Buku ini didedikasikan bagi Tuhan. Dari sebuah doa yang diajarkan-Nya, buku ini mendapatkan seluruh inspirasinya. “Datanglah Kerajaan-Mu Jadilah kehendak-Mu Di atas bumi seperti di dalam surga...” Buku ini juga didedikasikan untuk istri, pendamping,dan teman paling setia: Savitri. Dengan dukungan semangat, pemikiran, dan kerja kerasnya buku ini bisa terwujud. Daftar Isi Pedahuluan 3 BAGIAN 1 – PERADABAN YANG USANG Batas Pertumbuhan Krisis Peradaban Akar Krisis Kemanusiaan Yang Hilang Pertarungan Dua Kubu 13 37 53 73 81 BAGIAN 2 – REVOLUSI MENTAL Manusia Dan Revolusi Mental Spiritualitas Revolusi Mental Meditasi Revolusi Mental Buah-buah Revolusi Mental 89 97 107 123 BAGIAN 3 – AWAL YANG BARU Intervensi Tuhan Dan Peradaban Baru Peradaban Yang Berkelanjutan Waktunya Beraksi Demi Masa Depan 135 145 163 APPENDIX Daftar Referensi Tentang GMRN Global Mental Revolution Network 175 179 2| revolusi mental Pendahuluan Ada sebuah cerita tragis di balik bencana tsunami yang terjadi di Aceh pada akhir tahun 2004. Salah seorang yang selamat dari bencana bercerita bagaimana orang-orang di kampungnya yang terletak di pinggir pantai terheranheran melihat air laut di pantai mendadak surut jauh ke tengah laut. Sebagian orang berlarian menyerbu ke arah pantai untuk mengambil ikan-ikan yang tergeletak di bagian laut yang sudah surut. Hampir semua orang tampak bergembira, sebagian lagi hanya diam mengamati apa yang sedang terjadi. Tapi dia merasakan sesuatu yang aneh dan secara intuitif dia memilih segera pergi menjauhi pantai secepatnya. Keputusan itulah yang akhirnya menyelamatkan dia, sementara sebagian besar orang di kampungnya menjadi korban dari bencana alam dahsyat tersebut. Apa yang terjadi di Aceh beberapa tahun yang lalu sekarang sedang terjadi dalam skala yang lebih besar. Sudah ada banyak pertanda akan datangnya bahaya yang mengancam peradaban manusia, tapi banyak orang yang tidak menyadarinya atau tidak peduli. Ada banyak berita tentang perang dan ancaman-ancaman perang, ada krisis lingkungan, krisis energi, krisis pangan, bahkan juga krisis ekonomi yang sedang terjadi silih berganti di berbagai belahan dunia dalam intensitas yang semakin meningkat. Krisis-krisis ini bukanlah krisis yang terpisah dan berdiri sendiri, tapi saling berhubungan satu sama lain dan membentuk satu krisis besar peradaban dengan satu akar permasalahan: manusia. Ini adalah tanda-tanda jaman revolusi mental|3 yang seharusnya menyadarkan manusia untuk segera melakukan perubahan yang mendasar. Memang semua masih bisa diperdebatkan apakah krisis ini berakar dari kesalahan manusia atau bukan, apakah krisis ini akan berakhir menjadi bencana atau tidak. Perdebatan itu bisa panjang dan bertele-tele tanpa hasil yang positif. Tapi sayangnya kita tidak punya waktu banyak untuk itu dan perubahan sudah harus segera dilakukan. Kita memang tidak pernah tahu apakah akan terjadi bencana peradaban atau tidak. Terlalu riskan kalau hanya menunggu bukti-bukti yang kuat untuk melakukan perubahan, kita sesungguhnya juga punya intuisi yang bisa menjadi dasar untuk mengambil tindakan. Apa yang terjadi jika orang Aceh dalam kisah di atas tidak menggunakan intuisinya dan hanya menunggu bukti yang pasti? Sesungguhnya tidak ada orang yang tahu apa yang akan terjadi di masa depan, kemungkinannya sangat banyak. Tapi seperti prinsip