PROSIDING 20 11© Arsitektur Elektro Geologi Mesin HASIL PENELITIAN FAKULTAS TEKNIK Perkapalan Sipil IDENTIFIKASI PENGEMBANGAN PERMUKIMAN NELAYAN OLEH NEIGHBORHOOD UPGRADING AND SHELTER SECTOR PROJECT (NUSSP) Marly Valenti Patandianan & Zenaide Toban Jurusan Teknik Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 10 Tamalanrea - Makassar, 90245 Telp./Fax: (0411) 589707/(0411) 589707 e-mail: [email protected] Abstrak Sebagian besar rumah dan permukiman nelayan di Indonesia dibangun dan dikembangkan secara swadaya. Pembangunan dan pengembangan permukiman secara swadaya yang tidak direncanakan dengan baik dapat menimbulkan kekumuhan. Di tahun 2010, pemerintah melakukan program pembangunan dan pengembangan permukiman desa dan kampung termasuk permukiman nelayan (Neighborhood Upgrading and Shelter Sector Project – NUSSP). Tulisan ini bertujuan untuk mengidentifikasi perubahan rumah, prasarana dan sarana permukiman nelayan di Permukiman Nelayan Sicini yang dilakukan oleh NUSSP. Simpulannya bahwa pengembangan permukiman nelayan oleh NUSSP telah berhasil membuat permukiman yang lebih layak huni dengan kelengkapan sarana dan prasarana yang memadai. Namun keberhasilan ini tidak disertai dengan sosialisasi ataupun pendekatan kepada masyarakat untuk menjelaskan pentingnya pemeliharaan prasarana dan sarana yang telah ada. Prasarana yang dibangun oleh NUSSP cukup lengkap, yang belum tersedia hanyalah tambatan perahu, pemecah gelombang dan drainase. Sarana yang berhubungan dengan kegiatan utama nelayan seperti sarana perdagangan dan pabrik es juga belum ada. Sebagian besar sarana yang telah tersedia telah memenuhi standar permukiman nelayan yaitu sarana kesehatan, pendidikan, sarana sosial dan tempat penjemuran ikan. Prasarana dan sarana yang telah ada perlu dijaga dan dipelihara dengan sebaik-baiknya untuk mendukung kegiatan nelayan, meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu diperlukan kerjasama antara pihak NUSSP, pemerintah dan masyarakat dalam menjaga dan memelihara prasarana dan sarana yang telah ada. Kata Kunci: Prasarana, Sarana, Permukiman Nelayan, NUSSP PENDAHULUAN Wilayah pesisir-wilayah peralihan antara daratan dan lautan-merupakan sumber daya potensial bagi Indonesia yang memiliki garis pantai sepajang sekitar 81.000 km. Di sepanjang garis pantai berdiam nelayan yang sebagian besar masih prasejahtera. Kondisi sosial, ekonomi, permukiman di wilayah pesisir umumnya sangat memprihatinkan, ditandai dengan rendahnya tingkat pendidikan, produktivitas dan pendapatan. Permasalahan fisik yang dialami lingkungan masyarakat nelayan tidak terlepas dari masalah yang menyangkut aspek sosial, ekonomi dan budaya, seperti kurangnya akses kepada sumber-sumber modal, tidak memadainya sarana dan prasarana permukiman, akses terhadap teknologi, akses terhadap pasar maupun rendahnya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam [1]. Selama ini, sebagian besar rumah dan permukiman nelayan di Indonesia dibangun dan dikembangkan secara swadaya. Pembangunan dan pengembangan permukiman secara swadaya yang tidak direncanakan dengan baik akan menimbulkan kekumuhan. Di tahun 2010, Kementrian Koordinator Bidang Kesra berkoordinasi dengan Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Pendidikan, Kementerian Kesehatan dan Kementerian Sosial disatupadukan dalam program sinergis yaitu program pembangunan dan pengembangan permukiman desa dan kampung termasuk permukiman nelayan. Program ini dikenal dengan nama Neighborhood Upgrading and Shelter Sector Project (NUSSP). Program ini dilaksanakan di tiga daerah di Indonesia yang ditunjuk yakni di Kab. Lebak-Banten, Kab. Bantaeng dan Kab. Jeneponto [2]. Volume 5 : Desember 2011 Group Teknik Arsitektur TA6 - 1 ISBN : 978-979-127255-0-6 Identifikasi Pengembangan Pemukiman Nelayan … Arsitektur Elektro Geologi Mesin Marly Valenti Patandianan & Zenaide Toban Perkapalan Sipil Pengembangan dan penataan kawasan permukiman nelayan harus ditangani dengan program yang terencana. Hal ini karena disana terdapat potensi besar yang bisa dikembangkan untuk meningkatkan ekonomi baik bagi masyarakat pantai khususnya nelayan, maupun pihak pemerintah daerah setempat. Salah satu upaya yang dilakukan adalah melalui perbaikan dan pembangunan rumah serta sarana dan