BAB KEDUA BEBERAPA TEORI SISTEM POLITIK Di dalam Bab

advertisement
BAB KEDUA
BEBERAPA TEORI SISTEM POLITIK
Di dalam Bab Kedua ini akan dijelaskan pokok-pokok pikiran David Easton
tentang "Teori Sistem Umum" (General System Theory), pokok-pokok pikiran Gabriel
Almond tentang "Teori Sistem Struktural Fungsional" (Structural and Functional System
Theory), serta penggunaan kedua teori sistem tersebut sebagai kerangka analisis sistem
politik Indonesia dari sejak Proklamasi 1945 hingga sampai sekarang.
A. Teori Sistem Umum (General System Theory) Dari David Easton
Usaha David Easton untuk membangun teori politik yang berorientasi empirik
dilakukan dengan melalui beberapa tahapan sebagaimana dapat dilihat dalam bukubuku karangannya. Pertama, bukunya yang berjudul "The Political System" (1953)
menyajikan suatu masalah tentang teori umum dalam ilmu politik. Kedua, bukunya yang
berjudul A Framework for Political Analysis (1965a) memberikan konsep-konsep
penting untuk pengembangan teori umum semacam itu. Ketiga, bukunya tentang A
Systems Analysis of Political Life (1965b) berusaha menjelaskan konsep-konsep
tersebut dengan harapan bahwa konsep-konsep itu bisa secara empirik diterapkan.
Tahap Pertama:
Teori Sistem Umum (General System Theory) dari David A. Easton didasarkan pada
beberapa asumsi, yaitu (Chilcotte, 145-146):
Pertama, pencarian pengetahuan empirik
yang reliabel (dapat dipercaya)
memerlukan teori yang sistematis, nama bagi tertib generalisasi yang tertinggi.
Pengetahuan ilmiah adalah bersifat teoritis dan didasarkan pada fakta-fakta, tetapi faktafakta itu sendiri tidaklah menjelaskan peristiwa dan harus ditata sedemikian rupa. Ilmu
politik telah menjadi disiplin pengumpulan fakta dan juga telah memberi sumbangan
bagi reformasi masyarakat melalui penerapan pengetahuan.
Kedua, mereka yang mempelajari kehidupan politik harus memandang sistem
politik sebagai suatu keseluruhan daripada hanya memusatkan pada pemecahan
persoalan-persoalan tertentu. Teori harus menggabungkan pengetahuan yang reliabel
dengan data-data yang empirik. "Teori tanpa fakta bisa menjadi seperti kapal tanpa
nakhoda".
Ketiga, riset tentang sistem politik berasal dari dua data yaitu data psikologi dan
data situasional. Data psikologis terkait dengan kepribadian dan motivasi dari para
partisipan dan data situasional berkaitan dengan kegiatan yang dibentuk oleh
pengaruh-pengaruh lingkungan. Pengaruh-pengaruh ini berasal dari lingkungan fisik
(perbedaan topografi dan geografi dari bangsa-bangsa; lingkungan organis yang non
manusia (flora, fauna), dan lingkungan sosial (manusia, tindakan dan reaksinya).
Keempat, kehidupan politik bisa digambarkan sebagai berada dalam ketidakseimbangan (disequilibrium).
Ketidak-seimbangan mengakibatkan tidak
hanya
perubahan atau konflik tetapi juga perlawanan terhadap keseimbangan (equilibrium)
yang merupakan suatu kondisi yang tidak pernah terwujud, semacam situasi normal
yang merupakan suatu abstraksi murni. Keseimbangan merupakan konsep yang ada
dalam pikiran pekerja sosial, suatu alat yang bersifat heuristik dan sederhana untuk
membantu memahami dunia empirik.
Usaha Easton untuk membangun teori meliputi perumusan tentang: (1) suatu
kerangka-kerja umum, (2) suatu pusat perhatian pada seluruh sistem daripada hanya
pada bagian-bagiannya saja, (3) suatu kesadaran tentang pengaruh lingkungan atas
sistem itu, dan (4) suatu pengakuan tentang adanya perbedaan antara kehidupan
politik dalam keseimbangan dan kehidupan politik alam ketidak-seimbangan.
