Pelembagaan Partai Kebangkitan Bangsa Studi Kasus Kemerosotan Suara Pada Pemilihan Umum Tahun 2009 di Jawa Timur1 Fajar Novi Eristyawan 2 Abstrak Partai politik merupakan salah satu institusi dalam sistem demokrasi. Eksistensi sebuah partai politik ditentukan dari keikutsertaan mereka dalam pemilihan umum. Partai politik yang gagal dalam pemilihan umum akan terancam eksistensinya dan kegagalan dalam persaingan perebutan kekuasaan. Tulisan ini membahas tentang kaitan antara pelembagaan partai politik dengan kemerosotan suara yang dialami oleh PKB pada pemilihan umum tahun 2009 khususnya di Jawa Timur. Teori yang digunakan dalam tulisan ini adalah teori pelembagaan partai politik dalam tulisan Vicky Randal dan Lars Svasand, dimana mereka membagi dimensi pelembagaan partai politik menjadi empat dimensi, yaitu dimensi kesisteman, dimensi identitas nilai, dimensi otonomi suatu partai dalam pembuatan keputusan, dan dimensi pengetahuan atau citra publik. Dari hasil penelitian yang dilakukan diketahui bahwa lemahnya pelembagaan partai dalam tubuh PKB adalah faktor utama yang menjadi penyebab kemerosotan suara yang dialami PKB dalam pemilihan umum tahun 2009 terutama di Jawa Timur. Lemahnya pelembagaan PKB terlihat dari adanya friksi-friksi yang terjadi antar fraksi di internal PKB yang menunjukkan lemahnya dimensi kesisteman dalam tubuh PKB. Dalam upaya untuk meningkatkan elektabilitas mereka pada pemilu 2014 mendatang, PKB melakukan beberapa strategi yaitu dengan melakukan rekonsiliasi PKB dan NU serta merangkul pemilih pemula, dimana hal tersebut merupakan bentuk perbaikan pelembagaan di dalam tubuh PKB. Kata Kunci: Partai Politik, PKB, Pemilihan Umum, Pelembagaan Partai Politik Pendahuluan Fokus problematika yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana keterkaitan antara pelembagaan partai politik terhadap kemerosotan suara yang dialami oleh PKB pada pemilihan umum tahun 2009 khususnya di Jawa Timur, dimana PKB mengalami kemerosotan suara yang cukup signifikan pada pemilihan umum tahun 2009 jika dibandingkan dengan dua pemilu sebelumnya, yakni pada pemilu tahun 1999 dan 2004. 1 2 Judul penelitian ini merupakan hasil dari penelitian skripsi penulis. Penulis merupakan mahasiswa S1 Ilmu Politik Universitas Airlangga angkatan 2010. Keterkaitan antara pelembagaan partai politik terkait dengan kemerosotan suara PKB pada pemilu tahun 2009 lalu penting untuk diangkat karena kemerosotan suara yang cukup signifikan pada pemilu bagi PKB terutama di Jawa Timur sangat menarik untuk dibahas karena Jawa Timur merupakan basis suara utama PKB dalam pemilu. Perpektif kelembagaan partai politik digunakan untuk menilai sejauh mana pengaruh pelembagaan partai politik yang dimiliki PKB berpengaruh terhadap perolehan suara mereka pada pemilu tahun 2009, khususnya di Jawa Timur. Fenomena ini yang membuat penulis tertarik untuk mengangkat problematika tersebut. Melihat fenomena tersebut pada dasarnya sedikit mengejutkan masyarakat. Yang menjadi pertanyaan adalah mengapa PKB yang merupakan partai dengan basis massa terbesarnya di Jawa Timur, yaitu kaum Nahdiyin kalah di “kandang” mereka sendiri. Fenomena tersebut sangat menarik untuk diteliti lebih lanjut dari aspek pelembagaan partai politik itu sendiri, dalam hal ini adalah PKB. Seperti diketahui bahwasanya pelembagaan dalam sebuah partai politik sangat penting artinya agar sebuah partai dapat survive dalam kancah perpolitikan. Samuel P Huntington (1968), seorang ilmuan politik Amerika Serikat yang membahas tentang kelembagaan politik mengatakan bahwa, untuk dapat survive partai tersebut harus memiliki kelembagaan yang kuat. Partai Kebangkitan Bangsa atau sering disebut PKB berdiri atas usulan warga NU kepada PBNU yang menginginkan agar NU memiliki partai politik yang dapat menyalurkan aspirasi warga Nahdiyin. Pada tanggal 23 Juli 1998 di Jakarta, berdirilah Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang dideklarasikan oleh kiai-kiai NU antara lain Munasir