III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 3.1. Teori Ekonomi Rumahtangga Komponen rumahtangga dalam suatu sistem farm-household adalah suatu konsep yang fleksibel. Konsep rumahtangga ini menyangkut bagian keluarga pertanian dan lebih sering berhubungan dengan anggota keluarga secara luas. Hal ini biasanya menyangkut beberapa jumlah, lebih banyak atau lebih sedikit, rumahtangga dan petani atau sejenisnya yang saling tergantung. Untuk mempelajari rumahtangga petani peternak diperlukan pemahaman konsep-konsep rumahtangga yang dikemukakan beberapa ahli ekonomi rumahtangga. Dalam melaksanakan kegiatan usahatani, rumahtangga bertujuan memaksimumkan keuntungan. Tujuan rumahtangga memaksimumkan keuntungan berkaitan dengan pengalokasian tenaga kerja. Konsep alokasi tenaga kerja dapat dikaji berdasarkan apa yang ditemukan Becker. Pengembangan lebih lanjut dari konsep alokasi tenaga kerja adalah konsep-konsep perilaku rumahtangga pertanian. Beberapa model farm household behaviour telah dikembangkan dan diuji dengan menggunakan pendekatan new home economic (Ellis, 1988b). Konsep rumahtangga pertanian tersebut diantaranya yang dikemukakan oleh Chayanov, Barnum-Squire dan Low. 3.1.1. Konsep Alokasi Waktu Becker’s Alokasi waktu oleh Becker (1976) dimulai dengan perilaku perorangan dalam memaksimumkan fungsi utilitasnya. Dengan asumsi rumahtangga mengkonsumsi barang dan jasa yang dibeli dari pasar, K1, K2,…,Kn. Dalam bentuk paling sederhana, rumahtangga memaksimumkan utilitasnya dapat dinyatakan sebagai fungsi umum : 62 U = U(K1, K2,…,Kn) (3.1) Untuk memaksimumkan utilitas dalam mengkonsumsi barang dan jasa yang dibeli dari pasar seperti tersebut di atas, rumahtangga diperhadapkan dengan kendala anggaran. Nilai barang dan jasa yang dibeli di pasar harus sama dengan pendapatan yang diterima rumahtangga. Pendapatan tersebut berasal dari upah dan pendapatan lain. Secara matematis kendala anggaran dapat ditulis sebagai : m ∑H K i =1 i i = I =G+O i = 1,2,…n (3.2) dimana : Ki = konsumsi barang dan jasa yang dibeli dipasar Hi = harga barang dan jasa ke-i I = total pendapatan G = pendapatan dari upah O = pendapatan selain upah Dalam maksimisasi utilitas dengan kendala anggaran tersebut dapat menghasilkan FOC sebagai berikut : ∂U = λH i ∂K i i = 1,…,n (3.3) dimana: ∂U ∂K i = MUi adalah tambahan kepuasan dari konsumsi barang dan jasa ke-i λ = Lagrangiang multiplier adalah tambahan kepuasan dari pendapatan Berdasarkan teori pilihan konsumen maka dari fungsi utilitas dapat diturunkan fungsi permintaan barang dan jasa yang dikonsumsi. Persamaan (3.3) menunjukkan 63 perilaku konsumsi dalam teori permintaan. Secara teori, jumlah barang dan jasa yang diminta berhubungan negatif dengan harga barang tersebut. Selanjutnya pada harga yang sama, semakin tinggi pendapatan maka jumlah barang dan jasa yang dibeli cenderung semakin meningkat. Menurut Becker (1976), waktu seperti sumberdaya lain adalah langka dan rumahtangga mengalokasikan waktu secara optimal. Rumahtangga diperlakukan sebagai unit produksi, mereka mengkombinasikan barang-barang kapital dan bahan mentah, bersama-sama dengan waktu tenaga kerja, untuk memproduksi barangbarang akhir yang siap dikonsumsi atau R-goods. Utilitas diperoleh secara langsung oleh rumahtangga dari variasi konsumsi barang-barang akhir. Teori permintaan konsumen tradisional diasumsikan bahwa barang-barang yang dibeli di pasar dimasukkan secara langsung ke dalam fungsi utilitas. Dalam pendekatannya, diasumsikan rumahtangga memproduksi barang akhir berkontribusi secara langsung ke utilitas. Seperti telah dinyatakan di atas rumahtangga diasumsikan mengkombinasikan waktu dan barang-barang yang dibeli di pasar untuk memproduksi komoditas pokok yang secara langsung dimasukkan ke dalam fungsi utilitas mereka. Komoditas yang dihasilkan tersebut merupakan barang yang siap dikonsumsi, yang dinyatakan sebagai R. Fungsi utilitas rumahtangga dengan mengkonsumsi barang R dapat dinyatakan sebagai berikut : U = U(R1, R2,…,Rn) dimana : Ri = komoditas yang siap dikonsumsi (i = 1,2,…,n) (3.4) 64 Aspek penting yang lain dari teori Becker, yaitu adanya tehnologi produksi rumahtangga. Fungsi produksi rumahtangga dalam menghasilkan komoditas akhir yang siap dikonsumsi adalah: Ri = R (KBi, Wi) i = 1,2,…,n (3.5) Dalam formulasi ini rumahtangga sebagai keduanya produsen dan konsumen yang memaksimumkan utilitas. Kuantitas R-goods adalah dari barang-barang pasar (KBI) dan kuantitas waktu (Wi) yang digunakan dalam produksi. Wi menunjukkan aspek perbedaan waktu. Kombinasi waktu dan barang-barang pasar melalui fungsi produksi adalah untuk menghasilkan komoditas pokok Ri. Rumahtangga memilih kombinasi terbaik dengan cara yang sederhana untuk memaksimumkan fungsi utilitas. Implikasinya rumahtangga mencoba memaksimumkan utilitas dan meminimumkan biaya produksi. Rumahtangga akan merespon perubahan dalam harga barang-barang pasar, opportunity cost dari waktu (tingkat upah), pendapatan, perubahan dalam produktivitas barang-barang pasar dan waktu yang digunakan dalam proses produksi. Fungsi produksi tersebut di atas dapat dinyatakan sebagai kendala produksi. Dalam memaksimumkan utilitas rumahtangga dihadapkan pada beberapa kendala yaitu kendala produksi, pendapatan dan waktu. Kendala pendapatan yang dihadapi rumahtangga dapat dinyatakan sebagai : m ∑H K i =1 i i = I =G+O (3.6) Kendala pendapatan merupakan total pengeluaran rumahtangga untuk membeli barang-barang konsumsi sama dengan total pendapatan yang diperoleh dari nilai 65 tenaga kerja yang diupah dan pendapatan selain upah. Sedangkan kendala waktu yang dihadapi rumahtangga dalam mengkonsumsi barang akhir merupakan total waktu yang digunakan untuk menghasilkan barang akhir sama dengan waktu rumahtangga yang tersedia dikurangi dengan waktu yang dipakai untuk bekerja. Kendala waktu yang dihadapi rumahtangga dapat dinyatakan sebagai : m ∑W i =1 i = Wk = W − Wg (3.7) dimana: Wi = jumlah waktu yang dipakai untuk memproduksi barang R ke-i Wk = jumlah waktu yang dikonsumsi W = jumlah waktu yag tersedia Wg = jumlah waktu yang dipakai untuk bekerja Becker memperkenalkan konsep pendapatan penuh (full income) ke dalam teori rumahtangga. Pendapatan penuh (IF) sebagai pendapatan uang maksimum yang dapat dicapai rumahtangga dengan semua waktu dan sumberdaya lain yang dicurahkan untuk memperoleh pendapatan dengan tidak memperhatikan konsumsi. Rumahtangga dapat menghabiskan pendapatan penuh secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung adalah untuk membeli barang-barang pasar dan secara tidak langsung untuk memproduksi barang akhir yang siap dikonsumsi (non-market goods) termasuk penggunaan waktu rumahtangga. Jika rumahtangga mengalokasikan waktu mereka untuk menghasilkan barang rumah atau barang akhir yang siap dikonsumsi (R-goods), mereka tidak memperoleh pendapatan. Implikasinya bahwa individu dalam rumahtangga dapat mengalokasikan kendala waktu mereka apakah 66 untuk memproduksi barang akhir, bekerja, dan santai dalam tujuan untuk memaksimumkan fungsi utilitas rumahtangga. Rumahtangga dapat memaksimumkan utilitasnya dengan mengkonsumsi barang-barang akhir (R) yang dihasilkan rumahtangga. Barang-barang akhir tersebut dihasilkan berdasarkan kombinasi input yang dibeli dipasar dengan waktu, R = R(KBi, Wi). Asumsi : rumahtangga menghasilkan hanya satu barang akhir, R. Implikasinya waktu yang tersedia oleh rumahtangga digunakan untuk memproduksi satu barang akhir, sehingga dalam fungsi utilitas hanya menyangkut faktor satu barang siap dikonsumsi (R) dan leisure (S). Dalam hal ini harga merupakan harga tunggal untuk input yang digunakan dalam menghasilkan satu barang siap dikonsumsi. Waktu yang tersedia oleh rumahtangga dialokasikan untuk beberapa penggunaan. Alokasi waktu yang dinyatakan Becker ini dapat dinyatakan dalam bentuk kurva dengan melihat hubungan antara barang akhir yang diproduksi rumahtangga dengan alokasi penggunaan waktu tersebut. Pemikiran ini sama dengan yang dinyatakan Ellis (1988), sehingga pemahaman selanjutnya dari konsep Becker seperti dapat dilihat dalam Gambar 2. Gambar 2 menunjukkan total waktu yang tersedia untuk semua aktivitas rumahtangga dan anggota keluarganya. Waktu yang tersedia tersebut dikategorikan dalam tiga komponen yaitu, waktu bekerja dirumah, waktu bekerja di luar rumah dan waktu untuk santai (leisure). Waktu bekerja dirumah yaitu waktu yang digunakan untuk menghasilkan barang-barang yang siap dikonsumsi (home production), waktu bekerja di luar rumah yaitu waktu yang digunakan untuk menghasilkan pendapatan. Sedangkan waktu santai adalah waktu yang digunakan untuk istirahat. 