Upaya Mengembangkan Keterampilan Sosial Anak Berkebutuhan

advertisement
Upaya Mengembangkan Keterampilan Sosial Anak Berkebutuhan Khusus
di Sekolah (Studi Kasus di SD Citra Alam)
Nining Harnita & Dwi Amalia Chandra Sekar
Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial, FISIP, UI
E-mail: [email protected]
Abstrak
Skripsi ini membahas upaya mengembangkan keterampilan sosial anak berkebutuhan khusus di SD Citra Alam
yang merupakan sekolah alam yang bersifat inklusif serta faktor pendukung dan penghambat upaya
pengembangan tersebut. Upaya pengembangan keterampilan sosial dilakukan secara langsung oleh shadow
teacher dan guru (wali kelas). Pendekatan penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan jenis penelitian
deskriptif, serta berdesain studi kasus. Hasil penelitian menunjukan bahwa untuk mengembangkan keterampilan
sosial anak berkebutuhan khusus yang memiliki klasifikasi berbeda di sekolah, anak perlu diberikan tiga
komponen yang mendasari keterampilan sosial, yaitu: pengetahuan sosial (social knowledge), kecakapan
perbuatan (performance proficiency), dan evaluasi diri (self evaluation).
Kata kunci : Keterampilan Sosial, Anak Berkebutuhan Khusus, dan Sekolah
The Efforts to Develop Social Skill of Children with Special Need in the School (A Case
Study at Citra Alam Elementary School)
Abstract
This study is about the efforts to develop social skill of children with special need in Citra Alam Elementary
School (the inclusive natural school) and supporting and resisting factors which are related to this effort. This
effort is directly conducted by shadow teachers and teachers (class guardian). This research use qualitative
method and descriptive analyses, with a case study design. The research shows that to develop social skill of
children with special need in the school which have different classification, they need to be gave three basic
components of social skill, such as: social knowledge, performance proficiency, and self evaluation.
Keyword : Social Skill, Children with Special Need, and School
Pendahuluan
Anak sebagai generasi penerus bangsa merupakan sumber daya manusia yang sangat
penting dalam mencapai keberhasilan pembangunan. Masa kanak-kanak merupakan masa
yang paling penting dimana pendidikan yang diterimanya akan membentuk dan
mempengaruhi perkembangannya hingga ke masa yang akan datang. Dalam hal ini, tentu
penting untuk memperhatikan segala kebutuhan anak agar ia dapat menjadi sumber daya yang
nantinya dapat berkontribusi bagi pembangunan, salah satunya yaitu dengan memperhatikan
1 Upaya Mengembangkan..., Nining Harnita, FISIP UI, 2014
pendidikan bagi anak, Anak perlu diberikan pendidikan dasar yang merupakan gerbang utama
untuk melangkah menapaki masa depan yang cerah (Izzaty, 2009).
Kesempatan untuk mendapatkan pendidikan merupakan hak yang dimiliki secara penuh oleh
setiap warga negara untuk menjamin keberlangsungan hidupnya, termasuk pula bagi setiap
anak, termasuk anak berkebutuhan khusus. Negara telah mengatur hal tersebut dalam
Undang-Undang No.23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, yang menegaskan bahwa
pemerintah menghormati dan menjamin hak asasi setiap anak tanpa membedakan kondisi
fisik dan mental anak.
ABK, merupakan anak yang secara signifikan berbeda dalam beberapa dimensi yang
penting dari fungsi kemanusiaannya. Mereka secara fisik, psikologis, kognitif, atau sosial
terhambat dalam mencapai tujuan-tujuan atau kebutuhan dan potensinya secara maksimal,
meliputi mereka yang tuli, buta, mempunyai gangguan bicara, cacat tubuh, retardasi mental,
gangguan emosional. Juga anak-anak yang berbakat dengan intelegensi yang tinggi, dapat
dikatagorikan sebagai anak khusus atau luar biasa, karena memerlukan penanganan yang
terlatih dari tenaga profesional (Suran & Rizzo, 1979 dalam Mangunsong, 2009).
Hal utama yang dibutuhkan ABK adalah dapat diterima oleh lingkungannya sekalipun
dengan segala keterbatasan yang dimilikinya (Bethayana, 2007). Pada awalnya, ABK yang
mampu menerima kekurangan yang ada pada dirinya terlebih dulu, akan tumbuh pula
kepercayaan diri untuk mau menyatu dengan lingkungan sosialnya. Setelah lingkungan sosial
mampu menerima kehadirannya, maka akan terjadi hubungan dan interaksi sosial yang baik
pula (Hurlock, 1978). Hubungan dan interaksi sosial yang baik ini akan menjadi awal yang
baik bagi perkembangan sosial anak berkebutuhan khusus dengan lingkungan masyarakat di
sekitarnya. Guna mencapai hal tersebut, dibutuhkan suatu kemampuan atau kecakapan yang
disebut dengan keterampilan sosial.
Keterampilan sosial merupakan suatu perilaku yang mengarah atau kemampuan sosial
yang berdasarkan bagaimana implementasi seseorang dipandang cukup dalam bidang sosial
(Merrel & Gimpel, 1998). Pengertian lain dari keterampilan sosial yaitu kemampuan untuk
berinteraksi dengan orang lain melalui cara-cara yang dapat diterima secara sosial dan bernilai
serta membawa manfaat bagi diri sendiri, orang lain, maupun secara timbal balik (dalam
Cartledge & Milburn, 1995).
Apabila ABK memiliki keterampilan sosial yang baik, diharapkan dapat menjalankan
fungsi sosialnya sehingga dapat mengelola permasalahan sosial dengan baik, memenuhi
kebutuhannya dan dapat memaksimalkan kesempatan sosialnya, dan ini lah yang disebut
kondisi kesejahteraan sosial (Midgley dalam Adi, 1994).
2 Upaya Mengembangkan..., Nining Harnita, FISIP UI, 2014
Jika dikaitkan dengan tahap perkembangan sosial anak, anak pada masa usia sekolah
dasar merupakan masa dimana anak mulai menunjukkan peningkatan kepedulian terhadap
penerimaan teman sebaya (Green & Burleson, 2003). Keinginan yang cukup besar untuk bisa
diterima oleh teman sebaya dapat meningkatkan dorongan untuk menjalin pertemanan. Tahap
perkembangan sosial tersebut semakin memperkuat kebutuhan ABK usia sekolah dasar akan
keterampilan sosial. Hal ini didukung pula oleh kondisi bahwa keterampilan sosial yang baik
sulit tercapai bila individu mengalami hambatan yang bersifat psikis atau fisik (Mercer,
1997).
Salah satu ciri yang terlihat dari rendahnya keterampilan sosial yaitu anak tidak dapat
berteman ataupun mengalami penolakan dari teman sebayanya. Gottman (dalam Kim, 2003)
menjelaskan bahwa anak-anak yang mengalami penolakan dari teman sebayanya disebabkan
rendahnya keterampilan sosial yang ditandai dengan tingginya perilaku agresif, perilaku
memusuhi, bermain sendirian, tidak bersedia mengerjakan tugas, malu, cemas, takut, dan
distress emosional. Adanya keterbatasan yang dimiliki ABK kerap menunjukkan perilakuperilaku seperti yang disebutkan di atas yang dapat membuatnya tidak dapat berteman
ataupun mengalami penolakan dari teman sebayanya. ABK sangat perlu untuk dikembangkan
keterampilan sosialnya sesuai dengan kemampuan dan kebutuhannya agar anak tersebut dapat
memiliki keterampilan sosial yang lebih baik sehingga dapat lebih mampu berinteraksi
dengan orang lain, termasuk dengan teman sebayanya.