David Easton menolak konsep negara karena konsep ini dianggap sering
membingungkan dan memiliki aneka-ragam makna; sistem baginya menjanjikan
konseptualisasi yang jelas. Demikian juga, di antara konsep-konsep yang banyak
jumlahnya, power merupakan satu-satunya konsep yang menonjol dan bermanfaat
untuk mempelajari kehidupan politik. Walaupun demikian, power berhubungan dengan
pembentukan dan pelaksanaan politik yang otoritatif dalam masyarakat. Power
bersandar pada kemampuan untuk mempengaruhi tindakan orang lain, dan kontrol
terhadapa cara orang lain membuat, melaksanakan kapasitas dan menentukan
kebijaksanaan. Suatu kebijaksanaan terdiri dari tindakan pembuatan keputusan dan
tindakan yang membagi-bagikan nilai-nilai kemasyarakatan dengan secara sah. Dengan
demikian, konsep-konsep tentang power, tentang pembuatan keputusan, tentang
otoritas dan kebijaksanaan adalah merupakan gagasan penting dari Easton mengenai
kehidupan politik sebagai "the authoritative allocation of values for a society" Chilcotte, 146147).
Menurut Easton atribut-atribut sistem politik antara lain meliputi: (1) perilaku
identifikasi dalam bentuk unit-unit dan perbatasan-perbatasan, (2) inputs dan outputs
(3) differensiasi di dalam sistem, dan (4) integrasi di dalam sistem. Masing-masing
atribut ini digambarkan dan dilukiskan melalui diagramnya yang sangat sederhana,
yang sekarang dikenal oleh sebagian besar mahasiswa ilmu politik:
Diagram Sistem Politik Menurut Easton
Environment
Demands
INPUTS
Supports
Environment
Environment
THE
POLITICAL
SYSTEM
Decisions
OUTPUTS
(Rewards & Punishments)
Environment
Diagram ini menunjukkan bahwa untuk kepentingan politik penggunaan sistem:
(1) Memungkinkan kita melakukan pemisahan antara kehidupan politik dari kehidupan
yang lain dari masyarakat, yang oleh Easton disebut sebagai "lingkungan"; (2)
Pemisahan ini ditandai oleh suatu garis batas; (3) Kasus sistem politik didefinisikan
sebagai "tindakan yang berhubungan dengan keputusan yang mengikat masyarakat"; (4)
Unit-unit sistem politik adalah berupa tindakan politik political actions); (5) Inputs dalam
bentuk tuntutan dan dukungan memberi makna pada sistem politik. Inputs berupa
"tuntutan" bisa timbul baik di dalam lingkungan itu ataupun di dalam sistem itu
sendiri. Apakah dirancang secara eksternal ataupun menjadi isu-isu, anggota sistem
politik siap untuk mengganggunya sebagai hal yang penting untuk dilaksanakan
melalui saluran-saluran yang diakui didalam sistem itu. Sedangkan inputs dalam bentuk
"dukungan" merupakan tindakan atau orientasi yang menunjukan dan mempertahankan
sistem politik; (6) Outputs berasal dari sistem politik dalam bentuk keputusan dan
tindakan kebijaksanaan. Outputs akan bisa (i) berubah menjadi umpan balik dalam
lingkungan agar memuaskan tuntutan dari beberapa anggota sistem itu, dan
kemudian akan menggerakkan dukungan terhadap sistem itu, dan juga (ii) bisa
menimbulkan konsekuensi negatif, yang memunculkan tuntutan baru pada sistem politik
itu.
Tahap Kedua:
Dalam karyanya yang kedua David Easton menjelasan "serangkaian kategori yang
terintegrasikan secara logis dengan relevansi empirik yang kuat, yang akan
memungkinkan dilakukannya analisis tentang kehidupan politik sebagai suatu sistem
perilaku" (Chilcotte, 148). David Easton selanjutnya memberikan penjelasan bahwa
"masyarakat menggabungkan semua sistem sosial lainnya dan oleh karena itu
menunjukan pada suprasistem yang inklusif di mana sekelompok mahkluk biologis
berpartisipa-si". Masyarakat sebagai suprasistem merupakan sistem sosial yang paling
inklusif. Sistem politik oleh karena itu merupakan serangkaian "interaksi yang di
abtraksikan dari keseluruhan perilaku sosial melalui mana nilai-nilai secara autoritatif
(system) dibagi-bagikan kepada masyarakat". Kehidupan politik merupakan sistem
yang terbuka, terbuka terhadap pengaruh yang berasal dari lingkungan". Garis bataslah
yang membedakan sistem politik dari sistem-sistem yang lain, dan garis batas ini
menentukan apa yang termasuk dan apa yang tidak termasuk dalam sistem politik
(Chilcotte, 148).
