UNIVERSITAS INDONESIA Gaya Bangunan Kolonial Pada Tampak Luar Benteng Vredeburg Makalah Non-Seminar Lutfia Nurhani 1206269115 Pembimbing Dr. Lilie Mundalifah Roosman 196409201994032001 Fakultas Ilmu Pengetahuan Belanda Program Studi Belanda Depok 2016 Gaya bangunan …, Lutfia Nurhani, FIB UI, 2016 HALAMAN PERI{YATAA}I ORISINALITAS Makalah Non Seminar ini adalah hasil karya saya sendiri dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk tekih saya nyatakan benar. Nama Lutfia Nurhani NPM 1206237896 Tanda Tangan Tanggal Ianuafi2016 Gaya bangunan …, Lutfia Nurhani, FIB UI, 2016 TIALAMAN PENGESAHAN Karya ilmiah ini diajukan oleh, Nama LutflraNurhani NPM 1206269115 Program Studi Belanda Fakultas Fakultas Ilmu Pengetahuan Belanda Jenis Karya Makalah Non Seminar Nama Mata Kuliah Perkembangan Seni dan Bangunan Belanda Judul Karya Ilmiah : Gaya bangunan kolonial pada Tampak luar Benteng Vredeburg Telah disetujui oleh dosen pembimbing jurnal untuk diunggah di dipublikasikan sebagai karya ilmiah sivitas akademika Universitas Indonesia. Pembimbing Jurnal Ditetapkan Tanggal di : Lilie Mundalifah Roosman : Depok : Januari 2016 Gaya bangunan …, Lutfia Nurhani, FIB UI, 2016 lib.ui.ac.id/unggah HALAMAN PERI\TYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AK1HTR UNTUK KEPENTINGAII AKADEMIS Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah : Lutfia Nurhani 12a6269tt5 Nama NPM Program Studi Fakultas Jenis Karya ini Belanda Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Skripsi/Tesis/DisertasiA( arya llmiah* : Makalah Non Seminar Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Nonekslusif (Non-exclusive Royolty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: Gaya Bangunan Kolonial Pada Tampak Luar Benteng Vredeburg (ika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Nonekslusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Beserta perangkat yang ada Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Depok Padatanggal : 26Januari20l6 n- r " Yangmenyatakan, *Contoh Karya Ilmiah: makalah non seminar, laporan kerja praktek, laporan magang, dll. Gaya bangunan …, Lutfia Nurhani, FIB UI, 2016 FORMULIR PERSETUJUAN PUBLIKASI NASKAII RINGKAS Yang bertandatang^n dibawah ini: Dr. Lilie Mundalifah Roosman Nama ,,96409201994432441 NIP,NUP . adalah pembimbing dari mahasi swa S 1 /S2/S3/Profesi/Spesialis* Nama Lutfia Nurhani NPM : 1206269r15 Fakultas IImu Pengetahuan dan Budaya Belanda Program Studi Judul Naskah Ringkas : Gaya bangunan kolonial pada tampak luar Benteng Vredeburg Menyatakan bahwa naskah ringkas ini telah diperiksa dan disetujui untuk (pilih salah satu dengan memberi tanda silang): II tr n Dapat diakses di UIANA (lib.ui.ac.id) saja. Tidak dapat diakses di UIANA karena: n Data yang digunakan untuk penulisan berasal dari instansi tertentu yang bersifat konfidensial. Akan ditunda publikasinya mengingat akan atau sedang dalam proses pengajuan Hak Paten/Hak Cipta hingga tahun...... Akan dipresentasikan sebagai makalah pada SeminarNasional. yaitu: n n yang n diprediksi akan dipublikasikan sebagai prosiding pada bulan... ...........tahun.......... Akan ditulis dalam bahasa Inggris dan dipresentasikan sebagai makalah pada Seminar Internasional yaitu: yang diprediksi akan dipublikasikan sebagai prosiding pada bulan... .....tahun... ....... Akan diterbitkan pada Jurnal Program StudilDepartemen/Fakultas di UI, yaitu: I diprediksi akan dipublikasikan pada Akan diterbitkan pada Jurnal Nasional yaitu: ! bulan yang ... tahun yang ...... ..... tahun akan dipgblikasikan pada bulan ' diprediksi D Akan ditulis dalam bahasa Inggris untuk dipersiapkan terbit pada Jurnal lnternasional yaitu: ... diprediksi akan dipublikasikan pada Depok, 8k. . .'Jf.r.qe.r i . . . .. Tahun . .?.?.t bulan k... --t" /'r;f -'/- ( Dr. Lilie Mundalifah Roosman) Pembimbing *pilih salah satu Gaya bangunan …, Lutfia Nurhani, FIB UI, 2016 ........yang tahun .. Gaya Bangunan Kolonial Pada