Selain dari keluarga, ABK membutuhkan bantuan dari lingkungan lainnya untuk
menumbuhkembangkan keterampilan sosialnya, yakni sekolah. Michael Rutter (dalam
Sigelman&Shaffer, 1995) mendefinisikan sekolah yang efektif sebagai sekolah yang
memajukan, meningkatkan, atau mengembangkan prestasi akademik, keterampilan sosial,
sopan santun, dan sikap positif terhadap belajar. Sehubungan dengan hal di atas, Eisler (dalam
Megawangi, 2005) mengungkapkan bahwa di abad 21 manusia akan menghadapi
permasalahan lingkungan hidup yang semakin tercemar, konflik dan peperangan, sehingga
sekolah-sekolah perlu mengajarkan kepada siswanya tentang keterampilan sosial seperti
kerjasama, saling menghormati, dan memahami permasalahan global agar tercipta manusia
yang seluruh dimensinya berkembang. Salah satu jalan untuk mengembangkan keterampilan
sosial ABK yaitu dengan memasukkan anak tersebut di sekolah inklusi. atu sekolah inklusi
yang ada di Jakarta yaitu sekolah alam. Sekolah alam merupakan sekolah alternatif yang
berorientasi holistic bahkan spiritual (Milojevic dalam Bussey, 2006).
Penelitian yang telah ditemukan terkait keterampilan sosial ABK yaitu penelitian yang
berjudul “Peningkatan Keterampilan Sosial melalui Program Pelatihan Sosial pada Anak Usia
3 Upaya Mengembangkan..., Nining Harnita, FISIP UI, 2014
Sekolah yang Mengalami Attention Deficit/HiperActivity Disorder (ADHD)” (Gemayuni,
2006). Hasil penelitian ini menunjukan bahwa peningkatan keterampilan sosial pada anak
yang mengalami ADHD pada usia sekolah (6-12 tahun) terjadi setelah mendapatkan program
pelatihan keterampilan sosial. Dalam hal ini terlihat bahwa anak yang mengalami ADHD
dengan perilaku inattention dan hiperaktivitas-impulsivitas yang menyebabkan mereka
mengalami kesulitan dan gangguan dalam interaksi sosialnya kemudian memiliki
keterampilan sosial yang lebih baik dalam kemampuan bertanya, mengikuti instruksi, dan
penyadaran akibat tindakannya terhadap orang lain.
Adapun penelitian ini akan menggambarkan berbagai hal yang telah dilakukan oleh
lingkungan sekolah dalam rangka membangun keterampilan sosial ABK di sekolah alam,
yakni di SD Citra Alam.
SD Citra Alam didirikan oleh sektor privat, yaitu Yayasan Citra Nurul Falah. Bentuk
pelayanan pendidikan yang diberikan berdasar pada aspek perkembangan anak dimana sistem
pembelajaran di SD Citra Alam ini tidak hanya berfokus pada aspek akademis namun pula
meliputi aspek akhlakul karimah (sikap hidup yang berakhlak mulia, logika berpikir yang
kritis, dan kepemimpinan (pengalaman bekerjasama dengan kelompok). SD Citra Alam
memiliki sistem pembelajaran yang gagasannya adalah back to nature, dalam arti
mengembalikan fitrah anak didik sesuai kapasitas kemampuan (tanpa pemaksaan untuk
mengunyah mata pelajaran yang diwajibkan) dan kembali akrab dengan alam lingkungan.
Pembelajaran di sekolah pun dilakukan di dalam dan di luar kelas (pembelajaran yang
mendekatkan diri pada alam, baik di dalam ataupun luar lingkungan sekolah). Dari aspekaspek yang dikembangkan tersebut, salah satu tujuan yang dimiliki sekolah yaitu melahirkan
siswa yang memiliki keterampilan sosial yang baik, termasuk bagi para ABK yang menjadi
peserta didik di sekolah ini.
SD ini merupakan satu-satunya sekolah alam yang berpredikat sebagai Sekolah Sobat
Bumi Champion (sekolah Adiwiyata Mandiri yang difasilitasi Pertamina Foundation. SD
Citra Alam membina 10 sekolah sobat bumi binaannya, yakni meliputi 9 SD dan 1 SMP di
wilayah Jakarta, dimana sebagai sekolah sobat bumi, salah satu program yang dibinakan
kepada mereka yaitu mengenai penerapan pilar karakter di sekolah dalam pembelajaran
kepada siswa-siswanya, yakni dimana dalam memberikan pembelajaran di sekolah, tidak
hanya aspek kognitif saja yang diajarkan, namun perlu pula memperhatikan aspek sosial
lainnya sebagaimana dengan yang dilakukan oleh SD Citra Alam kepada peserta didiknya
(Hasil Wawancara dengan Koordinator Sekolah Sobat Bumi SD Citra Alam, 2013).
4 Upaya Mengembangkan..., Nining Harnita, FISIP UI, 2014
Hal menarik di SD Citra Alam menyediakan guru pendamping/ shadow teacher.
Shadow teacher berperan membantu ABK dalam upaya pengembangan keterampilan
sosialnya di sekolah ini dengan pendekatan personal yang intensif serta membantu ABK agar
lebih mudah menyerap setiap pendidikan yang diberikan dan menyesuaikan diri di sekolah.
Berdasarkan hasil wawancara, terdapat 3 ABK yang dahulunya memiliki masalah
keterampilan sosial. Masing-masing dari ABK tersebut memiliki masalah keterampilan sosial
yang menunjukkan perilaku seperti ketidakmampuan serta tidak ingnnya berbaur dengan
teman lain, kurang peduli dengan arahan atau saat guru menerangkan di kelas, berperilaku
agresif, menangis dalam waktu cukup lama, terkadang melakukan kejahilan, serta tidak dapat
bekerjasama oleh teman dalam kelompok karena tidak dapat berfokus (tidak peduli/sibuk
sendiri, kerap berteriak atau tertawa tiba-tiba di kelas, atau terkadang melihat sesuatu yang tak
kasat mata dimana hal ini tidak dapat dilihat oleh orang lain). Masalah-masalah tersebut
menyebabkan terganggunya suasana ketenangan saat berlangsungnya kegiatan belajar
mengajar di kelas yang diberikan kepada semua siswa (baik siswa ABK maupun non ABK)
serta menyebabkan anak tersebut kurang dapat mendekatkan diri ataupun diterima oleh teman
sebayanya sehingga ABK kurang dapat menjalin hubungan pertemanan di sekolah.
SD Citra Alam telah melakukan upaya pengembangan keterampilan sosial diberikan
kepada seluruh ABK dengan klasifikasi yang berbeda-beda ini disesuaikan terhadap masalah
dan kebutuhannya masing-masing. SD Citra Alam memberi kesempatan pada ABK dapat
berinteraksi dan lebih bebas berada di alam sehingga siswa dapat mengeksplorasi proses
belajar yang diterimanya melalui pengalaman belajar yang mengunggah minat dan rasa ingin
tahunya terhadap alam. ABK tersebut dalam kasus ini yakni terdiri dari klasifikasi kebutuhan
khusus ketunarunguan, autis, serta indigo.
