BAB II

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Periklanan dan Tujuan Periklanan
Iklan didefinisikan sebagai suatu suatu bentuk presentasi non personal dan
promosi suatu gagasan, barang atau jasa yang dibiayai oleh sponsor yang
teridentifikasi. Tentu saja presentasi non personal di sini terjadi karena iklan
melibatkan media massa yang dapat menyampaikan pesan kepada segmen pasar yang
dituju. Iklan bukanlah suatu alat promosi yang memungkinkan munculnya
komunikasi dua arah yaitu dari pemasar ke pasar yang dituju maupun sebaliknya. Hal
inilah yang menjelaskan pernyataan non personal dalam definisi iklan. Konsekuensi
dari komunikasi satu arah ini adalah pemasar tidak mungkin mendapatkan atau
bahkan mengetahui respon pasar sasaran secara langsung (Kotler, 2003, 590).
Menurut Guiltinan, iklan akan dapat digunakan untuk mencapai paling tidak
salah satu dari efek berikut: tahap kognitif yang mengindikasikan bahwa pesan telah
diterima; tahap afektif yang mengindikasikan perkembangan sikap (suka atau tidak
suka) terhadap produk atau perusahaan; dan tahap perilaku yaitu respon aktual yang
dilakukan oleh audience sasaran. Setiap program komunikasi mempunyai
karakteristik yang unik sehingga pemasar harus mempertimbangkannya agar sesuai
dengan harapan yang ingin diraih dari program komunikasi tersebut (1997, 172).
9
10
Bendixen mengemukakan beberapa tujuan iklan yang biasanya diterapkan oleh
para pemasar, yaitu menciptakan kesadaran akan produk atau merek baru,
menginformasikan kepada konsumen tentang fitur dan manfaat dari suatu produk atau
merek, menciptakan suatu persepsi akan suatu produk maupun merek, menciptakan
preferensi akan suatu produk atau merek, dan membujuk konsumen untuk membeli
suatu produk atau merek tertentu (19-22). Sedangkan menurut Guiltinan, tujuan iklan
adalah menciptakan kesadaran, mengingatkan konsumen untuk menggunakan produk,
mengubah perilaku tentang penggunaan suatu bentuk produk, mengubah persepsi
tentang pentingnya suatu atribut produk, mengubah keyakinan tentang merek,
penguatan perilaku, penciptaan citra perusahaan dan lini produk dan usaha untuk
mendapat respon secara langsung (1993, 173-174).
Secara umum, bila dikompilasikan maka tujuan-tujuan iklan bisa disarikan
menjadi tiga hal dasar yaitu menginformasikan, mengingatkan dan membujuk seperti
yang dikemukakan oleh Kotler dan Amstrong (2004, 22).
Dalam pembuatan iklan perlu diperhatikan elemen-elemen dalam rumus yang
dikenal dengan istilah AIDCA (Attention, Interest, Desire, Conviction, Action) yang
akan dijelaskan pada bagian di bawah (Kasali, 1992, 83).
2.1.1. Attention
Iklan harus menarik perhatian khalayak sasarannya. Untuk itu iklan
memerlukan bantuan seperti ukuran, penggunaan warna, tata letak, tipografi, dan halhal lainnya yang saling menunjang dalam overall effect.
11
Sesungguhnya tidak ada orang yang sengaja membeli suatu publikasi hanya
untuk melihat iklannya saja kecuali jika mempunyai kebutuhan mendesak untuk
membeli produk-produk tertentu. Oleh karena itu, hanya iklan yang mampu menarik
perhatian saja yang akan dibaca oleh calon pembeli. Dengan demikian, iklan yang
tidak menarik pada prinsipnya merupakan pemborosan.
Beberapa penulis naskah iklan menggunakan trik-trik khusus untuk menarik
perhatian calon pembeli, seperti:
1. Menggunakan headline yang mengarahkan, misalnya: “Hanya ada satu Roma,
yaitu Biskuit Roma” (Biskuit Roma).
2. Menggunakan slogan yang mudah diingat. Slogan ini bisa digunakan sebagai
headline maupun isi dalam naskah tersebut. Misalnya: “Enak Dibaca dan
Perlu” (Majalah Tempo).
