AKB - ETD UGM

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Angka Kematian Bayi (AKB) menurut World Health Organization
(WHO) ialah sebesar 35 per 1.000 kelahiran hidup untuk tahun 2012.
Berdasarkan hasil survey demografi dan kesehatan Indonesia (SDKI), Angka
Kematian Bayi di Indonesia tahun 2012 masih relatif tinggi yaitu 32 kematian
per 1.000 kelahiran hidup.1,2 Angka ini lebih tinggi dibandingkan AKB yang
direncanakan MDG‟s yaitu 23 kematian per 1.000 kelahiran hidup.
Sedangkan angka kematian bayi di Kabupaten Gunungkidul pada tahun 2014
yaitu 98 kematian per 1.000 kelahiran hidup. Tingginya angka kematian bayi
ini disebabkan karena banyak faktor, misalnya prematur, berat bayi lahir
rendah, asfiksia, respirasi disstres sindrom, kelainan kongenital, perdarahan
paru, pneumonia, sepsis, infeksi, ikterus, kejang, dehidrasi, diare, dll.
Penyebab kematian bayi tersebut bisa dihindari apabila dilakukan pemberian
ASI yang optimal. EBF (Exclusive Breastfeeding) atau ASI eksklusif efektif
untuk mencegah kematian balita hingga 13 % - 15 %.4 Sekitar 40% kematian
bayi terjadi pada satu bulan pertama kehidupan, dengan pemberian ASI akan
mengurangi 22% kematian bayi di bawah 28 hari kehidupan, dengan
demikian kematian bayi dan balita dapat dicegah melalui pemberian ASI
ekslusif secara dini dari sejak bayi dilahirkan di awal kehidupannya.5
1
2
ASI (Air Susu Ibu) adalah makanan terbaik dan alamiah untuk bayi
dengan kandungan gizi paling sesuai untuk pertumbuhan yang optimal.6 ASI
(Air Susu Ibu) merupakan makanan bayi yang paling penting, terutama pada
bulan–bulan pertama kehidupan bayi.7 Dalam ASI terkandung berbagai
macam zat yang dibutuhkan bayi. Jumlah dan gizi yang terkandung dalam
ASI sesuai dengan usia bayi. Selain itu, ASI mengandung zat imunologik
yang melindungi bayi dari infeksi. Zat gizi dan imun yang terdapat pada ASI
akan bermanfaat apabila ibu memberikan ASI optimal kepada bayinya.6,7,8
Pemberian ASI optimal yaitu pemberian ASI dengan cara dan waktu yang
tepat.
Terdapat tiga bentuk ASI dengan karakteristik dan komposisi berbeda
yaitu kolostrum, ASI transisi dan ASI matang. Kolostrum adalah cairan yang
dihasilkan oleh kelenjar payudara setelah melahirkan (0-1 hari) dengan ASI
matang dengan volume 150 – 300 ml/hari. ASI transisi adalah ASI yang
dihasilkan setelah kolostrum (2 hari) dimana kadar lemak dan laktosa lebih
tinggi dan kadar protein, mineral lebih rendah. ASI matang adalah ASI yang
dihasilkan 3 hari setelah melahirkan dengan volume bervariasi yaitu 300 –
850 ml/hari tergantung pada besarnya stimulasi saat laktasi. Volume ASI
pada tahun pertama adalah 400 – 700 ml/24 jam, tahun kedua 200 – 400
ml/24 jam, dan sesudahnya 200 ml/24 jam. Volume ASI bayi usia 4 bulan
adalah 500 – 800 gr/hari, bayi usia 5 bulan adalah 400 – 600 gr/hari dan bayi
usia 6 bulan adalah 350 – 500 gr/hari.9,19
3
Pemberian ASI yang disarankan yaitu sampai dua tahun. Namun yang
terpenting yaitu pemberian ASI eksklusif. ASI eksklusif adalah bayi hanya
diberi ASI selama 6 bulan tanpa tambahan cairan lain, seperti susu formula,
jeruk, madu, air teh dan air putih, serta tanpa tambahan makanan padat,
seperti pisang, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan nasi tim, kecuali vitamin,
mineral dan obat.10,11,15 Begitu pentingnya memberikan ASI eksklusif kepada
bayi tercermin pada rekomendasi Badan Kesehatan Dunia/ World Health
Organization (WHO) yang menghimbau agar setiap ibu memberikan ASI
eksklusif sampai bayinya berusia enam bulan. Menurut data dari UNICEF,
anak-anak yang mendapat ASI eksklusif 14 kali lebih mungkin untuk
bertahan hidup dalam enam bulan pertama kehidupan dibandingkan anak
yang tidak disusui.
