Seminar Nasional Statistika IX Institut Teknologi Sepuluh Nopember, 7 November 2009 Analisis Diskriminan Linier untuk Klasifikasi Komponen Obat Bahan Alam Berdasarkan Spektrum Inframerah. Studi Kasus : Obat Bahan Alam Penurun Tekanan Darah Oleh: Agus Mohamad Soleh [email protected] Departemen Statistika FMIPA IPB Abstrak Analisis diskriminan linier diterapkan pada penelitian ini untuk mendeteksi adanya adulterasi obat bahan alam penurun tekanan darah. Penelitian sebelumnya (Soleh et al, 2008) yang menggunakan metode analisis komponen utama baru hanya dapat mendeteksi komposisi obat, tetapi belum dapat mendeteksi adanya adulterasi oleh bahan lain. Data yang digunakan adalah data spektrum FTIR yang sama dengan penelitian sebelumnya, yaitu data spektrum FTIR yang dibangkitkan dari 13 komposisi campuran dari ekstrak seledri, kumis kucing dan bahan pengisi menggunakan rancangan simplex lattice. Rancangan yang sama kemudian diulang dengan mensubstitusi kumis kucing dengan sambiloto dan reserpin. Hasil yang diperoleh menunjukkan analisis diskriminan linier dengan pereduksian dimensi data menggunakan komponen utama untuk satu komponen ekstrak penyusun obat bahan alam memberikan klasifikasi yang lebih baik dibanding beberapa campuran dengan tingkat kesalahan yang paling kecil. Semakin banyak campuran komponen ekstrak penyusun obat bahan alam yang memiliki karakteristik mirip, tingkat kesalahan klasifikasinya semakin meningkat. Kombinasi campuran ekstrak seledri dengan reserpin dapat diklasifikasi dengan tingkat kesalahan 0% menggunakan fungsi diskriminan linier pada dua campuran komponen obat bahan alam. Kata Kunci : spektrum FTIR, analisis diskriminan, komponen utama, tensigard® 1. Pendahuluan Saat ini gerakan kembali ke alam (back to nature) menjadi konsep yang diminati oleh masyarakat dunia termasuk Indonesia termasuk dalam hal pengobatan terutama obat bahan alam. Adanya keinginan konsumen pengguna obat bahan alam mendapatkan efek khasiat yang cepat dari obat yang dikonsumsinya seringkali menggoda produsen obat bahan alam untuk menambahkan obat sintetis ke dalam produk yang dibuatnya. 1 Selain itu keterbatasan sumber bahan baku simplisia atau ketidakcermatan dalam menentukan keaslian spesies simplisia yang menjadi bahan baku suatu obat bahan alam, dapat menyebabkan produsen memproduksi obat dengan bahan baku yang berbeda dengan bahan yang diklaim dalam produknya. Kedua hal ini dapat menjadi potensi yang berbahaya bagi konsumen obat bahan alam. Oleh karena itu, untuk menjaga hal ini tidak terjadi, diperlukan proses pengawasan melalui uji keotentikan komposisi produk yang ada dengan komposisi produk yang diklaim. Komposi kimia yang terkandung dalam ekstrak obat bahan alam merupakan suatu komposisi yang kompleks. Salah satu teknik analisis yang dapat menggambarkan secara menyeluruh karakteristik kimia suatu bahan adalah teknik spektroskopi FTIR yang menghasilkan spektrum FTIR. Spektrum FTIR dihasilkan dari interaksi antara energi sinar inframerah dan komponen kimia penyusun campuran bahan, sehingga suatu spektrum FTIR merupakan indentitas khas campuran tersebut. Adapun penggunaan teknik