Subsistem Agribisnis Hilir atau Agroindustri

advertisement
LO Buku Bs 2
4/6/10
10:30 AM
Page 137
Bab 2
Subsistem Agribisnis Hilir/Agroindustri:
Membangun Industrialisasi Pertanian Berdaya
Saing
o
o
o
o
Agroindustri Sebagai Penggerak Utama . . . . . . . . . . . . .138
Agroindustri Strategi Industrialisasi Indonesia . . . . . . . .140
Kebijakan dan Strategi Pengembangan Agroindustri . . .142
Industri Hilir Bagian Dari Sistem Agribisnis . . . . . . . . . . .144
Suara Agribisnis
137
LO Buku Bs 2
4/6/10
10:30 AM
Page 138
Bab 2. Subsistem Agribisnis Hilir
Bab 2. Subsistem Agribisnis Hilir
3 – 16 Oktober 2007
Agroindustri Sebagai
Penggerak Utama
“UNTUK MEMODERNISASI SISTEM AGRIBISNIS, agroindustri merupakan
penggerak utama. Agroindustri yang memiliki keterkaitan ke depan dan ke belakang
yang relatif tinggi serta angka pengganda tenaga kerja dan nilai tambah yang juga relatif tinggi menjadi lokomotif yang menggerakkan sistem dan perekonomian secara keseluruhan,” ungkap Prof. Dr. Ir. Bungaran Saragih, M.Ec., Menteri Pertanian periode 2000—2004, saat diwawancarai AGRINA.
Agroindustri seperti apa yang dimaksud?
Dalam memanfaatkan persaingan global, Indonesia perlu mengembangkan agroindustri berbasis tropis (tropical based agroindustry) melalui pengembangan beberapa
kluster agroindustri. Kluster agroindustri yang dimaksud adalah kluster agroindustri
pangan dan pakan (food and feed), serat alam (natural fiber), biofarmasi (obat, pestisida, antibiotika, produk kecantikan), energi nabati (biodiesel, etanol), dan kluster industri floris (tanaman hias). Pada kelima kluster tersebut Indonesia berpeluang besar
untuk unggul secara internasional karena didukung keunggulan komparatif yang tidak
banyak dimiliki negara lain.
Tentu saja, keunggulan bersaing Indonesia pada kluster-kluster agroindustri tersebut
tidak datang dengan sendirinya. Keunggulan bersaing hanya akan kita peroleh melalui kerja keras yang terarah dan konsisten dalam mendayagunakan keunggulan komparatif yang kita miliki menjadi keunggulan bersaing.
Apa yang harus dikembangkan agar kita memiliki keunggulan bersaing?
Untuk membangun keunggulan bersaing Indonesia pada kelima kluster tersebut, kita
memerlukan suatu roadmap pengembangan agroindustri. Roadmap yang dimaksud,
yakni bergerak dari agroindutri yang dihela oleh pemanfaatan sumberdaya alam dan
sumberdaya manusia (SDM) yang belum terampil atau factor-driven, lalu bergerak ke
agroindustri yang dihela pemanfaatan modal dan SDM lebih terampil atau capital-driven, dan kemudian melangkah maju pada agroindustri yang dihela pemanfaatan ilmu
pengetahuan-teknologi dan SDM terampil atau innovation-driven.
Secara agregat agroindustri Indonesia masih berada pada fase awal, antara fase factor-driven dan capital-driven. Hal ini dicirikan antara lain oleh produktivitas dan nilai tambah yang masih relatif rendah. Pada industri serat alam seperti industri pulp dan kertas, masih sangat bergantung kayu hutan alam dan masih sedikit industri yang bahan
bakunya dari kayu hasil budidaya. Pada industri minyak sawit, sebagian besar dari industri yang ada masih menghasilkan CPO sebagai produk utamanya. Padahal ratusan
jenis produk turunan CPO yang dapat dihasilkan dari industri ini baik produk oleoki-
138
Suara Agribisnis
mia maupun oleopangan.
Agroindustri yang masih pada fase factor-driven dan capital-driven ini juga terkait
dengan sektor penghasil bahan baku, yakni sektor pertanian yang sebagian besar
masih pada fase factor-driven. Secara keseluruhan, produksi agregat pertanian sebagian besar masih bersumber dari perluasan areal pertanian dan masih sedikit disumbang
oleh produktivitas.
Karena itu hal mendesak yang kita lakukan adalah meningkatkan produktivitas pertanian melalui pemanfaatan barang-barang modal dan peningkatan SDM. Sedangkan
pada agroindustri, yang mendesak dilakukan adalah pendalaman industri sehingga nilai
tambah yang dinikmati Indonesia lebih besar.
Bagaimana selanjutnya?
Bila kita berhasil dalam memajukan agroindustri dari factor-driven ke capital driven
serta pendalaman industri, maka tahap berikutnya adalah mendorong agroindustri
memasuki fase innovation-driven. Pada fase ini produk utama agroindustri akan didominasi produk-produk bernilai tambah tinggi, barang-barang modal bermuatan padat
teknologi, hak paten atau royalti, produk-produk bioteknologi tinggi, dan lainnya.
Untuk mendukung agroindustri pada fase innovation-driven ini, peranan lembaga
penelitian sangat penting. Lembaga penelitian yang ada di Indonesia saat ini sebetulnya sudah siap mendukung agroindustri fase innovation-driven. Lembaga penelitian
milik pemerintah maupun perguruan tinggi banyak yang sudah memiliki SDM peneliti kelas dunia. Namun karena agroindustri kita belum banyak yang memanfaatkannya, penelitian-penelitian yang dihasilkan lembaga penelitian tersebut berhenti pada
tahap invention. Masih sedikit yang berhasil mengubah invention menjadi inovasi bisnis.
Bila roadmap pengembangan agroindustri yang demikian dapat kita lakukan secara
konsisten, Indonesia berkesempatan unggul pada kelima kluster agroindustri tersebut.