Semua konsep ini menjadikan David Easton bisa mengamati hubungan antara
sistem politik dengan lingkungan yang digambarkan pada diagram di bawah ini.
Lingkungan dibagi menjadi dua, yaitu lingkungan intrasocietal dan lingkungan
extrasocietal. "Lingkungan
intrasocietal"
merupakan
"lingkungan sosial
dan
lingkungan fisik yang berada di luar garis perbatasan dari suatu sistem politik dan
walaupun demikian masih berada di dalam masyarakat yang sama". Sistem ekologi
(fisik, non-manusia), sistem biologi (susunan genetika mahkluk manusia), sistem
kepribadian (psikologi), dan sistem sosial (budaya, struktural sosial, ekonomi dan
demografi) adalah penting bagi sistem politik sebagai bagian dari lingkungan
intrasocietal. "Lingkungan extrasocietal" berada di luar masyarakat yang sistem
politiknya sendiri sebagai sub sistem sosial; walaupun demikian ia bisa memiliki
konsekuensi penting bagi kelanggengan atau perubahan dari sistem politik itu.
Masyarakat atau lingkungan internasional merupakan contoh dari sistem extrasocietal,
dan lingkungan ini terdiri dari sistem ekologi internasional, sistem sosial internasional,
sistem politik internasional. Sub-sub sistem dari sistem politik internasional meliputi
sistem politik nasional, PBB, NATO, dan lain sebagainya (Chilcotte, 148).
Pada
akhirnya David Easton
mengalihkan
perhatiannya pada masalah
kelanggengan dan dinamika sistem. Ia menyatakan bahwa sistem politik tetap dapat
bertahan (langgeng) di saat-saat terjadi perubahan dan bahwa sistem-sistem ini
tidaklah tanpa pertahanan dalam mengahadapi beraneka-ragam tekanan. Tekanantekanan pada perubahan sistem bisa berasal dari dua arah, yaitu satu internal dari
lingkungan intrasocietal dan yang lain eksternal dari lingkungan extrasocietal. Sehingga
dengan demikian sistem politik dipengaruhi oleh apa yang sedang terjadi di
lingkungannya. David Easton kemudian menggambarkan model dinamika sistem
politik seperti diagram tersebut di bawah ini (Chilcotte, 149
Model Alur Sistem Politik David Easton
T
H
E
T
O
T
A
L
E
N
V
I
R
O
N
M
E
N
T
Ecological
System
Biological
System
Personality
System
THE
POLITICAL
SYSTEM
The Intra
Societal
Environment
I
N
P
U
T
S
International
Political
System
International
Ecological
System
International
Social
System
Tahap Ketiga:
Information
Feedback
The Extra
Societal
Environment
Conversion
Of Demands
into Outputs
Information
Feedback
A
U
T
H
O
R
I
T
Y
Pada tahap ketiga, Dvid Easton memandang kehidupan politik sebagai suatu
sistem terbuka yang bisa mendapatkan tekanan dari berbagai lingkungan di sekitarnya.
sistem-sistem itu tetap bertahan meskipun menghadapi krisis yang tetap dan berturutan.
Diancam oleh adanya tekanan-tekanan ini, sistem politik cenderung untuk bertahan.
Easton mengamati mengapa sistem-sistem itu tetap bertahan meskipun menghadapi
krisis yang tetap bertahan meskipun menghadapi krisis yang tetap dan
berkelanjutan.Tugas Easton selanjutnya adalah menyediakan beberapa generalisasi
dalam proses membangun teori, tetapi ia menyatakan bahwa hasilnya belumlah
merupakan teori yang sepenuhnya jelas, dan oleh karena itu masih perlu untuk terus
dikembangkan. Dalam tahap ketiga ini Easton mulai dengan kerangka-kerja
konseptualnya dan secara umum berhasil melakukan elaborasi tentang kerangka-kerja
ini. Harapannya adalah menyediakan dasar bagi investigasi empirik.
