BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia Manajemen sumber daya manusia merupakan bagian terpenting dari sebuah organisasi. Dengan adanya MSDM maka hal-hal yang menyangkut dengan karyawan akan ditangani dibagian ini. Untuk lebih memahami apa itu manajemen sumber daya manusia beserta fungsinya, berikut adalah pendapat para ahli seputar MSDM. 2.1.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Manajemen sumber daya manusia (MSDM) sendiri didefinisikan menjadi beberapa arti oleh para ahli manajemen. Mathis & Jackson (2006:3) yang diterjemahkan oleh Angelica, mengartikan manajemen sumber daya manusia merupakan suatu system formal dalam sebuah organisasi untuk memastikan penggunaan bakat dan kompetensi manusia secara efektif dan efisien guna mencapai tujuan-tujuan organisasi. Tidak peduli apakah perusahaan tersebut merupakan perusahaan besar dengan 10.000 karyawan atau organisasi nirlaba kecil yang memiliki hanya 10 karyawan, karyawan-karyawan tersebut harus dibayar, yang berarti diperlukan suatu system remunerasi yang baik dan sesuai dengan undang-undang yang berlaku. “The process of acquiring, training, appraising, and compensating employees, and of attending to their labor relations, health and safety, and fairness concerns.” Menurut Dessler (2013:30) yang memiliki arti manajemen sumber daya manusia adalah proses memperoleh, pelatihan, menilai, kompensasi karyawan, dan menghadiri hubungan tenaga kerja, kesehatan dan keselamatan, dan kekhawatiran keadilan. Menurut Sedarmayanti (2009:4) manajemen sumber daya manusia mengatur dan menetapkan program kepegawaian yang mencakup masalah: 1. Penetapan jumlah, kualitas dan penetapan tenaga kerja yang efektif sesuai dengan kebutuhan organisasi. 2. Penetapan penarikan, seleksi, dan penetapan pegawai berdasarkan asas the right man in the right place and the right man on the right job. 7 8 3. Penetapan program kesejahteraan, pengembangan, promosi dan pemberhentian. 4. Peramalan penawaran dan permintaan sumber daya manusia pada masa yang akan datang. 5. Perkiraan keadaan perekonomian pada umumnya dan perkembangan suatu organisasi pada khususnya. 6. Pemantauan dengan cermat undang-undang perburuhan, dan kebijaksanaan pemberian balas jasa organisasi. 7. Pemantauan kemajuan teknik dan perkembangan serikat buruh. 8. Pelaksanaan pendidikan, latihan, dan penilaian prestasi pegawai. 9. Pengaturan mutasi kerja. 10. Pengaturan pension, pemberhentian dan pesangonnya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa manajemen sumber daya manusia merupakan bagian penting dari perusahaan karena manajemen sumber daya manusia melibatkan semua keputusan dan praktik manajemen yang memengaruhi secara langsung sumber daya manusia dalam membantu organisasi/perusahaan untuk mencapai tujuan dari organisasi tersebut dengan cara memanfaatkan bakat manusia secara efektif dan efisien sehingga akan berdampak pada peningkatan kepuasan karyawan dan pelanggan, inovasi, produktivitas, dan pengembangan reputasi perusahaan itu sendiri. 2.1.2 Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia Adapun fungsi dari manajemen sumber daya manusia, yaitu untuk meningkatkan efektifitas sumber daya manusia yang ada dalam suatu organisasi sehingga dapat mencapai tujuan organisasi itu sendiri. Menurut Dessler (2013:30), pekerjaan yang dilakukan MSDM meliputi : • Planning. Menetapkan tujuan dan standar; mengembangkan aturan dan prosedur; mengembangkan rencana dan peramalan. • Organizing. Memberikan setiap bawahan tugas tertentu; mendirikan departemen; mendelegasikan wewenang untuk bawahan. • Staffing. Merekrut calon karyawan; memilih karyawan; pelatihan dan pengembangan karyawan. 9 • Leading. Memperoleh karyawan untuk menyelesaikan pekerjaan; mempertahankan moral; memotivasi bawahan. • Controlling. Menetapkan standar seperti kuota penjualan, standar kualitas, atau tingkat produksi; memeriksa bagaimana sebenarnya kinerja karyawan; mengambil tindakan korektif, sesuai kebutuhan. Berdasarkan hal di atas maka kesimpulan dari fungsi manajemen sumber daya manusia bahwa pekerjaan-pekerjaan yang ada di dalam MSDM memiliki tanggung jawab yang besar terhadap sumber daya manusia yang nantinya akan menghasilkan asset yang berharga sejalan dengan dari adanya pemikiran sebuah tentang perusahaan. pentingnya Karena sumber itu daya manusia, maka posisi MSDM adalah mengelola sumber daya manusia yang ada dalam organisasi. 2.2 Motivasi Setiap organanisasi tentu ingin mencapai tujuan. Untuk mecapai tujuan tersebut, peranan manusia yang terlibat di dalamnya sangat penting. Untuk menggerakkan manusia agar sesuai dengan yang dikehendaki organisasi, maka haruslah dipahami motivasi manusia yang bekerja di dalam organisasi tersebut, karena motivasi inilah yang menentukan perilaku orang-orang untuk bekerja, atau dengan kata lain perilaku merupakan cerminan yang paling sederhana dari motivasi. 2.2.1 Pengertian Motivasi Menurut Rivai dan Sagala (2011:837), motivasi adalah serangkaian sikap dan nilai-nilai yang mempengaruhi individu untuk mencapai hal yang spesifik sesuai dengan tujuan individu. Pengertian motivasi seperti dikemukakan oleh Colquitt, Lepine, and Wesson (2013:164) Motivasi didefinisikan sebagai seperangkat kekuatan energik yang berasal baik di dalam maupun di luar karyawan, memulai kerja terkait usaha, dan menentukan arahnya, intensitas, dan ketekunan. Jadi, motivasi adalah sesuatu yang menimbulkan semangat atau dorongan kerja. Sedangkan menurut Siagian (dalam Sutrisno, 2009:110) mengatakan bahwa motif adalah suatu perangsang keinginan dan daya penggerak kemauan bekerja seseorang karena setiap motif mempunyai tujuan tertentu yang ingin dicapai. 