spekstroskopi FTIR yang dikombinasikan dengan teknik kemometrik sebagai metode kontrol kualitas untuk komponen penyusun bahan obat lebih dari satu masih terbatas. Soleh et al. (2008) mencoba menerapkan metode analisis komponen utama untuk menyusun diagram kontrol fitofarmaka penyusun obat bahan alam penurun tekanan darah. Hasil dari penelitian ini memperoleh simpulan diagram kontrol yang diperoleh dapat mendeteksi komposisi obat, tetapi tidak dapat mendeteksi adanya adulterasi komponen oleh bahan lain. Penelitian yang sama dilakukan oleh Handayani (2009) dengan menambahkan jumlah kisi pada rancangan komposisi dengan hasil masih belum dapat mendeteksi adanya adulterasi komponen oleh bahan lain. Fitofarmaka penurun tekanan darah yang saat ini telah beredar di Indonesia adalah tensigard® dengan komponen penyusunnya terdiri dari ekstrak seledri dan kumis kucing. Seledri diketahui mengandung senyawa aktif yang dapat menurunkan tekanan darah dengan memiliki kandungan kimia diantaranya saponin, flavonoida dan polifenol (Kementrian Ristek, 2002). Kumis-kucing juga dapat menurunkan tekanan darah pada manusia dengan kandungan kimia diantaranya mengandung alkaloida, saponin, flavonoida dan polifenol. Alduterasi (pemalsuan) terhadap fitofarmaka ini diantaranya adalah dengan mengganti kumis kucing dengan sambiloto atau reserpin. Sambiloto mengandung kandungan kimia diantaranya saponin, flavonoid dan tanin. Reserpin (c33H40N2O9) merupakan salah satu jenis alkaloid indol dan obat anti hipertensi yang telah digunakan untuk kontrol tekanan darah tinggi dan untuk meredakan perilaku 2 psikotik, yang karena berbagai efek samping saat ini jarang digunakan (Sugiyanto, 2007). Dalam penelitian ini digunakan metode lain yaitu analisis diskriminan linier untuk mendeteksi adanya adulterasi komposisi obat bahan alam penurun tekanan darah. 2. Bahan dan Metode 2.1 Bahan Bahan yang digunakan adalah data spektrum FTIR hasil penelitian Fundamental IPB dengan judul “Model Otentikasi Komposisi Obat Bahan Alam: Diagram Kontrol Berbasis Plot Komponen Utama Spektra FTIR Bahan Penyusun Obat tahun 2007”. Data spektrum FTIR diukur berdasarkan rancangan 13 komposisi dari ekstrak seledri, kumis kucing dan bahan pengisi menggunakan rancangan simplex lattice design yang diulang sebanyak 3 kali. Untuk mendapatkan model adulterasi, pengukuran spektrum FTIR diulang dengan mensubstitusi kumis kucing dengan sambiloto dan reserpin. 2.2 Metode Tahap pertama adalah melakukan pereduksian dimensi data spektrum FTIR sebelum dianalisis menggunakan metode analisis diskriminan karena terjadi kolineritas. Pereduksian dimensi dilakukan dengan menggunakan analisis komponen utama. Skor komponen utama yang diperoleh dari analisis komponen utama digunakan dalam analisis diskriminan untuk mencari fungsi diskriminan linier. Hasil pengelompokan menggunakan fungsi diskriminan ini kemudian disajikan dalam bentuk tabel kontingensi klasifikasi atau disebut juga matriks confusion (Adams, 1995) dan juga bentuk gambar plot diskriminan linier pertama dengan diskriminan linier kedua. Analisis komponen utama dan analisis diskriminan linier dilakukan dengan menggunakan software R versi 2.9.2. 