BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Perilaku Seksual 2.1.1. Pengertian Perilaku Seksual Menurut Sarwono (2002) perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didororng oleh hasrat seksual baik dengan lawan jenisnya. Bentuk-bentuk tingkah laku ini bisa bermacam-macam, mulai dari perasaan tertarik sampai tingkah laku berkencan, bercumbu, dan bersenggama. Dan objek seksualnya bisa berupa orang lain (pasangan). Cole dalam Octaviani (2009) mengungkapkan bahwa perilaku seksual pada remaja adalah suatu perkembangan pada remaja yang dipengaruhi oleh kemasakan hormonal, salah satu tanda yang muncul pada fase ini adalah dalam kegiatannnya remaja selalu berusaha membentuk kelompok dengan teman sebaya yang berlainan jenis. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didiorong oleh hasrat seksual dan dipengaruhi oleh kemasakan hormonal pada diri remaja sehingga remaja akan membentuk suatu kelompok dengan lawan jenis. 9 2.1.2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Seksual Menurut Sanderowitz dan Paxman dalam Sarwono (2002) mengungkapkan faktor yang mempengaruhi perilaku seksual antara lain, a. Perubahan-perubahan hormonal yang meningkatkan hasrat seksual (libido seksualitas) remaja. Peningkatan hasrat seksual ini membutuhkan penyaluran dalam bentuk tingkah laku seksual. b. Penundaan usia perkawinan dengan norma-norma agama masih berlaku dimana seseorang dilarang untuk melakukan hubungan seksual sebelum menikah, dan larangannya lebih jauh dalam bertingkah laku yang lain seperti berciuman dan masturbasi. Untuk remaja yang tidak bisa menahan diri akan terdapat kecenderungan melanggar larangan-larangantersebut. c. Adanya penyebaran informasi dan rangsangan seksual melalui media masa dengan adanya tehnologi yang canggih seperti (vedeo cassette, fotokopi, satelit, VCD, telepon genggam, internet dan lain-lain) tehnologi semacam ini sudah tidak bisa terbendung lagi dan sudah marak dimasyarakat dari usia anakanak sampai orang dewasa telah mengetahui. Remaja yang sedang dalam periode ingin tahu dan ingin mencoba akan meniru apa yang dilihat atau didengarnya dari media masa, khususnya karena mereka belum mengetahui tentang seksual secara lengkap dari orang tuanya. d. Kurangnya informasi dari orang tua karena siakp orang tua yang masih mentabukan pembicaraan mengenai seks dengan anak dan tidak terbuak dengan anak malah cenderung menjaga jarak dengan anak dalam masalah seksual. e. Kecenderungan pergaulan yang semakin bebas antra pria dan wanita sebagai akibat adanya peran pendidikan sehingga kedudukan wanita semakin sejajar f. Adanya pendorong citra diri yang menyangkut keadaan tubuh dan kontrol diriBerlakunya kampanye keluarga berencana (KB) dengan beredarnya alat kontrasepsi yang merangsang remaja untuk berhubungan seks. Berdasarkan kutipan diatas yang menjelaskan berbagai faktor yang mempengaruhi perilaku seksual terdapat hubungan atau kaitan dengan 10 media pornografi, sehingga dapat diambil untuk rujukan dalam penelitian ini. 2.1.3. Dampak-dampak Perilaku Seksual Dampak perilaku seksual menurut Simkins dalam Sarwono (2002) yaitu: a. b. c. d. e. f. Mempunyai perasaan bersalah Depresi Ketegangan mental Hamil diluar nikah Mempunyai penyakit menular Terjadi cemooh dan celaan dari masyarakat Berdasarkan pernyataan pada dampak-dampak perilaku seksual yang diungkapkan oleh Simkins dalam Sarwono ini ditujukan atau dibuat rujukan dalam penelitian ini agar dapat diketahui berbagai dampak-dampak yang ditimbulkan apabila melakukan perilaku seksual sehingga dapat mencegah perilaku seksual. 2.1.4. Aspek-Aspek Perilaku Seksual Aspek-aspek dalam perilaku seksual remaja menurut Jersild (1963) antara lain: a. Aspek biologis Aspek ini respon fisiologis terhadap stimulus, seks, reproduksi, pubertas, perubahan fisik karena adanya kehamilan serta pertumbuhan dan perkembangan pada umumnya. b. Aspek psikologis Seks merupakan proses belajar yang terjadi pada diri individu untuk mengekspresikan dorongan seksual melalui perasaan, sikap dan pemikiran tentang seksualitas. c. Aspek sosial Aspek ini meliputi pengaruh budaya berpacaran, hubungan interpersonal dan semua hal tentang seks yang 11 berhubungan dengan kebiasaan yang dipelajari individu didalam lingkungannya