Upaya Meningkatkan Kerjasama dan Hasil Belajar Matematika

advertisement
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Pembelajaran Matematika
Peristiwa belajar dan pembelajaran merupakan kegiatan yang tidak
dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia. Kegiatan belajar yang disertai
dengan proses pembelajaran akan lebih terarah dan sistematik daripada
belajar yang hanya semata-mata dengan pengalaman dalam kehidupan sosial
di masyarakat. Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang
untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil pengalaman sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya (Slameto, 2003: 2).
Pembelajaran merupakan suatu upaya yang dilakukan dengan sengaja
oleh pendidik untuk menyampaikan ilmu pengetahuan, mengorganisasi dan
menciptakan sistem lingkungan dengan berbagai metode sehingga siswa
dapat melakukan kegiatan belajar secara efektif dan efisien serta dengan hasil
yang optimal (Sugihartono, 2007: 81). Pembelajaran perlu memberdayakan
potensi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang diharapkan (Sanjaya,
2010: 103). Pembelajaran adalah cara guru memberikan kesempatan kepada
si belajar untuk berfikir agar memahami apa yang dipelajari (Sugandi, 2006:
9). Peristiwa pembelajaran merupakan proses interaksi mempengaruhi si
belajar sehingga memperoleh kemudahan dalam berinteraksi dengan
lingkungan.
Pembelajaran merupakan interaksi dua arah dari seorang guru dan
peserta didik, dimana antara keduanya terjadi komunikasi (transfer) yang
intens dan terarah menuju pada suatu target yang telah diterapkan
sebelumnya (Trianto, 2010: 17). Menurut isjoni (2010: 11), pembelajaran
adalah sesuatu yang dilakukan oleh siswa, bukan dibuat untuk siswa.
Pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya pendidik untuk membantu
peserta didik melakuan kegiatan belajar.
7
8
Dari beberapa pengertian tentang pembelajaran yang telah disampaikan
diatas bahwa pembelajaran itu menunjukan pada usaha siswa mempelajari
bahan pelajaran sebagai akibat perlakuan guru. Proses pembelajaran yang
dilakukan siswa tidak mungkin terjadi tanpa perlakuan guru. Guru merancang
pembelajaran dengan sedemikian rupa untuk mempermudah siswa untuk
belajar. Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
adalah suatu usaha guru yang dilakukan untuk menciptakan kondisi yang
memudahkan siswa untuk belajar dan memperdayakan potensinya sehingga
dapat menguasai kompetensi dengan hasil optimal.
Pembelajaran matematika adalah suatu proses atau kegiatan guru
dalam mengajarkan matematika pada peserta didiknya yang didalamnya
terkandung upaya guru untuk menciptakan iklim dan pelayanan terhadap
kemampuan, potensi, minat, bakat dan kebutuhan siswa tentang matematika
yang amat beragam agar terjadi interaksi optimal antara siswa dengan siswa
dalam mempelajari matematika tersebut (Suyitno, 2004: 2). Pembelajaran
matematika mengoptimalkan keberadaan para siswa sebagai pembelajar.
Menurut Depdiknas (2006: 416), Matematika merupakan ilmu universal yang
mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam
berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia.
Mata pelajaran Matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik
mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan
berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan
bekerjasama (Depdiknas, 2006: 416). Mata pelajaran Matematika pada satuan
pendidikan SD/MI meliputi aspek-aspek bilangan, geometri dan pengukuran,
dan pengolahan data (Depdiknas, 2006: 417). Tujuan akhir pembelajaran
matematika di SD yaitu agar siswa terampil dalam menggunakan berbagai
konsep matematika dalam kehidupan sehari-hari (Heruman, 2010: 2).
Dari beberapa pengertian tentang pembelajaran yang telah disampaikan
diatas, dapat dilihat pengertian pembelajaran semuannya merujuk pada
pembelajaran merupakan usaha menciptakan kondisi untuk mempermudah
peserta didik untuk belajar secara optimal. Kegiatan pembelajaran dilakukan
9
dengan menciptakan suasana atau memberi layanan agar siswa belajar.
Sesuai dengan Depdiknas bahwa matematika membekali peserta didik
dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta
kemampuan bekerjasama. Matematika terlihat memiliki peran penting dalam
memajukan daya pikir manusia sehingga matematika perlu diberikan sejak
dini setidaknya mulai dari sekolah dasar. Dengan penerapan sejak dini
sehingga siswa mempunyai bekal kemampuan berpikir yang logis dan kreatif.
Sejalan dengan Heruman bahwa pembelajaram matematika bertujuan untuk
menggunakan konsep matematika dalam kehidupan sehari-hari.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika
adalah suatu upaya guru yang dilakukan untuk menciptakan iklim
pembelajaran yang mempermudah siswa belajar dan mengajarkan
matematika pada peserta didiknya. Guru lebih berperan sebagai pembimbing
daripada sebagai pemberi tahu. Dengan bimbingan guru, siswa dapat
mencapai tujuan pembelajaran yang optimal. Dalam pembelajaran
matematika SD mencakup materi yakni tentang bilangan, geometri dan
pengukuran dan pengolahan data.
2.1.2 Pembelajaran Kooperatif
2.1.2.1 Definisi Pembelajaran Kooperatif
Secara sederhana kata “kooperatif” yang artinya mengerjakan sesuatu
secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai
satu kelompok atau satu tim (Isjoni, 2010: 8). Menurut Rusman (2011: 202),
pembelajaran kooperatif merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa
belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang
anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur kelompok
yang bersifat heterogen. Pada pembelajaran siswa beriteraksi aktif dan positif
dalam kelompok. Model pembelajaran kooperatif merupakan teknik-teknik
kelas praktis yang dapat digunakan guru setiap hari untuk membantu
10
siswanya belajar setiap mata pelajaran, mulai dari keterampilan-keterampilan
dasar sampai pemecahan masalah yang kompleks (Nur, 2005: 1).
Pembelajaran kooperatif adalah suatu aktivitas pembelajaran yang
menggunakan pola belajar siswa berkelompok untuk menjalin kerjasama dan
saling ketergantungan dalam struktur tugas, tujuan, dan hadiah (Ibrahim,
2000: 3). Siswa yang bekerja dalam pembelajaran kooperatif didorong untuk
bekerjasama pada suatu tugas bersama dan mereka harus mengoordinasikan
usahanya untuk menyelesaikan tugasnya. Dalam pembelajaran, dua atau
lebih individu saling tergantung satu sama lain untuk mencapai satu
penghargaan bersama. Pelaksanaan prosedur pembelajaran kooperatif
dengan benar akan memungkinkan pendidik mengelola kelas dengan lebih
efektif.
Dari beberapa pengertian tentang pembelajaran kooperatif yang telah
disampaikan diatas bahwa pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran
yang berkelompok, dalam kelompokan siswa berasal dari kemampuan
akademik, jenis kelamin, suku, dan latar belakang sosial yang berbeda. Dalam
manyelesaikan tugas siswa dalam kelompok saling bekerjasama dan
mambantu untuk memahami materi pelajaran. Sehingga setiap siswa memiliki
tanggung jawab yang sama untuk keberhasilan kelompok dan diperlukan
kerjasama antar anggota kelompok.
Dari uraian diatas pembelajaran kooperatif merujuk pada kerjasama
menyelesaikan masalah yang dihadapi dan membangkitkan semangat siswa
dalam pembelajaran untuk mencapai tujuan. Dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran kooperatif yaitu suatu pembelajaran dalam kelompok yang
terdiri empat sampai enam siswa secara heterogen yang kemampuan, jenis
kelamin, suku, dan latar belakang sosial yang berbeda untuk menyelesaikan
tugas kelompok dimana setiap anggota bekerjasama dan membantu
memahami suatu bahan pembelajaran untuk mencapai tujuan bersama.