Pada Sidang Kesehatan Dunia ke–65, negara–negara anggora WHO
menetapkan target di tahun 2025 bahwa sekurang–kurangnya 50% dari
jumlah bayi dibawah usia enam bulan diberi ASI Eksklusif. Di Asia Tenggara
capaian ASI eksklusif menunjukan angka yang tidak banyak perbedaan.
Sebagai perbandingan, cakupan ASI Eksklusif di India sudah mencapai 46%,
di Philippines 34%, di Vietnam 27% dan di Myanmar 24%. Secara nasional
cakupan pemberian Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif 0–6 bulan di Indonesia
dalam empat tahun terakhir, cakupan ASI Eksklusif sebesar 34,3% pada
tahun 2009, tahun 2010 menunjukkan bahwa baru 33,6% bayi mendapatkan
ASI, tahun 2011 angka itu naik menjadi 42% dan pada tahun 2012 cakupan
ASI Eksklusif menurun menjadi 27%.
4
Untuk mendukung ibu menyusui secara eksklusif, pemerintah
mengatur pemberian ASI dalam Berdasarkan Undang-undang No 36 tahun
2006 tentang kesehatan, pasal 128 ayat 1 menyebutkan bahwa setiap bayi
berhak mendapatkan Air Susu Ibu Ekslusif sejak dilahirkan selama 6 (enam)
bulan, kecuali atas indikasi medis. Dalam ayat 2 pasal ini juga menyebutkan
bahwa selama pemberian Air Susu Ibu, pihak keluarga, pemerintah,
pemerintah daerah dan masyarakat harus mendukung ibu bayi secara penuh
dengan penyediaan waktu dan fasilitas khusus. Selain itu pemberian ASI juga
diatur dalam undang–undang Nomor 33 tahun 2012 tentang Pemberian ASI
Eksklusif. Peraturan ini menyatakan kewajiban ibu untuk menyusui bayinya
secara eksklusif sejak lahir sampai berusia enam bulan.12-13
Kegagalan dalam proses menyusui sering disebabkan karena
timbulnya beberapa faktor, antara lain faktor ibu, faktor bayi, faktor
psikologis, faktor tenaga kesehatan, faktor sosial budaya. Faktor penghambat
berupa keyakinan yang keliru tentang makanan bayi, promosi susu formula,
dan masalah kesehatan pada ibu dan bayi menyebabkan gagalnya pemberian
ASI eksklusif.13
Masalah dalam pemberian ASI awal yaitu ibu merasa bahwa ASI
tidak cukup, bayi rewel, perubahan psikologi ibu dan berkurangnya
rangsangan hormon oksitosin.14 Setelah melahirkan, ibu mengalami
perubahan fisik dan fisiologis yang mengakibatkan perubahan psikisnya.
Kondisi ini dapat mempengaruhi proses laktasi. Fakta menunjukan bahwa
cara kerja hormon oksitosin dipengaruhi oleh kondisi psikologis. Persiapan
5
ibu secara psikologis sebelum menyusui merupakan faktor penting yang
mempengaruhi keberhasilan menyusui. Stres, rasa takut yang berlebihan,
ketidakbahagiaan pada ibu sangat berperan dalam menyukseskan pemberian
ASI awal. Selain itu, perasaan ibu bahwa ASInya tidak cukup untuk bayinya
juga berpengaruh terhadap pemberian ASI awal sehingga penggunaan susu
formula merupakan alternatif yang dianggap paling tepat untuk mengganti
ASI.15
Untuk membantu ibu post partum dengan masalah pemberian ASI
awal yaitu perlu dilakukan berbagai macam upaya untuk pengeluaran ASI.
Upayanya yaitu dengan memberikan dukungan kepada ibu bahwa ibu dapat
menyusui bayinya, memberikan ibu makanan yang bergizi, mengupayakan
agar ibu selalu dalam keadaan rileks dan dilakukannya rangsangan
pengeluaran hormon oksitosin dengan cara stimulasi reflek oksitosin. Saat
dilakukan studi pendahuluan di RSUD Wonosari, stimulasi reflek oksitosin
jarang dilakukan karena protap tentang stimulasi hanya dilakukan saat terjadi
kasus, misal payudara bengkak. Sedangkan terdapat banyak ibu post partum
yang mengeluhkan ASI yang keluar tidak lancar dan memerlukan stimulasi
reflek oksitosin.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian tentang pengaruh stimulasi reflek oksitosin terhadap
pengeluaran ASI di RSUD Wonosari.