Di sekolah ini, anak penyandang tunarungu mengalami masalah, yakni kehilangan
atau kekurangan pendengarannya sehingga hambatan terbesar yang dialaminya yaitu dalam
hal berkomunikasi. Anak autis memiliki gangguan dalam bidang komunikasi, misalnya
perkembangan bahasa lambat, kerap meniru atau membeo, serta terkadang kata-kata yang
digunakan tidak sesuai artinya. Sedangkan anak indigo, terkadang kerap berpikir seperti orang
dewasa dan tidak seperti teman seusianya, kerap menyendiri, dan menunjukkan perilaku yang
terkadang tidak dapat dipahami oleh orang lain (kerap melihat atau berbincang dengan
sesuatu yang tidak dapat dilihat orang lain). Kondisi-kondisi tersebut merupakan hubungan
sebab akibat dari keterbatasan yang dimiliki ABK ini menimbulkan hambatan bagi mereka
saat berinteraksi di lingkungannya.
5 Upaya Mengembangkan..., Nining Harnita, FISIP UI, 2014
Berdasarkan hal-hal tersebut, maka hal yang difokuskan dalam penelitian ini
didasarkan pada beberapa pertanyaan, yaitu mengenai upaya mengembangkan keterampilan
sosial ABK yang dahulunya memiliki masalah keterampilan sosial yang dilakukan di sekolah
serta faktor pendukung dan penghambat upaya pengembangan keterampilan sosial tersebut.
Tinjauan Teoritis
Kesejahteraan Sosial dan Kesejahteraan Anak
Menurut UU No. 4 tahun 1979 dijelaskan dalam pasal 1 bahwa kesejahteraan anak
ialah suatu tata kehidupan dan penghidupan anak yang dapat menjamin pertumbuhan dan
perkembangannya dengan wajar, baik secara rohani, jasmani maupun sosial. Kemudian pada
pasal 2 disebutkan bahwa salah satu hak anak adalah anak berhak atas pelayanan untuk
mengembangkan kemampuan dan kehidupan sosialnya, sesuai dengan kebudayaan dan
kepribadian bangsa, untuk menjadi warga negara yang baik dan berguna.
Kesejahteraan anak merupakan aspek dari kesejahteraan sosial. Kesejahteraan sosial
menurut pasal 1 Undang-Undang RI No.11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial,
merupakan kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar
dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi
sosialnya. Dengan demikian, kesejahteraan anak merupakan suatu kondisi dimana
pertumbuhan dan segala aspek perkembangan anak baik fisik, emosi, dan sosialnya terjamin
dan terpenuhi dengan baik, dan hal ini merupakan tanggungjawab masyarakat. Apabila
pertumbuhan dan perkembangan anak belum terpenuhi dengan baik berarti anak tersebut
belum sejahtera.
Keberfungsian Sosial
Seseorang yang dapat menjalankan fungsi sosialnya dengan baik dapat mengelola
permasalahan sosial dengan baik, memenuhi kebutuhannya dan dapat memaksimalkan
kesempatan sosialnya, inilah yang disebut kondisi kesejahteraan sosial (Midgley, dalam Adi,
1994). Thackeray (1979) mengatakan bahwa keberfungsian sosial akan dipertinggi saat
individu secara mendasar merasa puas terhadap dirinya, peran-peran dalam hidupnya, dan
relasi/hubungannya dengan orang lain.
Menurut Adi (1994), fungsi sosial (sosial functioning) adalah kemampuan seseorang
untuk menjalankan perannya sesuai dengan tuntutan lingkungannya. Keberfungsian sosial
dipandang sebagai kemampuan melaksanakan tugas sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan,
melaksanakan peranan sosial, dan menjalin relasi dengan orang lain.
6 Upaya Mengembangkan..., Nining Harnita, FISIP UI, 2014
SD Citra Alam sebagai Sekolah Alam yang Bersifat Inklusif
Sekolah alam adalah sekolah alternatif yang berorientasi holistic bahkan spiritual
(Milojevic dalam Bussey, 2006). Menurut Perdana dan Wahyudi (2005), sekolah alam
merupakan sekolah dengan konsep pendidikan berbasis alam untuk membantu siswa tumbuh
menjadi pribadi yang tidak saja mampu memanfaatkan alam namun juga mencintai dan
belajar dari alam, serta menjadi pribadi yang berkaraker.
Melalui konsep sekolah alam, para siswa dapat berinteraksi dan mengeksplorasi alam
di sekitarnya. Dengan demikian, siswa merasa nyaman, senang, dan tidak merasa terbelenggu
karena dalam hal ini guru bukanlah satu-satunya narasumber. Selain itu, di sekolah alam,
pengelolaan pembelajaran juga dilakukan di luar kelas, hal ini merupakan model
pembelajaran untuk mencegah terjadinya kejenuhan dan kebosanan yang mengakibatkan
siswa menjadi tidak semangat untuk mengikuti mata pelajaran yang diselenggerakan didalam
kelas (Rusdiyanto, 2011). Pembelajaran di sekolah alam yang kerap memberikan pengalaman
di luar ruangan (outdoor) memberikan manfaat positif karena dapat mendorong anak menjadi
lebih bahagia, sehat, cerdas, dan mempersiapkan anak menjadi pecinta lingkungan (Louv
dalam Sachs & Vicenta, 2011).
Selain sebagai sekolah alam, SD Citra Alam juga merupakan sekolah inklusi. Menurut
Sebba (dalam Skidmore, 2004) sekolah inklusif adalah sekolah yang memberikan kesempatan
kepada anak berkebutuhan khusus belajar bersama-sama anak normal disertai dengan
pemberian layanan pendidikan yang sesuai dengan keadaan dan kebutuhannya. Stainback dan
Stainback (1990) mengemukakan bahwa sekolah inklusi adalah sekolah yang menampung
semua siswa di kelas yang sama. Baker (dalam Smith, 2006) mengungkapkan bahwa anak
berkebutuhan khusus yang berada di kelas regular memilki kemampuan akademis dan sosial
yang lebih baik bila dibandingkan dengan siswa yang sama berada di kelas non-inklusif.
Anak
Anak menurut UU RI No. 4 tahun 1979 adalah seseorang yang belum mencapai usia
21 tahun dan belum pernah menikah. Batas 21 tahun ditentukan karena berdasarkan
pertimbangan usaha kesejahteraan sosial, kematangan pribadi, dan kematangan mental
seorang anak dicapai pada usia tersebut.
Anak Usia Sekolah Dasar / Middle Childhood (6-12 tahun)
Anak yang termasuk dalam usia Sekolah Dasar (SD) yaitu anak dengan katagori
banyak mengalami perubahan yang sangat drastis baik mental maupun fisik. Usia anak SD
7 Upaya Mengembangkan..., Nining Harnita, FISIP UI, 2014
yang berkisar antara 6 – 12 (Santrock, 2007). Menurut Ericksonanak-anak usia sekolah dasar
atau biasa disebut juga dengan middle childhood berada di tahap industry versus inferiority.
