UNIVERSITAS INDONESIA Makalah Non

advertisement
UNIVERSITAS INDONESIA
Gaya Bangunan Kolonial Pada Tampak Luar Benteng Vredeburg
Makalah Non-Seminar
Lutfia Nurhani
1206269115
Pembimbing
Dr. Lilie Mundalifah Roosman
196409201994032001
Fakultas Ilmu Pengetahuan Belanda
Program Studi Belanda
Depok
2016
Gaya bangunan …, Lutfia Nurhani, FIB UI, 2016
HALAMAN PERI{YATAA}I ORISINALITAS
Makalah Non Seminar ini adalah hasil karya saya sendiri dan semua sumber baik yang dikutip
maupun dirujuk tekih saya nyatakan benar.
Nama
Lutfia Nurhani
NPM
1206237896
Tanda Tangan
Tanggal
Ianuafi2016
Gaya bangunan …, Lutfia Nurhani, FIB UI, 2016
TIALAMAN PENGESAHAN
Karya ilmiah ini diajukan oleh,
Nama
LutflraNurhani
NPM
1206269115
Program Studi
Belanda
Fakultas
Fakultas Ilmu Pengetahuan Belanda
Jenis Karya
Makalah Non Seminar
Nama Mata Kuliah
Perkembangan Seni dan Bangunan Belanda
Judul Karya
Ilmiah
: Gaya bangunan
kolonial pada Tampak luar Benteng Vredeburg
Telah disetujui oleh dosen pembimbing jurnal untuk diunggah
di
dipublikasikan sebagai karya ilmiah sivitas akademika Universitas Indonesia.
Pembimbing Jurnal
Ditetapkan
Tanggal
di
:
Lilie Mundalifah Roosman
: Depok
:
Januari 2016
Gaya bangunan …, Lutfia Nurhani, FIB UI, 2016
lib.ui.ac.id/unggah
HALAMAN PERI\TYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AK1HTR UNTUK KEPENTINGAII AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah
:
Lutfia Nurhani
12a6269tt5
Nama
NPM
Program Studi
Fakultas
Jenis Karya
ini
Belanda
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya
Skripsi/Tesis/DisertasiA( arya llmiah* : Makalah Non Seminar
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia
Hak Bebas Royalti Nonekslusif (Non-exclusive Royolty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang
berjudul:
Gaya Bangunan Kolonial Pada Tampak Luar Benteng Vredeburg
(ika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Nonekslusif ini Universitas
Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data
(database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya
sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Beserta perangkat yang ada
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat
di
: Depok
Padatanggal : 26Januari20l6
n-
r
"
Yangmenyatakan,
*Contoh Karya Ilmiah: makalah non seminar, laporan kerja praktek, laporan magang, dll.
Gaya bangunan …, Lutfia Nurhani, FIB UI, 2016
FORMULIR PERSETUJUAN PUBLIKASI NASKAII RINGKAS
Yang bertandatang^n dibawah ini:
Dr. Lilie Mundalifah Roosman
Nama
,,96409201994432441
NIP,NUP
.
adalah pembimbing dari mahasi swa S 1 /S2/S3/Profesi/Spesialis*
Nama
Lutfia Nurhani
NPM
:
1206269r15
Fakultas
IImu Pengetahuan dan Budaya
Belanda
Program Studi
Judul Naskah Ringkas : Gaya bangunan kolonial pada tampak luar Benteng Vredeburg
Menyatakan bahwa naskah ringkas
ini telah diperiksa dan disetujui untuk (pilih salah satu dengan
memberi tanda silang):
II
tr
n
Dapat diakses di UIANA (lib.ui.ac.id) saja.
Tidak dapat diakses di UIANA karena:
n
Data yang digunakan untuk penulisan berasal dari instansi tertentu yang bersifat
konfidensial.
Akan ditunda publikasinya mengingat akan atau sedang dalam proses pengajuan Hak
Paten/Hak Cipta hingga tahun......
Akan dipresentasikan sebagai makalah pada SeminarNasional. yaitu:
n
n
yang
n
diprediksi akan dipublikasikan sebagai prosiding pada bulan... ...........tahun..........
Akan ditulis dalam bahasa Inggris dan dipresentasikan sebagai makalah pada Seminar
Internasional yaitu:
yang diprediksi akan dipublikasikan sebagai prosiding pada bulan... .....tahun... .......
Akan diterbitkan pada Jurnal Program StudilDepartemen/Fakultas di UI, yaitu:
I
diprediksi akan dipublikasikan pada
Akan diterbitkan pada Jurnal Nasional yaitu:
!
bulan
yang
... tahun
yang
......
..... tahun
akan dipgblikasikan pada bulan
' diprediksi
D Akan ditulis dalam bahasa Inggris untuk dipersiapkan terbit pada Jurnal lnternasional
yaitu:
...
diprediksi akan dipublikasikan pada
Depok, 8k. . .'Jf.r.qe.r i . . . .. Tahun
. .?.?.t
bulan
k...
