JURNAL PEMERINTAHAN DAN POLITIK VOLUME 2 No.1 AGUSTUS 2016 ISSN PRINT : 2502-0900 ISSN ONLINE : 2502-2032 KINERJA ORGANISASI PELAYANAN PUBLIK DI PEMERINTAHAN Rendy Sueztra Canaldhy 1) 1), 2) Program Studi Ilmu Pemerintahan Universitas Indo Global Mandiri Jl. Jend. Sudirman No. 629 KM.4 Palembang Kode Pos 30129 Email : [email protected] ABSTRACT This study titled Organizational Performance Public Service / Government of Yogyakarta. This study aims to understand / know the Organizational Performance Public Service / Government. This research was conducted in a one-stop service office of Yogyakarta and data collection is done by using observation and interview. Performance Public Service Organization is closely associated with penyelenggaraaan good governance (good governance) and for anyone who is dealing with the bureaucracy. The importance of looking at performance organization Public Service because the bureaucracy is still fine tune the public not as a customer in the delivery of services, but rather as an object of services that can be treated arbitrarily, bureaucratic apparatus does not understand people's needs and technological progress even tend to be responsive, innovative and apathetic in organizing public services. Key words : Performance, Public Organizations birokrasi akan pentingnya nilai-nilai akuntabilitas dalam pelayanan, seperti transparansi yang menyangkut biaya dan informasi, kepastian waktu penyelesaian urusan. Pelayanan yang dilakukan aparat birokrasi masih jauh dari nilai-nilai responsivitas sehingga menjadikan kualitas pelayanan yang diberikan jauh dari aspirasi dan kebutuhan masyarakat pengguna jasa. Dari hal ini dapat kita ketahui bahwa penyelenggaraan pelayanan public pada masa reformasi masih belum menyentuh permasalahan subtansial pelayanan. Dalam reformasi itu sendiri, belum adanya persamaan pemahaman atau cara pandang antara aparat birokrasi dan masyarakat. Perbedaan pemahaman terhadap reformasi tersebut menjadi faktor penyebabnya. Tidak semua aparat birokrasi yang menyukai perubahan, terlebih lagi aparat yang merasa diuntungkan dengan system yang selama ini berlangsung. Pada sisi lain masyarakat menginginkan agar aparat birokrasi dapat bersikap dan berperilaku seperti yang diinginkan masyarakat yaitu pemberian pelayanan publik yang mudah, murah, cepat, tepat waktu serta tidak berbelit-belit. Memang harapan dan keinginan masyarakat terhadap perbaikan kinerja birokrasi, seperti adanya pelayanan yang serba cepat, prosedur mudah dan biaya ringan sering kali dirasakan aparat birokrasi tidak rasional. Keinginan masyarakat tersebut bukanya tanpa alasan sebab apabila masa lalu aparat birokrasi menganggap dirinya sebagai penguasa yang harus dilayani, dengan adanya reformasi ini masyarakat pengguna jasa menghendaki justru masyarakat yang menjadi raja dan harus dilayani dengan sebaik-baiknya oleh aparat birokrasi. Masyarakat merasa bukan lagi sebagai objek pelayananyang dapat dijadikan sapi perahan oleh birokrasi, masyarakat menghendaki bahwa pada masa reformasi harus menjadi subjek pelayanan yang ikut menentukan bentuk pelayanan dan harus diperlakukan secara manusiawi. 