6
B. Rumusan Masalah
Pada awal laktasi, banyak ibu yang mengeluhkan ASI tidak keluar
atau jumlah ASI yang keluar sedikit sehingga bayinya tetap rewel. Kondisi ini
diperberat dengan keadaan psikologis dan keyakinan ibu untuk dapat
menyusui bayinya. Hal ini menyebabkan gagalnya pemberian ASI awal dan
banyak ibu post partum yang pada akhirnya memberikan susu formula ke
bayinya dan gagalnya ASI eksklusif.
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah yang dapat
ditarik yaitu adakah pengaruh stimulasi reflek oksitosin terhadap kecukupan
ASI pada ibu post partum hari keenam?
C. Tujuan Penelitian
1.
Tujuan Umum
Mengetahui pengaruh stimulasi reflek oksitosin terhadap kecukupan ASI
pada ibu post partum hari keenam.
2.
Tujuan Khusus
a.
Mengetahui karakteristik responden antara yang diberikan stimulasi
reflek oksitosin dan tidak diberi stimulasi reflek oksitosin.
b.
Mengetahui perbedaan tingkat kecukupan ASI antara yang
diberikan stimulasi reflek oksitosin dan tidak diberi stimulasi reflek
oksitosin.
7
D. Manfaat Penelitian
1.
Manfaat Teoritis
a.
Sebagai bahan referensi untuk meningkatkan pengetahuan tentang
stimulasi reflek oksitosin terhadap kecukupan ASI.
b.
Sebagai masukan terhadap perkembangan pengetahuan yang terkait
dengan pengaruh stimulasi reflek oksitosin terhadap kecukupan ASI.
2.
Manfaat Praktis
a.
Bagi Rumah Sakit
Diharapkan dapat sebagai acuan dalam perkembangan protap rumah
sakit terkait protap pada penatalaksanaan ibu post partum.
b.
Bagi Tenaga Kesehatan
Diharapkan bidan agar berusaha meningkatkan keterampilan dalam
melakukan stimulasi reflek oksitosin sehingga dapat memberikan
pengajaran terhadap ibu post partum.
c.
Bagi Ibu Post Partum
Menjadi sumber informasi dan wawasan baru terhadap solusi pada
permasalahan mengenai pengeluaran ASI. Selain itu juga, ibu
diharapkan mampu melakukan stimulasi reflek oksitosin secara
mandiri.
d.
Bagi Peneliti Selanjutnya
Sebagai sumber informasi dan referensi bagi peneliti lain yang akan
melakukan penelitian khususnya penelitian dengan topik yang
8
serupa.
Selain
itu,
dapat
sebagai
acuan
apabila
ingin
menyempurnakan dan mengembangkan penelitian.
E. Keaslian Penelitian
1.
Penelitian sebelumnya yang dilakukan pada tahun 2014 oleh Resty
Himma Muliani dengan judul “Perbedaan Produksi ASI Sebelum dan
Sesudah Dilakukan Kombinasi Metode Massase Depan (Breast Care)
dan Massase Belakang (Pijat Oksitosin) pada Ibu Menyusui 0-3 bulan di
Wilayah
Kerja
Puskesmas
Kasamiran
Kabupaten
Tegal”
telah
mendapatkan hasil bahwa produksi ASI sebelum diberikan motode
kombinasi metode massase depan (breast care) dan massase belakang
(pijat oksitosin) rata-rata adalah 32,61 ml. Sedangkan produksi ASI
sesudah perlakuakn rata-rata adalah 40,83 ml dan hasil dari
pvalue=0,000≤0,05. Sedangkan Penelitian yang akan dilakukan pada
penelitian ini adalah “Pengaruh Stimulasi Reflek Oksitosin terhadap
Pengeluaran ASI pada Ibu Post Partum Hari ke-3”. Perbedaan dengan
penelitian sebelumnya terletak pada variabel penelitian, tempat penelitian
dan waktu penelitian.
2.