67 R R g’ U B C g O I E2 TP U E1 A W1 W2 W Gambar 2. Alokasi Waktu Rumahtangga Sumbu vertikal pada Gambar 2 merupakan jumlah barang siap dikonsumsi yang dihasilkan rumahtangga (R), sedangkan sumbu horizontal menunjukkan waktu yang tersedia oleh rumahtangga (OW). Waktu yang digunakan rumahtangga untuk bekerja dirumah adalah sebesar OW1, sedangkan waktu yang digunakan untuk kerja di luar rumah dan menghasilkan pendapatan yaitu sebesar W1W2. Waktu sisa dari waktu yang tersedia merupakan waktu santai atau waktu istirahat yaitu sebesar W2W. Penggunaan waktu yang dialokasikan rumahtangga menghasilkan fungsi produksi yang dinyatakan sebagai kurva total produksi (TP). Fungsi produksi menggambarkan transformasi waktu bekerja di rumah ke dalam barang konsumsi akhir R. Bila bekerja di luar rumah, rumahtangga memperoleh pendapatan. Setiap peningkatan jam kerja akan menghasilkan pendapatan tertentu. Total pendapatan yang diterima rumahtangga dinyatakan sebagai OI yang merupakan total pendapatan 68 riil. Titik I mewakili opportunity cost penuh dari waktu rumahtangga yang diperoleh dengan nilai total jam yang tersedia (W) pada tingkat upah riil sama dengan G/h. Opportunity cost dari waktu ditunjukkan oleh upah riil, g. Keseimbangan rumahtangga dalam menghasilkan produk akhir dicapai pada titik E1, yaitu pada saat tambahan produk bekerja di rumah sama dengan upah riil (MPP = G/h). Pada kondisi ini kurva total produksi bersinggungan dengan garis tingkat upah riil (gg’), dengan waktu yang digunakan sebesar OW1 dan produk akhir yang dihasilkan sebesar OC. Kombinasi antara barang akhir produksi rumah dengan waktu santai menghasilkan utilitas tertentu yang digambarkan sebagai kurva indiferens (UU). Keseimbangan rumahtangga dalam mengkonsumsi barang akhir dicapai pada titik E2, yaitu pada saat Marginal Rate of Substitution dari waktu santai, MRSS (MUS/MUR) sama dengan rasio opportunity cost waktu santai terhadap harga pasar input produk akhir (G/h). Kondisi seperti diuraikan di atas dengan asumsi tingkat upah yang berlaku adalah konstan. Apabila terjadi perubahan tingkat upah (cet. par) maka kondisi tersebut akan berubah karena dengan berubahnya tingkat upah menyebabkan pendapatan yang diterima rumahtangga cenderung berubah. Perubahan tingkat pendapatan ini akan mempengaruhi alokasi waktu rumahtangga yang tersedia untuk waktu bekerja dirumah, waktu kerja di luar rumah dan waktu santai. Teori alokasi waktu yang dijelaskan Becker merupakan teori alokasi waktu antara aktivitas yang berbeda. Inti teori ini adalah asumsi rumahtangga sebagai produsen dan sebagai konsumen. Rumahtangga memproduksi komoditas dengan 69 mengkombinasikan input barang dan waktu berdasarkan aturan minimisasi biaya teori tradisional perusahaan. Kuantitas komoditas yang diproduksi ditentukan oleh maksimisasi fungsi utilitas dengan kendala harga dan batasan sumberdaya. Sumberdaya diukur melalui pendapatan penuh yaitu jumlah pendapatan uang dan kehilangan waktu dan barang yang digunakan untuk mendapat kepuasan. Harga komoditas diukur dari jumlah biaya input barang dan waktu. 3.1.2. Konsep Rumahtangga Chayanov Pada prinsipnya konsep Chayanov mengemukakan model rumahtangga pertanian berperan sebagai produsen maupun konsumen. Pemikiran Chayanov bahwa rumahtangga membuat keputusan subyektif menyangkut jumlah tenaga kerja keluarga dalam proses produksi usahatani untuk memenuhi kebutuhan konsumsi keluarganya. Dalam pengambilan keputusan disini, terjadi trade off antara pekerjaan usahatani yang drudgery dan kegunaan pendapatan. Konsep rumahtangga pertanian Chayanov lebih ditekankan pada dua tujuan rumahtangga yang berlawanan tersebut yaitu orientasi pendapatan atau work-avoidance. Pemikiran ini muncul didasarkan pada kenyataan bahwa pekerjaan usahatani merupakan pekerjaan yang membutuhkan tenaga fisik lebih besar. Alasan inilah yang menyebabkan rumahtangga berusaha menghindari pekerjaan usahatani tersebut. Ellis (1988) menyatakan kondisi ini sebagai drudgery averse. Faktor utama yang mempengaruhi trade off tersebut adalah ukuran rumahtangga dan komposisi antara anggota keluarga yang bekerja dan tidak bekerja atau dinyatakan sebagai struktur demografi. Struktur demografi ini merupakan ciri 70 konsep Chayanov yang membedakannya dengan Becker. Model Chayanov dapat berlaku bila memenuhi beberapa kondisi yang merupakan asumsi kunci (Ellis, 1988), diantaranya : (1) tidak ada pasar tenaga kerja, (2) sebagian output usahatani dikonsumsi oleh rumahtangga dan sebagian dijual dengan harga pasar yang berlaku, (3) semua rumahtangga mempunyai akses fleksibel pada lahan untuk penanaman, dan (4) setiap masyarakat (sebagai norma sosial) memperoleh pendapatan minimum yang menyebabkan rumahtangga sebagai suatu unit mempunyai tingkat konsumsi minimum. Konsep Chayanov selanjutnya menggambarkan perilaku rumahtangga dalam pengambilan keputusan aspek produksi maupun aspek konsumsi. Asumsi teori ekonomi rumahtangga, perilaku rumahtangga bertujuan memaksimumkan produksi sekaligus memaksimumkan utilitasnya. Komponen-komponen utama dalam model Chayanov tersebut lebih jelas dapat dipelajari melalui kurva seperti pada Gambar 3. Sumbu vertikal pada Gambar 3 menunjukkan output usahatani, namun karena asumsi Chayanov bahwa output yang dihasilkan rumahtangga dijual sehingga output dinyatakan sama dengan pendapatan (output yang dinilai dengan uang). Sedangkan sumbu horizontal menunjukkan total waktu tenaga kerja rumahtangga yang tersedia. Total waktu ini ditentukan oleh jumlah pekerjaan. Seperti konsep Becker, Chayanov juga mengalokasikan waktu yang tersedia tersebut untuk aktivitas yang berbeda. Perbedaannya Becker mengalokasikan waktunya untuk tiga kategori penggunaan yaitu penggunaan waktu kerja di rumah, waktu kerja untuk memperoleh pendapatan dan waktu untuk santai. Namun konsep Chayanov, alokasi total waktu yang tersedia hanya untuk pekerjaan usahatani dan waktu untuk santai. 71 U1 Y/I U2 Y/I TVP E1 Ie U1 Imin Imin U2 O Te Tmax T Gambar 3. Model Rumahtangga Usahatani Chayanov Dalam proses produksi usahatani diasumsikan output dihasilkan dengan menggunakan input tunggal yaitu tenaga kerja. Respon output yang dihasilkan pada berbagai tingkat penggunaan input tenaga kerja digambarkan sebagai fungsi produksi yang dinyatakan dengan kurva nilai total produksi (TVP). Kurva ini dinyatakan sebagai kurva nilai total produksi karena output dinilai dengan uang seperti telah dikemukakan sebelumnya. Berdasarkan prinsip teori produksi maka fungsi produksi disini bersifat diminishing marginal return. Fungsi produksi secara fungsional dapat dinyatakan sebagai: Y = Hq f(T) cet par., Y adalah total pendapatan keluarga, Hq adalah harga output dan T adalah input tenaga kerja. Lahan dianggap tetap sehingga dalam fungsi produksi tidak menangkap akses lahan. Kurva indiferens yang dicapai oleh rumahtangga menggambarkan jumlah utilitas tertentu. Utilitas tertentu ini dicapai dengan mengkombinasikan antara 72 konsumsi pendapatan atau waktu santai. Fungsi utilitas dapat dinyatakan sebagai U = U(I,S), I merupakan pendapatan rumahtangga dan S adalah waktu santai. Kemiringan kurva indiferens menggambarkan jumlah perubahan pendapatan yang disebabkan perubahan satu unit waktu santai. Peningkatan waktu santai menyebabkan pendapatan yang diperoleh rumahtangga dari kerja akan menurun. Kemiringan kurva indiferens tersebut dapat dinyatakan sebagai tingkat upah subyektif dari rumahtangga. Tingkat relatif upah subyekif ini dibatasi dengan kebutuhan rumahtangga dalam memenuhi standar hidup minimum yang dapat diterima (pada Gambar 3 ditunjukkan dengan Imin). Sedangkan jumlah maksimum hari-hari kerja penuh yang dilakukan anggota rumahtangga dibatasi pada jumlah tenaga kerja maksimum, Tmax tertentu. Kedua kondisi tersebut ditentukan oleh struktur demografi rumahtangga yaitu berdasarkan pada ukuran keluarga dan banyaknya pekerja. Struktur demografi tersebut yang menentukan apakah anggota rumahtangga akan bekerja pada usahatani untuk memperoleh pendapatan ataukah memilih untuk santai. Apabila tidak ada waktu santai yang dapat mengkompensasi turunnya pendapatan (MUS =0) maka bentuk kurva indiferens bersinggungan dengan kurva konsumsi minimum (cenderung berbentuk horisontal). Hal ini merupakan suatu kendala. Keseimbangan rumahtangga dalam mengkombinasikan konsumsinya dicapai pada saat kurva indiferens bersinggungan dengan kurva nilai total produksi (titik E1) dengan pendapatan sebesar Pe dan waktu penggunaan tenaga kerja dalam usahatani sebesar Te. Keseimbangan pada titik E1 yang dicapai oleh rumahtangga merupakan keseimbangan tertinggi. Kondisi ini dapat dicapai dengan penggunaan tehnologi produksi tertentu. 