MODEL PEMBACAAN KRITIS TEKS-TEKS KEISLAMAN KAUM FEMINIS Muhandis Azzuhri Dosen STAIN Pekalongan [email protected] Abstract : Study feminism can not be separated from theological studies. Almost all religions have bad treatments against women. The position of women in some religions are placed as "The Second Sex" and that religion perceives something usually considered "as it should be" (what exactly), instead of "as it is" (whatever they are). Riffat Hassan and Amina Wadud form of interpreting the verses of the Qur'an which is far from the spirit of liberation theology with a feminine approach. Feminism is understood as the liberation of all the oppression of humanity. Keywords: Feminism, Theological, Rifaat Hassan, Amina Wadud Abstrak: feminisme Studi tidak dapat dipisahkan dari studi teologi. Hampir semua agama memiliki perawatan yang buruk terhadap perempuan. Posisi perempuan dalam beberapa agama ditempatkan sebagai "The Second Sex" dan agama yang merasakan sesuatu yang biasanya dianggap "sebagaimana mestinya" (apa sebenarnya), bukan "karena" (apa adanya). Riffat Hassan dan Amina Wadud bentuk menafsirkan ayat-ayat Al-Qur'an yang jauh dari semangat teologi pembebasan dengan pendekatan feminin. Feminisme dipahami sebagai pembebasan dari penindasan kemanusiaan. Kata Kunci: Feminisme, Teologis, Rifaat Hasan, Amina Wadud masyarakat, tetapi tidak sejalan dengan Pendahuluan Islam hadir di dunia tidak lain prinsip-prinsip keadilan norma itu kecuali untuk membebaskan manusia dari ditolak. berbagai bentuk diskriminatif. Jika ada berbagai bentuk ketidakadilan terhadap norma yang dijadikan pegangan oleh perempuan. Praktik ketidakadilan dengan 192 | Demikian pula bila terjadi MUWÂZÂH, Volume 6, Nomor 2, Desember 2014 dalil agama adalah alasan yang dicari- masalah cari. Sebab, bila ditelaah lebih dalam, menempatkan perempuan dalam posisi sebenarnya tidak ada satu pun teks baik nomor dua dan mengesankan keunggulan Alquran maupn hadits yang memberi laki-laki atas perempuan. peluang untuk memberlakukan perem- perempuan Di sisi lain ini para cenderung agamawan puan secara semena-mena. Hubungan menganggap bahwa kajian agama sebagai antar manusia di dalam Islam didasarkan wilayah yang sexis, artinya dalam agama pada itu banyak menggambarkan citra Tuhan prinsip-prinsip kesetaraan, persaudaraan dan kemaslahatan. maupun para Nabi sebagai laki-laki, yang Kesadaran berbicara dan menyaji- pada ujung-ujungnya melegitimasi laki- kan feminisme dari kalangan muslim laki atas perempuan. Terlebih pada teks- muncul kesadaran teks kesucian keislaman yang terdapat gender serta berupaya memperjuangkan dalam Alquran dan Hadits yang secara penghapusan ketidakadilan gender yang harfiah memposisikan laki-laki sebagai menimpa tidak superior dan kemudian ditafsirkan oleh perempuan para mufasir dengan nuansa patriarki dengan memuat perempuan. melihat Alquran inferioritas dibandingkan laki-laki; laki-laki dan (Mustakim, 2003:16). perempuan setara di hadapan Allah. Ketimpangan peran sosial berdasarkan gender masih tetap dipegang dengan dalih doktrin agama. Agama dilibatkan untuk melestarikan dimana kaum perempuan tidak menganggap Pembahasan A. Pendekatan Feminisme Dalam Kajian-Kajian Keislaman Pendekatan feminisme dalam studi agama tidak lain merupakan suatu dirinya sejajar dengan laki-laki. Tidak transformasi kritis dari perspektif teoritis mustahil di balik “kesadaran” teologis ini yang ada dengan menggunakan gender terjadi manipulasi an sich yang bertujuan sebagai untuk memapankan struktur patriarki Feminis religius disatukan oleh satu yang secara umum bagi kaum perempuan keyakinan bahwa feminisme dan agama dan hanya menguntungkan kelas-kelas keduanya tertentu masyarakat. kehidupan perempuan dan