tinjauan pustaka

advertisement
4
TINJAUAN PUSTAKA
Remaja
Perkembangan dari seorang anak menjadi dewasa pasti melalui fase
remaja. Fisik seseorang terus berkembang pada saat remaja, demikian pula
aspek sosial maupun psikologisnya. Perubahan ini membuat seorang remaja
mengalami banyak ragam gaya hidup, perilaku, tidak terkecuali pengalaman
dalam menentukan makanan apa yang akan dikonsumsi (Khomsan 2002).
Remaja adalah golongan individu yang sedang mencari identitas diri,
mereka suka ikut-ikutan, dan terkagum-kagum pada idola yang berpenampilan
menarik. Masa remaja berlangsung mulai usia 12 tahun sampai 21 tahun.
Karakteristik pertumbuhan dan implikasi nutrisi untuk remaja adalah periode
maturasi yang cepat pada fisik, emosi, sosial, dan seksual. Biasanya
pertumbuhan cepat pada remaja putri pada usia 10-11 tahun, puncaknya pada
usia 12 tahun, dan selesai pada usia 15 tahun. Pertumbuhan cepat remaja putra
pada usia 12-13 tahun, puncaknya pada usia 14 tahun dan selesai pada usia 19
tahun (Wulansari 2009).
Remaja banyak melakukan aktivitas diluar rumah yang membuat seorang
remaja sering dipengaruhi rekannya sebaya. Pemilihan makanan tidak lagi
didasarkan
pada
kandungan
gizi
tetapi
sekadar
bersosialisasi,
untuk
kesenangan, dan supaya tidak kehilangan status. Hal ini bisa menyebabkan
remaja termasuk dalam nutritionally vul nerable group (Khomsan 2002).
Kehadiran fast food dalam industri makanan di Indonesia bisa
mempengaruhi pola makan kaum remaja di kota. Khususnya bagi remaja dengan
tingkat ekonomi menengah ke atas, restoran fast food merupakan tempat yang
tepat untuk bersantai. Fast food adalah gaya hidup remaja kota. Fast food
umumnya mengandung kalori tinggi, kadar lemak, gula, dan sodium (Na) juga
tinggi, tetapi rendah serat kasar, vitamin A, asam askorbat, kalsium, dan folat.
Kandungan gizi yang tidak seimbang ini bila menjadi pola makan, akan
berdampak negatif pada keadaan gizi para remaja (Khomsan 2002).
Pola makan remaja bila tidak diluruskan akan mengakibatkan munculnya
masalah gizi karena ketidakseimbangan konsumsi pangan. Tampaknya remaja
kota mempunyai risiko lebih tinggi untuk mengalami hal tersebut, karena kondisi
lingkungan yang memungkinkan (Khomsan 2002).
5
Status Gizi Remaja
Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk
variabel tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu.
(Supariasa et al 2002). Gibson (2005) menyatakan status gizi sebagai keadaan
tubuh seseorang atau sekelompok orang sebagai akibat dari konsumsi,
penyerapan, dan penggunaan zat gizi makanan.
Penilaian status gizi dibagi menjadi dua yaitu pengukuran langsung dan
pengukuran tidak langsung. Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi
menjadi empat penilaian yaitu: antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik.
Sedangkan pengukuran tidak langsung dibagi menjadi tiga yaitu survei konsumsi,
statistik vital dan faktor ekologi (Supariasa et al 2002).
Salah satu metode yang umum digunakan pada masyarakat adalah
metode
antropometri
(ukuran-ukuran
tubuh),
terutama
jika
terjadi
ketidakseimbangan kronik antara intik energi dan protein. Metode ini sering
digunakan karena prosedurnya yang sederhana, aman, mudah dan relatif murah.
Pengukuran metode antropometri merupakan metode yang tepat dan akurat
karena dapat dibakukan. Antropometri merupakan indikator yang cukup sensitif
dalam mengidentifikasi status gizi karena sudah ada ambang batas yang jelas.
Indikator dari status gizi adalah berat badan (BB) dan tinggi bada (TB).
Status gizi diukur dengan menggunakan Indeks Massa Tubuh (IMT) (Riyadi
2004). IMT merupakan alat yang sederhana untuk memantau status gizi.
Penggunaan IMT hanya berlaku untuk orang dewasa berumur diatas 18 tahun,
IMT tidak dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil, dan olahragawan
(Supariasa et al 2002). Pengukuran status gizi yang direkomendasikan sebagai
indikator terbaik untuk remaja yaitu IMT/U (Riyadi 2001).