Tampak Luar Benteng Vredeburg Lutfia Nurhani Program Studi Belanda, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia Emai: [email protected] Abstrak Benteng Vredeburg merupakan salah satu bangunan tertua peninggalan masa kolonial Belanda di Indonesia yang dibangun pada abad ke-17. Bangunan Benteng Vredeburg termasuk kedalam bangunan bergaya kolonial yang belum disesuaikan dengan keadaan dan budaya setempat. Bangunan bergaya kolonial memiliki bentuk yang sama dengan negeri asalnya yaitu Belanda, hal tersebut dimaksudkan agar orang Belanda yang ada di Hindia Belanda betah sehingga mereka dapat mengobati rasa rindu mereka pada tanah airnya. Jurnal ini membahas tentang gaya bangunan kolonial Belanda yang terdapat pada Benteng Vredeburg, Yogyakarta dan bagaimana gaya tersebut dimunculkan dalam bangunan tersebut. Ciri khas bangunan kolonial pada bangunan ini terlihat pada bentuk bangunan, atap, tembok, dan elemen arsitektur lainnya seperti gevel, jendela, dan pilar. Kata kunci: Gaya, kolonial, arsitektur, Benteng Vredeburg Abstract The Vredeburg Fortress is one of the old heritage buildings in Indonesia that was built in the 17th century by the Dutch. This building appertains to the colonial style that was not adapted to the situation and the local culture. The buildings that were built in the colonial style in Nederlands-Indië mostly have the same character to those in the Netherlands. The purpose was to make the Dutch civils could adjust to their surroundings and to treat their homesickness with their fatherland. This paper analyzes the colonial style in the Vredeburg Fortress, Yogyakarta and how that style is shown on the building. The characteristics of the colonial style on this building are represented in the form of roof, wall, and other architectural elements such as gevel, window, and column. Keywords: Style, colonial, architectur, the Vredeburg Fortness 1 Gaya bangunan …, Lutfia Nurhani, FIB UI, 2016 Pendahuluan Bangsa Eropa yang pertama kali mendatangi wilayah Nusantara adalah Portugis. Tujuan utama mereka mendatangi Nusantara ialah ekonomi atau berdagang. Mereka membangun pemukiman di sekitar pelabuhan. Oleh karena itu sedikit banyak budaya Nusantara bercampur dengan budaya Barat. Pada masa penjajahan Belanda, Indonesia mengalami pengaruh occidental (Barat) dalam berbagai segi termasuk kebudayaan. Masuknya unsur Eropa ke berbagai aspek di masyarakat menambah kekayaan ragam arsitektur di Nusantara. Hal ini antara lain dapat dilihat dalam bentuk kota dan bangunan (Soemalyo, 1995:3). Bangsa Belanda yang datang ke Nusantara pada abad ke-16 berusaha beradaptasi dengan budaya lokal yang ada. Bangunan dan sarana pendukung dibuat sama seperti di negara asal mereka dimaksudkan agar orang-orang asing yang tinggal di Hindia Belanda merasa seperti tinggal di negeri asal mereka, sehingga mereka merasa betah tinggal di negara yang jauh dari negara asalnya (Soekiman, 2000:7). Gaya bangunan kolonial merupakan gaya bangunan yang berkembang selama masa pendudukan Belanda di Hindia Belanda khususnya pada masa pendudukan VOC (Handinoto, 1996). Berkembangnya peran dan kuasa bangsa Belanda, mengakibatkan banyaknya bangunan permanen bergaya arsitektur Belanda sehingga muncul bentuk bangunan-bangunan baru yang belum pernah ada sebelumnya di Nusantara yakni penggunaan beton pada bangunan. Bangunan kolonial yang dibuat secara permanen pertama kali adalah bagunan pertahanan, seperti benteng. Fungsi benteng adalah sebagai tempat perlindungan bagi mereka yang tinggal di dalamnya. Namun, berbagai macam kegiatan, seperti kegiatan militer, pemerintahan, dan administrasi dilakukan di bangunan yang menjadi simbol pertahanan ini. Hal tersebut membuat peran benteng semakin penting tidak lagi sekedar sebagai instansi militer melainkan juga dijadikan sebagai pusat administrasi pemerintahan. Benteng Vredeburg merupakan bangunan peninggalan dari VOC di abad ke-18. Benteng ini dibuat