kehidupan Selama ini pemahaman dan kategori kontemporer analisis sangat utamanya. signifikan pada bagi umumnya. penafsiran para elit agama atas teks-teks Sebagaimana agama, feminisme memberi keislaman perhatian pada makna identitas dan dalam kaitannya dengan Model Pembacaan Kritis Teks-Teks Keislaman Kaum Feminis (Muhandis Azzuhri) | 193 totalitas manusia pada tingkat paling adalah salah seorang putri dari sembilan dalam, bersaudara –saudaranya terdiri atas lima didasarkan pandangan pada interdisipliner banyak baik dari laki- laki dan tiga perempuan. Ayahnya sosiologi, dan yang biasa dipanggil “Begum Shahiba” filsafat. Tujuan utama feminis adalah adalah patriarkh di daerah itu. Sangat mengidentifikasi dihormati dan persesusaian antara pandangan feminis tradisional pandangannya. dan antropologi, teologi, sejauhmana pandangan kedirian dan terdapat sekaligus sangat Sementara keagamaan terhadap ibunya merupakan adalah anak dari bagaimana menjalin seorang penyair, dramawan dan ilmuwan interaksi yang paling menguntungkan terkemuka, Hakim Ahmad Shuja antara satu dengan yang lain. Dimensi ini masalah feminisme terjadi pada tahun historis 1983-1984 ketika ia terlibat dalam satu terhadap ketidakadilan dalam agama, proyek penelitian di Pakistan. Ketika itu praktik-praktik masa menentang kritis Debut awal ketertarikannya pada feminis pelanggengan eksklusioner yang pemerintahan Zia Ulhaq dan melegitimasi superioritas laki-laki dalam Islamisasi sedang dimulai. Pertanyaan setiap bidang social. Aspek transformatif yang timbul di benaknya pada waktu itu, kemudian meletakan kembali simbol- mengapa simbol sentral, teks, dan ritual-ritual pemerintahan tradisi keagamaan secara lebih tepat Islamisasi, untuk memasukan dan mengokohkan dilakukan adalah memaksa perempuan pengalaman perempuan yang diabaikan kembali masuk rumah, menutup seluruh (Connolly, 2002:64). tubuh mereka, memberlakukan peraturan dan B. Memahami Feminisme Menurut kalau satu mulai tindakan undang-undang tingkah negara laku atau melakukan pertama yang yang mengatur individu, terutama perempuan? Dia kemudian mempelajari Beberapa Feminis Islam teks 1. Riffat Hassan Riffat Hassan adalah seorang tokoh feminisme yang berasal dari Pakistan, tepatnya di kota Lahore. Belum al-Qur’an secara serius dan mendalam dan akhirnya melihat perlunya reinterpretasi. Kerangka didapat infomasi yang jelas tentang kapan dikonstruksi Riffat dilahirkan kecuali bahwa ia berasal membangun metodologi Riffat Hassan pemikiran yang dalam teologi dari keluarga Sayyid kelas atas dan ia 194 | MUWÂZÂH, Volume 6, Nomor 2, Desember 2014 feminismenya, Riffat menggunakan pendekatan dua level yaitu: Hal inilah yang kemudian mendorongnya pendekatan Pertama, empiris yang dialami kaum perempuan. ideal- untuk melakukan pelacakan dan normatif. Pendekatan ini ditempuh untuk sekaligus pengkajian secara mendalam melihat terhadap teks-teks keagamaan yang telah bagaimana menggariskan al-Qur’an prinsip-prinsip ideal- normatif tentang perempuan. Seperti membentuk sedimen dalam realitas sosiohistoris masyarakat Muslim. bagaimana seharusnya perempuan itu Ketiga; Pendekatan historis. Pende- menurut al-Qur’an, tingkah lakunya, katan ini membangun pemikiran teologi relasinya dengan Tuhannya, orang lain feminismenya. Hal ini adalah sesuatu maupun dirinya sendiri. yang secara niscaya mesti dilakukan empiris. dalam rangka untuk mencermati secara Pendekatan ini dilakukan dalam rangka kritis realitas Islam yang telah berdiri untuk melihat secara empirik realitas kokoh sosiologis yang terjadi dan dialami Sebagaimana dijelaskan oleh Charles J. perempuan. Misalnya, bagaimana perem- Adams dalam Islamic Religious Tradition puan memandang dirinya dan bagaimana dalam Baidowi bahwa untuk dapat