d. Aspek moral Yang termasuk dalam aspek moral adalah menjawab pertanyaan tentang benar atau salah, harus atau tidak harus serta boleh atau tidak boleh suatu perilaku seseorang Berdasarkan aspek-aspek diatas telah mewakili untuk mengukur perilaku seksual dari tahapan biologis hingga tahap aspek moral. Aspek-aspek perilaku seksual menurut Arum dalam Octaviani (2009) adalah segala aktifitas yang terkait dengan pemenuhan dorongan seksual dengan lawan jenis aktifitas tersebut dapat diuraiakan sebagai berikut, a. b. c. d. Berpegangan tangan, Berpelukan, Berciuman,meraba bagian yang sensitif, melakukan hubungan seksual. Berdasarkan aspek-aspek diatas dapat diketahui aspek lain untuk perbandingan dari aspek yang diungkapkan oleh Jersild (1963), sehingga peneliti dapat membandingkan dari kedua aspek yang memenuhi untuk dijadikan alat ukur pengambilan data. 2.2. Film Porno 2.2.1. Pengertian Film Porno Menurut Burhan film porno (2005) adalah gambar-gambar perilaku pencabulan yang lebih banyak menonjolkan tubuh dan alat kelamin manusia, dengan sifatnya yang seronok, jorok vulgar, dan membuat orang yang melihatnya terangsang secara seksual. Film porno ini dapat diperoleh melalui dalam bentuk video, film, VCD, dan 12 bentuk lainnya secara visual yang memuat gambar atau kegiatan pencabulan. Sedangkan menurut Ogien (2003) dalam Haryatmoko film porno adalah representasi dari aktivitas seksual atau hal yang tidak senonoh yang dimaksudkan untuk dikomunikasikan ke publik, dengan bersifat subjektif karena mengacu pada mental atau efektifitas seseorang. Dalam pornografi ini memberikan semua keinginan yang ingin diketahui tanpa membutuhkan saat untuk merenung, dengan menonjolkan bagian tertentu dari tubuh ini akan menimbulkan ingatan dan rangsangan sesaat. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa film porno adalah perilaku pencabulan atau perilaku yang tidak senonoh yang dipertontonkan secara umum atau dipertontonkan dipublik dengan maksud dan tujuan untuk merangsang secara seksual orang yang melihatnya, dengan ingatan dari aktivitas seskual yang bersifat subjektif dan mengacu pada situasi mental dan efektifitas seseorang. 2.2.2. Akibat dari Kebiasaan Menonton Film Porno Menurut Loekmono (1988) adanya akibat dari film porno terdapat akibat negatif. Akibat negatif antara lain, a. Hubungan kelamin diluar hukum Hubungan kelamin diluar hukum dimaksudkan adalah hubungan yang dilakukan atas dasar suka sama suka yang banyak terjadi diantara remaja. Hubungan diluar hukum ini 13 dapat beberapa macam misalnya pemerkosaan, perjinahan, dan pelacuran. b. Hubungan kelamin yang aneh Hubungan kelamin yang aneh ini dapat didefisinikan sebagai kelainan seksual seperti homoseksual dan semi seksual. c. Hubungan kelamin khayalan Hubungan kelamin khayalan adalah hubungan yang dilakuakn oleh diri sendiri seperti onani, masturbasi, rancap dengan pembayangan atau imajinasi persetubuhan dibenak orang yang melakukannya. Dan hubungan yang dilakukan wanita dengan menggunakan botol, pisang sebagai penis, jika terjadi ejakulasi maka bayangan persetubuhan dengan orang priapun dapat tercipta. d. Hubungan kelamin antar mahluk Hubungan antar mahluk ini dilakuakn oleh manusia dengan binatang. Berdasarkan akibat yang ditimbulkan dari kebiasaan menonton film porno ini, dapat dijadikan rujukan dalam penelitian ini agar dapat diketahui akibat dari kebiasaan menonton film porno yang selama ini belum banyak orang yang mengetahui dampak atau akibat dari kebiasaan menonton film pono ini sehingga dalam pengambilan kutipan ini untuk bahan pertimbangan. 2.2.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebiasaan Menonton Film Porno Terhadap Remaja Menurut Greenfield (2004) bahwa film porno berpengaruh didalam remaja ataupun masyarakat yang tidak dapat ditentukan batasannya, karena sangat sulit dalam membuat garis-garis tegasnya. Namun pengaruh film porno atau pornografi dipengaruhi oleh faktorfaktor sepeti berikut : a. Diri sendiri, seseorang dapat secara aktif mengkonsumsi media pornografi atas dorongan pada diri sendiri dengan alasan karena ia ingin mengetahui atau penasaran 14 b. Kecangihan teknologi, kecanggihan teknologi ini memicu seseorang denagn mudah untuk mencari atau mengakses media pornografi c. Teman