oleh Residen Cohen Donkel pada tahun 1760 atas izin dari Sultan Hamengku Buwono I. Alasan yang disampaikan kepada Sultan Hamengku Buwono I untuk pembangunan benteng ini adalah untuk melindungi sultan HB I dan keluarganya 2 Gaya bangunan …, Lutfia Nurhani, FIB UI, 2016 serta kompleks keraton dari serangan musuh, setelah lahirnya perjanjian Giyati pada tahun 1755. (Sidhrata Eko Budiharjo, 1989) Gaya bangunan yang diterapkan pada benteng ini sangatlah berbeda dengan bangunan-bangunan yang ada di Nusantara sebelumnya. Pada abad ke-16 hingga abad ke-19 gaya bangunan yang banyak digunakan di Hindia Belanda adalah gaya bangunan Belanda asli tanpa ada penyesuaian dengan keadaan iklim dan lingkungan setempat. Bentuk bangunan yang ada pada saat itu bentuknya cenderung tinggi dan sempit, atap curam, dan dinding depan bertingkat bergaya Belanda di ujung teras. Bangunan bergaya kolonial sudah sangat jarang ditemui lagi di tanah air karena sudah hancur atau dihancurkan demi pembangunan kantor atau jalanan. Benteng Vredeburg merupakan salah satu bangunan bergaya kolonial yang masih berdiri kokoh tak termakan jaman menjadikan benteng ini sangat menarik untuk diteliti. Ada beberapa penelitian yang membahas tentang benteng di Indonesia. Antara lain penelitian Djoko Marihandono „Perubahan peran dan fungsi benteng dalam tata ruang kota‟ tahun 2007. Dalam penelitian tersebut dibahas tentang fungsi-fungsi, sejarah, dan kedudukan tiga dari benteng-benteng yang ada di Indonesia saat ini di lingkungan sekitar yaitu Benteng Vredeburg di Yogyakarta, Benteng Rotterdam di Makassar, dan Benteng Marlborough di Bengkulu. Skripsi „Revitalisasi Pemanfaatan Benteng Vrederburg di Yogyakarta 1976-2011‟ (2012) oleh Soma Harjad Prasetya, membahas tentang museum Benteng Vredeburg sebagai salah satu aset yang harus dijaga karena merupakan saksi sejarah masa kolonial Belanda di Indonesia. Tak hanya pemerintah namun masyarakat sekitar serta pengunjung harus saling mengingatkan untuk menjaga keberadaan benteng ini. Berbeda dengan dua penelitian tersebut, penelitian ini membahas tentang gaya bangunan kolonial yang terdapat pada tampak luar (eksterior) benteng Vredeburg serta bagaimana gaya bangunan kolonial Belanda ditampilkan pada bangunan tersebut. Penelitian tentang gaya bangunan museum Benteng Vredeburg belum pernah dilakukan sehingga hasil penelitian ini diharapkan dapat menggambarkan gaya bangunan tampak luar (eksterior) pada bangunan Benteng Vredeburg dengan ciri bangunan kolonial peninggalan masa kolonial Belanda. Di samping itu penelitian ini juga diharapkan memiliki manfaat sebagai studi pustaka bagi mahasiswa atau peneliti lain yang melakukan kajian serupa. 3 Gaya bangunan …, Lutfia Nurhani, FIB UI, 2016 Sejarah singkat Benteng Vredeburg Benteng Vredeburg merupakan benteng yang terletak di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tepatnya di ujung jalan Malioboro. Benteng ini merupakan peningalan masa kolonial Belanda abad ke-18. Berdirinya Benteng Vredeburg berawal dari adanya perjanjian Gianti. Dalam perjanjian tersebut diputuskan bahwa negara Mataram dibagi menjadi dua yaitu setengah masih menjadi hak kerajaan Surakarta dan setengahnya lagi merupakan hak dari Pangeran Mangkubumi. Pangeran Mangkubumi menjadi raja atas wilayah yang menjadi haknya dan diberi gelar Sultan Hamengku Buwono I. (Djoko Marihandono, 2007) Residen yang saat itu menjabat di Yogyakata, Cohen Donkel, meminta izin kepada Sultan Hamengku Buwono I untuk mendirikan benteng untuk menempatkan pasukan VOC demi melindungi Sultan HB I beserta keluarganya di kompleks keraton Yogyakarta Gb. 1. Tampak depan Benteng Vredeburg. Sumber: http://www.kitlv.nl/resources/ dari serangan musuh. Tahun 1760 merupakan awal dibangunnya benteng Vredeburg. Proyek pembangunan benteng ini memakan waktu selama 25 tahun. Pada tahun 1785 benteng tersebut sudah dinyatakan selesai dan diresmikan oleh Johannes Siberg yang saat itu menjabat