Perubahan Budaya Kerja Nelayan

advertisement
Retno Andriati, “Perubahan Budaya Kerja Nelayan” hal. 61-74.
Perubahan Budaya Kerja Nelayan
Retno Andriati
[email protected]
(Departemen Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Univesrsitas Airlangga)
Abstract
Natural environment fluctuation has disturbed fishermen working culture. When west monsoon occurs,
natural fluctuation such as heavy wind, storm and swell, and extreme weather, fishermen can not go to the
sea. Furthermore, when east monsoon occurs, fish population decreases in which fishermen can not get
enough fish and other seafood. Therefore, fishermen do not go to the sea during west and east monsoon. This
phenomenon is important to be further examined.How politics of cooperation of fishermen and their family
members to fulfill their daily needs. Etnography method was used in this study. This study was conducted in
Kingking and Sidomulyo areas, Tuban disctrict, Tuban county. Informants were in-depth interviewed using
interview guidelines. Those informants were fishermen, their wife, and their children. Qualitative data were
analyzed by etnographic. The results show that fishermen, emically, change their jobs as beggar, scavenger,
and street singer. Their sons become street singer while fishermen, following their wives, become a beggar.
Working culture of fishermen and their family has changed. They cooperate using manipulative
strategy/cooparative politics to fulfill their daily needs when the sea can not provide them fishes and seafood.
However, beggar, scavenger, and street singer do not belong to any type of work from Indonesian Statistics
Bureau.
Keywords: working culture, fishermen, cooperative politics.
Abstrak
Fluktuasi alam mengganggu kelangsungan budaya kerja nelayan. Ketika musim angin barat datang terjadi
fluktuasi alam, seperti angin kencang, badai dan gelombang besar, cuaca ekstrim maka nelayan tidak
dapat menyang/melaut. Selain itu pada musim angin timur populasi ikan menurun, nelayan kurang dapat
memperoleh ikan dan hasil laut. Nelayan tidak melaut pada musim angin barat dan timur. Fenomena ini
penting dikaji lebih lanjut. Bagaimana politik kooperasi nelayan dan anggota rumah tangganya dalam
memenuhi kebutuhan hidup mereka. Metode etnografi digunakan dalam penelitian ini. Penelitian ini
dilakukan di Kelurahan Kingking dan Sidomulyo, Kecamatan Tuban, Kabupaten Tuban. Informan yang
diwawancarai secara mendalam adalah nelayan, isteri dan anak nelayan dengan pedoman wawancara.
Data kualitatif dianalisis secara etnografis. Hasil penelitian ini menunjukkan nelayan secara emic beralih
kerja menjadi pengemis, pemulung, pengamen. Anak laki-laki menjadi pengamen. Nelayan mengikuti apa
yang telah dilakukan isteri nelayan sebelumnnya yaitu mengemis. Budaya kerja nelayan, isteri dan anak
nelayan berubah. Mereka melakukan kooperasi dalam siasat manipulatif /politik kooperasi untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya, ketika laut sudah tidak menjanjikan ikan dan hasil laut. Meskipun
pengemis, pemulung, pengamen tidak termasuk dalam data jenis pekerjaan pada Biro Pusat Statistik
Indonesia.
Kata kunci: budaya kerja, nelayan lautan bebas, politik kooperasi.
BioKultur, Vol.V/No.1/Januari-Juni 2016, hal. 61
Retno Andriati, “Perubahan Budaya Kerja Nelayan” hal. 61-74.
M
Masyarakat pesisir pantai kurang
Pendahuluan
di
sejahtera karena gangguan lingkungan
seringkali
alam, seperti cuaca buruk, ombak
asyarakat nelayan
Indonesia
termarjinalkan
dalam
besar,
angin
kencang,
badai
dan
pengembangan industri
lingkungan sosial, seperti fluktuasi
maritim dan jasa. Mereka bahkan
harga ikan di pasar, terjerat tengkulak
menjadi korban aktivitas pemanfaatan
(Acheson, 1981). Kondisi ini juga dapat
wilayah pesisir oleh swasta yang juga
dikatakan bahwa masyarakat nelayan
bergerak
industri
mengalami kendala khusus berupa
maritim dan jasa, seperti industri
fluktuasi alam sehingga nelayan tipe
semen, pengembangan property. Hal
lautan bebas hanya bisa melaut pada
ini terjadi karena pemerintah melalui
musim angin timur dan tipe nelayan
produk politiknya berupa Undang-
pantai hanya bisa melaut pada musim
Undang yang kemudian dijabarkan
angin timur dan barat (jika tidak ada
dalam
daerah
hujan badai). Akibat fluktuasi alam ini,
ternyata belum membuat masyarakat
maka masyarakat nelayan mengalami
pesisir
fluktuasi
nelayan
di
luar
bentuk
bidang
peraturan
pantai
yaitu
menjadi
masyarakat
lebih
sejahtera.