10 Adapun Hasibuan (2007:141), mengemukakan motivasi mempersoalkan bagaimana caranya mengarahkan daya dan potensi bawahan, agar mau bekerja sama secara produktif berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan yang telah ditentukan. Berdasarkan definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah suatu faktor yang mendorong seseorang untuk melakukan suatu aktifitas tertentu, oleh karena itu motivasi sering kali diartikan pula sebagai faktor pendorong perilaku seseorang. Setiap aktifitas yang dilakukan oleh seseorang pasti memiliki suatu faktor yang mendorong aktifitas tersebut. 2.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi Motivasi sebagai proses psikologis dalam diri sendiri akan di pengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut dapat dibedakan atas faktor intern dan esktern yang berasal dari karyawan. 1. Faktor Intern Faktor intern yang dapat mempengaruhi pemberian motivasi pada seoarang antara lain: a. Keinginan untuk dapat hidup Keinginan untuk dapat hidup merupakan kebutuhan setiap manusia yang hidup dimuka bumi ini. Untuk mempertahankan hidup ini orang mau mengerjakan apa saja, apakah pekerjaan itu baik atau jelek, apakah halal atau haram, dan sebagainya. Keinginan untuk dapat hidup meliputi kebutuhan untuk: • Memperoleh kompensasi yang memadai • Pekerjaan yang tetap walaupun penghasilan tidak begitu memadai • Kondisi kerja yang aman dan nyaman b. Keinginan untuk dapat memiliki Keinginan untuk dapat memiliki benda dapat mendorong seseorang untuk mau melakukan pekerjaan. Hal ini banyak kita alami dalam kehidupan sehari-hari, bahwa keinginan yang keras untuk dapat memiliki itu dapat mendorong orang untuk mau bekerja. Contohnya, keinginan untuk dapat memiliki sepeda motor, mobil, rumah, dan lain-lain dapat mendorong 11 seseorang untuk mau melakukan pekerjaan. c. Keinginan untuk memperoleh penghargaan Seseorang mau bekerja disebabkan adanya keinginan untuk diakui, dihormati oleh orang lain. Untuk memperoleh status sosial yang lebih tinggi, orang mau mengeluarkan uangnya, untuk memperoleh uang itu pun ia harus bekerja keras. Jadi, harga diri, nama baik, kehormatan yang ingin dimiliki itu harus diperankan sendiri, mungkin dengan bekerja keras memperbaiki nasib, mencari rezeki, sebab status diakui sebagai orang yang terhormat tidak mungkin diperoleh bila yang bersangkutan termasuk pemalas, tidak mau bekerja, dan sebagainya. d. Keinginan untuk memperoleh pengakuan Bila dirincikan, maka keinginan untuk memperoleh pengakuan itu dapat meliputi: e. • Adanya penghargaan terhadap prestasi • Adanya hubungan kerja yang harmonis dan kompak • Pimpinan yang adil dan bijaksana • Perusahaan tempat bekerja dihargai oleh masyarakat Keinginan untuk berkuasa Keinginan untuk berkuasa akan mendorong seseorang untuk bekerja. Kadang-kadang keinginan untuk berkuasa ini dipenuhi dengan cara-cara tidak terpuji, namun cara-cara yang dilakukanmya itu masih termasuk kerja juga. Apalagi keinginan untuk berkuasa atau menjadi pimpinan itu dalam arti positif, yaitu ingin dipilih menjadi ketua atau kepala, tentu sebelumnya si pemilih telah melihat dan menyaksikan sendiri bahwa orang itu benar-benar mau bekerja, sehingga ia pantas untuk dijadikan penguasa dalam unit organisasi/kerja. 2. Faktor ekstern Faktor ekstern juga tidak kalah peranannya dalam melemahkan motivasi kerja seseorang. Faktor-faktor ekstern itu adalah: a. Kondisi lingkungan kerja 12 Lingkungan pekerjaan adalah keseluruhan sarana dan prasarana kerja yang ada disekitar karyawan yang sedang melakukan pekerjaan yang dapat memengaruhi pelaksanaan pekerjaan. Lingkungan kerja ini, meliputi tempat bekerja, fasilitas dan alat bantu pekerjaan, kebersihan, pencahayaan, ketenangan, termasuk juga hubugan kerja antara orang-orang yang ada ditempat tersebut. b. Kompensasi yang memadai Kompensasi merupakan sumber penghasilan utama bagi para karyawan untuk menghidupi diri beserta keluarganya. Kompensasi yang memadai merupakan alat motivasi yang paling ampuh bagi perusahaan untuk mendorong para karyawan bekerja dengan baik. c. Supervisi yang baik Fungsi supervisi dalam suatu pekerjaan adalah memberikan pengarahan, membimbing kerja para karyawan, agar dapat melaksanakan kerja dengan baik tanpa membuat kesalahan. Dengan demikian, posisi supervisi sangat dekat dengan para karyawan, dan selalu menghadapi para karyawan dalam melaksanakan tugas sehari-hari. Bila supervisi dekat dengan para karyawaan ini menguasai liku-liku pekerjaan dan penuh dengan sifat-sifat kepemimpinan, maka suasana kerja akan bergairah dan bersemangat. Akan tetapi, mempunyai supervisi yang angkuh mau benar sendiri, tidak mau mendengarkan keluhan para karyawan, akan menciptakan situasi kerja yang tidak mengenakan, dan dapat menurunkan semangat kerja. Dengan demikian, peranan supervisor yang melakukan pekerjaan supervisi amat memengaruhi motivasi kerja para karyawan. d. Adanya jaminan pekerjaan