Ali, Ilyas Ruchiyat, Abdurrahman Wahid, A. Mustofa Bisri, dan A. Muhith Muzadi. Pemilu tahun 1999 merupakan pemilu pertama yang diikuti oleh PKB setelah runtuhnya rezim Orde Baru dan berdirinya partai tersebut tahun 1998. Sebagai partai politik baru, PKB cukup diperhitungkan karena basis masa mereka, yaitu NU merupakan organisasi keagamaan terbesar di Indonesia. Pada pemilu 1999 PKB mendapatkan 13.336.982 suara atau sekitar 12,61%. Pada pemilu selanjutnya tahun 2004 mendapatkan 11.989.564 suara atau sekitar 10,57%, sedangkan pada pemilu 2009 PKB mendapatkan 5.146.122 suara atau sekitar 4,9%. Prestasi terbaik PKB yang berhasil diraih partai tersebut adalah keberhasilan mengantarkan KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, sang pendiri partai menjadi presiden RI. Gus Dur menjabat sebagai presiden RI terhitung mulai tanggal 20 Oktober 1999 hingga 23 Juli 2001. Meskipun kepemimpinan Gus Dur sebagai presiden hanya bertahan selama dua tahun, namun pencapaian tersebut bisa dikatakan sebagai prestasi terbaik PKB. Meskipun PKB partai baru pada pemilu tahun 1999, keberhasilan mereka mengantarkan Gus Dur menjadi presiden RI mengisyaratkan bahwa PKB merupakan partai besar yang siap mengancam eksistensi partai-parai lain yang sebelumnya sudah eksis di dunia perpolitkan nasional. Berbicara tentang PKB dengan basis massa NUnya, maka pikiran kita pasti akan tertuju ke Jawa Timur dimana di propinsi inilah organisasi Nahdatul Ulama berdiri dan merupakan basis massa utama NU, dimana Jawa Timur merupakan propinsi dengan jumlah pondok pesantren terbanyak di Indonesia dan sebagian besar pondok-pondok pesantres tersebut berafiliasi dengan NU, serta tak jarang pimpinan pondok pesantren merupakan kiaikiai pengurus NU baik di kabupaten/kota maupun di tingkat propinsi (wilayah), bahkan pengurus di tingkatan PBNU. Secara otomatis Jawa Timur seharusnya menjadi lumbung suara bagi PKB untuk mendulang suara dalam pemilu-pemilu yang diikuti. Hal tersebut terbukti dengan kemenangan PKB dalam pemilu legislatif anggota DPRD Jawa Timur tahun 1999, yang merupakan pemilu pertama setelah runtuhnya rezim Orde Baru. Partai yang didirikan Gus Dur dan kiai-kiai NU tersebut memperoleh 7.005.823 suara atau 35,48% suara pemilih di Jawa Timur dan mendapatkan 32 kursi di DPRD Jawa Timur. PKB meskipun tetap menjadi partai pemenang dalam pemilu legislatif anggota DPRD Jawa Timur pada pemilu tahun 2004, namun mereka mengalami penurunan suara dibandingkan dengan pemilu 1999. Pada pemilu 1999 PKB yang mendapatkan 35,48% suara, sedangkan pada pemilu 2004 mendapatkan 5.566.245 suara atau sekitar 30,63 %. Dalam pemilu legislatif anggota DPRD Propinsi Jawa Timur tahun 2009 PKB mendapatkan pukulan telak dalam pemilu tersebut. Partai itu kalah dan berada di urutan ketiga dengan perolehan 1.996.129 suara atau sekitar 12,26% dibawah PDI-Perjuangan yang memperoleh 15,99% dan Partai Demokrat yang meraup suara terbanyak dengan 20,53% suara. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan sebuah penelitian dengan menggunakan pendekatan kualitatif yang lebih menekankan analisisnya pada proses penyimpulan deduktif dan induktif serta analisis terhadap dinamika hubungan antara fenomena yang diamati dengan menggunakan logika ilmiah. Dimana penulis melakukan penelitian untuk mencari jawaban atas fenomena politik yang terjadi di masyarakat. Dari kedalaman analisisnya, penulis menggunakan jenis penenelitian deskriptif, dimana dalam melakukan analisis hanya sampai taraf deskripsi yaitu menganalisis dan menyajikan fakta secara sistematik sehingga dapat lebih mudah untuk dipahami dan disimpulkan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran yang benar mengenai subjek yang diteliti. Berdasarkan metode yang digunakan, yakni metode kualitatif, maka informasi didapatkan langsung dari informan-informan yang berkompeten dalam bidangnya. Dari data-data yang diperoleh dari informan akan diolah menjadi sebuah output informasi yang mudah diserap atau