sosial,
ketidakpastian
di
antaranya
pendapatan
karena
Aktivitas nelayan melaut terganggu.
nelayan tidak dapat melaut, fluktuasi
Seperti dijelaskan Satria (2015), bahwa
harga pasar untuk pemasaran ikan dan
komitmen pemerintah daerah masih
hasil laut, terperangkap tengkulak.
lemah untuk menyusun rencana zonasi
Secara de facto peran isteri nelayan
yang
sangat besar dan bertanggungjawab
dijadikan
dasar
untuk
pengeluaran izin pemanfaatan wilayah
terhadap
pesisir tertutup bagi aktivitas ekonomi.
rumah tangganya. Peran isteri nelayan
Pelibatan masyarakat pesisir sangat
makin besar ketika musim angin barat
minim dalam penyusunan rencana
berlangsung. Padahal secara de jure,
zonasi. Hingga saat ini hanya tiga
nelayan, baik tipe nelayan lautan bebas
propinsi
maupun tipe nelayan pantai
dan
tujuh kabupaten
di
pemenuhan
Indonesia yang sudah memiliki zonasi
kepala
keluarga
dengan Peraturan Daerah.
bertanggungjawab
yang
kebutuhan
adalah
seharusnya
memenuhi
BioKultur, Vol.V/No.1/Januari-Juni 2016, hal. 62
Retno Andriati, “Perubahan Budaya Kerja Nelayan” hal. 61-74.
kebutuhan ekonomi rumah tangganya.
nelayan memutuskan tidak melaut lagi.
Nelayan
Padahal
merasa
tugas
dan
penghasilan yang diperoleh
kewajibannya hanya melaut, entah
nelayan pada musim angin timur
hasil melaut memenuhi kebutuhan
biasanya digunakan juga oleh isteri
rumah tangganya atau tidak, mereka
nelayan untuk memenuhi kebutuhan
kurang peduli (Andriati, 2008, 2012).
hidup mereka pada musim angin barat.
Tipe nelayan lautan bebas dari
Kelurahan Kingking dan tipe nelayan
pantai
dari
Kelurahan
Sidomulyo,
Fenomena ini menarik untuk dikaji
lebih mendalam.
Penelitian ini bertujuan untuk
Kabupaten Tuban biasanya melaut
memahami
pada musim angin timur karena cuaca
mengeksplorasi aktivitas apa saja yang
panas,
tidak
dilakukan nelayan, isteri dan anak
dimaksud
nelayan guna memenuhi kebutuhan
dengan tipe nelayan lautan bebas
hidup mereka pada musim angin timur
adalah nelayan dengan kapal relatif
dan barat. Secara akademis penelitian
besar dan menggunakan jasa 5 orang
ini dapat menjadi salah satu topik
atau lebih buruh nelayan. Mereka
berkelanjutan
melaut lebih dari 4 mil garis pantai
Maritim, dimana studi terkait nelayan
selama berminggu-minggu. Sementara
terkini bisa menjadi contoh yang
itu tipe nelayan pantai melaut di
relevan dalam mengaplikasikan Teori
bawah 4 mil, dengan perahu berisi 1 –
Antropologi.
2 orang nelayan pantai.
masalah pada penelitian ini adalah
tidak
kencang.
hujan,
Adapun
angin
yang
lebih
mendalam
dari
Untuk
dan
Antropologi
itu
rumusan
Berdasarkan observasi peneliti di
bagaimana politik kooperasi nelayan
Kelurahan Kingking dan Sidomulyo
dan anggota rumah tangganya dalam
pada musim panas/angin timur Mei
memenuhi kebutuhan hidup mereka
dan Juni tahun 2016, nelayan di lokasi
pada musim angin timur dan barat.
penelitian
Ketika
tersebut
nelayan
jarang
melaut.
melaut/menyang,
ternyata mereka memperoleh ikan
Kerangka Teori
Pemerintah
Indonesia
melalui
relatif sedikit sehingga mereka rugi
Kementerian Perikanan dan Kelautan,
dan modal tidak kembali. Untuk itu
Kementerian Kemaritiman sekarang
BioKultur, Vol.V/No.1/Januari-Juni 2016, hal. 63
Retno Andriati, “Perubahan Budaya Kerja Nelayan” hal. 61-74.
berkomitmen menjadikan Indonesia
dan pengaruh merupakan komponen
sebagai poros maritim dunia, termasuk
penting yang bisa menjelaskan realitas
peningkatan kesejahteraan masyarakat
tersebut.