--t"
/'r;f
-'/-
( Dr. Lilie Mundalifah Roosman)
Pembimbing
*pilih salah satu
Gaya bangunan …, Lutfia Nurhani, FIB UI, 2016
........yang
tahun ..
Gaya Bangunan Kolonial Pada Tampak Luar Benteng Vredeburg
Lutfia Nurhani
Program Studi Belanda, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya
Universitas Indonesia
Emai: [email protected]
Abstrak
Benteng Vredeburg merupakan salah satu bangunan tertua peninggalan masa kolonial Belanda di Indonesia
yang dibangun pada abad ke-17. Bangunan Benteng Vredeburg termasuk kedalam bangunan bergaya kolonial
yang belum disesuaikan dengan keadaan dan budaya setempat. Bangunan bergaya kolonial memiliki bentuk
yang sama dengan negeri asalnya yaitu Belanda, hal tersebut dimaksudkan agar orang Belanda yang ada di
Hindia Belanda betah sehingga mereka dapat mengobati rasa rindu mereka pada tanah airnya. Jurnal ini
membahas tentang gaya bangunan kolonial Belanda yang terdapat pada Benteng Vredeburg, Yogyakarta dan
bagaimana gaya tersebut dimunculkan dalam bangunan tersebut. Ciri khas bangunan kolonial pada bangunan ini
terlihat pada bentuk bangunan, atap, tembok, dan elemen arsitektur lainnya seperti gevel, jendela, dan pilar.
Kata kunci: Gaya, kolonial, arsitektur, Benteng Vredeburg
Abstract
The Vredeburg Fortress is one of the old heritage buildings in Indonesia that was built in the 17th century by the
Dutch. This building appertains to the colonial style that was not adapted to the situation and the local culture.
The buildings that were built in the colonial style in Nederlands-Indië mostly have the same character to those in
the Netherlands. The purpose was to make the Dutch civils could adjust to their surroundings and to treat their
homesickness with their fatherland. This paper analyzes the colonial style in the Vredeburg Fortress,
Yogyakarta and how that style is shown on the building. The characteristics of the colonial style on this building
are represented in the form of roof, wall, and other architectural elements such as gevel, window, and column.
Keywords: Style, colonial, architectur, the Vredeburg Fortness
1
Gaya bangunan …, Lutfia Nurhani, FIB UI, 2016
Pendahuluan
Bangsa Eropa yang pertama kali mendatangi wilayah Nusantara adalah Portugis.
Tujuan utama mereka mendatangi Nusantara ialah ekonomi atau berdagang. Mereka
membangun pemukiman di sekitar pelabuhan. Oleh karena itu sedikit banyak budaya
Nusantara bercampur dengan budaya Barat. Pada masa penjajahan Belanda, Indonesia
mengalami pengaruh occidental (Barat) dalam berbagai segi termasuk kebudayaan.
Masuknya unsur Eropa ke berbagai aspek di masyarakat menambah kekayaan ragam
arsitektur di Nusantara. Hal ini antara lain dapat dilihat dalam bentuk kota dan
bangunan (Soemalyo, 1995:3).
Bangsa Belanda yang datang ke Nusantara pada abad ke-16 berusaha beradaptasi
dengan budaya lokal yang ada. Bangunan dan sarana pendukung dibuat sama seperti di
negara asal mereka dimaksudkan agar orang-orang asing yang tinggal di Hindia
Belanda merasa seperti tinggal di negeri asal mereka, sehingga mereka merasa betah
tinggal di negara yang jauh dari negara asalnya (Soekiman, 2000:7).
Gaya bangunan kolonial merupakan gaya bangunan yang berkembang selama masa
pendudukan Belanda di Hindia Belanda khususnya pada masa pendudukan VOC
(Handinoto, 1996). Berkembangnya peran dan kuasa bangsa Belanda, mengakibatkan
banyaknya bangunan permanen bergaya arsitektur Belanda sehingga muncul bentuk
bangunan-bangunan baru yang belum pernah ada sebelumnya di Nusantara yakni
penggunaan beton pada bangunan.
Bangunan kolonial yang dibuat secara permanen pertama kali adalah bagunan
pertahanan, seperti benteng. Fungsi benteng adalah sebagai tempat perlindungan bagi
mereka yang tinggal di dalamnya. Namun, berbagai macam kegiatan, seperti kegiatan
militer, pemerintahan, dan administrasi dilakukan di bangunan yang menjadi simbol
pertahanan ini. Hal tersebut membuat peran benteng semakin penting tidak lagi sekedar
sebagai instansi militer melainkan juga dijadikan sebagai pusat administrasi
pemerintahan.
Benteng Vredeburg merupakan bangunan peninggalan dari VOC di abad ke-18.
