PENELITIAN AKSESIBILITAS HAK ATAS PENDIDIKAN fix2

advertisement
qwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwerty
uiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasd
fghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzx
cvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmq
AKSESBILITAS
HAK ATAS PENDIDIKAN
wertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyui
ALGHIFFARI AQSA, S.H.
opasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfg
hjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxc
vbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmq
wertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyui
opasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfg
hjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxc
vbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmq
wertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyui
opasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfg
hjklzxcvbnmrtyuiopasdfghjklzxcvbn
mqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwert
yuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopas
1/1/2009
DEPOK
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pada Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 Alinea ke-4
jelas dikatakan bahwa salah satu cita-cita kemerdekaan bangsa Indonesia adalah mencerdaskan
kehidupan bangsa yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Kemudian dalam 31 UUD NRI tahun 1945 ayat (1) dinyatakan bahwa pendidikan merupakan hak
setiap warga negara. Hal tersebut dapat diartikan bahwa hak atas pendidikan merupakan hak
dasar dan hak konstitusional setiap warga Negara dimana Negara bertanggungjawab
menyediakan hak dasar tersebut.
Selain diatur dalam konstitusi, hak atas pendidikan juga diatur dalam berbagai peraturan
perundang-undangan seperti dalam Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia dimana pada Pasal 12 disebutkan bahwa “Setiap orang berhak atas perlindungan bagi
pengembangan pribadinya, untuk memperoleh pendidikan, mencerdaskan dirinya, dan
meningkatkan kualitas hidupnya agar menjadi manusia yang beriman, bertaqwa, bertanggung
jawab, berakhlak mulia, bahagia, dan sejahtera sesuai dengan hak asasi manusia”. Serta dalam
Undang-Undang No. 11 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan Hak Ekonomi Sosial Budaya pada
Pasal 13 ayat (1) dikatakan bahwa negara mengakui hak setiap orang atas pendidikan.
Diaturnya hak atas pendidikan dalam konstitusi negara Indonesia dan berbagai peraturan
perundang-undangan dikarenakan pendidikan merupakan aspek penting dalam sebuah bangsa
dimana kemajuan sebuah bangsa sangat ditentukan oleh pendidikan warga negaranya, bahkan
kemerdekaan Indonesia terwujud setelah rakyat Indonesia diberi kesempatan untuk menikmati
pendidikan sehingga memiliki kesadaran untuk merdeka dan memiliki strategi dalam
memperjuangkan kemerdekaan. Pendidikan juga merupakan elemen yang memiliki beban yang
sangat berat karena berdasarkan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, fungsi pendidikan adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Jadi peradaban bangsa ditentukan oleh
pendidikan.
2
Kendati telah diatur dalam konstitusi dan peraturan perundang-undangan di bawahnya
dimana negara wajib menyediakan pendidikan bagi warga negaranya, saat ini masih banyak
terdapat warga negara yang tidak bisa menikmati pendidikan, tidak mampu membayar untuk
bisa menikmati pendidikan, berhenti sekolah/kuliah karena tidak mampu, menjadi miskin dan
terjerat hutang demi membiayai pendidikan, bahkan banyak pula yang bunuh diri karena frustasi
tidak sanggup membayar biaya pendidikan. Hal tersebut menimbulkan pertanyaan bagaimana
keseriusan pemerintah dan apa saja langkah yang telah dilakukan serta bagaimana fakta riil di
masyarakat mengenai hak atas pendidikan yang dapat diakses oleh seluruh warga negara sesuai
dengan UUD 1945, UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan UU No. 11 Tentang
Ratifikasi Kovenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya.
B. POKOK PERMASALAHAN
Adapun pokok permasalahan dari penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah Hak Atas Pendidikan diatur dalam instrumen hukum nasional dan
internasional.
2. Bagaimanakah kondisi riil dari pemenuhan hak atas pendidikan bagi seluruh warga
negara Indonesia.
3. Sejauh mana pendidikan mampu diakses secara ekonomi oleh warga negara Indonesia.
C. TUJUAN PENELITIAN
Dalam penelitian ini, penulis membagi tujuan penelitian menjadi dua, yaitu tujuan umum
dan tujuan khusus.
C.1. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum penelitian adalah memberikan sumbangsih pemikiran dalam
ranah hak asasi manusia, terutama dalam hak atas pendidikan.
C.2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah menjawab pokok permasalahan sebagai
berikut:
1. Bagaimanakah Hak Atas Pendidikan diatur dalam instrumen hukum nasional dan
internasional.
2. Bagaimanakah kondisi riil dari pemenuhan hak atas pendidikan bagi seluruh warga
negara Indonesia.
