4 TINJAUAN PUSTAKA Remaja Perkembangan dari seorang anak menjadi dewasa pasti melalui fase remaja. Fisik seseorang terus berkembang pada saat remaja, demikian pula aspek sosial maupun psikologisnya. Perubahan ini membuat seorang remaja mengalami banyak ragam gaya hidup, perilaku, tidak terkecuali pengalaman dalam menentukan makanan apa yang akan dikonsumsi (Khomsan 2002). Remaja adalah golongan individu yang sedang mencari identitas diri, mereka suka ikut-ikutan, dan terkagum-kagum pada idola yang berpenampilan menarik. Masa remaja berlangsung mulai usia 12 tahun sampai 21 tahun. Karakteristik pertumbuhan dan implikasi nutrisi untuk remaja adalah periode maturasi yang cepat pada fisik, emosi, sosial, dan seksual. Biasanya pertumbuhan cepat pada remaja putri pada usia 10-11 tahun, puncaknya pada usia 12 tahun, dan selesai pada usia 15 tahun. Pertumbuhan cepat remaja putra pada usia 12-13 tahun, puncaknya pada usia 14 tahun dan selesai pada usia 19 tahun (Wulansari 2009). Remaja banyak melakukan aktivitas diluar rumah yang membuat seorang remaja sering dipengaruhi rekannya sebaya. Pemilihan makanan tidak lagi didasarkan pada kandungan gizi tetapi sekadar bersosialisasi, untuk kesenangan, dan supaya tidak kehilangan status. Hal ini bisa menyebabkan remaja termasuk dalam nutritionally vul nerable group (Khomsan 2002). Kehadiran fast food dalam industri makanan di Indonesia bisa mempengaruhi pola makan kaum remaja di kota. Khususnya bagi remaja dengan tingkat ekonomi menengah ke atas, restoran fast food merupakan tempat yang tepat untuk bersantai. Fast food adalah gaya hidup remaja kota. Fast food umumnya mengandung kalori tinggi, kadar lemak, gula, dan sodium (Na) juga tinggi, tetapi rendah serat kasar, vitamin A, asam askorbat, kalsium, dan folat. Kandungan gizi yang tidak seimbang ini bila menjadi pola makan, akan berdampak negatif pada keadaan gizi para remaja (Khomsan 2002). Pola makan remaja bila tidak diluruskan akan mengakibatkan munculnya masalah gizi karena ketidakseimbangan konsumsi pangan. Tampaknya remaja kota mempunyai risiko lebih tinggi untuk mengalami hal tersebut, karena kondisi lingkungan yang memungkinkan (Khomsan 2002). 5 Status Gizi Remaja Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu. (Supariasa et al 2002). Gibson (2005) menyatakan status gizi sebagai keadaan tubuh seseorang atau sekelompok orang sebagai akibat dari konsumsi, penyerapan, dan penggunaan zat gizi makanan. Penilaian status gizi dibagi menjadi dua yaitu pengukuran langsung dan pengukuran tidak langsung. Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat penilaian yaitu: antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik. Sedangkan pengukuran tidak langsung dibagi menjadi tiga yaitu survei konsumsi, statistik vital dan faktor ekologi (Supariasa et al 2002). Salah satu metode yang umum digunakan pada masyarakat adalah metode antropometri (ukuran-ukuran tubuh), terutama jika terjadi ketidakseimbangan kronik antara intik energi dan protein. Metode ini sering digunakan karena prosedurnya yang sederhana, aman, mudah dan relatif murah. Pengukuran metode antropometri merupakan metode yang tepat dan akurat karena dapat dibakukan. Antropometri merupakan indikator yang cukup sensitif dalam mengidentifikasi status gizi karena sudah ada ambang batas yang jelas. Indikator dari status gizi adalah berat badan (BB) dan tinggi bada (TB). Status gizi diukur dengan menggunakan Indeks Massa Tubuh (IMT) (Riyadi 2004). IMT merupakan alat yang sederhana untuk memantau status gizi. Penggunaan IMT hanya berlaku untuk orang dewasa berumur diatas 18 tahun, IMT tidak dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil, dan olahragawan (Supariasa et al 2002). Pengukuran status gizi yang direkomendasikan sebagai indikator terbaik untuk remaja yaitu IMT/U (Riyadi 2001). Pengukuran status gizi menggunakan BB/U dianggap tidak valid bila informasi tentang TB/U tidak ada, namun kombinasi antara BB/U dan TB/U akan memberikan hasil yang bias untuk menilai massa tubuh. Menurut WHO (2007) untuk anak berusia diatas 10 tahun, BB/U bukan indikator yang baik karena tidak dapat membedakan antara tinggi badan dan berat badan pada masa remaja yang sedang mengalami pertumbuhan. Perubahan komposisi tubuh pada remaja yang mungkin dapat terlihat adalah adanya penambahan BB (BB/U), sedangkan pada remaja tidak hanya bertambah berat badan tetapi juga bertambah tinggi badan. Penggunaan umur dibutuhkan untuk membuat penyajian data referensi 6 menjadi komplit. Indeks massa tubuh terhadap umur (IMT/U) diklasifikasikan menurut WHO (2007), dengan klasifikasi sebagai berikut: 1. Sangat kurus (z < -3 SD) 2. Kurus (- 3 SD ≤ z < - 2 SD) 3. Normal (-2 SD ≤ z ≤ + 1 SD) 4. Overweight (+1 SD < z ≤ + 2 SD) 5. Obese (z > +2 SD) Imunitas Imunitas diartikan sebagai resistensi terhadap penyakit terutama penyakit infeksi. Sistem imun merupakan gabungan sel, molekul, dan jaringan yang berperan dalam resistensi terhadap infeksi. Respon imun adalah reaksi yang dikoordinasi sel-sel, molekul-molekul terhadap mikroba dan bahan lainnya. Sistem imun digunakan tubuh untuk mempertahankan keutuhan tubuh, sebagai perlindungan terhadap bahaya yang ditimbulkan oleh berbagai bahan pada lingkungan hidup (Baratawidjaja 2006). Imunitas terdiri atas sistem imunitas spesifik dan nonspesifik. Sistem imun spesifik merupakan sistem imun yang mempunyai kemampuan untuk mengenal benda asing yang dianggap asing bagi dirinya. Sistem imunitas tersebut hanya dapat menyingkirkan benda asing yang sudah dikenal sebelumnya. Benda asing seperti mikroorganisme atau antigen yang menginfeksi tubuh segera dikenal oleh sistem imun spesifik sehingga terjadi sensitasi sel-sel imun tersebut. Sel-sel imunitas ditemukan di dalam darah, limfa, timus, kelenjar limfa, saluran nafas, saluran cerna, dan saluran kemih. Benda asing yang sama bila berpapasan kembali dengan sel-sel imun akan dikenal lebih cepat kemudian dihancurkan. Sistem ini dapat bekerja tanpa bantuan sistem imunitas nonspesifik untuk menghancurkan benda asing yang berbahaya bagi kesehatan tubuh (Baratawidjaja 2006). Imunitas nonspesifik yaitu berupa komponen normal tubuh yang selalu ditemukan pada individu sehat dan siap mencegah mikroba tersebut. Imunitas tersebut dikatakan nonspesifik karena tidak ditujukan terhadap mikroba tertentu, telah ada dan siap berfungsi sejak lahir. (Baratawidjaja 2006). Sistem imunitas tubuh memiliki fungsi yaitu membantu perbaikan DNA manusia, mencegah infeksi yang disebabkan jamur, bakteri, virus, dan organisme lain, serta menghasilkan antibodi (sejenis protein yang disebut immunoglobulin) untuk memerangi serangan bakteri dan virus asing ke dalam 7 tubuh. Tugas sistem imun adalah mencari dan merusak invader (penyerbu) yang membahayakan tubuh manusia (Fatmah 2006). Orang yang menderita kekurangan gizi makro dan mikro akan memiliki respons sistem imun dan fungsi imun yang rendah. Oleh karena itu kasus malnutrisi harus diperhatikan untuk mencegah penyakit. Penyakit infeksi dapat dicegah atau diturunkan melalui perbaikan gizi karena sistem imun akan meningkat (Fatmah 2006). Zat gizi sangat berperan dalam meningkatkan dan mempertahankan imunitas tubuh, sehingga asupan zat-zat gizi harus seimbang. Zat-zat gizi yang sangat diperlukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh adalah protein, vitamin A dan C, sedangkan mineral berupa selenium dan seng (Meydani et al 1995 dalam Winarsi 2011). Protein Protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh, karena berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Selain berfungsi sebagai pembangun dan pengatur protein memiliki fungsi membantu pembentukan antibodi, berperan dalam mencegah tubuh dari penyakit. Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N (Winarno 2004). Protein merupakan komponen fungsional dan struktural utama sel-sel dalam tubuh. Semua enzim, zat pembawa (carrier) dalam darah, matriks intraseluler, dan sebagian besar hormon tersusun atas protein. Protein merupakan komponen terbesar kedua setelah air yang menyusun 63% tubuh, sedangkan unsur lainnya terdiri atas lemak 13%, vitamin dan mineral 6%, dan komponen mikro lainnya 1% (Nasoetion & Amalia 2008). Proses-proses yang berlangsung di dalam tubuh terkendali dengan tersedianya protein di dalam tubuh, artinya protein yang mencukupi kebutuhan akan melangsungkan proses-prosesnya secara teratur. Mineral dan vitamin yang tergabung dengan protein akan membentuk enzim, yang peranannya sangat menunjang. Contoh peranan tersebut yaitu resistensi tubuh terhadap infeksi dikarenakan dalam tubuh tersedia zat kekebalan tubuh dan zat ini berkandungan protein (Kartasapoetra & Marsetyo 2002). Kemampuan kemampuannya tubuh untuk untuk memerangi memproduksi antibodi infeksi tergantung pada terhadap organisme yang menyebabkan infeksi tertentu atau terhadap bahan-bahan asing yang memasuki tubuh. Keadaan tubuh yang kekurangan protein akan menurunkan kemampuan 8 tubuh untuk menghalangi toksik bahan-bahan racun. Seseorang yang menderita kekurangan protein lebih rentan terhadap bahan racun dan obat-obatan (Almatsier 2004). Vitamin A Vitamin A adalah vitamin larut lemak yang pertama ditemukan. Vitamin A terdapat di dalam pangan hewani, sedangkan karoten terutama di dalam pangan nabati. Sumber vitamin A adalah hati, kuning telur, susu (di dalam lemaknya) dan mentega. Sumber karoten adalah sayuran berwarna hijau tua serta sayuran dan buah-buahan yang berwarna kuning-jingga, seperti daun singkong, daun kacang, kangkung, bayam, kacang panjang, buncis, wortel, tomat, jagung kuning, pepaya, mangga, nangka masak dan jeruk (Almatsier 2004). Vitamin A berfungsi dalam penglihatan, diferensiasi sel, fungsi kekebalan tubuh, pertumbuhan dan perkembangan, reproduksi, pencegahan kanker dan penyakit jantung. Kelebihan konsumsi vitamin A dapat menyebabkan toksisitas dan mempunyai efek teratogenik bagi wanita hamil. Oleh karena itu, asupan vitamin A harus sesuai dan memenuhi kebutuhan serta menghindari kelebihan vitamin A (Almatsier 2004). Vitamin A mengatur banyak aspek dari fungsi kekebalan tubuh, termasuk komponen-komponen baik sistem kekebalan nonspesifik dan sistem kekebalan spesifik (Semba 2002). Defisiensi berdampak pada kekebalan nonspesifik yaitu akibat terhambatnya regenerasi normal dari dinding mukosa sel epitel selama terjadi infeksi dan berdampak pada berkurangnya resistensi terhadap infeksi pathogen. Semba (2002) juga menyatakan bahwa vitamin A merupakan faktor yang penting untuk perkembangan sistem limfoid dan untuk pemeliharaan permukaan mukosa dari gastrointestinal, pernapasan dan saluran genitourinary serta pada morbiditas dan mortalitas anak-anak. Vitamin A berpengaruh terhadap fungsi kekebalan tubuh. Retinol tampaknya berpengaruh terhadap pertumbuhan dan diferensiasi limfosit B, disamping itu kekurangan vitamin A menurunkan respon antibodi yang bergantung pada sel T. Sebaliknya infeksi dapat memperburuk kekurangan vitamin A. Kaitan vitamin A dan fungsi kekebalan ditemukan bahwa ada hubungan kuat antara status vitamin A dan resiko terhadap penyakit infeksi pernafasan; kekurangan vitamin A pada campak cenderung menimbulkan komplikasi yang dapat berakibat kematian (Almatsier 2004). 