11
2.1.2.2 Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif
Apabila diperhatikan secara seksama, maka pembelajaran kooperatif
mempunyai ciri-ciri dibandingkan dengan pembelajaran lain. Pembelajaran
yang menggunakan model kooperatif dapat memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan
materi belajarnya.
b. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang,
dan rendah.
c. Bilamana mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku,
jenis kelamin berbeda-beda.
d. Penghargaan lebih berorientasi kelompok ketimbang individu (Ibrahim,
2000: 6-7).
Menurut Lie (2004: 31) mengemukakan adanya lima unsur dasar
dalam pembelajaran kooperatif meliputi.
a. Saling ketergantungan positif (positive interdependence).
Siswa harus merasa senang bahwa mereka saling tergantung
positif dan saling terikat sesama anggota kelompok. Mereka merasa
tidak akan sukses bila siswa lain juga tidak sukses, dengan demikian
materi tugas haruslah mencerminkan aspek saling ketergantungan,
seperti tujuan belajar, sumber belajar, peran kelompok dan penghargaan.
b. Tatap Muka (face to face interaction).
Belajar kooperatif membutuhkan siswa untuk bertatap muka satu
dengan yang lainnya dan berinteraksi secara langsung. Siswa harus
saling berhadapan dan saling membantu dalam pencapaian tujuan
belajar dan memberikan sumbangan pikiran dalam pemecahan masalah,
siswa juga harus mengembangkan keterampilan komunikasi secara
efektif.
c. Tanggung jawab perseorangan (individual accountability).
Setiap anggota kelompok bertanggung jawab mempelajari materi
dan bertanggung jawab terhadap hasil belajar kelompok. Hal inilah yang
12
menuntut tanggung jawab perseorangan untuk melaksanakan tugas
dengan baik.
d. Komunikasi antar anggota
Keterampilan sosial sangat penting dalam belajar kooperatif dan
harus diajarkan pada siswa. Siswa harus dimotivasi untuk menggunakan
keterampilan berinteraksi dalam kelompok yang benar sebagai bagian
dari proses belajar. Keterampilan sosial yang perlu dan sengaja diajarkan
seperti tenggang rasa, sikap sopan terhadap teman, mengkritik ide dan
bukan mengkritik teman, berani mempertahankan pikiran logis, tidak
mendominasi orang lain, mandiri dan berbagai sifat lain yang bermanfaat
dalam menjalin hubungan antar pribadi.
e. Evaluasi proses kelompok (group processing).
Evaluasi dilakukan untuk mengevaluasi kerja kelompok dan hasil
kerjasama mereka agar selanjutnya bisa bekerjasama dengan lebih baik.
Dari beberapa ciri-ciri pembelajaran yang telah disampaikan diatas
bahwa pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar dalam
kelompok biasa. Adapun ciri-ciri pembelajaran kooperatif yang membedakan
dengan pembelajaran kelompok lainya. Pembelajaran ini kelompok di bentuk
dari siswa berkemampuan tinggi, sedang dan rendah. Setiap kelompok terdiri
dari ras, budaya, suku, jenis kelamin berbeda-beda, penghargaan lebih
berorentasi pada kelompok. Dalam pembelajaran kooperatif anggota
kelompok saling ketergantungan positif, tatap muka, tanggung jawab
perseorangan, komunikasi antar anggota, evaluasi proses kelompok. Oleh
karena itu guru dalam merancang rencana pembelajaran dengan
pembelajaran kooperatif harus memahami ciri-ciri yang membedakan
pembelajaran kooperatif dengan yang lainnya.
Berdasarkan uraian tentang ciri-ciri pembelajaran kooperatif dapat
disimpulkan pembelajaran kooperatif yaitu siswa bekerjasama dan saling
ketergangantungan positif dari siswa kemampuan, ras, budaya, suku, jenis
kelamin berbeda-beda untuk menuntaskan materi dan keberhasilan
tergantung pada individu yang berorientasikan kelompok.
13
2.1.2.3 Tujuan Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidaktidaknya tiga tujuan pembelajaran yang penting yaitu hasil belajar akademik,
penerimaan terhadap keragaman dan pengembangan ketrampilan sosial
(Rusman, 2011: 209). Pembelajaran ini memberikan keuntungan pada siswa
dalam kelompok yang terdapat dari keanekaragaman ras, budaya, agama dan
sosial yang melatih ketrampilan-ketrampilan kerjasama dan kolaborasi. Dalam
tugas kelompok setiap anggota bekerjasama dan membantu untuk memahami
suatu bahan pembelajaran.
Pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi
pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk
mencapai tujuan bersama (Trianto, 2009: 58). Jadi tujuan pembelajaran
kooperatif sebagai berikut:
a. Pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi akademik siswa.
b. Mengembangkan toleransi dan penerimaan yang lebih luas terhadap
orang-orang
yang
berbeda
ras,
budaya,
kelas
sosial,
atau
kemampuannya.
c. Mengajarkan keterampilan kerjasama dan kolaborasi pada siswa.
Dengan pembelajaran kooperatif, diharapkan kelak akan muncul
generasi baru yang memiliki prestasi akademik yang cemerlang dan memiliki
solidaritas yang kuat (Trianto, 2009: 58).
Dari beberapa pengertian tentang tujuan pembelajaran kooperatif diatas
bahwa tujuan yang dicapai dalam pembelajaran kooperatif yaitu hasil belajar
akademik, penerimaan terhadap perbedaan individu, dan pengembangan
keterampilan sosial. Dalam pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran
yang saling kerjasama, dalam kelompok terdiri dari perbedaan ras, budaya,
kelas sosial, atau kemampuannya, dan dapat meningkatkan prestasi belajar
siswa.
Berdasarkan uraian tentang tujuan pembelajaran kooperatif
diatas
semua bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar akademik, menghargai
orang lain, meningkatkan ketrampilan sosial untuk bekerjasama dan
14
kolaborasi dengan orang lain. Dapat disimpulkan tujuan pembelajaran
kooperatif dapat meningkatkan hasil belajar akademis, saling menghargai satu
sama lain dan dapat bekerja sama serta berkolaborasi.
2.1.2.4 Sintaks Pembelajaran Kooperatif
Terdapat enam langkah utama atau tahapan didalam pembelajaran
yang menggunakan pembelajaran kooperatif. Langkah-langkah model
pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1
Sintaks Pembelajaran Kooperatif
Fase
Fase-1
Menyampaikan tujuan
memotivasi siswa.
Tingkah laku Guru
Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang
dan ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan
memotivasi siswa belajar.
Fase-2
Menyajikan informasi.
Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan
jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.
Fase-3
Mengorganisasikan siswa ke
dalam I kelompok-kelompok
belajar
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana
caranya membentuk kelompok belajar dan
membantu setiap kelompok agar melakukan
transisi secara efisien.
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar
Fase-4
Membimbing
kelompok pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.
bekerja dan belajar.
Fase-5
Evaluasi.
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi
yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok
mempresentasikan hasil kerjanya.
Fase-6
Memberikan penghargaan
Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik
upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.
Ibrahim (2010: 10)
Menurut Arends (2008: 6), terdapat enam fase atau langkah utama
yang terlibat dalam pelajaran yang menggunakan model cooperative learning
adalah:
Fase 1: Mengklarifikasi tujuan dan membangkitkan motivasi belajar.
15
Fase 2: Mempresentasikan informasi.
Fase 3: Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok kecil.
Fase 4: Membentuk kerja tim dalam belajar.
Fase 5: Mempresentasikan hasil diskusi dan mengujikan yang dipelajari.
Fase 6: Memberi pengakuan.
Dari beberapa uraian tentang langkah-langkah pembelajaran kooperatif
yang telah disampaikan diatas bahwa langkah dalam pembelajaran dimulai
dengan guru menyampaikan tujuan pelajaran dan memotivasi siswa belajar,
menyajikan informasi materi pembelajaran, menjelaskan caranya membentuk
kelompok belajar dan membimbing kelompok belajar pada saat mereka
mengerjakan tugas kemudian mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang
telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil
kerjanya.