1. Pendahuluan Kinerja pelayanan birokrasi pemerintah pada masa reformasi tidak banyak mengalami perubahan secara signifikan, hal ini bisa kita telusuri dari tingkat akuntabilitas, responsivitas dan efisiensi dalam penyelenggarakan pelayanan public. Ide reformasi yang menginginkan agar birokrasi lebih bersifat transparan, terbuka, dan jujur masih jauh dari harapan. Birokrasi masih tetap belum terlihat jelas atau secara nyata mengembangkan komitmen untuk mengembangkan iklim dialog dan membangun kepercayaan kepada publik. Belum terbentuknya kepercayaan dari public terhadap birokrasi menyebabkan hubungan birokrasi dengan publik sebagai kunci utama bagi terselenggaranya pelayanan publik yang akuntabel. Pemberian pelayanan transparan oleh birokrasi pemerintah yang mencangkup prasyaratan, prosedur, ketepatan waktu, kepastian biaya dan keramahan petugas menjadi dambaan publik pada saat sekarang. Tingginya keluhan masyarakat pengguna jasa terhadap pelayanan baik itu pelayanan KTP, Rumah Sakit, pelayanan perizinan dan sebagainya merefleksikan masih belum terpenuhinya aspirasi masayrakat penguna jasa oleh birokrasi pelayanan. Birokrasi pelayanan belum sepenuhnya mengembangkan kultur dan manajemen pelayanan yang responsive terhadap kebutuhan masyarakat pengguna jasa, disamping itu juga panjangnya meja birokrasi atau alur birokrasi pelayanan yang ribet dan memakan waktu serta biaya pelayanan yang banyak menjadi salah satu keluhan masyarakat. Zaman reformasi ini, reformasi sebenarnya secara subtansial tidak terlalu banyak menyentuh kultur pelayanan birokrasi terhadap public. Birokrasi masih tetap menepatkan public bukan sebagai pelanggan dalam pemberian pelayanan, melainkan sebagai objek pelayanan yang dapat diperlakukan sewenang-wenang. Reformasi belum memunculkan kesadaran aparat 28 JURNAL PEMERINTAHAN DAN POLITIK VOLUME 2 No.1 AGUSTUS 2016 Kualitas pelayanan publik yang selama ini ada dirasakan oleh masyarakat amat buruk, untuk memperoleh pelayanan yang sederhana saja pengguna jasa seringkali dihadapkan pada kesulitan-kesulitan teknis yang terkadang terlalu mengada-ada dan rutinitas tugas-tugas pelayanan dan penekanan yang berlebihan kepada pertanggungjawaban formal mengakibatkan adanya prosedur yang kaku dan lamban, dimana para pegawai tidak lagi merasa terpanggil untuk meningkatkan efisiensi dan memperbaiki prosedur kerja karena alasan egois yang sederhana yaitu mereka menolak adanya perubahan. Etos kerja yang cenderung mempertahankan status quo itu telah menumbuhkan persepsi dalam masayrakat yaitu berhubungan dengan birokrasi berarti berhadapan dengan prosedur yang berbelit-belit, membutuhkan waktu yang lama, menyebalkan dan lebih parah lagi prosedur yang berbelit-belit dan biaya pelayanan yang mencekik itu seringkali ditunggangi oleh kepentingan pribadi. Pelayanan publik dijadikan komoditas yang diperdagangkan untuk kepentingan pribadi maupun kelompok. Sering kali terlihat dilapangan aparatur birokrasi yang melayani kepentingan public masih belum menyadari fungsinya sebagai pelayan masyarakat. Ketentuan bahwa birokrasi mempunyai kewajiban melayani masyarakat menjadi terbalik sehingga bukan lagi birokrasi yang melayani masyarakat tetapi justru masyarakat yang melayani birokrasi. Sikap para birokrat yang tidak bersedia melayani masyarakat secara efisien, adil, dan transparan itu terlihat hampir pada semua instansi publik. Pedoman yang ditanam bahwa bekerja dengan rajin atau malas tetap mendapat gaji yang sama setiap bulannya turut menjadi alasan ketidakmauan para pegawai untuk bekerja dengan sebaik-baiknya. Kelambanan pelayanan publik tidak hanya disebabkan oleh kurang baiknya cara memberikan pelayanan kepada masyarakat tetapi sikap pandang organisasi pemerintah yang terlalu berorientasi pada kegiatan dan pertanggungjawaban formal saja sehingga hasil dan kualitas