TI2013 02 p087-092 Interaksi Manusia dan Satwa dalam Place

advertisement
TEMU ILMIAH IPLBI 2013
Interaksi Manusia dan Satwa dalam “Place-Making”
Kasus: Perancangan Pasar Hewan Sukahaji Bandung
Yuqa Nurluthfi Septiani(1), Agus S. Ekomadyo(2)
(1)
(2)
Program Studi Sarjana Arsitektur, SAPPK, Institut Teknologi Bandung
Kelompok Keilmuan Perancangan Arsitektur, SAPPK, Institut Teknologi Bandung
Abstrak
Dalam sebuah pasar hewan, “place” tercipta bukan hanya akibat interaksi manusia dengan elemenelemen fisik, tetapi juga dengan satwa-satwa yang diperjualbelikan. Hubungan manusia dan satwa
peliharaan acapkali membentuk ikatan yang unik, dan ini mempengaruhi lingkungan fisik yang
terbentuk. Dengan mengambil kasus perancangan Pasar Hewan Sukahaji Bandung, tulisan ini
mengeksplorasi penciptaan tempat (place-making) berbasis interaksi antara manusia dan satwa. Di
sini place dapat dibentuk dengan beberapa cara, yaitu pengaturan sirkulasi dan pemintakatan
(zoning), penciptaan tengaran kota bertema satwa, penciptaan ruang temporal untuk festival satwa,
display satwa sebagai elemen visual, metafora satwa untuk rancangan bentuk bangunan, dan
perancangan fasilitas pengolah limbah satwa sebagai elemen estetika.
Kata kunci: interaksi manusia dan satwa, place-making, pasar hewan, Pasar Hewan Sukahaji Bandung
Pendahuluan
Dalam perancangan arsitektur, istilah “place”
digunakan untuk menjelaskan ruang-ruang yang
memberikan makna bagi manusia yang menggunakannya, yang tercipta karena relasi antara
manusia dengan elemen-elemen fisik ruang
tersebut. Dalam sebuah pasar hewan, keberadaan satwa peliharaan yang diperjualbelikan
juga berkontribusi dalam menciptakan place.
Hubungan manusia dan satwa peliharaan membentuk ikatan yang unik. Satwa peliharaan dapat membantu manusia memberikan peran
praktis dan psikologis berdasarkan kemampuan
unik satwa tersebut. Pada beberapa jenis satwa
mampu memberikan pendampingan, kasih sayang, dan perlindungan kepada manusia. Hubungan manusia dan satwa peliharaan telah
menjadi bagian dari sejarah kehidupan manusia.
Pasar hewan merupakan tempat bagi masyarakat untuk melakukan jual beli satwa, sekaligus
sebagai tempat kegiatan sosio-kultural yang
distimulasi oleh keberadaan satwa. Selayaknya
pasar tradisional, pasar hewan di Indonesia
memiliki karakter unik dan memiliki identitas
khas yang dibentuk oleh budaya masyarakatnya.
Kekhasan ini yang menjadikan pasar hewan
sebagai sebuah “place”.
Pasar Hewan Sukahaji Bandung
Pasar Sukahaji terletak di Jalan Pelajar Pejuang,
pada simpul jalan Lingkar Selatan, pintu masuk
kota Bandung, dan jalan keluar Tol Pasikoja
(gambar 1). Pasar Sukahaji saat ini merupakan
pasar yang menjual satwa peliharaan dengan
burung sebagai komoditas utama. Pasar ini
mempunyai beberapa karakter yang khas, yaitu:
1. Menjadi tempat manusia berinteraksi dengan
satwa yang dijual, khususnya burung.
2. Terdapat kegiatan sosio-kultural seperti
lomba satwa peliharaan atau kicau burung.
3. Pengunjung merupakan pembeli yang serius
karena rela bersusah payah dengan segala
ketidaknyamanan pasar untuk mendapatkan
satwa yang diminati.
4. Satwa yang disediakan lebih untuk kebutuhan hobi.
Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2013 | B - 87
Interaksi Manusia dan Satwa dalam “Place-making”. Kasus: Perancangan Pasar Hewan Sukahaji Bandung
5. Cakupan pasar luas, pengunjung pasar berasal dari dalam dan luar kota.
Humane Society of Silicon Valley di Milpitas,
Kalifornia
Kompleks ini merupakan Animal Care Facility di
atas tapak seluas 4,9 acre. Kompleks ini
dirancang dengan menyediakan ruang publik
yang merespon kebutuhan penyuka hewan serta
kenyamanan pengunjung dan satwa peliharaan.
Di sini, kegiatan perawatan hewan sengaja
ditampilkan sebagai sarana edukasi bagi
pengunjung (gambar 3).