Dalam tahap ketiga ini David Easton mereview kembali kategori dasar
analisisnya, melihat pada inputs yang berupa tuntutan, menoleh pada inputs yang
berupa dukungan, mengidentifikasikan tanggapan terhadap tekanan yang ditempatkan
pada dukungan bagi sistem itu. Diagramnya menjadi lebih rumit, tetapi kepercayaan
dasarnya tetap utuh atau lengkap.
B. Teori Sistem Politik Struktural Fungsional Dari Gabriel Almond
Dalam tahun 1956, tiga tahun setelah David Easton menerbitkan bukunya yang
pertama tentang sistem politik, Gabriel Almond menerapkan suatu tipologi pada sistem
politik nasional. Bersama-sama dengan ilmuwan komparatif politik lainnya, Almond
menyusun rumusan yang baru, memanfaatkan sistem politik sebagai dasar dan
berbelok ke serangkaian konsep yang berhubungan dengan struktur dan fungsi.
Konsepsi Almond tentang sistem politik muncul melalui beberapa tahap (Chilcotte,
162):
Tahap Pertama:
Tipologi awal tentang sistem politik dari Almond, yang dijelaskan dalam
artikelnya yang ditulis tahun 1956, berisi beberapa aspek:
Pertama, ia menarik ide tentang sistem dari David Easton; sistem adalah
merupakan "konsep yang inklusif yang meliputi semua tindakan yang terpolakan
yang relevan dengan pembuatan keputusan politik". Bagi Almond, sistem lebih
berguna daripada proses; sistem menunjukan keseluruhan, interaksi di antara unit-unit
di dalam keseluruhan, dan stabilitaas dalam interaksi tersebut yang ia gambarkan
sebagai "keseimbangan yang sedang berubah" (changing equilibrium).
Kedua, Almond sepenuhnya bersandar pada Max Weber dan Talcott Parsons
dalam menjelaskan sistem politik dari tindakan. Tekanannya pada tindakan menjadikan
pengamat politik dapat menghindari untuk menggambarkan sistem semata-mata hanya
sebagai suatu kesatuan formal atau legal. Bukannya bersandar pada konsep-konsep
seperti lembaga, organisasi, atau kelompok, Almond berpaling kepada peranan dan
struktur. Peranan merupakan unit-unit sistem politik yang berinteraksi, dan struktur
merupakan pola interaksi. Penggunaan istilah ini memungkinkan kita melakukan
penyelidikan tidak hanya pada lembaga-lembaga formal akan tetapi juga lembagalembaga informal (seperti keluarga).
Ketiga, Almond memperkenalkan konsep budaya politik yang tidak sama
dengan budaya pada umumnya atau juga tidak sama dengan sistem atau masyarakat
tertentu. Walaupun demikian, budaya politik berkaitan dengan sistem politik, karena
setiap budaya politik diejawantahkan dalam pola-pola orientasi terhadap tindakan
politik tertentu, dan pola-pola ini biasanya meluas sampai di luar batas sistem politik.
Tahap Kedua:
Selama tahun 1958 dan 1959 Almond bersama-sama dengan teman-temannya
memusatkan perhatiannya
pada politik di negara-negara sedang berkembang.
Mereka menjelaskan suatu teori struktur dan fungsi dalam usahanya untuk
menghindari melakukan pengamatan melalui konstitusi dan lembaga-lembaga
pemerintahan yang formal di negara-negara di mana perubahan sedang terjadi secara
meluas. Pada tahun 1960 Almond dan temannya James S. Coleman memperkenalkan
beberapa asumsi yang tujuannya antara lain untuk memperbaiki kembali konsepkonsep perbandingan politik (Chilcotte, 163). Dengan demikian, pendekatan sistem
politik yang telah menarik perhatian banyak berkonotasi legalistik). Konsep "peranan"
menggantikan konsep "jabatan", dan konsep "struktur" menggantikan konsep
"lembaga".