prasarana permukiman nelayan. Program ini dilakukan berbasis pada keberdayaan yang tidak saja menghendaki cukupnya kemampuan/keahlian (professional skills), akan tetapi juga dibutuhkan pemihakan terhadap keadilan; terutama pemihakan kepada komunitas berpenghasilan rendah. Kebutuhan dan tuntutan ini menghendaki adanya perubahan pandangan dan pemahaman terhadap pembangunan khususnya pandangan pembangunan masyarakat pesisir. Dalam kaitan ini, NUSSP mengagendakan kegiatan strategis yang merintis upaya mengatasi permasalahan lingkungan permukiman perdesaan, khususnya lingkungan permukiman nelayan. Rintisan ini dilakukan dengan mendorong munculnya keberdayaan pada segenap pihak yang terkait. Dalam agenda ini, NUSSP tidak dapat diartikan sebagai intervensi sosial yang bermotif untuk melakukan perubahan sosial (sosial change). Perubahan sosial dapat dimaknai sebagai transformasi sosial, restrukturisasi ekonomi dan revolusi budaya. Esensi dari NUSSP sebagai sebuah agenda kegiatan adalah untuk melahirkan perubahan sudut dan cara pandang, peningkatan ekonomi, perbaikan perumahan dan hunian berikut lingkungannya. Dalam konteks pemberdayaan masyarakat proses fasilitasi oleh NUSSP dilakukan dengan menerapkan prinsip-prinsip Community Development (Pengembangan Masyarakat). Community Development (CD) akan dipandang sebagai proses, metoda dan sebagai suatu gerakan. Sebagai suatu proses, implementasi CD akan menjadikan kegiatan-kegiatan yang dilakukan sebagai sebuah rangkaian kegiatan yang bertahap dan berkelanjutan bagi masyarakat lokal. Selanjutnya sebagai sebuah metoda, CD menjadikan kegiatan sebagai alat untuk menjawab permasalahan-permasalahan lokal melalui pengembangan kegiatan-kegiatan yang dibutuhkan. Pengembangan permukiman nelayan yang dilaksanakan oleh NUSSP berbasis pemberdayaan masyakarat menjadi menarik untuk diteliti, dalam upaya mengungkapkan sejauhmana keberhasilan dan dampak pengembangan permukiman nelayan di Desa Arungkeke untuk masyarakat setempat. Dengan adanya pengembangan permukiman ini, diharapkan tingkat kesejahteraan masyarakat semakin meningkat pula. Dalam perencanaan permukiman nelayan, rumah-rumah direncanakan secara sehat dan sederhana. Rumah sehat sederhana yaitu rumah yang dibangun dengan menggunakan bahan bangunan dan konstruksi sederhana akan tetapi masih memenuhi standar kebutuhan minimal dari aspek kesehatan, keamanan, dan kenyamanan, dengan mempertimbangkan dan memanfaatkan potensi lokal meliputi potensi fisik seperti bahan bangunan, geologis, dan iklim setempat serta potensi sosial budaya seperti arsitektur lokal, dan cara hidup. Rumah sebagai tempat tinggal harus memenuhi syarat kesehatan dan kenyamanan, dipengaruhi oleh 3 (tiga) aspek, yaitu : a. Pencahayaan. Matahari digunakan sebagai sumber pencahayaan alami di siang hari. Pencahayaan yang dimaksud adalah penggunaan terang langit, dengan ketentuan yaitu cuaca dalam keadaan cerah dan tidak berawan, ruangan mendapatkan cukup banyak cahaya dan distribusi cahaya secara merata. Kualitas pencahayaan alami siang hari yang masuk ke dalam ruangan ditentukan oleh: - Kegiatan yang membutuhkan daya penglihatan (mata) - Lamanya waktu kegiatan yang membutuhkan daya penglihatan (mata) - Tingkat atau gradasi kekasaran dan kehalusan jenis pekerjaan - Lubang cahaya minimum sepersepuluh dari luas lantai ruangan - Sinar matahari langsung dapat masuk ke ruangan minimum 1 jam setiap hari - Cahaya efektif dapat diperoleh dari jam 08.00 sampai dengan jam 16.00 b. Penghawaan Udara sangat berpengaruh dalam menentukan kenyamanan pada bangunan rumah. Kenyamanan akan memberikan kesegaran terhadap penghuni dan terciptanya rumah yang sehat, apabila terjadi pengaliran atau pergantian udara secara kontinyu melalui ruangan-ruangan, serta lubang-lubang pada bidang pembatas dinding atau partisi sebagai ventilasi. Agar diperoleh kesegaran udara dalam ruangan dengan cara penghawaan alami, maka dapat dilakukan dengan memberikan atau mengadakan peranginan silang (ventilasi silang) dengan ketentuan sebagai berikut: - Lubang penghawaan minimal 5% (lima persen) dari luas lantai ruangan - Udara yang mengalir masuk sama dengan volume udara yang mengalir keluar ruangan - Udara yang masuk tidak berasal dari asap dapur atau bau kamar mandi/WC. ISBN : 