nelayan, di antaranya
kesejahteraan
Menurut Bailey (1971: 1-25), tiap
bagi tipe masyarakat nelayan lautan
individu
bebas dan pantai. Terkait hal ini
mikro/small politics atau berpolitik
nampak bahwa masyarakat nelayan
dalam
mempunyai hubungan timbal balik dan
Bentuk berpolitik tersebut berada
saling
dengan
dalam berbagai aktivitas permainan
lingkungan alam dan lingkungan sosial
sosial, ketika mereka berkomunikasi
budayanya pada tiap musim sesuai
dan
konteksnya (Andriati, 2016). Nelayan
kompetisi dengan orang lain. Apa yang
melakukan peralihan aktivitas sebagai
ingin dicapai dalam berpolitik mikro
perilaku adaptasi dan strategi usaha
ialah
nelayan supaya dapat tetap bertahan
mempunyai
hidup pada tiap musim.
reputasi/nama baiknya sendiri dan
mempengaruhi
Teori
kontekstual
progresif
dapat
melakukan
kehidupan
melakukan
agar
politik
sehari-harinya.
kooperasi
mereka
mencapai,
dan
kelompok/komunitas
serta
menjaga
atau
daerah
menjelaskan bahwa dalam melihat
asalnya. Aktor politik mikro, baik
kehidupan masyarakat harus turut
individu maupun kelompok, merasa
dilihat
perilaku
harus menang dalam suatu permainan
pelaku
sosial bersama. Aktor tersebut pandai
melakukan aksi dan konsekuensinya
mengambil keuntungan dari lawan dan
secara terduga dan tidak terduga
aturan bermain tentang pengelolaan
berdasarkan konteks waktu, tempat,
lingkungan sosial guna beradaptasi
proses dan pengaruh (Vayda, 1996).
terhadap perubahan lingkungan agar
Konteks waktu, tempat, proses dan
keseimbangan
pengaruh bisa berubah sesuai dengan
Seorang aktor biasanya mempengaruhi
keadaan alam maupun dengan keadaan
masyarakat
sosial politik, terlebih pada masyarakat
permainan
nelayan. Dalam melihat peralihan kerja
politik usaha tertentu. Tidak ada
nelayan, konteks waktu, tempat, proses
aturan permainan yang jujur dalam
individu
pula
bagaimana
sebagai
aktor
tercapai
dalam
politik
kembali.
pemenangan
(sosial)
dengan
BioKultur, Vol.V/No.1/Januari-Juni 2016, hal. 64
Retno Andriati, “Perubahan Budaya Kerja Nelayan” hal. 61-74.
kompetisi
tetapi
aktornya
permainan sosial bersama dengan
mempunyai moral, maka ada aturan
menggunakan status mereka sebagai
tidak
nelayan yang notabene nelayan adalah
tertulis
karena
yang
dipatuhi
oleh
mereka dalam berkompetisi karena
masyarakat
kompetisi
antar
itu mereka juga berkompetisi dengan
kompetitor saja. Mereka harus tetap
nelayan lain bahkan mereka juga
menjaga reputasi/nama baik agar tidak
mengalami konflik, guna memperoleh
kalah dalam permainan, khususnya
pendapatan.
untuk
reputasi
hanya
meraih
dilakukan
keuntungan
mereka
lebih
agar
meningkat.
kurang sejahtera. Selain
Menurut Andriati (2015), ketika
pelaku
ekonomi
bisnis
meraih
Aturan main yang digunakan ada dua
kekayaan maka mereka melakukan
macam,
(apakah
politik kooperasi eksploitatif kepada
tindakan yang diambil pelaku sudah
pelaku ekonomi bisnis yang lain.
benar)
(apakah
Pelaku ekonomi bisnis tidak dapat
tindakan yang diambil pelaku sudah
bekerja sendiri. Mereka membentuk
efektif meskipun tindakan itu tidak
dan mengembangkan budaya kerja
sesuai dengan aturan main). Meski
baru. Jika pemikiran ini diaplikasikan
demikian, faktanya beberapa aktor
pada masyarakat nelayan, nelayan
sering mengabaikan bahkan mengganti
sebagai pelaku ekonomi melakukan
dan memanipulasi aturan normatif ke
siasat
dalam
Nelayan mengembangkan budaya kerja
yaitu
dan
normatif
pragmatis
aturan
pragmatis
untuk
memenangkan suatu permainan.
Masyarakat nelayan, ketika laut
sudah
kurang
bisa
kerjasama/politik
kooperasi.
baru ketika menghadapi kendala dari
lingkungan alam dan sosial. Bahkan
memberikan
politik kooperasi yang eksploitatif
penghidupan lagi bagi mereka, maka
dilakukan untuk meraih pendapatan
mereka mulai melakukan politik mikro
lebih tinggi.
yaitu melakukan siasat manipulatif
supaya bisa tetap bertahan hidup.