sebagai Gubernur Pantai Timur Laut Jawa. (Djoko Marihandono, 2007) Pada awalnya benteng ini dinamakan benteng Rustenburg oleh VOC. Rustenburg berarti tempat peristirahatan (rusten), sehingga benteng ini dikenal pula dengan sebutan benteng peristirahatan. Bangunan ini terbuat dari kayu jati yang diberikan oleh Kesultanan Yogyakarta dari hutan-hutan jati di Gunung Kidul dan Madiun (Sidhrata Eko Budiharjo, 1989). Namun, pada tahun 1808 Gubernur Jendral Herman Willem Daendels memerintahkan untuk memperkuat pertahanan Eropa salah satunya dengan cara mengubah bangunan benteng. Daendels menganggap Rustenburg yang terbuat dari kayu tidak lagi layak untuk menjadi simbol kekuatan militer Eropa (Darsiti Soeratman, 1989) 4 Gaya bangunan …, Lutfia Nurhani, FIB UI, 2016 Atas instruksi Daendels benteng itu diubah menjadi bangunan yang menggunakan beton dengan bentuk segi empat. Di setiap sudutnya dibangun sebuah bangunan tempat penjagaan. Dinding benteng ini pun dibuat lebih tinggi dan lebih tebal. Oleh Daendels benteng ini diubah namanya menjadi Vredeburg yang berarti perdamaian. Di sekeliling benteng ini terdapat parit saluran air yaitu sebagai sauran pembuangan air dan penghalau musuh yang akan menyerang. Sebagai penghubung antara benteng dan jalan raya dibangun sebuah jembatan angkat yang dapat diangkat ke atas sebagai penutup pintu pada malam hari. Di dalamnya terdapat bangunan-bangunan rumah asrama prajurit, perwira, gudang logistik, gudang mesiu, rumah sakit prajurit, dan rumah residen (Widayati N, 2000). Bangunan kolonial Bangunan kolonial mulai dibangun di Nusantara sejak kedatangan bangsa Eropa. Seiring dengan berjalannya waktu bangsa Eropa khususnya Belanda mulai membawa pasukannya karena diduga Nusantara menyimpan kekayaan yang luar biasa. Pada awal VOC datang ke Nusantara orang-orang yang mereka bawa hanyalah pasukan tentara. Tentara diperlukan untuk menjaga keamanan demi kelangsungan mereka berdagang dan mengambil hasil bumi Nusantara. Oleh karena itu VOC mulai membangun bangunan yang mereka butuhkan seperti benteng, kantor, dan rumah tinggal. Mereka belum terpikir untuk membawa serta ahli-ahli di bidang lainnya. Hal tersebut membuat gaya bangunan yang ada saat itu terbatas pada gaya bangunan yang biasa mereka lihat di Belanda. Yang terpenting bagi mereka adalah tempat untuk berteduh sehingga mereka tidak memikirkan estetika dari bangunan tersebut. Helen Jessup dalam Soemalyo (1995) membagi periodisasi perkembangan arsitektur kolonial Belanda di Indonesia menjadi 4 bagian, yaitu: 1. Pada abad 16 sampai tahun 1800-an, Indonesia masih disebut Nederland Indische dibawah kekuasaan VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie). Selama periode tersebut, arsitektur kolonial Belanda kehilangan orientasinya pada bangunan tradisional di Belanda serta tidak mempunyai orientasi bentuk yang jelas. Bangunan-bangunan itu belum beradaptasi dengan iklim dan lingkungan setempat. 2. Tahun 1800-an sampai tahun 1902, pemerintah Belanda mengambil alih Hindia Belanda dari VOC. Pada abad ke 19, Belanda memperkuat statusnya 5 Gaya bangunan …, Lutfia Nurhani, FIB UI, 2016 sebagai kaum kolonialis dengan membangun gedung-gedung yang berkesan grandeur (megah). Bangunan gedung dengan gaya megah ini dipinjamnya dari gaya arsitektur Neo-Klasik yang sebenarnya agak berlainan dengan gaya arsitektur nasional Belanda pada waktu itu 3. Tahun 1902 sampai tahun 1920-an, kaum liberal di negeri Belanda memaksa agar politik Etis diterapkan di tanah jajahan. Sejak itu pemukiman orang Belanda di Indonesia tumbuh dengan cepat. Adanya suasana tersebut menjadikan “Indishce Architectuur” terdesak dan hilang, sebagai gantinya muncul arsitektur yang berorientasi ke Belanda. Pada 20 tahun pertama inilah terlihat gaya arsitektur modern yang berorientasi ke negeri Belanda 4. Tahun 1920 sampai 1940-an, muncul gerakan pembaharuan dalam arsitektur, baik nasional maupun internasional di Belanda yang kemudian