Penelitian sebelumnya yang dilakukan pada tahun 2011 oleh saudari Siti
Nur Endah dan Imas Masdinarsah dengan judul “Pengaruh Pijat
Oksitosin terhadap Pengeluaran Kolostrum pada Ibu Post Partum di
Ruang Kebidanan Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung Tahun 2011”
telah mendapatkan hasil bahwa waktu pengeluaran kolostrum kelompok
9
perlakuan rata-rata 5,8 jam sedangkan lama waktu kelompok kontrol
adalah rata-rata 5,89 jam. Jumlah kolostrum yang dikeluarkan kelompok
perlakuan rata-rata 5,333 cc sedangkan kelompok kontrol yaitu 0,0289
cc. Pijat oksitosin berpengaruh terhadap jumlah produksi kolostrum
dengan P value 0,009 dan pijat oksitosin tidak berpengaruh terhadap
lama waktu pengeluaran kolostrum ibu post partum dengan P value
0,939. Sedangkan Penelitian yang akan dilakukan pada penelitian ini
adalah “Pengaruh Stimulasi Reflek Oksitosin terhadap Pengeluaran ASI
pada Ibu Post Partum Hari ke-3”. Perbedaan dengan penelitian
sebelumnya terletak pada variabel penelitian, tempat penelitian dan
waktu penelitian.
3.
Penelitian sebelumnya serupa dengan penelitian ini pernah dilakukan
oleh Emy Suryani dan Widhi Astuti dengan judul “Pengaruh Pijat
Oksitosin terhadap Produksi ASI Ibu Postpartum di BPM Wilayah
Kabupaten Klaten”. Hasil penelitian tersebut adalah ada pengaruh pijat
oksitosin terhadap produksi ASI dengan indikasi berat badan bayi,
frekuensi bayi menyusu, frekuensi bayi BAK dan lama tidur bayi setelah
menyusu. Sedangkan penelitian yang akan dilakukan pada penelitian ini
adalah “Pengaruh Stimulasi Reflek Oksitosin terhadap Pengeluaran ASI
pada Ibu Post Partum Hari ke-3”. Perbedaan dengan penelitian
sebelumnya terletak pada variabel penelitian, tempat penelitian, waktu
penelitian, jenis penelitian dan analisis data yang digunakan.
10
4.
Penelitian sebelumnya yang dilakukan pada tahun 2014 oleh Faizatul
Ummah dengan judul “Pijat Oksitosin Mempercepat Pengeluaran ASI
pada Ibu Pasca Salin Normal di Dusun Sono Desa Ketanen Kecamatan
Gresik” telah mendapatkan hasil bahwa ada pengaruh pijat oksitosin
terhadap pengeluaran ASI pada ibu pasca salin normal di Dusun Sono
Desa Ketanen Kecamatan Gresik, sehingga dapat disimpulkan bahwa
pijat oksitosin dapat mempercepat pengeluaran ASI. Sedangkan
penelitian yang akan dilakukan pada penelitian ini adalah “Pengaruh
Stimulasi Reflek Oksitosin terhadap Pengeluaran ASI pada Ibu Post
Partum Hari ke-3”. Perbedaan dengan penelitian sebelumnya terletak
pada variabel penelitian, tempat penelitian, waktu penelitian, metode
penelitian dan cara pengumpulan data.
5.
Penelitian sebelumnya yang dilakukan pada tahun 2014 oleh Faizatul
Ummah dengan judul “Pijat Oksitosin Mempercepat Pengeluaran ASI
pada Ibu Pasca Salin Normal di Dusun Sono Desa Ketanen Kecamatan
Gresik” telah mendapatkan hasil bahwa ada pengaruh pijat oksitosin
terhadap pengeluaran ASI pada ibu pasca salin normal di Dusun Sono
Desa Ketanen Kecamatan Gresik, sehingga dapat disimpulkan bahwa
pijat oksitosin dapat mempercepat pengeluaran ASI. Sedangkan
penelitian yang akan dilakukan pada penelitian ini adalah “Pengaruh
Stimulasi Reflek Oksitosin terhadap Pengeluaran ASI pada Ibu Post
Partum Hari ke-3”. Perbedaan dengan penelitian sebelumnya terletak
11
pada variabel penelitian, tempat penelitian, waktu penelitian, metode
penelitian dan cara pengumpulan data.
6.
Penelitian sebelumnya yang dilakukan pada tahun 2014 oleh Rusdiarti
dengan judul “Pengaruh Pijat Oksitosin pada Ibu Nifas terhadap
Pengeluaran ASI di Kabupaten Jember” telah mendapatkan hasil bahwa
ada pengaruh pijat oksitosin pada ibu nifas terhadap pengeluaran ASI.
Sedangkan penelitian yang akan dilakukan pada penelitian ini adalah
“Pengaruh Stimulasi Reflek Oksitosin terhadap Pengeluaran ASI pada
Ibu Post Partum Hari ke-3”. Perbedaan dengan penelitian sebelumnya
terletak pada variabel penelitian, tempat penelitian, waktu penelitian,
metode penelitian dan cara pengumpulan data.
Download