2.2.1 Analisis Komponen Utama Analisis Komponen Utama (AKU) merupakan suatu teknik multivariat untuk mereduksi dimensi peubah dengan tidak kehilangan informasi. Prinsip AKU adalah mencari komponen utama yang merupakan kombinasi linear dari peubah asli. Komponen-komponen utama ini dipilih sedemikian rupa sehingga komponen utama pertama memiliki variasi terbesar dalam gugus data, 3 sedangkan komponen utama kedua tegak lurus terhadap komponen utama pertama dan memiliki variasi terbesar berikutnya (Jolliffe, 1986). Tahapan pertama matriks X diskalakan dan dipusatkan menjadi X*. komponen utama akar ciri ( 1 > 2 > ... > k), dan vektor ciri yang diasosiasikan dengan * * akar ciri (v1, v2, ..., vk) didapatkan dari matriks X ' X . Jika V adalah matriks vektor ciri yang didefinisikan sebagai : V maka v1 v2 vk VV I , karena V adalah matriks ortogonal. Suku-suku komponen utama wi merupakan kombinasi linier antara matriks X* dengan vektor vi dalam bentuk: k wi vij x*j j 1 Skor komponen utama dari matriks X* adalah: Z = X* V 2.2.2 Analisis Diskriminan Linier Analisis Diskriminan merupakan salah satu metode statistika untuk menyusun struktur data setiap observasi ke dalam g kelompok yang telah diketahui (Venables & Ripley, 2002). Misalkan W menyatakan matriks peragam “dalam-kelompok”, yaitu matriks peragam dari peubah yang telah terpusat dalam rataan kelompok, dan B menyatakan matriks peragam “antarkelompok”, yaitu yang diprediksi oleh rataan kelompok. Misalkan M matriks gxp dari rataan kelompok, dan G adalah matriks nxg kelompok variabel indikator (jadi gij=1 jika dan hanya jika observasi i dipadankan ke dalam kelompok j), maka prediksinya adalah GM. Jika adalah rataan peubah seluruh contoh. Maka matriks peragam contoh adalah: , B memiliki pangkat paling besar adalah min(p,g-1). Analisis diskriminan linier yang diperkenalkan oleh Fisher adalah mencari kombinasi linear xa dari variabel-variabel yang memiliki rasio maksimum pemisahan rataan kelompok ke dalam ragam “dalam-kelompok”, yaitu memaksimumkan rasio atBa/atWa. Untuk menghitung ini, seperti dalam 4 analisis komponen utama dilakukan penskalaan peubah menjadi xS yang memiliki identitas sebagai matrix korelasi “dalam-kelompok” sehingga masalahnya sekarang adalah memaksimumkan atBa dengan kendala ||a||=1. Seperti komponen utama hal ini diselesaikan dengan mengambil vektor ciri dari B yang berkorespondensi dengan akar ciri terbesar. Peubah yang telah ditransformasi disebut sebagai diskriminan linier (Linear Discriminant). 3. Hasil dan Pembahasan Analisis diskriminan dilakukan terhadap tiga kelompok data spektrum FTIR yaitu: (1) satu komponen penyusun obat bahan alam dan komponen alduterasinya yang terdiri dari ekstrak Seledri (SD), Bahan Pengisi/Amilum (BP), Kumis Kucing (KK), Reserpin (RP) dan Sambiloto (SBL), (2) Kombinasi dua ekstrak tanpa Bahan Pengisi yang terdiri dari ekstrak-ekstrak Seledri-Kumis Kucing (SDKK), Seledri-Reserpin (SDRP) dan Seledri-Sambiloto (SDSBL), dan (3) Kombinasi tiga ekstrak yang terdiri dari ekstrak-ekstrak Seledri-Kumis Kucing-Bahan Pengisi (SDKKBP), Seledri-ReserpinBahan Pengisi (SDRPBP) dan Seledri-Sambiloto-Bahan Pengisi (SDSBLBP). 