aporan ekonomi dan keuangan mingguan

advertisement
L
APORAN EKONOMI DAN KEUANGAN MINGGUAN
BADAN KEBIJAKAN FISKAL
11—17 April 2016
Indikator
”Perlambatan perekonomian global masih menjadi sumber tekanan
utama bagi perekonomian Indonesia”
Euro
Yen
GBP
Real
Rubel
Rupiah
Rupee
Yuan
KRW
SGD
Ringgit
Baht
Peso
Sumber: Bloomberg, Reuters, CNBC, The Street, Investing, WSJ, CNNMoney, Channel News Asia, BBC, New York Times, BPS, Kontan, Kompas, Media Indonesia, Tempo, Antara News, Bisnis Indonesia, Vibiznews.
Tekanan pada sektor industri AS pekan ini masih berlanjut sejalan dengan
rilis data terbaru (penjualan ritel, indeks harga produsen, dan produksi
sektor industri) yang kompak mengalami penurunan dibanding bulan
sebelumnya. Sementara itu, inflasi AS untuk bulan Maret mengalami sedikit
kenaikan setelah sempat mengalami deflasi pada bulan sebelumnya.
Meskipun demikian, perkembangan ini tetap akan membuat the Fed
berhati-hati untuk menaikkan suku bunga acuannya dalam waktu dekat.
Perekonomian kawasan Eropa belum menunjukan perbaikan yang
signifikan. Hal ini tercermin dari surplus neraca perdagangan yang
mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya akibat kenaikan impor
yang lebih besar dibanding ekspor. Tingkat Inflasi kawasan berada pada
kondisi stagnan, jauh di bawah target ECB yang sebesar dua persen.
Berbeda dengan kondisi di kawasan, inflasi Jerman, Perancis, dan Inggris
berhasil mencatatkan kenaikan. Guna mencapai target inflasi dan
mempertahankan pertumbuhan serta lapangan kerja, The Bank of England
mempertahankan suku bunga acuannya.
Ekonomi Singapura pada Q1-2016 tumbuh stabil didorong oleh ekspansi
sektor konstruksi dan jasa, sementara sektor manufaktur mengalami
kontraksi. Guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara tersebut,
Monetary Authority of Singapore melonggarkan kebijakan moneternya
dengan mengatur laju apresiasi kurs dolar singapura dengan kebijakan
NEER (nominal effective exchange rate) nol persen.
Perekonomian India menunjukan perbaikan pada pekan ini dengan tingkat
inflasi pada bulan Maret tercatat sebesar 4,83 persen, terendah dalam
enam bulan terakhir. Selain itu, produksi sektor industri mengalami
peningkatan setelah mengalami kontraksi terpanjang sejak krisis.
Sejalan dengan India, data ekonomi Brazil pekan ini juga menunjukan
perbaikan dengan penjualan ritel yang meningkat dibanding bulan
sebelumnya.