dimengerti maknanya oleh masyarakat umum. Kerangka Teori Dalam menganalisis hasil temuan data yang diperoleh, penulis menggunakan perspektif teori pelembagaan partai politik Vicky Randall dan Lars Svasand (2002), dimana dalam tulisannya Randall dan Svasand membagi tingkat pelembagaan partai politik menjadi empat dimensi. Yang pertama yaitu dimensi kesisteman (sistemness), kedua dimensi identitas nilai (value infusion), ketiga dimensi otonomi suatu partai dalam pembuatan keputusan (decisional autonomy), dan keempat dimensi pengetahuan atau citra publik (reification). Jika dihubungkan dengan teori pelembagaan partai politik Randall dan Svasand, penyelesaikan konflik internal yang terjadi di tubuh PKB dengan jalan melalui jalur hukum atau melalui pengadilan merupakan suatu indikasi yang menunjukkan lemahnya pelembagaan partai politik dalam tubuh PKB. Dari penyelesaian konflik internal di tubuh partai yang dilakukan oleh PKB seperti dibahas di atas memperlihatkan lemahnya pelembagaan partai. Dalam kasus penyelesaikan konflik internal tersebut memperlihatkan kelemahan pelembagaan partai PKB dalam bentuk dimensi kesisteman (systemness) suatu partai yang merupakan hasil persilangan aspek internal dengan struktural. Yang dimaksud dengan kesisteman adalah proses pelaksanaan fungsi-fungsi partai politik, termasuk penyelesaian konflik, dilakukan menurut aturan, persyaratan, prosedur, dan mekanisme yang disepakati dan ditetapkan dalam AD/ART partai politik. Dapat dilihat dalam proses penyelesaian konflik di internalnya, PKB telah menerapkan bentuk dimensi kesisteman partai dengan melakukan penyelesaian konflik menurut aturan, persyaratan, prosedur, dan mekanisme yang disepakati dan ditetapkan dalam AD/ART PKB. Seharusnya jika pelembagaan partai politik dalam tubuh PKB kuat, maka konflik yang terjadi di internal seharusnya dapat diselesaikan di internal partai itu sendiri melalui mekanisme-mekanisme penyelesaian konflik yang telah ditentukan dalam AD/ART partai dan tidak sampai melalui jalur hukum di pengadilan. Begitu juga dengan hasil penelitian yang menyebutkan penurunan suara yang cukup signifikan di basis konstituen PKB seperti dijelaskan di atas menunjukkan bahwa pelembagaan partai politik di tubuh PKB rendah, terutama dalam dimensi kesisteman atau systemness. Penurunan suara yang terjadi di daerah yang menjadi basis utama PKB berkaitan dengan tingkat kesisteman PKB, dimana salah satu variasi dari tingkat kesisteman partai adalah asal-usul partai politik, yaitu apakah dibentuk dari atas, dari bawah, atau dari atas disambut dari bawah. Pada awal pendiriannya PKB memang diidentikkan dengan partai yang didirikan oleh petinggi atau kiai-kiai NU dengan harapan dapat menjadi saluran aspirasi politik kaum Nahdiyin, atau dengan kata lain asal-usul partai dibentuk dari atas disambut dari bawah. Namun pada kenyataannya PKB pada pemilu yang lalu tidak disambut dari bawah oleh kaum Nahdiyin yang terlihat dari rendahnya suara PKB di daerah basis kaum Nahdiyin. Hal tersebut menunjukkan bahwa memang tingkat pelembagaan PKB terutama dimensi kesisteman partai sangat rendah, sehingga tidak mampu membuat konstituen mereka menyambut partai dengan memilih pada pemilu. Upaya PKB untuk meningkatkan elektabilitas dan suara pada pemilu 2014 mendatang dengan melakukan rekonsiliasi dengan NU memperlihatkan bahwa rekonsiliasi PKB dan NU tersebut merupakan sebuah bentuk dimensi identitas nilai (value infusion) suatu partai. Identitas nilai ini berkaitan dengan identitas partai politik berdasarkan basis sosial pendukungnya, dan identifikasi anggota terhadap pola dan arah perjuangan yang diperjuangkan partai politik tersebut. Karena itu tingkat identitas nilai suatu partai politik berkaitan dengan hubungan partai dengan kelompok populis tertentu (popular bases), yaitu apakah suatu partai politik mengandung dimensi sebagai gerakan sosial yang didukung oleh kelompok populis tertentu, dimana disini PKB didukung oleh kelompok populis tertentu, yaitu