3.1 Analisis Diskriminan untuk Satu Komponen Ekstrak Data spektrum FTIR untuk satu komponen ekstrak dilakukan dengan mengambil data dari dua skor komponen utama yang menghasilkan proporsi keragaman kumulatif sebesar 93.71%. Koefisien diskriminan linier yang diperoleh disajikan pada Tabel 1. Hasil yang diperoleh menunjukkan 94.65% ragam “antar-kelompok” berada dalam sumbu diskriminan pertama. Tabel 1. Koefisien diskriminan linier untuk satu komponen ekstrak LD1 LD2 -0.05550127 0.04259818 0.22598907 0.02433351 Klasifikasi spektrum FTIR yang diprediksi oleh fungsi diskriminan linier menghasilkan tingkat kesalahan klasifikasi sebesar 25% (Tabel 2). Spektrum FTIR yang berasal dari seledri dan bahan pengisi dapat diprediksi dengan tepat 100% sebagai seledri dan bahan pengisi, sedangkan kumis kucing dan sambiloto masingmasing 66.67% dan 33.33%. Kesalahan yang paling tinggi diperoleh oleh spektrum 5 yang berasal dari reserpin, di mana diskriminan linier mengklasifikasikannya 100% sebagai spektrum FTIR seledri. Penyajian grafik plot antara diskriminan linier pertama dengan diskriminan linier kedua disajikan pada Gambar 1 yang memperlihatkan secara jelas pengelompokkan masing-masing spektrum FTIR berdasarkan fungsi diskriminan linier. Tabel 2. Tabel Kontingensi Klasifikasi untuk satu komponen ekstrak SEBERNARNYA SD BP KK RP SBL SD 9 0 0 0 0 BP 0 9 0 0 0 KK 0 0 2 0 1 RP 3 0 0 0 0 SBL 0 0 2 0 1 4 6 KLASIFIKASI PREDIKSI KLASIFIKASI 2 2 2 2 2 0 1 2 2 1 2 2 2 4 1 1 141 4 1 1 3 3 5 5 -2 LD2 1 -4 3 -8 -6 5 -5 0 5 LD1 Gambar 1. Plot diskriminan pertama dengan diskriminan kedua untuk ekstrak satu komponen (1: SD, 2:BP, 3:KK, 4:RP, 5:SBL). 3.2 Analisis Diskriminan untuk Dua Komponen Ekstrak Seperti pada ekstrak satu komponen, data spektrum FTIR untuk dua komponen ekstrak dilakukan dengan mengambil data dari dua skor komponen utama yang menghasilkan proporsi keragaman kumulatif sebesar 91.51%. 6 Koefisien diskriminan linier yang diperoleh disajikan pada Tabel 3. Hasil yang diperoleh menunjukkan 99.54% ragam “antar-kelompok” berada dalam sumbu diskriminan pertama. Tabel 3. Koefisien diskriminan linier untuk dua komponen ekstrak LD1 LD2 -0.01812474 0.02408305 0.07696675 0.01829587 Klasifikasi spektrum FTIR yang diprediksi oleh fungsi diskriminan linier menghasilkan tingkat kesalahan klasifikasi sebesar 33.33% (Tabel 4). Spektrum FTIR yang berasal dari kombinasi seledri dan reserpin dapat diprediksi dengan tepat 100%, sedangkan kombinasi campuran lainnya menghasilkan tingkat kesalahan 50%. Penyajian grafik plot antara diskriminan linier pertama dengan diskriminan linier kedua disajikan pada Gambar 2 yang memperlihatkan secara jelas pengelompokkan masing-masing spektrum FTIR berdasarkan fungsi diskriminan linier. Hal yang menarik adalah reserpin apabila dicampurkan dengan ekstrak seledri 2 1 1 3 2 1 3 2 0 1 3 2 LD2 3 3 1 3 1 -1 2 -2 2 1 -2 -1 0 1 2 LD1 Gambar 2. Plot diskriminan pertama dengan diskriminan kedua untuk ekstrak dua komponen (1: SDKK, 2:SDRP, 3:SDSBL). 