Upaya Meningkatkan Keaktifan Dan Hasil Belajar IPA Melalui Model

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1
Kajian Teori
2.1.1 Model Pembelajaran SAVI
SAVI singkatan dari Somatic, Auditori, Visual dan Intelektual.
Pembelajaran SAVI adalah pembelajaran yang menekankan bahwa belajar
haruslah memanfaatkan semua alat indra yang dimiliki siswa. Pembelajaran SAVI
menganut aliran ilmu kognitif modern yang menyatakan belajar yang paling baik
adalah melibatkan emosi, seluruh tubuh, semua indera, dan segenap kedalaman
serta keluasan pribadi, menghormati gaya belajar individu lain dengan menyadari
bahwa orang belajar dengan cara-cara yang berbeda. Mengaitkan sesuatu dengan
hakikat realitas yang nonlinear, nonmekanis, kreatif dan hidup.
Menurut Colin Rose (2003), ada beberapa ciri-ciri yang
mencerminkan gaya belajar tersebut di antaranya adalah:
a. Belajar visual senang menggambar diagram, gambar, dan grafik, serta
menonton film. Mereka juga suka membaca kata tertulis, buku, poster
berslogan, bahan belajar berupa teks tertulis yang jelas;
b. Pembelajaran auditori dengan mendengar informasi baru melalui
penjelasan lisan, komentar dan kaset. Mereka senang membaca teks
kunci dan merekamnya di kaset;
c. Pembelajaran fisik (somatis) senang pembelajaran praktik supaya bisa
langsung mencoba sendiri. Mereka suka berbuat saat belajar, misalnya:
menggaris bawahi, mencorat-coret, menggambarkan.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Dave Meier (2002), bahwa
pembelajaran tidak otomatis meningkat dengan menyuruh orang berdiri dan
bergerak ke sana kemari. Akan tetapi, menggabungkan gerakan fisik dengan
aktifitas intelektual dan penggunaan semua indra dapat berpengaruh besar pada
pembelajaran.
Unsur-unsur yang ada pada pendekatan SAVI :
(1) Somatic adalah belajar dengan bergerak dan berbuat,
(2) Auditori adalah belajar dengan berbicara dan mendengar,
(3) Visual adalah belajar dengan mengamati dan menggambarkan,
5
6
(4) Intelektual adalah belajar dengan memecahkan masalah dan merenung.
Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa model
pembelajaran SAVI adalah pembelajaran yang menggabungkan gerakan fisik dan
aktivitas intelektual serta melibatkan semua indera yang berpengaruh besar dalam
pembelajaran.
2.1.2 Karakteristik Model Pembelajaran SAVI
Menurut Dave Meier (2002) sesuai dengan singkatan dari SAVI sendiri
yaitu Somatic, Auditori, Visual dan Intektual, maka karakteristiknya ada empat
bagian yaitu:
1) Somatic
“Somatic” berasal dari bahasa yunani tubuh-soma. Jika dikaitkan dengan
belajar maka dapat diartikan belajar dengan bergerak dan berbuat. Sehingga
pembelajaran somatic berarti pembelajaran yang memanfaatkan dan melibatkan
tubuh (indera peraba, kinestetik, praktis-melibatkan fisik dan menggunakan serta
menggerakkan tubuh sewaktu belajar).
2) Auditori
Belajar dengan berbicara dan mendengar. Pikiran kita lebih kuat daripada
yang kita sadari, telinga kita terus menerus menangkap dan menyimpan informasi
bahkan tanpa kita sadari. Ketika kita membuat suara sendiri dengan berbicara
beberapa area penting di otak kita menjadi aktif. Hal ini dapat diartikan dalam
pembelajaran siswa hendaknya mengajak siswa membicarakan apa yang sedang
mereka pelajari, menerjemahkan pengalaman siswa dengan suara. Mengajak
mereka berbicara saat memecahkan masalah, membuat model, mengumpulkan
informasi, membuat rencana kerja, menguasai keterampilan, membuat tinjauan
pengalaman belajar, atau menciptakan makna-makna pribadi bagi diri mereka
sendiri.
3) Visual
Belajar dengan mengamati dan menggambarkan. Dalam otak kita terdapat
lebih banyak perangkat untuk memproses informasi visual daripada semua indera
yang lain. Setiap orang (terutama pembelajar visual) lebih mudah belajar jika
7
dapat melihat apa yang sedang dibicarakan seorang penceramah atau sebuah buku
atau program komputer. Sekarang khusus pembelajaran visual yang baik jika
mereka dapat melihat cotoh dari dunia nyata, diagram, peta gagasan, ikon, gambar
dan gambaran dari segala macam hal ketika mereka sedang belajar.
