I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pakan yang digunakan dalam ransum unggas terdiri dari biji-bijian seperti bungkil kedelai, jagung, gandum dan bekatul. Pakan yang berasal dari biji-bijian tersebut mengandung asam fitat. Asam fitat tidak dapat dicerna oleh unggas, sehingga penambahan fitase dalam pakan agar mampu menghidrolisis asam fitat. Ketersediaan P dalam asam fitat mencapai 80% dari total P pada pakan. Asam fitat juga mampu mengikat mineral-mineral bervalensi dua atau tiga (kalsium, besi, seng, magnesium) untuk membentuk ikatan kompleks yang sulit diserap usus (Baruah et al., 2004). Kinerja fitase pada hidrolisis khususnya asam fitat akan menghasilkan nutrien yang dimanfaatkan untuk metabolisme. Metabolisme tersebut dipengaruhi oleh kondisi homeostatis ternak terutama keseimbangan Ca dan P diproses penyerapan nutrien khususnya pada intestinum (McDowell, 2000). Kondisi homeostatis merupakan kemampuan fisiologis ternak dalam merespon perubahan lingkungan luar agar berada pada kondisi fisiologis yang normal (Puthpongsiriporn et al., 2001). Ransum yang mengandung asam fitat yang dihidrolisis oleh fitase mampu meningkatkan kadar kalsium, glukosa, fosfor dan total protein dalam darah. Meningkatnya kadar nutrien tersebut dapat dioptimalkan dengan penambahan vitamin D3. Penambahan vitamin D3 bertujuan untuk pembentukan tulang dan kerabang pada telur puyuh. Vitamin D3 yang ditambahkan dapat merangsang absorpsi kalsium pada mukosa usus dengan meningkatkan produksi protein khususnya pengikat kalsium (Leeson dan Summers, 2001). Vitamin D3 dalam bentuk aktif 1,25(OH) D3 merangsang absorpsi kalsium pada mukosa usus dengan cara merangsang produksi protein pengikat kalsium. Leeson dan Summers (2001), menyatakan bahwa faktor nutrisi utama yang berhubungan dengan kualitas kerabang adalah kalsium, phosfor dan vitamin D3. Kekuatan kerabang sangat bergantung pada ketebalan kerabang telur yang dipengaruhi oleh genetik, nutrisi, penyakit dan temperatur lingkungan. 1 Hasil hidrolisis asam fitat terurai menjadi nutrisi yang dapat diserap oleh darah pada intestinum. Proses penyerapan Ca dan P pada intestinum tersebut dipengaruhi oleh vitamin D3. Kandungan Ca mempengaruhi sistem transportasi lemak dan protein dalam intestinum. Selain itu vitamin D3 juga mempengaruhi penggunaan fitase pada pakan puyuh (McDowell, 2000). Pembentukan vitamin D3 dari 25-OHD ada didalam mitokondria membutuhkan sumber energi (McDowell, 2000). Sistem mitokondria terjadi pembentukan energi baik dari glikolisis maupun phosforilasi oksidatif. Sistem glikolisis dibutuhkan glukosa untuk pembentukan energi. Glukosa diperoleh dari sistem pembuluh darah yang diabsorbsi oleh mitokondria. Pembentukan vitamin D3 membutuhkan kandungan glukosa dalam proses absorbsi metabolisme dengan demikian maka pengaruh penambahan vitamin D3 dapat dilihat melalui profil darah yang diambil dengan melihat kadar Ca, kadar P, kadar glukosa dan total protein darah. Almatsier (2004), menyatakan bahwa kekurangan kalsium dan vitamin D serta tidak seimbangnya kalsium dan fosfor dapat menyebabkan masa tulang berkurang. Sistem absorbsi vitamin D3 dan Ca berfungsi dalam sistem absorbsi lemak dan protein. Absorbsi vitamin D3 ke dalam darah memerlukan lipoprotein dan berhubungan dengan Gc-globulin sebagai media transport. Lipoprotein dan Gc-globulin merupakan bagian dari protein darah, sehingga vitamin D3 dapat mempengaruhi jumlah kandungan protein dalam darah (McDowell, 2000). Peningkatan suplementasi fitase pada ransum ayam broiler akan meningkatkan kadar Ca dan P dalam darah (Jalali dan Babaei, 2012). Hal tersebut disebabkan fitase pada brushborder usus memberikan kontribusi pada pencernaan fitat-P dan berperan dalam pengaturan sebagai respon terhadap kebutuhan P dan vitamin D dari ayam (Maenz dan Classen, 1998). Kandungan P dan protein dalam darah mengalami peningkatan pada ransum rendah P ditambah fitase hasil teknologi rekombinan dibanding ransum rendah P (Nuhriawangsa et al., 2011). Menurut Weidman(1999), kandunganCa dan P dalam serum darah dapat mencerminkan metabolisme mineral secara menyeluruh. Asam fitat di hidrolisis oleh fitase menjadi beberapa nutrien (mineral, asam amino, glukosa danfosfor), sehingga dapat dimanfaatkan oleh puyuh. Nutrien tersebut dapat di absorbsi dalam usus menuju pembuluh darah dan diteruskan kedalam sel untuk metabolisme. Absorbsi hasil hidrolisis fitase yang berupa nutrien tersebut dapat optimal dengan bantuan vitamin D3. Seberapa besar vitamin D3 yang di butuhkan merupakan hal yang menarik untuk diteliti. B. Rumusan Masalah Fitase menghidrolisis asam fitat menghasilkan berbagai nutrien yang dapat dicerna oleh puyuh seperti kalsium, fosfor, Mn, Cu, Zn, Fe, fosfat, glukosa dan protein. Kecukupan fitase dapat mensuplai kebutuhan imbangan Ca dan P dalam metabolisme dapat lebih optimal dengan penambahan vitamin D3dalam membantupembentukan tulang dan metabolisme pembentukan telur serta produksi telur optimal. Penambahan vitamin D3 pada ransum yang mengandung fitase diharapkan dapat membantu absorbsi Ca, P, glukosa dan protein sehingga meningkatkan kualitas produksi telur puyuh. Penambahan vitamin D3dilakukan untuk mengimbangi fosfor dan kalsium yang diserap oleh darah yang kemudian disalurkan keseluruh tubuh puyuh. Kecukupan vitamin D3diperlukan untuk absorpsi kalsium dalam proses pembentukan telur. Kondisi normalitas metabolisme tubuh dapat dilihat melalui profil darah yang di ambil setelah perlakuan di lakukan. Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui kadar kalsium, fosfor, glukosa dan total protein dalam darah pada puyuh, sehingga dapat diketahui kondisi normal puyuh untuk berproduksi secara baik dengan mencari kebutuhan optimal pada penggunaan vitamin D3 pada ransum. C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan vitamin D3 dalam ransum yang mengandung fitaseterhadap profil darah (kadar glukosa, total protein,kalsium dan fosfor) darah puyuh.