73 Ringkasnya dapat dinyatakan, dalam memaksimumkan utilitas pada model Chayanov, rumahtangga menghadapi tiga kendala yaitu : kendala fungsi produksi : Y = Hq f(T), kendala pendapatan minimum (I ≥ Imin) dan kendala jumlah waktu kerja pada usahatani yang tersedia maksimum (T ≤ Tmax). Dengan pemecahan matematik maka keseimbangan tertinggi tercapai pada saat kemiringan kurva indiferens sama dengan kemiringan nilai produk marjinal, MUH/MUY = ∂Y/∂H = MVPL. Kondisi keseimbangan seperti dijelaskan di atas akan berubah bila terjadi perubahan struktur demografi yang merupakan penekanan konsep Chayanov. Apabila ukuran keluarga dan banyaknya pekerja dalam rumahtangga berubah maka menyebabkan terjadi perubahan tingkat konsumsi minimum, sehingga rasio konsumsi per pekerja berubah. Perubahan ini berdampak pada perubahan keseimbangan output, tenaga kerja dan pendapatan keluarga. Terjadinya perubahan keseimbangan ini menyebabkan keseimbangan fungsi produksi dengan kurva indifirens akan berubah. Perkembangan selanjutnya dari model Chayanov adalah munculnya konsep Barnum-Squire dan konsep Low (Ellis, 1988c). 3.1.3. Konsep Rumahtangga Barnum-Squire Konsep rumahtangga pertanian yang dikemukakan Chayanov didasarkan pada cabang teori ekonomi neoklasik yang mengarah sebagai new home economics. Barnum dan Squire mengembangkan konsep rumahtangga pertanian sebagian bersumber dari new home economics. Model Barnum-Squire ini sangat penting selama dalam lingkup prediksi respon rumahtangga usahatani untuk merubah variabel domestik (ukuran dan struktur keluarga) dan pasar (harga output, harga input, tingkat 74 upah serta tehnologi). Asumsi model Barnum-Squire yang dikemukakan Ellis (1988c) adalah sebagai berikut : (1) adanya pasar tenaga kerja sehingga rumahtangga usahatani dapat menyewa tenaga kerja di dalam atau luar pada tingkat upah pasar tertentu, (2) lahan yang tersedia untuk rumahtangga usahatani tetap, (3) aktivitas rumah (yang menghasilkan barang akhir) dikombinasikan dengan waktu santai dan diperlakukan sebagai barang konsumsi yang sama untuk tujuan maksimisasi utilitas, (4) pilihan penting dari rumahtangga adalah antara konsumsi output sendiri (P) dan menjual output untuk memenuhi kebutuhan konsumsi non farm dan (5) ketidakpastian dan perilaku terhadap risiko diabaikan. Asumsi ini sangat berbeda dengan asumsi Chayanov. Dalam model Barnum-squire usahatani diberlakukan sebagai unit produksi konvensional seperti rumahtangga. Berdasarkan asumsi model Barnum-Squire, dapat dinyatakan bahwa rumahtangga memaksiumkan utilitas dalam mengkonsumsi waktu yang digunakan untuk produksi barang siap dikonsumsi dikombinasikan dengan waktu santai, konsumsi output sendiri dan pembelian barang-barang industri. Fungsi utilitasnya dapat dinyatakan sebagai U = U(WR, Kh, KI), WR adalah waktu yang digunakan untuk produksi barang akhir dikombinasikan dengan waktu santai, Kh adalah konsumsi output sendiri dan KI adalah konsumsi barang industri. Tingkat kepuasan tersebut dipengaruhi oleh ukuran rumahtangga antara pekerja (worker) dan tanggungan. Dasar pemikiran ini muncul berdasarkan konsep Chayanov. Dalam memaksimumkan utilitas rumahtangga dihadapkan pada beberapa kendala yaitu : pertama, kendala fungsi produksi : Y = f(L, T, V), Y adalah produksi yang dihasilkan, L adalah lahan untuk penanaman (tetap), T adalah total tenaga kerja rumahtangga maupun tenaga 75 kerja sewa, dan V adalah input variabel lain. Kedua, kendala waktu : W = WR + WU + WG, WR adalah waktu yang digunakan untuk produksi barang akhir dan santai (kombinasi), WU adalah waktu yang digunakan untuk bekerja di usahatani dan WG adalah waktu yang digunakan untuk bekerja dan mendapat upah. Ketiga, kendala pendapatan : H(Y-Kh) ± gWG – vV = mKI. Kendala pendapatan ini menunjukkan bahwa penerimaan bersih rumahtangga tidak boleh melebihi pengeluaran terhadap barang. Bila kendala waktu dan kendala pendapatan digabungkan maka diperoleh kendala pengeluaran tunggal yang ditambahkan dalam konsep pendapatan penuh : I = gWR + hKh + mKI = ∏ + gW; gWR adalah opportunity cost dari waktu yang digunakan untuk produksi barang akhir, hKh adalah nilai pasar konsumsi output sendiri, mKI adalah nilai pembelian, ∏ adalah keuntungan dan gW adalah nilai implisit dari total waktu rumahtangga. Perilaku rumahtangga untuk memaksimumkan utilitas dalam mengkonsumsi barang seperti diuraikan di atas dapat dinyatakan dalam bentuk kurva (Gambar 4). Sumbu vartikal pada Gambar 4 menunjukkan output usahatani. Sedangkan sumbu horizontal menggambarkan waktu yang tersedia (W) dialokasikan oleh rumahtangga dalam tiga penggunaan. Ketiga alokasi waktu tersebut yaitu waktu yang digunakan oleh anggota keluarga untuk bekerja di usahatani (OW1), waktu bekerja untuk memperoleh pendapatan (W1W2), dan waktu untuk menghasilkan produk akhir kombinasi dengan waktu santai (W2W). Fungsi produksi dapat dinyatakan sebagai kurva total produksi (TP) yang menunjukkan hubungan penggunaan waktu dengan total output usahatani. Rumahtangga dalam mengkombinasikan konsumsi barang dinyatakan sebagai kurva 76 indiferens (UU). Kurva indiferens dicapai untuk tingkat tertentu dari utilitas yang ditentukan berdasarkan perbedaan kombinasi waktu di rumah (waktu produksi barang akhir dan waktu santai), konsumsi output sendiri dan pergeseran garis upah gg’. Garis gg’ menunjukkan biaya upah relatif dari produksi usahatani. Opportunity cost dari waktu ditunjukkan oleh upah relatif G/h. Garis OI dengan kemiringan G/h menggambarkan peningkatan total biaya tenaga kerja yang penggunaannya meningkat. Titik I menunjukkan total biaya implisit dari semua unit waktu yang tersedia untuk rumahtangga apakah tenaga kerja keluarga atau luar keluarga. Y Y g’ U B TP I’ E1 A U O E2 I g W1 W2 W Gambar 4. Model Rumahtangga Usahatani Barnum-Squire Keseimbangan rumahtangga usahatani dalam produksi dicapai pada saat garis upah gg’ bersinggungan dengan kurva fungsi produksi (pada titik E2). Titik keseimbangan yang dicapai ini juga menentukan tambahan pendapatan penuh, I untuk 77 model produksi. Keseimbangan rumahtangga usahatani dalam konsumsi dicapai pada saat kurva indiferens bersinggungan dengan garis upah gg’ (pada titik E1). Titik keseimbangan ini menentukan tingkat konsumsi output usahatani sendiri (Kh) dan tingkat penawaran pasar (Y-Kh). Kondisi di atas hanya berlaku bila tingkat upah serta harga output tetap. Apabila terjadi perubahan tingkat upah atau perubahan harga output maka keputusan rumahtangga dalam menghasilkan output, bekerja pada usahatani, konsumsi output sendiri maupun penjualan pasar akan berubah. Implikasinya kondisi keseimbangan fungsi produksi dan kurva indiferens akan berubah dengan berubahnya rasio harga G/h. Selain itu kondisi juga akan berubah bila ukuran dan komposisi keluarga berubah. Variabel-variabel ini akan berpengaruh terhadap keputusan konsumsi rumahtangga. Berdasarkan konsep pemikiran dalam model Barnum-Squire ini menunjukkan adanya interaksi antara keputusan produksi dan keputusan konsumsi. 3.1.4. Konsep Rumahtangga Low Seperti model Barnum-Squire, Allan Low mengembangkan dan menerapkan model rumahtangga usahatani yang bersumber sebagian dari Chayanov dan sebagian lagi dari new home economic (Ellis, 1988c). Model Low mempunyai perbedaan asumsi dan penekanan dari model Barnum-Squire. Kondisi yang menjadi perhatian Low adalah : (1) adanya pasar tenaga kerja dengan tingkat upah bervariasi untuk kategori tenaga kerja yang berbeda, khususnya antara laki-laki dan wanita. Hal ini berbeda dari asumsi tingkat upah pasar tunggal dalam model Barnum-Squire; (2) akses terhadap lahan secara fleksibel dari rumahtangga usahatani menurut ukuran 78 keluarga. Hal ini sama dengan model Chayanov dan berbeda dari asumsi lahan yang tetap dalam model Barnum-Squire; (3) harga pangan di tingkat rumahtangga usahatani semi subsisten berbeda dengan tingkat retail yang mana pangan dapat dibeli di pasar. Hal ini berbeda dengan harga pangan tunggal yang diasumsikan dalam model Barnum-Squire; dan (4) adanya defisit pangan rumahtangga usahatani dengan menyewakan tenaga kerja keluarga. Hal ini berbeda dengan model Barnum-Squire tentang surplus pangan rumahtangga usahatani yang sebagian besar menyewa tenaga kerja (hire in) daripada menyewakan keluar (hire out). Kondisi pertama mengimplikasikan bahwa perbedaan anggota rumahtangga mempunyai perbedaan potensial untuk penerimaan upah. Beberapa anggota mempunyai keunggulan komparatif lebih besar dalam bekerja dan menghasilkan pendapatan dibanding yang lain. Kondisi kedua menunjukkan input lahan dapat ditingkatkan secara paralel dengan input tenaga kerja. Kondisi ketiga dan keempat menunjukkan defisit pangan rumahtangga, jumlah tenaga kerja untuk melakukan produksi pangan subsisten tidak tergantung pada farm gate price dari pangan tetapi pada rasio upah terhadap harga retail pembelian pangan. Konsep Low lebih