3. Menonjolkan atau menebalkan huruf-huruf tentang harga
4. Menonjolkan selling point suatu produk. Misalnya: Majalah Femina
menonjolkan resep masakannya yang sudah teruji. Intisari menyajikan cerita
kriminal.
5. Menggunakan sub-sub judul untuk membagi naskah dalam beberapa paragraf
pendek. Kadang-kadang digunakan warna dasar yang gelap untuk
menunjukkan kekontrasannya dengan iklan-iklan lain.
6. Menggunakan huruf tebal (bold) untuk menonjolkan kata-kata yang menjual,
misalnya: “Gratis”, “Obral”, dan sebagainya.
12
2.1.2. Interest
Setelah perhatian calon pembeli berhasil direbut, persoalan selanjutnya adalah
bagaimana agar mereka berminat dan ingin tahu lebih jauh. Untuk itu mereka harus
dirangsang agar mau membaca dan mengikuti pesan-pesan yang disampaikan.
Dengan demikian penggunaan kata-kata sebaiknya dapat merangsang orang untuk
mencari tahu lebih lanjut.
2.1.3. Desire
Tidak ada gunanya menyenangkan calon pembeli dengan rangkaian kata-kata
gembira melalui iklan, kecuali iklan itu berhasil menggerakkan keinginan orang
untuk memiliki atau menikmati produk tersebut.
2.1.4. Conviction
Sampai pada tahap ini, kebutuhan calon pembeli berhasil diciptakan.
Selanjutnya adalah meyakinkan calon pembeli dengan cara iklan yang ditunjang
dengan testimonial, peragaan, uji coba, pemeriksaan melalui pihak ketiga, dan
sebagainya. Hal-hal yang dapat digunakan sebagai penggerak antara lain:
1. Pengalaman panjang perusahaan di bidang tersebut
2. Hasil uji coba yang dilakukan pihak ketiga
3. Sejumlah penghargaan yang diterima dan bisa dipercaya masyarakat
4. Tenaga ahli yang meramu atau merancang produk tersebut
13
2.1.5. Action
Ini adalah upaya terakhir untuk membujuk calon pembeli sesegera mungkin
melakukan tindakan pembelian. Memilih kata-kata yang tepat melalui kombinasi
penggunaan kata perintah namun terdengar sopan adalah hal yang tidak mudah.
Misalnya: “Dapatkan Sekarang Juga di Toko-toko Terdekat Anda!”
2.2. Media Iklan
Dalam penelitian ini, media iklan yang akan digunakan adalah media cetak
(print ad). Definisi dari media cetak menurut Kasali adalah suatu media yang statis
dan mengutamakan pesan-pesan visual. Media ini terdiri dari lembaran dengan
sejumlah kata, gambar, atau foto, dalam tata warna dan halaman putih. Media cetak
yang digunakan sebagai media periklanan adalah surat kabar, majalah, dan segala
bentuk edaran yang dicetak di atas suatu media, seperti brosur dan buklet (1992, 99).
2.3. Tata Letak Iklan
Sebuah lay-out bagi iklan dapat dibandingkan dengan cetak biru sebuah
bangunan. Menurut Reichert, sebuah lay-out yang baik mampu membuat pembacanya
menilai produk yang ditawarkan merupakan produk yang bagus, dan bukan iklannya
yang bagus (1972, 253). Elemen-elemen iklan itu harus dirancang sedemikian rupa
sehingga mampu menarik minat pembaca pada produk dan pesan yang disampaikan.
14
Menurut Jefkin (1982, 33), ada beberapa patokan dasar yang dapat
dikemukakan dalam merancang sebuah lay-out iklan:
1.
The Law of Unity
Sebuah iklan terdiri dari elemen-elemen berupa headline, subheadline,
ilustrasi, teks, logo produk atau produsen, slogan, dan lain-lainnya.
2.
The Law of Variety
Untuk menghindari kesan monoton, sebuah iklan harus dibuat bervariasi
dalam beberapa hal, misalnya ketebalan huruf, ukuran huruf, dan sebagainya.
3.
The Law of Balance
Di dalam suatu iklan media cetak, titik atau garis tengah keseimbangan tidak
terletak tepat di tengah-tengah tetapi merupakan ruang yang membagi daerah
iklan menjadi kira-kira sepertiga atau dua pertiga bagian.
