Pengaruh Hipnoterapi Terhadap Tingkat Kecemasan Pasien Gagal

advertisement
LEMBAR PENGESAHAN ARTIKEL
Artikel dengan judul “Pengaruh Hipnoterapi Terhadap Tingkat Kecemasan Pasien
Gagal Ginjal Kronik Yang Akan Menjalani Terapi Hemodialisa di RST Dr. Soedjono
Magelang tahun 2016” yang disusun oleh :
Nama
: Ahmad Nanang Fauzi
NIM
: 010214A004
Program Studi
: Keperawatan
Telah disetujui dan disahkan oleh pembimbing utama skripsi Program Studi
Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo.
Ungaran, 19 Februari 2016
Pembimbing Utama
Puji Lestari, S.Kep., Ns., M.Kes (Epid)
NIDN. 0022038101
PENGARUH HIPNOTERAPI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN
PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK YANG AKAN
MENJALANI TERAPI HEMODIALISA
DI RST Dr. SOEDJONO MAGELANG
TAHUN 2016
Ahmad Nanang Fauzi*)
Puji Lestari, S.Kep., Ns., M.Kes (Epid)*), Puji Pranowowati, S.KM., M.Kes*)
*) Mahasiswa PSIK STIKES Ngudi Waluyo Ungaran
*) Dosen PSIK STIKES Ngudi Waluyo Ungaran
ABSTRAK
Pasien hemodialisis mengalami kecemasan karena takut dilakukan tindakan
terapi hemodialisis. Terapi hypnosis (hypnotherapy) kini merupakan fenomena ilmiah,
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh hipnoterapi terhadap tingkat
kecemasan pasien gagal ginjal kronik yang akan menjalani terapi hemodialisa di RST
Dr. Soedjono Magelang.
Studi dilakukan adalah pre-eksperiment desain Pretest-Postest Control Group
Design. Populasi pada penelitian ini adalah pasien yang menjalani terapi hemodialisa
dengan teknik sampling accidental sampling dengan jumlah sampel yaitu 17 responden
kelompok intervensi dan 17 responden kelompok kontrol. Kuesioner yang digunakan
untuk pengumpulan data adalah Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRS-A).Analisa
data yang digunakan adalah uji Mann-Whitney.
Hasil penelitian menunjukkan ada perbedaan kecemasan pasien gagal ginjal
kronik yang akan menjalani terapi hemodialisa pada kelompok intervensi dan kontrol
sebelum diberikan intervensi dengan hasil p value 0,000 (< 0,05) dan ada pengaruh
hipnoterapi terhadap tingkat kecemasan pasien gagal ginjal kronik yang akan menjalani
terapi hemodialisa di RST Dr. Soedjono Magelang tahun 2016 karena p value 0,018 (<
0,05)
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan maka saran kepada rumah sakit
diharapkan membuat SOP hipnoterapi yang dapat digunakan untuk pasien yang
membutuhkan terapi untuk mengatasi kecemasan pada pasien dengan membuat jadwal
pelayanan hipnoterapi pada pasien secara rutin serta meningkatkan kinerja perawat
rumah sakit dengan mengikutsertakan perawat untuk mengikuti pelatihan hipnoterapi
sehingga pelayanan rumah sakit semakin baik
Kata Kunci
: Hipnoterapi, Tingkat Kecemasan, Pasien Gagal Ginjal
PENDAHULUAN
Penyakit ginjal kronik (PGK) atau
Gagal ginjal kronik (GGK) disebut
juga penyakit ginjal tahap akhir/End
Stage Renal Disease
(ESRD)
merupakan kerusakan fungsi Ginjal
yang progresif ditandai juga dengan
penurunan Laju Filtrasi Glomerulus
(LFG)
dan
peningkatan
kadar
kreatinin dalam darah, yang umumnya
berakhir pada gagal ginjal ireversibel
(Sudoyo, dkk, 2009). Gagal ginjal
kronik atau penyakit ginjal tahap
akhir adalah destruksi struktur ginjal
yang progresif dan terus- menerus.
Fungsi ginjal yang tidak dapat pulih
dimana kemampuan tubuh untuk
mempertahankan
keseimbangan
metabolic,
dan
cairan
elektrolit
mengalami
kegagalan,
yang
menyebabkan uremia (Corwin, 2009).
Menurut Kresnawan (2005), terapi
pengganti ginjal yang paling banyak
dilakukan
di
Indonesia
adalah
Hemodialisa. Hemodialisa merupakan
suatu tindakan yang digunakan pada
klien gagal ginjal untuk menghilangkan
sisa toksik, kelebihan cairan dan untuk
memperbaiki
ketidakseimbangan
elektrolit dengan prinsip osmosis dan
difusi dengan menggunakan sistem
dialisa eksternal dan internal (Wijaya,
2013). Sekitar 2.622.000 orang telah
menjalani pengobatan GGK pada
akhir tahun
2010
di
Amerika,
Dimana 77% diantaranya menjalani
pengobatan dialisis dan 23% menjalani
transplantasi ginjal. Data tahun 19952000 di Amerika menyatakan insiden
penyakit GGK diperkirakan 100 kasus
per satu juta penduduk pertahun, dan
angka ini meningkat sekitar 8%
setiap tahunnya, di Malaysia dengan
populasi 18 juta, diperkirakan terdapat
1800 kasus baru GGK pertahunnya.
Negara berkembang lainnya insiden ini
diperkirakan 40-60 kasus per satu juta
penduduk pertahunnya (Sudoyo, dkk.,
2006)
Insidensi penyakit ini di Indonesia
semakin meningkat setiap tahunnya
(Widiana, 2007) dan menurut laporan
Indonesia Renal Registry (2012) pada
tahun 2009, tercatat sebanyak 5.450
pasien gagal ginjal yang menjalani
hemodialisa,meningkat pada tahun 2010
sebanyak
8.034
penderita
dan
meningkat lagi pada tahun 2011
sebanyak 12.804 penderita.
