Sri Rini Dwiari Danik Dania Asadayanti Nurhayati Mira Sofyaningsih

advertisement
Penulis:
Sri Rini Dwiari
Danik Dania Asadayanti
Nurhayati
Mira Sofyaningsih
Sandi Frida A.R. Yudhanti
Ida Bagus Ketut Widnyana Yoga
Editor: Tarkus Suganda
Sri Rini Dwiari
Danik Dania Asadayanti
Nurhayati
Mira Sofyaningsih
Sandi Frida A.R. Yudhanti
Ida Bagus Ketut Widnyana Yoga
TEKNOLOGI PANGAN
Untuk Sekolah Menengah Kejuruan
Kelompok Teknologi Industri
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan
Departemen Pendidikan Nasional
Hak Cipta pada Departemen Pendidikan Nasional
Dilindungi Undang-undang
TEKNOLOGI PANGAN
Untuk Sekolah Menengah Kejuruan
Kelompok Teknologi Industri
Penulis
: Sri Rini Dwiari
Danik Dania Asadayanti
Nurhayati
Mira Sofyaningsih
Sandi Frida A.R. Yudhanti
Ida Bagus Ketut Widnyana Yoga
Ukuran Buku
: 20 x 28 cm
410
HAR
m
HARININGSIH, Dwi
Teknologi Hasil Pangan oleh Dwi Hariningsih, Bambang Wisnu, Septi
Lestari. ---- Jakarta:Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, 2008.
vi. 136 hlm.: ilus.: 30 cm.
Bibliografi : hlm.129
Indeks.hlm.130-131
ISBN 979-462-819-0
1. Bahasa Indonesia-Studi dan Pengajaran
I. Judul
II. Wisnu, Bambang
III. Lestari, Septi
Diterbitkan oleh Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan
Departemen Pendidikan Nasional
Tahun 2008
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan
kehadirat Allah SWT karna
berkat rahmat dan hidayahNya,
penulis dapat menyelesaikan
buku
ajar
untuk
Sekolah
Menengah Kejuruan Pertanian
dengan
judul
TEKNOLOGI
PANGAN. Buku ini merupakan
hasil kerjasama antara penulis
dengan Direktur Pembinaan
Sekolah Menengah Kejuruan,
Ditjen Manajemen Pendidikan
Dasar
dan
Menengah,
Departemen
Pendidikan
Nasional.
Buku
Teknologi
Pangan
membahas
tentang:
pengetahuan
bahan
hasil
pertanian, dasar-dasar proses
pengolahan atau pengawetan,
pasca
panen,
sanitasi,
pengemasan,
penanganan
limbah,
kimia
pangan,
bioteknologi dan analisis usaha.
Buku ini ditulis dengan tujuan
dapat digunakan sebagai salah
satu sumber bacaan atau
referensi untuk meningkatkan
wawasan di bidang teknologi
pangan. Buku ini ditulis dengan
mengacu
pada
Standar
Kompetensi Nasional Bidang
Teknologi Hasil Pertanian yang
telah
diterbitkan
oleh
Departemen
Pendidikan
Nasional Republik Indonesia.
Pada kesempatan ini, penulis
mengucapkan
terima
kasih
kepada:
1. Direktur Pembnaan Sekolah
Menengah Kejuruan, Ditjen
Manajemen
Pendidikan
Dasar
dan
Menengah,
Departemen
Pendidikan
Nasional
yang
telah
memberikan
kesempatan
untuk berpartisipasi dalam
penulisan buku Teknologi
Pangan.
2. Kepala PPPTK Pertanian
Cianjur
yang
telah
memberikan
ijin
dan
kesempatan untuk menulis
buku Teknologi Pangan.
3. Prof. Dr. Tarkus Suganda
selaku editor yang telah
memberikan masukan guna
meningkatkan
kesempurnaan buku ajar.
4. Dr. Ari Widodo dan Endang
Prabandari selaku penilai
yang
telah
memberikan
masukan
dalam
penyempurnaan kelayakan
kontekstual
(isi
dan
penyajian).
5. Anna
Widanarti
dan
Sugianto sebagai penilai
yang
telah
memberikan
masukan
untuk
penyempurnaan kelayakan
bahasa.
6. Purwanto dan Heroe selaku
penilai
yang
telah
memberikan masukan untuk
penyempurnaan kegrafikaan
7. Ucapan terima kasih juga
penulis sampaikan kepada
pihak-pihak lain yang tidak
dapat
disebutkan
satu
persatu atas dorongan dan
ii
masukannya, baik secara
langsung
maupun
tidak
langsung terhadap penulisan
dan penyempurnaan buku
ini.
Penulis
mengharapkan
masukan, saran dan koreksi dari
para
pembaca
demi
sempurnanya buku ini. Semoga
buku Teknologi Pangan ini dapat
memberikan
manfaat
bagi
pembacanya. Amin.
Penulis
iii
DISKRIPSI
Buku
Teknologi
Pangan
ini
membahas tentang pengetahuan
bahan hasil pertanian, dasar-dasar
proses
pengolahan
atau
pengawetan,
pasca
panen,
sanitasi,
pengemasan,
penanganan limbah, kimia pangan,
bioteknologi dan analisis usaha.
Dalam pengetahuan bahan hasil
pertanian, dijelaskan mengenai:
pengetahuan bahan untuk buahbuahan,
sayuran,
daging,
komoditas hasil perikanan, telur,
susu dan komoditas curai.
Dasar-dasar proses pengolahan
atau pengawetan, membahas:
penggunaan/pengawetan
suhu
tinggi,
penggunaan/pengawetan
suhu rendah, pengecilan ukuran,
pengeringan,
penggulaan,
fermentasi,
bahan
tambahan
makanan,
pencampuran,
pengasapan dan pengasaman.
Penanganan Pasapanen produk
nabati dan hewani, membahas
tentang:
metabolisme
bahan
pangan, klimakterik dan kelayuan,
sifat hasil pertanian, penanganan
pascapanen produk nabati, dan
penanganan pascapanen produk.
Sanitasi
membahas:
definisi,
bakteri
indikator
sanitasi,
Escherichia coli dan coliform,
sumber-sumber
contaminan
pangan, jenis-jenis saniter, sanitasi
pekerja, sanitasi
bangunan/ruang
dan
fasilitas,
sanitasi
lingkungan,
penanggulangan
kontaminasi,
keamanan
pangan,
serta
keselamatan dan kesehatan kerja.
Pengemasan dan penyimpanan
hasil
pertanian
pangan
dan
produknya, membahas: sejarah
pengemasan, fungís dan peranan
kemasan, klasifikasi pengemasan,
jenis-jenis
bahan
pengemas,
pembotolan (bottling), pengalengan
dan peraturan-peraturan dalam
kemasan.
Limbah,
membahas
tentang:
pengelolaan limbah hasil pertanian
pangan,limbah industri pertanian,
penanganan limbah cair, teknologi
pengomposan,
limbah
bahan
berbahaya dan beracun (B3).
Kimia
Pangan,
membahas
mengenai: karbohidrat, protein,
lemak dan minyak, enzim, vitamin,
mineral, komponen bioaktif dan
pewarna sintetis.
Bioteknologi
industri
pangan,
membahas tentang: fisiologi sel
mikroba,
fermentasi
metabolit
primer,
fermentasi
metabolit
sekunder, teknologi fermentasi,
genetically
modified
organism
(GMO)
dalam
pangan,
dan
bioteknologi asam laktat.
Analisis
kelayakan
usaha,
membahas
tentang:
usaha
agroindustri
tempe,
pinjaman
modal,
skala
usaha,
biaya
produksi, perhitungan pendapatan,
hasil penjualan dan BEP (Break
Even Point).
iv
Daftar Isi
Kata Pengantar ...................
i
Deskripsi ……………………
iii
4.1
Daftar Isi ..............................
iv
4.2
Daftar Tabel .........................
Daftar Gambar .....................
I.
II.
2.1
2.2
2.3
2.4
2.5
2.6
2.7
2.8
III.
3.1
3.2
3.3
3.4
3.5
3.6
3.7
3.8
3.9
3.10
3.11
3.12
3.13
IV.
Pendahuluan .............
Hasil Pertanian
Tanaman Pangan
Pendahuluan ..............
Buah-buahan ..............
Sayuran .........................
Daging .........................
Komoditas Hasil
Perikanan ....................
Telur ............................
Susu ............................
Soal Latihan ………….
Dasar-dasar Proses
Pengolahan/
Pengawetan
Pendahuluan ...................
Penggunaan/Pengawetan
Suhu Tinggi .................
Pengawetan/penggunaan
Suhu Rendah ..............
Pengecilan Ukuran .....
Pengeringan ................
Penggaraman .............
Penggulaan .................
Fermentasi ..................
Bahan Tambahan
Makanan .....................
Pencampuran .............
Ekstraksi .....................
Penggasapan ..............
Pengasama .................
1
4.3
4.4
5
4.5
5
5
12
17
V.
5.1
5.2
29
38
43
54
55
55
58
65
70
75
82
86
91
97
103
106
108
113
126
Penanganan Pasca
Panen Produk Nabati
dan Hewani
Metabolisme Bahan
Pangan .......................
Klimaterik dan
Kelayuan ....................
Sifat Hasil Pertanian ...
Penanganan Pasca
Panen Produk Nabati ...
Penanganan Pasca
Panen Produk Hewani ..
Sanitasi
Definisi Sanitasi ..........
Bakteri Indikator
Sanitasi, Eschericia
coli dan Coliform .........
5.3 Sumber-sumber
Kontaminasi Pangan ...
5.4 Jenis-jenis sanitaizer ...
5.5 Sanitasi Pekerja ..........
5.6 Sanitasi Bangunan/
Ruang dan Fasilitas ....
5.7 Sanitasi Lingkungan ....
5.8 Penanggulangan
Kontaminasi ................
5.9 Keamanan Pangan .....
5.10 Kesehatan dan
Keselamatan Kerja .....
VI.
6.1
6.2
6.3
6.4
6.5
6.6
6.7
Pengemasan dan
Penyimpanan Hasil
Pertanian Pangan
dan Produknya
Sejarah Pengemasan ...
Fungsi dan Peranan
Kemasan .....................
Klasifikasi
Pengemasan ...............
Jenis-jenis Bahan
Pengemas ...................
Pembotolan (Bottling) ...
Pengalengan ...............
Teknik Penutupan
127
130
135
139
168
195
195
197
199
207
210
212
213
214
215
224
230
230
232
233
235
255
262
v
6.8
6.9
VII.
7.1
7.2
7.3
7.4
7.5
7.6
7.7
Wadah ......................... 264
Labelling (Pemberian
Label) .......................... 265
Peraturan-peraturan
dalam Kemasan
Pangan ........................ 268
Limbah
Pendahuluan ...............
Pengelolaan Limbah
Hasil Pertanian
Pangan ........................
Limbah Industri
Pertanian .....................
Pencemaran Air dan
Indikasinya ..................
Penangana Limbah
Cair .............................
Teknologi
Pengomposan .............
Limbah Bahan
Berbahaya dan
Beracun (B3) ...............
269
269
271
280
281
283
289
300
VIII.
8.1
8.2
8.3
8.4
8.5
Kimia Pangan
Karbohidrat ................
Protein .........................
Lemak dan minyak......
Enzim .........................
Vitamin dan Mineral ....
306
306
313
321
325
329
IX.
Bioteknologi Industri
Pangan
Fisiologi sel mikroba ...
Fermentasi Metabolit
Primer .........................
Fermentasi metabolit
sekunder .....................
Teknologi Fermentasi .
Genetically Modified
Organism (GMO)
dalam pangan ...........
Bioteknologi Bakteri
Asam Laktat ................
381
9.1
9.2
9.3
9.4
9.5
9.6
381
386
399
403
407
410
418
Analisis Kelayakan
Usaha
10.1 Pengantar ................... 418
X.
10.2 Usaha Agroindustri
Tempe .........................
10.3 Pinjaman Modal ..........
10.4 Skala Usaha ................
10.5 Biaya Produksi ............
10.6 Perhitungan
Pendapatan .................
10.7 Hasil Penjualan ...........
10.8 BEP (Break Even
Point) ………………….
418
418
418
419
420
421
421
Daftar Pustaka ..................... 422
Kunci Jawaban .................... 429
Glossary .............................. 442
Index .................................... 463
Pendahuluan
1
I. Pendahuluan
Pangan menjadi kebutuhan primer
manusia yang tidak mengenal
batasan,
baik
waktu,
ruang
maupun tingkatan sosial. Sejak
manusia hidup pangan selalu
menjadi
kebutuhan
mendasar
manusia yang tidak bisa ditawar.
Demikian juga dengan strata
kehidupan manusia dari kalangan
atas, menengah atau bawah tidak
ada yang tidak
membutuhkan
pangan. Yang membedakan hanya
permasalahan
selera
dan
kebiasaan makan. Dengan kata
lain pembicaraan tentang pangan
tidak mengenal istilah out of date
(usang) atau akan selalu up to
date
(dibutuhkan),
mengingat
berkaitan dengan kebutuhan pokok
dan kesehatan manusia. Dengan
demikian mempelajari ilmu yang
berkaitan dengan pangan akan
selalu menarik, bermanfaat dan
sangat dibutuhkan baik bagi
individu
yang
bersangkutan
maupun bagi masyarakat luas.
Secara
umum,
bahan
hasil
pertanian setelah dipanen atau
ditangkap atau disembelih akan
mudah mengalami kerusakangn
sehingga terjadi penurunan mutu.
Kerusakan-kerusakan yang terjadi
dapat berupa kerusakan fisis,
mekanis, biologis, dan khemis
sehingga
dapat
berpengaruh
terhahap mutu bahan atau produk
dan keamanan pangan. Untuk
menjaga kualitas bahan pangan
dan produknya maka bahan
pangan tersebut perlu dilakukan
penanganan dan pengolahan dari
mulai
pemanenan
atau
penangkapan atau penyembelihan
sampai menjadi produk yang baik.
Dengan demikian pengetahuan
tentang sifat bahan hasil pertanian,
dasar-dasar proses pengolahan
pengemasan
produk
sampai
pemasaran perlu dipahami dengan
baik.
Demi kebutuhan pengembangan di
bidang pangan, mutlak diperlukan
sentuhan
teknologi
beriringan
dengan perkembangan di bidangbidang lainnya.
Teknologi
pangan
merupakan
teknologi yang digunakan dalam
proses pengolahan pangan, mulai
dari
penanganan
pascapanen,
mengolah atau mentransformasi,
mengemas, mengendalikan proses
pengolahan, dan menangani bahan
baku (raw material), produk dan
limbahnya. Untuk mempelajari
teknologi
pangan
seseorang
hendaknya memahami tentang :
ƒ
ƒ
Kimia
Pangan,
yaitu
pengetahuan
tentang
komposisi
bahan
pangan,
struktur
dan
sifat
bahan
pangan,
termasuk
pula
pengetahuan tentang Kimia
Organik dan Biokimia.
Mikrobiologi
pangan,
yaitu
pengetahuan tentang hubungan
antara
tempat
tumbuh
mikroorganisme dalam bahan
pangan,
faktor-faktor
yang
Pendahuluan
ƒ
mempengaruhi
pertumbuhan
mikroorganisme dalam bahan
pangan, kerusakan-kerusakan
mikrobiologi
pada
bahan
pangan, kesehatan masyarakat
dan sanitasi.
Teknologi Pengolahan Pangan
(Food
Processing),
yang
mencakup karakteristik bahan
baku (raw material), proses
pemanenan dan pascapanen,
penerimaan
bahan
baku,
pengawetan bahan pangan,
faktor-faktor yang berpengaruh
pada
tingkat
penerimaan
konsumen,
pengemasan,
penanganan
limbah,
dan
sanitasi.
Sebagaimana diketahui, pangan
merupakan kebutuhan primer/
utama untuk melangsungkan hidup
bagi manusia maupun mahkluk
hidup lainnya. Tanpa pangan
ataupun kekurangan pangan maka
kita akan mati. Menurut Potter
(1986), hampir dua juta orang
kekurangan pangan dan hampir
10.000 orang/hari meninggal dunia
karena kekurangan pangan atau
kekurangan protein (defisiensi
protein) atau kekurangan jenis
mineral tertentu (spesific nutrients
defisiency). Akibat kekurangan
nutrisi yang sangat mencolok
(ekstrim), kekurangan protein pada
anak-anak dapat menyebabkan
kwashiorkor, dan bila kekurangan
protein terjadi dalam jangka waktu
lama maka akan berlanjut menjadi
marasmus.
Untuk menghindari kekurangan
protein dapat diatasi dengan
memberikan susu formula (seperti
susu bubuk), namun diperlukan
2
biaya yang mahal. Cara lain adalah
dengan memberikan tepung ikan
yang berasal dari jenis ikan yang
murah dan mudah diperoleh.
Dengan mempelajari Teknologi
Pangan maka dapat dihasilkan
produk pangan yang memiliki
kualitas baik, nutrisi relatif tidak
banyak berubah dan dapat diterima
oleh konsumen. Sebagai contoh
produk pangan yang diolah dengan
teknologi yaitu tempe, tauco, miso
dan natto. Produk-produk tersebut
merupakan hasil fermentasi kedele
dengan bantuan mikroba sehingga
kualitas nutrisinya jauh lebih baik
dibandingkan
dengan
bahan
bakunya (kedele). Contoh lain hasil
fermentasi susu adalah kefir,
yoghurt, keju, dan dadih. Produk
olahan pangan yang diolah tanpa
fermentasi, misalnya: manisan buah,
keripik, bakso, nugget, mie, roti,
pastry, cookies, saus dan lain-lain.
Sebelum
melakukan
proses
pengolahan bahan pangan menjadi
produk setengah jadi maupun produk
jadi, maka perlu dipahami lebih
dahulu sifat atau karakteristik dari
bahan yang akan diolah. Bahanbahan yang dimaksud dapat berupa:
buah-buahan, sayuran, serealia,
seafood atau ikan air tawar,
susu,daging, telur, atau hasil
ternak lainnya dan bahan-bahan
pangan lainnya. Pengetahuan
bahan menjadi penting mengingat
bahan tersebut di atas mudah
mengalami kerusakan. Sebagai
contoh; buah dan sayuran cepat
rusak karena setelah dipanen
bahan-bahan
tadi
masih
mengalami
respirasi
atau
pernafasan menghasilkan H2O
atau uap air dan CO2. Akibatnya
Pendahuluan
bahan
menjadi
layu
karena
kekurangan air di dalam bahan,
sedangkan uap air yang dihasilkan
menyebabkan kelembaban pada
bagian permukaan menjadi tinggi.
Kelembaban yang meningkat akan
menyebabkan beberapa mikroba
tumbuh dan lama kelamaan buah
atau sayuran menjadi busuk. Susu
segar memiliki kandungan/kadar
protein, kadar air yang tinggi, kadar
lemak juga relatif tinggi serta
mengandung beberapa vitamin
dan mineral. Karena kandungan
nutrisi susu segar yang begitu
lengkap, maka susu tersebut sangat
disukai oleh bakteri pembusuk.
Akibatnya
susu
segar
yang
dibiarkan terbuka pada suhu kamar
akan mengalami kerusakan oleh
bakteri pembusuk. Hal yang sama
juga terjadi pada daging segar,
hasil perikanan seperti: ikan,
udang,
cumi
dll.
Dengan
mengetahui sifat bahan, maka
upaya menghambat kerusakan
bahan sebelum diolah lebih lanjut
dapat dilakukan dengan tepat.
Disamping itu dengan mengetahui
sifat
bahan
maka
dapat
diperkirakan alternatif jenis produk
olahannya.
Disamping pemahaman tentang
sifat bahan, perlu juga dipahami
dasar-dasar proses pengolahan
dan cara produksi yang baik atau
Good
Manufacturing
Practice
(GMP). Dasar proses meliputi:
pengecilan
ukuran,
ekstraksi,
pengeringan, pendinginan dan
pembekuan (pengawetan dengan
suhu rendah), pengawetan dengan
suhu
tinggi,
pencampuran,
fermentasi,
penggaraman,
penggulaan, dan penggunaan
3
bahan tambahan makanan (BTM).
Dengan memahami dasar-dasar
proses maka kegagalan dalam
proses
pengolahan
dapat
diantisipasi.
Sebagai
contoh
pengawetan dengan suhu tinggi
pada sterilisasi komersial untuk
produk yang dikalengkan (misal
kornet atau sarden), jika suhu dan
lama pemanasan tidak mencukupi
untuk
membunuh
bakteri
Clostridium botulinum, maka pada
saat konsumen mengkonsumsi
kornet/sarden
tersebut
akan
mengalami keracunan dan akibat
yang fatal bisa menimbulkan
kematian. Contoh kejadian akibat
keracunan
bakteri
Clostridium
botulinum pernah terjadi pada
tahun 1963 untuk produk ikan asap
dan pada tahun 1971 pada produk
sup dalam kaleng.
Contoh lain terjadinya kejadian luar
biasa tahun 2006 di California,
dimana
banyak
konsumen
menderita sakit perut bahkan ada
yang meninggal dunia karena
mengkonsumsi bayam. Mereka
mengkonsumsi bayam mentah
untuk salad. Setelah ditelusur
(trace ability), ternyata bayam
mentah tadi mengandung bakteri
E. coli O157:H7. Bakteri ini
merupakan bakteri penyebab sakit
perut. Bakteri tersebut berasal dari
lahan budidaya bayam, yang
dipupuk dengan kotoran sapi yang
mengandung
bakteri
E.coli
O157:H7. Dari contoh tersebut,
tampak bahwa penanganan raw
material
maupun
proses
pengolahan akan mempengaruhi
keamanan suatu produk.
Pendahuluan
Akhir-akhir ini di Indonesia juga
marak dengan penyalahgunaan
BTM. Sebagai contoh: ditengarai
bahwa tahu mengandung formalin,
bakso mengandung formalin dan
boraks, pewarna pada produk
minuman
dan
makanan
menggunakan pewarna tekstil.
Formalin, boraks dan pewarna
tekstil tidak diijinkan digunakan
dalam produk makanan dan
minuman, karena bahan-bahan
tersebut
dapat
terakumulasi
(tertimbun/terkumpul) dalam tubuh
sehingga
memicu
terjadinya
kanker.
Oleh
karena
ini
penggunaan BTM harus sesuai
dengan jenis dan konsentrasi yang
diijinkan.
Pengemasan dan penyimpanan
produk makanan juga menjadi
sesuatu
hal
yang
penting.
Meskipun
penanganan
sudah
bagus, proses pengolahan sesuai
prosedur
sehingga
diperoleh
produk dengan kualitas bagus,
namun bila tidak dikemas dan tidak
disimpan dengan baik maka
produk tersebut akan cepat
mengalami kerusakan.
Limbah hasil pengolahan makanan
adakalanya dapat diolah menjadi
produk
yang
bermanfaat,
contohnya nata de coco yang
dibuat dari air kelapa, oncom dan
tempe gembus dibuat dari ampas
tahu, tetes tebu untuk bahan baku
bumbu masak dan lain-lain.
Limbah hasil pengolahan juga
dapat mencemari lingkungan bila
tidak dikelola dengan baik. Oleh
karena itu pengetahuan dan praktik
penanganan limbah diperlukan
dalam teknologi pangan.
4
Hasil Pertanian Tanaman Pangan
5
II. HASIL PERTANIAN TANAMAN
PANGAN
2.1. Pendahuluan
Hasil pertanian khususnya pangan
sangat dibutuhkan oleh manusia
untuk kebutuhan hidupnya. Secara
umum hasil pertanian tersebut
dikelompokkan ke dalam kelompok
besar yang biasanya didasarkan
atas kesamaan sifat dan kegunaan
seperti kelompok bahan nabati dan
kelompok bahan hewani. Bahan
nabati merupakan bahan yang
diperoleh
dan
berasal
dari
tumbuhan misalnya padi, jagung,
buah-buahan, sayuran, rempahrempah, sedangkan bahan hewani
diperoleh dari hewan, bagianbagian dari hewan atau yang
diproduksi oleh hewan tersebut,
misalnya: daging, susu, telur, ikan.
Berdasarkan tempat kehidupannya,
komoditas-komoditas tersebut di
atas dapat dikelompokkan ke dalam
dua kelompok yaitu darat dan
perairan. Sebagian besar komoditas
yang disebutkan diatas hidup di
daratan. Beberapa komoditas yang
hidup di perairan cukup banyak
yang dapat dimanfaatkan sebagai
komoditas pangan seperti berbagai
jenis ikan dan rumput laut. Pada
dasarnya masih banyak komoditas
hasil perairan lainnya yang dapat
dieksplorasi untuk dimanfaatkan
dalam bidang pangan seperti algae,
terumbu karang dan sebagainya.
Tren
perkembangan
bidang
pangan maju sangat pesat. Saat ini
sudah banyak dijumpai bahan
pangan
yang dikenal sebagai
pangan fungsional, bahan pangan
prebiotik, probiotik, simbiotik, dan
bahan pangan hasil rekayasa
genetik
(Genetically
modified
Food). Jenis-jenis pangan tersebut
mempunyai karakteristik tertentu
dan mempunyai kegunaan yang
tertentu pula. Regulasi terhadap
bahan-bahan pangan tersebut pun
diatur untuk menjamin keamanan
pangan bagi konsumen .
Berbagai
jenis
bahan
hasil
pertanian
pangan
mempunyai
karakteristik yang sangat beragam.
Karakteristik-karakteristik tersebut
seperti sifat fisis, morfologis,
fisiologis, dan berbagai %yawaan
penting
yang
terkandung
didalamnya dan sifat-sifat alami
lainnya sangat penting dipahami
untuk digunakan sebagai pedoman
atau pertimbangan pada proses
penanganan dan pengolahan lebih
lanjut.
Dengan
mengetahui
karakteristik
bahan
pangan
diharapkan proses penanganan
dan pengolahan lebih lanjut lebih
tepat dan sesuai.
2.2. Buah-buahan
Indonesia merupakan negara tropis
yang dianugerahi oleh Allah SWT
bermacam-macam jenis buah-
Hasil Pertanian Tanaman Pangan
buahan seperti mangga, nanas,
pisang,
durian,
salak
dan
sebagainya. Buah-buahan sangat
penting sebagai sumber vitamin
dan serat kasar. Vitamin sangat
penting bagi kesehatan tubuh,
demikian juga dengan serat kasar
yang sangat bermanfaat untuk
melancarkan pencernaan
2.2.1. Pengertian Buah
Buah secara umum adalah bagian
dari tanaman yang merupakan
tempat biji. Buah juga dapat
diartikan sebagai bagian tanaman
yang merupakan hasil perkawinan
putik dengan benang sari. Dalam
konsumsi sehari-hari, buah sering
diartikan sebagai ”pencuci mulut”
(dessert), mengingat kebiasaan
masyarakat mengkonsumsi buah
setelah selesai makan.
Seringkali
terdapat
kerancuan
dalam mengklasifikasikan antara
buah dan sayuran yang secara fisik
berbentuk seperti buah misalnya
tomat, ketimun, gambas, labu,
terong, cabe, nangka muda, dan
keluwih. Secara prinsip keduanya
termasuk
kedalam
tanaman
hortikultura. Perbedaan yang jelas
antara
tanaman
buah-buahan
dengan tanaman sayuran terletak
pada umur tanamannya. Tanaman
buah-buahan
pada
umumnya
mempunyai umur yang relatif
panjang bila dibandingkan dengan
umur tanaman sayuran. Biasanya
tanaman buah-buahan mempunyai
umur lebih dari satu tahun, bahkan
beberapa jenis buah-buahan ada
yang berumur sampai puluhan
tahun.
6
2.2.2. Jenis-jenis Buah
Jenis buah-buahan yang dapat kita
jumpai di negeri kita
meliputi
rambutan, duku, durian, pisang,
papaya, nangka, semangka, jeruk,
manggis,
mangga,
sirsak,
cempedak, nanas, jambu, sawo,
apel, anggur, jambu biji, dan
sebagainya. Contoh dan bentuk
buah-buah tersebut dapat dilihat
pada gambar 2.1.
Jika kita perhatikan jenis buahbuahan, meskipun dari satu jenis
buah misalnya mangga, terdapat
jenis-jenis mangga yang masingmasing mempunyai karakteristik
khas misalnya mangga harum
manis, indramayu, manalagi, gadung,
kweni, golek dan sebagainya.
Karakteristik atau sifat khas dari
masing-masing mangga tersebut
berbeda. Mangga harum manis
misalnya, penampakan luar atau
bentuk buah secara umum lonjong
dengan ukuran sedang sampai
besar, warna kulit buah hijau dan
pada bagian pangkalnya sedikit
kekuningan. Jika sudah masak
mempunyai aroma yang harum
(wangi), rasanya sangat manis,
daging buahnya berwarna oranye
kekuningan.
Untuk
tujuan
pengolahan
misalnya
untuk
manisan mangga dan sari buah
mangga, dibutuhkan karakteristik
buah mangga yang berbeda.
Manisan mangga membutuhkan
mangga mentah sampai mengkal.
Buah mangga yang sudah masak
tidak cocok untuk jenis pengolahan
ini. Sebaliknya untuk sari buah
dibutuhkan
mangga
dengan
Hasil Pertanian Tanaman Pangan
kematangan
penuh
sehingga
menghasilkan aroma dan cita rasa
yang optimal.
Contoh lain lagi misalnya pisang.
Terdapat berbagai jenis pisang
yaitu ambon, raja, tanduk, kapas,
sereh, emas, kepok, pisang
nangka, muli dan sebagainya.
Pisang ambon jenisnya juga
bermacam-macam, ada ambon
lumut dan ambon putih. Pisang
7
kepok mempunyai jenis kepok
putih dan kepok kuning. Seperti
halnya mangga, masing-masing
jenis
pisang
tersebut
juga
mempunyai
karakteristik
yang
berbeda pula. Pisang ambon lumut
mempunyai bentuk panjang sedikit
lebih ramping dibanding ambon
putih. Warna kulit buah hijau
sedangkan ambon putih seringkali
berwarna kekuningan.
Gambar 2.1. Contoh berbagai jenis buah-buahan (www.iptek.net.id)
Buah dengan segala jenisnya
tersebut menambah khasanah
kekayaan
buah-buahan
di
Indonesia.
Saat
ini
juga
bermunculan jenis-jenis buah yang
sebelumnya sulit dijumpai di negeri
kita, misalnya buah naga. Buah
naga mempunyai bentuk yang unik
menyerupai kepala ular naga,
daging buahnya ada noktah-nohtah
kehitaman. Buah ini berasa manis
sedang. Beberapa masyarakat
meyakini buah ini berkhasiat untuk
kesehatan.
Sampai
saat
ini
pemanfaatan jenis buah ini baru
terbatas sebagai buah meja, belum
diolah menjadi produk. Profil buah
naga dapat dilihat pada gambar
berikut.
Gambar 2.2. Profil buah naga (Dragon
fruit, asianleng.blogspot.com )
Hasil Pertanian Tanaman Pangan
8
Kekayaan akan jenis-jenis buah
sudah sepatutnya kita syukuri, dan
menjadi kewajiban kita bersama
untuk memelihara dan menjaga
kelestariannya.
suhu udara sekitar 250C atau lebih,
sedangkan buah-buahan iklim subtropis adalah buah-buahan yang
tumbuh didaerah yang mempunyai
suhu udara maksimum 220C.
2.2.3. Pengelompokan
Buah
Buah-buahan yang tumbuh di
daerah
panas
atau
tropis
contohnya nenas, pisang, pepaya,
adpokat, mangga, rambutan, duren
dan sebagainya, sedangkan yang
tumbuh di daerah iklim sedang dan
sub-tropis contohnya: anggur, apel,
jeruk, arbei dan sebagainya.
Berdasarkan Musim Berbuah
Beberapa jenis tanaman buahbuahan dapat menghasilkan buah
sepanjang tahun walaupun pada
waktu ketika ada masa berbuah
banyak dan masa berbuah sedikit.
Jenis
tanaman
tersebut
digolongkan sebagai tanaman tidak
musiman,
contohnya
pisang,
nenas, pepaya, jambu air, jambu
biji, markisa, dan sebagainya.
Tanaman buah lainnya merupakan
tanaman berbuah musiman karena
tanaman tersebut pada suatu saat
berbuah banyak tetapi pada saat
yang lain tidak berbuah sama
sekali misalnya mangga, rambutan,
duku, duren, jeruk, jambu bol dan
sebagainya.
Berdasarkan
Tumbuh
Iklim
Tempat
Berdasarkan
iklim
tempat
tumbuhnya, buah-buahan dapat
digolongkan dalam dua golongan:
a. Buah-buahan iklim panas atau
tropis
b. Buah-buahan iklim sedang
atau sub-tropis
Buah-buahan iklim panas atau
tropis yaitu buah-buahan yang
tumbuh di daerah yang mempunyai
2.2.4. Komposisi Buahbuahan
Komponen buah-buahan yang
sangat
penting
dalam
menyumbangkan gizi dalam menu
makanan kita terutama adalah
vitamin. Vitamin yang terkandung
dalam berbagai jenis buah juga
berbeda, baik jenis maupun
jumlahnya. Selain vitamin, buahbuahan
juga
mengandung
komponen gizi lainnya seperti
protein, lemak, karbohidrat, dan air.
Secara umum kandungan protein
dan lemak pada buah-buahan relatif
rendah, kecuali buah-buah tertentu
misalnya adpokat yang mempunyai
kadar
lemak
cukup
tinggi,
sedangkan
kandungan
airnya
cukup tinggi sehingga komponen
air ini yang terutama memberikan
efek segar pada saat dikonsumsi.
Komposisi berbagai jenis gizi
tersebut untuk setiap macam buahbuahan berbeda-beda dipengaruhi
oleh
beberapa
faktor,
yaitu
perbedaan varietas, keadaan iklim
tempat
tumbuh,
pemeliharaan
Hasil Pertanian Tanaman Pangan
9
tanaman, cara pemanenan, tingkat
kematangan waktu panen, kondisi
selama pemeraman serta kondisi
penyimpanan. Komposisi berbagai
jenis buah-buahan dapat dilihat
pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Komposisi berbagai jenis buah-buahan
Nama buah
Adpokat
Apel
Arbei
Jambu air
Jambu bol
Jeruk keprok
Mangga golek
Nenas
Pepaya
Pisang ambon
Pisang raja
Air
(%)
84,3
84,1
89,9
87,0
84,5
87,3
82,2
85,3
86,7
72,0
65,8
Protein
(%)
0,55
0,26
0,77
0,54
0,40
0,57
0,33
0,21
0,38
0,90
0,84
Lemak
(%)
3,97
0,35
0,48
0,18
0,20
0,20
0,13
0,11
0,15
0,14
Karbohidrat
(%)
4,70
13,11
7,97
10,62
9,51
7,74
10,86
7,26
9,15
19,35
22,26
Sumber : Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan RI (1967)
Proses pertumbuhan dan
respirasi
2.2.5. Fisiologi Buah
Fisiologi
buah-buahan
sangat
penting diketahui untuk tujuan
penanganan
dan
pengolahan.
Fisiologi buah-buahan berkaitan
dengan
aspek-aspek:
proses
pertumbuhan dan respirasi seperti
pematangan, kelayuan (senescene),
klimaterik, dan peran etilen pada
proses pematangan buah.
Pembelahan
Tahap-tahap proses pertumbuhan
buah pada umumnya meliputi:
pembelahan sel, pendewasaan sel
(maturation), pematangan (ripening),
kelayuan
(senescene)
dan
pembusukan (deterioration)
pendewasaan
pembusukan
Proses
pembelahan
sel
berlangsung segera setelah terjadi
pembuahan
kemudian
diikuti
dengan
pembesaran
atau
pengembangan
sel
mencapai
pematangan
kelayuan
volume maksimum. Perbedaan
buah yang tua (mature) dan yang
matang (ripe) adalah buah yang
tua keadaan sel-sel buah telah
dewasa,sedang buah yang matang
Hasil Pertanian Tanaman Pangan
warna, cita rasa, dan kekerasanya
telah berkembang sampai tingkat
maksimum. Buah yang tua (mature)
biasa disebut dengan ranum.
Respirasi
Respirasi merupakan proses utama
dan penting yang terjadi pada
hampir semua makluk hidup, seperti
halnya buah. Proses respirasi pada
buah sangat bermafaat
untuk
melangsungkan
proses
kehidupannya. Proses respirasi ini
tidak hanya terjadi pada waktu
buah masih berada di pohon,
akan tetapi setelah dipanen buahbuahan juga masih melangsungkan
proses respirasi.
Gambar 2.3.
10
Respirasi adalah proses biologis.
Dalam proses ini oksigen diserap
untuk digunakan pada proses
pembakaran yang menghasilkan
energi
dan
diikuti
oleh
pengeluaran sisa pembakaran
dalam bentuk CO2 dan air. Contoh
reaksi yang terjadi pada proses
respirasi sebagai berikut:
C6H12O6 + 6 O2
6CO2 + 6H2O + energi
Pada gambar berikut tersaji kurva
hubungan
antara
proses
pertumbumbuhan buah dengan
jumlah CO2 yang dikeluarkan
selama respirasi.
Skema (kurva) hubungan antara proses pertumbuhan dengan jumlah CO2
yang dikeluarkan (Syarief H., dkk. , 1977)
Pada gambar tersebut terlihat
yang
bahwa
jumlah
CO2
dikeluarkan akan terus menurun,
kemudian pada saat mendekati
”senescene” produksi CO2 kembali
meningkat,
dan
selanjutnya
menurun lagi. Buah-buahan yang
melakukan respirasi semacam itu
disebut buah klimaterik, sedangkan
buah-buahan yang jumlah CO2
yang dihasilkannya terus menurun
secara perlahan sampai pada saat
senescene
disebut
buah
nonklimaterik.
Klimaterik dan Nonklimaterik
Klimaterik dapat diartikan sebagai
keadaan buah yang
stimulasi
menuju kematangannya terjadi
secara ”auto” (auto stimulation).
Proses tersebut juga disertai
Hasil Pertanian Tanaman Pangan
dengan adanya peningkatan proses
respirasi. Klimaterik juga merupakan
suatu periode mendadak yang unik
bagi buah-buahan tertentu. Selama
proses ini terjadi serangkaian
perubahan biologis yang diawali
dengan pembentukan etilen, yaitu
suatu senyawa hidrokarbon tidak
jenuh yang pada suhu ruang
berbentuk gas.
Buah-buahan yang tergolong ke
dalam buah-buah klimaterik adalah
:pisang, mangga, pepaya, adpokat,
tomat, sawo, apel dan sebagainya.
Sebaliknya buah-buahan yang
tidak mempunyai pola seperti buah
klimaterik diklasifikasikan sebagai
buah nonklimaterik. Contoh buahbuahan yang tergolong ke dalam
kelompok buah nonklimaterik ialah
semangka, jeruk, nenas, anggur,
ketimun dan sebagainya. Profil
buah yang tergolong ke dalam
buah klimaterik dan non klimaterik
dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 2.4. Profil buah klimaterik
(marketing.sragenkab.go.id)
11
Pematangan
Proses pematangan buah sangat
menarik
untuk
dipelajari.
Perubahan yang secara umun
mudah diamati adalah berubahnya
warna kulit yang tadinya hijau
menjadi kuning, buah yang tadinya
bercita rasa asam menjadi manis,
tekstur yang tadinya keras menjadi
empuk (lunak), serta timbulnya
aroma khas karena terbentuknya
senyawa-senyawa
volatil
atau
senyawa-senyawa yang mudah
menguap.
Proses
pematangan
diartikan
sebagai suatu fase akhir dari
proses penguraian substrat dan
merupakan suatu proses yang
dibutuhkan oleh bahan untuk
mensintesis enzim-enzim yang
spesifik
yang
di
antaranya
digunakan dalam proses kelayuan.
Kelayuan (senescence)
Secara
alami,
setelah
buah
mengalami pematangan segera
akan menuju ke proses berikutnya
yaitu
kelayuan.
Akan
tetapi
seringkali proses kelayuan ini
tanpa diawali dengan proses
pematangan, kejadian ini terjadi
pada
buah-buahan
yang
mengalami kerusakan, misalnya
terjadinya memar, luka
dan
sebagainya.
Terjadinya kelayuan pada buah ini
mudah diamati yaitu ditandai
dengan kulit buah menjadi berkerut
sebagai akibat berkurangnya kadar
air di dalam buah.
Gambar 2.5. Profil buah non klimaterik
(www.freefoto.com)
Hasil Pertanian Tanaman Pangan
Peranan etilen pada proses
pematangan buah-buahan
Etilen dapat dihasilkan oleh
jaringan tanaman hidup pada
waktu-waktu tertentu. Etilen juga
merupakan suatu gas yang dalam
kehidupan
tanaman
dapat
digolongkan sebagai hormon yang
aktif dalam proses pematangan.
Disebut hormon karena memenuhi
kriteria sebagai hormon tanaman
yaitu
bersifat
mobil
(mudah
bergerak) dalam jaringan tanaman
dan merupakan senyawa organik.
Etilen dapat menyebabkan terjadinya
perubahan-perubahan penting dalam
proses pertumbuhan dan pematangan
hasil-hasil pertanian. Senyawa ini
disamping dapat memulai proses
klimaterik,
juga
dapat
mempercepat terjadinya klimaterik.
2.3. Sayuran
Sayuran merupakan kelompok
komoditas pangan yang pada
umumnya sangat banyak dikonsumsi
oleh masyarakat,
baik sebagai
sayuran mentah (lalapan) ataupun
dengan cara dimasak terlebih
dahulu. Mengonsumsi sayuran
memberi sumbangan terutama
vitamin A dan C, serta serat yang
sangat penting bagi tubuh.
Sayuran diklasifikasikan sebagai
tanaman hortikultura. Umur panen
sayuran pada umumnya relatif
pendek (kurang dari satu tahun )
dan
secara
umum
bukan
merupakan tanaman musiman,
artinya hampir semua
jenis
sayuran dapat dijumpai sepanjang
12
tahun, tidak mengenal musim.
Karakteristik ini sedikit berbeda
dengan beberapa jenis buahbuahan seperti mangga, durian
dan sebagainya yang hanya
dijumpai
pada
musim-musim
tertentu satu kali dalam satu tahun.
Jenis-jenis sayuran yang sering
dengan mudah dijumpai, baik di
pasar-pasar tradisional maupun di
pasar swalayan meliputi: wortel,
tomat, sawi hijau dan putih,
kangkung, buncis, bayam, seledri,
daun bawang, labu siam, selada,
terong, kentang dan sebagainya.
2.3.1. Pengelompokan
Sayuran
Sayuran dapat dikelompokkan
kedalam dua hal yaitu berdasarkan
(1) bagian dari tanaman dan
(2) berdasarkan iklim tempat
tumbuh.
Berdasarkan bagian dari tanaman
Berbagai-bagian dari tanaman
misalnya akar, umbi, batang, daun,
buah, bunga, biji dan sebagainya
dapat
dimanfaatkan
sebagai
sayuran konsumsi, antara lain
wortel, kentang, yang diambil dari
bagian
umbinya,
kangkung,
bayam, selada, sawi yang diambil
dari bagian daun, asparagus,
rebung dari bagian batang yang
masih muda, tomat, cabe, labu
siam, terong dari bagian buahnya,
kacang merah, kacang hijau dari
bagian
buah
bijinya.
Pengelompokkan
sayuran
berdasarkan bagian dari tanaman
tersaji pada tabel berikut.
Hasil Pertanian Tanaman Pangan
Tabel 2.2. Pengelompokan sayuran
berdasarkan bagian dari
tanaman
Pengelompokan
13
Profil sayuran-sayuran tersebut
dapat dilihat pada gambar 2.6.
Contoh
Sayuran daun
Kangkung
Bayam
Sawi hijau
Selada
Daun katuk
Daun pepaya
Daun singkong
Sayuran buah
Polong-polongan
Biji-bijian
Buah-buahan
Buah-buahan
berbiji banyak
Buah-buahan
dari tanaman
merambat
Buncis, kacang,
merah, kacang
panjang
Jagung
Sukun, nangka
muda, keluwih
Tomat, cabe,
terong
Gambas, labu,
paria, mentimun,
kecipir
Sayuran Umbiumbian
Akar (root)
Umbi akar (tuber)
Umbi bunga (bulb)
Ubi jalar
Kentang, bit
Bawang merah,
bawang putih
Sayuran Batang
(muda)
Asaparagus,
rebung
Sayuran bunga
Bunga kol
(cauliflower),
bunga turi,
”honje”, brokoli
Sayuran tangkai
Seledri, daun
daun (petiole=stalk) bawang
Sayuran
kecambah
(germ)
Taoge kacang
hijau, taoge
kedele
Jamur
Jamur merang,
jamur tiram,
jamur kuping,
jamur barat
Gambar 2.6. Profil sayur-sayuran
(linnaeus.nrm.se)
Berdasar Iklim tempat tumbuh
Pengelompokkan ini didasarkan
pada iklim dimana sayuran dapat
tumbuh dengan baik yaitu:
a. Sayuran yang tumbuh di daerah
iklim panas atau tropis, yaitu
daerah yang mempunyai suhu
udara sekitar 25°C atau lebih.
Contoh dari sayuran ini : daun
pepaya, patai, jengkol, cabe,
terong,
kangkung,
buncis,
daun salam, sereh, ubi jalar,
kunyit, jahe, daun singkong,
b. Sayuran yang tumbuh di daerah
iklim sedang dan sub tropis
yaitu daerah yang mempunyai
suhu udara maksimum 22°C .
Hasil Pertanian Tanaman Pangan
Contoh dari sayuran ini : wortel,
kobis (kol), brokoli, kentang,
seledri, jamur, bakung, selada
dan sebagainya.
Pengelompokan sayuran saat ini
berkembang dengan munculnya
istilah sayuran organik. Sayuran
organik merupakan sayuran hasil
budidaya secara organik artinya
bahan-bahan
yang
digunakan
untuk sarana pertumbuhan seperti
pupuk, pengendali hama dan lainlain menggunakan bahan alami.
Jenis sayuran ini akhir-akhir ini
sangat
diminati
konsumen
mengingat
semakin
tingginya
kesadaran akan konsumsi sayuran
yang terhindar dari bahan-bahan
kimia sintetis seperti pestisida
sintetis, dan pupuk kimia.
Disamping sayuran organik, saat
ini juga marak beredar kelompok
sayuran yang dikenal sebagi
sayuran
transgenik.
Misalnya
kentang
transgenik,
kedelai
transgenik
dan
sebagainya.
Tanaman jenis ini merupakan
produk rekayasa genetik yang
secara umum dikenal sebagai
GMO
(Genetically
Modified
Organism). GMO adalah organisme
(dalam hal ini lebih ditekankan
kepada tanaman dan hewan) yang
telah mengalami modifikasi genome
(rangkaian gen dalam khromosome)
sebagai akibat ditransformasikannya
satu atau lebih gen asing yang
berasal dari organisme lain (dari
species yang sama sampai divisio
yang
berbeda).
Gen
yang
ditransformasikan
diharapkan
dapat
mengeluarkan
atau
mengekspresikan suatu produk
yang bermanfaat bagi manusia.
14
2.3.2. Kandungan Gizi
Sayuran
Kandungan gizi setiap sayuran
berbeda-beda dan dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu perbedaan
varietas, keadaan cuaca tempat
tumbuh, pemeliharaan tanaman,
cara
pemanenan,
tingkat
kematangan saat pemanenan, dan
kondisi penyimpanan.
Kandungan Air
Pada umumnya sayur-sayuran
mempunyai kadar air yang tinggi
yaitu sekitar 70-95%, sehingga
apabila tidak disimpan pada
kondisi dingin, kondisi ini memicu
terjadinya kerusakan yang berupa
kelayuan secara cepat akibat
menguapnya sebagian air yang
terkandung sayuran melalui proses
respirasi. Dengan demikian untuk
mempertahankan
kesegaran
sayuran, biasanya pedagang di
pasar
tradisional
seringkali
memercikan air ke sayuran yang
diperjualbelikan untuk mencegah
layu. Sedangkan di pasar-pasar
swalayan
(supermarket)
penyimpanan
sayuran
sudah
ditempatkan pada rak-rak yang
kondisi
suhunya
terjaga
disesuaikan
dengan
kondisi
penyimpanan sayuran, sehingga
sayuran lebih tahan kesegarannya.
Karbohidrat
Secara umum karbohidrat di dalam
sayur-sayuran sebagian besar
terdapat dalam bentuk selulosa
yang tidak dapat dicerna oleh
tubuh manusia. Dengan kondisi ini
sayuran dimanfaatkan sebagai
komoditas
yang
baik
untuk
Hasil Pertanian Tanaman Pangan
15
melancarkan pencernaan oleh
selulosa
yang
dikandungnya.
Selain dalam bentuk selulosa,
karbohidrat dalam sayuran juga
terdapat dalam bentuk pati dan
gula. Contoh sayuran dengan
kadar pati tinggi yaitu jagung,
kentang, buncis dan biji-bijian
lainnya.
Sedangkan
contoh
sayuran yang berkadar gula tinggi
adalah jagung manis.
Kandungan pati pada sayuran
bervariasi tergantung pada umur
sayuran tersebut. Pada jenis
sayuran yang sama pemanenan
pada usia sayuran masih muda
biasanya kandungan patinya lebih
rendah dibandingkan pemanenan
lebih tua. Seringkali selama
penyimpanan pati yang terkandung
dalam sayuran akan berubah
menjadi gula. Perubahan menjadi
gula biasanya dalam bentuk glukosa,
fruktosa dan sukrosa. Sukrosa
merupakan disakarida, maka oleh
adanya enzim invertase gula ini
dapat dihidrolisis menjadi glukosa
dan fruktosa. Glukosa dan fruktosa
hasil pemecahan dari sukrosa oleh
adanya enzim invertase disebut
gula invert. Proporsi glukosa dan
fruktosa
hasil
pemecahan
mempunyai perbandingan 1:1.
Jika pati dalam sayuran selama
penyimpanan
akan
berubah
menjadi gula, sebaliknya sayuran
yang berkadar gula tinggi seperti
dicontohkan di atas yaitu jagung
manis, selama penyimpanan pada
suhu kamar gula tersebut dapat
berubah menjadi pati. Sehingga
seirngkali jagung manis setelah
beberapa hari penyimpanan sudah
tidak berasa manis lagi.
Kandungan gizi beberapa jenis
sayuran dapat dilihat pada tabel
berikut.
Tabel 2.3. Kandungan gizi beberapa jenis sayuran
Bayam
Air
(%)
86,9
Protein
(%)
3,5
Lemak
(%)
0,5
Karbohidrat
(%)
6,5
Cabe Merah segar
90,9
1,0
0,3
7,3
Daun Pepaya
75,4
8,0
2,0
11,9
Daun Ketela pohon
77,2
6,8
1,2
13,0
Jagung muda
63,5
4,1
1,3
30,3
Jamur kuping segar
93,7
3,8
0,6
0,9
Taoge kacang hijau
92,4
2,9
0,2
4,1
Taoge kacang kedelai
81,0
9,0
2,6
6,4
Jenis Sayuran
Sumber: Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1972)
Hasil Pertanian Tanaman Pangan
16
Vitamin dan Mineral
Secara
umum
sayur-sayuran
sangat baik sebagai sumber
vitamin dan mineral bagi menu
makanan kita, mengingat sebagian
besar sayur-sayuran kaya akan
vitamin, terutama bitamin A dan C.
Sayuran
yang
banyak
mengandung vitamin A contohnya
wortel, sedangkan sayuran yang
banyak mengandung vitamin C
misalnya tomat. Jenis vitamin lain
yang dikandung sayuran adalah
vitamin B1 (thiamin) dan mineral
seperti kalsium (Ca) dan besi (Fe).
Kandungan vitamin dan mineral
beberapa sayuran dapat dilihat
pada tabel berikut.
Vitamin mempunyai karakteristik
tidak stabil atau mudah mengalami
perubahan. Vitamin C misalnya
mudah teroksidasi atau musah
rusak oelh pengaruh cahaya dan
suhu tinggi. Perubahan bitamin C
dalam bentuk %tase kehilangan
vitamin C oleh pengaruh suhu
dapat dilihat pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4. Kandungan vitamin dan mineral beberapa jenis sayuran
Kalsium
(mg)
Besi
(mg)
Vit A
(S.I)
Vit B1
(mg)
Vit C
(mg)
Bayam
267
3,9
6090
0,08
80
Daun katuk
204
2,7
10370
0,10
239
Daun kelor
440
7,0
11300
0,21
220
Daun ketela pohon
165
2,0
11000
0,12
275
Daun pepaya
353
0,8
18250
0,15
140
Sawi
220
2,9
6460
0,09
102
Tomat (matang)
5
0,5
1500
0,06
40
Wortel
39
0,8
12000
0,06
6
Macam sayuran
Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1972)
Tabel 2.5. Kehilangan vitamin C dalam sayuran pada penyimpanan
Jenis sayuran
Kondisi penyimpanan
Suhu (°C)
Kehilangan (%)
1/2
5/50
Asparagus
Hari
1/7
Brokoli
1/4
7/7
20/35
Buncis
1/4
7/7
10/20
Bayam
2/3
0/1
5/5
*) Harris, Von Loesecke (1960) dalam Tien dkk (1992)
Hasil Pertanian Tanaman Pangan
Vitamin
C
(asam
askorbat)
biasanya berada dalam bentuk
tereduksi dan teroksidasi sebagai
asam
dehidroaskorbat
secara
bersama-sama. Dalam kondisi
basa dan pH netral, asam
dehidroaskorbat
mengalami
hidrolisa
membentuk
asam
diketogulonat. Bentuk
asam
diketogulonat tidak mempunyai
aktivitas sebagai vitamin C, dan
bahan akan berwarna coklat akibat
reaksi Maillard.
2.4. Daging
Daging
dapat
dideskripsikan
sebagai sekumpulan otot yang
melekat pada kerangka. Daging
juga dapat didefinisikan sebagai
otot tubuh hewan atau manusia
termasuk tenunan pengikatnya
(Syarif dan Dradjat, 1977). Bagianbagian lain dari tubuh hewan
seperti hati, ginjal, otak, dan
jaringan-jaringan otot lainnya yang
dapat dimakan masih tergolong
dalam
pengertian
daging.
Beberapa jenis hewan
yang
secara umum dikenal sebagai
penghasil
daging
konsumsi
meliputi : sapi, kerbau, kambing,
domba, unggas, dan babi. Hewanhewan lainnya seperti kelinci, kuda,
kalkun dan lain-lain juga sering
dimanfaatkan
untuk
diambil
dagingnya.
17
2.4.1 Nilai Gizi Daging
Daging secara umum sangat baik
sebagai sumber asam amino
esensial,
dan
mineral-mineral
tertentu. Vitamin dan asam-asam
lemak esensial tertentu juga
terkandung dalam daging. Pada
bagian-bagian tertentu dari daging
seperti hati dikenal sebagai sumber
vitamin-vitamin A,, B1, dan asam
nikotinat. Kandungan asam-asam
amino di dalam daging segar (fresh
meat) dapat dilihat pada tabel II.7.
Pada tabel tersebut terlihat bahwa
komposisi asam amino esensial
seperti leusin, lysin, dan valin
daging sapi lebih tinggi dibanding
daging
babi
atau
domba.
Sedangkan kandungan threoninnya
lebih
rendah.
Perbedaanperbedaan tersebut disebabkan
oleh beberapa faktor seperti letak
posisi daging, umur daging dari
hewan pada saat disembelih,
lingkungan
tempat
hewan
dibudidayakan, genetik, spesies,
pakan, stess dan faktor keturunan
(breed). Juga dilaporkan bahwa
kandungan arginin, valin, metionin,
isoleusin,
dan
phenilalanin
meningkat
(relatif
terhadap
konsentrasi asam amino) sejalan
dengan
bertambahnya
umur
hewan
(Gruhn, 1965, dalam
Lawrie, 1991).
Hasil Pertanian Tanaman Pangan
18
Tabel 2.6. Konsentrasi asam amino dalam daging segar pada berbagai
jenis hewan
Asam amino
Kategori
Daging sapi
Domba
Isoleusin
Leusin
Lysin
Metionin
Cystin
Phenylalanin
Threonin
Triptophan
Valin
Arginin
Histidin
Alanin
Asam aspartat
Asam glutamat
Glisin
Prolin
Serin
Tirosin
Esensial
Esensial
Esensial
Esensial
Esensial
Esensial
Esensial
Esensial
Esensial
Esensial untuk infant
Esensial untuk infant
Non esensial
Non esensial
Non esensial
Non esensial
Non esensial
Non esensial
Non esensial
5,1
8,4
8,4
2,3
1,4
4,0
4,0
1,1
5,7
6,6
2,9
6,4
8,8
14,4
7,1
5,4
3,8
3,2
4,8
7,4
7,6
2,3
1,3
3,9
4,9
1,3
5,0
6,9
2,7
6,3
8,5
14,4
6,7
4,8
3,9
3,2
Sumber : Lawrie (1991)
Komponen asam-asam amino
esensial yang terkandung dalam
daging sangat penting dalam
menentukan mutu dari nilai gizi
protein. Mutu protein sangat
dipengaruhi atau sangat ditentukan
oleh perbandingan asam-asam
amino yang terkandung di dalam
protein tersebut. Suatu protein
dikatakan bermutu tinggi apabila
menyediakan asam-asam amino
esensial
dalam
suatu
perbandingan yang menyamai
kebutuhan manusia.
2.4.2. Sifat Fisik-Morfologik
Daging
Sifat morfologik daging berkaitan
dengan
aspek-aspek
bentuk,
ukuran, warna, sifat permukaan,
dan susunan. Bentuk daging
sekaligus dapat dikaitkan dengan
bentuk karkas dan ukurannya.
Bentuk karkas sapi misalnya
sangat berbeda dari sisi bentuk
dan ukurannya jika dibandingkan
dangan karkas daging ayam.
Tampilan bentuk dan ukuran
karkas sapi dan ayam dapat
dilihat pada Gambar 2.7 berikut.
Hasil Pertanian Tanaman Pangan
Gambar 2.7a
Karkas sapi
Sifat fisik-morfologik lain seperti
warna daging juga dapat dikaitkan
dengan sifat bentuk dan ukuran,
untuk
membedakan
suatu
komoditas. Warna daging sapi
secara umum dapat dibedakan
dengan warna daging ayam.
Warna daging sapi berwarna
merah, sedangkan warna daging
ayam secara umum
berwarna
putih.
Warna daging dipengaruhi oleh
kandungan mioglobin. Mioglobin
merupakan
pigmen
yang
menentukan warna daging segar.
Kandungan mioglobin yang tinggi
menyebabkan warna daging lebih
merah
dibandingkan
dengan
daging
yang
mempunyai
kandungan mioglobin rendah.
Kadar mioglobin pada daging
berbeda-beda dipengaruhi oleh
spesies, umur, kelamin, dan
akitifitas fisik. Daging dari ternak
yang lebih muda lebih cerah
19
Gambar 2.7b. Karkas Ayam
dibandingkan warna daging ternak
yang lebih tua. Daging dari ternak
jantan lebih gelap dibandingkan
daging ternak betina. Struktur kimia
mioglobin dapat dilihat pada
Gambar berikut. Struktur mioglobin
terdiri atas sebuah gugusan heme
dari sebuah molekul protein globin.
Heme dalam mioglobin disebut
feroprotoporfirin, karena terdiri atas
sebuah porfirin yang mengandung
satu atom besi (Fe). Protein globin
merupakan
sebuah
molekul
polipeptida yang terdiri atas 150
buah asam amino.
Gambar 2.8. Struktur kimia mioglobin
(Lawrie R.A. 1991)
Hasil Pertanian Tanaman Pangan
Susunan daging berkaitan dengan
struktur daging. Struktur daging
hewan secara umum terdiri atas
komponen: kulit, serat otot daging,
tenunan pengikat, tenunan lemak,
pembuluh-pembuluh darah, syaraf,
tulang dan tulang rawan.
Kulit
Kulit merupakan lapisan terluar dari
struktur daging. Struktur utama
kulit terdiri atas 3 lapisan utama,
yaitu berturut-turut dari luar adalah
epidermis pada permukaan, korium
dan subkutis. Lapisan epidermis
adalah lapisan tipis sebelah luar
dari kulit yang berongga-rongga
untuk tumbuhnya rambut. Korium
adalah lapisan kedua dari kulit yang
terbentuk dari anyaman-anyaman
serat kolagen dan elastin. Subkutis terdiri dari tenunan serta
kolagen dan elastin yang lebih
longgar dan di dalamnya terdapat
endapan-endapan lemak. Ukuran,
sifat
dan
banyaknya
lemak
terdapat dalam lapisan subkutis
menentukan
ketegangan
dan
kelembekan kulit (Hidayat dan
Adiati, 1977). Sruktur dari kulit
dapat dilihat pada gambar berikut
Gambar 2.9. Struktur kulit hewan (Syarief
H. 1977)
20
Serat Otot Daging
Daging dibentuk oleh 2 bagian
utama yaitu serat-serat otot
berbentuk rambut dan tenunan
pengikat. Serat-serat otot daging
diikat kuat oleh tenunan pengikat
dan menghubungkannya dengan
tulang. Bentuk serat-serat otot
daging
dengan
tenunan
pengikatnya
dapat
dilukiskan
seperti pada gambar 2.10.
Hasil Pertanian Tanaman Pangan
21
Gambar 2.10. Penampang otot
Otot daging yang terdapat pada
hewan ada 3 macam, yaitu otot
daging bergaris melintang, otot
daging halus, dan otot jantung
yang mempunyai bentuk khas.
Otot daging melintang terdiri atas
sel-sel yang berbentuk silinder yang
disebut serat-serat otot. Setiap sel
mengandung beberapa inti sel
yang terletak dekat dengan bagian
luarnya. Serat-serat sel diikat
seluruhnya oleh tenunan pengikat
yang terdiri atas endomisium,
perimisium, dan epimisium.
Endomisium
adalah
tenunan
pengikat yang mengikat setiap
serat-serat otot daging. Perimisium
adalah tenunan pengikat yang
mengikat gabungan atau bundel
beberapa serat otot. Epimisium
adalah tenunan pengikat yang
menyelimuti seluruh bundel seratserat otot membentuk otot daging.
Ilustrasi lain dari penampang otot
daging tersaji pada gambar berikut.
Hasil Pertanian Tanaman Pangan
22
Gambar 2.11. Penampang otot daging (faculty.etsu.edu)
Bagian-bagian dari serat otot
daging secara detail dapat dilihat
dibawah mikroskop. Serat-serat
otot
daging
terlihat
berupa
kumpulan serat-serat kecil panjang
dengan garis tengah antara 2-3
mikron yang tersususn sejajar.
Serat-serat tersebut dinamakan
miofibril. Diseluruh bagian seratserat miofibril terdapat kandungan
bahan yang disebut sarkoplasma.
Seluruh
serat-serat
miofibril
dibungkus oleh selaput tipis yang
disebut sarkolema. Setiap kelompok
serat miofibril yang terbungkus
sarkolema, satu sama lain diikat
dengan
tenunan
pengikat
endomisium. Penampang seratserat otot daging dapat dilihat pada
gambar berikut.
Hasil Pertanian Tanaman Pangan
23
Gambar 2.12. Penampang serat otot daging (en.wikibooks.org)
Sel-sel otot daging mengandung
campuran kompleks dari protein,
lemak, karbohidrat, garam-garam
dan gugusan lainnya. Protein yang
terdapat dalam serat-serat otot
daging terdiri atas aktin dan miosin.
Komponen
karbohidrat
daging terdapat dalam
glikogen.
dalam
bentuk
Tenunan Pengikat
Tenunan pengikat terdiri atas
beberapa sel yang agak besar
membentuk serat-serat. Tenunan
pengikat
bermacam-macam
bentuknya, dari mulai yang tipis
dan lunak sampai yang tebal dan
kenyal seperti tendon dan ikat sendi
atau ligamen. Tendon adalah
tenunan
pengikat
yang
menghubungkan otot daging dengan
struktur lainnya, misalnya tulang.
Karkas
Istilah karkas dibedakan dari
daging. Daging adalah bagian
yang sudah tidak mengandung
tulang, sedangkan karkas adalah
daging yang belum dipisahkan dari
tulang atau kerangkanya. Karkas
juga diartikan sebagai hewan
setelah mengalami pemotongan,
pengkulitan,
dibersihkan
dari
jerohan, dan kaki-kaki bagian
bawah juga telah mengalami
pemotongan (Syarief H., dan
Dradjat A., 1977). Karkas biasanya
juga sudah dipisahkan dari kepala.
Menurut FAO/WHO (1974) dalam
Hasil Pertanian Tanaman Pangan
Muchtadi dan Sugiyono, (1992)
pengertian karkas lebih diperjelas
lagi yaitu bagian tubuh hewan yang
telah disembelih, utuh, atau
dibelah
sepanjang
tulang
belakang, yang hanya kepala, kaki,
kulit , organ bagian dalam (jeroan),
dan ekor yang dipisahkan.
Menurut Muchtadi dan Sugiyono,
(1992) ada lima tahap yang harus
dilalui untuk memperoleh karkas.
Tahap-tahap itu meliputi inspeksi
ante
mortem,
penyembelihan,
penuntasan darah, dressing, dan
inspeksi pascamortem.
Inspeksi ante mortem adalah
pemeriksaan penyakit dan kondisi
abnormal ternak sebelum disembelih.
Kondisi fisik ternak sebelum
disembelih harus bebas dari sakit
dan luka, bergizi baik, tidak lapar,
tidak stress, cukup istirahat, serta
kulit bersih dan kering.
Tahap berikutnya baru bisa
dilaksanakan apabila hasil dari
kegiatan inspeksi ante mortem
memenuhi
kriteria
yang
dipersyaratkan. Setelah memenuhi
persyaratan, hewan kemudian
dilakukan
penyembelihan.
Penyembelihan dilakukan dengan
memotong pembuluh darah, jalan
napas, serta jalan makanan.
Penyembelihan yang baik dengan
mengkondisikan hewan dalam
keadaan tenang dan dilakukan
secepat
mungkin.
Biasanya
penyembelihan dilakukan di rumah
pemotongan hewan (abbatoir)
Untuk melakukan penyembelihan
secara cepat dapat dilakukan
dengan menggunakan peralatan
misalnya pisau yang cukup tajam.
24
Faktor-faktor lain yang harus
diperhatikan adalah sanitasi tempat
atau lingkungan tempat penyembelihan.
Tempat penyembelihan harus dalam
keadan bersih. Kondisi tempat atau
lingkungan penyembelihan yang
terjaga kebersihannya, sangat
menguntungkan untuk mengurangi
kontaminasi mikroba.
Tahap
berikutnya
adalah
penuntasan darah. Darah dari
rangkaian proses penyembelihan
harus
semaksimal
mungkin
dikeluarkan dari daging, karena
darah dapat memicu timbulnya
kontaminasi
mikroba.
Cara
penuntasan
darah
biasanya
dilakukan dengan menggantung
hewan yang disembelih sehingga
memudahkan darah menetes ke
bawah. Penggantungan setelah
tahap
pemotongan
juga
memudahkan tahap berikutnya
(dressing). Ilustrasi penggantungan
hewan setelah penyembelihan
dapat dilihat pada gambar berikut.
Hasil Pertanian Tanaman Pangan
25
dibagi menjadi 4 bagian yaitu
bagian atas disebut chuck, dan
rib, sedangkan bagian bawah
brisket dan shot plat. Bagian
belakang hind quarters dibagi
menjadi tiga bagian yaitu bagian
pinggang disebut short loin dan
sirloin. Bagian perut disebut flank
dan bagian paha disebut round
yang didalamnya terdapat rump.
Penampang karkas daging sapi
dan daging kambing dengan
bagian-bagian potongan daging
dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 2.13. Penggantungan hewan
setelah proses penyembelihan
Tahap berikutnya adalah dressing.
Dressing adalah pemisahan bagian
kepala, kulit dan jeroan dari tubuh
ternak. Kemudian daging berikut
tulang dari karkas dilakukan
pemotongan
dengan
tujuan
diperoleh
potongan-potongan
dengan ukuran yang mudah
ditangani.
Karkas biasanya dibelah menjadi
dua sepanjang garis tengah tulang
punggung. Kemudian belahanbelahan tersebut dipotong lebih
lanjut masing-masing menjadi dua
potongan bagian depan (fore
quarters) dan dua potongan
belakang yang disebut hind
quarters.
Empat potongan daging quarters
tersebut kemudian masing-masing
dipotong lebih lanjut menjadi whole
cuts atau prime cuts. Fore quarters
Hasil Pertanian Tanaman Pangan
26
Gambar 2.14. Penampang karkas sapi dengan potongan bagian-bagian daging
Gambar 2. 15. Contoh potonganpotongan bagian short
loin dari daging
Gambar 2.16. Penampang karkas kambing
dengan potongan bagian-bagian
daging
Hasil Pertanian Tanaman Pangan
Pembagian
potongan
dan
pemberian nama karkas seringkali
berbeda-beda untuk setiap jenis
hewan seperti terlihat pada gambar
di atas. Misal pada karkas kambing
pada
bagian
leher
dibawah
potongan kepala ada bagian yang
diberi nama neak. Sedangkan pada
karkas sapi ada bagian yang dekat
dengan bagian leher diberi nama
chuck. Masing-masing potongan
daging pada karkas tersebut
bermakna karena terkait dengan
mutu. Disamping itu masingmasing potongan mempunyai ciri
khas untuk digunakan dalam
pengolahan. Potongan-potongan
dan pemberian nama pada karkas
tersebut lajim dilakukan di Amerika
dan Eropa. Untuk Indonesia sendiri
seringkali mempunyai nama yang
berbeda.
2.4.3. Sifat Fisiologi Daging
Sifat fisiologi daging sangat
menarik
untuk
dipelajari.
Terjadinya
fenomena-fenomena
seperti variasi perubahan tekstur
pascapenyembelihan
dan
pemotongan perlu dikaji lebih
mendalam.
Jika dilakukan pentahapan proses
yang
didasarkan pada urutan
proses
yang
terjadi
pascapenyembelihan, proses awal
yang terjadi pada daging dikenal
dengan istilah pre rigor, kemudian
diikuti rigor mortis kemudian
diakhiri dengan post rigor atau
pasca rigor.
27
Hewan setelah disembelih, proses
awal yang terjadi pada daging
adalah pre rigor. Setelah hewan
mati, metabolisme yang terjadi
tidak lagi sabagai metabolisme
aerobik tapi menjadi metabolisme
anaerobik karena tidak terjadi lagi
sirkulasi darah ke jaringan otot.
Kondisi
ini
menyebabkan
terbentuknya asam laktat yang
semakin lama semakin menumpuk.
Akibatnya pH jaringan otot menjadi
turun. Penurunan pH terjadi
perlahan-lahan
dari
keadaan
normal (7,2-7,4) hingga mencapai
pH akhir sekitar 3,5-5,5. Sementara
itu jumlah ATP dalam jaringan
daging masih relatif konstan
sehingga pada tahap ini tekstur
daging lentur dan lunak. Jika
ditinjau dari kelarutan protein
daging pada larutan garam, daging
pada fase prerigor ini mempunyai
kualitas
yang
lebih
baik
dibandingkan daging pada fase
postrigor. Daging pada fase
prerigor. Hal ini disebabkan pada
fase ini hampir 50% protein-protein
daging yang larut dalam larutan
garam, dapat diekstraksi keluar
dari jaringan (Forrest et al, 1975).
Karakteristik ini sangat baik apabila
daging pada fase ini digunakan
untuk pembuatan produk-produk
yang membutuhkan sistem emulsi
pada tahap proses pembuatannya.
Mengingat pada sistem emulsi
dibutuhkan kualitas dan jumlah
protein yang baik untuk berperan
sebagai emulsifier.
Tahap selanjutnya yang dikenal
sebagai tahap rigor mortis. Pada
tahap ini, terjadi perubahan tekstur
pada
daging.
Jaringan
otot
menjadi keras, kaku, dan tidak
Hasil Pertanian Tanaman Pangan
mudah digerakkan. Rigor mortis
juga sering disebut sebagai kejang
bangkai. Kondisi daging pada fase
ini perlu diketahui kaitannya dengan
proses pengolahan. Daging pada
fase ini jika dilakukan pengolahan
akan menghasilkan daging olahan
yang keras dan alot. Kekerasan
daging
selama
rigor
mortis
disebabkan terjadinya perubahan
struktur serat-serat protein. Protein
dalam daging yaitu protein aktin
dan miosin mengalami crosslinking. Kekakuan yang terjadi juga
dipicu
terhentinya
respirasi
sehingga terjadi perubahan dalam
struktur jaringan otot hewan, serta
menurunnya
jumlah
adenosin
triphosphat (ATP) dan kreatin
phosphat sebagai penghasil energi
(Muchtadi dan Sugiyono, 1992).
Jika penurunan konsentrasi ATP
dalam jaringan daging mencapai 1
mikro mol/gram dan pH mencapai
5,9 maka kondisi tersebut sudah
dapat menyebabkan penurunan
kelenturan otot. Pada tingkat ATP
dibawah 1 mikro mol/gram, energi
yang dihasilkan tidak mampu
mempertahankan fungsi retikulum
sarkoplasma
sebagai
pompa
kalsium, yaitu menjaga konsentrasi
ion Ca di sekitar miofilamen
serendah mungkin.
Akibatnya, terjadi pembebasan ionion Ca yang kemudian berikatan
dengan protein troponin. Kondisi ini
menyebabkan terjadinya ikatan
elektrostatik antara filamen aktin
dan miosin (aktomiosin). Proses ini
ditandai
dengan
terjadinya
pengerutan atau kontraksi serabut
otot yang tidak dapat balik
(irreversible).
Penurunan
kelenturan otot terus berlangsung
28
seiring dengan semakin sedikitnya
jumlah ATP. Bila konsentrasi ATP
lebih kecil dari 0,1 mikro mol/gram,
terjadi
proses
rigor
mortis
sempurna. Daging menjadi keras
dan kaku. Keadaan rigor mortis
yang menyebabkan karakteristik
daging alot dan keras memerlukan
waktu yang cukup lama sampai
kemudian menjadi empuk kembali.
Melunaknya kembali tekstur daging
menandakan dimulainya fasepost
rigor atau pascarigor. Melunaknya
kembali tekstur daging bukan
diakibatkan oleh pemecahan ikatan
aktin dan miosin, akan tetapi akibat
penurunan pH. Pada kondisi pH
yang rendah (turun) enzim katepsin
akan aktif mendesintegrasi garisgaris gelap Z pada miofilamen,
menghilangkan daya adhesi antara
serabut-serabut
otot.
Enzim
katepsin yang bersifat proteolitik,
juga melonggarkan struktur protein
serat otot .
Mutu daging dikaitkan dengan
aspek konsumsi (the eating quality
of
meat)
dipengaruhi
oleh
beberapa faktor meliputi:
a. Warna
b. Water holding capacity dan
Juiciness
c. Tekstur dan keempukan
d. Odor dan Taste
Hasil Pertanian Tanaman Pangan
2.5. Komoditas Hasil
Perikanan
2.5.1. Pengertian Komoditas
Hasil Perikanan
Komoditas hasil perikanan secara
umum adalah
semua sumber
perikanan yang diperoleh dari
perairan darat maupun laut yang
dapat
dimanfaatkan
untuk
keperluan
manusia
maupun
keperluan lainnya (Djojosentono
dkk.,
1982).
Merujuk
dari
pengertian
tersebut,
yang
termasuk ke dalam hasil perikanan
tidak terbatas hanya ikan dengan
segala jenisnya, akan tetapi semua
hasil perikanan seperti udang,
kepiting, kerang, tripang, cumicumi, rumput laut dan hasil
perikanan lainnya dikelompokkan
ke dalam komoditas ini.
Hasil-hasil perikanan secara umum
dapat
diklasifikasikan
sebagai
berikut :
Ikan , contoh : tuna, bawal,
ƒ
kembung, lemuru
Udang, contoh : udang barong,
ƒ
udang jerbung, udang galah
Kerang-kerangan, contoh :
ƒ
kerang, remis, bukur, simping
Rumput
laut,
contoh
;
ƒ
Echeumas, laminaria
2.5.2. Pengelompokan Ikan
Khususnya ikan dengan segala
jenisnya, dapat dikelompokkan
berdasarkan tempat hidup atau
habitatnya yaitu: a). Ikan laut b).
Ikan darat dan c) Ikan migrasi.
29
Ikan laut adalah ikan yang hidup
dan berkembang biak di laut yang
airnya berasa asin. Apabila ikan
laut ini diangkat dan dimasukkan
ke dalam air tawar, maka ikan
tersebut akan mati. Berdasarkan
kedalaman laut dimana ikan dapat
hidup dan berkembang biak, maka
ikan laut dapat dikelompokkan
menjadi 2 yaitu ikan yang dapat
berkembang biak di
lapisan
enpkotik
dan dispatik. Lapisan
enpkotik adalah laut dengan
kedalaman air dari permukaan
sampai 80 meter, sedangkan
dispatik mempunyai kedalaman 80
meter sampai 200 meter yang
disebut daerah Pelagium. Ikan
yang hidup di lapisan pelagium
dinamakan ikan pelagis, Contoh
ikan hering dan tuna. Golongan
kedua adalah ikan yang dapat
hidup dan berkembang biak pada
kedalaman air dari 200 meter
sampai dasar laut atau disebut
dengan lapisan Bethylium, contoh
ikan kod .
Ikan darat adalah ikan yang hidup
dan berkembang biak di air tawar,
misalnya di sungai, danau, kolam
atau rawa. Contohnya adalah ikan
mas, mujair, gurame, tawes, lele,
nila dan sebagainya. Seperti
halnya ikan laut, apabila ikan darat
dipindahkan
ke
laut,
maka
golongan ikan darat ini akan
mengalami kematian juga.
Ikan migrasi adalah golongan ikan
yang hidup di laut tetapi bertelur di
sungai-sungai, contoh ikan salem.
Beberapa
jenis
ikan
perlu
mendapatkan perhatian karena
racun yang dikandungnya. Racun
Hasil Pertanian Tanaman Pangan
tersebut biasanya terdapat di
bagian kepala atau isi perutnya,
jarang
dijumpai
racun
ikan
terkandung di bagian daging. Jenis
ikan beracun tentu saja tidak dapat
dikonsumsi
oleh
manusia.
Beberapa jenis ikan yang tergolong
beracun adalah:
a. Ikan buntek (Globe Fish)
b. Beberapa jenis Mullet
(sebangsa belanak)
c. Baracuda (alu-alu)
d. Sturgen Fishes
e. Puffers
f. Ilisha dan anggota-anggota
dari
Tetradontidae
seperti
Trigger Fish, Sevell Fish dan
Ocean sun fish
30
berbagai ukuran menyesuaikan
keinginan dan selera konsumen.
Ikan mas misalnya, ada yang dijual
dengan ukuran kecil untuk tujuan
digoreng, sedangkan untuk pepes
dibutuhkan ikan mas dengan
ukuran sedang sampai besar.
Jenis ikan teri biasanya dihendaki
ukuran ikan yang sangat kecil.
Ukuran juga dapat digunakan
untuk
mengelompokkan
ikan
berdasarkan mutunya (grading),
contoh
udang. Udang dengan
ukuran besar harganya juga lebih
mahal dibandingkan dengan udang
dengan ukuran sedang maupun
kecil.
2.5.3. Morfologi Ikan
Tinjauan morfologi erat kaitannya
dengan bentuk, ukuran, dan
warna. Bentuk beberapa jenis ikan
bermacam-macam,
ada
yang
berbentuk pipih, peluru torpedo,
panah,
bahkan
ada
yang
bentuknya menyerupai ular. Ikan
yang mempunyai bentuk pipih
contoh ikan tambak, sedangkan
yang berbentuk peluru torpedo
adalah ikan tuna, salem, kod, dan
hering. Ikan berbentuk parang
contoh ikan panah, dan yang
bentuknya menyerupai ular adalah
ikan belut. Contoh bentuk-bentuk
ikan dapat dilihat pada gambar
2.15.
Ukuran dari komoditas ikan sangat
beragam
dikaitkan
dengan
kebiasaan atau selera pada saat
dikonsumsi. Jenis ikan yang sama
seringkali
dipasarkan
dengan
Gambar 2.17. Bentuk-bentuk ikan
(Hidayat dkk, 1977)
Hasil Pertanian Tanaman Pangan
Sifat morfologi yang berkaitan
dengan warna ikan sangat menarik
untuk dipelajari. Berbagai jenis
ikan dengan beraneka warna
menjadi kekayaan alam perairan
Indonesia yang sudah sepatutnya
disyukuri. Warna ikan bermacammacam mulai dari hitam, abu-abu,
kuning, merah, jingga, biru, hijau
dan sebagainya. Beberapa ikan
berwana polos hanya mengandung
satu warna, sedangkan yang
lainnya ada yang berwarna belangbelang terdiri dari beberapa warna.
Warna ikan pada umumnya selain
berfungsi untuk mempercantik diri,
juga berfungsi sebagai pertahanan
diri
untuk menyamar atau
bersembunyi dari serangan musuh.
Sel yang menjadi sumber warna
pada ikan disebut kromatofora atau
iridosit. Kromatofora menimbulkan
warna-warni pada kulit ikan seperti
merah,
kuning,
hitam
dan
sebagainya. Iridosit (disebut juga
sel cermin) dapat menimbulkan sifat
pemantulan cahaya yang besar
sehingga kulit ikan kelihatan berkilau.
31
Rangka tubuh ikan ditopang oleh
tulang-tulang dan tulang rawan
yang membujur dari depan ke
belakang. Bagian utama rangka
adalah tulang belakang yang
terdiri dari berpuluh-puluh tulang
belakang. Tulang rusuk ikan yang
tumbuh pada bagian depan tulang
belakang berfungsi untuk menjaga
bagian isi perut. Pada beberapa
jenis ikan, tulang rusuk ini sangat
panjang, tetapi pada beberapa
jenis lainnya sangat pendek.
Penampang
melintang bagian
tulang belakang, tulang rusuk,
daging dan rongga perut dapat
dilihat pada gambar 2.18.
Gambar 2.18. Penampang
badan ikan (Hidayat dkk, 1977)
melintang
2.5.4. Struktur Ikan
Struktur ikan dapat dibagi menjadi
tiga bagian utama yaitu : kepala,
badan, dan ekor. Pada masingmasing bagian utama tersebut
didukung oleh struktur yang juga
sangat penting. Pada bagian kepala
terdapat insang. Bagian badan
ikan melekat kulit, otot daging, dan
perut. Bagian perut terdapat
bermacam-macam sirip
yang
terdiri dari sirip dada, sirip perut,
sirip anus, dan sirip punggung.
Bagian ekor terdapat sirip ekor.
2.5.5. Hasil perikanan
bernilai ekonomis
penting
Beberapa jenis ikan dikelompokkan ke dalam ikan-ikan yang
mempunyai nilai ekonomis penting.
Beberapa
pertimbangan yang
digunakan antara lain:
Nilai dari kandungan gizi
ƒ
Nilai jual
ƒ
Hasil Pertanian Tanaman Pangan
Nilai dari kandungan gizi
Beberapa jenis ikan mempunyai
kandungan gizi yang tinggi.
Kandungan gizi dimaksud adalah :
protein,
vitamin,
karbohidrat,
mineral, minyak dan lain-lain.
Ikan-ikan dengan karakteristik
kandungan gizi tinggi memberikan
nilai ekonomis yang penting dalam
perdagangan.
Selain
sebagai
bahan mentah, produk-produk
yang
dihasilkan
mempunyai
prospek yang tinggi, misalnya ikan
dengan kandungan minyak/lemak
tinggi dapat diekstrak komponen
gizinya
tersebut
untuk
diperdagangkan menjadi produk
dengan nilai jual yang tinggi.
Contoh produk yang cukup familier
dari hasil ekstraksi bagian tubuh
ikan adalah minyak hati ikan Kod.
Produk ini banyak dikonsumsi oleh
anak-anak, untuk meningkatkan
pertumbuhan dan kembangannya.
32
dari jenis ikan laut antara lain:
tuna, tenggiri, kakap, bawal,
lemuru, cucut, pari, kembung.
Beberapa contoh ikan yang
mempunyai nilai ekonomi penting
tersebut dapat dilihat pada gambar
berikut.
Gambar 2.19. Udang (Hidayat dkk, 1977)
Nilai jual
Gambar 2.20. Kepiting (Syarief dkk, 1977)
Pertimbangan ini berkaitan dengan
nilai tukar sebagai bahan atau
sebagai produk akhir yang didapat
dari hasil penjualan.
Pertimbangan terhadap nilai jual
seringkali berlaku untuk ikan-ikan
jenis tertentu yang secara alami
tidak mengandung nilai gizi yang
tinggi,
dengan
pertimbangan
memiliki potensi yang cukup tinggi
dan
menguntungkan
apabila
diperjual-belikan. Contoh jenisjenis
ikan
air
tawar
yang
mempunyai karakteristik ini adalah
ikan mas, gurame, ikan teri, mujair,
sepat dan lain-lainnya. Sedangkan
Gambar 2.21. Cumi-cumi (Syarief, dkk,
1977)
Hasil Pertanian Tanaman Pangan
33
Gambar 2.22 Kerang (Hidayat dkk, 1977)
Rumput laut ( sea weeds)
Rumput laut merupakan salah satu
komoditi hasil laut yang penting.
Disamping banyak kegunaannya,
rumput laut juga sebagai penghasil
devisa negara dengan nilai ekspor
yang terus meningkat setiap
tahunnya. Kegunaan rumput laut
sangat luas, yaitu : sebagai bahan
dasar dalam industri kembang
gula, kosmetik, es krim, media cita
rasa, kue, saus, pengalengan
ikan/daging, obat-obatan, manisan,
dodol dan sebagainya. Potensi ini
juga didukung besarnya potensi
wilayah perairan di Indonesia dan
dukungan kebijakan pemerintah
melalui Dirjen Perikanan dan
Kelautan
yang
menggalakkan
program bantuan bagi petani
dalam
hal
teknik
budidaya,
pengolahan,
pemasaran,
dan
kerjasama dengan pihak-pihak
swasta.
Gambar 2.23.Beberapa contoh rumput laut
(www.healing harvest.ie)
Rumput
laut
dalam
ilmu
pengetahuan
dikenal
sebagai
Algae. Jenis-jenis rumput bernilai
ekonomi
penting
adalah
Acantthopeltia, Gracilaria, Gelidella,
Gelidium, Pterrocclaidia (penghasil
agar-agar), Chondrus, Eucheuma,
Gigartina,
Hypnea,
Iriclaea,
Phyllophora (penghasil karagenan),
Furcellaria, Ascophyllum, durvillea,
Ecklonia, Turbinaria .
2.5.6. Kemunduran Mutu dan
Proses Pembusukan
Ikan
Komoditas pangan secara umum
mempunyai
sifat
mudah
mengalami kerusakan (perisable).
Demikian juga dengan ikan, ikan
secara
alami
mengandung
komponen
gizi seperti lemak,
protein , karbohidrat dan air yang
sangat disukai oleh mikroba
perusak sehingga ikan sangat
mudah mengalami kerusakan bila
disimpan pada suhu kamar.
Hasil Pertanian Tanaman Pangan
Proses Kemunduran Mutu
Secara umum ikan diperdagang
kan dalam keadaan sudah mati
dan seringkali dalam keadaan
masih hidup. Pada kondisi hidup
tentu
saja
ikan
dapat
diperdagangkan dalam jangka
waktu yang lama. Sebaliknya
dalam kondisi mati ikan akan
segera mengalami kemunduran
mutu.
Segera setelah ikan mati, maka
akan terjadi perubahan-perubahan
yang mengarah kepada terjadinya
pembusukan.
Perubahanperubahan
tersebut
terutama
disebabkan
adanya
aktivitas
enzim, kimiawi dan bakteri.
Enzim yang terkandung dalam
tubuh ikan akan merombak bagianbagian
tubuh
ikan
dan
mengakibatkan perubahan rasa
(flavor),
bau
(odor),
rupa
(appearance) dan tekstur (texture).
Aktivitas kimiawi adalah terjadinya
oksidasi
lemak
daging
oleh
oksigen. Oksigen yang terkandung
dalam udara mengoksida lemak
daging ikan dan menimbulkan bau
tengik (rancid) .
Perubahan yang diakibatkan oleh
bakteri dipicu oleh terjadinya
kerusakan komponen-komponen
dalam tubuh ikan oleh aktivitas
enzim dan aktivitas kimia. Aktivitas
kimia menghasilkan komponen
yang yang lebih sederhana.
Kondisi ini lebih disukai bakteri
sehingga memicu pertumbuhan
bakteri pada tubuh ikan.
34
Dalam
kenyataannya
proses
kemunduran mutu berlangsung
sangat kompleks. Satu dengan
lainnya saling kait mengait, dan
bekerja secara simultan.
Untuk
mencegah
terjadinya
kerusakan secara cepat, maka
harus selalu dihindarkan terjadinya
ketiga aktivitas secara bersamaan
Perubahan-perubahan Ikan
Setelah Ikan Mati
ƒ
Hyperaemia
Hyperaemia merupakan proses
terlepasnya lendir dari kelenjarkelenjar yang ada di dalam kulit.
Proses selanjutnya membentuk
lapisan bening yang tebal di
sekeliling tubuh ikan. Pelepasan
lendir dari kelenjar lendir, akibat
dari reaksi khas suatu organisme.
Lendir tersebut terdiri dari gluko
protein dan merupakan substrat
yang baik bagi pertumbuhan
bakteri.
ƒ
Rigor Mortis
Seperti terjadi pada daging sapi
dan daging hewan lainnya, fase ini
ditandai oleh mengejangnya tubuh
ikan setelah mati . Kekejangan ini
disebabkan alat-alat yang terdapat
dalam
tubuh
ikan
yang
berkontraksi akibat adanya reaksi
kimia yang dipengaruhi atau
dikendalikan oleh enzim. Dalam
keadaan seperti ini, ikan masih
dikatakan sebagai segar.
Hasil Pertanian Tanaman Pangan
ƒ
Autolysis
Fase ini terjadi setelah terjadinya
fase rigor mortis. Pada fase ini
ditandai ikan menjadi lemas
kembali . Lembeknya daging Ikan
disebabkan aktivitas enzim yang
semakin
meningkat
sehingga
terjadi pemecahan daging ikan
yang selanjutnya menghasilkan
substansi
yang
baik
bagi
pertumbuhan bakteri.
ƒ
Bacterial
decomposition
(dekomposisi oleh bakteri)
Pada fase ini bakteri terdapat
dalam jumlah yang banyak sekali,
sebagai akibat fase sebelumnya,.
Aksi bakteri ini mula-mula hampir
bersamaan dengan autolysis, dan
kemudian berjalan sejajar.
Bakteri menyebabkan ikan lebih
rusak lagi, bila dibandingkan
dengan autolisis.
Bakteri adalah jasad renik yang
sangat kecil sekali, hanya dapat
dilihat dengan mikroskop yang
sangat kuat dan tidak dapat dilihat
dengan mata telanjang. Jenis-jenis
bakteri
tersebut
adalah:
Pseudomonas,
Proteus
Achromobacter,
Terratia,
dan
Elostridium.
Selama ikan masih dalam keadaan
segar, bakteri-bakteri tersebut tidak
mengganggu . Akan tetapi jika ikan
mati, suhu badan ikan menjadi
naik,
mengakibatkan
bakteribakteri
tersebut
segera
menyerang.
Segera
terjadi
pengrusakan
jaringan-jaringan
tubuh
ikan,
sehingga
lama
35
kelamaan akan terjadi perubahan
komposisi daging. Mengakibatkan
ikan menjadi busuk. Bagian-bagian
tubuh ikan yang sering menjadi
terget serangan bakteri adalah :
Seluruh permukaan tubuh
ƒ
Isi perut
ƒ
Insang
ƒ
Beberapa hal yang menyebabkan
ikan mudah diserang oleh bakteri
adalah sebagai berikut:
Ikan segar dan kerangƒ
kerangan mengandung lebih
banyak cairan dan sedikit
lemak , jika dibanding dengan
jenis daging lainnya. Akibatnya
bakteri
lebih
mudah
berkembang biak.
Struktur daging ikan dan
ƒ
kerang-kerangan tidak begitu
sempurna
susunannya,
dibandingkan
jenis daging
lainnya.
Kondisi
ini
memudahkan
terjadinya
penguraian bakteri.
Sesudah terjadi peristiwa rigor,
ƒ
ikan
segar
dan
kerangkerangan
mudah
bersifat
alkaline/basa.
Kondisi
Ini
memberikan lingkungan yang
sesuai bagi bakteri untuk
berkembang biak.
Kemunduran mutu
pengaruh fisik
ikan
oleh
Kemunduran mutu ikan juga dapat
terjadi oleh pengaruh fisik. Misal
kerusakan oleh alat tangkap waktu
ikan berada di dek, di atas kapal
dan selama ikan disimpan dipalka.
Kerusakan yang dialami ikan
secara fisik ini disebabkan karena
penanganan yang kurang baik.
Sehingga menyebabkan luka-luka
Hasil Pertanian Tanaman Pangan
pada badan ikan dan ikan menjadi
lembek.
Hal-hal
ini
dapat
disebabkan karena:
Ikan berada dalam jaring
ƒ
terlalu lama, misal dalam jaring
trawl, penarikan trawl terlalu
lama.
Kondisi
ini
dapat
menyebabkan kepala atau
ekor menjadi luka atau patah.
Pemakian ganco atau sekop
ƒ
terlalu kasar, sehingga melukai
badan ikan dan ikan dapat
mengalami pendarahan.
Penyimpanan dalam palka
ƒ
terlalu lama.
Penanganan yang ceroboh
ƒ
sewaktu
penyiangan,
mengambil ikan dari jaring,
sewaktu memasukkan ikan
dalam palka, dan membongkar
ikan dari palka.
Daging ikan juga akan lebih
ƒ
cepat menjadi lembek, bila
kena sinar matahari.
2.5.7. Faktor-faktor Yang
Mempengaruhi
Penurunan Mutu Ikan.
Cara Penangkapan
Ikan yang ditangkap dengan alat
trawl, pole, line, dan sebaginya
akan lebih baik keadaannya bila
dibandingkan
dengan
yang
ditangkap menggunakan ill-net dan
long-line. Hal ini dikarenakan pada
alat-alat yang pertama, ikan yang
tertangkap segera ditarik di atas
dek,
sedangkan pada alat-alat
yang kedua ikan yang tertangkap
dan mati dibiarkan terendam agak
lama di dalam air. Kondisi ini
menyebabkan keadaan ikan sudah
tidak segar sewaktu dinaikkan ke
atas dek.
36
Reaksi Ikan Menghadapi
Kematian
Ikan
yang
dalam
hidupnya
bergerak cepat, contoh tongkol,
tenggiri, cucut, dan lain-lain,
biasanya meronta keras bila
terkena alat tangkap. Akibatnya
banyak kehilangan tenaga, cepat
mati, rigor mortis cepat terjadi dan
cepat pula berakhir. Kondisi ini
menyebabkan
ikan
cepat
membusuk. Berbeda dengan ikan
bawal, ikan jenis ini tidak banyak
memberi reaksi terhadap alat
tangkap, bahkan kadang-kadang ia
masih hidup ketika dinaikkan ke
atas dek. Jadi masih mempunyai
banyak
simpanan
tenaga.
Akibatnya ikan lama memasuki
rigor mortis dan lama pula dalam
kondisi ini. Hal ini menyebabkan
pembusukan berlangsung lambat.
Jenis dan Ukuran Ikan
Kecepatan pembusukan berbeda
pada tiap jenis ikan, karena
perbedaan komposisi kimia ikan.
Ikan-ikan yang kecil membusuk
lebih cepat dari pada ikan yang
lebih besar.
Keadaan Fisik Sebelum Mati.
Ikan dengan kondisi fisik lemah,
misal ikan yang sakit, lapar atau
habis
bertelur
lebih
cepat
membusuk.
Keadaan Cuaca
Keadaan udara yang panas
berawan atau hujan, laut yang
banyak bergelombang, mempercepat
pembususkan.
Hasil Pertanian Tanaman Pangan
37
2.5.8. Ciri-ciri Ikan Segar
Persyaratan mutu sebagai bahan
mentah/baku
Penilaian kesegaran mutu ikan
dapat dilakukan dengan cara :
1. Penilaian secara organoleptik
2. Penilaian secara objektif.
a. Penilaian secara laboratories
(secara fisis, mikrobiologis).
b. Penggunaan alat pengukur
kesegaran (freshness tester).
Sebagai
bahan
makanan
dipersyaratkan,
bahwa
bahan
mentah yang nantinya akan
dimakan oleh manusia harus
mempunyai mutu, kesegaran dan
kemurnian yang baik.
Penilaian mutu secara organoleptik
yaitu cara pengujian mutu yang
dilakukan hanya mempergunakan
panca-indera. Cara ini sangat
sederhana dan cepat dikerjakan,
tetapi
tingkat
ketelitiannya
tergantung dari kepekaan penguji.
Di laboratorium dapat dilakukan
pengamatan dengan cara lebih
seksama tetapi ini memerlukan
waktu dan biaya cukup besar. Ciriciri ikan segar dapat dilihat pada
Tabel 2.3.
Berdasarkan tingkat kesegaran
ikan, dapat dikelompokkan menjadi
3 (tiga) golongan mutu bahan
mentah yaitu :
Ikan dengan mutu terbaik
ƒ
(paling segar) , pada umumnya
dijual dan dimasak dalam
keadaan segar.
Ikan dengan mutu sedang,
ƒ
pada umumnya diolah sebagai
bentuk produk akhir yang siap
untuk dijual.
Ikan dengan mutu paling
ƒ
bawah (BS- below standar),
pada umumnya diolah juga
sebagai bentuk akhir yang
sederhana (terasi, tepung ikan
dan sebaginya).
Tabel 2.7. Ciri-ciri ikan segar dan ikan busuk.
1.
Yang
diamati
Mata
2.
Insang
3.
4.
Warna
Bau
5.
Daging
6.
7.
Sisik
Dinding
perut
Ikan utuh
No
8.
Ikan segar
Cerah, bening, cembung,
menonjol.
Merah, berbau segar
tertutup, lendir bening.
Terang, lendir bening
Segar seperti
bau air laut
Kenyal, bila ditekan
bekasnya segera kembali
Menempel kuat pada kulit
Elastis
Tenggalam dalam air
Sumber : Djojosentono dkk (1982).
Ikan busuk
Pudar, berkerut tenggelam,
cekung
Coklat/kelabu berbau asam,
tertutup lendir keruh.
Pudar, lendir kabur
Asam busuk
Warna merah, terutama di
sekitar tulang punggung
Mudah lepas
Menggelembung /pecah/isi
perut keluar.
Terapung.
Hasil Pertanian Tanaman Pangan
38
2.6. TELUR
Telur termasuk makanan paling
populer, hal ini dikarenakan telur
bergizi tinggi, telur dapat diolah
menjadi
berbagai
masakan.
Merupakan salah satu sumber
protein hewani, telur mengandung
hampir semua zat makanan yang
diperlukan oleh tubuh dengan rasa
yang enak, mudah dicerna, harga
relatif murah dibandingkan sumber
hewani lainnya sehingga banyak
disukai oleh masyarakat.
Di
Indonesia,
telur
ayam
dikelompokkan menjadi dua yaitu,
telur ayam negeri dan telur ayam
kampung. Telur ayam kampung
memiliki ukuran lebih kecil, tetapi
warna kuningnya lebih cerah.
Masyarakat lebih menyukai telur
ayam kampung dibandingkan telur
ayam
negeri,
baik
sebagai
masakan maupun bahan kue.
Pada telur seringkali mengandung
bakteri Salmonella, terutama pada
bagian putih telur. Selama telur
dalam kondisi utuh, bakteri ini tidak
dapat berkembang. Karena nutrisi
pada putih telur tidak mencukupi.
Akan tetapi ketika membran dari
putih telur mulai melemah, maka
bakteri
Salmonella
dapat
menembus membran kuning telur.
Kandungan nutrisi pada kuning telur
tinggi, sehingga Salmonella mampu
memperbanyak diri. Pada suhu
penyimpanan telur yang relatif
hangat maka Salmonella akan
lebih cepat berkembang.
Pada telur retak, telur yang
disimpan lama, telur dalam kondisi
kotor (banyak kotoran ayam), maka
telur tersebut akan lebih mudah
tercemar oleh bakteri Salmonella.
Telur yang terkontaminasi oleh
bakteri
patogen
beresiko
menyebabkan
penyakit.
Di
Amerika diperkirakan kemungkinan
jumlah telur yang terkontaminasi
oleh Salmonella hanya 0,005% (1
dari 20.000 telur), namun demikian
meskipun peluang terkontaminasi
kecil,
pemerintah
Amerika
menganjurkan untuk memasak telur
dengan baik untuk memastikan
keamanan
konsumen.
Proses
pemasakan yang benar dapat
membunuh bakteri Salmonella.
Telur yang disimpan pada suhu
300C selama 6 jam, apabila
Salmonella mampu menembus
membran kuning telur, maka
jumlah Salmonella pada telur
tersebut dapat mencapai lebih dari
200.000.
Hasil Pertanian Tanaman Pangan
Mengingat bakteri Salmonella dapat
berada pada telur yang masih segar
dan dapat menyebabkan penyakit
yang serius pada manusia maka
perlu adanya penanganan dan
sistem tranportasi telur yang baik
dan benar.
2.6.1. Morfologi Bagianbagian Telur
Bentuk telur bermacam-macam
mulai dari hampir bulat sampai
lonjong. Perbedaan bentuk ini
umumnya
disebabkan
karena
berbagai faktor, terutama yang
berhubungan dengan induknya.
Faktor-faktor tersebut adalah sifat
turun-temurun (genetis), umur ayam
pada saat bertelur dan sifat-sifat
fisikologis di dalam tubuh induknya.
Bagian-bagian dari telur dapat
dilihat pada gambar 2.22 berikut
ini. Kualitas dari telur sangat
menentukan kesegaran telur, dan
keamanan pangan, karena pada
telur yang rusak ada kemungkinan
sudah tercemar olah bakteri
Salmonella.
Gambar 2.24. Bagian-bagian telur
39
Kulit telur sekitar 95,1 % terdiri dari
garam-garam anorganik, 3,3 %
bahan organik terutama protein
dan 1,6 % sisanya adalah air.
Bahan-bahan
anorganik
yang
membentuk kulit telur adalah
kalsium (Ca), magnesium (Mg),
fosfor (P), besi (Fe), dan belerang
(S).
Protein yang membentuk kulit telur
terdiri
dari
serat-serat
yang
menyerupai kolagen pada tulang
rawan. Pada lapisan membran,
proteinnya membentuk musin dan
keratin.
Putih telur mengandung air,
protein, karbohidrat dan mineral.
Protein terdiri dari lima bentuk
yang
berbeda-beda,
yaitu
:
ovalbumin, ovomukoid, ovomusin,
ovokonalmubin dan ovoglobumin.
Ovalbumin paling banyak terdapat
pada bagian putih telur, yaitu
sekitar 75 %. Karbohidrat terdapat
dalam jumlah sedikit, terdapat
dalam
bentuk
manosa
dan
galaktosa.
Bagian kuning telur mengandung
komposisi bahan lebih lengkap
daripada putih telur, yaitu air,
protein, lemak, karbohidrat, mineral
dan vitamin. Protein kuning telur
terdiri dari dua macam yaitu
ovovitelin dan ovolitelin dengan
perbandingan
antara
4:1.
Ovovitelin merupakan protein yang
mengandung fosfor, sedangkan
ovolitelin
sedikit
mengandung
fosfor tetapi banyak mengandung
belerang.
Lemak pada telur umumnya
terletak dalam bagian kuning telur,
Hasil Pertanian Tanaman Pangan
yaitu kira-kira sebanyak 99 %.
Lemak dalam kuning telur terdiri
dari trigliserida, fosfolipid, strerol
dan serebrosida. Kebanyakan
asam-asam lemaknya terdiri dari
asam palmitat, oleat dan linoleat.
Karbohidrat pada kuning telur
terdapat dalam bentuk glukosa,
galaktosa,
polisakarida
dan
glikogen.
2.6.2. Kualitas Telur
Pada pembuatan kue, semakin
segar telur yang digunakan maka
pengembangan adonan makin
baik. Karena itu pilih telur yang
masih
segar.
Sulit
untuk
mengetahui
usia
telur
di
Supermarket atau di toko hanya
dengan
mengamati
secara
langsung. Karena warna kulit telur
tidak menentukan kualitas telur.
Untuk
mengetahui
tingkat
kesegaran telur, dapat dilakukan
dengan cara berikut ini:
• Sediakan gelas transparan
dengan dasar gelas bergaris
tengah agak lebar. Isilah gelas
dengan
air
secukupnya.
Masukkan telur ke dalamnya,
amati posisi telur setelah
sampai di dasar.
• Bila posisi telur terbaring
sempurna di dasar gelas
(tenggelam), maka menunjukkan
bahwa usia telur sangat baru
(gambar 2.24 A).
• Bila sebagian telur berdiri
(melayang), menunjukkan telur
sudah agak lama (diperkirakan
umur satu minggu (gambar
2.24B).
40
•
Bila
telur
berdiri
tegak
(mengapung),
menunjukkan
umur telur sudah lama (antara
2 - 3 minggu) seperti pada
gambar 2.24C.
A
B
C
Gambar 2.25. Cara mendeteksi kesegaran
telur (utuh)
Selain dengan cara diatas, untuk
mengetahui kesegaran telur dapat
juga dilakukan dengan cara
meneropong menggunakan sinar
matahari
atau
lampu.
Peneropongan ini juga dapat
membedakan telur retak atau telur
yang mengandung bahan lain di
bagian dalam, seperti noda yang
menyerupai
darah.
Teknik
meneropong
telur
dengan
menggunakan lampu dapat dilihat
pada
gambar
2.25.
Untuk
meneropong telur, maka bagian
ujung telur yang lebih besar
ditempelkan pada lampu, karena
rongga udara telur terletak pada
bagian
tersebut.
Pada
saat
meneropong telur akan terlihat
bagian dari: rongga udara telur,
putih telur dan kuning telurnya.
Gambar 2.26 : Teknik meneropong telur
(Phillip J. Clauer, 1997).
Hasil Pertanian Tanaman Pangan
41
Usia telur juga bisa dilihat bila kita
memecahkan telur di atas piring,
seperti
pada
gambar
2.26,
kemudian amati:
• Telur yang masih baru, bila
dipecahkan, bagian putihnya
terlihat masih kental (gambar
2.26A).
• Telur dengan usia satu minggu,
bagian putihnya lebih melebar
(gambar 2.26B).
• Telur berusia 2 - 3 minggu
bagian putihnya jauh lebih luas
lagi, karena makin tua usia
telur makin encer (gambar
2.26C).
A
B
•
•
•
Kualitas AA dengan kedalaman
rongga udara 1/8 inch
Kualitas A dengan kedalaman
rongga udara 3/16 inch
Kualitas B dengan kedalaman
rongga udara lebih dari 3/16
inch
Pada gambar 2.27, menunjukkan
cara mengukur kedalaman rongga
udara pada telur. Makin dalam
rongga udara yang terbentuk,
menunjukkan bahwa umur telur
makin lama. Hal ini dikarenakan
adanya
proses
penguapan,
sehingga makin lama umur telur
maka penguapan makin banyak
sehingga rongga udara makin
dalam.
C
Gambar 2.27. Deteksi kesegaran telur dengan
cara memecahkan telur
Untuk mengetahui kondisi telur
retak
atau
tidak,
dengan
mengamati ada atau tidaknya garis
putih pada permukaan kulit telur.
Bila ada garis putih, maka
menunjukkan bahwa telur tersebut
retak.
Mutu telur selain ditentukan oleh
tingkat
kesegarannya,
juga
ditentukan
berdasarkan
pengelompokan
berdasarkan
ukuran telur (grading). Menurut
USDA, grading telur juga bisa
didasarkan
pada
kedalaman
rongga udara telur. Makin kecil
kedalaman rongga udara maka
kualitas telur makin baik. Berikut ini
adalah kualitas telur berdasarkan
kedalaman rongga udara:
Gambar 2.28. Teknik
pengukuran
kedalaman telur (Phillip J.
Clauer, 1997)
Umur simpan telur dipengaruhi
oleh suhu penyimpanan dan
kelembaban relatif selama telur
berada di ruang penyimpanan.
Hubungan antara suhu penyimpanan
telur dengan kelembaban relatif
pada tray telur dapat dilihat pada
tabel 2.8.
Hasil Pertanian Tanaman Pangan
Tabel 2.8: Hubungan antara suhu
ruang
penyimpanan
telur dengan kelembaban
relative (RH) pada tray
telur (Phillip J. Clauer,
1997)
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Suhu ruang Telur (18,3 C) akan
penyimpanan berkeringan jika
RH pada ruang
penyimpanan lebih
dari....
18.3oC
----(65oF)
83%
21.1oC
71%
(70oF)
60%
23.9oC
51%
(75oF)
26.7oC
(80oF)
29.4oC
(85oF)
32.2oC
43%
(90oF)
38%
32.0oC
32%
(95oF)
37.8oC
(100oF)
Beberapa negara menerapkan
grading
telur
berdasarkan
ukurannya. Ukuran telur yang
umum adalah medium, besar
(large), dan sangat besar (extra
large), seperti yang ditunjukkan
pada gambar 2.28. Beberapa
faktor yang mempengaruhi grading
telur, yaitu :
• Umur ayam
• Bibit ayam
• Berat ayam
• Nutrisi dari ransum ayam
• Kondisi lingkungan
Standar yang digunakan untuk
mengklasifikasikan ukuran telur
42
oleh USDA merupakan berat
bersih dari telur ayam (dalam
ons/lusin) sebagai berikut:
• 1 lusin telur ukuran medium =
21 ons
• 1 lusin telur ukuran besar = 24
ons
• 1 lusin telur ukuran extra large
= 27 ons
Gambar 2.29. Ukuran telur medium, besar
(large) dan extra large
(http://www.hormel.com/tem
plates/knowledge/knowledg
e.asp?catitemid=2&id=181)
Beberapa contoh hasil grading
telur yang sudah dikemas dapat
dilihat pada gambar 2.30.
Gambar 2.30. Telur hasil grading dalam
kemasan karton
Hasil Pertanian Tanaman Pangan
2.7. Susu
Susu
merupakan
komoditas
pangan yang memiliki nilai gizi
yang tinggi. Susu merupakan
sumber nutrisi protein, lemak,
vitamin, mineral yang sangat
bermanfaat bagi tubuh. Dalam pola
menu makan, susu dikenal sebagai
penyempurna diet seperti dikenal
pada istilah empat sehat lima
sempurna, dimana faktor kelima
sebagai
penyempurna
adalah
susu.
Secara umum susu merupakan
hasil sekresi kelenjar susu dari
hewan menyusui atau manusia
untuk makanan anaknya.
2.7.1 Jenis- jenis susu
Meskipun susu pada umumnya
dapat
dihasilkan oleh semua
hewan menyusui, namun yang
dikonsumsi manusia di Indonesia
khususnya adalah susu sapi dan
kambing.
Selain
susu-susu
tersebut, susu dari hewan lain juga
kadang-kadang
dimanfaatkan
untuk dikonsumsi manusia, di
antaranya susu kerbau, susu
domba, dan susu unta. Saat ini
juga marak munculnya susu kuda
atau susu kuda liar. Susu jenis ini
banyak
dimanfaatkan
oleh
masyarakat
untuk
tujuan
pengobatan. Disamping susu yang
berasal dari hewan, ada juga susu
nabati seperti susu kedelai dan
susu kacang hijau.
43
Identifikasi terhadap jenis-jenis
susu tersebut seringkali didasarkan
pada aroma dari susu. Susu
kambing biasanya
memberikan
aroma prengus (anyir). Sedangkan
aroma susu kedelai mengandung
sedikit aroma langu dari kedelai
atau dikenal sebagai beany flavor.
2.7.2. Karakteristik
Susu
Umum
Secara
umum
masyarakat
mengenal susu sebagai komoditas
pangan
berbentuk
cair
dan
berwarna putih kekuningan. Susu
juga dapat diartikan sebagai cairan
berbentuk koloid agak kental
berwarna
putih
sampai
kekuningan, tergantung dari jenis
hewan, pakan/ransum dan jumlah
lemaknya. Profil susu dapat dilihat
pada gambar 2.30.
Gambar 2.31. Susu
Dalam
jumlah
besar
susu
kelihatannya berwarna putih atau
kekuningan (opaque), tetapi dalam
suatu lapiran tipis kelihatan
transparan. Susu yang telah
dipisahkan
lemaknya,
atau
berkadar lemak rendah, kelihatan
Hasil Pertanian Tanaman Pangan
berwarna kebiru-biruan. Warna
putih susu merupakan refleksi
cahaya dari globula lemak, kalsium
kaseinat dan koloid fosfat. Warna
kekuningan yang sering nampak
pada susu disebabkan oleh
pigmen karoten yang berasal dari
pakan hijauan.
Susu rasanya sedikit manis bagi
kebanyakan orang, baunya agak
harum atau bau khas susu. Jika
terkena udara mengalir atau
dipanaskan
kadang-kadang
baunya
hilang.
Di
bawah
mikroskop susu terlihat seperti
cairan yang mengandung butiranbutiran. Butiran-butiran tersebut
terdiri dari lemak. Butiran-butiran
lemak dalam susu memiliki garis
tengah berbeda-beda mulai dari
0,1-22µ (mikron)
(Hidayat dkk,
1977).
Krim dan Skim
Komponen utama susu terdiri dari
dua lapisan yang dapat dipisahkan
berdasar
berat
jenisnya.
Komponen tersebut adalah kepala
susu atau krim (cream) dan skim.
Krim adalah bagian yang lebih
ringan dari skim,
terdapat di
bagian atas susu. Bagian krim
akan kelihatan jika susu yang baru
diperah dibiarkan kira-kira 20-30
menit, maka bagian krim tersebut
akan
mengapung
pada
permukaan.
Jumlah
krim
dipengaruhi oleh jumlah dan
ukuran lemak dalam susu. Volume
krim kira-kira 12-20 % dari volume
susu. Sebagian besar bahan yang
terdapat di dalam krim adalah
lemak. Skim adalah bagian yang
44
terdapat di bagian bawah krim.
Komponen utama skim terdiri dari
air dan protein .
Krim
Skim
Gambar 2.32. Pemisahan krim dan skim
(www.breastfeedingsymbol.org)
Bagian krim dan skim susu dapat
dipisahkan dengan alat pemisah
krim yang lebih dikenal dengan
nama cream separator. Pemisahan
dilakukan
dengan
sistim
pemutaran dengan menggunakan
prinsip sentrifugasi. Oleh karena
berat jenis (Bj) skim lebih besar
dibanding krim, maka skim terletak
di bagian bawah.
Gambar 2.33. Cream separator
(www.cheesemaking.com)
Hasil Pertanian Tanaman Pangan
Jika susu telah dipisahkan antara
krim dengan skimnya, maka
komposisi masing-masing bagian
akan jauh berbeda. Krim banyak
mengandung lemak, sedangkan
skim lebih banyak mengandung
protein Krim dapat diolah menjadi
mentega,
sedangkan
skim
digunakan
untuk
hasil-hasil
pengolahan susu lainnya.
Sistem emulsi, berat jenis dan
titik beku susu
Susu merupakan suatu sistem
emulsi yaitu emulsi lemak dalam
air (O/W : oil in water ). Air
merupakan medium dispersi dari
komponen-komponen
lainnya.
Komponen-komponen
yang
terdapat dalam susu sangat
kompleks, mulai dari yang bersifat
dispersi kasar dengan ukuran
partikel > 0,1 µ, dispersi koloid
dengan ukuran partikel antara
0,001-0,1 µ.
Komponen-komponen
yang
terkandung di dalam susu meliputi:
protein, lemak, gula, mineral, dan
air.
Komponen-komponen
ini
menyumbangkan
peran
yang
besar pada berat jenis susu.
Adanya
komponen-komponen
tersebut menyebabkan berat jenis
susu lebih besar daripada air.
Berat jenis susu umumnya berkisar
antara 1,027-1,035 0C. Berat jenis
ini dipengaruhi oleh beberapa
faktor
di
antaranya
jumlah
kandungan bahan yang terdapat di
dalamnya.
Titik beku susu lebih rendah dari
air. Air membeku pada suhu 00C,
45
sedangkan susu membeku pada
suhu rendah yaitu sekitar -0,55
sampai -0,610C. Hal ini disebabkan
karena adanya bahan-bahan yang
larut dalam susu, misalnya laktosa
dan mineral-mineral. Lemak dan
protein berpengaruh kecil terhadap
titik beku susu. Oleh karena
bahan-bahan yang larut seperti
laktosa dan mineral tersebut
kadarnya kecil, maka titik beku
susu hampir konstan. Kenyataan
ini dapat digunakan sebagai
indikator adanya pemalsuan susu
dengan cara ditambah air. Hasil
penelitian
menunjukkan
penambahan air 1% v/v (satuan
volume
per
volume),
akan
menaikkan titik beku kira-kira
0,0055 0C.
2.7.3. Komposisi susu
Susu mengandung komponenkomponen: air, lemak, protein,
karbohidrat, vitamin dan mineral.
Air menempati porsi terbesar yang
terkandung
dalam
susu.
Perbedaan komposisi rata-rata
beberapa macam susu dapat
dilihat pada tabel berikut.
Hasil Pertanian Tanaman Pangan
46
Tabel 2.9. Komposisi rata-rata beberapa macam susu
Komposisi
Macam susu
Sapi
Kerbau
Kambing
Air, %
88,3
73,8
85,9
Protein, %
3,2
6,3
4,3
Lemak, %
3,5
12,0
2,3
Karbohidrat, %
4,3
7,1
6,6
Kalsium, mg/100g
143,0
216,0
98,0
Fosfor, mg/100g
60,0
101,0
78,0
Besi, mg/100g
1,7
0,2
2,7
Vit. A, SI
130,0
80,0
125,0
Vit. B1, mg/100g
0,03
0,04
0,06
Vit C, mg/100g
1,0
1,0
1,0
Sumber: Direktorat Gizi Departemen Kesehatan R.I. (1972) dalam Hidayat dkk, 1977)
Lemak susu adalah komponen
yang paling penting dalam susu.
Lemak susu berbentuk butiran,
tersebar dalam susu sebagai
emulasi lemak dalam medium air.
Jumlah
butiran
lemak
yang
terdapat dalam susu kira-kira 2,5
sampai 5 milyar setiap mililiter,
dengan ukuran butiran berkisar
antara 0,1-22 µ. Perbedaan ukuran
butiran
lemak
ini
umumnya
disebabkan karena pengaruh jenis
dan tahap pembentukan susu.
Sebagai contoh susu yang barasal
dari sapi jenis Jersey dan
Guernsey mengandung butiranbutiran lemak lebib besar daripada
jenis Ayrshire dan Holstein.
Lemak susu mempunyai berat jenis
sekitar 0,93. Oleh karena itu akan
terapung di atas permukaan susu.
Hasil pemisahan krim mengandung
lemak antara 18-25 %. Lemak susu
tidak larut dalam air, tetapi dapat
menyerap air sampai kira-kira 0,2
%. Lemak susu mudah sekali
menyerap bau. Oleh karena itu
adanya sifat tersebut, maka susu
atau krim tidak diperbolehkan
disimpan di tempat yang dekat
dengan
sumber
bau-bauan.
Sebagai
contoh
susu
yang
disimpan di dekat ikan akan
berbau anyir seperti ikan.
Lemak
susu
mengandung
beberapa macam asam lemak.
Sebagian besar asam-asam lemak
tersebut yaitu sekitar 82,7 % terdiri
dari asam-asam lemak yang tidak
menguap (non-volatile). Asamasam lemak yang dimaksud adalah
asam palmitat, stearat, oleat, laurat
dan miristat. Kelompok asam
lemak ini penting, khususnya
dalam menentukan mutu mentega
dilihat dari tingkat kekerasannya.
Hasil Pertanian Tanaman Pangan
Asam-asam
lemak
lainnya
sebanyak
kira-kira
17
%
merupakan asam-asam lemak
volatile (mudah menuap), seperti
asam butirat, kaprilat, kaproat, dan
kaprat.
Golongan
asam-asam
lemak ini penting terutama untuk
memberikan rasa dan bau yang
khas pada krim atau mentega.
Sebagaimana contoh asam butirat
memberikan rasa khas pada krim,
tetapi juga bertanggung jawab
terhadap ketengikan yang terjadi
pada susu dan hasil-hasil susu.
Ada tiga macam protein yang
penting dalam susu, yaitu kasein,
laktalbumin
dan
laktoglobulin.
Kasein kira-kira 80 % dari protein
susu, laktalbumin 18 % dan
laktoglobulin
terdapat
dalam
jumlah kecil, yakni kira-kira 0,050,07%. Pada umumnya kandungan
protein
susu
berhubungan
langsung
dengan
lemak.
Hubungan tersebut tampak pada
persamaan berikut :
% protein = 2,78 + 0,42 (% lemak –
2,78)
Protein terbesar dalam susu
sebagai dispersi koloid. Namun
demikian laktalbumin mungkin
merupakan larutan murni.
Kasein dalam susu berbentuk
butiran-butiran berwarna putih
kekuning-kuningan.
Dalam
keadaan murni, kasein tidak
mempunyai
rasa
dan
bau,
warnanya putih salju. Warna putih
inilah yang menyebabkan susu
juga berwarna putih. Di dalam
susu, kasein ditemukan bergabung
dengan kalsium dan dikenal
47
sebagai kalsium kaseinat. Dengan
alat “cream separator” sebagian
besar kandungan kasein akan
terbawa ke bagian skim.
Melalui sentrifusi, kasein dapat
dipisahkan. Di bawah mikrosop
elektron kasein berbentuk butiran
dengan garis tengah antara 30-300
mµ. Selain dengan cara sentrifusi
kasein juga dapat dipisahkan
dengan cara lain, yaitu dengan
cara mengasamkan susu skim
pada pH 4,6-4,7 maka kasein akan
mengendap. Cara kedua untuk
mengendapkan kasein dengan
pemberian renet. Renet adalah
enzim renin yang diperoleh dari
dinding usus anak sapi. Cara
kedua ini biasanya dilakukan untuk
mengendapkan protein susu di
dalam pembuatan keju.
Protein yang masih tertinggal
dalam larutan setelah kasein
diendapkan disebut “whey protein”
atau protein serum susu. Di dalam
protein serum susu ini terdapat
laktalbumim
yang
larut
dan
laktoglobulin yang tidak larut.
Laktalbumim dan laktoglobulin
masing-masing adalah protein
albumim dan globulin. Albumim
adalah protein yang tidak larut
dalam air tetapi larut dalam larutanlarutan garan encer.
Protein susu mengandung 10 jenis
asam amino esensial yaitu arginin,
histidin, isoleusin, leusin, lisin,
metionin, treonin, triptofan, valin
dan fenilalanin. Di samping itu juga
mengandung asam-asam amino
lainnya yaitu glisin, prolin, sistin,
asam aspartat, asam glutamat,
serin dan tirosin.
Hasil Pertanian Tanaman Pangan
Karbohidrat yang terdapat pada
susu terbesar adalah laktosa
dengan rumus molekul C12H22O11.
Di samping laktosa terdapat juga
karbohidrat lain dalam jumlah
sangat kecil. Di antaranya glukosa
dan
galaktosa
masing-masing
sebanyak 7,5 dan 2 mg/100 ml.
Kandungan laktosa dalam susu
sapi umumnya tetap yaitu antara 45 %. Laktosa adalah dalam bentuk
disakarida yang teridiri dari molekul
glukosa dan galaktosa. Laktosa
berbeda
dengan
gula
pasir
(sukrosa) terutama dalam hal
tingkat kemanisan, kelarutan dan
keaktifannya dalam reaksi kimia.
Gula pasir umumnya lebih manis
kira-kira 6 kali dari laktosa.
Kelarutan laktosa dalam air lebih
rendah daripada gula pasir.
Sifat kurang larut laktosa perlu
diperhatikan
terutama
dalam
pembuatan es krim dan susu
kental manis. Konsentrasi yang
terlalu tinggi akan menyebabkan
timbulnya endapan-endapan kristal
laktosa pada bahan tersebut di
atas.
Di samping komponen utama yaitu
air, protein, lemak dan gula, susu
juga
mengandung
komponenkomponen lain yang umumnya
terdapat dalam jumlah kecil.
Komponen-komponen
tersebut
adalah mineral, vitamin, pigmen
dan enzim. Didalam susu sapi
terdapat mineral-mineral utama
yaitu kalsium 15,9 %, fosfor 11,2
%, kalium 21,8 %, natrium 6,7 %,
magnesium 1,6 %, besi 0,1 %,
ehlor 14,5 % dan belerang 1,3 %.
48
Selain itu ada beberapa mineral
lagi yang terdapat dalam jumlah
sangat kecil yaitu barium, boron,
tembaga,
latium,
rubidium,
strontium, titanium, seng, silikon,
alumunium, mangan dan yodium.
Susu mengandung vitamin-vitamin
A, D, E, K, C, riboflavin (B2), tiamin
(B1), niasin, asam pantotenat,
piridoksin (B6), biotin, inositol,
cholin dan asam folat.
Didalam susu terdapat dua macam
pigmen, yaitu yang satu larut
dalam air dan yang lain larut dalam
lemak. Pigmen yang larut dalam
air
adalah
ribolfavin
yang
sebelumnya disebut laktoflavin.
Pigmen ini memberikan warna
hijau kekuningan, terdapat pada
serum susu. Umumnya pigmen ini
tidak hanya terdapat pada susu
sapi, tetapi juga pada hewan
menyusui lainnya. Pigmen yang
larut dalam lemak adalah karoten.
Karoten memberikan warna kuning
pada susu. Tidak semua hewan
menyusui, warna susunya kuning,
misalnya susu kambing dan susu
unta berwarna putih. Pigmen yang
terdapat pada susu umumnya
berasal dari makanan sapi yang
mengandung karoten.
Enzim terdapat secara normal
pada susu. Beberapa enzim yang
terdapat
pada
susu
adalah
katalase,
reduktase,
laktase,
galaktase, amilase, fosfatase dan
peroksidase.
Hasil Pertanian Tanaman Pangan
49
2.7.4 Perubahan Sifat Susu
2.7.5 Komoditas Curai
Susu adalah bahan yang mudah
sekali rusak, terutama karena
adanya enzim yang secara normal
terdapat dalam susu dan juga
karena mikroba yang terdapat di
dalamnya. Mikroba dapat berasal
dari dalam tubuh hewan yang
sakit, atau karena kontaminasi dari
luar.
2.7.5.1 Pengertian Komoditas
Curai
Susu bila dibiarkan begitu saja di
udara terbuka, akan menimbulkan
berbagai kerusakan. Kerusakan
yang terjadi ditandai dengan
timbulnya bau asam karena
serangan mikroba terhadap gula.
Kerusakan yang lain ditandai
dengan susu menjadi kental atau
pecah atau menggumpal akibat
asam yang dihasilkan oleh bakteri,
akibatnya
protein
akan
mengendap. Untuk mencegah
kerusakan, maka susu harus
disimpan di dalam lemari pendingin
(refrigerator). Sebelum disimpan
maka susu dipasteurisasi. Tujuan
pasteurisasi
untuk
mematikan
bakteri patogen dan pembusuk.
Susu yang dipanaskan akan
mengalami perubahan sifat ,
seperti perubahan pada citarasa,
bau,
kekentalan
dan
kadar
lemaknya. Rasa masak dan bau
gula terbakar akan terasa pada
susu setelah dipanaskan. Susu
yang dipanaskan pada suhu
pasteurisasi, kekentalannya akan
berkurang, tetapi susu yang
dipanaskan pada suhu tinggi,
kekentalannya bertambah.
Komoditas curai adalah komoditas
hasil
pertanian
atau
produk
olahannya yang mempunyai sifat
mudah berpindah atau mudah
mengalir. Contoh komoditas yang
termasuk ke dalam kelompok ini
adalah biji-bijian (serealia), kacangkacangan, tepung atau bubuk,
serta komoditas hasil pertanian
yang berbentuk cair. Beberapa
komoditas yang termasuk ke dalam
kelompok biji-bijian meliputi: padi,
jagung, gandum, sorgum dan lainlainnya.
Kelompok
kacangkacangan: kacang tanah, kedele,
kacang koro, benguk dan lainlainnya. Contoh komoditas pangan
berbentuk cair : nira, sedangkan
komoditas
berbentuk
tepung
biasanya merupakan hasil olahan
setengah jadi.
Beberapa kelompok komoditas
curai mempunyai arti penting
berkaitan dengan status ketahanan
pangan di Indonesia. Untuk saat ini
ketahanan pangan mengandalkan
pada ketersediaan beras bagi
masyarakat. Namun demikian pada
dasarnya komoditas lain dapat
mendukung tangguhnya kondisi
katahanan pangan di Indonesia,
sehingga
kasus-kasus
rawan
pangan yang banyak melanda
daerah-daerah
tertentu
di
Indonesia dapat dihindari. Jagung
dan
kelompok
umbi-umbian
misalnya, dapat digunakan sebagai
alternatif pengganti bahan pangan
pokok. Penggunaan komoditas non
Hasil Pertanian Tanaman Pangan
beras sebagai bahan pangan
pokok sebenarnya sudah cukup
lama menjadi tradisi konsumsi bagi
masyarakat
di
daerah-daerah
tertentu di Indonesia. Jagung
misalnya, komoditas ini sudah
cukup lama dikonsumsi sebagai
bahan makanan pokok bagi
masyarkat Madura dan sekitarnya.
Demikian juga dengan masyarakat
Gorontalo
gencar
melakukan
gerakan konsumsi jagung yang
menjadi andalan komoditas di
daerah tersebut. Beberapa contoh
komoditas curai akan didiskripsikan
sebagai berikut.
2.7.5.2 Padi (Oryza sativa)
Padi merupakan komoditas hasil
pertanian yang diperoleh dari
tanaman padi (Oryza sativa). Padi
setelah melalui beberapa proses
penanganan
dan
pengolahan
menghasilkan nasi yang merupakan
makanan pokok sebagian besar
penduduk Indonesia.
Di Indonesia terdapat berbagai
jenis padi dengan karakterisistik
fisik yang berbeda. Jenis padi
tersebut seperti: padi bulu, padi
gundil, dan padi cere. Jenis padi
bulu
ditandai
dengan
butir
gabahnya berbulu dan berekor,
padi gundil jika gabahnya berekor
pendek, sedangkan padi cere jika
gabahnya tidak berbulu atau
berekor. Sifat lain berkaitan
dengan kemudahan rontok, juga
berbeda dari jenis-jenis padi
tersebut. Padi jenis cere misalnya,
gabahnya mempunyai sifat mudah
sekali rontok. Sebaliknya gabah
dari jenis padi bulu tidak mudah
rontok.
50
Perbedaan karakteristik fisik jenis
padi tersebut pada umumnya
memberikan kualitas rasa nasi
yang berbeda. Padi bulu jika
dimasak relatif menghasilkan rasa
nasi yang paling enak(Jawa:
pulen), sehingga jenis padi ini
harganyapun juga relatif paling
tinggi. Padi gundil menghasilkan
rasa nasi sedang, harganyapun
juga relatif sedang. Sedangkan
jenis padi cere menghasilkan nasi
yang relatif kurang enak. Jenis
padi ini harganya juga paling
murah.
Kualitas
nasi
yang
dihasilkan berkaitan dengan ratio
fraksi amilosa dan amilopektin
yang terkandung di dalam pati
padi. Secara umum semakin tinggi
fraksi
amilopektin,
akan
menghasilkan kualitas nasi yang
semakin enak (pulen). Jenis-jenis
beras
yang
banyak
dikenal
masyarakat cukup banyak antara
lain: pandan wangi, rojo lele, IR
dan sebagainya.
Kondisi saat ini dimana banyak
masyarakat miskin sulit memenuhi
kebutuhan hidupnya, pemerintah
mempunyai kabijakan pengadaan
beras miskin (raskin). Beras miskin
diperuntukkan bagi masyarakat
yang tidak mampu dengan harga
jual sangat murah.
Bentuk dan ukuran butir gabah
berbeda-beda untuk tiap varietas
padi. Butir beras berwarna putih
kelam, kecoklat-coklatan, merah
bahkan ada yang kehitaman
terutama pada beras ketan. Istilah
umum yang dikenal di masyarakat
ada yang memberi istilah beras
merah, beras ketan putih, beras
ketan hitam dan sebagainya.
Hasil Pertanian Tanaman Pangan
Perbedaan antara beras dengan
beras ketan secara fisik adalah
kelengketannya.
Beras
ketan
mempunyai
karakteristik
lebih
lengket dibanding beras biasa.
Sifat lengket tersebut dipengaruhi
oleh ratio fraksi amilopektin yang
tinggi disbanding beras biasa.
Proses Pemanenan dan Pasca
Panen Padi
Umur tanaman padi untuk bisa
dipanen
memiliki
kisaran
bervariasi. Ada yang berumur 110120 hari sudah bisa dipanen, ada
pula yang berumur cukup panjang
sampai 5-6 bulan baru bisa
dipanen. Padi yang berumur
panjang biasanya merupakan jenis
padi yang menghasilkan nasi lebih
pulen. Contoh padi jenis ini
misalnya pandan wangi yang
bisanya ditanaman daerah Cianjur.
Pemanenan padi saat ini biasanya
menggunakan
sabit
untuk
mempermudah dan mempercepat
waktu. Jaman dulu pemanenan
menggunakan alat yang disebut
ani-ani. Alat ini memotong tangkai
padi dan biasanya membutuhkan
waktu lebih lama dibandingkan
dengan sabit.
Hasil panen padi biasanya tidak
seluruhnya berisi, ada butir padi
yang disebut gabah hampa karena
tidak berisi atau berisi sebagian.
Kadar air padi yang baru saja
dipanen sekitar 28 %. Jika sudah
mengalami pengeringan menjadi
sekitar 14 %. Pengeringan padi
dapat
memanfaatkan
sinar
matahari
atau
menggunakan
bantuan alat pengering. Setelah
51
mencapai
kadar
air
yang
diinginkan gabah kemudian digiling
untuk
mendapatan
beras.
Seringkali
dibutuhkan
proses
penyosohan untuk meningkatkan
warna putih gabah. Resiko beras
hasil
penyosohan,
kandungan
vitamin B dapat menurun. Kita
ketahui lapisan yang menyelimuti
beras (bekatul: jawa) kaya akan
kandungan vitamin B. Saat ini
produk bekatul banyak diperjual
belikan sebagai produk yang
dikenal kaya akan vitamin B. Sisa
penggilingan padi yang berupa
gabah, akhir-akhir ini banyak
dimanfaatkan untuk campuran
media tanam tanaman hias.
Struktur Beras
Butir beras terdiri dari beberapa
lapis. Lapisan terluar disebut
perikarp,
kemudian
tegmen,
lapisan aleuron dan bagian dalam
dikenal sebagai endosperm. Ketiga
lapisan pertama beratnya sekitar 5
persen dari berat butir beras.
Lapisan
aleuron
banyak
mengandung
protein.
Lapisan
perikarp terdiri dari beberapa
lapisan jaringan sel, yaitu epikarp,
mesokarp, dan lapisan melintang.
Lapisan
perikarp
terutama
mengandung selulosa, hemiselulosa,
dan protein. Tegmen terdiri dari 2
lapisan, yaitu spermoderm dan
perisperm. Bagian ini terutama
mengandung lemak.
Lembaga
terletak
di
bagian
pangkal butir beras dan beratnya
sekitar 2-3 persen dari berat
butirnya. Lembaga terdiri dari bakal
akar atau radikel, bakal daun atau
plumul dan tudung skutelum dan
Hasil Pertanian Tanaman Pangan
52
epiblas. Lembaga terutama banyak
mengandung lemak dan protein.
Bagian endosperm merupakan 9094 persen dari berat butir beras,
berwarna putih dan terutama terdiri
dari zat pati.
Butir beras yang belum disosoh
disebut beras pecah kulit dan jika
disosoh akan kehilangan bagian
lembaga dan sebagian besar
lapisan-lapisan luar. Beras sosoh
disebut
juga
beras
putih.
Komposisi kimia beras pecah kulit
dan beras putih tersaji pada tabel
berikut.
Tabel 2.10 Komposisi beras pecah
kulit dan beras putih
Komposisi
Protein
Lemak
Serat
Abu
Pati
Beras
pecah
kulit
7 - 12
1-4
0.2 - 2.0
1.0 – 2.0
75 - 85
Beras
putih
6 – 10
0.2 -1.0
0.1 -1.0
0.4 -1.5
84 - 94
mempunyai
yang tinggi.
tingkat
kesuburan
Jagung dapat digolongkan atas 5
jenis yaitu:
a) Jagung keras atau “flint”, jika
butir jagungnya keras dan rata
bagian ujungnya.
b) Jagung lekuk atau “dent”, jika
butir jagungnya keras tapi
bagian ujung permukaanya
berlekuk
c) Jagung
manis,
biasanya
butirnya agak lemah dan
berlekuk serta manis rasanya
d) Jagung tepung, yaitu jagung
yang
khusus
untuk
menghasilkan tepung.
e) Jagung
berondong
atau
“popcorn”, butirnya kecil-kecil
tetapi akan pecah dan mekar
waktu digoreng.
Warna butir jagung bermacammacam pula ada yang putih,
kuning, jingga, kemerah-merahan
dan bahkan ada yang kebirubiruan, ungu dan hitam.
Sumber : Syarief, 1977
2.7.5.3 Jagung (Zea mays)
Jagung merupakan komoditas hasil
pertanian penting karena dikenal
sebagai makanan pokok kedua
setelah
beras.
Beberapa
penduduk di Indonesia sudah lama
mengkonsumsi jagung sebagai
makanan
pokok
seperti
masyarakat Madura misalnya.
Beberapa penduduk yang lain
seringkali mengkonsumsi beras
dicampur
dengan
jagung.
Tanaman jagung dapat ditanam di
tanah
marginal.
Tidak
membutuhkan
tanah
yang
Jenis tanaman jagung tertentu
seringkali ada yang dimanfaatkan
atau dipanen pada kondisi masih
sangat
muda,
masyarakat
mengenalnya sebagai baby corn.
Jenis ini sebenarnya tidak bisa
diklasifikasikan ke dalam kelompok
komoditas curai, lebih sesuai
sebagai
komoditas
sayuran,
karena biasa diolah menjadi jenis
masakan.
Struktur Butir Jagung
Butir jagung terdiri dari kulit luar,
endosperma, dan lembaga. Kulit
luar merupakan lapisan pelindung
Hasil Pertanian Tanaman Pangan
yang kuat, terdiri dari lapisan
perikarp, testa dan pelidung
lembaga. Lapisan kulit luar sekitar
5-6 % dari berat butir jagung.
Endosperm besarnya 80-84% dari
berat butir, terdiri dari lapisan
aleuron dan endopserma. Lapisan
aleuron
banyak
mengandung
protein dan lemak, sedangkan
bagian endopsperma terutama
terdiri dari pati. Lembaga terletak di
bagian pangkal butir dan beratnya
9-12% dari berat butir.
Komposisi Jagung
Jagung mempunyai komposisi
kimia yang bervariasi. Variasi
komposisi ini dipengaruhi antara
lain oleh perbedaan varietas, iklim
tempat tumbuh, kesuburan tanah,
perawatan dan cara pengolahan.
Komposisi kima jagung dapat
dilihat pada tabel berikut.
53
sebagian kecil berupa gula serta
serat. Pati terutama terdapat pada
bagian endosperma, gula terdapat
di bagian lembaga, sedangkan
serat pada bagian kulit.
Kandungan protein menempati
urutan kedua setelah karbohidrat.
Sebagian besar protein terdapat di
lapisan aleuron dan selebihnya
ada di bagian lembaga.
Kandungan
lemak
jagung
sebagian besar (50%) tersusun
oleh asam lemak tidak jenuh yaitu
berupa asam linoleat. Lemak
jagung 80%-nya terdapat di bagian
lembaga dan sebagian kecil
terdapat di lapisan luar endosperm.
Komponen
Kandungan
Karbohidrat
73(%)
Protein
10(%)
Lemak
5(%)
Abu
1,3(%)
Jagung
sedikit
mengandung
kalsium,
sedikit
banyak
mengandung fosfor dan zat besi.
Vitamin pada jagung terutama
terletak pada bagian lembaga dan
lapisan
luar
endosperma.
Kandungan vitamin pada jagung
terutama berupa vitamin B1 dan
B2. Kandungan vitamin-vitamin ini
pada
jagung
lebih
tinggi
dibandingkan dengan pada beras.
Kandungan vitamin B1 dan B2
pada beras berturut-turut sekitar
0,8 mg/100g dan kurang dari 0,5
mg/100g.
Vitamin B1
5 mg/100g
2.7.5.4 Gandum (Triticum sp)
Riboflavin B2
1,2 mg/100g
Tabel 2.11. Komposisi kimia jagung
Sumber: Syarief, 1977
Secara umum komposisi kimia
jagung yang dominan adalah
karbohidrat (73%).
Komponen
karbohidrat yang utama adalah
sebagian besar berupa pati, dan
Tanaman gandum sebenarnya
kurang
cocok
ditanam
di
Indonesia, mengingat tanaman ini
antara lain menghendaki suhu
lingkungan
pertumbuhannya
sekitar 16°C. Sementara Indonesia
termasuk beriklim tropis, meskipun
beberapa
daerah
sudah
Hasil Pertanian Tanaman Pangan
melakukan uji coba penanaman
gandum
dengan
pangaturan
kondisi suhu pertumbuhannya.
Tanaman gandum menghasilkan
tepung terigu. Tepung terigu yang
beredar
di
pasaran
dikenal
bermacam-macam
didasarkan
pada kandunga proteinnya. Hard
flour merupakan tepung terigu
dengan kandungan protein tinggi
(sekitar 14%), medium flour
mempunyai kandungan protein
sedang (sekitar 12%), sedangkan
soft flour merupakan tepung terigu
dengan kandungan protein rendah
(sekitar 10%). Penggunaan dari
jenis-jenis tepung terigu tersebut
berbeda, hard flour lebih cocok
untuk membuat roti, sedangkan
medium dan soft flour lebih cocok
untuk membuat mie dan makanan
lain. Seringkali penggunaan untuk
membuat
olahan
makanan,
dilakukan pencampuran untuk
mendapatkan karakteristik hasil
olahan yang diinginkan.
Soal Latihan
1. Jelaskan pengertian buah yang
anda ketahui !
2. Jelaskan
dasar
klasifikasi
komoditas
buah-buah
dan
sayuran !
3. Apa yang anda ketahui tentang
buah klimaterik dan non
klimaterik ?
4. Buah-buahan mempunyai sifat
fisiologis yang khas. Jelaskan !
5. Jelaskan
perubahanperubahan yang terjadi pada
buah-buahan !
54
6. Sayuran mempunyai karakteristik
yang membedakannya dengan
buah-buahan. Jelaskan !
7. Jelaskan
pengelompokan
sayuran!
8. Jelaskan kandungan gizi yang
terdapat dalam sayuran !
9. Jelaskan pengertian daging !
10. Jelaskan pengertian karkas !
11. Jelaskan lima tahap yang
dilalui
untuk
memperoleh
karkas!
12. Sebutkan
empat
bagiang
potongan karkas daging sapi
yang anda ketahui !
13. Jelaskan sifat fisiologis daging
setelah penyembelihan !
SARAN
Untuk meningkatkan wawasan dan
pemahaman mengenai pengetahuan
bahan hasil pertanian, maka
sebaiknya anda juga membaca
referensi lainnya yang sejenis.
Dasar-dasar Proses Pengolahan Pangan
3.1. Pendahuluan
Pengolahan
dan
pengawetan
pangan merupakan dua proses
yang sulit dipisahkan. Dalam
praktik sehari-hari, sering kali
keduanyan memiliki tujuan yang
terkesan mirip, walaupun masingmasing sebenarnya memiliki tujuan
utama yang berbeda. Contoh
kasus,
ketika
kita
akan
mengawetkan daging yang cepat
rusak bila disimpan pada suhu
kamar dengan cara dibuat menjadi
dendeng, maka secara otomatis
kita
pun
telah
melakukan
pengolahan daging menjadi bentuk
yang berbeda dengan bahan
55
bakunya. Dalam hal ini dapat
dikatakan
bahwa
kita
telah
melakukan upaya pengawetan
daging
dengan
mengolahnya
menjadi bentuk lain dengan cara
pengeringan
dan
pemberian
bumbu-bumbu.
Tujuan utama pengolahan pangan
adalah membuat produk baru (bisa
bersifat mengawetkan). Contohnya
adalah pembuatan dendeng atau
abon dari ikan yang tujuannya
adalah membuat produk baru,
tetapi sekaligus menjadikan daging
ikan lebih awet. Contoh alat-alat
pengolahan
pangan
modern
tampak seperti gambar di bawah
ini.
Gambar 3.1. Batch retort.
Dasar-dasar Proses Pengolahan Pangan
Batch retort merupakan alat yang
digunakan
dalam
proses
pengalengan makanan di pabrikpabrik makanan berskala industri
besar. Ke dalam retort tersebut
dimasukkan
dan
disusun
sedemikian rupa kaleng-kaleng
yang berisi makanan/minuman,
yang
selanjutnya
dilakukan
pemanasan untuk menstrilkan
makanan kaleng tersebut.
Gambar 3.2 Butter churning
Gambar 3.3. Alat modern untuk
pembuatan mentega.
Gambar 3.4 Instalasi peralatan pada pabrik
bir
56
Secara alamiah di dalam bahan
makanan
banyak
ditemukan
mikroorganisme pembusuk yang
dapat
memperpendek
masa
simpan bahan makanan tersebut.
Di samping itu, dapat juga
ditemukan
mikroorganisme
patogen yang berbahaya bagi
manusia karena penanganan yang
tidak higienis.
Tujuan utama pengawetan pangan
adalah
memperpanjang
masa
simpan. Pengawetan tidak dapat
meningkatkan mutu, artinya bahan
yang sudah terlanjur busuk, tidak
akan menjadi segar kembali.
Hanya dari bahan bermutu tinggi
pula (dengan tetap mengingat
proses pengolahannya, bagus atau
tidak).
Masing-masing
cara
pengawetan hanya efektif selama
mekanisme pengawetannya masih
bekerja.
Ada
banyak
cara
untuk
mengawetkan makanan, yakni:
1. Menyimpan makanan pada
suhu rendah (pada lemari es
atau lemari beku) → dapat
mengurangi
kerusakan
makanan dan memperlambat
proses pelayuan. Suhu dingin
juga membatasi tumbuhnya
bakteri yang merugikan.
2. Penyimpanan dengan atmosfer
terkendali
(dengan
kadar
karbondioksida 1%-3%) →
dapat memperlambat respirasi
serta
pembusukkannya
dengan mengurangi tingkat
oksigen dalam udara.
3. Mensterilkan
dengan
pemanasan → akan menunda
pembusukan.
Dasar-dasar Proses Pengolahan Pangan
4. Kemasan hampa udara atau
penyimpanan dengan sejumlah
karbondioksida
dapat
mengurangi
persentuhan
bahan
makanan
dengan
oksigen
→
mengurangi
kecepatan
pelayuan
dan
pertumbuhan bakteri. Biasanya
memiliki rasa dan aroma yang
tahan lama.
5. Pengeringan
6. Penggaraman dan penggulaan
→ garam dan gula dapat
digunakan untuk menyerap
kandungan
air
dalam
makanan. Semakin rendah
kandungan air dalam makanan
maka akan semakin sulit bagi
bakteri
untuk
hidup
di
dalamnya.
7. Pengalengan adalah upaya
pensterilan pada suhu kira-kira
1200C, kemudian dikemas
hampa
udara
untuk
menghindarkan pencemaran.
Makanan
relatif
mudah
dikalengkan dan memudahkan
pengangkutan
dan
penggunaannya → menjadi
populer.
Hal-hal
teknis
yang
perlu
diperhatikan:
1. Sebelum
diolah,
bahan
makanan harus disimpan pada
lemari pendingin. Bahan-bahan
yang mudah rusak harus
didinginkan dan suhu lemari
pendingin
harus
diperiksa
secara teratur. Bahan-bahan
makanan yang sudah dimasak
sebaiknya dimakan setelah 1-2
jam pemasakan. Apabila akan
disimpan harus dimasukkan ke
dalam lemari es secepatnya,
jangan
dibiarkan
diluar
57
semalaman
agar
menjadi
dingin sebelum dimasukkan ke
dalam lemari pendingin.
2. Khusus untuk produk daging
dan ayam yang telah dimasak,
jika pemasakannya kurang
baik maka memungkinkan
bakteri
jenis
Clostridium
perfringens masih hidup.
3. Bahan-bahan pangan yang
harus disimpan dalam keadaan
panas (misalnya di restoran
yang disajikan selalu panas),
harus diperhatikan agar suhu
penyimpanan di atas 600C
karena bakteri Clostridium
dapat tumbuh pada suhu 550C.
Bahan-bahan yang dibekukan
harus segera dimasak setelah
dicairkan (thawing) dan jangan
dibiarkan dalam keadaan cair
untuk jangka waktu yang lama.
Penanganan pasca pengolahan/
pengawetan pangan antara lain:
1. Harus ditangani dengan baik
dan tepat agar tujuan yang
diharapkan tercapai.
2. Contoh
penanganan
pascapengolahan/pengawetan:
a. pengemasan yang baik
(hermetis dan inert, sesuai
dengan
karakteristik
produk).
b. penyimpanan pada suhu
yang sesuai.
Dasar-dasar Proses Pengolahan Pangan
Penggunaan/pengawetan dengan
suhu tinggi sering diistilahkan
dengan proses termal, yaitu proses
pengawetan
pangan
yang
menggunakan
panas
untuk
menonaktifkan bakteri. Contoh
aplikasi dari proses termal adalah
pengalengan. Konsep ini dapat juga
digunakan untuk mengevaluasi
penurunan nilai gizi produk ketika
dipanaskan.
Proses termal merupakan salah
satu metode terpenting yang
digunakan
dalam
pengolahan
makanan karena:
1. memiliki efek yang diinginkan
pada
kualitas
makanan
(kebanyakan
makanan
dikonsumsi dalam bentuk yang
dimasak);
2. memiliki efek pengawetan
pada
makanan
melalui
destruksi enzim dan aktivitas
mikroorganisme,
serangga,
dan parasit;
3. destruksi atau penghancuran
komponen-komponen
anti
nutrisi, sebagai contoh tripsin
inhibitor
pada
kacangkacangan;
4. perbaikan
ketersediaan
beberapa zat gizi, contohnya
daya cerna protein yang
semakin baik, gelatinisasi pati,
dan pelepasan niasin yang
terikat;
5. kontrol kondisi pengolahan yang
relatif sederhana.