menekankan pada defisit pangan dan melihat hubungan antara tenaga kerja dengan pendapatan riil. Tenaga kerja diasumsikan terdiri dari tiga individu dengan usia kerja dan waktu yang berbeda. Ketiga individu mempunyai produktivitas tenaga kerja yang sama dalam produksi usahatani subsisten, tetapi mempunyai upah yang berbeda. Dalam konsep Low tersebut tidak membahas pada aspek konsumsi. Pemikiran Low pada perilaku produksi dengan melihat defisit pangan rumahtangga. Low memisahkan penggunaan tenaga kerja pria dan wanita, hal 79 ini berbeda dengan konsep Barnum-Squire. Namun ide dasar kedua konsep ini sama yaitu alokasi tenaga kerja yang optimal dalam fungsi produksi. Konsep serupa dengan Becker dikembangkan oleh Bryant (1990). Bryant (1990) membahas teori work-leisure dari rumahtangga. Rumahtangga memperoleh kepuasan dari tiga barang yang dibedakan sebagai : barang dan jasa yang dibeli di pasar (dikatakan sebagai barang-barang pasar, KB), barang dan jasa yang diproduksi dan dikonsumsi oleh keluarga (home good, R) dan waktu santai individu (S). Fokus analisis Bryant pada keputusan penggunaan waktu keluarga, dengan kendala batasan waktu. Jadi alokasi keputusan berhubungan dengan waktu seseorang atau keluarga. Teori rumahtangga usahatani sering digunakan sebagai analisis alokasi tenaga kerja rumahtangga dalam pertanian di Negara berkembang (Sicular, 1986). Dalam penelitian ekonomi rumahtangga petani peternak, berlaku kombinasi teori rumahtangga yang telah dijelaskan di atas. Lahan yang digunakan rumahtangga adalah tertentu tidak bisa diperluas, malahan dengan adanya alih fungsi lahan maka lahan usahatani yang ada bisa berkurang. Hal yang dapat dilakukan rumahtangga petani peternak adalah pola usahatani dapat disesuaikan dengan kondisi lahan yang ada. Rumahtangga dapat melakukan perluasan penanaman komoditas tertentu dengan mengurangi penanaman komoditas yang lain. Untuk lahan perkebunan kelapa dapat dimanfaatkan sebagai tanaman pangan dikombinasikan dengan tanaman makanan ternak berupa hijauan atau leguminosa. Rumahtangga mengalokasikan tenaga kerja untuk proses produksi usaha ternak, usahatani kelapa maupun usahatani lainnya. Peningkatan proses produksi dilakukan untuk meningkatkan pendapatan dalam rangka memaksimumkan 80 keuntungan. Rumahtangga menggunakan tenaga kerja keluarga dapat juga menyewa dari luar keluarga. Tenaga kerja pada saat tertentu dapat digunakan untuk pekerjaan yang lain di luar pertanian. Pekerjaan di luar usahatani dengan memanfaatkan waktu luang dalam pekerjaan usahatani. Tenaga kerja ternak dapat dimanfaatkan untuk mengolah lahan rumahtangga juga dapat disewa oleh rumahtangga lain. Disini tenaga kerja ternak juga merupakan sumber pendapatan. Rumahtangga bertujuan juga memaksimumkan utilitasnya. Utilitas dapat dicapai oleh rumahtangga dalam mengkonsumsi barang dan jasa. Konsumsi barang dan jasa baik dari pangan maupun non pangan. Semakin tinggi pendapatan yang diperoleh rumahtangga maka pengeluaran untuk konsumsi rumahtangga dan anggota keluarganya semakin tinggi. Implikasi fenomena ini menunjukkan bahwa rumahtangga dapat memaksimumkan pendapatan sekaligus memaksimumkan utilitasnya. Dalam rangka memaksimumkan utilitasnya rumahtangga mengalokasikan tenaga kerja keluarganya untuk memproduksi barang-barang akhir. Berarti dibutuhkan waktu untuk home production, seperti dalam konsep Becker. Namun demikian, rumahtangga petani peternak selain mencurahkan waktunya untuk produksi pertanian, juga mencurahkan waktu untuk aktivitas kerja lain di luar produksi rumah. 3.2. Model Dasar Perilaku Rumahtangga Dalam teori ekonomi, masalah keputusan produksi, keputusan konsumsi dan keputusan suplai tenaga kerja, perilakunya dianalisis secara terpisah (separable) (Sadoulet and de Janvry, 1995). Produsen memaksimumkan net revenue berhubungan dengan level produk dan input, dengan kendala ditentukan oleh harga pasar, input 81 tetap dan tehnologi. Konsumen memaksimumkan utilitas berkenaan dengan kualitas barang yang dikonsumsi, dengan kendala ditentukan harga pasar, pendapatan siap dibelanjakan, karakteristik rumahtangga dan selera. Pekerja memaksimumkan utilitas berhubungan dengan pendapatan dan home time (sering dinyatakan sebagai leisure) dengan kendala ditentukan upah pasar, total waktu yang tersedia dan karakteristik pekerja. Dalam teori ekonomi rumahtangga keputusan produksi, keputusan konsumsi dan suplai tenaga kerja saling terintegrasi dan dianalisis secara simultan. Singh, et al., (1986) menggunakan Basic Model dalam kajian empiris khususnya dalam perilaku rumahtangga pertanian. Tujuan rumahtangga adalah untuk mencapai kepuasan mereka. Inilah yang merupakan kriteria utama ahli ekonomi membedakan rumahtangga dengan unit sosial yang lain (Bryant, 1990). Rumahtangga diasumsikan memaksimumkan fungsi utilitas sebagai berikut : U = U(Kp, KB, KS) (3.8) dimana: U = utilitas rumahtangga yang ingin dicapai Kp = konsumsi komoditas pokok pertanian KB = konsumsi komoditas yang dibeli KS = konsumsi waktu santai Hal ini akan berbeda bila konsumen secara individu memaksimumkan utilitasnya. Tujuan dasar teori perilaku konsumen adalah untuk menjelaskan bagaimana pilihan konsumen yang rasional, apa yang akan dikonsumsi, bagaimana menghadapi variasi harga dengan pendapatan yang terbatas. Dengan mempertimbangkan fungsi utilitas konsumen secara individu adalah U = (K, Z) 82 dimana K adalah vektor kuantitas dari n komoditas pada keputusan konsumsi. Z adalah karakteristik individual. Jumlah pendapatan yang siap dibelanjakan, D, sebagai kendala anggaran H’K = D dimana H’ adalah n-dimensi baris vektor harga. Fungsi tujuan konsumen adalah memaksimumkan utilitas berhubungan q dengan kendala H’K = D. Ini dapat ditulis sebagai : Max U(K,Z) + λ(D- H’K). λ adalah suatu Lagrange multiplier. Pemecahan masalah maksimisasi ini menghasilkan set dari fungsi permintaan n : K1 = K1(H, D, Z), i=1,2,…,n. Set fungsi tersebut merupakan fungsi permintaan konsumen secara individu. Lazear and Michael (1988) mengemukakan model utilitas keluarga dengan mempertimbangkan keluarga terdiri dari satu orang dewasa dan satu orang anak, asumsi bukan barang publik. Rumahtangga dalam memaksimumkan fungsi utilitas dibatasi oleh beberapa kendala diantaranya kendala pendapatan, waktu dan produksi. Dalam model keputusan kerja off-farm, Caillavet, et al., (1994) mengasumsikan rumahtangga memaksimumkan utilitas dengan kendala batasan anggaran. Dalam mempelajari perilaku rumahtangga, rumahtangga menghadapi kendala pendapatan tunai. Total pengeluaran rumahtangga sama dengan total penerimaan dikurangi biaya usahatani. Ketersediaan waktu juga merupakan salah satu kendala rumahtangga. Total ketersediaan waktu merupakan penjumlahan konsumsi waktu santai dan input tenaga kerja keluarga. Selain itu kendala produksi atau tehnologi produksi juga merupakan kendala yang dihadapi rumahtangga. Produksi merupakan fungsi dari total input tenaga kerja dan input lahan yang digunakan. Kendala-kendala tersebut adalah : 1. Pendapatan tunai HBKB = Hp (Y-Kp) – g(T-F) 2. Waktu KS + F = W (3.9) (3.10) 83 3. Teknologi produksi Y = Y (T,L) (3.11) dimana : HB = harga barang yang dibeli Hp = harga komoditi pokok Y = produksi rumahtangga dari bahan pokok g = tingkat upah T = total input tenaga kerja F = input tenaga kerja keluarga Y-Kp = surplus W = total persediaan waktu rumahtangga L = jumlah lahan rumahtangga yang tetap Dalam persamaan kendala pendapatan terlihat selisih antara T dan F yang menunjukkan keseimbangan penggunaan tenaga kerja rumahtangga pada usahatani sendiri dan luar usahatani. Apabila (T-F) positif berarti rumahtangga menyewa tenaga kerja luar keluarga, sebaliknya apabila (T-F) negatif berarti rumahtangga menawarkan tenaga kerja ke luar (off-farm). Kondisi model di atas dapat berlaku apabila dibatasi dengan beberapa asumsi. Asumsi tersebut diantaranya : (1) input variabel lain seperti pupuk dan pestisida dihilangkan, (2) kemungkinan produksi yang lebih dari satu diabaikan, (3) tenaga kerja keluarga dan luar keluarga adalah substitusi sempurna (perfect substitution) dan dapat ditambahkan secara langsung, (4) produksi diasumsikan rendah risiko (riskless), dan (5) rumahtangga sebagai price taker untuk ketiga pasar (HB, Hp dan g tidak dibuat oleh keputusan rumahtangga). 