Terapi gagal ginjal kronik dengan
hemodialisis mengakibatkan beberapa
dampak yaitu secara fisik antara lain
tekanan darah menurun, anemia, kram
otot, detak jantung tidak teratur,
sakit kepala, dan infeksi (Haven,
2005), dan menurut Soewandi (2002)
gangguan psikiatrik yang sering
ditemukan pada pasien dengan terapi
hemodialisis adalah depresi, kecemasan,
hubungan dalam perkawinan dan fungsi
seksual, serta ketidakpatuhan dalam diet
dan obat-obatan
Gejala klinis cemas tampak pada
keluhan-keluhan yang sering ditemukan
oleh orang yang mengalami gangguan
kecemasan antara lain : cemas,
khawatir, firasat buruk, takut akan
pikirannya sendiri, mudah tersinggung,
merasa tegang, gelisah, mudah terkejut,
dada berdebar-debar, takut pada
keramaian,
tidur
tidak
tenang,
penurunan konsentrasi, sakit pada otot,
pendengaran berdengung (tinitus), sesak
nafas, tekanan darah meningkat, nadi
meningkat, gangguan pencernaan dan
lain sebagainya. Orang dapat dikatakan
cemas salah satunya dapat dikukur
dengan alat ukur menggunakan
Hamilton Rating Scale for Anxiety
(HRSA) (Hawari, 2012).
Menurut Andri (2012),
psikoterapi
menggunakan cara-cara psikologis
dalam pengobatan, sedangkan menurut
Perry & Potter (2005) salah satu
tindakan keperawatan untuk menangani
masalah kecemasan pasien dapat berupa
tindakan mandiri oleh perawat seperti
tehnik relaksasi dan distraksi. Salah satu
teknik pelaksanaan dari distraksi untuk
mengatasi cemas adalah dengan
hipnoterapi.
Hipnoterapi merupakan terapi yang
dilakukan oleh seorang hipnoterapis
kepada klien yang berada dalam kondisi
hypnosis, dengan sugesti penyembuhan
(hypno-therapeutic), hipnoterapi dapat
memodifikasi perilaku klien, dari
emosional, sikap, sampai berbagai
macam
kondisi
(Hakim, 2010).
Hipnosis dan kecemasan merupakan
mekanisme perlindungan diri dalam
bentuk flight (Gunawan, 2012).
neurotransmiter, zat kimia yang terdapat
di otak,encephalin dan endhorphin yang
berfungsi untuk meningkatkan mood
sehingga dapat mengubah penerimaan
individu terhadap sakit atau gejala fisik
lainnya. Guna menginduksi otak
dilakukan dengan memprovokasi otak
kiri untuk non aktif dan memberikan
kesempatan kepada otak kanan untuk
mengambil kontrol atas otak secara
keseluruhan. Hal ini dapat dilakukan
dengan membuat otak fokus pada suatu
hal secara monoton menggunakan suara
dengan intonasi datar (seolah-olah tidak
ada hal penting yang perlu diperhatikan)
(Hartoyo, 2013).
Manfaat hipnoterapi sebagai bagian dari
psikoterapi
sudah
diketahui.
Hipnoterapi terbukti secara ilmiah dapat
membebaskan orang dari berbagai
gangguan psikis maupun psikosomatis
yang dideritanya, misalnya kecemasan,
stres, phobia, gangguan tidur, gangguan
pola pikir, dan sebagainya. Bahkan
dalam dunia medis, hipnoterapi juga
sudah
banyak
digunakan
untuk
membantu kelahiran (hypnobirthing),
pembiusan
tanpa
obat
bius
(hypnoanesthesia), juga digunakan oleh
para dokter
gigi
(hypnodontist)
(Soedirdjo, 2013).
Secara fisiologis, hipnoterapi bekerja
melalui
sistem
gelombang otak.
Seperti yang dikatakan oleh La
Kahija
(2007)
pada
sesi-sesi
hipnoterapi, seperti induksi dan
deepening, pasien akan dibimbing
terapis dari pikiran sadar ke pikiran
bawah sadar. Pada kondisi seperti ini
pasien
akan
memasuki
kondisi
hipnosis yang lebih dalam, sehingga
gelombang otak yang semula berada
pada gelombang beta akan berubah
pelan-pelan menuju gelombang alpha.
Dalam kondisi alpha, otak akan
memproduksi hormon serotonin dan
endorfin yang menyebabkan seseorang
merasakan rasa nyaman, tenang,
bahagia.
Hormon
ini membuat
imunitas tubuh meningkat, pembuluh
darah terbuka lebar, detak jantung
menjadi stabil, dan kapasitas indra
meningkat (Sentanu, 2010).
Terapi hypnosis (hypnotherapy) kini
merupakan fenomena ilmiah, namun
hingga kini masih belum terdapat
definisi
yang
jelas,
bagaimana
sebenarnya
mekanisme
kerja
hypnotherapy.
Beberapa
ilmuwan
berspekulasi
bahwa
hipnotherapi
menstimulir otak untuk melepaskan
Hasil penelitian Novrizal (2010)
menemukan bahwa pasien Liken
Simpleks Kronik dengan keluhan gatal
yang disebabkan oleh cemas terbukti
efektif diatasi dengan menggunakan
hipnoterapi. Efek hipnoterapi mampu
mempengaruhi penurunan tekanan
emosional dan keluhan penyakit fisik
pada manusia. Hal ini menunjukkan
bahwa hipnoterapi mampu memutus
rantai proses psikosomatis pada
manusia.
Berdasarkan hasil survey pendahuluan
yang dilakukan peneliti di RST Dr.
Soedjono Magelang, jumlah pasien
gagal ginjal kronik yang menjalani
hemodialisa dari bulan Januari s/d Juni
2015 sebanyak 68 pasien dan sebagian
besar pasien menyatakan merasa cemas
setiap kali akan dilakuan hemodialisa,
sehingga penatalaksanaan di RST Dr.
Soedjono Magelang untuk memberikan
ketenangan pada pasien dengan cara
memutar instrumental musik. Hasil
studi pendahuluan yang dilakukan
peneliti
pada 6
orang pasien
hemodialisa menyatakan merasa takut
dan cemas menghadapi nasib akan
penyakitnya dan selama ini hanya
dihibur oleh keluarga dan teman
terdekat.
Pasien
belum
pernah
mengetahui tentang teknik hipnoterapi.