9 Vitamin C Vitamin C merupakan vitamin larut air. Kekurangan vitamin C dikelan dengan scurvy. Penyakit ini banyak diderita oleh orang-orang yang mengadakan perjalanan jauh dengan kapal yang mengalami kekurangan konsumsi bahan makanan segar seperti buah-buahan dan sayur-sayuran (Almatsier 2004). Asam askorbat (vitamin C) adalah suatu zat organis yang merupakan koenzim atau askorbat ko-faktor pada berbagai reaksi biokimia tubuh. Salah satu perannya yang utama adalah proses hidroksilasi praline dan lysine pada pembentukan kolagen. Kolagen adalah komponen penting jaringan ikat, oleh sebab itu vitamin C penting untuk kelangsungan hidup jaringan ikat. Hal ini menunjukkan bahwa vitamin C berperan penting pada proses penyembuhan luka, adaptasi tubuh terhadap trauma dan infeksi (Soerjodibroto 1985). Vitamin C termasuk golongan vitamin yang larut dalam air, dan akan dieksresikan melalui urine apabila kadar dalam darah melebihi batas normal. Oleh karena itu vitamin C harus tersedia secara kontinu dalam makanan seharihari agar tidak sampai timbul gejala defisiensi. Defisiensi vitamin C ini disebut sebagai skorbut (Almatsier 2004). Vitamin C mempunyai banyak fungsi di dalam tubuh yaitu untuk mensintesis kolagen; mensintesis karnitin, noradrenalin, serotin; absorpsi dan metabolisme besi; absorpsi kalsium; mencegah infeksi; dan mencegah kanker dan penyakit jantung. Vitamin C meningkatkan daya tahan terhadap infeksi, kemungkinan karena pemeliharaan terhadap membran mukosa atau pengaruh terhadap fungsi kekebalan (Almatsier 2004). Secara alami vitamin C dapat diperoleh dari buah-buahan. Buah yang tinggi kandungan vitamin C-nya adalah jambu biji, jeruk, tomat, mangga, dan sirsak. Sayuran juga banyak mengandung vitamin C terutama brokoli, cabai, dan kentang. Vitamin C rusak oleh udara, oleh karena itu untuk mendapatkannya secara maksimal sebaiknya memakan sayur dan buah dalam keadaan segar dan sesegera mungkin (belum terlalu lama dalam kondisi terbuka atau sudah dikupas di udara bebas) (Wirakusumah 1998). Pemeliharaan terhadap membran mukosa fungsi vitamin C meningkatkan daya tahan terhadap infeksi, kemungkinan karena pemeliharaan terhadap membran mukosa atau pengaruh terhadap fungsi kekebalan. Dosis vitamin C yang tinggi dapat mencegah dan menyembuhkan pilek, namun belum tentu dapat dibuktikan. Selain itu vitamin C juga dapat mencegah dan menyembuhkan 10 kanker. Hal ini dikarenakan vitamin C dapat mencegah pembentukan nitrosamine yang bersifat karsinogenik. Disamping itu peranan vitamin C sebagai antioksidan dapat mempengaruhi pembentukan sel-sel tumor (Khomsan 2002) . Zinc Zinc merupakan mineral penting yang ikut membentuk lebih dari 300 enzim dan protein. Zinc atau seng dibutuhkan agar fungsi tubuh berjalan sempurna. Kecukupan seng akan mencegah masalah kesehatan termasuk juga mendorong sistem kekebalan. Beberapa studi menyebutkan bahwa zinc telah digunakan untuk mencegah cidera, mencegah diare, dan melambatkan degenerasi macula (kondisi yang menyebabkan masalah penglihatan) (Harmandini 2010). Zinc merupakan komponen penting dari berbagai macam enzim. Kebutuhan zinc adalah 15 mg bagi setiap anak di atas usia 11 tahun. Para ahli gizi berpendapat dengan mengkonsumsi jumlah protein hewani yang dianjurkan kebutuhan