58
Secara umum dapat dikatakan
bahwa
pemanasan
dengan
temperatur yang lebih tinggi dan
waktu yang lebih lama dapat
menghasilkan
destruksi
mikroorganisme dan enzim yang
lebih besar. Proses pemanasan
pada temperatur tinggi waktu
singkat (HTST= high temperature
short time) memiliki perpanjangan
waktu simpan yang sama dengan
proses
pemanasan
pada
temperatur lebih rendah dan waktu
yang lebih lama (LTLT = low
temperature long time), tetapi
memiliki retensi (penahanan) sifatsifat sensori (seperti rasa, warna,
aroma, tekstur) dan nilai-nilai gizi
yang lebih baik. Jadi, proses HTST
lebih menguntungkan dibandingkan
LTLT.
3.2.1. Bentuk-Bentuk
Proses Termal
Berdasarkan bentuk panas yang
digunakan, proses termal ini
secara garis besar dibedakan atas
empat, yakni:
1. proses
termal
dengan
menggunakan uap (steam) atau
air sebagai media pembawa
panas
yang
dibutuhkan,
meliputi: blansir (blanching),
pasteurisasi,
sterilisasi,
evaporasi, dan ekstrusi;
2. proses
termal
dengan
menggunakan udara panas,
yakni: dehidrasi (pengeringan)
dan pemanggangan;
3. proses
termal
dengan
menggunakan minyak panas,
yaitu penggorengan (frying);
Dasar-dasar Proses Pengolahan Pangan
4. proses
termal
dengan
menggunakan energi iradiasi,
yaitu
pemanasan
dengan
gelombang mikro (microwave)
dan radiasi inframerah.
Blansir
Blansir
adalah
pemanasan
pendahuluan yang biasanya dilakukan
sebelum
proses
pembekuan,
pengeringan, dan pengalengan,
serta ditujukan terutama untuk
menonaktifkan enzim yang ada
dalam makanan seperti buahbuahan dan sayuran. Tujuan lainnya
adalah untuk menghilangkan gas
dari bahan pangan, menaikkan suhu
bahan pangan, membersihkan bahan
pangan, melunakkan/melemaskan
bahan pangan sehingga mudah
dalam pengepakan di dalam kaleng.
Media panas yang digunakan
untuk blansir adalah air panas, uap
panas, atau udara panas pada
suhu sekitar 90 oC selama 3 – 5
menit. Untuk mendapatkan warna
sayuran yang tetap segar sangat
baik digunakan kombinasi panas
dan pendingin yang sangat cepat.
Pasteurisasi
Pasteurisasi merupakan perlakuan
panas di bawah titik didih air atau
di bawah suhu sterilisasi yang
bertujuan
untuk
membunuh
mikroorganisme patogen tetapi
tidak membunuh mikroorganisme
pembusuk
dan
nonpatogen.
Pasteurisasi dibedakan menjadi
dua, yaitu:
1. Low Temperature Long Time:
suhu 63 oC selama 30 menit.
2. High Temperature Short Time:
suhu 72 oC selama 15 detik.
59
Pasteurisasi
biasanya
disertai
dengan cara pengawetan lain,
misalnya setelah dipasteurisasi
makanan disimpan pada suhu
dingin.
Dengan demikian daya
simpan makanan tersebut akan
lebih lama. Sebagai contoh, susu
pasteurisasi yang disim-pan dalam
lemari es selama 1 minggu atau
lebih tidak terjadi perubahan cita
rasa yang nyata, tetapi jika susu
tersebut disimpan pada suhu
kamar maka akan menjadi busuk
dalam 1 atau 2 hari.
Sterilisasi
Istilah sterilisasi berarti membebaskan bahan dari semua mikroba.
Sterilisasi biasanya dilakukan pada
suhu yang tinggi misalnya 121 oC
selama 15 menit. Waktu yang
diperlukan
untuk
sterilisasi
tergantung dari besarnya kaleng
yang digunakan dan kecepatan perambatan panas dari makanan
tersebut. Selama proses sterilisasi
dapat terjadi beberapa perubahan
terhadap makanan yang dapat
menurunkan mu-tunya.
Oleh
sebab itu, jumlah panas yang
diberikan
harus
dihitung
sedemikian rupa sehingga tidak
merusak mutu makanan.
Untuk bahan makanan di dalam
kaleng
atau
botol
biasanya
dilakukan sterilisasi komersial,
yang ditujukan untuk membunuh
mikroba
patogen,
mikroba
penghasil toksin, dan pembusuk,
sedangkan mikroba non-patogen
atau sporanya masih mungkin
ditemukan tetapi dalam fase
dorman
yang
tidak
dapat
berkembang setelah pemanasan.
Dasar-dasar Proses Pengolahan Pangan
Panas yang diberikan sekitar
121oC selama 30–60 menit,
tergantung bahan yang akan
disterilkan.
Makanan-makanan
kaleng
yang steril secara
komersial biasanya tahan sampai
sete-ngah tahun lebih.
Sterilisasi dikenal dengan istilah
UHT (Ultra High Temperature) yaitu
sterilisasi pada suhu 150oC selama
beberapa detik.
Menentukan Suhu
Pemanasan
Perambatan panas dapat ber-jalan
secara konduksi, kon-veksi, atau
radiasi.
Dalam pengalengan
makanan, peram-batan panas
biasanya berjalan secara konveksi
dan konduksi. Sifat perambatan
panas ini perlu diperhatikan untuk
menentukan
jumlah
panas
optimum yang harus diberikan
pada makanan kaleng.
Yang dimaksud dengan kon-duksi
adalah perambatan panas dengan
cara mengalirkan panas dari satu
partikel ke partikel lainnya tanpa
adanya pergerakan atau sirkulasi
dari partikel itu. Sebagai contoh
adalah pada makanan-makanan
yang berbentuk padat seperti
corned beef.
Konveksi
adalah
perambatan
panas dengan cara menga-lirkan
panas dengan perge-rakan atau
sirkulasi. Perambatan panas jenis
ini terjadi pada makanan-makanan
ber-bentuk cair, seperti sari buahbuahan.
60
Kombinasi
perambatan
panas
secara konduksi dan konveksi
terjadi
pada
makanan
yang
mengandung bahan padat dan cair
seperti
manisan
buah-buahan
dalam kaleng yang diberi sirup.
Di dalam makanan kaleng dikenal
istilah ”cold point”, yakni titik atau
tempat
yang
paling
lambat
menerima panas. Cold point untuk
bahan-bahan yang merambatkan
panas secara konduksi terdapat di
tengah atau di pusat bahan
tersebut. Adapun cold point untuk
bahan-bahan yang merambatkan
panasnya secara konveksi terletak
di bawah atau di atas pusat yakni
kira-kira seperempat bagian atas
atau bawah sumbu (Gambar 8).
konduksi
konveksi
Sumber: dari beberapa pustaka
Gambar 3.5. Perambatan panas secara
konduksi dan konveksi
Perambatan
panas
secara
konveksi
jauh
lebih
cepat
dibandingkan perambatan pa-nas
secara konduksi. Jadi, se-makin
padat bahan pangan, maka
perambatan panas akan semakin
lambat.
Dasar-dasar Proses Pengolahan Pangan
3.2.2. Pengalengan Bahan
Makanan
Beberapa hal yang perlu diperhatikan
dalam penggunaan panas untuk
pengalengan bahan makanan adalah
sebagai berikut:
1. Pemilihan bahan mentah (raw
material).
Faktor pertama yang sangat
perlu mendapat perhatian khusus
adalah bahan mentah. Bahan
makanan yang akan diolah harus
dipilih yang berkualitas baik.
Hal ini dimaksudkan untuk
menghindari
kemungkinankemungkinan penurunan mutu
yang tidak diinginkan.
2. Persiapan sebelum pengolahan
termasuk
pencucian
atau
pembuangan
bagian-bagian
yang
tidak
diperlukan.
Pencucian bertujuan untuk
menghilangkan sebagian besar
mikroorganisme yang ada di
permukaan/bagian
yang
berhubungan langsung dengan
udara. Selain itu dilakukan pula
penghilangan pada bagianbagian yang tidak diperlukan,
misalnya pada sayur, bagian
batang atau daun yang tua
dibuang.
Pada
proses
persiapan
ini,
terkadang
dilakukan perendaman dengan
bahan tertentu, sebagai contoh
perendaman
ikan
dalam
larutan garam encer atau
pemblansiran sayur-sayuran.
3. Pengolahan dan pengemasan.
Pada
tahap
ini
perlu
diperhatikan sifat dari bahan
makanan
yang
akan
diawetkan, apakah berasam
rendah atau tinggi.
61
Berdasarkan
derajat
keasamannya, bahan pangan yang akan
diolah
dapat
dikelompokkan
menjadi 4 golongan, yaitu:
1. Bahan pangan alkalis
Golongan
bahan
pangan
alkalis memiliki pH > 7,0
seperti
telur
tua,
soda,
crackers, dan bubur jagung.
2. Bahan pangan asam rendah
Bahan pangan yang dikonsumsi
manusia banyak termasuk
golongan ini, dengan kisaran
pH antara 5,0-6,8. Yang termasuk
ke dalam kelompok ini adalah
daging, ikan, unggas, produk
susu, dan sayur. Bahan
pangan
asam
rendah
membutuhkan panas yang
relatif lebih tinggi karena dapat
ditumbuhi oleh bakteri mesofil,
misalnya Clostridium botulinum
yang
merupakan
bakteri
penghasil toksin botulin yang
dapat berakibat fatal dan
organisme termofil pembentuk
spora. Mikroorganisme jenis
ini dapat dibunuh pada suhu
mendekati titik didih air, tetapi
spora yang dihasilkan lebih
tahan panas sehingga panas
yang diberikan harus melebihi
titik didih air.
3. Bahan pangan asam
Bahan pangan asam memiliki
pH antara 3,7 – 4,5. Termasuk
golongan ini adalah buahbuahan seperti pir, jeruk, tomat,
dan sayuran yang ditambahkan
cuka sampai pH-nya mencapai
kisaran tersebut. Mikroorganisme
yang dapat membusukkan bahan
makanan ini adalah bakteri,
khamir, dan kapang. Golongan
bakteri yang sering ditemukan
bila pemanasan kurang adalah
Dasar-dasar Proses Pengolahan Pangan
62
bakteri asidurik misalnya Bacillus
thermoacidurans,
penyebab
produk menjadi asam, yang dapat
terjadi pada sari buah tomat.
4. Bahan pangan asam tinggi
Golongan ini ber-pH antara
2,3-3,7. Contoh: buah beri,
produk acar, jam, jeli, dan
marmalad.
Mikroorganisme
yang dapat tumbuh adalah
bakteri asidurik, khamir, dan
kapang
yang
umumnya
mempunyai resistensi rendah
terhadap panas.
Dalam penggunaan panas ada dua
faktor yang perlu diperhatikan, yaitu:
1. Jumlah panas yang diberikan
harus cukup untuk mematikan
mikroorganisme pembusuk dan
patogen.
2. Jumlah panas yang digunakan
sedapat
mungkin
akan
menyebabkan penurunan zat
gizi dan cita rasa yang
minimal.
Sumber: dari beberapa situs internet
Gambar 3.7. Ilustrasi proses pengalengan
ikan
Gambar 3.8. Proses pengisian makanan
yang akan dikalengkan
Sumber: dari beberapa situs internet
Sumber: dari beberapa situs internet
Gambar 3.6. Ilustrasi proses pengalengan
buah
Tujuan utama proses termal
(proses panas) pada pengalengan
adalah untuk merancang kondisi
pemanasan sehingga menghasilkan
makanan kaleng yang ”steril
komersial”.
Berbeda dengan
sterilisasi total, dalam sterilisasi
komersial masih terdapat beberapa
mikroorganisme yang masih dapat
hidup setelah pemberian panas
(steilisasi). Namun, karena kondisi
dalam kaleng selama penyimpanan
Dasar-dasar Proses Pengolahan Pangan
yang
terjadi
dalam
praktek
komersial
sehari-hari,
maka
mikroorganisme tersebut tidak
mampu tumbuh dan berkembang
biak,
sehingga
tidak
dapat
membusukkan
produk
yang
terdapat di dalam kaleng.
Pada saat ini ilmu dan teknologi
pangan telah berkembang pesat
sehingga
dapat
dilakukan
perhitungan yang rumit dan teliti
untuk menghasilkan “sterilisasi
komersial” yang memungkinkan
produk tetap awet tanpa harus
banyak mengorbankan nilai gizi,
cita rasa, dan tekstur.
Prinsip
dasar proses termal tersebut
diambil dari ilmu termobakteriologi,
dengan memanfaatkan kaidah
perambatan dan penetrasi panas
serta sifat daya tahan panas
mikroorganisme khususnya yang
berbentuk spora.
Pengalengan merupakan cara
pengawetan bahan pangan dalam
wadah
yang
tertutup
rapat
(hermetis) dan disterilkan dengan
panas. Secara garis besar proses
pengalengan
bahan
makanan
dilakukan melalui
tahap-tahap
persiapan bahan mentah, blansir,
pengisian
bahan
ke
dalam
kemasan, pengisian larutan media,
penghampaan udara (exhausting),
proses sterilisasi, pendinginan, dan
penyimpanan.
Persiapan bahan dilakukan dengan
pemilihan bahan-bahan yang akan
dikalengkan,
pencucian,
pemotongan
menjadi
bagianbagian tertentu dan persiapan
bahan
untuk
pengolahan
selanjutnya. Pencucian bertujuan
63
untuk memisahkan bahan dari
benda asing yang tidak diinginkan,
seperti kotoran, minyak, tanah, dan
sebagainya,
serta
untuk
mengurangi
jumlah
mikroorganisme awal yang sangat
berguna dalam efektivitas proses
sterilisasi.
Blansir
dilakukan
sebelum
dilakukan pengisian bahan ke
dalam kaleng, bertujuan untuk
menghilangkan
udara
dalam
jaringan
buah
atau
sayur,
mengurangi
jumlah
mikroorganisme,
memudahkan
pengisian ke dalam kaleng karena
terjadinya pelunakan bahan dan
menginaktifkan enzim.
Pengisian
bahan
ke
dalam
kemasan harus seragam dengan
tujuan untuk mempertahankan
keseragaman rongga udara (head
space), memperoleh produk yang
konsisten dan menjaga berat
bahan
secara
tetap.
Penghampaan
udara
ialah
pengeluaran udara yang terdapat
dalam kemasan untuk mengurangi
tekanan di dalam kaleng selama
proses pemanasan.
Proses
sterilisasi
merupakan
metode yang banyak digunakan
dalam proses pengawetan bahan
pangan yang bertujuan untuk
membunuh mikroorganisme yang
ada didalamnya, sehingga dapat
mencegah terjadinya pembusukan
selama penyimpanan dan bahan
pangan
tersebut
tidak
membahayakan
kesehatan
konsumen. Seperti telah diuraikan
di atas, proses sterilisasi yang
dilakukan dalam
pengalengan
Dasar-dasar Proses Pengolahan Pangan
adalah sterilisasi komersial yang
bertujuan
untuk
membunuh
mikroorganisme
pembusuk/
patogen dan sporanya.
Bahan pangan yang diproses dengan
sterilisasi komersial kebanyakan
dikemas pada kondisi anaerobik,
sebab
spora
mikroorganisme
anaerobik biasanya mempunyai
ketahanan panas lebih rendah
dibandingkan
spora
aerobik
sehingga suhu dan waktu proses
sterilisasi dapat lebih rendah.
Selain
itu,
pencegahan
rekontaminasi
mikroorganisme
anaerobik lebih mudah dan pada
kondisi tersebut dapat dicegah
terjadinya reaksi oksidasi yang dapat
timbul selama proses pemanasan.
Bakteri yang paling tahan panas
dan berbahaya bagi kesehatan
manusia serta dapat ditemukan
dalam makanan kaleng dalam
kondisi
anaerobik
adalah
Clostridium
botulinum.
Bakteri
tersebut
termasuk
bakteri
pembentuk spora yang dapat
menghasilkan racun botulin yang
mematikan. Bak-teri lain yang juga
mengha-silkan spora serta dapat
menyebabkan kebusukan ba-han
tetapi bersifat nonpatogen adalah
PA 3679 (Putrefactive Anaerob)
dan Bacillus stearo-thermophilus
(FS 1518).
Ke-dua bakteri ini
memiliki daya panas lebih tinggi
dibandingkan
C.
botulinum
sehingga jika panas yang diberikan
cukup untuk membunuh kedua
bakteri tersebut, diharapkan C.
botu-linum
dan
bakteri-bakteri
patogen lainnya akan mati.
64
Jumlah bakteri yang mati oleh
panas dapat digambarkan sebagai
kurva yang bersifat logaritmik
(Gambar 12). Harga DT adalah
waktu
dalam
menit
yang
dibutuhkan untuk membu-nuh 90
persen mikroba yang ada pada
suhu tertentu (T oF).
Nilai DT
menunjukkan
jumlah
populasi
mikroba yang mati sebanyak 1
satuan log (1 log cycle). Nilai DT
juga menun-jukkan daya tahan
mikroba terhadap panas pada
suhu tertentu (T oF). Jadi, makin
tinggi harga D, maka mikroba
tersebut makin tahan panas.
Sumber: dari beberapa pustaka
Gambar 3.9. Kurva kematian
secara logaritmik pada suhu T oF
bakteri
Arti dari kurva tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut: pada
waktu t1 jumlah mikroba misalnya
102, maka pada waktu t2 jumlah
mikroba
yang
masih
hidup
1
sebanyak 10 .
Jadi, jumlah
mikroba yang mati adalah 90 atau
sama dengan 90 persen dari
jumlah mikroba pada t1.
Untuk menentukan kurva kematian
mikroba dapat juga digunakan
harga z, yakni jumlah kenaikan
suhu (oF) yang dibutuhkan oleh
mikroba untuk melalui harga D satu
satuan log. Kurva tersebut adalah
Dasar-dasar Proses Pengolahan Pangan
65
”Thermal Death Time Curve”
(kurva TDT) seperti ditunjukkan
pada Gambar 13.
3.3.1. Prinsip Dasar
Sumber: dari beberapa pustaka
Gambar 3.10. Kurva TDT
Untuk sterilisasi bahan pangan
berasam rendah (pH diatas 4,5)
biasanya digunakan pemanasan
selama 12 D (12 D concept) yang
ditujukan terhadap spora C.
botulinum.
Hal ini berarti
kemungkinan terjadinya kebusukan
karena C. botulinum diperkecil
sampai 1/1012, yakni setiap 1012
kaleng hanya 1 yang kemungkinan
akan busuk oleh C. botulinum.
Adapun sterilisasi bahan pangan
yang sangat asam (pH di bawah
4,0)
biasanya
digu-nakan
pemanasan selama 5 D (suhu 250
o
F) atau kadang-kadang cukup
dengan pema-nasan pada suhu
212oF (100 oC) atau kurang selama
beberapa menit.
Prinsip dasar pengawetan dengan
menggunakan suhu rendah adalah
(1)
memperlambat
kecepatan
reaksi
metabolisme
dan
(2)
menghambat
pertumbuhan
mikroorganisme
penyebab
kebusukan dan kerusakan. Prinsip
yang pertama dapat kita pahami
karena setiap penurunan suhu
sebesar 8oC maka kecepatan
reaksi metabolisme berkurang
setengahnya.
Jadi, semakin
rendah suhu penyimpanan maka
bahan pangan akan semakin lama
rusaknya, atau dengan kata lain
bahan pangan akan semakin awet.
Prinsip yang kedua akan efektif jika
bahan pangan dibersihkan dulu
sebelum didinginkan. Hal ini
dimaksudkan bahan pangan yang
akan disimpan sedapat mungkin
terbebas dari kontaminan awal,
terutama
mikroorganisme
dari
golongan psikrofilik yang tahan
suhu dingin.
Dapat
disimpulkan
bahwa
menyimpan makanan pada suhu
rendah (pada lemari es atau lemari
beku)
dapat
mengurangi
kerusakan makanan dan memperlambat proses pelayuan. Suhu
dingin juga membatasi tumbuhnya
bakteri yang merugikan.
Cara-cara pengawetan dengan
suhu rendah secara garis besar
Dasar-dasar Proses Pengolahan Pangan
dikelompokkan menjadi dua, yakni:
(1) pendinginan (cooling) dan (2)
pembekuan (freezing). Perbedaan
antara keduanya dapat dilihat
dalam Tabel III.1 berikut ini.
Tabel 3.1. Perbedaan
pendinginan
pembekuan
antara
dan
PENDINGINAN PEMBEKUAN
Suhu
penyimpanan
Daya awet
-2 – 10oC
-12 – (-24)oC
Beberapa
hari-minggu
Beberapa
bulan-tahun
Sumber: dari beberapa pustaka
3.3.2. Pendinginan
Penurunan suhu di bawah suhu
minimum yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan mikroorganisme dapat
memperpanjang waktu generasi
mikroorganisme dan mencegah atau
menghambat perkembangbiakannya.
Berdasarkan pada kisaran suhu
pertumbuhan,
mikroorganisme
dibedakan atas 3 kelompok, yaitu
termofilik (35-550C), mesofilik (1040oC), dan psikrofilik (-5-15oC).
Pendinginan mencegah pertumbuhan
mikroorganisme termofilik dan
mesofilik.
Sejumlah mikroorganisme psikrofilik
menyebabkan kebusukan makanan,
tetapi tidak ada yang patogen
(dapat menimbulkan penyakit).
Oleh karena itu, pendinginan di
bawah suhu 5-7oC menghambat
kebusukan
dan
mencegah
pertumbuhan
mikroorganisme
patogen.
Pendinginan juga
mengurangi kecepatan perubahan
66
enzimatik dan mikrobiologik serta
menghambat
respirasi
bahan
pangan segar. Faktor-faktor yang
mengendalikan
waktu
simpan
bahan pangan segar dalam
penyimpanan dingin meliputi:
1. jenis dan varietas bahan
pangan;
2. bagian dari bahan pangan
(bagian pertumbuhan tercepat
memiliki kecepatan metabolisme
tertinggi dan waktu simpan
terpendek). Sebagai contoh
asparagus memiliki kecepatan
respirasi relatif 40 dan waktu
simpan pada suhu 2oC selama
0,2-0,5 minggu, sedangkan
bawang
putih
kecepatan
respirasi relatifnya 2 dan waktu
simpannya pada suhu yang
sama selama 25-50 minggu;
3. kondisi panen, contoh: adanya
kontaminasi mikroorganisme,
kerusakan mekanis (bahan
pangan terkelupas, memar,
dan sebagainya), dan tingkat
kematangan;
4. suhu pendistribusian dan suhu
penjualan;
5. kelembaban relatif pada ruang
penyimpanan yang mempengaruhi
kehilangan air (dehidrasi).
Adapun
faktor-faktor
yang
menentukan penyimpanan dingin
dari pangan olahan meliputi:
1. jenis makanan;
2. tingkat kerusakan mikroorganisme
atau inaktivasi enzim yang
diperoleh melalui proses;
3. kontrol
higienis
selama
pengolahan dan penge-masan;
4. sifat-sifat barier dari bahan
pengemas;
5. suhu selama distribusi dan
penjualan.
Dasar-dasar Proses Pengolahan Pangan
Peralatan
untuk
pendinginan
dibedakan berdasarkan metode
yang digunakan untuk memindahkan panas, yaitu: (1) refrigerator mekanik dan (2) sistem
kriogenik.
Kedua jenis alat
pendingin tersebut dapat diterapkan untuk operasi pendi-nginan
yang terputus-putus (batch) atau
berkesinambungan (continuous).
3.3.3. Pembekuan
Yang
dimaksud
dengan
pembekuan adalah suatu unit
operasi di mana suhu makanan
dikurangi di bawah titik pembekuan
dan
bagian
air
mengalami
perubahan
untuk
membentuk
kristal-kristal
es.
Dengan
pembekuan makanan dapat awet
yang dicapai melalui kombinasi
dari suhu rendah, berkurangnya
aw, dan perlakuan pendahuluan
melalui blansir. Perubahan gizi
dan mutu organoleptik hanya
sedikit
apabila
prosedur
pembekuan dan penyimpanan
diikuti.
Pengaruh
Pembekuan
Mikroorganisme
pada
Pertumbuhan
mikroorganisme
dalam makanan pada suhu di
bawah
-12oC
belum
dapat
diketahui dengan pasti.
Jadi
penyimpanan makanan beku pada
suhu sekitar -18 dan di bawahnya
akan
mencegah
kerusakan
mikrobiologis dengan syarat tidak
terjadi perubahan suhu yang
besar.
67
Walaupun jumlah mikroorganisme
biasanya
menurun
selama
pembekuan dan penyimpanan
beku (kecuali spora), makanan
beku tidak steril dan sering cepat
membusuk seperti produk yang
tidak dibekukan. Pembekuan dan
penyimpanan
makanan
beku
mempunyai pengaruh yang nyata
terhadap
kerusakan
sel
mikroorganisme.
Jika sel yang
rusak
tersebut
mendapat
kesempatan untuk menyembuhkan
dirinya, maka pertumbuhan yang
cepat akan terjadi jika lingkungan
sekitarnya memungkinkan.
Adapun
alat
yang
dapat
membekukan bahan pangan biasa
disebut freezer. Faktor-faktor yang
mempengaruhi laju pembekuan
adalah cara pembekuan (cepat
atau
lambat),
suhu
yang
digunakan,
sirkulasi
udara
(refrigerant), ukuran dan bentuk
pembungkus, serta jenis komoditi.
Ada 3 cara pembekuan cepat,
yaitu: (1) pencelupan bahan ke dalam
refrigerant, contoh pembekuan
ikan dalam larutan garam dan
buah beri dalam sirup; (2) kontak
tidak langsung dengan refrigerant;
serta (3) air-blast freezing dengan
udara dingin: - 17,8-(-34,4) oC.
Metode pembekuan yang dipilih
untuk setiap produk tergantung
pada:
1. mutu produk dan tingkat
pembekuan yang diinginkan;
2. tipe dan bentuk produk,
pengemasan, dan lain-lain;
3. fleksibilitas yang dibutuhkan
dalam operasi pembekuan;
4. biaya pembekuan untuk teknik
alternatif.
Dasar-dasar Proses Pengolahan Pangan
Kelebihan
pembekuan
cepat
dibandingkan pembekuan lambat
adalah:
1. kristal es yang terbentuk kecilkecil sehingga dapat memperkecil
kerusakan mekanis apabila
bahan dicairkan (thawing);
2. faktor pemadatan air lebih cepat;
3. pencegahan
pertumbuhan
mikroorganisme lebih cepat;
serta
4. kegiatan enzim cepat menurun.
68
Walaupun secara umum dapat
dikatakan
bahwa
pembekuan
cepat
lebih
baik
daripada
pembekuan lambat, namun perlu
diperhatikan kekhususan kondisi
penyimpanan untuk setiap komoditi
yang memiliki karakteristik yang
berbeda-beda.
Pada Tabel 2
berikut
ini
dapat
dilihat
kekhususan-kekhususan tersebut.
Tabel 3.2. Kekhususan kondisi penyimpanan beberapa bahan pangan
JENIS BAHAN PANGAN
Daging
Ikan
Susu segar
Telur
KONDISI PENYIMPANAN
Jika disimpan pada 4oC dapat awet beberapa hari,
tetapi jika dibekukan pada -18-(-23,5)oC daya
simpannya dapat lebih lama
Ikan lebih cepat busuk daripada daging sehingga
jika disimpan pada 0-4oC maka setelah 5 hari akan
berbau tak sedap, oleh karena itu penyimpanan
sebaiknya dengan pembekuan
Susu segar baik jika disimpan pada 0-1oC,
sedangkan susu kental pada 1-4,5oC. Penyimpanan
di bawah suhu tersebut akan menyebabkan emulsi
susu pecah sehingga terjadi pemisahan lemak.
Selain itu, protein akan terdenaturasi yang ditandai
dengan terbentuknya gumpalan
Suhu terbaik -1,5oC dengan kelembaban nisbi 8285%. Jika kelembaban terlalu rendah, maka isi
telur akan menguap sehingga kantong udara
membesar. Telur tidak boleh dibekukan karena jika
isi telur membeku maka telur akan pecah,
sedangkan jika kuning telur membeku maka akan
menyebabkan kerusakan yang irreversible (tidak
dapat diperbarui)
Mempertahankan Mutu Makanan
Beku
Faktor-faktor
dasar
yang
mempengaruhi mutu akhir dari
makanan beku adalah:
1. Mutu
bahan
baku
yang
digunakan termasuk vari-tas,
kematangan, kecocokan untuk
dibekukan dan disimpan dalam
keadaan beku.
2. Perlakuan sebelum pembekuan seperti blansir, penggunaan SO2, atau asam
askorbat (vitamin C).
3. Metode
dan
kecepatan
pembekuan yang dipakai.
Dasar-dasar Proses Pengolahan Pangan
4. Suhu
penyimpanan
dan
fuktuasi suhu.
5. Waktu penyimpanan.
6. Kelembaban lingkungan tempat
penyimpanan, terutama jika
makanan tidak dikemas.
7. Sifat-sifat dari setiap bahan
pengemas.
Pembekuan Buah-buahan
dan Sayuran
Apabila
suhu
penyimpanan
dipertahankan tidak melebihi batas
minimum
dari
pertumbuhan
mikroorganisme
untuk
waktu
penyimpanan lebih lama, mutu
makanan
beku
akan
rusak
terutama sebagai akibat dari
perubahan-perubahan fisik, kimia,
dan biokimia. Perlakuan-perlakuan
pendahuluan sebelum pembekuan
bertujuan
untuk
mengurangi
kerusakan selama pembekuan dan
penyimpanan beku meliputi:
1. Blansir untuk beberapa macam
buah dan hampir semua sayur
untuk menonaktifkan enzimenzim peroksidase, katalase,
dan enzim penyebab warna
coklat lainnya, megurangi kadar
oksigen dalam sel, mengurangi
jumlah mikroorganisme, dan
memperbaiki warna.
2. Penambahan atau pencelupan
ke
dalam
larutan
asam
askorbat
atau
larutan
sulfurdioksida
untuk
mempertahankan warna dan
mengurangi pencoklatan.
3. Pengemasan
buah-buahan
dalam gula kering atau sirup
untuk meningkatkan kecepatan
pembekuan dan mengurangi
reaksi pencoklatan, dengan
cara
mengurangi
jumlah
69
oksigen yang masuk ke dalam
buah-buahan.
4. Perubahan pH beberapa buah
untuk menurunkan kecepatan
reaksi pencoklatan.
Es Krim
Secara umum es krim digolongkan
berdasarkan komposisi, citarasa,
warna, bentuk, dan ukuran.
Menurut jenisnya dikenal es krim
standard dan es krim special. Es
krim standar dibuat dengan resep
standar dengan citarasa tertentu.
Mengandung 10-12% lemak susu,
15% gula pasir, 0,3-0,5% bahan
pengental, bahan pengelmusi 0,1%
dan susu skim bubuk 10%. Yang
termasuk jenis ini, es krim dengan
rasa coklat, variegated atau ripple.
Es krim variegated merupakan es
krim dengan rasa vanili yang
dikombinasi dengan citarasa lain,
dibuat berlapis atau berselang
seling. Es krim spesial merupakan
es krim yang mengandung lemak
susu lebih tinggi dari es krim
standar, memakai telur dan
pewarna lebih banyak.
Es krim terbuat dari susu bubuk
dengan atau tanpa susu segar,
lemak susu, gula, bahan pengental
atau penstabil, bahan pengemulsi
dengan atau tanpa bahan tambahan
seperti pewarna, rasa, dan telur.
Tahap-tahap pembuatan es krim
meliputi
penimbangan
bahan,
pencampuran,
pemanasan
(pasteurisasi), pengecilan ukuran
butiran lemak (homogenisasi),
pendinginan, aging (penuaan),
pembekuan pengerasan.
Dasar-dasar Proses Pengolahan Pangan
Bahan-bahan yang diperlukan
ditimbang sesuai resep dengan
ukuran yang pasti. Tidak memakai
takaran yang kurang pasti seperti
sendok, cangkir atau gelas. Jika
takaran tidak pasti es krim yang
dihasilkan akan kurang memuaskan.
Mula-mula
bahan
penstabil
dilarutkan ke dalam air. Agar larut
sempurna, campuran dipanaskan
sambil diaduk hingga mendidih.
Bahan-bahan lain ditambahkan
dan diaduk. Campuran semua
bahan ini disebut campuran es
krim atau ice cream mix.
Selanjutnya dilakukan pasteurisasi,
campuran
dipanaskan
hingga
suhu 85oC. Sebelum dingin,
dilakukan
homogenisasi
yaitu
memperkecil ukuran butiran lemak.
Proses homogenisasi dilakukan
dengan alat homogenizer. Hasilnya
es krrim menjadi lebih homogen
dan lembut. Setelah itu campuran
segera
didinginkan
misalnya
dengan
merendam
wadahnya
dalam air es hingga suhunya
mencapai sekitar 4oC sambil
diaduk-aduk. Campuran kemudian
diaging atau dibiarkan selama 4 –
24 jam pada suhu tersebut. Aging
dimaksudkan
untuk
memberi
kesempatan
bahan
penstabil
menyerap air dalam campuran
hingga tekstur es menjadi lebih
lembut dan volumenya bertambah.
Campuran dibekukan dalam otator
(alat pembuat es krim) hingga
suhunya -5 oC sambil terus diaduk.
Volume campuran es krim akan
mengembang. Hal ini disebabkan
oleh udara yang terperangkap
pada campuran. Pada skala
industri pengembangannya dapat
70
mencapai 125% yang berarti dari 1
liter
bahan
yang
dapat
menghasilkan 2,25 liter es krim.
Pengembangan
volume
ini
menguntungkan karena es krim
dijual berdasarkan volume (literan)
dan bukan berdasarkan berat.
Keluar dari alat ini sebenarnya es
krim sudah jadi, teksturnya lembek
dan cepat mencair disebutes krim
lunak atau soft serve ice cream.
Agar teksturnya menjadi lebih
keras, es krim disimpan dalam
freezer yang bersuhu -20 sampai 50oC.
Pembekuan
dilakukan
setelah es krim dikemas dalam
wadah-wadah.
Dalam pembuatan es krim dengan
skala industri jumlah yang dibuat
besar, dengan mesin berkapasitas
besar. Pada mesin pembeku es
krim misalnya, sengaja disuntikkan
udara agar volume es krim
mengembang
lebih
besar.
Sedangkan untuk skala rumah
tangga peralatan dan yang dipakai
lebih sederhana dan berkapasitas
kecil. Beberapa tahapan seperti
homogenisasi dan aging tidak
dilakukan karena peralatan yang
dipakai lebih sederhana
Bahan mentah sering berukuran
lebih
besar
daripada
yang
dibutuhkan sehingga ukuran bahan
ini harus diperkecil.
Operasi
pengecilan ukuran ini dibedakan
atas dua jenis, yaitu (1) pengecilan
ukuran untuk bahan padat yang
Dasar-dasar Proses Pengolahan Pangan
disebut
penghancuran
dan
pemotongan dan (2) pengecilan
ukuran untuk bahan cair yang
disebut emulsifikasi atau atomisasi.
Yang dimaksud pengecilan ukuran
di sini adalah suatu satuan operasi
atau kegiatan yang ditujukan untuk
mengurangi ukuran rata-rata dari
bahan pangan.
Ada tiga jenis
kekuatan yang digunakan untuk
mengurangi ukuran bahan pangan,
yaitu: (1) tekanan (compression
forces), (2) impact forces, dan (3)
shearing (attrition forces. Dalam
kebanyakan
alat
pengecilan
ukuran, ketiga kekuatan tersebut
biasanya ada, namun sering satu
kekuatan lebih penting dibandingkan
yang lainnya. Sebagai contoh dari
pengecilan ukuran diantaranya
adalah produksi butiran-butiran
dan partikel-partikel halus yang
dikenal
dengan
comminution;
pengurangan ukuran butiran-butiran
lemak dalam air yang biasa disebut
homogenisasi atau emulsifikasi.
Dalam
pengolahan
pangan,
pengecilan
ukuran
memiliki
manfaat sebagai berikut:
1. Meningkatkan
rasio
luas
permukaan terhadap volume
dari bahan pangan sehingga
dapat meningkatkan kecepatan
pengeringan, pemanasan, atau
pendinginan.
2. Memperbaiki efisiensi dan
kecepatan
ekstraksi
dari
komponen terlarut (sebagai
contoh
estraksi
jus
dari
potongan-potongan buah).
3. Menyebabkan
pencampuran
bahan-bahan lebih sempurna,
contohnya dalam sup kering
dan campuran kue.
71
Pengecilan ukuran tidak memiliki
pengaruh atau sedikit pengaruhnya
terhadap pengawetan. Kegiatan
tersebut
ditujukan
untuk
memperbaiki
kualitas
atau
kecocokan makanan untuk diolah
lebih lanjut.
Dalam beberapa
makanan,
pengecilan
ukuran
memacu
terjadinya
degradasi
melalui pelepasan enzim-enzim
karena rusaknya jaringan atau
melalui aktivitas mikroorganisme
dan oksidasi karena meningkatnya
luas
permukaan,
jika
tidak
dilakukan tindakan pengawetan.
3.4.1. Penghancuran dan
Pemotongan
Penghancuran dan pemotongan
akan mengurangi ukuran bahan
padat secara mekanis, yaitu
membaginya menjadi partikelpartikel lebih kecil. Penggunaan
proses penghancuran yang paling
luas di dalam industri pangan
adalah dalam penggilingan butirbutir gandum menjadi tepung,
penggilingan
jagung
untuk
menghasilkan
tepung
jagung,
penggilingan
gula,
dan
penggilingan bahan pangan kering
seperti sayuran.
Pemotongan
dipergunakan untuk memecahkan
potongan besar bahan pangan
menjadi potongan-potongan kecil
yang sesuai untuk pengolahan
lebih
lanjut,
seperti
dalam
penyiapan daging olahan.
Dalam
proses
penggilingan,
ukuran bahan diperkecil dengan
melakukan
pengoyakan.
Mekanisme pengoyakan ini belum
Dasar-dasar Proses Pengolahan Pangan
dimengerti dengan jelas, tetapi
secara garis besar dapat dikatakan
bahwa
bahan
mengalami
penekanan oleh gaya mekanis dari
mesin penggiling. Gaya mekanis
yang diterapkan dapat berupa
kompresi,
pemukulan,
atau
pengguntingan.
Besar gaya
mekanis yang diberikan dan waktu
pemberian
gaya
tersebut
mempengaruhi
besarnya
pencapaian hasil penggilingan.
Penggilingan dikatakan efisien
apabila energi yang dibutuhkan
untuk melakukan penggilingan
tersebut sekecil mungkin dan sisa
energi yang hilang sebagai panas
juga harus sekecil mungkin. Faktor
penting yang dipelajari dalam
penggilingan adalah jumlah energi
yang dipergunakan dan jumlah
permukaan yang terbentuk sebagai
hasil penggilingan.
Apabila
suatu
partikel
yang
seragam dihancurkan, setelah
penghancuran pertama, ukuran
partikel yang dihasilkan akan
sangat bervariasi dari yang relatif
sangat kasar sampai yang paling
halus bahkan sampai abu. Ketika
penghancuran dilanjutkan, partikel
yang besar akan dihancurkan lebih
lanjut akan tetapi partikel yang
kecil mengalami perubahan relatif
sedikit. Sebagi contoh, terigu pada
penghancuran
pertama
menghasilkan partikel berukuran
yang sangat bervariasi dalam
tepung kasar, akan tetapi setelah
penghancuran lebih lanjut, fraksi
yang agak dominan adalah yang
lolos saringan 40 mesh dan
tertahan pada saringan 100 mesh.
72
Fraksi ini cenderung meningkat
meskipun
penghancuran
berlangsung lama, selama tipe
mesin yang sama, dalam hal
dipergunakan rol silinder.
Peralatan penghancuran dapat
dibagi ke dalam dua kelas, yaitu
penggiling dan pengasah. Pada
kelas pertama, aksi utama adalah
tekanan,
yaitu
pengasahan
digabungkan
dengan
pengguntingan dan pemukulan
dengan gaya tekanan.
Pengecilan ukuran diklasifikasikan
sesuai dengan ukuran partikel
yang dihasilkan, yaitu sebagai
berikut:
1. Besar hingga sedang (stewing
steak, keju, dan buah yang
diiris untuk pengalengan);
2. Sedang hingga kecil (bacon,
buncis iris dan diced wortel),
dan
3. Kecil hingga granular (daging
giling, flaked ikan atau kacangkacangan
dan
shredded
sayuran)
3.4.1. Peralatanuntuk
Pengecilan Ukuran
Peralatan
pengecilan
ukuran
idealnya
beroperasi
dengan
karakteristik sebagai berikut:
1. Menghasilkan ukuran produk
hasil pengecilan yang sama;
2. Kenaikan temperatur minimum
selama proses pengecilan;
3. Memerlukan daya minimum;
4. Beroperasi
tanpa
kendala
(trouble free operation).
Dasar-dasar Proses Pengolahan Pangan
73
Pengecilan ukuran juga memiliki
pengaruh
tidak langsung pada
aroma
dan
flavor
beberapa
makanan. Hal ini disebabkan selama
proses pengecilan ukuran terjadi
perusakan sel dan peningkatan
luas permukaan yang dapat
memicu kerusakan oksidatif dan
peningkatan reaksi mikrobiologi
serta aktivitas enzim. Oleh karena
itu, pengecilan ukuran mempunyai
pengaruh yang sedikit bahkan
tidak ada terhadap pengawetan.
Gambar 3.11. Corn Cutter (Pemotong
Jagung)
Gambar 3.12. Mesin Penggiling
Daging (Meat
Chopper)
3.4.2. Pengaruh Pengecilan
Ukuran Terhadap
Bahan Pangan
Pengecilan ukuran merupakan
proses untuk mengontrol sifat-sifat
bahan pangan untuk memperbaiki
efisiensi pencampuran dan pindah
panas.
Tekstur bahan pangan
seperti roti, hamburger, dan jus
dikontrol melalui kondisi-kondisi
yang digunakan selama pengecilan
ukuran.
Untuk bahan pangan kering seperti
biji-bijian dan kacang-kacangan,
memiliki aw yang cukup rendah
sehingga dapat disimpan beberapa
bulan setelah penggilingan tanpa
perubahan nilai gizi dan sifat
organoleptik yang berarti. Untuk
bahan pangan yang tinggi kadar
airnya dapat terjadi kerusakan
dengan
cepat
jika
proses
pengawetan seperti pendinginan,
pembekuan
dan
pengolahan
dengan suhu tinggi tidak dilakukan.
Nilai gizi dari makanan emulsi
berubah jika komponen-komponen
dipisahkan,
seperti
dalam
pembuatan mentega.
Pada
makanan bayi ada pengaruh yang
menguntungkan yakni perbaikan
daya cerna lemak dan protein.
Nilai gizi makanan lain ditentukan
oleh formulasi yang digunakan dan
tidak dipengaruhi oleh emulsifikasi
atau homogenisasi.
Alat homogenisasi (homogenizer)
dan zat-zat pengemulsi berfungsi
untuk
menstabilkan
produk
makanan agar terlihat seragam
dan mencegah pemisahan, tetapi
tidak mengawetkan makanan.
Dasar-dasar Proses Pengolahan Pangan
Pada semua makanan emulsi,
perubahan
degradatif
seperti
hidrolisis atau oksidasi pigmen,
komponen aroma dan vitamin,
serta
pertumbuhan
mikroba
diminimalisasi melalui pengontrolan
yang baik selama pengemasan
dan kondisi penyimpanan.
3.4.3. Susu Kedelai
Susu kedelai merupakan salah
satu produk olahan kedelai yang
diolah melalui proses pengecilan
ukuran
dan
pasteurisasi.
Pengecilan ukuran yang dimaksud
dengan cara menggiling kedelai
menggunakan alat penggiling dish
mill
(alat
penggiling
yang
menggunakan dua lempeng batu)
atau menggunakan blender. Untuk
mendapatkan ekstrak kedelai yang
cukup banyak dan memudahkan
proses
penghancuran
secara
basah.
Susu kedelai memiliki keunggulan
karena dalam kedelai mengandung
oligosakarida
(rafinosa
dan
stakiosa) yang menguntungkan
bagi kesehatan manusia. Rafinosa
dan stakiosa dari kedelai telah
terbukti
dapat
menstimulir
pertumbuhan bakteri yang baik
dalam pencernaan).
Sebelum dilakukan penggilingan
maka kedelai direndam dalam air
bersih
selama
6-8
jam.
Perendaman
bertujuan
untuk
memudahkan
dalam
proses
penggilingan karena biji kedelai
lebih lunak dibandingkan sebelum
dilakukan
perendaman,
mengurangi aroma langu kedelai
74
(beany flavor). Jumlah air yang
digunakan
untuk
merendam
sebanyak 2-3 kali berat kedelai.
Setelah dilakukan perendaman,
selanjutnya kedelai digiling. Selama
penggilingan kedelai ditambahkan
air masak. Perbandingan antara
kedelai dengan jumlah air yang
digunakan untuk pengenceran dan
penggilingan 1 bagian kedelai : 5
hingga 8 bagian air masak. Hasil
penggilingan kedelai disebut bubur
kedelai.
Bubur kedelai yang diperoleh,
kemudian dilakukan penyaringan.
Penyaringan bubur kedelai dilakukan
secara manual menggunakan kain
saring
yang
halus
atau
menggunakan kain saringan tahu.
Hasil penyaringan bubur kedelai
berupa filtrat atau yang dikenal
denngan susu kedelai.
Untuk
memperpanjang
umur
simpan
susu
kedelai,
maka
dilakukan pasteurisasi susu kedelai
yang
diperoleh.
Pasteurisasi
dilakukan
dengan
cara
memanaskan susu kedelai hingga
mencapai suhu 63 0C selama 30
menit atau 72 0C selama 15 detik.
Setelah dipasteurisasi, maka susu
kedelai dikemas dalam kemasan
steril. Pengemasan dilakukan pada
saat susu kedelai masih dalam
keadaan panas (hot filling).
3.4.4. Pati
Pati merupakan salah produk
pangan yang dijadikan sumber
karbohidrat. Pati dapat dibuat dari
umbi-umbian, seperti singkong, ubi
garut, dan lain-lain.
Dasar-dasar Proses Pengolahan Pangan
Untuk membuat pati (misalnya pati
garut), maka cara membuatnya
sebagai berikut:
• Ubi garut dibersihkan dari kulit
ari dan akar, kemudian dicuci
bersih.
• Ubi
garut
diparut
untuk
memperkecil
ukuran
dan
memperluas
permukaan
sehingga pati yang diperoleh
dapat lebih banyak.
• Ubi garut yang sudah diparut
kemudian direndam dalam air
bersih sambil diremas-remas
dengan tangan. Kemudian
disaring untuk memisahkan
bagian ubi garut yang tidak
larut dalam air.
• Filtrat yang diperoleh kemudian
didiamkan
beberapa
saat
sehingga terbentuk endapan
putih di bagian dasar dan air
yang terpisah di bagian atas.
• Selanjutnya
air
tersebut
dipisahkan dan dibuang.
• Endapan putih yang tersisa
kemudian dikeringkan dan
diayak menggunakan ayakan
60 mesh. Tepung yang didapat
selanjutnya disebut pati garut.
Pengeringan merupakan metode
tertua pengawetan bahan pangan.
Pengeringan
pangan
berarti
pemindahan air dengan sengaja
dari bahan pangan.
Selama
pengeringan terjadi penguapan air
yang terdapat dalam bahan
pangan. Oleh sebab itu, makanan
75
yang
dikeringkan
terjaga
keawetannya karena kandungan
airnya rendah sehingga organisme
pembusuk tidak dapat tumbuh.
Dibandingkan metode pengawetan
yang lain, pengeringan merupakan
metode yang sederhana karena
tidak memerlukan alat yang
khusus.
Oven dapur, rak-rak
pengering,
dan
wadah
penyimpanan adalah peralatan
dasar yang dibutuhkan.
Jika
diinginkan
makanan
yang
dikeringkan dalam jumlah besar,
maka dapat digunakan pengering
makanan, tetapi tidak harus. Untuk
pengeringan
dengan
sinar
matahari, hanya diperlukan rak-rak
dan wadah penyimpanan.
Salah satu manfaat terbesar dari
makanan yang dikeringkan adalah
makanan kering mengambil tempat
penyimpanan yang lebih sedikit
dibandingkan makanan kaleng dan
makanan
beku.
Namun,
pengeringan
tidak
dapat
menggantikan pengalengan dan
pembekuan karena kedua metode
tersebut lebih baik dalam hal
mempertahankan
rasa,
penampilan, dan nilai gizi.
Pengeringan bertujuan untuk:
1. mengawetkan bahan pangan,
2. meningkatkan
efisiensi
pengemasan
(packaging),
penyimpanan, dan transportasi
(tujuan
ekonomi
karena
menurunkan
berat
dan
volume),
3. memperpanjang daya guna
dan hasil guna,
4. mengubah struktur bahan
pangan.
Dasar-dasar Proses Pengolahan Pangan
3.5.1. Petunjuk
Pengeringan
1. Kecepatan: agar diperoleh
produk yang berkualitas baik,
sayuran dan buah-buahan
harus dipersiapkan sesegera
mungkin
setelah
panen.
Sayuran dan buah-buahan
harus diblansir, didinginkan,
dan
dikeringkan
tanpa
penundaan.
Bahan
makanan
harus
dikeringkan dengan cepat, tapi
tidak terlalu cepat karena akan
menyebabkan
terjadinya
pengerasan
bagian
luar
sementara
bagian
dalam
masih basah (case hardening).
Pengeringan
tidak
boleh
diganggu. Jika pengeringan
sudah dimulai, maka tidak
boleh
didinginkan
lalu
pengeringan
dimulai
lagi
karena kapang dan organisme
pembusuk
lainnya
dapat
tumbuh pada makanan yang
kering sebagian.
2. Suhu:
selama
proses
pengeringan awal, suhu udara
dapat relatif tinggi, 65 – 70 oC
sehingga air dapat menguap
dengan cepat dari makanan.
Karena makanan kehilangan
panas selama penguapan
cepat, suhu udara dapat tinggi
tanpa
peningkatan
suhu
makanan.
Namun, segera
setelah air di permukaan
bahan hilang (bagian luar
bahan mulai kering) dan
kecepatan
penguapan
menurun, makanan menjadi
hangat.
Suhu udara harus
76
dikurangi menjadi sekitar 60oC.
Pada akhir proses pengeringan
makanan
dapat
hangus
dengan mudah sehingga kita
harus
perhatikan
dengan
seksama. Setiap buah-buahan
dan sayuran memiliki suhu
kritis dimana cita rasa gosong
berkembang.
Suhu
pengeringan
seharusnya
cukup
tinggi
untuk
menguapkan air dari makanan,
tetapi tidak cukup tinggi untuk
memasak makanan.
3. Kelembaban dan Ventilasi:
Pengeringan
yang
cepat
diinginkan.
Jika suhu lebih
tinggi dan kelembaban lebih
rendah,
maka
kecepatan
pengeringan akan lebih cepat.
Udara
lembab
akan
menurunkan
kecepatan
penguapan
sehingga
pengering akan berjalan lama.
Oleh karena itu, ventilasi di
sekeliling oven atau pengering
harus cukup agar air yang
keluar dari makanan dapat
keluar dan tidak mengganggu
kecepatan pengeringan.
4. Pengeringan yang Seragam:
Pengadukan makanan secara
teratur dan pergiliran rak dalam
oven penting karena panas
tidak sama di semua bagian
dari pengering. Untuk hasil
yang baik, makanan harus
disebar secara merata pada
rak-rak pengering. Peralatan
yang dapat membantu untuk
mendapatkan produk yang
seragam adalah:
Dasar-dasar Proses Pengolahan Pangan
77
a. timbangan
untuk
mengetahui berat sebelum
dan sesudah pengeringan
b. kipas angin listrik untuk
sirkulasi udara
c. termometer
untuk
mengecek suhu
d. alat untuk memblansir
sayur-sayuran
e. kotak sulfur untuk buahbuahan.
3.5.2. Nilai Gizi
Makanan
yang
dikeringkan
merupakan sumber energi yang
baik karena mengandung gula-gula
yang terkonsentrasi.
Jumlah
vitamin dan mineral juga agak
besar. Namun, proses pengeringan
akan merusak beberapa vitamin,
khususnya A dan C. Perendaman
buah
dalam
larutan
yang
mengandung
sulfur
sebelum
pengeringan dapat membantu
mempertahankan vitamin A dan C.
Sulfur merusak tiamin (vitamin B1),
tetapi buah bukan sumber tiamin.
Buah-buahan yang dikeringkan
kaya akan riboflavin dan zat besi.
Sayuran adalah sumber mineral,
tiamin, riboflavin, dan niasin yang
baik. Buah-buahn dan sayuran
juga merupakan sumber serat.
3.5.3. Metode Pengeringan
Pengeringan dengan Oven
Pengeringan oven merupakan cara
yang paling sederhana untuk
mengeringkan makanan karena
tidak
memerlukan
peralatan
khusus.
Metode ini juga lebih
cepat
daripada
metode
pengeringan
dengan
sinar
matahari (penjemuran) ataupun
dengan menggunakan pengering
makanan
(food
dryer).
Kelemahannya adalah metode
oven hanya dapat digunakan untuk
skala kecil. Oven dapur biasa
hanya dapat menampung 4 – 6
pounds (1 pounds = 453,6 gram)
makanan untuk sekali pemakaian.
Hal-hal yang harus diperhatikan
pada pengeringan dengan oven
adalah sebagai berikut:
1. Pada awal pemanasan, suhu
oven
diatur
pada
60oC.
Kemudian
suhu
oven
dipertahankan pada 60-70oC.
Pengecekan suhu dilakukan
setiap setengah jam.
2. Pengaturan makanan yang akan
dikeringkan dalam rak-rak.
Pada setiap rak disusun 1-2
pounds makanan sebanyak
satu lapis.
Untuk sekali
pemakaian rak yang digunakan
tidak lebih dari 4 rak. Muatan
Dasar-dasar Proses Pengolahan Pangan
yang tidak terlalu padat akan
lebih cepat kering dibandingkan
muatan yang penuh. Harus
disediakan ruang kosong kirakira 1-1,5 inci dari tiap sisi rak
agar udara dapat bersirkulasi
dengan baik.
3. Perlu disediakan ventilasi yang
cukup agar uap air dapat
keluar sementara panas tetap
berada dalam oven.
Untuk
oven listrik ventilasi kira-kira 46 inci, sedangkan untuk oven
gas sekitar 1-2 inci. Kipas
angin listrik dapat diletakkan di
depan pintu oven untuk
membantu sirkulasi udara.
4. Pergiliran dalam meletakkan
rak (rotasi) diperlukan karena
suhu di setiap tempat pada
oven tidak sama.
Rotasi
dilakukan setiap setengah jam
sekali.
Pembalikan bahan
makanan yang dikeringkan
setiap setengah jam juga
diperlukan agar pengeringan
makanan berjalan dengan baik.
Pengeringan dengan Pengering
Makanan (Food Dryer)
78
Pengering makanan komersial atau
buatan rumah tangga atau oven
konveksi dapat secara otomatis
mengontrol panas dan ventilasi.
Pengering ini lebih hemat listrik
dibandingkan oven listrik. Namun,
suhunya lebih rendah (sekitar
50oC)
sehingga
pengeringan
berjalan lebih lama dibandingkan
oven.
Hal-hal yang harus diperhatikan
dalam menggunakan pengering ini
antara lain:
1. Pemanasan awal sekitar 52oC.
Pemanasan dinaikkan secara
bertahap hingga 60oC. Dengan
cara ini diperlukan 4-12 jam
untuk mengeringkan buahabuahan atau sayur-sayuran.
2. Tidak boleh menggunakan
pemanas
ruangan
untuk
mengeringkan
makanan
karena
pemanas
ruangan
menggerakkan
debu
dan
kotoran
sehingga
dapat
mengkontaminasi makanan.
Pengeringan
dengan
Matahari (Sun Drying)
Sinar
Pengeringan
dengan
sinar
matahari adalah cara tertua untuk
mengeringkan makanan karena
menggunakan panas matahari dan
pergerakan udara secara alami.
Cara
ini
memerlukan
sinar
matahari yang terik, kelembaban
rendah, dan suhu sekitar 100 oF.
Bahan makanan yang berbentuk
padat seperti buah-buahan dan
sayuran dapat dikeringkan dengan
cara ini.
Dasar-dasar Proses Pengolahan Pangan
Kelemahan metode ini:
1. Makanan harus dilindungi dari
serangga dan ditutup pada
malam hari.
2. Metode ini tidak sehigienis
metode yang lain.
3. Lama pengeringan tergantung
cuaca. Diperlukan waktu kirakira
3-7
hari
untuk
mengeringkan
buah-buahan
dan sayuran.
Pengeringan dengan Pengering
Beku (Freeze Drying)
Pengeringan beku cocok dilakukan
pada produk-produk yang sangat
sensitif terhadap panas. Untuk
produk komersial yang paling
banyak dikeringbekukan adalah
kopi instan.
Beberapa produk
buah-buahan
juga
mulai
dikeringbekukan
walau masih
dalam jumlah terbatas.
79
semprot yang cocok diterapkan
untuk produk-produk cair. Cairan
yang akan disemprotkan ke alat
pengering semprot harus dikontrol
densitasnya (berat per satuan
volume) dengan menambahkan
sejumlah padatan. Susu bubuk
adalah
contoh
produk
yang
dikeringkan dengan cara ini.
Alat pengering semprot terdiri atas
pemasukan udara (air inlet),
pemanas udara (air heater), drying
chamber, inlet atomizer, cyclone
chamber,
cyclone
separator,
tempat penampungan produkproduk yang sudah dikeringkan,
hot air inlet and outlet, kipas dan
motor pengering, alat pengontrol.
Alat tersebut dapat dilihat pada
Gambar 3.9.
Dalam pengeringan beku, air
dikeluarkan dari bahan tanpa
perubahan fase atau melalui
proses sublimasi.
Jadi, bahan
yang sudah dibekukan langsung
dikeluarkan
airnya
melalui
pengeringan tanpa mengalami
pencairan bahan.
Alat pengeringan beku (freeze
dryer) terdiri atas a dryer cabinet;
drying
chamber
with:
heating/cooling shelves, trays and
door; vacuum pump, condenser,
controls and digital readout.
Sumber: dari beberapa situs internet
Pengeringan dengan Pengering
Semprot (Spray Drying)
Pengeringan dengan Pengering
Drum yang Berputar (Drum
Dryer)
Metode pengeringan yang paling
umum
adalah
pengeringan
Metode
ini
kurang
umum
dibandingkan metode yang telah
Gambar 3.12. Spray Drier
Dasar-dasar Proses Pengolahan Pangan
diuraikan di atas. Bahan yang
akan dikeringkan dialirkan di atas
drum panas yang berputar. Produk
yang sudah dikeringkan berbentuk
serpihan-serpihan.
Metode ini
lebih
rendah
biayanya
dibandingkan metode D dan E,
namun dihasilkan banyak panas
yang dapat merusak produk. Alat
pengering ini dapat dilihat pada
Gambar 3.10.
Gambar 3.13. Drum drier
3.3.4. Jenis-Jenis Makanan
Yang Dikeringkan
Berbagai
buah-buahan
segar,
sayuran, rempah-rempah, daging,
dan ikan dapat dikeringkan. Buahbuahan lebih mudah dikeringkan
daripada sayur-sayuran karena
penguapan air lebih mudah terjadi.
Apel matang, beri, ceri, pir, jagung,
lada, bawang putih, dan kacang
polong biasa dikeringkan. Wortel
biasanya diawetkan dengan cara
pendinginan.
Semua
jenis
rempah-rempah
cocok untuk dikeringkan. Daging
sapi, kambing, dan ikan juga baik
bila dikeringkan. Beberapa bahan
makanan tidak cocok untuk
dikeringkan karena kandungan air
80
yang tinggi, sebagai contoh lettuce,
melon, dan ketimun.
Pengeringan Sayuran dan Buah
Bahan makanan seperti sayursayuran dan buah-buahan mentah
dapat diawetkan dengan cara
mengurangi
kadar
air
yang
dikandung bahan tersebut untuk
menghindari
pertumbuhan
mikroorganisme
pembusuk.
Sayur-sayuran atau buah-buahan
yang dikeringkan sering menjadi
coklat
karena
terjadi
reaksi
pencoklatan.
Reaksi ini terjadi
karena adanya aktivitas enzim
pencoklatan
dengan
adanya
oksigen.
Untuk menghindari
terjadinya
reaksi
pencoklatan
tersebut, perlu dilakukan persiapan
bahan
sebelum
dikeringkan
misalnya dengan cara memblansir
bahan atau merendam bahan
dalam larutan sulfur.
Pengeringan
dapat
dilakukan
dengan menjemur di bawah sinar
matahari ataupun dalam alat
pengering seperti oven.
Suhu
pengeringan yang baik adalah 43 –
46oC. Suhu yang tepat untuk setiap
bahan tergantung dari sifat bahan
dan cara pengeringan.
Lama
pengeringan
tergantung
pada
kekeringan
produk
yang
dikehendaki. Kualitas produk yang
kering dapat dicapai apabila
pengeringan dilakukan dengan
cepat.
Pengeringan Rempah-rempah
Berbagai jenis rempah-rempah
dapat dikeringkan.
Sebelum
dikeringkan,
rempah-rempah
tersebut dicuci dan ditiriskan.
Dasar-dasar Proses Pengolahan Pangan
Metode yang digunakan untuk
mengeringkan
rempah-rempah
adalah:
1. Dikeringanginkan: sekitar 6-8
tangkai diikat dan dimasukkan
ke dalam kantong yang diberi
lubang untuk menghindari
kontak langsung dengan sinar
matahari yang dapat merusak
aroma.
Kantong-kantong
tersebut
digantung
pada
ruangan yang hangat dan kering.
Lama pengeringan dengan
cara ini sekitar 1-2 minggu.
2. Oven:
suhu diatur paling
rendah sehingga pengeringan
berjalan lambat dan memakan
waktu 2-4 jam.
3. Microwave oven: rempahrempah dibungkus dengan
kertas dan suhu diatur medium
selama 2-3 menit.
Pengeringan Daging dan Ikan
Pada prinsipnya semua jenis
daging
tak
berlemak
dapat
dikeringkan.
Daging
yang
digunakan harus segar dan semua
lemak dan jaringan ikat harus
dibersihkan karena lemak dapat
menyebabkan ketengikan dan
akan membusukkan daging yang
telah kering.
Metode
pengeringan
yang
digunakan adalah:
1. Pengering oven: suhu oven
diatur serendah mungkin dan
dipertahankan pada suhu 6065oC dan memakan waktu
sekitar 10-12 jam.
2. Pengering Makanan (food
dryer):
temperatur
yang
digunakan
lebih
rendah
daripada
oven
sehingga
pengeringan lebih lama.
81
3. Pengeringan dengan rumah
asap: suhu awal sekitar 27oC,
lalu dinaikkan secara bertahap
hingga 49oC. Dengan cara ini
diperlukan waktu sekitar 24-48
jam.
4. Dikeringanginkan: dengan syarat
udara di sekitarnya harus
panas dan kering. Metode ini
tidak sebaik metode di atas
harus suhu tidak dapat diatur
dan kemungkinan daging dapat
terkontaminasi udara yang kotor.
3.3.5. Pengaruh Pengeringan
Terhadap Sifat Bahan
Pangan
Makanan
yang
dikeringkan
mempunyai nilai gizi yang lebih
rendah
dibandingkan
dengan
bahan
segarnya.
Selama
pengeringan terjadi perubahan
warna, tekstur, aroma, dan lainlain. Perubahan tersebut dapat
diminimalisasi dengan memberikan
perlakuan pendahuluan terhadap
bahan
pangan
yang
akan
dikeringkan,
misalnya
dengan
pencelupan dalam larutan bisulfit.
Pengeringan akan mengurangi
kadar air dalam bahan pangan
sehingga kandungan senyawasenyawa
seperti
protein,
karbohidrat, lemak, dan mineral
berada dalam konsentrasi yang
lebih tinggi, akan tetapi vitaminvitamin dan zat warna pada
umumnya menjadi rusak atau
berkurang.
Warna
bahan
pangan
yang
dikeringkan pada umumnya berubah
menjadi coklat.
Perubahan
Dasar-dasar Proses Pengolahan Pangan
tersebut disebabkan oleh reaksi
browning non enzimatik yakni
reaksi antara asam organik dengan
gula pereduksi dan antara asamasam amino dengan gula pereduksi.
Reaksi antara asam amino dengan
gula pereduksi dapat menurunkan
nilai gizi protein.
Dalam proses pengeringan dapat
menyebabkan
terjadinya
case
hardening yaitu suatu keadaan di
mana permukaan luar bahan
sudah kering sedangkan bagian
dalamnya masih basah.
Case
hardening dapat disebabkan oleh:
1. suhu pengeringan yang terlalu
tinggi akan menga-kibatkan
bagian
permukaan
cepat
mengering dan me-ngeras
sehingga
menghambat
penguapan air yang masih
berada dalam bahan;
2. perubahan-perubahan
kimia
tertentu, misalnya terjadinya
penggumpalan protein pada
permukaan
bahan
karena
adanya panas atau terbentuknya
dekstrin dari pati yang jika
dikeringkan
akan
menjadi
bahan yang masif (keras) pada
permukaan bahan.
Case hardening selain menyebabkan
pengeringan
berjalan
lambat, juga dapat menyebabkan
kebusukan karena mikroba yang
masih ada di bagian dalam bahan
dapat berkembang biak. Selain itu,
jika
bahan
akan
direhidrasi
diperlukan waktu yang lebih lama.
Cara pencegahan case hardening
tersebut adalah dengan mengatur
suhu pengeringan tidak terlalu
tinggi atau proses pengeringan
awal tidak terlalu cepat.
82
Penggaraman merupakan salah
satu cara pengawetan yang sudah
lama dilakukan orang.
Garam
dapat bertindak sebagi pengawet
karena garam akan menarik air
dari
bahan
sehingga
mikroorganisme pembusuk tidak
dapat berkembang biak karena
menurunnya aktivitas air (aw).
3.6.1. Sifat-sifat
Antimikroorganisme
dari Garam
Garam
memberi
sejumlah
pengaruh bila ditambahkan pada
jaringan tumbuh-tumbuhan yang
segar.
Garam akan berperan
sebagai penghambat selektif pada
mikroorganisme pencemar tertentu.
Mikroorganisme pembusuk atau
proteolitik dan pembentuk spora
adalah
yang
paling
mudah
terpengaruh walau dengan kadar
garam yang rendah sekalipun
(yaitu
sampai
6%).
Mikroorganisme patogen termasuk
Clostridium
botulinum
kecuali
Streptococcus
aureus
dapat
dihambat oleh konsentrasi garam
sampai 10 – 12%.
Beberapa
mikroorganisme terutama jenis
Leuconostoc dan Lactobacillus
dapat tumbuh dengan cepat
dengan adanya garam.
Garam
juga
mempengaruhi
aktivitas air (aw) dari bahan
sehingga dapat mengendalikan
pertumbuhan
mikroorganisme.
Dasar-dasar Proses Pengolahan Pangan
Beberapa mikroorganisme seperti
bakteri halofilik (bakteri yang tahan
hidup pada konsentrasi garam
yang tinggi) dapat tumbuh dalam
larutan garam yang hampir jenuh,
tetapi
membutuhkan
waktu
penyimpanan yang lama untuk
tumbuh dan selanjutnya terjadi
pembusukan.
3.6.2. Penggaraman Ikan
Pada proses penggaraman ikan,
pengawetan dilakukan dengan
cara mengurangi kadar air dalam
badan ikan sampai titik tertentu
sehingga bakteri tidak dapat hidup
dan berkembang biak lagi. Jadi,
peranan garam dalam proses ini
tidak
bersifat
membunuh
mikroorganisme (fermicida), tetapi
garam mengakibatkan terjadinya
proses penarikan air dalam sel
daging ikan sehingga terjadi
plasmolisis (kadar air dalam sel
mikroorganisme berkurang, lama
kelamaan bakteri mati).
Penggaraman ikan biasanya diikuti
dengan
pengeringan
untuk
menurunkan kadar air dalam daging
ikan sehingga cairan semakin kental
dan proteinnya akan menggumpal.
Kemurnian garam dan ukuran
kristal garam akan mempengaruhi
mutu ikan asin yang dihasilkan.
Warna putih kekuningan, lunak,
dan rasa yang enak merupakan
ciri-ciri ikan asin yang baik.
Penggaraman ikan dapat dilakukan
dengan beberapa cara, yakni:
1. Penggaraman
kering
(dry
salting) dengan menggunakan
garam kering Æ ikan disiangi
83
lalu dilumuri garam dan
disusun secara berlapis-lapis
dengan garam.
2. Penggaraman basah (brine
salting) dengan menggunakan
larutan garam jenuh Æ ikan
ditumpuk dalam bejana/wadah
kedap air lalu diisi dengan
larutan garam.
3. Penggaraman kering tanpa
wadah kedap air (kench
salting) Æ hampir sama
dengancara (1), tetapi karena
wadah yang digunakan tidak
kedap air, maka larutan/cairan
garam yang terbentuk akan
langsung mengalir ke bawah
dan dibuang.
4. Penggaraman yang diikuti
dengan proses perebusan
(pindang) atau mencelupkan
dalam larutan garam panas (cue).
3.6.3. Telur Asin
Telur asin adalah suatu hasil
olahan
telur
dengan
prinsip
penggaraman. Fungsi garam di
sini sama dengan penggaraman
ikan yaitu menarik air sampai kadar
air tertentu sehingga bakteri tidak
dapat berkembang lagi. Garam
yang digunakan juga harus bersih
dan ukuran kristal garamnya tidak
terlalu halus. Telur bebek/ayam
yang akan digunakan harus
bermutu
baik
karena
akan
mempengaruhi telur asin yang
dihasilkan. Dalam pembuatan telur
asin biasa digunakan abu gosok,
bubuk bata merah yang dicampur
dengan garam sebagai medium
pengasin.
Dasar-dasar Proses Pengolahan Pangan
3.6.4. Acar
Acar atau yang dikenal dengan
pickle adalah sayur atau buah
yang diberi garam dan diawetkan
dalam cuka baik diberi bumbu atau
tidak.
Proses penggaraman
dilakukan
pada
tahap
awal
pembuatan acar dengan cara
fermentasi Terkadang dilakukan
penambahan gula sebanyak 1%
apabila sayur atau buah yang
digunakan berkadar gula rendah.
Nama acar biasanya disesuaikan
dengan nama sayur atau buah
yang digunakan, misalnya acar
mentimun, acar bawang putih, dan
lain-lain. Jadi, acar dibuat dengan
kombinasi dua cara pengawetan
yakni penggaraman dan fermentasi.
Pembuatan acar dibedakan atas 3
cara:
1. Cara pertama terdiri atas 2
proses,
yaitu
proses
pelumuran
garam
(rough
salting) dan penggaraman
akhir (final salting).
Pada
proses
pelumuran
garam
digunakan serbuk garam kirakira 10% dari berat bahan dan
larutan garam berkonsentrasi
10%.
Bahan dan serbuk
garam disusun dalam wadah
khusus seperti stoples secara
berlapis-lapis.
Bagian atas
memiliki lapisan garam lebih
banyak
daripada
bagian
bawahnya.
Proses
ini
berlangsung selama 4-5 hari
yang
dilanjutkan
dengan
penggaraman akhir. Pada
tahap
ini
serbuk
garam
dikurangi 6% dari berat bahan
yang telah mengalami rough
84
salting.
Lama
proses
penggaraman tergantung dari
aroma acar yang dihasilkan.
Pembuatan acar jenis ini
banyak dilakukan di Jepang.
2. Cara kedua adalah dengan
pembubukan garam secara
bertahap.
Tahap pertama
dilakukan dengan kadar garam
rendah
sekitar
8%
lalu
ditambah
serbuk
garam
sebanyak 9% dari berat bahan.
Setiap
minggu
dilakukan
penambahan garam secara
berangsur hingga akhirnya
menjadi 15,9%.
3. Pada cara ketiga mula-mula
digunakan
larutan
garam
10,6% lalu ditambah serbuk
garam sebanyak 9% dari berat
bahan. Penambahan garam
dilakukan secara berangsur
setiap
minggu
hingga
mencapai 15,9%. Agar lama
proses cara ketiga ini sama
dengan cara kedua, maka
penambahan garam setiap
minggunya harus lebih sedikit
dari cara kedua.
Proses fermentasi yang terjadi
pada pembuatan acar akan
membentuk asam laktat yang
berasal
dari
pengubahan
karbohidrat/gula.
Proses ini
berlangsung selama 9 minggu agar
sempurna.
Hasil fermentasi
tergantung dari suhu dan cara
penggaraman sebelum fermentasi.
Perendaman sayuran atau buah
dalam larutan garam kadar rendah
atau tinggi akan menyebabkan
tumbuhnya mikroorganisme dari
golongan
bakteri
yakni
Lactobacillus plantarum. Bakteri ini
Dasar-dasar Proses Pengolahan Pangan
terlibat dalam pembentukan asam
laktat selama fermentasi. Bakteri
tersebut tidak dapat tumbuh jika
larutan garam bertambah menjadi
10 sampai 15%.
Ada dua jenis acar sayur atau
buah:
1. Acar asin: acar yang dibuat
melalui proses penggaraman
dengan garam dapur (NaCl)
yang diikuti fermentasi, seperti
ketiga cara di atas.
2. Acar bumbu: acar sayur/buah
yang diberi bahan pewangi
(aroma) tertentu, biasanya
rempah-rempah seperti bawang
merah dan bawang putih yang
cara fermentasinya berbeda
dengan acar asin.
Acar bumbu dibuat dengan
cara merendam buah atau
sayur pada larutan garam
berkadar rendah ditambah
larutan asam asetat. Bahanbahan pembentuk aroma seperti
rempah-rempah menyebabkan
terhambatnya
pertumbuhan
bakteri
pembentuk
asam,
tetapi rempah-rempah dapat
menghambat
pertumbuhan
jasad
renik
yang
dapat
merusak acar.
Sayuran dan buah-buahan yang
biasa
dibuat
acar
adalah
mentimun, bawang putih, bawang
merah, cabai rawit, kol, sawi,
petsai, pepaya, terubuk, jahe, dan
masih banyak lagi. Jenis acar dari
buah belum banyak, tetapi jika
akan dibuat acar, dipilih dari buah
yang matang tetapi belum terlalu
masak sehingga teksturnya masih
keras.
85
3.6.4. Ikan Teri
Ikan teri merupakan produk
setengah
jadi
dari
hasil
pengolahan
ikan
yang
menggunakan
dasar
proses
penggaraman dan pengeringan.
Namun demikian ada juga ikan teri
tawar, untuk ikan jenis ini maka
ikan tidak dilakukan penggaraman.
Untuk membuat ikan teri yang
dikeringkan dengan memiliki rasa
asin, dapat dilakukan dengan cara
berikut ini:
• Ikan yang berukuran kecil
(sering disebut ikan teri),
sebelum diolah tidak perlu
dilakukan penyiangan atau
pembuangan isi perut. Jadi
ikan cukup dibersihkan dari
kotoran dan dicuci bersih.
• Untuk memperoleh rasa asin,
maka
teri
yang
sudah
dibersihkan direndam dalam
gan larutan garam dengan
konsentrasi
0.5–1%
atau
tergantung
dari
tingkat
keasinan teri yang dikehendaki
selama 1 – 3 jam.
• Ikan teri yang sudah direndam
dalam air garam kemudian
ditiriskan
dan
dikeringkan
hingga kering. Pengeringan
dilakukan
dengan
cara
menghamparkan ikan teri yang
sudah direndam dalam air
garam di atas rak penjemuran.
Pengeringan dapat dilakukan di
bawah terik matahari atau
dengan
menggunakan
pengering buatan.
Dasar-dasar Proses Pengolahan Pangan
86
3.7.2. Selai
3.7.1. Pendahuluan
Gula biasanya digunakan sebagai
bahan pembuatan beraneka ragam
produk makanan seperti selai, jeli,
marmalad, sirup, buah-buahan
bergula,
dan
sebagainya.
Penambahan gula selain untuk
memberikan rasa manis, juga
berfungsi dan terlibat dalam
pengawetan.
Apabila
gula
ditambahkan ke dalam bahan
pangan dalam konsentrasi yang
tinggi (paling sedikit 40% padatan
terlarut), maka sebagian air yang
ada terikat oleh gula sehingga
menjadi tidak tersedia untuk
pertumbuhan mikroorganisme dan
aktivitas air (aw) dari bahan pangan
berkurang. Padahal mikroorganisme
memiliki kebutuhan aw minimum
untuk
pertumbuhannya.
Kemampuan gula untuk mengikat
air itulah yang menyebabkan gula
dapat berfungsi sebagai pengawet.
Perlu diketahui bahwa aktivitas air
berbeda dengan kadar air. Bahan
dengan kadar air yang tinggi belum
tentu memiliki kadar air yang tinggi
pula. Sebagai contoh sirup, yang
memiliki kandungan air yang tinggi,
tetapi aw-nya rendah karena
sebagian air yang ada terikat oleh
gula.
Faktor-faktor yang mempengaruhi
ketahanan selai dan produk-produk
sejenisnya (jeli, marmalade, dan
lain-lain) terhadap mikroorganisme
adalah:
1. Kadar gula yang tinggi sekitar
65-73% padatan terlarut.
2. pH rendah, sekitar 3,1-3,5
tergantung pada tipe pektin
dan konsentrasi.
3. aw, berkisar antara 0,75-0,83.
4. Suhu tinggi selama pendidihan
atau pemasakan (105-106oC),
kecuali jika diuapkan secara
vakum dan dikemas pada suhu
rendah.
5. Tegangan oksigen rendah
selama
penyimpanan
(misalnya jika diisikan ke
dalam wadah-wadah hermetik
dalam keadaan panas).
Selai atau jam adalah produk
makanan
yang
kental
atau
setengah padat yang dibuat dari
campuran 45 bagian berat buah
dan 55 bagian berat gula. Selai
termasuk
dalam
golongan
makanan semi basah berkadar air
sekitar 15 – 40% dengan tekstur
yang lunak dan plastis. Pengertian
yang lain adalah produk makanan
yang terbuat dari lumatan daging
buah-buahan dicampur dengan
gula dengan perbandingan 3 : 4.
Campuran ini kemudian dipanaskan
dengan suhu tertentu hingga
mencapai kekentalan tertentu.
Kadar kekentalan atau padatan
terlarut (soluble solid) diukur dengan
refraktometer. Untuk selai yang
terbuat dari buah anggur, jeuk,
nanas, stroberi dan sejenisnya,
Dasar-dasar Proses Pengolahan Pangan
kadar kekentalannya tidak kurang
dari 68% dan untuk selai dari apel
tidak kurang dari 65%.
Gula yang ditambahkan berfungsi
selain sebagai penambah cita
rasa, juga berfungsi sebagai
pengawet.
Perbandingan gula
dengan buah harus tepat. Jika
terlalu sedikit gula, buah-buahan
tidak akan matang sempurna dan
akibatnya selai menjadi mudah
berfermentasi dan tidak tahan
lama.
Sebaliknya jika terlalu
banyak gula, selai akan menjadi
terlalu kental dan membentuk
kristal.
Tujuan utama pembuatan selai
adalah
memanfaatkan
buahbuahan segar semusim yang
berlimpah hingga tetap dapat
dinikmati setiap saat. Jenis buah
untuk pembuatan selai adalah
buah yang mengandung pektin dan
asam
yang
cukup
untuk
menghasilkan selai berkualitas
baik. Buah yang dapat digunakan
antara lain sirsak, nanas, srikaya,
stroberi, pepaya, tomat, durian,
dan mangga. Untuk memperoleh
selai dengan aroma baik sebaiknya
digunakan buah dengan tingkat
kematangan yang tinggi (benarbenar matang). Pengolahan selai
buah dapat juga menggunakan
campuran buah setengah matang
dengan buah yang benar-benar
matang. Buah setengah matang
akan memberi pektin dan asam
yang
cukup
yang
dapat
memperbaiki konsistensi selai yang
dihasilkan, sedangkan buah yang
matang penuh akan memberikan
aroma yang diinginkan.
87
Untuk mengetahui kandungan
pektin pada buah-buahan dapat
dilakukan dengan tes alkohol.
Buah yang akan diuji diperas air
buahnya, selanjutnya ditambah 3 –
4 sendok alkohol ke dalam 1
sendok sari buah.
Jika pada
campuran
banyak
terdapat
gumpalan kental maka kandungan
pektin pada buah tersebut tinggi.
Jika gumpalan yang terbentuk
sedikit atau agak cair berarti
kandungan pektinnya sedikit.
Pektin adalah sejenis ’gula’ yang
terdapat dalam sayuran dan buahbuahan.
Dalam
buah-buahan
biasanya terdapat di bawah kulit
buah, di sekitar hati buah (core),
dan di sekitar biji buah. Tiap jenis
buah
mempunyai
kandungan
pektin yang berbeda.
Stroberi,
aprikot, peach, ceri, pir, anggur,
nanas tergolong buah-buahan
berkadar pektin rendah.
Buahbuahan ini perlu dikombinasikan
dengan buah-buahan berkadar
pektin tinggi atau dibubuhi pektin
komersial. Apel, plum, dan currant
merah tergolong buah berkadar
pektin tinggi dan tidak memerlukan
tambahan pektin.
Selain buah, dapat juga digunakan
kacang tanah sebagai bahan baku
selai. Kacang tanah yang digunakan
adalah kacang tanah berkualitas,
tidak busuk, memiliki rasa dan bau
yang khas, serta bersih dari
kotoran. Sebelum diolah menjadi
selai, kacang tanah disangrai dan
kulitnya dikupas terlebih dahulu.
Selai
yang
bermutu
baik
mempunyai ciri-ciri tertentu, yakni
konsisten,
warna
cemerlang,
Dasar-dasar Proses Pengolahan Pangan
distribusi buah merata, tekstur
lembut, flavor buah alami, tidak
mengalami sineresis (keluarnya air
dari gel) dan kristalisasi selama
penyimpanan.
3.7.3. Jeli
Jeli adalah produk yang hampir
sama dengan selai, bedanya jeli
dibuat dari campuran 45 bagian
sari buah dan 55 bagian berat gula.
Kadar padatan terlarutnya tidak
kurang dari 65%. Karena terbuat
dari sari buah-buahan, jeli bersifat
jernih, transparan, bebas dari serat
dan bahan lain. Jika dikeluarkan
dari kemasan tampak seperti agaragar, lembut, kukuh, dan dapat
dengan mudah dikerat dengan pisau.
Kandungan pektin sangat penting
terutama dalam pembuatan jeli.
Untuk itu banyak digunakan pektin
komersial yang dibedakan atas
dua macam, yang berbentuk bubuk
berwarna putih dan cairan. Pektin
komersial biasanya dibuat dari
buah apel pilihan, kulit jeruk, kulit
dan hati apel sisa (dari limbah
pengalengan apel). Pektin bubuk
untuk sari buah yang ditambahkan
dalam keadaan dingin, sedangkan
pektin cairan ditambahkan dalam
sari buah atau campuran gula yang
mendidih.
Dengan pemanasan pektin yang
terkandung dalam buah akan
terekstrak keluar. Pemanasan tidak
boleh berlebih akan menyebabkan
pektin menjadi rusak.
Tingkat keasaman buah juga
penting karena asam akan menarik
88
sari pektin dari buah. Buah yang
kurang asam perlu ditambah
dengan air jeruk lemon atau asam
sitrun pada saat akan mulai
dimasak. Perpaduan gula, asam,
dan pektin inilah yang karena
dipanaskan membentuk jalinan
(matriks) sehingga jeli, selai, dan
produk olahan buah yang lain
menjadi kental atau pekat.
3.7.4. Marmalade
Marmalade adalah produk buahbuahan dengan menjadikannya
bubur buah ditambah gula dan
asam dengan konsentrasi tertentu
dan
diberi
irisan
kulit
jeruk/potongan buah yang menjadi
ciri khas produk ini dan mengalami
pengentalan dengan pemanasan.
Seperti pada pembuatan selai dan
jeli, faktor pektin, kadar gula, dan
asam juga harus diperhatikan
sehingga
dapat
dihasilkan
marmalade bermutu baik. Untuk
buah yang terlalu banyak seratnya,
sebagian bubur disaring untuk
mendapatkan sari buah dan
dicampur dengan setengah bagian
bubur buah lainnya.
3.7.5. Manisan Buah
Manisan buah adalah produk
buah-buahan yang diolah dengan
menambahkan
gula
dalam
konsentrasi tinggi sehingga dapat
mengawetkan
buah-buahan
tersebut. Manisan buah ada dua
jenis, yaitu manisan buah basah
dan
manisan
buah
kering.
Manisan buah basah adalah
manisan
buah
yang
masih
Dasar-dasar Proses Pengolahan Pangan
mengandung air gula sedangkan
manisan
buah
kering
tidak
mengandung air gula lagi.
Untuk membuat manisan buah
basah, setelah dikupas buah
direndam dalam larutan garam
kemudian dimasukkan ke dalam
larutan gula dan ditiriskan. Untuk
membuat manisan kering, setelah
buah direndam dalam larutan gula
selama semalam, buah ditiriskan
lalu ditaburi gula pasir dan
dikeringkan dengan cara dijemur di
bawah terik matahari. Lamanya
menjemur biasanya 3 hari dan tiap
hari ditaburi kembali dengan gula
pasir.
Buah
setelah
dikupas
akan
berubah warna menjadi coklat atau
kehitaman.
Hal ini disebabkan
oleh reaksi kimia dari asam pada
buah dengan udara yang dikenal
dengan
reaksi
pencoklatan
(browning enzimatis).
Untuk
menghindari hal tersebut, buah
yang sudah dikupas sesegera
mungkin direndam dengan air
garam yang dapat melindungi buah
dari reaksinya dengan udara.
Reaksi pencoklatan lebih lanjut
dari buah yang sudah direndam
dalam larutan gula biasanya
dilakukan proses sulfuring. Proses
ini
bertujuan
untuk
mempertahankan warna dan cita
rasa, asam askorbat (vitamin C)
dan vitamin A. Selain itu sebagai
bahan pengawet kimia untuk
menurunkan atau menghindari
kerusakan
oleh
jasad
renik
sehingga dapat mempertahankan
mutu manisan selama penyimpanan.
89
Senyawa-senyawa kimia yang
dapat digunakan dalam proses
sulfuring adalah sulfur dioksida,
senyawa-senyawa sulfit, bisulfit,
dan metabisulfit. Proses sulfuring
dilakukan sebelum buah dibuat
manisan
dengan
uap
sulfur
dioksida
atau
dengan
cara
perendaman dalam larutan sulfur
dioksida atau sulfit.
Batas maksimum penggunaan
sulfur dioksida dalam makanan yang
dikeringkan adalah 2000 sampai
3000 mg setiap kg manisan buah.
Manisan buah termasuk jenis
makanan yang awet karena larutan
gula pekat memiliki tekanan
osmotik tinggi. Konsentrasi gula
yang dibutuhkan untuk mencegah
pertumbuhan
mikroorganisme
bervariasi, tergantung dari jenis
jasad renik dan kandungan zat-zat
yang terdapat dalam makanan.
Pada umumnya larutan gula 70%
akan menghentikan pertumbuhan
seluruh
jasad
renik
dalam
makanan.
Daya awet manisan
buah
kering
lebih
lama
dibandingkan manisan buah basah
karena manisan buah kering lebih
rendah kadar airnya dan lebih
tinggi kandungan gulanya.
Perendaman dalam larutan kapur
beberapa saat dilakukan untuk
membuat manisan tetap renyah.
Hal ini disebabkan oleh kalsium yang
masuk ke dalam jaringan buah.
Buah yang dibuat untuk manisan
sebaiknya yang masih muda atau
mengkal karena tidak banyak
mengandung gula sehingga akan
menghasilkan manisan yang baik
Dasar-dasar Proses Pengolahan Pangan
kecuali untuk buah salak dan buah
atap. Untuk kedua jenis buah ini
lebih baik dalam keadaan matang.
3.7.6. Buah Dalam Sirup
Buah dalam sirup adalah suatu
produk olahan buah-buahan yang
dibuat melalui proses blansir,
dimasukkan ke dalam wadah steril
ditambah larutan gula 40%, diexhausting,
ditutup
rapat,
disterilisasi, dan dilewatkan di air
dingin. Produk ini dapat disimpan
lebih lama karena telah melalui
proses sedemikian rupa.
Cara mensterilkan tempat/wadah/
kaleng
adalah
dengan
memanaskan atau merebus wadah
selama 30 menit pada suhu 100121oC.
Proses blansir dilakukan dengan
mencelupkan buah dalam air
panas/merendam dalam larutan
kimia
dengan
maksud
menghilangkan udara dari jaringan
buah yang akan diolah dan
mengurangi terbentuknya endapan.
Tujuan lain adalah mengurangi
jumlah
mikroorganisme,
mempermudah pengisian dalam
wadah, serta menonaktifkan enzim
yang menyebabkan perubahan
warna menjadi coklat.
Setelah diblansir, buah disusun
rapi dalam wadah lalu dituang
sirup gula sampai batas 1-2 cm
dari bawah tutup wadah. Sebelum
ditutup
dilakukan
exhausting
dengan cara memanaskan kaleng
dan isinya dengan merebus
sampai suhu bagian tengah kaleng
90
mencapai 80oC selama 5 menit.
Exhausting adalah kegiatan untuk
mengurangi tekanan dalam wadah
yang
disebabkan
karena
pengembangan pada waktu proses
pemanasan.
Tanpa proses
exhausting, buah yang dikalengkan
akan hancur setelah pemanasan
akibat tekanan yang terlalu tinggi.
Setelah exhausting, wadah langsung
ditutup rapat dan dilanjutkan
sterilisasi kira-kira 30 menit pada
suhu 100oC. Setelah sterilisasi,
wadah segera didinginkan dengan
air mengalir. Buah dalam sirup
yang dikalengkan dapat disimpan
sampai satu tahun.
Jenis buah-buahan yang sering
dikalengkan adalah rambutan, leci,
pisang, jambu biji, nanas, apel, pir,
dan mangga.
Kadang-kadang
dalam satu kaleng bisa ditemukan
campuran buah. Selain buah, juga
terdapat larutan gula sebagai
media, umumnya berkadar 40%.
Dalam pembuatan sirup gula
ditambahkan sedikit asam sitrat
untuk menambah rasa.
3.7.7. Sirup
Sirup adalah sejenis minuman
ringan berupa larutan gula kental
dengan cita rasa beraneka ragam.
Berbeda
dengan
sari
buah,
penggunaan sirup tidak langsung
diminum tetapi harus diencerkan
dulu karena kandungan gula dalam
sirup tinggi, sekitar 65%. Untuk
menambah rasa dan aroma, sering
ditambah rasa, pewarna, asam
sitrat, atau asam tartarat.
Dasar-dasar Proses Pengolahan Pangan
Berdasarkan
utamanya,
menjadi:
bahan
baku
sirup
dibedakan
1. Sirup essence adalah sirup
yang cita rasanya ditentukan
oleh
essence
yang
ditambahkan,
misalnya
essence jeruk, mangga, nanas,
dan sebagainya.
2. Sirup
glukosa,
hanya
mempunyai rasa manis saja,
sering disebut gula encer.
Sirup ini biasanya tidak
langsung dikonsumsi, tapi lebih
merupakan
bahan
baku
industri minuman, sari buah,
dan lain-lain. Sirup glukosa
dapat dibuat dari tepung
kentang,
tepung
jagung,
tepung beras, dan lain-lain.
3. Sirup buah adalah sirup yang
cita rasanya ditentukan oleh
bahan dasarnya yaitu buah
segar, misalnya jambu biji,
markisa,
nanas,
dan
sebagainya.
3.7.8. Produk Lainnya
Conserves adalah produk yang
dibuat dari campuran buah-buahan
termasuk buah jeruk dan sering
kali ditambahkan kacang dan
kismis hingga menjadi lebih padat
dari selai.
Preserves merupakan buah kecilkecil yang utuh atau potonganpotongan buah yang besar yang
dimasak dengan sirup hingga
jernih lalu ditambahkan sirup atau
sari buah yang kental.
91
Mentega buah (fruit butter)
terbuat dari daging buah, dimasak
hingga menjadi sangat halus dan
lunak lalu dibubuhi bumbu-bumbu.
Mentega buah ini paling sedikit
mengandung gula dibandingkan
produk lainnya.
Madu buah (fruit honey) sekilas
tampak seperti madu. Madu buah
dibuat dari pekatan sari buah yang
dimasak
hingga
mencapai
kekentalan seperti madu.
3.8.1. Prinsip Fermentasi
Pada awalnya fermentasi diartikan
sebagai pemecahan gula menjadi
alkohol dan CO2. Kemudian
pengertian tersebut berkembang
sehingga
pemecahan laktosa
menjadi
asam
laktat
oleh
Streptococcus
lactis
dalam
suasana
anaerobik
(kurang
oksigen) juga diartikan sebagai
fermentasi.
Pada saat ini
fermentasi secara mudahnya dapat
diartikan sebagai suatu proses
pengolahan
pangan
dengan
menggunakan jasa mikroorganisme
untuk
menghasilkan
sifat-sifat
produk sesuai yang diharapkan.
Fermentasi dapat terjadi karena
ada
aktivitas
mikroorganisme
penyebab fermentasi pada substrat
organik yang sesuai. Fermentasi
menyebabkan perubahan sifat
Dasar-dasar Proses Pengolahan Pangan
bahan pangan, sebagai contoh:
sari buah jika difermentasikan akan
timbul rasa dan bau alkohol; ketela
pohon
dan
ketan
akan
menghasilkan bau alkohol dan
asam (tape); serta susu akan
menghasilkan bau dan rasa asam.
Berdasarkan penambahan starter
(kultur mikroorganisme), fermentasi
dibedakan atas dua jenis, yakni
fermentasi spontan dan fermentasi
tidak spontan. Fermentasi spontan
adalah fermentasi yang berjalan
alami, tanpa penambahan starter,
misalnya fermentasi sayuran (acar/
pikel, sauerkraut dari irisan kubis),
terasi, dan lain-lain. Fermentasi
tidak spontan adalah fermentasi
yang
berlangsung
dengan
penambahan starter/ragi, misalnya
tempe, yoghurt, roti, dan lain-lain.
Fermentasi
ditujukan
untuk
memperbanyak
jumlah
mikroorganisme dan menggiatkan
metabolismenya dalam makanan.
Jenis
mikroorganisme
yang
digunakan
terbatas
dan
disesuaikan dengan produk akhir
yang dikehendaki. Zat gizi lain
juga dipecah menghasilkan CO2
dan lain-lain. Hasil fermentasi
tergantung pada
jenis bahan
pangan
(substrat),
jenis
mikroorganisme, dan lingkungan.
Berdasarkan uraian di atas dapat
dirumuskan prinsip fermentasi,
yaitu mengaktifkan pertumbuhan
dan metabolisme mikroorganisme
pembentuk alkohol dan asam serta
menekan
pertumbuhan
mikroorganisme
proteolitik
(pemecah
protein)
dan
mikroorganisme lipolitik (pemecah
lemak).
92
3.8.2. Perubahan-perubahan
Selama Fermentasi
Selama fermentasi terjadi beberapa
perubahan karena kerja dari
mikroorganisme yang memang
diinginkan dan pertumbuhannya
dipacu. Mikroorganisme fermentatif
yang
mengubah
karbohidrat
menjadi alkohol, asam, dan CO2
pertumbuhannya cukup tinggi,
sedangkan
mikroorganisme
proteolitik
yang
menyebabkan
kebusukan dan mikroorganisme
lipolitik
penyebab
ketengikan
pertumbuhannya
terhambat.
Mikroorganisme proteolitik dapat
memecah protein menjadi komponen
yang
mengandung
nitrogen
misalnya NH3 dan menimbulkan bau
busuk, contoh: Proteus vulgaris.
Mikroorganisme
lipolitik
dapat
memecah lemak fosfolipida menjadi
asam-asam lemak (bau tengik),
contoh: Alcaligenes lipolyticus.
Contoh:
ƒ C6H12O6 (gula) Æ 2 C2H5OH
(etanol) + 2 CO2
Reaksi di atas dibantu oleh ragi
(enzim) yang mengandung
Streptococcus cerevisiae, S.
ellipsoideus dan merupakan
reaksi dasar pada pembuatan
tape, brem, tuak, anggur
minum, bir, roti.
ƒ C2H5OH + O2 Æ CH3COOH
(asam asetat/cuka) + H2O
Reaksi di atas dibantu oleh
keberadaan
mikroorganisme
Acetobacter aceti yang dapat
mengubah
etanol
menjadi
asam asetat. Reaksi tersebut
merupakan reaksi dasar pada
pembuatan cuka.
Dasar-dasar Proses Pengolahan Pangan
3.8.3. Keuntungan dan
Kerugian Fermentasi
Keuntungan-keuntungan
dari
fermentasi antara lain:
Beberapa hasil fermentasi
ƒ
(asam dan alkohol) dapat
mencegah
pertumbuhan
mikroorganisme
beracun
contoh Clostridium botulinum
(pH 4,6 tidak dapat tumbuh
dan tidak membentuk toksin).
Mempunyai nilai gizi yang lebih
ƒ
tinggi dari nilai gizi bahan
asalnya
(mikroorganisme
bersifat katabolik, memecah
senyawa kompleks menjadi
senyawa sederhana sehingga
mudah
dicerna
dan
mensintesis vitamin kompleks
dan faktor-faktor pertumbuhan
badan lainnya, sebagai contoh
vitamin
B12,
riboflavin,
provitamin A).
Dapat
terjadi
pemecahan
ƒ
bahan-bahan yang tidak dapat
dicerna
oleh
enzim-enzim
tertentu, contohnya selulosa
dan hemiselulosa dipecah
menjadi gula sederhana.
Kerugian
dari
fermentasi
di
antaranya
adalah
dapat
menyebabkan keracunan karena
toksin yang terbentuk, sebagai
contoh tempe bongkrek dapat
menghasilkan racun, demikian juga
dengan oncom.
3.8.4. Faktor-faktor Yang
Mempengaruhi
Fermentasi
93
Oksigen
Setiap mikroorganisme membutuhkan
oksigen dalam jumlah yang
berbeda sehingga harus diatur,
contoh:
Acetobacter
bersifat
aerobik (suka oksigen); ragi
bersifat anaerobik (tidak suka
oksigen); S. cerevisiae (ragi roti),
S. ellipsoideus (ragi anggur)
tumbuh lebih baik dalam keadaan
aerobik
tetapi
melakukan
fermentasi terhadap gula jauh lebih
cepat pada anaerobik.
Garam
Mikroorganisme pembentuk asam
laktat (acar, sayur asin, sosis, dan
lain-lain) toleran terhadap kadar
garam 10-18%. Mikroorganisme
proteolitik tidak toleran garam
2,5%, terutama kombinasi garam
dan asam.
Penambahan garam menyebabkan
pengeluaran air dan gula dari
sayur-sayuran
dan
memacu
pertumbuhan
mikroorganisme
asam
laktat.
Contoh:
pada
pembuatan
sayur
asin
ditambahkan garam 2 – 2,5% ke
dalam
kubis.
Pengaruh
pengawetan
sebagian
dari
pembentukan
asam
Æ
pH
fermentasi sayuran 2,5 3,5.
Contoh
lain
adalah
pada
pembuatan sosis fermentasi yang
memanfaatkan kerja Leuconostoc,
Lactobacillus, Pediococcus (pH 4 –
4,5). Keasaman ini tidak berfungsi
tanpa
penambahan
garam,
beberapa bahan pengawet lainnya,
cara
pengawetan
lainnya
(perebusan, pengasapan, dan
pengeringan).
Dasar-dasar Proses Pengolahan Pangan
3.8.5. Produk-produk
Fermentasi
94
ƒ
Fermentasi Sayuran
ƒ
ƒ
ƒ
Hampir semua jenis sayuran
dan buah-buahan yang bersifat
sayuran bisa difermentasi, asal
cukup mengandung gula dan
zat
gizi
lainnya
untuk
pertumbuhan bakteri asam
laktat.
Faktor-faktor lingkungan yang
perlu diperhatikan adalah : 1)
anaerobik, 2) cukup kadar
garam, 3) suhu, 4) tersedia
bakteri asam laktat.
Yang
memulai
fermentasi
adalah
Lactobacillus
mesenteroides dan diakhiri oleh
berbagai jenis Lactobacillus.
Sosis
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
Bahan-bahan khusus yang
ditambahkan adalah natrium
nitrat, natrium nitrit, glukosa,
sukrosa, merica, bawang putih,
pala, mustard, ketumbar.
Gula yang ditambahkan akan
difermentasi oleh bakteri dan
menghasilkan flavor yang tajam.
Garam
berfungsi
sebagai
bahan flavor, memperbaiki
tekstur, daya awet (juga karena
penurunan pH akibat fermentasi).
Rempah-rempah untuk flavor,
diperkuat dengan pengasapan.
Fermentasi asam laktat terjadi
pada saat pengasapan (28 –
32oC, 12 – 16 jam).
Fermentasi
lebih baik jika
suhunya 37 – 40 oC untuk 4 – 8
jam berikutnya.
Mikroorganisme yang paling
banyak
berperan
adalah
Pediococcus cerevisiae dan L.
plantarum. L. mesenteroides
dan L. brevis dikurangi karena
bersifat heterofermentatif yang
dapat menyebabkan selubung
sosis mengembang dan pecah.
Micrococcus mereduksi nitrat
jadi nitrit.
Kini ditambahkan
kultur starter P. cerevisiae dan
Lactobacillus untuk menghindari
fermentasi alamiah tak menentu
dan beragamnya mutu produk.
Roti
ƒ
ƒ
ƒ
Organisme
yang
berperan
adalah
Saccharomyces
cerevisiae. Khamir tersebut
menghasilkan gas sehingga
adonan
mengembang
dan
menyebabkan
tekstur
roti
lepas/lunak dan berpori.
Adonan
roti
terdiri
atas
campuran tepung terigu, air,
garam, khamir, gula, telur dan
lain-lain.
Mekanisme fermentasi oleh
khamir yaitu mula-mula gula
yang terkandung di dalam
tepung
dan
gula
yang
ditambahkan difermentasi oleh
khamir. Karbohidrat tepung
diubah menjadi maltosa oleh
enzim amilase dalam tepung
diubah
menjadi
glukosa.
Selanjutnya glukosa tersebut
oleh maltase dari khamir
dipecah menjadi etanol, CO2,
komponen volatil, dan produkproduk lainnya. CO2 ditahan
oleh gluten. Gluten merupakan
protein tepung terigu yang tidak
larut dalam air. Gluten bersifat
elastis dan dapat memanjang.
Dasar-dasar Proses Pengolahan Pangan
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
Adanya gluten dan CO2 yang
dihasilkan
oleh
khamir
menyebabkan
gluten
mengembang selama fermentasi.
Pengaruh suhu: pada suhu
rendah maka pembentukan
gas terhambat; jika suhu terlalu
tinggi
maka
gas
yang
dihasilkan
terlalu
banyak,
volume adonan terlalu besar.
Suhu yang terlalu tinggi
menyebabkan
fermentasi
berjalan terlalu cepat, adonan
memberikan rasa dan aroma
lebih asam. Untuk menghindari
kenaikan suhu terlalu cepat,
maka ditambahkan air dingin
(air es) untuk membuat adonan.
Gula
ditambahkan
dalam
adonan untuk memberikan
rasa manis, sebagai sumber
energi
bagi
kahmir,
memberikan warna kuning
kecoklatan pada permukaan
roti.
Garam ditambahkan dalam
jumlah kecil. Garam dapat
memantapkan rasa manis.
Tujuan utama penambahan
garam untuk mengendalikan
proses
fermentasi.
Dalam
membuat adonan roti perlu
dihindari terjadinya kontak
antara garam dengan khamir
atau ragi roti secara lansung.
Untuk menghindari kontak
tersebut,
maka
khamir
dicampur lebih dahulu dengan
tepung
terigu,
kemudian
dimasukkan bahan-bahan lain
selain garam, terakhir baru
ditambahkan
garam.
Umumnya dalam resep-resep
pembuatan
roti
sudah
dituliskan cara pembuatan roti
yang dimaksud.
95
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
Suhu optimum 25-30oC, pH 6.
Flavor roti asam (souerdough)
tidak hanya mengandalkan
kerja khamir, tetapi juga oleh
bakteri
asam
laktat
(Lactobacillus,
Leuconostoc,
Pediococcus,
Streptococcus)
(L. plantarum dan L. brevis,
roti
regge
dan
roti
pumpernickel adalah roti asam
(L. mesenteroides).
Suhu
pemanggangan
roti
berkisar antara 160-200 0C,
tergantung dari besar-kecilnya
ukuran adonan bakal roti yang
dibentuk
Secara
umum
proses
pembuatan
roti
sebagai
berikut: persiapan peralatan,
penimbangan dan pengukuran
bahan,
pencampuran,
fermentasi ke-1, pembagian
menjadi ukuran-ukuran sesuai
dengan berat yang diinginkan,
moulding
(pembulatan
adonan),
fermentasi
ke-2,
pengisian (untuk roti manis),
fermentasi ke-3, pemanggangan
dan pendinginan.
Kecap
Kecap ada yang asin dan ada yang
manis.
Proses pembuatannya:
Kedelai Æ dicuci dan direbus Æ
dikukus
Æ
dikeringkan
Æ
diinokulasi dengan A. oryzae Æ
FERMENTASI I (3 – 5 hari) Æ
ditambahkan larutan garam 20% Æ
FERMENTASI II (bakteri dan ragi,
3 – 4 minggu) Æ direbus dengan
air Æ disaring Æ filtrat (cake press
untuk
makanan
ternak)
Æ
pasteurisasi Æ ditambah karamel
dan bumbu-bumbu Æ disaring Æ
KECAP.
Dasar-dasar Proses Pengolahan Pangan
Tauco
•
•
Fermentasinya terdiri atas 2
tahap: 1) fermentasi kapang
(R. oryzae, oligosporus, A.
oryzae) dan 2) fermentasi
larutan garam (bakteri asam
laktat)
Pembuatannya: Kedelai Æ
pelepasan
kulit
ari
dan
pencucian Æ peredaman 24
jam Æ pengukusan 1 – 2 jam
Æ penirisan dan pendinginan
Æ inokulasi Æ inkubasi 2 – 5
hari, suhu kamar Æ hancurkan
atau tidak Æ beri larutan
garam 25 – 50% Æ fermentasi
10 – 20 hari, suhu kamar Æ
penambahan gula merah Æ
perebusan Æ TAUCO.
Brem
Berdasarkan cara pembuatannya
dikenal dua jenis brem, yaitu brem
padat dan brem cair. Brem padat
berwarna putih sampai kecoklatan
dengan rasa manis keasaman
yang merupakan hasil pemasakan
atau pengeringan sari tapai. Brem
cair yang popular dengan sebutan
brem
Bali
merupakan
jenis
minuman yang rasanya manis,
sedikit asam, dan berwarna merah
dengan kandungan alkohol 3-10%.
Fermentasi
dalam
pembuatan
brem berlangsung dalam dua
tahap, yaitu tahap fermentasi gula
dan tahap fermentasi alkohol.
Pada fermentasi gula terjadi
pemecahan zat pati dalam bahan
oleh amilase, yaitu enzim pemecah
pati
yang
diproduksi
oleh
mikroorganisme
dalam
ragi,
membentuk gula-gula sederhana
(glukosa).
Dalam fermentasi
96
alkohol,
gula-gula
sederhana
tersebut dipecah menjadi alkohol
dan gas karbondioksida.
Agar fermentasi dapat berlangsung
biasanya bahan ditutup supaya
kedap udara karena proses ini
harus dilakukan tanpa kontak
dengan
udara
(oksigen).
Fermentasi
berlangsung
tidak
spontan, artinya dapat berlangsung
dengan penambahan ragi (starter)
pada bahan baku.
Nata de Coco
Kata ”nata” diambil dari bahasa
Spanyol yang berasal dari kata
Latin
”natare”
yang
artinya
”mengapung”. Nata dapat dibuat
dari bermacam-macam sari buahbuahan sebagai medianya seperti
pisang, nanas, tomat, mangga,
pepaya, air kelapa, dan lain-lain.
Produknya diberi nama sesuai
dengan
jenis
media
yang
digunakan. Pemberian nama jenis
nata diawali dengan nata dan
diikuti jenis bahan baku yang
digunakan di belakang kata nata.
Sebagai contoh nata de coco,
berarti media yang digunakan
adalah air kelapa. Nata de soya
menggunakan sari kedelai, nata de
pina menggunakan sari buah atau
limbah nanas, dan sebagainya.
Larutan yang akan dibuat nata
harus mengandung gula sebagai
sumber
karbon
bagi
mikroorganisme penghasil nata
dengan proporsi dan keasaman
larutan harus sesuai dengan
persyaratan tumbuh bakteri yang
digunakan,
dan
diperlukan
penambahan
nutrien
seperti
Dasar-dasar Proses Pengolahan Pangan
amonium
sulfat,
urea,
dan
amonium fosfat sebagai sumber
nitrogen.
Terbentuknya nata karena adanya
bakteri Acetobacter xylinum yang
sengaja ditumbuhkan pada media
seperti air kelapa.
A. xylinum
dapat hidup dan berkembang biak
dalam larutan tertentu dengan
suhu 28 oC, pH 3 – 5,5, tersedia
sumber karbon dan nitrogen. Jadi,
medium yang digunakan untuk
pembuatan nata de coco harus
kaya akan zat gizi sehingga
memungkinkan bakteri A.xylinum
penghasil
nata
melakukan
metabolisme yang hasilnya berupa
lapisan
selulosa.
Hasil
metabolisme tersebut membentuk
lapisan putih yang liat. Makin lama
fermentasi maka lapisan sebagai
hasil
metabolisme
bakteri
A.xylinum makin tebal.
Proses
fermentasi dalam pembuatan nata
berlangsung antara 6 sampai 14
hari.
Pembentukan lapisan
selulosa akan terus berlangsung
apabila mediumnya masih ada.
Fermentasi dalam pembuatan nata
de coco termasuk ke dalam
fermentasi tidak spontan karena
membutuhkan
kultur
mikroorganisme atau starter yang
ditambahkan ke dalam medium
berupa air kelapa.
Untuk membuat nata de coco
(salah satu contoh jenis nata yang
terkenal) yaitu:
• Menyiapkan peralatan, seperti
panci,
kompor/pemanas,
timbangan, gelas ukur, wadah
plastik, saringan santan, koran
dan karet (untuk penutup
wadah fermentasi).
97
•
•
•
•
•
•
•
•
Memilih bahan dan starter yang
memenuhi
kualitas
yang
diinginkan.
Mengukur dan menimbang
bahan sesuai dengan formulasi
yang digunakan.
Menyaring air kelapa kemudian
direbus
hingga
mendidih.
Apabila terbentuk buih pada
permukaan air kelapa yang
direbus maka buih tersebut
diambil menggunakan saringan
santan.
Memasukkan semua nutrisi,
dilanjutkan dengan pemanasan
hingga seluruh bahan larut.
Dalam kondisi panas, larutan
media air kelapa yang sudah
dipanaskan dimasukkan dalam
wadah plastic yang bersih,
kemudian langsung ditutup
dengan kertas Koran dan diikat
rapat, kemudian didinginkan.
Setelah
dingin,
diinokulasi
(ditambahkan) dengan starter
nata de coco secara aseptis.
Kemudian dilakukan inkubasi
selama 6-12 hari.
Ciri-ciri nata de coco yang baik:
tidak
terkontaminasi
(tidak
ditumbuhi
kapang),
tidak
berlubang, warna putih, tekstur
liat, tabal sesuai dengan yang
diinginkan.
3.9.1. Pengertian
Bahan tambahan makanan atau
bahan aditif yang biasa disingkat
Dasar-dasar Proses Pengolahan Pangan
BTM memiliki definisi umum
sebagai
bahan-bahan
yang
ditambahkan ke dalam makanan
selama produksi, pengolahan,
pengemasan, atau penyimpanan
untuk tujuan tertentu.
Dalam
kehidupan sehari-hari kita banyak
mengonsumsi bahan aditif, baik
yang alami maupun buatan.
Contohnya adalah vitamin dan
mineral yang sengaja ditambahkan
untuk memperbaiki nilai gizi.
Penggunaan garam meja yang
diberi tambahan garam yodium
telah
banyak
membantu
menurunkan
insiden
penyakit
kelenjar gondok.
Kini terdapat hampir 2000 jenis
aditif makanan yang tercatat dalam
daftar
GRAS
(Generally
Recognized as Safe = secara
umum dianggap aman) yang
dikeluarkan oleh badan yang
mengontrol keamanan bahan aditif
di Amerika. Bahan aditif seperti
garam dapur, cuka, gula merah,
dan soda kue sudah sejak
berabad-abad lampau digunakan
dalam makanan. BTM hanya
dibenarkan penggunaannya jika
ditujukan
untuk
keperluankeperluan sebagai berikut:
1. untuk mempertahankan nilai
gizi makanan;
2. untuk konsumsi segolongan
orang
tertentu
yang
memerlukan makanan diit;
3. untuk mempertahankan mutu
atau kestabilan makanan atau
untuk memperbaiki sifat-sifat
organoleptiknya hingga tidak
menyimpang
dari
sifat
alamiahnya dan dapat membantu
mengurangi makanan yang
dibuang atau limbah;
98
4. untuk keperluan pembuatan,
pengolahan,
penyediaan,
perlakuan,
pewadahan,
pembungkusan, pemindahan,
atau pengangkutan sehingga
industri pangan berskala besar
dapat memproduksi makanan
minuman dengan komposisi
dan mutu yang konstan
sepanjang tahun;
5. membuat makanan menjadi
lebih menarik.
BTM
tidak
dibenarkan
jika
digunakan untuk maksud:
1. menyembunyikan
cara
pembuatan atau pengolahan
yang tidak baik;
2. menipu konsumen, misalnya
untuk memberi kesan baik
pada makanan yang dibuat
dari bahan yang kurang baik
mutunya;
3. mengakibatkan penurunan nilai
gizi pada makanan.
3.9.2. Jenis dan Fungsi
Secara umum, bahan tambahan
makanan dapat diklasifikasikan
menjadi dua golongan besar, yakni:
1. Bahan tambahan makanan
yang sengaja ditambahkan ke
dalam makanan dengan tujuan
untuk memperbaiki nilai gizi,
mempertahankan kesegaran,
memperoleh cita rasa yang
diinginkan, dan membantu
pengolahan.
2. Bahan tambahan makanan
yang
tidak
sengaja
ditambahkan
ke
dalam
makanan. BTM tersebut tidak
mempunyai
fungsi
dalam
makanan tersebut.
Dasar-dasar Proses Pengolahan Pangan
Keberadaannya baik dalam
jumlah sedikit atau banyak
disebabkan perlakuan selama
proses produksi, pengolahan,
dan pengemasan. Bahan ini
dapat juga merupakan residu
atau kontaminan dari bahan
yang sengaja ditambahkan
untuk tujuan produksi bahan
mentah atau penanganannya
yang masih terus terbawa ke
dalam makanan yang akan
dikonsumsi. Contoh: residu
pestisida,
kontaminasi
radioaktif, logam berat, residu
obat ternak (termasuk hormon
dan antibiotika), aflatoksin,
serta
migrasi
komponenkomponen
plastik
dari
pembungkus
ke
dalam
makanan.
Kini
Codex
Alimentarius
(kumpulan
berbagai standar makanan
internasional
yang
telah
disetujui dalam bentuk dan
format yang seragam) tidak
memasukkan golongan ini ke
dalam BTM, tetapi sebagai
bahan
kontaminan
dalam
makanan.
Yang termasuk ke dalam golongan
pertama adalah:
1. Pemanis buatan: BTM yang
dapat mnyebabkan rasa manis
pada makanan, tetapi tidak
atau hampir tidak mempunyai
nilai gizi (kalorinya rendah).
Pemanis
ini
biasanya
digunakan pada makanan
untuk para penderita diabetes
melitus atau untuk makanan
diit yang menginginkan badan
langsing.
Contoh: sakarin dan siklamat
serta garamnya.
99
2. Pengatur keasaman: BTM
yang dapat mengasamkan,
menetralkan
dan
mempertahankan
derajat
keasaman makanan. BTM ini
ditambahkan dengan tujuan
untuk
memperbaiki
dan
mempertahankan
keasaman
makanan hingga memiliki rasa
yang diinginkan, serta untuk
meningkatkan
kestabilan
makanan.
Contoh:
a. asam laktat, asam sitrat,
dan asam malat sebagai
pengasam pada jam (selai),
jeli, dan marmalade;
b. natrium bikarbonat, natrium
karbonat,
dan
natrium
hidroksida
yang
biasa
digunakan
untuk
menetralkan mentega.
3. Pewarna: BTM yang dapat
memperbaiki atau memberi
warna pada makanan. Selama
proses pengolahan, warna
makanan
dapat
berubah
menjadi
pucat
sehingga
ditambahkan pewarna untuk
memperbaiki warna makanan
yang berubah tersebut. Untuk
makanan yang tidak berwarna,
pemberian
pewarna
dimaksudkan agar kelihatan
lebih menarik.
Pewarna
makanan ada dua jenis, yakni
pewarna alam yang dianggap
lebih aman dan pewarna
sintetik (tiruan).
Contoh:
a. Biru berlian, indigotin Æ
biru
b. Klorofil, green FCF, green
S Æ hijau
c. Karmin,
ponceau
4R,
eritrosin Æ merah
Dasar-dasar Proses Pengolahan Pangan
d. Kurkumin, karoten, yellow
FCF,
yellow
kuinolin,
tartrazin Æ kuning
e. Karamel Æ coklat
4. Penyedap rasa dan aroma
serta penguat rasa: BTM
yang
dapat
memberikan,
menambah, atau mempertegas
rasa dan aroma.
BTM ini
sering
ditambahkan
pada
permen, minuman ringan, kue,
dan biskuit, biasanya dijual
dalam bentuk campuran.
Contoh: Monosodium glutamat
(MSG) biasa ditambahkan
pada produk daging.
5. Pengawet: BTM yang dapat
mencegah atau menghambat
fermentasi, pengasam, atau
penguraian
lain
terhadap
makanan yang disebabkan oleh
mikroorganisme.
BTM ini
ditambahkan pada makanan
yang mudah rusak (perishable
foods), seperti daging, buahbuahan,
dan
lain-lain.
Pertumbuhan bakteri dapat
dicegah
atau
dihambat
tergantung
dari
jumlah
pengawet yang ditambahkan
dan juga pH dari makanan.
Pengawet akan meningkat
aktivitasnya bila pH diturunkan
dan hampir tidak aktif dalam
suasana netral.
Contoh:
a. Asam sorbat efektif untuk
menghambat pertumbuhan
jamur dan ragi
b. Asam
benzoat
serta
garamnya
dan
ester
parahidroksi benzoat efektif
untuk
menghambat
pertumbuhan bakteri, ragi,
100
dan jamur. BTM ini biasa
digunakan untuk produk
buah-buahan, kecap, keju,
dan margarin
c. Asam
propionat
efektif
untuk
menghambat
pertumbuhan jamur dan
biasa
digunakan
untuk
produk keju dan roti.
6. Antioksidan dan antioksidan
sinergis: BTM yang fungsinya
untuk
mencegah
atau
menghambat
terjadinya
oksidasi.
BTM ini biasa
digunakan pada minyak, lemak,
dan
makanan
yang
mengandung lemak/minyak.
Contoh:
a. BHA
(butilhidroksianisol)
atau
BHT
(butilhidroksitoluen)
biasa
digunakan pada lemak,
minyak, dan margarin
b. Asam askorbat dan asam
eritrobat serta garamnya
untuk produk daging dan
ikan
serta
sari
buah
kalengan
7. Antikempal: BTM yang dapat
mencegah
mengempalnya
makanan
yang
berbentuk
serbuk, tepung, atau bubuk,
misalnya pada garam meja,
merica bubuk, dan bumbu
lainnya
sehingga
mudah
dituang dari wadahnya.
Contoh:
a. Kalsium aluminium silikat,
kalsium silikat, magnesium
karbonat, silikon dioksida
sebagai antikempal pada
garam
meja,
merica,
rempah, dan bumbu lainnya
Dasar-dasar Proses Pengolahan Pangan
b. Garam-garam stearat dan
trikalsium fosfat pada gula,
kaldu, dan susu bubuk
8. Pemutih dan pematang tepung:
BTM yang dapat mempercepat
proses pemutihan tepung dan
atau
pematangan
tepung
sehingga dapat memperbaiki
mutu pemanggangan. Tepung
gandum yang baru dihasilkan
dari penggilingan biji gandum
memiliki warna yang kurang
putih
sehingga
mutu
pemanggangannya
kurang
baik. Apabila tepung tersebut
disimpan
warnanya
akan
semakin putih dan mutu
pemanggangannya
semakin
baik. Proses tersebut dapat
dipercepat
dengan
penambahan
pemutih
dan
pematang tepung sehingga
tidak perlu disimpan terlalu
lama sebelum dipasarkan.
Contoh: Amonium persulfat,
aseton peroksida, dan benzoil
peroksida.
9. Pengemulsi, pemantap dan
pengental adalah BTM yang
dapat membantu terbentuknya
atau
memantapkan
sistem
dispersi yang homogen pada
makanan. BTM ini biasanya
ditambahkan pada makanan
yang mengandung air dan
minyak, seperti saus selada, es
krim, dan margarin.
Contoh:
a. Pektin Æ pengental pada
jamu,
jeli,
marmalade,
minuman ringan, dan es krim
b. Gelatin Æ pemantap dan
pengental pada sediaan
keju
101
c. Karagenan dan agar Æ
pemantap dan pengental
produk susu dan keju
d. Polisorbat Æ pengemulsi
pada pembuatan es krim
dan kue
10. Pengeras: BTM yang dapat
memperkeras atau mencegah
lunaknya makanan, biasanya
ditambahkan pada buah yang
dikalengkan.
Contoh:
a. Kalsium klorida, kalsium
glukonat, dan kalsium sulfat
pada buah yang dikalengkan,
seperti apel dan tomat
b. Aluminium sulfat, aluminium
kalium sulfat, aluminium
natrium sulfat yang biasa
digunakan
untuk
acar
ketimun dalam botol
11. Sekuestran: BTM yang dapat
mengikat ion logam yang ada
dalam
makanan
sehingga
dapat mencegah terjadinya
oksidasi
yang
dapat
menimbulkan perubahan warna
dan aroma. BTM ini biasanya
ditambahkan pada lemak dan
minyak serta makanan yang
mengandung lemak dan minyak,
misalnya daging dan ikan.
Contoh:
kalsium
dinatrium
EDTA dan dinatrium EDTA,
asam sitrat, asam fosfat dan
garamnya.
12. Enzim: BTM yang berasal dari
tanaman, hewan, atau jasad
renik yang dapat menguraikan
makanan secara enzimatik.
BTM ini umumnya ditambahkan
untuk
mengatur
proses
makanan fermentasi.
Dasar-dasar Proses Pengolahan Pangan
Contoh:
a. Rennet Æ digunakan dalam
pembuatan keju
b. Amylase dari Aspergillus
niger atau A. Oryzae Æ
digunakan pada tepung
gandum untuk memberikan
flavor dan tekstur yang
diinginkan
13. Penambah gizi: BTM berupa
asam amino, mineral, atau
vitamin, baik tunggal maupun
campuran
yang
dapat
memperbaiki atau memperkaya
nilai gizi makanan.
Contoh: asam askorbat, feri
fosfat,
inositol,
tokoferol,
vitamin A, vitamin B12, dan
vitamin D.
14. Bahan tambahan lain, seperti:
a. Antibusa: BTM yang dapat
menghilangkan busa yang
timbul karena pengocokan
dan pemasakan.
Contoh:
Æ
ƒ Dimetilpolisiloksan
antibusa pada jam, jeli,
marmalad, minyak dan
lemak, sari buah dan
buah nanas kalengan
ƒ Silikon dioksida amorf Æ
antibusa pada minyak
dan lemak
b. Humektan: BTM yang dapat
menyerap lembab sehingga
dapat
mempertahankan
kadar air dalam makanan.
Contoh:
ƒ Triaseti Æ pada adonan
kue
ƒ Gliserol Æ pada keju, es
krim, dan sejenisnya
102
c. Processing aid (bahan
pembantu): bahan yang
terutama diperlukan pada
waktu pengolahan.
Contoh:
ƒ Kalsium karbonat sebagi
pelarut pada pembuatan
sari buah anggur
ƒ Heksan sebagai pelarut
pada pembuatan lemak
coklat
d. Carrier solvent: bahan
yang
digunakan
untuk
melarutkan bahan baku
atau bahan tambahan lain
yang
jumlah
penggunaannya
sedikit,
misalnya bahan pewarna,
penyedap rasa dan aroma.
Contoh:
gliserol
dan
propilen glikol.
e. Penyalut:
bahan
yang
digunakan untuk menyalut
makanan.
Contoh: malam kuning yang
digunakan sebagai penyalut
pada kembang gula dan
makanan lain.
f. Pengisi (body, texturizer),
contohnya
selulosa
mikrokristal sebagai pengisi
pada krim susu, es krim,
dan semacamnya.
g. Karbonasi
dan
gas
pengisi
Contoh: CO2 dan nitrogen
yang biasa digunakan untuk
karbonasi pada bir, sari
buah, minuman ringan, dan
makanan kaleng.
Dasar-dasar Proses Pengolahan Pangan
Berdasarkan dari bahan asalnya,
bahan
tambahan
makanan
dibedakan menjadi dua, yakni:
1. Sumber alamiah, contohnya
lesitin, asam sitrat, dan lainlain.
2. Bahan sintetik dari bahan kimia
yang mempunyai sifat serupa
dengan bahan alamiah yang
sejenis, baik susunan kimia
maupun sifat metabolismenya,
misalnya beta karoten, asam
askorbat,
dan
lain-lain.
Kelebihan bahan sintetik adalah
lebih pekat, lebih stabil, dan
lebih
murah.
Adapun
kelemahannya adalah sering
terjadi
ketidaksempurnaan
proses sehingga mengandung
zat-zat yang berbahaya bagi
kesehatan,
kadang-kadang
bersifat
karsinogenik
yang
dapat merangsang terjadinya
kanker pada hewan atau
manusia.
103
Pencampuran dapat juga diartikan
sebagai
penyebaran
satu
komponen ke komponen lain.
Proses ini umum dijumpai sebagai
salah satu unit pengolahan pada
industri pangan. Dalam praktek
sehari-hari atau pekerjaan di dapur
rumah
tangga,
kita
sering
menggunakan alat pencampur
yang
disebut
mixer
yang
digunakan untuk membuat adonan
kue. Gambar 3.11. memperlihatkan
alat mixer tersebut.
Gambar 3.14. Alat mixer
Pencampuran
adalah
suatu
kegiatan yang ditujukan untuk
memperoleh
campuran
yang
homogen dari dua atau lebih
komponen, baik bahan yang
berbentuk kering maupun cair
(likuid).
Pencampuran meliputi
pelarutan
padatan,
persiapan
emulsi atau buih (foam), atau
pencampuran bahan-bahan kering
seperti campuran kering untuk
membuat kue (cake).
Keterangan:
1. Pengatur kecepatan putar
2. Mixer
3. Pencampur/pengaduk adonan
cair
4. Pencampur tepung
5. Mangkuk tempat mencampur
6. Piringan berputar
7. Tempat berdirinya mixer
8. Pendukung
yang
dapat
bergerak
9. Tombol untuk mengeluarkan
pengaduk
10. Tombol pendorong
Dasar-dasar Proses Pengolahan Pangan
Secara ideal, proses pencampuran
dimulai dengan mengelompokkan
masing-masing komponen pada
beberapa wadah yang berbeda
sehingga masih tetap terpisah satu
sama
lain
dalam
bentuk
komponen-komponen murni. Jadi,
apabila contoh diambil dari tiaptiap wadah, setelah dianalisis maka
akan terlihat keseragaman jenis
dari
komponen-komponen
tersebut.
Ketika
proses
pencampuran dilakukan, contoh
yang diambil akan menunjukkan
peningkatan proporsi salah satu
komponen.
Pencampuran
dikatakan sempurna apabila besar
proporsi masing-masing komponen
dalam campuran, sama. Keadaan
ini hanya dapat dicapai oleh
beberapa pengelompokan yang
teratur dan akan merupakan hasil
yang paling memungkinkan dari
setiap proses pencampuran.
Tujuan
utama
dari
proses
pencampuran adalah mencampur
bahan-bahan hingga homogen.
Selain tujuan utama tersebut,
pencampuran memiliki beberapa
tujuan lain yaitu:
membantu
proses
ƒ
homogenisasi;
membantu proses transfer;
ƒ
membantu proses ekstraksi,
ƒ
destilasi, dan kristalisasi;
membantu transpor solid dan
ƒ
likuid;
membantu usaha penyaringan;
ƒ
mencegah sedimentasi;
ƒ
membantu mereaksikan bahan
ƒ
yang
terdapat
dalam
campuran.
Proses pencampuran dapat terjadi
pada bahan-bahan yang fasenya
104
sama atau berbeda, yaitu gas
dengan gas, gas dengan solid, gas
dengan likuid, solid dengan solid,
solid dengan likuid, dan likuid
dengan likuid. Yang umum dipakai
adalah pencampuran solid dengan
likuid.
Pencampuran dapat dilakukan
dengan menggunakan alat atau
tanpa alat. Bila dilakukan dengan
alat
maka
akan
diperoleh
pencampuran
yang
lebih
sempurna.
Pencampuran alami
(tanpa bantuan alat) hanya dapat
terjadi jika bahan-bahan yang akan
dicampurkan mempunyai densitas
yang berbeda, atau suhu yang
berbeda. Bila suhunya berbeda,
pencampuran akan berlangsung
melalui proses konduksi dan
konveksi.
Bentuk alat pencampur dibedakan
atas 3 jenis, yakni alat untuk
mencampur bahan cair, tepung
kering, atau pasta kental. Untuk
mencampur bahan cair, alat
pencampur berbentuk baling-baling
adalah yang paling umum dan
paling
memuaskan.
Jika
menggunakan alat pencampur
berbentuk kipas, maka dapat
terjadi pola aliran yang tetap, yang
menghasilkan pencampuran yang
sedikit. Oleh sebab itu, perlu
dilakukan pemecahan terhadap
pola aliran yang tetap (searah)
tersebut,
misalnya
dengan
penambahan pelat atau kipas
dipasang
tidak
simetris.
Pencampuran sempurna dapat
terjadi apabila bahan cair dalam
aliran turbulen atau mengalir
melalui peralatan seperti pompa.
Dasar-dasar Proses Pengolahan Pangan
Pencampuran tepung dan butiran
dimaksudkan
untuk
menukar
bagian-bagian campuran dari yang
satu ke bagian yang lain.
Peralatannya berupa pencampur
pita (Gambar 4), terdiri atas
sebuah selokan yang di dalamnya
berputar sebuah poros dengan dua
baling-baling
berbentuk
spiral
terikat pada poros, satu balingbaling berputar ke kanan, yang
lainnya berputar ke kiri. Ketika
poros ini berputar, bagian tepung
bergerak ke arah yang berlawanan
sehingga letak partikel-partikel
relatif akan dipertukarkan satu
sama lain.
Sumber: Earle, 1982
Gambar 3.15. Pencampur pita
Penggunaan pencampur yang
umum untuk tepung adalah
pencampur kerucut berganda.
Kedua ujung alat ini terbuka dan
diikat bersama dengan erat,
diputar sekitar suatu sumbu
perputaran
bersama
(Gambar
III.13).
105
Sumber: Earle, 1982
Gambar 3.16. Pencampur kerucut
berganda
Pencampuran
tepung
sangat
bervariasi menurut ukuran atau
kerapatan. Pencampuran menjadi
sederhana apabila jumlah yang
harus dicampurkan secara kasar
berproporsi sama. Jika salah satu
komponen sangat sedikit dan
harus dicampurkan dengan merata
ke dalam komponen lain dengan
jumlah yang besar, pencampuran
sebaiknya dipisahkan menjadi
beberapa tahap dan proporsi
dipertahankan tidak terlalu berbeda
pada setiap tahap.
Sebagai
contoh, apabila dibutuhkan untuk
menambahkan suatu komponen
dengan proporsi sedemikian rupa
ke dalam hasil sehingga menjadi
50 ppm, maka harus dilakukan
pencampuran dalam beberapa
tahap. Metode yang mungkin adalah
pencampuran 4 tahap, setiap
tahap berproporsi sekitar 30 : 1.
Dalam
merencanakan
proses
pencampuran
perlu
untuk
melakukan analisis dari setiap
tahap pencampuran. Apabila sekali
pencampuran telah selesai, hanya
diperlukan untuk menganalisis
kembali hasil akhir.
Dasar-dasar Proses Pengolahan Pangan
Adonan dan pasta dicampur di
dalam mesin yang memiliki tenaga
yang berat dan besar. Karena
kebutuhan tenaga yang sangat
besar, maka diharapkan mesin
pencampur tersebut mempunyai
efisiensi yang dapat diterima,
karena tenaga akan hilang dalam
bentuk
panas
yang
dapat
mengakibatkan
pemanasan
sebagian bahan. Mesin seperti ini
mungkin membutuhkan mantel
pencampur untuk memindahkan
panas sebanyak mungkin dengan
air pendingin.
Pencampur adonan yang umum
dipergunakan untuk bahan-bahan
berat ini adalah peremas yang
memiliki dua tangan berbentuk
sigma yang berputar berlawanan
arah (Gambar 6). Kedua tangan
tersebut
akan
melipat
dan
menggunting bahan melalui pusat
atau bagian dasar pencampur.
Sumber: Earle, 1982
Gambar 3.17. Peremas
106
Ekstraksi
merupakan
proses
pemisahan yang meliputi dua fase.
Larutan adalah bahan yang
ditambahkan untuk membentuk
suatu fase yang berbeda dari bahan
yang dipisahkan. Pemisahan tercapai
jika komponen yang dipisahkan
larut dalam larutan sementara
komponen yang lainnya masih
tetap berada dalam bahan asalnya.
Pengertian lain dari ekstraksi
adalah
proses
pemisahan
komponen-komponen terlarut dari
suatu campuran komponen tidak
terlarut dengan menggunakan
pelarut yang sesuai. Dengan kata
lain, ekstraksi merupakan proses
pemisahan dengan pelarut yang
melibatkan perpindahan zat terlarut
ke dalam pelarut. Kelarutan zat
dalam pelarut tergantung dari
ikatan polar dan nonpolar. Zat yang
polar hanya larut dalam pelarut
polar, sedangkan zat nonpolar
hanya larut dalam pelarut nonpolar.
Pelarut yang biasa digunakan untuk
proses ekstraksi dalam praktik
sehari-hari adalah air, misalnya
dalam pembuatan sari buah dari
berbagai
buah-buahan
dan
pembuatan santan dari kelapa
parut. Pelarut organik yang umum
digunakan untuk memproduksi
konsentrat, ekstrak, absolut atau
minyak atsiri dari bunga, daun, biji,
akar, dan bagian lain dari tanaman
adalah etil asetat, heksan, petroleum
eter, benzen, toluen, etanol,
isopropanol, aseton, dan juga air.
Dasar-dasar Proses Pengolahan Pangan
Contoh ekstrak yang dihasilkan
dari kegiatan ekstraksi adalah
ekstrak flavor alami yang diterapkan
dalam industri flavor.
Ekstraksi
juga dilakukan dalam industri gula
bit untuk memisahkan gula dari
gula bit. Ekstraksi dengan air atau
pelarut organik digunakan untuk
menghilangkan kafein dari biji kopi,
dan
ekstraksi
dengan
air
digunakan untuk menyiapkan kopi
dan teh terlarut untuk dibekukan
dan dikeringsemprotkan.
Tahap pertama di dalam proses
ekstraksi pada umumnya adalah
penghancuran secara mekanis,
yaitu bahan mentah dipotong atau
dihancurkan menjadi ukuran kecil
yang
dikehendaki
agar
mendapatkan
permukaan
persentuhan yang luas untuk
ekstraksi.
Daya ekstraksi akan
semakin
meningkat
dengan
semakin kecilnya ukuran bahan.
Namun, bahan yang terlalu halus
Pemotongan setebal 0,5 cm
107
dapat
membentuk
suspensi
dengan pelarut dan dapat terjadi
penguapan senyawa volatil yang
berlebihan
sebelum
proses
ekstraksi. Sebagai contoh adalah
proses ekstraksi flavor vanili dari
buah vanili. Sebelum dilakukan
proses ekstraksi, terlebih dulu buah
vanili mengalami proses kuring
(pengeringan buah vanili segar
yang
dikombinasikan
dengan
pemeraman) sehingga diperoleh
vanili setengah kering (kadar air
kira-kira 70%), lalu dipotongpotong sekitar 0,5 cm. Setelah itu
direndam
dalam
larutan
pengekstrak yang terdiri atas
campuran air dan etanol ditambah
sukrosa (gula pasir) selama 14
hari.
Setiap
hari
dilakukan
pengadukan sebanyak dua kali.
Gambar 15 memperlihatkan proses
ekstraksi flavor vanili.
Maserasi selama 14 Hari
Penyaringan dengan kasa
Sumber: Sofyaningsih (2007)
Gambar 3.18. Pembuatan ekstrak vanili dengan cara maserasi (perendaman)
Istilah ekstraksi juga dikenal dalam
pengolahan minyak dan lemak,
yaitu
suatu
cara
untuk
mendapatkan minyak atau lemak
dari
bahan
yang
diduga
mengandung minyak atau lemak.
Cara ekstraksi tersebut bermacammacam, yaitu rendering (wet
rendering dan dry rendering),
mechanical
expression,
dan
solvent extraction.
Dasar-dasar Proses Pengolahan Pangan
108
Rendering merupakan suatu cara
ekstraksi minyak atau lemak dari
bahan yang diduga mengandung
minyak atau lemak dengan kadar
air yang tinggi. Pada semua cara
rendering, digunakan panas untuk
menggumpalkan
protein
pada
dinding sel bahan dan untuk
memecahkan dinding sel tersebut
sehingga mudah ditembus oleh
minyak atau lemak yang ada di
dalamnya.
sambil diaduk pada suhu 105 –
110 oC. Ampas bahan yang telah
diambil
minyaknya
akan
mengendap
di
dasar
ketel.
Pengambilan minyak dilakukan dari
bagian atas ketel.
Wet rendering (rendering basah)
adalah proses rendering dengan
penambahan sejumlah air selama
berlangsungnya proses tersebut.
Rendering basah dilakukan pada
ketel
terbuka
atau
tertutup
menggunakan suhu tinggi, tekanan
40 – 60 tekanan uap (40 – 60 psi)
selama 4 – 6 jam. Alat yang
digunakan untuk rendering basah
adalah otoklaf atau digester untuk
menghasilkan minyak atau lemak
dalam jumlah yang besar.
Solvent
extraction
(ekstraksi
dengan pelarut) adalah ekstraksi
dengan melarutkan minyak dalam
pelarut minyak dan lemak.
Mechanical
expression
atau
pengepresan mekanis adalah cara
ekstraksi minyak atau lemak
terutama untuk bahan dari bijibijian.
Sumber: Wibowo, 2002
Suhu rendah dalam rendering
basah
dilakukan
jika
ingin
dihasilkan flavor netral dari minyak
atau lemak. Bahan yang akan
diekstraksi ditempatkan pada ketel
yang dilengkapi alat pengaduk. Air
ditambahkan
dan
campuran
tersebut (air dan bahan yang akan
diekstrak) dipanaskan perlahanlahan sampai suhu 50 oC sambil
diaduk. Minyak yang terekstrak
akan naik ke atas dan dipisahkan.
Penggunaan suhu rendah kurang
populer.
Dry rendering atau rendering
kering dilakukan tanpa
dilengkapi dengan steam jacket
dan pengaduk. Bahan dipanasi
3.12.1. Definisi
Pengasapan merupakan salah
satu bentuk pengawetan produk
dengan menggunakan garam,
panas, dan asap. Produk-produk
makanan yang diasap dapat awet
karena:
1. Panas dari pembakaran kayu
dapat
menghambat
mikroorganisme.
2. Asap mengandung kompo- nen
antimikroba
(bakterisida/bakteristatik).
3. Mengandung
antioksidan
sehingga dapat terhindar dari
ketengikan.
Dasar-dasar Proses Pengolahan Pangan
109
4. Sebagian asap membentuk
kulit tipis sehingga dapat
terhindar dari kontaminasi ulang.
c. Meningkatkan keem-pukan
daging.
Pengasapan dilakukan melalui
beberapa
tahapan,
yakni
penggaraman,
pengeringan,
pemanasan,
dan
terakhir
pengasapan. Perendaman dalam
larutan garam bertujuan untuk
membentuk daging yang kompak
karena garam dapat menarik air
dari bahan sehingga kadar air
berkurang
dan
terjadi
penggumpalan protein daging.
3.12.3. Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi
Pengasapan
Bahan yang sudah direndam,
ditiriskan dan dimasukkan ke
dalam ruang pengasapan dan
dengan pemanasan air di dalam
bahan terutama bagian permukaan
akan menguap sehingga bahan
menjadi kering. Pada kondisi ini
bahan akan menyerap asap yang
terdiri atas partikel-partikel yang
sangat halus.
3.12.2. TUJUAN
PENGASAPAN
Pengasapan memiliki tujuan untuk:
1. Pengawetan
2. Membentuk sifat organoleptik
yang meliputi:
a. Cita rasa asap (smoky
flavor);
b. Warna
spesifik
(coklat
mahoni), terutama pada
produk-produk daging kuring.
Warna coklat terbentuk dari
nitrosomioglobin
yang
kontak
dengan
panas
sehingga
menyebabkan
terjadinya reaksi pencoklatan.
Pengasapan akan menghasil-kan
produk asap yang bermutu prima
jika
faktor-faktor
yang
mempengaruhi proses pengasapan tersebut diterapkan de-ngan
baik.
Faktor-faktor
yang
mempengaruhi
pengasapan
adalah sebagai berikut:
1. Suhu pengasapan
Suhu
awal
pengasapan
sebaiknya
rendah
agar
penempelan dan pelarutan
asap berjalan efektif.
Suhu
tinggi akan menyebabkan air
cepat menguap dan bahan
yang diasap cepat matang
tetapi
flavor
asap
yang
diinginkan belum terbentuk
maksimal.
2. Kelembaban udara
Kelembaban udara harus diatur
sedemikian
rupa
agar
permukaan bahan yang diasap
tidak terlalu cepat mengering
dan pe-ngeringan berjalan tidak
terlalu lama. Jika kelem-baban
udara terlalu rendah maka
permukaan bahan yang diasap
akan
cepat
mengering.
Sebaliknya, ji-ka kelembaban
udara ter-lalu tinggi maka
proses
pengeringan
akan
berjalan lambat.
Sebagai
contoh pada pengasapan ikan,
kelembaban udara yang ideal
Dasar-dasar Proses Pengolahan Pangan
sebesar 60 – 70% jika suhu
sekitar 29 oC. Jika kelembaban
udara kurang dai 60% maka
permukaan ikan akan cepat
mengering, jika diatur lebih dari
70% maka proses pengeringan
lambat.
3. Jenis kayu
Serutan kayu dan serbuk
gergaji dari jenis kayu keras
cocok
untuk
penga-sapan
dingin. Batang atau potongan
kayu dari kayu keras cocok
untuk penga-sapan panas.
Kayu yang mengandung resin
atau damar harus dihindari
kare-na akan menimbulkan
rasa pahit.
4. Jumlah asap, ketebalan asap,
dan kecepatan aliran asap
dalam alat pengasap
Ketiga
faktor
ini
akan
mempengaruhi hasil produk
akhir. Jika jumlah asap yang
kontak dengan bahan sedikit,
maka citarasa asap yang
dihasilkan
pun
berkurang.
Demikian pula dengan kedua
faktor yang lainnya.
5. Mutu bahan yang diasap
Untuk memperoleh produk
asap yang berkualitas baik,
maka mutu bahan yang akan
diasap harus yang bermutu
baik pula.
6. Perlakuan
sebelum
pengasapan
Sebelum
pengasapan,
biasanya
bahan
pangan
mengalami
proses
penggaraman atau proses ku-ring.
Bahan yang langsung diasap
110
akan
berbeda
sifat
organoleptiknya dibandingkan
bahan
yang
mengalami
perlakuan
pendahuluan.
Selanjutnya jumlah garam dan
bahan kuring yang digunakan
juga akan mempengaruhi hasil
akhir.
3.12.4. Proses Kuring
Proses kuring
adalah proses
pengolahan daging yang lebih luas
daripada proses pengga-raman
yang
konvensional;
dalam
pengolahan digunakan aditif lain
selain garam, dapat dilanjutkan
dengan pengasap-an/pengeringan.
Pada prinsipnya semua jenis
daging dapat mengalami proses
kuring, tetapi yang lebih baik
adalah daging sapi atau daging
yang memiliki pigmen merah
karena produk akhir akan berwarna
merah mahoni (kecoklatan), warna
yang diinginkan untuk daging yang
diasap.
Adapun bahan dasar
untuk kuring terdiri atas:
1. Garam,
berfungsi
untuk
mengawetkan (tujuan uta-ma)
dan membentuk cita rasa khas.
Kadar garam produk kuring
umumnya 2 - 5%, sedangkan
untuk “Chinese Ham” (daging
babi masakan Cina) kadar
garamnya 15%.
2. Gula, berfungsi untuk mengawetkan (tujuan utama) dan
membentuk cita rasa spesifik
bersama dengan garam.
3. Nitrat, fungsinya memben-tuk
warna merah yang spesifik dan
sebagai pengawet.
Dasar-dasar Proses Pengolahan Pangan
Penggunaan nitrat harus hatihati karena beracun. Jenis
yang dapat digunakan adalah
KNO3 (disebut juga saltpeter/
salitri/garam sendawa) dan
NaNO3
(chile
saltpeter).
Keduanya sangat beracun, ada
persyaratan
dalam
penggunaannya, yaitu garam
nitrat
untuk
keperluan
pengolahan
pangan
dosis
maksimum
sebesar
2.5
gram/kg daging, sedangkan
garam khusus untuk keperluan
analisis dosis maksimum-nya
0.5 gram/kg daging.
Dosis
tersebut untuk mendapatkan
kandungan nitrit pada produk
akhir kurang dari 200 ppm
(standar).
Bahan tambahan kuring terdiri
atas:
1. Garam polifosfat, untuk
meningkatkan daya ikat air
(memperkecil
susut
proses).
2. Sodium askorbat, asam
askorbat,
natrium
erythrobat untuk sta-bilisasi
warna.
3. MSG sebagai pemben-tuk
cita rasa.
3.12.5. Komponen Asap
Komponen asap terdiri atas fraksi
uap dan fraksi partikel yang dapat
dibagi atas lima kelompok, yaitu:
a. Kelompok fenol: paling banyak
terdiri atas fraksi uap, selain itu
terdapat juga fraksi partikel;
b. Kelompok alkohol: hanya terdiri
atas fraksi uap;
111
c. Kelompok asam-asam organik:
meliputi fraksi uap dan fraksi
partikel;
d. Senyawa
karbonil:
paling
banyak terdiri atas fraksi
partikel, selain itu terdapat juga
fraksi uap;
e. Senyawa hidrokarbon: hanya
terdiri atas fraksi partikel. Dua
senyawa hidrokarbon yang
merupa-kan senyawa polisiklik
dan
bersifat
karsinogenik
(dapat menyebabkan kanker)
ada-lah
benzapirene
dan
diben-zanthrasene. Senyawa
ini akan terbentuk jika suhu
pembakaran
bahan
bakar
terlalu
tinggi.
Bahaya
karsinogenesis tersebut dapat
diabaikan karena senyawa
karsinogen yang ditemukan
jumlahnya sangat rendah.
Kelima kelompok komponen asap
di atas masing-masing memiliki
fungsi yang berbeda-beda. Fungsi
komponen asap tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Fenol
berfungsi
sebagai
antioksidan, antimikroba, dan
membentuk cita rasa.
2. Alkohol memiliki fungsi utama
membentuk cita rasa, selain itu
sebagai antimikroba.
3. Asam-asam organik fungsi
utamanya
untuk
mempermudah
pengupasan
selongsong, di samping itu
sebagai antimikroba.
4. Karbonil memiliki fungsi untuk
membentuk warna dan citarasa
spesifik
5. Senyawa hidrokarbon me-miliki
fungsi negatif karena bersifat
karsinogenik.
Dasar-dasar Proses Pengolahan Pangan
3.12.6.Produksi Asap Dan
Jenis Pengasapan
Untuk memproduksi asap diperlukan:
1. bahan bakar, berupa: limbah
hasil pertanian dan kayu keras
(jati, mahoni);
2. lemari
asap,
terdiri
atas
generator asap dan ruang
pengasapan.
112
difungsikan untuk satu jenis
pengasapan saja.
Jika alat
pengasapan
dirancang
untuk
pengasapan dingin, maka alat
tersebut tidak dapat digunakan
untuk pengasapan panas. Gambar
di bawah ini merupakan ilustrasi
dari alat pengasapan tradisional.
Berdasarkan letak generator asap
dengan
ruang
pengasap-an,
dibedakan dua jenis penga-sapan,
yakni:
1. pengasapan
dingin
(cold
smoking) dan
2. pengasapan
panas
(hot
smoking).
Pada
pengasapan
dingin
generator asap dengan ruang
pengasapan letaknya berjauh-an.
Pengasapan dingin dilaku-kan
pada suhu sekitar 32 – 43 oC dan
waktunya lebih lama hingga bahan
yang diasap menjadi kering.
Jika generator asap dengan ruang
pengasapan menjadi satu maka
akan
menghasilkan
proses
pengasapan panas. Jadi, bahan
yang diasap dekat dengan sumber
panas
(generator
asap).
Pengasapan ini dilakukan pada
suhu sekitar 65 – 80 oC. Bahan
pada pengasapan panas akan
menjadi matang, lebih berair
(juicy), tetapi tidak tahan lama
disimpan karena kadar air masih
tinggi.