Berdasarkan fenomena yang telah
dijelaskan dan penelitian yang telah
dilakukan sebelumnya, peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian tentang
pengaruh hipnoterapi terhadap tingkat
kecemasan pasien dengan terapi
hemodialisa di RST Dr. Soedjono
Magelang tahun 2015
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menguji pengaruh
hipnoterapi terhadap tingkat kecemasan
pasien dengan terapi hemodialisa di
RST Dr. Soedjono Magelang tahun
2015.
Jenis penelitian yang akan
digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian pre-eksperiment. Desain
penelitian ini menggunakan desain
Pretest-Postest Control Group Design.
atau pasca tes dengan kelompok
eksperimen dan kontrol yang diacak
Populasi dalam penelitian ini adalah
semua pasien gagal ginjal kronik yang
akan menjalani terapi hemodialisa di
ruang hemodialisa RST Dr. Soedjono
Magelang dengan perhitungan rata-rata
pada bulan September – November
2015 sebanyak 38 pasien per bulan
yang diambil dengan cara accidental
sampling
HASIL PENELITIAN
A. Tingkat kecemasan pasien gagal
ginjal
kronik
yang
akan
menjalani terapi hemodialisa di
RST Dr. Soedjono Magelang
tahun 2016 sebelum diberikan
hipnoterapi
pada
kelompok
intervensi dan kontrol
Tabel 1
Tingkat kecemasan pasien gagal
ginjal kronik yang akan menjalani
terapi hemodialisa di RST Dr.
Soedjono Magelang tahun 2016
sebelum diberikan hipnoterapi pada
kelompok intervensi dan kontrol
Kategori
Kecemasan
Tidak Cemas
Cemas Ringan
Cemas Sedang
Jumlah
Kelompok
Intervensi
Kontrol
f
%
f
%
5
29,4
4
23,5
12
70,6
13
76,5
17
100
17
100
Berdasarkan hasil analisis di atas,
diketahui tingkat kecemasan pasien
sebelum diberikan hipnoterapi pada
kelompok intervensi sebagian besar
adalah
cemas
sedang
yaitu
sebanyak 12 responden (70,6%)
dan pada kelompok kontrol
sebagian besar dengan cemas
sedang sebanyak 13 responden
(76,5%).
B. Tingkat kecemasan pasien gagal
ginjal
kronik
yang
akan
menjalani terapi hemodialisa di
RST Dr. Soedjono Magelang
tahun 2016 sesudah diberikan
hipnoterapi
pada
kelompok
intervensi dan kontrol
Tabel 2
Tingkat kecemasan pasien gagal
ginjal kronik yang akan menjalani
terapi hemodialisa di RST Dr.
Soedjono Magelang tahun 2016
sesudah diberikan hipnoterapi pada
kelompok intervensi dan kontrol
Kategori
Kecemasan
Tidak Cemas
Cemas Ringan
Cemas Sedang
Jumlah
Kelompok
Intervensi
Kontrol
f
%
f
%
16
94,1
8
47,1
1
5,9
9
52,9
17
100
17
100
Berdasarkan hasil analisis di
atas, diketahui tingkat kecemasan
pasien
sesudah
diberikan
hipnoterapi
pada
kelompok
intervensi sebagian besar adalah
tidak cemas yaitu sebanyak 16
responden (94,1%) dan pada
kelompok kontrol sebagian besar
pada cemas ringan sebanyak 9
responden (52,9%).
C. Perbedaan tingkat kecemasan
pada pasien gagal ginjal kronik
yang akan menjalani terapi
hemodialisa di RST Dr. Soedjono
Magelang tahun 2016 sebelum
dan
sesudah
diberikan
hipnoterapi
pada
kelompok
intervensi
Tabel 3
Perbedaan tingkat kecemasan pada
pasien gagal ginjal kronik yang
akan menjalani terapi hemodialisa
di RST Dr. Soedjono Magelang
tahun 2016 pada kelompok kontrol
Var
Kecemasan
Kelompok
Intervensi
Jenis
Kelompok
Pre Test
n
Mean
SD
P
Value
17
22,82
3,712
Post Test
17
10,59
3,809
0,000
Berdasarkan hasil uji statistik
menggunakan
uji
alternatif
Wilcoxon diketahui bahwa ada
perbedaan kecemasaan pasien gagal
ginjal kronik yang akan menjalani
terapi hemodialisa pada kelompok
intervensi
sebelum
diberikan
hemodialisa dengan p value 0,000
(> 0,05).
D. Perbedaan tingkat kecemasan
pada pasien gagal ginjal kronik
yang akan menjalani terapi
hemodialisa di RST Dr. Soedjono
Magelang tahun 2016 sebelum
dan sesudah pada kelompok
kontrol
Tabel 4
Perbedaan tingkat kecemasan pada
pasien gagal ginjal kronik yang
akan menjalani terapi hemodialisa
di RST Dr. Soedjono Magelang
tahun 2016 sebelum dan sesudah
pada kelompok kontrol
Var
Kecemasan
Kelompok
Kontrol
Jenis
Kelompok
Pre Test
n
Mean
SD
17
22,65
3,888
Post Test
17
14,35
4,256
P
Value
0,000
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil uji alternatif
Wilcoxon diketahui bahwa ada
perbedaan kecemasaan pasien gagal
ginjal kronik yang akan menjalani
terapi hemodialisa pada kelompok
kontrol sebelum intervensi dengan
p value 0,000 (> 0,05).
E. Pengaruh hipnoterapi terhadap
tingkat kecemasan pasien gagal
ginjal
kronik
yang
akan
menjalani terapi hemodialisa di
RST Dr. Soedjono Magelang
tahun 2016
Tabel 5
Pengaruh hipnoterapi terhadap
tingkat kecemasan pasien gagal
ginjal kronik yang akan menjalani
terapi hemodialisa di RST Dr.
Soedjono Magelang tahun 2016
Mean
Kelompok
Intervensi
Kontrol
Pre
Test
22,82
22,65
Post
Test
10,59
14,35
Standard
Deviasi
Pre
Post
Test
Test
3,712
3,809
3,888
4,256
P
Value
0,018
Hasil pengujian statistik antara
kedua variabel dengan pengolahan
data dengan menggunakan
uji
alternatif
Mann-Whitney
menunjukkan nilai p value 0,018.