tubuh akan zinc akan tercukupi. Sumber utama zinc terdapat pada berbagai bahan pangan yaitu daging, unggas, ikan laut, telur, keju, susu serta pecel (peanut butter) (Winarno 2004). Seng (Zn) memegang peranan esensial dalam banyak fungsi tubuh. Seng berperan dalam berbagai aspek metabolisme, seperti reaksi-reaksi yang berkaitan dengan sintesis dan degradasi karbohidrat, protein, lipida dan asam nukleat. Seng berperan dalam fungsi kekebalan, yaitu fungsi sel T dan dalam pembentukan antibodi oleh sel B (Almatsier 2004). Sistem imun dalam tubuh dipengaruhi oleh tingkat zinc dalam tubuh. Kekurangan zinc yang parah akan melemahkan fungsi imun. Zinc diperlukan bagi pengembangan dan pengaktifan T-limposit, yaitu sejenis sel darah putih yang berfungsi untuk memerangi penyakit. Pada saat suplemen zinc diberikan pada individu yang memiliki zinc rendah, jumlah sel T-limposit dalam darah meningkat dan kemampuan sel limposit untuk memerangi infeksi meningkat . Selenium Selenium adalah mineral penting yang sangat dibutuhkan oleh tubuh sebagai antioksidan untuk meredam aktivitas radikal bebas, tidak diproduksi oleh tubuh, tetapi diperoleh dari konsumsi makanan sehari-hari. Sumber utama selenium adalah tumbuh-tumbuhan dan makanan laut. Selenium membantu tubuh dalam memecah bahan kimia beracun, menstimulasi sistem kekebalan tubuh untuk melawan kanker, meningkatkan kepekaan terhadap kerusakan gigi 11 (Vitahealth 2006). Manfaat Selenium bagi tubuh yaitu (1) menangkal radikal bebas. Selenium bekerja sama dengan vitamin E sebagai zat antioksidan untuk memperlambat oksidasi asam lemak tak jenuh; (2) meningkatkan kekebalan tubuh. Selenium diketahui memperbaiki sistem imunitas (kekebalan tubuh) dan fungsi kelenjar tiroid. Hasil penelitian belakangan ini yang memastikan bahwa selenium dapat mencegah kanker (termasuk kanker kulit akibat paparan matahari) sebagai mineral yang bermanfaat besar untuk meningkatkan fungsi kekebalan tubuh manusia; (3) Mempertahankan elastisitas. Selenium bersama vitamin E berfungsi mempertahankan elastisitas jaringan dan bila kadar selenium berkurang maka tubuh akan mengalami penuaan dini, yaitu kondisi sel yang rusak sebelum waktunya. Pangan Sumber Vitamin dan Mineral Pangan sumber vitamin dan mineral berasal dari pangan nabati dan pangan hewani. Sayuran dan buah-buahan termasuk dalam pangan nabati. Pangan nabati (sayuran dan buah-buahan) adalah sumber serat makanan yang paling mudah dijumpai dalam menu masyarakat. Sayuran bisa dikonsumsi dalam bentuk mentah atau telah diproses melalui perebusan (Khomsan 2002). Sayuran dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu sayuran daun, sayuran bunga, sayuran buah, sayuran umbi, dan sayuran batang muda (Sulistijani 2005). Bahan nabati ini sangat dibutuhkan dan harus dikonsumsi setiap hari sesuai dengan jumlah dan komposisi yang seimbang. Sayuran bermanfaat bagi kesehatan tubuh sesuai dengan zat-zat yang dikandungnya.(Sulistijani 2005). Dari sudut pengetahuan gizi, sayur merupakan sumber zat pengatur, yaitu sumber vitamin dan mineral. Sayuran merupakan salah satu sumber provitamin A, vitamin C, vitamin B, Ca, Fe, menyumbang sedikit kalori serta sejumlah elemen mikro. Vitamin dan mineral dibutuhkan oleh tubuh. Orang yang mengalami kekurangan vitamin dan mineral dalam susunan hidangannya seharihari dalam waktu yang lama, maka akan menderita berbagai penyakit kekurangan vitamin dan mineral. Selain itu sayuran juga merupakan sumber serat pangan (dietary fiber) serta sejumlah antioksidan yang telah terbukti mempunyai peranan penting untuk menjaga kesehatan tubuh (Muchtadi 2000). Golongan bahan