Benteng ini dibuat oleh Residen Cohen Donkel pada tahun 1760 atas izin dari Sultan
Hamengku Buwono I. Alasan yang disampaikan kepada Sultan Hamengku Buwono I
untuk pembangunan benteng ini adalah untuk melindungi sultan HB I dan keluarganya
2
Gaya bangunan …, Lutfia Nurhani, FIB UI, 2016
serta kompleks keraton dari serangan musuh, setelah lahirnya perjanjian Giyati pada
tahun 1755. (Sidhrata Eko Budiharjo, 1989)
Gaya bangunan yang diterapkan pada benteng ini sangatlah berbeda dengan
bangunan-bangunan yang ada di Nusantara sebelumnya. Pada abad ke-16 hingga abad
ke-19 gaya bangunan yang banyak digunakan di Hindia Belanda adalah gaya bangunan
Belanda asli tanpa ada penyesuaian dengan keadaan iklim dan lingkungan setempat.
Bentuk bangunan yang ada pada saat itu bentuknya cenderung tinggi dan sempit, atap
curam, dan dinding depan bertingkat bergaya Belanda di ujung teras.
Bangunan bergaya kolonial sudah sangat jarang ditemui lagi di tanah air karena sudah
hancur atau dihancurkan demi pembangunan kantor atau jalanan. Benteng Vredeburg
merupakan salah satu bangunan bergaya kolonial yang masih berdiri kokoh tak
termakan jaman menjadikan benteng ini sangat menarik untuk diteliti.
Ada beberapa penelitian yang membahas tentang benteng di Indonesia. Antara lain
penelitian Djoko Marihandono „Perubahan peran dan fungsi benteng dalam tata ruang
kota‟ tahun 2007. Dalam penelitian tersebut dibahas tentang fungsi-fungsi, sejarah, dan
kedudukan tiga dari benteng-benteng yang ada di Indonesia saat ini di lingkungan
sekitar yaitu Benteng Vredeburg di Yogyakarta, Benteng Rotterdam di Makassar, dan
Benteng Marlborough di Bengkulu. Skripsi „Revitalisasi Pemanfaatan Benteng
Vrederburg di Yogyakarta 1976-2011‟ (2012) oleh Soma Harjad Prasetya, membahas
tentang museum Benteng Vredeburg sebagai salah satu aset yang harus dijaga karena
merupakan saksi sejarah masa kolonial Belanda di Indonesia. Tak hanya pemerintah
namun masyarakat sekitar serta pengunjung harus saling mengingatkan untuk menjaga
keberadaan benteng ini.
Berbeda dengan dua penelitian tersebut, penelitian ini membahas tentang gaya
bangunan kolonial yang terdapat pada tampak luar (eksterior) benteng Vredeburg serta
bagaimana gaya bangunan kolonial Belanda ditampilkan pada bangunan tersebut.
Penelitian tentang gaya bangunan museum Benteng Vredeburg belum pernah dilakukan
sehingga hasil penelitian ini diharapkan dapat menggambarkan gaya bangunan tampak
luar (eksterior) pada bangunan Benteng Vredeburg dengan ciri bangunan kolonial
peninggalan masa kolonial Belanda. Di samping itu penelitian ini juga diharapkan
memiliki manfaat sebagai studi pustaka bagi mahasiswa atau peneliti lain yang
melakukan kajian serupa.
3
Gaya bangunan …, Lutfia Nurhani, FIB UI, 2016
Sejarah singkat Benteng Vredeburg
Benteng Vredeburg merupakan benteng yang terletak di Propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta tepatnya di ujung jalan Malioboro. Benteng ini merupakan peningalan
masa kolonial Belanda abad ke-18. Berdirinya Benteng Vredeburg berawal dari adanya
perjanjian Gianti. Dalam perjanjian tersebut diputuskan bahwa negara Mataram dibagi
menjadi dua yaitu setengah masih menjadi hak kerajaan Surakarta dan setengahnya lagi
merupakan hak dari Pangeran Mangkubumi. Pangeran Mangkubumi menjadi raja atas
wilayah yang menjadi haknya dan diberi gelar Sultan Hamengku Buwono I. (Djoko
Marihandono, 2007)
Residen yang saat itu
menjabat di Yogyakata, Cohen
Donkel, meminta izin kepada
Sultan Hamengku Buwono I
untuk
mendirikan
benteng
untuk menempatkan pasukan
VOC demi melindungi Sultan
HB I beserta keluarganya di
kompleks keraton Yogyakarta
Gb. 1. Tampak depan Benteng Vredeburg. Sumber:
http://www.kitlv.nl/resources/
dari serangan musuh. Tahun
1760
merupakan
awal
dibangunnya benteng Vredeburg. Proyek pembangunan benteng ini memakan waktu
selama 25 tahun. Pada tahun 1785 benteng tersebut sudah dinyatakan selesai dan
diresmikan oleh Johannes Siberg yang saat itu menjabat sebagai Gubernur Pantai Timur
Laut Jawa. (Djoko Marihandono, 2007)
Pada awalnya benteng ini dinamakan benteng Rustenburg oleh VOC.