Pengukuran status gizi menggunakan BB/U dianggap tidak valid bila
informasi tentang TB/U tidak ada, namun kombinasi antara BB/U dan TB/U akan
memberikan hasil yang bias untuk menilai massa tubuh. Menurut WHO (2007)
untuk anak berusia diatas 10 tahun, BB/U bukan indikator yang baik karena tidak
dapat membedakan antara tinggi badan dan berat badan pada masa remaja
yang sedang mengalami pertumbuhan. Perubahan komposisi tubuh pada remaja
yang mungkin dapat terlihat adalah adanya penambahan BB (BB/U), sedangkan
pada remaja tidak hanya bertambah berat badan tetapi juga bertambah tinggi
badan. Penggunaan umur dibutuhkan untuk membuat penyajian data referensi
6
menjadi komplit. Indeks massa tubuh terhadap umur (IMT/U) diklasifikasikan
menurut WHO (2007), dengan klasifikasi sebagai berikut:
1. Sangat kurus (z < -3 SD)
2. Kurus (- 3 SD ≤ z < - 2 SD)
3. Normal (-2 SD ≤ z ≤ + 1 SD)
4. Overweight (+1 SD < z ≤ + 2 SD)
5. Obese (z > +2 SD)
Imunitas
Imunitas diartikan sebagai resistensi terhadap penyakit terutama penyakit
infeksi. Sistem imun merupakan gabungan sel, molekul, dan jaringan yang
berperan dalam resistensi terhadap infeksi. Respon imun adalah reaksi yang
dikoordinasi sel-sel, molekul-molekul terhadap mikroba dan bahan lainnya.
Sistem imun digunakan tubuh untuk mempertahankan keutuhan tubuh, sebagai
perlindungan terhadap bahaya yang ditimbulkan oleh berbagai bahan pada
lingkungan hidup (Baratawidjaja 2006).
Imunitas terdiri atas sistem imunitas spesifik dan nonspesifik. Sistem imun
spesifik merupakan sistem imun yang mempunyai kemampuan untuk mengenal
benda asing yang dianggap asing bagi dirinya. Sistem imunitas tersebut hanya
dapat menyingkirkan benda asing yang sudah dikenal sebelumnya. Benda asing
seperti mikroorganisme atau antigen yang menginfeksi tubuh segera dikenal oleh
sistem imun spesifik sehingga terjadi sensitasi sel-sel imun tersebut. Sel-sel
imunitas ditemukan di dalam darah, limfa, timus, kelenjar limfa, saluran nafas,
saluran cerna, dan saluran kemih. Benda asing yang sama bila berpapasan
kembali dengan sel-sel imun akan dikenal lebih cepat kemudian dihancurkan.
Sistem ini dapat bekerja tanpa bantuan sistem imunitas nonspesifik untuk
menghancurkan
benda
asing
yang
berbahaya
bagi
kesehatan
tubuh
(Baratawidjaja 2006).
Imunitas nonspesifik yaitu berupa komponen normal tubuh yang selalu
ditemukan pada individu sehat dan siap mencegah mikroba tersebut. Imunitas
tersebut dikatakan nonspesifik karena tidak ditujukan terhadap mikroba tertentu,
telah ada dan siap berfungsi sejak lahir. (Baratawidjaja 2006).
Sistem imunitas tubuh memiliki fungsi yaitu membantu perbaikan DNA
manusia, mencegah infeksi yang disebabkan jamur, bakteri, virus, dan
organisme lain, serta menghasilkan antibodi (sejenis protein yang disebut
immunoglobulin) untuk memerangi serangan bakteri dan virus asing ke dalam
7
tubuh. Tugas sistem imun adalah mencari dan merusak invader (penyerbu) yang
membahayakan tubuh manusia (Fatmah 2006).
Orang yang menderita kekurangan gizi makro dan mikro akan memiliki
respons sistem imun dan fungsi imun yang rendah. Oleh karena itu kasus
malnutrisi harus diperhatikan untuk mencegah penyakit. Penyakit infeksi dapat
dicegah atau diturunkan melalui perbaikan gizi karena sistem imun akan
meningkat (Fatmah 2006). Zat gizi sangat berperan dalam meningkatkan dan
mempertahankan imunitas tubuh, sehingga asupan zat-zat gizi harus seimbang.
