargambar wanita berbusana minim bahkan hanya memakai bikini. Harganya cenderung terjangkau oleh masyarakat namun ada juga yang eksklusif dengan harga mahal. e. Majalah dan tabloid. Bentuk media ini ada yang sangat vulgar seperti majalah terbitan luar negeri tetapi ada juga yang semi vulgar. Media seperti ini dicirikan dengan cover seorang wanita yang berbusana minim. Cover seperti ini memang disengaja sehingga hanya dengan sekali melihat konsumen terutama laki-laki diharapkan menjadi tertarik dan langsung membeli produk tersebut. Adapun isi media sebagian besarnya bernuansa porno. f. Surat kabar. Banyak surat kabar menggunakan materi-materi pornografi untuk memikat minat pembaca. Mereka menampilkan foto-foto selebritis di halaman depan, memuat berita-berita seputar pelacuran, pemerkosaan selingkuh dan sejenisnya. Media ini juga memuat cerita-cerita cabul dan liputan khusus berisi berita-berita yang tidak pantas disebarluaskan ke tengah-tengah masyarakat. g. Cerita fiksi. Ada sebagian media yang hanya memuat cerita-cerita fiktif tentang praktik seks bebas, selingkuh, pemerkosaan yang dibuat sedemikian rupa agar pembacanya betah. Penulis cerita tersebut menuangkan fantasi mereka tentang kejahatan aktivitas seksual. h. Novel. Ada beberapa novel yang berisi cerita yang dapat merangsang pembacanya dengan cerita yang mengarah kearah pornografi. i. Komik. Identik dengan kartun. Proses kreatifnya hampir sama hanya medianya berbeda. Akan tetapi, dunia gambar animasi ini disalahgunakan untuk membuat komik-komik porno. Di Indonesia kini telah banyak beredar komik porno di kalangan remaja. 19 j. Lukisan. Biasanya lebih kepada lukisan yang menggambarkan seorang wanita, pelukisnya berdalih bahwa lukisan itu ia buat adalah semata-mata hanya karya seni yang indah. k. Fotografi. Di dunia fotografi, tubuh wanita banyak dijadikan objek untuk membuat foto-foto porno yang kemudian disebarluaskan kemasyarakat luas. l. Billboard (baliho). Billboard adalah papan iklan berupa gambar besar atau tulisan yang panjang di depan toko, halte bis, jembatan layang dan lain-lain. Biasanya baliho menampilkan iklan yang menampilkan wanita berbusana minim seperti iklan sabun, shampoo, obat kuat, minuman berenergi atau produk rokok. m. Kaset dan CD musik. Contoh produk ini adalah kaset yang penyanyinya megeluarkan suara yang mendesah-desah atau lirik lagu yang vulgar. n. Film. Industry film saat ini menjadi media yang sarat dengan pornografi. Tidak hanya film-film yang beredar di layar lebar tetapi juga sinema-sinema elektronik yang ditayangkan hampir semua stasiun televisi yang dikemas untuk remaja. Film-film tersebut menonjolkan remaja dari sisi kehidupan psikoseksualnya saja seperti pacaran, perkosaan, kekerasan seksual yang secara vulgar ditayangkan. o. Klip musik. Dari segi durasi, klip musik mirip dengan iklan atau siaran pendek. Tapi dari segi materi media, klip masih satu paket dengan kaset atau CD musik. Klip musik biasanya menampilkan penari-penari latar atau figuran yang sarat dengan adegan-adegan vulgar. p. Video dan VCD. Biasa dikenal dengan istilah blue film (BF). Beberapa tahun terakhir marak beredar rekaman VCD porno yang murah harganya dan mudah didapat dipinggir jalan. q. Situs internet. Dunia internet adalah dunia yang bebas nilai, bebas sensor, bebas aturan. Di internet seseorang bisa memuat dan mengakses informasi apa saja tanpa ada batasan dan tanpa ada tekanan. r. Game interaktif. Saat ini muncul produk kreativitas yang tidak seharusnya terjadi. Sebagian game memuat simulasi aktivitas seksual orang dewasa, bahkan bersifat agresif. 20 Inilah sebagian dari produk-produk media pornografi yang tersebar luas di tengah-tengah masyarakat. Besar kemungkinan produk-produk tersebut akan bertambah seiring dengan semakin pesatnya kemajuan teknologi informasi. media-media pornografi tersebut mudah sekali didapatkan masyarakat dan tidak menutup kemungkinan remaja juga mudah sekali terpapar dengan media-media tersebut (Nusantari, 2010). D. Dampak Paparan Pornografi Terhadap Perilaku Seksual Harris dan Scott (2002) dalam FanggidaE (2008) mengindentifikasi tiga jenis dampak utama dari paparan pornografi di media yang pertama, Arousal (rangsangan) adalah dampak langsung yang bisa langsung terdeteksi sebagai hasil dari konsumsi media yang bertema seksual dan merupakan sebuah keadaan psikologis yang membangkitkan atau meningkatkan perilaku seksual. Kedua yaitu, dampak sikap yang berfokus pada pengkomunikasian sikap dan nilai, dimana terdapat perubahan-perubahan pada remaja pria dan wanita yang mengkonsumsi materi bermuatan seks melalui media. Yang terjadi adalah penurunan kepuasan terhadap kasih sayang dan penampilan fisik. Penerimaan atas seks pra-nikah dan diluar nikah menjadi lebih tinggi. Hal ini memberi resiko buruk terhadap kesehatan reproduksi remaja. Ketiga, dampak perilaku yang terbagi atas tiga hal yaitu : a. Mengajarkan perilaku baru, terutama perilaku-perilaku yang mengarah kepada perilaku seksual yang tidak sehat bahkan cenderung melakukan kekerasan. b. Sikap permisif atas perilaku yang telah dikenal. c. Hubunganya dengan pemerkosaan dan kejahatan seksual lainnya. Paparan terus menerus akan materi-materi pornografi mempunyai dampak yang serius terhadap beberapa hal. Antara lain keyakinan mengenai seksualitas pada umumnya dan sikap terhadap wanita (dalam ini remaja putri) pada khususnya. Pornografi menghilangkan sensitifitas masyarakat bahwa tindakan pemerkosaan adalah tindakan kriminal. Paparan dalam jumlah yang besar akan semakin meningkatkan keinginan atas materi-materi yang mengandung unsur perilaku seksual yang negatif. Remaja yang mengkonsumsi materi-materi pornografi paling banyak akan menganggap perilaku seksual yang buruk sebagai suatu perilaku yang normal (Zillman dan Bryant, 2002 dalam FanggidaE, 2008). 21 E. Kerangka Konsep Skema 2.1 Kerangka Konsep Variabel Independen Variabel Dependen Paparan Pornografi Perilaku Seksual Remaja F. Hipotesa Ada hubungan antara paparan pornografi dengan perilaku seksual remaja di Kelas XI SMA Negeri 1 Hutabayuraja Kabupaten Simalungun.