mem- orang lain memandang perempuan dalam berikan pemaknaan yang benar terhadap masyarakat Islam. Dua pendekatan ini Islam, pendekatan historis adalah sebuah dalam realitasnya merupakan intertwine. keniscayaan. Hal ini tidak lain karena Dalam pengertian bahwa di antara kedua Islam sebagai sebuah visi hidup dalam pendekatan tersebut merupakan dua hal realitasnya tidak sepi dari dialektikanya yang tidak dapat dipisahkan. Ia adalah dengan realitas sejarah yang selalu satu kesatuan. Melalui dua pendekatan ini berubah Riffat berupaya mendapatkan realitas 2005:48). Kedua, pendekatan empirik sekaligus normatif sehingga gambaran idealis- memungkinkannya dalam bangunan sejarah. dan berkembang (Baidowi, Melalui reinterpretasi ayat-ayat Alqur’an yang berkaitan dengan untuk mengadakan evaluasi, penilaian perempuan, Riffat memaparkan konsep dan kritik terhadap realitas yang dialami teologinya pada tema-tema pokok di kaumnya. bawah ini yang bisa direlevansikan Berdasarkan pendekatan ini Riffat dengan prinsip-prinsip transformasi sosial mampu membaca adanya kesenjangan Islam antara idealitas-normatif dan realitas 2005:34). sebagai berikut: (Baidowi, Model Pembacaan Kritis Teks-Teks Keislaman Kaum Feminis (Muhandis Azzuhri) | 195 dalam ajaran Islam adalah paling 1. Doktrin Tauhid Keimanan terhadap sentral dan paling esensial, karena monoteisme Tuhan “tauhid” dan tauhid adalah inti seluruh ajaran keyakinan terhadap otentisitas Islam dan ide sentral Alqur’an. Alqur’an serta semangat Secara egalitarianisme Riffat serta humanisme etimologis mengesakan, tauhid yaitu berarti mengesakan yang ada di dalamnya, melandasi Allah.Dengan kalimat tauhid seorang bangunan tentang manusia memutlakkan Allah Yang perempuan, yang pada dasarnya Maha Esa sebagai Khaliq atau Maha Riffat hanya ingin membebaskan Pencipta, dan menisbikan selainNya perempuan dan dari sebagai makhluk atau ciptaanNya. kesalahan penafsiran terhadap Tauhid berarti komitmen manusia Alqur’an dan taqlid buta terhadap kepada Allah sebagai fokus dari pendapat-pendapat dan pandangan seluruh rasa hormat, rasa syukur, dan yang terkristal dalam tradisi Islam. sebagai satu- satunya sumber nilai. teologinya laki- laki Lebih jauh Riffat membangunkan umat Islam dari kealpaan terhadap 2. Doktrin Keadilan Sosial kritik matan sebagai salah satu cara Perubahan struktur menuju memfilter kesahihan hadis. Karena masyarakat terbukti, kealpaan dalam melihat bentuk penindasan dan ketidakadilan relevansi isi hadis dengan esensi adalah suatu proses sosial yang Alqur’an terjadi mengakibatkan ketertindasan berbagai perempuan bentuknya. dalam bebas melalui manusia. dari segenap proses sejarah Ketidakadilan sosial Berdasarkan bukanlah ketentuan dan kehendak artikulasi-artikulasi pemikiran Riffat Tuhan, melainkan proses sejarah. yang dikemukakan melalui tulisan- Pelanggaran terhadap “… hak asasi tulisannya, pokok teologi perempuan manusia yang dibangun oleh Riffat tersebut, perempuan– yang meliputi hak untuk berlandaskan pada keyakinan bahwa hidup, hak untuk dihargai, hak untuk eksistensi manusia di hadapan Allah mendapat keadilan, hak untuk bebas, adalah sama, yang membedakan hak untuk hidup dengan layak dan hanyalah sebagainya” kepadaNya. 