KAJIAN ASPEK PEMAKAIAN ENERGI PADA SISTEM BANGUNAN TRADISIONAL JAWA Rina Widayanti, ST., MT (Ketua) Staff Pengajar Jurusan Teknik Arsitektur Universitas Gunadarma [email protected] Agus Suparman, ST., MT. Staff Pengajar Jurusan Teknik Arsitektur Universitas Gunadarma [email protected] Ninuk Sekarsari, ST., MT. Staff Pengajar Jurusan Teknik Arsitektur Universitas Gunadarma [email protected] ABSTRACTION An overview of the architecture of traditional houses are ideal because it can create the conditions in the room more comfortable, traditional house or building built by and for the community in question contains the charge, the value of identity that is capable of displaying physical characteristics. Traditional buildings in Java and other still survive today or awake sustainability. Sustainability is maintained building is a building that has been tested against environmental factors (climate) and local culture. One indicator of success in maintaining its existence building is energy-efficient or economical. The research goal is to understand the concept of energy usage in traditional Javanese building an efficient and economical as well as what are the factors that influence it. To be able to answer the problems and purposes of the study, the method is a descriptive exploratory study. Residential Javanese always pay attention to alignment with the cosmos in terms of always pay attention to and respect for the potential of the existing footprint disekitarnya.Karakter other related environmental traditional Javanese house that is always connected between inner and outer space without impacting each other strict barrier. So intertwined between spaces with the surrounding environment. Spatial linkages like this would be thermally will improve the quality of space in buildings. Key word : Traditional Java Building, energy efficient building, building system ABSTRAKSI Rumah tradisional merupakan gambaran arsitektur yang ideal karena dapat menciptakan kondisi di dalam ruang lebih nyaman, Rumah atau bangunan tradisional yang dibangun oleh dan untuk masyarakat yang bersangkutan tersebut mengandung muatan, nilai jati diri yang mampu menampilkan karakter fisiknya. Bangunan tradisional di Jawa dan lainnya masih bertahan hingga sekarang atau terjaga sustainabilitasnya. Bangunan yang terjaga sustainabilitasnya adalah bangunan yang telah teruji terhadap faktor-faktor lingkungan (iklim) dan budaya setempat. Salah satu indikator keberhasilan bangunan dalam menjaga keberadaannya adalah pemakaian energi yang efisien atau hemat. Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui konsep pemakaian energi pada bangunan tradisional Jawa yang efisien dan hemat serta faktorfaktor apa saja yang mempengaruhinya. Untuk dapat menjawab permasalahan dan 1 tujuan kajian, maka metode kajian adalah deskriptif eksploratif. Rumah tinggal orang Jawa selalu memperhatikan keselarasan dengan kosmosnya dalam pengertian selalu memperhatikan dan menghormati potensi-potensi tapak yang ada disekitarnya.Karakter lain terkait dengan lingkungan rumah tradisional jawa yaitu selalu terhubung antar Ruang dalam dan luar saling mengimbas tanpa pembatas yang tegas. Sehingga terjalin antara ruang dengan lingkungan sekitarnya. Keterkaitan spatial seperti ini tentu secara termal akan meningkatkan kualitas ruang dalam bagunan. Kata Kunci : Bangunan