4) Intelektual
Belajar
dengan
memecahkan
masalah
dan
merenung.
Tindakan
pembelajaran yang melakukan sesuatu dengan pikiran mereka secara internal
ketika menggunakan kecerdasan untuk merenungkan suatu pengalaman dan
menciptakan hubungan, makna, rencana, dan nilai dari pengalaman tersebut. Hal
ini diperkuat dengan makna intelektual adalah bagian dari yang merenung,
mencipta, dan memecahkan masalah.
Karakteristik dalam model pembelajaran SAVI sudah mewakili semua
aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran, karena siswa tidak hanya
mendapatkan pengetahuan semata melainkan ia dapat benar-benar memahami dan
mengalami secara langsung apa yang ia pelajari. Disini guru juga sangat berperan
dalam penerapannya. Guru dituntut untuk mengembangkan kreativitasnya dalam
memfasilitasi siswa dengan ragam alat peraga yang menarik dalam pelaksanaan
kegiatan belajar mengajar.
2.1.3 Kerangka Perencanaan Pembelajaran SAVI
Menurut Dave Meier (2002), pembelajaran SAVI dapat direncanakan dan
dikelompokkan dalam empat tahap:
a) Tahap persiapan (kegiatan pendahuluan)
Pada tahap ini guru membangkitkan minat siswa, memberikan perasaan
positif mengenai pengalaman belajar yang akan datang, dan menempatkan mereka
dalam situasi optimal untuk belajar.
Secara spesifik meliputi hal:
a)
b)
c)
d)
e)
Memberikan sugesti positif.
memberikan pernyataan yang memberi manfaat kepada siswa.
memberikan tujuan yang jelas dan bermakna.
membangkitkan rasa ingin tahu.
menciptakan lingkungan fisik yang positif.
8
f)
g)
h)
i)
j)
k)
l)
menciptakan lingkungan emosional yang positif
menciptakan lingkungan sosial yang positif.
menenangkan rasa takut.
menyingkirkan hambatan-hambatan belajar.
banyak bertanya dan mengemukakan berbagai masalah.
merangsang rasa ingin tahu siswa.
mengajak pembelajar terlibat penuh sejak awal.
b) Tahap Penyampaian (kegiatan inti)
Pada tahap ini guru hendaknya membantu siswa menemukan materi belajar
yang baru dengan cara yang menarik, menyenangkan, relevan, melibatkan
pancaindera, dan cocok untuk semua gaya belajar.
Hal-hal yang dapat dilakukan guru:
a) uji coba kolaboratif dan berbagi pengetahuan.
b) pengamatan fenomena dunia nyata.
c) pelibatan seluruh otak, seluruh tubuh.
d) presentasi interaktif.
e) grafik dan sarana yang presentasi brwarna-warni.
f) aneka macam cara untuk disesuaikan dengan seluruh gaya belajar.
g) proyek belajar berdasar kemitraan dan berdasar tim.
h) latihan menemukan (sendiri, berpasangan, berkelompok).
i) pengalaman belajar di dunia nyata yang kontekstual.
j) pelatihan memecahkan masalah.
c) Tahap Pelatihan (kegiatan inti)
Pada tahap ini guru hendaknya membantu siswa mengintegrasikan dan
menyerap pengetahuan dan keterampilan baru dengan berbagai cara.
Secara spesifik, yang dilakukan guru yaitu:
a) aktivitas pemrosesan siswa.
b) usaha aktif atau umpan balik atau renungan atau usaha kembali.
c) simulasi dunia-nyata.
d) permainan dalam belajar.
e) pelatihan aksi pembelajaran.
f) Aktivitas pemecahan masalah.
g) refleksi dan artikulasi individu.
h) dialog berpasangan atau berkelompok.
i) pengajaran dan tinjauan kolaboratif.
j) aktivitas praktis membangun keterampilan.
k) mengajar balik.
9
d) Tahap penampilan hasil (kegiatan penutup)
Pada tahap ini guru hendaknya membantu siswa menerapkan dan
memperluas pengetahuan atau keterampilan baru mereka pada pekerjaan sehingga
hasil belajar akan melekat dan penampilan hasil akan terus meningkat.
Hal-hal yang dapat dilakukan adalah:
a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)
penerapan dunia nyata dalam waktu yang segera.
penciptaan dan pelaksanaan rencana aksi.
aktivitas penguatan penerapan.
materi penguatan prsesi.
pelatihan terus menerus.
umpan balik dan evaluasi kinerja.
aktivitas dukungan kawan.
h) perubahan organisasi dan lingkungan yang mendukung.