Pada kluster industri energi nabati misalnya, Indonesia berkesempatan menjadi salah
satu produsen energi nabati terbesar di dunia. Selain itu, bila pengembangan agroindustri yang demikian berhasil dilakukan, akan menarik sektor atau industri lainnya
sehingga industrialisasi kita dapat diperluas ke industri-industri lain.***
Suara Agribisnis
139
LO Buku Bs 2
4/6/10
10:30 AM
Page 138
Bab 2. Subsistem Agribisnis Hilir
Bab 2. Subsistem Agribisnis Hilir
3 – 16 Oktober 2007
Agroindustri Sebagai
Penggerak Utama
“UNTUK MEMODERNISASI SISTEM AGRIBISNIS, agroindustri merupakan
penggerak utama. Agroindustri yang memiliki keterkaitan ke depan dan ke belakang
yang relatif tinggi serta angka pengganda tenaga kerja dan nilai tambah yang juga relatif tinggi menjadi lokomotif yang menggerakkan sistem dan perekonomian secara keseluruhan,” ungkap Prof. Dr. Ir. Bungaran Saragih, M.Ec., Menteri Pertanian periode 2000—2004, saat diwawancarai AGRINA.
Agroindustri seperti apa yang dimaksud?
Dalam memanfaatkan persaingan global, Indonesia perlu mengembangkan agroindustri berbasis tropis (tropical based agroindustry) melalui pengembangan beberapa
kluster agroindustri. Kluster agroindustri yang dimaksud adalah kluster agroindustri
pangan dan pakan (food and feed), serat alam (natural fiber), biofarmasi (obat, pestisida, antibiotika, produk kecantikan), energi nabati (biodiesel, etanol), dan kluster industri floris (tanaman hias). Pada kelima kluster tersebut Indonesia berpeluang besar
untuk unggul secara internasional karena didukung keunggulan komparatif yang tidak
banyak dimiliki negara lain.
Tentu saja, keunggulan bersaing Indonesia pada kluster-kluster agroindustri tersebut
tidak datang dengan sendirinya. Keunggulan bersaing hanya akan kita peroleh melalui kerja keras yang terarah dan konsisten dalam mendayagunakan keunggulan komparatif yang kita miliki menjadi keunggulan bersaing.
Apa yang harus dikembangkan agar kita memiliki keunggulan bersaing?
Untuk membangun keunggulan bersaing Indonesia pada kelima kluster tersebut, kita
memerlukan suatu roadmap pengembangan agroindustri. Roadmap yang dimaksud,
yakni bergerak dari agroindutri yang dihela oleh pemanfaatan sumberdaya alam dan
sumberdaya manusia (SDM) yang belum terampil atau factor-driven, lalu bergerak ke
agroindustri yang dihela pemanfaatan modal dan SDM lebih terampil atau capital-driven, dan kemudian melangkah maju pada agroindustri yang dihela pemanfaatan ilmu
pengetahuan-teknologi dan SDM terampil atau innovation-driven.
Secara agregat agroindustri Indonesia masih berada pada fase awal, antara fase factor-driven dan capital-driven. Hal ini dicirikan antara lain oleh produktivitas dan nilai tambah yang masih relatif rendah. Pada industri serat alam seperti industri pulp dan kertas, masih sangat bergantung kayu hutan alam dan masih sedikit industri yang bahan
bakunya dari kayu hasil budidaya. Pada industri minyak sawit, sebagian besar dari industri yang ada masih menghasilkan CPO sebagai produk utamanya. Padahal ratusan
jenis produk turunan CPO yang dapat dihasilkan dari industri ini baik produk oleoki-
138
Suara Agribisnis
mia maupun oleopangan.
Agroindustri yang masih pada fase factor-driven dan capital-driven ini juga terkait
dengan sektor penghasil bahan baku, yakni sektor pertanian yang sebagian besar
masih pada fase factor-driven. Secara keseluruhan, produksi agregat pertanian sebagian besar masih bersumber dari perluasan areal pertanian dan masih sedikit disumbang
oleh produktivitas.
Karena itu hal mendesak yang kita lakukan adalah meningkatkan produktivitas pertanian melalui pemanfaatan barang-barang modal dan peningkatan SDM. Sedangkan
pada agroindustri, yang mendesak dilakukan adalah pendalaman industri sehingga nilai
tambah yang dinikmati Indonesia lebih besar.
Bagaimana selanjutnya?
Bila kita berhasil dalam memajukan agroindustri dari factor-driven ke capital driven
serta pendalaman industri, maka tahap berikutnya adalah mendorong agroindustri
memasuki fase innovation-driven. Pada fase ini produk utama agroindustri akan didominasi produk-produk bernilai tambah tinggi, barang-barang modal bermuatan padat
teknologi, hak paten atau royalti, produk-produk bioteknologi tinggi, dan lainnya.
Untuk mendukung agroindustri pada fase innovation-driven ini, peranan lembaga
penelitian sangat penting. Lembaga penelitian yang ada di Indonesia saat ini sebetulnya sudah siap mendukung agroindustri fase innovation-driven. Lembaga penelitian
milik pemerintah maupun perguruan tinggi banyak yang sudah memiliki SDM peneliti kelas dunia. Namun karena agroindustri kita belum banyak yang memanfaatkannya, penelitian-penelitian yang dihasilkan lembaga penelitian tersebut berhenti pada
tahap invention. Masih sedikit yang berhasil mengubah invention menjadi inovasi bisnis.
Bila roadmap pengembangan agroindustri yang demikian dapat kita lakukan secara
konsisten, Indonesia berkesempatan unggul pada kelima kluster agroindustri tersebut.
Pada kluster industri energi nabati misalnya, Indonesia berkesempatan menjadi salah
satu produsen energi nabati terbesar di dunia. Selain itu, bila pengembangan agroindustri yang demikian berhasil dilakukan, akan menarik sektor atau industri lainnya
sehingga industrialisasi kita dapat diperluas ke industri-industri lain.***
Suara Agribisnis
139
LO Buku Bs 2
4/6/10
10:30 AM
Page 140
Bab 2. Subsistem Agribisnis Hilir
Bab 2. Subsistem Agribisnis Hilir
14 – 27 Juni 2006
Agroindustri Strategi
Industrialisasi Indonesia
“DENGAN KONDISI EKONOMI INDONESIA SAAT INI yang menghadapi
kesulitan pembiayaan pembangunan, kita perlu melakukan penajaman strategi pembangunan ekonomi ke depan,” ungkap Prof. Dr. Ir. Bungaran Saragih, M.Ec., Menteri Pertanian periode 2000— 2004 saat diwawancarai AGRINA.
Strategi pembangunan ekonomi seperti apa?
Strategi pembangunan yang dipilih hendaklah memenuhi empat persyaratan utama.