Gambar 1. Lokasi Pasar Hewan Sukahaji (penulis)
Kajian Preseden
Pasar Satwa dan Tanaman Hias Yogyakarta
(PASTY)
Pasar ini merupakan pusat pengembangan pertanian perkotaan dan pasar burung di
Yogyakarta. PASTY menyediakan tempat interaksi antara pengunjung dan satwa dalam
suasana rekreatif dan interaktif, seperti adanya
area pertandingan burung atau elemen pembentuk ruang publik lainnya (gambar 2).
Gambar 2. PASTY (penulis)
B - 88 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2013
Gambar 3. Humane
(http://hssv.convio.net)
Society
of
Silicon
Implementasi
“Place-making”
Perancangan Pasar Hewan
Valley
dalam
Perancangan Pasar Hewan Sukahaji mempunyai
misi untuk menjadikannya sebagai pasar yang
mampu menarik pengunjung karena mempunyai
karakter yang unik dan memiliki makna untuk
dikenang. “Place-making” pada perancangan
Pasar Hewan Sukahaji dicapai melalui beberapa
cara, yaitu:
1. Pengaturan Sirkulasi dan Pemintakatan
Dalam perancangan pasar tradisional, isu
sirkulasi dan aksesibilitas merupakan hal yang
paling penting karena menyangkut efektifitas
dan kenyamanan penggunanya. Skenario sirkulasi diatur melalui pemintakatan berdasarkan
pengelompokan komoditas satwa. Untuk memudahkan pengunjung berorientasi, jalur sirkulasi
utama dirancang dengan menghubungkan aviari
di bagian utara dengan plaza/ boulevard dan
gerbang di bagian selatan.
Yuqa Nurluthfi Septiani
Gambar 4. Rencana Tapak (Septiani, 2013)
Permasalahan aksesibilitas dipecahkan dengan
berbagai strategi, seperti membuat bangunan
yang permeable, membagi area parkir, serta
memperbanyak akses masuk ke dalam tapak
bagi pedestrian. Lebar sirkulasi dibuat lebih
lebar, terutama pada kios burung agar dapat
menyediakan ruang untuk interaksi. Lebar jalur
sirkulasi dirancang untuk memperbanyak aliran
udara dan cahaya alami agar deretan kios
burung tidak terkesan pengap dan gelap.
Elemen ikonik ini berupa aviari yang diletakkan
pada ujung tapak untuk memberikan kesan
tengaran. Area aviari ini dipadukan dengan area
piknik dan kios-kios tanaman hias, sehingga
dapat berperan sebagai ruang terbuka hijau
publik.
Pada area yang menghadap jalan utama, diletakkan fasilitas kuliner untuk merespon potensi
ekonomi sekitar dan bentuk koridor kota, sekaligus menciptakan privasi dengan area satwa
(gambar 4).
2. Penciptaan Tengaran Kota Bertema Satwa
Tapak Pasar Hewan Sukahaji terletak pada
simpul dan gerbang kota, sehingga perlu adanya
penyediaan elemen arsitektur yang memberikan
kontribusi bagi identitias kota.
Gambar 5. Aviari (Septiani, 2013)
Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2013 | B - 89
Interaksi Manusia dan Satwa dalam “Place-making”. Kasus: Perancangan Pasar Hewan Sukahaji Bandung
3. Penciptaan Ruang Temporal untuk Festival
Satwa
Ruang temporal disediakan sebagai gathering
place dengan konsep “seen and to be seen”,
dan dilokasikan pada tiga tempat, yaitu :
c) Ruang-ruang antara di area kios burung,
yang dirancang sebagai tempat interaksi antara
penjual dan para penggemar burung untuk
saling bertukar informasi dan mempelajari
perilaku dan perawatan burung dan fasilitasnya
(gambar 8).
a) Plaza utama, yang ditempatkan di bagian
selatan, sebagai tempat orientasi pengunjung
sekaligus tempat kegiatan temporer seperti
pasar malam, pameran satwa, festival kuliner,
dll (gambar 6).
Gambar 8. Ruang di antara kios-kios
(Septiani, 2013)
burung
4. Display Satwa Sebagai Elemen Visual
Gambar 6. Plaza utama (Septiani, 2013)
b) Area pertandingan, yang diletakkan di
mezanin bangunan utama sebagai tempat
penyelenggaraan pertandingan burung dan yang
menjadi atraksi visual yang menarik (gambar 7).
Sebagai sebuah komoditas, display satwa bisa
menjadi elemen visual untuk menarik calon
pembeli, dan diterapkan pada:
a) Kios Burung
Ruang interaksi di antara kios burung berfungsi
menjadi area display burung yang atraktif dan
pembentuk suasana. Kegiatan membersihkan
sangkar, serta interaksi antar pembeli dan
pedagang juga bisa membangun suasana informatif dan edukatif mengenai burung (gambar
8).
b) Kios Ikan
Perancangan kios ikan dibuat terbuka agar
akuarium dapat langsung dilihat oleh pengunjung. Atraksi visual display ikan ini diperkuat
dengan pengolahan atap untuk mendapatkan
pencahayaan dan sirkulasi udara yang baik
(gambar 9).