3. Sejauh mana pendidikan mampu diakses oleh warga negara Indonesia.
3
D. METODOLOGI PENELITIAN
Ada dua sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini, yaitu data primer dan data
sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dengan cara penelitian langsung ke lapangan
melalui penyebaran angket. Sedangkan data sekunder merupakan data yang didapat melalui
penelusuran literatur buku-buku, berita, laporan penelitian, regulasi dan kebijakan-kebijakan
yang terkait dengan hak atas pendidikan.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Penelitian Kepustakaan (Library Research)
Bertujuan untuk mendapatkan data sekunder melalui penelusuran literatur, peraturan
perundang-undangan, instrumen hukum internasional,
kebijakan pemerintah serta
informasi lain yang terkait.
2. Penelitian Lapangan (Field Research)
Bertujuan mendapatkan data sekunder melalui penyebaran angket yang berisikan 10
pertanyaan terkait hak atas pendidikan.
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif untuk
mengasilkan data deskriptif. Penelitian ini memfokuskan masalah pada bagaimana ketentuan
mengenai akses hak atas pendidikan dan implementasinya oleh pemerintah.
E. PELAKSANAAN PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan selama 3 hari pada tanggal 9-11 Juni 2009. Penelitian
dilaksanakan di Jakarta dan Depok, serta memanfaatkan situs jejaring di internet
(Facebook),sehingga mampu mendapatkan data dari berbagai wilayah seperti Jawa Barat,
Sumatera Barat dan juga daerah lain.
F. SISTEMATIKA PENULISAN
Peneliti membagi penulisan ke dalam empat bab, yaitu:
a. Bab I, yaitu bab pendahuluan yang akan menguraikan tentang latar belakang, pokok
permasalahan, tujuan penelitian, ruang lingkup penelitian, metodologi penelitian,
pelaksanaan penelitian, dan sistematika penulisan.
b. Bab II, yaitu bab mengenai hak atas pendidikan
c. Bab III, yaitu bab mengenai survei aksesbilitas hak atas pendidikan.
d. Bab IV, yaitu bab penutup yang akan menyimpulkan hasil penelitian dan mengajukan
rekomendasi yang relevan sesuai dengan permasalahan yang telah diuraikan.
4
BAB II
HAK ATAS PENDIDIKAN
A. AKSESBILITAS EKONOMI HAK ATAS PENDIDIKAN DALAM INSTRUMEN HUKUM
NASIONAL DAN INTERNASIONAL
Adapun instrumen Nasional terkait aksesibilitas ekonomi hak atas pendidikan antara lain
yaitu:
1. UUD 1945 hasil amandemen.
Hak atas pendidikan di atur dalam Pasal 31 yang menyatakan bahwa setiap warga
negara berhak mendapatkan pendidikan, setiap warga negara wajib mengikutipendidikan
dasar dan pemerintah wajib membiayainya, pemerintah mengusahakan satu sistem
pendidikan nasional dan memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua
puluh persen dari anggaran pendapatan negara dan belanja negara serta dari anggaran
pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan
nasional.
Diatur juga dalam Pasal 28 C ayat (1) yang berbunyi: “ Setiap orang berhak
mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat
pendidikan dan....”.
2. UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Dalam Pasal 12 disebutkan bahwa “Setiap orang berhak atas perlindungan bagi
pengembangan pribadinya, untuk memperoleh pendidikan, mencerdaskan dirinya, dan
meningkatkan kualitas hidupnya agar menjadi manusia yang beriman, bertaqwa,
bertanggung jawab, berakhlak mulia, bahagia, dan sejahtera sesuai dengan hak asasi
manusia”.
3. UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
4. UU No. 11 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan Internasional tentang Hak-Hak
Ekonomi Sosial dan Budaya.
Pasal 13 undang-undang menyatakan bahwa negara mengakui hak setiap orang atas
pendidikan dan merealisasikan dengan pemenuhan pendidikan dasar bagi semua orang
secara cuma-cuma, pendidikan lanjutan dan pendidikan tinggi cuma-cuma secara bertahap,
mendorong pendidikan dasar, mengembangkan sistem sekolah yang aktif, sistem beasiswa
yang memadai, kesejahteraan guru yang memadai dan kebebasan memilih sekolah dan
pendidikan agama.
5
5. UU No. 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan.
Sedangkan instrumen Internasional antara lain:
1. Deklarasi Universal HAM
Pasal 26 ayat (1): “Setiap orang berhak mendapatkan pendidikan. Pendidikan harus
gratis, setidak-tidaknya untuk tingkat sekolah rendah dan pendidikan dasar. Pendidikan
dasar harus diwajibkan. Pendidikan tehnik dan jurusan secara umum harus terbuka bagi
semua orang, dan pendidikan tinggi harus secara adil dapat diakses oleh semua orang,
berdasarkan kepantasan”.
2. Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya 1966;
Hak atas pendidikan (The Right to Education) merupakan salah satu dari 8 hak inti
yang diatur dalam Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya 1966.
Indonesia meratifikasi Kovenan ini pada tanggal 30 September 2005 menjadi negara pihak
yang terikat dengan seluruh substansi yang diatur dalam Kovenan tersebut.
3. Komentar Umum (General Comments) E/C.12/1999/10 tertanggal 8 Desember 1999
yang dikeluarkan PBB berjudul “implementation of the International Covenant on
Economic, Social and Cultural Rights”
B. PEMENUHAN HAK ATAS PENDIDIKAN
Dalam pleminary reportnya (1999) kepada Commission on Human Rights United
Nations, pelapor khusus hak atas pendidikan, Katarina Tomasevski, mengemukakan empat
ciri (features) yang essensial yang perlu diperhatikan baik untuk primary education
(pendidikan dasar), secondary education, maupun higher education. Dalam butir 6 General
Comment E/C.12/1999/10, 8 Desember 1999 empat ciri-ciri tersebut adalah:
a. Availability (ketersediaan)
Berbagai institusi dan program pendidikan harus tersedia dalam jumlah yang memadai,
seperti bangunan dan perlindungan fisik, fasilitas sanitasi untuk laki-laki dan perempuan,
air minum yang sehat, guru-guru yang terlatih dengan gaji kompetitif, materi-materi
pengajaran, serta tersedianya fasilitas-fasilitas perpustakaan, laboratorium komputer
dasn teknologi informasi.
b. Accessibility (dapat diakses)
Berbagai institusi dan program pendidikan harus dapat diakses oleh semua orang tanpa
diskriminasi. Aksestabilitas mempunyai tiga dimensi karakter umum, yakni:
6
a) Tanpa diskriminasi: pendidikan harus dapat diakses oleh semua orang, terutama
kelompok-kelompok yang paling rentan, secara hukum dan faktual, dan tanpa
diskriminasi terhadap kawasan yang dilarang dimanapun.
b) Aksesbilitas fisik: pendidikan harus secara fisik aman dan terjangkau
c) Aksesbilitas ekonomi; biaya pendidikan harus terjangkau oleh semua orang.
Dimensi aksesbilitas ini tunduk pada pasal 13 ayat (2) dalam kaitannya dengan
pendidikan dasar, menengah dan tinggi. Pendidikan dasar harus bebas biaya bagi
semua orang dan negara harus secara progresif memperkenalkan pendidikan
menengah dan tinggi yang bebas biaya.
c. Acceptability (dapat diterima)
d. Adaptability (kesesuaian)
Terkait akses ekonomi dan pembiayaan pendidikan, pembiayaan pendidikan tidak lepas
dari cara melihat pendidikan barang publik atau privat. Pendidikan sebagai barang publik
berarti pemenuhannya tanggung jawab negara. Sebaliknya, sebagai barang privat warga
barus membayar guna memperoleh pendidikan.
Terkait akses ekonomi dan pembiayaan pendidikan tersebut, Ketua Ikatan Sarjana
Pendidikan Indonesia (ISPI) Prof. Soediarjo berpendapat konstitusi menyatakan Indonesia
sebagai negara kesejahteraan. Pemerintah negara Indonesia dibentuk guna melindungi
segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia. Dalam negara kesejahteraan,
pendapatan negara untuk membiayai pendidikan, kesehatan, pertahanan negara,
admnistrasi, dan infrastruktur dasar. Adapun sektor lain adalah sebagai sumber pendapatan.
Semangat pendiri negara adalah meniru negara kesejahteraan di Eropa yang membiayai
seluruh kebutuhan pendidikan. Pendidikan dari tingkat dasar hingga tinggi dipandang
sebagai barang publik. (Kompas Kamis 12 Februari 2009 “Sektor Pendidikan Terabaikan,
Sektor Pendidikan Terabaikan”).
Melihat pendapat Prof. Soediardjo tersebut seharusnya konstitusi saja sudah cukup
untuk memberikan akses pendidikan bagi seluruh warga negara dari pendidikan dasar
sampai pendidikan tinggi tanpa harus meratifikasi Kovenan Internasional Hak Ekonomi Sosial
dan Budaya.