Zat-zat gizi yang sangat diperlukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh adalah
protein, vitamin A dan C, sedangkan mineral berupa selenium dan seng
(Meydani et al 1995 dalam Winarsi 2011).
Protein
Protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh,
karena berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat
pembangun dan pengatur. Selain berfungsi sebagai pembangun dan pengatur
protein memiliki fungsi membantu pembentukan antibodi, berperan dalam
mencegah tubuh dari penyakit. Protein adalah sumber asam-asam amino yang
mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N (Winarno 2004).
Protein merupakan komponen fungsional dan struktural utama sel-sel
dalam tubuh. Semua enzim, zat pembawa (carrier) dalam darah, matriks
intraseluler, dan sebagian besar hormon tersusun atas protein. Protein
merupakan komponen terbesar kedua setelah air yang menyusun 63% tubuh,
sedangkan unsur lainnya terdiri atas lemak 13%, vitamin dan mineral 6%, dan
komponen mikro lainnya 1% (Nasoetion & Amalia 2008).
Proses-proses yang berlangsung di dalam tubuh terkendali dengan
tersedianya protein di dalam tubuh, artinya protein yang mencukupi kebutuhan
akan melangsungkan proses-prosesnya secara teratur. Mineral dan vitamin yang
tergabung dengan protein akan membentuk enzim, yang peranannya sangat
menunjang. Contoh peranan tersebut yaitu resistensi tubuh terhadap infeksi
dikarenakan dalam tubuh tersedia zat kekebalan tubuh dan zat ini berkandungan
protein (Kartasapoetra & Marsetyo 2002).
Kemampuan
kemampuannya
tubuh
untuk
untuk
memerangi
memproduksi
antibodi
infeksi
tergantung
pada
terhadap
organisme
yang
menyebabkan infeksi tertentu atau terhadap bahan-bahan asing yang memasuki
tubuh. Keadaan tubuh yang kekurangan protein akan menurunkan kemampuan
8
tubuh untuk menghalangi toksik bahan-bahan racun. Seseorang yang menderita
kekurangan protein lebih rentan terhadap bahan racun dan obat-obatan
(Almatsier 2004).
Vitamin A
Vitamin A adalah vitamin larut lemak yang pertama ditemukan. Vitamin A
terdapat di dalam pangan hewani, sedangkan karoten terutama di dalam pangan
nabati. Sumber vitamin A adalah hati, kuning telur, susu (di dalam lemaknya) dan
mentega. Sumber karoten adalah sayuran berwarna hijau tua serta sayuran dan
buah-buahan yang berwarna kuning-jingga, seperti daun singkong, daun kacang,
kangkung, bayam, kacang panjang, buncis, wortel, tomat, jagung kuning,
pepaya, mangga, nangka masak dan jeruk (Almatsier 2004).
Vitamin A berfungsi dalam penglihatan, diferensiasi sel, fungsi kekebalan
tubuh, pertumbuhan dan perkembangan, reproduksi, pencegahan kanker dan
penyakit jantung. Kelebihan konsumsi vitamin A dapat menyebabkan toksisitas
dan mempunyai efek teratogenik bagi wanita hamil. Oleh karena itu, asupan
vitamin A harus sesuai dan memenuhi kebutuhan serta menghindari kelebihan
vitamin A (Almatsier 2004).
Vitamin A mengatur banyak aspek dari fungsi kekebalan tubuh, termasuk
komponen-komponen baik sistem kekebalan nonspesifik dan sistem kekebalan
spesifik (Semba 2002). Defisiensi berdampak pada kekebalan nonspesifik yaitu
akibat terhambatnya regenerasi normal dari dinding mukosa sel epitel selama
terjadi infeksi dan berdampak pada berkurangnya resistensi terhadap infeksi
pathogen. Semba (2002) juga menyatakan bahwa vitamin A merupakan faktor
yang penting untuk perkembangan sistem limfoid dan untuk pemeliharaan
permukaan mukosa dari gastrointestinal, pernapasan dan saluran genitourinary
serta pada morbiditas dan mortalitas anak-anak.