mempengaruhi arsitektur kolonial di Indonesia. Hanya saja arsitektur baru itu kadang-kadang diikuti secara langsung, tetapi kadang-kadang juga memunculkan gaya yang disebut sebagai ekletisisme (gaya campuran). Pada masa tersebut muncullah beberapa arsitek Belanda yang memandang perlu untuk memberi ciri khas pada arsitektur Hindia Belanda. Mereka menggunakan kebudayaan arsitektur tradisional Indonesia sebagai sumber pengembangannya. Ciri-ciri gaya bangunan kolonial. Gaya bangunan dapat diartikan sebagai seni dan proses membangun baik bangunan rumah, bangunan keagamaan atau banginan umum. Menurut Soemalyo (1995), gaya adalah hasil dari proses perencanaan, perancangan, dan pelaksanaan pembangunan atau sistem mendirikan bangunan. Gaya bangunan kolonial dapat diartikan sebagai salah satu gaya yang dibawa langsung ke Hindia Belanda tanpa ada penyesuaian terhadap iklim ataupun budaya sekitar. Seni bangunan kolonial adalah semua bangunan yang berupa tempat tinggal, gedung-gedung pemerintahan atau umum, perkantoran, benteng, monumen, bangunan keagamaan, dan sebagainya, khususnya yang mempunyai nilai keindahan, nilai historis, ataupun yang mewakili jamannya (Soekiman, 1982: 667). Hellen Jessup menjelaskan apa yang dimaksud dengan arsitektur kolonial seperti yang dikutip oleh Handinoto (1996) adalah gaya bangunan kolonial yang terdapat pada abad 16 – akhir abad 18. Periode pertama ditandai dengan bangunan seperti benteng, gereja, balaikota, yang dianggap sebagai manifestasi kekuatan 6 Gaya bangunan …, Lutfia Nurhani, FIB UI, 2016 kolonialisasi yang dibawa oleh bangsa Belanda dalam menyelenggelarakan kepentingannya. Hasil bangunan ini adalah duplikat dari bentuk bangunan yang ada di Belanda. Arsitektur kolonial adalah arsitektur cangkokan dari negeri induknya Eropa ke daerah jajahannya. Arsitektur kolonial Belanda yang dikembangkan di Indonesia, selama Indonesia masih dalam kekuasaan Belanda sekitar awal abad 17 sampai tahun 1942. (Soekiman, 2011: 246) Sebagai salah satu gaya bangunan yang berkembang di Hindia Belanda, arsitektur kolonial memiliki karakteristik yang dapat terlihat secara fisik dan non fisik. Ciri fisik dapat terlihat dari: 1. Bentuk bangunan Struktur dan gaya bangunan yang digunakan berasal dari negeri induknya yaitu Belanda. Bangunan benteng menggunakan material seperti bata kecil berwarna kuning dan paving block yang diimpor dari negeri Belanda. Serta digunakan juga batu bata dari pabrik batu bata lokal disekitar kota (Passchier, 2007: 97). Bata yang digunakan pada masa kolonial berbeda dengan bata yang ada pada saat ini pada masa itu bata berbentuk lebih besar dan memiliki inisial dari pabrik yang membuatnya. 2. Atap Atap merupakan bagian yang terletak di sisi paling atas sebuah bangunan. Fungsi atap adalah untuk menaungi para penghuni bangunan dari panas teriknya matahari dan hujan. Jenis atap yang sering dijumpai pada bangunan kolonial adalah atap datar yang terbuat dari beton cor dan atap miring berbentuk perisai. 3. Dinding Dinding merupakan pembatas antara satu ruangan dengan ruangan lain dalam suatu bangunan. Dinding juga memiliki fungsi sebangai pembatas antara bagian luar dan bagian dalam bangunan. Berikut merupakan karakter yang dapat dilihat dari beberapa elemen arsitektur yang biasa digunakan pada bangunan kolonial (Handinoto, 1996: 165-177). 7 Gaya bangunan …, Lutfia Nurhani, FIB UI, 2016 1. Gevel. Gambrel Gable Pediment Gable Stepped Gable Curvilinear Gable Gb. 2. Berbagai variasi bentuk Gevel (Handinoto 1996: 167) Gevel merupakan salah satu bagian dari bangunan yang terletak di sisi atas bangunan. Gevel memiliki bentuk segitiga dengan ornamen-ornamen berbeda sesuai dengan status sosial pemiliknya. 2. Toren Toren atau menara pada banguan Belanda memiliki bentuk yang sangat beragam, mulai dari bentuk kotak segi empat, segi enam, bulat hingga bentuk-bentuk geometris lainnya. Menara berfungsi sebagai penanda pintu masuk bagian depan bangunan. 