Pada pengasapan tradisional, alat
pengasapan
hanya
dapat
Sumber: [Saraswati (ed.), 1993]
Keterangan gambar:
1. Alat pengasapan dingin
2. Alat pengasapan panas
Gambar 3.19 Ilustrasi alat pengasapan
Pengasapan dapat diatur baik
untuk pengasapan dingin mau-pun
pengasapan panas. Ruang asap
dilengkapi dengan pema-nas listrik
(heater)
serta
pe-ngatur
kelembaban dan suhu. Generator
asap juga dilengkapi dengan
pemanas
listrik.
Pe-masukan
bahan bakar diatur dengan vibrasi
(getaran) sehingga densitas asap
yang masuk ruang asap dapat
diatur.
Pada perusahaan yang memproduksi berbagai produk da-ging
asap, peralatan produk-sinya terdiri
Dasar-dasar Proses Pengolahan Pangan
atas
mesin
pemotong
dan
penghancur
da-ging,
mesin
pencampur vakum, mesin pengisi,
lemari asap, mesin pengiris, mesin
penge-mas vakum.
Jenis-jenis
produk daging asap yang telah
umum beredar di pasaran adalah
sosis.
3.12.6. Pengaruh Terhadap
Nilai Gizi
Pengasapan dapat menurun-kan
nilai gizi dari produk yang diasap
karena:
a. Senyawa
fenol
cenderung
bereaksi dengan grup S-H
(sulfur – hidrogen) protein.
Adanya reaksi tersebut dapat
mengakibatkan
pro-tein
terdenaturasi
yang
bisa
menyebabkan
menurunnya
nilai protein dari bahan yang
diasap. Selanjutnya penurunan
nilai
protein
dapat
menyebabkan
menu-runnya
daya
cerna
dari
protein
tersebut sehingga protein yang
diserap
tubuh
menjadi
berkurang.
b. Senyawa karbonil cende-rung
bereaksi dengan grup amino
dari protein. Reaksi ini pun
dapat mengakibat-kan daya
cerna protein turun.
c. Vitamin B kompleks, niasin,
dan
riboflavin
mengalami
kerusakan sedikit, sedang-kan
tiamin
dapat
menga-lami
kerusakan total.
3.12.6. Perkembangan
Pengasapan
113
Cara-cara baru dalam pengasapan
dilakukan dengan menggunakan
asap cair hasil proses distilasi.
Asapnya
disebut
asap
cair.
Penggunaan asap cair memiliki
keuntungan yaitu tidak perlu
instalasi,
dapat
digunakan
berulang-ulang,
dan
tidak
karsinogenik.
Aplikasi asap cair dengan cara
daging dicelup ke dalam asap cair
tersebut atau dapat juga dengan
disemprot. Sebelum diaplikasikan
pada bahan, asap cair dicampur
dengan vinegar (semacam cuka)
dengan
perbandingan
20:5,
sedangkan airnya sebanyak 75
bagian.
Aplikasi asap cair dengan cara
dioles pada permukaan bahan
yang
akan
diasap
tersebut
ditujukan untuk menambah cita
rasa tanpa proses pengasapan
panas. Fungsi asap sebagai
pengawet sedikit sekali.
3.13. Pengasaman
Pengasaman
pangan
telah
digunakan secara luas, walaupun
pada saat itu peranannya sebagai
pengham-bat kerusakan belum
dipahami.
Asam, sebagaimana
garam, digunakan secara luas
dalam pengawetan produk-produk
sa-yuran, seperti mentimun, kubis,
dan bawang yang merupakan
contoh-contoh penting di masyarakat barat.
Dasar-dasar Proses Pengolahan Pangan
3.13.1. Sifat-sifat
Antimikroorganisme
dari Asam
Asam, terutama asam asetat dan
asam laktat dapat terkandung
dalam makanan yang awet karena
dua sebab, yakni:
a. asam
ditambahkan
pada
bahan-bahan
yang
tidak
difermentasi, misalnya asam
sitrat atau asam fosfat;
b. asam ada sebagai hasil
fermentasi
oleh
mikroorganisme pada jaringan-jaringan
berkarbohidrat dan bahanbahan dasar lainnya. Proses
fermentasi
penting yang
menghasilkan asam adalah
perubahan alkohol menjadi
asam asetat karena aktivitas
Acetobacter sp.
Asam yang dihasilkan oleh salah
satu mikroba selama fermentasi
biasanya
akan
menghambat
perkembangbiakan
mikroba
lainnya. Oleh karena itu fermentasi
dapat
digunakan
untuk
mengawetkan makanan dengan
cara melawan bakteri terutama
bakteri proteolitik atau mikroba
pembusuk lainnya.
Pengaruh antimikroorganisme dari
asam sebagai berikut:
1. Asam memiliki pH rendah yang
tidak
disukai
oleh
mikroorganisme.
2. Asam-asam yang tidak terurai
bersifat
racun
bagi
mikroorganisme.
Setiap jenis asam memiliki sifat
penghambatan yang berbeda-
114
beda. Asam asetat lebih bersifat
menghambat
terhadap
mikroorganisme
tertentu
dibandingkan
asam
laktat.
Demikian juga asam laktat lebih
bersifat menghambat dibandingkan
asam sitrat. Asam-asam benzoat,
parahidroksi benzoat, dan asam
sorbat juga menunjukkan pengaruh
antimikroorganisme yang berbedabeda.
Jumlah asam yang cukup akan
menyebabkan denaturasi protein
bakteri. Oleh karena itu beberapa
mikroba sensitif terhadap asam.
Asam
yang
dikombinasikan
dengan panas akan menyebabkan
panas
tersebut
lebih
efektif
terhadap mikroba.
Beberapa
makanan
misalnya
tomat, air jeruk dan apel,
mengandung asam yang masingmasing mempunyai pengaruh yang
berbeda-beda
sebagai
bahan
pengawet. Hal ini sebagian besar
disebabkan terutama oleh tinggi
atau rendahnya konsentrasi ion
hidrogen (pH).
Penting diingat
bahwa semakin tinggi konsentrasi
ion hidrogen maka pH semakin
rendah.
Sebaliknya, semakin
rendah konsentrasi ion hidrogen
maka pH semakin tinggi.
Karena peranan asam (pH)
terhadap daya hambat pertumbuhan mikroba pembusuk, maka
makanan dibagi menurut tingkat
keasamannya.
Penge-lompokan
makanan tersebut selengkapnya
dapat
dilihat
pada
subbab
Penggunaan/Pengawetan
Suhu
Tinggi.
Dasar-dasar Proses Pengolahan Pangan
Penting
juga
diingat
bahwa
mikroba yang berspora pada
umumnya tidak dapat hidup dan
berkembang biak pada pH di
bawah 4,0 dan mikroba berspora
yaitu Clostridium botulinum tidak
dapat hidup di bawah pH 4,6. Oleh
sebab itu, makanan dengan
kandungan asam yang tinggi, baik
terdapat secara alami, ada karena
penambahan asam, atau terbentuk
selama proses fermentasi, lebih
tahan lama dibandingkan makanan
berasam rendah.
Produk
asinan
mempunyai
ketahanan
terhadap
mikroorganisme karena pengaruh
pengawetan dari asam.
Kadar
asam asetat minimum yang
dibutuhkan untuk menghasilkan
daya awet yang baik bagi produkproduk acar adalah sekitar 3,6%
berdasarkan bahan-bahan yang
mudah menguap dari produk.
Adanya gula, garam, rempahrempah, dan lain-lain menurunkan
kebutuhan akan asam karena
kadar air yang tersedia dalam
produk telah diturunkan dan
beberapa bahan tersebut juga
mem-punyai sifat-sifat antimikroorganisme.
3.13.3. Kerusakan karena
Mikroorganisme dari
Produk-produk Acar
Pada bahan-bahan pangan yang
telah cukup diasin dan diasamkan
hanya sedikit or-ganisme perusak
yang telah ditemukan. Stabilitas
mikroor-ganisme
dari
produkproduk ini tergantung dari suatu
interaksi yang kompleks dari
115
pengawet-an
atau
pengaruh
penghambatan karena garam,
asam, pH, pengaruh aw karena
garam dan penambahan gula,
rempah-rempah, bahan pengawet
ki-mia, besarnya pelakuan pasteurisasi dan faktor-faktor lingkungan lainnya (seperti oksi-gen,
zat-zat gizi) yang dibu-tuhkan
untuk pertumbuhan organismeorganisme
yang
mencemari.
Walaupun organis-me-organisme
tersebut telah diketahui, misalnya
untuk dapat tumbuh dalam bahan
pangan di mana kadar asam asetat
dalam bahan-bahan yang mudah
menguap
diatas
3,6%,
distribusinya sangat terbatas (kecuali
dalam lingkungan acar) dan
karenanya kerusakan tidak biasa
terjadi.
Acar-acar
yang
mengandung sekitar 1% asam
asetat dan dipasteurisasi untuk
stabilitasnya akan tetap stabil
terhadap mikroorganisme untuk
jangka waktu cukup lama setelah
dibuka,
sebagai
akibat
dari
distribusi
terbatas
dari
mikroorganisme perusak yang
tahan terhadap asam asetat.
Penyimpanan dingin untuk produkproduk acar yang sudah dibuka
biasanya
membe-rikan
daya
simpan yang baik.
Rangkuman
Pengecilan ukuran
1. Pengecilan
ukuran
adalah
suatu satuan operasi atau
kegiatan yang ditujukan untuk
mengurangi ukuran rata-rata
bahan pangan.
Dasar-dasar Proses Pengolahan Pangan
2. Ada tiga jenis kekuatan yang
digunakan untuk me-ngurangi
ukuran bahan pangan: gaya
tekan (com-pression forces),
gaya
tum-bukan
(impact
forces), dan shearing (attrition
forces).
3. Pengecilan ukuran memiliki
manfaat:
ƒ meningkatkan rasio luas
permukaan
terhadap
volume
bahan
pangan
sehingga dapat meningkatkan
kecepatan
pengeringan, pemanasan, atau
pendinginan.
ƒ memperbaiki efisiensi dan
kecepatan ekstraksi dari
komponen terlarut.
ƒ menyebabkan
pencampuran bahan-bahan
lebih sempurna
4. Pengecilan
ukuran
diklasifikasikan
sesuai
dengan
ukuran partikel yang dihasilkan:
ƒ Besar hingga sedang
ƒ Sedang hingga kecil
ƒ Kecil hingga granular
Pencampuran
1. Pencampuran adalah suatu
satuan operasi yang ditujukan
untuk memperoleh campuran
yang homogen dari dua atau
lebih komponen, baik bahan
yang berbentuk kering maupun
cair (liquid).
2. Pencampuran meliputi pearutan padatan, persiapan
emulsi atau buih (foam), atau
pencampuran
bahan-bahan
kering.
3. Tujuan utama dari proses
pencampuran adalah untuk
mencampur
bahan-bahan
hingga homogen.
116
4. Proses pencampuran dapat
terjadi pada bahan-bahan yang
fasenya sama atau berbeda.
5. Pencampuran dapat dilaku-kan
dengan menggunakan alat atau
tanpa alat. Hasil pencampuran
dengan
alat
akan
lebih
sempurna.
6. Dalam merencanakan pro-ses
pencampuran
perlu
untuk
melakukan analisis dari setiap
tahap pencampuran.
Ekstraksi
1. Ekstraksi
adalah
proses
pemisahan
komponenkomponen terlarut dari suatu
campuran komponen tidak
terlarut dengan meng-gunakan
pelarut yang sesuai.
2. Pemisahan
tercapai
jika
komponen yang dipisahkan
larut dalam larutan sementara
komponen yang lainnya masih
tetap berada dalam bahan
asalnya.
3. Pelarut yang biasa digunakan
untuk proses ekstraksi dalam
praktek sehari-hari adalah air.
4. Tahap pertama di dalam
proses
ekstraksi
pada
umumnya
adalah
penghancuran secara mekanis,
yaitu bahan mentah di-potong
atau
dihancurkan
menjadi
ukuran kecil yang dikehendaki
agar men-dapatkan permukaan
per-sentuhan yang luas untuk
ekstraksi.
5. Daya ekstraksi akan semakin
meningkat dengan semakin
kecilnya
ukuran
bahan.
Namun, bahan yang terlalu
halus
dapat
membentuk
suspensi dengan pelarut dan
dapat
terjadi
penguapan
Dasar-dasar Proses Pengolahan Pangan
senyawa
volatil
(mudah
menguap) yang berlebihan
sebelum proses ekstraksi.
6. Cara
ekstraksi
dalam
pengolahan minyak dan lemak,
yaitu rendering (wet rendering
dan dry rendering), mechanical
expression,
dan
solvent
extraction.
Penggunaan/Pengawetan
Suhu Tinggi
1. Penggunaan/pengawetan
dengan suhu tinggi adalah
proses pengawetan pangan
yang menggunakan panas
untuk menginaktif-kan bakteri.
2. Penggunaan/pengawetan
dengan suhu tinggi dibeda-kan
atas empat jenis:
a. proses
termal
dengan
menggunakan uap (steam)
atau air;
b. proses
termal
dengan
menggunakan udara panas;
c. proses
termal
dengan
menggunakan
minyak
panas;
d. proses
termal
dengan
menggunakan
energi
iradiasi;
3. Dalam pengalengan maka-nan,
perambatan panas biasanya
berjalan secara konveksi dan
konduksi.
Sifat perambatan
panas ini perlu diperhatikan
untuk
menentukan
jumlah
panas optimum yang harus
diberikan
pada
makanan
kaleng.
4. Di dalam makanan kaleng
dikenal istilah ”cold point”,
yakni titik atau tempat yang
paling lambat menerima panas.
Berdasarkan
pe-rambatan
panasnya, cold point terletak:
117
Cold point untuk bahanbahan yang merambat-kan
panas secara konduksi
terdapat di tengah atau di
pusat bahan tersebut.
ƒ Cold point untuk bahanbahan yang merambat-kan
panasnya secara konveksi
terletak di bawah atau di
atas pusat yakni kira-kira
seperem-pat bagian atas
atau bawah sumbu
5. Beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam penggunaan
panas
untuk
pengalengan
bahan makanan adalah:
a. Pemilihan bahan men-tah
(raw material);
b. Persiapan
sebelum
pengolahan;
c. Pengolahan dan pengemasan.
6. Berdasarkan
derajat
keasamannya, bahan pangan
yang
akan
diolah
dapat
dikelompokkan
menjadi
4
golongan:
a. Bahan
pangan
alkalis,
memiliki pH > 7,0, seperti
telur tua, soda, crackers,
dan bubur jagung;
b. Bahan
pangan
asam
rendah, memiliki kisaran pH
antara 5,0 – 6,8;
c. Bahan
pangan
asam,
memiliki pH antara 3,7 –
4,5;
d. Bahan pangan asam tinggi,
memiliki kisaran pH antara
2,3 – 3,7.
7. Dalam penggunaan panas ada
2
faktor
yang
perlu
diperhatikan:
a. Jumlah
panas
yang
diberikan
harus
cukup
untuk mematikan mik-roba
pembusuk dan patogen;
ƒ
Dasar-dasar Proses Pengolahan Pangan
118
c.
b. Jumlah
panas
yang
digunakan
sedapat
mungkin
akan
menyebabkan penurunan zat gizi
dan cita rasa yang minimal;
Pengawetan/Penggunaan
Suhu Rendah
1. Prinsip
dasar
pengawetan
dengan menggunakan suhu
rendah adalah:
a. memperlambat kecepatan
reaksi metabolisme;
b. menghambat pertumbuh-an
mikroorganisme penyebab
kebusukan dan kerusakan.
2. Cara-cara pengawetan dengan suhu rendah secara garis
besar dikelompokkan menjadi
dua, yakni:
a. pendinginan (cooling),
b. pembekuan (freezing).
3. Faktor-faktor
yang
mengendalikan waktu simpan
bahan pangan segar dalam
penyimpanan dingin me-liputi:
a. jenis dan varietas ba-han
pangan;
b. bagian dari bahan pangan;
c. kondisi panen;
d. suhu pendistribusian dan
suhu penjualan;
e. kelembaban relatif pada
ruang penyimpanan yang
mempengaruhi kehilangan
air (dehidrasi).
4. Faktor-faktor yang menentukan penyimpanan dingin dari
pangan olahan meliputi:
a. jenis makanan;
b. tingkat kerusakan mikroba
atau inaktivasi enzim yang
diperoleh melalui proses;
5.
6.
7.
8.
9.
kontrol higienis selama
pengolahan
dan
pengemasan;
d. sifat-sifat barier dari bahan
pengemas;
e. suhu selama distribusi dan
penjualan.
Peralatan untuk pendingin-an
dibedakan berdasarkan metode
yang
digunakan
untuk
memindahkan panas:
a. refrigerator mekanik,
b. sistem kriogenik
Pembekuan adalah suatu unit
operasi di mana suhu makanan
dikurangi di
ba-wah
titik
pembekuan dan bagian air
mengalami per-ubahan untuk
membentuk kristal-kristal es.
Ada 3 cara pembekuan cepat,
yaitu:
a. pencelupan
bahan
ke
dalam refrigerant;
b. kontak
tidak
langsung
dengan refrigerant;
c. air-blast freezing de-ngan
udara dingin:
- 17,8 hingga -34,4 oC.
Metode
pembekuan
yang
dipilih untuk setiap
produk
tergantung pada:
a. mutu produk dan ting-kat
pembekuan
yang
diinginkan;
b. tipe dan bentuk produk,
pengemasan, dan lain-lain;
c. fleksibilitas yang dibutuhkan
dalam operasi pembekuan;
d. biaya pembekuan un-tuk
teknik alternatif.
Faktor-faktor
yang
mempengaruhi laju pembekuan
adalah:
a. cara pembekuan (cepat
atau lambat);
b. suhu yang digunakan;
Dasar-dasar Proses Pengolahan Pangan
c. sirkulasi udara (refrigerant);
d. ukuran
dan
bentuk
pembungkus;
e. jenis komoditi.
10. Kelebihan pembekuan cepat
dibandingkan
pembekuan
lambat adalah:
a. memperkecil
kerusakan
mekanis apabila bahan
dicairkan (thawing);
b. faktor pemadatan air lebih
cepat;
c. pencegahan pertumbuhan
mikroba lebih cepat;
d. kegiatan
enzim
cepat
menurun.
11. Faktor-faktor
dasar
yang
mempengaruhi mutu akhir dari
makanan beku adalah:
a. Mutu bahan baku yang
digunakan;
b. Perlakuan
sebelum
pembekuan;
c. Metode dan kecepatan
pembekuan yang dipakai;
d. Suhu penyimpanan dan
fluktuasi suhu;
e. Waktu penyimpanan;
f. Kelembaban
lingkungan
tempat penyimpanan.
12. Perlakuan-perlakuan
pendahuluan sebelum pem-bekuan
meliputi:
a. Blansir ;
b. Penambahan atau pencelupan ke dalam larutan
asam askorbat atau larutan
sulfurdioksida;
c. Pengemasan buah-buahan
dalam gula kering atau
sirup;
d. Perubahan pH beberapa
buah untuk menurunkan
kecepatan reaksi pencoklatan.
119
13. Es krim digolongkan berdasarkan komposisi, cita-rasa,
warna, bentuk, dan ukuran.
Menurut jenisnya dikenal es
krim standard dan es krim
special.
14. Es krim terbuat dari susu bubuk
dengan atau tanpa susu segar,
lemak susu, gula, bahan
pengental
atau
penstabil,
bahan pengemulsi dengan atau
tanpa bahan tambahan seperti
pewarna, rasa, dan telur.
15. Tahap-tahap pembuatan es
krim meliputi penimbangan
bahan,
pencampuran,
pemanasan
(pasteurisasi),
pengecilan
ukuran
butiran
lemak
(homogenisasi),
pendinginan, aging (penuaan),
pembekuan penge-rasan.
Pengeringan
1. Pengeringan pangan ada-lah
pemindahan
air
dengan
sengaja dari bahan pangan.
Dibandingkan
meto-de
pengawetan
yang
lain,
pengeringan
merupakan
metode
yang
sederhana
karena tidak memerlukan alat
yang khusus.
2. Salah satu manfaat ter-besar
dari makanan yang dikeringkan
adalah
makan-an
kering
mengambil
tempat
penyimpanan yang lebih sedikit
dibandingkan makanan kaleng
dan makanan beku. Namun,
pengeringan
tidak
dapat
menggantikan
pengaleng-an
dan pembekuan karena kedua
metode tersebut lebih baik
dalam hal mem-pertahankan
rasa, penam-pilan, dan nilai
gizi.
Dasar-dasar Proses Pengolahan Pangan
3. Pengeringan
mempunyai
tujuan untuk:
a. mengawetkan
bahan
pangan;
b. meningkatkan
efisiensi
pengemasan,
penyimpanan,
dan
transportasi;
c. memperpanjang daya guna
dan hasil guna,
d. mengubah struktur bahan
pangan.
4. Hal-hal yang perlu diperhatikan
dalam pengeringan:
a. Kecepatan,
b. Suhu,
c. Kelembaban dan ventilasi,
d. Pengeringan yang seragam
5. Jenis-jenis metode pengeringan:
a. Pengeringan dengan oven
b. Pengeringan
dengan
pengering makanan (Food
Dryer)
c. Pengeringan dengan sinar
matahari (Sun Drying)
d. Pengeringan dengan pengering
beku (Freeze Drying)
e. Pengeringan
dengan
pengering semprot (Spray
Drying)
f. Pengeringan
dengan
pengering
drum
yang
Berputar (Drum Dryer)
6. Jenis-jenis
makanan
yang
dikeringkan antara lain:
a. Berbagai
buah-buahan
segar, sayuran, rem-pah
rempah, daging;
b. Semua
jenis
rempahrempah;
c. Daging sapi, kambing, dan
ikan
9. Makanan yang dikeringkan
mempunyai nilai gizi yang lebih
rendah dibandingkan dengan
bahan segarnya.
120
10. Selama pengeringan terjadi
perubahan
warna,
tekstur,
aroma, dan lain-lain.
Penggaraman
1. Garam
berperan
sebagai
penghambat
selektif
pada
mikroorganisme
pencemar
tertentu.
2. Garam mempengaruhi aktivitas air (aw) dari bahan
sehingga dapat mengendalikan
pertumbuhan mikroorganisme.
3. Beberapa
aplikasi
penggaraman antara lain:
a. Penggaraman ikan.
Pengawetan
dilakukan
dengan cara mengu-rangi
kadar air dalam badan ikan
sampai
titik
tertentu
sehingga
bakteri
tidak
dapat
hidup
dan
berkembang biak lagi.
b. Telur asin
Dalam pembuatan telur
asin biasa digunakan abu
gosok, bubuk bata merah
yang dicampur dengan
garam sebagai medium
pengasin. Fungsi garam
adalah menarik air sampai
kadar air tertentu sehingga
bakteri
tidak
dapat
berkembang lagi.
4. Acar
Proses penggaraman dilakukan
pada tahap awal pembuatan
acar dengan cara fermentasi.
Terkadang
dilakukan
penambahan gula sebanyak
1% apabila sayur atau buah
yang digunakan berkadar gula
rendah.
Dasar-dasar Proses Pengolahan Pangan
Penggulaan
1. Apabila gula ditambahkan ke
dalam bahan pangan dalam
konsentrasi yang tinggi (paling
sedikit 40% padatan terlarut),
maka sebagian air yang ada
terikat oleh gula sehingga
menjadi tidak ter-sedia untuk
pertumbuhan mikroorganisme
dan aktivitas air (aw) dari bahan
pangan berkurang.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketahanan produkproduk penggulaan terhadap
mikroorganisme adalah:
a. Kadar gula yang tinggi
sekitar 65 – 73% padatan
terlarut.
b. pH rendah, sekitar 3,1 – 3,5
tergantung pada tipe pektin
dan konsentrasi.
c. aw, berkisar antara 0,75 –
0,83.
d. Suhu
tinggi
selama
pendidihan
atau
pemasakan
e. Tegangan oksigen ren-dah
selama penyim-panan
3. Beberapa aplikasi peng-gulaan
antara lain:
a. Selai
Adalah produk makan-an
yang kental atau setengah
padat yang dibuat dari
campuran 45 bagian berat
buah dan 55 bagian berat
gula;
b. Jeli
Dibuat dari campuran 45
bagian sari buah dan 55
bagian berat gula;
c. Marmalade
Adalah
produk
buahbuahan
yang
dijadikan
bubur buah ditambah gula
dan
asam
dengan
121
konsentrasi tertentu dan
diberi
irisan
kulit
jeruk/potongan buah;
d. Manisan buah
Adalah
produk
buahbuahan yang diolah dengan
menambahkan gula dalam
konsentrasi tinggi;
e. Buah dalam sirup
Adalah suatu produk olahan
buah-buahan yang dibuat
melalui
proses
blansir,
dimasukkan
ke
dalam
wadah
steril
ditambah
larutan gula 40%, diexhausting, ditutup rapat,
disterilisasi, dan dilewatkan
di air dingin;
f. Produk lainnya adalah:
- Conserves,
- Preserves,
- Mentega buah,
- Madu buah.
Fermentasi
1. Fermentasi secara mudah-nya
dapat diartikan sebagai suatu
proses pengolahan pangan
dengan menggu-nakan jasa
mikroorganisme
untuk
menghasilkan sifat-sifat produk
sesuai yang diharap-kan.
2. Berdasarkan
penambahan
starter (kultur mikroorganisme), fermentasi dibedakan atas
dua jenis:
a. Fermentasi
spontan,
berjalan alami, tanpa penambahan starter;
b. Fermentasi tidak spontan,
berlangsung
dengan
penambahan starter/ragi.
3. Fermentasi ditujukan untuk
memperbanyak jumlah mikroba
dan
menggiatkan
metabolismenya dalam makanan.
Dasar-dasar Proses Pengolahan Pangan
4. Selama
fermentasi
terjadi
beberapa perubahan karena
kerja dari mikroba yang memang
diinginkan
dan
pertumbuhannya
dipacu.
Mikroba
fermentatif
yang
mengubah karbohidrat menjadi
alkohol, asam, dan CO2
pertumbuh-annya cukup tinggi.
5. Keuntungan-keuntungan dari
fermentasi antara lain:
a. Dapat
mencegah
pertumbuhan mikroba beracun;
b. Mempunyai nilai gizi tinggi
dari bahan asalnya;
c. Dapat terjadi pemecah-an
bahan-bahan yang tidak
dapat dicerna oleh enzimenzim ter-tentu.
6. Kerugian
dari
fermentasi
diantaranya
adalah
dapat
menyebabkan
keracunan
karena toksin yang ter-bentuk
7. Faktor-faktor yang
mempengaruhi fermentasi:
a. Asam,
b. Alkohol,
c. Mikroba,
d. Suhu,
e. Oksigen,
f. Garam.
8. Produk-produk
fermentasi
antara lain adalah:
a. Fermentasi Sayuran
b. Sosis
c. Roti
d. Kecap
e. Tauco
f. Brem
g. Nata de Coco
122
Bahan Tambahan Pangan
(BTP)
1. BTP adalah bahan-bahan yang
ditambahkan ke dalam pangan
(makanan
dan
minuman)
selama produksi, pengolahan,
pengemasan,
atau
penyimpanan untuk tujuan
tertentu.
2. BTP
dibenarkan
penggunaannya hanya jika
ditujukan untuk keperluankeperluan sebagai berikut:
a. untuk
mempertahankan
nilai gizi makanan;
b. untuk konsumsi segolongan
orang
tertentu
yang
memerlukan makanan diit;
c. untuk
mempertahankan
mutu
atau
kestabilan
makanan atau untuk memperbaiki sifat-sifat organoleptiknya;
d. untuk
keperluan
pembuatan,
pengolahan,
pe-nyediaan,
perlakuan,
pewadahan, pembungkusan, pemindahan, atau pengangkutan;
e. membuat makanan menjadi lebih menarik.
3. Secara umum, bahan tambahan
pangan
dapat
diklasifikasikan menjadi dua
golo-ngan besar:
a. BTP
yang
sengaja
ditambahkan ke dalam
makanan/minuman;
b. BTP yang tidak sengaja
ditambahkan ke dalam
makanan/minuman.
4. Yang termasuk BTP yang
sengaja ditambahkan ke dalam
makanan/minuman antara lain:
Dasar-dasar Proses Pengolahan Pangan
a. Pemanis buatan,
b. Pengatur keasaman,
c. Pewarna,
d. Penyedap rasa dan aroma
serta penguat rasa,
e. Pengawet,
f. Antioksidan dan antioksidan
sinergis,
g. Antikempal,
h. Pemutih dan pematang
tepung,
i. Pengemulsi, pemantap dan
pengental,
j. Pengeras,
a. Sekuestran,
b. Enzim,
c. Penambah gizi,
d. BTP lainnya:
- Antibusa,
- Humektan,
- Processing aid (bahan
pembantu),
- Carrier solvent,
- Penyalut,
- Pengisi (body, texturizer),
- Karbonasi
dan
gas
pengisi
5. BTP yang tidak sengaja
ditambahkan
ke
dalam
makanan/minuman
tidak
mempunyai
fungsi
dalam
makanan
tersebut.
Keberadaannya
disebabkan
per-lakuan
selama
proses
produksi, pengolahan, dan
pengemasan.
6. Berdasarkan
dari
bahan
asalnya,
bahan
tambahan
pangan dibedakan menjadi
dua, yakni:
1. Sumber alamiah,
2. Bahan sintetik.
7. Kelebihan
bahan
sintetik
adalah lebih pekat, lebih stabil,
dan lebih murah.
Adapun
kelemahannya adalah sering
123
terjadi
ketidaksempurnaan
proses sehingga mengandung
zat-zat yang berbahaya bagi
kesehatan.
Pengasapan
1. Pengasapan merupakan salah
satu
bentuk
pe-ngawetan
produk dengan menggunakan
garam, pa-nas, dan asap.
2. Pengasapan memiliki tujuan
untuk
pengawetan
dan
pembentukan sifat organoleptik
yang meliputi:
a. Cita rasa asap (smoky
flavor);
b. Memiliki warna spesifik
(coklat mahoni);
c. Meningkatkan keempukan
daging.
3. Faktor-faktor
yang
mempengaruhi
pengasapan
adalah sebagai berikut:
a. Suhu pengasapan,
b. Kelembaban udara,
c. Jenis kayu,
d. Jumlah asap, ketebalan
asap, dan kecepat-an aliran
asap dalam alat pengasap,
e. Mutu bahan yang diasap,
f. Perlakuan
sebelum
pengasapan.
4. Proses kuring adalah pro-ses
pengolahan daging yang lebih
luas
daripada
proses
penggaraman
yang
konvensional.
Dalam
pengolahan digunakan aditif
lain selain garam dan dapat
dilanjutkan
dengan
pengasapan/pengeringan.
5. Komponen asap terdiri atas
fraksi uap dan fraksi partikel
yang dapat dibagi atas lima
kelompok, yaitu:
Dasar-dasar Proses Pengolahan Pangan
a. Kelompok fenol,
b. Kelompok alkohol,
c. Kelompok
asam-asam
organik,
d. Senyawa karbonil,
e. Senyawa hidrokarbon.
6. Pengasapan dapat
menurunkan nilai gizi dari produk
yang diasap karena:
a. Senyawa fenol cende-rung
bereaksi dengan grup S-H
(sulfur – hidrogen) protein.
b. Senyawa karbonil cenderung bereaksi de-ngan
grup amino dari protein.
c. Vitamin B kompleks, niasin,
dan riboflavin mengalami
kerusakan sikit, sedangkan
tiamin dapat mengalami
kerusakan total.
Pengasaman
1. Pengasaman merupakan salah
satu
bentuk
penga-wetan
makanan karena asam memiliki
sifat
antimikroorganisme
sebagai berikut:
a. asam memiliki pH rendah
yang tidak disukai oleh
mikroorganisme;
b. asam-asam yang tidak
terurai bersifat racun bagi
mikroorganisme.
2. Asam dapat terkandung dalam
makanan yang awet karena
dua sebab, yakni:
a. asam ditambahkan pada
bahan-bahan yang tidak
difermentasi,
mi-salnya
asam sitrat atau asam
fosfat;
b. asam ada sebagai hasil
fermentasi
oleh
mikroorganisme.
124
Saran
Untuk meningkatkan wawasan dan
pemahaman mengenai dasardasar proses pengolahan pangan,
maka
sebaiknya
anda
juga
membaca referensi lainnya yang
sejenis.
Soal Latihan
1. Apa manfaat dilakukannya
pengecilan ukuran pada proses
pengolahan pangan?
2. Apakah yang dimaksud dengan
pencampuran?
3. Apa yang dimaksud ekstraksi?
4. Berikan 4 contoh kegiatan
ekstraksi
dalam
proses
pengolahan pangan!
5. Sebutkan
proses
termal
berdasarkan bentuk panas
yang digunakan!
6. Jelaskan perbedaan antara
pedinginan dan pembekuan
dalam
hal
suhu
yang
digunakan dan daya awetnya!
7. Sebutkan metode pengeringan
yang Anda ketahui!
8. Sebutkan
produk-produk
pangan yang menggunakan
prinsip
penggulaan
dalam
pembuatannya!
9. Sebutkan
tiga
zat
yang
berperan dalam pembentukan
struktur jeli!
10. Mengapa penggaraman dapat
dikategorikan sebagai bentuk
pengawetan?
11. Jelaskan perbedaan antara
fermentasi spontan dengan
fermentasi
tidak
spontan,
berikan pula contoh produknya!
Dasar-dasar Proses Pengolahan Pangan
12. Sebutkan bahan tambahan
pangan
yang
sengaja
ditambahkan
ke
dalam
makanan dengan tujuan untuk
memperbaiki
nilai
gizi,
mempertahankan kesegaran,
memperoleh cita rasa yang
diinginkan, dan membantu
pengolahan.
13. Sebutkan fungsi dari komponen-komponen asap!
14. Faktor-faktor apakah yang
mempengaruhi pengasapan?
15. Mengapa pengasaman dapat
dikatakan
sebagai
bentuk
pengawetan makanan?
16. Apakah
fermentasi
dapat
dikatakan sebagai salah satu
cara
pengawetan
dengan
pengasaman?
125
Penanganan Pascapanen Produk Nabati dan Hewani
126
IV. PENANGANAN PASCAPANEN
PRODUK NABATI DAN HEWANI
Teknologi pascapanen merupakan
suatu usaha untuk menangani
berbagai produk hasil pertanian
dalam bentuk bahan baku maupun
bahan
setengah
jadi
yang
dihasilkan oleh pertanian kita.
Bagaimana dan apa yang dapat
dilakukan agar produk-produk
yang dihasilkan tersebut dapat
bertahan
lama
dan
ketersediaannya
cukup
untuk
memenuhi
kebutuhan
pasar,
terhindar dari kerusakan dan
memiliki umur simpan yang cukup
lama. Untuk itu diperlukan suatu
teknologi tepat guna dalam
menangani produk-produk pasca
panen
mulai
dari
kegiatan
penanganan sampai pengelolaan
dan penyimpanan, karena tanpa
memperhatikan kegiatan tersebut
maka akan menurunkan kualitas
dan kuantitas hasil panen akibat
penanganan yang kurang baik.
Bahan pangan selepas panen
masih memiliki kemampuan untuk
melangsungkan kehidupan seperti
buah
dan
sayur,
proses
kehidupannya terus berlangsung
sampai terjadi kebusukan. Proses
tersebut adalah respirasi, yang
merupakan salah satu proses
biologis. Pada proses ini oksigen
di udara diserap untuk digunakan
pada proses pembakaran yang
menghasilkan
energi
dengan
diikuti
pengeluaran
sisa
pembakaran dalam bentuk air dan
gas karbondioksida. Semua hasilhasil pertanian masih melakukan
proses ini setelah panen dan
proses metabolisme lain. Bahanbahan yang masih melakukan
proses-proses
seperti
itu
dikelompokkan sebagai benda
yang masih hidup selepas di
panen.
Proses metabolisme yang terus
berlangsung
selepas
panen
mengakibatkan
terjadinya
perubahan-perubahan, baik secara
fisik, kimia maupun biologis yang
mengarah
ke
tanda-tanda
kerusakan. Apabila dibiarkan dan
akibat proses yang tidak terkontrol
serta penanganan yang kurang
serius, metabolisme itu akan
menyebabkan rusaknya bahan
pangan
yang
mengarah
ke
kebusukan dan peningkatan jumlah
mikroba sehingga produk tersebut
menjadi rusak, baik kuantitatif
maupun kualitatif yang pada
akhirnya menyebabkan kehilangan
harapan untuk bisa menyiapkan
dan menyimpan pangan dalam
waktu yang lama.
Kerusakan-kerusakan
tersebut
dapat dihambat dengan menerapkan
teknologi tepat guna penanganan
pascapanen, mengingat hasil-hasil
pertanian,
peternakan
dan
perikanan yang cukup melimpah
dan setelah dipanen diperkirakan
mengalami kerusakan 20-40%.
Penanganan Pascapanen Produk Nabati dan Hewani
Kerusakan tersebut umumnya
disebabkan oleh beberapa hal antara
lain bisa disebabkan karena tidak
tepatnya waktu panen, perlakuan
mekanis, fisik, biologis dll.
4.1. Metabolisme Bahan
Pangan
Bahan pangan merupakan mahluk
hidup yang melakukan berbagai
proses-proses
biologis
untuk
melangsungkan hidupnya terutama
menghasilkan energi, agar segala
proses biologis dan fisiologisnya
dapat berkembang dengan baik.
Dengan adanya energi yang
dihasilkan, reaksi-reaksi kimiapun
terjadi. Energi ini dapat diperoleh
dari matahari (fotosintesis) dengan
bantuan kloroplas pada tanaman
hijau, respirasi dan fermentasi.
4.1.1. Fotosintesis
Fotosintesis adalah suatu proses
metabolisme dalam tanaman untuk
membentuk karbohidrat dengan
bantuan CO2 dari udara dan air
dari dalam tanah dengan sinar
matahari dan klorofil sebagai
reseptor sinar.
Klorofil dan sinar matahari akan
menghasilkan
energi
dalam
tanaman yang dapat digunakan
untuk sintesis makromolekul dalam
sel, misalnya untuk membentuk
karbohidrat dengan mereduksi
CO2. Hasil reaksi sampingan yang
terjadi berupa molekul O2 yang
merupakan sumber oksigen bagi
sistem respirasi makhluk hidup.
127
Tanaman
yang
mengandung
klorofil atau jazad renik tertentu,
misalnya ganggang biru atau hijau
dapat
menggunakan
sinar
matahari untuk menaikkan energi
dari
elektron-elektron
yang
dihasilkan oleh oksidasi air dalam
proses
fotosintesis.
Elektronelektron yang telah mempunyai
tingkat energi tinggi, setelah
kembali ke tingkat energi semula
akan menghasilkan energi yang
dapat digunakan untuk proses
biologis atau sintesis molekul
dalam sel.
4.1.2. Respirasi
Respirasi atau pernafasan adalah
suatu proses metabolisme dengan
cara menggunakan oksigen dalam
pembakaran
senyawa
makromolekul seperti karbohidrat,
protein, lemak, yang menghasilkan
CO2, air dan sejumlah elektronelektron. Senyawa makromolekul
dioksidasi dengan membentuk
NADH
(Nicotiamida
Adenin
Dinukleotida)
dan
ion
H+,
kemudian melalui flavoprotein dan
sistem cytochrom, elektron yang
dihasilkan akan mereduksi oksigen
dan akan menghasilkan air. Dari
reaksi yang panjang tersebut akan
dihasilkan energi dalam bentuk
ATP (Adenosin Triposfat) yaitu
sebesar 38 mol ATP/mol glukosa.
Gambaran
proses
respirasi
sebagai berikut :
Penanganan Pascapanen Produk Nabati dan Hewani
Senyawa makromolekul
128
teroksidasi
e- (NADH + H+)
O2
H2O
Apabila senyawa molekul tersebut adalah glukosa maka reaksinya :
C6H12O6 + 6 H2O
enzim
Oksigen merupakan senyawa yang
baik untuk direduksi oleh elektron
karena
mempunyai
harga
“potensial listrik”(Eo) yang positif
dan besar. Eo merupakan suatu
ukuran kekuatan untuk melakukan
oksidasi dan reduksi. Nilai Eo
oksigen adalah (+0,82) sedangkan
nilai Eo senyawa makromolekul
umumnya negatif. Semakin besar
perbedaan Eo yang ada, maka
semakin
besar
energi
yang
dihasilkan. Disamping hal tersebut
di atas, oksigen mudah didapat
dan selalu ada tersedia dalam
jumlah yang cukup besar di udara,
yaitu kira-kira 20,1%.
Senyawa organik
Senyawa organik
Senyawa organik yang banyak
digunakan
dalam
proses
fermentasi pada umumnya adalah
glukosa. Melalui proses glikolisis
gula tersebut dipecah menjadi
molekul-molekul
yang
lebih
sederhana
menjadi
aldehid,
alkohol atau asam.
6H2O +6CO2
4.1.3. Fermentasi
Fermentasi
juga
merupakan
proses biologis yang melibatkan
reaksi oksidasi reduksi, dimana
baik zat yang teroksidasi (pemberi
elektron) dan yang direduksi
(penerima elektron) adalah zat
organik. Hal ini berbeda dengan
respirasi, dimana zat anorganik
(O2) sebagai penerima elektron.
teroksidasi
e- (energi)
tereduksi
Pada hasil pertanian seperti buah
dan sayur, sistem fermentasii
tersebut
dapat
berlangsung
terutama bila persediaan oksigen
berkurang,
sehingga
pola
pembentukan energi berubah dari
cara respirasi ke fermentasi. Bila
buah melakukan fermentasi, maka
energi yang diperoleh relatif lebih
Penanganan Pascapanen Produk Nabati dan Hewani
sedikit persatuan berat substrat
yang tersedia. Untuk memenuhii
kebutuhan energi, maka diperlukan
substrat (glukosa) dalam jumlah
yang banyak, sehingga dalam waktu
yang singkat persediaan substrat
akan habis dan akhirnya buahbuahan tersebut akan mati dan
busuk. Dalam proses fermentasi,
kapasitas
sel
untuk
melangsungkan proses oksidasi
tergantung dari jumlah senyawa
penerima elektron terakhir yang
dapat digunakan.
4.1.4. Pengukuran
Pernafasan
Proses
Mengukur Proses Respirasi
Dalam proses respirasi beberapa
senyawa penting yang dapat
digunakan untuk mengukur proses
ini adalah glukosa, ATP, CO2 dan O2.
Oleh karena itu ada beberapa cara
yang dapat digunakan untuk mengukur
perubahan kandungan gula, jumlah
ATP, jumlah CO2 yang dihasilkan
dan jumlah O2 yang digunakan.
Perubahan kandungan Gula
Perubahan kandungan gula dalam
bahan pangan digunakan untuk
mengukur
atau
mengetahui
keaktifan respirasi, akan tetapi
secara praktis sukar dilakukan
karena gula yang terdapat dalam
bahan jumlahnya tidak tetap. Hal ini
disebabkan karena pembentukan
gula hasil degradasi karbohidrat
bersama dengan degradasi gula
dalam proses glikolosis.
129
Kandungan ATP (Adenosin Tri
Fosfat)
Kandungan ATP yang dihasilkan
selama
proses
metabolisme
secara teoritis dapat diukur, akan
tetapi dalam praktek sangat sukar
dikerjakan, sebab untuk untuk
menghitung jumlah ATP yang
terbentuk dibutuhkan waktu yang
lama dan ketelitian yang tinggi.
Produksi CO2
Jumlah CO2 yag diproduksi selama
proses respirasi relatif cukup besar,
sehingga mudah utuk melakukan
pengukuran.
Dalam
tanaman
proses respirasi sesungguhnya
dapat terjadi secara aerobik dan
anaerobik. Respirasi anaerobik
adalah proses respirasi dengan
menggunakan senyawa penerima
elektron bukan oksigen, tetapi
menggunakan
senyawa
yang
terdapat dalam bahan itu sendiri,
dikenal sebagai proses fermentasi.
Oleh karena itu, pengukuran
proses respirasi dengan mengukur
jumlah CO2 yang keluar tersebut,
tidak akan dapat diketahui apakah
proses respirasi itu bersifat aerobik
maupun anaerobik.
Penyerapan O2
Jumlah oksigen yang digunakan
dalam proses respirasi relatif
sangat sedikit. Walaupun cara
pengukuran ini mungkin dapat
dikerjakan dengan menggunakan
alat
kromatografi
gas
yang
mempunyai kepekaan yang cukup
tinggi. Untuk mengukur proses
respirasi dapat digunakan rumus
sebagai berikut :
Penanganan Pascapanen Produk Nabati dan Hewani
RQ
=
RQ
=
130
Volume CO2 yang diproduksi
Volume O2 yang diserap
Respiratory quotient
Senyawa-senyawa yang dapat
digunakan dalam proses respirasi
dapat
berupa
glukosa
dari
karbohidrat atau senyawa makro
lainnya seperti lemak dan protein.
Apabila yang dioksidasi adalah
glukosa maka reaksi akan terlihat
sebagai berikut :
C6H12O6 + 6O2-Æ6O2 + 6 CO2 + 6 H2O + 675 Kal.
RQ = 6/6 = 1,0
Apabila dalam reaksi respirasi
hanya lemak yang dioksidasi,
misalnya tripalmitin yang terdiri dari
3 asam lemak palmitat maka akan
dihasilkan RQ sebesar 0,71
dengan perhitungan:
2C51H98O6 +145º2 Æ 102 CO2 + 98 H2O + 15,314 Kal
(tripalmitin)
RQ = 102/145
= 0.71
Sedangkan pada respirasi yang
berlangsung
dengan
cara
mengoksidasi protein maka akan
dihasilkan RQ sekitar 0,80. Jadi
apabila RQ = 1, kemungkinan
bahan yang dioksidasi adalah
karbohidrat. Bila nilai RQ = 0,71
bahan yang mengalami proses
oksidasi adalah lemak, sedangkan
bila RQ diantara 0,71-1,0 berarti
bahwa yang dioksidasi adalah
campuran.
4.2. Klimaterik dan
Kelayuan
4.2.1. Pengertian Klimaterik
Terjadinya buah adalah hasil dari
beberapa jenis bentuk pertumbuhan,
yaitu pembesaran bakal buah,
pembesaran
jaringan
yang
mendukung bakal buah dan
gabungan dari kedua betuk tersebut.
Pada umumya tahap-tahap proses
pertumbuhan atau kehidupan buah
dan sayuran meliputi pembelahan
sel, pembesaran sel, pendewasaan
sel
(maturasi),
pematangan
(ripening), kelayuan (sinescence)
dan pembusukan (deterioration).
Khususnya pada buah, pembelahan
sel segera berlangsung setelah
terjadinya
pembuahan
yang
kemudian
diikuti
dengan
pembesaran atau pengembangan
sel sampai mencapai volume
maksimum. Setelah itu sel-sel
dalam
buah
berturut-turut
mengikuti proses pendewasan,
pematangan,
kelayuan
dan
pembusukan. Meskipun tanpa
melalui pembuahan. Beberapa
sayuran umumnya juga mengalami
proses yang sama seperti pada
buah.
Penanganan Pascapanen Produk Nabati dan Hewani
131
Gambar 4.1. Skema hubungan antara proses pertumbuhan dengan laju respirasi
(Winarno, F.G. Moehammad A. 1979)
Selama proses pertumbuhan terjadi
respirasi yang pola grafiknya dapat
dilihat pada gambar 4.2. dimana
laju proses respirasi tinggi pada saat
pembelahan sel dan menurun pada
tahap pembesaran sel. Setelah itu
laju respirasi dapat tiba-tiba baik
kemudian turun atau terus turun
dengan perlahan-lahan sampai pada
tahap kelayuan.Untuk mengetahui
hubungan
antara
proses
pertumbuhan, dengan jumlah CO2
yang dihasilkan, dapat dilihat pada
gambar 4.2. Pada gambar tersebut
yang mempunyai kemiripan dengan
gambar 4.1, disebabkan oleh laju
respirasi yang berbanding lurus
dengan jumlah produksi CO2. Jumlah
CO2 yang dihasilkan terus menurun
sampai mendekati proses kelayuan.
Pada saat kelayuan, tiba-tiba produksi
CO2 meningkat, kemudian turun lagi.
Gambar 4.2. Skema hubungan antara proses pertumbuhan dan jumlah CO2
(Winarno, F.G. Moehammad A. 1979)
Perubahan pola respirasi yang
mendadak sebelum terjadinya
proses kelayuan pada beberapa
jenis komoditi hasil pertanian
dikenal dengan istilah klimaterik
respirasi. Klimaterik adalah suatu
fase yang kritis dalam kehidupan
buah dan selama terjadinya proses
ini banyak sekali perubahan yang
berlangsung. Merupakan suatu
keadaan ”auto stimulation” dari
dalam buah tersebut sehingga
Penanganan Pascapanen Produk Nabati dan Hewani
buah menjadi matang yang disertai
peningkatan proses respirasi.
Selain itu klimaterik dapat diartikan
sebagai suatu masa peralihan dari
proses pertumbuhn menjadi layu.
Meningkatnya proses respirasi
ternyata tergantung pada beberapa
hal diantaranya adalah jumlah
etilen yang dihasilkan serta
meningkatnya sintesa protein dan
RNA (Ribose Nucleic Acid).
Dari semua pendapat tersebut
dapat
disimpulkan,
bahwa
klimaterik adalah suatu periode
mendadak bagi buah tertentu
dimana selama proses ini terjadi
serangkaian perubahan-perubahan
biologis yang diawali dengan
meningkatnya
produksi
etilen.
Proses
ini
ditandai
dengan
dimulainya proses pematangan.
Buah-buahan yang tidak pernah
132
mengalami
periode
tersebut
dikelompokkan kedalam buah non
klimaterik.
Berdasarkan sifat klimateriknya,
proses ini pada buah dapat
dikelompokkan menjadi tiga tahap
yaitu klimaterik menaik, puncak
klimaterik dan klimaterik menurun
seprti gambar 4.3 berikut. Proses
respirasi pada buah apel yang
terjadi
selama
pematangan,
ternyata mempunyai pola yang
sama dengan proses respirasi
buah-buah lainnya seperti tomat,
advokat, pisang, mangga, pepaya,
peach dan pear, karena buahbuahan tersebut menunjukkan
adanya peningkatan CO2 yang
mendadak selama pematangan
buah sehingga dapat digolongkan
kedalam buah-buah klimaterik.
Gambar 4.3. Skema pembagian tahap-tahap klimaterik
(Winarno,F.G.MoehammadA..1979)
Buah-buahan yang mengalami
pola berbeda dengan pola diatas
diantaranya adalah ketimun, limau,
semangka, jeruk, nenas, dan arbei.
Pola respirasi buah tersebut
berbeda karena setelah dipanen
CO2 yang dihasilkan tidak terus
meningkat tetapi terus menurun
perlahan-lahan.
Buah-buahan
tersebut dapat digolongklan ke
dalam buah-buahan nonklimaterik.
Penanganan Pascapanen Produk Nabati dan Hewani
Pada buah klimaterik, jumlah O2
yang digunakan dan CO2 yang
dikeluarkan
selama
proses
pematangan dapat dilihat seperti
dalam Gambar 4.4. Pada gambar
4.4 terlihat bahwa produksi CO2
selama klimaterik lebih besar
daripada konsumsi O2, sehingga
nilai RQ pada praklimaterik lebih
133
kecil daripada RQ pada puncak
klimaterik,
Hal
ini
mungkin
disebabkan oleh karena adanya
proses dekarboksilasi, sedangkan
nilai RQ pada pra dan puncak
klimaterik sama. Berarti proses
dekarboksilasi tidak ada atau
sangat sedikit.
Gambar 4.4. Skema hubungan antara O2 yang digunakan dan CO2 yang dihasilkan
pada proses klimaterik (Winarno, F.G. Moehammad A. 1979)
4.2.2. Terjadinya Klimaterik
Ada dua teori yang dapat
digunakan untuk menerangkan
terjadinya klimaterik yaitu, teori
perubahan
fisik
dan
teori
perubahan kimia.
Teori perubahan Fisik
Karena banyak sekali buah yang
melakukan
proses
klimaterik,
khususnya untuk menerangkan
sebab terjadinya klimaterik karena
perubahan fisik, seperti apel,
pisang dan advokat. Dalam proses
klimaterik yang terjadi pada buah
diperkirakan
karena
adanya
perubahan permeabilitas dari sel.
Perubahan
tersebut
akan
menyebabkan enzim-enzim dan
substrat yang semula dalam
keadaan normal akan bergabung
dan bereaksi satu dengan lainya
sehingga klimaterik terjadi.
Perubahan Kimia
Perubahan
kimia
diperkirakan
dapat menyebabkan terjadinya
klimaterik, karena selama proses
pematangan
kegiatan
yang
berlangsung di dalam sel buah
meningkat sehingga memerlukan
energi yang diperoleh dari ATP
Karena kebutuhan ATP meningkat
maka mitokondria sebagai penghasil
ATP
juga
terus
mengalami
peningkatan aktivitas produksi dan
proses respirasi akan meningkat
yang
akhirnya
menyebbkan
peristiwa klimaterik. Oleh karena itu
Penanganan Pascapanen Produk Nabati dan Hewani
pernafasan dapat digunakan sebagai
cara untuk mengontrol klimaterik.
Klimaterik terjadi apabila buah
matang dan apabila buah tersebut
telah matang maka klimaterik tidak
akan terjadi. Buah diperkirakan
hanya
mengalami
satu
kali
klimaterik
selama
proses
pematangan.
4.2.3. Kelayuan
Kelayuan (senescence) adalah
suatu tahap normal yang selalu
terjadi dalam siklus kehidupan
tanaman. Dapat terjadi di setiap
saat dalam tahap-tahap tertentu
pada siklus kehidupan. Gejalagejala kelayuan pada tanaman
ditandai dengan adanya proses
absisi pada daun, buah dan bagian
bunga.
Pematangan
buah,
menyebabkan pengurangan daya
tahan terhadap penyakit. Gejalagejala tersebut merupakan hasil
perubahan-perubahan yang terjadi
karena gejala ketuaan. Kematian
pada daun biasanya ditandai
dengan
menguningnya
daun
(buah)
yang
diikuti
dengan
pembentukan bercak-bercak coklat
pada bagian-bagian tersebut.
Perubahan dalam Sel
Banyak perubahan yang terjadi di
dalam sel akibat proses kelayuan,
demikian juga pada setiap tahap
klimaterik perubahan yang terjadi
dalam sel pun berbeda-beda. Pada
tahap praklimaterik sel umumnya
masih baik susunannya, pada
tahap klimaterik kloroplas pecah
menjadi bagian yang lebih kecil,
endoplasmik retikula menjadi rusak
dan sitoplasma terlihat penuh dengan
134
kotoran-kotoran hasil pecahan
tersebut, tetapi mitokondria masih
tetap utuh. Terjadi kerusakankerusakan pada mitokondria pada
tahap-tahap selanjutnya menyebabkan
timbulnya
anggapan
bahwa
penyediaan energi untuk metabolisme
diperoleh dari mitokondria.
Perubahan
lain
yang
dapat
digunakan sebagai tanda terjadinya
kelayuan adalah hilangnya klorofil
dari tanaman. Hal ini bisa terlihat
dari berubahnya warna hijau daun
menjadi kuning. Selain itu turunnya
kandungan protein juga dapat
menyebabkan terjadinya proses
kelayuan. Tetapi perlu diketahui
bahwa selama proses pematangan
(sebelum proses kelayuan terjadi)
kandungan protein menunjukkan
jumlah yang menarik. Pada daun
turunnya kandungan klorofil dan
protein umumnya bersamaan.
Kegiatan
pernafasan
dan
fotosintesis
umumnya
juga
menurun. Hal ini disebabkan
karena
adanya
kerusakan
mitokondria yang dapat diketahui
dengan menghitung perbandingan
antara produksi posfat dengan
konsumsi O2 yang berlangsung
pada
mitokondria.
Disamping
perubahan tersebut juga terjadi
perubahan
permeabilitas
dari
membran sel. Hal ini disebabkan
karena jaringan-jaringan sel terus
melemah
sehingga
sifat
permeabilitasnya berubah.
Prinsip terjadinya peritiwa kelayuan
salah satunya disebabkan oleh
pengaruh enzim/protein dimana bila
terdapat sesuatu yang menghambat
protein maka akan mempercepat
Penanganan Pascapanen Produk Nabati dan Hewani
terjadinya
proses
kelayuan.
Sebaliknya pada kinetin karena
dapat mempercepat pembentukan
RNA dan protein, maka dapat
menghambat proses kelayuan, dan
tiourasil mempercepat terjadinya
kelayuan.
4.2.4. Hormon dalam proses
kelayuan
Beberapa hormon tanaman yang
aktif dalam proses kelayuan adalah
auxin, giberelin, asam absisat,
sitokinin, dan etilen. Auxin banyak
peranannya dalam sintesis etilen,
dimana makin tinggi jumlah auxin
maka sintesis etilen pun makin
tinggi.
Secara langsung auxin tidak
menyebabkan kelayuan, tetapi
menghambat terjadinya proses
tersebut, sehingga hilangnya auxin
dapat menyebabkan terjadinya
kelayuan. Hal ini dapat dibuktikan
dalam peristiwa rontoknya buah
dari pohon merupakan salah satu
gejala proses kelayuan. Dengan
menyemprotkan auxin sintetis,
terjadinya perontokan buah dapat
dihambat.
Hormon giberellin bekerja secara
spesifik pada tanaman, yaitu dapat
menghambat
terjadinya
pematangan, yang berarti dapat
menghambat terjadinya kelayuan.
Tetapi tidak semua tanaman dapat
memberikan respon yang baik
terhadap hormon ini, misalnya
pisang
dan
tomat
dapat
dipengaruhi
oleh
giberellin
sedangkan apel tidak.
135
Asam absisik (abscissic acid)
adalah
hormon
yang
dapat
merangsang terjadinya proses
absisi yaitu apabila tanaman
disemprot dengan asam tersebut.
Banyak tanaman yang peka
terhadap hormon ini. Semakin
tinggi konsentrasi sitokinin yang
disintesis, maka semakin banyak
kandungan klorofil yang tertinggal
dalam daun kubis. Daun kubis
akan tetap segar dan proses
menguningnya
daun
dapat
dihambat.
Umumnya terbentuknya bunga
pada tanaman dapat mempercepat
berlangsungnya kelayuan, misalnya
pohon tomat, setelah berbunga
pertumbuhannya menjadi lebih
lambat dan akhirnya mati. Pada
kubis setelah berbunga akan mati
tetapi jika bunganya dipotong,
pertumbuhan
akan
terus
berlangsung sampai keluar bunga
lagi. Hal ini disebabkan oleh
adanya mobilisasi makanan untuk
pertumbuhan biji. Pada kondisi ini,
sebagian besar asam amino
digunakan dalam pembentukan biji.
Mungkin dengan adanya mobilisasi
asam amino dapat menyebabkan
terjadinya proses kelayuan.
4.3. Sifat Hasil
Pertanian
4.3.1. Karakteristik Pangan
Hasil pertanian merupakan produk
dari budidaya suatu jenis tanaman.
Produk ini siap dimanfaatkan untuk
pemenuhan kebutuhan manusia
ataupun hewan. Masing-masing
Penanganan Pascapanen Produk Nabati dan Hewani
bahan hasil pertanian memiliki sifat
dan karakter yang berlainan satu
dengan yang lain. Sifat dari hasil
pertanian yang penting meliputi sifat
fisik, biologis, dan kimia.
Sifat Fisik
Sifat fisik bahan, berhubungan erat
dengan struktur dan penampilan
bahan. Bahan hasil pertanian
umumnya berupa masa yang
keadaannya relatif lunak dan
mengandung air dalam jumlah
yang cukup tinggi sehingga bersifat
labil. Sebagian produk pertanian
akan menampakkan penampilan
fisik yang tetap baik meskipun bahan
telah dikeringkan dan sebagian lagi
sifat fisiknya akan berubah. Sifat
fisik bahan merupakan ciri khas
dari suatu produk pertanian yang
secara langsung maupun tidak
langsung akan mempengaruhi
tingkat penerimaan konsumen.
Oleh karena itu sifat fisik bahan
harus senantiasa terpelihara agar
tidak
mengalami
banyak
perubahan dari sifat aslinya.
Untuk jenis bahan pangan tertentu
seperti biji-bijian berkurangnya
kandungan air tidak banyak
berpengaruh terhadap sifat fisik
bahan. Pada produk pertanian
seperti buah dan sayur segar,
hilangnya sejumlah air dapat
merubah sifat fisik bahan sehingga
kualitasnya lebih rendah. Oleh
karena itu dalam menangani sifat
bahan hasil pertanian harus dicari
jalan terbaik agar bahan tidak banyak
berubah penampilannya, terutama
penampilan luarnya, karena hal ini
merupakan suatu kriteria konsumen
dalam memilih suatu bahan pangan.
136
Biologis
Bahan hasil pertanian dapat
dipandang sebagai masa yang
masih memiliki sifat kehidupan.
Meskipun telah dipetik atau
dipisahkan
dengan
tanaman
induknya, hasil pertanian tetap
masih dapat melanjutkan perubahan.
Perubahan yang terjadi berupa
proses pertumbuhan lanjutan dan
proses fisiologis lainnya. Seperti
buah dan sayur segar akan
mengalami proses pematangan.
Kimia (nilai gizi)
Hasil pertanian secara kimia
tersusun
atas
komponen
komponen
penting
seperti
karbohidrat, protein, lemak, vitamin
dan mineral. Senyawa-senyawa
tersebut dijadikan sebagai suatu
sumber energi dan pembangun sel
bagi tubuh manusia maupun
hewan. Oleh karena itu, sangat
diharapkan bahan hasil pertanian
tetap dapat mempertahankan isi
kandungannya
sampai
bahan
dikonsumsi.
Kandungan nilai gizi bahan hasil
pertanian secara langsung dapat
dipengaruhi oleh peristiwa yang
berlangsung
secara
biologis,
misalnya perkecambahan biji. Untuk
berlangsungnya perkecambahan
diperlukan
energi.
Energi
pertumbuhan
diperoleh
dari
karbohidrat dan protein serta lemak
yang ada dalam biji tersebut. Oleh
karena
itu
pada
setiap
perkecambahan,
kandungan
senyawa penting akan berkurang.
Penanganan Pascapanen Produk Nabati dan Hewani
137
4.3.2. Kerusakan Bahan Pangan keadaan normal. Misalnya suatu
bahan pangan dalam keadaan
Selama Penyimpanan
normal berkonsistensi kental tetapi
Bahan pangan selepas panen
sangat mudah sekali mengalami
perubahan dan kerusakan. Derajat
kerusakan bahan pangan sangat
bervariasi, antara lain terjadi
perubahan sifat organoleptik, nilai
gizi, keamanan dan estetika.
Kerusakan
bahan
pangan
diasosiasikan dengan terjadinya
pembusukan,
karena
bahan
pangan tersebut menjadi tidak
dapat dikonsumsi. Bahan pangan
sejak dipanen sampai diproses
akan mengalami kerusakan yang
dapat berlangsung dengan cepat
atau lambat, tergantung dari pada
macam bahan pangan tersebut.
Kerusakan tersebut dapat secara
kimiawi, fisik maupun secara
biologis. Zat-zat organik maupun
anorganik pada bahan pangan
sangat sensitif sekali, dan terjadi
keseimbangan
biokimia
dari
senyawa-senyawa tersebut dapat
mempengaruhi
struktur
dan
konsistensi bahan pangan yang
disertai pula oleh adanya pengaruh
lingkungan. Panas, dingin, sinar
dan radiasi, oksigen, kadar air,
kekeringan, enzim dari bahan
pangan, mikro dan makroorganisme
kontaminan dalam industri,dapat
merusak bahan pangan.
Suatu bahan dikatakan rusak jika
terjadi penyimpangan yang melewati
batas yang dapat diterima secara
normal oleh panca indera atau
parameter lain yang biasa digunakan.
Beberapa bahan dianggap rusak
bila menunjukkan penyimpangan
konsistensi serta tekstur dari
bila berubah menjadi encer maka
dikatakan mengalami kerusakan.
Umbi kentang, wortel, ubi jalar
menjadi lunak dalam keadaan
segar sudah dikatakan mengalami
kerusakan. Buah-buahan yang
memar
terjadi
penyimpangan
konsistensi menjadi sangat lembek
dianggap sudah rusak.
Sayuran yang diasinkan untuk
membuat
sayuran
asin
terfermentasi, baunya menjadi asam
bukan suatu kerusakan karena
sayuran asin justru dikehendaki
rasanya asam. Tetapi kalau sayuran
tersebut berlendir maka dikatakan
sudah mengalami kerusakan. Bahan
yang digoreng jika telah mengalami
kegosongan juga dianggap sudah
rusak. Demikian juga bila mengalami
browning yang tidak diinginkan.
Tepung menggumpal dan mengeras
sehingga tidak dapat memenuhi
fungsinya seperti yang diharapkan
juga dianggap sudah rusak.
Penyebab utama kerusakan bahan
pangan meliputi pertumbuhan dan
aktivitas mikroorganisme, terutama
bakteri, kapang dan khamir,
insekta, parasit dan binatang
pengerat, aktivitas enzim pada
bahan pangan, suhu, panas
maupun dingin, keadaan basah
maupun kering, udara terutama
oksigen, sinar, dan waktu. Faktorfaktor ini sangat sulit diisolasi di
alam, misalnya bakteri, insekta,
sinar dapat secara kontinyu
menimbulkan
kerusakan
baik
selama di lapangan maupun
setelah di gudang. Faktor panas,
kadar air, dan udara selain dapat
Penanganan Pascapanen Produk Nabati dan Hewani
menyebabkan kerusakan dapat
juga menunjang aktivitas mikroba.
Berbagai bentuk kerusakan terjadi
pada bahan pangan tergantung
dari bahan pangan tersebut dan
keadan lingkungan. Untuk mencegah
atau
mengurangi
terjadinya
kerusakan dapat dilakukan dengan
jalan pengawetan/penanganan hasil
selepas panen dengan teknik-teknik
penanganan
yang
membuat
seminimal
mungkin
terjadinya
kerusakan, seperti pengawetan
dengan pengalengan, penggaraman,
penggulaan, pengeringan dan
beberapa proses lainnya untuk
menjaga hasil panen dari kerusakan
yang tidak dikehendaki karena
akan menurunkan kualitas dan
kuantitasnya.
Kerusakan fisiologis
Komoditas yang tidak cocok dapat
menyebabkan kerusakan fisiologis
muncul. Komoditas diperlakukan
atau ditempatkan dibawah temperatur
beku komoditas tersebut akan
mengalami freezing injury. Chilling
injury terjadi terutama pada
komoditas yang berasal dari daeah
tropik dan subtropik, ditempatkan
temperatur diatas titik bekunya dan
dibawah 5-15oC (41-59oF) tergantung
komoditas. Gejala luka fisiologis
menyebabkan hilangnya warna di
permukaan ataupun di bagian
dalam, lubang-lubang, pembentukan
bagian-bagian
yang
berair,
gagalnya pemasakan, gagalnya
perkembangan
rasa
dan
dipercepatnya serangan jamur dan
pembusukan.
Heat
injury
merupakan kerusakan fisiologis
yang disebabkan oleh komoditas
yang dibiarkan terkena sinar
138
matahari langsung atau pada
temperatur yang sangat tinggi akan
memperlihatkan gejala, pucat,
terbakar
pada
permukaan,
gagalnya pemasakan, pelunakan
berlebihan dan pengeringan.
Jenis-jenis tertentu dari kerusakan
fisiologis
diawali
dari
ketidakseimbangan nutrisi saat
panen. Contohnya berkembangnya
busuk ujung buah tomat dan rasa
kecut pada apel disebabkan oleh
kekurangan kalsium. Meningkatnya
kandungan kalsium pada buahbuahan tertentu melalui perlakuan
prapanen dan pasca panen dapat
mengurangi kepekaannya terhadap
kerusakan fisiologis.
Sangat rendahnya oksigen (kurang
dari
1%)
atau
tingginya
karbondioksida (lebih dari 20%) di
atmosfir
dapat
menyebabkan
kerusakan
fisiologis
pada
kebanyakan komoditi hortikultura
segar. Perlakuan etilen dapat
menyebabkan
bebagai
tipe
kerusakan fisiologis pada komoditas
tertentu. Interaksi antara konsentrasi
oksigen, karbondioksida dan etilen,
temperatur dan lamanya penyimpanan
berpengaruh terhadap timbulnya
dan beratnya kerusakan fisiologis.
Banyak tipe kerusakan fisik (luka
permukaan,
memar
karena
tumbukan, memar karena gesekan
dsb.) adalah penyebab utama
deteorisasi. Luka-luka mekanik
tidak hanya terlihat tetapi juga
dapat mempercepat kehilangan air,
mempermudah terinfeksi jamur,
dan merangsang dihasilkannya
karbondioksida dan etilen oleh
komoditas.
Penanganan Pascapanen Produk Nabati dan Hewani
Kerusakan patogenik
Suatu gejala yang sangat umum
dan jelas dari deteriorasi adalah
akibat aktivitas bakteri dan jamur,
serangan
oleh
kebanyakan
organisme biasanya sebagai akibat
luka-luka fisik atau kerusakan
fisiologis dari komoditi. Dalam
beberapa hal, patogen dapat
menginfeksi jaringan sehat dan
menjadi
penyebab
utama
deteorisasi. Secara umum, buah
dan
sayuran
yang
dipanen
menunjukkan ketahanan terhadap
patogen selama kehidupan pasca
panennya. Permulaan pemasakan
pada buah dan senescence pada
kebanyakan komoditi membuat
komoditi tersebut semakin peka
terhadap infeksi patogen. Tekanan
(”stress”), seperti luka bakar karena
sinar
matahari
menyebabkan
ketahanan komoditas terhadap
patogen menjadi rendah.
Pembahasan tentang penanganan
pascapanen
seterusnya
akan
dikelompokkan
ke
dalam
2
kelompok bahan pangan, yaitu
penanganan pascapanen produk
hewani dan nabati.
4.4. Penanganan
Pascapanen
Produk Nabati
4.4.1. Biji-Bijian Kering
Hasil pertanian berupa biji-bijian
kering disimpan dengan tujuan
untuk keperluan konsumsi manusia
atau hewan ternak dan untuk
keperluan menyediakan benih
139
tanaman. Produk biji-bijian untuk
keperluan konsumsi, misalnya padi
(gabah), beras, jagung, kopi,
kakao, kacang-kacangan, pala,
lada,
dan
gandum.
Untuk
keperluan benih berupa semua biji
tersebut diatas ditambah biji yang
dihasilkan dari tanaman sayuran
dan buah-buahan.
Biji yang kering ternyata dapat
berupa kering kebun/kering sawah
dan
kering
karena
dijemur
(dikeringkan). Dalam keadaan
kering kebun, biji umumnya masih
mengandung kadar air yang cukup
tinggi sehingga keadaannya masih
tergolong lembab. Sebelum disimpan,
kadar air ini harus diturunkan lagi
sampai tingkat rendah. Persentase
kandugan air terendah yang dapat
dicapai sangat tergantung pada
ukuran biji, keadaan kulit luar biji
dan umur fisiologis biji.
Biji yang berukuran cukup besar
dan kulit luarnya cukup keras.
Untuk dapat mencapai kadar air
dibawah 10-11% cukup sulit.
Misalnya gabah, beras, kopi dan
kacang-kacangan.
Biji
yang
berukuran kecil dengan kulit
permukaan relatif lunak, umumnya
dapat/ mudah mencapai kadar air
yang rendah di bawah 10%,
misalnya biji dari tanaman sayuran
(cabai dan tomat). Biji-biji yang
belum cukup umur (belum masak
fisiologi) umumnya dapat mecapai
kadar air yang cukup rendah tetapi
bentuk biji menjadi keriput.
Hubungan antara kadar air biji
dengan perubahan yang dapat
dialami, secara umum seperti tabel
berikut :
Penanganan Pascapanen Produk Nabati dan Hewani
140
Tabel 4.1. Hubungan antara kadar air biji secara umum dengan
perubahan biji dan kehidupan organisme perusak.
Kadar Air Bahan
Perubahan Biji
>45%
Terjadi proses perkecambahan biji ditempat
penyimpanan. Kondisi ruang yang gelap akan
memacu proses perkecambahan biji.
18-20%
Dalam ruang penyimpanan akan timbul uap
panas. Biji yang terbawa akan berkembang
subur dan merusak biji.
12-48%
Cendawan, bakteri dan serangga air akan
merusak biji dalam simpanan.
8-9%
Kehidupan serangga dan patogen gudang dapat
dihambat
4-8%
Keadaan aman untuk menyimpan biji.
Kartasapoetra, 1994
Menyimpan biji untuk konsumsi
a. Gabah
Tujuan utama menyimpan bijibijian untuk keperluan konsumsi
manusia atau hewan ternak adalah
mendapatkan mutu bahan yang
keadaannya tetap prima dan
terhindar dari berbagai kerusakan
meskipun telah disimpan cukup
lama. Agar tujuan yang dimaksud
dapat terlaksana maka diperlukan
persiapan dan penanganan bahan
secara baik dan benar.
Gabah disimpan kering bila kadar
air 13,5-14%, bersih dari segala
macam kotoran, dan bagian bulir
yang pecah/hancur. Gabah dapat
disimpan dalam bentuk onggokan
atau dikemas dengan menggunakan
karung beras, goni. Dalam jumlah
yang besar gabah yang belum
dipisahkan dari jeraminya juga dapat
disimpan dengan cara menempatkan
di para-para diatas perapian.
Untuk
itu
sebaiknya
bahan
dikeringkan dan diupayakan agar
kadar air bahan rendah. Untuk
melakukan uji secara sederhana,
yaitu cukup menggigit biji kering.
Jika mudah retak atau pecah
berarti tingkat kekeringan bahan
tercukupi.
Penyimpanan
juga
diperhatikan
terutama
dalam
volume yang besar seperti.
Bulir padi (gabah) yang disimpan
dalam keadaan bersih atau telah
dipisahkan dari berbagai macam
kotoran biasanya tidak mudah
mengalami kerusakan perubahan
tingkat kelembabannya sehingga
keadaannya tetap terjaga baik.
Pada proses pengeringan dan
pengemasan, diharapkan bahan
tidak bercampur dengan serangga.
Sumber serangga dapat berasal
dari
karung
kemasan
atau
Penanganan Pascapanen Produk Nabati dan Hewani
141
tercemar dari kemasan yang telah
lama disimpan. Oleh karena itu,
menyimpan
gabah
sebaiknya
dilakukan secara terpisah antara
kemasan yang baru dengan
kemasan yang lama.
shril.net
c. Beras
www.bkpjatim.or.id
b. Jagung
Jagung dapat disimpan dalam
bentuk jagung pipilan atau tongkol
yang masih tertutup kelobot
(kelaras). Jagung yang disimpan
dalam bentuk tongkol biasanya
jumlah atau volumenya terbatas
karena memakan tempat yang
cukup luas. Jagung pipilan dapat
disimpan
dalam
kemasan.
Kemasan yang dapat dipakai sama
dengan kemasan gabah
Kadar air jagung pipilan sebaiknya
12-13%. Dalam bentuk jagung
tongkol, kadar air bahan masih
cukup tinggi terutama bagian yang
berdekatan dengan tongkol. Jagung
tongkol kering sawah umumnya
belum cukup tingkat kekeringannya
sehingga perlu dijemur untuk
mengurangi kadar airnya. Jagung
tongkol ini dapat disimpan di parapara diatas perapian dapur.
Dengan demikian asap dapur juga
mampu mengeringkan tongkol dan
bulir jagung.
Beras giling atau beras tumbuk yang
dikemas mempunyai kadar air 13%.
Kemasan
yang
dipergunakan
tergantung pada tujuan penyimpanan.
Jika penyimpanan untuk persediaan
konsumsi, beras dapat disimpan
dengan
menggunakan
wadah
(kemasan) berupa kotak kayu, kaleng,
gentong. Jika untuk kepentingan
perdagangan maka beras harus
dikemas dengan menggunakan
karung.
Beras merupakan hasil olahan
gabah, karena kulit luarnya sudah
dikupas maka keadaannya mudah
sekali menjadi lembab akibat uap
air. Beras yang bulirnya hancur
akibat penggilingan sebaiknya
dipisahkan dengan yang utuh.
Hancuran beras ini cepat sekali
menjadi lembab sehingga dapat
menjadi sumber kehidupan serangga
terutama ngengat. Hal ini perlu
diperkirakan jika menginginkan
menyimpan beras untuk jangka
waktu yang cukup lama. Selain itu
akibat transportasi, beras yang
hancur umumnya akan mengendap
didasar kemasan sehingga dapat
mengundang kehadiran serangga
perusak.
Penanganan Pascapanen Produk Nabati dan Hewani
lampung.litbang.deptan.go.id/www.michael
bach.de
d. Kopi
Biji kopi yang akan disimpan
sebaiknya berupa biji yang dipanen
tua dan cukup kering. Tanda biji
kopi yang kering adalah permukaan
biji keras, halus, dan mengkilap,
serta bebas dari sisa daging buah.
Cara pengeringan buah kopi dapat
dilakukan dengan dua cara yaitu
pengeringan atau pengolahan cara
basah dan pengolahan cara kering.
Pengolahan cara basah dilakukan
dengan cara melumatkan bagian
daging buah dengan fermentasi.
Biji
yang dihasilkan kemudian
dikeringkan. Pengolahan cara kering
yaitu
daging
buah
sedikit
dilumatkan
(dihancurkan)
kemudian dijemur, setelah kering biji
dipisahkan dengan bagian daging
buah keringnya.
Pengolahan cara kering dilakukan
10-14 hari dapat menghasilkan biji
yang siap panen. Biji yang telah
kering
dikemas
dengan
menggunakan karung beras atau
goni untuk disimpan. Biji yang
disimpan
sebaiknya
telah
dibersihkan dari sisa daging buah
karena bagian daging buah akan
mudah lembab sehingga dapat
mengundang cendawan gudang.
142
www.sabah.edu.my/ practicalaction.org
e. Kakao
Biji kakao yang aman untuk
disimpan
adalah
biji
yang
mempunyai kadar air 6-7% dan
keadaannya bersih. Agar biji dalam
penyimpanan kondisinya tetap
baik, sebaiknya disimpan dengan
menggunakan kemasan dan di
tempat yang bersuhu 30oC serta
kelembaban relatif 74%. Sedangkan
suhu minimal yang diijinkan sekitar
25oC pada kelembaban yang sama.
Biji kakao kering mudah sekali
menyerap uap air. Oleh sebab itu
kemasan karung yang dipergunaan
untuk penyimanan biji dipilih yang
anyamannya lebih rapat dan
mempunyai permukaan halus atau
licin. Dalam jumlah yang tidak banyak
biji dapat dikemas dengan kaleng,
seperti menyimpan biji kopi kering.
f.
Teh
Daun teh dipetik dari tanaman
Camellia sinensis L. Kuntze,
memiliki kandungan tanin dan
aktivitas
enzim
yang
tinggi.
Komposisi kimia daun teh sangat
berpengaruh kepada mutu bubuk
teh
yang
dihasilkan
yang
dipengaruhi oleh reaksi-reaksi
kimia selama proses pengolahan.
Penanganan Pascapanen Produk Nabati dan Hewani
Ada
beberapa
jenis
teh
berdasarkan
proses
pengolahannya yaitu teh hijau, teh
hitam dan teh oolong. Teh hijau
dibuat
dengan
cara
menginaktivasi enzim oksidase
atau fenolase yang ada di pucuk
daun teh segar, dengan cara
pemanasan
atau
penguapan
menggunakan uap panas sehingga
oksidasi
enzimatik
terhadap
katekin dapat dicegah. Teh hitam
diperoleh dari fermentasi daun teh
hijau, dan teh oolong merupakan
teh semifermentasi.
Daun teh mengandung 30-40 %
polifenol, sebagian besar dikenal
sebagai catechin. Catechin adalah
antioksidan yang kuat, lebih kuat
daripada vitamin E, C, dan
betakaroten.
Beberapa
jenis
catechin
pada
teh,
yaitu
epigallocatechin-gallate (EGCG),
epigallocatechin
(EGC),
epicatechin-gallate
(ECG),
gallocatechin, dan epicatechin
(EC).
Komposisi
daun
teh
sangatlah kompleks, lebih dari 400
komponen
kimiawi
telah
diidentifikasi terkandung dalam
daun teh terdiri dari bahan-bahan
anorganik, ikatan-ikatan nitrogen,
karbohidrat
dan
turunannya,
polifenol, pigmen, enzim dan
vitamin.Keberadaan senyawa ini
dipengaruhi oleh faktor tanah,
iklim, dan usia daun teh ketika
dipetik.
143
Tabel 4.6. Komposisi kimia daun
teh dan teh hitam
Daun
segar
(%)
Teh
hitam
(%)
Selulosa dan
serat kasar
34
34
Protein
17
16
Klorofil
1.5
1
Pati
8.5
0.25
Tanin
25
18
Mineral
4
4
Komponen
(Adiwilaga dan Insyaf 2005)
blog.halcyontea.com/?p=62
Selain komponen tersebut di atas,
teh juga mengandung kafein. Jika
dikonsumsi secara berlebihan,
dapat menyebabkan beberapa
gangguan
seperti
insomnia,
berdebar hati dan ketidakaturan
detak jantung. Namun kandungan
kafein dalam teh masih tetap lebih
Penanganan Pascapanen Produk Nabati dan Hewani
144
rendah jika dibandingkan dengan
kopi atau minuman ringan bersoda.
Selain kafein, antioksidan flavonoid
yang
terdapat
dalam
teh
menghambat penyerapan zat besi
dari unsur-unsur tumbuhan seperti
sayur dan buah. Namun, zat besi
dari daging tidak terpengaruh
penyerapannya.
Teh
mengandung
senyawa
thearubigens yang menyebabkan
warna coklat gelap pada teh hitam.
Karena proses fermentasi, teh
hitam hanya mengandung 3-10
persen catechin, sedangkan teh
hijau
kandungan
catechinnya
masih
sangat
tinggi
(30-42
persen). Dalam proses pembuatan
teh hitam, catechin dioksidasi
(difermentasi) menjadi theaflavins,
thearubigens,
dan
oligomer
lainnya. Theaflavins bertanggung
jawab terhadap munculnya flavor
(rasa) yang khas pada produk teh
hitam.
Banyak manfaat teh (teh hijau)
bagi kesehatan seperti membantu
membakar lemak, melindungi hati
dari hepatitis, mencegah diabetes,
keracunan makanan, menurunkan
tekanan darah dll. Kandungan
senyawa polifenol pada teh
berperan
sebagai
pencegah
kanker. Daun teh hijau yang telah
dikeringkan
mempunyai
40%
kandungan polifenol. Polifenol
merupakan hasil metabolisme
sekunder dari tanaman, memiliki
efek antioksidan yang sangat kuat,
mampu menetralkan radikal bebas
sebagai penyebab kanker.
en.wikipedia.org
g. Cengkeh
Tanaman cengkeh
penghasil
minyak atsiri berupa minyak
cengkeh, miliki beberapa nama
latin yaitu Eugenia Aromatica,
Eugenia Crropyta TUMB, Jambosa
caryophylus Spengel.
Komponen utama minyak cengkeh
adalah eugenol (80%) dan sisanya
kariofilin
serta
seskuisterpen,
tergantung jenis, umur dan tempat
tumbuh tanaman cengkeh yaitu
rata-rata 5-6%, Minyak cengkeh
bisa diekstraksi dari bunga, buah,
batang dan daun, dengan cara
destilasi uap atau ekstraksi.
Beberapa
senyawa
turunan
eugenol
seperti:
isoeugenol,
vanillin, etil vanillin.
Eugenol
termasuk senyawa alam yang
menarik
karena mengandung
beberapa gugus fungsional yaitu
allil, fenol dan eter. Berdasarkan
strukturnya eugenol terdiri dari
gugus alil yang dapat dirubah
secara kimia menjadi bermacam-
Penanganan Pascapanen Produk Nabati dan Hewani
macam gugus fungsional seprti
reaksi adisi,
reaksi hidrasi,
isomerisasi dan oksidasi. Sehingga
eugenol
dapat diubah menjadi
bahan dasar pembuatan senyawa
yang lebih berdaya guna.
Eugenol merupakan cairan tidak
berwarna atau kuning pucat bila
kena cahaya matahari akan
berubah menjadi coklat kehitaman
dengan aroma yang khas. Minyak
cengkeh dapat larut dalam etanol
70 atau 90% serta eter, memiliki
berat jenis (25oC) 1.014-1.054 dan
indeks bias (20oC) sebesar 1.5281.537)
Berdasarkan SNI 1976 cengkeh
dikelompokkan dalam 3 jenis mutu
yaitu mutu I, II, dfan III dengan
kriteria berwarna coklat, bau tidak
apek, benda asing maksimal 0.5%
b/b, persentase gagang cengkeh 1,
3, 5% b/b. Cengkeh inferior 2, 2,
5%b/b, cengkeh rusak negatif,
kadar air 14, 14, 24% b/b, dan
kadar minyak atsiri 20, 18, dan
16%.
www.germes-online.com
h. Kacang-Kacangan
Biji kacang-kacangan seperti kacang
hijau, kacang merah, kacang
tanah, dan kedelai merupakan
jenis
biji
yang
mempuyai
145
kandungan minyak yang cukup
tinggi. Cara menyimpan jenis bijibijian ini
disarankan agar
menjemur bahan sehigga dicapai
tingkat kekeringan yang maksimal.
Kadar air biji-bijian yang aman
untuk penyimpanan sekitar 15%.
Tingkat kekeringan biji kacangkacangan ditentukan dengan cara
melihat kekeringan permukan kulit
biji. Permukaan kulit biji yang
kering akan mengkilap. Biji kacang
hijau dan kedelai yang kering
umumnya kulitnya cukup keras dan
tebal.
Tempat penyimpanan untuk kacangkacangan hampir sama dengan
tempat penyimpanan beras dan
memperhatikan keadaan bahan
dalam
penyimpanan
seperti
temperatur
dan
kelembaban,
sirkulasi udara, serta penyusunan
kemasan.
Menyimpan biji untuk Benih
Hasil pertanian berupa biji-bijian
yang akan dijadikan benih tanaman
meliputi semua jenis biji untuk
keperluan konsumsi ditambah biji
tanaman sayur seperti cabe, terung,
tomat, mentimun, kol, wortel, seledri,
bayam, bawang putih selada dan
biji dari tanaman buah-buahan. Biji
tanaman buah-buahan umumnya
diperlukan
untuk
membuat
perbanyakan
tanaman
secara
vegetatif sebagai batang bawah.
Biji-bijian yang akan dijadikan benih
tanaman memiliki karakter yang
sama dengan biji-bijian untuk
keperluan konsumsi. Kadar air bahan
pangan cukup tinggi menyebabkan
biji akan berkecambah atau dapat
Penanganan Pascapanen Produk Nabati dan Hewani
mengalami
kerusakan.
Dua
kejadian ini perlu diperhatikan
karena berkaitan dengan kualitas
biji dan ketahanan simpan biji.
Faktor yang dapat mendorong
timbulnya kerusakan benih dalam
penyimpanan selain kadar air
bahan, juga karena biji belum
masak fisiologis dan adanya
pengaruh serangan serangga.
Agar mutu benih dapat terpelihara
sampai jangka waktu yang lama,
perlu
diupayakan
cara
penyimpanan dan perlakuan benih
sebelum benih disimpan.
Biji-bijian yang dipergunakan sebagai
benih umumnya jumlahnya terbatas
sehingga cara penanganannya
lebih mudah dibandingkan dengan
biji untuk keperluan konsumsi.
Prinsip penyimpanannya sama
dengan biji-bijian untuk dikonsumsi
yaitu biji disimpan dalam keadaan
sama dengan biji-bijian kering. Biji
kering yang sudah dipisahkan dari
daging buah atau kotoran lain,
kemudian dikemas untuk disimpan.
Cara lain untuk menyimpan biji
sebagai benih adalah dengan
mencampurkan biji dengan pasir
kering dengan perbandingan 3:1
atau 1: 5. Selain itu kita dapat
mengemas dengan botol yang
bagian dasarnya dan atasnya
ditutup dengan abu, pasir halus,
sekam sehingga bahan berada di
antaranya. Dengan cara seperti ini
serangga, hama diharapkan tidak
dapat masuk ke dalam botol dan
kadar air bahan tetap dapat
dipertahankan.
Tempat penyimpanan sangat besar
pengaruhnya terhadap keutuhan
bahan simpanan. Seperti biji-bijian
146
untuk
konsumsi,
perubahan
lingkungan, tempat penyimpanan
dapat berpengaruh pada kandungan
air
biji
untuk
benih
yang
selanjutnya akan mendatangkan
permasalahan. Agar kondisi biji
tidak banyak terpengaruh oleh
perubahan
temperatur
atau
kelembaban
lingkungan
benih
sebaiknya
dikemas
dengan
kemasan kedap udara seperti
aluminium foil atau kantong plastik
dan selanjutnya disimpan dalam
kaleng atau kemasan kaca tertutup
kemudian disimpan ditempat yang
kering dan sejuk.
Penyimpanan dengan kantong
plastik tidak aman karena ada
beberapa serangga gudang yang
mampu merusak kemasan plastik.
Jika hanya tersedia kantong plastik
saja,
maka
benih
harus
dimasukkan ke dalam plastik,
dicampur dengan abu dapur atau
pasir steril.
4.4.2. Umbi
Umbi
merupakan akar atau
pangkal batang yang membesar.
Umbi tersebut ada dua yaitu
berdasarkan ada tidaknya mata
tunas. Umbi yang tidak dapat
digunakan untuk berkembang biak,
contohnya ketela pohon, wortel
dan
umbi,
sedangkan
yang
bertunas dapat digunakan untuk
berkembangbiak,
contohnya
bawang merah, bawang putih, ubi
jalar dan kentang.
Teknik menyimpan umbi hampir
sama dengan menyimpan produk
sayuran dan buah-buahan segar.
Penanganan Pascapanen Produk Nabati dan Hewani
Prioritas utama diarahkan untuk
memelihara bahan agar tidak rusak
karena
gangguan
serangga,
patogen dan lingkungan.
147
Cara lain untuk menyimpan umbi
bawang dengan dengan cara
menggantungkan bawang ikatan di
atas perapian dapur. Secara
bertahap
asap
dapur
akan
mengeringkan kulit umbi sehingga
umbi dapat awet untuk disimpan.
www.ukcps.co.uk/www.netbsd.org
Bawang Merah dan Bawang Putih
Bawang merah dan bawang putih
disimpan dalam keadaan telah
dikeringkan. Proses pengeringannya
berbeda dengan pegeringan bijibijian. Dasar pengeringan pada
umbi bawang adalah membuang
atau
menguapkan
air
yang
terkandung dibagian kulit umbi
atau bagian leher batang (ujung
umbi). Kandungan air dalam umbi
sendiri sedapat mungkin harus
tetap
dipertahankan,
jangan
sampai menguap. Dalam cuaca
cerah,
proses
pengeringan
memerlukan 1-2 minggu.
Umbi bawang dapat disimpan
dalam bentuk ikatan bersama
dengan bagian daun yang telah
mengering atau dalam bentuk umbi
pipilan tanpa menyertakan daunnya.
Dalam bentuk pipilan umbi kering
kulit ini dapat disimpan dalam tong
berventilasi. Berat ikatan umbi
bawang merah sekita 3-4 kg.
Bawang ikatan disimpan dalam
keadaan menggantung di udara
dalam tempat penyimpanan.
www.wkfarm.8m.com
Kentang
Umbi
kentang
hasil
panen
sebaiknya
secepat
mungkin
diamankan dari pengaruh cahaya
matahari dan segera diangkut ke
tempat
penampungan
untuk
dikeringkan. Pisahkan umbi yang
rusak karena penyakit, serangga
atau rusak akibat luka fisik. Jika
umbi hasil panen dibiarkan terkena
cahaya matahari, kulit umbi akan
berubah menjadi kehijauan. Jaringan
kulit yang berwarna hijau ini
mengandung zat solonium yang
dapat membahayakan konsumen
(bersifat racun). Oleh karena itu
untuk mengeringkan permukaan
kulit ubi cukup dilakukan dengan
mengangin-anginkan
di
udara
terbuka yang sejuk selama 4-7 hari.
Penyimpanan
umbi
kentang
diarahkan
untuk
mencegah
kehidupan cendawan atau bakteri
pembusuk, menunda terjadinya
Penanganan Pascapanen Produk Nabati dan Hewani
148
pertunasan
dan
menghindari
kerusakan umbi bagian dalam
(endosperm).
Tempat penyimpanan umbi yang
paling baik adalah di dalam
ruangan yang berkelembaban 85100% dan bersuhu 3,3-15,6 oC,
suhu maksimum 18,3oC. Dalam
kondisi penyimpanan seperti ini
permukaaan kulit bahan akan tetap
dalam keadaan kering dan proses
pertunasan dapat dihambat. Namun
petani di pedesaan menyimpan
kentang dengan kondisi seperti
tersebut akan cukup merepotkan
dan memerlukan ruang khusus dan
harga yang mahal.
Meski
demikian
ada
cara
menyimpan umbi kentang yang
lebih paraktis dan mudah tetapi
hasilnya tidak sebaik seperti cara
di atas. Umbi hasil panen
secepatnya dibawa ke tempat
penampungan yang kering dan
teduh, hindarkan kotak dengan
sinar matahari. Umbi yang telah
dikeringakan anginkan ini kemudian
dikemas
menggunakan
tong
berventilasi. Tong tersebut disusun
secara bertumpuk. Antara satu
kemasan dengan yang lainnya
terdapat lubang atau jarak untuk
pertukaran udara segar. Cara lain
adalah dengan membiarkan umbi
diatas lantai dan usahakan agar
udara segar tetap dapat mengalir
ke semua permukaan bahan setiap
saat.
neocassava.blogspot.com
Ubi jalar
Ubi jalar atau ketela rambat
mempunyai kulit yang cukup tipis
sehingga mudah sekali rusak
karena
gesekan
atau
oleh
serangga. Prinsip menyimpan ubi
jalar dapat disamakan dengan
menyimpan kentang, yaitu kulit luar
harus dalam keadaan kering.
Pengeringan ubi jalar dapat
menggunakan panas matahari.
Setelah itu ubi baru disimpan dengan
cara dionggokkan atau dikemas.
Menyimpan ubi jalar dalam bentuk
onggokan di lantai, sebaiknya dialasi
plastik atau karung. Karena cuaca di
Idonesia lembab basah, maka
pada malam hari permukaan
onggokan
sebaiknya
ditutup
dengan plastik atau bahan lain
untuk menghindari embun malam.
Penyimpanan ubi jalar dapat dalam
bentuk kemasan. Setelah permukaan
kering ubi jalar dikemas dengan
karung goni atau karung beras
yang anyamannya rapat dan tidak
sobek-sobek. Lapisan atas ditutup
dengan selapis tanah kering setebal
1-6 cm dan diupayakan agar dapat
menutupi seluruh permukaan karung,
kemudian lapisan tanah sedikit
dipadatkan.
Biarkan
kemasan
karung disimpan dalam keadaan
permukaan terbuka dan lapisan
tanah dipermukaan cukup menjadi
pelindung.
Penanganan Pascapanen Produk Nabati dan Hewani
budiboga.blogspot.com
Cara lain menyimpan ubi jalar
adalah dengan membiarkannya
berada di dalam tanah dikebun dan
permukaan bedeng tanah sedikit
dipadatkan agar serangga hama
tidak dapat menembus. Ubi jalar
diambil secara bertahap sesuai
keperluan.
Di luar negeri, ubi jalar dapat
menjadi komoditas cukup penting
karena diperlukan untuk makan
ternak. Untuk persedian (stock) di
luar negeri ubi disimpan dalam
ruang pendingin.
warintek.bantulkab.go.id
Ubi kayu/Singkong
Menyimpan ubi kayu (ketela pohon)
setelah panen umumnya tidak
banyak
mengalami
kesulitan
149
karena kulitnya cukup tebal. Kulit
gabus yang tebal dan kulit luar
yang kasar dapat melindungi
bagian daging ubi. Jika ingin
menyimpan ketela pohon dapat
dilakukan dengan cara seperti
menyimpan ubi jalar secara
tradisional. Karena ketela pohon
dapat disimpan dalam betuk utuh
dengan batangnya atau ubi
dilepaskan dari tandannya dengan
luka sayatan dibuat seminimal
mungkin (tidak banyak permukaan
umbi yang luka).
www.kapanlagi.com/karantina.deptan.go.id/
Wortel dan Kol
Wortel dan kubis memiliki banyak
kesamaan
dalam
hal
penyimpanannya
karena
kandungan airnya yang tinggi dan
mudah rusak yang ditandai dengan
terbentuknya lendir di permukaan
dan berulat. Sayur ini dapat
disimpan
dengan
cara
dionggokkan di atas lantai yang
dialasi kertas kering atau karung.
Diusahakan tumpukan tidak telalu
tinggi
agar
bagian
bawah
tumpukan mendapat udara segar
dalam jumlah yang cukup.
Ruang penyimpanan diusahakan
mampu melindungi bahan dari
pengaruh luar yang ekstrim,
terutama sinar matahari dan uap air.
Ventilasi udara juga diperhatikan,
cahaya dan lampu merupakan
salah satu faktor penting yang
Penanganan Pascapanen Produk Nabati dan Hewani
harus
diperhitungkan.
Apabila
penyimpanan dilakukan di cool
storage, wortel dan kubis dapat
bertahan cukup lama. Hal ini
dikarenakan suhu dan kelembaban
ruang dapat diatur sesuai dengan
yang dikehendaki. Umbi kentang
yang disimpan dalam ruang bersuhu
3,3-15,6oC dengan kelembaban
90-99% dapat bertahan selama 7
bulan dengan kehilangan berat
6,97% (umbi yang dipanen tua)
dan 9,89% (umbi yang dipanen
agak muda). Ubi kayu, ubi jalar, kol
dan wortel yang disimpan pada
suhu 13-16oC dan kelembaban 8590% memiliki umur simpan sampai
berbulan-bulan 6-12 bulan.
Untuk skala petani, penyimpanan
dengan coolstorage akan sulit untuk
dilakukan. Selain alasan ekonomi,
hal ini juga tidak memberi
keuntungan
secara
ekonomi
karena daya jual produk bukan
komoditas unggulan yang memiliki
nilai
ekonomis
yang
tinggi.
Ketahanan hasil panen yang
disimpan secara tradisional lebih
banyak dipengaruhi oleh faktor alam.
Ubi jalar, wortel, dan kentang, yang
disimpan secara tradisional hanya
tahan 1-2 bulan bahkan mungkin
juga lebih pendek lagi. Artinya
setelah bahan disimpan selama 2
bulan biasanya sudah mulai
menampakkan berbagai bentuk
kerusakan dan kelainan. Umbi
bawang merah dalam keadaan
kering kulit jika disimpan dalam
ruang yang bersuhu 26-29oC dan
kelembaban
70-78%,
waktu
simpanya mencapai bulan dengan
kualitas tetap prima. Jika suhu
ruang 30-33oC dan kelembaban 7080%, bawang merah hanya tahan
150
disimpan selma 4 bulan. Ubi yang
belum kering daya tahan hanya 1-2
minggu saja setelah itu akan
busuk.
Ketahanan bahan dalam simpanan
ditentukan oleh banyak faktor,
seperti suhu dan kelembaban ruang
(teknik penyimpanan), gangguan
serangga dan patogen serta
lingkungan penyimpanan yang
dapat
memacu
umbi
untuk
bertunas. Pada pnyimpanan yang
dilakukan secara tradisional, faktorfaktor tersebut umumnya sulit
dikendalikan, terutama suhu dan
kelembaban sehigga jangka waktu
simpan umbi menjadi pendek.
Pengendalian kerusakan umbi
berupa
timbulnya
kerusakan
karena pembusukan (busuk lunak,
busuk hitam, busuk kering dan
berlendir), pertunasan (umbi) dan
serangga. Cara yang dapat
dilakukan
untuk
mencegah
timbulnya kerusakan bahan adalah
dengan mengeringkan permukaan
kulit secara baik (kulit bahan harus
benar-benar kering), menyimpan di
tempat yang keadaannya sejuk,
kering dan terlindung dari panas.
Untuk menghambat pertunasan ubi
jalar, dapat disemprot dengan
menggunakan
senyawa
kimia
seperti maleic hydrazide, atau
thiourea 0,5-40%.
Pengendalian terhadap pembusukan
hanya dapat dilakukan dengan
cara membuang umbi yang busuk
dan upayakan agar permukaan
bahan tetap kering (aerasi lancar).
Jika dianggap perlu dapat dibantu
dengan
kipas
angin
untuk
memperlancar sirkulasi udara di
dalam ruang penyimpanan.
Penanganan Pascapanen Produk Nabati dan Hewani
151
kerusakan
ini
saling
mempengaruhi sehingga akan
membentuk kerusakan yang lebih
serius.
www.nouriche.com
4.4.3. Tepung
Produk pertanian yang berupa
tepung merupakan hasil olahan
biji-bijian atau daging buah kering
yang dihaluskan sehingga menjdi
tepung atau bubuk. Contohnya
tepung beras (beras ketan/beras
biasa) tepung maizena, tepun
terigu, tepung tapioka, sagu, kopi
bubuk, kakao dan bumbu yang
dihaluskan (lada, ketumbar, pala,
kunyit, jahe, merica) Karena
butiran tepung sangat halus,
permukaan bidangnya menjadi
sangat lebar. Hal ini menyebabkan
bahan bersifat higroskopis, yaitu
mudah sekali menjadi lembab
karena mudah menyerap uap air.
Aroma dan cita rasa bahan juga
menjadi sangat menyolok.
Penyimpanan
tepung/bubuk
bertujuan mencegah timbulnya
kerusakan bahan bersifat fisik
maupun
kualitatif
(mutu).
Berkurangnya kualitas adalah satusatunya bentuk kerusakan yang
harus dihindari. Namun dalam
kenyataannya
dua
bentuk
Cara menyimpan produk tepungtepungan
adalah
dengan
mengemasnya. Jenis kemasan
yang dipergunakan tergantung
jenis bahan dan lamanya tepung
akan disimpan. Terigu, tapioka dan
tepung beras yang akan disimpan
dalam waktu yang cukup lama dan
volumenya cukup besar, dapat
dikemas dengan menggunakan
karung atau kantong lain seperti
kantong
terigu.
Penggunaan
kemasan ini cukup efektif untuk
melindungi bahan dari gangguan
udara yang lembab. Uap air yang
ada di ruang penyimpaan akan
diserap oleh kemasan sehingga
isinya akan terlindungi. Bahan
yang berupa bubuk seperti kopi
bubuk, kakao, teh halus dan
bumbu halus sebaiknya dikemas
dengan kemasan yang dapat
ditutup rapat atau kedap udara,
contohnya kaleng, botol kaca,
plastik
kedap
udara,
atau
aluminium foil. Kemasan seperti itu
diperlukan untuk mencegah aliran
udara dari luar ke dalam kemasan.
Sebaiknya kemasan diberi selapis
kertas sebagai media untuk
menangkal kemungkinan adanya
embun
yang
menempel
di
permukaan kemasan, agar embun
ini tidak dapat mempengaruhi isi
kemasan.
Ketahanan bahan yang disimpan
secara tradisional berbeda untuk
setiap jenis komoditasnya. Terigu
dan tapioka mutunya sudah mulai
menurun setelah disimpan 3 bulan.
Penanganan Pascapanen Produk Nabati dan Hewani
Tepung beras dan maizena hanya
bertahan kurang dari 1 bulan. Kopi
bubuk dan kakao bubuk dalam
keadaan yang kedap udara dapat
disimpan dalam waktu lebih dari 1
tahun, terlebih lagi jika dicampur
dengan bahan pengawet. Bumbubumbuan
halus
kering
ketahanannya juga sangat terbatas,
jika tanpa bahan pengawet. Dengan
demikian penyimpanan modern,
kemungkinan umur simpan tepung
dapat lebih lama.
Agar bahan dapat lebih tahan dalam
tempat penyimpanan, pastikan
bahwa
bahan
telah
kering
sempurna dan terbebas dari
kehidupan serangga. Terigu atau
bubuk dikemas setelah keadaan
bahan sudah dingin. Jika dalam
keadaan masih hangat sudah
dikemas, bahan akan mengeluarkan
uap air dalam kemasan. Akibatnya
bahan menjadi lembab dan akan
tumbuh cendawan penyebab bau
pengap. Untuk menghindari hal
tersebut bahan disimpan dalam
keadaan cukup kering dengan
kemasan yang tepat.
www.indomedia.com/ www.sedapsekejap.com
4.4.4. Rimpang
Rimpang merupakan batang yang
tumbuh di dalam tanah dan
membesar.
Produk
pertanian
152
berupa rimpang antara lain jahe,
lengkuas,
kunyit,
temulawak,
temuireng, kencur, ganyong, dan
iles-iles. Bahan-bahan ini akan
tumbuh
subur
jika
kondisi
lingkungannya cukup lembab dan
tersedia cukup air. Beberap jenis
rimpang,
seperti
jahe
dan
sebangsanya akan bertunas jika
masa istirahat (dorman) sudah
terlampaui. Sifat seperti ini dapat
dimanfaatkan untuk menyimpan
bahan tersebut sehingga jangka
waktu penyimpanannya dapat lebih
panjang.
Rimpang tanaman yang disimpan
mempunyai dua maksud, yaitu
untuk
membuat
bibit
atau
persediaan
pasar.
Secara
tradisional
cara
menyimpan
rimpang yang akan dipergunakan
sebagai bibit, adalah menyimpan
pada suhu antara 13-14oC. Bila
suhunya di atas 13oC, rimpang
akan
segera
bertunas.
Bila
suhunya dibawah 13oC, maka
tunas akan mati sehingga gagal
untuk dijadikan bibit.
Untuk penyimpanan tradisonal,
rimpang dibersihkan dari segala
kotoran yang melekat. Setelah itu
rimpang
dikeringkan
dengan
mengangin-anginkan
sampai
dicapai keadaan kulit yang kering.
Rimpang dengan permukaan kulit
kering selanjutnya dihamparkan
pada rak penyimpanan dengan
ketebalan 15-25 cm. Jika volume
bahan cukup banyak rak dibuat
bersusun dengan masing-masing
rak dibuat jarak agar udara segar
dapat leluasa masuk ke sela-sela
bahan.
Penanganan Pascapanen Produk Nabati dan Hewani
Sebelum penyimpanan, rimpang
jahe dapat diberi perlakuan terlebih
dahulu, yaitu dengan mencelupkan
rimpang pada larutan parafin.
Caranya,
mula-mula
rimpang
dibersihkan dari tanah dan kotoran
lainnya
kemudian
dikeringkan
dengan
mengangin-anginkan.
Cairan parafin dipanaskan sampai
65-85oC. Rimpang yang telah
kering dicelupkan kedalam parafin
sampai
seluruh
permukaan
rimpang
diselimuti
parafin.
Keringkan rimpang dan simpan
kering dalam kardus.
Rimpang jahe segar untuk saat ini
lebih banyak disimpan dengan
cara diasinkan atau diawetkan
dengan
larutan
penyangga.
Rimpang diawetkan setelah bagian
kulit luarnya dikupas bersih. Untuk
tujuan keperluan pembuatan obat,
beberapa jenis rimpang disimpan
dalam keadaan kering yang dicacah.
Keadaan tempat penyimpanan
untuk rimpang yang cukup ideal
adalah ruang bersuhu 25-35oC
dengan kelembaban tinggi.
Penyimpanan secara tradisional
banyak dipengaruhi oleh faktor
lingkungan. Rimpang jahe dan
beberapa rimpang lainnya setelah
dipanen dari tanaman yang tua,
akan berhenti tumbuh untuk
sementara waktu (kira-kira 2-4
minggu). Sifat seperti ini dapat
dimanfaatkan untuk mengatur atau
menunda pertunasan dengan cara
mengatur kelembaban bahan itu
sendiri
dan
kelembaban
lingkungan.
Jika
permukaan
rimpang kering maka jangka waktu
simpannya lama. Biasanya selama
rimpang
keadaannya
kering
153
pertunasannya akan terhambat.
Lamanya
kemampuan
menghambat proses pertunasan
tergantung bahan itu sendiri.
Rimpang
jahe
yang
belum
disimpan telah diberi lapisan
parafin tahan 3 bulan. Untuk
pengendalian kerusakan dalam
bentuk kebusukan dan pertunasan
atau
oleh
cendawan,
maka
langkah awal yang dilakukan
adalah menjaga sirkulasi udara
agar
tetap
kontinyu
selama
disimpan.
4.4.5. Daging
Buah
Bahan Kering
dan
Produk pertanian berupa daging
buah dan bahan kering yang
dimaksud adalah hasil proses
pengeringan dari bagian buah,
bunga dan daun. Seperti kopra,
gaplek, tembakau, cengkeh, dan
kayu manis yang memiliki nilai
essensial yang cukup potensial
untuk
dikembangkan.
Penyimpanan yang benar untuk
bahan ini harus diperhatikan,
karena dalam kenyataannya petani
menyimpan kopra dan gaplek
selalu dihadapkan pada bagian
persoalan yang dapat mengancam
mutu bahan. Ancaman utamanya
berupa susut berat dan susut mutu
akibat serangan serangga dan
patogen gudang.
Kopra
Sebelum disimpan kopra sudah
harus dalam keadaan kering
dengan kadar air 5-6%. Kelapa
segar sebagai bahan baku untuk
membuat kopra memiliki kadar air
Penanganan Pascapanen Produk Nabati dan Hewani
sebesar
50-55%.
Kadar
air
sejumlah ini harus diturunkan
hingga mencapai kadar air yang
dikehendaki. Ada tiga cara yang
dapat
dilakukan
untuk
mengeringkan daging buah kelapa
segar, yaitu penjemuran dengan
matahari, pengasapan (dengan
arang) dan pemanasan secara
tidak langsung (udara panas
buatan).
Lama
pengeringan
dengan
penjemuran sangat tergantung
pada cuaca.
Apabila cahaya
matahari
cukup terik, kopra
keadaannya sudah kering dalam 24 hari. Cara pengasapan sangat
tergantung pada besar kecilnya
sumber api penghasil asap panas.
Pengeringan dengan udara panas
buatan yang suhu awalnya 7080oC (10 jam), selanjutnya suhu
diturunkan
secara
bertahap
o
menjadi 60-65 C, dalam waktu
sekitar 18-24 jam sudah dapat
menghasilkan kopra bermutu baik,
kadar air 5-6% dan warnanya putih
bersih.
Petani
umumnya
menyimpan
kopra dalam bentuk setengah
lingkaran (1 kelapa dibelah dua).
Ada cara lain yang lebih praktis
dan aman yaitu menyimpan kopra
dalam bentuk cacahan (1 buah
kelapa dibagi 8) dengan cara
demikian kopra menjadi lebih
mudah
dikemas
dan
dapat
membantu mempercepat proses
pengeringan karena dalam proses
pengolahan nantinya kopra juga
akan dihancurkan.
154
Gaplek
Gaplek adalah produk dari ketela
pohon yang dikeringkan dan dapat
disimpan dalam waktu yang cukup
lama. Penyimpanan dalam bentuk
gaplek ini umumnya dengan kadar
air 9-10%. Untuk mencapai kadar
air yang rendah ini cukup sulit
karena itu proses pengeringan
harus dilakukan secara bertahap.
Pada tahap awal penyimpanan
kadar air bahan 14-15% sudah
cukup
untuk
penyimpanan
sementara,
selanjutnya
dikeringkan lagi sampai kadar air
yang sudah dicapai.
Untuk
mencapai
proses
pengeringan, bahan dapat dijemur
setelah diiris tipis. Cara seperti ini
dapat
mengeringkan
bahan
terutama bagian tengah (sampai
kepusat bahan). Kerusakan yang
biasa tejadi pada gaplek dalam
penyimpanan
umumnya
disebabkan oleh serangga yang
dapat menurunkan berat. Susut
berat bahan dalam penyimpanan
dapat terjadi karena bahan dasar
gaplek
belum
cukup
tua
(kandungan patinya maksimal)
Kerusakan ini dapat menjadi
sumber kerusakan gaplek yang
lainya. Oleh karena itu cara yang
baik untuk menyimpan gaplek
adalah
dengan
memisahkan
gaplek yang terbuat dari bahan
yang belum tua dengan yang
dipanen tua.
Penanganan Pascapanen Produk Nabati dan Hewani
155
4.4.6. Sayuran dan Buah-Buahan
Ada empat macam faktor penting
yang mungkin dialami sayuran dan
buah segar dalam penyimpanan,
1). kondisi bahan tetap baik jika
disimpan dalam tempat atau ruang
dingin. 2). Jika disimpan dalam
ruang yang terlalu dingin, maka
bahan akan rusak (beku). 3). Jika
bahan disimpan dalam ruang yang
hangat atau panas bahan akan
menjadi layu atau keriput. 4).
Bahan
mengalami
kerusakan
berupa kerusakan fisiologis dan
pembusukan.
Semua
faktor
tersebut
memberi
gambaran
bahwa
menyimpan
produk
hortikultura
ini
tidak
dapat
disamakan
dengan
cara
menyimpan bahan lainnya.
Sayuran dan buah-buahan segar
memiliki kandungan air yang cukup
tinggi, yaitu sekitar 60-98%. Dalam
lingkungan atmosfer yang kering,
air bahan akan mudah diuapkan
secara kontinyu. Khusus sayuran,
dua jam setelah dipetik kandungan
airnya sudah berkurang sekitar
10%. Bila kandungan air terus
berkurang kemungkinan sayuran
akan layu dan berkerut. Apabila
sayuran segar untuk keperluan
konsumsi
lokal,
kehilangan
kandungan air sebesar 10% tidak
banyak mempengaruhi terhadap
penampilan fisik bahan. Namun,
jika untuk keperluan ekspor,
kehilangan kandungan air awal
sebesar 10% sudah menjadi
ancaman yang cukup serius. Air
yang telah menguap tersebut tidak
mungkin
digantikan
atau
dikembalikan. Oleh karena itu,
penanganan pascapanen sayuran
dan
buah
segar
sangat
berpengaruh
terhadap
keberhasilan penyimpanan.
Penanganan Pascapanen Produk Nabati dan Hewani
Langkah-langkah
yang
perlu
diperhatikan sebelum menyimpan
produk pertanian segar meliputi
cara dan waktu panen serta
penanganan
pascapanennya.
Apabila produk akan disimpan,
panen harus dilakukan secara hatihati sehingga tidak menimbulkan
kerusakan fisik. Panen sebaiknya
dilakukan saat cahaya matahari
tidak terik dengan tujuan untuk
menghindari penguapan air dari
bahan. Misalnya sayuran daun,
sebaiknya dipanen pagi hari
sebelum matahari terbit, kemudian
secepatnya diamankan ditempat
terlindung. Sayuran yang dipetik
buahnya (terung, cabai, mentimun)
dipanen pada waktu pagi atau sore
hari karena saat itu kesegarannya
sedang
pada
puncaknya.
Selanjutnya hasil panen tersebut
ditempatkan pada lokasi terlindung
dari sinar matahari.
murnii.multiply.com
Sayuran
Sayuran
segar,
berdasarkan
bentuknya dapat dikelompokkan
kedalam 4 macam, yaitu sayuran
daun (kol, caisin, seledri, daun
bawang, kucai, lettuce, kangkung,
bayam), sayuran buah (terung,
156
tomat, cabe, mentimun, gambas),
sayuran ubi (kentang, wortel,
lobak,) dan sayuran bunga (bunga
kol). Semua jenis sayuran tersebut
umumnya berupa bahan yang
kandungan airnya cukup tinggi dan
cepat mengalami kelayuan serta
kebusukan.
Sayuran segar kebanyakan dipanen
dan langsung dipasarkan tanpa
dilakukan
penyimpanan.
Oleh
karena itu perlakuan pasca panen
kadang tidak diperlukan secara
lebih teliti. Jika akan disimpan,
diperlukan sortasi hasil dan
penanganan yang lebih baik.
Penanganan ini penting terutama
jika menyangkut volume hasil yang
lebih banyak dengan tingkatan
kualitas yang berbeda.
Sayuran
daun
lebih
mudah
mengalami kerusakan dibandingkan
sayuran
lainnya.
Komoditas
sayuran ini kadang terpaksa harus
harus disimpan dengan cara
ditumpuk dilos pasar atau di
rumah. Bila keadaan lingkungan
relatif kering, penumpukan bahan
yang demikian tidak banyak
mendatangkan kerugian. Akan
tetapi jika keadaan lingkungan
lembab (musim hujan), kerusakan
bahan tidak dapat dielakkan.
Sayuran akan berlendir dan
membusuk dengan cepat. Untuk
mencegah kejadian seperti ini
maka perlu diupayakan cara
penyimpanan yang baik.
Secara umum, menyimpan produkproduk sayuran yang paling
sederhana
adalah
dengan
menempatkan bahan di tempat
Penanganan Pascapanen Produk Nabati dan Hewani
yang
bersih,
kering,
dan
kelembaban
lingkungan
yang
sama dengan kelembaban bahan.
Cara
ini
ditempuh
untuk
menghindari
kehilangan
kandungan air bahan secara
berlebihan. Untuk menghindari
proses pembusukan pada sayuran
dan buah, bahan disimpan dalam
keadaan
permukaan
kulitnya
kering.
Kering
disini
artinya
permukaan kulit bebas dari air
permukaaan yang menempel. Cara
mengeringkan
cukup
dianginanginkan.
Menjaga kesegaran dan menghindari
pembusukan bahan merupakan
dua sasaran utama dalam usaha
penyimpanan bahan segar. Bahan
yang keadaannya lembab dan
kotor akan mendorong timbulnya
pembusukan yang lebih cepat.
Proses pembusukan bahan diawali
dengan semakin meningkatnya
suhu
bahan
dalam
tempat
penyimpanan. Meningkatnya suhu
dan
timbulnya
bau
pengap
merupakan tanda terjadinya awal
proses pembusukan, yang mudah
dikenali. Dalam keadaan basah
dan hangat, cendawan dan bakteri
pembusuk akan cepat berkembang
dan aktif merusak sehingga bahan
akan menjadi cepat rusak.
Cara yang paling mudah untuk
menghindari timbulnya uap pada
masa bahan dalam penyimpanan
yaitu dengan menyimpan bahan
secara hamparan atau onggokan.
Tinggi (ketebalan) tumpukan perlu
dipertimbangkan, maksudnya agar
udara segar dapat mengenai
permukaan
bahan
sehigga
mengusir panas yang ada. Cara ini
157
dapat diterapkan pada semua jenis
sayuran
dalam
penyimpanan.
Menyimpan bahan segar dalam
kantong atau karung yang kedap
udara
dapat
memperburuk
keadaan. Bahan akan mudah
berair karena respirasi, suhu
lingkungan
akan
naik
dan
mendorong kerusakan bahan.
Jika akan menyimpan sayuran
dengan kemasan, gunakan kemasan
yang memungkinkan terjadinya
kontak antara bahan dengan udara
lingkungannya. Kemasan tersebut
misalnya keranjang plastik, atau
keranjang bambu. Jika tidak
mempergunakan kemasan, sayuran
dapat disimpan dengan cara
menghamparkan
di
rak-rak
penyimpanan. Penyimpanan sayur
dalam
bentuk
curah
atau
dihamparkan relatif lebih aman
dibandingkan dikemas.
Sayuran segar dapat disimpan
dalam kotak stereafoam dan diberi
es batu sebagai pendingin untuk
menjaga kesegarannya. Kemasan
ini umum dipergunakan untuk
menyimpan rebung (asparagus,
bambu), paprika, lettuce dan
sayuran lain yang memiliki nilai
ekonomi cukup tinggi. Penggunaan
rak-rak sebagai media penyimpanan
sangat baik diterapkan untuk
sayuran berupa buah dan umbi.
Untuk sayuran daun lebih baik
menggunakan kemasan keranjang
bambu atau disusun pada lantai
dekat sumber air. Pengaturan
sirkulasi udara mutlak harus
terpenuhi. Jika dianggap perlu
dapat dibuat sirkulasi udara buatan
dengan menggunakan kipas angin
untuk membantu menyebarkan
udara segar ke seluruh bagian
Penanganan Pascapanen Produk Nabati dan Hewani
permukaan
bahan.
Hal
ini
dimaksudkan agar timbulnya udara
panas yang berlebihan dapat
segera ditanggulangi.
Sayuran buah yang bersifat
klimaterik seperti cabai dan tomat
disimpan dalam keadaan buah
belum masak penuh. Cabai dipetik
setelah tua dan mempunyai warna
hitam kemerahan. Tomat dipetik
setelah berwarna kemerahan. Hasil
panenan secepatnya diamankan
dan
dikeringanginkan
agar
permukaan kulitnya bebas dari air
yang menempel. Selama dalam
tempat penyimpanan, sayuran
buah ini akan mengalami proses
pemasakan menuju masak penuh.
Penyimpanan bahan hasil panen
ini dapat dikelompokkan menjadi
tiga macam yaitu: (1). Tempat
penyimpanan tradisional berupa
lantai dan ruang dekat sumber air
atau tempat lain yang keadaannya
terlindungi. (2) Tempat menyimpan
model yang diperbaharui berupa
bangunan khusus yang dilengkapi
dengan rak-rak penyimpanan. (3)
Tempat penyimpanan modern
berupa ruang dingin atau ruang
bertekanan rendah.
Faktor-faktor
yang
perlu
diperhatikan dalam menyiapkan
tempat
penyimpanan
sayuran
segar adalah temperatur ruangan
(25-29oC).
Ada
beberapa
komoditas yang memerlukan suhu
tertentu
dalam
penyimpanan
optimal yaitu rebung asparagus (24oC), kol/kubis (0-1oC), mentimun
(7oC), tomat (13oC), cabai (13oC)
dan paprika (2-4oC). Dalam kondisi
seperti ini bahan dapat lebih awet
158
dan
umur
simpannya
lebih
panjang. Kelembaban udara yang
disukai adalah 85-100% dan
sayuran
lebih
menyukai
kelembaban yang baik rendah dari
80%.
Sirkulasi
udara
harus
dilengkapi ventilasi untuk masuk
dan keluarnya udara segar dalam
ruang
penyimpanan,
serta
kebersihan/sanitasi tempat menyimpan
bebas
dari
hama/binatang
pengerat dan serangga perusak.
Prosedur penanganan
pascapanen sayuran
a. Pemanenan
Semua sayuran daun dipanen
secara manual, tetapi pemanenan
dengan alat-alat digunakan pada
beberapa sayuran, seperti seledri
dan partsley. Sistem mekanik telah
dikembangkan
untuk
selada,
seledri kubis dan kol kembang
tetapi tidak digunakan secara
komersil.
Sebagai
ukuran
pemanenan adalah kematangan,
dan
kekompakkan
jaringan
sayuran.
Sayuran
batang
kebanyakan
dipanen secara manual dengan
cara memotong batang sepanjang
23
cm
setelah
muncul
di
permukaan tanah. Sayuran bunga
juga dipanen secara manual.
Demikian juga pada broccoli.
b. Kegiatan di ruang packing
Semua jenis sayuran tidak di
packing
di
lapangan,
tetapi
diletakkan dalam kontainer, dibawa
ke ruang packing dipilih, diukur, di
packing ke dalam kotak karton,
Penanganan Pascapanen Produk Nabati dan Hewani
didinginkan, dan ditempatkan pada
ruang dingin untuk menunggu
diangkut atau langsung diangkut
dengan truk yang memiliki ruang
dingin dan kemudian dibawa ke
pasar.
Dibandingkan
dengan
pengepakan
di
lapangan,
pengepakan di ruang packing lebih
sangat
tidak
efisien
energi,
menyebabkan banyak kerusakan
yang timbul dan mengurangi hasil
yang dapat dipasarkan. Oleh karena
beberapa hal tersebut membuat
metode pengepakan dalam ruang
packing menjadi lebih mahal.
Kegiatan di ruang packing digunakan
untuk mempersiapkan pemasaran
dan kegiatan tersebut meliputi :
ƒ Pemotongan, untuk lebih rapi/
kompak
dan
pembersihan
dengan air yang mengandung
chlorin (konsentrasi 200 ppm)
ƒ Pemilihan, untuk mengurangi
produk-produk
yang
tidak
sempurna
ƒ Pengukuran, dalam banyak
kasus
pengukuran
adalah
subjektif dan dilakukan secara
manual
ƒ Pengepakan secara individu
(kol kembang) atau dalam
beberapa
kasus dilakukan
prepacking khusus (brocoli dan
159
kol kembang), diberi lapisan
lilin atau kontainer kayu untuk
mempertahankan
perlakuan
hidrocooling,
pengepakan
dalam packing es ataupun
pemberian es pada bagian atas
selama transportasi.
c. Pendinginan
Metode
pendinginan
sangat
bervariasi pada setiap komoditi,
metode pendinginan yang sering
digunakan meliputi :
ƒ vacuum cooling untuk selada,
bayam, kol kembang, kubis
Cina, kubis dan sayuran daun
lainnya.
ƒ hydro-vac cooling (modifikasi
vacuum cooling) untuk seledri
dan sayur daun lainya.
ƒ hydrocooling, untuk selada,
seledri, bayam, bawang
ƒ packing-icing, temasuk liquidicing, untuk brokoli, bayam,
bawang.
ƒ room cooling, utamanya untuk
kubis serta beberapa sayuran
lainnya.
ƒ forced-air cooling utamanya
untuk
kol
kembang
dan
beberapa penggunaan terbatas
sayuran daun dan batang
lainnya.
Tebel 4.2. Kondisi penyimpanan yang optimum untuk sayuran umbi
daerah tropis
Komoditi
Suhu (oC)
RH (%)
Umur simpan
Singkong
Ginger
Ubi jalar
Lobak/talas
Yam/gadung
5-8
12-14
12-14
13-15
13-15
Sumber : Kartasapoetra, 1994
41-46
53.6-57.2
53.6-4.59
55.4-59
55.4-59
80-90
65-75
85-90
85-90
Mendekati 100
2-4 mg
<6 bln
<6 bln
<4 bln
<6 bln
Penanganan Pascapanen Produk Nabati dan Hewani
160
Buah-Buahan
Buah-buahan
dapat
dikelompokkan kedalam 2 jenis
yaitu
buah
klimeterik
dan
nonklimaterik.
Buah
yang
klimaterik merupakan semua jenis
buah-buahan
yang
terus
mengalami perubahan fisiologi,
terutama dalam proses pemasakan
(pematangan), meskipun buah
telah dipetik. Proses perubahan
fisiologi
ditandai
dengan
perubahan struktur daging buah,
warna kulit buah, aroma dan cita
rasa, meningkatnya kandungan
gula,
serta
menurunnya
kandungan pati. Contoh buah
klimaterik yaitu mangga, pepaya,
pisang cempedak, kesemek. Buah
non klimaterik adalah jenis buah
yang tidak mengalami proses
fisiologis meski telah dipetik dari
pohon. Contoh sayuran buah
(mentimun, terung dan gambas)
dan pertimbangan penanganan
lepas panen buah klimeterik dapat
dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.3. Pertimbangan lepas panen yang berkaitan dengan buah
klimaterik
Pemanenan
Pilih maturitas terbaik untuk jenis buah kultivar tertentu
Pilih buah yang tidak cacat
Hindarkan dari buah yang busuk/ rusak
Transit
Tentukan suhu terendah untuk jenis kultivar
konsentrasi ethilen minimal yang dipergunakan
Jaga kehilangan air seminimal mungkin
Pematangan
Pilih suhu yang mampu memberikan penampilan yang
terbaik dengan flavor yang ternikmat
Distribusi
Distribusikan buah pisang yang sudah diberi ethilen dan
mulai matang
Hindarkan buah yang rusak dan busuk
agar
Sumber :Kartasapoetra, 1994
Hampir
semua
buah-buahan
termasuk ke dalam kelompok buah
klimaterik. Secara alami, jika buah
yang dipetik berumur tua, dan
disimpan dalam kodisi normal,
proses pemasakan buah akan
berlangsung secara bertahap.
Pemasakan buah memerlukan
udara dan menghasilkan gas CO2.
Apabila gas CO2 bereaksi dengan
Penanganan Pascapanen Produk Nabati dan Hewani
air (H2O) maka akan terbentuk
etilen (C2H4), yang dikenal sebagai
hormon pemacu pemasakan buah.
Oleh karena itu apabila buah
sedang mengalami pemasakan,
kandungan etilen di sekitar masa
bahan akan semakin meningkat.
Hal ini tidak terjadi pada buah non
klimaterik. Konsentrasi gas etilen di
udara normal hanya 0,01 ppm,
dalam
ruang
atau
tempat
penyimpanan
buah
klimaterik
konsentrasi gas etilen sebanyak
0,1-1 ppm sudah dapat memicu
proses pemasakan buah.
Dalam
penyimpanan
buah
klimaterik,
peristiwa
yang
dikehendaki kebalikan dari proses
pemasakan.
Artinya
selama
penyimpanan, diharapkan proses
pemasakan buah klimaterik dapat
dihambat
kelangsungannya
sehingga bahan dapat disimpan
untuk jangka waktu yang cukup
lama. Selain itu penyimpanan juga
bertujuan
untuk
mencegah
pembusukan buah.
Cara menyimpan buah
Penanganan pascapanen buah
yang akan disimpan memegang
peran yang sangat penting. Bila
akan disimpan, buah yang telah
dipetik harus segera disimpan di
tempat yang teduh terlindung dari
sinar matahari dan kelembaban
yang tinggi. Jika dibiarkan pada
suhu 37oC, akan timbul bintik-bintik
hitam dan proses pematangan
awal terpacu. Jika disimpan dalam
suhu udara normal (suhu kamar)
buah akan masak tidak normal. Buah
hasil panen sebaiknya ditangani
dan dilindungi agar lingkungan
tidak banyak berpengaruh.
161
Upaya yang dapat ditempuh untuk
menyimpan buah-buahan secara
umum yaitu dengan cara mengatur
tingkat
kemasakan
buah,
mengeringkan permukaan kulit
buah dan menyusun buah dalam
tumpukan yang aman. Contohnya,
buah pisang disimpan masih dalam
betuk tandannya, dan disusun agar
udara segar dapat mengenai
semua bagian permukaan buah.
Syarat utama dalam penyimpanan
buah adalah tempat/ ruang harus
bersih, sejuk, vetilasi dan sirkulasi
udara lancar dan terhindar dari
panas matahari secara langsung.
Masa
simpan
buah
yang
ditempatkan di suhu ruang dan
sedikit tertutup, buah yang dipetik tua
100% akan masak penuh setelah
disimpan 8-10 hari. Jika dipetik
dalam keadaan belum masak penuh
dan sirkulasi udara berlangsung
baik secara kontinyu, daya tahan
buah lebih lama, tetapi kurang dari
3 minggu. Pada kasus lain buah
yang diperlakukan dengan pelapisan
menggunakan parafin, lilin, atau
bahan kimia lain dapat memberikan
umur simpan yang lebih lama.
Memelihara buah di tempat
penyimpanan
sama
dengan
menyimpan sayuran segar. Bentuk
kerusakan yang dialami oleh buahbuahan berupa keadaan kelewat
masak, pembusukan buah dan
kerusakan akibat suhu dingin
(pembekuan, reaksi pencoklatan)
Dalam ruang pendingin proses
kerusakan tersebut sampai batasbatas tertentu dapat dikendalikan,
sedangkan dalam penyimpanan
sederhana umumya lebih sulit
dikendalikan.
Penanganan Pascapanen Produk Nabati dan Hewani
Mencegah kerusakan buah dapat
dilakukan dengan cara perlakuan
kimiawi, seperti pada pisang
dengan menggunakan fungisida.
Perlakuan
tersebut
tujuannya
untuk membunuh cendawan yang
ada pada pisang. Jika tidak
diperlakukan, permukaan buah
pisang umumnya akan berbercak
hitam atau coklat yang dapat
mempercepat pembusukan.
Cara
lain
untuk
mencegah
kerusakan
adalah
dengan
mengatur sirkulasi udara segar
agar dapat berlangsung lancar.
Sirkulasi udara yang lancar
menjadikan permukaan kulit bahan
tetap kering dan kandungan gas
etilen ditekan sampai jumlah yang
paling kecil dibawah (0,1-1ppm).
Dengan cara menggantikan gas
etilen dengan udara segar, maka
proses pemasakan buah dapat
dihambat.
marketing.sragenkab.go.id
a. Buah Mangga
Buah mangga memiliki arti ekonomis
yang cukup penting karena banyak
dibutuhkan. Selain karena rasanya
yang enak, juga merupakan
sumber vitamin C dan A. Buah
mangga dapat memberikan cukup
keuntungan bagi petani, dapat diolah
162
menjadi beragam produk untuk
meningkatkan umur simpan dan
meningkatkan nilai ekonomisnya
serta merupakan komoditas ekspor
yang dapat mendatangkan devisa.
Panen buah mangga sebaiknya
dilakukan pada saat sebagian buahnya
yang telah dewasa berada pada
tingkat masak optimal, yang dapat
diketahui karena buah menunjukkan
tanda-tanda sebagai berikut :
kulit dan buah yang berbentuk
ƒ
wajar, tidak terserang penyakit,
telah berwarna hijau pekat,
atau kekuning-kuningan atau
agak jingga
pada beberapa buah, kulit
ƒ
tampak mengkilat, berlapis lilin
bagian buah yang terbawah
ƒ
benar-benar telah memadat.
sedang bagian tengahnya bila
diketut-ketuk dengan jari agak
nyaring
pada beberapa buah hampir
ƒ
penuh dengan bintik-bintik
coklat, bukan terserang gigitan
larva, hama/kutu.
umur masak buah seperti
ƒ
mangga
arum
manis
dinyatakan masak optimal
setelah berumur antara 93-107
hari, mangga golek 75 hari-85
hari.
Perlakuan-perlakuan
dalam
penanganan
sementara
buah
setelah panen meliputi penyortiran
tidak hanya berdasarkan ukuan
tetapi juga berdasarkan rusak
tidaknya
buah
dan
tingkat
kematangannya. Buah yang telah
disortir selanjutnya dicuci dan
dibersihkan agar tidak ada kotoran,
cendawan ataupun telur-telur hama
dan penyakit yang menempel.
Penanganan Pascapanen Produk Nabati dan Hewani
Perlakuan yang benar-benar harus
diperhatikan selanjutnya adalah
menyiapkan agar produk tanaman
ini tetap dalam keadaan segar.
Untuk
itu
perlu
perlakuan
pendinginan secara alami dan
secara
mekanis
dengan
menempatkan buah pada tempat
dan ruangan yang terkendali
dengan baik dan teratur pada suhu
dan kelembaban yang tepat yaitu
8-10oC dan RH 85-90%.
Suhu optimal untuk pematangan
mangga setelah panen berbeda
tergantung kultivarnya. Demikian
halnya dari daerah produksi satu
ke daerah produksi lainnya.
Thomas (1975) melaporkan hasil
penelitian terhadap jenis mangga
Alfonso di India, bahwa
suhu
penyimpanan di bawah 25oC akan
merugikan
terhadap
pengembangan pigmen karotenoid
pada mangga selama proses
pematangan.
www.freefoto.com
163
daerah yang curah hujannya lebih
dari 760 mm pertahun, pada
berbagai macam tanah yang terairi
dengan baik, dengan keasaman
(pH) tanah 5,9-6,5. Buah yang
masak disukai konsumen karena
rasanya manis lezat dengan aroma
yang khas, dan merupakan sumber
vitamin A dan C.
Penanganan pascapanen buah
nenas tujuannya adalah untuk
mendapatkan buah nenas yang
segar,
masak
dan
dapat
dikonsumsi dengan baik. Untuk itu
perlakuan dan penanganan harus
diperhatikan agar tidak sampai
menimbulkan kerusakan pada
buah. Termasuk dalam perlakuanperlakuan
itu
dimulai
saat
pemetikan.
Pemetikan
nenas
dalam
kondisi
terlalu
muda
ataupun
terlalu
tua
akan
menghasilkan nenas yang bermutu
rendah.
Dalam
pemetikan
hendaknya jangan sampai buah
menjadi rusak, dan demi keperluan
ekspor buah sebaiknya dipetik
yang benar-benar tengah dalam
proses pemasakan. Pemetikan
sebaiknya menggunakan pisau
tajam dan uah nenas jangan
sampai dilempar ke gerobak.
Dengan cara demikian aktivitas
fisiologis yang merugikan dapat
dicegah, sementara penyimpanan
hasil panen dalam ruang dingin
sampai temperatur 0oC dapat
menghambat
semua
aktivitas
fisiologis
b. Buah Nenas
Nenas banyak tumbuh di berbagai
daerah di tanah air terutama
daerah yang suhunya antara 2530oC, di dataran rendah maupun
Pemanenan buah nenas dalam
suatu kebun hendaknya dilakukan
apabila rata-rata buah nenas telah
menunjukkan tanda tanda sebagai
berikut :
Penanganan Pascapanen Produk Nabati dan Hewani
ƒ
ƒ
ƒ
mata demi matanya berjarak
agak lebar, berbentuk mendatar
sedang tepinya membundar
bagi jenis buah yang menguning
warnanya
menjadi
kuning
sedang jenis lainnya warna
hijaunya telah menjadi agak
gelap atau bercampur warna
hijau tua dengan warna agak
kuning kemerah-merahan.
Mengeluarkan aroma yang khas
Penanganan hasil panen selalu
dimulai dengan melakukan sortasi,
pengemposan untuk menciptakan
warna yang seragam menggunakan
CaCO2 (karbit) sehingga gas etilen
dan asetilen berperan aktif dalam
proses tersebut, dan memberikan
warna yang cukup seragam.
Perlakuan selanjutnya meliputi
pengepakan ke dalam peti-peti kayu
kering yang konstruksinya dibuat
jarang-jarang untuk aerasi dan
memperhitungkan juga jenis alat
angkutnya agar sedikit mungkin
terhindar dari kerusakan mekanik
oleh benturan atau gesekan
selama perjalanan.
semuacinta.blogspot.com
c. Buah Tomat
Buah tomat dimanfaatkan dalam
keadaan masih segar, dapat
164
dimakan langsung tanpa diolah,
dijadikan sayur, dijadikan minuman
segar dan dijadikan selai, permen
dan produk olahan lainnya. Buah
tomat banyak mengandung vitamin
A dan C. Tanamannya tumbuh
baik di daerah-daerah yang
beriklim
panas
dapat
menyesuaikan pada keadaan yang
berbeda-beda,
tetapi
pada
kelembaban yang eksesif dan
temperatur yang sangat tinggi hasil
buahnya
akan
kurang
atau
menurun.
Tujuan penanganan lepas panen
adalah untuk mendapatkan hasil
tomat yang segar, tidak cacat dan
menarik untuk dipasarkan sebagai
hasil tomat yang berkualitas tinggi.
Penanganan tomat tahap pertama
meliputi kegiatan saat pemetikan
hasil,
dalam
melakukan
pemanenan
buah
tomat
hendaknya diperhatikan apakah
tujuan pemasaran atau untuk
tujuan
pengolahan-pengolahan
khusus,
seperti
pengalengan,
pembuatan miuman sari buah,
selai dsb.
Panen untuk tujuan pemasaran
segar tentunya harus dilakukan
pada saat buah tomat berada
dalam kondisi sedikit di bawah
masak, dengan demikian pada
waktu buah tomat itu sampai di
pasar kedaannya masak dan
masih segar. Sedangkan jika
panen untuk tujuan pengolahan
(industri) keadaan buah tomat
harus telah masak dengan warna
kulit buah berwarna merah. Panen
sebaiknya menggunakan gunting
agar buah yang masih muda atau
berwarna hijau tidak ikut terambil
Penanganan Pascapanen Produk Nabati dan Hewani
atau berjatuhan, tetapi dengan
tanganpun bisa asalkan dilakukan
dengan hati-hati. Kulit buah tomat
terutama yang telah masak sangat
tipis sehingga mudah sekali rusak.
Para petani umumnya kurang
memperhatikan cara-cara panen
tersebut sehingga kadang-kadang
buah masih muda pun dipetik
sekaligus. Akibatnya kerusakan
fisiologis tidak dapat dihindarkan
lagi. Untuk itu penting diketahui
tahapan-tahapan
penanganan
buah selepas penen yaitu :
Sortasi, hasil panen yang baik
(dengan memperhatikan tujuan
pamasaran
segar
atau
pengolahan). Setelah dipanen
buah
dikumpulkan
di
ruang
penyimpanan sementara untuk
dipilih dan dipisah-pisahkan. Kalau
untuk tujuan pemasaran segar
yang berwarna agak kemerahan,
dikelompokkan
berdasar
kesamaan ukuran. Hasil sortasi ini
dicuci dan dibersihkan, selanjutnya
ditiriskan untuk mengeringkan air
yang masih menempel.
Untuk tujuan pengolahan (industri)
yang
berwarna
merah
dan
keadaannya
telah
masak
dikumpulkan
sampai
tahap
penirisan
dilakukan
proses
penyemprotan
untuk
membersihkan dari segala kotoran.
Selanjutnya dikemas dalam peti
kayu yang kedua sisinya cukup
berventilasi dengan terlebih dahulu
dialasi daun pisang segar yang
bersih. Penyusunan/penempatan
demikian mengingat buah tomat
masih dalam keadaan sedikit di
bawah
masak
optimal
dan
165
diharapkan agar sesampainya di
tujuan, buah telah masak segar
dengan sifat dan warna yang
menarik. Dengan penyusunan
demikian diharapkan pula agar
berlangsungnya proses fisiologis
enzimatis dan kimiawi dalam buah
selama pengepakan tidak sampai
menimbulkan kerusakan.
Pengangkutan/transportasi
juga
perlu diperhatikan, baik ke pasar
lokal atau ke tempat pengolahan
(industri) dengan syarat ditutup
terpal
agar
tidak
terkena
panas/hujan, dan bila memerlukan
perjalanan yang lama sebaiknya
dimasukkan ke tempat yang
diengkapi alat pendingin.
d. Advokat
Tingkat kematangan buah pada
saat dipanen sangat penting
diperhatikan
untuk
tujuan
penyimpanan buah advokat. Waktu
pemetikan
optimum
sangat
dipengaruhi oleh lama waktu
penyimpanan yang diinginkan.
Umur buah yang terlalu tua harus
dihindarkan,
sebab
akan
memberikan flavor (aroma) dan
tekstur yang kurang baik pada
pematangan.
Usaha-usaha
penentuan
kematangan buah untuk dipanen
secara obyektif belum diperoleh.
Biasanya indeks panen yang
digunakan adalah ukuran buah,
warna
dsb,
yang
diperoleh
berasarkan pengalaman petani.
Penanganan Pascapanen Produk Nabati dan Hewani
166
sl.biotrop.org
e. Pisang
Buah pisang biasanya dipanen
pada waktu masih berwarna hijau
dengan tingkat kematangan yang
berbeda.
Apabila
akan
ditransportasikan
jarak
jauh,
biasanya buah dipanen pada
waktu buah masih agak muda (7580% kematangan) dengan sudutsudut buah yang masih kelihatan.
Buah seperti ini akan matang kirakira dalam waktu 3 minggu. Untuk
pengangkutan
jarak
pendek
biasanya pisang dipanen pada
saat 85-95% matang, yaitu ketika
buah telah berkembang penuh
tetapi sudut-sudut buah masih
sedikit kelihatan. Buah seperti ini
akan matang dalam waktu 1-2
minggu. Untuk pemasaran lokal,
sebaiknya pemanenan dilakukan
saat buah telah lebih tua, yang
akan matang dalam waktu kurang
dari 1 minggu.
Indeks panen yang digunakan
dapat bervariasi antar petani dan
antar daerah. Untuk menentukan
saat panen yang tepat, sebaiknya
digunakan
gabungan
kriteriakriteria
tersebut,
misalnya
hilangnya penampakan sudutsudut buah (fullnees of finger),
ukuran buah, dan jumlah hari
setelah keluarnya bunga sampai
buah menjadi tua.
commons.wikimedia.org
f.
Sitrus/Jeruk
Indeks kematangan untuk buah
jeruk bervariasi antar varietas.
Cara yang paling mudah dilakukan
adalah berdasarkan perubahan
warna (dari hijau menjadi kuning).
Tetapi kesulitannya ada beberapa
varietas jeruk yang tidak mudah
berubah warna, sehingga perlu
dilakukan uji rasa.
Standar indeks kematangan buah
jeruk yang berlaku di Filipina
didasarkan atas perubahan warna,
kadar padatan terlarut, kadar
asam,
perbandingan
kadar
padatan dan asam serta kadar sari
buah (rata-rata 50%).
safarouk.fotopages.com
g. Anggur
Untuk buah anggur, indeks panen
yang umum digunakan adalah
Penanganan Pascapanen Produk Nabati dan Hewani
berdasarkan
kadar
padatan
terlarut. Disamping itu beberapa
sifat fisik juga digunakan untuk
menentukan saat pemanenan,
misalnya tekstur daging buah,
warna kulit, serta pembentukan
flavor dan aroma yang khas.
Buah yang akan dijual atau
ditransportasikan pada jarak jauh
harus dipanen waktu kuitnya msih
keras dan belum mengeluarkan
aroma, tetapi daun pada tangkai
buah harus sudah berubah warna
menjadi kuning dan durinya sudah
terbentuk sempurna serta terpisah
jauh satu sama lainnya. Pada
tingkat kematangan ini daging
buahnya agak keras dan berwarna
kuning pucat.
i.
juandanza.blogdrive.com
h. Nangka
Beberapa macam indeks yang
biasa
digunakan
untuk
menentukan waktu panen terbaik
buah nangka adalah:
ƒ bunyi yang ditimbulkan bila
buah dipukul-pukul dengan jari
daun
pada
ƒ menguningnya
tangkai buah
ƒ duri buah telah terbentuk
dengan sempurna dan terpisah
jauh satu sama lain
ƒ duri dapat ditekan dengan jari
ƒ timbunya aroma buh yang khas
Pemetikan buah juga tergantung
apakah untuk konsumsi sendiri
atau untuk dijual ke pasar. Biasanya
buah untuk konsumsi langsung
harus dipanen bila kulitnya telah
agak lunak, daun pada tangkai
buah telah berubah menjadi
oranye dan telah timbul aroma
khas. Pada tingkat kematangan ini
daging buah agak berair.
167
Duku
Buah duku dianggap telah cukup
tua bila semua buah dalam satu
tangkai berwarna kuning tanpa ada
yang berwarna hijau.Timbulnya
bintik-bintik coklat pada kulit buah
dan menghilangnya daun pada
buah,dapat juga merupakan indeks
kematangan.
Biasanya
petani
membiarkan buah duku sampai
tingkat kematangan lebih lanjut
(over mature) karena rasanya akan
lebih manis.
web.ipb.ac.id
j.
Pepaya
Bila diinginkan untuk pemasaran
lokal buah pepaya sebaiknya
dibiarkan dipohon sampai tingkat
kematangan
”firm-ripe”
yang
Penanganan Pascapanen Produk Nabati dan Hewani
ditandai
dengan
adanya
perubahan warna pada ujung buah
dari
hijau
menjadi
kuning
kemerahan. Buah yang dipanen
pada saat tersebut akan matang
dalam waktu 4-5 hari. Indeks
panen lain yang bisa digunakan
adalah total padatan terlarut.
k. Melon (Watermelon)
Tergantung
dari
varietasnya,
terdapat tiga kriteria yang biasanya
digunakan
untuk
menentukan
kematangan buah melon :
ƒ Bunyi yang dikeluarkan waktu
buah dipukul dengan jari
ƒ Bagian buah yang terdapat di
atas tanah berubah warnanya
dari putih pucat menjadi
kuning-krem
ƒ tendoil yang terdapat bersama
buah telah mengkerut dan mati.
4.5. Penanganan Pasca
Panen Produk
Hewani
Hasil-hasil pertanian dari produk
hewani meliputi, air susu, madu,
telur, dan daging.
168
4.5.1. Susu
Susu merupakan bahan pangan
yang tersusun oleh zat-zat makanan
dengan proporsi seimbang, dari
sudut lain air susu dipandang
sebagai bahan mentah yang
mengandung
sumber
zat-zat
makanan yang penting. Diperoleh
dari hasil pemerahan kelenjar
mamae sapi yang sehat, tanpa
atau dengan penambahan zat
tertentu. Komposisinya terdiri atas
komponen utama air, dan sisanya
protein, lemak, hidrat arang,
mineral, dan vitamin.
Sebagai bahan pangan, air susu
dapat digunakan baik dalam
bentuk asalnya sebagai satu
kesatuan, maupun dari bagianbagiannya. Banyak sekali masalah
yang dihadapi dalam penanganan
susu baik dalam pengolahan,
penyimpanan dan penggunaan air
susu. Air susu dapat berasal dari
berbagai binatang baik dari
golongan ruminansia seperti sapi,
kambing, domba, kerbau atau
kijang maupun dari hewan yang
bukan kelompok ruminansia yaitu
kuda.
Dengan pemuliaan (seleksi), kini
ternak-ternak dapat menghasilkan
air susu melebihi kebutuhan yang
diperlukan untuk peratan dan
pertumbuhan anaknya Oleh karena
itu kelebihannya dapat digunakan
manusia untuk keperluan bahan
pangan. Zat-zat makanan yang
terdapat dalam air susu berada
dalam tiga keadaan yang berbeda
yaitu :
wwv.mercola.com
Penanganan Pascapanen Produk Nabati dan Hewani
a. Sebagai
larutan
sejati,
misalnya karbohidrat, garamgaram organik, vitamin-vitamin
dan
senyawa-senyawa
nitrogen bukan protein,
b. Sebagai
larutan
koloidal,
terutama partikel-partikel yang
besar yang dapat memberikn
efek Tyndal. Dalam golongan
ini termasuk protein, enzim,
dan garam-garam yang terkait
dalam misel.
c. Sebagai emulsi, seperti lemak
dan senyawa-senyawa yang
ada hubungannya dengan
lemak
misalnya
gliseridagliserida. Lemak yang terdapat
sebagai
emulsi
tersebut
berbentuk globula-globula.
Susu sebagai hasil sekresi yang
memiliki komposisi sangat berbeda
dari
komposisi
darah
yang
merupakan asal susu, misalnya
lemak susu, casein, laktosa yang
disintesa oleh alveoli dalam
ambing, tidak terdapat di tempat
lain manapun dalam tubuh sapi.