4.
The Law of Rhytm
Dalam melihat iklan, mata pembaca seharusnya bergerak wajar dari headline,
subheadline, teks, hingga akhirnya ke logo produk.
5.
The Law of Harmony
Bagian-bagian dari suatu lay-out sebaiknya dirancang secara harmonis dan
tidak monoton.
6.
The Law of Proportion
Bentuk-bentuk persegi panjang dipandang memiliki penampilan yang lebih
manis dibanding bentuk bujur sangkar.
15
7.
The Law of Scale
Perpaduan antara warna gelap dan terang akan menghasilkan sesuatu yang
kontras. Hal ini dapat dipakai untuk memberi tekanan di bagian-bagian
tertentu di dalam lay-out.
2.4. Kredibilitas Selebriti (Endorser Credibility)
Komunikasi pemasaran melalui iklan di beragam media sering menggunakan
orang-orang yang dianggap sebagai kelompok acuan. Di antara kelompok acuan itu,
selebriti yang paling banyak digunakan untuk mengiklankan sebuah produk atau jasa.
Para selebriti dapat memberikan pengaruh kuat kepada konsumen dalam
pembelian produk atau pemilihan merek. Pengaruh tersebut bisa berbentuk adanya
keinginan konsumen untuk mengasosiasikan dirinya dengan selebriti tersebut.
Asosiasi atau identifikasi tersebut bisa berdasarkan rasa kagum, keinginan untuk
mengikuti gaya hidup selebriti, dan penghargaan.
Dalam mempromosikan sebuah produk, selebriti bisa berfungsi untuk:
1.
Memberikan kesaksian (a testimonial)
2.
Memberikan dorongan dan penguatan (endorsement)
3.
Bertindak sebagai aktor dalam iklan
4.
Bertindak sebagai juru bicara perusahaan (spokesperson).
16
Selebriti akan memberikan manfaat kepada perusahaan karena selebriti
memiliki popularitas, bakat, kharisma, dan kredibilitas. Dari keempat unsur tersebut,
kredibilitas merupakan unsur terpenting bagi konsumen (Sumarwan, 2004, 258).
2.4.1. Keahlian (Expertise)
Keahlian adalah komponen yang menunjukkan pengetahuan, kemampuan atau
pengalaman dari endorser yang bersangkutan terkait dengan brand yang di-endorse
tersebut. Misalnya, seorang atlet dianggap ahli saat mempromosikan produk-produk
yang berkaitan dengan olahraga tersebut (Subroto, “Strategi Memilih Endorser dalam
Politik, 2008). Elemen ini diukur dengan pernyataan dianggap mampu-tidak mampu.
2.4.2. Dapat Dipercaya (Trustworthy)
Faktor kepercayaan (trust) adalah sampai sejauh mana selebriti tersebut
dipersepsi oleh konsumen adalah jujur dan objektif (Sulaksana, “Selebritis bisa
Mendongkrak Dampak Iklan?”, 2008). Elemen ini diukur dengan pernyataan percayatidak percaya.
2.4.3. Popularitas (Likeable)
Ini berarti bahwa selebriti yang mengiklankan produk tersebut memiliki
tingkat popularitas tinggi sehingga mudah dikenali di tengah-tengah masyarakat.
Elemen ini diiukur dengan pernyataan tahu-tidak tahu.
17
2.5. Persepsi Konsumen
2.5.1. Definisi Konsumen
Istilah konsumen sering diartikan dalam dua jenis, yaitu : konsumen individu
dan konsumen organisasi. Konsumen individu membeli barang dan jasa untuk
digunakan sendiri. Konsumen jenis ini mungkin juga membeli barang dan jasa
sebagai hadiah untuk orang lain. Sementara konsumen organisasi adalah meliputi
semua jenis organisasi (yayasan, lembaga sosial, kantor, sekolah, dsb) yang membeli
produk dan jasa untuk menjalankan seluruh kegiatan organisasinya (Sumarwan, 2004,
24).