84 Ketiga kendala tersebut yaitu kendala pendapatan, kendala waktu dan kendala tehnologi produksi merupakan kendala tunggal dalam rumahtangga. Apabila kendala tehnologi produksi (3.11) dan kendala waktu (3.10) dapat disubstitusikan ke dalam kendala pendapatan (3.9), diperoleh bentuk persamaan : HBKB = Hp .Y(T, L) – HpKp – GT + GW – GKS (3.12) Dalam fungsi kendala tunggal persamaan (3.12), selisih nilai total output dengan total biaya tenaga kerja merupakan keuntungan usahatani seperti persamaan berikut : [Hp. Y(T,L) – GT] = ∏ (3.13) maka fungsi kendala tunggal menjadi : HBKB + HpKp + GKS = GW + ∏ (3.14) Persamaan (3.14) menunjukkan HBKB + HpKp + GKS merupakan total pengeluaran rumahtangga dalam mengkonsumsi komoditas yang dibeli di pasar (KB), komoditas pokok pertanian (Kp) serta waktu santai (KS). Sedangkan jumlah keuntungan dengan nilai stok waktu merupakan pendapatan penuh (full income). Konsep pendapatan penuh ini dikembangkan oleh Becker seperti dijelaskan dalam konsep alokasi waktu, dengan waktu yang tersedia diukur sebagai eksplisit. Jadi untuk memaksimumkan utilitas rumahtangga, keuntungan usahatani (HpY – GT) dimasukkan dalam persamaan kendala. Rumahtangga dapat memilih tingkat konsumsi untuk ketiga komoditas dan total input tenaga kerja ke dalam produksi pertanian, dengan asumsi rumahtangga price taker dalam pasar tenaga kerja sehingga seluruh tenaga kerja dinilai menurut upah pasar. Dengan menggunakan Lagrangiang diperoleh FOC sebagai berikut : Hp∂Y/∂T = G (3.15) 85 Marginal revenue product of labor sama dengan tingkat upah. Persamaan (3.15) hanya terdiri dari variabel T (sebagai endogenus), variabel lainnya (KB, KP, KS) tidak nampak sehingga tidak mempengaruhi pilihan rumahtangga. Dari persamaan tersebut dapat dipecahkan untuk T sebagai fungsi dari harga (Hp, G), parameter teknologi dari fungsi produksi dan areal lahan yang tetap. T* = T*(Hp, G, L) (3.16) dimana : T* = tingkat penggunaan atau permintaan input tenaga kerja G = harga input variabel L = input tetap Persamaan (3.16) di atas menunjukkan bahwa dalam keputusan produksi dapat dilakukan secara bebas dari keputusan konsumsi dan suplai tenaga kerja. Persamaan (3.16) disubstitusikan ke dalam RHS persamaan (3.14) untuk mendapatkan nilai pendapatan penuh (P*) melalui pilihan input tenaga kerja. Persamaan (3.14) menjadi: HBKB + HpKp + GKS = P* (3.17) Dalam memaksimumkan utilitas dengan kendala baru menghasilkan FOC : ∂U/∂KB = λ HB (3.18) ∂U/∂Kp = λ Hp (3.19) ∂U/∂KS = λG (3.20) HBKB + HpKp + GKS = P* yang merupakan kondisi standar dari teori permintaan konsumen. P* adalah pendapatan penuh saat keuntungan maksimum. Pemecahan persamaan (3.17) menghasilkan kurva permintaan standar sebagai : KB = KB (HB, Hp, G, P*) (3.21) 86 Kp = Kp (HB, Hp, G, P*) (3.22) KS = KS (HB, Hp, G, P*) (3.23) Ketiga fungsi permintaan di atas menunjukkan permintaan barang konsumsi tergantung pada harga barang, harga input dan pendapatan. Pada kasus rumahtangga pertanian, pendapatan ditentukan oleh aktivitas produksi rumahtangga. Hal ini mengikuti perubahan dalam faktor yang mempengaruhi produksi yang akan merubah P* (pendapatan penuh) dan perilaku konsumsi. Perilaku konsumsi tergantung perilaku produksi, tidak sebaliknya. Berdasarkan pemikiran yang diuraikan di atas, ternyata bahwa rumahtangga memaksimumkan kepuasannya dihadapkan dengan kendala pendapatan, tehnologi produksi dan waktu. Hal ini berbeda dengan konsumen sebagai individu dalam memaksimumkan kepuasannya. Konsumen sebagai individu dalam memaksimukan kepuasannya hanya menghadapi satu kendala yaitu kendala anggaran. Implikasi ini menunjukkan bahwa rumahtangga dalam mengkonsumsi barang dan jasa tergantung pada produksi. Pemecahan masalah produksi dan konsumsi seperti diuraikan di atas dapat dilakukan secara recursive karena model konsumsi dan produksi dianalisis secara terpisah (separable). 3.3. Perilaku Ekonomi Keputusan Peternak Sapi Usaha ternak sapi merupakan suatu proses menghasilkan produk berupa daging dan susu serta ternak sebagai tenaga kerja dengan mengkombinasikan input atau faktor produksi. Dalam teori ekonomi, input atau faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi secara umum terdiri dari lahan, tenaga kerja dan 87 modal. Input-input ini juga sebenarnya sebagai input yang digunakan dalam proses usaha ternak sapi. Crotty (1980) membagi input yang digunakan dalam memproduksi ternak sapi ke dalam tiga kategori yaitu lahan, waktu dan input lain (seperti pada Gambar 5). INPUT WAKTU LAHAN TENAGA KERJA INPUT LAIN AKTIVITAS OUTPUT BETERNAK SAPI +PEDAGING +PEKERJA BETERNAK SAPI BIBIT BETERNAK SAPI PERAH +DAGING +JASA TK +PUPUK Calves +SUSU +PUPUK Gambar 5. Keterkaitan Input, Aktivitas dan Output Pada Ternak Sapi Gambar 5 tersebut menunjukkan proses penggunaan input dalam aktivitas ekonomi pemeliharaan ternak sapi menghasilkan output berupa produk akhir maupun produk antara. Input yang digunakan adalah input waktu, lahan dan input lain. Aktivitas ekonomi yang dimaksud adalah aktivitas dalam pemeliharaan ternak sapi daging dan sapi pekerja, ternak sapi bibit dan ternak sapi perah. Ternak sapi daging 88 dan pekerja menghasilkan produk akhir berupa daging, jasa tenaga kerja ternak dan pupuk. Ternak sapi bibit menghasilkan bibit sebagai produk antara. Sedangkan ternak sapi perah menghasilkan susu sebagai produk antara dan menghasilkan pupuk sebagai produk akhir. Waktu mempengaruhi aktivitas pemeliharaan ternak sapi pedaging/ pekerja dan ternak sapi bibit, tapi tidak mempengaruhi aktivitas pemeliharaan ternak sapi perah. Lahan dan input lain mempengaruhi ketiga aktivitas pemeliharaan ternak sapi. Lahan adalah tertentu, yaitu spesifik untuk ternak sapi, bukan merupakan alternatif penggunaan. Dengan asumsi, lahan tetap baik kuantitas maupun kualitasnya, maka dalam analisis ekonomi sumberdaya lahan adalah konstan sedangkan input lain bervariasi. Waktu digunakan sebagai input untuk ternak sapi, alasannya bahwa waktu pemeliharaan ternak sapi berbeda-beda tergantung tujuan produksinya. Ternak sapi dengan tujuan penggemukan dapat dipotong dan dikonsumsi sekarang, atau dapat ditahan untuk penggemukan lebih lanjut dan dikonsumsi yang akan datang. Ternak sapi yang dimanfaatkan sebagai tenaga kerja dapat dipotong dan dikonsumsi sekarang, atau dipertahankan untuk memberikan jasa melebihi umur kerjanya. Ternak sapi bibit, penggemukan atau untuk tenaga kerja dapat mencapai dewasa dengan lambat atau proses pematangannya dipercepat tergantung pada pakan. Implikasinya agar ternak sapi dapat mencapai produktivitas yang diinginkan sesuai tujuan pemeliharaan dapat dilakukan pemberian pakan yang sesuai. Pakan yang diberikan bukan hanya dilihat dari kuantitas tapi kualitasnya. Keputusan menentukan apakah tujuan pemeliharaan ternak sapi untuk bibit ataukah dipotong sangat berhubungan dengan waktu. Waktu bukan sebagai input bagi sapi perah. Hal ini 89 disebabkan karena proses produksi sapi perah tidak dapat dipercepat atau diperlambat. Pada periode kebuntingan sapi perah selama sembilan bulan tidak dipengaruhi gizi pakan atau faktor lain. Input lain dikategorikan kedalam tiga subkategori. Tiga tujuan pemeliharaan ternak sapi dikenal sebagai : pertama, ternak sapi untuk tenaga kerja atau untuk pemotongan membutuhkan input lain, dinyatakan sebagai V1. Kedua, ternak sapi dibesarkan untuk pembibitan membutuhan input lain, dinyatakan sebagai V2. Ketiga, pemeliharaan sapi perah membutuhkan input lain, dinyatakan sebagai V3. Input lain disini merupakan ternak sapi bakalan yang digunakan sebagai bibit. Pada perusahaan ternak sapi pedaging dan sebagai tenaga kerja membutuhkan input lain (V1) dari ternak yang dilahirkan. Ternak sapi dipelihara untuk pembibitan menghasil ternak sapi sebagai bibit. Ternak sapi ini sebagai produk antara dan membutuhkan input lain (V2) dari ternak yang dilahirkan. Ternak sapi bibit tersebut menghasil bibit untuk perusahaan sapi perah dan dipelihara perusahaan lain untuk menghasilkan susu. Ternak sapi yang menghasilkan susu merupakan produk akhir yang membutuhkan input lain (V3) dan ternak sapi yang dilahirkan sebagai produk antara. Ternak sapi perah melahirkan anak yang digunakan sebagai input V1 pada perusahaan sapi penggemukan dan sebagai tenaga kerja. Sebagian sapi yang dilahirkan ini juga merupakan input V2 bagi perusahaan pembibitan. Ternak sapi anak dari perusahaan pembibitan masuk sebagai input produk akhir pada sektor ternak sapi V3 dalam perusahaan sapi perah. Peternak sapi dengan sistem pemeliharaan subsisten memproduksi sapi dan susu untuk konsumsi keluarga, atau untuk penggunaan tenaga kerja pada lahan milik 90 sendiri. Namun peternak subsisten berusaha mengorganisir produksi dengan memaksimumkan net benefit mereka. Penggunaan tenaga kerja berhubungan dengan biaya dan berhubungan dengan produksi ternak atau susu. Semakin banyak tenaga kerja yang digunakan maka produksi ternak atau susu semakin meningkat. Peternak memproduksi ternak atau susu tidak memperhatikan apakah ternak atau susu untuk dijual di pasar atau untuk konsumsi sendiri. Atau apakah tenaga kerja yang digunakan adalah tenaga kerja dalam keluarga ataukah tenaga kerja luar keluarga (disewa). Permasalahan