978-979-127255-0-6 Group Teknik Arsitektur TA6 - 2 Volume 5 : Desember 2011 PROSIDING 20 11© Arsitektur Elektro Geologi Mesin HASIL PENELITIAN FAKULTAS TEKNIK Perkapalan Sipil c. Suhu udara dan kelembaban dalam ruangan Rumah dinyatakan sehat dan nyaman, apabila suhu udara dan kelembaban udara ruangan sesuai dengan suhu tubuh manusia normal. Suhu udara dan kelembaban ruangan sangat dipengaruhi oleh penghawaan dan pencahayaan. Penghawaan yang kurang atau tidak lancar akan menjadikan ruangan terasa pengap atau sumpek dan akan menimbulkan kelembaban tinggi dalam ruangan. Untuk mengatur suhu udara dan kelembaban normal untuk ruangan dan penghuni dalam melakukan kegiatannya, perlu memperhatikan: - Keseimbangan penghawaan antara volume udara yang masuk dan keluar - Pencahayaan yang cukup pada ruangan dengan perabotan tidak bergerak - Menghindari perabotan yang menutupi sebagian besar luas lantai ruangan Lingkungan permukiman yang sehat adalah lingkungan yang terdiri dari atas kumpulan rumah sehat yang teratur tata letaknya dan mempunyai prasarana dan sarana lingkungan yang memadai, seperti jaringan jalan, saluran air limbah, MCK, sumber air bersih, pusat lingkungan, yaitu sekolah, kantor, puskesmas dan tempat peribadatan [3] dan [4]. a. Prasarana meliputi: 1) Dermaga Dalam lingkup kegiatan perikanan tingkat desa, dermaga merupakan tempat menyandarkan perahu saat istirahat dan tempat para nelayan mendaratkan ikan hasil tangkapannya untuk dijual atau dilelang. Prasarana ini biasanya dibuat dari konstruksi beton atau kayu. 2) Tambatan perahu, adalah tempat perahu–perahu nelayan bersandar/parkir sebelum dan sesudah bongkar muat ikan. 3) Tanggul dan pemecah gelombang 4) Jaringan listrik harus dapat menjangkau seluruh areal permukiman 5) Jaringan jalan Jalan lingkungan, yaitu jalan yang menghubungkan suatu kelompok rumah ke kelompok rumah yang lain, atau dari kelompok rumah ke fasilitas lingkungan atau menuju tempat sarana bekerja. Jalan setapak, yaitu jalan yang menghubungkan antar rumah didalam kelompok perumahan nelayan secara konstruktif. Jalan ini tidak dapat dilalui oleh kendaraan beroda empat, hanya dapat dilalui oleh kendaraan bermotor dan becak. Ukuran jalan setapak 1,2 - 1,5 m jika mungkin ditambah jalur kerikil 0,5 m 6) Jaringan air bersih Bisa memanfaatkan sumber air baku yang tersedia baik air tanah atau air permukaan melalui pembuatan sumur gali, sumur pompa tangan (SPT), saringan pipa resapan (SPR), penampungan air hujan (PAH), saringan pasir lambat (SPL), instalasi pengolahan air (IPA), hidran umum (HU), terminal air (TA) dan sistem perpipaan / jaringan. 7) Drainase, untuk menyalurkan air hujan serta dari setiap rumah yang berupa air limbah agar lingkungan perumahan bebas dari genangan air. Ukuran saluran drainase ditentukan berdasarkan kapasitas volume air yang akan ditampung dan frekuensi intensitas curah hujan 5 tahunan serta daya resap tanah. Saluran drainase di bangun pada kiri kanan jaringan jalan, namun kadang-kadang untuk menghemat biaya kadangkadang saluran terdapat hanya di satu sisi. 8) Persampahan Bak sampah harus dapat menampung jumlah sampah yang dihasilkan. Bak sampah dibuat dari bahan yang menjamin kebersihannya dan mempunyai penutup, sampah basah terpisah dengan sampah kering, pengangkutan dan pemusnahan sampah harus lancar dan tidak tinggal membusuk. Tempat pembuangan akhir dari sampah tersebut harus jauh dari lingkungan perumahan b. Sarana meliputi : 1) Sarana kesehatan Lingkungan permukiman yang mempunyai penduduk 6.000 jiwa, perlu disediakan fasilitas kesehatan seperti puskesmas, poliklinik, posyandu, fasilitas diletakkan pada lokasi yang mudah terjangkau. (luas lahan puskesmas pembantu 0,12 Ha/unit dan luas lahan posyandu 0,05 Ha/unit). 