Bersadarkan uraian tentang langkah-langkah pembelajaran kooperatif
dapat ditarik kesimpulan bahwa pelajaran dimulai menyampaikan tujuan
pelajaran dan motivasi untuk belajar. Selanjutnya siswa dikelompokan
kedalam tim dan dikuti bimbingan guru kepada siswa untuk bekerjasama
menyelesaikan tugas. Tahap terakhir meliputi presentasi hasil kerja kelompok
atau evaluasi dan memberi penghargaan terhadap usaha kelompok.
2.1.2.5 Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif
Jarolelimek & Parker (Isjoni, 2010: 36) mengungkapkan tentang
kelebihan dan kelemahan pembelajaran kooperatif. Kelebihan dari
pembelajaran kooperatif antra lain: a) saling ketergantungan positif; b) adanya
pengakuan dalam merespon perbedaan individu; c) siswa dilibatkan dalam
perencanaan dan pengelolaan kelas; d) suasana kelas yang rileks dan
menyenangkan; e) terjalinnya hubungan yang hangat dan bersahabat antara
siswa dengan gurunya; dan f) memiliki banyak kesempatan untuk
mengekspresikan pengalaman emosi yang menyenangkan.
Kelemahan pembelajaran kooperatif bersumber pada dua faktor, yaitu
faktor dari dalam (intern) dan faktor dari luar (ekstern). Faktor dari dalam yaitu
16
sebagai berikut: 1) Guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang,
disamping itu memerlukan lebih banyak tenaga, pemikiran dan waktu; 2) agar
proses pembelajaran berjalan dengan lancar maka dibutuhkan dukungan
fasilitas,alat dan biaya yang cukup memadai; 3) selama kegiatan diskusi
kelompok berlangsung, ada kecenderungan topik permasalahan yang sedang
dibahas meluas sehingga banyak yang tidak sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan; dan 4) saat diskusi kelas, terkadang didominasi oleh seseorang,
hal ini mengakibatkan siswa yang lain menjadi pasif.
Berdasarkan kelebihan pembelajaran kooperatif, pembelajaran ini baik
untuk diterapkan dalam pembelajaran. Siswa dapat bekerjasama dalam satu
tim, siswa aktif dalam pembelajaran dan terjalin interaksi yang baik antara
siswa dengan siswa atau guru. Hal itu menyebabkan siswa lebih mudah
memahami materi. Berdasarkan kelemahan dalam pembelajaran kooperatif,
sebelum pembelajaran berlangsung sebaiknya guru mempersiapkan
pembelajaran secara baik seperti media atau yang lainnya, agar saat proses
belajar mengajar berlangsung tidak ada hambatan. Pada waktu pembelajaran
kooperatif berlangsung guru harus berusaha membuat suasana yang terbuka
dengan kebiasaan-kebiasaan kerjasama, terutama dalam memecahkan
masalah dan sebaiknya membatasi masalah yang dibahas, agar
tidak
melebihi waktu yang telah ditentukan.
Pembelajaran kooperatif dapat membuat kemajuan para siswa kearah
pengembangan sikap, nilai, dan tingkah laku yang memungkinkan mereka
dapat berpartisipasi dalam kelompok mereka. Hal ini dapat tercapai karena
tujuan utama pembelajaran kooperatif adalah untuk memperoleh pengetahuan
dari sesama temannya. Seorang teman harus memberikan kesempatan
kepada teman lain untuk mengemukakan pendapatnya. Dengan cara
menghargai pendapat orang lain, saling mengoreksi kesalahan, dan saling
membetulkan sama lainnya untuk memperoleh jawaban yang benar sehingga
siswa memperoleh pengetahuan dan pemahaman terhadap materi pelajaran
yang diajarkan semakain luas dan baik.
17
2.1.3 NHT (Number Heads Together)
Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Heads Together yang selanjutnya
disingkat NHT merupakan salah satu pendekatan struktural dalam
pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh Spencer Kagan pada 1993
(Arends, 2008: 15). NHT pada dasarnya merupakan varian diskusi kelompok,
ciri khasnya menunjuk seorang siswa yang mewakili kelompoknya tanpa
memberi tahu terlebih dahulu siapa yang akan mewakili kelompoknya. Cara ini
menjamin keterlibatan total semua siswa. Cara ini merupakan upaya yang
sangat baik untuk meningkatkan tanggung jawab individual dalam diskusi
kelompok (Nur, 2005: 78).
NHT merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk
mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternatif terhadap struktur
kelas tradisional. NHT dikembangkan untuk melibatkan lebih banyak siswa
dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek
pemahaman mereka terhadap isi pelajaran (Trianto, 2009: 82). Struktur Kagan
mengharuskan siswa untuk bekerja secara interdependen di kelompokkelompok kecil dan ditandai oleh reward kooperatif dan bukan reward individual
(Arends, 2008: 15). Sebagian struktur memiliki tujuan untuk meningkatkan
perolehan isi akademis oleh siswa. Struktur-struktur lainnya dirancang untuk
mengajarkan berbagai keterampilan sosial atau kelompok.
NHT melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah berbagai materi
yang dibahas dalam sebuah pelajaran dan untuk memeriksa pemahaman
mereka tentang isi pelajaran itu. Pembelajaran NHT juga memberikan
kesempatan
kepada
siswa
untuk
saling
membagikan
ide-ide
dan
mempertimbangkan jawaban yang paling tepat pada sebuah pertanyaan dalam
kelompok. Selain itu, teknik ini juga mendorong siswa untuk meningkatkan
semangat kerja sama mereka (Lie, 2008: 59).
Saat pembelajaran NHT, guru membagi siswa dalam kelompok yang
heterogen dan memberi penomoran. Setelah itu guru mengajukan pertanyaan
dalam kelompok, siswa diberi waktu untuk menyamakan pemikiran untuk
memastikan bahwa teman-teman sekelompok mereka juga tahu jawaban yang
18
benar. Akhirnya satu nomor dipilih secara acak untuk mempresentasikannya.
Dengan demikian, tiap-tiap anggota kelompok ingin semua teman
sekelompoknya bekerja dengan baik. Siswa saling tergantung secara positif.
Interdepedensi positif meningkatkan pembelajaran dan juga kedekatan diantara
teman sekelompok. Semua merasakan bahwa mereka berada di pihak yang
sama, saling memberi tahu dan memberi dorongan (Sharan, 2009: 186).
Akuntabilitas perseorangan membuat setiap anggota bertanggung jawab
atas pembelajaran atau kontribusi mereka. Dalam NHT, tiap-tiap siswa memiliki
tanggung jawab kepada guru dan teman sekelas untuk berbagi gagasan dan
jawaban. Unsur yang menuntut siswa untuk bertanggung jawab adalah tahap
terakhir dari NHT, individu berbagi dengan kelas. Ketika siswa sudah merasa
jelas bahwa mereka memiliki tanggung jawab, hal ini meningkatkan
kemungkinan bahwa mereka akan bersedia mendengarkan dan berpartisipasi
(Sharan, 2009: 186).
Dari beberapa pengertian tentang pembelajaran NHT yang telah
disampaikan di atas bahwa pembelajaran NHT merupakan varian diskusi
kelompok, ciri khasnya menunjuk seorang siswa yang mewakili kelompoknya
tanpa memberi tahu terlebih dahulu siapa yang akan mewakili kelompoknya.
NHT merupakan pembelajaran kelompok yang dimana siswa dalam kelompok
terdapat penomoran. Siswa berdiskusi kelompok dan nantinya menunjuk
seorang siswa yang mewakili kelompoknya tanpa memberi tahu terlebih dahulu
siapa yang akan mewakili kelompoknya. Dapat disimpulkan bahwa NHT
merupakan pembelajaran berkelompok yang setiap siswa diberikan nomor
kemudian menunjuk seorang siswa dengan memanggil nomor secara acak
untuk menyampaikan hasil diskusinya.