Vitamin A berpengaruh terhadap fungsi kekebalan tubuh. Retinol
tampaknya berpengaruh terhadap pertumbuhan dan diferensiasi limfosit B,
disamping itu kekurangan vitamin A menurunkan respon antibodi yang
bergantung pada sel T. Sebaliknya infeksi dapat memperburuk kekurangan
vitamin A. Kaitan vitamin A dan fungsi kekebalan ditemukan bahwa ada
hubungan kuat antara status vitamin A dan resiko terhadap penyakit infeksi
pernafasan; kekurangan vitamin A pada campak cenderung menimbulkan
komplikasi yang dapat berakibat kematian (Almatsier 2004).
9
Vitamin C
Vitamin C merupakan vitamin larut air. Kekurangan vitamin C dikelan
dengan scurvy. Penyakit ini banyak diderita oleh orang-orang yang mengadakan
perjalanan jauh dengan kapal yang mengalami kekurangan konsumsi bahan
makanan segar seperti buah-buahan dan sayur-sayuran (Almatsier 2004).
Asam askorbat (vitamin C) adalah suatu zat organis yang merupakan koenzim atau askorbat ko-faktor pada berbagai reaksi biokimia tubuh. Salah satu
perannya yang utama adalah proses hidroksilasi praline dan lysine pada
pembentukan kolagen. Kolagen adalah komponen penting jaringan ikat, oleh
sebab itu vitamin C penting untuk kelangsungan hidup jaringan ikat. Hal ini
menunjukkan bahwa vitamin C berperan penting pada proses penyembuhan
luka, adaptasi tubuh terhadap trauma dan infeksi (Soerjodibroto 1985).
Vitamin C termasuk golongan vitamin yang larut dalam air, dan akan
dieksresikan melalui urine apabila kadar dalam darah melebihi batas normal.
Oleh karena itu vitamin C harus tersedia secara kontinu dalam makanan seharihari agar tidak sampai timbul gejala defisiensi. Defisiensi vitamin C ini disebut
sebagai skorbut (Almatsier 2004).
Vitamin C mempunyai banyak fungsi di dalam tubuh yaitu untuk
mensintesis kolagen; mensintesis karnitin, noradrenalin, serotin; absorpsi dan
metabolisme besi; absorpsi kalsium; mencegah infeksi; dan mencegah kanker
dan penyakit jantung. Vitamin C meningkatkan daya tahan terhadap infeksi,
kemungkinan karena pemeliharaan terhadap membran mukosa atau pengaruh
terhadap fungsi kekebalan (Almatsier 2004).
Secara alami vitamin C dapat diperoleh dari buah-buahan. Buah yang
tinggi kandungan vitamin C-nya adalah jambu biji, jeruk, tomat, mangga, dan
sirsak. Sayuran juga banyak mengandung vitamin C terutama brokoli, cabai, dan
kentang. Vitamin C rusak oleh udara, oleh karena itu untuk mendapatkannya
secara maksimal sebaiknya memakan sayur dan buah dalam keadaan segar dan
sesegera mungkin (belum terlalu lama dalam kondisi terbuka atau sudah dikupas
di udara bebas) (Wirakusumah 1998).
Pemeliharaan terhadap membran mukosa fungsi vitamin C meningkatkan
daya tahan terhadap infeksi, kemungkinan karena pemeliharaan terhadap
membran mukosa atau pengaruh terhadap fungsi kekebalan. Dosis vitamin C
yang tinggi dapat mencegah dan menyembuhkan pilek, namun belum tentu
dapat dibuktikan. Selain itu vitamin C juga dapat mencegah dan menyembuhkan
10
kanker. Hal ini dikarenakan vitamin C dapat mencegah pembentukan nitrosamine
yang bersifat karsinogenik. Disamping itu peranan vitamin C sebagai antioksidan
dapat mempengaruhi pembentukan sel-sel tumor (Khomsan 2002) .
Zinc
Zinc merupakan mineral penting yang ikut membentuk lebih dari 300
enzim dan protein. Zinc atau seng dibutuhkan agar fungsi tubuh berjalan
sempurna. Kecukupan seng akan mencegah masalah kesehatan termasuk juga
mendorong sistem kekebalan. Beberapa studi menyebutkan bahwa zinc telah
digunakan untuk mencegah cidera, mencegah diare, dan melambatkan
degenerasi
macula
(kondisi
yang
menyebabkan
masalah
penglihatan)
(Harmandini 2010).
Zinc merupakan komponen penting dari berbagai macam enzim.