2) Sarana Pendidikan - Taman Kanak-kanak diperuntukkan bagi anak-anak usia 5–6 tahun minimal penduduk pendukungnya 1.000 jiwa. Lokasi sebaiknya berada ditengah-tengah kelompok masyarakat/keluarga dan digabung dengan tempat/taman bermain di RW atau RT. Radius pencapaian tidaklah lebih dari 500 meter (luas lahan 0,12 Ha/unit). - Sekolah Dasar untuk anak usia 6-12 tahun min. penduduknya 1.600 jiwa. lokasi sebaiknya tidak menyeberang jalan lingkungan dan masih di tengah kelompok keluarga, radius pencapaian maksimum 1.500 m. (luas lahan 0,27 Ha/unit). Volume 5 : Desember 2011 Group Teknik Arsitektur TA6 - 3 ISBN : 978-979-127255-0-6 Identifikasi Pengembangan Pemukiman Nelayan … Arsitektur Elektro Geologi 3) 4) 5) 6) 7) 8) 9) Mesin Marly Valenti Patandianan & Zenaide Toban Perkapalan Sipil - Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama adalah untuk melayani anak-anak lulusan SD, dimana 3 unit sekolah dasar dilayani oleh 1 unit SLTP yang dapat dipakai pagi/sore minimum penduduk pendukungnya 4.500 jiwa, lokasinya dapat digabung dengan lapangan olahraga atau sarana pendidikan yang lain (luas lahan 0,27 Ha/unit). - Sekolah Lanjutan Tingkat Atas adalah lanjutan dari SLTP, dimana 1 unit SLTP, dilayani oleh 1 unit SLTA. Minimum penduduk pendukungnya adalah 4.800 unit. (luas lahan 0,27 Ha/unit). Sarana perdagangan Toko/warung untuk lingkungan permukiman yang mempunyai penduduk 250 orang perlu disesuaikan fasilitas perbelanjaan terkecil. Selain sarana perdagangan untuk kebutuhan hidup sehari-hari, dibutuhkan sarana perdagangan berupa toko yang berhubungan dengan kegiatan melaut. Sarana sosial - Tempat peribadatan, yaitu tempat penganut suatu agama malaksanakan aktivitas ritual beragamanya sehari-hari. Untuk > 15-40 jiwa diperlukan sebuah fasilitas peribadatan berupa mesjid, gereja dan sebagainya sedangkan untuk < 15 orang cukup dilakukan dirumah. - Balai karya/Balai Desa, yaitu tempat yang disediakan untuk menampung berbagai kegiatan seperti rapat, pertemuan, pelayanan kesehatan masyarakat, dan PKK. - Pos jaga adalah tempat yang disediakan untuk melakukan kegiatan pengawasan lingkungan desa. Tempat bermain/olahraga Untuk penduduk sebanyak 250 jiwa (setingkat RT) diperlukan ruang terbuka utuk bermain/taman. Sedangkan untuk penduduk sebanyak 2500 jiwa (setingkat RW) diperlukan lapangan olah raga seperti lapangan sepak bola yang lokasinya disatukan dengan fasilitas lingkungan lainnya. Tempat penjemuran ikan, untuk mengeringkan ikan dan proses pengawetan ikan Tempat pembuatan jaring Tempat pelelangan ikan, adalah tempat jual beli ikan dengan sistem lelang. Kegiatan yang terjadi di tempat ini berupa menimbang ikan, menempatkan ikan pada keranjang-keranjang sesuai dengan jenis-jenisnya atau digelar di lantai siap untuk dilelang, pelelangan, lalu pengepakan dengan es untuk keranjang/peti ikan yang sudah laku. Pabrik es Ketersediaan prasarana dan sarana permukiman nelayan menarik untuk diteliti, dalam upaya mengungkapkan sejauhmana keberadaan sarana dan prasarana yang telah ada di permukiman nelayan Barombong dan sarana dan prasarana apa saja yang paling dibutuhkan oleh masyarakat nelayan di Barombong. Dengan adanya perbaikan sarana dan prasarana permukiman nelayan, diharapkan tingkat kesejahteraan masyarakat semakin meningkat pula. Melalui APBN dan APBD yang sangat terbatas, dalam penanganan perumahan dan permukiman kumuh, maka pemerintah memutuskan suatu kebijakan untuk melaksanakan penanganan perumahan dan permukiman kumuh melalui kegiatan Neighborhood Upgrading and Shelter Sector Project (NUSSP) dengan menggunakan dana pinjaman dari Asian Development Bank (ADB). Diharapkan melalui peningkatan kapasitas pemerintah dan masyarakat secara sinergis dibidang perumahan dan permukiman dalam NUSSP, maka permasalahan penanganan perumahan dan permukiman kumuh akan lebih cepat untuk diselesaikan. Kegiatan NUSSP menggunakan pendekatan Tridaya. Masyarakat diorganisasikan dalam kelembagaan lokal bermitra dengan pemerintah daerah dan dunia usaha untuk bekerjasama dalam menyediakan sarana, pembiayaan, dan keahlian teknis. Dalam hal ini masyarakat secara kolektif tetap dapat memutuskan sendiri segala sesuatu yang membawa akibat langsung maupun tidak langsung bagi mereka. Pelaksanaan pendekatan Tridaya dalam NUSSP meliputi : • pemberdayaan pemerintah daerah dan masyarakat melalui pengembangan kapasitas dalam bentuk pelatihan dan pendampingan; • pendayagunaan fasilitas lingkungan dengan peningkatan kualitas lingkungan permukiman melalui pengadaan dan perbaikan prasarana dan sarana dasar serta perbaikan rumah tidak layak huni melalui fasilitas kredit mikro perumahan; dan • pemberdayaan ekonomi masyarakat yang dilaksanakan melalui chanelling dengan program lain di bidang Pekerjaan Umum dan berbagai kegiatan yang dilaksanakan di daerah. Melalui