Masyarakat nelayan berusaha mencari
Metode Penelitian
Metode
penelitian
yang
dan memanfaatkan peluang ekonomi,
digunakan
dimana
kualitatif adalah metode etnografi.
mereka
bisa
melakukan
untuk
menggali
data
BioKultur, Vol.V/No.1/Januari-Juni 2016, hal. 65
Retno Andriati, “Perubahan Budaya Kerja Nelayan” hal. 61-74.
Penelitian
ini
diawali
dengan
kunci, yaitu dari seorang informan
observasi. Observasi dilakukan pada
nelayan
aktivitas nelayan lautan bebas, isteri,
dikembangkan pada nelayan juragan
anak
anak
lainnya dengan isteri dan anaknya,
perempuan dalam melakukan usaha
buruh nelayan dengan isteri dan
sehari-hari pada musim hujan (angin
anaknya di Kelurahan Sidomulyo dan
barat) dan musim kemarau (angin
Kingking,
timur)
Kelurahan
Wawancara mendalam dihentikan jika
Sidomulyo dan Kingking, Kecamatan
sudah tidak timbul variasi jawaban
Tuban, Kabupaten Tuban.
lagi.
nelayan
di
laki-laki
dan
wilayah
Wawancara mendalam dilakukan
dengan
kemudian
Kecamatan
Pengumpulan
Tuban.
data
kuantitatif
pedoman
dilakukan melalui Biro Pusat Statistik
wawancara kepada informan nelayan
(BPS), Dinas Kelautan dan Perikanan,
dan isterinya, anak nelayan laki-laki
dan masing-masing kelurahan yang
dan perempuan tentang usaha apa saja
menjadi
yang dilakukan mereka sehari-hari
Kelurahan Sidomulyo dan Kingking,
pada musim angin timur dan barat,
Kabupaten Tuban.
terkait
menggunakan
juragan
aktivitas
ekonomi,
pihak Dinas Kelautan dan Perikanan,
Kabupaten Tuban tentang program
nelayan
di
pada
masyarakat
Kabupaten
Tuban,
khususnya program pemberdayaan di
Kelurahan Sidomulyo dan Kingking,
Kecamatan
diwawancarai
Tuban.
2-3
Informan
kali
untuk
kedalaman data kualitatif.
Teknik pemilihan informan ini
disebut
bola
salju
yaitu
penelitian
yakni
sosial
budaya. Informan lain adalah Lurah,
pemberdayaan
lokasi
teknik
digunakan untuk memilih informan
Hasil dan Pembahasan
Jumlah
nelayan
di
Kelurahan
Kingking adalah 417 orang dan buruh
nelayan
22
orang
(Monografi
Kelurahan Kingking, 2016) sedangkan
jumlah
nelayan
di
Kelurahan
Sidomulyo adalah 602 orang dan
jumlah
buruh
(Monografi
nelayan
Kelurahan
46
orang
Sidomulyo,
2016). Nelayan Kelurahan Sidomulyo
berada di kampung Meduran (nama
dusun) dan mereka berkumpul sesama
BioKultur, Vol.V/No.1/Januari-Juni 2016, hal. 66
Retno Andriati, “Perubahan Budaya Kerja Nelayan” hal. 61-74.
nelayan yang hidup di tepian pesisir
Budaya kumpul-kumpul nelayan
yang berada di tengah Kota Tuban.
yang memudar ini pada malam hari
Jarak Kelurahan Sidomulyo dari pusat
terkait dengan perubahan aktivitas
Pemerintahan
Tuban
nelayan. Secara kontekstual nelayan
± 50 m. Nelayan Sidomulyo
tidak lagi melaut pada musim angin
adalah
Kabupaten
bertempat tinggal di RW 03, di empat
barat
dan
timur.
Fluktuasi
RT (RT 1, RT 2, RT 3, RT 4). Kampung
mengganggu
nelayan tersebut sangat padat, kurang
kerja nelayan. Ketika musim angin
lebih ada 450 KK nelayan dan setiap
barat datang terjadi fluktuasi alam,
rumah dihuni lebih dari 3 KK/Kepala
seperti angin kencang, badai dan
Keluarga.
gelombang besar, cuaca ekstrim maka
kelangsungan
alam
budaya
Kepadatan ini lah yang membuat
nelayan tidak dapat menyang/melaut.
kampung tersebut sangat ramai baik
Selain itu pada musim angin timur
siang maupun malam. Dulu sebelum
populasi
ada telivisi mereka sering berkumpul
kurang dapat memperoleh ikan dan
untuk
hasil laut. Menurut informan nelayan,
bersendau
membicarakan
gurau
menurun,
nelayan
menyang
bahwa
menurunnya
(melaut) dan lain-lain mengenai laut
karena
ada
dan isinya. Namun, sekarang jaman
mengganggu ikan datang karena laut
sudah berubah karena nelayan senang
kotor dan tercemar.
berada
di
perihal
atau
ikan
dalam
rumah
jumlah
ikan
industri-industri
yang
untuk
Nelayan Kelurahan Sidomulyo ini
menikmati acara telivisi yang dianggap
berbeda dengan nelayan Kelurahan
mereka baik dan asyik, sehingga
Kingking yang lokasi tempat tinggalnya
budaya
bertetangga
berkumpul-
kumpul
para
kampung.