Jika melihat ketentuan Pasal
13 ayat (2) Kovenan Internasional Hak Ekonomi
Sosial dan Budaya, pendidikan dasar harus bebas biaya bagi semua orang dan negara harus
secara progresif memperkenalkan pendidikan menengah dan tinggi yang bebas biaya. Jadi
cita-cita besarnya adalah pendidikan gratis dari pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi.
7
Namun dalam implementasinya tidak ada satu pun kebijakan mengarah untuk
merealisasikan hal tersebut, bahkan mungkin tidak terfikirkan karena masih banyak orang
yang beranggapan bahwa pendidikan tinggi harus bayar (lihat hasil survei) bahkan
pemerintah dan DPR yang meratifikasi kovenan ini sekalipun.
C. KEBIJAKAN TERKAIT AKSESBILITAS EKONOMI HAK ATAS PENDIDIKAN
1. Anggaran Pendidikan 2009 Lebih dari 20% ABPN.
Berdasarkan Undang-Undang RI No. 41 Tahun 2008 tentang Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2009, Anggaran Pendidikan Melalui Belanja Pemerintah
Pusat adalah sekitar
89.5 triliun dan anggaran Pendidikan Melalui Transfer ke daerah
sekitar 117.8 triliun. Total sekitar 207, 4 triliun atau sudah mencukupi 20 % seperti yang
diamanahkan oleh konstitusi dari total 1030 triliun APBN Indonesia tahun 2009. Hal ini
merupakan suatu bentuk keberhasilan dari pemerintah SBY-JK dibandingkan pemerintah
sebelumnya walaupun komponen dari anggaran tersebut dapat diperdebatkan.
2. Bantuan Operasional Sekolah (BOS)
Adanya Bantuan Operasional Sekolah (BOS) sedikit membantu akses warga negara
terhadap pendidikan dasar, namun faktanya angka putus sekolah tingkat pendidikan dasar
masih tetap tinggi. Hal ini dikarenakan biaya pendidikan gratis untuk pendidikan dasar tidak
dijalankan dengan benar sampai tingkat sekolah. Selain itu BOS tersebut tidak mampu
membantu akses warga negara terhadap pendidikan menengah.
3. Otonomi atau Liberalisasi Pendidikan
Adanya otonomi atau liberalisasi pendidikan yang dilakukan oleh pemerintah
Indonesia dimulai dilakukan dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No. 61 tahun
1999 tentang Penetapan Perguruan Tinggi Negeri Sebagai Badan Hukum, UU No. 20 Tahun
2003 tentang Sisdiknas dan UU No. 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan. Dalam
UU Sisdiknas dan UU BHP pendanaan pendidikan formal yang diselenggarakan badan
hukum pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah, pemerintah daerah
dan masyarakat. Untuk pendidikan menengah pemerintah menanggung sedikitnya 1/3 biaya
operasional (Pasal 41 ayat (1) UU BHP), dan untuk pendidikan tinggi pemerintah paling
sedikit ½ biaya operasional pendidikan tinggi (Pasal 41 ayat (6) UU BHP). Artinya negara akan
lepas tanggungjawab jika telah menyediakan batas minimal biaya operasional tersebut dan
8
masyarakat tidak dapat menuntut lebih, kekurangan dana menjadi tanggungjawab badan
hukum pendidikan. Selain itu dana yang diberikan pemerintah diberikan dalam bentuk hibah
dimana badan hukum pendidikan diharuskan kompetetitif dalam mengajukan proposal
hibah (Pasal 41 ayat (10) UU BHP), jadi tidak semua badan hukum pendidikan mendapatkan
bantuan.
Jika ditinjau kebelakang, maka liberalisasi pendidikan berasal dari kesepakatan di
General Agreement on Trade in Services (GATS) dimana pendidikan dimasukkan sebagai
salah satu sektor jasa sehingga Indonesia harus menyesuaikan diri dengan kesepakatan
tersebut. Oleh karena itu dibentuklah UU Sisdiknas, UU Guru dan Dosen, dan UU BHP. UU
BHP juga muncul dengan adanya program Bank Dunia dengan nama Indonesia Managing
Higher Education for Relevance dan Efficiency (IMHERE), dimana Indonesia mendapatkan
pinjaman sebesar $50.000.000. Program tersebut bertujuan menjadikan pendidikan lebih
evisien tanpa adanya intervensi dari pemerintah dan salah satu kunci indikatornya adalah
adanya Badan Hukum Pendidikan. Jadi jelas bahwa tujuan dibentuknya UU BHP adalah untuk
melepaskan tanggungjawab Negara terhadap pendidikan atau meliberalisasikan pendidikan,
bukan bertujuan menjawab tantangan globalisasi.