NUSSP proses pembangunan akan dimulai pada kelurahan yang memiliki area kumuh sebagai wilayah pusat kegiatan (nuclear spot area). Selanjutnya diperluas pada area lain di kelurahan yang sama dan selanjutnya dapat dikembangkan di seluruh wilayah kota/kabupaten yang bersangkutan. Dalam pelaksanaannya akan dimulai di beberapa lokasi sebagai bagian dari proses belajar (learning by doing) oleh masyarakat dan ISBN : 978-979-127255-0-6 Group Teknik Arsitektur TA6 - 4 Volume 5 : Desember 2011 PROSIDING 20 11© Arsitektur Elektro Geologi Mesin HASIL PENELITIAN FAKULTAS TEKNIK Perkapalan Sipil pemerintah daerah dalam membangun dan mengembangkan kapasitasnya dan sebagai dasar pengalaman untuk memperluas jangkauan penanganan di tahun-tahun selanjutnya. METODA PENELITIAN Penelitian yang dilakukan bersifat kualitatif yang menggambarkan perubahan yang terjadi pada permukiman nelayan Sicini, Desa Arungkeke, Kec. Arungkeke, Kabupaten Jeneponto setelah dilakukan pengembangan permukiman oleh NUSSP. Data primer berhubungan dengan rumah, sarana dan sarana permukiman nelayan yang diperoleh melalui pengamatan langsung di lapangan, wawancara dengan masyarakat setempat dan mengumpulkan informasi dari instansi yang berkompeten. Data sekunder adalah data yang diperoleh dalam bentuk data yang telah tersedia antara lain peta lokasi penelitian, data kependudukan, dan lain-lain. Variabelvariabel penelitian yang akan diteliti, yaitu 1). Rumah: luasan, pencahayaan, penghawaan, suhu udara dan kelembaban; 2) Sarana : sarana pendidikan, sarana kesehatan, Balai karya/Balai desa, keamanan, sarana peribadatan, sarana perdagangan, tempat bermain/olahraga, dermaga, Tempat Pelelangan Ikan (TPI ), tambatan perahu dan 3) Prasarana: prasarana transportasi darat, prasarana air bersih, prasarana pembuangan limbah, prasarana buangan air hujan, prasarana pembuangan sampah, prasarana listrik. HASIL DAN BAHASAN 1. Kampung Nelayan Sicini Kecamatan Arungkeke seluas 29,91 km terdiri dari enam desa pantai dan satu desa non pantai dengan topografi yang beragam. Salah satu desa pantainya yaitu Desa Arungkeke, terdapat Permukiman Nelayan Sicini yang menjadi tempat kegiatan Upgrading Plus NUSSP. Dalam kegiatan ini, Pemerintah Kabupaten Jeneponto telah berperan serta melakukan program pembangunan rumah dan jalan sepanjang 1 km. Kawasan pesisir yang menjadi wilayah kegiatan NUSSP ini terpilih sebagai desa percontohan program bersama antar 5 kementerian, “Pandu Gerbang Kampung” (Program Nasional Terpadu Gerakan Nasional Pemberdayaan Kampung) di Indonesia. Program ini dicanangkan oleh pemerintah pusat, seluruh program dari Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat, Kementerian Pendidikan, Kementerian Kesehatan dan Kementerian Sosial yang disatupadukan menjadi satu program bersama dan sinergis untuk pengentasan kemiskinan di Permukiman nelayan di Kec. Arungkeke. LEGENDA Sekolah Puskesmas Rumah Empang Mesjid Laut Balai pertemuan Pos yandu Tempat penjemuran ikan Gambar 1. Kecamatan Arungkeke, Kab. Jeneponto Sumber: Boegies, 2011 Gambar 2. Situasi Kampung Nelayan Sicini 2. Rumah Awalnya, permukiman Nelayan Sicini hanyak dihuni oleh 28 KK yang hidup dibawah garis kemiskinan. Jika air laut pasang, halaman rumah-rumah nelayan digenangi air. Sebagian besar rumah berdinding gamacca’, beratap seng dan lontar, berlantai bambu, kumuh, tidak memenuhi standar minimal kesehatan: kurang pencahayaan, tak berventilasi udara dan tak memiliki jaringan sanitasi, sekalipun itu hanya MCK. Untuk mendapatkan air bersih, para nelayan harus berjalan kaki sejauh 2 km ke desa tetangga. Perahu-perahu ditambatkan dibawah kolong rumah. Sekarang, rumah panggung para nelayan berjejer dalam blok-blok perumahan di kawasan seluas 3.2 Ha. Jumlah penghuninya pun meningkat menjadi 135 KK. Secara kasat mata terlihat tiang-tiang rumah kayu berdiri tegak Volume 5 : Desember 2011 Group Teknik Arsitektur TA6 - 5 ISBN : 978-979-127255-0-6 Identifikasi Pengembangan Pemukiman Nelayan … Arsitektur Elektro Geologi Mesin Marly Valenti Patandianan & Zenaide Toban Perkapalan Sipil menggantikan rumah para nelayan Sicini yang sebelumnya pantas disebut gubuk. Seluruh rumah dan pagar memiliki cat seragam berwarna kuning dan orange. Rumah berbentuk panggung dibangun dalam dua