2.1.4 Model Penerapan Pembelajaran SAVI
Menurut
Dave
Meier
(2002),
pelaksanaan
pembelajaran
dengan
menggunakan model pembelajaran SAVI melalui beberapa tahap, yaitu:
1) Tahap persiapan (kegiatan pendahuluan) adalah sebagai bentuk penerapan
belajar Auditori (A)
Pada tahap awal, guru memberikan beberapa pertanyaan seputar materi
yang akan disampaikan. Untuk membangkitkan semangat belajar siswa, guru
mengajak siswa bernyanyi bersama-sama agar tercipta suasana kelas yang
menyenangkan. Kemudian guru menjelaskan materi yang akan disampaikan
dengan cara bercerita tentang pengalaman yang pernah dialami dalam kehidupan
sehari-hari.
2) Tahap Penyampaian (kegiatan inti) adalah sebagai bentuk penerapan belajar
Visual (V)
Pada tahap ini guru menggunakan alat peraga berupa benda kongkrit yang
berada dekat dengan lingkungan siswa. Pada materi ini guru menayangkan video
yang berhubungan dengan bumi dan alam semesta yang berkaitan dengan materi
pembelajaran, sehingga dapat menciptakan nilai-nilai yang positif bagi siswa.
10
3) Tahap Pelatihan (kegiatan inti) adalah sebagai bentuk penerapan somatic (S)
Pada tahap ini guru memberikan lembar pengamatan untuk dikerjakan
bersama teman kelompoknya (@ 4 orang siswa), kemudian dipresentasikan di
depan kelas dengan bimbingan guru, dibahas bersama-sama dan dikumpulkan.
4) Tahap penampilan hasil (kegiatan penutup) adalah sebagai bentuk belajar
Intelektual (I)
Pada tahap terakhir, guru memberikan soal latihan secara individu dan
memberikan pemantapan berupa pesan moral yang berhubungan dengan
kehidupan sehari-hari.
2.1.5
Keaktifan Dalam Pembelajaran
Menurut Jamal Ma’mur Asmani (2010:60) aktif dimaksutkan bahwa
dalam proses pembelajaran, guru harus menciptakan suasana sedemikian rupa,
sehingga siswa aktif bertanya, mempertanyakan, dan mengemukakan gagasan.
Belajar memang merupakan suatu proses aktif dari si pembelajar dalam
membangun pengetahuannya. Bukan proses pasif yang hanya menerima kucuran
ceramah guru tentang pengetahuan. Jika pembelajaran tidak memberikan
kesempatan kepada siswa untuk berperan aktif, maka pembelajaran tersebut
bertentangan dengan hakikat belajar. Peran aktif dari siswa sangat penting dalam
rangka pembentukan generasi kreatif, yang mampu menghasilkan sesuatu untuk
kepentingan dirinya dan orang lain.
Nana Sudjana (1989:20) cara belajar siswa aktif adalah suatu proses
kegiatan belajar mengajar yang subyek didiknya terlibat secara intelektual dan
emosional sehingga ia betul-betul berperan dan berpartisipasi aktif dalam
melakukan kegiatan belajar. Pengertian tersebut menunjukkan bahwa cara belajar
siswa aktif menempatkan siswa sebagai inti dalam kegiatan belajar mengajar.
Siswa dipandang sebagai objek dan sebagai subjek.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa optimalnya kadar
keaktifan belajar siswa dapat dikondisikan dari sudut siswa, guru, program
belajar, situasi belajar dan dari sudut sarana belajar.
11
2.1.6 Aspek Penilaian Cara Belajar Siswa Aktif
Pertanyaan yang sering muncul adalah bagaimana mengetahui bahwa
proses belajar-mengajar bercirikan cara belajar siswa aktif atau dari sudut mana
kita bisa melihat bahwa proses belajar-mengajar tersebut bermakna cara belajar
siswa aktif. Pertanyaan ini penting diajukan mengingat hakikat proses belajarmengajar itu sendiri mengandung makna pentingnya kegiatan belajar siswa
sehingga sukar membedakan atau menunjukkan ada-tidaknya cara belajar siswa
aktif. Di lain pihak, apabila diketahui beberapa ukuran cara belajar aktif akan
memudahkan guru dalam menilai dirinya, apakah proses belajar-mengajar yang
telah dilaksanakannya termasuk cara belajar aktif atau tidak.