Setiap orang akan mau bekerja mati-matian mengorbankan apa yang ada pada dirinya untuk perusahaan, kalau yang bersangkutan merasa ada jaminan karier yang jelas dalam melakukan pekerjaan. Mereka bukannya bekerja untuk hari ini 13 saja, tetapi mereka berharap akan bekerja sampai tua cukup dalam satu perusahaan saja, tidak usah sering kali pindah. Hal ini dapat terwujud bila perusahaan dapat memberikan jaminan karier untuk masa depan, baik jaminan pemberian kesempatan untuk mengembangkan potensi diri. e. Status dan tanggung jawab Status atau kedudukan dalam jabatan tertentu merupakan dambaan setiap karyawan dalam bekerja. Mereka bukan hanya mengharapkan kompensasi semata, tetapi pada satu masa mereka juga berharap akan dapat kesempatan menduduki jabatan dalam suatu perusahaan. Dengan menduduki jabatan, orang merasa dirinya akan dipercaya, diberi tanggung jawab, dan wewenang yang beras untuk melakukan kegiatan-kegiatan. Jadi, status dan kedudukan merupakan dorongan untuk memenuhi kebutuhan sense of achievement dalam tugas seharihari. f. Peraturan yang fleksibel Bagi perusahaan besar, biasanya sudah ditetapkan system dan prosedur kerja yang harus dipatuhi oleh seluruh karyawan. System yang berlaku dan bersifat mengatur dan melindungi para karyawan. Semua ini merupakan aturan main yang mengatur hubungan kerja antara karyawan dengan perusahaan, termasuk hak dan kewajiban para karyawan, pemberian kompensasi, promosi, mutasi, dan sebagainya. Oleh karena itu, biasanya peraturan bersifat melindungi dan dapat memberikan motivasi para karyawan untuk bekerja lebih baik. 2.2.3 Tipe-tipe Motivasi Tipe-tipe motivasi: a) Motivasi positif Proses pemberian motivasi atau usaha membangkitkan motif, dimana hal itu diarahkan pada usaha untuk mempengaruhi orang lain agar dia bekerja secara baik dan antusias dengan cara memberikan keuntungan tertentu kepadanya. Jenis-jenis motivasi 14 positif antara lain imbalan yang menarik, perhatian atasan terhadap bawahan, informasi tentang pekerjaan, kedudukan atau jabatan, rasa partisipasi, dianggap penting, pemberian tugas berikut tanggung jawabnya, dan pemberian kesempatan untuk tumbuh dan berkembang. Contohnya : bekerjalah dengan baik, jika target keuntungan tercapai Anda akan diberi bonus! b) Motivasi negatif Sering dikatakan sebagai motivasi yang bersumber dari rasa takut, misalnya, jika tidak bekerja akan muncul rasa takut dikeluarkan, takut tidak diberi gaji, dan takut dijauhi oleh rekan sekerja. Motivasi negatif yang berlebihan akan membuat organisasi tidak mampu mencapai tujuan. 2.2.4 Teori Motivasi Menurut Freederick Hezberg Setiap teori motivasi berusaha untuk menguraikan apa sebenarnya manusia dan manusia dapat menjadi seperti apa. Dengan alasan ini, bisa dikatakan bahwa sebuah teori motivasi mempunyai isi dalam bentuk pandangan tertentu mengenai manusia. Sebenarnya teori ini merupakan pengembangan dari teori hierarki kebutuhan Maslow. Menurut teori pemeliharaan motivasi ini ada dua faktor yang memengaruhi kondisi pekerjaan seseorang, yaitu: • Faktor pemeliharaan (maintenance factor) Faktor pemeliharaan, juga disebut hygiene faktor, merupakan faktor yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan untuk memelihara keberadaan karyawan sebagai manusia, pemeliharaan ketenteraman, dan kesehatan. • Faktor motivasi (motivation factor) Faktor pemuas yang disebut juga motivator, merupakan faktor pendorong seseorang untuk berprestasi yang bersumber dari dalam diri orang yang bersangkutan (intrinsik). Faktor motivasi ini mencakup: Kepuasan kerja Prestasi yang diraih Peluang untuk maju 15 Pengakuan orang lain Kemungkinan pengembangan karir Tanggung jawab 2.3 Disiplin Kerja Dalam kehidupan sehari-hari, dimana pun manusia berada, dibutuhkan peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan yang akan mengatur dan membatasi setiap kegiatan dan perilakunya. Namun peraturan-peraturan tersebut tidak akan ada artinya bila tidak disertai dengan sanksi bagi para pelanggarnya. Penyesuaian diri dari tiap individu terhadap segala sesuatu yang ditetapkan kepadanya, akan menciptakan suatu masyarakat yang tertib dan bebas dari kekacauan-kekacauan. Demikian juga kehidupan dalam suatu perusahaan akan sangat membutuhkan ketaatan dari anggota-anggotanya pada peraturan dan ketentuan yang berlaku pada perusahaan tersebut. Dengan kata lain, disiplin kerja pada karyawan sangat dibutuhkan, karena apa yang menjadi tujuan perusahaan akan sukar dicapai bila tidak ada disiplin kerja. 2.3.1 Pengertian Disiplin Kerja Singodimedjo (dalam Sutrisno, 2009:86), mengatakan disiplin adalah sikap kesediaan dan kerelaan seseorang untuk mematuhi dan menaati norma-norma peraturan yang berlaku disekitarnya. Disiplin karyawan yang baik akan mempercepat tujuan perusahaan, sedangkan disiplin yang merosot akan menjadi penghalang dan memperlambat pencapaian tujuan perusahaan. Menurut Rivai dan Sagala (2011:825) disiplin kerja adalah suatu alat yang digunakan para manajer untuk berkomunikasi dengan karyawan agar mereka bersedia untuk mengubah perilaku serta sebagai suatu upaya untuk meningkatkan kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku. Sedangkan menurut Siswanto (2005:291) disiplin kerja adalah suatu sikap menghormati, menghargai, patuh, dan taat terhadap peraturan-peraturan yang