yang lebih kompleks dalam usaha ternak sapi yaitu dengan empat aktivitas (anak sapi, susu, produksi sapi bibit dan beternak sapi untuk daging dan tenaga kerja). Input yang digunakan adalah V1, V2, dan V3, dengan dua produk akhir yaitu susu dan daging atau jasa tenaga kerja. Peternak sapi berhubungan dengan mengalokasikan sumberdayanya V1, V2, V3 untuk memaksimumkan net benefit atau net revenue (NR). Penting untuk mengidentifikasi net revenue (NR) sebelum mempertimbangkan bagaimana memaksimumkannya. Penggunaan sumberdaya mempengaruhi net revenue (NR) yang dihasilkan oleh aktivitas untuk menghasilkan produk akhir yaitu beternak sapi untuk pedaging atau untuk pekerja dan beternak sapi perah. Perhatian pada aktivitas ini difokuskan pada aktivitas menghasilkan net revenue (NR). Berdasarkan pemikiran di atas, rumahtangga akan memutuskan apakah pemeliharaan ternak sapinya untuk ternak perah, ternak sapi pedaging atau jasa tenaga kerja. Dalam penelitian ini, ternak sebagai obyek penelitian adalah ternak sapi lokal yang menghasilkan daging dan jasa tenaga kerja. Di Sulawesi Utara ternak sapi dikenal dengan istilah “dwi fungsi” yang menghasilkan daging dan digunakan 91 sebagai tenaga kerja. Keputusan ekonomi pemeliharaan ternak sapi seperti di atas merupakan keputusan produksi. Aktivitas ekonomi keputusan produksi ternak sapi tersebut dilakukan oleh rumahtangga. Rumahtangga meningkatkan produktivitas beternak sapi dalam rangka peningkatan pendapatan mereka. Peningkatan pendapatan ini berdampak terhadap pengeluaran konsumsi rumahtangga. Sehingga rumahtangga harus memutuskan untuk memaksimumkan net revenue atau memaksimumkan keuntungan. Tujuan ini merupakan tujuan rumahtangga sebagai produsen. Selain berperan sebagai produsen rumahtangga petani peternak berperan juga sebagai konsumen. Implikasinya rumahtangga berusaha memaksimumkan keuntungan sekaligus net utilitas-nya. Net revenue atau keuntungan rumahtangga petani peternak diperoleh dari selisih antara penjualan ternak sapi dengan biaya produksi. Biaya produksi terdiri dari biaya sapronak berupa bakalan, pakan dan obat-obatan. Dalam menganalisis ekonomi untuk peternakan, perlu pemahaman model bioekonomi ternak sapi tersebut. Alasan utama model bioekonomi sebagai pilihan dalam menganalisis adalah model ini biasanya digunakan sebagai manajemen (Denham and Spreen, 1986). Keterkaitan antara model biologi dan model ekonomi yang dinyatakan sebagai model bioekonomi ternak sapi dapat dilihat pada Gambar 6. Dalam usaha peternakan sapi, produktivitas ternak ditentukan oleh tiga unsur yang saling mempengaruhi yaitu bibit, pakan dan manajemen. Ketiga unsur ini dinyatakan dalam sub model biologi, sub model ekonomi dan sub model manajemen. Lingkungan mempengaruhi proses biologi pastura (sub model biologi pastura), proses biologi ternak sapi (sub model biologi ternak sapi) dan usaha pemeliharaan ternak sapi sebagai proses ekonomi (sub model ekonomi pemeliharaan ternak sapi). 92 SUB MODEL BIOLOGI PASTURA + PERTUMBUHAN + KUANTITAS + KUALITAS L I N G K U N G A N SUB MODEL BIOLOGI TERNAK SAPI +PERTUMBUHAN +REPRODUKSI SUB MODEL EKONOMI USAHA TERNAK SAPI + PEDAGING + JASA TENAGA KERJA SUB MODEL EKONOMI PRODUK TERNAK SAPI +DAGING +JASA TENAGA KERJA +PUPUK +BIAYA +HARGA PASAR +PERMINTAAN +Bibit +Jumlah Ternak +Penggembalaan MANAJEMEN +Bibit +Kandang +Pakan +TK ternak +Pupuk Tanaman +LAPANGAN KERJA +PENDAPATAN +KEUNTUNGAN Gambar 6. Model Bioekonomi Ternak Sapi (Denham and Spreen, 1986) 93 Sub model biologi pastura merupakan proses biologi yang menghasilkan hijauan baik rumput maupun leguminosa. Dampak lingkungan tersebut mempengaruhi pertumbuhan, kuantitas dan kualitas hijauan sebagai makanan ternak. Sub model biologi ternak sapi merupakan proses biologi dalam menghasilkan ternak sapi. Lingkungan dan sumberdaya pakan bermanfaat bagi ternak mempengaruhi produksi dan reproduksi ternak sapi yang dihasilkan. Dalam sub model ini mampu memprediksi karakteristik produksi ternak seperti pertumbuhan dan atau reproduksi ternak. Sub model ekonomi pemeliharaan ternak sapi merupakan aktivitas ekonomi penggunaan input dalam menghasilkan produksi ternak sapi. Lingkungan dan pertumbuhan serta reproduksi ternak sapi mempengaruhi produksi ternak sapi sebagai ternak sapi pedaging atau ternak sapi pekerja. Pada proses ini dapat ditentukan beberapa keuntungan bila ternak dipelihara sampai dewasa dan dipertahankan dengan kualitas yang sama. Proses dalam aktivitas ekonomi pemeliharaan ternak sapi menentukan sub model ekonomi produk akhir ternak sapi berupa daging, jasa tenaga kerja dan pupuk. Dalam sub model ekonomi ini dipengaruhi oleh faktor biaya, harga pasar dan permintaan pasar. Sub model biologi dan ekonomi ini mempengaruhi sub model manajemen. Sebaliknya sub model manajemen mempengaruhi sub model biologi dan ekonomi. Sub model manajemen ini menyangkut penggunaan bibit ternak sapi, perkandangan, pakan (kuantitas maupun kualitas). Selain itu manajemen menyangkut penggunaan bibit hijauan, jumlah ternak, penggembalaan dan irigasi (dalam penelitian ini tidak dianalisis karena pakan yang dikonsumsi ternak berasal dari limbah pertanian). 94 Manajemen juga menyangkut tenaga kerja ternak sapi dan pupuk yang berdampak terhadap aktivitas usaha kelapa dan tanaman pangan yang dilakukan rumahtangga. Sub model biologi, sub model ekonomi dan sub model manajemen mempengaruhi ketersediaan lapangan kerja, pendapatan dan keuntungan rumahtangga. Berdasarkan hubungan tersebut, dengan mengasumsikan model biological secara efektif dioperasikan, output dapat bermanfaat untuk proyeksi ekonomi. 3.4. Perilaku Ekonomi Rumahtangga Petani Peternak Model perilaku rumahtangga petani peternak yang akan dibangun berdasarkan tujuan penelitian. Secara teoritis, rumahtangga petani peternak dalam aktivitas ekonominya menjalankan tiga peran sekaligus, yaitu sebagai produsen, konsumen dan penghasil tenaga kerja. Ketiga peran ini dijalankan secara simultan. Rumahtangga sebagai produsen bertujuan untuk memaksimumkan keuntungannya. Sedangkan rumahtangga sebagai konsumen bertujuan memaksimumkan utilitasnya. Untuk mencapai tujuan tersebut, rumahtangga sebagai produsen maupun konsumen harus mampu membuat pilihan ekonomis dan mengambil keputusan yang tepat dalam melakukan aktivitas ekonominya. Model keseimbangan secara subyektif dari rumahtangga petani menekankan saling ketergantungan antara perilaku produksi dan konsumsi. Bila keputusan produksi mempengaruhi keputusan konsumsi, bukan sebaliknya dinamakan sebagai separable, jadi model produksi dan konsumsi adalah recursive (Coyle, 1994, Caillavet, 1994 dan Sadoulet and de Janvry, 1995). Model perilaku rumahtangga yang separable terjadi apabila pasar output maupun pasar input bersaing sempurna, mencakup perbedaan kategori tenaga kerja 95 keluarga. Semua harga yang berlaku dikategorikan sebagai variabel eksogen. Produk yang dihasilkan dan input yang digunakan dapat diperdagangkan, tanpa biaya transaksi. Dalam kasus ini, keputusan produksi dan konsumsi/kerja adalah berkaitan dengan harga, yaitu sebagai penentu opportunity cost untuk semua produk dan input yang dimiliki rumahtangga. Secara khusus kasus ini terjadi pada pasar tenaga kerja dan tanpa biaya transaksi. Hal ini berlaku apakah rumahtangga mengkonsumsi produk miliknya sendiri atau menjual untuk membeli kebutuhan konsumsi mereka. Demikian juga apakah rumahtangga menggunakan tenaga kerja miliknya ataukah menyewa untuk kebutuhan memproduksi. Pada kondisi ini, rumahtangga berperilaku memutuskan produksi, konsumsi/kerja jika terjadi sekuensial. Ringkasnya dalam model separable, kapan saja harga adalah eksogenus dan pasar dapat digunakan meskipun harga penjualan dan pembelian tidak identik. Bilamana model rumahtangga separable, dapat dipecahkan secara rekursif dengan dua step yaitu pemecahan masalah produksi dan pemecahan masalah konsumsi secara terpisah seperti dijelaskan di atas. Pemecahan masalah produksi berdasarkan variasi harga pasar output maupun input. Sedangkan pemecahan masalah konsumsi berdasarkan pilihan konsumsi rumahtangga dan kondisi leisure dari keuntungan usahatani (Lambert and Magnac, 1994). Implikasi model separabel adalah keputusan produksi tidak dipengaruhi keputusan konsumsi rumahtangga, di lain sisi keputusan konsumsi tergantung pada keputusan produksi rumahtangga. Untuk menunjukkan peranan perbedaan harga tenaga kerja dalam model rumahtangga pedesaan dipertimbangkan kasus yang lebih sederhana dan non-recursive. Pemecahan permasalahan rumahtangga dilakukan dengan mengintegrasikan keputusan produsen, 96 keputusan konsumen dan keputusan pekerja dalam rumahtangga. Dalam kasus rumahtangga, pembuat keputusan menganalisis secara simultan dalam