Nilai signifikan yang digunakan
dalam penelitian ini yaitu < 0,05.
Hasil tersebut mengartikan bahwa
ada pengaruh hipnoterapi terhadap
tingkat kecemasan pasien gagal
ginjal kronik yang akan menjalani
terapi hemodialisa di RST Dr.
Soedjono Magelang tahun 2016
karena p value lebih kecil dari 0,05.
A. Tingkat kecemasan pasien gagal
ginjal
kronik
yang
akan
menjalani terapi hemodialisa di
RST Dr. Soedjono Magelang
tahun 2016 sebelum diberikan
hipnoterapi
pada
kelompok
intervensi dan kontrol
Berdasarkan hasil analisis di atas,
diketahui tingkat kecemasan pasien
sebelum diberikan hipnoterapi pada
kelompok intervensi sebagian besar
adalah
cemas
sedang
yaitu
sebanyak 12 responden (70,6%)
dan pada kelompok kontrol
sebagian besar dengan cemas
sedang sebanyak 13 responden
(76,5%).
Hasil tersebut menunjukkan bahwa
mayoritas pasien sebelum diberikan
intervensi hipnoterapi mengalami
kecemasan yang berada pada
rentang cemas sedang. Kecemasan
sedang menurut Stuart (2007)
memungkinkan individu untuk
berfokus pada hal yang penting dan
mengesampingkan hal yang lain.
Kecemasan ini mempersempit
lapang persepsi individu. Dengan
demikian individu mengalami
tindak perhatian yang selektif
namun dapat berfokus pada lebih
banyak area jika diarahkan untuk
melakukannya.
Kecemasan yang terjadi pada
pasien gagal ginjal kronik yang
akan menjalani hemodialisa dapat
terjadi karena pasien memikirkan
penyakit yang dideritanya, karena
pasien harus menjalani hemodialisa
2 kali dalam seminggu, sehingga
pasien tidak hanya memikirkan
kondisi kesehatannya tetapi juga
memikirkan kondisi finansialnya
karena
setiap
melakukan
hemodialisa
pasien
harus
menyediakan biaya untuk membeli
kantong darah. Selain itu, pasien
juga merasa cemas karena waktu
untuk bekerja berkurang sehingga
dapat mempengaruhi ekonomi
keluarga terutama pada pasien yang
berstatus sebagai kepala rumah
tangga. Hal ini sesuai dengan teori
yang
dikemukakan
menurut
Soewandi
(2002) gangguan
psikiatrik yang sering ditemukan
pada
pasien
dengan
terapi
hemodialisis
adalah
depresi,
kecemasan,
hubungan
dalam
perkawinan dan fungsi seksual,
serta ketidakpatuhan dalam diet dan
obat-obatan, sedangkan faktor
penyebab pasien menjadi cemas
sesuai dengan teori Stuart &
Sudden (2000) yang menyatakan
bahwa kecemasan terjadi karena
responden
koping,
koping
digunakan
seseorang
saat
mengalami
kecemasan.
Ketidakmampuan
mengatasi
kecemasan
secara
konstruktif
sebagai
penyebab
tersedianya
perilaku patologis.
Cemas banyak ditunjukkan pasien
dengan gejala merasakan jantung
berdebar-debar dan merasa lemas,
merasa tegang, dan tidak dapat
beristirahat dengan tenang. Pasien
juga menyatakan sering merasa
sakit perut dan tidak dapat tidur
dengan nyenyak, karena sering
terbangun dimalam hari atau
terbangun karena mimpi buruk,
selain itu pasien juga mengeluh
sering kencing pada malam hari,
hal tersebut dimungkinkan karena
ada penyakit penyerta pada pasien
hemodialisa. Hal ini sesuai dengan
ciri-ciri
kecemasan
yang
diungkapkan oleh Hawari (2011)
yang menyatakan bahwa gejala
klinis cemas tampak pada keluhankeluhan yang sering ditemukan
oleh orang yang mengalami
gangguan kecemasan antara lain :
cemas, khawatir, firasat buruk,
takut akan pikirannya sendiri,
mudah tersinggung, merasa tegang,
gelisah, mudah terkejut, dada
berdebar-debar,
takut
pada
keramaian, tidur tidak tenang,
penurunan konsentrasi, sakit pada
otot, pendengaran berdengung
(tinitus), sesak nafas, tekanan darah
meningkat,
nadi
meningkat,
gangguan pencernaan dan lain
sebagainya.
B. Tingkat kecemasan pasien gagal
ginjal
kronik
yang
akan
menjalani terapi hemodialisa di
RST Dr. Soedjono Magelang
tahun 2016 sesudah diberikan
hipnoterapi
pada
kelompok
intervensi dan kontrol
Berdasarkan hasil analisis di
atas, diketahui tingkat kecemasan
pasien
sesudah
diberikan
hipnoterapi
pada
kelompok
intervensi sebagian besar adalah
tidak cemas yaitu sebanyak 16
responden (94,1%) dan pada
kelompok kontrol sebagian besar
pada cemas ringan sebanyak 9
responden (52,9%).
Penurunan
tingkat
kecemasan
setelah
diberikan
hipnoterapi terjadi pada tingkat
tidak cemas dan cemas ringan.
Kecemasan ringan menurut Stuart
(2007)
berhubungan
dengan
ketegangan
dalam
kehidupan
sehari-hari.
Kecemasan
ini
menyebabkan individu menjadi
waspada dan meningkatkan lapang
persepsinya. Kecemasan ini dapat
memotivasi
belajar
dan
menghasilkan pertumbuhan serta
kreativitas.
Kecemasan yang terjadi dapat
disebabkan karena penyakitnya
sendiri yang bersifat long life
diseasses ataupun oleh karena
komplikasi
lain
yang
ditimbulkannya. Kecemasan ini
apabila tidak ditangani secara baik
maka akan menimbulkan masalah
tersendiri yang akan semakin
menyulitkan dalam pengelolaan
penatalaksanaan
keperawatan.