NU. Strategi PKB dengan melakukan pendekatan terhadap pemilih pemula merupakan bentuk dari dimensi pengetahuan atau citra publik (reification) terhadap suatu partai politik. Tingkat pengetahuan publik tentang partai politik merujuk pada pernyataan apakah keberadaan partai politik tersebut telah tertanam pada imajinasi publik. Pendekatan kepada pemilih pemula tersebut merupakan suatu bentuk atau cara yang dilakukan oleh PKB untuk dapat tertanam pada imajinasi masyarakat, khususnya pemilih pemula. Dengan mengakomodasi kepentingan pemilih pemula tersebut, PKB berharap agar mereka dapat diingat oleh pemilih pemula sebagai partai politik yang mengakomodasi kepentingan pemuda. Sedangkan hasil penelitian yang menunjukkan adanya kendala pendanaan partai yang dialami PKB dalam upayanya meningkatkan elektabilitas dan suara pada pemilu 2014 mendatang jika dihubungkan dengan teori pelembagaan partai politik Randall dan Svasand merupakan kendala pelembagaan partai dari dimensi otonomi suatu partai dalam pembuatan keputusan (decisional autonomy). Tingkat otonomi suatu partai politik dalam pembuatan keputusan berkaitan dengan hubungan partai dengan aktor luar partai baik dengan sumber otoritas tertentu (penguasa, pemerintah), maupun dengan sumber dana (pengusaha, penguasa, negara atau lembaga luar) dan sumber dukungan massa (organisasi masyarakat). Hal tersebut juga akan mempengaruhi pelembagaan partai PKB dimana apabila partai tidak memiliki pelembagaan yang kuat maka dalam pembuatan keputusan partai dapat tersandera oleh kepentingan penyandang dana bagi partai. Sedangkan kendala yang dihadapi oleh PKB dari dinamika di tubuh NU jika dihubungkan dengan teori pelembagaan partai politik Randall dan Svasand, merupakan bentuk dari dimensi identitas nilai (value infusion) suatu partai. Tingkat identitas nilai suatu partai politik berkaitan dengan hubungan partai dengan kelompok populis tertentu (popular bases), yaitu apakah suatu partai politik mengandung dimensi sebagai gerakan sosial yang didukung oleh kelompok populis tertentu, dimana disini PKB didukung oleh kelompok populis tertentu, yaitu NU. Sedangkan kendala dari partai politik peserta pemilu lainnya yang menjadikan mantanmantan kader PKB sebagai calon anggota legislatif untuk menarik dukungan di basis-basis suara PKB tersebut berkaitan dengan dimensi pengetahuan atau citra publik (reification) terhadap PKB, dimana yang menjadi pertanyaan adalah apakah PKB telah tertanam dalam imajinasi publik. Sebab jika PKB telah tertanam dalam imajinasi publik, maka strategi partai lain dengan menggaet mantan-mantan kader PKB tidak akan menjadi pengaruh yang besar terhadap perolehan suara PKB. Konstituen atau masyarakat akan lebih memilih PKB dalam pemilu karena PKB telah tertanam dalam imajinasi publik. Kendala lain yang harus dihadapi oleh PKB yaitu rendahnya minat dan kepercayaan publik terhadap partai politik yang menyebabkan tingginya angka golput terkait dengan teori pelembagaan partai politik, yaitu pada dimensi pengetahuan atau citra publik (reification) terhadap suatu partai politik. Bila keberadaan partai politik tertentu telah tertanam pada imajinasi publik, maka pihak lain baik para individu maupun lembaga akan menyesuaikan aspirasi dan harapan ataupun sikap dan perilaku mereka dengan keberadaan partai politik tersebut. Oleh karena itu apabila tingkat pengetahuan atau citra publik (reification) suatu partai baik, maka konstituen partai tersebut akan lebih memilih partai tersebut dan tidak akan golput pada pemilu, karena mereka menganggap partai tersebut dapat menyalurkan aspirasi dan harapan konstituennya. Konflik Internal Sebagai Penyebab Utama Kemerosotan Suara PKB Hasil dari penelitian yang diperoleh oleh penulis diketahui banhwa konflik internal yang terjadi di internal PKB menjadi penyebab utama kemerosotan suara PKB dalam pemilu tahun 2009. Seperti yang diketahui publik, konflik internal PKB pada tahun 2008 antara Gus Dur dan Muhaimin Iskandar sangat dahsyat