Pertama, mampu menyelesaikan masalah yang luas, relatif cepat, dan efektif. Kedua, tidak mengandalkan pinjaman luar negeri dan boros devisa, malah perlu diusahakan sebaliknya. Ketiga, akomodatif terhadap sumberdaya yang kita miliki terutama kualitas
sumberdaya manusia (SDM). Keempat, secara keseluruhan dapat memperkuat fundamental ekonomi dan membangun kemampuan bersaing Indonesia dalam globalisasi.
Memang tidak banyak pilihan bagi kita saat ini. Pilihan yang paling realistis dan rasional adalah proses industrialisasi dimulai dari memodernisasi sistem agribisnis dengan
menempatkan agroindustri sebagai penggerak utama. Sistem agribisnis tersebut merupakan suatu cluster industri yang mencakup sektor pertanian, industri hulu, dan hilir
pertanian (agroindustri), sektor perdagangan input dan hasil pertanian, serta sektorsektor jasa yang terkait langsung.
Mengapa terlalu yakin dengan sistem agribisnis?
Selain penyerap tenaga kerja terbesar, sistem agribisnis merupakan sebagian besar
dunia usaha di Indonesia mulai dari usaha mikro, rumah tangga, kecil-menengah,
koperasi, dan usaha korporasi. Saat ini sistem agribisnis masih merupakan sektor ekonomi yang akomodatif terhadap keragaman kemampuan tenaga kerja dan enterpreneurship rakyat Indonesia.
Sistem agribisnis juga penyumbang terbesar (sekitar 50%) dalam Produk Domestik Bruto (PDB). Kontribusi sektor pertanian dalam PDB memang sudah relatif kecil, sekitar
16%. Namun kontribusi agroindustri dan perdagangan hasil pertanian masih cukup besar.
Selain itu, sistem agribisnis juga penyumbang ekspor nasional yang cukup besar. Sekitar 50% dari ekspor total Indonesia adalah produk agribisnis. Ekspor hasil pertanian primer memang sudah jauh menurun, hanya sekitar 2%, dari total ekspor nasional. Namun
ekspor produk agribisnis (olahan) makin membesar. Sekitar 70% dari ekspor agribisnis adalah produk agroindustri. Karena itu proses industrialisasi harus kita mulai dari
sistem agribisnis, baru kemudian melangkah atau diperluas ke industri lain.
Bagaimana caranya?
Untuk memodernisasi sistem agribisnis, agroindustri merupakan penggerak utama.
140
Suara Agribisnis
Dalam memanfaatkan persaingan global, Indonesia perlu mengembangkan agroindustri berbasis tropis melalui pengembangan beberapa cluster agroindustri. Klaster agroindustri itu adalah pangan dan pakan (food and feed), serat alam (natural fiber), biofarmasi (obat-obatan, pestisida, antibiotika, produk kecantikan), energi nabati (biodiesel,
etanol), dan floris. Pada kelima cluster tersebut Indonesia berpeluang besar untuk unggul secara internasional karena didukung keunggulan komparatif dan tidak banyak
negara lain memilikinya.
Untuk membangun daya saing kelima klaster agroindustri tersebut, kita memerlukan road map pengembangan agroindustri. Road map itu bergerak dari agroindustri
yang dihela pemanfaatan SDA dan SDM belum terampil (natural resources and unskill
labor based) atau factor driven. Lalu bergerak pada agroindustri yang dihela pemanfaatan modal dan SDM lebih terampil (capital and semi-skill labor based) atau capital-driven, dan kemudian melangkah maju ke agroindustri yang dihela pemanfaatan ilmu
pengetahuan-teknologi dan SDM terampil (knowledge and skilled labor based) atau innovation-driven.
Agroindustri Indonesia masih berada di antara fase factor-driven dan capital-driven
dengan ciri produktivitas dan nilai tambah yang relatif rendah. Hal yang mendesak kita
lakukan adalah meningkatkan produktivitas pertanian melalui pemanfaatan barang-barang modal dan peningkatan SDM. Pada agroindustri, yang mendesak dilakukan adalah
pendalaman industri sehingga Indonesia menikmati nilai tambah yang lebih besar.
Bila kita berhasil dalam memajukan agroindustri dari factor-driven ke capital-driven
serta pendalaman industri, tahap berikutnya mendorong agroindustri memasuki fase
innovation-driven. Pada fase ini produk utama agroindustri akan didominasi produk-produk bernilai tambah tinggi, barang-barang modal bermuatan padat teknologi, hak paten, dan produk bioteknologi.
Kebijakan apa yang perlu dilakukan?
Pengembangan agroindustri mulai dari factor-driven ke fase capital-driven, dan pada
innovation-driven memerlukan kebijakan dasar yang mengawal road map pengembangan agroindustri untuk tetap berada pada jalur dan laju yang diharapkan. Kebijakan dasar itu kombinasi proteksi dan promosi melalui kebijakan fiskal maupun moneter. Kebijakan ini dirancang dengan jangkauan jauh ke depan, misalnya 25 tahun,
dengan time schedule yang jelas.
Sekarang ini agroindustri kita memerlukan tingkat promosi dan proteksi yang relatif
tinggi untuk memberikan iklim kondusif bagi perkembangan agroindustri khususnya
dan sistem agribisnis domestik pada umumnya. Tingkat proteksi dan promosi yang
diperlukan berbeda-beda untuk masing-masing klaßster agroindustri sesuai kondisinya.
Tingkat proteksi dan promosi relatif tinggi yang diberikan dalam waktu terlalu lama
juga tidak produktif. Karena itu penurunan tingkatannya harus dilakukan secara bertahap sesuai peningkatan daya saing, sehingga pada 25 tahun kemudian tingkat proteksi sudah berada pada taraf yang minimal. Sampai akhirnya agroindustri kita mencapai daya saing tinggi dan siap bersaing secara internasional.***
Suara Agribisnis
141
LO Buku Bs 2
4/6/10
10:30 AM
Page 140
Bab 2. Subsistem Agribisnis Hilir
Bab 2. Subsistem Agribisnis Hilir
14 – 27 Juni 2006
Agroindustri Strategi
Industrialisasi Indonesia
“DENGAN KONDISI EKONOMI INDONESIA SAAT INI yang menghadapi
kesulitan pembiayaan pembangunan, kita perlu melakukan penajaman strategi pembangunan ekonomi ke depan,” ungkap Prof. Dr. Ir. Bungaran Saragih, M.Ec., Menteri Pertanian periode 2000— 2004 saat diwawancarai AGRINA.