Secara umum keberhasilan cara belajar siswa aktif dalam proses belajarmengajar harus ditinjau dari dua segi, yaitu :
1) Segi proses artinya keberhasilan pengajaran terletak dalam proses belajar yang
dilakukan oleh siswa.
Beberapa ciri proses belajar yang bermakna cara belajar aktif itu adalah
sebagai berikut :
a. Siswa tidak hanya menerima informasi, tetapi lebih banyak mencari dan
memberi informasi.
b. Siswa banyak mengajukan pertanyaan, baik kepada guru maupun kepada siswa
lainya.
c. Siswa lebih banyak mengajukan pendapat terhadap informasi yang
disampaikan oleh guru atau terhadap pendapat yang diajukan oleh siswa lain.
d. Siswa memberikan respon nyata terhadap stimulus belajar yang diberikan oleh
guru seperti membaca, mengerjakan tugas, mendiskusikan pemecahan masalah
dengan teman sekelas, dan bertanya kepada siswa lain bila mendapatkan
kesulitan.
2) Segi hasil adalah hasil belajar yang diperoleh siswa sebagai akibat proses
belajar yang dilakukan oleh siswa.
12
Beberapa ciri hasil belajar yang diperoleh siswa setelah melakukan proses
belajar di atas adalah sebagai berikut :
a. Siswa dapat mengingat fakta, prinsip, konsep yang telah dipelajarinya dalam
kurun waktu yang cukup lama.
b. Siswa dapat memberikan contoh dari konsep dan prinsip yang telah
dipelajarinya.
c. Siswa dapat mengaplikasikan konsep, prinsip yang telah dipelajarinya dalam
situasi lain yang sejenis, baik dalam hubungannya dengan bahan pelajaran
maupun dalam praktek kehidupan sehari-hari.
d. Siswa dapat menguasai bahan pelajaran yang telah dipelajarinya minimal 80%
dari yang seharusnya dacapai, sesuai dengan tujuan instruksional khusus yang
diperuntukkan baginya.
Makin tinggi proses belajar yang dilakukan oleh siswa, harus semakin
tinggi pula hasil belajar yang dicapainya. Dalam melihat keberhasilan ini
hendaknya proses belajar yang dilakukan oleh siswa dipandang sebagai hasil dari
proses pengajaran itu sendiri. Dengan perkataan lain, proses pengajaran tidak
mengutamakan hasil belajar, tetapi juga proses belajar siswa, dan proses belajar
inilah yang merupakan penunjang hasil belajar yang dicapainya.
2.1.7 Hasil Belajar
Menurut Sudjana (dalam Iskandar 2012:128) hasil belajar adalah suatu
akibat dari proses belajar dengan menggunakan alat pengukuran, yaitu berupa tes
yang disusun secara terencana, baik tes tertulis, tes lisan maupun tes perbuatan.
Hasil belajar adalah hasil yang diperoleh siswa setelah mengikuti suatu materi
tertentu dari mata pelajaran yang berupa data kuantitatif maupun kualitatif.
Slameto (2010), belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan
seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya.
Oemar Hamalik (2006, 30), hasil belajar adalah bila seseorang telah
belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari
13
tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Sedangkan
menurut Arif Gunarso dalam Lina (2009: 5),” hasil belajar adalah usaha maksimal
yang dicapai oleh seseorang setelah melaksanakan usaha-usaha belajar”.
Setiap guru pasti memiliki keinginan agar dapat meningkatkan hasil
belajar siswa yang dibimbingnya. Karena itu guru harus memiliki hubungan
dengan siswa yang dapat terjadi melalui proses belajar mengajar. Setiap proses
belajar mengajar keberhasilannya diukur dari seberapa jauh hasil belajar yang
dicapai siswa. Sebagai alat untuk mengetahui keberhasilan guru mengajar dan
keberhasilan siswa dalam belajar, setiap akhir pelajaran diadakan evaluasi belajar
yang bertujuan untuk mengukur keberhasilan proses belajar mengajar.
Menurut Sudjana, Nana (2009:22) mengemukakan "Hasil belajar adalah
kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman
belajarnya". Perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar meliputi tiga domain,
yaitu kognitif, efektif, dan psikomotor.
Tiga domain yang dimaksut di atas yaitu:
1) Ranah kognitif, berkenaan dengan hasil belajar intelektual.
2) Ranah afektif, berkenaan dengan sikap.