Tradisional Jawa, Bangunan hemat energi, Sistem bangunan PENDAHULUAN Rumah merupakan salah satu kebutuhan utama manusia, sehingga perencanaan pembangunan rumah harus cermat dan mempertimbangkan banyak hal. Beberapa diantaranya, yaitu potensi fisik dan potensi sosial budaya. Potensi fisik adalah pertimbangan akan bahan bangunan, kondisi geologis dan iklim setempat. Sedangkan, potensi sosial budaya terdiri atas arsitektur lokal dan cara hidup (Dinas Kimpraswil, 2002). Terkait dengan isu pemanasan global yang terjadi pada masa modern ini, iklim menjadi sebuah pertimbangan utama yang perlu diselesaikan. Indonesia terletak di wilayah yang beriklim tropis lembab. Ciri umum iklim tersebut ialah temperatur udara yang relatif panas, intensitas radiasi matahari yang tinggi dan kelembaban udara yang tinggi (Soegijanto, 1999; Satwiko, 2004). Sedangkan masalah spesifik yang terjadi adalah bahwa suhu di luar bangunan diatas kondisi kenyamanan termal yang dibutuhkan oleh manusia. Kondisi ini berpengaruh pada kondisi suhu di dalam ruang (Apritasari, 2003). Usaha pengendalian terhadap masalah iklim ini sampai batas tertentu dapat dilakukan secara pasif, ialah dengan perancangan bangunan yang mempertimbangkan faktor iklim, sifat fisika bahan bangunan dan variabel perancangan bangunan lainnya seperti orientasi bangunan, bentuk, peneduh matahari dan sebagainya. Namun, usaha pengendalian ini memang tidak dapat selalu diharapkan dapat menghasilkan kondisi termal sesuai yang diinginkan sepanjang hari, karena elemen bangunan dan lingkungan sekitarnya mempunyai pengendalian termal yang terbatas (Soegijanto, 1999). Ada beberapa kegiatan penggunaan energi di dalam bangunan (rumah tinggal) seperti: penghawaan, pencahayaan, dll. Semakin tinggi intensitas kegiatan-kegiatan dalam bangunan tersebut, akan semakin tinggi penggunaan energi. Dari kegiatankegiatan dalam bangunan tersebut, secara umum, ada 2 kegiatan yang diidentifikasi sangat berperan dan berhubungan langsung dengan pemborosan energi, yaitu penghawaan/ pengkondisian udara dan pencahayaan. Artinya adalah penggunaan energi sebagai akibat kedua kegiatan penghawaan dan pencahayaan tersebut. Upaya untuk melakukan penghematan energi dapat dimulai dengan perencanaan bangunan yang baik, yang dapat memanfaatkan penghawaan dan pencahayaan alami pada bangunan rumah tinggal. Rumah tradisional merupakan gambaran arsitektur yang ideal karena dapat menciptakan kondisi di dalam ruang lebih nyaman, Rumah atau bangunan tradisional yang dibangun oleh dan untuk masyarakat yang bersangkutan tersebut mengandung muatan, nilai jati diri yang mampu menampilkan karakter fisiknya. 2 Di Indonesia, bangunan tradisional seperti yang diuraikan didepan sangat banyak, salah satunya adalah bangunan tradisional Jawa. Bangunan tradisional di Jawa dan lainnya masih bertahan hingga sekarang atau terjaga sustainabilitasnya. Bangunan yang terjaga sustainabilitasnya adalah bangunan yang telah teruji terhadap faktor-faktor lingkungan (iklim) dan budaya setempat. Salah satu indikator keberhasilan bangunan dalam menjaga keberadaannya adalah pemakaian energi yang efisien atau hemat. Bangunan tradisional Jawa dari aspek pemakaian energi setelah diuraikan didepan sangat menarik untuk dikaji, baik dari segi pemakaian energinya sendiri maupun kaitan dengan konsep sustainabilitas. Berdasarkan kecenderungan permasalahan tersebut di atas dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut: a. Bagaimana pemanfatan energi alami pada bangunan tradisional Jawa?