menerpa internal PKB. Konflik antara Gus Dur dan Muhaimin Iskandar bermula pada Rapat Gabungan Dewan Syuro dan Dewan Tanfidz DPP PKB pada Rabu, 26 Maret 2008, dimana dalam rapat gabungan tersebut, Muhaimin Iskandar selaku Ketua Umum DPP PKB diminta mundur dari jabatannya melalui sebuah voting. Hasil dari rapat gabungan tersebut kemudian diputuskan bahwa Muhaimin Iskandar dipecat dari jabatannya sebagai Ketua Dewan Tanfidz oleh Gus Dur selaku Ketua Dewan Syuro PKB. Pemecatan tersebut merupakan klimaks dari ketegangan-ketegangan yang terjadi di internal PKB selama ini antara kubu Gus Dur dengan kubu Muhaimin. Semenjak pemecatan tersebut PKB terbelah dua, menjadi PKB Gus Dur dan PKB Muhaimin. Kubu Muhaimin tidak tinggal diam atas pemecatan tersebut. Pada tanggal 14 April 2008, PKB Muhaimin secara resmi mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Muhaimin menggugat Gus Dur selaku Ketua Dewan Syuro PKB atas pemecatan dirinya sebagai Ketua Dewan Tandfidz PKB. Pada 7 Juli 2008, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengeluarkan keputusan yang diajukan Muhaimin, dan memutuskan bahwa pemberhentian Drs. A Muhaimin Iskandar, MSi dari jabatan sebagai Ketua Umum Dewan Tandfidz DPP PKB adalah bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga serta Peraturan Partai PKB. Atas putusan tersebut PKB pimpinan Gus Dur melakukan kasasi, namun pada tanggal 18 Juli kasasi kubu Gus Dur di Mahkamah Agung ditolak. Dengan ditolaknya kasasi tersebut secara otomatis Muhaimin memegang kendali PKB. Konflik di tingkat pusat tersebut juga berimbas di daerah, termasuk di Jawa Timur, dan dianggap sebagai penyebab utama merosotnya suara PKB di Jawa Timur pada pemilu tahun 2009. Imbas dari konflik di tingkat pusat PKB tersebut di Jawa Timur adalah dibekukannya DPW PKB Jawa Timur pimpinan Imam Nahrawi oleh DPP PKB pimpinan Gus Dur, sehingga muncul dua kepengurusan dalam tubuh DPW PKB Jawa Timur, yakni DPW PKB Jatim pimpinan Imam Nahrawi dan DPW PKB Jatim pimpinan Hasan Aminudin, yang kemudian setelah gugatan di PN Jakarta Selatan dimenangkan oleh kubu Muhaimin, dicabutlah pembekuan DPW PKB Jatim pimpinan Imam Nahrawi oleh DPP PKB, sehingga Imam Nahrawi kembali memegang kendali di DPW PKB Jatim. Akibat konflik di tingkat pusat dan dualisme kepemimpinan di DPW PKB Jatim tersebut, maka persiapan yang dilakukan untuk pemilu 2009 pun menjadi berantakan, dan pengurus DPW PKB Jatim tidak dapat mengelola organisasi partai dengan baik. Hal ini diperparah dengan banyaknya pengurus dan simpatisan yang pindah ke partai lain, terutama ke PKNU, partai baru yang didirikan oleh kiai-kiai NU yang bosan melihat konflik yang terjadi di internal PKB. Kader-kader dan simpatisan PKB pun banyak yang pindah “haluan” ke partai ini. Evaluasi PKB Terhadap Perolehan Suara Pemilu 2009 Hasil penelitian selanjutnya, yaitu hasil perolehan suara PKB pada pemilihan umum anggota legislatif tahun 2009 lalu memang di luar ekspektasi para pengurus dan pendukung PKB, khususnya di Jawa Timur yang memang sejak awal berdirinya PKB merupakan basis suara utama partai. Tak ayal perolehan suara tersebut menjadi tamparan keras bagi pengurus dan fungsionaris PKB di Jawa Timur khususnya. Evaluasi terhadap perolehan suara partai pada pemilihan umum anggota legislatif tahun 2009 dilakukan guna mencari solusi atas persoalan yang muncul sebagai penyebab kemerosotan suara PKB terutama di Jawa Timur. Bentuk evaluasi yang dilakukan oleh DPW PKB Jawa Timur adalah dengan cara membuat data statistik dari hasil perolehan suara pada 2009. Dalam mengumpulkan data tersebut DPW PKB Jatim tidak hanya mengumpulkan data perolehan suara pada tingkatan Propinsi saja, namun perolehan suara di tingkat Kabupaten/Kota, Kecamatan, dan di tingkat Kelurahan/Desa di Jawa Timur juga dikumpulkan yang nantinya diolah menjadi data statistik. Jika dibandingkan antara perolehan suara pada pemilihan umum anggota legislatif tahun 2004 dan 2009 lalu, memang di semua daerah pemilihan (Dapil) yang