Menurut Tunggal, Piramida pelanggan adalah alat yang berguna untuk
menvisualisasikan, menganalisa, dan memperbaiki perilaku atau melihat profitability
dari pelanggan (2004, 12). Berikut ini adalah gambar dari piramida pelanggan :
Active
customer
Inactive customer
Prospect
Suspect
The Rest of the world
18
Gambar 2.1. Piramida Pelanggan
Berikut ini adalah penjelasan dari piramida pelanggan diatas:
•
Active Customer (pelanggan aktif)
Adalah pelanggan yang sudah pernah melakukan pembelian barang atau
jasa dari suatu perusahaan dalam periode tertentu.
•
Inactive Customer (pelanggan pasif)
Adalah pelanggan yang telah melakukan transaksi atau membeli barang
atau jasa pada masa lalu tetapi tidak dalam periode tertentu. Pelanggan
yang tidak aktif ini merupakan pasar yang potensial dan sumber informasi
untuk mengetahui apa yang perusahaan perlu lakukan untuk mencegah
pelanggan aktif menjadi pelanggan yang pasif.
•
Prospect
Adalah orang-orang yang pernah berhubungan dengan perusahaan namun
sampai sekarang belum pernah membeli atau menggunakan barang atau
jasa dari perusahaan. Prospect adalah orang-orang yang diharapkan dapat
meningkat menjadi pelanggan aktif dalam waktu dekat.
•
Suspect
Adalah orang-orang yang sanggup dilayani dengan jasa dari perusahaan,
akan tetapi sampai sekarang belum mempunyai hubungan dengan
perusahan, dan belum mengetahui apa yang ditawarkan oleh perusahaan.
•
The Rest of the World
Adalah orang yang tidak punya keperluan atau keinginan untuk membeli
produk atau menggunakan jasa dari perusahaan.
19
2.5.2. Persepsi
Secara etimologis, persepsi berasal dari bahasa Latin, perceptio yang berarti
menerima atau mengambil. Persepsi adalah suatu proses dengan mana berbagai
stimuli dipilih, diorganisir, dan diinterpretasikan menjadi informasi yang bermakna.
Stimulus adalah input dari objek tertentu yang dilihat konsumen melalui satu atau
beberapa panca inderanya (Ferrinadewi, 2008, 42).
Definisi singkat ini memiliki 2 basis. Persepsi memiliki basis fisiologi
sekaligus memiliki basis budaya, ekonomi, sosial, dan psikologi karena melibatkan
organisasi dan interpretasi stimulus.
Ferrinadewi menerangkan, stimulus eksternal dapat diterima konsumen
melalui beberapa saluran. Konsumen dapat melihat iklan, mendengarkan jingle lagu
iklan, mencium aroma produk, merasakan sedap atau lembutnya produk, dan
semuanya itu diterima oleh panca indera yang berfungsi sebagai sensor penyerap.
Melalui sensor penyerap, bahan-bahan mentah itu akan memicu terjadinya
proses internal. Konsumen akan teringat oleh kenangan masa lalunya saat melihat
atau mendengar iklan tersebut dan konsumen akan terdorong untuk membeli produk
itu karena kenangan manis tersebut.
2.5.2.1.Stimuli Pandangan
Pemasar dapat mengkomunikasikan pesan produknya melalui bentuk, ukuran,
warna, gaya, dan sebagainya kepada konsumen. Dalam hal penelitian kali ini,
stimulus yang digunakan dalam persepsi secara fisiologis adalah pandangan, karena
media iklan yang diteliti merupakan jenis iklan media cetak.
20
2.5.2.2. Paparan (Exposure)
Tidak semua konsumen memiliki kemampuan yang sama dalam menerima berbagai
stimuli yang ditawarkan lingkungan. Responden yang merupakan pengguna produk
memiliki lebih banyak kemampuan menerima stimulus yang ditawarkan dalam
promosi daripada yang bukan pengguna. Menurut Solomon (2002, 50-51), perbedaan
kemampuan ini terletak pada beberapa hal, yaitu:
1. Ambang batas sensor
Tiap individu memiliki perbedaan dalam daya serap stimuli karena
perbedaan
kemampuan.
Misalnya,
kemampuan
pendengaran
kemampuan yang berbeda-beda karena faktor usia
2. Ambang batas absolut
Seberapa besar kuantitas minimal stimulus yang harus tersedia hingga
seorang individu mampu menyerapnya. Mungkin saja seseorang
membutuhkan lebih banyak frekuensi penayangan iklan sehingga ia
mampu menceritakan kembali iklan tersebut secara akurat.