Dalam
mengajukan
pertanyaan
kepada
seluruh
kelas,
guru
menggunakan struktur empat fase sebagai sintaks pembelajaran kooperatif tipe
NHT (Trianto, 2009: 82).
Fase 1
: Penomoran
Dalam fase ini, guru membagi siswa kedalam kelompok 3-5
orang dan setiap anggota kelompok diberikan nomor 1 sampai 5.
19
Fase 2
: Mengajukan Pertanyaan
Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan
dapat bervariasi.
Fase 3
: Berpikir Bersama
Siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan
itu dan meyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui
jawaban timnya.
Fase 4
: Menjawab
Guru memanggil suatu nomor tertentu kemudian siswa yang
nomornya sesuai mengacungkan tanganya dan mencoba untuk
menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas.
Dari uraian penjelasan sintaks pembelajaran kooperatif tipe NHT
diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran NHT diawali dengan membagi
kelas kedalam kelompok-kelompok kecil. Tiap-tiap anggota kelompok
diberikan nomor. Setelah kelompok terbentuk guru memberikan pertanyaan
atau LKS yang harus dijawab oleh tiap kelompok. Guru memberikan
kesempatan kepada tiap-tiap kelompok untuk menyatukan kepala terhadap
jawaban pertanyaan tersebut dan meyakinkan tiap anggota dalam timnya
mengetahui jawaban tersebut. Langkah berikutnya, guru memanggil peserta
didik dengan memanggil nomor dan yang memiliki nomor yang sama dari
tiap-tiap kelompok untuk memberi jawaban atas pertanyaan untuk seluruh
kelas. Hal itu dilakukan terus hingga peserta didik setiap nomornya
mendapat giliran memaparkan jawabannya. Berdasarkan jawaban-jawaban
tersebut guru mengembangkan diskusi yang lebih dalam sehingga peserta
didik dapat menemukan jawaban yang benar.
Berdasarkan sintaks pembelajaran kooperatif tipe NHT, dapat dibuat
langkah-langkah pembelajaran NHT sebagai berikut:
a. Kegiatan awal
1. Guru melakukan apersepsi kepada siswa.
2. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.
3. Guru menjelaskan tentang langkah-langkah pembelajaran NHT.
20
b. Kegiatan inti
Guru memberikan informasi tetang materi yang dipelajari.
Pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe NHT
Tahap Penomoran:
1. Guru membagi siswa dalam kelompok yang beranggotakan 3-5
orang secara heterogen.
2. Siswa bergabung dengan kelompoknya, kemudian setiap anggota
kelompok diberikan nomor 1 sampai 5.
Tahap mengajukan pertanyaan:
Guru mengajukan pertanyaan berupa tugas atau LKS untuk untuk
dikerjakan didalam kelompok.
Tahap berfikir bersama:
Siswa berpikir bersama dan menyatukan pendapatnya terhadap
jawaban pertanyaan tersebut dan meyakinkan tiap anggota dalam
timnya mengetahui jawaban tersebut.
Tahap menjawab:
1.
Guru memanggil siswa dengan nomor tertentu, kemudian siswa
yang nomornya sesuai berdiri mencoba untuk menjawab pertanyaan
atau mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya untuk seluruh
kelas.
2. Kelompok lain diberi kesempatan untuk berpendapat dan bertanya
terhadap hasil diskusi kelompok tersebut dan menciptakan diskusi
kelas sehingga peserta didik dapat menemukan jawaban yang utuh.
3. Guru meluruskan kesalahan pemahaman kemudian memberi
penguatan.
c. Kegiatan akhir
1. Guru membimbing siswa untuk menyimpulkan hasil diskusi dan
melakukan refleksi.
2. Guru mengamati hasil yang diperoleh masing-masing kelompok
kemudian memberikan penghargaan bagi kelompok yang berhasil
21
dan memberikan semangat bagi kelompok yang belum berhasil
dengan baik.
3. Sebagai tindak lanjut guru memberikan pekerjaan rumah (PR).
4. Guru menyampaikan materi yang akan dipelajari pada pertemuan
berikutnya.
Adapun kelebihan dan kelemahan NHT menurut Ahmad Zuhdi (2010:
65) adalah: Kelebihan 1) Setiap siswa menjadi siap semua, 2) Dapat
melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh, 3) Siswa yang pandai dapat
mengajari siswa yang kurang pandai. Sedangkan kelemahan 1) Kemungkinan
nomor yang dipanggil, dipanggil lagi oleh guru. 2) Tidak semua anggota
kelompok dipanggil oleh guru. Untuk mengatasi kelemahan tersebut guru
berusaha untuk memanggil secara acak namun tidak memanggil nomor yang
telah dipanggil dan memeratakan agar semua nomor dapat dipanggil atau
mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya.
Untuk melakanakan pembelajaran NHT agar optimal peran seorang
guru sangat diperlukan, sebagai pengawas dan pembimbing. Guru tidak
hanya membiarkan siswanya mengerjakan sendiri namun juga harus
membimbing jalannya diskusi sehinggga tujuan pembelajarannya akan
tercapai.
2.1.4
LKS (Lembar Kerja Siswa)
Media pembelajaran adalah alat/wahana yang digunakan guru dalam
proses pembelajaran untuk membantu penyampaian pesan pembelajaran
(Sugandi, 2006: 30). Untuk meningkatkan fungsi media sebagai alat bantu
dalam pembelajaran guru perlu memilih media yang sesuai. LKS merupakan
salah satu jenis alat bantu pembelajaran. Secara umum LKS merupakan
perangkat pembelajaran sebagai pelengkap/sarana pendukung pelaksanaan
rencana pembelajaran. LKS berupa lembaran kertas yang berupa informasi
maupun soal-soal. LKS ini sangat baik digunakan untuk menggalakan
keterlibatan siswa dalam belajar baik dipergunakan dalam penerapan
22
pembelajaran terbimbing maupun untuk memberikan latihan pengembangan.
Dalam proses pembelajaran matematika, LKS dapat difungsikan dengan
tujuan untuk menemukan konsep/prinsip, juga dapat ditujukan untuk aplikasi
konsep/prinsip (Hidayah, 2007: 8).
LKS merupakan stimulus atau bimbingan guru dalam pembelajaran
yang akan disajikan secara tertulis dalam penulisanya dibuat untuk menarik
perhatian siswa. Sedangkan isi pesan LKS harus memperhatikan unsur-unsur
penulisan media grafis, hirarki materi (matematika) dan pemilihan pertanyaanpertanyaan sebagai stimulus yang efisien dan efektif (Hidayah, 2007: 8).
Langkah-langkah penulisan LKS sebagai berikut.:
a. Melakukan analisis kurikulum; SK, KD, indikator dan materi
pembelajaran.
b. Menyusun peta kebutuhan LKS
c. Menentukan judul LKS
d. Menulis LKS
e. Menentukan alat penilaian
Struktur LKS secara umum adalah sebagai berikut:
a. Judul, mata pelajaran, semester, tempat
b. Petunjuk belajar
c. Kompetensi yang akan dicapai
d. Indikator
e. Informasi pendukung
f.
Tugas-tugas dan langkah-langkah kerja
g. Penilaian
Manfaat yang diperoleh dengan penggunaan LKS dalam proses pembelajaran
adalah sebagai berikut:
a. Mengaktifkan peserta didik dalam proses pembelajaran.
b. Membantu peserta didik dalam mengembangkan konsep.
c. Melatih peserta didik dalam menemukan dan mengembangkan
keterampilan proses.
23
d. Sebagai pedoman guru dan peserta didik dalam melaksanakan proses
pembelajaran.
e. Membantu peserta didik memperoleh catatan tentang materi yang
dipelajari melalui kegiatan belajar.
f.
Membantu peserta didik untuk menambah informasi tentang konsep
yang dipelajari melalui kegiatan belajar secara sistematis. (Widiyanto,
2008: 12).