Pada tahap ini anak-anak mulai belajar keterampilan keterampilan yang dibutuhkan/menjadi
tuntutan lingkungan atau sebaliknya, jika
tidak berhasil, mereka akan merasa inferior
(Papalia, Olds, & Feldman, 2009).
Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
Suran & Rizzo (dalam Magunsong, 2009: 3) menyatakan bahwa definisi dari ABK
adalah anak yang secara signifikan berbeda dalam beberapa dimensi yang penting dari fungsi
kemanusiannya. Mereka yang secara fisik, psikologi, kognitif, atau sosial terhambat dalam
mencapai tujuan-tujuan/kebutuhan dan potensinya secara maksimal, meliputi gangguan
bicara, cacat tubuh, retardasi mental, gangguan emosional, anak-anak berbakat dengan
intelegensi tinggi, dapat dikategorikan sebagai anak berkebutuhan khusus/luar biasa, karena
butuh pelayanan yang terlatih dari tenaga profesional.
Berdasarkan Kebijakan dan Program Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa dan
Pembinaan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar Dan Menengah Departemen
Pendidikan Nasional Pendidikan (2006), disebutkan jenis ABK yaitu: tunanetra, tunarungu,
tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, tunawicara, tunaganda, penderita HIV AIDS, gifted (dengan
potensi kecerdasan istimewa), talented (dengan
potensi bakat istimewa atau memiliki
multiple intellegences), kesulitan belajar, lambat belajar, autis, korban penyalahgunaan
narkoba, dan indigo (Mangunsong, 2009 : 26).
Keterampilan Sosial
Hargie memberikan pengertian keterampilan sosial sebagai kemampuan individu
untuk berkomunikasi efektif dengan orang lain baik secara verbal maupun nonverbal sesuai
dengan situasi dan kondisi yang ada pada saat itu, dimana keterampilan ini merupakan
perilaku yang dipelajari. Menurut Combs & Slaby, keterampilan sosial adalah kemampuan
berinteraksi dengan orang lain dalam konteks sosial dengan cara-cara yang khusus yang dapat
diterima secara sosial maupun nilai-nilai dan disaat yang sama berguna bagi dirinya dan orang
lain (dalam Cartledge & Milburn, 1995).
Keterampilan sosial yang rendah menurut Pellegrini dan Glickman (dalam Kim, 2003)
akan menjadi prediksi buruk bagi perkembangan anak di masa dewasa nanti, seperti memiliki
kepribadian antisosial, masalah sosial, kepribadian neurotic, atau masalah internalnya. Hasil
penelitian Darwish, dkk (dalam Kim, 2003) menemukan bahwa anak-anak yang memiliki
8 Upaya Mengembangkan..., Nining Harnita, FISIP UI, 2014
keterampilan sosial rendah ternyata memiliki kemampuan mengendalikan diri yang rendah
dan lebih banyak memiliki perilaku bermasalah.
Mengembangkan Keterampilan Sosial pada Anak Berkebutuhan Khusus
Menurut Cartledge dan Milburn (1995), dalam mengajarkan keterampilan sosial pada
anak perlu disesuaikan dengan karakteristik, kebutuhan, dan kondisi mereka. Mercer (1997)
menjelaskan bahwa individu yang mengalami hambatan yang bersifat fisik maupun psikis
memiliki 4 area keterampilan sosial yang perlu diajarkan, yaitu kemampuan berkomunikasi,
membina persahabatan, kemampuan dalam situasi yang sulit, dan kemampuan memecahkan
masalah
Komponen Dasar dalam Mengembangkan Keterampilan Sosial
Komponen-komponen yang mendasari kompetensi sosial meliputi: (1)Pengetahuan
tentang tujuan sosial dan strategi yang tepat untuk interaksi peer group, (2) Kemampuan
untuk menerjemahkan persepsi seseorang dan pengetahuan ke dalam perilaku terampil, dan
(3) Kemampuan untuk "membaca" situasi sosial dan isyarat-isyarat sosial secara akurat.
(Mize, dalam Cartledge&Milburn, 1995).
Berdasarkan hal di atas maka dalam melatih mengembangkan keterampilan sosial dibutuhkan
3 komponen yang merupakan bagian dari kompetensi sosial, yaitu:
1. Pengetahuan sosial (sosial knowledge)
2. Kecakapan perbuatan (performance proficiency)
3. Monitoring dan evaluasi diri (self evaluation)
Pengetahuan sosial (Social knowledge/Social concepts)
Mize berkata bahwa :
Anak-anak yang memiliki sedikit pengetahuan mengenai tujuan sosial yang diterima secara
budaya dan strategi berperilaku yang berisiko dengan cara yang dianggap tidak sesuai oleh
teman sebaya…ia kemungkinan akan mengalami penolakan dari teman-temannya (Mize Mize
dalam Cartledge&Milburn, 1995).
Untuk dapat memberikan pemahaman kepada anak terkait pengetahuan sosial (sosial
knowledge/social concepts) perlu dilakukan beberapa hal, seperti pendapat Ladd dan Mize
(1983) yaitu mengajar ide-ide baru kepada anak-anak tentang perilaku sosial yang diambil
dari pedoman yang diusulkan oleh Ladd dan Mize (1983a): “membangun maksud (atau
keinginan) untuk belajar konsep, mendefinisikan konsep atau keterampilan, menyediakan
contoh, memberikan kesempatan anak untuk mengingat dan berlatih konsep keterampilan,
9 Upaya Mengembangkan..., Nining Harnita, FISIP UI, 2014
dan membantu anak memperbaiki konsep dengan memikirkan situasi lain di mana
keterampilan tersebut dapat digunakan.”(Mize dalam Cartledge&Milburn, 1995).
Dalam memberikan contoh perilaku yang bertujuan untuk memberikan pemahaman
pengetahuan sosial, dapat ditampilkan melalui (Cartledge&Milburn, 1995) yaitu melalui
model hidup, puppet, bermain peran, model direkam (video/film), model melalui buku, dan
model teman sebaya.
Kecakapan Perbuatan (Performance Proficiency)
Menurut Mize pengetahuan tentang strategi yang tepat harus diterjemahkan ke dalam
kinerja perilaku terampil. Dalam pelatihan keterampilan sosial, anak-anak membutuhkan
kesempatan untuk mempraktikkan strategi baru sampai mereka dapat melakukan dengan
ketenangan dan keyakinan (dalam Cartledge&Milburn, 1995: 244).
Cartledge dan Milburn menjelaskan lebih rinci kegiatan yang bisa dijadikan untuk
meningkatkan keterampilan sosial saat proses latihan, yakni:
Permainan adalah sarana untuk meningkatkan kegiatan keterampilan sosial… Permainan bisa
menjadi kendaraan untuk mengajar keterampilan seperti bergiliran, berbagi bahan, menjadi
pemenang yang baik atau pihak yang mengakui kekalahan, kerja sama tim, kerjasama,
perhatian terhadap detail, mengikuti aturan, pengendalian diri, dan berbagai keterampilan
pemecahan masalah.(Cartledge&Milburn, 1995).