Rustenburg berarti tempat peristirahatan (rusten), sehingga benteng ini dikenal pula
dengan sebutan benteng peristirahatan. Bangunan ini terbuat dari kayu jati yang
diberikan oleh Kesultanan Yogyakarta dari hutan-hutan jati di Gunung Kidul dan
Madiun (Sidhrata Eko Budiharjo, 1989). Namun, pada tahun 1808 Gubernur Jendral
Herman Willem Daendels memerintahkan untuk memperkuat pertahanan Eropa salah
satunya dengan cara mengubah bangunan benteng. Daendels menganggap Rustenburg
yang terbuat dari kayu tidak lagi layak untuk menjadi simbol kekuatan militer Eropa
(Darsiti Soeratman, 1989)
4
Gaya bangunan …, Lutfia Nurhani, FIB UI, 2016
Atas instruksi Daendels benteng itu diubah menjadi bangunan yang
menggunakan beton dengan bentuk segi empat. Di setiap sudutnya dibangun sebuah
bangunan tempat penjagaan. Dinding benteng ini pun dibuat lebih tinggi dan lebih tebal.
Oleh Daendels benteng ini diubah namanya menjadi Vredeburg yang berarti
perdamaian. Di sekeliling benteng ini terdapat parit saluran air yaitu sebagai sauran
pembuangan air dan penghalau musuh yang akan menyerang. Sebagai penghubung
antara benteng dan jalan raya dibangun sebuah jembatan angkat yang dapat diangkat ke
atas sebagai penutup pintu pada malam hari. Di dalamnya terdapat bangunan-bangunan
rumah asrama prajurit, perwira, gudang logistik, gudang mesiu, rumah sakit prajurit,
dan rumah residen (Widayati N, 2000).
Bangunan kolonial
Bangunan kolonial mulai dibangun di Nusantara sejak kedatangan bangsa Eropa.
Seiring dengan berjalannya waktu bangsa Eropa khususnya Belanda mulai membawa
pasukannya karena diduga Nusantara menyimpan kekayaan yang luar biasa.
Pada awal VOC datang ke Nusantara orang-orang yang mereka bawa hanyalah
pasukan tentara. Tentara diperlukan untuk menjaga keamanan demi kelangsungan
mereka berdagang dan mengambil hasil bumi Nusantara. Oleh karena itu VOC mulai
membangun bangunan yang mereka butuhkan seperti benteng, kantor, dan rumah
tinggal. Mereka belum terpikir untuk membawa serta ahli-ahli di bidang lainnya. Hal
tersebut membuat gaya bangunan yang ada saat itu terbatas pada gaya bangunan yang
biasa mereka lihat di Belanda. Yang terpenting bagi mereka adalah tempat untuk
berteduh sehingga mereka tidak memikirkan estetika dari bangunan tersebut.
Helen Jessup dalam Soemalyo (1995) membagi periodisasi perkembangan
arsitektur kolonial Belanda di Indonesia menjadi 4 bagian, yaitu:
1. Pada abad 16 sampai tahun 1800-an, Indonesia masih disebut Nederland
Indische dibawah kekuasaan VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie).
Selama periode tersebut, arsitektur kolonial Belanda kehilangan orientasinya
pada bangunan tradisional di Belanda serta tidak mempunyai orientasi bentuk
yang jelas. Bangunan-bangunan itu belum beradaptasi dengan iklim dan
lingkungan setempat.
2. Tahun 1800-an sampai tahun 1902, pemerintah Belanda mengambil alih
Hindia Belanda dari VOC. Pada abad ke 19, Belanda memperkuat statusnya
5
Gaya bangunan …, Lutfia Nurhani, FIB UI, 2016
sebagai kaum kolonialis dengan membangun gedung-gedung yang berkesan
grandeur (megah). Bangunan gedung dengan gaya megah ini dipinjamnya dari
gaya arsitektur Neo-Klasik yang sebenarnya agak berlainan dengan gaya
arsitektur nasional Belanda pada waktu itu
3. Tahun 1902 sampai tahun 1920-an, kaum liberal di negeri Belanda memaksa
agar politik Etis diterapkan di tanah jajahan. Sejak itu pemukiman orang
Belanda di Indonesia tumbuh dengan cepat. Adanya suasana tersebut
menjadikan “Indishce Architectuur” terdesak dan hilang, sebagai gantinya
muncul arsitektur yang berorientasi ke Belanda. Pada 20 tahun pertama inilah
terlihat gaya arsitektur modern yang berorientasi ke negeri Belanda
4. Tahun 1920 sampai 1940-an, muncul gerakan pembaharuan dalam arsitektur,
baik nasional maupun internasional di Belanda yang kemudian mempengaruhi
arsitektur kolonial di Indonesia. Hanya saja arsitektur baru itu kadang-kadang
diikuti secara langsung, tetapi kadang-kadang juga memunculkan gaya yang
disebut sebagai ekletisisme (gaya campuran). Pada masa tersebut muncullah
beberapa arsitek Belanda yang memandang perlu untuk memberi ciri khas
pada arsitektur Hindia Belanda. Mereka menggunakan kebudayaan arsitektur
tradisional Indonesia sebagai sumber pengembangannya.