Akibat dari kebijakan otonomi atau liberalisasi pendidikan tersebut adalah biaya
pendidikan akan semakin mahal dan warga negara semakin sulit untuk mendapatkan
pendidikan. Contoh konkrit dari adanya kebijakan otonomi dan liberalisasi tersebut adalah
mahalnya biaya pendidikan, misalnya di UI bisa mencapai 5 juta persemesester dengan uang
pangkal mencapai 200 juta rupiah. Selain itu seleksi masuk perguruan tinggi di UI
dilaksanakan dengan tujuan mencari keuntungan dengan melaksanakan berbagai tes seperti
Seleksi Masuk UI (SIMAK UI), Ujian Masuk Bersama (UMB), dan Seleksi Masuk Perguruan
Tinggi Negeri.
D. FAKTA PEMENUHAN HAK ATAS PENDIDIKAN
Berdasarkan data statistic Departemen Pendidikan Indonesia, pada tahun 2006 dari total
anak usia sekolah yang ada di Indonesia sebesar 84,353,000 anak, ada sebanyak 34,909,048 anak
usia sekolah (5-24 tahun) yang tidak bersekolah, dimana 35,78% diantaranya tidak bersekolah
karena alasan kurangnya biaya serta 23,56% harus bekerja baik untuk memenuhi biaya
pendidikannya agar tetap dapat bersekolah maupun dipekerjakan oleh orang tuanya untuk
menghidupi keluarganya. Drop out siswa SD meningkat sejak 2001-2006 dari 2,66 % - 3,17 %.
9
Menurut survei Nation Master.com, di Indonesia anak pendidikan dasar yang drop out pada
tahun 2008 adalah 245,614 per tahun. Indonesia menduduki peringkat 27 dari 126 negara dalam
hal drop out. Selain itu, berdasarkan data Unesco Institute for Statistic, pada tahun 2006 hanya
17 % usia pendidikan tinggi yang menikmati pendidikan tinggi dan hanya 60% usia sekolah
menengah yang menikmati sekolah menengah.
Berdasarkan data Kompas (Kompas Kamis 12 Februari 2009 “Pemilu: Sekolah Masih Menjadi
Masalah”), angka putus sekolah seluruh jenjang pendidikan di Indonesia empat tahun terakhir
masih di atas satu juta siswa pertahun. Dari jumlah itu, sebagian besar (80%) adalah mereka yang
masih duduk di jenjang pendidikan dasar (SD-SMP). Jumlah anak putus sekolah SD setiap tahun
rata-rata berjumlah 600.000 hingga 700.000 siswa. Sementara itu, jumlah mereka yang tidak
menyelesaikan sekolah di SMP sekitar 150.000 sampai 200.000 orang. Hal tersebut disebabkan
karena tidak mampu, lokasi sekolah yang jauh, hilangnya tulang punggung ekonomi keluarga,
serta pandangan penting atau tidaknya pendidikan. Berdasarkan survei Kompas tersebut, provinsi
dengan tingkat pendapatan rendah cenderung memiliki angka putus sekolah yang juga tinggi.
Papua Barat, Sulawesi Barat, Maluku, Gorontalo, dan Maluku Utara pada tahun 2007 termasuk
dalam lima provinsi yang memiliki nilai produk domestik regional bruto (PDRB) terendah di antara
28 provinsi yang lain.
Survei dan statistik diatas membuktikan bahwa faktanya pendidikan masih sulit diakses oleh
seluruh warga negara, terutama warga yang tidak mampu secara ekonomi.
10
BAB III
SURVEI AKSESBILITAS HAK ATAS PENDIDIKAN
A. TABULASI ANGKET MENGENAI AKSESBILITAS HAK ATAS PENDIDIKAN
Adapun angket ditujukan kepada 148 orang yang terdiri dari mahasiswa dan sarjana
berbagai kampus, baik negeri maupun swasta. Angket diberikan dengan cara dilakukan dengan
cara penyebaran langsung di wilayah Jakarta dan Depok, serta juga penyebaran melalui internet
(Facebook) sebanyak 75 buah dimana responden banyak berasal dari Jawa Barat, Sumatera Barat
dan juga berbagai daerah lain.
Adapun pertanyaan angket ini dimulai dari bagaimana kondisi pendidikan di Indonesia,
tingkat kepuasan terhadap pemerintah dalam hal pendidikan, sampai ke aksesibilitas ekonomi
hak atas pendidikan.