Monitoring and Evaluasi Diri (Self Evaluation)
Mize dalam Cartledge dan Milburn (1995) menjelaskan bahwa pemantauan dan
evaluasi diri menggambarkan kecenderungan untuk menghadiri kontekstual yang penting dan
sinyal interpersonal dan menafsirkannya secara realistis dan konstruktif. Tiga aspek dari
monitoring interaksi sosial, yaitu: menghadiri isyarat sosial dan kontekstual, mengamati
reaksi orang lain terhadap perilaku seseorang, dan menafsirkan perilaku lainnya secara tidak
berat sebelah, cara konstruktif (Mize dalam Cartledge&Milburn, 1995). Evaluasi diri
merupakan sistem yang dirancang untuk memungkinkan anak mengevaluasi dirinya sendiri.
Evaluasi diri adalah aspek lain dari fase bermain peran diskusi / evaluasi. Ini dapat diberikan
dengan membimbing anak melalui urutan pertanyaan (Cartledge dan Milburn, 1995).
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan desain penelitian studi kasus
yang dalam hal ini meneliti upaya pengembangan keterampilan sosial ABK. Jenis penelitian
yang digunakan dalam penelitian ini yaitu penelitian deskriptif yang bertujuan memberikan
gambaran dengan menggunakan kata-kata dan angka serta menyajikan profil (persoalan),
10 Upaya Mengembangkan..., Nining Harnita, FISIP UI, 2014
klasifikasi jenis, atau garis besar tahapan guna menjawab pertanyaan seperti siapa, kapan,
dimana, dan bagaimana (Neuman, 2013 : 44).
Informan berasal dari SD Citra Alam, dimana informan merupakan ABK dan pihakpihak yang terlibat dalam upaya pengembangan keterampilan sosial ABK yang dahulunya
memiliki masalah keterampilan sosial di sekolah. Sehingga, teknik pemilihan informan yang
digunakan adalah purposive sampling. Informan utama dalam penelitian ini yaitu ABK,
shadow teacher, dan guru (wali kelas). Sedangkan informan tambahan meliputi Kepala
Sekolah, Kepala Departemen Inklusi, dan Psikolog SD Citra Alam. Teknik pengumpulan data
dalam penelitian ini yaitu meliputi studi literatur, wawancara mendalam, dan observasi.
Sedangkan teknik analisa data meliputi kegiatan mengorganisasikan data, pengelolaan data,
verifikasi dan penafsiran data, serta pengambilan kesimpulan.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Adanya masalah keterampilan sosial yang dimiliki ABK (FA sebagai anak tunarungu,
AR sebagai anak indigo, dan DR sebagai anak autis), baik disebabkan karena faktor internal,
eksternal, ataupun keduanya, dapat menyebabkan keberfungsian sosialnya terganggu sehingga
tidak dapat memenuhi kebutuhan dan mengembangkan dirinya sehingga mempengaruhi
kesejahteraan anak tersebut. Untuk menangani hal tersebut, dilakukan usaha kesejahteraan
sosial melalui pemberian pendidikan di sekolah alam yang bersifat inklusif serta memiliki
sistem pembelajaran yang khas (sistem pembelajaran yang memiliki gagasan back to nature)
yang didalamnya memberikan upaya pengembangan keterampilan sosial di sekolah.
Pengembangan keterampilan sosial tersebut dilakukan melalui peningkatan pada aspek
pengetahuan sosial, kecakapan perbuatan, serta kemampuan evaluasi diri ABK.
Upaya pengembangan keterampilan sosial FA, AR, dan DR di SD Citra Alam ini
dilakukan dengan memperhatikan keterbatasan, kemampuan, dan kebutuhan yang dimiliki
masing-masing anak tersebut.
Pengembangan keterampilan sosial dilakukan melalui pengembangan pengetahuan
sosial, pengembangan kecakapan perbuatan, serta pengembangan evaluasi diri anak. Upaya
ini dilakukan secara langsung oleh para shadow teacher masing-masing ABK (S sebagai
shadower FA, H sebagai shadower AR, dan SR sebagai shadower DR) dan guru/wali kelas
yang mengajar FA, AR, dan DR dalam aktivitas pembelajaran sehari-hari. Adapun pihak yang
mngembangkan keterampilan sosial ABK secara tidak langsung yaitu Kepala Sekolah,
Psikolog, dan Kepala Departemen Inklusi dimana dalam hal ini Kepala Departemen Inklusi
juga berperan sebagai Koordinator shadow teacher. Upaya yang diberikan secara tidak
11 Upaya Mengembangkan..., Nining Harnita, FISIP UI, 2014
langsung tersebut dilakukan melalui pemberian pengarahan atau bantuan pemikiran solutif
(Kepala Departemen Inklusi memberi arahan terhadap shadow teacher dan guru dalam
melakukan upayanya mengembangkan keterampilan sosial ABK di sekolah).
Upaya pengembangan keterampilan sosial dilakukan dengan mengacu pada Program
Pendidikan Individu / Individual Education Program (IEP). Keterampilan sosial merupakan
salah satu kemmapuan yang dikembangkan yang tercantum di dalam IEP tersebut.
Pengembangan Keterampilan Sosial Pada Aspek Pengetahuan Sosial (Social Knowledge)
Dalam mengembangkan pengetahuan sosial, FA, DR, dan AR diberikan pemahaman
dan pengarahan yang membuat mereka paham akan konsep-konsep dari keterampilan sosial
serta tujuan sosial mengenai mengapa mereka penting untuk berinteraksi dan menjalin
hubungan pertemanan di sekolahnya. Pengetahuan sosial yang diberikan dari para shadow
teacher (S, SR, dan H) kepada FA, DR, dan H dilakukan dengan mengacu pada IEP.
Pengetahuan sosial ini dapat diberikan pada saat anak berada di dalam kelas, pada saat kelas
remedial ataupun pada saat FA, AR, dan DR melaksanakan pull out (keluar kelas untuk
diberikan bimbingan).
Berdasrkan IEP, kemampuan ABK yang dikembangkan yaitu meliputi kemampuan
bahasa ekspresif (Kemampuan bahasa dalam berinteraksi dengan orang lain), bahasa reseptif
(kemampuan pemahaman atas bahasa, kemampuan ini lebih bersifat kognitif, biasanya
dikaitkan dengan pemahaman bahasa dalam pelajaran), motorik halus (kemampuan motorik
halus, seperti memegang, menulis, dan sebagainya), afeksi (emosi) (kemampuan anak dalam
mengekspresikan ataupun mengendalikan emosinya), sosialisasi dan komunikasi (kemampuan
anak dalam melakukan interaksi terhadap orang lain), minat khusus (kemampuan anak yang
sesuai dengan minat atau bakatnya, seperti menggambar, membuat kerajinan tangan,
berolahraga, melukis, atau sejenisnya), kognisi (akademik) (kemampuan kognitif anak dalam
penguasaannya terhadap mata pelajaran seperti Matematika, Sains, Bahasa Indonesia, Seni
Budaya, Sosial, Pendidikan Agama Islam, Kewarganegaraan, Bahasa Inggris, Pendidikan
Lingkungan Hidup, Outbond, dan Komputer). Dari beberapa kemampuan tersebut,
kemampuan yang terkait dengan keterampilan sosial ABK di SD Citra Alam dikembangkan
melalui kemampuan bahasa ekspresif, afeksi (emosi), serta sosialisasi dan komunikasi.