Ciri-ciri gaya bangunan kolonial.
Gaya bangunan dapat diartikan sebagai seni dan proses membangun baik bangunan
rumah, bangunan keagamaan atau banginan umum. Menurut Soemalyo (1995), gaya
adalah hasil dari proses perencanaan, perancangan, dan pelaksanaan pembangunan atau
sistem mendirikan bangunan.
Gaya bangunan kolonial dapat diartikan sebagai salah satu gaya yang dibawa
langsung ke Hindia Belanda tanpa ada penyesuaian terhadap iklim ataupun budaya
sekitar. Seni bangunan kolonial adalah semua bangunan yang berupa tempat tinggal,
gedung-gedung pemerintahan atau umum, perkantoran, benteng, monumen, bangunan
keagamaan, dan sebagainya, khususnya yang mempunyai nilai keindahan, nilai historis,
ataupun yang mewakili jamannya (Soekiman, 1982: 667).
Hellen Jessup menjelaskan apa yang dimaksud dengan arsitektur kolonial
seperti yang dikutip oleh Handinoto (1996) adalah gaya bangunan kolonial yang
terdapat pada abad 16 – akhir abad 18. Periode pertama ditandai dengan bangunan
seperti benteng, gereja, balaikota, yang dianggap sebagai manifestasi kekuatan
6
Gaya bangunan …, Lutfia Nurhani, FIB UI, 2016
kolonialisasi yang dibawa oleh bangsa
Belanda dalam menyelenggelarakan
kepentingannya. Hasil bangunan ini adalah duplikat dari bentuk bangunan yang ada di
Belanda.
Arsitektur kolonial adalah arsitektur cangkokan dari negeri induknya Eropa ke
daerah jajahannya. Arsitektur kolonial Belanda yang dikembangkan di Indonesia,
selama Indonesia masih dalam kekuasaan Belanda sekitar awal abad 17 sampai tahun
1942. (Soekiman, 2011: 246)
Sebagai salah satu gaya bangunan yang berkembang di Hindia Belanda,
arsitektur kolonial memiliki karakteristik yang dapat terlihat secara fisik dan non fisik.
Ciri fisik dapat terlihat dari:
1. Bentuk bangunan
Struktur dan gaya bangunan yang digunakan berasal dari negeri induknya yaitu
Belanda. Bangunan benteng menggunakan material seperti bata kecil berwarna
kuning dan paving block yang diimpor dari negeri Belanda. Serta digunakan
juga batu bata dari pabrik batu bata lokal disekitar kota (Passchier, 2007: 97).
Bata yang digunakan pada masa kolonial berbeda dengan bata yang ada pada
saat ini pada masa itu bata berbentuk lebih besar dan memiliki inisial dari pabrik
yang membuatnya.
2. Atap
Atap merupakan bagian yang terletak di sisi paling atas sebuah bangunan.
Fungsi atap adalah untuk menaungi
para penghuni bangunan dari panas
teriknya matahari dan hujan. Jenis atap yang sering dijumpai pada bangunan
kolonial adalah atap datar yang terbuat dari beton cor dan atap miring berbentuk
perisai.
3. Dinding
Dinding merupakan pembatas antara satu ruangan dengan ruangan lain dalam
suatu bangunan. Dinding juga memiliki fungsi sebangai pembatas antara bagian
luar dan bagian dalam bangunan.
Berikut merupakan karakter yang dapat dilihat dari beberapa elemen arsitektur
yang biasa digunakan pada bangunan kolonial (Handinoto, 1996: 165-177).
7
Gaya bangunan …, Lutfia Nurhani, FIB UI, 2016
1.
Gevel.
Gambrel Gable
Pediment Gable
Stepped Gable
Curvilinear Gable
Gb. 2. Berbagai variasi bentuk Gevel (Handinoto 1996: 167)
Gevel merupakan salah satu bagian dari bangunan yang terletak di sisi atas
bangunan. Gevel memiliki bentuk segitiga dengan ornamen-ornamen berbeda
sesuai dengan status sosial pemiliknya.
2.
Toren
Toren atau menara pada banguan Belanda memiliki bentuk yang sangat beragam,
mulai dari bentuk kotak segi empat, segi enam, bulat hingga bentuk-bentuk
geometris lainnya. Menara berfungsi sebagai penanda pintu masuk bagian depan
bangunan.
3.
Nok Acroteire
Nok acroteire adalah hiasan puncak atap biasanya digunakan pada rumah-rumah
petani di Belanda. Awalnya hiasan ini manggunakan alang-alang, namun di
Hindia Belanda hiasan ini dibuat menggunakan menggunakan semen.
8
Gaya bangunan …, Lutfia Nurhani, FIB UI, 2016
4.