makanan buah biasanya sudah matang atau setidaknya sudah tua. Buah-buahan sebagian besar dimakan “mentah”, dan disebut buah cuci mulut (Sediaoetama 2006). Buah-buahan juga sangat dianjurkan untuk dikonsumsi setiap hari. Selain dinikmati dalam bentuk segar, buah-buahan juga 12 dapat diolah dalam bentuk jus atau dihidangkan bersama sayuran (Sulistijani 2005). Selain dari pangan nabati, pangan hewani juga mengandung vitamin dan mineral namun sedikit serat. Bahan makanan hewani adalah bahan makanan yang berupa atau berasal dari hewan atau produk-produk yang diolah dengan menggunakan bahan dasar asal hewan. Pangan hewani mempunyai berbagai keunggulan dibanding pangan nabati. Pertama, pangan hewani terasa gurih atau enak karena mengandung protein dan lemak yang banyak. Kedua, pangan hewani mengandung protein yang berkualitas karena mudah digunakan tubuh dan memiliki komposisi asam amino yang lengkap. Ketiga, pangan hewani mengandung berbagai zat gizi mineral yang tinggi dan mudah digunakan oleh tubuh. Misalnya kalsium pada susu, zat besi (fe), zinc dan selenium yang banyak di dalam daging, hati, telur. Keempat, pangan hewani mengandung zat gizi vitamin yang unik. Misalnya vitamin A dalam hati dan kuning telur yang mudah digunakan tubuh. Selain itu dalam pangan hewani terdapat vitamin B12 yang tidak terdapat pada pangan nabati (Hardinsyah 2008). Kelompok bahan pangan hewani merupakan sumber utama protein. Protein berdasarkan sumbernya yaitu berasal dari hewani dan tumbuhan. Bahan pangan yang berasal dari hewan yaitu lauk-pauk, misalnya daging, ikan, telur dan sebagainya (Sediaoetama 2006). Daging merupakan bahan pangan yang penting dalam memenuhi kebutuhan gizi. Selain mutu proteinnya tinggi, pada daging terdapat pula kandungan asam amino esensial yang lengkap dan seimbang. Keunggulan lain, protein daging lebih mudah dicerna daripada yang berasal dari nabati. Bahan pangan ini juga mengandung beberapa jenis mineral dan vitamin. Pangan hewani selain daging yaitu ikan. Kualitas protein ikan tergolong protein sempurna (protein lengkap), mengandung semua asam amino esensial dalam jumlah masing-masing yang mencukupi kebutuhan tubuh. Ikan laut yang besar mengandung banyak lemak dan kaya vitamin yang larut dalam lemak seperti vitamin A dan vitamin D. Ikan dikonsumsi sebagai ikan segar (ikan basah), sebagai ikan kering yang diasin atau tidak dan juga sebagai ikan kalengan hasil teknologi pangan modern (Sediaoetama 2004). Kemampuan kemampuannya tubuh untuk dalam memproduksi melawan antibodi infeksi terhadap bergantung organisme pada yang menyebabkan infeksi tertentu atau terhadap bahan-bahan asing yang memasuki 13 tubuh. Kemampuan tubuh untuk melakukan detoksifikasi terhadap bahan-bahan racun dikontrol oleh enzim-enzim yang terutama terdapat di dalam hati. Dalam keadaan kekurangan protein kemampuan tubuh untuk menghalangi pengaruh toksik bahan-bahan beracun ini berkurang. Seseorang yang menderita kekurangan protein lebih rentan terhadap bahan-bahan beracun dan obat-obatan (Almatsier 2004). Konsumsi Pangan Sumber Vitamin dan Mineral Survei konsumsi makanan merupakan metode penentuan status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi (Supariasa et al 2002). Definisi ini menunjukkan bahwa telaahan konsumsi pangan dapat ditinjau dari aspek jenis pangan yang dikonsumsi dan jumlah pangan yang dikonsumsi. Tujuan dalam mengonsumsi pangan adalah untuk memperoleh sejumlah zat gizi yang diperlukan tubuh. Secara umum rumus yang digunakan untuk mengetahui kandungan zat gizi konsumsi makanan yang berasal dari pangan yang beragam adalah: Kgij = ∑(Bj/100) x Gij