Keterampilan sosial yang dikembangkan dalam aspek pengetahuan sosial dalam kemampuankemampuan tersebut yaitu dilakukan dengan cara berikut:
Kemampuan bahasa ekspresif
Informan FA
12 Upaya Mengembangkan..., Nining Harnita, FISIP UI, 2014
•
•
•
•
•
Diarahkan agar mampu menjawab pertanyaan terkait data diri yang lebih luas (tanggal
lahir, nama teman, dan guru).
Diarahkan agar mampu menjawab pertanyaan apa dan siapa secara konsisten.
Diberikan penjelasan agar mampu menyampaikan pesan sederhana
Informan AR
Diberikan pemahaman agar mampu berkomunikasi dua arah kepada teman dan guru.
Diberikan arahan agar mengetahui bagaimana berbahasa yang baik saat berkomunikasi
dengan orang lain.
Informan DR
•
Diarahkan agar mampu menjawab pertanyaan mengenai informasi diri yang lebih luas
(seperti nama guru, alamat rumah, nama saudara, dan nomor telepon).
•
Diajarkan untuk menyusun beberapa kata dalam suatu kalimat dan menyampaikannya
secara langsung ke orang lain tanpa perlu selalu dicontohkan terlebih dahulu.
Kemampuan afeksi (emosi)
Informan FA
•
Dijelaskan agar mampu berpartisipasi dalam tugas kelompok di kelas.
•
Diarahkan dan diberikan pemahaman agar mampu mengontrol emosi ketika
kemauannya tidak dituruti.
•
Dijelaskan untuk mengendalikan diri di kelas (fokus memperhatikan pelajaran
setidaknya selama 5 menit.
Informan AR
•
Diberikan pemahaman untuk dapat duduk dengan tenang di kelas pada setiap mata
pelajaran berlangsung (semua mata pelajaran di kelas).
•
Dijelaskan untuk dapat mengontrol emosi agar tidak marah-marah sendiri atau tidak
mudah marah karena hal kecil.
Informan DR
•
Diarahkan agar mampu berpartisipasi dalam tugas kelompok di kelas secara konsisten.
•
Dijelaskan mengenai alasan agar dapat mengendalikan diri untuk dapat fokus dalam
belajar setidaknya selama 5 menit dan mengurangi kebiasaan yang kerap tertawa atau
teriak tiba-tiba.
Kemampuan Sosialisasi dan komunikasi
Informan FA
•
Diajarkan agar mampu mengucap terimakasih secara konsisten.
•
Dijelaskan agar mampu dan mau bertanya lebih dahulu kepada teman
13 Upaya Mengembangkan..., Nining Harnita, FISIP UI, 2014
•
Dijelaskan dan diberitau agar mau berinteraksi dengan teman dengan mengeluarkan
kata yang lebih jelas dalam pengucapannya.
Informan AR
Dijelaskan agar mampu menjaga kontak mata saat berbicara dengan lawan bicara
•
Diberi pemahaman agar tidak menunjukkan ekspresi sinis atau cemberut saat
•
berinteraksi dengan teman atau guru.
•
Dijelaskan agar selalu mampu memberi salam kepada guru dan shadow teacher
•
Dijelaskan agar mampu berinteraksi dengan teman di dalam maupun di luar kelas.
•
•
Diberi pemahaman agar dapat lebih mudah memaafkan dan meminta maaf Informan
Informan DR
Diarahkan agar dapat selalu mengucap terimakasih secara konsisten.
•
Diajarkan agar mampu menjaga kontak mata saat bicara dengan lawan bicara.
•
Diberi penjelasan agar selalu mengucap kata tolong saat ingin meminta bantuan
Pengetahuan sosial yang dilakukan oleh guru (wali kelas) terhadap ABK yaitu
penjelasan dan penanaman konsep mengenai saling menghargai teman, menyayangi teman,
tolong menolong pada teman, serta kemampuan untuk berinteraksi dengan teman atau guru.
Upaya pemberian pengetahuan sosial tersebut dilakukan melalui upaya:
• Melalui penjelasan dengan bahasa sederhana mengenai pentingnya melakukan
perilaku saling menghargai teman, saling menyayangi, dan saling menolong.
•
Pemberian masukan terkait perbaikan keterampilan sosial melalui kegiatan refleksi
pagi di kelas.
•
Berbicara secara langsung kepada ABK dalam menyampaikan arahan agar
keterampilan sosialnya lebih baik.
Adapun hal yang sama-sama dilakukan (oleh shadow teacher maupun wali kelas yaitu
dalam mengembangkan keterampilan sosial ABK dalam aspek pengetahuan sosial, yakni
melakukan pemberian contoh melalui model hidup (guru dan shadow teacher) dan teman
sebaya mengenai kemampuan terkait keterampilan sosial yang baik.
Pengembangan Keterampilan Sosial Pada Aspek Kecakapan Perbuatan
Salah satu kompetensi lain selanjutnya yaitu kecakapan perbuatan (performance
proficiency). Merujuk pada pendapat Mize (dalam Cartledge dan Milburn, 1995),
pengetahuan tentang strategi yang tepat harus diterjemahkan ke dalam kinerja perilaku
terampil (melakukan atau praktik langsung). Dengan diberikan kesempatan untuk
mempraktikkan pengetahuan sosialnya melalui perbuatan langsung di lingkungannya, baik
menyangkut kemampuan untuk berbaur dengan teman-temannya atau lain sebagainya, hal ini
14 Upaya Mengembangkan..., Nining Harnita, FISIP UI, 2014
dapat membuat anak lebih memahami atas keterampilan sosial yang diajarkan karena
langsung melakukan penerapan dengan praktik nyata.
Dalam mengembangkan kecakapan perbuatan dalam kemampuan bahasa ekspresif,
afeksi (emosi), serta sosialisasi dan komunikasi ABK dilakukan oleh shadow teacher melalui:
Informan FA
•
Praktik langsung untuk berbaur dengan teman untuk dapat melakukan interaksi secara
langsung kepada temannya.
•
Melalui bermain bersama teman.
Informan AR
•
Terlibat dalam diskusi kelompok di kelas agar dapat berinteraksi dengan teman dan
bekerjasama menyelesaikan tugas
•
Melalui berinteraksi dengan temannya secara langsung agar dapat mencontoh dan
belajar secara langsung bagaimana melakukan interaksi dari temannya.
Informan DR
•
Melaui praktik langsung untuk berbaur dengan teman untuk dapat melakukan interaksi
secara langsung kepada temannya
•
Melalui bermain bersama teman.
•
Terlibat dalam diskusi kelompok di kelas agar dapat berinteraksi dengan teman
kelompok dan bekerjasama menyelesaikan tugas.
•
Berinteraksi dengan teman agar dapat mencontoh serta belajar secara langsung
bagaimana melakukan interaksi dengan temannya.
Kecakapan perbuatan yang dikembangkan oleh guru dilakukan melalui hal berikut:
•
Melalui bermain bersama teman dan mengikuti permainan outbound .
•
Melalui praktik langsung dalam mengikuti Diskusi Kelompok.
•
Terlibat dalam acara publik (Program Pendukung Pembelajaran di SD Citra Alam
(seperti Performance Akhir Tahun / PAT dan Peak Activity).
•
Melakukan kegiatan makan siang bersama dengan saling berbagi makanan.