Strategi pembangunan ekonomi seperti apa?
Strategi pembangunan yang dipilih hendaklah memenuhi empat persyaratan utama.
Pertama, mampu menyelesaikan masalah yang luas, relatif cepat, dan efektif. Kedua, tidak mengandalkan pinjaman luar negeri dan boros devisa, malah perlu diusahakan sebaliknya. Ketiga, akomodatif terhadap sumberdaya yang kita miliki terutama kualitas
sumberdaya manusia (SDM). Keempat, secara keseluruhan dapat memperkuat fundamental ekonomi dan membangun kemampuan bersaing Indonesia dalam globalisasi.
Memang tidak banyak pilihan bagi kita saat ini. Pilihan yang paling realistis dan rasional adalah proses industrialisasi dimulai dari memodernisasi sistem agribisnis dengan
menempatkan agroindustri sebagai penggerak utama. Sistem agribisnis tersebut merupakan suatu cluster industri yang mencakup sektor pertanian, industri hulu, dan hilir
pertanian (agroindustri), sektor perdagangan input dan hasil pertanian, serta sektorsektor jasa yang terkait langsung.
Mengapa terlalu yakin dengan sistem agribisnis?
Selain penyerap tenaga kerja terbesar, sistem agribisnis merupakan sebagian besar
dunia usaha di Indonesia mulai dari usaha mikro, rumah tangga, kecil-menengah,
koperasi, dan usaha korporasi. Saat ini sistem agribisnis masih merupakan sektor ekonomi yang akomodatif terhadap keragaman kemampuan tenaga kerja dan enterpreneurship rakyat Indonesia.
Sistem agribisnis juga penyumbang terbesar (sekitar 50%) dalam Produk Domestik Bruto (PDB). Kontribusi sektor pertanian dalam PDB memang sudah relatif kecil, sekitar
16%. Namun kontribusi agroindustri dan perdagangan hasil pertanian masih cukup besar.
Selain itu, sistem agribisnis juga penyumbang ekspor nasional yang cukup besar. Sekitar 50% dari ekspor total Indonesia adalah produk agribisnis. Ekspor hasil pertanian primer memang sudah jauh menurun, hanya sekitar 2%, dari total ekspor nasional. Namun
ekspor produk agribisnis (olahan) makin membesar. Sekitar 70% dari ekspor agribisnis adalah produk agroindustri. Karena itu proses industrialisasi harus kita mulai dari
sistem agribisnis, baru kemudian melangkah atau diperluas ke industri lain.
Bagaimana caranya?
Untuk memodernisasi sistem agribisnis, agroindustri merupakan penggerak utama.
140
Suara Agribisnis
Dalam memanfaatkan persaingan global, Indonesia perlu mengembangkan agroindustri berbasis tropis melalui pengembangan beberapa cluster agroindustri. Klaster agroindustri itu adalah pangan dan pakan (food and feed), serat alam (natural fiber), biofarmasi (obat-obatan, pestisida, antibiotika, produk kecantikan), energi nabati (biodiesel,
etanol), dan floris. Pada kelima cluster tersebut Indonesia berpeluang besar untuk unggul secara internasional karena didukung keunggulan komparatif dan tidak banyak
negara lain memilikinya.
Untuk membangun daya saing kelima klaster agroindustri tersebut, kita memerlukan road map pengembangan agroindustri. Road map itu bergerak dari agroindustri
yang dihela pemanfaatan SDA dan SDM belum terampil (natural resources and unskill
labor based) atau factor driven. Lalu bergerak pada agroindustri yang dihela pemanfaatan modal dan SDM lebih terampil (capital and semi-skill labor based) atau capital-driven, dan kemudian melangkah maju ke agroindustri yang dihela pemanfaatan ilmu
pengetahuan-teknologi dan SDM terampil (knowledge and skilled labor based) atau innovation-driven.
Agroindustri Indonesia masih berada di antara fase factor-driven dan capital-driven
dengan ciri produktivitas dan nilai tambah yang relatif rendah. Hal yang mendesak kita
lakukan adalah meningkatkan produktivitas pertanian melalui pemanfaatan barang-barang modal dan peningkatan SDM. Pada agroindustri, yang mendesak dilakukan adalah
pendalaman industri sehingga Indonesia menikmati nilai tambah yang lebih besar.
Bila kita berhasil dalam memajukan agroindustri dari factor-driven ke capital-driven
serta pendalaman industri, tahap berikutnya mendorong agroindustri memasuki fase
innovation-driven. Pada fase ini produk utama agroindustri akan didominasi produk-produk bernilai tambah tinggi, barang-barang modal bermuatan padat teknologi, hak paten, dan produk bioteknologi.
Kebijakan apa yang perlu dilakukan?
Pengembangan agroindustri mulai dari factor-driven ke fase capital-driven, dan pada
innovation-driven memerlukan kebijakan dasar yang mengawal road map pengembangan agroindustri untuk tetap berada pada jalur dan laju yang diharapkan. Kebijakan dasar itu kombinasi proteksi dan promosi melalui kebijakan fiskal maupun moneter. Kebijakan ini dirancang dengan jangkauan jauh ke depan, misalnya 25 tahun,
dengan time schedule yang jelas.
Sekarang ini agroindustri kita memerlukan tingkat promosi dan proteksi yang relatif
tinggi untuk memberikan iklim kondusif bagi perkembangan agroindustri khususnya
dan sistem agribisnis domestik pada umumnya. Tingkat proteksi dan promosi yang
diperlukan berbeda-beda untuk masing-masing klaßster agroindustri sesuai kondisinya.