Almond mengatakan bahwa sistem politik mempunyai ciri-ciri yang bersifat
universal dan bahwa untuk tujuan teoritik dan analisis, ciri-ciri ini dapat
dikonseptualisasikan ke dalam pendekatan skematik untuk melakukan studi
perbandingan politik. Empat ciri-ciri tersebut antara lain adalah:
1. Semua sistem politik memiliki struktur politik;
2. Fungsi yang sama diperlihatkan dalam semua sistem politik;
3. Semua struktur politik bersifat multifungsional;
4. Semua sistem politik tidak dapat dipisahkan dari proses kebudayaan.
Keempat ciri ini menjadi dasar bagi studi komparatif tentang sistem politik dari
negara-negara maju dan negara-negara berkembang. Almond berpendapat bahwa
struktur yang sama ditemukan di manapun, tetapi untuk mengetahui letaknya,
pertanyaan-pertanyaan fungsional yang betul harus diajukan. Hanya dengan cara ini
kita dibimbing ke arah representasi yang akurat dari suatu proses yang dinamis.
Almond dipengaruhi juga oleh kerangka kerja David Easton tentang inputs,
outputs dan feedback yang ia rasakan bergerak ke arah "teori fungsional yang
sistematik". Tetapi teori David Easton ini masih diangap memiliki keterbatasan, oleh
karena itu ia kemudian membuat gambaran tentang kategori-kategori fungsionalnya
sendiri, dan memisahkannya sesuai dengan inputs dan outputs.
1. Fungsi-fungsi Inputs:
a. Sosialisasi dan rekrutmen politik
b. Artikulasi kepentingan
c. Agregasi kepentingan
d. Komunikasi politik
2. Fungsi-fungsi Outputs :
a. Pembuatan peraturam (rule making)
b. Penerapan peraturan (rule application)
c. Pengadilan peraturan (rule adjudication)
Outputs adalah merupakan fungsi pemerintahan dan yang sesuai dengan
kegunaan tradisi dari tiga kekuasaan yang terpisah di dalam pemerintahan. Rule making
menggantikan badan pembuat undang-undang. Rule
application menunjuk
administrasi. Rule adjudication berhubungan dengan proses judisial (pengadilan).
Almond berpendapat bahwa fungsi inputs atau fungsi politik, bukan fungsi
outputs atau fungsi pemerintahan, sifatnya penting untuk mengetahui ciri-ciri sistem
politik di negara-negara yang sedang berkembang. Fungsi-fungsi ini mewakili bahanbahan
dari
sistem: yaitu siapa yang mengenali persoalan-persoalan;
mengidentifikasikan, menjelaskan, dan
memecahkan
isu-isu; dan memberikan
pemecahan; dan bagaimana tindakan-tindakan
tersebut
dilakukan. Spiro
mengatakannya sebagai proses "aliran kebijakan" (policy flow), dan Easton
mengatakannya sebagai terdiri dari tuntutan dan dukungan bagi tindakan. Bagi
Almond sosialisasi politik mendorong orang berpartisipasi dalam kebudayaan politik
dari suatu masyarakat; sosialisasi terjadi melalui keluarga, sekolah, pekerjaan,
kelompok
keagamaan, perkumpulan kesukarelawanan, partai politik, dan bahkan
lembaga pemerintahan. Sosialalisasi politik melibatkan rekruitmen orang-orang yang
berasal dari kelas-kelas, kelompok-kelompok etnis dan semacamnya ke dalam sistem
politik dari partai-partai politik, birokrasi, dan sebagainya. Artikulasi kepentingan
merupakan
ekspresi kepentingan politik dan tuntutan bagi tindakan. Agregasi
kepentingan merupakan penggabungan kepentingankepentingan dan tuntutan yang
diartikulasikan oleh partai politik, kelompok kepentingan, dan kesatuan-kesatuan
politik lainnya. Komunikasi politik menjamin semua fungsi-fungsi politik ini. Sosialisasi
politik, rekruitmen politik, artikulasi dan agregesi kepentingan terjadi melalui
komunikasi.