berlaku, baik yang tertulis maupun tidak tertulis serta sanggup menjalankannya dan tidak mengelak untuk menerima sanksi-sanksinya apabila ia melanggar tugas dan wewenang yang diberikan kepadanya. Adapun menurut Hasibuan (2007:193) kedisiplinan adalah kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua aturan perusahaan dan norma-norma sosial 16 yang berlaku. Kedisiplinan merupakan fungsi operatif MSDM yang terpenting karena semakin baik disiplin karyawan, semakin tinggi prestasi kerja yang dapat dicapainya. Tanpa disiplin karyawan yang baik, sulit bagi organisasi perusahaan mencapai hasil yang optimal. Disiplin menujukkan suatu kondisi atau sikap hormat yang ada pada diri karyawan terhadap peraturan dan ketetapan perusahaan. Dengan demikian bila peraturan atau ketetapan yang ada dalam perusahaan itu diabaikan, atau sering dilanggar, maka karyawan mempunyai disiplin kerja yang buruk. Sebaliknya, bila karyawan tunduk pada ketetapan perusahaan, menggambarkan adanya kondisi disiplin yang baik. Jadi kesimpulan dari disiplin kerja dalam arti lebih sempit dan lebih banyak dipakai, disiplin berarti tindakan yang diambil dengan penyeliaan untuk mengoreksi perilaku dan sikap yang salah pada sementara karyawan. 2.3.3 Pentingnya Disiplin Kerja Keteraturan adalah ciri utama organisasi dan disiplin adalah salah satu metode untuk memelihara keteraturan tersebut. Tujuan utama disiplin adalah untuk meningkatkan efisiensi semaksimal mungkin dengan cara mencegah pemborosan waktu dan energi. Selain itu, disiplin mencoba untuk mencegah kerusakan atau kehilangan harta benda, mesin, peralatan dan perlengkapan kerja yang disebabkan oleh ketidakhati-hatian, senda gurau atau pencurian. Disiplin mencoba mengatasi kesalahan dan keteledoran yang disebabkan karena kurang perhatian, ketidakmampuan, dan keterlambatan. Ketidakdisiplinan dan kedisiplinan dapat menjadi panutan orang lain. Jika lingkungan kerja semuanya disiplin, maka seorang pegawai akan ikut disiplin, tetapi juga lingkungan kerja organisasi tidak disiplin, sulit bagi lingkungan kerja yang tidak disiplin tetapi ingin menerapkan kedisiplinan pegawai, karena lingkungan kerja akan menjadi panutan bagi para pegawai. Jadi, dapat disimpulkan bahwa disiplin pegawai adalah perilaku seseorang yang sesuai dengan peraturan, prosedur kerja yang ada atau disiplin adalah sikap, tingkah laku, dan perbuatan yang sesuai dengan peraturan dari organisasi baik tertulis maupun yang tidak tertulis. Kedisiplinan adalah kunci keberhasilan suatu perusahaan dalam mencapai tujuannya. 17 2.3.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Disiplin Kerja Asumsinya bahwa pemimpin mempunyai pengaruh langsung atas sikap kebiasaan yang diperoleh karyawan. Kebiasaan itu ditentukan oleh pemimpin, baik dengan iklim atau suasana kepemimpinan maupun melalui contoh pribadi. Menurut Hasibuan (2007:195-198), indikator-indikator yang mempengaruhi tingkat kedisiplinan karyawan suatu organisasi, diantaranya adalah: 1. Tujuan dan kemampuan Tujuan dan kemampuan ikut mempengaruhi tingkat kedisiplinan karyawan. Tujuan yang akan dicapai harus jelas dan ditetapkan secara ideal serta cukup menantang bagi kemampuan karyawan. Hal ini berarti bahwa tujuan (pekerjaan) yang dibebankan kepada karyawan harus sesuai dengan kemampuan karyawan yang bersangkutan, agar dia bekerja bersungguh-sungguh dan disiplin serta bertangggung jawab dalam melaksanakan pekerjaannya. Disinilah letak pentingnya asas the right man in the right place and the right man in the right job. 2. Teladan pimpinan Teladan pimpinan sangat berperan dalam menentukan kedisiplinan karyawan karena pimpinan dijadikan teladan dan panutan oleh para bawahannya. Pimpinan harus memberi contoh yang baik, berdisiplin baik, jujur, adil serta sesuai kata dengan perbuatan. Hal inilah yang mengharuskan pimpinan mempunyai kedisiplinan yang baik agar para bawahan pun mempunyai disiplin yang baik pula. 3. Balas jasa Balas jasa (gaji dan kesejahteraan) ikut mempengaruhi kedisiplinan karyawan karena balas jasa akan memberikan kepuasan dan kecintaan karyawan terhadap perusahaan/pekerjaannya. Jika kecintaan karyawan semakin baik terhadap pekerjaan, kedisiplinan mereka akan semakin baik pula. Jadi semakin besar balas jasa semakin baik kedisiplinan karyawan. 4. Keadilan Keadilan ikut mendorong terwujudnya kedisiplinan karyawan, karena ego dan sifat manusia yang selalu merasa dirinya penting dan minta diperlakukan sama dengan manusia lainnya. Keadilan yang dijadikan dasar kebijaksanaan dalam pemberian balas jasa (pengakuan) 18 atau hukuman akan merangsang terciptanya kedisiplinan kerja karyawan yang baik. 5. Waskat Waskat (pengawasan melekat) adalah tindakan nyata yang paling efektif dalam mewujudkan kedisiplinan karyawan perusahaan. Dengan waskat berarti atasan harus aktif dan langsung mengawasi perilaku, moral, sikap, gairah kerja dan prestasi kerja bawahannya. Waskat efektif merangsang kedisiplinan dan moral kerja karyawan. Karyawan merasa mendapat perhatian, bimbingan, petunjuk, pengarahan, dan pengawasan dari atasannya. Hal ini berarti atasan harus selalu ada/hadir di tempat kerja agar dapat mengawasi dan memberikan petunjuk, jika ada bawahannya yang mengalami kesulitan dalam menyelesaikan pekerjaannya. 