pelayanan sangatlah kurang dan lambat laun pekerjaan-pekerjaan dalam organisasi menjadi kurang menantang dan kurang menggairahkan dengan ditambah adanya semangat kerja yang buruk, suasana rutinitas menggejala dan akhirnya aktivitasaktivitas yang dijalankan itu sendiri terkadang tidak selalu terkait dengan produktivitas. Sudah menjadi rahasia umum bahwa dikantor-kantor pemerintah banyak pegawai yang datang kekantor hanya untuk mengisi presensi, membaca koran, main catur, sementara pekerjaan-pekerjaan yang diselesaikan sangat tidak sepadan dengan waktu yang telah dihabiskan. Kelambanan dalam pemberian pelayanan publik menjadi indikasi masih rendahnya akuntabilitas dari birokrasi pelayanan yang ada. Salah satu isu sentral yang sering berkembang akhir-akhir ini adalah bagaimana pemerintah dan lembaga penyedia layanan publik (public service provider) mampu bersikap lebih akuntabel terhadap masyarakat. Dari hal diatas dapat dirumuskan bagaimanakah kinerja organisasi publik di ISSN PRINT : 2502-0900 ISSN ONLINE : 2502-2032 pemerintahan di kantor pelayanan satu atap. Penelian ini memahami fenomena yang kemudian berkembang menjadi ide, teori dan konsep. Guna menjawab dan mencari pemecahan permasalahan maka penelitian ini akan menggunakan metode penelitian kualitatif yang mana prosedur penelitian untuk menghasilkan data deskriptif berupa kata kata tertulis maupun lisan dari orang orang dan perilaku yang diamati. Tinjauan Pustaka : Kinerja a. Menurut Peter Jennergren dalam Nystrom dan Starbuck (1981:43), makna dari Kinerja/Performance adalah “Pelaksanaan tugas-tugas secara actual”. Sedangkan Osborn dalam John Willey dan Sons (1980:77) menyebutnya sebagai “Tingkat pencapaian misi organisasi”. Dengan demikian dapatlah disimpulkan yang mana kinerja/ performance itu merupakan “Suatu keadaan yang bisa dilihat sebagai gambaran dari hasil sejauh mana pelaksanaan tugas dapat dilakukan berikut misi organisasi”. b. Menurut Levine dkk (1990) mengusulkan tiga konsep yang bisa dipergunakan untuk mengukur kinerja birokrasi publik, yaitu: responsiveness, responsibility dan accountability (Dwiyanto, 1995). Selanjutnya Menurut Keban (1995), pendekatan yang dapat dilakukan untuk mengukur kinerja Pemda, yaitu pendekatan manajerial dan pendekatan kebijakan, dengan asumsi bahwa efektivitas dari tujuan pemda sangat tergantung dari dua kegiatan pokok tersebut “Public Management and Policy”. Pendekatan manajemen mempersoalkan hingga seberapa jauh fungsi-fungsi manajerial pemda telah dijalankan seefisien dan seefektif mungkin. Sasarannya adalah semua yang bertugas mengimplementasikan kebijakan publik. Organisasi a. Menurut Waldo (1956), bahwa Organisasi adalah struktur hubungan-hubungan antara orang-orang berdasarkan wewenang dan bersifat tetap dalam suatu sistem administrasi. Organisasi tidak bergerak dalam situasi yang kaku dan vakum namun berhubungan dengan sistem sosial, sehingga cenderung berubah, lebih lagi dalam situasi global saat ini, dengan demikian sebuah organisasi perlu berubah sesuai dengan cepatnya perubahan lingkungan. b. Selanjutnya seperti yang dikemukakan oleh Thoha (1993), bahwa Organisasi merupakan suatu sistem terbuka dan berintegrasi dengan lingkungan. Organisasi dipandang sebagai hal yang dinamis dan senantiasa berubah, bukan sebagai mesin yang gerak operasinya ajeg, rutin dan statis. Untuk mengetahui bagaimana kinerja sebuah organisasi banyak pendapat para pakar dengan menggunakan indikator dan konsep , seperti efektivitas, efisiensi