produksi, konsumsi dan kerja. Ketiga masalah tersebut diintegrasikan ke dalam satu masalah rumahtangga tunggal. Masalah tersebut dipecahkan secara non-recursive. Berdasarkan pembahasan di atas, maka pemecahan masalah produksi dan konsumsi dengan separabel bila menggunakan asumsi : (1) pasar kompetitif dan komplet, (2) biaya transaksi nol, (3) substitusi sempurna dalam produksi antara tenaga kerja keluarga dan luar keluarga, (4) substitusi sempurna dalam konsumsi antara pekerja off-farm dan on-farm, dan (5) produksi usahatani tidak tergantung konsumsi rumahtangga. Pemahaman selanjutnya tentang pendekatan separabel pada model ekonomi rumahtangga petani peternak dapat dipelajari berdasarkan model dasar contoh berikut. Dengan mengasumsikan bahwa rumahtangga mengkonsumsi dua set barang yaitu R1 dan R2 yang dinyatakan sebagai fungsi utilitas sebagai berikut : U = U(R1, R2,…,Rn) (3.24) Fungsi produksi untuk barang konsumsi R adalah : Ri = Ri(KB, KP, KS, F, Z) i = 1,2,…,n (3.25) dimana : KB = konsumsi barang yang dibeli di pasar, KP = konsumsi barang rumahtangga, KS = konsumsi waktu santai, F = input tenaga kerja keluarga, pokok pertanian yang diproduksi 97 Z = karakteristik rumahtangga (seperti umur, pendidikan, ukuran rumahtangga). Fungsi utilitas rumahtangga dapat dinyatakan sebagai berikut : U = U(R1(KB,KP,KS,F,Z),R2(KB,KP,KS,F,Z),…,Rn(KB,KP,KS,F,Z)) (3.26) Dalam memaksimumkan utilitas dari konsumsi barang tersebut di atas, rumahtangga dapat memilih bundel konsumsi yang optimal. Rumahtangga dalam memaksimumkan utilitas juga dihadapkan pada beberapa kendala diantaranya kendala tehnologi produksi, kendala anggaran dan kendala waktu. Kendala tehnologi produksi yang dihadapi rumahtangga dinyatakan sebagai : YP = YP(L, T, V, N) (3.27) yaitu rumahtangga dalam memproduksi barang pokok untuk konsumsi dipengaruhi lahan (L), total input tenaga kerja (T), input variabel lain (V) dan tenaga kerja ternak sapi (N). Pengeluaran rumahtangga untuk konsumsi harus sama dengan pendapatan rumahtangga dari nilai produksi yang dijual dikurangi pendapatan tenaga kerja ditambah pendapatan bukan tenaga kerja. Kendala pendapatan dapat dinyatakan : HBKB = Hp(Y-Kp) – g(T-F) + E dimana : HBKB = total pengeluaran untuk konsumsi barang yang dibeli di pasar, Hp(Y-Kp) = nilai produksi yang dijual dipasar yaitu produksi produk pertanian yang diperoleh dikurangi jumlah konsumsi dikali dengan harga. g(T-F) = total pendapatan yang diperoleh dari tenaga kerja yang diupah yaitu selisih antara total tenaga kerja dengan tenaga kerja keluarga dikali upah. E = pendapatan yang diperoleh selain tenaga kerja yang diupah. 98 Rumahtangga juga menghadapi kendala waktu. Ketersediaan waktu harus sama dengan konsumsi waktu santai ditambah input tenaga kerja keluarga. Kendala waktu tersebut dapat dinyatakan sebagai : KS + F = W (3.28) Dengan mensubstitusikan persamaan kendala produksi dan kendala waktu ke dalam kendala anggaran diperoleh kendala seperti : HBKB + HpKp + GKS = GW + ∏ +E (3.29) ∏ = HPYP(L, T, V, N) – gT adalah pengukuran keuntungan usahatani. HBKB + HpKp + GKS merupakan total pengeluaran rumahtangga dalam mengkonsumsi komoditas yang dibeli di pasar (KB), komoditas pokok pertanian (Kp) serta waktu santai (KS). Sedangkan jumlah keuntungan (∏) dengan nilai stok waktu (GW) dan pendapatan bukan tenaga kerja (E) merupakan pendapatan penuh (full income). Berdasarkan fungsi utilitas dan kendala tunggal, rumahtangga dapat memilih apakah tingkat konsumsi untuk barang-barang konsumsi R melalui konsumsi KB, Kp, dan KS atau total input tenaga kerja yang dimasukkan dalam produksi pertanian. Dengan menggunakan Lagrangiang diperoleh FOC untuk tenaga kerja merupakan fungsi dari harga (Hp, G), parameter teknologi dari fungsi produksi dan areal lahan yang tetap, T* = T*(Hp,G, L, N) dimana : T* = tingkat penggunaan atau permintaan input tenaga kerja, G = harga input variabel, L = input tetap, (3.30) 99 N = tenaga kerja ternak Keuntungan dalam pendapatan penuh dapat dimaksimisasi melalui pilihan input tenaga kerja yang sesuai dengan mensubstitusi T kedalam kendala pendapatan penuh diperoleh : HBKB + HpKp + GKS = P* Nilai pendapatan penuh (3.31) dihubungkan dengan perilaku maksimisasi keuntungan. Maksimisasi fungsi utilitas dengan kendala T* = T*(Hp,G, K, L) dapat menghasilkan kurva permintaan standar dari bentuk : Kj = Kj (HB, Hp, G, R1, R2,…,Rn, P*; Z) j = 1,2,…,n (3.32) Berdasarkan persamaan (3.32) dapat dinyatakan permintaan tergantung pada harga dan pendapatan juga karakteristik rumahtangga. Pada rumahtangga pertanian semi subsisten, pendapatan ditentukan oleh aktivitas produksi rumahtangga, dapat dinyatakan bahwa perubahan dalam input mempengaruhi produksi. Perubahan input ini seperti introduksi tehnologi baru akan mempengaruhi produksi. Hal ini akan berpengaruh terhadap perilaku konsumsi. Jadi perilaku konsumsi dapat digambarkan sebagai : Kj = Kj (HB, Hp, G, R1, R2,…,Rn, P*(L,T,V,N); Z) (3.33) Persamaan (3.33) adalah tergantung dari perilaku produksi yang digambarkan dalam fungsi produksi YP = YP (L,T,V,N). Lebih lanjut persamaan ini dapat digambarkan dalam persamaan pengeluaran sebagai berikut : HjKj = E (HB, Hp, G, P*(L,T,V,N); Z) (3.34) Persamaan (3.34) di atas menunjukkan permintaan diturunkan dari permintaan barang (R). Persamaan permintaan untuk barang R dapat dinyatakan : 100 Ri = Ri (Kj (HB, Hp, G, P*(L,T,V,N); Z) i = 1,2,…,n (3.35) Implikasi persamaan (3.35) menunjukkan perilaku konsumsi barang oleh rumahtangga dipengaruhi oleh produksi yang dihasilkan rumahtangga. Hal ini menunjukkan selama produksi tidak dipengaruhi oleh pilihan konsumsi rumahtangga maka bentuk model ini adalah model separable yang pemecahannya secara recursive. Berdasarkan fenomena di atas ternyata bahwa perilaku produksi rumahtangga mempengaruhi perilaku konsumsi yang terjadi melalui perubahan pendapatan. Perilaku ini dapat dilihat dari persamaan permintaan barang. Sedangkan perilaku konsumsi mempengaruhi perilaku produksi dapat dilihat melalui karakteristik rumahtangga. Perubahan internal dalam rumahtangga misalnya terjadinya perubahan struktur demografi rumahtangga. Struktur demografi rumahtangga ini dapat dilihat dari ukuran keluarga dan jumlah pekerja. Apabila terjadi perubahan struktur keluarga yang berdampak pada jumlah konsumsi maka akan menyebabkan terjadi perubahan rasio konsumsi dan pekerja. Rumahtangga akan mengurangi waktu santai dengan menambah waktu untuk bekerja dan memperoleh pendapatan. Implikasinya rumahtangga dapat meningkatkan pendapatan yang diperoleh dari peningkatan alokasi waktu kerja pada usahatani dengan mengurangi waktu santai mereka. Fenomena ini menunjukkan bahwa perilaku konsumsi dapat mempengaruhi perilaku produksi. Keputusan produksi dan konsumsi adalah non-separable bilamana terjadi kegagalan pasar. Dalam hal ini variabel yang mempengaruhi keputusan konsumsi seperti kekayaan, total tenaga kerja dalam keluarga, harga barang konsumen dan karakteristik rumahtangga juga dapat mempengaruhi keputusan produksi (Vakis, et al., 2004) 101 Pada model rumahtangga petani peternak sapi dalam penelitian ini perilaku konsumsi, produksi maupun suplai tenaga kerja akan dianalisis secara simultan. Perilaku produksi mempengaruhi perilaku konsumsi sebaliknya perilaku konsumsi mempengaruhi perilaku suplai tenaga kerja dan produksi. Dalam perilaku ekonomi rumahtangga petani peternak terdapat biaya transaksi, sehingga asumsi dalam model pendekatan separabel seperti tersebut di atas tidak berlaku karena dalam memasarkan produksinya rumahtangga menanggung biaya transaksi. Implikasinya salah satu asumsi di atas tidak berlaku, pemecahan masalah produksi, masalah konsumsi dan suplai tenaga kerja dapat dilakukan dengan cara pendekatan non-recursive. 