6. Sanksi hukuman Sanksi hukuman berperan penting dalam memelihara kedisiplinan karyawan. Dengan sanksi hukuman yang semakin berat, karyawan akan semakin takut melanggar peraturan-peraturan perusahaan, sikap dan perilaku indisipliner karyawan akan berkurang. 7. Ketegasan Ketegasan pimpinan dalam melakukan tindakan akan mempengaruhi kedisiplinan karyawan. Pimpinan harus berani dan tegas, bertindak untuk menghukum setiap karyawan yang indisipliner sesuai dengan sanksi hukuman yang telah ditetapkan. Pimpinan yang tegas dalam menerapkan hukuman bagi karyawan yang indisipliner akan disegani oleh bawahannya dan diakui kepemipinannya oleh bawahan. 8. Hubungan Kemanusiaan Hubungan kemanusiaan yang harmonis di antara sesama karyawan ikut menciptakan kedisiplinan yang baik pada suatu perusahaan. Hubungan-hubungan baik yang bersifat vertikal maupun horizontal harus tetap dijaga agar selalu harmonis. 19 2.4 Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Pada dasarnya perkembangan dan pertumbuhan suatu bangsa, baik sekarang maupun yang akan datang tentunya tidak bisa lepas dari peranan proses industrialisasi. Maju mundurnya suatu industri sangat ditunjang oleh peranan tenaga kerja. Dalam membangun tenaga kerja yang produktif, sehat dan, berkualitas perlu adanya manajemen yang baik, khususnya yang berkaitan dengan masalah keselamatan dan kesehatan kerja (K3). 2.4.1 Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) amat berkaitan dengan upaya pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja dan memiliki jangkauan berupa terciptanya masyarakat dan lingkungan kerja yang aman, sehat, dan sejahtera, serta efisien dan produktif. Menurut Rachmawati (2008:171) keselamatan dan kesehatan kerja (K3) sebagai upaya pecegahan dan pemberantasan penyakit dan kecelakaan-kecelakaan akibat kerja, pemeliharaan, dan peningkatan kesehatan, dan gizi tenaga kerja, perawatan dan mempertinggi efesiensi dan daya produktivitas tenaga manusia, pemberantasan kelelahan kerja, pelipat ganda kegairahan serta kenikmatan kerja. Menurut Ardana (2012:208) pengertian keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dapat ditinjau dari dua aspek yakni aspek filosofis dan teknis. Secara filosofis K3 adalah konsep berfikir dan upaya nyata untuk menjamin kelestarian tenaga kerja pada khususnya dan setiap insan pada umumnya, beserta hasil-hasil karya dan budayanya dalam upaya membayar masyarakat adil, makmur dan sejahtera. Secara teknis K3 adalah upaya perlindungan yang ditujukan agar tenaga kerja dan orang lain di tempat kerja atau perusahaan selalu dalam keadaan selamat dan sehat sehingga setiap sumber produksi dapat digunakan secara aman dan efisien. Keselamatan dan kesehatan kerja menunjuk kepada kondisi-kondisi fisiologis-fisikal dan psikologis tenaga kerja yang diakibatkan oleh lingkungan kerja yang disediakan oleh perusahaan. Jika sebuah perusahaan melaksanakan tindakan-tindakan keselamatan dan kesehatan yang efektif, maka lebih sedikit pekerja yang menderita cedera atau penyakit jangka pendek maupun panjang sebagai akibat dari pekerjaan mereka di perusahaan tersebut, menurut Rivai (2011:792). Jadi, kesimpulan dari keselamatan dan kesehatan kerja (K3) ialah 20 upaya untuk melindungi para karyawan atau tenaga kerja baik yang berada di luar maupun di dalam ruangan agar tetap terjaga, selamat dan sehat. 2.4.2 Tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Penerapan keselamatan dan kesehatan memiliki beberapa tujuan dalam pelaksanaannya berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja. Di dalamnya terdapat 3 (tiga) tujuan utama dalam penerapan K3 berdasarkan Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja yaitu antara lain: 1. Melindungi dan menjamin keselamatan setiap tenaga kerja dan orang lain di tempat kerja. 2. Menjamin setiap sumber produksi dapat digunakan secara aman dan efisien. 3. Meningkatkan kesejahteraan dan produktivitas Nasional. 2.4.3 Faktor-faktor Penyebab Kecelakaan dan Penyakit Akibat Kerja 1. 2. Kondisi berbahaya, yaitu kondisi yang tidak aman dari: • Mesin, perakitan, bahan, dan lain-lain. • Lingkungan • Proses • Sifat pekerjaan • Cara kerja Perbuatan berbahaya, yaitu perbuatan berbahaya dari manusia yang dapat terjadi antara lain karena: • Kurangnya pengetahuan dan keterampilan • Cacat tubuh yang tidak kentara • Keletihan dan Kelesuan 2.4.4 Metode Pendekatan K3 Pada hakikatnya K3 menjamin memiliki misi untuk mencegah dan mengurangi terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta menjamin: a. Bahwa setiap tenaga kerja dan orang lainnya di tempat kerja dalam keadaan selamat dan sehat. b. Bahwa setiap sumber produksi dipergunakan secara aman dan efisiensi. c. Bahwa proses produksi dapat berjalan lancar. 21 Kondisi itu akan dapat dicapai bila kecelakaan seperti kebakaran, peledakan dan penyakit akibat kerja dapat dicegah dan ditanggulangi. Oleh karenanya setiap usaha K3 tidak lain adalah upaya pencegahan dan penanggulangan kecelakaan di tempat kerja. Beberapa ahli telah mengembangkan teori pencegahan kecelakaan sebagai berikut. Dalam kegiatan pencegahan kecelakaan dikenal ada 5 tahapan pokok, yaitu sebagai berikut: 1. Organisasi K3 Dalam era industrialisasi dengan kompleksitas permasalahan dan penerapan prinsip manajemen modern, masalah usaha pencegahan kecelakaan tidak mungkin dilakukan oleh orang perorang atau secara pribadi namun memerlukan keterlibatan banyak orang, berbagai jenjang dalam organisasi yang memadai. Organisasi itu dapat berbentuk struktural seperti safety departmen (departemen K3), fungsional seperti safety comunitee (panitia pembina K3). Agar organisasi yang dibentuk tersebut berjalan mulus harus didukung oleh adanya : Seorang pemimpin (safety director); Seorang atau lebih teknisi (safety engineer); Dukungan manajemen; Prosedur yang sistematis, kreatif, memelihara motivasi, dan moral kerja. 