Berikut adalah hasil dari angket:
1. Menurut Anda bagaimanakah kondisi pendidikan Indonesia saat ini?
50.00%
45.00%
40.00%
35.00%
30.00%
25.00%
Sangat Buruk 1st
20.00%Qtr 14.86%
15.00%
10.00%
5.00%
0.00%
Buruk 43.91%
Biasa Saja 24.32%
Baik 16.21%
Sangat Baik
0.01%
1st Qtr
11
2. Apakah Anda puas dengan kinerja pemerintah dalam menciptakan pendidikan yang adil dan
mampu diakses oleh setiap orang?
Tidak Puas 58.10%
60.00%
Sangat Tidak Puas
16.21%
Cukup Puas
24.32%
40.00%
Sangat Tidak Puas
Tidak Puas
Cukup Puas
Sangat Puas
20.00%
Sangat Puas 0.01%
0.00%
3. Bagaimanakah biaya pendidikan di Indonesia saat ini?
Mahal 58.80%
Sangat Mahal
27.02%
60.00%
Sangat Mahal
Biasa Saja 12.60%
40.00%
Biasa Saja
20.00%
Murah 0.13%
Sangat murah 0,01%
0.00%
1st Qtr
Sangat murah
4. Menurut Anda apakah semua orang bisa kuliah/sekolah tanpa membedakan mampu atau
tidak mampu?
70.00%
Tidak 62.16%
60.00%
50.00%
40.00%
30.00%
20.00%
Ya 37.16%
Tidak Menjawab
0.01%
10.00%
Tidak Menjawab
0.00%
Ya
12
5. Apakah Anda pernah mengalami kesulitan dalam membayar uang sekolah/kuliah?
Tidak 50.57%
51.00%
50.00%
Ya 49.32%
49.00%
Tidak
Ya
48.00%
6. Apakah Anda punya teman/saudara/tetangga yang terpaksa tidak sekolah/kuliah atau
berhenti sekolah/kuliah karena tidak ada biaya?
Ya 88.51%
1
Tidak Menjawab
0.01%
Tidak 10.81%
Tidak Menjawab
0.5
Ya
0
7. Apakah Anda mengetahui bahwa pemerintah atau kampus/sekolah memiliki program
beasiswa ataupun keringanan biaya kuliah?
100.00%
50.00%
Ya 94.60%
Tidak
5.40%
Tidak
Ya
0.00%
13
8. Apakah Anda pernah berusaha untuk mendapatkan beasiswa tersebut?
80.00%
Ya 66.20%
Tidak 0.338
60.00%
40.00%
Tidak
20.00%
Ya
0.00%
9. Bagaimana proses mendapatkan beasiswa tersebut?
80%
60%
40%
Sulit 75%
Mudah
20.30%
Tidak
menjawab
4.70%
Tidak menjawab
20%
Sulit
0%
10. Melihat kondisi masyarakat Indonesia saat ini, apakah pendidikan dasar sampai perguruan
tinggi harus digratiskan?
Tidak Semua, PT Harus
Bayar 44.60%
60.00%
40.00%
Ya 52.02%
Tidak Semua, PT Harus Bayar
Tidak 3.38%
Tidak
20.00%
Ya
0.00%
14
B. ANALISA ANGKET
Berdasarkan hasil angket, maka dapat didapat data sebagai berikut:
1. Bahwa sebagian besar responden menganggap bahwa pendidikan Indonesia masih sangat
buruk dan sebagian besar responden sangat tidak puas dengan kinerja pemerintahan saat ini
dalam bidang pendidikan. Hal tersebut dibuktikan dengan data bahwa 43,91% responden
beranggapan bahwa pendidikan buruk dan 14, 86% beranggapan sangat buruk. Hanya
16,21% responden yang beranggapan bahwa pendidikan saat ini baik. Selain itu sebesar
58,1% responden tidak puas dengan kinerja pemerintahan, 16,21% bahkan sangat tidak
puas. Hanya 24,32% responden yang puas dengan kinerja pemerintahan dalam bidang
pendidikan. Hal ini menceriminkan kegagalan pemerintah dalam pemenuhan kewajibannya
untuk menyediakan pendidikan bagi warga negaranya.
2. Bahwa sebagian besar responden (85,82%) mengatakan bahwa pendidikan di Indonesia
mahal, 27,02% diantaranya beranggapan pendidikan di Indonesia sangat mahal. Hanya 3
orang dari 148 responden yang beranggapan pendidikan di Indonesia murah (0,2%) dan
hanya 12,16% yang beranggapan biasa saja. Hal ini membuktikan bahwa pendidikan di
Indonesia memang sangat mahal sehingga sangat sulit untuk diakses oleh warga negaranya.