3. Nok Acroteire Nok acroteire adalah hiasan puncak atap biasanya digunakan pada rumah-rumah petani di Belanda. Awalnya hiasan ini manggunakan alang-alang, namun di Hindia Belanda hiasan ini dibuat menggunakan menggunakan semen. 8 Gaya bangunan …, Lutfia Nurhani, FIB UI, 2016 4. Dormer Gable Dormer Hipped Dormer Twin dormer balcony Dormer in mansard roof Dormer with balcony Gb. 3. Berbagai variasi Dormer (Handinoto 1996: 176) Dormer berfungsi sebagai tempat masuknya cahaya. Di asalnya, Belanda, dormer digunakan sebagai ruang atau cerobong asap perapian. 5. Windwijer Memiliki fungsi sebagai penunjuk mata angin. Biasanya diletakan di atas nok dan dapat berputar mengikuti arah angin. 6. Ballustrade Ballustrade berfungsi sebagai pagar pembatas balkon atau dek bangunan. Biasanya terbuat dari beton cor atau dari bahan metal. 7. Tympanun Bangian dari bentuk geometri dari hiasan (dekorasi) yang berbentuk segitiga atau setengah lingkaran diatas pintu atau jendela. 8. Geveltoppen Geveltoppen merupakan hiasan yang terletak di puncak gevel. 9 Gaya bangunan …, Lutfia Nurhani, FIB UI, 2016 9. Ragam hias pada tubuh bangunan Ragam hias juga terdapat pada bagian tubuh bangunan, misalnya pada lubanglubang angin (bovenlicht) yang terletak di atas pintu atau jendela. Selain itu ragam hias juga bisa terdapat di kolom-kolom yang berjajar dengan gaya neo clasic. 10. Fasade simetris Fasade bangunan memiliki komposisi dengan pengulangan yang seimbang serta bentuk hirarki yang terpusat menurut skala. 11. Material dari batu bata / kayu tanpa pelapis Pengguanaan material batu bata dan/atau kayu tanpa pelapis disesuaikan dengan karakter dan material lokal yang terdapat di daerah sekitar. 12. Enterance memiliki dua daun pintu. Penggunaan entrance utama bangunan kolonial biasanya menggunakan pintu dengan dua buah daun pintu. Sedangkan pintu lain menggunakan satu pintu. Pintu utama merupakan bagian terpenting karena akan menjadi perhatian pertama bagi pengunjung atau tamu yang datang (Weidhaas, 1989: 130). 13. Jendela besar berbingkai kayu. Bangunan kolonial Belanda identik dengan jendela-jendela besar dengan bingkai kayu. Terdapat 3 tipe jendela yaitu jendela tunggal dengan bukaan satu arah, jendela dengan dua rangkap (kayu diluar, kaca di dalam), dan jendela ganda yaitu jendela dengan dua bukaan keluar. Gb. 4. Tipologi bentuk jendela bangunan kolonial (Bunga Indra, 2011: 150) 10 Gaya bangunan …, Lutfia Nurhani, FIB UI, 2016 14. Pilar-pilar berjajar Gb. 5. Contoh ragam hias pilar. (kiri) doria, (tengah) Ionia, (kanan) Korintia. Sumber: www.dreamstime.com Tiang atau pilar berfungsi untuk menahan beban bangunan. Ciri ini merupakan perkembangan dari gaya klasik Eropa, dengan deretan pilar-pilar besar di bagian fasade depan bangunan untuk memberi kesan megah, besar, dan kokoh. Penggunaan pilar pada arsitektur klasik sudah dimulai sejak arsitektur Romawi dan dilanjutkan hingga saat ini. Salah satu bangunan Romawi yang menggunakan pilar adalah Kuil Virilis di Roma (40 SM) (Soemalyo, 2003:32). Terdapat tiga jenis pilar yaitu Doria, Ionia, dan Korintia. 15. Cripedoma Merupakan trap-trap tangga naik menuju bangunan (untuk masuk ke bangunan melewati beberapa anak tangga). 11 Gaya bangunan …, Lutfia Nurhani, FIB UI, 2016 Analisis gaya bangunan kolonial pada bangunan Benteng Vredeburg Benteng Vredeburg yang berada di Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan bangunan kolonial karena benteng ini dibangun pada abad ke-18. Benteng ini pernah mengalami perbaikan pada tahun 1824 akibat gempa yang melanda Yogyakarta, tetapi tidak merubah bentuk bangunan benteng secara keseluruhan. Dari ciri fisik bangunan kolonial yang disebutkan di atas terdapat beberapa ciri yang juga terdapat pada bangunan benteng Vredeburg di Yogyakarta. Ciri yang dapat dilihat di Benteng Vredeburg antara lain adanya gevel, tympanum, enterance dua pintu, adanya kolom-kolom berjajar, dan memiliki jendela-jendela besar