Almond memandang budaya politik sebagai bersifat dualistik dan bukannya
monistik. Sehingga sistem politik bisa diketahui cirinya sebagai sistem politik yang
modern atau pra modern, atau sistem politik yang sudah maju atau sedang berkembang,
atau sistem politik industrial atau agraris. Pokoknya ia melihat sistem politik sebagai
muncul melalui tahapan-tahapan perkembangan. Struktur cenderung menjadi lebih
terdeferensiasikan (terpilah-pilahkan)
dan
terspesialisasikan
ketika sistem itu
mencapai tahap perkembangan yang tertinggi. Secara khusus Almond menunjuk sistem
primitif, sistem tradisional, sistem transisional dan sistem modern. Sistim yang sedang
berkembang ditandai oleh "traditional
styles of diffuseness,
particularism,
ascriptiveness, and affectivity" dan sistem yang lebih maju ditandai oleh "rational
styles of specificity, universalism, achievement, and affective neutrality". Ciri-ciri yang
rasional menggeser sistem primitif dan tradisional, walaupun tradisionalitas tidak pernah
hilang di dalam sistem politik modern. Sistem modern cenderung mengatur dan
mengontrol tradisionalitas.
Almond percaya bahwa skemanya ini memungkinkan ilmuwan politik dapat
berpindah ke arah teori probabilistik dari masyarakat politik. Rancangannya tentang
fungsi dan struktur mengatakan bahwa "sistem politik bisa dibandingkan dengan
ukuran probabilitas penampilan dari fungsi-fungsi khusus oleh struktur yang khusus".
Ia bahkan berspekulasi bahwa teori sistem politiknya bisa menggunakan penerapan
matematika dan stastitika. Lebih lanjut ia menyatakan harapannya bahwa teori
modernisasi dan penerapannya pada persoalan-persoalan dunia bisa digunakan.
Tahap Ketiga:
Pendekatan fungsional ini pada tahun 1965 disempurnakan lagi oleh Almond.
Penyempurnaan ini menghasilkan enam klasifikasi, termasuk tiga fungsi pemerintahan
yang asli atau fungsi output dan juga artikulasi kepentingan, agregasi kepentingan, dan
komunikasi. Fungsi-fungsi ini menjadi proses konversi yang memungkinkan terjadinya
transformasi tuntutan dan dukungan yang mengalir ke dalam sistem politik. Diluar
dari sistem politik itu mengalirlah ekstrasi, peraturan dan distribusi ke dalam masyarakat
atau lingkungan internasional. Dalam hal ini, pendekatan Almond sama dengan Easton.
Rumusan baru Almond berusaha untuk memperhatikan kritik-kritik terhadap
karya-karyanya yang terdahulu.
Pertama, ia berpendapat bahwa konsepsinya tentang sistem politik berkaitan
dengan "interdependensi", tetapi bukan "harmoni". Ia mengakui bahwa teorikusteoritikus sistem telah terlampau banyak berada di bawah pengaruh analogi mekanis dan
biologis. Penakanannya pada interdependensi merupakan usaha untuk menghadapi
kritik-kritik yang mengatakan bahwa pendekatannya mengandung bias yang sangat
bersifat statis dan konservatif, karena ia menekankan pada ekuilibrium atau harmoni
dari bagian-bagian.
Kedua, ia menganggap rumusan barunya tentang teori sistem bersifat dinamis
dan bukannya statis
dan konservatif karena pendekatan ini memperbolehkan
dilakukannya pengamatan "perkembangan pola-pola". Akibatnya Almond mengakui
keutamaan kepustakaan substansial tentang pembangunan politik yang terbit di tahun
1960-an. Usahnya untuk mengkaitkan teori sistem dengan teori pembangunan diliputi
oleh pertimbangan-pertimbangan etnosentris.
Ketiga, Almond nampaknya sedang mencari suatu teori yang holistik bukannya
persial: "Kita perlu melihat sistem politik sebagai suatu kesatuan yang menyeluruh
dan yang dibentuk oleh lingkungannya". Dalam hal ini, Almond mengikuti langkah
Easton, tetapi ia memberikan substansi kepada teori dengan menufjukan pada
pengalaman nyata dari beraneka-ragamnya bangsa-bangsa dan pada situasi yang nyata.