196 | tingkat ketaqwaan Kedudukan tauhid tindakan –laki-laki Adalah yang maupun merupakan mencerminkan MUWÂZÂH, Volume 6, Nomor 2, Desember 2014 pembangkangan terhadap ketetapan perempuan dengan legitimasi firman Allah SWT. Tuhan yang disalahtafsirkan. Doktrin keadilan sosial bagi teologi feminisme erat kaitannya 3. Doktrin Pembebasan dengan doktrin Tauhid, pengakuan Dalam skala mikro, usaha hanya terhadap Allah sebagai Tuhan terpenting bagi teologi feminisme berkonsekuensi pada pengakuan dan adalah menciptakan suatu kelompok ketaatan segala masyarakat yang memiliki kesadaran vertikal kritis terhadap struktur eksploitasi hanya akan terjadi antara manusia ekonomi, penindasan sosial, politik, dengan Tuhan, sementara hubungan ekonomi budaya dan gender, serta yang terjalin antara sesama manusia secara adalah hubungan horizontal yang pembebasan dalam berbagai bentuk tidak memungkinkan adanya hirarkhi kegiatan.Dengan antara yang satu dengan yang lain. Islam Dalam kata lain dalam masyarakat pembebasan manusia.Menurut ajaran tauhdi tidak akan terjadi komunitas Alqur’an yang dilandaskan terhadap ketetapannya. Hubungan mendominasi dan yang sadar mengupayakan landasan sangat bahwa memperhatikan perdamaian pada yang kebebasan didominasi. Hal itu ditegaskan oleh individu, hanya bisa terwujud dalam Riffat, “…karena Tuhan Maha Adil lingkungan yang adil. Dengan kata dan Penyayang, maka manusia harus lain, keadilan merupakan prasyarat saling memperlakukan satu sama lain bagi dengan penghapusan adil dan cinta tanpa perdamaian. Tanpa ketidaksetaraan, menghiraukan jenis kelamin”(Hasan, ketidaksejajaran, dan ketidakadilan, 1994). Lebih jauh ia mengatakan yang meliputi kehidupan mansia, bahwa pribadi manusia Tauhid adalah maupun kolektif, tidak manusia yang memiliki komitmen mungkin untuk berbicara tentang untuk menciptakan sebuah dunia perdamaian dalam pengertian yang baru tempat manusia tidak akan diinginkan Alqur’an. saling berlaku kasar atau saling mengorbankan satu sama lain atas nama Tuhan. Seperti yang dilakukan laki-laki untuk mendiskreditan 2. Amina Wadud Amina Wadud lahir pada tanggal 25 September 1952 dengan Model Pembacaan Kritis Teks-Teks Keislaman Kaum Feminis (Muhandis Azzuhri) | 197 nama Maria Teasley kota and Woman: Rereading The Sacred Text Bethesda, Maryland. Ayahnya adalah From a Woman’s Perspective (Al-Qur'an seorang dan Perempuan: membaca ulang Teks Methodist di menteri dan ibunya keturunan dari budak Muslim Suci perspektif perempuan). Arab, Berber dan Afrika. Pada tahun Spesialisasi penelitian Amina 1972 ia mengucapkan syahadat dan Wadud ini termasuk studi gender dan Al- menerima Islam dan pada tahun 1974 Qur’an. Pada tahun 1992 Amina Wadud namanya menjadi menerima posisi sebagai Profesor Agama untuk dan Filsafat di Virginia Commonwealth mencerminkan afiliasi agamanya. Ia University, dan ia pensiun pada 2008. menerima The Mulai tahun 2008-sekarang, ia adalah University of Pensylvania, antara seorang profesor tamu di Pusat Agama tahun 1970 dan 1975. Dia menerima dan Cross Cultural Studies di Universitas MA di Studi Timur Dekat dan gelar Gadjah Mada di Yogyakarta, Indonesia. Amina resmi diubah Wadud gelar dipilih BS, dari Ph.D dalam bahasa Arab dan Studi Buku Qur’an and Woman: Islam dari University of Michigan Rereading The Sacred Text From a pada tahun 1988. Selama kuliah, ia Woman’s Perspective. Menurut Charles belajar Arab di Mesir di Universitas Kurzman, riset Amina Wadud mengenai Amerika dilanjutkan wanita dalam Al-Qur’an muncul dalam dengan studi Al-Quran dan tafsir di suatu konteks historis yang erat kaitannya Universitas dan dengan wanita Afrika-Amerika dalam mengambil kursus di Filsafat di upaya memperjuangkan keadilan gender. Universitas Al-Azhar . Hal ini karena selama ini sistem relasi di Kairo, Kairo, Mesir laki-laki Amina Wadud adalah seorang dan wanita di masyarakat memang sering mencerminkan bias-bias feminis Islam, imam dan seorang feminis patriarkhi, dengan fokus progresif pada tafsir Al- maka Qur'an. Dia dikontrak untuk jangka keadilan waktu 3 tahun sebagai Asisten Profesor Amina Wadud mengakui bahwa bukunya di University merupakan bagian dari apa yang disebut Malaysia di bidang Studi Al-Qur'an di “Jihad Gender” dirinya sebagai seorang Malaysia, antara