berbingkai kayu. Bentuk bangunan. Benteng Vredeburg merupakan bengunan yang dibuat pada masa pendudukan VOC. VOC sangat ketat mengawasi proses pembangunan benteng di Hindia Belanda. Bahan bangunan yang digunakan pun harus sesuai dengan standar yang mereka tetapkan. Namun, dari segi estetika perancang bebas menentukan gaya yang ingin mereka gunakan. Hal tersebut menyebabkan Gb. 6. Tampak samping salah satu bangunan di Benteng Vredeburg (Dokumentasi pribadi, 2015) gaya yang digunakan pada masa itu masih terpengaruh dengan bangunan asli di Belanda yaitu memiliki struktur bangunan berbentuk vertikal yang tinggi. Bangunan yang dibangun dalam benteng Vredeburg adalah bangunan berlantai satu hingga tiga yang berbentuk ramping. Dinding terbuat dari batu bata yang diplester. Terdapat teras atau selasar kecil di depan bangunan yang diberi atap yang ditumpu oleh kolom-kolom. Di beberapa bangunan terdapat dormers dan kolom-kolom dengan lengkung gaya arsitektur Roma. 12 Gaya bangunan …, Lutfia Nurhani, FIB UI, 2016 Dinding. Secara keseluruhan dinding benteng Vredeburg cukup tebal, ketebalannya yaitu sekitar 1 – 1,5 meter. Hal tersebut disebabkan karena benteng Vredeburg merupakan bangunan pertahanan yang merepresentasikan kekuatan bangsa Belanda. Dibuatnya dinding yang cukup tebal ditujukan untuk melindungi semua elemen yang ada di dalam benteng Vredeburg itu sendiri. Dinding tersebut Gb. 7. Tembok pembatas benteng (kiri) dan tembok gerbang benteng (kanan). (Dokumentasi pribadi, 2015) dibangun mengelilingi benteng dengan ketinggian dinding ±10 meter. Bangunan benteng Vredeburg diplester dan dicat warna putih yang merupakan ciri khas bangunan milik bangsa Belanda saat itu (Peter J.M. Nas dan Martien de Vietter, 2007). Dinding tebal pada sebuah bangunan merupakan bentuk yang dibawa oleh bangsa Belanda ke Nusantara. Atap. Bentuk atap pada benteng Vredeburg terdapat bentuk atap limasan dan bentuk perisai. Atap benteng Vredeburg terbuat dari genteng merah yang sangat kokoh dan dibuat menyerupai bukit-bukit kecil sehingga sangat ideal untuk pertahanan. Selain itu terdapat gevel di bagian Gb. 8. Atap ber-gevel Benteng Vredeburg. (Dokumentasi pribadi, 2015) muka benteng. Gevel merupakan ciri bangunan di Eropa khususnya Belanda. Jenis gevel yang ada pada bagian depan benteng Vredeburg adalah gever jenis pediment yaitu bentuk segitiga dengan tulisan Vredeburg di tengahnya. Gevel jenis ini muncul pada abad pertengahan di Eropa. 13 Gaya bangunan …, Lutfia Nurhani, FIB UI, 2016 Pilar. Tiang pada bangunan benteng Vredeburg berfungsi untuk menopang atap yang menaungi bagian teras kecil pada bangunan utama benteng. Pilar dibuat sebagai pembuatan konsekuensi dari bangunan dengan dinding yang tinggi namun ramping. Jenis pilar yang Gb.9. Pilar-pilar berbaris salah satu bangunan di Benteng Vredeburg. (Dokumentasi pribadi, 2015) digunakan pada bentang Vredeburga adalah pilar jenis Doria yang tingginya ±10 meter, serta adanya sisi lengkung di antara dua pilar. Pilar sering digunakan pada bangunan-bangunan di Eropa untuk melambangkan kemegahan suatu bangunan. Pintu. Terdapat dua jenis pintu yang terdapat pada Benteng Vredeburg yaitu pintu yang memiliki dua daun pintu dan pintu yang hanya memiliki satu daun pintu. Pintu di ruang utama menggunakan pintu yang memiliki dua daun pintu karena bertujuan untuk keluar masuknya tamu yang berkunjung yang Gb. 10. Pintu di salah satu bangunan di Benteng Vredeburg. (Dokumentasi pribadi, 2015) memerlukan akses yang cukup besar sehingga alur keluar masuknya tamu dapat berjalan dengan lancar. Pintu bangunan Benteng Vredeburg terbuat dari kayu di sisi luar dan terbuat dari kaca di bagian dalam. Pintu-pintu di bangunan benteng Vredeburg memiliki tinggi ±2 – 3 meter. Pintu bangunan kolonial umumnya terlihat besar dan kokoh yang terbuat dari papan kayu yang terkadang memiliki bingkai kaca. 14 Gaya bangunan …, Lutfia Nurhani, FIB UI, 2016 Jendela. Jendela pada