Pascal’s wager: lebih baik bersikap bijaksana menganggap semua krisis ini sebagai tandatanda jaman dan melakukan perubahan yang diperlukan untuk mengatasinya (meskipun mungkin bencana tidak terjadi) dari pada melanjutkan kehidupan seperti biasa dan menerima resiko terjadinya bencana peradaban. Buku sederhana ini bermaksud mengajak anda memahami berbagai krisis yang ada sebagai sebuah krisis peradaban yang menyadarkan kita akan perlunya perubahan yang mendasar. Berbagai keterbatasan yang ada di planet bumi sudah tidak memungkinkan manusia meneruskan kehidupan dengan cara-cara yang sama seperti sebelumnya. Manusia harus segera melakukan 4| revolusi mental perubahan radikal untuk mengatasi masalah. Manusia harus merombak peradaban yang telah membuat manusia meninggalkan Tuhan dan mengarah pada kultur kematian. Selanjutnya manusia harus mulai membangun peradaban baru yang berkelanjutan (sustainable), manusiawi, dan berpusat pada Tuhan. Semua orang, tidak peduli apapun bangsa dan agamanya adalah penghuni satu planet bumi yang sama. Oleh karenanya semua krisis yang terjadi di dunia seharusnya menjadi kepedulian semua orang tanpa kecuali. Demikian juga setiap orang punya keinginan yang sama untuk membangun masa depan peradaban yang lebih baik. Jadi apa yang menjadi dasar kepedulian dan tujuan dari Revolusi Mental bersifat universal, berlaku bagi semua orang. Pada dasarnya Revolusi Mental ingin mengingatkan kita semua bahwa kehidupan duniawi yang menjadi obsesi jaman modern telah membuat manusia semakin terasing dari nilai kemanusiaannya yang sejati. revolusi mental|5 Oleh karenanya manusia perlu kembali menemukan nilainilai spiritualitas yang telah terpinggirkan oleh semangat duniawi. Dengan demikian gagasan perubahan yang ditawarkan dalam Revolusi Mental juga ditujukan bagi semua orang, tidak bergantung pada afiliasi politik, ideologi, tingkat pendidikan, ataupun agamanya. Revolusi Mental adalah panggilan perubahan yang bersifat universal dan selalu disuarakan di setiap jaman sejak awal sejarah manusia: panggilan untuk kembali menempatkan Tuhan sebagai pusat kehidupan. Tapi panggilan itu menjadi makin relevan dan sangat penting di jaman ini ketika batasbatas pertumbuhan di planet bumi memaksa manusia memilih salah satu dari dua pilihan: kembali pada Tuhan dan membangun peradaban baru, atau hancur oleh kultur kematian yang dihasilkan jaman ini. Buku ini dibagi menjadi tiga bagian. Yang pertama adalah “Peradaban Yang Usang”. Pada bagian ini saya menjelaskan bagaimana pertumbuhan ekonomi menjadi semangat utama peradaban manusia sejak revolusi industri. Ketika ruang untuk bertumbuh masih tersedia cukup besar, pertumbuhan ekonomi tidak banyak menimbulkan masalah dan dianggap sebagai solusi terbaik bagi kemanusiaan. Tapi pertumbuhan ekonomi yang diikuti pertumbuhan populasi dengan cepat segera menghabiskan ruang bertumbuh yang ada, dan sekarang manusia sedang berada di batas-batas pertumbuhan planet bumi. Kondisi inilah yang kemudian menimbulkan berbagai krisis. Pertumbuhan ekonomi tidak lain adalah ekspresi dari cinta akan uang, dan itu adalah akar dari segala 6| revolusi mental kejahatan. Pertumbuhan ekonomi membuat manusia harus memilih antara Tuhan dan uang karena manusia tidak bisa memiliki dua tuan. Sayangnya manusia memilih untuk tetap mengutamakan pertumbuhan ekonomi yang mampu