tahun 1989-1992, dan di muslimah mana ia menerbitkan disertasinya Qur’an Menurutnya, 198 | International Islamic dan sebagai perempuan secara implikasinya kurang lebih dalam budaya mendapat proporsional. konteks patriarki global. telah MUWÂZÂH, Volume 6, Nomor 2, Desember 2014 memarginalkan kaum wanita, menafikan merambah seluruh bagiannya. Salah satu wanita sebagai khalifah fil ardh, serta tujuan dari metode tafsir tauhid adalah menyangkal untuk menjelaskan dinamika antara hal- ajaran keadilan yang diusung oleh al-Qur`an. hal yang universal dan partikular menurut Riset dalam topik buku Qur’an and Al-Qur’an (Hasan, 1994). Woman: Rereading the Sacred Text from Karya Amina Wadud sesungguh- a Woman’s Perspective ini dimulai pada nya merupakan kegelisahan intelektual awal 1986. Tujuan riset Amina Wadud penulisnya adalah menentukan kriteria yang pasti gender dalam masyarakatnya. Menurut untuk mengevaluasi sejauh mana posisi Amina Wadud, salah satu penyebab wanita dalam kultur muslim telah betul- terjadinya ketidakadilan gender dalam betul menggambarkan maksud Islam kehidupan sosial adalah karena ideologi- mengenai wanita dalam masyarakat. Al- doktrin Qur’an dapat digunakan sebagai kriteria dianggapnya bias patriarkhi. untuk menguji apakah status wanita dalam masyarakat muslim mengenai penafsiran Menurut ketidakadilan Al-Qur’an Amina yang Wadud, yang sebenarnya selama ini tidak ada suatu sesungguhnya sudah dikatakan Islami. metode penafsiran yang benar-benar Jika yang menjadi tolak ukur pasti dalam objektif, karena setiap pemahaman atau Islam adalah apa yang dilakukan oleh penafsiran terhadap suatu teks, termasuk kaum muslim, maka niscaya wanita dan kitab suci al-Qur’an sangat dipengaruhi laki-laki tidak sederajat. Menurut Amina oleh perspektif mufassirnya, cultural Wadud, hanya jika Al-Qur’an sendiri background, yang melatarbelakanginya. memang tegas-tegas menyatakan bahwa Itulah yang oleh Amina Wadud disebut laki-laki dan wanita tidak sederajat, maka dengan prior tex pra teks. barulah harus dipatuhi sebagai dasar keimanan Menurut Amina Wadud, untuk Islam. Ternyata menurut Wadud, hasil kajiannya objektif, seorang penafsir harus kembali menunjukkan banyak sekali ayat Al- pada prinsip-prinsip dasar dalam al- Qur’an yang mempertegas kesamaan Quran sebagai kerangka paradigmanya. derajat wanita dan laki-laki. Di dalam Itulah mengapa Amina mensyaratkan buku ini, Amina Wadud bermaksud perlunya seorang mufassir memahami menggunakan weltanchauung atau world view . Amina tafsir tauhid untuk memperoleh penafsiran yang relatif menegaskan betapa kesatuan Al-Qur’an Model Pembacaan Kritis Teks-Teks Keislaman Kaum Feminis (Muhandis Azzuhri) | 199 Menurut Amina Wadud, para pemikir modern terhadap sejumlah mengenai hambatan yang dialami perempuan yang perempuan selama ini ada tiga kategori dianggap berasal dari al-Quran. Persoalan yaitu: 1) tradisional 2) reaktif dan 3) yang dibahas dan metode yang digunakan holistik. Yang pertama adalah Tafsir seringkali berasal dari gagasan kaum tradisional. Menurut Amina Wadud feminis model tafsir ini menggunakan pokok dibarengi analisis yang komprehensif bahasan tertentu sesuai dengan minat dan terhadap ayat-ayat yang bersangkutan. kemampuan mufassirnya, seperti hukum Dengan demikian, meskipun semangat (fiqh), nahwu, shorof sejarah, tasawuf. yang dibawanya adalah pembebasan Model tafsir semacam ini lebih bersifat (liberation), namun namun tidak terlihat atomistik,yaitu penafsiran dilakukan ayat hubungannya dengan sumber idiologi dan per-ayat dan tidak tematik, sehingga teologi Islam. penafsiran-penafsiran dan rasionalis, tapi tanpa pembahasannya terkesan parsial. Namun, Kategori ketiga adalah Tafsir ketiadaan penerapan hermeneutika atau Holistik, yaitu