3) Ranah psikomotorik, berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan
kemampuan bertindak.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat ditegaskan bahwa salah satu fungsi
hasil belajar siswa diantaranya ialah siswa dapat mencapai hasil belajar yang
maksimal sesuai dengan kapasitas yang mereka miliki, serta siswa dapat
mengatasi berbagai macam kesulitan belajar yang mereka alami. Aktivitas siswa
mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses belajar mengajar, tanpa
adanya aktivitas siswa maka proses belajar mengajar tidak akan berjalan dengan
baik, akibatnya hasil belajar yang dicapai siswa rendah. Untuk mengetahui
keberhasilan proses dan hasil belajar siswa digunakan alat penilaian untuk
mengetahui sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan tercapai atau tidak. Hasil
belajar yang berupa aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek psikomotorik
menggunakan alat penilaian yang berbeda-beda. Untuk aspek kognitif digunakan
alat penilaian yang berupa tes, sedangkan untuk aspek afektif digunakan alat
14
penilaian yaitu skala sikap (ceklist) untuk mengetahui sikap siswa dalam
mengikuti pembelajaran, dan aspek psikomotorik digunakan lembar observasi.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan hasil belajar merupakan hasil akhir
yang diperoleh seseorang dari proses kegiatan belajar dari seluruh kegiatan siswa
dalam mengikuti pembelajaran di kelas dan menerima suatu pelajaran untuk
mencapai hasil belajar dengan menggunakan alat penilaian yaitu tes evaluasi
dengan hasil yang dinyatakan dalam bentuk nilai.
2.1.8 Faktor – faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Aktivitas belajar siswa tidak selamanya berlangsung wajar, kadangkadang lancar dan kadang-kadang tidak, kadang-kadang cepat menangkap apa
yang dipelajari, kadang-kadang terasa sulit untuk dipahami. Dalam hal semangat
pun kadang-kadang tinggi dan kadang-kadang sulit untuk biasa berkonsentrasi
dalam belajar. Demikian kenyataan yang sering kita jumpai pada setiap siswa
dalam kehidupannya sehari-hari di dalam aktivitas belajar mengajar.
Setiap siswa memang tidak ada yang sama, perbedaan individual inilah
yang menyebabkan perbedaan tingkah laku belajar dikalangan siswa, sehingga
menyebabkan perbedaan dalam hasil belajar. Hasil belajar merupakan hasil dari
suatu proses yang di dalamnya terdapat sejumlah faktor yang saling
mempengaruhi, tinggi rendahnya hasil belajar siswa tergantung pada faktorfaktor tersebut.
Sedangkan
menurut
Munadi
(2012:24-32),
faktor-faktor
yang
mempengaruhi hasil belajar dibedakan menjadi dua macam, yaitu :
1) Faktor Internal (faktor dari dalam diri siswa), yakni keadaan/kondisi jasmani
atau rohani siswa.
Adapun yang tergolong faktor internal adalah :
a) Faktor Fisiologis
Keadaan fisik yang sehat dan segar serta kuat akan menguntungkan dan
memberikan hasil belajar yang baik. Tetapi keadaan fisik yang kurang baik akan
berpengaruh pada siswa dalam keadaan belajarnya.
b) Faktor Psikologis
Yang termasuk dalam faktor psikologis adalah intelegensi, perhatian,
15
minat, motivasi dan bakat yang ada dalam diri siswa.
2) Faktor Eksternal (faktor dari luar siswa), yakni kondisi lingkungan sekitar
siswa.
Adapun yang termasuk golongan faktor eksternal adalah:
a) Faktor Lingkungan
(i) Lingkungan Alam, keadaan tempat yang mendukung kegiatan belajar siswa.
(ii) Lingkungan Sosial, kesesuaian dengan lingkungan masyarakat atau
lingkungan yang kondusif untuk belajar.
b) Faktor Instrumental
Faktor yang keberadaan dan penggunaannya dirancang sesuai dengan
hasil belajar yang diharapkan.
Adapun yang tergolong faktor instrumental adalah :
(i) kurikulum, terkait dengan tujuan, bahan atau program pembelajaran dan
evaluasi.
(ii) sarana dan fasilitas, aspek yang peting sebagai pendukung kurikulum yang
dilaksanakan.
(iii) Guru, Profesionalime atau kompetensi yang harus dimiliki para pendidik.