Berdasarkan hasil temuan lapangan, para shadow teacher (S, H, dan SR) serta guru (IS
dan NR) untuk meningkatkan kecakapan perbuatan anak kerap mengarahkan FA, AR, dan DR
untuk bermain bersama temannya. Bermain dimanfaatkan sebagai sarana bagi FA, AR, dan
DR untuk melatihkan konsep-konsep sosial yang telah diajarkan pada mereka, dimana
tujuannya yaitu merujuk pada pengembangan kecakapan perbuatan anak berkebutuhan khusus
agar lebih dapat menjalin pertemanan yang lebih baik di sekolah. Berdasarkan pada pendapat
15 Upaya Mengembangkan..., Nining Harnita, FISIP UI, 2014
Cartledge dan Milburn (1995), dijelaskan bahwa dalam bermain atau permainan dapat
digunakan sebagai sarana latihan untuk meningkatkan keterampilan sosial.
Adapun jenis permainan yang ada di SD Citra Alam yang dapat membuat FA, AR,
dan DR bermain dengan temannya bermacam-macam jenisnya dan tergantung pada jenis
permainan yang disukai oleh FA, AR, dan DR. Berdasarkan hasil wawancara dengan anak,
bermain membuat FA, AR, dan DR merasa senang serta membuat mereka dapat berbaur
dengan temannya yang lain
Pengembangan Keterampilan Sosial Pada Aspek Evaluasi Diri
Cartledge dan Milburn (1995) menyebutkan bahwa evaluasi diri merupakan sistem
yang dirancang untuk memungkinkan anak untuk mengevaluasi dirinya sendiri.
Dalam mengembangkan keterampilan sosial ABK dalam aspek evaluasi diri,
dilakukan oleh shadow teacher pada ABK melalui upaya berikut:
•
Dilakukannya pembahasan ulang atas apa yang sudah ABK pahami atau lakukan
•
Diingatkan untuk melakukan keterampilan sosial berdasar pengetahuan/arahan yang
sudah diberikan.
•
Diberikan pertanyaan pancingan agar mampu melakukan perilaku terkait keterampilan
sosial berdasar pengetahuan yang telah diajarkan.
Sedangkan, aspek evaluasi diri ABK dikembangkan oleh guru (wali kelas) dan
shadow teacher yaitu memberikan pertanyaan agar memancing ABK berpikir sendiri terkait
keterampilan sosial yang perlu dilakukannya berdasar pengetahuan yang telah diajarkan.
Selain itu, dilakukan pula melalui membangkitkan cara berpikir ABK itu sendiri (tidak
ada intervensi pemikiran atas evaluasi diri anak) sehingga dalam ABK lah yang memutuskan
apakah perilaku yang sudah dilakukannya (terkait perilaku keterampilan sosialnya) sudah
sesuai harapan atau belum atau sudah sesuai dengan yang diajarkan
Menurut Green dan Burleson (2003), pada usia sekolah atau masa kanak-kanak
tengah, anak mulai menunjukkan peningkatan kepedulian terhadap penerimaan teman sebaya,
maka pengupayaan FA, AR, dan DR agar memiliki kemampuan menjalin pertemanan yang
baik melalui pemberian pengetahuan sosial, kesempatan mengasah kecakapan perbuatan, serta
mengembangkan evaluasi diri kelak akan berpengaruh pada pemahaman anak terkait tujuan
sosial dan strategi berperilaku dalam keseharian mereka ke depannya sehingga akan membuat
mereka dapat diterima dengan baik di sekolah, khususnya oleh teman-temannya, dimana efek
jangka panjangnya tentu berpengaruh pada tingkat kesejahteraan ABK tersebut. Seperti apa
yang dikatakan Papalia, Olds, & Feldman (2009), pada tahap ini juga anak mulai belajar
keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan atau yang menjadi tuntutan lingkungan maka
16 Upaya Mengembangkan..., Nining Harnita, FISIP UI, 2014
pengembangan keterampilan sosial yang dilakukan di SD Citra Alam ini telah mencerminkan
upaya dalam memenuhi aspek perkembangan sosial pada diri anak karena dengan
mengembangkan keterampilan sosial ABK, dari situlah terbentuknya perilaku sosial anak
yang lebih terampil dan sesuai dengan harapan atau tuntutan sosial di lingkungan, khususnya
di sekolah.
Merujuk pada pengertian ABK menurut Suran & Rizzo (dalam Mangunsong, 2009)
yaitu anak yang memiliki hambatan dalam fisik, psikologis, kognitif, ataupun sosial, maka FA
sebagai anak tunarungu, AR sebagai anak indigo, dan DR sebagai anak autis pun memiliki
hambatan tersebut. Adapun Mercer (1997) menjelaskan bahwa individu yang mengalami
hambatan yang bersifat fisik maupun psikis memiliki 4 area keterampilan sosial yang perlu
diajarkan,
yakni
kemampuan
berkomunikasi,
kemampuan
membina
persahabatan,
kemampuan dalam situasi yang sulit, dan kemampuan memecahkan masalah. Berdasarkan
hasil wawancara dan observasi, pengetahuan sosial yang diberikan kepada FA, AR, dan DR
oleh para shadow teacher diberikan berdasarkan IEP anak, khususnya melalui pengembangan
kemampuan bahasa ekspresif, afeksi (emosi), serta sosialisasi dan komunikasi telah
menyentuh keempat area keterampilan sosial yang perlu diajarkan pada ABK.
Faktor pendukung dalam Upaya Mengembangkan Keterampilan Sosial ABK
•
Adanya shadow teacher.
•
Adanya kerjasama yang diberikan guru (wali kelas) dalam mengembangkan
keterampilan sosial ABK
•
Adanya Program Pendidikan Individu/Individual Education Program (IEP) ABK.
•
Sarana dan fasilitas yang mendukung di SD Citra Alam (adanya ruang inklusi dan
sarana permainan outbound).
•
Departemen Inklusi yang membantu shadow teacher dan guru dalam mengembangkan
keterampilan sosial ABK.
•
Adanya Program Pendukung Pembelajaran (dapat mewadahi anak untuk terlatih
keterampilan sosialnya, seperti tampil di depan umum dan menunjukkan
kemampuannya)
•
Penerimaan lingkungan sekolah yang baik terhadap ABK.
Faktor Penghambat dalam Upaya Mengembangkan Keterampilan Sosial ABK
•
Faktor Internal ABK (seperti sifat, kemauan, kesabaran, keterbatasan sebagai ABK
(misal sulit berfokus atau mudah terpecah konsentrasi).
17 Upaya Mengembangkan..., Nining Harnita, FISIP UI, 2014
•
Kurang terciptanya kerjasama orang tua ABK dengan sekolah dalam mengembangkan
keterampilan sosial anaknya di rumah.
•
Belum adanya progress report/laporan perkembangan ABK yang dibuat oleh shadow
teacher.