tafsir yang menggunakan metodologi yang menghubungkan antara metode penafsiran yang komprehensif ide, struktur sintaksis atau tema yang dan mengkaitkannya dengan berbagai serupa persoalan sosial, moral ekonomi, politik, membuat pembacanya gagal menangkap weltanchauung al-Qur’an. Tafsir model tradisional termasuk isu-isu perempuan yang muncul ini di era modernitas. Di sinilah posisi terkesan eksklusif; ditulis hanya oleh Amina Wadud dalam upaya menafsirkan kaum laki-laki. Tidaklah mengherankan ayat-ayat al-Quran. kalau hanya kesadaran dan pengalaman menggunakan pendekatan berikut: kaum pria yang diakomodasikan di a. Amina Wadud Feministik, yaitu pendekatan yang dalamnya. Padahal mestinya pengalaman, didasarkan pada pandangan hidup visi dan perspektif kaum perempuan juga perempuan harus masuk di dalamnya, sehingga tidak b. Sosio-historis-kultural, Pendekatan terjadi bias patriarkhi yang bisa memicu ini dan memacu kepada ketidakadilan gender pengalaman dan pergumulan para dalam wanita Afrika-Amerika dalam upaya kehidupan keluarga atau masyarakat. kaitannya dengan memperjuangkan keadilan gender. Kategori yang kedua adalah Tafsir Reaktif, yaitu tafsir yang berisi reaksi 200 | ada Jadi, ketika hendak menafsirkan AlQur’an maka mufassir harus MUWÂZÂH, Volume 6, Nomor 2, Desember 2014 memperhatikan situasi sosio-historis- nash kultural. Weltanschauuung secara keseluruhan, atau pandangan Metodologi penafsiran Amina Wadud dunianya. Perpaduan ketiga aspek ini mencakup: akan meminimalisir subjektifitas dan a. Dekontruktif-rekontruktif mendekatkan hasil pembacaan kepada Amina Wadud mendekontruksi dan maksud teks yang sebenarnya. merekonstruksi model penfsiran Menurut Amina Wadud, dalam klasik yang penuh bias patriarkhi. risetnya ini, setiap ayat dianalisis: 1) Asumsi dasarnya adalah bahwa Al- menurut konteksnya; 2) menurut konteks Qur’an merupakan tertinggi yang mendudukan sumber nilai pembahasan tentang topik yang sama secara adil dalam Al-Qur’an; 3) dari sudut bahasa dan dan struktur sintaksis yang sama yang laki-laki perempuan setara (equa) digunakan di tempat lain dalam Al- b. Argumentatif-teologis Qur’an; 4) dari sudut prinsip Al-Qur’an c. Hermeneutik-filosofis yang menolaknya; 5) menurut konteks Ciri utamanya: pengakuan bahwa dalam kegiatan mufassir penafsiran, selalu seorang didahului Weltanschaung Al-Qur’an, atau pandangan dunianya. oleh persepsinya terhadap teks yang disebut Penutup sebagai prapaham yang muncul karena Model pemikiran feminisme seorang penafsir senantiasa dikondisikan Rifaat Hassan dan Amina Wadud dalam oleh situasi di mana ia terlibat dan menganalisis ayat-ayat sarat akan muatan sekaligus mempengaruhi kesadarannya. tauhid, Sebagaimana keadilan sosial, pembebasan disebutkan manusia dari belenggu totalitarianisme, sebelumnya, dalam riset ini, Amina menafsirkan ayat pada konteknya, dan Wadud berdasarkan menggunakan metode tafsir tauhid. Metode tafsir tauhid sebagai hermeneutika ini weltanschaung atau pandangan dunia mereka. senantiasa memperhatikan tiga aspek nas berikut; 1). DAFTAR PUSTAKA Konteks saat nash ditulis ( Al-Qur’n diturunkan); 2). Komposisi nash dari segi gramatikanya (bagaimana nash Baidowi, Ahmad, 2005, Tafsir Feminis: Kajian Perempuan Dalam Al- menyatakan apa yang dinyatakannya); 3) Model Pembacaan Kritis Teks-Teks Keislaman Kaum Feminis (Muhandis Azzuhri) | 201 Qur’an Dan Para Mufassir Kontemporer, Bandung: Nuansa. Hasan, Ali, 1994, Sejarah Dan Metodologi Tafsir, Jakarta: Raja Connolly, Peter, 2002, Aneka Pendekatan Studi Agama, diterjemahkan oleh Imam Khoiri, Yogyakarta: LKIS. Grafindo Persada. Mustakim, Abdul, 2003, Tafsir Feminis versus Tafsir Patriariki, Yogyakarta: Sabda Persada. 202 | MUWÂZÂH, Volume 6, Nomor 2, Desember 2014