(pengawahan/bukaan, pencahayaan, orentasi/arah hadap) b. Bagaimana prinsip-prinsip desain bangunan tradisional Jawa dapat di terapkan pada bangunan rumah tinggal modern dengan tetap memperhatikan faktor penghematan energi? Tujuan penelitian ini adalah : Mengetahui secara pasti bahwa bangunan tradisional Jawa dari tinjauan sistem bangunan adalah sudah memakai konsep pemakaian energi yang efisien atau hemat. Mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi pemakaian energi pada bangunan tradisional Jawa. Menghasilkan arahan desain bangunan rumah tinggal hemat energi berdasarkan sistem bangunan tradisional Jawa Kontribusi Penelitian : Penelitian ini diharapkan akan memberikan kontribsi dalam pengembangan konsep perancangan, terutama dalam hal perancangan yang bertumpu pada pemakaian energi yang efisien dan hemat. Tinjauan tentang Bangunan Tradisional Jawa Rumah Jawa merupakan lambang status bagi penghuninya dan juga menyimpan rahasia tentang kehidupan sang penghuni. Rumah Jawa merupakan sarana pemiliknya untuk menunjukkan siapa sebenarnya dirinya sehingga dapat dimengerti dan dinikmati orang lain. Rumah Jawa juga menyangkut dunia batin yang tidak pernah lepas dari kehidupan masyarakat Jawa. Bentuk dari rumah Jawa dipengaruhi oleh 2 pendekatan yaitu : Pendekatan Geometrik yang dikuasai oleh kekuatan sendiri Pendekatan Geofisik yang tergantung pada kekuatan alam lingkungan. Kedua pendekatan itu akhirnya menjadi satu kesatuan. Kedua pendekatan mempunyai perannya masing-masing, situasi dan kondisi yang menjadikan salah satunya lebih kuat sehingga menimbulkan bentuk yang berbeda bila salah satu peranannya lebih kuat. Rumah Jawa merupakan kesatuan dari nilai seni dan nilai bangunan sehingga merupakan nilai tambah dari hasil karya budaya manusia yang dapat dijabarkan secara keilmuan. Bentuk rumah tradisional Jawa dari waktu ke waktu selalu mengalami perubahan bentuk. Secara garis besar tempat tinggal orang Jawa dapat dibedakan menjadi : 1. Rumah Bentuk Joglo 3 2. 3. 4. 5. Rumah Bentuk Limasan Rumah bentuk Kampung Rumah Bentuk Masjid dan Tajug atau Tarub Rumah bentuk panggang Pe Bentuk Rumah Panggang-pe : Banyak kita jumpai sebagai tempat jualan minuman, nasi dan lain-lainnya yang terdapat di tepi jalan. Apabila diperkembangkan dapat berfungsi sebagai tempat ronda, tempat mobil / garasi, pabrik, dan sebagainya. Bentuk Rumah Kampung : Umumnya sebagai tempat tinggal, baik di kota maupun di desa dan di gunung-gunung. Perkembangan dari bentuk ini juga dipergunakan sebagai tempat tinggal. Bentuk Rumah Limasan : Terutama terlihat pada atapnya yang memiliki 4 (empat) buah bidang sisi, memakai dudur. Kebanyakan untuk tempat tinggal. Perkembangannya dengan penambahan emper atau serambi, serta beberapa ruangan akan tercipta bentukbentuk sinom, kutuk ngambang, lambang gantung, trajumas, dan lain-lain. Hanya saja yang berbentuk trajumas tidak biasa digunakan sebagai tempat tinggal. Bentuk Rumah Tajug : Ciri utamanya pada atap berbentuk runcing, soko guru dengan blandar-blandar tumpang sari, berdenah bujur sangkar, lantainya selalu di atas tanpa bertingkat. Dipergunakan sebagai tempat suci, semisal : Masjid, tempat raja bertahta, makam. Tidak ada yang untuk