x (BDDj/100) Keterangan: Kgij = penjumlahan zat gizi i dari setiap bahan makanan atau pangan j yang dikonsumsi Bj = Berat bahan makanan j (gram) Gij = Kandungan zat gizi i dari bahan makanan j BDDj = Persen bahan makanan j yang dapat dimakan Berdasarkan waktu pengumpulan data jenis metode survei konsumsi dibagi menjadi tiga pendekatan, yaitu prospektif atau melakukan survei konsumsi gizi saat ini ke depan, retrospektif atau melakukan survei konsumsi gizi pada saat konsumsi gizi yang sudah lalu dan gabungan keduanya yaitu melakukan survei konsumsi gizi berdasarkan data konsumsi gizi yang sudah lalu dan saat ini (Widajanti 2009). Jenis metode survei konsumsi gizi individu berdasarkan pendekatan prospektif antara lain meliputi pencatatan penimbangan pangan (weighed foof records), pencatatan pangan (food records), dan sejarah pangan (dietary history). Sedangkan metode dengan berdasarkan pendekatan retrospektif meliputi recall 24 jam konsumsi gizi (24 hours food recalls), pengulangan recall konsumsi gizi (repeated 24 hours food recalls), food frequency questionnaires 14 (FFQ), semiquantitatif food frequency questionnaires (semiquantitatif FFQ) (Widajanti 2009). Pencatatan pangan (food record) dilakukan dengan mencatat segala makanan dan minuman serta suplemen vitamin dan mineral maupun suplemen makanan lainnya yang dikonsumsi dari pagi sampai menjelang pagi (24 jam) dengan porsi atau ukuran rumah tangga yang dikonsumsi. Pencatatan pangan dilakukan dengan cara responden mencatat makanan, minuman, suplemen yang dikonsumsi termasuk ukuran rumah tangga dalam sehari dan diulang hingga tujuh hari baik secara berurutan atau tidak. Pencatatan dilakukan oleh subjek atau responden setiap hari selama seminggu atau minimal dua hari tidak berurutan dalam seminggu yang mewakili hari kerja dan hari libur untuk meningkatkan validitas hasil pencatatan makanan dan minuman. Hal-hal yang dicatat subjek atau responden antara lain nama makanan dan minuman beserta ukuran rumah tangga dan perkiraan berat makanan dan minuman menurut subjek. Suplemen vitamin maupun mineral maupun suplemen makanan lain yang dikonsumsi dicatat. Nama makanan dan minuman kemasan termasuk suplemen dicatat merek dan URTnya (Widajanti 2009). Hasil pencatatan makanan dan minuman termasuk suplemen beserta ukuran rumah tangga dari masing-masing makanan dan minuman yang dikonsumsi dikonversi dulu ke berat makanan. Setelah itu kemudian diolah dengan menggunakan software Nutrisurvey sehingga akan diperoleh nilai gizi (energi, protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral) dari masing-masing makanan dan minuman yang dikonsumsi seseorang setiap hari (Widajanti 2009). Prinsip metode pencatatan pangan adalah mencatat segala makanan, minuman, dan suplemen yang dikonsumsi beserta URT-nya serta perkiraan berat pangan dalam sehari. Faktor utama yang menguntungkan dalam metode pencatatan pangan antara lain dengan mencatat maka kemungkinan subjek lupa pangan apa saja yang dikonsumsi tidak terjadi, sehingga presisinya tinggi dalam menggali semua pangan yang dikonsumsi termasuk suplemen (Widajanti 2009). Piramida kesehatan manusia menyebutkan perlunya mengonsumsi pangan hewani dan nabati seperti sayur dan buah. Menurut Almatsier (2004), di Indonesia konsumsi buah yang dianjurkan sehari sebanyak 200-300 gram atau 2-3 potong sehari sedangkan porsi sayuran dalam bentuk tercampur yang dianjurkan sehari sebanyak 150-200 gram atau 1,5-2 mangkok sehari. Indonesia cukup kaya dengan berbagai macam buah-buahan, bahkan beberapa buah 15 hanya dijumpai di Indonesia, sehingga seharusnya buah sering dikonsumsi untuk