YoY
Ytd
1,1284
108,76
1,5653
0,3326
0,02035
13178
66,645
6,4755
1.146,18
1,3575
3,903
35,045
44,49
1,01
(0,26)
(0,43)
(1,81)
(4,36)
(0,26)
(0,27)
(0,18)
0,66
(0,62)
(0,04)
0,16
(0,04)
(4,86)
8,62
6,89
26,35
29,39
(2,48)
(6,97)
(4,50)
(5,28)
(0,58)
(6,82)
(8,18)
(1,62)
(3,94)
9,78
(6,15)
9,32
(39,00)
4,71
(0,76)
0,28
2,25
3,87
9,09
2,77
(0,76)
(1,15)
(1,15)
(15,28)
(5,85)
(2,98)
13,10
7,35
(11,02)
(23,16)
(26,62)
(17,21)
(6,49)
(11,76)
(7,89)
2,71
1,80
(11,48)
2,72
20,65
8,31
(20,28)
5,02
(2,73)
(13,03)
1,43
2,10
7,56
5,31
T2 ---- Pasar Modal ---DJIA
S&P500
Nikkei
KOSPI
Brazil IBX
MICEX
SENSEX
JCI
Hangseng
Shanghai
STI
FBMKLCI
SET
PCOMP
17.897,46
2.080,73
16.848,03
2.014,71
21.878,34
1.907,78
20.854,92
4.823,568
21.316,47
3.078,116
2.923,94
1.727,99
1.385,42
7.321,3
1,82
1,62
6,49
2,16
5,51
1,63
1,56
(0,48)
4,64
3,12
4,12
0,56
1,15
1,02
T3 ---- Surat Berharga Negara ---Yield FR56
Kep, Asing*
7,37
38,92
15 bps
5 bps
N/A
113 bps
135 bps
71 bps
(37,34)
(87,51)
2,96
(21,88)
(34,38)
7,05
8,50
16,3
(3,89)
(2,18)
T4 ---- Komoditas ---Oil
CPO
Gold
Coal
Nickel
43
2.643,00
1.230,21
44,45
8.320,00
2,77
(1,38)
(0,54)
7,15
2,92
T5 ---- Rilis Data Minggu ini ----
Perekonomian negara berkembang
Ekonomi Tiongkok pada Q1-2016 tercatat tumbuh sebesar 6,7 persen yoy,
lebih rendah dari pertumbuhan kuartal sebelumnya meskipun masih berada
dalam target pertumbuhan Pemerintah yang sebesar 6,5 – 7 persen.
Angka tersebut juga sesuai dengan hasil survei The Wallstreet Journal
terhadap 11 ekonom. Sementara itu, neraca perdagangan Tiongkok
mencatatkan surplus USD29,9 miliar dengan nilai ekspor yang melonjak
tajam sebesar 11,5 persen dari bulan sebelumnya. Nilai impor masih
mengalami penurunan sebesar 7,6 persen, lebih kecil dari penurunan
sebelumnya. Data tersebut menunjukan adanya sinyal stabilisasi dan
peningkatan permintaan konsumen di Tiongkok meskipun faktor musiman
masih perlu dikaji lebih dalam.
Change (%)
WoW
T1 ---- Nilai Tukar/USD ----
Perekonomian negara maju
Rilis data perekonomian Jepang pada pekan ini masih menunjukan
penurunan. Data pesanan mesin dan produksi sektor industri mengalami
penurunan meskipun lebih kecil dari penurunan di bulan sebelumnya. Selain
itu, pertumbuhan outstanding pinjaman dan deposit perbankan Jepang
pada bulan Maret lebih rendah dibanding pertumbuhan pada bulan
sebelumnya. Hal tersebut menunjukkan kebijakan suku bunga negatif yang
bertujuan untuk memacu kredit terlihat belum efektif dalam jangka waktu
sebulan setelah diterapkan.
1 April‘16
inflasi
Eropa
Inggris
Tiongkok
AS
Tiongkok
Mar : 0,0
Mar : 0,5
Mar : 2,2
Mar : 0,1
Q1 : 6,7
Neraca
Perdagangan
Tiongkok
Mar :
USD29,8
miliar
Suku Bunga
Acuan
Penjualan
Ritel
Inggris
Apr : 0,5
Mar : 0,5
Mar : -0,3
Feb : -0,1
Inflasi Inti
GDP
AS
Feb : -0,1
Feb : 0,3
Feb : 2,3
Feb : 0,3
Q4 - 2015:
6,8
Feb : USD32,5
miliar
*) Data kepemilikan asing per (14 April 2016)
Pengarah: Kepala Badan Kebijakan Fiskal
Penanggung Jawab: Kepala Pusat Kebijakan Sektor Keuangan, Kepala Pusat
Kebijakan Ekonomi Makro
Penyusun: Syaifullah, Ronald Yusuf, Munafsin Al Arif, Alfan Mansur, Priska
Amalia, Nurul Fatimah
Kontributor: Pusat Kebijakan Ekonomi Makro
Dokumen ini disusun hanya sebatas sebagai informasi. Semua hal yang relevan telah dipertimbangkan untuk memastikan informasi ini benar, tetapi tidak ada jaminan bahwa informasi tersebut akurat dan lengkap serta tidak ada kewajiban yang timbul
terhadap kerugian yang terjadi atas tindakan yang dilakukan dengan mendasarkan pada laporan ini. Hak cipta Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan.