Peningkatan signifikan jumlah
penderita GGT yang menjalani
hemodialisis
akan
membuat
permasalahan bagi penderitanya.
Permasalahan ini akan sangat
berpengaruh terhadap kehidupan
pasien selanjutnya. Permasalahan
yang
muncul
pada
pasien
hemodialisis adalah permasalahan
fisik, psikologis, perubahan sosial,
dan gaya hidup. Permasalahan
tersebut ini berpotensi untuk
mempengaruhi
kualitas
hidup
pasien (Unruh, Welsbord, Kimmel
et al, 2005)
Tindakan
keperawatan
untuk
menurunkan tingkat kecemasan
pasien
dengan
melakukan
hipnoterapi sudah sesuai dengan
teori yang dikemukakan oleh Perry
& Potter (2005) bahwa salah satu
tindakan
keperawatan
untuk
menangani masalah kecemasan
pasien dapat berupa tindakan
mandiri oleh perawat seperti tehnik
relaksasi dan distraksi. Salah satu
teknik pelaksanaan dari distraksi
untuk mengatasi cemas adalah
dengan hipnoterapi.
Hal ini ditunjukkan dengan hasil
ada penurunan tingkat kecemasan
pada pasien yang diberikan
hipnoterapi, dari 17 responden yang
sebelumnya mengalami kecemasan
sedang dan ringan, menurun
menjadi tidak cemas sebanyak 16
orang dan masih ada 1 orang
dengan cemas ringan. Masih
adanya responden yang sudah
diberikan hipnoterapi tetapi tetap
mengalami
cemas
ringan,
disebabkan
karena
responden
mengalami gangguan pendengaran.
Hipnoterapi merupakan terapi yang
dilakukan
oleh
seorang
hipnoterapis kepada klien yang
berada dalam kondisi hypnosis,
dengan
sugesti
penyembuhan
(hypno-therapeutic),
hipnoterapi
dapat memodifikasi perilaku klien,
dari emosional, sikap, sampai
berbagai macam kondisi (Hakim,
2010). Hipnosis dan kecemasan
merupakan
mekanisme
perlindungan diri dalam bentuk
flight (Gunawan, 2012).
Hipnoterapi terbukti secara ilmiah
dapat membebaskan orang dari
berbagai gangguan psikis maupun
psikosomatis yang dideritanya,
misalnya kecemasan, stres, phobia,
gangguan tidur, gangguan pola
pikir, dan sebagainya. Bahkan
dalam dunia medis, hipnoterapi
juga sudah banyak digunakan untuk
membantu
kelahiran
(hypnobirthing), pembiusan tanpa
obat bius (hypnoanesthesia), juga
digunakan oleh para dokter gigi
(hypnodontist) (Soedirdjo, 2013).
C. Perbedaan tingkat kecemasan
pada pasien gagal ginjal kronik
yang akan menjalani terapi
hemodialisa di RST Dr. Soedjono
Magelang tahun 2016 sebelum
dan
sesudah
diberikan
hipnoterapi
pada
kelompok
intervensi dan kontrol
Berdasarkan hasil uji statistik
diketahui bahwa ada perbedaan
kecemasaan pasien gagal ginjal
kronik yang akan menjalani terapi
hemodialisa
pada kelompok
intervensi
sebelum
diberikan
hemodialisa dengan p value 0,000
(> 0,05). Berdasarkan hasil uji
statistik diketahui bahwa ada
perbedaan kecemasaan pasien gagal
ginjal kronik yang akan menjalani
terapi hemodialisa pada kelompok
kontrol
sebelum
diberikan
hemodialisa dengan p value 0,000
(> 0,05) dan berdasarkan hasil uji
statistik diketahui bahwa ada
perbedaan kecemasaan pasien gagal
ginjal kronik yang akan menjalani
terapi hemodialisa pada kelompok
kontrol
sebelum
diberikan
hemodialisa dengan p value 0,000
(> 0,05)
Kecemasan adalah sesuatu yang
merupakan respon normal dalam
rentang kehidupan manusia dalam
hidup. Kecemasan merupakan
reaksi normal terhadap situasi yang
sangat
menekan
kehidupan
seseorang,
dan
karena
itu
berlangsung tidak lama (Ramaiah,
2003) dan menurut Uskenat (2012)
kecemasan apabila tidak diatasi
dapat menyebabkan pasien tidak
mampu
berkonsentrasi
dan
memahami
kejadian
selama
perawatan,
selain
itu
dapat
mengganggu proses penyembuhan.
Berdasarkan hasil penelitian pada
kelompok intervensi didapatkan
data
responden
sebelum
mendapatkan intervensi sebanyak
12 responden cemas sedang dan 5
responden cemas ringan, dan
setelah mendapatkan intervensi
menjadi 16 responden tidak cemas,
sedangkan pada kelompok kontrol
didapatkan data sebanyak 13
responden cemas sedang dan 4
responden cemas ringan dan setelah
dikur kembali menjadi 9 responden
cemas ringan dan 8 tidak cemas,
sehingga dapat disimpulkan bahwa
hipnoterapi dapat menurunkan
kecemasan pasien yang akan
menjalani
hemodialisa
dibandingkan
dengan
adanya
penggunakan pemutaran musik di
ruang tunggu hemodialisa.
Adanya
perbedaan
tingkat
kecemasan sebelum dan sesudah
diberikan
hipnoterapi
karena
menurut Setiawan (2009) seperti
bidang
ilmu
lainnya,
ilmu
hipnosis terus berevolusi untuk
mencapai
kesempurnaannya
dalam teori dan praktik. Para
tokoh yang menggunakan hipnosis
mencoba merumuskan hipnosis
secara ilmiah dan
menemukan
berbagai teknik baru yang efektif.
Aliran-aliran psikologi
yang
digunakan oleh hipnoterapi yakni
berdasar
padabehaviorisme,
psikoanalisa, gestalt, humanistik,
dan
kognitif.
Aliranaliran
psikologi
tersebut menjelaskan
proses atau cara kerja terapeutik
yang terjadi dalam hipnoterapi.
Dalam penelitian ini, hipnoterapi
lebih bekerja pada ranah kognitif.