7 Tabel 4. Tabel Kontingensi Klasifikasi untuk dua komponen ekstrak KLASIFIKASI SEBERNARNYA PREDIKSI KLASIFIKASI SDKK SDRP SDSBL SDKK 3 1 2 SDRP 0 6 0 SDSBL 2 1 3 3.3 Analisis Diskriminan untuk Tiga Komponen Ekstrak Data spektrum FTIR untuk satu komponen ekstrak dilakukan dengan mengambil data dari dua skor komponen utama yang menghasilkan proporsi keragaman kumulatif sebesar 96.77%. Koefisien diskriminan linier yang diperoleh disajikan pada Tabel 5. Hasil yang diperoleh menunjukkan 91.44% ragam “antar-kelompok” berada dalam sumbu diskriminan pertama. Tabel 5. Koefisien diskriminan linier untuk tiga komponen ekstrak LD1 LD2 0.026801378 0.002439431 -0.006548405 0.061326078 Klasifikasi spektrum FTIR yang diprediksi oleh fungsi diskriminan linier menghasilkan tingkat kesalahan klasifikasi sebesar 58.33% (Tabel 6). Tidak ada kombinasi campuran satupun yang tingkat kesalahan klasifikasinya di bawah 50%. Penyajian grafik plot antara diskriminan linier pertama dengan diskriminan linier kedua disajikan pada Gambar 3 yang memperlihatkan secara jelas pengelompokkan masing-masing spektrum FTIR berdasarkan fungsi diskriminan linier. Tabel 6. Tabel Kontingensi Klasifikasi untuk tiga komponen ekstrak KLASIFIKASI SEBERNARNYA PREDIKSI KLASIFIKASI SDKKBP SDRPBP SDSBLBP SDKKBP 5 4 3 SDRPBP 5 5 2 SDSBLBP 1 6 5 8 3 2 1 3 1 3 1 2 2 LD2 3 1 3 1 1 2 0 1 2 3 3 2 2 3 3 3 2 -1 3 1 1 1 2 12 2 2 1 3 -2 31 -2 -1 0 1 2 3 LD1 Gambar 3. Plot diskriminan pertama dengan diskriminan kedua untuk ekstrak tiga komponen (1: SDKKBP, 2:SDRPBP, 3:SDSBLBP). 4. Kesimpulan Analisis diskriminan linier memberikan klasifikasi yang lebih baik dengan tingkat kesalahan yang kecil pada spektrum FTIR satu komponen penyusun. Semakin banyak campuran komponen ekstrak penyusun obat bahan alam yang memiliki karakteristik mirip, tingkat kesalahan klasifikasinya semakin meningkat. Kombinasi campuran ekstrak seledri dengan reserpin dapat diklasifikasi dengan tingkat kesalahan 0% menggunakan fungsi diskriminan linier pada dua campuran komponen obat bahan alam. 5. Ucapan Terima Kasih Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Latifah K. Darusman, Mohamad Rafi, M.Si dan Rudi Heryanto, M.Si. yang merupakan tim peneliti Hibah Fundamental IPB dengan judul “Model Otentikasi Komposisi Obat Bahan Alam: Diagram Kontrol Berbasis Plot Komponen Utama Spektra FTIR Bahan Penyusun Obat tahun 2007” di mana penulis ikut sebagai anggota tim. 9 6. Daftar Pustaka Adams, M.J. 1995. Chemometrics in Analytical Spectroscopy. Cambridge: The Royal Society of Chemistry. Handayani, L. 2009. Penambahan Jumlah Kisi Pada Model Otentikasi Rancangan Segitiga Komposisi Penyusun Obat Bahan Alam [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Kementerian Ristek. 2002. CDROM Mencerdaskan Bangsa: Ketahanan Pangan dan Kesehatan” Seri 2. Soleh, A.M., Darusman L.K., Rafi, M. 2008. Model Otentikasi Komposisi Obat Bahan Alam Berdasarkan Spektra Inframerah dan Komponen Utama Studi Kasus : Obat Bahan Alam/Fitofarmaka Penurun Tekanan Darah. Forum Statistika dan Komputasi 13(1): 1-6. Sugiyanto, E. 2007. Hipertensi dan Komplikasi Serebrovaskular. Cermin Dunia Kedokteran 34(4/157): 173-180. Venables, W.N., Ripley, B.D. 2002. USA:Springer. Modern Applied Statistics with S. Ed ke-4. 10