2.2
Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam
Ilmu pengetahuan alam atau sains (science) diambil dari kata latin Scientia
yang arti harfiahnya adalah pengetahuan, tetapi kemudian berkembang menjadi
khusus Ilmu Pengetahuan Alam atau Sains. Melalui pengamatan kasat mata
terhadap segala sesuatu yang berada di sekitar kita, maka kita akan menemukan
bahwa bumi tempat kita hidup atau alam semesta ini ternyata penuh dengan
fenomena-fenomena yang menakjubkan, penuh dengan keragaman yang
memukau, yang kesemuanya itu menimbulkan pertanyaan-pertanyaan kepada kita
tentang mengapa dan bagaimana semua itu dapat terjadi. Ilmu Pengetahuan
Alam (selanjutnya disebut IPA) merupakan suatu ilmu yang menawarkan caracara kepada kita untuk dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, IPA pun
menawarkan cara kepada kita untuk dapat memahami kejadian, fenomena, dan
16
keragaman yang terdapat dalam semesta, dan yang paling penting adalah IPA
juga memberikan pemahaman kepada kita bagaimana caranya agar kita dapat
hidup dengan cara menyesuaikan diri terhadap hal-hal tersebut.
2.2.1 Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam
Mata Pelajaran IPA di Sekolah Dasar bertujuan agar siswa : memahami
konsep-konsep
IPA,
memiliki
keterampilan
proses,
mempunyai
minat
mempelajari alam sekitar, bersikap ilmiah, mampu menerapkan konsep-konsep
IPA untuk menjelaskan gejala-gejala alam dan memecahkan masalah dalam
kehidupan sehari-hari, mencintai alam sekitar, serta menyadari kebesaran dan
keagungan Tuhan. Berdasarkan tujuan di atas, maka pembelajaran pendidikan IPA
di SD menuntut proses belajar mengajar yang tidak terlalu akademis dan
verbalistik. Selain itu dalam kondisi ketergantungan hidup manusia akan ilmu dan
teknologi yang sangat tinggi, maka pembelajaran IPA di SD harus dijadikan
sebagai mata pelajaran dasar dan diarahkan untuk menghasilkan warga Negara
yang melek IPA. Rutherford dan Ahlgren (1990) dalam kata pengantarnya untuk
buku Science for All Americans mengemukakan beberapa alasan mengapa IPA
layak dijadikan sebagai mata pelajaran dasar dalam pendidikan?
IPA dapat memberi seseorang pengetahuan tentang lingkungan biofisik
dan perilaku sosial yangdiperlukan untuk pengembangan pemecahan yang efektif
bagi masalah-masalah local dan global. Dengan penekanan dan penjelasan akan
adanya saling ketergantungan antara makhluk hidup yang satu dengan makhluk
hidup yang lain beserta lingkungannya, IPA akan membantu mengembangkan
sikap berpikir seseorang terhadap lingkungan dan dalam memanfaatkan teknologi.
Kebiasaan berpikir ilmiah dapat membantu seseorang dalam setiap kegiatan
kehidupan sehingga peka terhadap permasalahan yang seringkali melibatkan
sejumlah bukti, pertimbangan kuantitatif, alasan logis, dan ketidak pastian.
Prinsip-prinsip teknologi memberi seseorang dasar yang kuat untuk
menilai penggunaan teknologi baru beserta implikasinya bagi lingkungan dan
budaya. Pendidikan IPA dan teknologi secara terus-menerus dapat memberikan
17
piranti untuk menentukan sikap terhadap sejumlah masalah dan pengetahuan baru
yang penting. Potensi IPA dan teknologi guna meningkatkan kehidupan tidak
akan terealisasikan tanpa didukung oleh pemahaman masyarakat umum terhadap
IPA, matematika, dan teknologi, serta kebiasaan berpikir ilmiah.
2.2.2 Pembelajaran dengan Ilmu Pengetahuan Alam
Carin dan Sund (1989) memberikan petunjuk tentang bagaimana
seharusnya IPA diajarkan pada pendidikan dasar. Salah satu diantaranya adalah
menanamkan ke dalam diri siswa keingintahuan akan alam sekitar, serta dapat
memahami pejelasan-penjelasan ilmiah tentang fenomena alam. Hal ini sesuai
dengan salah satu tujuan pendidikan IPA yaitu bahwa IPA harus mampu
meberikan pengetahuan kepada siswa tentang dunia dimana kita hidup, dan
bagaimana kitasebagai makhluk hidup harus bersikap terhadap alam. Secara
singkat, Connor (1990) mengemukakan, pendidikan IPA di SD harus secara
konsistenberorientasi
pada
(a)
pengembangan
keterampilan
proses,
(b)
pengembangan konsep, (c)aplikasi, dan (d) isu social yang berdasar pada IPA.