Kebutuhan zinc adalah 15 mg bagi setiap anak di atas usia 11 tahun. Para ahli
gizi berpendapat dengan mengkonsumsi jumlah protein hewani yang dianjurkan
kebutuhan tubuh akan zinc akan tercukupi. Sumber utama zinc terdapat pada
berbagai bahan pangan yaitu daging, unggas, ikan laut, telur, keju, susu serta
pecel (peanut butter) (Winarno 2004).
Seng (Zn) memegang peranan esensial dalam banyak fungsi tubuh. Seng
berperan dalam berbagai aspek metabolisme, seperti reaksi-reaksi yang
berkaitan dengan sintesis dan degradasi karbohidrat, protein, lipida dan asam
nukleat. Seng berperan dalam fungsi kekebalan, yaitu fungsi sel T dan dalam
pembentukan antibodi oleh sel B (Almatsier 2004).
Sistem imun dalam tubuh dipengaruhi oleh tingkat zinc dalam tubuh.
Kekurangan zinc yang parah akan melemahkan fungsi imun. Zinc diperlukan bagi
pengembangan dan pengaktifan T-limposit, yaitu sejenis sel darah putih yang
berfungsi untuk memerangi penyakit. Pada saat suplemen zinc diberikan pada
individu yang memiliki zinc rendah, jumlah sel T-limposit dalam darah meningkat
dan kemampuan sel limposit untuk memerangi infeksi meningkat .
Selenium
Selenium adalah mineral penting yang sangat dibutuhkan oleh tubuh
sebagai antioksidan untuk meredam aktivitas radikal bebas, tidak diproduksi oleh
tubuh, tetapi diperoleh dari konsumsi makanan sehari-hari. Sumber utama
selenium adalah tumbuh-tumbuhan dan makanan laut. Selenium membantu
tubuh dalam memecah bahan kimia beracun, menstimulasi sistem kekebalan
tubuh untuk melawan kanker, meningkatkan kepekaan terhadap kerusakan gigi
11
(Vitahealth 2006). Manfaat Selenium bagi tubuh yaitu (1) menangkal radikal
bebas. Selenium bekerja sama dengan vitamin E sebagai zat antioksidan untuk
memperlambat oksidasi asam lemak tak jenuh; (2) meningkatkan kekebalan
tubuh. Selenium diketahui memperbaiki sistem imunitas (kekebalan tubuh) dan
fungsi kelenjar tiroid. Hasil penelitian belakangan ini yang memastikan bahwa
selenium dapat mencegah kanker (termasuk kanker kulit akibat paparan
matahari) sebagai mineral yang bermanfaat besar untuk meningkatkan fungsi
kekebalan tubuh manusia; (3) Mempertahankan elastisitas. Selenium bersama
vitamin E berfungsi mempertahankan elastisitas jaringan dan bila kadar selenium
berkurang maka tubuh akan mengalami penuaan dini, yaitu kondisi sel yang
rusak sebelum waktunya.
Pangan Sumber Vitamin dan Mineral
Pangan sumber vitamin dan mineral berasal dari pangan nabati dan
pangan hewani. Sayuran dan buah-buahan termasuk dalam pangan nabati.
Pangan nabati (sayuran dan buah-buahan) adalah sumber serat makanan yang
paling mudah dijumpai dalam menu masyarakat. Sayuran bisa dikonsumsi dalam
bentuk mentah atau telah diproses melalui perebusan (Khomsan 2002). Sayuran
dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu sayuran daun, sayuran bunga, sayuran
buah, sayuran umbi, dan sayuran batang muda (Sulistijani 2005).
Bahan nabati ini sangat dibutuhkan dan harus dikonsumsi setiap hari
sesuai dengan jumlah dan komposisi yang seimbang. Sayuran bermanfaat bagi
kesehatan tubuh sesuai dengan zat-zat yang dikandungnya.(Sulistijani 2005).
Dari sudut pengetahuan gizi, sayur merupakan sumber zat pengatur, yaitu
sumber vitamin dan mineral. Sayuran merupakan salah satu sumber provitamin
A, vitamin C, vitamin B, Ca, Fe, menyumbang sedikit kalori serta sejumlah
elemen mikro. Vitamin dan mineral dibutuhkan oleh tubuh. Orang yang
mengalami kekurangan vitamin dan mineral dalam susunan hidangannya seharihari dalam waktu yang lama, maka akan menderita berbagai penyakit
kekurangan vitamin dan mineral. Selain itu sayuran juga merupakan sumber
serat pangan (dietary fiber) serta sejumlah antioksidan yang telah terbukti
mempunyai peranan penting untuk menjaga kesehatan tubuh (Muchtadi 2000).