Sejumlah besar darah harus
mengalir melalui alveoli dalam
pembuatan susu yaitu sekitar 50
kg darah yang dibutuhkan untuk
menghasilkan 30 liter susu.
Komposisi Air Susu
Air susu mengandung komponen
gizi yang cukup komplek seperti
terlihat pada Tabel 4.3.
169
Tabel 4.3. Kompoosisi kimia air susu
Komponen kimia
Kadar (%)
Air
87.0
Lemak
3.9
Laktosa
4.9
Protein
3.5
Abu
0.7
Sumber : Buckle, et al. 2007
Kadar zat-zat yang terkandung
dalam air susu dapat bervariasi
tergantung dari beberapa faktor
seperti spesies, individu, musim,
makanan. Spesies hewan satu dapat
memberikan komposisi yang sangat
berbeda dengan spesies yang lain.
Dalam satu spesies karena
terjadinya kelainan proses fisiologis
dari satu individu ke individu yang
lain dapat juga menghasilkan
komponen yang berbeda.
Disamping bahan utama diatas,
dalam air susu juga terkandung
bahan-bahan lain dalam jumlah
sedikit seperti asam sitrat, enzimenzim, fosfolipid, vitamin A,
vitammin B dan vitamin C. Susu
dari binatang selain sapi perah
yang digunakan sebagai sumber
susu dan komposisinya dapat
dilihat pada Tabel 4.4.
Penanganan Pascapanen Produk Nabati dan Hewani
170
Tabel 4.4. Komposisi kimia susu dari berbagai sumber susu
Sumber
susu
Komposisi Kimia
Protein Laktos
Abu
(%)
a (%)
(%)
3,71
4,20
0,79
Kambing
Lemak
(%)
4,09
Air
(%)
87,81
Ikan paus
22,24
11,9
1,79
1,66
63,00
Kelinci
13,60
12,95
2,40
2,55
68,50
Kerbau
7,40
4,74
4,64
0,78
82,44
Kuda
1,59
2,00
6,14
0,41
89,86
Domba
8,28
5,44
4,78
0,90
80,60
Anjing laut
54,0
12,00
Tidak ada
0,53
34,00
Sapi
3,9
3,40
4,80
0,72
87,10
Manusia
3,8
1,20
7,00
0,21
87,60
Sumber : Buckle, et al. 2007
Kandungan air
Air yang terkandung dalam air
susu berkisar antara 32-89%
dengan rataan 87,20%, perubahan
persentase ini tergantung pada
naik turunnya bahan kering yang
terlarut di dalamnya. Air berfungsi
sebagai bahan pelarut zat-zat
penyusun air susu; bahan kering
didalam air susu terdapat dalam
bentuk larutan koloid yaitu protein,
emulsi yaitu lemak dan sebagai
larutan
biasa
yaitu
laktosa,
albumin, mineral dan vitamin. Air
sangat penting sebagai bahan
segar dari bahan kering air susu
serta merupakan bahan encer
dengan bahan keringnya yang
mudah dicerna.
Lemak
Lemak atau lipid terdapat di dalam
susu dalam bentuk jutaan bola
kecil (globula). Butiran-butiran ini
mempunyai daerah permukaan
yang luas dan hal tersebut
menyebabkan susu mudah dan
cepat menyerap flavor asing.
Butiran-butiran
ini
mempertahankan
keutuhannya
karena: 1). Tegangan permukaan
yang disebabkan oleh ukuran yang
kecil dan 2). Karena adanya suatu
lapisan tipis (membran) yang
membungkus butiran tersebut,
yang terdiri atas protein dan
posfolipid.
Pembungkus
ini
mencegah butiran lemak untuk
bergabung dan membentuk butiran
yang lebih besar. Kalau didiamkan
butiran butiran-butiran lemak ini
biasanya
akan
muncul
ke
permukaan susu untuk membentuk
lapisan/krim. Bila susu atau krim
diaduk secara mekanis, lapisan
Penanganan Pascapanen Produk Nabati dan Hewani
tipis
sekeliling
masing-masing
butiran itu bergabung membentuk
masa lemak yang terpisah dari
bagian susu yang lain. Selain
protein, vitamin A, zat warna alami
karoten,
enzim-enzim
tertentu
seperti posfatase, fosfolpid seperti
lecitin dan sterol, koleterol juga
berada pada lapisan tipis lemak
susu. Kira-kira 98-99% dari lemak
susu berbentuk trigliserida, yang
tiga molekul asam lemaknya
diesterifikasi terhadap gliserol.
Monogliserida dan digliserida berisi
satu atau dua asam lemak yang
dihubungkan pada gliserol dan
jumlahnya di dalam susu dapat
mencapai 0,5% digliserida dan
0,04% monogliserida. Komposisi
lemak pada susu sapi 60-75%
bersifat jenuh dan 25-30% tidak
jenuh dan sekitar 4% merupakan
asam lemak polyunaturated.
Kerusakan yang dapat terjadi pada
lemak susu merupakan sebab dari
berbagai perkembangan flavor yang
menyimpang pada produk seperti
ketengikan, yang disebabkan karena
proses hidrolisis dari gliserida dan
pelepasan asam lemak seperti
butirat
dan
kaproat
yang
mempunyai bau keras, khas dan
tidak menyenangkan, tallowiness
yang disebabkan karena oksidasi
asam lemak tak jenuh, flavor
teroksidasi
yang
disebabkan
karena oksidasi fosofolipid, amis/
bau seperti ikan yang disebabkan
karena
oksidasi
dan
reaksi
hidrolisa. Ketengikan terutama
ditimbulkan oleh enzim lipase yang
terdapat secara alami dalam susu.
Pasteurisasi dapat membuat enzim
menjadi inaktif, tetapi ketengikan
masih dapat berkembang pada
171
susu yang sudah dipasteurisasi
karena lipase yang dihasilkan oleh
pertumbuhan
mikroorganisme.
Flavor seperti yang kurang enak
disebabkan karena kondisi seperti
suhu yang tinggi, keasaman,
adanya katalisator logam seperti
tembaga, sinar ultraviolet dan sinar
matahari
yang
cenderung
mempercepat oksidasi asam lemak.
Komponen mikro dari lemak susu
antara lain adalah fosfolipid, sterol,
tokoferol (vitamin E), karoten dan
vitamin A dan D. Susu mengandung
kira-kira 0,3% fosfolipid terutama
lesitin, sphingomielin dan sepalin.
Pada waktu susu dipisahkan
menjadi susu skim dan krim, kirakira 70% dari posfolipid terdapat di
dalam krim. Posfolipid dapat dengan
cepat teroksidasi di udara dan
akibatnya
ikut
menyebabkan
penyimpangan cita rasa susu.
Sterol utama yang terdapat di
dalam susu adalah kolesterol yang
mencapai jumlah 0,015%.
Protein
Protein susu terbagi menjadi dua
kelompok utama yaitu casein yang
dapat diendapkan oleh asam dan
enzim renin serta protein whey
yang dapat mengalami denaturasi
oleh panas pada suhu kira-kira
67,5oC. Casein adalah protein
utama susu yang jumlahnya
mencapai kira-kira 80% dari total
protein. Casein terdapat dalam
bentuk casein kalsium (senyawa
kompleks dari kalsium posfat) dan
terdapat dalam bentuk partikelpartikel kompleks koloid yang
disebut micelles. Partikel-partikel
casein dalam susu segar tampak
Penanganan Pascapanen Produk Nabati dan Hewani
sebagai
bulatan-bulatan
yang
terpisah dengan garis tengah
sekitar 10-200 milimikron.
Pasteurtisasi nampaknya tidak
mengubah penyebaran casein.
Homogenisasi susu menyebabkan
sebagian
dari
partikel-partikel
casein menyatu dengan butiran
lemak. Partikel-partikel casein ini
dapat
dipisahkan
dengan
sentrifugasi kecepatan tinggi atau
dengan
penambahan
asam.
Pengasaman susu oleh kegiatan
bakteri
juga
menyebabkan
mengendapnya
casein.
Bila
terdapat cukup asam yang dapat
mengubah pH susu menjadi kirakira
5,2-5,3
akan
terjadi
pengendapan
disertai
dengan
melarutnya garam-garam kalsium
dan posfor yang semula terikat
pada protein secara berangsurangsur pada titik isoelektrik pH 4,64,7 casein diendapkan sehingga
bebas dari semua garam organik.
Sesudah pengendapan, casein
dapat dilarutkan kembali dengan
menambah alkali asam, pada pH
8,5. Casein itu sendiri terdiri atas
campuran
sekurang-kurangnya
tiga komponen protein yang diberi
istilah casein alpha, betha dan
gamma.
Setelah lemak casein dihilangkan
dari susu, air sisanya dikenal
sebagai whey. Kira-kira 0,5-0,7%
dari bahan protein yang dapat larut
tertinggal dalam whey yaitu
protein-protein laktalbumin dan
laktoglobulin. Laktalbumin berjumlah
kira-kira 10% dari protein susu
seluruhnya
dan
jumlahnya
merupakan
kedua
terbesar
sesudah kasein. Laktalbumin ini
mudah dikoagulasi oleh panas
172
meskipun
prosedur-prosedur
pasteurisasi yang biasa tidak
banyak merusak sifat protein whey.
Susu digunakan sebagai sumber
casein komersil, biasanya ke
dalam susu skim atau susu dengan
kandungan lemak yang sangat
rendah, ditambahkan asam untuk
mengendapkan sein. Sesudah
dipisahkan dari whey ”tahu” dari
kasein dicuci dengan air, ditiriskan,
dipres
dipotong-potong
dan
dikeringkan. Casein digunakan
sebagai garam kalsium untuk
memperbaiki sifat adukan dari krim
yang terbuat dari lemak tumbuhtumbuhan
yang
dipergunakan
sebagai bahan pelapis atas
(topping) dan untuk memperbaiki
keseluruhan struktur asam krim
dan yoghurt. Casein dapat diubah
menjadi lem (jika dibuat bersifat
basa dengan penambahan kapur,
sodium karbonat, boraks, atau
triethanolamine),
atau
diubah
menjadi suatu lapisan dalam
pembuatan kertas atau suatu
bahan pokok untuk pembuatan
sejenis plastik yang digunakan
untuk membuat kancing, hiasan,
dan akhirnya juga digunakan
dalam produksi tekstil yang bersifat
seperti wool.
www.rileks.com/
akishmu.wordpress.com
4.5.2. Madu
Penanganan Pascapanen Produk Nabati dan Hewani
Madu merupakan produk yang unik
dari
hewan,
mengandung
persentase karbohidrat yang tinggi,
tidak ada mengandung protein
ataupun lemak. Nilai gizi madu
sangat tergantung dari kandungan
gula-gula sederhana, fruktosa dan
glukosa.
Bahan pangan ini bersifat kental
dengan warna emas sampai gelap
diproduksi di dalam kandungan
madu dari berbagai jenis tawon
dari berbagai nektar bunga. Rasa
dan harumnya madu sangat
dipengaruhi oleh jenis bunga asal
nektar bunga tersebut.
Madu yang diproduksi secara
komersial tidak diperoleh dari
lebah liar tetapi dari domestic
honey bees. Nektar tersebut
diperam sehingga menjadi madu
dengan cara inversi sebagian
besar dari gula sukrosa menjadi
gula levulosa atau fruktosa dan
dekstrosa (glukosa), diikuti dengan
penguapan air yang berlebihan
dengan ventilasi dari sayap yang
dihempas-hempaskan.
Madu adalah nektar atau eksudat
gula
dari
tanaman
yang
dikumpulkan oleh lebah madu,
diolah dan disimpan didalam
sarang madu dari lebah Apid
mellifera. Madu mempunyai sifatsifat yang secara optis dapat
memutar kekiri (levo rotary) bidang
polarisasi, dan mengandung tidak
lebih dai 25% kadar air, 0,25% abu
dan 8% sukrosa.
Madu yang dijual di pasaran
dibedakan dalam 3 bentuk yaitu 1).
Madu dalam sarang, yaitu madu
173
yang secara alamiah masih tetap
terdapat dalam sarang, 2). Madu
hasil ekstraksi, yaitu madu yang
didapatkan melalui proses gravitasi
atau pemusingan dari sarang lebah
yang tidak dirusakkan, 3). Madu
hasil perasan yaitu madu yang
didapatkan
setelah
melewati
pemerasan dan penyaringan dari
sarang lebah yang telah diremukkan.
hanieliza.fotopages.com/
shw.fotopages.com
4.5.3. Ikan
Ikan merupakan bahan pangan
hewani yang berasal dan hidup di
perairan. Karena hidup di dalam air
maka secara otomatis komponen
yang membentuk tubuh ikan
banyak
dipengaruhi
keadaan
perairannya. Ikan yang hidup di
perairan
laut
akan
berbeda
komposisinya dengan ikan-ikan
yang hidup di perairan payau dan
tawar.
Faktor-faktor yang mempengauhi
mutu ikan sebagai ikan basah yang
baru ditangkap adalah :
a. Jenis ikan. Ada jenis ikan yang
mudah sekali busuk, seperti
lemuru,
kerang-kerangan,
molusca dan crustacea dan
adapula yang tahan lama
seperti ikan bandeng, tuna,
dan cakalang
Penanganan Pascapanen Produk Nabati dan Hewani
b. Ukuran ikan. Umumnya ikan
yang ukurannya kecil lebih
cepat
rusak
dibandingkan
dengan
ikan-ikan
yang
berukuran besar. Hal ini
disebabkan karena ikan-ikan
yang
berukuran
kecil,
disamping
luas
tubuhnya
sempit,
juga
disebabkan
dagingnya
masih
belum
kompak, terutama pada ikan
muda sehingga penguraian
daging oleh kegiatan mikroba
akan berlangsung cepat.
c.
Kondisi biologis. Ikan-ikan
yang saat ditangkap dalam
keadaan kenyang akan lebih
cepat
menjadi
busuk
dibandingkan dengan ikan
yang dalam keadaan lapar.
Pembusukan ini disebabkan
oleh dari cepatnya isi perut dan
dinding
perut
mengalami
penguraian dan pembusukan,
mengingat isi perut merupakan
salah satu sumber mikroba.
d. Suhu air saat ikan ditangkap.
Suhu air akan berpengaruh
pada kecepatan pembusukan.
Kalau ikan ditangkap pada
suhu air yang tinggi akan
mempercepat
proses
pembusukan
dibandingkan
dengan ikan yang ditangkap
pada suhu rendah. Suhu yang
tinggi akan mempengaruhi
kecepatan
perubahan
komposisi daging ikan.
e. Cara
penangkapan
dan
kematian, ikan yang ditangkap
dengan suatu jenis alat
tangkap tertentu (jala atau
pancing) yang dalam proses
174
kematiannya
banyak
mengeluarkan tenaga untuk
melepaskan diri dari jeratan
alat
tangkap
dapat
mempercepat proses rigor
mortis
dan
pembusukan
dibandingkan dengan ikan
yang diproses kematiannya
dalam keaadaan tenang.
f.
Cara penanganan. Pengangkutan
dan
pendistribusian
ikan
pascapenangkapan
ikan
sangat mempengauhi mutu
ikan.
Ikan-ikan
yang
diperlakukan secara kasar dan
kurang
hati-hati
sehingga
terjadi pelukaan dan lecet-lecet
pada tubuhnya akan lebih
cepat mengalami pembusukan
dibandingkan dengan ikan
yang diperlakukan secara baik.
Luka pada tubuh ikan akan
menjadi
pintu
masuknya
mikroba dan mempercepat
prombakan pada daging ikan.
Kesegaran ikan merupakan hal
yang sangat penting dalam industri
perikanan karena menyangkut
kualitas produk agar dapat diterima
oleh konsumen. Ikan tergolong ke
dalam
produk
yang
cepat
mengalami pembusukan pada
suhu kamar. Mutu kesegaran ikan
mempunyai arti penting dalam
pemanfaatan sumber daya yang
lebih rasional dan berdaya guna.
Faktor-faktor yang mempengaruhi
ikan cepat busuk yaitu faktor internal
(komposisi kimia ikan, umur ikan,
jenis ikan, ukuran ikan, jenis
makanan saat ikan ditangkap, dan
cara kematian ikan), faktor eksternal
(suhu air saat ikan ditangkap,
Penanganan Pascapanen Produk Nabati dan Hewani
daerah
penangkapan,
alat
penangkapan, cara penangkapan,
tersedianya air bersih dan es).
Disamping itu mutu kesegaran juga
mempunyai arti penting bagi
semua pihak yang terlibat, baik
dalam
pembangunan
dan
pembinaan perikanan maupun
dalam
pengusahaan
hasil
perikanan yaitu dari produksi,
pasca
panen,
pengolahan
pemasaran hingga konsumsi.
Penanganan Ikan Segar
Penanganan ikan segar sangat
memegang
peranan
penting,
sebab tujuan utama penanganan
ikan adalah mengusahakan agar
kesegaran ikan setelah tertangkap
dapat
dipertahankan
selama
mungkin.
Penanganan
yang
dilakukan bukan berarti mencegah
proses
pembusukan,
tetapi
mempertahankan
atau
memperlambat agar ikan itu tetap
dalam keadaan segar.
Dalam penanganan ikan segar,
suhu lingkungan atau tempat
dimana ikan itu ditempatkan harus
selalu diusahakan agar tetap
rendah, mendekati 0oC, dan suhu
ini harus selalu dijaga agar tetap
stabil. Begitu juga dengan hasil
laut lainnya harus tetap dijaga
dengan baik, harus dihidarkan dari
sinar
matahari
langsung.
Kekurangan
es
selama
pengangkutan tidak lagi bisa
mempertahankan suhu rendah,
maka proses pembusukan ikan
menjadi lebih cepat, untuk itulah
dalam setiap pengangkutan ikan,
pengemasan
sebelum
ikan
175
dikonsumsi, es yang digunakan
usahakan tidak cepat mencair.
Pendinginan pada ikan-ikan segar
harus disesuaikan dengan fasilitas
dan jarak yang ditempuh, biaya
yang dibutuhkan dan jenis ikan
yang diinginkan. Untuk unit yang
tergolong lengkap pendinginan
dilakukan dengan menggunakan
es kering (dry ice) yang dapat
menghasilkan suhu sampai 0oC,
atau menggunakan nitrogen cair.
Es juga berfungsi sebagai pencuci
saat ikan didinginkan, air yang
berasal dari cairan es akan
menghanyutkan
substansisubstansi yang dibutuhkan oleh
mikroorganisme,
sehingga
pertumbuhan bakteri pembusuk
menjadi terhambat dan secara
langsung dapat memperpanjang
kesegaran ikan sampai jangka
waktu tertentu.
Penanganan Ikan Segar di Kapal
Penanganan ikan di kapal atau
perahu-perahu ikan merupakan
langkah
pertama
dalam
penanganan ikan untuk diproses
lebih lanjut, sebab dari sini mutu
ikan dapat ditentukan :
a. Penanganan ikan dari perahu
nelayan tradisonal
Fasilitas-fasilitas yang terdapat
pada perahu sangat sederhana
dan bahan pengawet seperti
es balok dan es kering juga
mahal
maka
nelayan
mengawetkan hasil tangkapannya
dengan merendam ikan dalam
air untuk mempertahankan
kesegaran
ikan
dan
Penanganan Pascapanen Produk Nabati dan Hewani
menghindari kontak langsung
dengan sinar metahari untuk
mencegah oksidasi. Ada juga
nelayan yang menggunakan
pecahan
es
atau
untuk
menahan laju pencairan es
dengan mencampur es dengan
garam. Kondisi ikan saat
ditangkap banyak berontak
akan mempercepat kondisi rigor
mortis, luka memar akibat alat
tangkap dan kerusakan fisik
lainnya, akan mempercepat
pembusukan
ikan
karena
bakteri akan mudah masuk ke
dalam tubuh ikan melalui
permukaan kulit yang luka.
b. Penanganan ikan segar di
kapal-kapal besar
Penanganan ikan di kapal
besar umumnya lebih baik dan
sudah dipersiapkan sarana
dan prasarananya yang lebih
lengkap. Kapal-kapal tersebut
telah dilengkapi fasilitas yang
cukup
memadai,
karena
penangkapan ikan di laut
dilakukan sampai berhari-hari
sehingga kesegaran ikan juga
harus dipertahankan.
Penanganan ikan segar dikapal
meliputi tahapan sebagai berikut:
Dressing (penyiangan ikan).
ƒ
Ikan
dibersihkan
dari
kotoran yang menempel
saat diangkat dari perairan,
selanjutnya ikan disortir
berdasarkan jenis dan
ukurannya.
Penyiangan
dilakukan pada ikan besar
dengan
cara
menghilangkan isi perut
dan insangnya, karena isi
perut ikan merupakan
sumber
mikroba
176
ƒ
ƒ
ƒ
pembusuk, sedang ikan
yang kecil tidak disiangi
dan hanya diproses sesuai
dengan permintaan pasar.
Pencucian
Pencucian bertujuan untuk
membersihkan ikan dari
sisa-sisa darah akibat
proses penyiangan serta
membebaskan tubuh ikan
dari bakteri pembusuk.
Pencucian dilakukan dengan
air bersih yang mengalir,
dan penggunaan air dingin
sangat dianjurkan.
Pengaturan ikan dalam
palka/cool box
Segera
setelah
ikan
ditangkap,
ikan
harus
dimasukkan
ke
palka.
Bagian bawah palka sudah
bersih dan ditabuiri es/
pecahan es setebal 20 cm.
Ketika
dipindahkan,
pemindahan ikan harus
dilakukan dengan hati-hati
dan cepat. Penyusunan
ikan
harus
diatur
berselang-seling antara ikan
dengan pecahan es. Tinggi
susunan sebaiknya hanya
maksimum 1 m. Hal ini
untuk mengurangi resiko
ikan yang berada di bagian
bawah tidak tergencet/
menjadi gepeng untuk setiap
1 m, dan perlu diberi sekat.
Pendinginan
Pendinginan di dalam palka
dapat diatur sebagai berikut:
- Palka sebelum dipakai
harus dalam keadaan
bersih.
Pada
sudut
bawah dilengkapi lubang
pengeluaran.
Bagian
bawah isi hancuran es
setebal 20 cm untuk
Penanganan Pascapanen Produk Nabati dan Hewani
lama pelayaran 7 hari.
Untuk penambahan lama
pelayaran 1 hari maka
lapisan
es
harus
ditambah 2,5 cm.
- Penyusunan
ikan
dapat
dilakukan
dengan cara perut ikan
menghadap ke bawah,
tubuh ikan dikelilingi
es setebal 4 cm dan
tidak boleh menyentuh
dinding
palka.
Penyusunan
sampai
mencapai tinggi 1 m
- Secara
keseluruhan
perbandingan
es
dengan ikan adalah
1:2,
sudah
dapat
menjamin suhu pendingin
rata-rata 0oC.
Penanganan
Pelabuhan
Ikan
Segar
di
Beberapa
hal
yang
perlu
diperhatikan pada penanganan
ikan segar setelah sampai di
pelabuhan adalah mengusahakan
agar
waktu
melakukan
pembongkaran ikan tidak sampai
menimbulkan
luka-luka
pada
bagian kulit ikan, karena akan
mempercepat proses pembusukan.
Perlakuan yang hati-hati dan
cekatan harus mendapat prioritas.
Penggunaan alat yang tajam dan
perlakuan kasar tidak diperbolehkan.
Untuk tetap menjaga kesegaran
ikan maka suhu dingin harus tetap
dipertahankan karena kesegaran
ikan bersifat temporer, dan akan
berubah seiring berubahnya suhu.
Selain itu harus dihindari kontak
dengan sinar matahari secara
langsung.
177
Penanganan Ikan Segar pada
Waktu Transportasi
Agar ikan tiba ditujuan dalam
keadaan tetap segar, maka harus
digunakan sarana angkutan yang
tepat dan cepat dilengkapi unit
pendingin
yang
bertujuan
memperlambat proses pencairan
es dengan cara memperlambat
penetrasi panas dari luar. Wadah
pengangkutan bisa dari wadah
berinsulasi seperti cool box dengan
unit pendingin/ refrigerator.
Penanganan
Pedagang
Ikan
di
Tingkat
Selama penanganan ikan segar
ditingkat pedagang, ikan harus
tetap diperlakukan pada suasana
dingin sehingga kesegarannya
dapat dijaga,. Kondisi kebersihan
sarana
dan
prasarana
juga
diperhatikan. Perlakuan seperti ini
akan menjamin kualitas ikan segar
sampai ke tangan konsumen.
www.silose.com/www.pisangkremes.com
4.5.4. Telur
Telur merupakan salah satu hasil
ternak terutama telur unggas yang
bernilai gizi tinggi seperti hasil
ternak lainnya, sebenarnya telur
yang dihasilkan oleh hewan
tertentu adalah digunakan untuk
Penanganan Pascapanen Produk Nabati dan Hewani
kelanggengan
hidupnya
atau
sebagai alat berkembang biak.
Akan tetapi mengingat nilai gizi
yang tinggi maka telur dapat
digunakan sebagai baha pangan.
Telur merupakan hasil hasil
pembuahan sel telur pada hewan
betina oleh sperma dari hewan
jantan, sehingga telur merupakan
calon hewan dewasa. Oleh kerena
itu telur mengandung bahan-bahan
atau zat-zat yang sam dengan
induknya.
Dari sekian banyak telur yang
dihasilkan oleh berbagai hewan
hanya beberapa jenis telur yang
dapat dikonsumsi manusia yaitu
antara lain telur ayam, bebek, puyuh
dan telur penyu. Berdasarkan asal
hewannya, bentuk telur bermacammacam mulai dari hampir bulat
sampai lonjong. Ukuran bentuk telur
biasa dinyatakan dengan indeks
perbandingan antara panjang dengan
lebar dikalikan 100. Disamping itu
bentuk dan ukuran telur bermacammacam. Besar telurpun bervariasi,
ada yang berat ada pula yang ringan.
Pengaruh jenis hewan juga penting,
seperti telur bebek lebih besar dari
telur ayam dan warnanyapun
berbeda-beda, faktor-faktor yang
mempengaruhi
besar
telur
diantaranya: jenis hewan, umur,
perubahan musim, waktu bertelur,
sifat turun temurun induk, umur
pembuahan, berat tubuh induk dan
makanannya.
178
kayla2107.blogspot.com
Perbedaan warna telur juga
dipengaruhi oleh jenis induk, seperti
telur ayam berwarna putih, kuning
sampai kecoklatan. Sedangkan
telur bebek berwarna biru langit.
Kadang-kadang telur ada yang
berbintik-bintik hal ini disebabkan
karena adanya kapang yang
tumbuh pada permukaan kulit telur.
Struktur Telur
Telur terdiri dari tiga komponen
utama yaitu: kuning telur, putih
telur dan kulit telur beserta selaput
pembungkusnya.
Berdasarkan
berat rata-rata telur itik, persentase
putih telur, kuningtelur dan kulit
telur masing-masing 57%,32%,
dan 11%.
Di dalam telur bagian kuning telur
terdapat pada bagian yang paling
dalam, diikat oleh putih telur
melalui struktur jonjot berpilin yang
disebut khalaza. Kuning telur
dibungkus oleh suatu selaput
(membran) yang disebut membran
vitelina, sedangkan bagian luar
putih telur dikelilingi oleh dua buah
membran. Kedua membran ini
terpisah sehingga membentuk
ruangan (rongga udara) yang
merupakan rongga yang berfungsi
Penanganan Pascapanen Produk Nabati dan Hewani
sebagai tempat persendian udara
pada saat embrio bernafas. Oleh
karena itu letak embrio pada telur
dibelakang rongga udara.
a. Kulit telur
Telur unggas biasanya mempunyai
kulit yang halus, kuat dan
berkapur,
faktor-faktor
yang
mempengaruhi ketebalan kulit telur
antara lain sifat turun temurun dari
induk, musim, makanan dan faktor
fisiologis lainnya. Tebal kulit telur
sangat bervariasi, tetapi umumnya
berkorelasi dengan besarnya telur.
Kekuatan dan ketebalan kulit telur
menjadi
pelindung
isi
telur
terhadap serangan-serangan dari
luar. Dalam kondisi lingkungan
yang baik dan kulit tetap utuh
maka isi telur akan aman dari
serangan mikroba, namun apabila
ada sedikit saja keretakan atau
lubang pada kulit telur, maka isi
telur akan sangat mudah terserang
mikroba.
Strukturnya
dapat
dibedakan
menjadi empat bagian yaitu
kutikula, lapisan bunga karang,
lapisan mamila dan lapisan
membrana.
Kerabang
telur
merupakan kerangka yang terdiri
dari bahan matrik organik yang
tersusun berupa anyaman serabut
kolagen seperti protein dan bahan
mineral yaitu sebagian besar terdiri
dari karbonat dan posfat dari
kalsium dan magnesium serta
sebagian besar berupa kalsium
karbonat. Permukaan kerabang
telur agak berbintik-bintik .
Pada
permukaan
terdapat pori-pori
kulit
yang
telur
tidak
179
beraturan bentuknya, peranan dari
pori-pori
ini
adalah
untuk
pertukaran gas. Semakin lama
telur disimpan maka pori-pori kulit
telur yang terbuka akan semakin
banyak. Telur yang baru ditelurkan
permukan kulitnya berlendir dan
lendir ini akan mengering dengan
cepat
sehingga
membentuk
kutikula yang menutupi pori-pori
kulit
telur.
Kutikula
adalah
pembungkus terluar yang bersifat
transparan dan sangat tipis serta
terbentuk oleh bahan ”mucin”
suatu protein. Ketebalan kutikula
pada telur mencapai 0,03 mm,
sedangkan pada telur ayam
mencapai 0.005-0.01 mm. Sifat
kutikula ini tidak mempunyai poripori, namun dapat dilalui oleh gas
CO2 yang bisa keluar dari isi telur.
Lapisan spons adalah bagian
terbesar dari kulit telur yang
letaknya
di
bawah
kutikula.
Lapisan ini terdiri dari protein yang
berbentuk anyaman dan lapisan
kapur yang terdiri dari kalsium
karbonat,
kalsium
posfat,
magnesium karbonat, magnesium
posfat. Lapisan mamila adalah
lapisan yang terdiri dari jonjotjonjot kapur (mamilae). Lapisan ini
merupakan lapisan ketiga pada
kulit telur yang tebalnya kurang
lebih sepertiga dari tebal kulit.
Lapisan
selaput
kulit
telur
(membrana) terdiri dari dua
lapisan. Ketebalannya sekitar 65
mikron. Makin kearah bagian
tumpul makin tebal. Lapisan luar
melekaat erat pada kerabang telur
dan sulit dipisahkan.
b. Putih telur
Penanganan Pascapanen Produk Nabati dan Hewani
Putih telur menempati 60% dari
seluruh telur. Bagian tersebut
dinamakan albumen. Umumnya
40% dari putih telur merupakan
cairan
kental
dan
sisanya
merupakan bahan setengan padat.
Putih telur dibagi menjadi 4
kelompok yaitu :lapisan encer luar
(23,2%), lapisan kental luar
(57,3%), lapisan encer dalam
(16.38%) dan lapisan kental dalam
(2.7%).
Lapisan
kental
dalam
ini
mengelilingi kuning telur seutuhnya.
Khalaza sebagai lapisan berphilin
akan mempertahakan kuning telur
agar tetap berada di tengah. Putih
telur bersifat alkalis dengan pH
sekitar 7,6.
Putih telur bersifat antibakteri yaitu
suatu sifat yang dapat membunuh
atau
mencegah
pertumbuhan
bakteri. Sifat ini disebabkan karena
putih telur mempuyai pH yang
tinggi, adanya enzim lisozim dan
senyawa avidin yang mengikat
biotin. Aktivitas enzim proteoliotik
menyebabkan rusaknya struktur
serat
dari
ovomucin
dan
berkurangnya elastisitas putih telur
sehingga putih telur menjadi rusak.
c. Kuning telur
Pada permukaan kuning telur
terdapat suatu bintik putih. Dalam
keadaan tidak berlembaga disebut
blastodisk (germ) dan dalam
keadaan
berlembaga
disebut
blastoderm. Blastodisk memiliki
ukuran
yang
lebih
kecil
dibandingkan dengan blastoderm
yang pada telur fertil germ ini
berkembang
menjadi
embrio,
khususnya yang dihasilkan oleh
180
suatu proses pembuahan pada
telur,
sehingga
kuning
telur
merupakan bagian terpenting pada
telur Selain itu kuning telur penuh
dengan zat-zat gizi tinggi yang
berfungsi
untuk
menunjang
kehidupan embrio. Bentuk kuning
telur hampir bulat, berwarna kuning
sampai
jingga
dan
terletak
ditengah-tengah telur.
Kuning telur terdiri dari lapisanlapisan yang berselang seling.
Lapisan yang tipis dan terang
disebut ”ligh yolk layer”, sedangkan
lapisan yang tebal dan kuning
gelap disebut dengan ”dark yolk
layer”. Bagian tengah sebagai
pusat dari kuning telur disebut
”latebra” berwarna keputih-putihan.
Latebra jumlahnya 0,6% dari
seluruh kuning telur, pH kuning
telur sekitar 6, lebih asam dari
putih telur. Seluruh kuning telur
dibungkus oleh suatu selaput yang
disebut membran vitelina, yang
mempuyai ketebalan 24 mikron,
terbuat dari protein berbentuk
musin dan keratin. Sifat lapisan ini
sangat kuat dan elastis.
Rongga Udara
Telur yang baru dikeluarkan oleh
induknya belum memiliki rongga
udara. Tetapi setelah 6-10 menit,
rongga udara timbul dengan
diameter 0,5-0,9 cm (0,1-0,2 cc
volume).
Rongga
udara
ini
merupakan rongga yang terdapat
pada bagian tumpul isi telur dan
berfungsi sebagai pemberi udara
pada saat embrio bernafas. Oleh
karena itu letak embrio pada telur
tepat dibelakang rongga udara.
Rongga udara ini muncul akibat
Penanganan Pascapanen Produk Nabati dan Hewani
perbedaan suhu luar yang lebih
rendah dari suhu tubuh induknya
yang bersuhu lebih tinggi.
Komposi Kimia Telur
Bagian utama isi telur segar adalah
air, kemudian menyusul bahan
organik terutama protein dan
lemak dengan sejumlah kecil
karbohidrat.
Bahan
anorganik
terdapat kira-kira 1% dari isi telur
dan terdapat bahan lain dalam
jumlah yang lebih kecil.
Elemen utama yang termasuk
dalam unsur kimia dari telur adalah
karbon,
oksigen,
nitrogen,
hidrogen, fosfor dan sulfur. Bahan
kering
telur
ayam
rata-rata
mengandung karbon 53%, oksigen
20%, nitrogen 15%, hidrogen 7%,
fosfor 4% dan sulfur 1%,
sedangkan komposisi kimia telur
itik dapat dilihat pada tabel 4.5.
Tabel 4.5. Komposisi Telur Itik
Komposisi
Telur itik
181
Perubahan-perubahan yang
Terjadi Selama Penyimpanan
Telur
Telur sebagai bahan makanan
yang sangat labil, artinya mudah
mengalami perubahan-perubahan
apabila tidak diperlakukan dengan
baik, terutama bila masih dalam
keadaan mentah. Telur mentah
yang dibiarkan di udara terbuka
(disimpan dalam suhu kamar)
dalam waktu yang lama akan
mengalami beberapa perubahan
seperti :
Perubahan Bau dan Cita Rasa
Secara alamiah telur sebenarnya
tidak berbau, akan tetapi selama
penyimpanan,
telur
dapat
menyerap bau-bauan disekitarnya
melalui pori-pori kulitnya. Telur
sangat cepat menyerap bau-bauan
luar terutama kalau dekat dengan
desinfektan, jamur, sayur, atau
buah busuk dan lain-lain. Dari
faktor internal, bau dapat muncul
akibat pemecahan unsur-unsur
kimia dari isi telur terutama dari
kerja mikroba dan akibat pengaruh
suhu tinggi. Sedangkan cita rasanya
terutama kuning telur dijumpai rasa
yang khas dan berbeda-beda
dengan cita rasa telur segar.
Kalori (kal)
187
Protein (g)
11.8
Lemak (g)
14.2
Karbohidrat (g)
3.0
Kalsium (mg)
68
Fospor (mg)
268
Besi (mg)
6.0
Perubahan pH
Vitamin A (µg)
180
Vitamin B1(mg)
0.02
Vitamin C (mg)
0.0
Air (g)
70.0
pH normal pada putih telur segar
adalah 7,6-8,2, setelah 1 minggu
pH putih telur meningkat menjadi
9,0-9,7, kemudian untuk beberapa
hari saat pH konstan dan bisa
turun kembali. Hal ini disebabkan
Sumber : Depkes RI, 2001
Penanganan Pascapanen Produk Nabati dan Hewani
karena adanya kerusakan susunan
kimia dalam telur.
Penurunan Berat Telur
Penurunan berat telur dapat terjadi
terutama akibat penguapan air
yang berasal dari telur yang
berlangsung
secar
kontinyu.
Proses ini juga bisa diakibatkan
oleh penguapan gas dari dalam
telur yang berasal dari pemecahan
unsur-unsur kimia yang berasal
dari zat-zat organik isi telur. Gasgas tersebut antara lain CO2,
Amonia, dan Nitrogen.
182
Perubahan Indeks Putih Telur
Ideks putih telur merupakan
perbandingan antara tinggi putih
telur (albumen) dengan rata-rata
lebar albumen terpendek dengan
terpanjang. Pada telur segar nilai
ini berkisar antara 0,050-0,174 dan
dalam keadaan normal sekitar
1,090-0,120. Selama penyimpanan
terjadi penurunan indeks putih telur
yang sangat dipengaruhi oleh
suhu. Semakin rendah suhu
penyimpanan,
maka
semakin
rendah indeks putih telur tersebut.
Perubahan Indeks Kuning Telur
Pembesaran Rongga Udara
Pembesaran rongga udara terjadi
akibat proses penguapan air dan
ga-gas dari dalam telur. Biasanya
rongga udara terbentuk 6-10 menit,
setelah dikeluarkan induknya dengan
diameter sekitar 0,5-0,9 cm.
Setelah 2 jam diameternya menjadi
1,3-2,5 cm. Selama disimpan akan
menjadi semakin besar.
Penurunan Berat Jenis
Penurunan berat jenis terjadi
karena kehilangan berat telur
tersebut. Keadaan ini tampak jelas
bila telur terapung pada saat
dicelupkan ke dalam air. Setelah
disimpan selama 3 bulan, berat
jenis akan turun sekitar 0,825. ratarata berat telur ayam segar yang
bentuknya normal sekitar 1,095
dan yang tidak normal lebih rendah
yaitu 1,088-1,090. Disamping itu
berat jenis juga dipengaruhi oleh
tebal kulit. Semakin tebal kulit
semakin besar berat jenisnya.
Indeks kuning telur merupakan
perbandingan antara tinggi dengan
garis tengah kuning telur. Indeks
kuning telur segar berkisar antara
0,30-0,50, umumnya antara 0,390,45. Yang mempengauhi indeks
kuning telur adalah berat kuning
telur
dan
umur
simpannya.
Semakin kecil beratnya, maka
semakin besar indeksnya dan
semakn lama disimpan maka
semakin menurun indeks kuning
telur tersebut.
Perubahan Nilai Haugh Unit (HU)
Haugh Unit merupakan suatu unit
yang memberi korelasi antar tinggi
putih telur yang ketal dengan berat
telur. Semakin baik kualitas putih
telur ditunjukkan oleh nilai HU yang
tinggi, pada telur yang baru keluar
nilai HU bisa mencapai 100.
Pengenceran Isi Telur
Pengenceran isi telur terjadi untuk
telur yang telah lama disimpan
akibat pecahnya membran vitelina
Penanganan Pascapanen Produk Nabati dan Hewani
yang membatasi putih dan kuning
telur sehingga kedua bagian ini
bercampur. Keadaan ini dapat
diamati dengan menempatkan telur
yang sudah dipecahkan pada
bidang datar. Telur yang masih
segar mempunyai bagian putih dan
kuning yang tebal, sedangkan telur
yang lama disimpan ditandai
dengan bentuknya yang lebar dan
rata.
Mikrobiologi Telur
Telur segar secara teoritis adalah
telur yang baru saja dikeluarkan
oleh induknya, apabila disimpan
dengan baik dapat dipasarkan
sebagai telur konsumsi dalam jangka
waktu dua sampai tiga minggu.
Sebagian besar telur yang baru
dikeluarkan induknya, bebas dari
mikroba baik pada kulitnya maupun
isi telur. Namun demikian kontak
telur dengan sarangnya atau
kotorannya dapat mengakibatkan
adanya perbedaan tekanan osmose
antara kuning telur dengan putih
telur. Perpindahan air dari putih
telur ke kuning telur juga diikuti
oleh masuknya mikroba ke kuning
telur sehingga akan merusak kuning
telur yang menyebabkan kuning
telur keadaannya menjadi lemah
dan akhirnya akan mudah pecah.
Telur yang disimpan akan mengalami
beberapa perubahan fisik maupun
kimiawi pada telur. Perubahan fisik
umumnya
disebabkan
karena
peguapan air dan gas-gas dari
dalam telur, sedangkan perubahan
kimiawi umumnya disebabkan oleh
aktivitas mikroba dalam telur.
Semakin banyak pori-pori yang
terbuka, penguapan dan penyusutan
isi telur akan semakin besar,
disamping itu bakteri dan jamur
183
mudah masuk kedalam telur
sehingga
berpengaruh
buruk
terhadap isi telur, walaupun banyak
bakteri dan jamur yang dapat
ditahan oleh selaput telur dan putih
telur, tetapi ada juga yang sampai
kekuning telur dan berkembang
disana, sehingga mengakibatkan
telur menjadi bususk dan rusak.
Terkontaminasinya
telur
oleh
mikroba
tergantung
dari
kelembaban dan suhu tempat
penyimpanan
serta
hilangnya
lapisan kutikula pada permukaan
kulit telur, sehingga mikroba
mudah masuk kedalam telur dan
berkembang biak. Jumlah mikroba
pada setiap permukaan kulit telur
antara 102-107 atau rata-rata 105
koloni/ml, walaupun pada bagian
permukaan kulit telur banyak
ditemui mikroba, tetapi tidak
semua bagian permukaan kulit
telur banyak ditemui mikroba,
tetapi tidak semua mikroba akan
mencemari isi telur. Hal ini
disebabkan
karena
telur
mempunyai
mekanisme
pertahanan yang sangat kompleks.
Komponen
yang
memegang
peranan dalam hal ini adalah
kutikula, kerabang kulit telur,
selaput
kulit
telur,dan
sifat
atibakteri pada telur yang dapat
membunuh
atau
mencegah
pertumbuhan bakteri sifat ini
disebabkan oleh karena putih telur
mempunyai pH yang tinggi dan
adanya
enzim
lisosim
dan
senyawa avidin yang mengikat
biotin. Walaupn demikian tidak
berarti telur akan bebas dari
serangan mikroba yang dapat
membuat telur menjadi rusak.
Kerusakan dan kebusukan telur
Penanganan Pascapanen Produk Nabati dan Hewani
akan dipercepat bila diletakkan
pada tempat yang lembab dan
kotor.
Mikroba yang umum terdapat di
dalam
telur
adalah
jenis
Pseudomonas,
Cladosporium,
Penicillium, dan Sporotrichum,
Bakteri-bakteri yang ada pada
permukaan kulit telur adalah:
Steptococcus,
Staphylococcus,
Micrococcus, Sarcina, Athrobacter,
Bacillus Pseudomonas, Alkaligenes,
Flayobacterium, Cytopaga, Coli,
aerogenes, Aeromona, Proteus,
Serratia, sedangkan bakteri-bakteri
yang pernah diisolasi dari telur
yang busuk adalah Coli aerogenes,
Proteus, Aeromonas, Pseudomonas,
Alcaligenes serta Achromobacter.
Pada telur yang rusak atau busuk
biasanya mengandung campuran
mikroba yaitu campuran bakteri gram
negatif dan bakteri gram positif
dalam jumlah yang sedikit. Bakteri
yang selalu ditemui pada telur yang
rusak biasanya Pseudomonas
fluorescens,
Pseudomons
maltophilia, Aeromonas,Hafnia dan
Citrobacter,
sedangkan
yang
kadang-kadang dijumpai adalah
Plavobacterium, Achromobacter,
Cytopaga, Bacillus, Micrococcus,
Streptococcus dan yang paling
jarang
dijumpai
adalah
Pseudomonas aeruginosa.
Pengawetan Telur Segar
Daya simpan telur amat pendek,
maka perlu perlakuan khusus jika
akan
disimpan
lebih
lama,
terutama dalam bentuk segar.
Salah satu cara memperpanjang
kesegaran telur adalah dengan
184
mengawetkannya.
Pengawetan
telur segar ini berguna untuk
mengatasi saat-saat harga telur
rendah, sehingga peternak tidak
mengalami kerugian. Cara-cara
yang dapat dilakukan untuk
mengawetkan
telur
adalah:
menggunakan kulit akasia, minyak
kelapa, parafin da kantong plastik.
a. Menggunakan kulit akasia
Pengawetan
dengan
kulit
akasia dapat mempertahankan
kesegaran telur sampai sekitar
2 bulan. Caranya dengan
menumbuk kulit akasia dan
merebusnya. Air rebusan ini
digunakan untuk merendam
telur segar sebelum disimpan.
Untuk setiap 10 liter air
diperlukan 80 gram serbuk kulit
akasia.
b. Menggunakan minyak kelapa
Pengawetan
telur
dengan
metode
ini
dapat
memperpanjang umur simpan
telur sampai 3 minggu. Cara
pengawetannya
dengan
memanaskan minyak kelapa
sampai
mendidih
dan
didiamkan sampai dingin. Telur
yang
akan
diawetkan
dibersihkan dahulu, kemudian
dicelupkan satu per satu dalam
minyak
tersebut.
Telur
selanjutnya
diangkat
dan
ditiriskan, lalu disimpan dalam
rak-rak. Untuk setiap 1 liter
minyak kelapa dapat untuk
mengawetkan telur sekitar 70 kg.
c. Menggunakan parafin
Dengan menggunakan parafin,
telur akan bisa diawetkan
hingga 6 bulan. Caranya dengan
membersihkan telur dengan
Penanganan Pascapanen Produk Nabati dan Hewani
alkohol
96%.
Sementara
parafin dipersiapkan dengan
memanasakan parafin hingga
suhu
50-60oC.
Telur
dicelupkan selama 10 menit,
telur selanjutnya diangkat,
ditiriskan dan disimpan dalam
rak telur. Untuk 1 liter parafin
dapat mengawetkan sekitar
100 kg.
d. Menggunakan kantong plastik
Pengawetan dengan kantong
plastik hanya dapat memperpanjang umur simpan sampai
3 minggu, caranya adalah
dengan membersihkan telur
terlebih
dahulu,
kemudian
masukkan
dalam
kantong
plastik yang cukup tebal.
Selama penyimpanan tidak
boleh ada keluar masuk
kantong. Oleh karena itu,
kantong harus ditutup rapatrapat, misalnya menggunakan
patri kantong plastik elektrionik
(sealer).
4.5.5. Daging
archive.wn.com/larashati.files.
wordpress.com
Daging adalah salah satu hasil
ternak yang hampir tidak dapat
dipisahkan
dari
kehidupan
manusia. Selain penganekragaman
sumber pangan, daging dapat
menimbulkan
kepuasan
atau
kenikmatan
bagi
yang
185
memakannya karena kandungan
gizinya
lengkap,
sehingga
keseimbangan gizi untuk hidup
dapat terpenuhi. Daging dapat
diolah dengan cara dimasak,
digoreng,
dipanggang,
disate,
corned, sosis, dendeng, abon dll.
Oleh karenanya daging dan hasil
olahanya
merupakan
produkproduk makanan yang unik.
Daging
didefinisikan
sebagai
semua jaringan hewan dan semua
produk hasil pengolahan jaringanjaringan tersebut yang sesuai
untuk
dimakan
serta
tidak
menimbulkan gangguan kesehatan
bagi yang memakannya. Organorgan misalnya hati, ginjal, otak,
paru-paru, jantung, limfa, pankreas,
dan jaringan otot termasuk dalam
definisi
daging.
Berdasarkan
keadaan fisiknya daging dapat
dikelompokkan menjadi :
daging segar yang dilayukan
ƒ
tanpa pelayuan
daging segar yang dilayukan
ƒ
kemudian didinginkan (daging
beku)
daging segar yang dilayukan,
ƒ
didinginkan,
kemudian
dibekukan (daging beku)
daging masak
ƒ
daging asap, dan
ƒ
daging olahan
ƒ
Daging yang dikonsumsi dapat
berasal dari sapi, kerbau, babi,
kuda domba, unggas, ikan dan
organisme yang hidup yang hidup
di air dan didarat, serta daging
hewan-hewan liar dan aneka
ternak. Di Indonesia, daging yang
banyak dikonsumsi adalah daging
sapi, domba, babi, dan kambing.
Daging kuda juga dikonsumsi,
daging-daging
tersebut
sering
Penanganan Pascapanen Produk Nabati dan Hewani
disebut daging merah, sedang
daging unggas yang banyak
dikonsumsi adalah daging ayam,
itik. Daging lainnya adalah daging
yang berasal dari hewan-hewan
liar misalnya daging kijang dan
daging babi hutan. Daging yang
berasal dari oragnisme yang hidup
di air yang paling banyak
dikonsumsi dan tersedia dalam
jumlah besar adalah ikan. Daging
udang, kepiting, dan kerang juga
dikonsumsi.
Beberapa
daging
lainya yang juga dikonsumsi
adalah daging-daging yang berasal
darianeka ternak, misalnya daging
kelinci, burung puyuh dan merpati.
Daging juga dapat diperoleh dari
hasil budidaya bekicot, dan
beberapa jenis katak.
Daging untuk dikonsumsi diartikan
sebagai
otot
tubuh
hewan
termasuk jaringan pengikat dan
bagian tubuh lainnya. Sedangkan
”meat product” adalah keseluruhan
hasil pemotongan hewan termasuk
hasil ikutannya (tulang, kulit, bulu,
kuku dan sebaginya). Otot hewan
berubah menjadi daging setelah
pemotongan
karena
fungsi
fisiologisnya telah berhenti. Otot
merupakan
komponen
utama
penyusun daging. Daging juga
tersusun dari jaringan ikat, epitelia,
jaringan-jaringan saraf, pembulu
darah dan lemak. Jadi daging tidak
sama dengan otot.
Otot
adalah
jaringan
yang
mempunyai struktur dan fungsi
utama sebagai pengerak. Ciri
suatu otot mempunyai hubungan
yang erat dengan fungsinya.
Karena fungsinya, maka jumlah
jaringan ikat berbeda diantara otot.
Jaringan ikat ini berhubungan
186
dengan kealotan daging. Otot-otot
yang berasosiasi dengan tulang
yaitu
berhubungan
dengan
kealotan daging. Otot-otot yang
berasosiasi dengan tulang yaitu
otot-otot
yang
berhubungan
dengan tulang, sering disebut otot
skeletal. Otot skletal merupakan
sumber utama dari jaringan otot
daging. Jenis otot-otot lain yaitu
otot-otot yang tidak berhubungan
dengan tulang adalah otot jantung
yang bergaris-garis melintang dan
otot halus yang
merupakan
komponen utama pembuluh darah,
saluran pencernan dan saluran
reproduksi. Di dalam tubuh hewan
terdapat lebih dari 600 otot yang
berbeda dalam hal bentuk, ukuran
dan
aktivitasnya.
Otot
juga
berbeda dalam hal hubungannya
dengan tulang, tulang rawan atau
ligamentum, kandungan darah dan
saraf dan berhubungan dengan
jaringan-jaringan lain.
Daging adalah komponen utama
karkas. Karkas juga tersusun dari
lemak jaringan adipose, tulang,
tulang rawan, jaringan ikat dan
tendon.
Komponen-komponen
tersebut
menentukan
ciri-ciri
kualitas dan kuantitas daging.
Struktur Otot
Secara umum tubuh ternak
tersusun dari tiga tipe jaringan
yaitu otot, jaringan ikan fibrus, dan
lemak adipose. Ketiga tipe jaringan
tersebut tersusun dari sel-sel
didalam matrik yang mengandung
serabut. Otot dan jaringan ikat
tersebut merupakan komponen
utama dari karkas ternak pedaging.
Penanganan Pascapanen Produk Nabati dan Hewani
Karkas ternak daging tersusun
oleh kita-kira 600 jenis otot yang
berbeda ukuran dan bentuknya,
berbeda pula susunan syaraf dan
persendian
darahnya,
serta
melekatnya
pada
tulang,
persendian dan tujuan serta jenis
gerakannya. Akan tetapi otot
mempunyai
persamaan
pola
struktur. Disekeliling urat daging,
terdapat
jaringanpenghubung
epimisium yang melekat diantara
otot dan membaginya menjadi
sekumpulan berkas otot, yang
terdiri dari serat-serat yang berdiri
sendiri. Serat-serat ini panjangnya
kira-kira beberapa sentimeter,
tetapi garis tengahnya sekitar 10100 mm. Serat-serat ini dikelilingi
oleh suatu selubung yang lentur
(sarkolema), tersusun dari protein
dan lemak, disekelilingnya terdapat
serangkaian tubule. Serat otot
tersusun atas sejumlah miofibril,
pada suatu larutan cairan pekat
bahan
koloid
(sarkoplasma).
Miofibril adalah bagian organel;
yang khas, terdapat pada jaringan
otot, yang bentuknya memanjang
merupakan barang silinder yang
bergaris tengan 1-2 µm, dengan
panjang yang sesuai dengan serta
daging yang mengandung kra-kira
1000-2000 miofibril. Miofibril ini
diikat sehingga memberi bentuk
yang melintang dan berlapis-lapis.
Sarkoplasma, terdiri dari 75-80%
air,
berisi
campuran
yang
kompleks dari butiran kecil lemak,
glikogen, ribosom, bahan-bahan
nitrogen bukan protein dan bahanbahan anorganik.
Miofibril terdiri dari serabut tipis
dan tebal (miofilamen) yang
membentuk suatu sistem yang
187
berliku-liku yang saling menutupi
dalam garis sejajar dan lurus. Unit
dasar ini (sarkomer) dimana
serabut tebalnya terdiri dari
(Hampir seluruhnya) protein miosin
dan serabut tipis terdiri dari protein
aktin.
Serabut-serabut
ini
panjangnya kira-kira 1-3um dan
diameternya 6-16 µm.
Struktur yang sangat halus inilah
yang dipakai dalam kontraksi/
pengerutan
dan
relaksasi/
pengendoran otot selama ternak
masih hidup. Selama kontraksi,
serabut tipis menggeser bersamasama diantara serabut-serabut
tebal, sedangkan dalam keadaan
istirahat
atau
pengenduran
serabut-serabut itu menggeser
keluar atau memisah.
Jadi struktur otot adalah jaringan
yang kompleks dan sangat halus,
jaringan
penghubung
yang
mengandung protein aktin dan
miosin dalam cairan protein
sarkoplasma
yang
kompleks,
sarkoplasma tersebut mengandung
pigmen otot dan bemacam-macam
bahan kompleks yang dibutuhkan
oleh
otot
dalam
melakukan
fungsinya.
Komposisi Kima Daging
Sebagian
besar
daging
mengandung air, protein lemak
dan juga mengandung karbohidrat
dan komponen organik. Komposisi
daging berbeda-beda tergatung
dari jenis hewan, umur, jenis
kelamin, bagian mana daging yang
diambil, dan pengaturan gizi.
Keragaman yang nyata dalam
komposisi lipid terdapat antara
Penanganan Pascapanen Produk Nabati dan Hewani
jenis tenak mamahbiak dan ternak
tidak memamah biak. Karena
adanya
hidrogenasi
yang
disebakan oleh mikroflora didalam
rumen. Protein adalah komponen
bahan kering yang tersebar dari
daging. Nilai nutrisi daging yang
tinggi disebabkan karena daging
mengandung asam-asam amino
esensial
yang
lengkap
dan
seimbang. Otot mengandung 75%
air, dengan kisaran 68-80%,
protein sekitar 12 % (16-22%),
substansi-substansi non protein
yang larut 2,5% serta lemak sekitar
2,5% (1,5-13,0%) dan sangat
bervariasi. Nilai kalori daging
banyak ditentukan oleh kandungan
lemak
intraselular
di
dalam
serabut-serabut otot yang disebut
lemak marbling atau itramuskular.
Nilai kalori daging juga tergantung
pada julah daging yang dimakan.
Secra relatif kandungan gizi daging
dari berbagai bangsa ternak dan
ikan berbeda, tetapi setiap 100 gram
daging dapat memenuhi kebutuhan
zat gizi seeorang dewasa setiap
hari sekitar 10% kalori, 50%
protein, 35% zat besi. 100% Fe
bila daging berasal dari hati dan
25-26% vitamin B komplek. Hati
banyak mengandung Fe, vitamin
A, B1 dan asam suksinat. Berbeda
dengan daging segar, daging
olahan mengandung lebih sedikit
protein, air dan lebih banyak lemak
dan mineral. Kenaikan persentase
mineral daging olahan disebabkan
karena
penambahan
bumbubumbu dan garam, sedangkan
kenaikan nilai kalori disebabkan
karena penambahan karbohidrat
dan protein dari biji-bijian, tepung
dan susu skim.
188
Pemberian
makanan
protein
pelindung pada ternak memamah
biak telah digunakan akhir-akhir ini
untuk meningkatkan tingkat asam
lemak tak jenuh (polyansaturated)
dalam daging sapi, kambing susu
dan
hasil
olahannya
untuk
memenuhi kebutuhan diit khusus
pasien yang menderita gangguan
jantung. Perbedaan jenis ternak
telah menunjukkan pula adanya
perbedaan dalam mioglobin, otot,
tetapi perbedaan yang besar
adalah dalam hal warna dari
mioglobin yang timbul karena
keadaan
kimiawinya.
Seperti
halnya hemoglobin, mioglobin juga
dapat membentuk suatu senyawa
tambahan yang dapat bereaksi
dengan
oksigen
dan
mengakibatkan perubahan warna.
Meskipun oksihemoglobin terjadi
hanya pada permukaan daging
yang terkena udara, hal tersebut
penting karena itulah warna yang
diinginkan oleh pembeli yaitu
warna merah cerah. Tingkat
kecerahan warna ditentukan oleh
tebalnya lapisan oksimioglobin
dipermukaan atau ”darah” oksgen.
Bagian ini lebih banyak terjadi
pada suhu rendah dan lebih kecil
pada suhu tinggi. Oleh karena itu
daging menjadi lebih merah cerah
bila
disimpan
dalam
lemari
pendingin karena meningkatnya
daerah oksigen pada darah.
Hal yang sama akan terjadi jika
daging segar dibungkus dalam
suatu lapisan tipis yang tidak
tembus oksigen. Oksigen dalam
bungkusan akan habis karena
adanya aktivitas biokimia dan
mikroorganisme
aerobik
dan
daging tersebut berubah warnanya
Penanganan Pascapanen Produk Nabati dan Hewani
menjadi
ungu
yang
kurang
menarik, yang merupakan warna
dari mioglobin yang telah direduksi.
Mioglobin
dapat
mengalami
oksodasi
yang
sesungguhnya
menjadi
metmioglobin
yang
berwarna
coklat
abu-abu,
disebabkan
karena
rusaknya
globin seperti yang terjadi pada
waktu memasak daging dan
metmioglobin ini bereaksi dengan
ion-ion
nitrit
sehingga
menghasilkan wana merah muda
yang stabil, yang merupakana
warna daging yang diasin.
Perubahan-perubahan yang
Terjadi Selama Penyembelihan
Setelah
ternak
disembelih,
persediaan oksigen ke otot terhenti
sebagai akibat berhentinya kerja
jantung dan aliran darah. Akibat
kedua, berhentinya aliran darah
yang membawa persedian glikogen
tidak ada lagi di otot, dari hasil sisa
metabolisme
tidak
dapat
dikeluarkan dari otot-otot. Jadi otot
yang
hidup
itu
mengalami
perubahan besar sebagai akibat
penyembelihan.
Perubahanperubahan
yang
terjadi
diperngaruhi oleh beberapa faktor :
Perubahan Suhu
Suhu permukaan karkas mulai
menurun dari suhu darah ke suhu
sekitarnya
atau
dibawahnya,
tergantung pada cara penanganan
sesudah penyembelihan. Walaupun
demikian suhu jaringan yang ada
di dalam mungkin naik sebanyak 12% tergantung pada besar kecilnya
ternak, sebagai akibat proses
glikolisis sesudah kematian dimana
189
glikogen diubah menjadi asam
laktat. Proses ini adalah akibat dari
glikolisis anerobik yang berbeda
dengan pernafasan yang terjadi
pada ternak yang hidup, dan ini
merupakan proses eksoterm. Jelas
bahwa besar perubahan itu dan
jumlah panas yang dihasilkan
sebagian besar oleh tingkat glikogen
dalam ternak pada waktu itu mati
Perubahan pH
Perubahan pH sesudah ternak mati
pada dasarnya ditentukan oleh
kandungan asam laktat yang
tertimbun
dalam
otot,
yang
selanjutnya ditentukan oleh kandungan
glikogen dan penanganan sebelum
penyembelihan. Walaupun demikian,
pH akhir yang tercapai mempunyai
beberapa pengaruh yang berarti
dalam mutu daging, yaitu :
pH rendah, berada sekitar pH
ƒ
5,1-6,1 menyebabkan daging
mempunyai struktur terbuka
yang sangat diinginkan untuk
pengasinan daging: warna
merah muda yang cerah yang
disukai konsumen, flavor yang
lebih disukai, baik dalam
kondisi telah dimasak atau
diasin; dan stabilitas yang lebih
baik terhadap kerusakan akibat
mikroorganise.
pH tinggi, berada sekitar pH
ƒ
6,2-7,2 menyebabkan daging
pada tahap akhir mempuyai
struktur yang tertutup atau
padat dengan warna merah
ungu tua, rasa kurang enak
dan keadaan yang lebih
memungkinkan
untuk
perkembangan mikroorganisme.
Jadi banyak faktor utama dari mutu
daging yang dapat diperbaiki oleh
Penanganan Pascapanen Produk Nabati dan Hewani
pH yang rendah. Perkecualian dari
hal ini adalah bila kemampuan
menahan air (water holding
capacity-WHC)
dari
daging
merupakan pertimbangan utama
seperti pada daging yang akan
digunakan dalam industri yang
melibatkan proses penghancuran,
misalnya pada produk pasta
daging atau pembuatan produk,
daging cacah, atau bila daging
akan dibekukan dan dijual dalam
kondisi dicairkan. Dalam kondisi
semacam ini, WHC merupakan
faktor mutu yang penting dalam
alam hal ini diperbaiki oleh pH
yang tinggi. Hal ini disebabkan
karena potein sarkoplasma dari
otot sangat mudah rusak dalam
suasana asam dan cenderung
untuk kehilangan titik isoelektrisnya
daripada protein sarkoplasma pada
pH 5,4-5,5 untuk daging sapi. Jadi
pada umumnya pH rendah lebih
disukai untuk mempertahankan
kebanyakan faktor mutu yang
penting pada daging, akan tetapi
bila daging dimaksudkan untuk
keperluan industri, dimana WHC
adalah faktor yang paling penting,
maka pH tinggi lebih disukai.
Rigor Mortis
Rigor mortis adalah istilah yang
dipakai
untuk
menunjukkan
keadaan karkas menjadi kaku yang
terjadi antara 24-48 jam setelah
peyembelihan. Kekejangan atau
hilangnya
kelenturan
ini
merupakan akibat dari serentetan
kejadian biokimia yang komplek,
peranannya menyangkut hilangnya
creatif posfat (CP). Dan Adenosin
Triposfat (ATP) dari otot, tidak
berfungsinya
sistem
enzim
cytocrom
dan
reaksi-reaksi
190
kompleks lainnya. Salah satu hasil
akhir proses biokimiawi ini adalah
bahwa aktin dan miosin yang
membentuk serabut tipis dan tebal
dari
sarkomer,
bersatu,
membentuk aktomiosin. Proses ini
bersifat dapat balik (reversible)
pada otot yang masih hidup akan
tetapi bersifat ireversible pada otot
yang sedang atau sudah mati.
Kecepatan
perkembangan
rigormortis
dipengaruhi
oleh
beberapa
faktor
diantaranya
adalah :
ƒ
ƒ
Tingkat glikogen pada saat
mati.
Bila tingkat glikogen rendah
rigor mortis cenderung untuk
berlangsung dengan cepat.
Tingkat perkembangan rigor
dapat dihubungkan dengan pH
akhir yang tercapai.
Suhu karkas
Kecepatan yang tinggi dari
perkembangan
rigor,
sebanding dengan suhu yang
tinggi, yang mempercepat
hilangnya CP dan ATP otot.
Perkembangan
rigor
dan
reaksi-reaksi
yang
berhubungan dengan hal ini
dapat mempunyai implikasi
praktis dalam penanganan
daging dan karkas sesudah
penyembelihan, misalnya: bila
otot dibekukan sebelum rigor
mortis, dimana tingkat pH dan
ATP masih tetap tinggi, proses
enzimatis yang ada sangkut
pautnya dengan rigor terhenti
dan akan tetap terhenti selama
penyimpanan
dan
dalam
keadaan
beku.
Apabila
pencairan terjadi (thawing),
proses enzimatis mulai lagi
Penanganan Pascapanen Produk Nabati dan Hewani
terjadi dan bersama-sama
proses rigor (thaw rigor), gejala
thaw rigor adalah gejala
dimana otot mengerut sampai
pada taraf pengerutan yang
cukup banyak dan pada waktu
juga mengeluarkan sejumlah
besar cairan dalam bentuk
tetesan yang berjumlah sampai
30-40% dari berat urat daging.
Hal
ini
mungkin
tidak
merugikan bila daging yang
sedang mencair dipotongpotong dan digiling dengan
bumbu-bubu yang lain, tetapi
harus dihindari bila daging atau
karkas yang telah dipotong
akan dijual dalam kondisi beku
atau dicairkan. Jadi sebelum
dibekukan, harus diusahakan
untuk mendinginkan daging
sampai kira-kira mencapai
suhu
15oC
dan
daging
dipertahankan pada suhu ini
agar proses rigor motrtis dapat
berjalan sebelum produk itu
dibekukan.
Gejala kedua, berhubungan
dengan thaw rigor adalah
pengerutan
dingin
(cold
shortening) yang merupakan
bentuk pengerutan otot yang
tidak begitu hebat, terjadi bila
daging sebelum mengalami
kejang, didinginkan sampai suhu
0-15oC. Pengerutan dingin
yang menyebabkan pegerasan
otot karkas dapat dikurangi
dengan tidak mendinginkan
karkas tersebut dibawah suhu
15oC sebelum proses rigor
selesai. Pada suhu diatas 15oC
otot cenderung untuk mengerut
dengan
kecepatan
yang
dipengaruhi oleh tingkatan
suhu. Pada suhu yang tinggi
191
terdapat pengurangan cadangan
ATP secara cepat dan otot
dapat mengerut cukup banyak.
ƒ
Pencemaran oleh
Mikroorganisme
Jumlah
dan
jenis
mikroorganisme yang mencemari
permukaan kerkas ditentukan
oleh pengelolaan sebelum
penyembelihan dan tingkat
pengendalian higienis yang
dilaksanakan selama penanganan
pada saat penyembelihan dan
pembersihan
karkas.
Pencemaran awal lebih dari
99% disebabkan oleh bakteri
yang dapat hidup pada pada
suhu 20oC. Populasi ini
mengandung kurang dari1%
organisme yang dapat hidup
pada suhu -1oC, walaupn ragi
dan jamur terdapat lebih
banyak ada pada suhu -1oC
daripada disuhu 20oC.
Organisme yang dapat hidup
pada suhu -1oC dari jenis bakteri
ada 4 yaitu Acromobacter
(90%),
Micrococcus
(7%),
Flavobacterium
(3%)
dan
Pseudomonas (1%), Jenis
jamur yang umum terdapat
adalah Penicillium, Mucor,
Cladosporium,
Altenaria,
Sporotrichum dan Thammidium.
Dan jenis ragi terutamanya
terdiri
dari
Candida,
Geotrichoides dan Mycotosula.
Prosedur Teknologi
Pascapanen
Dalam penangaan pasca panen
dari berbagai keragaman hasil
pertanian yang diperoleh dengan
sifat dan karakter yang dimiliki oleh
Penanganan Pascapanen Produk Nabati dan Hewani
setiap jenis komoditas yang
berbeda-beda, maka diperlukan
suatu teknologi tepat guna untuk
menangani hasil-hasil pertanian
dengan penerapan teknologi tepat
guna, sebagai berikut :
Pengelolaan temperatur
Pengelolaan
temperatur
merupakan alat terpenting yang
memperpanjang
daya simpan
komoditi
hortikultura
segar.
Pengaturan temperatur yang tepat
dimulai dengan menghilangkan
secara cepat panas saat di
lapangan dengan menggunakan
salah satu metode pendinginan
sebagai berikut : Hydrocooling, Inpackage
icing,
Top
icing.
Evaporating cooling, Room cooling,
forced air cooling, serpentine forceair cooling, vacuum cooling, hydrovacuum cooling.
Fasilitas
penyimpanan
dingin
seharusnya dirancang dengan baik
dan dengan peralatan yang
memadai. Alat haruslah baik dalam
konstruksi
insulasi,
termasuk
penghalang uap ada sisi hangat,
lantaiyang kuat, posisi pintu yang
cukup
dan
baik
untuk
pengangkutan dan pembongkaran,
distribusi udara pendingin yang
efektif, pengontrol suhu sensitif
pada
tempat
yang
sesuai,
kapasitas penampung suhu yang
cukup sesuai dengan kebutuhan,
permukaan coil tereferigrasi yang
cukup
untuk
meminimumkan
perbedaan suhu koil dan udara.
Komoditas seharusnya ditumpuk
didalam ruang pendingin agar jarak
antara pallet (wadah penyimpan)
yang
dapat
dipindah-pindah
dengan dinding dan antara pallet
192
cukup baik sehigga menjamin
sirkulasi
udara.
Ruang
penyimpanan seharusnya tidak
penuh melebihi batas untuk
pendinginan yang baik. Dalam
mengontrol
temperatur
maka
temperatur
komodits
yang
seharusnya digunakan, bukan
temperatur ruangan.
Alat-alat pengangkut sebaiknya
dilengkapi
dengan
sistem
pendingin
sebelum
komoditas
dimuat. Tenggang waktu yang
lama antara pendinginan setelah
panen dan pemuatan ke alat transit
seharusnya dihindari. Temperatur
yang cocok seharusnya selalu
dipakai
selama
sistem
penanganan.
Mengontrol Kelembaban Relatif
Kelembaban
relatif
dapat
mempengaruhi kehilangan air,
perkembangan
pembusukan,
perkembangan penyakit fisiologis
dan ketidakseragaman pemasakan.
Kondensasi
uap
air
pada
komoditas (sweating) dalam jangka
waktu lama kemungkinan sangat
baik untuk mendukung proses
pembusukan pada kelembaban
relatif udara disekeliling komoditi.
Kelembaban relatif yang cocok
adalah 85-95% untuk buah dan 9098% utuk sayuran, kecuali bawang
bombay kering dan baik bila
disimpan pada kelembaban relatif
udara sekitar 95-100%.
Pengontrolan kelembaban relatif
dapat
dilakukan
dengan
pengaplikasian satu atau lebih
prosedur-prosedur berikut:
Penanganan Pascapanen Produk Nabati dan Hewani
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
penambahan
kelembaban
(penyemprotan
air
dalam
bentuk kabut dan uap) ke
udara dengan alat pelembab.
Pengaturan gerakan udara dan
ventilasi dalam hubungannya
dengan pemuatan produk ke
dalam ruang penyimpanan dingin
Mempertahankan temperatur
pendinginan pada 1oC (2oF)
suhu udara
Pembasahan
lantai
ruang
penyimpanan
Penghalang
kelembabaninsulasi
dingin
ruang
penyimpanan
dan
alat
pengangkut, lapisan polietilen
dalam
kontainer,
lapisan
plastik untuk pengepakan.
Memberikan
hancuran
es
dalam kontainer pengiriman
atau dalam kantong penjualan
pada komoditi yang tidak
terluka.
Penyimpanan air pada
komoditi selama pemasaran
diterapkan pada sayuran daun,
sayuran akar dari daerahdaerah subtropik dan sayuran
buah yang mentah.
193
dibandingkan dengan menggunakan
metode pendinginan secara tunggal.
Aplikasi perlakuan-perlakuan pada
komoditas
yaitu:
pengasapan
(curing) sayuran akar tertentu,
umbi lapis dan umbi, penghilangan
kelembaban/air permukaan yang
berlebihan, pemiliha/sortasi untuk
mengurangi
cacat,
pelilinan
(waxing)
atau
membungkus
permukaan dengan film (platik),
perlakuan panas (air panas, uap
air panas), perlakuan dengan
fungisida pasca penen, penggunaan
penghambat
pertunasan/
perkecambahan, perlakuan kimia
khusus (penghambat pembakaran,
kalsium),
fumigasi
sebagai
pengontrol hama, perlakuan etilen
(degreening pemasakan), sedangkan
perlakuan manipulasi lingkunagn
meliputi pengepakan, pengontrolan
gerakan dan sirkulasi udara,
pengontrolan
pertukaran
atau
ventilasi udara, pembuatan etilen,
pengendalian
dan
modifikasi
atmosfir dan sanitasi (pembersihan).
Soal Latihan
Pengelolaan Teperatur Tambahan
Banyak prosedur teknologi yang
digunakan secara komersil sebagai
tambahan terhadap pengelolaan
temperatur.
Tidak
ada
dari
prosedur tersebut sendiri atau
kombinasinya, dapat menggantikan
usaha
mempertahankan
temperatur
optimum
dan
kelembaban
relatif
dalam
memperpanjang
daya
simpan
komoditi hortikultura hasil panen,
tetapi mereka dapat menolong
memperpanjang
daya
simpan
1. Apakah
yang dimaksud
dengan buah klimaterik dan
non klimaterik?
2. Jelaskan teori terjadinya buah
klimaterik?
3. Bagaimanakah
cara
menyimpan buah yang baik?
4. Jelaskan
perubahan
yang
terjadi pada buah dan sayur?
5. Bagaimanakah
cara
menyimpan biji yang baik untuk
dikonsumsi?
Penanganan Pascapanen Produk Nabati dan Hewani
6. Sebutkan faktor-faktor yang
mempengaruhi mutu ikan!
7. Sebutkan
perubahanperubahan yang terjadi selama
penyimpanan telur!
8. Jelaskan cara pengawetan
telur segar!
9. Sebutkan jenis-jenis daging
berdasarkan sifat fisiknya!
10. Jelaskan anda-tanda buah
nenas, pisang dan mangga
yang baik untuk dipanen?
194
Sanitasi
195
V. SANITASI
5.1. Definisi Sanitasi
Perkembangan zaman membuat
manusia berpikir tentang kehidupan
yang lebih baik di tengah kondisi
lingkungan
yang
semakin
memburuk. Sifat alamiah manusia
adalah
berusaha
mengubah
lingkungan
dengan
cara-cara
tertentu dengan tujuan untuk
menghasilkan kondisi yang paling
menguntungkan bagi manusia,
khususnya yang berkaitan dengan
kebutuhan utama manusia akan
pangan. Seperti peribahasa yang
mengatakan lebih baik mencegah
daripada mengobati sekarang ini
sudah menjadi motto utama hidup
setiap orang. Salah satu contoh
dari usaha ini tercakup dalam ilmu
sanitasi (sanitary science).
Sanitasi
adalah
upaya
penghilangan semua faktor luar
makanan
yang
menyebabkan
kontaminasi dari bahan makanan
sampai dengan makanan siap saji
(FAO
dan
WHO,
2003).
Sedangkan tujuan sanitasi adalah
mencegah kontaminasi bahan
makanan dan makanan siap saji
sehingga aman dikonsumsi oleh
manusia. Kontaminasi terjadi saat
agen biologi, fisika atau kimia yang
ada di lingkungan masuk ke dalam
bahan makanan saat pengolahan
maupun penanganan.
Ilmu sanitasi adalah ilmu yang
menerapkan prinsip-prinsip yang
akan membantu dalam mem-
perbaiki, mempertahankan atau
mengembalikan kesehatan yang
baik pada manusia. Sanitasi
sendiri merupakan usaha pencegahan penyakit dengan cara
menghilangkan atau mengatur
faktor-faktor
lingkungan
yang
berkaitan dengan rantai perpindahan penyakit. Untuk mempraktikan ilmu sanitasi seseorang
harus mengubah segala sesuatu
dalam lingkungan yang dapat
secara langsung maupun tidak
langsung membahayakan terhadap
kehidupan manusia terutama pada
aspek kesehatan. Bahaya-bahaya
tersebut dapat berasal dari aspek
biologis, kimia, dan fisik. Namun,
aspek biologis terutama mikroba
akan lebih banyak berkaitan
dengan ilmu sanitasi. Keterkaitan
ini disebabkan karena produksi
penyakit dan produksi senyawasenyawa dari proses pembusukan
atau dekomposisi oleh mikroba.
Sanitasi
pangan
merupakan
bagian paling penting dalam ilmu
sanitasi. Hal ini dikarenakan baik
secara langsung maupun tidak
langsung, lingkungan kita akan
berhubungan
dengan
suplai
makanan manusia. Contohnya,
alam
menyediakan
tanaman
pangan yang merupakan bahan
baku pembuatan makanan. Namun,
kita
tidak
tahu
tingkat
keamanannya, kebersihan dan
kesehatannya
yang
berkaitan
dengan penyakit yang dapat
ditimbulkan oleh makanan sebagai
sumbernya.
Contohnya
kasus
Sanitasi
keracunan
makanan
akibat
mengkonsumsi hidangan pada
acara resepsi pernikahan atau
susu gratis yang dibagikan di
sekolah-sekolah. Sanitasi pangan
merupakan salah satu syarat untuk
tercapainya keadaan yang aman
dan
sehat
jiks
masyarakat
mengkonsumsi
suatu
produk
pangan. Hal ini dikenal juga
dengan istilah keamanan pangan.
Oleh karena itu, akan lebih banyak
dijabarkan tentang sanitasi yang
dilakukan industri pangan tetapi
sebagian dapat diimplementasikan
dalam rumah tangga.
Industri pangan menerapkan GMP
(Good Manufacturing Practices)
untuk meminimalkan terjadinya
kontaminasi pada produk pangan.
Definisi GMP adalah praktik
pengolahan dan sanitasi pangan
yang baik untuk menjamin bahwa
produk pangan aman untuk
dikonsumsi. Terdapat 4 area
utama GMP dalam pengolahan
pangan yaitu personal (personel),
bangunan/gedung dan fasilitasnya
(building and facilities), peralatan
dan perlengkapan (equipment and
utensils), kontrol produksi dan
prosesnya (production and process
controls). Fokus utama dari semua
area GMP tersebut adalah proses
pengendalian sanitasi yang diatur
melalui SSOP (Sanitary Standard
Operating
Procedures),
yaitu
prosedur yang ditetapkan secara
spesifik tahap-demi-tahap untuk
proses-proses
yang
berkaitan
dengan sanitasi. FDA (Food and
Drug
Administration)
telah
menetapkan delapan bidang kunci
kondisi sanitasi untuk SSOP yang
intinya berisi tentang sanitasi
pekerja,
sanitasi
ruang
dan
196
peralatan sanitasi, dan sanitasi
lingkungan. Berikut merupakan
delapan bidang kunci kondisi
sanitasi
untuk
SSOP
yang
ditetapakan FDA (Food and Drug
Administration);
a. Keamanan air yang kontak
dengan makanan atau permukaan yang kontak dengan
makanan; atau yang digunakan dalam pembuatan es;
b. Kondisi/kebersihan
permukaan-permukaan yang
kontak
dengan
makanan
termasuk peralatan, sarung
tangan, dan baju luar;
c. Pencegahan kontaminasi silang
(cross contamination) dari
benda-benda yang tidak saniter
pada makanan, bahan pengemas
makanan, dan permukaan lain
yang kontak dengan makanan;
d. Pemeliharaan pencucian dan
sanitasi tangan, dan fasilitas
toilet;
e. Perlindungan makanan, bahan
pengemas makanan, dan permukaan yang kontak dengan
makanan dari pencemaran
(adulteration) dengan bahan
pelumas, bahan bakar, pestisida,
senyawa pembersih, bahan
pensanitasi, kondensat, dan
cemaran bahan kimia, fisik,
dan biologis lain;
f. Pelabelan, penyimpanan, dan
penggunaan senyawa toksik
yang tepat;
g. Pengawasan kondisi kesehatan karyawan yang dapat
mengakibatkan
kontaminasi
mikrobiologis makanan, bahan
pengemas
makanan,
dan
permukaan
yang
kontak
dengan makanan; dan
h. Penghilangan hama dari pabrik
makanan
Sanitasi
5.2. Bakteri Indikator
Sanitasi, Escherichia
coli dan Coliform
Dalam bidang mikrobiologi pangan,
dikenal istilah bakteri indikator
sanitasi. Dalam hal ini pengertian
pangan adalah pangan seperti
yang tercantum pada UndangUndang Pangan No. 7 tahun 1996
tentang “Perlindungan Pangan”
yang mencakup makanan dan
minuman (termasuk air minum).
Bakteri indikator sanitasi adalah
bakteri yang keberadaannya dalam
pangan menunjukkan bahwa air
atau makanan tersebut pernah
tercemar oleh kotoran manusia.
Bakteri-bakteri indikator sanitasi
tersebut pada umumnya adalah
bakteri yang lazim terdapat dan
hidup pada usus manusia. Jadi
keberadaan bakteri tersebut pada
air atau makanan menunjukkan
bahwa dalam satu atau lebih tahap
pengolahan air atau makanan
pernah mengalami kontak dengan
kotoran yang berasal dari usus
manusia sehingga mengandung
bakteri patogen lainnya yang
berbahaya.
Terdapat tiga jenis bakteri indikator
sanitasi yaitu Escherichia coli,
kelompok
Streptococcus
(Enterococcus)
fekal
dan
Clostridium
perfringens.
C.
perfringens adalah bakteri gram
positif pembentuk spora yang
sering ditemukan dalam usus
manusia.
Meskipun
demikian,
bakteri ini jarang digunakan
sebagai indikator sanitasi karena
metode
pengujiannya
kurang
spesifik, kadang-kadang ditemukan
197
di luar usus manusia seperti pada
tanah, debu, lingkungan dan
sebagainya. Bakteri ini juga
termasuk patogen asal pangan (
foodborne pathogens) yang dapat
menyebabkan keracunan.
Kelompok
Streptococci
fekal
merupakan bakteri gram positif
bukan pembentuk spora yang
ditemukan dalam usus manusia.
Akan tetapi Streptococci fekal
relatif
tidak
banyak
diujikan
sebagai indikator sanitasi karena
beberapa spesiesnya ditemukan di
luar usus manusia (S. equinus
pada usus kuda, S. bovis pada
sapi).
Korelasinya
dengan
terdapatnya
patogen
tidak
dianggap
bagus.
Meskipun
demikian bakteri ini baik digunakan
sebagai indikator sanitasi apabila
jarak pengambilan sampel dan
laboratorium pengujian cukup jauh
karena relatif lebih tahan berada di
dalam air ketimbang Escherichia
coli .
Bakteri
yang
paling
banyak
digunakan
sebagai
indikator
sanitasi adalah E. coli , karena
bakteri ini adalah bakteri komensal
pada usus manusia, umumnya
bukan patogen penyebab penyakit
sehingga
pengujiannya
tidak
membahayakan dan relatif tahan
hidup di air sehingga dapat
dianalisis keberadaannya di dalam
air
yang
notabene
bukan
merupakan medium yang ideal
untuk
pertumbuhan
bakteri.
Keberadaan E. coli dalam air atau
makanan juga dianggap memiliki
korelasi
tinggi
dengan
ditemukannya
patogen
pada
pangan.
Sanitasi
E. coli adalah bakteri gram negatif
berbentuk batang yang tidak
membentuk
spora
yang
merupakan flora normal di usus.
Meskipun demikian, beberapa jenis
E. coli dapat bersifat patogen, yaitu
serotipe-serotipe yang masuk dalam
golongan E. coli Enteropatogenik,
E.coli
Enteroinvasif,
E.
coli
Enterotoksigenik
dan
E.coli
Enterohemoragik. Jadi adanya E.
coli dalam air minum menunjukkan
bahwa air minum tersebut pernah
terkontaminasi kotoran manusia
dan mungkin dapat mengandung
patogen usus. Oleh karenanya
standar air minum mensyaratkan
E. coli harus absen dalam 100 ml.
Berbagai cara pengujian E. coli
telah dikembangkan, tetapi analisis
konvensional yang masih banyak
dipraktikkan adalah dengan 4
tahap analisis yang memerlukan
waktu 5-7 hari. Empat tahap
analisis
tersebut
adalah
uji
pendugaan dengan metode MPN
(most probable number), uji
penguat pada medium selektif, uji
pelengkap dengan medium lactose
broth, serta uji identifikasi dengan
melakukan reaksi IMViC (indol,
methyl red, Vogues-Praskauer,
dan citrate). Jadi untuk dapat
menyimpulkan E. coli berada
dalam air atau makanan diperlukan
seluruh tahapan pengujian di atas.
Apabila
dikehendaki
untuk
mengetahui serotipe dari E. coli
yang diperoleh untuk memastikan
apakah E.coli tersebut patogen
atau bukan maka dapat dilakukan
uji serologi. Meskipun demikian,
beberapa serotipe patogen tertentu
seperti O157:H7 yang ganas tidak
dapat diuji langsung dengan
198
pengujian 4 tahap ini dan
memerlukan pendekatan analisis
khusus sejak awal.
Karena uji E. coli yang kompleks,
maka beberapa standar, misalnya
Standar Nasional Indonesia (SNI),
mensyaratkan
tidak
adanya
coliform dalam 100 ml air minum.
Coliform adalah kelompok bakteri
gram negatif berbentuk batang
yang
pada
umumnya
menghasilkan
gas
jika
ditumbuhkan
dalam
medium
laktosa. Salah satu anggota
kelompok coliform adalah E. coli
dan karena E. coli adalah bakteri
coliform yang ada pada kotoran
manusia maka E. coli sering
disebut sebagai coliform fekal.
Pengujian koliform jauh lebih cepat
jika dibandingkan dengan uji E.
coli, karena hanya memerlukan Uji
penduga yang merupakan tahap
pertama uji E coli 4 tahap di atas.
Jika terdapat coliform dalam air
minum atau makanan berarti ada
kemungkinan air atau makanan itu
mengandung
E.
coli,
tetapi
mungkin juga tidak mengandung E.
coli karena bakteri-bakteri bukan
patogen dan bukan asal usus dari
genus Enterobacter dan beberapa
Klebsiella juga menghasilkan uji
koliform positif. Untuk mengetahui
lebih lanjut koliform fekal atau E.
coli maka dapat dilanjutkan dengan
uji pelengkap 4 tahap (IMViC).
Akan tetapi jika uji penduga tidak
menunjukkan adanya koliform,
maka tidak perlu dilakukan uji 4
tahap di atas. Pada air bukan
untuk minum umumnya terdapat
perbedaan persyaratan coliform
dani E. coli. Air mempunyai
standar/acuan jumlah mikroorga-
Sanitasi
nisme yang diperbolehkan sebagai
contoh air untuk kolam renang
misalnya
mensyaratkan
kandungan koliform <2.4 x 10 3, tetapi
syarat E. coli lebih ketat yaitu < 1 x
10 3 dalam 100 ml.
5.3. Sumber-Sumber
Kontaminasi
Pangan
Kasus keracunan makanan yang
sering terjadi merupakan salah
satu contoh bahwa masyarakat
belum sepenuhnya mengetahui
sanitasi dan cara pengolahan
makanan yang baik dan aman.
Oleh karena itu, sangat penting
untuk mengetahui sumber-sumber
dan penyebab terjadinya kasus
keracunan
makanan
tersebut.
Umumnya
kasus
keracunan
makanan yang terjadi disebabkan
oleh kontaminasi makanan oleh
mikroorganisme. Mikroorganisme
tersebut
dapat
menimbulkan
penyakit seperti kasus keracunan.
Keracunan
makanan
yang
disebabkan oleh mikroorganisme
dapat digolongkan menjadi dua
yaitu intoksikasi dan infeksi.
Intoksikasi
adalah
keracunan
makanan akibat toksin yang
diproduksi oleh mikroorganisme.
Mikroba yang tumbuh dalam
makanan
akan
memproduksi
senyawa yang bersifat larut dan
beracun. Bila makanan yang
mengandung
toksin
tersebut
dikonsumsi akan dapat menyebabkan
penyakit. Mikroorganisme yang
menimbulkan
jenis
keracunan
makanan seperti ini antara lain
199
adalah Staphylococcus aureus,
Clostridium
botulinum,
C.
Perfringens, Bacillus cereus, dan
Vibrio parahaemolyticus.
Jenis keracunan makanan yang
kedua
adalah
infeksi,
yaitu
masuknya mikroba ke dalam alat
pencernaan
manusia.
Disini
mikroba tersebut akan tumbuh,
berkembang
biak,
dan
menimbulkan penyakit. Dalam
infeksi seperti ini, toksin juga
diproduksi ketika organismenya
sedang tumbuh, tetapi gejala
penyakit yang utama bukan
dihasilkan oleh adanya senyawa
toksin dalam makanan ketika
dikonsumsi
melainkan
oleh
mikrobanya sendiri. Oleh karena
itu, penyembuhan penyakit infeksi
ini membutuhkan pengobatan yang
ditujukan untuk menghilangkan
mikroba dari dalam tubuh. Mikroba
yang menimbulkan infeksi melalui
makanan antara lain adalah
Brucella sp., E. Coli, Salmonella sp.,
Shigella sp., Streptococcus grup A,
Vibrio cholerae, dan virus hepatitis
A. Berbagai jenis penyakit yang
dapat ditularkan melalui makanan
dapat dilihat pada Tabel 5.1.
Umumnya, mikroba yang tumbuh
pada makanan ini dibawa oleh
medium pembawa yang kontak
langung maupun tidak langsung
dengan
makanan.
Medium
pembawa tersebut di antaranya
adalah manusia/pekerja, hewan,
dan lingkungan tempat pengolahan
dan penyimpanan pangan. Bisa
jadi medium pembawa tersebut
membuat rantai penularan penyakit
dari medium satu ke medium akhir
yang kontak dengan makanan.
Sanitasi
200
5.3.1. Pekerja atau Manusia
Pekerja yang menangani makanan
dalam suatu industri pangan
merupakan sumber kontaminasi
yang penting, karena kandungan
mikroba patogen pada manusia
dapat menimbulkan penyakit yang
ditularkan melalui makanan.
Sebagai gambaran, manusia yang
sehat saja mampu membawa
mikroba-mikroba seperti Eschericia
coli,
Staphlococcus
aureus,
Salmonella, Clostridium perfringens
dan Streptokoki (Enterokoki) dari
kotoran
(tinja).
Streptokoki
umumnya terdapat dalam kulit,
hidung, mulut, dan tenggorokan,
serta dapat mudah dipindahkan ke
dalam makanan.
Manusia sehat bisa menjadi
pembawa
mikroba-mikroba
tersebut dikarenakan pola atau
kebiasaan
tidak
menjaga
kebersihan diri sendiri. Contoh
kongkrit yang sering terjadi adalah
setelah pekerja yang mengunjungi
kamar kecil untuk buang air tidak
mencuci tangan sampai bersih
kemudian tangan pekerja tersebut
kontak dengan makanan. Contoh
lainnya, kebiasaan tangan pekerja
yang
tidak
disadari
selalu
menggaruk
kulit,
menggosok
hidung,
merapikan
rambut,
menyentuh atau meraba pakaian
dan hal-hal lain yang serupa
merupakan andil yang besar dalam
perpindahan
kontaminan
dari
manusia ke makanan. Selain
bahaya biologis, manusia juga
membawa bahaya fisik. Misalnya,
rambut
dan perhiasan (cincin)
pekerja yang tidak disadari jatuh ke
dalam makanan.
Tabel 5.1. Penyakit-penyakit yang umum ditimbulkan melalui makanan
NO PENYAKIT
PENYEBAB
CARA
TRANSMISI
Menelan
makanan yang
terkontaminasi
1.
Keracunan
makanan
Staphylococcus
Enterotoksin
yang larut oleh
Staphylococcus
aureus dalam
makanan.
2.
Keracunan
makanan
Pertumbuhan
Menelan
makanan yang
Clostridium
terkontaminasi
perfringens
dalam makanan
(kebanyakan
daging-dagingan)
CARA
PENCEGAHAN
1. Mencegah
kontaminasi
2. Refrigerasi
PENGOBATAN
Supportive
(meningkatkan
daya tahan
tubuh, misal
dengan
vitamin).
1. Mencegah
Supportive
kontaminasi
2. Menghidangkan
makanan
panas-panas
tanpa ditunda
3. Pemasakan
cukup
4. Refrigerasi
Sanitasi
NO PENYAKIT
201
CARA
TRANSMISI
Toksin larut yang Menelan
diproduksi oleh
makanan yang
pertumbuhan
terkontaminasi
Clostridium
botulinium dalam
makanan
anaerobik
nonasam
CARA
PENGOBATAN
PENCEGAHAN
1. Mencegah
Antitoksin
kontaminasi
spesifik
2. Pengawetan
dengan panas
3. Pemanasan
hingga
mendidih
selama 15’
sebelum
makan
PENYEBAB
3.
Botulism
4.
Keracunan
makanan
Bacillus cereus
Sel dan toksin
Menelan
dari Bacillus
makanan yang
cereus dalam alat terkontaminasi
pencernaan
1. Mencegah
kontaminasi
2. Refrigerasi
Supportive
5.
Keracunan
Sel Vibrio
Menelan
makanan Vibrio parahaaemolyticus makanan yang
terkontaminasi
parahaemolyticu
s
1. Pemasakan
seafoods
secukupnya
2. Refrigerasi
seafoods
setalah
dimasak
Supportive
Antibiotika
6.
Salmonellosis
Salah satu
spesies dari
Salmonella
Menelan
oraganisme
hidup dalam
makanan
terkontaminasi
1. Mencegah
kontaminasi
2. Pembersihan
makanan
mentah
3. Pemasakan
dengan baik
4. Refrigerasi
5. Hilangkan
carriers
Pemberian
antibiotika
memberikan
hasil yang tidak
teratur
7.
Demam typhus
Demam
paratyphus
Salmonella typhi.
S. paratyphi A,
S. paratyphi B, S.
paratyphi C
Menelan
oraganisme
hidup dalam
makanan atau
air yang
terkontaminasi
1. Khlorinasi air
Pemberian
antibiotika
2. Deteksi dan
hilangkan
carries
3. Pemasakan
makanan
dengan baik
4. Immunisasi
5. Sanitasi umum
8.
Shigellosis
Salah satu
(Disentri basiler) spesies dari
Shigella
Menelan
oraganisme
hidup dalam
makanan atau
air yang
terkontaminasi
1. Khlorinasi air
2. Pemasakan
dan
penanganan
makanan
dengan baik
3. Sanitasi umum
Pemberian
antibiotika dan
pemeliharaan
cairan
Sanitasi
CARA
TRANSMISI
Menelan
Streptococcal
Streptococcus
oraganisme
pharyngitis
pyogenes
hidup dalam
makanan atau
susu yang
terkontaminasi
Juga dengan
cara kontak dan
pernafasan
Diphtheri
Corynebacterium Menelan
oraganisme
diphtheria
hidup dalam
makanan atau
susu yang
terkontaminasi
Juga dengan
cara kontak dan
pernafasan
Brucellosis
Brucella abortus, Menelan
oraganisme
B. melitensis,
hidup dalam
B. suis
susu atau
produk daging
yang
terkontaminasi
Infeksi hepatitis Virus hepatitis
Juga dengan
(sakit kuning
cara kontak dan
epidemik)
pernafasan
Amoebiasis
Menelan virus
Entamoeba
(disentri amoba) histolytica
dalam air, susu,
dan makanan
yang
terkontaminasi
Juga dengan
cara kontak
langsung
Trichinosis
Larva dari
Menelan telur
Trichinella spiralis dari organisme
dalam air dan
makanan
terkontaminasi
NO PENYAKIT
9.
10.
11.
12.
13.
14.
202
15. Gastroenteritis
epidemik
PENYEBAB
Salah satu virus
CARA
PENCEGAHAN
1. Sanitasi umum
2. Pasteurisasi
susu
3. Pemasakan,
penanganan
dan
penyimpanan
makanan yang
cocok
1. Immunisasi
2. Pasteurisasi
susu
3. Penanganan
dan refrigerasi
yang baik
4. Sanitasi umum
PENGOBATAN
Pemberian
antibiotika
Pemberian
antibiotika dan
antitoksin
1. Pasteurisasi
susu
2. Pemasakan
produk susu
dan daging
yang baik
3. Sanitasi umum
1. Sanitasi umum
2. Isolasi
penderita
1. Sanitasi umum
2. Filtrasi air
Pemberian
antibiotika
Pengolahan
daging babi yang
cukup
1. Penanganan
air
2. Sanitasi umum
Menelan daging 1. Khlorinasi air
2. Sanitasi umum
yang
mengandung
larva hidup
Menelan virus
dalam air dan
makanan yang
terkontaminasi.
Juga dengan
cara kontak.
Terapi
supportive
Gammaglobulin
Antibiotika dan
terapi kimia
Terapi
supportive
Antibiotika dan
terapi
supportive.
Terutama
balance cairan
pada anakanak
Sanitasi
203
CARA
TRANSMISI
Menelan
Eschericia coli,
organisme
Shigella sp.,
hidup dalam
Salmonella sp,.
makanan dan
Giardia lambia,
Staphylococcus sp, air
terkontaminasi
Pseudomonas
aeruginosa,
Proteus vulgaris,
lain-lain
CARA
PENGOBATAN
PENCEGAHAN
1. Sanitasi umum Terapi
2. Immunisasi
supportive
17. Poliomielitis
Paralisis
infantil
Polia
Salah satu dari 3
jenis poliovirus
Kontak
langsung.
Air
terkontaminasi
Makanan
mungkin, tetapi
belum
dibuktikan
1. Pemasakan
Terapi
daging dengan supportive
baik terutama
kelinci
2. Khlorinasi air
18. Tularemia
Francisella
tularensis
Kontak
langsung
Gigitan
serangga
Menelan
organisme
dalam daging
yang berasal
dari hewan
yang terinfeksi
Air
terkontaminasi
1. Sanitasi umum Antibiotika dan
2. Pasteurisasi
terapi
susu dan
supportive
produk-produk
susu
3. Menghilangka
n ternak yang
terinfeksi
19. Tuberculosis
Mycobacterium
tuberculosis
Kontak,
pernafasan,
konsumsi
organisme
dalam susu
yang berasal
dari hewan
yang terinfeksi
NO PENYAKIT
16. Diare akut
PENYEBAB
Sumber: Jenie, 1987
5.3.2. Hewan
Sumber kontaminasi yang kedua
adalah berasal dari hewan. Hewan
juga dapat menjadi medium
pertumbuhan dan penyebaran
penyakit. Pada industri pangan
yang menjadikan hewan sebagai
bahan baku mereka, sangat
penting
untuk
melakukan
pemeriksaan
hewan
tersebut.
Namun, untuk sebagian besar
industri pangan tidak menghendaki
adanya hewan yang berada di area
pengolahan makanan. Semua
Sanitasi
hewan membawa debu, kotoran
dan mikroba. Ini termasuk hewan
peliharaan rumah tangga seperti
anjing dan kucing. Apabila hewan
tersebut diizinkan berada di dekat
makanan, makanan itu dapat
menjadi terkontaminasi.
Gambar 5.1. Keberadaan Binatang
Peliharaan dalam Lingkungan Pabrik harus
Dihindarkan (Anonim, 2005)
a. Ternak Besar
Staphylococcus
aureus
merupakan
penghuni
dari
hidung, mulut, tenggorokan, dan
kulit dari hewan ternak. Tetapi
sebagian besar yang terdapat
adalah dalam bentuk koagulase
negatif sehingga tidak virulen
potensial.
Selain
itu,
Sterptokoki fekal, Clostridium
perfringens, Salmonella, dan
koliform merupakan penghuni
alat pencernaan ternak.
b. Unggas
Unggas adalah hewan yang
mengandung
Salmonella
terbanyak termasuk galur-galur
patogenik terhadap manusia.
Penyakit perut oleh Salmonella
pada
manusia,
kira-kira
saperuhnya disebabkan oleh
produk-produk unggas terutama
204
telur. Pada telur yang sudah
mengandung S. Typhimurium
dapat menyebabkan penyakit
typhus. Kulit-kulit telur menjadi
sumber Salmonella dan dapat
mengkontaminasi isi telur, bila
kulit dan membrannya terluka
atau bila telur dipecahkan. Oleh
karena itu makanan yang
mengandung
produk-produk
unggas
perlu
diperhatikan
secara
khusus,
misalnya
dengan mencuci bersih telur
yang akan digunakan.
Selain Salmonella, unggas
dapat
merupakan
sumber
Staphylococcus aureus bila
kulitnya terluka dan terinfeksi
oleh bakteri tersebut. Makin
besar lukanya, penggandaan
Staphylococcus aureus makin
banyak.
c. Hewan Peliharan
Hewan-hewan
peliharaan
seperti anjing dan kucing
diketahui banyak mengandung
Salmonella yang diperoleh dari
makanan
anjing
yang
terkontaminasi. Oleh karena itu,
hewan peliharaan sebaiknya
tidak berkeliaran di areal
persiapan, pelayanan, dan
penyimpanan
makanan.
Pekerja yang telah memegang
hewah harus mengganti baju
dan
mencuci
tangannya
dengan
baik
sebelum
menangani makanan. Kontrol
terhadap Salmonella dalam
makanan hewan peliharaan
akan membantu mengurangi
salmonelosis
pada
hewan
tersebut dan secara tidak
langsung pada manusia.
Sanitasi
d. Binatang Pengerat
Tikus dapat mengkontaminasi
makanan selama transportasi,
penggudangan, dan dalam
ruang persiapan pangan. Tikus
membawa organisme penyakit
pada kulit dan atau dalam alat
pencernaan yang berasal dari
makanan
yang
sudah
terkontaminasi. Salah satu
organisme penyakit tersebut
adalah Salmonella yaitu S.
typhimurium, S. enteridis, dan
S. newport. Kontrol terhadap
tikus ini penting dan harus
dijaga
dari
tempat-tempat
dimana makanan disimpan.
e. Serangga
Lalat yang sering berdekatan
dengan manusia dan paling
sering ditemukan dalam pabrik
makanan
adalah
Musa
domestica.
Tempat-tempat
berkembang biak lalat yang
paling disukai adalah kuku
hewan,
kotoran
manusia,
sampah, dan selokan. Oleh
karena itu, kaleng-kaleng atau
wadah-wadah sampah yang
terbuka merupakan ancaman
bagi sanitasi yang baik. Lalat
sering
kali
membawa
organisme-organisme penyakit
dalam bagian-bagian mulut,
pencernaan, kaki dan jarijarinya.
Karena
serangga
memakan
kotoran-kotoran,
semuanya
ini
dapat
mengandung patogen usus
yang berasal dari manusia
maupun hewan, di antaranya
Salmonella. Oleh karena itu
sangat penting sekali bahan
pangan dilindungi dari lalat.
205
Kecoa juga sering dijumpai
dalam pabrik makanan. Hewan
ini biasanya meninggalkan bau
khas
pada
benda
dan
mengotorinya dengan fases
yang agak cair. Kecoa suka
akan makanan berpati, keju,
dan bir; tetapi juga memakan
hewan-hewan mati, kulit, dan
kertas dinding. Kecoa sering
mengkontaminasi
makanan
dan
peralatan
dengan
membawa
kotoran-kotoran
yang mengandung patogen
pada kaki dan tubuhnya.
Nyamuk dan ngengat seirng
terdapat pada tempat-tempat
pengolahan
makanan
dan
dapat membawa organisme
penyakit dan mengkontaminasi
makanan. Hewan ini suka
tempat yang hangat.
5.3.3. Debu dan kotoran
Debu dan kotoran terdiri atas tanah,
kulit mati, bulu-bulu halus dan
berbagai partikel kecil lainnya.
Debu dan kotoran ini sangat
mudah tertiup ke makanan setelah
terbawa ke dapur melalui pakaian
dan sepatu. Tanah mengandung
bakteri Clostridium perfringens
penyebab keracunan makanan dan
banyak lagi yang lain.
5.3.4. Udara dan air
Udara mengandung bakteri dan
beberapa di antaranya dapat
melekat pada makanan yang
ditinggalkan
dalam
keadaan
terbuka. Jika menggunakan air
yang tidak berasal dari keran
Sanitasi
utama (misalnya dari tangki air
yang tidak bertutup di loteng), air
tersebut
dapat
mengandung
bakteri yang berbahaya.
5.3.5. Makanan mentah
Makanan mentah mengandung
bakteri ketika mereka tiba di tempat
pengolahan makanan. Daging
mungkin mengandung bakteri yang
semula berada di usus hewan.
Mungkin
juga
daging
itu
terkontaminasi oleh bakteri ketika
hewan tersebut dibunuh. Air daging
juga mungkin mengandung bakteri.
206
5.3.6. Buangan (sampah)
Sampah, terutama sampah dapur,
mengandung makanan busuk, sisasisa makanan, sisa kupasan yang
semuanya mengandung bakteri.
Tempat sampah yang terbuka
akan menarik lalat dan hama
lainnya yang kemudian membawa
bakteri ke makanan.
Bakteri
penyebab
keracunan
makanan yang disebut Salmonella
hidup di dalam usus kebanyakan
ayam. Sebagian besar unggas
mungkin terkontaminasi bakteri ini.
Kebanyakan buah dan sayuran
mengandung bakteri. Sayuran
yang berasal dari akar seperti
kentang,
wortel
mengandung
bakteri tanah di atasnya.
Apabila ikan masih benar-benar
segar, mungkin tidak banyak
mengandung bakteri. Bagaimanapun,
ikan sangat cepat rusak dan
sangat mungkin terkontaminasi
selama proses transportasi dan
penyimpanan.
Kerang
hidup
dengan menyaring air laut. Apabila
kerang hidup di tempat yang airnya
tercemar, misalnya dekat tempat
keluarnya saluran pembuangan,
kerang
tersebut
mungkin
mengandung bakteri berbahaya
dan berbagai virus.
Gambar 5.2. Genangan Air dapat Sebagai
Habitat Hidup Bakteri (Anonim, 2005)
Sanitasi
207
ƒ
Gambar 5.3. Sisa-Sisa Bahan selama
Proses dapat Menjadi Sumber
Kontaminasi (Anonim, 2005)
5.4. Jenis-jenis Sanitaizer
Sanitaiser (desinfektan) adalah
bahan yang digunakan untuk
mereduksi jumlah mikroorganisme
patogen dan perusak di dalam
pengolahan pangan dan pada
fasilitas
dan
perlengkapan
persiapan makanan. Syarat-syarat
sanitaiser yang ideal adalah harus
mempunyai
sifat-sifat
sebagai
berikut:
Sifat-sifat destruktif terhadap
ƒ
mikroorganisme
Tahan terhadap lingkungan
ƒ
Sifat-sifat membersihkan yang
ƒ
baik
Tidak beracun dan tidak
ƒ
menyebabkan iritasi
Larut dalam air dengan
ƒ
berbagai perbandingan
Bau dapat diterima atau tidak
ƒ
berbau
Stabil dalam larutan pekat dan
ƒ
encer
Mudah digunakan
ƒ
Banyak tersedia
ƒ
Murah
ƒ
Mudah diukur dalam larutan
yang telah digunakan
Jenis-jenis bahan sanitasi yang
utama adalah sanitasi panas,
sanitasi radiasi, dan sanitasi kimia.
Sanitasi panas adalah bahan
sanitasi dengan menggunakan uap
panas dan air panas. Sanitasi
radiasi adalah bahan sanitasi yang
menggunakan sinar ultraviolet
dengan panjang gelombang 2500A
atau katode energi tinggi atau sinar
gama
untuk
menghancurkan
mikroorganisme.
Sedangkan
sanitasi kimia adalah bahan
sanitasi
yang
menggunakan
bahan-bahan kimia. Penggolongan
sanitaiser
kimia
berdasarkan
senyawa kimia yang mematikan
mikroorganisme yaitu (1) senyawasenyawa pelepas khlorin, (2)
quaternary ammonium compounds,
(3)
iodophor,
(4)
senyawa
amfoterik, dan (5) senyawa fenolik.
5.4.1. Senyawa Khlorin
Senyawa-senyawa khlorin yang
berfungsi sebagai sanitaiser dapat
dikelompokkan menjadi (1) khlorin
cair, (2) hipokhlorit, (3) khloramin
anorganik, dan (4) khloramin
organik dan khlorin dioksida.
Hipokhlorit adalah sanitaiser yang
paling banyak digunakan dalam
industri pangan, tetapi ada sejumlah
senyawa
khlorin
lain
yang
digunakan dalam jumlah terbatas
seperti Cl2 dan trisodium fosfat
terklorinasi seperti juga khloramin
organik, turunan asam isosianurik,
dan
diklorodiametilhidantoin.
Hipokhlorit adalah senyawa khlorin
Sanitasi
yang paling aktif dan efektif dalam
meninaktifkan
sel-sel
mikroba
dalam
suspensi
air
dam
membutuhkan waktu kontak kirakira 1.5-100 detik. Reduksi populasi sel sebanyak 90 persen untuk
sebagian besar mikro-organisme
dapat dicapai dalam waktu kurang
dari 10 detik dengan kadar khlorin
bebas yang relatif rendah.
Pada
umumnya,
senyawasenyawa
penghasil
khlorin
merupakan sanitaiser yang paling
kuat dengan spektrum luas. Bakteri
gram positf dan gram negatif
sama-sama peka terhadap khlorin.
Disamping
itu,
senyawa
ini
memperlihatkan aktifitas terhadap
spora-spora bakteri. Senyawa
penghasil khlorin murah harganya;
mudah digunakan dan tidak
dipengaruhi oleh air sadah. Tetapi,
pH tinggi harus dijaga untuk
mencegah
terjadinya
korosi,
dengan konsekuensi hilangnya
sebagian aktifitas bakterisidal.
Kerugian utama dari senyawasenyawa ini adalah cepat inaktif
oleh adanya bahan organik;
disamping itu harus dibilas dengan
baik untuk mencegah korosi.
208
b. nonselektif dalam mematikan
semua jenis sel-sel vegetatif
c. biaya penggunaannya paling
rendah
d. pembilasan peralatan setelah
penggunaan umumnya tidak
diperlukan
Sedangkan kelemahannya adalah
sebagai berikut:
a. tidak stabil karena agak cepat
hilang oleh panas atau oleh
kontaminasi dengan bahan
organik
b. sangat
korosif
terhadap
stainless steel dan logam lain
c. waktu kontak yang terbatas
dengan peralatan
5.4.2. Quaternary Ammonium
Compounds
Cara kerja dari senyawa khlorin ini
adalah
mempengaruhi
fungsi
membran sel, terutama transpor
nutrien
ekstraseluler
dan
karborhidrat dan asam amino
berlabel tidak dapat diambil oleh
sel-sel yang telah diberi perlakuan
dengan khlorin.
Senyawa ini dikenal sebagai
“quaternaries”,
“quats”,
atau
“QACs”,
adalah
garam-garam
ammonium dengan beberapa atau
semua atom-atom H dalam ion
(NH4)+ disubstitusi dengan gugus
alkali atau gugus aril. Anionnya
biasanya klorida atau bromida.
Kation yang merupakan bagian
utama adalah bagian aktif dari
molekul,
sedangkan
bagian
anionnya hanya penting karena
dapat mempengaruhi kelarutan
QACs.
QACs
yang
banyak
digunakan adalah cetil trimetil
ammonium
bromida
dan
lavrildimetilbencil
ammonium
klorida.
Keuntungan dari senyawa khlorin
dibandingkan
desinfektan
lain
adalah;
a. kerjanya cepat
Dibandingkan dengan hipokhlorit,
QACs lebih mahal tetapi senyawa
ini mempunyai banyak sifat-sifat
yang diinginkan. Dengan demikian
Sanitasi
QACs, tidak dipengaruhi oleh
adanya kotoran-kotoran organik,
monokorosif, walaupun beberapa
jenis karet dapat dipengaruhi dan
tidak mengiritasi kulit. Senyawa ini
mudah
berpenetrasi
sehingga
sangat berguna untuk permukaanpermukaan yang porous. Senyawa
ini efektif pada suhu dan pH yang
tinggi.
Kelemahan dari senyawa ini
adalah QACs sangat efektif pada
bakteri
Gram
positif
saja,
membentuk film pada peralatan
penanganan
dan
pengolahan
pangan, dan tidak dapat bekerja
sama dengan deterjen sintetik tipe
anionik.
5.4.3. Yodofor
Pada umumnya, yodium dan asam
dipoyodium merupakan senyawa
aktif
dalam
menghancurkan
mikroba. Senyawa yodium utama
yang digunakan untuk sanitasi
adalah larutan-larutan yodofor,
alkohol-yodium,
dan
larutan
yodium cair. Yodofor mempunyai
manfaat
yang
besar
untuk
pembersihan
dan
desinfeksi
peralatan
dan
permukaanpermukaan dan sebagai antiseptik
kulit. Yodofor juga digunakan
dalam penanganan air.
Yodofor
mempunyai
aktifitas
bakterisidal yang lebih besar di
bawah kondisi asam oleh karena
itu
senyawa
yodofor
sering
dimodifikasi dengan asam fosfat.
Yodofor yang dibuat kompleks
dengan surfaktan dan asam
memberikan sifat-sifat deterjen
209
sehingga kompleks ini mempunyai
sifat-sifat
deterjen-sanitaiser.
Senyawa ini bakterisidal dan
memiliki kelarutan yang lebih tinggi
dalam air, tidak berbau dan tidak
iritatif terhadap kulit. Kerugian dari
senyawa ini adalah lebih mahal
dibandingkan
dengan
khlorin,
mudah menguap pada suhu 50OC
dan
sangat
peka
terhadap
perubahan-perubahan pH.
Sanitaiser yodium efektif untuk
sanitasi tangan karena senyawa ini
tidak mengiritasi kulit. Senyawasenyawa ini direkomendasikan
untuk
pekerjaan-pekerjaan
pencelupan tangan dalam pabrik
makanan.
Yodofor
terutama
digunakan dalam industri susu dan
industri bir.
5.4.4. Senyawa-Senyawa
Amfoterik
Beberapa
surfaktan
amfoterik
terutama adalah deterjen dengan
daya
bakterisidal
rendah.
Beberapa
turunan
inidazolin
merupakan bakterisidal yang relatif
lebih kuat dan deterjen lebih lemah,
contohnya
etil
B-olesipropinik
ionidizol. Senyawa-senyawa ini
aktif sebagai bakterisidal bila berada
dalam keadaan kationik. Pada
umumnya, senyawa-senyawa ini
lebih mahal dibandingkan dengan
desinfektan
lain
dan
tidak
merupakan bakterisidal yang kuat,
walaupun dapat dicampur dengan
QACs
untuk
meningkatkan
efisiensinya.
Sanitasi
Desinfektan amfoterik tidak begitu
dipengaruhi oleh bahan organik
atau oleh kesadaan air, tidak korosif,
tidak beracun, tidak berbau, dan
stabil, bahkan dalam bentuk encer
untuk waktu lama. Akan tetapi
cenderung membentuk busa dan
karena mahal serta aktifitasnya
terbatas, desinfektan terbatas,
maka amfoterik tidak banyak
digunakan dalam industri pangan.
5.4.5. Senyawa-Senyawa
Fenolik
Banyak senyawa-senyawa fenolik
mempunyai daya bakterisidal yang
kuat dan banyak digunakan
sebagai
desinfektan
umum.
Fenolik tidak digunakan dalam
pekerjaan desinfektan pada pabrik
makanan karena baunya yang
keras dan karena kemungkinan
memindahkan off-flavour.
5.5. Sanitasi Pekerja
Higiene pekerja yang menangani
makanan
sangat
penting
peranannya di dalam mencegah
perpindahan penyakit ke dalam
makanan.
Persyaratan
bagi
pekerja ini yang penting adalah:
1. Kesehatan yang baik; untuk
mengurangi
kemungkinan
pekerja
menjadi
tempat
penyimpanan bakteri patogen,
2. Kebersihan; untuk mengurangi
kemungkinan
penyebaran
bakteri oleh pekerja,
3. Kemauan
untuk
mengerti
tentang sanitasi; merupakan
prasyarat
agar
program
sanitasi berjalan dengan efektif.
210
Cara-cara
untuk
mengawasi
higiene pekerja dapat dilakukan
dengan pemeriksaan kesehatan
secara
periodik,
menjaga
kebersihan pekerja (rambut, kulit,
tangan, kuku, dan pakaian), dan
memberikan pendidikan mengenai
prinsip-prinsip higiene pekerja.
Kebiasaan pekerja ketika sedang
bekerja
seperti
membereskan
rambut dan memegang bagian
tubuh lain yang tidak mendukung
higiene pekerja harus dihilangkan.
Fasilitas pencucian tangan harus
tersedia dalam kamar ganti
pakaian, kamar kecil, dalam dapur,
dan daerah pelayanan makanan.
Fasilitas seperti air pencuci berupa
air hangat (110-1200F), sabunsabun
aseptik
seperti
yang
digunakan di rumah-rumah sakit
harus tersedia dalam jumlah cukup.
Demikian pula handuk saniter atau
alat-alat pengering tangan atau lap
sekali pakai. Para pekerja tidak
diperkenankan merokok di daerahdaerah persiapan makanan, ruang
makan, dan setelah merokok,
pekerja harus mencuci tangannya.
Pakaian pekerja harus bersih, dan
bila digunakan lebih dari satu hari
harus disimpan dalam lemari.
Tutup rambut atau kepala harus
digunakan
untuk
mencegah
terjadinya kontak antara rambut
dengan makanan. Para pekerja
disediakan seragam khusus yang
dikenakan segera saat di pabrik,
dan diperkenankan datang ke
pabrik dari rumah dengan seragam.
Pekerja harus menggunakan penutup
mulut dan hidung saat bekerja
untuk meninimalkan kontaminasi
ke makanan (Gambar 5.4).
Sanitasi
211
Gambar 5.4. Cara Mencuci Tangan yang baik (Anonim, 2005)
Gambar 5.5. Kelengkapan Seragam
Pekerja (Anonim, 2005)
Menjaga tempat kerja, staf dan
peralatan bersih adalah bagian
penting dari higinitas makanan,
karena bekerja di area yang bersih
dapat memberikan keuntungan
antara lain:
Mengurangi
resiko
terjadi
ƒ
produksi
makanan
yang
berbahaya
Mencegah gangguan serangga
ƒ
seperti lalat, tikus dll
Lebih menarik konsumen
ƒ
Hal lain yang juga penting adalah
cara penanganan makanan dan
penyimpanannya.
Penanga-nan
dan penyimpanan yang buruk
dapat menyebabkan munculnya
keracunan makanan, meskipun di
tempat kerja yang bersih sekalipun.
Terdapat 40 orang yang mati
setiap tahunnya karena keracunan
makanan. Mereka yang termasuk
kelompok beresiko tinggi antara
lain: anak usia dini, orang tua,
orang yang sedang sakit
Selain menyebabkan luka atau
penyakit, higiene yang jelek juga
akan menyebabkan terjadinya :
Kontaminasi makanan
ƒ
Terbuangnya makanan
ƒ
Gangguan serangga
ƒ
Kehilangan waktu kerja
ƒ
Menurunnya
efisiensi
dan
ƒ
produktifitas
Kehilangan pelanggan dan
ƒ
keuntungan
Pelanggaran hokum
ƒ
(Hunnicliffe, 1993)
Sanitasi
212
5.6. Sanitasi Bangunan/
Ruang dan Fasilitas
Tempat kerja maupun pabrik harus
tetap bersih dan rapi dan
didesinfeksi secara teratur. Penting
untuk
mengetahui
bagaimana
membersihkan semuanya secara
teratur untuk menjaganya agar
aman digunakan.
Proses
membersihkan
adalah
sebuah
kerja
keras
yang
membutuhkan
energi.
Agar
permbersihan
lebih
efektif
sebaiknya
menggunakan
air
panas, detergent dan beberapa
usaha pembersihan lainnya secara
fisik. Detergent adalah bahan kimia
yang
membantu
melarutkan
minyak dan membuang kotoran.
Meskipun permukaan tersebut
sudah kelihatan bersih, masih
memungkinkan terdapat bakteri
disana. Proses desinfeksi sangat
diperlukan
untuk
memastikan
permukaan
tersebut
aman.
Desinfeksi adalah pengurangan
bakteri sampai level yang aman.
Cara umum yang digunakan
adalah dengan menggunakan air
panas ( ± 82°C), uap panas atau
desinfektan yang sesuai.
Untuk
membersihkan
sesuatu
secara
teratur,
sebaiknya
mengikuti 6 tahap berikut :
1. Pre clean adalah membuang
kotoran atau menyingkirkan
makanan
atau
sisa-sisa
produksi sebelum dilakukan
pembersihan utama. Tahap ini
dapat
dilakukan
dengan
menyikat debu yang berasal
dari sisa-sisa atau remahan
2.
3.
4.
5.
6.
makanan
dan
lapisan
permukaan
alat.
Dapat
menggunakan kain penggosok
untuk menghilangkan noda
yang bandel.
Main clean dilakukan dengan
menggunakan air bersih atau
air panas dan detergent. Juga
harus memperhatikan areal
yang sulit dibersihkan misalnya
bagian sudut.
Pembilasan dilakukan dengan
menggunakan air bersih dan
lap bersih.
Desinfeksi dilakukan dengan
menggunakan
larutan
desinfeksi dan membiarkannya
beberapa saat
Pembilasan akhir
dilakukan
dengan
menggunakan
air
bersih dan lap bersih
Pengeringan dapat dibiarkan
kering secara alami atau
menggunakan pengering steril.
Pengeringan
dengan
menggunakan
lap
dapat
menyebarkan bakteri. Oleh
karena
itu
jika
mengeringkannya dengan lap
harus menggunakan lap yang
bersih dan kering atau lap dari
bahan kertas.
Gambar 5.6. Upaya Menjaga Kebersihan
Peralatan Produksi (Anonim, 2005)
Sanitasi
Gambar 5.7. Contoh Alat Sanitasi yang
Perlu Disediakan (Anonim, 2005)
5.7. Sanitasi Lingkungan
Sanitasi
lingkungan
meliputi
sanitasi di dalam dan di luar area
pengolahan makanan. Sanitasi di
dalam area harus dimulai dari tata
letak peralatan sehingga memudahkan pembersihan dan orangorang yang bekerja di dalamnya.
Sedangkan sanitasi di luar area
pengolahan lebih berhubungan
dengan lingkungan yang mendukung proses pengolahan makanan.
Dengan meningkatnya populasi,
urbanisasi,
perdagangan,
dan
pengolahan produk pangan, maka
praktek-praktek
sanitasi
perlu
mendapat perhatian lebih besar.
Keterlibatan lingkungan seperti
produksi limbah gas, limbah cair,
dan
limbah
padat
yang
menimbulkan masalah pembuangan yang bervariasi tergantung
pada toksisitas limbah, lokasi
produksi, dan pembuangan, serta
volume limbah.
Sanitasi pada lingkungan lebih
menitikberatkan untuk pengenda-
213
lian faktor-faktor eksternal seperti
air, tanah, dan udara yang
mendukung proses pengolahan
makanan.
Untuk
mengatasi
masalah air buangan harus dibuat
fasilitas
sistem
saluran
pembuangan yang baik, faslitas
kamar kecil, dan persedian air
yang terpisah dengan saluran air
buangan.
Sedangkan
untuk
mengatasi
masalah
bahaya
kontaminasi dari tanah maka
disediakan alas kaki tersendiri bagi
pekerja untuk di dalam ruangan
pengolahan, bahan baku harus
sebelum diolah harus dilakukan
tahap pembersihan dan sortasi
sehingga kotoran dari tanah bisa
dihindari.
Dan hal yang lebih penting adalah
diperlukan pembersihan secara
rutin, serta sistem ventilasi yang
baik sangat diperlukan untuk
mengatur sirkulasi udara di area
pengolahan. Lingkungan harus
selalu
dipertahankan
dalam
keadaan bersih dengan cara
membuang sampah segera agar
tidak menumpuk, tempat sampah
selalu dalam kondisi tertutup, dan
jalan terpelihara supaya tidak
berdebu atau kotor dan selokan
yang berfungsi dengan baik.
Sanitasi
Gambar 5.8. Lingkungan Sekitar Pabrik
harus Dijaga Kebersihannya (Anonim,
2005)
5.8. Penanggulangan
Kontaminasi
Permukaan tempat kerja, pisau,
pakaian dan tangan yang tidak
dicuci merupakan pembawa untuk
memindahkan bakteri ke makanan
(kontak tidak langsung) Bendabenda
dapat
menkontaminasi
makanan
selama
tahap-tahap
proses produksi Bahan kimia,
termasuk pestisida, pemutih dan
bahan pembersih lainnya dapat
mengkontaminasi
makanan
apabila tidak digunakan dengan
hati-hati. Apabila benda yang
berbahaya dimasukkan dalam
makanan secara sengaja, ini
disebut kontaminasi disengaja dan
merupakan tindakan kejahatan.
Kontaminasi yang dibahas ini
merupakan kontaminasi yang tidak
sengaja diciptakan. Oleh karena itu
perlu suatu upaya untuk mencegah
kontaminasi
dan
keracunan.
Adapun upaya-upaya tersebut
antara lain:
214
1. Mencegah kontaminasi pada
pangan
a. menyentuh
makanan
sesedikit mungkin
b. menghindarkan makanan
dari semua sumber bakteri
c. menutup makanan
d. memisahkan
makanan
mentah dari makanan
yang sudah dimasak
e. menghindarkan hewan dan
serangga
dari
tempat
makanan
f. membuang sisa makanan
dan sampah lain dengan
hati-hati
g. menjaga tempat sampah
tetap tertutup
h. menjaga
segalanya
sebersih mungkin
2. Menghentikan perkembangbiakan
bakteri
yang
ada
pada
makanan untuk
a. mencegah makanan yang
kering menjadi lembab
b. bakteri tidak dapat tumbuh
tanpa kelembaban
c. menyimpan makanan pada
suhu penyimpanan yang
aman yaitu pada suhu di
bawah
5°c
atau
menyimpan
makanan
panas di atas 63°c.
3. Memasak makanan hingga
benar-benar matang
4. Mengusahakan
tidak
menyiapkan makanan sebelum
diperlukan
5. Tidak menyimpan makanan
pada zona suhu bahaya (5 63°C) lebih lama dari yang
diperlukan.
6. Menghindarkan
pemanasan
makanan kembali
Sanitasi
Bakteri memerlukan makanan,
kelembaban,
kehangatan
dan
waktu untuk tumbuh. Beberapa
cara
menghilangkan
atau
mengurangi
kontaminasi
oleh
bakteri
antara
lain
dengan
manaskan
atau
mencairkan
makanan sepenuhnya sebelum
memasak kecuali instruksi yang
ada menyatakan sebaliknya, dan
menjaga tempat agar tetap bersih.
5.9. Keamanan Pangan
Keamanan pangan adalah kondisi
dan upaya yang diperlukan untuk
mencegah
pangan
dari
kemungkinan cemaran biologis,
kimia, dan benda lain yang dapat
mengganggu, merugikan, dan
membahayakan
kesehatan
manusia. Pemerintah menetapkan
persyaratan
sanitasi
dalam
kegiatan atau proses produksi,
penyimpanan, pengangkutan, dan
atau peredarannya.
Keamanan pangan adalah sebuah
tanggung jawab yang mengikat
semua pihak, dari petani hingga
konsumen
yang
menyiapkan
215
makanan. Jika tanggung jawab ini
diabaikan maka resiko yang akan
dihadapi adalah keracunan yang
dapat menyebabkan kematian.
sehingga beberapa pihak seperti
perguruan tinggi menjadi sangat
concern terhadap masalah ini
melalui riset-riset maupun seminar
yang diadakannya. Pemerintah
telah mengatur masalah keamanan
pangan ini dalam UU RI No.7
Tahun1996 Tentang ‘Perlindungan
Pangan”.
Pengembangan sistem mutu dan
keamanan pangan merupakan
tanggung jawab bersama antara
pemerintah, industri yang meliputi
produsen bahan baku, industri
pangan dan distributor, serta
konsumen
(WHO,
1998).
Keterlibatan ketiga sektor tersebut
sangat
berpengaruh
terhadap
keberhasilan
pengembangan
sistem mutu dan keamanan
pangan. Gambar 10 dan 11
menyajikan
keterlibatan
dan
tanggung jawab bersama antara
pemerintah, industri dan konsumen
dalam pengembangan sistem mutu
dan keamanan pangan.
Sanitasi
216
Gambar 5.9. Sistem Mutu dan Keamanan Pangan Nasional
Gambar 5.10. Hubungan Antara Tanggung Jawab Pemerintah, Industri dan Konsumen
dalam Implementasi Sistem dan Keamanan Pangan
5.9.1. Jenis penyakit karena
patogen dalam pangan
Selain nutrisi, bahan pangan sering
kali mengandung mikro-organisme
baik
yang
mengun-tungkan
maupun
merugikan.
Con-toh
miroorganisme yang
menguntungkan seperti probiotik pada
yoghurt dan susu, sedangkan
contoh
mikroorganisme
yang
merugikan adalah mikroorganisme
yang
dapat
menyebabkan
kebusukan
pada
bahan
pangaan/makanan dan terkadang
juga
menyebabkan
penyakit,
seperti pada Tabel 5.2.
Sanitasi
217
Tabel 5.2. Mikroorganisme Pembusuk dan Sumbernya
Jenis Makanan
Jenis mikroorganisme
Asal
Nama
Telur
Lingkungan (udara, air, dan
tanah), lama pengolahan,
pengangkutan dan
penyimpan an. Melalui
ovari dan ovidact binatang.
Achromobacter,
Pseudomonas, Proteus,
Alkaligenes, Flavobacterium, dan Paracolobacterium
Sayuran, Buah,
Umbi
Lingkungan (udara, air, dan
tanah), lama pengolahan,
pengangkutan dan
penyimpanan.
Erwinia, Xanthomonas,
Mucor, Aspergillus,
Penicillium, Rhizoctinin,
Lactobacillus, dan ragi
Daging, ikan
Lingkungan (udara, air, dan
tanah), lama pengolahan,
pengangkutan dan
penyimpanan.
Serratia, Micrococcus,
Bacillus, Achromobacter,
Pseudomonas,
Staphylococcus, dan
Lactobacillus
Sumber: Supardi dan Sukamto, 1999
Tabel 5.3. Bakteri Pencemar dan Senyawa yang Dihasilkannya
Jenis mikroorganisme
Golongan Bakteri
Contoh
Proteolitik
Indol
Enterobacteriae,
Erwina
Lactobacillus
Senyawa yang
Dihasilkan
Achromobacter, Flavobacterium
Sarcina, Pseudomonas
(kecuali Shigella)
Amoniak
Indol
Trimetilamin
Diplococcus, Pediococcus,
Streptococcus, Leuconostoc, dan
Lactobacillus
Asam laktat
Sumber: Supardi dan Sukamto, 1999
Secara umum penyakit-penyakit
karena patogen asal pangan dapat
digolongkan
menjadi
dua
kelompok,
yaitu
infeksi
dan
keracunan
atau
intoksikasi
(Gambar 5.11). Infeksi adalah
penyakit asal pangan yang paling
banyak diketahui dan telah lama
dipelajari. Infeksi terjadi karena
masuknya patogen hidup seperti
virus, bakteri, protozoa, cacing
melalui bahan pangan. Patogen
yang berhasil bertahan melalui
asam lambung dan mencapai usus
akan berusaha untuk memulai
komunitas barunya dengan berbagai
mekanisme yang dimiliki oleh
masing-masing patogen tersebut.
Contoh organisme yang dapat
menimbulkan infeksi makanan
adalah Clostridium perfringens,
Vibrio
parahaemolyticus
dan
sejumlah jenis Salmonella.
Sanitasi
218
Infeksi
oleh
parasit
seperti
protozoa dan cacing umumnya
disebabkan oleh tertelannya cyst
(bentuk dorman) patogen tersebut
melalui makanan. Cyst yang
tertelan dan masuk ke dalam usus
yang relatif ideal kondisi nutrien,
pH maupun suhunya tersebut
kemudian merangsang cyst untuk
membentuk sel utuhnya. Beberapa
cacing diketahui dapat menginfeksi
dan sekaligus hidup pada organ
selain usus seperti hati. Cyst
protozoa maupun cacing tidak
nampak oleh mata dan dapat
mencemari
makanan
asal
tumbuhan maupun hewan.
Sebaliknya, keracunan (intoksifikasi)
disebabkan karena mengkonsumsi
makanan
yang
mengandung
senyawa beracun (toksin) melalui
bahan pangan ke dalam tubuh.
Toksin dalam bahan pangan dapat
berupa
toksin
secara
alami
terdapat dalam bahan pangan
tersebut, toksin yang dihasilkan
bakteri
atau
kapang,
toksin
lingkungan, atau toksin dari
penggunaan pestisida. Keracunan
ini dapat terjadi karena menelan
racun (toksin) atau subtansi
beracun suatu organisme yang
disekresi ke dalam makanan, dan
bukan
karena
menelan
sel
organisme hidupnya. Dalam hal ini
mungkin organisme tersebut mati
setelah pembentukan toksin dalam
makanan. Contoh organisme yang
dapat menyebabkan keracunan
makanan adalah Staphylococcus
aureus, Clostridium botulinum, dan
Bacillus cereus (Supardi dan
Sukamto, 1999).
Penyakit yang disebabkan melalui makanan
Keracunan
Racun anorganik
Toksin
Tanaman
Infeksi
Intoksifikasi
Enteropatogenik
Toksin
Hewan
Mikroba
Sporulasi
Tumbuh
& Lisis
Alga
Mitotoksin
Toksin
Bakteri
Mukosa
Invasif
Sistemik
Tenunan
Otot
Hati
Gambar 5.11. Skema Penyakit yang dapat Disebabkan oleh Makanan (Supardi dan
Sukamto, 1999)
Sanitasi
219
5.9.2 Keracunan makanan
Ada sedikitnya sekitar sepuluh hal
yang
dapat
menyebabkan
keracunan
karena
memakan
makanan yaitu: (Roberts, 1982
dalam Hunnicliffe, 1993)
1. Makanan disiapkan terlalu lama
sebelumnya, dan disimpan pada
suhu yang hangat (berbahaya)
2. Makanan menjadi dingin terlalu
lama sebelum dimasukkan ke
dalam kulkas
3. Pemanasan makanan tidak
cukup untuk membunuh semua
bakteri yang ada di dalamnya.
4. Orang memakan makanan yang
telah terkontaminasi bakteri
penyebab keracunan makanan
5. Makanan kurang matang
6. Daging unggas tidak benarbenar dicairkan
7. Makanan yang telah dimasak
terkontaminasi silang oleh
makanan mentah
8. Makanan
panas
disimpan
dalam keadaan hangat, pada
suhu kurang dari 63°C
9. Orang
yang
menangani
makanan
menginfeksinya
ketika menangani makanan
10. Sisa-sisa makanan digunakan
kembali
Tabel 5.4. Tipe Keracuan Makanan dan Gejalanya
Tipe keracunan
Makanan
Dimana bakteri
ditemukan
Waktu membelah
diri
Gejala-gejala
Salmonella
80-90%
Daging mentah,
telur, ternak
unggas, binatang
6-72 jam
Sakit perut, diare,
demam, muntah,
dehidrasi
Clostridium
perfringens
5-15 %
Daging mentah,
tanah, hasil
ekskresi, serangga
8-22 jam
Sakit perut, diare
Staphylococcus
aureus
1-4 %
Kulit, hidung, luka,
bisul, susu mentah
1-6 jam
Muntah, sakit
perut, kedinginan
Beberapa bakteri sebenarnya tidak
tahan dengan pH lambung, akan
tetapi jika terdapat dalam jumlah
besar
pada
makanan
atau
terlindung oleh kandungan lemak
yang tinggi pada makanan, maka
sebagian dari bakteri yang berhasil
mencapai usus akan berusaha
hidup, dan pada saat yang
bersamaan mengganggu kesehatan
inang (manusia) yang ditumpanginya
dengan berbagai cara.
Jika virus masuk ke dalam tubuh,
virus
tersebut
akan
mengintegrasikan
materi
genetiknya ke dalam sel manusia
dan jika berhasil mengeks presikan
gen, membuat cukup kopi, serta
selubung protein, maka virus dapat
memperbanyak
diri
dan
melumpuhkan sel manusia yang
ditumpanginya.
Virus
polio,
misalnya, lazim ditemukan dalam
susu
mentah
dan
banyak
Sanitasi
menyebabkan penyakit sebelum
konsep pasteurisasi dikenal. Virus
asal pangan yang paling dominan
di negara-negara maju adalah
virus
Norwalk-like
yang
menyebabkan penyakit melalui
konsumsi salad. Makanan sayur
mentah mentah, misalnya, sangat
rawan terhadap cemaran virus ini.
Bakteri
umumnya
berusaha
menempel
pada
usus
dan
memperbanyak diri pada usus
sebelum
mengganggu
sistem
saluran usus. Sebagian bakteri
diketahui
menempel
melalui
fimbriae spesifik pada usus
manusia (dan juga hewan) dan
keberadaanya pada daerah usus
dapat
mengganggu
sistem
pencernaan. Hal ini dilaporkan
terjadi pada bakteri-bakteri yang
tergolong
dalam
kelompok
Escherichia coli Enteropatogenik.
Beberapa bakteri mengganggu
sistem absorpsi cairan dalam usus
melalui toksin yang dibentuknya di
dalam saluran usus. Fenomena ini
disebut toksoinfeksi dan terjadi
pada kasus kasus diare oleh E. coli
Enterotoksigenik (ECET) maupun
kolera oleh Vibrio cholerae. Salah
satu
toksin
yang
memiliki
kesamaan struktur dan antibodi
yang dihasilkan saling menetralisir
satu sama lain adalah toksin ECET
dengan toksin kolera. Hal ini
menunjukkan
bahwa
toksin
tersebut secara imunokimia serupa.
Bakteri dan toksin bakteri lainnya
tidak hanyak beroperasi di usus,
tetapi mencapai aliran darah dan
mengganggu fungsi organ tubuh
lainnya. Salmonella typhi , bakteri
penyebab demam tifoid (tifus)
220
misalnya, tidak hanya berdiam di
dalam
usus
tetapi
mampu
menembus dinding usus dan dapat
ikut di dalam aliran darah, bahkan
bersembunyi dalam sel makrofag
yang mestinya menelan dan
membunuhnya.
Oleh
karena
sifatnya ini, kita ketahui bahwa
gejala tifus dapat bersifat sistemik,
menjalar di berbagai organ tubuh.
Listeria monocytogenes adalah
contoh lain bakteri yang dapat
meninggalkan usus dan mengifeksi
organ lain dalam tubuh. Bakteri L.
monocytogenes suka pada suhu
dingin dapat menembus plasenta
dan jika menginfeksi ibu hamil
dapat mencapai bayi dalam
kandungan yan selanjutnya dapat
mengakibatkan keguguran maupun
lahir mati.
Gejala-gejala keracunan makanan
yang umum antara lain sakit perut,
diare, muntah, mual, dan demam.
Kasus-kasus kera-cunan dengan
tingkat fatalitas mencapai 33.3%
banyak dilapor kan di negara
Kanada, Amerika dan bahan
pangan yang diduga seringkali
menjadi penyebabnya adalah keju
lunak (soft cheese) yang diolah
dari susu tak dipasteurisasi. Kasus
pertama yang dilaporkan banyak
merenggut nyawa ibu dan bayi ini
terjadi
di
California
karerna
konsumsi keju. Disamping itu
kasus listeriosis yang memakan
banyak korban juga pernah
diakibatkan oleh coleslaw (salad
kubis) yang bahan bakunya
tercemar oleh bakteri ini.
Mekanisme lain dari bakteri adalah
tidak meninggalkan usus, tetapi
menghasilkan toksin yang dapat
menembus usus dan mengganggu
fungsi organ lainnya. Contoh
Sanitasi
bakteri yang menempuh cara
tersebut adalah Escherichia coli
yang tergolong kelompok E. coli
Entero-hemoragik
(ECEH).
Kelompok bakteri ini menghasilkan
toksin yang dikenal sebagai toksin
Shiga karena menyerupai toksin
yang dihasilkan oleh Shigella
dysenteriae atau toksin Vero
karena melisis sel kultur jaringan
ginjal
kera
Afrika
(Vero).
Keracunan
bakteri
ini
akan
menyebabkan
gejala
diare
berdarah tanpa atau dengan
demam ringan dan dapat diikuti
dengan gagal ginjal karena toksin
Shiga merusak organ tersebut.
Pada
awal
tahun
1980-an
keracunan oleh kelompok bakteri
ini banyak dihubungkan dengan
konsumsi hamburger yang tidak
diolah (dipanaskan) dengan cukup,
namun beberapa tahun terakhir
banyak
dilaporkan
keracunan
ECEH melalui air, susu, bahkan
cider apel. Beberapa korban
keracunan, khususnya anak-anak,
dilaporkan mengalami gagal ginjal
dan seumur hidupnya harus
menjalani cuci darah.
Peristiwa intoksikasi oleh produk
bakteri
berbeda
dengan
mekanisme
terjadinya
infeksi.
Dalam hal intoksikasi pangan oleh
toksin bakteri, maka bakterinya
tidak harus terdapat dalam bahan
pangan. Beberapa jenis bakteri
yang tumbuh dan berkembang biak
dalam makanan dapat membentuk
toksin dan ketika makanan tersebut ditelan maka toksin tersebut
dapat mengganggu kesehatan.
Toksin yang dihasilkan bakteri
dapat berupa toksin emetik (seperti
221
yang dihasilkan oleh bakteri
Staphylococcus
aureus
dan
Bacillus cereus ), toksin penyebab
diare (B. cereus ), sampai kepada
toksin yang menyerang sistem
syaraf seperti botulin yang dihasilkan
oleh Clostridium botulinum .
Meskipun baik toksin emetik S.
aureus maupun B. cereus samasama merupakan protein dan
menyebabkan muntah pada orang
yang mengkonsumsinya, tetapi
kedua
toksin
ini
berbeda
ukurannya. Toksin emetik S.
aureus terdiri dari berbagai jenis
dan pada umumnya tahan pemanasan sehingga sekali terbentuk
dalam makanan maka sukar
dihilangkan. Kasus-kasus keracunan karena toksin ini banyak terjadi
karena konsumsi sandwich isi
daging olahan pada acara piknik,
dimana daging olahan diiris-iris,
ditangani dan dipersiapkan beberapa jam sebelum dikonsumsi.
Sumber S. aureus terbesar adalah
tangan, rongga hidung sehingga
kebiasaan buruk orang yang
menangani makanan, misalnya
menyentuh hidung, batuk, menggaruk-garuk muka dan seterusnya
harus dihindarkan.
Botulin adalah toksin bakteri
Clostridium botulinum yang paling
mematikan dan terbentuk pada
makanan kaleng yang tidak
diproses dengan benar atau
dengan pemanasan yang cukup.
Bakteri penghasil toksin ini banyak
terdapat di tanah, dan mungkin
mencemari hasil pertanian maupun
peternakan. Sifat bakteri ini yang
anaerob
obligat
mengakibatkannya
dapat
tumbuh
dan
Sanitasi
berkembang biak dalam makanan
kaleng. Oleh karenanya proses
pengalengan panas yang benar
umumnya dilaksanakan berdasarkan konsep 12 D artinya mampu
membunuh bakteri target seperti C.
Botulinum sebesar 1012 yaitu
jumlah yang terlalu tinggi untuk
mungkin terdapat dalam bahan
makanan.
Intoksikasi dapat pula disebabkan
oleh berbagai toksin kapang
(mikotoksin) yang terben-tuk dalam
bahan pangan yang dicemari oleh
kapang yang sehari-hari sering
disebut sebagai jamur. Biji-bijian
yang tidak dipanen pada waktu
yang tepat, dikeringkan secara
asal-asalan atau disimpan dengan
baik
mungkin
mengundang
pertumbuh-an
kapang.
Jika
tersedia gizi, air dan suhu yang
tepat maka kapang tersebut
membentuk metabolit sekundernya
berupa toksin. Toksin kapang,
yang umumnya bukan merupakan
protein ini, sangat tahan panas dan
diperlukan suhu yang amat tinggi
seperti 150-2000C untuk memusnahkannya. Salah satu mikotoksin
yang paling banyak diketahui
karakeristiknya adalah aflatoksin
yang dihasilkan oleh Aspergillus
flavus (Dewanti-H, 2005).
5.9.3. Cara-cara pencegahan
keracunan makanan
a. Pencegahan keracunan B.
cereus
Cara mencegah keracunan
oleh B. cereus adalah dengan
pemanasan bertekanan, pemanggangan maupun penggo-
222
rengan. Pemanasan pada
suhu di bawah 1000C masih
memungkinkan
beberapa
spora B. cereus tetap aktif.
Sedangkan toksin emetik yang
dihasilkannya juga sangat
tahan panas.
Nasi atau makanan lain yang
mengandung
pati
bila
didinginkan
lambat
dan
disimpan pada suhu kamar
merupakan kondisi yang baik
untuk
pertumbuhan
sel,
terutama yang berasal dari
germinasi spora yang masih
hidup setelah pemanasan.
Oleh karena itu cara terbaik
untuk mengkonsumsi makanan
(terutama nasi) adalah jika
dalam keadaan hangat segera
setelah dimasak.
Untuk mencegah terjadinya
kontaminasi B. cereus pada
nasi, dianjurkan memasak nasi
dalam jumlah secukupnya
sehingga tidak perlu disimpan
terlalu lama. Bila terpaksa
harus disimpan sebaiknya
penyimpanan dilakukan di
lemari
es.
Dan
tidak
menyimpan nasi goreng pada
suhu kamar atau dalam
keadaan hangat yaitu suhu 15500C.
b. Pencegahan keracunan
botulin
Botulin merupakan racun yang
dihasilkan oleh C. botulinum
dan
penyakitnya
disebut
botulismus. Racun ini bersifat
neurotoksik dan tidak tahan
panas.
Racun
ini
akan
menyerang urat syaraf dan
Sanitasi
menyebabkan
kelumpuhan
pada faring dan diafragma. Bila
terjadi
kelumpuhan
pada
saluran pernapasan maka
upaya yang dilakukan adalah
membedah batang tenggorokan
(trakeotomi) dan memberikan
bantuan pernapasan buatan.
Cara kerja racun ini adalah
dengan menghambat pelepasan
asetilkolin oleh serabut syaraf
periferal sehingga mengganggu penyampaian impuls syaraf
pusat ke efektor. Pengobatan
dengan
antitoksin
dapat
dilakukan pada awal gejala
sebelum botulin terikat pada
ujung syaraf eferen, sebagai
pengobatan dini. Antitoksin
yang digunakan adalah jenis
dari polivalen yang terdiri dari
tipe A, B, dan E.
Tindakan pencegahan terhadap
penyakit botulinmus dilakukan
dengan cara-cara pengawasan
kualitas bahan pangan yang
ketat oleh industri pengolahan
pangan. Tindakan ini telah
banyak mengurangi terjadinya
penyakit botulismus terutama
pada
makanan
kaleng.
Pencegahan
pada
tahap
penyajian
adalah
dengan
memasak
terlebih
dahulu
makanan kaleng dihidangkan.
c. Pencegahan keracunan oleh
toksin C. perfringens
Berdasarkan perbedaan sifat
antigenik toksinnya, terdapat
enam
galur
bakteri
C.
Perfringens yaitu tipe A, B, C,
d, E dan F. Tipe A merupakan
galur yang sering menyebabkan
223
keracunan
makanan
dibandingkan tipe-tipe lainnya.
Keracunan disebabkan oleh
sel-sel vegetatif pada waktu
membentuk
endospora
di
dalam rongga usus manusia.
Sporanya bersifat tahan panas
dan pada suhu kamar dapat
berkecambanh menjadi sel
vegetatif. Bila sel ini termakan
dan membentuk spora di
dalam perut maka akan
menghasilkan eksotoksin dan
menimbulkan penyakit.
Pengobatan
yang
bersifat
khusus tidak bisa dilakukan
hanya
pengobatan
yang
bersifat menghilangkan gejalagejalanya.
Adapun
gejala
utama yang ditimbulkannya
antara lain: sakit perut (mulas)
dan diare. Keadaan sakit
berlangsung sangat singkat
dan dapat sembuh kembali
dalama kurun waktu kurang
dari 24 jam.
Usaha pencegahan keracunan
perfringens
yang
terbaik
adalah dengan penyimpanan
makanan yang sudah matang
pada suhu kamar dan jangka
waktu yang lama.
d. Pencegahan keracunan oleh
Staphylococcus
S. aureus yang mentebabkan
keracunan adalah galur-galur
tertentu yang menghasilkan
enterotoksin. Umumnya galur
tersebut bersifat koagulase
positif,
yang
dapat
mengkoagulasi plasmadarah
dengan adanya sitrat atau
oksalat. Berdasarkan sifat
antigeniknya,
enterotoksin
tersebut
dapat
dibedakan
Sanitasi
224
menjadi lima tipe ayitu tipe A,
B, C, D, dan E.Enterotoksin
tipe A dan B yang paling umum
ditemukan
pada
Staphylococcus.
b. Kesadaran
pekerja.
c. Peranan
manajemen
Enterotoksin
dari
Staphylococcus bersifat tahan
panas, tidak berubah walaupun
dididihkan selama 30menit.
Bila bahan makanan yang
tercemar
Staphylococcus
dibiarkan pada suhu kamar
selama 8 – 10 jam maka sudah
cukup untuk menghasilkan
toksin. Meskipun kemudian
makanan itu disimpan dalam
lemari es selama berbulanbulan akan tetapi toksinnya
tidak terurai/rusak.
Upaya penanggulangan: peraturan perundangan, standa-risasi,
inspeksi, riset teknis, riset medis,
riset psikologis, riset statistik,
pendidikan, pelatihan, persuasi,
asuransi (Anonim, tanpa tahun).