Manfaat hipnoterapi sebagai bagian
dari psikoterapi sudah diketahui.
Hipnoterapi terbukti secara ilmiah
dapat membebaskan orang dari
berbagai gangguan psikis maupun
psikosomatis yang dideritanya,
misalnya kecemasan, stres, phobia,
gangguan tidur, gangguan pola
pikir, dan sebagainya. Bahkan
dalam dunia medis, hipnoterapi
juga sudah banyak digunakan untuk
membantu
kelahiran
(hypnobirthing), pembiusan tanpa
obat bius (hypnoanesthesia), juga
digunakan oleh para dokter gigi
(hypnodontist) (Soedirdjo, 2013).
Secara
fisiologis,
hipnoterapi
bekerja melalui sistem gelombang
otak. Seperti yang dikatakan oleh
La Kahija (2007) pada sesi-sesi
hipnoterapi, seperti induksi dan
deepening, pasien akan dibimbing
terapis dari pikiran sadar ke pikiran
bawah
sadar.
Pada
kondisi
seperti ini pasien akan memasuki
kondisi hipnosis
yang
lebih
dalam, sehingga gelombang otak
yang semula
berada
pada
gelombang beta akan berubah
pelan-pelan menuju
gelombang
alpha. Dalam kondisi alpha, otak
akan memproduksi
hormon
serotonin dan
endorfin
yang
menyebabkan seseorang merasakan
rasa nyaman, tenang,
bahagia.
Hormon ini membuat imunitas
tubuh meningkat, pembuluh darah
terbuka lebar, detak jantung
menjadi stabil, dan kapasitas
indra meningkat (Sentanu, 2010).
D. Pengaruh hipnoterapi terhadap
tingkat kecemasan pasien gagal
ginjal
kronik
yang
akan
menjalani terapi hemodialisa di
RST Dr. Soedjono Magelang
tahun 2016
Hasil pengujian statistik antara
kedua variabel dengan pengolahan
data dengan menggunakan
uji
alternative
Mann-Whitney
menunjukkan nilai p value 0,018.
Nilai signifikan yang digunakan
dalam penelitian ini yaitu < 0,05.
Hasil tersebut mengartikan bahwa
ada pengaruh hipnoterapi terhadap
tingkat kecemasan pasien gagal
ginjal kronik yang akan menjalani
terapi hemodialisa di RST Dr.
Soedjono Magelang tahun 2016
karena p value lebih kecil dari 0,05
Hasil penelitian Novrizal (2010)
menemukan bahwa pasien Liken
Simpleks Kronik dengan keluhan
gatal yang disebabkan oleh cemas
terbukti efektif diatasi dengan
menggunakan hipnoterapi. Efek
hipnoterapi mampu mempengaruhi
penurunan tekanan emosional dan
keluhan penyakit fisik pada
manusia. Hal ini menunjukkan
bahwa
hipnoterapi
mampu
memutus
rantai
proses
psikosomatis pada manusia.
Hipnoterapi menurut Hakim (2010)
dapat membantu agar pasien
menemukan “your own way” atau
“cara
anda
sendiri”
guna
memotivasi diri untuk segera
memulai sebuah aktivitas seperti
olah raga, berhenti merokok,
mengatur
pola makan dan
meningkatkan
perilaku
sehat.
Hipnoterapi merupakan cara yang
sudah terbukti memasuki jalur
komunikasi pikiran, tubuh, dan
jiwa
guna
mempengaruhi
berbagai fungsi tubuh, misalnya
tekanan darah, respon kekebalan,
dan sistem pencernaan.
Hipnoterapi sendiri dikenal sebagai
salah satu cabang ilmu psikologi
yang mempelajari manfaat sugesti
untuk mengatasi masalah pikiran,
perasaan,
dan
perilaku.
Hipnoterapi dikatakan sebagai
suatu teknik terapi pikiran dengan
cara
memberi
sugesti
atau
perintah kepada pikiran bawah
sadar (Setiawan, 2009), sehingga
dapat
disimpulkan
bahwa
hipnoterapi
adalah
aktivitas
terapeutik yang diberikan pada saat
seseorang berada pada kondisi
hipnosis. Terapi yang digunakan
berupa sugesti melalui seni
komunikasi yang khas, dan
ditujukan kepada pikiran bawah
sadar
dengan
tujuan
untuk
mengubah pikiran, perasaan, dan
perilaku menjadi lebih baik.
Pikiran sadar dan bawah sadar
manusia saling berkomunikasi dan
bekerja dalam waktu bersamaan
secara paralel. Dalam sistem kerja
pikiran sadar dan pikiran bawah
sadar, ada sebuah ruang dimana
sugesti, nasihat, serta program
apapun dapat bekerja efektif. Akan
tetapi, hal ini baru biasa terjadi jika
area RAS (reticular activating
system) terbuka. RAS terbuka
apabila kita sedang mengalami
emosi yang kuat, saat terkejut, serta
pada waktu menjelang, dan sesaat
setelah bangun tidur. Pada saat
seperti
itulah,
sugesti
yang
dimasukan dapat bekerja efektif
(Batbual, 2010).
Manusia memiliki dua jenis pikiran
yang merupakan satu kesatuan,
antara lain pikiran bawah sadar
(subconscious). Peran dan pengaruh
pikiran sadar terhadap diri kita
sebanyak 12% sedangkan pikiran
bawah sadar mencapai 88%.
Pikiran sadar dan bawah sadar
sebenarnya saling mempengaruhi
dan bekerja dengan kecepatan yang
sangat tinggi. Di perbatasan pikiran
sadar dan bawah sadar ada filter
yaitu garis yang terpotong potong
dan dinamakan RAS (Reticular
Activating System) atau Faktor
Kritis Pikiran Sadar (Critical
Factor) (Batbual, 2010).
Sebelum suatu informasi diterima
dipikiran bawah sadar informasi
tersebut akan melewati area critical
factor / RAS. Jika informasi
tersebut tidak sesuai dengan
analisispikiran
sadar,
maka
informasi tersebut akan ditolak.
Sedangkan dalam kondisi hypnosis
informasi tersebut dapat langsung
menembus faktor kritis pikiran
sadar, sehingga subjek dapat
menerima informasi dengan mudah.