3.5. Pengaruh Biaya Transaksi Pada rumahtangga petani peternak berlaku adanya biaya transaksi. Hal ini dapat dilihat dari kenyataan bahwa rumahtangga melakukan aktivitas ekonomi mengeluarkan biaya. Biaya tersebut meliputi biaya produksi dan biaya transaksi. Kondisi perekonomian Negara kita yang dilanda krisis moneter sangat berdampak sampai pada daerah-daerah. Dampak ini berpengaruh terhadap harga produk dan harga input. Peningkatan harga produk dan harga input disebabkan tingginya biaya transpor. Faktor penyebab tingginya biaya transpor adalah naiknya harga BBM. Secara teori biaya transpor merupakan salah satu biaya dalam biaya transaksi. Adanya biaya transaksi tersebut melanggar asumsi separable (Sadoulet et al., 1995). Naiknya biaya transaksi menyebabkan terjadinya kegagalan pasar (market failure). Dalam teori ekonomi, salah satu kegagalan pasar yang terjadi disebabkan karena adanya biaya transaksi. Apabila biaya transaksi lebih besar karena adanya 102 ketidak-sempurnaan pasar menyebabkan produk yang dapat diproduksi secara efisien tidak terjadi. Hal inilah yang mengakibatkan kegagalan pasar. Biaya transaksi dapat menyangkut faktor internal dan eksternal usahatani. Dalam hal ini dapat dilihat dari perbedaan antara rancangan internal dan ekternal usahatani atau struktur penguasaan. Rancangan internal menunjukkan hubungan struktur penguasaan antara pemilik usahatani, manajer (dalam hal ini rumahtangga dapat sebagai pemilik dan sebagai manajer) dan pekerja. Rancangan eksternal menunjukkan hubungan struktur penguasaan rumahtangga dalam pasar. Rancangan internal dan eksternal dicirikan oleh masalah moral hazard sebagai hasil biaya organisasi atau biaya transaksi internal dan biaya menggunakan pasar atau biaya transaksi eksternal. Rancangan internal ditentukan oleh hubungan principal-agent antara rumahtangga dan pekerja usahatani. Moral hazard dalam usahatani adalah suatu konsekuensi kombinasi dari sulitnya menghubungkan usaha untuk output dalam tim produksi. Rancangan eksternal menunjukkan hubungan principal-agent dalam pasar, misalnya transaksi dengan kompetitor, supplier sumberdaya, pembeli, bank dan sebagainya. Masalah moral hazard dikarenakan biaya transaksi menggunakan pasar. Biaya transaksi pasar dapat menghasilkan ketidak-sempurnaan dalam pasar input maupun pasar output. Rancangan eksternal dalam rumahtangga petani peternak mencakup pilihan dari lingkup usaha ternak (scope), jangka waktu usaha (span), kecepatan usaha (speed) dan skala usaha (scale). Lingkup usaha ternak menunjukkan jumlah aktivitas yang dikerjakan dalam produksi usaha ternak (diversifikasi produk) dan off-farm. Berkaitan dengan jangka waktu, biaya transaksi akan meningkat sebagai hasil 103 spesifikasi produksi dalam rantai produk vertikal. Masalah jangka waktu ini menyangkut penjualan output. Kecepatan usaha menunjukkan tingkat inovasi pengembangan bisnis usaha ternak. Kecepatan usaha dapat dilihat dari apakah rumahtangga melakukan investasi dalam usahanya atau tidak. Sedangkan skala usaha menunjukkan ukuran usaha pada aktivitas usaha ternak dalam rumahtangga. Skala usaha dilihat dari total output usahatani. Tujuan untuk melakukan transaksi tidak hanya menyangkut output tetapi juga berkaitan dengan usahatani seperti lahan, tenaga kerja, mesin-mesin serta pembelian input dan jasa (Sartorius, 2006). Biaya transaksi digambarkan sebagai biaya untuk memperoleh barang dan jasa dengan tehnologi tertentu. Biaya transaksi dapat terjadi sebagai hasil tehnologi, bagian tenaga kerja, lokasi pasar atau pelaku-pelakunya. Menurut Allen and Lueck (2004), biaya transaksi adalah penting dalam pertanian karena alam (seperti musim, cuaca juga penyakit) dapat berpengaruh dalam proses menghasilkan output dan hal ini membatasi petani untuk spesialisasi. Biaya transaksi dapat terjadi mulai dari akivitas penanaman, panen dan distribusi. Aktivitas tersebut terjadi baik pada petani skala besar maupun petani skala kecil. Petani dengan skala kecil dapat menghasilkan biaya transaksi lebih tinggi dibanding petani skala besar. Biaya transaksi menurut Williamson (2008) berkaitan dengan kelembagaan. Berdasarkan teori ekonomi neoklasik dan ekonomi modern, biaya transaksi berhubungan dengan biaya bukan harga dalam pertukaran komersial. Biaya-biaya tersebut mencakup biaya dalam memasarkan, waktu negosiasi, dan biaya-biaya jaminan dalam kontrak seperti biaya honor. Dalam pengertian sempit pemasaran 104 pertanian menunjukkan aktivitas distribusi suatu produk dari tingkat usahatani sampai ke tangan konsumen akhir. Dalam hal ini terdapat biaya penanganan, biaya transpor, biaya penyimpanan, biaya prosesing, biaya pengepakan, biaya pasar, biaya manajemen risiko dan biaya perantara. Berdasarkan pengertian di atas, biaya transaksi dapat diklasifikasikan sebagai biaya yang nyata (tangible) dan biaya tidak nyata (intangible). Biaya yang nyata menyangkut biaya transportasi, biaya penanganan, penyimpanan, prosesing, pengepakan, biaya pasar, manajemen risiko, upah perantara, biaya komunikasi dan biaya legal lainnya. Sedangkan biaya tidak nyata menyangkut biaya ketidakpastian dan moral hazard. Besar kecilnya biaya transaksi tergantung dari pasar, kebijakan, jasa pendukung serta informasi. Selanjutnya biaya tersebut dapat mempengaruhi keputusan rumahtangga. Biaya transaksi mempengaruhi perilaku ekonomi rumahtangga petani peternak. Perilaku ekonomi rumahtangga dapat menyangkut keputusan produksi, konsumsi juga keputusan dalam investasi dan pemasaran. Biaya transaksi dan faktor-faktor yang mempengaruhinya terlihat pada Gambar 7. Gambar 7 menunjukkan setiap rumahtangga melakukan aktivitas ekonomi seperti keputusan produksi, konsumsi, investasi dan pemasaran. Keputusan produksi mempengaruhi keputusan konsumsi, sebaliknya keputusan konsumsi mempengaruhi keputusan poduksi. Keputusan produksi mempengaruhi keputusan investasi dan pemasaran, sebaliknya keputusan investasi dan pemasaran mempengaruhi keputusan produksi. Keputusan konsumsi mempengaruhi keputusan investasi dan pemasaran, sebaliknya keputusan investasi dan pemasaran mempengaruhi keputusan konsumsi. 105 KONDISI SOSIAL EKONOMI KEPUTUSAN PRODUKSI PASAR KEBIJAKAN RUMAH TANGGA PETANI PETERNAK KEPUTUSAN KONSUMSI JASA PENDUKUNG KEPUTUSAN INVESTASI & PEMASARAN INFORMASI BIAYA TRANSAKSI VARIABEL : -KARAKTERISTIK RT -BANK -LISTRIK -KOPERASI -JARAK -LAHAN Gambar 7. Biaya Transaksi dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya 106 Perilaku rumahtangga petani peternak dipengaruhi oleh pasar, kebijakan, jasa pendukung dan informasi. Pasar dalam hal ini menyangkut pasar lokal, provinsi, nasional dan internasional. Kebijakan pemerintah termasuk peraturan dan regulasi. Sedangkan jasa pendukung berupa infrastruktur, kredit, penawaran input dan penyuluhan. Perilaku rumahtangga juga dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi rumahtangga seperti umur, pengalaman, pendidikan formal, kredit, luas lahan, skala usaha, jumlah dan kualitas tenaga kerja, modal dan penguasaan tehnologi. Variabelvariabel ini merupakan faktor internal dari rumahtangga. Pasar dan kebijakan mempengaruhi biaya transaksi. Biaya transaksi tersebut dipengaruhi oleh variabel karakteristik rumahtangga, bank, listrik, koperasi, jarak dan lahan. Karakteristik rumahtangga diantaranya struktur demografi mempengaruhi biaya transaksi. Hal ini dapat dilihat dari ketergantungan rasio c/w. Rumahtangga dengan c/w rendah berarti jumlah pekerja lebih besar dari beban konsumsi, menghadapi unit biaya transaksi yang rendah. Kondisi ini disebabkan jumlah pekerja lebih banyak sehingga akses output yang dijual lebih besar. Semakin banyak pekerja on-farm, semakin banyak pangan dihasilkan untuk surplus. Jumlah anak sekolah dan anak tidak bekerja secara negatif mempengaruhi partisipasi pemasaran dalam rumahtangga karena sebagian besar pangan yang diproduksi digunakan untuk kebutuhan konsumsi. Anggota rumahtangga yang lebih berpengalaman cenderung melakukan kontrak personal dan menggunakan kesempatan dalam penjualan hasilnya dengan biaya yang rendah. Disini rumahtangga menghadapi biaya transaksi terendah. 107 Rumahtangga yang mempunyai rekening bank dapat meningkatkan kontak dengan perkotaan sebagai tempat penjualan dan pembelian input. Adanya listrik cenderung dapat menurunkan biaya transaksi, dalam hal ini rumahtangga dapat mengakses informasi melalui radio dan televisi. Rumahtangga sebagai anggota koperasi dengan mudah dapat melakukan proses produksi dan memasarkan hasil usahanya. Hal ini berdampak positif dalam penurunan biaya transaksi dan dapat memperbaiki saluran pemasaran. Jarak pasar dan lokasi usahatani mempengaruhi biaya transaksi. Ukuran lahan juga mempengaruhi biaya transaksi karena semakin besar biaya tetap maka biaya transaksi semakin besar. Implikasinya variabel yang mempengaruhi biaya transaksi tersebut dapat mempengaruhi keputusan produksi, konsumsi, investasi dan pemasaran. Biaya transaksi juga mempengaruhi keputusan-keputusan rumahtangga tersebut. Variasi dan kualitas pemasaran ditentukan oleh biaya transaksi yang sebaliknya mempengaruhi tingkat pendapatan rumahtangga. Tingkat pendapatan rumahtangga mempengaruhi keputusan produksi maupun keputusan konsumsi. Berdasarkan fenomena tersebut dapat dinyatakan bahwa biaya transaksi sangat penting untuk implikasi kebijakan. Dalam perilaku ekonomi rumahtangga petani peternak, variabel-variabel yang mempengaruhi biaya transaksi akan dimasukkan dalam model analisis, kecuali bank dan koperasi. Rumahtangga petani peternak tradisional diduga tidak mempunyai rekening bank. Variabel-variabel biaya transaksi diduga mempengaruhi keputusan produksi, konsumsi, investasi dan pemasaran pada rumahtangga petani peternak.