Gambar 7. Tempat untuk perlombaan kicau burung
(Septiani, 2013)
B - 90 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2013
Yuqa Nurluthfi Septiani
5. Metafora Satwa dalam Rancangan Bentuk
Bangunan
Perancangan pasar tradisional terkait penciptaan
karakter lokal. Aspek lokalitas pada tampilan
fisik ditunjukkan dengan mengadaptasi elemen
arsitektur Sunda, yaitu atap julang ngapak
(burung mengepakkan sayap) dan atap badak
heuay (badak menguap). Keduanya merupakan
elemen arsitektur lokal yang menggunakan
satwa sebagai metafora (gambar 11).
Gambar 9. Kios ikan (Septiani, 2013)
c) Kios Anjing dan Kucing
Satwa anjing dan kucing merupakan komoditas
yang bersifat basah, sehingga perlu penanganan
khusus untuk memenuhi kualitas dan syarat
kesehatan satwa dan pengunjung. Kios anjing
dan kucing dirancang dengan memisahkan
display anjing dengan sirkulasi pengunjung.
Dengan demikian pertukaran dan sirkulasi udara
hewan akan terpisah dari manusia, dan hewan
yang dijual tidak akan tersentuh oleh pengunjung (gambar 10).
Gambar 11. Penerapan atap “Badak Heuay” dan
Julang Ngapak” (Septiani, 2013)
6. Perancangan Tempat Pengolahan Limbah
Satwa sebagai Elemen Estetika
Aktivitas pasar hewan menghasilkan limbah
sampah dan kotoran hewan, yang bisa diolah
agar memiliki nilai guna seperti kompos dan
pupuk kandang. Fasilitas pengolahan limbah
sampah dan kotoran satwa di Pasar Sukahaji
dirancang secara estetis agar menarik perhatian
pengunjung sekaligus sebagai sarana edukasi
pengelolaan lingkungan (gambar 12).
Gambar 10. Kios anjing dan kucing (Septiani, 2013)
Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2013 | B - 91
Interaksi Manusia dan Satwa dalam “Place-making”. Kasus: Perancangan Pasar Hewan Sukahaji Bandung
Ekomadyo, A.S., dan Hidayatsyah, S. (2012). Isu,
Tujuan, dan Kriteria Perancangan Pasar Tradisional.
Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2012. Bandung: IPLBI.
Rutledge, A.J. (1985). A Visual Approach to Park
Design. Canada.
Septiani, Y.N. (2013).
Revitalisasi Pasar Hewan
Sukahaji di Kota Bandung. Laporan Tugas Akhri.
Bandung: Program Studi Arsitektur ITB
http://plusmood.com/2009/06/ford-calumetenvironmental-center-studio-gang-architects/
http://www.daff.gov.au/animal-planthealth/welfare/nccaw/guidelines
Gambar 12. Rancangan tempat pengolahan sampah
dan kotoran satwa (Septiani, 2013)
Kesimpulan
Interaksi antara manusia dan satwa peliharaan
bisa menciptakan relasi yang unik. Perancangan
Pasar Hewan Sukahaji merespon fenomena
tersebut dengan menyediakan place sebagai
tempat interaksi antara manusia dan satwa
peliharaan. Tempat-tempat interaksi ini menjadi
wadah ramainya aktivitas ekonomi dan sosiokultural sebagai syarat hidupnya sebuah pasar
tradisional. Perlu adanya upaya-upaya kreatif
dan eksploratif untuk menciptakan “place” pada
pasar hewan, karena pengetahuan tentang
relasi manusia dan satwa kebanyakan didapatkan melalui pengalaman dan penelusuran di
lapangan.
Ucapan Terima Kasih
Terima kasih disampaikan kepada Pak Iwan Sudrajat,
atas masukannya dalam proses perancangan bangunan, terutama pengalamannya sebagai arsitek
yang juga penggemar dan pemerhati satwa peliharaan.
Daftar Pustaka
Basri, M. C., dkk. (2010). Rumah Ekonomi Rumah
Budaya:
Membaca
Kebijakan
Perdagangan
Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Burton, R. (2008). Animal Welfare Code of Practice.
Animals in Pet Shops. NSW : Depertement Primary
Industries.
Ekomadyo, A.S. (2012). Menelusuri Genius Loci Pasar
Tradisional sebagai Ruang Sosial Urban di
Nusantara. Prosiding Seminar Nasional Semesta
Arsitektur Nusantara (SAN) 1. Malang: Universitas
Brawijaya.
B - 92 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2013
Download