tempat tinggal. Bentuk Rumah Joglo : Memiliki ciri; atap terdiri dari 4 (empat) buah sisi soko guru dengan pemidangannya (alengnya) dan berblandar tumpang sari. Bangunan ini umumnya dipergunakan sebagai pendopo dan juga untuk tempat tinggal (dalem). Meskipun Sugiarto Dakung dalam buku “Arsitektur Tradisonal Daerah Istimewa Yogyakara (1987:25) membagi bentuk rumah tinggal Jawa dalam 4 (empat) macam bentuk, yaitu: Panggangpe, Kampung, Limasan dan Joglo, namun Josef Prijotomo dalam buku “Petungan, Sistem Ukuran Dalam Arsitektur Jawa” (1995:5) 11) membagi bentuk Arsitektur Tradisonal Jawa dalam 5 (lima) tipe, yaitu: Tajug, Joglo, Limasan, Kampung dan Panggang-pe. Kedua pendapat tersebut tidak bertentangan, sebab Sugiarto Dakung (1987) dalam uraian selanjutnya berpendapat bahwa bentuk Tajug tidak dipakai untuk rumah tempat tinggal, tetapi dipakai untuk rumah ibadah, rumah pemujaan atau masjid. Sehingga apabila berbicara tentang rumah tinggal, maka bentuk Tajug tidak ikut di dalam kelompok bentuk rumah tinggal tradisional Jawa. Tinjauan Pemakaian Energi pada Bangunan Tradisional Konsumsi energi pada bangunan tradisional adalah pemakaian energi untuk menunjang pencahayaan, penghawaan, kenyamanan didalam bangunan. Pada bangunan modern, pencahayaan, penghawaan, dan kenyamanan didalam bangunan memakai energi listrik, sedangkan untuk bangunan tradisional pada umumnya tidak ada jaringan listrik. a. Pencahayaan Pencahayaan pada siang hari pada bangunan tradisional didapatkan dari sinar alami siang hari melalui pembukaan jendela, pintu, bukaan-bukaan pada dinding, celahcelah yang ada pada dinding (dinding papan, dinding anyaman bambu, dan lainlain). Karena bangunan tradisional tidak menuntut tingkat iluminasi pencahayaan dalam ruang cukup besar (± 250 Lux dalam ruang dapat dipakai untuk menulis dan membaca tulisan). Maka sinar alami yang masuk dan tidak memerlukan tingkat iluminasi pencahayaan dalam ruang kecil, maka pencahayaannya dianggap cukup. 4 b. Penghawaan didalam ruang Pada bangunan tradisional untuk mendapatkan aliran udara yang masuk didalam bangunan didapat melalui pembukaan jendela, pintu, lubang atau celah-celah dinding. Udara yang masuk didalam ruangan sudah merupakan udara yang tidak bersuhu tinggi (panas), karena sudah melati terlebih dahulu lingkungan yang sejuk, rindang (banyak pohon). Penghawaan pada bangunan tradisional tanpa menggunakan energi (listrik) dapat berjalan dengan baik dan nyaman. c. Kenyamanan termal didalam ruangan Kenyamanan didalam ruangan bangunan sangat dipengaruhi oleh factor iklim, seperti, kecepatan aliran udara didalam ruangan, suhu ruang luar, kelembaban relative dalam ruang, radiasi matahari, dan sebagainya. Pada bangunan modern semua faktor iklim tersebut diatur menggunakan alat yang membutuhkan energi, untuk mencapai besaran-besaran tertentu yang memungkinkan kenyamanan termal dalam ruang dapat dicapai. Pada bangunan tradisional, faktor iklim tersebut diatur sedemikian rupa, baik disengaja atau tidak oleh pembangunnya, sehingga dapat mencapai tujuannya, dengan tanpa memakai energi listrik. METODE PENELITIAN Untuk dapat menjawab permasalahan dan tujuan kajian, maka metode kajian adalah deskriptif eksploratif yang dilakukan dengan langkah sebagai berikut: 1. Mempelajari dan memahami secara detail tentang rumah tradisional Jawa 2. Kompilasi data (baik dari lapangan maupun studi literatur), digambar ulang, diklasifikasi, dan sebagainya untuk keperluan analisis. 