Tindakan pencegahan yang terbaik
adalah menyimpan semua bahan
makanan terutama yang mudah
membusuk sesegera mungkin
dalam lemari es di bawah suhu 6 –
70C. Selain itu higenitas orang
yang terlibat dalam makanan harus
dijaga dan tidak membolehkan
orang-orang yang menderita luka
bernanah
untuk
menangani
pengolahan maupun penyajian
makanan. Jika makanan sudah
dipanaskan kembali tidak boleh
dibiarkan selama berjam-jam pada
suhu kamar sebelum disajikan
(Supardi dan Sukamto, 1999).
5.10. Kesehatan dan
Keselamatan Kerja
Faktor-faktor yang mempengaruhi
kecelakaan dan penyakit akibat
kerja :
a. Kondisi dan lingkungan tempat
kerja.
dan
dan
kualitas
kualitas
5.10.1. Alat Pelindung Diri
Perlindungan tenaga kerja melalui
usaha-usaha teknis dan administratif sangat perlu diutamakan
karena merupakan cara pencegahan kecelakaan kerja yang
terbaik.
Namun kadangkala bahaya masih
belum dapat dikendalikan sepenuhnya sehingga perlu digunakan
alat-alat pelindung diri (APD).
Telah diketahui bahwa pemakaian
APD dapat menimbulkan berbagai
masalah, misalnya :
1. Rasa ketidaknyamanan
2. Membatasi gerakan & persepsi
sensoris pemakainya.
Beberapa ketentuan yang perlu
diperhatikan sebelum memilih alat
pelindung diri:
1. Harus
dapat
memberikan
perlindungan yang adekuat
terhadap bahaya-bahaya yang
dihadapi pekerja
2. Beratnya
harus
seringan
mungkin dan tidak menyebabkan rasa ketidaknyamanan
yang berlebihan
Sanitasi
3. Harus dapat dipakai secara
fleksibel
4. Bentuknya harus cukup menarik
5. Tidak mudah rusak
6. Tidak menimbulkan bahayabahaya
tam-bahan
bagi
pemakainya
7. Harus memenuhi ketentuan
dari standar yang telah ada
8. Tidak
terlalu
membatasi
gerakan dan persepsi sensoris
pemakaianya
9. Suku cadangnya harus mudah
diperoleh sehingga pemeliharaan APD dapat dilakukan
dengan mudah
Macam-macam APD
1. Alat Pelindung Kepala
2. Alat Pelindung Mata
3. Alat Pelindung Telinga
4. Alat Pelindung Pernafasan
5. Alat Pelindung Tangan
6. Alat Pelindung Kaki
7. Pakaian Pelindung
8. Tali & Sabuk Pengaman
Tujuan dari pemakaian alat
pelindung kepala selain untuk
mencegah rambut pekerja terjerat
oleh mesin yang berputar tetapi
juga untuk melindungi kepala dari :
1. Bahaya terbentur oleh benda
tajam atau keras yang dapat
menyebabkan
luka
gores,
potong atau tusuk
2. Bahaya
kejatuhan
bendabenda atau terpukul oleh
benda-benda yang melayang
atau meluncur di udara
3. Panas radiasi, api & percikan
bahan-bahan kimia korosif
Alat pelindung mata berfungsi
untuk
melindungi
mata
dari
225
percikan bahan-bahan korosif,
kema-sukan debu, atau partikel
kecil yang melayang di udara,
pemapran
gas/uap
yang
menyebabkan iritasi pada mata,
radiasi gelombang elektromagnetik,
dan benturan atau pukulan bendbenda keras/tajam.
Macam Alat Pelindung Mata
1. Kacamata (Spectacles)
2. Goggles
3. Tameng muka (Face Shield)
Alat pelindung telinga bekerja
sebagai
penghalang
antara
sumber bising dengan telinga
dalam. Selain berfungsi melindungi
telinga
dari
ketulian
akibat
kebisingan, juga untuk melindungi
telinga dari percikan api atau
logam-logam yang panas misalnya
pada pengelasan
Macamnya :
1. Sumbat Telinga (Ear Plug)
2. Tutup Telinga (Ear Muff)
Alat pelindung pernafasan sering
disebut juga dengan respirator.
Dalam pemilihan suatu respirator
yang tepat, sebelumnya perlu
diketahui
beberapa
informasi
tentang :
1. Bentuk kontaminan
2. Kadar
kontaminan
dalam
udara
3. NAB
kontaminan
yang
terpapar
4. Efek iritasi kontaminan pada
kulit & mata
5. Penyerapan oleh kulit normal
6. Kadar O2 dalam udara <
19,5 % atau tidak
Sanitasi
Sarung tangan merupakan APD
yang paling banyak digunakan
karena kecelakan pada tangan
sering terjadi.
Menurut bentuknya, sarung tangan
dapat dibedakan menjadi :
1. Gloves : sarung tangan biasa
2. Gaunlets : sarung tangan yang
dilapisi oleh plat logam
3. Mitts : sarung tangan dimana
keempat
jari
pemakainya
dibungkus menjadi satu kecuali
ibu jari yang mempunyai
pembungkus sendiri
Alat Pelindung Kaki
Sepatu
keselamatan
kerja
digunakan untuk melindungi kaki
dari bahaya :
1. Kejatuhan benda-benda berat
2. Kepercikan cairan bahan kimia
yang korosif atau cairan panas
3. Tertusuk oleh benda-benda
tajam
Pakaian
pelindung
digunakan
untuk melin-dungi pemakainya dari
bahaya kepercikan ba-han-bahan
kimia dan cuaca kerja yang ekstrim. Pakaian pelindung dapat
berbentuk :
1. Apron
(celemek)
yang
menutupi sebagian dari tubuh
pemakainya mulai dari dada
sampai lutut
2. Overalls
yang
menutupi
seluruh bagian tubuh
Tali dan sabuk pengaman digunakan untuk menolong korban
kecelakaan, misalnya yang terjadi
pada palka, sumur, atau tanki.
Selain itu, juga digunakan pada
pekerjaan mendaki, memanjat dan
konstruksi bangunan.
226
5.10.2. Bahaya Kebakaran
Faktor Penyebab Kebakaran
1. Faktor Manusia
Pekerja :
a. Tidak ada pengetahuan
potensi sumber kebakaran.
b. Penempatan bahan mudah
terbakar tidak benar
c. Kelalaian,
kecerobohan
akibat kedisiplinan kurang
Pengelola :
a. Kepedulian
penyediaan
fasilitas kurang
b. Kesadaran
bahwa
keselamatan kerja sebagai
yang utama masih kurang
c. Kurang mampu membuat
sistem kerja yang aman
dari kebakaran.
2. Teknis :
a. Tidak
adanya
fasilitas
untuk proteksi kebakaran,
b. Kurangnya pengendalian
proses
atau
kegiatan
potensi kebakaran
3. Alam :
a. Tingkat keseringan guruh
yang tinggi
b. Tandus, gersang dan panas
c. Dekat gunung berapi.
Sumber nyala Api
1. Energi panas
2. Energi mekanik, gesekan,
tumbukan, dll
3. Ledakan
4. Energi listrik (short circuit)
5. Nyala/bara api yang sengaja
dibuat, seperti pungtum rokok,
lilin, obat nyamuk, pengelasan
(listrik, lampu potong) dan
sebagainya.
6. Faktor alam, kilatan petir, dsb.
Sanitasi
Fenomena Kebakaran
1. Terjadi secara tak terduga
2. Berawal dari api kecil, ada
pemicu
3. Meluas dan membesar ke
segala arah secara radiasi,
konveksi dan konduksi
4. Menimbulkan korban pada
manusia atau harta benda
Bahaya kebakaran ringan, bila
terjadi pada hunian, yaitu tempattempat:
ibadat,
pendidikan,
perawatan, lembaga, perpustakaan,
museum, perkantoran, perumahan,
rumah makan, perhotelan, rumah
sakit, penjara.
Bahaya kebakaran sedang, bila
terjadi pada tempat-tempat seperti:
Tempat
parkir,
pengalengan,
pabrik-pabrik
dengan
material
padat, tidak begitu mudah menjadi
media menjalarnya api
Bahaya kebakaran berat, bila
terjadi pada tempat-tempat dengan
kemudahan terbakar tinggi, seperti:
pabrik kimia flamable, pabrik
kembang api, penyulingan minyak
bumi, dan lain sebagainya.
Risiko Kebakaran
1. Kerusakan harta benda pada
area kebakaran
2. Kerugian akibat pemakaian
pemadam dan perlengkapan
P3K
3. Pencemaran lingkungan
4. Korban jiwa pada personnel di
dalam hunian/ area yang
terbakar.
5. Cidera atau korban jiwa pada
tim pemadam dan tim evakuasi.
6. Stress pada personnel yang
kehilangan harta benda atau
anggota keluarga.
227
Pencegahan Kebakaran
1. Menempatkan material yang
mudah terbakar jauh dari
sumber api, panas, gesekan
material keras (logam, batu,
dll).
2. Pemisahan material sebagai
unsur dalam segitiga api,
misal:
Oksigen,
LPG,
Acetylene, bahan kimia mudah
terbakar.
3. Work permit untuk hot work
(pengelasan),
pada
area
potensi kebakaran.
4. Sign board larangan merokok,
flamable, dll.
5. Training
pencegahan
dan
penanggulangan
kebakaran
sampai level bawah.
6. Prosedur penanganan material
dan perpindahannya
7. Dll.
Alat Pemadam Api Ringan
Klasifikasi :
A
: media
pemadam
air,
hanya
dipakai
untuk
kebakaran material padat
selain
logam
dan
perangkat listrik (kayu,
karet, tempurung, dll)
A,B
: media pemadam busa,
bisa
dipakai
untuk
memadamkan kebakaran
seperti pada A dan bahan
cair, seperti minyak, dll.
A,B,C : media
pemadam
dry
chemical,
CO2,
bisa
dipakai untuk memadamkan
kebakaran A, B dan
instalasi listrik (C).
D
: media
pemadam
dry
powder (bubuk kering),
untuk
memadamkan
kebakaran pada material
logam
Sanitasi
228
Kasus keracunan makanan yang
sering terjadi merupakan salah
satu contoh bahwa masyarakat
belum sepenuhnya mengetahui
sanitasi dan cara pengolahan
makanan yang baik dan aman.
Mikroba yang tumbuh dalam bahan
pangan dapat terbawa oleh
Pekerja atau manusia, hewan,
debu,udara dan air, bahan mentah
dan sampah.
Gambar 5.12. Tabung Pemadam
Kebakaran (PT. Pulau Sambu, tanpa
tahun)
Rangkuman
Sanitasi
adalah
upaya
penghilangan semua faktor luar
makanan
yang
menyebabkan
kontaminasi dari bahan makanan
sampai dengan makanan siap saji.
Sanitasi
pangan
merupakan
bagian paling penting dikarenakan
baik secara langsung maupun
tidak langsung, lingkungan kita
akan berhubungan dengan suplai
makanan manusia.
Industri pangan menerapkan GMP
(Good Manufacturing Practices)
untuk meminimalkan terjadinya
kontaminasi pada produk pangan.
Terdapat tiga jenis bakteri indikator
sanitasi yaitu Escherichia coli,
kelompok
Streptococcus
(Enterococcus)
fekal
dan
Clostridium
perfringens.
C.
perfringens adalah bakteri gram
positif pembentuk spora yang
sering ditemukan dalam usus
manusia.
Untuk mereduksi jumlah mikroba
digunakan sanitaiser (desinfektan)
seperti senyawa khlorin, quaternary
ammonium compounds, yodofor,
senyawa-senyawa amfoterik dan
fenolik.
Higiene pekerja yang menangani
makanan
sangat
penting
peranannya di dalam mencegah
perpindahan penyakit ke dalam
makanan. Tempat kerja maupun
pabrik harus tetap bersih dan rapi
dan didesinfeksi secara teratur.
Permukaan tempat kerja, pisau,
pakaian dan tangan yang tidak
dicuci merupakan pembawa untuk
memindahkan bakteri ke makanan
dan mengkontaminasi makanan
selama
tahap-tahap
proses
produksi.
Bahan kimia, termasuk pestisida,
pemutih dan bahan pembersih
lainnya
juga
dapat
mengkontaminasi
makanan
apabila tidak digunakan dengan
hati-hati.
Keamanan pangan adalah sebuah
tanggung jawab yang mengikat
semua pihak, dari petani hingga
konsumen
yang
menyiapkan
makanan. Jika tanggung jawab ini
Sanitasi
diabaikan maka resiko yang akan
dihadapi adalah keracunan yang
dapat menyebabkan kematian.
Pengembangan sistem mutu dan
keamanan pangan merupakan
tanggung jawab bersama antara
pemerintah, industri yang meliputi
produsen bahan baku, industri
pangan dan distributor, serta
konsumen.
Secara umum penyakit-penyakit
karena patogen asal pangan dapat
digolongkan menjadi dua kelompok,
yaitu infeksi dan keracunan atau
intoksikasi. Tindakan pencegahan
yang terbaik adalah menyimpan
semua bahan makanan terutama
yang mudah membusuk sesegera
mungkin dalam lemari es di bawah
suhu 6 – 70C. Selain itu higenitas
orang yang terlibat dalam makanan
harus
dijaga
dan
tidak
membolehkan orang-orang yang
menderita luka bernanah untuk
menangani pengolahan maupun
penyajian makanan.
Soal Latihan:
1. Apakah definisi sanitasi?
2. Bakteri
apa
yang
biasa
dijadikan indikator sanitasi?
3. Sebutkan sumber-sumber yang
dapat
menyebabkan
kontaminasi pangan?
4. Sebutkan bahan-bahan yang
biasa
digunakan
sebagai
sanitaizer?
5. Sebutkan persyaratan higiene
pada pekerja yang menangani
bahan makanan?
6. Meliputi apa saja sanitasi
lingkungan itu?
229
7. Upaya apa saja yang dilakukan
untuk mencegah kontaminasi
pada pangan?
8. Apakah keamanan pangan itu?
Pengemasan dan Penyimpanan Hasil Pertanian Pangan dan Produknya
230
VI. PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN
HASIL PERTANIAN PANGAN DAN
PRODUKNYA
6.1. Sejarah Pengemasan
Pengertian umum dari kemasan
adalah
suatu
benda
yang
digunakan untuk wadah atau
tempat dan dapat memberikan
perlindungan
sesuai
dengan
tujuannya. Adanya kemasan dapat
membantu mencegah/mengurangi
kerusakan, melindungi bahan yang
ada di dalamnya dari pencemaran
serta gangguan fisik seperti
gesekan, benturan dan getaran.
Dari segi promosi kemasan
berfungsi sebagai perangsang atau
daya tarik pembeli.
Bahan atau produk pangan bila
tidak dikemas dapat mengalami
kerusakan
akibat
serangan
binatang (seperti tikus), serangga
(seperti kecoa), maupun mikroba
(bakteri, kapang dan khamir).
Kerusakan bisa terjadi mulai dari
bahan pangan sebelum dipanen,
setelah
dipanen,
selama
penyimpanan,
pada
saat
transportasi dan distribusi maupun
selama penjualan. Adanya mikroba
dalam
bahan
pangan
akan
mengakibatkan bahan menjadi
tidak menarik karena bahan
menjadi rusak, terjadi fermentasi
atau ditumbuhi oleh kapang.
Bakteri yang tumbuh dalam bahan
pangan
akan
mempengaruhi
kualitasnya, disamping itu ada
kecenderungan
menghasilkan
senyawa beracun bagi konsumen
(manusia), sehingga menimbulkan
sakit, bahkan bisa menyebabkan
kematian.
Industri
pangan
hendaknya memproduksi bahan
pangan yang memiliki kualitas
bagus dan aman bila dikonsumsi.
Pengemasan bahan pangan ikut
berperan dalam menghasilkan
produk dengan kualitas baik dan
aman bila dikonsumsi.
Pengemasan menjadi hal yang
penting karena akan memudahkan
dalam kegiatan transportasi dan
penyimpanan.
Pengertian
transportasi
tidak
selalu
memindahkan barang dari satu
tempat ke tempat lain. Akan tetapi
bisa juga diartikan memindahkan
bahan pangan dari piring atau
gelas ke dalam mulut kita. Sebagai
contoh: untuk minum diperlukan
wadah atau gelas atau cangkir.
Gelas atau cangkir ini juga
merupakan salah satu wujud
pengemasan.
Contoh
lain,
memindahkan nasi dari piring ke
mulut menggunakan sendok, maka
sendok berperan sebagai bahan
pengemas.
Sebelum dibuat oleh manusia,
alam juga telah menyediakan
kemasan untuk bahan pangan,
seperti jagung dengan kelobotnya,
buah-buahan dengan kulitnya,
Pengemasan dan Penyimpanan Hasil Pertanian Pangan dan Produknya
buah kelapa dengan sabut dan
tempurung,
polong-polongan
dengan kulit polong dan lain-lain.
Manusia
juga
menggunakan
kemasan untuk pelindung tubuh
dari gangguan cuaca, serta agar
tampak anggun dan menarik.
Pada mulanya, orang menggunakan
daun yang lebar sebagai bahan
pengemas, seperti daun jati, daun
talas, dan daun pisang untuk
membungkus daging. Kulit binatang
digunakan untuk mengambil atau
membawa air, keranjang bambu
atau yang sejenis untuk menyimpan
atau membawa hasil panen. Pada
awal abad ke 19, Napoleon
menginginkan bahan pangan yang
dapat dibawa oleh tentara dalam
jumlah banyak dan aman yang
terkemas dengan baik. Kemudian
dia menawarkan 12000 france bagi
siapa saja yang dapat menemukan
suatu teknologi yang dapat membawa
bahan pangan dalam jumlah banyak
dan
aman
selama
dalam
transportasi maupun penyimpanan.
Pada
tahun
1810,
seorang
berkebangsaaan Perancis bernama
Nicolas Appert memenangkan
hadiah tersebut. Dia mengembangkan
pengemasan “canning proses”
meskipun pada saat itu untuk
pengemasan produk digunakan
botol. Pada abad 19, dimana
masyarakat di Amerika hidup
berpindah-pindah dari satu tempat ke
tempat lain untuk bercocok tanam,
biasanya mereka menggunakan
kereta atau dikenal dengan wagon.
Untuk mempertahankan hidupnya
sebelum tanaman yang mereka
tanam dapat dipanen, maka mereka
membawa makanan dalam kaleng.
Karena makanan kaleng tersebut
231
dapat tahan lama dan aman
dikonsumsi maka sejak itu pula
pengembangan pengalengan di
Amerika berkembang dengan pesat.
Contoh di atas menunjukkan pada
kita semua, bahwa pengemasan
bahan
pangan
sangat
erat
hubungannya
dengan
kelangsungan hidup manusia. Oleh
karena itu makanan harus tersedia
kapan saja dan dimana saja di dunia
ini. Untuk menyediakan bahan pangan
yang tersedia kapan saja dan dimana
saja, maka pengemasan menjadi
hal yang penting selain teknologi
pengolahannya.
Bahan kemasan yang sering
digunakan
untuk
mengemas
produk hasil pertanian adalah
kayu, serat goni, plastik, kertas dan
gelombang
karton.
Hasil-hasil
pertanian yang dapat dimakan oleh
manusia berasal dari sumber
hewani dan nabati. Hasil pertanian
itu dapat dikonsumsi dalam bentuk
bahan mentah atau matang.
Persiapan suatu hasil pertanian
menjadi
bentuk
yang
dapat
dimakan melibatkan pengolahan.
Di dalam proses pengolahan
makanan
terjadi
perubahanperubahan fisik maupun kimiawi
yang dikehendaki atau tidak
dikehendaki. Disamping itu setelah
melalui
proses
pengolahan,
makanan tadi tidak stabil, akan
mengalami perubahan, sehingga
sangat
diperlukan
pemilihan
pengemasan yang tepat untuk itu
sehingga masa simpan bahan
pangan dapat ditingkatkan dan
nilai gizi bahan pangan masih
dapat dipertahankan.
Pengemasan dan Penyimpanan Hasil Pertanian Pangan dan Produknya
Dengan
demikian
teknologi
pengemasan dan pemilihan jenis
bahan
pengemas
dirancang
sedemikian rupa sehingga bahan
pangan dapat terhindar dari
serangan
serangga
maupun
mikroba. Disamping itu juga dapat
menghasilkan produk yang memiliki
daya simpan yang relatif lama tetapi
juga memiliki nilai nutrisi yang relatif
masih baik pula, meningkatkan
nilai tambah bahan yang dikemas
seperti
bahan/produk
lebih
menarik, harga jual lebih tinggi.
6.2. Fungsi dan
Peranan Kemasan
Fungsi paling mendasar dari
kemasan adalah untuk mewadahi
dan melindungi produk dari
kerusakan-kerusakan,
sehingga
lebih mudah disimpan, diangkut
dan dipasarkan. Secara umum
fungsi pengemasan pada bahan
pangan adalah :
a. Mewadahi
produk
selama
distribusi dari produsen hingga
kekonsumen, agar produk tidak
tercecer,
terutama
untuk
cairan, pasta atau butiran
b. Melindungi dan mengawetkan
produk, seperti melindungi dari
sinar
ultraviolet,
panas,
kelembaban udara, oksigen,
benturan, kontaminasi dari
kotoran dan mikroba yang
dapat
merusak
dan
menurunkan mutu produk.
c. Sebagai
identitas
produk,
dalam hal ini kemasan dapat
digunakan
sebagai
alat
komunikasi
dan
informasi
kepada konsumen melalui label
yang terdapat pada kemasan.
232
d. Meningkatkan efisiensi, misalnya:
memudahkan
penghitungan
(satu kemasan berisi 10, 1
lusin, 1 gross dan seterusnya),
memudahkan pengiriman dan
penyimpanan. Hal ini penting
dalam dunia perdagangan.
e. Melindungi pengaruh buruk dari
produk di dalamnya, misalnya
jika produk yang dikemas
berupa produk yang berbau
tajam, atau produk berbahaya
seperti air keras, gas beracun
dan
produk
yang
dapat
menularkan
warna,
maka
dengan mengemas produk
dapat
melindungi
produkproduk lain di sekitarnya.
f. Memperluas pemakaian dan
pemasaran produk, misalnya
penjualan kecap dan sirup
yang semula dikemas dalam
botol gelas, namun sekarang
berkembang dengan menggunakan
kemasan botol plastik.
g. Menambah daya tarik calon
pembeli
h. Sebagai sarana informasi dan
iklan
i. Memberi kenyamanan bagi
konsumen.
Fungsi f, g dan h merupakan fungsi
tambahan dari kemasan, akan tetapi
dengan semakin meningkatnya
persaingan dalam industri pangan,
fungsi tambahan ini justru lebih
ditonjolkan, sehingga penampilan
kemasan harus betul-betul menarik
bagi calon pembeli. Beberapa cara
untuk meningkatkan penampilan
kemasan:
ƒ Kemasan
dibuat
dengan
beberapa warna dan mengkilat
sehingga
menarik
dan
berkesan mewah
Pengemasan dan Penyimpanan Hasil Pertanian Pangan dan Produknya
ƒ
ƒ
ƒ
Kemasan dibuat sedemikian
rupa sehingga memberi kesan
produk yang dikemas bermutu
dan mahal
Desain
kemasan
dibuat
sedemikian rupa sehingga
memudahkan bagi konsumen
Desain teknik wadahnya selalu
mengikuti
teknik
mutahir
sehingga produk yang dikemas
terkesan
mengikuti
perkembangan terakhir.
Di samping fungsi-fungsi di atas,
kemasan juga mempunyai peranan
penting dalam industri pangan,
yaitu :
ƒ sebagai identitas produk
ƒ media promosi
ƒ media penyuluhan, seperti
memberikan informasi tentang
petunjuk cara penggunaan dan
manfaat produk yang ada di
dalamnya
ƒ bagi
pemerintah
kemasan
dapat
digunakan
sebagai
usaha perlindungan konsumen
ƒ bagi konsumen kemasan dapat
digunakan sebagai sumber
informasi tentang isi/produk,
sebagai dasar dalam mengambil
keputusan
untuk
membeli
produk tersebut atau tidak.
Kemasan
juga
mempunyai
beberapa kelemahan, seperti:
ƒ Pengemasan
bisa
disalahgunakan oleh produsen
karena
digunakan
untuk
menutupi kekurangan mutu
atau
kerusakan
produk,
mempropagandakan
produk
secara tidak proporsional atau
menyesatkan sehingga menjurus
kepada
penipuan
atau
pemalsuan. Sehingga sering
disalahgunakan oleh produsen
ƒ
233
Pengemasan bahan pangan
akan meningkatkan biaya
produksi
6.3. Klasifikasi
Pengemasan
Menurut Syarief et al (1989),
kamasan
dapat
digolongkan
berdasarkan: frekuensi pemakaian,
struktur sistem kemasan, sifat
kekakuan bahan kemasan, sifat
perlindungan terhadap lingkungan
dan tingkat kesiapan pakai.
Berdasarkan frekuensi pemakaian,
maka
kemasan
digolongkan
menjadi tiga, yaitu:
kemasan
sekali
pakai
ƒ
(disposable),
merupakan
kemasan
yang
langsung
dibuang setelah digunakan.
Contoh: daun pisang, daun
waru,
untuk
membungkus
tempe,
daun
jati
untuk
membungkus daging segar,
kantong plastik untuk es.
kemasan
yang
dapat
ƒ
digunakan beberapa kali (multi
trip), seperti botol kecap, botol
bir, botol teh dalam kemasan,
peti telur, peti kemas dll.
kemasan yang tidak dibuang
ƒ
atau digunakan kembali oleh
konsumen (semi disposal).
Wadah atau kemasan produk
biasanya tidak dikembalikan ke
produsen melainkan digunakan
untuk wadah sesuatu oleh
konsumen atau dibuang begitu
saja. Contoh: kaleng susu
bubuk dan beberapa jenis
botol yang menarik bagi
konsumen.
Pengemasan dan Penyimpanan Hasil Pertanian Pangan dan Produknya
Berdasarkan
struktur
sistem
kemas, maka bahan kemasan
dapat dibedakan menjadi tiga,
yaitu:
kemasan primer, merupakan
ƒ
bahan
kemasan
yang
digunakan untuk mengemas
langsung produk makanan,
seperti bungkus tempe, botol
atau kaleng minuman, kantong
keripik dll.
kemasan sekunder, merupakan
ƒ
kemasan
yang
berfungsi
melindungi produk yang sudah
dikemas
menggunakan
kemasan primer. Kemasan ini
akan membantu memudahkan
kegiatan pengangkutan dan
penyimpanan. Contoh: kardus
untuk
mengemas
minunan
dalam
kaleng/botol/kardus,
kaleng
untuk
mengemas
permen dll.
kemasan tersier, merupakan
ƒ
kemasan
yang
digunakan
untuk
mengemas
produk
setelah
dikemas
dalam
kemasan primer dan sekunder.
Kemasan ini memudahkan
kegiatan
pengangkutan,
terutama untuk jarak jauh.
Contoh: peti kemas.
Berdasarkan kekakuan bahan
kemas, maka bahan kemasan dapat
dibedakan menjadi tiga, yaitu:
kemasan fleksibel, bahan jenis
ƒ
ini mudah dilenturkan atau
dibentuk sesuai keinginan,
contoh
plastik,
kertas,
aluminium foil.
kemasan kaku, kemasan ini
ƒ
tidak dapat ditekuk-tekuk atau
tidak dapat dilenturkan, contoh
bahan kemasan dari bahan
gelas, kayu dan logam.
ƒ
234
kemasan semi kaku atau semi
fleksibel, contoh botol plastik.
Berdasarkan sifat perlindungan
terhadap kemasan, maka bahan
kemasan dapat dibedakan menjadi
tiga, yaitu:
kemasan hermetis (kemasan
ƒ
tahan
uap
dan
gas),
merupakan
wadah
yang
secara sempurna tidak dapat
dilewati oleh udara maupun
uap air. Selama kemasan ini
masih
dalam
keaadaan
hermetis, maka kemasan tidak
dapat ditembus oleh bakteri,
kapang dan debu. Akan tetapi
bila pada proses penutupan
tidak sempurna atau salah
akan mengakibatkan wadah
tidak lagi hermetis. Dengan
kata lain bakteri, kapang atau
debu dapat masuk dalam
kemasan, akibatnya produk
pangan yang dikemas menjadi
cepat
rusak.
Memberikan
kemasan hermetis yang tidak
berenamel dapat memberikan
bau (odor) terhadap produk
yang
dikemas.
Contoh
kemasan hermetis: kaleng dan
botol gelas.
Kemasan
tahan
cahaya,
ƒ
wadah ini tidak transparan atau
tidak
tembus
cahaya.
Kemasan ini sangat cocok
untuk mengemas produk yang
banyak mengandung lemak
dan
vitamin
tinggi
dan
makanan hasil fermentasi.
Produk
pangan
yang
mengandung
lemak
dan
vitamin tinggi bila terkena
cahaya langsung akan cepat
mengalami oksidasi sehingga
produk akan cepat mengalami
Pengemasan dan Penyimpanan Hasil Pertanian Pangan dan Produknya
ƒ
penurunan mutu. Disamping itu
cahaya dapat mengaktifkan
reaksi
kimia
dan
reaksi
enzimatis. Contoh: kemasan
dari kertas, kardus, botol yang
tidak tembus cahaya, plastik
tidak tembus cahaya atau
aluminium foil.
Kemasan tahan suhu tinggi.
Jenis kemasan ini banyak
digunakan untuk mengemas
produk
yang
memerlukan
proses
pemanasan,
pasteurisasi atau sterilisasi.
Berdasarkan tingkat kesiapan pakai,
maka bahan kemasan dibedakan
menjadi dua, yaitu wadah siap
pakai dan wadah siap dirakit.
235
ada pula yang dikemas dalam
kaleng yang terbuat dari kertas
dengan diberi lapisan plastik tipis.
Menurut Griffin et al. (1985), bahan
pengemasan
dikelompokkan
menjadi empat, yaitu:
Keramik, yang termasuk dalam
ƒ
kelompok jenis ini adalah
bahan-bahan dari gelas, dan
keramik
Logam,
termasuk
plat/
ƒ
lempengan timah (tinplate),
aluminium
Bahan alami (dari tanaman),
ƒ
seperti: kayu, serat tanaman
dan karet
Plastik
ƒ
6.4.1. Keramik
6.4. Jenis-jenis bahan
pengemas
Bila diperhatikan di pasaran maka
untuk jenis produk yang berbeda
umumnya jenis bahan pengemas
yang digunakan berbeda pula,
meskipun ada pula jenis produk
yang sama maka jenis bahan
pengemas yang digunakan bisa
lebih dari satu jenis. Sebagai
contoh: produk susu bubuk, ada
yang dikemas langsung dalam
aluminium foil, ada juga setelah
dikemas dalam aluminium foil
kemudian dikemas lagi dalam
kardus, tetapi ada pula susu bubuk
yang dikemas dalam kaleng.
Contoh lain: produk keripik atau
chips, produk ini ada yang dikemas
dalam kantong plastik, ada pula
yang dikemas dalam aluminium
foil, ada juga setelah dikemas
dalam aluminium foil kemudian
dikemas lagi dalam kardus, tetapi
Keramik diartikan sebagai bahan
yang berasal dari partikel tanah
termasuk dari pasir dan lempung.
Bahan pengemas dari keramik
merupakan
bahan
pengemas
tertua. Umumnya bahan pengemas
tersebut dalam bentuk botol, guci,
pot atau vas bunga. Untuk
fermentasi pada pembuatan kecap
dan tauco biasanya digunakan
wadah yang berasal dari tanah
lempung. Biasanya guci juga
digunakan untuk wadah minuman
beralkohol.
6.4.2. Gelas/kaca
Bahan gelas terbuat dari 10%
tanah lempung, 15% soda abu dan
pasir silika sekitar 75%, kadangkadang digunakan pula sedikit
tambahan
aluminium
oksida,
kalium oksida, magnesium oksida
dan dicairkan pada suhu 1540 0C.
Pengemasan dan Penyimpanan Hasil Pertanian Pangan dan Produknya
Pembentukan menjadi berbagai
bentuk wadah dari gelas ini
dilakukan pada saat adonan masih
dalam
kondisi
semi
padat,
sehingga
memudahkan
pembentukan
sesuai
dengan
keinginan (Griffin et al, 1985).
Adapun bagian-bagian dari botol
dapat dilihat pada Gambar 6.1
berikut ini.
Gambar 6.1. Bagian-bagian botol
Wadah atau bahan pengemas dari
bahan gelas umumnya digunakan
untuk mengemas bahan cair
seperti parfum, bahan kosmetik
(pelembab dan pembersih wajah),
pickle (asinan), jam (selai), jelly
dan lain-lain. Saat ini juga banyak
digunakan
untuk
mengemas
produk-produk padat untuk hiasan
ruangan, contoh beberapa macam
biji-bijian dikemas dalam satu botol
gelas yang sama, biasanya produk
ini untuk hiasan atau ornament
penataan meja makan. Gambar
berikut ini merupakan beberapa
contoh
produk
dengan
menggunakan kemasan botol dari
bahan gelas.
236
Pengemasan bahan/produk dengan
menggunakan
bahan
gelas,
memiliki beberapa keuntungan,
yaitu: bersifat inert terhadap bahan
kimia, jernih/transparan, tahan
terhadap tekanan dari dalam,
tahan panas dan relatif murah
harganya.
Gelas bersifat
bahan kimia
inert
terhadap
Gelas
bersifat
inert
(lambat
bereaksi) terhadap bahan kimia
dan hampir tidak bereaksi dengan
bahan/produk yang dikemas. Sifat
inert dari bahan gelas memang
relatif, namun hampir setiap bahan
gelas tidak bereaksi dan tidak
menimbulkan efek dengan bahan
kimia. Kecuali asam hidroflorik
berbentuk cair dapat bereaksi
dengan cepat pada suhu kamar
(Paine
dan
Paine,
1992).
Disamping itu kemasan gelas
dapat digunakan untuk mengemas
bahan/produk
berbentuk
cair,
padat dan gas karena mampu
mencegah penguapan, kontaminasi
bau atau flavor dari luar.
Pada suhu kamar, air dan larutan
dapat bereaksi dengan gelas tetapi
kecepatan
reaksinya
sangat
rendah. Reaksi terjadi akibat
adanya ion hydrogen dari air
digantikan oleh natrium dari bahan
gelas dalam jumlah yang sama.
Akibatnya membentuk sodium
hidroksida sehingga air atau cairan
sedikit bersifat basa. Pada kondisi
normal, pembentukan reaksi basa
yang
sangat
kecil
tersebut
diabaikan, reaksi makin cepat
dengan adanya kenaikan suhu,
dan proses sterilisasi berulang
Pengemasan dan Penyimpanan Hasil Pertanian Pangan dan Produknya
dengan suhu tinggi menyebabkan
pembentukan ion sodium semakin
tinggi. Oleh karena itu, untuk
produk-produk
yang
sensitif
terhadap basa, seperti obat-obatan
atau
cairan
transfus
maka
digunakan kemasan gelas yang
yang diberi perlakuan sulphating
dengan cara memasukkan sulfur
dioksida ke dalam bahan gelas
pada
suhu
5000C.
Dengan
demikian gas yang bersifat asam
akan cepat bereaksi dengan
sodium pada permukaan bahan
gelas membentuk sodium sulfat.
Sodium sulfat akan mudah tercuci
oleh air.
Selain bersifat inert terhadap
bahan kimia, gelas juga merupakan
barrier
(dapat
melindungi)
penguapan air dan gas. Namun
kehilangan uap air dan gas masih
dapat terjadi pada saat terjadi
proses penutupan botol gelas.
Gelas memiliki sifat jernih
Bahan
kemasan
dari
gelas
memiliki keunggulan karena bahan
gelas bersifat jernih. Dengan
demikian pada saat pemasaran
produk (terutaman makanan dan
minuman), maka konsumen dapat
melihat langsung isi/produk dalam
botol/wadah gelas. Untuk produkproduk yang tidak tahan terhadap
cahaya, maka digunakan botol
gelas
berwarna,
umumnya
menggunakan warna coklat.
Gelas bersifat kaku/kokoh (rigid)
Sifat
kemasan
gelas
yang
kaku/kokoh (rigid) hampir bisa
digunakan
untuk
mengemas
237
berbagai jenis produk. Hal ini
dikarenakan bahan kemasan gelas
lebih
mudah
dalam
penanganannya selama proses
pengisian, tahan terhadap tekanan
dari luar. Kemasan gelas juga
sangat baik untuk mengemas
produk dengan kondisi vacuum.
Sifat
kemasan
gelas
yang
kaku/kokoh (rigid) kurang baik
untuk mengemas produk powder,
seperti bedak dan produk cair
untuk bahan saniter, seperti sabun
tangan cair, pengharum pakaian
cair, lantai cair dan bahan-bahan
yang sejenis. Hal ini dikarenakan
kemasan
gelas
tidak
dapat
berfungsi sebagai dispenser bagi
produk-produk tersebut.
Tahan terhadap tekanan dari
dalam
Bahan kemasan gelas memiliki
sifat tahan terhadap tekanan dari
dalam. Oleh karena itu kemasan
gelas
sangat
sesuai
untuk
mengemas minuman berkarbonat,
seperti soft drink, bir dan bahanbahan yang mengandung aerosol.
Tahan terhadap panas
Ketahanan
bahan
kemasan
terhadap panas merupakan sifat
yang penting selama proses
pengemasan. Bahan gelas dapat
tahan pada suhu 5000C. Ketahanan
gelas terhadap panas ini akan
menguntungkan selama proses:
Pengisian dalam kondisi panas
ƒ
(hot filling).
Pengisian dalam kondisi panas
diperlukan untuk mengemas
produk-produk yang berbentuk
Pengemasan dan Penyimpanan Hasil Pertanian Pangan dan Produknya
ƒ
pasta pada suhu kamar,
seperti selai kacang (peanut
butter),
atau
untuk
menghasilkan hasil kemasan
steril. Contoh: pengemasan
jam (selai) dilakukan dalam
kondisi panas untuk mencegah
pertumbuhan kapang.
Pemasakan atau sterilisasi
produk dalam kemasan.
Bir
biasanya
dilakukan
pasteurisasi dalam kemasan,
dengan
demikian
untuk
mengemas
produk
ini
digunakan bahan kemasan
gelas karena tahan terhadap
panas.
ƒ
238
Sterilisasi kemasan kosong
baik menggunakan uap panas
maupun udara panas.
Meskipun bahan kemasan gelas
dapat tahan terhadap suhu tinggi,
namun perbedaan suhu yang
mencolok di dalam dan di luar
kemasan dapat menyebabkan
kemasan gelas retak atau pecah.
Ketahanan terhadap perbedaan
suhu tersebut dipengaruhi oleh
bentuk dan ketebalan kemasan
gelas. Adapun kisaran perbedaan
suhu antara di luar dan di dalam
kemasan tanpa mengalami retak
atau pecah dapat dilihat pada
Tabel 6.1.
Tabel 6.1. Perbedaan suhu di luar botol dan di botol untuk menghindari
botol retak atau pecah
Jenis botol
Perbedaan suhu
Botol kecil untuk obat-obatan (vial)
60 – 80 0C
Botol ukuran sedang, ringan, seperti botol jam,
pickle
Botol ukuran sedang, dinding kemasan tebal,
seperti botol wine/anggur dan bir
Botol ukuran sedang, seperti botol untuk susu,
bir
50 – 70 0C
45 – 60 0C
30 – 40 0C
Sumber: Paine dan Paine (1993)
Harga kemasan gelas murah
Harga kemasan gelas
murah, karena botol habis
masih bisa digunakan
mengemas ulang produk
sama atau dapat digunakan
mengemas produk lain.
relatif
pakai
untuk
yang
untuk
Akan tetapi pengemasan dengan
bahan
gelas
juga
memiliki
kelemahan karena bahan gelas
bersifat transparan maka produk
dalam kemasan harus disimpan
pada tempat yang tidak terkena
cahaya matahari langsung (untuk
menghindari oksidasi), kemasan
gelas relatif berat dan mudah pecah
sehingga diperlukan kemasan
sekunder untuk melindunginya,
bahan gelas merupakan konduktor
yang buruk sehingga tidak dapat
didinginkan dengan cepat. Bahan
kemasan gelas yang mengalami
Pengemasan dan Penyimpanan Hasil Pertanian Pangan dan Produknya
retak
atau
pecah
dapat
membahayakan pekerja maupun
konsumen. Misalnya saja kemasan
gelas selama proses pengolahan
mengalami pecah, kemudian ada
serpihan/potongan kaca kemasan
gelas masuk dalam produk, karena
sulit
untuk
mendeteksi
ada
tidaknya potongan/serpihan kaca
dalam produk, maka produk
tersebut akan sangat berbahaya
bila tertelan olah konsumen.
6.4.3 Logam
Bahan logam yang dimaksud
termasuk bahan kemasan yang
menggunakan bahan tembaga,
perak dan emas atau campuran
dari bahan-bahan tersebut. Bahan
tersebut dibuat sedemikan rupa
sehingga
mudah
dilakukan
pembentukan. Karena emas dan
perak relatif mahal maka digunakan
pula bahan dari timah, seng,
kuningan dan besi tahan karat
(stainless steel). Bahan kemasan
dari
stainless
steel
banyak
digunakan dalam industri pangan
karena bahan ini hampir tidak
bereaksi dengan bahan pangan.
Bahan stainless steel yang beredar
di pasaran juga memiliki berbagai
kualitas, tergantung dari jenis
bahan baku yang digunakan.
Pemilihan peralatan atau bahan
kemasan dari stainless steel harus
hati-hati, karena saat ini banyak
peralatan terbuat dari seng atau
logam lain kemudian dilapisi
dengan stainless steel. Bahan
demikian
biasanya
mudah
mengalami korosi atau berkarat
terutama pada bagian sambungan
atau setelah kontak dengan bahan
asam dalam jangka waktu lama.
239
Keuntungan wadah kaleng untuk
makanan dan minuman :
mempunyai kekuatan mekanik
ƒ
yang tinggi
barrier
(pelindung/penahan)
ƒ
yang baik terhadap gas, uap
air, jasad renik, debu dan
kotoran sehingga cocok untuk
kemasan hermetis.
Toksisitasnya relatif rendah
ƒ
meskipun ada kemungkinan
migrasi unsur logam ke bahan
yang dikemas.
Tahan terhadap perubahanƒ
perubahan atau keadaan suhu
yang ekstrim
Bentuk kemasan dari bahan logam
yang digunakan untuk bahan
pangan yaitu : bentuk kaleng
tinplate, kaleng alumunium, bentuk
alumunium foil. Kaleng tinplate
banyak digunakan dalam industri
makanan dan digunakan sebagai
komponen utama untuk tutup botol
atau jars. Kaleng alumunium
banyak digunakan dalam industri
minuman. Alumunium foil banyak
digunakan sebagai bagian dari
kemasan bentuk kantong bersamasama/dilaminasi dengan berbagai
jenis
plastik,
dan
banyak
digunakan oleh industri makanan
ringan,
susu
bubuk
dan
sebagainya.
6.4.4 Aluminium
Bahan pengemas dari aluminium
banyak
diaplikasikan
sebagai
bahan kaleng, bahan pengemas
yang agak kaku dan bahan
pengemas yang fleksibel. Contoh
bahan pengemas dari aluminium
yang fleksibel adalah aluminium
Pengemasan dan Penyimpanan Hasil Pertanian Pangan dan Produknya
foil.
Bahan
pengemas
dari
aluminium foil memiliki kelebihan
karena bersifat impermeable (tidak
dapat ditembus) oleh cahaya, gas,
air, bau dan bahan pelarut yang
tidak dimiliki oleh bahan pengemas
fleksibel lainnya. Aluminium foil
banyak
digunakan
untuk
mengemas produk coklat, bahanbahan bakery, produk olahan susu,
keripik dan lain-lain.
Aluminium merupakan logam yang
memiliki beberapa keunggulan
yaitu lebih ringan
daripada baja, mudah dibentuk,
tidak berasa, tidak berbau, tidak
beracun,
dapat
menahan
masuknya
gas,
mempunyai
konduktivitas panas yang baik dan
dapat
didaur
ulang.
Tetapi
penggunaan aluminium sebagai
bahan kemasan juga mempunyai
kelemahan
yaitu
kekuatan
(rigiditasnya) kurang baik, sukar
disolder sehingga sambungannya
tidak
rapat
akibatnya
dapat
menimbulkan
lubang
pada
kemasan, harganya lebih mahal
dan mudah berkarat sehingga
harus diberi lapisan tambahan.
Reaksi aluminium dengan udara
akan menghasilkan aluminium
oksida yang merupakan lapisan
film yang tahan terhadap korosi dari
atmosfir. Penggunaan aluminium
sebagai
wadah
kemasan,
menyebabkan bagian sebelah dalam
wadah tidak dapat kontak dengan
oksigen, hal ini menyebabkan
terjadinya pengkaratan di bagian
dalam kemasan. Untuk mencegah
terjadinya karat, maka di bagian
dalam dari wadah aluminium ini
harus diberi lapisan enamel.
240
Secara komersial penggunaan
aluminium
murni
tidak
menguntungkan, sehingga harus
dicampur dengan logam lainnya
untuk mengurangi biaya dan
memperbaiki
daya
tahannya
terhadap korosi. Logam-logam
yang biasanya digunakan sebagai
campuran pada pembuatan wadah
aluminium
adalah
tembaga,
magnesium, mangan, khromium
dan seng (pada media alkali).
6.4.4.1. Aluminium foil
Aluminium foil adalah bahan
kemasan berupa lembaran logam
aluminum yang padat dan tipis
dengan ketebalan <0.15 mm.
Kemasan ini mempunyai tingkat
kekerasan dari 0 yaitu sangat
lunak, hingga H-n yang berarti
keras. Semakin tinggi bilangan H-,
maka aluminium foil tersebut
semakin keras. Ketebalan dari
aluminium foil menentukan sifat
protektifnya. Jika kurang tebal,
maka foil tersebut dapat dilalui oleh
gas dan uap. Pada ketebalan
0.0375
mm,
maka
permeabilitasnya terhadap uap air
= 0, artinya foil tersebut tidak dapat
dilalui oleh uap air. Foil dengan
ukuran 0.009 mm biasanya
digunakan untuk permen dan susu,
sedangkan foil dengan ukuran 0.05
mm digunakan sebagai tutup botol
multitrip.
Sifat-sifat dari aluminium foil
adalah hermetis, fleksibel, tidak
tembus cahaya sehingga dapat
digunakan
untuk
mengemas
bahan-bahan yang berlemak dan
bahan-bahan yang peka terhadap
cahaya seperti margarin dan
Pengemasan dan Penyimpanan Hasil Pertanian Pangan dan Produknya
yoghurt. Aluminium foil banyak
digunakan sebagai bahan pelapis
atau laminan. Kombinasi aluminium
foil dengan bahan kemasan lain
dapat menghasilkan jenis kemasan
baru yang disebut dengan retort
pouch. Syarat-syarat retort pouch
adalah harus mempunyai daya
simpan yang tinggi, teknik penutupan
mudah, tidak mudah sobek bila
tertusuk dan tahan terhadap suhu
sterilisasi yang tinggi.
Retort
pouch
mempunyai
keunggulan dibanding kaleng,
yaitu:
ƒ Memliki luas permukaan lebih
besar dibandingkan kaleng dan
kemasannya tipis sehingga
memungkinkan
terjadinya
penetrasi
ƒ Memiliki
sifat
perambatan
panas yang lebih cepat dan
lebih efisien. Dengan demikian
waktu
sterilisasi
akan
berkurang, maka mutu produk
dapat diperbaiki, karena nilai
gizinya lebih tinggi dan sifatsifat sensori seperti rasa,
warna dan tekstur dapat
dipertahankan.
ƒ retort pouch lebih disukai
konsumen karena praktis dan
awet,
ƒ produk yang telah disterilisasi
dalam kemasan retort pouch
dapat langsung dikonsumsi
tanpa harus dipanaskan.
ƒ pemanasan cukup mudah,
yaitu
dengan
cara
memasukkan kemasan retort
pouch ke dalam air mendidih
selama 5 menit.
ƒ dapat
dipanaskan
dalam
microwave oven.
241
6.4.4.2. Penggunaan Aluminium
untuk Kemasan Bahan
Pangan
Aluminium dapat digunakan untuk
mengemas produk buah-buahan
dan sayuran, produk daging, ikan
dan kerang-kerangan, produk susu
dan minuman. Beberapa hal yang
perlu
diperhatikan
dalam
penggunaan kemasan aluminium
adalah :
ƒ Untuk produk buah. Aluminium
yang
digunakan
untuk
mengemasan produk buahbuah harus dilapisi dengan
enamel
untuk
mencegah
terjadinya
akumulasi
gas
hidrogen
yang
dapat
menyebabkan
terbentuknya
gelembung gas dan karat.
Penyimpangan warna pada
saus apel yang dikemas
dengan
aluminium,
dapat
dicegah
dengan
menambahkan asam askorbat
ƒ Produk daging. Pengemasan
daging
dengan
wadah
aluminium tidak menyebabkan
terjadinya perubahan warna
sebagaimana
yang
terjadi
pada logam lain. Produk yang
mengandung asam amino
dengan sulfur seperti daging
dan ikan dapat bereaksi
dengan besi dan membentuk
noda
hitam.
Penambahan
aluminium yang dipatri pada
kaleng tin plate dapat mencegah
pembentukan noda karat.
ƒ Ikan dan kerang-kerangan.
Pengemasan
ikan
sarden
dalam minyak atau saus tomat
dan saus mustard degan
kemasan
aluminium
yang
berlapis enamel, maka pH nya
Pengemasan dan Penyimpanan Hasil Pertanian Pangan dan Produknya
ƒ
ƒ
tidak boleh >3.0, karena jika
lebih besar maka enamel tidak
dapat
melindungi
produk.
Pengemasan lobster dengan
kaleng
aluminium
tidak
memerlukan kertas perkamen
yang
biasanya
digunakan
untuk mencegah perubahan
warna pada kaleng tinplate.
Produk
susu.
Kemasan
aluminium untuk produk susu
memerlukan lapisan pelindung,
terutama pada susu kental
yang tidak manis. Penggunaan
aluminium
untuk
produkproduk susu seperti margarin
dan mentega bertujuan untuk
melindungi produk dari cahaya
dan O2.
Minuman.
Pengemasan
minuman
dengan
wadah
aluminium harus diberi pelapis,
epoksivinil atau epoksi jernih
untuk bir dan epoksivinil atau
vinil organosol untuk minuman
ringan
atau
minuman
berkarbonasi. Pengemasan teh
dengan aluminium yang tidak
diberi
pelapis
dapat
menyebabkan
terjadinya
perubahan warna dan flavor.
6.4.5 Kayu
Kayu umumnya digunakan sebagai
container (peti kemas). Kayu
banyak digunakan sebagai peti
kemas karena dapat dibuat sesuai
dengan ukuran yang diinginkan,
meskipun tidak sekuat peti kemas
yang terbuat dari logam (untuk
ketebalan bahan yang sama).
Disamping sebagai peti kemas,
kayu juga dibuat untuk wadah atau
kemasan telur, tomat, buaahbuahan dan lain-lain. Wadah dari
242
kayu juga masih banyak dijumpai
untuk menyimpan bahan-bahan
yang akan difermentasi, dan whey
(limbah tahu). Saat ini juga
berkembang kemasan produkproduk eksklusif menggunakan
bahan kayu dengan bentuk yang
unik dan menarik.
Bahan kayu untuk kemasan ada
yang berasal dari papan kayu,
triplek atau dari bahan potongan
kayu yang dilem sedemikian rupa
sehingga menyerupai papan.
Kayu merupakan bahan pengemas
tertua yang diketahui oleh manusia,
dan secara tradisional digunakan
untuk mengemas berbagai macam
produk pangan padat dan cair
yang sudah dikemas seperti buahbuahan dan sayuran, teh, anggur,
bir dan minuman keras. Kayu juga
digunakan sebagai bahan baku
dalam pembuatan pallet, peti atau
kotak kayu di negara-negara yang
mempunyai sumber kayu alam
dalam jumlah banyak. Tetapi saat
ini
penyediaan
kayu
untuk
pembuatan kemasan juga banyak
menimbulkan masalah karena
makin langkanya hutan penghasil
kayu.
Penggunaan kemasan kayu baik
berupa peti, tong kayu atau pallet
sangat umum di dalam transportasi
berbagai
komoditas
dalam
perdagangan
internasional.
Pengiriman botol gelas di dalam
peti kayu dapat melindungi botol
dari resiko pecah. Kemasan kayu
umumnya
digunakan
sebagai
kemasan tersier untuk melindungi
kemasan lain yang ada di
dalamnya. Kelebihan kemasan
kayu
adalah
memberikan
Pengemasan dan Penyimpanan Hasil Pertanian Pangan dan Produknya
perlindungan mekanis yang baik
terhadap bahan yang dikemas,
memberikan bentuk tumpukan
yang baik. Penggunaan kemasan
kayu untuk anggur dan minumanminuman
beralkohol
dapat
meningkatkan mutu produk karena
adanya transfer komponen aroma
dari kayu ke produk. Penggunaan
peti kayu untuk kemasan teh di
beberapa negara juga masih lebih
murah
dibandingkan
bahan
pengemas lain.
Kelemahan dari penggunaan kayu
sebagai
kemasan
adalah
pengetahuan
tentang
struktur
kayu, metode perakitan masih
lemah. Hingga saat ini perakitan
kemasan kayu masih dilakukan
dengan cara yang sederhana, dan
jarang
sekali
dilakukan
pengamatan terhadap kandungan
air kayu, rancang bangun/disain
yang efisien, pengikatan/ pelekatan
tidak dengan jenis pengikat dan
ukuran yang benar, sehingga
dihasilkan kemasan kayu dengan
kekuatan yang rendah. Akibatnya
nilai ekonomis kemasan kayu
menjadi rendah.
Walaupun mempunyai kelemahan,
tetapi
kemasan
kayu
tetap
digunakan pada industri-industri
alat berat dan mesin. Kemasan
kayu juga tetap merupakan
alternatif untuk mengemas buahbuahan, sayur-sayuran dan ikan
yaitu dengan kemasan kayu beratringan
(light-weigh
wooden).
Peranan kemasan kayu di masa
depan masih tetap baik terutama
pada
aplikasi
pallet,
dan
merupakan salah satu alernatif
penting disamping kertas dan
plastik.
243
6.4.5.1. Aplikasi Kemasan Kayu
Untuk Bahan Pangan
Kemasan kayu yang berbentuk
peti,
krat
atau
tong
kayu
merupakan bentuk kemasan yang
umum
untuk
pengangkutan
berbagai
komoditas
dalam
perdagangan
inernasional.
Penggunaan peti kayu untuk
transportasi botol minuman baik
untuk melindungi botol agar tidak
pecah. Pengemasan buah segar
dalam transportasi hingga saat ini
juga masih banyak dilakukan.
Kemasan kayu biasanya digunakan
sebagai kemasan tersier yaitu
kemasan yang digunakan untuk
mengemas kemasan lain yang ada
di dalamnya.
Tanda atau label pada kemasan
kayu harus berisi informasi tentang:
ƒ Nama barang yang dikemas
ƒ Ukuran
ƒ Isi (jumlah atau volume bahan)
ƒ Mutu Kayu
ƒ Jenis Kayu
ƒ Identitas
dan
nama
perusahaan
6.4.5.2. Pallet Kayu
Pallet kayu banyak digunakan
untuk transportasi barang dari satu
departemen ke departemen lain
dalam suatu perusahaan, atau dari
produsen ke konsumen. Pallet
kayu dapat dibagi menjadi 2
kelompok yaitu : pallet untuk satu
kali
perjalanan
(expendable
pallets) dan pallet yang bersifat
permanen atau untuk beberapa
kali perjalanan.
Pengemasan dan Penyimpanan Hasil Pertanian Pangan dan Produknya
Pallet permanen bisa tahan sampai
15 bulan. Bagian bawah dari pallet
kayu terdiri atas dasar dan kaki
kemasan yang biasanya berbentuk
datar dan terbuat dari papan yang
tersusun teratur dan memiliki jarak
tertentu.
Kayu
pada
pallet
mempunyai minimum 2 kaki
penyangga yang sesuai dengan
panjang kemasan. Dasar alas
kemasan berupa papan kering dan
kuat berukuran tebal. Kaki alas
kemasan bisa dilepas atau diikat
bersama kemasannya dengan
paku.
6.4.6 Kertas atau Karton
Bahan kertas atau karton banyak
digunakan
sebagai
bahan
pengemas. Produk bakery (kue,
roti dan pastry) biasanya dikemas
dalam kertas atau karton. Karton
jarang
digunakan
langsung
sebagai
bahan
pengemas.
Biasanya sebelum dikemas dalam
karton, produk pangan dikemas
dahulu dalam kemasan plastik,
kemasan kaleng, kemasan botol
atau kemasan dalam tetra pack.
Penggunaan
karton
sebagai
kemasan
sekunder
biasanya
ditujukan untuk melindungi produk
dari kerusakan mekanis dan fisis.
Disamping itu juga bertujuan untuk
memudahkan
dalam
proses
pengangkutan atau transportasi
dan penyimpanan.
Kemasan
kertas
merupakan
kemasan fleksibel yang pertama
sebelum ditemukannya plastik dan
aluminium foil. Saat ini kemasan
kertas masih banyak digunakan
244
dan mampu bersaing dengan
kemasan lain seperti plastik dan
logam karena harganya yang
murah, mudah diperoleh dan
penggunaannya yang luas. Selain
sebagai kemasan, kertas juga
berfungsi
sebagai
media
komunikator dan media cetak.
Kelemahan kemasan kertas untuk
mengemas bahan pangan adalah
sifatnya yang sensitif terhadap air
dan mudah dipengaruhi oleh
kelembaban udara lingkungan.
Sifat-sifat kemasan kertas sangat
tergantung
pada
proses
pembuatan
dan
perlakuan
tambahan
pada
proses
pembuatannya. Kemasan kertas
dapat berupa kemasan fleksibel
atau kemasan kaku. Beberapa
jenis kertas yang dapat digunakan
sebagai kemasan fleksibel adalah
kertas kraft, kertas tahan lemak
(grease proof). Glassin dan kertas
lilin (waxed paper) atau kertas
yang dibuat dari modifikasi kertaskertas ini. Wadah-wadah kertas
yang kaku terdapat dalam bentuk
karton, kotak, kaleng fiber, drum,
cawan-cawan yang tahan air,
kemasan tetrahedral dan lain-lain,
yang dapat dibuat dari paper board
(kertas berbentuk papan), kertas
laminasi, corrugated board dan
berbagai jenis board/papan dari
kertas khusus. Wadah kertas
biasanya dibungkus lagi dengan
bahan-bahan kemasan lain seperti
plastik dan foil logam yang lebih
bersifat protektif.
6.4.6.1. Jenis-jenis Kertas
Ada dua jenis kertas utama yang
digunakan, yaitu kertas kasar dan
Pengemasan dan Penyimpanan Hasil Pertanian Pangan dan Produknya
kertas
lunak.
Kertas
yang
digunakan
sebagai
kemasan
adalah
jenis
kertas
kasar,
sedangkan kertas halus digunakan
untuk buku dan kertas sampul.
Kertas kemasan yang paling kuat
adalah kertas kraft dengan warna
alami, yang dibuat dari kayu lunak
dengan proses sulfatasi. Ada
beberapa jenis kertas, antara lain:
ƒ Kertas glasin dan kertas tahan
minyak (grease proof). Kertas
ini
dibuat
dengan
cara
memperpanjang
waktu
pengadukan pulp sebelum
dimasukkan ke mesin pembuat
kertas. Penambahan bahanbahan lain seperti plastisizer
bertujuan untuk menambah
kelembutan dan kelenturan
kertas,
sehingga
dapat
digunakan untuk mengemas
bahan-bahan yang lengket.
Penambahan
antioksidan
bertujuan untuk memperlambat
ketengikan dan menghambat
pertumbuhan
jamur
atau
khamir. Kedua jenis kertas ini
mempunyai permukaan seperti
gelas
dan
transparan,
mempunyai daya tahan yang
tinggi terhadap lemak, oli dan
minyak, tidak tahan terhadap
air
walaupun
permukaan
dilapisi dengan bahan tahan air
seperti lak dan lilin. Kertas
glasin
digunakan
sebagai
bahan dasar laminasi.
ƒ Kertas Perkamen, digunakan
untuk
mengemas
bahan
pangan
seperti
mentega,
margarine,
biskuit
yang
berkadar lemak tinggi, keju,
ikan (basah, kering atau
digoreng),
daging
(segar,
kering, diasap atau dimasak),
ƒ
ƒ
ƒ
245
hasil ternak lain, teh dan kopi.
Sifat-sifat kertas perkamen
adalah: tahan terhadap lemak,
mempunyai kekuatan basah
(wet strength) yang baik
walaupun dalam air mendidih,
permukaannya tidak berserat,
tidak berbau, tidak berasa,
transparan sehingga sering
disebut kertas glasin, tidak
mempunyai daya hambat yang
baik terhadap gas, kecuali jika
dilapisi dengan bahan tertentu.
Kertas lilin merupakan kertas
yang dilapisi oleh lilin parafin.
Kertas ini dapat menghambat
air, tahan terhadap minyak/oli
dan daya rekat panasnya baik.
Kertas lilin digunakan untuk
mengemas bahan pangan,
sabun, tembakau dan lain-lain.
Daluang (Container board).
Kertas
daluang
banyak
digunakan dalam pembuatan
karton beralur. Ada dua jenis
kertas daluang, yaitu: line
board disebut juga kertas kraft
yang berasal dari kayu cemara
(kayu lunak) dan corrugated
medium yang berasal dari kayu
keras dengan proses sulfatasi.
Chipboard dibuat dari kertas
koran bekas dan sisa-sisa
kertas. Jika kertas ini dijadikan
kertas maka disebut bogus
yaitu
jenis
kertas
yang
digunakan sebagai pelindung
atau bantalan pada barang
pecah belah. Kertas chipboard
dapat juga digunakan sebagai
pembungkus dengan daya
rentang yang rendah. Jika
akan dijadikan karton lipat,
maka harus diberi bahanbahan tambahan tertentu.
Pengemasan dan Penyimpanan Hasil Pertanian Pangan dan Produknya
ƒ
Kertas plastik dibuat karena
keterbatasan sumber selulosa.
Kertas ini disebut juga kertas
sintetis yang terbuat dari
lembaran stirena, mempunyai
sifat-sifat sebagai berikut: daya
sobek dan ketahanan lipat
yang baik, daya kaku lebih
kecil daripada kertas selulosa,
sehingga menimbulkan masalah
dalam pencetakan label, tidak
mengalami perubahan bila
terjadi perubahan kelembaban
(RH), tahan terhadap lemak,
air dan tidak dapat ditumbuhi
kapang, dapat dicetak dengan
suhu pencetakan yang tidak
terlalu tinggi, karena polistirena
akan lunak pada suhu 800C.
6.4.6.2. Bentuk kemasan kertas
Bentuk amplop sering digunakan
sebagai pembungkus dari kantong
kertas. Kantung kertas dapat
dibuat secara sederhana oleh
industri rumah tangga, tetapi dapat
juga dibuat secara fabrikasi.
Bentuk lain dari kemasan kertas
adalah karton lipat dan kardus.
Karton lipat dan kardus merupakan
jenis kertas yang populer karena
praktis
dan
murah.
Dalam
perdagangan disebut juga folding
carton (FC) atau karton lipat.
Bahan yang banyak digunakan
untuk membuat karton lipat adalah
cylinder board yang terdiri dari
beberapa lapisan, dan bagian
tengahnya terbuat dari kertaskertas daur ulang, sedangkan
kedua sisi lainnya berupa kertas
koran murni dan bahan murni yang
dipucatkan. Untuk memperbaiki
sifat-sifat karton lipat, maka dapat
246
dilapisi dengan selulosa asetat dan
polivinil
klorida
(PVC)
yang
diplastisasi.
Kasein
yang
dicampurkan pada permukaan kertas
akan memberikan permukaan cetak
yang lebih halus dan putih.
Keuntungan dari karton lipat adalah
dapat digunakan untuk transportasi,
dan dapat dihias dengan bentuk
yang menarik untuk barang-barang
mewah. Tetapi kelemahannya
adalah
kecenderungan
untuk
sobek di bagian tertentu. Model
dasar yang paling umum dari
karton yang terdiri dari :
• lipatan terbalik (reverse tuck)
• dasar menutup sendiri (autolock bottom)
• model
pesawat
terbang
(airplane style)
• model lipatan lurus
• model perekatan ujung (seal
end)
• model perkakas dasar (
hardware bottom)
Dari keenam model dasar ini
dikembangkan model-model lain
(Gambar 6.10 dan 6.11)
Gambar 6.2. Pola-pola dasar
membuat kemasan karton lipat.
untuk
Pengemasan dan Penyimpanan Hasil Pertanian Pangan dan Produknya
247
plastik (PE coated) atau dilapisi lilin
(wax coated). Jenis ini digunakan
untuk pengemasan udang, daging
atau ikan beku atau mangkuk untuk
es krim. Disain kemasan dibuat
menarik, maka karton tipis dapat
digunakan sebagai display box.
Corrugated box (karton kerdut)
disebut juga karton bergelombang
atau karton beralur terdiri dari 2
macam corrugated sheet, yaitu:
kertas kraft (kraft liner) untuk
lapisan luar dan dalam kertas
medium untuk bagian tengah yang
bergelombang.
Gambar 6.3. Model kotak karton lipat dari
pengembangan pola dasar
Garis putus-putus pada Gambar
6.2 dan 6.3, menunjukkan letak
lipatan.
Jenis karton bergelombang yang
paling umum adalah jenis RSC
(Regular Slotted Container) atau
wadah celah teratur. Jenis-jenis
kartton bergelombang dapat dilihat
pada Gambar 6.4.
Pemilihan jenis atau model karton
lipat yang akan digunakan sebagai
pengemas, tergantung pada jenis
produk yang akan dikemas dan
permintaan pasar. Pengujian mutu
kemasan karton lipat dapat berupa
uji jatuh bagi wadah yang sudah
diisi, pengujian tonjolan atau bulge,
pengujian kekuatan kompresi dan
daya kaku dalam hubungannya
dengan kelembaban udara.
Penggunaan karton tipis (folding
box atau cardboard box ) untuk
kemasan, mendapat tambahan
bahan-bahan tertentu dan kualitas
karton
tipis
yang
dihasilkan
tergantung dari jenis bahan
tambahan tersebut. Misalnya: untuk
bahan pangan yang harus selalu
dalam keadaan segar yang
disimpan dalam lemari es, maka
digunakan karton tipis yang dilapisi
Keterangan :
A = Wadah Celah Teratur (RSC)
B = Wadah Celah Terpusat (CSSC)
C = Wadah Celah Tumpang tindih (FOL)
D = Bliss Box
E = Pembungkus Buku
F = Kotak Laci Tiga
Gambar 6.4. Berbagai jenis kotak karton
kerdut
Pengemasan dan Penyimpanan Hasil Pertanian Pangan dan Produknya
Corrugated box tanpa inner
(individual box) digunakan sebagai
kemasan primer untuk mengemas
buah dan sayur, ikan beku dan
lain-lain. Untuk pengemasan buah
atau sayuran segar, maka pada
dinding kotak harus diberi lubang
ventilasi.
Penggunaan
karton
bergelombang pada produk yang
dikemas dengan botol gelas atau
plastik dapat memakai partition
divider
atau
pemisah
untuk
mencegah terjadinya benturan.
6.4.7 Plastik
Penemuan dan pembuatan plastik,
pertama kali dilaporkan oleh
Dr.Montgomerie pada tahun 1843,
yaitu oleh penduduk Malaya
dengan cara memanaskan getah
karet kemudian dibentuk dengan
tangan dan dijadikan sebagai
gagang pisau. Pada tahun 1845
J.Peluoze berhasil mensintesa
sululosa nitrat. Cetakan bahan
plastik yang pertama, dipatenkan
oleh J.L.Baldwin pada tangal 11
Februari 1862 yang disebut
dengan
molds
for
making
daguerreotype cases. Cetakan ini
kemudian digunakan secara luas
untuk membentuk bahan-bahan
plastik yang terdiri dari campuran
getah karet dengan berbagai
bahan pengisi, humektan dan
pemplastik.
Penemuan selulosa nitrat atau
seluloid pertama kali dilakukan
oleh Dr.John Wesley Hyatt dari
New
York
yaitu
untuk
menggantikan bola bilyard yang
sebelumnya erbuat dari gading.
Seluloid digunakan juga untuk
248
mainan anak-anak, pakaian, cat
dan vernis, serta film untuk foto.
Tahun 1920 Dr.Leo Hendrik
Baekeland (Belgia) menemukan
reaksi
antara
fenol
dan
formaldehida yang menghasilkan
bakelite,
dan
penemuan
ini
dianggap sebagai awal industri
plastik. Berbagai jenis bahan
kemasan plastik baru bermunculan
sesudah perang dunia kedua usai.
Bahan pembuat plastik dari minyak
dan gas sebagai sumber alami,
dalam
perkembangannya
digantikan
oleh
bahan-bahan
sintetis sehingga dapat diperoleh
sifat-sifat plastik yang diinginkan
dengan
cara
kopolimerisasi,
laminasi, dan ekstruksi (Syarief, et
al., 1989).
Komponen utama plastik sebelum
membentuk
polimer
adalah
monomer, yakni rantai yang paling
pendek.
Polimer
merupakan
gabungan dari beberapa monomer
yang akan membentuk rantai yang
sangat
panjang.
Bila
rantai
tersebut dikelompokkan bersamasama dalam suatu pola acak,
menyerupai tumpukan jerami maka
disebut amorp, jika teratur hampir
sejajar disebut kristalin dengan
sifat yang lebih keras dan tegar
(Syarief, et al., 1988).
Kemasan plastik dapat berbentuk
kemasan kaku maupun kemasan
yang
mudah
dibentuk
atau
fleksibel. Untuk mengemas produk
padat dan tidak memerlukan
perlindungan
khusus
maka
digunakan plastik yang fleksibel.
Contoh produk yang dikemas
menggunakan plastik fleksibel
Pengemasan dan Penyimpanan Hasil Pertanian Pangan dan Produknya
yaitu keripik, tahu, tempe dan lainlain. Sedangkan untuk mengemas
produk
yang
memerlukan
perlindungan seperti produk yang
berbentuk cair atau pasta maka
digunakan plastik yang kaku
namun bisa dibentuk, misalnya
kemasan dalam bentuk botol,
kotak atau jerigen plastik.
Kemasan
plastik
banyak
digunakan dengan pertimbangan
bahan tersebut mudah dibentuk
sesuai dengan keinginan, tidak
bersifat korosif (mudah berkarat),
tidak memerlukan penanganan
khusus. Dalam dunia perdagangan
dikenal ada plastik khusus untuk
mengemas bahan pangan (food
grade)
dan
plastik
untuk
mengemas bahan bukan pangan
(non-food grade). Oleh karena itu
bila akan memilih plastik untuk
mengemas bahan dan produk
pangan maka harus dipilih yang
food grade.
Menurut Syarief et al (1989),
berdasarkan ketahanan plastik
terhadap perubahan suhu, maka
plastik dibagi menjadi dua, yaitu:
ƒ
ƒ
Thermoplastik, bila plastik
meleleh pada suhu tertentu,
melekat mengikuti perubahan
suhu, bersifat reversible (dapat
kembali ke bentuk semula atau
mengeras bila didinginkan).
Termoset
atau
termodursisabel, jenis plastik
ini tidak tidak dapat mengikuti
perubahan
suhu
(tidak
reversible).
Sehingga
bila
pengerasan telah terjadi maka
bahan tidak dapat dilunakkan
kembali. Pemanasan dengan
249
suhu
tinggi
tidak
akan
melunakkan jenis plastik ini
melainkan akan membentuk
arang dan terurai. Karena sifat
termoset yang demikian maka
bahan ini banyak digunakan
sebagai tutup ketel.
6.4.7.1 Jenis dan Sifat Plastik
1. Politen atau polietilen (PE)
Polietilen merupakan film yang
lunak, transparan dan fleksibel,
mempunyai kekuatan benturan
serta kekuatan sobek yang baik.
Dengan pemanasan akan menjadi
lunak dan mencair pada suhu
110OC.
Berdasarkan
sifat
permeabilitasnya yang rendah
serta sifat-sifat mekaniknya yang
baik,
polietilen
mempunyai
ketebalan 0.001 sampai 0.01 inchi,
yang banyak digunakan sebagai
pengemas
makanan,
karena
sifatnya
yang
thermoplastik,
polietilen mudah dibuat kantung
dengan derajat kerapatan yang
baik (Sacharow dan Griffin, 1970).
Jenis plastik ini paling banyak
digunakan dalam industri, karena
memiliki sifat mudah dibentuk,
tahan bahan kimia, jernih dan
mudah dilaminasi. PE banyak
digunakan untuk mengemas buahbuahan dan sayuran segar, roti,
produk pangan beku dan tekstil.
Menurut Syarief et al (1989),
polietilen memiliki sifat:
ƒ
ƒ
ƒ
Penampakan bervariasi, dari
transparan hingga keruh.
Mudah dibentuk, lemas dan
mudah ditarik.
Daya rentang tinggi tanpa
sobek.
Pengemasan dan Penyimpanan Hasil Pertanian Pangan dan Produknya
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
Meleleh pada suhu 1200C,
sehingga banyak digunakan
untuk laminasi dengan bahan
lain.
Tidak cocok untuk digunakan
mengemas bahan berlemak
atau mengandung minyak.
Tidak cocok untuk mengemas
produk
beraroma
karena
transmisi gas cukup tinggi.
Tahan terhadap asam, basa,
alkohol dan deterjen.
Dapat
digunakan
untuk
menyimpan bahan pada suhu
pembekuan hingga -500C.
Kedap air dan uap air.
Berdasarkan sifat kedap air
dan uap air, ada jenis yaitu:
HDPE
(high-density
polyethylene),
MDPE
(medium-density polyethylene),
LDPE
(low-density
polyethylene) dan LLDPE (linier
low-density
polyethylene).
HDPE memiliki titik lunak,
maupun sifat-sifat lainnya yang
lebih
tinggi
dibandingkan
LDPE. LLDPE umumnya lebih
kuat dibandingkan dengan
LDPE, tetapi sifat lainnya sama
dengan LDPE.
2. Poliester
atau
treptalat (PET)
Polietilen
PET banyak digunakan dalam
laminasi (pelapisan), terutama
untuk bagian luar suatu kemasan
sehingga kemasan memiliki daya
tahan yang lebih baik terhadap
kikisan dan sobekan. PET banyak
digunakan
sebagai
kantong
makanan
yang
memerlukan
perlindungan, seperti buah kering,
makanan beku dan permen. PET
memiliki sifat :
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
250
Transparan (tembus pandang),
bersih dan jernih.
Memiliki
sifat
beradaptasi
terhadap suhu tinggi (3000C)
yang sangat baik.
Permeabilitas uap air dan gas
sangat rendah.
Tahan terhadap pelarut
organic, seperti asam-asam
dari buah-buahan, sehingga
dapat digunakan untuk
mengemas produk sari buah.
Tidak tahan terhadap asam
kuat, fenol dan benzyl alkohol.
Kuat, tidak mudah sobek. Botol
plastik yang menggunakan
PET mampu menahan tekanan
yang berasal dari minuman
berkarbonat.
3. Polipropilen (PP)
Polipropilen sangat mirip dengan
polietilen
dan
sifat-sifat
penggunaannya
juga
serupa
(Brody, 1972). Polipropilen lebih
kuat dan ringan dengan daya
tembus
uap
yang
rendah,
ketahanan yang baik terhadap
lemak, stabil terhadap suhu tinggi
dan cukup mengkilap (Winarno
dan Jenie, 1983).
Monomer polypropilen diperoleh
dengan
pemecahan
secara
thermal naphtha (distalasi minyak
kasar) etilen, propylene dan
homologues yang lebih tinggi
dipisahkan dengan distilasi pada
temperatur
rendah.
Dengan
menggunakan
katalis
NattaZiegler
polypropilen
dapat
diperoleh dari propilen (Birley, et
al., 1988).
Polipropilen memiliki
sebagai berikut:
sifat-sifat
Pengemasan dan Penyimpanan Hasil Pertanian Pangan dan Produknya
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
Ringan,
mudah
dibentuk,
transpasan dan jernih dalam
bentuk film. Tetapi dalam
bentuk kemasan kaku maka PP
tidak transparan.
Kekuatan terhadap tarikan
lebih besar dibandingkan PE.
Pada suhu rendah akan rapuh.
Dalam bentuk murni pada suhu
-300C mudah pecah sehingga
perlu ditambahkan PE atau
bahan lain untuk memperbaiki
ketahanan terhadap benturan
Tidak dapat digunakan untuk
kemasan beku.
Lebih kaku dari PE dan tidak
mudah sobek sehingga dalam
penanganan dan distribusi.
Permeabilitas uap air rendah,
permeabilitas gas sedang.
Tidak baik untuk mengemas
produk yang peka terhadap
oksigen.
Tahan terhadap suhu tinggi
sampai 1500C, sehingga dapat
digunakan untuk mengemas
produk
pangan
yang
memerlukan proses sterilisasi.
Tahan terhadap asam kuat,
basa dan minyak.
Pada suhu tinggi PP akan
bereaksi dengan benzene,
silken, toluene, terpentin asam
nitrat kuat.
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
251
Tahan terhadap asam dan
basa,
kecuali
asam
pengoksidasi.
Akan terurai dengan ester,
keton, hidrokarbon aromatik,
klorin dan alkoohol dengan
konsentrasi yang tinggi.
Memiliki permeabilitas yang
sangat tinggi terhadap gas dan
uap air, sehingga sanagt
sesuai
untuk
mengemas
bahan-bahan segar.
Memiliki afinitas yang tinggi
terhadap debu.
Baik untuk bahan dasar
laminasi
dengan
logam
(aluminium).
5. Polivinil Khlorida (PVC)
PVC banyak digunakan untuk
mengemas mentega, margarine,
dan minyak goreng karena tahan
terhadap minyak dan memiliki
permeabilitas
yang
rendah
terhadap air dan gas. PVC juga
digunakan
untuk
mengemas
perangkat
keras
(hardware),
kosmetik, dan obat-obatan. Sifat
lain dari PVC, yaitu: tembus
pandang, meskipun ada juga yang
memiliki permukaaan keruh, tidak
mudah
sobek
dan
memiliki
kekuatan tarik yang tinggi.
4. Polistiren (PS)
6. Poliviniliden Khlorida (PVDC)
Polistiren banyak digunakan untuk
mengemas
buah-buahan
dan
sayuran
karena
memiliki
permiabilitas yang tinggi terhadap
air dan gas. PS memiliki sifat
umum sebagai berikut:
ƒ Lentur dan tidak mudah sobek
ƒ Titik lebur 880C, akan melunak
pada suhu 90 - 950C.
PVDC ini sifat permeabilitasnya
terhadap air dan gas rendah.
Sering
digunakan
untuk
mengemas
(wrapping) produk
ternak, ham atau produk yang
sejenis termasuk keju. Dapat diseal (direkatkan) dengan panas
akan tetapi tidak stabil bila
dipanaskan pada suhu >600C.
Pengemasan dan Penyimpanan Hasil Pertanian Pangan dan Produknya
252
7. Selopan
10. Etil Selulosa
Selopan berasal dari cello =
cellulose
dan
diaphane
=
transparan). Sellopan memiliki
sifat:
ƒ Transparan dan sangat terang.
ƒ Tidak bisa direkatkan dengan
panas.
ƒ Tidak larut dalam air atau
minyak.
ƒ Tidak dapat dilewati oksigen
dan aroma.
dilaminasi
sebagai
ƒ Mudah
pelapis yang baik.
ƒ Mudah sobek dan pada suhu
dingin akan mengkerut.
Etil selulosa memiliki sifat:
ƒ Stabil pada suhu tinggi
ƒ Tidak berwarna, tidak berbau
dan tidak berasa
ƒ Tidak dapat menahan uap air
dan gas
ƒ Tidak tahan terhadap pelarut
organik
ƒ Tahan terhadap minyak dan oli,
sehingga dapat digunakan
untuk mengemas mentega,
margarine dan minyak
ƒ Tidak banyak terpengaruh oleh
matahari.
8. Selulose Asetat (CA)
Metil selulosa banyak digunakan
untuk kapsul karena memiliki sifat
tahan terhadap minyak nabati dan
hewani, dalam keadaan lembab
tidak mudah rapuh. Akan tetapi
bahan ini bila kontak langsung
dengan air akan larut, semakin
tinggi suhu maka akan makin
banyak yang larut.
Selulose asetat memiliki sifat:
ƒ Sensitif terhadap air
ƒ Akan terdekomposisi olah asam
kuat, basa kuat alkohol dan ester.
ƒ Tidak mudah mengkerut bila
dekat api
ƒ Sangat jernih, mengkilap, agak
kaku dan mudah sobek
benturan
maka
ƒ Terhadap
selulosa asetat lebih tahan
dibandingkan HDPE namun lebih
lebih lemah bila dibandingkan
dengan selulosa propionate
ƒ Tidak cocok untuk mengemas
produk beku karena CA mudah
rapuh pada suhu rendah
ƒ Tahan terhadap minyak atau oli
9. Selulosa Propionat
Selulosa
propionate
memliki
ketahanan terhadap benturan dua
kali lebih lebih besar daripada
selulosa asetat, transparan, mudah
dibentuk dan akan terurai oleh
asam kuat, basa alkohol, keton
dan ester.
11. Metil Selulosa
12. Nilon atau Polianida (PA)
Nilon atau polianinda memiliki sifat
sebagai berikut:
ƒ Tidak berasa, tidak berbau, dan
tidak beracun
ƒ Larut dalam asam formal dan
fenol
ƒ Cukup kedap terhadap gas
tetapi tidak kedap uap air
ƒ Tahan terhadap suhu tinggi,
sehingga
sesuai
untuk
mengemas
produk
yang
dimasak
dalam
kemasan
seperti nasi instant dan bahan
pangan yang mengalami proses
sterilisasi.
digunakan
untuk
ƒ Dapat
pengemasan vakum/hampa.
Pengemasan dan Penyimpanan Hasil Pertanian Pangan dan Produknya
13. Polikarbonat (PC)
Banyak
digunakan
untuk
mengemas jus atau sari buah, bir
dan minuman yang sejenis. PC
memiliki sifat:
ƒ Transparan dan tidak berbau
ƒ Sangat kuat dan tahan panas.
Cocok untuk produk yang
memerlukan proses sterilisasi
ƒ Tahan terhadap asam lemah,
zat
pereduksi
atau
pengoksidasi, garam, minyak,
lemak dan hidrokarbon alifatik
ƒ Akan terurai oleh alkali, amin,
keton,
ester
hidrokarbon
aromatic,
dan
beberapa
alkohol.
14. Pliofilm (Karet Hidrokhlorida)
Sifat dari pliofilm, yaitu:
Tahan terhadap asam, alkali,
lemak dan oli. Cocok untuk
mengemas daging dan hasil
olahannya.
ƒ Transmisi gas CO2 cukup tinggi
untuk sayuran segar
ƒ Tidak dapat menahan gas.
Tidak dapat digunakan untuk
mengemas
produk
yang
dipanaskan dalam kemasan.
ƒ
15. Poliuretan
Poliuretan memiliki sifat tidak
berbau, tahan oksidasi, tahan
terhadap minyak, lemak dan
kapang. Poliuretan termasuk jenis
bahan kemasan yang fleksibel.
16. Politetra Fluoroetilen (PTFE)
Jenis bahan kemasan ini memiliki
sifat permukaan licin, bila dipegang
seperti ada lapisan lilin dan
253
memiliki kelebihan untuk saling
melekat satu sama lain, tahan
terhadap suhu dari -100 hingga
2000C.
Disamping
itu
jenis
kemasan ini inert terhadap bahan
kimia dan tahan terhadap hampir
semua jenis bahan kimia.
1. Low Density Polyethylen
(LDPE)
Sifat mekanis jenis plastik LDPE
adalah kuat, agak tembus cahaya,
fleksibel dan permukaan agak
berlemak. Pada suhu di bawah
60OC sangat resisten terhadap
senyawa kimia, daya proteksi
terhadap uap air tergolong baik,
akan tetapi kurang baik bagi gasgas yang lain seperti oksigen,
sedangkan jenis plastik HDPE
mempunyai sifat lebih kaku, lebih
keras, kurang tembus cahaya dan
kurang terasa berlemak.
2. High
Density
(HDPE).
Polyethylen
Pada polietilen jenis low density
terdapat sedikit cabang pada rantai
antara
molekulnya
yang
menyebabkan plastik ini memiliki
densitas yang rendah, sedangkan
high density mempunyai jumlah
rantai cabang yang lebih sedikit
dibanding jenis low density.
Dengan demikian, high density
memiliki sifat bahan yang lebih
kuat, keras, buram dan lebih tahan
terhadap suhu tinggi. Ikatan
hidrogen antar molekul juga
berperan dalam menentukan titik
leleh plastik (Harper, 1975).
Pengemasan dan Penyimpanan Hasil Pertanian Pangan dan Produknya
6.4.7.2. Pemilihan
Kemasan
Plastik
Untuk
Bahan
Pangan
Sekarang telah terjadi perubahan
permintaan konsumen dan pasar
akan produk pangan, dimana
konsumen
menuntut
produk
pangan yang: bermutu tinggi,
dapat disiapkan di rumah, segar,
mutu seragam.
254
1. Produk Susu
Kemasan plastik yang sesuai untuk
produk-produk susu adalah LDPE
dan HDPE. Kemasan yang baik
untuk keju harus yang bersifat
kedap terhadap uap air dan gas
yang
baik,
misalnya
nilon/
Polietilen, Selulosa, polietilen dan
PET/PE.
2. Daging dan Ikan
Hal ini menyebabkan kemasan
plastik merupakan pilihan yanng
paling
tepat,
karena
dapat
memenuhi
semua
tuntutan
konsumen seperti di atas. Jenisjenis plastik yang ada di pasaran
sangat beragam, sehingga perlu
pengetahuan yang baik untuk
dapat menentukan jenis kemasan
plastik
yang
tepat
untuk
pengemasan
produk
pangan.
Kesalahan dalam memilih jenis
kemasan yang tepat, dapat
menyebabkan rusaknya bahan
pangan yang dikemas.
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
Daging segar dikemas dengan
PVC yang permeabilitasnya
terhadap uap air dan gas tinggi.
Daging beku dikemas dengan
LDPE dan LDPE nilon.
Unggas
dikemas
dengan
kantung laminasi dari etilen
vinil asetat/polietilen (EVA/PE).
Daging masak dan bacon
dengan E/PVDC/PA/PT/PETT
atau kemasan vakum.
Ikan dan ikan beku dikemas
dengan HDPE atau LDPE
3. Produk Roti
Beberapa pertimbangan yang perlu
diperhatikan sebelum memilih jenis
kemasan
adalah:
kemasan
tersebut harus dapat melindungi
produk dari kerusakan fisik dan
mekanis, mempunyai daya lindung
yang baik terhadap gas dan uap
air, harus dapat melindungi dari
sinar ultra violet, tahan terhadap
bahan kimia.
ƒ
ƒ
ƒ
Roti
yang
mengandung
humektan dikemas dengan
kemasan kedap air.
Roti yang bertekstur renyah
dengan kemasan kedap udara.
Cake (bolu) agar tidak kering
dan bau apek dikemas dengan
selulosa berlapis atau OPP
4. Makanan Kering dan Seralia
Berdasarkan
pertimbanganpertimbangan ini maka kita dapat
menentukan jenis kemasan yang
sesuai dengan produk yang akan
dikemas.
Untuk
makanan
kering
dan
serealia dikemas dengan kemasan
kedap uap air dan gas seperti
LDPE
berlapis
kertas
atau
LDPE/aluminium foil.
Pengemasan dan Penyimpanan Hasil Pertanian Pangan dan Produknya
5. Makanan Yang Diolah
ƒ
ƒ
ƒ
Untuk makanan yang stabil
seperti selai dan acar kemasan
yang digunakan adalah plastik
fleksibel dan jika akan diolah
lagi digunakan gelas atau kaleng.
Konstruksi
lapisan
yang
dibutuhkan untuk retort pouch
adalah bahan-bahan seperti
poliester
atau
poliamida/
aluminium foil/HDPE atau PEPP kopolimer.
Kemasan
sekunder
yang
digunakan untuk distribusi
adalah karton
6. Buah dan Sayur Segar
Kemasan yang dipilih adalah
kemasan
yang
mempunyai
permeabilitas yang tinggi terhadap
CO2 agar dapat mengeluarkan CO2
dari produk sebagai hasil dari
proses pernafasan. Jenis kemasan
yang sesuai adalah polistiren busa
seperi LDPE, EVA, ionomer atau
plastik PVC.
7. Kopi
ƒ
ƒ
Dikemas dengan kemasan
hampa
seperti
foil
atau
poliester
yang
sudah
dimetalisasi dan PE
Untuk kemasan kopi instan
digunakan PVC yang dilapisi
dengan PVDC, tapi harganya
masih terlalu mahal
8. Lemak dan Minyak
Digunakan kemasan PVC yang
bersih
dan
mengkilap.
Pengemasan
mentega
dan
margarin
dilakukan
dengan
polistiren
255
9. Selai dan Manisan
ƒ
ƒ
Dahulu digunakan polistiren
dengan pencetakan injeksi.
Saat ini digunakan PVC
berbentuk lembaran
10. Minuman
Untuk
minuman
berkarbonasi
maka dipilih kemasan yang kuat,
tahan umbukan dan benturan,
tidak
tembus
cahaya
dan
permeabilitasnya terhadap gas
rendah, sehingga jenis kemasan
yang sesuai adalah poliakrilonitril.
Untuk
minuman
yang
tidak
berkarbonasi maka dipilih kemasan
berbentuk botol yang mengalami
proses ekstrusi yaitu Lamicon yang
berasal dari PE dan lamipet (bahan
yang mengandung 95% polivinil
asetat saponifiliasi).
11. Bahan Pangan lain
Garam dikemas dengan HDPE
karena
sifat
perlindungannya
terhadap kelembaban yang tinggi.
Bumbu masak dikemas dengan
LDPE yang fleksibel. Makanan
beku dengan LDPE dan EVA.
6.5. Pembotolan (Bottling)
Pengemasan
didesign
atau
dirancang sedemikian rupa untuk
melindungi produk dari kerusakan
dan untuk menjual produk lengkap
dengan wadah atau kemasan yang
digunakan.
Dalam
industri
pengolahan makanan yang besar,
biasanya
diperlukan
proses
pengemasan
secara
mekanis
Pengemasan dan Penyimpanan Hasil Pertanian Pangan dan Produknya
untuk
mendapatkan
teknik
pengemasan yang efisien. Salah
satu bentuk bahan pengemas yang
banyak digunakan adalah botol.
Botol yang digunakan ada yang
berbahan gelas dan ada pula dari
plastik.
Meskipun bahan yang digunakan
untuk mengemas produk dalam
bentuk yang sama yaitu botol,
namun untuk produk yang berbeda
maka teknik pembotolan yang
digunakan juga berbeda. Teknik
pembotolan juga dipengaruhi oleh
bentuk botol yang berbeda pula.
Sebagai contoh: teknik pembotolan
untuk mengemas produk susu
segar akan berbeda dengan teknik
pembotolan
untuk
mengemas
produk kopi instant.
Dibandingkan dengan pengalengan
maka pembotolan (pengemasan
dengan botol) di industri besar
dalam
proses
pembotolan
memerlukan tenaga kerja yang
lebih sedikit. Tahapan pembotolan
dalam
industri
meliputi:
memasukkan botol kosong dalam
alat (bottle feeding), pembersihan
botol (bottle cleaning), pengisian
(filling),
penutupan
(closing),
pelabelan (labeling), penyusunan
dan pengemasan untuk tranportasi
(collating and packing for transport).
6.5.1. Memasukkan Botol
Kosong Dalam Alat
(bottle feeding)
Sebelum
botol-botol
kosong
masung ke tempat pengisian,
maka botol kosong dimasukkan
dalam bottle feeder secara tidak
256
beraturan atau dituangkan begitu
saja
tanpa
menata
dan
mengaturnya. Keluar dari bottle
feeder, maka botol akan berada
dalam posisi berdiri satu persatu
dan tidak saling menumpuk atau
posisi botol tidak boleh miring.
Untuk mengatur posisi botol tetap
tegak, maka perlu diatur kecepatan
alat, sebab bila terlalu cepat maka
akan terjadi botol keluar pada
posisi miring sehingga botol akan
roboh,
seperti
terlihat
pada
Gambar 6.5 berikut ini.
A
B
C
D
Gambar 6.5 Pengaruh bentuk botol pada
saat pengisian.
Dari Gambar 6.5 terlihat bahwa
kemasan oval yang lancip lebih
sulit
untuk
dikontrol
(A)
dibandingkan dengan kemasan
oval dengan dasar yang lebih datar
(B). Hindari penggunaan botol
dengan
salah
satu
bagian
berbentuk lancip (C) karena pada
saat pengisian pada ban berjalan
menyebabkan botol berada pada
posisi miring (C). Bentuk botol (D)
lebih cocok digunakan pada proses
pengisian menggunakan mesin
(filling machine).
Pengemasan dan Penyimpanan Hasil Pertanian Pangan dan Produknya
6.5.2. Pembersihan Botol
(Bottle Cleaning)
Pembersihan botol dapat dilakukan
secara manual satu per satu.
Dalam industri besar, maka
pencucian botol secara manual
tidak
mungkin
dilakukan.
Pencucian
botol
bisa
juga
dilakukan dengan menggunakan
bottle washer yang dilengkapi
dengan sikat elektrik. Industri yang
menggunakan
botol
plastik
umumnya menggunakan botol
baru. Botol-botol tersebut disimpan
di
tempat
kering
dengan
kelembaban rendah. Penyimpanan
dalam
ruang
yang
lembab
menyebabkan
debu
mudah
menempel pada bagian dinding
botol atau wadah/container.
6.5.3. Pengisian (Filling)
257
produk.
Teknik
ini
mampu
mendeteksi botol yang retak, botol
bocor atau botol yang sumbing.
Disamping itu pengisian dengan
vacuum filling dapat menekan
kehilangan produk dan mencegah
adanya tetesan produk yang
memberi kesan kotor. Setelah
pengisian,
tidak
diperlukan
pembersihan. Ada tiga jenis
vacuum filler, yaitu pengisian
secara rotary, tray dan secara
otomatis. Pada pengisian dengan
rotary vacuum filler, setiap botol
diangkat satu persatu kemudian
secara otomatis diisi dengan produk
dimana alat terus berputar. Pada
pengisian dengan tray vacuum filler
maka botol diletakkan berbaris di
atas tray dan dibawa oleh ban
berjalan kemudian langsung diisi
dengan produk. Pada pengisian
otomatis, maka setiap botol kosong
akan terisi secara otomatis setelah
melewati alat pengisi produk (filler).
Tahap pengisian produk cair dan
produk dalam bentuk padat
kedalam kemasan botol memiliki
teknik yang berbeda. Teknik
pengisian produk cair ke dalam
kemasan botol dibagi menjadi
empat (Paine dan Paine, 1992)
yaitu:
6.5.3. Teknik Pengisian
Produk Cair
6.5.3.1. Vacuum filling
(Pengisian produk
hampa udara).
Teknik ini merupakan teknik
pengisian yang paling bersih dan
paling murah untuk berbagai jenis
Gambar 6.6 Pengisian
produk
dalam
kemasan botol dengan teknik
rotary vacuum filler.
Pengemasan dan Penyimpanan Hasil Pertanian Pangan dan Produknya
6.5.3.2. Measured dosing
(Pengisian produk
terukur)
Pada teknik ini setiap filler terdiri
atas silinder terkalibrasi dan piston.
Ketika piston menekan katup
pengisian, maka katup tersebut
akan membuka dan produk
mengalir dan mengisi silinder
dalam jumlah tertentu. Ketika botol
produk sampai pada tempat
pengisian maka katup akan
membuka dan mengalirkan produk
ke dalam botol, dan pada waktu
yang bersamaan katup pengisian
(yang berfungsi mengatur aliran
produk ke silinder) akan menutup.
6.5.3.3. Gravity-filling (Pengisian
berdasarkan gravitasi).
Ada dua tipe alat gravity-filling
yang sering digunakan, yaitu
berdasarkan waktu atau lama
pengisian dan berat botol yang
digunakan. Pada garvity-filling
berdasarkan lama pengisian, maka
katup pengisi yang berfungsi
mengisi produk akan membuka
dalam waktu tertentu sehingga
volume yang diinginkan tercapai.
Gambar 6.7 Pengisian produk cair dengan
teknik measured dosing.
258
Alat
ini
didasarkan
pada
kekentalan produk dan diameter
pipa pengisian yang dikendalikan
secara mekanik oleh timer atau
elektronik. Sedangkan garvityfilling berdasarkan berat botol,
sebelum dilakukan pengisian maka
botol ditimbang lebih dahulu.
Selanjutnya botol tersebut akan
menuju tempat pengisian produk,
kemudian
katup
pengisian
membuka
untuk
mengalirkan
produk ke dalam botol.
6.5.3.4. Pressure filling
(Pengisian berdasarkan
tekanan)
Pada dasarnya teknik ini hampir
sama dengan teknik pengisisan
garvity-filling berdasarkan lama
pengisian. Teknik ini hanya sesuai
untuk mengemas produk dengan
kecepatan sedang hingga tinggi,
seperti sari buah, susu segar dan
produk-produk yang sejenis.
Bila dibandingkan, dari keempat
teknik pengisian produk cair, maka
masing-masing teknik pengisian
memiliki kesesuaian jenis produk
yang berbeda, seperti tampak
pada Tabel 6.2.
Pengemasan dan Penyimpanan Hasil Pertanian Pangan dan Produknya
259
Tabel 6.2 Teknik pengisian produk cair
Dosing
Hampir semua
jenis produk
cair (encer
maupun kental)
Sup
Saos
Minyak
Flavouring
1.
Jenis
produk
2.
Contoh
produk
3.
Batasan
aplikasi
produk
-
4.
Tingkat
ketelitian
pengisian
± 0,1 -0,5 %
Teknik pengisian
Vacuum
Grafity
Produk cair
Hanya sesuai
yang encer
untuk produk
yang encer
Saos
Flavouring
Tidak cocok
untuk produk
berbusa
Pressure
Produk cair
yang encer
maupun kental
Essence
Sari buah
Bir atau
minuman
beralkohol
Hanya sesuai
untuk produk
yang encer
Produk yang
berbusa akan
menimbulkan
masalah
Tergantung dari ketepatan volume botol, biasanya
sekitar 2%
Sumber : Paine dan Paine (1993).
6.5.3. Teknik Pengisian
Produk Padat
Pengisian produk padat (tepung
dan granular) ke dalam botol, ada
dua
jenis
yaitu
pengisian
berdasarkan berat dan pengisian
produk berdasarkan volume. Pada
pengisian berdasarkan volume,
maka alat pengisi produk padat
biasanya dikeluarkan menggunakan
alat yang berulir. Sebaiknya alat
berulir ini tidak digunakan untuk
produk tepung yang sangat halus.
Hal ini untuk menghindari produk
yang ringan akan berterbangan
karena pengaruh tekanan dari ulir.
Jumlah volume produk yang
diisikan tergantung dari diameter
lubang pengisian (D), pitch ulir (P)
dan jumlah putaran ulir dalam satu
siklus pengisian (Gambar 6.8).
Gambar 6.8 Volumetric Auger Filler (paine
dan Paine, 1993).
Teknik pengisian produk padat
berdasarkan berat produk lebih
baik dibandingkan dengan teknik
pengisian
produk
padat
berdasarkan volume. Pada industri
pangan, teknik pengisian produk
padat berdasarkan berat produk
maka
wadah/botol
dilewatkan
dengan belt berjalan menuju
tempat pengisian (filler). Dari filler,
produk
menuju
ke
tempat
Pengemasan dan Penyimpanan Hasil Pertanian Pangan dan Produknya
penimbangan. Hasil timbangan
produk yang tepat (memenuhi
standar) dan yang tidak tepat akan
dilewatkan
pada
jalur
yang
terpisah. Secara skematis teknik
pengisian
produk
padat
berdasarkan berat dapat dilihat
pada Gambar 6.9 di bawah ini.
Kelemahan dari penggunaan satu
timbangan yaitu menghasilkan
berat
produk
yang
kurang
seragam.
Untuk
menekan
keragaman berat produk, maka
dapat dilakukan modifikasi alat
pengisian seperti pada Gambar
6.10. Pada Gambar ini alat yang
digunakan biasanya menggunakan
lebih
dari
satu
timbangan.
Timbangan
pertama
diatur
sedemikian rupa sehingga produk
260
yang diisikan mencapai 80-90%
berat total, kemudian produk
tersebut dilewatkan dengan ban
berjalan menuju timbangan ke dua.
Pada timbangan ke dua, maka
pengisian sisa produk dilakukan
secara perlahan-lahan sampai
mencapai berat produk yang
diinginkan.
Setiap alat industri memiliki tingkat
ketelitian yang berbeda-beda dan
sangat bervariasi, termasuk alat
filler, sehingga tidak menutup
kemungkinan terjadi kesalahan
mengisi, ada wadah yang isinya
kurang atau berlebih. Untuk
menghindari hal ini, maka operator
alat harus melakukan pengecekan
dan mengontrol jalannya alat yang
ada.
Gambar 6.9 Teknik pengisian berdasarkan berat otomatis sederhana (Paine dan Paine, 1993).
Gambar 6.10 Pengisian produk berdasarkan berat menggunakan alat yang dimodifikasi
(paine dan Paine, 1993)
Pengemasan dan Penyimpanan Hasil Pertanian Pangan dan Produknya
6.5.4. Penutupan botol
Penutupan
botol
hendaknya
dilakukan secara hermetis (rapat),
seperti penutupan botol untuk
mengemas produk jam, jelly, sirup,
sari buah, produk olahan daging
dan hasil olahan lainnya yang
diolah dengan menggunakan suhu
tinggi. Tujuan penutupan secara
hermetis yaitu untuk mencegah
produk dari kerusakan, terutama
yang disebabkan oleh mikroba.
Keadaan hermetis akan tercapai
bila tutup botol dan bagian luar
mulut botol dalam kondisi baik.
Tutup botol biasanya terdiri atas
dua bagian, yaitu: lapisan luar
yang terbuat dari logam dan
lapisan dalam (gasket) terbuat dari
karet atau PVC. Ada beberapa
jenis tutup botol, yaitu jenis screwon cap closure, jenis crimp-on
closure (jenis mahkota), jenis rollon closure dan jenis cork (sumbat).
Jenis screw-on cap closure,
memiliki ulir pada bagian tutup. Ulir
ini berfungsi untuk mengunci tutup
dengan ulir pada bagian mulut
botol.
Biasanya
penutupan
dilakukan dengan menekan dan
memutar 1-2 kali putaran. Jenis
tutup ini dapat dibuka dan ditutup
kembali dengan baik. Biasanya
jenis tutup ini banyak digunakan
untuk menutup produk berbentuk
pasta, sirup, dan yang sejenis.
Tutup jenis crimp-on closure
(mahkota), disebut mahkota karena
hasil penutupan botol menyerupai
mahkota yang menempel pada
bagian mulut botol. Umumnya
digunakan untuk menutup produk
261
kecap, sirup, bir, sari buah dan
produk yang sejenis.Biasanya
tutup jenis roll-on closure terbuat
dari aluminium lunak. Penutupan
dilakukan dengan cara mengepres
tutup pada bagian mulut botol
sehingga tercetak sesuai dengan
pola mulut botol. Untuk jenis cork
(sumbat), maka penutupan botol
dilakukan dengan menekan tutup
botol pada bagian mulut botol.
Meskipun kemasan botol merupakan
kemasan
yang
baik
untuk
menahan gas, air dan bau, namun
produk dalam kemasan gelas yang
disimpan tetap dapat rusak apabila
penutupan wadah tidak memenuhi
syarat. Syarat-syarat penutupan
kemasan gelas yang baik adalah :
kemasan harus dapat melindungi
komponen penyusun produk, dapat
mencegah penetrasi senyawa dari
luar ke dalam wadah, tutup botol
tidak bereaksi dengan produk yang
dikemas, tidak lengket dengan
produk, design/rancangan bentuk
tutup sedemikian rupa sehingga
mudah dibuka.
6.5.5. Pelabelan botol
Setelah penutupan, maka langkah
berikutnya adalah memberi label
pada kemasan botol. Pemberian
label dapat secara manual atau
menggunakan alat.
6.5.6. Case Packing
Botol-botol yang sudah diisi, diberi
tutup dan diberi label biasanya
masih dikemas lagi dengan
menggunakan kardus. Kemudian
kardus-kardus tersebut dikemas
Pengemasan dan Penyimpanan Hasil Pertanian Pangan dan Produknya
dengan
menggunakan
plastik
wrapping
(shrink-wrapping).
Pengemasan ini memudahkan
dalam distribusi produk untuk jarak
jauh.
262
6.6. Pengalengan
Secara umum pengalengan produk
pangan terdiri atas delapan tahap,
yaitu: penangan kaleng kosong,
pembersihan
kaleng
kosong,
persiapan
produk,
pengisian,
penutupan, proses pengalengan,
pendinginan,
penanganan dan
penyimpanan hasil pengalengan.
6.6.1. Penangan kaleng kosong
Gambar 6.11 Pengemasan
kardus
dengan shrink-wrapping.
6.5.7. Palletizing
Pallet dikenal sebagai alas untuk
menyimpan tumpukan kemasan
pada saat penggudangan. Bentuk
pallet datar, biasanya terbuat dari
kayu, pada bagian bawah terdapat
dua lubang/celah yang berfungsi
sebagai tempat kaki forklift.
Kaleng kosong harus disimpan
dalam kemasan tertutup, ruang
penyimpanan tidak lembab dan
tidak berdebu, harus dihindari
adanya perubahan suhu yang akan
mempengaruhi kondensasi air
sehingga kaleng mudah berkarat.
Kaleng kosong yang belum
digunakan harus dijaga sedemikian
rupa sehingga permukaan/bibir
kaleng tidak rusak atau penyok
dan bagian sambungan tidak
rusak.
Penyimpanan
kaleng
kosong terhindar dari garam atau
air garam, karena garam dapat
menyebabkan kaleng berkarat.
6.6.2. Pembersihan kaleng
kosong
P a lle t
Gambar 6.12 Palletizing untuk kemasan
kardus
Meskipun pada saat penerimaan
kaleng kosong dari supplier dalam
keadaan
bersih,
namun
pembersihan kaleng kosong wajib
dilakukan sebelum digunakan.
Cara efektif untuk membersihkan
kaleng kosong dengan cara
mencuci kaleng pada posisi
terbalik menggunakan air panas
yang disemprotkan.
Pengemasan dan Penyimpanan Hasil Pertanian Pangan dan Produknya
263
6.6.3. Persiapan produk
6.6.5. Penutupan (seaming)
Tahap awal yang penting pada
proses
pengalengan
yaitu
pembersihan
dan
persiapan
produk sebelum diisikan ke dalam
kaleng. Tahap persiapan produk
meliputi
trimming,
pengecilan
ukuran dan pencucian. Pencucian
bertujuan
untuk
mencegah
terjadinya kontaminasi silang.
Pengalengan didasarkan pada
prinsip pemanasan dan penutupan
kaleng setelah produk diberi
perlakuan sterilisasi komersial.
Pada proses penutupan atau
dikenal pula dengan istilah double
seaming harus dipastikan bahwa
tidak terjadi kontaminasi ulang atau
kontaminasi silang (recontamination)
oleh mikroba. Kontaminasi silang
dapat terjadi baik selama proses
pendinginan, penanganan dan
penyimpanan
produk
hasil
pengalengan.
6.6.4. Pengisian
Pengisian kaleng harus seragam
dan jumlah/berat produk relatif
sama. Teknik pengisian yang
benar harus dihindari adanya gas
terutama
oksigen.
Pengisian
produk dalam kondisi panas (hot
filling)
atau
dengan
cara
memanaskan
produk
setelah
pengisian
sebelum
dilakukan
penutupan
bertujuan
untuk
mendapatkan
kondisi
hampa
udara. Pengisian produk ke dalam
kaleng tidak dilakukan sampai
penuh namun ada jarak antara
permukaan
produk
dengan
permukaan kaleng. Jarak ini
dikenal dengan head space. Tinggi
head space berkisar 6–9 mm.
Beberapa alasan mendapatkan
kondisi kemasan hampa udara,
yaitu:
untuk
mempertahankan
karakteristik flavor dan komponen
nutrisi
yang
peka
terhadap
oksidasi, menyediakan ruang untuk
membebaskan
gas-gas
yang
terbentuk selama pemanasan,
menghindari atau meminimalkan
korosi akibat adanya oksigen.
6.6.6. Proses pengalengan
Istilah yang umum digunakan dalam
proses thermal untuk pengalengan
makanan
adalah
pemasakan
(cooking), sterilisasi (retorting) dan
proses pengalengan (processing).
Proses pemasakan, pengalengan
dan sterilisasi menerapkan proses
pemansan pada suhu dan waktu
tertentu.
Kegiatan
tersebut
bertujuan
untuk
mendapatkan
produk steril komersial dan untuk
memasak produk yang dikalengkan.
Produk steril komersial artinya
produk memperoleh perlakuan
panas pada suhu dan waktu
tertentu yang dapat membunuh
mikroba
penyebab
penyakit
maupun penyebab kebusukan
pada suhu penyimpanan. Suhu
pemanasan
harus
mencukupi
untuk memasak produk namun
perubahan
nutrisi
serendahrendahnya.
Dengan
demikian
pemberian panas pada proses
Pengemasan dan Penyimpanan Hasil Pertanian Pangan dan Produknya
pengalengan diharapkan tidak
hanya dapat membunuh mikroba
penyebab penyakit dan penyebab
kebusukan
namun perubahan
flavor, tekstur, warna dan nilai
nutrisi
produk
tidak
rusak.
Penggunaan suhu dan waktu yang
digunakan
dalam
sterilisasi
komersial
didasarkan
pada
kecukupan panas yang diberikan
sehingga dapat membunuh bakteri
Clostridium
botulinum
yang
berpotensi menimbulkan racun
botulin yang mematikan.
Kematian mikroba oleh panas dan
kemampuannya untuk berkembang
akan dipengaruhi oleh tingkat
keasaman produk yang akan
dikalengkan. Menurut Hariyadi
(2007), secara umum produk yang
memiliki pH > 4,5 dan aw (water
activity) 0,85, dikemas secara
hermetis dan tidak disimpan dalam
pendingin maka produk tersebut
harus
dilakukan
sterilisasi
komersial.
6.6.7. Pendinginan
Setelah produk dilakukan proses
pengalengan
maka
produk
tersebut didinginkan. Pendinginan
ini
dimaksudkan
untuk
mendinginkan tutup kaleng setelah
pengalengan,
menghindari
terjadinya
pemasakan
produk
lewat masak (over cooking). Pada
produk yang lewat masak akan
menghasilkan produk yang terlalu
lunak, terjadinya perubahan flavor
dan aroma yang berbeda dari yang
dikehendaki. Air untuk pendinginan
harus bebas dari kontaminan
mikroba
atau
bisa
juga
menggunakan air yang diklorinasi.
264
6.6.8. Penanganan dan
penyimpanan produk
hasil pengalengan
Penanganan
produk
hasil
penyimpanan yang salah dapat
menyebabkan
terjadinya
awal
kerusakan, akibatnya mikroba bisa
menembus kaleng dan merusak
produk.
Penyimpanan
produk
dalam kaleng pada suhu yang
tinggi atau di bawah kondisi yang
diinginkan akan menyababkan
kaleng berkarat.
6.7. Teknik Penutupan
Wadah
Penutupan wadah merupakan
bagian penting dalam proses
pengemasan. Bagian penutup
sering merupakan bagian terlemah
dari sistem perlindungan terhadap
gangguan
dari
luar.
Cara
penutupan dapat menyebabkan
tutup (sumbat) sebagai pembawa
jasad renik. Bahan yang umum
digunakan sebagai penutup: besi
(kaleng), alumunium, gabus dan
plastik
Bahan-bahan penutup ini dapat
bersifat kaku atau flexibel. Sumbat
dari kaleng atau besi dilapisi
dengan sejenis vernis untuk
menghindari
kontak
langsung
dengan bahan pangan. Penutup
seperti
ini
digunakan
untuk
menahan tekanan dalam minuman
bergas, bir dan makanan yang
dipanaskan dalam wadah tertutup.
Sumbat alumunium digunakan
untuk air mineral, minuman tanpa
Pengemasan dan Penyimpanan Hasil Pertanian Pangan dan Produknya
gas,
susu,
yoghurt
dan
sebagainya. Sumbat dari plastik
digunakan untuk minuman yang
tidak mengandung gas dan
makanan dalam bentuk krim atau
tepung (powder).
Berdasarkan fungsinya penutup
wadah gelas dibagi atas 3
golongan, yaitu :
Penutup yang dirancang untuk
ƒ
menahan tekanan dari dalam
wadah gelas (Pressure Seal).
Tipe ini digunakan untuk
minuman-minuman
berkarbonasi. Contoh tipe ini
adalah : sumbat gabus atau
penutup
polietilen
atau
penutup
sekrup,
penutup
mahkota (penutup dari timah
yang dilapisi dengan gabus
atau polivinil klorida) atau
penutup
sekrup
dari
aluminium.
Penutup yang dapat menjaga
ƒ
keadaan hampa udara di
dalam wadah gelas (Vacuum
Seals).Tipe
ini
digunakan
untuk
menutup
kemasan
hermetis atau bahan-bahan
pangan yang diawetkan dan
untuk
mengemas
bahan
berbentuk pasta.
Penutup
yang
dirancang
ƒ
semata-mata
untuk
mengamankan produk pangan
yang ada di dalam wadah
(Normal
Seals).
Contoh
penutup tipe ini adalah gabus
atau gabus sintetis yang
dipasang pada penutup timah,
penutup
polyetilen
atau
alumunium, penutup plastik
atau logam dan alumunium foil.
265
6.8. Labelling
(Pemberian Label)
Label atau disebut juga etiket
adalah tulisan, gambar atau
deskripsi lain yang tertulis, dicetak,
distensil, diukir, dihias, atau
dicantumkan dengan jalan apapun,
pada wadah atau pengemas. Etiket
tersebut harus cukup besar agar
dapat
menampung
semua
keterangan
yang
diperlukan
mengenai produk dan tidak boleh
mudah lepas, luntur atau rusak
karena air, gosokan atau pengaruh
sinar matahari.
Berdasarkan Undang-Undang RI
No. 7 tahun 1996 yang dimaksud
dengan label pangan adalah setiap
keterangan mengenai pangan
yang berbentuk gambar, tulisan,
kombinasi keduanya, atau bentuk
lain yang disertakan pada pangan,
dimasukkan ke dalam, ditempelkan
pada, atau merupakan bagian
kemasan pangan. Pada Bab IV
Pasal 30-35 dari Undang-Undang
ini diatur hal-hal yang berkaitan
dengan pelabelan dan periklanan
bahan pangan.
Tujuan pelabelan pada kemasan
adalah :
memberi informasi tentang isi
ƒ
produk yang diberi label tanpa
harus membuka kemasan
sebagai sarana komunikasi
ƒ
antara
produsen
dan
konsumen tentang hal-hal dari
produk yang perlu diketahui
oleh konsumen, terutama yang
kasat mata atau yang tidak
diketahui secara fisik
Pengemasan dan Penyimpanan Hasil Pertanian Pangan dan Produknya
ƒ
ƒ
ƒ
memberi petunjuk yang tepat
pada
konsumen
sehingga
diperoleh fungsi produk yang
optimum
sarana
periklanan
bagi
konsumen
memberi rasa aman bagi
konsumen
Informasi yang diberikan pada
label tidak boleh menyesatkan
konsumen. Pada label kemasan,
khususnya untuk makanan dan
minuman,
sekurang-kurangnya
dicantumkan
hal-hal
berikut
(Undang-Undang RI No. 7 tahun
1996 tentang Pangan) :
Nama
produk.
Disamping
ƒ
nama bahan pangannya, nama
dagang
juga
dapat
dicantumkan. Produk dalam
negeri ditulis dalam bahasa
Indonesia,
dan
dapat
ditambahkan dalam bahasa
Inggris bila perlu. Produk dari
luar negeri boleh dalam
bahasa Inggris atau bahasa
Indonesia.
Daftar bahan yang digunakan.
ƒ
Ingridien penyusun produk
termasuk bahan tambahan
makanan
yang
digunakan
harus dicantumkan secara
lengkap. Urutannya dimulai d
ari yang terbanyak, kecuali
untuk vitamin dan mineral.
Beberapa
perkecualiannya
adalah untuk komposisi yang
diketahui secara umum atau
makanan
dengan
luas
permukaan tidak lebih dari 100
cm2, maka ingradien tidak
perlu dicantumkan.
Berat bersih atau isi bersih.
ƒ
Berat bersih dinyatakan dalam
satuan metrik. Untuk makanan
ƒ
ƒ
266
padat
dinyatakan
dengan
satuan
berat,
sedangkan
makanan cair dengan satuan
volume. Untuk makanan semi
padat atau kental dinyatakan
dalam satuan volume atau
berat. Untuk makanan padat
dalam cairan dinyatakan dalam
bobot tuntas.
Nama dan alamat produsen
atau memasukkan pangan ke
dalam
wilayah
Indonesia.
Label harus mencantumkan
nama dan alamat pabrik
pembuat/pengepak/importir.
Untuk makanan impor harus
dilengkapi
dengan
kode
negara asal. Nama jalan tidak
perlu dicantumkan apabila
sudah tercantum dalam buku
telepon.
Keterangan
tentang
halal.
Pencantuman tulisan halal
diatur oleh keputusan bersama
Menteri
Kesehatan
dan
Menteri
Agama
No.
427/MENKES/SKB/VIII/1985.
Makanan
halal
adalah
makanan
yang
tidak
mengandung unsur atau bahan
yang terlarang/haram dan atau
yang diolah menurut hukumhukum agama Islam. Produsen
yang mencantumkan tulisan
halal
pada
label,
maka
produsen
tersebut
bertanggung jawab terhadap
halalnya makanan tersebut
bagi pemeluk agama Islam.
Saat ini kehalalan suatu
produk harus melalui suatu
prosedur
pengujian
yang
dilakukan oleh tim akreditasi
oleh LP POM MUI, badan
POM dan Departemen Agama.
Pengemasan dan Penyimpanan Hasil Pertanian Pangan dan Produknya
ƒ
Tanggal, bulan, dan tahun
kedaluwarsa. Umur simpan
produk pangan biasa dituliskan
sebagai: Best before date (produk
masih dalam kondisi baik dan
masih
dapat
dikonsumsi
beberapa saat setelah tanggal
yang tercantum terlewati), use
by date (produk tidak dapat
dikonsumsi, karena berbahaya
bagi
kesehatan
manusia
setelah
tanggal
yang
tercantum terlewati.
Permenkes
180/Menkes/Per/IV/
1985 menegaskan bahwa tanggal,
bulan dan tahun kadaluarsa wajib
dicantumkan secara jelas pada
label, setelah pencantuman best
before/use by. Produk pangan
yang memiliki umur simpan 3 bulan
dinyatakan dalam tanggal, bulan,
dan tahun, sedang produk pangan
yang memiliki umur simpan lebih
dari 3 bulan dinyatakan dalam
bulan dan tahun. Beberapa jenis
produk yang tidak memerlukan
pencantuman tanggal kadaluarsa:
sayur dan buah segar, minuman
beralkohol, vinegar/cuka, gula/
sukrosa,
bahan
tambahan
makanan dengan umur simpan
lebih dari 18 bulan, roti dan kue
dengan umur simpan kurang atau
sama dengan 24 jam.
Selain itu keterangan-keterangan
lain yang dapat dicantumkan pada
label kemasan adalah nomor
pendaftaran,
kode
produksi,
petunjuk atau cara penggunaan,
petunjuk atau cara penyimpanan,
nilai gizi serta tulisan atau
pernyataan
khusus.
Nomor
pendaftaran untuk produk dalam
negeri diberi kode MD, sedangkan
produk luar negeri diberi kode ML.
267
Kode produksi meliputi : tanggal
produksi dan angka atau huruf lain
yang mencirikan batch produksi.
Produk-produk
yang
wajib
mencantumkan kode produksi
adalah: produk susu pasteurisasi,
strilisasi, fermentasi dan susu bubuk,
makanan bayi, makanan kaleng
yang dilakukan sterilisasi komersial,
daging dan hasil olahannya.
Petunjuk atau cara penggunaan
diperlukan untuk makanan yang
perlu penanganan khusus sebelum
digunakan, sedangkan petunjuk
penyimpanan diperlukan untuk
makanan yang memerlukan cara
penyimpanan khusus, misalnya
harus disimpan pada suhu dingin
atau suhu beku.
Nilai gizi diharuskan dicantumkan
bagi makanan dengan nilai gizi
yang difortifikasi, makanan diet
atau makanan lain yang ditetapkan
oleh Menteri Kesehatan. Informasi
gizi yang harus dicantumkan
meliputi: energi, protein, lemak,
karbohidrat, vitamin, mineral atau
komponen lain.
Tulisan atau pernyataan khusus
harus dicantumkan untuk produkproduk berikut: susu kental manis,
harus mencantumkan tulisan :
”Perhatikan, Tidak cocok untuk
bayi”, makanan yang mengandung
bahan dari babi harus diulis :
”Mengandung Babi”, susu dan
makanan yang mengandung susu,
makanan bayi, pemanis buatan,
makanan dengan Iradiasi ditulis:
Radura dan logo iradiasi, pada
makanan halal maka tulisan Halal
ditulis dalam bahasa Indonesia
atau Arab.
Pengemasan dan Penyimpanan Hasil Pertanian Pangan dan Produknya
Persyaratan
umum
tentang
pernyataan
(klaim)
yang
dicantumkan pada label kemasan
adalah :
ƒ Tujuan pencantuman informasi
gizi untuk memberikan informasi
kepada konsumen tentang jumlah
zat gizi yang terkandung (bukan
petunjuk berapa harus dimakan).
ƒ Tidak boleh menyatakan seolaholah makanan yang berlabel gizi
mempunyai kelebihan daripada
makanan yang tidak berlabel.
boleh
membuat
ƒ Tidak
pernyataan adanya nilai khusus,
bila nilai khusus tersebut tidak
sepenuhnya berasal dari bahan
makanan tersebut, tetapi karena
dikombinasikan dengan produk
lain. Misalnya sereal disebut
kaya protein, yang ternyata
karena dicampur dengan susu
pada saat dikonsumsi.
ƒ Pernyataan bermanfaat bagi
kesehatan harus benar-benar
didasarkan pada komposisi dan
jumlahnya yang dikonsumsi per
hari.
ƒ Gambar atau logo pada label
tidak boleh menyesatkan dalam
hal asal, isi, bentuk, komposisi,
ukuran atau warna. Misalnya:
gambar buah tidak boleh
dicantumkan bila produk pangan
tersebut hanya mengandung
perisa buah, gambar jamur utuh
tidak
boleh
untuk
menggambarkan potongan jamur,
gambar untuk memperlihatkan
makanan di dalam wadah harus
tepat dan sesuai dengan isinya.
ƒ Saran untuk menghidangkan
suatu produk dengan bahan lain
harus diberi keterangan dengan
jelas bila bahan lain tersebut
tidak terdapat dalam wadah.
268
6.9. Peraturan-peraturan
Dalam Kemasan
Pangan
Kemasan produk pangan selain
berfungsi untuk melindungi produk,
juga
memudahkan
dalam
penyimpanan,
informasi
dan
promosi produk serta pelayanan
kepada konsumen. Mutu dan
keamanan pangan dalam kemasan
sangat tergantung dari mutu
kemasan yang digunakan, baik
kemasan
primer,
sekunder
maupun tersier. Oleh karena itu
diperlukan
adanya
peraturanperaturan mengenai kemasan
pangan, yang bertujuan untuk
memberikan perlindungan kepada
konsumen.
Soal Latihan:
1. Sebutkan minimal lima (5)
fungsi
pengemasan
pada
bahan pangan
yang anda
ketahui!
2. Sebutkan jenis-jenis bahan
pengemas!
3. Sebutkan persyaratan umum
tentang pernyataan (klaim)
yang dicantumkan pada label
kemasan!
4. Sebutkan
teknik-teknik
pengisian produk cair!
5. Sebutkan 3 golongan penutup
wadah gelas (berdasarkan
fungsinya)!
Limbah
269
VII. LIMBAH
7.1. Pendahuluan
Limbah adalah buangan yang
dihasilkan dari suatu proses
produksi baik industri maupun
domestik (rumah tangga), yang
kehadirannya pada suatu saat dan
tempat tertentu tidak dikehendaki
lingkungan karena tidak memiliki
nilai ekonomis. Bila ditinjau secara
kimiawi, limbah ini terdiri atas
bahan
kimia
organik
dan
anorganik. Dengan konsentrasi
dan kuantitas tertentu, kehadiran
limbah dapat berdampak negatif
terhadap lingkungan terutama bagi
kesehatan manusia,
sehingga
perlu
dilakukan
penanganan
terhadap limbah. Tingkat bahaya
kera-cunan yang ditimbulkan oleh
limbah tergantung pada jenis dan
karakteristik limbah.
Karakteristik limbah meliputi:
1. Berukuran mikro
2. Dinamis
3. Berdampak luas (penyebarannya)
4. Berdampak jangka panjang
(antar generasi)
Limbah dapat digolongkan berdasarkan sumber yang menghasilkannya
yaitu:
pertanian,
industri dan rumah tangga. Contoh
limbah dari pertanian dan residu
tanaman antara lain seperti jerami
dan sekam padi, gulma, batang
dan tongkol jagung, semua bagian
vegetatif tanaman, batang pisang
dan sabut kelapa, dan sebagainya.
Limbah dan residu dari ternak
antara lain seperti kotoran padat,
limbah ternak cair, limbah pakan
ternak, cairan biogas. Beberapa
tanaman air dapat menghasilkan
limbah seperti azola, ganggang
biru, enceng gondok dan gulma air.
Limbah dari industri seperti serbuk
gergaji kayu, blotong, kertas,
ampas tebu, limbah kelapa sawit,
limbah pengalengan makanan dan
pemotongan hewan, limbah cair
alkohol, limbah pengolahan kertas,
ajinomoto, limbah pengolahan
minyak kelapa sawit. Sedangkan
limbah dari rumah tangga antara
lain seperti tinja, urin, sampah
rumah tangga dan sampah kota.
Berdasarkan
karakteristiknya,
limbah industri dapat digolongkan
menjadi empat (4) bagian yaitu:
1. Limbah cair
2. Limbah padat
3. Limbah gas dan partikel
4. Limbah B3 (Bahan Berbahaya
dan Beracun)
Faktor yang mempengaruhi kualitas limbah antara lain:
1. Volume limbah
2. Kandungan bahan pencemar,
dan
3. Frekuensi pembuangan limbah
Limbah
270
Gambar 7.1 Limbah Domestik Mendominasi
Sampah Kota
Sumber: Isro’i, tanpa tahun
Pengolahan limbah berarti lebih
mengutamakan cara untuk menghilangkan dan atau mengurangi
dampak yang terjadi pada limbah
yang apabila tidak dilakukan maka
akan berdampak negatif pada
lingkungan (hanya bagian akhir
dari suatu proses kegiatan sebagai
upaya
kuratif).
Sedangkan
pengelolaan limbah merupakan
seluruh rangkaian proses yang
dilakukan untuk mengkaji aspek
kemanfaatan benda/barang dari
sisa suatu kegiatan sampai betulbetul pada akhirnya harus menjadi
limbah, karena tidak mungkin
dimanfaat-kan kembali (upaya dari
awal sampai akhir dengan menggunakan pendekatan preventif).
Skema prosedur umum pengelolaan limbah dapat dilihat pada
Gambar 7.2 berikut.
Limbah
Dapat
dicegah?
Ya
Usaha pencegahan
Ya
Usaha mereduksi limbah
Ya
Usaha pemanfaatan
(reuse, recycling)
Tidak
Pengolahan/pembuangan
limbah secara konvensional
Tidak
Dapat
direduksi?
Tidak
Dapat
dimanfaatkan?
Tidak
Tergolong
B3?
Ya
Manajemen limbah
secara khusus
Gambar 7.2. Skema Umum Pengelolaan Limbah (Direktorat Jenderal Industri Kecil
Menengah Departemen Perindustrian, 2007)
Limbah
271
7.2. Pengelolaan
Limbah Hasil
Pertanian Pangan
Kegiatan pertanian dapat menghasilkan produk dan limbah baik
dalam bentuk padat maupun dalam
bentuk cair. Pengertian limbah
pertanian adalah hasil sampingan
dari aktivitas pertanian yang
biasanya kurang bernilai ekonomis
bahkan tidak laku dijual, contohnya
jerami
sebagai
limbah
dari
tanaman padi. Limbah ini berupa
limbah organik. Meskipun termasuk limbah yang dapat diuraikan
/dibusukkan secara alami namun
bila tidak dikelola terlebih dulu tapi
langsung dibuang ke lingkungan
akan mengakibatkan terjadinya
pencemaran.
BAHAN MENTAH
LIMBAH
PRODUK
BAHAN ANORGANIK
BAHAN ORGANIK
- Masa sel dan padatan
tersuspensi
- Air: air cucian,
pendingin, air limbah
DIBUANG
DITAMPUNG
POLUSI LINGKUNGAN
DIPERLUKAN
MEDIA UTK
PROSES LAIN
PAKAN TERNAK
EFFLUEN
BERSIH
Gambar 7.3 Diagram Alir Penanganan Limbah (Anonim, 2005)
Limbah
Limbah tanaman pangan dan
perkebunan memiliki peran yang
cukup penting dan berpotensi
dalam penyediaan pakan hijauan
bagi ternak ruminansia seperti
sapi, kambing, domba dan kerbau
terutama pada musim kemarau.
Pada musim kemarau hijauan
rumput terganggu pertumbuhannya,
sehingga pakan hijauan yang
tersedia kurang baik dari segi
kuantitas maupun kualitas. Bahkan
di daerah-daerah tertentu rumput
pakan ternak akan kering dan mati
sehingga
menimbulkan
krisis
pakan hijauan.
272
matahari sampai kering yang
ditandai dengan cara mudah
dipatahkan atau mudah hancur
kalau diremas. Setelah kering limbah
ditumbuk dengan menggunakan
lesung atau alat penumbuk lainnya,
kemudian dilakukan pengayakan.
Gambar 7.4. Limbah dari Pabrik Kelapa
Sawit (Isro’i, tanpa tahun)
Pemanfaatan Limbah Hasil
Pertanian Sebagai Pakan
Ternak
Proses pengolahan limbah menjadi
pakan ternak dapat dilakukan
secara kering (tanpa fermentasi)
yaitu dengan mengeringkannya,
baik menggunakan alat pengering
maupun dengan sinar matahari.
Limbah dari hasil panen dicincang,
selanjutnya dijemur pada sinar
Gambar 7.5. Proses Pengolahan Limbah
dari Kulit Buah Kakao Secara
Kering (Tanpa Fermentasi)
Sumber : Wawo (tanpa tahun)
Cara lain proses pengolahan
limbah menjadi pakan ternak
dilakukan secara fermentasi yang
melibatkan peran mikroba sebagai
perombaknya. Dengan fermentasi,
nilai gizi limbah (seperti jerami,
sabut kelapa, kulit buah kakao dan
lain-lain)
dapat
ditingkatkan,
sehingga layak untuk pakan
penguat kambing maupun sapi,
Limbah
bahkan untuk ransum babi dan
ayam. Beberapa mikroba yang
biasa digunakan adalah jenis
kapang seperti Trichoderma viride,
Trichoderma
harzianum
dan
Aspergillus
niger.
Manfaat
fermentasi dengan teknologi ini
antara lain yaitu:
1. Meningkatkan kandungan protein
2. Menurunkan kandungan serat
kasar
3. Menurunkan kandungan tanin
(zat penghambat pencernaan)
273
2. Pada awal pemberian, ternak
tidak
mau
memakannya
sehingga memberikan pakan
ternak olahan pada saat ternak
kelaparan dengan menambahkan garam atau gula untuk
merangsang nafsu makannya.
3. Pakan ternak olahan juga bisa
digunakan sebagai penguat
pada ternak ruminansia (sapi,
kambing, kerbau atau babi)
untuk mempercepat pertumbuh
an dan juga produksi susu.
4. Pakan ternak olahan dapat
digunakan sebagai pengganti
dedak, contohnya pakan ternak
dari limbah kulit kakao dapat
diberikan sebagai pengganti
dedak untuk ternak ruminansia
sebanyak
0,7–1,0%
berat
badan, untuk ternak unggas
(ayam petelur) sebanyak 36%
dari total ransum.
Pemanfaatan
Kotoran
Ternak Sebagai Kompos
Gambar 7.6. Proses Pengolahan Limbah
Secara Fermentasi
Sumber : Wawo (tanpa tahun)
Penggunaan pakan ternak olahan
dari limbah harus memperhatikan
beberapa hal antara lain:
1. Pakan ternak olahan dapat
langsung diberikan kepada
ternak atau menyimpannya
dalam wadah yang bersih dan
kering.
Kotoran ternak dapat dimanfaatkan
sebagai bahan baku pembuatan
kompos yang dapat digunakan
sebagai pupuk tanaman. Ada
beberapa manfaat pengggunaan
kompos sebagai pupuk tanaman
antara lain adalah:
1. Hemat biaya dan tenaga
2. Pupuk organik yang dihasilkan
berkualitas tinggi
3. C/N ratio kurang 20 Bebas dari
biji-biji gulma (tanaman liar) dan
mikroba
4. Bebas dari patogenik atau yang
merugikan jamur-jamur akar
serta parasit lainnya
5. Bebas phytotoxin
Limbah
6. Tidak Berbau dan mudah meng
gunakannya
7. Tidak membakar tanaman
8. Dapat mengurangi penggunaan
pupuk anorganik
9. Aman untuk semua jenis
tanaman dan lingkungan
10. pH normal berkisar 6,5 sampai
7,5 mampu memperbaiki pH
tanah.
11. Mampu meningkatkan biodiversitas dan kesehatan tanah
12. Memperbaiki tekstur tanah,
sehingga tanah mudah diolah
13. Meningkatkan daya tahan
tanah terhadap erosi
14. Mampu meningkatkan produktivitas lahan antara 10-30%,
karena biji tanaman lebih bernas dan tidak cepat busuk.
15. Tanaman akan dijauhi hama
penyakit dan jamur
16. Meningkatkan Kapasitas Tukar
Kation (KTK).
17. Meningkatkan
kapasitas
cengkeram air (water holding
capacity).
Bahan-bahan yang digunakan
untuk pembuatan kompos menurut
Roja (tanpa tahun) antara lain:
kotoran ternak satu ton (+ 30 karung),
urea 2 kg, SP36 3 kg, kapur 5 kg,
starter Trichoderma 3 kg, dan
plastik hitam 5 m. Tahap-tahap
pembuatannya sebagai berikut:
1. Menyiapkan kotoran ternak
(sapi atau kerbau) yang akan
dijadikan
kompos
dengan
syarat kering (tidak basah oleh
urine sapi atau air hujan).
Kotoran ternak yang terlalu
basah akan mempengaruhi
perkembangan
kapang
T.
harzianum sehingga proses
perombakan lebih lambat.
274
2. Menambahkan bahan aktifator
(Urea, SP36, kapur, pupuk
kandang, starter T. harzianum)
dan
mengaduknya
hingga
merata. Selanjutnya dibagi
menjadi 4 bagian.
3. Kotoran
ternak
ditumpuk
setinggi 1x1x1 m lalu dibagi
atas 4 bagian, masing-masing
setinggi + 25 cm.
4. Di atas tumpukan kotoran
ternak, ditabur bahan aktifator
(Trichoderma) secara merata
5. Menggabungkan
tumpukan
kotoran ternak menjadi 1
tumpukan sehingga volume
tumpukan sekitar 1x1x1 m.
7. Menutup tumpukan dengan
plastik hitam anti air agar
terlindung dari hujan dan panas
matahari.
8. Melakukan pembalikan tumpukan
kotoran ternak setiap 1 minggu
dengan menggunakan cangkul.
Perlu
dijaga,
kelem-baban
tumpukan
harus
stabil
(kelembaban 60-80%) selama
proses pengomposan.
Pemanenan kompos pupuk kandang dilakukan setelah 21 hari
dengan cara membongkar lalu
mengayaknya sehingga dihasilkan
kompos yang sempurna.
Limbah
275
Mengingat Stardec merupakan
stimulan
untuk
pertumbuhan
mikroba (Stardec dapat pula
merupakan agregat bakteri atau
cendawan dorman) maka bila
Stardec tidak tersedia dapat diganti
dengan kompos yang sudah jadi,
karena di dalam kompos juga
tersedia agregat bakteri atau
cendawan pengurai bahan organik
yang sedang dorman.
Gambar 7.7 Proses Pengomposan
Sederhana oleh BPTP
Sumantra Barat
Sumber: Roja, tanpa tahun
Pembuatan Kompos
Kotoran Sapi
dari
Pengolahan kotoran sapi menjadi
kompos bisa dilakukan oleh
peternak secara individu karena
caranya sederhana, mudah diikuti
dan bahannya tersedia di sekitar
peternak sendiri. Langkah awal
yang dilakukan dalam pengolahan
kotoran sapi menjadi kompos
adalah,
menyiapkan
dan
mengumpulkan
bahan
yang
diperlukan yaitu :
1. Kotoran sapi minimal 40%, dan
akan lebih baik jika bercampur
dengan urin.
2. Kotoran ayam maksimum 25%
(jika ada).
3. Serbuk dari kayu sabut kelapa
5% atau limbah organik lainnya
seperti jerami dan sampah
rumah tangga
4. Abu dapur 10%
5. Kapur pertanian
6. Stardec 0,25%.
Setelah semua bahan terkumpul,
selanjutnya
dilakukan
proses
pengomposan sebagai berikut:
1. Sehari sebelum pengomposan
dimulai (H-1), campurkan bahan
utama (kotoran sapi, kotoran
ayam jika ada, sabut kelapa/
serbuk gergaji, abu dapur dan
kapur pertanian) secara merata,
atau ditumpuk mengikuti lapisan:
a. Kotoran ayam ditempatkan
paling bawah (jika ada) dan
dibagian atasnya ditempatkan
kotoran sapi. Tinggi kotoran
ayam dan sapi maksimum
30 cm (Gambar 8).
b. Lapisan berikutnya dari kapur pertanian (Gambar 9),
yaitu untuk menaik kan PH
karena
mikroba
akan
tumbuh baik pada PH yang
tinggi (tidak asam).
c. Dapat ditambahkan serbuk
dari sabut kelapa, karena
C/N-nya
lebih
rendah
(sekitar 60) dan mengandung
KCl,
sedangkan
kalau
menggunakan serbuk gergaji
(Gambar 10) kadar C/N-nya
sangat tinggi (sekitar 400)
d. Selanjutnya menaburkan abu
pada bagian paling atas.
(Gambar 11)
Limbah
2. Tumpukan seperti pada point 1,
harus
diulangi
sampai
ketinggian sekitar 1,5 meter.
3. Pada hari pertama (H0),
tumpukan bahan disisir, lalu
ditaburi
dengan
Stardec
(Gambar 12) sebanyak 0,25%
atau 2,5 kg untuk campuran
sebanyak 1 ton.
4. Tumpukan
bahan
minimal
dengan ketinggian 80 cm.
5. Selanjutnya
tumpukan
dibiarkan selama satu minggu
(H+7) tanpa ditutup, namun
harus terjaga agar terhindar
dari panas dan hujan. Pada hari
ketujuh campuran bahan harus
dibalik, agar memperoleh suplai
oksigen
selama
proses
pengomposan. Pembalikan ini
dilakukan kembali pada hari ke
14, 21 dan 28.
6. Pada hari ke-7 suhu bahan
mulai
meningkat
sampai
dengan hari ke-21. Peningkatan
bisa mencapai 60-700C, dan
akan turun kembali pada hari
ke 28 atau tergantung bahan
yang digunakan. Jika lebih
banyak menggunakan bahan
dari kotoran ayam, suhu bahan
men-jadi lebih tinggi dalam
waktu
lebih
lama
(bisa
mencapai lebih dari 700C dalam
waktu lebih dari 28 hari). Jika
hanya memakai bahan dari
kotoran ternak sapi, proses
meningkatnya suhu akan terjadi
selama 21 hari dan akan
menurun pada hari ke 28,
dengan tingkat suhu 35-400C.
Terjadinya
peningkatan
dan
penurunan suhu menandakan
proses pengomposan berjalan
sempurna, yang ditandai dengan
276
adanya perubahan warna bahan
menjadi hitam kecoklatan. Suhu
yang
tinggi
selama
proses
komposing juga berfungsi untuk
membunuh biji-biji gulma dan
bakteri patogenik. Selain itu,
apabila dilakukan uji laboratorium,
pupuk organik yang dihasilkan
akan memiliki komposisi sebagai
berikut :
a. Kelembaban 65%
b. C/N ratio maksimum 20
c. Total Nitrogen (N)> 1,81%
d. P205 > 1,89%
e. K2O> 1,96%
f. CaO >2,96%
g. MgO > 0,70%
h. Kapasitas Tukar Kation > 75
me/100 g
j. pH 6,5 – 7,5
Dengan komposisi tersebut, pupuk
yang dihasilkan adalah pupuk
organik berkualitas tinggi, sehingga
sangat baik untuk digunakan bagi
semua tanaman, tambak dan
kolam ikan. Agar dalam proses
pengolahan kotoran sapi menjadi
kompos lebih efektif dan efisien,
sebaiknya
pengolahannya
dilakukan pada tempat pengolahan
kompos yang merupakan sebuah
bangunan yang berukuran 2 m x 6
m seperti yang telah dilakukan oleh
Milik Kelompok Tani Amanah NTB
(Gambar 7.13).
Limbah
277
Gambar 7.8 Pencampuran Kotoran Ayam dengan Kotoran Sapi
Sumber: SPFS PMU Indonesia Photo collections-Deptan
Gambar 7.9. Penambahan Kapur Pertanian untuk Menaikkan Ph
Sumber: SPFS PMU Indonesia Photo collections-Deptan
Limbah
278
Gambar 7.10.Pencampuran Serbuk Gergaji dan atau Serbuk Kelapa
Sumber: SPFS PMU Indonesia Photo Collections-Deptan
Gambar 7.11 Pemberian Abu pada Lapisan Paling Atas
Sumber: SPFS PMU Indonesia Photo collections-Deptan
Limbah
279
Gambar 7.12
Penyisiran Tumpukan pada Hari Ke-0 dengan Stardec dan
Memfermentasi dengan Membiarkannya Selama 7 Hari
Sumber: SPFS PMU Indonesia Photo collections-Deptan
Gambar 7.13 Tempat Pengolahan Kompas Berukuran 2 m x 6 m
Milik Kelompok Tani Amanah
Sumber: SPFS PMU Indonesia Photo collections-Deptan
Limbah
280
7.3. Limbah Industri
Pertanian
Pengetahuan tentang sifat-sifat
limbah sangat penting dalam
pengembangan
suatu
sistem
pengelolaan limbah yang layak.
Limbah yang diproduksi oleh industri
pertanian bervariasi dalam kuantitas
dan kualitasnya. Limbah dari
industri pangan merupakan limbah
yang berbeban rendah dengan
volume cairan tinggi, sedangkan
yang berasal dari peternakan
cenderung berbeban tinggi dengan
volume cairan rendah.
Pengetahuan mengenai sifat-sifat
limbah dapat membantu dalam
penetapan metode penanganan
dan atau pembuangan limbah
secara efektif. Seperti pada
penanganan
biologik
cocok
dilakukan pada limbah cair yang
mengandung
bahan
padatan
organik. Limbah padat dengan
kadar
organik
tinggi
cocok
dilakukan
pembakaran
atau
pengomposan. Akan tetapi cara
pembakaran dapat mencemari
lingkungan terutama pencemaran
udara.
Pengelolaan
limbah
industri
pangan (cair, padat dan gas)
diperlukan untuk meningkatkan
pencapaian tujuan pengelolaan
limbah (pemenuhan peraturan
pemerintah),
serta
untuk
meningkatkan efisiensi pemakain
sumber daya. Secara umum,
pengelolaan limbah merupakan
rangkaian ke giatan yang mencakup
reduksi (reduction), pengumpulan
(collection), penyimpangan (storage),
pengang-kutan
(transportation),
pemanfaatan (reuse, recycling),
pengolahan (treatment), dan/atau
penimbunan (disposal).
Beberapa contoh alternatif lain
penanganan
limbah
industri
pertanian dapat dilihat pada Tabel
7.1.
Tabel 7.1. Metode Penanganan dan Pembuangan Limbah dengan
Karakteristik yang Berbeda
Cairan
Cairan
Limbah organijk terlarut
Bahan anorganik terlarut
Limbah organik
tersuspensi
Bahan anorganik
tersuspensi
Padatan
Limbah organik
Limbah anorganik
Metode Penanganan dan Pembuangan
Penanganan biologik, penimbunan lahan
Penimbunan lahan, perlakuan fisik dan kimia
Sedimentasi penanganan biologik, presipitasi
kimia, penimbunan lahan
Sedimentasi, penimbunan lahan, perlakuan kimia
Insinerasi, pupuk, penimbunan lahan, dehidrasi,
kondisi tanah, pakan ternak
Penimbuanan tanah
Sumber: Loehr (1977) dalam Jenie dan Winiati, 1993
Limbah
Setiap industri pangan mempunyai
limbah yang berbeda dalam
kuantitas dan kualitas. Industri
pengolahan
pangan
meliputi
pengolahan
beraneka
ragam
makanan seperti buah-buahan dan
sayuran, beberapa hasil tanaman
perkebunan, daging, susu dan
hasil laut.
Limbah
pengolahan
makanan
dihasilkan
dari
pencucian,
pemotongan,
blanching,
pasteurisasi,
pembuatan
jus,
pembersihan peralatan pengolahan,
dan pendinginan produk akhir.
Komponen limbah cair dari industri
pangan sebagian besar adalah
bahan organik. Pengolahan buah
dan sayuran dapat menyebabkan
fluktuasi aliran dan muatan limbah
karena
karakteristik
yang
bervariasi dan relatif bersifat
musiman dibandingkan dengan
pengolahan daging, unggas dan
susu yang tidak mengenal musim.
Limbah pengolahan buah dan
sayuran sering kali mempunyai pH
tinggi,
karena
penggunaan
senyawa kaustik seperti larutan
alkali dalam pengupasan. Larutan
kaustik dapat menghasilkan pH
sekitar 12-13 yang jika tidak
dikelola (langsung dibuang) dapat
mencemari lingkungan. Beberapa
proses pengolahan buah dan
sayuran juga dapat menghasilkan
pH
rendah
(asam)
dan
mengandung klorida serta bahan
organik cukup tinggi seperti limbah
dari pikel dan sauerkraut.
Limbah dari pengolahan daging
dan unggas dapat berasal dari
penyembelihan,
penghilangan
281
bulu, penanganan isi perut,
rendering, pemotongan bagianbagian yang tidak diinginkan,
pengolahan
dan
pekerjaan
pembersihan. Limbah mengandung darah, lemak, padatan
anorganik dan organik, garamgaram serta bahan kimia yang
ditambahkan
selama
proses
pengolahan.
Limbah dari pengolahan susu
dihasilkan selama pengolahan dan
pemindahan susu dari petani
sampai ke penerima (industri
maupun konsumen susu segar).
Limbah dapat terdiri dari susu
penuh dan olah, whey dari
produksi keju, maupun air pencuci
dan pasteurisasi.
Untuk mengatasi limbah diperlukan
pengolahan dan pena-nganan
limbah.
Pada
dasarnya
pengolahan
limbah
dapat
dibedakan menjadi:
1. golahan menurut tingkatan
perlakuan
2. ngolahan menurut karakteristik
limbah
7.4. Pencemaran Air
dan Indikasinya
Pencemaran air adalah suatu
perubahan keadaan di suatu
tempat penampungan air seperti
danau, sungai, lautan dan air tanah
akibat aktivitas manusia yang
mengganggu kebersihan dan atau
keamanan lingkungan. Walaupun
fenomena alam seperti gunung
berapi, badai, gempa bumi dll juga
mengakibatkan perubahan yang
Limbah
besar terhadap kualitas air, hal ini
tidak
dianggap
sebagai
pencemaran.
Pencemaran air dapat disebabkan
oleh berbagai hal dan memiliki
karakteristik yang berbeda-beda.
Meningkatnya kandungan nutrien
dapat mengarah pada eutrofikasi.
Sampah
organik
seperti
air
comberan (sewage) menyebabkan
peningkatan kebutuhan oksigen
pada air yang menerimanya yang
mengarah pada berkurangnya
oksigen yang dapat berdampak
parah terhadap seluruh ekosistem.
Industri
membuang
berbagai
macam polutan ke dalam air
limbahnya seperti logam berat,
toksin organik, minyak, nutrien dan
padatan. Air limbah tersebut
memiliki efek termal, terutama
yang dikeluarkan oleh pembangkit
listrik, yang dapat juga mengurangi
oksigen dalam air.
Indikasi pencemaran air dapat
diketahui baik secara visual maupun
pengujian antara lain, seperti:
1. Prubahan
pH
(tingkat
keasaman/konsentrasi
ion
hidrogen) Air normal yang
memenuhi syarat untuk suatu
kehidupan memiliki pH netral
dengan kisaran nilai 6,5-7,5. Air
limbah industri yang belum
terolah dan memiliki pH diluar
nilai pH netral, akan mengubah
pH air sungai dan dapat
mengganggu
kehidupan
organisme didalamnya. Hal ini
akan semakin parah jika daya
dukung lingkungan rendah
serta debit air sungai rendah.
Limbah
dengan
pH
asam/rendah bersifat korosif
terhadap logam.
282
2. Perubahan warna, bau dan
rasa Air normak dan air bersih
tidak akan berwarna, sehingga
tampak
bening/jernih.