Tingkat proteksi dan promosi relatif tinggi yang diberikan dalam waktu terlalu lama
juga tidak produktif. Karena itu penurunan tingkatannya harus dilakukan secara bertahap sesuai peningkatan daya saing, sehingga pada 25 tahun kemudian tingkat proteksi sudah berada pada taraf yang minimal. Sampai akhirnya agroindustri kita mencapai daya saing tinggi dan siap bersaing secara internasional.***
Suara Agribisnis
141
LO Buku Bs 2
4/6/10
10:30 AM
Page 142
Bab 2. Subsistem Agribisnis Hilir
Bab 2. Subsistem Agribisnis Hilir
31 Oktober – 13 Nopember 2007
Kebijakan dan Strategi
Pengembangan Agroindustri
“Sekalipun kita memiliki keunggulan dalam agroindustri, khususnya agroindustri tropis, kita tetap memerlukan kebijakan dan strategi jangka panjang sehingga laju perkembangan agroindustri sesuai dengan yang diharapkan,” ungkap Prof. Dr. Ir. Bungaran
Saragih, M.Ec., Menteri Pertanian periode 2000 – 2004, saat diwawancarai AGRINA.
Mengenai keunggulan agroindustri Indonesia dalam persaingan global telah diungkapkan pada Tabloid AGRINA Vol. III No. 63. Namun kebijakan seperti apa yang dibutuhkan agroindustri Indonesia?
Pengembangan agroindustri mulai dari fase factor-driven, capital-driven, hingga pada
fase innovation-driven memerlukan kebijakan dasar. Kebijakan ini yang akan mengawal
roadmap pengembangan agroindustri untuk tetap berada pada jalur dan laju yang diharapkan. Kebijakan dasar yang dimaksud adalah kebijakan kombinasi proteksi dan promosi (protection and promotion policy) baik melalui kebijakan fiskal maupun moneter.
Sedikit mengulang tentang roadmap yang dimaksud, yakni bergerak dari agroindustri yang dihela oleh pemanfaatan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia (SDM)
yang belum terampil atau factor-driven, lalu bergerak pada agroindustri yang dihela oleh
pemanfaatan modal dan SDM lebih terampil atau capital-driven, dan kemudian melangkah maju pada agroindustri yang dihela pemanfaatan ilmu pengetahuan-teknologi dan
SDM terampil atau innovation-driven. Secara agregat agroindustri Indonesia masih
berada pada fase awal, antara fase factor-driven dan capital-driven. Hal ini dicirikan antara lain oleh produktivitas dan nilai tambah yang masih relatif rendah.
Berapa lama kebijakan tersebut perlu diterapkan?
Untuk mempercepat pengembangan agroindustri Indonesia ke depan, kita perlu
merancang kebijakan promosi dan proteksi dengan jangkauan jauh ke depan. Misalnya sampai 25 tahun ke depan, dengan time schedule yang jelas. Jika kebijakan hanya
jangka pendek niscaya hasil yang diharapkan tidak dapat dicapai dengan baik.
Kebijakan proteksi dan promosi seperti apa yang Profesor maksudkan?
Pada saat ini agroindustri kita memerlukan tingkat promosi dan proteksi relatif tinggi untuk memberikan iklim yang kondusif bagi perkembangan agroindustri khususnya dan sistem agribisnis domestik pada umumnya. Tentu saja tingkat proteksi dan promosi yang diperlukan berbeda-beda untuk masing-masing kluster agroindustri sesuai
kondisinya.
Tingkat proteksi dan promosi yang relatif tinggi dan diberikan dalam waktu yang terlalu lama, juga tidak produktif. Oleh karena itu penurunan tingkat proteksi dan promosi harus dilakukan secara bertahap sesuai peningkatan daya saing agroindustri bersang-
142
Suara Agribisnis
kutan. Sehingga pada 25 tahun kemudian tingkat proteksi sudah berada pada taraf yang
minimal. Dan agroindustri kita sudah memiliki daya saing tinggi dan siap bersaing secara internasional.
Selain kebijakan, dalam pengembangan agroindustri di Indonesia tentunya diperlukan
juga strategi yang tepat. Strategi global ekonomi seperti yang dibutuhkan agroindustri?
Strategi industrialisasi Indonesia yang menempatkan sistem dan usaha agribisnis
sebagai strategi utama. Strategi tersebut secara inheren akan lebih mudah menyelesaikan berbagai masalah pembangunan ekonomi yang sedang kita hadapi saat ini. Dengan
mempercepat pertumbuhan sistem dan usaha agribisnis akan menarik pertumbuhan
sektor-sektor ekonomi yang lain.
Pada sistem agribisnis yang di dalamnya menyangkut ekonomi sebagian besar rakyat Indonesia, pertumbuhan sistem agribisnis akan memudahkan kita untuk meningkatkan pendapatan rakyat, mengatasi pengangguran dan kemiskinan, serta memacu
perekonomian daerah. Selain itu, pengembangan sistem agribisnis secara konsisten
menghasilkan surplus devisa (net-export) yang cukup besar dan akan sangat membantu dalam pembayaran utang luar negeri dan membiayai impor.
Apalagi yang dapat diharapkan dari pengembangan sistem agribisnis yang digerakkan
oleh agroindustri tersebut?
Selain memudahkan kita menyelesaikan masalah pembangunan ekonomi yang mendesak, pengembangan sistem agribisnis yang digerakkan oleh agroindustri akan mampu membangun fundamental ekonomi Indonesia dalam jangka panjang. Perekonomian yang ditopang oleh industri domestik yang kuat dan sumberdaya manusia (SDM)
pelaku ekonomi yang kreatif merupakan fundamental ekonomi yang kokoh.
Dalam persaingan global, Indonesia tidak mungkin unggul pada semua industri. Oleh
karena itu kita perlu memusatkan perhatian pada pengembangan industri-industri yang
berpeluang besar Indonesia dapat unggul, yakni agroindustri berbasis tropis (tropical
based agroindustry) melalui pengembangan beberapa kluster agroindustri. Kluster agroindustri yang dimaksud adalah kluster agroindustri pangan dan pakan (food and feed),
serat alam (natural fiber), biofarmasi (obat, pestisida, antibiotika, produk kecantikan),
energi nabati (biodiesel, etanol), dan kluster industri floris (tanaman hias). Pada kelima
kluster tersebut Indonesia berpeluang besar untuk unggul secara internasional karena didukung keunggulan komparatif yang kita miliki dan tidak banyak negara lain yang
memilikinya.***
Suara Agribisnis
143
LO Buku Bs 2
4/6/10
10:30 AM
Page 142
Bab 2. Subsistem Agribisnis Hilir
Bab 2. Subsistem Agribisnis Hilir
31 Oktober – 13 Nopember 2007
Kebijakan dan Strategi
Pengembangan Agroindustri
“Sekalipun kita memiliki keunggulan dalam agroindustri, khususnya agroindustri tropis, kita tetap memerlukan kebijakan dan strategi jangka panjang sehingga laju perkembangan agroindustri sesuai dengan yang diharapkan,” ungkap Prof. Dr. Ir. Bungaran
Saragih, M.Ec., Menteri Pertanian periode 2000 – 2004, saat diwawancarai AGRINA.