dan juga produktivitas untuk menentukan sejauh mana 29 JURNAL PEMERINTAHAN DAN POLITIK VOLUME 2 No.1 AGUSTUS 2016 kemampuan sebuah organisasi dalam mencapai tujuan. Namun konsep dan indikator yang dikemukakan selalu saja hanya tepat digunakan bagi organisasi swasta yang berorientasi keuntungan belaka, hal ini tentunya berbeda dengan organisasi publik yang berorientasi pada pelayanan kepada masyarakat banyak tanpa mengejar keuntungan materi. Namun orientasi untuk pelayanan publik bagi kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat untuk menuju suatu pemerintahan yang good governance. ISSN PRINT : 2502-0900 ISSN ONLINE : 2502-2032 peran pemimpin satuan organisasi sangat menentukan 7) Membudayakan delegasi kewenangan dan diskresi yang bertanggung jawab. Hambatan bagi pengguna jasa pelayanan publik seringkali muncul karena tidak adanya delegasi kewenangan untuk melaksanakan kegiatan tertentu. 8) Orientasi kepada pelayanan pengguna jasa Sistem pelayanan yang dikembangkan dalam organisasi publik cenderung kurang berorientasi kepada pengguna jasa. Dalam sistem yang demokrasi kedaulatan pengguna jasa harus diperhatikan dan diutamakan. Mengingat hal tersebut maka indikator – indikator melihat kinerja birokrasi pemerintahan sebagai berikut : 1) Mengikis budaya paternalistik. Budaya paternalistik hanya dapat dikurangi dengan mengembangkan budaya egaliter sehingga posisi antara pejabat, pegawai pemerintah, dan pengguna jasa layanan publik adalah sama. 2) Menegakkan kriteria efektivitas dan efisiensi Pada birokrasi pelayanan publik, pegawai pemerintah tidak memprioritaskan kriteria efektivitas saja pegawai pemerintah harus menekankan efisiensi agar dalam pelayanan publik dapat tercapai dan pengaruhnya bukan hanya pada instansi pemerintah tetapi efisiensi masyarakat secara keseluruhan 3) Merampingkan struktur dan memperkaya fungsi Struktur organisasi yang bersifat organis-adaptif dengan mengutamakan fungsi dengan tidak adanya kecenderungan untuk penambahan satuan, ketentuan dalam PP No 8 tahun 2003 tentang susunan organisasi yang ramping dan kaya fungsi sebagai petunjukbagi restrukturisasi organisasi 4) Sistem penggajian berdasarkan kinerja Masalah birokrasi publik pada umumnya, sistem yang objektif berdasarkan kinerja aparat masih sulit dikembangkan, seringkali jenjang karir, penempatan jabatan masih didasarkan pada kriteria subjektif dan tidak terlalu terkait dengan prestasi seorang pegawai. Disinilah perlu adanya pembaharuan sistem dimana prestasi kerja diberikan sesuai dengan kompetensi atau kinerja yang baik dari seorang pegawai 5) Mengakomodasi kritik dari publik Para pejabat penyelenggara pelyanan publik sering kali masih alergi terhadap kritik dari publik. Suasana demokratis yang terus berkembang sekarang ini telah mulai mengubah pola berfikir yang bersifat tertutup terhadap kritik tersebut. Saat ini diperlukan kritik dari publik tersebut benar-benar dimanfaatkan untuk meningkatkan kinerja pelayanan publik. Tatapi yang ada sekarang seringkali usulan-usulan hanya ditampung tetapi kurang ditindaklanjuti 6) Memupuk semangat kerjasama dan mengutamakan sinergi Pembenahan pelayanan publik juga dapat dilakukan dengan melakukan mekanisme koordinasi dan komunikasi eknis yang lebih efektif. Arogansi sektoral dan orientasi instansi pemerintah kepada anggaran seringkali menyulitkan kerjasama yang baik dan senergi diantara lembaga. Dalam hal ini Disamping kelambanan pelayanan publik dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, sering