2. Menemukan fakta dan masalah Dalam kegiatan ini dapat dilaksanakan melalui survei, inspeksi, observasi, investigasi, dan review of record. 3. Analisis Pada tahap ini terjadi proses bagaimana fakta atau masalah yang ditemukan dapat dicari solusinya. Pada tahap analisis ini harus dapat dikenali berbagai hal antara lain: sebab utama masalah tersebut, tingkat kekerapannya, lokasi, kaitannya dengan manusia maupun kondisi. Analisis bisa saja menghasilkan satu atau lebih alternatif pemecahan. 22 4. Pemilihan atau penetapan alternatif atau pemecahan Dari berbagai alternatif pemecahan perlu diadakan seleksi untuk ditetapkan satu yang benar-benar efektif dan efesiensi serta dapat dipertanggungjawabkan. 5. Pelaksana Apabila sudah dipilih alternatif pemecahan maka harus di ikuti dengan tindakan dari keputusan penetapan tersebut. Dalam proses pelaksana dibutuhkan adanya kegiatan pengawasan agar tidak terjadi penyimpangan. Atas dasar tahapan metode pencegahan kecelakaan tersebut para pakar banyak mengembangkan berdasar atas aplikasi dan sudut pandang masingmasing. Contoh metode pencegahan kecelakaan yang dikembangkan oleh Johnson Mort dalam bentuk “The Performance Cycle Model” dengan gambar sebagai berikut: Gambar 2. 1 “The Performance Cycle Model” Sumber: Ardana, 2012 2.4.5 Manfaat yang dapat dipetik dari Pelaksanaan K3 dalam Perusahaan 1. Dapat memacu produktivitas kerja karyawan Dari lingkungan kerja yang aman dan sehat terbukti berpengaruh terhadap produktivitas. Dengan pelaksanaan K3, karyawan akan merasa terjamin aman dan terlindungi sehingga secara tak langsung dapat memacu motivasi dan kegairahan kerja mereka 23 2. Meningkatkan efisiensi atau produktivitas perusahaan. Karena dengan melaksanakan K3 memungkinkan semakin berkurangnya kecelakaan kerja sehingga akan dapat meningkatkan efisiensi dalam perusahaan. 3. Mengefektifkan pengembangan dan pembinaan SDM Pekerja (karyawan) adalah kekayaan yang amat berharga bagi perusahaan. Semua pekerjaan ingin diakui martabatnya sebagai manusia. Melalui penerapan prinsip K3 pengembangan dan pembinaan terhadap tenaga kerja bisa dilakukan sehingga citranya sebagai manusia yang bermartabat dapat direalisasikan. 4. Meningkatkan daya saing produk perusahaan K3 apabila dilaksanakan dalam perusahaan bermuara pula kepada penentuan harga barang yang bersaing, hak tersebut dipicu oleh adanya penghematan dalam biaya produksi perusahaan. Jadi, bekerja dengan tubuh dan lingkungan yang sehat, aman serta nyaman merupakan hal yang di inginkan oleh semua pekerja. Lingkungan fisik tempat kerja dan lingkungan oraganisasi merupakan hal yang sangat penting dalam mempengaruhi sosial, mental, dan fisik dalam kehidupan pekerja. Kesehatan dan keselamatan kerja yang terjamin memberikan pengaruh yang positif terhadap pekerja, seperti peningkatan moral pekerja, penurunan absensi dan peningkatan produktifitas. 2.4.6 Kebijaksanaan Terhadap Perlindungan Tenaga Kerja 1. Budayakan K3 melalui pendidikan formal dengan rancangan kurikulum dengan menampilkan simulasi program K3 yang lebih menarik dan menimbulkan etos kerja dan partisipasi. 2. Mempersiapkan tenaga ahli K3 disemua sektor pekerjaan. 3. Memperkenalkan konsep Keselamatan dan Kesehatan Kerja Gaya Baru (K3GB). 4. Perlu ada pendelegasian wewenang tentang teknologi perlindungan K3 dan dikoordinasi departemen tenaga kerja. 5. Teknologi perlindungan K3 dapat menciptakan lapangan kerja baru. 24 6. Membuat standarisasi baru dengan tambahan komponen K3. 7. Meningkatkan pengawasan mutu melalui uji coba teknologi. 8. Perlu ada tinjauan untuk selalu memperbarui konsep K3 dalam periode tertentu. 2.5 Produktivitas Kerja Setiap perusahaan selalu berusaha agar karyawan bisa berprestasi dalam bentuk memberikan produktivitas kerja yang maksimal. Produktivitas kerja karyawan bagi suatu perusahaan sangatlah penting sebagai alat pengukur keberhasilan dalam menjalankan usaha. Karena semakin tinggi produktivitas kerja karyawan dalam perusahaan, berarti laba perusahaan dan produktivitas akan meningkat. 