Laporan Ekonomi dan Keuangan Mingguan
2
Perekonomian nasional
Rilis hasil survei penjualan eceran Februari 2016 oleh BI mengindikasikan bahwa secara tahunan penjualan eceran melambat. Hal ini
tercermin dari Indeks Penjualan Riil (IPR) Februari 2016 yang tumbuh 9,9 persen yoy, lebih rendah dibandingkan pertumbuhan Januari
2016 yang sebesar 12,9 persen yoy. Perlambatan pertumbuhan IPR Februari 2016 terjadi pada penjualan beberapa kelompok
komoditas dengan perlambatan terbesar pada kelompok barang lainnya terutama produk sandang. Secara regional, pertumbuhan
penjualan eceran tertinggi terjadi di Bandung sedangkan pertumbuhan terendah terjadi di Banjarmasin.
Pemerintah akan membentuk Badan Layanan Umum (BLU) Penyediaan Lahan (Land Bank) pada tahun ini yang alokasi dananya pada
tahun ini sedang diupayakan masuk dalam APBN Perubahan 2016. Pembentukan BLU tersebut bertujuan untuk mengatasi permasalahan
pembebasan lahan dalam pelaksanaan proyek-proyek infrastruktur.
IMF merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2016 menjadi sebesar 4,9 persen dari proyeksi Oktober 2015
yang sebesar 5,1 persen dan proyeksi Indeks harga konsumen Indonesia (average) tahun 2016 sebesar 4,3 persen. Penurunan proyeksi
tersebut disebabkan oleh meningkatnya beberapa risiko ekonomi dan keuangan global.
Neraca perdagangan Indonesia bulan Maret 2016 mengalami surplus sebesar USD0,49 miliar, lebih rendah dari surplus pada bulan
sebelumnya yang mencapai USD1,14miliar. Surplus pada Maret 2016 terjadi karena ekspor yang mencapai USD11,79 miliar, naik
4,25 persen mom atau turun 13,51 persen yoy, sementara impor tercatat sebesar USD11,30 miliar, naik 11,01 persen mom atau turun
10,41 persen yoy.
Perkembangan komoditas global
Harga minyak global melemah pada penutupan akhir pekan. Pelemahan tersebut dipicu oleh kekhawatiran pelaku pasar terhadap
kemungkinan tidak akan tercapainya kesepakatan bersama antar anggota OPEC pada pertemuan yang akan diselenggarakan di
Qatar. Sebelumnya, Menteri Perminyakan Iran, Bijan Zanganeh, dikabarkan tidak akan menghadiri pertemuan tersebut. Sementara
itu, rilis data EIA menunjukan cadangan minyak mentah AS pekan ini naik 6,634 juta barel, jauh di atas ekspektasi pasar yang
3
memperkirakan cadangan mingguan akan naik 1,850 juta barel.
Harga emas global menuju penurunan mingguan pertama dalam tiga pekan terakhir menyusul rilis data ekonomi Tiongkok yang
menunjukkan tanda-tanda perekonomian mulai stabil pada Q1-2016. Di sisi lain, bursa saham global mempertahankan kenaikannya
sehingga berimbas pada berkurangnya permintaan emas sebagai safe haven.
Perkembangan sektor keuangan
Minggu lalu, indeks saham Wall Street dan beberapa indeks global lainnya mengalami peningkatan didorong oleh kenaikan saham
sektor keuangan namun pada penutupan perdagangan akhir pekan kembali mengalami tekanan akibat penurunan harga minyak
menjelang pertemuan Doha. Di pasar keuangan domestik, IHSG mengalami pelemahan sebesar 0,48 persen dengan rata-rata volume
perdagangan harian yang lebih rendah dibandingkan pekan sebelumnya. Sejalan dengan pelemahan IHSG, investor nonresiden
mencatatkan net sell sebesar Rp458,6 miliar.