Dari uraian tentang LKS yang telah disampaikan diatas bahwa LKS
merupakan perangkat pembelajaran sebagai pelengkap/sarana pendukung
pelaksanaan rencana pembelajaran. LKS
berupa lembaran kertas yang
berupa informasi maupun soal-soal yang digunakan untuk meningkatkan
keterlibatan siswa dalam belajar baik dipergunakan dalam penerapan
pembelajaran terbimbing maupun untuk memberikan latihan pengembangan.
LKS difungsikan dengan tujuan untuk menemukan konsep/prinsip, juga dapat
ditujukan untuk aplikasi konsep/prinsip.
Dari uraian atas dapat ditarik kesimpulan bahwa LKS adalah lembaran
kertas yang intinya berisi informasi dari guru kepada siswa yang berupa tugas
atau soal latihan yang berkaitan dengan materi yang diajarkan untuk
mencapai tujuan pengajaran. Fungsi dari LKS untuk membantu penyampaian
pesan pembelajaran. LKS yang digunakan dalam penelitian ini adalah LKS
yang didesain oleh peneliti.
2.1.5 Kerjasama
Sebagai makhluk sosial manusia tidak dapat dipisahkan dari
komunitasnya dan setiap orang di dunia ini tidak ada yang dapat berdiri sendiri
melakukan segala aktivitas untuk memenuhi kebutuhannya, tanpa bantuan
orang lain. Dalam era globalisasi ini, setiap orang dituntut lebih mampu
memberdayakan diri dan kooperatif dalam menjalani kehidupan (Isjoni, 2010:
31). Sebagai makhluk sosial orang harus mau menjalin komunikasi dengan
orang lain. Hubungan ini sangat penting dalam rangka memenuhi
24
kebutuhannya dan sekaligus untuk memenuhi fungsinya sebagai warga
masyarakat.
Kerjasama diperlukan dalam kegiatan belajar mengajar untuk
mencapai tujuan pembelajaran. Kerjasama dalam proses pembelajaran
disebut juga dengan belajar bersama. Belajar bersama merupakan proses
beregu (berkelompok) di mana anggota-anggotanya mendukung dan saling
mengandalkan untuk mencapai suatu hasil mufakat. Hal ini identik dengan
definisi dari kooperatif. Menurut Isjoni (2010: 22), kooperatif berarti
mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu
sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim. Dalam pembelajaran
kooperatif menekankan kerjasama kelompok dalam mencapai tujuan.
Kerjasama merupakan melakukan (melaksanakan) suatu kegiatan atau
usaha yang dilakukan oleh beberapa orang atau pihak untuk mencapai tujuan
bersama (KBBI, 2005: 554). Kerjasama yang dilakukan dalam proses
pembelajaran bertujuan agar peserta didik dapat mengemukakan gagasannya
dengan menyampaikan pendapat mereka untuk suatu hasil tertentu. Niat dan
kiat (will and skill) dari anggota kelompok dibutuhkan dalam model
pembelajaran kooperatif sehingga masing-masing siswa harus memiliki niat
untuk bekerja sama dengan anggota lainnya (Isjoni, 2010: 94).
Kelompok kerja kooperatif dapat membantu siswa untuk menjadi lebih
aktif dalam pembelajaran. Dalam pembelajaran membutuhkan partisipasi dan
kerjasama dalam kelompok pembelajaran (Isjoni, 2010: 33). Ketika bekerja
dengan rekan-rekan dalam kelompok, siswa didorong untuk mengartikulasikan
ide-ide mereka dan mempertanyakan gagasan orang lain. Ketika bekerjasama
ini mengarah pada proses sosial membangun ide-ide dan mengembangkan
kemungkinan solusi untuk masalah. Menurut Isjoni (2010: 16), dalam
kelompok kerja kooperatif siswa dapat bekerja sama dan saling tolongmenolong mengatasi tugas yang dihadapinya. Selain itu, dapat menumbuhkan
kemampuan berpikir kritis, bekerja sama, dan membantu teman sehingga
memberikan dampak positif terhadap kualitas interaksi dan komunikasi yang
berkualitas.
25
Unsur-unsur dasar dalam kerja kelompok kooperatif menurut Lundgren
(Isjoni, 2010: 16-17 ) adalah sebagai berikut:
a. Para siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka “tenggelam atau
berenang bersama”.
b. Para siswa harus memiliki tanggung jawab terhadap siswa atau peserta
didik lain dalam kelompoknya, selain tanggung jawab terhadap diri
sendiri dalam mempelajari materi yang dihadapi.
c. Para siswa harus berpandangan bahwa mereka semua memiliki tujuan
yang sama.
d. Para siswa membagi tugas dan berbagi tanggung jawab di antara para
anggota kelompok.
e. Para siswa diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut
berpengaruh terhadap evaluasi kelompok.
f.
Para siswa berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh
keterampilan bekerja sama selama belajar.
g. Setiap siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual
materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
Pembelajaran harus menekankan kerjasama dalam kelompok untuk
mencapai tujuan yang sama. Menurut Harmin (Isjoni, 2010: 36) kerjasama
antar siswa dalam kegiatan belajar dapat memberikan berbagai pengalaman.
Mereka lebih banyak mendapatkan kesempatan berbicara, inisiatif,
menentukan pilihan dan secara umum mengembangkan kebiasaan yang baik.
Oleh karena itu, penanaman keterampilan kooperatif sangat perlu dilakukan,
antara lain menghargai pendapat orang lain, mendorong berpartisipasi, berani
bertanya, mendorong teman untuk bertanya, mengambil giliran dan berbagai
tugas.
Dalam proses pembelajaran, kerjasama dibutuhkan untuk menciptakan
lingkungan pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk saling membantu
dalam mengerjakan tugas sehingga hasil belajar yang diperoleh meningkat.
Salah satu tujuan cooperative learning dalah mengajakan ketrampilan
kerjasama dan kolaborasi kepada siswa (Arends, 2008: 6). Pengajaran yang
26
mengharuskan siswa untuk bekerja sama dalam kelompok yang telah
ditetapkan untuk tugas yang terstruktur dan mengajarkan siswa keterampilan
kerjasama dan kolaborasi sehingga dapat membuka peluang bagi upaya
mencapai tujuan meningkatkan keterampilan sosial siswa. Siswa belajar dan
bekerjasama untuk sampai kepada pengalaman belajar yang optimal, baik
pengalaman individu maupun pengalaman kelompok (Isjoni, 2010: 45).
Kelompok kerja kooperatif dapat memberikan kesempatan yang lebih
luas kepada siswa untuk mempraktekkan sikap dan perilaku berpartisipasi
pada situasi sosial yang bermakna bagi mereka. Keterampilan kooperatif
harus dipelajari dan dipahami oleh setiap siswa agar hubungan kerja dan
tugas dapat berjalan lancar. Kemampuan kerjasama ini sangat bermanfaat
dalam dunia kerja dan kehidupan masyarakat nanti (Lie, 2008: 43).
Lungdren (Isjoni, 2010: 65) mengemukakan keterampilan-keterampilan
selama kooperatif tersebut antara lain sebagai berikut:
a. Keterampilan Kooperatif Tingkat Awal.
1. Menggunakan kesepakatan.
Menyamakan pendapat yang berguna untuk meningkatkan
hubungan kerja dalam kelompok.
2. Mengahargai kontribusi.
Menghargai berarti memperhatikan atau mengenal apa yang dapat
dikatakan atau dikerjakan anggota lain.
3. Mengambil giliran dan berbagi tugas.
Setiap anggota kelompok bersedia menggantikan dan bersedia
mengemban tugas/tanggung jawab tertentu dalam kelompok.
4. Berada dalam kelompok.
Setiap anggota tetap dalam kelompok kerja selama kegiatan
berlangsung.