3. Analisis data yang dilakukan adalah mencocokkan, membandingkan, mengkaji kelebihan dan kekurangan dengan suatu teori, pedoman, atau patokan yang relevan. 4. Menarik kesimpulan sementara sebagai hasil analisis dan selanjutnya dilakukan interpretasi yang dikaitkan dengan tujuan kajian, dan baru diambil kesimpulan kajian. HASIL DAN PEMBAHASAN Perbandingan pemanfaatan energi pada bangunan tradisional dan bangunan modern Bangunan Tradisional Jawa yang ramah lingkungan dan merupakan bangunan tropis yang telah teruji oleh jangka waktu yang panjang, sering terlihat tidak mampu dalam penerapannya pada bangunan modern, sehingga terasa ada salah dalam proses penerapannya. Hal tersebut dikarenakan pengabaian prinsip kerja dari konstruksi dan bentuk atap tersebut. Arsitektur tradisional tercipta melalui proses yang panjang dan sudah terbukti tepat guna sesuai dengan alam dan lingkungan sekitarnya, seharusnya sangat layak untuk dijadikan landasan dan dikembangkan dalam perancangan masa kini atau bangunan modern. Berikut ini akan dilakukan perbandingan pemanfaatan energi alami pada bangunan tradisional jawa dengan bangunan modern, di harapkan dapat menjebatani proses yang terlewati atau hilang dalam implementasinya ke bangunan modern. 5 1. Lingkungan Panas pada iklim tropis akan berdampak meningkatnya temperatur lingkungan. Kondisi lingkungan sangat memegang peranan penting dalam kenyamanan termal pada lingkup makro lingkungan rumah tinggal, secara sederhana diimplementasikan dengan kerimbunan pepohonan. Karena keberadaan kerimbunan pohon memberikan konstribusi positif bagi pengaruh kenyamanan di dalam bangunan. Bangunan Tradisional Konsep ruang pada rumah jawa memiliki pengertian mencakup aspek tempat, waktu dan ritual. Pada rumah tinggal merupakan tempat menyatunya jagad-cilik (micro cosmos) yaitu manusia Jawa dengan jagad-gede (macrocosmos) yaitu alam semesta dan kekuatan gaib yang menguasainya. Rumah tinggal orang Jawa selalu memperhatikan keselarasan dengan kosmosnya dalam pengertian selalu memperhatikan dan menghormati potensi-potensi tapak yang ada disekitarnya. Karakter lain terkait dengan lingkungan rumah tradisional jawa yaitu selalu terhubung anatar Ruang dalam dan luar saling mengimbas tanpa pembatas yang tegas. Sehingga terjalin antara ruang dengan lingkungan sekitarnya. Keterkaitan spatial seperti ini tentu secara termal akan meningkatkan kualitas ruang dalam bagunan. Bangunan Modern Bangunan tempat tinggal modern lebih cenderung mengutamakan pada fungsi-fungsi yang mencerminkan kebutuhan sosial dan ungkapan budaya kurang diperhatikan karena penataan ruang-ruang tersebut lebih menekankan aspek ekonomis (efisiensi) dan teknis (tjahjono,1989). Demikian pula dengan pembatas halaman pada rumah tinggal modern dipergunakan pagar-pagar besi yang tinggi sehingga membuat pemisahan teritorial yang tegas sehingga mempunyai kesan tertutup, tidak komunikatif dengan tetangga sebelahnya. Ruang dalam dan luar tidak saling ber imbas tanpa pembatas, sehingga ruang dalam cendrung tertutup dan tak terkoneksi dengan lingkungan luar. Kondisi ini biasanya menyebabkan klimatologi lingkungan menjadi kurang nyaman karena meningkatnya suhu dalam ruang, dan bisanya bangunan tempat tingga modern menggunakan AC atau