Bila
kondisi air warnanya berubah
maka hal tersebut merupakan
salah satu indikasi bahwa air
telah tercemar. Timbulnya bau
pada air lingkungan merupakan
indikasi kuat bahwa air telah
tercemar. Air yang bau dapat
berasal dari limba industri atau
dari hasil degradasi oleh
mikroba. Mikroba yang hidup
dalam air akan mengubah
organik menjadi bahan yang
mudah menguap dan berbau
sehingga mengubah rasa.
3. Timbulnya endapan, koloid dan
bahan terlarut Endapan, koloid
dan bahan terlarut berasal dari
adanya limbah industri yang
berbentuk
padat.
Limbah
industri yang berbentuk padat,
bila tidak larut sempurna akan
mengendapdidsar sungai, dan
yang larut sebagian akan
menjadi koloid dan akan
menghalangi
bahan-bahan
organik yang sulit diukur
melalui uji BOD karena sulit
didegradasi
melalui
reaksi
biokimia, namun dapat diukur
menjadi uji COD. Adapun
komponen pencemaran air
pada umumnya terdiri dari :
ƒ Bahan buangan padat
ƒ Bahan buangan organik
ƒ Bahan buangan anorganik
Limbah
7.5. Penanganan
Limbah Cair
Limbah cair biasanya dihasilkan
oleh industri. Secara umum
penanganan limbah cair dapat
dilakukan
dengan
metode
perlakuan secara fisik, perlakuan
secara kimia, perlakuan secara
biologi. Penangan limbah metode
fisika yaitu dengan menyisihkan
limbah padat secara fisik dari
bagian cairan. Metode kimia
dilakukan dengan mengendapkan
atau
memflokulasi
partikel
menggunakan
senyawa
kimia
sebagai koagulan seperti ferrous
atau ferisulfat, almunium sulfat,
kalsium hidroksida.
Penanganan limbah secara biologi
dilakukan dengan menggunakan
agensia hayati (mikroba) melalui
proses fermentasi baik fermentasi
aerob (membutuhkan oksigen)
maupun
anaerob
(tanpa
membutuhkan oksigen) yang dikenal
sebagai lumpur aktif atau activity
sludge. Parameter kimiawi fisik
yang digunakan sebagai indikator
& kualitas air antara lain meliputi:
kekeruhan, bahan padat terlarut,
BOD, COD, suhu, pH, warna aroma,
detergen senyawa radioaktif dan
lain
sebagainya.
Parameter
mikrobiologis meliputi kandungan
mikroba patogen seperti Eschericia
coli, Salmonella, Streptocoucus
dan lain sebagainya.
Jumlah dan karakteristik air limbah
industri bervariasi menurut jenis
industrinya. Sebagai contoh industri
tapioka
konvensional
dapat
283
menghasilkan
limbah
cair
sebanyak 14 - 18 m3 per ton ubi
kayu. Pada industri tapioka modern
dapat meminimalkan jumlah limbah
menjadi 8 M3 per ton ubi kayu
(Winarrio, 1980 dalam Direktorat
Jenderal Industri Kecil Menengah
Departemen Perindustrian, 2007).
Limbah cair industri tapioka
mengandung padatan tersuspensi
1.000 - 10.000 mg/L dan bahan
organik 1.500 - 5.300 mg/L
(Koesoebiono, 1984). Contoh lain
adalah industri tahu dan tempe.
Industri
tahu
dan
tempe
mengandung
banyak
bahan
organik dan padatan terlarut. Untuk
memproduksi 1 ton tahu atau
tempe dihasilkan limbah sebanyak
3.000 - 5.000 Liter (Tabel 7.2).
Tabel 7.2 Parameter Limbah dari
Industri Kerupuk Kulit
dan Tahu-Tempe
Parameter
Industri TahuKerupuk Tempe
Kullit
BOD (mg/L)
2.850
950
COD (mg/L)
8430
1.534
TSS (mg/L)
6.291
309
pH (-)
13
5
Volume (m3/ton)
2,5
3–5
Sumber:
Wenas, Sunaryo, dan Sutyasmi
(2002)
Selama fermentasi maka suatu
bahan mentah diubah menjadi
berbagai
macam
produk
tergantung pada proses yang
digunakan. Faktor-faktor yang
perlu diamati selama survey
buangan pabrik antara lain:
Limbah
1. Kecepatan alir limbah setiap
hari
2. Kekeruhan, warna
3. Padatan tersuspensi
4. Oksigen terlarut, BOD dan
COD
5. pH dan suhu
6. Kandungan toksik logam, CL-,
sulfida, sianida, fenol dan
deterjen
7. Bau dan rasa
8. Radioaktivitas
Kadar oksigen terlarut perlu
diketahui karena sangat beberapa
alasan yaitu:
1. Sangat
esensial
untuk
pertumbuhan beberapa jasad
renik
2. konsentrasi oksigen terlarut: 4
mg/dm-3 atau 90 % konsentrasi
jenuh pada suhu dan salinitasn
ambien.
3. dipengaruhi
oleh
partikelpartikel bahan organik terlarut
4. metoda
pengukuran
yang
sering digunakan untuk oksigen
terlarut.
Keperluan oksigen biokimia (BOD):
ukuran kuantitas oksigen yang
diperlukan untuk oksidasi bahan
organik di dalam air, oleh mikrobia
yang terkandung di dalamnya pada
inteval waktu dan suhu tertentu.
Kadar oksigen effluen ditentukan
dengan memasukkan limbah atau
larutan limbah ke dalam botol
berwarna gelap, sebelum dan
setelah diinkubasi pada suhu 200 C
selama 5 hari.
Penurunan oksigen dapat dihitung
dengan satuan O2 yang dikonsumsi per dm3 sampel. Pengukuran ini
digunakan hanya untuk menentu-
284
kan bahan yang dapat didegradasi.
Pada umumnya BOD diukur
setelah 5 hari inkubasi.
Keperluan oksigen kimia (COD)
dapat diketahui dengan pengujian
sampel yang dilarutkan ke dalam
sejumlah larutan asam potasium
dikromat yang mendidih selama
2,5 sampai 4 jam. Selanjutnya sisa
dikromat dititrasi dengan ferro
sulfat atau fero-ammonium sulfat.
Bahan organik yang teroksidasi
akan sebanding dengan potasium
dikromat yang digunakan.
Metode ini digunakan untuk
mengukur
semua
kandungan
bahan organik yang mudah dan
sukar terdegradasi, baik yang
rekalsiran maupun yang bersifat
toksik. Perbandingan BOD : COD
yang ideal untuk buangan antara
0,2-0,5 : 1. Pada beberapa
buangan
industri
yang
komposisinya
bervariasi
mempunyai rasio BOD : COD
bervariasi pula.
Strategi
untuk
Limbah Industri
Pengolahan
Pengolahan
limbah
industri
memerlukan strategi tertentu yang
dilakukan dengan mengadakan
survey ke pabrik-pabrik khususnya
untuk
pelaksanaan
program
penanganan
limbah
yang
ekonomis.
Selanjutnya
mengindentifikasi sumber-sumber
air yang tidak terkontaminasi dan
yang
terkontaminasi
yang
kemungkinan digunakan kembali.
Untuk limbah yang pekat harus
dipisah dalam pengolahannya
karena
dimungkinkan
Limbah
menghasilkan bahan yang lebih
berguna.
Penanganan
limbah
pekat ini dapat lebih ekonomis bila
dibandingkan dengan effluent yang
lebih encer, karena pada effluent
yang lebih encer memerlukan
pompa dan penampung untuk
mengendapkan
bahan
yang
terkandung di dalamnya.
Pengujian di laboratorium diperlukan untuk mendapat teknik seperti
teknik menurunkan kadar garam,
teknik
mengkoagulasi
partikel
tesuspensi dan koloid dan memecah emulsi.
Strategi untuk menanggulangi atau
menangani limbah dikenal dengan
istilah 3R yaitu Reduced, Re-used
dan Re-cycled.
1. Reduced: mengurangi seminim
mungkin tebentuknya limbah
dengan memperbaiki proses
pengolahan.
2. Re-used:
memanfaatkan
limbah untuk bahan bakar
selama
prosesing.
Pada
umumnya dikaitkan dengan
sumber
air
untuk
pemanfaatannya.
3. Re-cycling: mengolah kembali
sebagai
bahan
dasar
pemrosesan. Khususnya untuk
limbah-limbah industri yang
masih mengandung sejumlah
bahan
yang
dapat
dimanfaatkan
sebagai
makanan,
pakan
ternak,
pembenah tanah dan bahan
bakar.
Daya buangan industri harus
mempunyai nilai BOD antara
40.000 sampai 70.000 mg/l-1 untuk
limbah
yang
mengandung
285
miselium jamur dan 10.000 –
25.000 mg/l-1 untuk nilai BOD
buangan industri alkohol :
Penanganan dan pembuangan
limbah cair dapat dilakukan
dengan cara:
1. membuang
effluen
tidak
berbahaya ke sungai atau laut
tanpa perlakuan terlebih dahulu
2. membuang
effluen
tidak
berbahaya ke tanah, lagoon,
dimasukkan ke sumur.
3. sebagian effluen yang tidak
berbahaya dibuang langsung
tanpa perlakuan dan sebagian
diperlakukan terlebih dahulu
sebelum dibuang
4. pengiriman
semua
effluen
dikirim ke penampungan limbah
untuk
diberi
diperlakukan
(treatment) pengolahan, atau
5. semua
effluen
ditangani
terlebih dahulu di industri itu
sendiri.
Pengelolaan Limbah Cair
dengan
Sistem
Kolam
(Kolam Oksidasi)
Prinsip sistem kolam atau sering
disebut juga sebagai kolam
oksidasi merupakan salah satu
sistem pengolahan limbah cair
tertua,
dan
merupakan
perkembangan
dari
cara
pembuangan limbah cair secara
langsung ke badan air. Pada
sistem
kolam.
konsentrasi
mikroorganisme relatif kecil, suplai
oksigen
dan
pengadukan
berlangsung
secara
alami,
sehingga
proses
perombakan
bahan organik berlangsung relatif
lama dan pada area yang luas.
Limbah
286
Berbagai jenis mikroorganisme
berperan dalam proses perombakan,
tidak terbatas mikroorganisme
aerobik, tetapi juga mikroorganisme
anaerbik. Organisme heterotrof
aerobik dan aerobik berperan dalam
proses konversi bahan organik;
organisme autotrof (fitoplankton, alga,
tanaman air) mengambil bahanbahan anorganik (nitrat dan fosfat)
melalui
proses
fotosintetsis
(Gambar 7.14). Karena lamanya
waktu tinggal limbah cair, maka
organisme dengan waktu generasi
tinggi (zooplankton, larva insekta,
kutu air, ikan kecil) juga dapat
tumbuh dan berkembang dalam
Gambar 7.14
sistem kolam. Organisme tersebut
hidup aktif di dalam air atau pada
dasar kolam. Komposisi organisme
sangat tergantung pada temperatur,
suplai oksigen, sinar matahari,
jenis dan konsentrasi substrat.
Sistem kolam dapat diterapkan
untuk pengolahan limbah industri
pangan dengan konsentrasi bahan
organik rendah, terutama di daerah
yang cukup tersedia lahan. Sistem
kolam berfungsi untuk pengolahan
limbah cair, sekaligus pengolahan
sludge. Alga yang tumbuh dapat
dipanen dan digunakan sebagai
hail samping yang bermanfaat.
Mekanisme Perobakan Bahan Organik dalam Sistem Kolam
(Loehr, 1974)
Faktor pembatas sistem kolam
adalah suplai oksigen. Sistem
kolam umumnya dirancang untuk
tingkat
pembebanan
rendah.
sehingga laju pasokan oksigen dari
atmosfir mencukupi kebutuhan
oksigen bakteri, dan paling tidak
bagian permukaan atas kolam
selalu pada kondisi aerobik. Suplai
oksigen
merupakan
faktor
pembatas, pembebanan sistem
serine didasarkan pada luas
permukaan kolam dan dinyatakan
dalam P- BOD,,/m-,hari, dan tidak
didasarkan pada volume kolam
atau jumlah blomassa.
Sistem kolam umumnya dirancang
dewan kedalaman maksimum 1,0 1,5 m, sehingga pencahayaan dan
pengadukan oleh angin CALIP.
Waktu tinggal hidrolik dalam kolam
sekitar 20 hari. Kolam sebaiknya
dibagi
menjadi
tiga
bagian,
sehingga dalam masing-masing
bagian organisme dapat tumbuh
secara optimum dan proses
perombakan berlangsung lebih
cepat.
Limbah
Sistem kolam merupakan sistem
pengolahan limbah cair sederhana
yang tidak memerlukan peralatan
mekanis, mudah dioperasikan dan
tidak memerlukan biaya tinggi.
Kekurangan sistem ini adalah
sangat tergantung pada cuaca,
dan memerlukan lahan luas, serta
berpotensi menimbulkan bau busuk
terutama pada malam hari dimana
suplai oksigen tidak mencukupi
untuk proses aerobik. Selain itu,
kolam juga dapat digunakan sebagai
tempat berkembang biak nyamuk.
Pengolahan Limbah Cair
dengan Sistem Lumpur Aktif
Prinsip pengolahan limbah dengan
sistem Lumpur aktif pada dasarnya
terdiri atas dua unit proses utama,
yaitu bioreaktor (tangki aerasi) dan
tangki sedimentasi. Dalam sistem
lumpur aktif, limbah cair dan
biomassa
dicampur
secara
sempurna dalam suatu reaktor dan
diaerasi.
Pada umumnya, aerasi ini juga
berfungsi
sebagai
sarana
pengadukan suspensi tersebut.
Suspensi biomassa dalam limbah
cair kemudian dialirkan ke tangki
sedimentasi dimana biomassa
dipisahkan dari air yang telah
diolah. Sebagian biomassa yang
terendapkan
dikembalikan
ke
bioreaktor, dan air yang telah
terolah dibuang ke lingkungan.
Agar konsentrasi biomassa di
dalam reaktor konstan (MLSS = 3 5
gfL),
sebagian
biomassa
dikeluarkan dari sistem tersebut
sebagai excess sludge.
286
Dalam
sistem
tersebut,
mikroorganisme dalam biomassa
(bakteri
dan
protozoa)
mengkonversi
bahan
organik
terlarut sebagian menjadi produk
akhir (air, karbon dioksida), dan
sebagian
lagi
menjadi
sel
(biomassa). Oleh karena itu, agar
proses perombakan bahan organik
berlangsung
secara
optimum
syarat berikut harus terpenuhi
yaitu: polutan dalam limbah cair
harus
kontak
dengan
mikroorganisme, suplai oksigen
cukup, cukup nutnien, cukup waktu
tinggal (waktu kontak), dan cukup
biomasa jumlah dan Jenis).
Tujuan pengolahan limbah cair
dengan sistem. lumpur aktif dapat
dibedakan menjadi 4 (empat) yaitu
penyisihan
senyawa
karbon
(oksidasi
karbon),
penyisihan
senyawa
nitrogen,
penyisihan
fosfor, dan penstabilisasian lumpur
secara aerobik simultan. Pada
penyisihan
senyawa
karbon
(bahan organik), polutan berupa
bahan organik dioksidasi secara
enzimatik oleh oksigen yang
berada dalam limbah cair. Jadi
senyawa
karbon
dikonversi
menjadi karbon dioksida. Eliminasi
nutrien (nitrogen dan fosfor)
dilakukan
terutama
untuk
mencegah terjadinya eutrofikasi
pada perairan. Adapun skema
umum pengolahan limbah cair
dengan sistem lumpur aktif dapat
dilihat pada Gambar 7.15.
Limbah
287
Bioreaktor
Tangki sedimentasi
Efluen
Influen
Excess sludge
Gambar 7.15 Skema Proses Lumpur Aktif.
Sumber: (Dirjen Industri Kecil Menengah Dept. Perindustrian, 2007).
Untuk eliminasi fosfor diperlukan
zona anaerobik dengan waktu
kontak minimum 0,75 jam. Untuk
pengolahan limbah cair dalam
jumlah kecil, sistem lumpur aktif
didesain dan dioperasikan pada
beban
rendah
(<0,05
kg
BOD5/kgNILSS.hari) atau umur
lumpur sangat tinggi (<25 hari) dan
tidak
diperlukan
pembuangan
sludge (stabilisasi sludge) karena
laju pertumbuhan sama dengan
laju perombakan mikroorganisme.
Parameter desain yang penting
dalam sistem lumpur aktif adalah
tingkat pembebanan, konsentrasi
biomassa, konsentrasi oksigen
terlarut, lama waktu aerasi, umur
lumpur, dan suplai oksigen.
Konsentrasi mikroorganisme (biomassa) diukur dari konsentrasi
padatan tersuspensi (Mixed Liquor
Suspended Solids/ MLSS). Nilai
tipikal parameter desain/operasi
sistem lumpur aktif untuk berbagai
tujuan dapat dilihat pada Tabel 7.3.
Tabel 7.3 Nilai Tipikal Parameter Desain/Operasi Sistem Lumpur Aktif
Oksidasi
karbon
0,3 – 0,5
Nitrifikasi dan
Denitrifikasi
0,15
Stabilisasi
Lumpur
0,05
-
-
-
g/L
2,5 – 4,5
2,5 – 4,5
4–5
Waktu tinggal hidrolik
(waktu aerasi)
Waktu tinggal sel
(sludge age)
Suplai oksigen
Jam
0,5 – 1
1,5 – 3
-
Hari
2–5
> 25
kgO2/kgBODs
1,3 – 1,5
8 - 10
10 - 18
2,9 dan 2,6
Konsentrasi oksigen
terlarut
mg/L
2,0
2,0 dan 0
1,0
Parameter
Satuan
Laju pembebanan
sludge
Laju pembebanan
ruang
MLSS
kgBODs/kgMLSS
hari
kgBODs/m3 hari
Sumber: Bischof, 1993
2,5 – 3,5
Limbah
288
Influen
Efluen
Excess sluge
Resirkulasi sluge
Influen
Efluen
Excess sluge
Resirkulasi sluge
Influen
Efluen
Resirkulasi sluge
Excess sluge
Resirkulasi
Influen
Efluen
Resirkulasi sluge
Excess sluge
Gambar 7.16 Oksidasi karbon (A), Oksidasi Karbon dan Nitrifikasi (b), Oksidasi Karbon,
Nitrifikasi dan Denitrifikasi (c), Oksidasi Karbon, Nitrifikasi-Denitrifikasi dan Eliminasi
Fosfor Secara Biologis (Ket: N = Nitrifikasi, D = Denitrifikasi, AN = Eliminasi Fosfor)
Sumber: (Dirjen Industri Kecil Menengah Dept. Perindustrian, 2007).
Selain tangki aerasi, unit operasi
lain yang penting dalam sistem
lumpur
aktif
adalah
unit
sedimentasi untuk memisahkan
biomassa dari limbah cair yang
telah diolah. Tangki sedimentasi
untuk sistem lumpur aktif biasanya
didesain untuk waktu tinggal
hidrolik 2 - 3,5 jam dengan laju
pembebanan sekitar I - 2 m/jam.
Untuk tujuan pengolahan limbah
cair skala kecil, sistem lumpur aktif
dapat
disederhanakan
dalam
konstruksinya. Contoh modifikasi
sistem lumpur aktif skala kecil
dapat dilihat pada Gambar 7.17.
Limbah
289
Gambar 7.17 Skema Sistem Lumpur Aktif Skala Kecil: (A) Aerasi dan Dasar Klarifier
Untuk Resirkulasi Sludge, Dan (B) Areasi Mekanis dengan Pompa Air-Lift
Untuk Resirkulasi Sludge (Nathanson, 1997)
Sistem
lumpur
aktif
dapat
diterapkan untuk hampir semua
jenis limbah cair industri pangan,
baik untuk
oksidasi karbon,
nitrifikasi, denitrifikasi, maupun
eliminasi fosfor secara biologis.
Kendala yang mungkin dihadapi
oleh dalam pengolahan limbah cair
industri pangan dengan sistem ini
kemungkinan adalah besarnya
biaya investasi maupun biaya
operasi,
karena
sistem
ini
memerlukan peralatan mekanis
seperti pompa dan blower. Biaya
operasi
umumnya
berkaitan
dengan pemakaian energi listrik.
Hampir semua jenis limbah cair
industri pangan dapat diolah
dengan sistem lumpur aktif seperti
limbah cair industri tapioka, industri
nata de coco, industri kecap, dan
industri tahu. Sistem lumpur aktif
dapat
digunakan
untuk
mengeliminasi bahan organik dan
nutrien (nitrogen dan fosfor) dari
limbah cair terlarut.
7.6. Teknologi
Pengomposan
Kompos menurut definisi J.H.
Crawford (2003) adalah hasil
dekomposisi parsial/tidak lengkap,
dipercepat secara artifisial dari
campuran bahan-bahan organik
oleh populasi berbagai macam
mikroba dalam konsisi lingkungan
yang hangat, lembab, dan aerobik.
Kompos memiliki banyak manfaat
yang dapat ditinjau dari beberapa
aspek antara lain:
Aspek Ekonomi :
Limbah
290
1. Menghemat
biaya
untuk
transportasi dan penimbunan
limbah
2. Mengurangi
volume/ukuran
limbah
3. Memiliki nilai jual yang lebih
tinggi dari pada bahan asalnya
Aspek Lingkungan :
1. Mengurangi
polusi
udara
karena pembakaran limbah
2. Mengurangi kebutuhan lahan
untuk penimbunan
Aspek bagi tanah/tanaman:
1. Meningkatkan kesuburan tanah
2. Memperbaiki
struktur
dan
karakteristik tanah
3. Meningkatkan kapasitas jerap
air tanah
4. Meningkatkan aktivitas mikroba
tanah
5. Meningkatkan kualitas hasil
panen (rasa, nilai gizi, dan
jumlah panen)
6. Menyediakan
hormon
dan
vitamin bagi tanaman
7. Menekan pertumbuhan/serangan
penyakit tanaman
8. Meningkatkan retensi/ketersediaan
hara di dalam tanah
Gambar 7.18 Kompos
Sumber: Isro’i, tanpa tahun
Faktor-faktor yang memperngaruhi
proses pengomposan antara lain:
rasio C/N, ukuran partikel, aerasi,
porositas, kandungan air, suhu,
pH,
kandungan
hara,
dan
kandungan
bahan-bahan
berbahaya. Rasio C/N yang efektif
untuk
proses
pengomposan
berkisar antara 30: 1 hingga 40:1.
Mikroba dapat memecah senyawa
C sebagai sumber energi dan
menggunakan N untuk sintesis
protein. Pada rasio C/N di antara
30 s/d 40 mikroba mendapatkan
cukup C untuk energi dan N untuk
sintesis protein. Apabila rasio C/N
terlalu
tinggi,
mikroba
akan
kekurangan N untuk sintesis
protein
sehingga
dekomposisi
berjalan lambat.
Ukuran
Partikel
berhubungan
dengan permukaan area dan udara
yang merupakan tempat aktivitas
mikroba. Permukaan area yang
lebih luas akan meningkatkan
kontak antara mikroba dengan
bahan dan proses dekomposisi
akan berjalan lebih cepat. Ukuran
partikel juga menentukan besarnya
ruang antar bahan (porositas).
Untuk
meningkatkan
luas
permukaan
dapat
dilakukan
dengan
memperkecil
ukuran
partikel bahan tersebut. Aerasi
secara alami akan terjadi pada
saat terjadi peningkatan suhu yang
menyebabkan udara hangat keluar
dan udara yang lebih dingin masuk
ke dalam tumpukan kompos Aerasi
ditentukan oleh posiritas dan
kandungan
air
bahan
(kelembaban).
Apabila
aerasi
terhambat, maka akan terjadi
proses
anaerob
yang
akan
menghasilkan bau yang tidak
Limbah
sedap. Aerasi dapat ditingkatkan
dengan melakukan pembalikan
atau mengalirkan udara di dalam
tumpukan kompos. Pengomposan
yang cepat dapat terjadi dalam
kondisi yang cukup oksigen
(aerob).
Porositas adalah ruang diantara
partikel
di
dalam
tumpukan
kompos. Porositas dihitung dengan
mengukur volume rongga dibagi
dengan volume total. Ronggarongga ini akan diisi oleh air dan
udara. Udara akan mensuplay
Oksigen
untuk
proses
pengomposan. Apabila rongga
dijenuhi oleh air, maka pasokan
oksigen akan berkurang dan
proses pengomposan juga akan
terganggu.
Kelembaban (moisture content)
memegang peranan yang sangat
penting dalam proses metabolisme
mikroba dan secara tidak langsung
berpengaruh pada suplay oksigen.
Mikrooranisme
dapat
memanfaatkan
bahan
organik
apabila bahan organik tersebut
larut di dalam air. Kelembaban 40 60 % adalah kisaran optimum
untuk
metabolis-me
mikroba.
Apabila kelembaban di bawah
40%, aktivitas mikroba akan
mengalami penurunan dan akan
lebih rendah lagi pada kelembaban
15%. Apabila kelembaban lebih
besar dari 60%, hara akan tercuci,
volume udara berkurang, akibatnya
aktivitas mikroba akan menurun
dan akan terjadi fermentasi
anaerobik yang menimbulkan bau
tidak sedap.
291
Temperatur
yang
terukur
merupakan panas yang dihasilkan
oleh aktivitas mikroba. Terdapat
hubungan
langsung
antara
peningkatan
suhu
dengan
konsumsi oksigen. Semakin tinggi
temperatur akan semakin banyak
konsumsi oksigen dan akan
semakin
cepat
pula
proses
dekomposisi. Peningkatan suhu
dapat terjadi dengan cepat pada
tumpukan kompos. Temperatur
yang berkisar antara 30–600C
menunjukkan
aktivitas
pengomposan yang cepat. Suhu
yang lebih tinggi dari 600C akan
membunuh sebagian mikroba dan
hanya mikroba thermofilik saja
yang akan tetap bertahan hidup.
Suhu yang tinggi juga akan
membunuh
mikroba-mikroba
patogen tanaman dan benih-benih
gulma.
Selama proses pengomposan
terjadi perubahan nilai pH pad
kisaran yang sangat lebar. pH
yang optimum untuk proses
pengomposan berkisar antara 6,5
sampai 7,5. pH kotoran ternak
umumnya berkisar antara 6,8
hingga 7,4. Proses pengomposan
sendiri akan menyebabkan perubahan pada bahan organik dan pH
bahan itu sendiri. Sebagai contoh,
proses pelepasan asam, secara
temporer
atau
lokal,
akan
menyebabkan
penurunan
pH
(pengasaman), sedangkan produksi amonia dari senyawa-senyawa
yang mengandung nitrogen akan
meningkatkan pH ada fase-fase
awal pengomposan. pH kompos
yang sudah matang biasanya
mendekati netral.
Limbah
292
Kandungan hara yang terpenting
adalah kandungan fosofr (P) dan
kalium (K). Kedua unsur hara ini
sangat penting dalam proses
pengomposan
dan
biasanya
terdapat di dalam kompos-kompos
dari penanganan limbah hasil
peternakan.
Hara
ini
akan
dimanfaatkan oleh mikroba selama
proses pengomposan.
Beberapa bahan organik mungkin
mengandung bahan-bahan yang
berbahaya bagi kehidupan mikroba
seperti logam-logam berat (Mg,
Cu, Zn, Ni, dan Cr). Logam-logam
berat
ini
akan
mengalami
imobilisasi
selama
proses
pengomposan.
Tabel 3 Kondisi yang Optimal untuk Mempercepat Proses
Pengomposan (Rynk, 1992)
Kondisi Ideal
Rasio C/N
Konsisi yang bisa diterima
20:1 s/d 40:1
25-35:1
40 – 65 %
45 – 62 %
> 5%
> 10%
Ukuran partikel
1 inchi
bervariasi
Bulk Density yd
1000 lbs/cu yd
1000 lbs/cu
5.5 – 9.0
6.5 – 8.0
Kelembaban berat
Konsentrasi oksigen tersedia
pH
Suhu
o
43 – 66 C
Gambar 7.19 Proses Umum Pengomposan Limbah Padat Organik
(Rynk, 1992 dalam Isroi, tanpa tahun)
54 -60oC
Limbah
293
Pengomposan dapat dipercepat
dengan beberapa strategi. Secara
umum strategi untuk mempercepat
proses
pengomposan
dapat
dikelompokan menjadi dua, yaitu:
1. Menanipulasi
kondisi/faktorfaktor yang berpengaruh pada
proses pengomposan.
2. Menambahkan organisme yang
dapat mempercepat proses
pengomposan: mikroba pendegradasi bahan organik dan
vermikompos (cacing).
Strategi menamipulasi kondisi
pengomposan banyak dilakukan di
awal-awal
berkembangnya
teknologi pengomposan. Kondisi
atau faktor-faktor pengomposan
dibuat
seoptimum
mungkin.
Sebagai contoh, rasio C/N yang
optimum adalah 25-35:1. Untuk
membuat kondisi ini bahan-bahan
yang mengandung rasio C/Ntinggi
dicampur dengan bahan yang
mengandung rasio C/N rendah,
seperti kotoran ternak. Ukuran
bahan yang besar-besar dicacah
sehingga ukurannya cukup kecil
dan ideal untuk proses pengomposan. Bahan yang terlalu kering
diberi tambahan air atau bahan
yang terlalu basah dikeringkan
terlebih dahulu sebelum proses
pengomposan.
Demikian
pula
untuk faktor-faktor lainnya.
Gambar 7.20. Perubahan Suhu dan Jumlah Mikroba Selama Proses Pengomposan
(Isro’i, tanpa tahun)
Strategi yang lebih maju adalah
dengan memanfaatkan organisme
yang dapat mempercepat proses
pengomposan. Organisme yang
sudah
banyak
dimanfaatkan
misalnya cacing tanah. Proses
pengomposannya
disebut
vermikompos dan kompos yang
dihasilkan dikenal dengan sebutan
kascing. Organisme lain yang
banyak
diperguna-kan
adalah
mikroba,
baik
bakeri,
aktinomicetes, maupuan kapang/
cendawan. Saat ini di pasaran
banyak sekali beredar aktivatoraktivator pengomposan, misalnya :
OrgaDec,
SuperDec,
EM4,
Stardec, Starbio, dll.
Limbah
294
Gambar 7.21 OrgaDec (Isro’i, tanpa tahun)
Tabel 7.4 Organisme yang Terlibat dalam Proses Pengomposan
Kelompok Organisme
kompos
Mikroflora
Organisme
Jumlah/g
Bakteri
Actinomicetes
Kapang
108 - 109
Mikrofauna
Protozoa
105 - 108
Makroflora
Jamur tingkat tinggi
104 - 106
Makrofauna
Cacing tanah, rayap
semut, kutu, dll
104 - 105
Metode atau teknik pengomposan
dapat dikelompokkan menjadi tiga
kelompok berdasarkan tingkat
teknologi yang dibutuhkan, yaitu :1.
Pengomposan dengan teknologi
rendah (Low – Technology)2.
Pengomposan dengan teknologi
sedang (Mid – Technology)3.
Pengomposandengan
teknologi
tinggi (High – Technology)
Pengomposan dengan teknologi
rendah contohnya adalah Windrow
Composting
(Gambar
7.22).
Kompos ditumpuk dalam barisan
tumpukan yang disusun sejajar.
Tumpukan secara berkala dibolakbalik untuk meningkatkan aerasi,
menurunkan suhu apabila suhu
terlalu tinggi, dan menurunkan
kelembaban kompos. Teknik ini
sesuai untuk pengomposan skala
yang
besar
dengan
lama
pengomposan berkisar antara 3
hingga 6 bulan, yang tergantung
pada karakteristik bahan yang
dikomposkan.
Limbah
295
Pengomposan dengan teknologi
sedang antara lain yaitu:
Aerated static pile (Gambar7.23).
Gambar 7.22
Pengomposan dengan
Teknik Windrow
Composting
Tumpukan/gundukan kompos (seperti windrow system) diberi aerasi
dengan menggunakan blower mekanik. Tumpukan kompos ditutup
dengan terpal plastik. Teknik ini
dapat
mempersingkat
waktu
pengomposan hingga 3-5 minggu.
(Isro’i, tanpa tahun)
Gambar 7.23 Pengomposan dengan Teknik Aerated Static Pile (Isro’i, tanpa tahun)
Aerated Compost Bins (Gambar
7.23)
Pengomposan dilakukan di dalam
bak-bak yang di bawahnya diberi
aerasi. Aerasi juga dilakakukan
dengan menggunakan blower/pompa
udara. Seringkali ditambahkan pula
cacing (vermi kompos). Lama
pengomposan kurang lebih 2 – 3
minggu dan kompos akan matang
dalam waktu 2 bulan.
Gambar 7.24 Pengomposan dengan Teknik Aerated Compost Bins (Isro’i, tanpa tahun)
Limbah
296
Pengomposan dengan teknologi
tinggi menggunakan peralatan
yang
dibuat
khusus
untuk
mempercepat
proses
pengomposan. Terdapat panelpanel untuk mengatur kondisi
pengom-posan dan lebih banyak
dilaku-kan
secara
mekanis.
Contoh-contoh
pengomposan
dengan teknologi tinggi antara lain:
Rotary Drum Composters
(Gambar 7.25)
Pengomposan dilakukan di dalam
drum berputar yang diran-cang
khusus
untuk
proses
pengomposan.
Bahan-bahan
mentah dihaluskan dan dicam-pur
pada saat dimasukkan ke dalam
drum. Drum akan berputar untuk
mengaduk dan memberi aearasi
pada kompos.
Gambar 7.25 Pengomposan dengan Teknik Rotary Drum Composters
(Isro’i, tanpa tahun)
Box/Tunnel Composting System
(Gambar 26)
Pengomposan dilakukan dalam
kotak-kotak/bak
skala
besar.
Bahan-bahan mentah akan dihaluskan dan dicampur secara
mekanik.
Tahap-tahap
pengomposan berjalan di dalam
beberapa
bak/kotak
sebelum
akhirnya menjadi produk kompos
yang telah matang. Sebagian
dikontrol dengan menggunakan
komputer.
Bak
pengomposan
dibagi menjadi
dua zona, zona
pertama untuk bahan yang masih
mentah dan selanjutnya diaduk
secara mekanik dan diberi aerasi.
Kompos akan masuk ke bak zona
ke dua dan proses pematangan
kompos dilanjutkan.
Limbah
297
Gambar 7.26 Pengomposan dengan Teknik Box/Tunnel Composting System
(Isro’i, tanpa tahun)
Gambar 7.27 Skema Pengomposan di dalam Box/Tunnel Composting System
(Isro’i, tanpa tahun)
Gambar 7.28 Mechanical Compost Bins dan Pengoperasiannya (Isro’i, tanpa tahun)
Mechanical
Compost
(Gambar 7.28)
Bins
Limbah
Sebuah drum khusus yang dibuat
untuk pengomposan limbah rumah
tangga. Mikroba-mikroba yang
terdapat di dalam kompos diakui
memiliki manfaat yang sangat baik
bagi tanah maupun tanaman.
Namun, mikroba ini tersedia dalam
jumlah yang relatif sedikit dan tidak
seragam. Mikroba-mikroba yang
bermanfaat bagi tanaman dapat
ditambahkan dari luar untuk
memperkaya dan meningkatkan
kualitas kompos. Mikroba yang
sering dimanfaatkan adalah:
ƒ mikroba penambat nitrogen :
Azotobacter sp, Azosprilium sp,
Rhizobium sp, dll
ƒ mikroba pelarut P dan K :
Aspergillus sp, Aeromonas sp.
agensia hayati :
ƒ mikroba
Metharhizium sp, Trichoderma sp,
ƒ mikroba perangsang pertumbuhan
tanaman : Trichoderma sp,
Pseudomonas sp, Azosprilium sp.
Pengaruh
kompos
terhadap
kualitas pertumbuhan tanaman
dapat dilihat pada Gambar 7.29
dan 7.30 berikut.
298
tanpa mikroba; P, DT 38, MPF =
kompos diperkaya dengan mikroba)
Gambar 7.30 Pengaruh pemberian Kompos
Diperkaya Mikroba pada
Tanaman Jagung (Isro’i,
tanpa tahun)
(K = kontrol; S = Standar; P =
kompos; PM = kompos diperkaya
mikroba)
Adapun kualitas kompos yang
dihasilkan
harus
memenuhi
standar nasional yaitu SNI 197030-2004 (Tabel 7.5).
Gambar 7.29 Pengaruh
Pemberian
Kompos Diperkaya Mikroba
pada Tanaman Tebu
(K = kontrol tanpa pemupukan; S =
pemupukan standard; P = kompos
Tabel 7.5 Standar Kualitas Kompos (SNI 19-7030-2004)
Limbah
No Parameter
1. Kadar Air
2
Temperatur
3
Warna
4
Bau
5
Ukuran partikel
6
Kemampuan ikat air
7
pH
8
Bahan asing
Unsur makro
9
Bahan organik
10 Nitrogen
11 Karbon
12 Phosfor (P2O5)
13 C/N-rasio
14 Kalium (K2O)
Unsur mikro
15 Arsen
16 Kadmium (Cd)
17 Kobal (Co)
18 Kromium (Cr)
19 Tembaga (Cu)
20 Merkuri (Hg)
21 Nikel (Ni)
22 Timbal (Pb)
23 Selenium (Se)
24 Seng (Zn)
Unsur lain
25 Kalsium
26 Magnesium (Mg
27 Besi (Fe)
28 Aluminium (Al)
29 Mangan (Mn)
Bakteri
30 Fecal Coli
31 Salmonella sp.
299
Satuan
Minimum
Maksimum
%
C
-
mm
%
6,80
%
0,55
58
7,49
*
50
suhu air tanah
kehitaman
berbau tanah
25
-
%
%
%
%
10
%
27
0,40
9,80
0.1
20
0,20
*
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
13
3
34
210
100
0,8
62
150
2
500
%
%
%
%
%
*
*
*
*
*
25.5
0.6
2
2.2
0.1
o
MPN/gr
MPN/4 gr
1,5
58
32
-
1000
3
Keterangan : * Nilainya lebih besar dari minimum atau lebih kecil dari maksimum
Limbah
7.7. Limbah Bahan
Berbahaya dan
Beracun (B3)
Definisi limbah B3 dijelaskan dalam
PP No. 18/1999 jo. PP No. 85/1999
tentang Pengelolaan Limbah B3.
Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun (B3) adalah sisa suatu
usaha dan/atau kegiatan yang
mengandung bahan berbahaya
dan/atau beracun yang karena sifat
dan/atau konsentrasinya dan/atau
jumlahnya, baik secara langsung
maupun tidak langsung dapat
mencemarkan dan/atau merusak
lingkungan hidup, dan/atau dapat
membahayakan lingkungan hidup,
kesehatan, kelangsungan hidup
manusia serta makhluk hidup lain.
Karakteristik limbah B3 yaitu mudah
meledak, mudah terbakar, reaktif,
beracun, bersifat korosif, dan dapat
menyebabkan infeksi pada manusia
atau mahluk lainnya. Untuk menentukan
pengaruh suatu limbah bersifat akut
dan/atau kronik bagi manusia/mahluk
hidup dapat dilakukan uji toksisitas
dengan
menggunakan
hewan
percobaan seperti tikus.
Ada 11 peraturan perundangundangan yang mengatur tentang
pengelola an limbah B3 antara lain:
1. UU RI No. 23 Tahun 1997 tentang
“Pengelolaan Lingkungan Hidup”
2. PP RI No. 18/1999 jo. PP No.
85/1999 tentang Pengelolaan
Limbah B3 sebagai revisi dari
PP RI No.19/1994 jo. PP N0.
12/1995 tentang Pengelolaan
Limbah B3.
300
3. Kepdal 01/BAPEDAL/09/1995
tentang
”Tata
Cara
dan
Persyaratan
Teknis
Penyimpanan
dan
Pengumpulan Limbah B3”
4. Kepdal 02/BAPEDAL/09/1995
tentang ” Dokumen Limbah B3”
5. Kepdal 03/BAPEDAL/09/1995
tentang ” Persyaratan Teknis
Pengolahan Limbah B3”
6. Kepdal 04/BAPEDAL/09/1995
tentang
”Tata
Cara
Penimbunan Hasil Pengolahan,
Persyaratan
Lokasi
Bekas
Pengolahan
dan
Lokasi
Penimbunan Lim-bah B3”
7. Kepdal 05/BAPEDAL/09/1995
tentang ” Simbol dan Label”
8. Kepdal 68/BAPEDAL/05/1994
tentang
”Tata
Cara
Memperoleh Izin Pengelolaan
Limbah B3”
9. Kepdal 02/BAPEDAL/01/1998
tentang
”Tata
Laksana
Pengawasan
Pengelolaan
Limbah B3”
10. Kepdal 03/BAPEDAL/01/1998
tentang ” Program Kendali B3”
11. Kepdal 255/BAPEDAL/08/1996
tentang ”Tata Cara Persyaratan
Penyimpanan
dan
Pengumpulan Minyak pelumas
Bekas”
Jenis limbah B3 meliputi:
1. Limbah B3 dari sumber tidak
spesifik; adalah limbah B3 yang
berasal bukan dari proses
utamanya tetapi berasal dari
kegiatan pemeliharaan alat,
pencucian, pelarutan kerak,
pengemasan,dll.
2. Limbah
B3
dari
sumber
spesifik; adalah limbah B3 sisa
proses suatu industri atau
kegiatan tertentu.
Limbah
3. Limbah B3 dari bahan kimia
kadaluwarsa, tumpahan, sisa
kemasan, dan buangan produk
yang
tidak
memenuhi
spesifikasi.
Suatu industri yang menghasil
limbah B3 wajib membuat dan
menyimpan catatan mengenai :
1. jenis, karakteristik, jumlah, dan
waktu dihasilkannya limbah B3.
2. Jenis, karakteristik, jumlah, dan
waktu penyerahan limbah B3
3. Nama pengangkut limbah B3
yang melaksanakan pengiriman
kepada
pengumpul
atau
pengolah limbah B3.
Penghasil
limbah
B3
wajib
menyampaikan catatan tersebut
sekurang-kurangnya sekali dalam
6 bulan kepada Kepala Bapedal
dengan
tembusan
kepada
Pimpinan Instansi Pembina dan
Gubernur Kepala Daerah Tingkat I.
Pengha-sil,
pemanfaat,
pengangkut dan pengolah limbah
B3 bertanggung jawab atas
penanggulangan kecelakaan dan
pencemaran lingkungan akibat
lepas atau tumpahnya limbah B3
yang menjadi tanggung jawabnya.
Di samping itu juga wajib segera
menanggulangi pencemaran atau
keruskan
lingkungan
akibat
kegiatannya.
Apabila penghasil, pemanfaat,
pengumpul,
pengangkut,
dan
pengolah
limbah
B3
tidak
melakukan
penanggulangan
sebagaimana
mestinya
maka
Bapedal atau pihak ketiga atas
permintaan
Bapedal
dapat
melakukan
penanggulangan
dengan biaya yang dibebankan
301
kepada penghasil, pengumpul,
dan/atau pengolah limbah B3 yang
bersangkutan.
Tata cara dan persyaratan teknis
penyimpanan dan pengumpulan
limbah B3 diatur berdasarkan
Keputusan
Kepala
Badan
Pengendalian Dampak Lingkungan
Nomor: Kep-01/Bapedal/09/1995
yang meliputi.
1. Persyaratan pra pengemasan
a. Setiap penghasil/pengumpul
limbah B3 harus dengan pasti
mengetahui karkteristik limbah
B3 yang dikumpulkannya.
Bila ada keraguan dengan
karakteristik limbah B3 yang
dihasilkan/
dikumpulkan,
maka limbah B3 tersebut
harus diuji karakterristik di
laboratorium yang telah
mendapat
persetujuan
Bapedal dengan prosedur
dan metode yang ditetapkan
Bapedal.
b. Bentuk kemasan dan bahan
kemasan dipilih berdasrkan
kecocokannya terhadap jenis
dan karakteristik limbah
yang akan dikemasnya.
2. Persyaratan umum kemasan
a. Kemasan untuk limbah B3
harus dalam kondisi baik,
tidak rusak dan bebas dari
pengkaratan dan kebocoran
b. Bentuk, ukuran, dan bahan
kemasan
limbah
B3
disesuaikan dengan karakteristik limbah B3 yang akan
dikemas
dengan
mempertimbangkan
keamanan dan kemudahan
dalam penanganan.
Limbah
302
c. Kemasan dapat terbuat dari
bahan plastik/PVC atau
bahan logam (teflon, baja
karbon)
dengan
syarat
bahan
kemasan
yang
dipergunakan tersebut tidak
bereaksi dengan limbah B3
yang disimpannya.
e. Kemasan wajib dilakukan
pemeriksaan oleh penanggung
jawab pengelolaan limbah
B3 untuk memastikan tidak
terjdi
kerusakan
atau
kebocoran pada kemsan
akibat korosi atau faktor
lainnya.
3. Prinsip pengemasan limbah B3
a. Limbah B3 yang tidak saling
cocok tidak boleh disimpan
dalam satu kemasan yang
disebut
Incompatible
Chemical, contoh : Asam
asetat tidak boleh dicampur
dengan asam Nitrat, asam
Kromat, Peroksida sebab
bisa terjadi asap beracun.
b. Untuk mencegah resiko
timbulnya bahaya selama
penyimpanan, maka jumlah
pengisian limbah dalam
kemasan
harus
mempertimbangkan
kemungkinan
terjadinya
pengembangan
volume
limbah, pembentukan gas
atau terjadinya kenaikan
tekanan
c. Jika kemasan yang berisi
limbah B3 sudah dalam
kondisi yang tidak layak
atau jika mulai bocor, maka
limbah B3 tersebut harus
dipindahkan
kedalam
kemasan
lain
yang
memenuhi syarat.
d. Kemasan yang telah berisi
limbah B3 harus diberi
penandaan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku dan
disimpan dengan ketentuan
dan
tata
cara
bagi
penyimpanan limbah B3
4. Tata cara pengemasan limbah
B3
Persyaratan
pengemasan
limbah B3
a. Kemasan (drum, tong atau
bak
kontainer
yang
digunakan harus :
ƒ dalam kondisi baik, tidak
bocor, berkarat atau rusak
ƒ terbuat dari bahan yang
cocok
dengan
karakteristik limbah B3
yang akan disimpan
ƒ mampu mengamankan
limbah
B3
yang
disimpan didalamnya
ƒ memiliki penutup yang
kuat untuk mencegah
tumpahansaat dilakukan
pemindahan
atau
pengangkutan
b. Kemasan yang digunakan
untuk pengemasan limbah
dapat berupa drum /tong
dengan volume 50 liter, 100
liter atau 200 liter atau
dapat pula berupa bak
kontainer
berpenutup
dengan kapasitas 2m3, 4m3
atau 8m3
c. Limbah B3 yang disimpan
dalam satu kemasan adalah
limbah yang sama, atau
dapat
pula
disimpan
bersama-sama
dengan
limbah lain yang memiliki
karakyeristik yang sama.
Limbah
d. Pengisian limbah B3 dalam
satu
kemasan
harus
mempertimbangkan
karakteristik
dan
jenis
limbah, pengaruh pemuaian
limbah, pembentukan gas
dan
kenaikan
tekanan
selama penyimpanan.
ƒ untuk limbah B3 cair
harus mempertimbangkan
ruangan
untuk
pengembangan volume
dan pembentukan gas.
ƒ untuk limbah B3 yang
bereaksi sendiri sebaiknya
tidak menyisakan ruang
kosong dalam kemasan
ƒ untuk limbah B3 yang
mudah meledak kemasan
dirancang tahan akan
kenaikan tekanan dari
dalam dan dari luar kemasan.
e. Kemasan yang telah terisi
penuh dengan limbah B3 harus:
ƒ ditandai dengan simbol
dan label yang sesuai
dengan
ketentuan
mengenai
penandaan
kemasan limbah B3
ƒ selalu dalam keadaan
tertutup rapat dan hanya
dapat dibuka jika akan
dilakukan penambahan
atau
pengambilan
limbah dari dalamnya
ƒ disimpan ditempat yang
memenuhi persyaratan
untuk
penyimpanan
limbah
B3
serta
mematuhi
tata
cara
penyimpanannya
f. Terhadap drum/tong atau
bak kontainer yang telah
terisi limbah B3 dan disimpan
ditempat penyimpanan harus
dilakukan
pemeriksaan
303
kondisi kemasan sekurangkurangnya 1 (satu) minggu
satu kali.
g. Kemasan bekas mengemas
limbah B3 dapat digunakan
kembali untuk mengemas
limbah B3 dengan karakteristik :
ƒ sama dengan limbah B3
sebelumnya
ƒ saling cocok dengan
limbah B3 yang dikemas
sebelumnya. Jika akan
digunakan untuk mengemas
limbah B3 yang tidak
saling
cocok,
maka
kemasan tersebut harus
dicuci bersih terlebih
dulu sebelum digunakan.
h. Kemasan yang telah rusak
(bocor atau berkarat) dan
kemasan
yang
tidak
digunakan kembali sebagai
kemasan limbah B3 harus
diperlakukan
sebagai
limbah B3.
5. Tata cara penyimpanan limbah
B3
a. Penyimpanan
dengan
kemasan
harus
dibuat
dengan sisitem blok.Setiap
blok terdiri dari 2 x 2
kemasan, sehingga dapat
dilakukan
pemeriksaan
menyeluruh terhadap setiap
kemasan
sehingga
jika
terjadi kerusakan dapat
segera ditangani
b. Lebar gang antar blok harus
memenuhi persyaratan yaitu
untuk
lewat
manusia
minimal 60 cm dan untuk
lalu
lintas
kendaraan
(forklift) disesuaikan dengan
kelayakan pengoperasiannya.
Limbah
c. Penumpukan kemasan limbah
B3 harus mempertimbangkan
kestabilan
tumpukan
kemasan. Jika kemasan
berupa drum logam (isi 200
liter),
maka
tumpukan
maksimal adalah 3 lapis
dengan tiap lapis dialasi
palet
(setiap
palet
mengalasi 4 drum).Jika
tumpukan lebih dari 3 lapis
atau kemasan terbuat dari
plastik
maka
harus
dipergunakan rak.
d. Kemasan-kemasan
berisi
limbah B3 yang tidak saling
cocok
harus
disimpan
secara terpisah, tidak dalam
satu blok, dan tidak dalam
bagian penyimpanan yang
sama.
Penempatan
kemasan harus dengan
syarat bahwa tidak ada
kemungkinan bagi limbahlimbah yang tersebut jika
terguling/
tumpah
akan
tercampur masuk kedalam
bak penampungan bagian
yang lain.
e. Mengingat
kemungkinan
resiko/bahaya yang dapat
terjadi akibat kesalahan
dalam penanganan limbah
B3, maka diharapkan setiap
karyawan
yang
berhubungan
langsung/
tidak
dengan
masalah
limbah
B3
ini
dapat
melaksanakan
sistem
manajemen
tentang
penanganan limbah B3
dengan sebaik-baiknya.
f. Hal ini sesuai dengan
peraturan
perundangundangan yang berlaku
yaitu :
304
ƒ
ƒ
ƒ
PP Nomor 19 Tahun 1994
tentang
Pengelolaan
Limbah B3
PP Nomor 12 Tahun
1995 tentang Perubahan
PP No.19 Tahun 1994
KEPKA BAPEDAL No.
68/BAPEDAL/05/1994
Rangkuman
Limbah adalah buangan yang
dihasilkan dari suatu proses
produksi baik industri maupun
domestik (rumah tangga), yang
kehadirannya pada suatu saat dan
tempat tertentu tidak dikehendaki
lingkungan karena tidak memiliki
nilai ekonomis.
Limbah pertanian adalah hasil
sampingan dari aktivitas pertanian
yang biasanya kurang bernilai
ekonomis bahkan tidak laku dijual.
Limbah tanaman pangan dan
perkebunan memiliki peran yang
cukup penting dan berpotensi
dalam penyediaan pakan hijauan
bagi ternak.
Proses pengolahan limbah menjadi
pakan ternak dapat dilakukan
secara kering (tanpa fermentasi)
maupun
dengan
fermentasi.
Kotoran ternak dapat dimanfaatkan
sebagai bahan baku pembuatan
kompos yang dapat digunakan
sebagai
pupuk
tanaman.
Pengolahan kotoran sapi menjadi
kompos bisa dilakukan oleh
peternak secara individu karena
caranya sederhana, mudah diikuti
dan bahannya tersedia di sekitar
peternak sendiri.
Limbah
Pengetahuan tentang sifat-sifat
limbah sangat penting dalam
pengembangan
suatu
sistem
pengelolaan limbah yang layak.
Pengelolaan
limbah
industri
pangan (cair, padat dan gas)
diperlukan untuk meningkatkan
pencapaian tujuan pengelolaan
limbah (pemenuhan peraturan
pemerintah),
serta
untuk
meningkatkan efisiensi pemakain
sumber daya.
Pencemaran air adalah suatu
perubahan keadaan di suatu
tempat penampungan air seperti
danau, sungai, lautan dan air tanah
akibat aktivitas manusia yang
mengganggu kebersihan dan atau
keamanan lingkungan. Limbah cair
biasanya dihasilkan oleh industri.
Secara umum penanganan limbah
cair dapat dilakukan dengan metode
perlakuan secara fisik, perlakuan
secara kimia dan perlakuan secara
biologi. Pengolahan limbah cair
dapat dilakukan dengan sistem
kolam atau sering disebut juga
sebagai kolam oksidasi dan sistem
Lumpur aktif.
Bahan limbah yang lain adalah
limbah
B3.
Limbah
Bahan
Berbahaya dan Beracun (B3)
adalah sisa suatu usaha dan/atau
kegiatan yang mengandung bahan
berbahaya dan/atau beracun yang
karena
sifat
dan/atau
konsentrasinya
dan/atau
jumlahnya, baik secara langsung
maupun tidak langsung dapat
mencemarkan dan/atau merusak
lingkungan hidup, dan/atau dapat
membahayakan lingkungan hidup,
kesehatan, kelangsungan hidup
manusia serta makhluk hidup lain.
305
Soal Latihan
1. Apakah limbah itu?
2. Apakah pencemaran air itu?
3. Pada dasarnya pengolahan
limbah
dapat
dibedakan
menjadi apa saja?
4. Sebutkan indikasi terjadinya
pencemaran air?
5. Apakah aspek ekonomi dari
pembuatan kompos?
6. Strategi apa yang dapat
dilakukan untuk mempercepat
proses pengomposan?
7. Mikroba apa saja yang sering
dimanfaatkan
untuk
meningkatkan
kualitas
kompos?
8. Apakah definisi limbah bahan
beracu dan berbahaya?
Kimia Pangan
306
VIII. KIMIA PANGAN
8.1. Karbohidrat
Karbohidrat merupakan kelompok
nutrien penting di dalam menu/diet
dan berfungsi sebagai sumber
energi. Karbohidrat mengandung
6 CO2
+
6 H2O
Klorofil
Sinar matahari
Karbon dioksida
Air
(berasal dari udara) (berasal dari tanah)
Karbón dioksida
dari udara
bereaksi dengan air yang ada di
dalam tanah. Oleh klorofil yang
terkandung dalam
daun dan
dengan bantuan sinar matahari
sebagai energi surya, maka akan
terbentuk glukosa sebagai salah
satu anggota kelompok karbohidrat
dan air.
Klorofil merupakan pigmen atau
zat hijau daun yang berperan
sangat penting dalam menyerap
energi dari sinar matahari sehingga
tanaman
mampu
membentuk
karbohidrat dari karbón dioksida
dan air.
Karbohidrat
dibagi menjadi 3
kelompok utama didasarkan atas
ukuran dari molekulnya, yaitu
monosakarida, disakarida, dan
polisakarida. Monosakarida dan
disakarida sering dikenal juga
dengan sebutan gula (sugar).
Sedangkan polisakarida dikenal
sebagai non gula (non-sugars),
misalnya pati. Pengelompokan
unsur-unsur karbon (C), hidrogen
(H), dan oksigen (O). Karbohidrat
diproduksi di dalam tanaman
melalui proses fotosintesis. Proses
tersebut dapat digambarkan dalam
persamaan reaksi sebagai berikut :
C6H12O6
+
glukosa
6 O2
oksigen
atau
pembagian
karbohidrat
berdasarkan ukuran molekulnya
diklasifikasikan sebagai berikut :
monosakarida,
oligosakarida,
polisakarida. Monosakarida terdiri
atas 1 unit glukosa. Oligosakarida
merupakan kelompok karbohidrat
yang terdiri atas 2-10 unit
monosakarida,
sedangkan
polisakarida terdiri atas banyak
(lebih dari 10) unit monosakarida.
8.1.1. Monosakarida
Gula
monosakarida
biasanya
ditemukan di dalam bahan pangan,
mengandung 6 atom karbon, dan
secara umum memiliki formula
C6H12O6.
Tiga
anggota
monosakarida terpenting adalah :
Glukosa (juga dikenal sebagai
dekstrosa)
Struktur dari molekul glukosa dapat
dilihat pada gambar 8.1.
Kimia Pangan
307
Fruktosa (juga dikenal sebagai
levulosa)
Gambar 8.1 Struktur glukosa
Gambar
tersebut
merupakan
representasi dari atom karbon.
Kandungan glukosa di dalam
buah-buahan
dan
sayuran
bervariasi. Jumlah glukosa yang
cukup besar terdapat pada buahbuahan seperti anggur, sedangkan
pada
sayuran
ditemukan
kandungan glukosa yang lebih
rendah , seperti pada buncis muda
dan
wortel.
Glukosa
juga
ditemukan di dalam darah binatang.
Sirup glukosa atau dikenal sebagai
glukosa komersial tidak hanya
mengandung glukosa murni, tetapi
merupakan campuran glukosa,
karbohidrat lain dan air.
C6H12O6
Monosakarida
+
Secara kimia hampir sama dengan
glukosa,
hanya
saja
letak
(susunan) dari atom-atom di dalam
molekulnya
sedikit
berbeda.
Fruktosa ditemukan
bersamasama glukosa di beberapa buahbuahan dan madu.
Galaktosa
Monosakarida jenis ini secara
kimia juga hampir sama dengan
glukosa, Senyawa ini tidak eksis di
dalam makanan, tetapi diproduksi
laktosa suatu disakarida dipecah
selama pencernaan.
8.1.2. Disakarida
Gula jenis ini secara umum
mempunyai formula C12H22O11.
Senyawa ini dibentuk ketika dua
molekul monosakarida bergabung
dengan melepaskan satu molekul
air.
C6H12O6 → C12H22O11
Monosakarida
Reaksi di atas merupakan salah
satu contoh reaksi kondensasi,
suatu reaksi
yang merupakan
gabungan dua molekul kecil untuk
membentuk satu molekul yang
lebih besar dengan melepaskan
satu molekul kecil biasanya air dari
kedua senyawa tersebut. Jenisjenis disakarida yang penting
antara lain sukrosa, laktosa, dan
maltosa
Disakarida
+
H2O
air
Sukrosa
Sukrosa dikenal secara umum
sebagai gula rumah tangga dan
diproduksi di dalam tanaman
melalui kondensasi glukosa dan
fruktosa. Struktur molekul sukrosa
tersaji pada gambar 8.2.
Kimia Pangan
308
Laktosa
Gula jenis ini dibentuk dari
kondensasi glukosa dan galaktosa.
Disakarida
jenis ini hanya
ditemukan
pada susu (milk),
sebagai sumber karbohidrat.
Maltosa
Gambar 8.2. Struktur sukrosa
Sukrosa ditemukan di beberapa
jenis buah-buahan dan sayuran,
Gula
tebu
dan
gula
bit
mengandung senyawa ini dalam
jumlah yang relatif cukup banyak.
Gula tebu dan bit, diperoleh
melalui proses ekstraksi gula
secara komersial.
Glukosa +
Glukosa +
Glukosa +
Maltosa dibentuk dari kondensasi
dua molekul glukosa. Selama
germinasi atau perkecambahan
barley, pati yang terkandung
dipecah menjadi maltosa. Malt
merupakan
suatu
kandungan
penting
di
dalam
proses
pembuatan bir.
Jika digambarkan secara ringkas
maka pembentukan disakarida
adalah sebagai berikut :
fruktosa → Sukrosa +
Galaktosa → Laktosa +
Glukosa → Maltosa +
8.1.2.1. Karakteristik Gula
Kenampakan dan Kelarutan
Semua gula berwarna putih,
mengandung kristal yang larut
dalam air.
Air
Air
Air
Tabel 8.1 Tingkat
kemanisan
relatif dari beberapa gula
Gula
Tingkat
kemanisan
relatif
Fruktosa
170
Kemanisan
Gula invert (campuran
glukosa&fruktosa)
130
Semua gula berasa manis, hanya
saja mempunyai tingkat kemanisan
yang
berbeda-beda.
Tingkat
kemanisan yang berbeda dari gula
apabila
dibandingkan
menggunakan kemanisan sukrosa
dengan skala poin 100. Tabel 8.1.,
menunjukkan tingkat kemanisan
relatif dari beberapa jenis gula.
Sukrosa
100
Glukosa
75
Maltosa
30
Galaktosa
30
Laktosa
15
Sumber : Gaman et al, 1990
Kimia Pangan
309
kombinasi
air,
memproduksi
molekul-molekul yang lebih kecil.
Hidrolisis
Disakarida jika terhidrolisis akan
membentuk
monosakarida.
Hidrolisis merupakan pemecahan
kimia suatu molekul dengan
AB
+
Molekul
lebih besar
H2O
→
H2O
→
Air
Air
Air
→
→
→
Air
Contoh :
C12H22O11 +
1 molekul
Disakarida
Sukrosa
Laktosa
Maltosa
Proses ini dapat digambarkan
melalui
persamaan
sebagai
berikut:
+
+
+
AOH
molekul
lebih kecil
air
+
BH
molekul
lebih kecil
2C6H12O6
2 molekul
monosakarida
Inversi sukrosa
Hidrolisis sukrosa juga dikenal
sebagai inversi sukrosa dan
produk yang dihasilkan berupa
campuran glukosa dan fruktosa
yang dikenal sebagai “gula invert”.
Proses inversi dapat terjadi dengan
memanaskan sukrosa dengan
asam atau penambahan enzim
invertase.
Gula invert biasanya digunakan
pada produksi jam, pemanispemanis
yang
diproses
menggunakan uap, dan beberapa
jenis kembang gula. Sejumlah kecil
gula invert ditambahkan pada
larutan sukrosa panas yang akan
membantu mengurangi kristalisasi
ketika larutan dingin.
Efek pemberian panas
Ketika gula dipanaskan maka akan
mengalami karamelisasi. Meskipun
Glukosa + fruktosa
Glukosa +Galaktosa
Glukosa + Glukosa
karamelisasi paling sering terjadi,
ketika tidak ada penambahan air,
larutan
gula
(sirup)
akan
membentuk
karamel jika diberi
perlakuan panas cukup. Karamel
berasa manis, berwarna coklat dan
merupakan campuran menyerupai
komponen karbohidrat.
Sifat mereduksi
Semua
monosakarida
dan
disakarida yang telah dipelajari
sebelumnya kecuali sukrosa, dapat
berperan
sebagai
senyawa
pereduksi (reducing agent) dan
oleh karenanya dikenal sebagai
gula pereduksi. Kemampuan gulagula ini untuk mereduksi agenagen yang mengalami oksidasi
membentuk beberapa uji dasar
untuk glukosa dan gula-gula
pereduksi lainnya. Sebagai contoh,
gula-gula
ini
mereduksi
ion
tembaga (II) dari larutan Fehling
membentuk ion tembaga (I) pada
Kimia Pangan
310
proses pemanasan. Reaksi ini
menghasilkan endapan berwarna
orange. Sukrosa tidak tergolong
sebagai gula pereduksi dan oleh
karenanya tidak mereduksi larutan
Fehling.
8.1.3. Polisakarida
Pati
Pati merupakan komponen utama
pangan yang dihasilkan oleh
tanaman.
Pati
merupakan
campuran dua jenis polisakarida
yang berbeda yaitu:
ƒ
Polisakarida merupakan senyawa
hasil kondensasi polimer dari
monosakarida dan terbuat dari
beberapa molekul monosakarida
yang bergabung bersama, dengan
melepaskan satu molekul air.
Senyawa
ini
secara
umum
mempunyai formula (C6H10O5)n, (n
menunjukkan jumlah yang banyak).
Jenis-jenis
yang
tergolong
kelompok polisakarida
adalah
sebagai berikut.
ƒ
Amilosa
Molekul amilosa terdiri atas 50
sampai 500 unit glukosa yang
bergabung dalam rantai lurus.
Amilopektin
Molekul ini mengandung lebih
dari 100.000 unit glukosa yang
bergabung
dalam
struktur
dengan
rantai
bercabang.
Skema dari struktur kedua
senyawa
tersebut
dapat
digambarkan sebagai berikut.
amilosa (www.steve.gb.com)
amilopektin (www.chemsoc.org)
Gambar 8.3. Struktur molekul amilosa dan amilopektin.
Beberapa
tanaman,
termasuk
gandum, beras, jagung, dan
kentang, mengandung kira-kira
80% amilopektin dan 20% amilosa.
Percobaan
mikroskopik
memperlihatkan
bahwa
pati
beberapa sel tanaman terlihat
berupa
granula-granula
kecil.
Kimia Pangan
311
Lapisan terluar tiap-tiap granula
terdiri atas molekul-molekul pati
yang rapat berhimpitan pada air
dingin. Pati dari sumber-sumber
tanaman yang berbeda dicirikan
dengan bentuk granula dan
distribusi dari ukuran granula.
Granula-granula pati kentang dan
jagung terlihat pada gambar
berikut.
Granula pati jagung
Gambar 8.4.
Granula pati kentang
Tipe beberapa granula pati
Karakteristik Pati
ƒ
ƒ
ƒ
Kenampakan dan Kelarutan
Pati berwarna putih, tidak
membentuk kristal powder
yang tidak larut dalam air
dingin.
Kemanisan
Berbeda dengan monosakarida
dan disakarida, pati dan
polisakarida
lainnya
tidak
memiliki rasa manis.
(C6H10O5)n +
Pati
nH2O
Hidrolisis
Hidrolisis
pati
terjadi
disebabkan oleh pengaruh
asam atau suatu enzim. Jika
pati
dipanaskan
dengan
penambahan
asam
akan
terpecah sempurna menjadi
molekul-molekul yang lebih
kecil, menghasilkan produk
akhir glukosa.
→
Air
Pada kondisi tersebut terdapat
beberapa tahap reaksi. Sejumlah
besar
molekul-molekul
pati
pertama-tama
akan
terpecah
menjadi molekul- molekul yang
mempunyai rantai yang lebih
pendek terdiri dari unit-unit glukosa
yang dikenal
sebagai dekstrin.
Selanjutnya dekstrin akan terpecah
menjadi molekul yang mempunyai
rantai yang lebih pendek terdiri dari
unit-unit glukosa yang dikenal
nC6H12O6
Glukosa
sebagai
dekstrin.
Selanjutnya
dekstrin akan terpecah menjadi
maltosa (mengandung dua unit
glukosa) dan akhirnya maltosa
akan terpecah menjadi glukosa.
Rangkaian tahap reaksi tersebut
dapat
digambarkan
secara
skematis sebagai berikut.
Kimia Pangan
312
Pati → dekstrin → maltosa → glukosa
Hidrolisis pati dapat juga terjadi
oleh adanya pengaruh enzim.
Selama pencernaan, enzim amilase
memecah pati menjadi maltosa.
Amilase terdapat pada biji-bijian
yang sedang mengalami proses
germinasi, dan dikenal juga dengan
istilah diastase. Hal ini sangat
penting pada pembuatan roti dan bir
yang memproduksi gula (maltosa).
Pada proses ini enzim yang ada
pada yeast mampu memecah lebih
lanjut dan memproduksi karbon
dioksida dan alkohol.
Sirup glukosa komersial (glukosa
cair) diproduksi dengan cara
hidrolisis
pati
jagung
menggunakan asam hidroklorida
dan atau enzim amilase. Hidrolisis
tidak sempurna dan sirup yang
dihasilkan merupakan campuran
glukosa, maltosa dan unit-unit
glukosa dengan rantai yang lebih
panjang. Tingkat hidrolisis dari
sirup glukosa diukur dengan
ekuivalen dekstrosa (DE). Sirup
dengan DE tinggi mengandung
lebih banyak dekstrosa (glukosa)
dan oleh karena itu mempunyai
tingkat kemanisan yang tinggi.
ƒ
Efek oleh adanya panas
Dengan adanya perlakuan panas,
maka
pati
akan
mengalami
beberapa
kajadian
seperti
gelatinisasi dan dekstrinasi.
Gelatinisasi
Gelatinisasi melibatkan adanya air.
Jika suspensi pati dalam air
dipanaskan, air akan memenetrasi
ke dalam lapisan luar dari granulagranula pada permulaannya akan
terjadi pengembangan. Kondisi ini
terjadi pada temperatur meningkat
dari 60°C sampai 80°C. Granula
akan mengembang sampai volume
mencapai kira-kira lima (5) kali dari
volume semula. Ukuran granula
meningkat, campuran menjadi viskus
(kental). Pada suhu kira-kira 80°C
granula pati akan terpecah dan
mengandung air yang terdispersi
ke dalamnya. Molekul-molekul
dengan rantai lebih panjang mulai
terlepas ikatannya dan campuran
pati air menjadi lebih viskus,
menjadi lengket dan membentuk sol.
Pada proses pendinginan, jika
proporsi pati terhadap air cukup
besar,
molekul-molekul
pati
membentuk jaringan dengan air
secara tertutup dalam ikatannya
sehingga
memproduksi
gel.
Keseluruhan proses tersebut dikenal
sebagai
gelatinisasi pati dan
proses ini sangat penting di dalam
pengolahan. Sebagai contoh yang
memberi efek kental pada saus,
sup,
adalah
oleh
adanya
penambahan tepung atau tepung
jagung. Kondisi ini juga penting
dalam pembuatan roti.
Kekuatan gel pati dipengaruhi oleh
beberapa faktor meliputi :
Proporsi pati dan air.
ƒ
Semakin banyak pati, gel
semakin kuat
Proporsi amilosa dalam pati.
ƒ
Amilosa
membantu
pembentukan gel. Oleh karena
itu
pati-pati
yang
kadar
Kimia Pangan
ƒ
ƒ
amilosanya tinggi dibutuhkan
untuk kekuatan gel. Pati-pati
yang berkadar amilopektin tinggi
contohnya pada pati-pati lilin,
hanya terbentuk gel pada
konsentrasi yang tinggi.
Keberadaan gula.
Gula berkompetisi atau bersaing
dengan
pati
untuk
memperebutkan air, sehingga
keberadaan gula mengurangi
kekuatan gel.
Keberadaan asam.
Asam menghidrolisis pati dan
mengurangi kekuatan gel pada
pembentukan
pasta
yang
viskus. Contoh kasus ini terjadi
pada lemon untuk isi pay.
Meskipun gel dari pati yang
mengandung amilosa adalah yang
terbaik,
tetapi
kestabilannya
rendah dibandingkan dengan patipati yang mengandung amilopektin
tinggi. Molekul-molekul amilosa
mempunyai kecenderungan untuk
saling melepas dan gel yang
terbentuk
menjadi
opaq,
menyerupai busa. Perubahan ini
dikenal sebagai retrogradasi, dan
terjadi khususnya ketika bahan
makanan dibekukan dan kemudian
dicairkan (thawing). Pati-pati yang
mengandung amilopektin tinggi
misalnya pati jagung berlilin,
sebaiknya
digunakan
ketika
persiapan bahan makanan yang
akan diproses beku. Sebagai
alternatif, pati-pati yang merupakan
pati hasil modifikasi secara kimia
(chemically-modified
starches)
secara luas digunakan dalam
industri makanan beku, pati-pati
tersebut tidak mudah mengalami
retrogradasi.
313
Pati-pati
yang
mengalami
pregelatinisasi digunakan pada
beberapa industri makanan. Patipati ini dimasak dalam air
(gelatinisasi)
dan
kemudian
dikeringkan. Pati-pati ini digunakan
untuk campuran makanan penutup
mulut yang dimasak secara instan
(dessert instant).
Dekstrinasi
Dekstrinasi
melibatkan
panas
kering (dry heat). Beberapa
makanan yang mengandung pati,
juga mengandung sejumlah kecil
dekstrin. Pada proses pemanasan,
dekstrin mengalami polimerisasi
dan membentuk komponen yang
berwarna coklat yang dikenal
sebagai pirodekstrin. Piridoksin
berperan
pada
pembentukan
warna coklat pada beberapa
makanan yang dimasak misal
masakan yang dipanggang dan roti
kering (crust).
8.2. Protein
Istilah Protein berasal dari kata
“protos” (Yunani), berarti yang
paling utama”, adalah senyawa
organik
kompleks
berbobot
molekul tinggi yang merupakan
polimer dari monomer-monomer
asam amino yang dihubungkan
satu sama lain dengan ikatan
peptida. Molekul protein mengandung
karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen
dan kadang kala sulfur serta fosfor.
Protein berperan penting dalam
struktur dan fungsi semua sel
makhluk hidup dan virus.
Kimia Pangan
Kebanyakan protein merupakan
enzimatau subunit enzim. Jenis
protein lain berperan dalam fungsi
struktural atau mekanis, seperti
misalnya protein yang membentuk
batang dan sendi sitoskeleton.
Protein terlibat dalam sistem
kekebalan (imun) sebagai antibodi,
sistem kendali dalam bentuk
hormon,
sebagai
komponen
penyimpanan (dalam biji) dan juga
dalam transportasi hara. Sebagai
salah satu sumber gizi, protein
berperan sebagai sumber asam
amino bagi organisme yang tidak
mampu membentuk asam amino
tersebut (heterotrof).
Protein merupakan salah satu dari
biomolekul
raksasa,
selain
polisakarida, lipid, dan polinukleotida,
yang merupakan penyusun utama
makhluk hidup. Selain itu, protein
merupakan salah satu molekul yang
paling banyak diteliti dalam biokimia.
Protein ditemukan oleh Jöns Jakob
Berzelius pada tahun 1838.
Gambar 8.5. Jöns Jakob Berzelius
Sumbe: www. student.britannica.com
314
8.2.1. Struktur Protein
Bagaimana suatu protein dapat
memerankan
berbagai
fungsi
dalam sistem makhluk hidup?
Jawabnya adalah terletak pada
strukturnya. Struktur protein terdiri
atas empat macam struktur.
1. Struktur primer
Struktur ini terdiri atas asamasam amino yang dihubungkan
satu sama lain secara kovalen
melalui
ikatan
peptida.
Informasi yang menentukan
urutan asam amino suatu
protein
tersimpan
dalam
molekul DNA dalam bentuk
kode genetik. Sebelum kode
genetik
ini
diterjemahkan
menjadi asam-asam amino
yang
membangun
struktur
primer protein, mula-mula kode
ini disalin kedalam bentuk kode
lain yang berpadanan dengan
urutan kode genetik pada DNA,
yaitu dalam bentuk molekul
RNA. Urutan RNA inilah yang
kemudian
diterjemahkan
menjadi urutan asam amino
2. Struktur sekunder.
Pada struktur sekunder, protein
sudah mengalami interaksi
intermolekul, melalui rantai
samping asam amino. Ikatan
yang membentuk struktur ini,
didominasi oleh ikatan hidrogen
antar rantai samping yang
membentuk
pola
tertentu
bergantung
pada
orientasi
ikatan hidrogennya. Ada dua
jenis struktur sekunder, yaitu:
α-heliks dan β-sheet. β-sheet
itu sendiri ada yang paralel dan
Kimia Pangan
315
juga ada yang anti-paralel,
bergantung
pada
orientasi
kedua rantai polipeptida yang
membentuk struktur sekunder
tersebut.
3. Struktur tersier
Struktur ini terbentuk karena
struktur-struktur sekunder yang
dikemas
sedemikian
rupa
membentuk
struktur
tiga
dimensi. Struktur ruang ini
adalah struktur ketiga atau
struktur tersier. Disini interaksi
intra molekuler seperti ikatan
hidrogen, ikatan ion, van der
Waals, hidropobik dan lainnya
turut menentukan orientasi
struktur tiga dimensi dari
protein
4. Strukur kuartener
Banyak molekul protein yang
memiliki lebih dari satu struktur
tersier, dengan kata lain multi
subunit. Intraksi intermolekul
antar sub unit protein ini
membentuk struktur keempat/
kwaterner.
Setiap
subunit
protein
dapat
melakukan
komunikasi
dan
saling
mempengaruhi satu sama lain
melalui interaksi intermolekular.
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 8.6. Tipe Struktur Protein :
(a) Struktur protein primer,
(b) Struktur protein sekunder
(c) Struktur protein tersier
(d) Struktur protein kuartener
Sumber : www.acessexcellence.org
8.2.2. Sintesis Protein
Biosintesis protein alami sama
dengan ekspresi genetik. Kode
genetik
yang
dibawa
DNA
ditranskripsi menjadi RNA, yang
berperan sebagai cetakan bagi
translasi yang dilakukan ribosom.
Sampai tahap ini, protein masih
"mentah", hanya tersusun dari
asam
amino
proteinogenik.
Melalui mekanisme pascatranslasi,
terbentuklah protein yang memiliki
fungsi penuh secara biologi.
Kimia Pangan
316
(biasanya -NH2). Gugus karboksil
memberikan sifat asam dan gugus
amina memberikan sifat basa.
Asam amino terbagi kedalam asam
amino non esensial dan asam amino
esensial. Asam amino esensial
inilah yang harus diperoleh dari
makanan, karena tubuh tidak bisa
membuatnya sendiri. Istilah "asam
amino esensial" berlaku hanya
bagi
organisme
heterotrof.
Termasuk kelompok asam amino
esensial adalah isoleusin, leusin,
lisin, metionin, fenilalanin, treonin,
triptofan, dan valin. Histidin dan
arginin
disebut
"setengah
esensial" karena tubuh manusia
dewasa sehat mampu memenuhi
kebutuhannya.
Asam
amino
karnitin juga bersifat "setengah
esensial" dan sering diberikan
untuk kepentingan pengobatan.
Gambar 8.7. Sintesis Protein
Sumber : www.biocrawler.com
8.2.3. Komposisi Kimia dan
Klasifikasi
Protein dibuat dari satu atau lebih
ikatan asam amino.
Ikatan ini
disebut polypeptida sebab asam
amino berikatan bersama asam
amino yang disebut ikatan peptida.
Protein masuk ke dalam tubuh akan
dicerna dengan berbagai enzim
pencernaan untuk mendapatkan
hasil akhir asam amino. Asam
amino akan diserap ke dalam tubuh.
8.2.4. Asam Amino
Asam amino adalah senyawa organik
yang memiliki gugus fungsional
karboksil (-COOH) dan amina
Pada
awal
pembentukannya,
protein hanya tersusun atas 20
asam amino yang dikenal sebagai
asam amino dasar (proteinogenik).
Asam-asam amino inilah yang
disandi oleh DNA/RNA sebagai
kode genetik. Berikut adalah asam
amino
penyusun
protein),
dikelompokkan menurut sifat atau
struktur kimiawinya:
Kimia Pangan
317
Asam Amino Penyusun Protein
Sumber : www.matcmadison.edu
Kimia Pangan
318
8.2.5. Fungsi Protein
Membentuk beberapa komponen
penting seperti hormon, enzim dan
hemoglobin
Merangsang
pertumbuhan dan
penggantian
jaringan dan otot
sumber protein ialah daging, telur,
susu, ikan, beras, kacang, kedelai,
gandum, jagung, dan beberapa
buah-buahan.
Keseimbangan
kandungan air
Membentuk
antibodi
Memelihara
keseimbangan
badan
Sumber : http://www.sabah.edu
Protein sangat penting sebagai
sumber
asam
amino
yang
digunakan
untuk
membangun
struktur tubuh. Selain itu protein
juga bisa digunakan sebagai
sumber energi bila terjadi defisiensi
energi dari karbohidrat dan/atau
lemak. Apabila protein digunakan
sebagai sumber energi, akan
menghasilkan residu nitrogen yang
harus dikeluarkan dari tubuh.
Pada mamalia residu nitrogen
adalah urea, sedangkan pada
unggas disebut asam urat.
8.2.6. Sumber Protein
Kita memperoleh protein dari
makanan yang berasal dari hewan
atau tumbuhan. Protein yang
berasal dari hewan disebut protein
hewani, sedangkan protein yang
berasal dari tumbuhan disebut
protein nabati. Beberapa makanan
Gambar 8.8. Bahan Makanan Berprotein
Tinggi
Sumber:
www.thompsonhighereducation.com
Bahan makanan sebagai sumber
energi akan mengandung protein
atau asam amino yang tinggi,
tetapi tidak semua bahan makanan
yang mengandung protein dan
asam amino yang tinggi dapat
seluruhnya dimanfaatkan oleh
tubuh, tergantung dari kualitas
proteinnya.
Tabel 8.2. Perbandingan Kadar
Protein Beberapa Bahan Makanan
Bahan Makanan
Susu skim kering
Kedelai
Kacang hijau
Daging
Ikan segar
Telur ayam
Jagung
Beras
Tepung singkong
Protein (%
Berat)
36,00
35,00
22,00
19,00
17,00
13,00
9,20
6,80
1,10
Sumber : Daftar Komposisi Bahan
Makanan, Depkes 1979
Kimia Pangan
Protein yang berasal dari hewan
memiliki semua asam amino
esensial, hingga disebut protein
lengkap. Sedangkan sumber protein
nabati merupakan protein tidak
lengkap, senantiasa mempunyai
kekurangan satu atau lebih asam
amino esensial. Sebab itu cara
mengkonsumsinya
harus
dikombinasikan
agar
saling
melengkapi.
Perbedaan
kelengkapan itu mengakibatkan ia
hanya mampu memelihara jaringan
tubuh, sedangkan protein hewani
mampu memelihara jaringan tubuh
dan menjamin pertumbuhannya.
Agar asam aminonya layak disebut
sebagai protein lengkap, protein
nabati bisa dikomsumsi dengan
sesamanya. Misalnya padi-padian
(kaya dengan methionin) dengan
biji-bijian (kaya dengan lisin dan
triptofan). Dalam hal ini terdapat
pada nasi dengan tahu atau
perkedel jagung.
Protein hewani tetap penting bagi
tubuh dan tak dapat digantikan
seratus persen oleh protein nabati.
Jika dianggap terlalu mahal, cukup
mengkonsumsi
sehari
sekali,
misalnya ikan dan telur.
Kelebihan protein tidak baik,
karena
dapat
mengganggu
metabolisme protein yang berada
di hati. Ginjal pun akan terganggu
tugasnya,
karena
bertugas
membuang
hasil metabolisme
protein yang tidak terpakai.
Kekurangan protein akan membuat
mudah merasa lelah, tekanan darah
turun, dan daya tahan terhadap
infeksi menurun. Pada anak-anak,
319
selain mudah terserang penyakit
kwashiorkor (kekurangan protein),
juga pertumbuhan dan tingkat
kecerdasannya akan terganggu
Gambar 8.9. Penderita Kwasiorkor
Sumber : www.bio.ilstu.edu
Karena sistem imunitas tubuh
sangat
bergantung
pada
tersedianya protein yang cukup,
maka anak-anak yang mengalami
kurang protein mudah terserang
infeksi seperti diare, infeksi saluran
pernapasan, TBC, polio, dan lainlain.
Kurang energi protein (KEP) dapat
dikategorikan dalam tiga jenis yaitu
ringan, sedang, dan berat. Busung
lapar terjadi karena KEP berat atau
gizi
buruk.
Seorang
balita
dikatakan mengalami KEP berat
atau gizi buruk apabila berat badan
menurut umur kurang dari 60%
baku
median
WHO-NCHS
(Nutrition Child Health Statistic).
Atau berat badan menurut tinggi
badan kurang dari 70% baku
median WHO-NCHS.
Kimia Pangan
8.2.7. Pengaruh proses
pengolahan pangan
terhadap mutu protein
Proses Pengolahan Susu
Proses pengolahan susu cair
dengan teknik sterilisasi atau
pengolahan menjadi susu bubuk
sangat berpengaruh terhadap mutu
sensoris
dan
mutu
gizinya
terutama vitamin dan protein.
Terjadi kerusakan protein sebesar
30 persen pada pengolahan susu
cair
menjadi
susu
bubuk.
Sebaliknya pengolahan susu cair
segar menjadi susu UHT sangat
sedikit
pengaruhnya
terhadap
kerusakan protein.
Kerusakan protein pada pengolahan
susu dapat berupa terbentuknya
pigmen coklat (melanoidin) akibat
reaksi Mallard (Reaksi pencoklatan
non enzimatik yang terjadi antara
gula dan protein susu akibat proses
pemanasan yang berlangsung
dalam waktu yang cukup lama
seperti pada proses pembuatan
susu bubuk). Dimana reaksi
pencoklatan tersebut menyebabkan
menurunnya daya cerna protein.
Proses pemanasan susu dengan
suhu tinggi dalam waktu yang
cukup
lama
juga
dapat
menyebabkan
terjadinya
rasemisasi asam-asam amino yaitu
perubahan konfigurasi asam amino
dari bentuk L ke bentuk D. Tubuh
manusia umumnya hanya dapat
menggunakan asam amino dalam
bentuk L. Proses rasemisasi
sangat merugikan dari sudut
320
pandang ketersediaan biologis
asam-asam amino di dalam tubuh.
Reaksi pencoklatan (Maillard) dan
rasemisasi asam amino telah
berdampak kepada menurunnya
ketersedian
lisinpada
produkproduk olahan susu. Dimana
Penurunan ketersediaan lisin pada
susu UHT relatif kecil yaitu hanya
mencapai 0-2 persen, sedangkan
pada susu bubuk penurunannya
dapat mencapai 5-10 persen.
Tabel 8.3. Pengaruh Perlakuan
Panas Terhadap Kandungan Lisin
Susu Pasteuriasasi
Perlakuan panas
Susu
pasteuriasasi
UHT langsung
UHT tidak
Langsung
Sterilisasi dalam
polyethylene
Sterilisasi dalam
gelas (kaca)
Rata-rata
Kehilangan lisin *
1,8
3,8
5,7
8,9
11,3
Sumber : Saleh (2004)
* (mean osses (%) of available lysine)
Proses Pembekuan daging
Pada daging yang mengalami
pembekuan, kehilangan nutrien
daging
beku
terjadi
selama
penyegaran kembali, yaitu adanya
nutrien yang terlarut dalam air dan
hilang bersama cairan daging yang
keluar (eksudasi cairan) yang lazim
disebut drip. Jumlah nutrien yang
hilang dari daging beku bervariasi,
tergantung
pada
kondisi
pembekuan
dan
penyegaran
kembali.
Nutrien
(konstituen)
didalam cairan drip, antara lain
terdiri atas bermacam-macam
Kimia Pangan
garam, protein, peptida, asamasam amino, asam laktat, purin,
dan vitamin yang larut dalam air,
termasuk vitamin B kompleks.
Selama penyimpanan beku dapat
terjadi perubahan protein otot.
Jumlah
konstituen
yang
terkandung
didalam
drip
berhubungan
dengan
tingkat
kerusakan
sel
pada
saat
pembekuan dan penyimpanan
beku.
Dua
faktor
yang
mempengaruhi jumlah drip yaitu :
(1) besarnya cairan yang keluar
dari daging, dan (2) faktor yang
berhubungan dengan daya ikat air
oleh protein daging.
Kerusakan protein merupakan
fungsi dan waktu dan temperatur
pembekuan. Jadi jumlah drip
cenderung
meningkat
dengan
meningkatnya waktu penyimpanan.
Misalnya,
kerusakan
protein
miofibrilar
dan
sarkoplasmik
meningkat
pada
temperatur
pembekuan -40oC dengan semakin
lamanya penyimpanan.
Laju pembekuan dan ukuran kristal
es yang terbentuk ikut menentukan
jumlah drip. Pada laju pembekuan
yang sangat cepat, struktur daging
tidak
mengalami
perubahan.
Sedangkan pada laju pembekuan
yang lambat, kristal es mulai terjadi
diluar serabut otot (ekstraselular),
pembentukan
kristal
es
ekstraselular berlangsung terus,
sehingga cairan ekstraselular yang
tersisa dan belum membeku akan
meningkat kekuatan fisiknya dan
menarik air secara osmotik dari
321
bagian dalam sel otot yang sangat
dingin. Air ini membeku pada
kristal es yang sudah terbentuk
sebelumnya dan menyebabkan
kristal es membesar.
Kristal-kristal yang besar ini
menyebabkan
distorsi
dan
merusak
serabut
otot
serta
sarkolema. Kekuatan ionik cairan
ekstraselular yang tinggi, juga
menyebabkan denaturasi sejumlah
protein otot. Denaturasi protein
menyebabkan hilangnya daya ikat
protein daging, dan pada saat
penyegaran
kembali
terjadi
kegagalan serabut otot menyerap
kembali
semua
air
yang
menaglami translokasi atau keluar
pada proses pembekuan.
8.3. LEMAK DAN
MINYAK
Lemak dan minyak dikenal juga
sebagai lipid, seperti halnya
karbohidrat lipid juga mengandung
elemen-elemen karbon, hidrogen,
dan oksigen. Lipid merupakan
ester dari gliserol dan asam lemak.
Gliserol
merupakan
trihidrat
alkohol mempunyai 3 grup –OH.
Formula umum dari asam lemak
(asam alkanoat) adalah R.COOH
dimana R merupakan representasi
dari rantai hidrokarbon. Tiap-tiap
grup –OH dari gliserol bereaksi
dengan COOH dari asam lemak
membentuk molekul lemak atau
minyak. Contoh reaksi kondensasi
ini tersaji pada gambar 8.10.
Kimia Pangan
322
Gambar 8.10. Reaksi kondensasi pada lemak
Lemak dan minyak merupakan
campuran
trigliserida.
Satu
trigliserida terdiri dari satu molekul
gliserol bergabung dengan 3
molekul asam lemak, seperti
digambarkan pada persamaan di
atas. Digliserida terdiri dari gliserol
berkombinasi dengan 2 molekul
asam lemak, dan di dalam
monogliserida hanya satu molekul
asam lemak. Digliserida dan
monogliserida digunakan sebagai
emulsifier.
Tipe
paling
sederhana
dari
trigliserida adalah satu di dalam
semua 3 asam lemak yang sama.
Trigliserida biasanya mengandung
dua atau tiga asam lemak yang
berbeda dikenal sebagai campuran
trigliserida. Secara alami lemak
dan minyak merupakan campuran
dari campuran trigliserida dan oleh
karena itu mengandung satu asam
lemak yang berbeda. Di dalam
bahan pangan terdapat 40 asam
lemak yang berbeda.
Pada dasarnya ada dua tipe asam
lemak:
1. Asam lemak jenuh yang
mengandung rantai hidrokarbon
jenuh dengan hidrogen.
Gambar 8.11. Bagian
asam
lemak
dengan rantai hidrokarbon jenuh
hidrogen
2. Asam lemak tidak jenuh yang
mengandung rantai hidrokarbon
tidak jenuh hidrogen dan oleh
karenanya mempunyai satu
atau lebih ikatan ganda.
Asam lemak tidak jenuh dapat
berupa:
a. monounsaturated mengandung
satu ikatan ganda contoh :
asam oleat atau
b. polyunsaturated mengandung
lebih dari satu ikatan ganda
contoh : asam linoleat
Posisi atom-atom pada ikatan
ganda dapat bervariasi dan
bisa
asam
lemak
monounsaturated
maupun
polyunsaturated pada posisi:
a. asam lemak cis, dengan 2
atom hidrogen pada sisi
yang sama dari iaktan
ganda
Kimia Pangan
323
b. asam lemak trans, dengan
atom-atom hidrogen pada
posisi berlawanan secara
geometrik dari ikatan ganda.
Untuk memperjelas posisi asam
lemak cis dan trans dapat dibuat
skema sebagai berikut.
Beberapa informasi penting asam
lemak tersaji pada tabel berikut.
Tabel 8.4. Beberapa informasi penting asam lemak
Tipe
Saturated
Monoun
saturated
Polyun
saturated
Nama
Jumlah
ikatan
Terdapat pada
rangkap
0
Milk and butter
Formula
Asam
butirat
Asam
palmitat
C3H7COOH
C13H31COOH
0
Asam
stearat
Asam
Oleat
Asam
linoleat
Asam
linolenat
C17H35COOH
0
C17H33COOH
1
C17H31COOH
2
C17H29COOH
3
Lemak dan minyak secara umum
mempunyai struktur kimia yang
sama.
Pada
umumnya
kata ”lemak” digunakan untuk
merujuk campuran trigliserida yang
pada temperatur kamar berbentuk
padat. Sedangkan kata ”minyak”
merujuk campuran trigliserida yang
pada temperatur kamar berbentuk
cair. Perbedaan antara lemak dan
minyak terletak pada keberadaan
asam lemak, dapat dijelaskan
sebagai
berikut.
Lemak
mengandung
sejumlah
besar
proporsi asam lemak jenuh yang
terdistribusi diantara trigliserida.
Minyak proporsi asam lemak tidak
jenuhnya banyak. Keberadaan
asam lemak-asam lemak yang
Terdapat secara luas
pada bahan pangan,
khususnya pada lemaklemak solid
sda
Terdapat pada lemak
dan minyak
sda
Ditemukan utamanya
pada lemak sayuran
dan lemak ikan
tidak jenuh menurunkan slip point,
contoh temperatur pada saat awal
meleleh pada minyak dan lemak.
Secara umum, lemak diperoleh
dari sumber-sumber hewani dan
minyak dari sumber-sumber nabati.
Baik
lemak
dan
minyak
mengandung
sejumlah
kecil
komponen
non-trigliserida,
komplek asam lemak mengandung
phosphat, yang dikenal sebagai
phospholipid.
Tingkat ketidakjeuhan misalnya
jumlah ikatan rangkap dari lemak
atau minyak dapat diukur dikenal
dengan istilah angka iodin. Suatu
molekul iodin (I2) akan bereaksi
dengan setiap ikatan rangkap,
Kimia Pangan
324
kemudian minyak tidak jenuh
mempunyai angka iodin yang lebih
tinggi dibanding lemak jenuh.
Minyak sayuran sebaiknya tidak
dibuat rancu dengan baik minyak
mineral maupun minyak esensial.
Minyak mineral diperoleh dari
minyak kasar dan merupakan
campuran hidrokarbon. Minyak
esensial diperoleh di dalam
tanaman tetapi tidak trigliserida.
Mereka adalah komponen organik
yang mudah menguap, misalnya
mereka mudah terevaporasi, dan
bertanggung jawab pada flavor
beberapa
bumbu/rempah
dan
beberapa
makanan
lainnya.
Contohnya eugenol, bertanggung
jawab pada flavor cengkeh.
Negara-negara yang makanan
utamanya roti, kebutuhan akan
lemak-lemak yang dapat dioleskan
lebih banyak dibanding untuk
minyak cair. Sejak minyak-minyak
sayur
lebih
mudah
tersedia
dibandingkan lemak-lemak hewan,
lebih banyak minyak sayur yang
diproduksi di dunia dikonversi
menjadi lemak melalui proses
hidrogenasi.
Hidrogenasi
merupakan penambahan hidrogen
pada ikatan rangkap. Asam lemak
tidak jenuh diubah menjadi suatu
asam lemak jenuh. Pada cara ini
minyak-minyak
sayur dapat
digunakan di dalam industri
margarin
dan
lemak
untuk
pengolahan.
Karakteristik
Minyak
Lemak
dan
1. Kelarutan
Lemak dan minyak tidak larut
dalam air. Namun demikian oleh
adanya substansi yang dikenal
dengan
emulsifying
agent,
substansi ini mampu membentuk
campuran yang stabil antara lemak
dan air. Campuran ini dikenal
dengan nama emulsi. Tipe emulsi
bisa berupa emulsi lemak dalam
air contoh susu, atau emulsi air
dalam lemak, contohnya butter.
Lemak dan minyak larut dalam
pelarut organik seperti petrol, eter,
dan karbon tetraklorit. Pelarut
dengan tipe seperti ini dapat
digunakan untuk menghilangkan
noda lemak pada pakaian.
2. Efek panas
Lemak oleh adanya perlakuan
panas, terdapat tiga temperatur
yang
dapat
menyebabkan
terjadinya perubahan.
a. Titik leleh (melting- point)
Lemak
akan
meleleh
jika
dipanaskan.
Lemak
yang
merupakan campuran trigliserida,
maka tidak mempunyai titik leleh
(melting-point) yang jelas tetapi
meleleh di atas kisaran temperatur..
Temperatur awal lemak meleleh
disebut slip point. Lemak meleleh
pada temperatur antara 30-40°C.
Titik leleh dari minyak dibawah
temperatur udara normal. Semakin
banyak ikatan rangkap yang
dikandung lemak menurunkan
melting point.
Kimia Pangan
325
b. Titik asap (smoke-point)
c. Flash-Point
Ketika
lemak
atau
minyak
dipanaskan
pada
temperatur
tertentu mulai terjadi penguraian,
memproduksi asap berwarna biru
dan timbul karakteristik aroma
yang tajam. Kebanyakan lemak
dan minyak mulai membentuk
asap pada temperature sekitar
200°C. Titik asap untuk lemak babi
185°C dan untuk minyak jagung
232°C. Secara umum minyak dari
sayuran mempunyai titik asam
lebih tinggi dibandingkan lemak
hewan.
Dekomposisi
dari
trigliserida menghasilkan sejumlah
kecil gliserol dan asam-asam
lemak. Gliserol
terdekomposisi
lebih lanjut memproduksi suatu
komponen yang dikenal sebagai
acrolein. Dekomposisi ini bersifat
tidak dapat balik, dan ketika
menggunakan lemak dan minyak
untuk deep frying, temperatur
penggorengan sebaiknya dijaga di
bawah titik asap. Titik asap
bermanfaat mengukur dan menguji
kualitas lemak-dan minyak untuk
tujuan penggorengan.
Ketika lemak dipanaskan dengan
temperature sangat tinggi, uap
(vapour) akan keluar secara
spontan
ignite.
Temperatur
tersebut dikenal sebagai flashpoint. Untuk minyak jagung flash
point 360°C. Api lemak tersebut
jangan pernah di put out dengan
air. Hal ini hanya akan meratakan
api. Panas sebaiknya dimatikan
dan oksigen
Pemanasan berulang dari lemak
dan minyak atau adanya partikel
makanan yang terbakar akan
mengurangi
nilai
titik
asap.
Pemanasan berulang juga akan
menyebabkan perubahan oksidatif
dan hidrolitik pada lemak
dan
menghasilkan akumulasi substansi
yang memberikan efek flavor yang
tidak dikehendaki pada bahanbahan pangan yang dimasak di
dalam lemak.
8.4. E N Z I M
Enzim dihasilkan oleh sel-sel hidup,
baik hewani maupun nabati. Bila
digabungkan
dengan
bahan
organik
tertentu
maka
bisa
mengubah
susunan
menjadi
persenyawaan
yang
lebih
sederhana, namun enzim itu tidak
turut berubah. Sehingga enzim
dikenal memiliki peran sebagai
biokatalisator/katalisator
organik
yang dihasilkan oleh sel.
Enzim sangat penting dalam
kehidupan
dan
tidak
ada
organisme tumbuhan atau hewan
yang dapat hidup tanpa enzim,
contohnya tepung tidak akan
memiliki sifat-sifat tertentu bila
dalam biji gandum tidak ada enzim.
Struktur enzim terdiri atas :
ƒ Apoenzim, yaitu bagian enzim
yang tersusun atas protein,
yang akan rusak bila suhu
terlampau panas (termolabil).
ƒ Gugus Prostetik (Kofaktor),
yaitu bagian enzim yang tidak
tersusun atas protein, tetapi
dari
ion-ion
logam
atau
Kimia Pangan
326
molekul-molekul organik yang
disebut
Koenzim.
Molekul
gugus prostetik lebih kecil dan
tahan panas (termostabil), ionion logam yang menjadi
kofaktor
berperan
sebagai
stabilisator agarenzim tetap
aktif.
Enzim mengatur kecepatan dan
kekhususan ribuan reaksi kimia
yang berlangsung di dalam sel.
Walaupun enzim dibuat di dalam
sel, tetapi untuk bertindak sebagai
katalis tidak harus berada di dalam
sel. Reaksi yang dikendalikan oleh
enzim antara lain ialah respirasi,
pertumbuhan dan perkembangan,
kontraksi otot, fotosintesis, fiksasi,
nitrogen, dan pencernaan.
6. Umumnya
enzim
bekerja
mengkatalisis reaksi satu arah,
meskipun ada juga yang mengkatalisis reaksi dua arah, contoh:
lipase, mengkatalisis pembentukan
dan penguraian lemak.
lipase
Lemak + H2O —> Asam lemak + Gliserol
7. Bekerjanya spesifik; enzim
bersifat spesifik, karena bagian
yang aktif ( permukaan tempat
melekatnya substrat) hanya
setangkup dengan permukaan
substrat tertentu.
8.4.1. Sifat-sifat Enzim
Enzim
mempunyai
sebagai berikut:
sifat-sifat
1. Biokatalisator,
mempercepat
jalannya reaksi tanpa ikut
bereaksi.
2. Thermolabil; mudah rusak, bila
dipanasi lebih dari suhu 60º C,
karena enzim tersusun dari
protein yang mempunyai sifat
thermolabil.
3. Merupakan senyawa protein
sehingga sifat protein tetap
melekat pada enzim.
4. Dibutuhkan
dalam
jumlah
sedikit, sebagai biokatalisator,
reaksinya sangat cepat dan
dapat digunakan berulang-ulang.
5. Bekerjanya ada yang di dalam
sel (endoenzim) dan di luar sel
(ektoenzim), contoh ektoenzim:
amilase,maltase.
Gambar 8.12. Cara Kerja Enzim yang
Spesifik
Sumber : www.biyolojiegitim.yyu.edu.tr
8. Umumnya enzim tak dapat
bekerja tanpa adanya suatu zat
non protein tambahan yang
disebut kofaktor.
Pada reaksis enzimatis terdapat
zat yang mempengaruhi reaksi,
yakni aktivator dan inhibitor,
aktivator dapat mempercepat
jalannya reaksi, contoh aktivator
enzim : ion Mg2+, Ca2+, zat organik
seperti koenzim-A. Inhibitor akan
menghambat
jalannya
reaksi
enzim. Contoh inhibitor: CO,
Arsen, Hg, dan Sianida.
Kimia Pangan
Tiap enzim memerlukan suhu dan
pH (tingkat keasaman) optimum
yang berbeda-beda karena enzim
adalah
protein,
yang
dapat
mengalami perubahan bentuk jika
suhu dan keasaman berubah. Di
luar suhu atau pH yang sesuai,
enzim tidak dapat bekerja secara
optimal atau strukturnya akan
mengalami kerusakan. Hal ini akan
menyebabkan enzim kehilangan
fungsinya sama sekali.
Enzim adalah suatu katalisator
biologis yang dihasilkan oleh selsel hidup dan dapat membantu
mempercepat bermacam-macam
reaksi biokimia. Enzim yang
terdapat dalam makanan dapat
berasal dari bahan mentahnya
atau mikroba yang terdapat pada
makanan tersebut.
Bahan makanan seperti daging,
ikan susu, buah-buahan dan bijibijian mengandung enzim tertentu
secara normal ikut aktif bekerja di
dalam bahan tersebut. Enzim
dapat menyebabkan perubahan
dalam bahan pangan. Perubahan
itu dapat menguntungkan ini dapat
dikembangkan semaksima mungkin,
tetapi yang merugikan harus
dicegah. Perubahan yang terjadi
dapat berupa rasa, warna, bentuk,
kalori, dan sifat-sifat lainnya.
Mikroba
merupakan
sumber
penting dari beberapa jenis enzim.
Sebagai sumber enzim, mikroba
memiliki beberapa kelebihan jika
dibandingkan
dengan
hewan
maupun tanaman, yaitu :
ƒ Produksi enzim pada mikroba
lebih murah
327
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
Kandungan
enzim
dapat
diprediksi dan dikontrol
Pasokan bahan baku terjamin,
dengan komposisi konstan dan
mudah dikelola.
Jaringan tanaman maupun
hewan mengandung bahan
yang kemungkinan berbahaya
seperti senyawa fenolik (pada
tanaman), inhibitor enzim dan
protase.
Enzim
mikroba
dapat
disekresikan
ke
luar
sel
sehingga memudahkan proses
isolasi dan pemurniannya.
Setidaknya ada tiga keuntungan
berkaitan dengan enzim ekstra sel:
memerlukan
proses
ƒ Tidak
penghancuran
sel
saat
memanen
enzim
(proses
penghancuran sel tidak selalu
mudah dilakukan dalam skala
besar).
ƒ Secara alami enzim disekresikan
keluar sel umumnya terbatas
jenisnya, menunjukkan enzim
ekstrim sel terhindar dari
kontaminasi berbagai jenis
protein.
ƒ Secara alami enzim disekresikan
keluar sel umumnya lebih tahan
terhadap proses denaturasi.
Tabel 8.5. Beberapa enzim penting
dari hewan.
Industri
Pengguna
Katalase
Hati
makanan
Kemotripsin Pankreas
kulit
Lipase
Pankreas
makanan
Rennet
Abomasum
keju
Tripsin
Pankreas
kulit
Enzim
Sumber
Sumber : Winarno (1989)
Kimia Pangan
328
Tabel 8.6. Beberapa enzim penting
dari tanaman.
Enzim
Aktinidin
Sumber
Industri
Pengguna
Buah kiwi
makanan
a - amilase
Kecambah
barley
ß - amilse
Kecambah
barley
Bromelin
Getah
nanas
ß - glukonase Kecambah
barley
hicin
Getah hg
makanan
Lipoksigenase
makanan
Papain
Kacang
kedelai
Getah
pepaya
bir
bir
bir
bir
daging
Sumber : Winarno (1989)
Enzim
protease
berfungsi
melembekkan, melembutkan atau
menurunkan
gluten
yang
membentuk protein. Sehingga bila
ingin memperoleh adonan roti yang
baik maka sedikit enzim protease
perlu ditambahkan.
b. Peranan
enzim
pengolahan daging
dalam
Beberapa enzim yang penting
dalam pengolahan daging adalah
bromelin dari nenas dan papain
dari getah buah atau daun pepaya.
Enzim Bromalin
8.4.2. Peranan Enzim dalam
Bidang Pangan
a. Peranan
Enzim
Adonan Roti
menghasilkan karbondioksida yang
dapat mengembangkan adonan,
alkohol dan sejumlah kecil bahan
lain seperti asam.
dalam
Ada dua jenis enzim yang sangat
penting,
yaitu
diastase
dan
protease. Diastase adalah suatu
enzim kombinasi dari α dan β
amylase, dan berfungsi mengubah
pati yang rusak menjadi gula
maltose. Sehingga bila butir-butir
pati rusak atau kurang tahan
disenyawakan dengan diastase,
maka α amylase akan mengubah
pati menjadi dekstrin, sedangkan β
amylase akan mengubah dekstrin,
mengakibatkan pati hancur menjadi
gula maltosa. Selanjutnya gula
maltosa diubah oleh enzim maltose
menjadi gula biasa, yang bila
diasimilasikan dengan ragi akan
Didapat dari buah nenas, digunakan
untuk mengempukkan daging.
Aktifitasnya
dipengaruhi
oleh
kematangan buah, konsentrasi
pemakaian dan waktu penggunaan.
Untuk memperoleh hasil yang
maksimum sebaiknya digunakan
buah yang muda. Semakin banyak
nenas yang digunakan, semakin
cepat proses bekerjanya.
Enzim Papain
Berupa getah pepaya, disadap dari
buahnya yang berumur 2,5~3
bulan. Dapat digunakan untuk
mengempukan
daging,
bahan
penjernih pada industri minuman
bir,
industri
tekstil,
industri
penyamakan
kulit,
industri
pharmasi dan alat-alat kecantikan
(kosmetik) dan lain-lain. Enzim
papain
biasa
diperdagangkan
Kimia Pangan
dalam
bentuk
serbuk
putih
kekuningan, halus, dan kadar
airnya 8%. Enzim ini harus
disimpan dibawah suhu 60 °C.
Pada 1 (satu) buah pepaya dapat
dilakukan 5 kali sadapan. Tiap
sadapan menghasilkan ± 20 gram
getah. Getah dapat diambil setiap
4 hari dengan jalan menggoreskan
buah tersebut dengan pisau.
8.5. Vitamin dan Mineral
8.5.1. Vitamin
Menurut deMan (1999) vitamin
adalah komponen minor makanan
yang memainkan peranan penting
dalam nutrisi manusia. Vitaminvitamin sintetik penggunaannya
telah berkembang luas untuk
menggantikan kehilangan tersebut
dan menjaga jumlahnya dalam
makanan.
Semua
makhluk
hidup
membutuhkan vitamin, tetapi tidak
setiap vitamin yang ditemukan
dibutuhkan oleh semua hewan.
Tanaman (termasuk khamir dan
bakteri) dapat membuat vitamin
yang dibutuhkannya, tetapi hewan
harus
mensuplai
kebanyakan
vitamin dari makanan. Selain itu,
ada perbedaan antara kebutuhan
manusia akan vitamin dengan hewan.
Bogert (1960) dalam bukunya yang
berjudul Nutrition and Physical
Fitness
memaparkan
bahwa
vitamin sebagai suatu zat pengatur
tubuh, memiliki fungsi sebagai
berikut:
a. memacu pertumbuhan;
329
b. memacu
kemampuan
memproduksi keturunan yang
sehat;
c. memelihara kesehatan dan
kekuatan melalui peningkatan:
ƒ fungsi normal dari saluran
pencernaan,
ƒ nutrisi normal, khususnya
penggunaan elemen mineral
dan oksidasi karbohidrat,
urat
syaraf,
ƒ stabilitas
kesehatan jaringan-jaringan
dan ketahanan terhadap
infeksii bakteri.
Vitamin berbeda dengan elemenelemen mineral karena vitamin
merupakan zat organik, beberapa
di antaranya merupakan senyawa
kompleks. Vitamin juga berbeda
dengan
hormon
karena
kebanyakan tidak dapat disintesis
oleh tubuh sehingga harus disuplai
dari makanan.
A. Klasifikasi dan Nomenklatur
Sebelum mengetahui susunan
kimianya, vitamin diberi nama
menurut abjad ( A, B, C, D, E, dan
K). Vitamin B ternyata terdiri atas
beberapa
unsur
vitamin.
Penelitian- penelitian kemudian
membedakan vitamin berdasarkan
kelarutannya,
yang
dapat
diklasifikasikan
menjadi
dua
kelompok utama (Almatsier, 2004 ).
Vitamin yang larut dalam lemak
Vitamin larut lemak adalah yang
absorpsinya
dalam
tubuh
tergantung pada absorspsi normal
lemak dari diet. Vitamin yang larut
dalam lemak ditemukan terutama
dalam
makanan-makanan
Kimia Pangan
berlemak, seperti hati, mentega,
kuning telur, dan lain-lain.
Yang digolongkan dalam vitamin
ini adalah :
ƒ Vitamin A
ƒ Vitamin D
ƒ Vitamin E
ƒ Vitamin K
Vitamin yang larut dalam air
Vitamin yang larut dalam air lebih
banyak terdapat dalam
buahbuahan dan sayur-sayuran, bijibijian utuh dan kacang-kacangan,
serta
daging
tanpa
lemak,
330
sedangkan susu mengandung
kedua kelompok vitamin tersebut
(Bogert,1960).
Yang digolongkan dalam vitamin
ini adalah :
ƒ Vitamin C
ƒ Vitamin B1
ƒ Vitamin B2
ƒ Vitamin B3
ƒ Vitamin B6
ƒ Asam Folat
ƒ Asam Pantotenat
ƒ Biotin
ƒ Vitamin B12
ƒ Vitamin P
Tabel 8.7. Sifat-sifat umum vitamin larut lemak dan vitamin larut air
Vitamin larut lemak
Vitamin larut air
Larut dalam lemak dan pelarut lemak
Kelebihan konsumsi dari yang
dibutuhkan disimpan dalam tubuh
Dikeluarkan dalam jumlah kecil
melalui empedu
Gejala defisiensi berkembang
lambat
Tidak selalu perlu ada dalam
makanan sehari-hari
Mempunyai prekursor atau provitamin
Hanya mengandung unsur-unsur C,
H, dan O
Diabsorpsi melalui sistem limfe
Hanya dibutuhkan oleh organisme
kompleks
Beberapa jenis bersifat toksik pada
umlah relatif rendah (6-10 X GA)
Larut dalam air
Simpanan sebagai kelebihan
kebutuhan sangat sedikit
Dikeluarkan melalui urin
Gejala defisiensi sering terjadi
dengan cepat
Harus selalu ada dalam makanan
sehari-hari
Umumnya tidak mempunyai prekursor
Selain C, H, dan O mengandung N,
kadang-kadang S dan Co
Diabsorpsi melalui vena porta
Dibutuhkan oleh organisme
sederhana dan kompleks
Bersifat toksik hanya pada dosis
tinggi/megadosis (>10 x KGA)
Sumber : Almatsier, 2004
Beberapa
vitamin
berfungsi
sebagai bagian dari koenzim, yang
tanpa vitamin itu enzim tersebut
tidak efektif sebagai biokatalis.
Koenzim seperti itu seringkali
adalah bentuk vitamin yang
difosforilasi dan berperan dalam
metabolisme lemak, protein, dan
Kimia Pangan
331
karbohidrat.
Beberapa vitamin
terdapat dalam makanan sebagai
provitamin – senyawa yang bukan
vitamin tetapi dapat diubah oleh
tubuh menjadi vitamin. Pada
Gambar 8.13.
Gambar 8.13 diperlihatkan vitaminvitamin yang terkandung dalam
makanan serta fungsinya secara
umum dalam tubuh.
Jenis dan fungsi vitamin secara umum dalam tubuh
Kekurangan vitamin telah lama
dikenal mengakibatkan penyakit
defisiensi yang serius. Sekarang
diketahui juga bahwa kelebihan
dosis vitamin tertentu, terutama
vitamin yang larut dalam lemak,
dapat mengakibatkan keracunan
yang serius. Karena alasan ini,
penambahan vitamin ke dalam
makanan
harus
dikendalikan
secara hati-hati (Almatsier, 2004).
B. Kebutuhan
dan
Sumber
Makanan Berbagai Macan
Vitamin
Tabel 8.8. Kebutuhan Vitamin Larut Lemak Berdasarkan Peraturan RDA
Age
Anakanak
4-6
7-10
Laki-laki 15-18
19-24
25-50
50+
Wanita 15-18
19-24
25-50
50+
Energy Protein
k. cal
g
1,800
2,400/
2,000
3,000
3,000/
2,900
2,700
2,400
2,100
2,100
2,000
1,800
IU
Vit. A
*ug RE
IU
Vit. D
*ug
IU
Vit. E
Vit. K
*mg TE *ug
30/24
2,500
500
400
5
9
7
-/20
36/28
3,300
500
400
5
10
7
-/30
54/59
5,000
1,000
400
5
15
10
-/65
54/58
5,000
1,000
400
5
15
10
-/70
56/63
56/63
48/44
46/46
46/50
46/50
5,000
5,000
4,000
4,000
4,000
4,000
1,000
1,000
800
800
800
800
400
400
-
5
10
5
5
5
10
15
15
12
12
12
12
10
10
8
8
8
8
-/80
-/80
-/55
-/60
-/65
-/65
Sumber : Http://www.anyvitamins.com/rda.htm
Kimia Pangan
332
Tabel 8.9. Kebutuhan Vitamin Larut Air Berdasarkan Peraturan RDA
Age
Anakanak
Ascorbic Folacin/
Niacin Riboflavin Thiamine Vit. B6 Vit. B12
Acid Folate
mg
mcg
mg
mg
mg
mg
mcg
4-6
40/45 200/75
12
7-10
Laki-laki 15-18
40/45 300/100
45/60 400/200
16/13
20
19-24
45/60 400/200
20/19 1.8/1.7
25-50
45/60 400/200
18/19 1.6/1.7 1.4/1.5
50+
15-18
19-24
25-50
50+
45/60
45/60
45/60
45/60
45/60
16/15
14/15
14/15
13/15
12/13
Wanita
400/200
400/180
400/180
400/180
400/180
1.1
Vitamin P
mg
0.9 0.9/1.1 1.5/1.0 0-6 bulan
1.2 1.2/1.0
1.8
1.5
1.5
1.5/1.4
1.2
1.4/1.3
1.1
1.4/1.3
1.1
1.2/1.3 1.0/1.1
1.1/1.2
1.0
1
1.2 2.0/1.4 6-12 bulan
3
2.0 3.0/2.0 1-18 tahun 5-10
18 tahun
2.0 3.0/2.0
10-25
keatas
Hamil dan
25
2.0 3.0/2.0
menyusui
2.0 3.0/2.0
2.0/1.5 3.0/2.0
2.0/1.6 3.0/2.0
2.0/1.6 3.0/2.0
2.0/1.6 3.0/2.0
Ket : * Golongan pertama menunjukkan daftar RDA yang lama, sementara kelompok
kedua menunjukkan daftar DRI yang terbaru.
Sumber : Http://www.anyvitamins.com/rda.htm
Tabel 8.10. Sumber Vitamin pada Berbagai Bahan Makanan
VITAMIN A
VITAMIN D
SUMBER
SUMBER
Hati sapi 13.170 Hati (sapi, 2 – 5
babi)
Minyak
24.000 Telur
44
ikan
VITAMIN C
SUMBER
Daun
275
singkong
Daun
200
katuk
Minyak
klp. sawit
Wortel
18.000 Susu
Daun
pepaya
Daun
lamtoro
Daun
Katuk
Daun
Melinjo
Daun
talas
Ubi jalar
merah
Minyak hati
ikan hiu
RE
µg/100 g
5.475 Keju
Daun
melinjo
Daun
papaya
Sawi
102
Kol
50
65
8
Kol
kembang
Bayam
60
50
Kemangi
50
10
Tomat
masak
Kangkung
40
3.600 Mentega
5.340 M. ikan
3.111
VITAMIN E
VITAMIN K
SUMBER
SUMBER
Hati sapi 0,9-1,6 Kubis
70
putih
Daging anak 0,9 Kubis
18
lembu, tidak
merah
berlemak
0,9 Ikan
1,8 Kembang
23
haring
kol
2-40 Ikan
1,6 Wortel
5
makarel
12-47 Kepiting
5,9 Madu
25
beku
2500 Susu
0,02- Hati
13
0,15 ayam
Keju
0,4 Hati babi
111
3.000
Telur
0,5-1,5 Susu
3.118
2.310
Kuning
telur
Kubis
2-3
2.100
Gandum
7-10 Bayam
3,0
Μg/1000 G
Total Tokoferol
Bagian Dpt Dimakan Sbg Α-Tokoferol
(Mg/100 G)
K.
polong
Kentang
161
Units/100 Gram
Sumber : Komposisi zat gizi Pangan Indonesia, Depkes 1990
150
140
30
Mg/100 Gram
Kimia Pangan
333
VITAMIN B1
VITAMIN B2
SUMBER
SUMBER
Ragi
6000 Susu tanpa 1,8
lemak
Beras
0,34 Hati
1,42
tumbuk
ayamk
Beras
giling
Beras
merah
Beras ketan
hitam
tumbuk
Jagung
kuning
Havermout
0,26
0,34
Susu
segar
Es krim
0,24
Keju putih
0,12
Kacang
kedelai
Tahu
0,60
Roti gandum 0,14
utuh
Roti biasa 0,10
Ubi jalar
0,13
merah
Mg/100 Gram
VITAMIN B3
VITAMIN B6
SUMBER
SUMBER
Kacang
13,0 Daging
0,42
tanah lokal
sapi
Teri nasi 9,7 Hati sapi
0,82
kering
0,14 Sardin
7,6
Hati ayam
0,72
1,20 Ikan
kembung
0,35 Ikan
bandeng
6,5
Jantung
sapi
Jantung
ayam
0,36
0,12 Udang
segar
0,10 Petis
udang
0.31 Ayam
Daging
sapi
Telur
0,38
ayam
Telur
0,37
bebek
Mg/100 Gram
0,7
8
1,3-4,2
25-60
8-48
µg/ gram
Daging sapi
2,6
Hati sapi
96
Slada
3,1
Jamur
16
Kentang
0,6
Bayam
6,9
µg/ 100 gram
0,28
2,2
Ginjal
0,39
2,2
Ikan tuna
0,92 Slada
8,0
Kuning
0,31
telur
Beras
0,62
pecah kulit
Kacang
0,42
tolo
Mg/100 Gram
Daging
8,6
babi
Daging
4,5
sapi
Mg/100 Gram
ASAM PANTOTENAT
BIOTIN
SUMBER
SUMBER
Daging sapi,
10
Susu
1,1-3,7
tak berlemak
Gandum
11
Tomat
1
Kentang
6,5
Kacang
3
lebar
Kacang
20-22 Keju
1,1-7,6
polong
Tomat
1
Gandum
5,2
Jeruk
Walnut
Susu
Hati sapi
Telur
5,8
ASAM FOLAT
SUMBER
Daging
0,03
sapi, rebus
Daging
0,07
ayam,
panggang
Cod,
0,16
goreng
Telur,
0,30
rebus
0,20
Kol
brusel,
rebus
Kol, rebus 0,11
2,00
Kentang,
rebus
Bayam,
rebus
Tomat
0,12
0,29
0,18
µg/g
B12
VITAMIN P
SUMBER
SUMBER
Otot sapi
0,25-3,4 µ/100 g Kelompok buah
sitrus (jeruk)
Hati sapi
14-152 µg/g termasuk lemon,
Susu
3,2-12,4 µg/l limau, jeruk
nipis, grape fruit,
Kerang
600 970 µ/100g jeruk bali ,
(bobot kering) pepaya, ceri,
anggur, apricot,
Kuning
0,28-1,556
plum, blackberry.
telur
Kelompok
sayuran, parika
hijau, brokoli,
tomat, bawang
merah dan
bawang putih
µg/100gram
Sumber : Komposisi zat gizi Pangan Indonesia, Depkes 1990
Kimia Pangan
334
C. Vitamin Larut Lemak
ƒ
1. Vitamin A
ƒ
a. Klasifikasi dan Struktur Kimia
ƒ
Istilah vitamin A digunakan untuk
menamakan dua jenis senyawa
yaitu retinol dan dehidroretinol.
Retinol (C20H29OH) merupakan
isoprenoid poliene alkohol, disebut
juga vitamin A1, akseroptol, biosterol,
dan
ophthalamin,
merupakan
vitamin antiseropthalmia, senyawa
pelindung epitel, dan vitamin
antiinfeksi.
Strukturnya berupa
alkohol siklik tidak jenuh dengan
20 atom C dan 5 konjugat
berikatan rangkap.
Rumus struktur vitamin A disajikan
dalam
Gambar
8.14
dan
menunjukkan sifat ketidakjenuhan
vitamin A. Senyawa yang berupa
alkohol ini terdapat di alam
terutama dalam bentuk ester asam
lemak.
Bentuk semua –trans
paling aktif secara biologi. Isomer,
13-cis, dikenal sebagai neo-vitamin
A, aktivitas biologisnya hanya
sekitar 75% dari bentuk semua –
trans (deMan, 1999).
H3 C
CH3
CH3
CH3
CH2OR
CH3
Gambar 8.14.. Rumus sturktur vitamin A
γβDehidroretinol
disebut
juga
vitamin A2 (C20H27OH) dapat
dibedakan dari
vitamin A1, di
antaranya:
vitamin A2 mempunyai 6
konjugat etilen, sedangkan
vitamin A1 hanya 5;
vitamin A2 mempunyai aktivitas
biologis sekitar 40% retinol;
dalam
alkohol,
absorbansi
maksimum vitamin A1 pada 325
– 328 nm, sedangkan vitamin
A2 345 – 350 nm.
Pigmen karotenoid yang ditemukan
dalam tanaman
merupakan
prekursor vitamin A disebut
sebagai provitamin A. Dewasa ini
telah dikenal 10 jenis provitamin A
yang terdapat di alam, yaitu α-, β-,
dan
γ-karoten,
kriptosantin,
ekhinenon, mixoxantin, leproten,
aphanin, aphanisin, dan β-apo-8'karotenal. Diduga masih terdapat
provitamin A lain yang belum
ditemukan pada saat ini.
Dari ke-10 provitamin A tersebut,
yang paling penting adalah βkaroten.
Rumus
struktur
beberapa
provitamin A ditunjukkan dalam
Gambar 8.15.
Kimia Pangan
H3 C
335
CH3
CH3
CH3
CH3
CH3
H3C
CH3
CH3
CH3
H3C
CH3
CH3
R
CH3
CH3
CH3
Gambar 8.15. Rumus struktur beberapa provitamin A (a) β-karotena, dan (b)
apokarotenal (R = CHO) dan ester asam apokarotenoat (R = COOC2H5)
b. Kebutuhan
Vitamin A
dan
Defisiensi
Kebutuhan vitamin A berbedabeda yang antara lain disebabkan
oleh faktor jenis kelamin dan usia,
serta kondisi hamil atau menyusui.
Jumlah vitamin A dapat dinyatakan
dalam RE (retinol ekuivalen) yang
setara dengan:
1 µg RE = 1 µg retinol = 6 µg βkaroten.
Kekurangan atau defisiensi vitamin
A ditunjukkan oleh sejumlah gejala,
yang paling serius adalah masalah
penglihatan dan penekanan fungsi
kekebalan. Defisiensi vitamin A
jarang terjadi di negara-negara
maju karena rata-rata asupan
harian biasanya melebihi RDA
(Stipanuk, 2000).
Tetapi di negara-negara sedang
berkembang di Asia Selatan dan
Tenggara, Afrika, serta Amerika
Tengah dan Selatan, defisiensi
vitamin ini merupakan masalah gizi
serius khususnya mempengaruhi
anak-anak prasekolah.
Diperkirakan 1,5 juta anak-anak di
seluruh dunia buta dan 70% di
antaranya
disebabkan
karena
kekurangan vitamin A (Underwood,
1994).
Tanda-tanda awal dari kekurangan
vitamin A adalah buta senja dan
mengganggu integritas epidermal
yang dicirikan oleh hiperkeratosis.
Kondisi ini dapat disembuhkan
dengan suplementasi vitamin A.
Jika dibiarkan, buta senja ini diikuti
oleh xerophthalmia, suatu penyakit
yang
berhubungan
dengan
perubahan struktur pada kornea.
Perubahan struktur mula-mula
adalah pengeringan konjungtiva
dan
kornea
(xerosis)
dan
pengembangan daerah buram tak
tembus cahaya yang disebut Bitot's
spot.
Hal ini dikuti oleh
pengembangan keratomalcia, yang
meliputi kerusakan ireversibel pada
kornea
dan
menyebabkan
kebutaan (Sommer, 1982).
Kimia Pangan
336
Selain keratinisasi kornea, juga
mengakibatkan keratinisasi epitel
tenggorokan
(trachea)
dan
penipisan
epitel
usus.
a) Xerosis Konjungtiva
Xerophthalmia diikuti oleh infeksi
pernafasan bagian atas dan diare
serta keadaan lebih buruk yaitu
malnutrisi energi protein.
a) Xerosis Konjungtiva
c) Bercak Bitot
Gambar 8.16. Kelainan Mata Berkaitan dengan Defisiensi Vitamin A.
Secara normal sekitar 70 – 90%
diet retinol yang terlarut dalam
lemak (lipid), diserap oleh usus
halus
(small
intestine).
Penyerapan karoten sebanyak 5 –
60%
tergantung pada sifat
makanan dan kondisinya, dimasak
atau mentah.
Bagi mereka yang makanannya
kurang mengandung lemak (energi
dari
lemak
sekitar
10%),
penyerapan
retinol
maupun
karoten terganggu. Jadi, diet yang
sangat kurang mengandung lemak
berhubungan dengan defisiensi
vitamin A (Bender, 2002).
c. Sifat Fisikokimia
Retinol
merupakan
kristal
berwarna kuning pucat dan larut
dalam lemak, eter, minyak, dan
kloroform, serta sedikit larut dalam
etanol dan isopropanol. Kristal ini
memiliki BM 286,44 dan titik lebur
62 – 64 oC, serta dapat didestilasi
pada suhu 137 – 138 oC dan
tekanan 10 -5 mmHg.
Bentuk ester vitamin A relative
lebih stabil, sedangkan bentuk
alkohol, aldehid, dan asam sangat
mudah teroksidasi jika terkena
udara dan cahaya. Dalam bahan
pangan hewani vitamin A sebagian
besar terdapat dalam bentuk ester
(yang lebih stabil) karena itu
prosedur pengolahan yang normal
tidak banyak merusak vitamin A.
Jika pada bahan pangan tersebut
terdapat lemak yang mengalami
ketengikan,
vitamin
A
yang
terdapat di dalamnya dapat hilang
dengan cepat.
Vitamin A relatif stabil terhadap
panas jika tidak ada oksigen (Tabel
8.11). Karena sifat tidak jenuhnya
yang tinggi dalam molekul, vitamin
A agak rentan teroksidasi –
khususnya di bawah pengaruh
cahaya, baik cahaya matahari atau
buatan.
Vitamin A tidak stabil
dengan
adanya
asam-asam
mineral tetapi stabil dalam alkali.
Vitamin
A
dan
karotenoid
mempunyai kestabilan yang baik
selama
proses
pengolahan
makanan.
Kehilangan mungkin
Kimia Pangan
337
terjadi pada temperatur tinggi dan
ada oksigen. Selain itu, vitamin A
rentan terhadap oksidasi oleh lipid
peroksida, dan kondisi-kondisi
yang sesuai untuk oksidasi lipid,
juga mengakibatkan vitamin A
terurai.
Prooksidan
yang
berbahaya terutama tembaga,
sementara besi sedikit di bawah
tembaga.
Tabel 8.11. Stabilitas vitamin A dan karoten di dalam makanan
Produk
Kandungan
Kondisi
Penyimpanan
Retensi
(%)
VITAMIN A
Mentega
17.000-30.000 IU/lb
12 bulan @ 5oC
5 bulan @ 28oC
66-98
64-68
Margarin
15.000 IU/lb
6 bulan @ 5oC
89-100
Sereal siap santap fortifikasi
Keripik kentang fortifikasi
4000 IU/oz
o
83
o
6 bulan @ 23 C
700 IU/100g
2 bulan @ 23 C
100
3 mg/lb
6 bulan @ 5oC
98
KAROTEN
Margarin
Kuning telur kering
Minuman karbonasi
Minuman jus kaleng
35,2 mg/100 g
7,6 mg/29 oz
0,6-1,3 mg/8 fl oz
o
94
o
94
o
85-100
3 bulan @ 37 C
2 bulan @ 30 C
12 bulan@23 C
Sumber: deRitter, 1976.
d. Pengaruh Pengolahan
Pasteurisasi
susu
tidak
mengakibatkan kehilangan vitamin
A, kehilangan terjadi jika kontak
dengan cahaya. Oleh karena itu,
sangat penting untuk mengemas
susu sterilisasi dalam wadah tahan
cahaya. Kemungkinan hilangnya
vitamin A ini selama penyimpanan
makanan lebih dipengaruhi oleh
lamanya penyimpanan daripada
suhu penyimpanan. Pemblansiran
buah-buahan dan sayur-mayur
membantu mencegah terjadinya
kehilangan selama penyimpanan
beku.
Vitamin
A
(sintetik)
yang
ditambahkan ke dalam susu lebih
mudah rusak oleh cahaya daripada
vitamin A alami. Hal ini bukan
karena keduanya berbeda, tetapi
kedua jenis vitamin tersebut
didispersikan berbeda dalam susu
(deMan, 1981). Bentuk vitamin A
yang ditambahkan ke dalam
produk
makanan
mungkin
mempengaruhi
kestabilannya.
Vitamin A dalam bentuk butiran
(beadlet) lebih stabil daripada
bentuk larutan dalam minyak.
Butiran-butiran
vitamin
A
distabilisasi oleh pelapis yang
protektif. Jika pelapis ini dirusak
oleh air, kestabilannya sebagian
besar berkurang (deMan et al.,
1986).
Kimia Pangan
Menurut
Andarwulan
(1992),
vitamin A dapat dibuat secara
sintetik. Dasar pembuatan vitamin
A sintetik yang stabil adalah
dengan
dibungkus
dengan
senyawa
pelindung
misalnya
gelatin, gum, atau lilin; diformulasi
dalam bentuk emulsi cair; dan
dikompleks dengan senyawa lain.
Dari sepuluh jenis sayuran yang
umum, apabila dibekukan, disimpan,
dan dimasak atau dikalengkan,
disimpan dan dimasak rata-rata
mengalami susut vitamin A 10%;
sedangkan dari delapan macam
buah-buahan
jika
mendapat
perlakuan yang sama terjadi susut
yang lebih besar yaitu 30%.
Pengeringan
beku
hanya
menyebabkan sedikit sekali vitamin
A yang rusak, tetapi pengeringan
telur, sayuran, dan buah-buahan
yang dilakukan dengan udara
panas, sinar matahari, atau suhu
tinggi dapat menyebabkan susut
vitamin A yang serius. Mentega
yang dikemas tanpa vakum jika
dipanaskan pada suhu 50 oC akan
kehilangan
seluruh
aktivitas
vitamin A-nya setelah pemanasan
6 jam; sedangkan jika dikemas
vakum, pemasan 120 oC selama 6
jam hanya menyebabkan sedikit
kerusakan vitamin A.
Pada pembuatan semur hati,
retensi vitamin A sebesar 90 –
100%. Dalam pengolahan susu
bubuk dengan pengering semprot
atau pada pembuatan susu kental,
tak ada vitamin A yang hilang.
Retensi vitamin A juga baik pada
pembuatan produk-produk yang
338
dipanggang seperti tortilla baker,
bolu, dan roti tawar.
Makanan dapat difortifikasi dengan
vitamin
A
sintetik
tanpa
menimbulkan masalah cita rasa
dengan aktivitas biologis dan
stabilitas yang baik. Di samping
itu, biayanya pun relatif murah.
Vitamin A telah ditambahkan
dengan hasil baik pada minyak
salad, margarin, mentega kacang
tanah, susu skim cair, susu skim
bubuk, es krim, mellorin, minuman
sari buah, the bubuk, the daun,
gula, gula, garam, MSG, dan lainlain (Andarwulan, 1992).
Vitamin
A
digunakan
untuk
fortifikasi margarin dan susu skim.
Jumlah yang ditambahkan untuk
margarin sebesar 3.525 IU per 100
gram.
Beberapa karotenoid
(provitamin A) digunakan sebagai
pewarna makanan (deMan, 1999).
2. Vitamin D
a. Klasifikasi dan Struktur
DeMan (1999) menjelaskan bahwa
vitamin ini berada dalam beberapa
bentuk, dua yang paling penting
adalah vitamin D2 (C28H44O) atau
ergocalciferol dan vitamin D3
(C27H44O) atau biasa disebut
cholecalciferol.
Kedua struktur
vitamin tersebut dapat dilihat pada
Gambar 8.17.
Kimia Pangan
339
manusia melalui kontak dengan
sinar matahari.
CH3
CH3
CH2
b. Kebutuhan dan Defisiensi
Vitamin D
CH3
OH
H3 C
CH3
CH3
CH3
CH2
CH3
OH
H3C
CH3
Gambar 8.17. Rumus struktur Vitamin D2
dan D3
Vitamin D2 memiliki aktivitas penuh
bagi manusia yang berasal dari
iradiasi ergosterol yang terdapat
dalam hampir semua tanaman,
terutama sel khamir. Vitamin D3
mempunyai aktivitas penuh bagi
hewan dan manusia. Bentukbentuk vitamin D yang lain adalah
D4, D5, D6, dan D7. Perbedaan
masing-masing vitamin D tersebut
kurang penting karena aktivitasnya
kecil.
Prekursor vitamin D2
adalah
ergosterol, sedangkan vitamin D3
adalah
7-dehidrokolesterol.
Prekursor-prekursor
atau
provitamin-provitamin
tersebut
dapat dikonversi masing-masing
menjadi vitamin D2 dan D3 melalui
iradiasi dengan sinar ultraviolet.
Selain kedua prekursor di atas,
ada beberapa sterol lain yang
dapat memperoleh aktivitas vitamin
D ketika diiradiasi.
Provitaminprovitamin itu dapat dikonversi
menjadi vitamin D dalam kulit
Vitamin D2 ada dalam jumlah yang
kecil dalam minyak hati ikan;
sementara vitamin D3 tersebar luas
dalam produk-produk
hewani
dengan
jumlah
terbanyak
terkandung dalam minyak hati
ikan, sedangkan jumlah lebih kecil
ada dalam telur, susu, mentega,
dan keju.
Satuan aktivitas untuk vitamin D
adalah IU yang sama dengan
aktivitas 1 mg preparat standar
yang dikeluarkan WHO. Satu IU
juga sama dengan aktivitas 0,025
µg kristal murni vitamin D2 atau D3.
Kebutuhan manusia sebesar 400 –
500 IU tetapi meningkat hingga
1000 IU selama hamil dan
menyusui. Orang dewasa yang
secara teratur terkena
sinar
matahari mungkin mempunyai
persediaan vitamin D yang cukup.
Kelebihan asupan vitamin ini
menyebabkan toksik.
Menurut Stipanuk (2000), sintesis
vitamin D dalam kulit sebagai
akibat terkena sinar matahari
merupakan sumber vitamin D
terpenting. Suplemen vitamin D
atau asupan makanan yang
difortifikasi vitamin D bermanfaat
bagi individu yang terkena sinar
matahari terbatas atau orang
dewasa lainnya yang memiliki
kemampuan
terbatas
dalam
mensintesis vitamin D.
Kimia Pangan
340
Karena sangat sedikit makanan
sebagai sumber vitamin D yang baik,
manusia memiliki kemungkinan yang
lebih besar kekurangan vitamin D
dibandingkan kekurangan vitamin
yang
lain.
Pengayaan
(enrichment) beberapa makanan
dengan vitamin D telah membantu
secara
signifikan
untuk
memberantas rahitis, suatu jenis
penyakit kekurangan vitamin D.
Margarin
dan
susu
adalah
makanan
yang
biasanya
digunakan
sebagai
pembawa
untuk vitamin D yang ditambahkan.
Fungsi utama vitamin D dalam
memelihara skeleton yang sehat
adalah mempertahankan konsentrasi
kalsium dan fosfor dalam serum
dalam
kisaran
normalnya.
Defisiensi vitamin D terjadi jika
absorpsi kalsium dalam usus yang
biasanya 30% sampai 50% menurun
menjadi tidak lebih dari 15%.
Penurunan
ini
mengakibatkan
kerusakan matriks mineral dalam
tulang karena kalsium dan fosfor
diserap untuk menutupi kekurangan
tadi. Akibatnya akan terjadi rakhitis
pada anak-anak dan osteomalacia
pada orang dewasa. Gambar 8.18
di bawah ini memperlihatkan
pasien yang terkena rakhitis
tersebut.
Gambar 8.18 Penderita rakhitis
c. Sifat Fisikokimia
Dalam keadaan murni, semua
vitamin D merupakan kristal putih,
tidak berbau, larut dalam lemak
atau minyak dan pelarut organik
seperti eter, heksana, kloroform,
aseton, alkohol, serta tidak larut
dalam air.
Vitamin D sensitif terhadap faktorfaktor yang sama dengan vitamin
A, tetapi mempunyai tingkat
kestabilan yang lebih baik. Vitamin
D2 lebih labil dibandingkan D3
karena ikatan rangkapnya lebih
banyak.
Kestabilan vitamin ini
dipengaruhi oleh jenis zat pelarut
yang digunakan.
Untuk menjaga kestabilan vitamin
D dalam bahan pangan dapat
dilakukan dengan menambahkan
antioksidan pada minyak atau
lemak, dihindari kontak dengan
udara, asam, dan trace mineral
seperti Cu dan Fe karena dapat
bertindak sebagai prooksidan.
Kimia Pangan
341
quart (0.9463 liter). Penambahan
vitamin D pada margarin ada pada
level 550 IU per 100 gram.
Pada saat ini hampir semua susu
diperkaya dengan vitamin D
dengan cara penambahan kristal
vitamin D secara langsung. Susu
secara alami miskin vitamin D,
tetapi merupakan media yang
cocok untuk fortifikasi karena
mengandung kalsium dan fosfor.
Bahan
pangan
lain
yang
difortifikasi dengan vitamin D
adalah produk biji-bijian dan
margarin, berbagai jenis breakfast
cereal, serta makanan bayi.
d. Pengaruh Pengolahan
Vitamin D sangat stabil, sedikit
atau tidak ada kehilangan dalam
pengolahan dan penyimpanan.
Vitamin D dalam susu tidak
dipengaruhi
pasteurisasi,
perebusan,
atau
sterilisasi
(Hartman dan Dryden, 1965).
Penyimpanan beku susu atau
mentega juga memiliki sedikit atau
tidak berefek pada jumlah vitamin
D, dan hasil yang diperoleh sama
selama penyimpanan susu kering.
Potensi vitamin D susu dapat
ditingkatkan melalui beberapa
cara: pemberian pakan sapi yang
tinggi vitamin D seperti khamir
yang diiradiasi, iradiasi susu, dan
penambahan konsentrat vitamin D.
Metode terakhir sekarang hanya
digunakan sebagai prosedur biasa.
Praktek
iradiasi
susu
untuk
meningkatkan potensi vitamin D
telah dihentikan, karena pengaruh
buruk iradiasi pada komponen susu
yang lain. Vitamin D ditambahkan
pada susu untuk memberikan
konsentrasi sebesar 400 IU per
3. Vitamin E
a. Klasifikasi dan Struktur
Vitamin E adalah istilah untuk
semua tokoferol, tokotrienol, dan
turunannya yang secara kualitatif
memperlihatkan
aktivitas
dari
RRR-α-tokoferol (Gambar 8.19).
Istilah tokoferol adalah deskripsi
umum untuk semua mono-, di-,
dan
trimetil
tokoferol
dan
tokotrienol.
Posisi metil
Struktur Tokoferol
Struktur Tokotrienol
5,7,8
α - Tokoferol (α-T)
α-Tokotrienol ( α-T-3 )
5,8
β - Tokoferol (β-T)
β-Tokotrienol ( β-T-3 )
7,8
γ - Tokoferol (γ-T)
γ-Tokotrienol ( γ-T-3 )
8
δ - Tokoferol (δ-T)
δ -Tokotrienol ( δ-T-3)
5
HO
C6
C
7
C
5
7
8
C
8
C 10
C
H2
C
4
3
2
9
O
CH2
C
C H3
C H3
2
1
4
3
C H3
6
5
7
8
S truktu r T ocoph erol
9
C H3
10
11
12
C H3
Kimia Pangan
342
5
H2
C
HO
4
5
6
7
3
CH 2
9
8
O
7
2
1
8
CH 3
6
H3C
CH 3
6
3
7
5
8
CH 3
9
10
11
12
CH 3
Struktur Tocotrienrol
H2
C
HO
7
CH 3
CH 3
5
10 4 3 CH
2
8
9
2
O
CH 3
H3C
CH 2
1
H
4
2
3
5
6
7
CH 3
H
H3C
8
10
9
11
12
CH 3
CH 3
2R, 4’R, 8’R- α- Tocopherol
Gambar 8.19. Rumus struktur vitamin E.
b. Kebutuhan
Vitamin E
dan
Defisiensi
Sumber vitamin E
alami yang
paling baik adalah minyak nabati,
terutama minyak dari lembaga
(germ) gandum. Salada dan alfalfa
mengandung vitamin E cukup
banyak; jeruk, pisang, dan minyak
kacang tanah hanya sedikit;
sedangkan minyak zaitun tidak
mengandung vitamin E. Jaringan
hewan hanya mengandung sedikit
vitamin E. Jumlah yang paling
besar terdapat dalam hati (kuda
dan sapi, tetapi tidak banyak dalam
tikus), sejumlah kecil terdapat
dalam otot, hati, ginjal, plasenta,
susu, dan telur. Minyak hati ikan
yang kaya akan vitamin A dan D,
sangat sedikit mengandung vitamin
E.
Kebutuhan dan makanan yang
mengandung
vitamin
E
didefinisikan dalam istilah αtokoferol ekivalen (α-TE). Untuk
memperoleh 1 mg α-TE, seseorang
harus mengkonsumsi 1 mg RRRα-tokoferol, 1,35 mg all-rac- αtokoferol, 1,49 mg all-rac- α-tokoferil
asetat, atau 10 mg RRR- -tokoferol.
Satuan
sebelumnya
yang
digunakan adalah International
Unit (IU), yang besarnya adalah:
1 mg α-TE = 1,49 IU
Kebutuhan vitamin E juga tidak
sama untuk setiap golongan umur,
jenis
kelamin,
dan
kondisi.
Kebutuhan tertinggi adalah bagi
golongan ibu menyusui.
Keadaan defisiensi vitamin E pada
manusia. masih belum diketahui.
Pada tikus yang dihilangkan
vitamin E-nya, yang jantan menjadi
steril dan betina yang sedang hamil
tidak dapat melahirkan karena
kekurangan vitamin ini akan
mengakibatkan
kematian
dan
reabsorpsi embrio dalam uterus.
Kesuburan tikus betina tidak
dihilangkan, ketika diberikan vitamin
E yang cukup, mereka dapat
Kimia Pangan
melahirkan normal. Anak-anak
tikus (dan hewan lain) setelah
beberapa
bulan diberikan diet
yang kurang vitamin E, tidak
tumbuh normal, lemah, dan terjadi
degenerasi (kemunduran) pada
jaringan skeletal
(muscular
dystrophy), juga luka ditemukan
pada jaringan hati (Bogert, 1960).
c. Sifat Fisikokimia
Tokoferol dan tokotrienol berwarna
kuning sampai kuning pucat,
berbentuk minyak kental, larut
dalam alkohol, lemak, dan pelarut
lemak, tetapi tidak larut dalam air.
Tokoferol dan tokotrienol stabil
terhadap asam, panas, dan alkali,
tetapi dapat dirusak oleh oksigen
dan
proses
oksidasi
dapat
dipercepat jika terkena cahaya,
panas, alkali, dan adanya logam
seperti Cu2+ dan Fe3+.
Tanpa
adanya oksigen, vitamin E stabil
terhadap panas pada suhu di atas
200 oC, serta tidak terpengaruh
oleh asam sulfat dan asam klorida
pada suhu di atas 100 oC.
d. Pengaruh Pengolahan
Kehilangan
tokoferol
selama
proses pengolahan bahan pangan
sebagian besar disebabkan karena
oksidasi
karena
tokoferol
merupakan antioksidan sehingga
mudah teroksidasi.
Distribusi tokoferol di seluruh biji
tidak seragam, dan tepung dengan
derajat ekstraksi berbeda dapat
memiliki jumlah tokoferol berbeda
pula. Hal ini ditunjukkan oleh
343
Menger (1957) dalam suatu studi
tentang tepung terigu (Tabel 8.12).
Tabel 8.12. Kandungan Tokoferol
Gandum dan ProdukProduk Gilingnya
Produk
Abu
(%)
Tokoferol
Mg/100 G
(Db)
Gandum utuh
2,05
5,04
Tepung 1 (halus) 1,68
5,90
Tepung 2
1,14
4,27
Tepung 3
0,84
3,48
Tepung 4
0,59
2,55
Tepung 5
0,47
2,35
Tepung 6 (kasar) 0,48
2,13
Endosperma
(germ)
25,0
4,10
Sumber: Menger, 1957
Pada proses pemasakan yang
normal dilaporkan tidak ada
kehilangan vitamin E. Walaupun
kehilangan vitamin E pada minyak
yang digunakan untuk menggoreng
irisan kentang hanya 11%, tetapi
kehilangan yang besar dapat
dialami pada minyak yang melekat
pada produk hasil gorengan selama
penyimpanan. Hanya setelah dua
minggu penyimpanan keripik pada
suhu ruang, hampir setengah
tokoferol hilang.
Kehilangankehilangan agak lebih kecil selama
penyimpanan pada suhu freezer.
Perebusan sayuran hingga 30 menit
berakibat kehilangan tokoferol
hanya sedikit. Pemanggangan roti
putih mengakibatkan kehilangan
sekitar 5% tokoferol dalam remahremahnya (crumb).
Kimia Pangan
344
Vitamin E dapat ditambahkan ke
dalam
makanan
sebagai
antioksidan.
Komponen
ini
menetralisasi radikal-radikal bebas,
menuju peningkatan masa simpan.
4. Vitamin K
a. Klasifikasi dan Struktur
Menurut Fennema (1985), aktivitas
vitamin K ditemukan dalam turunanturunan naftokuinon larut lemak.
Menurut Stipanuk (2000), senyawa
yang memiliki aktivitas vitamin K
adalah
2-metil-1,4-naftokuinon
dengan bagian hidrofobik pada
posisi
3
(Gambar
8.20.).
Phylloquinone atau disebut vitamin
K1 diisolasi dari tanaman hijau dan
memiliki grup phytyl pada posisi 3
dari cincin naftokuinon. Bakteri juga
mensintesis vitamin K yang disebut
K2 yang lebih dikenal dengan
menakuinon.
Bentuk
ini
mempunyai grup multiprenyl tidak
jenuh pada posisi 3. Senyawa
sintetik menadione (2-metil-1,4naftokuinon) yang juga mempunyai
aktivitas vitamin K biasanya
digunakan sebagai sumber vitamin
makanan hewan.
Phylloquinone
tersedia dalam bentuk tablet untuk
kebutuhan manusia.
O
1
2
4
3
c3
O
P h yllo q u in o n e
O
c6
O
M e n a q u in o n e -7
Gambar 8.20. Struktur Vitamin K.
b. Kebutuhan dan Defisiensi
Vitamin K
hewani sedikit mengandung vitamin
ini kecuali hati babi.
Vitamin K secara luas terdapat
makanan dan juga disintesis oleh
flora usus. Sumber-sumber vitamin
K yang baik adalah sayuran
berwarna hijau gelap seperti
bayam dan daun kol, kembang kol,
kacang polong, dan sereal. Produk
Walaupun defisiensi vitamin K
yang utama tidak umum terjadi
pada orang dewasa, penyakit
pendarahan pada bayi baru lahir
karena kekurangan vitamin ini juga
jarang, namun merupakan sindrom
yang
telah
lama
dikenal.
Kimia Pangan
Persediaan vitamin K dari bayi
yang baru lahir rendah karena
transfer vitamin melalui plasenta
yang minim dan usus steril
menghalangi
kemungkinan
produksi
dan
penggunaan
menakuinon
selama
awal
kehidupan.
Di samping itu,
kandungan vitamin K air susu ibu
lebih rendah dibandingkan susu
sapi.