Nilai tukar rupiah mengalami pelemahan mingguan. Sepanjang pekan, tekanan terhadap rupiah mengalami fluktuasi seiring dengan
naik turunnya spread antara nilai spot dan non deliverable forward 1 bulan.
Laporan Ekonomi dan Keuangan Mingguan
3
ISU UTAMA 1: Menuju Kebijakan Moneter yang Lebih Efektif
 7-day Reverse Repo Rate akan menjadi suku bunga kebijakan moneter yang baru menggantikan BI rate.
 Aliran modal asing pasca krisis keuangan global dan belum dalamnya pasar uang disinyalir menjadi penyebab kurang efektifnya
transmisi BI rate.
 Penyesuaian suku bunga lain dengan acuan BI rate dan terancamnya profitabilitas perbankan menjadi tantangan tersendiri.
 BI perlu menjalankan Inflation Targeting Framework (ITF) secara konsisten agar transmisi kebijakan moneter berjalan efektif.
7-day Reverse Repo Rate sebagai suku bunga kebijakan moneter yang baru
Bank Indonesia mengumumkan perubahan kebijakan suku bunga acuannya pada hari Jumat lalu (15/02) dari BI Rate menjadi BI
7-day (Reverse) Repo Rate yang akan berlaku efektif sejak 19 Agustus 2016. Selama masa transisi, BI masih akan menggunakan
BI rate sebagai suku bunga acuan. Pada saat implementasi suku bunga kebijakan yang baru tersebut BI akan menjaga koridor
suku bunga yang simetris dan lebih sempit dengan deposit facility rate (DF rate) sebagai batas bawah dan lending facility rate
(LF rate) sebagai batas atas berada masing-masing 75 bps di bawah dan di atas BI 7-day (Reverse) Repo Rate.
Latar belakang
Sejak pertengahan 2010, suku bunga Pasar Uang Antar Bank 1 hari (PUAB O/N) yang merupakan refleksi dari kondisi pasar
uang bergerak lebih mendekati DF rate daripada BI rate. Hal ini menunjukkan bahwa transmisi kebijakan moneter BI tidak berjalan
seefektif sebelumnya atau kredibilitas BI rate semakin menurun. BI mensinyalir bahwa hal tersebut disebabkan oleh derasnya arus
modal asing yang masuk di pasar uang Indonesia yang terutama dipicu oleh kebijakan Quantitative Easing (QE) AS sejak krisis
keuangan global 2008-2009. Selain itu, pasar uang yang belum dalam terefleksi dari belum terbentuknya struktur bunga di PUAB
khususnya untuk tenor di atas 3 hingga 12 bulan juga menjadi faktor lain yang menyebabkan transmisi BI rate kurang efektif.
Karakteristik BI rate sendiri lebih mendekati suku bunga PUAB dengan tenor 12 bulan.
Tujuan yang diharapkan
Dikutip dari siaran pers BI, langkah penguatan kerangka operasi moneter ini memiliki tiga tujuan utama, yaitu penguatan sinyal
kebijakan moneter, peningkatan efektivitas transmisi kebijakan moneter dalam pergerakan suku bunga pasar uang dan suku bunga
perbankan, dan mendorong pendalaman pasar keuangan. Langkah-langkah yang ditempuh BI untuk pendalaman pasar uang
antara lain penguatan peran suku bunga Jakarta Interbank Offered Rate (JIBOR), percepatan transaksi repo melalui General
Master Repo Agreement (GMRA), dan pengurangan segmentasi di pasar uang.
Tantangan
BI menegaskan bahwa sikap (stance) kebijakan moneter mereka tidak berubah dengan tetap konsisten mengikuti ITF dan
pengelolaan stabilitas makro. Oleh karena itu, BI harus dapat mengomunikasikan hal ini dengan baik agar pelaku pasar dapat
merespon secara gradual. Koridor batas atas dan batas bawah yang akan dijaga secara simetris juga akan memiliki implikasi
bahwa batas atas yang saat ini berada pada level 7,25% akan diturunkan secara signifikan. Dengan likuiditas yang akan longgar
tersebut, terlihat bahwa stance kebijakan moneter BI kali ini akan lebih mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun, hal ini juga
dapat mengancam profitabilitas perbankan seiring turunnya suku bunga perbankan. Penyesuaian suku bunga-suku bunga yang
lain yang mengacu pada BI rate juga menjadi tantangan lainnya, seperti misalnya suku bunga DPK di atas 2M yang ditetapkan
oleh OJK sebesar maksimum 75 bps di atas BI rate atau saat ini sebesar 7,75%.