pengawaan buatan 2. Orentasi Bangunan Rumah Tinggal Bangunan Tradisional Bangunan tradisional jawa masih sangat memperhatikan arah mata angin untuk menentukan orientasi bangunan, biasanya di sesuikan dengan hitungan kelahiran si pemilik rumah, disisi laian di jawa juga menganal kepercayaan terhadap utara selatan, meskipun pada kenyataannya utara-selatan secara ilmiah di pahami merupakan arah hadap yang paling nyaman jika di kaitkan kedudukan pulau jawa dengan lintasan matahari sepanjang tahun. Bangunan modern Bangunan modern masih tidak terlalu memperhatikan arah mata angin untuk menentukan orientasi bangunan tetapi lebih menyesuaikan bentuk dan lokasi lahan yang ada, hal ini dikarena unsur keterbatasan ruang lahan. Selain itu juga 6 pemahaman terhadap bangunan rumah tingggal tradisional dan implemntasinya pada lingkup modern masih dirasa kurang. 3. Penghawaan Bangunan Tradisional Rumah tradisional, merupakan gambaran arsitektur yang ideal karena dapat menciptakan kondisi di dalam ruang lebih nyaman, baik secara fisik maupun psikologis. Penghawaan pada rumah tradisional menggunakan penghawaan alami, dirancang menyesuaikan dengan lingkungan sekitar. Dimana terdapat bukaan berupa jendela, krepyak, dan atap yang memungkinkan adanya aliran udara segar dapat masuk dan mengalir ke dalam bagunan. Jendela Jendela pada rumah tradisional umumnya berbahan kayu dan berbentuk segi empat. Jendela diletakkan pada bagian dinding bangunan. Bukaan berupa jendela yang ada pada dinding muka ataupun pada dinding kanan-kiri bangunan. Apabila jendela dibuka akan membuat aliran udara segar masuk kedalam. Atap Salah satu tempat aliran udara segar dapat masuk ke dalam rumah adalah melalui atap rangka atap. Bangunan tradisional Jawa memiliki bentuk atap yang paling banyak dibandingkan bentuk atap bangunan tradisional lain di Indonesia. (Koentjaaningrat, 1984), dari pengukuran yang dilakukan peneliti sebelumnya diketahui bahwa bentukan atap yang tidak memiliki sirkulasi udara di dalam atap, memberikan konstribusi panas di ruang dibawahnya, yang mempengaruhi kenyamanan termal. Bentuk atap yang tidak ada lubang sebagai cross udara biasanya berbentuk atap limas an pokok. Sedangkan bentuk atap lainnya cenderung memiliki lobang pori.seprti pada gambar di bawah ini. Bangunan Modern Rumah-rumah di zaman sekarang/modern cenderung kurang memepertimbangkan faktor iklim. Salah satu jenis rumah modern yang muncul adalah rumah sederhana. Rumah sederhana memiliki keterbatasan berupa luas bangunan, luas tanah, konstruksi dan bahan bangunan. Karena keterbatasan tersebut, rumah sederhana kurang dapat menangani permasalahan iklim dengan baik, sehingga kondisi di dalam bangunan dinilai kurang nyaman dan cenderung lebih panas. Selain itu factor lingkungan sekitar yang cenderung terbatas dan padat turut pula membentuk kondisi ketidaknyamanan tersebut. Jenis atap limasan pokok, dengan modifikasi bentuk tertentu banyak digunakan pada bangunan modern. Namun tanpa upaya memberikan sirkulasi udara yang baik, sehingga menurunkan kualitas bangunan itu sendiri Di tinjau dari bahan penutup atap modern, sedikit banyak mempengaruhi perpindahan panas ke dalam rongga atap. Sementara itu adanya kesalahan penerapan desain atap tradisional Jawa Tengah pada bangunan modern yang mengabaikan prinsip konstruksi dan bentuk atap tradisional. Penggunaan bahan penutup