Diagram Sistem Politik Menurut Gabriel Almond
ENVIRONEMNT
ENVIRONEMNT
MAINTENANCE
Demands
INPUTS
Supports
CONVERSION
THE
POLITICAL
SYSTEM
CONVERSION
Decisions
OUTPUTS
Actions
ADAPTATION
Sistem politik menurut Almond digambarkan seperti diagram tersebut di atas ini
(keterangan: gambar di atas masih belum lengkap). Diagram di atas menggambarkan
elemen-elemen dari sistem politik menurut Almond. Almond memperkenalkan banyak
istilah tentang sistem politik, dan istilah-istilah ini didefinisikan dan didiskusikan
secara luas dalam bukunya. Diagram tersebut bisa membantu kita memahami
hubungan di antara istilah-istilah dan tingkat-tingkat fungsional.
Menurut Almond, sistem politik terdiri dari banyak bagian yang satu sama lain
saling bergantung. Bagian-bagian ini meliputi lembaga-lembaga pemerintahan dan juga
semua struktur dalam aspek-aspek politiknya. Garis batas ada di antara sistem itu
dengan lingkungannya. Input dan output mempengaruhi sistem itu, dan feedback ada di
antara sistem dan lingkungannya. Almond menunjukkan empat contoh tuntutan dan
empat contoh dukungan yang menjamin sistem sebagai input. Ia juga menggambarkan
empat jenis transaksi yang berhubungan dengan output dari proses itu. Diagram ini
selain memasukan tiga aspek sebagaimana digambarkan
oleh Easton, juga
menggabungkan tiga tingkatan fungsi ke dalam rumusannya sendiri. Tingkatan
kegiatan
yang pertama terdiri dari enam fungsi konversi: artikulasi kepentingan
(interest articulation), agregasi kepentingan (interest aggregation), komunikasi politik
(political comunication), pembuatan peraturan (rule making), penerapan peraturan (rule
application), dan pengadilan peraturan (rule adjudication); fungsi-fungsi ini berhubungan
dengan inputs yang berupa tuntutan (demands) dan inputs yang berupa dukungan
(supports) dan dengan outputs yang berupa keputusan (decisions) dan outputs yang berupa
tindakan (actions) seperti telah terinternalisasi
dalam sistem politik. Tuntutan
dirumuskan melalui artikulasi kepentingan dan digabungkan ke dalam arah tindakan
alternatif melalui agregasi kepentingan. Peraturan digambarkan melalui pembuatan
peraturan, dilaksanakan dan dipaksakan melalui penerapan
peraturan, dan kadangkadang mereka dinilai melalui pengadilan peraturan. Komunikasi mempengaruhi semua
kegiatan ini.
Tingkatan kegiatan yang kedua dari kegiatan ini berupa fungsi kapabilitas:
pengaturan
(regulation), (pengekstrasian) exctraction, pembagian (distribution), dan
tanggapan simbolis (symbolic response); fungsi-fungsi ini berhubungan dengan
penampilan sistem itu didalam lingkungannya. Almond menerapkan fungsi-fungsi ini
pada masyarakat totaliter dan masyarakat demokratis. Ia merasa bahwa dalam
masyarakat demokratis: output dari "regulation", "extraction", dan "distribution" lebih
dipengaruhi oleh input yang berupa tuntutan dari kelompok-kelompok yang ada dan
bahwa masyarakat ini oleh karena itu memiliki kapasitas responsif yang ebih tinggi.
Sebaliknya masyarakat totaliter kurang responsif terhadap tuntutan, mengatur perilaku
melalui paksaan, dan mengekstrasikan sumber yang sebanyak-banyaknya dari rakyat.
Kapabilitas simbolis berhubungan dengan mengalirnya simbol dari sistem politik ke
lingkungan internasional.
Sedangkan tingkatan kegiatan yang ketiga
adalah fungsi
pemeliharaan
(maintenance) dan fungsi adaptasi yang meliputi sosialisasi politik dan rekruitmen
politik. Menurut Almond, teori sistem politik dapat didasarkan pada pemahaman
hubungan diantara tiga tingkat kegiatan ini serta hubungan diantara fungsi-fungsi pada
masing-masing tingkatan.
Download