Hipnoterapi merupakan salah satu
bagian dari terapi untuk mengatasi
kecemasan yaitu terapi distraksi.
Distraksi
merupakan
metode
untuk menghilangkan kecemasan
dengan cara mengalihkan perhatian
pada hal-hal lain sehingga pasien
akan lupa terhadap cemas yang
dialami. Stimulus sensori yang
menyenangkan
menyebabkan
pelepasan endorfin
yang bisa
menghambat stimulus cemas yang
mengakibatkan
lebih
sedikit
stimuli
cemas
yang
ditransmisikan ke otak (Potter &
Perry, 2005), sehingga dengan
hipnoterapi dapat
menurunkan
hormon-hormon
stressor,
mengaktifkan hormon
endorfin
alami, meningkatkan perasaan
rileks, dan mengalihkan perhatian
dari rasa takut, cemas dan
tegang,
memperbaiki
sistem
kimia tubuh sehingga menurunkan
tekanan
darah
serta
memperlambat pernafasan, detak
jantung, denyut nadi, dan aktivitas
gelombang otak. Laju pernafasan
yang lebih dalam atau lebih
lambat tersebut sangat baik
menimbulkan ketenangan, kendali
emosi, pemikiran yang lebih dalam
dan metabolisme yang lebih baik.
Hasil
pengukuran
kecemasan
menunjukkan
pada
kelompok
intervensi ada 11 responden yang
mengalami
penurunan
tingkat
kecemasan dari cemas sedang ke
tidak cemas, dan masih ada 1
responden yang meskipun sudah
diberikan
hipnoterapi
masih
mengalami cemas ringan, hal ini
dapat disebabkan karena pasien
mengalami gangguan pendengaran
dan merasa tidak nyaman pada
suasana ruangan yang tidak sejuk,
sehingga pasien merasa tidak
nyaman,
serta
konsentrasi
berkurang karena pasien ternyata
belum makan pagi. Hal ini sesuai
dengan teori Stuart & Sudden
(2000) bahwa kelelahan fisik dan
penyakit
dapat
menurunkan
mekanisme
pertahanan
alami
seseorang, selain itu kurang
pendengaran menjadi salah satu
penyebab
kurang
berhasilnya
proses hipnoterapi karena proses
hipnoterapi
membutuhkan
pendengaran yang baik untuk
mendengarkan sugesti dari tetapis.
selalu mendampingi pada saat
proses hemodialisa. Hal ini sesuai
dengan teori dari Stuart & Sudden
(2000) yang menyatakan bahwa
salah
satu
faktor
yang
mempengaruhi
kecemasan
seseorang adalah dukungan sosial.
Dukungan sosial dan lingkungan
sebagai sumber koping, dimana
kehadiran
orang
lain
dapat
membantu seseorang mengurangi
kecemasan
dan
lingkungan
mempengaruhi
area
berfikir
seseorang.
Penurunan tingkat kecemasan yang
terjadi pada kelompok kontrol juga
dapat disebabkan karena beberapa
faktor, salah satunya adalah adanya
terapi musik di ruang tunggu
hemodialisa,
sehingga
pasien
merasa
nyaman
pada
saat
menunggu waktu hemodialisa. Hal
ini sejalan dengan hasil penelitian
Lukman (2014) dengan hasil ada
pengaruh Terapi Musik Klasik
Terhadap Tingkat Kecemasan Pada
Pasien Hemodialisa Di RS PKU
Muhammadiyah Surakarta.
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN
1.
Hasil pengukuran kecemasan pada
kelompok kontrol menunjukkan
pasien yang mengalami kecemasan
sebelum pre test pada tingkat
sedang sebanyak 13 responden dan
menurun menjadi cemas ringan
sebanyak 9 responden dan tidak
cemas sebanyak 8 responden,
sehingga masih ada 1 responden
yang tetap mengalami kecemasan.
Hal ini dapat disebabkan karena
pasien merasa tenang karena
adanya dukungan keluarga yang
2.
Tingkat kecemasan pasien sebelum
diberikan
hipnoterapi
pada
kelompok intervensi sebagian besar
adalah
cemas
sedang
yaitu
sebanyak 12 responden (70,6%)
dan pada kelompok kontrol
sebagian besar dengan cemas
sedang sebanyak 13 responden
(76,5%).
Tingkat kecemasan pasien sesudah
diberikan
hipnoterapi
pada
kelompok intervensi sebagian besar
adalah tidak cemas yaitu sebanyak
16 responden (94,1%) dan pada
3.
4.
kelompok kontrol sebagian besar
pada cemas ringan sebanyak 9
responden (52,9%).
Ada perbedaan kecemasaan pasien
gagal ginjal kronik yang akan
menjalani terapi hemodialisa pada
kelompok
intervensi
sebelum
diberikan hemodialisa dengan p
value 0,000 (< 0,05) dan pada
kelompok kontrol dengan p value
0,000 (< 0,05).
Ada pengaruh hipnoterapi terhadap
tingkat kecemasan pasien gagal
ginjal kronik yang akan menjalani
terapi hemodialisa di RST Dr.
Soedjono Magelang tahun 2016
karena p value 0,018 lebih kecil
dari 0,05
3.
Bagi Institusi Pendidikan
Instansi pendidikan khususnya
pendidikan keperawatan dapat
menambahkan materi pembelajaran
tentang hipnoterapi sebagai bekal
tambahan materi bagi mahasiswa
ilmu keperawatan.
4.
Bagi Penelitian Selanjutnya
Penelitian
selanjutnya
dapat
menggunakan hasil penelitian ini
untuk acuan penelitian selanjutnya
dengan meneliti faktor-faktor yang
mempengaruhi
terjadinya
kecemasan
pada
pasien
hemodialisa.
DAFTAR PUSTAKA
SARAN
1.
2.
Bagi RST Dr. Soedjono Magelang
RS diharapkan membuat SOP
hipnoterapi,
membuat
jadwal
pelayanan
hipnoterapi,
meningkatkan kinerja perawat
rumah
sakit
dengan
mengikutsertakan perawat untuk
mengikuti pelatihan hipnoterapi
dan memfasilitasi ruangan khusus
untuk terapi hipnoterapi yang
nyaman dan sesuai kebutuhan
pasien.