Nelayan
nelayan mulai memudar, demikian juga
Sidomulyo adalah nelayan Dogol yaitu
anak-anak muda nelayan. Pemuda
nelayan yang khusus mencari teri nasi.
nelayan
dan
Dan bila tidak musim teri nasi mereka
berbincang pada malam hari. Nelayan
mencari ikan dengan jalan menjaring
atau orang tua mereka, kadang-kadang
sekitar pinggir pantai atau menjaring
saja berkumpul tetapi tidak seramai
dengan perahu kecil yang isi antara 1
dan sebanyak dulu.
(satu) atau 2 (dua) orang ke tengah
jarang
berkumpul
BioKultur, Vol.V/No.1/Januari-Juni 2016, hal. 67
Retno Andriati, “Perubahan Budaya Kerja Nelayan” hal. 61-74.
laut kurang lebih 2 atau 3 mil dari
sedikit dan tidak seimbang dengan
pesisir. Jika ombak besar mereka
biaya solar. Berikut adalah salah satu
memancing atau mencari kerang untuk
hasil
dijual.
Sidomulyo, Pak Bejo (50), terkait
Nelayan Sidomulyo ini terkenal
agak manja atau kurang giat bekerja
wawancara
pada
Nelayan
dengan kalkulasinya dalam menjadi
nelayan saat ini:
(malas) kata nelayan Kingking. Namun
nelayan
Sidomulyo
mengatakan
mereka kurang giat melaut karena laut
sudah tidaka menjanjikan ikan. Itu
sebabnya
mereka
lebih
senang
bila
ombak
nongkrong-nongkrong
besar. Mereka melaut ketika musim
ikan teri nasi. Harga teri nasi mahal
sehingga
nelayan
keuntungan.
memperoleh
“...jika
dihitung-hitung
dengan
ongkos solar ya rugi banyak. Jika
tidak menyang gimana memberi
makan anak-anak dan istri, belum
lagi biaya untuk sekolah anak.
Pokoknya jadi nelayan sekarang
susah dan tidak enak. Kalau
sekolahnya tinggi mending jadi
tentara atau polisi tiap bulan dapat
bayaran banyak, nggak kena angin
laut dan kulit nggak hitam....”
memperoleh
Ketika
banyak
nelayan
ikan
dan
Untuk tetap bertahan hidup pada
musim paceklik begini,
biasanya
penghasilan lumayan, maka mereka
keluarga nelayan khususnya
berfoya-foya
toak
nelayan menjual barang yang ada di
bersama-sama nelayan lain. Kondisi ini
rumah atau menjual ikan hasil hutang
merupakan tradisi nelayan di wilayah
dari juragan sekitar tempat
ini. Mereka tidak pernah berpikir jika
mereka. Jika mereka tidak berjualan
musim badai atau musim barat datang
karena tidak punya modal, mereka
dan mereka tidak dapat menyang
biasanya berhutang pada bank titil
(melaut). Apalagi akhir bulan April
atau mencari hutang rentenir yang ada
sampai
merupakan
di sekitar tempat tinggal mereka. Jika
bulan paceklik, nelayan tidak melaut.
isteri nelayan sudah terdesak betul
Nelayan sudah 4 bulan nelayan puasa
akibat kebutuhan ekonomi dan untuk
ikan. Setiap berangkat melaut, nelayan
bertahan hidup isteri nelayan, maka
tidak mendapatkan ikan. Jika nelayan
mereka
atau
Agustus
minum
2016,
mengemis
di
isteri
tinggal
kampung-
memperoleh ikan, jumlahnya hanya
BioKultur, Vol.V/No.1/Januari-Juni 2016, hal. 68
Retno Andriati, “Perubahan Budaya Kerja Nelayan” hal. 61-74.
kampung sekitar yang tidak jauh dari
tempat tinggal mereka.