bangunan benteng Vredeburg merupakan jendela yang memiliki tipologi jendela berdaun ganda dengan papan kayu diluar dan kaca dengan bingkai di bagian dalam. Jendela pada bangunan kolonial dibuat menyesuaikan dengan pintu yang tinggi. Tinggi jendela pada bangunan benteng Vredeburg memiliki tinggi 1 – 1,5 meter. Di bagian lain bangunan terdapat jendela yang memiliki tympanun yang berbentuk setengah lingkaran. Selain dekoratif sebagai hiasan timpanun pada bangunan benteng Vredeburg Gb. 11. Jendela di salah satu bangunan di Benteng Vredeburg. (Dokumentasi pribadi, 2015) berfungsi sebagai sirkulasi udara ketika jendela ditutup. Simpulan Benteng Vredeburg merupakan bangunan yang dibangun pada masa pendudukan VOC dan pembangunannya dilanjutkan pada masa pemerintahan Daendels. Gaya bangunan yang menjadi dasar Benteng Vredeburg merupakan gaya bangunan kolonial. Ciri bangunan kolonial yang ada pada Benteng Vredeburg terlihat jelas berdasarkan hasil analisis beberapa komponen bagunan yaitu pada bentuk bangunan, atap, tembok, dan elemen arsitektur. Penggunaan bahan bangunan yang sebelumnya belum pernah digunakan di Nusantara terlihat pada bangunan Benteng Vredeburg conohnya adalah penggunaan beton. Sebelum masuknya bangsa Eropa ke Hindia Belanda bahan utama yang digunakan untuk membuat suatu bangunan adalah kayu atau batu bata. Setelah masuknya bangsa Eropa khususnya Belanda bahan bangunan yang digunakan mulai beragam. Tidak dapat dipungkiri peran bangsa Belanda sangatlah besar pada bidang arsitektur. Hal tersebut memperkaya seni bangunan yang ada di Nusantara hingga saat ini. 15 Gaya bangunan …, Lutfia Nurhani, FIB UI, 2016 DAFTAR PUSTAKA Budiharjo, Sidhrata Eko. 1989. Konservasi Lingkungan dan Bangunan Bersejarah di Yogyakarta. Yogyakarta: Gajah mada university press. Handinoto. 1996. Perkembangan Kota dan Arsitektur Kolonial Belanda di Surabaya (1840-1940). Yogyakarta: Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Kristen Petra dan Penerbit ANDI Yogyakarta. Indra, Bunga. 2011. Tipologi Fasade Bangunan Kolonial di Koridor Jalan Letnan Jendral Soeprapto Kota Semarang. Malang: Fakultas Teknik Universitas Brawijaya. Marihandono, Djoko. 2007. Perubahan Peran dan Fungsi Benteng Dalam Tata Ruang Kota. Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia: Depok. Nas, Peter J.M dan Martien de Vietter. 2007. Masa Lalu dalam Masa Kini. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Passchier, Cor. 2007. “Colonial Architecture in Indonesia” dalam buku The Past and The Present : Architecture in Indonesia. Rotterdam: NAi Publishers. Prasetya, Soma H. 2012. Revitalisasi dan Pemanfaatan Bentang Vredeburg di Yogyakarta Tahun 1976-2011. Jurusan Ilmu Sejarah, Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret: Surakarta. Soekiman, Djoko. 1982. “Seni Bangunan Kolonial di Indonesia: dalam Pertemuan Ilmiah Arkeologi Ke II. Jakarta: Proyek Penelitian Purbakala Jakarta. ________. 2000. Kebudayaan Indis dan Gaya Hidup Masyarakat Pendukungnya di Jawa (Abad XVIII-Medio Abad XX). Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya. ________. 2011. Kebudayaan Indis Dari Zaman Kompeni sampai Revolusi. Jakarta: Komunitas Bambu. Soemalyo, Yulianto. 1995. Arsitektur Kolonial Belanda di Indonesia. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. ________. 2003. Arsitektur Klasik Eropa. Yogyaarta: Gajah Mada University Press Soeratman, Darsiti. 1989. Kehidupan Dunia Keraton Yogyakarta. Yogyakarta: Tamansiswa. Weidhaas, Ernest R. 1989. Architectural Drafting and Design. Massachusetts: Allyn and Bacon. Widayati, N. 2000. Penyertaan Peran Serta Masyarakat Dalam Program Revitalisasi. Yogyakarta: Gajah mada university press. SUMBER ELEKTRONIK http://www.kitlv.nl/resources/ Diunduh pada hari Selasa tanggal 1 Desember 2015. 16 Gaya bangunan …, Lutfia Nurhani, FIB UI, 2016 www.dreamstime.com Diunduh pada hari Jumat tanggal 8 Januari 2016. 17 Gaya bangunan …, Lutfia Nurhani, FIB UI, 2016