Pembelajaran
Ilmu
Pengetahuan
Alam
(IPA) menekankan
pada
pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar peserta didik
mampu memahami alam sekitar melalui proses “mencari tahu” dan “berbuat”, hal
ini akan membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih
mendalam. Keterampilan dalam mencari tahu atau berbuat tersebut dinamakan
dengan keterampilan proses penyelidikan atau “enquiry skills” yang meliputi
mengamati, mengukur, menggolongkan, mengajukan pertanyaan, menyusun
hipotesis,
merencanakan
eksperimen
untuk
menjawab
pertanyaan,
mengklasifikasikan, mengolah, dan menganalisis data, menerapkan ide pada
situasi baru, menggunakan peralatan sederhana serta mengkomunikasikan
informasi dalam berbagai cara, yaitu dengan gambar, lisan, tulisan, dan
sebagainya. Melalui keterampilan proses dikembangkan sikap dan nilai yang
meliputi rasa ingin tahu, jujur, sabar, terbuka, tidak percaya tahayul, kritis, tekun,
ulet, cermat, disiplin, peduli terhadap lingkungan, memperhatikan keselamatan
kerja, dan bekerja sama dengan orang lain.
18
Oleh karena itu pembelajaran IPA di sekolah sebaiknya memberikan
pengalaman pada peserta didik sehingga mereka dapat berfikir kritis dan kreatif
dalam menjawab berbagai masalah yang ada dalam kehidupan sehari-hari.
2.3
Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
1. Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan oleh Ika FitrianingsihA.410050075 (2009), “Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan SAVI
Ditinjau dari Motivasi Belajar Siswa”, melakukan penelitian terhadap 80 siswa
yang kemudian dijadikan kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kelas VIII B
sebanyak 40 siswa sebagai kelas eksperimen diberikan pendekatan SAVI
sedangkan kelas VIII D sebanyak 40 siswa sebagai kontrol diberikan metode
konvensional dengan teknik random sampling hasilnya:
a) Terdapat perbedaan prestasi belajar pada pokok bahasan lingkaran ditinjau dari
perbedaan penggunaan pendekatan pembelajaran dengan diperoleh sig. 0,001 <
0,05 yang berarti bahwa pendekatan pembelajaran SAVI lebih baik dalam
meningkatkan nilai siswa pada pokok bahasan lingkaran sehingga prestasi
belajar yang dicapai lebih tinggi, dengan hasil rata-rata prestasi 8.0500 untuk
kelas eksperimen dan 7.4375 untuk kelas kontrol.
b) Terdapat perbedaan prestasi belajar pada pokok bahasan lingkaran ditinjau dari
motivasi belajar siswa dengan diperoleh sig. 0,036 < 0,05 yang berarti bahwa
siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi akan memiliki prestasi belajar
yang tinggi, siswa dengan motivasi belajar sedang akan memiliki prestasi
belajar sedang, dan siswa yang mempunyai motivasi belajar yang rendah akan
memiliki prestasi belajar yang rendah pula.
c) Tidak terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran yang digunakan
dengan tingkat motivasi belajar siswa terhadap prestasi belajar matematika
pada pokok bahasan lingkaran dengan diperoleh sig. 0.186 > 0.05 yang berarti
bahwa metode pembelajaran dan tingkat motivasi belajar siswa secara
bersama-sama tidaklah memberikan hasil yang signifikan terhadap prestasi
belajar matematika atau dengan kata lain bahwa rata-rata prestasi belajar siswa
dari kelompok eksperimen selalu lebih tinggi dari siswa kelompok kontrol,
baik untuk motivasi belajar tinggi, sedang atau rendah.
19
Hasil analisis post hoc menunjukan perbedaan antar motivasi siswa (tinggi,
sedang, dan rendah) menunjukan nilai signifikansi atau probabilitas < 0,05 yang
berarti perbedaan antar tingkat motivasi siswa signifikan (berbeda secara
bermakna).
2. Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan oleh Silvianawati, Purwanti. 2011.
“Pengaruh Penerapan Pembelajaran Tematik Kelas II SD dengan Menggunakan
Model Pembelajaran SAVI terhadap Peningkatan Hasil Belajar Siswa SD Negeri
Mangunsari 04 Salatiga Semester 2 Tahun 2010/2011”, melakukan penelitian
terhadap siswa kelas II sebanyak 32 siswa yang kemudian dibagi menjadi dua
kelas, yaitu 16 siswa dijadikan kelas eksperimen dengan model pembelajaran
SAVI dan 16 siswa yang lainnya menjadi kelas kontrol dengan model
konvensional.