memberi kekayaan material dan mulai meninggalkan Tuhan. Ini sebuah kesalahan fatal yang membuat manusia perlahan tapi pasti mulai kehilangan kemanusiaannya dan terus membangun kultur kematian. Buah-buahnya mulai terlihat pada beberapa tahun terakhir dalam bentuk munculnya berbagai krisis yang mengancam peradaban manusia. Bagian kedua adalah “Revolusi Mental”. Dengan memahami faktor manusia yang menjadi akar dari semua krisis maka upaya perbaikan hanya akan berhasil jika difokuskan pada manusia. Hidup manusia yang sudah kehilangan kemanusaiaannya harus dikembalikan menjadi manusiawi kembali. Lalu dimanakah kemanusiaan yang hilang itu bisa ditemukan? Manusia revolusi mental|7 adalah ciptaan Tuhan, maka dari Tuhan juga manusia memperoleh seluruh kemanusiaannya. Dengan demikian hanya ada satu cara untuk memulihkan kembali kemanusiaan, yaitu dengan kembali menempatkan Tuhan sebagai pusat kehidupan sehingga Tuhan sendiri yang akan memulihkan kembali kemanusiaan kita secara utuh. Berdasarkan kenyataan ini saya ingin menawarkan sebuah konsep spiritualitas Revolusi Mental yang sederhana dan bisa dilakukan oleh siapapun, tapi punya kekuatan perubahan yang luar biasa. Spiritualitas Revolusi Mental terdiri dari tiga langkah sederhana yang mudah dipahami siapapun. Pertama, kesadaran akan berbagai masalah yang terjadi pada kehidupan dan harapan akan masa depan yang lebih baik. Kedua, proses titik balik yang menyangkal/menolak segala perbuatan dan cara hidup yang tidak manusiawi. Ketiga, kembali menempatkan Tuhan sebagai pusat kehidupan sehingga hidup menjadi semakin manusiawi. Spiritualitas Revolusi Mental ini diaplikasikan dalam bentuk meditasi sederhana yang bisa dipraktekkan semua orang dan dapat diadaptasi oleh berbagai tradisi agama. Memang agama yang berbeda pasti memiliki definisi tentang Tuhan yang berbeda-beda juga, tapi ini tidak boleh menjadi penghalang bagi manusia kembali menempatkan Tuhan sebagai pusat hidupnya. Ini panggilan yang bersifat universal untuk melakukan perubahan. Jika panggilan ini ditanggapi dengan kejujuran dan ketulusan maka Tuhan sendiri yang akan membimbing setiap orang dengan cara-Nya yang misterius agar Dia benar-benar menjadi pusat kehidupan 8| revolusi mental dan pada akhirnya seluruh manusia akan menjadi satu kawanan dengan satu gembala. Bagian yang ketiga adalah “Awal Yang Baru”. Bagian ini menggambarkan harapan akan munculnya kehidupan baru atau peradaban baru yang luar biasa sebagai buah dari perubahan melalui Revolusi Mental. Manusia tidak lagi terobsesi pada pencapaian material yang bagaimanapun terbatas, dan mulai membangun kehidupan spiritual yang tidak terbatas. Cara pandang yang baru ini membuat banyak perubahan besar, berbagai kerusakan lingkungan di planet bumi mulai dipulihkan kembali dan semua krisis berangsur-angsur mulai hilang dari kehidupan manusia. Dan manusia yang telah belajar dari pengalaman pahit dari sejarah masa lalu dengan penuh kesadaran akan menempatkan Tuhan sebagai pusat kehidupan. Inilah puncak peradaban yang menjadi pengharapan sepanjang sejarah manusia. Sebuah peradaban manusia yang damai, sejahtera, sustainable, dan sepenuhnya berpusat pada Tuhan. Melalui buku sederhana ini saya mengajak anda untuk melihat kehidupan yang penuh dengan berbagai krisis dan masalah ini bukan dengan kekhawatiran dan ketakutan, tapi