2.5.1 Pengertian Produktivitas Produktivitas secara umum diartikan sebagai hubungan antara keluaran (barang-barang atau jasa) dengan masukan (tenaga kerja, bahan, uang) produktivitas adalah ukuran efisiensi produktif. Suatu perbandingan antara hasil keluaran dan masukan. Sering dibatasi dengan tenaga kerja, sedangkan keluaran diukur dalam kesatuan fisik, bentuk nilai, menurut Sutrisno (2009:99). Makna produktvitas menurut Sedarmayanti (2009:56) adalah keinginan (the will) dan upaya (effort) manusia untuk selalu meningkatkan kualitas kehidupan dan penghidupan di segala bidang. Sedangkan menurut Tjutju dan Suwanto (2009: 156-157) produktivitas kerja dapat diartikan sebagai hasil kongrit (produk) yang dihasilkan oleh individu ataupun kelompok selama satuan waktu tertentu dalam suatu proses kerja. Dalam hal ini semakin tinggi produk yang dihasilkan dalam waktu yang semakin singkat dapat dikatakan bahwa tingkat produktivitasnya mempunyai nilai yang tinggi. Produktivitas dapat diartikan sebagai ratio antara hasil karya nyata (output) dalam bentuk barang dan jasa, dengan masukan (input) yang sebenarnya. Singodimedjo (dalam Sutrisno, 2009:101), rumusan umum dari produktivitas mengandung pengertian perbandingan antara hasil yang dicapai (output) dengan keseluruhan sumber daya yang digunakan (input). Atau didefinisikan sebagai indeks produktivitas, yaitu: 25 Keterangan: IP = Indeks Produktivitas Produktivitas kerja memerlukan perubahan sikap mental yang dilandasi kerja hari ini harus lebih baik dari hari kemarin dan cara kerja hari esok lebih baik dari hari ini. Dari definisi-definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa semuannya mengarah pada tujuan yang sama, produktivitas kerja adalah rasio dari hasil kerja dengan waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk dari seorang tenaga kerja. 2.5.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Kerja Menurut Simanjuntak (dalam Sutrisno, 2009:103), ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi produktivitas kerja kayawan, yaitu: 1. Pelatihan Latihan kerja dimaksudkan untuk melengkapi karyawan dengan keterampilan dan cara-cara yang tepat untuk menggunakkan peralatan kerja. Untuk itu, latihan kerja diperlukan bukan saja sebagai pelengkap akan tetapi sekaligus untuk memberikan dasar-dasar pengetahuan. 2. Mental dan kemampuan fisik karyawan Keadaan mental dan fisik karyawan merupakan hal yang sangat penting untuk menjadi perhatian bagi organisasi, sebab keadaan fisik dan mental karyawan mempunyai hubungan erat dengan produktivitas karyawan. 3. Hubungan antara atasan dan bawahan Hubungan atasan dan bawahan akan memengaruhi kegiatan yang dilakukan sehari-hari. Bagaimana pandangan atasan terhadap bawahan, sejauh mana bawahan di ikutsertakan dalam penentuan tujuan. Sikap yang saling jalin-menjalin telah mampu meningkatkan produktivitas karyawan dalam kerja. Dengan demikian, jika karyawan diperlakukan secara baik, maka karyawan tersebut akan berpastisipasi dengan baik pula dalam proses produksi, sehingga akan berpengaruh pada tingkat produktivitas kerja. 26 2.5.3 Indikator Produktivitas Menurut Sutrisno (2009:104-105) produktivitas merupakan hal yang sangat penting bagi para karyawan yang ada di perusahaan. Dengan adanya produktivitas kerja diharapkan pekerjaan akan terlaksana secara efisien dan efektif, sehingga ini semua akhirnya sangat diperlukan dalam pencapaian tujuan yang sudah ditetapkan. Untuk mengukur produktivitas kerja, diperlukan suatu indikator, yaitu sebagai berikut: 1. Kemampuan Mempunyai kemampuan untuk melaksanakan tugas. Kemampuan seorang karyawan sangat bergantung pada keterampilan yang dimiliki serta profesionalisme mereka dalam bekerja. Ini memberikan daya untuk menyelesaikan tugas-tugas yang diembannya kepada mereka. 2. Meningkatkan hasil yang dicapai Berusaha untuk meningkatkan hasil yang dicapai. Hasil merupakan salah satu yang dapat dirasakan baik oleh yang mengerjakan maupun yang menikmati hasil pekerjaan tersebut. Jadi, upaya untuk memanfaatkan produktivitas kerja bagi masing-masing yang terlibat dalam suatu pekerjaan. 3. Semangat kerja Ini merupakan usaha untuk lebih baik dari hari kemarin. Indikator ini dapat dilihat dari etos kerja dan hasil yang dicapai dalam satu hari kemudian dibandingkan dengan hari sebelumnya. 4. Pengembangan diri Senantiasa mengembangkan diri untuk meningkatkan kemampuan kerja. Pengembangan diri dapat dilakukan dengan melihat tantangan dan harapan dengan apa yang akan dihadapi. Semakin kuat tantangannya, pengembangan diri mutlak dilakukan. Begitu juga harapan untuk menjadi lebih baik pada gilirannya akan sangat berdampak pada keinginan karyawan untuk meningkatkan kemampuan. 5. Mutu Selalu berusaha untuk meningkatkan mutu lebih baik dari yang telah lalu. Mutu merupakan hasil pekerjaan yang dapat menunjukkan kualitas kerja seorang pegawai. Jadi meningkatkan mutu bertujuan 27 untuk memberikan hasil yang terbaik yang pada gilirannya akan sangat berguna bagi perusahaan dan dirinya sendiri. 6. Efisiensi Perbandingan antara hasil yang dicapai dengan keseluruhan sumber daya yang digunakan. Masukan dan keluaran merupakan aspek produktivitas yang memberikan pengaruh yang cukup signifikan bagi karyawan. 2.5.4 Upaya Peningkatan Produktivitas Bahwa peningkatan produktivitas kerja dapat dilihat sebagai masalah keperilakuan, tetapi juga dapat mengandung aspek-aspek teknis. Untuk mengatasi hal itu perlu pemahaman yang tepat tentang faktor-faktor penentu keberhasilan meningkatkan produktivitas kerja, sebagian diantaranya berupa etos kerja yang harus dipegang teguh oleh semua karyawan dalam organisasi. Etos kerja adalah norma-norma yang bersifat mengikat dan ditetapkan secara eksplisit serta praktik-praktik yang diterima dan diakui sebagai kebiasaan yang wajar untuk dipertahankan dan diterapkan dalam kehidupan karyawan para anggota suatu organisasi. Adapun faktor-faktor tersebut adalah: 1. Perbaikan terus-menerus Dalam upaya meningkatkan produktivitas kerja, salah satu implikasinya adalah bahwa seluruh komponen organisasi harus melakukan perbaikan secara terus-menerus. Pandangan ini bukan hanya merupakan salah satu etos kerja yang penting sebagai bagian dari filsafat manajemen mutakhir. Pentingnya etos kerja ini terlihat dengan lebih jelas apalagi di ingat bahwa suatu organisasi selalu dihadapkan kepada tuntutan yang terus-menerus berubah, baik secara internal maupun eksternal. 