Dari hasil analisis data diketahui bahwa besarnya nilai t adalah 1,209
dengan tingkat signifikansi sebesar 0,245, karena besarnya t hitung 1,209 < t
tabel 2,131 maka hipotesis yang diajukan ditolak, berarti tidak ada perbedaan
yang signifikan antara nilai pre tes kelas kontrol dengan nilai pre tes kelas
eksperimen. Sedangkan besarnya nilai t adalah 4,554 dengan tingkat signifikansi
sebesar 0,000, karena besarnya t hitung 4,554 > t tabel 2,131 maka hipotesis yang
diajukan dapat diterima, berarti ada perbedaan yang signifikan antara nilai posttest
kelas kontrol dengan nilai posttest kelas eksperimen. Sehingga terdapat perbedaan
hasil belajar pada pembelajaran tematik dengan tema Hewan dan Tumbuhan.
Ditinjau dari perbedaan penggunaan pendekatan pembelajaran dengan
diperoleh sig. 0,057 < 0,05 yang berarti bahwa pendekatan pembelajaran SAVI
lebih baik dalam meningkatkan nilai siswa pada tema Hewan dan Tumbuhan
sehingga prestasi belajar yang dicapai lebih tinggi, dengan hasil rata-rata prestasi
untuk kelas eksperimen 82.8125 dan 69.6875 untuk kelas kontrol.
Berdasarkan analisis judul yang pernah digunakan para peneliti di atas maka
dengan menggunakan model pembelajaran SAVI dapat meningkatkan prestasi
belajar siswa. Dengan analisis tersebut maka peneliti melakukan penelitian
dengan menerapkan
model pembelajaran SAVI pada pelajaran IPA untuk
meningkatkan hasil belajar siswa.
20
2.4 Kerangka Berpikir
Rutinitas pembelajaran yang berlangsung di kelas, adalah pembelajaran
yang berpusat pada guru. Guru mendominasi seluruh waktu pembelajaran dengan
menyampaikan materi pelajaran IPA melalui ceramah dan langsung penugasan.
Kadang-kadang saja di tengah-tengah ceramah, guru menyelipkan pertanyaanpertanyaan yang harus dijawab siswa. Respon siswa terhadap pembelajaran yang
dilakukan guru adalah mengantuk, tidak segera dapat peduli dengan situasi yang
ada baik yang diadakan oleh guru atau siswa yang lain, sehingga siswa cenderung
untuk pasif saja dan hanya mendengarkan penjelasan guru. Kondisi ini jika siswa
diberi pertanyaan atau tes, hasilnya tidak dapat mengerjakan secara optimal,
sehingga skor yang diperoleh rendah.
Hubungan penerapan pembelajaran kooperatif model SAVI ini memang
cocok dengan pembelajaran IPA. Penerapan model ini yaitu dengan melibatkan
emosi, seluruh tubuh, semua indera, dan segenap kedalaman serta keluasan
pribadi, menghormati gaya belajar individu lain dengan menyadari bahwa orang
belajar dengan cara-cara yang berbeda. Mengkaitkan sesuatu dengan hakikat
realitas yang nonlinear, nonmekanis, kreatif dan hidup.
Dalam pembelajaran IPA ini hubungan pembelajaran kooperatif model
SAVI dengan keaktifan belajar adalah ketika siswa SD diajak belajar berdasarkan
aktifitas berarti bergerak aktif secara fisik ketika belajar, dengan memanfaatkan
indra sebanyak mungkin dan membuat seluruh tubuh/pikiran terlibat dalam proses
pembelajaran. Setelah siswa tersebut aktif dalam mengikuti pembelajaran dengan
model ini pasti akan timbul hasil yang lebih baik dari pada dengan menggunakan
metode dan model pembelajaran yang biasa –biasa saja.
21
Dari uraian di atas dapat dirumuskan alur kerangka berfikir sebagai
berikut:
Visual adalah belajar
dengan mengamati
dan menggambarkan
Auditori adalah belajar
dengan berbicara dan
mendengar
Intelektual adalah
belajar dengan
memecahkan masalah
Somatic adalah
belajar dengan
bergerak dan berbuat
SAVI
Keaktifan
Hasil belajar
Gambar 2.1. Alur Kerangka Berfikir
2.5
Hipotesis Tindakan
Berdasarkan teori dan kerangka pemikiran di atas, maka dapat dirumuskan
hipotesis sebagai berikut :
1. Pembelajaran IPA dengan model pembelajaran SAVI dapat meningkatkan
keaktifan belajar siswa kelas 5 SDN 1 Ringinharjo.
2. Dengan penerapan pembelajaran kooperatif model SAVI dapat meningkatkan
hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA kelas 5 SDN 1 Ringinharjo.
Download