atap modern yang sangat presisi mengakibatkan tidak adanya 7 pergerakan udara di dalam atap, mengakibatkan panas di rongga atap mempengaruhi ruang dibawahnya. Dengan demikian perlu dilakukan modifikasi yang benar, sehingga sirkulasi udara di dalam atap tidak berjalan sebagai mana mestinya. Desain bangunan modern yang sering menganut gaya tren minimalis mengadopsi gaya dari arsitektur yang beriklim 5 musim tanpa mengalami proses adaptasi pada kontek tropis. Seperti penerapan oversteak yang relative pendek sehingga tritisanya pendek, serta mahal dalam perawatan bangunan dikarenakan faktor iklim yang cenderung merusak kulit bangunan. 4. Pencahayaan Bangunan Tradisional Pencahayaan pada rumah tradisional umumnya merupakan pencahayaan alami. Cahaya matahari dapat masuk melalui bukaan yang ada pada rumah tersebut. Salah satu bukaan yang dapat membuat sinar matahari dapat masuk yaitu melalui pintu rumah. Demikian juga dapat melalui jendela apabila jendela tersebut dalam keadaan terbuka. Sehingga tiap ruang dapat mempunyai sumber cahaya alami. Perpaduan pintu pada rumah tradisional ada juga yang berbentuk pintu tergabung dengan jendela krepyak pada bagian atas pintu tersebut, dengan demikian apabila pintu tersebut dalam keadaan tertutup udara segar dan pantulan cahaya tetap dapat masuk kedalam ruang. Bangunan Modern Sumber cahaya pada rumah sederhana umumnya didapat dari adanya jendela dan pintu yang umumnya terletak di bagian depan bangunan. Jendela umumnya merupakan jendela mati. Dengan keterbatasan lahan yang ada, maka sumber cahaya hanya bisa didapat dari muka depan bangunan saja. Sehingga pada bagian tengah rumah cahaya yang masuk sangat sedikit, terkadang untuk area tengah dan belakang rumah perlu dibantu dengan pengadaan cahaya buatan. Untuk mengantisipasi kurang masuknya cahaya tersebut terkadang dibuat roster diatas bagian pintu dan jendela yang ada. DAFTAR PUSTAKA Dakung, Sugiarto, 1982, “Arsitektur Tradisional Daerah Istimewa Yogyakarta”, Jakarta, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Egan, M. David, 1985, Concepts in Thermal Comfort, New Jersey: Prentice-Hall.Inc. Givoni, Baruch, 1998, Climate Considerations in Building and Urban Design. Van Nostrand Reinhold, New York. Herusatoto, Budiono, 1987, “Simbolisme dalam Budaya Jawa”, Yogyakarta, Penerbit PT. Hanindita. Ismunandar, 1986, “Joglo, Arsitektur Rumah Tradisional Jawa”, Semarang, Penerbit Dahara Prize. Landsberg, H.E., 1981. The Urban Climate. National Academy Press, New York 275pp.Li Q., et al., 2004. Urban heat island effect on annual mean temperature during the last 50 years in China. Theoretical Applied Climatology 79: 165??74 Priatmodjo, Danang, 2004, “Makna Simbolik Rumah Jawa” disunting oleh Johanes Adiyanto, dalam “Naskah Jawa Arsitektur Jawa”, Surabaya, Wastu Lanas Grafika 8 Purwanto, L.M.F., 2005, Arsitektur Pemukiman Tropis, Handout Program Pasca Sarjana S2, Magister Teknik Arsitektur, Universitas Katolik Soegijapranata. Ronald, Arya, 2005, “ Nilai-nilai Arsitektur Rumah Tradisional Jawa”, Yogyakarta, Gadjah Mada University Press. Ronald, Arya, 1986, “Manusia dan Rumah Jawa ”, Yogyakarta, Jurusan Arsitektur Universitas Gadjah Mada. Soegijanto, Pengaruh Selubung Bangunan Terhadap Penggunaan Energi dalam Bangunan. Disampaikan dalam Seminar Arsitektur Hemat Energi, Universitas Kristen Petra, 23 Nopember 2002. 9