Dormer
Gable Dormer
Hipped Dormer
Twin dormer
balcony
Dormer in mansard roof
Dormer with balcony
Gb. 3. Berbagai variasi Dormer (Handinoto 1996: 176)
Dormer berfungsi sebagai tempat masuknya cahaya. Di asalnya, Belanda, dormer
digunakan sebagai ruang atau cerobong asap perapian.
5.
Windwijer
Memiliki fungsi sebagai penunjuk mata angin. Biasanya diletakan di atas nok dan
dapat berputar mengikuti arah angin.
6.
Ballustrade
Ballustrade berfungsi sebagai pagar pembatas balkon atau dek bangunan.
Biasanya terbuat dari beton cor atau dari bahan metal.
7.
Tympanun
Bangian dari bentuk geometri dari hiasan (dekorasi) yang berbentuk segitiga atau
setengah lingkaran diatas pintu atau jendela.
8.
Geveltoppen
Geveltoppen merupakan hiasan yang terletak di puncak gevel.
9
Gaya bangunan …, Lutfia Nurhani, FIB UI, 2016
9.
Ragam hias pada tubuh bangunan
Ragam hias juga terdapat pada bagian tubuh bangunan, misalnya pada lubanglubang angin (bovenlicht) yang terletak di atas pintu atau jendela. Selain itu
ragam hias juga bisa terdapat di kolom-kolom yang berjajar dengan gaya neo
clasic.
10. Fasade simetris
Fasade bangunan memiliki komposisi dengan pengulangan yang seimbang serta
bentuk hirarki yang terpusat menurut skala.
11. Material dari batu bata / kayu tanpa pelapis
Pengguanaan material batu bata dan/atau kayu tanpa pelapis disesuaikan dengan
karakter dan material lokal yang terdapat di daerah sekitar.
12. Enterance memiliki dua daun pintu.
Penggunaan entrance utama bangunan kolonial biasanya menggunakan pintu
dengan dua buah daun pintu. Sedangkan pintu lain menggunakan satu pintu. Pintu
utama merupakan bagian terpenting karena akan menjadi perhatian pertama bagi
pengunjung atau tamu yang datang (Weidhaas, 1989: 130).
13. Jendela besar berbingkai kayu.
Bangunan kolonial Belanda identik dengan jendela-jendela besar dengan bingkai
kayu. Terdapat 3 tipe jendela yaitu jendela tunggal dengan bukaan satu arah,
jendela dengan dua rangkap (kayu diluar, kaca di dalam), dan jendela ganda yaitu
jendela dengan dua bukaan keluar.
Gb. 4. Tipologi bentuk jendela bangunan kolonial (Bunga Indra, 2011: 150)
10
Gaya bangunan …, Lutfia Nurhani, FIB UI, 2016
14. Pilar-pilar berjajar
Gb. 5. Contoh ragam hias pilar. (kiri) doria, (tengah) Ionia, (kanan) Korintia. Sumber:
www.dreamstime.com
Tiang atau pilar berfungsi untuk menahan beban bangunan. Ciri ini merupakan
perkembangan dari gaya klasik Eropa, dengan deretan pilar-pilar besar di bagian
fasade depan bangunan untuk memberi kesan megah, besar, dan kokoh.
Penggunaan pilar pada arsitektur klasik sudah dimulai sejak arsitektur Romawi
dan dilanjutkan hingga saat ini. Salah satu bangunan Romawi yang menggunakan
pilar adalah Kuil Virilis di Roma (40 SM) (Soemalyo, 2003:32). Terdapat tiga
jenis pilar yaitu Doria, Ionia, dan Korintia.
15. Cripedoma
Merupakan trap-trap tangga naik menuju bangunan (untuk masuk ke bangunan
melewati beberapa anak tangga).
11
Gaya bangunan …, Lutfia Nurhani, FIB UI, 2016
Analisis gaya bangunan kolonial pada bangunan Benteng Vredeburg
Benteng Vredeburg yang berada di Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan bangunan
kolonial karena benteng ini dibangun pada abad ke-18. Benteng ini pernah mengalami
perbaikan pada tahun 1824 akibat gempa yang melanda Yogyakarta, tetapi tidak
merubah bentuk bangunan benteng secara keseluruhan.
Dari ciri fisik bangunan kolonial yang disebutkan di atas terdapat beberapa ciri
yang juga terdapat pada bangunan benteng Vredeburg di Yogyakarta. Ciri yang dapat
dilihat di Benteng Vredeburg antara lain adanya gevel, tympanum, enterance dua pintu,
adanya kolom-kolom berjajar, dan memiliki jendela-jendela besar berbingkai kayu.
Bentuk bangunan.
Benteng Vredeburg merupakan bengunan yang dibuat pada masa pendudukan VOC.