tahap. Tahap pertama memiliki satu kamar tidur. Rumah yang dibangun pada tahap kedua tidak lagi memiliki kamar, hanya berupa ruang besar tanpa sekat dengan ukuran 6 x 10 meter. Calon penghuni nantinya yang akan membuat petak kamar sesuai kebutuhan mereka. Material kayunya adalah kayu kelas 2 dengan finishing yang tidak begitu bagus. Di bagian depan, belakang, samping kiri dan kanan bangunan terdapat jendela, sehingga pencahayaan alami dapat masuk ke dalam bangunan. Jendela dilengkapi pula dengan ventilasi yang seharusnya dapat mengalirkan udara secara kontinu. Namun karena banyaknya barang-barang ditumpuk di dalam rumah sehingga udara di dalam rumah terasa pengap dan panas. Untuk memiliki rumah tersebut, para penghuni harus merogoh kantongnya minimal tujuh juta rupiah untuk tanah (lima juta rupiah) dan dua juta rupiah untuk ongkos pembangunan. Sedangkan bahan bangunan disediakan secara gratis. Harga yang cukup tinggi membuat para nelayan harus mencari pinjaman uang. Kebanyakan nelayan tersebut meminjam uang kepada para punggawa, rantai utang piutang dengan Punggawa pun semakin panjang. Untuk membayar utangnya, nelayan harus menyetor hasil tangkapan mereka kepada Punggawa tempat mereka meminjam uang. Selain mencari ikan di laut, para nelayan juga melakukan budidaya rumput laut. Dari hasil wawancara, penghasilan dari budidaya rumput laut dapat mencapai satu juta rupiah bahkan lebih untuk sekali panen. Uang tersebut digunakan untuk mencicil utang mereka di punggawa. Sebagian besar nelayan tetap hidup dibawah garis kemiskinan Gambar 3. Kondisi Eksisting Kampung Nelayan Sicini sebelum Pengembangan Sumber: Buletin Cipta Karya, 2010 Gambar 4. Kondisi Eksisting Kampung Nelayan Sicini setelah Pengembangan Sumber: Survey, 2011 3. Prasarana 1) Dermaga Dermaga adalah prasarana utama untuk sebuah permukiman nelayan. Permukiman Nelayan Sicini memiliki dermaga kayu berbentuk T sepanjang 100 meter yang ramai dikunjungi masyarakat di pagi dan sore hari. Di dermaga banyak terparkir perahu dan menjadi tempat nelayan untuk menaikkan dan menurunkan hasil tangkapannya. 2) Tambatan perahu Tidak terdapat tambatan perahu di permukiman nelayan Barombong. Selain di dermaga, Nelayan menambatkan perahunya di sepanjang pantai yang berpasir. Jika air pasang maka perahu akan mengapung, sebaliknya jika air surut maka perahu akan berada di atas pasir. Tidak adanya patok-patok penambatan untuk mengikat perahu menyebabkan perahu seringkali terbawa arus pasang bahkan rawan terjadi pencurian perahu. 3) Tanggul dan pemecah gelombang Di sepanjang pantai, terdapat tanggul yang memisahkan bibir pantai dengan jalan dan halaman rumah-rumah penduduk. Walaupun sudah terdapat tanggul, jika terjadi air pasang atau laut yang berombak, air laut masih menggenangi jalan dan halaman rumah-rumah penduduk. Tanggul juga berfungsi menahan pasir ke arah laut sehingga tidak terjadi pendangkalan laut. Di beberapa titik, tanggul mengalami kerusakan yang cukup parah karena dihantam ombak dan pohon tumbang. Pemecah gelombang (breakwater) belum dibangun di wilayah permukiman nelayan. Tanpa pemecah gelombang, ombak leluasa menerus sampai ke pantai/permukiman nelayan dan menyeret pasir pantai. Kondisi demikian diperparah jika tidak terdapat turap. Hal ini menyebabkan terjadi pendangkalan di sepanjang pantai yang akhirnya membuat nelayan mengalami kesulitan untuk memasuki area permukiman. ISBN : 978-979-127255-0-6 Group Teknik Arsitektur TA6 - 6 Volume 5 : Desember 2011 PROSIDING 20 11© Arsitektur Elektro Geologi Mesin HASIL PENELITIAN FAKULTAS TEKNIK Perkapalan Sipil 4) Jaringan listrik Jaringan listrik di permukiman nelayan Sicini masih belum dirasakan oleh seluruh penduduk. Berdasarkan hasil survey, diketahui bahwa jaringan listrik berfungsi dengan baik dan penduduk banyak memperoleh kemudahan dalam pengadaan meteran ketika awal peresmian permukiman saja. Setelah itu, lambat laun mereka diwajibkan untuk membayar meteran dan iuran listrik. Banyak penduduk yang tidak sanggup, sehingga mereka ada yang tidak lagi menggunakan listrik. 