ditemui bahwa tidak adanya transparansi informasi dari aparat birokrasi mengenai beberapa hal yang terkait dengan pelayanan publik. Bagi para pengguna jasa tidak mengetahui prasyarat apa saja yang harus diperlukan dan mengapa persyaratan tersebut diperlukan dan pula tidak mengetahui hak dan kewajiban dari para penyelenggara pelayanan. Akibatnya, ketika berhubungan dengan aparat penyelenggara, para pengguna jasa sering tidak dapat secara mudah mengetahui apakah mereka diperlakukan secara wajar atau tidak. Dalam prakteknya sering terjadi perlakuan yang tidak wajar dialami pengguna jasa ketika berhubungan dengan aparat pelayanan publik, para pengguna jasa diperlakukan seenaknya menurut selera para aparat pelayanan publik. disamping itu juga prosedur pelayanan yang panjang dan rumit menciptakan opporunity cost yang tinggi bagi para pengguna jasa untuk berhubungan dengan aparat penyelenggara pelayanan, dampaknya adalah para pengguna jasa mencari cara yang mudah untuk menyiasati prosedur pelayanan yang amat sulit dipenuhi dengan cara yang tidak wajar yaitu praktek pemberian uang ekstra bisa dikatakan sebagi pungutan liar (pungli). Praktek semacam ini sangat lazim dan sering dijumpai karena praktek semacam ini dianggap saling menguntungkan baik bagi para pengguna jasa ataupun aparat penyelenggara pelayanan publik hal ini membawa dampak yang buruk terhadap kinerja pelayanan. Upaya meningkatkan kinerja organisasi publik di pemerintahan adalah sebagai berikut: 1) Mengikis budaya paternalistik Budaya paternalistik hanya dapat dikurangi dengan mengembangkan budaya egaliter sehingga posisi antara pejabat, pegawai pemerintah, dan pengguna jasa layanan publik adalah sama. Kecenderungan budaya paternalistik masih mengakar di Kantor pelayanan satu atap. 2) Menegakkan kriteria efektivitas dan efisiensi Pada Kantor pelayanan satu atap, pegawai memberikan pelayanan sesuai dengan tugas dan fungsinya tetapi belum sepenuhnya memprioritaskan kriteria efektivitas dan efisiensi dalam pelayanan. Dalam hal ini untuk meningkatkan kinerja pelayanan harus menekankan 30 JURNAL PEMERINTAHAN DAN POLITIK VOLUME 2 No.1 AGUSTUS 2016 3) 4) 5) 6) 7) evektivitas dan efisiensi agar dalam pelayanan publik dapat tercapai dan pengaruhnya bukan hanya pada instansi pemerintah tetapi efisiensi masyarakat secara keseluruhan Merampingkan struktur dan memperkaya fungsi Struktur organisasi Kantor pelayanan satu atap kota Yogyakarta bersifat organis-adaptif dengan mengutamakan fungsi pelayanan. Struktur organisasi di kantor pelayanan satu atap terlalu panjang meja birokrasinya sehingga masyarakat memamkan waktu lama dalam proses pelayanan, dari proses pemberian berkas sampai ke proses penandatangan berkas. Proses seperti inilah yang membuat masyarakat pengguna jasa menggunakan jalur cepat yaitu dengan pemberian uang tips. Sistem penggajian berdasarkan kinerja Sistem penggajian dalam hal ini berdasarkan pangkat dan golongan. Sehingga jenjang karir dan penempatan jabatan masih didasarkan pada kriteria subjektif dan tidak terlalu terkait dengan prestasi seorang pegawai. Disinilah perlu adanya pembaharuan sistem dimana prestasi kerja diberikan sesuai dengan kompetensi atau kinerja yang baik dari seorang pegawai. Melihat kenyataan di lapangan bahwa system penggajian di kantor pelayanan satu atap tidak berdasarkan kinerjaatau prestasi kerja. Mengakomodasi kritik dari publik Para pejabat penyelenggara pelyanan publik sering kali masih alergi terhadap kritik dari