Golongan bahan makanan buah biasanya sudah matang atau setidaknya
sudah tua. Buah-buahan sebagian besar dimakan “mentah”, dan disebut buah
cuci mulut (Sediaoetama 2006). Buah-buahan juga sangat dianjurkan untuk
dikonsumsi setiap hari. Selain dinikmati dalam bentuk segar, buah-buahan juga
12
dapat diolah dalam bentuk jus atau dihidangkan bersama sayuran (Sulistijani
2005).
Selain dari pangan nabati, pangan hewani juga mengandung vitamin dan
mineral namun sedikit serat. Bahan makanan hewani adalah bahan makanan
yang berupa atau berasal dari hewan atau produk-produk yang diolah dengan
menggunakan bahan dasar asal hewan. Pangan hewani mempunyai berbagai
keunggulan dibanding pangan nabati. Pertama, pangan hewani terasa gurih atau
enak karena mengandung protein dan lemak yang banyak. Kedua, pangan
hewani mengandung protein yang berkualitas karena mudah digunakan tubuh
dan memiliki komposisi asam amino yang lengkap. Ketiga, pangan hewani
mengandung berbagai zat gizi mineral yang tinggi dan mudah digunakan oleh
tubuh. Misalnya kalsium pada susu, zat besi (fe), zinc dan selenium yang banyak
di dalam daging, hati, telur. Keempat, pangan hewani mengandung zat gizi
vitamin yang unik. Misalnya vitamin A dalam hati dan kuning telur yang mudah
digunakan tubuh. Selain itu dalam pangan hewani terdapat vitamin B12 yang
tidak terdapat pada pangan nabati (Hardinsyah 2008).
Kelompok bahan pangan hewani merupakan sumber utama protein.
Protein berdasarkan sumbernya yaitu berasal dari hewani dan tumbuhan. Bahan
pangan yang berasal dari hewan yaitu lauk-pauk, misalnya daging, ikan, telur
dan sebagainya (Sediaoetama 2006).
Daging merupakan bahan pangan yang penting dalam memenuhi
kebutuhan gizi. Selain mutu proteinnya tinggi, pada daging terdapat pula
kandungan asam amino esensial yang lengkap dan seimbang. Keunggulan lain,
protein daging lebih mudah dicerna daripada yang berasal dari nabati. Bahan
pangan ini juga mengandung beberapa jenis mineral dan vitamin.
Pangan hewani selain daging yaitu ikan. Kualitas protein ikan tergolong
protein sempurna (protein lengkap), mengandung semua asam amino esensial
dalam jumlah masing-masing yang mencukupi kebutuhan tubuh. Ikan laut yang
besar mengandung banyak lemak dan kaya vitamin yang larut dalam lemak
seperti vitamin A dan vitamin D. Ikan dikonsumsi sebagai ikan segar (ikan
basah), sebagai ikan kering yang diasin atau tidak dan juga sebagai ikan
kalengan hasil teknologi pangan modern (Sediaoetama 2004).
Kemampuan
kemampuannya
tubuh
untuk
dalam
memproduksi
melawan
antibodi
infeksi
terhadap
bergantung
organisme
pada
yang
menyebabkan infeksi tertentu atau terhadap bahan-bahan asing yang memasuki
13
tubuh. Kemampuan tubuh untuk melakukan detoksifikasi terhadap bahan-bahan
racun dikontrol oleh enzim-enzim yang terutama terdapat di dalam hati. Dalam
keadaan kekurangan protein kemampuan tubuh untuk menghalangi pengaruh
toksik bahan-bahan beracun ini berkurang. Seseorang yang menderita
kekurangan protein lebih rentan terhadap bahan-bahan beracun dan obat-obatan
(Almatsier 2004).
Konsumsi Pangan Sumber Vitamin dan Mineral
Survei konsumsi makanan merupakan metode penentuan status gizi
secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi
(Supariasa et al 2002). Definisi ini menunjukkan bahwa telaahan konsumsi
pangan dapat ditinjau dari aspek jenis pangan yang dikonsumsi dan jumlah
pangan yang dikonsumsi. Tujuan dalam mengonsumsi pangan adalah untuk
memperoleh sejumlah zat gizi yang diperlukan tubuh.