menambah zat gizi pada susunan pangan. Begitu juga halnya dengan sayur yang merupakan salah satu sumberdaya yang banyak terdapat di sekitar kita, mudah diperoleh dan berharga relative murah serta merupakan sumber vitamin dan mineral (Wirakusumah (1998). Konsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan penduduk Indonesia baru sebesar 95 kkal/kapita/hari, atau 79% dari anjuran kebutuhan minimum sebesar 120 kkal/kapita/hari (Aswatini et al 2008). Morbiditas Morbiditas dan status gizi merupakan variabel yang mencerminkan status kesehatan. Morbiditas ini meliputi prevalensi penyakit menular dan penyakit tidak menular. Derajat kesehatan atau status kesehatan adalah tingkat kesehatan perorangan, kelompok atau masyarakat yang diukur dengan angka kematian, umur harapan hidup, status gizi, dan angka kesakitan (morbiditas). Kesehatan merupakan masalah yang kompleks hingga tidak mungkin diukur semua faktor yang mempengaruhinya, baik secara langsung maupun tidak langsung, karena itu diperlukan suatu alat yang dapat memberi indikasi untuk menggambarkan keadaan kesehatan. Alat tersebut ialah indikator. Indikator kesehatan dapat digunakan untuk mengukur status kesehatan, memonitor kemajuan keadaan kesehatan dan merupakan alat bantu dalam mengadakan evaluasi program kesehatan (Depkes 2008). Menurut Sediaoetama (2006) salah satu indikator yang dapat digunakan untuk menilai keadaan kesehatan gizi masyarakat secara tidak langsung yaitu morbiditas (angka sakit), mortalitas, dan berat lahir bayi yang rendah. Pada hakekatnya derajat kesehatan dipengaruhi oleh empat faktor penentu yaitu: faktor bawaan, pelayanan kesehatan, perilaku dan faktor lingkungan (fisik, biologi, kemasyarakatan). Dua faktor tersebut terakhir merupakan faktor penentu yang sangat besar pengaruhnya terhadap derajat kesehatan masyarakat (Sukarni 1994). Status gizi yang rendah menyebabkan kondisi daya tahan tubuh menurun, sehingga berbagai penyakit dapat timbul dengan mudah. Seorang anak yang sehat tidak akan mudah terserang berbagai jenis penyakit, termasuk penyakit infeksi, karena mempunyai daya tahan tubuh yang cukup kuat. Daya tahan tubuh akan meningkat pada keadaan kesehatan gizi yang baik, dan akan menurun bila kondisi kesehatan gizinya menurun (Sediaoetama 2006). 16 Masa yang paling sehat dalam kehidupan yaitu masa remaja yang didasarkan pada ukuran mortalitas dan morbiditas yang tidak menyertakan penilaian fungsional status kesehatan atau efek perilaku yang dimulai selama masa remaja pada mortalitas dan morbiditas masa dewasa (Irwin & Shafer 1999). Akan tetapi, remaja memiliki resiko kesehatan paling tinggi karena faktor kecelakaan, alkohol, narkoba, hamil diluar nikah, kebiasaan makan (diet) dan perilaku hidup sehat yang buruk (Latifah 2008). Kebiasaan makan (diet) dan perilaku hidup sehat yang buruk akan berdampak terhadap konsumsi pangan. Konsumsi pangan yang kurang dapat menjadi penyebab langsung terjadinya penyakit infeksi. Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur, protozoa, cacing dan sebagainya (Shulman et al1994). Proses terjadinya penyakit infeksi disebabkan adanya bibit penyakit (agent) yang masuk ke dalam tubuh manusia yang rentan (host). Munculnya bibit penyakit bervariasi dengan waktu dan kondisi lingkungan yang berpengaruh terhadap kelangsungan hidup agent, tempat masuk, dan adanya reservoir lain dari agent. Mobilitas dan kontak interpersonal dalam populasi dan lamanya imunitas terdahulu dengan agent yang sama atau masih dalam satu keluarga, berpengaruh terhadap banyak sedikitnya jumlah orang yang rentan terhadap penyakit (Atmodjo & Rustiawan 1996).