Mengenai keunggulan agroindustri Indonesia dalam persaingan global telah diungkapkan pada Tabloid AGRINA Vol. III No. 63. Namun kebijakan seperti apa yang dibutuhkan agroindustri Indonesia?
Pengembangan agroindustri mulai dari fase factor-driven, capital-driven, hingga pada
fase innovation-driven memerlukan kebijakan dasar. Kebijakan ini yang akan mengawal
roadmap pengembangan agroindustri untuk tetap berada pada jalur dan laju yang diharapkan. Kebijakan dasar yang dimaksud adalah kebijakan kombinasi proteksi dan promosi (protection and promotion policy) baik melalui kebijakan fiskal maupun moneter.
Sedikit mengulang tentang roadmap yang dimaksud, yakni bergerak dari agroindustri yang dihela oleh pemanfaatan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia (SDM)
yang belum terampil atau factor-driven, lalu bergerak pada agroindustri yang dihela oleh
pemanfaatan modal dan SDM lebih terampil atau capital-driven, dan kemudian melangkah maju pada agroindustri yang dihela pemanfaatan ilmu pengetahuan-teknologi dan
SDM terampil atau innovation-driven. Secara agregat agroindustri Indonesia masih
berada pada fase awal, antara fase factor-driven dan capital-driven. Hal ini dicirikan antara lain oleh produktivitas dan nilai tambah yang masih relatif rendah.
Berapa lama kebijakan tersebut perlu diterapkan?
Untuk mempercepat pengembangan agroindustri Indonesia ke depan, kita perlu
merancang kebijakan promosi dan proteksi dengan jangkauan jauh ke depan. Misalnya sampai 25 tahun ke depan, dengan time schedule yang jelas. Jika kebijakan hanya
jangka pendek niscaya hasil yang diharapkan tidak dapat dicapai dengan baik.
Kebijakan proteksi dan promosi seperti apa yang Profesor maksudkan?
Pada saat ini agroindustri kita memerlukan tingkat promosi dan proteksi relatif tinggi untuk memberikan iklim yang kondusif bagi perkembangan agroindustri khususnya dan sistem agribisnis domestik pada umumnya. Tentu saja tingkat proteksi dan promosi yang diperlukan berbeda-beda untuk masing-masing kluster agroindustri sesuai
kondisinya.
Tingkat proteksi dan promosi yang relatif tinggi dan diberikan dalam waktu yang terlalu lama, juga tidak produktif. Oleh karena itu penurunan tingkat proteksi dan promosi harus dilakukan secara bertahap sesuai peningkatan daya saing agroindustri bersang-
142
Suara Agribisnis
kutan. Sehingga pada 25 tahun kemudian tingkat proteksi sudah berada pada taraf yang
minimal. Dan agroindustri kita sudah memiliki daya saing tinggi dan siap bersaing secara internasional.
Selain kebijakan, dalam pengembangan agroindustri di Indonesia tentunya diperlukan
juga strategi yang tepat. Strategi global ekonomi seperti yang dibutuhkan agroindustri?
Strategi industrialisasi Indonesia yang menempatkan sistem dan usaha agribisnis
sebagai strategi utama. Strategi tersebut secara inheren akan lebih mudah menyelesaikan berbagai masalah pembangunan ekonomi yang sedang kita hadapi saat ini. Dengan
mempercepat pertumbuhan sistem dan usaha agribisnis akan menarik pertumbuhan
sektor-sektor ekonomi yang lain.
Pada sistem agribisnis yang di dalamnya menyangkut ekonomi sebagian besar rakyat Indonesia, pertumbuhan sistem agribisnis akan memudahkan kita untuk meningkatkan pendapatan rakyat, mengatasi pengangguran dan kemiskinan, serta memacu
perekonomian daerah. Selain itu, pengembangan sistem agribisnis secara konsisten
menghasilkan surplus devisa (net-export) yang cukup besar dan akan sangat membantu dalam pembayaran utang luar negeri dan membiayai impor.
Apalagi yang dapat diharapkan dari pengembangan sistem agribisnis yang digerakkan
oleh agroindustri tersebut?
Selain memudahkan kita menyelesaikan masalah pembangunan ekonomi yang mendesak, pengembangan sistem agribisnis yang digerakkan oleh agroindustri akan mampu membangun fundamental ekonomi Indonesia dalam jangka panjang. Perekonomian yang ditopang oleh industri domestik yang kuat dan sumberdaya manusia (SDM)
pelaku ekonomi yang kreatif merupakan fundamental ekonomi yang kokoh.
Dalam persaingan global, Indonesia tidak mungkin unggul pada semua industri. Oleh
karena itu kita perlu memusatkan perhatian pada pengembangan industri-industri yang
berpeluang besar Indonesia dapat unggul, yakni agroindustri berbasis tropis (tropical
based agroindustry) melalui pengembangan beberapa kluster agroindustri. Kluster agroindustri yang dimaksud adalah kluster agroindustri pangan dan pakan (food and feed),
serat alam (natural fiber), biofarmasi (obat, pestisida, antibiotika, produk kecantikan),
energi nabati (biodiesel, etanol), dan kluster industri floris (tanaman hias). Pada kelima
kluster tersebut Indonesia berpeluang besar untuk unggul secara internasional karena didukung keunggulan komparatif yang kita miliki dan tidak banyak negara lain yang
memilikinya.***
Suara Agribisnis
143
LO Buku Bs 2
4/6/10
10:30 AM
Page 144
Bab 2. Subsistem Agribisnis Hilir
Bab 2. Subsistem Agribisnis Hilir
8 – 21 Maret 2006
Industri Hilir Bagian dari
Sistem Agribisnis
“MENINGKATKAN PENANGANAN PASCAPANEN HASIL PERTANIAN INI
MENARIK. Baik untuk meningkatkan nilai tambah produk on farm maupun meningkatkan daya saing produk itu sendiri,“ ungkap Prof. Dr. Ir. Bungaran Saragih, M.Ec.,
Menteri Pertanian periode 2000 – 2004, saat diwawancarai AGRINA.