5) Jaringan jalan Kondisi jaringan jalan di permukiman sangat baik. Seluruh jalan terbuat dari paving block dengan lebar sekitar dua meter untuk jalan lingkungan yang menghubungkan rumah-rumah penduduk, sedangkan jalan utama yang menghubungkan permukiman nelayan dengan jalan poros Desa Arungkeke selebar kira-kira empat meter. Kondisi ini memudahkan nelayan untuk membawa hasil tangkapannya ke pusat kota atau pasar yang ada di Kabupaten Jeneponto atau Bantaeng. 6) Jaringan air bersih Air merupakan kebutuhan pokok dan unsur yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia, oleh karena itu penyediaan air bersih yang memenuhi syarat-syarat kesehatan adalah mutlak diperlukan pada suatu wilayah. Awal peresmian permukiman, pemenuhan kebutuhan air bersih bagi masyarakat terlayani dengan baik. Namun setelah bulan-bulan berikutnya, mereka harus membeli air kembali karena jaringan air bersih sudah tidak berjalan lagi. Bak-bak penampungan air yang ada menjadi mubasir dan km/wc umum menjadi hiasan semata dan tidak digunakan lagi karena kekurangan air. Satu-satunya sumber air tawar di permukiman nelayan ini adalah sebuah mata air yang sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu masyarakat mengambil air di desa tetangga terdekat yang jaraknya sekitar 2 km. 7) Drainase Permukiman nelayan Sicini tidak mempunyai sistem pengaliran air hujan dan limbah rumah tangga yang jelas. Air hujan dan limbah RT dibuang ke halaman rumah masing-masing. Penduduk yang rumahnya berada di tepi pantai langsung membuang limbah RT ke pantai. Keadaan ini mengakibatkan sering terjadi genangan air yang pada akhirnya menjadi tempat yang potensial bagi sarang bibit penyakit. 8) Persampahan Pengelolaan persampahan di permukiman nelayan Sicini sudah baik. Di setiap halaman belakang rumah, terdapat lubang-lubang sampah. Setelah penuh, sampah tersebut dikumpul dan dibuang ke kontainer sampah yang tersedia di dekat dermaga. Selanjutnya truk sampah akan mengangkut sampah tersebut dan dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir. Sampah jika tidak ditangani dengan baik akan mengakibatkan pencemaran lingkungan. 4. Sarana 1) Sarana kesehatan Fasilitas kesehatan tidak hanya berfungsi sebagai tempat pengobatan tetapi juga sebagai media atau pelayanan kesehatan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Jenis fasilitas kesehatan yang ada di permukiman nelayan Sicini berupa posyandu sebanyak 1 unit dengan konstruksi bangunan seadanya yang terbuat dari balok, tripleks dan beratap seng. Selain itu terdapat Puskesmas yang baru dibangun, berada di dalam lingkungan permukiman nelayan. 2) Sarana Pendidikan Di permukiman nelayan Sicini baru dibangun sarana pendidikan untuk tingkat Sekolah Dasar. Bangunan ini terdiri dari tiga ruang kelas. Sekolah lain berjarak dua km dari permukiman ini. Tidak terdapat kelompok kelompok bermain atau sekolah setingkat TK di permukiman ini. 3) Sarana Perdagangan Tumbuh dan berkembangnya suatu wilayah ditentukan oleh tingkat pertumbuhan ekonomi wilayah yang bersangkutan, dan tingkat perkembangan ekonomi itu sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satu diantaranya adalah ketersediaan sarana ekonomi untuk melayani kebutuhan penduduk sebagai pelaku kegiatan ekonomi. Jenis fasilitas perekonomian yang ada di permukiman nelayan hanya berupa kios/warung sederhana di dekat dermaga untuk pemenuhan kebutuhan hidup penduduk sehari-hari dan masyarakat luar yang datang menikmati pemandangan laut di pagi dan sore hari. Tidak nampak kegiatan perdagangan yang berhubungan langsung dengan kegiatan nelayan, sehingga segala keperluan yang berhubungan dengan melaut harus keluar dari perkampungan. Dengan melihat kenyataan ini maka dapat dikatakan bahwa sarana perdagangan belum memenuhi standar permukiman nelayan saat ini. Sarana ini berpengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap kemakmuran masyarakat, selain itu juga merupakan wadah bagi penduduk untuk membuka lapangan kerja. 4) Sarana sosial Dalam melakukan pembangunan suatu daerah harus diimbangi pula dengan pembangunan mental, ideologi dan kerohanian untuk mencapai tujuan pembangunan yang sebenarnya yaitu terciptanya manusia Indonesia Volume 5 : Desember 2011 Group Teknik Arsitektur TA6 - 7 ISBN : 978-979-127255-0-6 Identifikasi Pengembangan Pemukiman Nelayan … Arsitektur Elektro Geologi Mesin Marly Valenti Patandianan & Zenaide Toban Perkapalan Sipil seutuhnya. Fasilitas peribadatan yang ada di lingkungan permukiman nelayan saat ini berupa sebuah masjid yang sedang dipugar. Selain beribadah juga terdapat kegiatan-kegiatan didalamnya seperti Taman Pendidikan Al-quran (TPA) dan Majelis Tilawatil Qur’an (MTQ). Sarana sosial lain adalah berupa Balai Pertemuan warga dan ruang-ruang terbuka di sepanjang pantai yang dijadikan penduduk sebagai tempat bercengkerama. 