Tahun Ibu Josepha Refleksi No. 5: Ibu Josepha –Hendrina Stenmanns Beharap sekalipun tidak ada dasar untuk berharap… Terdorong oleh keinginan yang berkobar-kobar untuk menjadi yang terkecil dan mengorbankan diri demi penyebaran Injil, Hendrina Stenmanns tiba di Rumah Misi di Steyl pada tanggal 12 Februari 1884, untuk bergabung dengan para perempuan yang bekerja sebagai pelayan-pelayan sederhana. Di tengah-tengah pekerjaan yang berat dan banyak, tempat tinggal yang sederhana dan pekerjaan sehari-hari yang membosankan, hidup rohaninya mengasimilasi Spiritualitas orang miskin, spiritualitas Anawim, spiritualitas dari mereka yang menemukan harapan dan sukacita bahkan di tengah ketidakpastian, penuh kepercayaan akan kehendak Allah. Dia, yang ingin menjadi yang terkecil, menemukan kesempatan banyak untuk mewujudnyatakan keinginan tersebut. Sebagai pelayan dari para pelayan, dia benar-benar menduduki tempat terakhir, membaktikan daya hidupnya untuk kepentingan karya misi. Bersama-sama dengan teman-temannya, beliau bertekun dalam karya dan hidup bersama. Berharap sekalipun tidak ada dasar untuk berharap. Saling membantu untuk mengatasi situasi yang tidak pasti dan keras, mereka meletakkan dasar hidup komunitas; Ibu Josepha memberikan diri seutuhnya dalam kesederhanaan dan kerendahan hati. Hidupnya selama masa penantian, ditandai oleh iman yang mendalam yang memungkinkannya melihat semua peristiwa dalam terang Allah. . Berharap sekalipun tidak ada dasar untuk berharap. Penyerahan kepada Yesus secara radikal dalam kesetiaan dan kemurahan hati, tidak membebaskannya dari kegelapan malam, dimana dia mengalami kerapuhan, pencobaan, pergulatan batin, ketidakpastian yang membuat hatinya tidak tenang dan membuatnya bertanyatanya: Apakah Bapa Pendiri masih mengingat kami? Apakah beliau tahu keinginan hatiku? Apakah beliau menyadari bahwa selama bertahun-tahun, kami mencoba menjalankan kewajibankewajiban kami dengan harapan agar yang kami impikan terwujud yaitu menjadi Suster-suster Misi. Mengapa beliau sama sekali tidak memberi kepada kami suatu tanda? Berharap sekalipun tidak ada dasar untuk berharap. Dengan pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas, beliau bersikap sabar karena merasa adanya suatu kepastian dalam kegelapan. Sikap tersebut terungkap dalam sepucuk surat kepada para Suster: “Majulah perlahan-lahan, karya Allah tidak dapat dipercepat…pekerjaan yang baik membutuhkan waktu…setiap permulaan adalah sulit, karya Allah hendaknya dimurnikan oleh penderitaan, dan seperti emas diuji dalam api.” Berharap sekalipun tidak ada dasar untuk berharap. Para Suster mendengar sesuatu tentang rencana yang menyangkut masa depan mereka, ketika pada akhirnya tinggal di Biara Notre Dame. Benih kecil mulai berkecambah. Peraturan-peraturan sedang disusun, namun mereka masih tetap berada dalam kegelapan alat pemeras buah anggur. Baik Hendrina maupun teman-temannya tidak ikut ambil bagian dalam penyusunan Konstitusi. Berhubung statuta-statuta belum siap, permulaan novisiat berkali-kali ditunda. Sekali lagi, penundaan tersebut berarti, penantian dalam pengharapan. Dengan sabar, benih itu terus bertumbuh… “Pada bulan Januari, 1892, kami diperkenankan memasuki retret. Waktu yang berahmat. ini sangat berarti karena kami yang sedang mempersiapkan diri untuk hari yang sudah lama dinantinantikan yakni menerima pakaian biara dan bertunangan dengan Sang Juruselamat.” “Para suster menerima nama religius mereka, pada tanggal 15 Januari. Betapa bahagianya hari itu! Sebagian besar dari mereka menerima nama-nama pelindung Kongregasi yang pasti akan menjadi pengantara khusus bagi kami di depan tahta Allah. Betapa gembiranya saya dengan nama baru. Hampir tak dapat kupercaya apa yang kudengar; saya tidak pernah membayangkan bahwa St.Joseph akan menjadi santo pelindung saya.” “Akhirnya pada pesta Nama Manis Yesus, tanggal 17 Februari 1892, kami menerima pakaian biara dari Superior Arnold Janssen. Pada pesta St. Gregorius, tanggal 12 Maret 1884, saya diijinkan mengikrarkan kaul-kaul untuk tujuh tahun.” “Saya sangat berbahagia menjadi salah satu dari keempat Suster pertama yang berharap, percaya dan menanti bertahun-tahun lamanya.” Berharap sekalipun tidak ada dasar untuk berharap merupakan sikap keberanian yang tak gentar yang hanya dimiliki oleh mereka yang hidupnya tertanam kuat pada batu karang yang kokoh yaitu Kristus, dan pada keyakinan mendalam bahwa jalan kita bukanlah jalan Tuhan. Berharap sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, bahwa fajar mulai merekah, hari menjadi terang dengan kehadiran RohNya, yang mampu melenyapkan kegelapan jaman ini. Harapan seperti Ibu Josepha inilah, yang memungkinkan kita, untuk bertekun dalam doa, sukacita,dan penyerahan total kepada Roh Kudus. Refleksi: berdasarkan “kesetiaan menurut caranya…” Sr. Maria Virginia Gette and para Suster yang sedang mempersiapkan diri untuk kaul kekalArgentina Utara