Secara umum rumus yang digunakan untuk mengetahui kandungan zat
gizi konsumsi makanan yang berasal dari pangan yang beragam adalah:
Kgij = ∑(Bj/100) x Gij x (BDDj/100)
Keterangan:
Kgij
= penjumlahan zat gizi i dari setiap bahan makanan atau pangan j yang
dikonsumsi
Bj
= Berat bahan makanan j (gram)
Gij
= Kandungan zat gizi i dari bahan makanan j
BDDj = Persen bahan makanan j yang dapat dimakan
Berdasarkan waktu pengumpulan data jenis metode survei konsumsi
dibagi menjadi tiga pendekatan, yaitu prospektif atau melakukan survei konsumsi
gizi saat ini ke depan, retrospektif atau melakukan survei konsumsi gizi pada saat
konsumsi gizi yang sudah lalu dan gabungan keduanya yaitu melakukan survei
konsumsi gizi berdasarkan data konsumsi gizi yang sudah lalu dan saat ini
(Widajanti 2009).
Jenis metode survei konsumsi gizi individu berdasarkan pendekatan
prospektif antara lain meliputi pencatatan penimbangan pangan (weighed foof
records), pencatatan pangan (food records), dan sejarah pangan (dietary
history). Sedangkan metode dengan berdasarkan pendekatan retrospektif
meliputi recall 24 jam konsumsi gizi (24 hours food recalls), pengulangan recall
konsumsi gizi (repeated 24 hours food recalls), food frequency questionnaires
14
(FFQ), semiquantitatif food frequency questionnaires (semiquantitatif FFQ)
(Widajanti 2009).
Pencatatan pangan (food record) dilakukan dengan mencatat segala
makanan dan minuman serta suplemen vitamin dan mineral maupun suplemen
makanan lainnya yang dikonsumsi dari pagi sampai menjelang pagi (24 jam)
dengan porsi atau ukuran rumah tangga yang dikonsumsi. Pencatatan pangan
dilakukan dengan cara
responden mencatat makanan, minuman, suplemen
yang dikonsumsi termasuk ukuran rumah tangga dalam sehari dan diulang
hingga tujuh hari baik secara berurutan atau tidak. Pencatatan dilakukan oleh
subjek atau responden setiap hari selama seminggu atau minimal dua hari tidak
berurutan dalam seminggu yang mewakili hari kerja dan hari libur untuk
meningkatkan validitas hasil pencatatan makanan dan minuman. Hal-hal yang
dicatat subjek atau responden antara lain nama makanan dan minuman beserta
ukuran rumah tangga dan perkiraan berat makanan dan minuman menurut
subjek. Suplemen vitamin maupun mineral maupun suplemen makanan lain yang
dikonsumsi dicatat. Nama makanan dan minuman kemasan termasuk suplemen
dicatat merek dan URTnya (Widajanti 2009).
Hasil pencatatan makanan dan minuman termasuk suplemen beserta
ukuran rumah tangga dari masing-masing makanan dan minuman yang
dikonsumsi dikonversi dulu ke berat makanan. Setelah itu kemudian diolah
dengan menggunakan software Nutrisurvey sehingga akan diperoleh nilai gizi
(energi, protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral) dari masing-masing
makanan dan minuman yang dikonsumsi seseorang setiap hari (Widajanti 2009).
Prinsip metode pencatatan pangan adalah mencatat segala makanan,
minuman, dan suplemen yang dikonsumsi beserta URT-nya serta perkiraan berat
pangan dalam sehari. Faktor utama yang menguntungkan dalam metode
pencatatan pangan antara lain dengan mencatat maka kemungkinan subjek lupa
pangan apa saja yang dikonsumsi tidak terjadi, sehingga presisinya tinggi dalam
menggali semua pangan yang dikonsumsi termasuk suplemen (Widajanti 2009).
