TINJAUAN PUSTAKA A. Puyuh Puyuh merupakan salahsatu komoditas unggas sebagai penghasil telur. Keberadaan puyuh mendukung ketersediaan protein hewani yang murah serta mudah didapat. Puyuh yang dikembangkan di Indonesia memiliki nama ilmiah Coturnix coturnix japonica (Vali, 2008). Klasifikasi burung puyuh menurut Shanaway (1994) adalah sebagai berikut: Kelas : Aves Ordo : Galliformes Subordo : Phasianoidae Family : Phasianidae Subfamily : Phasianinae Genus : Coturnix Subspesies : Coturnix coturnix japonica Kelebihan beternak puyuh antara lain cara pemeliharaan yang mudah dan mempunyai daya tahan yang tinggi terhadap penyakit (Hartono, 2004). Kelebihan lainnya yaitu tidak banyak memerlukan tenaga dan biaya investasi tidak besar (Ahuja et al., 1992). Ciri-ciri puyuh adalah panjang badannya 19 cm, ekor pendek dan kuat. Puyuh memiliki jari kaki berjumlah empat buah, warna bulu coklat kehitaman, alis betina agak putih sedang panggul dan dada bergaris. Ciri-ciri dari masingmasing jenis puyuh berbeda baik secara fisik maupun kemampuan berproduksi. Ciri yang membedakan puyuh jantan dan betina yaitu puyuh jantan bulu dadanya polos berwarna cokelat muda sedangkan puyuh betina bulu leher dan dada bagian atas berwarna lebih terang serta terdapat totol-totol cokelat tua pada bagian leher sampai dada (Guiliano dan Selph, 2005). Puyuh lebih cepat bertelur jika dibandingkan dengan jenis unggas lainnya (Giuliano dan Selph, 2005). Puyuh betina mulai bertelur pada umur 42 hari. Puncak produksi puyuh dicapai pada umur lima bulan dengan persentase bertelur 4 5 rata-rata 76%. Produktivitas puyuh menurun dengan persentase kurang dari 50% pada umur di atas empat belas bulan, kemudian berhenti bertelur saat berumur 2,5 tahun atau 30 bulan (Fahmy et al., 2005). Bobot telur puyuh rata-rata 10 g atau sekitar 8% dari bobot badan (Yannakopoulus dan Tserveni-Gousi, 1986). B. Ransum Puyuh Salah satu faktor yang berperan penting dalam pemeliharaan puyuh adalah ransum (Randall dan Bolla, 2008). Ransum unggas terdiri dari beberapa bentuk yaitu pellet, remah dan tepung. Ransum terbaik yang dapat diberikan pada puyuh adalah bentuk tepungkarena puyuh mempunyai sifat sering mematuk-matuk pakannya (Tillman et al., 1998). Fungsi utama pemberian ransum pada unggas yaitu untuk memenuhi kebutuhan energi tubuh. Energi yang terdapat di dalam ransum digunakan untuk hidup pokok dan proses produksi. Fungsi untuk hidup pokok meliputi mempertahankan tubuh, kerja tubuh dan mengganti sel-sel tubuh yang rusak. Fungsi untuk proses produksi meliputi pertumbuhan, penggemukan, reproduksi dan menghasilkan telur (Blakely dan Bade, 1994). Pemberian ransum dalam pemeliharaan puyuh didasarkan pada fase pemeliharaan yang dibedakan dalam fase pertumbuhan dan fase produksi (layer). Fase pertumbuhan puyuh dibagi menjadi 2 fase yaitu starter (0-3 minggu) yang membutuhkan ransum dengan kandungan protein sekitar 25% dan fase grower (35 minggu) yang membutuhkan ransum dengan kandungan protein sekitar 20%. Jumlah ransum yang dikonsumsi puyuh fase layer berkisar antara 20-25g per ekor per hari (Kusumoastuti, 1992). Kebutuhan nutrien puyuh petelur pada fase layer dapat dilihat pada Tabel 1. 6 Tabel 1. Kebutuhan nutrien puyuh petelur fase layer Nutrien NRC (1994) Energi metabolis (kkal/kg) 2.900 Protein (%) 20,00 Lemak kasar (%) 1,00 Serat kasar (%) 2,00 Ca (%) 2,50 P tersedia (%) 0,35 Lisin (%) 1,00 Metionin (%) 0,45 Metionin + sistin (%) 0,70 SNI (2006) Min 2.700 Min 17 Maks. 7 Maks. 7 2,50-3,50 Min 0,40 Min 0,90 Min 0,40 Min 0,60 C. Kepadatan Kandang Kepadatan kandang merupakan faktor yang penting dalam manajemen perkandangan (Giuliano dan Selph, 2005). Besaran kepadatan kandang dipengaruhi oleh ukuran tubuh ternak, sistem perkandangan yang dipakai, suhu lingkungan dan ventilasi yang diberikan. Kepadatan kandang yang kurang optimal mengakibatkan kerugian secara ekonomi. Kandang puyuh yang terlalu padat akan menurunkan tingkat konsumsi puyuh (Ensminger, 1992) dan kondisi tersebut akan mendorong puyuh untuk melakukan evaporasi, yang ditandai dengan adanya panting (Ozbey et al., 2004). Tingkat kepadatan kandang pada puyuh umur 1-10 hari yaitu 100 ekor/m2, umur lebih dari 10 hari kepadatan kandangnya 60 ekor/m2 dan untuk puyuh fase layer 40 ekor/m2 atau 250 cm2 per ekor (Giuliano dan Selph, 2005). Kepadatan kandang yang terlalu tinggi akan mengakibatkan cekaman. Cekaman akibat kandang yang terlalu padat akan menghambat suplai nutrien ke jaringan tubuh. Cekaman panas akan menurunkan aliran darah ke saluran pencernaan sampai 50% pada