Sejauh mana pentingnya penanganan pascapanen tersebut?
Kegiatan pascapanen merupakan downstream industry yang mempunyai multiplier
income sangat tinggi. Bahkan di antara industri barangkali sekarang ini industri hilir
pertanian merupakan yang paling besar multiplier effect-nya. Sepertinya, kalau downstream industry atau pascapanen ini berkembang, maka dia mempunyai daya dorong ke
depan, daya tarik ke belakang, serta daya dorong dan tarik ke samping yang sangat
besar.
Jadi, kalau kita bisa tingkatkan pascapanen atau industri hilir itu, maka bukan dia saja
yang berkembang tapi semua yang berkaitan dengannya akan berkembang. Sekarang
ini kalau Indonesia mengharapkan pertumbuhan ekonomi yang lebih besar, maka
jangan jauh-jauh, kembangkan saja pascapanen atau industri hilir pertanian. Dunia
industri jangan menganggap enteng bidang ini karena ini adalah kekuatan kita dan
harapan kita.
Apakah selama ini pascapanen diabaikan?
Banyak ahli pertanian dan ekonom menganggap enteng terhadap pascapanen. Oleh
karena itu, saat saya Menteri Pertanian kita bentuk Direktorat Jenderal Pengolahan dan
Pemasaran Hasil Pertanian. Tujuan kita mau membantu perindustrian untuk mengembangkannya karena kita tahu ini sangat penting. Tapi kita gregetan begitu di Departemen Perindustrian dan Perdagangan, bidang ini menjadi anak kelas dua. Sekarang
mudah-mudahan bisa menjadi kelas satu. Ini bukan kepentingan perindustrian dan pertanian saja tapi juga kepentingan perekonomian secara keseluruhan.
Mengatakannya memang mudah tapi pengetahuan, pengalaman, dan pengenalan
kita mengenai seluk-beluk pascapanen dan agroindustri ini belum cukup untuk membuat kebijakan yang relevan guna membantu dan mengembangkannya sehingga bisnis bisa bergerak di bidang itu. Menurut saya, semua itu belum down to earth, atau to
based on the reality of the problem on the condition of our industry.
Kenapa belum down to earth?
Masalahnya, pascapanen ini dulunya daerah tak bertuan. Bukan di pertanian tapi di
perindustrian tidak dianggap penting. Departemen Pertanian mengurus on farm, tapi
kalau pascapanen, apalagi sampai ke konsumen itu, sudah off farm dan sudah di luar
144
Suara Agribisnis
mandatnya pertanian.
Belakang kita caplok itu dengan membuat Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil
Pertanian. Terkejut orang perindustrian, maka mereka sekarang sudah mulai sadar
mengenai soal itu. Dulu industri hilir pertanian ini daerah tak bertuan, tapi sekarang
banyak yang menginginkannya dan malah susah koordinasinya. Dulu daerah tak bertuan, sekarang terlalu banyak tuan, sehingga tuan-tuan itu bisa berkelahi satu sama lain.
Pascapanen ini macam-macam teknologinya, komoditasnya, dan aplikasi teknologinya, mulai dari teknologi sederhana sampai ke teknologi yang paling advance sekali.
Demikian pula bentuk usahanya, ada yang skala rumah tangga, ada yang building size,
dan ada yang multilevel corporate.
Bagaimana kedudukan pascapanen dalam sistem agribisnis?
Pascapanen atau downstream ini merupakan suatu subsistem di dalam sistem yang
lebih besar. Apa sistem yang lebih besar itu? Sistem agribisnis. Pascapanen adalah hilirnya on farm. Oleh karena itu kalau mau membangun pascapanen tidak bisa terlepas
dari membangun on farm-nya. Kadang-kadang kesulitan pascapanen ini adalah tidak
cocok antara on farm dan off farm. Pascapanen butuh nenas ukuran ? kilo, tapi on farm
menghasilkan yang 3 kilo. Makanya, pascapanen itu bagian integral dari on farm.
Jangan lagi kita ulangi mengembangkan pascapanen ini seperti mengembangkan pertanian. Kalau dulu kita lihat pertanian secara pertanian, hilirnya tidak ambil pusing, hulunya tidak ambil pusing, dan yang mengambil kebijakan tidak ambil pusing. Sekali lagi
harus diingat downstream adalah salah satu subsistem dari sistem yang lebih besar,
yaitu sistem agribisnis.
Jika Departemen Pertanian ngomong revitalisasi pertanian, jangan hanya revitalisasi on farm yang sudah kita lakukan selama 50 tahun. Konsep revitalisasi pertanian itu
harus terintegrasi, downstream-nya, hulunya, dan jasa penunjangnya. Yang tepat adalah revitalisasi sistem agribisnis.
Jadi lihatlah pascapanen dalam suatu sistem yang lebih besar, kemudian melihat pascapanen ini bisnis, beda dengan on farm. On farm juga agribisnis, tapi pascapanen ini
lebih bisnis dari on farm. Oleh karena itu pendekatan bisnis menjadi sangat penting di
sini. Jangan penyakit kita di Deptan yang berpuluh-puluh tahun ini kita gunakan di pascapanen, pasti tidak jalan. On farm saja pendekatannya bisnis, apalagi off farm. Pada
downstream itu pendekatan agribinis menjadi sangat penting sekali, jadi kalau ingin
membangun downstream agribusiness atau pascapanen, kita harus melihat dua hal itu.
Siapa yang paling berperan di sini?
Yang membangun pascapanen adalah swasta. Departemen Perindustrian dan Pertanian hanya memfasilitasi, jadi pendekatannya harus bisnis. Jadi bagaimana mencegah
supaya Deptan dan Depperin tidak mengganggu dunia usaha untuk membangun dirinya. Pendekatannya harus bisnis untuk meningkatkan daya saing dan nilai tambah di
downstream. Dan lihatlah ini dalam paradigma revitalisasi sistem agribisinis, bukan revitalisasi pertanian.***
Suara Agribisnis
145
LO Buku Bs 2
4/6/10
10:30 AM
Page 144
Bab 2. Subsistem Agribisnis Hilir
Bab 2. Subsistem Agribisnis Hilir
8 – 21 Maret 2006
Industri Hilir Bagian dari
Sistem Agribisnis
“MENINGKATKAN PENANGANAN PASCAPANEN HASIL PERTANIAN INI
MENARIK. Baik untuk meningkatkan nilai tambah produk on farm maupun meningkatkan daya saing produk itu sendiri,“ ungkap Prof. Dr. Ir. Bungaran Saragih, M.Ec.,
Menteri Pertanian periode 2000 – 2004, saat diwawancarai AGRINA.