dengan sebuah harapan. Seberat apapun krisis yang ada saat ini selalu ada jalan keluar asalkan kita mau dengan rendah hati kembali berpaling pada Tuhan sepenuh hati. Sesungguhnya peradaban baru yang luar biasa sedang menanti kita semua, dan anda bisa ikut mewujudkannya melalui Revolusi Mental. revolusi mental|9 10 | r e v o l u s i m e n t a l Bagian I PERADABAN YANG USANG r e v o l u s i m e n t a l | 11 12 | r e v o l u s i m e n t a l Batas Pertumbuhan Kontroversi Pemanasan Global Pada tahun 2006 ex-wakil presiden Amerika Serikat Al Gore tampil dalam sebuah film dokumenter berjudul ‘An Inconvenient Truth’ yang mengkampanyekan bahaya pemanasan global akibat efek rumah kaca sebagai konsekuensi dari meningkatnya kadar gas CO2 yang berasal dari aktivitas manusia. Selain mengakibatkan cuaca yang ekstrim, efek pemanasan global yang cukup menonjol adalah mencairnya es di kutub yang bisa mengakibatkan naiknya permukaan air laut sehingga membuat banyak pulau serta negara yang akan terhapus dari peta bumi. Sudah pasti ini membangkitkan ketakutan bagi banyak orang yang tinggal di dataran rendah dekat pantai atau negara-negara kepulauan di pasifik. Film ini sendiri cukup berhasil menyentak kesadaran dunia akan bahaya pemanasan global dan berhasil menyabet piala Oscar pada tahun 2007. Pada tahun 2007 itu juga, Al Gore bersama IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) mendapatkan hadiah Nobel untuk perdamaian karena upaya mereka membangun kesadaran dunia, atau mungkin lebih tepat: ketakutan dunia, akan bahaya pemanasan global dan perubahan iklim. Tapi sayang sekali isu pemanasan global dan perubahan iklim segera berubah menjadi kontroversi politik yang berkepanjangan hingga menghambat berbagai langkah r e v o l u s i m e n t a l | 13 solusi yang seharusnya dilakukan. Bahkan belakangan istilah pemanasan global mengundang banyak kritik dan tidak begitu populer lagi karena ada masa-masa tertentu dimana yang terjadi justru pendinginan. Akibatnya, istilah perubahan iklim lebih sering digunakan karena menonjolnya fenomena cuaca ekstrim di berbagai belahan dunia. Pendukung isu perubahan iklim mengindikasikan bahwa aktivitas manusia menjadi penyebab gejala perubahan iklim oleh sebab itu manusia perlu melakukan langkahlangkah dan perubahan untuk menghentikan gejala ini. Sementara itu para penentangnya berusaha menolak kesimpulan tersebut dan menyatakan bahwa itu semua terjadi karena pengaruh alam yang normal (misalnya: aktivitas matahari atau gunung berapi). Mereka berdalih tidak ada yang aneh dengan semua gejala alam yang ekstrim karena itu merupakan siklus alamiah yang selalu terjadi. Manusia tidak punya salah apa-apa dengan semua gejala alam ini. Motivasi politis dan ekonomi juga dituduh sebagai penyebab munculnya isu perubahan iklim. Dari negara berkembang, isu ini dipandang sebagai upaya untuk menghentikan upaya mereka mengejar pertumbuhan ekonomi. Sebagai contoh, pemerintah di Indonesia terkesan setengah hati untuk menyelesaikan masalah kerusakan hutan (yang menyumbang porsi cukup besar untuk emisi gas rumah kaca). Ini disebabkan karena upaya konservasi hutan di Indonesia berbenturan dengan banyak kepentingan ekonomi seperti perluasan perkebunan kelapa sawit, industri kertas, industri kayu, dan pertambangan batubara. Sementara itu di negara14 | r e v o l u s i m e n t a l