VOC sangat ketat mengawasi proses pembangunan benteng di Hindia Belanda. Bahan
bangunan yang digunakan pun
harus sesuai dengan standar yang
mereka tetapkan. Namun, dari
segi estetika perancang bebas
menentukan
gaya
yang
ingin
mereka gunakan. Hal tersebut
menyebabkan
Gb. 6. Tampak samping salah satu bangunan di Benteng
Vredeburg (Dokumentasi pribadi, 2015)
gaya
yang
digunakan pada masa itu masih
terpengaruh dengan bangunan asli
di Belanda yaitu memiliki struktur bangunan berbentuk vertikal yang tinggi.
Bangunan yang dibangun dalam benteng Vredeburg adalah bangunan berlantai
satu hingga tiga yang berbentuk ramping. Dinding terbuat dari batu bata yang diplester.
Terdapat teras atau selasar kecil di depan bangunan yang diberi atap yang ditumpu oleh
kolom-kolom. Di beberapa bangunan terdapat dormers dan kolom-kolom dengan
lengkung gaya arsitektur Roma.
12
Gaya bangunan …, Lutfia Nurhani, FIB UI, 2016
Dinding.
Secara
keseluruhan
dinding
benteng
Vredeburg cukup tebal, ketebalannya yaitu
sekitar 1 – 1,5 meter. Hal tersebut
disebabkan karena benteng Vredeburg
merupakan bangunan pertahanan yang
merepresentasikan
kekuatan
bangsa
Belanda. Dibuatnya dinding yang cukup
tebal ditujukan untuk melindungi semua
elemen yang ada di dalam benteng
Vredeburg itu sendiri. Dinding tersebut
Gb. 7. Tembok pembatas benteng (kiri) dan
tembok gerbang benteng (kanan). (Dokumentasi
pribadi, 2015)
dibangun mengelilingi benteng dengan ketinggian dinding ±10 meter. Bangunan
benteng Vredeburg diplester dan dicat warna putih yang merupakan ciri khas bangunan
milik bangsa Belanda saat itu (Peter J.M. Nas dan Martien de Vietter, 2007). Dinding
tebal pada sebuah bangunan merupakan bentuk yang dibawa oleh bangsa Belanda ke
Nusantara.
Atap.
Bentuk atap pada benteng Vredeburg terdapat bentuk atap limasan dan bentuk perisai.
Atap benteng Vredeburg terbuat
dari genteng merah yang sangat
kokoh
dan
dibuat
menyerupai
bukit-bukit kecil sehingga sangat
ideal untuk pertahanan.
Selain itu terdapat gevel di
bagian
Gb. 8. Atap ber-gevel Benteng Vredeburg. (Dokumentasi
pribadi, 2015)
muka
benteng.
Gevel
merupakan ciri bangunan di Eropa
khususnya Belanda.
Jenis gevel
yang ada pada bagian depan benteng Vredeburg adalah gever jenis pediment yaitu
bentuk segitiga dengan tulisan Vredeburg di tengahnya. Gevel jenis ini muncul pada
abad pertengahan di Eropa.
13
Gaya bangunan …, Lutfia Nurhani, FIB UI, 2016
Pilar.
Tiang
pada
bangunan
benteng
Vredeburg berfungsi untuk menopang
atap yang menaungi bagian teras kecil
pada bangunan utama benteng. Pilar
dibuat
sebagai
pembuatan
konsekuensi
dari
bangunan dengan dinding
yang tinggi namun ramping. Jenis pilar
yang
Gb.9. Pilar-pilar berbaris salah satu bangunan di
Benteng Vredeburg. (Dokumentasi pribadi, 2015)
digunakan
pada
bentang
Vredeburga adalah pilar jenis Doria
yang tingginya ±10 meter, serta adanya
sisi lengkung di antara dua pilar. Pilar sering digunakan pada bangunan-bangunan di
Eropa untuk melambangkan kemegahan suatu bangunan.
Pintu.
Terdapat dua jenis pintu yang terdapat pada Benteng Vredeburg yaitu pintu yang
memiliki dua daun pintu dan
pintu yang hanya memiliki satu
daun pintu. Pintu di ruang utama
menggunakan
pintu
yang
memiliki dua daun pintu karena
bertujuan untuk keluar masuknya
tamu yang berkunjung yang
Gb. 10. Pintu di salah satu bangunan di Benteng
Vredeburg. (Dokumentasi pribadi, 2015)
memerlukan akses yang cukup
besar
sehingga
alur
keluar
masuknya tamu dapat berjalan dengan lancar.
Pintu bangunan Benteng Vredeburg terbuat dari kayu di sisi luar dan terbuat
dari kaca di bagian dalam. Pintu-pintu di bangunan benteng Vredeburg memiliki tinggi
±2 – 3 meter. Pintu bangunan kolonial umumnya terlihat besar dan kokoh yang terbuat
dari papan kayu yang terkadang memiliki bingkai kaca.
14
Gaya bangunan …, Lutfia Nurhani, FIB UI, 2016
Jendela.
Jendela pada bangunan benteng Vredeburg merupakan jendela yang memiliki tipologi
jendela berdaun ganda dengan papan kayu diluar dan kaca dengan bingkai di bagian
dalam. Jendela pada bangunan kolonial dibuat menyesuaikan dengan pintu yang tinggi.