sebaya, remaja yang aktif dengan media pornografi ini biasanya dipengaruhi oleh teman sebayanya yang aktif juga mencari data porno dan secara umum setelah menemukan data porno tersebut kemudian umumnya akan ditonton atau dilihat dengan orang lain (teman) d. Keluarga, kurangnya pengawasan dari keluarga dan minimnya hubungan komunikasi tertutama dalam hal pendidikan seksualitas dan pengalaman-pengalaman seksual yang diberikan oleh keluarga. e. Kurangnya sarana dan prasarana dan wadah-wadah yang menampung bakat dari remaja itu sendiri f. Penasaran, rasa penasaran yang dimiliki oleh remaja sering kali menimbulkan keinginan untuk mencoba dan melakuakn segala cara untuk mendapatakan atau memuaskan rasa penasaran yang dimiliki oleh remaja. Berdasarkan faktor yang diungkapkan diatas adalah sebagian faktor yang dapat terungkap atau banyak fakta kejadian yang telah terjadi dilapangan sehingga disini diperjelas kembali faktor-faktor yang masih tersirat yang dialami sebagian remaja. 2.2.4. Aspek-Aspek Kebiasaan Menonton Film Porno Aspek minat dalam film porno menurut Soekadji (1983) dapat diuraikan sebagai berikut : a. Frekuensi Merupakan ukuran untuk mnegetahui sejauh mana seseorang sering atau tidak melakakan perbuatan tersebut b. Lamanya berlangsung c. Menunjukkan waktu yang diperlukan oleh seseorang utnuk melakukan setiap tindakan d. Intensitas Menjelaskan seberapa jauh seseorang melakukan terjadinya suatu tindakan. Berdasarkan aspek yang diungkapkan oleh Soekadji ini adalah aspek yang telah mewakili atas variabel dari kebiasaan menonton film 15 porno sehingga aspek ini dapat dijadikan alat ukur dari variabel kebiasaan menonton film porno. Sedangkan aspek menurut Cooper dalam Rahmawati (2002) dapat diuraikan sebagai berikut : a. Action Tingkat dari aktivitas seseorang yang langsung seperti melihat secara langsung b. Reflection Adanya keterlibatan kognitif yang memungkinkan adanya realitas obsesif, seperti memikirkan tentang menonton film porno yang sebelumnya dan merencanakan selanjutnya kesulitan dalam berkonsen c. Axcitement Tingkat yang merupakan adanya kepuasan (gairah) dan perilaku yang dialami d. Arausal Pengalaman rasa senang senang yang diiringi gairah. Aspek-aspek diatas dibuat rujukan agar dapat dijadikan sebagai perbandingan aspek-aspek yang diungkapkan oleh Soekadji dan aspek-aspek ini untuk memperkuat dalam penelitian ini. Sehingga aspek ini hanya untuk memperkuat dari aspek yang diungkapkan oleh Soekadji. 2.3. Penelitian yang Relevan Penelitian oleh Firmanullah (2009) mengenai “Hubungan antara Menonton Film Porno dengan Perilaku Seksual Remaja ” menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara menonton film porno dengan perilaku seksual remaja yang ditunjukkan oleh koefisien korelasi r = 0,884 dan p = 0,000 <0.05 yang artinya semakin sering subjek menonton film porno maka sering perilaku seksualnya. Sedangkan penelitian yang 16 dilakukan oleh Wirawanti (2006) mengenai hubungan antara perilaku seksual dengan sikap remaja terhadap pornografi pada siswa kelas XI SMA Theresiana Salatiga yang meunjukkan bahwa ada hubungan antara perilaku seksual dengan sikap remaja terhadap pornografi dengan r = 0,178* dan p = <0,05 yang artinya ada hubungan yang signifikan antara perilaku seksual dengan sikap remaja terhadap pornografi. Berbeda pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Mariani dan Bachtiar (2010) mengenai “keterpaparan materi pornografi dengan perilaku seksual siswa menengah pertama negeri Mataram” yang menunjukkan bahwa tidak ada sebab akibat adanya hubungan antara pemapaparan materi pornografi dengan perilaku seksual pada siswa sekolah menengah pertama negeri Mataram dengan p = > 0,05 dan r = 0,137. Selain penelitian dari Mariani penelitian yang dilakukan oleh Lisa Theresia mengenai “hubungan antara religiusitas dengan perilaku seksual pada siswa kelas XI SMA Theresiana” yang menunjukkan tidak adanya hubungan antara tingkat religiusitas dengan perilaku seksual dengan (r) p = >0,05. 