ada di Jawa Timur suara PKB mengalami penurunan. Namun ada beberapa dapil yang menjadi basis utama PKB dalam meraup suara di Jawa Timur yang juga mengalami penurunan yang signifikan. Salah satu contohnya pada dapil tiga Jawa Timur yang meliputi tiga Kabupaten, yaitu Kabupaten Situbondo, Kabupaten Banyuwangi, dan Kabupaten Bondowoso suara PKB turun drastis, padahal ketiga kabupaten tersebut merupakan basis suara PKB di Jawa Timur. Upaya PKB Jawa Timur Meningkatkan Elektabilitas Pada Pemilihan Umum 2014 Selanjutnya, untuk mengatasi kemerosotan suara yang cukup signifikan tersebut, PKB Jawa Timur memiliki beberapa strategi-strategi untuk meningkatkan elektabilitas dan suara mereka pada pemilihan umum tahun 2014 mendatang. Salah satunya yaitu merekonsiliasi PKB-NU serta merangkul kembali kader-kader PKB yang pergi atau pindah partai akibat konflik yang terjadi di internal PKB pada 2008 silam. Memang bukan rahasia umum lagi bahwa konflik yang menimpa internal PKB antara Gus Dur dan Muhaimin menyebabkan hubungan PKB dan NU mengalami sedikit keretakan. Hal tersebut menimbulkan friksi baik di internal NU sendiri, maupun friksi antara NU dan PKB. Friksi di internal NU sendiri terjadi karena dimana kiai-kiai NU terpecah dukungan. Di sisi lain ada yang mendukung atau pro Gus Dur, namun di sisi lain ada pula yang pro Muhaimin. Hal ini lah yang membuat adanya friksi di internal NU sendiri, namun tidak sampai meluas dan membesar. PKB sadar, hubungan mereka yang kurang harmonis dengan NU semenjak bergulirnya konflik di internal mereka telah banyak menimbulkan stigma negatif baik di jajaran pengurus NU maupun di tingkatan grassroot kaum Nahdliyin. Setelah konflik di internal PKB mereda, pengurus PKB mulai melakukan pendekat atau melakukan rekonsiliasi hubungan antara mereka dan NU baik secara struktural maupun kultural. Secara kultural rekonsiliasi hubungan dilakukan dengan melakukan beberapa kegiatan bersama-sama. Sedangkan secara struktural seperti yang baru saja dilakukan oleh DPW PKB Jawa Timur adalah menggandeng Khofifah Indar Parawansa sebagai calon gubernur Jawa Timur, karena secara struktural, Khofifah merupakan Ketua Muslimat NU. Upaya lain yang dilakukan oleh PKB adalah dengan menggandeng kembali kaderkader PKB yang sempat hijrah ke partai lain. Upaya PKB untuk menarik kembali kader-kader dan pejuang-pejuang PKB yang sempat hijrah ke partai lain membuahkan hasil yang cukup baik. Banyak mantan kader yang hijrah ke PKNU terutama kembali lagi ke PKB dan sebagian menjadi calon legislatif dari partai besutan Gus Dur itu. Meskipun PKNU secara kelembagaan menyatakan merger dengan Gerindra, namun beberapa kadernya lebih memilih untuk kembali ke PKB karena kedekatan ideologi diantara keduanya. Hal tersebut juga terlihat ketika para kiai sepuh NU mendorong agar PKB menjadi partai yang besar. Sejumlah kiai dan kader Partai Kebangkitan Nahdlatul Ulama (PKNU) mulai merapat untuk mendukung partai yang dipimpin Muhaimin Iskandar itu. Strategi lain yang dilakukan oleh PKB untuk meningkatkan elektabilitas dan suara pada pemilihan umum tahun 2014 mendatang adalah dengan melakukan pendekatan pada pemilih pemula. Pendekatan pada pemilih pemula memang diakui secara terbuka oleh PKB menjadi salah satu strategi PKB untuk meningkatkan elektabilitas dan suara mereka pada pemilu 2014. DPW PKB Jatim memang secara khusus memberikan porsi lebih untuk melakukan pendekatan kepada pemilih pemula. Untuk meningkatkan suara memang PKB Jatim saat ini lebih fokus pada pemilih pemula yang jumlahnya cukup besar. Kendala-Kendala Yang Dihadapi PKB Hasil dari penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa dalam agendanya untuk menghadapi pemilu 2014 mendatang, langkah PKB rupanya tidak selalu berjalan mulus, ada beberapa kendala-kendala yang harus dihadapi PKB. Kendala tersebut bisa datang dari internal maupun eksternal PKB. Dari data yang diperoleh oleh penulis dari narasumber diketahui bahwa salah satu kendala yang dihadapi PKB dari