Kampung
yang
mereka
lalui
adalah kampung yang secara ekonomi
Jumlah nelayan Sidomulyo yang
mapan yaitu Kelurahan Latsari Tuban
menjadi pengemis ada 8 (delapan)
yang merupakan komplek pejabat dan
orang perempuan,
1 (satu) pasang
usahawan. Di wilayah tersebut yaitu
suami istri dan 1 (satu) pasang ibu dan
Jalan Sunan Kalijaga penuh dengan
anak, ketika penelitian ini berlangsung.
tempat makan dan pedagang kaki lima
Namun
ini
yang banyak di kunjungi masyarakat
bertambah ketika musim paceklik tiba.
untuk makan pada siang dan malam
Mereka berangkat mengemis setiap
hari. Terlebih pada malam hari, jalan
pagi jam 07.30 WIB. Mereka berangkat
tersebut
mencari uang/mengemis dengan jalan
pengunjung, yang datang untuk makan,
keliling
Ada
karena di sebelah barat jalan tersebut
kesepakatan tidak tertulis diantara
ada GOR Rangga Jaya Anoraga dan
isteri
tempat bermain anak-anak. Keramaian
jumlah
pengemis
antar
nelayan
kampung.
dan
nelayan
yaitu
menjadi
ramai
kampung mana saja yang didatangi,
tersebut
agar tidak terkesan mereka mengemis
mengemis bagi nelayan. Penghasilan
di kampung yang sama tiap hari.
mengemis
Mereka bergiliran mengemis pada tiap
75.000,00 – Rp 100.000,00 dan kalau
kampung.
di
Mereka
berbagi
menjadi
sangat
lahan
tersebut
rata-rata
untuk
antara
minimal
mereka
berdasarkan waktu dalam satu minggu,
mendapatkan
sehingga mereka nampak mengemis
50.000,00 – Rp 60.000,00 per hari.
sekali saja dalam seminggu pada satu
kampung.
Budaya
antara
Rp
Ada juga yang mengemis khusus
mereka
di wilayah Makam Sunan Bonang
berubah sesuai kebutuhan, mereka
karena di tempat tersebut mereka
merasa lebih baik mengemis daripada
mendapatkan
melaut tanpa hasil. Nelayan melakukan
karena
politik/siasat manipulatif
kooperasi
makam tersebut dari luar Kota Tuban.
sesuai pemikiran Bailey dan Andriati,
Pengemis yang beroperasi di sini
dengan
biasanya jam bekerja nya sangat lama
berbagi
mengemis.
kerja
rata-rata
Rp
kampung
untuk
orang
uang
yang
lebih
banyak
mengunjungi
karena dari pagi sampai malam, dan
BioKultur, Vol.V/No.1/Januari-Juni 2016, hal. 69
Retno Andriati, “Perubahan Budaya Kerja Nelayan” hal. 61-74.
pendapatan mereka rata-rata antara
tentunya hal ini berdampak negatif
Rp 75.000,00 - Rp 125.000,00. Kondisi
terhadap regenerasi nelayan.
ini yang menyebabkan mereka malas
Kondisi tersebut juga terjadi pada
menjadi nelayan atau menjual ikan
pemulung.
yang
membedakan wilayah operasi untuk
tidak
Perilaku
pasti
pendapatannya.
pemuda
tidak
yang
mencari barang bekas dan plastik
menjadi pengamen juga sama dengan
bekas. Mereka bekerjanya menyisir
orangtuanya. Mereka juga memilih
perkampungan yang ada di wilayah
kampung
Tuban Kota untuk mencari rejeki.
atau
nelayan
Namun pemulung
perumahan
yang
ditempati orang-orang kaya untuk
Isteri
lahan mengamen yang dekat dengan
barang bekas, karena di kampung
kampung
tersebut.
Meduran ada pengepul barang bekas
Pendapatan mereka
minimal Rp
yang biasa menampung hasil dari isteri
60.000,00
sampai
nelayan.
nelayan
bahkan
Rp
100.000,00.
Anak
disuruh
nelayan
menjadi
pemulung
Sementara itu ada nelayan
yang menjadi tukang becak jika tidak
nelayan
mengemis
SD
malu. Ada
nelayan yang gengsinya
keliling
tinggi, mereka mengatakan bahwa
kampung-kampung dan perumahan di
mereka lebih baik menganggur dari
Kabupaten Tuban. Pemuda dan anak
pada mereka menjadi tukang becak
nelayan yang SD mengamen juga
atau tukang batu.
keluar
juga
setingkat
masuk
dan
Kalau perempuan/isteri nelayan
perumahan. Nelayan, isteri dan anak
jika sudah terbelit hutang banyak pergi
nelayan
perubahan
ke luar negeri jadi TKW/Tenaga Kerja
pekerjaan, sayangnya pilihan mereka
Wanita di Malaysia, Hongkong atau
menjadi pengemis atau pengamen.
Arab Saudi. Mereka berjuang dan nekat
Sementara
daerah
untuk
menghidupi
kurang
bahkan
bisa bertahun-tahun
setempat
perkampungan
melakukan
itu
pemerintah
terkesan
memperhatikan nelayan, isteri
dan
dan
pengamen.
disosialisasi
lagi
tidak
pulang agar mendapatkan uang banyak
anak nelayan menjadi pengemis dan
Anak
keluarganya,
bisa
melunasi
hutang
dan
nelayan
kurang
membangun rumah.