3. Bahwa dengan melihat kondisi Indonesia pada saat ini, lebih dari separuh responden
(52,02%) berharap seluruh pendidikan di Indonesia dari sekolah dasar sampai perguruan
tinggi harus gratis, sedangkan yang mengatakan tidak semuanya gratis karena perguruan
tingggi harus bayar menjawab sebesar 44,6%, 5 orang responden (3,38%) beranggapan
bahwa semua tingkat pendidikan harus bayar. Harapan digratiskannya semua biaya
pendidikan tersebut dikarenakan tingkat perekonomian masyarakat Indonesia masih sangat
rendah.
4. Hampir separuh responden (49,2%) mengatakan pernah mengalami kesulitan dalam
membayar uang sekolah/kuliah, sedangkan 50,67% mengatakan tidak pernah. Sebagian
orang yang tingkat perekonomiannya cukup tinggi pun mengatakan pernah mengalami
kesulitan dalam membayar uang sekolah/kuliah. Hal ini membuktikan bahwa biaya
pendidikan sangatlah berat dan mempersulit keuangan keluarga.
5. Sebesar 88,51% orang memiliki teman/saudara/tetangga yang terpaksa tidak sekolah/kuliah
atau berhenti sekolah/kuliah karena tidak ada biaya, hanya 10,81% yang mengatakan tidak
memiliki. Hal ini membuktikan bahwa angka drop-out di Indonesia masih sangat tinggi dan
15
angka harapan sekolah masih rendah. Hal tersebut dikarenakan mahalnya biaya pendidikan.
Besarnya angka penelitian ini membuktikan bahwa pendidikan di Indonesia masih sulit
didapatkan oleh warga negaranya, pemerintah gagal menyediakan pendidikan yang mudah
diakses secara ekonomi oleh warga negaranya.
6. Sebagian besar orang mengetahui bahwa pemerintah atau kampus/sekolah memiliki
program beasiswa ataupun keringanan (94,6%). Sebesar 66,2% pernah berusaha
mendapatkan beasiswa tersebut dan 75% mengatakan bahwa proses mendapatkan
beasiswa tersebut sulit. Hal ini membuktikan bahwa orang-orang mengetahui adanya
beasiswa namun sulit mendapatkan beasiswa tersebut. Hal ini menggambarkan bahwa
program pendidikan yang mahal, namun ditopang oleh beasiswa untuk orang yang tidak
mampu merupakan program yang salah karena sulit diakses oleh sebagian besar orang. Hal
tersebut dapat berakibat orang yang tidak mampu tidak dapat sekolah/kuliah.
7. Sebagian besar orang beranggapan bahwa saat ini tidak semua orang dapat menikmati
pendidikan tanpa membedakan mampu atau tidak mampu (62,16%), sedangkan 37,16%
beranggapan bahwa saat ini semua orang bisa menikmati pendidikan tanpa membedakan
mampu atau tidak mampu. Hal tersebut dapat diartikan bahwa pendidikan saat ini masih
dikskriminatif, orang-orang yang bisa menikmati pendidikan adalah orang yang mampu saja.
16
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari penelitian di atas dapat diperoleh beberapa kesimpulan yang sekaligus menjawab
pokok permasalahan dari penelitian. Kesimpulan tersebut adalah:
1. Bahwa telah cukup banyak instrumen hukum nasional dan hukum internasional yang
benar-benar menjamin hak atas pendidikan, seperti dalam konstitusi, UU HAM, DUHAM, dan
juga UU N0. 11 Tahun 2005. Bahkan UU No. 11 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan
Internasional Mengenai Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya mengatur hak atas pendidikan
sangat progresif dari segi aksesibilitas karena negara diwajibkan menyediakan pendidikan
dasar sampai pendidikan tinggi secara cuma-cuma, walaupun disebutkan realisasi
pendidikan cuma-cuma untuk pendidikan tinggi dilaksanakan secara bertahap.
2. Bahwa kondisi riil dari pemenuhan hak atas pendidikan bagi seluruh warga negara
Indonesia masih jauh dari yang diharapkan. Hal ini dikarenakan banyaknya kebijakan
pemerintah yang justru menghambat akses seseorang atas pendidikan, seperti kebijakan
kampus Badan Hukum Milik Negara, UU Badan Hukum Pendidikan dan UU Sikdiknas yang
memberikan otonomi atau memprivatisasi bidang pendidikan sehingga penyelenggara
pendidikan punya kewenangan untuk menarik biaya operasional yang cukup besar dari
masyarakat dan memiliki ujian masuk yang mahal dan berlapis-lapis. Akibatnya orang tidak
mampu secara ekonomi sulit menikmati pendidikan. Anggaran pendidikan yang sudah
mencapai 207 Triliun atau 20% lebih dari APBN tidak sanggup memberikan akses yang
seluas-luasnya kepada warga negara untuk menikmati pendidikan.