2.4. Hubungan Antara Kebiasaan Menonton Film Porno Dengan Perilaku Seksual Menurut Hurlock (1980) remaja adalah masa dimana minat ingin pengetahuan dan masa dimana keingintahuannya itu sangat tinggi. Masa remaja ini dalam perkembangannya dipenuhi oleh seksualitas dan minat terhadap seks, intelegensi, lingkungan dimana ia hidup disekitarnya. Meningkatnya minat seks pada usia remaja selalu berusaha mencari lebih 17 banyak informasi mengenai seks. Dan hanya sedikit remaja yang mengetahui seluk beluk tentang seks, oleh karena itu remaja mencari berbagai sumber mengenai seks yamg mungkin didapat misalnya seperti membahasnya dengan teman-teman sebaya, buku-buku tentang seks, video dari interten yang berbau seks, VCD Porno, atau mengadakan percobaan dengan jalan masturbasi, bercumbu, bersenggama. Yang pada akhirnya remaja sebagian besar sudah mempunyai cukup informasi mengenai seks guna untuk memuaskan keingintahuannya. Menurut Latif dalam penelitian Yuli Ardiyanto (2007) banyak faktor yang mempengaruhi atau menyebabkan remaja melakukan perilaku seksual remaja adalah akibat atau pengaruh mengkonsumsi berbagai tontonan. Sebagai contoh adalah menonton video porno. Seringkali remaja melakukan perilaku seksual remaja melakukan perilaku atau bentuk-bentuk perilaku seksual setelah menonton video porno ataupun setelah mengakses situs porno di internet. Media film sering kali dipilh oleh remaja untuk menjadi sarana dalam memuaskan hasrat keingintahuannya mengenai masalah seksualitas. Media ini dipilih remaja karena film dianggap menarik sebab didalam film terdapat gambar serta objek yang bergerak dan disertai dengan suara atau film disebut juga media audio visual sehingga imajinasi remaja tentang seks akan lebih menjadi semakin berkembang dibandingkan dengan media masa. Hasil penelitian dari studi terbaru yang dipublikasi dalam The Journal of Sexual Medicine menunjukkan, para remaja Belanda yang 18 menonton tayangan dengan kategori dewasa cenderung melakukan aktivitas seksual untuk menghasilkan uang. Mereka juga lebih berani mencoba perilaku seks yang baru dibandingkan remaja lainnya. Dalam laporannya peneliti mengklaim hubungan antara paparan pornografi dengan perilaku seksual ini kecil, yakni antara 0,3 % sampai 4 %, namun hal ini dapat membuktikan bahwa dampak atau pengaruhnya terhadap remaja tetap ada didalam kehidupan mereka. Hald (2011), peneliti yang juga psikolog di University of Copenhagen Denmark mengungkapkan, hasil kajian dari timnya menunjukkan bahwa selain kategori pornografi ada faktor-faktor lain yang menyebabkan remaja lebih berani mencoba seks, di antaranya sekedar ingin mencari sensasi. Hald dan timnya melakukan survei terhadap 4.600 orang yang berusia 15 hingga 25 tahun tentang aktivitas seksual dan tayangan media yang mereka tonton. Mereka menemukan, sebanyak 88 persen pria dan 45 persen wanita pernah menonton tayangan yang berbau seksualitas, baik melalui televisi, majalah, film, ataupun online dalam satu tahun terakhir. Studi ini memang belum dapat membuktikan seberapa besar peran media dalam mempengaruhi perilaku seksual, namun pada remaja dan dewasa muda yang menonton tayangan dengan konten seksualitas cenderung untuk melakukan seks lebih banyak dan bervariasi (Gert Martin Hald:2011) Hasil penelitian dari beberapa penelitian mengungkapkan bahwa kebiasaan menonton film porno ini akan sangat berpengaruh sekali dengan perilaku seksual dengan diungkapkan seperti perilaku berkencan, perilaku 19 bercumbe, (seperti necking dan petting), masturbasi / onani, berciuman (kissing) hingga berhubunagn badan atau senggama. Berntuk perilaku seperti ini adalah salah satu contoh remaja mengaplikasikan yang dia dapat dari menonton film porno penelitian ini diungkapkan dalam penelitian Haekal Budiman dalam penelitian Octaviani (2009). Berdasarkan penjelasan dan penelitian diatas maka penulis menyimpulkan bahwa ada hubungan antara menonton film porno dengan perilaku seksual remaja. Hubungan antara menonton film porno dengan perilaku seksual remaja adalah hubungan sebab akibat, yang artinya kedua variabel mempunyai ketergantungan antara variabel mononton film porno dengan variabel perilaku seksual pada remaja. 2.5. Hipotesis Berdasarkan pendapat diatas maka penulis mengajukan hipotesisi sebagai berikut, Ada hubungan positif yang signifikan antara kebiasaan menonton film porno dengan perilaku seksual remaja. Yang artinya semakin tinggi kebiasaan menonton film porno maka semakin tinggi pula tingkat perilaku seksual yang dilakukan. 20