5. Berada dalam tugas.
Meneruskan tugas yang menjadi tanggung jawabnya, agar kegiatan
dapat diselesaikan sesuai waktu yang dibutuhkan.
6. Mendorong partisipasi.
27
Mendorong semua anggota kelompok untuk memberikan kontribusi
terhadap tugas kelompok.
7. Mengundang orang lain.
Meminta orang lain untuk berbicara dan berpartisipasi terhadap
tugas.
8. Menyelesaikan tugas dalam waktunya.
9. Menghormati perbedaan individu.
Bersikap menghormati terhadap budaya, suku, rasa atau
pengalaman dari semua siswa atau peserta didik.
b. Keterampilan Kooperatif Tingkat Menengah.
Keterampilan
tingkat
menengah
meliputi
menunjukkan
penghargaan dan simpati, mengungkapkan ketidaksetujuan dengan cara
dapat diterima, mendengarkan dengan arif, bertanya, membuat
ringkasan, menafsirkan, mengorganisir, dan mengurangi ketegangan.
c. Keterampilan Tingkat Mahir.
Keterampilan tingkat mahir meliputi mengelaborasi, memeriksa
dengan cermat, menanyakan kebenaran, menetapkan tujuan, dan
berkompromi.
Dari
uraian
diatas
bahwa
dengan
kerjasama
maka
dapat
mempermudah untuk mencapai tujuan. Siswa mengerjakan sesuatu secara
bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu tim.
Kelompok kerja kooperatif siswa dapat bekerja sama dan saling tolongmenolong mengatasi tugas yang dihadapinya. Pembelajaran kooperatif
melatih keterampilan-keterampilan khusus agar dapat bekerja sama dengan
baik di dalam kelompoknya, penanaman keterampilan kooperatif sangat perlu
dilakukan, antara lain menghargai pendapat orang lain, mendorong
berpartisipasi, berani bertanya, mendorong teman untuk bertanya, mengambil
giliran dan berbagai tugas. Kelompok kerja kooperatif dapat memberikan
kesempatan yang lebih luas kepada siswa untuk mempraktekkan sikap dan
perilaku berpartisipasi pada situasi sosial yang bermakna bagi mereka.
28
Untuk itu dapat disimpulkan bahwa kerjasama merupakan proses
interaksi siswa dengan siswa lain untuk mengerjakan sesuatu secara
bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu tim.
Dengan bekerja sama secara baik di dalam kelompoknya, maka siswa dapat
menghargai pendapat orang lain, mendorong berpartisipasi, berani bertanya,
mendorong teman untuk bertanya, mengambil giliran dan berbagai tugas.
Oleh karena itu, kerjasama dalam kelompok merupakan hal yang penting
untuk mencapai tujuan bersama dalam kelompok dan tercapainya tujuan
pembelajaran.
2.1.6 Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan uraian untuk menjawab pertanyaan apa yang
sudah digali, dipahami, dan dikerjakan oleh siswa. Hasil belajar ini
merefleksikan keleluasaan, kedalaman, dan kompleksitas dan digambarkan
secara jelas serta dapat diukur dengan teknik-teknik penilaian tertentu.
Perbedaan tentang kompetensi dan hasil belajar terdapat pada batasan dan
patokan-patokan kinerja siswa yang dapat diukur (Sugandi, 2006: 63).
Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh
pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar (Anni, 2006: 5). Menurut Nana
sudjana (2011: 22), hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki oleh siswa
setelah menerima pengalaman belajar. Hasil belajar merupakan perubahan
tingkah laku yang baru setelah melalui proses belajar. Perolehan aspek-aspek
perubahan perilaku tersebut tergatung pada apa yang dipelajari oleh
pembelajar.
Menurut Dimyanti (2009: 20), hasil belajar peserta didik merupakan
suatu puncak proses pembelajaran. Dalam pembelajaran, pengukuran hasil
belajar dimaksudkan untuk mengetahui seberapa jauh perubahan tingkah
laku siswa setelah menghayati proses belajar. Maka pengukuran yang
dilakukan guru lazimnya menggunakan tes sebagai alat ukurnya. Hasil
pengukuran
tersebut
berwujud
angka
ataupun
pernyataan
yang
29
mencerminkan tingkat penguasaan materi pelajaran bagi para siawa
(Sugihartono, 2007: 130).
Pada umumnya hasil belajar dinilai melalui tes, baik tes uraian
maupun tes obyektif (Sudjana, 2011: 55). Hasil belajar tersebut terjadi
terutama berkat evaluasi guru. Nana sudjana (2011: 22) menyatakan bahwa
proses penilaian terhadap hasil belajar dapat memberikan informasi kepada
guru tetang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan-tujuan belajarnya
melalui kegiatan belajar. Oleh karena itu penilaian hasil belajar mempunyai
peranan yang penting dalam proses belajar.
Dari uraian tentang hasil belajar diatas semua merujuk terhadap
perubahan siswa setelah melakukan proses kegiatan belajar dimana siswa
mengalami berbagai kegiatan belajar yang menyebabkan perubahan dalam
dirinya. Pengukuran hasil belajar siswa dapat diukur dengan kriteria atau
patokan-patokan tertentu. Dalam pengukuran hasil belajar siswa dapat
menggunakan teknik tes dan hasil tes berupa nilai.
Dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan perilaku atau
kemampuan siswa setelah menerima pengalaman belajar yang dapat diukur
dengan tes. Perubahan hsil belajar ini adalah perubahan menjadi lebih baik.
Jadi yang dimaksud hasil belajar dalam penelitian adalah nilai tes matematika.
Tes dilaksanakan pada akhir pembelajaran dalam setiap siklusnya.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi belajar dan hasil belajar.
Menurut Slameto (2003: 54) faktor yang mempengaruhi hasil belajar
digolongkan menjadi dua yaitu: faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern
adalah faktor yang berasal dari individu, sedangkan faktor ekstern adalah
faktor yang ada di luar individu.
a. Faktor-faktor intern
Faktor intern adalah faktor yang berasal dari diri siswa. Faktor intern
ini terbagi menjadi tiga faktor yaitu : faktor jasmaniah, faktor psikologis
dan faktor kelelahan.
30
1. Faktor jasmaniah, Sehat berarti dalam keadaan baik segenap badan
beserta bagian-bagiannya atau bebas dari penyakit. Kesehatan
seseorang sangat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa.
2. Faktor psikologis, ada tujuh faktor yang tergolong ke dalam faktor
psikologis yang mempengaruhi belajar. Faktor-faktor itu adalah:
inteligensi, keaktifan, minat, bakat, motif, kematangan, dan kesiapan.
Dari faktor-faktor tersebut sangat jelas mempengaruhi belajar, dan
apabila belajar terganggu maka hasil belajar tidak akan baik.
3. Faktor kelelahan, kelelahan seseorang walaupun sulit untuk
dipisahkan tetapi dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu:
kelelahan jasmani dan kelelahan rohani (bersifat praktis).
b. Faktor-faktor ekstern
Faktor ekstern adalah faktor yang berasal dari luar siswa. Faktor
ini meliputi: faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat yaitu
dengan penjelasan sebagai berikut:
1. Faktor keluarga, siswa yang belajar akan menerima pengaruh dari
keluarga berupa: cara orang tua mendidik, relasi antara anggota
keluarga, suasana rumah tangga dan keadaan ekonomi keluarga.
2. Faktor sekolah, faktor sekolah yang mempengaruhi belajar ini
mencakup metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa,
relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, pelajaran dan waktu
sekolah, standar pelajaran, keadaan gedung, metode belajar, dan
tugas rumah.
3. Faktor masyarakat, masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga
berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Pengaruh ini karena
keberadaan siswa dalam masyarakat. Faktor yang mempengaruhi
hasil belajar siswa ini meliputi: pertama kegiatan siswa dalam
mayarakat, multi media, dan teman bergaul.