Bagi profesi keperawatan RST Dr.
Soedjono Magelang
Perawat dapat lebih meningkatkan
pelayanan keperawatan pada pasien
gagal ginjal yang akan menjalani
hemodialisa
yang
mengalami
kecemasan dengan memberikan
terapi-terapi
non
farmakologi
seperti hipnoterapi untuk mengatasi
masalah kecemasan sehingga dapat
meminimalkan penggunaan obatobatan untuk mengatasi kecemasan
pada pasien.
Adiyanto Lelik. (2010). Smartirthing.
Badan penerbit Universitas
Diponegoro. Semarang
Al-hilali, N. (2009). Complications
During Hemodialysis. Diakses
dari
http://www.dialysistips.com/co
mplications.html.
Diakses
tanggal : 10 September 2015
jam 14.20 WIB
Batbual.
(2010).
Hypnosis
Hypnobrithing Nyeri Persalinan
dan
Berbagai
Metode
Penanganannya. Yogyakarta :
Gosyen Publishing
Corwin.
(2009).
Buku
Saku
Patofisiologi. Jakarta : EGC.
Gunawan
A.
W.
(2012).
HYPNOTHERAPY The Art of
Subconscious
Restructuring.
Jakarta:
Gramedia Pustaka
Utama
Hakim. (2010). Hipnoterapi : Cara
Tepat Mengatasi Stress, Fobis,
Trauma dan Gangguan Mental
Lainnya. Jakarta : Transmedia
Pustaka.
Hartoyo. (2013). Alternatif Terapi
Hipnoterapi.
http://www.htysite.com/P%20alt
ernatif%20hipnoterapi.htm.
Diakses tanggal : 10 September
2015 jam 14.20 WIB
Haven.
(2005). Hemodialisis: Bila
Ginjal Tak Lagi Berfungsi.
http:// www.wartamedika.com,
Diakses tanggal : 10 September
2015 jam 15.20 WIB
Hawari. (2011). Manajemen stress,
cemas dan depresi.Jakarta :
FKUI.
Indonesian Renal Registry. (2012).
Data Penderita Gagal Ginjal
Kronik
yang
Menjalani
Hemodialisis, Jawa Barat.
Isaacs.
Kahija,
(2005). Pedoman belajar
keperawatan kesehatan jiwa dan
psikiatrik Edisi 3. Jakarta : EGC.
Y.F.L .(2007). Hipnoterapi
Prinsip-Prinsip Dasar Praktik
Psikoterapi. Jakarta : Gramedia.
Kresnawan,
Triyani.
(2005).
Penatalaksanaan Diet Pada
Penyakit Ginjal Kronik. Jakarta
: PERNEFRI & PGII
Leung
DKC. (2003). Psychosocial
Aspects in Renal Patients.
Journal of Peritoneal Dialysis
International; 23 (S2) : pp S90S94.
Notoatmodjo, S. (2012).Metodologi
penelitian kesehatan. Jakarta :
Rineka cipta
Novrizal, R . (2010). Keefektifan
Hipnoterapi
Terhadap
Penurunan Derajat Kecemasan
Dan
Gatal
Pasien Liken
Simpleks Kronik di Poliklinik
Penyakit Kulit dan Kelamin
RSDM Surakarta
.
Tesis.
Surakarta: Program Pendidikan
Dokter Spesialis I Psikiatri
Fakultas
Kedokteran
Universitas
Sebelas
Maret
Surakarta
Nursalam.
(2010).
Konsep
dan
Penerapan
Metodologi
Penelitian Ilmu Keperawatan.
Jakarta : Saleba Medika.
Perry dan Potter. (2005). Buku Ajar
Fundamental
KeperawatanKonsep, Proses, dan Praktik.
Jakarta : EGC.
Pieter dan Lubis. (2010). Pengantar
Psikologi Dalam Keperawatan.
Jakarta : Kencana.
Sentanu, E . (2010) . Quantum
Ikhlas: Teknologi Aktivasi Hati.
Jakarta : PT Elex Media
Komputindo.
Setiawan, T. (2009). Hipnotis &
Hipnoterapi . Yogyakarta :
Garas
Smeltzer, S & Bare. (2004). Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah
Brunner Suddarth. Volume 2
Edisi 8. Jakarta : EGC
Stuart & Sundeen. (2000). Principle
And Practice of Psychiatric
Nursing. St. louis Missouri.
Mosby Year Book Inc
Stuart. (2007). Buku saku keperawatan
jiwa edisi 5. Jakarta : EGC.
Sukandar, E., (2009). Neurologi Klinik.
Edisi ketiga. Bandung: Pusat
Informasi Ilmiah (PII) Bagian
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran UNPAD.
Soedirdjo. (2013). Hipnoterapi Bukan
Sekedar
Hipnosis.
http://kesehatan.kompasiana.co
m/alternatif/2013/09/29/hipnoter
api-bukanlah-hipnotis597003.html. Diakses tanggal :
10 September 2015 jam 14.20
WIB
Widiana, I Gede Raka. (2007).
Distribusi Geografis Penyakit
Ginjal
Kronik
di
Bali:
Komparasi Formula CockcroftGault dan Formula Modification
of Diet in Renal disease. Jurnal
Penyakit Dalam. Volume 3 pp
201-211.
Soeparman. (2003). Ilmu Penyakit
Dalam Jilid II. Edisi kedua.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Wijaya. (2013). Keperawatan Medikal
Bedah 1. Yogyakarta : Nuha
Medika.
Soewadi.
(2002).
Pendekatan
Psikiatrik Penderita Gagal
Ginjal,
Kumpulan Makalah
Pendidikan
dan
Latihan
Perawatan
Ginjal
Intensif,
RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta:
tidak dipublikasikasikan.
Unruh ML, Welsbord SD, Kimmel PL.
(2008). Psychosocial Factors in
Patients with Chronic Kidney
Disease : Health Related
Quality of Life in Nephrology
Research and Clinical Practice.
Seminar in Dialysis Volume 18,
Issue 2 : 82-90.
Download