5) Tempat bermain/olahraga Di permukiman ini tidak terdapat ruang khusus untuk tempat bermain atau berolahraga. Anak-anak bermain bebas di halaman, jalan atau ruang terbuka yang ada. Ruang terbuka di sepanjang pantai juga dimanfaatkan penduduk untuk bermain bola atau bermain bulu tangkis. 6) Tempat penjemuran ikan Tempat penjemuran ikan adalah sarana pendukung yang berfungsi untuk memudahkan nelayan mengeringkan atau mengawetkan hasil tangkapan ikan. Tempat penjemuran ikan tersedia di dekat pantai dengan luas sekitar 5x20 meter dan di tanah kosong di antara rumah penduduk. Ada pula penduduk yang memanfaatkan halaman rumahnya untuk menjemur ikan. Menjemur ikan di halaman rumah tentu saja menimbulkan bau yang tidak sedap sehingga membuat penghuni rumah merasa tidak nyaman. 7) Tempat pembuatan jaring Tidak terdapat sarana pembuatan jaring di permukiman nelayan Barombong. Nelayan membeli jaring di pasar di Kab. Jeneponto. Jika jaring rusak, nelayan memperbaikinya di halaman depan atau kolong rumah atau di ruang-ruang terbuka yang ada di sepanjang pantai. 8) Tempat pelelangan ikan Pembangunan TPI pada permukiman nelayan merupakan wujud dari kebijaksanaan pemerintah untuk permukiman nelayan yang lebih representatif. Dari hasil pengamatan ternyata permukiman nelayan Sicini belum dilengkapi dengan tempat pelelangan ikan. Hasil tangkapan nelayan langsung dibeli oleh Punggawa atau Pengumpul. Punggawa/pengumpul memasarkan hasil tangkapannya di tempat pelelangan ikan di Kabupaten Takalar dan di Kab. Bantaeng. 9) Pabrik es Di permukiman nelayan Sicini tidak tersedia fasilitas pabrik atau penjual es balok. Punggawa membeli es dari luar permukiman bahkan es didatangkan dari Kabupaten Bantaeng. SIMPULAN Dari hasil dan pembahasan ditarik simpulan bahwa pengembangan permukiman nelayan oleh Neighborhood Upgrading and Shelter Sector Project (NUSSP) telah berhasil membuat permukiman yang lebih layak huni dengan kelengkapan sarana dan prasarana yang memadai. Namun keberhasilan ini tidak disertai dengan sosialisasi ataupun pendekatan kepada masyarakat untuk menjelaskan pentingnya pemeliharaan prasarana dan sarana yang telah ada. Sangat disayangkan, beberapa jaringan seperti jaringan listrik dan air bersih hanya berjalan normal ketika bulan pertama permukiman Sicini diresmikan. Prasarana yang dibangun oleh NUSSP cukup lengkap, yang belum tersedia hanyalah tambatan perahu, pemecah gelombang dan drainase. Perlu pula peningkatan kualitas dari prasarana yang disediakan, misalnya seperti tanggul di sepanjang pantai banyak yang telah rusak padahal baru saja dibuat. Secara kasat mata terlihat bahwa kerusakan selain karena hantaman ombak dan batang kayu, terlihat pula pondasi tanggul tidak berkualitas bahkan ada yang tidak diberi pondasi sama sekali. Sarana yang berhubungan dengan kegiatan utama nelayan seperti sarana perdagangan dan pabrik es juga belum ada di permukiman nelayan Sicini. Rata-rata sarana yang telah tersedia telah memenuhi standar permukiman nelayan yaitu sarana kesehatan, pendidikan, sarana sosial dan tempat penjemuran ikan. Prasarana dan sarana yang telah ada perlu dijaga dan dipelihara dengan sebaik-baiknya untuk mendukung kegiatan nelayan, meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu diperlukan kerjasama antara pihak NUSSP, pemerintah dan masyarakat dalam menjaga dan memelihara prasarana dan sarana yang telah ada. DAFTAR PUSTAKA [1] Dahuri, Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan secara Terpadu, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 2008 [2] Cipta Karya, Buletin - 09/Tahun VIII/September 2010 [3] Musdaliana, dkk., Perencanaan Permukiman Nelayan (Studi Kasus : Desa Pa’jukukang, Kab. Maros Prov. Sulawesi Selatan), Tugas Perkuliahan Permukiman Nelayan (PWK Unhas), Makassar, 2008 [4] Khadijah, Pangkalan Pendaratan Ikan di Bone Bajoe, Tugas Akhir, 2008 ISBN : 978-979-127255-0-6 Group Teknik Arsitektur TA6 - 8 Volume 5 : Desember 2011