Namun sangat
untuk
melaut,
disayangkan para suami TKW tersebut
BioKultur, Vol.V/No.1/Januari-Juni 2016, hal. 70
Retno Andriati, “Perubahan Budaya Kerja Nelayan” hal. 61-74.
malah malas bekerja dan mereka
ikut menyang (melaut). Nelayan ini
hanya minum toak tiap pagi dan sore
gelisah, dengan mengatakan siapa yang
sampai pulang ke rumah mereka dalam
menggantikan
kondisi
melaut nantinya.
mabuk.
memalukan
Perilaku
kata
ini
pekerjaan
mereka
orang-orang
Perubahan pekerjaan nelayan di
perempuan/isteri nelayan yang tidak
Meduran Kelurahan Sidomulyo ini
menjadi TKW. Padahal mereka sering
termasuk yang unik dan relatif sama
mendapat kiriman uang banyak dari
dengan nelayan di Kelurahan Kingking.
isterinya yang menjadi TKW. Mereka
Budaya kerja nelayan biasanya bekerja
kadang menyalahgunakan uang dari
dan mengolah ikan hasil tangkapan
isteri mereka. Biaya uang sekolah
laut saja. Mereka jarang bisa bekerja
untuk anak juga dipakai nelayan yang
selain melaut. Ada beberapa isteri dan
menganggur
anak nelayan, nelayan dan pemuda
itu
untuk
mabuk-
mabukan dan ke karaoke terdekat.
nelayan seperti nelayan Sidomulyo,
Remaja nelayan yang tidak mau
jadi
nelayan
dan
bisa
sedikit
yaitu bekerja tukang becak, pengepul
barang bekas, penjual nasi, TKW,
bernyanyi dan bisa main gitar biasanya
pemulung,
jadi pengamen. Menurut informan
penjahit.
pemuda
Perubahan budaya kerja ini juga
pengamen, bahwa bagi mereka yang
mengubah perilaku generasi muda
penting
mengamen.
nelayan yang cenderung berubah ke
Sayangnya hasil mengamen tersebut
bidang pekerjaan lain selain menjadi
digunakan untuk membeli pil koplo
nelayan. Hal
dan untuk mabuk-mabukan. Setiap
beberapa remaja putri anak nelayan
magrib
dan
yang menikah dengan laki-laki bukan
dari
nelayan.
tidak
mereka
pil
yang
pengamen,
menjadi
membeli
nelayan
pengemis,
malu
berkumpul
koplo
hasil
Di
ini juga terlihat dari
antaranya
ada
yang
mengamen. Kondisi ini yang membuat
menjadi isteri tentara karena dia
orang tua mereka mengeluh dan
bekerja
angkat tangan karena mereka sudah
sekarang sudah membuka salon kecil-
tidak bisa mendidik dan mengajak lagi
kecilan di rumahnya.
ikut
seorang
perias
dan
anak laki-lakinya yang dewasa untuk
BioKultur, Vol.V/No.1/Januari-Juni 2016, hal. 71
Retno Andriati, “Perubahan Budaya Kerja Nelayan” hal. 61-74.
Sementara
masih
itu
bekerja
mereka
sebagai
yang
nelayan
sesungguhnya telah diberi fasilitas
kartu
nelayan
Kelautan
dan
Pembuatan
oleh
Kementerian
Perikanan
kartu
(KKP).
nelayan
bisa
Gambar 1.
Contoh Kartu Nelayan
dilakukan jika nelayan mempunyai dan
bergabung
bersama
pada
dengan
Fasilitas-fasilitas
kelompok
usaha
Sayangnya tidak semua nelayan
sesama
nelayan.
mengisi form kartu nelayan, sehingga
berupa
bantuan
ada nelayan yang tidak memperoleh
mesin, asuransi kesehatan, dsb bisa
bantuan.
Akibatnya
didapat
masalah
terkait
nelayan
ketika
mereka
sering
timbul
bantuan
untuk
memiliki kartu nelayan. Pembuatan
nelayan. Hal ini dikarenakan sosialisasi
kartu nelayan, dilakukan di Dinas
yang kurang menyeluruh dan hanya di
Perikanan dan Kelautan Kabupaten
lakukan
Tuban dengan cara mengisi form
nelayan yang aktif/nelayan yang telah
administrasi terkait data diri dan ahli
mempunyai
waris. Berikut adalah salah satu hasil
merupakan pra syarat untuk mendapat
wawancara pada Nelayan Kelurahan
bantuan
Kingking, Pak Slamet (42), terkait
ketika ada nelayan sulit memperoleh
dengan kartu nelayan:
solar dan apabila ada solar, nelayan
(Semua sudah pada punya kartu
nelayan soalnya dianjurkan dari
perikanan. Diberitahukannya ya
lewat kepala nelayan itu, disuruh
untuk mengumpulkan foto 3x4
sejumlah 4 dan KTP. Kepalanya yang
ngurus. Ya ada juga yang masih
belum punya kartu nelayan karena
malas untuk mengurus, jadinya
mereka ya tidak dapat bantuan.