Sejauh mana pentingnya penanganan pascapanen tersebut?
Kegiatan pascapanen merupakan downstream industry yang mempunyai multiplier
income sangat tinggi. Bahkan di antara industri barangkali sekarang ini industri hilir
pertanian merupakan yang paling besar multiplier effect-nya. Sepertinya, kalau downstream industry atau pascapanen ini berkembang, maka dia mempunyai daya dorong ke
depan, daya tarik ke belakang, serta daya dorong dan tarik ke samping yang sangat
besar.
Jadi, kalau kita bisa tingkatkan pascapanen atau industri hilir itu, maka bukan dia saja
yang berkembang tapi semua yang berkaitan dengannya akan berkembang. Sekarang
ini kalau Indonesia mengharapkan pertumbuhan ekonomi yang lebih besar, maka
jangan jauh-jauh, kembangkan saja pascapanen atau industri hilir pertanian. Dunia
industri jangan menganggap enteng bidang ini karena ini adalah kekuatan kita dan
harapan kita.
Apakah selama ini pascapanen diabaikan?
Banyak ahli pertanian dan ekonom menganggap enteng terhadap pascapanen. Oleh
karena itu, saat saya Menteri Pertanian kita bentuk Direktorat Jenderal Pengolahan dan
Pemasaran Hasil Pertanian. Tujuan kita mau membantu perindustrian untuk mengembangkannya karena kita tahu ini sangat penting. Tapi kita gregetan begitu di Departemen Perindustrian dan Perdagangan, bidang ini menjadi anak kelas dua. Sekarang
mudah-mudahan bisa menjadi kelas satu. Ini bukan kepentingan perindustrian dan pertanian saja tapi juga kepentingan perekonomian secara keseluruhan.
Mengatakannya memang mudah tapi pengetahuan, pengalaman, dan pengenalan
kita mengenai seluk-beluk pascapanen dan agroindustri ini belum cukup untuk membuat kebijakan yang relevan guna membantu dan mengembangkannya sehingga bisnis bisa bergerak di bidang itu. Menurut saya, semua itu belum down to earth, atau to
based on the reality of the problem on the condition of our industry.
Kenapa belum down to earth?
Masalahnya, pascapanen ini dulunya daerah tak bertuan. Bukan di pertanian tapi di
perindustrian tidak dianggap penting. Departemen Pertanian mengurus on farm, tapi
kalau pascapanen, apalagi sampai ke konsumen itu, sudah off farm dan sudah di luar
144
Suara Agribisnis
mandatnya pertanian.
Belakang kita caplok itu dengan membuat Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil
Pertanian. Terkejut orang perindustrian, maka mereka sekarang sudah mulai sadar
mengenai soal itu. Dulu industri hilir pertanian ini daerah tak bertuan, tapi sekarang
banyak yang menginginkannya dan malah susah koordinasinya. Dulu daerah tak bertuan, sekarang terlalu banyak tuan, sehingga tuan-tuan itu bisa berkelahi satu sama lain.
Pascapanen ini macam-macam teknologinya, komoditasnya, dan aplikasi teknologinya, mulai dari teknologi sederhana sampai ke teknologi yang paling advance sekali.
Demikian pula bentuk usahanya, ada yang skala rumah tangga, ada yang building size,
dan ada yang multilevel corporate.
Bagaimana kedudukan pascapanen dalam sistem agribisnis?
Pascapanen atau downstream ini merupakan suatu subsistem di dalam sistem yang
lebih besar. Apa sistem yang lebih besar itu? Sistem agribisnis. Pascapanen adalah hilirnya on farm. Oleh karena itu kalau mau membangun pascapanen tidak bisa terlepas
dari membangun on farm-nya. Kadang-kadang kesulitan pascapanen ini adalah tidak
cocok antara on farm dan off farm. Pascapanen butuh nenas ukuran ? kilo, tapi on farm
menghasilkan yang 3 kilo. Makanya, pascapanen itu bagian integral dari on farm.
Jangan lagi kita ulangi mengembangkan pascapanen ini seperti mengembangkan pertanian. Kalau dulu kita lihat pertanian secara pertanian, hilirnya tidak ambil pusing, hulunya tidak ambil pusing, dan yang mengambil kebijakan tidak ambil pusing. Sekali lagi
harus diingat downstream adalah salah satu subsistem dari sistem yang lebih besar,
yaitu sistem agribisnis.
Jika Departemen Pertanian ngomong revitalisasi pertanian, jangan hanya revitalisasi on farm yang sudah kita lakukan selama 50 tahun. Konsep revitalisasi pertanian itu
harus terintegrasi, downstream-nya, hulunya, dan jasa penunjangnya. Yang tepat adalah revitalisasi sistem agribisnis.
Jadi lihatlah pascapanen dalam suatu sistem yang lebih besar, kemudian melihat pascapanen ini bisnis, beda dengan on farm. On farm juga agribisnis, tapi pascapanen ini
lebih bisnis dari on farm. Oleh karena itu pendekatan bisnis menjadi sangat penting di
sini. Jangan penyakit kita di Deptan yang berpuluh-puluh tahun ini kita gunakan di pascapanen, pasti tidak jalan. On farm saja pendekatannya bisnis, apalagi off farm. Pada
downstream itu pendekatan agribinis menjadi sangat penting sekali, jadi kalau ingin
membangun downstream agribusiness atau pascapanen, kita harus melihat dua hal itu.
Siapa yang paling berperan di sini?
Yang membangun pascapanen adalah swasta. Departemen Perindustrian dan Pertanian hanya memfasilitasi, jadi pendekatannya harus bisnis. Jadi bagaimana mencegah
supaya Deptan dan Depperin tidak mengganggu dunia usaha untuk membangun dirinya. Pendekatannya harus bisnis untuk meningkatkan daya saing dan nilai tambah di
downstream. Dan lihatlah ini dalam paradigma revitalisasi sistem agribisinis, bukan revitalisasi pertanian.***
Suara Agribisnis
145
Download