Agar suku bunga acuan yang baru efektif
Tidak ada yang salah dengan suku bunga kebijakan yang nontransaksional seperti BI rate, seperti halnya yang diterapkan oleh
Malaysia. Salah satu kunci agar kredibilitas suku bunga kebijakan tetap terjaga, seperti di Malaysia, adalah konsistensi dalam
menjaga koridor batas atas dan batas bawah. Penetapan sasaran lain kebijakan moneter, seperti misalnya stabilitas sistem
keuangan, terbukti telah mengurangi efektivitas suku bunga kebijakan dalam mempengaruhi pasar uang. Oleh karena itu, BI perlu
untuk menerapakn ITF secara konsisten sehingga transmisi kebijakan akan berjalan lebih efektif dan akselerasi pertumbuhan
ekonomi akan bisa tercapai.
Sumber: Bloomberg, CEIC, Reuters, Bank Mandiri
Laporan Ekonomi dan Keuangan Mingguan
4
ISU UTAMA 2: Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi dan Volume Perdagangan Global oleh IMF dan
Perkembangan Neraca Perdagangan Indonesia





Pertumbuhan ekonomi global termasuk Indonesia diperkirakan akan lebih rendah.
Peningkatan risiko ekonomi dan keuangan global menjadi sumber tekanan global.
Pertumbuhan volume perdagangan global diperkirakan akan lebih rendah.
Indonesia perlu mencermati perkembangan neraca perdagangan.
Bagi negara berkembang seperti Indonesia, membangun ketahanan terhadap guncangan ekonomi melalui reformasi struktural
adaah faktor penting untuk menghadapi tantangan-tantangan yang ada.
Pertumbuhan ekonomi global termasuk Indonesia diperkirakan akan lebih rendah
Dalam rilis World Economic Outlook (WEO) April 2016, IMF memperkirakan pertumbuhan ekonomi global 2016 sebesar 3,2%,
lebih rendah dari proyeksi Januari 2016 yang 3,4%. Sementara itu, ekonomi negara maju diperkirakan akan tumbuh 1,9% dan
negara berkembang tumbuh 4,1%. Proyeksi tersebut lebih rendah dari rilis WEO Januari 2016 yang sebesar 2,1% dan 4,3%.
Untuk Indonesia, proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2016 juga direvisi ke bawah menjadi 4,9% dari proyeksi Oktober 2015
yang sebesar 5,1%.
Peningkatan risiko ekonomi dan keuangan global menjadi sumber tekanan global
Penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi global didorong oleh meningkatnya beberapa risiko ekonomi dan keuangan global,
antara lain: (i) permintaan global yang relatif belum kuat sehingga inflasi global diperkirakan masih rendah; (ii) tren struktur
demografi di negara maju yang kurang menguntungkan dan pertumbuhan produktivitas yang rendah; (iii) peningkatan gejolak
keuangan global yang dapat berpengaruh pada aliran investasi di negara berkembang; (iv) rebalancing perekonomian Tiongkok
yang lebih tajam dari perkiraan, yang memberikan pengaruh melalui kanal perdagangan, harga komoditas, confidence, serta
pasar keuangan dan nilai tukar; (v) tren penurunan harga komoditas lebih dalam; dan (vi) guncangan yang berasal dari hal-hal
di luar ekonomi seperti kenaikan tensi geopolitik di beberapa negara dan epidemi global.