Susu formula bayi kini
disuplementasi dengan vitamin K.
Adapun pendarahan pada orang
dewasa terjadi karena rendahnya
asupan diet vitamin K rendah oleh
seorang
pasien
yang
juga
mengkonsumsi antibiotik, yang
mengganggu sintesis menakuinon
oleh mikroba dalam usus.
345
d. Pengaruh Pengolahan
Kehilangan vitamin K selama
pengolahan relatif kecil karena
stabil terhadap panas dan tidak
larut dalam air. Pemasakan biasa
hanya menyebabkan kerusakan
sedikit. Makanan beku cenderung
mengandung sedikit vitamin K.
Vitamin K1 sintetik merupakan
bentuk vitamin K yang digunakan
untuk nutrifikasi makanan, terutama
makanan bayi. Codex Alimentarius
Committee menetapkan jumlah
minimal vitamin K dalam makanan
bayi sebesar 4 mikrogram per 100
KKal atau 27 mikrogram per liter.
D. Vitamin Larut Air
Hipoprotrombinemia
merupakan
defisiensi vitamin K terjadi pada
bayi yang diberikan makanan yang
mengandung isolat protein kedelai,
formula dasar daging (meatbase
formula)
atau
formula
yang
mengandung hidrolized casein.
Produk-produk tersebut ternyata
rendah kandungan vitamin K-nya.
1. Vitamin C
c. Sifat Fisikokimia
Ilmuwan pemenang hadiah nobel
dua kali Dr Linus Pauling meninggal
dalam usia 93 tahun. Ia dengan
bersemangat mengatakan dirinya
telah berhasil menunda kematian
sekurang-kurangnya selama 20
tahun
karena
mengkonsumsi
vitamin C dosis tinggi.
Vitamin K1 berupa cairan berwarna
kuning, sedangkan K2 adalah
kristal berwarna kuning. Semua
vitamin K larut dalam sebagian
besar pelarut lemak, tetapi hanya
sedikit larut dalam metanol atau
etanol. Vitamin K1 dengan lambat
didekomposisi oleh oksigen atmosfer
tetapi siap dirusak oleh cahaya
(fotoreaktif).
Vitamin ini stabil
terhadap panas, tetapi tidak stabil
terhadap alkali dan asam kuat.
Vitamin C ditemukan oleh Albert
Szent-Gyorgyi pada 1937. Albert
Szent-Gyorgyi
mendeskripsikan
vitamin yang serupa gula itu sebagai
suatu yang dapat membuat badan
bekerja baik sehingga tubuh
menjadi lebih kuat dan lebih sehat.
a. Klasifikasi dan Struktur
Asam L-askorbat adalah lakton
(ester
dalam
asam
hidroksikarboksilat) dan diberi ciri
oleh
gugus
enadiol
yang
Kimia Pangan
346
dehidroaskorbat,
keduanya
memiliki keaktifan sebagai vitamin
C.Asam askorbat sangat mudah
teroksidasi
secara
reversible
menjadi asam L-dehidroaskorbat,
yang secara kimia bersifat sangat
labil
dan
dapat
mengalami
perubahan lebih lanjut menjadi
asam L-diketogulonat yang tidak
memiliki keaktifan vitamin C lagi
(Winarno,1998).
menjadikannya senyawa pereduksi
yang kuat. Bentuk D tidak
mempunyai aktivitas biologi. Salah
satu dari isomer , asam Disoaskorbat, atau asam eritorbat,
diproduksi secara niaga untuk
sebagai tinambah dalam makanan
(De Man, 1999).
Vitamin C dapat berbentuk sebagai
asam L-askorbat dan asam LCH2OH
CH2OH
HO
HO
H
H
O
HO
H
O
O
H
CH2OH
H
O
L-ascorbic
O
O
H
HO
O
Dehydro-L-ascorbic acid
(DHAA)
OH
O
H
OH
D-isoascorbic acid
CH2OH
HO
2,3-Diketogutonik acid
(DKGA)
H
OH H
O
COOH
O
Gambar 8.21. Struktur Asam Askorbat & Unsur- Unsur Yang Berhubungan
b. Kebutuhan
Vitamin C
dan
Defisiensi
Sumber vitamin C antara lain
berasal dari sayur-sayuran dan
buah-buahan. Di antara sayursayuran dan buah-buahan yang
paling
mendominasi
sebagai
sumber vitamin C terbanyak
adalah tomat dan jeruk. beraneka
jenis makanan lainnya adalah,
asparagus, kol, susu, mentega,
kentang, ikan, atau hati. Oleh
karena itu, cara yang terbaik
mendapatkan vitamin C adalah
dengan
mengonsumsi
bahan
makanan
yang
banyak
mengandung
vitamin
C
(Noer,R.,2002 ). Berikut ini adalah
sumber makanan terbaik untuk
mendapatkan vitamin C dalam
setiap 100 gram bahan.
Kebutuhan vitamin C memang
berbeda-beda bagi tiap orang,
tergantung kebiasaan masingmasing. Pada remaja, kebiasaan
yang berpengaruh di antaranya:
merokok,
minum
kopi,
atau
minuman beralkohol, konsumsi
Kimia Pangan
347
obat
tertentu
seperti
obat
antikejang, antibiotik,obat tidur,
dan kontrasepsi oral. Kebiasaan
merokok
menghilangkan
25%
vitamin C dalam darah. Selain
nikotin
senyawa
lain
yang
berdampak sama buruknya adalah
kafein. Maka, sebisa mungkin
hindari minum kopi, teh, dan cola.
Selain itu stres, demam, infeksi,
dan
giat
berolahraga
juga
meningkatkan kebutuhan akan
vitamin C.
gigi mudah goyah dan lepas,
perdarahan di bawah kulit (sekitar
mata dan gusi), cepat lelah, otot
lemah dan depresi. Bahkan, punya
korelasi
dengan
masalah
kesehatan seperti kolestrol tinggi,
sakit jantung, artritis (radang sendi),
dan pilek. Defesiensi vitamin juga
akan
mengakibatkan
animea
apabila terjadi saat bayi dan pada
saat kehamilan ( Noer, R., 2002 ).
Kondisi badan yang selalu didera
stress
juga
akan
menguras
berbagai vitamin/mineral termasuk
vitamin C. Dalam suatu penelitian
diketahui mereka yang stres ringan
ketika diekspos dengan virus flu,
27 persen diantaranya segera
terserang flu.
Vitamin
C
tersimpan
dalam
kelenjar adrenal, kelenjar lendir,
ginjal, hati, indung telur, mata, dan
organ yang lain. Vitamin ini akan
keluar saat kita berolah raga berat
dan pada saat tekanan yang
sangat tinggi.
Asam L-askorbat mudah dioksidasi
secara bolak-balik menjadi asam
dehidro-L-askorbat, yang tetap
mempertahankan aktivitas vitamin
C. Senyawa ini dapat dioksidasi
lebih lanjut menjadi asam diketo-Lgulonat, dalam reaksi yang tidak
bolak-balik. Asam diketo-L-gulonat
tidak mempunyai aktivitas biologi,
tidak stabil, dan dioksidasi lebih
lanjut menjadi beberapa senyawa
yang mungkin, termasuk asam 1treona.
Dehidrasi dan dekarboksilasi dapat
menjurus ke pembentukan furfural,
yang
dapat
berpolimerisasi
membentuk pigmen coklat atau
bergabung dengan asam amino
dalam penguraian Strecker (deMan,
1999).
Hipoaskorbemia (defisiensi asam
askorbat) bisa berakibat seriawan,
baik di mulut maupun perut, kulit
kasar, gusi tidak sehat sehingga
c. Sifat Fisikokimia
Gambar 8.22 . Reaksi metabolisme vitamin C
Kimia Pangan
Berikut ini beberapa fungsi dari
vitamin C yang sekarang semakin
disadari tidak hanya sekedar untuk
antisariawan, tetapi juga untuk
meningkatkan kekebalan tubuh.
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
Agar tubuh mampu menangkal
penyerbu-penyerbu asing (virus,
kuman, dan bakteri) maka
limposit (sel darah putih) harus
tersedia dalam jumlah yang
cukup. Mengkonsumsi vitamin
C dosis tinggi diketahui dapat
meningkatkan produksi limfosit.
Vitamin C bekerja sebagai
antibiotika dalam tubuh untuk
menghancurkan
virus
penyebab penyakit.
Vitamin
C
juga
akan
meningkatkan kadar glutation di
dalam tubuh. Glutation adalah
antioksidan dalam tubuh yang
dapat
menjaga
sistem
kekebalan tubuh. Konsumsi
vitamin C 500 mg sehari dapat
meningkatkan kadar glutation
tubuh sampai 50 persen
(Khomsan, 2000).
Selama ini vitamin C atau asam
askorbat
lebih
terkenal
perannya dalam menjaga dan
memperkuat imunitas terhadap
infeksi.
Vitamin
C
juga
berperan penting dalam fungsi
otak, karena otak banyak
mengandung vitamin C. Dua
peneliti di Texas Woman's
University menemukan, murid
SMTP yang tingkat vitamin Cnya dalam darah lebih tinggi
ternyata menghasilkan tes IQ
lebih baik daripada yang jumlah
vitamin C-nya lebih rendah.
Vitamin C digunakan untuk
menjaga
struktur
kolagen,
sejenis
protein
yang
348
menghubungkan
semua
jaringan serabut, kulit, urat,
tulang rawan, dan jaringan lain
di tubuh manusia. Struktur
kolagen yang baik dapat
menyembuhkan luka, patah
tulang, memar, perdarahan
kecil dan luka ringan.
d. Pengaruh Pengolahan
Vitamin C adalah vitamin yang
paling tidak stabil dari semua
vitamin dan mudah rusak selama
pemrosesan dan penyimpanan.
Laju perusakan meningkat karena
kerja logam, terutama tembaga
dan besi dan juga oleh kerja enzim.
Pendedahan oksigen, pemanasan
yang terlalu lama dengan adanya
oksigen dan pendedahan terhadap
cahaya
semuanya
merusak
kandungan vitamin C makanan
(deMan, 1999).
Kandungan vitamin
C pada
makanan dapat hilang saat proses
pengolahan, ketika dimasak atau
pada
proses
penyimpanan.
Beberapa
cara
untuk
meminimalkan perubahan yang
timbul antara lain adalah sebagai
berikut:
merebus
makanan,
ƒ Bila
diusahakan tidak terlalu banyak
air dan tidak dalam waktu yang
terlalu lama.
ƒ Menyimpan juice dalam kulkas
jangan lebih dari 2-3 hari.
ƒ Menyimpan buah-buahan dan
sayur-sayuran di tempat yang
jauh dari air agar tidak
tercampur dengan air karena
vitamin C larut dalam air
( Noer, ., 2002 ).
Kimia Pangan
349
Tabel 8.13. Kestabilan vitamin C dalam makanan dan minuman setelah
penyimpanan pada 23°C selama 12 bulan.
Jumlah Produk
Cuplikan
Serealia siap santap
Campuran minuman
buah kering
Serbuk coklat
Susu murni kering,
kemas udara
Susu murni kering,
kemas gas
Serbuk kedelai kering
Persik beku
Sari apel
Sari kranberi (Vacciniium
oxycoccas)
Sari grape fruit
Minuman anggur
Minuman jeruk
Minuman berkarbonat
4
Tersisa
Rata-rata
Rentang (%)
(%)
71
60-87
3
94
91-97
3
97
80-100
2
75
65-84
1
93
-
1
1
5
81
80
68
58-76
2
81
78-83
5
3
5
3
81
76
80
60
73-86
65-94
75-83
54-64
Sumber : DeMann, 1999
berhasil dilakukan oleh Williams
dan Cline pada tahun 1936.
2. Vitamin B1 (tiamin)
Tidak seperti vitamin lainnya,
vitamin B dibedakan atas beberapa
macam dan tergabung dalam
vitamin B kompleks; ada vitamin B1
(tiamin), B2 (riboflavin), B3 (niasin),
B6 (piridoksin), dan B12 (kobalamin).
Masing-masing punya peran yang
berbeda. Struktur kimia dan
sintesis tiamin untuk pertama kali
a. Klasifikasi dan Struktur
Istilah tiamin menyatakan bahwa
zat ini mengandung sulfur (tio) dan
nitrogen (amine).Molekul tiamin
terdiri atas cncin pirimidin yang
terikat dengan cincin tiasol.
H3C
CH2 N
N
H3C
N
NH2
CH2CH2OH
+
S
Thiamin
Kimia Pangan
350
H
H3C
O
CH2CH2
N
N
Cl
Cl
+
CH2 N
+
H 3C
N
H3C
O
S
NH2
NO3
N
O
CH2CH2OH
Tiamin hydrochloride
H3C
H
P
S
H 3C
N
O
Thiamin pyrophosphat
NH2
H
P
O
+
CH2 N
+
O
O
H3C
CH2CH2OH
+
CH2 N
+
N
S
NH2
Thiamin Mononitrat
Gambar 8.23. Struktur dari berbagai bentuk tiiamin. Semuanya memiliki aktivitas Vitamin
B1 (tiamin)
b. Kebutuhan dan Defisiensi
Sedikit tiamin terdapat hamper
dalam semua makanan yang
berasal dari tumbuhan dan hewan.
Sumber yang baik ialah butir
serealia utuh; daging organ hewan
seperti hati, jantung dan ginjal dan
lain sebagainya.
Meskipun
kandungan
tiamin
biasanya diukur dalam mg per 100
g makanan, satuan lain telah
dipakai kadang-kadang, S.I. yang
setara dengan 3 µg tiamin
hidroklorida. Kebutuhan harian
manusia berkaitan dengan aras
karbohidrat makanan. Konsumsi
minimum 1 mg per 2000 kkal
dianggap
suatu
keharusan.
Peningkatan aktivitas metabolisme,
seperti yang diakibatkan oleh kerja
berat, kehamilan atau penyakit,
memerlukan konsumsi yang lebih
tinggi (deMan, 1999).
Vitamin B1 memiliki beberapa
fungsi,
diantaranya
adalah
membantu
mendorong
nafsu
makan, metabolisme karbohidrat,
berperan dalam sistem saraf dan
fungsi jantung. Vitamin ini adalah
koenzim penting dalam produksi
energi yaitu mengubah glukosa
menjadi enegi, oleh karena itu bagi
diabetesi
sangat
dianjurkan
menambah asupan B1 untuk
mengatur penggunaan glukosa
tubuh.
Kimia Pangan
Beberapa
gejala
kekurangan
tiiamin
diantaranya
ditandai
dengan
berkurangnya
nafsu
makan, sukar buang air besar,
susah tidur dan gelisah. Beri-beri
adalah gejala kekurangan vitamin
ini. Selain itu kekurangan thiamin
sering terjadi pada pecandu
minuman
alkohol.
Hal
ini
disebabkan alkohol bertentangan
dengan proses penyerapan thiamin
dalam pencernaan.
Sementara konsumsi vitamin B1
dalam dosis tinggi (5,000-10,000
mg) dapat menyebabkan sakit
kepala,
iritasi,
meningkatkan
denyut
dan
menimbulkan
kelemahan tubuh.
c. Sifat Fisikokimia
Tiamin merupakan kristal putih
kekuningan yang larut dalam air.
Dalam keadaan kering vitamin B1
cukup stabil. Di dalam keadaan
larut, vitamin B1 hanya tahan
panas bila berada dalam keadaan
asam. Dalam suasana alkali,
vitamin B1 mudah rusak oleh panas
atau oksidasi. Tiamin secara
komersial didapat sebagai tiamin
hidroklorida yang lebih stabil dan
aktif secara biologik (Almatsier,
2004 ).
Bila ditinjau dari sifat biokimianya,
dalam bentuk pirofosfat
(TPP)
atau
difosfat
(TDP),
tiamin
berfungsi
sebagai
koenzim
berbagai
reaksi
metabolisme
energi. Tiamin dibutuhkan untuk
dekarboksilasi oksidatif piruvat
menjadi
asetil
KoA
dan
memungkinkan masuknya substrat
yang dapat dioksidasi ke dalam
351
siklus Krebs untuk pembentukan
energi. Asetil KoA yang dihasilkan
enzim
ini.
Disamping
itu
merupakan prekursor penting lipida
asetil kolin, yang berarti adanya
peranan TPP dalam fungsi normal
system syaraf.
d. Pengaruh Pengolahan
Tiamin adalah salah satu vitamin
yang
kurang
kestabilannya.
Berbagai operasi pemrosesan
makanan dapat sangat mereduksi
tiamin. Panas, oksigen, belerang
dioksida, pH netral atau basa dapat
mengakibatkan perusakan tiamin.
Makanan dapat diautoklaf pada
1200C dengan sedikit atau tanpa
kehilangan tiamin. Pada pH netral
atau basa, vitamin rusak dengan
pendidihan atau bahkan dengan
penyimpanan pada suhu kamar.
Beberapa spesies ikan mengandung
enzim yang dapat merusak tiamin
dengan cepat. Karena alasan ini,
belerang dioksida tidak diizinkan
sebagai tinambah dalam makanan
yang mengandung tiamin dalam
jumlah
yang
lumayan.
Pemanggangan roti putih dapat
mengakibatkan kehilangan tiamin
20%. Kehilangan tiamin dalam
pemrosesan susu ialah sebagai
berikut:
pasteurisasi
3-20%,
sterilisasi 30-50%, pengering semprot
10% dan penggilingan 20-30%.
Bukan hanya karena penggilingan
saja kandungan tiamin berkurang,
tetapi penyimpanan butir gandum
utuhpun dapat berakibat kehilangan
vitamin ini (DeMan, 1997).
Kimia Pangan
352
3. Vitamin B2 ( Ribloflavin)
Vitamin B2 ditemukan sebagai
pigmen kuning kehijauan yang
bersifat fluoresen ( mengeluarkan
cahaya ) dalam susu pada tahun
1879 dan fungsi biologiknya baru
ditemukan pada tahun 1932.
Vitamin ini disintesis pada tahun
1935 dan dinamakan riboflavin
(Anonymous, 2004).
a. Klasiffikasi dan Struktur
Struktur riboflavin terdiri atas cincin
isoaloksazin
dengan
rantai
H2C
samping
ribitil.
Vitamin
ini
merupakan komponen dari dua
koenzim, Flavin mononukleotida
(FMN)
dibentuk
dengan
dikaitkannya ester fosfat pada
rantai samping ribitil. Flavin Adenin
Difosfat ( FAD ) dibentuk bila FMN
pada rantai sampingnya dikaitkan
dengan
adenine
monofosfat.
Enzim- enzim flavoprotein yang
mengandung FMN dan FAD terikat
pada bermacam apoenzim dan
terlibat dalam reaksi oksidasireduksi berbagai jalur metabolisme
yang
berpengaruh
terhadap
respirasi sel ( Almatsier, 2004).
CH2O H
(C H O H) 3
O
N
N
H3C
NH
H3C
O
R iboflavin
NH 2
O
H2C
H3C
H3C
N
N
(CHOH) 2
O
N
CH 2
O
P
O
O
P
O
N
N
O
O
CH 2
N
N
O
NH
O
Flavin Mononukleotida
HO
OH
Flavin Adenin Dinukleotide
Gambar 8.24 . Struktur Riboflavin, FMN dan FAD
Defisiensi
susu saja riboflavin kebanyakan
dalam bentuk bebas.
Pada
umumnya,
Riboflavin
makanan berada dalam bentuk
nukleotida, ester asam fosfat atau
terikat pada protein. Hanya dalam
Vitamin B2
memiliki fungsi
diantaranya memperbaiki kulit dan
mata, serta membantu produksi
energi antara sel.
b. Kebutuhan dan
Vitamin B12
Kimia Pangan
Defisiensi vitamin ini adalah
berkurangnya kepekaan terhadap
cahaya, Kekurangan Riboflavin
biasanya dihubungkan dengan
kekurangan tiamin dan niacin.
Tanda- tanda yang muncul akibat
kekurangan Riboflavin bersifat
menyebar, tetapi secara khusus
dapat
dilihat
pada
jaringan
epithethial. Disamping itu biasanya
kulit menjadi kering dan bersisik,
munculnya
angular
stomatitis
(pecah di sudut bibir, serta
gangguan kulit sekitar hidung dan
bibir), lidah keungu- unguan dan
bengkak, rasa terbakar, dan terjadi
iritasi pada mata.
Tidak
ada
kasus
mengenai
keracunan riboflavin yang telah
diobservasi. Batas atas keamanan
untuk riboflavin belum ditentukan
berkaitan dengan ketiadaan data
selama ini mengenai efek negatif
yang timbul bila mengkonsumsi
riboflavin secara berlebihan. The
Food and Nutrition Board of the
Institute
of
Medicine
merekomendasikan
bahwa
sebaiknya riboflavin dikonsumsi
hanya dari sumber makanan saja.
Hal ini dilakukan untuk mencegah
intake level racun yang potensial.
353
c. Sifat Fisikokimia
Dalam bentuk murni, riboflavin
adalah kristal kuning, dan larut air,
tahan panas, oksidasi dan asam,
tetapi tidak tahan alkali dan cahaya
terutama
sinar
ultraviolet
(Almatsier, 2004). Vitamin ini
mantap terhadap panas dalam
bentuk kering atau dalam medium
asam (Harris dan Karmas, 1989 ).
Molekul vitamin B2 terdiri atas
satuan d-ribitol yang terikat pada
cincin isoaloksazina, Perubahan
sekecil apapun dalam molekul
mengakibatkan hilangnya aktivitas
vitamin. Larutan riboflavin dalam
air berwarna kuning dengan
fluoresensi
hijaukekuningan.
Karena pengaruh cahaya dan pH
basa, riboflavin diubah menjadi
lumiflavin, senyawa tak aktif
dengan
fluoresensi
hijaukekuningan. Pada kondisi asam,
Riboflavin dirubah menjadi turunan
tak aktif yang lain, lumikrom dan
ribitol. Senyawa ini mempunyai
Fluoresensi
biru.
Perubahan
menjadi lumiflavin dalam susu
mengakibatkan kerusakan asam
askorbat (deMan, 1999).
Gambar 8.25 . Perubahan fotokimia Riboflavin menjadi lumikrom dan lumiflavin
Kimia Pangan
354
Selain bersifat stabil terhadap
panas dan dalam larutan asam,
Riboflavin merupakan oksidator
yang agak kuat, pada pH netral
maupun basa (Harris dan Karmas,
1989 ).
Gambar 8.26. Kemampuan oksidasi-reduksi Flavin
Berdasarkan sifat biokimia yang
dimilikinya, Riboflavin termasuk
kelompok vitamin yang larut dalam
air, dan merupakan energi pendukung
untuk proses metabolisme dan
biosintesis
dari
sejumlah
persenyawaan termasuk dalam bentuk
coenzyme, seperti flavin adenine
dinucleotide (FAD) and flavin adenine
mononucleotide (FMN). Riboflavin
juga berperan dalam aktivasi dan
pendukung aktivitas berbagai jenis
vitamin seperti vitamin B6, folate,
niacin, dan vitamin K.
atau
lightblocking
mengingat
Riboflavin bersifat larut dalam air
dan stabil terhadap panas, tetapi
sensitif terhadap kerusakan yang
diakibatkan oleh adanya cahaya.
Hal tersebut menunjukkan sifat
bahan
pengemas
dapat
mempengaruhi derajat kerusakan
Riboflavin
secara
bermakna.
Tampaknya panjang gelombang
cahaya
yang
terlibat
pada
kerusakan riboflavin terdapat di
daerah spectrum tampak di bawah
500 sampai 520 nm (DeMan,
1997).
d. Pengaruh Pengolahan
Sama dengan vitamin B lainnya,
riboflavin
hilang
pada
saat
penggilingan biji- bijian. Untuk
menutupi kekurangan ini, biasanya
dilakukan penambahan vitamin
pada tepung, namun Riboflavin
bukan termasuk vitamin yang ikut
ditambahkan. pada beras putih
karena dapat menyebabkan warna
kuning/ yellowish pada produk.
Riboflavin sangat peka terhadap
cahaya, dan laju kerusakannya
meningkat dengan naiknya pH dan
suhu. Reduktor seperti asam
askorbat, disertai cahaya, dapat
menyebabkan kerusakan, misalnya
kerusakan susu dalam botol yang
terbuat dari kaca bening. Riboflavin
dalam susu pada kondisi seperti itu
akan
mengalami
kerusakan
sebesar 50% dalam 2 jam. (Harris
dan Karmas, 1989 ).
Susu termasuk sumber utama
riboflavin,
maka
digunakan
kemasan yang bersifat opaque
e. Analisis
ƒ
Metode Fisik
- Penentuan
spektrum
absorpsi
Penentuan
spektrum absorpsi sinar
UV untuk vitamin B2
hanya
cocok
untuk
Kimia Pangan
-
ƒ
ƒ
larutan riboflavin murni.
Hal ini pun masih
memiliki
kelemahan
karena sangat peka
terhadap cahaya.
Pengukuran
spektrum
fluoresensi
Vitamin B2 dapat diukur
berdasarkan sifatnya yang
dapat
berfluoresensi
dengan
panjang
gelombang maksimum
565 nm pada pH 6.
Metode Biokimia
Pada metode pengukuran
Riboflavin
adenin
dinukleotida,
senyawa
nukleotida
diukur
berdasarkan kemampuannya
untuk berikatan dengan d—
asam-amino olsidase
Metode Biologi
Pada tes bakteri asam
laktat,
metode
ini
berdasarkan
kebutuhan
Lactobacillus caseii akan
vitamin
B2
untuk
pertumbuhan. Metode ini
tidak
hanya
mengukur
riboflavin bebas tetapi juga
riboflavin terikat. (koenzim
atau enzim).
4. Vitamin B3 (niasin)
Identifikasi niasin erat berkaitan
dengan
penelitian
tentang
penyebab
dan
pengobatan
pellagra, suatu penyakit yang
umum ditemukan pada abad ke –
18 di Spanyol dan Itali.
355
a. Klasifikasi dan Struktur
Niacinamide ( nicotinamide) adalah
salah satu bentuk dasar niasin
yang termasuk dalam vitamin BComplex.
Niasin
digunakan
sebagai suatu istilah kolektif untuk
mengacu
pada
keduanya,
nicotinamide maupun nicotinic acid.
Nicotinamide dan nicotinic acid
mempunyai aktivitas vitamin yang
serupa, tetapi mereka memiliki
aktivitas
farmakologis
sangat
berbeda (Anonymous, 2004).
Bentuk niasin sebagai nikotinamida
kemudian
diisolasi
dari
Nikotinamida Adenin Dinukleotida
Fosfat (NADP) dan Nikotinamida
Adenin
Dinukleotida
(NAD).
Hubungan antara triptofan dan
niasin
ditemukan
melalui
eksperimen pada manusia yang
mengukur metabolisme niasin
sesudah diberi beberapa dosis
triptofan. Ternyata triptofan adalah
prekursor dari niasin ( Almatsier,
2004).
Kimia Pangan
356
NH2
N
N
O
O
P
N
N
CH2
O
O
O
CONH2
COOH
N
Nicotinamide
cotinamide
acid
N
Nicotinamide
O
P
b. Kebutuhan
Vitamin B3
dan
Defisiensi
Kebutuhan manusia akan niasin
berkaitan
dengan
pemasukan
triptofan.
Protein
hewan
mengandung
kira-kira
1,4%
triptofan, protein sayur sekitar 1%.
Pemasukan 60 mg triptofan melalui
makanan dianggap setara dengan
1 mg niasin. Dosis kebutuhan
harian untuk orang dewasa,
dinyatakan sebagai niasin, 6,6 mg
per 1000 kcal, dan tidak kurang
dari 13 mg jika jumlah kalori
kurang dari 2000kcal (deMann,
1999).
Nikotinamida
dalam
dosis
farmakologis
tidak
memiliki
aktivitas
antihyperlipidemic,
maupun
kemampuan
untuk
menyebabkan
niacin-flush.
Berdasarkan bukti yang ada,
bagaimanapun, dosis nikotinamida
secara
farmakologis
dapat
mencegah
penyakit
diabetes
mellitus tipe satu. Pyrazinamide,
salah satu obat penting dalam
HO
O
H2C
HO
Gambar 8.27. Struktur nicotinic acid,
dinucleotide (phosphate)
O
OR (H or PO 3)
CONH2
O
N
+
OH
nicotinamide
dan
nicotinamide
adenine
perawatan tuberculosis, memiliki
sifat/ keadaan yang serupa, bila
dibandingkan dengan mekanisme
biokimia dengan nikotinamida.
Bila kekurangan vitamin ini dapat
menimbulkan
penyakit
seperti
pellagra (kerusakan kulit, lidah jadi
licin, bingung, diare, lekas marah).
Sebaliknya konsumsi vitamin B3
lebih
dari
100
mg
dapat
menimbulkan rasa gatal, sakit
kepala, mual, diare dan borok.
Gambar. 8.28. Penderita pellagra
Kimia Pangan
c. Sifat Fisikokimia
Niasin
dan
asam
nikotinat
merupakan kristal putih, yang lebih
stabil dari tiamin dan riboflavin.
Niasin tahan terhadap suhu tinggi,
cahaya, asam, alkali dan oksidasi.
Niasin tidak rusak oleh pengolahan
dan pemasakan normal, kecuali
kehilangan melalui air masakan
yang dibuang. Niasin mudah diubah
menjadi bentuk aktif nikotinamida.
Vitamin B3 memiliki peran secara
biokimia yang ditunjukkan dengan
beberapa fungsi,
di antaranya
adalah peranannya dalam sintesis
lemak, pernapasan jaringan dan
penggunaan karbohidrat, membentuk
nafsu makan yang baik, membantu
pencernaan, serta memperbaiki
kulit,
saraf,
dan
saluran
pencernaan ( Anonymous, 2004).
Nicotinamida berfungsi di dalam
tubuh sebagai koenzim NAD dan
NADP ( NADH dan NADPH adalah
bentuk
reduksinya).
Koenzimkoenzim ini diperlukan dalam
reaksi oksidasi- reduksi pada
glikolisis, metabolisme protein,
asam lemak, pernafasan sel dan
detoksifikasi, Peranannya adalah
melepas dan menerima atom
hydrogen. NAD juga berfungsi
dalam sintesis glikogen ( Almatsier,
2004).
d. Pengaruh Pengolahan
Niasin amida sebagian terhirolisis
oleh asam dan basa, tetapi
menghasilkan
niasin
dengan
aktivitas hayati yang sama. Perlu
diketahui juga bahwa niasin
langsung tercuci pada proses
pengukusan
dan
pencucian.
Vitamin ini dapat rusak oleh reaksi
357
enzim dalam proses pemeraman
daging (Harris dan Karmas, 1989 ).
Niasin barangkali
merupakan
vitamin B yang paling stabil.
Senyawa ini tidak terpengaruh oleh
cahaya, panas, oksigen, asam
atau basa. Kehilangan utama yang
diakibatkan oleh pemrosesan ialah
pelarutan dalam air pemroses.
Pemutihan
sayur
dapat
menyebabkan kehilangan sekitar
15%. Proses yang menggunakan
air garam dapat mengakibatkan
kehilangan sampai 30%.
Pemrosesan
susu,
seperti
pasteurisasi, pensterilan, penguapan
dan pengeringan pengaruhnya
kecil bahkan tidak berpengaruh
terhadap
asam
nikotinat.
Sebenarnya semua niasin dalam
susu terdapat dalam bentuk
nikotinamida.
Dalam
banyak
makanan, penggunaan panas,
seperti
pemanggangan
dan
pembakaran, meningkatkan jumlah
niasin yang tersedia. Ini adalah akibat
perubahan dari niasin terikat menjadi
bentuk bebasnya (deMan, 1997).
e. Analisis
ƒ
Metode Kimia
- Metode sianogen bromida
Prinsip
metode
ini
adalah berdasarkan sifat
turunan piridin yang dapat
memberikan
warna
spesifik dengan sianogen
bromida dan anina primer
atau sekunder. Untuk
mengukur kadar asam
nikotinat dalam produkproduk alami, terlebih
dahulu harus dilakukan
hidrolisa enzimatis untuk
mendapatkan
asam
nikotinat bebas.
Kimia Pangan
-
ƒ
358
Metode
2,4-dinitro
chlorobenzen
Sampel yang dianalisi
dengan
metode
ini
hanya yang mengandung
asam
nikotinat
dan
amida
bebas.
Oleh
karena itu, sebelumnya
sampel
dihidrolisis
terlebih dahulu.
5. Vitamin B6 (pyrodoxine)
Pada
tahun
1934,
Gyorgy
mengidentifikasi dan memisahkan
yang
dapat
vitamin
B6
menyembuhkan dermatitis bersisik
pada tikus percobaan. Struktur
kimia dan sintesis vitamin B6 atau
piridoksin ditetapkan pada tahun
1939.
Bentuk
lain
berupa
piridoksamin serta bentuk aktifnya
sebagai piridoksal fosfat ditetapkan
pada tahun 1942.
Metode Biokimia
Berdasarkan
tes
Lacrobacillus,
dilakukan
pengukuran Lactobacillus
arabinous.
Jika
suplai
faktor- faktor pertumbuhan
yang diperlukan bakteri
tersebut telah cukup, maka
jumlah asam laktat yang
diproduksinya berbanding
lurus (proposional) dengan
jumlah asam nikotinat yang
ada. Metode ini memiliki
banyak
kelebihan
bila
dibandingkan metode kimia.
R4
HO
3
2
H3C
4
1
N
a. Klasifikasi dan Struktur
Vitamin B6 pada kenyataannya
tidak hanya satu jenis vitamin saja,
tapi merupakan suatu kelompok
tiga
campuran
yang
saling
berkaitan
yaitu,
piridoksin,
piridoksal dan piridoksamin, dan
derivatif dari phosphorylated, yaitu
pyridoxine 5'-phosphate, pyridoxal
5'-phosphate dan pyridoxamine 5'phosphate.
Meskipun
semua
campuran ini secara teknis dikenal
sebagai vitamin B6, istilah Vitamin
B6 pada umumnya digunakan
untuk satu jenis vitamin yaitu
piridoksin.
R Group
'
5
O
CH 2 OH
6
H
Pyridoxal
CH
Pyridoxamine
CH 2 NH 2
CH 2 OH
Pyridoxine
R
HO
H2
C
O
P
CH 2 OH
O
CH 2 OH
O
OH
HO
CH 2 O
OH
H3C
N
H3C
H
Vitamin B6 5' Phosphat
N
OH
OH
H
Pyridoxine -5'-B- D- Gukoside
Gambar 8.29. Struktur Vitamin B6
OH
Kimia Pangan
359
Piridoksin
hidroklorida
adalah
bentuk sintetik yang digunakan
sebagai obat. Dalam keadaan
difosforilasi, vitamin B6 berperan
sebagai koenzim berupa piridoksal
fosfat (PLP) dan piridoksamin
fosfat (PMP) dalam berbagai reaksi
transaminasi. Disamping itu PLP
berperan
dalam
reaksi
lain
( Amatsier, 2004). Vitamin B6
terdapat dalam jaringan hewan
dalam bentuk piridoksal dan
piridoksamina
atau
sebagai
fosfatnya.
Piridoksin
terdapat
dalam produk tumbuhan ( deMan,
1999 ).
b. Kebutuhan
Vitamin B6
dan
Defisiensi
Kekurangan vitamin B6 jarang
terjadi dan bila terjadi biasanya
secara
bersamaan
dengan
kekurangan beberapa jenis vitamin
B-kompleks lain. Kekurangan bisa
terjadi karena obat- obatan tertentu,
kacanduan
alkohol,
kelainan
kongenital, penyakit kronik tertentu
dan
gangguan
absorpsi.
Kekurangan vitamin B6 dapat
menyertai
kecanduan
alkohol
karena alkohol dan penyakit hati
yang disebabkan alkoholl dapat
mengganggu metabolisme vitamin
B6.
Gejala kekurangan vitamin ini
biasanya
berkaitan
dengan
gangguan metabolisme protein,
seperti lemah, mudah tersinggung
dan sukar tidur. Kekurangan lebih
lanjut menyebabkan gangguan
pertumbuhan, gangguan fungsi
motorik dan kejang- kejang,
anemia, penurunan pembentukan
antibodi, peradangan lidah serta
luka pada bibir, sudut-sudut mulut
dan kulit. Sedangkan kekurangan
vitamin
B6
berat
dapat
menimbulkan kerusakan pada
system saraf pusat, sebaliknya
kelebihan dosis > 25 mg dapat
menyebabkan kerusakan syaraf
yang tidak dapat diperbaiki
c. Sifat Fisikokimia
Piridoksin merupakan kristal putih
tidak berbau, larut air dan alkohol.
Piridoksin tahan panas dalam
keadaan asam, tidak begitu stabil
dalam larutan alkali dan tidak
tahan cahaya. Ketiga bentuk
vitamin B6 mengalami fosforilasi
pada posisi-5 dan oksidasi hingga
menjadi koenzim aktif piridoksal
fosfat ( Almatsier, 2004).
Piridoksin stabil terhadap panas
dan basa kuat atau asam, juga
peka terhadap cahaya, terutama
sinar ultraviolet dan jika terdapat
dalam larutan basa. Piridoksal dan
piridoksamin dirusak dengan cepat
jika kena udara, panas atau
cahaya. Piridoksamin mudah rusak
pada
operasi
pemrosesan
makanan ( deMan, 1999 ). Dalam
larutan netral atau basa, ketiganya
peka terhadap cahaya ultraviolet
(Harris dan Karmas, 1999).
Vitamin B6 berperan dalam bentuk
fosforilasi PLP dan MP sebagai
koenzim
terutama
dalam
transaminasi, dekarboksilasi, dan
reaksi lain yang berkaitan dengan
metabolisme protein.
Dekarboksilasi yang bergantung
pada PLP menghasilkan berbagai
bentuk amin, seperti epinefrin,
norepinefrin dan serotonin. PLP
Kimia Pangan
360
juga berperan dalam pembentukan
asam alfa-aminolevulinat, yaitu
precursor hem dalam hemoglobin.
dan gugus sulfihidril aktif. Yang
terakhir
terbentuk
selama
perlakuan protein dengan panas.
Disamping itu, PLP diperlukan
untuk perubahan triptofan menjadi
niasin. Sebagai koenzim untuk
fosforilase,
PLP
membantu
pelepasan glikogen dari hati dan
otot sebagai glukosa-1-fosfat. PLP
juga terlibat dalam perubahan
asam linoleat menjadi asam
arakidonat yang mempunyai fungsi
biologik penting.
Pengalengan
makanan
mengakibatkan kehilangan vitamin
B6 20-30%. Penggilingan gandum
dapat mengakibatkan kehilangan
sampai 80-90%. Pemanggangan
roti dapat menimbulkan kehilangan
sampai 17 % (deMan, 1999).
e. Analisis
ƒ
d. Pengaruh Pengolahan
Piridoksin mantap terhadap panas
dalam larutan asam dan basa,
namun peka terhadap cahaya
pada pH ≥ 6,0. Piridoksal, bentuk
utama yang terdapat dalam susu
dan makanan lain, tak mantap
terhadap panas (Harris dan
Karmas, ). Pengaruh pemrosesan
terhadap piridoksin dalam susu
dan produk susu, tak ada
kehilangan yang berarti sebagai
akibat
dari
pasteurisasi,
penghomogenan dan produksi
susu
kering.
Akan
tetapi,
pensterilan
secara
panas
dilaporkan
mengakibatkan
kehilangan
yang
mempunyai
rentang dari 36 – 49 %. Kehilangan
tidak
hanya
terjadi
selama
perlakuan menggunakan panas
tetapi juga selama penyimpanan
susu itu selanjutnya. Kehilangan
pada penyimpanan ini disebabkan
oleh
pengubahan
piridoksal
menjadi piridoksamin dan karena
perbedaan
bentuk
vitamin,
diidentifikasi senyawa ini sebagai
bis-4-piridoksal disulfide. Senyawa
ini dibentuk oleh reaksi piridoksal
Metode Kimia
- Tes Cyamida
Tes ini hanya dapat
digunakan untuk garam
vitamin
B6-metil-etil.
Oleh karena itu, mulamula vitamin B6 harus
dikonversi
menjadi
vitamin B6-metil eter
dengan diazo metana
dan kemudian dikonversi
lebih
lanjut
menjadi
senyawa
iodo-metilpiridinium atau senyawasenyawa piridinium lain.
-
ƒ
Metode Ferri klorida
Tes ini sangat berguna
untuk penentuan kadar
vutamin
B6
pada
sumber- sumber kaya
vitamin tersebut. Vitamin
B6 akan membentuk
warna coklat merah
dengan ferri chlorida dan
hasilnya dibandingkan
dengan standar.
Metode Biologi
Pada
tes
pertumbuhan
khamir, Vitamin B6 dapat
menstimulir
pertumbuhan
Kimia Pangan
361
Sacharomices carlbergensis.
Oleh karena itu analisis
vutamin B6 berdasarkan
pengeluaran
kecepatan
pertumbuhan
khamir
tersebut dapat dilakukan.
6. Asam Folat
a. Klasifikasi dan Struktur
Asam folat (folid acid) merupakan
sederet senyawa berkaitan yang
terdiri atas tiga bagian : pteridin,
asam para-amino benzoat, dan
asam glutamat atau tersusun dari
2-amino-4-hidroksi pteridin yang
mengikat asam glutamat (PABG),
gambar 8.30.
Dalam sistem bologis/hayati asam
folat dapat berada dalam bentuk
yang berbeda-beda. Bentuk yang
tersebar di alam adalah asam
glutamat yang dinamai asam
pteroil glutamat (APG) atau
konyugat dengan jumlah bagian
asam glutamat yang beragam,
seperti
mono,
tridan
heptaglutamat. Bentuk ini tersedia
dengan konsentrasi yang sangat
kecil.
Asam folat
OH
N
H2N
C
C
N
O
C
C
N
N
C
CH2
C
NH
NH
CH
CH2
COOH
COOH
CH
Asam
p-aminobenzoat
Turunan pteridin
CH2
Asam glutamat
PABG
Gambar 8.30. Struktur asam folat
Asam folat disebut juga folasin
(C19H19N7O6) sedangkan nama
sebelumnya adalah antianemia,
faktor
U
(unknown)
yang
diperlukan untuk pertumbuhan
anak ayam, juga disebut Bc
(antianemia untuk chick) atau M
dan faktor L.caseii.
b. Kebutuhan
Asam Folat
dan
rumputan, bunga kubis, kacangkacangan, kecambah gandum dan
khamir. Asam folat dapat diisolasi
dari bayam dengan absorpsi
menggunakan charcoal (arang
aktif),
pengendapan
dengan
garam-garam Pb atau Ag dan
absorbsi
secara
kromatografi
menggunakan “fuller’s earth”.
Defisiensi
Vitamin
ini
terdapat
dalam
berbagai
makanan,
terutama
dalam hati, ginjal, daging tanpa
lemak,
susu,
keju,
sayuran
berdaun
hijau
tua,
rumput-
Asam folat merupakan vitamin
yang
dibutuhkan
untuk
pertumbuhan,
reproduksi
dan
pencegahan anemia pada hewan
dan dapat digunakan untuk
penyembuhan
beberapa
jenis
anemia pada manusia. Di samping
Kimia Pangan
itu asam folat dapat menstimulir
pertumbuhan tikus dan berbagai
bakteri, antara lain Streptococcus
lactis, Lactobucillus delbruckii dan
Lactobacillus caseii.
Kebutuhan harian folat untuk orang
dewasa diperkirakan sebesar 0,4 –
0,8 mg. Persediaan folat yang
cukup
dapat
dipantau
oleh
tingkatan asam folat bebas dalam
serum darah atau sel darah merah.
Folat dalam serum normal, jika
nilainya berkisar antara 5 – 20
ng/ml, kurang dari 5 ng/ml berarti
berada pada tingkatan defisiensi.
Kebutuhan tambahan folat selama
hamil sebesar 0,4 mg/hari dan 0,2
mg/hari selama menyusui.
Kekurangan asam folat dapat
terjadi pada wanita hamil yang
hanya
mengkonsumsi
sedikit
sayur-sayuran hijau dan tanaman
polong yang banyak mengandung
asam folat atau karena mengalami
penyakit saluran pencernaan. Bayi
dapat menderita kekurangan, bila
kandungan folat dalam susu
formulanya rendah. Kekurangan
asam folat menyebabkan sejenis
anemia dengan sel darah merah
yang
tidak
cukup
matang
sebagaimana mestinya. Diagnosis
kekurangan asam folat didasarkan
pada ditemukannya anemia dengan
sel darah merah yang berukuran
besar dan ditemukannya kadar
yang
rendah
dalam
darah.
Pemeriksaan
sumsum
tulang
menunjukkan adanya prekursor sel
darah merah imatur yang berukuran
besar, yang akan memperkuat
diagnosis. Pengobatan terhadap
kekurangan asam folat adalah
362
dengan pemberian asam folat peroral (ditelan).
Kelebihan
asam
folat
bisa
menyebabkan keracunan, pada
dosis lebih dari 100 kali dosis
harian yang dianjurkan. Hal ini
dapat meningkatkan frekwensi
kejang pada penderita epilepsi dan
memperburuk kerusakan saraf pada
penderita kekurangan vitamin B12.
c. Sifat Fisikokimia
Kristal folasin berwarna kuning
sampai
kuning-oranye,
tidak
berasa dan tidak berbau. Sangat
mudah larut dalam alkali encer dan
sedikit larut dalam air (0,16 mg per
100 ml air pada 25o C; 1 g per 100
ml pada 100o C) dan tidak larut
dalam alkohol, aseton, eter dan
kloroform. Titik lebur pada 250o C
dan BM –nya 441.40 dan
mempunyai aktivitas optik pada
{α} -25 = +2,3.
Asam folat stabil dalam medium
asam tetapi cepat dirusak dalam
kondisi netral dan basa. Dalam
larutan, vitamin mudah dirusak
oleh cahaya. Asam folat stabil
terhadap basa dalam kondisi
anaerob,
namun
demikian
hidrolisis masih dapat berlangsung
dengan memecah rantai samping
sehingga menghasilkan PABG dan
asam pterin-6-karboksilat. Asam
hidrolisis dibawah kondisi anaerob
menghasilkan 6-metilpterin.
Turunan poliglutamat dari asam
folat dapat dihidrolisa oleh basa
pada
kondisi
tanpa
udara
menghasilkan asam folat dan
asam glutamat. Reaksi-reaksi ini
dikatalisis oleh riboflavin dan FMN
Kimia Pangan
(flavin mononukleotida). Hanya
asam
folat
dan
turunan
poliglutamat yang mempunyai
aktivitas vitamin.
Asam folat tidak mempunyai
aktivitas koenzim tetapi molekulnya
tereduksi secara enzimatik. Enzim
folat reduktase mereduksi asam
Asam folat + NADPH + H+
Reduktase
dihidrofolat
FH2 + NADPH + H+
Reduktase
Peran utama FH4 adalah sebagai
pembawa sementara gugus 1 karbon di dalam sejumlah reaksi
kompleks enzimatik.
FH4 juga
berperan dalam banyak reaksi
penting dalam tubuh berdasarkan
fungsinya baik sebagai sumber
atom hidrogen maupun sumber
atom karbon dalam sintesis gugus
CH3 dan menghasilkan FH2.
Asam folat yang berada dalam
bentuk yang lebih aktif dari pada
APG disebut asam folinat atau
faktor sitrovorum berupa N5–
formil-5,6,7,8-tetrahidro APG.
FH2 dan FH4
sangat mudah
teroksidasi oleh udara, dalam
larutan netral FH4 teroksidasi
363
folat menjadi asam dihidrofolat
(FH2), kemudian FH2 direduksi
oleh FH2 reduktase menghasilkan
tetrahidrofolat
(FH4),
yang
merupakan
bentuk
koenzim
aktifnya.
Koenzim folat
berperan dalam
reaksi-reaksi biokimia
Folat
FH2 + NADP+
FH4 + NADP+
dengan cepat menghasilkan APG
pterin, xantopterin, 6-metil pterin
dan senyawa pterin lainnya seperti
asam
folat.
Oksidasi
udara
terhadap FH4
dapat dikurangi
dengan adanya tiol, sistein atau
asam askorbat. FH2 bersifat lebih
stabil daripada FH4 tetapi masih
dapat teroksidasi. FH2 teroksidasi
lebih cepat dalam larutan asam
dari pada basa, menghasilkan
PABG dan 7,8-dihidropterin-6karboksaldehida. Disinipun senyawa
tiol dan asam askorbat dapat
menghambat oksidasi (gambar
8.31).
Kimia Pangan
364
H
R
N
N
N
N
N
H2N
H
H
O
N
Tetrahidrofolat
O
O
N
N
H 2N
N
C
P-aminobenzoil
glutamat
+
Dihidropterin
Dihidrofolat
O
H
N
H
O
N
H2N
Pterin-6-karboksaldehid
N
Pterin
N
H
N
H 2N
H
N
N
O
N
Xantopterin
Gambar 8.31. Mekanisme pembentukan FH2 dan Pterin dari FH4
d. Pengaruh Pengolahan
Dari studi tentang penyimpanan
dan
pengolahan
susu
menunjukkan bahwa yang utama
berperan dalam proses inaktivasi
adalah yang bersifat oksidatif.
Kerusakan folat paralel dengan
askorbat,
dan
penambahan
askorbat dapat menstabilkan folat.
Kedua vitamin ini akan bertambah
stabilitasnya
dengan
adanya
deoksigenasi
susu,
tetapi
keduanya akan menurun setelah
14 hari dalam penyimpanan pada
suhu 15-190 C.
Beberapa
hasil
penelitian
menunjukkan bahwa kerusakan
dan atau kehilangan asam folat
dalam bahan pangan bervariasi,
dan biasanya disebabkan oleh
antara
lain;
pencucian,
perendaman,
perebusan,
pengalengan, pengorengan dan
blansir dengan air panas serta cara
pengolahan yang lain. Berikut ini
disajikan kehilangan folat dalam
berbagai pengolahan sumbersumber folat.
Kimia Pangan
365
Tabel 8.14. Kehilangan folat pada berbagai pengolahan sumber-sumber
folat.
Produk Makanan
Telur
Sourkrant
Hati
Ikan Pecak
Kembang kol Wortel
Daging
Sari buah jeruk
Sari buah tomat:
- Yugoslavia
- Amerika
Tepung
Daging atau sayur rebus
Cara Pengolahan
Penggorengan
Perebusan
Fermentasi
Pemasakan
Pemasakan
Perebusan
Perebusan
Radiasi - γ
Pengalengan dan
penyimpanan
Pengalengan
Pengalengan
Penyimpanan dalam
gelap (1 tahun)
Penyimpaan dalam terang
(1 tahun)
Penggilingan
Pengalengan dan
penyimpanan (1½ tahun)
Pengalengan dan
penyimpanan (3 tahun)
Kehilangan
Aktivitas Asam
Folat (%)
18-24
Tidak ada
Tidak ada
46
69
79
Tidak ada
Dapat diabaikan
70
50
7
30
20 – 80
Diabaikan
Diabaikan
Diabaikan
Sumber : Malin dalam Fennema, 1985
Pasteurisasi dan pensterilan susu
hanya menyebabkan kehilangan
sedikit atau tanpa kehilangan,
tetapi susu kering diikuti dengan
pensterilan seperti
yang dapat
terjadi pada susu bayi dan
menyebabkan kehlangan folat
yang berarti.
e. Metode Analisis
Kandungan asam folat di dalam
bahan pangan umumnya dianalisis
secara mikrobiologis. Pengujian
secara
mikrobilogi
disajikan
sebagai suatu metode tradisional
dari analisis asam folat dan
didasarkan
pada
kebutuhan
makanan dari mikroorganisme
(Lactobacillus caseii, Pediococcus
cerevisiae, and Streptococcus
faecalis).
Asam folat diektrak dari sampel
yaitu dengan cara mensuspensikan
sampel ke dalam buffer phosfataskorbat. Asam askorbat dilarutkan
dalam akuades.
Campuran di
autoklaf pada suhu 121 oC selama
15 menit setelah dingin diberi
enzim ”Bactochicken pancreas”.
Enzim ini dihilangkan setelah
hidrolisa selesai, lalu ditambahkan
toluen. Campuran diinkubasi pada
suhu 37o C selama 24 jam, lalu di
autoklaf selama 3 menit pada 121oC,
Kimia Pangan
366
didinginkan dan disaring. Filtratnya
diencerkan dengan buffer askorbat
sampai memperoleh konsentrasi
0,5-2,0 mg asam folat per ml.
Pada uji ini digunakan mikroba
Streptococcus faecalis, sedangkan
untuk standar digunakan larutan
asam folat yang diperoleh dengan
melarutkan kristal APG dalam
etanol 20% dalam air.
Dalam jumlah yang lebih besar
pengukuran dilakukan dengan
huorometri dan kromatografi. Dalam
larutan murni folat diukur dengan
menggunakan spektrofotometer –UV,
dan secara polografi.
7. Asam Pantotenat
a. Klasifikasi dan Struktur
Asam pantotenat sering disingkat
pantoten, berasal dari bahasa
Yunani kuno yang berarti “di manamana”.
Asam
pantotenat
(C9H17O5N), secara kimiawi diberi
nama D(+)-N-(2,4-dihidroksi-3,3 dimetil-butiril)-βalanin
(atau
disebut juga vitamin B5). Vitamin
ini disebut juga faktor anti
dermatosis anak ayam, faktor anti
uban, faktor anti pellagra anak
ayam dan faktor filtrat (filtrat hati,
khamir dan ekstrak hati).
Asam
pantotenat
mula-mula
diisolasi oleh Robert William pada
tahun 1938 dari khamir dan ekstrak
hati. Pada tahun 1950 setelah
diisolasi fungsi keenzimannya,
Fritz Lipmann dan Nathan Kaplan
menemukan kofaktor tahan panas
yang
penting
untuk
melangsungkan asetilasi enzimatik
alkohol atau amin yang bergabung
pada ATP. Pada pemurnian dan
analisis faktor ini disebut koenzim
A (KoA atau KoA-SH, untuk
asetilasi) koenzim A mengandung
asam pantotenat dalam bentuk
terikat (gambar 3).
Sebagai
koenzim A asam pantotenat terlibat
dalam metabolisme karbohidrat,
lemak dan protein, khususnya
dalam produksi energi.
Asam
pantotenat juga terlibat dalam
metabolisme asam lemak dan
lipida lain. Koenzim A merupakan
pembawa sementara gugus asil.
Molekul koenzim A mengandung
gugus tiol (-SH) yang reaktif,
tempat gugus asil berikatan secara
kovalen
membentuk
tioester
selama reaksi pemindahan gugus
asil.
Asam pantotenat
H
CH 3 OH
C
C
C
O
OH
CH 3
O
C
CH 2
CH 2
NH 2
HO
Gugus reaktif
HS
C
H2
CH2
O
NH C
B - merkaptoetilamin
O
CH2 CH2
NH
16
O
CH3
C
C
C
O
OH CH3
CH2 O
P
O
CH 2
N
O
O
P
HC
O
CH2
O
N
C
C
N
N
Adenin
CH
O
Asam Pantotenat
H
H
H
H
O OH
Koenzim A
C
O
P
O
O
Gambar 8.32. Struktur asam pantotenat dan koenzim A
Ribosa 3-fosfat
Kimia Pangan
b. Kebutuhan dan
Asam Pantotenat
367
Defisiensi
Asam pantotenat terdapat pada
semua sel dan jaringan mahluk
hidup, karena itu terdapat dalam
kebanyakan produk makanan.
Sumber makanan yang baik
termasuk daging, hati, ginjal, buah,
sayur, susu, kuning telur, ragi,
butir utuh serealia, dan buah batu.
Dalam produk hewan sebagian
besar asam pantotenat terdapat
dalam bentuk terikat, tetapi dalam
susu hanya sekitar seperempat
dari vitamin yang terikat.
Kebutuhan harian pantotenat untuk
orang dewasa adalah 6 – 8 mg.
Konsentrasi dalam darah 10 – 40
µg/100 ml dan 2,7 mg/hari yang
dikeluarkan melalui urin.
Kekurangan
asam
pantotenat
memberikan gejala kehilangan
selera
makan,
tidak
dapat
melaksanakan
pencernaan
makanan dengan baik, depresi
mental, insomnia, mudah terjadi
infeksi saluran pernapasan, yang
sering ditandai dengan muntahmuntah, tremor, iritasi dan “burning
feet syndrome”
c. Sifat Fisikokimia
Asam
pantotenat
merupakan
cairan kental berwarna kuning,
larut dalam air, etanol, etil asetat,
dioksan, asam asetat glasial, agak
larut dalam eter dan amil alkohol,
srta tidak larut dalam benzen dan
khloroform.
Asam pantotenat sangat stabil pada
kisaran pH 4-7. Di atas dan dibawah
kisaran pH tersebut asam pantotenat
dapat terhidrolisis menjadi bentukbentuk yang tidak aktif. Hidrolisis
alkalin menghasilkan β-alanin dan
asam pantoat, sebaliknya hidrolisis
asam menghasilkan lactona-γ pada
asam pantoat.
Asam pantotenat dan garamgaram anorganiknya dalam bentuk
larutan bersifat labil terhadap
panas, terutama dengan adanya
alkali dan asam kuat, tetapi larutan
D-pantotenol dalam air lebih stabil.
Karena sifatnya yang larut dalm air
maka akan terjadi kehilangan
besar pada saat pencucian dan
dripping pada defrosing makanan
beku terutama daging.
d. Pengaruh pengolahan
Pada umumnya asam pantotenat
mempunyai stabilitas yang baik,
dan seperti halnya riboflavin dan
niasin sebagian besar kehilangan
disebabkan karena menetes keluar
bersama air. Kehilangan atau
kerusakan asam pantotenat pada
produk makanan hewani maupun
nabati dapat terjadi pada proses
pengalengan
dan
ataupun
pembekuan, yaitu antara lain karena
pencucian, blanching, pengukusan
dan atau pemasakan. Kehilangan
dapat pula terjadi pada proses
pembekuan, pasteurisasi dan pada
saat penyimpanan.
Kehilangan
pantotenat yang tinggi terutama
karena pencucian, pemasakan dan
blanching,
sedangkan
pada
pengukusan, penyimpanan dan
pasteurisasi
hanya
terjadi
kehilangan
pantotenat
dalam
jumlah yang rendah.
Kimia Pangan
368
e. Metode Analisis
8. Biotin
Asam
pantotenat
di
dalam
makanan dapat diuji mikrobologis
yang menggunakan Lactobacillus
plantarum atau
melalui uji
radioimun. Faktor penentu yang
berpengaruh terhadap validitas
dari analisis asam pantotenat
adalah perlakuan awal yang
dibutuhkan untuk melepaskan
bentuk-bentuk ikatan dari vitamin.
a. Klasifikasi dan Struktur
Metode L. Plantarum hanya dapat
mengukur asam pantotenat bebas.
Untuk mengukur total pantotenat,
aam pantotenat yang terikat harus
dibebaskan lebih dulu
dengan
menggunakan enzim papain dan
diastase.
Cara analisis pantotenat lain ialah
dengan menggunakan khamir.
Dengan metode ini sejumlah
0,0005 asam pantotenat per
medium dapat ditentukan secara
kuantitatif.
Disamping itu pantotenat dapat
juga diuji dengan mengunakan
metode biologi yang menggunakan
hewan percobaan (anak ayam dan
tikus).
Metode lainnya adalah
metode
kimia
(termasuk
kromatografi). Metode kimia untuk
asam
pantotenat
menyangkut
hidrolisis atau redoksi dengan
mengukur
salah
satu
hasil
degradasinya terutama β-alanin
atau asam pantoat (2,4 – dihidroksi
– 3,3- dimetil asam butirat).
Biotin terdiri atas dua cincin siklik
yang dibentuk dari urea dan cincin
tiopen. Strukturnya mengandung
tiga
atom
karbon
asimetrik
(gambar 8.33.), dan ada delapan
stereoisomer
yang
mungkin
terbentuk, dan hanya D - biotin
yang terdapat di alam dan
mempunyai aktifitas vitamin.
Biotin dikenal juga sebagai vitamin
H. Nama lainnya adalah Bios II,
faktor X, koenzim R, Bios II B,
faktor anti “egg-white-injury”, faktor
W, vitamin Bw dan faktor S.
secara kimia biotin disebut juga
cis-tetrahidro-2-2oxotieno
3-4-dimidazolin-4-asam valerat atau
C10H16N2O3S.
Terdapat dua bentuk yang terjadi
secara alami yaitu D-Biotin bebas
dan biositin atau ε-N-biotinil-LLysin (gambar 8.33). Biositin
berfungsi
sebagai
bentuk
kooenzim yang berasal dari residu
lisin biotinilasi yang secara kovalen
berikatan dalam gugus protein dari
reaksi karboksilasi.
Kimia Pangan
369
O
C
HN
NH
HC CH
H 2C
Biotin
CH
S
C O OH
O
C
HN
NH
HC CH
H2C
Biocitin
NH 2
O
CH
C
N
H
(CH 2 ) 4
CH
COOH
Gambar 8.33. Struktur biotin dan biocitin
b. Kebutuhan
Biotin
dan
Defisiensi
Kekurangan vitamin ini jarang
terjadi.
Sebagian
besar
kekurangan biotin hanya terjadi
pada manusia yang terlalu banyak
mengkonsumsi albumen. Pasokan
biotin manusia hanya sebagian
saja berasal dari makanan.
c. Sifat Fisikokimia
D-biotin merupakan kristal bubuk
berwarna
putih
atau
kristal
berbentuk jarum tidak berwarna.
Vitamin ini sedikit larut dalam air
(sekitar 22 mg per 100 ml pada 25 oC)
dan larut dalam alkohol, alkali encer
dan air panas, agak larut dalam
asam encer dan tidak larut dalam
kloroform, eter dan petroleum eter.
Biotin murni stabil terhadap panas,
cahaya, udara dan asam lemah
serta kondisi netral (pH optimum 58). Pada kondisi pH yang sangat
tinggi atau rendah menyebabkan
biotin
mengalami
degradasi.
Larutan alkalin dari biotin dapat
bertahan sampai pH 9.
Biotin dalam putih telur terikat
sangat kuat dengan avidin protein
kompleks. Avidin terdenaturasi
oleh panas, sehingga reaksi dapat
dihilangkan jika telur dimasak.
Oksidasi terhadap biotin dengan
permanganat
atau
hidrogen
peroksida di dalam asam asetat
menghasilkan sulfon. Asam nitrit
dapat menghilangkan aktivitas
biologi biotin yang kiranya dapat
membentuk suatu turunan nitros
urea.
Formaldehid
juga
menginaktifkan vitamin.
Vitamin ini merupakan koenzim
untuk reaksi karboksilasi. Biotin
berperan sebagai pembawa gugus
karboksi (-COO-) pada sejumlah
reaksi karboksilasi enzimatik yang
memerlukan ATP.
Beberapa
reaksi karboksilasi tersebut antara
lain : reaksi karboksilasi (dari asam
piruvat menjadi asam oksaloasetat
dalam siklus krebs) dan reaksi
transkarboksilasi, dari asetil Co-A
menjadi malonil Co-A .
Kimia Pangan
370
Biotin sangat diperlukan dalam
biosintesis asam lemak dan dalam
glukoneogenesis.
d. Pengaruh Pengolahan
Biotin mempunyai stabilitas yang
baik
selama
pengolahan.
Perlakuan
panas
hanya
menyebabkan kehilangan yang
relatif kecil. Pada produksi susu
yang diuapkan dan dikeringkan,
kehilangan biotin tidak mencapai
15 %. Selama pengolahan kedelai
menjadi tepung dan konsentrat
protein tidak ditemukan kehilangan
biotin, tetapi pada pembuatan
isolat protein kedelai diperoleh
susut biotin sebanyak 80 %. Pada
pengalengan beberapa sayuran
dan biji-bijian, kehilangan vitamin
ini relatif besar.
Sacharomyces
cereviceae,
Staphylococcus aueus, lostridium
butylicum
dan
Lactobacillus
arabinosus.
Yaitu
dengan
menambahkan d-biotin murni pada
kultur medianya (yang biasa
digunakan adalah L. Plantarum).
Secara
teknis
penggunaan
mikroba ini lebih sederhana dan
lebih
singkat.
Tetapi
mikroorganisme
hanya
dapat
menentukan kadar biotin bebas
dan biotin terikat (botin total).
Disamping itu kadar biotin dapat
juga
diukur
melalui
metode
sebagai berikut :
ƒ
Tabel 8.15. Kehilangan biotin pada
pengalengan
beberapa
produk pertanian
Produk
Wortel
Jamur
Bayam
Tomat
Jagung
Kacang Kapri
% Kehilangan
biotin
40
54,4
66,7
55,0
63,3
77,7
Sumber: Kimia Vitamin, Nuri Andarwulan,
1989
e. Metode Analisis
Pengukuran kadar biotin dalam
pangan dilakukan dengan uji
mikrobiologis,
yaitu
dengan
menggunakan
bakteri
seperti
Lactobacilus
plantarum,
ƒ
Metode tikus percobaan
Metode ini diujicobakan pada
tikus putih jantan. Tikus diberi
ransum seimbang dengan satusatunya protein yaitu putih telur.
Putih telur diberikan dalam
jumlah yang besar dan waktu
yang dibutuhkan untuk gejalagejala kelainan kulit yang
pertama sebanding dengan
kadar biotin dalam ransum.
Penentuan jumlah biotin yang
dibutuhkan
untuk
menghilangkan
gejala-gejala
tersebut dengan menggunakan
standar
d-biotin
murni.
Disamping pengujian yang
menyangkut timbulnya “eggwhite injury”,
dapat juga
dilakukan dengan mengukur
pertumbuhan tikus.
Metode anak ayam
Pengukuran kadar biotin dapat
dilakukan
berdasarkan
pertumbuhan anak ayam, hal
ini disebabkan karena anak
ayam sangat membutuhkan
biotin untuk pertumbuhannya.
Kimia Pangan
371
Ribosa mengandung gugus fosfat
pada posisi 3’. Bagian pusat cincin
adalah suatu sistem cincin “corrin”,
yang mengandung porfirin. Empat
koordinat untuk atom nitrogen dari
cincin corrin adalah suatu atom
kobal sehinga vitamin ini disebut
juga kobalamin. Pada bentuk yang
biasa diisolasi, enam posisi
koordinat dari atom kobal II
ditempati
oleh
sianida
(sianokobalamin). Pada koenzim
aktif, keenam koordinat mengikat
5-dioksidanosin melalui gugus
metil (gambar 8.34).
Karena biotin murni tersedia dalam
bentuk sintetik, maka hasil analisis
biasanya dinyatakan dalam berat
d-biotin murni per berat sampel.
9. Vitamin B12 (Sianokobalamin)
a. Klasifikasi dan Struktur
Vitamin ini memiliki struktur yang
lebih kompleks, dengan dua
komponen khas. Dalam bagian
nukleotida,
5,6–dimetil
bensilmidazol berikatan dengan D ribosa melalui ikatan α-glikosidik.
H
O
O
P
O
H3C
C H2O H
O
H
H
H
CH3
OH N
O
N
CH
C H3
CH2
C O N H2
NH
C H2
CO
C H2
C H2
CH2
CH3
H
CH
CO NH2
C H3
CH
CH2
N
C H2
N
H
Co
N
+
H3C
H
CH
CH2
H2N O C
H
C O N H2
N
CH3
C H3
CH3
(C H 2 ) 2 C O N H 2
C H2
H
N H2
H2N O C
N
N
C H2
O
HH
N
N
H
H
OH OH
Gambar 8.34. Struktur Vitamin B12
Kimia Pangan
b. Kebutuhan dan
Vitamin B12
372
Defisiensi
Vitamin B12 banyak ditemukan
pada jaringan hewan tetapi hampir
tidak ada pada jaringan tumbuhan.
Sumber vitamin dari makanan
yang penting ialah produk hewan.
Sumber yang baik adalah daging
kurus tanpa lemak, hati, ginjal, ikan,
kerang dan susu (tabel 24) dan
pada biji/buah atau sayuran yang
terkontaminasi
oleh
feses
serangga.
Dalam susu vitamin
terdapat sebagai kobalamin yang
terikat pada protein.
Vitamin B12 diperlukan untuk
fungsi
sel tubuh yang normal,
termasuk otak dan sel syaraf.
Kobalamin berhubungan dengan
produksi
sel
darah
merah.
Defisiensi dari vitamin ini akan
menimbulkan Anemia Pernisiosa
c. Sifat Fisikokimia
Sianokobalamin adalah kristal
higroskopis yang berwarna merah
gelap, dengan rumus empirik
C63H88N14O14Pco. Sianokobalamin
bersifat basa, berbau busuk,
rasanya tawar yang larut dalam air.
Juga larut dalm alkohol dan fenol
tapi tiak larut dalam aseton,
kloroform dan eter.
Gugus sianida dari sianokobalamin
dapat diganti oleh ion-ion lain
menjadi bentuk hidroksokobalamin,
klorokobalamin,
nitrokobalamin,
tiosianakobalamin dan lainnya.
Sianokobalamin stabil dalam udara
dan dalam udara kering dan relatif
stabil pada suhu 100o C selama
Terkena sinar ultraviolet atau sinar
tampak yang intensitasnya tinggi.
Stabil pada kisaran pH 4 –6. Pada
kisaran
ini
hanya
sedikit
kehilangan yang ditemukan setelah
diautoklaf. Pereduksi seperti tiol
dalam konsentrasi yang rendah
dapat melindungi vitamin ini tetapi
dalam jumlah yang lebih besar
dapat menyebabkan kerusakan.
Asam askorbat dan sulfit dapat
merusak vitamin B12. Kombinasi
dari tiamin dan asam nikotinat
secara perlahan dapat pula
merusak vitamin B12 dalam larutan,
meskipun tidak pernah berbahaya
bagi keduanya. Besi melindungi
vitamin dari kedua senyawa
tersebut dengan cara bergabung
dengan hidrogen sulfit, senyawa
perusak dari tiamin.
d. Pengaruh Pengolahan
Vitamin B12 tidak dirusak oleh
pemasakan
kecuali
kalau
dididihkan dalam larutan basa.
Dalam hati, 8% dari vitamin ini
hilang oleh perebusan pada 100o C
selama 5 menit, sedangkan
pendidihan otot daging pada 170o
C selama 45 menit mengakibatka
kehilangan sebesar 30%. Dalam
pemanasan oven pada makanan
beku, retensi vitamin B12 berkisar
79-100%, pada produk-produk ikan,
ayam goreng, kalkun dan daging
sapi.
e. Metode Analisa
Vitamin B12 dianalisis secara
mikrobiologis dengan menggunakan
L. leichmannii sebagai suatu uji
organisme. Sebelum penyerapan,
vitamin
B12
diikat
dengan
mukoprotein dalam suatu getah
lambung yang disebut faktor
intrinsik. Protein di sekitar B12
dengan mudah dibebaskan oleh
enzim pencernaan.
Kimia Pangan
373
10. Bioflavonoid (Vitamin P)
a. Klasifikasi dan Nomenklatur
Bioflavonoid adalah sahabat asam
askorbat atau vitamin C pada
makanan alami.
Biolavonoid
memperkuat aksi vitamin C.
Keduanya termasuk vitamin yang
larut dalam air dan secara alami
banyak
terdapat
pada
jenis
makanan yang sama.
Artinya,
flavonoid dian vitamin C selalu
bersama-sama dalam makanan.
Vitamin ini ditemukan ilmuwan
rusia, Dr. Albert Sznet – Gyorgyi,
(1936) dalam selaput putih di
bagian dalam buah sitrus (jeruk).
Huruf P berasal dari kata
permeability,
faktor
unggulan
flavonoid
seperti
vitamin
C,
flavonoid mudah diserap dari
dalam usus.
Oleh badan
Committee on Nomenclature of
American Society of Biological
Chemistry dan American Institut of
Nutrion (1950) namanya diubah
menjadi bioflavonoid atau biasa
dinyatakan
dengan
antihemorrhage (pendarahan)
b. Kebutuhan
Vitamin P
dan
Defisiensi
Sebagaimana vitamin C, sumber
utama flavonoid adalah kelompok
buah sitrus (jeruk) termasuk lemon,
limau, jeruk nipis, grapefruit, jeruk
bali dan sebagainya. Jenis buah
lain seperti pepaya, cherry, anggur,
apricot, plum, blackberry, juga
termasuk sumber vitamin P.
Sedangkan
dalam
kelompok
sayuran adalah paprika hijau, daun
slada brokoli, tomat, bawang
merah dan bawang putih
Fungsi dan kegunaan flavonoid
untuk meningkatkan ketahanan
selaput pembuluh darah atau kapiler
dan mengatur kemampuan daya
serapnya,
meningkatkan
penyerapan
vitamin
C
dan
melindungi molekul-molekul vitamin
C dari oksidasi. sehingga secara
tidak langsung berperan dalam
menjaga
kesehatan
kolagen.
Flavonoid sendiri sering digunakan
untuk memperbaiki ketahanan kapiler
pada kasus pendarahan gusi,
sariawan dengan pendarahan pada
usus duabelas jari dan kulit mudah
memar.
Juga digunakan untuk
masalah asma, alergi, bursitis dan
artitis, gangguan mata pada
diabetes dan mencegah kerusakan
sel-sel dari efek radiasi. Juga
mampu mencegah tejadinya kanker.
Kebutuhan
bioflavonoid
khususnya rutin dan hesperidin per
hari berbeda menurut golongan
umur. Wanita hamil dan menyusui
lebih membutuhkan vitamin ini
dalam
jumlah
yang
besar
dibandingkan dengan bayi ataupun
anak di usia pertumbuhan. Untuk
terapi kisaran yang dianjurkan
menurut RDA adalah 50 – 500 mg
pe hari.
Kekurangan flavonoid cenderung
meningkatkan
resiko
mudah
memar juga berkurangnya daya
tahan tubuh terhadap infeksi atau
peradangan pada artitis.
c. Sifat Fisikokimia
Bioflavonoid
diekstrak
dari
Capsicum anunum serta Citrus
limun.
Citrin dan glycosidelain
sebagai anthoxanthin) mempunyai
Kimia Pangan
aktivitas vitamin P. Secara kimiawi
disebut flavonoid. Sitrin dan lemon
merupakan campuran dari dua
flavonone,
glukosida
dan
hesperidin
dan
eriodictin.
Bioflavonoid yang terdapat dalam
alam adalah rutin dan quercetin.
D. Bahan Mirip Vitamin dan
Kelompok Vitamin Baru
1. Bahan- bahan Mirip Vitamin
Beberapa
faktor
makanan
mempunyai karakteristik vitamin,
namun
tidak
diklasifikasikan
sebagai vitamin. Ada yang dapat
disintesis
dalam
batas-batas
tertentu oleh tubuh, tapi dalam
keadaan stres dibutuhkan dalam
bentuk suplemen. Ada pula yang
terdapat di dalam tubuh tetapi
belum diketahui kegunaannya.
a. Kolin
Kolin
merupakan
komponen
fosfolipida,
yaitu
lesitin,
spingomielin dan asetilkolin. Lesitin
dan
spingomielin
merupakan
bagian membran sel. Asetilkolin
berfungsi sebagai pengantar saraf.
Kolin pada umumnya dimakan
sebagai
lesitin
(95%
lesitin
merupakan fosfatidilkolin). Percobaan
pada
manusia
menunjukkan
bahwa kekurangan kolin secara
kronis mempengaruhi ingatan.
Kebutuhan kolin tinggi pada
pertumbuhan
dan
mungkin
melebihi kemampuan bayi untuk
mensintesisnya.
Di
Amerika
Serikat ada ketentuan agar formula
bayi mengandung kolin sebanyak 7
mg/100 kkal, jumlah yang terdapat
374
di dalam ASI. Angka kecukupan
kolin sehari belum diketahui dan
akibat kelebihan juga belum
diketahui.
Sumber
Kolin bebas terdapat dalam hati,
kacang
kedelai,
havermout,
kembang kol dan kol. Telur, hati,
kacang kedelai, dan kacang tanah
juga
merupakan
sumber
fosfotidilkolin.
b. Mio-inositol
Inositol terdapat dalam buahbuahan, serealia, sayuran, kacangkacangan, hati, dan jantung.
Dalam susunan makanan rata-rata
biasa didapat cukup dalam bentuk
fosfolipida inositol dan sebagai
asam fitat (inositol heksafosfat).
Asam fitat mengganggu absorpsi
kalsium, besi, dan seng.
Sumber
Inositol terdapat dalam buahbuahan, serealia, sayuran, kacangkacangan, hati, dan jantung.
Dalam susunan makanan rata-rata
biasa didapat cukup dalam bentuk
fosfolipida inositol dan sebagai
asam fitat (inositol heksafosfat).
Asam fitat mengganggu absorpsi
kalsium, besi, dan seng.
Fungsi
Mio-inositol adalah satu-satunya
dari sembilan isomer inositol yang
mempunyai arti biologik, Mioinositol merupakan senyawa siklik
dengan enam karbon dan enam
gugus hidroksil dengan struktur
Kimia Pangan
menyerupai glukosa. Mio-inositol
terdapat di dalam jaringan hewan
sebagai komponen fosfolipida,
terutama di dalam otak, cairan
serebrospinal dan juga di dalam
otot dan jantung serta jaringan lain.
Inositol bebas terutama terdapat
dalam alat reproduksi laki- laki
terutama dalam semen.
Peranan faalinya berkaitan dengan
kehadirannya dalam fosfatidilinositol
yang
berarti
dengan
fungsi
fosfolipida dalam membran sel.
Fungsinya termasuk mengatur
respon sel terhadap rangsangan
luar, transmisi saraf dan pengaturan
aktivitas enzim. Melalui peranannya
dalam sintesis fosfolipida yang
mempengaruhi fungsi lipoprotein,
mio-inositol mempunyai aktjfitas
lipotropik. Metabolisme inositol
dipengaruhi oleh kolin dalam
makanan, jumlah dan tingkat
kejenuhan lemak makanan dan
komposisi asam lemak.
Akibat Kekurangan dan Kelebihan
Akibat kekurangan mio-inositol
belum begitu jelas. Kekurangan
pada manusia belum ditemukan,
kemungkinan
karena
keberadaannya yang luas dalam
makanan. Karena kekurangannya
di dalam formula nonsusu sapi,
Akademi Pediatri Amerika Serikat
menganjurkan agar mio-inositol
ditambahkan
pada
formula
nonsusu sapi sebagai usaha
pencegahan. Akibat kelebihannya
belum diketahui.
375
2. Kelompok Vitamin Baru
a. Vitamin U
Vitamin U ditemukan dalam kubis
mentah dan diperkirakan dapat
membantu penyembuhan borok
kulit dan borok pada saluran
pencernaan.
Tidak
banyak
informasi lain yang tersedia. Dosis
dan toksik belum ditemukan.
Dosis yang digunakan, dianjurkan
berdasarkan aturan RDA, tetapi
perlu disadari bahwa dosis ini
adalah jumlah minimum yang
diperlukan
per
hari,
untuk
menghindari kekurangan yang
serius dari defisiensi bahan gizi ini.
Di dalam penggunaan untuk tujuan
mengobati, dilakukan peningkatan
dosis pada umumnya.
b. Vitamin T
Vitamin T, ditemukan di biji wijen
dan kuning telur. Hanya sedikit
informasi yang diketahui mengenai
vitamin ini. Fungsi vitamin ini
adalah untuk memperkuat sel
darah merah. Dosis dan toksisitas
vitamin ini belum diketahui.
c. Vitamin
B17amygdaline
laetrile,
Laetrile,
amygdalin
adalah
senyawa penyusun vitamin ini,
Meskipun diberi nama vitamin B 17,
kebenarannya masih diragukan,
Hal ini juga disebabkan masih
minimnya informasi yang tersedia.
Vitamin jenis ini diketahui memiliki
bahan yang dapat menghambat
pertumbuhan
kanker.
Di
kebanyakan negara penjualan
vitamin ini masih termasuk illegal.
Bagaimanapun
Laetrile
dapat
Kimia Pangan
376
membantu menurunkan tekanan
darah
dan
penyakit
yang
berhubungan dengan arthritis.
Dilain pihak Laetrile mengandung
cyanide, yang dapat menunjukkan
tanda- tanda keracunan, meliputi
sakit kepala, tekanan darah rendah
dan “ nausea”. Vitamin jenis ini
banyak terdapat pada apricot
kernel, dan sedikit pada stone fruit
kernel
lainnya.
Juga
bisa
ditemukan
pada
biji
yang
berkecambah.
pada kondisi seperti multiple
sclerosis and chronic hepatitis.
Vitamin B13 bersifat stabil dan
tidak mudah rusak oleh panas.
Banyak terdapat pada sayuran ubi
seperti wortel, bit dan juga terdapat
pada cairan whey.
d. Vitamin B15 – asam pangamic
Protein “protos” (Yunani), senyawa
organik kompleks berbobot molekul
tinggi yang merupakan polimer dari
monomer-monomer asam amino
yang dihubungkan satu sama lain
dengan ikatan peptida.
Asam pangamic, juga disebut
vitamin B15, tidak termasuk
kualifikasi yang penting bagi diet
kita. Sampai benar- benar ada riset
yang
dapat
dipertanggungjawabkan, kita harus
berhatihati
mengkonsumsi
suplemen yang mengandung asam
pangamic, calcium pangamate,
DMG or B15. Meskipun asam
pangamic tidak beracun bila
dimakan sebagai makanan normal,
bahan aktif dalam asam pangamic,
yang
disebut
dimethylglycine
(DMG),
bersifat
karsinogenik.
Sumber vitamin ini banyak terdapat
pada beras merah, brewer's yeast,
biji- bijian seperti biji bunga
matahari dan labu.
e. Vitamin B13 – asam orotic
Asam orotic (vitamin B13) tidak
benar- benar dikenali sebagai
vitamin, dan dapat diproduksi oleh
tubuh
yaitu
oleh
”intestinal
flora”. Asam Orotic membantu
produksi bahan genetik dan
menguntungkan setelah terjadi
serangan jantung. Juga digunakan
8.6. RANGKUMAN
PROTEIN
Protein berperan penting dalam
struktur dan fungsi semua sel
makhluk hidup dan virus, peran ini
ditentukan oleh struktur protein,
dimana terdiri dari empat macam
struktur yaitu primer, sekunder,
tersier, dan kuertener
Biosintesis protein alami sama
dengan ekspresi genetik, mulai
dari proses transkripsi
DNA
hingga
pascatranslasi
yang
menghasilkan
terbentuknya
protein yang memiliki fungsi penuh
secara biologi.
Asam amino merupakan penyusun
protein melalui suatu ikatan
polipeptida. Senywa penyusun
asam amino memiliki gugus
fungsional karboksil (-COOH) dan
amina (biasanya -NH2), dimana
gugus karboksil memberikan sifat
asam
dan
gugus
amina
memberikan sifat basa.
Kimia Pangan
Sumber protein pada makanan
terbagi dalam dua kelompok yaitu
hewani (berasal dari hewan) dan
nabati (tumbuhan).
Protein
berasal
dari
hewan
memiliki semua asam amino
esensial, hingga disebut protein
lengkap, berbeda dengan sumber
protein nabati yang merupakan
protein tidak lengkap, senantiasa
mempunyai kekurangan satu atau
lebih asam amino esensial.
Proses pengolahan pangan seperti
pemanasan maupun pembekuan
dapat berpengaruh terhadap mutu
protein
ENZIM
Enzim dihasilkan oleh sel-sel hidup,
baik hewani maupun nabati. Selain
itu enzim juga dikenal memiliki
peran sebagai biokatalisator
Struktur
enzim
terdiri
dari
apoenzim dan koenzim . Setiap
enzim memerlukan suhu dan pH
(tingkat keasaman) optimum yang
berbeda-beda
Enzim
dapat
menyebabkan
perubahan dalam bahan pangan.
Perubahan yang terjadi dapat
berupa rasa, warna, bentuk, kalori,
dan sifat-sifat lainnya.
MINERAL
Mineral merupakan bahan organik
yang terdapat dalam di alam
maupun dalam tubuh makhluk
hidup. Tubuh memerlukan mineral
dari luar karena fungsinya yang
penting
untuk
kelangsungan
proses metabolisme.
377
Mineral dibagi dalam 3 kelompok
berdasarkan
jumlah
yang
diperlukan oleh tubuh, yaitu
Makromineral Mikromineral dan
Ultrace mineral. Makromineral
terdapat
baik
pada
bahan
makanan sumber hewani maupun
nabati, sedangkan mikromineral
dan ultratrace mineral sebagian
besar
terdapat
pada
bahan
makanan sumber hewani.
Kekurangan mineral, kecuali zat
besi dan yodium, jarang terjadi.
Sedangkan kelebihan beberapa
mineral
bisa
menyebabkan
keracunan.
Mineral memiliki beberapa sifat
spesifik, selain itu
turut serta
dalam berbagai proses biokimia
penting dalam tubuh.
Mineral dapat berinteraksi dengan
berbagainkomponen
pangan,
seperti dengan mineral lain,
maupun
komponen
makanan
lainnya
Kebutuhan setiap orang akan
mineral
bervariasi
bergantung
pada kondisinya. Suplementasi
mineral dapat dikonsumsi bila
kebutuhan dari makanan tidak
dapat terpenuhi.
KOMPONEN BIOAKTIF
Komponen-komponen
bioaktif
dalam makanan dapat terbentuk
secara alami atau terbentuk
selama
proses
pengolahan
makanan.
Komponen bioaktif ini meliputi
senyawa
yang
berasal
dari
Kimia Pangan
karbohidrat, protein, lemak, dan
komponen-komponen
yang
terdapat secara alami di dalam
sayuran serta buah-buahan.
Komponen bioaktif di dalam sayur
dan
buah-buahan
yang
berpengaruh
secara
fisiologis
disebut sebagai phytochemicals.
Komponen
Bioaktif
Turunan
Protein,
diantaranya
adalah
Senyawa Amin. Sebagian senyawa
amin tersebut aktif secara fisiologis
sehingga sering disebut amin
bioaktif (bioactive amine).
Serat pangan adalah salah satu
komponen
bioaktif
turunan
karbohidrat disebut juga dietary
fiber.
sedangkan
komponen
bioaktif
turunan lemak adalah
lipida. Ada beberapa asam lemak
dan senyawa lipida lain yang
mendapat perhatian secara khusus
karena mempunyai efek fisiologis
yang positif maupun negatif
terhadap kesehatan, yakni asam
lemak essensial, omega-3, dan
asam lemak tak jenuh isomer trans
(trans fatty acids =TFA).
Komponen aktif yang terdapat
pada bahan tanaman dikenal
dengan istilah fitokimia. yang dapat
memberikan fungsi-fungsi fisiologis
untuk
pencegahan
penyakit.
Berbagai
jenis
fitokimia
diantaranya Karotenoid , Fitosterol,
Saponin, Polifenol , Fitoestrogen,
Sulfida, Monoterpen dan Protease
Inhibitor sejenis tripsin.
378
PIGMEN
Pigmen atau zat warna/ pewarna
pada
makanan secara umum
dapat dibagi menjadi tiga golongan,
yaitu : zat warna alami, zat warna
yang identik dengan zat warna
alami, dan zat warna sintetis.
Makanan atau minuman dapat
memiliki warna karena lima hal
diantaranya
pigmen,
reaksi
karamelisasi,
reaksi
maillard,
reaksi senyawa organik dengan
udara (oksidasi) dan penambahan
zat warna, baik alami maupun
sintetik.
Pigmen alami adalah zat warna
yang
diperoleh
dari
tumbuhan,hewan,
atau
dari
sumber-sumber mineral. Jenis zat
warna
alami
yang
sering
digunakan
untuk
pewarna
makanan antara lain Klorofil,
Karotenoid,
Lutein
dan
Zeaxanthin,
Flavonoid
murni
artinya
tidak
mengandung
senyawa lain terdiri dari :
antosianin yaitu pigmen yang
berwarna merah, biru dan ungu,
antoxantin
yang
memberikan
warna kuning, dan tanin yang
berwarna coklat.
Berdasarkan rumus kimianya, zat
warna sintetis dalam makanan
menurut “Joint FAO/WHO Expert
Committee on Food Additives”
(JECFA) dapat digolongkan dalam
beberapa kelas, yaitu : azo,
triarilmetana, quinolin, xanten dan
indigoid.
Kimia Pangan
Pemakaian zat
industri pangan
379
warna
dalam
Pewarna sintetis dipakai sangat
luas dalam pembuatan berbagai
macam makanan. Pemakaian zat
warna
oleh
industri
pangan
biasanya tidak lebih dari 100 mg
per kg produk.
FLAVOR ( CITA RASA )
Flavor adalah keseluruhan sensasi
yang diterima oleh indera manusia
ketika produk pangan dikonsumsi.
Beberapa
faktor
yang
mempengaruhi rasa diantaranya
senyawa kimia, suhu, konsentrasi,
interaksi dengan komponen rasa
lainnya.
Flavor pada makanan dapat
berasal dari tiga sumber yaitu
alami, flavor yang terbentuk dari
prekursor yang ada dalam bahan
dasar melalui reaksi kimia akibat
pemasakan.
Sumber
terakhir
adalah adanya penambahan dari
luar, baik yang alami atau sintetik.
Ditinjau dari cara pembuatannya,
secara umum flavor dibuat melalui
tiga cara yaitu pencampuran
bahan-bahan kimia, pembuatan
senyawa-senyawa
flavor
dan
pencampuran flavor alami
Dari
segi
asal-usul,
flavor
dibedakan
menjadi
flavor
natural/alami, sintetis (buatan) dan
natur identical (diolah dari bahan
alami untuk menghasilkan flavor
sintetis).
Beberapa penyebab perubahan
flavor diantaranya adalah adanya
interaksi
antar
komponen,
pemrosesan dari makanan/flavor
atau bahan mentah, irradiasi,
enzim dan mikroba, dan oksidasi
udara.
Soal Latihan:
1. Sebutkan ada berapa tipe
struktur protein, dan berikan
penjelasan singkat mengenai
perbedaan tipe struktur protein
tersebut!!
2. Jelaskan
secara
singkat
mengenai terjadinya sintesis
protein!
3. Jelaskan mengenai pengelompokan
asam
amino
berdasarkan
kebutuhan tubuh Manusia !
4. Sebutkan darimana kita bisa
mendapatkam sumber protein
untuk memenuhi kebutuhan
tubuh kita sehari-hari.
5. Dalam
proses
pengolahan
pangan,
perlakuan
yang
diberikan dapat menurunkan
mutu
protein.
Jelaskan
mengenai penurunan mutu
protein
yang
diakibatkan
adanya perlakuan panas.
6. Jelaskan
secara
singkat
mengenai peran enzim sebagai
biokatalisator!
7. Jelaskan mengenai kerja enzim
yang bersifat spesifik!
8. Jelaskan secara singkat peran
enzim
dalam
proses
pengolahan pangan. Berikan
salah satu contoh proses
pengolahan
yang
memanfaatkan enzim !
9. Bagaimana komposisi mineral
serta pembagiannya berdasar
jumlah yang diperlukan dalam
tubuh ?
Kimia Pangan
10. Jelaskan fungsi-fungsi mineral
pada tubuh !
11. Sebutkan interaksi mineral
dengan komponen pangan
beserta contoh !
12. Bagaimana
akibat
dari
kekurangan / kelebihan mineral
Ca dan Se ?
13. Jelaskan
mengenai
bioavailabilitas zat besi !
14. Apa yang disebut dengan
komponen
bioaktif
serta
pengaruhnya
terhadap
manusia ?
15. Bagaimana
terjadinya
keracunan amin toksis pada
tubuh kita ?
16. Sebutkan efek fisiologis dari
serat pangan !
17. Mengapa oligosakarida disebut
sebagai prebiotik ?
18. Sebutkan peran fitokimia dalam
fungsi-fungsi fisiologis tubuh !
19. Faktor-faktor apa sajakah yang
menyebabkan adanya warna
pada makanan dan minuman ?
Jelaskan !
20. Apa
kekurangan
dari
penggunaan pewarna alami
dibandingkan
pewarna
sintetis ?
21. Sebutkan zat-zat warna alami
yang sering digunakan pada
makanan ?
22. Mengapa klorofil hijau daun
mudah berubah menjadi coklat
atau merah jika berinteraksi
dengan asam ?
23. Bagaimana
peranan
FDA
dalam mengatur penggunaan
zat warna sintetis dalam
makanan ?
24. Jelaskan terjadinya sensasi
dari flavor terhadap panca indra
kita !
380
25. Sebutkan faktor-faktor yang
mempengaruhi flavor !
26. Sebut dan jelaskan beberapa
faktor
yang
menyebabkan
perubahan flavor !
27. Bagaimana
pengaruh
fermentasi kedelai terhadap
warna
dan
rasa
pada
kecap ?
Bioteknologi Industri Pangan
381
IX. BIOTEKNOLOGI INDUSTRI
PANGAN
9.1. Fisiologi Sel
Mikroba
Pertumbuhan dapat didefinisikan
sebagai pertambahan secara teratur
semua komponen di dalam sel hidup.
Pada
organisme
multi-seluler,
pertumbuhan adalah peningkatan
jumlah
sel
organisme
dan
perbesaran ukuran sel. Pada
organisme
uniseluler
(bersel
tunggal), pertumbuhan adalah
pertambahan jumlah sel yang
berarti terjadi juga pertambahan
jumlah
organisme,
misalnya
pertumbuhan yang terjadi pada
suatu kultur jasad renik dari sedikit
menjadi
banyak.
Umur
sel
ditentukan segera setelah proses
pembelahan sel selesai, sedangkan
umur kultur ditentukan dari waktu
atau lama-nya inkubasi. Ukuran sel
tergan-tung
dari
kecepatan
pertumbuhannya. Semakin baik zat
nutrisi di dalam sel semakin cepat
pertum-buhan jumlah dan ukuran sel.
Pertumbuhan
mikroba
dalam
bioreaktor
terjadi
secara
pertumbuhan individu sel dan
pertumbuh-an
populasi.
Pertumbuhan individu sel meliputi
peningkatan
substansi
dan
komponen sel, peningkatan ukuran
sel
serta
pembelahan
sel.
Pertumbuhan populasi meliputi
peningkatan
jumlah
akibat
pembelahan sel dan peningkatan
aktivitas sel yang melibatkan
sintesis enzim.
Dalam pertumbuhan mikroba juga
terjadi proses metabolik yaitu mulai
dari transport nutrien dari medium
ke dalam sel, konversi bahan
nutrien
menjadi
energi
dan
konstituen sel, replikasi kromosom,
peningkatan ukuran dan masa sel
serta pembelahan sel secara biner
yang terjadi pula pewarisan genetik
(genom turunan) ke sel anakan
Gambar 9.1 Kurva Pertumbuhan Mikroba
(Fardiaz, 1997)
Kurva di atas disebut sebagai
kurva pertumbuhan mikroba. Ada
empat fase pada pertumbuhan
bakteri sebagaimana tampak pada
kurva yaitu fase lambat (lag phase),
fase eksponensial/logaritma (exponential phase), fase stationer/ tetap
(stationary phase), dan fase
kematian (death phase). Adapun
ciri-ciri dari keempat fase seperti
yang dijelaskan pada Tabel 9.1.
Bioteknologi Industri Pangan
382
Tabel 9.1 Fase Pertumbuhan Mikroba
Fase Pertumbuhan
Ciri-ciri
Fase lambat (lag phase)
Tidak ada pertumbuhan populasi karena sel
mengalami perubahan komposisi kimiawi dan
ukuran
serta
bertambahnya
substansi
intraseluler sehingga siap untuk membelah diri.
Fase eksponensial/Logaritma
(exponential phase)
Sel membela diri dengan laju yang konstan,
massa menjadi dua kali lipat,
Fase stasioner/tetap
(stationary phase)
keadaan pertumbuhan seimbang. terjadinya
penumpukan racun akibat metabolisme sel
dan kandungan nutrien mulai habis, akibatnya
terjadi kompetisi nutrisi sehingga beberapa sel
mati dan lainnya tetap tumbuh. Jumlah sel
menjadi konstan.
Fase kematian (death phase)
Sel menjadi mati akibat penumpukan racun
dan habisnya nutrisi, menyebabkan jumlah sel
yang mati lebih banyak sehingga mengalami
penurunan jumlah sel secara eksponensial.
Pertumbuhan Mikroba
minimum, dan maksimum untuk
pertumbuhan. Hal ini disebabkan di
bawah suhu minimum dan di atas
suhu maksimum, aktivitas enzim
akan berhenti, bahkan pada suhu
yang terlalu tinggi akan terjadi
denaturasi
enzim
sehingga
metabolisme dan pertumbuhan sel
terganggu bahkan dapat menyebabkan kematian sel mikroba.
Pengetahuan
akan
kurva
pertumbuhan mikroba (seperti
bakteri) sangat penting untuk
menggambarkan karakteristik pertumbuhannya,
sehingga
akan
mempermudah dalam kultivasi
(menumbuhkan) mikroba pada
suatu media, atau penyimpanan
kultivasi dan penggantian media.
Pertumbuhan mikroba di-pengaruhi
oleh berbagai faktor lingkungan, di
antaranya yaitu suhu, pH, aktivitas
air,
adanya
oksigen,
dan
tersedianya zat ma-kanan. Mikroba
mempunyai suhu maksimum dan
suhu minimum se-bagai batas
suhu pertumbuhannya. Suhu yang
terbaik
untuk
pertum-buhan
mikroba disebut suhu opti-mum.
Masing-masing
jasad
renik
mempunyai
suhu
optimum,
Jasad renik dapat dibedakan atas
beberapa grup berdasarkan atas
kemampuannya
untuk
dapat
memulai pertumbuhan pada kisaran
suhu tertentu. Penggolongan tersebut yaitu meliputi:
1. Psikrofilik adalah mikroba
yang dapat tumbuh pada suhu
0oC, dengan suhu optimum 515oC, dan suhu maksimum
sekitar 20oC.
Bioteknologi Industri Pangan
2. Mesofilik adalah mikroba yang
tumbuh baik pada suhu 2045oC. Pada suhu tersebut jika
suatu makanan disimpan memberikan pengaruh yang sangat
besar terhadap jenis jasad
renik yang dapat tumbuh serta
kecepatan
pertumbuhannya.
Kapang dan Khamir pada
umumnya tergolong dalam
mikroba mesofilik.
3. Termofilik adalah mikroba
yang dapat tumbuh pada suhu
yang relatif tinggi dengan suhu
minimum 25oC, suhu optimum
45-55oC, dan suhu maksimum
55-65oC. Beberapa bakteri
termofilik bahkan masih dapat
hidup dan tumbuh sampai suhu
75oC,
misalnya
Bacillus
thermosaccharolyticum. Bakteri
yang masih tahan dan tidak
mati pada suhu pasteurisasi
tersebut,
disebut
bakteri
termodurik.
Mikroba menggunakan komponen-komponen kimia di dalam
substrat sebagai sumber energi
untuk berkembang biak dan
membentuk sel-sel baru. Aktivitas
sel
tersebut
dilakukan
oleh
berbagai enzim yang diproduksi sel
mikroba. Berlangsungnya reaksi
enzimatis dapat dilihat dari produk
akhir reaksi atau berkurangnya
komponen yang dipecah. Berdasarkan sifat pemecahan terhadap
komponen kimia substrat, mikroba
dapat
dikelompokkan
menjadi
mikroba amilolitik, lipolitik, pektinolitik dan sebagainya.
Mikroba amilolitik dapat meme-cah
pati menjadi komponen yang lebih
383
sederhana
terutama
glukosa,
komponen gula sederhana dapat
dipecah lebih lanjut oleh mikroba
menjadi asam, alkohol atau gas.
Mikroba lipolitik dapat memecah
lemak sehingga dihasilkan gliserol
dan asam-asam lemak, sedangkan
mikroba proteolitik dapat memecah
protein menjadi peptida dan asam
amino. Mikroba yang tersifat aerob
(membutuhkan oksigen dalam
kelangsungan hidup pertumbuhannya) dapat memecah H2O2 yang
bersifat racun bagi sel mikroba itu
sendiri
dengan
mengubahnya
menjadi H2O dan O2 menggunakan
enzim katalase yang diproduksinya.
Bakteri tumbuh dengan cara
pembelahan biner, yang berarti
dari satu sel membelah menjadi
dua sel. Waktu yang dibutuhkan
oleh sel untuk membelah disebut
waktu generasi. Waktu ini bervariasi tergantung pada spesies dan
kondisi pertumbuhan. Semua bakteri yang tumbuh pada makan-an
bersifat heterotropik, yaitu membutuhkan zat organik untuk pertumbuhannya. Dalam metabolismenya
bakteri heterotropik menggunakan
protein, karbohidrat, lemak dan
komponen makanan lainnya sebagai sumber karbon dan energi
untuk pertumbuhannya.
Beberapa bakteri dapat mengoksidasi karbohidrat secara lengkap
menjadi CO2 dan H2O, atau
memecahnya
menjadi
asam,
alkohol, aldehida atau keton.
Bakteri juga dapat memecah protein yang terdapat di dalam
makanan menjadi polipeptida,
asam amino, amonia, dan amin.
Bioteknologi Industri Pangan
Beberapa jenis spesies tertentu
dapat memecah lemak menjadi
gliserol dan asam lemak. Meskipun
bakteri membutuhkan vitamin untuk proses metabolismenya, beberapa dapat mensintesis vitaminvitamin tersebut dari komponen
lainnya di dalam medium. Beberapa bakteri lainnya tidak dapat
tumbuh jika tidak ada vitamin di
dalam mediumnya. (Pelczar et al,
1977).
Jika bakteri tumbuh pada bahan
pangan
dapat
menyebab-kan
berbagai perubahan baik penampakkan maupun komposisi kimia
dan cita rasa bahan pangan
tersebut. Perubahan yang dapat
terlihat dari luar misalnya perubahan warna, pembentukan film
atau lapisan pada permukaan
seperti pada minuman atau
makanan cair/padat, pembentukan
lendir, pembentukan endapan atau
kekeruhan pada minuman, pembentukan gas, bau asam, bau
alkohol, bau busuk, dan berbagai
perubahan lainnya (Fardiaz, 1992).
Beberapa contoh mikroba (bakteri,
khamir dan kapang) yang sering
dibahas atau terdapat dalam
bahan makanan antara lain:
1. E. coli
Awalnya Eschericia disebut
Aerobacter yang merupakan
bakteri koliform yaitu bakteri
yang sering digunakan dalam
uji sanitasi air dan susu. Jenis
Escheciria hanya mempunyai
satu spesies yaitu E. coli, dan
disebut koliform fekal karena
ditemukan di dalam saluran
usus hewan dan manusia,
384
sehingga sering terdapat di
dalam feses. Bakteri ini sering
digunakan sebagai indikator
kontaminasi oleh kotoran feses.
2. Endomycopsis
Endomycopsis adalah jenis
khamir yang memiliki morfologi
spora bervariasi di antara
spesies. Endomycopsis memproduksi spora berbentuk bulan
sabit.
3. Pseudomonas
Pseudomonas merupakan salah satu jenis dalam kelompok
yang
sering
menimbulkan
kebusukan makanan. Bakteri
ini bersifat motil dengan flagela
polar.
4. Candida
Sel Candida tumbuh membentuk pseudomiselium atau
hifa yang mengandung banyak
sel-sel tunas atau disebut
blastospora,
dan
mungkin
membentuk
khlamidospora.
Kebanyakan spesies pertumbuhannya
membentuk
film
pada permukaan, dan sering
merusak
makanan-makanan
yang mengandung garam dan
asam dalam jumlah tinggi.
Selain menyebabkan kerusakan makanan, beberapa spesies
Candida juga diguna-kan dalam
industri.
5. Bacillus subtilis
Bakteri ini bersifat aerobik
sampai anaerobik fakultatif,
katalase positif, dan kebanyakan bersifat gram positif, hanya
beberapa saja yang bersifat
gram negatif. Bentuk spora
Bioteknologi Industri Pangan
yang diproduksi oleh Bacillus
bermacam-macam, tergantung
dari spesiesnya. Bacillus subtilis
memproduksi
spora
yang
langsing, dengan diameter tidak
melebihi 0,9 µM. B. subtilis
merupakan bakteri mesofilik.
6. Staphylococcus
Staphylococcus
merupakan
bakteri berbentuk bulat yang
terdapat dalam bentuk tunggal,
berpasangan,
tetrad,
atau
berkelompok
seperti
buah
anggur. Nama bakteri ini
berasal dari bahasa Latin
“staphele” yang berarti anggur.
Bakteri
ini
membutuhkan
nitrogen organik (asam amino)
untuk pertumbuhannya, dan
bersifat anaerobik fakultatif.
7. Streptococcus faecalis
Streptococcus
faecalis
merupakan bakteri dalam grup
Enterococcus yang dapat hidup
atau lebih tahan panas dan
berasal dari kotoran manusia.
Streptococcus
faecalis
merupakan
varietas
yang
bersifat proteolitik-asam.
8. Saccharomyces ellipsoideus
Saccharomyces
ellipsoideus
merupakan variasi khamir dari
S. cereviciae yang mempunyai
galur memproduksi alkohol
dalam jumlah tinggi sehingga
sering
digunakan
dalam
produksi olkohol, anggur dan
minuman keras (Netser et al,
1973).
9. Rhizopus
Rhizopus sering disebut juga
kapang roti karena sering
385
tumbuh dan menyebabkan
kerusakan pada roti. Selain itu
kapang ini juga sering tumbuh
pada sayur dan buah-buahan.
Selain
merusak
makanan,
beberapa spesies Rhizopus
juga
digunakan
dalam
pembuatan beberapa makanan
fermentasi tradisional, misalnya
R. oligosporus dan R. oryzae
yang
digunakan
dalam
fermentasi berbagai macam
tempe dan oncom hitam
(Frazier dan Westhoff, 1978).
10. Aspergillus niger
Grup
Aspergillus
niger
mempunyai kepala pembawa
konidia yang besar yang dipak
secara
padat,
bulat
dan
berwarna hitam, cokelat-hitam
atau ungu-cokelat. Konidianya
kasar
dan
mengandung
pigmen. Kebanyakan galur
dalam grup ini mempunyai
sklerotia yang berwarna abuabu sampai hitam. Beberapa
galur
digunakan
dalam
produksi asam sitrat, asam
glukonat dan enzim.
Untuk
mengetahui
morfologi
mikroba (bentuk dan ciri-ciri
tertentu)
dapat
dilakukan
pengamatan
menggunakan
mikroskop. Pengamatan bakteri
dilakukan dengan pengecatan
gram untuk membedakan antara
bakteri gram positif dengan bakteri
gram negatif. Pada bakteri gram
positif
akan
menghasilkan
penampakan koloni sel berwarna
ungu sedangkan bakteri gram
negatif
akan
menghasilkan
penampakan koloni sel berwarna
merah muda (Gambar 9.2).
Bioteknologi Industri Pangan
Perbedaan tersebut disebabkan
oleh adanya perbedaan lapisan
pem-bentuk dinding sel (Gambar
9.3).
Gambar 9.2 A. Pewarnaan Gram Positif
(Bacillus sp), B. Pewarnaan Gram Negatif
Staphylococcus aureus. Pengamatan di
Bawah Mikroskop dengan Perbesaran
1000x. (Nurhayati, 2005)
386
asam fumarat, aseton butanol
asam asetat dan enzim termasuk
metabolit primer.
Metabolit primer lainnya adalah
yang termasuk senyawa antara
pada
jalur
reaksi
Embden
Meyerhof, jalur pentosafosfat, dan
siklus asam trikarboksilat (Siklus
Krebs).
Dalam
memproduksi
senyawa metabolit primer harus
dipilih mikroba yang potensial
untuk fermentasi.
Beberapa
contoh
fermentasi
metabolit primer antara lain aseton
butanol, alkohol/etanol, asam cuka,
asam sitrat, enzim dan vitamin.
Fermentasi Aseton Butanol
oleh Bakteri
Gambar 9.3 Struktur Lapisan membran
sel pada Bakteri Gram Positif
dan Gram Negatif (Anonim,
2005)
9.2. Fermentasi
Metabolit Primer
Metabolit primer adalah senyawa
yang termasuk produk akhir yang
mempunyai berat molekul rendah
dan
dihasilkan
pada
fase
eksponensial oleh mikroba. Senyawa metabolit primer digunakan
untuk membentuk makromolekul
atau yang dikon-versikan menjadi
koenzim senyawa intermediet/
(antara) seperti asam amino
nukletida purin, pirimidin, vitamin,
asam organik, seperti asam sitrat,
Bakteri yang berperan dalam
fermentasi aseton butanol adalah
Clostridium
acetobutyricum,
Clostridium butyricum. Inokulum
Clostridium acetobutyricum jika
dipakai
berkali-kali
sifatnya
menurun, maka diperlukan heat
shocking.
Bahan dasar yang digunakan
antara lain padi, tepung tapioka,
arabinosa, dan xylosa. Sumber
nitrogen yang dibutuhkan seperti
protein, pepton, dan asam amino.
Selama proses fermentasi diperlukan kondisi fermentasi tanpa
oksigen (anaerob) dengan suhu
optimum 370C, pH 4,7 – 8 dan
perbandingan atau konsentrasi
bahan dasar sekitar 3 – 10 %.
Produk akhir yang dihasilkan dari
fermentasi aseton butanol dengan
bahan dasar glukosa adalah
Bioteknologi Industri Pangan
n-butanol (6 bagian), aseton (3
bagian), dan etanol (1 bagian).
Begitu juga bila menggunakan
bahan dasar xylosa, sukrosa, dan
lefulosa. Sedangkan bila bahan
dasarnya menggunakan arabinosa
akan menghasilkan rasio butanol:
aseton : etanol sebesar 5 : 4 : 1
Fermentasi Alkohol (Wine)
Hampir sebagian besar industri
minuman beralkohol menggunakan
produk pertanian sebagai bahan
mentah dan khamir yang mengkonversikan menjadi minuman
melalui proses fermentasi. Pada
fermentasi alkohol memerlukan
substrat gula sedangkan pada
fermentasi wine menggunakan sari
buah anggur (Vitis vinifera). Buah
tersebut merupakan medium yang
baik karena :
1. Kandungan nutrisi cukup tinggi
387
2. Mempunyai keasaman yang
tinggi sehingga dapat menghambat pertumbuhan mikrobia
yang tidak diinginkan.
3. Kandungan gula cukup tinggi
4. Mempunyai aroma yang sedap.
Fermentasi
anggur
dilakukan
dengan penambahan SO2 ke
dalam jus/cairan buah anggur
dengan tujuan untuk:
1. Mencegah browning selama
penghancuran buah dan
2. Menghambat aktivitas khamir
lain
Wine dibedakan menjadi dua yaitu:
1. Wine merah (red wine): anggur
yang dibuat dari keseluruhan
buah anggur berwarna merah.
2. Wine putih (white wine): anggur
yang dibuat dari buah anggur
berwarna hijau dan juga warna
merah yang telah dikupas
kulitnya.
Tabel 9.2 Jenis Khamir dan Wine yang Dihasilkan (Anonim, 2006)
Jenis khamir
Dapat ditemukan pada
Candida pulcherima (Metschnikovia
pulcherima)
Sccharomyces cerevisiae
Kloeckera africana; K. apiculata
S. carlsbergensis; S. rouxii
Torulopsis stelatta
Ekstrak (hancuran buah
anggur) dan wine
Wine klasik
Wine dan buah anggur
Wine dan buah anggur
Wine
Proses akibat aktivitas khamir yang
telah
lama
dikenal
adalah
fermentasi bir dan minuman
anggur (wine). Proses tersebut
melibatkan khamir yang secara
alami banyak terdapat dalam buah-
buahan atau biji-bijian yaitu genus
Saccharomyces. Beberapa jenis
khamir
yang
terlibat
dalam
fermentasi minuman beralkohol
tercantum pada Tabel 9.3.
Bioteknologi Industri Pangan
388
Tabel 9.3 Fermentasi yang Dilakukan oleh Khamir (Anonim, 2006)
Produk Fermentasi
Mikrobia
Bir
Anggur (wine)
Cider
Sake dari beras
Tuak
Saccharomyces carlbegensi dan S. cerevisieae
Saccharomyces cerevisieae var. ellipsoides
Saccharomyces cerevisieae var. ellipsoides
Saccharomyces sake dan Aspergillus
Saccharomyces cerevisieae dan
Schyzosacharomyces
Saccharomyces cerevisieae
Saccharomyces cerevisieae, Candida tropicalis
dan Pediococcus
Saccharomyces cerevisieae, Lactobacillus
Saccharomyces dan Aspergilllus oryzae
Saccharomyces rouxii, Aspergilllus oryzae
Madu difermentasikan
Tape
Kumiss dari susu (Rusia)
Kecap
Miso dari kedelai dan beras
Minuman fermentasi yang tertua
adalah bir yang sudah diproduksi
sejak tahun 4000 SM. Bir dibuat
dari bahan baku antara lain:
1. Gandum (barley), padi-padian
atau bijian yang lain, yang diolah menjadi roti, kemudian dihancurkan
disuspensikan
dengan air dan difermentasikan.
2. Rasanya ada yang manis dan
ada yang masam.
Bir pada tahun 700SM terbuat dari
biji-bijian tanpa ditambah hop
(bunga) sehingga rasanya berbeda
dengan bir sekarang (lebih klasik)
dengan ditambah rempah-rempah.
Pada abad ke 15, bir telah divariasi
aromanya dengan menggunakan
hop. Bir pada masa sekarang terbuat dari perkecambahan gandum,
tepung beras atau jagung, air serta
hop yang selanjutnya difermentasikan dengan menggunakan
khamir.
Adapun
mekanisme
proses
fermentasi bir modern adalah:
1. Pati dari kecambah gandum,
beras atau jagung dikonversikan menjadi maltosa dan
dekstrin yang dibantu oleh
ensim yang terdapat dalam
kecambah gandum.
2. Campuran karbohidrat yang
diperoleh tersebut dalam bentuk larutan yang disebut worl,
direbus bersama-sama dengan
hop, kemudian didinginkan
3. Difermentasikan menjadi bir
yang beralkohol, CO2 dan sisasisa dekstrin.
4. Bir yang telah jadi mengandung:
a. air, dekstrin, alkohol dan
CO2
b. gula-gula yang tak dapat
difermentasikan, protein dan
senyawa aromatik yang
berasal dari resin hop
c. dan hasil samping minyak
fussel
Bioteknologi Industri Pangan
389
Beberapa proses penting yang
dilakukan dalam pembuatan bir
meliputi:
1. Malting: perkecambahan barley
di rumah kecambah gandum
(Malthouse) (Gambar 4).
2. Kecambah gandum berisi :
a. Ensim yang merombak pati
dari malt itu sendiri dan patipati
yang
ditambahkan
(beras atau jagung)
b. Sumber protein bir yang
penting
artinya
untuk
pembentukan buih
c. Memberikan aroma yang
tipikal
3. Proses perkecambahan barley
a. Barley dicuci, direndam air
sehingga
memungkinkan
baley berkecambah
b. Air ditapis
H20
c. Perkecambahan dilanjutkan
sampai 5 atau 7 hari
d. Selama perkecambahan, βamilase,
dan
terbentuk
ensim baru yaitu α-amilase
e. α-amilase berperan menyerang pati hanya pada rantai
karbon yang lurus dan tidak
mampu menyerang rantai
karbon yang bercabang
(amilodekstrin). Sedangkan
β-amilase berperan dalam
pembentukan gula akhir.
f. Enzim lain yang berperan
yaitu:
ƒ protease meningkatkan
kelarutan protein
ƒ sitase yang mendegradasi
beberapa gum pentosan,
dan
ƒ fitase yang melepaskan
gugus fosfat dan inositol
BUAH ANGGUR
ATAU BARRLEY
selama 3 hari
ditapis
PERENDAMAN
DLM TANGKI
selama 5 - 7 hari
dengan 45 % air
MALTING DALAM
RUANGAN
00 C untuk malt encer (agak
0
jernih) 5 C untuk malt kental
dengan 3-4 % air
PEMASAKAN
DENGAN TUNGKU
DEGERMINASI
KE TEMPAT
FERMENTASI
Gambar 9.4 Proses Malting pada Pembuatan Bir (Anonim, 2006)
Bioteknologi Industri Pangan
4. Pemasakan atau pemanasan
a. Selama pemanasan sering
timbul reaksi pencoklatan
(browning)
karena
melanoidin meningkat
b. Melanoidin sangat penting
untuk memberi warna dan
aroma yang khas.
5. Komposisi bir : alkohol 3,8 % 5 % dekstrin 4,3 % protein 0,3
% abu 0,3 % dan CO2
6. Mikrobiologi brewing
a. Khamir sangat menentukan
kualitas bir: memberikan
aroma
dan
sejumlah
oligosakarida yang tidak
terfermentasikan.
b. Pada bir lager menggunakan
S. carlsbergensis yang mampu
memfermentasikan melibiosa
dan gas; sedangkan S.
cerevisieae tidak mampu
memfermentasikan melibiosa.
c. Selama proses fermentasi
gula dikonversikan menjadi
alkohol, CO2 dan sedikit
gliserol, serta asam asetat
dari
hasil
fermentasi
karbohidrat
yang
lain.
Protein dan lipid yang
terkandung di dalam wort
sebagian
difermentasikan
menjadi alkohol, asam dan
ester yang memberikan
aroma yang khas. Bir yang
dihasilkan berwarna hijau,
maka perlu pemeraman
lebih lanjut (aging)
d. Selama
aging
protein,
khamir
dan
resin
dipresipitasikan sehingga bir
menjadi masak dan jernih
dengan aroma yang lembut.
Bir tersebut diunduh dengan
melalui
penyaringan,
kemudian diinjeksi dengan
390
e.
f.
g.
h.
i.
CO2 agar terbentuk buihbuih
(sparkling).
Pada
umumnya
CO2
yang
terbentuk selama fermentasi
ditampung ke dalam bejana
yang kemudian diijeksikan
kembali setelah proses
akhir. Kandungan CO2 di
dalam bir sekitar 0,45 % 0,5 %. Beberapa industri bir
sering menambah sedikit
gula ke dalam masingmasing
botol
untuk
mempertahankan
proses
fermentasi tetap berlangsung.
Proses
terakhir
adalah
bottling dan pasteurisasi
sekitar 60-65 0C kemudian
disaring.
Mengapa
tidak
banyak
mikrobia mengkontaminasi
bir? karena:
menggunakan
ƒ Khamir
O2 dengan cepat dan
menghasilkan CO2
ƒ Hop mengandung αresin dan humulon yaitu
senyawa
antimikrobia
khususnya terhadap pada
bakteri gram positip
ƒ Bir mempunyai pH asam
(3,7 – 4,5)
ƒ Alkohol yang dihasilkan
juga
mempengaruhi
pertumbuhan mikrobia.
ƒ Bir disimpan pada suhu
dingin.
Kontaminan selama brewing
bir: Lactobacillus pastorianus
dan Pediococcus cereviseae,
Flavobacterium proteus.
Fermentasi dilakukan pada
suhu rendah, sekitar 2
minggu untuk produksi bir
Produksi
komersial
bir
dilakukan :
Bioteknologi Industri Pangan
dengan proses sekali
unduh (bacth process)
proses
ƒ dengan
kontinyu/berkesinambun
gan (continue process)
yaitu
dengan
menambahkan substrat
baru yang dilakukan
secara terus menerus
dan pemanenan.
Macam-macam bir meliputi:
ƒ Bir Lager: fermentasi
yang melibatkan bottom
yeasts dan tak berspora:
S. carlsbergensis.
ƒ Ale : fermentasi bir yang
melibatkan top yeasts
dan berspora : S.
cerevisieae mempunyai
kandungan
alkohol
cukup tinggi.
Pilsener
(dari
ƒ Bir
Chekoslovakia) : warna
jernih,
kering
(dry)
karena
mengandung
gula yang difermentasikan rendah, mempunyai
aroma hop tajam.
malt
:
ƒ Minuman
kandungan alkohol lebih
tinggi dari pada bir
ƒ Bir non karbohidrat: bir
yang terbuat dari larutan
karbohidrat yang semua
dekstrinnya dihidrolisis
oleh
enzim
menjadi
maltosa dan glukosa.
ƒ
j.
Cara
pembuatan
wine
dpat
dijelaskan
sebagai
berikut
(Gambar 9.5).
a. Buah anggur yang dipetik dari
kebun dihancurkan menjadi
bentuk cairan yang disebut
must.
391
b. Khamir yang berasal dari
permukaan
kulit
anggur
sebagai inokulum dan kadangkadang diinokulasi dengan S.
cerevisieae.
c. Proses fermentasi dilakukan
berdasarkan jenis wine yang
dihasilkan yaitu pada:
a. Red Wine :
ƒ warna merah terbentuk
selama proses fermentasi karena terjadi ekstraksi warna kulit buah
anggur oleh alkohol
yang terbentuk.
ƒ CO2 terbentuk selama
fermentasi sehingga sisa
buahan dan kulit terangkat keatas
ƒ lama fermentasi 3 – 5
hari pada 24 – 27 0C
b. White Wine :
ƒ proses hampir sama
dengan red wine tetapi
tidak terjadi warna
ƒ lama fermentasi 7 – 14
hari pada 10 – 21 0C
ƒ kandungan alkohol 19 –
21 %.
c. memerlukan karbonasi yang
dilakukan dengan menginjeksikan CO2 setelah proses
fermentasi selesai
Bioteknologi Industri Pangan
392
Buah
Penambahan SO2
Presing
Fermentasi
Fermentasi
Presing
Penuaan/aging
Penuaan/aging
Pengemasan/pembotolan
Pengemasan/pembotolan
Wine putih (white wine)
Wine merah (red wine)
White Wine dan Red Wine
Gambar 9.5 Diagram Alir Pembuatan Wine (Anonim, 2006)
Gambar 9.6 Produksi Wine Secara Komersial (Anonim, 2005)
Bioteknologi Industri Pangan
Fermentasi
(Vinegar)
Asam
393
Cuka
Kata vinegar (cuka) berasal dari
istilah Perancis vinaigre yang
berarti anggur asam. Menurut
Food and Drugs Administration di
Amerika Serikat, cuka, cuka sari
buah apel, cuka apel, dibuat
melalui fermentasi alkoholik sari
buah apel diikuti fermentasi asetat
(Pelczar
and
Chan,
1988).
Sedangkan
menurut
Frazier
(1976), cuka didefinisikan sebagai
bumbu yang dibuat dari bahan
yang mengandung pati atau gula
dengan fermentasi alkohol diikuti
oksidasi asetat.
Bahan dasar
Ada
bermacam-macam
cuka,
perbedaannya terutama terletak
pada bahan yang dipakai dalam
fermentasi alkohol, seperti macam
sari buah, sirop, dan bahan yang
mengandung pati yang dihidrolisis.
Bermacam-macam bahan yang
dapat
dibuat
menjadi
cuka
diantaranya adalah :
1. Sari buah-buahan, misalnya
apel,
anggur,
jeruk,
dan
sebagainya.
2. Sayur-sayuran
yang
mengandung pati, misalnya
kentang yang mengandung
pati dan harus dihidrolisis
menjadi gula terlebih dahulu.
3. Biji-bijian
gandum,
seperti
barley, gandum hitam, jagung,
dan gandum.
4. Minuman keras atau alkohol,
misalnya dari bir, atau dari etil
alkohol yang berubah sifat.
Mikrobia yang berperan
Mikrobia yang berperan dalam
proses pembuatan cuka adalah
khamir dan bakteri. Khamir yang
berperan adalah Saccharomyces
cerevisiae
var.
ellipsoideus.
Sedangkan bakteri yang berperanan
adalah dari genus Acetobacter
(familia Pseudomonadaceae) dan
genus
Bacterium.
Beberapa
spesies Acetobacter di antaranya
adalah : Acetobacter aceti, A.
rancens, A. xylinum. Genus
Bacterium yang ditemukan antara
lain: Bacterium schentzenbachii, B.
curvum, dan B. orleanense
Proses pembuatan
Pada proses pembuatan cuka
terjadi 2 macam perubahan
biokimiawi yaitu:
1. Fermentasi gula menjadi etil
alkohol, dan
2. Oksidasi alkohol menjadi asam
asetat
Tahap pertama adalah proses
anaerobik yang dilakukan khamir
dan menghasilkan alkohol.
Reaksi :
C6H12O6 → 2 CO2 +
Glukosa alkohol
2 C2H5OH
Pada proses ini sejumlah kecil
produk lain dihasilkan, seperti
gliserol dan asam asetat. Juga ada
sejumlah kecil substansi lain,
dihasilkan dari senyawa selain
gula, termasuk asam suksinat dan
amil alkohol.
Alkohol yang dihasilkan pada
proses pertama digunakan sebagai
Bioteknologi Industri Pangan
sumber energi bagi bakteri, yang
kemudian
mengoksidasinya
menjadi asam asetat. Bakteri ini
menggunakan substansi lain dalam
cairan yang difermentasi sebagai
makanan.
Reaksi yang merupakan reaksi
aerob ini dapat dituliskan sebagai
berikut :
C2H5OH+O2
CH3COOH +
H2O Alkohol asam asetat
Asetaldehid
adalah
senyawa
intermedier dalam reaksi ini. Di
antara produk akhirnya adalah
sejumlah kecil aldehid, ester,
aseton, dan sebagainya. Bau cuka
yang sedap berasal dari adanya
bermacam-macam ester seperti etil
asetat, dari alkohol, gula, gliserin
dan
minyak
menguap
yang
dihasilkan dalam jumlah kecil oleh
aksi mikroba. Bau ni dapat juga
berasal dari sari buah-buahan
yang difermentasi, gandum, atau
cairan bersifat alkohol lainnya, dari
apa cuka dibuat.
Metode pembuatan cuka dapat
dibedakan menjadi metode lambat
seperti yang dikerjakan di rumah,
atau metode let alone, metode
Perancis atau Orleans, dan metode
cepat, seperti proses pembuatan
dengan genera atau prosedur
fogging. Pada metode lambat,
cairan alkohol tidak bergerak
selama asetifikasi, sedangkan
pada metode cepat, cairan alkohol
bergerak.
Metode
lambat
menggunakan sari buah-buahan
yang difermentasi atau cairan
gandum untuk menghasilkan asam
asetat. Sedangkan metode cepat
kebanyakan untuk menghasilkan
394
cuka dari minuman keras (alkohol).
Cairan
gandum
atau
buah
disediakan untuk makanan bakteri
cuka, tetapi untuk memelihara
bakteri cuka aktif dalam metode
cepat
menggunakan
alkohol,
ditambah dengan vinegar food,
yang
merupakan
kombinasi
senyawa organik dan anorganik.
Prosentase cuka dinyatakan dalam
grain, yaitu 10 kali jumlah gram
asam asetat per 100 ml cuka. Jadi
cuka 40 grain mengandung 4 gram
asam asetat per 100 ml cuka pada
suhu 200 C.
Fermentasi
alkohol
Fermentasi
asam asetat
Proses
penuaan/aging
Asam Cuka (Vinegar)
Gambar 9.7 Proses Pembuatan Vinegar/
Asam Cuka (Tesfaye,W. et
al. 2004)
Penyebab kerusakan cuka
Logam
dan
garam-garamnya
menyebabkan
kekeruhan
dan
perubahan warna cuka. Kerusakan
yang disebabkan mikroorganisme
dapat menyebabkan rendahnya
mutu bahan dari apa cuka dibuat
Bioteknologi Industri Pangan
395
atau rendahnya mutu cuku itu
sendiri. Spesies Lactobacillus dan
Leuconostoc dalam sari buahbuahan tidak hanya bertanggung
jawab pada rasa tidak enak, tetapi
juga menghasilkan asam asetat
yang
cukup
mengganggu
fermentasi alkohol oleh khamir.
Pada keadaan anaerob, bakteri
asam butirat menghasilkan asam
yang tidak diinginkan. Kesulitan ini
dapat
dikurangi
dengan
penambahan sulfur dioksida pada
sari buah, tetapi kemikalia ini
menghambat bakteri cuka.
Kerusakan cuka di antaranya
adalah rusaknya asam asetat pada
produk. Lapisan tipis bakteri pada
proses
pembuatan
cuka
mengurangi kecepatan asetifikasi.
Oksidasi asam asetat dalam cuka
menjadi karbondioksida dan air
dapat ditimbulkan oleh bakteri
asam asetat sendiri selama proses
pembuatan cuka jika kekurangan
alkohol atau aerasinya berlebihan.
Organisme
lain
yang
dapat
mengoksidasi asam asetat pada
keadaan aerob adalah lapisan
khamir, jamur benang dan algae.
Fermentasi Asam
oleh Jamur Benang
Sitrat
Asam
sitrat
dihasilkan
oleh
Penicillium
luteum,
Mucor
puriformis, Aspergillus niger.
Faktor-faktor yang menentukan
fermentasi asam nitrat antara lain:
1. Sumber C
2. Garam organik
3. Perbandinganpermukandengan
volume medium
4. pH, suhu, dan oksigen
5. Organisme
Ad. 1. Senyawa
organik
yang
mempunyai senyawa atom
C 2, 3, 4, 5, 6, 7, dan 12.
Senyawa
yang
banyak
digunakan seperti sukrosa,
fruktosa,
laktosa,
dan
glukosa dengan konsentrasi
gula 14 – 20 %.
Ad. 2. Garam organik setiap liter
memerlukan NH4NO3: 2 –
2,5 gram, KH2PO4: 0,75 –
1,0 gram, MgSO4 7H2O: 0,2
– 0,25 gram, HCl 5 N
sebanyak 5 cc, pH 3,4 -3,5.
Ad. 3. Perbandingan permukaan
dan volume.
Apabila volume media besar
kemudian
permukaannya
dalam asam sitrat yang
terbentuk lambat, sedang
bila permukaan luas akan
ter-bentuk asam sitrat lebih
cepat.
Ad. 4. Persediaan oksigen
Oksigen dibutuhkan untuk
pertumbuhan jamur Aspergillus
niger, Aspergillus wentii.
Erlenmeyer diberi oksigen
15 ml per menit. Suhu digunakan 25 – 350 C. Lama
fermentasi 7 – 10 hari.
Produk diambil dengan
menambahkan Ca, lalu Ca
sitrat diendapkan dngan
asam sulfat, lalu asam sitrat
dipisahkan dari kalsium
sulfat.
Fermentasi Asam Amino
Kebanyakan mikroba mensintessis
asam amino yang digunakan untuk
biosintesis protein dari glukosa dan
ammonium. Asam amino ini
sebagai senyawa antara dalam
Bioteknologi Industri Pangan
metabolisme, tetapi pada akhir
fase
exponensial
dibebaskan
dalam medium walaupun jumlah
sedikit.
Di Jepang banyak paten produksi
asam amino tetapi hanya asam
glutamat dan lisin yang diproduksi
oleh industri dalam jumlah besar.
Produksi asam glutamat
Produksi asam glutamat di seluruh
dunia lebih dari 100.000 ton per
tahun.
Monosodium
glutamat
digunakan
untuk
penyedap
makanan sup.
396
Glukose
Asam glutamat dihasilkan oleh mutan
Corynebactericum
glutamicum
sebesar 60 gram/liter, untuk
Fosfoenolpiruvat
bakterinya sendiri sebesar
300
miligram/liter. Lama fermentasi 40
jam pada suhu 30oCO
C,2 keasaman
Piruvat
medium alkalis dan mengandung
CO2
biotin (1 – 5 µgr/l), glukosa dapat
Asetyl Co.A
diganti denganOksaloasetat
molase. Produksi
asam
glutamat
oleh
Sitrat
Corynebactericum glutamicum seperti yang djelaskan Gambar 9.8.
Cis akonitat
Isositrat
NH4+
CO2
Α-Ketoglutarat
Asam glutamat
Gambar 9.8 Jalur Metabolisme Glukosa menjadi Asam Glutamat (Anonim, 2006)
Bioteknologi Industri Pangan
397
Gambar 9.9 Produksi Monosodium Glutamat (MSG) dari Gula Tebu (Anonim, 2005)
Fermentasi Vitamin
Mikrobia prototrof dapat mensintesis semua vitamin, koensim dan
faktor tumbuh untuk pertumbuhan
dan metaboisme. Sedikit vitamin
yang dihasilkan dalam skala
industri seperti pada Tabel 9.4.
Tabel 9.4 Produksi Vitamin oleh Mikroba (Anonim 2006)
Jenis Vitamin
Karoten
(prekusor
vitamin A)
Riboflavin
L-sorbosa
(dalam
sintesa
vitamin C)
5-ketoasam
glukolat
(dalam
sintesa
vitamin C)
Kondisi
Fermentasi
Jenis Mikrobia
Medium
Blakeslea trispora
Molase,
minyak
kedelai, βionon,
thianin
Glukosa,
kolagen,
minyak
kedelai,
glisin
D-sorbitol
30%
72 jam
300C, aerob
Rendaman
jagung
glukosa,
CaCO3, air
rendaman
jagung
33 jam
300C, aerob
Myobacterium
smignaxtis
Ashbya gassypii
Gluconobacter
oxidans
Sub spesies
Suboxidans
Gluconobacter
oxidans
Sub spesies
Suboxidans
Ekstraksi
Produk
gr/l (%)
Solven
1 gr/l
0,007 gr/l
6 hari
360C, aerob
45 jam
300C, aerob
Dipanaskan 4,25 gr/l
1200C +
reagen
untuk
pengendapan
Filtrasi dan 70 %
pemekatan
di bawah
vaccium
Filtrasi dan 100 %
pemekatan
di bawah
vaccium
Bioteknologi Industri Pangan
398
Tabel 9.5 Produksi Vitamin B12 oleh Bakteri (Anonim 2006)
Spesies
Medium
Aerasi
Bacillus
megaterium
Malase, garam,
mineral, karbon
Aerobik
Propionibacterium
Freudenreichii
Glukosa,
cornsteep,
hetain kobalt,
pH 7,5
Anaerobik (3
hari) + aerobik
(2 hari)
Propiobacterium
shermanii
Glukosa,
cornsteep,
kobalt, pH 7
Bacillus
coagulans
Asam sitrat, tri
etanolamin,
kobalt,
cornsteep
Suhu
(0C)
30
Proses
Waktu Produk
(jam)
(mg/l)
18
0-45
30
120
20
Anaerobik (3
hari) + aerobik
(2 hari)
28
150
23
Aerobik
55
18
6,0
Streptomyces
oliveseae
Glukosa, tepung Aerobik
Kedelai, koblat,
garam mineral.
28
96
5,7
Pseudomonans
denitrifieans
Asam oksalat,
betain, koblat,
garam mineral
-
-
10
Aerobik
Biosintesis vitamin B12 dihasilkan
oleh bermacam-macam bakteri
seperti
Propionibacterium,
Streptomyces dan sebagainya
(Tabel 9.5).
Fermentasi Enzim
Produk metabolit yang bersifat primer
dan sekunder adalah enzim. Enzim
dihasilkan oleh mikroba dalam
industri fermentasi berupa eksoenzim dan endoenzim. Enzim
dapat digunakan sebagai komponen
pengempuk daging, komponen
pembuatan detergen, untuk kebersihan,
pembuatn sirup, dan sebagainya.
1. Komposisi
media
produksi enzim
untuk
Kebanyakan enzim mikrobia
bersifat hidrolase yaitu ensim
indusibel, enzim diproduksi bila
diinduksi. Misal enzim βglactosidase diproduksi dalam
media yang mengandung laktosa.
Metoda untuk memperoleh
enzim dalam jumlah besar perlu
ditambahkan senyawa yang
mampu menginduksi produksi
enzim ke dalam medium
dengan konsentrasi rendah
(contoh 0,05 % selobiosa).
Jumlah
inducer
yang
ditambahkan bervariasi seperti
yang dijelaskan pada Tabel 9.6.
Bioteknologi Industri Pangan
399
Tabel 9.6 Produksi Enzim oleh Kapang (Anonim 2006)
Produk
(satuan unit
international)
Enzim
Jenis Kapang
Inducer
Selulase
Trichoderma
viride
Selulosa
Selobiosa
Selobiosa
diplamitat
22,5
0,2
4,8
Dextranase
Penicellium
funiculosum
Dekstran
Isomaltosa
Isomaltosa
dipalmiat
1080
2
1098
Invertase
Aureobasidium
pullulans
Sukrosa
Sukrosa
monopalmiat
1,3
108
2. Enzim
mikrobia
kegunaannya
dan
a. Amilase
Strain
Bacillus
dan
Aspergillus
menghasilkan
beberapa ensim yaitu
ƒ α-amilase mengkatalisa
hidrolisis ikatan α-1,49
glukosidik,
berfungsi
memecah pati menjadi
dextrin dan maltosa
yang
ƒ amiloglikosidase
langsung menghasilkan
glukosa dari pati.
ƒ maltase menghidrolisa
maltosa menjadi glukosa.
Amilase yang dihasilkan
oleh Aspergillus niger dan
A. oryzae digunakan untuk
hidrolisa pati menjadi gula
b. Protease
Protease dihasilkan oleh
Bacillus subtilis dan Bacillus
licheniformis atau A. niger,
A. oryzae.
Protease
alkalin
bersifat
toleransi terhadap pH basa
dan aktif dengan adanya
sodium
perborat
atau
sodium alkylbenzen sulfonat. Prolease alkalin dihasilkan oleh Bacillus dan
Streptomyces
9.3. Fermentasi
Metabolit Sekunder
Mikroba
mampu
mensintesis
senyawa metabolit sekunder pada
fase
pertumbuhan
stasioner.
Senyawa
metabolit
sekunder
tersebut digunakan sebagai nutrisi
darurat untuk mempertahankan
hidupnya.
Metabolit
sekunder
dapat tergolong sebagai antibiotik
biopestisida, mikotoksin, pigmen,
alkaloid dan enzim.
Antibiotik yang dihasilkan oleh
kapang meliputi sikloheksimida,
amphosetrim, pimarcin, griscofulvin, penisilin, cephalosporin, asam
fusidat dan lain sebagainya.
Bioteknologi Industri Pangan
Bakteri juga mampu menghasilkan
sikloeksimida, streptomisin, amphosetrim, pimaricin, streptomisin,
tetrasiklin,
khloramfenikol,
novobiosin, erithromisin, polimisin
dan nisin. Spesies Actinomycetes
dapat
menghasilkan
50-100
antibiotik setiap tahunnya dan
Streptomycesgriseus menghasilkan
40 macam antibiotik yang berbeda.
Biopestisida merupakan senyawa
yang dihasilkan oleh mikroba yang
bersifat insektisidal (mematikan
insekta) sebagai contoh Bacillus
thuringiensis
bersifat
patogen
terhadap larva lepidoptera, Bacillus
popilliae bersifat patogen terhadap
larva lebah. Senyawa lain yang
bersifat
sidal
(menghambat
organisme lain) adalah golongan
alkaloid yang dapat diproduksi oleh
mikroba dan bersifat herbisidal
(mematikan herb/gulma tananam)
contohnya Cloviceps purpurea dan
C. pospali mampu membunuh
rumput Pospalum.
Beberapa contoh antibiotik lain
yang dihasilkan selama fermentasi
metabolit skunder adalah penisilin
dan biopestisida seperti yang
dijelaskan sebagai berikut.
A. Penisilin
Pada abad 19 telah ditemukan
mikroba yang dapat menghambat
pertumbuhan mikroba lain, karena
menghasilkan senyawa toksin.
Mikroba tersebut adalah kapang
Penicillium sp sehingga senyawa
toksin yang dihasilkan disebut
penisilin dan berperanan sebagai
antibiotik.
Terdapat
banyak
antibiotik lain yang diproduksi oleh
400
mikroba selain kapang seperti
bakteri yang juga dapat digunakan
dalam bidang pengobatan sebagai
senyawa
antikapang
dan
antibakteri yang dihasilkan oleh
mikrobia (Tabel 9.7).
Alexander
Flemming
secara
kebetulan menemukan Penicellium
notatum tumbuh pada kultur
Staphylococcus yang menyebabkan
terbentuknya
daerah
(zone)
jernih/bening di sekitar Penicellium,
karena kedua mikroba tersebut
saling
bersifat
antagonis.
Kemudian setelah suatu senyawa
diisolasi dari zona bening tersebut,
ditemukan sejenis antibiotik yang
selanjutnya
dikenal
sebagai
penisilin. Pada tahun 1940 Florey
menemukan
P.
chrysogenium
sebagai penghasil penisilin yang
mempunyai daya hambat lebih
efektif dan tidak toksis terhadap
jaringan manusia.
Industri
penisilin
terus
mengembangkan cara isolasinya
dengan meneliti strain baru dari
alam,
melakukan
seleksi,
meningkatkan sifat kultur melalui
mutasi, dan optimalisasi media
serta kondisi produksi. Gambar 10
menjelaskan contoh tahap isolasi
dan karakterisasi P. chrysogenum
dari buah melon.
Produksi Penisilin dapat dilakukan
dengan dua cara yaitu:
1. kultur tenggelam, dan
2. kultur permukaan
Dalam produksi penisilin diperlukan
starter Penicellium yaitu dengan
meumbuhkan Penicellium notatum
Bioteknologi Industri Pangan
401
atau P. chrysogenium untuk
membentuk spora, selanjutnya
spora
tersebut
sebagai
inokulum/starter. Beberapa faktor
yang perlu diperhatikan selama
fermentasi penisilin adalah:
1. Bahan dasar terdiri atas:
a. Sumber karbon (6 %),
laktosa, pati jagung dan
dextrin jagung.
b. Sumber nitrogen: sodium
nitrat, ammonium sulfat,
ammonium
asetat,
ammonium
laktat,
corn
steep liquor.
c. Sumber
mineral:
magnesium sulfat (MgSO4
7H2O)
d. Prekursor/inducer
yaitu
senyawa
yang
mampu
menginduksi pembentukan
penisilin oleh Penicillum
seperti asam fenilasetat.
Isolasi dari melon
Isolat P. Chrysogenum
Mutasi
Mutan
Produksi
Penisilin
Pengujian dengan Staphylococcus aureus (1 unit/ml)
Isolasi Penisilin
Purifikasi
Kristalisasi
(1 unit = 0,5988 µgr / sodium benzyl penisilin)
Gambar 9.10 Pengembangan Strain Penghasil Penisilin (Anonim 2006)
Bioteknologi Industri Pangan
402
2. Kondisi fermentasi
Suhu 240C, pH : 5-7,5, aerasi
400 cu/menit, antifolam tributyl
citrat, 3 % oktadekanol.
B. Biopestisida
Kebanyakan antibiotik dengan
konsentrasi antara 55-200 ppm
mempunyai
sifat
insektisidal.
Novobioci
dan
cycloheximide
(actidione) merupakan insektisida
yang mempunyai spektrum lebih
luas terhadap insekta. Di Jepang
telah banyak dilakukan seleksi dan
juga
menemukan
metabolit
sekunder baru yang mempunyai
daya
insektisida.
Insektisida
tersebut
dihasilkan
oleh
Streptomyces.
Tabel 9.7 Jenis Mikroba, Insektisida yang Dihasilkan dan Toksisitasnya
terhadap Manusia (Anonim, 2006)
Jenis mikrobia
Produk
Streptomyces factum
Streptomyces mabaraence
Metarrhizium anisapliae
Aspergillus ochraccus
Aspergillus versicolor
Pactomycin
Piericidins A dan B
Dextrixin A dan B
Aspachchracin
Versimide
Di Jepang, kapang tingkat tinggi
digunakan untuk pengendalian
lalat, yaitu asam tricklomat yang
dihasilkan
oleh
Tricholoma
muscarium dan asam dibotenat
dari Amania muscaria. Contoh
mikroba lain seperti bakteri yang
berperan
sebagai
pengendali
hama antara lain :
1. Bacillus thuringensis: sporanya
bersifat patogen terhadap larva
Lipidoptera
2. Bacillus popilliae: sporanya
bersifat patogen terhadap lebah
(Popillia japanica).
Kapang
dapat
menginfeksi
integumen hospes. Spesies fungi
yang paling baik adalah Beauveria
bassiana
untuk
mematikan
penyakit pada ulat sutera (Bombyx
mori).
Toksisitas
terhadap manusia
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Rendah
-
Bioteknologi Industri Pangan
403
Gambar 9.11 Diagram Alir Produksi Penisilin Secara Komersial (Anonim 2005)
9.4. Teknologi
Fermentasi
Fermentasi berasal dari bahasa
latin yaitu fervere yang berarti
mendidih (to boil) sebagai suatu
kenyataan yang menunjukkan
adanya aktifitas khamir pada
ekstrak buah-buahan atau serealia,
karena
selama
fermentasi
dihasilkan
CO2
sehingga
kondisinya menjadi anaerob.
Proses
fermentasi
sering
didefinisikan
sebagai
proses
pemecahan karbohidrat dan asam
amino secara anaerobik, yaitu
tanpa
memerlukan
oksigen.
Karbohidrat merupakan substrat
utama yang dipecah dalam proses
fermentasi. Bentuk polisakarida
terlebih dahulu dipecah menjadi
gula
sederhana
sebelum
difermentasi, misalnya hidrolisis
pati menjadi unit-unit glukosa.
Selanjutnya
glukosa
dipecah
menjadi senyawa-senyawa lain
tergantung
dari
jenis
fermentasinya.
Tahapan
fermentasi
meliputi
pemilihan jenis mikroba dan kultur
stok,
menentukan
media,
persiapan/preparasi
inokulum,
proses fermentasi, mengendalikan/
mengontrol
proses
dan
pengunduhan hasil serta pemurnian
hasil fermentasi (jika diperlukan).
Operasi
fermentasi
secara
komersial
dapat
digolongkan
menjadi tiga golongan yaitu
fermentasi
nonaseptis,
semi
aseptis dan aseptis. Fermentasi
non aseptis biasanya terjadi secara
spontan
di
alam.
Contoh
fermentasi non aseptis adalah
produksi protein sel tunggal (PST)
dari hidrokarbon. Fermentasi semi
aseptis
memerlukan
kondisi
(lingkungan dan media) yang agak
spesifik dan sedikit terkontrol,
contohnya fermentasi alkohol.
Sedangkan fermentasi aseptis
adalah fermentasi yang harus
dilakukan secara penuh karena
adanya kontaminasi mikroba lain
dapat mengakibatkan kegagalan
proses
(fatal),
contohnya
fermentasi produksi antibiotik.
Bioteknologi Industri Pangan
Fermentasi merupakan proses
yang relatif murah dan pada
hakekatnya telah lama dilakukan
oleh nenek moyang kita secara
tradisional
dengan
produkproduknya yang sudah biasa
dimakan orang sampai sekarang
seperti tempe, oncom, tape, dan
lain sebagainya.
Proses fermentasi dengan teknologi
yang sesuai dapat menghasilkan
produk yang mengandung protein
lebih tinggi. Protein yang berasal
dari mikroba sebagai sumber pangan
manusia
mulai
dikembangkan
pada awal tahun 1900. Protein
mikroba ini kemudian dikenal
dengan sebutan Single Cell Protein
(SCP) atau Protein Sel Tunggal
(PST). Menurut Tannembaum
(1971), protein sel tunggal adalah
istilah yang digunakan untuk
protein kasar atau murni yang
berasal
dari
mikroorganisme,
seperti bakteri, khamir, kapang,
ganggang dan protozoa.
Ada dua istilah yang sering
digunakan untuk produk protein
dari mikroba yaitu Protein Sel
Tunggal (PST) dan Microbial
Biomass Product (MBP) atau
Produk Biomassa Mikrobial (PBM).
Bila mikroba yang digunakan tetap
berada dan bercampur dengan
masa
substratnya
maka
seluruhnya dinamakan PBM. Bila
mikrobanya
dipisahkan
dari
substratnya maka hasil panennya
dinamakan PST.
Kebanyakan produk berasal dari
substrat
yang
mengandung
karbon. Bermacam-macam produk
antara yang dihasilkan dari glukosa
404
dan selanjutnya diubah menjadi
asam piruvat. Dari asam piruvat
akan direduksi menjadi asam
laktat,
asam
butirat,
asam
propional, butanediol, etil alkohol
dan sebagainya.
Produk yang dihasilkan tergantung
pada ada dan tidaknya enzim
mikroba. Sebagai contoh bakteri
asam laktat tidak menghasilkan
enzim
piruvat
dekarboksilase,
tetapi mereduksi piruvat menjadi
asam laktat, sedangkan khamir
dapat
menghasilkan
piruvat
dekarboksilase untuk mereduksi
senyawa CO2 menjadi etanol.
Metabolisme
glukosa
dalam
kondisi anaerob melalui jalur
Embden-Meyerhaf-Parnas (EMP).
Kemudian melalui reaksi Entner
Doudoroff didegradasi menjadi etil
alkohol, seperti yang dilakukan
oleh Pseudomonas. Piruvat dapat
diubah menjadi asam laktat,
seperti yang dilakukan oleh
Leuconostoc
mesenteraides.
Beberapa jenis fermentasi yang
dilakukan oleh mikroba mempunyai
sifat karakteristik tersendiri antara
lain:
1. Tipe
fermentasi
yang
dibedakan atas pertumbuhan
mikroba dan produk.
a. Sinonim : produksi protein
sel tunggal
b. Assosiasi (associated) :
fermentasi alkohol asam
sitrat, dan asam laktat.
c. Nonassosiasi
(non
associated):
fermentasi
antibiotik.
d. Stepwise: fermentasi antibiotik
Bioteknologi Industri Pangan
2. Jenis mikroba yang berperanan
dalam industri adalah bakteri,
fungi, khamir, alge dan protozoa
a. Bakteri contohnya: Zymomonus
mobilis,
Clostridium
acetobutylicum, Acetobacter
aceti.
b. Fungi contohnya: Aspergillus
oryzae, Penicellium notatum,
Rhizopus oligosporus
c. Khamir
contohnya
:
Saccharomyces cerevisiae,
Candida
utilis,
Saccharomyces pombe.
d. Virus perlu dipelajari karena
penyebab kontaminasi
e. Protozoa penting dalam
penangan limbah
f. Alge untuk produksi bahan
makanan yaitu agar, protein
sel tunggal.
3. Peranan
mikroba
dalam
metabolismenya.
a. Katabolisme : fermentasi
alkohol, aseton, butanol dan
asam organik
405
b. Anabolisme : fermentasi
polisakarida protein, asam
nukleat, alkaloid.
4. Enzim yang berperan dalam
fermentasi.
a. Katalisator enzim dapat
mempercepat reaksi kimia
1012–1020 kali dibandingkan
dengan katalisator anorganik.
b. Reaksi dengan menggunakan
enzim untuk mendapatkan
produk melalui degradasi
tahap demi tahap.
c. Energi yang dihasilkan oleh
enzim
ditangkap
lalu
dilepas,
tidak
seperti
katalisator anorganik.
d. Enzim dapat menurunkan
energi aktivasi reaksi.