Tinggi jendela pada bangunan
benteng Vredeburg memiliki
tinggi 1 – 1,5 meter.
Di bagian lain
bangunan
terdapat
jendela
yang memiliki tympanun yang
berbentuk setengah lingkaran.
Selain
dekoratif
sebagai
hiasan
timpanun
pada
bangunan benteng Vredeburg
Gb. 11. Jendela di salah satu bangunan di Benteng Vredeburg.
(Dokumentasi pribadi, 2015)
berfungsi
sebagai
sirkulasi
udara ketika jendela ditutup.
Simpulan
Benteng Vredeburg merupakan bangunan yang dibangun pada masa
pendudukan VOC dan pembangunannya dilanjutkan pada masa pemerintahan Daendels.
Gaya bangunan yang menjadi dasar Benteng Vredeburg merupakan gaya bangunan
kolonial. Ciri bangunan kolonial yang ada pada Benteng Vredeburg terlihat jelas
berdasarkan hasil analisis beberapa komponen bagunan yaitu pada bentuk bangunan,
atap, tembok, dan elemen arsitektur.
Penggunaan bahan bangunan yang sebelumnya belum pernah digunakan di
Nusantara terlihat pada bangunan Benteng Vredeburg conohnya adalah penggunaan
beton. Sebelum masuknya bangsa Eropa ke Hindia Belanda bahan utama yang
digunakan untuk membuat suatu bangunan adalah kayu atau batu bata. Setelah
masuknya bangsa Eropa khususnya Belanda bahan bangunan yang digunakan mulai
beragam. Tidak dapat dipungkiri peran bangsa Belanda sangatlah besar pada bidang
arsitektur. Hal tersebut memperkaya seni bangunan yang ada di Nusantara hingga saat
ini.
15
Gaya bangunan …, Lutfia Nurhani, FIB UI, 2016
DAFTAR PUSTAKA
Budiharjo, Sidhrata Eko. 1989. Konservasi Lingkungan dan Bangunan Bersejarah di
Yogyakarta. Yogyakarta: Gajah mada university press.
Handinoto. 1996. Perkembangan Kota dan Arsitektur Kolonial Belanda di Surabaya
(1840-1940).
Yogyakarta:
Lembaga
Penelitian
dan
Pengabdian
Kepada
Masyarakat Universitas Kristen Petra dan Penerbit ANDI Yogyakarta.
Indra, Bunga. 2011. Tipologi Fasade Bangunan Kolonial di Koridor Jalan Letnan Jendral
Soeprapto Kota Semarang. Malang: Fakultas Teknik Universitas Brawijaya.
Marihandono, Djoko. 2007. Perubahan Peran dan Fungsi Benteng Dalam Tata Ruang
Kota. Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia: Depok.
Nas, Peter J.M dan Martien de Vietter. 2007. Masa Lalu dalam Masa Kini. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Passchier, Cor. 2007. “Colonial Architecture in Indonesia” dalam buku The Past and The
Present : Architecture in Indonesia. Rotterdam: NAi Publishers.
Prasetya, Soma H. 2012. Revitalisasi dan Pemanfaatan Bentang Vredeburg di Yogyakarta
Tahun 1976-2011. Jurusan Ilmu Sejarah, Fakultas Sastra dan Seni Rupa
Universitas Sebelas Maret: Surakarta.
Soekiman, Djoko. 1982. “Seni Bangunan Kolonial di Indonesia: dalam Pertemuan Ilmiah
Arkeologi Ke II. Jakarta: Proyek Penelitian Purbakala Jakarta.
________. 2000. Kebudayaan Indis dan Gaya Hidup Masyarakat Pendukungnya di Jawa
(Abad XVIII-Medio Abad XX). Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya.
________. 2011. Kebudayaan Indis Dari Zaman Kompeni sampai Revolusi. Jakarta:
Komunitas Bambu.
Soemalyo, Yulianto. 1995. Arsitektur Kolonial Belanda di Indonesia. Yogyakarta: Gajah
Mada University Press.
________. 2003. Arsitektur Klasik Eropa. Yogyaarta: Gajah Mada University Press
Soeratman, Darsiti. 1989. Kehidupan Dunia Keraton Yogyakarta. Yogyakarta:
Tamansiswa.
Weidhaas, Ernest R. 1989. Architectural Drafting and Design. Massachusetts: Allyn and
Bacon.
Widayati, N. 2000. Penyertaan Peran Serta Masyarakat Dalam Program Revitalisasi.
Yogyakarta: Gajah mada university press.
SUMBER ELEKTRONIK
http://www.kitlv.nl/resources/ Diunduh pada hari Selasa tanggal 1 Desember 2015.
16
Gaya bangunan …, Lutfia Nurhani, FIB UI, 2016
www.dreamstime.com Diunduh pada hari Jumat tanggal 8 Januari 2016.
17
Gaya bangunan …, Lutfia Nurhani, FIB UI, 2016
Download