2. Peningkatan mutu hasil pekerjaan Berkaitan erat dengan upaya melakukan perbaikan secara terusmenerus ialah peningkatan mutu hasil pekerjaan oleh semua orang dan segala komponen organisasi. Mutu tidak hanya berkaitan dengan produk yang dihasilkan dan dipasarkan, baik berupa barang maupun jasa, akan tetapi menyangkut segala jenis kegiatan dimana organisasi terlibat. 28 3. Pemberdayaan SDM Bahwa SDM merupakan unsur yang paling strategis dalam organisasi. Karena itu, memberdayakan SDM merupakan etos kerja yang sangat mendasar yang harus dipegang teguh oleh semua eselon manajemen dalam hirarki organisasi. Memberdayakan SDM mengandung berbagai kiat seperti mengakui harkat dan martabat manusia, perkayaan mutu kekaryaan dan penerapan gaya manajemen yang partisipatif melalui proses demokratis dalam kehidupan berorganisasi. 2.6 Penelitian Terdahulu Berikut ini adalah hasil penelitian-penelitian terdahulu yang dianggap relevan dengan penelitian yang akan dilakukan penulis: 1. Motivasi terhadap produktivitas karyawan Menurut penelitian yang dilakukan oleh Khojamli, Habibi, Hossein, Kazemiyan (2014) yang berjudul “The relationship between work experience, motivation, training and stress with labor productivity”, bahwa ada korelasi yang tinggi antara motivasi dan produktivitas tenaga kerja dimana apa pun motivasinya membuat staf semakin tinggi tingkat efisiensi bekerja dalam organisasi. Hasil ini memberikan dampak motivasi terhadap produktivitas tenaga kerja dan menunjukkan bahwa tingkat keberhasilan yang lebih tinggi memotivasi karyawan dan produktivitas organisasi mereka akan lebih. 2. Disiplin kerja terhadap produktivitas karyawan Menurut penelitian yang dilakukan oleh Jung (2012) yang berjudul “Faculty Research Productivity in Hong Kong across Academic Discipline”, produktivitas penelitian di kalangan akademisi Hong Kong tinggi dibandingkan dengan sistem pendidikan tinggi lainnya, dan studi ini dieksplorasi faktor apa yang menentukan tingkat tinggi produktivitas. Temuannya menunjukkan bahwa produktivitas penelitian sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh sejumlah faktor, termasuk karakteristik personal, beban kerja, perbedaan gaya penelitian, dan karakteristik kelembagaan. Selain itu, ada mengenai faktor penentu produktivitas penelitian antara 29 kategori disiplin, dan ada kebutuhan untuk lebih mengeksplorasi pentingnya bahwa konteks disiplin terhadap produktivitas. 3. Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) terhadap produktivitas Menurut penelitian yang dilakukan oleh Katsuro, Gadzirayi, Taruwon, Mupararano (2010) yang berjudul “Impact of occupational health and safety on worker productivity: A case of Zimbabwe food Industry”, studi ini menemukan bahwa praktik keselamatan kesehatan kerja yang buruk di pabrik-pabrik makanan menurunkan kinerja pekerja, yang menyebabkan penurunan produktivitas. Seorang pekerja yang menderita penyakit akibatnya kerja lebih lambat dan lemah, dengan demikian, hilang target yang ditetapkan. Artinya bahwa keselamatan dan kesehatan kerja ini mempunyai pengaruh yang cukup besar dalam kinerja serta produktivitas karyawan. 2.7 Kerangka Pemikiran Motivasi (X1) 1. 2. Faktor intern Faktor Ekstern Disiplin Kerja (X2) 1. Tujuan dan kemampuan 2. Teladan pimpinan 3. Balas jasa 4. Keadilan 5. Waskat 6. Sanksi hukuman 7. Ketegasan 8. Hubungan kemanusiaan 1. 2. 3. 4. 5. 6. Produktivitas (Y) Kemampuan Meningkatkan hasil yang dicapai Semangat kerja Pengembangan diri Efisiensi Mutu Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)(X3) 1. 2. Kondisi Berbahaya Perbuatan berbahaya Gambar 2. 2 Kerangka Pemikirian Sumber: Penulis, 2015 30 2.8 Hipotesis Hipotesis penelitian berdasarkan tujuan-tujuan penelitian adalah sebagai berikut: A. Hipotesis untuk T-1 H0 = Tidak ada pengaruh yang signifikan variabel motivasi (X1) terhadap variabel produktivitas karyawan (Y). Ha = Ada pengaruh yang signifikan antara variabel motivasi (X1) terhadap variabel produktivitas karyawan (Y). B. Hipotesis untuk T-2 H0 = Tidak ada pengaruh yang signifikan variabel disiplin kerja (X2) terhadap variabel produktivitas karyawan (Y). Ha = Ada pengaruh yang signifikan variabel disiplin kerja (X2) terhadap variabel produktivitas karyawan (Y) C. Hipotesis untuk T-3 H0 = Tidak ada pengaruh yang signifikan variabel keselamatan dan kesehatan kerja (K3) (X3) terhadap variabel produktivitas karyawan (Y). Ha = Ada pengaruh yang signifikan variabel keselamatan dan kesehatan kerja (K3) (X3) terhadap variabel produktivitas karyawan (Y). D. Hipotesis untuk T-4 H0 = Tidak ada pengaruh yang signifikan variabel motivasi (X1), variabel disiplin kerja (X2), variabel keselamatan dan kesehatan kerja (K3) (X3) terhadap variabel produktivitas karyawan (Y). Ha = Ada pengaruh yang signifikan variabel motivasi (X1), variabel disiplin kerja (X2), variabel keselamatan dan kesehatan kerja (K3) (X3) terhadap variabel produktivitas karyawan