3. Tingginya angka anak usia yang tidak bersekolah karena tidak mampu (60% dari
34,909,048 anak), tinggnya angka Drop out siswa SD sebesar 3,17 % pada 2006 dan 245,614
orang pada tahun 2008, rendahnya usia usia pendidikan tinggi yang menikmati pendidikan
tinggi (17 %), hanya 60% usia sekolah menengah yang menikmati sekolah menengah, serta
angka survei yang menunjukkan bahwa pendidikan di Indonesia sangat mahal (85%
responden), masih diskriminatif dalam hal ekonomi (62,16% responden), pernah mengalami
kesulitan dalam membayar uang kuliah/sekolah (49,2%responden) dan banyaknya
responden yang memiliki teman/saudara/tetangga yang drop-out ataupun tidak
melanjutkan kuliah karena tidak mempunyai biaya (88,51%) menunjukkan bahwa pendidikan
di Indonesia masih sulit diakses secara ekonomi oleh seluruh warga negaranya. Asas
17
aksesibilitas ekonomi dalam pemenuhan hak asasi manusia di bidang pendidikan tidak dapat
dipenuhi oleh pemerintah.
B. SARAN
Adapun saran atau rekomendasi dari penelitian ini adalah:
1. Pemerintah dan DPR lewat Perpu harus mengganti/mencabut Pasal dalam peraturan
perundang-undangan yang menutup akses warga negara untuk menikmati pendidikan
seperti Pasal pembiayaan dalam UU Sikdiknas dan UU BHP.
2. Pemerintah juga harus membatalkan segala perjanjian yang menutup akses
terhadap hak atas pendidikan, seperti GATS dan IMHERE. Selain itu hutang yang timbul
karena perjanjian tersebut haruslah dibatalkan atau tidak dibayar karena nyata-nyata telah
melanggar hak asasi manusia, yaitu hak atas pendidikan.
3. Pemerintah seharusnya memberikan pendidikan gratis dari pendidikan dasar sampai
pendidikan tinggi (secara bertahap) kepada seluruh warga negaranya. Adapun langkah yang
bisa dilakukan untuk pemenuhan tersebut bukan hanya semata meningkatkan anggaran
sampai 20% sesuai konstitusi melainkan melakukan reorganisasi institusi pendidikan dan
melakukan manajemen yang baik sehingga tercapai penyelenggaran pendidikan yang efektif
dan mampu diakses oleh seluruh warga negara.
4. Dalam hal rencana akan dilakukannya amandemen UUD 1945, perlu dicermati
bahwa semangat mulanya UUD 1945 adalah memberikan pendidikan yang mampu
mencerdaskan seluruh bangsanya sehingga berpatokan terhadap alokasi dana sebesar 20%
dari APBN adalah hal yang keliru. Demi membuka ruang dan aksesibilitas kepada seluruh
warga negara ketentuan minimal 20% harus dihapuskan, karena bisa menjadi exit strategy
bagi pemerintah untuk lepas dari tanggung jawab memberikan pendidikan gratis bagi
seluruh warga negara apabila anggaran yang dibutuhkan ternyata lebih dari 20%.
Seharusnya konstitusi menjamin bahwa pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi
dilaksanakan oleh pemerintah tanpa memungut biaya.
18
Daftar Pustaka:
Peraturan Perundang-Undangan:
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Undang-Undang No. 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak
Ekonomi, Sosial dan Budaya.
Undang-Undang RI No. 41 Tahun 2008 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun
Anggaran 2009
Undang-Undang No. 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (1948)
Buku:
Damanik Jayadi dkk. Perlindungan dan Pemenuhan Hak Atas Pendidikan. Cet. I. Jakarta: Komnasham,
2005.
Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan. Departemen Pendidikan
Nasional Republik Indonesia, 2006.
Nur Agustiar Syah. Perbandingan Sistem Pendidikan 15 Negara. Cet. I. Bandung: Lubuk Agung, Maret
2001.
Pusgerak BEM UI 2007, Pusgerak BEM UI 2008, Rachman Yustisia, Kautsar Riumas, Arlinkasari Fitri.
Kajian UU Badan Hukum Pendidikan. Pusgerak BEM UI tahun 2007
Rukmini Mimin dkk. Pengantar Memahami Hak Ekosob. Cet I. Jakarta: PATTIRO, Desember 2006.
Artikel:
Kompas Kamis 12 Februari 2009 “Sektor Pendidikan Terabaikan, Sektor Pendidikan Terabaikan”.
Kompas Kamis 12 Februari 2009 “Pemilu: Sekolah Masih Menjadi Masalah”.
19
Download