5. Substrat dasar yang digunakan
dapat dari karbohidrat dan
senyawa nitrogen organik.
Tabel 9.8 Macam-Macam Fermentasi Karbohidrat (Anonim 2006)
No.
Macam
1
HDP
EDP
etanol, CO2
etanol, CO2
3
Fermentasi alkohol
- oleh khamir
- oleh bakteri
Fermentasi asam laktat
- homofermentasi (homolaktat)
- heterofermentasi (heterolaktat)
Fermentasi asam propionat
HDP
HMP
HDP
4
5
Fermentasi asam butiran
Fermentasi asam campur
HDP
HDP
6
Fermentasi butanediol
HDP
asam laktat, etanol
asam asetat dan CO2
asam propionat, asam
asetat, CO2
Isopropanol.
etanol, asetat, format,
H2,CO2, laktat, suksinat.
butanediol, etanol, laktat,
suksinat, asetat, H2, CO2.
2
Glikolisis
Hasil akhir utama
Bioteknologi Industri Pangan
Peruraian glukosa menjadi asam
piruvat dibedakan menjadi 3 jalur :
1. Jalur heksosa difosfat (HDP),
yaitu Embden-Meyerhoff-Parras
atau glikolisa.
406
2. Jalur
heksosa
monfosfat
(HMP), yaitu jalur Warburg
Dicken, jalur fosfoketolosa,
atau jalur pentosa fosfat.
3. Jalur 2 keto-3 deoksi glukonat6 fosfat (jalur KDGP), atau jalur
Entner Doudoroff.
Gambar 9.12 Jalur Perubahan Asam Piruvat (Anonim 2006)
6. Tahapan fermentasi
a. Pemilihan mikroba
Mikroba yang dipakai dalam
industri
akan
sangat
bermanfaat bila disimpan
untuk penggunaan lebih
lanjut tanpa mengurangi
kemampuan tumbuh dan
produksinya.
Ada
dua
macam kultur yaitu primary
culture dan working culture.
b. Media fermentasi
Media sangat penting dalam
fermentasi karena mikrobia
mampu tumbuh pada substrat
tersebut.
Media
harus
mengandung makronutrien
Media fermentasi dapat
digolongkan menjadi dua
macam yaitu media sintetik
dan kompleks.
Bioteknologi Industri Pangan
c. Preparasi inokulum
Media untuk penyiapan
inokulum biasanya berbeda
dengan media fermentasi.
Media untuk inokulum untuk
menghasilkan sel mikrobia
dalam jumlah besar tanpa
terjadi
perubahan
sifat
genetik sel. Konsentrasi
penggunaan 0,5 % sampai
407
5 % volume, kadang 10 % 20 % inokulum yang terlalu
sedikit
mengakibatkan
waktu fermentasi menjadi
lama
dan
produktivitas
menurun.
d. Kontrol proses fermentasi
dan pengunduhan produk.
Gambar 9.13 Contoh Aplikasi Teknologi Fermentasi (Anonim, 2005)
9.5. Genetically Modified
Organism (GMO)
dalam Pangan
Deskripsi singkat
Bioteknologi adalah penggunaan
tanaman, hewan, ataupun mikroba,
baik secara keseluruhan maupun
sebagian, untuk membuat atau
memodifikasi suatu produk mahluk
hidup ataupun merubah spesies
mahluk hidup yang sudah ada.
Rekayasa genetika merupakan
suatu proses bioteknologi modern
dimana sifat-sifat dari suatu
mahluk hidup dirubah dengan cara
memindahkan gen-gen dari satu
spesies mahluk hidup ke spesies
yang lain, ataupun memodifikasi
gen-gen dalam satu spesies.
Bioteknologi Industri Pangan
408
Jenis-Jenis GMO Tanaman
Berbagai jenis GMO tanaman yang
dikelompokkan atas karakteristik
khasnya antara lain sebagai
berikut:
1. Toleran terhadap
biotik dan abiotik
Gambar 9.14 Aplikasi Bioteknologi pada
Tanaman Pisang (Jennifer,
2006)
GMO
(Genetically
Modified
Organism)
adalah
organisme
(dalam hal ini lebih ditekankan
kepada tanaman dan hewan) yang
telah
mengalami
modifikasi
genome (rangkaian gen dalam
kromosom)
sebagai
akibat
ditransformasikannya satu atau
lebih gen asing yang berasal dari
organisme lain (dari species yang
sama
sampai
divisio
yang
berbeda).
Gen
yang
ditransformasikan
diharapkan
dapat
mengeluarkan
atau
mengekspresikan suatu produk
yang bermanfaat bagi manusia.
Secara sederhana GMO adalah
organisme (dalam hal ini tanaman
atau
hewan)
yang
dapat
menghasilkan suatu zat yang
asalnya zat tersebut tidak bisa atau
tidak biasa dia buat dalam jumlah
yang meningkat.
Rekayasa GMO sudah dimulai
sejak tahun 1970-an, diawali
dengan aplikasinya pada tanaman
sehingga sampai kini tidak kurang
dari 30 juta ladang tanaman yang
ditanami GMO.
tekanan
Contoh yang termasuk kategori
tahan faktor biotik misalnya
padi yang tahan terhadap virus
RYMV dengan teknik imunisasi
genetik untuk jenis padi yang
tumbuh di daerah sahara.
Lainnya
adalah
tanaman
papaya yang tahan virus ring
spot, tanaman kentang yang
tahan hama blight. Di lain pihak
contoh-contoh
yang
tahan
faktor abiotik misalnya tanaman
yang tahan aluminium pada
jenis tanah asam, tahan
kekeringan, tahan panas, tahan
dingin dan yang tahan garam.
2. Tanaman
yang
tahan
Serangga dan herbisida.
Tanaman yang tahan serangga
yang sudah banyak dikenal
adalah yang mengandung gen
dari
bakteri
Bacillus
thuringiensis (gen Bt) yang
dapat memproduksi protein
yang dapat membunuh insek.
Adapun tanaman yang tahan
terhadap
herbisida
dibuat
mengandung gen yang dapat
menghasilkan inhibitor bagi
enzim
target
dari
suatu
herbisida.
Bioteknologi Industri Pangan
3. Tanaman yang mengandung
nilai gizi khusus.
Contoh tanaman ini adalah
(golden rice), yaitu padi yang
banyak mengandung likopen
dan beta karoten. Padi yang
banyak mengandung zat besi
karena
mengandung
jenis
protein yang dapat mengikat
besi.
4. Tanaman yang mengandung
pharmaceuticals.
Sudah ada padi dan gandum
yang
dapat
menghasilkan
antibodi anti kanker,yang dapat
mengenal sel-sel kanker paruparu, kanker buah dada dan
kanker usus, sehingga dapat
diharapkan
membantu
diagnosa dan terapi dari jenisjenis kanker tersebut. Tanaman
yang dapat menghasilkan zat
anti kanker vinblastin dan
vincristine yang berguna dalam
pengobatan penyakit limfoma
Hodgkin.
5. Tanaman yang mengurangi
dampak negatip lingkungan.
Beberapa
jenis
tanaman
memerlukan guludan yang
tinggi. Guludan semacam ini
mudah terancam erosi. Oleh
sebab itu tanaman jenis ini
harus dibuat tahan terhadap
jenis penyakit akar, sehingga
guludannya dapat dibuat tidak
terlalu tinggi.
Keuntungan dan Kerugian
Modifikasi Genetik
409
Keuntungan:
1. Panen Lebih Besar: tanaman
rekayasa bisa meningkatkan
panen di tanah yang luasnya
terbatas, tanah miskin, atau
kawasan yang rawan banjir.
2. Meningkatkan Nutrisi: kacang
kedelai MG lebih banyak
mengandung protein. Sama
seperti beras, yang direkayasa
sehingga mengandung zat
besi, untuk mengatasi anemia.
3. Kesehatan Lebih Baik: tanaman
yang mengandung vaksin akan
mempermudah
penyebaran
vaksin dan membuat obat lebih
mudah ditelan.
4. Bahan Kimia Lebih Sedikit:
resistensi terhadap serangga
hama tertentu akan mengurangi ketergantungan terhadap
pestisida. Dengan tanaman
yang
menghasilkan
zat
herbisida (pembunuh rumput),
maka petani hanya perlu
menyemprot setahun sekali dan
dan tidak selamanya tiga kali.
Kerugian:
1. Bahan alergi baru: manipulasi
genetik sering menggunakan
protein dari organisme yang
tidak pernah menjadi bahan
makanan, dan sebagian besar
bahan alergi makanan berasal
dari protein.
2. Resistensi terhadap antibiotik:
gen resistensi-antibiotik sering
digunakan sebagai "penanda"
untuk
menyeleksi
sel-sel
transgenik
dan
ada
kemungkinan akan masuk ke
jaringan tubuh manusia atau
organisme lain. Hal ini akan
menyebabkan persoalan baru
bagi kesehatan.
Bioteknologi Industri Pangan
410
3. Virus baru: gen viral pada
tanaman
yang
direkayasa
dapat menyebabkan tanaman
kebal
terhadap
virus
kemungkinan dapat terkombinasi lagi dengan mikroba lain
untuk menghasilkan virus hibrida yang lebih berbahaya.
4. Rumput baru: dalam lingkungan yang lebih luas, perkawinan
antar
tanaman
kemungkinan
menghasilkan
"rumput super". Di samping itu
tanaman
hasil
rekayasa
kemungkinan dapat terbawa ke
luar lahan pertanian dan
meluas, sehingga merusak
seluruh ekosistem.
5. Resistensi terhadap hama:
dalam waktu lama, hama dapat
kebal terhadap tanaman yang
menghasilkan
pestisida,
sehingga pestisida menjadi
tidak efektif lagi.
A
B
Gambar 9.15 Pertumbuhan
Tanaman
Tembakau dengan Modifikasi
Gen
Tahan
Kekeringan
(Tanpa
Pemberian
Air
Selama
14
Hari).
(A)
Tembakau Non Ttransgenik
(B) Tembakau Transgenik
Sumber : Thomson, 2006.
9.6. Bioteknologi
Bakteri Asam
Laktat
Klasifikasi dan Karakretisasi
Bioteknologi bakteri asam laktat
adalah penggunaan/pemanfaatan
bakteri asam laktat untuk membuat
atau memodifikasi suatu produk
(bahan pangan/pangan) menjadi
suatu
produk
yang
lebih
berkualitas.
Bakteri asam laktat terdiri atas
beberapa
genus
yaitu
Lactobacillus,
Leuconostoc,
Pediococcus
Streptococcus,
Carnobacterium,
Aerococcus,
Enterococcus,
Lactococcus,
Vagococcus, Tetracoccus dan
Bifidobacterium (Salminen et al,
2004).
Berdasarkan sifat memfermentasinya
bakteri asam laktat dibedakan
menjadi dua kelompok yaitu BAL
homofermentatif
yang
hanya
menghasilkan asam laktat, dan
BAL
heterofermentatif
yang
menghasilkan asam laktat, etanol
atau asam asetat, dan CO2.
Penggunaan BAL dalam
Fermentasi Susu
Sifat yang terpenting dari bakteri
asam laktat adalah kemampuannya
untuk memfermentasi gula menjadi
asam laktat. Sifat ini penting dalam
pembuatan
produk-produk
fermentasi
seperti
fermentasi
sayuran (sauerkraut, pikel dan
sebagainya),
fermentasi
susu
Bioteknologi Industri Pangan
(keju,
yoghurt,
kefir
dan
sebagainya), fermentasi ikan dan
daging. Produksi asam oleh bakteri
asam laktat berlangsung secara
cepat sehingga dapat menghambat
pertumbuhan mikroba lain yang
tidak diinginkan.
Genus yang banyak digunakan
dalam fermentasi susu antara lain
adalah
Streptococcus
dan
Lactobacillus (Surono, 2004).
Streptococcus
thermophilus
mempunyai bentuk bulat (kokus)
dengan diameter sel 0,7-0,9 µm.
Pada susu, bakteri ini membentuk
rantai panjang yang terdiri atas 1020 sel. Berdasarkan aktivitas
metabolisme karbohidrat, bakteri
ini bersifat homofermentatif yang
411
mampu menghasilkan asam laktat
sebagai
produk
metabolit
utamanya.
Asam laktat yang
terbentuk berupa L(+) asam laktat.
Memiliki suhu optimum bagi
pertumbuhannya yaitu 380C dan
akan terhenti pada suhu 100C
(Robinson, 1999; Wahyudi, 2006).
Lactobacillus delbrueckii subsp.
bulgaricus
berbentuk
batang
dengan sel berukuran 0,5-0,8 µm x
2,0-9,0 µm. Pada susu, bakteri ini
membentuk rantai pendek yang
terdiri dari 3-4 sel. Memiliki suhu
optimum pertumbuhannya yaitu
450C.
Bersifat homofermentatif
dengan menghasilkan asam laktat
yang berupa D(-) asam laktat
sebesar 1,7-2,1 % pada susu
(Robinson, 1999).
Dadih/yoghurt Indonesia
Kefir
Mentega susu
Gambar 9.16 Beragam Produk Fermentasi Susu Menggunakan BAL (Anonim, 2005)
BAL dalam Fermentasi Keju
Keju berasal dari kata Inggris kuno
yaitu cese dan chiese, atau dari
bahasa latin caseus. Kata-kata
yang sama dalam bahasa Jerman
untuk keju adalah kase, sedangkan di Perancis fromage serta
Spanyol dan Italia menamakan
produk ini sebagai queso dan
formaggio.
Bioteknologi Industri Pangan
Keju terbuat dari bahan baku susu
baik itu susu sapi, kambing, dan
kerbau. Proses pembuatannya
dilakukan dengan pembentukan
dadih setelah terlebih dahulu
melakukan pasteurisasi terhadap
susu. Pasteurisasi ditujukan untuk
menghilangkan bakteri patogen
sekaligus menghilangkan bakteri
pengganggu
dalam
proses
pembuatan dadih.
Pembuatan dadih atau proses
penggumpalan mulai terjadi saat
ditambah starter kultur baktri laktat,
kultur bakteri ini menyebabkan
terjadi fermentasi hingga pada pH
tertentu. Enzim atau pun asam
ditambahkan saat telah dicapai
kondisi yang sesuai untuk enzim
atau asam sehingga proses
koagulasi tercapai. Penambahan
enzim atau pun asam bertujuan
untuk menurunkan pH hingga 4.5
dimana pH tersebut merupakan
titik isoelektrik kasein.
Gumpalan susu yang terbentuk di
dasar alat, kemudian diambil
dengan cara filtrasi. Gumpalan
susu ini kemudian dipres untuk
mengeluarkan
whey
nya.
Penambahan garam pada hasil
gumpalan yang di filtrasi akan
menghasilkan keju cottage. Untuk
menghasilkan keju jenis lainnya,
gumpalan susu yang disaring ini
kemudian di pres dengan waktu
yang bervariasi tergantung jenis
keju yang diinginkan. Pada proses
penekanan ini terjadi pula proses
pematangan. Biasanya di Inggris
proses pematangan memakan
waktu lebih kurang 10 minggu
sehingga menjadi keju yang
dinamakan keju keras (cheddar)
412
sedangkan di Amerika untuk
menghasilkan keju keras (cheddar)
dengan terlebih dahulu dicelupkan
dalam parafin untuk mencegah
kekeringan,
serta
dibiarkan
mengeras sekitar enam bulan.
Pada proses pematangan dapat
ditambahkan
mikroba-mikroba
tertentu untuk menghasilkan keju
yang diinginkan. Selama proses
pematangan ini banyak senyawasenyawa khas yang dihasilkan
tergantung dari bakteri yang
ditambahkan. Keju Swis yang khas
dengan cita rasa asam propionatnya
dihasilkan
oleh
bakteri
Propionibacerium shermani. Selain
itu lubang-lubang yang dihasilkan
pun terjadi karena terbentuknya
gas
karbondioksida
yang
diproduksi selama fermentasi.
Ada lagi keju yang dinamakan keju
Roquefort, yang berwarna biru
khas. Keju ini berasal dari desa
Roquefort di Perancis. Dalam
prosesnya keju ini ditambahkan
dengan jamur Penicilin roqueforti.
Penambahan jamur selama proses
pematangan ini mengakibatkan
keju berurat dan warnanya menjadi
biru yang khas.
Adapun
keju
camemberti,
ditambahkan Penicilin camemberti
pada proses pematangannya yang
juga memberikan efek warna biru
dan citarasa khas camembert.
Adapun keju yang dikenal oleh
para ibu-ibu yang sering membuat
kastengel atau cheese stick adalah
jenis keju edam. Keju ini berasal
dari Belanda yang termasuk
golongan keju keras (hard cheese)
yang kadar airnya berkisar antara
20-42 persen.
Bioteknologi Industri Pangan
Gambar 9.17. Contoh
Jenis
(Anonim, 2005)
413
Keju
Penggunaan BAL sebagai
Pengawet
Menurut Ray (2004) dalam proses
pengolahan makanan, BAL selain
berperan sebagai fermentatif, juga
berperan sebagai biopreservatif
(pengawet). BAL dapat digunakan
sebagai pengawet karena dapat
menghasilkan senyawa antimikroba
yang
mampu
menghambat
pertumbuhan mikroorganisme lain.
Senyawa antimikroba tersebut
antara lain adalah asam laktat,
hidrogen peroksida (H2O2), diasetil,
karbondioksida
(CO2)
dan
bakteriosin
(De
Vuyst
dan
Vandamme, 1994).
Aktivitas senyawa antimikroba ini
terhadap
mikroorganisme
lain
dapat bersifat bakteriostatik atau
bakterisidal.
Bakteriostatik yaitu
mampu menghambat pertumbuhan
mikroorganisme
tetapi
tidak
menyebabkan kematian, sedangkan
bakterisidal
yaitu
mampu
menyebabkan
kematian
mikroorganisme.
Hal
ini
tergantung dari jenis, karakteristik
dan
konsentrasi
senyawa
antimikrobial
yang
dihasilkan
(Hyde, 1983; Salminen et al, 2004).
Asam laktat merupakan metabolit
utama yang dihasilkan oleh BAL
dalam
proses
metabolisme
karbohidrat. Metabolit ini bersifat
antimikrobial terhadap pertumbuhan
mikroorganisme sehingga berpotensi
digunakan sebagai pengawet alami
makanan. Menurut Ray (2004),
penggunaan asam laktat dengan
konsentrasi sebesar 1-2 % pada
pH 5 atau lebih dalam makanan,
mampu menghambat pertumbuhan
bakteri positif dan negatif Gram.
Pada pH di bawah 5, asam laktat
yang dihasilkan efektif dalam
mematikan jumlah populasi bakteri
negatif Gram.
Mekanisme penghambatan terjadi
karena asam laktat dalam bentuk
tidak terdisosiasi dapat menembus
membran sel.
Ion H+ dalam
sitoplasma akan mengganggu
gradien proton dan selanjutnya
akan mengganggu transportasi
nutrisi, sehingga ion ini harus
dikeluarkan dari sel. Pelepasan
ion H+ dari sel membutuhkan
energi, akibatnya energi yang
tersedia untuk pertumbuhan sel
menjadi berkurang dan sel lambat
laun akan mati. Selain itu, asam
laktat yang dihasilkan dalam
fermentasi
juga
mampu
menurunkan pH dan keadaan ini
akan mengganggu aktivitas enzim
sehingga
sel
tidak
dapat
melakukan aktivitas metabolisme
(Ray, 2004).
Umumnya
BAL
dapat
mengakumulasi H2O2 karena tidak
mempunyai enzim katalase. H2O2
bersifat oksidator yang dapat
mengoksidasi
komponen
sel
bakteri, sehingga menyebabkan
kerusakan struktur sel bakteri
Bioteknologi Industri Pangan
tersebut.
Penggunaan H2O2
dengan konsentrasi sebesar 6-8
µg/mL dapat menimbulkan efek
bakteriostatik, sedangkan dengan
konsentrasi 30-40 µg/mL dapat
menimbulkan efek bakterisidal
(Ray, 2004).
Diasetil
merupakan
senyawa
pembentuk aroma yang dihasilkan
oleh BAL dalam metabolisme
karbohidrat.
Senyawa ini lebih
efektif menghambat bakteri negatif
Gram dibandingkan dengan bakteri
positif
Gram.
Konsentrasi
penghambatan
bakteri
negatif
Gram oleh diasetil sebesar 200
µm/mL, sedangkan bakteri positif
Gram sebesar 300 µm/mL. Namun
mekanisme
penghambatannya
belum diketahui secara pasti
(William et al., 1996; Surono,
2004).
Menurut Naidu (2000), bakteriosin
didefinisikan sebagai senyawa
polipeptida
yang
bersifat
antimikrobial terhadap pertumbuhan
Gambar 9.18
414
mikroorganisme. Bakteriosin yang
dihasilkan oleh BAL ada yang
mempunyai aktivitas penghambatan
dengan spektrum luas dan juga
ada yang berspektrum sempit. Efek
bakterisidal terjadi pada bakteri
positif Gram dan yang berkerabat
dekat dengan bakteri penghasil.
Menurut Kusumawati (2000), S.
thermophilus
menghasilkan
bakteriosin
thermophilin,
sementara L. delbrueckii subsp.
bulgaricus menghasilkan bulgarin.
Mekanisme
kerja
bakteriosin
diawali dengan absorbsi oleh
reseptor spesifik yang terdapat
pada permukaan sel bakteri dan
masuk melalui dinding sel. Setelah
molekul bakteriosin kontak dengan
membran, menyebabkan membran
sitoplasma menjadi tidak stabil.
Akibatnya viabilitas sel menurun
dan
menyebabkan
keluarnya
material yang terdapat dalam inti
sel sehingga sel menjadi mati
(Holzapfel et al., 1995).
Bakteriosin dan Nisin Sebagai Pengawet Pada Produk Sosis (Anonim,
2005)
Bioteknologi Industri Pangan
415
Pengembangan BAL sebagai
Probiotik
Kata probiotik berasal dari bahasa
Yunani yang artinya untuk hidup.
Pertama kali diperkenalkan oleh
Lilley dan Stilwell pada tahun 1965
yang
mendefinisikan
probiotik
sebagai mikroba yang dapat
menstimulasi pertumbuhan mikroba
lain, sebagai lawan kata dari
antibiotic. Salminen dan Wright
(1983) mendefinisikan probiotik
sebagai sejumlah bakteri hidup
atau
produk
susu
yang
difermentasi
atau
suplemen
makanan
yang
mengandung
bakteri asam laktat dalam kondisi
hidup. Definisi ini selanjutnya
berkembang menjadi sejumlah
bakteri hidup atau sediaan sel
mikroba yang menguntungkan
kehidupan ianangnya (Salminen et
al., 1999). Menurut Fuller (1992)
probiotik merupakan bakteri hidup
yang menguntungkan inangnya
melalui perbaikan keseimbangan
mikrobiota dalam saluran usus
inang. Probiotik dengan kualitas
tinggi dari galur bakteri asam laktat
antara lain yaitu Lactobacillus,
Streptococcus, dan Bifidobacterium.
Probiotik dianngap memberikan
dampak positif bagi keseimbangan
flora bakteri usus, meningkatkan
system
imun,
menurunkan
kandungan kolesterol darah, serta
dapat
menghambat
bakteri
pathogen karena mampu bersaing
hidup (tempat dan nutrisi) serta
menghasilkan asam laktat dan
antimikroba (bakteriosin). Dalam
bahan pangan, kriteria suatu
bakteri probiotik harus memenuhi
syarat yaitu diisolasi dari manusia
sebagai bakteri indigenus, aman
bagi manusia, dapat menghambat
bakteri patogen, memiliki ketahan
terhadap asam lambung dan
garam empedu serta mempunyai
sifat mampu menempel pada usus
manusia. Beberapa galur bakteri
asam
laktat
yang
sudah
dikomersialkan antara lain seperti
pada Tabel 9.9
Tabel 9.9 Strain Lactobacillus dan Distributornya (Bintang, 2000)
Strain
Distributor
Lactobacillus rhamnosus GG
Valio, Finlandia, Campina, Melkunie
dan Belanda
Rodia, WI, USA
Yakult, Jepang
BioGaia, Swedia
Chr, Hansen, WI, USA
Urex, London, Canada
Urex, London, Canada
L. acidophilus NCFM
L. casei Shirota
L. reuteri MM53
L. casei CRL431
L. rhamnosus GR-1
L. fermentum RC-14
Produk yang telah diklaim sebagai
produk berprobiotik dan banyak
dikenal masyarakat di antaranya
yaitu yoghurt. Produk ini adalah
susu yang difermentasi oleh L.
bulgaricus
dan
streptococcus
thermophilus dengan perbandingan
satu
banding
satu.
Yoghurt
Bioteknologi Industri Pangan
mempunyai tekstur semi padat
akibat terjadinya koagulasi kasein
susu dengan pH asam sekitar 4,2
– 4,4. Beberapa manfaat dari
yoghurt antara lain menurunkan
kadar kolesterol darah, membantu
penyerapan kalsium dan fosfor
serta
menghasilkan
senyawa
antibakteri (Bintang, 1994; Bintang
dan Siburian, 1999; dalam Orasi
Ilmiah Bintang, 2000).
Gambar 9.19 Produksi
Yoghurt
Skala
Industri (Anonim, 2005)
Rangkuman
Pertumbuhan adalah peningkatan
jumlah
sel
organisme
dan
perbesaran
ukuran
sel.
Pertumbuhan
mikroba
dalam
bioreaktor
terjadi
secara
pertumbuhan individu sel dan
pertumbuhan
populasi.
Pertumbuhan mikroba dipengaruhi
oleh berbagai faktor lingkungan, di
antaranya yaitu suhu, pH, aktivitas
air,
adanya
oksigen,
dan
tersedianya zat makanan. Mikroba
menggunakan
komponenkomponen kimia di dalam substrat
sebagai sumber energi untuk
berkembang biak dan membentuk
sel-sel baru.
416
Bakteri tumbuh dengan cara
pembelahan biner, yang berarti
dari satu sel membelah menjadi
dua sel. Waktu yang dibutuhkan
oleh sel untuk membelah disebut
waktu
generasi.
Waktu
ini
bervariasi tergantung pada spesies
dan kondisi pertumbuhan.
Beberapa contoh mikroba yang
sering dibahas atau terdapat dalam
makanan antara lain seperti E. coli,
Endomycopsis,
Pseudomonas,
Candida,
Bacillus
subtilis,
Staphylococcus,
Streptococcus
faecalis,
Saccharomyces
ellipsoideus,
Rhizopus
dan
Aspergillus niger . Beberapa di
antaranya digunakan untuk proses
fermentasi metabolit primer maupun
fermentasi metabolit sekunder
dengan jenis mikroba yang berbeda
untuk tipe fermentasi yang berbeda.
Tahapan
fermentasi
meliputi
pemilihan mikroba, media fermentasi,
preparasi inokulum, kontrol proses
fermentasi dan pengunduhan produk.
Rekayasa genetika merupakan
suatu proses bioteknologi modern
dimana sifat-sifat dari suatu
mahluk hidup dirubah dengan cara
memindahkan gen-gen dari satu
spesies mahluk hidup ke spesies
yang lain, ataupun memodifikasi
gen-gen dalam satu spesies. GMO
(Genetically Modified Organism)
adalah organisme (dalam hal ini
lebih ditekankan kepada tanaman
dan hewan) yang telah mengalami
modifikasi genome (rangkaian gen
dalam kromosom) sebagai akibat
ditransformasikannya satu atau
lebih gen asing yang berasal dari
organisme lain (dari species yang
sama sampai divisio yang berbeda).
Bioteknologi Industri Pangan
Rekayasa genetika pada tanaman
akan
memberikan
banyak
keuntungan,
akan
tetapi
kemungkinan
juga
akan
menimbulkan kerugian.
Bioteknologi bakteri asam laktat
adalah penggunaan/pemanfaatan
bakteri asam laktat untuk membuat
atau memodifikasi suatu produk
(bahan pangan/pangan) menjadi
suatu
produk
yang
lebih
berkualitas. Penggunaan bakteri
asam laktat diantaranya dalam
fermentasi susu, keju, sebagai
pengawet
maupun sebagai
probiotik.
Soal Latihan
1. Mengapa
pengetahuan
mengenai kurva pertumbuhan
mikroba sangat penting?
2. Apakah
pengertian
bakteri
termofilik ?
3. Apakah
definisi
proses
fermentasi?
4. Sebutkan beberapa contoh
fermentasi metabolit primer?
5. Mengapa sari buah anggur
merupakan medium fermentasi
wine yang baik?
6. Sebutkan beberapa bahan
yang
dapat
digunakan
membuat cuka?
7. Apakah pengertian rekayasa
genetika?
8. Apakah pengetian bioteknologi
bakteri asam laktat?
417
Analisis Kelayakan Usaha
418
X. ANALISIS KELAYAKAN USAHA
10.1. Pengantar
10.3. Pinjaman Modal
Kebutuhan pangan semakin hari
semakin banyak seiring dengan
perkembangan
penduduk,
sementara itu ketersediaan lahan
pertanian semakin menyempit
dengan makin banyaknya jumlah
penduduk.
Pinjaman modal usaha untuk
biaya tetap dan biaya variabel
sebesar Rp 79,430,000 Besarnya
suku
bunga
diasumsikankan
12%/tahun rata (flat). Jangka
waktu pinjaman dan cicilan selama
5 tahun. Grace period 1 tahun,
cicilan dan bunga dibayar mulai
tahun kedua sampai tahun ke lima.
Tabel
10.1
menunjukan
perhitungan bunga dan cicilan.
Bunga
dihitung
berdasarkan
perkalian
antara
besarnya
pinjaman dengan besarnya bunga
60%. Cicilan setiap bulan dihitung
dengan membagi jumlah pinjaman
dan bunga selama 60 bulan (5
tahun).
Untuk
melakukan
usaha
agroindustri di bidang pangan,
maka selain menguasai teknologi
pengolahan maka juga diperlukan
pengetahuan analisis kelayakan
usahanya.
Jenis-jenis usaha di bidang
agroindustri pangan sangat banyak
jenis atau ragamnya. Sehingga
dalam kesempatan ini hanya
dibahas salah satu jenis komoditas
hasil pengolahan produk pangan,
yaitu usaha agroindustri produksi
tempe.
10.2. Usaha Agroindustri
Tempe
Tempe merupakan salah satu
produk olahan kedelai yang
difermentasi
menggunakan
kapang. Produk ini banyak memiliki
kelebihan
kandungan
nutrisi
dibandingkan dengan kedelai.
10.4. Skala Usaha
Usaha agroindustri produk tempe
dilakukan dengan skala usaha 100
kg/hari atau 2.500 kg atau 2.5 ton
kedelai per bulan. Asumsi produksi
per bulan rata-rata 25 hari kerja.
Jumlah tenaga kerja yang terlibat
diasumsikan 5 orang/bulan. Ratarata upah per orang diasumsikan
Rp 700.000,-
Analisis Kelayakan Usaha
419
10.5.2. Biaya Variabel
10.5. Biaya Produksi
Biaya produksi dikelompokkan
menjadi biaya tetap (Fix Cost) dan
biaya tidak tetap (Variable Cost).
Biaya tetap merupakan biaya-biaya
yang tidak terpengaruh dengan
volume produksi. Biaya variable
merupakan biaya yang berubahubah sesuai dengan volume produksi.
10.5.1. Biaya Tetap
Yang termasuk biaya variabel
antara
lain
bahan
baku
(kedelai), ragi tempe, bahan
kemasan, tenaga kerja, listrik,
bahan
bakar
dll.
Contoh
perhitungan
biaya
variabel
tertera
pada
Tabel
10.3
Besarnya biaya variabel adalah
Rp 11.060.000,-
10.5.3 Total Biaya
Yang termasuk biaya tetap pada
usaha agroindustri produksi
tempe
adalah
peralatan,
bangunan,
perijinan
dan
overhead cost (biaya dimuka
untuk pengurusan administrasi)
dll. Contoh tertera pada tabel
10.2 besarnya biaya tetap
adalah Rp 72.500.000,-
Total
biaya
merupakan
penjumlahan dari biaya tetap
dan
biaya
variable.
Dari
perhitungan usaha agroindustri
produksi tempe, maka biaya
yang
diperlukan
=
Rp72.500.000 +Rp11.110.000 =
Rp 83.610.000,-
Tabel 10.1 Biaya Tetap (Fix Cost)
No
1
2
3
4
5
6
7
Deskripsi
Dish Mill (penggiling dan
pengupas kedelai)
Tong kayu (untuk
merendam kedelai),
kapasitas 50 kg kedelai
basah atau 25 kg kedelai
kering
Plastic sealer (alat
penutup kantong plastic)
Sepeda motor (alat
transportasi)
Pemanas/ kompor
semawar
Nyiru bambu, diameter 90
cm
Nyiru bambu, diameter 60
cm
Unit
Satuan
Harga
Jumlah
1
unit
7.000.000
7.000.000
4
unit
500.000
2.000.000
1
unit
500.000
500.000
1
unit
2
unit
750,000
1,500,000
6
buah
100,000
600,000
20
buah
50,000
1,000,000
15.000.000 15.000.000
Analisis Kelayakan Usaha
No
8
9
10
11
12
13
15
16
17
420
Deskripsi
Unit
Ember, diameter 40-50
cm
12
Sub Total I
Bangunan produksi
50
Bangunan gudang bahan
10
Sumur bor
1
Instalasi Listrik
1
Generator (2.000 watt)
1
Total Bangunan (Sub Total II)
Ijin Tempat Usaha
1
Ijin Bangunan
1
Proposal
1
Total Overhead (Sub Total III)
Satuan
buah
m2
m2
buah
unit
unit
ijin
buah
dokum
en
Harga
75,000
28,500,000
500,000
300,000
2000,000
5,000,000
7.000.000
42,000,000
500,000
500,000
1,000,000
2,000,000
Total
Jumlah
900,000
25.000,000
3,000,000
2,000,000
5,000,000
7.000.000
500,000
500,000
1,000,000
72,500,000
Table 10.2 Biaya Variabel (Variable Cost)
Biaya Variabel (per Bulan)
No
Jenis
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Tenaga Kerja
Tenaga Admin
Listrik
Kedelai
Ragi tempe
Kemasan
Gas elpiji
Operasional Kantor
Operasional Kendaraan
Sewa kendaraan
Sewa bangunan
Sewa alat
Satuan
5
1
1
2500
2.5
25
5
1
1
1
1
1
10.6. Perhitungan
Pendapatan
10.6.1. Pendapatan (sewa
alat dan bangunan)
OB
OB
bulan
kg
kg
kg
tabung
bulan
bulan
bulan
bulan
bulan
Harga
700,000
700,000
50,000
10,000
20.000
60,000
80,000
300,000
20,000
500,000
300,000
200,000
Jumlah
3,500,000
700,000
50,000
25,000,000
50,000
1.500,000
400,000
300,000
500,000
500,000
300,000
200,000
33,000,000
Pengertian
sewa
alat
dan
bangunan
yang
dimaksud
merupakan
biaya
penyusutan
peralatan,
bangunan
dan
kendaraan. Biaya-biaya tersebut
akan digunakan untuk membayar
cicilan pinjaman, pemeliharaan
peralatan, kendaraan dan gedung.
Sehingga pendapatan tersebut
Analisis Kelayakan Usaha
421
tidak
diperhitungkan
dalam
perhitungan pendapatan dari hasil
penjualan. Jumlah pendapatan dari
penyusutan alat, kendaraan dan
bangunan per bulan = Rp
500.000,- + Rp 300.000,- + Rp
200.000,- = Rp 1.000.000,-.
Dengan jumlah pemasukan dari
uang penyusutan alat, bahan dan
kendaraan diasumsikan per bulan
tetap (Rp 1.000.000,-), maka
dalam kurun waktu 73 bulan atau 6
tahun 1 bulan akan terkumpul Rp
73.000.000,- (lebih besar dari
biaya fixed cost).
10.7. Hasil Penjualan
Hasil
produksi
per
bulan
diperkirakan dari 2.500 kg kedelai
maka akan diperoleh tempe 4.000
kg atau setara dengan 80.000
kemasan tempe @ 50 g. Apabila
harga jual Rp 450 per kemasan,
maka hasil penjualan = 80.000 x
Rp 500,- =Rp 40.000.000,Perkiraan keuntungan/bulan = Rp
40.000.000 – Rp 33.000.000 = Rp
6.000.000,-
10.8. BEP (Break Even
Point)
BEP merupakan suatu kondisi
dimana diperoleh kalkulasi yang
impas usaha agroindustri tempe
pada posisi tidak rugi dan tidak
untung. Perhitungan BEP dapat
dilakukan dengan satuan harga
dan satuan jumlah produk. Masingmasing dijelaskan sbb:
10.8.1. BEP Unit (berdasarkan satuan jumlah produk)
Total biaya tetap
BEP =
Harga jual per satuan – biaya variabel per satuan
y
y
Biaya tetap = Rp 72.500.000,Biaya variabel per kemasan tempe = Rp 33.000.000,- : 80.000 = Rp
412,5
Rp 72.500.000,-
BEP =
72.500.000
=
Rp 500,- – Rp 412,5
= 828.572
87,5
Dengan produksi tempe 80.000 kemasan tempe (2.500 kg kedelai) per
bulan maka maka BEP akan dicapai pada awal bulan ke 11.
Analisis Kelayakan Usaha
422
10.8.2. BEP berdasarkan harga
Total biaya tetap
BEP =
Total biaya variabel
1Total hasil penjualan dalam rupiah
Rp 72.500.000
BEP =
Rp 72.500.000
=
Rp 33.000.000
Rp 72.500.000
=
1- 0,917
0,083
1Rp 36.000.000
BEP = Rp 873.493.976,Jadi BEP dicapai pada awal tahun ke 3, pada saat pendapatan sebesar
Rp 163.104.612,-
Kunci Jawaban
429
KUNCI JAWABAN
BAB III
1. Manfaat pengecilan ukuran
dalam pengolahan pangan
adalah:
a. Meningkatkan rasio luas
permukaan
terhadap
volume dari bahan pangan
sehingga
dapat
meningkatkan
kecepatan
pengeringan, pemanasan,
atau pendinginan.
b. Memperbaiki efisiensi dan
kecepatan ekstraksi dari
komponen terlarut (sebagai
contoh estraksi jus dari
potongan-potongan buah).
c. Menyebabkan
pencampuran bahan-bahan
lebih sempurna, contohnya
dalam sup kering dan
campuran kue.
2. Pencampuran adalah suatu
satuan operasi yang ditujukan
untuk memperoleh campuran
yang homogen dari dua atau
lebih komponen, baik bahan
yang berbentuk kering maupun
cair.
3. Ekstraksi
adalah
proses
pemisahan
komponenkomponen terlarut dari suatu
campuran komponen tidak
terlarut dengan menggunakan
pelarut yang sesuai.
4. Empat contoh ekstraksi dalam
pengolahan pangan yakni:
a. ekstraksi komponen flavor
vanili dari vanili yang telah
dikuring
b. ekstraksi
minyak
dari
kelapa
c. ekstraksi kafein dari biji
kopi
d. ekstraksi sari buah jeruk
5. Berdasarkan bentuk panas
yang digunakan, proses termal
ini
secara
garis
besar
dibedakan atas empat, yakni:
a. proses
termal
dengan
menggunakan uap (steam)
atau air sebagai media
pembawa
panas
yang
dibutuhkan, meliputi: blansir
(blanching),
pasteurisasi,
sterilisasi, evaporasi, dan
ekstrusi;
b. proses
termal
dengan
menggunakan
udara
panas,
yakni: dehidrasi
(pengeringan)
dan
pemanggangan;
c. proses
termal
dengan
menggunakan
minyak
panas, yaitu penggorengan
(frying);
d. proses
termal
dengan
menggunakan
energi
iradiasi, yaitu pemanasan
dengan gelombang mikro
(microwave) dan radiasi
inframerah.
6. Perbedaan antara pendinginan
dan pembekuan dalam hal
suhu yang digunakan dan daya
awetnya adalah:
Kunci Jawaban
PENDIPEMBENGINAN
KUAN
Suhu -2 – 10 oC
-12 sd
penyimpanan
-24 oC
Daya awet Beberapa Beberapa
hari –sd bulan – sd
minggu
tahun
7. Metode
pengeringan
yang
dimaksud adalah:
a. Pengeringan dengan sinar
matahari
b. Pengeringan dengan oven
c. Pengeringan
dengan
pengering makanan
d. Pengeringan
dengan
pengering beku
e. Pengeringan
dengan
pengering semprot
f. Pengeringan dengan pengering
drum yang berputar
8. Produk-produk tersebut adalah
selai, jeli, marmalade, manisan
buah, buah dalam sirup, sirup,
conserves, preserves, mentega
buah, dan madu buah.
9. Tiga zat yang berperan dalam
pembentukan
struktur
jeli
adalah gula, asam, dan pektin.
10. Penggaraman
termasuk
pengawetan karena garam akan
menarik air dari bahan sehingga
mikroorganisme pembusuk tidak
dapat berkembang biak karena
menurunnya aktivitas air (aw).
11. Fermentasi spontan adalah
fermentasi yang berjalan alami,
tanpa penambahan starter,
misalnya fermentasi sayuran
(acar/pikel, sauerkraut dari
irisan kubis), terasi, dan lainlain. Fermentasi tidak spontan
adalah
fermentasi
yang
berlangsung dengan penambahan
starter/ragi, misalnya tempe,
yoghurt, roti, dan lain-lain.
430
12. Bahan tambahan pangan yang
dimaksud adalah: pemanis
buatan; pengatur keasaman;
pewarna; penyedap rasa dan
aroma serta penguat rasa;
pengawet; antioksidan dan
antioksidan sinergis, antikempal;
pemutih dan pematang tepung;
pengemulsi, pemantap dan
pengental; pengeras; sekuestran;
enzim; penambah gizi; dan
bahan tambahan lain (antibusa,
humektan, dan lain-lain)
13. Manfaat pengecilan ukuran
dalam pengolahan pangan
adalah:
a. Meningkatkan rasio luas
permukaan
terhadap
volume dari bahan pangan
sehingga
dapat
meningkatkan
kecepatan
pengeringan, pemanasan,
atau pendinginan.
b. Memperbaiki efisiensi dan
kecepatan ekstraksi dari
komponen terlarut (sebagai
contoh estraksi jus dari
potongan-potongan buah).
c. Menyebabkan
pencampuran bahan-bahan
lebih sempurna, contohnya
dalam sup kering dan
campuran kue.
14. Pencampuran adalah suatu
satuan operasi yang ditujukan
untuk memperoleh campuran
yang homogen dari dua atau
lebih komponen, baik bahan
yang berbentuk kering maupun
cair (liquid).
15. Ekstraksi
adalah
proses
pemisahan
komponenkomponen terlarut dari suatu
campuran komponen tidak
terlarut dengan menggunakan
pelarut yang sesuai.
Kunci Jawaban
16. Tiga contoh ekstraksi dalam
pengolahan pangan yakni:
a. ekstraksi komponen flavor
vanili dari vanili yang telah
dikuring
b. ekstraksi minyak dari kelapa
c. ekstraksi kafein dari biji kopi
d. ekstraksi sari buah jeruk
17. Berdasarkan bentuk panas
yang digunakan, proses termal
ini
secara
garis
besar
dibedakan atas empat, yakni:
a. proses
termal
dengan
menggunakan uap (steam)
atau air sebagai media
pembawa
panas
yang
dibutuhkan, meliputi: blansir
(blanching),
pasteurisasi,
sterilisasi, evaporasi, dan
ekstrusi;
b. proses
termal
dengan
menggunakan
udara
panas,
yakni: dehidrasi
(pengeringan)
dan
pemanggangan;
c. proses
termal
dengan
menggunakan
minyak
panas, yaitu penggorengan
(frying);
d. proses
termal
dengan
menggunakan
energi
iradiasi, yaitu pemanasan
dengan gelombang mikro
(microwave) dan radiasi
inframerah.
18. Perbedaan antara pendinginan
dan pembekuan dalam hal
suhu yang digunakan dan daya
awetnya adalah:
PENDIN- PEMBEGINAN
KUAN
Suhu
-2 – 10 oC -12 – (-24)
o
penyimpanan
C
Daya awet
Beberapa Beberapa
hari bulan minggu
tahun
431
19. Metode
pengeringan
yang
dimaksud adalah:
a. Pengeringan dengan sinar
matahari
b. Pengeringan dengan oven
c. Pengeringan
dengan
pengering makanan
d. Pengeringan
dengan
pengering beku
e. Pengeringan
dengan
pengering semprot
f. Pengeringan
dengan
pengering
drum
yang
berputar
20. Produk-produk tersebut adalah
selai, jeli, marmalade, manisan
buah, buah dalam sirup, sirup,
conserves, preserves, mentega
buah, dan madu buah.
21. Tiga zat yang berperan dalam
pembentukan
struktur
jeli
adalah gula, asam, dan pektin.
22. Penggaraman
termasuk
pengawetan karena
garam
akan menarik air dari bahan
sehingga
mikroorganisme
pembusuk
tidak
dapat
berkembang
biak
karena
menurunnya aktivitas air (aw).
23. Fermentasi spontan adalah
fermentasi
yang
berjalan
alami, tanpa penambahan
starter, misalnya fermentasi
sayuran (acar/pikel, sauerkraut
dari irisan kubis), terasi, dan
lain-lain.
Fermentasi tidak
spontan adalah fermentasi
yang berlangsung dengan
penambahan
starter/ragi,
misalnya tempe, yoghurt, roti,
dan lain-lain.
24. Bahan tambahan pangan yang
dimaksud adalah: pemanis
buatan; pengatur keasaman;
pewarna; penyedap rasa dan
aroma serta penguat rasa;
Kunci Jawaban
pengawet; antioksidan dan
antioksidan
sinergis,
antikempal;
pemutih
dan
pematang tepung; pengemulsi,
pemantap
dan
pengental;
pengeras; sekuestran; enzim;
penambah gizi; dan bahan
tambahan
lain
(antibusa,
humektan, dan lain-lain).
25. Fungsi
dari
komponenkomponen asap adalah:
a. Fenol berfungsi sebagai
antioksidan, anti-mikroba,
dan mem-bentuk cita rasa.
b. Alkohol memiliki fungsi
utama membentuk cita
rasa, selain itu sebagai
antimikroba.
c. Asam-asam organik fungsi
utamanya
untuk
mempermudah
pengupasan selongsong, di
samping
itu
sebagai
antimikroba.
d. Karbonil memiliki fungsi
untuk membentuk warna
dan citarasa spesifik
e. Senyawa
hidrokarbon
memiliki fungsi neg:atif
karena
bersifat
karsinogenik.
26. Faktor-faktor
yang
mempengaruhi pengasapan
a. Suhu pengasapan,
b. Kelembaban udara,
c. Jenis kayu,
d. Jumlah asap, ketebalan
asap, dan kecepat-an aliran
asap dalam alat pengasap,
e. Mutu bahan yang di-asap,
f. Perlakuan
sebelum
pengasapan.
27. Fungsi
dari
komponenkomponen asap adalah:
432
a. Fenol berfungsi sebagai
antioksidan, anti-mikroba,
dan mem-bentuk cita rasa.
b. Alkohol memiliki fungsi
utama membentuk cita
rasa, selain itu sebagai
antimikroba.
c. Asam-asam organik fungsi
utamanya
untuk
mempermudah
pengupasan selongsong, di
samping
itu
sebagai
antimikroba.
d. Karbonil memiliki fungsi
untuk membentuk warna
dan citarasa spesifik
e. Senyawa
hidrokarbon
memiliki
fungsi
negatif
karena
bersifat
karsinogenik.
28. Faktor-faktor apakah yang
mempengaruhi
pengasapan,
yaitu:
a. Suhu pengasapan,
b. Kelembaban udara,
c. Jenis kayu,
d. Jumlah asap, ketebalan
asap, dan kecepat-an aliran
asap dalam alat pengasap,
e. Mutu bahan yang diasap,
f. Perlakuan
sebelum
pengasapan.
29. Karena asam memiliki sifat
antimikroorganisme
sebagai
berikut:
a. asam memiliki pH rendah
yang tidak disukai oleh
mikroor-ganisme;
b. asam-asam yang tidak
terurai bersifat racun bagi
mikroorganisme.
30. Ya, fermentasi dapat dikatakan sebagai salah satu
bentuk pengasaman kare-na
selama
fermentasi
terja-di
perubahan-perubahan,
di
Kunci Jawaban
antaranya
terbentuk
asam
laktat atau asam asetat hasil
pemecahan senyawa kompleks
karbohidrat.
BAB IV
1. Buah klimaterik merupakan
jenis buah-buahan yang terus
mengalami perubahan fisiologi,
terutama proses pemasakan
(pematangan), meskipun buah
telah dipetik. Proses perubahan
fisiologi
ditandai
dengan
perubahan struktur daging
buah, warna kulit buah, aroma
dan cita rasa, meningkatnya
kandungan
gula,
serta
menurunnya kandungan pati.
Contoh buah klimaterik yaitu
mangga,
pepaya,
pisang
cempedak,
kesemek.
Sedangkan
Buah
non
klimaterik adalah jenis buah
yang tidak mengalami proses
fisiologis meski telah dipetik
dari pohon. Contoh sayuran
buah (mentimun, terung dan
gambas).
2. Klimaterik terjadi apabila buah
matang dan apabila buah
tersebut telah kelewat matang
maka klimaterik tidak akan
terjadi.
Buah
diperkirakan
hanya mengalami satu kali
klimaterik
selama
prose
pematangan. Ada dua teori
yang dapat digunakan untuk
menerangkan
terjadinya
klimaterik
yaitu,
teori
perubahan fisik dan teori
perubahan kimia.
433
Teori perubahan Fisik
Karena banyak sekali buah
yang
melakukan
proses
klimaterik, khususnya untuk
menerangkan sebab terjadinya
klimaterik karena perubahan
fisik, seperti apel, pisang dan
advokad.
Dalam
proses
klimaterik yang terjadi pada
buah
diperkirakan
karena
adanya
perubahan
permeabilitas
dari
sel.
Perubahan
tersebut
akan
menyebabkan
enzim-enzim
dan substrat yang semula
dalam keadan normal akan
bergabung dan bereaksi satu
dengan
lainya
sehingga
klimetrik terjadi.
Perubahan Kimia
Perubahan kimia diperkirakan
dapat menyebabkan terjadinya
klimaterik,
karena
selama
proses pematangan kegiatan
yang berlangsung di dalam sel
buah
meningkat
sehingga
memerlukan
energi
yang
diperoleh dari ATP Karena
kebutuhan ATP meningkat
maka mitokondria sebagai
penghasil ATP juga terus
mengalami
peningkatan
aktivitas produksi dan proses
respirasi akan meningkat yang
akhirnya
menyebabkan
peristiwa
klimaterik.
Oleh
karena itu pernafasan dapat
digunakan sebagai cara untuk
mengontrol klimaterik.
3. Upaya yang dapat ditempuh
untuk menyimpan buah-buahan
secara umum yaitu dengan
cara
mengatur
tingkat
kemasakan buah, mengeringkan
Kunci Jawaban
permukaan kulit buah dan
menyusun
buah
dalam
tumpukan
yang
aman.
Contohnya
buah
pisang
disimpan masih dalam bentuk
tandannya. Dan disusun agar
udara segar dapat mengenai
semua
bagian
permukaan
buah. Syarat utama dalam
penyimpanan buah adalah
tempat/ ruang harus bersih,
sejuk, vetilasi dan sirkulasi
udara lancar dan terhindar dari
panas
matahari
secara
langsung.
4. Pada umumya tahap-tahap
proses
pertumbuhan
atau
kehidupan buah dan sayuran
meliputi
pembelahan
sel,
pembesaran sel, pendewasaan
sel (maturasi), pematangan
(ripening),
kelayuan
(sinescence) dan pembusukan
(deterioration).
Khususnya
pada buah, pembelahan sel
segera berlangsung setelah
terjadinya pembuahan yang
kemudian
diikuti
dengan
pembesaran
atau
pegembangan
sel
sampai
mencapai volume maksimum.
Setelah itu sel-sel dalam buah
berturut-turut mengikuti proses
pendewasan,
pematangan,
kelayuan dan pembusukan.
5. Tujuan utama menyimpan bijibijian
untuk
keperluan
konsumsi manusia atau hewan
ternak adalah mendapatkan
mutu bahan yang keadaannya
tetap prima dan terhindar dari
berbagai kerusakan meskipun
telah melampaui waktu simpan
cukup lama. Agar tujuan yang
434
dimaksud dapat terlaksana
maka diperlukan persiapan dan
penanganan bahan secara
lebih baik dan benar.Untuk
mengatasi masalah tersebut
sebaiknya bahan dikeringkan
dan diupayakan agar kadar air
bahan
rendah.
Untuk
melakukan
uji
secara
sederhana cukup menggigit biji
kering dan jika mudah retak
atau pecah berarti tingkat
kekeringan bahan tercukupi
6. Faktor-faktor
yang
mempengauhi
mutu
ikan
sebagai ikan basah yang baru
ditangkap adalah :
a. Jenis ikan, ada jenis ikan
yang mudah sekali busuk
seperti lemuru, kerangkerangan, molusca dan
crustacea dan adapula
yang tahan seperti ikan
bandeng,
tuna,
dan
cakalang
b. Ukuran ikan, umumnya ikan
yang ukurannya kecil lebih
cepat rusak daripada ikanikan yang berukuran besar.
Hal ini disebabkan karena
ikan-ikan yang berukuran
kecil
disamping
luas
arealnya atau tubuhnya
sempit juga disebabkan
dagingnya masih belum
kompak terutama pada ikan
muda sehingga penguraian
daging
oleh
kegiatan
mikroba akan berlangsung
cepat.
c. Kondisi biologis, ikan-ikan
yang saat ditangkap dalam
keadaan kenyang akan
lebih cepat menjadi busuk
daripada ikan yang dalam
Kunci Jawaban
keadaan
lapar.
Pembusukan ini terutama
menjolok dari cepatnya isi
perut dan dinding perut
mengalami penguraian dan
pembusukan, mengingat isi
perut merupakan salah satu
sumber mikroba.
d. Suhu
air
saat
ikan
ditangkap, suhu air akan
berpengaruh
pada
kecepatan
pembusukan.
Kalau ikan ditangkap pada
suhu air yang tinggi akan
mempercepat
proses
pembusukan dibandingkan
dengan
ikan
yang
ditangkap
pada
suhu
rendah, suhu yang tinggi
akan
mempengaruhi
kecepatan
perubahan
komposisi daging ikan.
e. Cara penangkapan dan
kematian,
ikan
yang
ditangkap dengan suatu
jenis alat tangkap tertentu
(jala atau pancing) yang
dalam proses kematiannya
banyak
mengeluarkan
tenaga untuk melepaskan
diri dari jeratan alat tangkap
dapat mempercepat proses
rigor
mortis
dan
pembusukan dibandingkan
dengan ikan yang diproses
kematiannya
dalam
keaadaan tenang.
f. Cara
penanganan,
pengangkutan
dan
pendistribusian ikan pasca
penangkapan ikan sangat
mempengauhi mutu ikan.
Ikan-ikan
yang
diperlakukan secara kasar
dan
kurang
hati-hati
sehingga terjadi pelukaan
435
dan
lecet-lecet
pada
tubuhnya akan lebih cepat
mengalami
pembusukan
dibandingkan dengan ikan
yang diperlakukan secara
baik. Luka pada tubuh ikan
akan
menjadi
pintu
masuknya mikroba dan
mempercepat perombakan
pada daging ikan.
7. Telur mentah yang dibiarkan di
udara terbuka (disimpan dalam
suhu kamar) dalam waktu yang
lama
akan
mengalami
beberapa perubahan seperti :
a. Perubahan bau dan cita
rasa
b. Perubahan pH
c. Penurunan berat telur
d. Pembesaran rongga udara
e. Penurunan berat jenis
f. Perubahan indeks putih
telur
g. Perubahan indeks kuning
telur
h. Perubahan nilai haugh unit
(HU)
i. Pengenceran isi telur
8. Cara-cara
yang
dapat
dilakukan untuk mengawetkan
telur adalah:
menggunakan
kulit akasia, minyak kelapa,
parafin dan kantong plastik.
a. Menggunakan kulit akasia
b. Pengawetan dengan kulit
akasia
dapat
mempertahankan
kesegaran telur sampai
sekitar 2 bulan. Caranya
dengan menumbuk kulit
akasia dan merebusnya. Air
rebusan
ini
digunakan
untuk
merendam
telur
segar sebelum disimpan.
Kunci Jawaban
c.
d.
e.
f.
g.
Untuk setiap 10 liter air
diperlukan 80 gram serbuk
kulit akasia.
Menggunakan
minyak
kelapa
Pengawetan telur dengan
metode
ini
dapat
memperpanjang
umur
simpan telur sampai 3
minggu.
Cara
pengawetannya
dengan
memanaskan
minyak
kelapa sampai mendidih
dan
didiamkan
sampai
dingin. Telur yang akan
diawetkan
dibersihkan
dahulu,
kemudian
dicelupkan satu per satu
dalam minyak tersebut.
Telur selanjutnya diangkat
dan ditiriskan, lalu disimpan
dalam rak-rak. Untuk setiap
1 liter minyak kelapa dapat
untuk mengawetkan telur
sekitar 70 kg.
Menggunakan parafin
Dengan
menggunakan
parafin, telur akan bisa
diawetkan hingga 6 bulan.
Caranya
dengan
membersihkan telur dengan
alkohol 96%. Sementara
parafin
dipersiapkan
dengan
memanasakan
parafin hingga suhu 5060oC. Telur dicelupkan
selama 10 menit, telur
selanjutnya
diangkat,
ditiriskan dan disimpan
dalam rak telur. Untuk 1
liter
parafin
dapat
mengawetkan sekitar 100
kg.
Menggunakan
kantong
plastik
436
h. Pengawetan
dengan
kantong
plastik
hanya
dapat
memperpanjang
umur simpan sampai 3
minggu, caranya adalah
dengan membersihkan telur
terlebih dahulu, kemudian
masukkan dalam kantong
plastik yang cukup tebal.
Selama penyimpanan tidak
boleh ada keluar masuk
kantong. Oleh karena itu,
kantong
harus
ditutup
rapat-rapat,
misalnya
menggunkan patri kantong
plastik elektrionik (sealer).
9. Jenis
daging
berdasarkan
bentuk fisiknya yaitu :
a. daging
segar
yang
dilayukan tanpa pelayuan
b. daging
segar
yang
dilayukan
kemudian
didinginkan (daging beku)
c. daging
segar
yang
dilayukan,
didinginkan,
kemudian
dibekukan
(daging beku)
d. daging masak
e. daging asap, dan
f. daging olahan
10. Pemanenan buah nenas dalam
suatu
kebun
hendaknya
dilakukan apabila rata-rata
buah nenas telah menunjukkan
tanda tanda sebagai berikut :
mata demi matanya berjarak
agak lebar, berbentuk datar
sedang tepinya bundar. warna
menjadi kuning (jenis nenas
dengan kulit kuning) sedang
jenis lainnya (berwarna hijau)
maka kulit berwarna hijau agak
gelap atau warna hijau tua
dengan warna agak kuning
Kunci Jawaban
kemerah-merahan.
Mengeluarkan aroma
khas.
437
yang
Indeks panen yang digunakan
buah pisang menggunakan
kriteria
seperti
hilangnya
penampakan sudut-sudut buah
(fullnees of finger), ukuran
buah dan jumlah hari setelah
keluarnya bunga sampai buah
menjadi tua.
Panen buah mangga sebaiknya
dilakukan pada saat sebagian
buahnya yang telah dewasa
berada pada tingkat masak
optimal, yang dapat diketahui
karena buah menunjukkan
tanda-tanda sebagai berikut :
• kulit
dan
buah
yang
berbentuk
wajar,
tidak
terserang penyakit, telah
berwarna hijau pekat, atau
kekuning-kuningan
atau
agak jingga
• pada beberapa buah, kulit
tampak mengkilat, berlapis
lilin
• bagian buah yang terbawah
benar-benar
telah
memadat, sedang bagian
tengahnya bila diketutketuk dengan jari agak
nyaring
• pada
beberapa
buah
hampir
penuh
dengan
bintik-bintik coklat, bukan
terserang gigitan larva,
hama/kutu.
• umur masak buah seperti
mangga
arum
manis
dinyatakan masak optimal
setelah berumur antara 93107 hari, mangga golek 75
hari-85 hari.
BAB V
1. Sanitasi
adalah
upaya
penghilangan semua faktor luar
makanan yang menyebabkan
kontaminasi
dari
bahan
makanan
sampai
dengan
makanan siap saji.
2. bakteri indikator sanitasi antara
lain yaitu Escherichia coli,
kelompok
Streptococcus
(Enterococcus)
fekal
dan
Clostridium perfringens.
3. Pekerja atau manusia, hewan,
debu dan kotoran, udara dan
air, makanan mentah, buangan
(sampah).
4. (1) senyawa-senyawa pelepas
khlorin,
(2)
quaternary
ammonium compounds, (3)
iodophor,
(4)
senyawa
amfoterik, dan (5) senyawa
fenolik.
5. persyaratan
higiene
pada
pekerja yang menangani bahan
makanan adalah:
a. Kesehatan yang baik; untuk
mengurangi kemungkinan
pekerja menjadi tempat
penyimpanan
bakteri
patogen,
b. Kebersihan;
untuk
mengurangi kemungkinan
penyebaran bakteri oleh
pekerj,
c. Kemauan untuk mengerti
tentang
sanitasi;
merupakan prasyarat agar
program sanitasi berjalan
dengan efektif.
6. Sanitasi lingkungan meliputi
sanitasi di dalam dan di luar
area
Kunci Jawaban
7. Untuk mencegah kontaminasi
pangan dilakukan dengan cara:
a. menyentuh
makanan
sesedikit mungkin
b. menghindarkan makanan
dari semua sumber bakteri
c. menutup makanan
d. memisahkan
makanan
mentah dari makanan
yang sudah dimasak
e. menghindarkan hewan dan
serangga
dari
tempat
makanan
f. membuang sisa makanan
dan sampah lain dengan
hati-hati
g. menjaga tempat sampah
tetap tertutup
h. menjaga
segalanya
sebersih mungkin
8. Keamanan pangan adalah
kondisi dan upaya yang
diperlukan untuk mencegah
pangan
dari
kemungkinan
cemaran biologis, kimia, dan
benda
lain
yang
dapat
mengganggu, merugikan, dan
membahayakan
kesehatan
manusia.
B A B VI
Jawab:
1. Fungsi
pengemasan
pada
bahan pangan yaitu (Pilih 5
dari jawaban berikut):
• Mewadahi produk selama
distribusi dari produsen
hingga
ke
konsumen
(produk
tidak
tercecer/tumpah, terutama
untuk cairan, pasta atau
butiran)
438
•
•
•
•
•
•
•
•
Melindungi dan mengawetkan
produk (melindungi dari
sinar ultraviolet, panas,
kelembaban
udara,
oksigen,
benturan,
kontaminasi dari kotoran
dan mikroba yang dapat
merusak dan menurunkan
mutu produk)
Sebagai identitas produk
Meningkatkan efisiensi
Melindungi pengaruh buruk
dari produk di dalamnya,
misalnya jika produk yang
dikemas berupa produk
yang berbau tajam, atau
produk berbahaya seperti
air keras, gas beracun dan
produk
yang
dapat
menularkan warna, maka
dengan mengemas produk
dapat melindungi produkproduk lain di sekitarnya.
Memperluas
pemakaian
dan pemasaran produk
Menambah daya tarik calon
pembeli/konsumen
Sebagai sarana informasi
dan iklan
Memberi kenyamanan bagi
konsumen.
2. Jenis-jenis bahan pengemas,
yaitu:
• Logam
• Gelas
• Plastik
• Kertas/karton
• Kayu
• Keramik
3. Persyaratan umum tentang
pernyataan
(klaim)
yang
dicantumkan
pada
label
kemasan adalah :
Kunci Jawaban
•
•
•
•
•
•
439
Informasi gizi
Tidak menyatakan seolaholah
makanan
yang
berlabel gizi mempunyai
kelebihan
daripada
makanan
yang
tidak
berlabel.
Tidak memuat pernyataan
adanya nilai khusus (nilai
khusus
tersebut
tidak
sepenuhnya berasal dari
bahan makanan tersebut)
Pernyataan
yang
berhbungan
dengan
kesehatan didasarkan pada
komposisi dan jumlahnya
yang dikonsumsi per hari.
Gambar atau logo pada
label
tidak
boleh
menyesatkan (dalam hal:
asal/bahan
baku,
isi,
bentuk, komposisi, ukuran
atau warna).
Saran
penyajian
suatu
produk dengan bahan lain
harus diberi keterangan
dengan jelas bila bahan lain
tersebut
tidak
terdapat
dalam
wadah
(bila
diperlukan).
4. Teknik-teknik pengisian produk
cair:
• Vacuum filling (Pengisian
produk hampa udara).
• Measured
dosing
(Pengisian produk terukur).
• Gravity-filling
(Pengisian
berdasarkan gravitasi).
• Pressure filling (Pengisian
berdasarkan tekanan).
5. Berdasarkan
penutup wadah
golongan, yaitu :
fungsinya,
gelas ada 3
ƒ
ƒ
ƒ
Penutup yang dirancang untuk
menahan tekanan dari dalam
wadah gelas (Pressure Seal).
Jenis penutup ini digunakan
untuk
minuman-minuman
berkarbonasi.
Penutup yang dapat menjaga
keadaan hampa udara di
dalam wadah gelas (Vacuum
Seals). Jenis penutup ini
digunakan untuk menutup
kemasan hermetis atau bahanbahan pangan yang diawetkan
dan untuk mengemas bahan
berbentuk pasta.
Penutup yang dirancang untuk
mengamankan produk pangan
yang ada di dalam wadah
(Normal Seals).
BAB VII
1. Limbah adalah buangan yang
dihasilkan dari suatu proses
produksi baik industri maupun
domestik (rumah tangga), yang
kehadirannya pada suatu saat
dan tempat tertentu tidak
dikehendaki lingkungan karena
tidak memiliki nilai ekonomis.
2. Pencemaran air adalah suatu
perubahan keadaan di suatu
tempat
penampungan
air
seperti danau, sungai, lautan
dan air tanah akibat aktivitas
manusia yang mengganggu
kebersihan dan atau keamanan
lingkungan.
3. Pada dasarnya pengolahan
limbah dapat dibedakan menjadi:
a. Pengolahan
menurut
tingkatan perlakuan.
b. Pengolahan
menurut
karakteristik limbah.
Kunci Jawaban
4. Indikasi terjadinya pencemaran
air adalah:
a. Perubahan
pH
(tingkat
keasaman / konsentrasi ion
hidrogen)
b. Perubahan warna, bau dan
rasa
c. Timbulnya endapan, koloid
dan bahan terlarut.
5. Aspek ekonomi dari pembuatan
kompos adalah:
a. Menghemat biaya untuk
transportasi
dan
penimbunan limbah.
b. Mengurangi volume/ukuran
limbah.
c. Memiliki nilai jual yang lebih
tinggi dari pada bahan
asalnya.
6. Strategi untuk mempercepat
pengomposan adalah:
a. Menanipulasi kondisi/faktorfaktor yang berpengaruh
pada proses pengomposan.
b. Menambahkan organisme
yang dapat mempercepat
proses
pengomposan:
mikroba
pende-gradasi
bahan
organik
dan
vermikompos (cacing).
7. Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun (B3) adalah sisa suatu
usaha dan/atau kegiatan yang
mengandung bahan berbahaya
dan/atau beracun yang karena
sifat dan/atau konsentrasinya
dan/atau
jumlahnya,
baik
secara langsung maupun tidak
langsung dapat mencemarkan
dan/atau merusak lingkungan
hidup,
dan/atau
dapat
membahayakan
lingkungan
hidup,
kesehatan,
kelangsungan hidup manusia
serta makhluk hidup lain.
440
8. Mikroba
yang
sering
dimanfaatkan
untuk
meningkatkan kualitas kompos
adalah:
a. mikroba penambat nitrogen:
Azotobacter sp, Azosprilium
sp, Rhizobium sp, dll
b. mikroba pelarut P dan K :
Aspergillus sp, Aeromonas
sp.
c. mikroba agensia hayati :
Metharhizium
sp,
Trichoderma sp,
d. mikroba
perangsang
pertumbuhan
tanaman:
Trichoderma sp, Pseudomonas
sp, Azosprilium sp.
BAB VIII
BAB IX
1. Pengetahuan
akan
kurva
pertumbuhan mikroba (seperti
bakteri) sangat penting untuk
menggambarkan karakteristik
pertumbuhannya,
sehingga
akan mempermudah dalam
kultivasi
(menumbuhkan)
mikroba pada suatu media,
atau penyimpanan kulur dan
penggantian media.
2. Bakteri
termofilik
adalah
mikroba yang dapat tumbuh
pada suhu yang relatif tinggi
dengan suhu minimum 25oC,
suhu optimum 45-55oC, dan
suhu maksimum 55-65oC.
3. Proses fermentasi sering
didefinisikan sebagai proses
pemecahan karbohidrat dan
asam amino secara anaerobik,
yaitu tanpa memerlukan oksigen.
Kunci Jawaban
4. Beberapa contoh fermentasi
metabolit primer antara lain
aseton butanol, alkohol/etanol,
asam cuka, asam sitrat, enzim
dan vitamin.
5. Sari buah anggur merupakan
medium fermentasi wine yang
baik karena:
a. Kandungan nutrisi cukup
tinggi.
b. Mempunyai
keasaman
yang tinggi sehingga dapat
meng-hambat pertumbuhan
mikrobia yang tidak diinginkan.
c. Kandungan gula cukup
tinggi
d. Mempunyai aroma yang
sedap.
6. Bahan yang dapat digunakan
untuk
membuat
cuka
diantaranya:
a. Sari
buah-buahan,
misalnya apel, anggur,
jeruk, dan sebagainya.
b. Sayur-sayuran
yang
mengandung pati, misalnya
kentang yang mengandung
pati dan harus dihidrolisis
menjadi
gula
terlebih
dahulu.
c. Biji-bijian gandum, seperti
barley,
gandum
hitam,
jagung, dan gandum.
d. Minuman
keras
atau
alkohol, misalnya dari bir,
atau dari etil alkohol yang
berubah sifat.
7. Rekayasa genetika merupakan
suatu
proses
bioteknologi
modern dimana sifat-sifat dari
suatu mahluk hidup dirubah
dengan cara memindahkan
gen-gen dari satu spesies
mahluk hidup ke spesies yang
lain, ataupun memodifikasi
gen-gen dalam satu spesies.
441
8. Bioteknologi
bakteri
asam
laktat adalah penggunaan/
pemanfaatan bakteri asam
laktat untuk membuat atau
memodifikasi suatu produk
(bahan
pangan/pangan)
menjadi suatu produk yang
lebih berkualitas
Daftar Pustaka
423
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1980b. PNKP Padalarang.
Laporan
Biro
Engineering.
Padalarang.
Anonim. 1992. USDA/FDA Consumer
Bulletin: January 1992, vm.cfsan.
fda.gov/~dms/eggs.html
Anonim… Daily Fress Eggs.
www.dailyfresheggs.com.au.
Anonim… Egg Shopping Guide.
www.hormel.com/templates/
knowledge/knowledge.asp?
catitemid=2&id=181
Anonim… Foodservice Professionals.
www.aeb.org/professional/egg
safety.htm
Anonim. (tanpa tahun). Pengantar
Mikrobiologi Industri. Diakses
20 Desember 2005 dari
http://www.google.co.id
Anonim,
(tanpa
tahun).
Pencemaran.
Diakses
20
Desember
2005
dari
http://id.wikipedia.org/wiki/
Pencemaran
Anonim, 2005. Food Safety
(Guideline Distance Education).
Seafast Center IPB. Bogor
Anonim.
2005.
Industrial
Fermentation.
Diakses
14
Desember
2005
dari
www.google.com/
Anonima. (tanpa tahun). Probiotik.
Diakses 20 Oktober 2007 dari
www.google.com/growth
microorganism.
Anonim.b (tanpa tahun). Probiotik.
Diakses 20 Oktober 2007 dari
www.id.wikipedia.org/probiotikyoghurt.
Anonim.
2006.
Mikrobiologi
Industri. Diakses 08 Januari
2006 dari www.google.com/
Anonim, 2007. Keamanan Pangan
"Food Safety" Industri. Diakses
30
Oktober
2007
dari
http://teknofood
blogspot.com/
2007/04/
keamanan-panganfood-safety-industri.html
Anonim. (tanpa tahun). Industril
Fermentation.
Diakses
04
September
2007
dari
www.google.com/fermentation
Anonim, 2000. Cari Tahu Tentang
Telur
Dari
Pemilihan,
Penyimpanan, sampai Teknik
Merebus yang Rumit. Sedap
Sekejap Edisi 6/1 Mei 2000.
Anonim. 2001. Daftar Komposisi
Zat Gizi Makanan Indonesia.
Departemen
Kesehatan
RI.
Badan
Penelitian
dan
Pengembangan Kesehatan. Pusat
Penelitian dan Pengembangan
Gizi. Bogor.
Anonim, 2002. Food Safety Facts
For Consumers. Center for
Food Safety and Applied
Nutrition, U.S. Food and Drug
Administration.
www.FoodSafety.gov, Hypertext
updated by kwg/ear/dms2002MAY-17
Adiwilaga C.S
2005. Teh
Kesehatan
Makalah
dan SDI. Insyaf.
Sebagai Sumber
dan Kebugaran.
pada
pertemuan
Daftar Pustaka
Ilmiah Festival Teh. Desember.
Bandung.
Bachriansyah, S. 1997. Identifikasi
Plastik. Makalah Pelatihan
Teknologi
Bambang BS. dan Purwako SB.
Fisiologi dan Tekologi Pasca
Panen Tanaman Holtikultura.
Indonesia Austraila, Estern
University Project, Ausaid.
Kerjasama Universitas Mataram
dan Institut Pertanian Bogor.
424
Casey, J.P. 1961. Pulp and Paper,
vol.II Second Ed. International
Publisher Inc.
Christopher. H. 1981. Polymer
Materials.
Mac
Millan
Publishers LTD. London.
Crawford. J.H. 2003. Composting
of
Agricultural
Waste
in
Biotechnology Applications and
Research.
Paul
N.
Cheremisinoff
and
R.
P.Ouellette (ed). p. 68-77.
Bierley, A.W., R.J. Heat and M.J.
Scott, 1988, Plastic Materials
Properties and
Crompton, T.R. 1979. Additive
Migration from Plastic into
Food. Pergamon Press.
Bintang, M. 2000. Orasi Ilmiah
”Aspek
Biokimiawi
Bakteri
Asam Laktat Selain Sebagai
Bibit Keju dan ypghurt”. F-MIPA
IPB. Bogor
Davidson A., 1970. HandBook of
Precision Engineering. Mc.
Graw Hill Book
Bishcof, W. 1993. Abwasser
Technik. B.G. Teuber, Stuttgart.
Brody.
A.L.
1972.
Aseptic
Packaging of Foods. Food
Technology. Aug. 70-74.
Brydson
J.A.
1975.
Platic
Materials.
3th.
NewnesButterworths. London
Buckle KA et al.
1987. Ilmu
Pangan. Penerjemah Purnomo
H dan Adiono. UI Press.
Buckle. K.A., R.A. Edwards, G.H.
Fleet, M.Wootton. 2007. Ilmu
Pangan.
Penerjemah
Hari
Purnomo
dan
Adiono.
Departement of Education and
Culture Directorate General of
Higher Education, International
Development
Program
of
Australia
Universities
and
Colleges. Penerbit Universitas
Indonesia.
Departemen Pertanian. Pengolahan
Limbah Ternak Sapi Menjadi
Pupuk Organik Berkualitas
Tinggi (Lombok Tengah, Nusa
Tenggara Barat Diakses 30
Oktober
2007
dari
http://database.deptan.go.id
Dewanti-H, R. 2005. Keracunan
Pangan. Departemen Teknologi
Pangan dan Gizi. Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian
Bogor.
Bogor.
Diakses 02 November 2007
dari www.ipb.ac.id
Direktorat Jenderal Industri Kecil
Menengah
Departemen
Perindustrian,
2007.
Pengelolaan Limbah Industri
Pangan.
Departemen
Perindustrian RI. Jakarta
Earle RL. 1982. Satuan Operasi
dalam Pengolahan Pangan.
Penerjemah
Nasution
Z.
Sastra Hudaya.
Daftar Pustaka
Erliza
dan
Sutedja.
1987.
Pengantar
Pengemasan.
Laboratorium Pengemasan,
Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi
Pangan 1. PT Gramedia
Pustaka, Jakarta.
Fellows PJ.
1988.
Food
Processing
Technology
Principles and Practice. Ellis
Horwood Limited. England.
Flin R.A. and P.K. Trojan. 1975.
Engineering
Materials
and
Their Aplications.
Frazier, dan Westhoff. 1978. Food
Microbiology.
McGraw-Hill
Book Co, New York.
Fruits And Vegetables. The The
AVI Publishing. Co. Westport.
Guideline Industri PT. Pulau
Sambu
Gunung.
2000.
Penanganan Limbah. PT. PSG.
Kepulauan Riau
Hadi, R dan Srikandi F. 1990.
Bakteri Asam Laktat dan
peranannya dalam Pengawetan
Makanan.
Jurnal
Media
Teknologi Pangan. Jurusan
Teknologi Pangan dan Gizi
FTP-IPB. Bogor
Harun Yahya,… Keajaiban Design
di Alam. Harun Yahya Seruan
Kepada
Kebenaran.
www.
harunyahya.com/i...angan/bird_
egg_2.jpg
Haryono. 1996. Teknologi Tepat
Guna. Pengawetan Telur Segar.
Penerbit Kaisius. Jakarta.
Heri
PI.
dan
Nawawangsih
AA.1999. Menyimpan Bahan
Pangan. Penebar Swadaya.
425
Hunnicliffe, H. 1993. Basic Food
Hygiene
Certificate
Coursebook, The Institution of
Environmental Health Officers,
London.
Hyde TA, Millor LD, Raphael S.
1983.
Lync’s
Medical
Laboratory Technology, 4th
Edition.
WB
Saunders
Company. Philladelphia.
Isroi.(Peneliti pada Balai Penelitian
Bioteknologi
Perkebunan
Indonesia).
Pengomposan
Limbah Padat Organik. Diakses
30
Oktober
2007
dari
http://www.google.co.id
Jenie BSL, Winiati PR. 1992.
Penanganan Limbah Industri
Pangan. Kanisius. Jogyakarta
Jenie, BSL. 1987. Sanitasi dalam
Industri Pangan. PAU-LSI IPB.
Bogor
Jennifer
A
Thomson.
2006.
Biotechnology
Resenct
([email protected]),
Departemen Molekular dan
Biologi Cell, University of Cape
Town, Afrika Selatan.
Joedodibroto, H. 1982. Plan
Plantation Residues as an
Alternative Sourece of
Kartasapoetra, 1994. Teknologi
Penanganan Pasca Panen.
Rineka Cipta
Ketaren S.
1986.
Pengantar
Teknologi Minyak dan Lemak
Pangan. UI Press.
Ketaren S.
1986.
Pengantar
Teknologi Minyak dan Lemak
Pangan. UI Press.
Daftar Pustaka
426
Loehr, R.C. 1974. Agricultural
Waste Management. Academic
Press, New York.
Naidu AS. 2000. Natural Food
Microbial System. CRC Press.
New York. 2000
Makfoeld D., Marseno D.W.,
Hastuti
P.,Anggrahini
S.
Raharjo S.,Sastrowuwignyo S.,
Suhardi,
Martoharsono
S.
Hadiwiyoto
S.
Tranggono.
2002. Kamus Istilah Pangan
dan Gizi. Kanisius. Yogyakarta.
Nathanson, J. A. 1997. Basic
Environmental Technology. 2nd
ed. Prentica Hall, Ohio.
Mathlouthi, M. 1994. Editor. Food
Packaging and Preservation.
Blackie
Academic
&
Professional. Chapman & Hall.
London.
Melawati. 2006. Optimasi Pro-ses
Maserasi
Panili
(Vanilla
planifolia
Andrews)
Hasil
Modifikasi
Proses
Kuring
[skripsi]. Bogor: Fateta-IPB.
Melawati. 2006. Optimasi Proses
Maserasi
Panili
(Vanilla
planifolia
Andrews)
Hasil
Modifikasi
Proses
Kuring
[skripsi]. Bogor: Fateta-IPB.
Moavenzadeh F. and H.F. Taylor.
1995. Recycling and Plastics.
Center
for
Construction
Research
and
Education
Departement of Civil and
Environtmental
Engineering
Massachuett
Institute
of
Technology.
Muchtadi
D. 1992. Petunjuk
laboratorium Fisiologi Pasca
Panen Sayuran dan BuahBuahan. Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan. Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi.
Pusat Antar Universitas Pangan
dan Gizi. Institut Pertanian Bogor.
Nazution Z., Wachyudin T. 1975.
Pengolahan
Teh.
Jurusan
Teknologi Industri Pertanian.
Fateta-IPB. Bogor
Nester EW, Anderson DG, Robertf
JR. 2001. Microbiology a
Human
Perspective,
Third
Edition.
McGraw-Hill.
New
York.
Paine, F.A. dan H.Y. Paine, 1992.
Editor. A Handbook of Food
Packaging. Second Edition.
Blackie
Academic
&
Professional. Chapman & Hall.
London.
Pandit S. IG. 2004. Teknologi
Penanganan dan Pengolahan
Ikan. Universitas Warmadewa.
Bali.
Pelczar et. Al, dkk. 1977.
Microbiology. Tata McGraw-Hill
Publ. Co. Ltd, New Delhi.
Peleg. K. 1985. Produce Handling
Packaging and Distribution.
The AVI Publishing.
Pencegahannya. Ghalia Indonesia.
Jakarta.
Pengemasan Industri Makanan
dan Minuman, Departemen
Perindustrian
dan
Perdagangan,
Bogor
29
November 1997
Daftar Pustaka
Phillip J. Clauer, 1997. Proper Handling
of Eggs : From Hen to
Consumption.
Small
Flock
Factsheet, Number 9, Posted
October
1997.
Virginia
Cooperative Extension Knowlwdge
for the Commonwealth. Virginia
State University
Ray B. 2004. Fundamental Food
Microbiology, Third Edition.
CRC Press. New York.
Robinson RK. 1999. Yoghurt.
dalam Robinson RK, Batt CA
dan
Patel
PD
(Ed)
Encyclopedia
of
Food
Microbiology
II,
784-790.
Academic. London.
Roja, A. (tanpa tahun). Teknologi
Pembuatan Kompos Kotoran
Ternak Diakses 30 Oktober
2007
dari
http://
sumbar.litbang.deptan.go.id/ttg
komposternak.
Rynk
R,
1992.
On-Farm
Composting
Handbook.
Northeast Regional Agricultural Engineering, Service Pub.
No. 54. Cooperative Extension
Service. Ithaca, N.Y. 1992;
186pp. A classic in on-farm
composting.
Website:
www.nraes.org
Sacharow. S. and R.C. Griffin.
1980. Principles of Food
Packaging. The AVI
Salminen S, Wright AV, Arthur
Ouwehand. 2004. Lactic Acid
Bacteria Microbiologcal and
Functional
Aspects,
Third
Eddition,
Revised
and
Expanded. Marcel Dekker Inc.
New York.
427
Saraswati (ed.). 1993. Mengawetkan
Daging. Bhratara. Jakarta.
Sofyaningsih M. 1992. Mempelajari
Proses Pengolahan Daging
Sapi dan Ayam di PT
Kemfoods, Jakarta [Laporan
Praktek Lapang].
Bogor:
Fateta-IPB.
Sofyaningsih M. 2007. Retensi
Vanilin
[Laporan Praktek
Lapang]. Bogor: Fateta-IPB.
Sofyaningsih M. 2007.
Vanilin pada Produk
Pekat dan Pasta Vanili
Penyim-panan [Tesis].
Fateta-IPB.
Retensi
Ekstrak
Selama
Bogor:
Sofyaningsih
M.
1992.
Mempelajari
Proses
Pengolahan Daging Sapi dan
Ayam di PT Kemfoods, Jakarta
[Laporan Praktek Lapang].
Bogor: Fateta-IPB.
Somali L., Marudut, Muthia S. dan
Aminarti ET. Buku Pegangan
Praktek
Ilmu
Teknologi
Pangan.
Proyek Pendidikan
Tenaga
Kesehatan
Pusat.
Aka-demi Gizi Jakarta.
Sudjatha W.dan Wisaniyasa. 2001.
Pengantar Teknologi Pangan.
Program
Studi
Teknologi
Pertanian Universitas Udayana
Denpasar
Supardi, I dan Sukamto, 1999.
Mikrobiologi dalam Pengolahan
dan
Keamanan
Pangan.
Penerbit Alumni Bandung
Suryani A, Hambali E, dan Rivai M.
2004. Membuat Aneka Selai.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Daftar Pustaka
428
Suryani A, Hambali E, dan Rivai M.
2004. Membu-at Aneka Selai.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Wibowo S.
2002.
Pengasapan Ikan.
Swadaya. Jakarta.
Suyitno.
1990.
Bahan-bahan
Pengemas.
PAU.
UGM.
Yogyakarta.
Winarno FG dan Rahayu TS.
1994. Bahan Tambahan untuk
Makanan dan Kontaminan.
Pustaka
Si-nar
Harapan.
Jakarta.
Swasembada
Departemen
Jakarta.
Eksport.
Pertanian.
Syarief.R., S. Santausa dan
Isyana.
1989.
Teknologi
Pengemasan Pangan,
Teknologi Pangan. Penerbit PT.
Media. Jakarta.
Tesfaye, W et al. 2004. Evolution
of Wine Vinegar Compo-sition
During Acceterated Aging with
Oak Chips. J. of Elsevier; 239245
Diakses
dari
www.elsevier.com/locate/aca
Thomas P. (1975), Journal Food
Science, 40 (4).704-706. dalam
Winarno. FG. 2002. Fisiologi
Lepas
Panen
Produk
Holtikultura. M-Brio Press Bogor.
Wawo, B. (Penyuluh Pertanian
Madya).
(tanpa
tahun).
Mengolah Limbah Kulit Buah
Kakao Menjadi Bahan Pakan
Ternak. Diakses 30 Oktober
2007
dari
http://www.
google.co.id
Wenas, R.I.F, Sunaryo, dan
Styasmi, S. 2002. Comperative
Study on Characteristics of
Tannery,
"Kerupuk
Kulit",
"Tahu-Tempe" and Tapioca
Waste
Water
and
the
Altemative of Treatment.
WHO, 2002. WHO Global Strategy
for Food Safety: Safer Food for
Better Health. WHO. Geneva.
Industri
Penebar
Winarno FG dan Rahayu TS.
1994. Bahan Tambahan untuk
Makanan dan Kontaminan.
Pustaka
Sinar
Harapan.
Jakarta.
Winarno FG. 1994. Sterilisasi
Komersial Produk Pa-ngan. PT
Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
Winarno FG. 1994. Sterilisasi
Komersial Produk Pangan. PT
Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
Winarno, F.G. 1983. Gizi Pangan,
Teknologi
dan
Konsumsi.
Penerbit Gramedia.
Winarno, F.G. 1987. Mutu, Daya
Simpan,
Transportasi
dan
Penanganan
Winarno, F.G. dan Jennie. 1982.
Kerusakan Bahan Pangan dan
Cara
Winarno, F.G. Moehammad A.
1979. Fisiologi Lepas Panen.
Sastra Hudaya. Institut Pertanian
Bogor.
Glossary
442
GLOSSARY
Absorpsi (absorption): proses
perpindahan
nutrien
yang
menembus dinding usus dan
pengangkutannya terjadi dalam
darah verna atau limfa. Diperkirakan selama 24 jam usus
mampu mengabsorpsi 18 liter air
3,5 kg glukosa, 500 g asam amino,
Berta 750 g gliserida.
Adsorpsi
(adsorption):
penyerapan suatu molekul atau
suatu zat pada permukaan partikel
secara fisik tanpa reaksi kimiawi
yang terjadi antara substrat ( zat
penyerap ) dengan produk yang
terserap, misalnya misela, karbon
aktif, alumina dan sebagainya.
Aerobik (aerobic) : keadaan
cukup
oksigen
bebas
yang
dibutuhkan mikroorganisme untuk
metabolisms dan pertumbuhannya.
Beberapa strain mikroorganisme
bersifat obligat-aerob yang tidak
mampu
untuk
mengadaptasi
medium
nonaerasi.
Namun,
sejumlah besar mikroorganisme
bersifat fakultatif anaerob, yaitu
dapat tumbuh dengan ada atau
tidak adanya udara
Aflatoksin (aflatoxin): metabolik
sekunder dari berbagai fungi,
khususnya
Aspergillus
flavus.
Aflatoksin membentuk sekelompok
senyawa kompleks yang secara
kimiawi sejenis. Semua senyawa
ini disusun oleh dua cincin furan
yang berpasangan dengan inti
benzen dan cincin piran, selain
dengan cincin pentana (tipe B)
atau heksana (tipe G). Tergantung
pada 0apakah cincin pentana furan
jenuh atau berikatan rangkap, aflatoksin diberi indeks 1 atau 2.
Sekitar 15 aflatoksin dikenali
dengan
nilai
Rf-nya,
warna
perpendarannya (B: biru, G:
kehijau-hijauan, M: biru-ungu), dan
toksisitasnya (daya peracunannya).
Aflatoksin kebanyakan bersifat
karsinogenik yang kuat pada hati,
yaitu kira-kira seratus kali lipat
lebih kuat daripada nitrosamin.
Aflatoksin
dicurigai
sebagai
penyebab kanker hati di kalangan
orang yang tinggal di daerah panas
dan lembab yang mendukung
pertumbuhan Aspergillus flavus
pada makanannya.
Agar: agensia pembentuk tekstur
pada makanan (E 406), dihasilkan
dari ekstraksi ganggang merah
(Rhodophyceae sp). Agar terdiri
dari dua polisakarida: agarosa
(galaktosa dengan 3,6-anhidro-Lgalaktosa) dan agaropektin (1,3-D
galaktosa dengan gugus-gugus
ester sulfat); BM = kurang lebih
100.000. Sin. agarosa, agaropektin.
Aktin (actin): protein dalam sel otot
yang berbentuk benang (fibril).
Protein ini dapat bergabung dengan
miosin membentuk aktomiosin
ktika oto mengalami kontraksi.
Sekitar 15 % nitrogen dalam
jarimgan otot berasal dari aktin.
Glossary
443
Aktomiosin
(actomyosin):
komponen protein utama sel-sel
kontraksi pada otot. Sel kontraksi
terdiri atas filamen-filamen protein
yang saling terkait. Ada dua tipe
protein filamen yang berinteraksi,
yaitu
filamen
tebal
yang
mempunyai diameter sekitar 15 nm
dan terutama mengandung miosin
dan filamen tipis mempunyai
diameter sekitar 7 nm dan
terutama
mengandung
aktin.
Komplek aktomiosin terbentuk jika
aktin dan miosin bergabung
menjadi satu. ATP menyebabkan
kompleks ini terdisosiasi menjadi
aktin dan miosin. Kalium dan
energi dari ATP mengaktifkan
interaksi protein aktin dan miosin
yang
dapat
menyebabkan
kontraksi fibril. Komplek yang
terbentuk seperti itu memiliki
kekokohan mekanis yang besar. Ini
terjadi
pada
perubahan
pascamortem .yang menyebabkan
rigor mortis.
analisis
menunjukkan
bahwa
albumin telur mengandung 54,3%
karbon, 7,1% hidrogen, 21%
oksigen, 15,8% nitrogen, Serta
1,8%
sulfur.
Albumin
dapat
bergabung
dengan
beberapa
logam berat, maka digunakan
sebagai
penangkal
pada
keracunan garam-garam merkuri.
Albumin dapat terkoagulasi atau
terdenaturasi oleh panas, alkohol,
atau asam. Koagulasi juga akan
mengendapkan padatan tersuspensi,
sifat
inilah
yang
menyebabkan albumin digunakan
untuk menjernihkan produk seperti
wine, sirupm dan sebagainya.
Albumen (albumen):
zat putih
telur. Pada biji serealia, zat ini
terdapat dalam jaringan cadangan
yang ada di sekitar embrio.
Alkaloid (alkaloid): suatu substansi
yang
mengandung
nitrogen,
terdapat pada berbagai jenis
tanaman dan pada konsentrasi
rendah menyebabkan berbagai
aksi
fisiologis
sebagaimana
stimulan. Pada konsentrasi tinggi
akan bersifat toksik bagi tubuh.
Contoh alkaloid, adalah morfin,
kokain dan sejenisnya.
Albumin (albumin): nama umum
dari sekelompok protein yang
berupa larutan koloid. Albumin
merupakan unsur utama yang
terdapat
pada
putih
telur
(ovalbumin), merupakan unsur
penting dalam serum darah (serum
albumin), juga terdapat dalam susu
(lactalbumin), jaringan dan cairan
fisiologis, dan dalam tumbuhan
(vegetable albumin). Komposisi
asam amino dalam albumin
bervariasi, tergantung pada asal
bahan dasarnya. Hasil beberapa
Aldehida (aldehyde):
senyawa
dengan rumus umum R-COH, di
mana gugus radikalnya (—R)
dapat berupa senyawa alifatis atau
aromatis Aldehida mengandung
gugus karbonil ( C O ) yang dapat
memberikan sifat reaktivitas kimia
yang spesifik. .
Alkohol (alcohol):
komponen
organik dengan rumus umum R OH, di mana R adalah gugus alkil
atau alkil tersubstitusi. Etanol yang
diproduksi dengan cara fermentasi
menggunakan
yeast
adalah
alkohol yang umumnya terdapat
dalam minuman beralkohol.
Glossary
Amilase (amylase ):
enzim
yang
mampu
menghidroisis
molekul pati, glikogen, dan turunan
polisakarida pada ikatan α-14, α Amilase
menghidrolisis
ikatan
glikosidik secara acak, B-amilase
menghidrolisis menjadi unit-unit
mitosa dari ujung nonreduksi, dan
glukoamilase
menghidrolisis
menjadi unit-unit glukosa dari
ujung
nonreduksi
branching
(cabang) amilase: menghidrolisis
ikatan
cabang
α-1,6
pada
amilopektin atau glikogen. α Amilase
(α-1,
4-glukosa
4glukonohidrolase, EC 3.2.1.1), (Bamilase
(α-1,4-glukan
maltohidrolase,
EC
3.2.1.2),
glukoamilase
(α-1,4-glukan
glukohidrolase, EC 3.2.1.3).
Amilopektin (amilopectin): fraksi
pati yang tidak larut dalam air;
selain tersusun dari rantai lurus Dglukosa yang berikatan α -1-4 juga
terdapat rantai cabang α -1-6;
dengan larutan iodin berwarna
cokelat-violet. Berat molekul sekitar
500.000.
Amilosa (amylose):
fraksi pati
yang larut dalam air, tetapi tidak
larut di dalam N-butanol atau
pelarut organik polar lainnya;
tersusun dari rantai lurus Dglukosa yang berikatan α -1,4
dengan derajat polimerisasi antara
100-400; berwarna biru tua dengan
iodin. Amilosa menyusun sekitar
20% dari pati serealia, tetapi hanya
1% dalam jagung dan sorgum.
Pada beberapa strain jagung dapat
mencapai 75%. Berat molekulnya
4.000-150.000.
444
Amino, asam (amino acid) :
penyusun protein dan peptida,
dicirikan oleh suatu rantai yang
mengandung
suatu
gugus
karboksil pada atom karbon
terminal dan suatu gugus amino
pada atom karbon α -. Hanya
isomer asam amino serf L yang
bisa digunakan oleh tubuh. Pada
campuran rasemik, hanya separuh
yang mempunyai fungsi aktivitas.
Anaerobik (anaerobic): sebutan
untuk mikroorganisme yang dapat
hidup pada atmosfer bebas
oksigen, terutama bakteri patogen.
Mikroorganisme seperti itu dapat
berkembang biak di dalam bahan
makanan yang disimpan dalam
lingkungan
tanpa
udara.
Pencegahan pertumbuhan bakteri
tersebut lebih sulit dibanding
bakteri aerobik.
Angka asam (acid number): suatu
bilangan
atau
angka
yang
menunjukkan banyaknya asam
lemak bebas yang, terdapat dalam
lemak
atau
minyak,
yang
dihasilkan terutama dari peranan
enzim lipase (EC 3.1.1.3). Angka
yang asam yang dinyatakan
sebagai banyaknya mg KOH yang
dibutuhkan untuk menetralkan
asam lemak bebas dalam setiap g
lemak.
Angka penyabunan (saponification
value): banyaknya mg KOH yang
diperlukan untuk menyabunkan 1 g
lemak. Angka penyabunan menjadi
lebih tinggi pada asam lemak
dengan berat moIekul rendah.
Glossary
Antibiotik (antibiotic) : produk
sekresi
mikroorganisme
atau
substansi kimiawi sintetis yang
menghambat perkembangbiakan
bakteri (bakteriostatik) atau dapat
menyebabkan
kematiannya
(bakteriosidal). Pada konsentrasi
tertentu dalam diet, antibiotik
memacu kecepatan pertumbuhan
hewan. Antibiotik juga merusak
atau menghambat pertumbuhan
mikroorganisme dalam makanan
yang
dikonsumsi
manusia.
Beberapa individu alergi pada
antibiotik
tertentu.
Adanya
antibiotik dalam lambung dapat
pula
menyebabkan
resistensi
mikroorganisme tertentu.
Antifungi (antifungal): substansi
yang
mampu
menghambat
pertumbuhan atau merusak fungi
dan yeast. Senyawa antifungi
tertentu diizinkan sebagai bahan
pengawet
dalam
makanan,
misalnya asam sorbat (E 200).
Antigen (antigen) :
substansi
kimia yang dimasukkan ke dalam
organisme hidup, yang mampu
mendorong
pembentukam
antibodi. Antigen bereaksi spesifik
dengan antibodi yang terbentuk.
Bakterisidal (bactericidal): suatu
zat yang dapat membunuh bakteri.
BHA : singkatan dari Butylated
Hydroxyanisole, merupakan
senyawa antioksidan.
BHT: singkatan dari Butylated
Hydroxytoluene,
merupakan
senyawa antioksidan.
Biodegradasi (biodegradation) :
445
kerusakan bahan-bahan industri
oleh mikroorganisme. Biodegradasi
diterapkan untuk produk-produk
yang dapat memberikan kenaikan
keracunan
jika
dibuang
di
lingkungan.
Biomasa (biomase ):
bahan
organik yang dihasilkan oleh
pertumbuhan organisms. Sering
diartikan
untuk
sel-sel
mikroorganisme yang dihasilkan
oleh fermentasi, misalnya yeast,
bakteri, jamur, alga. Pada keadaan
tertentu dapat digunakan langsung
sebagai makanan untuk manusia
atau hewan, tetapi biasanya
memerlukan
pemurnian
yang
intensif.
Biotin (biotin) : bentuk B dari
vitamin yang mengandung cincin
diaminothiofen yang bergandengan
dengan asam isovalerat. Biotin
(BM = 224,31) tidak berwarna larut
dalam air (20 mg/100 ml), dan
alkohol 100 mg / ml)
bahkan
dalam
larutan
alkali.
Stabil
terhadap panas, cahaya, sinar
ultraviolet di dalam medium asam,
tetapi sensitif terhadap alkali,
oksigen,
dan
agensia
pengoksidasi. Jika teroks0idasi,
terbentuk
Bitot, noda (Bitot’t spots ) : bercak
putih kusam yang berkembang di
sekitar kornea. Kekurangan vitamin
A dapat menyebabkan noda bitot.
Blansing(blanching):
perlakuan
panas yang ditujukan untuk
menginaktifkan enzim dalam buah
maupun sayuran segar. Blansing
dimaksudkan agar reaksi-reaksi
yang tidak dikehendaki, rnisaInya
Glossary
pencoklatan
enzimatis,
dapat
dicegah. Blansing dapat dilakukan
dengan air panas ataupun uap panas.
Bromelain, bromelin: dua macam
bromelin, yaitu A dan B, telah
berhasil diisolasi dari nanas. Ini
merupakan protease tiol sangat aktif
yang memecah protein pada residu
lisin, alanin, tirosin, serta glisin.
Bungkil, minyak (oil caked):
residu padat pada ekstraksi minyak
dengan pengepresan.
Asam butirat (butyric acids): asam
lemak jenuh berantai pendek C4
yang larut dalam air dan pelarut
lemak. Asam lemak ini memiliki
bau yang dikenal sebagai mentega
tengik dan merupakan produk flora
rurninan sia.
butirometer (butyrometer): tabung
sentrifus
berskala;
digunakan
untuk menentukan kadar lemak
dalam susu. Sampel susu pertamatama diperlakukan dengan asam
sulfat dalam butirometer dan
kemudian disentrifus. Lemak akan
membentuk lapisan atas yang
terpisah jelas dan kadar lemak
dapat dibaca langsung dari skala
pada tabung sentrifus.
Butil hidroksi anisol (butylated
hydroxyl anisole): suatu derivat
fenol (BM = 180,25) yang
merupakan substansi seperti lilin;
pada suhu kamar berupa zat
padat, tidak larut dalam air, namun
larut dalam lemak dan pelarutnya.
Senyawa ini berperan sinergistik
sebagai antioksidan dan digunakan
sebagai aditif bahan makanan (E
320) dengan antioksidan lainnya.
446
Butil hidroksi toluen (butitylated
hydroxy toluene): suatu derivat
fenol (BM= 220,34); ticlak larut
dalam air, tetapi larut dalam lemak
atau solvennya serta dalam
sejumlah
alkohol.
Zat
ini
merupakan suatu antioksidan yang
sering digunakan sebagai aditif
bahan makanan (E 321) untuk
mencegah timbulnya ketengikan
dalam lemak.
Cairan lambung (gastric juice):
hasil
sekresi
lambung
mengandung asam klorida (5 g per
1), ion mineral dan kation-kation
Na, K, Ca, serta Mg. Asam klorida
digunakan untuk mempertahankan
pH 1-2 tergantung pada spesies
hewan; pada anak hewan yang
masih menyusu pH lebih tinggi,
yaitu 3 - 4. Komponen utama
cairan lambung yang lain adalah 3
macam
endopeptidase:
pepsinogen
(propepsin),
yang
diaktifkan oleh asam klorida dan
memecah ikatan peptida pada
posisi asam amino aromatik;
katepsin
(gastriksin),
juga
dikeluarkan sebagai proenzim;
renin, yang hanya terbentuk pada
perut mamalia muda dan bekerja
pada
misel
kasein
dengan
menghidrolisis
fraksi
dan
menyebabkan
penggumpalan.
Cairan lambung juga mengandung
sejumlah
kecil
lipase,
mukopolisakarida
sulfat,
dan
beberapa macam glikoprotein,
yang berperan pada proses
pencernaan
bermacam-macam
nutrien.
Orang
dewasa
memproduksi sekitar 1-1,5 l cairan
lambung per hari.
Glossary
Cat Gram (Gram stain): suatu cat
bakteriologis
paling
penting;
ditemukan pertama kali pada tahun
1880 oleh Christian Gram. Bila
bakteri dicat dengan kristal violet
atau cat dasar lainnya, beberapa
spesies tertentu (Gram negatif)
akan dengan mudah dilunturkan
warnanya dengan pelarut organik
yaitu
etanol
atau
aseton;
sedangkan yang lainnya (Gram
positif) tidak akan luntur. Cat Gram
merefleksikan perbedaan dasar
dinding sel dari dua golongan
bakteri.
Celcius, skala (Celsius scale)
suatu skala suhu yang awalnya
disebut sentigrade. Skala tersebut
berdasarkan pada 100 interval
derajat yang sama antara titik leleh
air murni pada 0°C dan titik
didihnya pada tekanan 1 atmosfer
(760 mm Hg) pada suhu 100°C.
Unit Satuan Internasional suhu
adalah Kelvin (K) dan 1°K setara
dengan 1°C, dan 0°C sama
dengan 273°K. Perubahan suhu
dalam derajat Celsius menjadi
derajat Fahrenheit (T) adalah T =
9/5 x °C + 32°.
CMC
(Carboxymethycellulose)
atau karboksimetil sellulosa
COD: singkatan dari Chemical
Oxygen
Demand,
merupakan
ukuran
tentang
banyaknya
kebutuhan oksigen kimiawi yang
diperlukan untuk mengoksidasi
senyawa kimia (mineral ataupun
organik) yang ada dalam air; COD
dinyatakan dalam mg oksigen per
liter air.
447
Daging kyuring (cured meats):
daging awetan yang umumnya
diolah
dengan
penggaraman.
Organisme pembusuk tidak akan
mampu tumbuh karena akibat
aktivitas
air
yang
rendah.
Pengawetan
dapat
dilakukan
dengan menebarkan garam pada
permukaan
daging.
Namun
sekarang,
daging
umumnya
ditempatkan dalam suatu tangki
bergaram. Injeksi dapat Pula untuk
mempercepat
kuring
"Corn"
merupakan istilah yang digunakan
untuk garam berbutir dan hasilnva
disebut dengan nama “corned
beef”.
Nitrit
mungkin
pula
dimasukan pula dalam garam
untuk nitrosomioglobin. Daging
yang telah mengalami kurin dinilai
berdasarkan sifat flavor biogis yang
mereduksi nitrat menjadi nitrit dan
No yang mampu mereduksi feri
menjadi fero, selanjutnya terjadi
denaturasi globin oleh panas.
Reaksi perubahan warna daging
yang dikyuring adalah sebagai
berikut :
Dekstrorotatori (dextrorotatory):
sifat suatu substansi dengan atom
karbon yang mampu memutar
sinar polarisasi searah jarum jam
atau putar kanan. Sifat ini
ditunjukkan dengan simbol (+)
sebelum nama substansi.
Dekstrosa (dextrose): nama lain
glukosa.
Denaturasi
(denaturation):
perubahan struktur molekul protein
yang menyebabkan perubahan
sifat-sifat
fisik,
kimiawi,
dan
biologis. Denaturasi terjadi dengan
perlakuan panas, alkohol, aseton,
Glossary
asam, getaran ultrasonik, atau
radiasi ultraviolet. Denaturasi tidak
termasuk hidrolisis ikatan peptida.
Nilai gizi tidak akan berubah
meskipun protein kehilangan sifat
biologisnya. Denaturasi albumin
menyebabkan
proteolisis
berlangsung lebih mudah. Selama
pemanasan
makanan
dengan
pasteurisasi
atau
sterilisasi
kimiawi, di samping terdenaturasi,
kemungkinan protein akan rusak
oleh karena interaksi komponenkomponen dalam makanan, yang
berakibat nilai gizinya berkurang.
Detoksikasi
(detoxication):
penghilangan subtansi toksin dari
produk makanan; dapat dilakukan
dengan pelarut, reaksi kimia,
enzim,
atau
aktivitas
mikroorganisme.
Pada
hewan
tingkat tinggi, detoksikasi terjadi
pada hati.
Ekskresi (excretions) pengeluaran
produk dari dalam tubuh. Sesuai
dengan
sifat
metabolismenva,
pengeluaran produk dapat terjadi
melalui feses (mineral, molekulmolekul hidrofobik), urine (molekul
larut air), respirasi (CO2, air), atau
lewat kulit (elektrotit, nitrogen).
pengeluaran produk lewat kulit
terjadi pada lingkungan yang
panas.
Ekstrusi (extrusion): suatu proses
dengan memberikan tekanan dan
panas pada suatu bahan dengan
kadar air tertentu, sehingga produk
masakan keluar melalui lubang
kecil dengan bentuk dan ukuran
tertentu.
448
Emulsi
(emulsion):
suatu
campuran antara dua cairan yang
tidak saling melarutkan, cairan
yang satu terdispersi dalam bentuk
tetesan-tetesan dalam fase kontinu
dari cairan yang lain.
Emulsi, penstabil (emulsifier):
suatu bahan surface aktif yang
dapat menurunkan kecenderungan
tetesan-tetesan
dalam
suatu
emulsi
untuk
bergabung;
kestabilan terjadi oleh adanya
tegangan permukaan. Bahan yang
dapat menstabilkan emulsi secara
baik mempunyai gugus polar dan
nonpolar rang kuat dan dapat
mencegah bergabungnva tetesantetesan dalam emulsi karena
adanya penyerapan molekul bahan
surface aktif pada permukaan fase
yang terdispersi. Garam-garam
empedu berfugsi sebagai bahan
penstabil dalam bentuk daerah
usus halus yang menstabilkan
globula dalam suspense dan juga
membantu dalam mencerna lemak.
Dalam
pengelolaan
makanan
bahan penstabil emulsi yang sering
digunakan adalah lesitin yang
berasal dari kuning telur atau
kedelai. Ada juga beberapa
emulsifier sintetik yang digunakan
seperti monogliserida, monoster
gliserol, bahan pengantur testur
juga
dapat
mempertahankan
stabilitas emulsi.
Enzim (enzymes) : suatu protein
yang berperan sebagai katalis
biologi
(biokatalisator).
Enzim
tertentu pada dasarnya akan
mengkatalisis setiap reaksi di
dalam
set
hidup.
Misalnya,
Escherichia coli, telah diketahui
paling tidak memiliki 3.000 enzim
Glossary
yang berbeda, dan Bel eukariotik
memiliki sekitar 50.000 macam
enzim. Semua enzim merupakan
protein, yang memerlukan suatu
kofaktor agar dapat aktif. Kofaktor
tersebut dapat berupa unsur
anorganik, misal besi (Fe) atau o
tembaga (Cu), atau senyawa
organik, misal FAD, NAD. Enzim
peka terhadap pH ekstrem, dan
umumnya menjadi inaktif pada
suhu 60°C.
Enzimatik, aktivitas (enzymatic
activity aktivitas enzimatik dapat ditentukan sebagai jumlah mikromol
substrat yang diubah oleh enzim
dalam satu menit (pada laju reaksi
maksimum dan substrat yang
berlebihan) Satuan (IU) merupakan
jumlah
protein
enzim
yang
mengubah satu mikromol substrat
permenit pada kondisi standar
(baku). Aktivitas enzim spesifik
adalah jumlah mikromo; substrat
yang diubah oleh 1 mg protein
enzim dalam satu menit.
Escherichia coli : spesies bakteri
yang sangat besar tersebar ke
seluruh tempat yang berasal dari
saluran pencernaan.
Esensial (essential) : istilah untuk
menerangkan sesuatu bahan yang
tak dapat disintesis oleh tubuh,
padahal bahan tersebut sangat
diperlukan tubuh untuk menjaga
agar fungsi organ baik. Oleh
karenanya, zat esensial tersebut
harus ada pada makanan yang
dikonsumsi dalam jumlah cukup.
Bila kekurangan zat ini akan
menyebabkan penyakit atau mengurangi
kecepatan
dalam
pertumbuhan clan perkembangan.
449
badan. Yang termasuk senyawa
esensial bagi manusia ialah
sebagai berikut.
1. Mineral
yang
mempunyai
fungsi biologis.
2. Vitamin:
retinol
tokoferol,
tiamin, riboflavin, piridoksin,
kobalamin, asam askorbat,
asam pantotenat, asam folat
dan biotin.
3. Asam lemak esensial: linoleat,
linolenat, arakidonat.
4. Asam
amino
esensial:
isoleusin, leusin, lisin, metionin,
fenilalanin, tirosin, triptofan dan
valin.
Etilen (ethylene) : senyawa gas
yang
mengatur
pematangan
(ripening) buah; etana CH2. CH2
Produksi
etilen
pada
buah
meningkat secara tajam sewaktu
mulai matang.
Eukariotik
(eukaryotic):
sel
eukariotik merupakan unit struktur
tanaman, hewanm protozoa, fungi,
dan
kebanyakan
algae
(ganggang). Sel eukariotik secara
has mengandung lebih dari satu
kromosom, satu membrane inti,
DNA yang terikat ke histon, DNA
dalam organel-organel, mitokondria
dan atau kloplas, dam kompleks
Golgi.
Fahrenheit, derajat (Fahrenheit
degree) suatu skala suhu yang
ditentukan oleh Gabriel Fahrenheit
(1686-1736), seorang ahli fisika
bangsa jerman. Dalam skala
Fahrenheit (°F), suhu air membeku
32oF, dan suhu air mendidih 212oF.
Konversinya ke derajat Celcius
adalah oC = 5/9 (oF - 32o).
Glossary
FAO:
singkatan
Food
and
Agriculture Organization; organisasi
dari Perserikatan Bangsa-Bangsa
yang
berhubungan
dengan
produksi pertanian dan pangan;
bermarkas besar di Roma.
Fenilalanin (phenylalanine) : asam
amino
aromatik
netral
yang
tersusun dari cincin bensen dan
rantai samping alanin; merupakan
asam amino esensial bagi manusia
dan hewan monogastrik, dan
sebagian dapat diganti dengan
tirosin.
Fermentasi (fermentation) suatu
reaksi metabolisme yang meliputi
sederet reaksi oksidasi-reduksi,
yang
donor
dan
aseptor
elektronnya
adalah
senyawasenyawa
organik,
umumnya
menghasilkan energi. Fermentasi
dilakukan oleh bakteri, fungi dan
yeast tertentu, baik fakultatif
maupun obligat. Contoh fermentasi
alkohol merupakan proses paling
penting pada tips ini.
Fermentasi atas (fermentation
top) suatu fermentasi oleh suatu
strain Saccharomyces cereviseae
terhadap bahan pada suhu 1520°C. Yeast muncul ke permukaan
dan secara periodik dihilangkan.
Fermentasi sempurna berlangsung
selama satu minggu.
Fermentasi bawah (fermentation,
bottom). suatu fermentasi oleh
strain Saccharomyces carlergensis
atau strain tertentu S. Ceriviseae
pada suhu rendah (kira-kira 10°C)
secara perlahan-lahan. Fermentasi
bawah berlangsung lebih lama dari
fermentasi atas, selama proses
450
yeast
cenderung
mengendap
(turun ke dasar bejana).
Fermentasi nilai (fermentation
value) rasio antara gula yang
digunakan dengan yeast yang
dihasilkan dalam produksi sel-sel
yeast. Dalam pembuatan roti nilai
fermentasi dapat dinilai sebagai
jumlah gas CO2 yang dihasilkan di
bawah kondisi standar.
Fermentor (fermentor) : peralatan
untuk mengendalikan pertumbuhan
mikroorganisme dalam medium
cair. Parameter-parameter seperti
pH, komposisi medium, suhu,
pengadukan, konsentrasi metabolit
dan gas dapat dimonitor serta
dikendalikan.
Feses (faeces) : ekskreta yang
dikeluarkan dari jalur pencemaan.
Jumlah yang dihasilkan orang
bervariasi dari 80 sampai 200 g per
24 jam. Warnanya disebabkan oleh
sterkobilin yang diturunkan dari
pigmen. Feses terutama tersusun
oleh residu sekresi usus halus,
lendir, leukosit, dan sejumlah besar
sel bakteri dari mikroflora usus
halus.
Fitat asam (phytic acid) : inositol
heksafosfat C8H18O24,
BM =
660,08; terdapat pada biji-bijian
seperti
kacang-kacangan
dan
serealia. Asam fitat merupakan
cadangan unsur fosfat (P) dalam
biji. Kadar asam fitat bertambah
besar pada biji yang semakin tua.
Asam fitat dihidrolisis oleh enzim
fitase menjadi inositol dan asam
fosfat. Asam fitat disebut zat anti
gizi karena sifatnya dapat mengikat
unsur-unsur Ca, Fe, Mg, Zn, dan
Glossary
membentuk
garam
yang
mengendap. Karen terbentuknya
garam yang tidak larut ini, maka
penyerapan unsur-unsur tersebut
oleh darah akan terganggu.
Apabila berlangsung lama akan
mengakibatkan tubuh kekurangan
451
mineral
tersebut
dan
dapat
mengganggu kesehatan. Dalam
tubuh manusia tidak terdapat
enzim fitase yang dapat memecah
fitat. Kandungan fitat dalam
berbagai bahan tertera pada Tabel
F-1.
Tabel F-1
Kandungan asam fitat dan kalium bermacam-macam makanan
Asam fitat
Macam-macam
Kalium
Asam fitat/Ca
mg/100 g p %
makanan
mg/100 bahan (mil equivalen)
bahan
total
Produk biji-bijian
Biji utuh :
Jewawut'
725
70
15
17,5
Cantel
920
75
20
16,5
Jagung
890
75
20
14,5
Barley
660
55
20
12,0
Gandum
960
70
35
10,0
Bergs
710
70
30
8,5
Rye
870
75
40
8,0
Oat
990
70
50
7,0
Produk gandum
Tepung 100% ER
960
70
35
10,0
Tepung 85% ER
520
60
20
9,5
Tepung 70% ER
380
50
15
9,5
Roti100% ER
660
50
35
6,5
Roti85% ER
250
25
20
4,5
Roti70% ER
140
20
15
3,5
Dedak
150
90
120
3,5
Sayuran
Lentil
1050
90
80
4,81.
Biji Haricot
970
60
145
2,4
Chick pea
890
75
150
2,2
Biji berminyak
Kacang tanah
725
55
70
3,8
Kedelai
1420
65
230
2,3
Kapas
1290
40
230
2,0
Sayuran hijau
Kacang hijau
185
45
100
1,5
Kentang
55
35
35
0,6
Produk lainnya
Kakao
600
25
130
1,7
Kenari
430
25
.50
3,0
Glossary
Flavonoid (flavonoid) : kelompok
pigmen fenolat yang memberikan
warna pada sayuran, buahbuahan, dan bunga, pigmen dalam
bentuk heterosida glukosa atau
rhamnosa. Pigmen ini berasal dari
kondensasi tiga gugus karbon
nomor 2 asam hidroksi sinamat
atau turunannya, dan membentuk
dua cincin fenolat A dan B yang
dihubungkan oleh sebuah rantai
dengan tiga atom karbon (maka
disebut senyawa C6 - C3 - C6)
membentuk suatu kalkon. Apabila
rantai C3 berakhir pada OH fenol
dari cincin A, diperoleh suatu
senyawa heterosiklis teroksidasi.
Dikenal
berbagai
senyawa
flavonoid yang tergantung pada
derajat oksidasinya (antosianidin,
flavonol,
flavonon,
Berta
flavononal).
1. Antosianictin,
biasanya
terdapat sebagai glikosida,
disebut
antosianin,
yang
merupakan molekul terion
berwarna merah dalam medium asam dan biru dalam
medium
alkalis
(seperti
pelargonidin, sianidin, dan
delfinidin).
2. Flavonol, memberikan warna
kuning pada beberapa bunga.
Flaflora usus (gut flora) mikroflora
dalam rongga pencernaan di
duodenui sekitar 103 per ml.
Konsentrasi
ini
meningkat
sepanjang jalur intesti menjadi 101
di ileuin, 1011 di caecum, dan 1011
di colon. Bagian atas intesti
didominasi bakteri Gram-positif,
yang secara bertahap bagian lebih
bawah didominasi bakteri Gramnegatif.
Di
colon
terdapat
campuran,
Entrobacteriae,
452
Enterococci, Lactobacilli, Clostridia,
dan
sebagainya.
Organisme
tersebut
memproduksi
enzimenzim untuk menghidrolisi dan
merombak
nutrien.
Flora
mengembangkan
αdan
βglukosidas dan disakaridase yang
menghidrolisis karbohidrat tercerna
dan sebagaian karbohidrat tidak
tercerna. Deaminase merombak
asam amino menjadi amonia dan
rantai karbon dengan gugus-gugus
karboksil, alkoho dan atau aldehid.
Asam
amino
didekarboksilasi
menjadi
amina
dan
karbon
dioksida. Vitamin K dan B-komplek
disintesis oleh flora usus dalam
jumlah
yang
cukup
guna
kebutuhan tubuh, baik pada hewan
monogastrik maupun poligastrik.
Fortifikasi
(fortification)
:
penambahan nutrien ke dalam
produk makanan untuk mengatasi
defisiensi
alamiah.
Misalnya,
fortifikasi tepung ketela dengan
vitamin B-komplek, besi, dan
kalsium. Fortifikasi sinonim dengan
"pengayaan" atau enrichment dan
lebih berimplikasi ke penambahan
substansial
dibanding
istilah
suplementasi.
Fotosintesis (photosynthesis) :
sintesis karbohidrat dari air dan
karbondioksida
oleh
tanaman
berklorofil dengan menggunakan
energi cahaya matahari. Reaksi
umum fotosintesis adalah sebagai
berikut.
6H2O + 6CO2 + energi cahaya
matahari Æ C6H12O6 +6O2
Sistem reaksi ini dapat dibagi
menjadi dua tahap.
Glossary
1. Reaksi terang yang memerlukan
cahaya (fotokimia), energi cahaya diserap oleh Korofil yang
menyebabkan terjadi fotolisis
air dan memberikan elektron
dan oksigen + ion hidrogen
seperti reaksi Hiil's:
2H2O Æ 4e+4H+ + O2
Elektron ditransfer sepanjang
rantai senyawa oksidasi atau
reduksi
dan
selanjutnya
membentuk ATP dan koenzim
tereduksi
berupa
NADPH;
senyawa terakhir ini yang
selanjutnya digunakan dalam
reaksi tahap kedua yang
disebut reaksi gelap.
2. Reaksi gelap: CO2 difiksasi
pada
ribulosa
difosfat
kemudian
masuk
pada
lingkaran
Calvin
lewat
fosforilasi
triosa,
tetrosa,
pentosa,
heksosa,
dan
heptulosa serta menghasilkan
kembali (regenerasi) reseptor
CO2 (ribulosa difosfat). Reaksi
metabolik ini menggunakan
ATP dan NADPH sebagai
sumber energi yang diproduksi
dari reaksi. terang. Hampir
semua jasad hidup, kecuali
bakteri,
menggunakan
air
sebagai donor elektron atau
hidrogen. Bakteri menggunakan
H2S clan isopropanol sebagai
donor elektron. Polimerisasi
gula menjadi pati dilakukan
pada jaringan, penyimpanan
hasilnya pada umbi, batang,
atau buah, dan biji.
Fotosintesis merupakan kebalikan
dari reaksi respirasi, yaitu mecahan
gula secara oksidasi menghasilkan
air, karbondioksida dan energi.
453
Gel : suatu koloid di mans fase
yang terdispersi bersama-sama
dengan fase kontinu menghasilkan
bahan viskus seperti jeli. Gel dibuat
dengan cara mendinginkan suatu
larutan
ketika
zat
terlarut
membentuk kristal submikroskopik
yang menahan sebagian besar
pelarutnya.
Gelatin (gelatin) : protein yang
larut dalam air, berasal dari
pemecahan
kolagen
dengan
perlakuan asam atau dengan air
mendidih. Pada saat pendinginan
akan terbentuk gel yang sanggup
mengabsorsi air sebanyak 5-10
kah bobot bahannya. Lih. kolagen.
Gelatinisasi
(geladnization)
:
peristiwa terbentuknya gel dari pati
karena perlakuan dengan air
panas. Gel dapat memiliki selaput
yang tidak dapat berubah pada
permukaan
produk
sehingga
mengurangi kehilangan nutrien
yang larut dalam air bila produk
dimasak atau direndam dengan air.
Glikogen (glycogens) : polimer
glukosa yang berfungsi sebagai
cadangan energi pada hewan,
terkonsentrasi di dalam hati dan
otot. Juga terdapat pada sel-sel
mikroorganisme
tertentu.
Strukturnya
mirip
amilopektin,
tetapi mempunyai cabang lebih
banyak namun rantainya lebih
pendek. Bobot molekulnya di atas
sate juta. Bila bereaksi dengan
iodin
menyebabkan
glikogen
berwarna cokelat merah gelap.
Heterotrof : Organisme yang
membutuhkan senyawa organik,
dimana karbon diekstrak untuk
Glossary
pertumbuhannya. Termasuk ke
dalam heterotrof adalah semua
hewan, jamur dan bakteri
Homogenisasi (homogenisation)
proses untuk mempertahankan
emulsi lemak dalam air. Pada susu
atau krim dilakukan dengan cars
mengalirkan susu melalui suatu
pengabut dalam 2 tihapan, mulamula dengan tekanan tinggi (200
bar) kemudian dengan tekanan
lebih rendah (50 bar). Pada proses
ini terjadi pengecilan ukuran
globula lemak menjadi 1-2 P,
sehingga
dapat
mencegahterjadinya
pemisahan
lemak
tersebut dari komponen penyusun
susu yang lain. Proses ini
dilakukan
sebelum
susu
dipasteurisasi.
GRAS : singkatan Generafly
Recogniced As Safe, keterangan
yang
diberikan
pada
bahan
tambahan makanan oleh FDA
yang menunjukkan bahwa bahan
tersebut dianggap tidak berisiko
bagi konsumen dan belum ada
laporan mengenai gangguan yang
ditimbulkannya.
Goiter : adalah pembesaran atau
hypertrophy dari kelenjar thyroid.
Grade goiter ada 3 yaitu : (1)
Pembesaran, kecil dapat dideteksi
dengan palpasi; (2) Leher yang
tebal; (3) Pembengkakan yang
besar yang terlihat dari jarak jauh
Histamin : Zat yang diproduksi
oleh tubuh yang keluar sebagai
reaksi
terhadap
rangsangan
tertentu, misalkan pada reaksi
alergi terhadap rangsangan benda
asing. Histamina memiliki nama
454
kimia 1H-imidazol-etanamin yang
merupakan hasil dekarboksilasi
histidin
(C5H9N3).
Zat
ini
ditemukan dalam semua jaringan
tubuh, khususnya dalam sel mast
dan
basofil
darah
yang
berhubungan dengannya
Homogenisasi (homogenisation) :
proses untuk mempertahankan
emulsi lemak dalam air. Pada susu
atau krim dilakukan dengan cara
mengalirkan susu melalui suatu
pengabut dalam 2 tahapan, mulamula dengan tekanan tinggi (200
bar) kemudian dengan tekanan
lebih rendah (50 bar). Pada proses
ini terjadi pengecilan ukuran
globula lemak menjadi 1-2 P,
sehingga
dapat
mencegahterjadinya
pemisahan
lemak
tersebut dari komponen penyusun
susu yang lain. Proses ini
dilakukan
sebelum
susu
dipasteurisasi.
Inaktivasi (inactivation) : proses
penghambatan aktivitas biologis
dan fisiologis substansi tertentu.
Inaktivasi
tersebut
mungkin
menguntungkan, misal hilangnya
toksisitas atau merugikan, misal
hilangnya aktivitas enzim yang
menguntungkan. Inaktivasi dapat
dilakukan dengan secara fisik atau
kimia.
Inkubasi (incubation) perlakuan
produk kimia atau biologik pads
kondisi tertentu dalam lingkungan
yang terkendali. Inkubasi dapat
dilakukan dalam almari khusus
atau dalam suatu penangas yang
dinamakan inkubator.
Glossary
455
In-vitro : (M-vitro proses yang
berlangsung
di
luar
tubuh,
kebanyakan
diterapkan
pada
prosedur laboratorium. Pencernaan
in-vitro
merupakan
suatu
pencernaan buatan dari zat-zat
makanan yang dilakukan dalam
laboratorium dengan enzim-enzim
yang
berasal
dari
sistem
pencernaan.
Keasaman (acidityt) sifat asam
suatu bahan, contoh aktivitas
lipase pada lemak menyebabkan
keasaman lemak. Keasaman dapat
diukur dengan banyaknya ml
NaOH 1N yang dibutuhkan untuk
menetralkan asam lemak bebas
yang terkandung dalam
100 g
lemak. Nilai ini disebut derajat
keasaman.
In-vivo : proses yang berlangsung
dalam
organismme
hidup.
Pencernaan
in-vivo
dengan
demikian mengacu pada studi
mekanisme
pencernaan
yang
berlangsung pada hewan.
Kelvin, derajat (Kelvin degree) :
satuan suhu absolut Kelvin (oK). oK
= 273, 15 oC. Titik beku air dalam
skala Kelvin adalah 273,15oK.
Penyimpangan satu derajat Kelvin
ekuivalen dengan satu derajat
Celsius.
Katabolisme
(catabolism).
pemecahan nutrien (karbohidrat,
lipida, dan protein) dalam jaringan
hidup menghasilkan senyawaan
BM lebih kecil, penting dalam
menghasilkan
energi
dan
biosintesis. Energi yang dibebaskan dari reaksi ini disimpan
dalam bentuk ikatan fosfat (ATP)
digunakan bila diperlukan.
Katalase (catalase) : enzim yang
mengkatalisis dekomposisi H202
menghasilkan oksigen. Umumnya
terjadi di alam, terutama pada
mikroorganisme
Micrococcuslysodeikticus, eritrosit
dan hati. Katalase di dalam susu
biasa digunakan untuk diagnosis
mastitis.
Katalis (catalyst). suatu bahan
yang
dapat
mempercepat
terjadinya reaksi kimia tanpa ikut
dalam reaksi. Enzim adalah katalis
biologis atau biokatalisator.
Rigor mortis : tahap transisi
selama pematangan karkas yang
ditandai
dengan
keras
dan
kakunya otot.
Koagulasi (Coagulation) : Proses
terjadinya
gumpalan
akibat
aglomerasi molekul-molekul suatu
larutan atau suspensi
Koenzim
(coenzyme)
fraksi
nonprotein enzim yang diperlukan
untuk aktivitas enzim Sebagian
besar koenzim berupa. turunan
dari vitamin B kompleks, unsur
anorganik seperti kalsium (Ca++),
kalium (K+) juga merupakan
koenzim beberapa enzim. Koenzim
dapat dibedakan dari gugus
prostetik enzim dengan sifat-sifat
yaitu sebagai berikut.
1. Koenzim tidak terikat kuat
dengan enzim.
2. Satu molekul koenzim dapat
berperan pada banyak reaksi yang
dikatalisis oleh sejumlah enzim.
3. Gugus prostetik terikat kuat
Glossary
pada enzim dan hanya berperan
dalam reaksi yang dikatalisis oleh
enzim itu.
Koenzim
A
(coenzyme
A)
koenzim yang tersusun atas asam
pantotenat dan adenosin trifosfat
(ATP). Koenzim A (KoA) mudah
larut dalam air, tidak larut dalam
pelarut nonpolar dan mudah
teroksidasi. KoA berperan pada
transfer gugus asil seperti dalam
sintesis kolesterol, P-oksidasi, daur
Krebs, dan pemanjangan asam
lemak. Satu unit KoA ekivalen
dengan 0,7 µg asam pantotenat; 1
mg mengandung 413 satuan
Lipmann.
Koenzim Q (coenzyme Q) :
strukturnya sangat mirip dengan
vitamin K, vitamin E, dan
plastokuinon,
memiliki
cincin
kuinon yang mengikat gugus
metoksil dan rantai samping
dengan molekul dasar isopren.
Koenzim Q dapat direduksi dari
quinol menjadi quinon dan bersifat
reversibel. Koenzim Q berperan
dalam rantai reaksi respirasi. Sin.
ribikuinon.
Kolesterol (cholesterol) : sterol
yang memiliki cincin tidak jenuh;
merupakan
prekursor
asam
empedu, hormon seks, dan vitamin
D. Kolesterol merupakan penyebab
aterosklerosis
dan
gangguan
kardiovaskuler. Sumber utama
kolesterol adalah otak, hati, kuning
telur, mentega, serta lemak
hewani.
Kwashiorkor : Kwashiorkor adalah
suatu sindrom yang diakibatkan
defisiensi protein yang berat. Istilah
456
ini pertama kali digunakan oleh
Cecily Williams bagi kondisi
tersebut yang diderita oleh bayi
dan anak balita.
Komponen Bioaktif : Senyawa
minor yang ada dalam makanan
mempunyai efek fisiologis yang
positif dan negative
Kretinisme : Kretinisme adalah
suatu kelainan hormonal pada
anak-anak. Ini terjadi akibat
kurangnya hormon tiroid. Penderita
kelainan ini mengalami kelambatan
dalam perkembangan fisik maupun
mentalnya.
Lactobacillus sp : suatu genus
bakteri
Gram
positif
yang
menghasilkan asam laktat dalam
fermentasi
karbohidrat.
Lactobacillus tidak patogen, terdapat dalam mulut dan saluran
pencernaan
manusia.
Bakteri
tersebut penting dalam fermentasi
bermacam-macam
makanan,
seperti keju, asinan, dan yoghurt.
Lactobacillus bifidus : bakteri
Gram positif yang banyak terdapat
dalam flora perut anak-anak yang
menyusu, memegang peranan
penting
dalam
memelihara
kesehatan
normal
saluran
pencernaan bayi. Belum jelas
pengaruhnya terhadap mukosa
usus
atau
pengaruh
penghambatan
pertumbuhan
organisme patogen dalam perut.
Sin. bacteroides bifidium.
Makromineral:
mineral yang
dibuthkan dalam jumlah banyak,
antara lain Ca, P, K, Na, Cl, S dan
Mg
Glossary
Marasmus
:
penyakit
yang
biasanya menimpa anak-anak
yang tidak lagi mengkonsumsi air
susu ibu. Keadaanya mirip dengan
kwashiorkor namun tidak ditandai
dengan edema. Lih. kwashiorkor.
Mikroorganisme
Halofilik
(halophic microorganism): jenis
mikroorganisme
yang
membutuhkan
garam
natrium
chlorida (NaCl) dalam jumlah besar
untuk pertumbuhannya. (Kadang
tahan sampai konsentrasi NaC1
20%)
dalam
media
yang
kandungan
garamnya
kurang
mencukupi, jenis mikroorganisme
ini halofilik ini akan menyerap air
kemudian
akan
mengalami
turgesensi
Mesofil
(mesophiles):
mikroorganisme
yang
tumbuh
optimal antara 20- 45"C, dapat
dihambat pertumbuhannya dengan
suhu rendah.
Mikromineral:
mineral
yang
dibutuhkan dalam jumlah sedikit,
antara lain Fe, Za, Cu
Nilai D (D value) : ukuran stabilitas
thermal senyawa biokimia atau
mikroorganisme. Nilai tersebut
menyatakan
jangka
waktu
perlakuan panas yang diperlukan
pada
suhu
tertentu
untuk
mereduksi kadar senyawa atau
mikroorganisme yang bersangkutan
sampai sepersepuluh nilai mula –
mula, Suhu yang ditetapkan
ditunjukan sebagai subskrip. Jika
suhu tersebut 121oC (250oF) yang
digunakan untuk sterilisasi, maka
nilai tersebut dituliskan D121.
457
Obesitas ( obesity ) : hipertropi
dari jaringan subkutan adiposi
yang disebabkan oleh kelebihan
energi yang di konsumsi dalam
menu makanan atu disebabkan
oleh gangguan fisiologis seperti
kelaianan hormon.
Osteoporosis
:
Osteoporosis
merupa-kan
suatu
gangguan
dengan sifat-sifat khas berupa
massa tulang yang rendah disertai
perubahan-perubahan
mikro
aristektur dan kemunduran tulang
yang
akhirnya
menyebabkan
terjadinya peningkatan kerapuhan
tulang dan peningkatan risiko
terjadinya patah tulang.
Antihistamin : Kelompok obat
yang mencegah kerja histamina
dalam tubuh.
Oligosakarida : Oligosakarida
merupakan
gabungan
dari
molekul-molekul
monosakarida.
Oligosakarida
dapat
berupa
disakarida,
trisakarida,
dan
seterusnya.
Sebagian
besar
oligosakarida
dihasilkan
dari
proses hidrolisa polisakarida dan
hanya beberapa oligosakarida
yang secara alami terdapat di
alam.
Probiotik : Bakteri yang hidup
dalam saluran cerna yang bersifat
baik dan mendukung saluran
cerna.
Contoh
probiotik:
Bifidobacterium, Eubacterium, dan
Lactobacillus. P
Prebiotik : Makanan Probiotik, yaitu
kandungan makanan yang tak dapat
dicerna yang memiliki keuntungan
Glossary
merangsang pertumbuhan dan/
atau aktivitas satu atau sejumlah
bakteri baik di usus”.
Fitokimia : Komponen bioaktif di
dalam sayur dan buah-buahan
yang berpengaruh secara fisiologis
untuk meningkatkan kesehatan,
mencegah,
serta
mengobati
berbagai penyakit
Pasteurisasi
(pasteurisation):
pasteurisasi proses panas yang
digunakan untuk memperpanjang
umur simpan produk pangan
dengan cara mengurangi jumlah
mikroorganisme dalam produk
tanpa mempengaruhi sifat-sifat
fisiko-kimiawi dan organoleptiknya.
Karena proses ini tidak merusak
seluruh
mikroorganisme,
pengaruhnya bersifat sementara dan
produk yang dipasteurisasi harus
disimpan dalam suhu dingin dan
hanya untuk waktu pendek. Teknik
Pasteurisasai dapat dilaksanakan
pada dua suhu yang berbeda.
Proteinogenik : Asam amino
dasar atau asam amino baku atau
asam amino penyusun protein
Psikrofil
(Psychrophiles):
mikroorganisme
yang
dapat
tumbuh
pada
suhu
rendah.
Kecepatan
pertumbuhan
maksimum terjadi pada suhu kira kira 10°C dan pada suhu 30oC
pertumbuhannya terhambat. Mikroorganisme ini tumbuh secara
kontinu pada suhu ruang pendingin
(4°C)
yang
menyebabkan
pengawetan beberapa makanan
dan bahan biologis hanya efektif
bila dilakukan dalam waktu pendek
pada suhu dingin.
458
Psikrotrof
(psychrotrophs)
:
mikroorganisme
yang
dapat
tumbuh optimal pada suhu kira-kira
20°C, tetapi sanggup tumbuh pada
suhu pendingin meskipun secara
lambat.
Reaksi Maillard : Suatu reaksi
kimia yang terjadi antara asam
amino
dan
gula
tereduksi,
biasanya terjadi pada suhu yang
tinggi. Reaksi non enzimatik ini
menghasilkan pewarnaan coklat
(browning), menghasilkan warna
dan aroma yang khas; proses ini
berlangsung dalam suasana basa.
Resemisasi asam-asam amino :
Perubahan konfigurasi asam amino
dari bentuk L ke bentuk D
Rigor mortis : tahap transisi
selama pematangan karkas yang
ditandai
dengan
keras
dan
kakunya otot.
Saccharomyces (accharomyce):
yeast yang digunakan secara luas
dalam industri pengolahan pangan
seperti baking, peragian ( S.
Cerevisae ), dan pengolahan susu
( S.lactis ), untuk proses fermentsi
dan untuk produksi yeast pangan.
Saccharomyces
kebanyakan
memfermentasi heksosa.
Salmonella : genus bakteri Gram –
negatif,
bersifat
aerob
atau
anaerob, kebanyakan merupakan
spesies
penyebab
kercunan
pangan seperti: salmonela typhii (
typoid ), S. Paratypi ( paratipoid ),
dan S. enteroidis.
Salmonelosis : kedaan patologi
disebabkan oleh berbagai spesies.
Glossary
Salmonella sp. yang menimbulkan
gejala kercunan.
Serat kasar (crude fibre) : bagian
karbohidrat tak tercerna dalam diet
(gizi). Ditentukan dengan ekstraksi
sampel pertama kali petroleum eter
untuk
menghilangkan
lemak.
Kemudian dengan asam sulfat dan
dihidrolisis residu tak larut dengan
natriumhidroksida. Residu kedua
setelah dicuci dan dihilangkan
bagian abunya merupakan serat
kasar. Metode ini dikembangkan di
stasiun
Agronomi
Weende,
Belanda pada abad ke- 19 dan
masih dapat diandalkan dalam
prosedur analisis.
Serat makan (dietary fibre) :
komponen dari jaringan tanaman
yang tahan terhadap hidrolisis oleh
enzim dalam lambung dan usus
kecil.
Sporulasi
(sporulation)
:
pembentukan spora dari beberapa
organisme bentuk vegetatif.
Sterilisasi
(sterilisation)
:
perlakuan yang dirancang untuk
membunuh semua mikroorganisme
dan
sporanya
pada
bahan
makanan
sehingga
makanan
menjadi
tahan
lama
dalam
penyimpanan
dan
aman
dikonsumsi. Sterilisasi biasanya
dilakukan pada suhu 121oC selama
15 – 50 menit untuk produk
makanan yang sudah dikemas,
atau bisa juga dilakukan pada suhu
130 – 145 oC selama beberapa
detik untuk produk makanan
berupa cairan. Proses ini juga
dikenal dengan istilah UHT ( Ultra
High Temperature ).
459
Tekanan
osmosis
(osmoticpressure) : tekanan yang
diperlukan oleh larutan melalui
dinding tipis semipermeable yang
memisahkan hidro larutan. Dapat
dihitung:
π=
R = tetapan gas; T = suhu absolut
(K); V = isi larutan; u = jumlah
osmol dalam larutan.
Teksture (textur) : sifatnya
mekanis, fisikawi, dan rheologis
produk pangan yang dirasakan
oleh mulut dan organ perasa. Sin.
konsistensi.
Temperatur
atau
suhu
(temperatures) : pengukur derajat
(tingkat) pangs suatu medium,
yang diekspresikan dalam derajat
Celcius (dulu disebut Centri grade),
derajat Fahrenheit, atau derajat
Kelvin:
t°C = 5/9 (t°F - 32)t°F = 9/5 (t°C +
32°)t'K = VC + 273,15
suhu
absolute
dalam
termodinamika dinyatakan sebagai
derajat Kelvin
Termofilik (Thermophilic) istilah
diterapkan pada jasad renik, yang
menerangkan
bahwa
jasad
tersebut dapat tumbuh pada suhu
tinggi, misalnya antara 25 - 75°C,
dengan suhu optimum sekitar
55°C, tergantung pada strain-nya.
Risiko terjadinya kontaminasi oleh
jasad termofilik berlangsung bila
suatu produk telah dipanaskan
pada suhu tidak terlalu tinggi (6090°C) dan kemudian dibiarkan
menjadi dingin perlahan- lahan
sehingga jasad renik hidup dan
Glossary
tumbuh
pada
Suhu
pertumbuhannya.
460
optimal
Ultrace
mineral
:
mineral
diperlukan dalam jumlah yang
sangat kecil (yodium, selenium,
mangan, kromium, molibdenim,
boron, dan kobalt)
Yeast (yeast) : organisme bulat
bersel tunggal berukuran 1-10 0
umumnya berkembangbiak dengan
proses
pernbentukan
tonjolan
(budding). Kebutuhan nutrien yeast
sedikit yaitu nitrogen dalam bentuk
sederhana,
berbagai
stunber
karbon
(heksosa,
pentosa,
disakarida, alkana) dan beberapa
mineral kelumit. Pada kondisi
anaerobik yeast mampu memetabohsme (memfermentasi) gula
menjadi alkohol dan pada kondisi
aerobik yeast menggunakan gula
ini untuk perturnbuhan. Pada
umumnya yeast tumbuh pada
medium asam (pH 3,5 - 7) dan
optimal pada suhu 20 sampai 30°C
dan dalam kelembaban antara
60% dan 90%. Ada dua familia
utama dari yeast yaitu (1)
Cryptococcaceae tang terdiri dari
Torulopsis (Torah) dan Candida,
(2) Ondom wetaceae vanc, meliputi
Kluyveamyces, Schizosaccharom,
Picia, dan hansenula. Beberapa
yeast seperti Candida spp. adalah
pathogenic.
Z value : suhu yang diperlukan
(OC) untuk menurunkan jumlah
mikroorganisme 1 log cycle.
Besarnya z value memberikan
informasi
resistansi
relatif
mikroorganisme
terhadap
perlakuan panas yang berbeda
suhunya. Dengan memngetahui z
value
ini,
memungkinkan
dilakukan perhitungan kebutuhan
waktu pemanasan yang dapat
berakibat sama dalam mematikan
mikroorganisme.
Antioksidan : Suatu senyawa
yang akan mencegah radikal
bebas yang dihasilkan dari proses
oksidasi normal dalam tubuh.
Radikal bebas ini akan merusak
sel-sel tubuh sehingga berisiko
menimbulkan penyakit.
Bahan
Tambahan
Makanan
(BTM) : Bahan yang ditambahkan
dengan
sengaja
ke
dalam
makanan dalam jumlah kecil,
dengan tujuan untuk memperbaiki
penampakan, cita rasa, tekstur,
flavor dan memperpanjang daya
simpan.
Selain
itu
dapat
meningkatkan nilai gizi seperti
protein, mineral dan vitamin.
Klorofil : Pigmen hijau yang
terdapat dalam kloroplas bersamasama dengan karoten dan xantofil
Flavonoid : Zat warna alam yang
mengandung dua cincin benzena
yang dihubungkan dengan 3 atom
karbon dan dirapatkan oleh sebuah
atom oksigen
Myoglobin : Pigmen berwarna
merah
keunguan
yang
menentukan warna daging segar.
Kafein : Kafein ialah senyawa
kimia yang dijumpai secara alami
di dalam makanan, contohya : biji
kopi, teh, biji kelapa, guarana, dan
maté. Ia terkenal dengan rasanya
Glossary
461
yang pahit dan berlaku sebagai
perangsang sistem saraf pusat,
jantung, dan pernafasan. Kafein
juga bersifat diuretik.
Anabolisme
:
penyusunan
senyawa
sederhana
menjadi
biomol dengan bantuan energi
yang dihasilkan pada katabolisme.
Flavor enhancer : Istilah untuk
bahan-bahan
yang
dapat
meningkatkan rasa enak yang
tidak
diinginkan
dari
suatu
makanan.
Sedangkan
bahan
pembangkit itu sendiri tidak atau
sedikit mempunyai cita rasa.
Asam absisik (abscissic acid):
hormon yang dapat merangsang
terjadinya proses absisi.
Fermentasi :
Reaksi oksidasireduksi, di mana zat yang
dioksidasi
(pemberi
elektron)
maupun
zat
yang
direduksi
(penerima elektron) adalah zat
organik
dengan
melibatkan
mikroorganisme (bakteri, kapang
dan ragi). Zat organik yang
digunakan umumnya glukosa yang
dipecah menjadi aldehida, alkohol
atau asam.
Irradiasi : Teknologi pengawetan
makanan menggunakan radiasi,
bertujuan untuk mengendalikan
mikroba
patogen,
mengurangi
infeksi serangga, menghambat
pertunasan, memperpanjang masa
simpan,
dan
memperlambat
pematangan buah. Menurut aturan
Codex 106-1983, Rev.1-2003, ada
tiga sumber radiasi ionisasi yang
dapat digunakan untuk pangan,
yaitu
sinar
gamma
dari
radionuklida 60 Co or137Cs, sinarX yang dipancarkan dari sumber
yang dioperasikan pada atau di
bawah tingkat energi 5 MeV, dan
elektron yang dipancarkan dari
sumber yang dioperasikan pada
atau di bawah tingkat energi 10
MeV.
ATP
(Adenosin trifosfat) :
suatu substansi yang tersusun dari
adenine, ribose, trifosfat yang
mengandung
dua
ikatan
fosfoanhidrida.
Energi
bebas
dalam
jumah
besar
akan
dilepaskan pada hidrolisis masingmasing ikatan itu. ATP merupakan
senyawa
energi tinggi yang
berperan
sebagai cadangan
energi yang dibutuhkan sel untuk
berbagai metabolisme.
Browning : Raksi maillard adalah
reaksi
antara
karbohidrat
khususnya gula pereduksi dengan
gugus amina primer. Hasil reaksi
ini berupa produk berwarna coklat
yang sering dikehendaki namun
kadang-kadang menjadi pertanda
penurunan mutu. Pada buah dan
sayur
reaksi
pencoklatan
disebabkan oleh aktivitas enzim
fenolase yang aktif karena adanya
oksigen yang kontak dengan
bahan
Enzim : suatu protein yang
berperan sebagai katalis biologi
(biokatalisator)
yang
akan
mengkatalisis setiap reaksi di
dalam sel hidup.
Fermentasi :
suatu
reaksi
metabolisme yang meliputi sederet
reaksi oksidasi reduksi, yang donor
akseptor
elektronnya
adalah
Glossary
senyawa-senyawa
organik,
umumnya menghjasilkan energi.
Dilakukan oleh bakteri, fungi dan
yeast tertentu baik fakultatif
maupun obligat.
Haugh Unit: merupakan suatu unit
yang memberi korelasi antar tinggi
putih telur yang ketal dengan berat
telur.
Hormon
: hasil sekresi kelenjar
endokrin tanpa pembuluh yang
mempunyai aktivitas dan pengaruh
katalis yang sangat spesifik dalam
mengendalikan
fungsi
tubuh.
Seperti
faktor
pertumbuhan
tanaman.
Ideks putih telur merupakan
perbandingan antara tinggi putih
telur (albumen) dengan rata-rata
lebar albumen terpendek dengan
terpanjang.
Indeks kuning telur merupakan
perbandingan antara tinggi dengan
garis tengah kuning telur.
Metabolisme : semua perubahan
dan energi yang terjadi di dalam
sel hidup atau karena kegiatannya
meliputi 1). mengekstrak energi
dari bahan
makanan dengan
bantuan sinar
matahari dan
mengubahnya jadi bentuk energi
lain. 2). Mengubah senyawa yang
terdapat dalam bahan makanan
menjadi senyawa yang diperluan ,
3). Mengurai dan membentuk
biomol yag diperlukan bagi sel.
Metabolisme dibagi menjadi 2 fase
yaitu katabolisme atau fase degratif
dan
anabolisme
atau
fase
penyusunan.
462
Katabolieme: penguraian seyawa
komplek menjadi seyawa yang
lebih sederhana.
Klimaterik: suatu fase yang kritis
dalam kehidupan buah dan selama
terjadinya proses ini banyak sekali
perubahan
yang
berlangsung.
Merupakan suatu keadaan ”auto
stimulation” dari dalam buah
tersebut sehingga buah menjadi
matang yang disertai peningkatan
proses respirasi.
Oksidasi: reaksi kimia yang dapat
berupa
pengikatan
oksigen,
kehilangan
hidrogen,
atau
kehilangan satu elektron atau
lebih. Secara biokimiawi oksidasi
dapat terjadi secara aerobik
maupun anaerobik.
Sinescene: suatu tahap normal
yang selalu terjadi dalam siklus
kehidupan sayuran dan buahbuahan menjadi layu.
Rigor mortis: keadaan karkas
menjadi kaku yang terjadi antara
24-48 jam setelah peyembelihan.
Download