Kesimpulan
SD Citra Alam mengembangkan keterampilan sosial ABK sebagai bentuk upaya
pemenuhan kebutuhan hak anak dalam perkembangan sosialnya, dimana walaupun dengan
beragam keterbatasan yang dimiliki anak sebagai anak tunarungu, autis, dan indigo, anak
tersebut turut diperhatikan dan diupayakan agar memiliki keterampilan sosial yang lebih baik
agar dapat berinteraksi dan berkomunikasi secara efektif memampukan mereka untuk
menjalin hubungan pertemanan serta dapat menjalankan fungsi sosialnya di sekolah dengan
melaksanakan aktivitas di sekolah secara lebih mandiri, melaksanakan peran sosial di sekolah,
serta serta menjalin hubungan/relasi dengan orang lain.
Upaya mengembangkan keterampilan sosial ABK yang dilakukan shadow teacher dan
guru di SD Citra Alam dilakukan melalui pemberian 3 komponen yang terkait keterampilan
sosial, yaitu: pengetahuan sosial, kecakapan perbuatan, dan evaluasi diri.
Walaupun ketiga anak merupakan ABK dengan klasifikasi yang berbeda, yakni
tunarungu, autis, dan indigo, namun upaya pengembangan keterampilan sosialnya dilakukan
melalui cara yang sama, dimana para shadow teacher menggunakan IEP untuk
mengembangakan keterampilan sosial anak yang meliputi kemampuan bahasa ekspresif,
kemampuan afeksi (emosi), serta kemampuan sosialisasi dan komunikasi. Adapun para guru
dalam mengembangkan keterampilan sosial ABK tidak menggunakan IEP.
Pengembangan Keterampilan Sosial ABK di SD Citra Alam juga memiliki sejumlah
faktor pendukung dan penghambat.
Saran
a. Saran untuk Kepala Sekolah
Lebih mengintegrasikan kerjasama yang dapat terjalin antara Departemen Inklusi dengan guru
secara umum
b. Saran untuk shadow teacher
Membuat progress report ABK secara rutin serta diberikan kepada guru (wali kelas) sehingga
guru dapat mengetahui mengenai upaya yang perlu dilakukan untuk membantu
mengembangkan keterampilan sosial selanjutnya pada ABK sesuai dengan kebutuhannya.
18 Upaya Mengembangkan..., Nining Harnita, FISIP UI, 2014
c. Saran untuk Guru (Wali Kelas)
Berdasarkan hasil temuan lapangan, guru masih belum dapat mengetahui perkembangan
keterampilan sosial yang sudah dicapai ABK atas IEP yang telah dijalankan. Guru dapat
memaksimalisasikan peran sebagai pengajar di kelas sekaligus turut menjalani kerjasama
dengan shadow teacher dalam berupaya melakukan pengembangan keterampilan sosial ABK,
yakni dengan memanfaatkan progress report yang dibuat shadow teacher secara rutin seperti
yang telah disarankan.
d. Saran untuk Departemen Inklusi
Melakukan pengarahan dan pengajaran pada shadow teacher mengenai panduan pembuatan
progress report ABK. Selain itu, berdasarkan hasil wawancara, salah satu faktor penghambat
upaya mengembangkan keterampilan sosial ABK di sekolah yaitu karena faktor internal dari
ABK sendiri. Dalam hal ini, Departemen Inklusi diharap dapat lebih memberi sosialisasi
mengenai karakteristik ABK, misalnya dilakukan melalui In House Training yang dapat
diikuti oleh stakeholder di dalam sekolah. In House Training diharap dapat meningkatkan
pengetahuan mengenai ABK (meliputi permasalahan/hambatan yang dihadapi serta
karakteristik ABK).
Daftar Referensi
• Sumber Buku:
Adi, Isbandi Rukminto. (1994). Psikologi, pekerjaan sosial dan ilmu kesejahteraan sosial:
dasar dasar pemikiran. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Cartledge, G., & Milburn, J.F. (1995). Teaching social skills to children and youth: innovative
approaches (3rd ed). Massachusetts: Allyn and Bacon (A Division of Simon and
Schuster, Inc).
Green,
J.O & Burleson, B.R. (2003). Handbook of communicational
intervention skills. New Jersey : Lawrence Erlbraum Associates, Inc.
social
Hurlock, E., (1978). Child development, Sixth Edition. Tokyo: McGraw Hill Kogakusha.
Mangunsong, Frieda. (2009). Psikologi dan pendidikan abk. Jilid Kesatu. Depok: Lembaga
Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3).
Megawangi, Ratna.
Foundation.
(2005).
Pendidikan
holistik.
Jakarta:
Indonesia
Heritage
Mercer, Y; Rubin, K.H. (1997). Social withdrawal, inhibition. New Jersey: Lawrence
Erlbaum Associates Publishers.
Neuman, W. Lawrence. (2013). Metode penelitian sosial: pendekatan kualitatif dan
kuantitatif. Edisi 7. PT Indeks Permata Puri Media, Jakarta Barat.
Papalia, D.E., Old, S.W., & Feldman (2009). Human development;perkembangan manusia..
Edisi 10, Buku 2. Jakarta: Salemba Humanika.
19 Upaya Mengembangkan..., Nining Harnita, FISIP UI, 2014
Perdana, T.I., & Wahyudi, V. (2005). Menemukan sekolah yang membebaskan: perjalanan
menggapai sekolah yang mendidik anak menjadi manusia berkarakter.Depok:Kawan
Pustaka.
Santrock, J.W. (2007). Child development (11th Ed). United States: McGraw-Hill Companies,
Inc.
Sigelman, C.K & Shaffer, D.R. (1995). Life span human development. California: Books/Cole
Publishing Company.
Skidmore D. (2004). Inclusion: the dynamic of social development. Buckingham: Open
University Press.
Smith, J. D. (2006). Inklusi: Sekolah ramah untuk semua. Bandung : Penerbit Nuansa.
Stainback, W & Stainback, S (1990). Support network for inclusive schooling:
independent integrated education. Baltimore : Paul H. Brookes.
Thackeray, Milton G, O. William Farley, Rex A. Skidmore. (1979). Introduction to
work. USA: Prentice Hall.
•
social
Buku Elektronik:
Bussey, M. (2006, Februari). Acess and equity : futures of an education ideal. Journal of
future studies Vol 10. 15 Februari 2014. http://jfs.tku.edu.tw/10.3.33.pdf.
Kim, Y.A. (2003). Necessary social skills related to peer acceptance. 22 Februari 2014.
http://findarticles.com/p/articles/mi_qa3614/is_200307/ai_n925029)
• Modul:
Izzaty, Rita Eka. (2009). Perkembangan anak usia 7 – 12 tahun.
•
Penelitian:
Bethayana, Rahajeng B. (2007). Deskripsi karakteristik anak berkebutuhan khusus (abk) di
sekolah inklusi.
Gemayuni, Dede. (2006). Peningkatan keterampilan sosial melalui program pelatihan sosial
pada anak usia sekolah yang mengalami attention deficit/hiperactivity disorder.
Rusdiyanto, (2011). Manajemen pembelajaran outdoor dalam meningkatkan mutu
pendidikan sekolah di smp sekolah alam ar-ridho semarang.
•
Newsletter:
Sachs, Naomi & Vincenta, Tara. (2011). Outdoor environments for children with autism and
special needs. Vol 09 Ed 1. InformeDesign.
•
Peraturan:
Undang-Undang RI No. 23 Tahun 2002.
Undang-Undang RI No. 11 Tahun 2009.
20 Upaya Mengembangkan..., Nining Harnita, FISIP UI, 2014
Download