Pertumbuhan volume perdagangan global diperkirakan akan lebih rendah
Prospek volume perdagangan global pada tahun 2016 diperkirakan tumbuh sebesar 3,1%, lebih rendah dari proyeksi Januari
2016 yang sebesar 3,4%. Namun demikian, price deflator diperkirakan masih sebesar minus 4,7%, yang mengindikasikan
pelemahan harga barang dan jasa. Pelemahan prospek perdagangan global didorong oleh rebalancing ekonomi Tiongkok dan
berdampak negatif pada kondisi makroekonomi beberapa negara pengekspor komoditas. Di negara maju, baik volume ekspor
maupun impor tahun 2016 diperkirakan akan tumbuh lebih rendah dibandingkan tahun 2015, yakni masing-masing sebesar 2,5%
dan 3,4%. Sementara, untuk negara berkembang, volume ekspor dan impornya diperkirakan akan tumbuh lebih tinggi
dibandingkan tahun 2015, yakni masing-masing sebesar 3,8% dan 3,0%.
Indonesia perlu mencermati perkembangan neraca perdagangan
Bagi Indonesia, proyeksi volume ekspor dan impor negara berkembang tahun 2016 yang diperkirakan akan tumbuh lebih tinggi
dibandingkan tahun 2015 tampaknya masih perlu dicermati. Meskipun neraca perdagangan pada Maret 2016 mengalami surplus
sebesar USD0,49, namun secara kumulatif surplus neraca perdagangan Indonesia pada Q1-2016 hanya mencapai USD1,64
miliar, lebih rendah dari Q1-2015 yang mencapai USD2,31miliar. Total ekspor tercatat USD33,58 miliar, lebih rendah dari
realisasi Q1-2015 yang mencapai USD39,04miliar. Sejalan dengan itu, nilai Impor Indonesia pada Q1-2016 juga mengalami
penurunan dari USD 36,73 miliar menjadi USD 31,94 miliar. Data ini menunjukan bahwa kinerja pedagangan luar negeri Indonesia
yang melemah di tengah kondisi perekonomian global yang sedang melambat. Hal ini berpotensi memberikan tekanan pada
pertumbuhan ekonomi Indonesia di Kuartal I 2016.
Reformasi struktural menjadi kunci penting menghadapi tantangan dan guncangan ekonomi global.
Pemerintah perlu melanjutkan reformasi struktural untuk meningkatkan produktivitas. Bantalan fiskal (fiscal buffer) dapat digunakan
untuk membantu penyesuaian atas rendahnya harga komoditas, tetapi penting pula untuk merencanakan penyesuaian fiskal
dengan asumsi bahwa rendahnya harga komoditas akan berlangsung lama serta membuat model pertumbuhan yang
mengakomodasi asumsi tersebut.
Trade Vol. World
2017
3.1
2.4
1.6
6.9
7.3
4.7
4.8
Jan’15
3.7
3.3
1.4
6.3
6.5
5.3
n.a
Apr'15
3.8
3.1
1.6
6.3
7.5
5.3
5.5
2016
Oct'15
3.6
2.8
1.6
6.3
7.5
4.9
5.1
Jan'16
3.4
2.6
1.7
6.3
7.5
4.8
n.a
Apr'16
3.2
2.4
1.5
6.5
7.5
4.8
4.9
Jan'16
3.6
2.6
1.7
6
7.5
5.1
n.a
3.5
2.5
1.6
6.2
7.5
5.1
5.3
2.8
5.3
4.7
4.1
3.4
3.1
4.1
3.8
2.5
40%
Perkembangan Ekspor Impor
Apr'16
1.5
20%
0.5
0%
-0.5
-20%
-1.5
Neraca Perdangan (US$ miliar) - RHS
Pert Ekspor (% YoY)
Mar-16
Jan-16
Feb-16
Dec-15
Oct-15
Nov-15
Sep-15
Jul-15
Aug-15
Jun-15
Apr-15
May-15
Mar-15
Jan-15
Feb-15
Dec-14
Oct-14
Nov-14
Sep-14
Jul-14
Aug-14
Jun-14
Apr-14
May-14
Mar-14
-40%
Jan-14
GDP
World
US
Europe
China
India
ASEAN-5
Indonesia
2015
Feb-14
WEO IMF
-2.5
Pert Impor (% YoY)
Download