Dari penjelasan faktor inten dan ekstern yang mempengaruhi hasil
belajar siswa maka dapat disimpulkan bahwa faktor intern yaitu faktor
jasmaniah, psikologis, dan kelelahan, dan faktor ekstern yaitu faktor keluarga,
31
sekolah, dan masyarakat. Untuk meningkatkan hasil belajar maka siswa
dituntut untuk memiliki kebiasaan belajar yang baik. Oleh karena itu guru juga
harus menciptakan iklim pembelajaran yang tidak hanya melihat hasil belajar
dikelas saja, karena faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa juga
harus diperhatikan.
2.1.7 Pembelajaran Matematika Menggunakan Pembelajaran Kooperatif Tipe
NHT Berbantuan LKS
Pembelajaran adalah cara guru memberikan kesempatan kepada si
belajar untuk berfikir agar memahami apa yang dipelajari (Sugandi, 2006: 9).
Pembelajaran
merupakan
usaha
guru
menciptakan
kondisi
yang
memudahkan siswa untuk belajar dan memperdayakan potensinya sehingga
menguasai kompetensi secara optimal. Dalam pembelajaran matematika guru
berusaha untuk menciptakan iklim pembelajaran yang mempermudah siswa
belajar dalam mengajarkan matematika pada peserta didiknya. Oleh karena
itu, guru dalam pembelajaran lebih berperan sebagai pembimbing daripada
sebagai pemberi informasi saja.
Pembelajaran kooperatif adalah suatu aktivitas pembelajaran yang
menggunakan pola belajar siswa berkelompok untuk menjalin kerjasama dan
saling ketergantungan dalam struktur tugas, tujuan, dan hadiah (Ibrahim,
2000: 3). Menurut Rusman (2011: 202), pembelajaran kooperatif merupakan
bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompokkelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai
enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen. Dalam
pembelajaran kooperatif siswa belajar dalam kelompok untuk menyelesaikan
tugas kelompok dimana setiap anggota bekerjasama dan membantu
memahami suatu bahan pembelajaran untuk mencapai tujuan bersama.
Pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga
tujuan pembelajaran yang penting yaitu hasil belajar akademik, penerimaan
terhadap keragaman dan pengembangan ketrampilan sosial (Rusman, 2011:
209).
32
NHT merupakan pembelajaran kelompok yang mana siswa dalam
kelompok terdapat penomoran. Siswa berdiskusi kelompok dan nantinya
menunjuk seorang siswa yang mewakili kelompoknya tanpa memberi tahu
terlebih dahulu siapa yang akan mewakili kelompoknya. Pembelajaran NHT
merupakan varian diskusi kelompok, ciri khasnya menunjuk seorang siswa
yang mewakili kelompoknya tanpa memberi tahu terlebih dahulu siapa yang
akan mewakili kelompoknya. Cara ini merupakan upaya yang sangat baik
untuk meningkatkan tanggung jawab individual dalam diskusi kelompok (Nur,
2005: 78). Selain itu, teknik ini juga mendorong siswa untuk meningkatkan
semangat kerjasama mereka (Lie, 2008: 59). Untuk mendukung pelaksanaan
pembelajaran maka diperlukan sebuah sarana pendukung pembelajaran.
LKS merupakan perangkat pembelajaran sebagai pelengkap/sarana
pendukung pelaksanaan rencana pembelajaran. LKS berupa lembaran kertas
yang berupa informasi maupun soal-soal. Dalam proses pembelajaran
matematika, LKS dapat difungsikan dengan tujuan untuk menemukan
konsep/prinsip, juga dapat ditujukan untuk aplikasi konsep/prinsip (Hidayah,
2007: 8). Oleh karena itu dengan LKS dapat memfokuskan siswa dalam
penyelesaian tugas dengan cara kerjasama dalam kelompok.
Dari uraian di atas bahwa pembelajaran kooperatif tipe NHT yang
berbantuan LKS dimulai dengan guru memberikan apersepsi dan
menyampaikan tujuan pembelajaran. Guru memberikan materi secara sekilas.
Setelah itu guru membagi siswa dalam kelompok yang secara heterogen
kemudian setiap anggota kelompok diberikan nomor. Guru mengajukan
pertanyaan berupa tugas atau LKS untuk dikerjakan di dalam kelompok.
Siswa berpikir bersama dan menyatukan pendapatnya terhadap jawaban
pertanyaan tersebut dan meyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui
jawaban tersebut. Guru memanggil siswa dengan nomor tertentu, kemudian
siswa yang nomornya sesuai berdiri mencoba untuk menjawab pertanyaan
atau mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya untuk seluruh kelas. Guru
meluruskan kesalahan pemahaman kemudian memberi penguatan. Dalam
kegiatan akhir guru membimbing siswa untuk menyimpulkan hasil diskusi dan
33
refleksi. Guru memberikan penghargaan dan semangat bagi kelompok. Guru
mengingatkan siswa untuk mempelajari kembali materi yang telah diajarkan
dan materi selanjutnya.
Dalam pembelajaran NHT, kerjasama kelompok merupakan hal yang
penting untuk mencapai tujuan bersama. Niat dan kiat (will and skill) dari
anggota kelompok dibutuhkan dalam model pembelajaran kooperatif sehingga
masing-masing siswa harus memiliki niat untuk bekerja sama dengan anggota
lainnya (Isjoni, 2010: 94). Dengan bekerja sama dengan baik di dalam
kelompoknya, maka siswa dapat menghargai pendapat orang lain, mendorong
berpartisipasi, berani bertanya, mendorong teman untuk bertanya, mengambil
giliran dan berbagai tugas. Oleh karena itu kerjasama dalam kelompok
merupakan hal yang penting untuk tercapainya tujuan pembelajaran sehingga
dapat meningkatkan hasil belajar.
Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pembelajar
setelah mengalami aktivitas belajar (Anni, 2006: 5). Hasil belajar adalah
perubahan perilaku atau kemampuan siswa setelah menerima pengalaman
belajar yang dapat diukur dengan tes. Perubahan dalam hal ini adalah
perubahan menjadi lebih baik. Jadi yang dimaksud hasil belajar disini adalah
nilai tes matematika.
Maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe NHT yang
berbantuan dengan LKS dapat meningkatkan kerjasama dan hasil belajar
karena didalam pembelajaran NHT siswa diberikan kesempatan bekerjasama
untuk menyatukan pendapat menyelesaikan masalah dan meyakinkan tiap
anggota kelompok mengetahui atas jawaban pertanyaan tersebut. Siswa
bekerjasama untuk memahami suatu materi sehingga dapat maningkatkan
hasil belajar .
2.2
Penelitian Yang Relevan
Penelitian yang relevan dalam penelitian ini yaitu penilitian yang dilakukan
oleh Ananta, Wahyu Nugroho Sandi (2011). Penerapan model Number Heads
Together (NHT) dalam pembelajaran matematika pokok bahasan penjumlahan dan
34
pengurangan pecahan untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SD Negeri
Pitrosari, Kecamatan Wonoboyo, Kabupaten Temanggung. Hasil penelitian
menunjukan menggunakan model Number Heads Together (NHT) ternyata dapat
meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas IV SD Negeri Pitrosari. Pada
kondisi awal atau prasiklus siswa yang nilainya diatas KKM terdapat 8 siswa (33%)
dan yang belum tuntas dibawah KKM terdapat 16 (67%). Siklus 1 menerapkan
model NHT terjadi peningkatan signifikan yaitu terdapat 18 siswa yang diatas KKM
(75%) dan 6 siswa (25%) yng belum memenuhi KKM yang ditetapkan. Kemudian
siklus 2 terjadi peningkatan yaitu 21 (87%) siswa yang sudah memenuhi KKM dan 3
(13%) yang belum memenuhi KKM.