3. Ambang batas diferensial
Mengacu pada kemampuan sistem sensor untuk mendeteksi perubahan
yang terjadi pada 2 stimuli. Misalnya, sebuah toko menyajikan diskon
untuk beberapa item. Bagaimana konsumen menunjukkan perilaku
tertentu sebagai dampak munculnya 2 stimulus yang berbeda, yaitu
sebelum dan sesudah didiskon. Apakah konsumen tersebut terpicu
untuk membeli lebih banyak, sangat ditentukan dari kemampuannya
melihat perbedaan ini.
21
2.5.2.3. Perhatian
Perhatian dapat diartikan sebagai sejauh mana individu memproses stimuli
tertentu. Proses ini sangat ditentukan oleh karakter stimulus dan kondisi konsumen
sebagai penerima stimulus pada saat itu. Bisa jadi, ketika konsumen dihadapkan pada
iklan, ia tidak mendapatkan informasi yang akan dikirimkan Pemasar karena
perhatiannya tertuju pada hal lain dalam iklan tersebut, misalnya pada endorser-nya
(Ferrinadewi, 2008, 49).
Karena konsumen memiliki keterbatasan dalam kemampuan kognitifnya,
maka ia akan menentukan dan memilih di antara stimulus-stimulus yang ada
(perceptual selection). Untuk menentukan bagaimana konsumen melakukan hal itu,
ada 2 faktor penting, yaitu: faktor pribadi konsumen dan sifat alami stimulus tersebut.
Beberapa faktor pribadi konsumen yang mempengaruhi pemilihan stimulus:
1. Harapan
2. Motivasi
3. Adaptasi
4. Kebutuhan psikologis
5. Kepribadian
6. Latar belakang
Sedangkan sifat alami stimulus tersebut berarti mencakup ukuran, warna,
kontras, gerakan, ulangan, posisi dan tingkat inovasinya. Misalnya: ukuran kertas
koran yang lebih kecil, warna logo yang menarik perhatian, dan sebagainya.
22
2.5.2.4. Interpretasi
Interpretasi terjadi ketika konsumen memberi makna pada sekumpulan stimuli
yang diterimanya. Dua orang dapat melihat objek yang sama tetapi memiliki
interpretasi yang berbeda. Variasi dalam pemberian makna ini dapat disebabkan latar
belakang konsumen (demografi, gaya hidup, psikologi, budaya).
Konsumen cenderung untuk menghubungkan antara stimuli yang baru
diterimanya dengan informasi di benak mereka sebelumnya. Informasi itu dapat
berupa peristiwa, citra atau sensasi. Misalnya, iklan sepeda motor yang menggunakan
tokoh sinetron Si Doel Anak Sekolahan, dipandang masyarakat sebagai iklan untuk
kalangan menengah ke bawah. Kecenderungan ini disebabkan oleh beberapa prinsip
yaitu prinsip kedekatan, prinsip kesamaan, dan dasar figur.
Prinsip kedekatan dapat digambarkan secara sederhana ketika konsumen
disajikan papan iklan yang rusak hingga merek iklan yang seharusnya Sony Ericsson
menjadi Sny Ericsson, namun demikian konsumen berhasil menerima pesan iklan
tersebut. Hal ini disebabkan karena konsumen seperti individu yang pada umumnya
seringkali menerima gambaran yang tidak lengkap dan beberapa kekosongan dalam
stimuli yang mereka terima diisi dengan informasi yang telah ada sebelumnya dalam
benak mereka. Prinsip ini dapat dimanfaatkan Pemasar untuk menarik perhatian
konsumen, misalnya dengan memutar jingle iklan yang tidak jelas atau tidak lengkap.
Prinsip kesamaan dapat dijelaskan secara sederhana dalam masalah kemasan.
Misalnya banyak taksi memilih warna biru dengan maksud agar konsumen
mengartikan taksi tersebut memberikan layanan yang sama dengan Blue Bird yang
23
telah memiliki brand image positif. Konsumen cenderung mengelompokkan beberapa
stimulus atau objek yang memiliki karakteristik sama.