proventrikulus, gizzard dan pankreas, dan laju aliran darah pada bagian atas duodenum dan jejunum menurun sampai 70% selama cekaman panas. Hal ini akan berdampak pada penurunan efisiensi dari pencernaan, absorpsi dan transportasi nutrien (Miles, 2001). Menurut hasil penelitian Sipayung (2012) kandang puyuh dengan ukuran panjang 62 cm, lebar 50 cm dan tinggi 26 cm optimal apabila diisi dengan 12 ekor 7 puyuh. Luas kandang tersebut 3.100 cm2, sehingga luas kandang yang diperlukan untuk setiap ekor puyuh yaitu 258,3 cm2. Luas kandang tersebut dinyatakan optimal berdasarkan produksi telur dan konversi ransum. D. Vitamin C sebagai Antistres Vitamin C adalah salah satu jenis vitamin yang larut dalam air dan memiliki peranan penting sebagai antioksidan. Nama lain vitamin C yaitu asam askorbat (ascorbic acid). Vitamin C berbentuk bubuk kristal berwarna kuning keputihan (Kim, 1991). Gambar 1. Struktur Kimia Vitamin C (Hart, 1987) Vitamin C digunakan dalam ransum unggas karena memiliki sifat antioksidan dan efek antistres. Vitamin C merupakan agen antistres bagi ternak unggas termasuk puyuh. Asam askorbat adalah sumber utama sebagai agen antistres dari vitamin C (Ramnath et al., 2008). Vitamin C secara fisiologis berpengaruh terhadap aktivitas tiroid dimana vitamin C sebagai kosubstrat dari dopamin β-hidroksilase dalam pembentukan norepinefrin, sehingga kemampuan puyuh membuang panas dengan memacu denyut jantung dan dilatasi pembuluh darah perifer dapat ditingkatkan sehingga suhu tubuh puyuh akan menurun (Mitzler, 1977). Vitamin C bertindak sebagai agen pereduksi dalam larutan cair seperti darah dan di dalam sel. Suplementasi vitamin C dalam jumlah banyak diperlukan pada saat tubuh puyuh dalam kondisi 8 stres atau cekaman lingkungan. Suplementasi tersebut untuk mempertahankan konsentrasi asam askorbat yang normal dalam plasma darah (Piliang, 2001). Suplementasi vitamin C pada ransum puyuh dapat meningkatkan konsumsi pakan, produksi telur dan tingkat fertilitas telur. Suplementasi vitamin C dapat diberikan dalam ransum puyuh sebanyak 150 sampai 300 mg/kg. E. Pengaruh Kepadatan Kandang dan Suplementasi Vitamin C terhadap Nutrien Tercerna Nutrien tercerna merupakan bagian nutrien dari ransum yang tidak diekskresikan melalui eksreta. Nutrien tercerna menggambarkan kemampuan ternak dalam mencerna suatu pakan dengan asumsi nutrien yang tidak terdapat dalam ekskreta telah habis dicerna. Metode yang dapat digunakan untuk mengukur kecernaan puyuh yaitu total koleksi, indikator maupun force feeding (Tillman et al., 1998). Metode total koleksi yaitu metode yang dilakukan dengan cara menghitung jumlah konsumsi dan ekskreta yang dihasilkan (Hoehler et al., 2006). Pengukuran kecernaan dengan metode indikator dapat menggunakan indikator internal maupun eksternal (Sembiring, 2009). Indikator yang digunakan yaitu senyawa yang tidak dapat dicerna oleh saluran pencernaan unggas seperti Cr 2O3, Fe2O3 dan TiO2 yang ditambahkan ke dalam ransum (Marais, 2000). Metode lain yang digunakan untuk pengukuran kecernaan pakan yaitu dengan cara force feeding. Force feeding merupakan metode pemberian pakan paksa pada ternak untuk memasukkan ransum yang telah dihitung sesuai kebutuhan langsung ke dalam tembolok (Hoehler et al., 2006). Nilai kecernaan yang dikenal ada 2 macam, yaitu kecernaan semu (apparent digestibility) dan kecernaan murni (true digestibility). Kecernaan semu yaitu semua komponen dalam ekskreta dianggap berasal dari pakan yang dikonsumsi. Kecernaan murni yaitu hanya komponen ekskreta yang berasal dari pakan saja yang diperhitungkan, sedangkan komponen ekskreta yang berasal dari dalam 9 tubuh ternak (endogenous) tidak diikut sertakan dalam perhitungan (Sibbald dan Wolynetz, 1984). Suplementasi vitamin C dalam ransum puyuh pada kepadatan kandang 12, 15 dan 19 ekor dapat meningkatkan produksi telur, bobot telur, bobot dan tebal kerabang (Sahin et al., 2003a; Bardakcioglu et al., 2005). Peningkatan performa produksi puyuh tersebut berkorelasi dengan meningkatnya jumlah nutrien tercerna. Suplementasi vitamin C sebesar 250 mg/kg ransum meningkatkan kecernaan bahan kering, bahan organik, protein kasar dan lemak kasar (Sahin et al., 2003b). Performa ternak merupakan gambaran dari banyaknya nutrien yang tercerna (Eklund et al., 2005). 10 HIPOTESIS Hipotesis penelitian ini adalah terdapat interaksi antara tingkat kepadatan kandang dengan suplementasi vitamin C serta terdapat pengaruh tingkat kepadatan kandang dan suplementasi vitamin C dalam ransum terhadap nutrien tercerna puyuh petelur.