internal mereka adalah kendala pendanaan partai. Pendanaan partai memang merupakan masalah yang harus dihadapi oleh hampir semua partai politik, termasuk PKB. PKB mengalami kesulitan dalam membiayai dana operasional partai dan dana kampanye partai yang cenderung membengkak dengan drastis menjelang pemilu seperti saat ini. Banyak pengeluaran yang harus dikeluarkan oleh PKB untuk menjalankan strategi-strategi partai dalam meningkatkan elektabilitas mereka melalui program-program yang tentunya harus mengeluarkan biaya, seperti pengadaan lomba-lomba olahraga untuk menjaring pemilih muda seperti dibahas pada bagian sebelumnya, pengadaan atribut partai, dan lain-lain. Kendala kedua dari internal partai yang harus dihadapi oleh PKB dalam menghadapi pemilu 2014 adalah gesekan antar caleg. Gesekan antar caleg tersebut biasanya terjadi pada caleg-caleg dari PKB yang terdaftar sebagai calon legislatif di daerah pemilihan yang sama. Bagi PKB hal tersebut menjadi masalah internal yang tak jarang muncul dan harus diselesaikan agar tidak mempengaruhi soliditas partai dalam menghadapi pemilu. Karena tak jarang gesekan antar caleg yang terjadi menyebabkan caleg tersebut merasa kecewa atau tidak senang dan akhirnya membuat kinerja partai tidak maksimal dalam menghadapi pemilu. Salah satu kendala dari eksternal PKB adalah dinamika yang terjadi di dalam tubuh NU. NU sebagai organisasi yang baik pengurus, anggota dan simpatisannya merupakan konstituen utama PKB tidak dapat lepas dari PKB. Hubungan PKB dan NU yang sempat kurang hamonis menjelang pemilu 2009, ditambah pernyataan Gus Dur yang menyatakan agar pengikutnya golput pada pemilu 2009 berpengaruh besar terhadap perolehan suara PKB. Akibatnya PKB kehilangan suara kaum Nahdiyin yang cukup besar, terutama di Jawa Timur yang memang basis NU. Kaum Nahdiyin saat ini tampaknya telah berevolusi menjadi pemilih yang rasional dan tidak lagi mengedepankan aspek kultural. Hal inilah yang juga akhirnya menjadi kendala PKB dalam menarik kembali dukungan suara warga NU pada pemilu 2014 mendatang. PKB dalam upayanya untuk mengembalikan suara warga NU tampaknya harus lebih bekerja keras, mengingat saat ini warga NU mulai rasional dalam memilih partai politik yang akan mereka pilih pada pemilu 2014 mendatang. Tantangan lain yang harus dihadapi PKB dari eksternal mereka adalah strategi yang dilakukan partai politik peserta pemilu lainnya. Seperti kita tahu ketika konflik PKB merebak dan memanas pada 2008 lalu, banyak kader-kader potensial PKB yang akhirnya lebih memilih untuk keluar dari PKB, meskipun banyak juga yang akhirnya kembali ke PKB. Banyak mantan kader PKB yang saat ini menjadi calon anggota legislatif dari partai politik lain, baik itu tingkat DPRD Kabupaten/Kota, DPRD Propinsi maupun DPR RI. Kendala terakhir yang harus dihadapi oleh PKB dari eksternal adalah rendahnya minat dan kepercayaan masyarakat terhadap politik. Ketidakpercayaan atau distrust masyarakat terhadap partai politik menjadi alasan mengapa masyarakat memilih golput dalam pemilihan umum. Masyarakat menganggap semua partai politik adalah sama saja, mereka hanya mementingkan kepentingan partai mereka tanpa melihat kepentingan-kepentingan rakyat kecil sebagai konstituennya. Tingginya angka golput tersebut menjadi masalah serius yang menjadi kekhawatiran partai-partai politik peserta pemilu 2014, tak terkecuali PKB. Angka golput yang begitu besar tentu saja banyak berpengaruh pada suara PKB. Banyak pemilih yang sebenarnya cukup potensial menjadi penyumbang suara bagi partai, namun karena mereka lelih memilih untuk golput, suara mereka yang cukup potensial tidak dapat terserap oleh partai. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, penulis memperoleh beberapa kesimpulan. Pertama, kemerosotan suara PKB yang signifikan pada pemilu tahun 2009, khususnya di Jawa Timur merupakan akibat dari rendahnya tingkat pelembagaan partai yang dilakukan oleh PKB. Pelembagaan partai yang rendah menjadi penyebab utama kemerosotan suara tersebut. Rendahnya pelembagaan PKB salah satunya dapat dilihat dari friksi-friksi yang terjadi antar faksi-faksi yang ada di internal PKB. Friksi-friksi yang terjadi menunjukkan kurang kuatnya dimensi kesisteman atau systemness dalam tubuh PKB. Rendahnya dimensi kesisteman tersebutlah yang akhirnya menimbulkan perpecahan di internal PKB dan menjadi penyebab utama kemerosotan suara PKB pada pemilu tahun 2009. Upaya-upaya yang dilakukan oleh PKB untuk mendongkrak elektabilitas dan suara pada pemilu 2014 mendatang antara lain dilakukan dengan merekonsiliasi PKB dan NU serta merangkul pemilih pemula untuk memperluas segmentasi pemilih bagi PKB. Jika dihubungkan dengan teori pelembagaan partai politik, upaya-upaya PKB untuk meningkatkan elektabilitas dan perolehan suara pada pemilu 2014 mendatang merupakan sebuah bentuk penguatan pelembagaan partai yang dilakukan oleh PKB. Daftar Pustaka Budiardjo, Miriam. (1983) Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia. DPP PKB. (2011) Anggaran Dasar Anggaran Rumah Tangga Partai Kebangkitan Bangsa Hasil Muktamar Luar Biasa Partai Kebangkitan Bangsa Di Ancol, Jakarta, 2-4 Mei 2008, Sekretariat DPW PKB Jawa Timur, Surabaya. Firmanzah. (2011) Mengelola Partai Politik: Komunikasi dan Positioning Ideologi Politik di Era Demokrasi. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Pramono U. Tantowi. (2003) Kebangkitan Politik Kaum Santri: Islam dan Demokrasi di Indonesia 1990-2000. Jakarta: PSAP. Soelistyati, Ismail Gani. (1987) Pengantar Ilmu Politik. Jakarta: Ghalia Indonesia. Suyanto, Bagong. (1995) Metode Penelitian Sosial. Surabaya: Airlangga University Press. Suroto & Doddy, Rudianto. (2003) Partai-Partai Politik di Indonesia. Jakarta: PT Citra Mandala Pratama. Tandjung, Akbar. (2007) The Golkar Way: Survival Partai Golkar di Tengah Turbulensi Politik Era Reformasi. Jakarta: Gramedia. DPP PKB. ”Mabda Syiasi,” DPP PKB website. (diakses Oktober 2013) http:// www.pkb.org/mabda-syiasi.html KPU RI. ”Undang-Undang". (diakses http://www.kpu.go.id/dmdocuments/saku_k.pdf.html Nopember 2013). Priyombodo (2008) “Hari Ini Muhaimin Layangkan Gugatan Terhadap Gus Dur,” Kompas.comNews (diakses Nopember 2013) http//kompas.com/read/2008/04/14/08533935.html Nahdlatul Ulama. ”PKB Jatim Pro Gus Dur Gugat Muhaimin” Nahdlatul Ulama website (diakses Nopember 2013) http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,1id,15716-lang,id-c,warta-t.html PBNU. (2010) Konflik PKB Rusak Keutuhan Warga NU” Suara Merdeka (diakses Nopember 2013) http://www.republika.co.id/berita/breakingnews/politik/10/01/15/101052.html Universitas Gadjah Mada website. (diakses http://lib.ugm.ac.id/digitasi/upload/945_RD0911110.pdf 10 Oktober 2013) DPP PKB. “DPW PKB Jatim Sumbang Mobil Operasional Ke NU” DPP PKB Website. (diakses Nopember 2013) http://www.pkb.or.id/dpw-pkb-jatim-sumbang-mobiloperasional-ke-nu.html “Kiai Dan Kader PKNU Mulai Merapat Ke PKB” JPPN News (2010) [diakses Nopember 2013] http://www.jpnn.com/read/2012/11/02/145532.html M. Rosit. (2013) “Melirik Potensi Pemilih Pemula Pada Pemilu 2014” Liputan6. (diakses Nopember 2013) http://news.liputan6.com/read/558286.html Rumah Pemilu..“Angka."Golput" Pemilu Legislatif 1955-2009” Rumah Pemilu website (diakses Nopember 2013) http://www.rumahpemilu.org/read/1942/Angka-GolputPemilu-Legislatif-1955-2009.html Yacob Billi Octa. (2012) “LSI Prediksi Angka Golput Pilpres 2014 Capai 50 Persen” Merdeka.com. (diakses Nopember 2013) .http://www.merdeka.com/politik/lsiprediksi-angka-golput-pilpres-2014-capai-50-persen.html Scott Mainwaring. (1998) ‘Party Systems in The Third Wave’, Journal of Democracy, vol. 9, no. 2, pp: 67-81. Vicky Randall dan Lars Svasand. (2002) ‘Party Institutionalization In New Democracies’, Party Politics, vol. 8, no.1, pp: 5-29. Adnan, Em Mas’ud. (2009) “Personalisasi Institusi dan Konflik PKB: Studi Tentang Kepemimpinan Gus Dur Selama Menjadi Ketua Umum Dewan Syuro.” Master. Thesis., Universitas Airlangga.