Prinsip figur dasar terjadi ketika konsumen cenderung memfokuskan diri pada
satu atau beberapa stimulus saja dan membiarkan stimulus lainnya kabur atau sekadar
menjadi latar belakang.
Konsumen juga cenderung menghubungkan stimulus yang dilihatnya dengan
gambaran-gambaran yang ada dalam benaknya. Misalnya bila konsumen melihat
sabun Lux, ia akan membayangkan wajah cantik Tamara Blezinsky atau Luna Maya
(2008, 55-56).
2.5.2.5. Sikap
Sikap adalah proses pengorganisasian motivasi, emosi, persepsi, dan kognitif
yang bersifat jangka panjang dan berkaitan dengan aspek lingkungan di sekitarnya
(Hawkins, 434). Dapat dikatakan bahwa sikap merupakan respon yang konsisten baik
positif maupun negatif terhadap suatu objek sebagai hasil dari proses belajar
(Schiffman & Kanuk, 2000, 20).
Ferrinadewi menjelaskan, sikap memiliki 3 komponen, yaitu: kognitif, afektif,
dan konatif. Ketiga komponen itu akan saling berputar dan mendahului (2008, 96).
Komponen kognitif terdiri dari keyakinan dan pengetahuan konsumen tentang
produk. Keyakinan dan pengetahuan tentang produk ini berbeda antara satu
konsumen dengan konsumen lainnya dan tidak ada yang salah atau benar karena yang
penting adalah eksistensi atribut produk tersebut.
24
Komponen afektif merupakan perasaan atau emosi kita terhadap objek
tertentu, biasanya diungkapkan dengan suka atau tidak suka. Namun belum tentu
setiap konsumen yang memiliki keyakinan sama akan menunjukkan emosi yang sama
pula.
Komponen konatif adalah tindakan yang muncul sebagai wujud dari
keyakinan (komponen kognitif) dan perasaannya (komponen afektif) tersebut.
2.5.3. Persepsi dan Keputusan Pembelian
Dikenal pula istilah persepsi terhadap risiko (perceived risk), persepsi
terhadap kualitas (perceived quality), persepsi terhadap pengorbanan (perceived
sacrifice), dan persepsi terhadap nilai (perceived value).
Persepsi terhadap risiko adalah persepsi negatif konsumen yang didasarkan
pada hasil yang negatif dan kemungkinan bahwa hasil tersebut menjadi nyata
(Dowling, 1986, 193-210). Berdasarkan definisi ini, ada 2 poin yang perlu dicermati,
yaitu:
1. Adanya hasil negatif akibat keputusan tertentu
2. Kemungkinan hasil tersebut terjadi
Hasil penelitian mengenai hal ini dirangkum oleh Mowen & Minor (2001, 142):
1. Risiko keuangan, risiko yang hasilnya akan merugikan konsumen secara
finansial
2. Risiko kinerja, risiko bahwa produk tidak akan memberikan kinerja yang
diharapkan
3. Risiko fisik, risiko bahwa produk secara fisik akan melukai konsumen
25
4. Risiko psikologis, risiko bahwa produk akan menurunkan citra diri konsumen
5. Risiko sosial, risiko bahwa lingkungan sekitar akan mengejek pembelian
produk
6. Risiko waktu, risiko bahwa sebuah keputusan akan menghabiskan banyak
waktu
7. Opportunity loss, risiko bahwa dengan melakukan sebuah tindakan, konsumen
akan merasa rugi jika melakukan hal lain yang benar-benar ingin ia lakukan
Menghadapi ancaman-ancaman tingginya persepsi konsumen terhadap risiko
merek, Pemasar dapat melakukan upaya-upaya untuk mengurangi bahkan
memperbaiki persepsi tersebut dengan memperbaiki citra toko atau merek karena
konsumen akan cenderung percaya kedua hal itu mengurangi risiko pembelian,
menyediakan informasi sebanyak-banyaknya, menyesuaikan harga produk agar risiko
keuangan konsumen berkurang atau menaikkan harga produk untuk memberikan
kesan merek itu memiliki kualitas unggul.
Dodds (1991, 307-319) menawarkan sebuah model keputusan pembelian yang
melibatkan persepsi terhadap kualitas, persepsi terhadap nilai dan persepsi terhadap
pengorbanan. Stimuli yang diajukan Dodds adalah nama merek, nama toko, dan
tujuan harga.