Maulida, Hana (2011). Keefektifan model pembelajaran kooperatif tipe
Numbered Heads Together (NHT) dengan berbantuan LKS materi pokok luas
segiempat pada peserta didik kelas VII semester II MTs Tarbiyatul Mubatdiin
Wilalung tahun pelajaran 2010/2011. Dari hasil perhitungan diperolek t table =
1,679, sedangkan nilai t hitung = 3,244. Oleh karena itu t hitung lebih besar t table
maka ho ditolak dan h1 diterima. Artinya rata-rata hasil tes belajar kelompok belajar
siswa eksperimen dengan menggunakan model pembelajaran NHT berbantu LKS
lebih baik daripada rata-rata hasil belajar kelompok kontrol dengan menggunakan
pembelajaran konvensional. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa model
pembelajaran kooperatif tipe NHT berbantuan LKS lebih baik dari pada model
pembelajaran konvensional.
Rosmini, Noneng (2011). Meningkatkan hasil belajar dan kemampuan
bekerjasama siswa dalam pembelajaran IPA melalui penerapan model
pembelajaran kooperatif teknik jigsaw di kelas V SDN 3 Cibodas Kecamatan
Lembang Kabupaten Bandung Barat. Penelitian ini dilatar belakangi oleh fakta di
lapangan ketika peserta didik diberi proses pembelajaran yang cenderung teacher
centre, sehingga hasil belajar dan kemampuan bekerjasama siswa rendah. Metode
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas,
yang terdiri dari dua siklus. Hasil penelitian secara umum dapat meningkatkan hasil
belajar siswa pada pembelajaran IPA. Hal ini terlihat dari peningkatan nilai rata–rata
35
hasil skor tes tiap siklus. Nilai rata-rata siswa pada siklus I adalah 69,9, kemudian
pada siklus II mengalami kenaikan menjadi 75,4. Selain hasil belajar yang
meningkat, hasil observasi juga menunjukan bahwa kemampuan bekerjasama siswa
juga meningkat.
Dari penelitian Ananta (2011) menunjukan bahwa dapat meningkatkan hasil
belajar dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe NHT yang ditunjukan
adanya peningkatan yang dapat dilihat dari kondisi awal siswa yang nilainya diatas
KKM terdapat 8 siswa dan dibawah KKM terdapat 16 setelah tindakan dengan
menggunakan NHT pada siklus 1 meningkat yaitu 18 siswa diatas dan 6 siswa
dibawah KKM. Kemudian siklus 2 terjadi peningkatan yaitu 21 siswa diatas KKM
dan 3 dibawah KKM. Yang kedua Maulida, hana (2011) berdasarkan hasil penelitian
disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe NHT berbantuan LKS lebih
baik daripada model pembelajaran konvensional. Dapat diperoleh dari hasil
perhitungan diperoleh t hitung = 3,244 lebih besar t table = 1,679. Yang ketiga oleh
Rosmini, Noneng (2011) yang menggunakan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw
yang dapat meningkatkan hasil belajar dan kemampuan bekerjasama siswa dalam
pembelajaran ipa yang ditunjukan Nilai rata-rata siswa pada siklus I adalah 69,9,
kemudian pada siklus II mengalami kenaikan menjadi 75,4. Selain hasil belajar
yang meningkat, hasil observasi juga menunjukan bahwa kemampuan bekerjasama
siswa juga meningkat.
Penelitian yang dilakukan Ananta (2011) mempunyai kesamaan dalam
variabel bebasnya yaitu pembelajaran kooperatif tipe NHT dan variable terikat hasil
belajar siswa. Maulida (2011) mempunyai kesamaan dalam variabel bebasnya yaitu
pembelajaran kooperatif tipe NHT berbantu LKS dan variable terikat hasil belajar
siswa. Dari hasil penelitian Rosmini (2009) diatas relevan dengan penelitian yang
akan dilakukan oleh peneliti karena sama meneliti tentang pembelajaran kooperatif
terhadap kerjasama dan hasil belajar siswa, hanya saja penelitian yang dilakukan
oleh Rosmini model kooperatif tipe jigsaw dan mata pelajaran IPA. Dari penelitian di
atas dapat kita lihat bahwa hasil belajar dan kerjasama dipengaruhi oleh
36
pembelajaran kooperatif tipe NHT berbantuan LKS pada mata pelajaran
matematika.
Penelitian yang dilakukan oleh Ananta (2011) dan Rosmini (2009) merupakan
penelitian tindakan kelas. Dimana untuk melaksanakan tindakan peneliti
melakukannya dengan mengajar sendiri di dalam kelas. Sedangkan penelitian
Maulida (2011) merupakan penelitian eksperimen. Penelitian ini membandingkan
kelas eksperimen yaitu yang diberikan perlakuan pembelajaran kooperatif tipe NHT
berbantu LKS dengan kelas kontrol yang tidak diberi perlakuan atau dengan
pembelajaran konvensional.
Penelitian yang akan dilakukan dalam penelitian ini menggunakan penelitian
tindakan kelas kolaborasi. Adapun ciri khasnya adanya kolaborasi (kerjasama)
antara praktisi (guru, kepsek, siswa, dll) dan peneliti dalam pemahaman
kesepakatan tentang permasalahan, pengambilan keputusan yang akhirnya
melahirkan kesepakatan. Dalam penelitian ini peneliti lebih menekankan kerjasama
dan hasil belajar siswa pada pembelajaran matematika kelas V SD Negeri 2
Candiroto melalui pembelajaran kooperatif tipe NHT berbantuan LKS. Jadi dalam
peneletian ini peneliti bekerjasama dengan praktisi (guru, kepsek, siswa, dll) dalam
menerapkan pembelajaran kooperatif tipe NHT berbantuan LKS untuk meningkatkan
kerjasama dan hasil belajar siswa pada pembelajaran matematika kelas V SD
Negeri 2 Candiroto .
2.3 Kerangka Berpikir
Selama ini pembelajaran yang dilakukan oleh guru masih berkosentrasi pada
latihan menyelesaikan soal, siswa tidak dilibatkan secara langsung dalam
pembelajaran, metode yang digunakan oleh guru masih monoton dan berpusat pada
guru, sehingga siswa kurang aktif dalam pembelajaran dan hasil belajar siswa
menjadi rendah serta kerjasama siswa dalam belajar juga rendah maka dari itu perlu
diadakannya tindakan, yaitu menggunakan pembelajaran kooperatif tipe NHT
berbantuan LKS. Dalam pembelajaran ini diharapkan pembelajaran menjadi
menyenangkan dan siswa menjadi aktif dalam pembelajaran serta siswa yang
37
berkemampuan rendah dapat terbantu oleh temannya yang berkemampuan tinggi
sehingga kerjasama dan hasil belajar siswa dapat meningkat. Secara sistematis
kerangka berfikir digambarkan sebagai berikut:
Kondisi
awal
Tindakan
Kondisi
akhir
Guru
menggunakan
pembelajaran
yang monoton
Menggunakan
pembelajaran
kooperatif tipe
NHT berbantuan
LKS
Kerjasama kelompok dan
hasil belajar siswa rendah
dibawah KKM (65).
Siklus I
Menggunakan pembelajaran
kooperatif
tipe
NHT
berbantuan LKS
Siklus II
Menggunakan pembelajaran
kooperatif
tipe
NHT
berbantuan LKS
Diharapkan dengan menggunakan
pembelajaran kooperatif tipe NHT
berbantuan LKS meningkatkan
kerjasama dengan rata-rata kelas ≥
75 dan hasil belajar siswa
matematika sesuai KKM ≥ 65.
Gambar 2.1 Kerangka berfikir
2.4 Hipotesis
Berdasarkan landasan teori dan kerangka berfikir di atas, maka hipotesis
penelitian tindakan kelas dirumuskan sebagai berikut: Diduga, Penggunaan
pembelajaran koopertif tipe NHT berbantuan LKS dapat meningkatkan kerjasama
dan hasil belajar Matematika siswa kelas V di SD Negeri 2 Candiroto kecamatan
Candiroto kabupaten Temanggung tahun 2011/2012.
Download