Piramida kesehatan manusia menyebutkan perlunya mengonsumsi
pangan hewani dan nabati seperti sayur dan buah. Menurut Almatsier (2004), di
Indonesia konsumsi buah yang dianjurkan sehari sebanyak 200-300 gram atau
2-3 potong sehari sedangkan porsi sayuran dalam bentuk tercampur yang
dianjurkan sehari sebanyak 150-200 gram atau 1,5-2 mangkok sehari. Indonesia
cukup kaya dengan berbagai macam buah-buahan, bahkan beberapa buah
15
hanya dijumpai di Indonesia, sehingga seharusnya buah sering dikonsumsi untuk
menambah zat gizi pada susunan pangan. Begitu juga halnya dengan sayur
yang merupakan salah satu sumberdaya yang banyak terdapat di sekitar kita,
mudah diperoleh dan berharga relative murah serta merupakan sumber vitamin
dan mineral (Wirakusumah (1998). Konsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan
penduduk Indonesia baru sebesar 95 kkal/kapita/hari, atau 79% dari anjuran
kebutuhan minimum sebesar 120 kkal/kapita/hari (Aswatini et al 2008).
Morbiditas
Morbiditas dan status gizi merupakan variabel yang mencerminkan status
kesehatan. Morbiditas ini meliputi prevalensi penyakit menular dan penyakit tidak
menular. Derajat kesehatan atau status kesehatan adalah tingkat kesehatan
perorangan, kelompok atau masyarakat yang diukur dengan angka kematian,
umur harapan hidup, status gizi, dan angka kesakitan (morbiditas). Kesehatan
merupakan masalah yang kompleks hingga tidak mungkin diukur semua faktor
yang mempengaruhinya, baik secara langsung maupun tidak langsung, karena
itu diperlukan suatu alat yang dapat memberi indikasi untuk menggambarkan
keadaan kesehatan. Alat tersebut ialah indikator. Indikator kesehatan dapat
digunakan untuk mengukur status kesehatan, memonitor kemajuan keadaan
kesehatan dan merupakan alat bantu dalam mengadakan evaluasi program
kesehatan (Depkes 2008). Menurut Sediaoetama (2006) salah satu indikator
yang dapat digunakan untuk menilai keadaan kesehatan gizi masyarakat secara
tidak langsung yaitu morbiditas (angka sakit), mortalitas, dan berat lahir bayi
yang rendah.
Pada hakekatnya derajat kesehatan dipengaruhi oleh empat faktor
penentu yaitu: faktor bawaan, pelayanan kesehatan, perilaku dan faktor
lingkungan (fisik, biologi, kemasyarakatan). Dua faktor tersebut terakhir
merupakan faktor penentu yang sangat besar pengaruhnya terhadap derajat
kesehatan masyarakat (Sukarni 1994).
Status gizi yang rendah menyebabkan kondisi daya tahan tubuh
menurun, sehingga berbagai penyakit dapat timbul dengan mudah. Seorang
anak yang sehat tidak akan mudah terserang berbagai jenis penyakit, termasuk
penyakit infeksi, karena mempunyai daya tahan tubuh yang cukup kuat. Daya
tahan tubuh akan meningkat pada keadaan kesehatan gizi yang baik, dan akan
menurun bila kondisi kesehatan gizinya menurun (Sediaoetama 2006).
16
Masa yang paling sehat dalam kehidupan yaitu masa remaja yang
didasarkan pada ukuran mortalitas dan morbiditas yang tidak menyertakan
penilaian fungsional status kesehatan atau efek perilaku yang dimulai selama
masa remaja pada mortalitas dan morbiditas masa dewasa (Irwin & Shafer
1999). Akan tetapi, remaja memiliki resiko kesehatan paling tinggi karena faktor
kecelakaan, alkohol, narkoba, hamil diluar nikah, kebiasaan makan (diet) dan
perilaku hidup sehat yang buruk (Latifah 2008).
Kebiasaan makan (diet) dan perilaku hidup sehat yang buruk akan
berdampak terhadap konsumsi pangan. Konsumsi pangan yang kurang dapat
menjadi penyebab langsung terjadinya penyakit infeksi.
Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme
seperti bakteri, virus, jamur, protozoa, cacing dan sebagainya (Shulman et
al1994). Proses terjadinya penyakit infeksi disebabkan adanya bibit penyakit
(agent) yang masuk ke dalam tubuh manusia yang rentan (host). Munculnya bibit
penyakit bervariasi dengan waktu dan kondisi lingkungan yang berpengaruh
terhadap kelangsungan hidup agent, tempat masuk, dan adanya reservoir lain
dari agent. Mobilitas dan kontak interpersonal dalam populasi dan lamanya
imunitas terdahulu dengan agent yang sama atau masih dalam satu keluarga,
berpengaruh terhadap banyak sedikitnya jumlah orang yang rentan terhadap
penyakit (Atmodjo & Rustiawan 1996).
Download