26
Gambar 2.2. Conceptual Model The Effect of Price, Brand Name and Store Name on
Product Evaluation (Dodds et al., 1991)
Berdasarkan model yang diusulkan oleh Dodds, keinginan konsumen untuk
membeli merupakan fungsi dari persepsi terhadap nilai produk. Persepsi konsumen
terhadap nilai produk merupakan fungsi dari persepsi konsumen terhadap nilai trade
off antara persepsi konsumen terhadap kualitas dan persepsi konsumen terhadap
pengorbanan. Persepsi konsumen terhadap kualitas produk merupakan fungsi dari
berbagai stimuli yaitu nama merek, nama toko, dan harga.
Persepsi konsumen terhadap kualitas adalah penilaian konsumen secara
menyeluruh terhadap kinerja produk atau jasa. Dalam melakukan penilaian terhadap
kinerja produk, kemampuan konsumen untuk melakukan penilaian sangat tergantung
pada apakah atribut-atribut intrinsik produk dapat dirasakan dan dievaluasi saat
melakukan pembelian. Namun karena konsumen memiliki keterbatasan mengenai
pengetahuan cara pembuatan produk atau tidak punya banyak waktu melakukan
27
penilaian, mereka cenderung mengandalkan atribut-atribut ekstrinsik seperti nama
merek, nama toko, dan harga dalam mengevaluasi kualitas produk.
Persepsi terhadap harga. Konsumen tidak hanya menggunakan harga sebagai
indikator kualitas tetapi juga sebagai indikator biaya yang dikorbankan. Harga
dipandang sebagai indikator biaya ketika konsumen harus mengorbankan sejumlah
uang untuk ditukar dengan produk atau manfaat produk. Secara teoritis, konsumen
memiliki budget constraints, karena itu semakin tinggi harga produk, makin besar
pula pengorbanan yang dirasakan konsumen.
Persepsi terhadap nilai. Nilai didefinisikan oleh Zeithmal sebagai penilaian
konsumen yang menyeluruh terhadap utilitas produk didasarkan pada persepsinya
atas apa yang diterima dan dikorbankan. Berdasarkan analisis ini, tidak heran bila
konsumen melakukan analisis biaya-manfaat sebelum melakukan pembelian untuk
menentukan besarnya nilai yang akan ia terima (1988, 60-62).
Pada penelitian ini, persepsi konsumen diukur berdasarkan variabel Sikap
terhadap Iklan (Attitude toward Ad), Sikap terhadap Merek (Attitude toward Brand),
dan Minat Beli Konsumen (Purchase Intention).
28
2.6. Kesesuaian Produk–Selebriti (Endorser-Product
Congruence)
Mencakup pemahaman seberapa dekat tingkat kesesuaian antara selebriti yang
mengiklankan tersebut dengan produk atau jasa yang diiklankan. Dalam hal ini,
penjelasan mengenai tingkat kesesuaian antara produk dengan selebriti yang
mengiklankan sudah dijelaskan pada bagian Pembatasan Masalah.
2.7. Sikap terhadap Iklan (Attitude toward Ad)
Sikap Terhadap Iklan adalah kecenderungan konsumen untuk merespon baik
tidaknya iklan tertentu (Assael, 2001, 368). Respon yang positif umumnya akan
menghasilkan sikap yang positif, sementara respon yang negatif akan menghasilkan
sikap yang negatif pula.
2.8. Sikap terhadap Merek (Attitude toward Brand)
Kecenderungan yang dipelajari oleh konsumen untuk mengevaluasi merek
dengan cara mendukung (positif) atau tidak mendukung (negatif) secara konsisten.
Ketiga komponen sikap yang ada (kognitif, afektif, konatif) juga akan terdapat dalam
sikap konsumen terhadap merek (Assael, 2001, 283)
29
2.9. Minat Beli (Purchase Intension)
Minat Beli (Purchase Intention) adalah kecenderungan konsumen untuk
membeli suatu merek atau mengambil tindakan yang berhubungan dengan pembelian
dan diukur dengan tingkat kemungkinan konsumen melakukan pembelian (Assael,
2001, 291).
Download