Kartu nelayan itu kan gunanya ya
buat kalau ada bantuan. Selain itu
juga kalau lagi melaut itu kan ada
pemeriksaan di laut.)
pada
kelompok-kelompok
kartu
dari
nelayan
pemerintah.
yang
Namun
pun sulit membeli di SPBU terdekat,
maka nelayan gelisah dan baru paham
manfaat kartu nelayan. jika tidak
mempunyai
identitas
kartu
yang
nelayan
menyebut
atau
dirinya
benar-benar nelayan, mereka tidak
memperoleh bantuan, sehingga ada
nelayan
yang
tidak
bantuan.
Akibatnya
masalah
terkait
memperoleh
sering
timbul
bantuan
untuk
BioKultur, Vol.V/No.1/Januari-Juni 2016, hal. 72
Retno Andriati, “Perubahan Budaya Kerja Nelayan” hal. 61-74.
nelayan,
yaitu
mendapat
ada
bantuan.
nelayan
tidak
Hal
ini
mereka bekerja dan mencari uang
sudah
tidak
dapat
dikarenakan sosialisasi yang kurang
pendapatan
menyeluruh dan hanya di lakukan
untuk menyambung hidup nelayan.
pada
kelompok-kelompok
nelayan
Sehingga mereka harus melakukan
yang
aktif/nelayan
yang
telah
politik kooperasi untuk tetap bertahan
nelayan
yang
hidup dan bisa membiayai sekolah
merupakan pra syarat untuk mendapat
anak-anak mereka. Selain itu ada
bantuan
Namun
nelayan, yang masih melaut yang tidak
ketika ada nelayan sulit memperoleh
memperoleh bantuan karena mereka
solar dan apabila ada solar, nelayan
tidak mempunyai kartu nelayan.
mempunyai
kartu
dari
pemerintah.
yang
bisa
memberikan
diandalkan
pun sulit membeli di SPBU terdekat,
maka nelayan gelisah dan baru paham
manfaat kartu nelayan. Jika tidak
mempunyai
identitas
kartu
yang
nelayan
menyebut
atau
dirinya
benar-benar nelayan, mereka tidak
Daftar Pustaka
Acheson, J.M. (1981). “Anthropology of
Fishing”.
Annual
Review
Anthropology. Vol. 10: 275316.
Andriati, Retno. (2016). Politik Usaha
Nelayan Lautan Bebas di
Kabupaten Tuban. Surabaya:
FISIP UNAIR.
memperoleh bantuan.
Simpulan
Laut sudah tidak lagi dapat
..............
diandalkan oleh nelayan untuk melaut
yang menghasilkan pendapatan. Secara
kontekstual karena laut tidak lagi
dapat diandalkan maka nelayan, istri
nelayan dan anak nelayan mempunyai
budaya kerja baru yakni bekerja
sebagai
pengemis,
pengamen
dan
pemulung. Mereka melakukan politik
kooperasi dengan merubah pekerjaan
karena laut yang dulu sebagai lahan
(2015).
“Manipulative
Cooperation Politics of MLM
Companies in Surabaya City”.
Humaniora, 27:2, p 243-251.
.............. (2012). Antropologi Maritim.
Surabaya: Revka Petra Media.
.............
(2008). “Relasi Kekuasaan
Suami Isteri pada Masyarakat
Nelayan”
dalam
Jurnal
Masyarakat, Kebudayaan dan
Politik. No. 1 Januari-Maret.
Bailey, F.G. (ed). (1971). Gifts and
Poison: The Politics of
BioKultur, Vol.V/No.1/Januari-Juni 2016, hal. 73
Retno Andriati, “Perubahan Budaya Kerja Nelayan” hal. 61-74.
Reputation.
Blackwell.
Oxford:
Basil
CIFOR/WWF
Publications.
Special
Satria Arif. (2015). Politik Kelautan dan
Perikanan. Jakarta: Yayasan
Pustaka Obor Surabaya.
----------------------. (2016). Monografi
Kelurahan Kingking Kecamatan
Tuban Kabupaten Tuban.
Vayda, Andrew P. (1996). Methods and
Explanations in the Study of
Human Actions and Their
Environmental Effects. Bogor:
----------------------. 2016. Monografi
Kelurahan
Sidomulyo
Kecamatan Tuban Kabupaten
Tuban
BioKultur, Vol.V/No.1/Januari-Juni 2016, hal. 74
Download