publik. Setiap permasalahan yang terjadi dalam pelayanan hanya sampai di kotak saran. Maksudnya setiap keluhan dari pengguna jasa layanan tidak dapat disampaikan secara langsung. Pemerintah dalam hal ini adalah kantor pelayanan satu atap tidak responsip secara cepat apa yang menjadi keluhan pengguna jasa pelayanan, tetapi yang ada sekarang seringkali usulan-usulan hanya ditampung tetapi kurang ditindaklanjuti. Memupuk semangat kerjasama dan mengutamakan sinergi Dalam hal ini kantor pelayanan satu atap selalu bekerja sama dalam pemberian layanan kepada publik. Saling membantu dalam penyelesaian urusan masyarakat serta berkoordinasi pada setiap satuan kerja. Membudayakan delegasi kewenangan dan diskresi yang bertanggung jawab Pada kantor pelayanan satu atap tidak adanya delegasi kewenangan untuk melaksanakan kegiatan tertentu, hal ini menyebabkan mekanisme pelayanan menjadi terhambat dan sangat tidak efisien bagi para pengguna jasa, salah satu contoh dalam hal perizinan harus ditandatangai oleh pejabat yang berwenang, disisi lain pejabat yang berwenang tidak ada ditempat. Hal seperti kasus diatas sangat menghambat proses pelayanan publik, sehingga masyarakat pengguna layanan dibenturkan oleh waktu penyelesaian. oleh sebab itu delegasi kewenangan dan diskresi menjadi prinsip yang ISSN PRINT : 2502-0900 ISSN ONLINE : 2502-2032 harus dikembangkan dalam penyelenggaraan pelayanan publik sehingga semua hambatan dalam proses layanan dapat diatasi dan dapat menghemat waktu layanan. 8) Orientasi kepada pelayanan pengguna jasa Proses pelayanan publik pada kantor satu atap cenderung kurang berorientasi kepada pengguna jasa. Konsumen diharuskan mengikuti aturan yang berlaku (pemerintah adalah raja dan konsumen adalah budak), tetapi kenyataannya aturan yang diberlakukan tersebut justru malah menghambat proses layanan. 3. Kesimpulan Masih lambatnya kinerja organisasi pelayanan publik sekarang ini di karenakan oleh struktur birokrasi pelayanan yang terlalu panjang, disamping itu juga kekaburan masayarakat pengguna jasa pelayanan terhadap aturan atau prosedur yang berlaku serta bila dilihat dari tugas dan fungsi secara aktual yang dilaksanakannya sehari-hari dalam era otonomi sekarang ini masih rendah dan belum optimal, masih banyak hanya sekedar ide belaka dan belum ditindaklanjuti secara nyata. Selain peningkatan kinerja organisasi pemerintahan perlu juga mewujudkan kualitas pelayanan publik. untuk mewujukan kualitas pelayanan publik perlu diperhatikan aspek-aspek pelayanan publik. DaftarPustaka [1] Dwiyanto, Agus, dkk. 2006. Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. [2] Dwiyanto, Agus. 1995. “Penilaian Kinerja Organisasi Publik”. Seminar Kinerja Organisasi Sektor Publik, Kebijakan dan Penerapannya, Jurusan Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 20 Mei. [3] Dwiyanto, Agus. 1995. “Penilaian Kinerja Organisasi Publik”. Seminar Kinerja Organisasi Sektor Publik, Kebijakan dan Penerapannya, Jurusan Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 20 Mei. [4] Dwiyanto, Agus, Kinerja Organisasi Publik, kebijakan dan Penerapannya, Yogyakarta,1995 [5] Gibson, James. L. 1984. Organisasi dan manajemen, Perilaku, Struktur, Proses, Jakarta : Erlangga. [6] Gibson, dkk. 1992. Organisasi, Perilaku,Struktur dan Proses, Jakarta :Erlangga. [7] Kumorotomo, Wahyudi. 2005. Mewujudkan goodgovernance melalui pelayanan publik: dalam tulisannya pada bab 3; Pelayanan yang akuntabel dan bebas dari KKN.Yogyakarta: Gadjah Mada University Pres 31